politik pendidikan: kebudayaan, kekuasaan dan pembahasan

79
POLITIK POLITIK PENDIDIKAN: PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN PEMBAHASAN

Upload: dessa

Post on 20-Jan-2016

107 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN. Pengantar; Mengenal Filsafat Pendidikan Paulo Freire. Titik Tolak Filsafat Freire. Terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas, karena hak-hak asasi mereka dinistakan, mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam kebudayaan bisu. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

POLITIK POLITIK PENDIDIKAN: PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEBUDAYAAN,

KEKUASAAN DAN KEKUASAAN DAN PEMBAHASANPEMBAHASAN

Page 2: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pengantar;Mengenal Filsafat

Pendidikan Paulo Freire

Page 3: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Titik Tolak Filsafat FreireTitik Tolak Filsafat Freire

Situasi Penindasan Dehumanisasi

Titik Tolak Filsafat Freire

Terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas,karena hak-hak asasi mereka dinistakan,mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam kebudayaan bisu

Terjadi atas diri minoritas kaum penindas,karena telah mendustai hakekat keberadaandan hati nurani sendiri dengan memaksakanpenindasan bagi sesamanya

Page 4: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pandangan Freire tentang Fitrah Pandangan Freire tentang Fitrah ManusiaManusia

Fitrah ManusiaSebagai

Subjek danobjek

Memiliki Naluri

Memiliki Keterbatasan

Manusia mampu memahamikeberadaan dirinya dan

Lingkungan dunianya, sehinggaDengan pikiran dan tindakannya

Ia mampu merubah duniaDan realitas

Memiliki Kesadaran

Memiliki Kepribadian

Memiliki Eksistensi

Page 5: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pandangan Freire tentang Hakekat Pandangan Freire tentang Hakekat Pendidikan yang IdealPendidikan yang Ideal

Pendidikan

Orientasi

Unsur yang Terlibat

Pengenalan realitas diri manusiadan dirinya sendiri secara

objektif dan subjektif

Pengajar

Pelajar

Realitas Dunia

Subjek sadar

Objek tersadari

Page 6: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pandangan Freire tentang Sistem Pendidikan Pandangan Freire tentang Sistem Pendidikan yang Pernah Ada dan Mapanyang Pernah Ada dan Mapan

Sistem pendidikan sebagai

Banking of Education

Pelajar diibaratkan sebagai sumberinvestasi dan deposito yang diperlakukan sebagai bejana kosong. Sedangkan Guru diibaratkan sebagai investor

Menciptakan nekrofili, tidakmelahirkan biofili

Pelajar akan menjadikan diri mereka sebagai duplikasi

guru mereka dulu, dan lahirlahgenerasi baru manusia

penindas

Page 7: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Formulasi Filsafat Pendidikan FreireFormulasi Filsafat Pendidikan Freire

Pendidikan Kaum

Tertindas

Pendidikan untuk pembebasan bukan untuk pengusaan(dominasi)

Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia yang secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsipaksi dan refleksi total

Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan, bukan Penjinakan sosial-budaya (social and cultural domestication)

Pendidikan merangsang kearah diambilnya suatu tindakan,Kemudian tindakan tersebut direffleksikan kembali, dan dari refleksi itu diambil tindakan baru yang lebih baik, sehingga proses pendidikan merupakan daur bertindak dan berpikir

Page 8: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Daur berpikir dan bertindak

Bertindak

Bertindak

Dan seterusnya

Berpikir

Berpikir

Prinsip praxis

Tindakan (action)

kata = karya = PRAXIS

(word) (word)

Pikiran(reflection)

Page 9: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Model Pendidikan FreireModel Pendidikan Freire

Pendidikan Hadap

Masalah

Anak didik menjadi subjek yang belajar, bertindak danberpikir serta berbicara mengenai hasil tindakan danpemikirannya

Guru mengajukan bahan untuk dipertimbangkan oleh siswa, pertimbangan guru diuji kembali setelah dipertemukan dengan pertimbangan siswa

