presus 1 (ca cerviks)

44
BAB I PENDAHULUAN Kanker serviks merupakan penyakit ginekologi yang terjadi pada leher rahim dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Penyakit ini memiliki tingkat keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita di negara-negara berkembang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak nomor dua di kalangan perempuan di dunia setelah kanker payudara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 memperkirakan 12,4 juta penduduk menderita kanker serviks dan 7,6 juta orang meninggal karena penyakit kanker (CFR 61,3 %), bahkan di Dunia sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan rata- rata 288.000 orang meninggal tiap tahun (CFR 57,6 %). Kanker serviks disebut juga “silent killer” karena perkembangan kanker ini sangat sulit dideteksi. Perjalanan dari infeksi virus menjadi kanker membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 10-20 tahun. HPV ini ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksinya terjadi pada 75% wanita yang telah berhubungan seksual. Kanker serviks yang diderita individu berkaitan dengan perilaku seksual dan reproduksi, seperti berhubungan seksual pada usia muda, berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual, infeksi beberapa jenis virus, merokok, serta tingkat kebersihan dan higienis sehari-hari individu yang rendah terutama kebersihan organ genital. 1

Upload: dyah-gupita

Post on 10-Nov-2015

22 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyakit ginekologi yang terjadi pada leher rahim dan disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Penyakit ini memiliki tingkat keganasan yang cukup tinggi dan menjadi penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita di negara-negara berkembang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014), kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak nomor dua di kalangan perempuan di dunia setelah kanker payudara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2008 memperkirakan 12,4 juta penduduk menderita kanker serviks dan 7,6 juta orang meninggal karena penyakit kanker (CFR 61,3 %), bahkan di Dunia sekitar 500.000 wanita didiagnosa menderita kanker serviks dan rata-rata 288.000 orang meninggal tiap tahun (CFR 57,6 %). Kanker serviks disebut juga silent killer karena perkembangan kanker ini sangat sulit dideteksi. Perjalanan dari infeksi virus menjadi kanker membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 10-20 tahun. HPV ini ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksinya terjadi pada 75% wanita yang telah berhubungan seksual. Kanker serviks yang diderita individu berkaitan dengan perilaku seksual dan reproduksi, seperti berhubungan seksual pada usia muda, berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual, infeksi beberapa jenis virus, merokok, serta tingkat kebersihan dan higienis sehari-hari individu yang rendah terutama kebersihan organ genital. Kanker serviks cenderung terjadi pada usia pertengahan. Di Indonesia, serviks merupakan jenis kanker yang paling banyak menyerang wanita usia produktif. Pada usia 30-50 tahun perempuan yang sudah kontak seksual akan beresiko tinggi terkena kanker serviks. Insiden kanker serviks juga mulai meningkat sejak usia 20 tahun dan mencapai puncaknya 50 tahun (litbang, 2012). Meningkatnya insiden dan angka kematian pada kanker serviks di Indonesia antara lain disebabkan karena terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya kanker, faktor-faktor resiko terkena kanker, cara penanggulangannya secara benar, tidak membiasakan diri dengan pola hidup sehat, serta kurangnya pengetahuan untuk melakukan pemeriksaan rutin pada serviks, padahal pemeriksaan rutin pada serviks dapat mengurangi insiden kanker serviks yang infasif sebesar 50% atau lebih (Tilong, 2012).

BAB IIILUSTRASI KASUS

2.1Identitas PasienNama : Ny. WPNo.RM: 074342Usia : 52 tahunJenis Kelamin: PerempuanAgama: IslamStatus: MenikahTanggal Masuk: 22 Maret 20152.2Anamnesis2.2.1Keluhan UtamaPasien mengeluh keluar darah dari vagina2.2.2Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan keluarnya darah dari vagina sejak 1 bulan SMRS. Darah yang keluar berupa darah segar cair, terkadang terdapat gumpalan, yang bercampur lendir encer seperti air dan berbau. Dalam sehari pasien dapat mengganti pembalut sebanyak 3 kali. Selain itu, terkadang pasien juga mengeluh adanya keputihan yang berwarna putih, kental, dan berbau.Pasien juga merasa badan terasa lemas, pusing, nafsu makan menurun, dan mengeluh nyeri perut bagian bawah. 3 hari SMRS pasien berobat ke klinik dr. Adi, Sp.OG untuk diambil jaringan pada leher rahim dan dilakukan biopsi. Dr. Adi, sp.OG mencurigai adanya tumor kandungan. Gangguan buang air kecil dan buang air besar tidak ada.

