presentasi kasus apendisitis

50
PRESENTASI KASUS APENDISITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : Windi Pertiwi, S. Ked (200703101128) Dokter Penguji : dr. Suryo Habsara, Sp.B

Upload: windi-pertiwi

Post on 11-Aug-2015

1.470 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

PRESENTASI KASUS apendisitis

TRANSCRIPT

Page 1: PRESENTASI  KASUS apendisitis

PRESENTASI KASUS

APENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

Windi Pertiwi, S. Ked

(200703101128)

Dokter Penguji :

dr. Suryo Habsara, Sp.B

SMF ILMU BEDAH

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2012

Page 2: PRESENTASI  KASUS apendisitis

HALAMAN PENGESAHAN

APENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Bedah

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

Windi Pertiwi, S. Ked

20070310128

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 19 Maret 2012

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Suryo Habsara, Sp.B

Page 3: PRESENTASI  KASUS apendisitis

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apendisitis

1. Anatomi dan Fisiologi

Apendiks adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada

proximal kolon, yang hingga sekarang belum diketahui fungsinya. Pada neonatus,

apendiks vermiformis (umbai cacing) adalah sebuah tonjolan dari apex sekum,

tetapi seiring pertumbuhan dan distensi sekum, apendiks berkembang di sebelah

kiri dan belakang kira-kira 2,5 cm di bawah valva ileocaecal. Selama anak-anak,

pertumbuhan biasanya berotasi ke dalam retrocaecal namun masih di dalam

intraperitoneal. Istilah usus buntu yang sering dipakai di masyarakat awan adalah

kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum.

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya sekitar 10 cm (3-

15 cm). Lumennya sempit di bagian proximal dan melebar di bagian distal.

Namun, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar di pangkal, dan sempit di

ujung. Keadaan ini mungkin menjadi penyebab rendahnya insiden apendisitis

pada usia tersebut. Ontogenitas berasal dari mesogastrium dorsale. Kebanyakan

terletak intraperitoneal dan dapat digerakkan. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli

uang menyatu dipersambungkan sekum dan bisa berguna sebagai penanda tenpat

untuk mendeteksi apendiks. Macam-macam letak apendiks : retrocaecalis (74%),

pelvic (21%), patileal (5%), paracaecal (2%), subcaecal (1,5%), dan preleal (1%).

Kebanyakan kasus, apendiks terletak intra abdominal. Posisi ini memungkinkan

3

Page 4: PRESENTASI  KASUS apendisitis

apendiks bergerak bebas dan ruang geraknya bergantung pada panjang

mesoapendiks di penggantungnya. Pada kasus selebihnya apendiks terletak

retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asenden, atau di tepi

lateral kolon asenden.

Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang

bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.

Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya

terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendik merupakan jaringan lemak yang

mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan

serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastic

membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan

submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar

epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn.

Pangkal apendiks dapat ditentukan dengan cara pengukuran garis Monroe-

Pichter. Garis diukur dari SIAS dextra ke umbilicus, lalu garis dibagi 3. Pangkal

apendiks terletak 1/3 lateral dari garis tersebut dan dinamakan titik Mc Burney.

Ujung apendiks juga dapat ditentukan dengan pengukuran garis Lanz. Garis

diukur dari SIAS dextra ke SIAS sinistra, lalu garis dibagi 6. Ujung apendiks

terletak pada 1/6 lateral dexter garis tersebut.

4

Page 5: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Gambar 1. Letak titik McBurney’s

Apendiks diperdarahi oleh arteri apendikular yang merupakan cabang dari

bagian bawah arteri ileocolica. Arteri pada apendiks termasuk end arteri yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe

elintangi mesoapendiks menuju nodus limfe ileocaecal. Bila arteri ini tersumbat,

misal karena adanya trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

Gejala klinis apendisitis ditentukan berdasar letak apendiks. Persarafan

apendiks meliputi simpatis dan parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari

cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis,

sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri

visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

5

Page 6: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Gambar 2. Letak anatomi apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir tersebut secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks sepertinya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated

Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks

adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.

Walau begitu, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh

karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah

di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2. Definisi

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis

disebut juga umbai cacing. Apendisitis akut merupakan peradangan pada apendiks

yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat

menimbulkan penyumbatan. Dapat terjadi pada semua umur, namun jarang 6

Page 7: PRESENTASI  KASUS apendisitis

dilaporkan terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Apendisitis akut

memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang secara

umum berbahaya. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada

apendiks sehingga mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses

di sekitar apendiks.

