perkembangan otak

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan alat untuk berinteraksi yaitu bahasa. Hal ini didukung dengan pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah system lambing bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun. Adanya bahasa membuat kita menjadi mahluk yang bermasyarakat (atau mahluk sosial). Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa; Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai ”perekat masyarakat”. Broom & Selznik (1973) menyebutnya sebagai “factor penentu dalam penciptaan masyarakat manusia”. Penguasaan bahasa manusia berbeda dengan hewan, hal ini dilandasi oleh dua aspek yaitu aspek biologis dan aspek neurologis. Dalam aspek biologis diketahui bahwa pertumbuhan bahasa manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa tidak dapat dipaksakan. Sedangkan aspek neurologis, yaitu kaitan antara otak dengan bahasa. Menurut Chaer mengemukakan 1

Upload: rudi-andrianto

Post on 24-Sep-2015

38 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

OTAK

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan alat untuk berinteraksi yaitu bahasa.Hal ini didukung dengan pengertian bahasa dalam KamusBesar Bahasa Indonesia, bahasa adalah system lambing bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun. Adanya bahasa membuat kita menjadi mahluk yang bermasyarakat (atau mahluk sosial).Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa; Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai perekat masyarakat. Broom&Selznik(1973) menyebutnya sebagai factor penentu dalam penciptaan masyarakat manusia. Penguasaan bahasa manusia berbeda dengan hewan, hal ini dilandasi oleh dua aspek yaitu aspek biologis dan aspekneurologis.Dalam aspek biologis diketahui bahwa pertumbuhan bahasa manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa tidak dapatdipaksakan. Sedangkan aspek neurologis, yaitu kaitan antara otak dengan bahasa. Menurut Chaer mengemukakan bahwa dalam sistem saraf manusia, otak merupakan pusat saraf, pengendali pikiran, dan mekanisme organ tubuh manusia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa. Oleh karena itu, perkembangan bahasa manusia berkaitan erat dengan perkembangan otak. Untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan bahasa yang dipengeruhi oleh aspek neurologis, dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur dan organisasi otak manusia yang membuat manusia berbeda dengan hewan karena bisa berbahasa.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah Otak2. Pemberbahasaan Hewan

1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah yaitu : 1. Agar Mahasiswa dapat mengetahui Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah Otak2. Pemberbahasaan Hewan

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Peningkatan Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah OtakTeori lateralisasi dan lokalisasi berpendapat bahwa wilayah-wilayah tertentu dalam otak memiliki fuggsi-fungsi tertentu, seperti ideasi bahasa flierada pada hernisfer kiri dan kemampuan berbicara alia pada daerah Broca sedangkan kemampuan memahami berada pada daerah Wemicke. Kesimpulan yang diajukan telah dibuktikan berdasarkan hasil penelitian terhadap pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak; juga dari hasil penelitian terhadap sejumlah orang yang tidak mengalami kerusakan otak. Namun, hasil penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa teori lokalisasi itu mulai goyah kedudukannya karena kerusakan pada satu daerah fungsi otak tertentu dapat digantikan oleh daerah lain. Dalam subbab 5, misalnya, telah dikemukakan bahwa kaum wanita dapat menggunakan kedua hemisfemya dalam berbagai kegiatan verbal. Ini berarti bahwa teori lokalisasi itu tidak seratus persen benar. Lalu, dalam psikologi banyak orang beranggapan bahwa kecerdasan adalah kemampuan bawaan (Padji, 1995); artinya, kecerdasan itu telah terpatri dalam otak sejak kanak-kanak itu lahir.

Namun, hasil dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa otak anak bisa dilatih agar kemampuannya bisa dikembangkan secara maksimal. Harlan Media Indonesia 6 Januari 2000, menurunkan satu artikel berjudul Membaca dengan Kedua Belah Otak. Dalam artikel itu dikatakan dalam era globalisasi dewasa ini agar tidak ketinggalan informasi yang sudah mengglobal orang harus membaca. Namun, pekerjaan membaca ini menjadi sukar bagi orang yang tidak bisa membaca di tempat yang bising, atau bagi orang yang tidak punya banyak waktu karena kesibukan dengan pekerjaannya. Meskipun demikian bagi orang yang mempunyai tingkat kecepatan baca yang ringgi tentu tidak jadi masalah. Masalahnya, apakah kecepatan membaca itu bisa dilatih. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tingkat kecepatan baca ini bisa dilatih.Orang dewasa rata-rata dapat membaca 250 kata per menit. Namun, setelah 36 jam daya ingat yang tersisa dari yang dibaca itu tinggal 10%. Jadi, orang yang membaca selama satu jam hanya menguasai bahan yang dibacanya selama enam menit. Ken Shear, pengelola kursus membaca Mind Works di Inggris, mengatakan bahwa sedikitnya penguasaan tersebut karena kebanyakan orang hanya menggunakan hemisfer kirinya. Wilayah hemisfer kiri biasanya membaca dengan pola analisis, harfiah, dan linear. Sedangkan hemisfer kanan mampu melakukan pemahaman secara simbolik dan spasial, serta mudah menangkap makna intuitif dan metafor. Maka jika kedua hemisfer ini bisa difungsikan secara bersamaan, kiranya membaca sekaligus memahami teks dapat dilakukan dengan kecepatan luar biasa.

