pih (pregnancy induce hypertension)
DESCRIPTION
PIH (PREGNANCY INDUCE HYPERTENSION)TRANSCRIPT
PREGNANCY INDUCE HYPERTENSION
(HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN)
A. DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih
setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif atau kenaikan
tekanan sistolik 30 mmHg atau tekanan diastolik 15 mmHg di atas nilai normal.
PIH adalah hipertensi dengan atau tanpa proteinuria yang terjadi setelah 20 minggu usia
kehamilan dan kembali normal pada 12 minggu post partum (Japan Society for the Study of
Hypertension, 2013).
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai hipertensi (Tekanan Darah
≥140/90 mmHg) dengan atau tanpa proteinuria (≥300 mg/24 jam) muncul setelah usia
kehamilan 20 minggu hingga 12 minggu postpartum.
Hipertensi akibat kehamilan (pregnancy induced hypertension) adalah perkembangan
hipertensi selama kehamilan atau dalam 24 jam pertama setelah kelahiran pada wanita
yang tekanan darah sebelumnya normal. Tidak terlihat bukti preeklamsia atau penyakit
vascular hipertensi. Tekanan Darah tidak lebih dari 150/100 mmHg saat aktivitas, cepat
kembali normal dengan istirahat dan kembali ke tekanan darah normal dalam 10 hari
pascapartum (Prawiraharjo, 2009).
Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmhg atau lebih
setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif atau kenaikan
tekanan sistolik 30 mmhg dan atau tekanan diastolic diatas normal.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan berdasarkan National High Blood Pressure Education
Working Group pada tahun 2000 ada empat kategori.
1. Hipertensi Kronik
Timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu.
Hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan (Prawirohardjo, 2009)
HT kronik adalah dengan TD > 140,90 mmHg yang diukur setelah istirahat selama 5-10
menit dalam posisi duduk yang telah terdiagnosis sebelum kehamilan atau HT yang
timbul sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.
2. Preeklampsia
Hipertensi timbul setelah usia kehamilan 20 minggu kehamilan dan dan ada proteinuria
(Prawirohardjo, 2009).
Preeklamsi ringan adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi
organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, terdapat proteinuria 300 mg/ +1.
Preeklamsi Berat adalah preeklamsi yang tekanan darahnya lebih dari 160/110 mmhg
disertai lebih dari 5 gr/24 jam atau +3 atau lebih, menurut POGI, 2002 dibagi atas :
- Preeklamsi berat tanpa impending eklamsi
- Preeklamsi berat dengan impending eklamsi
Preeklampsia–eklampsia peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia
kehamilan mencapai 20 minggu disertai dengan peningkatan berat badan ibu dengan
cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
proteinuria. Sedangkan eklapmsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang pada
ibu.
3. Ekslampsia
Preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan koma (Prawirohardjo, 2009).
4. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi kronik disertai dengan tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2009).
5. Hipertensi gestasional (transient hypertension)
Hipertensi pada kehamilan tanpa proteinuria dan hipertensi menghilang tiga bulan pasca
persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria
(Prawirohardjo, 2009). HT pada kehamilan yang timbul pada trimester akhir kehamilan
namun tanpa disertai tanda dan gejala preeklampsia , bersifat sementara dan tekanan
darah dapat kembali normal.
Hipertensi gestasional ringan : jika UK setelah 37 minggu, hasil kehamilan sama atau
lebih baik dari pasien normotensif, namun terjadi peningkatan saat induksi persalinan
dan operasi Caesar.
Hipertensi gestasional Berat : pasien ini tidak memiliki tingkat mordibitas ibu/janin
lebih tinggi dibandingkan preeklamsi ringan.
