preskas jtg kel2

40
PRESENTASI KASUS CONGESTIVE HEART FAILURE Pembimbing: Dr. Ismugi , Sp JP, FIHA Disusun Oleh: Fitria Nurulfath 110 2010 105 Sarah Kemalasari 110 2010 264 Nely Halidiyah 110 2011 192 Rahma Arsella 110 2011 218 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI BIDANG KEPANITRAAN KLINIK ILMU PEYAKIT JANTUNG 1

Upload: andhika-hadi-wirawan

Post on 29-Jan-2016

266 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

.,

TRANSCRIPT

Page 1: preskas jtg kel2

PRESENTASI KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Pembimbing:

Dr. Ismugi , Sp JP, FIHA

Disusun Oleh:

Fitria Nurulfath 110 2010 105

Sarah Kemalasari 110 2010 264

Nely Halidiyah 110 2011 192

Rahma Arsella 110 2011 218

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

BIDANG KEPANITRAAN KLINIK ILMU PEYAKIT JANTUNG

PERIODE 12 OKTOBER 2015 – 20 DESEMBER 2015

1

Page 2: preskas jtg kel2

STATUS PASIEN

Identitas Pasien

Nama : Ny. A.K

Jenis Kelamin : Wanita

Usia : 51 tahun

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status : Menikah – 3 Anak

Pendidikan : SMA

Alamat

Pekerjaan

: Cibubur VIII no.33, RT 01/013, Jakarta Timur

: Ibu rumah tangga

Tanggal masuk RS : 1 Desember 2015

Tanggal Pemeriksaan : 1 Desember – 3 Desember 2015

ANAMNESIS (Autoanamnesa, 1 Desember 2015 )

Keluhan utama : Sesak sejak 5 hari SMRS

Keluhan tambahan : Nyeri dada, batuk dan berdebar-debar.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Rumah Sakit Raden Said Sukanto dengan keluhan sesak

nafas sejak 5 hari SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri dada, berdebar-debar, dan

batuk. Sesak dirasakan hilang timbul awalnya pada saat beraktivitas, namun semakin

lama sesak dirasakan semakin parah. Sesak juga seringkali dirasakan ketika pasien

sedang tidur. Agar sesak berkurang, pasien mengaku tidur dengan dua bantal.

Selain sesak, pasien juga mengeluh nyeri dada kiri atas, nyeri dada dirasakan

kurang dari 15 menit, dan disertai keringat dingin. Pasien juga merasa berdebar-debar,

dan batuk.

2

Page 3: preskas jtg kel2

Pasien mengaku memiliki hipertensi dan masalah katup jantung yang disadari

sejak tahun 1988, tetapi pasien kurang mengetahui katup mana yang terkena.

Pasien tidak pernah merasa sesak sebelumnya, tetapi sejak lima hari SMRS

pasien sesak dan semakin memberat walaupun hanya melakukan aktivitas fisik ringan

seperti ke toilet. Karena merasa khawatir, keluarga pasien membawa pasien ke IGD

Rumah sakit Raden Said Sukanto

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit katup jantung diakui oleh pasien (tahun 1988)

Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat hipertensi diakui oleh pasien

Riwayat alergi disangkal

Riwayat kolesterol tinggi diakui

Riwayat Kebiasaan

Riwayat Keluarga

Pasien dan keluarga pasien menyangkal adanya riwayat penyakit diabetes dan

hipertensi di keluarganya

Pemeriksaan Fisik

3

Merokok

Alkohol

Narkoba

Pola makan

: disangkal

: disangkal

: disangkal

: makan teratur 3-4x/hari dengan nasi dan lauk lengkap;

suka mengkonsumsi daging kambing dan gorengan; rutin

mengkonsumsi kopi

Page 4: preskas jtg kel2

Status Generalisata

Keadaan Umum : Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda Vital

a. Tekanan Darah : 160 / 90 mmHg

b. Nadi : 142x/ menit, reguler, isi cukup

c. Laju Pernapasan : 22x / menit

d. Suhu : 36,60C

Tinggi Badan : 157 cm

Berat Badan : 60 kg

IMT : 24,3 ( normal )

Pemeriksaan Fisik Umum

Kepala

Wajah

Rambut

Leher

: bentuk kepala normal, tidak didapati adanya

deformitas ataupun benjolan.