Mungkinkah dapat dilakukan pekerjaan membaca dengan kedua belah otak? Diane Alexander, seorang ahli saraf di Amerika Serikat, seperti diberitakan The Straits Times (Media Indonesia, 6 Januari 2000) adalah yang pertama kali memperkenalkan metode ini. Selama tahun 1980-an dia telah melakukan penelitian pada sejumlah anak yang mengalami gegar otak di wilayah Califomia, AS. Dia menemukan anak-anak yangmengalami luka pada otak kirinya mengalami kesulitan bicara. Maka dia mencoba melakukan uji coba untuk mengganti fungsi verbal otak sebelah kanan.

Hasilnya, anak-anak tersebut dapat berbicara kembali. Beberapa anak malah dapat membaca dengan kecepatan luar biasa dengan menggunakan otak sebelah kanan. Sesudah melakukan penelitian benahun-tahun, akhimya Diane Alexander dapat membuat sebuah metode pengajaran untuk melatih kemampuan membaca ini. Seorang rekannya, Ken Shear, membuka kursus pengajaran yang serupa di Inggris.

Menurut Diane Alexander, lambannya kecepatan membaca dan minirrmya daya ingat seseorang terhadap yang dibacanya adalah karena tidak rerfokusnya mata pada apa yang dibacanya. Seringkali ketika menghadapi sebuah halaman buku, mama lari ke deretan kata di seluruh halaman dan bukan pada satu deret kalimat yang dibaca. Begitu juga adanya kata asing, kata sukar, atau kalimar yang menarik menjadi penyebab tidak terfokusnya mata pada kalimat-kalimat yang harus dibaca. Sedangkan membaca secara zigzag atau melafalkan kata di dalam hali pada saat yang bersamaan juga menjadi faktor penyebab memperlambat waktu baca. Oleh karena itu, menurut Diane Alexander, langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengubah kebiasaan itu adalah membaca dengan runtut dari samping kiri ke samping kanan halaman, dengan bamuan jari tangan yang digunakan untuk mengilguti baris demi baris kalimat tersebut. Mata harus dibiasakan untuk mengilcuti rute ini secara tertib. Metode ini boleh dikatakansepenuhnya bergantung pada koordinasi mata, jari, dan otak.

Dengan metode ini, menurut Ken Shear, siswa yang mengikuti kursus di lempatnya dapat meningkatkan kecepatan bacanya menjadi 450 kata per menit dengan penguasaan materi antara 90 - 1O()%. Dalam hal ini tentu saja perlu disadari untuk membuat otak berada dalam kondisi rileks orang tidak boleh membaca secara terus-menerus. Dia harus melakukan aktivitas lain untuk melemaskan otak saraf. Istirahat yang cukup perlu dilakukan, Namun, waktu istirahat ini dapat cligunakan untuk mengingat apa-apa yang telah dibaca. Otak harus dilatih untuk mengingat informasi apa yang dapat diinterpretasikannya dalam hitungan detik, Bahasa, simbol, dan wama merupakan hal yang dapat diingat dengan baik oleh otak kanan, Sedangkan analisis logika, dan runtunan peristiwa adalah hal yang dapa! diingat dengan baik oleh otak kiri. Jika latihan dilakukan secara rutin dan kedua belahan otak difungsikan secara optimal, makakecepatan baca menjadi 600 kata per menit dengan tingkat pemahaman antara 90 - 100% adalah sesuaru yang mudah.

Berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Diane Alexander, Ken Shear, dan kawan-kawannya dapat ditarik kesimpulan bahwa teori lokalisasi yang menyatakan Liap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu temyata tidak seratus persen benar sebab temyata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.