Klasifikasi PIH (Japan Society for the Study of Hypertension, 2013)
1. Gestational Hypertension (GH), adalah hipertensi yang timbul pertama kali pada saat
kehamilan (setelah 20 mingggu UK) tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeclampsia (PE), adalah hipertensi dengan proteinuria >300 mg/24 jam yang timbul
pertama kali setelah 20 minggu UK, tetapi kedua gejala tersebut kembali normal setelah
12 minggu pasca persalinan.
3. Superimposed Preeclampsia (S-PE), adalah :
Timbulnya proteinuria pada wanita dengan hipertensi yang sebelum 20 minggu UK
tidak memiliki proteinuria.
Hipertensi dan proteinuria yang telah ada sebelum 20 minggu UK dan bertambah
parah setelah 20 minggu UK.
Penyakit ginjal dengan proteinuria yang telah ada sebelum 20 minggu UK dan disertai
munculnya hipertensi pertama kali (new onset of hypertension) setelah 20 minggu
UK.
4. Eclampsia (E), adalah munculnya konvulsi atau kejang pada wanita dengan PIH.
Gejalanya umum dab bisa muncul sebelum, selama dan sesudah persalinan.
Sub-klasifikasi PIH Berdasarkan Gejala (Japan Society for the Study of Hypertension, 2013)
1. Keparahan / severity
a. Mild PIH
TD >= 140/90 mmHg dan <160 mmHg setelah 20 minggu UK
Proteinuria >= 300 mg/24 jam dan tidak lebih dari 2 g/24 jam atau 3+ dipstick
b. Severe PIH
TD >= 160/110 mmHg
Proteinuria > 2 g/24 jam atau 3+ dipstick
2. Onset
a. Early Onset Type (EO)
Muncul sebelum 32 minggu UK
b. Late Onset Type (LO)
Muncul setelah 32 minggu UK
C. EPIDEMIOLOGI
Angka Kematian Ibu (AKI) Berdasarkan data resmi Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, terus mengalami penurunan. Pada tahun 2004 yaitu 270
per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000 kelahiran hidup, tahun
2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup. Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2010), walaupun sudah terjadi
penurunan AKI di Indonesia, namun angka tersebut masih menempatkan Indonesia pada
peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO (South East Asia Region, yaitu:
Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa, Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan
lain-lain).
Negara- negara didunia memberikan perhatian cukup besar terhadap AKI sehingga
menempatkan kesehatan ibu diantara delapan tujuan yang tertuang dalam Millenium
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum 2015, AKI di Indonesia harus
mencapai 125 per 100.000 kelahiran hidup. Komitmen yang ditanda tangani 189 negara
pada September 2000, pada prinsipnya bertujuan meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).
WHO meninjau secara sistematis angka kematian ibu di seluruh dunia (Khan dan
rekan, 2006), di negara-negara maju, 16 persen kematian ibu disebabkan karena
hipertensi. Persentase ini lebih besar dari tiga penyebab utama lainnya: perdarahan-13
persen, aborsi-8 persen, dan sepsis-2 persen. Di Amerika Serikat pada tahun 1991-1997,
Berg dan rekan (2003) melaporkan bahwa hampir 16 persen dari 3.201 kematian ibu
berasal dari komplikasi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Belakangan,
Berg dan rekan kerja (2005) kemudian melaporkan bahwa lebih dari separuh kematian
yang berkaitan dengan hipertensi dapat dicegah.Bagaimana kehamilan memperburuk
hipertensi tetap belum terpecahkan meskipun telah dilakukan berbagai penelitian
intensif.
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Etiologi
Penyebab preeklampsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang
menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang memuaskan oleh karena
itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain (Angsar
MD, 2009)
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
remodelling arteri spiralis (Angsar MD, 2009).
Pada PE/E terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku
dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga
aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta
(Angsar MD, 2009).
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil
(-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel (Cunningham
et al. 2005).
Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel (Kartha, Sudira & Gunung 2000).
Keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2), yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2), yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada preeklampsia kadar tromboksan lebih
banyak dari prostasiklin, sehingga menyebabkan vasokonstriksi yang akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun, sedangkan endotelin meningkat (Farid et al. 2001).
- Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G
juga akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu (Angsar
MD, 2009).
Pada plasenta ibu yang mengalami PE, terjadi penurunan ekspresi HLA-G, yang akan
mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi
Immune-Maladaptation pada preeklampsia (Angsar MD, 2009).
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refkrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostaglandin oleh sel
endotel.
Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor,
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam
kehamilan. (Angsar MD, 2009; DeCherney & Pernoll 2006)
5. Teori genetik
Wanita yang mengalami PE pada kehamilan pertama akan meningkat mendapatkan
PE pada kehamilan berikutnya. Odegard dkk di Norwegia menemukan risiko 13,1%
pada kehamilan kedua bila dengan partner yang sama dan sebesar 11,8% jika berganti
pasangan. Mostello mengatakan kejadian PE akan meningkat pada kehamilan kedua
bila ada kehamilan dengan jarak anak yang terlalu jauh. Cincotta menemukan bahwa
bila dalam keluarga ada riwayat pernah PE maka kemungkinan mendapat PE pada
primigravida tersebut akan meningkat empat kali (Karkata 2006).
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa defisiensi gizi berperan dalam
terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian pemberian
berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan magnesium untuk mencegah
preeklampsia. Pada populasi umum yang melakukan diet tinggi buah-buahan dan
sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk,
alpukat, mengalami penurunan tekanan darah (Cunningham et al. 2005).
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, dapat mengurangi
risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah (Angsar MD, 2009).
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal,
pelepasan debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga
masih dalam batas wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada PE, dimana pada PE
terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik
trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar
juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan
gejala-gejala PE pada ibu (Angsar MD, 2009).
Faktor Resiko
Melalui pendekatan safe motherhood terdapat peran determinan yang dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi kehamilan seperti preeklampsia-eklampsia yang
menjadi faktor utama yang menyebabkan angka kematian ibu tinggi disamping
perdarahan dan infeksi persalinan. Determinan tersebut dapat dilihat melalui
determinan proksi/dekat ( proximate determinants ), determinan antara ( intermediate
determinants ), dan determinan kontekstual ( Contextual determinants ).
a. Determinan proksi/dekat
Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi preeklampsia berat,
sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut.
b. Determinan intermediat
Yang berperan dalam determinan intermediat antara lain:
1) Status reproduksi.
i. Faktor usia
Usia 20 – 30 tahun adalah periode paling aman untuk hamil / melahirkan, akan
tetapi di negara berkembang sekitar 10% - 20% bayi dilahirkan dari ibu remaja
yang sedikit lebih besar dari anak anak. Padahal dari suatu penelitian
ditemukan bahwa dua tahun setelah menstruasi yang pertama, seorang wanita
masih mungkin mencapai pertumbuhan panggul antara 2 – 7 % dan tinggi
badan 1 %. Dampak dari usia yang kurang, dari hasil penelitian di Nigeria,
wanita usia 15 tahun mempunyai angka kematian ibu 7 kali lebih besar dari
wanita berusia 20 – 24 tahun. Faktor usia berpengaruh terhadap terjadinya
preeklampsia/ eklampsia. Usia wanita remaja pada kehamilan pertama atau
nulipara umur belasan tahun (usia muda kurang dari 20 thn).
Hipertensi karena kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara. Wanita
yang lebih tua, yang dengan bertambahnya usia akan menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi kronis, menghadapi risiko yang lebih besar
untuk menderita hipertensi karena kehamilan atau superimposed pre-
eclampsia. Jadi wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduksi,
dahulu dianggap rentan.
ii. Paritas
Dari kejadian delapan puluh persen semua kasus hipertensi pada kehamilan, 3
– 8 persen pasien terutama pada primigravida, pada kehamilan trimester
kedua. Catatan statistik menunjukkan dari seluruh incidence dunia, dari 5%-8%
pre-eklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12% lebih dikarenakan oleh
primigravidae.
