perspektif hukum islam tentang nikah wisata (analis...

92
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari‟ah Oleh : Nama : Khusni Tamrin NPM : 1321010007 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M

Upload: others

Post on 14-Sep-2019

18 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA

(Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari‟ah

Oleh :

Nama : Khusni Tamrin

NPM : 1321010007

Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN

LAMPUNG

1438 H/2017 M

Page 2: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA

(Analis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 tentang Nikah Wisata)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari‟ah

Oleh :

Nama : Khusni Tamrin

NPM : 1321010007

Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah

Pembimbing I : Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.

Pembimbing II : Drs. Susiadi, AS, M.Sos.I.

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN

LAMPUNG

1438 H/2017 M

Page 3: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

ABSTRAK PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA

(Analisis Terhadap Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor

02/MUNAS-VIII/MUI/2010 Tentang Nikah Wisata)

Oleh :

Khusni Tamrin

Diantara pernikahan yang ada adalah pernikahan yang

sah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah

merupakan pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat dari

pernikahan serta di catatkan di instansi yang bertugas

melakukan pencatatan pernikahan. Sedangkan pernikahan yang

tidak sah merupakan pernikahan yang tidak terpenuhinya salah

satu dari rukun dan syarat pernikahan, dan diantara pernikahan

yang tidak sah hukmunya yaitu nikah wisata. Nikah wisata

merupakan bentuk penikahan yang dilakukan dengan memenuhi

rukun dan syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut

diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara semata-mata

hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam

wisata/perjalanan. Nikah wisata masih diperdebatkan hukumnya

oleh para ulama, ada yang setuju dengan pernikahan tersebut

dan banyak yang tidak setuju. MUI telah memfatwakan ketidakbolehan nikah wisata, karena nikah wisata diibaratkan

hampir sama dengan nikah mut‟ah.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana

praktik nikah wisata dan bagaimana analisis hukum Islam

terhadap fatwa majelis ulama Indonesia tentang nikah wisata.

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana praktik pernikahan wisata yang ada

ditengah-tengah masayarakat Indonesia dan mengetahui

bagaimana analisis hukum Islam terhadap fatwa majelis ulama

Indonesia tentang nikah wisata.

Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian

kepustakaan (library research) yang sifat penelitiannya adalah

deskriptif analisis dengan menggunakan metode berfikir

deduktif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data

sekunder, sumber data sekunder berisi bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer dalam penelitian

Page 4: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

ini adalah fatwa majelis ulama Indonesia tentang nikah wisata,

sedangkan bahan hukum sekundernya adalah sekumpulan data

yang akan menunjang data primer.

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan

bahwa Praktik-praktik nikah wisata adalah praktik pernikahan

yang terdapat akad serah terimah (ijab dan qabul), akan tetapi

ijab qabul yang dilakukan pada pernikahan tersebut berbeda

dengan nikah yang dianjurkan dalam agama, jika dalam nikah

yang dianjurkan oleh agama proses ijab dan qabulnya antara

wali dari mempelai perempuan kepada mempelai laki-laki,

namun ijab dan qabul dalam nikah wisata hanya dilakukan oleh

calon mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki sehingga

lafadz nikahnya pun berbeda dan yang membedakan nikah

wisata dengan dengan pernikahan pada umumnya yaitu dalam

nikah wisata terdapat batasan usia pernikahan sesuai

kesepakatan antara kedua belah pihak di waktu akad. Fatwa

MUI tentang nikah wisata merupakan fatwa yang dikeluarkan

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa nikah

wisata adalah pernikahan yang hukumnya haram, fatwa tersebut

sesuai dengan kaidah hukum Islam yaitu maqâshid al-syariʻah

(tujuan hukum Islam) karena fatwa tentang nikah wisata

merupakan salah satu upaya agar tidak menghilangkan nasab

seorang anak.

Page 5: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan
Page 6: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan
Page 7: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

MOTTO

Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya

kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama

lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-

istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat

(ikatan pernikahan) dari kamu”.1

1 Departemen Agama RI Al-Hikmah, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

(Bandung: Diponegoro, Cetakan XX), h. 81.

Page 8: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT.

yang telah memberikan nikmat kesehatan sehingga penulis bisa

menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di S1. Karya skripsi ini

saya persembahkan untuk orang-orang tercinta dan terkasih

yang ada di kehidupan penulis, mereka adalah:

1. Ayahanda Hi. Mahful dan Ibunda Hj. Maskanah yang

telah mendidik dengan penuh kesabaran, memberikan

motivasi terbaik dengan nasihat-nasihatnya dan selalu

mendoakan dengan sangat tulus pada setiap saat serta

selalu mendukung langkah yang penulis jalani dalam

mewujudkan apa yang menjadi cita-cita penulis;

2. Saudara-saudariku tercinta Mba Nur Khasanah, Mba Siti

Fatimah, Mas Mukhtar Abidin, S.S.I, Mas Ali firdaus,

S.H.I, M.H, Mba Siti Aisyah, S.Pd, Mas Muhammad

Bashori, Amd.Kep, dan Adikku Yasir Arafat yang telah

memberikan motivasi dan semangat dalam belajar untuk

meraih cita-citaku. Semoga kita semua dapat

membanggakan kedua orang tua kita. Amin.

Page 9: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Khusni Tamrin lahir di Dusun

Pengaleman, Pekon Kresnomulyo kecamatan Ambarawa kab.

Pringsewu pada tanggal 9 Agustus 1994, merupakan anak ke

tujuh dari delapan bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak

Mahful dan Ibu Maskanah.

Pendikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis

adalah:

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 03 Kresnomulyo, lulus pada

tahun 2007

2. Madrasah Tsanawiyah di MTs Negeri Pringsewu, lulus pada

tahun 2010

3. Madrasah Aliyah di MA Negeri Pringsewu lulus, pada tahun

2013

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan studi di Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung Program

Strata 1 (S1) Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah.

Page 10: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang

telah memberikan kenikmatan Iman, Islam dan Ihsan serta

nikmat kesehatan jasmani dan rohani, sehingga skripsi dengan

judul “Perspektif Hukum Islam Tentang Nikah Wisata” dapat

diselesaikan.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Hukum di Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN

Raden Intan Lampung. Dalam penulisan skripsi ini tentu saja

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,

untuk itu melalui skripsi ini penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag, selaku Rektor

UIN Raden Intan Lampung;

2. Bapak Dr. Alamsyah, S.Ag, M.Ag, selaku dekan

Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Raden Intan

Lampung;

3. Bapak Marwin, S.H, M.H, selaku Ketua Jurusan Ahwal

Al-Syakhshiyah UIN Raden Intan Lampung dan Bapak

Gandhi Liyorba Indra, S.Ag, M.Ag, selaku Sekertaris

Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah UIN Raden Intan

Lampung;

4. Bapak Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A, selaku pembimbing

akademik dan pembimbing I yang mendidik penulis dan

memberikan bimbingan serta arahan bagi penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

5. Bapak Drs. Susiadi, AS, M.Sos.I selaku dosen

pembimbing II yang telah bersedia mengoreksi dan

memberikan masukan kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi;

6. Seluruh civitas akademika fakultas Syari‟ah dan Hukum

UIN Raden Intan Lampung yang telah mendidik,

membimbing dan membantu penulis selama mengikuti

perkuliahan;

7. Pimpinan dan karyawan baik Perpustakaan Fakutlas

Syari‟ah dan Hukum maupun Perpustakaan pusat UIN

Raden Intan Lampung.

Page 11: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

8. Kuucapkan terima kasih juga kepada Ahmad Nasrul

Ulum, Dika Juan Aldira, Denis Candra Dewangsa, Dodi

Sahrian, Dono Karyono, M. Nashirun, M. Yongki Septia

Jaya dan Mahfud Arifin yang telah memberi semangat,

menemani serta membantu penulis selama proses belajar

di bangku perkuliahan. Semoga kita semua menjadi

generasi penerus bangsa yang sukses dan semoga

hubungan kekeluargaan yang kita bangun tidak berhenti

di bangku perkuliahan saja.

9. Sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan

Hukum khususnya dari jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah

angkatan 2013.

10. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung

Sri Basuki Kecamatan Seputih Banyak Kabupaten

Lampung Tengah.

11. Sahabat-sahabat Wisma Putra Jabal Nur yang telah

menemani penulis dalam proses belajar baik siang

maupun malam.

12. Semuan pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

oleh penulis namun telah membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, dengan iringan terimakasih penulis

memanjatkan doa kekhadirat Allah SWT. semoga jerih payah

dan amal bapak-bapak dan ibu-ibu serta teman-teman sekalian

akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT

dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada

khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2017

Khusni Tamrin

NPM. 1321010007

Page 12: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................ i

ABSTRAK ................................................................................. ii

PERSETUJUAN ...................................................................... iv

PENGESAHAN ....................................................................... v

MOTTO .................................................................................... vi

PERSEMBAHAN .................................................................... vii

RIWAYAT HIDUP .................................................................. viii

KATA PENGANTAR ............................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul .............................................................. 1

B. Alasan Memilih Judul ..................................................... 2

C. Latar Belakang Masalah ................................................. 3

D. Rumusan Masalah ........................................................... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................... 6

F. Metode Penelitian ........................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pernikahan ................................................... 13

B. Hukum-hukum pernikahan ............................................ 15

C. Dasar Hukum pernikahan .............................................. 17

D. Rukun dan Syarat Pernikahan ........................................ 23

E. Hak dan Kewajiban Suami-Istri ..................................... 25

F. Macam-macam Pernikahan ............................................ 30

G. Tujuan Pernikahan ......................................................... 38

H. Hikmah Pernikahan ........................................................ 40

Page 13: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB III PENYAJIAN DATA

A. Pengertian Nikah Wisata ................................................ 43

B. Praktik-praktik Nikah Wisata ......................................... 45

C. Hukum Nikah Wisata .................................................... 51

D. Menurut Fatwa MUI ....................................................... 53

BAB IV ANALISIS

A. Praktik-praktik Nikah Wisata ......................................... 61

B. Hukum Nikah Wisata ..................................................... 64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................. 71

B. Saran ............................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Supaya memudahkan pemahaman tentang judul skripsi

ini serta agar tidak menimbulkan kekeliruan dan

kesalahpahaman di kemudian, maka penulis akan menguraikan

secara singkat tentang istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi

yang berjudul: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG

NIKAH WISATA (Analisis Terhadap Fatwa Majelis Ulama

Indonesia Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010 Tentang

Nikah Wisata) sebagai berikut:

1. Perspektif adalah 1. Cara melukiskan suatu benda pada

permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh

mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar dan tingginya); 2.

Sudut pandang; pandangan.2

2. Hukum Islam menurut ulama fiqh adalah seperangkat

peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT. dan sunnah Rasul

tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

diyakini masyarakat untuk semua hal bagi yang beragama

Islam. 3 Sedangkan menurut Ahmad Rofiq hukum Islam

adalah peraturan yang diturunkan Allah kepada manusia

untuk dipedomani dalam berhubungan dengan Tuhannya,

dengan sesamanya, dengan lingkungannya, dan dengan

kehidupannya.4

3. Nikah Wisata merupakan bentuk pernikahan yang

dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan,

namun pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati

untuk sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi

kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan.5

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), h. 1062. 3 T.M. Hasbi Ashiddiqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1995), h. 27. 4 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,

2003), h. 4. 5 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial

Dan Budaya, (Emir, 2015), h. 355.

Page 15: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Berdasarkan pengertian kata-kata penting diatas,

penulis dapat menyimpulkan bahwa kajian skripsi yang berjudul

“Perspektif Hukum Islam Tentang Nikah Wisata” adalah penulis

berupaya meneliti dan membahas pandagan hukum Islam dalam

menyikapi tentang adanya sebuah pernikahan yang terjadi di

masyarakat yang dikenal dengan istilah nikah wisata.

B. Alasan Memilih Judul

Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penulis untuk

memilih judul ini sebagai bahan untuk penelitian, yaitu:

1. Alasan Objektif

a. Nikah wisata merupakan nikah yang dilakukan oleh

orang yang sedang berwisata dengan penduduk

pribumi, pernikahan tersebut masih terdengar asing

dengan istilah nikah wisata sehingga cukup menarik

untuk dibahas dalam skripsi.

2. Penulis ingin mengetahui bagaimana pandangan hukum

Islam terhadap nikah wisata karena pernikahan wisata ini

semakin diminati dikalangan kaum muslim khususnya

bagi para pengusaha.

3. Alasan Subjektif

a. Nikah wisata selain menarik untuk dibahas, juga

terdapat sarana yang mendukung dalam penulisan

skripsi ini seperti literatur-literatur, referensi-

referensi yang terdapat di perpustakaan, serta adanya

informasi dan data-data yang dibutuhkan dalam

literatur.

b. Pembahasan mengenai persepektif hukum Islam

tentang nikah wisata belum ada di Fakultas Syari‟ah

dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.

c. Judul skripsi ini relevan dengan disiplin ilmu yang

penulis pelajari di Fakultas Syari‟ah dan Hukum

Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah (Hukum

Keluarga).

Page 16: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

C. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki

kecenderungan untuk hidup saling berpasangan antara laki-laki

dengan perempuan. Hidup berpasangan antara laki-laki dengan

perempuan bisa diperoleh dengan cara melaksanakan

pernikahan yang memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan.

Mempunyai pasangan atau pendamping hidup selain menjadi

teman untuk bercerita, ialah untuk bisa menyalurkan kebutuhan

biologis yang sah.

Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan pasal 1 disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6

Pasal tersebut menegaskan bahwa suatu pernikahan haruslah

memiliki tujuan yang mulia, tujuan tersebut adalah dengan cara

membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal.

Kekal dalam artian bahwa hubungan suami-istri yang dijalin itu

haruslah memiliki suatu konsep yang dapat mempertahankan

status suami-istri hingga akhir hayat (sampai maut

memisahkan). Nikah adalah suatu akad yang menghalalkan

hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan

saling menolong diantara keduanya serta menentukan batas hak

dan kewajiban diantara keduanya.7 Pernikahan terjadi setelah

terpenuhinya rukun dan syarat dalam pernikahan, salah satu

rukun pernikahan adalah melaksanakan ijab dan qabul atau

serah terima dari wali mempelai perempuan kepada mempelai

laki-laki. Dalam ijab dan qabul yang dilakukan oleh wali

mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki merupakan

suatu akad atau perjanjian bahwa laki-laki tersebut siap

bertangung jawab baik lahir maupun batin kepada mempelai

perempuan dan harus bisa mempertahankan keutuhan rumah

tangga dalam keadaan apapun.

6 Undang-Undang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974, (Surabaya:

Rona Publishing), h. 8. 7 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka

Setia, Cetakan VII, 2013), h. 13.

Page 17: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Allah SWT. berfirman dalam Al-Qur‟an surat Al-Nisa

ayat 21;

﴿ ٢١: النساء﴾ Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya

kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama

lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-

istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat

(ikatan pernikahan) dari kamu”.8

Surat Al-Nisa ayat 21 tersebut menyebutkan bahwa

pernikahan merupakan suatu perjanjian yang kuat atau mîtsâqan ghalîzhan, jadi sudah sepantasnya jika sudah melakukan

pernikahan hendaknya menjaga penikahan tersebut dengan

sebaik-baiknya agar tidak terjadinya sebuah perceraian. Islam

adalah agama rahmat bagi semesta alam, dalam Islam perceraian

adalah pintu terakhir apabila terjadi pertengkaran antara suami-

istri dan apabila tidak bisa menjalin pernikahan dengan ma‟ruf

atau tidak bisa menjalankan perintah-perintah-Nya serta

dikhawatirkan akan melanggar larangan-larangan-Nya, maka

Islam membolehkan pasangan suami-istri tersebut untuk

bercerai. Peceraian adalah perkara yang dihalalkan namun

perceraian dibenci oleh Allah SWT. sebagaimana dalam hadis

Nabi SAW.

قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم : عن ابن عمر رضي اهلل عن هما قال رواه أبو داود وابن ماجو وصححو اااكم . أب ااحلل عن اهلل اللطحل

ورج أبو اا رسالو

8 Departemen Agama RI Al-Hikmah Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

(Bandung: Diponegoro, Cetakan XX), h. 81.

Page 18: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu „Anhuma

dia berkata: bahwa Rasul SAW. bersabda, “Perkara

halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq.” H.R.

