plant survey edit abis

123
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai era industrialisasi, salah satu fokus utama pembangunan adalah pengembangan Sumber Daya Manusia. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi penting dalam era ini, sehubungan dengan produktivitas khususnya industri. Oleh karena itu penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat penting dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta melindungi tenaga kerja dari risiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatannya. 1 Ratusan juta tenaga kerja diseluruh dunia pada saat bekerja dengan kondisi yang tidak nyaman dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut International Labour Organization (ILO) setiap tahun tercatat 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat kerja dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya. 2 Data Jamsostek menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia yang tercatat sebanyak 95.418 kasus (tahun 2004), 99.023 kasus (tahun 2005), 1

Upload: vina-subaidi

Post on 04-Aug-2015

236 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Plant Survey Edit Abis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pada masa Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II, yang disebut juga sebagai

era industrialisasi, salah satu fokus utama pembangunan adalah pengembangan

Sumber Daya Manusia. Tenaga kerja merupakan segmen populasi yang menjadi

penting dalam era ini, sehubungan dengan produktivitas khususnya industri. Oleh

karena itu penyelenggaraan program kesehatan dan keselamatan kerja menjadi sangat

penting dengan tujuan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal serta

melindungi tenaga kerja dari risiko yang membahayakan kesehatan dan

keselamatannya.1

Ratusan juta tenaga kerja diseluruh dunia pada saat bekerja dengan kondisi

yang tidak nyaman dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut International

Labour Organization (ILO) setiap tahun tercatat 1,1 juta kematian yang disebabkan

oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian

terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat kerja dimana

diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap

tahunnya.2 Data Jamsostek menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia

yang tercatat sebanyak 95.418 kasus (tahun 2004), 99.023 kasus (tahun 2005), 95.624

kasus (tahun 2006). Sementara tahun 2007 kematian angka kematian pekerja di

Indonesia juga masih sangat tinggi, yaitu rata-rata mencapai lima orang perhari atau

total 1.883 kasus kematian. Jumlah kecelakaan kerja sepanjang tahun 2007 sebanyak

83.714 kasus, di mana 75.325 diantaranya bisa disembuhkan, 6.506 kasus mengalami

cacat atau rata-rata 18 tenaga kerja setiap hari.4

Data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)

menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun

ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98.905 kasus di tahun

2000 dan naik lagi mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Dari kasus-kasus

kecelakaan kerja 9,5% diantaranya (5.476 tenaga kerja) mendapat cacat permanen. Ini

berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja yang mendapat cacat baru atau rata-rata

17 orang meninggal karena kecelakaan kerja. 3

1

Page 2: Plant Survey Edit Abis

Secara umum, kecelakaan industri disebabkan oleh dua hal pokok yaitu

perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi - kondisi yang

berbahaya (unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa

faktor manusia memegang peranan yang cukup penting dalam timbulnya kecelakaan

kerja. Hasil penelitian menyatakan bahwa 80%-85% kecelakaan keja disebabkan oleh

kelalaian atau kesalahan faktor manusia. 2

Setiap pekerjaan mengandung resiko kesehatan dan keselamatan. Demikian

juga sistem kerja di industri garmen mempunyai potensi penyakit dan kecelakaan

kerja yang sangat tinggi. Seperti yang dilaporkan oleh David Mahone (CNA

Insurance Companies, Chicago IL) diantara penyakit kerja yang terkait dengan

kondisi lingkungan kerja yang tidak baik diantaranya adalah 70% operator jahit

mengalami sakit punggung, 35% Melaporkan mengalami low back pain secara

persisten, 25% menderita akibat Cumulative Trauma Disorder (CTD), 81%

mengalami CTD pada pergelangan tangan, 14% mengalami CTDs pada siku 5% of

CTDs pada bahu, dan 49% pekerja mengalami nyeri leher. Menurut penelitian yang

dilakukan oelh universitas Indonesia didapatkan bahwa faktor-faktor determinan yang

berhubungandengan timbulnya nyeri punggung adalah tinggi siku duduk, lama kerja,

dan status perkawinan. Lama kerja > 5 tahun mempunyai resiko 7,3 kali lebih besar

(OR=7,32;95%CI-3,19-16,52), tinggi siku duduk 3,60 kali (OR=3,60; 95%CI=1,54-

8,40), menikah 4,12 kali (OR=4,12; 95% CI= 1,50-11,27) mempunyai risiko nyeri

punggung. Terjadinya nyeri punggung ini dikaitkan dengan posisi kerja lebih

menunduk yang pada penelitian tersebut, risiko untuk mendapatkan nyeri punggung

pada pekerja dengan tinggi siku > 69 cm adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan

dengan mereka yang mempunyai tinggi siku duduk 69 cm.4

Potensi ergonomi menjadi salah satu bahaya potensial yang banyak terpajan

pada para pekerja. Permasalahan ergonomi kerja di industri garmen terutama sangat

berhubungan dengan posisi postur tubuh dan pergelangan tangan yang tidak baik dan

harus melakukan pekerjaan yang berulang-ulang pada hanya satu jenis otot sehingga

sangat berpotensi menimbulkan cumulative trauma disorder (CTD)/Repetitive Strain

Injuries (RSI). Zvonko Gradcevic, dkk. mengemukakan bahwa operasi kerja di

bagian penjahitan adalah dari tangan-mesin-tangan dan sub operasi mesin berdasarkan

cara kerja dan bagian yang dijahit menurut struktur produk garmennya. Koordinasi

gerakan postur tubuh dan pergelangan tangan yang baik dan konsentrasi tinggi

dibutuhkan dalam pekerjaan di bagian jahit. Dimana perubahan gerakan ini

2

Page 3: Plant Survey Edit Abis

berlangsung sangat cepat tergantung bagian yang dijahit dan tingginya frekuensi

pengulangan gerakan untuk kurun waktu yang lama akan memicu timbulnya

gangguan intrabdominal, mengalami tekanan inersia, tekanan pada pinggang dan

tulang punggung serta tengkuk. 5

Oleh karena itu, diperlukan upaya kedokteran okupasi melalui program

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industri garmen agar angka penyakit akibat

kerja dapat diminimalisir. 5

1.1 Perumusan Masalah

Terdapatnya bahaya potensial ergonomi pada linkungan kerja yang dapat

mengganggu kesehatan pekerja PT.Bina Busana Internusa.

Terdapatnya penyakit yang ditimbulkan akibat bahaya potensial ergonomi pada

lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan pekerja PT. Bina Busana

Internusa.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Diketahuinya kinerja program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada

kesehatan kerja para pekerja PT.Bina Busana Internusa.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Teridentifikasinya bahaya potensial pada kesehatan kerja para pekerja dan

bahaya potensial yang dominan di PT.Bina Busana Internusa.

2. Teridentifikasinya faktor-faktor risiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

pada setiap alur produksi di PT.Bina Busana Internusa

3. Teridentifikasinya masalah kesehatan kerja akibat bahaya potensial ergonomi

yang ada di PT.Bina Busana Internusa.

4. Diketahuinya upaya pelaksanaan program K3 di PT.Bina Busana Internusa

5. Diketahui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam mengatasi

masalah yang ada akibat bahaya potensial ergonomi di PT.Bina Busana

Internusa.

6. Tersusunnya saran untuk PT.Bina Busana Internusa sebagai upaya pencegahan

dan pengendalian penyakit akibat kerja khususnya dalam bidang ergonomi.

1.4 Manfaat

3

Page 4: Plant Survey Edit Abis

1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa

1. Meningkatkan pengetahuan tentang kedokteran kerja.

2. Mengidentifikasi bahaya potensial yang dapat ditemukan di lingkungan kerja

khususnya bahaya potensial ergonomi.

3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan

akibat bahaya potensial ergonomi.

1.4.2 Manfaat bagi perusahaan

1. Memperoleh masukan yang dapat dimanfaatkan bagi program pencegahan

timbulnya kecelakaan atau gangguan akibat bahaya potensial ergonomi di

lingkungan kerja.

2. Memperoleh masukan mengenai upaya pencegahan lain yang dapat dilakukan

terhadap efektivitas program pencegahan bahaya potensial kesehatan dan

keselamatan kerja.

1.4.3 Manfaat bagi universitas

1. Sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” dalam pengabdian dalam masyarakat.

2. Meningkatkan saling pengertian dan kerja sama antara mahasiswa, staf pengajar,

pimpinan fakultas dan universitas.

1.5.Metodologi

Penilaian dilakukan dengan metode observasional deskriptif.

BAB II

4

Page 5: Plant Survey Edit Abis

HASIL KUNJUNGAN

2. 1 Profil Perusahaan

PT Bina Busana Internusa II didirikan pada tanggal 10 november 1989, yang

memproduksi pakaian antara lain mens shirt, hospital uniform, office uniform dan working

uniform. PT Bina Busana Internusa memiliki dua buah pabrik, pabrik pertama berlokasi

Kawasan Berikat Nusantara Jl. Madura III Blok D No. 19A Cakung, Cilincing, Jakarta no

telepon 021-440308 fax : 021-46820820 dengan luas 5.400m2. Pabrik yang kedua berlokasi

di Jl. Pulo Buaran II blok Q No. 1 Pulogadung, Jakarta no telepon 021-46820820 fax : 021-

4626086 dengan luas 1.680m2. Kapasitas produksi pabrik ini 1.920.000 potong/tahun (pabrik

I) dan 840.000 potong/tahun (pabrik II). Untuk mencapai target produksi, Bina Busana

Internusa menggunakan tenaga kerja sebanyak 984 orang (pabrik I) dan 582 orang (pabrik II),

penjual II : 582 orang, penjualan : 399 orang dan tenaga administrasi : 59 orang. Sasaran

penjualan produk tidak hanya pada pasar lokal saja, tapi juga mencacap pasa luar seperti

inggris dan jepang. Dengan sasaran pembeli di Nagai, Cosalt, Departemen store serta

institusi pemerintah dan perusahaan swasta

2.2. Gambaran Umum

1. Sejarah Singkat Perusahaan

Pada tanggal 16 oktober 1989 berdiri PT Mitracorp Pasifik Nusantara, yang

merupakan head office dari beberapa anak perusahaan, diantaranya adalah PT Bina Busana

Internusa dan PT Kharismitra Sukses. PT Bina Busana Internusa berdiri pada tanggal 10

november 1989, yang memproduksi kemeja Valino dan produksi garmen lainnya. PT

Kharismitra Sukses berdiri pada tanggal 6 april 1990 dan bergerak sebagai Marketing dan

Distribution kemeja Valino.

Pada tanggal 2 januari 1997 PT Bina Busana Internusa dan PT Kharismitra Sukses

digabungkan menjadi PT Bina Busana Internusa, PT Bina Busana Internusa memiliki 2 buah

pabrik.

1. PT Bina Busana Internusa I

Lokasi : Jl. Madura III Blok D No. 19A kawasan berikut Nusantara Cakung Cilincing

Jakarta 14140, Indonesia.

5

Page 6: Plant Survey Edit Abis

Pada saat ini PT Bina Busana Internusa I memproduksi seragam rumah sakit

yang di pesan oleh Nagai Leben Jepang dan pakaian kerja oleh cosalt inggris, luas

wilayah yang dipergunakan untuk lokasi ini adalah 5.400 m2, dengan kapasitas

produksi 18 line dan menghasilkan 1.920.000 potong pakaian pertahun dan

mempekerjakan sebanyak 984 orang untuk bagan produksi, 3 orang bagian marketing

dan 3 orang untuk tenaga administrasi. Untuk sementara ini PT BBI I hanya

menerima pesanan dari Nagai Leben Cosalt Inggris serta beberapa pekerjaan yang

bersifat subkontraktor.

2. PT Bina Busana Internusa II

Lokasi : Jl. Pulo Buaran II Blok Q No. I Kawasan Industri Pulo Gadung, Pulo Gadung

Jakarta 13920, Indonesia

PT Bina Busana Iinternusa II memproduksi kemeja Valino, Harry Martin,

Cristian Kent, Vissuto, Sierra Morena, Compagnon, dan bergamo. Kemudian di

distribusikan ke departement store yang ada di seluruh Indonesia Untuk sementara ini

counter Valino memiliki 133 outlet, Harry Martin 154 outlet, Christian Kent 17 outlet,

Vissuto 12 outlet, Sierra Morena 59 outlet, Compagnon 30 outlet, dan bergamo 8

outlet, luas untuk lokasi ini adalah 1.680 m2 . Dengan kapasitas produksi 8 line serta

dapat memproduksi sekitar 840.000 potong pakaian pertahun. Mempekerjakan

sebanyak 582 untuk bagian produksi, 601 orang bagian marketing, dan 61 orang

untuk tenaga administrasi, untuk sementara ini kemeja yang di produksi oleh PT BBI

II hanya didistribusikan ke departement store dan institusional.

2. Falsafah Perusahaan

Komitmen PT Bina Busana Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik

kepada pelanggan. Selain itu juga mempunyai visi kedepan sebagai perusahaan yang

memimpin produksi kemeja formal pria di tahun 2005, dengan tekad menjadi yang

terbaik dan terbesar sebagai produsen kemeja yang berstandar internasional.

Gabungan antara pelayanan yang handal, profesionalisme, teknologi serta di dukung

oleh pengelolaan usaha serta pemasaran yang tepat mengenai sasaran.

PT Bina Busana Internusa mendukung sepenuhnya pembangunan di Indonesia

dengan memberikan pelayanan terbaik serta menghasilkan produk yang bermutu

tinggi, PT Bina Busana Internusa berusaha meningkatkan citra sebagai perusahaan

yang bergerak di bidang garmen yang terkemuka dengan memberikan pelayanan

6

Page 7: Plant Survey Edit Abis

terbaik kepada pelanggan. Sesuai dengan motto perusahaan “MENJADI NO. I

DENGAN MEMBERIKAN PELAYANAN YANG TERBAIK KEPADA

PELANGGAN DAN PELANGGAN ADALAH ASET PERUSAHAAN, “

Untuk mewujudkannya, PT Bina Busana Internusa akan menambah jumlah

produksinya yang di jual di seluruh Indonesia. Pada saat ini produksi kemeja yang

dihasilkan oleh PT Bina Busana Internusa adalah : Valino, Harry Martin, Christian

kent, Vissuto, sierra Morena, Compagnon, dan Bergamo. Banyaknya produk kemeja

yang diproduksi oleh PT Bina Busana Internusa dengan demikian kebutuhan kemeja

yang diinginkan oleh konsumen dari seluruh lapisan masyarakat akan terpenuhi.

Komitmen PT Bina Busana Internusa adalah memberikan pelayanan terbaik

kepada pelanggan. Selain itu perusahaan ini juga memiliki visi ke depan sebagai

perusahaan yang memimpin produksi kemeja formal pria di tahun 2005, dengan tekad

menjadi yang terbesar dan terbaik sebagai produsen.

2.3 Alur produksi

Adapun alur produksi dari PT. Bina Busana Interusa adalah sebagai berikut :

1. Inspeksi Bahan

Inspeksi dilakukan digudang penyimpanan. Bahan harus memenuhi 28

persyaratan untuk memenuhi standar. Jika ditemukan cacat pada bahan maka akan

ditandai dengan stiker tanda panah merah. Petugas pada tahap ini berjumlah 1 orang.

Sarana yang digunakan adalah meja dengan tinggi kurang lebih 1 meter dengan

kemiringan 45°. Bahan yang akan diperiksa ditaruh diatas meja yang secara otomatis

bahan akan melewati meja dan tergulung kembali. Pekerja menginspeksi bahan secara

seksama untuk melihat adanya cacat, hal ini dilakukan dalam waktu yang singkat dan

berulang-ulang sehingga akan terdapat gerakan bola mata yang repetitive. Pekerja

melakukan inspeksi dalam posisi berdiri tegak dengan pencahayaan bersumber dari

lampu neon 40 watt yang ada dibalik meja dan ruangan. Setelah bahan melewati

proses inspeksi, kemudian bahan yanga memenuhi syarat akan masuk ke dalam proses

produksi.

Pada bagian ini terdapat berbagai bahaya potensial yang dapat timbul, baik

dari segi fisik, kimia, ergonomi, maupun psikologis. Yang pertama adalah bahaya

potensial dari debu, baik debu yang berada di dalam ruangan maupun debu bahan.

7

Page 8: Plant Survey Edit Abis

Debu yang berasal dari bahan berupa debu kain alami (bahan katun) dan debu sintetik

(polyester). Bahaya fisik lain adalah cahaya berlebih dari lampu neon TL 40 watt

yang dapat menyilau mata. Kondisi gudang yang kurang ventilasi juga menyebabkan

terbatasnya sirkulasi udara bagi para pekerja di tempat ini.

Bahaya potensial kimia berasal dari zat kimia dari bahan baku berupa

formaldehid yang berasal dari bahan baku. Dari segi psikologis didapatkan bahaya

stress dan kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal

(seperti low back pain), dehidrasi, ISPA, sefalgia, dispepsia, gangguan penglihatan

berupa penurunan visus dan kelelahan otot mata dan varises tungkai. Resiko

kecelakaan kerja berupa tangan terjepit mesin inspeksi atau tersengat listrik mesin.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung diri

berupa masker penutup kepala, meskipun tidak semua pekerja menggunakannya.

Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar operasional mesin. Fasilitas yang

tersedia lamp neon TL 40 watt sebanyak 1 buah pada mesin inspeksi dan 20 buah di

langit-langit, serta penyediaan sarana air minum. Dari segi ergonomi, bahaya

potensial yang ada diakibatkan oleh posisi pekerja yang berdiri lama dengan posisi

kepala menengadah dan menunduk yang lama, gerakan repetitif bola mata dan

gerakan fokus bola mata yang cukup lama dalam mengamati bahan.