Faktor yang mempengaruhi pre-eklampsia frekuensi primigravida lebih tinggi
bila dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda.
Persalinan yang berulang-ulang akan mempunyai banyak risiko terhadap
kehamilan, telah terbukti bahwa persalinan kedua dan ketiga adalah persalinan
yang paling aman.
iii. Kehamilan ganda
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya ialah dislensia uterus.
iv. Faktor genetika
Terdapat bukti bahwa pre-eklampsia merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre-
eklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/ eklampsia dalam keluarga.
Faktor ras dan genetik merupakan unsur yang penting karena mendukung
insiden hipertensi kronis yang mendasari.
2) Status kesehatan
i. Riwayat preeklampsia
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan
bahwa terdapat 83 (50,9%) kasus preeklapmsia mempunyai riwayat
preeklapmsia, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 12 (7,3%)
mempunyia riwayat preeklampsia berat.
ii. Riwayat hipertensi
Salah satu faktor predisposing terjadinya pre-eklampsia atau eklampsia adalah
adanya riwayat hipertensi kronis, atau penyakit vaskuler hipertensi
sebelumnya, atau hipertensi esensial. Sebagian besar kehamilan dengan
hipertensi esensial berlangsung normal sampai cukup bulan. Pada kira-kira
sepertiga diantara para wanita penderita tekanan darahnya tinggi setelah
kehamilan 30 minggu tanpa disertai gejala lain. Kira-kira 20% menunjukkan
kenaikan yang lebih mencolok dan dapat disertai satu gejala preeklampsia atau
lebih, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah,
gangguan visus ( Supperimposed preeklampsia ), bahkan dapat timbul
eklampsia dan perdarahan otak.
iii. Riwayat penderita diabetus militus
Hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan sofoewan menyebutkan
bahwa dalam pemeriksaan kadar gula darah sewaktu lebih dari 140 mg %
terdapat 23 (14,1%) kasus preeklampsia, sedangkan pada kelompok kontrol
(bukan preeklampsia) terdapat 9 (5,3%).
iv. Status gizi
Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga
menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena jumlah darah yang berada
dalam badan sekitar 15% dari berat badan, maka makin gemuk seorang makin
banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin
berat pula fungsi pemompaan jantung. Sehingga dapat menyumbangkan
terjadinya preeklampsia.
v. Stres / Cemas
Meskipun dibeberapa teori tidak pernah disinggung kaitannya dengan kejadian
preeklampsia, namun pada teori stres yang terjadi dalam waktu panjang dapat
mengakibatkan gangguan seperti tekanan darah. Manifestasi fisiologi dari stres
diantaranya meningkatnya tekanan darah berhubungan dengan:
- Kontriksi pembuluh darah reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain
- Sekresi urin meningkat sebagai efek dari norepinefrin
- Retensi air dan garam meningkat akibat produksi mineralokortikoid sebagai
akibat meningkatnya volume darah
- Curah jantung meningkat.
3) Perilaku sehat
i. Pemeriksaan antenatal
Preeklapmsia dan eklampsia merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan,
oleh karena itu melalui antenatal care yang bertujuan untuk mencegah
perkembangan preeklampsia, atau setidaknya dapat mendeteksi diagnosa dini
sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan. Pada tingkat permulaan
preeklampsia tidak memberikan gejala-gejala yang dapat dirasakan oleh pasien
sendiri, maka diagnosa dini hanya dapat dibuat dengan antepartum care. Jika
calon ibu melakukan kunjungan setiap minggu ke klinik prenatal selama 4-6
minggu terakhir kehamilannya, ada kesempatan untuk melekukan tes proteinuri,
mengukur tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda udema. Setelah diketahui
diagnosa dini perlu segera dilakukan penanganan untuk mencegah masuk
kedalam eklampsia.