2.2.3Riwayat Penyakit DahuluSebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. 18 tahun yang lalu pasien pernah mengalami infeksi kandungan karena penggunaan KB spiral. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal oleh pasien.2.2.4Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit serupa oleh pasien. Hipertensi disangkal, dan diabetes disangkal.2.2.5Riwayat MenstruasiPasien menarche pada usia 15 tahun, dalam beberapa bulan terakhir menstruasi datang setiap 3-4 bulan, lama menstruasi 2-3 hari.2.2.6.Riwayat Menikah Pasien menikah 1 kali, sudah selama 35 tahun. Pasien menikah saat berusia 17 tahun.2.2.7.Riwayat Obstetri Anak 1: Perempuan, lahir spontan, usia kehamilan aterm, usia 34 tahun Anak 2: perempuan, lahir spontan, usia kehamilan aterm, usia 22 tahun Anak 3: abortus, 20 tahun yang lalu, telah dikuretase.2.2.8.Riwayat KBPasien memiliki riwayat menggunakan KB spiral selama 3 tahun, namun kemudian mengalami infeksi kandungan. Setelah itu, pasien tidak menggunakan KB kembali.2.2.9.Riwayat KebiasaanPasien memiliki kebiasaan hiegenitas yang kurang baik, dimana terkadang pasien mandi dan membersihkan kemaluan 1x sehari. Pakaian dalam diganti setiap kali mandi, tidak pernah menggunakan sabun pembersih untuk daerah kewanitaannya.

2.2.10. Riwayat sosialPasien tinggal di lingkungan padat penduduik bersama anak, cucu, dan menantunya. Kebutuhan air sehari-hari didapatkan dari sumur.2.3Pemeriksaan Fisik2.3.1.Keadaan umum Pasien tampak sakit sedang2.3.2KesadaranPasien dalam kesadaran penuh dan dapat berinteraksi baik dengan dokter dengan kesadaran penuh (Compos Mentis)2.3.3.Tanda VitalTekanan darah : 136/102 mmHgNadi : 91 x/menitPernapasan: 20x/menitSuhu : 36,3oC2.3.4.Status generalisata : Kepala : normocephal Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) THT : Otorhea (-/-), rinorhea (-/-) Leher : thyroid tidak teraba besar, KGB (N) Thorax : simetris, retraksi (-)Jantung : BJ I & II reguler, mur-mur (-), gallop (-)Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) AbdomenI : Abdomen datar, lemas, simetrisA : Bising usus (+) normalP : nyeri tekan (+) pada bagian suprapubic Ekstremitas: akral hangat, oedem - / -, CRT < 2

2.3.5. Status Ginekologi Pemeriksaan luar : Abdomen; datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, massa (-), nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis, tanda cairan bebas (-). Inspekulo : Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 4x5 cm, flour (+) berwarna kuning kental dan berbau, fluksus (+) darah. Pemeriksaan dalam : Serviks : portio berdungkul-dungkul, eksofitik, ukuran 4x5 cm, rapuh, mudah berdarah, CUT normal. Adnexa parametrium kanan-kiri tegang, cavum douglas tak menonjol.

2.4 Pemeriksaan penunjangPemeriksaan Laboratorium (tanggal : 22 Maret 2015)No.Jenis Pemeriksaan22 Maret 2015Nilai RujukanSatuan

