pokok-pokok proses penyusunan anggaran belanja alokasi belanja... · pokok-pokok proses penyusunan...

157

Upload: dangmien

Post on 23-Mar-2019

275 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga ISBN 978-602-17675-5-9 Hak Cipta @ 2015 Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan

Pengarah:

Askolani

Editor: Purwiyanto

Kunta W.D. Nugraha

Kontributor: Kurnia Chairi, Didik Kusnaini, Adinugroho Dwi utomo,

Heru Wibowo, Agus Kuswantoro, Wawan Sunarjo

Penulisan: Achmad Zunaidi

Agung Hidayat Purwanto Diana Setyawati

Lay out:

Lisno Setiawan

Cover: Kanda Aditya

Pracetak:

Didik Prasetyo

Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin

ii

DAFTAR ISI

Daftar Isi ii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

Sambutan Menteri Keuangan viii

Kata Pengantar Direktur Jenderal Anggaran x

Kata Pengantar Tim Penyusun xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang Peran Pemerintah

Struktur APBN

1

8

Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam

Postur APBN

12

Siklus Penyusunan Anggaran Belanja

Kementerian Negara/Lembaga

20

BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF 26

Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas

Pembangunan Nasional

28

Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana

Inisiatif Baru

32

iii

Pra trilateral Meeting 53

Kementerian Keuangan menyusun prakiraan

kapasitas fiskal

57

Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan

Pagu Indikatif

63

BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN 70

Kementerian Negara/Lembaga Menyusun

Rencana Kerja (Renja)

71

Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) 74

Penetapan Pagu Anggaran Kementerian

Negara/Lembaga

81

BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN

NEGARA/LEMBAGA

82

Penyusunan RKA-K/L 83

Proses Penelaahan RKA-K/L 87

Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil

Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU

APBN

89

Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN 98

iv

Surat Menteri Keuangan tentang Alokasi

Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR

103

BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA NEGARA PERUBAHAN

106

Latar Belakang 106

Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan 112

Kebijakan APBNP 2012-2014 120

Lampiran

Daftar Pustaka

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar

Ekonomi Makro

11

Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif 26

Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan 30

Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting 54

Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat dalamTrilateral

Meeting

56

Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan

Kapasitas Fiskal

60

Tabel 5.1 Siklus dan Latar Belakang Kebijakan

APBNP

122

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur

APBN

16

Gambar 1.2 Mekanisme Penyusunan RKP 22

Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran 25

Gambar 2.1 Tahapan Penting Dalam Proses

Penyusunan Pagu Indikatif

27

Gambar 2.2 Cara Kerja KPJM 42

Gambar 2.3 Struktur Anggaran 49

Gambar 2.4 Mekanisme dan Proses Review

Angka Dasar

54

Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting 47

Gambar 3.1 Titik Penting Dalam Proses

Penyusunan Anggaran belanja K/L

62

Gambar 3.2 Mekanisme Penyusunan Renja K/L 65

Gambar 3.3 Peran Stakeholder Dalam Trilateral

Meeting

67

Gambar 4.1 Proses Alokasi Anggaran Belanja

K/L

82

vii

Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam

Proyeksi APBN

112

Gambar 5.2 Mekanisme Penyusunan APBNP 113

viii

SAMBUTAN

Menteri Keuangan Republik Indonesia Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, karena saat ini kami masih diberi kesempatan untuk menjalankan darma bakti kepada negara, khususnya melaksanakan tugas pemerintahan di bidang keuangan negara untuk menyejahterakan rakyat. Pencapaian kesejahteraan rakyat memerlukan persepsi dan reaksi yang sinergis dari rakyat sebagai subyek pembangunan. Oleh karena itu, pemahaman dari berbagai pihak mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menduduki posisi yang strategis, khususnya bahwa APBN bukan hanya mengenai jumlah anggaran tetapi juga menggambarkan kebijakan fiskal, kemampuan keuangan negara, upaya menjaga kesinambungan fiskal serta akuntabilitas Pemerintah.

Sehubungan dengan itu, buku ini diharapkan dapat memberikan potret yang lebih luas dan dalam mengenai pengelolaan APBN, khususnya mengenai proses dan mekanisme penyusunan anggaran belanja

ix

Kementerian Negara/Lembaga. Untuk itu saya menyambut baik upaya dari Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyusun buku ”Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga” . Penyusunan buku tersebut merupakan salah satu upaya penting untuk mewujudkan transparansi dalam penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara, memberikan batu pijakan awal untuk memahami pengelolaan belanja negara, serta dapat melengkapi referensi-referensi yang telah disusun sebelumnya.

Harapan kami, keberadaan buku ini dapat menjadi penutup gap pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya serta dapat memperkaya khasanah pengetahuan masyarakat mengenai keuangan sektor publik.

Bambang P.S. Brodjonegoro

Jakarta, Februari 2015

x

KATA PENGANTAR Direktur Jenderal Anggaran

Pengelolaan keuangan negara cenderung dipandang sebagai hal yang ekslusif, karena lebih dipahami oleh pihak-pihak tertentu saja terutama yang telah berkecimpung lama dalam proses bisnisnya. Buku ini mencoba memberikan gambaran terkini mengenai salah satu sisi dari pengelolaan keuangan negara, khususnya berkenaan dengan hal-hal pokok mengenai penyusunan anggaran belanja K/L mengingat perubahan/perkembangan keuangan negara sangat dinamis.

Dinamika pengelolaan keuangan negara ini dapat kita saksikan dalam berbagai kasus, seperti perubahan prioritas pembangunan, perubahan nomenklatur K/L dan perubahan proses pembahasan anggaran belanja negara di DPR setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menganulir penetapan alokasi anggaran oleh DPR berdasarkan jenis belanja dan kegiatan, tetapi penetapan alokasi tersebut hanya sampai tingkat program, dengan harapan pembahasan yang dilakukan dapat lebih strategis.

xi

Penyusunan buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga” merupakan upaya Direktorat Jenderal Anggaran untuk menyajikan informasi mengenai penyusunan anggaran belanja K/L secara transparan dan prudent (hati-hati).

Akhirnya kami berharap agar keberadaan buku ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pengetahuan mengenai praktek penyusunan anggaran belanja K/L di Indonesia. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan dalam proses penyusunan hingga penerbitan buku ini.

Jakarta, Februari 2015

Askolani

xii

KATA PENGANTAR Tim Penyusun

Pemahaman yang baik mengenai mekanisme

Penyusunan Anggaran belanja K/L sangat penting

untuk dipahami oleh berbagai pihak, utamanya dalam

rangka pencapaian kesejahteraan rakyat yang optimal.

Buku “Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran

Belanja Kementerian Negara/Lembaga” diharapkan

membantu sharing knowledge mengenai mekanisme

maupun proses penyusunan anggaran belanja K/L.

Tim penyusun sangat menghargai bantuan dan

kerjasama dari berbagai pihak dalam proses

penyelesaian buku ini. Secara khusus, penghargaan dan

terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Askolani,

Direktur Jenderal Anggaran yang memberikan arahan

terkait dengan materi buku dan kepada Bapak

Purwiyanto, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang

Pengeluaran atas masukan/koreksinya. Terima kasih

juga kami sampaikan kepada para direktur di

lingkungan Ditjen Anggaran, para Kasubdit di

lingkungan Direktorat Penyusunan APBN, dan seluruh

xiii

rekan-rekan Direktorat Penyusunan APBN yang telah

membantu dalam berbagai kegiatan terkait, baik dalam

diskusi, pengumpulan bahan, maupun koreksi materi.

Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan

dan terbuka terhadap kritik dan saran untuk perbaikan

dan penyempurnaan buku ini di masa yang akan

datang.

Jakarta, Februari 2015

Tim Penyusun

BAB 1

PENDAHULUAN

Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Peran Pemerintah

Penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk membantu tercapainya kesejahteraan rakyat melalui penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan APBN, Pemerintah akan menghimpun pendapatan melalui penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk selanjutnya penerimaan tersebut akan didistribusikan untuk mendanai program dan kegiatan (biasa juga disebut program pembangunan nasional) yang hasilnya antara lain berupa jalan, rumah sakit, ataupun sekolah. Harapannya, hasil program dan kegiatan tersebut akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi yang lain, kondisi perekonomian di masyarakat mengharuskan Pemerintah untuk terlibat. Penyebabnya, ada berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sepenuhnya secara optimal oleh masyarakat itu sendiri seperti yang dihasilkan oleh program dan kegiatan di atas. Maksud dan tujuan keberadaan APBN tersebut dapat kita temukan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu APBN dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

2

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Secara konseptual dan teoritis ilmu ekonomi modern, keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dapat dilihat dalam persamaan Y = C + I + G + (X – M), dimana Y = pendapatan nasional, C = konsumsi masyarakat, I= investasi, G = pengeluaran pemerintah, X = ekspor, dan M = Impor. Dari persamaan pendapatan nasional tersebut dapat kita lihat bahwa besaran pengeluaran pemerintah atau ‘G’ mempunyai pengaruh terhadap besaran pendapatan nasional atau ‘Y’. Artinya, semakin besar ‘G’ semakin besar pula ‘Y’. Selanjutnya menurut John Maynard Keynes, perekonomian kapitalis memiliki kelemahan. Kelemahan ini berupa kegagalan pasar (market failure) sehingga memerlukan campur tangan Pemerintah. Campur tangan ini bukan sekedar seperti penjaga malam saja. Pemerintah ikut langsung menentukan dan mengarahkan perekonomian ke arah yang lebih baik dan benar melalui kebijakan ekonomi.

Dalam perekonomian, pihak swasta tidak sepenuhnya diberikan kekuasaan untuk mengelola perekonomian, karena pada kondisi tertentu, swasta selalu mementingkan diri sendiri yaitu mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, agar swasta dapat terjamin berada pada jalur yang tepat, Pemerintah dapat mengontrol dan mengaturnya. Dalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi, pengangguran, dan tingkat inflasi yang tinggi, pihak swasta tentu tidak peduli akan hal ini, malah kadang memanfaatkan situasi tersebut agar tetap mendapat keuntungan.

3

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Agar kepentingan orang banyak dapat dilindungi, maka Pemerintah dapat melakukan campur tangan menangani masalah-masalah yang oleh pihak swasta tidak menarik perhatiannya, misalkan saja dalam kondisi pengangguran yang tinggi, maka untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru, atau manakala inflasi relatif tinggi maka Pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan atau peraturan untuk mengatur suplai barang dan permintaan uang dengan kebijakan moneternya atau dengan kebijakan fiskalnya.

Masih dalam kaitannya dengan persamaan pendapatan nasional, persentase perubahan positif (penambahan atau kenaikan) besaran ‘Y’ dari tahun ke tahun menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam konteks besaran komponen ‘G’, Pemerintah menyusun atau merencanakan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan agar mendukung pertumbuhan ekonomi tercapai. Program dan kegiatan beserta anggarannya inilah yang terinci dalam belanja kementerian negara/lembaga sebagai bagian dari APBN setiap tahunnya.

Dari sisi permintaan, penggunaan faktor-faktor produksi menentukan kegiatan perekonomian negara, utamanya tingkat permintaan efektif (permintaan yang disertai dengan kemampuan membayar barang dan jasa yang diminta). Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi rendahnya tingkat pengangguran tergantung dari tinggi rendahnya permintaan efektif. Manakala permintaan efektif semakin besar, berarti daya beli masyarakat semakin tinggi. Produsen mengimbanginya dengan cara

4

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

memperbesar produksinya dan untuk itu dibutuhkan tenaga kerja baru. Permintaan efektif ini dianalisis dari berbagai pelaku ekonomi suatu suatu negara. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengenai multiplier effect pada pengeluaran Pemerintah, yaitu:

∆푌 = ( )

× ∆퐺 dimana Marginal Propensity to

Consume (MPC) adalah cerminan dari efek multiplier terhadap permintaan efektif, dimana

( ) merupakan

kunci peningkatan MPC, inipun juga tergantung dari jenis G-nya. Jika G-nya lebih produktif maka efek multiplier-nya akan lebih besar dan berkesinambungan, sebaliknya jika G-nya kurang produktif maka efek multiplier-nya kurang besar dan sesaat. Contoh G yang produktif adalah pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain. Sementara contoh G yang kurang produktif seperti subsidi yang tidak tepat sasaran atau biaya operasional kantor.

Dari sisi permintaan efektif dalam masyarakat mungkin saja terjadi gangguan oleh kekurangan dana sehingga membutuhkan suntikan dan campur tangan dari Pemerintah. Dalam hal permintaan dianggap rendah, dan dalam rangka mendorong permintaan, biasanya Pemerintah melakukan kebijakan anggaran ekspansif, yaitu membelanjakan uangnya untuk merangsang perekonomian agar dapat seimbang (meskipun untuk ini anggaran pemerintah menjadi defisit). Misalkan saja dengan cara membuka lapangan kerja yang padat karya dan/atau

5

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

memberikan subsidi. Manakala perekonomian kelebihan permintaan sehingga perekonomian menjadi ‘terlalu panas’ (overheating) karena produksi tidak mampu memenuhinya dan menstabilkan kondisi perekonomian yang terlalu cepat, tindakan yang diambil biasanya adalah mengurangi belanja pemerintah dan menaikkan pungutan pajak.

Penjelasan lanjutannya, ekonomi dapat tumbuh bila ada pembangunan, yang mengakibatkan pergerakan sektor-sektor ekonomi (perdagangan, jasa, dan industri). Di sektor industri dan perdagangan misalnya, pendirian pabrik-pabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat. Pendapatan yang meningkat bagi pemilik modal dan buruh merupakan sumber potensial pajak yang akan dipungut Pemerintah. Sektor pertanian juga akan meningkat melalui pembangunan di bidang sarana dan prasarana irigasi, jalan, atau jembatan. Hasil-hasil pertanian akan dapat dipasarkan dengan lebih lancar dan dengan jangkauan yang luas. Dampaknya, pendapatan petani meningkat. Intinya, perubahan-perubahan pada berbagai sektor akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya produksi nasional, pendapatan nasional, dan pendapatan perkapita.

Mengapa Pemerintah terlibat dalam kegiatan ekonomi? Mengapa tidak Pemerintah menyerahkan kepada mekanisme pasar saja? Berikut ini adalah penjelasan mengenai keterlibatan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Pertama, Pemerintah sebagai

6

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pengendali inflasi dan deflasi. Keadaan perekonomian tidak dapat diatasi langsung oleh masyarakat dan mekanisme pasar, tetapi harus dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan instrumen berupa kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Dalam keadaan inflasi yang membesar pemerintah melakukan pengurangan pengeluaran dan peningkatan penerimaan dan mengeluarkan kebijakan uang ketat, dan sebaliknya pada saat deflasi.

Kedua, Pemerintah menyediakan barang-barang publik, yaitu barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh masyarakat (perusahaan ataupun perorangan). Penyediaan barang-barang publik, yang mencakup infrastruktur dan suprastruktur bagi kebutuhan masyarakat luas, seperti jembatan, jalan, keamanan, pertahan nasional, dan lain-lain.

Ketiga, Pemerintah mencegah adanya monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat. Monopoli dan monopsoni, merupakan penguasaan pasar secara tunggal dan penguasaan sumber/pasokan secara tunggal, hal ini bila dikuasai oleh sektor swasta akan memberikan suasana yang tidak sehat apalagi untuk kebutuhan masyarakat luas, pemerintah harus mencegah terjadinya hal tersebut, khususnya terkait barang/jasa yang nilainya strategis bagi kebutuhan masyarakat luas.

Keempat, Pemerintah menjaga stabilitas produksi, kurangnya barang/jasa produksi maka akan mengakibatkan meningkatnya inflasi, namun semua ini sebenarnya dapat dicegah oleh turunnya permintaan pasar,

7

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

yang penting pemerintah perlu mengatur tingkat stabilitas dan kontinuitas barang/jasa bagi kebutuhan masyarakat luas.

Kelima, Pemerintah mengambil alih risiko ekonomi. Pada umumnya masyarakat sangat mendambakan kesejahteraan dan berbagai kemudahan dalam memperoleh berbagai kebutuhan, namun secara individu masyarakat biasa cenderung tidak ingin terjun dalam kegiatan usaha yang berisiko tinggi. Oleh karena itu, risiko ekonomi harus ditanggung oleh pemerintah, seperti riset teknologi, penanggulangan bencana alam, distribusi barang konsumsi, penjaminan deposito dan lain-lain.

Keenam, Pemerintah menanggung adanya biaya ekternal dari perekonomian. Kenyataannya banyak perusahaan yang tidak mampu mengukur faktor-faktor eksternal yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial, dan tidak memperhitungkannya dalam pembiayaan usaha dari hasil produksinya. Bagi perusahaan harga di pasar menjadi dasar pertimbangan untuk mengukur biaya dan penetapan kebijakan harga, di mana dari padanya ia mengukur kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh. Sebagai contoh dari hasil limbah yang ada pada suatu perusahaan, sering kali pihak perusahaan tidak ingin memperhitungkan biaya penanggulangan limbah tersebut sebagai bagian dari biaya produksi, sehingga pemerintah harus melakukan regulasi untuk menanggulangi sebagai perlindungan kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya-biaya yang

8

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

berkaitan dengan social benefit harus ditanggulangi oleh pemerintah.

Ketujuh, Pemerintah menjaga keseimbangan pendapatan masyarakat. Kesenjangan atau perbedaan pendapatan yang terjadi di masyarakat merupakan hal yang terjadi secara alamiah yang ditimbulkan oleh kurangnya kesempatan dalam menggunakan fasilitas yang tersedia, rendahnya pendidikan/keterampilan, kurangnya kreativitas dan inovasi orang-perorangan. Faktor kemalasan, kondisi lingkungan dan kecilnya kesempatan kerja, hal ini menjadi tanggung jawab pihak pemerintah mengingat akan mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat dan tersendatnya perkembangan perekonomian.

Struktur APBN

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, peran APBN sangat penting bagi upaya pencapaian kesejahteraan rakyat. Angka-angka belanja dalam APBN, menunjukkan sektor-sektor prioritas apa yang mendapat perhatian dari pemerintah pada tahun yang direncanakan.

Jadi, apakah APBN itu? Mungkin pembaca mempunyai gambaran sedikit mengenai APBN ini berdasarkan penjelasan di awal. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara sebagai konsekuensi

9

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

penyelenggaraan pemerintahan yang menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

APBN adalah undang-undang yang merupakan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR. Hal ini disebutkan dalam pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sementara Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 menyatakan bahwa APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyusunan APBN ini dilaksanakan setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Secara fisik, APBN ini berwujud dokumen yang berisi Undang-Undang tentang APBN.

Definisi APBN sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undang-undang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (7) UU Nomor 17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Selain itu, berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, penyusunan APBN setiap tahun oleh Pemerintah dilakukan dalam rangka

10

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara.

Wujud APBN dapat diwakili oleh struktur APBN yang dapat dilihat pada Tabel 1.1, yaitu tabel yang berisikan komponen-komponen yang secara garis besar yang terdiri dari: (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara, (c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran, dan (e) Pembiayaan anggaran. Dengan format ini, pendapatan disajikan pada urutan teratas yang kemudian dikurangi dengan belanja negara sehingga dapat diketahui surplus atau defisit. Apabila defisit, disajikan unsur-unsur pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Bentuk tersebut memberikan kejelasan mengenai transparansi dalam penyusunan dan pengelolaan APBN, sekalipun kemudahan analisis seperti misalnya perbandingan dengan APBN negara-negara lain yang juga menerapkan standar Government Financial Statistic, dan kemudahan pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

11

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

A. PENDAPATAN NEGARA

I. PENDAPATAN DALAM NEGERI1. PENERIMAAN PERPAJAKAN

a. Pendapatan Pajak Dalam Negerib. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional

2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKa. Penerimaan SDA

1) SDA Migas2) Non Migas

b. Pendapatan Bagian Laba BUMNc. PNBP Lainnyad. Pendapatan BLU

II. PENERIMAAN HIBAH

B. BELANJA NEGARA

I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT

1. Belanja K/La. Belanja Pegawaib. Belanja Barangc. Belanja Modald. Bantuan Sosial

2. Belanja Non KL

a. Program Pengelolaan Utang Negarab. Program Pengelolaan Hibah Negarac. Program Pengelolaan Subsidid. Program Pengelolaan Belanja Lainnyae. Program Pengelolaan Transaksi Khusus

II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA1. Transfer ke Daerah

a. Dana Perimbanganb. Dana Otonomi Khususc. Dana Keistimewaan DIYd. Dana Transfer Lainnya

2. Dana Desa

C. KESEIMBANGAN PRIMERD. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B)

% Defisit terhadap PDBE. PEMBIAYAAN (I + II)

I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

1. Perbankan dalam negeri2. Non-perbankan dalam negeri

II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)

1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)2. Penerusan Pinjaman (SLA)3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN

KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN

- Produk Domestik Bruto (miliar Rp)- Pertumbuhan ekonomi (%)- Inflasi (%) y-o-y- Tkt bunga SPN 3 bulan (%)- Nilai tukar (Rp/US$1)- Harga minyak (US$/barel)- Lifting Minyak (ribu barel/hari)- Lifting Gas (MBOEPD)- Volume konsumsi BBM bersubsidi (juta KL)

STRUKTUR APBN

Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

12

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam Postur APBN

Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) adalah kemampuan keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara untuk mendanai pengeluaran negara, baik belanja negara maupun pengeluaran pembiayaan. Kemampuan Keuangan Negara juga memperhitungkan penerimaan pembiayaan (non utang). Belanja Negara dalam hal ini adalah belanja pemerintah pusat (K/L dan non K/L) dan transfer ke daerah.

