perlawanan rakyat indonesia terhadap penjajah

17
P erlawanan Rakyat Indonesia Menurut sejarahnya, Indonesia telah dijajah oleh banyak Negara. Yaitu , P ortugis, s panyol, VOC dan Belanda. Selama dijajah oleh bangsa tersebut, rakyat Indonesia tidak tinggal diam. Rakyat Indonesia juga melawan. Berikut selengkanya : 1. Perlawanan Rakyat Terhadap Portugis a ) Perlawanan Rakyat Minahasa Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari tahun 1512- 1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat mengusir Portugis. Portugis membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa diantaranya di Amurang dan Kema. b ) Perlawanan Rakyat Malaka Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama

Upload: kirana-anindya

Post on 22-Dec-2015

420 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

berisi tentang perlawanan terhadap spanyol, portugis, belanda, VOC, inggris, dan jepang

TRANSCRIPT

P erlawanan Rakyat Indonesia

Menurut sejarahnya, Indonesia telah dijajah oleh banyak Negara. Yaitu, Portugis, spanyol, VOC dan Belanda. Selama dijajah oleh bangsa tersebut, rakyat Indonesia tidak tinggal diam. Rakyat Indonesia juga melawan. Berikut selengkanya:

1. Perlawanan Rakyat Terhadap Portugis

a) Perlawanan Rakyat Minahasa

Perjuangan perlawanan Rakyat Perserikatan Minahasa melawan Portugis telah berlangsung dari tahun 1512-1560, dengan gabungan perserikatan suku-suku di Minahasa maka mereka dapat mengusir Portugis. Portugis membangun beberapa Benteng pertahanan di Minahasa diantaranya di Amurang dan Kema.

b) Perlawanan Rakyat Malaka

Pada tahun 1511, armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun 1527, armada Demak di bawah pimpinan Fatahillah/Falatehan dapat menguasai Banten,Sunda Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Fatahillah/Falatehan dan ia kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang artinya kemenangan besar, yang kemudian menjadi Jakarta.

c) Perlawanan Rakyat Maluku

Setelah Portugis pada tahun 1511 berhasil menduduki Malaka, Portugis melanjutkan misi dagangnya menuju Maluku. Di kepulauan Maluku terdapat Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore yang menghasilkan remah-rempah. Portugis diperbolehkan mendirikan benteng sebagai kantor dagang. Akan tetapi terjadi penyimpangan, Portugis menjadikan benteng itu sebagai basis pertahanan untuk menguasai dan menjajah daerah Ternate. Portugis memaksa Sultan Ternate, yaitu Sultan Hairun untuk menerima kekuasaan Portugis, dan hanya menjual

cengkih dan pala kepada Portugis. Selain itu, Portugis melarang Sultan Ternate menjul rempah-rempahnya kepada pedagang lain. Tentu saja sikap seperti ini sangat ditentang oleh Sultan Hairun. Ketika Sultan Hairun akan membicarakan masalah perdagangan dengan Portugis ini, beliau dibunuh secara licik.

Terbunuhnya, Sultan Hairun jelas memancing kemarahan rakyat Ternate. Sultan Baabullah yang menggantikan Sultan Hairun bersumpah akan mengusir Portugis dari Ternate. Untuk itu, Sultan Baabullah mengerahkan tentara dan segenap kekuatannya mengepung benteng Portugis, hingga akhirnya Portugis menyerah dan dipaksa meninggalkan Ternate tahun 1575. Setelah terusir dari Ternate, kemudian Portugis ke Ambon hingga dikalahkan oleh Belanda pada tahun 1605.

d) Serangan Kerajaan Aceh terhadap Portugis

Sejak kedatangan orang Portugis di Malaka pada tahun 1511, telah terjadi persaingan yang berbuntut permusuhan antara Portugis dan Kesultanan Aceh. Sultan Aceh pada waktu itu diperintah oleh Sultan Ali Mughayat Syah (1514- 1528), menganggap bahwa orang Portugis merupakan saingan dalam politik, ekonomi, dan penyebaran agama. Untuk itulah, Kesultanan Aceh tetap pada pendiriannya, bahwa Portugis

harus segera diusir dari Malaka. Itulah sebabnya, ketika terjadi penyerangan Kerajaan Demak ke Malaka, Aceh membantunya dengan sekuat tenaga.

