plasenta pevia plasenta akreta and vasa previa

Upload: nyak-rahmat

Post on 16-Oct-2015

162 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PLASENTA PREVIA, PLASENTA AKRETA dan VASA PREVIA

ABSTRAKPlasenta previa, plasenta akreta, dan vasa previa adalah penyebab penting perdarahan pada pertengahan kedua periode kehamilan dan persalinan. Faktor-faktor risiko plasenta previa diantaranya persalinan sectio caesarea, terimasi kehamilan, pembedahan intrauterin, merokok, kehamilan multifetus, paritas yang tinggi, dan umur ibu hamil. Modalitas diagnostik terpilih untuk plasenta previa adalah ultrasonografi intravagina, wanita dengan plasenta previa komplit harus melahirkan dengan cara sectio caesarea. Studi-studi skala kecil menunjukan bahwa ketika jarak antara plasenta dan orifisium uteri lebih besar dari 2 cm wanita tersebut aman menjalani persalinan pervaginam. Anastesi regional aman untuk persalian Sectio ceasarea pada pasien dengan plasenta previa. Persalinan harus dilakakukan ditempat yang memiliki fasilitas bank darah yang mencukupi. Insidensi plasenta akreta mengalami peningkatan, terutama disebabkan karena peningkatan angka persalinan sectio caesarea. Plasenta akreta berhubungan dengan kehilangan darah secara masif saat persalinan, Diagnosis prenatal melalui pencitraan, diikuti dengan rencana penatalaksanaan peripartum oleh tim multidisipliner, dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas. Wanita dengan plasenta akreta harus ditolong dengan persalinan sectio caesarea, dan usaha untuk memisahkan plasenta sebaiknya tidak dilakukan saat persalinan.walaupun manajemen konservatif yang baik telah diketahui namun terdapat kekurangan data untuk dijadikan rekomendasi pendekatan konservatif untuk penatalaksanaan secara rutin, vasa previa berisiko untuk perdarahan fetus dan kematian fetal saat terjadi ruptur selaput ketuban. Kondisi tersebut dapat didiagnosis saat asuhan prenatal melalui pemeriksaan ultrasonografi. Hasil yang baik tergantung pada diagnosis prenatal dan persalinan melalui sectio caesaria sebelum terjadi ruptur selaput ketuban. Penyebab-penyebab penting secara klinis dari perdarahan pada pertengahan kedua periode kehamilan dan persalinan diantaranya adalah plasenta, previa, plasenta akreta, dan vasa previa. Kondisi tersebut berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas maternal dan perinatal. Pembahasan ini menyajikan pendekatan berbasis bukti kontemporer dalam penatalaksanaan kondisi-kondisi tersebut.

PEMILIHAN DESAIN STUDIKami melakukan pencarian seluruh data MEDLINE dengan menggunakan kata kunci plasenta previa, plasenta akreta, dan vasa previa selanjutnya artikel-artikel ilmiah yang didapat dianalisis. Kami secara khusus tertarik pada artikel yang membahas insidensi, implikasi klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan plasenta previa, plasenta akreta, dan vasa previa. Hanya terdapat 5 Randomized Clinical Trial (RCT) yang meneliti penatalaksanaan plasenta previa, tidak terdapat studi spesifik yang membahas diagnosis atau manajemen plasenta akreta atau vasa previa. Mayoritas desain studi publikasi ilmiah yang membahas plasenta previa, plasenta akreta, dan vasa previa adalah kohort, case-control, case report. Seringkali publikasi-publikasi yang didapat tidak memiliki kelompok kontrol, analisis proporsi yang besar telah dijabarkan untuk setiap publikasi. Tingkat bukti ilmiah kebanyakan studi adalah II-2, II-3 dan 3. Pada beberapa literatur tidak menyediakan bukti yang meyakinkan dalam penatalaksanan plasenta previa, plasenta akreta, dan vasa previa. Kami telah menjelasakan pengalaman dan teknik yang digunakan pada artikel ini.

PLASENTA PREVIADEFINISITerminologi plasenta previa adalah suatu kondisi dimana plasenta menutupu atau terletak dekat dengan orifisium uteri interna dari cervix uteri. Plasenta secara normal berimpantasi pada segmen uterus bagian atas. Pada plasenta preva plasenta dapat terletak pada seluruh atau sebagian segmen uterus bagian bawah. Plasenta previa dikatagorikan kedalam 4 jenis.1. Plasenta previa totalis: Plasenta menutupi seluruh orifisium uteri interna2. Plasenta previa parsial: Plasenta menutupi sebagian orifisium uteri interna,kondisi tersebut dapat ditemukan hanya saat orifisium interna tidak berdilatasi secara penuh.3. Plasenta previa marginalis : Tepi plasenta mencapai tepi orifisium uteri interna dan tidak menutupinya4. Plasenta letak rendah : Plasenta sebagian terletak pada segmen uteri bagian bawah dan tidak mencapai orifisium uteri interna