Dari sisi materi, penyusunan kapasitas fiskal pada dasarnya merupakan penyusunan postur APBN (I-account) secara utuh yang dilakukan dalam rangka menyusun pagu indikasi kemampuan negara yang pada tahap selanjutnya mengalami penyesuaian atau perubahan sesuai dinamika internal pemerintahan sepanjang proses penyusunannya menuju Rancangan APBN.

Kapasitas fiskal dalam postur APBN lengkap harus disetujui oleh sidang kabinet. Kemudian, kapasitas fiskal disampaikan kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas untuk menyusun pagu indikatif belanja K/L. Hal tersebut sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, “Kementerian Keuangan menyampaikan kapasitas fiskal kepada Bappenas pertengahan Pebruari”;.

13

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penyusunan kapasitas fiskal tersebut, tidak hanya dilakukan untuk tahun yang direncanakan tetapi termasuk kapasitas untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework), misal ketika menyusun kapasitas fiskal RAPBN 2016 pada triwulan I 2015 juga disusun kapasitas fiskal untuk 2017 – 2019. Konteks penyusunan ini adalah dalam kerangka membuat perkiraan mengenai kapasitas fiskal yang ada pada tahun yang direncanakan dan proyeksi untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sesudahnya. Mekanisme penyusunan ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses penyusunan RAPBN. Dengan gambaran utuh postur APBN inilah kapasitas fiskal dapat diketahui.

Pembentukan postur APBN dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal mencakup lima langkah utama, yaitu (1) me-review atas MTEF dan realisasi terkait (misal kebijakan) dan besaran pendapatan, belanja, defisit, serta financing; (2) menyusun asumsi dasar ekonomi makro berdasarkan prospek perekonomian global dan domestik yang realistis; (3) mengindentifikasi dan memproyeksi pendapatan negara; (4) merumuskan usulan berbagai kebijakan APBN, baik di sisi pendapatan, belanja, keseimbangan umum, dan pembiayaan (penerimaan dan pengeluaran) serta identifikasi potensi belanja negara terkait inisiatif baru; dan (5) mengidentifikasi kebutuhan belanja untuk kebutuhan penyelenggaraan negara.

Dalam proses penganggaran, masing-masing besaran komponen postur APBN ini ditentukan atau dipengaruhi oleh asumsi dasar ekonomi makro. Komponen pendapatan

14

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP, lifting gas dan lifting minyak. Komponen belanja dipengaruhi oleh inflasi dan kurs. Komponen defisit (surplus belum pernah terjadi dalam pembentukan postur APBN selama ini, jadi tidak dijelaskan) tidak dipengaruhi langsung oleh asumsi dasar ekonomi makro tetapi oleh kondisi keseimbangan antara belanja-pendapatan. Sementara itu, komponen pembiayaan dipengaruhi langsung oleh besaran defisit, kebijakan investasi pemerintah, dan kurs. Dampak perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap postur APBN dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3.

Berdasarkan pengaruh asumsi dasar ekonomi makro ini masing-masing komponen postur APBN diperkirakan besaran angkanya. Penghitungan masing-masing komponen postur APBN dilakukan secara paralel atau bersamaan. Baru kemudian masing-masing komponen ini diharmonisasikan menjadi postur APBN utuh dan ideal. Acuan harmonisasi postur APBN antara lain antisipasi gejolak ekonomi dunia, besaran defisit, kebutuhan belanja yang berkeadilan, atau risiko fiskal dan antisipasi bencana alam.

Penghitungan komponen postur APBN juga memperhatikan karakteristik yang dimiliki tiap komponen. Pendapatan dapat dipastikan merupakan perkiraan maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP, dan hibah. Untuk belanja, harus mempertimbangkan pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan

15

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

penyelenggaraan operasional dan pengeluran wajib seperti belanja pegawai, pembayaran bunga utang, belanja barang operasional, subsidi dan lain-lain, termasuk cadangan untuk darurat/mendesak dan risiko fiskal. Sedangkan untuk defisit harus mempertimbangkan batasan yang diperbolehkan (amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2003) dibatasi 3% dari PDB untuk konsolidasi APBN dan APBD. Dalam hal pembiayaan, ini merupakan perkiraan maksimal yang dapat diperoleh pemerintah melalui utang.

Kapasitas fiskal yang disampaikan kepada Bappenas tersebut berupa informasi mengenai potensi belanja yang nantinya dapat digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan K/L yang meliputi belanja operasional dan pembangunan yang merupakan prioritas nasional. Dalam informasi tersebut terinci berapa kapasitas fiskal yang tersedia untuk belanja K/L, berapa yang merupakan angka dasar, dan berapa yang merupakan potensi fiskal yang dapat digunakan untuk mendanai berbagai usulan inisiatif baru.

Dalam proses penghitungan tiap komponen, komponen belanja telah memperhitungkan biaya operasional, pengeluaran wajib (non discretionary spending), belanja antisipasi untuk berbagai keperluan dan cadangan sebagai angka dasar. Jika masih ada potensi anggaran belanja yang belum digunakan, potensi tersebut digunakan untuk menambah pendanaan inisiatif baru.

16

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Kom

pone

nPe

ngar

uhAD

EMKa

rakt

erist

ik

Pend

apat

anpe

rtum

buha

nek

onom

i, in

flasi,

ku

rs, I

CP, d

anlif

ting

min

yak

perk

iraan

mak

simal

Bela

nja

infla

si, k

urs,

SPN

3

bula

n, IC

P, d

anlif

ting

min

yak

Biay

aop

eras

iona

ldi

perk

iraka

nm

enca

pai

80%

dar

ito

tal b

elan

jape

mer

inta

hpu

sat

Defis

it(d

ipen

garu

hiol

ehpe

ndap

atan

-bel

anja

)

mak

simal

2,5%

dar

iPD

B

Pem

biay

aan

Kurs

perk

iraan

mak

simal

Kom

pone

nJu

mla

h(t

riliu

nRu

piah

)

Pend

apat

an1.

300

Bela

nja

K/

L …

……

……

……

Angk

aDa

sar…

……

oO

pera

siona

l…o

Non

–ops

……

Inisi

atif

Baru

……

….

N

on-K

/L …

……

……

1.49

163

656

619

836

8 70 855

Defis

it19

1

Pem

biay

aan

150

Peng

aruh

Asum

siDa

sarE

kono

mi

Mak

ro(A

DEM

) dan

Kara

kter

istik

Kom

pone

n

Peng

hitu

ngan

tiap

Kom

pone

n

diha

rmon

isas

ikan

dala

mPo

stur

APBN

utu

hda

nid

eal

Angk

ade

fisit

deng

anpe

mbi

ayaa

nha

russ

ama.

Kom

pone

nJu

mla

h(t

riliu

nRu

piah

)

Pend

apat

an1.

300

Bela

nja

K/

L …

……

……

……

Angk

aDa

sar…

……

oO

pera

siona

l…o

Non

–op

s……

Inisi

atif

Baru

……

….

N

on-K

/L …

……

……

1.45

059

556

619

836

8 29 855

Defis

it15

0

Pem

biay

aan

150

Untu

km

enca

paia

ngka

defis

it15

0 (s

ama

dg k

emam

puan

pem

biay

aan)

, bel

anja

dipa

ngka

sseb

esar

41 p

ada

bagi

anin

isia

tifba

ru.A

ngka

kapa

sita

sfis

kaly

ang

disa

mpa

ikan

keBa

ppen

asad

alah

368

+ 29

=

397

Gam

bar

1.1

Mek

anis

me

Peny

usun

an P

ostu

r AP

BN

17

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dari contoh pembentukan postur APBN yang telah diharmonisasikan tersebut dapat diketahui kapasitas fiskal belanja K/L untuk tahun yang direncanakan sebesarRp595 triliun dengan rincian: sebesar Rp566 triliun untuk baseline belanja K/L (angka dasar) dan sebesar Rp29 triliun merupakan potensi untuk inisiatif baru. Pada angka dasar masih dapat dirinci menjadi belanja operasional sebesar Rp198 triliun dan non-operasional sebesar Rp368 triliun.

BOKS 1.1

Penyusunan Postur APBN Berdasarkan

Komponen Pembentuknya

Pendapatan Negara

Secara sederhana, penentuan target pendapatan negara (salah satunya) dipengaruhi oleh asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun yang direncanakan. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada tahun yang direncanakan, berkorelasi positif terhadap pendapatan negara yang berasal dari pajak yang akan menjadi penerimaan negara. Mengapa? Besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi mencerminkan kegiatan ekonomi bergerak/berkembang dari satu periode ke periode berikutnya. Pergerakan ekonomi yang merupakan dasar pemungutan penerimaan negara menjadi acuan untuk merencanakan target pendapatan negara. Target-target pendapatan inilah yang nantinya menjadi basis perhitungan penerimaan pajak yang merupakan sumber penerimaan negara.

18

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Belanja Negara

Secara umum, proyeksi belanja negara pada tahun yang direncanakan memperhatikan realisasi belanja negara tahun-tahun sebelumnya, pengaruh asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan beserta risikonya, berbagai parameter belanja Negara, serta kebijakan-kebijakan yang diusulkan untuk ditempuh di bidang belanja negara beserta risikonya.

Pada tahap awal, Ditjen Anggaran c.q. Dit P-APBN menyusun proyeksi besaran belanja negara per jenis belanja (pegawai, barang, modal, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja lain-lain, belanja transfer ke daerah). Sebagai acuan awal proyeksi kebutuhan per jenis belanja tersebut dilakukan dengan memberikan alokasi belanja untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat wajib (nondiscretionary) seperti belanja pegawai (gaji dan tunjangan serta kontribusi sosial/iuran asuransi kesehatan dan pensiun), belanja barang operasional, subsidi, pembayaran bunga utang, serta memperhitungkan kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi (kurang bayar) pada tahun-tahun sebelumnya (contoh : kurang bayar tunjangan profesi guru, kurang bayar subsidi).

Tahap selanjutnya, jumlah kebutuhan alokasi yang dihasilkan dari proses tersebut kemudian dikonsolidasikan dengan sumber pendanaan yang tersedia melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi sumber-sumber pendanaan dari tiap-tiap jenis belanja yang sumber pendanaannya sudah tersedia secara earmark, yaitu: PHLN, PNBP, BLU, SBSN.

2. Komponen belanja yang sumber pendanaannya belum terpenuhi dari tahap 1, akan dipenuhi dari rupiah murni (RM) yaitu kapasitas fiskal neto yang tersedia

3. Bila terdapat kebutuhan yang belum tersedia pendanaannya (dalam batasan defisit yang disepakati) akan dipenuhi dari pendanaan yang diidentifikasi tahap selanjutnya.

4. Namun apabila setelah tahap 3 diselesaikan masih terdapat dana yang tersedia, maka akan di exercise untuk dialokasikan pada

19

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

belanja prioritas, anggaran antisipasi krisis atau pengurangan defisit. Namun bila justru sebaliknya terdapat kekurangan maka akan dilakukan identifikasi sumber pendanaan melalui langkah-langkah: (a) pengurangan alokasi/realokasi belanja, (b) identifikasi sumber pendapatan tambahan, atau (c) identifikasi sumber pembiayaan tambahan, atau (d) kombinasi dari ketiganya.

Selanjutnya proyeksi masing-masing jenis belanja tersebut dikompilasi dan dikelompokkan dalam alokasi belanja pemerintah pusat dan alokasi transfer ke daerah. Untuk belanja pemerintah pusat, terdapat rincian mengenai proyeksi total kebutuhan masing-masing jenis belanja, baik yang merupakan bagian dari belanja K/L maupun Non-K/L. Rincian Belanja KL mencakup belanja pegawai, barang, modal, dan bantuan sosial. Untuk Belanja non KL mencakup pembayaran Bunga Utang, Subsidi, belanja pegawai khusus yang berkaitan dengan kontribusi sosial dan dana transito, Bantuan Sosial untuk Dana darurat/penanggulangan bencana alam, belanja lain-lain untuk kebutuhan mendesak, Cadangan untuk mengantisipasi perubahan kebijakan (policy measures), transfer ke daerah, dan cadangan risiko fiskal.

Proyeksi kapasitas fiskal yang disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri Perencanaan utamanya menjelaskan mengenai indikasi kapasitas fiskal yang tersedia untuk pagu belanja K/L (pagu indikatif). Indikasi belanja tersebut mencakup angka baseline (menampung kebutuhan untuk belanja operasional dan biaya non-operasional) dan potensi anggaran untuk insiatif baru beserta indikasi peruntukannya. Peruntukan inisiatif baru difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas dengan kriteria: (i) memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang belum tercapai, dan (ii) arahan Presiden seperti hasil Sidang Kabinet atau memenuhi amanat ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Instruksi Presiden atau Keputusan Presiden.

Pembiayaan

Dalam proses penyusunan kapasitas fiskal juga memerlukan proyeksi pembiayaan anggaran yang secara total merupakan konsekuensi dari

20

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

adanya defisit dan secara rinci merupakan konsekuensi dari posisi ketersediaan sumber-sumbernya. Oleh karena itu, pada pekan pertama dan kedua di bulan Februari, Dit. P-APBN melakukan penyusunan usulan kebijakan dan exercise Pembiayaan Anggaran RAPBN. Pembiayaan juga ditentukan oleh rencana dan kebijakan investasi pemerintah.

Siklus Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penyusunan anggaran belanja kementerian negara/lembaga (KL) secara garis besar dibagi dalam tahapan perencanaan dan penganggaran. Namun pada tahapan perencanaan juga terdapat tahapan penganggaran (penyusunan kapasitas fiskal). Bahkan pada akhirnya kedua tahapan bersinggungan pada saat penetapan pagu indikatif. Urutan proses dan tahapan perencanaan dimaksud terdiri dari:

1. Penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional;

2. Kementerian Negara/Lembaga (KL) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru, dan indikasi kebutuhan anggaran;

3. Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan, mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan, serta

21

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

menganalisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi kebutuhan dananya;

4. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;

5. Pertemuan Pra tiga pihak (pra trilateral meeting) 6. Pagu indikatif dan penetapan rancangan awal Rencana

Kerja Pemerintah; 7. KL menyusun rencana kerja (Renja); 8. Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) antara

Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;

9. Penyempurnaan rancangan awal RKP; 10. Pembahasan RKP dalam pembicaraan pendahuluan

antara Pemerintah dengan DPR; 11. Penetapan RKP.

Dari proses di atas, terdapat juga dokumen perencanaan selain RKP yang dihasilkan dalam proses perencanaan, yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L). Renja adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari RKP dan akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh KL, arah kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Bagi K/Lyang terkait langsung dengan pencapaian prioritas pembangunan nasional pada tahun tertentu, program dan kegiatannya harus dapat secara langsung mencerminkan pencapaian prioritas

22

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Informasi yang ada di dalam dokumen Renja meupakan perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, pencapaian positif yang sifatnya mendasar sebagai hasil program/kegiatan yang dilaksanakan oleh unit eselon I KL.

Contoh mekanisme secara sederhana penyusunan draft awal RKP pada Program Anak Usia Dini dapat dilihat pada Gambar 1.2.

23

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penjelasannya, untuk prioritas pembangunan sumber daya manusia (SDM), Program Pendidikan Anak Usia Dini berencana untuk mengubah rasio anak usia dini yang bersekolah menjadi 1:3. Angka atau rasio 1:3 ini diperoleh melalui evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya (misal rasionya 1:4) dan harapan memperbaiki kondisi pendidikan anak usia dini pada tahun yang direncanakan.

Pada kolom paling kanan dari gambar di atas terdapat pagu indikatif. Pagu indikatif ini merupakan ancar-ancar alokasi anggaran usulan pemerintah. Ruang lingkup pagu indikatif yang ada dalam draft awal pagu anggaran belanja dalam rangka pencapaian prioritas nasional saja, tidak termasuk anggaran untuk kebutuhan biaya operasional seperti belanja gaji pegawai atau operasional kementerian/lembaga.

Dalam hal anggaran total K/L, alokasi anggaran belanja suatu K/L secara keseluruhan (biaya operasional dan rencana pencapaian kinerja prioritas nasional ) bisa kita lihat dalam surat bersama Kementerian Keuangan dan Bappenas mengenai pagu indikatif.

Selanjutnya, penyusunan anggaran belanja K/L menginjak tahapan penganggaran. Berikut ini merupakan tahap penganggaran yang meliputi: 1. Penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan

nasional yang menghasilkan konsep kebijakan RAPBN;

24

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

2. Penyusunan kapasitas fiskal (resource envelope) sebagai bahan penyusunan pagu indikatif dan konsep kebijakan fiskal;

3. Penyusunan pagu indikatif yang kemudian diterbitkan surat edaran bersama Menteri Keuangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan

4. Perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi makro dan rencana kerja pemerintah.

5. Penyusunan pagu anggaran yang digunakan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan dan RUU RAPBN

6. Penyampaian RAPBN oleh Pemerintah ke DPR, pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-Undang APBN

7. Persetujuan DPR setelah Pembahasan RAPBN dan RUU APBN ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN.

8. Setelah UU APBN disahkan oleh DPR, Pemerintah menerbitkan Keppres tentang Rincian Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.

9. Pemerintah menerbitkan DIPA untuk diserahkan ke masing-masing Satker.

Proses dan tahapan penganggaran memperlihatkan beberapa dokumen anggaran yang dihasilkan atau ditetapkan. Beberapa dokumen ini meliputi: SEB Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas, Peraturan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah, UU APBN, persetujuan anggaran oleh DPR, dan RKAKL.

25

Pendahuluan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Secara ringkas, proses penganggaran (sampai dengan penetapannya sebagai UU APBN) diilustrasikan sebagaimana Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran

BAB 2

PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

Sektor-Sektor Prioritas

Pembangunan Nasional

BAB 2

PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

Penyusunan pagu indikatif sebagai bagian dari penyusunan anggaran belanja K/L merupakan suatu proses yang menghasilkan keluaran berupa surat bersama Menteri Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Pagu Indikatif dan rancangan awal RKP. Substansi materi surat ini berisikan Informasi mengenai indikasi pagu belanja tiap-tiap K/L. Pagu belanja tersebut masih dirinci lagi dalam program dan sumber dana sebagaimana contoh Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif(Miliar Rupiah)

No Kementerian Negara/Lembaga

(K/L)

Program Sumber Dana Jumlah

Rupiah Murni

PNBP dan BLU

Pinjaman Luar Negeri

Hibah Luar Negeri

1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Program Pendidikan Tinggi

2.000 500 100 50 2.650

Program Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Kementerian Dikbud

1.000 15 0 20 1.035

Sub total 3.000 515 100 70 3.685

2 Kementerian Kesehatan

dst

27

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Yang menarik atau ingin diketahui bukan pada besaran anggaran untuk tiap program tetapi bagaimana proses penentuan atau penetapan besaran anggaran tersebut dilakukan. Jika menunjuk tabel di atas, bagaimana proyeksi anggaran untuk Program Pendidikan Tinggi tersebut sebesar Rp2.650 miliar, bukan Rp1.000 miliar; pertimbangan apa yang melatarbelakangi penentuan angka tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan terjawab melalui pemahaman atas proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana gambaran prosesnya yang terdiri dari beberapa tahapan penting berikut ini (Gambar 2.1).

