pola distribusi pada ekosistem intertidal

16
POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit. Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa jenis organisme untuk berkembang biak.

Upload: qorihah-ismayati

Post on 30-Jun-2015

1.197 views

Category:

Documents


55 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan

gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik

lautan yakni pasang surut. Menurut Nybakken (1992) zona intertidal merupakan

daerah yang paling sempit diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai

dari pasang tertinggi sampai pada surut terendah. Zona ini hanya terdapat pada

daerah pulau atau daratan yang luas dengan pantai yang landai. Semakin landai

pantainya maka zona intertidalnya semakin luas, sebaliknya semakin terjal

pantainya maka zona intertidalnya akan semakin sempit.

Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah

intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan

interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari

permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber

dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu

lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga

mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa

jenis organisme untuk berkembang biak.

Pada tiap zona intertidal terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

satu daerah dengan daerah yang lain. Jenis substrat daerah intertidal ada yang

berpasir adapula yang berbatu. Hal lain yang dapat dilihat yakni pembagian zona

juga dapat dilihat dari pasang surutnya dan organismenya. Pada pokok bahasan ini

lebih ditekankan pada pembahasan intertidal daerah berbatu.

Page 2: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Akibat seringnya hempasan gelombang dan pasang surut maka daerah

intertidal sangat kaya akan oksigen. Pengadukan yang sering terjadi menyebabkan

interaksi antar atmosfir dan perairan sangat tinggi sehingga difusi gas dari

permukaan keperairan juga tinggi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Webber

dan Thurman (1991) bahwa pantai berbatu di zona intertidal merupakan salah satu

lingkungan yang subur dan kaya akan oksigen. Selain oksigen daerah ini juga

mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga sangat cocok untuk beberapa

jenis organisme untuk berkembang biak. Pada tiap zona intertidal terdapat

perbedaan yang sangat signifikan antara satu daerah dengan daerah yang lain.

Jenis substrat daerah intertidal ada yang berpasir adapula yang berbatu. Hal lain

yang dapat dilihat yakni pembagian zona juga dapat dilihat dari pasang surutnya

dan organismenya. Pada pokok bahasan ini lebih ditekankan pada pembahasan

intertidal daerah berbatu.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi

pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian

besar yang saling terkait yaitu:

1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada

ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan

faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas

tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor tersbeut

saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh sinar

matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan

penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.

2. Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan.

Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat

ekstrim tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri

salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang

agar dapat hidup pada derah yang kering.

Page 3: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Skema Umum Untuk Zonasi Pantai Berbatu

Pada dasarnya pembagian zonasi untuk pantai berbatu dilihat dari pasang

surut yang terjadi. Pantai ini didominasi oleh substrat dari batu. Menurut

Stephenson and Stephenson (1972) in Raffaelli and Hawkins (1996) menyatakan

bahwa pembagian zona pada pantai berbatu dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. A high-shore area (bagian pantai yang paling atas) atau yang biasa disebut

supralittoral fringe. Pada zona ini dicirikan oleh berbagai organisme

seperti alga yang menjalar, Cyanobacteria (bakteri hijau biru) dan cacing

kecil, periwinkles.

2. A broad midshore zone (zona bagian tengah yang lebar) atau yang biasa

disebut midlittoral zone. Pada daerah ini didominasi oleh pemakan

suspense seperti bernakel, kerang atau terkadang tiram.

3. A narrower low-shore zone (zona bagian bawah yang sempit) atau yang

biasa disebut infralittoral fringe. Pada daerah ini didominasi oleh alga

merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar,

terkadang kelp yang lebat (alga coklat) atau terkadang pada suatu tempat

di Hemisphere selatan yaitu penyering makanan seperti tunicata (sea

squirt).

Sedangkan pembagian menurut Reseck (1980) zonasi pada pantai berbatu dibagi

menjadi empat zonasi :

1. Zone I : daerah yang paling tinggi dan selalu kering (spray zone/upper

litoral zone).

Page 4: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

2. Zona II : Daerah yang mengalami kekeringan 2 kali sehari selama pasang

terendah, selama 4-6 jam.