Abu Daud dan Ibnu Majah, disahkan oleh Hakim dan

ditarjih oleh Abu Hatim.9

Kaitannya dengan pernikahan, di Indonesia terdapat

pernikahan antara orang muslim asing dan muslimah pribumi

yang menikah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada,

yakni telah memenuhi rukun dan syarat dari pernikahan tersebut.

Akan tetapi, dalam pernikahan yang dilakukan oleh Warga

Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI)

tersebut terdapat unsur yang merugikan salah satu pihak, karena

sejak awal sudah terdapat perjanjian bahwa pernikahan tersebut

diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata

hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam

wisata/perjalanan. Nikah wisata merupakan salah satu bentuk

dari nikah mut‟ah (zawâj mu‟aqqat). Nikah mut‟ah yaitu nikah

yang ditentukan untuk sesuatu waktu tertentu, atau perkawinan

yang terputuskan.10

Nikah mut‟ah pernah dibolehkan pada saat terjadi

perang Authas dan sekarang pernikahan tersebut sudah

diharamkan sampai hari kiamat sebagaimana yang disabdakan

Nabi SAW. sebagai berikut;

رخطص رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم عام : عن اياس بن سلمة عن ابيو قال عة ثحلثا ثط ن هى عن ها مسلمرواه اوطاس ف المت

Artinya: Bersumber dari Iyas bin Salamah, dari

ayahnya, dia berkata: “Pada tahun Authas atau

tahun peristiwa penaklukan kota Makkah,

Rasulullah s.a.w. memberikan kemurahan

9 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam,

Penerbit JABAL, Bandung, Cetakan V, 2013, h. 270. 10

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Prenanda Media

Group, Jakarta, Cetakan III, 2008, h. 37.

Page 19: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

melakukan nikah mut‟ah selama tiga hari.

Kemudian beliau melarangnya.”11

Terjadinya fenomena nikah wisata yang ada di

masyarakat Indonesia membuat masyarakat resah karena tidak

ada hukum mengenai pernikahan wisata tersebut. Oleh sebagian

kalangan yang setuju dengan nikah wisata menyebutkan bahwa

nikah wisata itu berbeda dengan nikah mut‟ah, sehingga mereka

berpendapat bahwa nikah wisata itu boleh dan dihalalkan.

Sedangkan golongan yang menolak nikah wisata mempunyai

pendapat yang berbeda dengan yang setuju, golongan yang

menolak adanya nikah wisata berpendapat bahwa nikah wisata

itu sama halnya dengan nikah mut‟ah dan nikah mut‟ah itu

sudah diharamkan hukumnya sampai hari kiamat. Sebenarnya

mut‟ah ini sudah diharamkan hukumnya oleh fatwa Majelis

Ulama Indonesia dalam fatwanya tersebut disebutkan bahwa

nikah mut‟ah hukumnya adalah haram.

Penulis dalam skripsi ini akan berusaha menggali

hukum nikah wisata dilihat dari perspektif hukum Islam. Oleh

sebab itu, penulis mengambil judul “Perspektif Hukum Islam

Tentang Nikah Wisata”.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah

dijelaskan tersebut, maka penulis mengemukakan pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik nikah wisata?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap fatwa MUI

tentang nikah wisata?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

11

Imam Abu Husein Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyairi An Naisaburi,

Terjemahan KH. Adib Bisri Musthofa, Terjemah Shahih Muslim Juz 2,

(Semarang: CV Asy Syifa‟, 1993), h. 752.

Page 20: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

a. Tujuan Objektif

1) Untuk mengetahui bagaimana praktik-praktik nikah

wisata yang ada di tengah-tengah masyarakat;

2) Untuk mengetahui dan memahami bagaimana

pandangan hukum Islam tentang nikah wisata.

b. Tujuan Subjektif

1) Sebagai pelaksana tugas akademik, yaitu untuk

melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Hukum (SH), pada Fakultas Syari‟ah

dan Hukum UIN Raden Intan Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan penelitian teoritis ini sebagai bentuk

kontribusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu

penegtahuan, dapat menjadi bahan referensi ataupun

bahan diskusi bagi para mahasiswa Fakultas Syari‟ah

dan Hukum, maupun masyarakat umum serta berguna

untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

berkaitan dengan hukum Islam.

b. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

(S.H) pada Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung.

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

untuk memudahkan dalam pengumpulan data, pembahasan dan

menganalisa data. Metode penelitian bermakna seperangkat

pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis

tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu

untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya

dicarikan cara pemecahannya.12

Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan

metode penelitian sebagai beikut:

12

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 194.

Page 21: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

1. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitiannya, maka penelitian ini

termasuk penelitian kepustakaan (library research).

Penelitian kepustakaan adalah pengkajian informasi tertulis

mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan

dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam

penelitian hukum normatif.13

Untuk memperoleh data ini,

penulis mengkaji literatur-literatur berasal dari perpustakaan

yang memiliki relevansi dengan penelitian yang penulis

lakukan. Literatur yang berhubungan dengan pembahasan

dalam skripsi ini antara lain yaitu Al-Qur‟an, Al-Hadis,

buku-buku fiqh (fiqh munakahat, fiqh Islam, fiqh sunah),

serta literatur lainnya yang mempunyai hubungan dengan

permasalahan yang dikaji oleh penulis dalam penelitian ini.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu

bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap persoalan

dengan cara melakukan penelitian pustaka (library

research).14

Penyusun menganalisis permasalahan tersebut

menggunakan instrumen analisis-deduktif melalui

pendekatan filosofis, yakni dengan menelaah secara dalam

hingga bisa menemukan hikmah atau inti dari tujuan yang

dimaksud.15

Dalam hal ini penulis juga memberikan

penilaian terhadap terjadinya fenomena nikah wisata yang

ada di Indonesia.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan

penelitian pustaka (library research), yakni upaya membaca

dan menelaah serta mengutip beberapa buku, diantaranya

buku-buku fiqh, buku-buku tentang munakahat, serta

tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan pembahasan

13

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (PT.

Citra Aditya Bakti, 2004), h. 81. 14

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1996), h. 47. 15

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1977), h. 50.

Page 22: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

judul skripsi ini di perpustakaan. Sumber data yang akan

penulis gunakan antara lain:

a. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data

sekunder. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh

peneliti dari sumber yang telah ada.

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah: sumber-sumber yang

memberikan data langsung dari tangan pertama.16

Diantaranya

adalah fatwa majelis ulama indonesia nomor 02/Munas-

VIII/MUI/2010 tentang nikah wisata, Al-Qur‟an, Al-Hadis, dan

buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan nikah sebagai

bahan penelitian, yang diharapkan dapat memberikan gambaran

yang jelas dalam permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi

ini.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan sekumpulan data yang

akan menunjang data primer yang berkaitan dengan objek

penelitian. Sebagai rujukan dalam penelitian ini adalah buku-

buku yang bekaitan dengan masalah yang diteliti seperti kitab-

kitab fiqih dan buku-buku lainnya.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Biasannya bahan hukum tersier

diperoleh dari kamus bahasa indonesia, ensiklopedia, artikel dan

lain sebagainya.

16

Ahmad anwar, Prinsip-prinsip Metodologi Research,

(Yogyakarta: Sumbangsih, 1974), h. 2.

Page 23: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

4. Metode Pengolahan Data

Setelah penulis memperoleh data-data yang cukup untuk

penulisan skripsi ini, maka langkah selanjutnya penulis

akan melakukan pengolahan data dengan melakukan

beberapa langkah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan data (editing)

Penandaan data yaitu mengoreksi apakah data yang

terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar, dan sudah

sesuai dengan masalah yang dikaji.

b. Penandaan data (coding)

Menurut Muhammad Iqbal Hasan penandaan data

(coding) yaitu memberikan catatan atau tanda yang

menyatakan jenis sumber data (buku literatur);

pemegang hak cipta (nama penulis, tahun penerbitan);

atau urutan rumusan masalah (masalah pertama diberi

tanda A, masalah kedua diberi tanda B dan seterusnya).

Catatan atau tanda dapat ditempatkan dalam body text.

Jika buku itu literatur, catatan terdiri dari nama penulis,

tahun penerbitan dan halaman. Jika itu perundang-

undangan, catatan terdiri dari nomor pasal, nomor, tahun

dan judul undang-undang. Jika itu putusan pengadilan,

catatan terdiri dari nama pengadilan yang memutus

perkara, nomor kode, tahun dan judul putusan. Jika itu

dokumen atau catatan hukum, catatan terdiri dari nama,

nomor kode dan peristiwa hukum untuk nama dokumen

atau catatan hukum itu dibuat. Catatan atau tanda dapat

juga ditempatkan dibagian bawah teks yang disebut

dengan catatan kaki (footnote) dengan nomor urut.17

c. Rekontruksi data (recrontructing)

Rekontruksi data yaitu menyusun ulang data secara

teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan

diinterpretasikan.18

17

Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi

Penelitian Dan Aplikasinya, (Jakarta: Gralia Indonesia, 2002), h. 56. 18

Witarto, Memahami Pengolahan Data, (Jakarta: Bumi Aksara,

2008), h. 39.

Page 24: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

d. Sistematisasi data (sistematizing)

Sistematisasi data yaitu menempatkan data menurut

kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan

masalah.19

5. Metode Analisis Data

Setelah data terhimpun melalui penelitian, selanjutnya

data dapat dianalisa secara kualitatif yaitu “suatu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

kata, tulisan atau lisan dari orang-orang yang berprilaku

yang dapat dimengerti.”20

Metode yang digunakan dalam

menganalisa data ini adalah menggunakan metode berfikir

dedukif. Metode berfikir deduktif adalah “suatu penelitian

dimana orang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya

umum, dan bertitik tolak dari penegetahuan yang umum, kita

hendak menilai suatu kejadian yang khusus.21

Hubungan

dengan skripsi ini, metode deduktif digunakan pada saat

penulis mengumpulkan data dari perpustakaan secara umum,

dari berbagai buku-buku yang berkaitan dengan

permasalahan pernikahan serta kitab-kitab fiqh (fiqh

munakahat), hadis dan sebagainya, dan tentang suatu teori

yang berhubungan dengan larangan-larangan dalam

pernikahan.

19

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h. 126. 20

Lexy L Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:

Ramaja Rosda Karya, Cetakan XIV, 2001), h. 3. 21

Jiko Subagio, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 41.

Page 25: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pernikahan

Dalam bahasa Indonesia, pernikahan juga dikenal

dengan istilah perkawinan. Perkawinan berasal dari kata

“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga

dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau

bersetubuh.22

Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang

umum berlaku pada semua makhluk Allah, baik pada manusia,

hewan maupun tumbuh-tumbuhan.23

Kata nikah dan zawâj tidak

bisa dipisahkan, karena dalam ijab dan qabul yang dilakukan

oleh wali kepada mempelai laki-laki harus mengandung kedua

kata tersebut. Dalam Al-Qur‟an dan Hadis, pekawinan disebut

dengan al-nikâh ( النكاح) dan al-zawâj ( الزواج) , Kata al-zawâj

اجج ) وو (الزز berasal dari akar kata zawwaja ( جو وز ( و . Kata zawâj yang

diartikan jodoh atau berpasangan berlaku bagi laki-laki dan

perempuan; zawâj perempuan berarti suaminya sedangkan

zawâj laki-laki berarti istrinya.24

Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah dijelaskan

bahwa yang dimaksud dengan pernikahan adalah suatu cara

yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak,

berkembang-biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-

masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam

mewujudkan tujuan perkawinan.25

Ahli fiqih telah banyak mendefinisikan makna dan arti

dari kata zawâj, definisi tersebut pada umumnya adalah

pemilikan sesuatu melalui jalan yang telah ditentukan yaitu

tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan oleh

22

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h. 456. 23

Beni Ahmad Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam dan

Undang-Undang, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) h. 13. 24

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas,

Fiqh Munakahat (Jakarta: Amzah, 2011), h.36. 25

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, Terjemahan Moh. Thalib

(Bandung: PT Al Ma‟rif), h. 10.

Page 26: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

agama. Adapun yang dimaksud dengan pernikahan menurut

pendapat madzab fiqh berbeda-beda dalam memberikan

pendapat tentang definisi dari pernikahan, menurut sebagian

ulama Hanafiah yang dimaksud dengan nikah adalah akad yang

memberikan faedah (mengakibatkan) kepemilikan untuk

bersenang-senang secara sadar (sengaja) bagi seorang pria

dengan seorang wanita, terutama guna mendapatkan kenikmatan

biologis.26

Berbeda dengan definisi yang telah dikemukakan

oleh sebagian ulama Hanafiah, sebagian madzab Maliki

memberikan definisi tentang pernikahan sebagai berikut.

Menurut madzab Maliki yang dimaksud dengan pernikahan

adalah sebuah ungkapan (sebutan) atau titel bagi suatu akad

yang dilaksanakan dan dimaksudkan untuk meraih kenikmatan

(seksual) semata-mata. Sedangkan menurut madzab Syafi‟i yang

di maksud dengan pernikahan adalah akad yang menjamin

kepemilikan (untuk) bersetubuh dengan menggunakan redaksi

(lafal) “inkâh atau tazwîj; atau turunan (makna) dari

keduanya”.27

Perbedaan mengenai definisi pernikahan yang

dikemukakan oleh madzab fiqh tersebut pada intinya yaitu untuk

memenuhi kebutuhan biologis dengan cara yang halal dan sah

serta tidak menimbulkan dosa setelah melakukannya.

Menurut syara‟ yang dimaksud dengan pernikahan

adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan

tujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk

membentuk rumah tangga sakinah dan masyarakat sejahtera.28

Sedangkan Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)

adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mîtsâqan

ghalîzhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.29

Dari beberapa definisi diatas dapat di simpulkan

tentang definisi dari pernikahan yaitu akad yang menghalalkan

26

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia

Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 45. 27

Ibid, h. 45. 28

Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2010) h. 6-7. 29

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV

Akademika Pressindo, 2001), h. 114.

Page 27: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

hubungan badan antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan yang menimbulkan kewajiban dan hak kepada

keduanya setelah terjadinya akad nikah dengan tujuan untuk

menjadi keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah yang diridhoi

oleh Allah dan menghindari murka-Nya.

B. Hukum-hukum Pernikahan Menurut jumhur ulama bahwa dasar dari sebuah

pernikahan adalah sunah hukumnya. Golongan Zhahiri

berpendapat bahwa nikah itu wajib, sedangkan ulama Maliki

mutaakhirîn berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian

orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk

segolongan yang lain lagi.30

Dalam Islam ada 5 hukumnya

melakukan pernikahan, berikut merupakan penjabaran tentang 5

hukum pernikahan:

1. Wajib

Pernikahan menjadi wajib hukumnya apabila seseorang

yang memiliki biaya untuk melaksanakan pernikahan dan

mampu memberi nafkah pada pasangannya serta mempunyai

dorongan nafsu syahwat sangat kuat untuk melakukan

hubungan seksual, yang ditakutkan akan melakukan

perbuatan maksiat seperti zina bila tidak segera

melaksanakan pernikahan, maka dalam hal ini pernikahan

hukumnya adalah wajib.

Pada saat kondisi seperti diatas, seseorang dihukumi

wajib untuk melaksanakan pernikahan, bila tidak

melaksanakan pernikahan maka ia berdosa karena telah

meninggalkan amalan perbuatan yang wajib hukumnya.

2. Sunnah

Sekiranya seseorang telah mampu membiayai rumah

tangga dan ada juga keinginginan berumah tangga, tetapi

keinginan nikah itu tidak dikhawatirkan menjurus kepada

30

Ibnu Rusyd, Bidayatu‟l Mujtahid, Terjemahan Abdurrahman,

Haris Abdullah (Semarang: CV Asy Syifa‟, 1990), h. 351.

Page 28: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

perbuatan zina (haram), maka sunnat baginya untuk menikah

dan supaya lebih tenang lagi beribadah dan berusaha.31

3. Makruh

Pernikahan hukumnya menjadi makruh bagi seseorang

dalam kondisi campuran. Maksudnya kondisi campuran

adalah apabila seseorang yang telah mempunyai kemampuan

untuk melakukan suatu pernikahan dan tidak dikhawatirkan

akan melakukan perbuatan haram, tetapi dikhawatirkan akan

melakukan penganiayaan terhadap istrinya apabila

melangsungkan pernikahan. Maka dalam hal ini nikah

menjadi makruh hukumnya.