1Leukosit13,1 (H)4 - 10 ribu

2 Hemoglobin11,0 (L)12,5-15,5 g/dl

3 Hematokrit 33 (L)35-47 %

4 MCV75,9 (L)82-98 Mikro m3

5 MCH25,3 (L)>= 27 pg

6 MCHC33,332-36g/dl

7 RDW 12,510-16 %

8 Trombosit352150 - 400 ribu

9 Limfosit 1,5 1,0 4,5 10^3/mikro

10 Monosit 1,4 (H)0,2-1,0 10^3/mikro

11 Granulosit 10,2 (H)2-4 10^3/mikro

12 PCT0,2640,2 0,5%

14 GDS7670 100 mg/dl

15 SGOT 80 35 U/L

16 SGPT 10 0 35 IU/L

17 UREUM 26,7010 50 mg/dl

18 KREATININ 0,530,45 0,75 mg/dl

19HBsAgNon Reactive--

2.5. Patologi (25/3/2015): Makroskopis : diterima jaringan pecah belah 1 cc, kecoklatan semua cetak Mikroskopik : sediaan menunjukkan sarang tumor epitelial yang solid, sel tumor atipi, polimorfi, sitoplasma cukup, inti gelap, dengan mitosis, pertandukan individual nampak cukup Kesimpulan : servik: carsinoma cell skuamosa differensiasi sedang.2.6. Diagnosa Karsinoma serviks stadium IIA2.7. Prognosisa) Quo ad vitam : malamb) Quo ad functionam: malam2.8. Penatalaksaana) Infus RL 20 tpmb) Injeksi Ceftriaxone 2x1 gc) Injeksi Ranitidin 2x1 ampd) Injeksi As. Tranexamat 3x1 ampe) Injeksi ketorolac 3x30 mgf) R/ Histerektomi radikal dan radiasi

2.9. Follow upTanggalSubjectObjectAssessmentPlanning

23-3-2015Masih keluar cairan bening dari vagina. Darah sudah tidak keluar lagi dari malam hingga pagi. Perut bagian bawah terasa sakit. Pusing (+) TD: 100/70 mmHg, N: 80x/mnt, RR: 18x/mnt, S: 36,5oC Kepala/Leher: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/- Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis Ekstremitas: ptekie (-)

Perdarahan pervaginam suspek karsinoma serviks Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 2x1 Injeksi ranitidin 2x1 amp Injeksi as. Tranexamat 3x1 amp Injeksi ketorolac 3x30 mg

Rencana pemeriksaan: Biopsi

24-3-2015Masih keluar cairan bening dari vagina yang bercampur darah. Perut bagian bawah terasa sakit. Pusing (+) TD: 120/80 mmHg, N: 76x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 36,5oC Kepala/Leher: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/- Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis Ekstremitas: ptekie (-) Perdarahan pervaginam suspek karsinoma serviks

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 2x1 Injeksi ranitidin 2x1 amp Injeksi as. Tranexamat 3x1 amp Injeksi ketorolac 3x30 mg

Rencana pemeriksaan: Biopsi

25-3-2015Masih keluar cairan bening dari vagina yang bercampur darah. Perut bagian bawah terasa sakit. Pusing (+) TD: 120/80 mmHg, N: 76x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 36,5oC Kepala/Leher: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/- Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis Ekstremitas: ptekie (-) Pemeriksaan Penunjang: Biopsi: carsinoma cell skuamosa differensiasi sedang Karsinoma serviks

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 2x1 Injeksi ranitidin 2x1 amp Injeksi as. Tranexamat 3x1 amp Injeksi ketorolac 3x30 mg

26-3-2015Masih keluar cairan bening dari vagina yang bercampur darah. Perut bagian bawah terasa sakit. Pusing (+) TD: 120/80 mmHg, N: 76x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 36,5oC Kepala/Leher: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/- Thorax : cor : BJ I-II regulerpulmo: SDV +/+, suara tambahan (-) Abd : BU (+), Nyeri tekan (+) pada daerah suprapubis Ekstremitas: ptekie (-) Karsinoma serviks

Infus RL 20 tpm Injeksi Ceftriaxone 2x1 Injeksi ranitidin 2x1 amp Injeksi as. Tranexamat 3x1 amp Injeksi ketorolac 3x30 mg

