perkembangan ekonomi keuangan dan … kerjasama ekonomi, moneter, dan keuangan regional,...
TRANSCRIPT
PERKEMBANGAN EKONOMI KEUANGAN
DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
TRIWULAN II 2002
Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
Perkembangan EkonomiDunia
Pasar Keuangan danP a s a r K o m o d i t a s
Perkembangan KerjaS a m a I n t e r n a s i o n a l
A r t i k e l
ii
Tulisan dalam Tinjauan Triwulanan Perkembangan Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama
Internasional ini bersumber dari berbagai publikasi dan pendapat pribadi para
penulis dan bukan merupakan pendapat dan kebijakan Bank Indonesia.
Pengutipan diizinkan dengan menyebutkan sumbernya.
Redaksi sangat mengharapkan komentar, saran, dan kritik demi perbaikan terbitan ini.
Redaksi juga mengharapkan sumbangan artikel, karangan, atau
laporan untuk dapat dimuat dalam terbitan ini.
Alamat Redaksi:
Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia
Gedung B, Lantai 20
Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110
Telepon: (021) 381-8631, 381-8250, 381-8251 ; Faksimili: (021) 345-2917;
E-mail : [email protected]
iii
Daftar Isi
Halaman
Pengantar Redaksi v
I. Perkembangan Ekonomi Dunia 1
Pendahuluan 1
Perekonomian Negara-negara Industri Maju 5
Perekonomian Negara-negara Asia (Non-Jepang) 20
Perekonomian Rusia 46
Perekonomian Negara-negara Oceania 50
Perekonomian Negara-negara Amerika Latin 58
Boks : Upaya Lanjutan Pemulihan Ekonomi Argentina 69
II. Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 71
Pendahuluan 71
Pasar Uang 73
Pasar Modal 75
Pasar Valuta Asing 81
Pasar Komoditas 85
III. Perkembangan Kerja Sama Internasional 88
Pendahuluan 88
Kerja Sama Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Internasional 89
Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting ke-6 89
Sidang ASEA N+3 Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM+3) dan AFMM+3 94
APEC Finance and Central Bank Deputies Meeting 95
SEACEN Governors’ Conference ke - 37 99
Kerja Sama Pembangunan Ekonomi Regional/Internasional 100
Sidang IMF-Bank Dunia 100
Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-35 104
IV. Artikel 106
Intervensi Valas Bank Sentral dan Ekspektasi Pasar 106
Harga Minyak internasional dan Harga BBM Dalam Negeri (Analisis dalam Semester I 2002) 120
Implementation of Standards and Codes : The View From East Asia 128
iv
Lampiran 139
Tabel 1 Pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang 140
Tabel 2 Pertumbuhan produk nasional bruto riil per kapita 141
Tabel 3 Tingkat pengangguran di negara-negara maju 142
Tabel 4 Laju inflasi negara maju dan negara berkembang 143
Tabel 5a Pengeluaran pemerintah di beberapa negara industri utama 144
Tabel 5b Pengeluaran pemerintah di beberapa negara berkembang 145
Tabel 6 Harga dan volume perdagangan dunia 146
Tabel 7 Nilai tukar dagang negara industri dan negara berkembang 147
Tabel 8 Perkembangan harga komoditas primer 148
Tabel 9 Cadangan devisa negara industri dan negara berkembang 149
Tabel 10 Neraca transaksi berjalan negara industri dan negara berkembang 150
Tabel 11 Neraca perdagangan negara industri dan negara berkembang 151
Tabel 12 Ekspor negara industri dan negara berkembang 152
Tabel 13 Impor negara industri dan negara berkembang 153
Tabel 14 Utang luar negeri dan debt service payment negara berkembang 154
Tabel 15 Perkembangan suku bunga luar negeri 155
Tabel 16a Uang beredar di negara-negara industri utama 156
Tabel 16b Uang beredar di negara-negara berkembang 157
Tabel 17 Perkembangan nilai tukar U.S. Dollar terhadap mata uang utama 158
Tabel 18 Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama 159
Tabel 19 Perkembangan indeks harga saham di beberapa bursa saham dunia 160
Tabel 20 Private capital flows ke emerging market 161
Daftar Singkatan 162
v
Pengantar Redaksi
Perekonomian global dalam triwulan II 2002 menunjukkan kondisi yang tidak diharapkan
sebelumnya. Tahap pemulihan yang telah mulai berjalan dalam triwulan I 2002 ternyata sedikit
terhambat akibat masih lemahnya tingkat konsumsi global terutama yang di terjadi di negara-
negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Inggris yang selama ini dianggap
sebagai motor penggerak perekonomian dunia. Tingkat konsumsi yang menurun mengakibatkan
tingkat produksi dan investasi juga menurun yang berlanjut kepada semakin turunnya tingkat
pendapatan.
Memburuknya ekonomi negara-negara utama telah berimbas ke perekonomian negara-
negara berkembang terutama ke negara-negara yang mempunyai hubungan dagang dengan
negara-negara maju tersebut. Akibat yang paling buruk dialami adalah negara-negara di Amerika
Latin seperti Argentina dan Brasil yang mempunyai keterkaitan erat dengan AS dalam hubungan
dagang. Selain itu kondisinya semakin diperparah dengan krisis keuangan pemerintah akibat
tidakseimbangnya kebutuhan pembayaran utang dibandingkan dengan penerimaan disaat-saat
ekonomi global mengalami kelesuan. Kondisi semakin memburuk terutama belum kembalinya
dana-dana investor setelah terjadi fenomena pelarian dana (capital flight) pada awal tahun 2002.
Sebagai konsekwensi atas peristiwa di atas, IMF memperkirakan bahwa ekonomi global hanya
akan tumbuh sebesar 2,8% di tahun 2001 dan 3,2% di tahun 2003.
Dalam rangka memicu pertumbuhan ekonomi domestik, negara-negara industri utama
masih mempertahankan kebijakan fiskal maupun moneter yang longgar yang sudah diterapkan
sejak tahun 2001. Arah kebijakan ekonomi dimaksud terutama diprakarsai oleh Amerika Serikat
sebagai negara yang paling berat merasakan penurunan ekonomi sejak awal tahun 2001.
Kebijakan moneter yang longgar ini juga diikuti oleh sebagian besar negara berkembang
dikarenakan kondisi perekonomian masing-masing yang melambat setelah terpengaruh
melemahnya kinerja ekonomi negara-negara maju. Namun demikian, sebagian negara
berkembang justru masih mempertahankan kebijakan fiskal yang ketat dikarenakan besarnya
tekanan keuangan pemerintah seiring dengan besarnya beban pembayaran utang pemerintah
vi
baik terhadap kreditur asing maupun domestik. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas,
kebijakan moneter dan fiskal yang longgar tersebut diperkirakan akan mulai berdampak positif
terhadap perekonomian secara global mulai semester I 2003.
Perkembangan situasi perekonomian dunia tersebut lebih lanjut akan dipaparkan lebih
detail dalam Bab 1. Selanjutnya dalam Bab II akan dibahas dampak dari situasi perkembangan
ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap pasar valuta asing, pasar uang, pasar saham, dan
pasar obligasi. Selain itu, dalam bab yang sama juga akan mengulas perkembangan di pasar
komoditi khususnya minyak mentah dan emas.
Sementara itu dalam Bab III, terpapar resume hasil pertemuan/sidang kerja sama di
bidang ekonomi, moneter dan keuangan pada berbagai forum kerjasama regional maupun
internasional. Indonesia telah berpartisipasi dalam forum internasional/regional khususnya yang
membahas kerjasama ekonomi, moneter, dan keuangan regional, internasional dan kegiatan
penelitian. Kerjasama ekonomi, moneter, perdagangan dan keuangan internasional selama
periode ini telah dilakukan dalam forum ASEAN, APEC, IMFC, Development Committee (Bank
Dunia), dan ADB.
Bab terakhir (IV) menyajikan beberapa artikel yang disusun oleh beberapa penulis dalam
kaitannya antara Indonesia dengan dunia internasional atau isu internasional. Artikel pertama
berjudul “Intervensi Valas Bank Sentral dan Ekspektasi Pasar”. Artikel kedua berjudul: “Harga
Minyak Internasional dan Harga BBM Dalam Negeri : Analisa semester I 2002. Sementara itu
artikel ke tiga berjudul: “Implementation of Standards and Codes : The View from East Asia”
Dalam kesempatan ini kami sebagai tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak khususnya rekan-rekan di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional,
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter – Bank Indonesia dan pihak lain yang telah
membantu dan berperan serta dalam penyusunan laporan PEKKI triwulan II tahun 2002.
Jakarta, 22 Agustus 2002
Tim Penyusun
Perkembangan Ekonomi Dunia 1
PENDAHULUAN
Pada awal tahun 2002 perekonomian dunia menunjukkan tanda-tanda membaik.
Perdagangan global mulai bergerak naik, produksi industri mulai bergerak mantap hampir di
sebagian besar belahan dunia. Sementara pemulihan ekonomi dunia sedang berlangsung,
ketidak pastian tentang kekuatan dan daya tahannya juga semakin membesar. Kebijakan
ekonomi makro yang telah ditempuh oleh negara-negara maju masih terus dilanjutkan dengan
didukung oleh kegiatan dan kebijakan ekonomi di negara-negara emerging Asia yang bertujuan
meningkatkan ketahanan terhadap shock perkembangan ekonomi eskternal yang merugikan
di masa mendatang.
Sementara itu, tekanan inflasi dunia secara umum relatif menurun. Bahkan untuk
Jepang, deflasi masih menjadi isu yang serius dan semakin diperparah oleh perkembangan
apresiasi Yen. Hal tersebut juga menjadi perhatian Cina dan Hong Kong SAR, meskipun dalam
kasus ini perkembangan depresiasi USD justeru menguntungkan mereka. Sebaliknya, risiko
inflasi meningkat tajam di sejumlah negara Amerika Latin, khususnya Argentina yang telah
menerapkan kerangka kebijakan moneter yang kredibel. Dengan berkurangnya tekanan inflasi
secara umum, kebijakan ekonomi makro yang ditempuh negara negara maju termasuk kebijakan
pelonggaran moneter tampaknya masih tetap dipertahankan. Selain itu, perhatian juga
difokuskan pada kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi Amerika Serikat
dan mendukung pengurangan secara teratur ketidak seimbangan global yang masih merupakan
risiko serius dalam perekonomian dunia.
Setelah mengalami penguatan ekonomi dunia pada triwulan I 2002, perhatian terhadap
kesinambungan pemulihan ekonomi semakin menguat. Namun di sisi lain, pasar keuangan
menunjukkan tanda tanda menurun, seiring dengan kejatuhan pasar ekuitas di Amerika Serikat
sejak akhir triwulan I 2002, depresiasi mata uang USD, kekhawatiran atas kondisi pembiayaan
di negara-negara emerging market, khususnya di Amerika Selatan dan Turki, dan ekspektasi
terhadap perekonomian Amerika Serikat dan Euro. Pemulihan ekonomi diperkirakan masih
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA
Perkembangan Ekonomi Dunia2
akan berlanjut, tetapi dalam
semester II 2002 dan 2003
pertumbuhan ekonomi dunia
diperkirakan lebih rendah
dibanding perkiraan semula.
Memasuki triwulan II
2002, langkah pemulihan
ekonomi di beberapa negara
mulai melamban. Pertum-
buhan permintaan domestik
di luar Amerika Serikat dan
Inggris relatif rendah, se-
hingga peningkatan ekonomi
tergantung pada permintaan
eksternal. Selain itu, per-
baikan investasi global masih
menunjukkan keterbatasan,
sehingga kebutuhan inves-
tasi untuk memelihara mo-
mentum pemulihan ekonomi
dalam semester II 2002
dinilai semakin sulit. Pasar keuangan global mulai melemah sejak akhir triwulan I 2002,
akibat adanya berbagai faktor antara lain revisi perkiraan keuntungan, perhatian tentang
kesinambungan pemulihan ekonomi, dan perhatian meluas tentang praktek akuntansi dan
auditing, khususnya di Amerika Serikat. Meskipun upaya untuk mengatasinya telah dilakukan
dalam triwulan II 2002, pasar keuangan masih tetap bergejolak. Di tengah meningkatnya
risiko dan ketidakpastian, permintaan obligasi pemerintah dan surat berharga perusahaan
berkualitas tinggi masih terus meningkat — sejalan dengan ekspektasi bahwa pengetatan
moneter akan ditunda - telah mendorong turun suku bunga jangka panjang. Spread untuk
peminjam beresiko tinggi meningkat, hasrat beresiko menurun, meskipun belum pada posisi
risk aversion. Di pasar uang, mata uang USD telah terdepresiasi terhadap Euro dan Yen,
meskipun dalam tingkat yang agak moderat. Hal tersebut sebagian mencerminkan kekhawatiran
tentang berlanjutnya defisit transaksi berjalan Amerika Serikat, penurunan daya tarik aset
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Proyeksi
1999 2000 2001 2002 2003
Output Dunia 3,6 4,7 2,2 2,8 3,2Negara Industri Maju 3,0 3,4 0,6 1,5 2,3
Amerika Serikat 4,1 3,8 0,3 2,2 2,6Jepang 0,8 2,2 –0,5 –0,5 1,1Jerman 1,8 3,0 0,6 0,7 2,1Perancis 3,0 4,2 1,8 1,3 2,4Italia 1,6 2,9 1,8 1,0 2,5Inggris 2,3 3,1 1,9 1,7 2,4Kanada 5,1 4,5 1,5 3,2 3,2
Negara Berkembang 3,9 5,7 3,9 4,2 5,2Afrika 2,5 3,0 3,6 3,1 4,2Asia 6,1 6,7 5,6 6,2 6,2China 7,1 8,0 7,3 7,5 7,2India 6,8 5,4 4,1 5,4 5,4ASEAN-4 2,8 5,1 2,6 3,6 4,2
Laju InflasiNegara Maju 1,4 2,3 2,2 1,3 1,8Negara Berkembang 6,8 6,1 5,7 5,8 5,1
Volume Perdagangan Dunia 5,3 12,5 -0,1 2,5 6,1Impor
Negara Maju 7,7 11,7 -1,3 2,0 5,9Negara Berkembang 2,1 15,8 1,6 5,0 7,2
EksporNegara Maju 5,0 11,9 -1,1 1,6 5,7Negara Berkembang 4,6 15,1 2,7 4,1 6,6
Sumber : World Economic Outlook (Agustus 2002)
Perkembangan Ekonomi Dunia 3
Amerika Serikat, dan perlambatan diversifikasi kelembagaan kawasan Euro atas aset
denominasi euro.
Untuk kawasan Euro, fleksibilitas perekonomian berusaha didorong melalui reformasi
tenaga kerja dan produk pasar. Namun demikian, sebagai cerminan melemahnya impor,
permintaan domestik khususnya yang bersumber dari konsumsi swasta dan pengeluaran
investasi menurun tajam pada awal tahun 2002. Dampak shock global — kenaikan harga
minyak, penurunan perdagangan internasional, tekanan fiskal dan kondisi struktural —
terhadap masing-masing negara juga terlihat dari perbedaan kinerja ekonomi. Permintaan
domestik tumbuh paling lemah di Jerman dan Italia, sementara Perancis cenderung bertahan
karena didukung oleh reformasi pasar tenaga kerja yang meningkatkan kesempatan kerja.
Pertumbuhan ekonomi melamban di Austria, Belgia, Belanda dan Portugal, sementara kinerja
ekonomi menguat di Yunani, Irlandia dan Spanyol. Tingkat inflasi di kawasan Euro telah
bergerak di sekitar ceiling ECB, yaitu 2 persen. Perhatian ditingkatkan melalui kenaikan
upah secara gradual, yang sebagian digunakan untuk mengejar ketertinggalan upah pada
periode sebelumnya, saat produktivitas rendah, yang pada gilirannya meningkatkan biaya
tenaga kerja.
Di Jepang, kegiatan ekonomi tampak stabil pada awal tahun 2002, meskipun
mengandung sinyal campuran (mixed). Isu fundamental yang menjadi perhatian yaitu kelanjutan
pencapaian tingkat pertumbuhan produksi yang pesat termasuk reformasi perbankan dan sektor
corporate. Pemulihan ekonomi pada triwulan II 2002 belum berjalan sustainable dengan
permintaan domestik yang masih tetap lemah. Penurunan kesejahteraan masih berlangsung
seiring dengan penurunan harga ekuitas dan tanah. Sementara itu dampak pasar ekuitas
Amerika Serikat yang melemah terhadap pasar Jepang tampaknya relatif rendah, meskipun
tidak dapat begitu saja diabaikan. Sementara itu, tingkat inflasi yang masih berkisar 1 persen
(cenderung deflasi), suku bunga jangka panjang yang menurun lebih kecil dibanding Amerika
Serikat, dan menguatnya mata uang yen mendapat perhatian khusus oleh Jepang, karena
perbaikan ekonomi dan ruang gerak untuk meng-offset manuver kebijakan ekonomi masih
menghadapi kendala.
Untuk negara-negara emerging Asia, kegiatan ekonomi mulai bergerak naik sejak awal
tahun 2002, dengan ditandai oleh peningkatan produksi industri dan ekspor dalam rangka
merespon penguatan ekonomi dunia dan peningkatan sektor IT. Pertumbuhan permintaan
domestik belum sepenuhnya membaik (kecuali Korea dan Cina), namun secara umum masih
Perkembangan Ekonomi Dunia4
mendukung kebijakan makro ekonomi. Diantara negara NIEs dan ASEAN-4, pemulihan ekonomi
pesat dialami oleh Korea, yang didorong oleh tingginya permintaan domestik sebagai akibat
dari meningkatnya kredit konsumsi dan peningkatan ekspor. Pemulihan ekonomi emerging
Asia lebih banyak bergantung pada pada ekspor dan perputaran siklus persediaan (kecuali
Philipina, mencatat kegiatan pertanian yang tumbuh pesat) dengan penurunan tingkat inflasi
dan permintaan global, sehingga kebijakan moneter menunggu kejelasan tentang peningkatan
permintaan swasta. Selain itu, walaupun pasar keuangan (termasuk pasar ekuitas) mengalami
kejatuhan, beberapa negara emerging Asia masih mampu mengakses pasar modal
internasional. Begitu pula dampak contagion Amerika Latin terhadap ekonomi Asia adalah
relatif terbatas. Sejauh ini, mata uang kawasan Asia (kecuali Cina, Hong Kong SAR dan Ma-
laysia) telah meningkat terhadap USD, karena terpengaruh oleh menguatnya euro dan yen
terhadap USD.
Di kawasan Oceania, hasil pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2001 yang
didukung oleh kebijakan ekonomi makro yang sesuai, nilai tukar yang kompetitif, kesejahteraan
perumahan yang tinggi, dan migrasi jangka panjang, menyebabkan permintaan di Australia
dan Selandia Baru meningkat pesat pada semester I 2002. Permintaan yang tinggi tersebut
mendorong RBA dan RBNZ menerapkan lebih awal kebijakan pengetatan moneter. Di Aus-
tralia, ketentuan tambahan diperlukan untuk membiayai reformasi struktural dan mendisiplinkan
anggaran. Di Selandia Baru, pemerintah menitik beratkan pada pengembangan inovasi dan
keahlian dan disertai upaya tambahan untuk mengurangi hambatan bekerja, menabung dan
berinvestasi.
Untuk negara kawasan Amerika Latin, kondisi ekonomi dan keuangan memburuk pada
semester I 2002. Perekonomian kawasan mengalami kontraksi dan beberapa indikator
keuangan menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Penurunan produksi
di Amerika Latin dipengaruhi oleh krisis Argentina yang menyebar ke negara tetangganya
khususnya Uruguay dan Paraguay. Secara luas, walaupun contagion langsung dari Argentina
tampaknya terbatas, krisis tersebut telah menggiring pandangan para investor bahwa kekacauan
ekonomi di kawasan tersebut akan berlangsung persisten. Secara khusus, peningkatan kesulitan
yang dialami ekonomi kawasan bersumber dari interaksi antara ketidak pastian politik domestik
dan kelemahan ekonomi, termasuk tingkat hutang yang tinggi, pembiayaan ekternal yang tinggi,
dan sistem perbankan yang rapuh. Sementara itu, indikator keuangan kawasan juga mengalami
tekanan. Spread obligasi melebar secara signifikan pada semester I 2002, termasuk peningkatan
Perkembangan Ekonomi Dunia 5
tajam di Brazil, Equador, dan Venezuela bersamaan dengan memburuknya kondisi ekonomi di
Argentina dan Uruguay. Mata uang beberapa negara Amerika Latin melemah, khususnya
Brazilian Real dan Venezuelan bolivar. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi, Chile dan Meksiko
menerapkan manajemen kebijakan yang sehat, hutang pemerintah yang rendah (Chile), dan
menjalin hubungan kuat dengan Amerika Serikat (Meksiko).
PERKONOMIAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI MAJU
Amerika Serikat
Secara keseluruhan perekonomian AS mengalami pertumbuhan yang kurang
menggembirakan pada triwulan II 2002. PDB riil triwulan II 2002 tumbuh sebesar 1,1% (q-o-
q), setelah dalam periode sebelumnya tumbuh cukup tinggi sebesar 5,0% (q-o-q). Komponen
yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan PDB dimaksud seperti penjualan domestic
final, persediaan, dan perdagangan neto, menunjukkan kinerja yang menurun, yang masing-
masing turun dari 3,2%, 3,5%, dan -0,7% (q-o-q) dalam triwulan I 2002 menjadi 2,1%, 1,2%,
dan -1,3% dalam triwulan II 2002 (q-o-q). Lambatnya kinerja ekonomi AS ini banyak dipengaruhi
oleh faktor internal maupun eksternal ekonomi AS.
Di sisi Internal, seiring dengan menurunnya laba perusahaan akibat melemahnya
permintaan pasar, maka pendapatan dan permintaan masyarakatpun berkurang seperti terlihat
pada penurunan pengeluaran konsumsi dan usaha. Jika dilihat indikator konsumsi swasta dan
pengeluaran investasi domes-
tik masing-masing mengalami
penurunan dari 3,10% dan -
14,2% pada triwulan I 2002
menjadi 1,90% dan -14%
pada triwulan II 2002. Pro-
duksi Industri yang sedikit
meningkat dari 3,2% menjadi
4,2% dalam periode yang
sama tidak mampu mening-
katkan kapasitas produksi
sehingga berdampak kepada
Grafik PDB AS (%)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
31/01/1996
31/05/1996
30/09/1996
31/01/1997
31/05/1997
30/09/1997
31/01/1998
31/05/1998
30/09/1998
31/01/1999
31/05/1999
30/09/1999
31/01/2000
31/05/2000
30/09/2000
31/01/2001
31/05/2001
30/09/2001
31/01/2002
31/05/2002
Perkembangan Ekonomi Dunia6
menurunnya investasi dan belanja modal. Melambatnya kinerja ekonomi AS telah berdampak
kepada meningkatnya angka pengangguran dari 5,6% menjadi 5,9% dalam periode yang
sama karena aktivitas perusahaan-perusahaan yang menyusut cukup drastis sehingga
menyebabkan Indeks Keyakinan Konsumen mengalami penurunan. Menurut Departemen
Perdagangan AS, meskipun penjualan ritel diharapkan meningkat, tetapi peningkatan tersebut
sebagian besar didorong oleh kebijakan pemberian insentif dalam pembelian kendaraan dan
alat angkut untuk periode tertentu. Penurunan suku bunga mortgage juga telah membantu
meningkatkan penjualan sektor perumahan, termasuk alat-alat pertamanan. Meskipun belanja
sektor ritel mencatat dua pertiga dari seluruh kegiatan ekonomi AS, namun bisnis tetap enggan
meningkatkan komitmen belanja modal dalam jumlah besar sehingga menahan pemulihan
ekonomi.
Di sisi eksternal, perdagangan neto masih menunjukkan defisit yang meningkat akibat
impor yang tumbuh pesat. Neraca perdagangan dan neraca berjalan dalam triwulan II 2002
masing-masing masih menunjukkan defisit USD116,1 miliar dan USD117,1 miliar (-4,4% dari
PDB) yang lebih tinggi dibandingkan defisit sebesar USD106,4 miliar dan USD112,5 miliar (-
4,3% dari PDB) pada periode sebelumnya.
Laju inflasi pada triwulan II 2002 yang tercermin pada Consumer Price Index mencapai
1,3% y-o-y sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,2% y-o-y
namun demikian masih berada di bawah target yang ditetapkan Fedres (2,5% y-o-y). Dengan
demikian diperkirakan inflasi selama tahun tahun 2002 akan mencapai 1,5% jauh lebih rendah
dibandingkan tahun 2001 sebesar 2,8%. Rendahnya tingkat inflasi seiring dengan aktivitas
ekonomi AS yang masih
lambat dalam periode terse-
but terutama dipengaruhi
oleh turunnya biaya upah
dan biaya operasional. Di
sisi produksi, indikator harga
yang tercermin pada Pro-
ducer Price Index masih
menunjukkan deflasi sebe
sar -2,2% y-o-y dalam tri-
wulan II 2002 setelah
Grafik Pertumbuhan Output Industri AS (%)
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
31
/01
/19
96
30
/04
/19
96
31
/07
/19
96
31
/10
/19
96
31
/01
/19
97
30
/04
/19
97
31
/07
/19
97
31
/10
/19
97
31
/01
/19
98
30
/04
/19
98
31
/07
/19
98
31
/10
/19
98
31
/01
/19
99
30
/04
/19
99
31
/07
/19
99
31
/10
/19
99
31
/01
/20
00
30
/04
/20
00
31
/07
/20
00
31
/10
/20
00
31
/01
/20
01
30
/04
/20
01
31
/07
/20
01
31
/10
/20
01
31
/01
/20
02
30
/04
/20
02
Perkembangan Ekonomi Dunia 7
-40
-35
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0 31
/01
/19
96
31
/05
/19
96
30
/09
/19
96
31
/01
/19
97
31
/05
/19
97
30
/09
/19
97
31
/01
/19
98
31
/05
/19
98
30
/09
/19
98
31
/01
/19
99
31
/05
/19
99
30
/09
/19
99
31
/01
/20
00
31
/05
/20
00
30
/09
/20
00
31
/01
/20
01
31
/05
/20
01
30
/09
/20
01
31
/01
/20
02
31
/05
/20
02
periode sebelumnya juga
tercatat deflasi sebesar -
2,4%.
Guna meningkatkan
permintaan domestik dan
menstimulasi kegiatan di
sektor riil dengan dukungan
laju inflasi yang rendah, pe-
merintah AS dan Fedres me-
nerapkan kebijakan moneter
dan fiskal yang longgar sejak
tahun 2000 hingga kini.
Langkah kebijakan moneter
ekspansif yang ditempuh
Fedres selama triwulan II
2002 dengan cara memper-
tahankan suku bunga The
Fed Fund target pada level
1,75% (level terendah sejak
May 1962), tampaknya belum
berhasil meningkatkan kegia-
tan perekonomian secara keseluruhan.
Di sisi kebijakan Fiskal, pengeluaran pemerintah yang diharapkan dapat mendorong
tingkat konsumsi dan menstimulasi dunia usaha di sektor riil, tampaknya semakin sulit diterapkan
karena anggaran tahun 2002 diperkirakan mencapai defisit -1,4% setelah di tahun 2001
mengalami surplus sebesar 1,2%. Kebijakan fiskal selama ini juga di arahkan untuk mengatasi
peningkatan jumlah pengangguran AS yang kini telah mencapai 5,9% dan kemungkinan akan
bertambah dengan adanya rencana PHK dalam bulan Juli 2002.
Dengan mempertimbangkan dampak penurunan ekonomi global, dalam triwulan III
dan triwulan IV tahun 2002 pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan masing-masing akan tumbuh
sebesar 4,0%(q-o-q). Sehingga untuk keseluruhan tahun 2002 perekonomian akan tumbuh
sebesar 2,8% dan pada tahun 2003 tumbuh sebesar 3,2% (masih lebih baik dibandingkan
Grafik Inflasi AS (%)
Grafik Neraca Perdagangan AS (Juta US$)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
31
/01
/19
96
30
/04
/19
96
31
/07
/19
96
31
/10
/19
96
31
/01
/19
97
30
/04
/19
97
31
/07
/19
97
31
/10
/19
97
31
/01
/19
98
30
/04
/19
98
31
/07
/19
98
31
/10
/19
98
31
/01
/19
99
30
/04
/19
99
31
/07
/19
99
31
/10
/19
99
31
/01
/20
00
30
/04
/20
00
31
/07
/20
00
31
/10
/20
00
31
/01
/20
01
30
/04
/20
01
31
/07
/20
01
31
/10
/20
01
31
/01
/20
02
30
/04
/20
02
Perkembangan Ekonomi Dunia8
pertumbuhan tahun 2001
yang hanya mencatat per-
tumbuhan sebesar 1,2%.)
Hal ini akan tercapai dengan
dukungan kebijakan mone-
ter maupun fiskal yang
cukup akomodatif, produk-
tivitas yang meningkat,
penurunan upah, dan biaya
operasional yang rendah,
guna mendorong kegiatan
ekonomi di sektor riil.
Di sisi harga, inflasi
pada tahun 2002 (IHK)
diperkirakan mencapai rata-
rata sebesar 1,8%, semen-
tara itu untuk PPI diperkira-
kan mengalami deflasi
sebesar -1,1% akibat le-
mahnya tekanan permintaan
sejak akhir tahun 2001 dan
awal 2002. Namun di sisi lain, harga komoditas diperkirakan mulai meningkat, sejalan dengan
melemahnya US Dollar yang mendorong kenaikan harga produk impor.
Pada tahun 2002 keseimbangan ekonomi eksternal AS diperkirakan akan sedikit
memburuk seiring dengan melemahnya perekonomian dunia dan perekonomian dalam negeri.
Dalam tahun ini nilai ekspor dan impor AS diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar
-2,0% dan 2,6% sehingga akan berpotensi meningkatkan defisit neraca perdagangan dan
neraca berjalan yang masing-masing diperkirakan mencapai defisit USD463 miliar dan
USD474,1 miliar (-4,5% dari PDB) di tahun 2002, setelah di tahun 2001 mencapai defisit masing-
masing sebesar USD427,2 miliar dan USD393,4 miliar (-3,9% dari PDB).
Dengan perkembangan ekonomi yang masih lambat, diperkirakan Fed Res akan tetap
mempertahankan suku bunga The Fed Fund Target pada level yang rendah sebesar 1,75%
Grafik Tingkat Pengangguran AS (%)
Grafik Suku Bunga Fed Fund (%)Januari 1996 - April 2002
1.5
2.5
3.5
4.5
5.5
6.5
31/0
1/1
996
30/0
4/1
996
31/0
7/1
996
31/1
0/1
996
31/0
1/1
997
30/0
4/1
997
31/0
7/1
997
31/1
0/1
997
30/0
1/1
998
30/0
4/1
998
31/0
7/1
998
30/1
0/1
998
29/0
1/1
999
30/0
4/1
999
30/0
7/1
999
29/1
0/1
999
31/0
1/2
000
28/0
4/2
000
31/0
7/2
000
31/1
0/2
000
31/0
1/2
001
30/0
4/2
001
31/0
7/2
001
31/1
0/2
001
31/0
1/2
002
30/0
4/2
002
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
6.5
31/0
1/1
996
30/0
4/1
996
31/0
7/1
996
31/1
0/1
996
31/0
1/1
997
30/0
4/1
997
31/0
7/1
997
31/1
0/1
997
31/0
1/1
998
30/0
4/1
998
31/0
7/1
998
31/1
0/1
998
31/0
1/1
999
30/0
4/1
999
31/0
7/1
999
31/1
0/1
999
31/0
1/2
000
30/0
4/2
000
31/0
7/2
000
31/1
0/2
000
31/0
1/2
001
30/0
4/2
001
31/0
7/2
001
31/1
0/2
001
31/0
1/2
002
30/0
4/2
002
Perkembangan Ekonomi Dunia 9
hingga akhir tahun 2002. Hal ini didukung oleh tingkat inflasi yang masih rendah, jauh dibawah
target maksimal Fed Res, upah yang menurun dan biaya operasional yang menurun. Di sisi
kebijakan fiskal tampaknya pemerintah AS masih akan melakukan ekspansi pengeluaran fiskal
yang cukup besar guna mendorong pemulihan ekonomi. Kondisi tersebut akan mendorong
defisit anggaran pada tahun 2002 maupun 2003, meskipun AS tetap merencanakan untuk
mengurangi defisit anggaran pada tahun-tahun berikutnya guna menjaga stabilitas fiskal.