KEPENTINGAN SECARA KLINISMorbiditas yang berkaitan dengan plasenta previa diantaranya perdarahan anterpartum ( Relavite risk 9.81, Confidence interval sebesar 9.92-10.79), histerektomi (Relavite risk 33,26 , Confidence interval 19,9-60,89), perlekatan plasenta, perdarahan intrapartum (Relavite risk 2,48 , Confidence interval 1,55-3,98), perdarahan post partum (Relavite risk 1,86, Confidence interval 1,46-2,36), tranfusi darah (Relavite risk 10,05, Confidence interval 7,45-13,55), septikemia (Relavite risk 5,5 , Confidence interval 1,31-23,54) dan tromboflebitis (Relavite risk 4,85 , Confidence interval 1,50 15,69). Di Amerika serikat angka mortalitas maternal untuk pasien dengan plasenta previa adalah 0,003%. Wanita dengan plasenta previa dapat mengalami distress emosi karena perdarahan berulang saat dirumah sakit dan sering kali terjadi pada pertengahan kedua periode kehamilan. Plasenta previa juga berhubungan dengan peningkatan kelahiran bayi prematur, morbiditas dan mortalitas perinatal. Terdapat angka kejadian yang tinggi dari malformasi kongenital pada wanita dengan plasenta previa, walaupun mekanisme pasti terjadinya malformasi tidak diketahui secara jelas.INSIDENSI dan FAKTOR RISIKOPlasenta previa terjadi pada sekitar 0,3-0,5% kehamilan. Studi berdasar populasi amerika serikat dari tahun 1979-1987 menemukan hasil keseluruhan angka kejadian tiap tahun plasenta previa 4,8 dari 1000 persalinan (0,48%). Beberapa studi menemukan faktor-faktor risiko plasenta previa diantaranya riwayat sectio ceaserea sebelumnya, terminasi kehamilan, pembedahan uterin, merokok, usia lanjut, multiparitas, kokain, dan kehamilan multipel. Kecenderungan terjadinya plasenta previa meningkat dalam pola dosis-respon seiring dengan meningkatnya angka persalinan sectio caesarea, dan paritas yang tinggi, dengan relative risk sebesar 4.5 ( confidence interval 3.6-5.5) pada wanita dengan riwayat persalinan sectio caesarea sebanyak satu kali hingga sebesar 44.9 ( confidence interval 13.50149.5) pada wanita dengan riwayat empat kali sectio caesarea.PATOFISIOLOGIMekanisme mengapa pada beberapa peristiwa plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim bukan di daearah fundus masih tidak jelas. Terdapatnya bekas luka dapat menjadi tempat predisposisi implantasi plasenta pada segmen bawah rahim. Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan lebih dari 90% kasus yang didiagnosis plasenta letak rendah pada awal usia kehamilan akan menjauhi orifisium interna cervix uteri, walaupun istilah migrasi plasenta dipakai untuk menjelaskan kejadian tersebut beberapa ahli tidak meyakini bahwa plasenta bermigrasi. Plasenta memiliki kecenderungan untuk berimplantasi ditempat yang kaya akan vaskularisasi seperti daerah fundus uteri, dan plasenta yang tumbuh menutupi orifisium cervix uteri akan mengalami atrofi. Pada beberapa kondisi pembuluh darah plasenta akan melekat pada selaput ketuban tanpa disertai jaringan plasenta atau korda plasenta ( vasa previa). Pada kondisi atrofi inkomplet sering terbentuk lobus aksesorius plasenta, perpindahan plasenta dapat terjadi karena perkembangan segmen bawah rahim. Kontraksi, pendataran, dan dilatasi cervix uteri pada trimester ketiga dapat mengakibatkan pelepasan plasenta yang mengakibatkan perdarahan dalam jumlah kecil.

Perdarahan tersebut dapat distimulasi selanjutnya oleh kontraksi uterus yang akan menimbulkan pemisahan plasenta dan perdarahan. Perdarahan awal jarang merupakan permasalahan yang besar walaupun merupakan penyebab masuknya pasien kerumah sakit. Pada persalinan servix berdilatasi dan mendatar yang biasanya mengakibatkan pemisahan plasenta dan perdarahan yang tidak dapat dihindari

PENDEKATAN DIAGNOSISTanda dan gejala klinik klasik dari plasenta adalah perdarahan pervaginam yang tidak disertai rasa sakit pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga. Namun beberapa pasien dengan plasenta previa dapat merasakan nyeri saat perdarahan berlangsung, mungkin diakibatkan kerena kontraksi uterin atau pemeisahan plasenta, pada beberapa pasien dapat tanpa disertai perdahan sebelum persalinan. Plasenta previa dapat mengakibatkan letak janin yang tidak stabil dan malpresentasi pada kehamilan lanjut. Penyebab utama plasenta previa didiagnosis saat pemeriksaan ultrasonografi rutin pada pasien asimptomatik terutama pada trimester kedua, walaupun pemeriksaan ultrasonografi transabdominal seringkali digunakan untuk menentukan letak plasenta, namun teknik tersebut memiliki tingkat akurasi yang rendah untuk mendiagnosis plasenta previa. Beberapa studi menunjukan bukti USG transvagina memiliki akurasi yang tinggi dalam mendiagnosis plasenta previa, oleh karena itu USG transvagina diindikasikan bila terdapat kecurigaan plasenta previa. Positif palsu dan negatif palsu dalam diagnosis plasenta previa dengan menggunakan USG transvagina berkisar antara 2-25%. Sebuah studi yang dilakukan oleh smith et al, pada 131 wanita yang dicurigai dengan plasenta previa melalui pemeriksaan USG abdomen memiliki akurasi yang buruk dengan tingkat ketepatan dalam menentukan letak anatomis plasenta hanya sebesar 50%. Pada 26% kasus yang dicurigai mengalami plasenta previa melalui USG transabdominal setelah dilakukan pemeriksaan USG transvaginal diagnosis tersebut berubah. Superioritas USG transvaginal melebih USG trans abdomen diakibatkan karena beberapa faktor:

1. Pendekatan USG transabdominal memerlukan vesika urinaria yang terisi urin, mendekatnya bagian anterior dan posterior segmen bawah rahim dimana kondisi tersebut adalah normal dapat menjadi salah diagnosis sebagai plasenta previa2. Pemeriksaan USG intravagina lebih dekat dengan daerah yang ingin diperiksa dan biasanya dengan menggunakan frekuensi gelombang yang tinggi akan didapatkan resolusi gambar yang tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan USG transabdominal.3. Orifisium interna cervix uteri dan tepi plasenta bagian bawah biasanya tidak dapat digambarkan secara jelas pada pemeriksaan USG trans abdominam. Posisi ostium interna lebih tidak jelah terlihat pada USG transabdominam dibandingkan dengan yang sebenarnya terlihat,4. Kepala janin biasanya mengaburkan pandangan tepi plasenta bagian bawah saat mengguanakan pendekatan USG transabdominam dan plasenta pervia posterior biasanya tidak cuku p jelas terlihat pada USG transabdominam.

5.

Peningkatan akurasi USG transvaginam yang melebih USG transabdomen memiliki makna bahwa penggunaan USG transvaginam memiliki angka positif palsu yang lebih minimal. Selain itu lokasi plasenta previa secara signifikan biasanya terlihat lebih rendah dengan menggunakan USG transvagina dibandingkan dengan penggunaan USG trans rplasenta previa hanya berkisaar 1,1% pada usia kehamilan 15-20minggu, temuan tersebut lebih jarang 15-20% dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan USG transabdominal pada trimester kedua. Beberapa stuid melaporkan keamanan penggunaan USG transvaginal untuk diagnosis plasenta previa. Yang paling penting dari studi-studi tersebut adalah teknik pencitraan USG transvaginal tidak meningkatkan kemungkinan terjadi perdarahan. Hal ini disebbakan oleh karena dua alasan. 1) Pemeriksaan vagina dilakukan dengan menggunakan sudut tertentuyang menempatkan tranduser berlawanan dengan fornix anterior dari cervix, berebeda dengan pemeriksaan bimanual palpasi vagina toucher yang memeriksa seluruh cervix. 2) Jarak optimal visualisasi adalah 2-3cm dari cervix uteri sehingga pemeriksaan ini biasanya tidak cukup untuk terjadi kontak dengan plasenta. Namun pemeriksaan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli dalam melakukan pemeriksaan USG transvagila. Dan pemeriksaan tersebut harus dilakukan secara hati-hati, dengan pemeriksaa memperhatikan monitor USG untuk mengindari penempatan tranduser yang mengenai cervix uteri. USG translabial telah diajukan sebagai alternatif pemeriksaan USG transvagina, dan telah menunjukan tingkat akurasi yang lebih baik dibanding USG transabdominal untuk menentukan lokasi plasenta, namun karena USG transvaginal lebih akurat, aman, dan ditoleransi dengan baik, pemilihan USG transvagina harus dijadikan modalitas pemeriksaan pilihan. Beberapa penelitian menunjukan mayoritas plasenta berlokasi di segmen bawah rahim pada trimester kedua dan tidak berada disekitar cervix uteri saat terjadi persalinan. Menetapnya keberadaan plasenta pada segmen bawah rahim pada saat kehamilan cukup umur dapat diperkirakan berdasarkan ada tidaknya tumpang tindih plasenta pada orifisium uteri interna pada trimester ke dua. Temuan plasenta letak rendah pada kehamilan setelah trimester kedua meningkatkan kemungkinan lokasi plasenta tidak berubah dari temuan hasil pemeriksaan pada proses persalinan. Wanita dengan kehamilan usia 20 minggu memiliki plasenta letak rendah yang tidak menutupi orifisium uter interna tidak akan terjadi plasenta previa pada saat kehamilan cukup umur dan tidak membutuhkan pemeriksaan USG transvaginal ulangan. Namun temuan plasenta letak rendah pada trimester kedua merupakan faktor risiko terjadinya vasa previa dan selanjutnya pada kebanyakan kasus USG transvaginal harus ditunda sampai kehamilan cukup umur untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta previa.

