petrologi batuan beku
TRANSCRIPT
1
BAB I
PRAKTIKUM PETROLOGI
1.1 Pendahuluan
1.1.1. Latar Belakang
Petrologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan geologi yang mempelajari
batuan pembentuk kulit bumi, mencakup aspek pemerian (deskripsi) dan aspek genesa-
interpretasi. Pengertian luas dari petrologi adalah mempelajari batuan secara mata
telanjang, secara optik/ mikroskopis, secara kimia dan radio isotop. Studi petrologi secara
kimia sering disebut petrokimia yang dapat dipandang sebagai bagian dari ilmu geokimia.
Untuk kuliah dan praktikum mahasiswa Teknik Pertambangan semester 4 maka studi
petrologi dibatasi secara megaskopis saja. Aspek pemerian antara lain meliputi warna,
tekstur, struktur, komposisi, berat jenis, kekerasan, kesarangan (porositas), kelulusan
(permebilitas) dan klasifikasi atau penamaan batuan. Aspek genesa – interpretasi
mencakup tentang sumber asal (“source”) hingga proses atau cara terbentuknya batuan.
Batuan didefinisikan sebagai semua bahan yang menyusun kerak (kulit) bumi
dan merupakan suatu agregat (kumpulan) mineral-mineral yang telah menghablur
(mengkristal). Dalam arti sempit, yang tidak termasuk batuan adalah tanah dan bahan lepas
lainnya yang merupakan hasil pelapukan kimia, fisis maupun biologis, serta proses erosi
dari batuan. Namun dalam arti luas tanah hasil pelapukan dan erosi tersebut termasuk
batuan.
Batuan sebagai agregat mineral pembentuk kulit bumi secara genesa dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis batuan, yaitu :
1. Batuan beku (“igneous rocks”), adalah kumpulan mineral silikat sebagai hasil
pembekuan daripada magma yang mendingin (Huang, 1962).
2. Batuan sedimen (“sedimentary rocks”), adalah batuan hasil litifikasi bahan
rombakan batuan yang berasal dari proses denudasi atau hasil reaksi kimia maupun
hasil kegiatan organisme (Pettijohn, 1964).
3. Batuan metamorf atau batuan malihan (“metamorphic rocks”), adalah batuan yang
berasal dari suatu batuan yang suda ad yang mengalami perubahan tekstur dan
komposisi mineral pada fasa padat sebagai perubahan kondisi fisika (tekanan dan
temperatur) (Winkler, 1967).
2
Dalam sejarah pembentukannya ketiga jenis batuan tersebut dapat mengalami
jentera (siklus) batuan seperti pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Jentera Batuan
1.1.2. Maksud Dan Tujuan
Maksud dan Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan Petrologi,
disertai dengan deskripsi mineral menurut struktur dan tekstur batuan tersebut berdasarkan
jenis batuan dari Batuan Beku, Batuan Sedimen dan Batuan Metamorf.
Selain itu untuk memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis batuan di
muka bumi ini, berdasarkan diagenesa batuan tersebut, serta struktur dan tekstur yang
dimiliki oleh batuan tersebut, sehingga kita dengan mudah dapat mengenali jenis batuan di
lapangan nanti.
1.2 Ruang Lingkup Praktikum
Dalam pelaksanaan praktikum petrologi akan ditekankan pada penguasaan jenis dan
nama batuan secara megaskopis (makroskopis), melalui pemerian yang mencakup warna
tekstur, struktur dan komposisi batuan serta sifat-sifat lain yang sangat menonjol baik secara
3
fisik maupun kimiawi. Pemerian megaskopis ini dimaksudkan sebagai pemerian secara mata
telanjang. Praktikan disyaratkan sudah mengikuti kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi
dan mampu mengenal berbagai macam mineral/ kristal pembentuk batuan.
1.3 Tata Tertib Praktikum
Tata tertib praktikum petrologi :
1. Praktikan harus hadir 5 (lima) menit sebelum praktikum dimulai.
2. Praktikan yang terlambat lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir.
3. Praktikan dilarang merokok, makan, dan minum di dalam laboratorium.
4. Praktikan yang mengikuti acara praktikum harus memakai pakaian (kemeja, bukan kaos
oblong)
5. Praktikan yang tidak hadir 2 kali berturut-turut akan dianggap gugur dan akan mengulang
tahun depan.
6. Setelah mengikuti semua acara praktikum, praktikan akana mendapat Surat Keterangan
Selesai Praktikum (SKSP).
7. Pelanggaran terhadap aturan praktikum akan dikenakan sanksi berupa pengurangan nilai
atau dianggap gugur.
1.4 Alat – Alat Yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan terdiri dari dua yaitu alat bantu optik-fisik dan kimiawi. Alat
bantu secara optik-fisik adalah kaca pembesar (loupe), magnet untuk menguji adanya kandungan
besi, sedangkan secara kimiawi adalah larutan HCl 0,1 N. selain itu praktikan juga diharapkan
memenuhi alat-alat utama lain seperti perlengkapan tulis menulis (penggaris, belpoint, pensil,
penghapus serta kertas laporan praktikum).
4
BAB II
BATUAN BEKU
2.1 Dasar Teori
2.1.1. Mineral Pembentuk Batuan Beku
Mineral pembentuk batuan beku hampir selalu mengandung unsur Silisium (Si)
sehingga sering disebut bahan silikat alam. Mineral tersebut ada yang tidak be rbentuk
(amorf) dan ada yang berbentuk kristal. Berdasarkan warna dan komposisi kimia maka
mineral/ kristal pembentuk batuan beku secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
1. Kelompok mineral gelap atau mafic minerals, mengandung banyak unsur magnesium
(Mg) dan besi (Fe).
2. Kelompok mineral terang atau felsic minerals, banyak mengandung unsur aluminium
(Al), kalsium (Ca), natrium (sodium; Na), kalium (potassium; K) dan silisium (Si).
Gambar 2.1 Beberapa Contoh Batuan Beku
Banyaknya unsur logam berat seperti halnya Mg dan Fe tersebut menyebabkan
mineral menjadi berwarna gelap. Sebaliknya mineral terang lebih dominan tersusun oleh
logam ringan, seperti halnya Al, Ca, Na dan L.-K sehingga warnanya menjadi lebih terang.
Sesuai dengan reaksi Bowen (Tabel 2.1), mineral gelap terdiri dari olivin, piroksen,
amfibol dan mika. Secara optik dan kimia piroksen dibagi menjadi piroksen tegak
(piroksen orto) dan piroksen miring (piroksen klino). Sementara itu mika terdiri dari biotit
5
(mika hitam) dan muskovit (mika putih). Mineral terang pada prinsipnya terdiri dari
felspar, felspatoid dan kuarsa. Felspar dibagi lagi menjadi plagioklas dan alkali felspar.
Secara mikroskopis dan kimiawi plagioklas dibagi lagi menjadi anortit, bitownit,
labradorit, andesin, oligoklas dan albit.
Tabel 2.1 Reaksi Seri Bowen (1928) dari mineral-mineral utama pembentuk batuan beku.
(Temperatur Tinggi : Magma Basa)
Olivin Anortit
Orto Piroksen Bitownit
Klino Piroksen Labradorit
Amphibol Andesin
Biotit Oligoklas
Albit
Potassium Feldspar
Muskovit
Kuarsa
(Temperatur Rendah : Magma Asam)
1.400o C
700o C
6
Sebelah kiri mewakili mineral - mineral hitam (mafic minerals) yang terbentuk
pertama kali dalam temperatur sangat tinggi adalah: olivin, kemudian disusun oleh
piroksen, amfibol, biotit.