Gambar 1. Posisi Pekerja Pada Proses Inspeksi Bahan

2. Proses pembuatan pola

Proses pembuatan pola dilakukan oleh 12 pekerja. Enam pekerja membentuk

pola bahan dengan pensil dan penggaris secara manual sesuai model pakaian yang

8

Page 9: Plant Survey Edit Abis

akan diproduksi. Kegiatan ini dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri. Enam

pekerja lainnya menggunakan mesin jahit dalam posisi duduk tanpa sandaran. Pada

proses ini, dilakukan pembuatan pola yang telah diinstruksikan oleh desainer.

Pembuatan pola dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu manual, atau menggunakan

komputer. Untuk cara yang pertama (manual), dikerjakan dengan posisi berdiri

maupun duduk. Dari hasil pengamatan, tampak bahwa kursi pekerja tidak

menggunakan sandaran, dan terbuat dari material kayu tampa bantalan sehingga

kurang nyaman dan didapatkan ukuran tinggi meja adalah 75 cm.

Potensial bahaya aspek ergonomis yang ada pada proses ini adalah terdapat

ketidaksesuaian antropometri pekerja dengan meja maupun kursi yang digunakan. Hal

ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini, dimana posisi duduk terlalu tinggi dan

kaki menggantung.

Gambar 2. Posisi pekerja bagian pola secara manual

Gambar 3. Posisi pekerja pembuatan pola dengan komputer

9

Page 10: Plant Survey Edit Abis

Proses pembuatan pola yang menggunakan komputer pada bagian ini, pekerja

dalam posisi duduk di atas kursi dengan bantalan cukup nyaman dan memiliki

sandaran. Namun dari hasil pengamatan, posisi duduk pekerja kurang ergonomis,

dapat dilihat pada posisi siku yang lebih rendah dari meja.

3. Cutting

Proses selanjutnya adalah cutting dan marker. Bagian cutting dikerjakan oleh

10 orang pekerja. Area pemotongan ini mengharuskan seluruh pekerjanya

menggunakan masker, namun ada beberapa pekerja yang tidak memakainya. Proses

cutting menggunakan mesin cutting, dimana alat cukup tajam dan pekerja melakukan

proses ini dengan cepat dan repetitif. Pekerja dilengkapi sarung tangan dari bahan

stainless yang digunakan pada tangan kiri. Proses cutting terbagi mejadi dua macam,

yaitu untuk kain polos dan bermotif.

a. Bila bahan polos, langsung menuju proses numbering

b. Bila bahan bermotif, maka akan melalui proses matching dan numbering.

Bagian cutting dapat dikerjakan dalam dua cara, yaitu manual dengan gunting

dan dengan mesin. Pada proses ini pekerja melakukan tugasnya dalam posisi berdiri

diikuti dengan kepala yang menunduk. Selain itu, dari hasil pengukuran, tinggi meja

yang juga bisa diartikan jarak siku ke lantai adalah 95 cm. Ukuran ini terlalu rendah,

sehingga membuat pekerja sedikit membungkuk untuk melakukan kerjanya.

Pada alur produksi ini, bahaya fisik yang dapat terjadi berupa kebisingan dari

mesin pemotong. Suara mesin pemotong dengan frekuensi 84dB dapat menyebabkan

gangguan pendengaran berupa tinnitus maupun tuli perseptif. Bahaya fisik lain berupa

debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara terbatas, vibrasi mesin cutting, dan listrik

dari mesin pemotong. Bahaya kimia berasal dari pelarut benzene yang digunakan

sebagai pembersih jika ada noda pada kain. Bahaya dari ergonomi yaitu posisi berdiri

yang lama, posisi kepala yang menunduk lama, dan gerakan repetitif memotong lkain.

Sedangkan dari bahaya psikologis yang dapat timbul adalah stres dan kebosanan

karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskoloskeletal

(termasuk upper dan low back pain), dehidrasi, ISPA, dispepsia, gangguan

pendengaran, varises tungkai, hiperkeratosis tangan dan dermatitis kontak iritan.

Resiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi adalah tangan terpotong, tangan

terjepit gunting atau tangan tersengat listrik mesin potong.

10

Page 11: Plant Survey Edit Abis

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung

diri berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan logam dan

fasilitas seperti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara,

lampu untuk penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum.

Hal-hal yang sudah dilakukan di perusahaan ini yaitu penggunaan alat

pelindung diri berupa masker dan sarung tangan yang terbuat dari logam. Semua

pekerja menggunakan alat pelindung diri ini. Peraturan yang terdapat di bagian ini

berupa standar operasional mesin dan kebijakan menggunakan alas kaki. Fasilitas

yang tersedia berupa lampu TL 40 watt sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30

cm (10 buah setiap lantai), kipas angin diameter 30 cm (10 buah setiap lantai),

penyediaan sarana air minum (2 buah setiap lantai).

Gambar 4. Posisi pekerja pada proses cutting

4. Proses Quality Control Pola

Bagian ini dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Di bagian ini merupakan proses

pengecekan kembali komponen-komponen bahan yang terdiri dari bagian depan,

bagian belakang serta bagian tangan produk. Proses ini dilakukan secara manual

menggunakan tangan dan bahan di seleksi satu per satu. Pada bagian ini terdapat 3

pekerja, dengan luas tempat kurang lebih 3 x 3 m, posisi saat bekerja yaitu berdiri

lama, kepala menunduk, dan jarak mata untuk memeriksa objek kurang lebih 60 cm,

memakai alat pelindung diri yaitu masker yang wajib dipakai dan disediakan oleh

perusahaan. Terdapat perbedaan untuk karyawan yang bekerja tetap disini, yaitu

menggunakan tatakan kaki yang terbuat dari karet. Sarana yang terdapat di bagian ini

antara lain meja, dengan panjang 120 cm dan tinggi 100 cm.

11

Page 12: Plant Survey Edit Abis

Bahaya fisik yang dapat timbul berupa debu alami dan sintetik. Bahaya

ergonomi yang ada berupa posisi berdiri lama, posisi setengah membungkuk, gerakan

repetitif tangan dalam membolak- balik bahan, dan gerakan repetitif bola mata dalam

mengamati bahan. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan

musculoskeletal, low and upper back pain, cefalgia, ulnar twist serta carpal tunner

syndrome, varises tungkai, dan hiperkeratosis tangan. Tidak ada resiko kecelakaan

kerja yang dapat terjadi pada tahap ini. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap

ini adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker, dan hanya 1 orang yang tidak

memakai masker kain ini.

5. Proses Matching and numbering

Bagian ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja, bahaya yang timbul berasal dari

posisi berdiri yang lama, posisi kepala dan badan menunduk lama, dan gerakan

repetitif tangan menempelkan stiker angka.

Bagian ini dikerjakan oleh 2 orang pekerja. Bahaya fisik yang ada berupa debu

kain alami dan sintetik. Dari segi ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi

berdiri yang lama, posisi kepala dan badan menunduk lama, dan gerakan repetitif

tangan menempelkan stiker angka. Dari segi psikologis, gangguan yang timbul

berasal dari rasa bosan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan dapat timbul

stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan mukuloskeletal,

upper and low back pain, ulnar twist serta carpal tunner syndrome dan gangguan

pengelihatan berupa kelelahan mata. Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini

adalah pemakaian alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan kain, dan para

pekerja sudah menggunakannya. Fasilitas yang tersedia sudah berupa TL 40 watt

sebanyak 96 buah, exhaust fan diameter 30 cm (10 buah setiap lantai), penyediaan

sarana air minum ( 2 buah setiap lantai ).

Gambar 5. Posisi pekerja bagian numbering

12

Page 13: Plant Survey Edit Abis

6. Proses pembuatan manset

Pada proses ini, dilakukan pemotongan dengan mesin berat. Bagian ini

dikerjakan oleh 5 orang pekerja. Kemudian dilakukan pressing dengan menggunakan

mesin yang mengeluarkan panas. Mesin yang berat tersebut dijalankan oleh pekerja

laki-laki dengan posisi berdiri terus menerus, kepala dan badan menunduk sekitar 20°

dengan alat pelindung diri berupa sarung tangan stainless.

Bahaya potensial fisika berasal dari vibrasi mesin pembuat manset, cahaya

yang kurang terang, aliran listrik, dan sirkulasi udara yang kurang terbatas. Dari segi

ergonomi, bahaya yang timbul berasal dari posisi duduk lama, posisi kepala

menunduk lama, gerakan repetitif mendorong dan menarik tangan dan ruang gerak

yang sempit. Dari segi psikologi dapat timbul stress dan rasa bosan karena jam kerja

yang lama tanpa ganti shift.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan muskuloskeletal,

dehidrasi, low dan upper back pain, dan kelelahan otot mata. Resiko kecelakaan kerja

yang mungkin terjadi berupa tangan tergores atau terjepit mesin pembuat manset, atau

tersengat listrik mesin pembuat manset.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat

pelindung diri berupa masker, serta sarung tangan logam dan fasilitas seperti kipas

angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan

yang cukup dan penyediaan sarana air minum. Hal-hal yang sudah dilakukan di

perusahaan ini yaitu penggunaan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan

yang terbuat adari logam. Peraturan yang terdapat di bagian ini berupa standar

operasional mesin. Fasilitas yang tersedia berupa TL 40 watt sebanyak 96 buah,

exhaust fan diameter 30 cm ( 10 buah setiap lantai ), kipas angin dengan diameter 30

cm ( 10 buah setiap lantai ), penyediaan sarana air minum ( 2 buah setiap lantai ).

Gambar 6. Posisi Pekerja pada Proses Manset

13

Page 14: Plant Survey Edit Abis

7. Proses pembuatan interlining

Proses interlining adalah proses pembuatan kerah dimana kain yang telah

dipotong ditempelkan dengan bahan yang keras untuk membentuk kerah. Pembuatan

interlining terdiri dari proses pembuatan pola kerah dengan mesin plong (1 pekerja),

perekatan sementara dengan solder (8 pekerja) dan penempelan kerah ke kain bahan

dengan mesin press (4 pekerja).

Proses pertama, yakni pembuatan pola kerah dengan mesin plong mempunyai

berbagai bahaya potensial yaitu fisika, ergonomi dan psikologi. Bahaya potensial

fisika yaitu debu dari kain berupa debu kain alami dan sintetik, sirkulasi udara yang

terbatas, bising, panas dan listrik dari mesin plong. Bahaya potensial ergonomi adalah

posisi berdiri lama dan setengah membungkuk, ruang gerak yang sempit, dan gerakan

repetitif mengangkat benda berat. Sedangkan bahaya potensial psikologi adalah stress

akan bahaya yang mungkin timbul dari mesin plong.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah gangguan musculoskeletal

akibat posisi ergonomi yang salah, dehidrasi karena suasana yang panas disekitar

mesin, gangguan pendengaran karena bising yang dihasilkan oleh mesin plong, dan

varises tungkai akibat posisi berdiri yang lama selama bekerja. Kecelakaan kerja yang

mungkin timbul adalah jari dan tangan tergores, terjepit, terpotong, dan tesengat

listrik mesin plong.

Proses selanjutnya adalah merekatkan kedua bahan tersebut. Proses perekatan

pertama dilakukan dengan solder di beberapa titik kemudian disetrika dan terakhir

direkatkan secara permanen dengan pressing machine yang menggunakan panas yang

tinggi. Proses berikutnya adalah perekatan sementara dengan solder dengan posisi

berdiri lama, dan posisi setengah membungkuk. Berikutnya adalah proses penempelan

kerah ke kain bahan dengan mesin press. Panas yang dihasilkan oleh mesin press

yaitu sekitar 1600 C dan listrik dari mesin press dan posisi berdiri lama, posisi

setengah membungkuk, dan gerakan repetitif memasukan dan mengambil kerah dari

mesin press.

Proses berikutnya adalah perekatan sementara dengan solder. Bahaya

potensial fisika berupa panas dan listrik yang dihasilkan oleh alat solder. Bahaya

potensial kimia adalah dari debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial ergonomi

adalah posisi berdiri lama, dan posisi setangah membungkuk. Bahaya psikologi

adalah stres akan bahaya yang ditimbulkan alat solder. Berikutnya adalah proses

14

Page 15: Plant Survey Edit Abis

penempelan kerah ke kain bahan dengan mesin press. Bahaya potensial fisika adalah

panas yang dihasilkan oleh mesin press yaitu sekitar 1600 C dan listrik dari mesin

press. Bahaya kimia berasal dari debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial

ergonomi adalah posisi berdiri lama, posisi setengah membungkuk, dan gerakan

repetitif memasukan dan mengambil kerah dari mesin press. Dan bahaya potensial

psikologi yang terjadi adalah stres akibat panas yang ditimbulkan mesin press dan

bahaya mesin press.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat

pelindung diri berupa masker, penutup kepala, penutup telinga dan fasilitas seperti

kipas angin dan exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum. Alat pelindung yang

digunakan oleh pekerja adalah sarung tangan, sebagian menggunakan masker.

Dilingkungan sekitar pekerja terdapat exhaust fan dengan diameter 30 cm sebanyak

10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, dan

penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai untuk mengatasi

dehidrasi. Kemudian terdapat standar operasional yang tertempel di mesin plong, dan

mesin press.

Gambar 7. Posisi pekerja pada proses interlining

8. Proses sewing

Proses sewing terdiri dari kurang lebih 100 pekerja. Proses sewing dilakukan

dengan menggunakan mesin jahit biasa. Pada proses penjahitan terdapat dua macam

proses, yaitu front back dan assembling. Pada proses front back dilakukan penjahitan

15

Page 16: Plant Survey Edit Abis

untuk keperluan aksesoris seperti pembuatan kantong kemeja. Kemudian pada proses

assembling dilakukan penjahitan untuk menyatukan pakaian dengan komponen

lainnya. Penjahit bekerja dengan posisi duduk membungkuk dengan kursi tanpa

sandaran. Untuk mengatur kesesuaian antara tinggi meja dan kursi agar menghasilkan

posisi yang ergonomis, terdapat alat pengatur ketinggian pada meja jahit dan kursi

yang terlalu pendek disambung dibagian terbawah kaki kursi. Pekerja menggunakan

seragam berupa kain berbahan katun yang cukup menyerap keringat, ditambah

penutup kepala, apron dan masker, mesin jahit juga dilengkapi dengan needle gate

untuk melindungi tangan dari tusukan jarum. Pada proses ini juga dilakukan

pembersihan bahan yang terdapat noda dengan menggunakan etanol dan benzene

yang disemprotkan, alat semprot menghasilkan bising, sehingga pekerja dilengkapi

dengan alat penutup telinga.

Proses ini memiliki bahaya potensial fisika meliputi sirkulasi udara yang

terbatas akibat banyaknya pekerja dan kurangnya ventilasi, bising dan vibrasi yang

berasal dari mesin jahit, debu kain alami dan sintetik dan listrik dari mesin jahit.

Bahaya potensial kimia berasal dari etanol dan pelarut benzene. Bahaya potensial

ergonomi yang ada adalah posisi duduk lama dengan posisi badan setengah

membungkuk, posisi kepala menunduk saat menjahit, gerakan repetitif kaki menginak

pedal mesin jahit, gerakan repetitif tangan menarik dan mendorong kain, dan posisi

jari tangan yang menekan selama menjahit karena memerlukan presisi yang baik, dan

ruang gerak yang terbatas. Sedangkan bahaya potensial psikologi yang dapat terjadi

adalah stres akibat tuntutan ketelitian dan konsentrasi yang tinggi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan muskuloskeletal, low

back pain, dehidrasi, carpal tunner syndrome, dermatitis kontak iritan dan kelelahan

pada mata. Resiko kecelakaan kerja yang dapat timbul berupa tangan tertusuk jarum

mesin jahit, tangan tersengat listrik dari mesin jahit dan terjatuh dari kursi.

Upaya yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat pelindung

diri berupa masker, penutup kepala, penutup telinga, dan fasilitas seperti kipas angin

atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang

cukup dan penyedia sarana air minum. Alat pelindung diri yang di gunakan adalah

masker dan penutup kepala yang terbuat dari kain, namun sebagian kecil pekerja tidak

menggunakan masker. Sarana yang disediakan adalah exhaust fan diameter 30 cm

sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap

16

Page 17: Plant Survey Edit Abis

lantai, dan penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai. Selain itu

terdapat standar operasional mesin ada dan tertempel pada mesin dan terdapat aturan

penjahitan merk pakaian.

Gambar 8. Posisi Pekerja bagian proses sewing

9. Proses Finishing dengan mesin kebut

Proses finishing dengan mesin kebut oleh 1 pekerja. Setelah pakaian selesai

dijahit, kemudian dilakukan pembersihan baju dari sisa-sisa benang dengan

menggunakan mesin kebut, yaitu berupa kotak dengan ukuran 75 x 100 cm. Mesin

tersebut dapat menarik sisa debu dan benang. Tinggi meja terukur 110 cm, dimana

standar yang harusnya digunakan pada pekerja wanita berdiri adalah setinggi 80-100

cm. Pakaian dimasukkan ke dalam mesin dan ditahan oleh kedua tangan pekerja

tersebut. Mesin kebut menghasilkan bising sehingga pekerja dilengkapi dengan alat

penutup telinga.

Bahaya potensial fisika berupa bising, vibrasi dan listrik dari mesin kebut,

debu kain alami dan sintetik. Bahaya potensial psikologi dapat berupa kebosanan

karena jam kerja yang lama tanpa ganti shify. Gangguan kesehatan yang dapat timbul

berupa gangguan muskuloskeletal, dehidrasi, low back pain, dan gangguan

penglihatan berupa penurunan visus dan kelelahan mata. Resiko kecelakaan kerja

yang ada berupa tangan tersetrum listrik mesin kebut, dan tangan tertusuk jarum.

