portofolio 3 fix

28
BORANG PORTOFOLIO BEDAH Topik : Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Tanggal (kasus) : 27 Oktober 2014 Presenter : dr. Ahmad Syaukat Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Fitri Isneni Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah Objektif Presentasi : □ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka □ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa □ Neonatus Bayi □ Anak Remaja □ Dewasa Lansia □ Bumil Deskripsi : Seorang laki-laki berusia 76 tahun datan gdengan keluhan tidak bisa BAK sejak 18 jam SMRS □ Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan awal Benign Prostate Hyperplasia (BPH) Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit Cara Membahas : Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos Data Pasien : Nama : Tn. Darsono, , 76 tahun No. Registrasi : 00693020 Nama Klinik : RSUD Siti Telp : (0733) Terdaftar sejak : 1

Upload: ahmad-syaukat-bsa

Post on 21-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

portofolio KIDI

TRANSCRIPT

Page 1: Portofolio 3 Fix

BORANG PORTOFOLIO BEDAH

Topik : Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Tanggal (kasus) : 27 Oktober 2014 Presenter : dr. Ahmad Syaukat

Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Fitri Isneni

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi :Seorang laki-laki berusia 76 tahun datan gdengan keluhan tidak bisa BAK sejak 18

jam SMRS

□ Tujuan :Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan awal Benign Prostate Hyperplasia

(BPH)

Bahan

Bahasan :□ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit

Cara

Membahas :□ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien :Nama : Tn. Darsono, ♂ ,

76 tahunNo. Registrasi : 00693020

Nama Klinik : RSUD Siti Aisyah Telp : (0733) 451902 Terdaftar sejak :

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Sejak 2 tahun SMRS pasien mengeluh sulit buang air kecil.

pasien merasakan BAK yang terasa tidak lampias walaupun pasien sudah mengedan.

Pancaran melemah, jumlah BAK sedikit-sedikit namun sering. Frekuensi BAK meningkat.

Pasien kesulitan menahan BAK sehingga bila ditahan terlalu lama BAK menetes. Pasien juga

sering terbangun tidur karena ingin BAK. BAK darah (-), nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang

atau perut bawah (-), demam (-), riwayat trauma (-). Pasien tidak berobat. Sejak 18 jam

SMRS penderita mengeluh tidak bisa BAK. Keluhan BAK darah (-), nyeri saat BAK (+),

BAK berpasir (-), demam (-). Pasien sulit BAB sejak 1 minggu yang lalu. Pasien kemudian

berobat ke RSUD Siti Aisyah.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit: Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

– Riwayat trauma pada genital, pinggul, selakangan (straddle) disangkal

1

Page 2: Portofolio 3 Fix

– Riwayat pemasangan kateter uretra sebelumnya ada

– Riwayat keluar batu saat BAK disangkal

– Riwayat infeksi saluran kemih disangkal

– Riwayat operasi prostat sebelumnya disangkal

– Riwayat DM disangkal

4. Riwayat Pekerjaan : (-)

5. Lain – lain : (-)

Daftar Pustaka :

1. JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.

2. Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p.

116-122

3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 69–85

4. NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.

5. McAninch, J.; Tanagho E. Smith's General Urology. 16th Edition. San Fransisco: McGraw-

Hill/Appleton & Lange; 2007.

6. Roehrborn, C.; McConnell, J. Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural History

of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Campbell's Urology. 8th edition. Philadelphia: Elsevier;

2002.

7. Reynard, J.; Brewster, S.; Biers, S. Oxford Handbook of Urology. 1st Edition. Oxford:

Oxford University Press; 2006. p. 70-111

8. Gerber, G. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.medicinet.com.

9. Dawson C., Whitfield H. Bladder outflow obstruction. In: ABC of Urology. UK: British

Medical Journal. p. 26-33

10. Gaillard, F. Benign prostatic hypertrophy. Available from: www.radiopaedia.org. Updated

May 2, 2008.

11. NN. Hiperplasia prostat. Available from: www.pathologyanatomy1.blogspot.com. Updated

Mei 22, 2009.