PENATALAKSANAANDahulu, pasien yang dicurigai plasenta previa diterapi dengan pemeriksaan vaginal toucher dan persalinan SC cito. Jika plasenta previa dipastikan kemungkinan besar perdarahan pertama (biasanya pada trimester ketiga) mengarah pada kematian. Namun hasil penelitian Mac afee menunjukan hasil tidak dilakukanya VT dapat menurunkan angka kejadian perdarahan, dan akan menurunkan mortalitas perinatal, dan persalinan prematur, sehingga dapat ditunda bantuan persalinan seaterm mungkin.

Gambar I. Jenis-jenis plasenta previaWanita dengan riwayat perdarahan pervaginam pada trimester kedua harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (lebih disarankan USG transvaginal) untuk menentukan lokasi plasenta dibandingkan pemeriksaan VT. Pemeriksaan VT dapat memprovokasi terjadinya perdarahan masif dan seharusnya jangan dilakukan, pemeriksaan VT pada plasenta previa merupakan penyebab dirawatnya wanita dengan plasenta previa dirumah sakit. Satu-dua jalur intravena, transfuusi darah, pemeriksaan hitung darah, jenis darah, dan apusan darah harus dilakukan. Pada kondisi tidak teradapatnya perdarahan masif atau komplikasi lain, studi koagulasi tidak memilik manfaat secara klinis. Bank darah harus mampu menyediakan setidaknya 4 kantung PRC dan faktor koagulasi. Globulin anti RH harus diberikan pada wanita dengan RH negatif. Tes Kleihauer-Bettke ditunjukan untuk perhitungan transfusi darah pada wanita dengan RH negatif.

Gambar II. USG transvaginal pada plasenta previa komplit. Perhatikan bahwa plasenta dan orifisium uteri interna secara jelas digambarkan. A. Bagian anterior cervix, P. Posteror cervix, PP adalah plasenta previa yang menutupu orifisium uteri interna dan akan tampak sebagai plasenta previa saat cervix uteri berdialatasi maksimal.

Gambar 3. Diagram diatas menunjukan teknik pemeriksaan USG transvagina. T: Tranduser transvagina, A: bagian anterior cervix uteri, P: bagian posterior cervix uteri. Plasenta previa komplit digambarkan menutupi seluruh orifisium uteri interna (panah) . USG transvaginal diletakan dalam vagina kurang lebih 2cm dari bagian anterior cervix uteri. Sudut yang dibentuk antara tranduser dan canalis cervicalis adalah 35o, hal tersebut menjelaskan mengapa pemeriksaan dengan teknik yang benar tidak akan memasuki canalis cervicalis.

Studi skala kecil telah menunjukan hasil bahwa tokolitik bermanfaat pada wanita hamil dengan plasenta previa yang berkontraksu. Kontraksi dapat memicu terjadinya penipisan dan penggesereran cervix uteri dan akan memprovokasi perdarahanSharma et al melakukan RCT skala kecil dengan mengunakan ritodrin dan menemukan pemanjangan masa kehamilan dan dan peningkatan berat badan pada fetus dibandingkan kelompok yang menggunakan plasebo. Penelitian yang sama yang dilakukan besinger et al, dengan desain studi retrospektif menemukan bahwa penggunaan magnesium sulfat intravenadan atau terbutalin subkutan pada wanita dengan plasenta previa simtomatik berhubungan dengan pemanjangan masa kehamilan dan penambahan berat badan janin. Sehingga penggunaan tokolitik pada harus diberikan saat ibu dan janin stabil. Steroid harus diberikan pada usia kehamilan 24-34 minggu usia kehamilan, karena dapat mempercepat pematangan paru. Pasein dan keluarga harus berkonsultasi dengan konsultan neonatologi untuk manajemen bayi baru lahir. Pada wanita dengan riwayat SC dan pembedahan intrauterin sebelumnya harus dilakukan USG secara mendetail untuk menyingkirkan kemungkinan plasenta akreta. Karena prematuritas merupakan masalah utama mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa, harus dipertahankan kehamilan tersebutditunggu sampai seaterm mungkin dan seaman mungkin. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, perdarahan sedang-hebat tanpa terjadi gangguan fetomaternal harus ditangani secara agresif dengan tranfusi darah dibandingkan dengan persalinan, bila pasien tidak mengalami perdarahan ulangan 38 jam berikutnya, pasien tersebut disarankan untuk dipulangkan dan istirahat dirumah dan rawat jalan. Sebaiknya pasien memiliki akses melalui telepon yang memungkinkan transportasi ke unit pelayanan kesehatan sepanjang waktu, dan sebaiknya berlokasi tidak jauh dari rumah sakit, pasien tersebut harus kembali ke rumah sakit jika pasien merasakan kontraksi dan perdarahan. Walau sedikit data yang mendukung efikasi penghindaran hubungan seksual dan aktivitas olahraga namun tidak cukup bukti untuk diterapkan secara klinis.