Sebelah kanan mewakili mineral - mineral terang (felsic minerals) seperti
plagioklas, di mana mineral kelompok ini tersebar luas mulai batuan beku asam sampai
basa. Sedangkan mineral yang terbentuk paling akhir adalah kuarsa. Mineral yang
terbentuk pertama kali adalah mineral yang sangat tidak stabil, sedangkan mineral yang
terbentuk paling akhir adalah mineral yang paling stabil.
2.2 Deskripsi Batuan
2.2.1 Jenis Batuan Beku
Jenis batuan didasarkan pada pembagian batuan beku secara genetik, yaitu terdiri
dari Batuan Beku Dalam adalah batuan beku yang terbentuk di dalam bumi; sering
disebut batuan beku intrusi. Batuan Beku Luar adalah batuan beku yang terbentuk di
permukaan bumi; sering disebut batuan beku ekstrusi.
2.2.2. Warna Batuan
Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral
penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari
warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang mempunyai
tekstur gelasan.
a) Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan beku asam yang tersusun
atas mineral-mineral felsik,misalnya kuarsa, potash feldsfar dan muskovit.
b) Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya batuan beku intermediet
dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak.
c) Batuan beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa
dengan mineral penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik.
d) Batuan beku yang berwarna hijau kelam dan biasanya monomineralik, disebut dengan
batuan beku ultra basa dengan komposisi hampir seluruhnya mafik.
7
2.2.3. Struktur Batuan
Struktur adalah kenampakan hubungan antara bagian-bagian batuan yang berbeda.
Pengertian struktur pada batuan beku biasanya mengacu pada pengamatan dalam skala
besar atau singkapan dilapangan.pada batuan beku struktur yang sering ditemukan adalah:
a. Massif : bila batuan pejal,tanpa retakan ataupun lubang-lubang gas atau apabila
pada batuan tidak menunjukan fragmen batuan lain yang tertanam ditubuhnya.
b. Pillo Lava : atau lava bantal merupakan struktur yang dinyatakan pad batuan intrusi
tertentu, yang dicirikan oleh massa yang berbentuk bantal dimana ukuran dari bentuk
ini berdiameter 30-60 cm dan jaraknya berdekatan. Strutur ini khas pada batuan
volkanik bawah laut.
c. Jointing : bila batuan tampak seperti mempunyai retakan-retakan.kenapakan ini
akan mudah diamati pada singkapan di lapangan.
d. Vesikular : dicirikandengan adanya lubang- lubang gas,sturktur ini dibagi lagi
menjadi 3 yaitu:
i. Skoriaan : bila lubang- lubang gas tidak saling berhubungan.
ii. Pumisan : bila lubang-lubang gas saling berhubungan.
iii. Aliran : bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang gas.
iv. Amigdaloidal : bila lubang- lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder
seperti zeolit,karbonat dan bermacam silika.
Gambar basalt amigdaloidal
8
e. Xenolith : struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen batuan yang
masuk atau tertahan kedalam batuan beku. Struktur ini terbentuk akibat adanya
peleberan tidak sempurna dari suatu batuan samping didalam magma yang
menrobos.
f. Autobreccia : struktur pada lava yang memperlihatkan fragmen-fragmen dari lava itu
sendiri.
2.2.4. Tekstur Batuan
Pengertian tekstur batuan mengacu pada kenampakan butir-butir mineral yang ada
di dalamnya, yang meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk butir, granularitas, dan
hubungan antar butir (fabric). Jika warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia
dan mineralogi, maka tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan
keterdapatannya. Tekstur merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah
kristalisasi. Pengamatan tekstur meliputi :
2.2.4.1. Tingkat atau derajat kristalisasi
Derajat kristalisasi mineral dalam batuan beku, terdiri atas 3 yaitu :
a) Holokristalin
Tekstur batuan beku yang kenampakan batuannya terdiri dari
keseluruhan mineral yang membentuk kristal, hal ini menunjukkan bahwa
proses kristalisasi berlangsung begitu lama sehingga memungkinkan
terbentuknya mineral - mineral dengan bentuk kristal yang relatif sempurna.
b) Hipokristalin
Tekstur batuan yang yang kenampakannya terdiri dari sebagaian
mineral membentuk kristal dan sebagiannya membentuk gelas, hal ini
menunjukkan proses kristalisasi berlangsung relatif lama namun masih
memingkinkan terbentuknya mineral dengan bentuk kristal yang kurang.
c) Holohyalin
Tekstur batuan yang kenampakannya terdiri dari mineral yang
keseluruhannya berbentuk gelas, hal ini menunjukkan bahwa proses
kristalisasi magma berlangsung relatif singkat sehingga tidak memungkinkan
pembentukan mineral - mineral dengan bentuk yang sempurna.
2.2.4.2. Granularitas
9
Granularitas merupakan ukuran butir mineral adalah sifat tekstural yang paling
mudah dikenali.ukuran kristal dapat menunjukan tingkat kristalisasi pada batuan.
Granularitas atau ukuran Kristal dalam masa batuan beku dibagi menjadi 2,yaitu:
1. Fanerik : apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat mineral penyusunnya,
meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan huungan antar butir. Singkatnya, batuan
beku mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa krista l
maupun gelasatau kaca dapat diamati.
2. Afanitik : kenampakan butir individual mineral didalam batuan beku sangat
halus halus sehingga mineral penyusunnya tidak dapat diamati secara mata
telanjang atau dengan loupe.
Ukuran Butir Cox, Price, Harte W.T.G Heinric
Halus < 1mm <1 mm <1 mm
Sedang 1 - 5 mm 1 - 5 mm 1 - 10mm
Kasar >5mm 5 - 30 mm 10 - 30 mm
Sangat kasar - >30 mm > 30 mm
Tabel 2.2
Kisaran harga ukuran mineral dari beberapa sumber
Jika batuan beku mempunyai tekstur afanitik maka pemerian tekstur lebih rinci
tidak dapat diketahui, sehingga harus dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut
bertekstur fanerik maka pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
2.2.4.3. Kemas
Kemas meliputi bentuk butir dan suasana hubungan mineal di dalam sutu batuan
beku
2.2.4.3.1 Bentuk Butir
10
a) Euhedral, bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
b) Subhedral, bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
c) Anhedral, berbentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang
tidak sempurna.
2.2.4.3.2 Hubungan Antar Butir
Pada batuan beku non fragmental tingkat granularitas dapat dibagi menjadi
beberapa macam yaitu:
a) Granular atau Equigranular
Disebut equigranularitas apabila memiliki ukuran mineral yang seragam.
Tekstur ini dibagi menjadi 2:
1. Panidiomorfik Granular, apabila sebagian besar mineral didalam batuan
beku tersebut berukuran butir relatif seragam dan berbentuk euhedral
2. Hipidiomorfik Granular, apabila sebagian besar mineral didalam batuan
beku tersebut berukuran butir relatif seragam dan berbentuk subhedral.