12. Zeman, Peter A.; Siroky, Mike B.; Babayan, Richard K. Lower Urinary Tract Symptoms. In:

Siroky, MB, Oates RD, Babayan RK, editors. Handbook of Urology: Diagnosis and Therapy.

3rd edition. Boston: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 99–119

13. Resnick, M. Benign Prostatic Hyperplasia. In: Resnick M., Elder J., Spirnak J., editors.

Critical Decision in Urology. London: BC Decker; 2004. p. 190-191

14. Brant, William E. Genital Tract: Radiographic Imaging and MR. In: Brant, William E.;

Helms, Clyde A., editors. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 3rd Edition. Virginia:

2

Page 3: Portofolio 3 Fix

Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 911-920

15. NN. Prostat screening. Available from: www.phototakeusa.com.

16. Radiological Society of North America, Inc. Available from: www.radiologyinfo.com.

Updated June 20, 2009

17. Antony, J. Prostate, A free gallery of high-resolution, ultrasound, color doppler and 3D

images. Available from: www.ultrasound-images.com. Updated September 18, 2009

18. Howlett, D.; Ayers, B. The Hands-on Guide to Imaging. UK: Blackwell Publishing; 2004. p.

189-192

19. Radiological Society of North America, Inc. Available from: Inflammatory and

Nonneoplastic Bladder Masses: Radiologic-Pathologic Correlatio.

www.radiographics.rsna.org. Updated November 2006

20. Bernie, J.; Schmidt, J. Bladder Cancer. In: Nachtsheim, D., editor. Urological Oncology.

Texas: Landes Bioscience; 2005. p. 53-65

Hasil Pembelajaran :

1. Menegakkan diagnosis Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

2. Penatalaksanaan awal Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif :

Keluhan Utama: Tidak bisa buang air kecil sejak 18 jam SMRS

Sejak 2 tahun SMRS pasien mengeluh sulit buang air kecil. pasien merasakan BAK yang

terasa tidak lampias walaupun pasien sudah mengedan. Pancaran melemah, jumlah BAK

sedikit-sedikit namun sering. Frekuensi BAK meningkat. Pasien kesulitan menahan BAK

sehingga bila ditahan terlalu lama BAK menetes. Pasien juga sering terbangun tidur

karena ingin BAK. BAK darah (-), nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang atau perut bawah

(-), demam (-), riwayat trauma (-). Pasien tidak berobat.

Sejak 18 jam SMRS penderita mengeluh tidak bisa BAK. Keluhan BAK darah (-), nyeri

saat BAK (+), BAK berpasir (-), demam (-). Pasien sulit BAB sejak 1 minggu yang lalu.

Pasien kemudian berobat ke RSUD Siti Aisyah.

1. Objektif :

Pemeriksaan Fisik

3

Page 4: Portofolio 3 Fix

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : kompos mentis. GCS: E4M6V5 (15)

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Frekuensi Nafas : 22 x/ menit

Suhu : 36.5 0 C

Status Internus

Kepala : Normocepali

Mata : Konjungtiva tidak anemis. sklera tidak ikterik

Kulit : Turgor kulit baik

Thoraks

o Paru

Inspeksi : simetris statis dan dinamis

Palpasi : stem fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : lapang paru kiri dan kanan vesikuler, rhonki dan wheezing (-)

o Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di 1 jari medial sela iga 5 LMCS

Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur tidak ada, gallop tidak ada

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan tidak ada, defans muskular tidak ada,

hepar dan limpa tidak teraba

Perkusi : shifting dullness tidak ada

Auskultasi : bising usus 3 kali/menit

Ekstremitas : Refilling capiller baik. edema pretibial (-/-).

