presentasi kasus cholelithiasis dan splenomegali

30
PRESENTASI KASUS RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PADA CHOLELITHIASIS Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi di RSUD Salatiga Disusun Oleh: Ayudya Septarizky 20070310082 Diajukan Kepada: dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

Upload: ayudya-septarizky

Post on 02-Dec-2015

157 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

..

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PADA CHOLELITHIASIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi

di RSUD Salatiga

Disusun Oleh:

Ayudya Septarizky

20070310082

Diajukan Kepada:

dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD SALATIGA

2012

Halaman Pengesahan

Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul

RADIDIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PADA CHOLELITHIASIS

Disusun Oleh:

Nama : Ayudya Septarizky

NIM : 20070310082

Telah dipresentasikan

Hari/ Tanggal : Agustus 2012

Disahkan Oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad.

KATA PENGANTAR

Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus

dengan judul RADIDIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PADA CHOLELITHIASIS.

Penulisan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti

kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga.

Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga

penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi

Muhammad SAW.

2. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. dr. Achmad Kardinto, Sp.Rad., dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama

menjalani Ko-assisten di Bagian Ilmu Radiologi RSUD Salatiga.

4. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya.

5. Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Radiologi yang telah

memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.

Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam

penulisan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan

penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

presentasi kasus ini.

Salatiga, Agustus 2012

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................................... iii

DAFTAR ISI............................................................................................................. v

BAB I KASUS..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4

KOLELITIASIS

A. Definisi dan Epidemiologi..................................................... 8

B. Patofisiologi........................................................................... 9

C. Etiologi………….................................................................. 11

D. Faktor resiko.......................................................................... 11

E. Manifestasi Klinis...................................................................13

F. Pemeriksaan Penunjang...................................................... 15

G. Diagnosis………….............................................................. 16

H. Penatalaksanaan.................................................................... 17

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. 17

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 20

BAB I

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 52 th

Alamat : Kecandran, Sidomukti

Pekerjaan : IRT

No. CM : 219086

Tgl. Masuk : 5 Agustus 2012

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri perut kanan atas

RPS : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut bagian

kanan atas sejak 4 hari yang lalu. Nyeri terasa menembus hingga punggung dan

menjalar ke daerah sekitar bahu. Nyeri hilang timbul. Pasien juga merasa mual dan

muntah, perut terasa sebah, dan penuh tiap kali makan sejak 1 bulan yang lalu. Pasien

mengeluhkan perut makin besar dan teraba keras pada bagian kiri, merasa sesak tiap

kali nyeri muncul. Pasien merasa lemas dan mudah lelah. BAK berwarna kecoklatan

seperti the sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu, nyeri pinggang (-), minum obat-

obatan untuk TBC (-), riwayat trauma di daerah perut-pinggang maupun kemaluan

(-). BAB berwarna pucat dan lembek. Pasien juga mengeluhkan badan terasa panas

dingin sejak muncul nyeri perut.

a. RPD : Riwayat Penyakit Dahulu

- Gejala yang sama sebelumnya (-) HT (-) DM (-) Hepatitis (+) 2 bulan yang

lalu.

- Riwayat mondok (+)

- Riwayat operasi (-)

b. Riwayat Penyakit Keluarga

- Gejala yang sama pada anggota keluarga (-)

- Riwayat sakit kuning (-) DM (-) HT (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan General :

Keadaan Umum : compos mentis, lemah, tampak kesakitan

Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 95 x/m

Suhu : 37,5 C

Respirasi : 24 x/m

Pemeriksaan Sistematis:

Kepala : conjunctiva anemis +/+ sklera ikterik +/+

Leher : dalam batas normal, limfonodi tidak teraba besar

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : I = distensi (+) scar (-) jejas (-)

A = peristaltik (+) normal

P = supel agak keras, nyeri tekan (+) pada ulu hati, Murphy’s sign

(+), lien teraba besar (schuffner IV), hepatomegali (-)

P = timpani (+), tes undulasi (+) pekak beralih (+), kesan asites

Ekstremitas : pucat, akral hangat, CRT < 2” , edema (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laborat:

- Darah rutin : AL 4,1 x 103 ; AE 3,23x 106 ; HB 9 g/dl; AT 77 x 103 ; LED 94 /

122 mm

Kesan : anemia, leukopeni, trombositopeni pansitopeni

- Urin rutin : dbn

- Kimia darah :

GDS = 97

Ureum = 10

Creatinin = 0,3

SGOT/SGPT = 78/64 (meningkat)

Bilirubin total / direk/ indirek = 9,2/ 6,9/ 2,3 (meningkat)

Albumin = 3,2 (hipoalbuminemi)

Radiologi

USG :

Hepar : bentuk dan besar normal, system vena hepatica dan bilier regular,

tak tampak kista, nodul, sludge, batu dan massa.

Vesica Fellea: Tampak batu dengan bayangan akustik intravesika fellea

Lien : lien membesar, ekostruktur homogeny, tak tampak kista batu dan

massa

V. ASSESMEN

- Kholelithiasis

- Splenomegali

- Asites

- Pansitopeni

- Hipoalbuminemia

VI. PENATALAKSANAAN

- Inf. KAEN 3B 20 tpm

- Spironolakton 1x 10 mg

- Ketorolac

- Vastigo

- Curcuma

- Ranitidin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang palingsering

di jumpai di Praktek klinik.Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkanbahwa 60-

80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa

pasienpasienyang simtomatik akan kambuhdan memperlihatkan gejala-gejala pada

sebanyak 1-2% per tahun “follow up”. Manifestasi klinik dari batu empedu dapat

berupa nyeri episodik (kolik bilier), inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis

akut) atau saluran empedu kolangitis akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi

batu empedu ke dalam koledokus seperti pankreatitis, obstruksi saluran empedu yang

dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus obstruktif sampai sirosis bilier.

Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk mengeluarkannya.

Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya antara lain

lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. Kemajuan-kemajuan yang

pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade ini terutama kemajuan di bidang

pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi terapetik mmbawa

perubahan yang sngat mendasar dalam penatalaksanaan batu empedu.

B. PATOFISIOLOGI

Batu kandung empedu terbentuk karena substansi tertentu pada empedu

terdapat dalam kadar yang mencapai batas kelarutannya. Saat empedu terkonsentrasi

di dalam kandung empedu dapat kemudian tersaturasi dengan substansi-subatansi

tersebut, yang kemudian mengendap menjadi kristal-kristal mikroskopik-kristal.

Kristal-kristal tersebut terjebak dalam mukosa kandung empedu, memproduksi

lumpur kandung empedu. Semakin lama, kristal akan berkembang, saling menempel

dan menyatu menjadi batu makroskopik. Dua substansi utama yang terlibat dalam

pembentukan batu kandung empedu yaitu kolesterol dan bilirubin kalsium.

Batu Kolesterol

Lebih dari 80% batu kandung empedu di Amerika Serikat terdiri atas

kolesterol sebagai komponen utama. Sel-sel hati mensekresi kolesterol ke dalam

kandung empedu bersama dengan fosfolipid (lesitin) dalam bentuk gelembung

bermembran yang bulat dan kecil, yang disebut vesikel unilamelar. Sel hati juga

mensekresi garam empedu, yang merupakan detergen kuat yang diperlukan dalam

mencerna dan menyerap lemak dari makanan.

Faktor utama yang menentukan apakah batu kolesterol akan terbentuk, yaitu

(1) banyaknya kolesterol yang disekresi oleh sel-sel hati,berhubungan dengan lesitin

dan garam empedu, dan (2) tingkat konsentrasi dan lamanya empedu berada dalam

kandung empedu.

Batu Kalsium, Bilirubin dan Pigmen

Bilirubin, merupakan pigmen kuning turunan dari pemecahan heme, secara

aktif disekresikan ke dalam empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar bilirubin pada

empedu merupakan bentuk terkonjugasi, yang mana lebih stabil dan larut dalam air,

sebagian kecil merupakan bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi seperti

asam lemak, fosfat, karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan

yang tak larut dengan kalsium.