Disamping faktor-faktor yang sudah diakui, jelek tidaknya kondisi ditentukan juga
oleh baik tidaknya antenatal care. Dari 70% pasien primigrafida yang menderita
preeklampsia, 90% nya mereka tidak melaksanakan atenatal care.
ii. Penggunaan alat kontrasepsi
Pelayanan KB mampu mencegah kehamilan yang tidak di inginkan, sehingga
menpunyai kontribusi cukup besar terhadap kematian ibu terkomplikasi, namun
perkiraan kontribusi pelayanan KB terhadap kematian yang disebabkan oleh
komplikasi obstetri lainnya, antra lain eklampsia yaitu 20%.
c. Determinan kontekstual
1. Tingkat pendidikan
Teori pendidikan mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan atau usaha
untuk meningkatkan kepribadian, sehingga proses perubahan perilaku menuju
kepada kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia. Semakin banyak
pendidikan yang didapat seseorang, maka kedewasaannya semakin matang, mereka
dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi yang positif.
Kaitannya dengan masalah kesehatan, dari buku safe motherhood menyebutkan
bahwa wanita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi cenderung lebih
menperhatikan kesehatan dirinya.
2. Faktor sosial ekonomi
Hal ini sering disampaikan bahwa kehidupan sosial ekonomi berhubungan dengan
angka kenaikan preeklampsia. Meskipun Chesley (1974) tidak sependapat, beberapa
ahli menyimpulkan bahwa wanita dengan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik
akan lebih jarang menderita preeklampsia, bahkan setelah faktor ras turut
dipertimbangkan. Tanpa mempedulikan hal tersebut, preeklampsia yang diderita oleh
wanita dari kelarga mampu tetap saja bisa menjadi berat dan membahayakan nyawa
seperti halnya eklampsia yang diderita wanita remaja di daerah kumuh.
Status sosial mempunyai risiko yang sama, tetapi kelompok masyarakat yang miskin
biasanya tidak mampu untuk membiayai perawatan kesehatan sebagai mana
mestinya. Bahkan orang miskin tidak percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas
pelayanan medis walupun tersedia. Mereka itulah yang mempunyai risiko untuk
mengalami eklampsia. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang
atau tidak sama sekali merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia/
eklampsia.
3. Pekerjaan
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah.
Begitu juga bila terjadi pada seorang ibu hamil, dimana peredaran darah dalam tubuh
dapat terjadi perubahan seiring dengan bertambahnya usia kehamilan akibat adanya
tekanan dari pembesaran rahim. Semakin bertambahnya usia kehamilan akan
berdampak pada konsekuensi kerja jantung yang semakin bertambah dalam rangka
memenuhi kebutuhan selama proses kehamilan. Oleh karenanya pekerjaan tetap
dilakukan, asalkan tidak terlalu berat dan melelahkan seperti pegawai kantor,
administrasi perusahaan atau mengajar. Semuanya untuk kelancaran peredaran
darah dalam tubuh sehingga mempunyai harapan akan terhindar dari preeklamsia
( Rozhikhan, 2007 ).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang memberatkan Eklamsia :
a. Koma yang lama
b. Nadi di atas 120 x/menit
c. Suhu diatas 390C
d. Tensi diatas 200 mmHg
e. Kejang yang lebih dari 10 kali serangan
f. Proteinuria 10 gram sehari atau lebih
g. Tidak adanya edema
Menurut Prawiroharjo (2008) hal-hal yang perlu diperhatikan :
Preeklampsia :
a. Hipertensi : TD sisitolik dan diastolic lebih dari sama dengan 140/90 mmHg.