17

Page 18: Plant Survey Edit Abis

Gambar 9. Pekerja mesin kebut

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa tangan melakukan gerakan repetitif

dengan posisi terangkat. Bahaya potensial ergonomi berupa posisi berdiri lama,

gerakan yang repetitif, dan posisi tangan terangkat 900. Tinggi meja terukur 110 cm,

dimana standar yang harusnya digunakan pada pekerja wanita berdiri adalah setinggi

80-100 cm. Ukuran meja yang terlalu tinggi ini kurang ergonomis sehingga dalam

jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kelelahan dan gangguan kesehatan.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pelindung diri berupa

masker, penutup kepala, penutup telinga, serta sarung tangan dan fasilitas seperti

kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum. Sarana yang disediakan

berupa exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin

dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum

sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat standar operasional untuk mengoperasikan

mesin kebut.

10. Quality Control Pakaian Jadi

Proses Quality control pakaian jadi sebanyak 2 pekerja. Sebelum pengiriman

beberapa kardus akan diambil secara random untuk dilakukan pengecekan ulang.

Dibagian ini dilakukan gerakan repetitif tangan memegang dan memeriksa pakaian,

posisi berdiri lama, posisi kepala dan punggung membungkuk lama.

Bahaya potensial fisika berupa pencahayaan dan debu kain alami dan sintetik.

Bahaya potensial ergonomi berupa gerakan repetitif tangan memegang dan

memeriksa pakaian, posisi berdiri lama, posisi kepala dan punggung membungkuk

18

Page 19: Plant Survey Edit Abis

lama. Dari segi psikologi, bahaya potensial yang ada berupa kebosanan karena jam

kerja yang lama tanpa ganti shift dan stres yang mungkin timbul. Gangguan kesehatan

yang mungkin timbul berupa gangguan muskuloskeletal, dehidrasi, low back pain dan

upper back pain, varises tungkai, dan keluhan otot mata. Tidak ada resiko kecelakaan

kerja yang ada pada tahap ini.

Upaya yang harusnya dilakukan dalam tahap ini adalah pemakaian alat

pelindung diri berupa maker, penutup kepala, dan fasilitas seperti kipas angin atau

exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang cukup

dan penyediaan sarana air minum. Hanya sebagian pekerja yang menggunakan

masker dan penutup kepala. Sarana yang disediakan berupa exhaust fan diameter 30

cm sebanyak 10 buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm sebanyak 10

buah setiap lantai, penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai.

Terdapat checklist untuk menilai dalam proses quality control.

Gambar 10. Posisi pekerja pada bagian Quality Control pakaian

11. Proses Ironing

Proses ironing dilakukan dengan setrika listrik. Sarana yang digunakan adalah

meja setrika ukuran 60 x 100 cm dengan jarak antar pekerja kurang lebih 1 meter.

Proses ironing pakaian jadi terdiri dari 8 pekerja. Menggunakan bahan kimia berupa

etanol dan pelarut benzene sebagai pembersih. Pada bagian ini terjadi gerakan

repetitif menarik dan mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi

membungkuk lama, posisi kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit.

Bahaya potensial fisika adalah suhu panas, sirkulasi udara terbatas, listrik,

debu kain alami dan sintetik, dan kelembapan. Bahaya potensial kimia berupa etanol

dan pelarut benzene sebagai pembersih. Bahaya potensial ergonomi adalah gerakan

19

Page 20: Plant Survey Edit Abis

repetitif menarik dan mendorong lengan saat menyetrika, posisi berdiri lama, posisi

membungkuk lama, posisi kepala menunduk lama, dan ruang gerak yang sempit. Dari

segi psikologi, bahaya potensial yang ada adalah kebosanan karena jam kerja yang

lama tanpa ganti shift, dan stres. Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi adalah

gangguan muskuloskeletal, dehidrasi, tension type headache, dan low back pain.

Risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi adalah tangan terkena luka bakar akibat

setrika listrik.

Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah pemakaian alat

pelindung diri berupa masker, penutup kepala, serta sarung tangan kain dan fasilitas

seperti kipas angin atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk

penerangan yang cukup dan penyediaan sarana air minum. Alat pelindung diri yang

digunakan adalah sarung tangan dan masker kain, semua pekerja menggunakan APD

ini. Sarana yang disediakan adalah lampu, exhaust fan diameter 30 cm sebanyak 10

buah setiap lantai, kipas angin dengan diameter 30 cm sebanyak 10 buah setiap lantai,

penyediaan sarana air minum sebanyak 2 buah setiap lantai. Terdapat standar

operasional dalam proses ironing.

Gambar 11. Posisi Pekerja pada Proses Ironing

12. Proses Packing

Proses packing, terdiri dari 8 pekerja. Pakaian yang telah disetrika kemudian

dilipat dan dimasukkan kedalam polybag, kemudian pakaian yang telah dibungkus

dimasukkan kedalam kardus. Dibagian ini terjadi gerakan repetitif memasukan

pakaian kedalam plastik, gerakan repetitif membungkuk saat memasukan pakaian

20

Page 21: Plant Survey Edit Abis

yang sudah terkemas ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan repetitif

mengangkat beban hasil produksi dari membungkuk sampai berdiri.

. Bahaya potensial fisika meliputi panas dan debu kain sintetik dan alami.

Bahaya potensial ergonomi meliputi gerakan repetitif memasukan pakaian kedalam

plastik, gerakan repetitif membungkuk saat memasukan pakaian yang sudah terkemas

ke dalam kardus, posisi berdiri lama, gerakan repetitif mengangkat beban hasil

produksi dari membungkuk sampai berdiri. Bahaya potensial psikologi yang dapat

timbul berupa kebosanan karena jam kerja yang lama tanpa ganti shift, dan stres

sebagai bahaya potensial psikologi.

Gangguan kesehatan yang dapat timbul adalah gangguan muskuloskeletal,

seperti low back pain dan upper back pain, dan dermatitis kontak iritan. Risiko

kecelakaan kerja yang dapat timbul adalah terjatuh saat mengangkat dan

memindahkan beban. Upaya yang harusnya dilakukan pada tahap ini adalah

pemakaian alat pelindung diri berupa masker kain dan fasilitas seperti kipas angin

atau exhaust fan untuk memperbaiki sirkulasi udara, lampu untuk penerangan yang

cukup dan penyediaan sarana air minum.

Alat pelindung diri yang disediakan adalah masker kain. Sarana yang

disediakan adalah lampu, exhaust fan, kipas angin, dan penyediaan sarana air minum.

Terdapat aturan pelipatan dan tampilan produk dan aturan alur barang produksi

setelah packing.

Gambar 12. Posisi Pekerja pada saat Proses Packing

21

Page 22: Plant Survey Edit Abis

2.4. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT BBI II

2.4.1. Program kesehatan Kerja

Perusahaan memiliki sebuah klinik yang terletak di dalam pabrik. Klinik

perusahaan memberikan pelayanan mulai dari hari senin, rabu dan jumat. PT. BBI

menyediakan sebuah poliklinik di dalam lokasi yang berada di lantai 2.

Beranggotakan 1 orang perawat untuk menangani semua jenis penyakit baik yang

bersifat biologis maupun fisik (kecelakaan) pada seluruh karyawan PT. BBI. Dibantu

oleh 3 orang yang bertugas sebagai petugas P3K. Ketiga orang ini bukanlah orang

yang berlatar belakang pendidikan medis, hanya karyawan biasa yang diberi pelatihan

khusus oleh perawat untuk melakukan pertolongan pertama bagi luka-luka akibat

kecelakaan kerja. Klinik ini melayani pengobatan biasa dan kecelakaan kerja kepada

para pekerja. Pelayanan dilakukan selama jam kerja. Diluar jam kerja poliklinik,

pelayanan kesehatan bagi pekerja hanya berupa penyediaan obat-obatan simptomatik

yang dipegang oleh line manager . Bila diperlukan tatalaksana lanjutan kecelakaan

kerja, pekerjaan dirujuk ke RS dengan surat pengantar. Perusahaan bekerjasama

dengan RS Mediros dan RS St.Carolus sehingga jika pekerja berobat ke kedua rumah

sakit tersebut, biaya pengobatan pekerja akan di tanggung oleh perusahaan sesuai

dengan golongan/pangkat. Sementara jika pasien dibawa ke RS lain seperti RS

Persahabatan yang letaknya tidak jauh dari pabrik maka penggantian biaya

diberlakukan melalui sistem reimbursment yaitu biaya di tanggung dahulu oleh

karyawan, yang kemudian diganti oleh perusahaan. Untuk kasus gawat darurat yang

22

Inspeksi Bahan Proses pembuatan pola

Cutting Quality Contol pola

Proses Matching & numbering

Proses pembuatan

manset

Proses Pembuatan Interlining

Proses Sewing

Finishing Quality control pakaian jadi

Proses IroningPacking

Page 23: Plant Survey Edit Abis

terjadi di pabrik, pertama-tama keadaan umum pasien pasien distabilkan terlebih

dahulu kemudian dirujuk ke rumah sakit rujukan.

Gambar 13. Kondisi Klinik tempat Perawatan untuk pekerja

Di klinik tersebut terdapat data-data penyakit dan data jumlah kunjungan

pekerjaa ke poliklinik serta data kecelakaan kerja. Klinik perusahaan berukuran 2x4 m

dan dijalankan oleh 1 orang perawat yang belum pernah mendapatkan pelatihan

mengenai kesehatan kerja sebelumnya.

Program klinik perusahaan meliputi juga pemeriksaan kesehatan setiap enam

bulan berupa pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan

darah rutin dan kimia darah serta pemeriksaan penunjang lain seperti rontgent thoraks,

dan pemeriksaan elektrokardiografi. Pemeriksaan kesehatan telinga dengan alat

khusus (audiometri dan otoskop) tidak dilakukan.

Sedangkan untuk kotak P3K, tersebar di berbagai macam lokasi yaitu di setiap

tempat proses produksi mulai dari proses inspeksi bahan sampai proses packing untuk

mempermudah pencapaian bila kecelakaan kerja terjadi.

Gambar 14. Kotak P3K yang terdapat disetiap ruangan produksi

23

Page 24: Plant Survey Edit Abis

Salah satu kekurangan yang ditemukan adalah perusahaan belum memiliki

data penyakit tersering yang terjadi di perusahaan. Di samping itu, tidak dapat sistem

pelaporan kesehatan pekerja, yang ada hanyalah laporan jumlah kunjungan pekerja ke

klinik perusahaan. Asuransi kesehatan juga tidak disediakan oleh pihak perusahaan

bagi para pekerjanya.selain itu, program-program kesehatan kerja belum dilaksanakan

oleh perusahaan.

Kantin perusahaan ada dua buah dengan ukuran masing 4x5 m. Namun untuk

makan siang pekerja perusahaan menggunakan sistem katering yang di bayar oleh

perusahaan. Menu pekerja tergantung pihak katering yang berupa makanan pokok.

Untuk pekerja yang lembur tidak mendapatkan makanan tambahan. Untuk air minum

pekerja disediakan dispenser di beberapa tempat.

Gambar 15. Menu Makanan para Pegawai Perusahaan

2.4.2. Sanitasi dan Lingkungan

PT BBI merupakan suatu kompleks bangunan yang terdiri dari 1 bangunan

utama, 1 bngunan tempat produksi, dan 1 gudang penyimpanan yang terpisah dari 2

bangunan sebelumnya (dipisahkan oleh jalan umum). Pada bangunan utama terdapat

kantor yang mengurusi administrasi dan marketing. Factory outlet, dan tempat

ibadah. Bangunan utama ini cukup tertata rapi dan bersih serta sebagian besar ruangan

menggunakan air conditioner. Sementara bangunan tempat produksi merupakan

bangunan lantai 2 di mana selain terdapat ruangan tempat berlangsungnya proses

produksi, juga terdapat klinik (di lantai 2), dan kantin (di lantai 1). Kesan kebersihan

pada keseluruhan ruangan tempat produksi cukup baik. Alat-alat produksi di

bangunan produksi lantai 1 tertata dengan cukup rapi dengan ruang gerak pekerja

yang cukup leluasa (kurang lebih 1 meter).

24

Page 25: Plant Survey Edit Abis

Hal ini disebabkan karena jumlah pekerja di ruangan ini relatif lebih sedikit

dibandingkan dengan jumlah pekerja di lantai 2. Sementara itu, alat-alat produksi di

lantai 2 walau tersusun rapi cukup rapi namun jarak antara alat cukup dekat (kurang

lebih setengah meter) sehingga ruang gerak pekerja agak terbatas. Lingkungan di

sekitar kompleks bangunan utama dan bangunan tempat produksi cukup bersih. Pada

halaman sekitar terdapat taman kecil yang bersih.

Perusahaan menyediakan fasilitas toilet di kedua lantai produksi, masing-

masing terdiri dari dua toilet besar laki-laki dan dua toilet perempuan. Setiap toilet

berukuran 1x1,5x2 m. Masing-masing toilet besar terdiri dari 3 ruangan. Toilet

tersebut terlihat kurang bersih dan terkesan kurang terurus. Dinding toilet dilapisi

keramik. Jumlah kakus dalam toilet laki-laki adalah tiga jamban, dan di dalam toilet

perempuan terdapat tiga jamban. Penerangan dan pertukaran udara dalam toilet cukup

baik. Lantai dan dinding toilet terlihat bersih, pintu jamban dapat dibuka-tutup dengan

mudah. Terdapat satu wastafel di tiap toilet. Data mengenai septic tank tidak

diketahui. Di gudang tempat penyimpanan kain, toilet juga berfungsi sebagai tempat

untuk mencuci kain untuk melihat apakah kain ini lintur atau tidak. Di gudang, tidak

terdapat perbedaan antara toilet laki-laki dan perempuan.

Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-

langit yang transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu

juga disediakan lampu-lampu jenis lampu putih atau Philips dengan kekuatan 40 watt

meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.

Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak

dapat kami nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.

Pertukaran udara di dalam bangunan pabrik secara keseluruhan masih kurang.

Langit-langit bangunan pabrik cukup tinggi, namun jumlah exhaust fan masih kurang

yaitu 6 buah setiap lantai (diameter 30 cm) untuk ruangan yang berukuran kurang

lebih 60 x 20 m 2 . pihak perusahaan juga menyediakan fasilitas air minum melalui

dispenser (berisi guci keramik) yang tersedia di beberapa sudut ruangan yang terdiri

dari 2 buah di setiap lantai. Galon tampak kurang bersih dan gelas minum bersih yang

tersedia sedikit.

Sarana penerangan di dalam ruangan pada siang hari berupa bagian langit-

langit yang transparan sehingga memungkinkan masuknya cahaya matahari. Selain itu

juga disediakan lampu-lampu jenis lampu putih atau Philips dengan kekuatan 40 watt

meskipun hanya dinyalakan sebagian dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.

25

Page 26: Plant Survey Edit Abis

Jumlah lampu yang ada cukup banyak, namun penerangan pada malam hari tidak

dapat kami nilai karena kunjungan dilakukan pada siang hari.

26

Page 27: Plant Survey Edit Abis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Di Indonesia, industri garmen masih merupakan andalan industri nasional

dalam menghasilkan pendapatan devisa negara. Para pekerja industri garmen mendapat

paparan potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatannya.

Proses pembuatan garmen dimulai dari pengecekan kain di ruang

penyimpanan kain kemudian proses desain dan pembuatan pola, grading dan marker,

kemudian dilanjutkan ke proses pembuatan sampel dan pemotongan kemudian

dilakukan proses pengepresan. Setelah bagian-bagian yang terpotong tadi dipres maka

dilanjutkan ke proses produksi (penjahitan). Proses penjahitan ini dilakukan per piece

(bagian) sehingga untuk menjahit satu kemeja terkadang bisa mencapai 100 variasi

proses penjahitan. Oleh karena itu, produksi garmen dikenal dengan proses piece to

piece. Setelah dijahit maka dilanjutkan proses penyempurnaan/penyelesaian akhir,

seperti pemasangan kancing, label, pembersihan dan penyetrikaan dan kemudian

dilakukan pengepakan dan pengiriman ke konsumen.

Karakteristik pekerjaan di industri garmen umumnya adalah proses material

handling (angkat-angkut), posisi kerja duduk dan berdiri, membutuhkan ketelitian

cukup tinggi, tingkat pengulangan kerja tinggi pada satu jenis otot, berinteraksi dengan

benda tajam seperti jarum, gunting dan pisau potong, terjadi paparan panas di bagian

pengepresan dan penyetrikaan dan banyaknya debu-debu serat dan aroma khas kain,

terpaan kebisingan, getaran, panas dari mesin jahit dan lainnya. Untuk itu desain

tempat kerja di industri garmen akan sangat berpengaruh bagi kinerja karyawan.

Hong Kong Christian Industrial Committee pada tahun 2004 melaporkan

kondisi lingkungan kerja di 3 industri garmen China yang mensuplai produk garmen

untuk retail di Jerman adalah sebagai berikut antara pemilik pabrik dan pekerja kurang

27

Page 28: Plant Survey Edit Abis

memiliki kesadaran tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Di ketiga pabrik yang

disurvey tidak pernah diadakan latihan untuk penaggulangan kebakaran, para pekerja

mengeluhkan kondisi AC (air condition) dan ventilasi yang tidak baik. Penempatan

mesin yang terlalu rapat sehingga mengakibatkan peningkatkan suhu di tempat kerja.

Para pekerja di bagian penjahitan mengalami alergi kulit dan gangguan pernapasan

akibat menjahit beberapa jenis kain yang mempunyai banyak debu kain ( floating

fiber). Sumber bahaya lain adalah permasalahan ergonomi seperti lamanya waktu kerja

(duduk dan berdiri) pengulangan gerakan kerja dan lainnya. Cvetko Z. Trajković, dkk,

juga menunjukkan sumber-sumber bahaya potensial yang ada di industri garmen

terdapat pada ruang pemotongan, penjahitan dan finishing.