3. Allotriomorfik Granular, apabila sebagian besar mineral didalam batuan
beku tersebut berukuran butir relatif seragam dan berbentuk anhedral.
b) Inequigranular
Apabila ukuran kristal tidak seragam. Tekstur ini dapat dibagi lagi menjadi :
a) Faneroporfiritik, bila kristal mineral yang besar (Fenokris) dikelilingi
kristal mineral yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat dikenali dengan
mata telanjang. Contoh : Diorot Porfir.
b) Porfiroafanitik, bila Fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik.
Contoh : Andesit Porfir.
Didalam beku bertekstur holokristalin inequigranular dan hipokristalin
terdapat kristal berukuran butir besar, disebut fenokris, dikelilingi oleh kristal
mineral yang lebih kecil (massa dasar/groundmass). Kenmapakan demikian disebut
tekstur porfir atau prfiri atau firik. Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila
didalam batuan beku itu terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam didalam
massa dasar kristal yang lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukan
11
bagi batuan beku yang mempunyai fenokris tertanam didalam massa dasar gelas.
Tekstur vitrofirik adalah tekstur dimana mineral penyusunya secara dominan adalah
gelas, sedangkan kristalnya hanya sedikit (<10%).
c) Gelasan (glassy)
Batuan beku dikatakan memilimki tekstur gelasan apabila semuanya tersusun
atas gelas.
2.2.4.4. Tekstur Khusus
Tekstur khusus adalah teksturyang enunjukan pertumbuhan bersama mineral-
mineral yang berbeda. Tekstur ini sangat sulit diamati secara megaskopis. Tekstur khusus
terdiri dari :
- Tekstur diabasik, tekstur yang menunjukan pertumbuhan bersama antara
plagioklas dan piroksen, piroksen tidak terlihat dengan jelas,piroklas radier
terhadap piroksen.
- Tekstur trakhitik, tekstur yang menunjukan ruang antara mineral-mineral
plagioklas diisi oleh mineral piroksen, olivine atau bijih besi.
2.2.5. Komposisi Mineral
Berdasarkan mineral penyusunnya batuan beku dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
1. Kelompok Granit – Riolit
Berasal dari magma yang bersifat asam,terutama tersusun oleh mineral-
mineral kuarsa ortoklas, plaglioklas Na, kadang terdapat
hornblende,biotit,muskovit dalam jumlah yang kecil.
2. Kelompok Diorit – Andesit
Berasal dari magma yang bersifat intermediet,terutama tersusun atas
mineral-mineral plaglioklas, Hornblende, piroksen dan kuarsa biotit,orthoklas
dalam jumlah kecil
3. Kelompok Gabro – Basalt
Tersusun dari magma yang bersifat basa dan terdiri dari mineral-mineral
olivine,plaglioklas Ca, piroksen dan hornblende.
4. Kelompok Ultra Basa
12
Tersusun oleh olivin dan piroksen.mineral lain yang mungkin adalah
plagliokals Ca dalam jumlah kecil.
2.2.6. Identifikasi Mineral
Menurut W.T. Huang (1962), komposisi mineral pembentuk batuan dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kelompok mineral, yaitu :
1. Mineral Utama (Essensial Minerals)
Mineral - mineral ini terbentuk langsung dari kristalisasi magma dan kehadirannya
sangat menentukan dalam penamaan batuan. Berdasarkan warna, dikelompokkan menjadi 2
(dua), yaitu
a. Mineral Felsik (mineral yang berwarna terang)
Contohnya :
1. Kelompok Plagioklas (Anortit, Bitownit, Labradorit, Andesin, Oligoklas, Albit).
2. Kelompoik Alkali Feldspar (Ortoklas, Mikroklin, Anortoklas, Sanidin).
3. Kelompok Feldspatoid (Leusit, Nefelin, Sodalit).
Feldspar dibagi menjadi alkali feldspar dan plagioklas
b. Mineral Mafik (mineral yang berwarna gelap)
Contohnya :
1. Olivin (Forsterite dan Fayalite)
2. Piroksen,
Dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Orto Piroksen dan Klino Piroksen. Yang termasuk ke
dalam Orto Piroksen antara lain: Enstatite, Hypersten. Yang termasuk ke da lam
Klino Piroksen antara lain: Diopsit, Augit, Pigeonit, Aigirin, Spodemen, Jadeit.
3. Amfibol (Hornblende, Lamprobolit, Riebeckit, Glukofan).
4. Biotit.
2. Mineral Tambahan (Accessory Minerals)
Adalah mineral - mineral yang terbentuk oleh kristalisasi magma, terdapat dalam jumlah
yang sedikit (kurang dari 5 %). Kehadirannya tidak menentukan nama batuan. Contoh dari
mineral tambahan ini antara lain: Zirkon, Rutil, Magnesit, Apatit, Hematit, Garnet, Kromit,
Pyrit, Sphen dan Zeolit.
3. Mineral Sekunder (Secondary Minerals)
13
Merupakan mineral - mineral ubahan dari mineral utama, dapat dari hasil pelapukan,
reaksi hidrothermal maupun hasil metamorfisme terhadap mineral utama. Contoh dari
mineral sekunder antara lain :
- Serpentin - Kalsit - Serisit - Kalkopirit
- Kaolin - Klorit - Pirit
4. Gelas atau Kaca
Adalah mineral primer yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai
hasil pembekuan magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau
batuan gunung api, sehingga sering disebut kaca gunung api (volcanic glass).
Dalam praktikum petrologi, pengamatan dan deskripsi mineral dilakukan hanya
menggunakan mata telanjang atau dengan bantuan loupe (kaca pembesar) terhadap contoh
setangan (hand speciement), oleh karena itu deskripsi yang dihasilkan terbatas pada
pengamatan megaskopis dan tidak semua kelompok mineral tersebut diatas dapat dideskripsi
secara megaskopis. Contoh: akan sulit sekali untuk membedakan mineral antara anortit dengan
bitownit secara megaskopis.
Pengamatan dan daya ingat yang kuat dalam mengidintifkasi sifat khas dari mineral mutlak
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang optimum. Tabel 2.3 berikut disajikan beberapa
contoh ciri-ciri mineral berdasrkan sifat fisik mineral yang dapat dikenali secara megaskopis.
14
Tabel 2.3 Pengenalan mineral dan sifatnya
Nama
Mineral W a r n a
Bentuk dan Perawakan
mineral
Belahan Keterangan/Sifat
Khusus
Olivin Hijau Tidak teratur, membutir,
massif
Tak sempurna Kilap kaca
Piroksen
Hijau tua
Prismatik pendek 2 arah saling
tegak lurus
Kilap kaca,
permukaan halus
Amfibol
(Hornblende)
Hitam, coklat
Prismatik panjang,
menyerat, membutir
2 arah,
membentuk sudut
Kilap arang
Biotit
Hitam, coklat Tabular, berlembar
(memika)
2 arah
Kilap kaca
Alkali
feldspar
Merah jambu,
Putih
Prismatik/tabular panjang,
masif, membutir
2 arah
Kilap kaca/ lemak
Plagioklas
Putih susu,
abu – abu
Prismatik/tabular panjang,
masif, membutir
3 arah
Kilap kaca/ lemak
Muskovit
Putih,
transparan
Tabular, berlembar
(memika)
1 arah
Kilap kaca/ mutiara,
sering terdapat dalam
granit pegmatite
Kuarsa
Tidak berwarna,
putih abu
Tidak teratur, masif,
membutir
Tidak ada Kilap kaca/ lemak
Kalsit Tidak berwarna,
putih
Rhombohedral, masif,
membutir
Sempurna Membuih bila ditetesi
HCl, kilap kaca
Klorit Hijau Berlembar (memika) Sempurna Umum pada batuan
metamorf
Serisit Tidak berwarna,
putih
Tabular, berlembar Sempurna Kilap kaca
Asbes Putih Masa fibre asbestos,
menyerat
- Terutama tersusun atas
antopilit
Garnet Coklat merah Poligonal, membutir Tidak ada Kilap kaca/ mutiara
Halite Tak berwarna,
putih, merah
Kubus, masif, membutir Sempurna
Sebagai garam evaporit
Gypsum Tak berwarna,
putih
Memapan, membutir,
menyerat
Sempurna
Lembar-lembar tipis
terjadi dari evaporit
Anhidrit
Putih, abu - abu,
biru pucat
Masif, membutir Sempurna Karena evaporit
(umumnya)
15
Tahapan sifat - sifat fisik yang perlu diketahui adalah:
1. Warna.
Bila suatu mineral dikenai sinar/cahaya, maka cahaya yang jatuh dipermukaan mineral
sebagian diserap (diabsorbsi) dan sebagian dipantulkan (refleksi).
Mineral yang berwarna gelap adalah mineral yang secara merata dapat menyerap seluruh
panjang gelombang pembentuk cahaya putih tadi. Jadi cahaya dipantulkan ini akan timbul
sebagai warna dari mineral.
Faktor - faktor yang mempengaruhi warna :
a. Komposisi kimia
contoh : Chlorite : hijau
Albite : putih
b. Struktur kristal dan ikatan atom
Contoh : Intan : tidak berwarna : isometrik
Grafit : hitam : heksagonal
c. Pengotoran dari mineral
Contoh : Silika : tidak berwarna
Jasper : merah
Mineral - mineral yang mempunyai warna tetap dan tertentu disebut idiochromatic yang
merupakan warna asli dari mineral. Tetapi di alam jarang dijumpai monomineral. Namun sering
dijumpai mineral - mineral yang tercampur satu dengan lainnya, sehingga memberikan warna
campuran atau warna pengotoran.
2. Kilap
Kilap ditimbulkan oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan mineral.
Macam - macam kilap :
a. Kilap metalik/logam
Contoh : pyrite, tembaga
b. Kilap non metalik/non logam (kaca, intan, sutera, damar, mutiara, lemak, tanah)
Contoh : kuarsa, talk
3. Bentuk Kristal/Perawakan Kristal
Apabila dalam pertumbuhan tidak mengalami gangguan apapun, maka mineral akan
mempunyai bentuk kristal yang sempurna. Tetapi bentuk yang sempurna ini jarang sekali kita
dapatkan karena gangguan tersebut di alam selalu ada. Mineral di alam yang dijumpai sering
16
pula bentuknya tidak berkembang sebagaimana mestinya, sehingga sulit untuk
mengelompokkannya ke dalam sistem kristal. Sebagai gantinya dipakai istilah perawakan kristal.
Perawakan kristal dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan besar menurut Richard M. Pearl
(1975), yaitu :
a. Elongated Habits (meniang/berserabut)
b. Flattened Habits (lembaran tipis)
c. Rounded Habits (membutir
Untuk lebih jelasnya mengenai ketiga golongan perawakan kristal tersebut,dapat dilihat
pada Gambar 2.2
1. Elongated Habits
1. Columnar 2. Columnar 3. Fibrous
Meniang Meniang Menyerat
Tourmaline Tourmaline Asbestos
4. Acicular 5. Raticulated 6. Filliform
Menjarum Menjaring Membenang
Natrolite Rutile Nat Silver
7. Capillery 8. Stout 9. Stellated
Merambut Mondok Membintang
Bysolite Zircon Pyrophyllite
17
10. Radiated
Menjari
Marcasite
2. Flattened Habits
1. Bleded 2. Tabular 3. Blocky
Membilah Memapan Membata
Kyanite Barite Microcline
4. Foliated 5. Lamellar 6. Bladed
Mendaun Melapis Membilah
Mica Mika Stilbite
7. Divergent 8. Plumose 9. Plumose
Memencar Membulu Membulu
Gypsum Mika Mika
18
3. Rounded Habit
1. Mammilary 2. Colloform 3. Colloform Radial
Mendada Membulat Membulat jari
Malachite Glauconite Pyromorphyte
4. Granular 5. Pisolitic 6. Pisolitic
Membutir Memisolite Memisolite
Olivine Opal Opal
7. Stalactitic 8. Reniform
Stalaktit Mengginjal
Gambar 2.2 Perawakan kristal Elongated, Flattened, Rounded (Richard,1975)
4. Belahan
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang dipaksakan melampaui batas elastisitas
dan plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral akan pecah. Apabila mineral pecah dengan
teratur mengikuti permukaan yang sesuai dengan struktur kristalnya disebut belahan (cleavage).
1. Mineral dengan arah satu belahan
Contoh : Muskovit, Biotit, Talk, dll.
19
2. Mineral dengan dua arah belahan
Contoh : Hornblende, Piroksen, Ortoklas, dll.
3. Mineral dengan tiga arah balahan
Contoh : Dolomite, Magnesit, dll.
4. Mineral dengan empat arah belahan
Contoh : Marialite, Melonite, Flourite, dll.
5. Kekerasan Relatif
Penentuan kekerasan relatif mineral ditentukan dengan jalan menggoreskan mineral pada
permukaannnya yang rata dengan mineral standar dari Mohs (Tabel 2.4) yang telah diketahui
kekerasannya. Tetapi dalam praktikum petrologi ini karena mineral - mineralnya sudah
merupakan agregat/kumpulan dari mineral dan membentuk batuan maka untuk mengetes
kekerasannya sukar dilakukan, untuk itu dalam menentukan kekerasan dari mineral bisa melihat
tabel kekerasan dari mineral. Kesukaran untuk menentukan kekerasan dari mineral juga akibat
ukuran mineral umumnya kecil.
Sebagai contoh penentuan kekerasan relatif: apabila mineral yang dicari kekerasannya
tidak tergores oleh Flourite (H = 4), tetapi tergores oleh Apatit ( H = 5), maka mineral tersebut
mempunyai kekerasan antara ( H = 4 - 5). Dapat pula penentuan kekerasan relatif dari mineral,
digores dengan mempergunakan alat - alat sederhana, yang diketaui standar kekerasannya.
Sebagai contoh :
1. Kuku jari manusia mempunyai kekerasan ( H= 2,5)
2. Kawat tembaga mempunyai kekerasan ( (H = 3)
3. Pecahan kaca memepunyai kekerasan (H = 5,5)
4. Pisau baja mempunyai kekerasan ( (H = 5,5)
20
Tabel 2.4 Skala Kekerasan Mineral menurut MOHS
Skala
Kekerasan
Mineral
1 Talk : H2 Mg3 (Si03)4
2 Gypsum : CaS04.2H20
3 Kalsit : CaC03
4 Flourite : Ca F2
5 Apatite : Ca F2Ca3 (P04)2
6 Orthoklas : K Al Si308
7 Kuarsa : Si02
8 Topaz : Al2Si04 (F OH)2
9 Korundum : Al2 03
10 Intan : C
6. Cerat (Streak)
Bila dijumpai mineral dalam bentuk tepung halus akan merupakan warna khas untuk
setiap mineral, di mana warna meneral dalam keadaan tepung ini disebut cerat (streak). Cerat
dapat diperoleh dengan menggoreskaan mineral pada plate porselen, kecuali yang kekerasannya
(H di atas 6), cerat dapat diperoleh dengan jalan mengikir/ menghancurkan mineral hingga
berupa bubuk. Akan tetapi dalam praktikum petrologi ini untuk mendapatkan cerat sulit
dilakukan karena ukuran mineral dalam sampel batuan sangat kecil.