3. Epidemiologi

Insiden appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara

berkembang, namun dalam dekade tiga-empat dasawarsa terakhir menurun secara

bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Pria lebih banyak daripada wanita, sedang bayi dan anak sampai berumur 2

tahun terdapat 1% atau kurang. Anak berumur 2 sampai 3 tahun terdapat 15%.

Frekuensi mulai menanjak setelah usia 5 tahun dan mencapai puncaknya berkisar

pada umur 9 hingga 11 tahun.

Di AS, insiden appendisitis berkisar ± 4 tiap 1000 anak dibawah 14 tahun.

Walaupun appendisitis dapat terjadi pada setiap umur, namun puncak insiden

terjadi pada umur belasan tahun dan dewasa muda.

4. Etiologi

Appendisitis umumnya terjadi karena adanya proses radang bakteri.

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah hiperplasia

jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat.

7

Page 8: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Ulserasi merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada

beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:

1. Faktor sumbatan (Obstruksi)

Obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Obstruksi terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini 

biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),

hyperplasia jaringan limfoid (60%), 35% karena statis fekal, tumor apendiks,

benda asing dalam tubuh (4%) dan cacing askaris serta parasit dapat pula

menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab obstruksi lumen

yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid merupakan

penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus

apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa

ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

2. Faktor bakteri

Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa

apendiks oleh parasit E. Histolytica.  Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau

cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan

semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra

mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi

kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang

menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Infeksi enterogen

merupakan faktor primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen

apendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi karena

8

Page 9: PRESENTASI  KASUS apendisitis

terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur dapat

ditemukan kombinasi antara Bacteriodes splanicus dan E.coli, kemudian

Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan

kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan

aerob <10%.

3. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan terjadinya malformasi yang herediter dari organ

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik, dan letaknya yang

mudah terjadi apendisitis. Kejadian ini juga dihubungkan dengan kebiasaan

makan dalam keluarga terutama diet rendah serat yang dapat mempermudah

terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih

tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun, sekarang terjadinya

sebaliknya. Bangsa kulit putih justru merubah kebiasaan makannya ke pola makan

tinggi serat. Negara berkembang yang dulu mempunyai kebiasaan makan tinggi

serat, kini beralih ke pola makan rendah serat, sehingga memiliki resiko

apendisitis yang lebih tinggi.

Selain infeksi, appendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari

organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.

5. Patofisiologi

9

Page 10: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Patofisiologi appendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian

menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks

menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan

pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama

mukus makin bertambah  banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di

dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga

hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan

yang meningkat tersebut akan  menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga

mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada

saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah

epigastrium di sekitar umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus

meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang

timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga

menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan

appendisitis supuratif akut.

Jika kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding

apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan

appendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren

ini pecah, itu berarti appendisitis berada dalam keadaan perforasi.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna,

tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya

10

Page 11: PRESENTASI  KASUS apendisitis

perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali

menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat

mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

6. Stadium pada Apendisitis

o Stadium awal appendisitis: Obstruksi lurnen apendiks mengarah pada edema

mukosa, ulserasi mukosa dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan

intraluminer. Pasien menampakkan gejala nyeri periumbilikal atau epigastrik.

o Appendisitis supuratif : Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan

peningkatan tekanan perfusi kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik

dan drainase vena, diikuti invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding

appendisitis. Penyebaran transmural bakterial menyebabkan appendisitis supuratif

akut. Ketika inflamasi serosa apendiks bersentuhan dengan peritoeum parietal

secara klinis nyeri pasien berpindah dari periumbilikus ke kuadran perut kanan

bawah, selanjutnya menjadi lebih berat.

o Appendisitis gangrenosa : Vena intramural dan thrombosis arteri, menghasilkan

appendisitis gangrenosa.

o Appendisitis perforasi. Hasil dari iskemia jaringan adalah infark appendisitis

dan perforasi. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis terlokalisasi atau

generalisata.

o Phlegrnon appendisitis atau abses: Inflamasi atau perforasi apendiks dapat

dilingkupi dengan omentum majus yang berdekatan atau loop usus halus

menghasilkan appendisitis phlegmon atau abses fokal.