Kondisi industri garmen di Kamboja juga tidak jauh berbeda seperti dimana

ada beberapa permasalahan lingkungan kerja mencakup aspek mekanis, fisik, kimia,

biologi dan ergonomi diantaranya adalah penataan tumpukan kain yang kurang baik di

gudang penyimpanan sehingga gulungan kain mudah jatuh potensi sakit punggung

karena mengangkat dan material handling yang tidak benar, banyaknya debu kain di

area pemotongan kain, dan bahaya luka yang serius selama penggunaan mesin potong

elektrik tanpa pengaman rantai yang baik. Selain itu, tidak adanya pengamanan mesin

dan debu kain di area produksi dan finishing dan bahaya zat kimia dan lantai licin pada

area pencucian. Didapatkan pencahayaan yang kurang baik di bagian produksi dan

finishing dan permasalahan ergonomi pada posisi kerja duduk dan berdiri. Temperatur

yang tinggi pada bagian penyetrikaan dan pencucian dan problem kelistrikan dan

kebakaran di seluruh bagian.

Sedangkan berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh S Calvin dan B

Joseph, menyatakan bahwa beberapa potensi bahaya di industri garmen meliputi

kecelakaan pada jari tangan (tertusuk jarum), terbakar dan lainnya. Bahaya fisik seperti

paparan kebisingan, panas dan pencahayaan dan lainnya. Sangat sedikit laporan

tentang kecelakaan kerja di industri garmen dari berbagai belahan dunia karena

kurangnya kesadaran untuk mencatat dan melaporkan terjadinya kecelakaan.

Permasalahan ergonomi kerja di industri garmen terutama sangat terkait

dengan posisi postur tubuh dan pergelangan tangan yang tidak baik dan harus

melakukan pekerjaan yang berulang-ulang pada hanya satu jenis otot sehingga sangat

berpotensi menimbulkan cumulative trauma disorder (CTD)/Repetitive Strain Injuries

(RSI). Zvonko Gradcevic, dkk. mengungkapkan bahwa operasi kerja di bagian

penjahitan adalah dari tangan-mesin-tangan dan sub operasi mesin berdasarkan cara

28

Page 29: Plant Survey Edit Abis

kerja dan bagian yang dijahit menurut struktur produk garmennya. Pekerjaan di bagian

jahit membutuhkan koordinasi gerakan postur tubuh dan pergelangan tangan yang baik

dan konsentrasi tinggi. Dimana perubahan gerakan ini berlangsung sangat cepat

tergantung bagian yang dijahit dan tingginya frekuensi pengulangan gerakan untuk

kurun waktu yang lama akan mendorong timbulnya gangguan intrabdominal,

mengalami tekanan inersia, tekanan pada pinggang dan tulang punggung dan tengkuk.

Setiap pekerjaan mengandung resiko kesehatan dan keselamatan. Demikian

juga sistem kerja di industri garmen potensi penyakit dan kecelakaan kerja juga sangat

tinggi. Seperti yang dilaporkan oleh David Mahone (CNA Insurance Companies,

Chicago IL) diantara penyakit kerja yang terkait dengan kondisi lingkungan kerja yang

tidak baik diantaranya adalah 70% operator jahit mengalami sakit punggung, 35%

Melaporkan mengalami low back pain secara persisten, 25% menderita akibat

Cumulative Trauma Disorder (CTD), 81% mengalami CTD pada pergelangan tangan,

14% mengalami CTDs pada siku 5% of CTDs pada bahu, dan 49% pekerja mengalami

nyeri leher.. Oleh karena itu, diperlukan upaya kedokteran okupasi melalui program

keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di industri garmen agar angka penyakit akibat

kerja dapat diminimalisir.

3.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Sesuai dengan dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 menjelaskan bahwa

keselamatan & kesehatan kerja (K3) adalah suatu upaya-upaya praktis untuk

memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para

pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.

Bidang K3 merupakan studi praktis yang berkaitan dengan implementasi sistem

manajemen suatu perusahaan.  Didalam UU No. 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan juga diatur tentang jaminan keselamatan & kesehatan kerja bagi

seluruh karyawan yang bekerja.  Namun pada kenyataannya masih banyak dijumpai

perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan tentang faktor keselamatan &

kesehatan kerja, sehingga sering dijumpai kasus-kasus kecelakaan kerja yang

merugikan pihak karyawan.  Menurut data yang dituliskan oleh media online pos kota

tercatat bahwa kasus kecelakaan kerja masih relatif tinggi, yakni mencapai 88.492

kasus (www.poskota.co.id/05/10/10).  Kondisi tersebut tentu saja masih

memprihatinkan mengingat hal tersebut bertolak belakang dengan visi & misi

29

Page 30: Plant Survey Edit Abis

pemerintah mengenai jaminan keselamatan & kecelakaan kerja.  Kasus-kasus

kecelakaan kerja yang sering dijumpai yakni bidang industri, konstruksi,

pertambangan, dan sisanya disektor lainnya.  Kasus kecelakaan kerja yang masih

hangat dibicarakan adalah kasus kecelakaan tabrakan kereta api Senja Utama dengan

Kereta Argo yang terjadi pemalang menyebabkan korban meninggal dunia.  Akan

tetapi yang patut disayangkan mengenai hasil investigasi awal yang menyebutkan

bahwa faktor penyebab kecelakaan kerja karena "human error".  Sebetulnya masih

perlu banyak dikaji dan dilakukan analisa yang detail untuk mengidentifikasi

kecelakaan kereta api tersebut dari dari data kronologis, serta data sekunder mengenai

sistem kerja, peralatan, teknologi, material-material disekitar, kesehatan, dan lain

sebagainya, supaya ditemukan suatu preventif akan solusi untuk dilakukan perbaikan,

bukan hanya sekedar menyelesaikan maslah yang saat itu muncul dan hilang (selesai).

Belajar tentang K3 tentu saja harus berorientasi pada implementasi/penerapan

di area kerja.  Secara konseptual Keselamatan & kesehatan kerja muncul berdasarkan

konsep "triangle factor"

Implementasi mengenai keselamatan & kesehatan kerja secara praktis

dirancang melalui suatu sistem yang dinamakan dengan Sistem Manajemen

Keselamatan & Kesehatan Kerja (SM-K3) atau dalam paradigma modern dikenal

dengan istilah "HSE / SHE " (Health Safety & Environment).  Setiap perusahaan

idealnya wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dan sistematis

untuk menjamin faktor resiko terhadap keselamatan & kesehatan di lingkungan kerja.

Penerapan sistem manajemen K3 dimulai dari:

3.1.1 Pembentukan Komitmen

30

Page 31: Plant Survey Edit Abis

Komitmen merupakan modal utama dalam penerapan K3 secara riil

mengenai arti penting keselamatan & kesehatan kerja. Pembentukan komitmen

tentang arti pentingnya K3 harus dimulai dari level TOP MANAGEMENT supaya

penerapan sistem K3 berjalan efektif dan optimal.  Sesuai dengan UU No 1 tahun

1970 dijelaskan bahwa unsur pimpinan (direktur) bertanggungjawab untuk

melaksanakan keselamatan & kesehatan kerja.  Unsur pimpinan inilah yang

nantinya diharapkan mampu membuat kebijakan-kebijakan yang positif tentang K3

dan mampu menggerakan aspek-aspek penunjang/fasiltas sampai dengan karyawan-

karyawan level bawah untuk menjalankan fungsi K3 untuk mencapai "ZERO

ACCIDENT"

3.1.2. Perencanaan

Perencanaan disini dimaksudkan sebagai dasar penerapan program kerja K3

yang nantinya akan dilaksanakan secara menyeluruh oleh seluruh karyawan.  Dalam

menentukan program kerja K3, idealnya komite K3 melakukan assessment di area

kerja mengenai maslah-masalah K3 di perusahaan tersebut.  Cara mudah biasanya

menggunakan teknik.tools berupa HIRARC (High Identification Risk Assessment &

Risk Control), yaitu suatu cara/teknik mengidentifikasi potensi-potensi bahaya yang

kemungkinan bisa menimbulkan kecelakaan kerja/penyakit kerja dan melakukan

langkah penanggulangan sebagai kontrol/preventif. Dapat dilakukan dengan

identifikasi potensi, penilaian faktor resiko dan pengendalian faktor resiko.

3.1.3. Pengorganisasian

Bentuk komitmen dari pimpinan perusahaan selain melalui kebijakan

tertulis, dapat juga memfasilitasi pembentukan komite K3 yang khusus menangani

permasalahan K3 yang terdiri dari berbagai wakil dari divisi yang terlibat sesuai

dengan kompetensinya masing-masing.  

Selain itu yang paling penting untuk menggerakan orhganisasi/komite K3

tersebut diperlukan seorang "ahli K3" yaitu seseorang yang berkompeten di bidang

K3 yang telah tersertifikasi sebagai ahli K3.  Mengapa demikian? karena dala

penerapan program kerja serta aktivitas-aktivitas K3 tidak bisa lepas dari visi dan

misi ahli K3 tersebut yang mampu menggerakan jalannya oranisasi kerja.

Efektivitas komite K3 tentu saja diperhitungkan dari penerapan program-program

K3 yang tersistematis dan mendapatkan support dari seluruh level karyawan.

31

Page 32: Plant Survey Edit Abis

3.1.4. Penerapan

Penerapan K3 tentu saja berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas program-

program kerja K3 secara optimal.  Harus disertai evidence serta bukti-bukti

lapangan mengenai penerpan program kerja tersebut.  Contoh program kerja yang

bisa dilakukan yaitu semacam safety campaign, safety sign, safety training, safety

talk, safety for visitor, safety for contractor, simulasi & evakuasi, safety alert, dll.

3.1.5. Pengendalian

Setiap penerapan program-program K3 harus dilakukan pelaporan sebagai

bukti evidence sehingga dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilakukan

perbaikan secara bertahap. Pelaporan K3 harus disusun secara rapi sebagai

penunjang administrasi K3 yang terintegrasi.

3.1.6. Evaluasi

Proses evaluasi memang sangat diperlukan sebagai bentuk pengukuran

efektivitas program/penerapan K3 sudah sedemikian efektif atau belum.  Secara

praktis biasanya dibentuk suati tim auditor untuk melakukan audit dan verifikasi

mengenai penerapan yang dijalankan mengenai sistem manajemen K3.

Selamat berimplementasi untuk "membangun sistem manajemen K3 yang

terintegrasi"

3.2 Tujuan K3

3.2.1 Tujuan Pencegahan Kecelakaan Kerja Di Dasarkan Pada 3 Hal :

32

Page 33: Plant Survey Edit Abis

1. Perikemanusian.

Pekerja bukan lah mesin yang dapat di perlukan sebagai benda mati. Sebagai

sesama manusia, pekerja juga menuntut untuk di perlakukan sebagai manusia yang

utuh. Kecelakaan pd pekerja dpt mengakibatkan kesdihan bahkan kematian.

Dampak dari kecelakaan kerja akan lebih lanjut dirsakan bila pekerja yg

bersangkutan adalah kepala keluarga yg bekerja untuk menafkahi keluargannya.

Perasaan kehilangan bertambah dengan memberatnya beban ekonomi keluarga.

2. Mengurangi Ongkos Produksi

Berkurang kecelakaan kerja akan mengurangi ongkos produksi yang

disebabkan oleh biaya langsung & biaya tidak langsung dr suatu kecacatan.

3. Kelangsungan Produksi

Kesanggupan perusahaan untuk berproduksi secara terus menerus

m’rupakan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Bagaimanapun ringannya suatu

kecelakaan, pada hakekatnya mengakibatkan hilangnya waktu produksi yg besarnya

sesuai dengan derajat cacat yg terjadi.

3.2.2 Tujuan Umum dan Khusus

A.  Tujuan Umum K3 sesuai GDN UU No.1 th 1970 adalah :

1. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan

kesehatannya sehingga dpt diwujudkan peningkatan produksi dan

produktifitas kerja.

2. Melindungi setiap orang lain yg berada di tempat kerja yg selalu dlm keadaan

selamat dan sehat

3. Melinduungi bahan dan peralatan produksi agar di capai secara aman dan

efisien.

B.  Tujuan khusus:

1. Mencegah atau mengurangi kecelakaan kerja kebakaran, peledakan dan PAK.

2. Mengamankam mesin, instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi.

3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian

antara pekerjaan dengan manusia atau antara manusia dengan pekerjaan.

3.3 Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja

33

Page 34: Plant Survey Edit Abis

Kesehatan Kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan

pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode

kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk :

1.Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua

lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.

2.Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan

oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

3.Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari

kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan

kesehatan.

4.Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai

dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

3.3.1 Kapasitas Kerja, Beban Kerja, dan Lingkungan Kerja di Indonesia

Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga

komponen utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi

antara ketiga komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan

optimal.

Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang

baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat

melakukan pekerjaannya dengan baik.

Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal) awal seseorang

untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian. Kondisi awal seseorang

untuk bekerja dapat depengaruhi oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja dan lain-lain.

Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja

yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan

seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.

Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan

lain-lain) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban

tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan

gangguan atau penyakit akibat kerja.

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja

34

Page 35: Plant Survey Edit Abis

dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja

tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor

lainnya.

3.4 Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Tidak jarang para karyawan dihadapkan pada persoalan di keluarga dan

perusahaan. Tekanan persoalan dapat berupa aspek emosional dan fisik, terbatasnya

biaya pemeliharaan kesehatan, dan berlanjut terjadinya penurunan produktivitas

karyawan. Pihak manajemen seharusnya mampu mengakomodasi persoalan karyawan

sejauh terkait dengan kepentingan perusahaan. Pertimbangannya adalah bahwa  unsur

kesehatan dan karyawan memegang peranan penting dalam peningkatan mutu kerja

karyawan. Semakin cukup jumlah dan kualitas fasilitas kesehatan dan keamanan kerja

maka semakin tinggi pula mutu kerja karyawan. Dengan demikian perusahaan akan

semakin diuntungkan dalam upaya pengembangan bisnisnya.

Setiap perusahaan sewajarnya memiliki strategi memperkecil dan bahkan

menghilangkan kejadian kecelakaan kerja di kalangan karyawan sesuai dengan kondisi

perusahaan. Strategi yang perlu diterapkan perusahaan meliputi :

a. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam

menghadapi kejadian kecelakaan kerja. Misalnya karena alasan finansial,

kesadaran karyawan tentang keselamatan kerja dan tanggung jawab perusahaan

dan karyawan maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang

minimum bahkan maksimum.

b. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan kerja

bersifat formal ataukah informal. Secara formal dimaksudkan setiap aturan

dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan dan dikontrol sesuai dengan aturan.

Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan

melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.

c. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan

rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak

manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai

kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara arti reaktif, pihak manajemen

perlu segera mengatasi masalah keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu

kejadian timbul.

35

Page 36: Plant Survey Edit Abis

d. Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat derajad keselamatan dan kesehatan

kerja yang rendah sebagai faktor promosi perusahaan ke khalayak luas. Artinya

perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja.

         

Sesuai dengan strategi di atas maka program yang diterapkan untuk

menterjemahkan strategi itu diantara perusahaan biasanya dengan pendekatan yang

berbeda. Hal ini sangat bergantung pada kondisi perusahaan. Secara umum program

memperkecil dan  menghilangkan kejadian kecelakaan kerja dapat dikelompokkan :

a. Telaahan Personal

Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan

tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian  keselamatan

kerja: (1) faktor usia; apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih lebih

aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya,  (2) ciri-ciri fisik karyawan

seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan derajad

kecelakaan karyawan yang kritis, dan (3) tingkat pengetahuan dan kesadaran

karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja.

Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa

saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan kerja. Lalu sejak dini

perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.

b. Sistem Insentif

Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir.

Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antarunit tentang keselamatan

kerja paling rendah dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali.

Siapa yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan

penghargaan.  Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang

mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di

unitnya.

c. Pelatihan Keselamatan Kerja

Pelatihan keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan.

Fokus pelatihan umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan

dan peraturan keselamatan kerja, dan perilaku kerja yang aman dan berbahaya.

36

Page 37: Plant Survey Edit Abis

d. Peraturan Keselamatan Kerja

Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan

yang menyangkut  apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat

kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan

dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus

dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan

kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan

melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan dan tindakan tegas kepada karyawan

yang cenderung melakukan kelalaian berulang-ulang.

Untuk menerapkan strategi dan program di atas maka ada beberapa

pendekatan sistematis yang dilakukan secara terintegrasi agar manajemen program

kesehatan dan keselamatan kerja berjalan efektif  berikut ini.

A. Pendekatan Keorganisasian

1. Merancang pekerjaan,

2. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program,

3. Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja,

4. Mengkoordinasi investigasi kecelakaan.

B. Pendekatan Teknis

1. Merancang kerja dan peralatan kerja,

2. Memeriksa peralatan kerja,

3. Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.

C. Pendekatan Individu

1. Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja,

2. Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja,

3. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program insentif.

3.5 Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja

K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah suatu ilmu pengetahuan dan

penerapan guna mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.

Menurut American Society of safety and Engineering (ASSE) K3 diartikan

sebagai bidang kegiatan yang ditujukan untuk mencegah semua jenis kecelakaan yang

ada kaitannya dengan lingkungan dan situasi kerja.

37

Page 38: Plant Survey Edit Abis

Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan

penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses

pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan

pekerjaan guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar

dari kecelakaan dan kerugian lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan

APD (Alat Pelindung Diri), perawatan mesin dan pengaturan jam kerja yang

manusiawi.

Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang

penerapannya untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan

kesehatan, pencegahan Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan,

pengobatan dan pemberian makan dan minum bergizi.

Istilah lainnya adalah Ergonomi yang merupakan keilmuan dan aplikasinya

dalam hal sistem dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan

kelelahan guna tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.

Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan

tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat

mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan dan PAK (Penyakit Akibat Kerja) yang

pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja.