Tabel 1. Studi USG transvaginal pada trimester kedua dalam memperkirakan plasenta previa saat persalinanPenelitiUsia kehamilaan saat pemeriksaanJumlah subjek penelitianInsidensi plasenta previa saat trimester pertama dan keduaInsidensi plasenta previa saat persalinan

Beckker20-238.65099 (1,1 %)28 (0.32%)

Taipale18-233.96057 (1,5%)5(0.14%)

Hill9-131.25277 (6,2%)4(0.3%)

Mustafa20-24203 8 (3,9%)4(1.9%)

Lauria15-20291036 (1,2%)5(0.17%)

Rosati10-162.158105 (4.9%)8(0.37%)

PENATALAKSANAAN RAWAT INAP V.S RAWAT JALANPertanyaan apakah wanita dengan plasenta previa harus dirawat dirumah sakit atau tidak masih merupakan kontroversi dan perdebatan. Beberapa studi retrospektif menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil apakah pasien dirawat di rumah atau di rumah sakit, dan berhubungan dengan pengeluaran biaya kesehatan yang lebih rendah. Studi tersebut menyimpulkan bahwa pemilihan rawat jalan pada plasenta previa yang stabil bersifat aman. Walapun demikian terdapat studi retrospektif lain yang dilakukan DAngelo dan Irwin yang menemukan peningkatan mortalitas perinatal, berat badan lahir rendah, peningkatan masa rawat inap neonatus pada pasein yang ditatalaksana secara rawat jalan. Wanita dengan plasente previa yang asimtomatik harus dibawa kerumah sakit dengan cepat bila terjadi perdarahan.

PENJAHITAN CERVIX Arias melakukan studi randomisasi pada 25 pasien yang dirujuk kerumah sakit dengan plasenta previa simtomatik yang berusia 24-30 tahun, terbagi dalam dua kelompok yang dilakukan penjahitan cervix dan tanpa penjahitan, ditemukan bahwa pada kelompok dengan penjahitan usia kehamilan mendekati aterm dan berat badan bayi lahir cukup, frekuensi perdarahan yang lebih sedikit kebutuhan rawat inap yang lebih minimal.

Namun pada studi berikutnya yang dilakukan cobo et al dengan jumlah subjek 39 dan desain studi RCT, meneliti wanita dengan plasenta previa dengan usia kehamilan 24-30 minggu, terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang diterapi dengan penjahitan cervix dan kelompok yang tanpa penjahitan cervix, dengan hasil penelitian tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik pada kedua kelompok dari segi usia kehamilan saat persalinan, pemanjangan masa kehamilan, dan jumlah perdarahan. Dengan sedikitnya data yang mendukung tindakan penjahitan cervix pada plasenta previa maka sebaiknya tindakan penjahitan cervix tidak dilakukan.

JENIS PERSALINANTerdapat konsensus bahwa plasent a previa total dan parsial membutuhkan pertolongan persalinan melalui SC. Namun pemilihan jenis bantuan persalinan pada pasien dengan plasenta yang dekat dengan orifisium uteri interna masih kontroversial. Tiga studi retrospektif meneliti peran USG transvaginal dan USG translabial pada pasein dengan plasenta yang terletak dekat dengan orifisium uteri interna dengan hasil bahwa USG memiliki peran penting untuk menentukan jenis persalinan yang akan diberikan. Ketiga studi tersebut berkesimpulan bahwa wanita dengan jarak antara tepi plasenta dengan tepi orifisium uteri interna lebih dari 2cm aman untuk persalinan pervaginam. Sebaliknya wanita dengan jarak plasenta dengan orifisium uteri interna kurang dari 2cm maka pilihan pertolongan persalinan yang diberikan sebaiknya SC. Tidak ada satupun dari ketiga studi tersebut yang melalui proses blinding dalam penelitianya Selain itu ketiga studi tersebut memiliki jumlah sampel yang sedikit, namun ketiga studi tersebut memberi saran bahwa wanita dengan plasenta previa harus dilakukan USG transvaginal pada usia kehamilan trimester ketiga akhir dan bila ditemukan pasien dengan jarak antara tepi plasenta-orifisium uteri interna kurang dari 2cm maka harus dipilih pertolongan persalinan melalui SC. Pengalaman kami wanita dengan jarak tepi plasenta-orifisium uteri interna kurang dari 2cm yang dilakukan percobaan persalinan pervaginam memiliki jumlah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dibandingkan dengan metode SC. Konsekuensinya bahwa praktik persalinan saat ini dalam kondisi tersebut harus di terapi melalui SC elektif. Wanita dengan jarak tepi plasenta-orifisium uteri interna lebih dari 2cm ditolong dengan persalinan pervaginam. Hal ini sangat penting untuk disadari bahwa wanita dengan plasenta yang meanjang hingga bagian segmen bawah rahim yang tidak berkontraksi yang ditolong melalui persalinan pervaginam sakan mengalai perdarahan postpartum. Kondisi dimana saat SC dilakukan dengan insisi bagian anterior uterus pada plasenta previa yang terletak di anterior terdapat kecenderungan perdarahan melalui robekan plasenta saat persalinan. Hal ini dapat mengakibatkan kehilangan darah yang signifikan pada ibu dan janin dan kesulitan dalam proses persalinan, tapi jarang megakibatkan permasalahan lain. Strategi alternatif telah diajukan untuk menghindari insisi pada uterus bagian anterior lebih baik dilakukan insisi vertikal didaerah fundus pada kondisi tersebut, teknik insisi anterior berguna saat terjadi plasenta previa totalis dengan letak lintang dorsoanterior. USG sebeluh pembedahan untuk menentukan lokasi plasenta memungkinkan ahli bedah kandungan untuk merencanakan pendekatan terapi yang sesuai. Secara umum kami melakukan insisi pada segmen bawah rahim secara transversal, insisi plasenta saat kondisi tersebut tidak memungkinkan, dan janin secepat mungkin dilahirkan dan tali pusat diklem secepat mungkin untuk menghindari perdarahan dari fetus.

WAKTU PERSALINANSeiring bertambahnya usia kehamilan pada usia kehamilan lanjut terdapat peningkatan kemungkinan untuk terjadi perdarahan secara signifikan saat persalinan. Sangat dianjurkan untuk melakukan SC secara elektif dibandingkan dengan SC sito. Pada pasien dengan kondisi stabil dapat dilakukan SC pada usia kehamilan 36-37 minggu setelah dilakukan pemeriksaan maturitas paru melalui amniocentesis telah didapatkan hasil paru janin telah matur. Jika pada pemeriksaan amniocentesis menunjukan bahwa paru janin belum matur maka persalinan SC elektif dilakukan pada usia kehamilan 38 minggu tanpa pemeriksaan amniocentesis ulangan, dapat dilakukan lebih awal jika terjadi perdarahan.