Pada kondisi tersebut, tidak diperbolehkan

melaksanakan pernikahan agar tidak terjadi penganiayaan

dan kenakalan, karena mempergauli istri dengan buruk

tergolong maksiat yang berkaitan dengan hak hamba.

4. Haram

Orang yang belum mampu membiayai rumah tangga,

atau diperkirakan tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin

(impoten), haram baginya menikah, sebab akan menyakiti

perasaan wanita yang akan dinikahinya.32

Oleh karena itu,

pernikahan diharamkan bagi seseorang yang belum memiliki

kemampuan dalam melangsungkan hidup berumah tangga

dengan istrinya, belum mampu memikul kewajiban

memberikan nafkah lahir seperti pakaian, tempat tinggal dan

kewajiban batin seperti mencampuri istri. Selain itu,

pernikahan menjadi haram apabila diniatkan untuk

melampiaskan dendamnya seperti menganiaya baik dalam

bentuk penganiayaan fisik, penganiayaan psikis maupun

penganiyaan dalam hal ekonomi.

Sesungguhnya keharaman nikah pada kondisi tersebut,

karena nikah disyariatkan dalam Islam untuk mencapai

kemaslahatan dunia dan akhirat. Hikmah kemaslahatan ini

tidak tercapai jika nikah dijadikan sarana mencapai bahaya,

31

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,

(Jakarta: Siraja Prenada Media Group, 2006), h. 9. 32

Ibid

Page 29: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

kerusakan dan penganiayaan. Nikah orang tersebut wajib

ditinggalkan.

5. Mubah

Nikah hukumnya mubah bagi seseorang yang tidak

memiliki halangan untuk nikah atau telah mampu untuk

melangsungkan pernikahan dan belum ada dorongan untuk

nikah (untuk berhubungan seksual), maka ia belum wajib

nikah dan tidak diharamkan bila ia menikah.

Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa

hukum melaksanakan pernikahan dapat berubah sesuai

dengan kondisi keadaan seseorang yang akan melaksanakan

pernikahan.

C. Dasar Hukum Pernikahan

Islam telah mengatur secara lengkap tentang

pernikahan, aturan-aturan tersebut bisa ditemukan dalam Al-

Qur‟an maupun dalam Hadis Nabi. Penulis akan menggali dan

menjelasakan dasar hukum pernikahan sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Dasar hukum pernikahan dalam Al-Qur‟an disebutkan

dalam surat Al-Nisa ayat 1 Allah SWT. berfirman:

هلل

هلل ١: ﴿النساء﴾ Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan

dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari

pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-

laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah

kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-

Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan

Page 30: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya

Allah selalu menjaga dan mengawasimu”33

Firman Allah, “Dan dia mengembangbiakkan laki-laki

dan perempuan yang banyak.” Yakni, Allah memperbanyak dari

Adam dan Hawa laki-laki dan perempuan yang banyak. Dia

menyebarkan mereka di berbagai wilayah dunia selaras

perbedaan ras, sifat, warna kulit, dan bahasanya. Setelah itu,

mereka semua di kembalikan dan dikumpulkan kepada-Nya.

Kemudian Allah Ta‟ala berfirman, “Dan bertakwalah kepada

Allah yang dengan-Nya kamu saling meminta serta peliharalah

silaturahmi.” Yakni, bertakwalah kepada Allah dengan cara

kamu menaati-Nya. Adh-Dhahak berkata, “Dan bertakwalah

kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu mengadakan akad

dan perjanjian; dan peliharalah hubungan silaturahmi, jangan

sampai kamu memutuskannya, namun berbuat baiklah kepada

mereka dan sambunglah tali silaturahmi.” “Sesungguhnya Allah

senantiasa mengawasi kamu,” yakni, Dia mengawasi segala

tingkah lakumu dan amalmu. Allah Ta‟ala berfirman, “Allah

maha menyaksikan segala sesuatu.” 34

Selain Al-Nisa ayat 1, dasar hukum pernikahan juga

disebutkan dalam surat Al-rum ayat 21 Allah SWT. berfirman:

٢١: ﴿الروم﴾ Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,

supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

33

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung:

CV Penerbit Diponegoro, 2015), h. 77. 34

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Terjemahan Syihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press), h. 647.

Page 31: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang

berfikir”35

Ibnu Abbas berkata, “mawaddah adalah kecintaan

seorang laki-laki kepada wanita, rahmah adalah rasa khawatir

jika sesuatu yang buruk akan menimpanya. Ini adalah pengikat

diantara dua jenis manusia dan penyatuan hati diantara mereka,

padahal terdapat perbedaan tabiat dan bawaan diantara mereka.

Di antara bukti nyata atas hikmah dan kekuasaan Allah adalah

Allah telah menitipkan perasaan ke dalam jiwa dan menjadikan

dalam hubungan pernikahan ketenangan jiwa dan pikiran,

kesenangan tubuh dan hati, kemapanan hidup dan kehidupan.

Tanpa itu semua manusia tidak akan bahagia dan merasa

senang.36

Ayat ini mengisyaratkan dengan lembut: “Dari diri

kalian” atau dari jenis kalian. Kalaulah Allah menjadikan wanita

dari jenis makhluk lain, seperti dari kera, atau dari anjing hutan,

atau dari bangsa jin atau dari jenis binatang lainnya, niscaya

tidak akan terwujud ikatan kasih sayang di antara pasangan

suami-istri, bahkan justru akan muncul kebencian dan

ketidaksukaan. Maka untuk tujuan inilah Allah menjadikan para

istri dari jenis bani Adam.37

Serta firman Allah SWT. dalam surat An-nur ayat 32

هلل هلل و النور﴿ :

٣٢﴾

35

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit. h. 406. 36

Muhammad Ali Ash-Shabuny, Qabas Min Nuuril-Qur‟an,

Terjemahan Munirul Abidin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), h. 364. 37

Ibid

Page 32: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian

diantara kamu, dan orang-orang yang layak

(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki

dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika

mereka miskin Allah akan memampukan mereka

dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.38

Firman Allah Ta‟ala, “jika mereka miskin, maka Allah

akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” Ibnu Abbas

berkata, “Allah memotivasi mereka agar kawin dan menyuruh

mereka kawin dengan orang yang merdeka dan budak sahaya.

Dia menjanjikan kemampuan materi kepada mereka.”

2. Al-Hadis

Selain dalam Al-Qur‟an, dasar hukum pernikahan juga

terdapat dalam hadis sebagai berikut:

عن عب اهلل بن مسعود قال لنا رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم من استلاع منكم الباءة ف ليت زوطج فإنطو أغ للبصر وأ صن ! يامعلراللطباا

مت ط عليو . لل رج ومن يستل ف عليو بالصطوم فإنطو لو وجاء

Artinya: ”Dari Abdullah bin Mas‟ud r.a, ia berkata: Rasulullah

pernah berkata kepada kami: “wahai para pemuda,

barangsiapa diantara kalian yang sudah mampu

berkeluarga, hendaklah ia menikah. Karena menikah

dapat menundukan pandangan dan memelihara

kemaluan (kehormatan). Dan barang siapa yang belum

mampu, maka hendaknya ia berpuasa sebab berpuasa

dapat mengendalikan (nafsu)-mu.” Hadis muttafaq

„alaihi39

38

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit. h. 354. 39

„Abdul „Azhim Bin Abdul Qawi Xakiyuddin Al Mundziri,

Mukhtashar Shahih Muslim, Terjemahan Ahmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka

Amani, 1421 H/ 2001 M), h. 435.

Page 33: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Hadis tersebut menjelaskan tentang perintah kepada

para pemuda yang sudah mampu dalam artian mampu untuk

menafkahi istrinya serta mempunyai dorongan nafsu syahwat

yang sangat kuat maka harus disegerakan untuk menikah, agar

tidak terjadi perbuatan maksiat yaitu berzina. Dalam hadis

riwayat Abdullah bin Mas‟ud tersebut juga menjelaskan bagi

para pemuda yang ingin menikah tetapi belum mampu (untuk

menafkahi) istrinya maka dianjurkan untuk memperbanyak

berpuasa, karena dengan puasa nafsu akan berkurang.

عن أنس بن مالك ي قول جاء ثحلثة رىط ل ب يوت أزواج النطب صلى اهلل عليو وسلم يسألون عن عبادة النطب صلى اهلل عليو وسلم ف لمطا أخبوا كأن طهم ت قالوىا م من ذنبو وما ف قالوا وأين نن من النطب صلى اهلل عليو وسلم ق غ رلو ما ت ق طىر ول تأخطر قال أ ىم أمطا أنا فأنا أصلى اللطيل أب ا، وقال آخر أنا أصوم ال طأفلر وقال آخر أنا أعتزل النساء فحل أت زوطج أب ا فجاء ليهم رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ف قال أن تم الطذين ق لتم كذا وكذا أما واهلل ان لخلاكم للطو وأت قاكم لو لكن أصوم وأفلر وأصلى وأرق وأت زوطج النساء فمن رغب عن

رواه خباريسنط ف ليس من

Artinya: Dari Anas bin Malik R.A, katanya: ada tiga orang laki-

laki datang berkunjung kerumah istri-istri Nabi SAW.

bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diterangkan

kepada mereka, kelihatan bahwa mereka menganggap

bahwa apa yang dilakukan Nabi itu terlalu sedikit.

Mereka berkata: “kita tidak dapat disamakan dengan

Nabi. Semua dosa beliau yang telah lalu dan yang akan

datang telah diampuni Allah.” Salah seorang dari

mereka berkata: “untuk saya, saya akan selalu

sembahyang sepanjang malam untuk selama-lamanya.”

Orang kedua berkata: “saya akan berpuasa setiap hari,

tidak pernah berbuka.” Orang ketiga berkata: “saya

tidak akan mendekati wanita. Saya tidak akan kawin

Page 34: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

selama-lamanya.” Setelah itu Rasulullah SAW. datang.

Beliau berkata: “kamukah orangnya yang berkata begini

dan begitu? demi Allah! saya lebih takut dan lebih

bertaqwa kepada Tuhan dibandingkan kamu. Tetapi saya

berpuasa dan berbuka. Saya sembahyang dan tidur dan

saya kawin. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti

sunnahku, tidak termasuk ke dalam golonganku.”40

Serta Hadis dari Abu Hurairoh sebagai berikut:

ت نك المرأة : وعن أب ىري رة عن النطب صلى اهلل عليو وسلم قال ين تربت : لرب لمالا واسبها ولمالا ول ينها فاظ ر بذات ال عة . ي اا ب مت ط عليو م بقيطة السط

Artinya: Dari Abu Hurairoh r.a, dari Rasulullah SAW. beliau

bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat hal,

yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya.

Maka nikahilah wanita yang taat beragama, niscaya

engkau akan bahagia.” Hadis Muttafaq „Alaihi dan

riwayat Imam Lima.41

Dari hadis-hadis tersebut Rasulullah SAW.

menekankan agar umatnya menikah, karena dengan menikah

ada banyak perbuatan maksiat yang bisa ditinggalkan serta dapat

menambah amalan-amalan yang tak dapat dilakukan kecuali

dengan menikah.

3. Ijma’

Ijma‟ tentang pernikahan adalah bahwa para fuqaha dan

umat Islam telah sepakat bahwa hukum asal nikah adalah mubah

sejak zaman nabi Muhammad SAW. sampai dengan hari akhir

kelak.

40

Terjemah hadits Shahih Bukhari I-Iv, (Jakarta:Penerbit

Widjaya,1992), h. 7. 41

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Terjemahan Harun Zen

dan Zenal Mutaqin, (Bandung: Penerbit Jabal, 2013), h. 245.

Page 35: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

D. Rukun dan Syarat Pernikahan

1. Rukun-rukun Pernikahan

Rukun yaitu unsur yang melekat pada peristiwa hukum

atau perbuatan hukum (misal akad perkawinan), baik dari segi

para subjek hukum maupun objek hukum yang merupakan

bagian dari perbuatan hukum atau peristiwa hukum (akad nikah)

ketika peristiwa hukum tersebut berlangsung.42

Rukun-rukun dalam pernikahan ada 5 yaitu :

a. Adanya mempelai laki-laki;

b. Adanya mempelai perempuan;

c. Wali;

d. Dua orang saksi;

e. Sighat ijab kabul.

2. Syarat-syarat Pernikahan Syarat adalah hal-hal yang melekat pada masing-

masing unsur yang menjadi bagian dari suatu perbuatan hukum

atau peristiwa hukum.43

Adapun syarat-syarat dalam pernikahan

adalah sebagai berikut:

a. Syarat-syarat suami:

1) Beragama Islam;

2) Laki-laki;

3) Bukan mahram dari calon istri;

4) Tidak terpaksa dan atas kemauan sendiri;

5) Orangnya tertentu, jelas orangnya;

6) Tidak sedang ihram;

7) Tidak terdapat halangan perkawinan.

b. Syarat-syarat istri:

1) Beragama Islam;

2) Perempuan;

3) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan

mahram dari calon suami, tidak sedang dalam masa

iddah;

4) Merdeka, atas kemauan sendiri;

5) Jelas orangnya;

42

Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan

Tidak Dicatat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 90. 43

Ibid, h. 92.

Page 36: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

6) Tidak sedang melaksanakan ihram;

7) Tidak terdapat halangan perkawinan.

c. Syarat-syarat wali:

1) Laki-laki;

2) Baligh;

3) Sehat akalnya;

4) Mempunyai hak perwalian;

5) Tidak dipaksa;

6) Tidak sedang melaksanakan ihram;

7) Tidak terdapat halangan perwaliannya.

d. Syarat-syarat saksi:

1) Islam;

2) Dua orang saksi;

3) Laki-laki;

4) Baligh;

5) Sehat akalnya;

6) Dapat mendengar dan melihat;

7) Bebas;

8) Tidak dipaksa;

9) Tidak sedang melaksanakan ihram;

10) Hadir dalam ijab dan qabul;

11) Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab dan

qabul.

e. Syarat-syarat sighat ijab qabul:

1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;

2) Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai;

3) Memakai kata-kata nikah, tazwîj atau terjemahan dari

kedua kata tersebut;

4) Antara ijab dan qabul bersambungan;

5) Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji

atau umrah;

6) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat

orang yaitu calon mempelai atau wakilnya, wali dari

mempelai wanita, dan dua orang saksi.44

44

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 10.

Page 37: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

E. Hak dan Kewajiban Suami-Istri

Seorang laki-laki dan perempuan yang telah

melangsungkan sebuah acara pernikahan akan timbul tanggung

jawab diantara keduanya. Dengan tanggung jawab tersebut,

suami-istri yang menikah akan mempunyai kewajiban dan hak

yang harus ditunaikan, baik kewajiban suami kepada istri

ataupun kewajiban istri kepada suami dan hak suami terhadap

istri atau hak istri terhadap suami. Hak tidak dapat diminta,

apabila tidak memenuhi kewajiban yang telah dibebankan

kepadanya. Berkenaan dengan hak dan kewajiban, Allah SWT.

berfirman dalam Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 228 sebagai

berikut:

... Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang...”

45

Pembahasan hak dan kewajiban suami-istri dalam

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan diatur

di dalam Bab VI Pasal 30-34, pasal 30 menyatakan: “suami-istri

memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah

tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) hak

dan kewajiban suami-istri diatur dalam BAB XII Pasal 77-84.

Pasal 79

(1) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.

(2) Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak

dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga

dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.

(3) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan

perbuatan hukum.46

Kandungan pasal 79 KHI tersebut didasarkan pada Al-

Qur‟an surat Al-Nisa ayat 32 sebagai berikut:

45

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit. h. 36. 46

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta:

CV. Akademika Pressindo, 2001), h. 132.

Page 38: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

هلل

اهلل ٣٢: ﴿النساء﴾

Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang

dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih

banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang

laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka

usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian

dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada

Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu”.47

Pasal 80 Kompilasi mengatur kewajiban suami

terhadap istri dan keluarganya, sebagai berikut:

(1) Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah

tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah

tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri

bersama.

(2) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala

sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya.

(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada

istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan

yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan

bangsa.

(4) Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :

a. Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri;

b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya

pengobatan bagi istri dan anak;

c. Biaya pendidikan bagi anak.

47

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit. h. 83.

Page 39: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada

ayat (4) huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada

tamkin sempurna dari istrinya.

(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban

terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4)

huruf a dan b.