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1. Anatomi Serviks UteriServiks adalah bagian khusus dari uterus yang terletak di bawah isthmus. Pada sisi anterior, batas atas serviks, ostium interna letaknya kurang lebih setinggi lipatan refleksi peritoneum antar uterus dan kandung kemih (Cunningham, 1989). Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya silinder atau lebih tepatnya kerucut. Batas atas serviks adalah ostium interna. Serviks letaknya menonjol melalui dinding vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai portio vaginalis. Rata-rata ukurannya adalah 3 cm panjang dan 2,5 cm lebar portio vaginalis. Ukuran dan bentuk serviks bervariasi sesuai usia, hormon, dan paritas. Sebelum melahirkan, ostium eksternal masih sempit, hanya berbentuk lingkaran kecil di tengah serviks. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai kanalis endoservikalis (Julian, 1997). Pasokan darah dari sekviks berasal dari arteri iliaka internal, yang membentuk uterine arteri. Serviks dan cabang arteri vagina dari uterus mensuplai bagian vagina bagian atas. (Julian, 1997). Drainase sistem limfatik dari serviks sangat kompleks, yang meliputi nodus iliaka internal dan eksternal, nodus obturatorius dan parametrial, dan banyak lagi. Rute utama penyebaran sistem limfatik dari kanker serviks adalah melalui limfatik pelvis. Maka radikal histrektomi yang dilakukan secara invasif untuk mengobati kanker serviks meliputi penghapusan sebagian besar sistem limfatik di daerah pelvis (Anderson, 1991).3.2. Histologi Serviks UteriServiks adalah bagian inferior uterus yang struktur histologinya berbeda dari bagian lain uterus. Struktur histologi serviks terdiri dari: a) Endoserviks : Epitel selapis silindris penghasil mucus.b) Serabut otot polos polos hanya sedikit dan lebih banyak jaringan ikat padat (85%). c) Ektoserviks : Bagian luar serviks yang menonjol ke arah vagina dan memiliki lapisan basal, tengah, dan permukaan. Ektoserviks dilapisi oleh sel epitel skuamos nonkeratin. Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ). Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga berbeda pada perkembangannya. a) Saat lahir, seluruh serviks yang terpajan dilapisi oleh epitel skuamos. b) Saat dewasa muda, terjadi pertumbuhan epitel silindris yang melapisi endoserviks. Epitel ini tumbuh hingga ke bawah ektoserviks, sehingga epitel silindris terpajan dan letak taut berada di bawah eksoserviks.c) Saat dewasa, dalam perkembangannya terjadi regenerasi epitel skuamos dan silindris. Sehingga epitel skuamos kembali melapisi seluruh ektoserviks dan terpajan, dan letak taut kembali ke tempat awal. Area tempat bertumbuhnya kembali epitel skuamos atau tempat antara letak taut saat lahir dan dewasa muda disebut zona transformasi ( Junqueira, 2007).3.3. Definisi Kanker ServiksKanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun. Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim3.4. Etiologi Kanker ServiksPenyakit keganasan pada serviks ini umumnya berawal dari infeksi Human Papilloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel pelapis epitel serviks. Hampir bisa dipastikan bahwa kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV. Walaupun tidak semua infeksi virus HVP berakhir dengan kanker serviks, lebih dari 90 % kanker serviks jenis skuamosa mengandung DNA virus HVP. Subtipe virus HVP berpengaruh besar terhadap persisten atau tidaknya suatu infeksi.2,13,14 Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40 di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Virus HVP tipe 16 dan tipe 18 merupakan dua tipe virus yang paling banyak bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker serviks. Kedua tipe virus ini mempengaruhi sekuensi gen onkoprotein E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan meningkat dan menjadikan tumor supresor gen p53 menjadi tidak aktif, sedangkan onkoprotein E7 akan berikatan dan menjadikan tumor supresor gene Retinoblastoma (Rb) menjadi tidak aktif.Infeksi virus HVP memerlukan ko-faktor untuk dapat menimbulkan suatu keganasan. Beberapa kondisi seperti tingkat metaplasia serviks uteri saat terpapar virus HVP, kebiasaan berganti pasangan seksual, kontak seksual pertama pada usia muda, kebiasaan merokok, status imunitas tubuh, penggunaan imunosupresan dan infeksi HIV akan turut menentukan hasil akhir suatu infeksi virus HVP.13,14,15Sel epitel serviks yang terinfeksi oleh virus HVP mengalami mutasi genetik sehingga merubah prilakunya. Sel yang bermutasi ini akan melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan kanker ini.13,14,15,163.5. Faktor Risiko Kanker ServiksBeberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker serviks. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks. Meningkatnya risiko kanker serviks pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan. 3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak dan tidak terkendali sehingga menjadi kanker.4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.5. Wanita yang merokok. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paruparu, maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsinya bias menyebabkan kanker leher rahim. Risiko wanita perokok terkena 4-13 kali lebih besar dibandingkan wanita bukan perokok. 6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga

7. AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)1,3,4,5,7Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.3.6. Patogenesis dan PatofisiologiKarsinoma serviks biasa timbul didaerah yang disebut squamo-columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologi terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid/kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual, dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada diluar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita yang berusia diatas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks. Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada diluar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan memicu displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu faktor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel. Sel yang mengalamai mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Displasia ditandai dengan adanya anisositosis (sel dengan ukuran yang berbeda-beda), poikilositosis (bentuk sel yang berbeda-beda), hiperkromatik sel, dan adanya gambaran sel yang sedang bermitosis dalam jumlah yang tidak biasa. Displasia ringan bila ditemukan hanya sedikit sel-sel abnormal, sedangkan jika abnormalitas tersebut mencapai setengah ketebalan sel, dinamakan displasia sedang. Displasia berat terjadi bila abnormalitas sel pada seluruh ketebalan sel, namun belum menembus membrana basalis. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh. Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari: 1) NIS 1, untuk displasia ringan; 2) NIS 2, untuk displasia sedang; 3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang dimulai dari diplasia ringan (NIS1), displasia sedang (NIS 2), displasia berat dan karsinoma in-situ (NIS 3), untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Perubahan dari displasia ke karsinoma in situ sampai karsinoma invasif berjalan lambat (10 sampai 15 tahun). Tumor dapat tumbuh: 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.3.7. Penyebaran Kanker ServiksPenyebaran kanker serviks invasif primer kebanyakan terjadi secara langsung dan limfogen. Penyebaran limfogen terjadi kurang lebih 5% dan hal ini menunjukkan bahwapenyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Pertumbuhan lanjut dari tumor menyebabkan perluasan ke atas (korpus uteri) dan ke bawah (vagina). Penyebaran ke arah lateral mengikuti alur tahanan terendah pada dasar ligamentum kardinale. Lebih lanjut sel-sel tumor dapt menyebar ke belakang sepanjang ligamentum sakrouterina. Penyebaran ke vesika urinaria dan rektum tanpa penyebaran ke lateral jarang ditemukan. Penyebaran limfogen biasanya mengikuti dari alur kelenjar getah bening regional pelvis. Kelenjar getah bening primer (paraservikal, obturatoria, hipogastrika, iliaka eksterna) adalah yang paling pertama terkena, diikuti oleh getah bening sekunder (inguinal, iliaka komunis, dan aorta). Bila penyakit telah melibatkan parametrium (stadium IIB) maka sel kanker yang ditemukan di kelenjar getah bening pelvis sekitar 27-45% dan kelenjar getah bening paraaorta sekitar 13-33%. Penyebaran ke kelenjar getah bening paraaorta terjadi sekitar 46% pada penderita kanker stadium III.Penyebaran secara hematogen melalui pleksus venosus dan vena paraservikal lebih jarang terjadi, namun relatif sering pada stadium lanjut. Tempat penyebaran terutama pada paru-paru (26,5%), hati (15,8%), tulang (14,2%), usus (8,2%), adrenal (3,8%), limpa (2,3%), dan otak (1,4%).3.8. Manifestasi KlinisPada kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika ditemukan keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca senggama), jika lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia). Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadang-kadang bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama. Muka penderita tampak pucat karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun pada stadium klinik III.Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang belakang (para aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul, disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke kandung kemih dan ke rektum.Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai meninggal dunia. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap tanpa keluhan.3.9. Klasifikasi HistopatologisPada dasarnya, menurut klasifikasi WHO, karsinoma servik dikelompokkan atas 3 kategori utama yakni karsinoma sel skuamous, adenokarsinoma, dan tumor epitelial lainnya.60-80 % dari karsinoma skuamous serviks adalah karsinoma sel skuamous invasif. Pada pemeriksaan makroskopis karsinoma sel skuamous umumnya tumbuh secara exophytic, tampak menonjol dari permukaan, seringkali berbentuk papillary atau polypoid dan bisa juga tumbuh secara endophytic, menginfiltrasi ke struktur sekitarnya tanpa menonjol keluar, adakalanya dijumpai dalam bentuk ulcerating.Pola pertumbuhan, tipe sel dan tingkat differensiasi bervariasi pada karsinoma sel skuamous. Sebagian besar karsinoma menginfiltrasi jaringan dan beranastomose dengan stroma sekitarnya dan terlihat sebagai kelompokan-kelompokan tak teratur irreguler islands, kadang tampak bulat, tetapi lebih sering angular atau spiked. Beberapa sistem grading histologis telah diajukan berdasarkan pada tipe dan tingkat differensiasi sel-sel dominan. Klasifikasi sederhana yang merupakan modifikasi dari empat tingkatan Borders dan pembagian tumor menjadi tipe well differentiated (keratinizing), moderatly differentiated, dan poorly differentiated.1) Diferensiasi baikSel epidermoid sebagian besar berbentuk sel dewasa dengan jembatan intraseluler yang masih baik, dan sitoplasma keratohialin terlihat dalam variasi bentuk yang masih berdiferensiasi baik. Mutiara epitel banyak dijumpai dan gambaran mitosis jarang (< 2 mitosis per lapang pandang besar, variasi ukuran dan bentuk sel tumor masih rendah) dan sedikit pleimorfik.2) Diferensiasi sedang/moderateDitemukan sedikit sel dengan sitoplasma berlebihan. Di sini keratinisasi sedang, mutiara epitel jarang ditemui, dapat ditemukan jembatan interseluler, dengan 2-4 mitosis per lapang pandang besar, sel-sel bervariasi sedang dalam ukuran maupun bentuk sel tumor dengan sel pleimorfik lebih banyak dan batas sel kabur.3) Diferensiasi jelekTerlihat sedikit sitoplasma mengelilingi nukleus yang hiperkromatik, sebagian besar berbentuk sel muda yang pleimorfik, tidak ditemukan mutiara tandk, kreatinisasi minimal, tanpa jembatan interselular, ditemukan lebih dari 4 mitosis per lapangan pandang besar, dengan variasi dalam ukuran dan bentuk sel tumor, rasio inti-sitoplasma sangat meningkat. Biasanya sel tunor kecil, elongasi dan tersusun sangat rapat, serta ditemukan banyak giant sel.Adenokarsinoma serviks adalah karsinoma yang menunjukkan differensiasi kelenjar. Sekitar setengah dari semua adenokarsinoma adalah massa yang eksofitik, polipoid, atau papillary. Sedangkan yang lain berupa nodul dengan pembesaran yang difus atau ulserasi. Infiltrasi yang dalam dari dinding menyebabkan serviks berbentuk barrel. Sekitar 15 % pasien lesi tidak nampak dilihat.3.10. Stadium KlinikPemeriksaan untuk menentukan stadium klinik dilakukan secara bimanual vaginal dan rektal, pemeriksaan radiologi, suktase endoserviks, dan biopsi sebelum pengobatan diberikan. Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Berbagai stadium klinik telah diajukan oleh para ahli, namun stadium klinik yang dianut sekarang yaitu yang telah disetujui oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pembagian ini berdasarkan lokasi tumor primer, ukuran besar tumor, dan adanya penyebaran keganasan. Staging ini dibuat untuk mempermudah perencanaan terapi yang efektif dan optimal bagi pasien dan memperkirakan prognosis pasien.