TEKNIK ANASTESI YANG DIGUNAKANDahulu direkomendasikan anastesi general dalam persalinan SC, hal itu didasarkan kepercayaan bahwa dalam general anastesi pasien dapat dikontrol dengan baik. Dua RCT prospektif menemukan fakta bahwa penatalaksanaan SC dengan menggunakan general anastesi berhubungan dengan estimasi kehilangan darah yang lebih banyak, kebutuhan akan transfusi darah lebih banyak dibandingkan dengan mengunakan regional anastesi mungkin karena pemanjangan periode relaksasi uterus oleh agen-agen general anastesi. Namun tidak terdapat perbedaan lain dari komplikasi anastesi intraoperatif pada kedua teknik anastesi tersebut. Sebuah survai kumpulan dokter ahli anastesi di inggris merekomendasikan penggunaan regional anastesi. Survai lain di inggris menemukan bahwa 60% ahli anastesi di inggris mengunakan teknik regional anastesi dalam pertolongan persalinan dengan menggunakan SC. Di institusi kami , kami memilih mengunakan regional anastesi.

PLACENTA AKRETADEFINISIPlasenta akreta adalah kondisi melekatnya plasenta di dinding uterus secara abnormal (Gambar 4). Ketika plasenta melakukan invasi kedalam lapisan myometrium, digunakan istilah plasenta inkreta, sedangkan bila plasenta melekat pada miometrium dan tunika serosa digunakan istilah plasenta perkreta. Istilah plasenta akreta seringkali digunakan untuk mengganti istilah umum kedua kondisi teresebut.

KEPENTINGAN SECARA KLINISPlasenta akreta dapat mengakibatkan perdarahan masif yang menghasilkan komplikasi koagulasi intravaskular disseminata (DIC), koagulopati intravaskular, kebutuhan akan histerektomi, trauma bedah pada ureter, vesica urinaria, dan visceral pelvis lain, sindrom distres respirasi dewasa (ARDS), gagal ginjal, dan kematian. Rata-rata kehilangan darah selama persalinan sebesar 3000-5000cc, pada beberapa pusat kesehatan plasenta akreta selalu diakhiri dengan histerektomi. Jarang sekali plasenta akreta memicu ruptur uterus selama trimester pertama dan kedua, menghasilkan perdarahan intraperitoneal, sebuah kegawatan yang mengancam jiwa. Plasenta akreta derajat rendah dapat mengakibatkan perdarahan post partum yang sedikit berat tapi tidak membutuhkan penatalaksanaan agresif dibandingkan plasenta akreta yang lebih dalam.

Gambar 4. Spesimen Histerektomi dengan plasenta akreta. Plasenta akreta tersebut telah didiagnosis secara prenatal. Plasenta (P) telah menginvasi miometrium (panah) dan setelah histerektomidapat dipisahkan dengan uterus. Tidak terdapat batas yang tegas antara plasenta dan miometrium. Cx: cervix f: fundus uteri, c: Corda umbilikalis (tali pusat)

Miller et all meneliti 155.670 persalinan di rumah sakit antara tahun 1985-1994 dan menemukan bahwa 62 ( 1 dari 2510 persalinan) disertertai plasenta akreta. Insidensi ini meningkat terutama dengan angka pertolongan persalinan dengan SC. Studi terbaru oleh Wu et al meneliti persalinan selama 1982-2002, menemukan insidensi plasenta akreta adalah 1 dari 533 kehamilan. Plasenta akreta paling sering terjadi pada wanita yang memiliki riwayat SC sebelumnya. Clarke et al menemukan bahwa terdapatnya plasenta previa pada seorang wanita hamil memiliki kemungkinan sebesar 24% dengan plasenta akreta pada wanita yang memiliki riwayat satu kali SC sebelumnya, 67% bila memiliki riwayat tiga kali SC sebelumnya. Telah diketahui bahwa abnormalitas uteroplasenta yang terjadi pada plasenta akreta akan mengakibatkan kebocoran alfafetoprotein kedalam sirkulasi maternal, menghasilkan peningkatan serum alfa fetoprotein serum maternal (MSAFP). Kupherminc et al meneliti 44 kasus wanita dengan SC-histerektomi dan menemukan 9 dari 20 plasenta akreta akan mengakibatkan kenaikan MSAFP ( antara 2.3-40.3 kali nilai median (multiple of the median, MoMs) dimana pada kelompok kontrol memiliki MSAFP dalam batas normal (2.0 MoMs). Penelitian sejenis dilakukan oleh zelop et al yang menemukan peningkatan MSAFP pada trimester kedua antara (2.3-5.5 MoMs) dari 45% wanita dengan plasenta akreta, tidak terdapat peningkatan nilai MSAFP pada kelompok kontrol. Namun studi-studi berskala kecil lain telah dilakukan dengan hasil tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok plasenta akreta dan kelompok tanpa plasenta akreta.

PENDEKATAN DIAGNOSISSangat penting untuk menegakan diagnosis plasenta akreta saat asuhan prenatal karena hal tersebut dapat digunakan untuk memilih penatalaksanaan yang efekit dan untuk menurunkan morbiditas. Diagnosis tersebut biasanya didapatkan melalui pemeriksaan ultrasonografi atau MRI. Plasenta akreta harus dicurigai pada wanita yang memiliki plasenta akreta dan riwayat persalinan dengan SC atau riwayat pembedahan intrauterin lain.

PATOFISIOLOGIPlasenta akreta diketahui terjadi karena tidak terdapat lapisan nitabuch atau lapisan spongiosa dari decidua. Benurschke dan kaufmann menjelaksakan bahwa kondisi ini adalah konsekuensi dari kegagalan rekontruksi endometrium atau decidua bacalis setelah proses penyembuhan luka insisi SC. Secara histologis biasanya tampak sebaga gambara trofoblas yang menginvasi miometrium tanpa keterlibatan decidua. Hal ini menjadi masalah saat proses persalinan dimana plasenta tidak akan terlepas dan akan terjadi perdarahan masif.

