preskas bp mella
DESCRIPTION
bpTRANSCRIPT
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. Rifqi Raizan Faristiansyah
TTL/Umur : 21 Januari 2015 (5 bulan)
Berat Badan : 6.3 kg
Panjang Badan : 57 cm
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl.Kel.Tengah RT.05 RW.04 Kel.Kampung tengah
Kec.Kramat Jati. Jakarta Timur
Masuk RS : 23 Juni 2015 Pukul 13.44 WIB
Tanggal pemeriksaan : 24 juni 2015
No. RM : 614248
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Ryan Siti
Usia : 21 tahun 24 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SD
Pekerjaan : Supir Ibu Rumah Tangga
Hub. dengan orangtua : Anak kandung (anak ke-3 dari 3 bersaudara)
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan terus
menerus dan tidak berkurang.
B. Keluhan Tambahan
Keluhan disertai demam, batuk berdahak, dan pilek sejak malam SMRS.
1
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dengan keluhan sesak sejak 2 hari
SMRS dan demam sejak malam SMRS. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak
berkurang, ibu pasien tidak mengetahui pencetus sesak pada pasien. Selain itu, pasien
juga mengalami batuk berdahak dan pilek sejak malam SMRS. Dahak berwarna putih,
adanya bercak darah disangkal, dahak sulit untuk dikeluarkan. Mual dan muntah
disangkal oleh ibu pasien. Menyusu ASI tidak kuat. Buang air besar (BAB) normal,
tidak ada darah maupun lendir. Tidak terdapat gangguan pada buang air kecil (BAK).
Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat kejang dan riwayat OAT disangkal.
Pasien sempat dibawa ke puskesmas namun belum mendapatkan pengobatan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya sebanyak 3 kali sejak pasien
berumur 2 bulan, terakhir sebulan yang lalu.
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteri - Penyakit Jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit Ginjal
(Sindroma Nefrotik)
-
Demam berdarah - Kejang - Penyakit Darah -
Demam Typhoid - Kecelakaan - Radang Paru 2 bulan
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
Parotitis - Varicella - Bronchitis -
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien menyatakan memiliki riwayat asma. kakak pasien berumur 5 tahun
memiliki riwayat kejang demam dan batuk pilek yang disertai sesak, namun tidak
tinggal serumah dengan pasien dan jarang bermain bersama. Keluarga yang tinggal
bersama pasien berjumlah 2 orang yaitu ayah dan ibu pasien.
F. Riwayat Kebiasaan dalam Keluarga
Ayah pasien merupakan seorang perokok aktif, ketika merokok terkadang
berada dekat dengan pasien. Ibu pasien juga seorang perokok aktif namun sudah
berhenti sejak mengandung pasien.
2
G. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Anemia, infeksi paru (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol
KELAHIRAN Tempat kelahiran Puskesmas
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 36 minggu
Keadaan bayi o Berat lahir : 2900 gr
o Panjang : 51 cm
o Lingkar kepala : -
o Langsung menangis : Ya
o Nilai APGAR : -
o Kelainan bawaan : -
Kesan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
o Pertumbuhan gigi I : belum (Normal 5-9 bulan)
o Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
o Psikomotor
Tengkurap : belum (Normal: 6-9 bulan)
Duduk : belum (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : belum (Normal: 9-12 bulan)
I. Riwayat Makanan
Pasien mendapatkan ASI sejak lahir hingga saat ini. Pasien sudah dapat makan
bubur sedikit demi sedikit.
J. Riwayat Imunisasi Dasar
Imunisasi dilakukan di Puskesmas
0 bulan : Hepatitis B pertama
1 bulan : Hepatitis B ke 2
2 bulan : Polio
Kesan : Selebihnya pasien belum menerima imunisasi lainnya.
3
K. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Sosial Ekonomi : Ayah pasien bekerja sebagai supir. Ibu pasien tidak bekerja.
Menurut ibu pasien penghasilan sekitar Rp 3.000.000,- sebulan cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Lingkungan : Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dikawasan yang
tidak terlalu padat penduduknya. Tempat tinggal pasien berukuran 100 m2,
beratap genteng, lantai keramik dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, ruang
tamu, ruang makan, dan dapur digabung menjadi satu ruangan. Cahaya
matahari dapat masuk ke dalam rumah pasien melalui jendela. Ventilasi udara
cukup. Terdapat penerangan dengan listrik. Air berasal dari air PAM. Air
limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan
tidak rutin dibersihkan namun alirannya lancar.