Sejak Kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), perjuangan mengusir Portugis mencapai puncaknya. Untuk mencapai tujuannya, Sultan Iskandar Muda menempuh beberapa cara untuk melumpuhkan kekuatan Portugis, seperti blokade perdagangan. Sultan Aceh melarang daerah-daerah yang dikuasai Aceh menjual lada dan timah kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan agar kekuatan Portugis benar-benar lumpuh, karena tidak memiliki barang yang harus dijual di Eropa. Upaya ini ternyata tidak berhasil sepenuhnya, sebab raja-raja kecil yang merasa membutuhkan uang secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangannya kepada Portugis. Gagal dengan taktik blokade ekonomi, Sultan Iskandar Muda menyerang kedudukan Portugis di Malaka pada tahun 1629. Seluruh kekuatan tentara Aceh dikerahkan. Namun, upayaitu mengalami kegagalan. Pasukan Kesultanan Aceh dapat di pukul mundur oleh pasukan Portugis.

2. Perlawanan Rakyat Terhadap Spanyol

Kedatangan Spanyol ke Maluku dianggap melanggar hak monopoli Portugis,maka timbul persaingan. Portugis diijinkan membuat benteng di Ternate : benteng Sao Paulo. Spanyol diterima degan baik di Tidore. Persaingan Portugis-Ternate dengan Spanyol-Ternate menimbulkan perang. Dimenangkan oleh Portugis-Ternate.

Persaingan selanjutnya diselesaikan dengan : Perjanjian Saragosa (1529) : ‐Maluku menjadi wilayah perdagangan Portugis dan Filipina menjadi wilayah perdagangan Spanyol

Perang Minahasa lawan SpanyolPara pelaut awak kapal Spanyol berdiam di Minahasa dan bahkan membaur dengan masyarakat. Mereka menikah dengan wanita-wanita Minahasa, sehingga keturunan mereka menjadi bersaudara dengan warga pribumi.Tahun 1643 pecah perang Minaesa Serikat melawan kerajaan Spanyol. dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan spanyol dibantu pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minaesa, dikejar hingga dipantai tapiTahun 1694 dalam suatu peperangan di Tompaso, pasukan Raja Loloda Mokoagouw II dipukul kalah, mundur oleh gabungan pasukan serikat Minahasa, dikejar hingga ke pantai tapi dicegah dan ditengahi oleh Residen V.O.C. Herman Jansz Steynkuler. Pada tahun 1694 bulan September tanggal 21, diadakanlah kesepakatan damai, dan ditetapkan perbatasan Minahasa adalah sungai Poigar. Pasukan Serikat Minaesa yang berasal dari Tompaso menduduki Tompaso Baru, Rumoong menetap di Rumoong Bawah, Kawangkoan mendiami Kawangkoan bawah, dan lain sebagainya.

Pada pasa pemerintahan kolonial Belanda maka daerah ini semula masih otonom tetapi lama kelamaan kelamaan kekuasaan para raja dikurangi dengan diangkatnya raja menjadi pejabat pemerintahan Belanda, sehingga raja tinggal menjadi pejabat wilayah setingkat 'camat'.

3. Perlawanan Rakyat Terhadap V.O.C

a) P erlawanan Mataram (1631 - 1645  )Perlawanan ini diimin oleh Sultan Agung. Sebab perlawanan adalah Mataram ingin mengusir VOC, VOC memonopoli perdagangan mataram, dan VOC tidak megakui kerajaan Mataram.Akhir perlawanan berupa : 1. Serangan I dan II gagal karena kurang persediaan makanan, persenjataan kurang lengkap, jarak mataram dengan Batavia sangat jauh 2. Mataram terpecah berdasarkan Perjanjian Giyanti (th 1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).Kegagalan serangan-serangan tersebut disebabkan:

1. Kalah persenjataan.2. Kekurangan persediaan makanan, karena lumbung-lumbung persediaan

makanan yang dipersiapkan di Tegal, Cirebon, dan Kerawang telah dimusnahkan oleh Kompeni.

3. Jarak Mataram - Batavia terlalu jauh.4. Datanglah musim penghujan, sehingga taktik Sultan Agung untuk

membendung sungai Ciliwung gagal.5. Terjangkitnya wabah penyakit yang menyerang prajurit Mataram.

b ) Perlawanan Pattimura (1817). Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota kecil di dekat pulau Ambon. Sebab-sebab terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :

1. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang menderita dibawah VOC

2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali penyerahan wajib dan kerja wajib

3. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda

Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinan Thomas Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil dikuasai oleh rakyat Maluku.

