prelab evaluasi nilai gizi protein
DESCRIPTION
dshjgsydsaudgyugdyuTRANSCRIPT
EVALUASI NILAI GIZI PROTEIN
PRE-LAB
1. Jelaskan prinsip evaluasi daya cerna protein secara in vitro?
Daya cerna protein pada sampel dilakukan secara in vitro dengan menggunakan campuran enzim
(tripsin, kimotripsin, dan pankreatin) yang kemudian akan dibandingkan dengan daya
cerna kasein, sehingga diketahui daya cerna protein relatif masing-masing sampel. Asam
amino yang dihasilkan akibat reaksi enzimatis kemudian direaksikan dengan pereaksi
Folin, sehingga intensitas warna yang dihasilkan diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 578nm (Candradewi, 2012).
2. Jelaskan apa saja yang mempengaruhi daya cerna protein?
Daya cerna protein dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksogenus dan endogenus
(Guo et al.2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi protein dengan polifenol, fitat,
karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor (Duodu et al. 2005). Sedangkan faktor
endogenus terkait dengan karakterisasi struktur protein seperti struktur tersier, kuartener,
serta struktur yang dapat rusak oleh panas dan perlakuan reduksi (Deshpande dan
Damodaran 2009). Fennema (2006) mengungkapkan bahwa daya cerna protein
dipengaruhi oleh konformasi protein, ikatan antar protein dengan metal, lipid, asam
nukleat,selulosa atau polisakarida lainnya, faktor anti nutrisi, ukuran dan luas permukaan
partikel protein dan pengaruh proses panas atau perlakuan dengan alkali.
3. Sebutkan enzim-enzim protease yang terdapat pada pencernaan manusia!
a. Tripsin
enzim yang paling spesifik yang memutuskan ikatan peptida di tempat gugus
karboksil (karbonl) berasal dari lisin atau arginin.
b. Kimotripsin
enzim uang kurang spesifik, tetapi cenderung memutuskan residu yang
3
mengandung asam amino yng mengandung asam amino hidrofobik atau asam.
c. Elastase
elastasr tidak saja memutuskan elastin tetapi juga protein lain di ikatan yang gugus
karboksilnya dibentuk oleh asam amino dengan rantai sisi pendek (alanin, glisin,
atau serin).
(Marks, 2006).
4. Tuliskan komposisi asam amino protein daging!
No. Jenis Asam Amino Kadar (%)
1 Isoleusin 5,1
2 Leusin 8,4
3 Lisin 8,4
4 Metionin 2,3
5 Sistin 1,4
6 Fenilalanin 4,0
7 Treonin 4,0
8 Triptofan 1,1
9 Valin 5,7
10 Arginin 6,6
No. Jenis Asam Amino Kadar (%)
11 Histidin 2,9
12 Alanin 6,4
13 Asam Aspartat 8,8
14 Asam Glutamat 14,4
15 Glisin 7,1
16 Prolin 5,4
17 Serin 3,8
18 Tirosin 3,2
5.
(Lawrie, 2005).
6. Tuliskan komposisi asam amino protein susu!
No. Jenis Asam Amino Kadar (mg/ml)
1 Histidin 4,934
2 Arginin 0,593
3 Lisin 1,273
4 Tirosin 2,226
5 Triptofan 1,973
6 Sistin 0,426
No. Jenis Asam Amino Kadar (mg/ml)
7 Metionin 1,037
8 Sistin S. 0,006
9 Metionin S. 0,223
(Beach et.al, 2005)
2
7. Mengapa komposisi asam amino mempengaruhi daya cerna protein?
Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam amino
essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino tersebut secara
biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna suatu protein, dapat
pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi et.al, 2009). Kebutuhan protein setiap manusia
adalah 1 g/kg berat badan yang seperempat dari kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari
protein hewani, salah satunya adalah dari daging (Winarno, 2008).
8. Bagaimana pengaruh reaksi Maillard terhadap daya cerna protein?
Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang
bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk
ini tahan terhadap enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam
amino secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes, 1970). Ketersediaan asam amino
3
secara biologis akan berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang
akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat
menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi et al., 1993).
Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang
bermacam-macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk
ini tahan terhadap enzim
4
pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam
amino secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes, 1970). Ketersediaan asam amino
secara biologis akan berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang
akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat
menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi et al., 1993).
Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi
5
pembentukan ikatan silang bermacam-macam asam
amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk
ini tahan terhadap enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam
amino secara biologis (Valle-Riestra dan Barnes, 1970). Ketersediaan asam amino
secara biologis akan berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang
akhirnya menentukan nilai gizi protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat
6
menurunkan nilai gizi protein selama pengolahan (Muchtadi et al., 1993).
Saat reaksi Maillard berlangsung, terjadi pembentukan ikatan silang bermacam-
macam asam amino yang menghasilkan produk reaksi Maillard. Produk ini tahan terhadap
enzim pencernaan sehingga dapat menurunkan ketersediaan asam amino secara biologis
(Valle-Riestra dan Barnes, 2007). Ketersediaan asam amino secara biologis akan
berpengaruh pada daya cerna asam amino esensial yang akhirnya menentukan nilai gizi
protein yang dikandungnya. Reaksi Maillard dapat menurunkan nilai gizi protein selama
pengolahan (Muchtadi, 2009).
9. Bagaimana pengaruh fermentasi terhadap daya cerna protein?
Secara keseluruhan, tempe memiliki kadar dan daya cerna protein yang lebih tinggi
di antara produk- produk olahan kedelai lainnya (Sugiyono 2008). Adanya perlakuan
selama pengolahan menyebabkan peningkatan nilai gizi protein dan ketersediaan zat-zat
gizi yang terkandung di dalamnya (Palupi 2007). Hal tersebut disebabkan karena
terlepasnya asam amino bebas, sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh (Astawan 2008).
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PENENTUAN DAYA CERNA PROTEIN.
1. Teoritis
7
Tanggal Nilai
Nilai biologis suatu protein dibatasi oleh proporsi relative asam amino esensial yang
terkandung didalamnya (Andarwulan,2011).
•Skor Asam Amino membandingkan kandungan AA antara bahan uji dengan protein patokan
(AA yg paling defisien)
•PDCAAS (Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score ) Peringkat kualitas protein
ditentukan dengan cara membandingkan profil asam amino protein dari makanan tertentu
terhadap standar profil asamamino
•SkorAsamAmino =
mg AA per gram protein uji x 100
mg AA yang sama per gram protein patokan
•PDCAAS = SkorAAE terendahx DC protsejati
Protein PER Digestibility AAS PDCAAS
Egg 3.8 98 121 118
Cow’s milk 3.1 95 127 121
Beef 2.9 98 94 92
Soy 2.1 95 96 91
Wheat 1.5 91 47 42
(Andarwulan,2011).
2. In Vitro
Untuk menentukan kualitas protein dalam bahan makanan dapat dilakukan secara in
vitro, yaitu metode penentuan kulaitas protein secara khemis berdasarkan pada pemecahan
protein oleh enzim proteolitik seperti pepsin, tripsin, khimotripsin, dan aminopeptidase.
Analisis ini memberikan gambaran berlangsungnya proses pencernaan protein di lambung
dan usus. Analisis protein secara in vitro terbagi atas dua metode. Metode pertama adalah
pepsin digest residue index (PDR) menggunakan enzim pepsin sebagai penghidrolisis sampel
protein. Sedangkan metode kedua adalah pepsin pancreatin digest index yang menggunakan
dua macam enzim yaitu pepsin dan pancreatin. Pada kedua metode tersebut dibandingkan
jumlah nitrogen pada sampel dan pada residu sampel setelah dilakukan hidrolisis oleh enzim.
Uji in vitro: murah, singkat
•Penentuan aktivitas antitripsin dan antikimotripsin (Berdasarkan penurunan aktivitas
hidrolisis tripsin pada suatu substrat)
8
•Penentuan aktivitas hemaglutinin (aktivitas hemaglutinin ekstrak kacang-kacangan
didasarkan pada kemampuannya untuk mengaglutinasi sel darah merah)
•Penentuan daya cerna protein (pepsin-tripsin, pepsin-pankreatin dan teknik
multienzim: tripsin, kimotripsin dan peptidase) (Winarno,2007).
3. In Vivo
In vivo berasal dari bahasa latin yang berarti “dalam kehidupan” dan mengacu pada
studi tentang sifat biologis yang dilakukan untuk mengamati efek keseluruhan percobaan
dalam organisme yang hidup. Studi in vivo memungkinkan para ilmuwan untuk mengamati
pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan medis dalam konteks organisme hidup, adapun metode Uji
invivo: hewan coba& manusia (biologis) antara lain:
•Protein EfficiencyRation (PER)
•Net Protein Ratio (NPR)
•Biological Value (BV)
•Net Protein Utilization (NPU)
•Daya Cerna Sejati(DC Sejati) / True digestibility (Winarno,2007).