Kesan: rumah dan sanitasi lingkungan baik.
III. PEMERIKSAANA. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda Vital
• Frekuensi nadi : 130 x/menit, teratur, nadi kuat, isi cukup
• Frekuensi napas : 60 x/menit
• Suhu : 36,80 Celsius
• Tekanan darah : 80/50 mmHg
4. Kulit : Turgor baik, CRT < 2 detik, sianosis (-)
5. Kepala : Lingkar kepala 42 cm, rambut hitam merata, tidak
mudah dicabut
6. Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor,
conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
7. Leher : Dalam batas normal tidak terdapat pembesaran KGB
8. Telinga : Normotia, serumen (-)
7. Hidung : Deviasi septum (-), sekret (+), pernafasan cuping
hidung (-)
8. Tenggorok : T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis
4
9. Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis (-)
10. Jantung
a. Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula sinistra
c. Perkusi :
i. Batas atas jantung di sela iga 2 garis sternal sinistra
ii. Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal dekstra
iii. Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula sinistra
d. Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, murmur (-), gallop (-)
11. Paru
a. Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri, retraksi dinding
dada (+)
b. Palpasi : Fremitus simetris kanan-kiri. Tidak teraba massa.
c. Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
d. Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki basah
halus(+/+)
12. Abdomen
a. Inspeksi : Cembung simetris.
b. Auskultasi : Bising usus (+) normal
c. Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Nyeri tekan (-). Turgor baik.
d. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
13. Ektremitas : Tidak ada edema, akral hangat, tidak ada deformitas,
CRT<2’
14. Tanda rangsang meningeal
a. Kaku kuduk : Negatif
b. Brudzinki I : Negatif
c. Brudzinki II : Negatif
d. Kernig : Negatif
e. Lasque : Negatif
15. Status gizi
Klinis: edema -/-, tampak kurus -/-
Antropometris:
• Berat Badan (BB) : 6300 gr
5
• Tinggi/Panjang Badan : 57 cm
• Lingkar kepala : 42 cm
• Lingkar lengan atas : 12 cm
• BB/U : -1 SD
• PB/U : -3 SD
• BB/TB : 2 SD
• BMI : 21 (N)
Simpulan status gizi : gizi kurang
B. Data Laboratorium
Gas Darah + e- 27/06/2015 Nilai Rujukan Satuan
pH 7.380 7.380 – 7.450
pCO2 18 33.0 – 44.0 mmHg
pO2 174.0 71.0 – 104.0 mmHg
Hct 22 37 – 48 %
HCO3- 10.6 19.8 – 24.2 Mmol/L
6
Hematologi 23/06/2015 27/06/2015 Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 9.6 8.5 10.8-12.8 gr/dL
Hematokrit 31 27 35-43 %
Leukosit 21.60 23.13 5.50-15.50 10*3/uL
Eritrosit 5.5 4.9 3.6-5.2 Juta/uL
Trombosit 697 846 217-497 Ribu/uL
Hitung Jenis 23/06/15 Nilai Rujukan Satuan
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 2 1-3 %
Neutrofil
Batang
0 0-8 %
Neutrofil
Segmen
55 17-60 %
Limfosit 33 20-70 %
Monosit 7 1-11 %
LUC 3 <4 %
HCO3 standard 14.7 Mmol/L
TCO2 11 19 – 24 Mmol/L
BE ecf -14.5
BE (B) -13.20 -7 - -1 Mmol/L
Saturasi O2 100.00 95.00 – 98.00 %
IV. RESUME
Pasien seorang bayi laki-laki berusia 5 bulan, datang ke IGD RSUD Pasar Rebo
dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS, sesak dirasakan terus menerus dan tidak
berkurang, ibu pasien tidak mengetahui pencetus sesak pada pasien, keluhan disertai
dengan demam, batuk berdahak berwarna putih tidak terdapat bercak darah, dan pilek
sejak malam SMRS. Mual dan muntah disangkal oleh ibu pasien. Nafsu minum ASI
pasien menurun sejak mengalami sakit tersebut. Buang air besar (BAB) dan buang air
kecil (BAK) dikatakan normal. Riwayat kejang (-) dan riwayat OAT(-). Sebulan
SMRS pasien mengalami keluhan yang sama, keluhan telah berulang sebanyak 3 kali
sejak pasien berumur 2 bulan. Terdapat riwayat asma pada ibu pasien.