Dalam kaitannya dengan pembahasan tiap-tiap subbagian, uraian penjelasannya mengacu pada proses penyusunan pagu indikatif sebagaimana Gambar 2.1. Namun demikian, proses pada evaluasi angka dasar dan penyusunan inisiatif baru dimaksud disatukan dalam pembahasan, mengingat materi yang disajikan sama. Pembedanya hanya peran dari

28

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

masing-masing pihak (K/L, Kementerian PPN, dan Kementerian Keuangan) sesuai tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, penyajian subbagian dalam bab ini merupakan perpaduan berdasarkan topik dan proses sehingga menjadi: Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional; Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru; Pra-trilateral Meeting; Penyusunan Perkiraan Kapasitas Fiskal; dan Penetapan Pagu Indikatif.

Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional

Penyusunan APBN untuk tahun yang direncanakan diawali dengan penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional oleh Presiden berdasarkan hasil evaluasi kebijakan berjalan (Pasal 7 ayat 1, Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini dilakukan pada bulan Januari.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) masih dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010, arah kebijakan adalah penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu, arah kebijakan ini berisi satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran strategis penyelenggaraan pemerintahan dan

29

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur. Selain itu, penetapan arah kebijakan ini juga menjadi dasar penyusunan kebijakan fiskal dalam RAPBN untuk pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.

Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua tahun sebelum tahun anggaran berjalan (tahun t-2). Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka penyusunan konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan November 2012 sehingga dapat disampaikan oleh Presiden pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan yang terjadi di tahun 2012 dengan rencana di tahun 2013.

Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran memegang peranan penting dalam menyusun usulan konsep arah kebijakan tersebut. Kegiatan penyusunan konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui berbagai dokumen risalah sidang kabinet, rapat terbatas, retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya. Selanjutnya, rumusan arahan tersebut digunakan sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam penyusunan usulan arah, prioritas, dan kebijakan tahunan yang direncanakan dalam RAPBN.

Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui inventarisasi dan klasifikasi arahan menurut tema dan bidang, Ditjen Anggaran memformulasikan konsep usulan arah kebijakan kepada Kementerian Keuangan.

30

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan usulan arah kebijakan kepada Presiden yang nantinya merupakan bahan acuan untuk kebijakan umum RAPBN dalam sidang kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang direncanakan. Tahapan penyusunan Arah Kebijakan beserta Pemangku Kepentingan dan output-nya dideskripsikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan

No. Kegiatan Output Keterangan

1. Penyusunan Konsep Usulan Arahan Presiden untuk RAPBN tahun t+1:

Usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan RAPBN

Disampaikan kepada Menteri Keuangan

a. Inventarisasi bahan arahan Presiden dari risalah sidang kabinet/rapat terbatas/retreat/ acara rapim lainnya

Hasil kesepakatan Konsep Arahan Presiden

Dipaparkan di Ditjen dalam Rapim DJA pada bulan November tahun t-2

31

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

b. Klasifikasi arahan presiden menurut tema/bidang

Usulan tema RKP, Tema Kebijakan Fiskal, Strategi Kebijakan Fiskal dan Prioritas Aksi per Bidang

c. Formulasi konsep usulan arahan Presiden, kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional

Konsep usulan arahan Presiden RAPBN tahun t sebagai bahan acuan untuk Kebijakan umum RAPBN tahun t+1

Disampaikan Kepada Menteri Keuangan untuk selanjutnya diusulkan dalam kesempatan sidang kabinet dan forum setingkat lainnya.

32

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

2. Surat Menteri Keuangan tentang usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional

Usulan arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional.

Disampaikan kepada Presiden melalui Menko Perekonomian dan Wapres di bulan Januari

Apabila melihat materi dari arahan kebijakan Presiden, arahan dimaksud pada dasarnya merupakan cikal-bakal kebijakan fiskal untuk RAPBN tahun yang direncanakan dan untuk pertama kali dikomunikasikan dengan DPR dalam Pembicaraan Pendahuluan melalui Kebijakan Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF).

Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana Inisiatif Baru

Tahap penting dalam proses penyusunan anggaran belanja K/L adalah K/L melakukan evaluasi dan menyampaikan atas angka dasar dan mengusulkan adanya inisiatif baru (jika ada). Untuk selanjutnya, berdasarkan evaluasi K/L tersebut, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN) melakukan evaluasi/menetapkan angka dasar dan menilai usulan inisiatif baru yang diajukan oleh K/L.

33

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Pada dasarnya antara substansi kegiatan yang dilakukan oleh K/L dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan beserta Kementerian PPN dalam rangka evaluasi (review) angka dasar dan usulan inisiatif baru adalah hal yang sama. Yang membedakan adalah masalah kewenangannya (K/L mengusulkan; Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN menilai/menetapkan).

Evaluasi (review) angka dasar dan inisiatif baru merupakan mekanisme atau cara kerja dari salah satu pendekatan dalam penganggaran, yaitu Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Mengingat sebagai suatu mekanisme atau cara, tentunya pemahaman atas cara ini harus didahului dengan pemahaman mengenai KPJM itu sendiri. Salah satunya adalah landasan konseptual yang membentuk pendekatan KPJM.

Box 2.1

Penganggaran dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)

Pengertian pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan. Artinya, pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dampak anggarannya dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran. Implikasi biaya atau anggaran atas keputusan tersebut dituangkan dalam besaran angka prakiraan maju.

Pengertian KPJM tersebut di atas menunjukkan bahwa ada 2 (dua) hal pokok terkait dengan penerapannya: kredibilitas kebijakan yang tinggi dan kebijakan fiskal yang handal. Kredibilitas kebijakan yang tinggi dapat tercapai apabila K/L mempunyai fleksibilitas dalam penentuan kebijakan dan

34

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

prioritasnya. Pada saat yang bersamaan K/L mempunyai informasi mengenai sumber daya yang tersedia. Informasi atas ketersediaan sumber daya tersebut dimaksudkan untuk mengurangi ketidakpastian penyediaan dana di masa yang akan datang, serta untuk membiayai berbagai kebijakan baru dengan memperhitungkan implikasi kebijakan baru terhadap kesinambungan fiskal. Dengan demikian K/L dapat memusatkan perhatian pada kebijakan yang dapat dibiayai, dan pada akhirnya disiplin fiskal terjaga.

Berikut ini adalah contoh keberhasilan penerapan KPJM di 2 (dua) negara dalam mendukung disiplin fiskal yang pada gilirannya mendukung adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability). Defisit anggaran belanja negara Swedia setelah penerapan KPJM dalam proses penganggarannya mengalami perubahan yang mendasar (significant), semula defisit 10,8 % dari Product Domestic Bruto, menjadi surplus 4,8 % pada tahun 2001. Investasi pemerintah Inggris mengalami peningkatan secara significant dari 20 miliar pounds pada tahun 1997, menjadi 31 miliar pounds pada tahun 2003 setelah penerapan KPJM.

Bagaimana penerapan KPJM dalam sistem penganggaran di Indonesia? Penerapan KPJM di Indonesia sampai dengan tahun anggaran 2009 masih sebatas himbauan agar K/L mengisi pada kolom-kolom dalam dokumen penganggaran (RKA-K/L). Seandainya kolom-kolom yang terkait dengan KPJM sudah diisi, masih perlu diuji lebih lanjut apakah pengisian kolom KPJM tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan alokasi anggaran pada tahun sesudah tahun anggaran yang direncanakan. Hal ini dapat dimaklumi karena Kementerian Keuangan belum dapat menyampaikan prakiraan anggaran untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework)

35

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kepada K/L sebagai batasan anggaran (budget constrain) pada masing-masing program/kegiatan yang akan dilaksanakan K/L pada tahun-tahun mendatang melalui prakiraan kedepan (forward estimate), baik dari sisi capaian kinerja maupun anggaran.

Hal pertama berkaitan dengan pengertian KPJM. KPJM atau Medium Term Expenditure Framework (MTEF) ialah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan yang m enimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. Kebijakan dalam konteks sistem penganggaran tersebut melekat pada output yang dihasilkan oleh kegiatan.

Hal kedua berupa tujuan dari penerapan KPJM. Tujuan penerapan KPJM mencakup beberapa hal sebagai berikut.

1. Pengalokasian sumber daya anggaran yang lebih efisien (allocative efficiency) mengingat telah mempertimbangkan pilihan penggunaan sumber daya yang lebih ekonomis.

2. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran (to improve quality of planning) dengan memasukkan pertimbangan mengenai kesinambungan pencapaian target dan ketersediaan anggaran.

3. Lebih fokus terhadap pilihan kebijakan prioritas (best policy option) karena memperbaiki alokasi pendanaan yang sesuai dengan urutan penting-tidaknya dari target yang hendak dicapai. Disamping itu juga, ada kepastian

36

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

akan alokasi anggaran, apalagi jika kebutuhannya bersifat multiyears.

4. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline) karena memberi batasan (hard budget constraint) dalam hal usulan anggaran.

5. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) karena meningkatkan keseimbangan makroekonomi dengan mengembangkan kerangka ketersediaan dana yang konsisten dan realistis.

Hal ketiga adalah mengenai landasan konseptual yang mendasari pemikiran pendekatan KPJM. Dari sisi konsep pemikiran, ada lima hal mendasar yang membentuk konsep KPJM ini: anggaran bergulir (rolling budget); angka dasar; penyesuaian angka dasar; parameter; tambahan anggaran bagi kebijakan baru. Masing-masing kerangka pemikiran pembentuk konsep KPJM akan dijelaskan lebih lanjut.

Anggaran bergulir (rolling budget) sebagai suatu praktik yang lazim di sektor privat atau perusahaan swasta. Istilah ini juga berkaitan dengan sifat yang berkesinambungan dari suatu anggaran. Secara bebas, pengertian anggaran bergulir adalah menggabungkan perubahan dari periode tahun anggaran sebelumnya ke periode anggaran tahun yang direncanakan. Anggaran bergulir ini mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi selama periode proyeksi. Anggaran bergulir tidak memerlukan sumber daya banyak (dari sisi usaha, waktu, dan dana) dalam proses perencanaan anggarannya. Yang diperlukan ialah penggabungan perubahan dari periode sebelumnya.

37

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dengan demikian, penyusunan proyeksi anggaran untuk tahun yang direncanakan lebih menghemat biaya dan waktu. Intinya, perencana anggaran tidak perlu lagi menyusun proyeksi anggaran pada tahun yang direncanakan memulai lagi dari nol.

Contohnya adalah output Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Kegiatan Peningkatan Akses Pendidikan Dasar. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan (2015), perencana memperhatikan kebijakan BOS pada tahun berjalan sebagai angka dasar (2014). Misal, terdapat 1.000 siswa penerima BOS @ Rp1.000.000,00; alokasi anggaran BOS sebesar Rp1.000.000.000,00. Selanjutnya, Pemerintah berencana menaikkan BOS pada tahun 2015 untuk tiap siswa yang semula Rp1.000.000,00 menjadi 1.300.000,00 karena ada tambahan komponen berupa seragam sekolah. Jadi, proyeksi besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang direncanakan adalah:

- Angka dasar

(sebagai dasar kebijakan) Rp1.000.000.000,00 - Tambahan kenaikan BOS

(sebagai kebijakan baru) Rp 300.000.000,00 + Proyeksi anggaran BOS Rp1.300.000.000,00

Konsep anggaran bergulirnya terletak pada perencana tidak lagi memikirkan berapa angka BOS pada tahun yang direncanakan mulai dari awal, seperti apa saja komponennya; berapa biaya masing-masing komponen

38

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

tersebut; apa yang dipakai sebagai dasar perhitungan masing-masing komponen. Perencana sudah mempunyai modal (dasar kebijakan) berupa angka BOS sebesar Rp1.000.000,00 per siswa/tahun dan informasi mengenai komponennya. Perencana tinggal mengakomodir adanya perubahan kebijakan tadi (tambahan komponen seragam siswa yang sebelumnya tidak ada). Intinya, perencana hanya menggulirkan kebijakan lama untuk diubah/disesuaikan menjadi kebijakan baru.

Dalam hal angka dasar, sebenarnya antara landasan konseptual KPJM pertama dan kedua mempunyai substansi hampir mirip, hanya saja sudut pandangnya (angle) agak berbeda. Sudut pandang landasan konseptual pertama (anggaran bergulir) mengambil aspek kebijakan. Sementara sudut pandang kedua (angka dasar) mengambil aspek alokasi anggarannya. Sebagai contoh proyeksi anggaran BOS di atas, yang dimaksud dengan angka dasar adalah besaran alokasi anggaran Rp1.000.000.000,00. Angka ini diambil dari data alokasai anggaran kegiatan yang menghasilkan output BOS pada tahun berjalan (tahun t)1.

Setelah diketahui angka dasar, perlu adanya mekanisme penyesuaian angka dasar. Dasar kebijakan yang berdampak pada penghitungan angka dasar masih mungkin mengalami perubahan atau tidak bersifat tetap dari tahun ke tahun karena dinamika kondisi yang mempengaruhinya. Dasar

1 Maksud istilah yang digunakan: tahun t-1=satu tahun sebelum tahun berjalan; tahun t=tahun berjalan; dan tahun t+1=satu tahun setelah tahun berjalan dst.

39

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kebijakan tersebut harus dievaluasi setiap tahunnya pada saat memproyeksikan/merencanakan anggaran pada tahun direncanakan. Masih mengambil contoh anggaran belanja output BOS di atas, hasil evaluasi menemukan adanya 100 dari 1.000 siswa yang telah lulus sekolah. Hal ini berarti ada 100 orang yang harus dihapus dari target penerima BOS pada tahun yang direncanakan. Dengan kata lain, pada tahun yang direncanakan hanya ada 900 siswa saja sebagai target. Jadi, penyesuaian angka dasar adalah penyesuaian besaran angka dasar karena adanya perubahan target penerima BOS setelah ada evaluasi, semula Rp1.000.000,00 X 1.000 = Rp1.000.000.000,00 menjadi Rp1.000.000,00 X 900 = Rp900.000.000,00.

Salah satu yang mengharuskan adanya penyesuaian adalah parameter. Yang dimaksud dengan parameter dalam kaitannya dengan KPJM adalah angka ataupun indeks yang dijadikan acuan dalam penghitungan angka dasar dan penyesuaiannya. Dalam contoh kasus alokasi anggaran BOS di atas, parameternya adalah besaran biaya sebesar Rp1.000.000,00 tiap siswa/tahun.

Setelah diketahui angka dasar hasil penyesuaian, tentu ada pertanyaan bagaimana mendanai kebijakan baru pada tahun yang direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya mekanisme usulan tambahan anggaran bagi kebijakan baru (new initiatives).

Sekali lagi pendekatan KPJM berhubungan dengan kebijakan. Apabila ada kebijakan baru kemungkinan besar berpengaruh kepada alokasi anggaran. Oleh karena itu,

40

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pendekatan KPJM ini memberikan peluang adanya tambahan anggaran karena adanya kebijakan baru (inisiatif baru). Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan adanya tambahan penerima BOS semula 1.000 siswa menjadi 1.500 siswa pada tahun yang direncanakan. Tentunya usulan tambahan 500 siswa sebagai target penerima BOS mempunyai dampak penambahan anggaran. Perhitungan anggaran BOS berdasarkan kebijakan ini adalah Rp1.000.000,00 X 1.500 = Rp1.500.000.000,00 dengan rincian Rp1.000.000.000,00 merupakan angka dasar dan Rp500.000.000,00 merupakan tambahan anggaran sebagai inisiatif baru.

Jadi berdasarkan contoh kasus di atas, yang dimaksud dengan angka dasar ialah indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan Pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, istilah angka dasar ini banyak dipakai dalam berbagai konteks, seperti dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Pendapatan dan Belanja Negara, serta Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L). Dalam pembahasan bahan pembelajaran ini, angka dasar dimaksud merujuk pada istilah yang digunakan dalam dokumen RKA-K/L yaitu angka dasar dalam tahun yang direncanakan dan 3 tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.

41

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Mekanisme penerapan angka dasar dan inisiatif baru sebagai bagian dari kerangka berpikir KPJM dalam proses penganggaran dapat dijelaskan berdasarkan Gambar 2.2. Ada dua bagian dalam diagram tersebut. Bagian atas menjelaskan mengenai dampak suatu kebijakan terhadap implikasi pendanaan atau anggarannya. Jika kita menghitung proyeksi besaran anggaran belanja dari suatu kebijakan pada tahun yang direncanakan (termasuk besaran angka prakiraan majunya), ada pertanyaan mendasar yang menjadi perhatian, yaitu status kebijakan yang sedang berjalan: apakah masih dilanjutkan pada tahun yang direncanakan; apakah kebijakan tersebut selamanya dilaksanakan sepanjang berdirinya organisasi; atau kapan kebijakan tersebut selesai atau berhenti.

42

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Diagram tersebut mengandaikan bahwa ada kebijakan pada tahun anggaran yang sedang berjalan (2011). Selanjutnya, kebijakan tersebut dilanjutkan pada tahun yang direncanakan (2012) serta pada prakiraan maju 2013-2014.

Bagian kedua, diagram mengenai konteks perencanaan yang berdimensi lebih dari satu tahun anggaran. Dimensi penganggaran pemerintah pusat terkait penerapan KPJM adalah 3 tahun. Satu tahun dari tahun yang berjalan adalah tahun yang direncanakan (2012). Dua tahun dari tahun yang sedang berjalan (2013-2014) adalah prakiraan maju.

Dalam uraian dan penjelasan di atas, ada sedikit informasi bahwa angka dasar pada tahun yang direncanakan harus disesuaikan melalui proses evaluasi atau review. Proses review adalah melihat kembali kebijakan dan dampak anggarannya untuk digunakan sebagai dasar pengalokasain anggaran pada tahun yang direncanakan (tahun t+1) maupun proyeksi 2 tahun mendatang (tahun t+2 dan tahun t+3 yang dikenal sebagai prakiraan maju atau forward estimate). Konteks kebijakan dimaksud diletakkan dalam kerangka struktur anggaran. Untuk ini, perencana harus melihat kembali struktur anggaran sebagai sebagaimana Gambar 2.3.

43

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Secara umum struktur anggaran terdiri dari program yang menghasilkan outcome dan kegiatan yang menghasilkan output. Dalam rangka menghasilkan output kegiatan dimaksud, proses pencapaiannya melalui tahapan yang disebut komponen. Komponen ini ada yang bersifat utama atau penunjang. Komponen utama adalah komponen yang mempengaruhi volume output secara langsung. Sebaliknya, komponen penunjang adalah komponen yang tidak berpengaruh secara langsung kepada volume output. Letak kebijakan dalam konteks penganggaran, khususnya berkenaaan dengan penghitungan prakiraan maju berada pada tingkat output kegiatan.

Karena pendekatan penganggaran KPJM ini mengacu pada kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun yang akan

44

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

datang, tentunya kebijakan tersebut harus diteliti kembali. Beberapa pertanyaan yang merupakan bagian dari review angka dasar adalah apakah kebijakan yang sama akan dilaksanakan lagi; apakah kebijakan tersebut ada perubahan; apakah kebijakan lama diganti dengan kebijakan yang sama sekali baru.

Dalam proses review angka dasar dimaksud, perencana wajib memperhatikan beberapa kondisi yang mempengaruhi pertimbangan dalam melakukan review berikut ini.

1. Adanya alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan (tahun t) yang akan menjadi faktor pengurang angka dasar karena peruntukannya sebagai cadangan atau hanya ada pada tahun berjalan antara lain berupa: tambahan pagu anggaran/RAPBN yang bersumber

dari hasil optimalisasi pembahasan APBN (karena perubahan postur) dengan DPR;

alokasi anggaran untuk Output Cadangan; alokasi anggaran dalam belanja transito; alokasi anggaran yang berasal dari pengalihan dari

Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BA BUN dengan kode BA 999.08);

alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan; alokasi anggaran dalam rangka penugasan.

2. Adanya tambahan biaya dan alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan yang bersifat ‘terus-menerus’ atau ‘berlanjut’, seperti tunjangan kinerja/remunerasi K/L atau alokasi anggaran untuk multiyears project.