Beberapa contoh cerat dari mineral :
1. Kuarsa cerat putih/tidak berwarna
2. Gypsum cerat putih/tidak berwarna
3. Kalsit cerat tidak berwarna
4. Copper (Cu) cerat merah tembaga.
2.2.7.Pembagian dan Penamaan Batuan Beku
21
Penggolongan batuan beku dapat didasarkan pada tiga patokan utama yaitu berdasarkan
genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkadung, dan berdasarkan susunan
mineraloginya.
2.2.7.1 Berdasarkan Genetik
Batuan beku terdiri atas kristal-kristal mineral dan kadang-kadang mengandung
gelas, berdasarkan tempat kejadiannya (genesa) batuan beku terbagi menjadi 3
kelompok yaitu:
a. Batuan beku dalam (pluktonik), terbentuk jauh d i bawah permukaan bumi.
Proses pendinginan sangat lambat sehingga batuan seluruhnya terdiri atas
kristal-kristal (struktur holohyalin).
contoh :Granit, Granodiorit, dan Gabro.
b. Batuan beku korok (hypabisal), terbentuk pada celah-celah atau pipa gunung
api. Proses pendinginannya berlangsung relatif cepat sehingga batuannya terdiri
atas kristal-kristal yang tidak sempurna dan bercampur dengan massa dasar
sehingga membentuk struktur porfiritik. Contoh batuan ini dalah Granit porfir
dan Diorit porfir.
c. Batuan beku luar (efusif) terbentuk di dekat permukaan bumi. Proses
pendinginan sangat cepat sehingga tidak sempat membentuk kristal. Struktur
batuan ini dinamakan amorf. Contohnya Obsidian, Riolit dan Batu apung.
2.2.7.2 Berdasarkan Senyawa Kimia
Berdasarkan komposisi kimianya batuan beku dapat dibedakan menjadi:
a. Batuan beku ultra basa memiliki kandungan silika kurang dari 45%.
Contohnya Dunit dan Peridotit.
b. Batuan beku basa memiliki kandungan silika antara 45% - 52 %. Contohnya
Gabro, Basalt.
c. Batuan beku intermediet memiliki kandungan silika antara 52%-66 %.
Contohnya Andesit dan Syenit.
d. Batuan beku asam memiliki kandungan silika lebih dari 66%. Contohnya
Granit, Riolit.
Dari segi warna, batuan yang komposisinya semakin basa akan lebih gelap
dibanding yang komposisinya asam.
22
2.2.7.3. Berdasarkan Susunan Mineralogi
Klasifikasi yang didasarkan atas mineralogi dan tekstur akan dapat
mencrminkan sejarah pembentukan battuan dari pada atas dasar kimia. Tekstur
batuan beku menggambarkan keadaan yang mempengaruhi pembentukan batuan
itu sendiri. Seperti tekstur granular member arti akan keadaan yang serba sama,
sedangkan tekstur porfiritik memberikan arti bahwa terjadi dua generasi
pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik menggambarkan pembekuan yang
cepat.
Dalam klasifikasi batuan beku yang dibuat oleh Russel B. Travis, tekstur
batuan beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi :
a. Batuan dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang menyusun batuan
tersebut dapat dilihat tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan gang
Bertekstur porfiritik dengan massa dasar faneritik.
c. Batuan gang
Bertekstur porfiritik dengan massa dasar afanitik.
d. Batuan lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau
tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Menurut Heinrich (1956) batuan beku dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa keluarga atau kelompok yaitu:
1. keluarga granit – riolit: bersifat felsik, mineral utama kuarsa, alkali felsparnya
melebihi plagioklas
2. keluarga granodiorit – qz latit: felsik, mineral utama kuarsa, Na Plagioklas
dalam komposisi yang berimbang atau lebih banyak dari K Felspar
3. keluarga syenit – trakhit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid tidak
dominant tapi hadir, K-Felspar dominant dan melebihi Na-Plagioklas, kadang
plagioklas juga tidak hadir
4. keluarga monzonit – latit: felsik hingga intermediet, kuarsa atau foid hadir
dalam jumlah kecil, Na-Plagioklas seimbang atau melebihi K-Felspar
23
5. keluarga syenit – fonolit foid: felsik, mineral utama felspatoid, K-Felspar
melebihi plagioklas
6. keluarga tonalit – dasit: felsik hingga intermediet, mineral utama kuarsa dan
plagioklas (asam) sedikit/tidak ada K-Felspar
7. keluarga diorite – andesit: intermediet, sedikit kuarsa, sedikit K-Felspar,
plagioklas melimpah
8. keluarga gabbro – basalt: intermediet-mafik, mineral utama plagioklas (Ca),
sedikit Quartz dan K-felspar
9. keluarga gabbro – basalt foid: intermediet hingga mafik, mineral utama
felspatoid (nefelin, leusit, dkk), plagioklas (Ca) bisa melimpah ataupun tidak
hadir
10. keluarga peridotit: ultramafik, dominan mineral mafik (ol,px,hbl), plagioklas
(Ca) sangat sedikit atau absen.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan beku tersebut secara megaskopik
sudah harus dikuasai oleh para praktikan, seperti diberikan pada kuliah dan praktikum
kristalografi-mineralogi serta dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk
batuan, praktikum petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk
batuan tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang
terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas and
magmatic rocks, Longman, Inc., London, 266 p).
2.2.7.4. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Beku
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku dapat dibagi menjadi batuan beku
intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan
beku intrusi dalam dan batuan beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral
pembentuknya maka batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku
ultramafik, batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik ini
sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam, sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit, piroksenit, anortosit, peridotit dan
norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan
anortosit oleh plagioklas basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara
24
dominan terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya
bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro, terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa.
Sebagai batuan beku luar kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut
diorit, tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku luarnya
dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan transisi yang disebut andesit
basal (basaltic andesit). Batuan beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau
granodiorit, sedangkan batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip
dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar, sementara palgioklasnya
secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan
palgioklasnya semakin asam maka sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang
batuan beku luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang mungkin
hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku dalam sangat asam,
dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah
tersusun oleh alkali felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut
obsidian, dan apabila berstruktur perlapisan disebut perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan
atau komposisi mineral yang sangat menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler
dan andesit piroksen. Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan
apabila persentase kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral
pembentuk batuan (Tabel 3.4) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 3.5) dapat membantu
memberikan nama terhadap batuan beku.
25
Gambar 2.3 Diagram persentase untuk perkiraan komposisi berdasarkan volume.
Tabel 2.5 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn & Sill, 1986).
26
2.3 BATUAN PIROKLASTIK (PYROCLASTIC ROCKS)
Batuan piroklastik adalah suatu batuan yang berasal dari letusan gunungapi, sehingga
merupakan hasil pembatuan daripada bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan
dari dalam bumi ke permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastik, yang berasal
dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir selalu membara,
berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen, pecahan atau klastika.