Status Lokalis

4

Page 5: Portofolio 3 Fix

Regio CVA dextra sinistraInspeksi : bulging (-) (-)Palpasi : pain (-) (-)

ballottement (-) (-)

Regio SuprapubikInspeksi : bulging (+)Palpasi : pain (-)

Regio Genitalia EksternaInspeksi : terpasang kateter uretra no. 16 F, urine jernih, sirkumsisi (+)

Rectal toucherTSA baik, bulbous cavernous reflex (+), mukosa licin, ampula recti tidak kolaps, teraba prostat membesar, pole atas prostat tidak teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata, nyeri (-), nodul (-), feses (+) dan darah (-)

International Prostate Symptom Score (IPSS) = 25

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : dalam batas normal

Rontgen toraks PA : tidak ada kelainan

EKG tidak ada kelainan

USG TUG : ditemukan kesan Hiperplasia prostat

2. Assesment (penalaran klinis) :

Pasien pria, 83 tahun, datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 18

jam SMRS Sejak 2 tahun SMRS pasien mengeluh sulit buang air kecil. pasien merasakan

BAK yang terasa tidak lampias walaupun pasien sudah mengedan. Pancaran melemah,

jumlah BAK sedikit-sedikit namun sering. Frekuensi BAK meningkat. Pasien kesulitan

menahan BAK sehingga bila ditahan terlalu lama BAK menetes. Pasien juga sering

terbangun tidur karena ingin BAK. BAK darah (-), nyeri saat BAK (-), nyeri pinggang

atau perut bawah (-), demam (-), riwayat trauma (-). Pasien tidak berobat.

Sejak 18 jam SMRS penderita mengeluh tidak bisa BAK. Keluhan BAK darah (-), nyeri

saat BAK (+), BAK berpasir (-), demam (-). Pasien sulit BAB sejak 1 minggu yang lalu.

Pasien kemudian berobat ke RSUD Siti Aisyah.

5

Page 6: Portofolio 3 Fix

Berdasarkan anamnesis didapat, keluhan retensio urin ditemukan pada pasien, melalui

anamnesislah diagnosis banding retensio urin dapat disingkirkan seperti fimosis,

parafimosis, striktur uretra, ISK, Batu buli-buli. Adapun beberapa diagnosis yang belum

dapat disingkirkan adalah Hiperplasia prostat, karsinoma prostat, Tumor buli-buli.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran prostat yang teraba kenyal,

permukaan rata dan tidak berdungkul-dungkul dan tiak nyeri yang merupakan klinis

hyperplasia prostat benigna. Oleh karena itu pasien dilakukan penatalaksanaan awal

berupa pemasangan kateter urin, pemeriksaan darah rutin, USG TUG dan foto polos

abdomen. Pasien lalu direncanakan untuk prostatektomi terbuka.

3. Plan :

DIAGNOSIS KERJA

Retensi urine e.c. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

TERAPI

- IVFD RL gtt 20 x/m makro

-Pasang kateter urin

-Inj. Ceftriaxon2x1 gr (skin test)

-Pro Prostatektomi terbuka

RENCANA : Konsul Spesialis Bedah

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic

hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat.

Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler.

Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang berakibat

pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan berkemih.

Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di

dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam.

Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap kasus.

6

Page 7: Portofolio 3 Fix

Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh, maka sering

berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan.

II. INSIDEN

Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai penelitian

digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit. Berdasarkan data

National Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari 50% pria berumur lebih dari

60 tahun dan sebanyak 90% pada pria berumur 70 tahun.

III. EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas. Beberapa studi

menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik, dan yang lainnya

mengatakan adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50% pria berumur kurang dari 60

tahun yang menjalani operasi untuk BPH memeiliki bentuk penyakit yang diwariskan.

Bentuk ini merupakan bentuk autosomal dominant, dan keturunan pertama dari pasien BPH

membawa resiko relatif yang meningkat hampir 4 kali lipat.

IV. ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi

beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Secara histopatologis, BPH ditandai dengan

peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra dari prostat. Berdasarkan

pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru, yang dimana secara normal

hanya terdapat pada janin dan mencetuskan konsep embryonic reawakening dari sel stroma

potensial. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, baik secara

tunggal atau kombinasi, yaitu: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan

antara estrogen-testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostate, (4)

berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel.

Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh

enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan

7

Page 8: Portofolio 3 Fix

reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi

sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase

dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat

pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.

Ketidaseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakn kadar estrogen

relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah

diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat

dangan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,

meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat

(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya

sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)

teetentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma

mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri

secara intrakrin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu

menyababkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk

mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan

fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosisoleh

sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat kesimbangan antara laju proliferasi sel dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan

jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah

8

Page 9: Portofolio 3 Fix

sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkar sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang

menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses

kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel

kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan

faktor pertumbuhan TGFß berperan dalam proses apoptosis.

Teori sel stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalmi apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.

Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan

berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon

androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,

menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan

sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel

stroma maupun sel epitel.

VI. PATOFISIOLOGI

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikel. Untuk

dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada

saluran kemih sebelah bawah atau lower urinar tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal

dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkn

aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat

jatuh ke dalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan

oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh

9

Page 10: Portofolio 3 Fix

tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-

buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut ssimpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada

orang normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya

meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos

prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan

obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik

sebagai penyebab obstruksi prostat.

VII. DIAGNOSIS

GAMBARAN KLINIS

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di

luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala

iritatif.

Obstruksi Iritasi

Hesitansi Frekuensi

Pancaran miksi lemah Nokturi

Intermitensi Urgensi

Miksi tidak puas Disuri

Menetes setelah miksi

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,

beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi

dan dihitung sendiri oleh pasien. sistem skoring yang duanjurkan oleh WHO adalah Skor

Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).

Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5, sedangkan keluhan

menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1-7.

Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor

0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

10

Page 11: Portofolio 3 Fix

SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)

Untuk pertanyaan 1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut:

0=Tidak pernah

3=Kurang lebih separuh dari kejaidan

1=Kurang dari sekali dari 5 kejadian

4=Lebih dari separuh dari kejadian

2=Kurang dari separuh kejadian

5=Hampir selalu

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk

mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga

jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya di dahului oleh beberapa faktor pencetus, antara

lain: (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing

terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum

(alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba

membesar, yaitu setelah aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah

mengkonsumsi obat-obatn yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat

mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit BPH pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi

antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),

atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa

kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang

selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia

11

Page 12: Portofolio 3 Fix

paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-

kevernosusuntuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa rektum,

(3) keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,

simetri antar lobus dan batas prostat.

GAMBARAN RADIOLOGI

a. Konvensional

Gambaran radiologi pada IVP/IVU pada BPH adalah adanya indentasi buli-buli (pendesakan

buli-buli oleh kelenjar prostat) dan ureter di sebelah distal berbentuk seperti mata kail atau

fish hooked appearance (Gambar 4).

Selain IVP/IVU, pencitraan konvensional yang lain adalah sistouretrogram, yaitu suatu tipe

urogram yang memberikan gambaran radiologi pada buli-buli dan uretra. Gambaran radiologi

pada sistouretrogram retr ograde posisi frontal (Gambar 5) dan posisi oblique (Gambar 6)

ditunjukkan dengan adanya stenosis (penyempitan) uretra yang disebabkan oleh adanya

tekanan dari benign prostatic hyperplasia (middle lobe hyperplasia).

USG

Pemeriksaan USG dapat memberikan gambaran kelenjar prostat pada pria dan jaringan

disekitarnya. Gambaran USG normal ditunjukkan pada gambar 7. Pemeriksaan USG prostat

dilakukan dengan 2 cara, yaitu transabdominal ultrasound (TAUS) dan transrectal ultrasound

(TRUS). TAUS dilakukan dengan melekatkan transducer di permukaan abdomen di atas

buli-buli dan prostat. TAUS dapat memperlihatkan adanya pembesaran intravesika akibat

pembesaran lobus medial prostat. TRUS dilakukan dengan memasukkan transducer kedalam

rectum pasien. transducer tersebut mengirim dan menerima gelombang suara melalui dinding

rectum sampai ke prostat yang terletak tepat di depan rectum. TRUS setelah berkemih dapat

menggambarkan: 1) besar volume residul urine (303 cc) (lebih dari 40 cc adalah abnormal),

2) pembesaran prostat yang terutama melibatkan zona transisional, 3) pembesaran intravesika

yang melibatkan lobus median, 4) kista kecil pada inner gland, 5) zona perifer yang terdesak

oleh pembesaran zona transisional.