45

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

3. Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L tahun t-1 dan realisasi output untuk masing-masing program/kegiatan sebagai bahan pertimbangan penyesuaian besaran alokasi anggarannya.

4. Adanya deviasi lebih dari 10% dari alokasi anggaran tahun berjalan (tahun t) dalam dokumen RKA-K/L yang mengindikasikan adanya perubahan kebijakan sehingga perlu diteliti atau memang ada kesalahan pencantuman target output/alokasi anggaran.

Pada akhirnya review angka dasar menghasilkan proyeksi besaran anggaran untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1 (tahun yang direncanakan) dan angka prakiraan maju beberapa tahun ke depan (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk lebih mudahnya, contoh berikut ini akan memberikan gambaran. Misal, Pagu Anggaran K/L tahun anggaran 2011 (sebagai tahun t+1) telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk tiap-tiap K/L yang terinci sampai dengan program. Tugas kementerian (c.q. Bagian Perencanaan tiap-tiap unit eselon I) meneliti kembali angka prakiraan maju dari program, kegiatan sampai dengan output yang ada dalam dokumen RKA-K/L tahun t (2010). Penelitian ini dilakukan untuk mendapat umpan balik berupa informasi: adakah output-ouput kegiatan masih terus dilaksanakan pada tahun t+1 (berlanjut dan diberi tanda on atau berhenti dan diberi tanda off). Hasil penelitian tersebut berupa program, kegiatan, dan output yang masih berlanjut atau masih dilaksanakan pada tahun t+1.

46

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Langkah berikutnya adalah proses penghitungan anggaran biaya dari output kegiatan (costing process). Dalam proses ini, urutan langkahnya berikut ini. Pertama, perencana mempertimbangkan seberapa prioritas output kegiatan tersebut. Salah satu urutan prioritas ini adalah kebutuhan dasar terkait dengan running cost, tunggakan, multi year contract. Dalam penghitungan ini semua biaya yang mendasar harus terpenuhi. Running cost anggaran yang sifatnya rutin dianggarkan seperti belanja gaji dan operasional perkantoran. Sedangkan tunggakan adalah berkaitan dengan kewajiban yang harus dibayar oleh Pemerintah c.q. K/L yang bersangkutan, seperti tunggakan langganan daya (listrik, air, atau telepon). Sedangkan dalam hal multi year contract, ini merupakan komitmen K/L dalam menyediakan anggaran atas kegiatan yang batas penyelesaiannya lebih dari 12 bulan.

Kedua, perencana mengkaitkan dengan biaya riil yang berlaku sekarang atau standar biaya yang berlaku pada tahun t+1 untuk menghasilkan output kegiatan.

Dari hasil costing process di atas, Perencana melakukan penghitungan kembali (penyesuaian) dengan melihat parameter (yang telah ditetapkan untuk tahun t+1 dan terkait) dan menggunakannya dalam penghitungan. Hasilnya berupa besaran angka dasar untuk suatu output kegiatan pada tahun t+1. Angka dasar tersebut juga merupakan bahan dalam melakukan penghitungan angka yang akan dimasukkan dalam kolom prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk memasukkan angka dalam

47

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kolom prakiraan maju, perencana harus melihat parameter yang ditetapkan untuk tahun t+2 dan tahun t+3 dan terkait dengan output dan target-target capaian dari output tersebut (apabila ada). Untuk melengkapi penjelasan ini, Gambar 2.5 di bawah ini diharapkan membantu pemahaman para perencana.

Dimana kedudukan Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran (selanjutnya disebut Ditjen Anggaran) dalam Gambar 2.5 tersebut? Tentu saja, Ditjen Anggaran sesuai dengan tugas dan kewenangannya adalah meneliti ulang atau menilai kembali usulan alokasi anggaran atas output kegiatan dari K/L. Caranya sama dengan yang dilakukan oleh para perencana anggaran K/L. Misalnya, Ditjen Anggaran menanyakan, apakah kebutuhan mendasar telah dialokasikan. Jika benar, Ditjen Anggaran mengkalkulasi dengan parameter yang digunakan pada tahun t+1. Parameter ini ada yang bersifat ekonomi dan nonekonomi. Bersifat ekonomi jika berkaitan dengan perhitungan dengan rincian dan mempunyai dampak langsung kepada output kegiatan. Untuk parameter nonekonomi, parameter merupakan suatu kebijakan umum seperti inflasi atau kurs. Contoh, anggaran BOS kepada siswa merupakan parameter ekonomi.

Bila ditemukan adanya kesalahan penghitungan biaya karena kesalahan menerapkan review angka dasar, Ditjen Anggaran mencoret besaran anggaran biaya tersebut dan memperbaiki penghitungannya. Dampak penilaian ulang tersebut dapat berupa perubahan alokasi anggaran atas

48

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pencapaian output kegiatan baik pada tahun t+1 atau untuk prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t=3). Contoh, hasil penelitian ulang tersebut kadang menemukan adanya output kegiatan yang seharusnya ‘off’ tapi dilabeli dengan ‘on’ ( ini harus dicoret). Bila sudah bersih dari output yang seharusnya ‘off’, fokus Ditjen Anggaran selanjutnya adalah mendalami rincian biaya dari output yang sifatnya ‘on’ ini (langkah nomor 2 pada Gambar 2.4).

49

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

BOKS 2.2

Angka Dasar Tahun 2015

Dalam rangka penyusunan angka dasar tahun 2015 (sebagai tahun t+1 atau tahun yang direncanakan) yang disusun pada tahun 2014, ada empat kebutuhan anggaran yang diberi label angka dasar belanja K/L yang terinci di bawah ini:

1. Rutin Penyelenggaran Pemerintahan antara lain berupa: - gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji antara lain

uang makan, lembur, tunjangan kinerja, tunjangan beras, tunjangan pajak dan sejenisnya.

- langganan listrik, telepon, air; pemeliharaan gedung, kendaraan, inventaris; perjalanan dinas tetap, dll.

2. Rutin Pelayanan Umum - BOS, BOK, Kesehatan Dasar, Lansia, Jaminan & Perlindungan

Sosial Dasar, Pemeliharaan Jalan, Jembatan, Infrastruktur Dasar - Operasional keamanan, ketertiban, LP

3. Amanat Peraturan Perundangan (Mandatory Spending) - BPJS, Anggaran Pendidikan, Kesehatan, Target RPJP, Multi Years

Contract (MYC) 4. Sangat Urgent

- Tagihan/tunggakan, inkracht, yang penundaannya menimbulkan dampak fiskal yang besar

Tabel berikut ini merupakan gambaran hasil identifikasi angka dasar pada tahun 2015.

50

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

No Uraian Keterangan

A BASELINE

1 Belanja Pegawai Operasional (komp 001) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

Termasuk telah menampung : kebutuhan Tunj. Kinerja 27 K/L

(2013) dan 25 K/L (2014) pengadaan pegawai baru yg gaji

dibayarkan Jan 2014 Pansel Hakim dan sejenisnya Tunggakan Tunjangan Profesi Guru

(TPG), TPG yang lulus sertifikasi (NRG) 2014

Kebutuhan gaji & tunjangan yang terkait perpanjangan masa pensiun PNS

Penambahan pegawai yang sudah definitif (sudah dibayarkan gajinya di TA 2014)

Accress dan kenaikan gaji di TA 2014

Tidak termasuk atau belum menampung • Kebutuhan

tunjangan kinerja untuk K/L yang baru akan mendapat tunjangan kinerja di TA 2014

• Rencana penerimaan pegawai di TA 2015,

• Accress dan kenaikan gaji di TA 2015

2 Belanja Barang Operasional (komponen 002) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

51

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Termasuk telah menampung anggaran operasional untuk

kegiatan/kebijakan yang dilakukan di 2014 dan berdampak di tahun 2015 atau berkesinambungan, (al.pembukaan kantor baru 2014, perubahan neto Barang Milik Negara tahun 2014)

Tidak termasuk atau belum menampung Tunggakan pembayaran

3 Belanja Non Operasional sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

Termasuk telah menampung : kebutuhan anggaran untuk

pelaksanaan tugas-fungsi Program /kegiatan prioritas

nasional/bidang al. PBI, MEF, P4S, PNPM, Double2 track, rehab/rekon bencana

Multy Year Contract (MYC) cost table 2015

Antisipasi terhadap Kebijakan /peraturan al. UU Desa

Tidak termasuk : • lanjutan

kegiatan direktif presiden diluar Inpres P4B

• kebijakan baru • Kegiatan yang

dibiayai dari dana optimalisasi 2014

Telah memperhitungkan (mengurangi) kegiatan di 2014 sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar : • Rupiah Murni pendamping untuk

PLN closed 2014

52

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

• Kegiatan adhoc (al. dukungan untuk pelaksanaan Pemilu 2014, SEA/ASEAN Games, MYC TA 2014 tahun terakhir)

• Pengalihan kegiatan Dekon/Tugas Pembantuan ke Dana Alokasi Khusus

• pembayaran tunggakan • Kegiatan 2014 yg tidak dapat

dilaksanakan a.l. loopline

B BEBERAPA PROGRAM/KEGIATAN YANG PENDANAANNYA SUDAH TERMASUK BASELINE 2015

1) Bantuan Operasional Sekolah, TPG Non Pegawai Negeri Sipil (Non PNS)

2) Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri, TPG Non PNS, BOP Pendidikan Anak Usia Dini

3) Multy Years Contrac Proyek 4) Penerima Bantuan Iuran BPJS

53

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting

Pra Trilateral Meeting

Sebagaimana dijelaskan pada bahasan awal bahwa di antara tahapan evaluasi yang dilakukan K/L pada satu sisi dan Kementerian PPN beserta Kementerian Keuangan pada sisi yang lain terdapat tahapan Pra Trilateral Meeting. Tahapan ini dimunculkan pada proses penyusunan anggaran belanja K/L tahun 2015 dan merupakan langkah awal koordinasi untuk proyeksi ketersediaan anggaran dan penetapan pagu indikatif nantinya. Untuk lebih jelasnya, Tabel 2.3 menjelaskan posisi tahapan Pra Trilateral Meeting dalam proses penyusunan Pagu Indikatif tahun 2015. Hasil koordinasi dalam Pra Trilateral Meeting akan menjadi bahan bagi Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran dan Kementerian PPN/Bappenas dalam harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme penyusunan Review Baseline, termasuk dalam menyusun resource envelope, dan Pagu Indikatif 2015.

54

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting

Beberapa pokok materi yang menjadi bahan diskusi dalam forum ini antara lain: penyerapan anggaran, kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan, serta peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L. Dalam hal penyerapan anggaran, beberapa pertanyaan yang harus terjawab adalah: apakah belanja K/L sudah maksimal atau belum; berapa persentase penyerapan anggaran belanja K/L; apa saja hambatan dalam penyerapan anggaran. Berkenaan dengan kebutuhan anggaran atas kebijakan yang masih berjalan (on going policy), beberapa pertanyaan mendasar berupa: apakah ada program prioritas; apakah ada direktif Presiden; berapa kebutuhan belanja operasional K/L; berapa mandatory spending yang perlu dibiayai secara optimal pada tahun t+1 (seperti anggaran pendidikan, kesehatan, atau Dana Desa). Disamping itu, forum koordinasi ini juga membicarakan upaya peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L, baik dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi.

TANGGAL KEGIATAN CATATAN24 Februari 2014 Rapat Koordinasi antara

DJA dan BappenasLevel Eselon I

25-28 Februari 2014 PelaksanaanPraTrilateral Meeting antara K/ L, Bappenasdan Kemenkeu

Dilaksanakanuntuk seluruhK/ L PenggunaAnggaran (86 K/ L)

3 – 7 Maret 2014 Review baseline K/ L Bappenasdan Kemenkeu

10 – 17 Maret 2014 Penyelesaian dan penandatanganansuratbersamaPagu Indikatif K/ L 2015

Bappenasdan Kemenkeu

55

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dengan melihat isi materi diskusi, tujuan yang diharapkan forum Pra Trilateral Meeting, tujuan antara lain berupa: 1. Meningkatkan koordinasi antara K/L, Kementerian

PPN/Bappenas, dan Kementerian Keuangan dalam rangka penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1.

2. Menggali informasi dan evaluasi atas pelaksanaan APBN tahun t-1 dan outlook tahun t, termasuk evaluasi atas “hasil trilateral meeting” sebelumnya.

3. Memastikan penyusunan Resource Envelope dan Pagu Indikatif tahun t+1 sehingga dapat mengakomodir hal-hal: a. Program/Kegiatan/Ouput Prioritas Nasional yang

bersifat baseline; b. Pemenuhan Biaya Operasional dan mandatory

spending yang perlu dibiayai di secara optimal di TA 2015 (a.l. anggaran pendidikan, kesehatan, D/TP yang akan dialihkan ke DAK, dana desa);

c. Kesesuaian dengan Sumber Dana, termasuk rekonfirmasi rencana penarikan PHLN;

d. Meningkatkan penajaman kualitas belanja K/L dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi

e. Memperoleh bahan untuk harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme review baseline.

Tiap-tiap pihak (sebagaimana table 2.4) mempunyai perannya masing-masing. K/L menyampaikan hasil evaluasi atas capaian program/kegiatan prioritas tahun t-1 dan outlook tahun t, langkah-langkah perbaikan serta

56

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

efisiensi yang dilakukan, dan indikasi program dan kebutuhan pendanaan sebagai baseline di tahun t+1. Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan sasaran dan target pembangunan nasional yang perlu diperhatikan. Kementerian Keuangan menyampaikan outlook fiskal terkini, indikasi pendanaan yang perlu dan harus diperhitungkan sebagai baseline tahun t+1, serta hasil evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L.

Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat Dalam Trilateral Meeting

Dalam rangka penyusunan anggaran belanja K/L tahun

2015, fokus pembahasan dalam forum Pra Trilateral Meeting antara lain: 1. Evaluasi atas kinerja dan capaian TA 2013 (tahun t-1)

dan langkah perbaikan di TA 2014 (tahun t); 2. Target, sasaran dan program/kegiatan prioritas yang

perlu diperhitungkan sebagai baseline di TA 2015 (tahun t+1);

3. Penyelesaian dan kelanjutan program/kegiatan prioritas yang terkait dengan direktif Presiden, kebijakan sidang kabinet, dan lain-lain

4. Identifikasi atas Pemenuhan Biaya Operasional; 5. Identifikasi kebutuhan biaya yang sifatnya insidentil

dan mandatory di masing-masing K/L (contoh : seleksi

Peserta PihakYang Terlibat KetK/ L EselonI selakupenanggungjawab programKemenPPN/ Bappenas DeputiSektoral terkaitKemenkeucq. DJA DitjenAnggaran A123 (lead),

PAPBN, PNBP

57

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

komisioner di lembaga negara, Bantuan Operasional Sekolah, Tunjangan Profesi Guru, Uang Lauk Pauk, tunggakan, inkracht, dll.)

6. Proyeksi Sumber Dana APBN 2015 (sumber dana PNBP/Badan Layanan Umum berasal dari Dit.PNBP, sementara sumber dana Pinjaman Hibah Luar Negeri/SBSN berasal dari Ditjen Pengelolaan Utang);

7. Antisipasi adanya kebutuhan atau Usulan Inisiatif Baru.

Kementerian Keuangan menyusun Prakiraan Kapasitas Fiskal

Output dari tahapan ini adalah Postur Sementara RAPBN, kebijakan dan parameternya yang direncanakan dalam RAPBN.

Setelah memperoleh bahan mengenai proyeksi asumsi dasar ekonomi makro beserta parameternya, proyeksi pendapatan dan hibah, belanja pemerintah pusat yang terdiri dari belanja K/L dan Bendahara Umum Negara, serta pembiayaan, maka langkah selanjutnya, DJA dalam hal ini diwakili oleh Dit. P-APBN melakukan penyusunan postur RAPBN Tahun Anggaran 2014. Caranya, semua proyeksi dari mulai pendapatan sampai dengan pembiayaan disusun dalam sebuah postur I-Account. Penyusunan postur dalam tahap tersebut akan menghasilkan postur awal.

Penyusunan postur tersebut bukan semata kompilasi dari hasil proyeksi yang ada pada masing-masing komponen (perpajakan, PNBP, maupun belanja). Namun penyusunan

58

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

ini berkaitan dengan pengelolaan berbagai formula yang ada dalam postur, seperti formula dampak transfer ke daerah (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana desa), formula dampak anggaran pendidikan, serta formula dampak keseimbangan primer terhadap defisit, pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan (SILPA/SIKPA).

Kemudian postur awal RAPBN tersebut dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan instansi terkait, yang meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Penyusunan exercise postur RAPBN dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal pada tingkat eselon II pada pekan kedua Februari. Dalam tahap ini, dilakukan koordinasi antara masing-masing subdirektorat di lingkungan Dit. P-APBN dengan instansi terkait yang meliputi: a. Konfirmasi mengenai defisit beserta kebijakannya

dengan BKF; b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro

beserta parameternya berikut kebijakannya dengan BKF, BPS, Kementerian ESDM, dan Bappenas;

c. Konfirmasi mengenai pendapatan dan hibah beserta kebijakannya dengan Dit. PNBP, DJP, DJBC dan DJPU;

d. Konfirmasi mengenai belanja K/L beserta kebijakannya dengan Dit. Anggaran I, II, III;

e. Konfirmasi mengenai belanja Non K/L beserta kebijakannya dengan para PPA BUN; dan

59

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

f. Konfirmasi mengenai pembiayaan beserta kebijakannya dengan BKF, DJPK, DJPU dan DJPb.

2. Postur RAPBN yang dihasilkan dari exercise di Dit. PAPBN setelah melalui tahapan konfirmasi tersebut kemudian disampaikan kepada Direktur Jenderal Anggaran pada rentang waktu yang sama, yaitu pekan kedua Februari. Pada tahap ini, Dirjen Anggaran melakukan harmonisasi kebijakan dan besaran APBN, usulan penggunaan SILPA/cara menutup SIKPA sehingga postur pada akhir tahap ini sudah tidak mengandung SILPA/SIKPA lagi.

3. Postur RAPBN hasil exercise dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal tersebut kemudian dibahas pada forum eselon I di pekan kedua Februari, dan sekali lagi Dit. P-APBN melakukan konfirmasi mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Konfirmasi mengenai defisit dengan BKF; b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro

dengan BKF; c. Konfirmasi mengenai pendapatan dengan BKF, DJP

dan DJBC; d. Konfirmasi mengenai belanja Negara dengan Dit.

Anggaran I, Dit. Anggaran II, dan Dit. Anggaran III di lingkungan DJA; dan

e. Konfirmasi mengenai pembiayaan dengan BKF, DJPU dan DJPb.

Pada tahap ini pembahasan masih mungkin menimbulkan perubahan kebijakan dan postur proyeksi RAPBN

60

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

4. Postur ini selanjutnya disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan untuk dibahas di dalam Rapat Pimpinan antar unit eselon I yang dipimpin oleh Menteri Keuangan. Dalam kesempatan rapat pimpinan ini, dibahas juga besaran defisit yang akan dicapai. Jika defisit ditetapkan diperbesar atau diperkecil, maka dilakukan exercise kembali sebelum dibahas pada sidang kabinet. Exercise kembali yang dilakukan bisa merubah sisi pendapatan, belanja, defisit maupun pembiayaan. Tabel di bawah ini menggambarkan secara ringkas postur hasil exercise dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal:

5. Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan postur

RAPBN kepada Presiden untuk dibahas pada sidang kabinet. Sekali lagi, besaran defisit ditentukan apakah

2014

Surat Res.Env ke Bappenas

A. PENDAPATAN NEGARA 1,754,499.1I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1,752,649.2

1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 1,368,908.62. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 383,740.6

II. PENERIMAAN HIBAH 1,849.9

B. BELANJA NEGARA 1,876,991.3

I Belanja Pemerintah Pusat 1,270,424.51. Belanja K/L 547,103.32. Belanja Non KL 723,321.2

a.l - Subsidi BBM, LPG & BBN 256,537.9II. TRANSFER KE DAERAH 606,566.8

1. Dana Perimbangan 503,481.12. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 103,085.8

Total Anggaran Pendidikan 375.4 Rasio Anggaran Pendidikan Total (%) 20.0

C. KESEIMBANGAN PRIMER 201.9D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) (122,492.2)

% Defisit terhadap PDB (1.19)E. PEMBIAYAAN (I + II) 122,492.2

I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 145,209.8II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto) (22,717.6)KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN (0.0)

(dalam triliun rupiah)

Uraian

APBN 2014

Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan Kapasitas Fiskal

61

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

diperbesar atau diperkecil. Jika telah ditentukan, maka Dit. P-APBN kembali melakukan exercise untuk penyusunan postur RAPBN.