Sebagai balasan atas kekalahan nya, belanda mendatangkan bantuan yang lebih banyak lagi dengan senjata yang lengkap. Akhirnya benteng duurstede dapat direbut kembali. Pattimura ditangkap oleh Belanda. Belanda membujuk pattimura untuk bekerja sama, tapi ia menolaknya dengan tegas. Pattimura dihukum gantung!

c) Perlawanan Kerajaan Banten (1651 – 1683)

Pemimin perlawanan ini adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Awal nya, VOC berniat menguasai kerajaan benten karma memiliki pelabuhan yang penting untuk perdagangan. Sehingga VOC menggunakan cara Devide et Imera atau Adu Domba. Mereke membujuk putra sultan ageng tirtayasa, yaitu Sultan Haji untuk memberontak Sultan Ageng dan bekerjasama dengan VOC.Sehingga terjadilah perang antara sultan haji (dibantu oleh VOC) dan Sultan Ageng

( dibantu Pangeran Purboyo). Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC sampai wafat ada tahun 1692; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :

1. VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.2. Banten dilarang berdagang di Maluku.3. Banten melepaskan haknya atas Cirebon.4. Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.

Sejak adanya perjanjian ini, maka penguasa Banten sebenarnya ialah VOC

d) Perlawanan Kerajaan Makassar (1654 – 1669)Dipimpin oleh Sultan Hassanudin. Sebab perlawanan :

~VOC menguasai pelabuhan Sombaopu sebagai penghubung Malaka-Jawa-Maluku ~VOC menuntut kerajaan Makasar menutup pelabuhan bagi kapal asing kecuali VOC dan memberi hak monopoli dagang kepada VOC

Akhir Perlawanan : Sultan Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani perjanjian BONGAYA pada tanggal 18 November 1667, yang isinya :

1. Wilayah Makasar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Palaka.

2. Kapal Makasar dilarang berlayar tanpa izin VOC.3. Makasar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak

monopolinya.4. Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang

yang kemudian diganti dengan nama Benteng Roterrdam.5. Makasar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.

e) Perlawanan Untung Suropati (1868-1706)

Untung Suropati adalah pejuang yang malang melintang dari Jawa barat – Jawa timur. Perlawanan mulai dikobarkan di Jawa Barat pada tahun 1686, kemudian keJawa Tengah dan Jawa Timur. Untung Suropati berhasil mengalahan pasukan Belanda dan membunuh KAPTEN TACK.Pada tahun 1706, dengan bantuan pasukan mataram yang waktu itu diperintah oleh Paku Buwana I, Belanda menyerang kota Bangil. Untung suriopati terluka parah dan kemudian gugur!

f) Perlawanan Kerajaan Maluku. (1635 – 1650) Dipimpin oleh Kakiali, Telukabesi dan Saidi. Sebab perlawanan : ~VOC memonopoli perdagangan di Maluku ~Pelayaran Hongi dan hak Ekstirpasi yang diterapkan VOC menyebabkan penderitaan rakyat

Akhir perlawanan : semua serangan kerajaan Maluku terhadap VOC mengalami kegagalan

Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil

merebut benteng Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran hongi menimbulkan kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera meluas ke berbagai daerah. Oleh karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke Maluku (1637 dan 1638) untuk menegakkan kekuasaan Kompeni. Untuk mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Kompeni menjanjikan akan memberikan hadiah besar kepada siapa saja yang dapat membunuh Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat berhasil membunuh Kakiali.

Dengan gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan perlawanan rakyat Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari orang-orang Hitu di bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Pada tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi. Perlawanan meluas ke daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan Saparua. Pihak Belanda agak terdesak, kemudian minta bantuan ke Batavia. Pada bulan Juli 1655 bala bantuan datang di bawah pimpinan Vlaming van Oasthoom dan terjadilah pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat terdesak, Saidi tertangkap dan dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.

Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada akhir abad ke-18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Jamaluddin, namun segera dapat ditangkap dan diasingkan ke Sailan (Sri Langka). Menjelang akhir abad ke-18 (1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Nuku dari Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari tangan VOC. Akan tetapi setelah Sultan Nuku meninggal (1805), VOC dapat menguasai kembali wilayah Tidore.

g) Perlawanan Trunojoyo (1674-1680)Trunojoyo, seorang keturunan bangsawan dari Madura tidak senang terhadap

Amangkurat I, karena pemerintahannya yang sewenang-wenang dan menjalin hubungan dengan Kompeni. Perlawanan Trunojoyo di mulai pada tahun 1674, dengan menyerang Gresik. Dengan berpusat di Demung (dekat Panarukan), Trunojoyo melakukan penyerangan dan dalam waktu singkat telah berhasil menguasai beberapa daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah bahkan sampai pusat

Mataram di Plered (Yogyakarta). Dalam perlawanan ini, Trunojoyo dibantu oleh Raden Kajoran, Macan Wulung, Karaeng Bontomarannu, dan Karaeng Galesung.

Pada tanggal 2 Juli 1677, pasukan Trunojoyo telah berhasil menduduki Plered, . Amangkurat I yang sering sakit bersama putra mahkota, Adipati Anom melarikan diri untuk minta bantuan kepada Kompeni di Batavia. Dalam perjalanan, Amangkurat I meninggal di Tegal Arum (selatan Tegal), sehingga dikenal dengan sebutan Sultan Tegal Arum. Adipati Anom kemudian menaiki takhta dengan gelar Amangkurat II. Untuk menghadapi Trunojoyo, Amangkurat

II minta bantuan Kompeni, akan tetapi tidak ke Batavia namun ke Jepara. Pimpinan Kompeni (VOC) Speelman menerima dengan baik Amangkurat II dan bersedia membantu dengan suatu perjanjian (1678) yang isinya:

1. VOC mengakui Amangkurat II sebagai raja Mataram.2. VOC mendapatkan monopoli dagang di Mataram.3. Seluruh biaya perang harus diganti oleh Amangkurat II4. Sebelum hutangnya lunas, pantai utara Jawa digadaikan kepada VOC.5. Mataram harus menyerahkan daerah Kerawang, Priangan, Semarang dan

sekitarnya kepada VOC.

Setelah perjanjian ini ditandatangani penyerangan di mulai. Pada waktu itu Trunojoyo telah berhasil mendirikan istana di Kediri dengan gelar Prabu Maduretno. Tentara VOC di bawah pimpinan Anthonie Hurdt, yang dibantu oleh tentara Aru Palaka dari Makasar, Kapten Jonker dari Ambon beserta tentara Mataram menyerang Kediri. Dengan mati-matian tentara Trunojoyo menghadapi pasukan gabungan Mataram-VOC, tetapi akhirnya terpukul mundur. Pasukan Trunojoyo terus terdesak, masuk

pegunungan dan menjalankan perang gerilya. Demi keselamatan sebagian pengikutnya, pada tanggal 25 Desember 1679 menyerah dan akhirnya gugur ditikam keris oleh Amangkurat II pada tanggal 2 Januari 1680. Dengan gugurnya Trunojoyo, terbukalah jalan bagi VOC untuk meluaskan wilayah dan kekuasaannya di Mataram.

4. Perlawanan Rakyat Terhadap Belanda

1) Perang Saparua di Ambon  Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan pasukan Hindia Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan dihukum gantung.

2) Perang Paderi di Sumatra Barat  Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang untuk mendukung pejuang Paderi.

Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.  

3) Perang Diponegoro 1825-1830  

Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar perlawana terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Latar belakang perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda.

Pemerintah Hindia Belanda membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok- patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut Diponegoro direbut dan dibakar Belanda. 

Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun 1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa

4) Perang Aceh  

Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh

Belanda tidak berhasil. Belanda semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.

Pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan, sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.  

Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang (bangsawan) dengan ulama. Pemerintah Hindia Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan. Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda

mengumumkan perang Aceh selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung hingga tahun 1930-an.  

5) Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara  Perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII, perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.  

Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Pemerintah Hindia Belanda menarik pasukan dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.

6) Perang Banjar  

Perang Banjar berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai rakyat. Pangeran Antasari dengan kekuatan 300 prajurit menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron pada tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dilakukan oleh Pangeran

antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu dengan dibantu para panglima dan prajuritnya yang setia. 

Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar- benar dapat dipadamkan pada tahun 1866.  

7) Perang Jagaraga di Bali

Perang Jagaraga berawal ketika Pemerintah Hindia Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima

tuntutan Belanda untuk mengembalikan kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.  

Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Pemerintah Hindia Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849. Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh kerajaan di Bali jatuh ke pihak Pemerintah Hindia Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.