CT SCAN

CT SCAN digunakan dalam staging dan follow up dari tumor traktus urogenital. Pada

gambar 12 (pot. axial) dan gambar 13 (pot. coronal) tampak pambesaran dari prostat yang

mengakibatkan penekanan pada buli-buli.

12

Page 13: Portofolio 3 Fix

MRI

MRI merupakan pemeriksaan medis noninvasif yang dapat membantu diagnosis dan

perawatan. MRI memberikan detail dari anatomi lokal yang lebih baik dan oleh karena itu

lebih baik pula dalam menentukan local staging.

PATOLOGI ANATOMI

Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum.

Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul

campuran fibroadenomatosa.

Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma.

Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak

menunjukkan proses keganasan

VIII. DIAGNOSIS BANDING

KARSINOMA PROSTAT

Karsinoma prostat dapat dibedakan dengan BPH berdasarkan gambaran patologisnya

dan screening untuk karsinoma prostat. Screening karsinoma prostat dilakukan dengan

pemeriksaan Prostat Spesific Antigen (PSA) dan Rectal Touche (RT).

Pada pemeriksaan IVU ditemukan gambaran filling defect dengan tepi yang ireguler (Gambar

19) dan terbentuknya kurvatura pada buli-buli akibat penekanan dari massa (Gambar 20).

(15)

Pada pemeriksaan USG diketahui adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan

salah satu tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya

ekstensi tumor ke ekstrakapsuler (Gambar 21 & 22). Selain itu dengan bimbingan USG dapat

diambil contoh jaringan pada area yang dicurigai keanasan melalui biopsi aspirasi dengan

jarum halus (BAJAH). (3)

IVU

KARSINOMA BULI-BULI

Karsinoma buli-buli dapat dibedakan dengan BPH berdasarkan gejala klinis dan

gambaran patologisnya. Gejala klinis yang khas pada karsinoma buli-buli adalah gross

hematuria tanpa rasa nyeri (>80%). Gejala ini bisa atau tanpa disertai gejala iritatif seperti

frekuensi, urgensi, dan disuria.

13

Page 14: Portofolio 3 Fix

Cara pemeriksaan radilogik untuk diagnosis adalah: tiap pasien dengan hematuria di sarankan

pemeriksaan sistoskopi. Sebelum sistoskopi , urin yang baru dikeluarkan diperiksa secara

sitologik untuk melihat sel tumor. Kemudian dilakukan pemeriksaan IVU. Pemeriksaan IVU

dapat mendeteksi adanya tumor buli-buli berupa filling defect dengan permukaan yang

ireguler dan mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter atau pielum.

Didapatkannya hidroureter atau hidtronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi

tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk menetukan ekstensi

tumor ke organ sekitarnya.

IX. PENGOBATAN

Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang

mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya

dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang

membutuhkan terapi medika mentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya

semakin parah.

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan

kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika

terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan (6) mengurangi

progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapaidengan cara medikamentosa, pembedahan, atau

tindakan endourologi yang kurang invasif. (3)

Watchfull waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah7,

yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan

terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat

memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah

makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi

atau coklat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yangmengandung fenilpropanolamin,

(4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya

apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan

pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek

daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi lain.

14

Page 15: Portofolio 3 Fix

Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot

polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan

penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa bloker) dan (2) mengurangi volume prostat

sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon

terstosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara di

atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya

masih belum jelas.

Penghambat reseptor adrenergik-α

Prostat terdiri atas otot polos yang di kontrol oleh α-adrenoreseptor, dan blokade dari reseptor

ini dapat mengurangi keluhan oleh penghambat adrenergik-α1. ditemukannya obat

penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang ditimbulkan oleh obat

generasi seblumnya seperti fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat

adrenergik-α1 adalah: prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin,

doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat

memperbaiki keluhan miksi dan laju pancuran urine.