Guru dan siswa saling belajar serta saling memanusiakan,Sehingga hubungan keduanya merupakan subjek – subjek,Bukan subjek-objek

Page 10: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

DIALOGIS ANTI DIALOGIS

Subjek(Pemimpin pembaharu, misalnya: guru)

Subjek(Anggota masyarakat membaharu, misalnya: murid)

Subjek(Kaum elit berkuasa)

Interaksi

Objek(Keadaan yang harus dipertahankan)

Objek(Mayoritas kaum tertindas sebagai realitas)

Objek(Realitas yang harus diperbaharui dan dirubah (sebagai objek bersama))

Humanisasi (Sebagai proses tanpa henti (sebagai tujuan))

Dehumanisasi(Berlangsungnya situasi penindasan (sebagai tujuan))

Page 11: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

PenyadaranPenyadaran

PendidikanKaum

Tertindas Proses Penyadaran

Page 12: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Konsep Pendidikan Melek-Hurup Konsep Pendidikan Melek-Hurup FungsionalFungsional

1. Tahap Kodifikasi dan Dekodifikasi; merupakan tahap pendidikan melek hurup elementer dalam konteks konkret dan teoritis (melalui gambar, cerita rakyat)

2. Tahap diskusi kultural; merupakan tahap lanjutan dalam satuan kelompok-kelompok kerja kecil yang sifatnya problematis dengan menggunakan kata-kata kunci.

3. Tahap aksi kultural; merupakan tahap praxis yang sesungguhnya tindakan setiap orang atau kelompok menjadi bagian langsung dari realitas.

Page 13: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Sosok Paulo FreireSosok Paulo Freire

• Freire lahir di Recife, Braszilia tahun 1912. Meraih gelar doktor pendidikan dari Universitas Recife pada tahun 1959.

• Tahun 1964-1969 bekerja sebagai konsultan UNESCO di Chili sambil menjalani masa pembuangan dan pengasingan politiknya oleh pemerintah militer Brazil. Kemudian menjadi guru besar tamu di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Harvard, serta menjabat sebagai Penasehat Ahli Kantor Pendidikan Dewan Greja Sedunia

• Berasal dari keluarga golongan menengah yang kemudian jatuh miskin dan tertindas.

• Pada usia 8 tahun bersumpah untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi kaum miskin dan tertindas di seluruh dunia

Page 14: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Keberadaan buku Paolo Freire sangat tepat disaat krisis

pendidikan yang terjadi di Amerika

Page 15: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Sekolah telah gagal memenuhi tuntutan kapitalisme dan ekonomi pasar

• Krisis ini bersumber pada kemandegan perekonomian Amerika

• Peran Amerika kurang mewujudkan perdamaian dunia

Page 16: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Sekolah tidak lebih dari sekedar pasar yang menawarkan buruh

• Secara sosial berfungsi sebagai pendukung sistem ekonomi kapitalis dan dominasi tertentu

• Sekolah telah menjadi alat reproduksi ekonomi dan budaya

Page 17: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Memunculkan ide pembebasan (emancipatory) dari versi filsafat sekular dan religius dalam inti pemikiran kaum borjuis

• Memasukkan pemikiran-pemikiran yang radikal

• Mengkombinasikan ‘bahasa kritik’ dan ‘bahasa alternatif’ (the leanguage of possibility)

Page 18: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Menciptakan model teori pendidikan dengan mengaitkan antara teori kritis-radikal dengan tuntutan perjuangan radikal

• Menolak penindasan yang universal

• Menjelaskan dan memetakan penderitaan masyarakat dalam konteks sosial yang berbeda

Page 19: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Menjadi filsafat tentang harapan dan perlawanan

dalam teologi pembebasan

Page 20: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Logika dominasi menunjukan adanya kombinasi rekayasa ideologis dan ‘material’ pada masa lalu maupun masa sekarang

Freire

Page 21: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

1. Menghubungan proses perlawanan masyarakat dengan karakteristik sosialnya sambil terus menerus menanamkan keyakinan untuk melawan kekuasaan yang menindas demi meraih kebebasan diri