Pemerintah AS telah menyusun program stimulus fiskal yang diperkirakan akan mencapai
USD 172 miliar di tahun 2002 dan USD 96 miliar di tahun 2003 dengan asumsi 25% dari hasil
pemotongan pajak ini akan kembali meningkatkan pengeluaran konsumsi, guna mendorong
kegiatan di sektor riil dan mengatasi tingginya angka pengangguran. Pada musim panas tahun
lalu pemerintah telah menyetujui tax rebate senilai USD 80 miliar. Namun akibat serangan
teroris di bulan September 2001, kebijakan tersebut dalam tahun 2002 disesuaikan kembali.
Program stimulus fiskal tersebut diperkirakan akan berbentuk program pemotongan pajak tax
rebate, insentif untuk berinvestasi, pengeluaran pemerintah tertentu, dan santunan termasuk
fasilitas kesehatan bagi pengangguran.
Data Indikator Utama Ekonomi AS : Aktual dan Proyeksi
Real GDP Growth 5.0 1.1 1.5
* Private Consumption 3.3 5.3 2.6
* Equipment investment 0.1 10.2 -3.5
* Government Expenditures 6.7 2.8 2.8
* Exports 2.8 9.0 0.5
* Imports 8.3 13.5 0.4
Contibutions to changes in GDP
* Domestic final sales 3.2 4.2 7.0
* ^ in inventory 3.5 1.2 1.1
* Net Exports -0.7 -1.3 -0.4
Other Real Indicators
* Industrial Prod. % yoy 3.2 4.2 7.0
* Unemployment rate % 5.6 5.9 6.1
Prices and Wages
* CPI % yoy 1.2 1.3 1.5
* PPI % yoy -2.4 -2.2 -0.8
Economic Activity 2002Q1 2002Q2 2002Q3F
Fiscal Balance (FY,$bil) 127 (2001) -150 (2002) -130 (2003)
* Actual (% of GDP) 1.2 (2001) -1.4 (2002) -1.2 (2003)
Trade Balance
* Level (USD billions) -106.4 -116.1 -118.8
Current Account Balance
* Level (USD billions) -112.5 -117.1 -120.3
* % of GDP -4.3 -4.4 -4.5
Percent change over previous period, seasonally adjusted annual rates, unless stated
Sources: “World Financial Market-3rd quarter 2002”, JP Morgan
Policies & External Balances 2002Q2 2002Q3F 2002Q4F
Perkembangan Ekonomi Dunia10
Eropa Barat
Negara-negara Euro
Pertumbuhan ekonomi ke-12 negara yang tergabung dalam blok Euro agak sedikit
melambat. Setelah tumbuh sebesar 0,4% (yoy) dalam triwulan IV 2001, ekonomi zona Euro
hanya mencatat pertumbuhan sebesar 0,3% (yoy) dalam triwulan I 2002. Selanjutnya, Komisi
Eropa memperkirakan bahwa pemulihan ekonomi di kawasan Euro akan berlangsung lambat
sampai dengan akhir tahun 2002 ini. Dalam triwulan II 2002, ekonomi zona Euro diperkirakan
hanya akan mengalami pertumbuhan antara 0,3% dan 0,6% (yoy).
Perkiraan Komisi Eropa didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan usaha di zona
Euro belum menunjukkan tanda-tanda pulih sebagaimana tercermin dari lemahnya permintaan
domestik dan ekspor. Kinerja ekonomi domestik yang masih lemah tersebut antara lain tercermin
dari masih lemahnya consumer confidence, meningkatnya angka pengangguran, dan masih
lemahnya produksi sektor industri di kawasan ini. Indeks consumer confidence pada bulan
Juni 2002 masih bertahan pada angka –9, belum berubah dibandingkan dengan angka bulan
Maret 2002. Tingkat pengangguran juga meningkat dari 8,2% (yoy) pada bulan Maret menjadi
8,4% (yoy) pada bulan Juni 2002. Dari sisi produksi, produksi sektor industri masih mengalami
kontraksi sebesar 1,4% (yoy) dalam bulan Juni 2002 setelah dalam bulan Maret 2002 mencatat
kontraksi sebesar 1,7% (yoy). Sementara itu, kecenderungan menguatnya euro telah
meningkatkan kekhawatiran terhadap menurunnya kinerja ekspor.
Melambatnya pertumbuhan
ekonomi zona Euro tidak terlepas
dari faktor internal dan eksternal
masing-masing negara. Faktor in-
ternal bersumber dari masalah
fiskal dan kondisi struktural lainnya,
sementara faktor-faktor eksternal
terutama bersumber dari mening-
katnya harga minyak dunia dan
melemahnya perdagangan inter-
nasional. Faktor-faktor eksternal
yang seringkali disebut sebagai
external shocks memiliki dampak
GrafikPDB, Inflasi, dan Tingkat Pengangguran Kawasan Euro (%)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Jun
e-9
7
De
s-97
Jun
e-9
8
De
s-98
Jun
e-9
9
De
s-99
Jun
e-0
0
De
s-00
Jun
e-0
1
De
s-01
Jun
e-0
2
(yy
)
0
2
4
6
8
10
12
PDB Inflasi Tingkat pengangguran
PD
B, In
flasi (y
oy)
Tin
gk
at
Pe
ng
an
gg
ura
n
Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun Des Jun
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Perkembangan Ekonomi Dunia 11
Grafik Indeks Consumer Confidence Kawasan Euro
yang berlainan bagi masing-
masing negara, apalagi masing-
masing negara memiliki kondisi in-
ternal yang berbeda-beda. Sebagai
contoh di Jerman dan Italia, exter-
nal shocks tersebut menyebabkan
permintaan domestik melemah
cukup signifikan, sementara
Perancis relatif lebih kuat terhadap
external shocks. Pertumbuhan
ekonomi yang relatif melambat
juga terjadi di Austria, Belgia,
Belanda, dan Portugal, sementara Yunani, Irlandia, dan Spanyol menunjukkan kinerja ekonomi
yang lebih kuat.
Masih lemahnya permintaan domestik tersebut menyebabkan berkurangnya tekanan
terhadap laju inflasi di zona Euro. Laju inflasi di zona Euro cenderung menurun dalam periode
laporan, yaitu berturut-turut dari 2,4% pada bulan April, 2,0% pada bulan Mei, dan kemudian
menjadi 1,8% (yoy, headline inflation) pada bulan Juni 2002, di bawah ceiling rate yang ditetapkan
ECB sebesar 2%. Sementara itu, core inflation (di luar makanan dan energi) dalam bulan Juni
2002 masih berada di sekitar 2,5% (yoy). Dua negara yang memiliki kontribusi terbesar terhadap
inflasi di zona Euro adalah Jerman dan Italia, yang keduanya memberikan kontribusi setengah
terhadap inflasi Euro. Laju inflasi Jerman dalam bulan Juni 2002 mencapai 0,9% (yoy), lebih
rendah dari laju inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 1,1% (yoy). Berkurangnya tekanan
inflasi mendorong ECB mengambil stance untuk tetap mempertahankan suku bunga untuk
memperkuat momentum pemulihan ekonomi di kawasan Euro. Benchmark refinancing rate
tetap dipertahankan pada level 3,25% yang telah berlaku sejak November 2001.
Ke depan, laju inflasi di zona Euro diperkirakan menurun dengan mempertimbangkan
beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, dampak peningkatan harga minyak dan bahan-
bahan makanan telah berlalu. Kedua, produktivitas akan mengalami siklus rebound terutama
sebagai dampak reformasi di pasar tenaga kerja. Ketiga, jika kecenderungan apresiasi euro
bisa dipertahankan. Disamping itu, output gap yang masih cukup besar di zona Euro juga
cukup kondusif menekan turun laju inflasi.
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
Jun-9
7
Sep-9
7
Dec-9
7
Mar-9
8
Jun-9
8
Sep-9
8
Dec-9
8
Mar-9
9
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-0
2
Jun-0
2
Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun
1997 1998 1999 2000 2001 2002
Perkembangan Ekonomi Dunia12
Grafik Pertumbuhan Produksi Sektor Industridi Kawasan Euro (%-yoy)
Di sisi fiskal, defisit fiskal
secara keseluruhan diperkirakan
mulai menurun kembali tahun ini,
walaupun masing-masing negara
anggota Euro menempuh kebi-
jakan yang berbeda-beda. Upaya-
upaya konsolidasi fiskal yang
dilakukan negara-negara kecil
relatif lebih berhasil dibandingkan
dengan yang dilakukan negara-
negara besar anggota Euro.
Jerman masih harus melakukan
upaya pengetatan fiskal secara serius agar tidak menembus batas ambang defisit fiskal 3%
dari PDB-nya. Portugal diperkirakan akan melampaui batas ambang defisit fiskal 3% dari PDB
tahun 2002 ini. Posisi fiskal Perancis saat ini lebih sulit berkaitan dengan estimasi anggaran
yang telah direvisi dan ketentuan perpajakan yang baru. Italia juga memerlukan upaya keras
untuk memenuhi komitmen anggaran berimbang yang harus dicapai tahun 2005. Secara
keseluruhan, sebagian besar negara-negara Euro harus memperkuat posisi fiskalnya dalam
jangka menengah. Hal ini terutama dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak yang cukup
untuk menurunkan pajak dan menyediakan pelayanan kesehatan dan dana pensiun bagi
masyarakat yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam jangka waktu 10 hingga
20 tahun mendatang.
Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial di zona Euro, reformasi
struktural secara menyeluruh masih diperlukan. Beberapa langkah penting yang telah dilakukan
dalam beberapa tahun terakkhir ini dan mulai menunjukkan hasil antara lain nampak di sektor
tenaga kerja. Reformasi yang telah dilakukan terhadap pasar tenaga kerja meliputi kelonggaran-
kelonggaran yang diberikan terhadap tenaga kerja kontrak, keringanan pajak kepada tenaga
kerja berpenghasilan rendah, peningkatan fleksibilitas dalam perjanjian kerja, dan pemberian
gaji yang cukup memadai. Pada akhirnya, reformasi tersebut telah memberikan kontribusi
terhadap meningkatnya pertumbuhan lapangan kerja dan menurunnya pengangguran dalam
paro kedua dasawarsa 90-an. Namun, upaya-upaya tersebut harus lebih diintensifkan guna
meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja dan output potensial dalam rangka mengantisipasi
bertambahnya masa usia produktif tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja di zona
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
6/30
/97
11/3
0/97
4/30
/98
9/30
/98
2/28
/99
7/31
/99
12/3
1/99
5/31
/00
10/3
1/00
3/31
/01
8/31
/01
1/31
/02
6/30
/02
Perkembangan Ekonomi Dunia 13
Euro —khususnya yang berusia di atas 55 tahun— relatif sangat rendah dibandingkan dengan
di AS dan negara-negara maju lainnya. Selain di sektor tenaga kerja, reformasi juga harus
menyentuh sektor riil dan sektor keuangan. Peningkatan integrasi dan efisiensi dari kedua
sektor tersebut merupakan hal terpenting yang harus terus-menerus dilakukan.
Ke depan, prospek ekonomi zona Euro nampaknya akan lebih baik. Hal ini tercermin
dari beberapa indikator seperti: (i) ekspektasi produksi dan order produksi yang secara umum
menunjukkan pertumbuhan yang menguat sepanjang tahun ini, (ii) kepercayaan rumah tangga
dan dunia usaha yang secara umum membaik sejak akhir tahun 2001, dan (iii) siklus inventory
yang dapat mendorong aktivitas dunia usaha di akhir tahun 2002. Konsumsi dan investasi
nampaknya juga akan membaik sebagaimana tercermin dari beberapa indikator yang muncul
menjelang akhir periode laporan. Beberapa indikator tersebut antara lain: (i) meningkatnya
pertumbuhan pendapatan rumah tangga, (ii) kecenderungan menurunnya laju inflasi, (iii)
menguatnya kinerja pasar tenaga kerja selama beberapa tahun terakhir, (iv) meningkatnya
pendapatan sektor korporasi, dan (v) meningkatnya penggunaan kapasitas terpasang di sektor
produksi. Dengan mempertimbangkan beberapa indikator tersebut, IMF memperkirakan
pertumbuhan ekonomi zona Euro akan meningkat dalam semester II tahun 2002 dan selanjutnya
akan stabil pada level sekitar 2,5% dalam tahun 2003. Dalam jangka lebih pendek, Komisi
Eropa juga memperkirakan bahwa ekonomi zona Euro akan tumbuh antara 0,7% dan 1%
(yoy) untuk triwulan III 2002. Sejalan dengan hal tersebut, ECB meningkatkan forecast inflasi
di zona Euro pada kisaran 2,1%-2,5% untuk tahun 2002, seiring dengan pertumbuhan ekonomi
di kawasan ini yang diperkirakan tumbuh antara 0,9%-1,5% dalam tahun 2002.
Namun demikian, perlu diwaspadai beberapa hambatan yang potensial membuyarkan
harapan akan prospek ekonomi yang cerah di zona Euro. Pertama, kinerja ekspor zona Euro
akan terpukul jika permintaan ekspor terutama dari pasar AS menurun atau nilai tukar euro
menguat lebih lanjut. Kedua, dalam kondisi kapitalisasi pasar saham di Eropa yang masih
lebih rendah dibandingkan dengan di AS dan saham-saham tersebut tidak dimiliki secara luas
oleh sektor rumah tangga, pasar saham di zona Euro terancam jatuh bahkan lebih tajam daripada
yang pernah dialami AS sejak tahun 2000. Kondisi ini berdampak buruk pada kepercayaan
dan permintaan masyarakat. Ketiga, prospek produksi industri dan permintaan domestik di
Jerman masih menimbulkan ketidakpastian, dan jika semakin memburuk akan berdampak
serius bagi Eropa secara keseluruhan mengingat Jerman memiliki skala ekonomi terbesar di
zona Euro.
Perkembangan Ekonomi Dunia14
Jun-9
6
Sep-9
6
Dec-9
6
Mar-9
7
Jun-9
7
Sep-9
7
Dec-9
7
Mar-9
8
Jun-9
8
Sep-9
8
Dec-9
8
Mar-9
9
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-0
2
Jun-0
2
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Grafik PDB Inggris (%)
Inggris
Perekonomian Inggris sepanjang triwulan II tahun 2002 tumbuh sebesar 0,9% dibanding
triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Laju pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya aktivitas produksi di sektor manufaktur
dan sektor jasa. Meningkatnya produksi durable goods, terutama produk electrical and optical
equipment, mendorong indeks produksi sektor industri kembali meningkat pada triwulan II.
Indeks produksi sektor industri yang sempat terpuruk sampai level 99,7 pada akhir triwulan I,
kembali meningkat mencapai 102 pada triwulan II. Sementara itu, sektor jasa yang kontribusinya
mencapai 2/3 dari seluruh perekonomian untuk periode yang sama tumbuh sebesar 0,6%
dibandingkan triwulan sebelumnya, atau tumbuh 2,1% dibanding tahun lalu.
Namun, walaupun perekonomian Inggris masih dapat tumbuh - bahkan tertinggi di
kawasan Eropa, kondisi bisnis masih lesu dan belum pulih sepenuhnya. Penjualan retail yang
pada triwulan I merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi
melambat pertumbuhannya dengan cukup drastis pada triwulan II. Angka penjualan retail pada
akhir triwulan II hanya tumbuh 2,8% (yoy), jauh di bawah angka pertumbuhan triwulan
sebelumnya yang mencapai 6,7% (yoy).
Sementara masih lemahnya permintaan dunia internasional terhadap produk buatan
Inggris, serta melemahnya permintaan domestik yang tercermin pada menurunnya pertumbuhan
retail sales, mengakibatkan kalangan manufaktur menurunkan produksinya dan persediaan
barang dagangnya (inventories).
Hal ini berdampak pada penurunan
investasi baru dan pengurangan
faktor produksi, terutama tenaga
kerja, sehingga angka pe-
ngangguran kembali meningkat
menjadi 3,2% dari sebesar 3,1%
pada triwulan I. Perkembangan
negatif lain yang terjadi pada
triwulan II ini adalah jatuhnya
indeks harga saham. Indeks
benchmark FT-SE 100 merosot
615,40 poin atau 11,7% menjadi
Perkembangan Ekonomi Dunia 15
Feb-9
8
Apr-9
8
Jun-9
8
Aug-9
8
Oct-9
8
Dec-9
8
Feb-9
9
Apr-9
9Jun-9
9
Aug-9
9
Oct-9
9
Dec-9
9
Feb-0
0A
pr-0
0
Jun-0
0
Aug-0
0O
ct-0
0
Dec-0
0
Feb-0
1
Apr-0
1Jun-0
1
Aug-0
1
Oct-0
1
Dec-0
1
Feb-0
2
Apr-0
2
Jun-0
2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
4656,40 pada akhir triwulan II dari level 5271,80 pada akhir triwulan I. Jatuhnya harga saham
terutama didorong oleh menurunnya kepercayaan investor terhadap sistem pembukuan
perusahaan.
Upaya pemerintah Inggris dalam mencegah memburuknya kondisi perekonomian guna
menciptakan stabilitas perekonomian, yaitu dengan menekan laju inflasi (melalui pengendalian
money supply) sambil mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong aktivitas
perekonomian. Jumlah uang beredar (M0) sepanjang triwulan II terus meningkat dimana
pada bulan April 2002 tercatat pertumbuhan sebesar 8,1% (yoy) dan pada bulan Mei sebesar
9,3%. Per akhir triwulan II M0 tumbuh sebesar 9,4% (yoy). Namun, jumlah uang beredar
dalam arti luas (M4) tumbuh lebih lambat, yaitu berturut-turut 6,00% (yoy), 6,10% dan 6,40%
untuk bulan April, Mei dan Juni 2002. Pertumbuhan uang beredar tersebut relatif cukup tinggi,
namun karena kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih mengakibatkan
masyarakat lebih berhati-hati dalam pengeluarannya, sehingga dampak pertumbuhan uang
beredar tersebut tidak berdampak inflatoir. Laju inflasi sepanjang triwulan II menunjukkan
trend yang melambat dimana laju inflasi hanya sebesar 1%, yang berarti lebih rendah
dibandingkan triwulan I yang mencapai 1,1% dan masih jauh di bawah target inflasi Bank of
England sebesar 2,5% pada tahun 2002.
Perkembangan inflasi yang relatif masih rendah tersebut memberikan ruang bagi Bank
of England untuk mempertahankan benchmark suku bunga pada level 4,00%. Dengan demikian,
benchmark suku bunga tersebut
tidak pernah berubah sejak 8 No-
vember 2001 ketika Bank of Eng-
land menurunkan suku bunga dari
4,50% menjadi 4,00%.
Pemerintah juga berupaya
mendorong perekonomian melalui
operasi fiskal. Pemerintah telah
memutuskan untuk meningkatkan
pengeluaran sebesar £61 miliar
untuk 3 tahun ke depan sampai
dengan April 2006. Peningkatan
pengeluaran pemerintah tersebut
Grafik Inflasi Inggris (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia16
1.4
1.45
1.5
1.55
1.6
1.65
1.7
1.75
1/3
1/9
8
4/3
0/9
8
7/3
1/9
8
10/3
1/9
8
1/3
1/9
9
4/3
0/9
9
7/3
1/9
9
10/3
1/9
9
1/3
1/0
0
4/3
0/0
0
7/3
1/0
0
10/3
1/0
0
1/3
1/0
1
4/3
0/0
1
7/3
1/0
1
10/3
1/0
1
1/3
1/0
2
4/3
0/0
2
7/3
1/0
2
merupakan peningkatan yang tertinggi sepanjang dekade terakhir. Pengeluaran tersebut
rencananya akan digunakan untuk sarana pendidikan, transportasi, perumahan dan pertahanan.
Sementara itu, anggaran pendapatan dan belanja pemerintah mengalami defisit
sepanjang triwulan II ini. Setelah mengalami defisit sebesar £2,7 miliar pada bulan Mei 2002,
defisit anggaran pemerintah meningkat dengan drastis mencapai £7,2 miliar pada bulan Juni
2002. Meningkatnya defisit tersebut disebabkan oleh menurunnya penerimaan Pemerintah
sebesar 18% (mom) atau 5,6% (yoy) menjadi £21,8 miliar. Penurunan tersebut disebabkan
oleh menurunnya penerimaan pajak berkaitan dengan masih lesunya kegiatan perekonomian
(produksi dan penjualan/sales). Di sisi lain, pengeluaran pemerintah juga mengalami penurunan,
namun tidak setajam penurunan penerimaan, yaitu sebesar 18% (mom) menjadi sebesar £24,9
miliar. Namun, penurunan spending tersebut hanya disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah
hari kerja di bulan Juni (18 hari kerja) dibandingkan jumlah rata-rata hari kerja setiap bulannya
(22 hari kerja), sehingga pengeluaran ikut menurun.
Sektor eksternal Inggris walaupun masih belum pasti, namun perkembangannya cukup
memberikan angin segar. Ekspor tumbuh sebesar 1.08% (yoy) pada bulan Mei 2002 setelah
mengalami penurunan terus menerus sampai bulan April 2002. Sebaliknya, impor bulan April
dan Mei masih terus menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, bahkan
dengan penurunan yang semakin besar, yaitu masing-masing sebesar -0,72% dan -1,60%.
Hal ini berdampak pada menurunnya defisit transaksi berjalan sebesar 2,8% pada bulan April
dan 48% pada bulan Mei.
Nilai tukar pound sterling
sepanjang triwulan II diwarnai
dengan apresiasi terhadap US dol-
lar. Pound sterling menguat cukup
signifikan sebesar 7,5% menjadi
USD1,5335 per pound sterling.
Menguatnya pound sterling lebih
didorong oleh fundamental
ekonomi Inggris yang lebih baik
dibandingkan Amerika yang masih
berupaya keluar dari resesi
ekonomi.
Perkembangan Nilai Tukar Pound Sterling(US$/Pound Sterling)
Perkembangan Ekonomi Dunia 17
4,000
4,500
5,000
5,500
6,000
6,500
7,000
7,500
Feb-9
8
Ma
y-9
8
Aug-9
8
No
v-9
8
Feb-9
9
Ma
y-9
9
Aug-9
9
No
v-9
9
Feb-0
0
Ma
y-0
0
Aug-0
0
No
v-0
0
Feb-0
1
Ma
y-0
1
Aug-0
1
No
v-0
1
Feb-0
2
Ma
y-0
2
Berdasarkan perkemba-
ngan perekonomian yang masih
lesu dan belum pulih sepenuhnya,
Pemerintah Inggris memperkirakan
pertumbuhan ekonomi akan
melambat dari 2,2% pada tahun
2001 menjadi sebesar 1,6% pada
tahun 2002 ini. Namun, pada tahun
2003 perekonomian diperkirakan
akan pulih sehingga pertumbuhan
ekonomi akan kembali meningkat
mencapai 2,6%. Sementara itu, laju
inflasi pada tahun 2002 diperkirakan akan sebesar 2,3%, atau masih di bawah target inflasi
Bank of England sebesar 2,5%. Laju inflasi Inggris tahun 2002 jika dihitung berdasarkan standar
perhitungan inflasi European Union akan berkisar pada angka 1,4%.
Dengan memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi triwulan I dan II sebesar 1,1% dan
1,5%, serta prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sebesar 1,6%, maka pertumbuhan
ekonomi pada triwulan III dan IV harus melebihi 1,6%. Berdasarkan perkembangan leading
indicator index dan indeks keyakinan konsumen, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2002
sebesar 1,6% kemungkinan tercapai. Leading indicator index - yang merupakan sinyal atau
indikasi untuk mengukur tingkat produksi seluruh perekonomian Inggris - menunjukkan
perkembangan yang terus meningkat sejak awal tahun sampai dengan bulan Juni 2002. Indeks
pada akhir tahun 2001 sebesar 114,2, kemudian meningkat mencapai level 116 pada akhir
triwulan I 2002 dan selanjutnya mencapai 117,5 pada akhir triwulan II. Peningkatan indeks ini
diperkirakan akan efektif menjadi peningkatan produksi riil pada periode yang akan datang,
termasuk pada paruh kedua tahun 2002.
Indeks keyakinan konsumen pada triwulan II 2002 juga menunjukkan perkembangan
yang membaik. Setelah sempat jatuh sampai pada level 3 pada triwulan I 2002, indeks keyakinan
konsumen kembali meningkat menjadi 4 pada bulan April 2002 dan menjadi 6 pada bulan Mei
2002. Meningkatnya indeks keyakinan konsumen ini mengindikasikan akan meningkatnya
pengeluaran konsumsi pada periode yang akan datang, sehingga diharapkan penjualan ritel
akan kembali menguat pada paruh kedua 2002.
Indeks Harga Saham FT-SE 100
Perkembangan Ekonomi Dunia18
Dengan meningkatnya indikasi produksi (leading indicator index) dan indikasi
pengeluaran konsumsi (consumer confidence index), serta peningkatan pengeluaran pemerintah
dan membaiknya ekspor - walaupun dikhawatirkan akan terganggu oleh apresiasi pound ster-
ling - diharapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III dan IV tahun 2002 akan lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan I dan II.
Jepang
Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan menurun dari 1,4% (q-o-q) pada triwulan I
2002 menjadi 0.2% (angka sementara) pada triwulan II 2002 psehubungan dengan kondisi
sektor eksternal yaitu ekonomi dunia yang lesu maupun kondisi internal antara lain masalah
non performing loan dan tingginya utang pemerintah. Usaha bank untuk menanggulangi non
performing loan juga dikhawatirkan akan menekan konsumsi karena akan menambah jumlah
perusahaan yang bangkrut, sehingga pengangguran meningkat. Konsumsi juga diperkirakan
akan menurun sehubungan dengan kebijakan beberapa pabrik untuk mengurangi biaya dengan
melakukan PHK.
Tingkat pengangguran di Jepang meningkat pada bulan Mei menjadi 5.4% lebih tinggi
dari bulan sebelumnya sebesar 5.2%. Demikian juga pada bulan Juni tingkat pengangguran
Jepang masih tetap pada level 5.4%. Perusahaan Jepang cenderung untuk mempekerjakan
karyawan secara part time karena akan lebih menghemat biaya. Dari sisi pekerja, dengan
penghasilan yang diperoleh dari part time job berarti akan menurunkan daya beli, karena
penghasilan yang mereka peroleh lebih kecil.
Dari sisi harga dilaporkan indeks harga konsumen dalam triwulan pertama maupun
kedua masih mengalami deflasi. Pada triwulan pertama deflasi berturut-turut sebesar 1.4%,
1.6% dan 1.2%, sedangkan pada triwulan kedua kembali mengalami deflasi sebesar 1.1%,
0.9% dan 0.7%. Lemahnya konsumsi dalam negeri telah mendorong perusahaan untuk
menurunkan harga jual produknya. Mc Donalds, penjual hamburger terbesar, disebutkan
menurunkan harga burgernya hingga 26%, sedangkan Compaq perusahaan pembuat komputer
menurunkan harga desk top-nya hingga 10%. Matshusita Electric Industrial Co. menurunkan
harga DVD player-nya hingga 12.5%, demikian juga beberapa perusahan seperti Nintendo,
Sony Corp dan Microsoft Corp. yang masing-masing menurunkan harga jual produknya.
Perusahaan terpaksa melakukan pemotongan harga jual produknya untuk menarik minat belanja
Perkembangan Ekonomi Dunia 19
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Au
g-9
6
De
c-9
6
Ap
r-97
Au
g-9
7
De
c-9
7
Ap
r-98
Au
g-9
8
De
c-9
8
Ap
r-99
Au
g-9
9
De
c-9
9
Ap
r-00
Au
g-0
0
De
c-0
0
Ap
r-01
Au
g-0
1
De
c-0
1
Ap
r-02
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Sep-8
7
Sep-8
8
Sep-8
9
Sep-9
0
Sep-9
1
Sep-9
2
Sep-9
3
Sep-9
4
Sep-9
5
Sep-9
6
Sep-9
7
Sep-9
8
Sep-9
9
Sep-0
0
Sep-0
1
konsumen yang masih lemah se-
hubungan dengan pengangguran
dan menurunnya pendapatan.
Sementara itu kebijakan
Bank Sentral Jepang (Bank of Ja-
pan) untuk menahan laju deflasi
dengan mempertahankan suku
bunga yang mendekati nol persen
dan memompa dana hingga
triliunan yen, belum menunjukkan
hasilnya. BOJ ingin mengeliminasi
deflasi karena turunnya harga akan
menggerogoti laba perusahaan dan
menyebabkan perusahaan ke-
sulitan untuk membayar hutang.
Tujuh bank terbesar di Jepang saat
ini masih mengalami kesulitan
mengatasi kredit bermasalah
sebesar 26.8 trilliun Yen (USD230
billion), yang menyebabkan mereka
menunda mengeluarkan kredit, dan
dampak selanjutnya ekonomi
Jepang kesulitan memperoleh dana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
Dari sektor eksternal dilaporkan bahwa dalam bulan Mei surplus neraca transaksi
berjalan meningkat sehubungan dengan peningkatan ekspor. Surplus neraca transaksi berjalan,
yang merupakan pengukur perdagangan yang paling luas karena meliputi investasi dan jasa-
jasa, meningkat menjadi 1.28 trilion yen pada bulan Mei dari 1.16 trilion yen pada bulan April.
Perekonomian Jepang sangat tergantung pada permintaan luar negeri sebagai motor bagi
pemulihan ekonominya karena permintaan dalam negerinya masih lemah dan diperkirakan
masih akan lemah untuk beberapa tahun kedepan. Ketergantungan Jepang yang sangat tinggi
terhadap pasar luar negeri, khususnya Amerika Serikat, sangat beresiko bagi pertumbuhan
ekonomi, karena saat ini perkembangan ekonomi di AS sedang rawan. Selain itu menguatnya
Grafik Inflasi Jepang (%)
Grafik PDB Jepang (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia20
3
3.5
4
4.5
5
5.5
6
Aug-9
6
Dec-9
6
Apr-9
7
Aug-9
7
Dec-9
7
Apr-9
8
Aug-9
8
Dec-9
8
Apr-9
9
Aug-9
9
Dec-9
9
Apr-0
0
Aug-0
0
Dec-0
0
Apr-0
1
Aug-0
1
Dec-0
1
Apr-0
2
Yen akan mengancam per-
tumbuhan ekspor maupun profit
perusahaan, sehingga pada
gilirannya akan mengganggu
pertumbuhan ekonomi. Penguatan
Yen juga dikhawatirkan akan
menambah tekanan deflasi.
Pertumbuhan ekonomi
Jepang diperkirakan masih akan
tergantung pada ekspor sebagai
penggerak utama roda per-
ekonomian. Namun demikian
seiring dengan melambatnya
proses pemulihan ekonomi di luar negeri, ekspor diperkirakan juga akan tumbuh melambat.
Selanjutnya melambatnya ekspor akan mempengaruhi produksi industri yang diperkirakan juga
akan tumbuh perlahan dengan sedikit fluktuasi dalam perjalanannya. Sementara itu berkaitan
dengan permintaan domestik, investasi publik di proyeksikan menurun, sedangkan permintaan
swasta dalam waktu dekat diperkirakan masih lemah. Apabila peningkatan ekspor dan produksi
industri dapat dipertahankan, maka diharapkan akan dapat memberikan dampak positif bagi
permintaan domestik.
PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASIA (NON-JEPANG)
C i n a
Perekonomian Cina pada triwulan II tahun 2002 tumbuh sebesar 8% (yoy) yang
merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan I tahun 2001. Pada triwulan sebelumnya laju
pertumbuhan PDB (current price) hanya mencapai 7,6%. Pertumbuhan yang tinggi tersebut
terutama didorong oleh meningkatnya ekspor dan government spending.