Pengukuran dilakukan 2x pada selang waktu 4-6 jam
b. Proteinuria : adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau lebih dari
+1
c. Edema : edema generalisata dengan kenaikan BB lebih dari 0,57 kg/minggu
Hipertensi gestasional
a. TD sisitolik 140 mmhg/ diastolic 90 mmhg untuk pertama kalinya pada kehamilan di
atas 20 minggu
b. Tidak ada proteinuria
c. TD kembali normal sebelum 12 minggu pasca kehamilan
Ada beberapa perubahan fisiologis dan patologis pada PIH, yaitu :
1) Otak
Pemakaian oksigen oleh otak akan menurun pada PE. Pada penyakit yang belum
lanjut, ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri. Pada keadaan selanjutnya
dapat ditemukan perdarahan.
2) Plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi yang lebih
pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan oksigenasi.
Kenaikan tonus uterus dan kepekatan terhadap perangsangan sering didapatkan pada
pre eklampsia dan eklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus.
3) Ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke ginjal menurun, sehingga
menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah
proteinuria dan mungkin juga dengan retensi garam dan air.
4) Retina
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
satu atau beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri
retina menunjukkan adanya PE berat.
5) Paru
Edema paru merupakan sebab utama kematian penderita PIH. Komplikasi ini biasanya
disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri.
6) Metabolisme air dan elektrolit
Terjadi pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial. Kejadian ini,
yang didikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan seiring
bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositas darah
meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Oleh karena itu, aliran darah ke
jaringan di berbagai bagian tubuh berkurang, dengan akibat hipoksia (Winkjosastro,
2007).
F. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%)
- Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37 – 43 vol%)
- Trombosit menurun (nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3)
Urinalisis
- Ditemukan protein dalam urin
Pemeriksaan Fungsi hati
- Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)
- LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
- Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul
- Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-45 u/ml)
- Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat (N= <31 u/l)
- Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 g/dl)
Tes kimia darah
- Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )
b. Radiologi
Ultrasonografi
- Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
Kardiotografi
- Diketahui denyut jantung janin bayi lemah (N = 120 – 160 x/menit)
c. Pemeriksaan Kesejahteraan Janin bayi dengan NST
Untuk menilai hubungan gambaran DJJ dan aktivitas janin atau siebut juga dengan
aktokardiografi/fetal activity acceleration determination. Penilaian dilakukan
terhadap frekuensi DJJ, variabilitas dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan
janin.
i. Hipertensi Gestasional
Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketubannya. Bila
hasilnya normal, dilakukan pemeriksaan ulang bila terjadi perubahan pada ibu
NST harus dilakukan pada diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan TD tidak
meningkat, NST diulang hanya bila ada perubahan pada ibu.
ii. Hipertensi Ringan
Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketuban. Bila normal
pengulangan dilakukan setiap 3 minggu.
Bila NST non reaktif dan TD naik, ulangi NST tiap minggi. NST segera diulang bila
terjadi perubahan terhadap ibu
Bila dengan USG, BB janin < 10 th percentile dari usia kehamilan atau didapat
AFI kurang dari sama dengan 5, pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya 2
minggu
iii. Preeklamsi berat
NST dilakukan setiap hari
H. PENATALAKSANAAN
Deteksi prenatal dini
Waktu pemeriksaan prenatal dijadwalkan setiap 4 minggu sampai UK 28 mgg, kemudian
setiap 2 mgg hingga UK 36 mgg, setelah itu setiap mgg.
Penatalaksanaan di RS
Evaluasi sistematik yang dilakukan mencakup:
a. Pemeriksaan terinci diikuti oleh pemantauan setiap hari untuk mencari temuan2 klinis
seperti nyeri kepala, gg penglihatan, nyeri epigastrium, dan pertambahan berat badan
yg pesat.
b. BB saat masuk.
c. Analisis untuk proteinuria saat masuk dan kemudian paling tidak setiap 2 hari.
d. Pengukuran TD dalam posisi duduk setiap 4 jam kecuali antara tengah malam dan
pagi hari.