Secara teoritis istilah-istilah bahaya yang sering ditemui dalam lingkungan kerja

meliputi beberapa hal sebagai berikut :

HAZARD (Sumber Bahaya), Suatu keadaan yang memungkinkan / dapat

menimbulkan kecelakaan, penyakit, kerusakan atau menghambat kemampuan pekerja

yang ada

DANGER (Tingkat Bahaya), Peluang bahaya sudah tampak (kondisi bahaya sudah

ada tetapi dapat dicegah dengan berbagai tindakan prventif.

RISK (Resiko) , prediksi tingkat keparahan bila terjadi bahaya dalam siklus tertentu

INCIDENT (Kejadian Bahaya), Munculnya kejadian yang bahaya (kejadian yang

tidak diinginkan, yang dapat/telah mengadakan kontak dengan sumber energi yang

melebihi ambang batas badan/struktur

ACCIDENT (Kecelakaan), Kejadian bahaya yang disertai adanya korban dan atau

kerugian (manusia/benda)

38

Page 39: Plant Survey Edit Abis

Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :

1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja

2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja

3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Sasaran dari K3 adalah :

1. Menjamin keselamatan operator dan orang lain.

2. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan.

3. menjamin proses produksi aman dan lancar.

Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui habatan dalam penerapan K3 dalam

dunia pekerja, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :

A. Dari sisi masyarakat pekerja

- Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan

kesehatan/kesejahtraan)

- K3 belum menjadi tuntutan pekerja

B. Dari sisi pengusaha

- Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan

efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Itulah keuntungan apabila kita mengutakan keselamatan kerja baik di

lingkungan keluarga maupun dilingkungan perusahaan. Dalam memaknai setiap aspek

keselamatan berarti kita ikut menjaga keselamatan kita dan orang lain untuk mencapai

makna keselamatan secara menyeluruh.

3.6 Kecelakaan Kerja

3.6.1 Definisi Kecelakaan Kerja

Berikut ini adalah beberapa defenisi kecelakaan dan kecelakaan Kerja

menurut beberapa ahli :

Defenisi Kecelakaan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja

(Permenaker) Nomor: 03/Men/1998 adalah   suatu kejadian yang tidak

dikehendaki  dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan  korban jiwa dan

harta benda.

39

Page 40: Plant Survey Edit Abis

Menurut Foressman Kecelakaan Kerja adalah terjadinya suatu kejadian akibat

kontak antara ernegi yang berlebihan (agent) secara acut dengan tubuh yang

menyebabkan kerusakan jaringan/organ atau fungsi faali.

Sedangkan defenisi yang dikemukakan oleh Frank E. Bird Jr. kecelakaan adalah

suatu kejadian yang tidak dikehendaki, dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta

kerusakan harta benda dan biasanya terjadi sebagai akibat dari adanya kontak

dengan sumber energi yang melebihi ambang batas atau struktur.

Kecelakaan kerja (accindent) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak di

inginkan yang merugikan terhadap manusia, merusakan harta benda atau

kerugian proses (Sugandi, 2003)

Word Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu

kejadian yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya, sehingga

menghasilkan cidera yang riil

Secara umum Kecelakaan kerja di bagi menjadi dua golongan :

Kecelakaan industri (Industrial Accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat

kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

Kecelakaan dalam perjalanan (Community Accident) yaitu kecelakaan yang

terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.

3.6.2 Beberapa Teori Tentang Penyebab Kecelakaan Kerja

Banyak Faktor yang dapat menjadinya sebabnya kecelakaan kerja. Ada

faktor yang merupakan unsur tersendiri dan beberapa diantaranya adalah faktor

yang menjadi unsur penyebab bersama-sama. Beberapa teori yang banyak

berkembang adalah :

1. Teori kebetulan murni (pure chance   theory) mengatakan bahwa kecelakaan

terjadi atas Kehendak Tuhan, secara alami dan kebetulan saja kejadiannya,

sehingga tak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya.

2. Teori Kecenderungan (Accident Prone Theory), teori ini mengatakan pekerja

tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang

memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.

3. Teori tiga faktor Utama (There Main Factor Theory), mengatakan bahwa

penyebab kecelakaan adalah peralatan, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.

40

Page 41: Plant Survey Edit Abis

4. Teori Dua Factor (Two Factor Theory), mengatakan bahwa kecelakaan kerja

disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan perbuatan berbahaya

(unsafe action)

5. Teori Faktor manusia (human factor theory), menekankan bahwa pada akhirnya

semua kecelakaan kerja, langsung dan tdk langsung disebabkan kesalahan

manusia.

6. Teori Domino (domino sequence theory). Thompkin (1982) memberikan

gambaran di dalam teori domino Henirich, yang intinya adalah suatu kecelakaan

timbul akibat suatu sebab yang sifatnya sebab akibat.

Lebih lanjut, teori mengenai terjadinya kecelakaan kerja dapat di upayakan

pencegahannya dengan mekanisme terjadinya kecelakaan kerja di uraikan “domino

seguence“ berupa berikut ini :

1. Ancestry and social enviroment, yakni pada orang yang keras kepala

mempunyai sifat tidak baik yg diperoleh karena faktor keturunan, pengaruh

lingkungan & pendidikan, mengakibbat seseorang bekerja kurang hati-hati &

banyak membuat kesalahan.

2. Fault of person, merupakan rangkaian dari faktor keturunan & lingkungannya,

yang menjurus pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan.

3. Unsafe Act and or mechanical or Physical hazard, tindakan berbahaya disertai

bahaya mekanik dan fisik lain, memudahkan terjadinya rangkaian berikutnya.

4. Accident, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan umumnya disertai

oleh berbagai kerugian.

5. Injury, kecelakaan mengakibatkan cedera/luka ringan maupn berat menuju

kecacatan dan bahkan kematian.

Dalam banyak literatur beberapa ahli menjabarkan bahwa meningkatkan

kecelakaan kerja juga menggambarkan tentang kemerosotan suatu bangsa, berikut

adalah beberapa indikasi kemunduran suatu bangsa menurut Thomas Lickona :

1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja

2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk

3. Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan

4. Meningkatnya perilaku yang merusak diri seperti narkoba, sex bebas, dan

alkohol

41

Page 42: Plant Survey Edit Abis

5. Kaburnya pedoman moral baik dan buruk

6. Penurunan etos kerja

7. Rendahnya rasa hormat kepada orangtua dan guru

8. Rendahnya rasa tanggung jawab baik sebagai individu dan warga negara

9. Ketidakjujuran yang telah membudaya

10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama

Teori analisa kecelakaan dan penyakit akibat kerja :

1. Teori Domino (domino seguence theory). Thompkin (1982) memberikan

gambaran di dalam teori domino Henirich, yang intinya adalah :

2. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), Teori ini menganggap bahwa

semua kejadian kecelakaan di   sebabkan oleh manusia (Humam error).

Kesalahan yang dilakukan berupa :

a.Work over loaded. Yang di maksud Work over loaded di sini adalah

penjumlahan tugas yang harus dilaksanakan, lingkungan kerja, faktor internal

(stress, emosi, perilaku) dan faktor eksternal (instruksi tidak jelas,

kompensasi)

b.Reaksi yang tidak tepat (inappropriate respons),

i. Sikap mengabaikan standar keselamatan

ii. Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

iii. Mengabaikan petunjuk kerja.

42

Page 43: Plant Survey Edit Abis

c.Aktifitas yg tidak tepat (inappropriate activities)

i. Salah dalam menilai besarnya resiko

ii. Tidak ada training untuk pekerja

3. Teori Accident/incident (Peterson)

Teori ini merupakan pengembangan dari teori human actor :

i. Dengan menambahkan faktor ergonomi (ergonomi traps)

ii. Salah dalam mengambil keputusan (decision to error)

iii. Kegagalan sistem (system failure) termasuk kebijakan, pelatihan,

inspeksi, koreksi dan standar.

4. Teori Epidemiologi

Terjadinya kecelakaan karena ketidak serasian antara: peran tenaga kerja (host), Alat

kerja (agent), Lingkungan kerja (Enviroment).

5. Teori Sistem

Teori ini melihat ouput/produk yang di hasilkan oleh berbagai komponen

yang dirangkai dalam suatu sistem. Dalam K3 output/produk atau kecelakaan.

Komponen yang menghasilkan kecelakaan adalah: tenaga kerja, alat kerja,

lingkungan kerja, fasilitas kerja & manajemen.

6. Teori Kombinasi

Teori kombinasi merupakan dua ataulebih dari teori 2 di atas. Teori ini di

perlukan jika suatu teori tidak cukup untuk menjelaskan suatu kejadian

kecelakaan, di harapkan dgn melakukan gabungan beberap teori mejawab 

“mengapa terjadi kecelakaan”.

3.6.3 Penyebab Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Penyebab Langsung ( Immediate   Causes)

Penyebab langsung Kecelakaan Adalah suatu keadaan yang biasanya bisa

dilihat dan di rasakan langsung, yang di bagi 2 kelompok:

A. Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) yaitu Perbuatan berbahaya dari

dari manusia yang dalam bbrp hal dapat dilatar belakangi antara lain:

1. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodilly defect)

43

Page 44: Plant Survey Edit Abis

2. Keletihan dan kelesuan (fatigiue and boredom)

3. Sikap dan tingkak laku yang tidak aman

4. Pengetahuan.

B. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) yaitu keadaan yang akan

menyebababkan kecelakaan, terdiri dari:

1. Mesin, peralatan, bahan.

2. Lingkungan

3. Proses pekerjaan

4. Sifat pekerjaan

5. Cara kerja

Penyebab Dasar (Basic causes)

Penyebab Dasar (Basic Causes), terdiri dari 2 faktor yaitu :

A.  Faktor manusia/personal (personal factor)

Kurang kemampuan fisik, mental dan psikologi

Kurangnya /lemahnya pengetahuan dan skill

Stres

Motivasi yang tidak cukup/salah

B.  Faktor kerja/lingkungan kerja (job work enviroment factor)

Faktor fisik yaitu, kebisingan, radiasi, penerangan, iklim dll.

Faktor kimia yaitu debu, uap logam, asap, gas dst

Faktor biologi yaitu bakteri,virus, parasit, serangga.

Ergonomi dan psikososial.

3.6.4 Faktor Resiko Kecelakaan Kerja

Menurut Henrich faktor penyebab kecelakaan disebabkan oleh faktor

Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) 80 % dan Kondisi yang tidak aman

(unsafe condition) 20%. Menurut Suma’mur faktor penyebab kecelakaan

disebabkan oleh faktor Tindakan-tindakan tidak aman (unsafe acts) 85 % dan

Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) 15 %. Menurut Hastuti dan Adiatma

faktor penyebab kecelakaan disebabkan oleh faktor Tindakan-tindakan tidak aman

(unsafe acts) 85 % dan Kondisi yang tidak aman (unsafe condition) 10% dan faktor

alam (act of god) 5%. Menurut Phoon (1988), penyebab kecelakaan sangat banyak,

44

Page 45: Plant Survey Edit Abis

beraneka ragam, dan kompleks. Faktor utama yang menyebabkan kecelakaan

adalah:

1. Lingkungan kerja

2. Metode kerja

3. Pekerja sendiri

Namun pada akhirnya semua kecelakaan baik langsung maupun tidak

langsung, diakibatkan kesalahan manusia. Selalu ada resiko kegagalan (risk of

failures) pada SETIAP proses/ aktifitas pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work

accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian (loss).

Karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/ potensi kecelakaan

kerja harus dicegah/ dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya.

Kecelakaan disebabkan oleh dua golongan besar penyebab antara lain:

1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts)

2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions)

Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus

dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial

dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan. Salah satu

bentuk keseriusan itu adalah resourcing, baik itu finansial dan MSDM. Secara umum

penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:

1. Kelelahan (fatigue)

2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman

(unsafe working condition)

3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya

(pre-cause) adalah kurangnya training

4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.

5. Hubungan antara karakter pekerjaan dan kecelakaan kerja menjadi fokus bahasan

yang cukup menarik dan membutuhkan perhatian tersendiri. Kecepatan kerja

(paced work), pekerjaan yang dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive

work), pekerjaan-pekerjaan yang harus diawali dengan “pemanasan prosedural”,

beban kerja (workload), dan lamanya sebuah pekerjaan dilakukan (workhours)

adalah beberapa karakteristik pekerjaan yang dimaksud.

45

Page 46: Plant Survey Edit Abis

6. Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan, maupun dalam

sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences chain).

3.6.5 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

1. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian mesin, pesawat

alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan kerja.

2. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah kekacauan dai

dalam organisasi dalam proses produksi.

3. Keluhan dan Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan mengeluh &

menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja akan bersedih.

4. Kelainan dan Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati, kecelakaan juga

akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh bahkan cacat.

5. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa orang &

berakibat kematian.

6. Kerugian-kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan

bagi terjadinya kecelakaan. Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung & biaya

tersembunyi.

7. Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama kecelakaan,

pengobatan, perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama tak

mampu bekerja, kompensasi cacat & biaya perbaikan alat-alat mesin serta biaya

atas kerusakan bahan-bahan.

8. Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada

waktu atau beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi.

3.6.6 Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:

1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai

kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan dan

pemeliharaan, pengwasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industri, tugas-

tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, dan pemeriksaan

kesehatan.

2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi

mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis

46

Page 47: Plant Survey Edit Abis

peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau

alat-alat perlindungan diri.

3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan

perundang-undangan yang diwajibkan.

4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan-bahan yang

berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat

perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau

penelaahan tentang bahan-bahan dan desain paling tepat untuk tambang-tambang

pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan

patologis faktor-faktor lingkungan dan teknologis, dan keadaan-keadaan fisik

yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang

menyebabkan terjadinya kecelakaan.

3.7 Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan instrumen yang

memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari

bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib

dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan

risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap

sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang

menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai

bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa

yang akan datang.

Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3

yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja

merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak

diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak

kondusif. Konsep ini diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga

mencegah terjadinya cacat atau kematian terhadap pekerja, kemudian mencegah

terjadinya kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah

pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat sekitar tempat kerja.Norma kesehatan

47

Page 48: Plant Survey Edit Abis

kerja diharapkan menjadi instrumen yang mampu menciptakan dan memelihara derajat

kesehatan kerja setinggi-tingginya.

K3 dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja,

misalnya kebisingan, pencahayaan (sinar), getaran, kelembaban udara, dan lain-lain

yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan,

kerusakan paru-paru, kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat sinar ultraviolet,

kanker kulit, kemandulan, dan lain-lain. Norma kerja berkaitan dengan manajemen

perusahaan. K3 dalam konteks ini berkaitan dengan masalah pengaturan jam kerja,

shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan

pengelolaan lingkungan hidup, dan lain-lain. Hal-hal tersebut mempunyai korelasi

yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.

Eksistensi K3 sebenarnya muncul bersamaan dengan revolusi industri di Eropa,

terutama Inggris, Jerman dan Prancis serta revolusi industri di Amerika Serikat. Era ini

ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi

menggantikan tenaga kerja manusia. Pekerja hanya berperan sebagai operator.

Penggunaan mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda

dibandingkan dengan yang dikerjakan pekerja sebelumnya. Revolusi IndustriNamun,

dampak penggunaan mesin-mesin adalah pengangguran serta risiko kecelakaan dalam

lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik dan kematian bagi pekerja. Juga

dapat menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan. Revolusi industri

juga ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa kimia yang dapat

membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational

accident) serta masyarakat dan lingkungan hidup.

Pada awal revolusi industri, K3 belum menjadi bagian integral dalam

perusahaan. Pada era in kecelakaan kerja hanya dianggap sebagai kecelakaan atau

resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini

diperkuat dengan konsep common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing

negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan kepegawaian), dan

risk assumption (asumsi resiko) (Tono, Muhammad: 2002). Kemudian konsep ini

berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha,

buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada di luar lingkungan kerja.Dalam

konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan

kolonial Belanda. Misalnya, pada 1908 parlemen Belanda mendesak Pemerintah

Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan

48

Page 49: Plant Survey Edit Abis

Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Tahun 1910. Selanjutnya, pemerintah

kolonial Belanda menerbitkan beberapa produk hukum yang memberikan

perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur secara terpisah

berdasarkan masing-masing sektor ekonomi. Beberapa di antaranya yang menyangkut

sektor perhubungan yang mengatur lalu lintas perketaapian seperti tertuang dalam

Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen

Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan umum tentang pendirian

dan perusahaan Kereta Api dan Trem untuk lalu lintas umum Indonesia) dan Staatblad

1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan

Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan Kerja

di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya. Kepedulian Tinggi Pada awal zaman

kemerdekaan, aspek K3 belum menjadi isu strategis dan menjadi bagian dari masalah

kemanusiaan dan keadilan. Hal ini dapat dipahami karena Pemerintahan Indonesia

masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan keamanan nasional.

Sementara itu, pergerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah

dan swasta nasional.

K3 baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah dengan semakin

ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur).

Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam bidang

ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1

Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan perundang-undangan

ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang Kerja, UU No.

14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja tidak

menyatakan secara eksplisit konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma

kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program K3. Tempat

kerja dimaksud berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di

dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.

Pengaturan hukum K3 dalam konteks di atas adalah sesuai dengan

sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU

No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun

1992 tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain

sekor perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan K3 juga dijumpai dalam

sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur

(pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional

49

Page 50: Plant Survey Edit Abis

sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM),

lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas

kualitas barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan

multinasional hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan

memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap

kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan

yang peduli terhadap K3, menempatkan ini pada urutan pertama sebagai syarat

investasi.

Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang

Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi

acuan mengenai K3 yaitu:

1. Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja,

Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan

Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan

Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup

pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:

Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha; Adanya Tenaga Kerja yang

bekerja di sana; Adanya bahaya kerja di tempat itu.

Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi

tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang

menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi

bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin

lainnya).

2. Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81

Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19

Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi

(menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk

Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO

Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun

1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur

Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang

50

Page 51: Plant Survey Edit Abis

diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan

Lembaran Negara RI No. 4309.

3. Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi:

“Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”

Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/

Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya

Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”

Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib

menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi

dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”

4. Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang

Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12

pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3),

mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

Beberapa UU yang mengatur tentang K3 :

UU No.13/2003

Pasal 86

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatan & kesehatan kerja

b. Moral & kesusilaan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia

d. Untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan

produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.

(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) & ayat (2) dilaksanakn

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

UU No.14/1969

Pasal  9

Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas:

(1.)Keselamatan

(2.)Kesehatan

51

Page 52: Plant Survey Edit Abis

(3.)Kesusilaan

(4.)Pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat

manusia & moral agama

Pasal  10

Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi :

(1.)Norma keselamatan kerja

(2.)Norma kesehatan kerja

(3.)Norma kerja

(4.)Pemberian ganti kerugian, perawatan & rehabilitasi dalam hal kecelakaan

kerja

UU No.1/1970

(1.)Agar pekerja & setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja selalu berada

dalam keadaan sehat & selamat.

(2.)Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai & digunakan secara aman &

efisien.

(3.)Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan.

UU No.3/1992

(1.)Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan

hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar

dilalui.

(2.) Jaminan kecelakaan kerja

Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan

kecelakaan kerja meliputi:

1. Biaya pengangkutan.

2. Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan.

3. Biaya rehabilitasi.

4. Santunan berupa uang meliputi :

a. Santunan sementara tidak mampu  bekerja.

b. Santunan cacat sebagian untuk selamanya.

c. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental.

52

Page 53: Plant Survey Edit Abis

d. Santunan kematian

3.8 Evaluasi Kesehatan Kerja

Sumber daya manusia (SDM) dalam perusahaan adalah aset berharga bagi

setiap perusahaan yang harus dijaga dengan baik untuk mencapai produktivitas &

profitabilitas usaha. Meskipun saat ini sedang terjadi krisis finansial global, dengan

SDM yang sehat & berkualitas tingkat terjadinya penyakit atau kecelakaan akibat kerja

dapat ditekan untuk mencegah kerugian bagi perusahaan, SDM, keluarga, &

masyarakat. Sedangkan bagi SDM, pekerjaan adalah aset yang harus dijaga sehingga

agar dapat tetap optimal dalam bekerja, SDM harus menjaga kondisi kesehatannya.

Oleh karenanya, UU no.1/1970 mewajibkan perusahaan untuk memberikan

perlindungan untuk keselamatan & kesehatan bagi SDM yang ada di perusahaannya.

Termasuk di dalam hal tersebut adalah:

(1.) Pemeriksaan kesehatan calon SDM suatu perusahaan, dengan tujuan untuk

meyakinkan bahwa SDM dalam kondisi sehat, termasuk tidak mengidap penyakit

apapun yang dalam membahayakan atau mengganggu saat kerja atau

menularkannya ke orang lain. Selain itu, SDM dapat diketahui apakah secara

standar kesehatan mampu melakukan pekerjaan yang akan dilakukannya dengan

baik sehingga terhindar dari kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.

(2.) Pemeriksaan kesehatan berkala SDM, yang berfungsi untuk memastikan

kesehatan dari SDM agar dapat bekerja dengan optimal & mengetahui sejak awal

jika ada pengaruh dari kerja terhadap kesehatan sehingga dapat dicegah dan

diobati lebih dini.

Pemeriksaan kesehatan berupa pemeriksaan kondisi kesehatan (fisik) oleh

dokter. Sebagai tambahan, dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

rontgen/radiologi. Jenis pemeriksaan tambahan dapat dipilih sesuai kebutuhan

perusahaan ataupun jenis pekerjaan/kondisi kesehatan SDM, sehingga dapat menekan

biaya pemeriksaan kesehatan yang ditanggung. Selanjutnya, seluruh hasil pemeriksaan

dikonsultasikan dengan dokter untuk dapat dilakukan tindak lanjut di tingkat

perseorangan maupun perusahaan untuk pencegahan dan pengobatan.

Dengan demikian, diperlukan layanan kesehatan yang menyeluruh bagi SDM

yang ada di perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan dan standar kedokteran

oleh dokter.

53

Page 54: Plant Survey Edit Abis

Sebagai tambahan, dapat diberikan:

(1.) Pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk memberikan pengobatan tingkat dasar

terhadap SDM yang mengalami sakit sehingga dapat mencegah penyakit yang

lebih parah dan penularan penyakit pada SDM lain yang ada di perusahaan

ataupun klien/konsumen.

(2.) Penyuluhan untuk mencegah kecelakaan dan penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan, maupun informasi kesehatan secara umum.

3.2. Konsep Ergonomi

Ergonomi atau Ergonomics (bahasa Inggrisnya) sebenarnya berasal dari kata

Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti aturan atau hukum.

Ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam

kaitannya dengan pekerjaannya (Wignjosoebroto S., 2000).

Tarwaka (2004) mendefinisikan Ergonomi sebagai berikut “Ergonomi adalah

ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara

segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan

kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas

hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik”.

Fokus utama dari ergonomi adalah manusia dalam interaksinya dengan

lingkungan kerja sekitarnya artinya lingkungan kerja yang dirancang harus

mempertimbangkan atau disesuaikan dengan unsur manusia sebagai pusat sistem

tersebut (human center).

Mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau human engineering, maka

dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata manusia

(Wignjosoebroto S., 2000). Disiplin ergonomi khususnya yang berkaitan dengan

pengukuran dimensi tubuh manusia (anthropometri) telah menganalisa, mengevaluasi

dan membakukan jarak jangkauan yang memungkinkan rata manusia untuk

melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-gerakan yang sederhana.

Contoh aplikasi disiplin ergonomi dapat dilihat dalam proses perancangan peralatan

kerja (tools) untuk penggunaan yang lebih efektif. Perkakas kerja seperti obeng atau

gunting misalnya dengan pegangan (handles) yang berbentuk kurva pada dasarnya

merupakan hasil dari human engineering studies. Desain handle yang berbentuk kurva

dan disesuaikan dengan bentuk genggaman tangan akan memudahkan cara

pengoperasian peralatan tersebut. Dengan demikian manusia tidak lagi harus

54

Page 55: Plant Survey Edit Abis

menyesuaikan dirinya dengan mesin yang dioperasikan (the man fits to the design),

melainkan sebaliknya yaitu mesin dirancang dengan terlebih dahulu memperhatikan

kelebihan dan keterbatasan manusia yang mengoperasikannya (the design fits to the

man).

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan

penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan

promosi dan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan

sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,

ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga

tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Secara singkat, tujuan yang akan dicapai dengan penerapan ergonomi adalah

peningkatan efektifitas dan efisiensi dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan

tetap mengacu pada terciptanya keselamatan, kenyamanan dan kesehatan kerja.

Mencapai tujuan tersebut, digunakan pendekatan utama berupa pemanfaatan informasi

tentang kemampuan dan keterbatasan manusia dalam lingkungan kerja serta evaluasi

terhadap lingkungan kerja yang sudah ada.

3.2.2. Antropometri

1. Antropometri dan Aplikasinya Dalam Ergonomi

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-

pertimbangan errgonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data

antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain

dalam hal :

Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)

Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan

sebagainya.

Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi / meja komputer

dan lain-lain.

55

Page 56: Plant Survey Edit Abis

Perancangan lingkungan kerja fisik.

Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis

dalam memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh

akan diaplikasikan secara luas dalam hal : perancangan areal kerja, perancangan

peralatan kerja, perancangan produk konsumtif, perancangan lingkungan kerja

fisik. Data ini akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang

berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan

mengoperasikan atau menggunakan produk tersebut

Antropometri merupakan bagian dari ilmu ergonomi yang berhubungan

dengan dimensi tubuh manusia yang meliputi bentuk, ukuran dan kekuatan dan

penerapannya untuk kebutuhan perancangan fasilitas aktivitas manusia. Data

antropometri sangat diperlukan untuk perancangan peralatan dan lingkungan

kerja. Kenyamanan menggunakan alat bergantung pada kesesuaian ukuran alat

dengan ukuran manusia. Jika tidak sesuai, maka dalam jangka waktu tertentu

akan mengakibatkan stress tubuh antara lain dapat berupa lelah, nyeri, pusing.

2. Pertimbangan desain antropometri dan faktor manusia

Cara penggunaan antropometri dalam ergonomi fisik adalah dapat

digunakan untuk memperkirakan posisi tubuh yang baik dalam bekerja.

Pengukuran dimensi struktur tubuh (pengukuran dalam dalam berbagai posisi

standar dan tidak bergerak seperti berat, tinggi saat duduk/berdiri, ukuran kepala,

tinggi, panjang lutut saat berdiri/duduk, panjang lengan. Hal ini dapat dilakukan

dengan tujuan mencegah terjadinya fatigue/ kelelahan pada pekerja pada saat

melakukan pekerjaannya.

Setiap manusia mempunyai bentuk yang berbeda - beda, seperti : Tinggi-

Pendek, Kurus-Gemuk, Tua-Muda, Normal-Cacat,

Manusia mempunyai keterbatasan Fisik, Contoh : Letak tombol operasional /

kontrol panel yang tidak sesuai dengan bentuk tubuk menyebabkan terjadinya

sikap paksa / salah operasional.

3. Pedoman yang mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk perlu

pertimbangan sebagai berikut :

Pekerjaan dilakukan pada waktu yang lama.

Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diatur turun dan naik.

Ketinggian landasan dan tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang

56

Page 57: Plant Survey Edit Abis

berlebihan.

Landasan kerja harus memungkinkan lengan menggantung pasa posisi rileks

dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit

menurun.

4. Sikap tubuh dalam bekerja

Sikap pekerjaan harus selalu diupayakan agar merupakan sikap ergonomik.

Sikap yang tidak alamiah harus dihindari dan jika hal ini tidak mungkin

dilaksanakan harus diusahakan agar beban statis menjadi sekecil-kecilnya. Untuk

membantu tercapainya sikap tubuh yang ergonomik sering diperlukan pula

tempat duduk dan meja kerja yang kriterianya disesuaikan dengan ukuran

anthropometri pekerja.

Menurut Anies (2005) yang dikutip oleh Sinambela (2006) ada beberapa hal

yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan

pekerjaan, yaitu :

Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri

secara bergantian.

Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini

tidak memungkinkan hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.

Tempat duduk yang dibuat harus sedemikian rupa sehingga tidak membebani

melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang tidak

dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada tubuh (paha).

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan

mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktifitas.

Sikap tubuh dalam bekerja terdiri dari : posisi duduk, setengah duduk,

dan posisi berdiri. Dalam pengkajian ini, kami akan fokus pada sikap kerja posisi

duduk beserta masalah ergonomi yang potensial timbul.

3.2.3. Sikap posisi duduk

1. Sikap kerja duduk

Posisi duduk pada otot rangka (muscolusskeletal) dan tulang belakang (vertebral)

terutama pada pinggang (sacrum, lumbar dan thoracic) harus dapat ditahan oleh

sandaran kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar cepat lelah

(fatique). Menurut Richard Ablett (2001) seperti yang dikutip Santoso (2004) saat

57

Page 58: Plant Survey Edit Abis

ini terdapat 80% orang hidup setelah dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh

belakang (back pain) karena berbagai sebab, dan arena back pain ini

mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja. Selain itu, ketika duduk kaki harus

berada pada alas kaki dan dalam sikap duduk dapat bergerak dengan relaksasi. Pada

posisi duduk tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau

berbaring, bila posisi duduk tidak benar. Diasumsikan menurut Eko Nurmianto

(1998) seperti yang dikutip Santoso (2004) tekanan posisi tidak duduk 100%, maka

tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan

tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk

ke depan. Oleh sebab itu perlu sikap duduk yang benar dan dapat relaksasi (tidak

statis).

2. Sikap kerja setengah duduk

Sikap ini mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana tekanan pada tulang

belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan dengan posisi duduk

maupun berdiri terus menerus.

Kerja suatu saat duduk dan suatu saat berdiri.

Kerja perlu menjangkau sesuatu > 40 cm ke depan atau 15 cm diatas landasan.

Berdasarkan hasil penelitian Gempur (2003) bahwa tenaga kerja bubut yang telah

terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak diubah menjadi posisi berdiri setengah

duduk tanpa sandaran dan setengah duduk pakai sandaran, menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok.

Gambar 15. Posisi duduk

Masalah ergonomi pada posisi duduk

58

Page 59: Plant Survey Edit Abis

Masalah kesehatan apakah yang dapat ditimbulkan akibat posisi duduk seperti

ini? Ternyata, sekitar 60% orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena

masalah duduk. Suatu penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk lama

(separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu saraf tulang

belakang yang "terjepit" di antara kedua ruas tulang belakang sehingga

menyebabkan nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke tungkai sampai

ke kaki. Bahkan, bila keadaan semakin parah, dapat menyebabkan kelumpuhan.

Penyebab sakit nyeri punggung umumnya disebabkan peregangan otot atau

ligamen karena postur tubuh ketika duduk dalam posisi tidak tepat. Nyeri punggung

mulai terasa saat terjadi cedera, atau setelah terjadinya peradangan.

Punggung yang baik memiliki tiga kurva, yaitu pada leher, punggung bagian

atas, dan punggung bagian bawah. Oleh karenanya, otot bagian perut, otot paha, dan

otot kaki harus kuat agar mampu menyangga kurva punggung yang baik.

Punggung juga sangat sensitif terhadap ketegangan otot akibat stress sehari-

hari. Dalam keadaan lemah dan kaku, otot punggung mengalami kejang, sehingga

menyebabkan aliran darah yang mengangkut oksigen menjadi terhambat dan otot

kekurangan oksigen. Akibatnya, penderita mengalami nyeri yang semakin

menyakitkan apabila tidak segera mendapat penanganan dari dokter.

Penyebab lain biasanya akibat penggunaan alas sepatu hak tinggi yang banyak

digunakan oleh wanita, kurang olahraga, cedera dan ketegangan otot, serta proses

penuaan (osteoarthritis) yang menyebabkan bantalan tulang (diskus) keluar dari

tempat yang semestinya dan menghasilkan pertumbuhan tulang baru yang

menimbulkan radang tersendiri dengan disertai rasa nyeri.

Penatalaksanaan yang terbaik pada nyeri punggung pada umumnya

berdasarkan penyebab gangguan itu sendiri. Fisioterapi merupakan salah satu cara

terapi untuk mengatasi masalah nyeri pungggung, di samping kerap pula digunakan

untuk rehabilitasi medik pasien penyakit stroke. Teknik fisioterapi menitikberatkan

pada tujuan untuk menstabilkan atau memperbaiki gangguan fungsi alat gerak atau

fungsi tubuh yang terganggu yang kemudian diikuti dengan proses atau metode

terapi gerak.

Mengenal Struktur Punggung

59

Page 60: Plant Survey Edit Abis

Punggung adalah salah satu organ tubuh yang bekerja nonstop selama 24 jam.

Dalam keadaan tidur pun, punggung tetap menjalankan fungsinya untuk menjaga

postur tubuh. Punggung tersusun dari 24 buah tulang belakang (vertebrae), dimana

masing-masing vertebrae dipisahkan satu sama lain oleh bantalan tulang rawan atau

diskus. Seluruh rangkaian tulang belakang ini membentuk tiga buah lengkung

alamiah yang menyerupai huruf S.

Lengkung paling atas adalah segmen servikal (leher), yang dilanjutkan

dengan segmen toraks (punggung tengah), dan segmen paling bawah yaitu lumbar

(punggung bawah). Lengkung lumbar inilah yang bertugas untuk menopang berat

seluruh tubuh dan pergerakan. Otot punggung ditunjang oleb punggung, perut,

pinggang dan tungkai yang kuat dan fleksibel. Seluruh otot tersebut berfungsi untuk

menahan agar tulang belakang dan diskus tetap dalam posisi normal. Kelemahan

pada salah satu otot akan menambah ketegangan pada otot lain dan akhirnya

menimbulkan masalah punggung. Sedangkan diskus atau bantalan tulang rawan

berfungsi sebagai penahan guncangan ini terdapat di antara vertebrae, sehingga

memungkinkan sendi-sendi untuk bergerak secara halus. Setiap diskus memiliki

bagian tengah seperti bunga karang yang berongga kecil-kecil dan bagian luar yang

keras dan mengandung serat saraf untuk rasa nyeri. Selain itu, juga terdapat cairan

yang mengalir ke dalam dan keluar diskus. Cairan ini berfungsi sebagai pelumas

sehingga memungkinkan punggung bergerak bebas. Diskus yang sehat bersifat

elastis, sehingga akan mudah kembali ke bentuk semula jika tertekan di antara

kedua vertebrae.

Pada saat tidur, sangat sedikit cairan yang keluar dari diskus. Itulah yang

menyebabkankekakuan otot saat seseorang bangun dari tidur. Gerakan mendadak

yang dilakukan ketika baru bangun tidur dapat mengakibatkan cedera punggung.

60

Page 61: Plant Survey Edit Abis

Gambar 16. Posisi tulang belakang saat duduk

Posisi Duduk yang Baik

Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri

pinggang bawah antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk

dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran di pinggang bawah

(pendukung lumbal). Selain itu, selama duduk perlu menghindari duduk dengan

mencondongkan kepala ke depan karena dapat menyebabkan gangguan pada leher,

duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan

leher, serta duduk tanpa sokongan lengan bawah karena dapat menyebabkan nyeri

pada bahu dan pinggang.

Buruknya postur tubuh, kegemukan (obesitas) dan gerakan yang kurang tepat

selama bertahun-tahun, akan mengakibatkan kelainan pada otot dan diskus, bahkan

dapat berakibat nyeri punggung yang berkepanjangan.