Hasil Sidang Kabinet tentang postur merupakan dasar penyusunan surat Menteri Keuangan ke Bappenas. Output dari tahapan ini dokumen surat Menteri Keuangan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas mengenai resoursce envelope pagu indikatif RAPBN.

Berdasarkan postur, Dit. P-APBN menyiapkan konsep surat Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan mengenai Resource Envelope/kapasitas fiskal pagu indikatif belanja K/L RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Konsep surat tersebut disiapkan dan disampaikan oleh Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan beserta konsep surat Menteri Keuangan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas di pekan keempat Februari.

Selanjutnya, konsep surat Menteri Keuangan mengenai penyampaian resource envelope/kapasitas fiskal yang telah disiapkan disampaikan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas pada pekan kedua di bulan Maret. Dalam surat mengenai kapasitas fiskal tersebut dijelaskan secara tegas mengenai peruntukan pagu indikatif sesuai dengan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional. Selanjutnya, surat tersebut juga berisi lampiran yang terdiri dari:

a. Lampiran I : Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional

62

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

tahun anggaran yang direncanakan;

b. Lampiran II : Proyeksi Resource Envelope RAPBN tahun anggaran yang direncanakan;

c. Lampiran III : Baseline Belanja Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran yang direncanakan per Jenis Belanja;

d. Lampiran IV : Proyeksi Anggaran Pendidikan tahun anggaran yang direncanakan;

e. Lampiran V : Pinjaman Luar Negeri Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran yang direncanakan;

f. Lampiran VI : Rencana Penarikan Hibah Luar Negeri ;

g. Lampiran VII : Surat Berharga Syariah Negara Project Based Sukuk(SBSN);

h. Lampiran VIII : Pagu Penggunaan PNBP/BLU Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran yang direncanakan;

i. Lampiran IX : Kontrak Tahun Jamak.

Dalam rangka penyusunan surat kapasitas fiskal Menteri Keuangan kepada Menteri PPN, Dit. P-APBN juga berkoordinasi dengan Direktorat terkait di lingkungan DJA terutama: (i) Dit. PNBP untuk keandalan data-data pada Lampiran I, II, dan III; (ii) Direktorat Anggaran I, II, dan III untuk keandalan data-data pada Lampiran I, II, III, IV, V, VI, dan IX; (iii) Direktorat Harmonisasi dan Peraturan

63

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penganggaran (Dit. HPP) dan Direktorat Sistem Penganggaran (DSP) terkait data-data pada Lampiran I.

Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan Pagu Indikatif

Output dari tahapan ini adalah surat bersama Menteri Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang Pagu Indikatif K/L.

Setelah disampaikannya surat Menteri Keuangan kepada Menteri PPN mengenai kapasitas fiskal dan kebijakan APBN, maka kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan sesuai amanat PP 90 tahun 2010 adalah penyusunan Pagu Indikatif masing-masing K/L oleh Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan nasional. Berdasarkan definisi dalam PP No. 90 tahun 2010, Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Kegiatan dalam rangka penyusunan pagu indikatif diawali sejak pekan kedua atau ketiga Januari dengan dilakukannya roadshow kepada unit di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga. Dari roadshow ini diharapkan diperoleh keluaran berupa usulan program dan belanja prioritas Kementerian Negara/Lembaga yang dapat diusulkan termasuk untuk

64

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

inisiatif baru (new initiative). Kegiatan ini diselesaikan pada pekan kesatu Februari dengan pemangku kepentingan Direktorat Anggaran I, II, III, Direktorat P-APBN, dan Direktorat Sistem Penganggaran.

Dalam periode bulan Januari dan berakhir pada pekan pertama Februari, DJA melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Kegiatan ini memperhatikan prasyarat dari prioritas pembangunan nasional dan kemungkinan terdapatnya inisiatif baru dengan melakukan reviu atas baseline Kementerian/Lembaga. Kegiatan ini dilakukan oleh Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Anggaran I, II, III, dan Direktorat P-APBN dengan keluaran berupa baseline belanja Kementerian Negara/Lembaga operasional dan nonoperasional.

Setelah melakukan monitoring dan evaluasi, kegiatan selanjutnya adalah penyusunan usulan rancangan pagu indikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam bulan Februari sampai dengan Maret. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dit. Anggaran I, II, III dan Dit. P-APBN dengan beberapa Kementerian Negara/Lembaga. Dari kegiatan ini dihasilkan konsep rancangan pagu inidikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga.

Dalam rangka penyusunan usulan rancangan pagu indikatif ini, DJA juga melakukan koordinasi dengan Bappenas untuk mencapai kesimpulan hasil koordinasi tentang pagu indikatif RAPBN tahun anggaran yang direncanakan.

65

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Koordinasi ini dilakukan pada pekan kedua dan ketiga Februari dimana DJA diwakili oleh Dit. P-APBN dan Dit. Sistem Penganggaran.

Selanjutnya, diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian Negara/Lembaga membahas resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Rapat pimpinan dilaksanakan pada pekan kedua Februari dan melibatkan Dit. P-APBN, Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit. Sistem Penganggaran. Keluarannya berupa keputusan rapat pimpinan tentang resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan. Dalam rapim ini dilakukan penyusunan bahan paparan Menteri Keuangan oleh Dit. P-APBN serta penyusunan draft Surat Edaran Bersama (SEB) dengan Bappenas tentang Pagu Indikatif RAPBN tahun yang direncanakan. Penyusunan draft SEB juga melibatkan Dit. P-APBN, Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit. Sistem Penganggaran dengan dikoordinir oleh Dit. P-APBN.

Keputusan rapim berupa resource envelope untuk pagu indikatif dan rancangan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan kemudian disampaikan Menteri Keuangan kepada Menteri Koordinator Perekonomian dan Wakil Presiden. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa paparan Menteri Keuangan dan dijadwalkan dilaksanakan pada pekan ketiga Februari. Bahan paparan Menteri Keuangan disiapkan oleh Dit. P-APBN yang melakukan

66

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

koordinasi dengan Dit. PNBP, Dit Anggaran I, II, III, Dit. Sistem Penganggaran, Setjen, BKF, DJPU, dan DJPK.

Sidang Kabinet untuk membahas resource envelope untuk pagu indikatif rancangan kebijakan RAPBN dilakukan pada pekan keempat Februari. Penanggung jawab kegiatan ini sama dengan sidang kabinet terbatas, yaitu Dit. P-APBN dan Pushaka. Keluaran dari kegiatan ini adalah Keputusan mengenai resource envelope dan kebijakan untuk pagu indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan.

Setelah Menteri Keuangan menyampaikan surat tentang resource envelope untuk pagu indikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga dan rancangan kebijakan belanja Pemerintah Pusat RAPBN tahun anggaran yang direncanakan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas pada pekan kedua Maret, dilaksanakan rapat koordinasi pembangunan pemerintah pusat (Rakorbangpus) pada akhir Maret. Penanggung Jawab kegiatan ini adalah Bappenas. Dalam Rakorbangpus ini Dit. P-APBN menyiapkan bahan paparan Menteri Keuangan berupa arahan mengenai kebijakan Pemerintah Pusat dan Dit Anggaran I, II, III menyiapkan bahan paparan Direktur Jenderal Anggaran tentang kebijakan belanja Kementerian Negara/Lembaga.

Langkah selanjutnya adalah penetapan Pagu Indikatif RAPBN tahun anggaran yang direncanakan melalui Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala

67

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Bappenas yang untuk RAPBN TA 2014 dilakukan pada tanggal 5 April 2013. Pagu indikatif ini dirinci menurut organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan untuk mendukung arah kebijakan yang telah ditetapkan oleh Presiden. Surat yang ditandatangani Menteri Keuangan bersama Menteri Perencanaan mengenai Pagu Indikatif yang sudah ditetapkan tersebut disertai dengan prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam rancangan awal RKP dan disampaikan kepada Kementerian Negara/Lembaga.

Setelah penetapan Surat Bersama, diselenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang dikoordinir oleh Bappenas di Bulan April. Pada kesempatan ini, Menteri Keuangan memberikan arahan tentang Kebijakan Belanja Negara. Bahan paparan Menteri Keuangan tersebut disiapkan oleh Dit P-APBN.

Selanjutnya, menyusuli penetapan Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP, dilakukan trilateral meeting antara Kementerian Negara PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran/DJA) dan K/L. Trilateral meeting dilakukan untuk menyelaraskan program dan kegiatan prioritas serta pagu indikatif K/L untuk Tahun Anggaran yang direncanakan, dan diharapkan dapat dilakukan konsolidasi dan koordinasi sejak awal sehingga sasaran-sasaran pembangunan dalam koridor kebijakan fiskal dapat diwujudkan.

68

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Materi yang dibahas dalam trilateral meeting adalah prioritas nasional, program dan kegiatan prioritas serta pendanaannya. Pembahasan akan mencakup pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP, konsistensi kebijakan yang ada dalam dokumen perencanaan dengan dokumen penganggaran (antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L ), dan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap Rancangan Awal RKP.

Salah satu peran Bappenas dalam trilateral meeting adalah penyampaian kepada K/L mengenai prioritas pembangunan nasional. Prioritas pembangunan nasional dirinci ke dalam program dan kegiatan prioritas serta target sasaran yang hendak dicapai ke masing-masing K/L sesuai tugas dan fungsinya yang mengacu pada RPJMN.

Kementerian Keuangan akan menyampaikan kebijakan penganggaran dengan mengacu pada kaidah penganggaran, efektifitas dan efisiensi pendanaan bagi program dan kegiatan K/L untuk jangka menengah sesuai dengan kebutuhan pendanaan K/L. Peran lain adalah menyempurnakan kebijakan anggaran yang terbagi kedalam jenis belanja dan satuan biaya yang dianggap perlu untuk disesuaikan dengan masukan yang diperoleh dalam trilateral meeting.

Selanjutnya, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan

69

Penyusunan Pagu Indikatif

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu menurut unit organisasi, fungsi, dan program sebagai bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN yang merupakan tahapan penyusunan APBN yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

BAB 3

PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN

Sektor-SektorPrioritasPembangunanNasional

BAB 3

PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN

Hasil proses tahapan Penyusunan Pagu Anggaran K/L (selanjutnya disebut Pagu Anggaran) berupa alokasi anggaran untuk tiap-tiap bagian anggaran, termasuk Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BUN). Dalam perjalanan menuju Pagu Anggaran, terdapat proses perencanaan yang berisikan substansi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1. Secara garis besar titik-titik penting dalam proses penyusunan pagu anggaran K/L sebagaimana Gambar 3.1.

71

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Tentunya, tahapan Penyusunan Pagu Anggaran ini sangat erat dengan hasil tahapan Penyusunan Pagu Indikatif yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Apa yang membedakan antara kedua tahapan (Tahapan Penyusunan Pagu Indikatif dan Tahapan Penyusunan Pagu Anggaran)? Pagu Indikatif merupakan perhitungan awal atau exercise alokasi anggaran K/L dengan referensi angka berasal dari angka prakiraan maju (Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah) yang ada dalam dokumen RKAK/L dan evaluasi. Sementara Pagu Anggaran merupakan penetapan pagu alokasi anggaran K/L dengan kondisi aktual dan dinamis yang ada. Intinya, pagu alokasi anggaran K/L berdasarkan Pagu Indikatif tersebut dilihat dan diteliti kembali apakah ada kebijakan-kebijakan prioritas atau inisiatif baru yang belum diakomodir.

Dalam proses menuju Pagu Anggaran K/L ini, dokumen dan istilah dalam perencanaan pembangunan nasional sangat akrab sebagai topik bahasan, yaitu Rencana Kerja (Renja) K/L dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Kementerian Negara/Lembaga Menyusun Rencana Kerja (Renja)

Setelah K/L menerima alokasi anggaran belanja berdasarkan Pagu Indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah, K/L akan menyusun Rencana Kerja K/L pada tahun t +1. Renja ini disusun oleh kementerian/lembaga yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari RKP. Sebagai tambahan penjelasan RKP merupakan dokumen perencanaan tahunan yang

72

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RAPBN dan dasar pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Kementerian Negara/Lembaga. RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional yang memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian Negara/Lembaga, lintas Kementerian Negara/lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L) adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan penjabaran dari RKP, yang akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja-K/L memuat sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh K/L, arah kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Bagi Kementerian Negara/Lembaga yang terkait langsung dengan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional pada tahun tertentu, maka program dan kegiatannya harus dapat secara langsung mencerminkan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional yang telah ditetapkan.

Sebagaimana penjelasan di bagian pembuka, perencanaan merupakan langkah awal dalam proses penganggaran. Cara perumusan dan penetapan kinerja, dalam hal ini indikator

73

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kinerjanya juga sejalan dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja.

Informasi yang ada di dalam dokumen Renja merupakan perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, hal-hal yang mendasar yang ingin dicapai oleh unit eselon I dari suatu kementerian Negara/lembaga yang melaksanakan program. Secara nyata yang ingin diwujudkan suatu program berupa dampak positif setelah pelaksanaan suatu program.

Berikut ini disajikan Gambar 3.2, mekanisme secara teknis penyusunan Renja K/L pada Program Anak Usia Dini sebagai gambaran sederhana.

74

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Berdasarkan arahan Presiden, Pemerintah memberi prioritas kepada usaha-usaha pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu pembantu Presiden yang mengurusi pembangunan SDM adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pendidikan.

Untuk itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merancang Program Pendidikan Anak Usia Dini dengan hasil (outcome) berupa rasio anak usia dini dengan anak usia dini yang bersekolah, 1 dibanding 3. Untuk mencapai outcome tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai penanggungjawab program, merencanakan kegiatan berupa pembangunan 5 unit sekolah baru. Harapannya, jumlah anak yang terlayani mencapai 400 anak dan indikasi dana untuk kegiatan ini sebesar Rp500 miliar.

Ruang lingkup pagu indikatif yang menjadi isian dalam formulir Renja K/L hanyalah pagu anggaran belanja dalam rangka pencapaian prioritas nasional saja. Bagaimana dengan anggaran untuk kebutuhan biaya operasional dan pencapaian prioritas kementerian Negara/lembaga? Alokasi anggaran belanja secara keseluruhan dari suatu kementerian Negara/lembaga (termasuk biaya operasional) bisa kita lihat pada dokumen RKAK/L.

Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting)

Pertemuan tiga pihak dilakukan sebagai upaya memperkuat keterkaitan antara perencanaan dan

75

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

penganggaran secara nasional, yang dikoordinasikan Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan, dengan perencanaan dan penganggaran yang disusun oleh setiap K/L. Pertemuan tiga pihak merupakan sebuah forum pembahasan bersama yang dilakukan antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Negara/Lembaga guna melakukan konsolidasi dan penajaman Prioritas Nasional berikut pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan prioritas-prioritas tersebut, yang selanjutnya akan dituangkan secara konsisten dalam RKP dan Renja K/L.

Tujuan dari pelaksanaan pertemuan tiga pihak adalah untuk (1) meningkatkan koordinasi dan kesepahaman antara tiga pihak terkait dengan pencapaian sasaran-sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan dituangkan dalam RKP, pokok-pokok kebijakan fiskal dan kebijakan belanja tahun anggaran bersangkutan; (2) menjaga konsistensi kebijakan pada RPJM, RKP, Renja K/L dan RKA-K/L; serta (3) mendapatkan komitmen bersama atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap rancangan awal RKP, yaitu kepastian mengenai program/kegiatan, output prioritas beserta target dan besaran anggarannya, pemenuhan biaya operasional, penuangan sumber dana, penelaahan dokumen pendukung (TOR dan RAB) khususnya untuk inisiatif baru dan merupakan kegiatan/output prioritas nasional, Identifikasi Tematik APBN, Pengalihan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Usulan Inisiatif Baru dan Tambahan Rupiah Murni.

76

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dalam pertemuan tiga pihak, dilakukan kegiatan:

1. Kementerian PPN/Bappenas dengan mengacu pada rancangan awal RKP, menyampaikan Sasaran Prioritas Pembangunan Nasional dan Kegiatan Prioritas dengan target sasaran dan pendanaannya termasuk Inisiatif Baru yang disetujui.

2. Kementerian Keuangan, menyampaikan kebijakan anggaran yang meliputi: kebijakan di bidang belanja negara, kelompok biaya, jenis belanja, dan satuan biaya. Disamping itu, juga memberikan masukan atas kepatutan penggunaan anggaran dan pelaksanaan efisiensi yang dapat dilakukan oleh Kementerian Negara/Lembaga.

77

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

3. Kementerian Negara/Lembaga, menyampaikan arah kebijakan, rencana program dan kegiatan prioritas yang merupakan penjabaran dari Renstra K/L termasuk kebijakan-kebijakan baru yang belum tertampung dalam Renstra.

4. Dari pelaksanaan yang bersifat mengikat tiga pihak diharapkan menghasilkan suatu dokumen kesepakatan yang bersifat mengikat tiga pihak. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pertemuan tiga pihak adalah: a. Pagu indikatif yang telah ditetapkan melalui surat

yang ditanda tangani oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas bersama Menteri Keuangan merupakan batas atas belanja masing-masing K/L yang tidak dapat dilampaui, dan merupakan akumulasi dari angka dasar (baseline) dan inisiatif baru (New Initiatives).

b. Terkait dengan Inisiatif Baru yang telah disetujui sebagaimana terlampir dalam surat Bersama Pagu Indikatif: i. Alokasi anggaran Inisiatif Baru yang sudah

dialokasikan dalam Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan tidak dapat berkurang dan pemanfaatannya tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lainnya di luar yang telah disetujui;

ii. K/L wajib menyusun TOR RAB dilevel Output, khusus untuk melengkapi usulan Inisiatif Baru yang telah mendapatkan alokasi sesuai

78

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Surat Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan;

iii. TOR dan RAB akan dibahas guna memastikan/menjamin konsistensi dan kesesuaian target kinerja serta kelayakan dan kewajaran anggarannya;

iv. Dalam hal K/L tidak dapat menyampaikan TOR dan RAB pada saat trilateral meeting, maka alokasi anggaran yang telah ditetapkan akan dikurangi dari pagu anggaran K/L yang bersangkutan;

v. K/L yang mendapatkan tambahan alokasi anggaran untuk inisiatif Baru berdasarkan direktif Presiden namun belum mengajukan proposal Inisiatif Baru, maka diharapkan dapat segera mengajukan proposal Inisiatif Baru sebelum ditetapkannya pagu anggaran K/L;

c. Perubahan pagu antar program dan antar kegiatan dalam Pagu Indikatif masih dimungkinkan, sepanjang sesuai dengan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional

d. Penambahan dan Pengurangan Kegiatan Prioritas dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional atau Kementerian Negara/Lembaga;

e. Penambahan dan pengurangan keluaran Kegiatan Prioritas dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pencapaian Prioritas

79

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Pembangunan Nasional atau capaian prioritas Kementerian Negara/Lembaga beserta alokasi anggarannya;

f. Kebutuhan belanja pegawai dan operasional harus dipenuhi dan menjadi prioritas utama;

g. Pergeseran alokasi dari Rupiah Murni menjaid PHLN atau sebaliknya tidak dapat dilakukan, demikian pula pergeseran dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) menjadi Hibah Luar Negeri. Usulan perubahan ini dapat dilakukan pada Matriks Pembahasan dalam dokumen kesepakatan;

h. Kelebihan atau kekurangan alokasi PHLN ditampung dalam Matriks Pembahasan dalam dokumen kesepakatan;

i. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan dana pendamping PHLN yang akan diserap dan kegiatan yang disetujui sebagai multiyears.

j. Pengalokasian anggaran pada program dan kegiatan harus mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan dan penyerapan anggaran;

k. Usulan penambahan pagu Kementerian Negara/Lembaga serta penggunaannya dapat disampaikan dalam Matriks Pembahasan pada dokumen kesepakatan pembahasan Pertemuan Tiga Pihak;

l. Memperhatikan kewenangan pusat dan daerah. 5. Dokumen kesepakatan yang telah disetujui bersama

antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga dijadikan

80

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

dasar untuk penyusunan Renja K/L, penyempurnaan Rancangan Awal RKP 2014, dan penyusunan Pagu Anggaran.

6. Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Renja K/L yang telah disusun berdasarkan dokumen kesepakatan kepada Kementerian PPN/Bappenas dan kementerian Keuangan.

7. Apabila dalam Pertemuan Tiga Pihak terjadi ketidaksepakatan antara Kementerian PPN/Bappenas, kementerian Keuangan, dan Kementerian Negara/Lembaga, maka dapat dilakukan alternatif tindakan sebagai berikut: a. Butir-butir ketidaksepakatan dibahas kembali

bersama-sama dengan memperhatikan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat.

b. Butir-butir ketidaksepakatan dijadikan catatan pembahasan dalam dokumen kesepakatan pertemuan tiga pihak dan tidak perlu untuk diputuskan dalam forum ini.

c. Butir-butir ketidaksepakatan yang dianggap perlu dan penting untuk diputuskan dapat dibawa dan diputuskan di tingkat yang lebih tinggi (Eselon I). Namun demikian perlu diperhatikan keterbatasan waktu yang tersedia untuk menyusun Renja K/L

Seluruh catatan pembahasan yang ada dalam dokumen kesepakatan Pertemuan Tiga Pihak akan menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Pagu Anggaran dan Penelaahan RKA-K/L yang akan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.

81

Penyusunan Pagu Anggaran

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penetapan Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Setelah dihasilkan pengesahan RKP dan Rancangan kebijakan APBN dari pembicaraan pendahuluan, Menteri Keuangan menyampaikan Surat Edaran mengenai pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PP No.90 tahun 2010, Menteri Keuangan menetapkan Pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) dengan berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran pagu indikatif, Renja-K/L dan hasil evaluasi kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Pagu Anggaran ini disampaikan kepada setiap Kementerian Negara/Lembaga paling lambat akhir bulan Juni dan dirinci paling sedikit menurut: (a) unit organisasi; dan (b) program. Sementara itu, Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L berdasarkan: (a) Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; (b) Renja K/L; (c) RKP hasil kesepakatan Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan APBN; dan (d) standar biaya. RKA-K/L yang disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga termasuk menampung usulan inisiatif baru. Setelah ditelaah dalam forum penelaahan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan, RKA-K/L menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang APBN.

BAB 4

ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional

BAB 4

ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Output yang dihasilkan dari tahapan ini adalah ketetapan atas RUU APBN menjadi UU APBN dan RKAKL. Wujud persetujuan DPR atas APBN berupa UU APBN. Selanjutnya persetujuan untuk tiap-tiap bagian anggaran atau K/L tercantum dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN tahun t+1 sebagai cerminan RKA-K/L hasil pembahasan tiap-tiap K/L dengan mitra kerjanya di DPR (Komisi).

Secara garis besar proses penetapan pagu anggaran K/L menjadi alokasi anggaran K/L terinci dalam titik-titik penting selama proses penetapan sebagaimana Gambar 4.1. Sebagai catatan, diagram tersebut diambil berdasarkan

83

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

perspektif tahap demi tahap. Sedangkan kenyataannya, tahapan tersebut terlaksana secara simultan. Oleh karena itu, pembahasannya tidak per tahapan tetapi berdasarkan kedekatan topik.

Penyusunan RKA-K/L

Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen rencana keuangan tahunan bagi K/L yang disusun menurut bagian anggaran. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1, RKA-K/L menjadi acuan dalam penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu, penyusunan RKA-K/L merupakan bagian terpenting dalam penganggaran, karena menentukan efektifitas dan efisiensi pada suatu kegiatan. RKA-K/L juga merupakan dokumen tindak lanjut dari dokumen perencanaan, karena dasar dari penyusunan RKA-K/L adalah dokumen perencanaan, Renja K/L.

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 90 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan RKA-K/L merupakan tanggung jawab KL sebagai Chief Operational Officer dalam pengelolaan keuangan negara.

Beberapa kaidah yang harus dipenuhi dalam penyusunan dokumen rencana keuangan tahunan bagi K/L, adalah sebagi berikut:

84

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

1. Adanya informasi sasaran kinerja yang mencakup volume keluaran kegiatan dan indikator kinerja kegiatan yang sejalan dengan Renja K/L maupun RKP;

2. Kesesuaian dengan pagu anggaran K/L yang mencakup, baik total pagu anggaran tiap-tiap KL maupun rincian tiap sumber dananya (rupiah murni, PNBP, pinjaman/hibah luar negeri, pinjaman/hibah dalam negeri, surat berharga syariah Negara, dan Badan Layanan Umum);

3. Kelayakan anggaran dan pemenuhan ketentuan pengalokasian anggaran yang mencakup: a. Penerapan standar biaya masukan dan standar

biaya keluaran dalam perincian biaya ouput kegiatan;

b. Rincian biaya tersebut sesuai jenis belanja dan akun; c. Memperhatikan hal-hal yang dibatasi dalam

penganggaran (perjalanan dinas, pembangunan gedung-gedung pemerintahan, atau kegiatan seminar dan rapat-rapat);

d. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang didanai dari PNBP, pinjaman/hibah luar negeri, pinjaman/hibah dalam negeri, surat berharga syariah Negara, dan Badan Layanan Umum;

e. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kontrak tahun jamak;

f. Ketentuan pengalokasian anggaran yang akan diserahkan menjadi penyertaan modal negara pada BUMN; dan

85

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

g. Pencantuman tematik APBN pada tingkat keluaran, seperti infrastruktur, ketahanan pangan, atau anggaran pendidikan.

Penyusunan dokumen RKA-K/L di atas melalui proses berjenjang dari bawah ke atas. Dimulai dari satuan kerja (Satker)/unit eselon II menyusun RKA-K/L pada tingkat unit operasional. Kemudian, RKA-K/L tersebut disampaikan kepada unit eselon I (dalam hal ini Bagian Perencanaan) untuk selanjutnya dihimpun dan diharmonisasi sebagai RKA-K/L unit eselon I. Unit eselon I menyampaikan RKA-K/L unit eselon I tersebut kepada Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal (Setjen) yang selanjutnya menghimpun dan mengharmonisasi sebagai RKA-K/L tingkat K/L. RKA-K/L yang telah diteliti dan diharmonisasi ini disampaikan kepada Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) untuk di-review. Peran masing-masing pihak di internal K/L dalam rangka penelitian RKA-K/L sebagai berikut.

Biro Perencanaan Setjen pada tingkat K/L melakukan penelitian RKA-K/L dengan cara mem-verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Yang dimaksud verifikasi secara rinci mencakup:

1. Konsistensi pencantuman sasaran kinerja yang meliputi: volume keluaran dan indikator kinerja kegiatan dalam RKA-K/L harus sesuai dengan sasaran kinerja yang ada dalam Renja K/L dan RKP.

86

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

2. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan pagu anggaran K/L.

3. Kesesuaian sumber dana dalam RKA-K/L dengan sumber dana yang ditetapkan dalam pagu anggaran K/L.

4. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada tingkat keluaran (output).

5. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L antara lain: RKA Satuan Kerja, TOR/RAB, dan dokumen pendukung terkait lainnya.

Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses penelitian tersebut, Biro Perencanaan Setjen melakukan koordinasi dengan unit eselon 1 bersangkutan dan/atau memperbaiki RKA-K/L terlebih dahulu.

Selanjutnya, hasil verifikasi RKA-K/L unit eselon 1 oleh Biro Perencanaan (Setjen) K/L disampaikan kepada APIP K/L untuk di-review. Tujuan review adalah untuk memberikan keyakinan terbatas (limited assurance) dan memastikan kepatuhan penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran. Focus review dimaksud mencakup:

1. Kelayakan anggaran untuk menghasilkan sebuah keluaran

2. Kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah perencanaan penganggaran, antara lain: a. Penerapan standar biaya masukan dan standar biaya

keluaran; b. Penggunaan akun belanja; c. Hal-hal yang dibatasi;

87

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

d. Pengalokasian anggaran yang akan diserahkan menjadi penyertaan modal negara pada BUMN.

3. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L. 4. Rincian anggaran yang digunakan untuk mendanai

inisiatif baru dan/atau rincian anggaran angka dasar yang mengalami perubahan pada level komponen.

Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses review tersebut, Biro Perencanaan Setjen harus memperbaiki RKA-K/L atau melakukan koordinasi dengan Bagian Perencanaan pada unit eselon 1 terlebih dahulu dalam upaya perbaikan dimaksud.

Berdasarkan kedua tahap tersebut, RKA-K/L akan disampaikan kepada Kementerian Keuangan c.q. Ditjen Anggaran untuk ditelaah lebih lanjut. Karena RKA-KL tersebut menjadi bahan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN pada tahun t+1.

Proses Penelaahan RKA-K/L

Penelaahan RKA-K/L, sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 ayat (4) PP nomor 90 tahun 2010, dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan c.q. Ditjen Anggaran yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Anggaran I, II, dan III. Proses penelaahan dilakukan secara terintegrasi. Ruang lingkup dalam melakukan penelaahan dibagi menjadi 2 kriteria, yaitu kriteria administratif dan kriteria substantif.

Pada kriteria administrasi, penelaahan mencakup aspek terpenuhinya kelengkapan persyaratan administratif, antara lain: RKA-K/L yang telah diteliti oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah K/L (APIP K/L), disertai surat

88

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

pengantar dan surat pernyataan pejabat eselon I atau pejabat lain yang memiliki alokasi anggaran dan sebagai penanggung jawab program serta Arsip Data Komputer (ADK) RKA-K/L. Selanjutnya, kriteria substantif bertujuan untuk meneliti kesesuaian, relevansi, dan/atau konsistensi dari setiap bagian anggaran RKA-K/L, antara lain terdiri atas penelaahan terhadap kesesuaian data dalam RKA-K/L dengan Pagu Anggaran/Alokasi Anggaran K/L, kesesuaian antara kegiatan, keluaran dan anggarannya, relevansi antara komponen/tahapan dengan keluaran (untuk keluaran yang belum ditetapkan menteri keuangan sebagai SBK), konsistensi pencantuman sasaran kinerja K/L dengan RKP, serta konsistensi pencantuman prakiraan maju untuk 3 (tiga) tahun ke depan.

Kesesuaian antara komponen kegiatan dan keluaran serta anggarannya untuk memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan dan dibiayai merupakan bagian dari pencapaian keluaran kegiatan yang bersangkutan. Sebagai contoh, komponen kegiatan berupa expose peraturan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan keluaran berupa sebuah rumusan peraturan. Selain itu, jumlah keluaran di dalam RKA-K/L juga harus sesuai dengan indikator keluaran yang tercantum di dalam Renja K/L, karena rujukan untuk penyusunan adalah RKA-K/L merupakan dokumen Renja K/L. Kedua dokumen tersebut saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Selanjutnya, dalam melakukan penelaahan, instrumen yang digunakan sebagai acuan adalah:

89

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

1. Keputusan Menteri Keuangan tentang Pagu Anggaran. 2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk

Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L. 3. Hasil reviu angka dasar. 4. Peraturan-peraturan terkait pengalokasian anggaran. 5. Renja K/L dan RKP tahun yang direncanakan. 6. Hasil kesepakatan Trilateral Meeting. 7. Standar Biaya Keluaran (SBK). 8. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada) 9. Gender Budget Statement (jika ada)

Dari penelahaan tersebut, dokumen yang dihasilkan berupa himpunan RKA-K/L beserta keluaran/output cadangan (jika ada) yang menampung alokasi anggaran yang belum jelas peruntukannya dan tanda “@” yang dicantumkan pada alokasi anggaran K/L yang sudah jelas peruntukannya namun antara lain belum ada dasar hukum pengalokasiannya, belum ada naskah perjanjian (PHLN/PHDN) dan nomor register. Hasil penelaahan RKA-K/L dituangkan dalam Catatan Hasil Penelaahan dan ditandatangani oleh Pejabat perwakilan K/L, Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan.

Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU APBN

Proses penyusunan rancangan APBN dibarengi dengan kegiatan penulisan draft Nota Keuangan dan RAPBN beserta RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan (t+1) secara simultan dengan proses pembahasan RKA-K/L. Institusi di lingkungan Kementerian Keuangan yang menjadi pemangku kepentingan utama dalam kegiatan ini

90

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

adalah DJA (untuk penulisan belanja pemerintah pusat), BKF (untuk penulisan asumsi dasar ekonomi makro dan pendapatan), DJPK (untuk penulisan transfer ke daerah dan dana desa), serta DJPU dan DJKN (untuk pembiayaan). Bersamaan dengan penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN disusun pula Postur RAPBN.

Selanjutnya diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian Keuangan untuk membahas dan menetapkan Postur RAPBN. Keluaran dari ini berupa hasil pembahasan Postur RAPBN. Hasil pembahasan ini kemudian dibahas dalam Sidang Kabinet Terbatas.

Dalam rangka penyusunan draft Nota Keuangan RAPBN tahun anggaran yang direncanakan, DJA c.q Dit. PAPBN mengoordinasikan masukan-masukan dari instansi terkait seperti BKF, DJPK, dan DJPU. Keluaran dari aktivitas ini berupa draft awal hasil penggabungan Nota Keuangan RAPBN. Kemudian, Dit. PAPBN menyusun draft penggabungan menjadi draft buku Nota Keuangan dan RUU APBN tahun anggaran yang kemudian disampaikan ke Eselon I terkait yaitu BKF, DJPK, dan DJPU untuk koreksi ulang dan penyempurnaan. Selanjutnya Draft final buku Nota Keuangan dan RUU APBN disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dikoreksi.

Sementara itu, penyusunan himpunan RKA-K/L oleh Kementerian keuangan dilakukan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan, Rancangan Undang-Undang APBN, Rancangan APBN, dan dokumen pendukung pembahasan RAPBN. DJA menjadi penanggung jawab

91

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kegiatan ini dengan keluaran berupa himpunan RKA-K/L tahun anggaran yang direncanakan (t+1).

Setelah Menteri Keuangan memberikan koreksi terhadap draft buku Nota Keuangan dan RUU APBN, DJA melakukan finalisasi dan menghasilkan keluaran berupa Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN. Buku Nota Keuangan dan RAPBN ini kemudian dibahas dalam sidang kabinet paripurna dalam rangka pengesahan RAPBN dengan keluaran berupa hasil sidang kabinet pengesahan Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan kepada DPR.

Selanjutnya, DJA berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan pencetakan Buku Himpunan RKA-KL dan Buku Nota Keuangan serta RUU APBN. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa buku himpunan RKA-K/L dan Buku Nota Keuangan serta RUU APBN. Bersama dengan proses penyusunan bahan RAPBN dan Nota Keuangan, DJA juga menyiapkan penyusunan advertorial RAPBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan menyampaikan dokumen Nota Keuangan dan RUU APBN ke Sekretariat Negara untuk mendapatkan Amanat Presiden (Ampres). Selanjutnya, Kementerian Keuangan c.q Sekretariat Jenderal menyampaikan buku Nota Keuangan dan RUU APBN beserta Himpunan RKA-K/L ke DPR.

92

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

BOKS 4.1

PEMBICARAAN PENDAHULUAN

Berdasarkan Renja-K/L dari Kementerian dan Lembaga dan sesuai dengan pasal 7 ayat (1) PP Nomor 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, Presiden kemudian menetapkan Keputusan Presiden tentang RKP yang akan digunakan sebagai bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di DPR sebagaimana amanat 176 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (selanjutnya disebut dengan UU MD3).

Di samping itu, Menteri Keuangan c.q. BKF menyiapkan dokumen Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang disampaikan kepada DPR sebagaimana amanat Pasal 178 Ayat (2) UU MD3.

Selanjutnya, Pemerintah dan DPR RI membahas Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang diajukan oleh pemerintah dalam forum pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran yang direncanakan. Fraksi-fraksi menyampaikan pandangan fraksi atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN (yang diajukan Pemerintah) dalam rapat paripurna DPR dan dilanjutkan dengan tanggapan Pemerintah terhadap pandangan fraksi-fraksi tersebut dalam rapat paripurna.

Selanjutnya, dilaksanakan rapat kerja Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah dengan agenda: (1) penyampaian RKP, (2) penyampaian Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok

93

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Kebijakan Fiskal, dan (3) pembentukan Panitia Kerja (Panja). Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk terdiri dari: (1) Panja Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RAPBN TA 2015; (2) Panja RKP dan Prioritas Anggaran TA 2015; (3) Panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RAPBN TA 2015; (4) Panja Kebijakan Transfer ke Daerah RAPBN TA 2015. Selanjutnya, masing-masing Panja membentuk Tim Perumus Laporan Panja dan kesimpulan banggar.

Berdasarkan UU MD3 juga, Badan Anggaran DPR melakukan pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN. Sesuai peraturan Tata Tertib DPR RI, pembahasan ini harus selesai paling lambat pada bulan Juli. Pembahasan mengenai hal tersebut dilakukan dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia.

Selanjutnya, pembahasan dilanjutkan dengan rapat kerja/RDP Komisi I sampai dengan Komisi XI dengan mitra kerjanya untuk membahas RKA-K/L. Pada waktu yang bersamaan, diselenggarakan rapat kerja komisi VII dan komisi XI dengan mitra kerjanya untuk membahas asumsi dasar RAPBN 2015. Hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Badan Anggaran secara tertulis untuk disinkronisasi. Pada tahap ini, K/L dimungkinkan untuk menyampaikan usulan kegiatan inisiatif baru kepada DPR. Persetujuan kegiatan inisiatif baru ini tergantung pada skala prioritas pembangunan dan ketersediaan dana yang salah satunya bersumber dari hasil optimalisasi pembahasan pada rapat Banggar dengan Pemerintah.

Setelah diadakan rapat panja-panja sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, komisi I-XI melakukan rapat pembahasan dengan mitra kerjanya untuk menyempurnakan alokasi anggaran menurut fungsi, dan program. Kemudian diselenggarakan rapat internal Badan Anggaran untuk

94

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

melakukan sinkronisasi hasil panja. Setelah masing-masing panja melaporkan hasil pembahasan, Banggar melakukan rapat kerja dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, dan Gubernur BI dengan agenda pengesahan hasil Panja.

Tahap akhir dari pembicaraan pendahuluan ini adalah rapat paripurna dengan agenda penyampaian laporan hasil pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN TA 2015 di Banggar yang selanjutnya akan digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan RUU APBN.

Sebagai gambaran, berikut ini merupakan sebagian hasil Kesepakatan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pembahasan RKP Tahun 2015 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN TA 2015.

A. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015

1. Tema RKP 2015 adalah: melanjutkan reformasi pembangunan bagi percepatan pembangunan ekonomi yang berkeadilan.

2. Sebagai penjabaran Tema RKP 2015 pada butir 1, terdapat 25 (dua puluh lima) isu strategis yang dikelompokkan menurut bidang-bidang pembangunan yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025. Salah satu bidang dimaksud adalah Bidang Sosial Budaya Dan Kehidupan Beragama dengan prioritas berupa Reformasi Pembangunan Kesehatan yang mencakup: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional (Demand and Supply) ; b. Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.

3. Sasaran Dan Arah Kebijakan Dari Isu Strategis RKP Tahun 2015, khususnya mengenai Reformasi Pembangunan

95

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Kesehatan – Sistem Jaminan Sosial Nasional mempunyai Sasaran:

a. Meningkatnya kepesertaan jaminan kesehatan. b. Meningkatnya jumlah Puskesmas, RS dan klinik

mandiri yang bekerjasama dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) termasuk pemenuhan tenaga kesehatannya yang terstandardisasi (supply).

c. Terjaganya kesinambungan pelaksanaan SJSN, termasuk keberlanjutan keuangan BPJS.

d. Terbentuknya health technology assessment (HTA). e. Terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi JKN. f. Terlaksananya program jaminan ketenagakerjaan

melalui beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan. g. Meningkatnya kerjasama BPJS dan layanan asuransi

dengan manfaat tersier yang dapat melengkapi layanan dasar yang diselenggarakan melalui SJSN.