• Pemeriksaan Fisik
• Tanda vital dalam batas normal
• Conjungtiva anemis, pernafasan cuping hidung (+)
• Terdengar rhonki pada kedua lapang paru
• Pemeriksaan Penunjang
• Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 23/06/2015 dan 27/06/2015
didapatkan Hb, Ht menurun, leukosit, dan trombosit meningkat.
• Hasil AGD pada tangal 27/06/2015 menunjukan adanya asidosis
metabolik.
V. DIAGNOSA KERJA
Pneumonia
Asidosis Metabolik
VI. DIAGNOSA BANDING
Asma bronkial
7
VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Oksigenasi O2 nasal kanul 1 L/menit
Cairan IVFD KA-EN 1B 6 tpm di IGD, dilanjutkan KA-EN 3B 6 tpm
di bangsal
Inhalasi Berotec (Bronkodilator) 3 cc + Nacl 10 cc
Antibiotik inj. Cefotaxim 2x250 mg
Antipiretik inj. Paracetamol 4x75 mg *jika perlu
Bicnat 30 mg dalam aquades 30 cc
VIII. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam
8
IX. FOLLOW UP
9
23/06/2015 24/06/2015
S:
Demam (-), sesak (+), batuk berdahak (+), pilek
(+), mual&muntah (-). BAB&BAK normal. Nafsu
minum ASI baik
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 37,2 oC
HR : 136 x/m
RR : 30 x/m
TD : 90/70 mmHg
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-), Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia, sekret hidung (+) FH (+),
pernafasan cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba,
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-),
CRT<2’
A:
Bronkopneumonia
P:
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
O2 1 L/menit
Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
S:
Demam (-), sesak (+), batuk berdahak (+), pilek
(+), mual&muntah (-). BAB&BAK normal. Nafsu
minum ASI baik
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 36,8 oC
HR : 130 x/m
RR : 60 x/m
TD : 80/50 mmHg
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (+), FH (+),
pernafasan cuping hidung (+)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (+/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba,
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Bronkopneumonia
DD: Asma Bronkial
P:
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
O2 1 L/menit
Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
10
25/06/2015 26/06/2015
S:
Demam (-), sesak (+), batuk berdahak berkurang,
pilek (-), mual&muntah (-). BAB&BAK normal.
Nafsu minum ASI baik
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 35,5 oC
HR : 84 x/m
RR : 64 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia, sekret hidung (-) FH (-),
pernafasan cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)
Ekstremitas : Akral dingin, edema (-), sianosis (-),
CRT<2’
A:
Bronkopneumonia
DD: Asma Bronkial
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Berotec (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
S:
Demam (-), sesak (+), batuk berdahak dirasakan
memberat, pilek (-), mual&muntah (-).
BAB&BAK normal. Nafsu minum ASI baik.