3. Zona III : Daerah yang mengalai kekeringan dalam waktu yang agak

pendek, kurang lebih 1-3 jam.

4. Zona IV : Daerah yang mengalami kekeringan sangat relatif singkat,

kurang lebih 12 jam.

Pembagian zonasi pada pantai berbatu juga dapat didasarkan oleh organisme yang

hidup pada daerah tersebut (Barnes & Hughes, 1999). Pembagian zonasi tersebut

dibagi menjadi dua bagian yakni:

1. .Zonasi dari mikroalga. Zonasi ini didasarkan oleh fotosintesis yang terjadi

didalam air. Pembagian tersebut yakni:

a) Pada spesies yang terdapat pada lower shore fotosintesis lebih baik di

udara dibanding dalam air.

b) Pada spesies yang terdapat pada mid hingga upper shore fotosintesis

lebih baik didalam air disbanding diatas daratan. Kekuatan fotosintesis

dalam air pada spesies ini yakni enam kali lebih kuat.

2. Zonasi dari hewan. Zonasi ini didasarkan oleh dua hal yang sangat

signifikan yaitu:

a) Makanan. Ketersediaan makanan sangat penting utamanya bagi

organisme yang pergerakannya sangat lambat atau yang tidak

berpindah tempat.

b) Pergerakan. Organisme perlu berpindah untuk mencari makan,

sehingga faktor ini juga sangat terkat dengan faktor yang pertama.

Page 5: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL
Page 6: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Penyebab Zonasi

Zonasi adalah distribusi atas & bawah organisme yang dipengaruhi

berbagai faktor. Dari semua pantai intertidal, pantai berbatu paling mudah dikenal

dan menonjol zonasi organisme (pembagian horizontal) yang terlihat pada waktu

pasang turun, tetapi ternyata sulit untuk mengetahui mengapa organisme tersebar

di zona ini. Gagasan Lama Penyebab Zonasi

Menurut Colman (1933) dalam Raffaelli, 1996 bahwa batas-batas kritis

pada pantai berubah dengan cepat, dan beberapa organisme mencapai batas atas

dan bawahnya sebagai berikut :

I. Batas bawah banyak terdapat organisme intertidal terletak antara surut

terendah yang ekstrim (ELWS) & air surut rata-rata (MLWS).

II. Jenis yang hidup di bagian tepi daerah sublitoral mempunyai batas atas

antaraair surut rata-rata pasut purnama (MLWS) & air surut rata-rata

pasut bulan setengah (MLWN).

III. Batas atas beberapa organisme terjadi pada kondisi ekstrim, saat batas air

tertinggi waktu pasang terendah (E(L)HWN).

Intisari dari pendapat zonasi terkini:

Lebih menekankan pola zonasi yang dibagi antara batas zona atas & zona

bawah secara terpisah & menggambarkan perbedaan antara tumbuhan &

hewan sesil

Menurut Baker, 1909; Gowanloch and Hayes, 1926; Broekhuysen, 1941; Biebl,

1952; Southward, 1958; review: Newell, 1979 dalam Raffaelli, 1996 bahwa

penyebab zonasi mengakibatkan organisme memiliki kemampuan yang berbeda

dalam bertahan hidup di luar air, yaitu dengan kemampuan penyesuaian

morfologi, fisiologi dan tingkah laku.

Penyebab Batas Zona Atas (Tumbuhan & Hewan Sesil) Pantai Berbatu

Menurut Newell, 1979; Norton, 1985 dalam Rafaelli, 1996 bahwa faktor

fisik seperti kekeringan atau tekanan termal yang membatasi distribusi batas atas

Page 7: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

pantai berbatu. Ketika organisme berada di udara terbuka (surut terendah), mereka

mulai kehilangan air, sehingga organisme harus mempunyai sistem tubuh yang

dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan air di udara terbuka.

Beberapa pengamatan secara alami seperti percobaan di lapangan

menunjukkan bahwa kekeringan dapat membentuk batas atas bagi organisme dan

zona-zona. Sebagai contoh, di zona beriklim sedang bagian utara, batuan yang

kemiringannya menghadap ke utara biasanya mempunyai lebih banyak organisme

dengan individu yang sama di bandingkan dengan batuan di dekatnya yang

kemiringannya menghadap ke selatan. Begitu pula, gua-gua, batu karang dan

celah-celah yang berada diatas tingkat pasang surut kritis akan tetap lembab ketika

daerah yang terbuka menjadi kering, sehingga memungkinkan organisme dapat

hidup di situ.