2.2 Pemberbahasaan HewanPada subbab 1 disebutkan bahwa perbedaan otak manusia dan otak makhluk lain, seperti kera dan simpanse, bukan hanya terletak pada besar dan beratnya otak itu, melainkan juga pada fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya bisa disgbut manusiawi, sedangkan pada otak hewan tidak ada. Karena ketidakadaan fungsi-fungsi yang disebut manusiawi inilah maka hewan-hewan tersebut tidak dapat berbicara atau berbahasa. Namun, dalam kehidupan sehari-hari kita bisa melihat banyak hewan seperti kuda, anjing, gajah, dan sebagainya yang bisa melakukan perintah-perintah dari pawang atau pemiliknya yang diberikan dalam bentuk uja.ra.n. Jadi, tampaknya hewan-hewan itu "mengerti" bahasa manusia itu karena mereka bisa melakukan perintah-perintah yang diberikan.

Di samping itu, kita ketahui juga ada beberapa jenis burung, seperti beo, nuri, dan kakak tua, yang bisa diajar "ngomong". Nah, bagaimanakah persoalannya; benarkah hewan itu bisa diajar atau dilatih berbahasa?Mengerti bahasa dan dapat berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih, seperti dalam sirkus, memang mengerti bahasa karena dia dapat melakukan perbuatan yang diperintahkan kepadanya. Namun, kemengeniannya itu sebenamya bukanlah karena dia mengerti bahasa, melainkan sebagai hasil dari respons-respons yang dikondisikan (conditioned responses). Kemudian, kalau burung beo dan burung nuri dapat ngomong bukanlah karena burung-burung iru dapat berbahasa, melainkan karena alat artikulasinya memungkinkan dia dapat menirukan ujaran manusia yang didengar atau dilatihkan. Kalau kita mengacu pada teori generatif transformasi Chomsky yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa adalah kemampuan untuk menghasilkan kalimat-kalimat baru yang belum pemah didengar atau diucapkan orang, maka bisa disimpulkan bahwa hewan-hewan itu tidak dapat berbahasa. Burung beo dan nuri itu hanya bisa mengucapkan kalimat yang pemah didengamya, tetapi tidak dapat membuat kalimat-kalimat baru.

Meskipun demikian banyak pakar yang telah mencoba rnengajarkan bahasa manusia pada hewan primata (hewan yang secara organis dekat dengan manusia). yakni simpanse, Di antara pakar itu adalah sebagai berikit.

a. Keith L Hayes dan Catherine HayesKeith dan Catherine adalah sepasang suami istri yang memelihara seekor simpanse betina yang diberi nama Viki (Fromkin dan Rodman, 1974, Clark et al, 1981). Keith dan Catherine membesarkan Viki di dalam rumah seperti orang membesarkan seorang anak (bayi) Sena memberikan stimulasi sebagaimana yang diberikan kepada manusia. Kedua pasangan suami istri itu berharap Viki dapat menirukan kata-kata manusia yang didengamya dan dapat menggunakannya dengan benar dalam keluarga tempat dia dibesarkan. Kedua psikolog ini mengajar V`1ki untuk mengucapkan empat buah kata, yaitu mama, papa, up, dan cup. Agar Vtki dapat menirukan kata-kata itu para pelatihnya harus menggerakkan bibir sedemikian rupa untuk memherikan contoh pengucapan yang benar. Pada akhimya Viki memang dapat mempelajari posisi bibir dan mulut dengan dibantu kedua tangannya untuk menghasilkan kata-kata yang diminta oleh kedua orang tua angkatnya, Namun, meskipun Viki dapat mengucapkan kata-kata itu, belum berarti dia dapat memahami makna kata-kata itu, Hasil eksperimen itu ternyata kurang menggembirakan. Setelah enam tahun berlangsung Wki memang dapat mengucapkan kata-kata itu. Akan tetapi temyata Viki hanya mau menirukan kata-kata itu setelah pelatih mengucapkannya, dan hanya kalau dia diberi hadiah berupa makanan atau minuman setelah itu. Iadi, hasil eksperimen dari pasangan suami istri Hayes ini hanya menghasilkan Viki yang mau mengucapkan kata-kata yang diminta kalau diberi balasan makanan dan minuman.

b. R. Allen Gardner dan Beatrice 71 GardnerSama halnya dengan Hayes, Allen Gardner dan Beatrice Gardner adalah sepasang suami istri yang mencoba mengajarkan bahasa pada simpanse betina bemama Washoe. Berdasarkan pengamatan terhadap Viki yang tidak dapat mengucapkan kata-kata, Allen dan Beatrice Gardner mendapatkan gagasan untuk tidak mengajar Washoe dengan bunyi suara, melainkan dengan bahasa isyarat Amerika (American sign language) yang digunakan oleh para tunarungu di Amerika : dengan alasan simpanse lebih peka terhadap isyarat visual daripada isyarat verbal, Dengan bahasa isyarat itu konsep-konsep atau kata-kata bahasa Lnggris diwujudkan dengan isyarat yang dibuat dengan tangan. Kebanyakan lambang bahasa isyarat itu bersifat arbitrer, tetapi semua lambang dapat dipadukan menurut prinsip gramatika dan sintaksis bahasa Inggris.