Pasien sudah mau makan bubur.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 35,9 oC
HR : 88 x/m
RR : 76 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH
(+),pernafasan cuping hidung (+)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)
Ekstremitas : Akral dingin, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Asma Bronkial
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Aminofilin drip 40 mg/ ½ jam, selanjutnya
20 mg/6 jam menggunakan Syringe pump
11
27/06/2015 28/06/2015
S:
Demam (+), nafas dirasakan memberat, batuk
berdahak memberat, pilek (-), muntah 5x berwarna
putih kental,BAB&BAK normal. Riwayat sianosis
dan kejang pagi ini dengan mata keatas. Nafsu
minum ASI kurang.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 37,1 oC
HR : 84 x/m
RR : 56 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Pneumonia, Asidosis metabolik
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan
Syringe pump
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
inj. Paracetamol 4x75 mg
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Dexamethason 3x1 mg
Bicnat 30 mg + aquades 30 cc dalam 1 jam
S:
Demam (-), batuk berdahak (+), sesak (+), pilek (-),
muntah (-), BAB cair 2x berwarna kuning disertai
ampas,lendir(-),darah(-) BAK normal. Nafsu minum
ASI kurang.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 35,5 oC
HR : 115 x/m
RR : 50 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Pneumonia
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan
Syringe pump
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Dexamethason 3x1 mg
Pasang NGT susu 50 cc/ 3jam
12
29/06/2015 30/06/2015
S:
Demam (-), batuk berdahak (+), pilek (-), sesak(+),
mual (-), muntah (-), BAB&BAK normal. Nafsu
minum ASI kurang.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 36,2 oC
HR : 128 x/m
RR : 44 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-), pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Pneumonia
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan
Syringe pump
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Inj. Dexamethason 3x1 mg
Pasang NGT susu 50 cc/3 jam
S:
Demam (-), batuk berdahak berkurang, sesak
berkurang, pilek (-), muntah (-), BAB kuning cair
berlendir semalam sebanyak 5x, darah(-). BAK
normal. Riwayat sianosis semalam. Nafsu minum
ASI membaik.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 35,5 oC
HR : 100 x/m
RR : 40 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel (-), Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
Hasil Foto Thorax PA : Kesan proses spesifik aktif
A:
Pneumonia
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Aminofilin drip 30 mg/6 jam menggunakan
Syringe pump
IVFD KA-EN 3B 6 tpm
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Inj. Dexamethason 3x1 mg
Pasang NGT susu 50 cc/3 jam
ANALISA KASUS
13
01/07/2015 02/07/2015
S:
Demam (-), batuk berdahak berkurang, pilek (-),
sesak(-), mual (-), muntah (-), BAB&BAK normal.
Nafsu minum ASI kuat.
O:
K.U : TSS
Kes : CM
Suhu : 36,5 oC
HR : 108 x/m
RR : 40 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-), pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-),
ekspirasi memanjang.
Abdomen : sedikit distensi,kembung (+), turgor baik,
BU (+)N, NT (-), Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Pneumonia
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Inj. Dexamethason 3x1 mg
S:
Demam (-), batuk berdahak berkurang, sesak
berkurang, pilek (-), muntah (-), BAB&BAK normal.
Nafsu minum ASI kuat. Kejang (-), sianosis (-)
O:
K.U : TSR
Kes : CM
Suhu : 36,5 oC
HR : 140 x/m
RR : 48 x/m
Kepala : Normocephal
Mata : bulat,isokor,CA(+/+), SI(-/-),Refleks
cahaya(+/+)
Leher : pembesaran KGB (-)
THT : Normotia,sekret hidung (-), FH (-),pernafasan
cuping hidung (-)
Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)
Pulmo : SN Vesikuler (+/+), RH (+/+), WH (-/-)
Abdomen : Supel (-), Turgor baik, BU (+)N, NT (-),
Hepar-lien tidak teraba, perut kembung (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis(-),
CRT<2’
A:
Pneumonia
P:
O2 1 L/menit
Inhalasi Ventolin (Bronkodilator) + NaCl 4x
inj. Cefotaxim 2x250 mg
Inj. Ranitidine 3x10 mg
Inj. Dexamethason 3x1 mg
Diagnosis pneumonia pada anak dapat ditegakkan berdasarkan pedoman diagnosis
sederhana yang telah dikembangkan WHO. Pedoman diagnosis tersebut menjelaskan
kriteria diagnosis dan klasifikasi penyakit.
A. Kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat langsung dideteksi,
meliputi :
- Napas cepat
- Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium, pernafasan cuping
hidung)
- Tanda bahaya
Pada anak usia 2 bulan – 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.
Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
B. Klasifikasi penyakit.
Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
o Napas cepat
o Suara merintih (grunting)
o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Batuk atau kesulitan bernapas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
14
>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan Pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatik seperti penurun panas
Sedangkan pada asma bronkial merupakan suatu keadaan dimana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hiperaktifitas terhadap rangsangan tertentu yang
menyebabkan peradangan. Biasanya penyempitan ini berlangsung sementara, Nelson
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing, dan atau batuk
dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/ dini hari, musiman, adanya faktor pencetus seperti
aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun pengobatan, serta
adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/ keluarganya . Pada pasien ini,
terdapat riwayat asma dari Ibu pasien, suara wheezing tidak begitu terdengar, dan
faktor pencetus tidak diketahui.