Selain itu kekeringan biasanya bereaksi bersama-sama dengan suhu. Suhu

yang tinggi dapat menyebabkan kekeringan dan pengaruh sinergistik dari faktor

tersebut mungkin lebih mematikan daripada jika tiap faktor itu bereaksi sendiri.

Cahaya mengatur penyebaran alga intertidal, alga intertidal di bagi 3

kelompok yaitu alga merah cokelat dan hijau, dan ketiganya menyerap spektrum

cahaya yang berbeda. Alga hijau berada di tempat paling atas karena menyerap

sinar merah, alga cokelat ditengah dan alga merah yang menyerap cahaya hijau

terdapat di daerah yang dalam. Hal ini disebabkan adanya interaksi beberapa

faktor dan faktor biologis alga itu sendiri.

Page 8: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Penyebab Batas Bawah Tumbuhan dan Hewan Sesil Pantai Berbatu

Secara umum, faktor biologis lebih kompleks dan kadang – kadang sukar

dipahami karena berkaitan erat dengan faktor- faktor lainnya. Persaingan di antara

organisme umumnya disebabkan karena makanan dan tempat (ruang) hidup. Di

zona intertidal berbatu terbatas persediaan ruang hidup karena luas daerah yang

terbatas. Akibatnya terjadi persaingan ruang yang intensif. Sebagai contoh

penelitian yang dilakukan oleh Connell (1961), dimana dia menunjukkan bahwa

terjadi persaingan ruang antara Chathamalus stellatus (Little gray bernacles)

dengan Balanus balanoides (Rock bernacles).

Contoh yang lebih kompleks mengenai persaingan adalah hasil penelitian

Dayton (1971), mengenai persaingan antara kerang Mytilus californianus dan

beberapa organisme teritip memperebutkan ruang di pantai terbuka. Pisaster dapat

memangsa Thais dan teritip dari berbagai ukuran dan juga merupakan predator

utama bagi Mytilus yang berukuran kecil atau sedang. Pisaster mampu

mempengaruhi struktur keseluruhan komunitas di intertidal.

Alga intertidal juga sering menujukkan batas dalam penyebaran batas dan

bawahnya. Hal ini disebabkan oleh tingkat pasang surut kritis, juga berkaitan

dengan persaingan ruang dan cahaya. Sebagai contoh kelp besar yang dominan

Hedophyllum sessile, Laminaria setchelli dan Lessionopsis littoralis, semuanya

tumbuh lebat dan menyaingi beberapa spesies yang lebih kecil di daerah intertidal

bawah. Zonasinya ditentukan oleh perubahan-perubahan faktor fisik yang

berhubungan dengan kedalaman seperti cahaya dan gerakan ombak. Semakin

Page 9: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

dalam perairan, intensitas cahaya semakin terbatas. Sebagian lagi oleh persaingan

antar spesies (Nybakken, 1992).

Grazer dapat berperan dalam mengatur batas atas dan bawah spesies alga.

Kelompok grazer yang dominan adalah berbagai limpet, bulu babi dan siput

litorina.

Perilaku larva hewan sesil yang digerakan induknya pada zonasi

Komunitas bentik substrat lunak dicirikan dengan penyebaran organisme

yang tidak merata serta bervariasi tertentu kelimpahan dan komposisi spesies.

Kebanyakan komunitas bentik laut mempunyai tahap larva bergerak bebas dan

dapat memilih daerah yang akan mereka tempati. Larva tidak menetap begitu saja

pada perairan atau substrat yang ada jika tiba waktunya untuk bermetamorfosis

menjadi dewasa. Mereka mempunyai kemampuan untuk menunda selama jangka

waktu tertentu sebelum mereka menemukan substrat yang cocok untuk menetap

sebagai habitat hidup. Namun jika setelah jangka waktu tertentu mereka belum

juga menemukan substrat yang baik, mereka akan melakukan metamorfosis pada

substrat yang kurang baik tersebut.