(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur

apabila istri nusyuz.48

Dasar hukum dari ketentuan pasal 80 KHI adalah surat

An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:

هلل

هلل

هلل ٣٤: ﴿النساء ﴾ Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum

wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian

mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),

dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang

saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri

ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah

memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan

pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan

pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,

maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

48

Abdurrahman, Op.Cit. h. 133.

Page 40: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi

Maha Besar”.49

Pasal 81

(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri

dan anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam

iddah.

(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak

untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam

iddah talak atau iddah wafat.

(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan

anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka

merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga

berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan,

sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah

tangga.

(4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan

kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan

lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat

perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang

lainnya.50

Pasal 81 KHI tersebut sesuai dengan firman Allah

dalam surat At-Thalaq ayat 6 sebagai berikut:

٦: ﴿اللحل﴾

49

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit h. 84. 50

Abdurrahman, Op.Cit. h. 133.

Page 41: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu

bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan

janganlah kamu menyusahkan mereka untuk

menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-

istri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka

berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka

bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-

anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka

upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu

(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui

kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan

(anak itu) untuknya”. 51

Adapun kewajiban istri diatur dalam undang-undang

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 34 diatur secara

garis besar pada ayat (2), dan diatur lebih rinci dalam pasal 83

dan 84 Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut:

Pasal 83

(1) Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir

dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh

hukum Islam.

(2) Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah

tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.

Pasal 84

(1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau

melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana

dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan

yang sah.

(2) Selama istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap

istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b

tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.

(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku

kembali sesudah istri nusyuz.

(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri

harus didasarkan atas bukti yang sah.52

51

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit h. 559. 52

Abdurrahman, Op.Cit. h. 134

Page 42: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

F. Macam-macam Pernikahan

Ada berbagai macam dan cara dalam pernikahan yang

sering kita dengar dalam keseharian kita. Dalam pernikahan,

dilihat dari sifatnya, pernikahan terdiri dari berbagai macam,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Nikah Mut‟ah

Nikah mut‟ah adalah akad yang dilakukan oleh seorang

laki-laki terhadap perempuan dengan memakai lafazh “tamattu,

istimta” atau sejenisnya.53

Sebagian pendapat mengatakan

bahwa nikah mut‟ah sama dengan nikah kontrak karena

pernikahan tersebut ditentukan dengan batas waktu tertentu dan

tanpa adanya wali serta saksi dalam pernikahan.

Seluruh Imam madzab menetapkan nikah mut‟ah

hukumnya adalah haram, alasannnya adalah:

Pertama: nikah mut‟ah tidak sesuai dengan yang dimaksudkan

oleh Al-Qur‟an, juga tidak sesuai dengan masalah yang

berkaitan dengan talak, iddah dan kewarisan. Jadi, pernikahan

seperti itu batal sebagaimana bentuk pernikahan lain yang

dibatalkan Islam.

Kedua: Banyak hadis yang dengan tegas menyebutkan

haramnya nikah mut‟ah.54

Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

عة عن على بن اب طالب انط رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ن هى عن مت نسيطة رواه مسلمالنساء ي وم خيب ر وعن اكل اوم اامر ال

Artinya: “Bersumber dari Ali bin Abu Thalib; sesungguhnya

Rasulullah SAW melarang dari menikahi wanita secara mut‟ah dan dari memakan daging keledai piaraan pada

hari khaibar”. 55

53

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakaht 1 (Bandung: CV Pustaka

Setia, 2013), h. 55. 54

Ibid 55

Imam Abu Husein Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyairi An

Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 2, Terjemahan KH. Adib Bisri

Musthofa, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992), h. 760.

Page 43: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Diharamkannya nikah mut‟ah terdapat hikmah yaitu

tidak terealisasinya tujuan-tujuan dasar pernikahan sakinah,

mawaddah dan rahmah, serta tidak mempunyai tujuan ingin

hidup rukun dan bahagia bersama istrinya hingga akhir hayat,

sehingga dengan diharamkan nikah mut‟ah tidak akan lahir

anak-anak hasil zina dari hubungan pasangan yang tidak sah

tersebut.

2. Nikah Muhallil

Muhallil disebut pula dengan istilah kawin cinta buta,

yaitu seorang laki-laki mengawini seorang perempuan yang

telah ditalak tiga kali sehabis masa iddahnya kemudian

menalaknya dengan maksud agar mantan suaminya yang

pertama dapat menikah dengan dia kembali.56

Allah SWT. berfirman dalam surat al-baqarah ayat 230;

هلل هلل ٢٣٢: ﴿البقرة ﴾Artinya: ”Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak

yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal

baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.

Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya,

maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami

pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum

Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya

kepada kaum yang (mau) mengetahui”.57

Mengenai sifat perkawinan yang dimaksud dalam surat

al-Baqarah ayat 230, diterangkan oleh hadis sebagai berikut:

56

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakaht 1, Op.Cit, h. 69. 57

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit h. 36.

Page 44: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

طلط رجل امرأتو ثحلثا ف ت زوطجها رجل ثط : وعن عائلة رضي اهلل عن ها قالت طلطقها ق بل أن ي خل با، فأراد زوجها الوطل أن ي ت زوطجها فسئل رسول اهلل

لتها ما : صلى اهلل عليو وسلم عن ذلك ف قال ل ط يذو الخر من عسي رواه مسلمذا الوطل

Artinya: Dari Aisyah r.a., ia berkata: “seorang laki-laki telah

mentalak istrinya tiga kali, kemudian seorang laki-laki

(lain) mengawini bekas istri itu dan mentalaknya

sebelum mencampurinya. Maka bekas suami yang

pertama bermaksud hendak mengawini bekas istrinya itu

kembali, lalu ditanyakanlah hal yang demikian kepada

Rasulullah SAW. beliau menjawab: “tidak boleh kawin,

hingga suami terakhir merasakan madu bekas istri itu

(mencampuri), menurut yang dirasakan oleh suami yang

pertama”. 58

Hadis tersebut menjelaskan apabila suami ingin

menikahi istrinya yang telah ditalak tiga kali maka hendaklah

harus ada orang lain yang menikahi istrinya yang sudah ditalak

tiga kali dan harus sudah berhubungan badan, kemudian orang

lain (suami yang kedua) itu mentalaknya.

Apabila tujuan perkawinan dengan suami kedua ialah

agar bekas suami pertama halal kawin dengan bekas istri yang

telah ditalaknya tiga kali itu, maka perkawinan yang demikian

telah menyimpang dari tujuan perkawinan yang digariskan oleh

agama, yaitu adanya unsur-unsur mut‟ah dan pembatasan waktu

perkawinan.59

Oleh karena itu, perkawinan yang demikian batal

hukumnya dan dilaknat oleh Rasul. Sebagaimana hadis

Rasulullah SAW. sebagai berikut:

58

Imam Abu Husein Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyairi An Naisaburi,

Op.Cit, h. 813 59

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan,

(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), h. 113.

Page 45: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

رواه أح . لعن رسول اهلل المحلل والمحلطل لو : وعن ابن مسعود قال والنطسائي والت رمذي وصحطحو

Artinya: Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata: “Rasulullah SAW

melaknat Muhallil (laki-laki yang menikahi seorang

perempuan dengan tujuan agar perempuan itu

dibolehkan menikah kembali dengan suaminya pertama

yang menceraikannya dengan talak tiga) dan Muhallal

lahu (laki-laki yang menyuruh Muhallil untuk menikahi

mantan istrinya agar istrinya dibolehkan untuk

dinikahinya lagi).” Diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa‟i,

dan Tirmidzi dengan menyatakannya sebagai hadis

Shahih.60

3. Nikah Sighar

Nikah sighar yaitu seseorang menikahkan anak

perempuannya dengan syarat; orang yang menikahi anaknya itu

juga menikahkan putri yang ia miliki dengannya.61

Nikah sighar

biasa disebut juga dengan istilah nikah tukar karena dalam

pernikahan tersebut terjadinya tukar-menukar seorang

perempuan untuk dijadikan istrinya. Dinamakan nikah sighar

karena ia berasal dari syughur yang artinya tanpa ganti. Ada

yang mengatakan bahwa nikah ini dinamakan nikah sighar

karena berasal dari kata syagharo yaitu anjing mengangkat satu

kakinya lalu kencing. Nikah ini disamakan dengan permisalan

yang sangat buruk yaitu kencingnya seekor anjing. Karena

dalam nikah ini ada kesengajaan untuk menjadikan seorang wanita sebagai ganti dari wanita lain.

62 Syekh Taqiyyuddin

berkata, “telah jelas bahwa Allah melarang nikah sighar, karena

di dalamnya ada syarat bahwa wali dari wanita tersebut harus

menikah dengan anak wanita sang suami dengan hanya

meminangnya saja. Dia hanya memandang dari segi maslahat

60

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Op.Cit. h. 252. 61

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita (edisi

lengkap) (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2000), h. 381. 62

Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani Press,

2005), h. 662.

Page 46: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

untuk dirinya saja, tanpa memandang dari segi syahwatnya.

Padahal mahar adalah hak bagi seorang wanita yang akan

dinikahi dan bukan hak wali dari wanita itu.63

Para fuqaha telah sepakat bahwa nikah sighar itu

hukumnya haram, berdasarkan sabda Rasulullah. SAW sebagai

berikut:

ن هى رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم عن : وعن ناف عن ابن عمر قال أن ي زوج الرطجل اب نتو على أن ي زوجو لخر اب نتو وليس : الل ار، والل ار ن هما ص ا مت ط عليو وات ط قا من وجو آخر على أن ت سي ر الل ار من . ب ي

كحلم ناف

Artinya: Dari Nafi‟ dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah

SAW. melarang nikah syihar. Nikah syihar adalah

seseorang menikahkan putrinya kepada orang lain

dengan syarat orang itu menikahkan putrinya

kepadanya, dan keduanya tidak memberikan mahar.

Hadis muttafaq „alaihi. Bukhari dan muslim dari jalan

periwayatan lain, sepakat bahwa penafsiran “syighar”

di atas adalah perkataan nafi‟.64

4. Poligami

Poligami adalah seorang laki-laki yang mempunyai istri

lebih dari seorang istri dan maksimal adalah mempunyai empat

istri. Poligami diperbolehkan oleh agama Islam, berdasarkan

firman Allah SWT dalam surat Al-Nisa ayat 3 sebagai berikut:

63

Ibid, h. 663. 64

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Op.Cit. h. 250.

Page 47: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

٣: ﴿النساء﴾ Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu

berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana

kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang

kamu senangi; dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir

tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja,

atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang

demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim”. 65

Poligamai juga diatur dalam PP nomor 9 tahun 1975

tentang pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal

40-44 yaitu sebagai berikut:

Pasal 40

Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih

dari seorang maka ia wajib mengajukan permohonan secara

tertulis kepada pengadilan.

Pasal 41

Pengadilan kemudian memeriksa mengenai:

a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang

suami kawin lagi, ialah: bahwa istri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai istri; bahwa istri

mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan; bahwa istri tidak dapat melahirkan

keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan

lisan maupun tertulis, apabila persetujuan itu merupakan

persetujuan lisan, persetujuan itu harus diucapkan

didepan sidang pengadilan.

65

Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Op.Cit. h. 77.

Page 48: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin

keperluan hidup istri-istri dan anak-anak, dengan

memperlihatkan:

i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami

yang ditanda tangani oleh bendahara tempat

bekerja; atau

ii. Surat keterangan pajak penghasilan; atau

iii. Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh

pengadilan;

d. Ada atau tidak adanya jaminan bahwa suami akan

berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka

dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat

dalam bentuk yang ditetepkan untuk itu.

Pasal 42

(1) Dalam melakukan pemeriksaan mengenai hal-hal pada

pasal 40 dan 41, pengadilan harus memanggil dan

mendengar istri yang bersangkutan.

(2) Pemeriksaan pengadilan untuk itu dilakukan oleh hakim

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah

diterimanya surat permohonan beserta lampiran-

lampirannya.

Pasal 43

Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan

bagi pemohon untuk beristri lebih dari seorang, maka

pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk

beristri lebih dari seorang.

Pasal 44

Pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan

perkawinan seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang

sebelum adanya izin pengadilan seperti dimaksud dalam pasal

43.

5. Poliandri

Poliandri merupakan kebalikan dari poligami. Poliandri

yaitu seorang wanita yang mempunyai lebih dari satu orang laki-

laki (suami), maka haram hukumnya menikah seperti ini karena

sama saja dengan pekerja seks komersial (PSK) yang setiap

harinya selalu berganti-ganti pasangan.

Page 49: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

6. Isogami

Isogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh

seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bertempat

tinggal di wilayah yang sama, etnis dan kesukuannya sama.66

Isogami merupakan larangan yang ditujukan kepada laki-laki

maupun perempuan agar tidak menikah dengan seorang laki-laki

atau perempuan yang berbeda etnis dan suku.

7. Esogami

Esogami merupakan kebalikan dari isogami. Esogami

merupakan perkawinan yang dilakukan oleh seorang lak-laki

dengan seorang perempuan yang berbeda suku, etnis dan tempat

tinggalnya.

8. Nikah Sirri

Nikah sirri merupakan nikah yang dilakukan oleh

seorang laki-laki dengan seorang perempuan tanpa memberi

tahu dan meminta izin orang tuanya yang berhak menjadi wali.

Nikah sirri dilakukan dengan syarat-syarat yang benar menurut

hukum Islam. Hanya saja dalam nikah sirri, pihak orang tua

tidak diberi tahu dan keduanya tidak meminta izin atau meminta

restu orang tua.

9. Kawin dibawah Tangan

Kawin dibawah tangan adalah perkawinan yang

dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan

yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) dan tidak

melalui prosedur yang telah ditentukan dalam undang-undang.

Perkawinan seperti ini menurut undang-undang nomor 1 tahun

1974 tentang perkawinan, perkawinan dibawah tangan dianggap

belum pernah terjadi dan dapat dibatalkan. Namun, apabila

pernikahan dibawah tangan dilakukan dengan memenuhi syarat

dan rukunnya maka dapat langsung dilaporkan ke pegawai

pencatat nikah untuk segera dibuatkan akta nikahnya.

10. Homo seksual

Homo seksual adalah perkawinan yang dilakukan

sesama jenis, yaitu laki-laki dengan laki-laki. Pernikahan jenis

ini haram hukumnya dan pelakunya harus dihukum karena telah

melanggar syari‟at.

66

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, Op.Cit. h. 81.

Page 50: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

11. Lesbian

Lesbian adalah perkawinan yang dilakukan sesama

jenis, seperti halnya homo seksual. Perbedaannya adalah jika

homo seksual pelakunya adalah laki-laki dengan laki-laki,

sedangkan lesbian pelakunya adalah perempuan dengan

perempuan. Lesbian hukumnya haram karena tidak sesuai

dengan hukum-hukum Allah.

Lesbian adalah berupa menggesekkan atau

menyentuhkan alat vital saja dan bukannya ejakulasi. Oleh

karena itu, pelakunya hanya diberi sangsi dan tidak dijatuhi

ḫadd (hukuman yang telah ditentukan) sebagaimana juga kalau

lelaki menggesekkan alat vitalnya kepada perempuan dengan

tidak memasukkannya ke dalam farji.67

12. Nikah wisata

Nikah Wisata adalah merupakan bentuk pernikahan

yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan,

namun pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk

sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan

selama dalam wisata/perjalanan.68

Nikah wisata merupakan

bagian dari nikah mut‟ah karena dalam akadnya ditentukan

berapa lama akan menjalin hubungan sebagai suami-istri.

Pembahasan nikah wisata akan dirinci dan dijelaskan lebih

mendalam dalam bahasan bab III dalam skripsi ini.

G. Tujuan Pernikahan

Pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan

seorang perempuan dengan memenuhi rukun dan syarat

pernikahan, memiliki tujuan yang sangat mulia. Islam adalah

agama rahmat bagi semesta alam, dalam Islam pernikahan atau

perkawinan adalah sunnatullah karena setiap makhluk hidup

membutuhkan lawan jenis untuk menyalurkan kebutuhan

biologisnya. Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk

memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia, juga

67

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 9, Terjemahan Moh. Nabhan Husein

(Bandung: PT Alma‟rif) h. 139. 68

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial

Dan Budaya (Emir, 2015), h. 355.