Ekspor yang kontribusinya mencapai 20% dari total perekonomian Cina, sepanjang
triwulan I tahun 2002 ekspor meningkat cukup tinggi yaitu mencapai 17,8% dibandingkan triwulan
II tahun sebelumnya, menjadi USD77,3 miliar. Meningkatnya ekspor didorong oleh semakin
murahnya harga barang-barang di Cina berkaitan dengan deflasi yang terjadi sejak bulan
Grafik Tingkat Pengangguran Jepang (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 21
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Fe
b-9
8
Ma
y-9
8
Au
g-9
8
No
v-9
8
Fe
b-9
9
Ma
y-9
9
Au
g-9
9
No
v-9
9
Fe
b-0
0
Ma
y-0
0
Au
g-0
0
No
v-0
0
Fe
b-0
1
Ma
y-0
1
Au
g-0
1
No
v-0
1
Fe
b-0
2
Ma
y-0
2
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
8.50
9.00
9.50
10.00
Jun-9
6
Sep-9
6
Dec-9
6
Mar-
97
Jun-9
7
Sep-9
7
Dec-9
7
Mar-
98
Jun-9
8
Sep-9
8
Dec-9
8
Mar-
99
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-
00
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-
01
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-
02
Jun-0
2
November 2001. Disamping itu,
bergabungnya China ke dalam
WTO juga memberikan dampak
positif terhadap meningkatnya
perdagangan internasional negara
tersebut, namun tidak terbatas
pada peningkatan ekspor saja.
Impor Cina pada triwulan II juga
meningkat walaupun dengan laju
pertumbuhan yang lebih rendah,
yaitu sebesar 15,1% (yoy) menjadi
USD71,3 miliar. Hal ini pada
akhirnya meningkatkan surplus
neraca perdagangan secara signifikan sebesar 62% (yoy).
Pengeluaran pemerintah merupakan crucial factor dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi China. Pertama, pengeluaran pemerintah bermanfaat untuk mendorong kegiatan
perekonomian yang tengah mengalami kelesuan. Kedua, pengeluaran pemerintah ditujukan
untuk mendorong perekonomian agar dapat tumbuh di atas 7% untuk menyerap tambahan
tenaga kerja baru yang setiap tahunnya mencapai 8 juta orang. Sepanjang semester I tahun
ini, pengeluaran pemerintah
meningkat sebesar 24,4%, atau
merupakan peningkatan tertinggi
dalam 8 tahun terakhir. Pening-
katan pengeluaran pemerintah
terutama dimanfaatkan untuk
pembangunan jalan raya, airport
dan infrastruktur lainnya.
Angka penjualan retail juga
masih mampu tumbuh yaitu
sebesar 8,2% (yoy) pada bulan
April dan sebesar 9,3% pada bulan
Mei 2002, walaupun kondisi pasar
Grafik PDB Cina (%)
Grafik Inflasi Cina (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia22
8.2740
8.2750
8.2760
8.2770
8.2780
8.2790
8.2800
8.2810
Fe
b-9
8
Ma
y-9
8
Au
g-9
8
No
v-9
8
Fe
b-9
9
Ma
y-9
9
Au
g-9
9
No
v-9
9
Fe
b-0
0
Ma
y-0
0
Au
g-0
0
No
v-0
0
Fe
b-0
1
Ma
y-0
1
Au
g-0
1
No
v-0
1
Fe
b-0
2
Ma
y-0
2
domestik masih lesu. Lesunya
pasar domestik tercermin pada
terjadinya deflasi dan turunnya
indeks keyakinan konsumen yang
kembali menurun pada triwulan II.
Perkembangan harga barang-
barang konsumen di Cina masih
terus menunjukkan penurunan
dimana per Mei 2002 tercatat
deflasi sebesar 1,1%, atau lebih
tinggi dibandingkan deflasi pada
akhir triwulan I sebesar 0,8%.
Sementara itu, indeks keyakinan
konsumen yang sempat naik mencapai level 97,2 pada triwulan I, menurun menjadi 97,1 pada
bulan April dan Mei.
Lesunya perekonomian Cina tidak terlepas dari dampak global economic slowdown
yang mengakibatkan turunnya permintaan atas produk dari Cina dan lebih jauh lagi akan
meningkatkan tingkat pengangguran. Untuk mengantisipasi hal tersebut masyarakat lebih
memilih untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan tabungan. Tabungan rumah tangga
pada bulan Juni 2002 meningkat cukup tinggi sebesar 16,7% menjadi 8,17 triliun renmimbi.
Meningkatnya tabungan tersebut secara langsung meningkatkan jumlah uang beredar M1 dan
M2, masing-masing sebesar 12,76% (yoy) dan 14,68%. Peningkatan tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan M0 yang hanya sebesar 8,28% (yoy) pada periode yang
sama.
Namun, walaupun perekonomian masih lesu pada triwulan II, masyarakat masih optimis
bahwa perekonomian akan segera membaik yang tercermin pada meningkatnya indeks
ekspektasi konsumen. Indeks sedikit meningkat dari 97,2 pada akhir triwulan I menjadi 97,3
pada bulan Mei 2002. Indikasi lain yang juga menunjukkan arah perbaikan adalah kembali
bergairahnya pasar modal. Indeks harga saham komposit di bursa saham Shanghai dan
Shenzen mengalami peningkatan sepanjang triwulan II ini. Indeks harga saham di bursa Shang-
hai meningkat sebesar 8% menjadi 1372,76, sementara di bursa Shenzen meningkat 8,7%
menjadi 507,00.
Perkembangan Nilai Tukar Renmimbi(Renmimbi/US$)
Perkembangan Ekonomi Dunia 23
Feb-9
8
May-9
8
Aug-9
8
Nov-9
8
Feb-9
9
May-9
9
Aug-9
9
Nov-9
9
Feb-0
0
May-0
0
Aug-0
0
Nov-0
0
Feb-0
1
May-0
1
Aug-0
1
Nov-0
1
Feb-0
2
May-0
2
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
Shenzen Shanghai
Perkembangan Harga Saham Gabungandi Bursa Shanghai dan Senzen
Perkembangan nilai tukar
renmimbi yang di-peg terhadap US
dollar relatif tetap stabil pada level
8,277 renmimbi per US dollar.
Sepanjang triwulan II, renmimbi
hanya bergeser dari 8,2774
renmimbi/USD pada akhir triwulan
I menjadi 8,2771 renmimbi/USD
pada akhir triwulan II. Stabilitas nilai
tukar renmimbi didukung oleh
cadangan devisa yang sangat
besar - mencapai USD238 miliar -
dan surplus neraca perdagangan.
Berkaitan dengan outlook perekonomian China, pada tahun 2002 perekonomian
diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar 7,6% dan sebesar 7,7% pada tahun 2003.
Pertumbuhan ekonomi tersebut, terutama tahun 2003, diperkirakan akan didorong oleh pulihnya
perekonomian internasional yang akan mendorong ekspor dan produksi sektor industri.
Sementara itu, government spending diperkirakan akan tetap tinggi sampai dengan tahun 2003.
Hong Kong
Perekonomian Hongkong pada triwulan II 2002 belum menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan dan diperkirakan masih akan mengalami kontraksi. Kontraksi ini
disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat pengangguran dan menurunnya permintaan glo-
bal, yang merupakan salah satu faktor yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Secara keseluruhan, kondisi perekonomian Hongkong pada triwulan II 2002 ditandai
dengan menurunnya ekspor dan impor, meningkatnya tingkat pengangguran dan menurunnya
penjualan ritel. Di sisi eksternal, setelah sempat mengalami peningkatan sebesar 2.5% di bulan
April, ekspor Hongkong kembali menurun sebesar 1.8% menjadi sebesar HK$125.9 miliar di
bulan Mei 2002. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan dari luar negeri,
terutama dari Eropa dan Amerika Serikat yang diharapkan dapat mendorong peningkatan ekspor
Perkembangan Ekonomi Dunia24
Hongkong. Hal ini menunjukkan
bahwa rebound yang diharapkan
terjadi pada permintaan global
akan membutuhkan waktu yang
lebih lama daripada yang
diharapkan. Selain itu, impor juga
mengalami penurunan sebesar
2,15%(y-o-y) di bulan Mei menjadi
sebesar HK$ 133.3 miliar. Namun
demikian, penurunan ekspor dan
impor ini menyebabkan defisit
perdagangan menurun menjadi
sebesar HK$7.4 miliar diban-
dingkan HK$8 miliar pada tahun sebelumnya.
Di sisi harga, tingkat inflasi masih menunjukkan kecenderungan menurun pada triwulan
II 2002. Angka bulan Juni menunjukkan deflasi sebesar 3,2%, setelah bulan Mei mengalami
deflasi sebesar 3,1%. Faktor yang menyebabkan terjadinya deflasi yang berkelanjutan adalah
tingginya tingkat pengangguran yang mencapai 7.7% di bulan Juni 2002. Banyaknya
perusahaan, terutama di sektor industri, restoran dan properti yang mem-PHK karyawannya
untuk mengurangi biaya operasional serta disusul dengan terjadinya pemindahan tempat usaha
ke Cina, dimana biayanya lebih murah dan upah tenaga kerja lebih rendah menyebabkan
tingkat pengangguran di Hongkong meningkat pesat. Hal ini mendorong masyarakat untuk
mengurangi konsumsi yang berakibat pada penurunan penjualan ritel dan penurunan harga.
Penjualan ritel turun sebesar 5.9% menjadi HK$15.5 miliar dan diperkirakan penjualan ritel ini
masih akan stagnan mengingat untuk beberapa bulan ke depan tingkat pengangguran masih
akan tinggi.
Sementara itu cadangan devisa Hong Kong pada bulan Juni meningkat sebesar 0.99%
di banding posisi pada bulan Mei 2002 menjadi $112.4 miliar. Cadangan devisa tersebut telah
meningkat dari $89.6 miliar pada tahun 1998, ketika negara-negara di Asia mengalami krisis.
Di pihak lain, tingkat suku bunga base rate tidak berubah sejak diumumkan terakhir pada
bulan Desember 2001, yaitu sebesar 3.25%. Sementara nilai tukar HK$ diperdagangkan pada
level HK$ 7,799.
Grafik PDB dan Inflasi Hong Kong (%)
-10
-5
0
5
10
15
20
PD
B
PDB Inflasi
PD
B Infla
si
PDB Inflasi
Sep-9
6
Des-9
6
Mar-9
7
Jun-9
7
Sep-9
7
Des-9
7
Mar-9
8
Jun-9
8
Sep-9
8
Des-9
8
Sep-9
9
Des-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Des-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Des-0
1
Mar-9
9
Jun-9
9
Mar-0
2
Perkembangan Ekonomi Dunia 25
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
Ju
l-99
Oct-9
9
Ja
n-0
0
Ap
r-00
Ju
l-00
Oct-0
0
Ja
n-0
1
Ap
r-01
Ju
l-01
Oct-0
1
Ja
n-0
2
Ap
r-02
Sejalan dengan melambat-
nya pemulihan ekonomi global,
pemerintah Hongkong mem-
perkirakan pertumbuhan ekonomi
tahun 2002 akan mencapai 1%.
Tingginya tingkat pengangguran
dan lemahnya permintaan ekspor
dari Amerika Serikat diperkirakan
masih menjadi faktor yang dapat
menghambat pertumbuhan eko-
nomi Hongkong. Selain itu, tingkat
pengangguran yang mencapai
7.7% pada bulan Juni diperkirakan
akan tetap tinggi pada triwulan berikutnya dan secara rata-rata tingkat pengangguran selama
tahun 2002 dapat mencapai 7.1%. Disisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan
mencapai 2.3% sedangkan impor akan meningkat sebesar 0.9% di tahun 2002.
Hongkong merupakan salah satu negara yang dapat bertahan dari serangan krisis
keuangan yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1998. Walaupun demikian, bukan
berarti Hongkong telah terbebas dari ancaman krisis. Situasi perekonomian dunia yang belum
menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan sistem ekonomi ‘highly open economy’ yang dianut
oleh Hongkong, dapat menjadikan Hongkong sebagai sasaran dari ‘successive cyclical shocks’
sehingga dapat memperburuk kondisi perekonomian di Hongkong. Hal ini dapat dilihat pada
saat permintaan global mengalami penurunan akhir-akhir ini (terutama pasar AS dan Eropa),
perekonomian Hongkong terimbas dengan menurunnya tingkat permintaan ekspor. Hal ini
diperburuk dengan rendahnya permintaan domestik akibat tingginya tingkat pengangguran
yang mendorong berkurangnya tingkat konsumsi dan penurunan harga.
Untuk mencegah terpuruknya perekonomian Hongkong, IMF menyarankan pemerintah
Hongkong untuk memperbaiki defisit anggaran guna memperkuat keuangan publik di jangka
panjang. Selain itu, dalam usahanya memelihara defisit anggaran, pemerintah Hongkong
berencana untuk memotong pembayaran pegawai sipil, menghapus duty free pada tembakau
dan wine di akhir tahun 2002 dan meningkatkan pajak di tahun depan. Pemerintah Hongkong
juga mempertimbangkan kemungkinan untuk meningkatkan pajak pendapatan.
Grafik Tingkat Pengangguran di Hong Kong (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia26
-10
-5
0
5
10
15
Mar-9
6
Sep-9
6
Mar-9
7
Sep-9
7
Mar-9
8
Sep-9
8
Mar-9
9
Sep-9
9
Mar-0
0
Sep-0
0
Mar-0
1
Sep-0
1
Mar-0
2
Korea Selatan
Proses perbaikan ekonomi Korea Selatan sampai pertengahan tahun 2002 masih terus
berlanjut, yang disertai dengan terpeliharanya kestabilan inflasi dan neraca transaksi berjalan
yang mengalami peningkatan surplus. Setelah pada triwulan I 2002 pertumbuhan ekonomi
mencapai 1,9% (qoq), pada triwulan II 2002 ekonomi Korea tumbuh lebih lambat sebesar
1,4% (qoq). Pertumbuhan ekonomi Korea banyak disumbang oleh meningkatnya konsumsi,
investasi di bidang konstruksi, serta ekspor.
Konsumsi tumbuh 2% pada triwulan II 2002 lebih rendah dari pada triwulan I sebesar
2.3%. Pertumbuhan konsumsi disumbang oleh peningkatan konsumsi sektor swasta, namun
demikian pada triwulan II agak melambat karena kebijakan bank sentral menaikkan suku bunga
guna menahan laju inflasi. Konsumsi swasta terutama ditujukan pada barang-barang tahan
lama (durable) termasuk kendaraan bermotor, pendingin udara, dan telepon genggam. Belanja
untuk barang-barang tersebut mengalami peningkatan yang tajam sejalan dengan peningkatan
yang tinggi pada pengeluaran yang terkait dengan jasa-jasa. Sementara itu investasi meningkat
0.2% pada triwulan II, jauh lebih rendah dari pada triwulan I. Investasi pada triwulan I terutama
disumbang oleh ekspansi di sektor konstruksi yang mencatat pertumbuhan sebesar 10,1%.
Investasi konstruksi terutama dalam rangka pembangunan perumahan publik termasuk
apartemen dan pusat-pusat belanja. Namun demikian pada triwulan II sektor konstruksi menurun
hingga 2.8% akibat dari tingginya biaya dana (borrowing cost) sehingga menghambat boom
pembelian rumah. Sementara itu
pertumbuhan industri jasa juga
dilaporkan melambat pada triwulan
II menjadi 2.1% dibandingkan
3.2% pada triwulan I.
Pada triwulan I/2002
neraca transaksi berjalan tercatat
mengalami surplus sebesar USD
1,7 miliar, meningkat apabila
dibandingkan triwulan sebelum-
nya. Peningkatan surplus terutama
karena terjadinya surplus pada
transaksi barang meskipun
Grafik PDB Korea Selatan (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 27
transaksi jasa mengalami peningkatan defisit. Pada bulan April 2002, neraca transaksi berjalan
tetap mengalami surplus. Ekspor barang dan jasa secara riil meningkat 2,1% terutama untuk
barang-barang semikonduktor, peralatan komunikasi, dan kendaraan bermotor. Sedangkan
impor barang dan jasa secara riil meningkat 6,3% terutama untuk barang konsumsi. Selanjutnya
pada bulan Mei surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD 1 miliar, sedangkan pada
bulan Juni menurun tajam hingga sebesar USD 822.5 juta. Penurunan pada bulan Juni terutama
disebabkan oleh membesarnya defisit neraca jasa karena berkurangnya jumlah wisatawan
Jepang selama penyelenggaraan Piala Dunia 2002. Defisit neraca jasa yang meliputi tarvel,
transportasi dan royalty melebar dari USD 347.2 juta menjadi USD 575.2 juta. Dengan demikian
surplus neraca berjalan pada bulan Juni disumbang oleh neraca perdagangan. Pertumbuhan
ekspor Juni sebesar 1.8% meningkat dari 1.7% bulan sebelumnya.
Laju perkembangan inflasi menunjukkan trend penurunan yang berkelanjutan terutama
sejak paro ke dua tahun 2001. Pada triwulan I 2002 laju inflasi Korea mencapai 1,6%. Laju
inflasi terutama disumbang oleh peningkatan harga pada produk pertanian sebagai akibat
pengaruh faktor musiman, kenaikan harga minyak, dan sewa bangunan. Namun pada bulan
April 2002 laju inflasi terus meningkat sebagai akibat peningkatan harga produk petroleum dan
sewa rumah. Atas dasar year-on-year laju inflasi pada bulan April 2002 mencapai 2,5%,
meningkat pada bulan Mei 2002 mencapai 3,0% dan pada bulan Juni kembali turun menjadi
2,6%. Penurunan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang
menaikkan suku bunga pada bulan Mei.
Di sektor moneter, sampai bulan April 2002 Bank of Korea mengambil kebijakan untuk
tetap memelihara suku bunga benchmark yakni call rate target pada tingkat 4,0% sehingga
2000 2 0 0 1 2002
Pertumbuhan Ekonomi Korea Berdasarkan Pengeluaran
I II III IV Tahun I
GDP 9.3 3.7 2.9 1.9 3.7 3.0 5.7
GNP 3.6 0.5 1.3 -0.1 3.4 1.3 7.5
Pengeluaran Konsumsi 6.7 1.2 3.5 4.3 5.6 3.7 8.1
Swasta 7.9 1.5 4.1 4.8 6.6 4.2 8.4
Pemerintah 0.1 -0.7 -0.1 1.0 0.3 0.2 5.5
Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.4 -4.1 -4.8 -3.1 4.9 -1.7 6.5
Peralatan 35.3 -8.4 -11.2 -15.7 -3.1 -9.8 3.2
Konstruksi -4.1 1.5 1.1 8.2 10.7 5.8 10.1
Ekspor Barang dan jasa 20.5 9.0 0.7 -4.1 -1.1 1.0 2.1
Impor Barang dan Jasa 20.0 0.2 -7.2 -5.5 1.1 -2.8 6.3
Sumber : Bank of Korea
Perkembangan Ekonomi Dunia28
0
2
4
6
8
10
12
Jan-9
7
Jun-9
7
Nov-9
7
Apr-9
8
Sep-9
8
Feb-9
9
Jul-9
9
Dec-9
9
May-0
0
Oct-0
0
Mar-0
1
Aug-0
1
Jan-0
2
Jun-0
2
Grafik Inflasi Korea Selatan (%)
call rate di pasar uang tetap pada
tingkat yang sama. Namun pada
bulan Mei 2002 call rate di pasar
uang meningkat menjadi 4,25%
karena Bank of Korea menaikkan
target call rate sebesar 25 basis
points. Besaran moneter lainnya
yaitu M2 memperlihatkan kecen-
derungan meningkat dalam
triwulan I 2002 sebagai akibat
ekspansi fiskal dan pemberian
kredit bank ke sektor riil, termasuk
ke rumah tangga dan perusahaan
skala menengah kecil. Namun M2 memperlihatkan penurunan kembali pada bulan April dan
Mei karena banyak pengelola reksa dana (funds) memindahkan dananya dari deposito bank
ke dalam bentuk pembelian “financial debenture” dan karena terjadinya peningkatan dalam
kontraksi (absorpsi) likuiditas oleh pemerintah sehubungan dengan penjualan saham “Korea
Telecommunication” oleh pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan M3 mencapai 12,1% lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya. Hal ini karena simpanan deposito pada investment trust com-
panies menunjukkan peningkatan. Kebijakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna
meredam inflasi dapat dicapai seperti terlihat pada angka inflasi Juni yang kembali turun.
Sementara itu surplus anggaran Korea dalam paruh pertama tahun 2002 meningkat
karena tingginya pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan pendapatan pajak dan juga
disumbang oleh penjualan saham pemerintah di KT Corp, perusahaan telekomunikasi terbesar
di Korea. Surplus dalam enam bulan pertama 2002 mencapai 16.1 triliun won ($13.6 miliar)
naik 24% dari tahun sebelumnya. Dalam prosentase terhadap GDP surplus tersebut mencapai
2.7% dari GDP. Besarnya surplus tersebut memberikan ruang yang cukup bagi pemerintah
dalam menghadapi kemungkinan pertumbuhan melambat tahun ini.
Singapura
Pada triwulan II 2002 perekonomian Singapura mengalami ekspansi lebih dari yang
diperkirakan, yaitu sebesar 3,9% setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya
Perkembangan Ekonomi Dunia 29
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Mar-9
9
May-9
9
Jul-9
9
Sep-9
9
Nov-9
9
Jan-0
0
Mar-0
0
May-0
0
Jul-0
0
Sep-0
0
Nov-0
0
Jan-0
1
Mar-0
1
May-0
1
Jul-0
1
Sep-0
1
Nov-0
1
Jan-0
2
Mar-0
2
May-0
2
(sebesar –1,5%), dipicu oleh
keuntungan yang diperoleh dari
industri kimia yang dipergunakan
untuk pembuatan barang elek-
tronika dan farmasi, menandai
pemulihan yang lebih cepat pada
perekonomian di Asia terutama
yang berbasis pada ekspor.
Kenaikan ekspor industri kimia
mengimbangi melambatnya
permintaan akan barang-barang
elektronik, karena menurunnya
permintaan dari Amerika sebagai
konsumen terbesar. Permintaan Amerika untuk durable goods seperti komputer, mesin dan
logam menurun dalam tujuh bulan terakhir dan pada bulan Juni jatuh sebesar 3,8%. Menguatnya
dollar Singapura juga dilaporkan memberikan dampak yang kompetitif bagi sektor ekspor.
Industri manufaktur yang menyumbang 30% pada perekonomian Singapura, mengalami
ekspansi pada triwulan kedua sebesar 7,5% (yoy) setelah mengalami penurunan sebesar 4,4%
pada triwulan pertama. Industri manufaktur diperkirakan akan mengalami ekspansi 9,5% tahun
ini setelah mengalami penurunan 11,6% di tahun 2001.
Perekonomian Singapura diperkirakan akan pulih tahun 2002 karena ekspor
semikonduktor dan elektronika membaik pada triwulan keempat, dibantu dengan pertumbuhan
permintaan dan kebijakan nilai tukar yang lebih kondusif. GDP akan tumbuh antara 3-4% tahun
ini setelah mengalami kontraksi sebesar 2% pada tahun 2001.
Dari sisi eksternal, ekspor dilaporkan turun 7,9% dalam semester I 2002 dan
kemungkinan akan tumbuh 4% selama tahun 2002. Ekspor elektronik turun 9,6% pada bulan
Juni (yoy), sedangkan ekspor semikonduktor sebagai ekspor terbesar Singapura turun 18,9%.
Sedangkan ekspor non migas pada bulan Juni turun 0,6% dari setahun sebelumnya menjadi
SGD7,75 miliar (USD4,5 miliar). Pada perkiraan sebelumnya ekspor non migas diperkirakan
naik 3%, yang menandakan bahwa pemulihan ekonomi Singapura tidak sekuat yang
diperkirakan.
Grafik PDB Singapura (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia30
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
Mar-9
9
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-0
2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Jan-0
0
Mar-0
0
May-0
0
Jul-0
0
Sep-0
0
Nov-0
0
Jan-0
1
Mar-0
1
May-0
1
Jul-0
1
Sep-0
1
Nov-0
1
Jan-0
2
Mar-0
2
May-0
2
IHK pada bulan Juni me-
ningkat untuk pertama kalinya
dalam delapan bulan, naik 0,1%
dari tahun sebelumnya, setelah
pada bulan Mei mengalami penuru-
nan sebesar 0.3%. Selama bulan
Juni IHK diperkirakan negatif aki-
bat menguatnya dollar Singapura,
dan melemahnya permintaan
domestik. Menguatnya Dollar
Singapura mengakibatkan import
inflation akan rendah dan dengan
lemahnya permintaan domestik
serta dicanangkannya promosi belanja tahunan di Singapura pada bulan Juni, maka diperkirakan
IHK akan tetap negatif. Kenaikan inflasi lebih disebabkan oleh tekanan administered price,
seperti akan adanya kenaikan biaya transportasi dan listrik pada bulan Juli, sehingga mendorong
terjadinya penyesuaian harga. Di sisi lain, IHK juga dipicu oleh naiknya biaya perawatan
kesehatan dan pendidikan. Untuk tahun 2002 IHK diperkirakan akan turun 0.2%.
Angka pengangguran pada bulan Juni turun menjadi 4,1% (seasonally adjusted), setelah
pada triwulan sebelumnya mencapai 4,5%. Penciptaan lapangan kerja meskipun membaik,
masih belum cukup menyerap
tenaga kerja baru, sehingga pada
semester kedua tahun ini
diperkirakan pengangguran akan
meningkat menjadi 5,5%.
Perkembangan ekonomi
dalam triwulan kedua kemungkinan
tidak akan mendorong bank sentral
untuk mengetatkan kebijakan
moneter. Penurunan IHK yang
berlangsung beberapa bulan
terakhir menunjukkan bahwa bank
Grafik Inflasi Singapura (%)
Grafik Tingkat Pengangguran Singapura (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 31
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Mar-9
6
Jul-9
6
Nov-9
6
Mar-9
7
Jul-9
7
Nov-9
7
Mar-9
8
Jul-9
8
Nov-9
8
Mar-9
9
Jul-9
9
Nov-9
9
Mar-0
0
Jul-0
0
Nov-0
0
Mar-0
1
Jul-0
1
Nov-0
1
Mar-0
2
sentral mempertahankan kebijakan yang netral untuk mendorong ekspor tanpa khawatir akan
terjadi inflasi. MAS akan terus mempertahankan kebijakan neutral exchange rate untuk
mendukung ekspor pada triwulan mendatang.
Pemerintah Singapura menandatangani perjanjian untuk memperoleh pembebasan
pajak atas ekspor singapura ke empat negara European Free Trade Area (Iceland, Norway,
Switzerland dan Liechtenstein). Singapura merupakan negara Asia pertama yang mengadakan
perjanjian dengan Eropa dalam hal perdagangan bebas. Bagi Singapura perjanjian tersebut
akan menguntungkan bagi eksportir elektronik dan kimia yang sedang berupaya untuk
memperluas pangsa pasarnya. Sebagai kompensasi terhadap zero import tariff komoditas
ekspornya, Singapura berjanji untuk membuka usaha jasa bagi investor dari keempat negara
tersebut, termasuk jasa keuangan dan tenaga professional.
Taiwan
Perekonomian Taiwan tumbuh sebesar 0,9% pada triwulan pertama, setelah turun
sebesar 1,9% pada triwulan keempat 2001. Membaiknya kembali permintaan dunia akan barang-
barang elektronik membantu perekonomian Taiwan mengalami ekspansi mengakhiri resesi
ekonomi Taiwan sembilan bulan terakhir.
Dari sisi eksternal dilaporkan, order ekspor hanya tumbuh sebesar 11% dibandingkan
bulan Mei sebesar 14,3%. Ekspor diharapkan dapat membantu memenuhi prediksi pertumbuhan
ekonomi Taiwan untuk tahun 2002
sebesar 2,6% setelah pada tahun
sebelumnya hanya tumbuh se-
besar 1,9%. Ekspor ke China
daratan membantu mengimbangi
melambatnya permintaan dari
Amerika. Order dari Hong Kong
naik 29,8% pada bulan Juni (yoy).
Kebanyakan ekspor dari Taiwan ke
China adalah melalui Hong Kong,
karena perdagangan dan trans-
portasi langsung bagi kedua negara
tersebut dilarang.
Grafik PDB Taiwan (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia32
Pemulihan ekonomi Taiwan tergantung pada permintaan Amerika Serikat sebagai pasar
ekspor terbesar kedua. Order ekspor Taiwan melambat pada bulan Juni karena menurunnya
permintaan Amerika terhadap mobile phone dan barang lainnya. Konsumen Amerika mengurangi
order 1,9% pada bulan Juni (yoy), setelah pada bulan Mei naik sebesar 6,2%. Sementara itu,
Order ekspor dari Eropa dan Jepang, masing-masing meningkat 8,1% dan 15,3% pada bulan
yang sama. Order ekspor untuk peralatan telekomunikasi meningkat 20,3% pada bulan Juni
melambat dibandingkan dengan peningkatan pada bulan Mei sebesar 39,1%. Sementara or-
der untuk barang elektronik meningkat 15,1% setelah pada bulan Mei meningkat sebesar
10,7%. Dalam enam bulan pertama tahun 2002 total order ekspor naik 7,1% dan produksi
meningkat 4,8%, sementara untuk keseluruhan tahun 2002 pemerintah memperkirakan order
ekspor akan tumbuh 7% dan produksi tumbuh 5%.
Ekspor produk elektronik seperti komponen mobile-phone meningkat 39% pada bulan
Juni, sedangkan penjualan mobile-phone dan barang telekomunikasi lainnya meningkat 0,8%.
Dilaporkan bahwa ekspor ke Amerika mengalami penurunan sebesar 0,3% atau sebesar US$2,4
miliar, ke Jepang turun 2% menjadi US$1,1 miliar dan ke Eropa turun 5,5% menjadi US$1,4
miliar. Sementara itu ekspor ke Hong Kong meningkat sebesar 20% menjadi US$2,7 miliar,
menjadikan Hong Kong sebagai negara tujuan ekspor terbesar. Pemerintah Taiwan
memperkirakan ekspor akan tumbuh 3,4% pada tahun 2002. Meningkatnya permintaan dunia
kemungkinan akan membantu perekonomian Taiwan tumbuh sebesar 2,6% pada tahun 2002.
Total ekspor pada bulan Juni meningkat 9% (yoy) menjadi US$11,3 miliar yang
merupakan kenaikan terbesar dalam 15 bulan terakhir. Sementara itu, total impor meningkat
11% (yoy) menjadi US$9,6 miliar yang merupakan kenaikan terbesar sejak November 2000.
Trade surplus untuk Taiwan mencapai US$1,65 miliar menurun dibandingkan bulan yang sama
tahun sebelumnya sebesar US$1,68 miliar.
Surplus transaksi berjalan pada triwulan pertama meningkat menjadi US$7,15 miliar
dari US$4,0 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada periode tersebut ekspor
turun 7,8% (yoy) menjadi US$29,0 miliar, sedangkan impor turun 16% menjadi US$22,7 miliar,
menyebabkan surplus perdaganganmeningkat menjadi US$6,3 miliar dari US$4,4 miliar pada
periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit neraca modal menyempit pada triwulan pertama
menjadi US$21 juta dari US$63 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan
defisit neraca jasa menyempit menjadi US$492 juta dari US$1,3 miliar.
Perkembangan Ekonomi Dunia 33
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Mar-9
9
May-9
9
Jul-9
9
Sep-9
9
Nov-9
9
Jan-0
0
Mar-0
0
May-0
0
Jul-0
0
Sep-0
0
Nov-0
0
Jan-0
1
Mar-0
1
May-0
1
Jul-0
1
Sep-0
1
Nov-0
1
Jan-0
2
Mar-0
2
May-0
2
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Jan-9
6
Jul-9
6
Jan-9
7
Jul-9
7
Jan-9
8
Jul-9
8
Jan-9
9
Jul-9
9
Jan-0
0
Jul-0
0
Jan-0
1
Jul-0
1
Jan-0
2
Perusahaan-perusahaan di
Taiwan meningkatkan investasi ke
China menjadi 12% (yoy) menjadi
US$328,7 juta di bulan Juni,
sedangkan foreign direct invest-
ment di Taiwan turun lebih dari 2/3
menjadi US$205,3 juta.
Perusahaan-perusahaan tersebut
mengambil keuntungan dari
melonggarnya peraturan investasi
dan memanfaatkan lebih
rendahnya upah dan biaya produksi
di China.
IHK pada bulan Juni meningkat sebesar 0,1%, setelah pada bulan Mei mengalami
pertumbuhan negatif sebesar 0,3%. Naiknya harga-harga lebih disebabkan pada pengaruh
musim hujan yang membatasi supply bahan makanan. Harga makanan dan minuman yang
menyumbang _ angka IHK naik 0,8% di bulan Juni dari bulan sebelumnya. Sementara itu,
pada bulan Juni IHPB turun 0,8% dari bulan Mei, atau turun 1,3% dari bulan yang sama tahun
sebelumnya. Prediksi inflasi untuk tahun 2002 akan meningkat sebesar 0,6% lebih tinggi dari
yang diperkirakan sebelumnya
sebesar 0,4%.