: simetris; edema (-); sianosis (-)

: rambut hitam dan sebagian putih

: terdapat pembesaran JVP, tidak ada pembesaran

limfoid dan kelenjar parotid

Kulit : warna kulit sawo matang, terlihat kering, turgor

baik

Mata : konjungtiva pucat -/-; sklera ikterik -/-; pupil bulat

isokor 3mm/3mm; Refleks cahaya langsung +/+;

refleks cahaya tidak langsung +/+

Thorax

Pulmo Inspeksi : bentuk dada normal, simetris,

massa(-), retraksi otot bantu pernafasan (-),

pengembangan dada simetris

Palpasi : nyeri (-), fremitus taktil kanan dan kiri

sama, pengembangan paru simetris(-)

Perkusi : Paru kanan: sonor di seluruh lapang

paru

4

Page 5: preskas jtg kel2

Cor

Paru kiri : redup di SIC V

Auskultasi :suara dasar vesicular (+ normal/

menghilang) ronki (-/-), wheezing (-/-)

Inspeksi : Denyut ictus kordis terlihat

Palpasi : Ictus kordis (+), thrill (+)

Perkusi :

- batas jantung kanan di linea sternalis dekstra,

- batas jantung kiri tidak dapat dinilai

- batas jantung atas di linea sternalis sinistra

- batas pinggang jantung di linea parasternalis

sinistra

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, irregular, gallop (-)

murmur (-)

Abdomen Inspeksi : Distensi (-)

Tidak terlihat adanya masa

Tidak ada jaringan parut

Auskultasi : Peristaltik 12x / menit di 4 kuadran

Tidak adanya bunyi bruit di

abdomen

Palpasi : Tidak teraba adanya massa

Nyeri tekan epigastrium (-)

Tidak ada rigiditas

Hati tidak teraba

Limpa tidak teraba

Perkusi : timpani di 4 kuadran

Extremitas Oedema di kedua tungkai (-)

Akral hangat

5

Page 6: preskas jtg kel2

Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium

01/12/2015

HEMATOLOGI

Hemoglobin 14 g/dl 12-14 g/dl

Leukosit 7.600 u/l 5,000-10,000 u/l

Hematokrit 42% 37-43%

Trombosit 136.000/

ul

150,000-400,000 /ul

ELEKTROLIT

Natrium 142 mmol/l 135-145 mmol/l

Kalium 4,5 mmol/l 3,8-5,0 mmol/l

Chlorida 111 mmol/l 98-106 mmol/l

KIMIA KLINIK

Ureum 23 mg/dl 10-50 mg/dl

Creatinine 1,2 mg/dl 0,5-1,3 mg/dl

KIMIA KLINIK

Glukosa Glukometer 118 <200mg/dl

03/12/2015

HEMATOLOGI

Hemoglobin 15.3 g/dl 12-14 g/dl

Leukosit 9.600 u/l 5,000-10,000 u/l

Hematokrit 45% 37-43%

Trombosit 147.000/

ul

150,000-400,000 /ul

ELEKTROLIT

Natrium 138 mmol/l 135-145 mmol/l

6

Page 7: preskas jtg kel2

Kalium 3.8 mmol/l 3,8-5,0 mmol/l

Chlorida 98 mmol/l 98-106 mmol/l

Radiologi

Kesan: kardiomegali, CTR 68%

Elektrokardiografi

01/12/2015

Irama : Tidak teratur

Heart Rate : 155x/menit irreguler

Gelombang P : Terlihat

PR Interval : 47ms

Kompleks QRS : tidak teratur, frekuensi 100-155x/menit

Kesan : Artrial fibrilasi Rapid ventricular Respon

7

Page 8: preskas jtg kel2

02/12/2015

Irama : Tidak teratur

Heart Rate : 62 x/menit

Gelombang P : tidak terlihat

PR Interval : 333ms

Kompleks QRS : 107ms

Kesan : AF normal ventricular Respon

8

Page 9: preskas jtg kel2

03/12/2015

Irama : Tidak teratur

Heart Rate : 80 x/menit

Gelombang P : tidak dapat di identifikasi

PR Interval : 217 ms

Kompleks QRS : 118 ms

Kesan : Artrial fibrilasi

Diagnosis

Congestive Heart Failure

Artrial Fibrasi

Terapi

Infus RL 5 tpm

Drip Lasix 2,5 mg/jam

Inj Fargoxin 1 amp IV

Sprinolakton 1 x 25 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

9

Page 10: preskas jtg kel2

Follow up

Tanggal Perjalanan Penyakit Diagnosis Pengobatan

01/12/2015 Sesak napas (+)

Berdebar (+)

Nyeri dada (-)

Ks: Compos Mentis

TV: N: 142x/menit

S: 36,6OC

TD: 160/90mmHg

R: 22x/menit

Auskultasi: S1 S2 irreguler,

murmur (-), gallop (-)