Page 51: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

sekaligus untuk membentuk keluarga dan memelihara serta

meneruskan keturunan dalam menjadikan hidupnya di dunia ini,

juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dan

ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga

dan masyarakat.69

Oleh karena itu, agama Islam mendorong

umatnya untuk tidak hidup dalam keadaan tabattul atau

mebujang, karena hidup membujang tidak diajarkan dalam

agama Islam. Islam memerintahkan umatnya untuk menyalurkan

kebutuhan biologisnya dengan cara-cara yang telah ditentukan,

yaitu dengan cara menikah.

Pernikahan mempunyai tujuan yang sangat mulia,

berikut akan penulis jelaskan dengan rinci tentang tujuan dari

pernikahan:

1. Berupaya meningkatkan kualitas iman dan memenuhi

panggilan agama, ibadah, amal shalih dan akhlaqul

karimah.

2. Berusaha mewujudkan ikatan lahir dan batin yang kokoh

antara suami dan istri.

3. Berupaya memperoleh keturunan dan mendidik putra-

putri menjadi anak-anak yang shalih-shalihah.

4. Memotivasi diri dan berjuang sungguh-sungguh untuk

memperoleh rizki atau harta yang halal agar memperoleh

berkah.

5. Berusaha melaksanakan kewajiban dan memperoleh hak

serta bertanggung jawah secara sungguh-sungguh.

6. Berusaha mengantarkan seluruh penghuni rumah tangga

untuk menuntut/menambah ilmu sehingga berilmu

pengetahuan dan berwawasan.

7. Berusaha mewujudkan rumah tangga yang sakinah,

mawaddah dan rahmah.

8. Berusaha mewujudkan generasi yang berkualitas/mampu

sehingga dapat berguna bagi agamanya, dirinya,

keluarganya dan masyarakat/negara.70

69

Mardani, Op.Cit. h. 11. 70

Zakiyah Darajat, et.al. Ilmu Fikih, Jilid 3 (Departemen Agama RI,

Jakarta, 1985), h. 64.

Page 52: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

H. Hikmah Pernikahan

Allah menjadikan setiap makhluk hidup yang ada di

bumi ini dengan berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-

laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina,

begitu pula dengan tumbuh-tumbuhan. Hikmah diciptakan

manusia berpasang-pasangan agar manusia dapat hidup penuh

dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangannya. Untuk

itu haruslah diadakan ikatan dan pertalian yang kokoh (mîtsâqan

ghâlizhan) dengan cara melaksanakan ijab qabul dalam

pernikahan.

Bila akad nikah telah dilangsungkan, maka mereka

telah berjanji dan bersedia akan membangun suatu rumah tangga

yang damai dan teratur, akan sehidup semati dalam ikatan suci

pernikahan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan dan

menganjurkan umatnya untuk melaksanakan pernikahan karena

dengan nikah akan berpengaruh baik pada diri sendiri, keluarga,

masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapaun hikmah

pernikahan adalah:

1. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai

untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks, dengan

kawin badan jadi segar, jiwa matang, mata terpelihara

dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati

barang yang berharga.

2. Nikah, jalan terbaik untuk membuat anak-anak menjadi

mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup

manusia, serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat

diperhatikan sekali.

3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh saling

melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan

akan pula tumbuh perasaan-perasaan ramah, cinta dan

sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang

menyempurnakan kemanusiaan seseorang.

4. Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung

anak-anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh-

sungguh dalam memperkuat bakat dan pembawaan

seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan

tanggung jawab dan memikul kewajibannya sehingga ia

akan banyak bekerja dan mencari penghasilan yang

Page 53: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak

produksi. Juga dapat mendorong usaha mengeksploitasi

kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi

kepentingan hidup manusia.

5. Pembagian tugas, di mana yang satu mengurusi rumah

tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai

dengan batas-batas tanggung jawab antara suami-istri

dalam menangani tugas-tugasnya.

6. Pernikahan dapat membuahkan, diantaranya: tali

kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta

antara keluarga, dan memperkuat hubungan masyarakat,

yang memang oleh Islam direstui, ditopang dan

ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang

lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat

lagi bahagia.71

71

Tihami, Sohari Sahrani, Op.Cit. h. 19-20.

Page 54: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB III

PENYAJIAN DATA

A. Pengertian Nikah Wisata

Pernikahan wisata telah menjadi sebuah fenomena yang

serius di beberapa negara Islam pada akhir-akhir ini termasuk

negara Indonesia yang disebabkan oleh perubahan-perubahan

yang terjadi dalam kehidupan, asal usul pernikahan ini telah ada

pada orang-orang terdahulu, mereka menamai dengan

pernikahan misyar, namun pada masa saat ini pernikahan

tersebut lebih dikenal dengan istilah nikah wisata. Nikah Wisata

adalah merupakan bentuk pernikahan yang dilakukan dengan

memenuhi rukun dan syarat pernikahan, namun pernikahan

tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk sementara, semata-

mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam

wisata/perjalanan.72

Pada hakikatnya pernikahan wisata

dilaksanakan oleh seorang laki-laki dengan akad yang benar,

mencukupi rukun dan syaratnya, hanya saja istri harus mengalah

dari beberapa hak-haknya, seperti mendapatkan tempat tinggal,

atau tempat yang disiapkan oleh suami, dan dari hak nafkah

yaitu pembagian yang adil antara dia dengan istri lainnya. Dia

harus rela tinggal di rumah dengan orang tuanya.73

Bentuk dan cara pernikahan wisata selain mirip dengan

nikah mut‟ah juga hampir sama seperti nikah misyar.

Pernikahan misyar adalah pernikahan yang dimana pihak

perempuan mendapatkan sebagian haknya saja yang diatur pada

saat akad nikah, seperti tidak mendapatkan tempat tinggal,

nafkah dan kelangsungan untuk tinggal bersamanya. Selanjutnya

hal ini tentu menimbulkan ketidak adilan antara para istri.

Biasanya pernikahan seperti ini dilakukan oleh laki-laki yang

sedang musafir dan perempuan yang sudah tua, namun belum

menikah, sedangkan ia sudah putus harapan untuk

72

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial Dan

Budaya, (Emir, 2015), h. 355. 73

Muh Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, (Jakarta: Cendekia Sentra

Muslim, 2002), h. 17-19.

Page 55: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

melangsungkan bentuk pernikahan yang normal. Biasanya

pernikahan ini sudah memenuhi rukun nikah yaitu akad,

keridho‟an wali, dua orang saksi dan mahar. Biasanya

pernikahan seperti ini dilakukan oleh para pedagang, tentara,

penuntut ilmu yang berada di negeri asing untuk menjaga

dirinya dari kerusakan. Namun saja perlu diwaspadai bahwa

dalam bentuk pernikahan ini kurang penunaian hak disebabkan

karena adanya kelemahan dalam menunaikan hak dan

kewajiban, disamping memberikan nafkah kepada anak-anak

dikemudian hari ketika jalinan pernikahan tersebut membuahkan

anak.74

Sebagian wisatawan muslim dari negara lain

mempunyai trik agar bisa menyiasati larangan berzina. Sebelum

menyalurkan hasrat seksual, mereka menikahi pasangannya,

dengan memenuhi syarat-rukun nikah. Bunyi ijab kabul mirip

nikah biasa, tanpa penyebutan batas waktu seperti nikah mut'ah

(nikah yang diharamkan kalangan Sunni), mayoritas muslim

Indonesia. Pasangan pun merasa aman dan nyaman, karena

berkeyakinan sebagai suami-istri sah. Bedanya dengan nikah

biasa, perkawinan ini tidak bertahan lama seperti pernikahan

pada biasanya yang menginginkan untuk berpisah jika maut

telah memisahkannya. Pernikahan wisata bisa bertahan sebulan,

sepekan, kadang cuma dua hari. Begitu jadwal liburan berakhir,

pasangan pun bercerai. Agendanya hanyalah sekadar pemuasan

nafsu birahi. Dengan harapan bila si wanita melahirkan anak, tak

ada lagi urusan dengan sang pria. Akad nikah dilakukan secara

lisan, tanpa dicatat Kantor Urusan Agama (KUA). Perceraian

pun diselesaikan secara lisan, tanpa pernyataan di depan

pengadilan agama.75

Praktek ini sudah lama berlangsung di

Indonesia, salah satu daerah yang sering mempraktekkan nikah

wisata adalah kawasan sejuk Puncak, Bogor-Cianjur, Jawa

Barat, dimana kawasan itu mayoritas kebanyakan turis,

pelancongnya kebanyakan asal Timur Tengah.

74

Muhammah Nabil Kazhim, Buku Pintar Sikah; Strategi Jitu

Menuju Pernikahan Sukses, (Solo: Samudera, 2007), h. 71. 75

www.gatra.com/artikel.php?id=140413. Diakses 1 November

2016.

Page 56: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Pernikahan adalah sebuah awal dimulainya kehidupan

antara dua insan yang sebelumnya tidak mempunyai hak dan

kewajiban, dengan pernikahan muncul hak dan kewajiban yang

harus dipenuhi oleh keduanya. Seorang suami harus

bertanggung jawab terhadap istrinya, terlebih apabila pasangan

tersebut dikaruniai buah hati, maka seorang suami harus

bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan primer maupun

sekunder. Selain itu, harus bertanggung jawab dalam

pendidikan, kesehatan serta akhlak seorang anak, karena anak

adalah titipan dari Allah SWT. Oleh karena itu, dalam

pernikahan haruslah saling menjaga satu sama lainnya, jangan

sampai terjadi sebuah pertengkaran keduanya haruslah saling

intropeksi diri dan saling memaafkan dan jangan sampai terjadi

sebuah perceraian, meskipun perceraian tidak dilarang.

B. Praktik-praktik Nikah Wisata

Di atas telah di jelaskan bahwa nikah wisata merupakan

bagian zawâj mua‟qqat atau pernikahan sementara, pernikahan

tersebut hanya untuk memuaskan nafsu syahwat semata tanpa

ada tujuan untuk membangun mahligai rumah tangga seperti

yang disebutkan dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974

pasal 1 yaitu untuk memabangun rumah tangga yang kekal dan

bahagia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya

menyatakan bahwa nikah wisata merupakan bagian dari nikah

mut‟ah, oleh karena itu praktik-praktik yang terjadi tidak jauh

berbeda dengan pernikahan mut‟ah pada umumnya. Dalam

praktiknya pernikahan tersebut juga ada proses serah terimanya

(ijab dan qabul) akan tetapi ijab dan qabul yang dilakukan pada

pernikahan tersebut berbeda dengan nikah yang dianjurkan

dalam agama, jika dalam nikah yang dianjurkan oleh agama

proses ijab dan qabulnya antara wali dari mempelai perempuan

dengan mempelai laki-laki, namun dalam ijab dan qabul dalam

nikah wisata hanya dilakukan oleh calon mempelai perempuan

dengan mempelai laki-laki sehingga lafadz ijab dan qabulnya

adalah sebagai berikut:

“engkau kunikahkan dengan diriku atas dasar sunnatullah

selama ... dengan mas kawin sebesar ...”, setelah wanita

Page 57: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

mengucapkan ijab (menyerahkan diri), maka si pria pun

mengucapkan qabul (penerimaan) sebagai berikut : “kuterima

pernikahan ini”76

Sedangkan mas kawin (mahar) dalam pernikahan

wisata merupakan imbalan atau upah yang diberikan oleh laki-

laki yang menikahi kepada perempuan yang dinikahi karena

telah memberikan pelayanan selama dalam wisata tersebut.

Mahar dalam nikah wisata berbeda dengan mahar pada

umumnya. Jika dalam nikah wisata mahar merupakan upah atas

jasa pelayanan yang diberikan oleh si perempuan, sedangkan

mahar pada umumnya adalah pemberian dari mempelai laki-laki

kepada mempelai perempuan sebagai sarana untuk

menghalalkannya. Di kalangan Syi‟ah, pemberian mas kawin

boleh hanya satu dirham, segenggam makanan, atau seteguk air,

sehingga dapat kita bayangkan betapa mudahnya melakukan

perzinahan dengan atas nama agama di kalangan Syi‟ah.77

Nikah wisata dalam praktiknya juga mengenal istilah

batas waktu (massa). Batas waktu yang ada dalam nikah wisata

adalah sesuai dengan perjanjian di awal atau di akadnya. Dalam

nikah pada umumnya batasan waktu dapat menjadi rusaknya

sebuah pernikahan, namun dalam nikah wisata batasan waktu

menjadi hal yang wajib ada.

Dari Abban bin Taghlib pada riwayat mengenai lafadz

akad mut‟ah, bahwa ia bertanya kepada Abu Abdullah as : “saya

sungguh malu menyebutkan syarat hari. Ia menjawab: “ini lebih

berbahaya bagimu.” Aku berkata: bagaimana bisa? Ia berkata:

“karena jika kamu tidak mensyaratkannya, jadilah ia perkawinan

yang permanen. Maka engkau diwajibkan memberi nafkah pada

masa iddahnya, ia menjadi pewarismu dan engkau tidak bisa

menceraikannya kecuali dengan talak yang sejalan dengan

sunnah.”78

Batasan waktu dalam nikah wisata bisa 1 bulan, 2

pekan, 1 pekan bahkan 3 hari tergantung bagaimana kesepakatan

76

Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita,

(Tangerang: CV. Pamulang, 2005), h.16. 77

Ibid, h. 19. 78

Ibid, h. 18.

Page 58: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

awalnya. Hal ini sangat berbeda jauh dengan pernikahan pada

umumnya yang tak ada batasan sama sekali. Tujuan dari adanya

pernikahan wisata sebagaimana tersirat dalam devinisi nikah

wisata, yakni hanya bertujuan untuk melampiaskan nafsu

biologis, tidak ada keinginan untuk membentuk suatu rumah

tangga yang kekal, sakinah, mawaddah dan rahmah yang selalu

di ridhoi Allah sebagaimana yang diperintahkan oleh agama.

Sehingga dengan hanya menyandarkan pada pemenuhan nafsu

syahwat dalam tujuan pernikahan wisata, maka pernikahan

wisata ini tidak ada bedanya dengan prostitusi, hanya saja dalam

perkawinan ini ada akad sebagai formalitas untuk melegalkan

hubungan badan yang merupakan perbuatan zina.

Pernikahan wisata merupakan pernikahan yang dilarang

karena mempunyai dampak negatif yang sangat banyak sekali,

dampak-dampak negatif dari pernikahan jenis ini adalah sebagai

berikut:

1. Merendahkan Martabat Wanita

Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam

memandang wanita sebagai pemegang peranan penting

dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat dan bernegara

karena wanita dapat menentukan baik atau tidaknya

generasi penerus bangsa. Wanita adalah madrasah atau

sekolah pertama bagi generasi penerus bangsa, karena

mereka (wanita) adalah yang mengandung dan

membesarkan anak-anak generasi bangsa dengan sentuhan

kasih sayang yang dapat menjadikan anak-anak yang

diasuhnya berkembang menjadi pribadi yang kuat, cerdas,

berakhlak dan siap menjadi penerus bangsa yang unggul.

Dalam Islam, wanita memegang peranan yang cukup

penting dalam menentukan baik tidaknya generasi suatu

bangsa. Karena sesungguhnya wanitalah yang cukup

dominan dalam menentukan arah generasi yang

“dicetaknya” sejak dalam masa pranatal hingga generasi

tersebut siap untuk berdiri secara mandiri. Mengingat beban

yang cukup berat tersebut, maka Islam menempatkan posisi

Page 59: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

seorang wanita (ibu) tiga tingkat diatas seorang ayah untuk

ditaati oleh anak-anaknya.79

Penghormatan Islam terhadap wanita pun terlihat dalam

aturan hukum tentang perkawinan. Dimana Islam melarang

antar lawan jenis untuk saling bepandangan dan melakukan

hal-hal yang hanya diperkenankan bagi mereka yang telah

melewati pintu perkawinan. Hal ini semata-mata untuk

menjaga kehormatan masing-masing pihak. Dan ketika

seorang pria telah sungguh-sungguh mencintai seorang

wanita, demikian juga sebaliknya, maka si pia dianjurkan

untuk segera mengawininya. Bila ia telah mengawini wanita

tersebut, maka ia harus bisa menjaganya baik materiil

mauoun immateriil, sebagai wujud penghormatannya

kepada wanita tersebut.80

Penghormatan Islam terhadap wanita yaitu, wanita

mempunyai hak dalam menentukan besaran mahar yang

akan diterima dari seorang laki-laki, selain itu wanita juga

tidak boleh disentuh oleh yang bukan mahramnya bahkan

dilarang untuk memandangi wanita yang bukan

mahramnya. Setelah menikah wanita juga mendapatkan

penghormatan dari agama Islam yaitu memerintahkan

kepada suaminya untuk menggauli istrinya secara ma‟ruf,

tidak berlaku kasar, dan harus dapat berlaku adil terhadap

wanita apabila mempunyai istri lebih dari seorang.