Tabel. Pembagian Stadium Kanker Serviks Berdasarkan FIGOStadium FIGO %Kategori TNM5-year survival

0Tumor utama tidak bisa diperiksaTx

Tidak ada bukti tentang tumor utamaT0

Karsinoma prainvasifTis

1Karsinoma terbatas pada kandunganTI

IAKarsinoma serviks berdasar pemeriksaan mikroskopisTia90 95 %

IA1Invasi stroma dengan kedalaman 3 mm dan invasi horizontal 7 mmTIa1

IA2Invasi stroma >3 mm dan 5 mm dengan suatu invasi horizontal 7 atau lebih sedikitTIa2

IBTampak lesi secara klinis, terbatas pada serviks, atau lesi mikroskopis yang lebih besar dari IA1/IA2Tib80 -85 %

IB1Lesi 4mmTIb2

2Tumor invasif di luar kandungan, tapi tidak sampai dinding panggul atau sepertiga bawah vaginaT2

2ATanpa invasi ke parametriumT2a50 65 %

2BDengan invasi ke parametriumT2b40 50 %

3Tumor meluas ke dinding panggul dan atau melibatkan sepertiga bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjalT325 30 %

3ATumor melibatkan sepertiga bawah vagina tanpa perluasan ke dinding panggulT3a

3BTumor meluas ke dinding panggul dan atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjalT3b

4Tumor meluas ke luar pelvis atau secara klinis melibatkan mukosa kandung kemih dan atau rektumT4< 5 %

4ATumor invasi ke mukosa kandung kemih atau rektum daan atau meluas diluar tulang panggulT4a