2.3.1. Genesa
Secara genetik batuan beku fragmental dapat dibagi menjadi empat tipe utama, yaitu:
a. Endapan Jatuhan Piroklastik (Piroclastic Fall Deposits)
Endapan piroklastik ini dihasilkan dari erupsi eksploasif yang melemparkan material –
material vulkanik ke atmosfir dan jatuh di sekitar erupsi. Bahan piroklastik setelah dilempar
dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui medium udara. Ciri yang nampak dari
endapan ini adalah berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatan struktur butiran
bersusun, dengan beberapa struktur yang pada strata sedimen, antara lain kenempakan gradasi
normal pada pumis maupun lithik fragments. Contoh endapan ini adalah : Agglomerate,
breksi, piroklastik, tuff dan lapili.
Jika bahan – bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat maupun
di bawah permukaan laut kemudian diendapakan pada kondisi air yang tenang dan tidak
mengalami reworking serta tidak tercampur dengan bahan yang bukan piroklastik, maka jenis
ini tidak didapatkan struktur – struktur sedimen internal dan komposisi seluruhnya dalam
bahan piroklastik. Bila dilihat paleo environtment, maka jenis ini termasuk batuan sedimen
dengan provenance piroklastik.
b. Endapan Aliran Piroklastik (Proclastic Flow Deposits)
Material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggokan disuatu tempat. Endapa n ini
dihasilkan dari hasil gerakan material piroklastik kearah lateral berupa aliran gas atau material
setengah padat berkonsentrasi tinggi diatas permukaan tanah. Proses pengendapan
sepenuhnya dikontrol oleh topografi. Lembah dan depresi disekitar pusat erupsi akan terisi
oleh endapan tersebut. Ciri yang dijumpai antara lain sortasi yang jelek dan jika ada
27
perlapisan maka pada lithic fragments di jumpai gradasi normal sedangkan pada pumis
dijumpai gradasi yang berlawanan (reverse granding). Hal ini disebabkan densitas yang lebih
rendah daripada mediannya (aliran gas atau padatan). Endapan ini meliputi : glowing
avalanche, lava collapse, hot ash avalanche. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu
tinggi antara 500o – 600o C.
c. Piroclastic Surge Deposits
Piroclastic Surge Deposits adalah awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang
mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen diatas
permukaan. Endapan ini cenderung menyebar dan menyelimuti area disekitar pusat erupsi
namun umumnya lebih terkonsentrasi di lembah – lembah dan daerah depresi. Struktur yang
mencirikan endapan ini antara lain : perlapisan silang siur, dune, antiidune, laminasi planar,
baji dan bergelombang.
d. Lahar
Pada suhu di atas 100o C material piroklastik cenderung tertransport oleh media berfase gas.
Jika media pembawa berupa air bersuhu rendah maka terbentuk semacam aliran lumpur yang
disebut lahar. Istilah lahar ini berasal dari bahasa Indonesia yang kini digunakan secara
internasional.
Sebagaimana halnya piroklastik, aliran lahar ini lebih terkonsentrasi dilembah, alur dan
tempat lain yang bertopografi rendah. Panjang aliran lhar dapat mencapai 10 – 20 km, bahkan
dibeberapa tempat diketahui alirannya mencapai lebih dari 300 km dari sumbernya. Ciri – ciri
umum endapan lahar : tidak ada pemalihan, graded dan reverse bedding, tidak ada perlapisan,
sering di jumpai adanya fragmen kayu, lebih padat atau kompak dari endapan piroklastik
aliran.
Cara terjadinya lahar :
1) terbentuk langsung dari erupsi melalui danau kepundan atau disebut lahar panas
2) berasal dai endapan piroklaaastik aliran panas yang kemudian bercampur dengan salju
atau air menuju lereng gunung api.
2.3.2. Struktur Batuan Piroklastik
28
Struktur batuan piroklastik pada prisipnya same dengan struktur batuan sedimen klastik,
juga dapat dibagi pula seperti struktur pada batuan beku, contoh: vesikuler, scoria, dan
amigdaloidal.
2.3.3. Litologi
Aspek litologi dapat dipakai untuk batuan piroklastik. Dasar klasifikasi yang sering dipakai
antara lain:
a. Ukuran Butir
Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas (endapan) dan setelah
menjadi batuan piroklastik, penamaannya seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.6 Klasifikasi batuan piroklastik.
Ukuran butir Nama butiran (klastika) Nama batuan
> 64 mm Bom gunungapi
Blok/bongkah gunungapi
Aglomerat
Breksi piroklastik
2 – 64 mm Lapili Batulapili
1 – 2 mm Abu gunungapi kasar (pasir kasar) Tuf kasar
< 1 mm Abu gunungapi halus Tuf halus
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi yang mempunyai struktur-struktur
pendinginan yang terjadi pada saat magma dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau
air dan di permukaan bumi. Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti
(bread crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat, tetapi hal ini
sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan. Semakin encer magma yang
dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek puntiran pada saat dilontarkan, sehingga
bentuknya dapat bervariasi. Selain itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material
magmatik panas tersebut serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga
terbentuk struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom gunungapi
berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan disebut batu apung
29
(pumice). Batu apung ini umumnya berwarna putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang
merah daging dan bahkan coklat sampai hitam. Batu apung umumnya dihasilkan oleh letusan
besar atau kuat suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta
relatif kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak terdapat
serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah disebut skoria (scoria). Bom
gunungapi jenis ini warnanya merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batu
apung dan dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer. Bom
gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan, kilap kaca, permukaan
halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian. Blok atau bongkah
gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya meruncing, permukaan halus
gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan
demikian blok dapat merupakan pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh
di permukaan tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara
langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile). Blok juga
dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang telah terbentuk lebih dulu,
sering disebut bahan aksesori), atau fragmen non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan
(bahan aksidental).
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf
litik, apabila komponen yang dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen
batuan. Tuf juga dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai
klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batu apung atau skoria dapat
juga disebut tuf batu apung atau tuf skoria. Demikian pula untuk aglomerat batu apung,
aglomerat skoria, breksi batu apung, breksi skoria, batulapili batu apung dan batu lapili skoria.
b. Komposisi Fragmen piroklastik
Komponen – komponen dalam endapan piroklastik lebih mudah dikenali dari pada endapan
muda, tak terlithifikasi atau sedikit terlithifikasi. Pada material piroklastik berukuran halus dan
telah terlithifikasi, identifikasi komposisi sulit dilakukan.
c. Tingkat dan Tipe Welding
Jika material piroklastik khususnya berbutir halus, terdeposisiskan saat masih panas, maka
butiran – butiran itu seakan – akan tereleaskan atau terpateri satu sama lain. Peristiwa ini disebut
welding.
30
Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastik adalah batuan beku luar yang
bertekstur klastika. Hanya saja pada proses pengendapa, batuan piroklastik ini mengikuti
hukum – hokum didalam proses pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin
atau air dan membentuk struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara
keseluruhan batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan, tidak
selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan langsung dari suatu
letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastik), atau sudah mengalami pengerjaan
kembali (reworking) sehingga secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastik
atau endapan epiklastika.