Angka pengangguran tidak
berubah dari bulan Mei sebesar
5,2%. Angka pengangguran
tertinggi terjadi pada bulan Januari
yaitu sebesar 5,4%. Sedangkan
angka pengangguran terendah
terjadi pada pertengahan tahun
1998 yaitu sebesar 2,7%, dan
belum pernah kembali lagi ke
angka tersebut, karena banyak
perusahaan yang memindahkan
Grafik Inflasi Taiwan (%)
Grafik T ingkat Pengangguran T aiwan (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia34
pabriknya ke China untuk mendapatkan keuntungan dari biaya produksi yang rendah. Selama
tahun 2002 angka pengangguran diperkirakan sebesar 5%. Masuknya Taiwan ke dalam WTO
awal tahun ini menurunkan pasar tenaga kerja karena perusahaan-perusahaan melakukan
merger dan mengurangi tenaga kerja dalam menghadapi lebih ketatnya persaingan dengan
asing. Dilaporkan pada bulan Juni 509.000 orang keluar dari pekerjaannya (232.000 di antaranya
keluar karena tutupnya perusahaan), di bulan Mei 499.000 orang (234.000 di antatanya keluar
karena tutupnya perusahaan), dan pada bulan April 495.000 orang (250.000 di antaranya keluar
karena tutupnya perusahaan).
Pertumbuhan money supply melambat pada bulan Juni karena lending dan investment
menurun dan investor lebih memilih menanamkan dananya pada bond mutual funds daripada
menyimpan di bank. M2 (currency in circulation + ckecking and saving account deposit + money
market funds) meningkat 3,75% (yoy) dibandingkan pertumbuhan sebesar 4,3% pada bulan
Mei. M1B (yang mengeluarkan time deposit dan foreign currency deposit dari M2) meningkat
20,4% (yoy) setelah tumbuh 20,8% di bulan Mei. Sedangkan M1A (net currency in circulation +
checking account + passbook deposit) meningkat 10,9% lebih cepat dari pertumbuhan di bulan
mei sebesar 8,9%.
Bank sentral Taiwan menurunkan rediscount rate bagi commercial lender untuk 10-day
loans yang mencapai rekor terendah pada tingkat 1,875%. Penurunan tersebut lebih besar
dari yang diperkirakan oleh para ekonom, dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan TWD
yang mengalami apresiasi terlalu cepat. Untuk meredam oversupply US$ di local currency
market, Bank sentral Taiwan menurunkan reserve requirement deposito valas bagi commer-
cial lenders’ sebesar 0,125% dari 2,5%.
Malaysia
Perkonomian Malaysia sepanjang tahun 2002 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5%
membaik dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Indikasi membaiknya pertumbuhan ekonomi
tersebut mulai nampak pada triwulan I 2002 yang mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar
1%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut pada
triwulan II 2002, yang ditandai dengan membaiknya kinerja ekspor. Optimisme tersebut didorong
oleh membaiknya permintaan poduk ekspor oleh Amerika Serikat sejalan dengan membaiknya
perekonomian negara tersebut.
Perkembangan Ekonomi Dunia 35
0
1
2
3
4
5
6
7
Jan-9
6
Jul-9
6
Jan-9
7
Jul-9
7
Jan-9
8
Jul-9
8
Jan-9
9
Jul-9
9
Jan-0
0
Jul-0
0
Jan-0
1
Jul-0
1
Jan-0
2
-15
-10
-5
0
5
10
15
Mar-9
6
Jul-9
6
Nov-9
6
Mar-9
7
Jul-9
7
Nov-9
7
Mar-9
8
Jul-9
8
Nov-9
8
Mar-9
9
Jul-9
9
Nov-9
9
Mar-0
0
Jul-0
0
Nov-0
0
Mar-0
1
Jul-0
1
Nov-0
1
Mar-0
2
Laju inflasi Malaysia di pada
triwulan II 2002 diperkirakan akan
mengalami kenaikan cukup
signifikan. Kondisi tersebut di-
tunjukkan dengan meningkatnya
indeks harga konsumen di Malay-
sia sebesar 1.7% pada periode
Januari - Juni 2002. Sementara itu,
pada akhir triwulan II 2002 IHK
Malaysia meningkat 0,1% yaitu dari
103,3 di bulan Mei ke 103,4.
Kenaikan IHK tersebut terutama
didorong oleh kenaikan indeks
harga bahan pangan sebesar 0,4%, jasa pelayanan kesehatan sebesar 0,2%, dan indeks
harga aneka barang dan jasa sebesar 0,2%. Kenaikan indeks harga beebrapa jenis barang
dan jasa tersebut lebih dominan dibandingkan dampak turunnya harga sandang (-0,2%),
furniture dan peralatan rumah tangga (-0,1%).
Ekspor Malaysia ke pasaran dunia mengalami peningkatan yang cukup signifikan
sepanjang triwulan II 2002. Dalam empat bulan pertama tahun 2002, ekspor tercatat naik sebesar
5,8% dari tahun sebelumnya, kenaikan tersebut lebih besar dibandingkan dengan perkiraan
semula sebasar 5,4%. Membaiknya
kinerja ekspor tersebut terus
berlanjut pada triwulan II 2002,
dengan kenaikan sebesar 3,7%
pada bulan Mei. Kenaikan ekspor
lebih besar dari perkiraan tersebut
terutama didorong oleh kenaikan
ekspor produk-produk elektronik ke
Amerika Serikat dan ekspor minyak
dan gas alam ke Jepang. Kenaikan
ekspor Malaysia juga dirorong oleh
meningkatnya daya saing produk-
produk ekspor akibat melemahnya
Grafik PDB Malaysia (%)
Grafik Inflasi Malaysia (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia36
Grafik PDB Filipina (%)
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
Mar-9
6
Jul-9
6
Nov-9
6
Mar-9
7
Jul-9
7
Nov-9
7
Mar-9
8
Jul-9
8
Nov-9
8
Mar-9
9
Jul-9
9
Nov-9
9
Mar-0
0
Jul-0
0
Nov-0
0
Mar-0
1
Jul-0
1
Nov-0
1
Mar-0
2
nilai tukar ringgit Malaysia. Nilai tukar ringgit di bulan Juni melemah 4,7% terhadap
euro, 3,9% terhadap poundsterling dan 2,6% terhadap yen.
Sementara itu, impor mencatat pertumbuhan sebesar 3,5% lebih rendah dari perkiraan
sebelumnya yaitu 6,2%. Melambatnya pertumbuhan impor bersamaan dengan kenaikan ekspor
tersebut mendorong kenaikan surplus neraca perdagangan Malaysia sebesar 23% ke posisi
25,1 miliar ringgit.
Filipina
Secara keseluruhan perekonomian Filipina pada triwulan II 2002 nampak membaik.
Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2002 sebesar 3.8% y-o-y, pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II 2002 diperkirakan masih tetap positif, walaupun terjadi kenaikan inflasi
dan pertumbuhan ekspor yang sedikit melambat. Selain itu, impor juga meningkat walaupun
dengan laju yang melambat. Adapun tingkat pengangguran menunjukkan peningkatan di bulan
April 2002.
Perekonomian Filipina pada triwulan II 2002 ditandai dengan meningkatnya, ekspor
dan impor, terjadinya trade surplus serta peningkatan keyakinan konsumen. Hal tersebut
mendorong perekonomian tumbuh sebesar 3.8%. Disisi lain, tingkat pengangguran mencapai
13.90% di triwulan II, meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 10.30%. Sementara
itu, disisi eksternal ekspor meningkat sebesar 12% di bulan Mei sedangkan impor meningkat
sebesar 2.9% (y-o-y) hingga
mencapai USD2.8 miliar. Ekspor
Filipina diperkirakan masih akan
meningkat sejalan dengan adanya
tanda-tanda pemulihan ekonomi di
Amerika Serikat, yang merupakan
pasar terbesar untuk ekspor
Filipina. Walaupun demikian, nilai
ekspor dan impor diperkiranan
akan meningkat dengan laju yang
melambat, seiring dengan lam-
batnya pertumbuhan ekonomi di
Amerika Serikat dan dunia.
Perkembangan Ekonomi Dunia 37
0
2
4
6
8
10
12
14
Jan-9
7
Apr-9
7
Jul-9
7
Oct-9
7
Jan-9
8
Apr-9
8
Jul-9
8
Oct-9
8
Jan-9
9
Apr-9
9
Jul-9
9
Oct-9
9
Jan-0
0
Apr-0
0
Jul-0
0
Oct-0
0
Jan-0
1
Apr-0
1
Jul-0
1
Oct-0
1
Jan-0
2
Apr-0
2
Pertumbuhan disisi eksternal ini mendorong terjadinya trade surplus sebesar USD158 juta di
bulan Mei 2002.
Disisi harga, inflasi menunjukkan pertumbuhan yang semakin melambat sebesar 3%
di bulan Juni 2002, setelah triwulan sebelumnya mencapai 3.6%. Peningkatan ini disebabkan
oleh meningkatnya keyakinan konsumen, yang didorong oleh kebijakan pemerintah Filipina
untuk memotong tarif listrik. Selain itu, keyakinan bisnis juga tampak mengalami peningkatan
setelah pemerintah dan militer Filipina berhasil menumpas kepala pemberontakan Abu Sabaya,
yang dianggap pemerintah Filipina telah membuat investor tidak berani menanam modalnya di
Filipina. Di pihak lain, tingkat pengangguran menunjukkan peningkatan sebesar 13.90%
Sementara itu, Bank Sentral Filipina diperkirakan tidak akan merubah kebijakan tingkat
suku bunga pinjaman overnight, yang berada pada level 9.25% untuk pinjaman komersial
seiring dengan tingkat inflasi ke depan yang diperkirakan semakin menurun. Level ini merupakan
level terendah dalam 10 tahun terakhir setelah Pemerintah memotong poin suku bunga sebesar
8% dalam kurun waktu December 2000 sampai dengan Maret 2002. Adapun Filipina peso
diperdagangkan pada level 50.50 terhadap USD.
Pemerintah Filipina memperkirakan perekonomian Filipina akan tumbuh sebesar 4% -
4.5% di tahun 2002 dan dengan melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi sampai dengan
triwulan II 2002 yang mencapai 4%, pemerintah Filipina yakin target ini bisa tercapai. Adapun
tingkat inflasi untuk tahun 2002 diperkirakan berada di kisaran 3.5% - 3.8%, lebih rendah dari
perkiraan sebelumnya sebesar
4.5% - 5.5%. Hal ini didasarkan
pada perkembangan inflasi sampai
dengan triwulan II 2002 yang
menunjukkan peningkatan yang
semakin kecil. Walaupun demikian,
angka inflasi di triwulan III 2002
dapat meningkat dengan pesat
dimana diperkirakan akan terjadi
bencana alam El Nino yang akan
mempengaruhi produksi makanan
dan pertanian. Dari sisi fiscal,
pendapatan yang dihasilkan
Grafik Inflasi Filipina (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia38
8
9
10
11
12
13
14
15
Jul-9
9
Sep-9
9
Nov-9
9
Jan-0
0
Mar-0
0
May-0
0
Jul-0
0
Sep-0
0
Nov-0
0
Jan-0
1
Mar-0
1
May-0
1
Jul-0
1
Sep-0
1
Nov-0
1
Jan-0
2
Mar-0
2
selama 6 (enam) bulan terakhir
mengindikasikan tidak tercapainya
target budget defisit tahun 2002,
dimana pendapatan yang
dihasilkan 10% lebih rendah dari
yang ditargetkan. Sementara itu,
selisih budget selama 5 bulan
terakhir telah mencapai 107.5
miliar peso atau telah mencapai
80% dari yang dianggarkan.
Di sisi fiscal, Filipina me-
rencanakan untuk meningkatkan
batas atas defisit anggaran di tahun
2003, dari 2,7% dari PDB menjadi 3.2% dari PDB, sebagai antisipasi melambatnya pertumbuhan
ekonomi serta dorongan pemerintah untuk meningkatkan pembelanjaan. Perkiraan defisit
anggaran ini didasarkan pada perkiraan PDB sebesar 5.9% di tahun 2003. Sementara itu,
pemerintah juga berusaha mengurangi defisit untuk menghindarkan tambahan utang yang
dapat mendorong kenaikan tingkat bunga dan menghambat proses pemulihan ekonomi.
Pengurangan defisit ini diusahakan melalui peningkatan pendapatan dari pajak, pengetatan
audit perusahaan dan peningkatan ekspor. Selain itu, Pemerintah juga berusaha mencapai
target defisit 3.4% dalam tahun 2002, setelah tahun sebelumnya mencapai defisit 4%. Disisi
Moneter, Bank Sentral Filipina diperkirakan akan tetap mempertahankan level tingkat suku
bunga O/N seiring dengan pertumbuhan inflasi yang semakin melambat.
Thailand
Sebagaimana negara lainnya di kawasan Asia, perkembangan ekonomi Thailand dalam
semester I 2002 tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia, terutama perkembangan
ekonomi AS, Jepang dan Euro. Setelah mengalami pertumbuhan 1,6% pada triwulan I tahun
2002, kondisi ekonomi Thailand pada tiwulan II kembali menunjukkan perkembangan yang
semakin membaik. PDB pada triwulan I tahun 2002 dilaporkan tumbuh 3,9% (y.o.y), tertinggi
dalam tujuh triwulan terakhir, dan merupakan laju pertumbuhan tercepat ketiga di Asia setelah
China dan Korea.
Grafik Tingkat Pengangguran (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 39
-15
-10
-5
0
5
10
Jun-9
7
Dec-9
7
Jun-9
8
Dec-9
8
Jun-9
9
Dec-9
9
Jun-0
0
Dec-0
0
Jun-0
1
Dec-0
1Kondisi ekonomi yang
membaik dan tanda-tanda pe-
mulihan ekonomi dalam triwulan II
tahun 2002 antara lain dicerminkan
oleh membaiknya sektor manu-
faktur. Sementara itu, pada periode
yang sama, pendapatan dari sektor
pertanian, sektor yang memberi
kontribusi terbesar dalam pem-
bentukan PDB, dan pendapatan
sektor jasa lainnya juga mengalami
kenaikan yang cukup berarti. Pada
triwulan II 2002, produksi manufaktur meningkat 7,9% y.o.y, lebih tinggi dibanding pertumbuhan
pada triwulan sebelumnya yang mencapai 4,4%. Kenaikan produk manufaktur tersebut ditandai
oleh semakin luasnya basis pertumbuhan baik produk industri yang berorientasi ekspor maupun
impor, terutama industri elektronik dan peralatan listrik, baja dan produk minuman.
Pada sisi demand, konsumsi domestik pada triwulan II dilaporkan meningkat seiring
dengan membaiknya pendapatan di sektor pertanian dan non-pertanian, tingkat suku bunga
yang rendah, serta membaiknya keyakinan konsumen. Suku bunga yang relatif murah selama
ini, dan sedanbg berlangsung tanda pemulihan ekonomi telah mendorong kenaikan penjualan
otomotif dan properti. Kenaikan pengeluaran domestik tersebut dicerminkan oleh indeks
konsumsi swasta yang cenderung meningkat sejak awal tahun ini. Pada bulan terakhir triwulan
II tahun ini, indeks konsumsi swasta mencatat angka 105,1, meningkat 2,5% dibanding periode
yang sama tahun lalu.
Selain ditandai oleh konsumsi domestik, perbaikan ekonomi dalam triwulan II tersebut
ditunjukkan pula oleh perbaikan angka investasi swasta dan ekspor. Selama periode tersebut,
berbagai indikator invetasi swasta seperti permintaan penjualan mobil, impor barang-barang
kapital serta penjualan semen mengalami kenaikan menyusul ekspansi sektor kontruksi dan
peralatan investasi lainnya. Pada sisi lain, investasi dan ekspor yang membaik tersebut telah
pula meng-offset kecenderungan menurunnya pengeluaran publik pada periode yang sama.
Dari sisi inflasi, kondisi ekonomi yang membaik selama triwulan II tercermin pula pada
tekanan inflasi yang moderat seiring dengan menurunnya harga produk makanan maupun
Grafik PDB Thailand (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia40
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
31
/0
8/2
00
1
30
/0
9/2
00
1
31
/1
0/2
00
1
30
/1
1/2
00
1
31
/1
2/2
00
1
31
/0
1/2
00
2
28
/0
2/2
00
2
31
/0
3/2
00
2
30
/0
4/2
00
2
31
/0
5/2
00
2
30
/0
6/2
00
2
menurunnya harga minyak dunia.
Sebagaimana diketahui, kebutu-
han minyak mentah Thailand ham-
pir seluruhnya dipenuhi melalui
impor. Headline IHK dan core IHK,
inflasi di luar harga makanan dan
energi, pada triwulan II masing-
masing mencatat angka 0,2% dan
0,4% y.oy. Secara bulanan, angka
headline IHK maupun core IHK
pada bulan April, Mei dan Juni
masing-masing mencapai 0,4%, 0,1% dan 0,2% y.o.y., dan 0,5%, 0,4%, dan 0,2%
Dari sisi ekternal, membaiknya kondisi ekonomi partner dagang mupun membaiknya
permintaan domestik telah mendorong kenaikan volume ekspor maupun impor barang dan
jasa dari dan ke Thailand. Pada triwulan II 2002, nilai ekspor meningkat 3,4% (y.o.y),
sementara pada periode yang sama nilai impor mencatat angka kenaikan 2,0% (y.o.y).
Percepatan kenaikan impor telah menyebabkan surplus perdagangan pada periode yang
sama mengalami sedikit penurunan, mencapai USD620 juta. Sementara itu, transaksi jasa
dan transfer menurun dibanding periode triwulan sebelumnya menyusul tingginya arus
modal keluar untuk pembayaran keuntungan dan pembagian deviden. Hal ini menyebabkan
surplus transaksi berjalan pada triwulan II 2002 mencatat angka lebih rendah dibanding
periode triwulan sebelumnya pada angka USD 1.037 juta. Sementara itu, lebih besarnya
arus modal masuk yang terjadi pada triwulan II dibanding dengan aliran modal keluar untuk
pembayaran utang telah menyebabkan BOP mengalami surplus sebesar 1.893 juta. Dengan
perkembangan tersebut, cadangan devisa Thailand pada akhir Juni 2002 mencapai USD36,8
miliar.
Sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi, dan dalam upaya untuk memperkuat
momentum pemulihan ekonomi, bank sentral Thailand kembali mempertahankan tingkat suku
bunga yang berlaku sejak Januari 2002 pada level 2%. Tidak adanya tekanan inflasi yang
berarti selama ini telah memungkinan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga pada
level yang rendah. Sementara itu, menyusul keputusan tersebut, BOT menyatakan bahwa
perubahan suku bunga akan tergantung pada perkembangan kondisi ekonomi. Pernyataan ini
Grafik Inflasi Thailand (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 41
sekaligus meredam spekulasi bank sentral akan merubah suku bunga menyusul kecenderungan
penguatan baht Thailand.
Sampai dengan triwulan II tahun ini, atau triwulan III tahun fiskal 2002, defisit fiskal
diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan semula menyusul kenaikan penerimaan
pemerintah dari sektor pajak seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin membaik.
Pada periode tersebut, penerimaan pajak mengalami kenaikan di semua kategori pajak. Dalam
tahun fiskal 2002 yang dimulai bulan Oktober 2001, pemerintah sebelumnya memperkirakan
defisit fiskal akan mencapai 200 miliar baht (USD4,7 miliar)
Untuk tahun fiskal 2003 yang akan dimulai bulan Oktober tahun ini, pada awal Mei
2002 kabinet telah telah menyetujui anggaran tahun fiskal tersebut. Anggaran tahun fiskal
2003 tersebut sekaligus menandai dimulainya upaya untuk mengurangi defisit dalam waktu
tiga tahun menjadi 175 miliar baht. Pemerintah memperkirakan utang publik akan meningkat
menjadi 64% dari PDB pada tahun fiskal mendatang dari sekitar 58% pada tahun fiskal 2002.
Sebagaimana diketahui, sejak krisis keuangan tahun 1997, pemerintah telah menempuh
kebijakan defisit fiskal untuk membantu pemulihan ekonomi dari krisis.
Setelah mengalami pertumbuhan 1,8% tahun lalu, dan menikmati pertumbuhan 1,7%
pada triwulan I 2002, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, pemerintah Thailand
memperkirakan ekonomi akan tumbuh dalam kisaran 3-4% tahun 2002. Perkiraan tersebut
didasarkan pada membaiknya kinerja ekspor dan meningkatnya domestik demand.
Namun demikian, optimisme atas pemulihan ekonomi tersebut masih dibayangi oleh
beberapa resiko terutama melambatnya pertumbuhan ekspor menyusul perlambatan ekonomi
di AS, Jepang dan negara partner dagang utama lainnya. Sementara itu, jatuhnya harga saham
di AS telah memunculkan kekhawatiran kemungkinan memburuknya perdagangan internasional
maupun iklim investasi pada sisa tahun ini. Sebagaimana diketahui, AS merupakan pasar
ekspor terbesar dan menjadi investor terbesar ketiga terbesar di Thailand.
Dari dalam negeri, lambatnya upaya mengatasi kredit macet, yang menjadi hambatan
bagi upaya menstimulir perekonomian melalui ekspansi kredit, juga menjadi faktor lain yang
diperkirakan akan menjadi hambatan bagi pemulihan ekonomi. Angka NPL sampai dengan
semester I tahun ini belum menunjukkan perbaikan, sementara sebagian pinjaman yang telah
direstrukturisasi dan dinyatakan sehat kembali menjadi memburuk.
Perkembangan Ekonomi Dunia42
(60)
(40)
(20)
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
1997 1998 1999 2000* 2001 ** 2002
***
% yoy Konsumsi
Pembentukan Modal Tetap Dom.Bruto
Ekspor barang dan jasa
Impor barang dan jasa
Indonesia
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini diperkirakan berada pada kisaran 2,4% (y.o.y)
lebih rendah dari triwulan sebelumnya 2,47% (y.o.y) dan berada dibawah perkiraan semula
sekitar 3,5-4,0%. Pertumbuhan triwulan II ini juga tercatat kontraksi -0,05% (q.t.q) dibandingkan
triwulan I 2002.
Konsumsi yang diperkirakan masih menjadi penopang utama kegiatan ekonomi tumbuh
sekitar 7,1-7,6% (y.o.y), menurun dibandingkan triwulan lalu (9,86%). Investasi pada triwulan
ini masih mengalami pertumbuhan negatif (-2,9%)-(-2,4)% (y.o.y), meskipun penurunannya
semakin kecil dibanding triwulan lalu (-6,14%). Demikian pula ekspor juga diperkirakan masih
mencatat pertumbuhan negatif (-6,6%)-(-6,1)% (yoy) yang jauh lebih kecil dibanding triwulan
sebelumnya (-25,84%).
Surplus transaksi berjalan mengalami penurunan. Ekspor selama triwulan II 2002
diperkirakan mencapai USD14.273 juta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya
(USD12.742 juta) meskipun lebih kecil dibandingkan triwulan yang sama 2001 (USD15.000
juta). Impor diperkirakan meningkat mencapai USD9.232 juta lebih tinggi dibandingkan triwulan
lalu (USD7.201 juta) namun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II-2001 (USD9.511
juta). Dengan perkembangan ini, surplus transaksi berjalan pada triwulan ini tercatat USD823
juta, menurun dibandingkan triwulan lalu (USD1.283juta).
Lalu lintas modal mencatat
defisit sebesar USD400 juta,
membaik dibandingkan triwulan
lalu (defisit USD 1.400 juta).
Membaiknya lalu lintas modal ini
terjadi baik pada modal pemerintah
maupun swasta. Modal peme-
rintah mencatat surplus sebesar
USD300 juta setelah mengalami
defisit USD700 juta pada triwulan
lalu sebagai hasil rescheduling
utang pemerintah. Sedangkan
modal swasta mengalami
Grafik PDB Indonesia (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 43
penurunan defisit dari USD1.000 juta pada triwulan lalu menjadi USD770 juta pada triwulan ini.
Secara keseluruhan, neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus sebesar USD383 juta
sehingga cadangan devisa naik menjadi USD28,4 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor.
Kondisi moneter Indonesia membaik yang membaik pada triwulan II 2002, tercermin
dari menguatnya nilai tukar, menurunnya laju inflasi, dan terkendalinya besaran-besaran
moneter, semakin mendorong menurunnya sukubunga serta meningkatkan kinerja perbankan
dan kegiatan di pasar modal. Namun demikian, perkembangan ini belum sepenuhnya mampu
memberikan dukungan yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II 2002.
Realisasi APBN selama 5
bulan pertama tahun 2002
menunjukkan defisit sebesar
Rp6,93 triliun (16,4% dari perkiraan
defisit APBN). Defisit tersebut
disebabkan oleh pendapatan
negara sebesar Rp94,48 triliun
(31,3% dari target), sementara
pengeluaran pemerintah mencapai
Rp101,4 triliun (29,5% dari target).
Defisit anggaran ditutup melalui
pembiayaan dalam negeri yang
diperoleh antara lain dari hasil
penjualan asset program
restrukturisasi perbankan sekitar
Rp7,6 triliun. Sementara itu,
sumber pembiayaan dari luar
negeri belum direalisasikan karena
secara neto bahkan terjadi aliran
dana keluar sebesar Rp3.65 triliun
akibat lebih besarnya pembayaran
cicilan pokok utang (Rp8.01 triliun)
dibanding penarikan pinjaman
(Rp4.36 triliun).
Grafik Laju Inflasi Triwulanan dan Tahunan (%)
Grafik Inflasi Traded & Non-Traded (%)
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
I II III IV I II III IV I II
2000 2001 2002 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00q-t-q (aksis kanan)
y-o-y (aksis kiri)
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1999 2000 2001 2002
TRADED
NON-TRADED
% Q to Q
Perkembangan Ekonomi Dunia44
-4000
-3000
-2000
-1000
0
1000
2000
3000
2002 *
Juta USD
Current Account Capital Account BOP
* Angka 2002 adalah angka proyeksi BOP exercise 3 Juni 2002.
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.
IV
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.
IV
Tw. I Tw. II Tw. III Tw.
IV
2000 2001
Laju inflasi IHK pada
triwulan II 2002 mencapai 0,92%
(q.t.q), lebih rendah dibandingkan
triwulan lalu (3,50%). Secara
tahunan, inflasi triwulan II 2002
mencapai 11,48% (y.o.y), menurun
dibandingkan triwulan lalu
(14,09%). Beberapa faktor yang
mendorong menurunnya laju inflasi
selama triwulan ini diantaranya
akibat pasokan barang yang relatif
cukup, distribusi barang yang
membaik, melemahnya permin-
taan, menguatnya nilai tukar Rupiah, dan kenaikan administered prices yang tidak setinggi
triwulan sebelumnya.
Nilai tukar rupiah sepanjang triwulan II 2002 cenderung menguat mencapai rata-rata
Rp9.119/USD, yang berarti menguat 1.069 poin atau 11,7% dari rata-rata triwulan lalu
(Rp10.188). Menguatnya nilai tukar rupiah dalam triwulan II 2002 ditunjang oleh kuatnya
sentimen positif dan tersedianya pasokan valas. Faktor-faktor sentimen positif yang mendorong
nilai tukar rupiah menguat dan
mendorong aliran modal masuk
antara lain persetujuan Paris Club
dan London Club untuk men-
jadwalkan kembali pembayaran
utang pemerintah, persetujuan
pencairan pinjaman IMF, dan
erlaksananya berbagai program
privatisasi dan divestasi, serta
menguatnya mata uang regional
Asia.
Perkembangan tersebut
yang ditunjang pula oleh proyeksi
Grafik Neraca Pembayaran Indonesia (%)
Grafik Nilai Tukar Rata-Rata
7,000
7,500
8,000
8,500
9,000
9,500
10,000
10,500
11,000
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni
2 0 0 1 2 0 0 2
10,877
8,967
9,304
10,086
10,560
10,26010,393
10,229
9,912
9,495
9,118
8,703
Perkembangan Ekonomi Dunia 45
akan membaiknya ekonomi Indonesia oleh lembaga keuangan dunia, telah menumbuhkan
optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia. Kuatnya sentimen positif tersebut tercermin
pula oleh membaiknya indikator risiko khususnya dalam jangka pendek seperti menurunnya
tingkat premi swap untuk semua tenor.
Membaiknya kondisi ekonomi dunia yang dibarengi oleh semakin kondusifnya kondisi
dalam negeri diperkirakan akan mampu mendorong kegiatan investasi dan ekspor yang selama
ini masih tumbuh negatif. Dengan perkiraan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-
2002 diperkirakan dapat mencapai 3,5-4,0% (y.o.y), meningkat dibandingkan triwulan yang
sama tahun lalu (3,15%). Dengan perkiraan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2002
pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 3,3-3,8% (y.o.y), yang berarti sedikit menurun
dibandingkan perkiraan awal tahun 3,5-4,0%.
Konsumsi swasta diperkirakan tumbuh dalam kisaran 5,3-5,8% (y.o.y) yang berarti
menurun dibanding triwulan II-2002 (7,6-8,1%). Survei konsumen yang tercermin pada Indeks
Ekspektasi Konsumen dan Rencana Pembelian Barang menunjukkan optimisme dalam kurun
waktu 6-12 bulan ke depan. Investasi diperkirakan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi
pada kisaran 11,9-12,4% (y.o.y) setelah mengalami pertumbuhan negatif selama 4 triwulan
berturut-turut. Ini ditunjang oleh minat investasi yang tercermin dari survei sentimen usaha
untuk 3-6 bulan mendatang.
Ekspor dan impor juga berpotensi untuk mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi
(masing-masing dalam kisaran 7,6-8,1 dan 26,4-26,9% ) setelah mencatat pertumbuhan negatif
pada dua triwulan sebelumnya. Ini terlihat pada Consumer Confidence Index di Jepang dan
Amerika yang kembali meningkat. Meskipun terjadi perbaikan potensial demand, yang menjadi
tantangan adalah merealisasikannya menjadi pesanan pembelian dan produksi.
Sejalan dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia, prospek neraca pembayaran di
triwulan III-2002 diharapkan relatif membaik. Ekspor barang diperkirakan akan tumbuh positip
8,0% (y.o.y) atau mencapai USD15,4 miliar. Sementara itu, impor barang juga diperkirakan
akan tumbuh positip 19,0% (y.o.y) atau mencapai USD10,0 miliar. Secara keseluruhan, transaksi
berjalan akan mencatat surplus USD1,5 miliar, lebih tinggi dibandingkan surplus triwulan
sebelumnya (USD0,8 miliar).
Sementara itu, neraca modal pada triwulan III 2002 diperkirakan akan memburuk
dengan mencapai defisit sebesar USD1,5 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan
Perkembangan Ekonomi Dunia46
lalu yang mencapai USD 0,4 miliar. Memburuknya neraca modal tersebut akibat perkiraan
tingginya defisit modal swasta yang mencapai USD2,0 miliar untuk membayar utang luar negeri
yang jatuh waktu.
Dengan perkembangan neraca transaksi berjalan dan neraca modal tersebut, maka
secara total neraca pembayaran diperkirakan hanya sedikit mengalami surplus sebesar USD0,06
miliar setelah triwulan sebelumnya mengalami surplus sebesar USD0,4 miliar. Dengan sur-
plus tersebut, reserve assets diperkirakan akan menjadi USD28,4 miliar atau setara dengan
5,8 bulan impor.
Apresiasi nilai tukar Rupiah yang terjadi selama ini diperkirakan akan sedikit tertahan
dalam semester II-2002 ini. Nilai tukar diperkirakan akan bergerak dalam kisaran Rp8.600-
9.000/USD, sehingga rata-rata selama tahun 2002 diperkirakan mencapai Rp9.300/USD.