11

Page 12: PRESENTASI  KASUS apendisitis

7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

Anamnesis

Nyeri / Sakit perut

Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena

peristaltik untuk mengatasi obstruksi yang terjadi pada seluruh saluran cerna,

sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah

epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>

6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik. 

Muntah (rangsangan viseral) akibat aktivasi n.vagus

Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya,

merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan

anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini

tidak ada maka diagnosis  appendisitis akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria

juga timbul apabila peradangan apendiks dekat dengan vesika urinaria.

Obstipasi karena penderita takut mengejan

Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa

nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada

letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Panas (infeksi akut)  bila timbul komplikasi

12

Page 13: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 –

38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal

swelling,  sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi

perut.

Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut

kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut

tanda Blumberg (Blumberg Sign).

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan

dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau

fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan

tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan

gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila

apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang

13

Page 14: PRESENTASI  KASUS apendisitis

merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan

nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada appendisitis,

untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika

saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini

merupakan kunci diagnosis pada appendisitis pelvika.

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein

reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit

antara 10.000 – 20.000/ml ( leukositosis ) dan neutrofil diatas 75 %,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

Radiologi : terdiri dari pemeriksaan radiologis, ultrasonografi dan CT-

scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada

tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan

CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta

perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran

sekum.

Rontgen foto polos, tidak spesifik, secara umum tidak cost effective.

Kurang dari 5% pasien akan terlihat adanya gambaran opak fekalith yang

nampak di kuadran kanan bawah abdomen.

14

Page 15: PRESENTASI  KASUS apendisitis

USG : pada kasus appendisitis akut akan nampak adanya : adanya struktur

yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. Dinding apendiks

nampak jelas, dapat dibedakan, diameter luar lebih dari 6mm, adanya

gambaran “target”, adanya appendicolith, adanya timbunan cairan

periappendicular, nampak lemak pericecal echogenic prominent.

CT scan : diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan

dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement

gambaran dinding appendix. CT scan juga dapat menampakkan gambaran

perubahan inflamasi periappendicular, termasuk diantaranya inflammatory

fat stranding, phlegmon, free fluid, free air bubbles, abscess, dan

adenopathy.

8. Manifestasi Klinis

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau

periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri akan

beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan

atau batuk. Terdapat pula keluhan lain seperti anoreksia, malaise, dan demam

yang tidak terlalu tinggi. Biasanya pula terdapat keluhan konstipasi, tak jarang

pula terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada permulaan, timbulnya penyakit ini belum ada keluhan abdomen yang

menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin

progresif dan dengan pemeriksaan yang seksama akan dapat ditunjukkan satu titik

dengan nyeri yang maksimal. Perkusi ringan di kuadran kanan bawah dapat

15

Page 16: PRESENTASI  KASUS apendisitis

membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya akan

muncul. Bila ada tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin

menyakinkan diagnosis klinis apendisitis.

9. Diagnosis Banding

Gastroenteritis akut merupakan kelainan yang sering dikacaukan dengan

apendisitis. Pada kelainan ini terdapat keluhan muntah dan diare yang lebih

sering. Demam dan leukosit meningkat dengan jelas dan tidak sesuai dengan nyeri

perut yang timbul. Lokasi nyeri yang dirasakan tidak jelas dan dapat berpindah-

pindah. Gejala yang khas adalah dijumpainya hiperperistaltik. Kelainan ini

biasanya berlangsung akut dan perlu adanya observasi berkala untuk menegakkan

diagnosis gastroenteritis.

Adenitis mesenterikum juga menunjukkan gejala dan tanda yang identik

dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering menyerang anak-anak dengan

biasanya diawali infeksi saluran napas. Lokasi nyeri perut di bawah kanan tidak

konstan dan menetap, dan jarang terjadi true muscle guarding.

Divertikulitis Meckeli juga menujukkan gejala yang hampir sama. Lokasi

nyeri mungkin lebih ke arah medial, namun kriteria ini bukan kriteria diagnosis

yang dapat digunakan sebagai penegakan diagnosis penyakit ini. Kelainan baik

divertikulitis meckeli dan apendisitis membutuhkan tindakan operatif.