4. PER
•Metodeini dikembangkan oleh Osborne, Mendel dan Ferry tahun 1919, merupakan
evaluasi nilai gizi protein yang banyak digunakan.
•Telah ditetapkan sebagai metode resmi FDA untuk penetapan mutuprotein dalam
nutrition labelling.
•PER dilakukan selama28 hari pada hewan coba tikus, menggunakan jenis pakan standart
(AIN/ANRC).
PER
•PER sampel= perub BB / jumlah protein konsumsi
•PER kasein terkoreksi = 2.5 / PER kasein teranalisis
9
•PER terkoreksi = PER sampel / PER kasein terkoreksi
5. NPR
•NPR dikembangkan untuk memecahkan masalah teoritis pada PER, dimana dalam
penetapan PER semua protein yang dikonsumsi diasumsikan digunakan semua untuk
pertumbuhan, tidak mengantisipasi fungsi protein pemeliharaan.
•Pelaksanaan NPR sama dengan PER, hanya terdapat grup tikus yang diberi ransum non
protein dan lama waktu NPR hanya 10 hari.
6.BV, DC, DT, NPU, dan DA
•Metode ini dikembangkan untuk mengevaluasi protein secara biologis dengan
menggunakan subjek manusia, namun pada perkembangan selanjutnya metode BV ini
diadopsi untuk dilakukan pada hewan coba tikus
NPU perbandingan antara jumlah nitrogen yang diretensi dalam tubuh dengan jumlah
nitrogen yang dikonsumsi.
NPU = N konsumsi–(N feses-N metabolik)-(N urine –N endogen) x 100N yang dikonsumsi
True Digestibility (Dt)
Merupakan perhitungan terhadap kemampuan protein untuk dicerna dengan
mempertimbangkan nitrogen yang hilang melalui feses dari tikus yang diberi diet non
protein (sebagai koreksi).
Rumus yang digunakan :
Dt = N konsumsi−( N feses protein−N feses non protein )
N konsumsi
10
Apparent Digestibility (Da)
Merupakan perhitungan terhadap kemampuan protein untuk dicerna tanpa
mempertimbangkan nitrogen yang hilang melalui feses dari tikus yang diberi dier non
protein. Biasanya nilai Da lebih kecil daripada nilai Dt. Rumus yang digunakan :
Da = N konsumsi−N feses
N konsumsi
(Andrew, 2006).
FUNGSI REAGEN
BUFFER PHOSPATE
Dalam evaluasi kadar protein, buffer fosfat berfungsi untuk mempertahankan pH
optimum dan menstabilkan pH agar enzim protease dapat berkerja secara optimum
dalam menghidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sedehana (Febriana, dkk.,
2014).
DIETIL ETER
Untuk melarutkan lemak pada sampel sehingga lemak tidak mengganggu dalam
pengukuran kadar protein. Selain itu penambahan dietil eter juga digunakan untuk
pelarut yang melarutkan TCA kembali sehingga dapat diperoleh endapan protein yang
murni juga berfungsi untuk menghilangkan residu asam trikarboksilat (Andrew,
2006).
BIURET
Pereaksi biuret berfungsi sebagai indikator ada atau tidaknya ikatan peptida dalam
sampel. Dalam uji biuret ini terdapat 2 reagen, yakni CuSO4 dan NaOH. Reagen-
reagen ini dapat berbahaya jika tertelan, dapat menyebabkan gangguan pencernaan
dan iritasi saluran pernafasan dengan luka bakar, menyebabkan iritasi mata dan kulit
dan luka bakar, higroskopis, mutagen dan kemungkinan sensitizer (Andrew, 2006).
BSA
Dalam evaluasi kadar protein yang terkandung di dalam sampel digunakan larutan
BSA (Bovine Serum Albumine) dimana larutan BSA merupakan larutan yang
mengandung protein yang berfungsi dalam pembuatan kurva standar pada evaluasi
kadar protein (Noviani, 2014).
TCA 20%
11
Fungsi TCA adalah untuk menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan cara
mendenaturasi enzim karena sifat TCA adalah asam. Reagen ini menghentikan reaksi
enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga enzim menjadi inaktif dan kehilanagan
fungsi katalitiknya (Noviani, 2014).