Tekanan depresiasi diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan beberapa sentimen negatif:
(i) kemungkinan belum membaiknya ekonomi AS dan Jepang seperti yang diharapkan sehingga
akan mengurangi penerimaan ekspor Indonesia, (ii) ekskalasi memanasnya suhu politik
menjelang sidang umum MPR di bulan Agustus 2002 (iii) kekhawatiran atas beban keuangan
pemerintah yang sangat besar, terutama apabila target penerimaan negara dari program
divestasi maupun privatisasi tidak dapat dipenuhi, (iv) indikasi mulai meningkatnya pembelian
US Dolar di pasar domestik oleh korporasi untuk membiayai impor yang masih besar dan
pembayaran ULN (dalam semester II 2002 diperkirakan dapat mencapai USD24 miliar); (vi)
Penyelesaian restrukturisasi utang swasta.
Tekanan inflasi sampai dengan akhir tahun diperkirakan cenderung menurun meskipun
secara triwulanan masih cukup tinggi. Pada triwulan III-2002 inflasi diperkirakan akan mencapai
11,36% (y.o.y) dan menurun kembali pada triwulan IV-2002 sebesar 10,09% (y.o.y), yang
berarti sedikit lebih diatas target 9-10% yang telah ditetapkan di awal tahun.
PEREKONOMIAN RUSIA
Perkembangan ekonomi Rusia sampai dengan semester I 2002 tidak lepas dari
perkembangan ekonomi global sejalan dengan semakin terbukanya ekonomi Rusia. Setelah
menikmati pertumbuhan PDB 3,7% pada triwulan I 2002, pada triwulan II 2002 kondisi ekonomi
Rusia diperkirakan tidak akan lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Dalam lima bulan
pertama tahun ini, ekonomi Rusia mencatat pertumbuhan 3,7% y.o.y, lebih lambat dibanding
Perkembangan Ekonomi Dunia 47
-1.3
2.63.2
-1.3-1
-8.1 -8.2
-2.7
2.2
10.8 10.511
9
9.9
6.6
4.85.3 5.8
4.3 3.7
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Jun-9
7
Sep-9
7
Dec-9
7
Mar-9
8
Jun-9
8
Sep-9
8
Dec-9
8
Mar-9
9
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-0
2
periode yang sama tahun lalu yang
mencatat angka 5%. Lambatnya
pertumbuhan ekonomi Rusia
tersebut terutama dipicu oleh
menurunnya kinerja ekspor me-
nyusul semakin lemahnya daya
saing produk ekspor. Tekanan
inflasi domestik yang tinggi
ditengarai telah menjadi faktor
utama melemahnya kinerja ekspor.
Dalam periode tersebut,
pengaruh negatif tekanan inflasi
terhadap ekspor berlangsung
setelah kenaikan harga konsumen tidak diimbangi oleh depresiasi ruble terhadap US dollar
dalam nominal yang cukup tinggi. Dalam lima bulan pertama tahun ini, inflasi domestik mencapai
8,4%, sementara nilai nominal ruble terhadap US dollar hanya mengalami depresiasi sebesar
2,7%. Penurunan daya saing tersebut telah mendorong ekspor Rusia selama periode tersebut
menurun 4,7%. Sementara itu, tekanan inflasi domestik pada sisi lain telah menyebabkan
harga barang impor relatif lebih murah dibanding barang produksi dalam negeri.
Laju pertumbuhan ekonomi yang lambat pada triwulan II 2002 antara lain dicerminkan
oleh menurunnya pertumbuhan produksi industri di negara tersebut. Meskipun pertumbuhan
output indutri di Rusia pada bulan Mei 2002 mencapai 2,8% y.o.y, namun pada lima bulan
pertama tahun yang sama ouput produksi industri mengalami penurunan dibanding periode
yang sama tahun sebelumnya. Setelah mengalami pertumbuhan 5,9% dalam lima bulan pertama
tahun lalu, pada periode yang sama tahun ini ouput industri hanya tumbuh 3% y.o.y. Sementara
kenaikan output industri pada bulan Mei tahun ini berlangsung menyusul kenaikan produksi
bahan bakar, makanan dan industri metal seperti nikel dan tembaga. Kenaikan produk bahan
bakar tersebut tidak terlepas dari keputusan pemerintah pada bulan Mei 2002 untuk untuk
meningkatkan produksi minyak sebesar 8,4% dan produksi gas sebesar 2,6% dari produksi
bulan yang sama tahun lalu.
Dari sisi inflasi, laju inflasi yang tinggi di Rusia pada triwulan II tahun ini terutama
disumbang oleh kenaikan harga makanan. Dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu,
Grafik PDB Rusia (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia48
0
20
40
60
80
100
120
140
Feb-9
7
Jun-9
7
Oct-9
7
Feb-9
8
Jun-9
8
Oct-9
8
Feb-9
9
Jun-9
9
Oct-9
9
Feb-0
0
Jun-0
0
Oct-0
0
Feb-0
1
Jun-0
1
Oct-0
1
Feb-0
2
Jun-0
2
angka inflasi bulan April, Mei dan
Juni masing-masing mencapai
16,%, 15% dan 14,7%. Sementara
inflasi bulanan pada bulan tersebut
masing-masing mencata angka
1,2%, 1,7% dan 1,5%, sehingga
kumulatif inflasi selama semester I
tahun ini mencapai 9%. Angka
inflasi tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan semester I
tahun lau yang mencapai 12,7%.
Angka inflasi yang tinggi pada
triwulan II tersebut terutama di
sumbang oleh kenaikan harga produk makanan serta harga ayam dan unggas lainnya. Selama
ini Rusia dikenal sebagai importir poultry terbesar di dunia, dan pembatasan impor poultry dari
US menyusul ditemukannnya daging yang terinfeksi salmonella, telah mendorong harga-harga
makan melonjak. Selain kenaikan harga makanan, laju inflasi yang tinggi di Rusia juga
disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar dan harga biaya energi lainnya.
Kondisi ekonomi selama triwulan II yang diperkirakan tidak lebih baik dibanding triwulan
sebelumnya tercermin pula pada kondisi lapangan kerja yang tidak menunjukkan kecenderungan
membaik. Meskipun cenderung membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu, unem-
ployment rate selama triwulan II tahun ini mencatat angka 0% m.o.m.
Dari sisi eksternal, selain berpengaruh pada daya saing ekspor, laju inflasi yang tinggi
telah mendorong impor mengalami kenaikan 7,4%. Dengan perkembangan tersebut, sur-
plus perdagangan dalam lima bulan pertama tahun ini menurun 16% dibanding periode yang
sama tahun lalu dan mencapai angka USD 18,6 miliar. Selain karena faktor inflasi domestik,
nilai ekspor yang menurun pada periode tersebut disebabkan pula oleh lebih rendahnya nilai
ekpor minyak Rusia menyusul harga minyak yang lebih rendah dibanding periode yang sama
tahun lalu maupun kesepakatan pembatasan ekspor minyak diantara negara OPEC dan
non-OPEC.
Berkaitan dengan sisi fiskal, dalam empat bulan pertama tahun ini, anggaran pemerintah
dilaporkan mengalami surplus sebesar 132 miliat ruble, meningkat 86,7 miliar ruble dibanding
Grafik Inflasi Rusia (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 49
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jan-9
9
Mar-9
9
May-9
9
Jul-9
9
Sep-9
9
Nov-9
9
Jan-0
0
Mar-0
0
May-0
0
Jul-0
0
Sep-0
0
Nov-0
0
Jan-0
1
Mar-0
1
May-0
1
Jul-0
1
Sep-0
1
Nov-0
1
Jan-0
2
Mar-0
2
May-0
2
periode yang sama tahun
sebelumnya. Selama periode
tersebut, total penerimaan
pemerintah mencapai 656,8 miliar,
sementara total pengeluaran
mencapai 524,6 miliar ruble. Sur-
plus anggaran tersebut telah
digunakan oleh pemerintah untuk
membiayai pembayaran kembali
hutang pemerintah baik hutang
domestik mupun hutang luar negeri
masing-masing sebesar 62 miliar
ruble dan 70,2 miliar ruble.
Sementara itu, sehubungan dengan bencana banjir di wilayah Rusia Selatan, Pemerintah Rusia
akan menyampaikan draft amandemen anggaran federal 2002 menyusul kebutuhan anggaran
yang lebih besar untuk mengatasi banjir tersebut.
Dengan angka pertumbuhan yang mencapai 3,7% pada triwulan I dan kemungkinaan
pertumbuhan yang modest pada triwulan II dan sisa triwulan 2002, ekonomi Rusia diperkirakan
akan mencapai 3,6% dalam tahun 2002, menurun dibanding pertumbuhan ekonomi tahun
2001 dan 2000 yang masing-masing mencapai 5% dan 9%. Konsumsi swasta diperkirakan
akan tetap menjadi faktor utama yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara
harga minyak yang stabil pada level yang cukup tinggi serta berakhirnya periode pembatasan
ekspor minyak diharapkan akan memberi kontribusi penting dalam upaya meningkatkan
investasi yang sempat mengalami penurunan pada awal tahun ini. Penerimaan hasil ekspor
minyak diharapkan akan membantu investment spending di negara tersebut paling tidak investasi
di sektor perminyakan.
Peran penting sektor minyak dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Rusia tersebut
tidak diragukan mengingat sektor tersebut selama memberi kontribusi seperlima terhadap
pembentukan PDB Rusia. Mengingat pendapatan ekpor dari minyak, gas, dan produk metal
selama ini menyumbang 70% terhadap total pendapatan ekspor, arah pemulihan ekonomi
Rusia akan tergatung pada pergerakan pasar komoditas utama dunia tersebut. Diperkirakan
ekonomi Rusia untuk tahun 2003 tidak akan berbeda dengan angka pertumbuhan tahun 2002
Grafik Tingkat Pengangguran di Rusia (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia50
sebesar 4%. Dalam beberapa tahun kedepan, seiring dengan membaiknya ekonomi global,
pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Rusia akan mencapai kisaran 5,5-5,9%.
Dari sisi inflasi, pemerintah akan melakukan upaya untuk mengurangi tekanan inflasi
menyusul masih tingginya inflasi di negara tersebut. Upaya tersebut dilakukan untuk
menciptakan prakondisi ekonomi makro lebih baik untuk menciptakan iklim investasi serta
memperbaiki standar hidup penduduk. Pemerintah memperkirakan inflasi 2002 akan mencapai
12-14%, dan diharapkan akan mencapai kisaran 6-8% tahun 2005 mendatang.
PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA OCEANIA
Australia
Perekonomian Australia diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup menge-
sankan hingga pertengahan tahun 2002 ini. Triwulan I mencatat pertumbuhan 4,2% yoy yang
merupakan pertumbuhan tercepat dalam hampir dua tahun terakhir. Triwulan II diperkirakan
mencatat ekspansi 0,9% qoq yang membuat laju tahunan bertahan pada angka lebih dari 4%.
Walaupun terjadi peningkatan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA) serta pergo-
lakan pasar saham global, dan sementara ekspor mengalami penurunan, consumer spending
yang membentuk sekitar 2/3 dari GDP terus meningkat dan menjadi motor utama pertumbuhan.
Kenaikan consumer spending ini didukung oleh angka retail sales yang terus meningkat.
Pada bulan Juni penjualan retail naik 0,9% (10% yoy) yang merupakan peningkatan yang ke
tigabelas bulan berturut-turut. Sementara itu pertumbuhan retail volumes juga jauh lebih kuat
daripada ekspektasi, yaitu 2,5% qoq pada triwulan II ini. Kenaikan penjualan retail ini dipicu
oleh rendahnya borrowing cost yang dalam triwulan II mencapai level terendah dalam tiga
dekade terakhir, meningkatnya employment, naiknya consumer confidence dan maraknya
konstruksi rumah yang mendorong permintaan atas furniture dan perlengkapan rumah.
Tahun ini hingga akhir triwulan II, RBA telah menaikkan Overnight Cash Rate (OCR),
yang merupakan suku bunga benchmark Australia, sebanyak dua kali sebesar masing-masing
0,25% di bulan Mei dan Juni hingga mencapai 4,75% untuk membantu mengendalikan inflasi.
Headline inflation (harga konsumen) melaju 0,7% qoq atau 2,8% yoy pada triwulan kedua ini,
mendekati batas atas target inflasi bank sentral yang dipatok antara 2% hingga 3% tahun ini.
Penggerak utama inflasi pada triwulan ini adalah harga minyak (petrol), perumahan, travel dan
akomodasi serta asuransi kesehatan. Kenaikan harga rumah didorong oleh booming permintaan
Perkembangan Ekonomi Dunia 51
rumah yang dipicu oleh rendahnya
suku bunga pinjaman rumah dan
bantuan (grant) pemerintah
kepada pembeli/pembangun
rumah untuk pertama kalinya (first-
home buyers/builders).
Defisit neraca perda-
gangan menunjukkan kecen-
derungan melebar pada triwulan II.
Berangkat dari angka defisit
sebesar US$110 juta pada bulan
terakhir triwulan I, angka defisit
semakin membesar dari bulan ke bulan. Pada bulan Juni defisit neraca perdagangan mencapai
US$ 1.087 juta yang merupakan defisit bulanan terbesar sejak Agustus 2000. Secara rata-rata
defisit neraca perdagangan triwulan II mencapai US$667,3 atau naik 116,9 % dari triwulan
sebelumnya Perkembangan yang kurang menggembirakan ini disebabkan oleh turunnya
ekspor, dibarengi dengan naiknya impor. Penurunan ekspor barang dan jasa sebesar 2,1%
mom bulan Juni yang merupakan penurunan ke tiga bulan berturut-turut didorong oleh aktivitas
global yang masih lemah, menurunnya harga komoditas ekspor dan menguatnya nilai tukar
dolar Australia. Penurunan terutama dialami oleh ekspor komoditas pedesaan (rural exports)
yang turun 7,2% akibat menurunnya indeks harga rural commodity. Sementara itu impor barang
dan jasa justru menunjukkan trend kenaikan. Bula Juni mencatat kenaikan impor sebesar
1,8% mom setelah naik 1,7% bulan sebelumya, yang terutama dipicu oleh impor capital goods.
Kenaikan ini sejalan dengan berlanjutnya kekuatan ekonomi domestik.
Nilai tukar dolar Australia (AUD) mengalami apresiasi yang cukup signifikan terhadap
dolar Amerika Serikat (USD) hingga pertengahan tahun 2002 ini yang mencapai lebih dari
10%. Namun bulan Juni yang mencatat level tertinggi sepanjang tahun 2002 tampaknya telah
mengawali tertahannya penguatan AUD yang selama ini terjadi karena pengaruh melemahnya
USD di pasar internasional dan interest rate differential yang cukup besar dengan AS. Salah
satu dampak yang kurang menguntungkan dari apresiasi ini adalah menurunnya export earn-
ings serta daya saing ekspor Australia yang selanjutnya dapat berdampak pada melemahnya
business confidence. Sementara itu tertahannya apresiasi AUD di bulan Juni didorong oleh
Grafik PDB dan Inflasi Australia (%)
0
1
2
3
4
5
6
7
6/2
8/9
6
9/3
0/9
6
12
/31
/96
3/3
1/9
7
6/3
0/9
7
9/3
0/9
7
12
/31
/97
3/3
1/9
8
6/3
0/9
8
9/3
0/9
8
12
/31
/98
3/3
1/9
9
6/3
0/9
9
9/3
0/9
9
12
/31
/99
3/3
1/0
0
6/3
0/0
0
9/2
9/0
0
12
/29
/00
3/3
0/0
1
6/2
9/0
1
9/2
8/0
1
PD
B
PDB
Inflasi
Infla
si
PDB Inflasi
PD
B
12/3
1/0
1
3/2
9/0
2
6/3
0/0
2
Perkembangan Ekonomi Dunia52
faktor profit taking karena mendekati akhir bulan / tahun buku yang berakhir Juni, serta
meningkatnya kecenderungan risk aversion investor yang antara lain dipicu oleh melemahnya
pasar saham global dan meningkatnya yield obligasi.
Business confidence dan condition selama triwulan II sebenarnya masih menunjukkan
kondisi yang menggembirakan, namun terdapat kecenderungan menurun menuju akhir triwulan.
Menurunnya business confidence mendorong pertumbuhan employment agak lebih lemah
daripada ekspektasi di bulan Juni akibat sebagian perusahaan mengalihkan komposisi tenaga
kerjanya dengan mem-PHK sebagian tenaga full-time untuk mengurangi cost dan menyewa
lebih banyak tenaga part time. Akibatnya unemployment rate meningkat sebesar 6,5% bulan
Juni setelah terus menerus menurun sejak bulan Februari.
Di sisi fiskal, diperkirakan defisit anggaran pemerintah Australia tahun 2002 akan melebihi
AUD 1,2 miliar yang diekspektasikan sebelumnya. Cash deficit selama 11 bulan hingga Mei
telah tercatat sebesar AUD 3 miliar. Perolehan pajak bulan Juni dapat memperkecil defisit
tersebut. Defisit anggaran ini merupakan yang pertama terjadi dalam 5 tahun terakhir.
Ekonomi Australia diperkirakan masih akan terus mengalami ekspansi di tahun 2002
dan 2003. Walaupun pembangunan perumahan diperkirakan akan menurun seiring dengan
kenaikan suku bunga, business investment masih akan mempertahankan ekonomi terus
mengalami ekspansi. Namun demikian perlu diperhatikan beberapa downside risk ke depan
yang mencakup:
1) Kejatuhan pasar saham akibat skandal keuangan di AS dan akibatnya berupa penurunan
pasar saham Australia dapat menurunkan household dan business wealth yang pada
gilirannya dapat mendorong turunnya business dan consumer confidence. Jika kejatuhan
pasar saham AS tersebut berlangsung cukup lama, maka dampaknya dapat terasa dengan
melambatnya laju pemulihan ekonomi AS dan global yang selanjutnya akan memukul
ekspor dan investasi bisnis Australia.
2) Meningkatnya kemungkinan datangnya gelombang El Nino yang akan mengakibatkan
kekeringan dapat secara signifikan menurunkan produksi pertanian Australia serta pen-
dapatan dari sektor ini pada tahun 2002 dan 2003 hingga masing-masing 15% dan 60%.
3) Koreksi harga perumahan setelah melalui periode kenaikan harga yang cukup signifikan,
yang antara lain didorong oleh kenaikan suku bunga, juga dapat menurunkan wealth dan
konsumsi pada paruh kedua 2002 hingga 2003 mendatang.
Perkembangan Ekonomi Dunia 53
Walaupun dibayangi oleh berbagai resiko seperti disebutkan di atas, diperkirakan
pertumbuhan ekonomi Australia pada tahun 2002 masih akan dapat mencapai 4% dan sedikit
menurun di tahun 2003 menjadi 3,5%. Consumption dan public spending diperkirakan masih
dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan disertai dengan business investment dan ekspor
non pertanian.
Apresiasi nilai tukar AUD terhadap USD tampaknya akan melambat, yang di satu sisi
menguntungkan bagi ekspor Australia. Walaupun prospek kenaikan suku bunga dapat
mendorong minat investor terhadap AUD karena interest rate differential yang menarik,
melemahnya pasar saham global cenderung akan meningkatkan risk aversion investor.
Selanjutnya depresiasi AUD dapat terjadi di tahun 2003 seiring dengan kemungkinan kembali
meningkatnya aktivitas ekonomi di AS.
Dalam beberapa bulan ke depan RBA diyakini akan mempertahankan level overnight
cash rate 4,75% saat ini sambil mengamati seberapa jauh pengaruh kejatuhan pasar saham
global akan mempengaruhi consumer confidence dan pertumbuhan ekonomi. Walaupun
demikian laju inflasi yang telah mendekati batas atas target inflasi bank sentral pada triwulan II
mendorong ekspektasi bahwa RBA masih akan menaikkan suku bunga benchmark-nya tahun
2002 ini, setidaknya 0,25% lagi menjadi 5%. Diperkirakan kenaikan baru akan terjadi pada
triwulan ke IV. Harga barang-barang terutama di sektor properti diperkirakan masih akan terus
naik setidaknya dalam beberapa bulan ke depan, walaupun kemungkinan sektor ini kemudian
akan melambat seiring dengan masih akan meningkatnya suku bunga. Namun demikian up-
side risk berupa kenaikan laju inflasi mash ada karena global economic recovery masih akan
terus berlanjut. Selain itu dengan aktivitas ekonomi yang masih akan tetap tinggi di Australia,
keterbatasan kapasitas produksi dapat menjadi faktor pendorong inflasi disamping juga adanya
kenaikan harga bahan bakar. Di lain pihak, kenaikan suku bunga dan menguatnya dolar Aus-
tralia, walaupun laju apresiasinya cenderung melambat, dapat menjadi faktor yang membantu
meredam laju inflasi. Dengan kondisi ini diperkirakan headline CPI akan berkisar pada batas
atas target inflasi RBA (3%)
Di sisi eksternal, kuatnya permintaan domestik diperkirakan akan terus memicu kenaikan
impor, terutama impor capital goods yang mendorong pengeluaran investasi bisnis. Di lain
pihak, pertumbuhan ekspor diantisipasi baru akan pulih pada sekitar pertengahan 2003 setelah
pertumbuhan ekonomi global secara nyata meningkat. Dengan demikian, disertai juga dengan
pertimbangan apresiasi AUD yang masih berlanjut, neraca perdagangan Australia diperkirakan
Perkembangan Ekonomi Dunia54
masih akan terus mengalami defisit di tahun 2002 dan 2003 hingga pemulihan ekonomi global
terefleksi dalam peningkatan volume ekspor dan kebijakan moneter yang lebih ketat mperlambat
pertumbuhan volume impor.
Selandia Baru
Ekonomi Selandia Baru menunjukkan performa yang cukup baik dengan pertumbuhan
triwulan I 2002 mencapai 1,1% qoq atau sekitar 4% yoy. Pertumbuhan ini terutama didorong
oleh ekspor dan konsumsi swasta. Secara sektoral, pariwisata merupakan salah satu pendorong
pertumbuhan dengan kenaikan jumlah turis yang mengalami rebound (naik 7,8%) setelah
kelesuan pada triwulan terakhir tahun lalu akibat peristiwa 11 September. Produksi pertanian
juga mengalami peningkatan. Walaupun demikian sektor manufaktur mengalami sedikit
penurunan, demikian juga dengan investasi residensial (pendirian rumah baru) setelah
peningkatan pembangunan rumah baru pada triwulan sebelumnya. Triwulan II 2002 sektor
manufaktur diperkirakan mencatat pertumbuhan moderat. Peningkatan penjualan ritel dan
kesempatan kerja pada triwulan ini merupakan indikasi bahwa pertumbuhan pada periode ini
masih dipicu oleh konsumsi swasta.
Sektor tenaga kerja Selandia Baru juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Tingkat pengangguran pada triwulan II ini berada pada level terendah dalam
empat belas tahun terakhir, yaitu 5,1% dari 5,3% pada triwulan pertama 2002. Walaupun
demikian kesempatan kerja hanya
naik 0,6%, lebih rendah daripada
pertumbuhan 1,3% pada triwulan
sebelumnya. Secara tahunan
pertumbuhan tenaga kerja pada 3
bulan terakhir ini sedikit melambat
dari puncak siklus 3,5% ke 3,1%.
Pemicu utama dari kenaikan
tenaga kerja ini, selain per-
tumbuhan ekonomi yang tinggi,
juga peningkatan populasi
penduduk usia kerja yang
mencapai 1,8% yoy.
Grafik PDB dan Inflasi Selandia Baru (%)
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Ma
r-96
Ju
n-9
6
Se
p-9
6
De
c-9
6
Ma
r-97
Ju
n-9
7
Se
p-9
7
De
c-9
7
Ma
r-98
Ju
n-9
8
Se
p-9
8
De
c-9
8
Ma
r-99
Ju
n-9
9
Se
p-9
9
De
c-9
9
Ma
r-00
Ju
n-0
0
Se
p-0
0
De
c-0
0
Ma
r-01
Ju
n-0
1
Se
p-0
1
PDB
INFLAS
PDB
Inflasi
De
c-0
1
Mar-0
2
Ju
n-0
2
Perkembangan Ekonomi Dunia 55
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
Mar-9
6
Jun-9
6
Sep-9
6
Dec-9
6
Mar-9
7
Jun-9
7
Sep-9
7
Dec-9
7
Mar-9
8
Jun-9
8
Sep-9
8
Dec-9
8
Mar-9
9
Jun-9
9
Sep-9
9
Dec-9
9
Mar-0
0
Jun-0
0
Sep-0
0
Dec-0
0
Mar-0
1
Jun-0
1
Sep-0
1
Dec-0
1
Mar-0
2
Jun-0
2
Pertumbuhan tenaga kerja
juga merupakan salah satu
pendorong perkembangan penj-
ualan ritel yang cukup baik selama
triwulan II ini walaupun mengalami
sedikit penurunan. Penjualan ritel
nominal naik sebesar 2,3%, sedikit
lebih rendah daripada per-
tumbuhan sebesar 2,6% pada
triwulan I 2002. Sementara itu vol-
ume penjualan ritel mengalami
penurunan, yaitu hanya naik 1,2%
setelah mengalami peningkatan
2,2% pada triwulan I. Penurunan ini banyak disebabkan oleh naiknya harga barang-barang
eceran, yaitu sebesar 1,1% dalam periode tiga bulan terakhir, hampir tiga kali lipat peningkatan
harga eceran pada triwulan I sebesar 0,4%. Lonjakan harga ini terutama berasal dari kenaikan
harga bahan bakar minyak sebesar 10% serta harga barang-barang rekreasi sebesar 3,4%.
Secara keseluruhan inflasi di Selandia Baru mengalami peningkatan pada triwulan II
2002, didorong oleh makin mahalnya harga bahan bakar dan tarif angkutan udara yang masing-
masing naik sebesar 9,9%. Akibatnya indeks harga konsumen naik 1% dalam tiga bulan yang
berakhir 30 Juni 2002 atau 2,8% yoy. Pada triwulan pertama harga konsumen hanya naik
0,6% atau 2,6% yoy. Laju underlying inflation sendiri (di luar harga komoditas dan pajak) hanya
sebesar 0,6% qoq. Tingkat inflasi ini sudah hampir menyentuh batas atas target inflasi bank
sentral yang dipatok pada level 0- 3% untuk tahun 2002. Kecenderungan meningkatnya inflasi
ini telah mendorong Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) untuk menaikkan suku bunga
benchmark sebanyak tiga kali tahun ini hingga akhir Juni yang kesemuanya terjadi pada triwulan
II. Besarnya kenaikan masing-masing 0,25% sehingga official cash rate (OCR), yang merupakan
suku bunga benchmark Selandia Baru mencapai level 5,5% (Sebagai catatan, pada awal Juli
2002, RBNZ kembali menaikkan OCR sebesar 0,25% hingga mencapai 5,75%).
Kenaikan suku bunga dalam negeri meningkatkan daya tarik mata uang dolar Selandia
Baru (NZD). Suku bunga benchmark Australia dan Amerika Serikat hanya mencapai masing-
masing 4,75% dan 1,75% sehingga menarik investor masuk ke negari Kiwi ini. Nilai tukar dolar
Grafik Tingkat Pengangguran Selandia Baru (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia56
-1200
-1000
-800
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
Jan-9
6
Aug-9
6
Mar-
97
Oct-
97
May-9
8
Dec-9
8
Jul-99
Feb-0
0
Sep-0
0
Apr-
01
Nov-0
1
Jun-0
2
Selandia Baru cenderung menguat terhadap Australian dollar (AUD) dan US dollar (USD) dalam
tahun 2002. Hingga akhir Juni NZD telah terapresiasi terhadap USD hingga di atas 15% ,
sementara AUD hanya terapresiasi sekitar 10% terhadap USD. Penguatan NZD ini mengurangi
tekanan inflasi karena menurunkan harga barang-barang impor dalam NZD, namun tidak
menguntungkan bagi eskportir dan cenderung menurunkan daya saing ekspor.
Pada bulan Juni 2002 ekspor mengalami penurunan yang cukup tajam (15.3% m-t-m
atau 7% yoy) menjadi NZ$ 2,61 milyar, yang merupakan penurunan terbesar dalam 3 1/2
tahun terakhir sejalan dengan penurunan harga komoditas global sebesar 0,5% dan menurunnya
produksi pertanian sepanjang musim dingin di belahan bumi selatan. Menguatnya nilai tukar
NZD turut menambah tekanan terhadap ekspor. Penurunan pada akhir triwulan ini mengimbangi
kenaikan ekspor yang sempat terjadi pada bulan Mei. Di lain pihak impor mengalami penurunan
terus menerus sepanjang triwulan II. Puncaknya di bulan Juni yang turun (10% m-t-m) menjadi
NZ$ 2.34 atau 12% yoy. Penurunan impor ini dipicu oleh menurunnya keyakinan bisnis dan
pengeluaran konsumsi sejalan dengan meningkatnya suku bunga. Pergerakan ekspor dan
impor ini menyebabkan besaran neraca perdagangan yang cukup volatile, namun masih
mencatat surplus khususnya pada bulan Mei dan Juni. Surplus neraca perdagangan Juni
mencapai NZ$277 juta, turun dari NZ$478 di bulan Mei. Walaupun demikian trend pada enam
bulan pertama tahun ini angka neraca perdagangan cenderung meningkat dan membaik
dibandingkan dengan tahun 2001, terutama triwulan terakhir yang tak lepas dari pengaruh
membaiknya perekonomian
Amerika Serikat dalam paruh
pertama tahun ini.
Di sisi fiskal, pendapatan
pajak untuk tahun fiskal yang
berakhir 30 Juni 2002 mengalami
peningkatan sebesar 6,6% menjadi
NZ$ 38,64 miliar. Pada bulan Mei
pemerintah mengeluarkan
anggaran untuk tahun ke depan.
Dalam anggaran ini pemerintah
tidak mencanangkan pengeluaran
besar-besaran.
Grafik T rade Balance (US$ Ribu)
Perkembangan Ekonomi Dunia 57
Walaupun laju pertumbuhan Amerika Serikat diperkirakan agak melambat dalam se-
mester berikutnya dan kontraksi masih terus berlanjut di Jepang, kondisi ekonomi dunia yang
tengah memasuki masa recovery dengan dengan laju yang cukup kuat di paruh pertama 2002,
serta pertumbuhan ekonomi Australia yang mengesankan akan menguntungkan perekonomian
Selandia Baru yang mengarahkan setengah dari ekspornya ke AS, Jepang dan Australia.
Prospek masih akan meningkatnya suku bunga dan indikasi kejatuhan pasar saham
dunia akan menyebabkan pertumbuhan permintaan domestik hanya pada level yang moder-
ate di paruh kedua 2002, namun diperkirakan pertumbuhan 4,4% masih akan tercapai tahun
ini. Sementara pertumbuhan PDB riil tahun 2002 diperkirakan akan mencapai 3,3%, lebih tinggi
dibandingkan dengan 1,8% pada tahun 2001, karena dibantu oleh pertumbuhan ekspor yang
lebih baik.
Surplus perdagangan tahun 2002 diperkirakan masih belum dapat menyamai surplus
tahun lalu. Apresiasi dolar Selandia Baru dapat memperngaruhi kinerja ekspor. Di lain pihak,
defisit penerimaan terancam makin melebar akibat biaya debt service yang naik seiring dengan
naiknya hutang dan repatriasi profit oleh perusahaan asing. Setelah mengalami defisit
penerimaan sebesar 6,3% dari PDB di tahun 2001, kecil kemungkinan akan terjadi penurunan
dalam waktu dekat. Defisit neraca berjalan diperkirakan akan mencapai sekitar USD 2,1 miliar
di tahun 2002 dan 2003, atau ekivalen masng-masing 3,8% dan 3,2%.
Di sisi inflasi, walaupun laju inflasi hingga triwulan II 2002 (yoy) telah mendekati batas
atas target inflasi (0% - 3%), kenaikan suku bunga benchmark sebanyak empat kali tahun ini
(hingga Juli 2002) oleh Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) diperkirakan dapat menahan
permintaan domestik sehingga mengurangi tekanan inflasi hingga akhir tahun ini. Apresiasi
dolar Selandia Baru yang akan mengurangi tekanan harga impor serta inflasi harga produsen
yang moderate juga akan menjadi faktor yang turut mencegah laju inflasi melampaui targetnya.
Di lain pihak, administered price, seperti rencana kenaikan harga gasoline oleh pemerintah
masih menjadi penyebab tekanan inflasi.