B. Arah Kebijakan:

1. Penyempurnaan strategi perluasan kepesertaan SJSN 2. Peningkatan kerjasama dengan provider non

pemerintah, 3. Pengembangan standar provider JKN dan sistem rujukan, 4. Pengembangan Health Technology Assesment (HTA)

untuk kendali mutu dan biaya 5. Pengembangan sistem monitoring, dan evaluasi

termasuk operation research, 6. Penyempurnaan skema iuran dan sistem pembayaran

provider dan insentif tenaga kesehatan untuk mendorong peningkatan upaya kesehatan primer dan pemerataan tenaga kesehatan di terpencil, sangat terpencil dan DTPK,

7. Penyusunan skema koordinasi manfaat,

96

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

8. Pengembangan dan penguatan regulasi pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional,

9. Penguatan kelembagaan jaminan sosial, termasuk pengembangan skema monitoring dan evaluasi terpadu, serta penguatan kelembagaan DJSN dan BPJS,

10. Pengembangan skema perlindungan sosial selain asuransi, bagi masyarakat yang belum dicakup oleh SJSN.

C. Asumsi Dasar

Disepakati Asumsi Dasar dalam RAPBN 2015 sebagai berikut:

No. ASUMSI USULAN

PEMERINTAH KESEPAKATAN

1. Pertumbuhan Ekonomi (%)

5,5 - 6,0 5,5 – 6,0

2. Inflasi (%) 3,0 – 5,0 3,0 – 5,0

3. Nilai Tukar (Rp/US$)

11.500,0 – 12.000,0

11.500,0 – 12.100,0

4. Tingkat Suku bunga SPN 3 Bln (%) 6,0 – 6,5 6,0 – 6,5

5. Harga Minyak/ICP (US$/barel)

95,0 - 110,0 95,0 – 110,0

6. Lifting Minyak (ribu barel/hari)

900,0 – 920,0 830,0 – 920,0

7. Lifting Gas Bumi(ribu barel setara minyak/hari)

1.200,0 – 1.250,0

1.200,0 – 1.260,0

97

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

8. Lifting Minyak dan Gas Bumi

(ribu barel setara minyak/hari)

2.100,0 – 2.170,0

2.030,0 – 2.180,0

KEM & PPKF : Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal

D. Kebijakan Fiskal Tahun 2015

Tema arah kebijakan fiskal pada tahun 2015 adalah ”Penguatan Kebijakan Fiskal dalam Rangka Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan”.

Untuk itu, strategi kebijakan fiskal diarahkan untuk memperkuat stimulus fiskal guna mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus perbaikan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional agar memenuhi aspek keadilan dengan tetap mengendalikan risiko dan menjaga kesinambungan fiskal.

Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah: 1. Mengendalikan defisit dalam batas aman, melalui

optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan menjaga konservasi lingkungan, meningkatkan kualitas belanja dan memperbaiki struktur belanja.

2. Pengendalian rasio utang terhadap PDB melalui pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang dalam batas yang aman dan terjaga (manageable, negative net flow), serta mengarahkan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif.

98

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

3. Mengendalikan risiko fiskal dalam batas aman, yang ditempuh antara lain melalui pengendalian rasio utang terhadap pendapatan dalam negeri, debt service ratio terhadap pendapatan dalam negeri, rasio utang terhadap PDB, dan menjaga komposisi utang dalam batas aman serta penjaminan yang terukur.

Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN

Pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan beserta nota keuangannya. Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN, Presiden dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI.

Dalam pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan ini, Pimpinan DPR menyampaikan pemberitahuan kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang rencana pembahasan RUU APBN. DPD mengadakan rapat dengar pendapat dengan Pemerintah dan menyampaikan pertimbangan tertulis paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. Pertimbangan tertulis DPD selanjutnya ditindaklanjuti oleh Pimpinan DPR. Hal ini sesuai dengan Pasal 157 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib.

Setelah mempelajari Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh Presiden, masing-masing Fraksi

99

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

memberikan pemandangan umum atas RUU APBN beserta Nota Keuangannya. Pemandangan umum Fraksi-fraksi ini meliputi pendapat dan tanggapan masing-masing Fraksi atas Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR. Pemandangan umum ini disampaikan dalam rapat paripurna pada pekan keempat Agustus.

Terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi tersebut, DJA menyiapkan tanggapan pemerintah. Dalam proses penyiapan ini, DJA menyampaikan surat kepada instansi-instansi terkait yang bidang atau programnya menjadi obyek pemandangan umum dari Fraksi untuk meminta sumbangan jawaban banggar. Misalnya, terkait iklim investasi dan usaha, maka sumber jawaban berasal dari Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Perdagangan. Atau jika mengenai anggaran pendidikan, maka sumber jawaban berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Bappenas, Menko Perekonomian dan Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Tanggapan Pemerintah ini dikompilasi sehingga menjadi dokumen resmi berupa tanggapan pemerintah yang disampaikan pada rapat paripurna DPR RI pada pekan kelima Agustus.

Pembahasan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR-RI dengan pemerintah (Menteri Keuangan, Bappenas, Kepala BPS dan Gubernur Bank Indonesia pada pekan kelima Agustus. Penanggung jawab rapat kerja ini dari pihak Kementerian Keuangan adalah DJA, BKF, dan

100

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

DJPK). Agenda rapat kerja ini berupa Penyampaian pokok-pokok RUU APBN dan Pembentukan Panitia Kerja (Panja) yang terdiri dari: (i) Panja Asumsi dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RUU APBN; (ii) Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN; (iii) Panja Transfer ke Daerah RUU APBN; dan (iv) Panja Perumus Draft RUU APBN.

Selanjutnya, Badan Anggaran mengadakan rapat internal untuk membahas postur RAPBN. Dalam kegiatan rapat ini, tidak ada pihak pemerintah yang terlibat. Setelah itu, Menteri Keuangan melakukan rapat dengan Badan Anggaran untuk menetapkan postur sementara RAPBN.

Secara bersamaan tiap-tiap komisi DPR juga melaksanakan pembahasan dengan mitra kerjanya, yaitu K/L sesuai bidang tugasnya. Sebagai contoh, Komisi XI DPR membidangi masalah keuangan, perencanaan pembangunan, dan perbankan. Mitra kerja komisi tersebut adalah K/L:

1. Kementerian Keuangan 2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 3. Badan Pemeriksa Keuangan 4. Badan Pusat Statistik 5. Bank Indonesia 6. Perbankan 7. Kliring Penjaminan Efek Indonesia 8. Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 9. Otoritas Jasa Keuangan

101

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dalam konteks pembahasan RKA-K/L dan penetapan alokasi anggaran K/L, pembahasan dan pemberian persetujuan alokasi anggaran oleh DPR hanya sampai tingkat program, fungsi, dan organisasi. Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. Substansi putusan Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: “Frasa ‘kegiatan dan jenis belanja’ dalam Pasal 15 ayat (5) UU nomor 17 tahun 2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian Pasal 15 (5) selengkapnya berbunyi: ‘APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, dan program’. Hal yang sama berlaku terhadap Pasal 107, 157, dan 159 Undang-Undang nomor 27 tahun 2009.” Konsekuensi logis atas putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah lingkup pembahasan anggaran antara Pemerintah dan DPR yang semula sangat detil sampai dengan kegiatan dan jenis belanja/satuan 3, bahkan sampai alokasi per Satker, berubah menjadi sampai level strategis saja, yaitu program.

Artinya, pada saat proses pembahasan APBN, K/L dan mitra kerjanya (komisi) menggunakan dokumen RKA-K/L tingkat unit eselon I sebagai bahan pembahasan dan untuk selanjutnya mendapat pesetujuan hanya sampai tingkat program. Sementara itu, pembahasan rincian anggaran sampai dengan tingkat kegiatan dan jenis belanja dalam APBN merupakan implementasi program atas perencanaan yang merupakan wilayah kewenangan Presiden.

102

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Gambaran penetapan alokasi anggaran suatu kementerian negara/lembaga sebagaimana tabel di bawah.

Dalam proses penyusunan RUU APBN, DPR dapat memberikan usulan sesuai dengan hak budget yang dimilikinya. Oleh karena itu, RKA-K/L sebagai bahan penyusunan RUU APBN dapat dilakukan penyesuaian. Penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil pembahasan Badan Anggaran dilakukan dalam rapat kerja masing-masing komisi dengan mitra kerjanya. Keluaran dari rapat kerja ini berupa usulan untuk penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil rapat kerja komisi. Tahapan penyampaian dan pembahasan RUU APBN oleh DPR bersama Pemerintah diakhiri oleh rapat paripurna pengesahan UU APBN.

Sebelum menetapkan RUU APBN, rapat paripurna ini didahului dengan:

015 Kementerian KeuanganNo. Pagu Anggaran 2014

1 015.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan 7.048.626.726.000

2 015.02.03 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan 109.044.868.000

3 015.03.07 Program Pengelolaan Anggaran Negara 171.781.463.000 4 015.04.12 Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 5.460.890.244.000 5 015.05.13 Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang

Kepabeanan dan Cukai 2.809.268.381.000 6 015.06.08 Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 107.299.994.000 7 015.07.14 Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 78.934.704.000 8 015.08.09 Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara 1.615.020.349.000 9 015.09.10 Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan

Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 633.719.919.000 10 015.11.04 Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan

Negara 537.659.152.000 11 015.12.11 Program Perumusan Kebijakan Fiskal 139.428.593.000

18.711.674.393.000

PROGRAM

Jumlah

103

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

a. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini sebagai sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;

b. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan

c. Pendapat akhir pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Keuangan disertai lampiran berupa Laporan kesepakatan Badan Anggaran dan pendapat akhir Pemerintah.

Hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara hasil kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan RUU tentang APBN yang berupa Laporan Panitia Kerja (ditandatangani oleh Pimpinan Panitia Kerja Banggar dan Direktur Jenderal) selaku koordinator panja dari pemerintah, dan Kesimpulan Badan Anggaran (ditandatangani oleh pimpinan Banggar, Menteri Keuangan selaku wakil pemerintah) dengan disertai lampiran angka dasar belanja Kementerian Negara/Lembaga (ditandatangani Direktur Jenderal Anggaran). Selain itu, hasil penetapan RKA-K/L disampaikan kepada Menteri Keuangan, dengan terlebih dahulu disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan komisi terkait.

Surat Menteri Keuangan Tentang Alokasi Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR

Setelah UU APBN dan RKA-K/L ditetapkan, maka Menteri Keuangan menerbitkan surat kepada Kementerian Negara/Lembaga sesuai dengan berita acara hasil

104

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR. Surat ini menjadi dasar alokasi anggaran untuk Kementerian Negara/Lembaga sebagai batas tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya, dilakukan forum penelaahan RKA-K/L khususnya yang mengalami perubahan oleh DJA dengan Dit, Anggaran I, II, dan III sebagai penanggung jawab. Penelaahan ini untuk memastikan kesesuaian antara RKA-K/L dengan alokasi anggaran hasil kesepakatan dengan DPR.

Selain itu, penelaahan juga meneliti kesesuaian RKA-K/L dengan:

1. Hasil pembahasan DPR (komisi terkait) mengenai Pagu Alokasi Anggaran

2. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada) 3. Standar Biaya umum (SBU) 4. Standar Biaya Keluaran (SBK).

RKA-K/L hasil penelaahan tersebut, kemudian dihimpun oleh Kementerian Keuangan c.q DJA untuk dijadikan bahan penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. Penyusunan dan penetapan Perpres ini paling lambat tanggal 30 November tahun berjalan. Berdasarkan Peraturan Presiden yang ditetapkan dan RKA-K/L, Kementerian Negara/Lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA). Paling lambat tanggal 31 Desember, Menteri Keuangan harus sudah mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran untuk menjadi dasar bagi Kementerian Negara/Lembaga melaksanakan kegiatan/programnya.

105

Alokasi Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Menteri Keuangan menyampaikan pendapat akhir pemerintah mengenai APBNP 2015 pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 13 Februari 2015

Dari kiri ke kanan Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN saat menghadiri Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI membahas APBNP Tahun 2015 tanggal 13 Februari 2015

BAB 5

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan Nasional

Sektor-SektorPrioritasPembangunan

BAB 5

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

Latar Belakang

Disadari, APBN merupakan sebuah rencana berupa proyeksi baik dari sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan termasuk target defisit yang akan dijaga. APBN 2016 disusun tahun 2015 berdasar perkiraan realisasi tahun 2014, padahal perkembangan perekonomian selalu bergerak dinamis. Tentunya, hasil dari rencana terkadang sesuai dengan yang diharapkan atau tidak tercapai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan APBN. Tujuannya, APBN berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apabila ada kondisi perekonomian (seperti resesi) yang berakibat pada rencana-rencana dalam APBN tidak tercapai, Pemerintah dapat mengantisipasinya.

Oleh karena itu pada pelaksanaan APBN tahun berjalan, Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal melakukan monitoring dan evaluasi atas realisasi asumsi dasar ekonomi makro dan besaran komponen-komponen APBN. Proses monitoring dan evaluasi dilakukan sejak bulan Januari dan dilakukan secara berkala baik bulanan, triwulan, maupun semester.

Pokok-pokok yang dievaluasi antara lain sebagai berikut. Pertama, indikator ekonomi makro. Indikator ekonomi

107

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

makro yang dijadikan dasar perhitungan APBN adalah pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga SPN 3 bulan, harga minyak mentah, serta lifting minyak dan gas bumi. Realisasi beberapa indikator ekonomi ini kemudian akan dievaluasi dan diproyeksi pencapaiannya sampai dengan akhir tahun.

Kedua, target pendapatan negara, yang terdiri dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Realisasi pendapatan negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa indikator yang dapat mempengaruhi besaran pencapaian target pendapatan negara, antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah, serta lifting minyak dan gas bumi. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi realisasi pendapatan negara. Pemerintah melakukan exercise terhadap besaran pendapatan negara sampai dengan akhir tahun.

Ketiga, besaran belanja negara, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Realisasi belanja negara juga dipengaruhi oleh perkembangan kondisi perekonomian. Komponen belanja negara yang dipengaruhi oleh perkembangan indikator ekonomi antara lain: (1) subsidi BBM dan listrik yang dipengaruhi oleh nilai tukar dan harga minyak mentah; (2) bunga utang yang dipengaruhi oleh nilai tukar dan tingkat bunga SPN; dan (3) dana bagi hasil minyak bumi dan gas alam yang sangat tergantung pada gas alam, yang dipengaruhi oleh asumsi

108

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

ICP, kurs, dan lifting. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi belanja negara, Pemerintah melakukan exercise terhadap besaran belanja negara sampai dengan akhir tahun.

Keempat, defisit anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya. Perubahan indikator ekonomi makro yang disertai dengan perubahan exercise di pos pendapatan negara dan belanja negara akan menyebabkan melesetnya perkiraan defisit anggaran sebagaimana telah ditetapkan dalam UU APBN. Dalam pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa ambang batas maksimum akumulasi defisit APBN dan APBD adalah sebesar 3,0 persen terhadap PDB. Oleh karena itu, Penyusunan exercise APBN ini dilakukan dengan memperhatikan besaran target defisit dan sumber-sumber pendanaannya.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap indikator ekonomi makro, target pendapatan negara, dan besaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN, pemerintah melakukan upaya berikut. Pertama, Pemerintah melakukan usulan revisi atas besaran asumsi dasar ekonomi makro apabila hasil evaluasi dan proyeksi tersebut menunjukkan ketidaksesuaian dengan pencapaian asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam APBN dan berpengaruh signifikan terhadap besaran-besaran APBN. Kedua, Pemerintah dapat melakukan usulan penyesuaian/perubahan atas besaran target pendapatan negara dan besaran belanja negara apabila hasil exercise terhadap besaran pendapatan negara dan belanja negara

109

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

sampai dengan akhir tahun menunjukkan deviasi yang besar terhadap target pendapatan negara dan belanja negara yang telah ditetapkan dalam APBN. Penyesuaian belanja negara juga memperhitungkan adanya kewajiban Pemerintah atas kurang bayar tagihan tahun sebelumnya dan perubahan kebijakan fiskal dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal.

Dalam rangka menjaga defisit pada batas yang aman, perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN, antara lain: (1) optimalisasi penerimaan perpajakan, (2) efisiensi dan pengendalian belanja subsidi, dan (3) kebijakan pemotongan belanja K/L.

Dalam hal terdapat exercise peningkatan defisit anggaran, diperlukan tambahan pembiayaan anggaran. Sehubungan dengan keterbatasan penggunaan Sisa Anggaran Lebih dan pembiayaan nonutang, sumber pendanaan defisit anggaran dapat dilakukan melalui penerbitan surat utang. Sumber utama pembiayaan utang tersebut berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman.

Sesuai Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah menyusun laporan realisasi Semester I yang disampaikan selambat-lambatnya pada bulan Juli APBN tahun berjalan. Dalam laporan tersebut juga disampaikan prognosis semester II yang disusun berdasarkan evaluasi atas perkiraan asumsi dasar ekonomi makro dan exercise perubahan postur APBN. Dari hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan exercise perubahan postur APBN tersebut akan menjadi

110

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

dasar kebijakan bagi Pemerintah untuk memutuskan perlu tidaknya mengajukan usulan perubahan/penyesuaian atas APBN kepada DPR.

Meskipun demikian, Pemerintah dapat mengajukan percepatan pengajuan usulan perubahan/penyesuaian atas APBN, tanpa harus menunggu penyampaian laporan semester I tahun berjalan. Usulan tersebut dilakukan apabila terjadi perkembangan dinamika perekonomian yang menyebabkan beberapa indikator ekonomi makro berbeda cukup signifikan. Dengan berbagai perkembangan tersebut, diperkirakan akan dapat memberikan tekanan yang berat terhadap pelaksanaan APBN, baik dari sisi pendapatan maupun belanja negara.

Pengajuan penyesuaian/perubahan APBN diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 182 Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:

a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;

b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

111

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan antarprogram (tidak termasuk antar jenis dengan mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014);

d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.”

Selanjutnya dalam Undang-undang No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 182 menyatakan bahwa: Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan, Pemerintah mengajukan rancangan undang-undang tentang perubahan APBN tahun anggaran berjalan. Besaran prognosis perubahan asumsi ekonomi makro dan postur APBN yang signifikan disajikan pada Gambar 5.1.

Tentu saja, perubahan-perubahan yang terdapat dalam postur APBN melalui mekanisme APBN Perubahan dapat mengakibatkan perubahan dalam alokasi belanja K/L. Perubahan tersebut dapat berupa penambahan anggaran, pemotongan anggaran, dan realokasi anggaran dalam lingkup belanja negara.

112

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam Proyeksi APBN

Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan

Penyusunan APBN Perubahan secara garis besar terdiri atas langkah-langkah: (1) Review asumsi dasar ekonomi makro dan realisasi APBN; (2) Perumusan angka pencapaian asumsi dasar ekonomi makro sampai dengan akhir tahun; (3) Perumusan exercise postur APBN Perubahan baik di sisi pendapatan, belanja negara, maupun defisit anggaran beserta sumber-sumber pembiayaannya; dan (4) Perumusan kebijakan-kebijakan fiskal dalam APBN Perubahan. Mekanisme penyusunan APBN Perubahan pada tahap kegiatan perencanaan dan penganggaran sampai dengan penetapan APBN Perubahan secara ringkas diilustrasikan pada Gambar 5.2.

Perubahan asumsi ekonomi makro yang sangat signifikan berupa prognosis:

• Penurunan pertumbuhan ekonomi, minimal 1% di bawah asumsi yang telah ditetapkan; dan/atau

• Deviasi asumsi ekonomi makro lainnya minimal 10% dari asumsi yang telah ditetapkan.

Perubahan postur APBN yang sangat signifikan berupa prognosis:

• Penurunan penerimaan perpajakan minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan;

• Kenaikan atau penurunan belanja kementerian/lembaga minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan;

• Kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan belum tersedia pagu anggarannya; dan/atau

• Kenaikan defisit minimal 10% (sepuluh persen) dari rasio defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang telah ditetapkan.

113

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

114

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Penyusunan APBN Perubahan diawali dengan review asumsi dasar ekonomi makro yang dilaksanakan pada mulai awal tahun. Selanjutnya, Pemerintah menyusun perkiraan postur APBN Perubahan hingga akhir tahun sesuai dengan perkembangan ekonomi dan review asumsi dasar ekonomi makro. Apabila terdapat beberapa indikator ekonomi makro dan exercise postur APBN Perubahan yang berbeda cukup signifikan dengan yang ditetapkan dalam APBN, Pemerintah akan merumuskan kebijakan-kebijakan fiskal dan exercise postur APBN Perubahan. Perumusan kebijakan fiskal dan exercise postur tersebut dilakukan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN dan menjaga kesinambungan fiskal baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah. Penetapan kebijakan dan postur usulan APBN Perubahan tersebut diputuskan dalam sidang kabinet.