Pada situasi dimana terjadi perombakan heme yang tinggi, seperti pada

hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin tak terkonjugasi mungkin berada pada

konsentrasi di atas normal. Bilirubin kalsium dapat mengkristal dan dapat terbentuk

batu. Semakin lama, berbagai macam oksidasi dapat membuat bilirubin mengendap

menjadi berwarna hitam legam, disebut dengan batu pigmen hitam, merupakan 10-

20% kejadian batu kandung empedu di Amerika Serikat.

Bilirubin normalnya steril, namun pada keadaan yang tidak biasa (seperti

striktur bilier), dapat dikolonisasi oleh bakteri. Bakteri akan menghidrolisa bilirubin

terkonjugasi dan mennyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang dapat

memicu pengendapan kristal bilirubin kalsium.

Bakteri juga juga menghidrolisa lesitin untuk melepaskan asam lemak, yang

dapat mengikat kalsium dan mengendap. Hasilnya akhirnya memiliki konsistensi

seperti tanah liat dan disebut dengan batu pigmen coklat. Tidak seperti batu pigmen

hitam atau kolesterol yang terbentuk di dalam kandung empedu, batu pigmen coklat

seringkali terbentuk di saluran empedu. Batu jenis ini banyak ditemukan di beberapa

bagian di Asia Tenggara, dan tidak banyak ditemukan di Amerika Serikat.

Batu Campuran

Batu kolesterol dapat dikolonisasi oleh bakteri dan dapat menyebabkan

inflamasi mukosa kandung empedu. Enzim lisis dari bakteri dan leukosit dapat

menghidrolisa bilirubin terkonjugasi dan asam lemak. Sebagai akibatnya, semakin

lama, batu kolesterol dapat mengakumulasi bagian penting dari bilirubin kalsium dan

garam empedu lain menghasilkan batu campuran.

C. ETIOLOGI

Batu empedu biasanya terbentuk di dalam kantong empedu atau di Saluran

empedu dan saluran hati. Batu ini dapat memicu radang dan infeksi pada kantong empedu

dan di saluran lain apabila batu keluar dari kantong empedu dan menimbulkan

penyumbatan di saluran lain. "Batu empedu erukuran kecil lebih berbahaya daripada

yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah tempat atau berkelana ke tempat lain”. Batu

empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu

(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu

tersumbat, maka bakteri kan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam

saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi dibagian

tubuh lainnya.

Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya

terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol

yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena

kolesterol,maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan diluar

empedu. Batu empedu juga bisa disebabkan oleh tumpukan pigmen bilirubin dan garam

kalsium yang membentuk partikel seperti kristal padat. Karena itu, cirinya berbeda. Batu

empedu dari tumpukan kolesterol berwarna kekuningan dan tampak mengilap seperti

minyak, sedangkan dari tumpukan pigmen bilirubin berwarna hitam tetapi keras atau

berwarna coklat tua, tetapi rapuh. Batu empedu dapat menyebabkan berbagai masalah

apabila masuk ke saluran pencernaan atau usus halus. Terkadang batu juga muncul pada

luran empedu. Apabila batu ini terdapat pada kandung empedu bisa terjadi peradangan

kolestitis akut. Itu karena adanya pecahan batu di dalam saluran empedu yang

menimbulkan rasa sakit berlebihan.

D. FAKTOR RESIKO

Batu kolesterol, batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat memiliki pathogenesis

yang berbeda dan factor resiko yang berbeda pula.

Batu kolesterol

Batu kolesterol berhubungan dengan jenis kelamin wanita, keturunan Eropa atau

Amerika, dan meningkatnya usia. Berberapa factor resikonya meliputi obesitas,

kehamilan, gallbladder stasis, obat-obatan, dan riwayat keluarga.