ULTRASONOGRAFIBeberapa studi telah meneliti efikasi penggunaan ultrasonografi dalam diagnosis plasenta akreta. Comstok menjelaskan bahwa USG dapat menggambarkan gambaran-gambar khusus yang dicurigai sebagai plasenta akreta, diantaranya bentuk yang ireguler dari lakuna plasenta , penipisian miometrium yang ditutupi plasenta, dan kehilangan clear space retroplasenta, penonjolan plasenta kedalam vesika urinaria, dan peningkatan vaskularisasi permukaan serosa vesika urinaria, dan aliran turbulensi darah pada lakuna plasenta. Pada studi sebelumnya comstock et al mengemukakan bahwa pada usia gestasi 15-20 minggu bila ditemukan lakuna plasenta adalah tanda dari plasenta akreta, dengan senesitivitas 79% dan nilai prediktif positif 92%. Lakuna plasenta digambarkan melalui USG dengan ditemukannya gambaran keju swiss. Resiko plasenta akreta meningkat dengan jumlah ditemukanya lakuna plasenta, obliterasi retroplasenta (clear space) berhubungan dengan plasenta akreta, namun dengan tingkat sensitivitas sebesar 57% dan positif palsu sebesar 48,4 %. Setelah usia kehamilan 20 minggu sensitivitas temuan tersebut meningkat menjadi 93% untuk nilai sensitivitas temuan lakuna plasenta dan 80% untuk nilai sensitivitas temuan obliterasi retroplasenta. Peneliti menemukan secara USG temuan penonjolan atau perluasan kedalam vesika urinaria. Temuan temuan yang telah disebutkan sebelumnya (lakuna, obliterasi retroplasenta) tersebut tidak membedakan apakah terjadi perluasan ke vesica urinaria atau tidak,. Kebanyakn kasus dengan pemilihan modalitas pencitraan USG tanpa pewarnaan tidak meningkatkan akurasi diagnosis untuk diagnosis plasenta akreata, oleh karena itu pada kebanyakan situasi klinis pencitraan USG dopler jangan dijadikan satu-satunya modalitas diagnostik. Studi retrospektif mengemukakan bahwa pada trimester pertama bahwa bila terdapat kantung gestasi pada segmen bawah rahim berhubungan dengan plasenta akreta, dan hal ini diakibatkan karena terdapatnya bekas luka pada segmen bawah rahim pada wanita dengan riwayat SC sebelumnya. Temuan pada trimester pertama ini dan riwayat SC sebelumnya dapat mengarah pada kecurigaan terjadinya plasenta akreta.

Gambar 5: Gambaran Ultrasonografi tanpa pewarnaan . Perhatikan lakunan plasenta yang menonjol (panah) digambarkan sebagai gambaran keju swiss. Diagnosis dikonfirmasi saat persalinan . p: plasenta, h: kepala fetus, b: vesica urinaria

MAGNETING RESONANCE IMAGINGBeberapa artikel telah menjelaskan penggunaan MRI dalam penegakan diagnosis plasenta akreta, kebanyakan studi tersebut adalah retrospektif dan sedikit informasi mengenai korelasi patologis. Walaupun kebanyakan studi mengemukakan alasan akurasi MRI untuk diagnosis plasenta akreta lebih baik namun harganya yang sangat mahal membuat MRI relatif sulit dijangkau oleh kebanyakan pasien, oleh karena itu keberadaan USG menjadi modalitas pencitraan utama untuk diagnosis plasenta akreta. Namun untuk plasenta akreta posterior USG tidak cukup untuk mendiagnosis plasenta akreta harus dilakukan pemeriksaan MRI.PENDEKATAN TERAPISecara umum diterima bahwa plasenta akreta idelnya diterapi denga total abdominal histerektomi. Selain itu konsensus yang disepakati secara umum menyatakan bahwa plasenta harus dilepaskan dari tempat implantasinya, dalam usaha tersebut sering kali menimbulkan perdarahan masif pada plasenta akreta. Dokter harus berhati hati jika terdapat plasenta akreta yang fokal namun tidak membutuhkan terapi yang agresif. Lebih baik untuk melakukan pembedahan plasenta akreta dalam seting elektif pada usia kehamilan 36-37 minggu , setelah diketahui bahwa maturitas paru tercapai pada pemeriksaan amniocentesis , jika paru belum matang dan kondisi pasien stabil, maka persalinan ditunda melalui SC selama 38 minggu atau lebih dini jika terdapat tanda-tanda inpartu.Sebuah studi membandingkan histerektomi elektif dengan histerektomi cito, pada kelompok dengan histerektomi cito memiliki jumlah perdarahan yang lebih banyak, dan hipotensi intraoperatif,dan lebih membutuhkan transfusi darah dibandingkan kelompok dengan histerektomi elektif. Pencegahan komplikasi idealnya membutuhkan tim medis multidisipliner, pasien dikonseling preoperatif mengenai perlunya di lakukan histerektomi dan membutuhkan transfusi darah. Walau telah dibuat jadwal persalinan dengan histerektomi elektif rencana cadangan juga perlu dibuat untuk melakukan SC dan histerektomi pada kondisi kegawatan. Penting bahwa persalinan harus dilakukan oleh dokter bedah kandungan yang ahli, dan dokter bedah dari spesialisasi berebda seperti urologi, ginekologi onkologi sebaiknya ada jika diperlukan. Tidak jarang terjadi pembesaran dan peningkatan vaskularisasi pada segmen bawah rahim. Sistoskopi preopertaif dengan penempatan cincin ureter dapat menghindari trauma pada traktus urinarius. pada pusat pelayanan kesehatan kami biasanya kami memasukan kateter urin foley tiga jalur yang memungkinan terjadi drainase dan irigasi vasica urinaria saat pembedahan berlangsung, kondisi dimana identifikasi perlekatan plasenta pada vesica urinaria sulit dinilai, kami memiliki pilihan lain untuk membuat vesica urinaria berdistensi yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagian yang terinvasi dan mengosongkan vesica urinaria saat pembedahan berlangsung, dengan mengunakan insisi veritkal akan membuat lapang pandang operasi menjadi optimal, secara umum insisi vertikal pada uterus akan mempermudah persalinan dan menghindari tempat implantasi plasenta. Jangan melakukan usaha memisahkan plasenta dari dinding uterus. Batas batas insisi uterus harus mempertimbangkan faktor hemostasis dari pasien, terutama setelah pembedahan total abodminal histerktomi dilakukan. Beberapa ahli menyarankan melakukan histerektomi supravesikal beberapa kasus dengan keterlibatan segemen bawah rahim yang dilekati plasenta berikutnya juga memerlukan pembedahan ulang untuk membuang bagian cervix uterus. Penting untuk meminimalisir kehilangan darah dan memastikan pergantian darah adekuat. sebagian besar volume perdarahan akan hilang yang diterapi dengan packed red cell (PRC) memiliki resiko, DIC oleh karena itu faktor-faktor koagulasi yang hilang karena proses DIC harus segera diganti. Transfusi langsung dari donor akan menurunkan angka kebutuhan tambahan darah dari donor lain. Beberapa pusat pelayanan kesehatan menggunakan cairan untuk mencapai kondisi hemodilasi sehinga tercapai kondisi normovolemik . peranan dokter anstesi yang berpengalaman yang memiliki skll dibidang anastesi obstetrik tidak terlalu harus ada, dan mereka perlu diikut sertakan dalam penilaian preoperatif, Regional anastesi terbukti aman dalam penatalaksanaan plasenta akreta.