2. Pendidikan merupakan sebuah Pilot Project dan agen untuk melakukan perubahan guna membentuk masyarakat baru (Cultural Politics)

3. Pendidikan merupakan latihan untuk memahami makna kekuasaan dan komponen yang terlibat dalam berkomunikasi tidak dalam pola kuasa menguasai

Page 22: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan merupakan tempat:

1. Mendiskusikan masalah politik dan kekuasaan secara mendasar

2. Untuk mempertegas keyakinan secara lebih mendalam tentang manusia

3. Untuk merumuskan dan memperjuangkan masa depan

Page 23: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 24: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Yaitu mengkritisi teori pendidikan tradisional yang mengabaikan pentingnya hubungan antara pengetahuan, kekuasaan dan pendominasian

• Dan tidak memberi kesempatan untuk menumbuhkembangkan tradisi humanistik dalam memperlakukan setiap individu

Page 25: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Pada Teori pendidikan tradisional, sekolah hanya memberikan sedikit kebebasan pada peserta didik yang berasal dari kelas pekerja dan kelompok masyarakat tertindas

• Sekolah merupakan alat “canggih” untuk membentuk hubungan produksi kapitalisme dan melegitimasi ideologi kapitalis dalam kehidupan sehari-hari

Page 26: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Sekolah hanya melakukan transformasi dan pembentukan dominasi budaya dengan cara menggunakan dan memilih bahasa, membentuk cara berpikir, menciptakan hubungan sosial, bentuk budaya dan pengalaman tertentu

Page 27: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Dimulai dengan proses produksi yang terdiri dari bermacam-macam cara

FREIRE

• Mengawali dan mengakhiri pembahasannya dengan logika reproduksi politik, ekonomi dan budaya

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Page 28: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 29: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

“Liberated Humanity”

Page 30: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Perlawanan terhadap semua bentuk penindasan

• Hubungan kritik ideologi dan gerakan massa

• Visi politik profetiknya berhutang budi pada semangat dan dinamika ideologis masyarakat

Page 31: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Analisa Freire dikatakan utopis karena menolak untuk menghindar dari resiko dan bahaya yang mengancamnya sebab dia menantang struktur kekuasaan yang dominan

• Visi politiknya profetis karena seharusnya manusia meyakini kekuasaan Tuhan sehingga memiliki kesadaran dan semangat untuk selalu menumpas kebatilan

Page 32: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

1. Caranya menganalisa dianggap tidak relevan dengan konteks Amerika Utara, maka ia mengantisipasinya dengan menunjukkan contoh variasi pengalaman pendidikannya

2. Ia tidak pernah menyebutkan karyanya diadaptasi dari latar belakang tertentu

Page 33: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 34: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Kekuasaan dipandang sebagai kekuatan negatif dan positif, sifatnya dialektis

• Kekuasaan bekerja pada dan melalui masyarakat

• Kekuasaan merupakan daya dorong dari semua perilaku manusia untuk mempertahankan hidupnya dan berusaha mewujudkan cita-cita

Page 35: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 36: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Konservatif dan progresif

“ kelompok yang tertindas berhak memiliki kebudayaan yang progresif dan revolusioner yang harus membebaskan mereka dari kekangan kelas-kelas yang mendominasi”

Page 37: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Kekhususan sosial dan sejarah

• Masalah-masalahnya

• Penderitaan

• Visi dan bentuk tindakan resistensi yang membentuk budaya dari kelompok subordinatif

Page 38: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 39: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Seorang disebut intelektual bila dengan konsisten menafsirkan dan memberi makna terhadap hidupnya di dunia

• Turut serta memberikan gagasan bagaimana cara memandang dunia

• Bersifat organik karena bukan orang luar yang menerapkan teori pada masyarakat

• Bergabung dan hidup bersama untuk mengkondisikan dalam proyek sosial yg radikal

Page 40: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN
Page 41: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Sejarah ditancapkan dalam bentuk budaya yang memaknai pembicaraan, pemikiran, pakaian dan tindakan yang menjadi subyek analisa sejarah