RBNZ tidak banyak memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga dalam kondisi dimana
pendapatan di sektor pertanian menurun dan gaji (hourly wages) pada triwulan II mengalami
penurunan dengan semakin banyaknya recruitment tenaga kerja part-time yang upahnya lebih
murah, yang kesemuanya akan menyebabkan menurunnya pengeluaran konsumsi. Disamping
itu downside risk melambatnya ekspor, meningkatnya ketidakpastian atas perekonomian
Perkembangan Ekonomi Dunia58
Amerika Serikat dan melemahnya pasar saham global, mewarnai ekspektasi pasar tentang
penurunan suku bunga FedRes dalam waktu dekat. Walaupun demikian kekhawatiran eco-
nomic overheating dan inflasi yang melampaui target diperkirakan akan membuat RBNZ
menaikkan suku bunga hingga tahun 2003, sementara inflasi diantisipasi akan mencapai 2,5%
tahun 2002 dan akan menurun di tahun 2003.
Nilai tukar NZD, yang telah beberapa lama mengalami undervalue, telah terapresiasi
lebih dari 10% selama paruh pertama tahun 2002. Faktor fundamental, terutama meningkatnya
perbedaan suku bunga dengan AS akan terus memberikan support terhadap NZD dalam jangka
menengah. Sementara itu kekuatan NZD juga akan dipengaruhi oleh stabilitas pemerintahan
yang bergantung pada hasil pemilihan umum bulan Juli 2002.
PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA AMERIKA LATIN
Meksiko
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2000, perekonomian Meksiko mengalami
pertumbuhan pada triwulan II 2002. Perekonomian Meksiko pada triwulan laporan tumbuh
sebesar 1,2%(Q-o-Q), lebih rendah dari target pemerintah sebesar 2%. Nilai ekonomi Meksiko
pada triwulan yang sama meningkat sebesar 6.8% dari tahun sebelumnya menjadi 6.1 triliun
peso (USD663 miliar) setahunnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2002 dicerminkan
oleh antara lain pertumbuhan di sektor konstruksi sebesar 5%, sektor industri jasa keuangan
sebesar 4,7%, sektor industri
pertanian sebesar 1,1% dan sektor
industri manufaktur sebesar 2,1%.
Pertumbuhan ekonomi
Meksiko yang menggembirakan
tersebut juga ditunjukkan oleh
menurunnya angka pengangguran
mencapai titik terendah selama
tujuh bulan terakhir. Angka
pengangguran turun dari 2,7%
pada bulan Mei menjadi 2,4% pada
bulan Juni.
Grafik PDB dan Inflasi Meksiko (%)
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Mar-9
7
Ju
n-9
7
Se
p-9
7
De
s-9
7
Mar-9
8
Ju
n-9
8
Se
p-9
8
De
s-9
8
Mar-9
9
Ju
n-9
9
Se
p-9
9
De
s-9
9
Mar-0
0
Ju
n-0
0
Se
p-0
0
De
s-0
0
Mar-0
1
Ju
n-0
1
Se
p-0
1
De
s-0
1
Ja
n-0
2
Fe
b-0
2
PD
B
Infl
as
i
PDB Inflasi
Mar-0
2
Perkembangan Ekonomi Dunia 59
Sementara itu, tingkat inflasi Meksiko pada bulan Juni meningkat lebih cepat dari yang
diperkirakan sebelumnya sebagai akibat melemahnya mata uang peso telah mendorong
menurunnya impor, khususnya dari Amerika Serikat. Tingkat inflasi bulan Juni sebesar 0,49%,
lebih tinggi dari yang diperkirakan sebesar 0,45%. Dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi dari
yang diperkirakan sebelumnya, maka tingkat inflasi Meksiko sampai dengan akhir tahun
diperkirakan sebesar 4,95%. Tingkat inflasi tersebut dikhawatirkan akan lebih tinggi dari yang
ditargetkan oleh Pemerintah sebesar 4,5%.
Inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan penurunan nilai mata uang peso Meksiko
sebesar 9% terhadap US dollar antara bulan April sampai dengan Juni. Sebagai akibat dari
penurunan nilai mata uang peso tersebut, banyak analis memperkirakan bahwa bank sentral
Meksiko kemungkinan akan menurunkan jumlah pinjaman kepada bank dengan meningkatkan
suku bunga untuk menahan inflasi. Selama tiga tahun terahir Meksiko telah menjadi negara
dengan inflasi sesuai target yang ditetapkan. Upaya ini sebagai bagian dari rencana Meksiko
untuk memperoleh kepercayaan para investor, menarik investasi asing dan meningkatkan
produktivitas domestik melalui upaya Pemerintah menstablikan mata uangnya.
Resesi yang terjadi di Amerika Serikat dan Meksiko sejak tahun 2000 serta kekhawatiran
bahwa Brazil tidak akan mampu membayar utang telah menjadikan Meksiko negara yang
kurang menarik untuk investasi karena investor cenderung menghindarkan penanaman dana
pada aset yang beresiko. Sampai saat ini Meksiko tidak terpengaruh bahkan sebaliknya
diuntungkan oleh bond default dan devaluasi di Argentina pada bulan Januari 2002. Bond
default dan devaluasi di Argentina telah menjadikan investor menarik dananya dari Amerika
Selatan dan memindahkan ke Meksiko.
Di sisi eksternal, meningkatnya ekspor minyak telah menyebabkan mengecilnya defisit
perdagangan Meksiko. Ekspor minyak Meksiko rwiwulan II 2002 meningkat 6% dari tahun
sebelumnya menjadi USD1,2 miliar. Sementara itu ekspor Meksiko secara keseluruhan turun
sebesar 1,7%. Di sisi lain, impor barang-barang setengah jadi (intermediate goods), yang meliputi
dua pertiga dari seluruh impor, turun sebesar 0,6% menjadi $10,3 miliar. Impor Meksiko secara
keseluruhan turun sebesar 1,7% menjadi USD13,5 miliar pada periode yang sama.
Kendati mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2002, namun penurunan di sektor
industri manufaktur dan eskpor yang rendah ke Amerika Serikat pada akhir triwulan laporan
menunjukkan bahwa perekonomian Meksiko mengalami perlambatan pertumbuhan, dan hal
Perkembangan Ekonomi Dunia60
ini dapat berarti pertumbuhan Meksiko akan melambat pada triwulan berikutnya. Apabila hal
ini terjadi, maka para ekonom meragukan bahwa Pemerintah Meksiko dapat mencapai target
pertumbuhan 2002 sebesar 1,7%. Pada bulan Juni 2002, sektor industri turun sebesar 0,7%
dari bulan sebelumnya. Penurunan produksi di sektor industri manufaktur terjadi sebagai akibat
dari penurunan produksi di sektor industri manufkatur dan pertambangan.
Sementara itu penjualan ritel Meksiko pada akhir triwulan laporan mengalami penurunan
setelah selama dua bulan sebelumnya meningkat. Penurunan penjualan ritel tersebut mengin-
dikasikan bahwa konsumen menahan pengeluarannya sebagai akibat melambatnya pemulihan
ekonomi dan kegagalan pemerintah menciptakan lapangan kerja. Kondisi ini bersamaan dengan
melambatnya permintaan dari Amerika Serikat, negara yang membeli 90% produk ekspor
Meksiko, diperkirakan akan mengakibatkan Meksiko kembali mengalami resesi. Perkiraan
tersebut disebabkan negara ini telah mengalami kontraksi selama enam triwulan terakhir.
Untuk triwulan III 2002, perekonomian Meksiko diperkirakan tumbuh sebesar 0,3%
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Brazil
Perekonomian Brazil mengalami resesi pada triwulan I 2002 menyusul program power
rationing dan tingginya tingkat suku bunga yang menyebabkan turunnya tingkat produksi sektor-
sektor energi, konstruksi, manufaktur, dan penjualan ritel. Dalam tiga bulan pertama tahun
2002, perekonomian Brazil terkontraksi sebesar 0,73%. Diperkirakan akan sangat sulit untuk
segara memulihkan kondisi perekonomian Brazil dengan mendorong investasi dan konsumsi
mengingat tingginya tingkat suku bunga perbankan.
Harapan akan membaiknya perekonomian pada triwulan II 2002 tampaknya masih
cukup besar, dengan selesainya power rationing pada bulan Maret. Dengan selesainya pro-
gram tersebut akan membantu sektor industri untuk segera keluar dari kondisi buruk yang
terjadi sejak pertengahan tahun 2001. Selain itu, harapan akan meningkatnya output diperkirakan
juga akan terjadi menyusul kebijakan bank sentral untuk menurunkan tingkat suku bunga pada
19 Juni 2002, dan diperkirakan sektor perbankan akan merespon kebijakan tersebut dengan
menurunkan tingkat suku bunga sekitar 25bps atau 50bps.
Laju inflasi di Brazil yang diukur berdasarkan IPCA index sepanjang triwulan II 2002
cenderung turun, dari 0,78% di awal triwulan menjadi 0,33% di akhir triwulan. Sementara itu,
Perkembangan Ekonomi Dunia 61
indeks keyakinan konsumen
mengalami penurunan sebesar
5,49% menunjukkan indikasi
meningkatnya ketidakpastian
politik dan ekonomi yang pada
gilirannya diperkirakan akan
berpengaruh besar terhadap premi
risiko, nilai tukar, dan suku bunga.
Dalam kondisi belum
pulihnya kinerja perekonomian
Brazil, tercatat sepanjang triwulan
II 2002, defisit transaksi berjalan
mengalami penurunan hingga mencapai US$1,98 miliar. Turunnya defisit ini sangat membantu
perekonomian Brazil dengan mengurangi kebutuhan terhadap pembiayaan eksternal. Faktor
pendorong utama turunnya defisit tersebut adalah besarnya surplus neraca perdagangan hingga
mencapai US$2,61 miliar akibat turunnya impor menyusul pemogokan besar-besaran yang
terjadi pada instansi bea cukai sejak bulan April. Selain itu, turunnya pengeluaran masyarakat
untuk berwisata ke luar negeri semenjak terjadinya resesi turut mendorong turunnya defisit
transaksi berjalan.
Perkembangan ekonomi yang belum menggembirakan telah mendorong kenaikan
jumlah pengangguran di Brazil pada triwulan II 2002. Jumlah pengangguran terbesar yang
mencapai puncaknya pada bulan April dengan kenaikan sebesar 8,2%, tertinggi dalam dua
tahun terakhir. Meningkatnya jumlah pengangguran tersebut khususnya merupakan dampak
pemutusan hubungan kerja yang terjadi di sektor konstruksi dan ritel sejalan dengan belum
pulihnya kondisi perekonomian. Selain akibat pemutusan hubungan kerja, besarnya jumlah
pengangguran tersebut juga disebabkan oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja baru.
Selain jumlah pengangguran yang meningkat, pemerintah Brazil juga mengumumkan
turunnya penghasilan riil masyarakat sebesar 5,3%. Kondisi ini juga merupakan sinyal bahwa
kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih.
Sebagai respon terhadap besarnya gejolak di pasar uang selama triwulan II 2002,
pada bulan Juni 2002 IMF kembali memberikan bantuan keuangan sebesar US$10 miliar
Grafik PDB dan Inflasi Brasil (%)
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
Ma
r-97
Ju
n-9
7
Se
p-9
7
Des-9
7
Ma
r-98
Ju
n-9
8
Se
p-9
8
Des-9
8
Ma
r-99
Ju
n-9
9
Se
p-9
9
Des-9
9
Ma
r-00
Ju
n-0
0
Se
p-0
0
Des-0
0
Ma
r-01
Ju
n-0
1
Se
p-0
1
Des-0
1
PD
B
Infl
as
i
PDB Inflasi
Mar-0
2
Jun-0
2
Perkembangan Ekonomi Dunia62
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
Ma
r-97
Ju
n-9
7
Se
p-9
7
De
c-9
7
Ma
r-98
Ju
n-9
8
Se
p-9
8
De
c-9
8
Ma
r-99
Ju
n-9
9
Se
p-9
9
De
c-9
9
Ma
r-00
Ju
n-0
0
Se
p-0
0
De
c-0
0
Ma
r-01
Ju
n-0
1
Se
p-0
1
De
c-0
1
Ma
r-02
dalam kerangka stand-by agreement. Selanjutnya, untuk mempertahankan sustainabilitas
hutang pemerintah, pemerintah Brazi menaikkan target surplus fiskal khususnya untuk non-
financial public sector. Pemerintah Brazil juga menaikkan target inflasi untuk tahun 2002 dan
2003 sejalan dengan melemahnya nilai tukar real serta melebarkan kisaran target niali tukar.
C h i l i
Pada triwulan I 2002, perekonomian Chili tumbuh sebesar 1,5%, sementara untuk
keseluruhan tahun 2002 diperkirakan ekonomi hanya akan tumbuh sebesar 2,5%, lebih rendah
dari pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 2,8%. Pertumbuhan yang rendah tersebut
disebabkan oleh tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya permintaan produk tembaga
Chili.
Tingkat pengangguran di Chili selama triwulan II 2002 dilaporkan telah mencapai 9,5%,
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 8,8%. Tingkat pengangguran tersebut lebih tinggi
dari angka perkiraan sebesar 9,4%. Tingkat pengangguran yang tinggi tersebut disebabkan
oleh para petani mengurangi tenaga kerjanya sebagai akibat dari telah berakhirnya musim
panen dan mulainya musim dingin. Hampir separuh pengangguran terjadi di sektor pertanian.
Tingkat pengangguran yang tinggi tersebut juga disebabkan oleh menurunnya produksi
manufaktur yang pada bulan Juni turun sebesar 2% dibandingkan dengan bulan yang sama
pada tahun sebelumnya. Produksi manufkatur mengalami penurunan untuk dua bulan terakhir.
Sementara itu, rendah-
nya permintaan produk tembaga
Chili disebabkan oleh melemahnya
permintaan luar negeri Chili.
Disamping itu, menurunnya harga
tembaga sebesar 11,1% dalam
satu bulan telah menurunkan
penerimaan dollar dan penerimaan
Pemerintah secara signifikan,
mengingat Chile merupakan
negara produsen metal terbesar di
dunia.
Grafik PDB Chili (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 63
2
3
4
5
6
7
8
Ja
n-9
7
Ap
r-97
Ju
l-97
Oct-9
7
Ja
n-9
8
Ap
r-98
Ju
l-98
Oct-9
8
Ja
n-9
9
Ap
r-99
Ju
l-99
Oct-9
9
Ja
n-0
0
Ap
r-00
Ju
l-00
Oct-0
0
Ja
n-0
1
Ap
r-01
Ju
l-01
Oct-0
1
Ja
n-0
2
Ap
r-02
Dalam upaya mengge-
rakkan pengeluaran masyarakat
guna mendorong pertumbuhan
ekonomi, maka Pemerintah Chili
pada tanggal 8 Agustus 2002 telah
menurunkan suku bunga dari
3,25% menjadi 3%. Namun penu-
runan suku bunga yang sedemikian
rendah tersebut dikhawatirkan tidak
akan memberi pengaruh yang
berarti terhadap perekonomian
Chili, karena masyarakat yang
khawatir akan kehilangan peker-
jaan tidak bersedia untuk melakukan pinjaman, kendati suku bunga sudah sangat rendah.
Sejak ditetapkannya benchmark pada tahun 1986, Bank Sentral Chili sampai dengan saat ini
telah menurunkan suku bunga pinjamannya sebesar 3,5 percentage points. Penurunan suku
bunga yang terjadi pada bulan Agustus merupakan yang keenam kalinya dalam satu tahun.
Permintaan dalam negeri yang melemah tercermin dari menurunnya penjualan ritel
yang pada triwulan II 2002 tumbuh sebesar 0,6% dibandingkan tahun sebelumnya, lebih rendah
dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,6%. Penjualan ritel tercatat menyumbang
sebesar 11,5% dari perekonomian Chili sebesar $69 miliar.
Menurunnya pengeluaran masyarakat dan perusahaan diluar yang diperkirakan telah
menyebabkan inflasi menurun. Indeks Harga Konsumen pada bulan Juni turun sebesar 0,1%
dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan pada bulan Juni merupakan yang pertama
kalinya terjadi pada tahun 2002. Pada bulan Juni harga makanan, transportasi dan biaya
kesehatan turun masing-masing sebesar 0,1%, 0,4% dan 0,2%.
Sementara itu, kekhawatiran atas menurunnya investasi ke Chili sebagai dampak
ekonomi Brazil yang diperkirakan akan melakukan default terhadap utang-utangnya seperti
yang dilakukan oleh Argentina, maka Pemerintah Chile menempuh langkah penurunan pajak
untuk peningkatan penanaman modal asing yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonominya. Beberapa jenis pajak yang diturunkan meliputi (i) penghapusan
lebih cepat biaya fixed assets dengan tujuan mengurangi biaya perusahaan dan memungkinkan
Grafik Inflasi Chili (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia64
-0.6
5.1
8.29.28.48.18.47.7
6.46.7
3.3
-0.6
-3
-5.2-5.1
-0.5-0.2-0.4-0.6-1.9-2
-0.2
-4.9
-10.7
-16
-20
-15
-10
-5
0
5
10
31
/03
/19
96
30
/09
/19
96
31
/03
/19
97
30
/09
/19
97
31
/03
/19
98
30
/09
/19
98
31
/03
/19
99
30
/09
/19
99
31
/03
/20
00
30
/09
/20
00
31
/03
/20
01
30
/09
/20
01
31
/03
/20
02
dana digunakan untuk mengganti mesin-mesin yang telah aus, (ii) memperlonggar pajak bagi
perusahaan-perusahaan asing melalui upaya mempercepat implementasi perjanjian
menghapuskan double taxation dengan enam negara, termasuk Brazil dan Norway.
Argentina
Secara keseluruhan ekonomi Argentina dalam triwulan II 2002 menunjukkan kinerja
yang terus menurun yang tercermin pada pertumbuhan negatif sebesar -11,0% (q-o-q) setelah
pada triwulan sebelumnya juga mengalami kontraksi sebesar -21,8% (q-o-q). Dalam lima bulan
pertama tahun 2002 angka produksi industri turun -15,8% y-o-y. Penurunan terutama di sektor
tekstil, produksi non logam, dan otomotif.
Melambatnya kinerja ekonomi Argentina terutama mencapai puncaknya pada akhir
tahun 2000 terutama setelah IMF memutuskan menghentikan bantuan pada saat yang sama
sebesar USD22 miliar kepada Argentina karena pemerintahnya tidak berhasil mengatasi defisit
anggaran. Krisis Argentina yang telah berlangsung 4 tahun yang lalu mencapai puncaknya
pada saat keuangan pemerintah tertekan, sehingga memaksa pemerintah melakukan default
pembayaran utang-utang pemerintah yang berjumlah USD 133 juta dan mendorong
dilepaskannya kebijakan sistem peg mata uang pada bulan Januari 2001. Pada bulan Desember
2001 pemerintah membekukan dana pihak ketiga masyarakat di bank-bank domestik yang
selanjutnya diswapkan dengan obligasi pemerintah jangka 3, 5, dan 10 tahun guna mencegah
bank collapse telah mendorong
terjadinya capital outflow dan mata
uang Peso terdevaluasi sebanyak
75% terhadap USD. Kondisi ini
menyebabkan tingkat harga
melonjak sehingga memperburuk
situasi yang sebelumnya telah
ditandai oleh meningkat pesatnya
angka kemiskinan yang telah
mencapai 50% dari jumlah
penduduk (36 juta populasi) dan
tingkat pengangguran yang telah
mencapai 24% dari angkatan kerja.
Grafik PDB Argentina (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia 65
17
.1
17
.4
16
.1 13
.7
13
.2
13
.2
12
.4
14
.5
14
.5
13
.8
15
.4 14
.7
16
.4
18
.3
21
.5
31/0
5/1
996
31/1
0/1
996
31/0
5/1
997
31/1
0/1
997
31/0
5/1
998
31/0
8/1
998
31/1
0/1
998
31/0
5/1
999
31/0
8/1
999
31/1
0/1
999
31/0
5/2
000
31/1
0/2
000
31/0
5/2
001
31/1
0/2
001
31/0
5/2
002
0
5
10
15
20
25
-5
0
5
10
15
20
25
30
31
/01
/19
96
30
/04
/19
96
31
/07
/19
96
31
/10
/19
96
31
/01
/19
97
30
/04
/19
97
31
/07
/19
97
31
/10
/19
97
31
/01
/19
98
30
/04
/19
98
31
/07
/19
98
31
/10
/19
98
31
/01
/19
99
30
/04
/19
99
31
/07
/19
99
31
/10
/19
99
31
/01
/20
00
30
/04
/20
00
31
/07
/20
00
31
/10
/20
00
31
/01
/20
01
30
/04
/20
01
31
/07
/20
01
31
/10
/20
01
31
/01
/20
02
30
/04
/20
02
Disisi harga, angka inflasi
yang tercermin pada angka IHK
melonjak tajam dari 4,2% y-o-y
dalam triwulan I 2002 menjadi
23,3% y-o-y dalam triwulan II 2002.
Meningkatnya laju inflasi ini
terutama disebabkan oleh hal-hal
yang telah diutarakan diatas seperti
depresiasi tajam nilai tukar Peso,
merosotnya likuiditas per-
ekonomian akibat capital outflow
dan terhentinya bantuan luar
negeri, ketidakstabilan sosial politik
dalam negeri, serta tidak efektifnya kebijakan ekonomi. Meningkatnya laju inflasi tersebut telah
mendorong suku bunga domestik meningkat pesat baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang. Suku bunga jangka pendek yang tercermin pada suku bunga PUAB jangka waktu 3
bulan telah mencapai 48,75%, sementara untuk jangka panjang yang tercermin pada yield
obligasi 10 tahun telah mencapai 6817% pada akhir triwulan II 2002.
Bank sentral Argentina menyatakan bahwa cadangan devisa telah turun ke level
USD9,93 miliar pada pertengahan Juni 2002 (turun setengahnya dibandingkan level pada akhir
tahun 2001), karena adanya
intervensi valas untuk mencegah
terus merosotnya mata uang Peso
menyusul devaluasi pada bulan
Januari 2002 lalu. Saat ini peso
diperdagangan sekitar level 29 US
cent. Meskipun pemerintah sempat
menyatakan default atas Utang
pemerintah, bank sentral menya-
takan telah melakukan pembayaran
utang sebesar USD103 juta kepada
multilateral lender dan di-
keluarkannya USD22,7 miliar untuk
Grafik T ingkat Pengangguran Argentina (%)
Grafik Inflasi Argentina (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia66
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
31
/01
/19
96
31
/05
/19
96
30
/09
/19
96
31
/01
/19
97
31
/05
/19
97
30
/09
/19
97
31
/01
/19
98
31
/05
/19
98
30
/09
/19
98
31
/01
/19
99
31
/05
/19
99
30
/09
/19
99
31
/01
/20
00
31
/05
/20
00
30
/09
/20
00
31
/01
/20
01
31
/05
/20
01
30
/09
/20
01
31
/01
/20
02
31
/05
/20
02
intervensi dalam pertengahan Juni
2002, bahkan pada bulan Mei
pembayaran utang pemerintah
oleh bank sentral kepada bank
dunia telah mencapai USD680
juta. Tahun 2002 ini Argentina
berhutang sebesar USD 9 miliar
kepada investor multilateral karena
utang jatuh tempo.
Pemerintah Argentina telah
mengeluarkan peraturan baru yang
membatasi penarikan dana kas
atau dana yang akan ditransfer ke luar negeri pada bank-bank oleh deposan Argentina, setelah
terjadi penarikan dana kas oleh masyarakat hingga USD700 juta akibat kepanikan yang terjadi
di masyarakat sehubungan dengan isu pembekuan rekening para deposan bank oleh bank
sentral dalam rangka mencegah Capital Outflow. Guna mencegah terus terjadinya penarikan
dana kas masyarakat, Bank Sentral Argentina menetapkan batas maksimum penarikan dana
kas oleh masyarakat sebesar USD250 dari bank per minggu dan membatasi transfer dana ke
luar negeri hingga USD1000 per bulan yang kemudian diubah menjadi USD 10.000 . Sementara
itu larangan bagi bank-bank untuk menerima dana dari luar negeri baik dalam bentuk kas
maupun transfer telah dicabut. Guna melakukan transaksi melebihi dana kas yang tersedia,
Real GDP Growth -4.4 -15.0 -4.5
* Consumption -4.3 -12.7 -5.7
* investment -2.2 -7.4 0.2
* Government balance, % of GDP -5.5 -2.5 0.5
* Net trade 2.1 5.1 1.0
* CPI, %oya -1.1 33.2 130.0
* PPI,%oya -2.3 92 180
Exchange rate, unit/$ eop 1.00 7.50 11.50
Marchandise trade bal. ($bil) 7.5 17.2 19.6
* Exports 26.7 25.3 26.9
* Imports 19.1 8.1 7.3
Current acc. Bal. -4.4 6.3 8.8
% of GDP -1.6 7.1 19.2
International reserve, ($ bil.) 15.3 7.0 6.0
Total external debt, % of GDP 55 169 334
Source: “World Financial Market-3rd quarter”, J.P. Morgan
Economic Activity 2001 2002f 2003f
Data indikator ekonomi utama Argentina
Grafik Neraca Perdagangan Argentina (US$ ribu)
Perkembangan Ekonomi Dunia 67
31/0
3/1
996
30/0
9/1
996
31/0
3/1
997
30/0
9/1
997
31/0
3/1
998
30/0
9/1
998
31/0
3/1
999
30/0
9/1
999
31/0
3/2
000
30/0
9/2
000
31/0
3/2
001
30/0
9/2
001
31/0
3/2
002
0
20000
40000
60000
80000
100000
140000
160000
120000
90912
90974
95147
99468
101960
104255
107140
124315
130481
135588
141349
141957
141646
141742
124211
145289
143654
143871
144241
146339
144769
142416
147181
140190
132566
masyarakat dapat menggunakan
sarana pembayaran lainnya seperti
melalui cek, kartu kredit, kartu debit,
atau transfer. Peraturan baru yang
dikeluarkan juga menetapkan
bahwa sejak tanggal 3 Desember
2001 semua kredit baru harus
berdenominasi USD, sementara itu
untuk kredit berdenominasi Peso
yang sudah terjadi sebelum 3
Desember 2001 dapat dikonversi
kedalam USD jika debitur meng-
inginkan hal itu. Tujuan diterapkan
peraturan baru ini adalah untuk memperkuat lembaga keuangan dengan memberikan
kesempatan bagi bank-bank untuk berkonsolidasi tanpa mengurangi aktivitas ekonomi.
Selanjutnya, berhubung kondisi yang berlangsung semakin membahayakan sistem perbankan,
maka pemerintah menetapkan pembekuan rekening deposan dan telah menawarkan kepada
para deposan tersebut untuk menukar dana dimaksud dengan obligasi pemerintah denominasi
Peso yang akan jatuh tempo pada tahun 2007 dan 2012.
Perekonomian Argentina diperkirakan tidak akan terpuruk lebih dalam lagi dan prospek
ekonomi kedepan akan membaik dengan berbagai program reformasi ekonomi yang didukung
oleh IMF dan investor asing. Dengan demikian diharapkan inflasi yang sangat tinggi bisa dihindari
dan kebijakan dolarisasi tidak akan jadi diterapkan. Dengan dukungan internasional dan
reformasi kebijakan ekonomi dan formulasi kebijakan moneter yang efektif diharapkan sistem
perbankan akan kembali berjalan guna membiayai roda perekonomian. Selanjutnya diharapkan
angka pengangguran akan berkurang, pendapatan masyarakat meningkat dan secara akumulasi
ekonomi secara keseluruhan akan membaik. Namun demikian jika program ekonomi yang
akan diterapkan tidak berhasil memperbaiki ekonomi, maka dipastikan output riil akan merosot
tajam akibat langkanya dana untuk menggerakan roda perekonomian, selanjutnya akan
berakibat kepada turunnya penghasilan masyarakat dan meningkatnya angka pengangguran
dan kemiskinan. Namun demikian diharapkan ekonomi akan membaik di tahun 2003 pada
saat program ekonomi sudah efektif dan sistem perbankan sudah mulai bangkit dari
keterpurukan.
Grafik T ingkat Pengangguran Argentina (%)
Perkembangan Ekonomi Dunia68
Khusus di sektor eksternal, diharapkan akan mulai bangkit mulai semester II 2002
seiring dengan membaiknya kinerja sektor industri yang berbasis ekspor dan kembali pulihnya
kepercayaan para investor baik dalam maupun luar negeri. Secara keseluruhan pada tahun
2002 diperkirakan surplus neraca perdagangan akan membesar sehubungan dengan
merosotnya impor dan berkurangnya pengeluaran dalam neraca jasa-jasa. Kedepan diharapkan
pemerintah Argentina akan terus melakukan negosiasi kepada IMF dan kreditur asing untuk
menjadwal kembali ULN maupun obligasi pemerintah yang tempo termasuk permintaan agar
diberikan pinjaman baru untuk menutupi kurangnya likuiditas ekonomi. Khusus untuk utang
terhadap IMF yang akan jatuh tempo pada tgl 17 Juli 2002 sebesar USD 985 juta diharapkan
dapat diperpanjang. Diharapkan dari Inter-American Development Bank dapat menangguhkan
utang yang harus jatuh tempo atau paling tidak dapat memberikan pinjaman baru. Demikian
juga perlakuan yang sama diharapkan dari lender lain seperti World bank dan kreditur swasta.
Diharapkan juga bantuan khusus untuk program sosial dan stabilasasi fiskal, dari IADB dan
the World Bank sebesar USD446 juta yang tidak terkait dengan persyaratan bantuan IMF
dalam triwulan III akan segera cair.
Disisi harga, setelah 3 tahun sebelumnya mengalami deflasi, devaluasi mata uang
Peso mengakibatkan harga-harga meningkat tajam. Dalam 4 bulan pertama tahun 2002, IHK
telah meningkat lebih dari 20%, dan WPI meningkat lebih dari 60%. Dalam masa mendatang
tingkat inflasi akan dipengaruhi paling tidak oleh 2 faktor. Pertama, tingkat pencetakan/
penambahan uang karta baru yang bergantung pula kepada kondisi defisit anggaran pemerintah
dan upaya penyelesaian deposito masyarakat yang dibekukan. Kedua, prospek atas tuntutan
kenaikan gaji yang diindeks yang menjadi tuntutan serikat buruh.
Dalam hal nilai tukar, setelah nilai tukar Peso mencapai Ps4/USD1 pada akhir Maret
2002 lalu dan kemudian turun ke level Ps3/USD1 beberapa minggu kemudian setelah bank
sentral Argentina melakukan intervensi, maka nilai tukar Peso kedepan akan sangat dipengaruhi
oleh disiplin anggaran pemerintah dalam mengurangi defisit anggaran termasuk perkembangan
fundamental ekonomi. Dalam kondisi yang diselimuti ketidakpastian, kurangnya likuiditas karena
penghimpunan dana baik dari domestik maupun asing hanya dapat diperoleh dari pasar valas
yang cenderung beresiko tinggi terhadap nilai tukar Peso. Beberapa analis memperkirakan
bila bantuan dan keyakinan investor asing tidak membaik maka nila tukar Peso bisa menjadi
Ps 5,66.0/USD 1 dalam triwulan III 2002 dan bahkan bisa menjadi Ps9/USD1 tahun 2003
mendatang.
Perkembangan Ekonomi Dunia 69
BOKS :UPAYA LANJUTAN PEMULIHAN EKONOMI ARGENTINA
Untuk mengatasi permasalahan ekonomi paling tidak ada empat hal yang saat
ini menjadi prioritas dan sedang dibahas bersama antara pemerintah Argentina dan
IMF yaitu: menyusun kerangka kebijakan fiskal yang tepat termasuk koordinasi dengan
setiap propinsi, upaya stabilisasi sistem perbankan dengan mengembalikan fungsi bank
sebagai lembaga penyimpan dan penyalur dana, penentuan kebijakan moneter yang
kondusif terutama dalam penentuan banyaknya uang kartal yang kondusif bagi pereko-
nomian, dan upaya pemulihan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat Argentina
termasuk peningkatan independensi bank sentral. Selain itu pemerintah juga tengah
melakukan upaya penjajakan meminta bantuan pemikiran dari beberapa ahli asing
seperti mantan kepala Fedres ‘Paul Volcker, mantan kepala IMF ‘Michael Camdessus,
dan mantan presiden komisi Eropa ‘Jacques Dellors’, untuk memulihkan sistem
perbankan yang porak-poranda dan memformulasikan kebijakan moneter yang efektif.