”Postur tubuh yang baik akan melindungi dari cedera sewaktu melakukan

gerakan karena beban disebarkan merata keseluruh bagian tulang belakang,” ungkap

Barbara Dorsch. Postur tubuh yang baik, lanjut dia, akan dicapai jika telinga, bahu,

dan pinggul berada dalam satu garis lurus ke bawah.

Berdasarkan data British Chiropractic Association, sekitar 32% populasi

dunia menghabiskan waktu lebih dari 10 jam sehari untuk duduk di depan meja

kerja. Separuh dari populasi tenrsebut tidak pernah meninggalkan meja kerja,

bahkan saat makan siang. Sementara itu, dua pertiga populasi menambah porsi

duduk tegak saat berada di rumah.

Duduk dalam posisi tegak 90 derajat, kerap menyebabkan timbulnya

pergerakan sendi belakang sehingga posisi tubuh tidak seimbang. Maka itu, posisi

duduk santai dengan postur miring 135 derajat adalah posisi terbaik. Dalam posisi

61

Page 62: Plant Survey Edit Abis

ini, tulang belakang akan berada dalam posisi ideal, di mana tulang belakang bagian

bawah akan berbentuk seperti huruf S.

Posisi duduk dengan sudut kemiringan 135 derajat akan memperbaiki

sirkulasi darah di bagian bawah tubuh, sehingga dapat terhindar dari gangguan

varises, selulit, dan penggumpalan darah di kaki serta mengurangi kelelahan di kaki.

“Tubuh akan terasa lebih rileks, sehingga mengurangi terjadinya ketegangan otot,”

papar Barbara.

Duduk dengan posisi kemiringan 135 derajat juga akan menghasilkan

mobilitas yang lebih baik, mudah bergerak di atas kursi, dan lebih mudah untuk naik

turun kursi.

Terdata hampir 60% seluruh keluarga di Amerika memakai komputer, dan

lebih dari 80% pekerjaan diselesaikan dengan menggunakan komputer. Keadaan ini,

tidak bisa dipungkiri bahwa berjuta-juta masyarakat Amerika dilanda dengan rasa

sakit yang misterius, yang dihubung-hubungkan dengan pemakaian komputer yang

salah dan berlebihan. Masalah ini umumnya dikenal sebagai Repetitive Strain Injury

atau RSI.

Jika anda memakai komputer secara teratur lebih dari dua jam per hari, jika

anda seorang yang kelebihan berat badan, diabetes atau radang sendi, memiliki

postur tulang belakang yang kurang baik, duduk untuk waktu yang lama, dan

merokok, anda berisiko tinggi mengalami RSI. Gejala RSI sangat tidak kentara

dimana 80% orang mengalaminya, bahkan mereka tidak tahu apa yang mereka

lakukan. Untuk mengetahui apakah anda memilikinya, ada gejala umum yang biasa

menyertai seperti kelelahan, lemah, daya tahan yang menurun, kurang konsentrasi,

tangan dingin, menghindari aktivitas dan olah raga dan lain-lain.

Penempatan kursi, meja, mouse, keyboard dan layar komputer yang benar

akan membantu membuat perubahan dalam mencegah RSI. Berikut beberapa tips

yang dapat membebaskan anda dari RSI.

Berikut ini hal-hal penting yang harus diperhatikan:

- Posisi paha horizontal, sejajar dengan lantai

- Posisi telapak kaki menapak ke tanah. Bila tidak, berarti posisi duduk Anda

terlalu tinggi.

- Bantalan kursi menopang punggung bagian bawah, sehingga punggung tetap

tegak.

62

Page 63: Plant Survey Edit Abis

- Rubah posisi duduk Anda secara berkala selama bekerja, karena duduk dalam

posisi yang tetap dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan ketidaknyamanan.

- Punggung santai tapi tidak membungkuk, kepala tak membungkuk atau terlalu

condong ke depan.

Monitor 

- Pastikan layar monitor dalam kondisi bersih, sehingga tak ada noda yang

menghalangi pandangan mata.

- Atur setelan brighthness dan kontras layar secukupnya sehingga nyaman bagi

mata.

- Atur posisi tak layar monitor agar tak memantulkan cahaya yang menyilaukan

mata.

- Atur posisi bagian atas layar sejajar atau sedikit di bawah pandangan mata.

- Jarak antara mata ke layar antara 50-60 cm.

Posisi Meja

- Letakkan keyboard pada posisi yang membuat lengan terasa rileks

- Posisi siku dengan meja membentuk sudut 90 derajat

- Pergelangan tangan pada posisi netral, lurus dan nyaman

- Saat mengetik, pergelangan tangan berada pada posisi yang tetap, namun bisa

menjangkau tombol keyboard dengan jari

- Tempatkan mouse dekat dengan keyboard, sehingga tak perlu menggerakan

tangan terlalu jauh untuk meraihnya

Gambar 17. Posisi duduk pekerja dengan monitor

63

Page 64: Plant Survey Edit Abis

Istirahat dan ganti posisi

Jalan-jalan sebentar dapat mengurangi stress dan ketegangan pada otot

dengan meregangkan badan. Anda akan merasakan perbedaan yang besar pada badan

anda.

Gambar 18. Posisi duduk saat menjahit

Dalam merancang sistem kerja yang ergonomis hal – hal berikut perlu

diperhatikan, atara lain:

1. Ketinggian Kerja (Working Heights)

Dimensa-dimensa yang dipertimbangkan dalam merancang sistem kerja

secara ergonomi meliputi data antropometri, data pola prilaku kerja dan

persyaratan spesifik pekerjaan.

Ketinggian kerja, misalnya tinggi meja kerja, merupakan faktor yang

menentukan dalam merancang tempat kerja. Kalau meja kerja terlalu tinggi maka

pekerja akan mengalami hambatan misalnya pekerja harus menaikkan bahu pada

saat bekerja atau dengan kata lain posisi bahu tidak berada dalam posisi normal.

Posisi bahu seperti bahu seperti ini pada suatu waktu akan mengakibatkan rasa

sakit di leher dan bahu si pekerja. Sebaliknya jika ukuran meja kerja terlalu

pendek maka pekerja harus membungkuk dan ini akan menimbulkan rasa sakit

pada bagian punggung. Oleh karena itu, ketinggian meja kerja perlu disesuaikan

dengan ukuran tinggi pekerja baik dalam posisi saat kerja dalam keadaan duduk

ataupun berdiri.

Berdasarkan data antropometri, maka ukuran tinggi meja kerja yang cocok

dapat digambarkan yaitu pekerja dengan posisi duduk tinggi meja berkisar

diantara 50 – 100 mm dibawah siku. Rata – rata tinggi siku (jarak dari lantai

64

Page 65: Plant Survey Edit Abis

dengan siku dimana lengan atas dalam posisi vertikal) adalah 1050 mm untuk

pria dan 980 mm untuk wanita. Dapat disimpulkan bahwa tinggi meja kerja

adalah berkisar 950 – 1000 mm untuk pekerja pria dan 880 – 930 mm untuk

wanita.

Dikaitkan dengan karakteristik pekerjaan direkomendasikan secara ergonomi:

a. Untuk pekerjaan yang halus (dedicate) misalnya menggambar, maka

dianjurkan agar siku diletakkan pada meja kerja. Hal ini dimaksudkan agar

mengurangi beban statis pada otot bagian belakang. Meja kerja yang cocok

untuk pekerjaan ini adalah meja dengan ukuran 50 – 100 mm berada di atas

siku.

b. Pada pekerjaan manual dimana operator membutuhkan tempat di meja untuk

peralatan, bahan dan berbagai kontainer maka ukuran meja kerja yang cocok

adalah meja dengan ukuran 100 – 150 mm berada dibawah siku.

c. Untuk pekerjaan berat yang membutuhkan kekuatan tnaga badan bagian atas

yang relatif besar misalnya pekerjaan kayu atau merakit produk ukuran besar /

berat maka ukuran meja kerja yang cocok adalah 150-400 mm berada di

bawah siku.

Rekomendasi ini berlaku untuk ukuran tinggi rata-rata. Untuk pekerja dengan

ukuran tubuh yang lebih pendek atau lebih tinggi dari ukuran tinggi rata-rata maka

meja kerja tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang tergantung kepada

kondisi dan barangkali kemampuan finansial dari perusahaan atau orang yang

menggunakan meja kerja tersebut. Kalau mungkin bisa saja dirancang suatu meja

kerja yang dapat disesuaikan setiap saat sesuai dengan ukuran pekerja yang

menggunakan.

Hasil penelitian Gandjean dan Burandt terhadap pekerja kantor yang bekerja

secara tradisional (261 orang pekerja pria dan 117 pekerja wanita) mengemukakan

bahwa terdapat hubungan antara tinggi meja kerja dengan perasaan sakit pada otot.

Dalam penelitian ini dilakukan juga sampling pekerja untuk mendapatkan posisi

pekerja pada saat duduk. Hasil pengamatan 4920 kali, dapat digambarkan sebagai

berikut:

Posisi Duduk Pekerja Jumlah Pekerja**)

65

Page 66: Plant Survey Edit Abis

Duduk pada ujung tempat duduk 15%

Duduk pada pertengahan tempat duduk 52%

Duduk pada bagian belakang tempat duduk 33%

Duduk sambil bersandar 42%

Duduk sambil tangan berada diatas meja 40%

**) Presentase melebihi 100% karena ada pekerja duduk dengan lebih dari satu

posisi yang diamati.

Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa rasa sakit yang dirasakan oleh

pekerja dengan kondisi tersebut yaitu :

Bagian Tubuh Yang Sakit Jumlah Pekerja

Kepala 14%

Leher/bahu 24%

Punggung 57%

Bagian belakang pinggul (buttocks) 16%

Paha 19%

Lutut/kaki 29%

Hubungan antara tinggi meja dengan rasa sakit pekerja berdasarkan dari

beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa :

a. Sebanyak 24% dari pekerja pengetikan menyatakan rasa sakit pada leher dan bahu

karena meja mereka gunakan menurut mereka terlalu rendah.

b. Rasa sakit pada bagian lutut oleh 24% dari pekerja yang diamati. Sebagian besar

pekerja yang diamati ini bertubuh pendek dan pada umumnya mereka duduk pada

bagian ujung depan. Dari tempat duduk dan tidak menggunakan pengganjal kaki.

c. Ukuran meja yang paling tepat menurut pekerja adalah ukuran meja dengan tinggi

sekitar 740-780 mm dan lebih baik meja tersebut dapat disesuaikan dan

disediakan pengganjal kaki untuk pekerja yang bertubuh pendek.

d. Secara umum pekerja menyatakan jarak kursi dengan bagian atas meja adalah

sekitar 270 – 300 mm.

e. Perasaan sakit pada punggung yang dirasakan oleh 57% dari pekerja yang diamati

dan 42% dari pekerja sering menggunakan sandaran, hal ini menunjukan perlunya

66

Page 67: Plant Survey Edit Abis

secara periodik bagian punggung untuk istirahat dan untuk ini perlu direncanakan

sandaran kursi yang baik.

Berdasarkan uraian diatas rekomendasi ergonomi terhadap rancangan meja

kerja kantor dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Meja kerja tanpa menggunakan mesin tik tinggi meja 740-780 mm untuk pria dan

700 – 740 mm untuk wanita dengan asumsi kursi yang digunakan dapat

disesuaikan dan tempat pengganjal kaki disediakan.

b. Agar kaki dapat bergerak bebas maka lebar horizontal tempat kaki di bawah meja

sebaiknya 680 mm sedangkan tinggi vertikal 690 mm.

c. Untuk meja dengan mesin tik, maka ukuran tinggi yang dianjurkan adalah 650

mm.

Tinggi meja yang direkomendasikan dengan mempertimbangkan sifat

pekerjaan dilakukan sambil dudukdapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Ukuran Tinggi Meja Pekerjaan ( Pekerja pada posisi duduk)

Suatu tempat kerja yang memungkinkan operator dapat bekerja kadang-

kadang duduk dan kadang-kadang sangatlah direkomendasikan ditinjau dari segi

fisiologik dan orthopedik.

67

Tipe PekerjaanTinggi Meja (mm)

Pria Wanita

Membutuhkan ketelitian 900-1100 800 – 1000

Membaca dan menulis 740-780 700-740

Kerja manual butuh tenaga atau

tempat peralatan

680 650

Ketikan 600-700 600-700

Page 68: Plant Survey Edit Abis

Gambar 19. Data anthropometri untuk perancangan produk atau fasilitas (Sumber: Wignjosoebroto S., 2000)

Keterangan gambar, yaitu:

1 = dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung kepala)

2 = tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3 = tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak

4 = tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5 = tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

gambar tidak ditunjukkan)

6 = tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk pantat sampai

dengan kepala)

7 = tinggi mata dalam posisi duduk

8 = tinggi bahu dalam posisi duduk

9 = tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)

10 = tebal atau lebar paha

11 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut

12 = panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan. bagian belakang dari lutut

atau betis

68

Page 69: Plant Survey Edit Abis

13 = tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14 = tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha

15 = lebar dari bahu (bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16 = lebar pinggul ataupun pantat

17 = lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam

gambar)

18 = lebar perut

19 = panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi

siku tegak lurus

20 = lebar kepala

21 = panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari

22 = lebar telapak tangan

23 = lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan

(tidak ditunjukkan dalam gambar)

24 = tinggi jangkauan tangan dalma posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai

dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal)

25 = tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya nomor

24 = tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26 = jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung

jari tangan

69

Page 70: Plant Survey Edit Abis

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kunjungan, diketahui bahwa perusahaan PT. BBI

merupakan salah satu produsen pakaian jadi yang memiliki pasar cukup luas di

Indonesia dan sebagian besar hasil produksinya diekspor ke negara-negara tetangga.

Tahap awal yang telah dilakukan adalah pengenalan lingkungan kerja sesuai

dengan hasil tinjauan pada saat kunjungan. Dilanjutkan dengan evaluasi lingkungan

kerja untuk mendeteksi potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul dan menentukan

prioritas masalah. Pada akhirnya dapat ditentukan pengendalian lingkungan yang

bertujuan untuk mencegah efek yang merugikan kesehatan yang juga dapat diusulkan

pada perusahaan terkait.

Dari alur produksi, diketahui bahwa terdapat 11 simpul, yaitu inspeksi bahan,

pembuatan pola, cutting, quality control pola, matching of numbering, pembuatan

manset, interlining, sewing, finishing, quality control pakaian jadi ,ironing, packing.

Dari 11 simpul ini, terlihat beberapa potensi-potensi bahaya yang ditemukan selama

proses produksi, antara lain hazard Fisik, Kimia, Ergonomi, dan Psikologi. Dari

beberapa potensi bahaya ini, terdapat satu potensi bahaya yang hampir selalu ada pada

setiap titik alur produksi, yaitu debu kain. Hal ini dapat dipahami, karena perusahaan

ini bergerak di bidang tekstil dimana objek produksinya berbahan baku yang terbuat

dari kapas. Selain itu, potensi bahaya fisik lain yang tampak, adalah bising dan

vibrasi. Masalah ini tampak sangat menonjol di bagian cutting dimana menggunakan

mesin yang suara mesinnya berukuran 84 dB. Dan terdapat juga masalah pada bagian

finishing karena menggunakan mesin kebut. Dari pengamatan kami, pada keseluruhan

proses produksi di PT.BBI ini, cenderung memiliki potensi bahaya psikologis yang

cukup tinggi, karena aktivitas pekerjaan di perusahaan ini bersifat repetitif, sehingga

meningkatkan kemungkinan kejenuhan dan rasa stress para pegawai.

Pihak perusahaan cukup memberikan perhatian dan usahanya pada beberapa

bahaya potensial yang mungkin timbul dalam proses-proses produksi. Beberapa upaya

yang telah dilakukan oleh perusahaan kepada para pegawai adalah dengan

memberikan alat pelindung diri, misalnya masker yang terbuat dari kain yang diganti

kurang lebih tiap 3 hari sekali, sarung tangan yang terbuat dari metal untuk para

70

Page 71: Plant Survey Edit Abis

pekerja yang bekerja memotong bahan, dan penutup telinga untuk para pegawai yang

menggunakan mesin kebut dengan intensitas bunyi yang cukup tinggi. Hal ini

menunjukkan kepedulian perusahaan terhadap kesehatan para pekerja sudah cukup

baik, namun masih terlihat adanya beberapa pegawai yang tidak disiplin dalam

menggunakan alat pelindung diri. Keadaan seperti ini sebagian besar disebabkan

karena rasa malas dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dari para pegawai

tersebut, sehingga alat pelindung diri yang tersedia tidak digunakan secara optimal.

Untuk mengatasi masalah kesehatan kerja yang mungkin terjadi, PT. BBI

menyediakan sebuah poliklinik di dalam lokasi kerja yang berada di lantai 2.

Idealnya, untuk perusahaan yang memiliki jumlah karyawan lebih dari 500 orang,

minimal harus mempunyai 1 orang dokter perusahaan yang selalu ada setiap hari

dengan jam kerja 6 jam/hari. Dokter perusahaan biasanya dibantu oleh sedikitnya 2

perawat yang juga selalu ada setiap harinya. Dan juga disetiap bagian-bagian produksi

mempunyai kader-kader kesehatan yang sudah terlatih sebagai perpanjangan tangan

dokter. Untuk PT. BBI sendiri, petugas pelayanan kesehatan yang terdapat adalah 1

orang perawat yang selalu ada setiap hari dengan 3 orang kader kesehatan yang tidak

memiliki latar belakang medis, namun diberikan pelatihan khusus untuk membantu

memberikan P3K. Di dalam perusahaan PT.BBI sendiri tidak terdapat dokter

perusahaan, namun jika terdapat karyawan yang membutuhkan rujukan atau

pemeriksaan lebih lanjut, dilakukan pemeriksaan di dokter Poliklinik yang terletak ±

500 m dari perusahaan. Di poliklinik tersebut terdapat pelayanan dokter umum, dokter

gigi dan tempat pemeriksaan laboratorium.