• Sejarah bersifat dialektis

Page 42: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IBAB IPerilaku BelajarPerilaku Belajar

Page 43: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Menulis BibliografiMenulis Bibliografi

Menuliskan bibliografi dimaksudkan:• Merangsang keinginan pembaca

• Menantang pembaca

• Memiliki daya tarik

Page 44: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

LanjutanLanjutan

3 type pembaca yang harus diperhatikan dalam menulis bibliografi :

• Pembaca yang menjadi sasaran

• Bibliografi penyusun buku

• Penulis bibliogafi lainnya

Page 45: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Cara mengembangkan sikap kritis Cara mengembangkan sikap kritis dalam belajardalam belajar

a. Pembaca harus mengetahui peran dirinya :

- Bukan karena daya piket pengarang

- Serius dan analisa yang tajam

- Tidak memisahkan diri dari konteks

- Mengamati kebenaran fakta dalam teks

- Memilah-milah komponen teks bacaan

- Merenungkan dan mengaitkan dengan

pengetahuan kita sebelumnya.

- Timbul hasrat untuk meneliti

Page 46: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

LanjutanLanjutan

b.Pada dasarnya praktek belajar adalah bersikap untuk dunia:

- Belajar adalah memikirkan pengalaman

- Memikirkan pengalaman adalah cara

terbaik untuk berpikir secara benar.

- Memelihara ingin tahu sangat menguntungkan.

Page 47: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

LanjutanLanjutan

c.Kapan saja mempelajari sesuatu kita dituntut lebih akrab dengan bibliografi yang telah kita baca,dan juga bidang studi secara umum atau bidang studi yang kita alami.

d.Perilaku belajar mengasumsikan hubungan dialektis antar pembaca dan penulis yang refleksinya dapat ditemukan dalam tema teks tersebut.

Page 48: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

lanjutanlanjutan

e.Perilaku belajar menuntut rasa rendah hati(sense of modesty)- Jika kita rendah hati dan krisis teks yg sulitpun akan dipahami dengan baik.- Kesabaran dan komitmen yang kuat- Kualitas perilaku belajar tidak bisa di- ukur dengan jumlah halaman yang kita baca semalam atau buku yang kita baca selama satu semester.

Page 49: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

LanjutanLanjutan

Belajar bukanlah mengkonsumsi ide,namun menciptakan dan terus menciptakan ide.

Page 50: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Bab IIBab IISebuah Pandangan Kritis Sebuah Pandangan Kritis

Dalam Pemberantasan Buta Dalam Pemberantasan Buta HurufHuruf

Page 51: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pandangan Mengenai Buta Hurup Pandangan Mengenai Buta Hurup

• Buta huruf dianggap sebagai “Racun”(poison herb)• Buta huruf dianggap sebagai “penyakit” (disease)

yang menular pada orang lain. Kadang-kadang buta huruf dianggap sebagai “bisul” yang menyengsarakan sehingga harus “diobati”

• Selain buta huruf dianggap sebagai racun, penyakit bisul yang harus diobati. Juga dianggap sebagai “Orang yang Hilang” oleh karena itu metode pemberantasannya: dapat memberikan kata-kata kepada siswa yang mengandung “makna”sehingga membuat orang menjadi cerdas. Sehingga orang yang hilang tadi bisa diselamatkan.

Page 52: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Teks dan SiswaTeks dan Siswa

• Teks “sebuah gambar ilustrasi rumah kecil yang indah dekorasinya, juga dua orang anak yang senyum ceria serta sehat dengan tas dipundaknya sedang melambaikan tangan kepada orang tuanya sewaktu mereka akan berangkat ke sekolah.

• Siswa “diberikan kekuatan harapan” (misalnya, janji yang diungkapkan secara eksplisit bahwa setelah siswa menyelesaikan pelajaran ini,mereka akan mendapatkan pekerjaan).