Sejalan upaya memulihkan ekonomi nasional, pemerintah Argentina terus
berupaya menjalin hubungan baik kembali dengan para kreditur untuk mempermudah
akses pinjaman baru yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis keuangan
pemerintah. Dengan IMF sendiri, pemerintah Argentina selain mengharapkan kelanjutan
program bantuan keuangan baru, juga mengharapkan IMF dapat terus merollover pokok
dan bunga yang jatuh tempo meskipun sebesar USD 900 juta sudah disetujui dirollover
oleh IMF untuk ULN yang jatuh tempo di bulan Juli 2002. Demikian pula terhadap Inter-
American Development Bank (IADB), pemerintah Argentina mengharapkan hutang yang
jatuh tempo pada bulan Juli 2002 sebesar USD700 juta untuk dirollover meskipun IADB
sendiri sudah memberikan sinyal tidak memungkinkan untuk memberikan penangguhan
pembayaran utang luar negeri Argentina. IADB dapat memberikan pinjaman baru
terutama untuk program sosial, kesehatan, dan pendidikan seperti yang sempat diberikan
sebesar USD694 juta pada bulan Mei 2002. Sementara itu terhadap ULN dari kreditur
multilateral yang akan jatuh tempo sebesar USD2,7 miliar di bulan September 2002
juga diharapkan hal sama.
Perkembangan Ekonomi Dunia70
Bank sentral Argentina telah menyusun rencana program moneter untuk periode
Februari hingga Desember 2002 yang berisikan rencana untuk mencetak uang Peso
baru senilai Peso 14,7 miliar eq. USD3,83 miliar , jauh diatas yang sebelumnya
dianggarkan pemerintah sebesar 3,5 miliar Peso. Selain itu juga direncanakan untuk
mencetak obligasi senilai 11,155 miliar Peso sebagai instrumen pengganti deposito
masyarakat yang dibekukan sejak Desember 2001 (perkiraan hanya 30% deposan
yang berminat untuk program Peso bond- swap 2012 dan 15% untuk P
eso bond-swap 2007 ini). Penyusunan program kebijakan moneter ini terkait dengan
upaya kemungkinan untuk mencairkan deposito masyarakat, stabilisasi sektor
perbankan, termasuk pengendalian pencetakan uang baru/penggunaan script currency
yang dikeluarkan provinci guna mencegah hyperinflation yang saat ini sudah mencapai
42,6%. IMF disisi lain terus mengupayakan perundingan mengenai kebijakan moneter
yang disusun oleh pemerintah Argentina dengan tujuan untuk mencegah terulangnya
hyperinflation sebesar 5000% yang pernah terjadi di tahun 1980-an. Sementara itu
bank sentral juga sedang meyusun strategi guna mengatasi terus menurunnya DPK
diperbankan yang diperkirakan dapat mencapai 32,519 miliar Peso dalam periode
Februari hingga Desember 2002. Perbankan Argentina kehilangan dana deposito
sebesar USD18 miliar pada saat rush terjadi dibulan Desember 2001 yang selanjutnya
diambil langkah pembekuan deposito masyarakat yang masih tersisa sebesar USD40
miliar dalam rangka mencegah collapsnya perbankan Argentina.
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 71
PENDAHULUAN
Indikasi pemulihan ekonomi dunia yang terjadi pada triwulan I 2002, tidak berlanjut
pada triwulan berikutnya, karena pada triwulan II perkembangan ekonomi di semua kawasan
menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan ekonomi saling mempengaruhi
terhadap perkembangan di pasar komoditas dan pasar keuangan, yang meliputi pasar uang,
pasar modal dan pasar valuta asing. Dengan demikian perubahan arah perkembangan ekonomi
tersebut juga tercermin pada perkembangan variabel-variabel di pasar keuangan dan komoditas.
Di pasar uang, perkembangan arah pergerakan suku bunga dipengaruhi oleh kebijakan
yang diambil oleh otoritas moneter, terutama oleh Bank Sentral AS sebagai negara terbesar
dunia. Menghadapi perkembangan ekonomi yang cenderung menurun pada triwulan II 2002,
Bank Sentral negara-negara maju memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku
bunganya yang saat ini sudah pada level yang rendah. Dengan demikian benchmark suku
bunga bank sentral sepanjang periode laporan tidak mengalami perubahan. Perkembangan
ekonomi dalam triwulan II tercermin pada perkembangan suku bunga yang terjadi di pasar
uang, baik dikawasan Eropa maupun Asia yang masing-masing menunjukkan kecenderungan
yang seragam yaitu cenderung menurun. Penurunan suku bunga tersebut menunjukkan
lemahnya ekspektasi pasar terhadap perkembangan ekonomi dunia, sehingga menurunkan
minat investor untuk memulai usaha, sehingga terjadi adjustment dengan sendirinya berupa
turunnya suku bunga pasar uang.
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, perkembangan pasar
obligasi sepanjang periode laporan ditandai dengan kecenderungan menurunnya yield obligasi
pemerintah di seluruh dunia kecuali yield obligasi pemerintah Indonesia (Yankee Bond RI).
Penurunan yield obligasi tersebut mendorong harga obligasi sebagai instrumen fixed income
terkoreksi naik. Hal ini terjadi karena para investor beramai-ramai mengalihkan dananya dari
pasar uang dan pasar saham ke pasar obligasi (flight to quality) menyusul kecenderungan
menurunnya suku bunga di pasar uang dan terpuruknya bursa saham dunia.
PASAR KEUANGAN DAN PASAR KOMODITAS
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas72
Perkembangan pasar saham dunia diwarnai oleh melemahnya indeks harga saham
di hampir seluruh bursa saham dunia. Diawali dari terpuruknya bursa saham AS seiring dengan
lesunya perekonomian AS, sentimen bearish tersebut kemudian menjalar ke bursa saham
Eropa, Jepang, dan bursa-bursa saham lain di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa negara-
negara lain memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap pasar AS sehingga menjadikan
AS sebagai barometer ekonomi dan pusat keuangan dunia.
Di pasar valuta asing, nilai tukar mata uang utama dunia bergerak searah yaitu
cenderung menguat terhadap USD. Faktor domestik yang melatar belakangi melemahnya
USD tersebut antara lain adalah kinerja ekonomi AS yang melemah sepanjang triwulan II
maupun turunnya indeks saham karena penurunan profit yang memicu sentimen negatif in-
vestor. Sementara itu faktor positif terhadap mata uang utama lainnya juga turut menekan nilai
tukar USD. Dalam periode laporan, optimisme kebangkitan ekonomi Eropa maupun keyakinan
terhadap perkembangan ekonomi di Jepang masing-masing memberikan sentimen positif
terhadap penguatan nilai tukar mata uang euro, Pounsterling dan Yen terhadap USD, meskipun
nilai tukar mata uang Yen sepanjang periode laporan sempat mengalami fluktuasi. Sejalan
dengan perkembangan tersebut, mata uang negara-negara di Asia juga cenderung menguat
terhadap USD yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal masing-masing
negara.
Perkembangan di pasar komoditas, sepanjang triwulan II cukup beragam untuk
masing-masing komoditas. Komoditi utama dunia yaitu minyak, perkembangannya sepanjang
periode laporan sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu faktor supply dan
demand, juga oleh faktor non ekonomi. Sementara itu kecederungan peningkatan harga emas
yang berlangsung dalam triwulan I masih berlanjut pada triwulan II. Namun demikian, faktor
yang melatar belakangi peningkatan harga emas pada triwulan I dan II berbeda. Peningkatan
harga emas pada triwulan I dikarenakan oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan
membaiknya kondisi ekonomi. Sedangkan pada triwulan II, peningkatan harga emas adalah
karena perkembangan saham yang memburuk sehingga mendorong naiknya permintaan emas
sebagai alternatif investasi. Sementara itu perkembangan harga komoditas pertanian yaitu
kopi cederung menurun karena panen yang meningkat di Brazil pada akhir laporan, sedangkan
harga jagung dan gandum cenderung meningkat karena kekhawatiran berkurangnya hasil
panen di AS sebagai produsen utama dunia.
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 73
PASAR UANG
Perkembangan pemulihan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama 2002 di AS, Eropa
dan Jepang, diharapkan akan mengatasi masalah kepercayaan investor dan konsumen yang
tercermin pada perkembangan di berbagai pasar termasuk pasar keuangan. Memasuki kuartal
kedua, pasar keuangan diberbagai kawasan dunia terlihat masih berupaya untuk memulihkan
kepercayaan investor dan konsumen sebagaimana terlihat dari kecenderungan turunnya suku
bunga. Sementara itu, perkembangan ekonomi di AS dan Jepang pada kuartal kedua yang
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan perkembangan pada kuartal sebelumnya
mengindikasikan bahwa belum akan terjadi peningkatan suku bunga dalam waktu dekat.
Perkembangan pasar uang masih
dipengaruhi oleh kebijakan yang
dilakukan oleh Bank Sentral, yang
melakukan penyesuaian terhadap
perkembangan ekonomi dengan
cara memanipulasi suku bunga
maupun kebijakan moneter,
dengan Federal Reserve (Bank
Sental AS) sebagai pemimpinnya.
Meskipun ekonomi AS mengalami
pertumbuhan, namun tingkat
pertumbuhannya rendah dan tidak
pasti. Menghadapi kondisi
demikian The Fed mengambil
kebijakan untuk tetap mem-
pertahankan suku bunganya tetap
pada level yang rendah. Bank
Sentral AS yang telah
memberlakukan kebijakan suku
bunga rendah tersebut, yaitu pada
level 1.75% sejak Desember
tahun lalu, pada triwulan masih
mempertahankan suku bunga di
level tersebut.
Suku BungaPasar Uang Negara-Negara Maju (6 bulan) (%)
Grafik Suku Bunga Fed FundApril 1999 - Juni 2002
Persen
Persen
Maret 2001
5.375.43
4.48 4.14
4.40 4.33
4.71
3.91
2.52
1.98
2.33
1.96
0.130.08
0.09
0.10
0.100.08
4.42
4.37
3.54
3.25
3.593.54
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
GBP-LIBOR USD-LIBOR JPY-LIBOR EURO-LIBOR
Juni 2001 September 2001
Desember 2001 Maret 2002 Juni 2002
Fed Fund Effective
0
1,0
2,0
3,0
4 6 8 10 12 4 6 8 10 122 4 6 8 10 122 4 621999 2000 2001 2002
Fed Fund Target
4,0
5,0
6,0
7,0
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas74
Kebijakan tersebut
diikuti juga oleh bank sentral
Inggris (Bank of England) dan
bank sentral euro (European
Central Bank) yang masing-
masing mempertahankan suku
bunganya pada level 4% dan
3.25%. Suku bunga tersebut
telah bertahan sejak ditetapkan
pada bulan Agustus tahun 2001.
Para ekonom Eropa meman-
dang bahwa perekonomian
negara-negara di Eropa masih
belum keluar dari penurunan
yang terjadi pada tahun lalu, sehingga kenaikan suku bunga dipandang masih terlalu dini. Saat
ini masih banyak perusahan kecil yang sangat tergantung pada pinjaman dengan suku bunga
rendah. Demikian juga di Inggris perkembangan ekonominya masih belum menunjukkan kema-
juan yang signifikan, sehingga dipandang masih diperlukan suku bunga yang rendah.
Sementara itu Bank of Japan (BOJ) dalam triwulan II 2002, masih mempertahankan
kebijakan suku bunga mendekati nol dan menyediakan dana untuk perekonomian guna
menahan jatuhnya harga agar negara dapat keluar dari resesi. Kebijakan suku bunga tersebut
dimulai sejak Maret tahun lalu. Penyediaan dana tersebut juga ditujukan agar bank dapat
memberikan pinjaman yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian. BOJ menya-
takan bahwa kebijakan tersebut akan terus dipertahankan hingga harga-harga, kecuali makanan
segar, berhenti dari kecenderungan turun terus-menerus. Harga-harga mulai turun sejak Juli
1998, sempat terhenti antara Mei s.d. September 1999, selanjutnya menurun kembali pada
periode berikutnya.
Kebijakan yang diambil oleh bank sentral berbagai negara tersebut beserta
perkembangan ekonomi yang terjadi berpengaruh terhadap suku bunga pasar uang di berbagai
kawasan sebagaimana tercermin pada suku bunga LIBOR dan suku bunga pasar uang Asia.
Di pasar uang London pada akhir triwulan II 2002 suku bunga poundsterling mencapai 4.32%
turun dari 4.39% pada triwulan sebelumnya. Demikian pula suku bunga dolar AS, Yen Jepang
Grafik Suku Bunga Pasar Uang Asia 1)
1) Interbank rate
15.63
17.07
17.85 17.94
17.40
16.11
2.25 2.191.88
1.131.13
0.88
3.043.003.28
3.27
3.24
3.23
2.442.382.63
4.664.79 4.73 4.70
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
Jakarta Singapura Malaysia Thailand Korea
Maret 2001 Juni 2001 September 2001
Desember 2001 Maret 2002 Juni 2002
Persen
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 75
dan euro, masing-masing turun dari 2.33%, 0.10% dan 3.59% pada akhir triwulan I 2002 menjadi
1.96%, 0.082% dan 3.53% pada akhir triwulan II 2002. Perkembangan ekonomi dalam negeri
dan luar negeri pada triwulan II yang kurang kondusif mempengaruhi suku bunga Jepang yang
sudah sangat rendah tersebut makin turun lagi. Menurunnya pasar AS mengurangi permintaan
produk Jepang. Kondisi tersebut dibarengi dengan melemahnya USD menyebabkan harga
produk Jepang mahal, sehingga mengurangi ekspor.
Sementara itu di kawasan Asia lainnya, suku bunga pasar juga menunjukkan
kecenderungan searah dengan suku bunga negara maju. Suku bunga pasar uang Indonesia
(JIBOR 6 bulan), Singapura, Malaysia, Thailand dan Korea Selatan turun masing-masing dari
17.40%, 1.13%, 3.24%, 2.38% dan 4.73% pada akhir triwulan I 2002 menjadi 16.11%, 0.87%,
3.23%, 2.06% dan 4.70% pada akhir triwulan II 2002.
Perkembangan yang terjadi pada seluruh suku bunga pasar uang di berbagai kawasan
tersebut menunjukkan kecenderungan yang seragam, yang mengindikasikan bahwa proses
pemulihan ekonomi secara global masih terus berlangsung.
PASAR MODAL
Pasar Obligasi
Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, perkembangan pasar
obligasi sepanjang periode laporan ditandai dengan kecenderungan menurunnya yield obligasi
pemerintah di seluruh dunia kecuali yield obligasi pemerintah Indonesia (Yankee Bond RI).
Penurunan yield obligasi tersebut mendorong harga obligasi sebagai instrumen fixed income
terkoreksi naik. Hal ini terjadi karena para investor beramai-ramai mengalihkan dananya dari
pasar uang dan pasar saham ke pasar obligasi (flight to quality) menyusul kecenderungan
menurunnya suku bunga di pasar uang dan terpuruknya bursa saham dunia.
Di pasar uang, lesunya kondisi ekonomi menimbulkan ekspektasi terhadap penurunan
suku bunga guna menggairahkan kembali kegiatan ekonomi masyarakat dan dunia usaha.
Walaupun sebagian besar otoritas moneter di seluruh dunia tetap mempertahankan suku bunga
benchmark, namun suku bunga di pasar uang cenderung menurun mengikuti ekspektasi pasar.
Di pasar saham, jatuhnya indeks harga saham terutama dipicu oleh sikap skeptis di kalangan
investor terhadap kecenderungan menurunnya kualitas corporate governance dan pendapatan
dunia usaha. Hal ini diperparah dengan munculnya skandal keuangan WorldCom di AS
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas76
menjelang akhir periode laporan
yang ternyata berdampak buruk
terhadap kepercayaan investor.
Situasi yang tidak menguntung-
kan di pasar uang dan pasar
saham itulah yang menjadi fak-
tor penyebab utama para inves-
tor memburu obligasi pemerin-
tah sehingga harga instrumen
fixed income cenderung me-
ningkat dalam periode laporan.
Bermula dari pasar
obligasi AS, sentimen bullish
kemudian menghinggapi pasar obligasi dunia. Yield US Treasury Notes berjangka waktu 10
tahun yang akan jatuh tempo tahun 2006 mendatang turun 95,2 bps dari 4,61% pada akhir
Maret 2002 menjadi 3,66% pada akhir Juni 2002. Penurunan yield US T Notes tersebut kemudian
diikuti oleh obligasi pemerintah negara-negara lainnya. Yield obligasi Pemerintah Jepang (JGB)
menurun 19,0 bps dari 0,90% menjadi 0,71% dalam periode yang sama. Yield obligasi
Pemerintah Inggris juga menurun, yaitu sebesar 32,8 bps dari 5,39% menjadi 5,06%, sementara
yield obligasi negara-negara Asia seperti Cina, Korea Selatan, dan Singapura masing-masing
menurun sebesar 73,0 bps, 68,6 bps, dan 46,4 bps berturut-turut dari 5,92%, 5,85%, dan
3,72% menjadi 5,19%, 5,16%,
3,26% dalam periode yang
sama. Selain karena sentimen
bullish, menurunnya yield obli-
gasi di luar pasar AS juga dipicu
oleh pelarian modal dari pasar
AS ke negara-negara tersebut
termasuk ke pasar obligasi
domestiknya atau dari aset-aset
berdenominasi dolar AS ke aset-
aset berdenominasi selain dolar
AS (flight to currency).
Grafik PerkembanganYield Obligasi Pemerintah Indonesia (%)
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Jun-
01
Jul-
01
Aug-
01
Sep-
01
Oct-
01
Nov-
01
Dec-
01
Jan-
02
Feb-
02
Mar-
02
Apr-
02
May-
02
Jun-
02
Grafik Perkembangan Yield Obligasi Beberapa Negara (%)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02
US UK Japan China Korea Singapore
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 77
Berbeda dengan perkembangan obligasi pada umumnya, yield Yankee Bond Indone-
sia justru meningkat. Ini berarti harga obligasi Pemerintah Indonesia tersebut turun. Penyebab
utama menurunnya daya tarik obligasi Indonesia tersebut bersumber dari keragu-raguan para
investor terhadap kemampuan keuangan Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya. Dalam periode laporan, yield Yankee Bond RI meningkat 36,2 bps dari 7,39%
menjadi 7,75%.
Pasar Saham
Sepanjang periode laporan, perkembangan pasar saham dunia diwarnai oleh
melemahnya indeks harga saham di hampir seluruh bursa saham dunia. Diawali dari terpuruknya
bursa saham AS seiring dengan lesunya perekonomian AS, sentimen bearish tersebut kemudian
menjalar ke bursa saham Eropa, Jepang, dan bursa-bursa saham lain di dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa negara-negara lain memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap
pasar AS sehingga menjadikan AS sebagai barometer ekonomi dan pusat keuangan dunia.
Di bursa saham AS, indeks saham Dow Jones (DJIA) anjlok 1.161 poin atau merosot
11,2% sepanjang periode laporan dan ditutup pada posisi 9.243 pada akhir periode laporan.
Merosotnya indeks saham AS tersebut terutama dipicu oleh saham-saham industri otomotif,
telekomunikasi, dan komputer. Penurunan saham-saham otomotif terjadi setelah Morgan Stanley
merekomendasikan pelepasan saham General Motor dan Ford karena kekhawatiran akan
menurunnya permintaan produk otomotif di AS sehubungan dengan perkiraan melambatnya
consumer spending di AS. Sementara itu, saham-saham industri penerbangan dan pelayaran
juga ikut terpukul terutama akibat meningkatnya harga minyak dunia sehingga memperberat
biaya operasional maskapai penerbangan dan pelayaran.
Lambatnya pemulihan ekonomi AS sebagaimana disinyalir oleh Alan Greenspan menjadi
faktor penyebab utama terpuruknya bursa saham AS. Indikasi perlambatan ekonomi AS antara
lain tercermin dari menurunnya angka retail sales, masih lemahnya consumer spending, dan
DJIA NKY 225 Stoxx 50 JCI STI SET Kospi
-11,16% -3,66% -17,17% 4,82% -13,88% 4,05% -17,07%
Prosentase kenaikan harga saham pada Triwulan II 2002
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas78
melambatnya pertumbuhan
sektor jasa. Melambatnya ki-
nerja ekonomi AS telah memicu
peningkatan angka jobless claim
dan mengurangi optimisme
terhadap prospek keuntungan
perusahaan-perusahaan di AS
sehingga menurunkan secara
drastis minat investor untuk
berinvestasi di AS. Kepercayaan
investor terhadap prospek
usaha di AS tersebut semakin
diperburuk oleh sinyalemen FBI
mengenai kemungkinan serangan teroris baru ke AS, adanya kasus investigasi atas pajak
penjualan Tyco International Ltd., dan skandal keuangan yang menimpa perusahaan tele-
komunikasi terbesar di AS, WorldCom pada akhir periode laporan. Hal ini menimbulkan sikap
skeptis di kalangan investor sehingga memicu spekulasi pelarian modal keluar AS. Di sisi lain,
peningkatan harga minyak dunia juga semakin memperberat beban ekonomi AS mengingat
AS merupakan konsumen minyak terbesar dunia. Walaupun ada perkembangan positif yang
muncul dari order barang-barang durable di AS yang dilaporkan mulai meningkat dalam periode
laporan, namun peningkatan tersebut tidak cukup kuat untuk menahan kemerosotan indeks
harga saham.
Di Eropa, perkembangan pasar saham juga diwarnai oleh kecenderungan menurunnya
indeks harga saham perusahaan-perusahaan Eropa. Kecenderungan penurunan indeks harga
saham tersebut terutama didorong kekhawatiran terhadap menurunnya keuntungan dunia usaha
di Eropa sehingga menurunkan business confidence di Eropa. Proses pemulihan ekonomi di
Eropa ternyata belum cukup kuat untuk meningkatkan keuntungan dunia usaha. Sepanjang
periode laporan, indeks saham Dow Jones Stoxx 50 merosot sebesar 634 poin atau 17,2% —
tingkat kemerosotan terbesar dibandingkan dengan indeks harga saham dunia lainnya— dan
ditutup pada posisi 3.061 pada akhir periode laporan. Penurunan indeks harga saham Eropa
terutama dimotori oleh saham-saham perusahaan telekomunikasi seperti Nokia dan Ericsson.
Kekhawatiran terhadap menurunnya angka penjualan dan ekspor kedua perusahaan menjadi
Grafik Perkembangan Indeks Harga Saham Utama Dunia
9000
9300
9600
9900
10200
10500
10800
11100
11400
11700
12000
12300
04/0
1/2
002
18/0
1/2
002
01/0
2/2
002
15/0
2/2
002
01/0
3/2
002
15/0
3/2
002
29/0
3/2
002
12/0
4/2
002
26/0
4/2
002
10/0
5/2
002
24/0
5/2
002
07/0
6/2
002
21/0
6/2
002
DJ
IA,
NK
Y 2
25
DJIA
NKY 225
DJ Stoxx 50
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 79
penyebab utama turunnya harga
saham kedua raksasa tele-
komunikasi Eropa tersebut.
Kekhawatiran tersebut berkaitan
dengan kecenderungan menguat-
nya mata uang euro dan masih
lemahnya consumer spending di
AS sebagai pasar utama produk-
produk ekspor Eropa. Hal ini
didukung pula oleh analisis UBS
Warburg yang memperkirakan
bahwa penjualan telepon selular
akan mengalami penurunan.
Selain saham-saham perusahaan telekomunikasi, saham-saham perbankan, industri
otomotif, industri farmasi, serta saham lembaga keuangan dan asuransi juga mengalami
penurunan. Penurunan saham-saham perbankan terutama dipicu oleh spekulasi pasar terhadap
kemungkinan peningkatan suku bunga benchmark oleh ECB. Penurunan saham-saham industri
otomotif terkait dengan rekomendasi Morgan Stanley untuk melepas saham General Motor
dan Ford Motor. Saham-saham perusahaan farmasi juga mengalami penurunan dipicu oleh
penurunan saham AstraZeneca Plc —perusahaan farmasi terbesar kedua di Eropa— akibat
tertundanya pengenalan obat kolesterol produksi perusahaan tersebut ke pasar AS. Sementara
itu, penurunan saham-saham lembaga keuangan dan asuransi seperti Zurich Financial Serv-
ices karena terimbas oleh merosotnya bursa saham AS.
Perkembangan pasar saham Jepang ditandai dengan naik turunnya indeks Nikkei 225
sepanjang periode laporan. Perkembangan indeks Nikkei 225 tersebut terbagi ke dalam dua
fase. Pada mulanya, indeks Nikkei 225 cenderung meningkat sejak awal April hingga menjelang
akhir Mei 2002. Namun kemudian indeks Nikkei 225 cenderung kembali bergerak menurun
hingga akhir Juni 2002. Secara keseluruhan, dalam periode laporan indeks Nikkei 225
mengalami penurunan sebesar 403 poin atau 3,7% sehingga ditutup pada posisi 10.622 pada
akhir periode laporan.
Kecenderungan meningkatnya indeks Nikkei 225 pada fase pertama terutama didorong
oleh masuknya investor global terutama dari pasar AS ke pasar saham Jepang dan optimisme
Grafik Perkembangan Indeks Harga Saham Asia Non-Jepang
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
04/0
1/2
002
18/0
1/2
002
01/0
2/2
002
15/0
2/2
002
01/0
3/2
002
15/0
3/2
002
29/0
3/2
002
12/0
4/2
002
26/0
4/2
002
10/0
5/2
002
24/0
5/2
002
07/0
6/2
002
21/0
6/2
002
JC
I, S
ET
, K
os
pi
JCI
STI
SET
Kospi
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas80
pemulihan ekonomi serta membaiknya prospek keuntungan dunia usaha Jepang. Faktor lain
yang mendorong indeks Nikkei menguat adalah spekulasi pembelian saham-saham perusahaan
besar oleh lembaga dana pensiun memasuki awal tahun fiskal (April) dan laporan mengenai
kenaikan order barang-barang durable di AS sebagai pasar utama produk-produk ekspor
Jepang. Peningkatan harga saham dimotori oleh saham-saham industri otomotif (Nissan, Honda,
dan Toyota), saham-saham industri pembuat chip dan elektronika (NEC Corp. dan Sony Corp.),
saham-saham perusahaan komputer (Cisco System Inc.), dan saham industri kosmetika
(Sheseido Co.).
Selanjutnya, kecenderungan menurunnya indeks Nikkei 225 pada fase kedua terutama
disebabkan oleh kecenderungan menguatnya yen, melemahnya kinerja ekonomi AS, dan
dampak negatif skandal keuangan WorldCom di AS. Menguatnya yen telah memukul saham-
saham perusahaan yang berorientasi ekspor seperti Sony Corp. Hal ini semakin diperberat
dengan melemahnya perekonomian AS yang merupakan pasar terbesar produk-produk ekspor
Jepang sebagaimana tercermin dari menurunnya angka retail sales dan consumer confidence
di AS serta menurunnya prospek keuntungan dunia usaha AS. Sementara itu, skandal keuangan
WorldCom tidak saja memukul bursa saham AS tetapi juga bursa-bursa saham lainnya di
dunia termasuk bursa saham Jepang. Faktor domestik yang turut menekan turun indeks Nikkei
adalah munculnya spekulasi mengenai keengganan pemerintah untuk membantu meng-
hapuskan kredit macet di sektor perbankan sehingga menekan turun harga saham-saham
perbankan.
Lesunya bursa saham utama dunia berdampak negatif terhadap sebagian besar bursa
saham Asia. Perkembangan bursa saham Asia lainnya di luar Jepang juga ditandai dengan
melemahnya indeks harga saham kecuali di bursa saham Jakarta dan Thailand. Indeks STI
Singapura dan indeks Kospi Korea masing-masing menurun sebesar 250,2 dan 152,9 poin
atau 13,9% dan 17,1% sepanjang periode laporan sehingga ditutup pada posisi 1.553,0 dan
742,7 pada akhir periode laporan. Sebaliknya, IHSG Jakarta dan indeks SET Thailand justru
meningkat dalam periode yang sama, masing-masing sebesar 23,2 dan 15,2 poin atau 4,8%
dan 4,1% sehingga ditutup pada posisi 505,0 dan 389,1.
Penurunan indeks STI dan Kospi dimotori oleh saham-saham industri elektronika dan
komputer. Selain karena terimbas oleh melemahnya indeks saham utama dunia, melemahnya
kedua indeks saham Asia tersebut terutama dipicu oleh kekhawatiran akan terpukulnya kinerja
ekspor Singapura dan Korea. Hal ini berkaitan dengan menguatnya mata uang domestik kedua
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 81
negara di satu sisi dan menurunnya daya serap pasar AS karena melemahnya kinerja ekonomi
negeri Paman Sam tersebut di sisi yang lain. Sementara itu, peningkatan IHSG dan indeks
SET terutama dipicu oleh spekulasi masuknya investor asing ke bursa saham Jakarta dan
Thailand. Khusus untuk bursa saham Jakarta, peningkatan IHSG dimotori oleh saham-saham
PT Telkom dan PT Astra Internasional setelah membukukan kenaikan angka penjualannya.
Sentimen positif juga muncul dari isu-isu domestik seperti berlanjutnya proses divestasi saham-
saham yang dikuasai BPPN.
PASAR VALUTA ASING
Setelah diwarnai dengan pergerakan mata uang yang bervariasi dalam triwulan
sebelumnya, dalam triwulan II 2002 mata uang dunia bergerak searah, yakni secara keseluruhan
menguat terhadap dolar AS. Dengan perkataan lain, perkembangan pasar valuta asing
sepanjang triwulan II 2002 ditandai dengan kecenderungan melemahnya mata uang Dolar AS
sebagai mata uang utama dunia. Melemahnya dolar AS terutama dilatarbelakangi oleh tiga
faktor yang memicu sentimen negatif terhadap dolar AS, yaitu: (i) kinerja ekonomi AS yang
belum menggembirakan, (ii) kekhawatiran terhadap bahaya inflasi, dan (iii) jatuhnya indeks
harga saham di bursa saham AS.
Melemahnya kinerja ekonomi AS tercermin dari beberapa indikator ekonomi antara lain:
belum membaiknya pengeluaran konsumsi dan keyakinan konsumen, menurunnya permintaan
terhadap durable goods, meningkatnya angka pengangguran, perkiraan turunnya produksi industri
manufaktur, perkiraan memburuknya pendapatan sektor korporasi, dan semakin membesarnya
defisit neraca perdagangan AS. Melemahnya dolar AS juga dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran
terhadap ancaman inflasi mengingat stance kebijakan moneter Federal Reserve yang masih
belum berubah sebagaimana tercermin dalam beberapa kali pertemuan FOMC. Tingkat suku
bunga benchmark, Fed fund, masih dipertahankan pada level rendah yaitu 1,75% sampai dengan
akhir triwulan II 2002. Sebelumnya, spekulasi yang beredar di pasar bahwa Federal Reserve
akan menaikkan suku bunga Fed fund telah menyebabkan turunnya return aset fixed-income AS
sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Lambatnya pemulihan ekonomi AS dan menurunnya keuntungan perusahaan-
perusahaan di AS menimbulkan kekecewaan di kalangan investor sehingga memicu sentimen
negatif baik di pasar uang maupun di pasar modal AS. Harga saham di bursa saham AS pun
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas82
jatuh karena nyaris kehilangan
daya tarik. Akibatnya beredar
spekulasi pelarian modal dari AS
ke kawasan lain oleh para inves-
tor global karena menurunnya
minat investor internasional
terhadap aset-aset dalam deno-
minasi dolar AS. Hal ini pada
gilirannya menyebabkan permin-
taan terhadap dolar AS menurun
sehingga nilai tukar dolar AS
cenderung melemah dalam
periode laporan.
Selain faktor-faktor do-
mestik AS yang memperlemah
nilai tukar dolar AS sendiri,
menguatnya mata uang dunia
terhadap dolar AS juga didorong
oleh sentimen positif dari masing-
masing negara. Dari kawasan
Eropa, menguatnya nilai tukar
mata uang Euro dan Poundsterling
terhadap dolar AS juga tidak terlepas dari optimisme kebangkitan ekonomi Eropa. Kondisi ini
pada gilirannya meningkatkan minat investor global terhadap aset-aset dalam denominasi euro
dan pound relatif dibandingkan dengan aset-aset dalam denominasi dolar AS. Selain itu,
penguatan euro didorong pula oleh menurunnya inflasi di Zona Euro dan dukungan pejabat
ECB terhadap penguatan euro selama ini. Dengan demikian, dalam periode laporan euro dan
pound masing-masing menguat sebesar 12,1% dan 7,0% ke posisi USD99,14 sen per euro
dan USD1,5335 per pound pada akhir periode laporan.