ENZIM PANKREATIN
Enzim pankreatin merupakan kombinasi enzim pankreas (amilase, tripsin dan lipase)
yang digunakan untuk meningkatkan proses pencernaan makanan yang berlemak.
Dalam evaluasi kadar protein, enzim pankreatin berfungsi untuk memaksimalkan
hidrolisis struktur protein yang terkandung di dalam sampel menjadi bentuk yang
lebih sederhana (Noviani., 2014).
PNENTUAN DAYA CERNA PROTEIN SAMPEL
o Kedelai mentah
Kedelai merupakan sumber pangan yang bernilai gizi tinggi. Kedelai terutama
mengandung karbohidrat, protein, dan lemak.(Karmas, 2005). Kadar protein pada
kedelai mentah sebesar 40,4% per 100gram. Sedangkan daya cerna proteinnya sebesar
56,79% (Karmas, 2005).
o Kedelai rendam
Kedelai rendam memiliki daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan kedelai
mentah. Sedangkan daya cerna protein kedelai yang dikecambahkan akan semakin
meningkat. Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecarnbahkan berada dalam bentuk
tidak aktif (terikat) dan setelah perkecambahan, bentuk tersebut diaktifkan, sehingga
meningkatkan daya cerna yaitu sebesar 49,32% (Karmas, 2005).
o Kedelai rebus
Protein yang terkandung pada kedelai rebus sebesar 20,2% per 100gram dengan
daya cerna sebesar 32,9% (Karmas, 2005).
o Kedelai sangrai
Protein yang terkandung pada kedelai sangrai sebesar 42,95% per 100gram dengan
daya cerna proteinnya sebesar 41,09% (Winarno, 2008).
o Kecambah kedelai
Protein yang terkandung pada kedelai rebus sebesar 40,49gram per 100gram
(Budiyanto, 2007). Sedangkan daya cerna protein kedelai yang dikecambahkan akan
semakin meningkat. Kandungan zat gizi pada biji sebelum dikecarnbahkan berada
12
dalam bentuk tidak aktif (terikat) dan setelah perkecambahan, bentuk tersebut
diaktifkan, sehingga meningkatkan daya cerna.
o Tempe kedelai
Daya cerna protein pada tempe kedelai mempunyai presentase sebesar 83,03%
(Winarno, 2006).
o Susu cair
Susu sapi cair mengandung kadar protein sebesar 3,2 gram per 100 gram. Sedangkan
daya cerna proteinnya sebesar 97,02% (Noviana, 2014).
o Yougurt
Setiap 100gram yoghurt mengandung 3,3 gram protein dengan daya cerna
proteinnya sebesar 79,89% (Noviana, 2014).
o Daging sapi rebus
Pemanasan pada daging sapi menyebabkan penurunan daya cerna proteinnya yaitu
dari 87,42% menjadi 79,83% (Noviana, 2014).
o Daging sapi mentah
Komponen bahan kering yang terbesar dari daging adalah protein sehingga nilai
nutrisi dagingnya pun tinggi. Kadar protein pada daging sapi mentah sebesar 18,8%,
sedangkan daya cerna proteinnya sebesar 15,02% (b/b) (Noviana, 2014).
o Abon sapi
Abon didefinisikan sebagai suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari
daging yang direbus, disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Daya cerna abon
dari protein kasar sebanyak 38,98% memiliki kadar daya cerna protein sebesar 22,95%
(b/b) (Noviana, 2014).