Page 53: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Buta Huruf dan Melek HurufButa Huruf dan Melek Huruf

Orang yang menjadi buta huruf karena kondisi yang memaksa. Dalam lingkungan tertentu, orang yang buta huruf adalah : orang yang memang tidak butuh untuk membaca. Di lingkungan yang lain, dia adalah: orang yang hak melek hurufnya dirampas. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain lewat kasus ini :

1. Dia hidup di suatu kebudayaan yang komunikasinya, jika tidak selalu, kebanyakan dilakukan secara lisan. Maka tidak ada gunanya mereka mempunyai kemampuan menulis.

2. karena hidup dalam kebudayaan tulis, maka dia yang tidak dapat membaca dianggap buta huruf. Orang menjadi buta huruf karena oleh belum datangnya kesempatan untuk belajar membaca dan menulis.

Page 54: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pemberantasan Buta Huruf Yang Pemberantasan Buta Huruf Yang TransformatifTransformatif

Siswa belajar berdasarkan pengalaman sosialnya dalam rangka melakukan transformasi ini merupakan cara untuk menekuni pekerjaannya masing-masing atau menciptakan dunianya sendiri melalui proses itulah mereka mengambil kesimpulan :

1. Hambatan untuk mendapat hak belajar secara langsung berasal dari rendahnya apresiasi mereka selama terhadap hasil kerja mereka sendiri.

2. Apresiasi ini merupakan cara untuk mendapatkan pengetahuan sehingga tidak beralasan kalau sampai menjadi buta huruf.

3. Kebodohan dan kepandaian seseorang itu tidak absolut, sehingga tidak seorang pun berhak mengklaim bahwa dirinya yang paling mengetahui atau mengklaim orang lain sebagai yang paling bodoh.

Page 55: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Teori dan PraktikTeori dan Praktik

• Untuk memahami antara teori dan praktik dalam pendidikan perlu melihat hubungan antara keduanya dalam kehidupan masyarakat. Ada teori yang menjelaskan tetang kelas-kelas yang dominan secara umum, dan praktik pendidikan sebagai salah satu aspeknya dengan demikian praktik dan teori tidak bisa bersifat netral. Sebagai contoh: kelas-kelas yang dominan tidak perlu berpikir untuk menyatukan praktik dan teori ketika mereka menunda pekerjaan

• Secara praktik yang perlu dibicarakan secara kritis adalah kata-kata Generatif (generatif words) inilah yang membuat siswa berubah status yang dari buta huruf menjadi melek huruf, dan menjadi modal untuk membuat kalimat dengan kosa kata mereka sendiri

Page 56: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

LanjutanLanjutan

• Disana ada sebuah kesadaran baru ketika kita mengetahui bahwa manusia pada hakikatnya, makhluk yang berbudaya karena dengan karya dan pekerjaan kita bisa dapat berubah dunia (meskipun banyak hal yang harus dilakukan dari tahapan pengenalan konsep sampai pada transformasi yang nyata.

• Hal ini sering didiskusikan oleh kelompok pekerja urban di Amerika Latin, di Chilli dan sebagainya,mereka berkata-berkata: “sekarang tidak ada orang hidup tanpa dunianya” sehingga bagaimana kalau semua orang akan meninggal dunia. Akan tetapi masih ada tanda kehidupan yang lain. Apakah ini masih disebut dunia?

Page 57: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Merubah dunia melalui karya, ‘memproklamasikan’, mengekspresikan dunia

dan mengekspresikan dirinya sendiri, semua ini adalah perilaku manusia yang unik.

Bab IIIBab IIIPetani Sebagai Penulis BukuPetani Sebagai Penulis Buku

Page 58: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan dalam berbagai tingkat akan lebih dihargai jika dapat merangsang tumbuhnya

keinginan manusia untuk mengekspresikan diri secara total.

Hal ini yang tidak dilakukan ‘pendidikan bergaya bank’. Pendidik mengganti ekspresi diri dengan penyetoran yakni menganggap siswa sebagai modal (capitalize). Semakin

efisien siswa dalam belajar berarti dia dianggap semakin terdidik.