Berdasarkan hasil sidang kabinet, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan akan menyusun Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan. Selanjutnya, Pemerintah akan menyampaikan usulan Nota Keuangan dan RUU APBN Perubahan kepada DPR untuk mendapat persetujuan DPR. Dalam proses persetujuan tersebut, Pemerintah dan DPR membahas terlebih dahulu adanya perubahan dalam APBN yan telah ditetapkan sebelumnya. Pembahasan ini mengidentifikasi perubahan anggaran yang ada di K/L dan BA-BUN. Pembahasan perubahan anggaran K/L dilakukan di Komisi DPR RI untuk mendapat persetujuan.

115

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Ada hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam hal pembahasan dan penetapan RUU APBN Perubahan, yaitu jangka waktu proses pembahasan dan penetapannya. Berdasarkan pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, pembahasan dan penetapan RUU APBN Perubahan dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan dalam masa siding setelah diajukan Pemerintah oleh DPR. Adapun proses pembahasan dan penetapan RUU tentang APBN Perubahan akan dijelaskan lebih lanjut dalam Box 5.1. Setelah UU APBN Perubahan ditetapkan, proses selanjutnya adalah revisi Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) sesuai dengan hasil penetapan UU APBN Perubahan.

BOKS 5.1 Proses Pembahasan dan Penetapan RUU tentang APBNP

Proses pembahasan RUU perubahan APBN hampir sama dengan proses pembahasan RUU APBN, namun demikian pada pembahasan RUU perubahan APBN proses pembahasan diawali dengan penyampaian dokumen nota keuangan dan RUU APBNP kepada DPR untuk kemudian dibahas oleh DPR dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna tersebut akan diumumkan tentang RUU perubahan APBN beserta Nota Perubahannya yang akan dibahas oleh Badan Anggaran dan Komisi terkait. Kemudian akan dilanjutkan dengan penyampaian pokok-pokok RUU perubahan APBN besarta Nota Perubahannya oleh Pemerintah kepada DPR melalui Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Adapun proses pembahasan dan penetapan RUU perubahan APBN tidak boleh lebih dari 1 bulan setelah proses penyampaian NK dan RUU APBNP.

116

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Siklus pembahasan dan penetapan RUU perubahan APBN diilustrasikan dalam Tabel berikut.

No Uraian Agenda Keterangan

1 Penyampaian Nota Keuangan dan RUU APBNP kepada DPR

Dokumen NK dan RUU APBNP

-

2 Rapat Paripurna DPR RI

Pengumuman pembahasan RUU APBNP beserta Nota Perubahannya oleh Badan Anggaran dan komisi terkait

Minggu I

3 Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia

Penyampaian Pokok-pokok RUU Perubahan APBN TA 2013

Pembentukan: a. Panja Asumsi

Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan RUU Perubahan APBN

b. Panja Belanja Pemerintah Pusat RUU APBN-P

Minggu I

117

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

c. Panja Belanja

Transfer ke Daerah RUU APBN-P

Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN

4 DPD menyampaikan pengawasan atas pelaksanaan APBN kepada DPR sebagai bahan pertimbangan

Laporan DPD Minggu I

5 Raker komisi VII dan Komisi XI dg mitra kerjanya

Asumsi dasar ekonomi Makro: pertumbuhan ekonomi, inflasi, tingkat suku bunga SPN Parameter

lainnya: Lifting minyak dan gas, ICP

Minggu I-II

6 Raker komisi I s.d Komisi XI dg mitra kerjanya

Perubahan RKA-KL APBNP

Minggu I-II

7 Komisi menyampaikan hasil Rapat Kerja dengan mitra kerjanya kepada Badan Anggaran

Laporan hasil rapat kerja komisi dengan mitra kerjanya

Minggu I-II

118

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

8 Rapat Panja

Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit & Pembiayaan dalam RUU Perubahan

Asumsi dasar ekonomi makro Besaran

pendapatan negara Besaran subsidi

energi Besaran defisit

anggaran Besaran

pembiayaan anggaran Besaran dana

optimalisasi (jika ada) Besaran postur

sementara APBNP

Minggu II-III

9 Rapat Kerja Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan

Penetapan Postur Sementara Hasil Rapat Kerja

Minggu II-III

10 1. Rapat Panja Belanja Pemerintah Pusat

2. Rapat Panja Transfer ke Daerah

Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Anggaran transfer

daerah

Minggu III

11 Raker komisi I s.d Komisi XI dg mitra kerjanya

Perubahan RKA K/L sesuai hasil pembahasan di Badan Anggaran

Minggu III

119

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

12 Rapat Panja Perumus Draft RUU Perubahan APBN

Pembahasan draft RUU perubahan APBN

Minggu III

14 Rapat Internal Badan Anggaran

Sinkronisasi hasil Panja-Panja dan Timus Draft RUU Perubahan APBN

Minggu IV

15 Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah (Menteri Keuangan dan Bappenas), dan Gubernur Bank Indonesia

Penyampaian laporan & pengesahan hasil Panja-Panja dan Tim Perumus Draft RUU Perubahan APBN Pendapat akhir

mini Fraksi sbg sikap akhir Pendapat

Pemerintah Pengambilan

keputusan untuk dilanjutkan ke Tk.II ttg RUU Perubahan APBN

Minggu IV

16 Rapat Paripurna DPR RI

Penyampaian laporan hasil pembahasan Tk.I RUU Perubahan APBN Pernyataan

persetujuan/penol

Minggu IV

120

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Kebijakan APBNP tahun 2012-2014

Dalam pelaksanaan APBN, hampir setiap tahun Pemerintah mengusulkan adanya penyesuaian/perubahan APBN. Penyesuaian/perubahan APBN tersebut didasarkan atas hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan exercise besaran postur APBN. Berikut ini disampaikan perbandingan siklus APBN Perubahan beserta latar belakang dan kebijakan penyesuaian/perubahannya pada tahun 2012-2014 yang disajikan pada Tabel 5.1.

Dari ilustrasi, dapat disampaikan bahwa melesetnya perkiraan asumsi ekonomi makro telah menyebabkan pergerakan postur APBN tahun berjalan, baik di sisi pendapatan negara maupun di sisi belanja negara. Pada tahun 2012-2014, perubahan perkiraan asumsi ekonomi makro diperkirakan menyebabkan penurunan pendapatan negara dan peningkatan belanja negara.

akan dari setiap Fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan Rapat Paripurna

Penyampaian pendapat akhir Pemerintah atas RUU Perubahan APBN

121

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Dengan demikian, dalam postur APBN diperkirakan akan terjadi peningkatan defisit anggaran, sehingga dilakukan kebijakan pemenuhan sumber pembiayaan APBN dan upaya pengamanan pelaksanaan APBN. Upaya pengamanan pelaksanaan APBN antara lain dilakukan melalui kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L. Pemotongan belanja K/L tersebut diterapkan kepada seluruh K/L dengan prinsip pembagian partisipasi (sharing the burden) dengan pengecualian alokasi tetap menjaga rasio anggaran pendidikan.

122

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Tabe

l 5.

1 Si

klus

dan

Lat

ar B

elak

ang

Kebi

jaka

n AP

BNP

Urai

an

APBN

P 20

14

APBN

P 20

13

APBN

P 20

12

I. Si

klus

APB

N P

erub

ahan

Peny

ampa

ian

NK

da

n RU

U AP

BNP

19 M

ei 2

014

(Sur

at P

resi

den

Nom

or

R-30

/ Pr

es/0

5/20

14)

17 M

ei 2

013

(Sur

at P

resi

den

Nom

or R

-18/

Pre

s/05

/201

3)

29 F

ebru

ari 2

012

(Sur

at P

resi

den

Nom

or R

-25/

Pr

es/0

2/20

12)

Pem

baha

san

RUU

AP

BNP

20 M

ei 2

014

s.d 1

8 Ju

ni 2

014

20 M

ei 2

014

s.d 1

5 Ju

ni 2

013

6 M

aret

201

2 s.d

30

Mar

et 2

014

Pene

tapa

n RU

U

APBN

P 18

Juni

201

4 17

Juni

201

4 30

Juni

201

4

Und

ang-

Unda

ng

APBN

P UU

Nom

or 1

2 Ta

hun

2014

(D

iteta

pkan

Tan

ggal

30

Juni

201

4)

UU N

omor

15

Tahu

n 20

13

(Dite

tapk

an T

angg

al 1

8 Ju

ni

2013

)

UU N

omor

4 T

ahun

201

2 (D

iteta

pkan

Tan

ggal

31

Mar

et 2

014)

Kep

pres

Rin

cian

Be

lanj

a Pe

mer

inta

h Pu

sat

Kepp

res N

omor

25

Tahu

n 20

14

(Dite

tapk

an T

angg

al 1

5 Ju

li 20

14)

- -

II.

Lata

r Bel

akan

g da

nKeb

ijaka

n AP

BN P

erub

ahan

Das

ar

Pert

imba

ngan

M

eles

etny

a pe

rkem

bang

an in

dika

tor

mak

ro e

kono

mi (

a.l.

perl

amba

tan

pert

umbu

han

ekon

omi,

pele

mah

an

nila

i tuk

ar, r

enda

hnya

real

isas

i lift

ing

min

yak)

Mel

eset

nya

perk

emba

ngan

in

dika

tor m

akro

eko

nom

i M

eles

etny

a pe

rkem

bang

an in

dika

tor m

akro

ek

onom

i (di

peng

aruh

i jug

a ol

eh p

erek

onom

ian

duni

a)

Exer

cise

Pos

tur

APBN

P

enur

unan

targ

et p

ener

imaa

n pe

rpaj

akan

K

enai

kan

subs

idi e

nerg

i P

enin

gkat

an d

efis

it an

ggar

an

Pen

urun

an ta

rget

pen

erim

aan

perp

ajak

an

Ken

aika

n an

ggar

an b

elan

ja

subs

idi

Pen

ingk

atan

def

isit

angg

aran

Pen

urun

an ta

rget

pen

erim

aan

perp

ajak

an d

an

dari

sekt

or m

igas

M

enin

gkat

nya

beba

n su

bsid

i BBM

dan

list

rik

Pen

ingk

atan

def

isit

angg

aran

123

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Ura

ian

APBN

P 20

14

APB

NP

2013

AP

BN

P 20

12

Keb

ijaka

n AP

BN

Pe

ruba

han

Pe

ngen

dalia

n vo

lum

e su

bsid

i ene

rgi

Pe

nghe

mat

an su

bsid

i lis

trik

(a.l.

kena

ikan

tari

f sec

ara

bert

ahap

)

Tam

baha

n an

ggar

an m

ende

sak

(a.l.

tung

gaka

n Ja

mke

smas

, kur

ang

baya

r TP

G, d

ana

on ca

ll be

ncan

a al

am)

Pe

mot

onga

n be

lanj

a K/

L se

besa

r Rp

43,0

T.

Pe

leba

ran

defis

it AP

BN d

ari s

emul

a 1,

69%

men

jadi

2,4

%.

Pen

gend

alia

n su

bsid

i BBM

P

elak

sana

an p

rogr

am P

4S,

BLSM

, dan

pem

bang

unan

in

fras

truk

tur d

asar

P

emot

onga

n be

lanj

a K/

L se

besa

r Rp1

3,2

T.

Pem

beri

an p

engh

arga

an d

an

sank

si a

tas p

elak

sana

an

angg

aran

bel

anja

K/L

tahu

n 20

12.

Pen

ggun

aan

Sald

o An

ggar

an

Lebi

h (S

AL)

Pel

ebar

an d

efis

it AP

BN d

ari

sem

ula

1,65

% m

enja

di 2

,48

%.

Opt

imal

isas

i pen

dapa

tan

nega

ra

Per

ubah

an b

esar

an su

bsid

i P

rogr

am k

ompe

nsas

i per

ubah

an su

bsid

i P

enam

baha

n da

na in

fras

truk

tur

Pem

oton

gan

bela

nja

K/L

sebe

sar R

p18,

9 T

Pen

ggun

aan

Sald

o An

ggar

an L

ebih

(SAL

) P

eleb

aran

def

isit

APBN

dar

i sem

ula

1,53

%

men

jadi

2,2

3 %

.

124

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Pada tahun 2014, kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L utamanya dilakukan dengan: (1) memaksimalkan pemotongan belanja barang dan belanja perjalanan dinas; (2) meminimumkan pemotongan belanja perjalanan dinas yang menjadi tugas dan fungsi pokok dari K/L; (3) meminimumkan pemotongan bantuan sosial yang menjadi prioritas; serta(4) meminimumkan pemotongan belanja modal. Penghematan/pemotongan anggaran tidak dilakukan terhadap: (1) anggaran pendidikan; (2) anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah; (3) anggaran yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU).

Berkaitan dengan kebijakan pemotongan anggaran belanja K/L tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2014 tentang langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014 (ditetapkan tanggal 19 Mei 2014). Berdasarkan instruksi Presiden tersebut, ditetapkan bahwa mekanisme teknis pelaksanaan pemotongan anggaran belanja K/L dilakukan melalui pemblokiran anggaran masing-masing K/L (self blocking) yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan melakukan revisi RKA-KL setelah adanya penetapan APBNP.

125

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

BOKS 5.2 Proses Revisi RKA-KL APBN Perubahan Tahun 2014

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2014 dalam pasal 8 ayat (4), maka rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBNP tahun 2014 akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden yang ditetapkan paling lambat pertengahan bulan Juli 2014. Keputusan Presiden tersebut akan merinci Belanja Pemerintah Pusat menurut organisasi dan menurut fungsi. Oleh karena itu, Pemerintah menyiapkan langkah-langkah untuk proses penyelesaian RKA-KL hasil penetapan APBNP 2014 sebagai berikut:

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 301 Rapat Panja Belanja Pemerintah Pusat

2Surat Menteri Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L APBNP 2014 (Surat MK No. S-347/MK.02/2014)

3 Penyusunan dan Penyesuaian RKA-K/L APBNP oleh K/L

4 Pembahasan dan Persetujuan RKA-K/L APBNP 2014 oleh Komisi DPR

5 Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah6 Rapat Paripurna Pengesahan RUU APBNP

7 Penyampaian RKA-K/L APBNP TA 2014 dan Penelaahan antara DJA-Bappenas dan K/L

8 Pengesahan Revisi Anggaran APBNP 2014

9 Konsolidasi Data RKA-K/L dalam rangka Penyusunan Keppres RABPP APBNP 2014

10 Penerbitan Keppres RABPP APBNP 2014

JUNI 2014NO KEGIATAN

Namun demikian, dalam proses penyelesaian Keppres terdapat kendala penyelesaian revisi RKA-KL dan konsolidasi data RKA-K/L, sehingga Keppres mengenai rincian anggaran Belanja Pemerintah Pusat baru ditetapkan tanggal 15 Juli 2014 melalui Keppres Nomor 25 Tahun 2014 (telah memenuhi ketentuan dalam pasal 8 ayat (4) UU Nomor 12 Tahun 2014).

Sebagai catatan, proses penyusunan APBNP terkadang mempunyai keterkaitan dengan belanja K/L. dengan kata lain, tidak mesti APBNP itu mempunyai dampak berupa perubahan terhadap belanja K/L. dalam hal ada perubahan terhadap belanja K/L, perubahan tersebut meliputi tambahan anggaran, pemotongan anggaran, atau pergeseran antarunit organisasi/antarprogram.

126

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga

Badan Anggaran dan Komisi yang merupakan unit di DPR berperan dalam proses perubahan anggaran belanja K/L. Badan Anggaran membahas/menetapkan perubahan-perubahan belanja K/L. Atas dasar keptusan Badan Anggaran tersebut, Komisi DPR dan mitra kerjanya (K/L) membahas dan menetapkan perubahan dimaksud. Setelah ada kesepakatan antara Komisi DPR K/L (formalnya berupa Surat Menteri Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L dalam APBNP).

Selanjutnya, K/L melakukan penyesuaian alokasi anggaran belanja K/L dalam dokumen RKA-K/L sebagaimana surat Menteri Keuangan dimaksud. Dokumen RKA-K/L tersebut selanjutnya disampaikan kepada Ditjen Anggaran untuk ditelaah. prossespenelaahan ini berupa mencocokkan hasil kesepakatan Pemerintah dan Komisi DPR.

1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 612,3 2 002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 3.556,7 3 004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2.915,5 4 005 MAHKAMAH AGUNG 7.037,9 5 006 KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 4.208,9 6 007 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA 2.054,8 7 010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI 7.240,9 8 011 KEMENTERIAN LUAR NEGERI 5.533,9 9 012 KEMENTERIAN PERTAHANAN 96.935,7

10 013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI 9.688,7 11 015 KEMENTERIAN KEUANGAN 18.727,2 12 018 KEMENTERIAN PERTANIAN 15.879,3 13 019 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2.743,3 14 020 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 10.023,5 15 022 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 44.933,9 16 023 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 88.309,1 17 024 KEMENTERIAN KESEHATAN 47.758,8 18 025 KEMENTERIAN AGAMA 56.440,0 19 026 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 5.251,9 20 027 KEMENTERIAN SOSIAL 8.079,4 21 029 KEMENTERIAN KEHUTANAN 5.643,2 22 032 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 6.726,0 23 033 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 81.338,2

24 034KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN KEAMANAN 449,6

25 035 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 305,9 26 036 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 295,8 27 040 KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF 1.715,9 28 041 KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 133,8 29 042 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 747,5 30 043 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 825,0 31 044 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 1.453,9

32 047KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK 217,7

33 048 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

195,9

34 050 BADAN INTELIJEN NEGARA 2.416,6

LAMPIRAN BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, APBN 2015

(Miliar Rupiah)

APBN 2015 NO KODE BA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

35 051 LEMBAGA SANDI NEGARA 1.456,6 36 052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 44,3 37 054 BADAN PUSAT STATISTIK 3.930,8 38 055 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 1.088,1 39 056 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 4.576,3 40 057 PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 473,5 41 059 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 4.859,8 42 060 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 51.594,5 43 063 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.221,6 44 064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 278,9 45 065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 635,9 46 066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 903,2 47 067 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1.386,8 48 068 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 3.294,7 49 074 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 72,2 50 075 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 1.763,5 51 076 KOMISI PEMILIHAN UMUM 1.134,2 52 077 MAHKAMAH KONSTITUSI RI 214,5 53 078 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 76,5 54 079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 1.147,6 55 080 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 819,9 56 081 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 858,4 57 082 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 673,1 58 083 BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 721,0 59 084 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 164,8 60 085 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 137,1 61 086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 269,8 62 087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 172,1 63 088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 614,1 64 089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 1.528,4 65 090 KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2.495,3 66 091 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT 4.621,5 67 092 KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA 1.781,2 68 093 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 898,9 69 095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) 763,9 70 100 KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA 119,6

APBN 2015 NOKODE

BA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

71 103 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 1.681,6

72 104 BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA

393,3

73 105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS) 843,2 74 106 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 158,4 75 107 BADAN SAR NASIONAL 2.420,0 76 108 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 100,6 77 109 BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU 195,5 78 110 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 66,3 79 111 BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN 210,6

80 112 BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

1.097,2

81 113 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME 311,8 82 114 SEKRETARIAT KABINET 183,1 83 115 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 457,0 84 116 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA 889,0 85 117 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA 866,6

86 118 BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG 246,5

647.309,9

Keterangan: APBN tahun 2015 masih menggunakan nomenklatur lama

J U M L A H

APBN 2015 NOKODE

BA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3)

Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004

Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014

Republik Indonesia. 2014. Instruksi Presiden nomor 4 tahun 2014 tentang Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja K/L dalam Rangka Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga

Surat Menteri Keuangan Nomor S-347/MK.02/2014 tanggal 14 Juni 2014 tentang Perubahan Pagu Anggaran Belanja K/L dalam APBNP Tahun 2014

Direktorat Jenderal Anggaran, Reformasi Sistem Penganggaran: Konsep dan Implementasi 2005-2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2006

Direktorat Penyusunan APBN, Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN Edisi II. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014

Direktorat Penyusunan APBN, Pokok-Pokok Siklus APBN di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014

Direktorat Penyusunan APBN, Postur APBN Indonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014

www.kemenkeu.go.id

www.anggaran.depkeu.go.id