Thorax: Cardiomegali

- CHF

- AF

O2 3 lpm

Infus RL 5 tpm

Drip Lasix 2,5

mg/jam

Inj Fargoxin 1 amp

IV

Sprinolakton 1 x

25 mg

Bisoprolol 1 x 2,5

mg

Captopril 3 x 12,5

mg

02/12/2015 Sesak napas

Ks: Compos Mentis

TV: N:64 x/menit

S: 36OC

TD: 120/50mmHg

R: 22x/menit

Auskultasi: S1 S2 irreguler,

murmur(-), gallop (-)

Thorax: Cardiomegali, CTR

68%

- CHF

- AF

O2 3 lpm

Infus RL 7 tpm

Drip Lasix 1

cc/jam

Sprinolakton 1 x

25 mg

Bisoprolol 1 x 2,5

mg

Captopril 3 x 12,5

mg

3/12/2015 Sesak berkurang

Ks: Compos Mentis

TV: N: 92x/menit

- CHF

- AF

O2 3 lpm

Infus RL 7 tpm

Drip Lasix 1

10

Page 11: preskas jtg kel2

S: 36OC

TD: 120/80 mmHg

R: 12x/menit

Auskultasi: S1 S2 irreguler,

murmur (-), gallop (-)

Thorax: Cardiomegali, CTR

68%

Saran: evaluasi chateterisasi

cc/jam

Sprinolakton 1 x

25 mg

Bisoprolol 1 x 2,5

mg

Captopril 3 x 12,5

mg

11

Page 12: preskas jtg kel2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis

akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium

dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat

terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah

gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh.1

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai

pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

Ciri-ciri yang penting dari definisi ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif

terhadap kebutuhan metabolik tubuh. Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada

fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan

spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium umumnya mengakibatkan

gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau

bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1

Beberapa istilah dalam gagal jantung : 3

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari

pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan

echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,

kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan

pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung

dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ;

Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.

2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,

kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan

resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A

12

Page 13: preskas jtg kel2

– V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat

dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal

jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada

hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi

kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan

distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi

pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah

berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat

endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun

secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema

perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan

multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat

menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir

selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward

failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam

jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada

waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya

peningkatan tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri

dan kanan jantung atau seluruh rongga jantung. 4

B. Epidemiologi

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Di

Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang

lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika

Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di

Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS

Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan

13

Page 14: preskas jtg kel2

sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung

mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap

tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari

pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.3

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin

meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang

utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya

harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun

sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.3

C. Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit

jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan

gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,

meningkatkan beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium.

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal (preload) meliputi regurgitasi

aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir (afterload) meningkat pada

keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas

miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. 3

Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung,

terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal

bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel

(misal, stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.

Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung

mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti gangguan

pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas sekali

bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai

mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung; efektivitas

jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologis.

Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan gagal

jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung mengalami

kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak. 3

Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui

berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang

mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.

14

Page 15: preskas jtg kel2

Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer,

atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil. 4

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui

penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan

infeksi paru-paru, serta emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis

jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis,

respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya

ritme jantung yang stabil. Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru

secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan,

memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif

membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme

fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang

memicu terjadinya gagal jantung.

D. Klasifikasi

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New

York Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas,

berdasarkan hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan

untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut:

1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas

fisik, dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.

2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

pembatasan aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya

pembatasan aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari

kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak napas.

4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan

kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat

beristirahat. 5

American College of Cardiology/American Heart Association

(ACC/AHA) heart failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk

menggambarkan perkembangan penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki

penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

15

Page 16: preskas jtg kel2

2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki

gejala-gejala dari gagal jantung

3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-

gejala dari gagal jantung

4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi khusus. 6

E. Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan

pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi

gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac

output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,

sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan

natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung

sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.7

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas

serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul

berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi

simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,

hipertofi dan nekrosis miokard fokal.7

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor

renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan

merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akanmenyebabkan retensi natrium

dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek

pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.6,7

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain

Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,

kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel

16

Page 17: preskas jtg kel2

pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan

vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai

respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis

terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal

jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker

diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita

gagal jantung.2,6

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada

pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin

disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide

vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh

darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-

1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu

juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure,

perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis

sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling

vaskular dan miokardial akibat endotelin.2,6

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard,

dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri

menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel

kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada

penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %

penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada

penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang

timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

17

Page 18: preskas jtg kel2

Gambar 1. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

F. Penegakan Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan

penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,

biomarker, dan ekokardiografi Doppler.

1. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi

diastolik dan karakteristik forward orbackward, left or right heart failure.

Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :

a. Kriteria mayor :

1) Paroksismal nokturnal dispneu

2) Ronki paru

3) Edema akut paru

4) Kardiomegali

5) Gallop S3

18

Page 19: preskas jtg kel2

6) Distensi vena leher

7) Refluks hepatojugular

8) Peningkatan tekanan vena jugularis

b. Kriteria minor :

1) Edema ekstremitas

2) Batuk malam hari

3) Hepatomegali

4) Dispnea d’effort

5) Efusi pleura

6) Takikardi (120x/menit)

7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari

pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor

atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium Darah

- Pemeriksaan darah lengkap

- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium,

klorida, kolesterol total, LDL, HDL)

b. Elektrokardiogram

Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat

menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun

dalam kasus noncardiogenic, EKG biasanya normal.

c. Radiologi

1) Foto thoraks

Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran

dan bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. 9 Pada

gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada

ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.

Pemeriksaan radiologi memberikan informasi berguna mengenai

ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi

aorta, dan kadang-kadang efusi pleura, begitu pula keadaan vaskuler

pulmoner dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada

gejala pasien.

19

Page 20: preskas jtg kel2

2) Computed Tomography

CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin

dan manajemen gagal jantung kongestif. 9 Multichannel CT scan

berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun,

ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat

memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk

radiasi pengion.9

3) Echocardiografi

Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari

evaluasi pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau

diduga. Fungsi ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer

dan sekunder dapat dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler

mungkin memainkan peran berharga dalam menentukan fungsi

diastolik dan dalam menegakkan diagnosis HF diastolik. 9 Dua

dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk

menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel kiri), cardiac

output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian

ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis.Tingkat

kepercayaan di echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan

positif palsu dan negatif palsu yang rendah. 9

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung

baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki

prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi

serta beratnya kondisi.

1. Non Farmakalogi :

a. Anjuran umum :

1) Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

2) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan

seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang

masih bisa dilakukan.

3) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

20

Page 21: preskas jtg kel2

b. Tindakan Umum :

1) Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung

ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada

gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

2) Hentikan rokok

3) Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang

lainnya.

4) Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30

menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan

beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan

dan sedang).

5) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

2. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II,

diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat

inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.14,15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling

sedikit diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop

diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat

dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik

dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50

mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung

sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung

sistolik.

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal,

dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri.

Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa

minggu sampai dosis yang efektif.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian

dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan

kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan

sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat

Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa

digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.

21

Page 22: preskas jtg kel2

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi

terhadap ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung

disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,

digunakan bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan

emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi

ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial

kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan Trancient

Ischemic Attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik

atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari

kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III

terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak

digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk

mencegah kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis

untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2

l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring

jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi

metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan

perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan

diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik

berat dengan dilatasi ventrikel. 13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis

dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak

pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90

mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa

penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta

syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang

menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis

seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark. 13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,

22

Page 23: preskas jtg kel2

perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan

oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan

pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan

pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang

akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan

khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah

menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan

merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan

menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum

ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin

vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat

antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan. 13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan

kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga

menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis

pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi

preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan

angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator

vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri

termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga

terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi

jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena

dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang

diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung

yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal

ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.

Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan

ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal,

dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar

23

Page 24: preskas jtg kel2

epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena

menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung,

meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus

0,01 μg/kg/menit. 13

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung

akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau

vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah

85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau

vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan

akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi

perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan

merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan

curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta

vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1

dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi)

dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk

meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien

yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi

yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt. 13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP

menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung.

Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone.

Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi

yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik positif.

Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375

– 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25– 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 –

7,5 μg/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut

yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita

dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau

terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang

24

Page 25: preskas jtg kel2

biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus

kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan

dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang

menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang

tersering adalah penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila

penderita datang dengan hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk

menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan

menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside

intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine). Loop diuretik

diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk

menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan

afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar.

Aritmia jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra

aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator,

ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita

gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon

terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum

interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan untuk mempertahankan

laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel,

diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok

atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice bertujuan untuk

mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device

merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,

indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap

terapi terutama inotropik. 13

25

Page 26: preskas jtg kel2

H. Prognosis

Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan

prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: (2)

1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%

3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%

4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

26

Page 27: preskas jtg kel2

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV

2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005;

ed XVI

3. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta : balai

penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 – 17,115 – 126.

4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.

5. Oemar, Hamed.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas

kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.

6. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol.

Volume 2.

7. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott

Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.

8. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the

adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins

2009;.hal.275-287

9. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell

publishing 2006;hal. 10-11.

10. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors.

Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York:

Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

11. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the

older patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.

12. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and

restrictive). In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to

diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

13. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with

heart failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular

Nursing Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000

27