e. Pengukuran kreatinin plasma atau serum, gematokrit, trombosit, dan enzim hati
dalam serum, dan frekuensi yang ditentukan oleh keparahan hipertensi.
f. Evaluasi terhadap ukuran janin dan volume amnion baik secara klinis maupun USG.
g. Terminasi kehamilan
Pada hipertensi sedang atau berat yg tidak membaik setelah rawat inap biasanya
dianjurkan pelahiran janin demi kesejahteraan ibu dan janin. Persalinan sebaiknya
diinduksi dengan oksitosin IV. Apabila tampaknya induksi persalinan hampir pasti
gagal atau upaya induksi gagal, diinduksikan seksio sesaria.
Terapi obat antihipertensi
Pemakaian obat antihipertensi sebagai upaya memperlama kehamilan aau memodifikasi
prognosis perinatal pada kehamilan dengan penyulit hipertensi dalam berbagai tipe dan
keparahan.
Untuk pemberian terapi MgSO4 harus dikaji reflek tendon profunda , terutama reflek
patela, karena hilangnya reflek patela mengindikasikan adanya keracunan MgSO4.
Penatalaksanaan Eklampsia :
1. Harus ditangani di rumah sakit
2. Terapi O2 4-6 liter/menit
3. Pasang kateter urine
4. Pasang spatel
5. Bahu diganjal dengan kain setebal 5 cm agar leher dalam posisi fleksi
6. Posisi tempat tidur sedikit fowler agar kepala tetap tinggi
7. Fiksasi pasien agar tidak jatuh
I. KOMPLIKASI
Nyeri epigastrium menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada liver dalam bentuk
kemungkinan (Manuaba 2007) :
- Perdarahan subkapsular
- Perdarahan periportal sistem dan infark liver
- Edema parenkim liver
- Peningkatan pengeluaran enzim liver
Tekanan darah dapat meningkat sehingga menimbulkan kegagalan dari kemampuan
sistem otonom aliran darah sistem saraf pusat (ke otak) dan menimbulkan berbagai
bentuk kelainan patologis sebagai berikut (Manuaba 2007) :
- Edema otak karena permeabilitas kapiler bertambah
- Iskemia yang menimbulkan infark serebral
- Edema dan perdarahan menimbulkan nekrosis
- Edema dan perdarahan pada batang otak dan retina
- Dapat terjadi herniasi batang otak yang menekan pusat vital medula oblongata.
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita PE/E. Komplikasi dibawah ini yang biasa terjadi pada PE
berat dan eklampsia (Artikasari 2009) :
1. Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi
pada PE.
2. Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada PE berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan PE berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang
dikenal dengan ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan
kerusakkan sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang
sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus
tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat
terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda
gawat akan terjadi apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-
paru.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada PE/E merupakan akibat vasospasme arteriole umum.
Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata juga dapat ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati,
terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP (haemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah,
mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10.Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascular cogulation).
11.Komplikasi pada janin yaitu prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
J. PENCEGAHAN
1. Pola hidup sehat akan meningkatkan potensi ibu untuk terhindar dari hipertensi pada
kehamilan.
2. Jauhi minuman berakohol.
3. Jangan biasakan merokok.
4. Hindari stress
5. Pola makan sehat.
6. Olah raga.
7. Rutin kontrol ke dokter.
8. Sebelum kehamilan, cek TD
9. Turunkan BB jika obesitas.
10.Jika mengkonsumsi obat untuk mengontrol TD, konsultasikan ke dokter kapan harus
berhenti mengkonsumsi dan lainnya.
Pencegahan dengan medical :
a. Pemberian kalsium 1.500 – 2.000 mg/hari
b. Zinc 200 mg/hari
c. Magnesium 365 mg/hari
d. Obat antitrombotik : aspirin <100 mg/hari atau dipiridomole
e. Obat antioksidan : vitamin C, vitamin E, β. Karoten, coQ10 N-Asetilsisten dan asam
lipoik