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik

ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir

juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah

16

Page 17: PRESENTASI  KASUS apendisitis

kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri pada abdomen kuadran kanan

bawah.

10. Penatalaksanaan

Jika diketahui hasil diagnosis positif appendisitis akut, maka tindakan yang

paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat dilakukan

dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila appendisitis baru

diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka tindakan yang pertama

kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap

penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob

dan anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah

apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan

terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu

kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan

atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak

menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik, maka

dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.

11. Komplikasi

Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda dengan spontan,

namun penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan

menjadi progresif dan terjadi perforasi. Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam

17

Page 18: PRESENTASI  KASUS apendisitis

pertama, oleh karen itu observasi untuk penegakan diagnosis ini aman dilakukan

dalam waktu tersebut.

Tanda terjadinya perforasi antara lain adalah peningkatan nyeri, spasme otot

dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses

yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan makin jelasnya leukositosis. Bila

perforasi disertai peritonitis umum atau pembentukan abses terjadi sejak pasien

datang pertama kali, diagnosis dapat dengan pasti ditegakkan.

Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah tindakan

operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang

adalah pasien diharapkan untuk tirah baring dalam posisi Fowler medium

(setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,

pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan

pemberian antibiotik sesuai hasil kultur, transfusi untuk menangani anemia, dan

bila terdapat syok septik dapat dilakukan penanganan secara intensif.

Jika telah terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan

bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum dan vagina. Terapi awal

diberikan kombinasi antibiotik, misal ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau

klindamisin. Adanya sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi

dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus

segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum

atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi namun merupakan

komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis,

18

Page 19: PRESENTASI  KASUS apendisitis

menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Keadaan

ini merupakan indikasi pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.

12. Prognosis

Bila diagnosis yang akurat disertai dengan penanganan pembedahan yang

tepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan

diagnosis akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila timbulnya adanya

komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.

B. Gambaran Radiologi Apendisitis

Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera

tanpa pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien

dengan keadaan klinis tak jelas atau menampilkan komplikasi.

1. Radigrafi Foto Polos

Saat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak

direkomendasikan kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto

polos abdomen (seperti perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari

50% pasien dengan appendisitis akan menampakkan tanda spesifik apendisitis

pada foto polos abdomen. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah

adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada

kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat

berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas

19

Page 20: PRESENTASI  KASUS apendisitis

kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum

sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. Atoni

dinamakan Ileus sekal, hasil dari iritasi peritoneurn dengan edema lokal dan

retensi cairan. Terutama dengan apendiks retrosekal, edema dinding sekum dapat

menyebabkan penebalan haustra dan thumbprinting. Atoni usus biasa terjadi

apabila sudah teriadi abses atau perkembangan dari peritonitis mengikuti

perforasi. Udara yang mengisi apendiks dapat terlihat pada appendisitis, temuan

ini sangat mendukung inflamasi.

Perforasi dari apendiks jarang menyebabkan pneumoperitoneum. Karena

apendiks biasanya obliterasi dan sisi yang terinflamasi terlokalisir dengan reaksi

peritoneum. Apabila terjadi perforasi apendiks atau perisekal abses dapat terlihat

gambaran gelembung udara atau kumpulan gelembung udara kecil. Pada perforasi

inkomplet berhubungan dengan kumpulan cairan perikolom, dapat menyebabkan

terpisahnya kolon asenden dari dinding lateral abdomen atau dengan deformitas

dinding lateral kolon asenden.

Tanda dari appendisitis akut:

- Kalsifikasi apendiks (0,5-6cm)

- Sentinel loop- pelebaran ileum atonik berisi air fluid level

- Dilatasi sekum

- Preperitoneal fat line yang melebar dan / kabur

- Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema

- Skolisis konkaf ke kanan

- Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum

20

Page 21: PRESENTASI  KASUS apendisitis

- Kaburnya batas muskulus psoas kanan (tidak khas)

- Udara pada apendiks (tidak khas)

Gambaran foto polos abdomen tampak apendikolith (panah).

2. PEMERIKSAAN APENDIKOGRAFI

Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus

appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis

dan curiga perforasi. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena

appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang

normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis

penyakit lain yang menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah

tingginya hasil nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi,

pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan

apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada era

sonografi dan CT scan.

Temuan appendikografi pada appendisitis:

- Non filling appendiks

- Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema

21

Page 22: PRESENTASI  KASUS apendisitis

mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.

- Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal.

Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis :

(1) non filling apendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari apendiks

dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling apendiks dengan adanya

massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus

halus akibat desakan); (4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya

pengisian.

Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single

kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami osifikasi dan kontur

yang ireguler (tanda panah).

22

Page 23: PRESENTASI  KASUS apendisitis

3. SONOGRAFI

Apendiks dapat terlihat di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa

apendiks non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Apendikolith

merupakan lumen terobstruksi mencapai lebih dari 30% kasus. Appendisitis dapat

terlihat bersamaan dengan ileus dan atau cairan bebas intraperitoneal. Sensitivitas

sonografi sekitar 90%. Jika terjadi perforasi, maka apendiks menjadi kompresibel,

dan dapat menjadi peritonitis generalisata, sehingga sulit menampakkan kelainan

dengan teknik tersebut.

Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari

3 mm. Ukuran apendiks dapat membedakan apendiks normal dari apendiks

dengan inflamasi akut. Pemeriksaan color Doppler juga memberikan peranan,

memperlihatkan hyperemia pada dinding pada apendisistis akut terinflamasi.

Gambaran sonografi diperlukan untuk penegakkan diagnosis, meskipun

gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk ditemukan dan

kompresi tak dapat dilakukan. Meskipun demikian identifikasi ujung buntu dari

apendiks dengan peningkatan diameter, distensi lumen,. Inflamasi lemak sekitar

nyata. Jika terjadi rupture dari apendiks dalam pelvis dapat teridenttifikasi terlebih

dahulu pada sonografi. Identifikasi abses pelvis tanpa identifikasi apendiks dapat

mengakibatkan kecurigaan lain dari sumber inflamasi pelvis.

Tanda appendisitis akut pada sonografi :

- Indentifikasi apendiks

- Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri

- Non-kompresibel

23

Page 24: PRESENTASI  KASUS apendisitis

- Diameter 6 mm atau lebih

- Tidak adanya peristaltic

- Apendikolith dengan bayangan akustik

- Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak

- Cairan disekitar lesi atau abses

- Edema dan ujung sekum

Gambaran sonografi dari perforasi apendiks :

- Cairan perisekal terlokalisir

- Phelgmon

- Abses

- Lemak perisekal yang prominen

- Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa

Gambaran appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks.

Gambaran appendisitis dengan gambaran apendikolith (jarang terlihat dengan

USG) (panah).

24

Page 25: PRESENTASI  KASUS apendisitis

BAB II

PRESENTASI KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. MS

Umur : 71 tahun

Alamat : Nogosari Krekah Pandak Bantul

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

2. ANAMNESA

- Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan

bawah, yang dimulai sejak tadi malam. Awal nya nyeri dirasakan di

sekitar pusar, namun kemudian berpindah di bagian kanan bawah. Pasien

juga mengeluhkan mual dan muntah sejak tadi pagi. Bab (+) 1 kali, bak

lancar dan tidak nyeri.

- Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien mengatakan belum pernah merasakan sakit yang sama

sebelumnya.

- Riwayat Penyakit paru-paru, Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi),

DM :disangkal

- Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal

- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

- Riwayat Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) : disangkal

- Riwayat Penyakit gula (DM) : disangkal

25

Page 26: PRESENTASI  KASUS apendisitis

- Riwayat Asma : disangkal

3. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang, tidak tampak anemis, Kesadaran : CM

Vital sign : T 130/80 S 38,0 0C

N 74 x/mnt R 20 x/mnt

Kepala : Mesochepal, rambut hitam, panjang, tidak

mudah dicabut.

Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

oedem palpebra (-/-).

Hidung : dbn

Telinga :dbn

Mulut : dbn

Leher : JVP tidak meningkat, tidak ada pembesaran

kelenjar .