Dari data penyakit dan kecelakaan kerja yang tercatat oleh poliklinik

perusahaan tahun 2010, kecelakaan kerja paling banyak terjadi adalah tergunting.

Bagian tubuh yang sering cidera adalah jari tangan. Dan pada bagian produksi,

kejadian tergunting yang sering terjadi adalah ketika proses cutting yang

menggunakan gunting secara manual. Belum ada pencegahan yang dilakukan selama

ini. Ketika proses menggunting, karyawan tidak menggunakan alat pelindung jari.

Menurut kepala bagian, pelindung tangan untuk proses manual tidak disediakan. Alat

perlindungan tangan yang disediakan hanya untuk pekerjaan dengan menggunakan

mesin. Untuk jenis kecelakaan kedua terbanyak adalah kejadian tertusuk jarum.

Bagian tubuh yang terkena biasanya adalah jari dan bagian produksi yang sering

mengalami kejadian ini adalah sewing. Selama ini, belum ada pencegahan untuk

kejadian ini juga, para pegawai tidak menggunakan pelindung jari saat proses

71

Page 72: Plant Survey Edit Abis

memasukan jarum atau menjahit. Menurut kepala bagian, alat pelindung diri telah

disediakan meskipun jumlahnya terbatas. Kecelakaan kerja yang terbanyak ketiga

adalah terkena setrika atau solder. Bagian tubuh yang sering terkena adalah telapak

tangan dan bagian produksi yang sering mengalami kejadian ini adalah bagian reksi.

Pencegahan pada bagian ini yang dilakukan oleh perusahaan sudah ada dan menurut

kepala bagian pelindung tangan seperti sarung tangan memang disediakan tapi

kebanyakan para karyawan tidak menggunakan sarung tangan tersebut. Sedangkan

untuk kecelakaan terbanyak keempat dan kelima adalah tangan terjepit mesin dan

tangan tertusuk obeng. Bagian poduksi yang sering mengalami kejadian ini adalah

pada bagian interlining dan bagian perbaikan mesin.

Untuk jenis penyakitnya sendiri, batuk atau pilek dan alergi menempati urutan

penyakit pertama dan kedua yang sering dialami oleh pegawai. Dilihat dari hubungan

antara industri pakaian yang sarat akan debu, maka wajar bila kedua penyakit ini

merupakan penyakit yang paling banyak dialami oleh para pegawai. Pihak poliklinik

menjelaskan bahwa masker telah disediakan oleh perusahaan untuk pegawai, namun

masih banyak pegawai yang malas menggunakannya, sehingga penyakit terbanyak

masih diduduki oleh batuk, pilek dan alergi. Untuk urutan ketiga penyakit yang sering

dialami pegawai adalah penyakit pusing. Pusing yang dialami oleh pegawai dapat

disebabkan oleh hazard bising yang terdengar secara terus-menerus selama bekerja

dan memang belum ada pemisahan area untuk titik produksi yang memiliki tingkat

bising yang tinggi. Sedangkanpenyakit keempat tersering adalah penyakit pegal dan

maag. Penyakit pegal dapat disebabkan oleh posisi sewaktu bekerja yang tidak

nyaman atau pekerjaan yang bersifat repetitive. Pegal sangat erat kaitannya dengan

potensi bahaya ergonomis pada tiap proses produksi. Pihak poliklinik menyebutkan

bahwa keluhan pegal sering timbul pada pegawai yang bekerja pada bidang sewing

karena posisi duduk yang terlalu lama. Dan jika dilihat dari waktu, pada bulan Mei

tercatat keluhan pegal yang paling banyak, yaitu sebanyak 26 orang. Menurut

pendapat kepala bagian, hal ini disebabkan karena jumlah pemesanan dan pekerjaan

yang banyak pada bulan tersebut.

Selanjutnya akan dibahas lebih dalam mengenai aspek ergonomis yang

terdapat pada masing-masing lingkungan kerja. Pada pembahasan khusus ini akan

dibahas lebih terperinci perihal ergonomis posisi duduk pada pegawai PT. BBI di

masing-masing bagian kerjanya. Untuk lingkungan kerja yang tidak ditemukan

masalah ergonomik posisi duduk tidak dilakukan pembahasan lebih lanjut.

72

Page 73: Plant Survey Edit Abis

Pembuatan Pola

Proses pembuatan pola secara manual dalam posisi duduk. Dari hasil

pengamatan, terlihat bahwa kursi pekerja pada pembuatan pola ini tidak

menggunakan sandaran, dan terbuat dari kayu tanpa adanya bantalan sehingga kurang

nyaman. Potensial bahaya aspek ergonomis pada proses ini adalah terdapat

ketidaksesuaian antropometri pekerja dengan meja dan kursi yang digunakan. Hal ini

dapat dilihat pada gambar sebelumnya, terlihat bahwa posisi duduk yang terlalu tinggi

dan kaki pegawai menggantung. Dari hasil kunjungan, didapat ukuran tinggi meja

adalah 75 cm, sedangkan menurut literature yang ada, ukuran tinggi meja yang ideal

untuk aktivitas yang membutuhkan ketelitian tinggi adalah 90-110 cm bagi pekerja

laki-laki.

Pada gambar sebelum juga terlihat sudut atau jarak yang dibentuk oleh siku

dan meja yang terlalu jauh, yaitu melebihi 10 cm. Pekerja juga terlihat agak

membungkuk karena berusaha mencapai daerah jangkauan yang cukup luas.

Pada proses pembuatan pola yang menggunakan komputer, memiliki tingkat

potensial bahaya yang lebih sedikit dibanding secara manual. Pada bagian ini, posisi

pekerja adalah duduk di atas kursi dengan bantalan cukup nyaman dan memiliki

sandaran.

Dari hasil pengamatan posisi duduk, posisi duduk pekerja kurang ergonomis,

terlihat dari posisi siku yang lebih rendah dari meja. Sebenarnya, hal ini dapat diatasi

dengan sedikit meninggikan posisi duduk. Cara ini secara tidak langsung juga dapat

mengatasi masalah posisi pekerja yang membungkuk. Ini dikarenakan posisi duduk

yang terlalu rendah dibandingkan dengan posisi meja dan layar komputer.

Proses Sewing

Pada proses sewing, terdiri dari kurang lebih 100 pekerja. Bahaya potensial

ergonomi yang nampal adalah posisi duduk yang lama dengan posisi badan setengah

membungkuk. Gangguan kesehatan yang dapat timbul dalam posisi seperti ini adalah

gangguan musculoskeletal dan low back pain.

Berdasarkan pengamatan secara langsung dan hasil evaluasi lingkungan kerja

diperoleh data bahwa pada aspek ergonomi terdapat faktor resiko gangguan ergonomi,

yaitu posisi duduk yang lama dengan posisi membungkuk dan posisi statis yang lama.

Pekerjaan dalam posisi statis sebenarnya lebih berbahaya dibandingkan

pekerjaan dengan gerakan dinamis, karena berkaitan dengan sirkulasi darah yang

73

Page 74: Plant Survey Edit Abis

berkurang. Namun jika tenaga hanya sekitar 20%, aliran darah masih dapat

dipertahankan normal.

Masalah kesehatan apakah yang dapat terjadi karena posisi duduk ini. Sekitar

60% orang dewasa mengalami nyeri pinggang bawah karena masalah duduk. Suatu

penelitian di sebuah rumah sakit menunjukkan bahwa pekerjaan dengan duduk lama

(separuh hari kerja) dapat menyebabkan hernia nukleus pulposus, yaitu saraf tulang

belakang "terjepit" di antara kedua ruas tulang belakang dapat menyebabkan selain

nyeri pinggang juga rasa kesemutan yang menjalar ke tungkai sampai ke kaki. Bahkan

jika parah, dapat menyebabkan kelumpuhan.

Mengapa duduk lama dapat menyebabkan nyeri pinggang bawah. Duduk lama

dengan posisi yang salah menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan bisa

merusak jaringan lunak sekitarnya. Bila kejadian ini berlanjut terus-menerus, dapat

menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang berakibat menjadi

hernia nukleus pulposus.

Jika tekanan pada bantalan saraf pada orang berdiri dianggap 100%, maka

pada orang yang duduk tegak menyebabkan tekanan pada bantalan saraf sebesar

140%. Tekanan ini menjadi lebih besar lagi menjadi sekitar 190% bila duduk dengan

posisi badan membungkuk ke depan. Namun, pada orang yang duduk tegak, dapat

lebih cepat letih karena otot-otot punggungnya lebih tegang. Sementara orang yang

duduk membungkuk kerja otot memang lebih ringan, tetapi tekanan pada bantalan

saraf menjadi lebih besar. Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung

biasanya mulai letih. Maka, mulai dirasakan nyeri pinggang bawah.

Jika merasakan adanya nyeri pinggang bawah, hal pertama yang harus

dilakukan adalah berdiri. Berelaksasi setiap 20-30 menit juga sangat penting untuk

mencegah ketegangan otot. Berdiri dan meluruskan pinggang bawah beberapa kali

juga dapat sangat menolong. Jalan-jalan satu jam sekali juga sangat menolong

mengurangi ketegangan otot. Hal-hal yang harus dihindari waktu duduk agar tidak

terjadi nyeri pinggang bawah antara lain adalah jangan duduk di kursi yang terlalu

tinggi, jangan duduk dengan membengkokkan pinggang, atau duduk tanpa sandaran

di pinggang bawah (pendukung lumbal).

Selain itu, perlu menghindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan

karena dapat menyebabkan gangguan pada leher, duduk dengan posisi lengan yang

74

Page 75: Plant Survey Edit Abis

terangkat juga dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan leher, serta duduk tanpa

sokongan lengan bawah dapat menyebabkan nyeri pada bahu dan pinggang.

Bagaimanakah duduk yang benar, Sebaiknya duduk dengan posisi punggung

lurus dan bahu berada di belakang serta bokong menyentuh belakang kursi. Seluruh

lengkung tulang belakang harus terdapat selama duduk. Caranya, duduklah di ujung

kursi dan bungkukkan badan seolah terbentuk huruf C. Setelah itu, tegakkan badan

buatlah lengkungan tubuh sebisa mungkin. Tahan untuk beberapa detik kemudian

lepaskan posisi tersebut secara ringan (sekitar 10 derajat).

Posisi duduk seperti inilah yang terbaik. Duduklah dengan lutut tetap setinggi

atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki bila perlu) sebaiknya

kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak menggantung.

Hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.

Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi atau meja, jaga bahu tetap

rileks.

Bila duduk dengan kursi beroda dan berputar, jangan memutarkan pinggang

selama duduk, sebaiknya putarkan seluruh tubuh. Bila berdiri dari posisi duduk,

usahakan berdiri dengan meluruskan kedua tungkai.

Hindari membungkukkan badan ke depan pinggang, segera luruskan

punggung dengan melakukan 10 kali gerakan membungkukkan badan selama berdiri.

Selain tindakan pencegahan tersebut di atas, yang terpenting adalah perlu adanya

program kegiatan olahraga senam untuk mengurangi maupun mencegah nyeri

pinggang bawah pada setiap pekerja sebelum memulai hari kerjanya.

Di samping itu, hal penting lain yang tidak boleh dilupakan adalah desain

kursi yang ergonomis. Perusahaan LA Times mengurangi kerugian jutaan dollar AS

akibat nyeri pinggang bawah, leher, bahu, dan pergelangan tangan di antara pekerjaan

sebesar 50 persen, dengan memperbaiki sistem ergonomi (antara lain desain kursi

yang sesuai dan sikap duduk) dan sering istirahat. Sikap duduk yang benar adalah

pertama duduk dengan sikap membungkuk ekstrem. Kemudian setelah beberapa

detik, secara perlahan tegakkan punggung dan lengkungkan. (Jangan

mempertahankan terlalu lama posisi ini karena dapat menyebabkan ketegangan otot

punggung). Kemudian, relaksasikan lengkung lumbal sekitar 10 persen agar sikap

tubuh benar. Bekerjalah dengan sikap seperti ini selama duduk.

Secara garis besar pada perusahaan PT. BBI ini masih ditemukan masalah-

masalah pada aspek ergonomi yang perlu diperbaiki untuk dapat memaksimalkan

75

Page 76: Plant Survey Edit Abis

potensi pekerja, dan dibutuhkan analisis lebih lanjut baik melalui wawancara

langsung pada pekerja maupun pemeriksaan fisik sederhana untuk mengetahui ada

tidaknya gangguan terkait aspek ergonomik pada para pekerja PT. BBI.

BAB V

KSEIMPULAN DAN SARAN

76

Page 77: Plant Survey Edit Abis

5.1. KESIMPULAN

1. Terdapatnya bahaya potensial fisik, kimia, ergonomi, dan psikososial terhadap

kesehatan dan keselamatan pekerja PT.Bina Busana Internusa.

2. Bahaya potensial yang dominan pada PT.Bina Busana Internusa ini adalah bahaya

potensial ergonomik yang erat kaitannya dengan posisi duduk yang lama dan statis.

3. Bahaya potensial fisik yang paling sering muncul adalah paparan debu, hampir pada

seluruh bagian alur produksi, kemudian diikuti dengan bahaya bising, khusunya

pada alur finishing. Kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah tertusuk jarum dan

tergunting.

4. Salah satu masalah kesehatan yang sering timbul pada berbagai fase produksi akibat

bahaya potensial ergonomi adalah penyakit musculoskeletal akibat terdapatnya gaya

statis yang terlalu lama saat duduk ditambah dengan posisi yang kurang nyaman

pada bantalan tempat duduk para pegawai yang terlalu keras tanpa sandaran.

5. Penyakit musculoskeletal dapat mengganggu kinerja karyawan dan dalam jangka

waktu yang lama sehingga dapat menjadi masalah yang serius.

6. Masalah - masalah yang timbul antara lain, kurangnya kesesuaian antara desain dan

ukuran alat-alat kerja/mesin dengan antropometri tubuh pegawai, sehingga

menyebabkan timbulnya potensi bahaya masalah muskuloskeletal. Salah satu

penyebab masalah ini adalah perusahaan membeli peralatan kerja

(meja,kursi,mesin) tanpa penyesuaian dengan ukuran antropometri pegawai, serta

tidak memilih alat kerja yang ukurannya dapat diatur/diubah-ubah sesuai pengguna.

7. Pada dasarnya pengendalian masalah ergonomi yang terjadi di perusahaan ini belum

dapat diatasi secara optimal. PT. BBI memiliki sebuah poli klinik dimana hanya

terdapat 1 orang perawat beserta 3 orang kader kesehatan yang membantu, dan tidak

terdapat dokter umum. Hal ini dinilai kurang dan tidak sesuai dengan ukuran

perusahaan yang pegawainya telah mencapai kurang lebih 500 orang .

5.2. SARAN

5.2.1. Kepada Pekerja

1. Menghindari posisi bekerja duduk yang tidak tegak dan dalam keadaan statis

terlalu lama.

2. Menghindari posisi duduk dengan kaki yang menggantung.

77

Page 78: Plant Survey Edit Abis

3. Menyediakan sandaran punggung yang nyaman pada setiap bangku dan

mendesain tempat duduk dan lingkungan kerja sehingga sandaran punggung

tersebut dapat memberikan kesempatan istirahat yang maksimal.

4. Menggunakan alat pelindung diri dan alat kerja yang telah disediakan dengan

benar.

5. Perlu dibudayakan olah raga pagi bersama minimal 1 kali seminggu atau

setidaknya melakukan stretching sebelum mulai bekerja dan mengganti posisi

saat bekerja setiap 30 menit untuk menghindari terjadinya kelelahan otot.

5.2.2. Kepada Perusahaan

1. Upaya preventif, meliputi pemeriksaan kesehatan berkala, penyerasian manusia

dengan mesin dan alat kerja ,perlindungan diri terhadap pekerjaan.

2. Upaya promotif, meliputi pelatihan tenaga kerja dan penyuluhan, pemeliharaan

tempat, cara dan lingkungan kerja serta olah raga fisik dan rekreasi.

3. Perlu dilakukan perubahan desain peralatan kerja sesuai dengan standart

ergonomi yang baik contohnya dengan menyediakan kursi/bangku yang

memiliki sandaran yang ergonomis. Hal ini mungkin dapat dicapai dengan jalan

memesan secara khusus peralatan kerja sehingga ukurannya bisa disesuaikan.

4. Sesuaikan ketinggian kerja bagi setiap pekerja pada ketinggain siku atau sedikit

dibawahnya.

5. Sediakan kursi dimeja tempat bekerja harus melakukan tugas yang memerlukan

ketelitian atau pemeriksaan rinci terhadap bahan kerja. Juga tempat berdiri bagi

pekerja yang memerlukan gerakan badan dan tenaga lebih besar. Harus tersedia

ruangan yang cukup dibawah meja untuk kaki.

6. Benda-benda diatas meja harus dalam posisi yang sesuai agar mudah dicapai

dan tidak terlalu padat.

7. Biarkan para pekerja untuk sering melakukan pekerjaan duduk dan pekerjaan

berdiri secara bergantian.

8. Sediakan kursi atau bangku untuk pekerja yang berdiri, agar sekali-kali diberi

kesempatan untuk duduk.

9. Sebaiknya dilakukan pengaturan jam kerja dan rotasi kerja secara berkala untuk

meminimalisir bahaya potensial ergonomi yang dapat terjadi.

10. Perbanyaklah dan peliharalah sistem ventilasi untuk mendapatkan kualitas udara

yang lebih baik ditempat kerja.

78

Page 79: Plant Survey Edit Abis

11. Libatkanlah pekerja dalam rancangan tempat kerjanya.

5.2.3. Kepada Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia

Perlunya pengawasan yang berkelanjutan terhadap pelaksanaan program

keselamatan dan kesehatan kerja pada setiap perusahaan di Indonesia.

79