Dengan dibantu sejumlah asisten, Allen dan Beatrice Gardner mendidik Washoe secara bergantian sehingga tidak pemah terlepas dari perhatian manusia. Para asisten tidak diperkenalkan memakai bahasa lisan. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dengan harapan Washoe juga memperoleh kemampuan berbahasa isyarat itu. Di samping itu mereka juga memotivasi Washoe untuk mempelajari bahasa isyarat itu dengan cara menunjukkan posisi tangan secara berulang-ulang, dengan cara memperbaiki posisi tangan Washoe pada waktu membuat isyarat. Mereka juga memperkenalkan Washoe dengan berbagai macam objek dan mainan untuk mengembangkan kosakata yang dimilikinya, sehingga dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan tangan.

Hasilnya? Setelah dua tahun belajar Washoe telah dapat menggunakan 34 buah kata secara benar dalam situasi ya-ng tepat, misalnya ia membuat isyarat "anjing" ketika dia melihat gambar anjing atau ketika menderngar suara anjing (tanpa melihat anjingnya). Setelah tiga setengah tahun Washoe dapat mengungkapkan 132 buah kata. Selain itu, Washoe juga dilaporkan telah dapat menemukan paduan isyarat dan menggunakannya dengan cara yang benar. Misalnya membuat isyarat "buka makanan minuman untuk membuka kulkas, dan dengar makan" ketika mendengar bunyiijam yang menandakan waktu makan. Malah dilaporkan juga Washoe telah memahami kaidah gramatikal secara sederhana, misalnya dia membuat isyarat saya beri" ketika dia ingin memberi sesuatu, dan membuat isyarat beri saya" ketika ia ingin diberi sesuatu, Namun, paduan kata-kata itu tampaknya banyak dipengaruhi oleh isyarat-isyarat yang disampaikan oleh parapengasuhnya dalam tiruan baik sebagian maupun seluruhnya.

Dibandingkan dengan anak manusia, kepandaian Washoe memang belum apa-apa. Pada usia lima tahun anak manusia telah menguasai beratus-ratus kata serta telah dapat membuat kalimat yang lebih kompleks.

Namun demikian, Washoe tercatat dalam sejarah sebagai simpanse yang dapat berkomunikasi dengan kata-kata dalam bahasa (isyarat; bukan lisan) manusia.

c. David Premack dan Ann PremackDavid dan Ann adalah sepasang suami istri yang juga mencoba mengajarkan bahasa manusia pada beberapa simpanse, salah seekor di antaranya bemama Sarah, seekor simpanse betina. Sarah diajar untuk menguasai bahasa buatan yang disusun dari lempengan-lempengan plastik. Bentuk maupun warna lempengan itu tidak berhubungan dengan maknanya. Misalnya, untuk ape! lempengan ilu berbentuk segitiga berwarna biru dan konsep sama berbentuk lempengan bergerigi berwama oranye.

Proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut. Sarah dan pengajamya duduk di bangku secara terpisah. Sarah ditempatkan dalam kandang dan pengajamya duduk di ujung bangku itu. Untuk mengajarkan nama makanan, misalnya, pengajar akan menukar makanan itu dengan lempengan plastik yang sesuai. Umpamanya, dalam mengajarkan konsep ape! Pengajar meletakkan sepotong apel di atas meja dalam jarak yang tidak dapat dijangkau Sarah. Kemudian pengajar meletakkarn lempengan plastik segitiga biru dalam jangkauan Sarah; dan pengajar tidak akan memberikan apel apabila Sarah tidak meletakkan segitiga biru itu pada sebuah "papanbahasa yang ada di depannya. Cara lain, Sarah disuruh memilih segitigabiru dari sekumpulan lempengan lain yang mengandung arti jenis makanan- makanan lain. Jika dia memilih lambang sclain lempengan biru itu, maka dia diberi makanan yang dilambangkan dengan lempengan yang djambilnya itu. Tampaknya Sarah tidak mendapat kesulitan dalam belajar menggunakan lempengan biru untuk memperoleh beberapa potong apel yang diinginkannya.Setelah menguasai sebuah kata (dalam bentuk Iempengan plastik), tahap berikutnya Sarah diajar mengumtkan dua kata, mi,9a1nya beri apel. Bila Sarah dapat membuat uruta.n seperti itu dia akan diberi apel, tetapi bila salah misalnya menjadi apel beri, dia tidak akan diberi ap.f:l. Tahap selanjutnya Sarah diajarkan menyusun urutan tiga buah kata, misalnya, Mary (nama salah seorang pengasuh) beri apel. Jika dapat, diteruskan dengan menyusun empat buah kata, misalnya, Mary beri apel Sarah; atau juga Sarah beri apel ussie (nama simpanse lain).Selain itu, Sarah juga diajar membaca urutan lempengan plastik. Setiap urutan merupakan perintah untuk melakukan sesuatu terhadap objek-objek yang ditempatkan di depannya. Kepada Sarah ditunjukkan sebuah piring apel, mangkuk, buah pir, dan lain-lain. Perintahnya, misalnya Sarah masukkan apel piring. Jika Sarah dapat melaksanakan perintah itu, maka dia akan diberi makanan; tetapi kalau salah, misalnya, Sarah memasukkan apel ke dalam mangkuk, alau memasukkan buah pir ke dalam piring, maka Sarah tidak diberi makanan. Dalam hal ini tampaknya Sarah dapat melakukan perintah itu dengan lancar.

Pada tahap berikutnya, Sarah diberi perintah yang lebih rumit, misalnya sarah apel mangkuk buah pir piring masukkan. Di sini kata masukkan mengacu kepada dua tindakan; masukkan apel ke dalam mangkuk dan memasukkan buah pir ke dalam piring. Menurut Premack kemampuan Sarah melakukan tugas-tugas itu merupakan bukti-bukti bahwa Sarah memahami hubungan hierarki antara memasukkan dengan ape! mangkuk dan buah pir piring.

Berikut adalah contoh lempengan plastik yang digunakan dalam mengajar sarah (diangkat dari Fromkin dan Rodman, 1974)

.

Kalau kita ikuti perkembangan upaya mengajarkan bahasa manusia kepada simpar1se, rnulai dari Winthrop dan Luella Killog dengan simpansenya bemama Gua (Fromkin dan Rodman, 1974), Hayes dan Hayes dengan simpansenya bemama Viki, Gardner dan Gardner dengan simpansenya bemanra Washoe, Premack dan Premack dengan simpansenya bernama Sarah, dilanjutkan oleh Delane Rumbaugh dengan simpansenya bemamwa Lana (Cahyono, 1990), dan terakhir Herbert S. Terrace dengan simpansenya Nim Chimsky (Cahyono, 1990), maka tampak bahwa simpanse, binatang primata yang katanya tingkat kognisinya hanya satu jenjang di bawah manusia, tetap tidak dapat menguasai bahasa manusia kalau bahasa itu kita sepakati sebagai alat komunikasi verbal berupa sistem bunyi yang arbitrer.

Viki, simpanse yang dilatih oleh pasangan suami istri Hayes, memang bisa mengucapkan beberapa kata tertentu, tetapi dia hanya bias mengucapkan apabila terlebih dahulu diucapkan oleh pelatihnya dan apabila diberi hadiah. Bila tidak, dia tidak akan mengucapkan kata-kata itu. Begitu juga yang dilakukan Washoe, Sarah, Lana, dan Nim Chimsky, tanpa upah mereka tidak mau melakukan apa-apa. Lagi pula, yang diajarkan kepada Washoe, Sarah, Lana, dan Nim Chimsky bukanlah bahasa manusia yang sebenamya, melainkan hanya satu sistem isyarat lain.

Tentang mengajarkan bahasa manusia pada simpanse ini memang telah menimbulkan pendapat yang kontroversial. Namun, kiranya perbedaan kodrat otak mereka dengan otak manusia, seperti dikemukakan pada permulaan bab ini, yang menyebabkan mereka tidak mungkin menguasai bahasa manusia.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Dari uraian diatas dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa bahwa teori lokalisasi yang menyatakan Liap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu temyata tidak seratus persen benar sebab temyata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.Perbedaan otak manusia dengan otak makhluk lain(binatang) dapat kita lihat pada struktur dan fungsinya, pada manusia ada bagian-bagian yang berkaitan dengan ujaran. Sebaliknya , pada otak makhluk lain banyak bagian yang berhubungan dengan insting, sedangkan otak manusia tidak banyak.

13