BALON KATETER dan EMBOLISASI Balon kateter dan emboliassi pembuluh darah pelvis menurunkan aliran darah ke uterus dan memunkinkan pembedahan dilakukan dengan lebih mudah, lebih terkontrol, dengan perdarahan lebih minimal. Dua pendekatan berbeda dapat dilakukan diantaranya adalah, pertama menempatkan balon kateter preoperatif pada arteri iliaca interna. Kateter tersebut dikembangkan saat proses persalinan berlangsung, kedua pemasangan kateter dengan atau tanpa balon yang dipasangkan preoperatif, dan emboliasis pembuluh darah dilakukan setelah persalinan sebelum histerketomi. Studi yang meneliti kedua cara diatas masih sangat jarang, terdapat beberapa diantaranya berdesain retrospektif . levine et al tidak menemukan fakta bahwa embolisasi pelvis dapat meningkatkan hasil pembedahan. Kidne et al melaporkan 5 kasus plasenta akreta dengan profilaksis balon kateter hipogastrik profilaktik dilakukan setelah persalinan sebelum histerektomi. Peneliti lain menyatakan baik emboli maupun pengunaan balon kateter sama -samaefektif dan aman. Sebuah studi yang dilakukan alvarez et al menemukan bahwa emboliasasi elektif menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan embolisasi cito. Di pusat pelayanan kesehatan kami, kamu memasang ballon kateter di cabang anterior arteri iliaka interna sebelum pembedahan, setelah persalinan balon kemudian dikembangkan dan embolisasi dilakukan sebelum histerektomi

PENATALAKSANAAN TANPA HISTEREKTOMIHisterektomi menghilangkan fungsi fertilitas dan berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas, diantaranya trauma pembedahan, kerusakan jaringan yang memerluka terapi pembedahan lain. Untuk meminimalisir komplikasi dan menjaga fungsi fertilitas dilakukan peninggalan plasenta dalam rahim disertai emboliasasis arteri iliaca interna, penggunaan metotrextat reseksi segmen uterus tertentu, pengikatan pembuluh darah plasenta. Beberapa masalah dari penggunaan terapi ini berguna dalam diagnosis plasenta akreta yang tidak ditemukan konfirmasi pada pemeriksaan patologi anatomi, masalah lain timbulnya perdarahan yang memerlukan intervensi pembedahan atau embolisasi pembuluh darah. Manajemen konservatif juga memiliki risiko infeksi untrauterin yang dapat mengancam jiwa. Manajemen konservatif memilik peran yang terbatas dalam pemilihan pasien yang masih menginginkan fungsi reproduksi. Telah diketahui bahwa pembedahan yang di tunda bermanfaat ketika ada keterlibatan vesica urinaria. Pasien yang ditawarkan untuk menjalani terapi konservatif harus dikonseling terlebih dahulu mengenai hasil yang tidak dapat diperiksi dan komplikasi yang berat termasuk didalamnya adalah kematian, mungkin saja terjadi di masa depan terapi konservatif dapat menjadi pilihan utama plsenta akreta namun untuk saat ini pilihan tersebut tidak direkomendasikan untu kterapi utama. Studi-studi yang membahas tentang terapi ini diperlukan untuk memilih wanita mana yang viabel untuk dilakukan terapi konservatif.

TERAPI METOTREXTATMetotrextat adalah antagois asam folat yang telah digunakan dalam terapi konservatif plasenta akreta, metotrextat bekerja terutama menekan pembelahan sel secara cepat dan efektif mencegah proliferasi trofoblas, namun saat ini banyak ahli berbendapat bahwa setelah persalinan plasenta tidak lagi melalukan pembelahan dan metotrekstat tidak dibutuhkan. Musalli et all melaporka tiga kasus yang dicurigai plasenta akreta yang diterapi konservatif. 2/3 kasus dapat diterapkan pemberian metotrekstat. Dua laporan kasus melaporkan kegagalan terapi konservatif plasenta akreta dengan mengunakan metotrextat. Tidak ada studi berskala besar yang membandingkan kelopok dengan metotrextat dan tanpa metotrextat . oleh karena itu saat ini tidak terdapat data yang cukup meyakinkan metotrextat bermanfaat untuk plasenta akreta.

KETERLIBATAN VESICA URINARIAVesica urinaria merupakan organ yang paling sering terlibat dibandingkan organ extrauterin lain. Keterlibatan plasenta akreta berhubungan secara signifikan dengan tingkat morbiditas. Washecka dan behling melakukan meta analisis dari 54 kasus yang dilaporkan dengan plasenta akreta yang disertai keterlibatan vesica urinaria. Mereka menemukan hematuria sebelum persalinan sebesar 31 % , walaupun sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien tersebut pemasangan sistoskopi tidak memberikan bantuan dalam diagnosis. Pada 33% kasus diagnosis ditegakan dengan USG atau MRI pada asuhan prenatal, morbiditas maternal tinggi dengan 39 mengalami komplikasi urologi. Diantaranya laserasi vesica uriaria (26%), fistula urinaria (13%), hematuria makroskopis (9%), penurunan kapasitas vesica urinaria.sistektomi parsial dibutuhkan pada 24 kasus (44%) terdapat kematian maternal sebanyak 3 kasus dan kematian fetus sebanyak 14. Penatalaksanaan pasien dengan keterlibatan vesica urinaria memerlukan perencanaan perioperatif yang hati-hati dan harus melibatkan uroginekologis, urologis, dan atau ahli onkologi ginekologi. Sistoskopi perioperatif dan penempatan cincin ureter dapat untuk menurunkan resiko kerusakan struktur. Keterlibatan vesica urinaria memerluka pembedahan vesica urinaria dan pada kasus yang jarang juga pembedahan ureter. .Gambar 6. Color Dopler plasenta perkreta. Perhatikan vaskularisasi pada dinding vesica urinaria(b). pada saat pembedahan vesica urinaria tidak terlibat . p:plasenta, f: fetus.

VASA PREVIADefinisivasa previa didefinisikan sebagai pembuluh darah fetus yang berjalan melalui selaput ketuban diatas cervix dan dibawah bagian terbawah janin, yang tidak terlindungi plasenta dan korda umbulikalis. Kondisi ini dihasilkan dari insersi velamentosa korda kedalam membran dan bukan ke dalam plasenta atau pembuluh darah tumbuh diantara lobus plasenta dengan satu atau beberapa lobus aksesorius

PERANAN KLINISVasa previa adalah kondisi yang sering tidak terdiagnosis yang berkaitan dengan mortalitas perinatal berkisar antara 60%. Kondisi ini penting karena ketika memran ruptur, sering kali terjadi perdarahan fetus diikuti oleh kematian fetus. Karena darah vetus hanya berkisar 80-100cc/KgBB kehilangan sedikit saja akan berakibat fatal terhadap fetus. Penekana dari pembuluh darah yang tidak dilindungi tersebut akan mengakibatkan afiksia dan kematian neonatus.