Thoraks

Jantung : I : Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis kuat angkat

Pe : redup (+)

A : S1 > S2 murni, tidak ada bising

Pulmo : I : simetris tidak ada ketinggalan gerak, retraksi

dada tidak ada

Pa : vokal fremitus ka = ki

Pe : Sonor seluruh lapang paru

A : Suara Dasar : vesikuler +/+

Suara Tambahan : ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

Inspeksi : tidak ada tanda peradangan dan bekas luka

26

Page 27: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan bagian perut kanan bawah, tidak teraba

massa, nyeri tekan lepas (+)

Perkusi : timpani ;mPsoas sign (+) ; Obturator sign (+) ;

Rovsign sign (-) ; Nyeri titik Mac Burney (+)

Extremitas : Nadi teraba kuat, simetris, oedem - / -, dan varises

- / -, turgor kulit normal, capillary refill<2”.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen Thorax: Cor & Pulmo dalam batas normal

Laboratorium Hematologi (4 Januari 2012):

Hb : 13,6 gr%

AL : 10,3 ribu/uL

AE : 4,63 ribu/uL

AT : 226 ribu/uL

Hmt : 40.0 %

Golongan Darah : B

Hitung Jenis Leukosit:

Eosinofil : 0 %

Basofil : 0 %

Batang : 0 %

Segmen : 94 %

Limfosit : 7 %

Monosit : 2 %

APTT : 29.9 detik

Control PPT : 14.5

Control APTT : 34.2

Ureum darah : 24

Kreatinin daarah : 0.61

27

Page 28: PRESENTASI  KASUS apendisitis

Natrium : 137.3

Kalium : 3.68

Chloride : 108.8

HbsAg : NEGATIVE

Usg lower abdomen

Ren dex & sin : echostruktur normal, calices tak melebar, batu.

Appendix : lumen melebar, dinding tak menebal.

Vesica urinaria : dinding mucosa tak menebal, tak tampak batu

Kesan : curiga appendisitis.

F. DIAGNOSIS

Apendisitis

G. PENATALAKSANAAN

Rencana ops appendiktomi

Ceftriakson 2 x 1 gram

Ketorolak 2 x 1 ampul

Telah dilakukan operasi appendiktomi tgl 3-3-2012 a.i appendisitis

H. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

28

Page 29: PRESENTASI  KASUS apendisitis

29

Page 30: PRESENTASI  KASUS apendisitis

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien ini didiagnosis sebagai appendisitis, ini dapat dilihat dari gejala

yang menyertai, yaitu demam, nyeri abdomen kanan bawah. Kemudian dari

pemeriksaan fisik didapatkan nyeri titik mc burney, psoas dan obturator sign yang

positif. Dari pemeriksaan penunjang, didapatkan adanya leukositosis dan

peningktan segmen, dan dari usg abdomen bawah, didapatkan lumen appendiks

yang melebar yang dicurigai sebagai appendisitis. Sehingga operasi apendiktomi

adalah operasi yang tepat sebagai penatalaksanaan.

30

Page 31: PRESENTASI  KASUS apendisitis

BAB III

KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks versiformis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis akut

merupakan peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan

berbagai faktor. Diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks

dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan penyumbatan. Jika diagnosis

terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga mengakibatkan

terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Temuan spesifik pada foto

polos abdomen adalah adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval,

densitas kalsifikasi pada kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm.

Terkadang dapat berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah

ketidakjelasan otot psoas kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada

loop terminal ileum sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid

level. Pada appendikografi nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik

karena appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada ±10-20% pada orang

normal. Sonografi memperlihatkan apendiks di atas muskulus psoas. Tanda

khasnya berupa apendiks non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih.

Tanda CT scan dari apendiks termasuk ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm,

kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau udara untuk mencapai ujungnya,

31

Page 32: PRESENTASI  KASUS apendisitis

apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras intravena. Pada MRI,

pemberian kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang terinflamasi

mengindikasikan appendisitis. Penyengatan ringan tampak pada normal apendiks.

KEPUSTAKAAN

32

Page 33: PRESENTASI  KASUS apendisitis

1. Anita, T. 2008. Appendisitis. Diakses 22 Maret 2011 dari

http://yayanakhyar.wordpress.com//.

2. Sahara, M., 2011. Karakteristik Apendisitis Akutt di RSUD Sleman.

Diakses 22 Maret 2011 dari http://medicine.uii.ac.id/index.php/Karya-

Tulis-Ilmiah-KTI/Karakteristik-Apendisitis-Akut-di-RUSD-Sleman.html

3. Reksoprodjo, S., 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Penerbit Binarupa

Aksara. Jakarta.

4. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid

Kedua. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta.

5. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.

EGC. Jakarta.

6. Monita, Nadia. 2009. Pencitraan Apendisitis. Fakultas Kedokteran

Universitas Tarumanegara. Jakarta.

33