Berdasarkan pedoman diagnosis WHO untuk mendiagnosis dan
mengklasifikasikan pneumonia pada anak, maka kasus ini termasuk dalam pneumonia
berat. Pasien memerlukan rawat inap karena pada anamnesa dan pemeriksaan fisik
ditemukan adanya :
Batuk
Napas cepat >50x/menit
Pernapasan cuping hidung
Pada auskultasi terdengar suara pernapasan bronkial dan crackels (ronki)
Secara klinis, penyebab pneumonia pada anak sulit dibedakan antara pneumonia
bakterial dengan pneumonia viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan
laboratorium tidak menunjukkan perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat
disebutkan bahwa pneumonia bakterial memiliki awitannya cepat, batuk produktif,
pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis.
Berdasarkan hal tersebut, pada kasus menunjukkan bahwa pasien memiliki awitan
gejala yang cepat, batuk berdahak, dan leukositosis sehingga kemungkinan terbesar
penyebab penyakitnya adalah infeksi bakteri. Selain itu, data epidemiologi
menunjukkan bahwa etiologi paling sering pada penyakit pneumonia anak umur 4
15
bulan-5 tahun adalah bakteri (Chlamidya pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, dan
Streptococcus pneumoniae).
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi dua hal, yaitu penetalaksanaan umum
dan penatalaksanaan khusus.
Penatalaksanaan umum yang dilakukan, yaitu :
Pemberian oksigen 1 L/menit
Infus untuk rehidrasi dan perbaikan elektrolit. Infus yang diberikan pada kasus ini
adalah KA-EN 1B 6 tpm sebagai infus awal di Instalasi Gawat Darurat dilanjutkan
dengan KA-EN 3B 6 tpm di bangsal.
Paracetamol sebagai antipiretik yang diberikan seperlunya ketika suhu tubuh
pasien meningkat.
Penatalaksanaan khususnya yang dilakukan yaitu :
Antibiotik yang digunakan berdasarkan pengalaman empiris terhadap penyebab
pneumonia sesuai umur pasien. Pada bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan – 5
tahun) :
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin (ceftriaxone, cefotaxime, dll)
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
Antibiotik yang dipilih adalah cefotaxime dengan dosis 100mg/kgBB/hari dibagi
dua dosis.
Inhalasi salin normal (NaCl 0,9%) + Berotec (Fenoterol hidrobromida). Fenoterol
adalah suatu stimulans selektif β2-adrenoreseptor yang berfungsi untuk
melebarkan saluran pernapasan dan pembuluh darah.
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA PADA ANAK
16
A. DEFINISI
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011).
Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting
adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri). Pneumonia seringkali dipercaya
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.
Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia
viral. Demikian pula pemeriksaan radiologis dan laboratorium tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (Said, 2013).
B. EPIDEMIOLOGI
Pneumonia hinga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada
anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap
tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun (Bradley et.al., 2011).
C. FAKTOR RISIKO
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas
pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut, yaitu:
1. Pneumonia yang terjadi pada masa bayi
2. Berat badan lahir rendah (BBLR)
3. Tidak mendapat imunisasi
17
4. Tidak mendapat ASI yang adekuat
5. Malnutrisi
6. Defisiensi vitamin A
7. Tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring
8. Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok)
(Said, 2013)
D. ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Bakteri-bakteri ini menginvasi
paru melalui 2 jalur, yaitu dengan :
1) Inhalasi melalui jalur trakeobronkial.
2) Sistemik melalui arteri-arteri pulmoner dan bronkial.
Penyebab pneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoniae, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
18
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak
binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya
seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptokokus pneumoni,
Haemofilus influenza, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh
bakteri-bakteri ini umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-
laktam. Di lain pihak, terdapat pneumonia yang tidak responsif terhadapa antibiotik
beta-laktam dan dikenal sebagai pneumonia atipik. Pneumonia atipik terutama
disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia dan Chlamidya pneumoniae (Said, 2013).
E. KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired pneumonia/
CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
19
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
F. PATOGENESIS
Pada dasarnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan
awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme
pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang
diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan
respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului
dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri
dimulai dengan terjadinya hiperemia akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi
cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan
stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance
paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)
20
yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi
progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi
konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
21
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan meningkatkan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk adalah
bercak-bercak yang difus, mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai
dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran
nafas yang lebih kecil.