Batu pigmen hitam dan coklat

Batu pigmen hitam terjadi lebih sering pada individu dengan tingkat perombakan

heme yang tinggi. Penyakit yang berhubungan dengan batu jenis ini termasuk anemia

sickle cell, sferositosis herediter, dan beta-talasemia. Pada pasien sirosis, hipertensi portal

dapat juga terjadi splenomegali. Sekitar setengah dari pasien sirosis memiliki batu

pigmen. Pembentukan batu pigmen coklat berhubungan dengan stasis intraduktal dan

kolonisasi bacteria kronis pada empedu.

E. MANIFESTASI KLINIS

Batu empedu biasanya menimbulkan gejala-gejala sebagai akibat dari inflamasi

atau obstruksi karena migrasi ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Gejala

yang paling spesifik dan karakteristik adalah kolik bilier. Nyeri viseral ini bersifat nyeri

yang hebat, menetap atau berupa tekanan di epigastrium atau di abdomen kuadran kanan

atas yang sering menjalar ke daerah inter-skapular, skapula kanan atau bahu. Kolik bilier

dimulai tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama 1-4 jam dan menghilang

pelahan-lahan atau dengan cepat. Episode kolik ini sering disertai dengan mual dan

muntah-muntah dan pada sebagian pasien diikuti dengan kenaikan bilirubin serum

bilamana batu migrasi ke uktus koledokus. Adanya demam atau menggigil yang

menyertai kolik bilier biasanya Menunjukkan komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis

atau pankreatitis. Kolik bilier dapat dicetuskan sesudah makan banyak yang berlemak.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dan Ultrasonografi atau CT Scan abdomen

menunjukkan bahwa bilamana kolik hanya disebabkan oleh batu kandung empedu yang

tersangkut di duktus sistikus tanpa proses peradangan di kandung empedu (tanpa

kolesistitis akut) dan tanpa adanya batu empedu di duktus koledokus maka tidak akan

didapatkan kelainan laboratorium yakni lekositosis (-), gangguan fungsi hati (-).

Bilamana sudah terdapat kolesistitis akut akan ditemukan lekositosis serta pasien demam.

Pada ultrasonografi (USG) atau CT Scan abdomen didapatkan batu di dalam kandung

empedu dan tandatanda radang akut dari kandung empedu berupa dinding yang menebal

dan udematus. Bilamana kolik disebabkan oleh batu yang migrasi ke duktus koledokus

dan belum terdapat komplikasi infeksi di saluran empedu maka laboratorium akan

menunjukkan gangguan fungsi hati berupa gama glutamil transferase (GGT) atau

fosfatase alkali yang meninggi, transaminase serum; bilirubin total juga meningkat. Pada

sebagian kecil pasien bilirubin total masih mungkin dalam batas normal atau sedikit

meninggi.(6) Ultrasonografi/CT Scan abdomen akan menemukan pelebaran saluran

empedu dan kadang-kadang tampak batu di dalamnya.(5) Bilamana telah didapatkan

kolangitis maka akan ditemukan lekositosis serta gambaran seperti di atas. Bilamana

terdapat pankreatitis bilier, amilase/lipase serum akan meningkat sekali, di samping

adanya lekositosis dan gangguan fungsi hati.

G. DIAGNOSIS

Batu empedu dicurigai pada pasien dengan kolik bilier. Ultrasonografi abdomen

merupakan pilihan dalam mendeteksi batu kandung empedu, sensitivitas dan

spesifitasnya mencapai 95%. CT, MRI dan kolesistografi oral merupakan alternative.

USG merupakan prosedur yang paling sensitive, spesifik, non-invasif dan tidak

mahal untuk mendeteksi batu empedu. Selain itu juga simpel, cepat dan aman pada

kehamilan, dan tidak membuat pasien terpapar radiasi berbahaya maupun kontras

intravena. Sensitivitas bervariasi tergantung pada kemampuan operator, namun pada

umunya sangat sensitive dan spesifik utnuk batu empedu yang berukuran lebih besar dai

2 mm.

Batu empedu tampak sebagai focus ekogenik pada kandung empedu, dapat

bergerak bebas ddengan perubahan posisi dan menampilkan bayangan akustik.

Kolesistitis dengan batu berukuran kecil pada leher kandung empedu. Banyangan akustik terlihat dibawah batu

empedu.