13
DIAGRAM ALIR
1. Persiapan Sampel
a. Kedelai Mentah
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dihaluskan
b. Kedelai Rendam
Ditimbang sebanyak 10 gram
Direndam selama 12 jam
Ditiriskan
Dihaluskan
c. Kedelai Rebus
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dimasukkan kedalam rebusan air mendidih 100 ml selama 20 menit
Ditiriskan
Dihaluskan
14
Kedelai
100 ml air
Air rendaman
Kedelai Rendam
Kedelai
Air rebusan
Kedelai Rebus
Kedelai Mentah
Kedelai
d. Kedelai Sangrai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Wajan dipanaskan suhu 100oC selama 5 menit
Kedelai di sangrai
Dihaluskan
e. Kecambah Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Direndam selama 12 jam
Ditiriskan dan diletakkan di atas kapas basah / kertas merang
Dibiarkan berkecambah selama 2 hari
Dihaluskan
f. Tempe Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dihaluskan
15
Kedelai
Kedelai Sangrai
Kedelai
50ml air
Air rendaman
Kecambah Kedelai
Tempe Kedelai
Tempe Kedelai
2. Penentuan Daya Cerna Protein
Ditimbang sebanyak 20mg
Di larutkan
Di inkubasi selama 1 jam (shaker waterbath)
Disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit
Diambil supernatant 5 ml
Diinkubasi pada suhu kamar 15 menit
Disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit
Analisa metode Bradford
3. Penentuan kadar pati metode Btadford
Dimasukan ke dalam tabung reaksi
Di vortex hingga homogen
Diinkubasi semala 5 menit
Dihitung adsorbansinya panjang gelombang 595 nm
16
Sampel
Aquades 100 ul
0,5 ml Follin Denis
9 ml buffer phospat2 ml enzim pankreatin
5 ml TCA konsentrasi 20%
Sampel 100 ul100ml Standar BSA konsentrasi 0-50ug/ml
0,5 ml Follin Denis
Hasil
Hasil
Daftar Pustaka
Andarwulan, N. 2011. Analisa Pangan. Jakarta: Dian Rakyat
Astawan M. 2008. Sehat dengan Tempe, Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan
Tempe. Jakarta : PT Dian Rakyat.
Beach, Eliot F, Samuel S. Bernstein, Olive D, Hoffman, D. Maxwell Teague, and Icie G.
Macy. 2005. Distribution of Nitrogen and Protein Amino Acids in Human and in Cow
Milk. Research Laboratory of the Children’s Fund of Michigan, Detroit.
Budiyanto, M. A. K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Candradewi, Nurul. 2012. Evaluasi Nilai Biologis Protein In Vitro: Pengukuran Daya Cerna
Protein. Bogor: IPB.
Deshpande SS, Damodaran S. 2009. Heat induced conformational changes in phaseolin and
its relation to proteolysis. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) – Protein Structure
and Molecular Enzymology 998: 179–188.
Duodu KG, Taylor JRN, Belton PS, Hamaker BR. 2005. Factors affecting sorghum protein
digestibility. J of Cereal Sci 38: 117–131.
Febriana, dkk. 2014. Evaluasi Kualitas Nilai Gizi, Sifat Fungsional dan Sifat Sensoris Sala
Lauak dengan Variasi Tepung Beras sebagai Alternatif Makanan Sehat. Jurnal
Teknosains Vol. 3 No. 2. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Fennema ON. 2006. Food Chemistry Third Edition.Marcel Dekker Inc, New York.
Guo X, Huiyuan Y, Zhengxing C. 2007. Effect of heat, rutin and disulfide bond reduction on
in vitro pepsin digestibility of Chinese tartary buck wheat protein fractions. J of Food
Chem 102:118–122.
Hart, H., Cravel E. 2005. Kimia Organik edisi XI. Jakarta: Erlangga
Karmas, E. dan R. Harris. 2005. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Terjemahan: Achmadi, S. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press Lawrie, R.A.
2005. Meat Science 4th Edition. Pergamon Press. New York
Legowo, A. M. 2007. Buku Ajar Analisis Pangan. Semarang: UNDIP
Marks, Dawn. 2006. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta: EGC.
17
Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.Muchtadi, D. 2009. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Muchtadi, D., Astawan, M. dan N. S Palupi. 2009. Metabolisme Zat Gizi Sumber, Fungsi dan
Kebutuhan bagi Kebutuhan Manusia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Noviana, Sulsilawati. 2014. evaluasi nilai gizi dan karakteristik protein daging sapi dan hasil
olahannya. Sumbawa: Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Mataram.
Palupi, Ns, FZ Zakaria, E Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap NilaiGizi
Pangan.Module-Learning ENBP, Bogor : Departemen Ilmu danTeknologi Pangan
IPB.
Santosa. 2009. Inovasi Pangan. Pengembangan Inovasi Pertanian: 199-211.
Sugiyono. 2008. Kandungan Gizi Kedelai (terhubung berkala).http://id.shvoong.com. online.
7 Desember2015.
Valle-Riestra, J dan R.H. Barnes. 2007. Digestion of head-damaged egg albumen by the rat.
J. Nutr. 100:873.
Winarno , F. G. 2008. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka, Jakarta.
18