4BMetastasis jauhT4b

3.11. Diagnosis Kanker ServiksDeteksi dini kanker serviks secara teratur sangat dianjurkan bagi setiap wanita, biasanya dimulai tiga tahun setelah wanita aktif secara seksual atau berusia lebih dari 21 tahun (Zeller, 2007). Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan Xray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto, 2007) :1. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) merupakan metode inspeksi yan sangat sederhana, murah, nyaman, praktis, dan mudah. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3% - 5% pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Pemeriksaan ini disebut positif bila terdapat area putih (acetowhite) didaerah sekitar porsi serviks.2. Pemeriksaan pap smearmerupakan pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi karsinoma serviks uteri. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada kaca objek. Apusan sel pada kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli patologi (American Cancer Society, 2008). Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999): a. Normal.b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas). c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas). d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar). e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

3. Pemeriksaan DNA HPVmerupakan suatu tes laboratorium yang dapat mendeteksi tipe-tipe HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks (Zeller, 2007). Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun. karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.4. Biopsi Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 1997). 5. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal (Prayetni, 1997). 6. Tes Schiller Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).

7. Radiologi a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).3.12. Manajemen & PenatalaksanaanTerapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi (Wiknjosastro, 1997).1. Pembedahan Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.2. Terapi penyinaran (radioterapi) Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).3. Kemoterapi Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain lain (Prayetni, 1997).Tabel 2. Penatalaksanaan pengobatan kanker rahim tiap stadium.TingkatPenatalaksanaan

0Biopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal

IaBiopsi kerucut,Histeroktomi transvaginal

Ib, IIaHisteroktomi radikal dengan dengan limfadenoktomi panggul dan evaluasi kelenjar limfa para aorta (bila terdapat metastatis dilakukan radioterapi pasca pembedahan)

IIb, III, dan IVHisteroktomi transvaginal

Iva dan IvbRadioterapi, Radiasi paliatif, kemoterapi

3.13.Pencegahan Kanker Serviks1. Jauhi rokok.72. Penggunaan vaksin Gardasil yang dibuat dari virus like particles (VLPs) capsid L1 dari HPV untuk mengurangi resiko terkena kanker rahim.6,73. Wanita-wanita yang memiliki faktor resiko terkena kanker rahim sebaliknya lebih sering menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear.24. Jangan terlalu sering mencuci vagina dengan obat antiseptik tertentu tanpa resep dari dokter ataupn dengan menaburi bedak talk.75. Diet rendah lemak.7

3.14. Prognosis Kanker ServiksPrognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30% (Geene,1998; Kenneth, 2000).1. Stadium 0 : 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.2. Stadium 1 : Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.3. Stadium 2 : Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.4. Stadium 3 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.5. Stadium 4 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.6. Stadium 5 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