Page 59: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Sesungguhnya masalah ini berkaitan dengan reformasi pertanian. Jika sistem latifundium (large estate) diubah menjadi asentamiento

(menempatkan individu-individu sebagai penyewa awal tanah yang luas dalam

perkampungan tertentu), orang berharap akan muncul bahasa dan cara baru untuk

mengekspresikan pemikirannya.

Page 60: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

PERAN GURUGuru seharusnya memperhatikan penyeleksian kata-kata generatif ketika menulis teks bacaan.

Teks tidak boleh mendiskriminasikan wanita atau pria dalam konteks transformasi yang mereka

lakukan.

Tujuan teks itu tidak boleh hanya menggambarkan sesuatu yang kemudian harus

dihafalkan.

Page 61: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Pendidikan seharusnya mengungkapkan kehidupan nyata yang sebenarnya bermasalah juga menghadirkan tantangan yang dihadapi

siswa setiap hari.

Sebuah kata dalam teks yang sedang dianalisa dapat membangkitkan diskusi yang hangat di

sekitar isu asentamiento: mengatur tata kehidupan baru, masalah kesehatan, dan

kebutuhan untuk mengembangkan cara yang efektif untuk menanggapi tantangan yang baru.

Page 62: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Semua ini bukan hanya menuntut keyakinan yang kuat dari para guru sebagai pihak yang

berperan penting, namun juga perlunya evaluasi yang terus menerus terhadap kerja mereka.

Evaluasi bukan inspeksi. Inspeksi, pendidik hanya menjadi objek pengamatan pejabat dari pusat. Kalau evaluasi, setiap orang adalah subjek yang bekerja sama dengan pejabat-pejabat itu dalam

melakukan kritik dan menjaga jarak dengan kerja mereka. Evaluasi bersifat dialektis.

Page 63: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Jika dalam proses pendidikan itu ditemukan masalah,masalah itu biasanya berpangkal pada guru, bukannya kesalahan teori evaluasi yang

berada di luar wilayah pendidikan.

Selama berlangsungnya diskusi tentang masalah yang ada -seperti kodifikasi- guru seharusnya

meminta para petani untuk menuliskan tanggapannya -dalam kalimat yang pendek atau terserah mereka- pertama-tama di papan tulis

dan kemudian di atas kertas.

Page 64: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan dua tahap penulisan

Tahap 1, menawarkan kepada sebuah kelompok diskusi mengenai gagasan yang

ditulis oleh temannya. Agar pengalamannya dapat dimengerti, maka yang menulislah

yang mengkoordinasikan diskusi ini;

Tahap 2, adalah untuk mengembangkan pendapat mereka yang akan bermanfaat

setelah dikumpulkan menjadi sebuah buku.

Page 65: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

‘Kodifikasi’ yang dilakukan oleh para petani bukan sekedar bantuan visual yang digunakan para pendidik untuk ‘membentuk’ kelas yang

baik. Sebaliknya kodifikasi itu merupakan sebuah objek pengetahuan yang -dalam menjembatani antara pendidik dan siswanya- menyingkap tabir

kehidupan.

Page 66: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Ketika ikut mengurai kodifikasi bersama-sama dengan guru-guru, berarti mereka menganalisa kehidupannya sendiri, dan dalam diskusi yang

panjang mereka mengeluarkan segenap ketajaman penglihatannya terhadap diri mereka

sendiri kaitannya dengan realitas objektif.

Usaha seperti ini akan membantu siswa dan juga guru untuk menyelesaikan apa yang selalu

penulis sebut dengan visi tentang realitas yang ‘menyatu’ dan untuk mendapatkan pemahaman

tentang keseluruhannya

Page 67: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

PERAN PARA SPESIALISSama pentingnya memberikan motivasi kepada guru dan para ahli yang terlibat dalam banyak

aktivitas di dunia ke tiga -misalnya ahli agronomi, agrikultura, pegawai kesmas, pegawai

administrasi, dokter hewan- untuk menganalisa diskusi yang dilakukan petani, khususnya dalam

seminar.