Bila kandung empedu dipenuhi oleh batu empedu, batu mungkin saja tak terlihat

pada USG, namun garis ekogenik double ( satu dari dinding kandung empedu, satu dari

batu) dengan bayangan akustik mungkin dapat terlihat.

USG endoskopik

USG endoskopik juga akurat dan merupakan teknik yang relative non-invasif

untuk mengidentifikasi batu pada saluran empedu distal (distal common bile duct).

Sensitivitas dan spesitifitas deteksi batu ini sekitar 85-100%.

USG laparoskopik

USG laparoskopik merupakan metode primer untuk mencitrakan saluran empedu

selama kolesistektomi laparoskopik..

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan batu empedu tergantung pada derajat penyakit. Bila batu empedu

menimbulkan gejala, interfensi bedah definitive dengan kolesistektomi biasanya

didindikasikan, meskipun, pada beberapa kasus, dipertimbangakn menggunakan pelarut

batu secara medis.

Tatalaksana medis untuk batu empedu meliputi terapi garam empedu oral

(ursodeoxycholic acid), contact dissolution, dan extracorporeal shockwave lithotripsy

(ESWL).

Manajemen medis lebih efektif pada pasien dengan fungsi kandung empedu yang

amsih baik, memiliki batu berukuran kecil (<1 cm) dengan kandungan tinggi kolesterol.

Penatalaksanaan Batu Empedu Asimtomatik

Asam ursodeoxycholic (ursodiol) adalah agen pelarut batu empedu. Pada

manusia, penggunaan asam ursodeoxycholic dapat menurunkan saturasi kolesterol pada

empedu, dengan cara menurunkan sekresi kolesterol hati dan menurunkan efek deterjen

dari garam empedu pada kandung empedu. Desaturasi empedu dapat emncegah

terbentuknya batu.

Pada pasien yang didiagnosis dengan batu empedu kolesterol, pengobatan dengan

asam ursodeoxycholic pada dosis 8-10 mg/kg/hari dapat melarutkan batu empedu secara

bertahap.

Penatalaksanaan pada batu empedu simtomatik

Kolesistektomi

Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) secara umum diindikasikan pada

pasien yang bergejala dan mengalami komplikasi dari batu empedu.

Saat ini, kolesistektomi laparoskopik sudah umum dilakukan pada pasien rawat

jalan. Dengan mengurangi pasien rawat inap dan kehilangan waktu dalam bekerja,

pendekatan laparoskopik juga dapat mengurangi biaya kolesistektomi.

Pada pasien yang batu empedunya jatuh ke dalam cavum peritoneal, rekomendasi

terkini ialah follow up dengan pemeriksaan USG selama 12 bulan. Komplikasi seperti

pembentukan abses di sekeliling batu dapat terjadi selama rentang waktu tersebut.

Komplikasi yang paling menakutkan dan morbid adalah kerusakan pada saluran

empedu (common bile duct).

Kolesistostomi

Pada pasien dengan empyema kandung empedu dan sepsis, kolesistektomi dapat

menjadi berbahaya. Pada kondisi ini ahli bedah dapat melakukan kolesistostomi, yaitu

suatu prosedur minimal yang menempatkan tabung drainase pada kandung empedu. Bila

pasien telah stabil, kolesistektomi elektif dapat dilakukan.

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang dominan pada daerah perut, yaitu

nyeri perut pada region kanan atas, nyeri hilang timbul, dan menembus punggung hingga

menjalar ke daerah pundak. Karakteristik nyeri seperti ini mengarah pada kemungkinan

adanya batu empedu baik itu di dalam kandung empedu ataupun pada salurannya. Pasien

juga mengeluhkan rasa tidak nyaman pada perut seperti mual, rasa penuh, sebah dan sesak

yang dapat merupakan manifestasi klinis dari batu empedu. Manifestasi lain seperti BAK

berwarna seperti teh mengarah pada kelainan pada hati maupun empedu sebagai efek dari

metolisme bilirubin yang abnormal. Feses yang berwarna pucat juga dialami oleh pasien,