BAB IVPEMBAHASANPada kasus, pasien Ny. WP (52 tahun) mengeluh keluarnya darah dari vagina sejak 1 bulan SMRS. Darah yang keluar cukup banyak setiap harinya, dimana pasien dapat mengganti pembalut sebanyak 3x setiap hari. Keluhan tersebut menunjukkan adanya perdarahan abnormal yang keluar dari vagina diluar siklus menstruasi. Perdarahan abnormal tersebut dapat disebabkan oleh kelainan pada serviks, korpus uteri, tuba fallopi, atau ovarium. Selain perdarahan spontan dari vagina, pasien juga mengeluh keluarnya lendir encer seperti air, berbau dan terdapat nyeri pada bagian perut bawah. Adanya perdarahan ditambah dengan adanya keputihan dan nyeri pada perut bawah mengarahkan gejala ke arah karsinoma serviks.Perdarahan dapat terjadi akibat terbukanya pembuluh darah. Perdarahan spontan tersebut umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik.Pasien juga memiliki beberapa faktor risiko untuk dapat menyebabkan terjadinya karsinoma serviks, diantaranya adalah: usia yang cukup tua, dimana pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. Kemudian menikah pada usia yang cukup muda yaitu saat berusia 17 tahun, karena hal tersebut berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker dan dengan adanya rangsangan sel dapat tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Selain itu, pasien memiliki riwayat infeksi kandungan akibat penggunaan alat kontrasepsi spiral pada 20 tahun yang lalu. Akibat adanya infeksi dan radang yang terus menerus tersebut dapat sebagai penectus terbentuknya kanker serviks.Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kedua konjungtiva yang anemis. Akibat perdarahan pervaginam yang berulang dapat menyebabkan anemia. Pada pemeriksaan ginekologi didapatkan Portio berdungkul-dungkul eksofilik, rapuh, mudah berdarah, ukuran 4x5 cm, flour (+) berwarna kuning kental dan berbau, fluksus (+) darah, penyebaran ke parametrium kanan-kiri (-), dan penyebaran ke rectum (-). Dari hasil pemeriksaan tersebut, secara umum mendukung untuk menegakkan diagnosa serta stadium dari kanker serviks pada pasien ini, dimana sesuai literatur menurut FIGO bila tidak terjadi invasi sel-sel kanker ke parametrium, kandung kemih, dan rektum maka termasuk kedalam stadium IIA. Kemudian berdasarkan hasil pemeriksaan biopsi didapatkan kesan carsinoma cell skuamosa differensiasi sedang. Dimana pada karsinoma diferensiasi sedang dapat ditemukan sedikit sel dengan sitoplasma berlebihan. Di sini keratinisasi sedang, mutiara epitel jarang ditemui, dapat ditemukan jembatan interseluler, dengan 2-4 mitosis per lapang pandang besar, sel-sel bervariasi sedang dalam ukuran maupun bentuk sel tumor dengan sel pleimorfik lebih banyak dan batas sel kabur.Penatalaksanaan pada pasien ini di rumah sakit pada saat ini adalah hanya untuk perbaikan keadaan umum, akibat perdarahan yang dialaminya. Setelah didiagnosis kedalam stadium IIA seharusnya pasien menjalani terapi histerektomi radikal dengan limfadenoktomi panggul dan evaluasi kelenjar limfa para aorta, dan bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan.Prognosis pada pasien ini yang datang dengan stadium IIA, menurut literatur angka kemumgkinan hidup selama 5 tahun adalah sebesar 70-90 %.

BAB VKESIMPULAN

Karsinoma serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Pada kasus ini, pasien mengeluh adanya perdarahan pervaginam yang dirasakan sejak 1 bulan SMRS, selain itu pasien juga mengeluh keluarnya lendir encer seperti air, berbau dan terdapat nyeri pada bagian perut bawah. Berdasarkan keluhan yang dialami oleh pasien maka pasien dicurigai mengalami karsinoma serviks.Deteksi awal dan penegakan diagnosis dapat dilakukan melalui beberapa pemeriksaan diantaranya melalui pemeriksaan IVA, pap smear, DNA HPV, Biopsi, kolposkopi, dan tes schiller. Berdasarkan temuan histopatologisnya, karsinoma serviks dibagi menjadi beberapa sistem grading histologis menjadi 3 tingkatan yaitu tipe well differentiated (keratinizing), moderatly differentiated, dan poorly differentiated. Sedangkan stadium klinik karsinoma serviks dibagi berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), yang terdabgi menjadi stadium dari 0-4, yang dimana pada psien ini termasuk dalam stadium 2A.Penatalaksanaan karsinoma serviks tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi. Pengobatan karsinoma serviks diantaranya adalah pembedahan, terapi sinar (radioterapi), dan kemoterapi.Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal.

DAFTAR PUSTAKA1. Saksouk FA. Cervix, Cancer an Overview-Radiology. .Department of Radiology, Harper University Hospital, Wayne State University School of Medicine. Februari 2008

2. Cunningham, et al. Williams Gynecology. USA. McGraw Hills Company. 2008. p 1285-1322

3. Winkjosastro H, et al. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005

4. Febrianasari, Leilia. Cervical Cancer. Jogjakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2007

5. Pazdur, et al, Cancer Management : A Multidiciplinary Approach, The Oncology Group, New York, 2003, hlm. 419-424

6. Christopher, Dolinsky. Cervical Cancer-The Basic. Abramson Cancer Center of University of Pennsylvania-Oncolink. Februari 2008

7. Randa Bunga, S dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Samarinda : RSUD A.Wahab Sjahranie hal 93-95

8. Haller PB, Maletano JH, Bundy BN, et al. Clinical-Pathology study of Stage IIB, III, and IVA Carcinoma of the Cervix: extended Diagnostic Evaluation for Para Aortic Node Metastatic. Gynecologic oncology Group Study. Gynecol Oncol 38:435. 2001

29