Page 68: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Kata perjuangan (struggle), misalnya, menjadi hidup dalam diskusi itu pada asentamiento yang berbeda, khususnya mengenai perjuangan untuk

mendapatkan hak tanahnya.

Analisa terhadap diskusi petani dapat melengkapi rangkaian isu yang relevan dengan

komunitas petani, sehingga dapat dibahas secara interdisipliner dan dapat menjadi dasar untuk

merencanakan materi program pendidikan untuk mereka yang sudah melek huruf.

Page 69: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Analisa tentang dekodifikasi yang direkam memberi cahaya terang pada daerah terpencil yang nantinya akan dijadikan unit-unit belajar

dalam berbagai bidang: agrikultura, kesehatan, matematika, ekologi, geografi, sejarah, ekonomi

dst.

Yang penting adalah bahwa setiap bidang ini selalu diselenggarakan dengan tetap menjaga

keterkaitan dengan kehidupan dan pengalaman nyata petani.

Page 70: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Ketika dekodifikasi yang direkam itu ditranskripsikan, pendidik dan pimpinan

komunitas petani harus menyusun sebuah buku sebagai teks yang merupakan antologi tulisan

para petani.

Lantas, buku-buku ini dibagikan kepada kelompok tani dari daerah lain. Dengan

mempelajari teks yang mereka tulis sendiri atau yang ditulis temannya dari daerah lain, berarti

para petani mempelajari sebuah wacana.

Page 71: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Akhirnya, diharapkan akan muncul usaha yang lebih serius untuk mengembangkan pendidikan yang merangsang petani agar

mengekspresikan diri petani.Cara-cara seperti ini akan lebih cepat berhasil, dalam arti petani lebih cepat menangkap pelajaran baca-tulis dan

kebenaran yang ada di balik kehidupan mereka.

Page 72: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IVBAB IVAksi Budaya dan Reformasi Aksi Budaya dan Reformasi

AgrariaAgraria

Page 73: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

Aksi Budaya dan Reformasi AgrariaAksi Budaya dan Reformasi Agraria

• Reformasi Agraria menuntut pemikiran yang kritis tentang sistem kehidupan masyarakat dan konsekuensi-konsekuensinya

Page 74: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

lanjutanlanjutan

• Reformasi ini mengisyaratkan keyakinan akan peningkatan produksi, namun yang harus di diskusikan adalah bagaimana memaknai dan meningkatkan produksi tersebut, sebab ada pandangan yang keliru mengatakan bahwa peningkatan produksi tidak akan tercapai jika tanpa kerjasama dengan dunia masa kini. Akibatnya petani dijadikan hanya sebagai alat produksi saja

Page 75: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Hal ini menyebabkan perubahan cara kerja tidak dianggap sebagai penciptaan sebuah dunia baru; sebuah kebudayaan dan sejarah baru yang berkebalikan dengan masa sebelumnya. Ini berarti bahwa peningkatan produksi bidang agrikultural tidak terlepas dari karakteristik kebudayaan

Page 76: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Budaya menjadi kendala dalam reformasi pertanian, sebab petani memndang dan memahami dunia menurut pola kebudayaan yang dikendalikan oleh ideologi kelompok yang dominan

Page 77: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Selanjutnya perlu dilakukan aksi vertikal dan manipulatif, melibatkan invasi budaya dan aksi yang menawarkan sintesa budaya

• Aksi budaya ini dimulai dengan menyelidiki tema-tema generatif dimana petani dapat melakukan refleksi dan penilaian diri secara kritis

Page 78: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Aksi budaya ini hanya akan berarti jika dihadirkan sebagai contoh pengalaman sosial secara teoritis dimana petani berperan serta

Page 79: POLITIK PENDIDIKAN: KEBUDAYAAN, KEKUASAAN DAN PEMBAHASAN

• Akhirnya visi dan kesadaran petani memerlukan starting point yang dilakukan guru bersama petani untuk mengevaluasi secara kritis pandangan dunia mereka, sehingga keterlibatan petani dalam transformasi yang sebenarnya menjadi lebih jelas dan makin meningkat