Tidak demikian halnya dengan pandangan Syi‟ah

tentang nikah wisata. Bagi mereka wanita yang dinikahi

dengan jenis pernikahan seperti ini dianggap bukan seorang

istri, melainkan dianggap hanya sebagai wanita sewaan.

Sehingga dengan menempatkan wanita pada kedudukan

yang serendah ini, maka dapat diabayangkan betapa

rendahnya ilmu agama yang mereka miliki karena banyak

dalil-dali agama yang dilanggar.

2. Penelantaran Anak

Anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada

para orang tua, dengan maksud agar orang tua tersebut

79

Ibid, h. 43. 80

Ibid, h. 44

Page 60: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

merawat, mendidik dan menjadikan anak tersebut sebagai

pribadi yang dapat membawa keberkahan dalam rumah

tangga. Dengan lahirnya seorang anak dalam keluarga

mampu menjadi perekat hubungan suami-istri dan

membawa kebahagiaan bagi keluarga. Lahirnya anak di

keluarga adalah tanggung jawab orang tua yang harus

dibesarkan dengan penuh cinta kasih sayang, dengan cara

mencukupi kebutuhan sehari-hari sang anak sampai ia

tumbuh dewasa dan mandiri.

Suami-istri yang dikaruniai seorang anak akan berbagi

tugas dalam mendidik dan membesarkan sang anak. Suami

mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari anak dan istrinya, oleh karena itu

suami harus bekerja supaya mendapatkan rezeki. Sedangkan

istri lazimnya mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam

mengurus anak seperti menyusui dan mengurus rumah

tangga.

Dalam nikah wisata anak yang lahir adalah tanpa

mempunyai seorang ayah, hal ini mejadi beban tersendiri

bagi seorang ibu, yang harusnya bertugas untuk merawat

dan mendidik anak akan mempunyai tugas lain yaitu

menjadi orang tua tunggal (single parent) yang harus

bertanggung jawab selain pada kasih sayang juga harus

bertanggung jawab pada pemenuhan materi yaitu kebutuhan

makan, pakain, tempat tinggal serta kebutuhan pendidikan

dan kesehatan.

3. Rentan Terhadap HIV/AIDS

Islam adalah agama yang sempurna. Dalam Islam kita

sebagai umat manusia diajarkan untuk tidak berlaku

berlebih-lebihan (isrof) dalam segala hal. Isrof merupakan

perbuatan yang tercela dan merupakan awal sumber dari

berbagai macam penyakit, baik penyakit lahiriah maupun

penyakit batiniah. Contoh, Allah SWT. memerintahkan

manusia untuk makan dan minum, tetapi dalam makan dan

minum tersebut kita dilarang untuk berlebih-lebihan.

Karena jika perut terlalu kenyang disebabkan makan dan

minum terlalu banyak, dilihat dari aspek kesehatan akan

memunculkan berbagai jenis penyakit fisik. Jika dilihat dari

Page 61: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

sudut pandang agama, terlalu kenyang akan mengakibatkan

kemalasan untuk melaksanakan perintah-perintah agama

untuk beribadah dan tidak peka terhadapat kondisi sosial

masyarakat sekitarnya.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah

penyakit yang berpotensi fatal yang disebabkan oleh HIV

(Human Immunodeficiency Virus). HIV menyebabkan

kerusakan parah pada sistem kekebalan tubuh. Selain

merugikan sistem kekebalan tubuh, HIV dan AIDS merusak

sistem lain dalam tubuh termasuk pernapasan, saraf,

pencernaan dan sistem kulit. Sementara ada obat ada untuk

HIV atau AIDS, kerusakan yang disebabkan oleh penyakit

ini dapat diobati.

Berikut adalah ulasan bagaimana HIV/AIDS

memengaruhi sistem tubuh:

1) Sistem kekebalan tubuh

HIV dapat merusak sel-sel darah putih yang

membantu sistem kekebalan tubuh melawan penyakit

(sel CD4). Menurut mayoclinic.com, HIV dapat

menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun bila dibiarkan

tidak diobati. Selama waktu tersebut, HIV merusak

sistem kekebalan tubuh ke titik di mana infeksi

oportunistik mulai berkembang. Infeksi oportunistik

adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang

biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Gejala

umum dari infeksi oportunistik mungkin berkaitan

dengan berbagai sistem tubuh, diantaranya keringat

malam, demam, menggigil, sesak napas, bintik-bintik

putih di mulut, kelelahan, ruam kulit dan penurunan

berat badan.

2) Sistem pernapasan

Seiring dengan perkembangan HIV menjadi

AIDS, infeksi seperti pneumonia atau radang paru-paru,

TB dan sarkoma Kaposi dapat menyebabkan kondisi

pernapasan parah. Menurut aids.org, pneumocystis

Page 62: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

pneumonia (PCP) adalah infeksi oportunistik yang

paling umum pada orang dengan HIV. Tanpa

pengobatan, 85 persen dari mereka dengan HIV akan

mengembangkan infeksi. Gejala kondisi pernapasan

yang seringkali muncul akibat infeksi HIV atau AIDS

terkait termasuk kesulitan bernapas, batuk kering dan

demam.

3) Sistem saraf

Sistem kekebalan tubuh yang lemah

memungkinkan bakteri, virus, dan jamur menginfeksi

sistem saraf pada pasien dengan HIV dan AIDS.

Kondisi terkait AIDS umum yang memengaruhi sistem

saraf termasuk demensia AIDS kompleks, limfoma dan

toksoplasmosis. Gejala umum dari kondisi ini meliputi

sakit kepala, keterlambatan berpikir, memori jangka

pendek yang buruk serta perubahan perilaku dan

koordinasi.81

C. Hukum Nikah Wisata

Nikah wisata merupakan istilah nikah yang muncul pada

zaman sekarang ini, dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia

disebutkan bahwasannya nikah wisata merupakan bagian dari

nikah sementara (zawâj muaqqat) dan termasuk bagian dari

nikah mut‟ah. Oleh karena itu, penulis dalam sub bab bagian

hukum nikah wisata berdasarkan pendapat para ulama akan

menyamakan nikah wisata dengan nikah mut‟ah sebagaimana

yang ada dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut, karena

nikah mut‟ah adalah nikah yang telah ada pada masa Rasulullah,

sedangkan nikah wisata hanyalah istilah yang muncul akhir-

akhir ini.

Para Ulama sepakat bahwasannya pernikahan jenis ini

hukumnya haram, kecuali pedapat dari golongan Syai‟ah

sebagai berikut:

81

http://www.sehatfresh.com/dampak-hiv-dan-aids-pada-sistem-

tubuh/ diakses 30 juli 2017.

Page 63: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

a. Menurut Syi‟ah

Nikah mut‟ah dan nikah mu‟qqat (temporal) hukum

keduanya tidak sah. Pernikahan mut‟ah telah dinyatakan

tidak sah oleh ijma‟ (kesepakatan) para ulama kecuali syiah,

mereka berpegangan pada pendapat Ibnu Abbas dan

beberapa sahabat serta tabi‟in. sedangkan pernikahan

mu‟aqqat dinyatakan tidak sah oleh jumhur ulama, karena

sama dengan nikah mut‟ah dan didalam akad yang di

pandang adalah maknanya. Akan tetapi, Zufr82

dan Syiah

menyatakan bahwa kedua pernikahan tersebut sah dilakukan.

Zufr berkata, “pernikahan tersebut sah dan bersifat lazim,

karena pernikahan itu tidak akan batal sebab adanya syarat-

syarat yang rusak.” 83

b. Menurut Ulama Syafi‟iah

Menurut ulama Syafi‟iah nikah mut‟ah adalah

pernikahan yang dibatasi dengan waktu tertentu. Jika

seorang lelaki menikah dengan syarat adanya khiyar

(pilihan) maka akadnya tidak sah. Karena akad tersebut

dapat dibatal oleh adanya kesepakatan waktu. Oleh sebab

itu, pernikahan menjadi batal dengan adanya kesepakatan

khiyar seperti hal dalam jual-beli.84

Menurut ulama syafi‟iah pernikahan seperti ini

merupakan pernikahan yang fasid (rusak) karena tidak

sempurna syaratnya dan terdapat cacat setelah terlaksananya

serta tidak mengakibatkan terlaksananya akibat-akibat

hukum seperti pernikahan yang sah. Dengan demikian, tidak

diwajibkan adanya mahar, nafkah, tidak ada hubungan

mahram sebab mushaharah (besanan), penetapan nasab dan

iddah.

82

Zufr merupakan salah satu ulama dari Madzhab Hanafi. 83

WahbahAz-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu Jilid 9,Terjemahan

Abdul Hayyie Al-Kattani Dkk, (Jakarta: GemaInsani, 2011), h. 113. 84

Ibid, h. 114.

Page 64: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

c. Menurut Ulama Hanabilah

Menurut ulama Hanabilah, nikah yaitu seorang lelaki

menikahi seorang perempuan untuk jangka waktu tertentu,

memberikan syarat untuk menceraikannya pada waktu

tertentu atau berniat di dalam hatinya untuk menceraikan

pada jangka waktu tertentu. Pernikahan mut‟ah juga bisa

berwujud pernikahan seorang lelaki asing (pendatang)

dengan berniat untuk menceraikan si perempuan jika ia

keluar dari wilayah yang ia tempati tersebut. Atau seorang

lelaki berkata, “nikahkanlah mut‟ah diriku dengan dirimu,”

lantas si perempuan menjawab, “aku menikahkanmu mut‟ah

dengan diriku tanpa wali dan saksi.” Barangsiapa yang telah

melaksanakan akad seperti ini maka ia dikenakan ta‟zir dan

nasab anak disandarkan pada dirinya.85

D. Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis ulama Indonesia (MUI) merupakan wadah

musyawarah para Ulama, Zua‟ma, dan cendekiawan muslim

serta menjadi pengayom bagi seluruh muslim Indonesia adalah

lembaga paling berkompeten dalam menjawab dan memecahkan

setiap masalah sosial keagamaan yang senantiasa timbul dan

dihadapi masyarakat.86

MUI merupakan wadah yang menghimpun dan

mempersatukan pendapat dan pemikiran ulama Indonesia yang

tidak bersifat operasional tetapi koordinatif. Majelis ini dibentuk

pada tanggal 26 Juli 1975 M / 17 Rajab 1395 H dalam suatu

pertemuan ulama nasional, yang kemudian disebut Musyawarah

Nasional I Majelis Ulama Indonesia, yang berlangsung di

Jakarta pada tanggal 21-27 Juli 1975. Berdirinya MUI

dilatarbelakangi oleh dua faktor yakni bahwa (1) wadah ini telah

lama menjadi hasrat umat Islam dan pemerintah, mengingat

sepanjang sejarah bangsa Indonesia ulama memperlihatkan

85

Ibid, h. 117. 86

Ma‟ruf Amin, et.al. Himpunan fatwa MUI sejak 1975, (Penerbit

Erlangga), h. 4.

Page 65: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

pengaruhnya yang sangat kuat, nasehat-nasehat mereka dicari

umat, sehingga program pemerintah khususnya menyangkut

keagamaan akan berjalan baik bila mendapat dukungan ulama,

atau minimal tidak dihalangi oleh para uama dan (2) peran

ulama sangat penting.87

Majelis Ulama Indonesia mempunyai fungsi yang sangat

strategis dan relevan dalam kehidupan beragama dan berbangsa.

Fungsi-fungsi dari Majelis Ulama Indonesia sebagai berikut:

1. Memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah

keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan

umat Islam umumnya, sebagai amar makruf nahi

mungkar;

2. Memperkuat ukhuwah (kerukunan) Islamiah dan

memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan antar

umat beragama dalam mewujudkan persatuan dan

kesatuan bangsa;

3. Mewakili umat Islam dalam konsultasi antar umat

beragama;

4. Menjadi penghubung antara ulama dan umara (pejabat

pemerintahan), serta menjadi penerjemah timbal balik

antara pemerintah dan umat beragama guna

menyukseskan pembangunan nasional.88

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah banyak

mengeluarkan fatwa dalam berbagai bidang diantaranya bidang

akidah, ibadah, sosial dan budaya. Dalam musyawarah nasional

MUI VIII pada tanggal 13-16 Sya‟ban 1431 H/ 25-28 Juli tahun

2010 yang diadakan di Jakarta, MUI mengeluarkan fatwa

tentang nikah wisata. Dalam fatwa tersebut Majelis Ulama

Indonesia menjelaskan pengertian dari nikah wisata, yang

dimaksud dengan nikah wisata adalah bentuk pernikahan yang

dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat pernikahan,

namun pernikahan tersebut diniatkan dan/atau disepakati untuk

87

Ensiklopedia Islam 3, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve)

h.122. 88

Ibid, h. 123.

Page 66: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

sementara, semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan

selama dalam wisata/perjalanan.

Ketentuan hukum nikah wisata sebagaimana dimaksud

dalam pengertian nikah wisata tersebut adalah hukumnya haram,

karena merupakan nikah mu‟aqqat (nikah sementara) yang

merupakan salah satu bentuk nikah mut‟ah.

Fatwa tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa nikah

wisata hukumnya haram, mengingat pernikahan wisata

merupakan bagian dari nikah mut‟ah yang telah haram

hukumnya sampai hari kiamat. Dasar hukum yang digunakan

oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menetapkan hukum nikah

wisata sebagai berikut:

Majelis Ulama Indonesia, dalam Musyawarah Nasional MUI

VIII pada tanggal 13-16 Sya‟ban 1431 H/ 25-28 Juli 2010 M,

setelah:

MENIMBANG:

1. Bahwa di tengah masyarakat saat ini muncul praktek

perrnikahan yang dilakukan oleh orang ketika bepergian,

yang dikenal dengan istilah “nikah wisata”;

2. Bahwa atas dasar kenyataan tersebut, muncul pertanyaan

dari masyarakat mengenai hukum “nikah wisata”;

3. Bahwa berdasarkan pertimbangan dalam poin a dan b,

Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama Indonesia

memandang perlu menetapkan fatwa tentang “nikah

wisata” sebagai pedoman.

Page 67: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Mengingat:

1) Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali

terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;

maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah

orang-orang yang melampaui batas”

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya

kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”

Page 68: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

اهلل

اهلل

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari

padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya

Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama

lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya

Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”

2) Hadis Nabi SAW:

عن علي رضي اهلل عنو أنط رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم ن هى عن عة ي وم خيب وعن اوم اامر الىليطة (مت عليو)نكاح المت

“Dari Ali ibn Abi Thalib KW bahwa Rasulullah

SAW melarang nikah mut‟ah pada perang khaibar, juga

melarang memakan daging keledai piaraan”. (muttafaq

„Alaihi)

رخطص رسول اهلل صلى اهلل عليو : عن ياس بن سلمة عن أبيو قال عة ثحلثا . ثط ن هى عن ها– أي ثحلثة أيطام – وسلم عام أوطاس ف المت

رواه مسلم

Dari Iyas ibn Salamah dari ayahnya ia berkata:

“Rasulullah SAW memberikan keringanan (rukhshah)

Page 69: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

pada Tahun Authas untuk melakukan mut‟ah selama tiga

hari kemudian melarang praktek tersebut.” (HR.