INSIDENSI dan FAKTOR RISIKOInsidensi diperkirakan 1 dari 2500 kelahiran, faktor irisko diantaranya adalah plasenta letak rendah pada trimester ke dua, kehamilan dengan lobus plasenta aksesorius, kehamilan multipel, dan kehamilan yang dihasilkan dari fertilisasi invitro.

PATOFISIOLOGIPatofisiologi vasa previa dibahas bersamaan dengan plasenta previa pada bagian awal.

PENDEKATAN DIAGNOSISVasa previa sering kali terdiagnosis ketika terjadi pecah air ketuban disertai dengan perdarahan pervaginam dan fetal distres atau IUFD. Diagnosis sering kali diketah ui melalui pemeriksaan inspeksi plasenta paska persalinan. Akibatnya saat ini kebanyakan ahli kandungan memiliki kepercayaan bahwa kematian fetus dari ruptur vasa previa tidak dapat dihindarkan. Sangat jarang terjadi vasa previa didiagnosis melalu pemeriksaan cervix dengan teknik VT. Pengunaan amniskop pada situasi seperti ini dapat memvisualisasi scara langsugn pembuh darah. Ketika perdarahan terjadi saat kehamilan atau persalinan sebuah tes untu k mengetahu ada atau tidaknya darah fetus dapat dilakukan dengan tes Apt atau kleuhauer-bettke yang dapat dipakai dalam diagnosis vasa previa. Namun ketika terjadi perdarahan akut dari ruptur vasa previa persalianan cito merupakan indikasi kuat yang harus segera dilakukan, tidak ada waktu untuk melakukan kedua tes diatas. Namun perdrahan yang dikuti ruputr membran saat persalinan berhubungan dengan deserlerasi denyut jantung jaini, bradikardi fetus, pola jantung sinusoidal. Dokter obstetri dan ginekologi harus memiliki kecurigaan terhadap adanya ruptur pembuluh darah. Pada kondisi ini kebanyak dilakukan persalinan SC cito jika terdapat indikasi. Tanpa mempertimbangkan perkiraan darah janin yang hilang pemberian transfusi darah dapat bermanfaat, beberapa laporan dan studi telah menemukan bahwa vas previa dapat didiagnosis secara prenatal dengan USG. Jika mengunakan USG tanpa pewarnaan dapat dilihat struktur echolucent diatas cervix. Ketika menggunakan USG color doppler aliran darah ditunjukan dan aliran darah arteri vena tali pusat akan ditunjukan melalui pola gelombang.(gambar 8). Penting untuk membedakan vasa previa dari tali pusat, kebanyaan kasus didiagnosis prenatal secara tidak sengaja melalui pemriksaan USG rutin. Beberapa studi menunjukan bahwa mayoritas kasus vas previa bersifat asimtomatik dan pasien dapat didiagnosis secara prenatal melalui pemeriksaan USG rutin dengan mengevaluasi empat insersi korda plasenta, dan dilakukan USG color doppler jika plasenta tidak dapat di identifikasi atau telretakrendah, dan kecerugaan terdapatnya lobus aksesorius dari plasenta.Terdapat 4 studi dengan desain prospektif yang mengevaluasi penggunaan USG sebagai skrining rutin vasa previa pada populasi yang besar, studi ini menemukan USG dapat menentukan letak insersi korda plasenta. Pada semua kasus didiagnosis secara prenatal dan neonatus bertahan hidup tanpa malformasi kongenital sebesar 100%.

Gambar 7. Plasenta setelah persalinan menunjukan gambaran vas vrevia, pembuluh darah terlihat tidak terlindungi dan berjalan disepanjang selaput ketuban , p:plasenta.

Gambar 8. Vasa previa. USG transvaginal dengan color doppler menunjukan pembuluh darah fetus berjalan diatas orifisium uteri interna (panah), h: kepala fetus.

PENDEKATAN TERAPI

Hasil yang baik pada pasien dengan vas previa tergantung pada diagnosis prenatal dan persalinan dengan mengguakan SC sebelum terjadi ruptur selaput ketuban. Kami sebelumnya melakukan studi retrospektif multicenter dari 155 kasus pasien vasa previa. Dari 61 kasus didiagnosis penatal, Mortalitas perinatalsebesar 56% dimana 97% fetus bertahan hidup setalah diagnosis ditegakan saat prenatal. Diantara yang bertahan hidup pada kelompok yang tidak memiliki didiagnosis prenatal memiliki nilai median skor apgar 1dan 5 menit hanya 1 dan 4 dibandingkan dengan kelompok yang didiagnosis saat prenatal dengan skor apgar 1 dan 5 menit sebesar 8 dan 9. Dua pertiga wanita dengan plasenta letak rendah pada trimester kedua, dan satu pertiga kasus dengan plasenta letak rendah pada saat persalinan. Prediktor utama tingakt survival adalah diagnosis prenatal, usia kehamilah saat persalinan. Perkiraan kapan pasien harus dirawat inap berkisar antara kehamilan 30-32 minggudan pemberian kortikosteroid harus diberikan untuk mempercepat pematangan paru janin. Rawat inap membuat jarak dengan ruang operasi menjadi lebih dekat jika terjadi ruptur selaput ketuban. Sekitar 10% wanita kan mengalami ruptur ketuban sebelum onset persalinan, sehingga meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas. Pada pasien tanpa keluhan dapat ditatalaksana rawat jalan khusunya pada pasien yang tidak ada tanda persalinan dan aktivitas uterus dan memiliki cervix yang panjang dan tertutup pada pemeriksaan USG transvagina. Persalinan harus dilakukan diinstitusi yang memiliki fasilitas resusitasi neonatus dan bank darah. Sebelum pembedahan ahli bedah kandungan harus memeriksa posisi pembuluh darah fetus dan rencana insisi untuk menghindari ruptur pembuluh darah. Sebelumnya telah kami jelaskan menganai manfaat USG 3 dimensi dengan doppler angiografi untuk memetakan pembuluh darah untuk mengoptimalkan strategi lokasi insisi. Usia kehamilan antara 35-36 minggu adalah usia yang optimal untuk persalinan dengan vas previa untuk mengurangi risiko prematuritas, distres pernafasn, perdarahan dan kematian. Walaupun amniocentesis secara umum direkomedasikan sebelum SC elektif dengan usia kehamilan kurang dari 39 minggu pada vas previa jika terjadi ruptur resiko kematian fetus dan komplikasi lain sangat berat sehingga menurut kami dapat dibenarkan persalinan usia kehamilan 36 minggu tanpa amniocentesis. Kita juga dapat memperikirakan tidak terdapat kondisi lain jika terdapat diagnosis prenatal yang baik dan penatalaksanaan yang sesuai, seperti pengaruh dramatis perbedaan tingkat survival dan kematian atau bayi lahir sehat. Oleh karena USG hanya membutuhkan waktu yang tidak lama maka kami menyarankan melakukan pemeriksaan USG untuk skrining.