Ada 3 kemungkinan tipe dan cara strategi larva invertebrata bentik, cara

pertama adalah planktotrofik dengan menghasilkan sejumlah besar telur-telur

kecil. Telur-telur itu akan menetas menjadi larva yang berenang bebas sebagai

plankton. Cara kedua lesitotrof dengan memproduksi lebih sedikit telur dan

membekali dengan lebih banyak energi dari kuning telur. Telur-telur itu akan

menetas menjadi larva dan karena mempunyai cadangan kuning telur, mereka

tidak makan plankton. Cara ketiga larva non pelagik/juvenil dengan

menghapuskan tahap larva sama sekali. Telur akan mengalami perkembangan

yang lama tanpa sumber energi tambahan.

Kebanyakan larva mengapung bebas dan bersifat fototaksis positif

sehingga memungkinkan mereka bebas bergerak cepat. Tetapi jika tiba waktunya

untuk menetap, mereka menjadi fototaksis negatif dan bermigrasi ke arah dasar

perairan. Ada beberapa larva yang sangat sensitif terhadap cahaya dan tekanan

sehingga hanya menempati lapisan tertentu pada kolom perairan. Selain itu

Page 10: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

penyebaran yang menuju dekat dasar hanya untuk larva yang siap untuk menetap.

Sedangkan spesies yang berlainan mempunyai waktu produksi yang berlainan

juga dalam setahun

Menurut MacArthur (1960), di kenal dua pola daur hidup organisme yang

agak berbeda pada habitat mana pun juga, yaitu tipe oportunistik dan ekuilibrium.

Namun, ada pula organisme yang bersifat antara keduanya dan mempunyai variasi

campuran dari sifat-sifat tersebut. Pada perairan yang dangkal dengan substrat

lunak dan banyak terdapat pergerakan ombak yang mengacaukan substrat tersebut

dan mengangkat lapisan atas sedimen banyak ditemukan organisme tipe

opurtunistik. Komunitas bentik umumnya terdiri dari opurtunistik. Sedangkan tipe

ekuilibrium cenderung menempati perairan yang lebih dalam.

Pemakan suspensi lebih melimpah pada substrat berpasir karena substrat

biasanya lebih stabil sehingga tidak mengakibatkan tersumbatnya permukaan

penyaring makanannya. Sedangkan kebanyakan pemakan deposit melimpah

pada sedimen lumpur dan lumak yang banyak mengandung bahan organik. Hal ini

disebabkan karena organisme pemakan deposit menggali beberapa sentimeter

teratas dari dasar dan menyebabkan lapisan berpatikel halus menjadi renggang

dan tidak stabil dan lapisan ini mudah tersuspensi kembali oleh gerakan air.

Namun keadaan ini tidak mematikan larvanya karena mereka menggali ke dalam

substrat yang lebih padat di bawahnya. Dengan cara ini, pemakan deposit

membentuk komunitasnya sendiri.

Page 11: POLA DISTRIBUSI PADA EKOSISTEM INTERTIDAL

Daftar Pustaka

Barnes, R.S.K. and Hughes (1982) An introduction to Marine Ecology,

Blackwell Scientifitc Oxford.

David Raffaelli and Stephen Hawkins, (1996) Intertidal Ecology Chapman

& Hall, 2-6 Boundary Row, London SEI 8HN.

Dayton P.K. 1975.Experimental evaluation of Ecological dominance in a

rocky intertidal algal comunity. Ecol Monogr.

Hutabarat, H and Steward M. Evans. 2000. Pengantar Oseanografi.

Universitas Indonesia (UI-Press) Jakarta

James W. Nybakken (1992) . Biologi Laut suatu pendekatan ekologi PT

Gramedia Jakarta

Karleskint, G, Jr. 1998. Introduction to Marine Biology. Harcout Brace

College Publishers. USA.

Sumich, J.L., 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life 5th

Edition. Wm.C. Brown Publishers, USA

http://www.docstoc.com/docs/10625521/Penyebab-Zonasi

http://www.docstoc.com/docs/10628568/pola-distribusi-ekosistem-intertidal