Muslim)

غذوت على رسول اهلل : عن الرطبي بن سب رة الهن عن أبو قال صلى اهلل عليو وسلم فإذا ىو قائم ب ي الركن واملقام مسن اظهره ل الكعبة ي قول يا أي ها النطاس ن أمرتكم بال ستمتاع من ى ه النساء، أل و نط اهلل ق رمها عليكم ل ي وم القيامة، فمن كان عن ه من هنط

لو، لتأخذ وا طا لت يتموىنط سيأ رواه مسلم. سيء ف لي ل سبي

Dari Rabi‟ ibn Sabrah al-Juhaini dari ayahnya ia

berkata: “Saya pergi hendak menghadap Rasulullah

SAW: namun beliau sedang berdiri antara rukun

(yamani) dan maqam (Ibrahim) dengan menyandarkan

punggungnya ke Ka‟bah seraya bersabda: Wahai

sekalian manusia, sesungguhnya aku memerintahkan

kalian untuk istimta‟ dari para perempuan ini.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah SWT sungguh telah

mengharamkan atas kalian hingga hari kiamat. Barang

siapa yang masih memiliki perempuan-perempuan

tersebut hendaknya melepasnya. Jangan ambil sesuatu

pun dari apa yang telah kalian bayarkan kepada

mereka”. (HR. Muslim)

عن علي كرطم اهلل وجهو أنط رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم هنى عن نسيطة عة النساء وعن أكل اوم اامر اا مت عليو. مت

Dari Ali karramallahu wajhah bahwa Rasulullah

SAW melarang untuk melakukan nikah mut‟ah dan untuk

memakan daging keledai piaraan”. (Muttafaq „Alaihi)

Page 70: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

3) Ijma‟

Ulama sepakat (ijma‟) mengatakan bahwa hukum nikah

mut‟ah adalah haram untuk selama-lamanya,

sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Qadir karya

Ibn al-Humam 3/246-247, dan kitab-kitab fikih lainnya.

4) Atsar Sahabat:

ما بال أقوام ينكحون ىذه املتعة وق هنى رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم عنها، ل أج رجحل نكها ل رمجتو بااجارة روي أنط عمر قال

عة ثحلثا، ثط : نط رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم أذن لنا ف المت . رطمها، واهلل ل أعلم أ ا ي تمتط وىو صن الط رمجتو بااجارة

أخرجو ابن ماجو بإسناد صحي

Diriwayatkan bahwa „Umar ibn Khattahab suatu

saat naik mimbar, kemudian membaca hamdalah serta

memuji Allah lantas berkata: “Bagaimana urusan

sekelompok orang yang melakukan nikah mut‟ah

sementara Rasulullah SAW telah melarangnya. Saya

tidak menemui satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah

kecuali saya rajam dengan batu.” Diriwatkan bahwa

„Umar ibn Khatthab berkata: “Sesungguhnya Rasulullah

SAW memberi izin mut‟ah selama tiga hari kemudian

mengharamkannya. Demi Allah, saya tidak mengetahui

satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah sementara dia

seorang yang telah pernah menikah kecuali saya rajam

dengan batu.” (H. Ibn Majah dengan sanad yang

shahih)

Page 71: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

5) Pendapat, saran, dan masukan peserta Munas VIII MUI

tanggal 27 Juli 2010.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG NIKAH WISATA

Ketentuan Umum:

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan nikah wisata adalah

bentuk pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan

syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut diniatkan

dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata hanya untuk

memenuhi kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan.

Ketentuan Hukum:

Nikah wisata sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum

hukumnya haram, karena merupakan nikah mu‟aqqat (nikah

sementara) yang merupakan salah satu bentuk nikah mut‟ah.

Fatwa tersebut sangat jelas bahwa yang dimaksud

dengan nikah wisata adalah pernikahan yang dilakukan semata-

mata hanya untuk memenuhi kebutuhan selama dalam

wisata/perjalan. Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis

Ulama Indonesia menegaskan bahwa nikah wisata hukumnya

adalah haram.

Page 72: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB IV

ANALISIS DATA

Setelah penulis menguraikan setiap bab yang memiliki

hubungan dengan judul skripsi penulis, maka penulis akan

menyampaikan kajian analisis data pada bab IV, penyampaian

analisis data difokuskan pada permasalahan yang telah

dirumuskan pada bab pertama. Dalam hal ini penulis akan

menganalisa terhadap praktik-praktik nikah wisata dan

menganalisa terhadap hukum nikah wisata.

A. Praktik Nikah Wisata

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan

bahwa praktik-praktik tentang nikah wisata merupakan praktik

nikah yang tidak jauh berbeda dengan praktik nikah mut‟ah

yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW. masih

hidup, seperti adanya masa (batasan waktu) dalam pernikahan.

Praktik nikah wisata sering terjadi di daerah puncak Bogor,

umumnya nikah wisata dilakukan oleh orang muslim dari Timur

Tengah yang sedang berwisata ke kawasan puncak tanpa

membawa pasangannya, oleh karena itu turis muslim tersebut

membutuhkan pasangan untuk melampiaskan nafsu syahwatnya

selama dalam wisata dan tidak ada keinginan untuk membentuk

suatu rumah tangga yang kekal, sakinah, mawaddah dan rahmah

yang di ridhai Allah sebagaimana yang diperintahkan oleh

agama.

Dalam keadaan tidak membawa pasangannya selama

berwisata, turis muslim tersebut mencoba mengakali pernikahan

dengan cara menikahi perempuan pribumi untuk dijadikan istri

dengan tujuan agar tidak melakukan perbuatan zina serta dengan

tujuan dapat menyalurkan kebutuhan biologis selama dalam

berwisata.

Pernikahan yang dilakukan antara turis muslim dengan

muslimah pribumi tersebut pada umumnya tidak dicatatkan di

Kantor Urusan Agama (KUA) yang berada di wilayah tersebut.

Tidak dicatatkannya sebuah pernikahan di Kantor Urusan

Agama akan merugikan pihak perempuan, karena tidak

mempunyai kekuatan hukum apabila terjadi hal-hal yang tidak

Page 73: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

diinginkan. Pernikahan yang dilakukan umumnya tidak bertahan

lama yaitu ada yang berumur 2 bulan, 1 bulan, 2 minggu bahkan

3 hari, tergantung akad (perjanjian) antara laki-laki dan

perempuan yang di lakukan di awal sebelum pernikahan.

Setelah habis masa liburan/berwisata maka turis

muslim yang telah melakukan pernikahan dengan perempuan

pribumi akan meninggalkan lokasi wisata untuk kembali pulang

ke negara asalnya, kembalinya turis tersebut ke negara asal juga

akan meninggalkan istri yang telah dinikahi. Kepulangannya

jelas merugikan pihak perempuan (istri) karena perempuan

tersebut harus menanggung segala dampak/resiko, dampak dari

pernikahan wisata adalah apabila dari hubungan tersebut telah

dikaruniai seorang anak maka istri harus menanggung resiko

untuk memenuhi segala kebutuhan anak dari hasil pernikahan

tersebut. Sebagai seorang istri yang seharusnya mendapatkan

nafkah dari suami untuk kebutuhan dirinya dan anak-anaknya

malah justru harus menjadi orang tua tunggal (single parent)

karena suami telah pulang ke negara asalnya dan tidak pernah

menghubunginya lagi.

Selain itu, pernikahan seperti ini berdampak pada

perwalian anak yang telah lahir dari nikah wisata, anak tidak

bisa mendapatkan hak-haknya dari wali yang telah pulang ke

negara asal, perwalian anak akan berpindah ke pihak ibu.

Hukum Islam telah mengatur praktik-praktik pernikahan

secara lengkap dan terperinci, hal ini bisa di lihat dalam Al-

Qur‟an maupun Hadis Nabi. Salah satunya dalam Al-Qur‟an

surat Al-Nisa ayat 21 yang berbunyi:

Artinya: “Dan bagaimana kamu akan mengambilnya

kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama

lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-

Page 74: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat

(ikatan pernikahan) dari kamu”.

Ayat tersebut terdapat kata mîtsâqan ghalîzdan yang

mempunyai makna perjanjian yang kuat antara pasangan suami-

istri setelah mereka melangsungkan akad pernikahan.

Kandungan ayat tersebut juga termuat dalam undang-undang

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 yang

menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 1 undang-undang nomor 1

tahun 1974 tersebut sangat selaras dengan ayat 21 surat Al-Nisa,

kedua dasar hukum tersebut memerintahkan agar setiap insan

manusia yang melaksanakan pernikahan hendaklah menjaga

keharmonisan dalam berumah tangga supaya rumah tangga

tersebut kekal hingga kematian yang memisahkan.

Selain surat Al-Nisa ayat 21, anjuran untuk membangun

rumah tangga yang kekal dan langgeng juga tersirat dalam Hadis

Nabi SAW. sebagai berikut:

هما قال قال رسول اهلل صلى اهلل عليو : عن ابن عمر رضي اهلل عن رواه أبو داود وابن ماجو . وسلم أب ااحلل عن اهلل اللطحل

وصححو اااكم ورج أبو اا رسالو Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu „Anhuma

dia berkata: bahwa Rasul SAW. bersabda, “Perkara

halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq.” H.R.

Abu Daud dan Ibnu Majah, disahkan oleh Hakim dan

ditarjih oleh Abu Hatim.

Dalam hadis tersebut terkandung makna bahwa

perceraian merupakan suatu perkara yang dibolehkan serta

dihalalkan dalam ajaran Islam, namun perceraian yang

dilakukan oleh pasangan suami-istri adalah perbuatan yang

dibenci oleh Allah SWT. oleh karena itu, sebuah pernikahan

hendaklah dijaga dengan sebaik-baiknya agar masalah yang

Page 75: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

datang bisa diselesaikan dengan cara-cara yang baik dan jangan

sampai pernikahan yang dibangun antara suami-istri dengan

tujuan untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah dan

rahmah justru mendatangkan kebencian dari Allah yaitu karena

terjadi perceraian.

B. Hukum Nikah Wisata

Melihat maraknya fenomena di tengah mayarakat yang

melakukan nikah wisata yaitu pernikahan yang dilakukan secara

sembunyi-sembunyi serta tidak dicatatkan pada Kantor Urusan

Agama (KUA) setempat yang banyak dilakukan oleh pasangan

beda negara. Dengan adanya aktivitas di tengah masyarakat

tersebut menimbulkan keraguan dan keresahan tentang

bagaimana hukumnya serta akibat hukum dari pernikahan

wisata. Oleh sebab itu dengan berbagai alasan dan dasar-dasar

hukum yang telah dijelaskan sebelumnya maka Majelis Ulama

Indonesia (MUI) memandang pentingnya untuk mengeluarkan

fatwa tentang nikah wisata supaya tidak menimbulkan keraguan

dan permasalahan dikalangan masyarakat serta mendapatkan

kepastian hukum mengenai nikah wisata

Mengenai Fatwa nikah wisata yang dikeluarkan oleh

Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2010, penulis berpendapat

bahwa fatwa tersebut sesuai dan sejalan dengan hukum Islam.

Karena pernikahan wisata mirip sekali dengan pernikahan yang

pernah ada pada masa Rasulullah SAW. yaitu yang dikenal

dengan nikah mut‟ah. Pernikahan mut‟ah sendiri pada masa

Rasulullah pernah terjadi dan diperbolehkan yaitu pada saat

perang Authas, namun pernikhan mut‟ah kemudian dilarang

oleh Rasulullah. Pada saat ini perkembangan zaman dan

teknologi semakin canggih yaitu dibuktikan dengan mudahnya

manusia untuk berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain,

hal ini akan memunculkan berbagai problematika baru yang

timbul dari dampak perkembangan zaman tersebut, salah

satunya problem nikah wisata.

Fatwa tentang nikah wisata yang dikeluarkan oleh MUI

pada dasarnya sangatlah penting dan penulis mendukungnya.

Akan tetapi penulis akan menganalisa fatwa yang di keluarkan

oleh Majelis Ulama Indonesi pada tahun 2010 tentang nikah

Page 76: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

wisata. Dalam hal ini penulis akan menganalisa dari hadis yang

dijadikan landasan hukum untuk menentukan fatwa tersebut,

hadis yang akan penulis analisa adalah hadis yang diriwayatkan

oleh Imam Muslim sebagai berikut:

غذوت على رسول اهلل صلى : عن الربي بن سبة الهن عن أبو قال اهلل عليو وسلم فإذا ىو قائم بي الركن واملقام مسن اظهره ل الكعبة يقول يا أيها الناس ن أمرتكم بال ستمتاع من ى ه النساء، أل و ن اهلل ق رمها عليكم ل يوم القيامة، فمن كان عن ه منهن سيء

رواه مسلم. فلي ل سبيلو، لتأخذ وا ا لتيتموىن سيأ

Dari Rabi‟ ibn Sabrah al-Juhaini dari ayahnya ia

berkata: “Saya pergi hendak menghadap Rasulullah

SAW: namun beliau sedang berdiri antara rukun

(yamani) dan maqam (Ibrahim) dengan menyandarkan

punggungnya ke Ka‟bah seraya bersabda: Wahai

sekalian manusia, sesungguhnya aku memerintahkan

kalian untuk istimta‟ dari para perempuan ini.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah SWT sungguh telah

mengharamkan atas kalian hingga hari kiamat. Barang

siapa yang masih memiliki perempuan-perempuan

tersebut hendaknya melepasnya. Jangan ambil sesuatu

pun dari apa yang telah kalian bayarkan kepada

mereka”. (HR. Muslim)

Hadis tersebut setelah dicari dalam maktabah syamilah

hasilnya tidak ada, tetapi dalam maktabah syamilah terdapat

hadis yang redaksinya mirip dengan hadis tersebut yang sama-

sama di riwayatkan oleh Imam Muslim, sebagai berikut:

عن الرطبي بن سب رة الهن انط اباه ثو انطو كان م رسول اهلل صلطى اهلل عليو وسلطم ف قال يااي ها النطاس ان ق كنت اذنت لكم ف

Page 77: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

ستمتاع من النساء وانط اهلل ق رم ذلك ال ي وم القيامة فمن كان اللو ول تأخ وا طا ت يتمو ىنط شيئاآعن ه من هنط شيء ف لي ل سبي

Artinya: Dari Rabi‟ ibn Sabrah al-Juhaini bahwasannya

ayahnya mengatakan dia bersama Rasul SAW. maka

beliau pun bersabda wahai manusia sesungguhnya aku

telah membolehkan bagi kalian nikah dan sesungguhnya

Allah telah mengharamkan sampai hari kiamat. Maka

barang siapa yang masih memiliki wanita yang dinikahi

secara mut‟ah maka hendaknya membebaskan dan

janganlah kalian mengambil sesuatu yang telah

diberikan kepada mereka. (HR. Muslim)

Selain hadis riwayat Imam Muslim yang penulis analisa,

penulis juga menganalisa atsar sahabat yang dijadikan landasan

dalam menentukan hukum nikah wisata. Atsar yang digunakan

dalam fatwa tersebut sebagai berikut:

ما بال أقوام ينكحون ىذه املتعة وق هنى رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم عنها، ل أج رجحل نكها ل رمجتو بااجارة روي أن عمر قال

ن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم أذن لنا ف املتعة ثحلثا، ث : . رمها، واهلل ل أعلم أ ا يتمت وىو صن ال رمجتو بااجارة

أخرجو ابن ماجو بإسناد صحي

Diriwayatkan bahwa „Umar ibn Khattahab suatu

saat naik mimbar, kemudian membaca hamdalah serta

memuji Allah lantas berkata: “Bagaimana urusan

sekelompok orang yang melakukan nikah mut‟ah

sementara Rasulullah SAW telah melarangnya. Saya

tidak menemui satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah

kecuali saya rajam dengan batu.” Diriwatkan bahwa

„Umar ibn Khatthab berkata: “Sesungguhnya Rasulullah

SAW memberi izin mut‟ah selama tiga hari kemudian

Page 78: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

mengharamkannya. Demi Allah, saya tidak mengetahui

satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah sementara dia

seorang yang telah pernah menikah kecuali saya rajam

dengan batu.” (H.R Ibnu Majah dengan sanad yang

shahih)

Atsar sahabat tersebut setelah dicari dalam maktabah

syamilah hasilnya tidak ada namun dalam maktabah syamilah

ada yang redaksinya sama dengan yang ada dalam fatwa

tersebut yaitu sebagai berikut:

عن ابن عمر قال لمطا ول عمر بن اللطاا خلاا النطاس ف قال نط رسول اهلل عة ثحلثا ثط رطمها واهلل ل اعلم صلطى اهلل عليو وسلطم اذن لنا ف المت

ا ا ي تمتط وىو صن الط رمجتو بااجارة الط ان يأتين بأرب عة يله ون أنط رسول اهلل ا لطها ب ع ذ رطمها

Artinya: Dari Ibnu Umar dia berkata ketika Umar bin Khattab

menjadi Khalifah ia berpidato di hadapan manusia dan

berkata: sesungguhnya Rasul SAW telah membolehkan

untuk kita nikah mut‟ah 3 hari kemudian

mengharamkannya, demi Allah tidak aku ketahui ada

seseorang melakukan praktik nikah mut‟ah dan dia

sudah berkeluarga melainkan aku rajam dia dengan

batu kecuali apabila dia mendatangkan kepadaku empat

orang yang bersaksi, bahwasannya Rasul

menghalalkannya setelah mengharamkannya.