2.3.4 Istilah – Istilah
1. Ash Flow (Tuff) – Fragmental Flow
a. breksi aliran piroklastik adalah bahan piroklastik yang tersusun atas fragmen runcing –
runcing hasil endapan piroklastik (Fisher, 1960)
b. Ignimbrit adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas (Mac Donald, 1972)
c. Welded tuf adalah endapan aliran abu panas yang terlepaskan akibat deposisi pada saat
masih panas.
2. Ash Fall : yaitu primary piroklastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari
tempat semula diendapkan oleh proses jatuhan selama belum mengalami pembatuan atau
lithifikasi (Fisher, 1960).
a. Agglomerate ; diartikan sebagai batuan yang terbentuk dari hasil konsolidasi material
yang mengandung bom (tuff agglomerate merupakan batuan yag kandungan bom
sebanding atau lebih banyak dari abu vulkanik)(Widiasmoro, 1970)
b. Aglutinete ; merupakan hasil akumulasi fragmen – fragmen pipih yang terelaskan,
berasal dari erupsi basaltik yang sangat encer (Tyrell, 1931)
c. Breksi piroklastik ; batuan yang mengandung blok lebih dari 50% (Mac Donald, 1972
dan Fisher, 1958)
d. Tuff pyroclastic brecia ; batuan yang mengandung ssebanding dengan abu vulkanik atau
bisa juga lebih dominan abu vulkanik (Norton, 1917 dan Mac Donald, 1972)
e. Lapili stone : batuan yang penyusun utamanya berukuranlapili yaitu 2 – 64 mm (Fisher,
1961)
f. Lapili tuff ; batuan yang kandungan lapili da abu vulkanik sebanding atau lebih dominan
abu vulkanik (Fisher, 1961 dan Mac Donald, 1972)
g. Tuff ; batuan yang tersusun dari abu vulkanik
31
3. Nama batuan yang tidak berkaitan dengan genesanya, misalnya breksi vulkanik adalah
batuan yang terdiri dari penyusun utama fragmen vulkanik yang runcing – runcing, dengan
matriks berukuran 2 mm dengan bermacam – macam komposisi dan tekstur (biasa berupa
endapan piroklastik, autoklastik dan lain - lain),(Fisher, 1958).
4. Breksi vulkanik autoklastik terbentuk sebagai akibat letusan gas yang terkandung di lava
atau akibat pergerakan lava yang sebelum mengalami pembatuan.
a. Breksi aliran terbentuk pada bagian tepi lava aliran akibat pemadatan pada tepi kerak
dan gerakan mengalir setelah pendinginan (Fisher, 1960, Wrigth dan Brown, 1963, Mac
Donald, 1972)
b. Breksi letusa akibat letusan gas, yang terkandung di lava seehingga terjadi fragmentasi
pada kerak bagian luar lava yang mulai membeku
5. Breksi vulkanik aloklastik adalah breksi yang terbentuk dari hasil fragmentasi, batuan yang
telah ada sebelum mengalami pekerjaan proses vulkanisme:
a. breksi intrusi : yaitu breksi yang mengandung fragmen batuan yang diterobos magama
dalam matriks batuan beku (Harker, 1908 dan Bowes, 1960)
b. Explosion brecia : merupakan breksi hancuran batuan karena adanya ledakan vulkanik
yang terjadi di bawah permukaan (Wrigth dan Bowes, 1960)
c. Tuffsite brecia : merupakan breksi yang tersusun atas fragmen batuan yang intrusi
magma dengan tuff sebagai matriks yang mengandung bekas aliran gas di dalamnya
(Wrigth dan bowes, 1960)
6. Breksi vulkanik epiklastik
a. breksi laharik merupakan breksi yang dihasilkan dari aliran lumpur pekat berupa
pencampuran antara butiran vulkanik berukuran bergam dengan batuan non vulkanik
(Fisher, 1960)
b. batu pasir tuffan atau konglomerat tuffan merupakan batuan sedimen epiklastik yang
terngkut juga di dalamnya kompone piroklastik misalnya pumis atau shard.
c. batu pasir atau konglomerat vulkanikmerupakan batuan epiklastik yang tersusun dari
fragmen – fragmen yang berupa vulkanik yang telah mengalami erosi dan pengangkutan
yang kemudian diendapkan.
2.5 Identifikasi Batuan Beku
32
Untuk melakukan identifikasi batuan beku ada beberapa perbedaan antara identifikasio
yang dilakukan pada contoh setangan dengan identifikasi singkapan dilapangan. Pada umumnya
pengamatan singkapan dilapangan diikuti pengamatan contoh setangan.
Selain itu ada juga perbedaan antara identifikasi batuan beku dalam dengan batuan beku
luar. Pada batuan beku luar identifikasi dititik beratkan pada struktur dan hubungan antar
komponen pembentuk batuan (bahan – bahan piroklastik) sedangkan dengan identifikasi batuan
beku dalam lebih dititik beratkan pada hubungan unit – unit pembentuk batuan yaitu kristal –
kristal mineral.
2.5.1. Deskripsi Contoh Setangan
Hasil determinasi contoh setangan dapat dihubungkan dengandata pengamatan
singkapan untuk mendapatkan data yang lebih detail. Data-data tersebut akan saling
melengkapi seperti berikut :
4. Pengamatan kenampakan lapuk dan warna segar batuan, kekerasan mineral relatif baik
yang telah mengalami pelapukan ataupun belum. Mengidentifikasi mineral yang
mengalami pelapukan dari warna hasil lapukannya.
5. Untuk contoh yang menyimpan data yang penting dapat dilakukan analisa petrografi
dengan membuat sayatan yang tipis pada bagian yang segar.
6. Mengamati warna pelapukan segar dan apabila mungkin membuat estimasi mengenai
color indeks.
7. Pengamatan butiran pada batuan contoh setangan bilabatuannya afanitik, catat tekstur
lain dan dilakukan pengamatan apakah batuan tersebut felsik atau mafik.
8. Amati hubungan antara mineral dan batuan yang memiliki kristal kasar sampai
medium.
9. Amati dan catat hubungan fenokris dan massa dasar pada batuan yang bertekstur
porfiritik.
10. Amati dan catat derajat homogenitas, layering, laminasi, aliran, bending,lubang
gas, tekstur, dan inklusi.
11. Amati dan catat proporsi mineral – mineral yang berbeda dan deskripsi mineral
seperti warna, kilap, pecahan, belahan, kekerasan, ciri khas, dan lain – lain.
12. Gunakan hasil pengamatan untuk menentukan nama menggunakan klasifikasi
tertentu, pada praktikum ini menggunakan klasifikasi Huang (1962).
2.4.2. Petrogenesa Batuan Beku
33
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang menjelaskan seluruh aspek
terbentuknya batuan mulai dari asal-usul atau sumber, proses primer terbentuknya batuan
hingga perubahan-perubahan (proses sekunder) pada batuan tersebut. Untuk batuan beku,
sebagai sumbernya adalah magma. Proses primer menjelaskan rangkaian atau urutan
kejadian dari pembentukan berbagai jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai
macam batuan beku, termasuk lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk,
batuan itu kemudian terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan,
ubahan hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan, sehingga sifat fisik
maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula atau primernya.