22
Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit,
sehingga stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa
bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan
dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi
sebagai bercak-bercak kosolidasi merata diseluruh lapangan paru (bronkopneumonia),
dan pada anak besar atau remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia
lobaris) (Said, 2013).
G. MANIFESTASI KLINIS
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi : terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea;
dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah
negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter
dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang
interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin
positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres
pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
23
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
2. Pada palpasi : ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru
(kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi : tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi : ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah
(tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles
dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
sampai sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,
gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya
penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non-infeksi yang relatif lebih sering,
dan faktor pathogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor
penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia (Said, 2013).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi
diagnosis pneumonia (Said, 2013) :
A. Darah Perifer Lengkap
24
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan PMN. Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang
buruk. Leukositosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi
bakteri. Sering ditemukan pada keadaan bakteremi, dan risiko terjadinya komplikasi
lebih tinggi. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
B. C-Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP segera cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama interleukin (IL)-6, IL-1, dan tumor necrosis factor (TNF). Meskipun fungsi
pastinya belom diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi
mikroorganisme atau sel yang rusak.
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara
faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.
C. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
punsi pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan
dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada masa neonatus, kejadian
bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang positif. Spesimen dari
nasofaring untuk kultur maupun deteksi antigen bakteri kurang bermanfaat karena
tingginya prevalens kolonisasi bakteri di nasofaring.
D. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang
bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala
klinis. Akan tetapi, resolusi infiltrat sering memerlukan waktu yang lebih lama setelah
25
gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan
foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto toraks diperlukan bila gejala klinis
menetap, peyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
di Instalasi Gawat Darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto
rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala
klinik distress pernapasan seperti takipnea, batuk, dan ronki, dengan atau tanpa suara
napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
- Infiltrate alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas, dan menyerupasi lesi tumor paru, dikenal sebagai round
pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
I. DIAGNOSIS
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, menentukan penyebab pneumonia
tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh
karena itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis
yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis.
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu
gejala respiratori sebagai berikut takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi, ronki,
dan suara napas melemah (Said, 2013).
Akibat tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka
dalam upaya penanggulangan, WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan
tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini terutama ditujukan untuk pelayanan
kesehatan primer, dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara
berkembang. Tujuannya ialah :
26
1. Menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang dapat
langsung dideteksi
Gejala klinis yang sederhana tersebut meliputi :
- Napas cepat
- Sesak napas (dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam ketika menarik napas/ retraksi epigastrium)
- Tanda bahaya
Pada anak usia 2 bulan – 5 tahun: tidak dapat minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, dan gizi buruk.
Pada anak dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
2. Menetapkan klasifikasi penyakit
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:
Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun
Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal berikut:
o Kepala terangguk-angguk
o Pernapasan cuping hidung
o Tarikan dinding dada nagian bawah ke dalam
o Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini :
o Napas cepat
o Suara merintih (grunting)
o Pada auskultasi terdengar: Crackles (ronki), suara pernapasan
menurun, suara pernapasan bronkial
harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
Bila tidak ada sesak napas
Batuk atau kesulitan bernapas
Ada napas cepat dengan laju napas:
>50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
>40 x/menit untuk anak >1-5 tahun
tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
27
Bukan Pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatik seperti penurun panas
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pada bayi berusia di bawah 2 bulan, perjalanan penyakitnya lebih bervariasi,
mudah terjadi komplikasi, dan sering menyebabkan kematian.
Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut :
Pneumonia
Bila ada napas cepat (>60x/menit) atau sesak napas
Harus di rawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
tidak ada napas cepat atau sesak napas
tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik
3. Menentukan dasar pemakaian antibiotik
J. TATALAKSANA
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011):
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit: sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik
awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan: amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
28
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai
hari ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam: ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (pastikan terlebih dahulu ada tidaknya penyulit seperti
empiema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
29
Tabel 1. Terapi Antibiotik Berdasarkan Etiologi (sumber: IDSA Guideline of
Pneumonia, 2011)
K. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema toraks, perikarditis,
purulent, pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta.
Empiema toraks merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia
bakteri.
30
L. PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-
zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri
sendiri.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/. Diakses
pada tanggal 8 April 2014
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., et al. 2011. The Management of Community-
Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical
Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious
Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2009. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak, ed. 15, vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Said M. 2013. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
World Health Organization. 2008. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia
32