Islam sebagai agama rahmatallil „alamin senantiasa

mengajurkan umatnya untuk selalu meningkatkan ketaqwaan

kepada Allah SWT. yaitu dengan cara mengerjakan semua

perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Perintah dan larangan

tersebut merupakan aturan yang di buat oleh Allah SWT. untuk

kebaikan manusia. Allah SWT. berfirman dalam al-Qur‟an

surat al-Mu‟minun ayat 5-7:

Page 79: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya.

kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang

mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini

tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu

maka mereka itulah orang-orang yang melampaui

batas”

Ayat tersebut masih berkaitan erat dengan ayat yang

sebelumnya. Kita sebagai umat muslim dianggap beruntung

apabila berhasil menjaga kemaluannya dari hal-hal yang

dilarang seperti berzina. Dalam ayat tersebut diperintahkan

untuk menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istrinya atau

budak yang dimilikinya. Oleh karena itu diharamkan dan

dilarang untuk berhubungan seksual selain dengan istri atau

budak yang dimilikinya.

Selain itu penulis dalam hal ini juga akan menganalisa

hukum nikah wisata dari sudut pandang maqâshid al-syarîʻah

(tujuan hukum Islam). Maqâsid al-syarîʻah adalah apa yang

dimaksud oleh Allah dalam menetapkan hukum, apa yang dituju

Allah dalam menetapkan hukum atau apa yang ingin dicapai

oleh Allah dalam menetapkan suatu hukum.

Kebutuhan tingkat primer adalah sesuatu yang harus

ada untuk keberadaan manusia atau tidak sempurna kehidupan

manusia tanpa terpenuhinya kebutuhan primer tersebut.

Kebutuhan yang bersifat primer ini dalam Ushul Fiqh disebut

tingkat dharȗrî ( ضرورى) . Ada lima hal yang harus ada pada

manusia sebagai ciri atau kelengkapan kehidupan manusia.

Secara berurutan , peringkatnya adalah: agama, jiwa, akal, harta

Page 80: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

dan keturunan (harga diri). Kelima hal ini disebut “dharȗriyyât

yang lima”.

Kelima dharȗriyyât tersebut adalah hal yang mutlak

harus ada pada manusia. Karenanya Allah menyuruh untuk

melakukan segala upaya bagi keberadaan dan kesempurnaannya.

Sebaliknya Allah melarang melakukan perbuatan yang dapat

menghilangkan atau mengurangi salah satu dari kelima

dharȗriyyât yang lima itu. Segala perbuatan yang dapat

mewujudkan atau mengekalkan lima unsur pokok itu adalah

baik, dan karenanya harus dikerjakan. Sedangkan segala

perbuatan yang merusak atau mengurangi nilai lima unsur

pokok itu adalah buruk dan karenanya harus dijauhi.

Agar kelangsungan hidup manusia terus berlanjut dan

tidak berhenti, diperlukan pernikahan agar mempunyai

keturunan yang sah dan jelas nasabnya. Untuk itu, Allah SWT.

melengkapi mahkluk hidup termasuk manusia dengan nafsu

syahwat yang mendorong melakukan hubungan badan

(senggama) agar mempunyai keturunan.

Segala usaha yang mengarah pada penghapusan atau

perusakan keturunan yang sah adalah perbuatan yang buruk.

Oleh karena itu, Nabi sangat melarang sikap tabattul atau

membujang karena mengarah pada peniadaan keturunan. Islam

juga melarang zina yang dinilai sebagai perbuatan keji dan dapat

merusak tatanan sosial, mengaburkan nasab keturunan serta

akan mendatangkan bencana.

Jadi, secara umum fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2010 tentang nikah wisata

adalah sesui dengan prinsip maqâsid al-syarî‟ah karena fatwa

tersebut telah mengharamkan adanya nikah wisata yang dapat

menghilangkan asal-susul atau nasab dari anak yang dihasilkan

dari penikahan wisata.

Page 81: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Praktik nikah wisata adalah praktik pernikahan yang

terdapat akad serah terimah (ijab dan qabul), akan tetapi

ijab qabul yang dilakukan pada pernikahan tersebut

berbeda dengan nikah yang dianjurkan dalam agama,

jika dalam nikah yang dianjurkan oleh agama proses ijab

dan qabulnya antara wali dari mempelai perempuan

kepada mempelai laki-laki, namun ijab dan qabul dalam

nikah wisata hanya dilakukan oleh calon mempelai

perempuan dengan mempelai laki-laki sehingga lafadz

nikahnya pun berbeda dan yang membedakan nikah

wisata dengan dengan pernikahan pada umumnya yaitu

dalam nikah wisata terdapat batasan usia pernikahan

sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak di waktu

akad.

2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor/02/Munas-

VIII/MUI/2010 yang menyatakan nikah wisata

merupakan nikah sementara (nikâh mu‟aqqat) yang

merupakan salah satu bentuk nikah mut‟ah dan

hukumnya adalah haram. Fatwa MUI tentang nikah

wisata merupakan fatwa yang dikeluarkan untuk

memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa

nikah wisata adalah pernikahan yang hukumnya haram,

fatwa tersebut sesuai dengan kaidah hukum Islam yaitu

maqâshid al-syarîʻah (tujuan hukum Islam) karena fatwa

tentang nikah wisata merupakan salah satu upaya agar

tidak menghilangkan nasab seorang anak. Fatwa ini telah

sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Page 82: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

B. Saran

Nikah wisata mempunyai dampak yang sangat negatif bagi

kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, oleh karena itu penulis

memiliki saran-saran yang berkaitan dengan nikah wisata

sebagai berikut:

1. Pemerintah hendaknya menghentikan dan melarang

dengan keras bisnis praktik nikah wisata, dengan cara

menghukum pelaku nikah wisata baik laki-laki maupun

perempuan yang melakukan nikah wisata.

2. Bagi masyarakat agar segera melapor kepada pihak

berwajib apabila melihat praktik-praktik nikah wisata

yang ada di sekitar karena dapat merusak moral serta

generasi penerus bangsa.

3. Bagi para pelaku nikah wisata hendaknya segera

bertaubat dengan memohon ampunan kepada Allah

Ta‟ala. serta meninggalkan nikah wisata karena dapat

menimbulkan penyakit HIV/AIDS karena nikah wisata

tidak jauh berbeda dengan praktik prostitusi.

Page 83: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

DAFTAR PUSTAKA

„Abdul „Azhim Bin Abdul Qawi Xakiyuddin Al Mundziri,

Mukhtashar Shahih Muslim, Terjemahan Ahmad

Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, 1421 H/ 2001 M.

Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed

Hawwas, Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2011.

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Cetakan III, Jakarta:

Prenanda Media Group, 2008.

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT.

Citra Aditya Bakti, 2004.

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta:

CV Akademika Pressindo, 2001.

Ahmad anwar, Prinsip-prinsip Metodologi Research,

Yogyakarta: Sumbangsih, 1974.

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Rajawali

Pers, 2003.

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, Cetakan VII,

Bandung: CV Pustaka Setia, 2013.

Perkawinan Dalam Hukum Islam dan

Undang-Undang, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Departemen Agama RI Al-Hikmah Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

Cetakan XX, Bandung: Diponegoro.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 84: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Ensiklopedia Islam 3, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

http://www.sehatfresh.com/dampak-hiv-dan-aids-pada-sistem-

tubuh/

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam,

Cetakan V, Bandung: Penerbit JABAL, 2013.

Ibnu Rusyd, Bidayatu‟l Mujtahid, Terjemahan Abdurrahman,

Haris Abdullah, Semarang: CV Asy Syifa‟, 1990.

Imam Abu Husein Muslim Bin Hajjaj Al-Qusyairi An

Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 2, Terjemahan KH.

Adib Bisri Musthofa, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992.

Jiko Subagio, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktik,

Jakarta: Rineka Cipta, 2011.

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan,

Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987.

Lexy L Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan XIV,

Bandung: Ramaja Rosda Karya, 200.

Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita,

Tangerang: CV. Pamulang, 2005.

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam,

Jakarta: Siraja Prenada Media Group, 2006.

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fawa MUI Bidang Sosial

Dan Budaya, Emir, 2015.

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern,

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Muh Fuad Syakir, Perkawinan Terlarang, Jakarta: Cendekia

Sentra Muslim, 2002.

Page 85: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Muhammad Ali Ash-Shabuny, Qabas Min Nuuril-Qur‟an,

Terjemahan Munirul Abidin, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar.

Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia

Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Muhammad Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi

Penelitian Dan Aplikasinya, Jakarta:

Gralia Indonesia, 2002.

Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Terjemahan Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press.

Muhammah Nabil Kazhim, Buku Pintar Sikah; Strategi Jitu

Menuju Pernikahan Sukses, Solo: Samudera,

2007.

Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak

Dicatat, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, Jakarta: Gema Insani Press,

2005.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, Terjemahan Moh. Thalib,

Bandung: PT Al Ma‟rif.

Fikih Sunnah 9, Terjemahan Moh. Nabhan

Husein, Bandung: PT Alma‟rif.

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1996.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1977.

Page 86: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita (edisi

lengkap), Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2000.

T.M. Hasbi Ashiddiqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1995.

Terjemah hadits Shahih Bukhari I-IV, Jakarta:Penerbit

Widjaya,1992.

Tihami, Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2010.

Undang-Undang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974, Surabaya:

Rona Publishing.

WahbahAz-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu Jilid

9,Terjemahan Abdul Hayyie Al-Kattani Dkk,

Jakarta: GemaInsani, 2011.

Witarto, Memahami Pengolahan Data, Jakarta: Bumi Aksara,

2008.

www.gatra.com/artikel.php?id=140413

Zakiyah Darajat, et.al. Ilmu Fikih, Jilid 3, Departemen Agama

RI, Jakarta:1985.

Page 87: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Nomor 02/MUNAS-VIII/MUI/2010

Tentang

NIKAH WISATA

Majelis Ulama Indonesia, dalam Musyawarah Nasional MUI

VIII pada tanggal 13-16 Sya‟ban 1431 H/ 25-28 Juli 2010 M,

setelah:

MENIMBANG:

4. Bahwa di tengah masyarakat saat ini muncul praktek

perrnikahan yang dilakukan oleh orang ketika bepergian,

yang dikenal dengan istilah “nikah wisata”;

5. Bahwa atas dasar kenyataan tersebut, muncul pertanyaan

dari masyarakat mengenai hukum “nikah wisata”;

6. Bahwa berdasarkan pertimbangan dalam poin a dan b,

Musyawarah Nasional VIII Majelis Ulama Indonesia

memandang perlu menetapkan fatwa tentang “nikah

wisata” sebagai pedoman.

Mengingat:

6) Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali

terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki;

maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Page 88: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah

orang-orang yang melampaui batas”

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia

menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya

kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu

yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari

padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya

Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama

lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya

Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”

7) Hadis Nabi SAW:

Page 89: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

عن علي رضي اهلل عنو أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم هنى عن (مت عليو)نكاح املتعة يوم خيب وعن اوم اامر الىلية

“Dari Ali ibn Abi Thalib KW bahwa Rasulullah

SAW melarang nikah mut‟ah pada perang khaibar, juga

melarang memakan daging keledai piaraan”. (muttafaq

„Alaihi)

رخص رسول اهلل صلى اهلل عليو : عن ياس بن سلمة عن أبيو قال . ث هنى عنها– أي ثحلثة أيام – وسلم عام أوطاس ف املتعة ثحلثا

رواه مسلمDari Iyas ibn Salamah dari ayahnya ia berkata:

“Rasulullah SAW memberikan keringanan (rukhshah)

pada Tahun Authas untuk melakukan mut‟ah selama tiga

hari kemudian melarang praktek tersebut.” (HR.

Muslim)

غذوت على رسول اهلل صلى : عن الربي بن سبة الهن عن أبو قال اهلل عليو وسلم فإذا ىو قائم بي الركن واملقام مسن اظهره ل الكعبة يقول يا أيها الناس ن أمرتكم بال ستمتاع من ى ه النساء، أل و ن اهلل ق رمها عليكم ل يوم القيامة، فمن كان عن ه منهن سيء

رواه مسلم. فلي ل سبيلو، لتأخذ وا ا لتيتموىن سيأ Dari Rabi‟ ibn Sabrah al-Juhaini dari ayahnya ia

berkata: “Saya pergi hendak menghadap Rasulullah

SAW: namun beliau sedang berdiri antara rukun

(yamani) dan maqam (Ibrahim) dengan menyandarkan

punggungnya ke Ka‟bah seraya bersabda: Wahai

sekalian manusia, sesungguhnya aku memerintahkan

kalian untuk istimta‟ dari para perempuan ini.

Ketahuilah, sesungguhnya Allah SWT sungguh telah

mengharamkan atas kalian hingga hari kiamat. Barang

Page 90: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

siapa yang masih memiliki perempuan-perempuan

tersebut hendaknya melepasnya. Jangan ambil sesuatu

pun dari apa yang telah kalian bayarkan kepada

mereka”. (HR. Muslim)

عن علي كرم اهلل وجهو أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم هنى عن

مت عليو. متعة النساء وعن أكل اوم اامر االساء Dari Ali karramallahu wajhah bahwa Rasulullah

SAW melarang untuk melakukan nikah mut’ah dan untuk memakan daging keledai piaraan”. (Muttafaq ‘Alaihi)

8) Ijma‟

Ulama sepakat (ijma‟) mengatakan bahwa hukum nikah

mut‟ah adalah haram untuk selama-lamanya,

sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Qadir karya

Ibn al-Humam 3/246-247, dan kitab-kitab fikih lainnya.

9) Atsar Sahabat:

ما بال أقوام ينكحون ىذه املتعة وق هنى رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم عنها، ل أج رجحل نكها ل رمجتو بااجارة روي أن عمر قال

ن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم أذن لنا ف املتعة ثحلثا، ث : . رمها، واهلل ل أعلم أ ا يتمت وىو صن ال رمجتو بااجارة

أخرجو ابن ماجو بإسناد صحي

Diriwayatkan bahwa „Umar ibn Khattahab suatu

saat naik mimbar, kemudian membaca hamdalah serta

memuji Allah lantas berkata: “Bagaimana urusan

sekelompok orang yang melakukan nikah mut‟ah

sementara Rasulullah SAW telah melarangnya. Saya

tidak menemui satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah

kecuali saya rajam dengan batu.” Diriwatkan bahwa

„Umar ibn Khatthab berkata: “Sesungguhnya Rasulullah

SAW memberi izin mut‟ah selama tiga hari kemudian

Page 91: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

mengharamkannya. Demi Allah, saya tidak mengetahui

satu pun laki-laki yang melakukan mut‟ah sementara dia

seorang yang telah pernah menikah kecuali saya rajam

dengan batu.” (H. Ibn Majah dengan sanad yang

shahih)

10) Pendapat, saran, dan masukan peserta Munas VIII MUI

tanggal 27 Juli 2010.

Dengan bertawakal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : FATWA TENTANG NIKAH WISATA

Ketentuan Umum:

Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan nikah wisata adalah

bentuk pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun

dan syarat pernikahan, namun pernikahan tersebut diniatkan

dan/atau disepakati untuk sementara, semata-mata hanya

untuk memenuhi kebutuhan selama dalam wisata/perjalanan.

Ketentuan Hukum:

Nikah wisata sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum

hukumnya haram, karena merupakan nikah mu‟aqqat (nikah

sementara) yang merupakan salah satu bentuk nikah mut‟ah.

Ditetapkan di: Jakarta

Pada tanggal: 13 Sya‟ban 1431 H

27 Juli 2010

Page 92: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH WISATA (Analis ...repository.radenintan.ac.id/2837/1/SKRIPSI_khusni.pdfsah dan pernikahan yang tidak sah. Pernikahan yang sah merupakan pernikahan

KOMISI C BIDANG FATWA

MUSYAWARAH NASIONAL VIII MAJELIS ULAMA

INDONESIA

PIMPINAN SIDANG

Ketua sekretaris

ttd.

ttd.

Prof. Dr. Hj. Huzaimah T. Yanggo, MA Dr. HM. Asrorun

Ni‟am Sholeh, MA