Sejarah terbentuknya batuan beku sebagian besar berlangsung lama (dalam ukuran
waktu geologi), dan umumnya terjadi di bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat
diamati langsung, maka analisis atau penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian
mungkin dapat ditunjukkan berdasar hasil-hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun
hanya pada batas-batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada data
obyektif atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi warna, tekstur, struktur, komposisi
mineral dan kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian studi petrogenesa pada
prinsipnya untuk mencari jawaban atau penjelasan terhadap pertanyaan “Mengapa” (Why)
dan “Bagaimana” (How) terhadap data perian batuan. Misalnya, mengapa batuan beku luar
bertekstur gelasan dan berstruktur vesikuler, sedang batuan beku dalam bertekstur kristalin
dan berstruktur masif. Mengapa basal berwarna gelap sedang pegmatit berwarna cerah ?
Bagaimana kejadiannya olivin dapat muncul bersama kuarsa dan biotit di dalam satu
batuan ? Bagaimana terbentuknya andesit dari basal dan riolit ?
Berdasarkan pengetahuan teori dari kuliah mineralogi-kristalografi, kuliah petrologi
dan membaca buku literatur, diharapkan praktikan dapat menjelaskan petrogenesa batuan
peraga yang dijadikan bahan praktikum, berdasarkan data pemeriannya.
34
35
LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Laporan Resmi Praktikum Petrologi
Acara Batuan Beku
No. Urut : 01
Hari/Tanggal : Selasa, 30 – 03 – 2010
Jenis Batuan : Batuan Beku asam
No. Peraga : A 13
Deskripsi Batuan
Warna : putih cerah (felsik)
Struktur : Massif
Tekstur : Holokristalin, Fanerik sedang (1-5 mm), Eubhedral, Panidiomorfik Granular
Komposisi : Tersusun oleh Kalsit (15%), Plagioklas (20%), Kuarsa (20%), Alkali Feldspar
(35%), Hornblende (10%)
Deskripsi Komposisi :
a. Alkali feldspar : warna merah jambu, kilap kaca, prismatik pendek, penyebaran merata,
kelimpahan 35%
b. Kalsit : warna putih susu, kilap kaca, massif, penyebaran merata,ukuran 2-5 mm, kelimpahan
15%
c. Plagioklas : putih susu, massif, kilap lemak, penyebaran merata, kelimpahan 20%
d. Kuarsa : tidak berwarna, kilap kaca, bentuk anhedral, ukuran 0,5 – 1 mm, penyebaran
merata, kelimpahan 20%
e. Hornblende : hitam, kilap arang, bentuk prismatic panjang, anhedral, kelimpahan 10%
Nama Batuan : Granite (Huang, 1962)
Petrogenesa :
Berdasarkan warna batuan yaitu putih cerah (felsik), maka batuan ini berasal dari magma yang
bersifat asam. Berdasarkan tekstur batuan yaitu fanerik sedang, maka batuan ini termasuk jenis
batuan asam yang membeku dibawah permukaan bumi (plutonik).
36
LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Laporan Resmi Praktikum Petrologi
Acara Batuan Beku
No. Urut : 01
Hari/Tanggal : Selasa, 06 – 04 – 2010
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediet
No. Peraga : A 08
Deskripsi Batuan
Warna : Abu-abu (Intermediat)
Struktur : Massif
Tekstur : Holokristalin, Fanerik Sedang (1-5 mm), Euhedral, Panidiomorfik Granular
Komposisi : Tersusun oleh Biotit (37%), Plagioklas (35%), Kuarsa (10%), Muskovit (15%),
Alkali Feldspar (3%)
Deskripsi Komposisi :
a. Biotit : warna hitam, kilap kaca, tabular, massif,ukuran 2 – 4 mm, penyebaran merata,
kelimpahan 37%
b. Plagioklas : putih susu, massif, kilap lemak, ukuran 1-3 mm, penyebaran merata,
kelimpahan 35%
c. Kuarsa : tidak berwarna, kilap kaca, bentuk anhedral, ukuran 0,5 – 2 mm,kelimpahan 10%
d. Muskovit : Transparan, kilap kaca, bentuk massif, ukuran 1-5 mm, penyebaran merata,
kelimpahan 15%
e. Alkali Feldspar : Warna merah jambu, kilap lemak, massif, ukuran 2-5 mm, penyebaran
merata, kelimpahan 3%
Nama Batuan : DIORIT (Huang, 1962)
Petrogenesa :
Berdasarkan warna batuan yaitu abu-abu cerah, maka batuan ini berasal dari magma yang
bersifat intermediet. Berdasarkan tekstur batuan yaitu fanerik sedang, maka batuan ini termasuk
jenis batuan intermediet yang membeku dekat permukaan bumi.
37
LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Laporan Resmi Praktikum Petrologi
Acara Batuan Beku
No. Urut : 01
Hari/Tanggal : Selasa, 13 – 04 – 2010
Jenis Batuan : Batuan Beku Intermediet
No. Peraga : A 21
Deskripsi Batuan
Warna : Hitam
Struktur : Massif
Tekstur : Holokristalin, Fanerik halus (<1 mm), Subhedral, Hipidiomorfik Granular
Komposisi : Tersusun oleh olivin (5%), Plagioklas (55%), Kuarsa (5%), horblende (30%),
piroksin (5%)
Deskripsi Komposisi :
a. Olivin : warna hijau, kilap kaca, berlembar, anhedral, kelimpahan 5%
b. Plagioklas : putih susu, massif, ukuran butir 0,5-1 mm, kilap lemak, penyebaran merata,
kelimpahan 55%
c. Kuarsa : tidak berwarna, kilap kaca, bentuk anhedral, kelimpahan 5%
d. Horblende : hitam, kilap arang, bentuk prismatik panjang, penyebaran merata, kelimpahan
30%
e. Piroksin : warna hijau tua, kilap kaca, massif, penyebaran merata, kelimpahan 5%
Nama Batuan : DIORIT (Huang, 1962)
Petrogenesa :
Berdasarkan warna batuan yaitu abu-abu cerah, maka batuan ini berasal dari magma yang
bersifat intermediet. Berdasarkan tekstur batuan yaitu fanerik sedang, maka batuan ini termasuk
jenis batuan beku intermediet yang membeku dekat permukaan bumi.
38
LABORATORIUM PETROLOGI
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Laporan Resmi Praktikum Petrologi
Acara Batuan Beku
No. Urut : 01
Hari/Tanggal : Selasa, 13 – 04 – 2010
Jenis Batuan : Batuan Beku Ultra Basa
No. Peraga : A 17
Deskripsi Batuan
Warna : Hijau kehitaman (gelap)
Struktur : Massif
Tekstur : Holokristalin, Fanerik Sedang (1-5 mm), subhedral, Hipidiomorfik Granular
Komposisi : Tersusun oleh Plagioklas-Ca (10%), Olivin (80%), piroksen (10%)
Deskripsi Komposisi :
a. Olivin : warna hijau, kilap kaca, massif, penyebaran merata, kelimpahan 80%
b. Plagioklas-Ca : putih susu abu-abu, massif, kilap lemak, penyebaran merata, kelimpahan
10%
c. Piroksen : tidak berwarna, kilap kaca, prismatik pendek, kelimpahan 10%
Nama Batuan : PERIDOTIT (Huang, 1962)
Petrogenesa :
Berdasarkan warna batuan yaitu hijau kehitaman, maka batuan ini berasal dari magma yang
bersifat basa. Berdasarkan tekstur batuan yaitu fanerik sedang, maka batuan ini terbentuk diatas
permukaan bumi (vulkanik).