Penghambat 5α-reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari

testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya

kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.

Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah

enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki

keluhan miksi dan pancaran miksi.

Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat

obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung

mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan

fitoterapi bekerja sebagai : anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone

binding globulin (shbg), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth

factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostalglandin, efek antiinflamasi, menurunkan

outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak

15

Page 16: Portofolio 3 Fix

dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan

masih banyak lagi.

Pembedahan

Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah

pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya mambutuhkan

jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapinya.

Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang

tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat

transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP).

Indikasi operasi BPH : (1) Retensio urine, (2) BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia,

hidronefrosis, uremia, hematuria berulang, (3) Residual urine > 100 cc, (4) Flow metri : pola

obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi memanjang), (5) Sindroma

prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif, dan (6) Terapi medikamentosa tidak berhasil.

Tindakan invasif minimal

Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini sedang

dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang

mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal itu

diantaranya adalah: (1) thermoterapi, (2) TUNA (Transurethral Needle Ablation of the

Prostat), (3) pemasangan stent (prostacath), (4) HIFU (High Intensity Focused Ultrasound),

(5) dilatasi dengan balon (transurethral balloon dilatation).

X. PROGNOSIS

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun

gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis

yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker

prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang

telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi

penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.

16

Page 17: Portofolio 3 Fix

2. Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins;

2006. p. 116-122

3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 69–85

4. NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.

5. McAninch, J.; Tanagho E. Smith's General Urology. 16th Edition. San Fransisco:

McGraw-Hill/Appleton & Lange; 2007.

6. Roehrborn, C.; McConnell, J. Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural

History of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Campbell's Urology. 8th edition.

Philadelphia: Elsevier; 2002.

7. Reynard, J.; Brewster, S.; Biers, S. Oxford Handbook of Urology. 1st Edition.

Oxford: Oxford University Press; 2006. p. 70-111

8. Gerber, G. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.medicinet.com.

9. Dawson C., Whitfield H. Bladder outflow obstruction. In: ABC of Urology. UK:

British Medical Journal. p. 26-33

10. Gaillard, F. Benign prostatic hypertrophy. Available from: www.radiopaedia.org.

Updated May 2, 2008.

11. NN. Hiperplasia prostat. Available from: www.pathologyanatomy1.blogspot.com.

Updated Mei 22, 2009.

12. Zeman, Peter A.; Siroky, Mike B.; Babayan, Richard K. Lower Urinary Tract

Symptoms. In: Siroky, MB, Oates RD, Babayan RK, editors. Handbook of Urology:

Diagnosis and Therapy. 3rd edition. Boston: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p.

99–119

13. Resnick, M. Benign Prostatic Hyperplasia. In: Resnick M., Elder J., Spirnak J.,

editors. Critical Decision in Urology. London: BC Decker; 2004. p. 190-191

14. Brant, William E. Genital Tract: Radiographic Imaging and MR. In: Brant, William

E.; Helms, Clyde A., editors. Fundamentals of Diagnostic Radiology. 3rd Edition.

Virginia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 911-920

15. NN. Prostat screening. Available from: www.phototakeusa.com.

16. Radiological Society of North America, Inc. Available from:

www.radiologyinfo.com. Updated June 20, 2009

17. Antony, J. Prostate, A free gallery of high-resolution, ultrasound, color doppler and

3D images. Available from: www.ultrasound-images.com. Updated September 18,

2009

17

Page 18: Portofolio 3 Fix

18. Howlett, D.; Ayers, B. The Hands-on Guide to Imaging. UK: Blackwell Publishing;

2004. p. 189-192

19. Radiological Society of North America, Inc. Available from: Inflammatory and

Nonneoplastic Bladder Masses: Radiologic-Pathologic Correlatio.

www.radiographics.rsna.org. Updated November 2006

20. Bernie, J.; Schmidt, J. Bladder Cancer. In: Nachtsheim, D., editor. Urological

Oncology. Texas: Landes Bioscience; 2005. p. 53-65

18