sebagai bentuk dari kegagalan ekskresi pigmen empedu yang mungkin terdapat pada

penyakit yang menyerang hati maupun empedu.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan konjungtiva yang anemis mengindikasikan

adanya gangguan pada system hematologi, penurunan hemoglobin dan angka eritrosit pada

pasien mungkin berhubungan dengan gangguan pada produksinya di dalam sumsum tulang

ataupun gangguan pada metabolisme atau perombakannya di perifer oleh system

retikuloendotelial, seperti hati dan lien. Perombakan heme yang tinggi dapat terjadi pada

pembesaran limpa, seperti pada kasus ini. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan

pada daerah ulu hati dan kanan atas dengan tanda Murphy positif yang mengindikasikan

kemungkinan yang mengarah pada gangguan di traktus biliaris. Teraba pembesaran pada lien

hingga umbilical, atau sama dengan Schuffner derajat IV. Pembesaran lien atau splenomegali

dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain malaria, penyakit mieloproliferatif, neoplasma,

hipertensi portal, sirosis, beta-thalasemia, anemia aplastik, anemia sickle sel, anemia

defisiensi besi, hepatitis, virus, infeksi, dan masih banyak lagi. Perlu pemeriksaan yang

cukup kompleks untuk mengetahui etiologi dari splenomegali. Selain itu didapatkan tes

undulasi dan pekak beralih yang positif, menunjukkan adanya asites. Asites dapat merupakan

akibat dari hipertensi porta pada sirosis, ataupun diluar dari system digesti seperti penyakit

pada ginjal, dan dpaat juga merupakan manifestatsi klinis dari kadar albumin yg rendah.

Pada pemeriksaan penunjang laborat menunjukkan adanya pansitopeni,

hiperbilirubinemi, hipoalbuminemi dan peningkatan enzim-enzim hati. Hasil tersebut

mengindikasikan adanya keterlibatan hati, traktus bilier dan lien dan mungkin organ

pencernaan lain. Pada pemeriksaan penunjang radiologic tampak adanya batu pada kandung

empedu, dan pembesaran lien.

Dari seluruh prosedur diagnostic yang telah dilakukan dapat didiagnosis sebagai batu

kandung empedu atau kolelitiasis dengan ko morbid splenomegali, mengenai etiologi pasti

splenomegali masih belum dapat ditentukan, dibutuhkan pemeriksaan yang lebih kompleks

untuk mengetahui penyebab utama pembesaran limpa pada pasien ini. Kemungkinan yang

dapat menghubungkan antara kolelithiasis dengan splenomegali antara lain penyakit-penyakit

hati seperti hepatitis, hepatolithiasis, sirosis hepatis dan lain-lain, namun pemeriksaan lab

maupun radiologic kurang mendukung kearah tersebut.

BAB IV

KESIMPULAN

1. Kholelithiasis adalah terdapatnya batu pada kandung empedu. Batu kandung empedu

terbentuk karena substansi tertentu pada empedu terdapat dalam kadar yang mencapai

batas kelarutannya. Dua substansi utama yang terlibat dalam pembentukan batu

kandung empedu yaitu kolesterol dan bilirubin kalsium.

2. Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),

inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu kolangitis

akut).

3. Ultrasonografi abdomen merupakan pilihan dalam mendeteksi batu kandung empedu,

sensitivitas dan spesifitasnya mencapai 95%. CT, MRI dan kolesistografi oral

merupakan alternative.

4. Batu empedu tampak sebagai focus ekogenik pada kandung empedu, dapat bergerak

bebas ddengan perubahan posisi dan menampilkan bayangan akustik.

5. Penatalaksanaan batu empedu tergantung pada derajat penyakit. Bila batu empedu

menimbulkan gejala, interfensi bedah definitive dengan kolesistektomi biasanya

didindikasikan, meskipun, pada beberapa kasus, dipertimbangakn menggunakan

pelarut batu secara medis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.

2. Sjamsulidajat & de Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC.

3. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

4. Palmer et al. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC.

5. http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#aw2aab6b7

6. http://www.mayoclinic.com/health/urine-color/ds01026/dsection=causes