Hampir sama dengan yang terjadi di Eropa, meningkatnya optimisme terhadap proses
pemulihan ekonomi Jepang membawa sentimen positif bagi mata uang Yen. Optimisme tersebut
dilandasi oleh membaiknya kinerja ekonomi Jepang yang mencatat ekspansi dalam triwulan I
Indeks Nilai T ukar dan Nilai T ukar Nominal Euro Yen
Januari 2002 - Juni 2002
Indeks Nilai T ukar Nominal Asia
Januari 2002 - Juni 2002 (1 Jan 2001 = 100)
85.00
90.00
95.00
100.00
105.00
110.00
115.00
120.00
125.00
01/0
1/2
002
09/0
1/2
002
17/0
1/2
002
25/0
1/2
002
04/0
2/2
002
12/0
2/2
002
20/0
2/2
002
28/0
2/2
002
08/0
3/2
002
18/0
3/2
002
26/0
3/2
002
03/0
4/2
002
11/0
4/2
002
19/0
4/2
002
29/0
4/2
002
07/0
5/2
002
15/0
5/2
002
23/0
5/2
002
31/0
5/2
002
10/0
6/2
002
18/0
6/2
002
Ind
eks N
ilai T
ukar
(1 J
an
2001 =
100)
USD/EUR100
YEN/USD
INDEKS NILAI TUKAR YEN
INDEKS NILAI TUKAR EURO
85.00
90.00
95.00
100.00
105.00
110.00
115.00
120.00
01/0
1/2
002
08/0
1/2
002
15/0
1/2
002
22/0
1/2
002
29/0
1/2
002
05/0
2/2
002
12/0
2/2
002
19/0
2/2
002
26/0
2/2
002
05/0
3/2
002
12/0
3/2
002
19/0
3/2
002
26/0
3/2
002
02/0
4/2
002
09/0
4/2
002
16/0
4/2
002
23/0
4/2
002
30/0
4/2
002
07/0
5/2
002
14/0
5/2
002
21/0
5/2
002
28/0
5/2
002
04/0
6/2
002
JPY KRW THB
PHP IDR SGD
26/0
6/2
002
18/0
6/2
002
11/0
6/2
002
25/0
6/2
002
04/0
6/2
002
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 83
2002 setelah dalam tiga triwulan sebelumnya berturut-turut mencatat kontraksi. Disamping itu,
rencana pemerintah Jepang untuk menyelesaikan kredit bermasalah dalam sistem perbankan
yang selama ini menjadi sumber utama lambatnya pemulihan ekonomi Jepang juga ikut memicu
optimisme terhadap prospek ekonomi Jepang. Tampaknya, penurunan country sovereign rat-
ing Jepang oleh S&P bulan April 2002 menjadi “AA-” telah mendorong pemerintah untuk mem-
percepat penyelesaian kredit bermasalah di sektor perbankan. Langkah ini tampaknya lebih
banyak memicu sentimen positif dibandingkan dengan sentimen negatif di pasar valuta asing.
Optimisme terhadap prospek ekonomi Jepang ternyata tidak saja menarik bagi in-
vestor asing tetapi juga bagi investor domestik di Negeri Sakura tersebut. Investor Jepang
lebih memilih investasi di dalam negeri dibandingkan dengan investasi di AS. Demikian juga
halnya dengan investor asing yang lebih memilih aset-aset berdenominasi yen dibandingkan
dengan aset-aset berdenominasi dolar AS. Hal ini tercermin dari meningkatnya pembelian
saham di Jepang baik oleh investor lokal maupun oleh investor asing. Spekulasi masuknya
investor asing di pasar saham Jepang telah meningkatkan permintaan terhadap yen sehingga
mendorong yen terapresiasi. Walaupun indeks harga saham di Jepang menurun dalam periode
laporan mengikuti tren penurunan bursa saham dunia, namun prosentase penurunannya
jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan indeks harga saham di bursa saham AS
dan Eropa.
Sepanjang periode laporan, nilai tukar yen memang sempat beberapa kali melemah
terhadap dolar AS didorong oleh pelepasan aset-aset berdenominasi yen oleh investor dan
intervensi oleh BOJ. Aksi pelepasan aset-aset Jepang tersebut berlangsung setelah Moody’s
merencanakan akan menurunkan credit rating Jepang menjadi “A2”, mengikuti jejak S&P bulan
April lalu. Namun, dampak penurunan credit rating tersebut hanya berlangsung sesaat. Apresiasi
yen juga sempat tertahan oleh intervensi yang dilakukan BOJ guna melindungi kepentingan
eksportir Jepang karena apresiasi yen sudah dinilai terlalu tinggi. Kurang efektifnya kebijakan
intervensi tersebut antara lain disebabkan oleh ketidakjelasan sikap Pemerintah Jepang. Di
satu sisi, pemerintah tidak menghendaki yen terlalu kuat, namun di sisi lain, pemerintah
menyatakan bahwa intervensi hanya akan dilakukan jika yen melemah terlalu drastis. Dalam
periode laporan, yen telah mengalami apresiasi sebesar 11,1% dan ditutup pada posisi 119,47
yen per dolar AS pada akhir periode laporan.
Mata uang Asia lainnya selain yen juga menunjukkan kecenderungan menguat
sepanjang periode laporan. Dolar Singapura, won Korea, Thai baht, peso Filipina, dan rupiah
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas84
masing-masing menguat dari posisi S$1,8432, 1327 won, 43,50 baht, 51,00 peso, dan Rp9825
per dolar AS pada akhir Maret 2002 ke posisi S$1,7672, 1201 won, 41,51 baht, 50,40 peso,
dan Rp8713 per dolar AS pada akhir Juni 2002. Dengan demikian, kelima mata uang tersebut
masing-masing menguat sebesar 4,3%, 10,5%, 4,8%, 1,2%, dan 12,8% dalam periode laporan.
Hal ini menempatkan rupiah sebagai mata uang berkinerja terbaik di Asia dengan indeks nilai
tukar nominal sebesar 89,36, jauh di bawah Thailand yang memiliki indeks nilai tukar nominal
terdekat sebesar 95,01 pada akhir periode laporan.
Menguatnya mata uang Asia selain yen dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan
internal. Faktor-faktor eksternal terutama bersumber dari menurunnya kinerja pasar keuangan
AS di satu sisi dan menguatnya mata uang yen di sisi yang lain. Melemahnya kinerja ekonomi
AS telah mengurangi daya tarik aset-aset berdenominasi dolar AS sehingga memukul sektor
keuangan AS khususnya bursa saham. Kondisi ini menyebabkan para investor cenderung
mengalihkan dananya ke luar AS termasuk ke Asia sehingga meningkatkan permintaan mata
uang Asia. Sebagai contoh, salah satu lembaga dana pensiun terbesar di AS merencanakan
akan menanamkan investasinya di Filipina, sementara bursa saham Thailand kebanjiran in-
vestor asing. Sementara itu, menguatnya mata uang yen telah membantu meningkatkan kinerja
ekspor negara-negara Asia pesaing Jepang melalui peningkatan daya saing produk-produk
ekspornya. Repatriasi devisa hasil ekspor itulah yang mendorong mata uang domestik negara-
negara Asia selain Jepang menguat.
Faktor-faktor internal yang mendorong mata uang Asia selain yen menguat terutama
bersumber dari optimisme pemulihan ekonomi domestik masing-masing negara. Didorong oleh
peningkatan consumer spending, Korea Selatan mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam
satu setengah tahun terakhir. Thailand meningkatkan target pertumbuhan ekonominya setelah
mencatat peningkatan dalam domestic spending dan investasi sehingga IMF menyatakan
kepuasannya atas kinerja ekonomi Thailand. Optimisme terhadap percepatan pemulihan
ekonomi juga nampak di Singapura sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan
di sektor industri manufaktur dan membaiknya kinerja ekspor. Sementara itu, reformasi ekonomi
yang lebih cepat, kenaikan harga minyak dunia, keberhasilan Paris Club III dan London Club,
pencairan pinjaman IMF serta hasil penjualan aset-aset BPPN memberi sentimen positif
terhadap rupiah.
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 85
20
/0
8/2
00
1
30
/0
8/2
00
1
11
/0
9/2
00
1
21
/0
9/2
00
1
03
/1
0/2
00
1
15
/1
0/2
00
1
25
/1
0/2
00
1
06
/1
1/2
00
1
16
/1
1/2
00
1
28
/1
1/2
00
1
10
/1
2/2
00
1
20
/1
2/2
00
1
04
/0
1/2
00
2
16
/0
1/2
00
2
28
/0
1/2
00
2
07
/0
2/2
00
2
19
/0
2/2
00
2
01
/0
3/2
00
2
13
/0
3/2
00
2
25
/0
3/2
00
2
05
/0
4/2
00
2
17
/0
4/2
00
2
29
/0
4/2
00
2
09
/0
5/2
00
2
21
/0
5/2
00
2
31
/0
5/2
00
2
13
/0
6/2
00
2
25
/0
6/2
00
2
15
20
25
30
PASAR KOMODITAS
Pasar komoditas internasional sepanjang triwulan II 2002 menunjukkan perkembangan
yang beragam. Selama periode tersebut, perkembangan ekonomi dan politik global telah
mendorong harga minyak mengalami gejolak yang tajam, sementara jatuhnya harga saham
telah mendorong harga emas cenderung meningkat. Dalam periode yang sama, kenaikan
harga juga berlangsung pada berbagai komoditas logam lainnya seperti tembaga, Nikel dan
platinum. Sementara untuk perkembangan komoditas pertanian antara lain ditandai oleh
kecenderungan menurunnya harga kopi internasional dan kecenderungan kenaikan harga
jagung dan gandum.
Perkembangan harga minyak internasional pada triwulan I 2002 ditandai oleh pergerakan
harga yang sangat volatile. Berbagai perkembangan sisi permintaan dan penawaran sepanjang
periode tersebut telah mendorong volatilas harga minyak internasional semakin meningkat.
Dari sisi supply, beberapa faktor utama yang mendorong pergerakan harga minyak selama
periode tersebut adalah pasang-surutnya konflik Palestina dan Israel, yang ikuti ancaman em-
bargo minyak dari Iraq, dan rencana kenaikan produksi minyak oleh produsen minyak utama
di luar OPEC seperti Rusia dan Norwegia. Sementara dari sisi permintaan, faktor utama yang
mempengaruhi harga minyak mengalami volatilitas yang tinggi adalah perkembangan
persediaan minyak di AS mengi-
ngat posisi negara tersebut
sebagai konsumen energi ter-
besar di dunia.
Selama triwulan II 2002,
rata-rata harga minyak varian
brend mencapai USD25,12 per
barrel, dan mencapai USD25,44
per barrel. Pada periode tersebut,
level harga tertinggi dicapai pada
level USD27, 26 per barrel pada
awal triwulan II menyusul mening-
katnya konflik Palestina dan Is-
rael. Sementara level harga
Grafik Harga Spot Minyak Mentah Brent (US$/barrel)Agustus 2001 - Juni 2002
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas86
270
280
290
300
310
320
330
20
/0
8/2
00
1
30
/0
8/2
00
1
11
/0
9/2
00
1
21
/0
9/2
00
1
03
/1
0/2
00
1
15
/1
0/2
00
1
25
/1
0/2
00
1
06
/1
1/2
00
1
16
/1
1/2
00
1
28
/1
1/2
00
1
10
/1
2/2
00
1
20
/1
2/2
00
1
01
/0
1/2
00
2
11
/0
1/2
00
2
23
/0
1/2
00
2
04
/0
2/2
00
2
14
/0
2/2
00
2
26
/0
2/2
00
2
08
/0
3/2
00
2
20
/0
3/2
00
2
01
/0
4/2
00
2
11
/0
4/2
00
2
23
/0
4/2
00
2
03
/0
5/2
00
2
15
/0
5/2
00
2
27
/0
5/2
00
2
06
/0
6/2
00
2
18
/0
6/2
00
2
28
/0
6/2
00
2
Grafik Harga Spot Emas (US$/T oz)Agustus 2001 - Juni 2002
terendah dicapai pada posisi
USD 22,61 per barrel pada
tanggal 11 Juni 2002 menyusul
laporan membaiknya per-
sediaan minyak AS serta
rencana Rusia dan Norwegia
untuk mengakhiri kesepakatan
dengan OPEC dalam rangka
pengurangan produksi. Rusia
dan Norwegia akan mulai
meningkatkan produksi minyak
mereka mulai semester II 2002.
Seperti diketahui, dalam upaya
meningkatkan harga minyak
dunia, negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC, maupun non-OPEC
pada awal tahun ini telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak mereka.
Berbeda dengan komoditas minyak yang mengalami volatilitas yang tinggi, harga
komoditas utama lainnya yaitu emas selama triwulan II menunjukkan perkembangan yang
cenderung meningkat mengikuti perkembangan yang sama pada triwulan sebelumnya. Di bursa
London, harga komoditas emas yang pada awal triwulan II mencapai posisi USD303 per ounce,
dan mencapai USD 326,55 per ounce pada akhir triwulan II, atau rata-rata mencapai USD
312,96 per ounce selama periode tersebut.
Harga emas yang cenderung meningkat tersebut terutama didorong oleh meningkatnya
permintaan emas di kalangan investor internasional menyusul terjadinya gejolak di pasar saham.
Jatuhnya saham-saham di dunia pada triwulan II, dan kecenderungan kenaikan harga emas
internasional sejak awal tahun telah menjadikan emas sebagai alternatif investasi yang menarik
di luar investasi di pasar uang. Kondisi ini telah mendorong para investor mengalihkan sebagian
portfolio investasi mereka dari pasar uang ke pasar komoditas terutama komoditas emas.
Diluar komoditas utama minyak dan emas, perkembangan pasar komoditaa pada
triwulan II ditandai pula oleh kecenderungan kenaikan harga tembaga, nikel, dan platinum.
Komoditas tembaga yang cenderung meningkat pada triwulan II terutama didorong oleh
menurunnya persediaan tembaga dunia ditengah kemungkinan meningkatnya permintaan
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 87
tembaga untuk kebutuhan industri terutama industri manufaktur. Menurut London Exchange,
persedian tembaga dunia telah menurun sekitar 4200 ton, dan mencapai 894.175 metric ton
pada akhir bulan Juni 2002, posisi terendah sejak bulan Februari 2002. Pada akhir triwulan II
2002, tembaga diperdagangkan pada posisi USD1652,0, meningkat dari USD1687,0 per met-
ric ton pada awal triwulan tersebut.
Perkembangan komoditas pertanian seperti kopi selama triwulan II menunjukkan
kecenderungan menurun. Hal tersebut terutama didorong oleh kehawatiran meningkatnya supply
kopi dunia setelah Brazil, produsen kopi terbesar di dunia, memperkirakan kenaikan hasil panen
kopi sebesar 13% mulai bulan Juni tahun ini. Meskipun Brazil mengatakan akan menyimpan
seperlima dari produk kopinya sampai dengan akhir bulan Juni 2003, namun kekhawatiran
Brazil akan membanjiri pasar tetap untuk mendapatkan devisa tetap menguat, mengingat
terbatasnya kondisi anggaran pemerintah Brazil maupun ketidakstabilan mata uangnya.
Sementara komoditas jagung dan gandum dalam periode yang sama cenderung meningkat
hingga mencapai posisi tertinggi dalam empat tahun terakhir menyusul kehawatiran turunnya
produksi akibat kondisi cuaca yang sangat panas di daerah penghasil komoditas tersebut di
AS. AS selama ini merupakan produsen jagung terbesar dan merupakan eksportir gandum
terbesar di dunia.
Perkembangan Kerja Sama Internasional88
PENDAHULUAN
Pada triwulan II 2002, indonesia telah berpartisipasi dalam berbagai forum internasional
mengenai kerjasama ekonomi, moneter dan keuangan regional/internasional. Kerja sama
ekonomi, moneter dan keuangan regional/internasional dalam periode laporan telah dibahas
dalam forum ASEAN Finance, IMF dan SEACEN. Sementara kerja sama pembangunan ekonomi
regional/internasional telah dibahas dalam forum ADB dan Bank dunia.
Selama triwulan laporan, ASEAN Finance telah menyelenggarakan dua pertemuan
yaitu ASEAN Finance Minister Meeting (AFMM) ke-6 dan ASEAN +3 Finance and central Bank
Deputies Meeting (AFDM+3). AFMM membahas beberapa materi sidang antara lain (i) tindak
lanjut hasil ASEAN Summit ke-8, (ii) kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan, (iii)
ASEAN Surveillance Process, (iv) Chiang Mai Initiative (v) Early Warning System (EWS) (vi)
Enhancing the effectiveness of ASEAN+3 Economic Reviews and policy Dialogues. Forum
ASEAN +3 Finance and Central Bank Deputies Meeting membahas antara lain mengenai (i)
Bilateral Swap Arrangement (BSA), (ii) East Asian Economic Outlook, (iii) ASEAN +3 Eco-
nomic Reviews and Policy Dialogues, (iv) monitoring Capital Flows. Sementara itu, APEC Fi-
nance and Central Bank Deputies Meeting Membahas beberapa agenda, antara lain (i)
Perkembangan ekonomi dunia, (ii) combating the financing terrorism and money laundering;
improving the allocation of domestic savings for economic development; dan advancing pend-
ing fiscal and financial reforms, (iii) perkembangan program kerja sama dilingkungan APEC.
Dalam forum IMFC dibahas beberapa masalah antara lain (i) ekonomi global, (ii) upaya
memperkuat pencegahan dan penanganan krisis, (iii) peran IMF dinegara berpendapatan
rendah, (iv) streamlining conditionality and enhancing ownership, dan (v) combating money
laundering and the financing of terrorism.
Sementara dalam Development Committe di bahas empat masalah pokok yaitu (i) upaya
mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan, (ii) upaya meningkatkan pendidikan,
(iii) kemajuan yang dicatat dalam inisiatif penyelesaian utang negara miskin melalui skim HIPC,
dan (iv) upaya memerangi money laundering dan pembiayaan terorisme. Forum lainnya,
PERKEMBANGAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
Perkembangan Kerja Sama Internasional 89
SEACEN Governor’s Conference ke 37 mengambil tema pokok “Strengthening financial and
economic Resillience in an environtment of Globalisation, yang diantaranya membahas tentang
(i) economic outlook negara anggota SEACEN, (ii) IMF Surveillance, (iii) tantangan memperkuat
economic and financial resillience dalam era globalisasi.
Selanjutnya sidang tahunan ADB ke 35 mengambil tema ‘mengurangi kemiskinan
melaui program pro-poor, pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, pengembangan
sosial dan good governance”. Para Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan anggota
ADB mendiskusikan beberapa hal antara lain (i) outlook perekonomian dan implikasinya bagi
negara berkembang, (ii) program pengentasan kemiskinan, (iii) long-term strategig framework
(LTSF), medium term strategy, dan new strategy untuk operasional wilayah pasifik, (iv) masaalah
pelestarian lingkungan, (v) kerjasama antara negara yang berbatasan, dan (vi) pemantauan
dampak dari efektivitas kegiatan ADB.
KERJA SAMA EKONOMI, MONETER, DAN KEUANGAN REGIONAL/INTERNASIONAL
Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting ke-6
Pada tanggal 1-6 April 2002 telah diselenggarakan serangkaian Sidang ASEAN, yaitu
ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM) Working Group, AFDM dan ASEAN
Finance Ministers Meeting (AFMM) di Yangon, Myanmar. Mengingat bahwa Sidang AFDM
Working Group dan AFDM merupakan forum untuk penyiapan materi bagi sidang AFMM, maka
materi sidang pada dasarnya sama. Oleh karena laporan disajikan per topik bahasan dalam
ketiga pertemuan tersebut. Pada dasarnya materi yang dibahas dalam Sidang dapat
dikelompokkan dalam beberapa bidang yang meliputi: (i) Tindak lanjut hasil ASEAN Summit,
(ii) Kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan, (iii) ASEAN Surveillance Process, (iv)
Kerja sama ASEAN+3 di bidang keuangan, dan (v) lain-lain. Hasil Sidang secara singkat dapat
diuraikan sebagai berikut :
I. Tindak lanjut hasil ASEAN Summit ke-8
a. Hanoi Plan of Action, tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah merevisi ASEAN Fi-
nance Work Program sesuai dengan rekomendasi mid-term review.
b. Roadmap for Integration ASEAN (RIA), tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah
meningkatkan liberalisasi sektor jasa keuangan dalam bentuk negosiasi putaran
Perkembangan Kerja Sama Internasional90
ketiga untuk periode 2002-2004 atas dasar konsep paper yang telah disiapkan Sekretariat
ASEAN.
c. Regional Surveillance, tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah melakukan revisi atas
ASEAN Surveillance Process (ASP). Dalam hal ASEAN+3, upaya peningkatan surveil-
lance dilaksanakan oleh ASEAN+3 Study Group.
II. Kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan
Sidang mencatat laporan yang disampaikan oleh ketua masing-masing Working Group
yang meliputi bidang:
a. Mekanisme perdagangan bilateral tanpa menggunakan mata uang asing (Bilateral Pay-
ment Arrangement/BPA). Dalam hal ini Malaysia sebagai pemrakasa melaporkan bahwa
jumlah negara peserta bertambah tetapi tidak pernah menyebutkan jumlah perdagangan
dengan menggunakan skema tersebut.
b. Monitoring Hedge Fund Activities dilaporkan oleh Malaysia. Selanjutnya disepakati agar
Malaysia melakukan penelitian lebih lanjut dan menjajagi kemungkinan bagi negara-negara
ASEAN untuk mengambil posisi yang sama pada berbagai forum internasional. Singa-
pore dalam hal ini sangat menentang ide ini yang kemungkinan disebabkan hedge fund
banyak berkedudukan di negara tersebut.
c. Protocol untuk pelaksanaan paket kedua mengenai komitmen di bidang perdagangan jasa
dalam rangka AFAS telah siap ditandatangani para Menteri. Dalan Sidang AFMM, para
Menteri telah menandatangani Protocol mengenai komitmen liberalisasi sektor jasa
keuangan dan menugaskan Working Committee untuk pelaksanaannya. Disamping itu,
para Menteri juga menyambut baik pemikiran untuk menyiapkan posisi bersama ASEAN
dalam menghadapi negosiasi sektor jasa-jasa dalam rangka GATS.
d. Indonesia melaporkan hasil sidang di berbagai forum keuangan internasional, antara lain:
APEC, ASEM, IMF dan G-20, sementara Philipina melaporkan keberhasilan sidang Sum-
mit di Monterey, Meksiko, mengenai Financing for Development.
e. Development of ASEAN Bond Market, dilaporkan kemajuannya oleh Singapore dan akan
dilanjutkan dengan workshop dengan tema “Development of Bond Market in Asia” yang
akan diselenggarakan pada paruh kedua tahun 2002 bekerjasama dengan Jepang.
Perkembangan Kerja Sama Internasional 91
III. ASEAN Surveillance Process
Pada Sidang AFDM, Sekretariat ASEAN mempresentasikan Sixth ASEAN Surveillance
Report yang meliputi pertumbuhan ekonomi global dan regional, perkembangan moneter, fiskal,
sektor riil serta reformasi struktural dan kebijakan yang ditempuh negara-negara ASEAN sebagai
bagian dari peer review.
Pada Sidang AFMM, dalam rangka ASEAN Surveillance Peer Review, ADB
mempresentasikan laporan “Asia Economic Monitor”. Dalam laporan diuraikan bahwa negara
Asia Timur sedang mengalami pemulihan dari pertumbuhan ekonomi yang melambat tahun
2001 menjadi 5,2% tahun 2002 dan diharapkan akan lebih baik lagi menjadi 6% tahun 2003.
Namun Sidang juga menyatakan kekhawatirannya mengenai depresiasi yen yang berpotensi
dapat mengganggu stablitas di kawasan Asia. Sebagai informasi, Indonesia melaporkan bahwa
perkembangan ekonomi pada triwulan I tahun 2002 menggembirakan.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan ASEAN Surveillance Process, ADB
mengemukakan bahwa akan diselenggarkan dua angkatan program pelatihan singkat bagi
pejabat departemen keuangan dan bank sentral, masing-masing untuk 15 peserta pada bulan
Juni dan November 2002.
Mengenai keberadaan ASEAN Surveillance Coordianting Unti (ASCU), para Menteri
menyetujui usulan untuk mempertahankan eksistensi ASCU sebagai unit di bawah Bureau of
Finance and Surveillance di Sekretariat ASEAN. Tugas unit tersebut adalah memberi dukungan
teknis bagi ASEAN Finance Ministers Process dalam memprakasai dan mengkoordinasikan
kerja sama ASEAN dan ASEAN+3 di bidang keuangan.
Dalam Sidang AFMM, untuk mendukung pemulihan ekonomi di negara-negara ASEAN,
para Menteri menyatakan akan menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung
pertumbuhan, memperkuat sektor keuangan termasuk pengembangan pasar obligasi dan
memprioritaskan pengembangan usaha kecil dan menengah termasuk penyediaan
pendanaannya. Dalam tahun 2002, pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakaan mencapai
3,5-4%.
Disamping Sidang-sidang sebagaimana tersebut di atas, juga diselenggarakan sidang-
sidang lainnya yang terkait dengan sidang-sidang dimaksud, yaitu AFMM+3 dan AFMM-ADB.
Hasil dari sidang-sidang tersebut secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut :
Perkembangan Kerja Sama Internasional92
I. Chiang Mai Initiative (CMI)
Masing-masing negara melaporkan kemajuan kerja sama yang dicapai dalam rangka Bi-
lateral Swap Arrangement (BSA) dengan “+3 countries” (Jepang, China, Korea). Sampai
saat ini telah ditandatangani enam perjanjian BSA, yaitu antara Jepang-Malaysia, Jepang-
Thailand, Jepang-Philipina, China-Thailand, Jepang-China, dan Jepang-Korea, dengan
nilai keseluruhan berjumlah $14 miliar. Dalam hal ini Indonesia belum menandatangani
perjanjian karena terdapat ganjalan adanya persyaratan penjaminan Pemerintah. Dalam
waktu dekat diharapkan tim Jepang akan datang ke Indonesia untuk menyelesaikan
masalah ini.
Monitoring of Capital Flows
- Bilateral exchange of capital flows data. Masing-masing negara melaporkan kemajuan
dalam tukar menukar data mengenai capital flows termasuk Indonesia juga telah
melakukan pertukaran data dengan beberapa negara. Dalam hal ini, data yang diberikan
Bank Indonesia adalah secara netto.
- Japan-ASEAN Finance Technical Assistance Fund. Pada Sidang AFDM+3, Sekretariat
ASEAN melaporkan pembentukan dana pada tanggal 7 September 2001 untuk
meningkatkan stabilitas finansial kawasan melalui peningkatan monitoring capital flows
dan melakukan riset berasal dari sumbangan Jepang sebesar 88 juta yen untuk periode
September 2001 – Maret 2002. Untuk periode selanjutnya (April 2002 – Maret 2003)
Jepang telah menyediakan 151 juta yen yang akan digunakan untuk negara peserta
program monitoring short-term capital flows (termasuk Indonesia); pengembangan Early
Warning Sytem (EWS); dan studi pengembangan mekanisme bantuan keuangan.
Sebagian dari dana tersebut (sekitar $40,000) diusulkan Jepang untuk membiayai
kegiatan yang berkaitan dengan sidang ASEAN+3.
II. Early Warning System (EWS)
ADB melaporkan progres yang telah dicapai dalam pengembangan model EWS untuk
digunakan dalam surveillance. Selain itu, ADB juga membantu negara-negara ASEAN+3
untuk mengembangkan prototype EWS antara lain dengan menyelenggarakan Workshop
di Bangkok tanggal 13-14 Desember 2001. EWS yang dibuat ADB pada dasarnya meru-
Perkembangan Kerja Sama Internasional 93
pakan pengembangan atas model EWS yang dibuat oleh Reinhart dan Kaminsky (IMF).
Pada Sidang AFDM+3, ADB mempresentasikan paper berjudul “An Assessment of Eco-
nomic and Financial Vulnerability in East Asia”. Dalam paper tersebut kerentanan (vulner-
ability) diukur dari tiga indikator, yaitu: (i) macroprudential indicators (melibatkan 12 negara),
(ii) EWS model (melibatkan 5 negara terkena krisis, yaitu Indonesia, Korea, Malaysia,
Philipina dan Thailand), dan (iii) leading economic indicators (baru melibatkan data Ma-
laysia dan Philipina).
Berdasarkan macroprudential indicators, secara ringkas dapat dilaporkan bahwa selama
tahun 2001 posisi transaksi berjalan memburuk (terutama pada negara-negara yang
perekonomiannya lebih terbuka); nilai tukar sebagian besar negara cenderung mengalami
apreasiasi, posisi neraca modal memburuk, kerentanan neraca modal membaik (karena
utang jangka pendek berkurang); ekspansi kredit meningkat (terutama di Korea perlu
diwaspadai); Non-performing Loan (NPL) terus menurun namun sebagian karena adanya
pengalihan NPL ke lembaga restrukturisasi bank/kredit; posisi fiskal tidak mengkhawatirkan
di sebagian besar negara (kecuali Indonesia dan Philipina); pinjaman yang diberikan bank
sentral meningkat di beberapa negara; pertumbuhan ekonomi merosot. Secara
keseluruhan, kinerja perekonomian ASEAN+3 relatif cukup baik ditengah perkembangan
perekonomian dunia yang tidak menguntungkan.
Berdasarkan model EWS ADB, selama periode observasi, composite leading index di
lima negara terkena krisis tidak mengeluarkan warning signal yang berarti bahwa kecil
kemungkinan akan terjadinya tekanan nilai tukar yang mengarah ke krisis dalam beberapa
bulan mendatang.
Berdasarkan leading economic indicators, baik di Malaysia maupun di Philipina produksi
sektor industri dan manufaktur menunjukkan bahwa titik terendah telah terlewati, yang
berarti bahwa pemulihan ekonomi terjadi sejak awal tahun 2002.
III. Enhancing the Effectivenessof ASEAN+3 Economic Reviews and Policy Dialogues
Merupakan lanjutan dari upaya peningkatan Policy Dialogue untuk menghindari “moral
hazard” dalam pemanfaatan BSA dengan “+3 countries” dan memelihara stabilitas kawasan
yang dilaksanakan melalui dua fase. Untuk itu, telah dibentuk Studi Group yang dipimpin
bersama oleh Jepang dan Malaysia. Pada fase pertama, policy dialogue dilaksanakan
Perkembangan Kerja Sama Internasional94
secara informal (karena bersifat voluntary). Sebagai uji coba, pada Sidang AFDM telah
dilaksanakan informal policy dialogue dengan menggunakan template yang telah disepakati.
Hasil uji coba pelaksanaan informal policy dialogue ini sementara dinilai cukup positif.
Pada fase dua, sesuai dengan usulan Malaysia, dibentuk Group of Eminent Persons (GEP).
Tugas GEP membuat analisis perekonomian suatu negara secara independen sehingga
diharapkan akan diperoleh hasil analisis yang obyektif. Di satu pihak Malaysia sangat
berkeinginan agar fase kedua ini dapat segera terlaksana dengan dukungan terutama
dari Thailand dan Kamboja. Di pihak lain, banyak negara yang kurang sependapat dengan
adanya GEP ini (termasuk Indonesia dan Singapore). Indonesia kurang mendukung karena:
(i) manfaat kurang jelas, (ii) ada biaya bagi penunjukan GEP, dan (iii) berbagai modalitas
dari penggunaan GEP belum disinggung dalam proposal Malaysia. Sidang AFMM akhirnya
memutuskan bahwa policy dialogue dilaksanakan dalam setting “informal retreat”.
Sidang ASEAN+3 Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM+3) dan AFMM+3
Pada tanggal 9 Mei 2002 telah diselenggarakan Sidang ASEAN Finance and Central
Bank Deputies Meeting+3 (AFDM+3), back-to-back dengan Sidang ADB ke-35, di Suzhou,
China. Sidang AFDM+3 tersebut dilanjutkan dengan Sidang ASEAN Finance Ministers Meet-
ing+3 pada tanggal 10 Mei 2002 di tempat yang sama.
Dalam Sidang AFDM+3 pada pembahasan finalisasi Joint Press Statement,
pembahasan terpusat pada materi perkembangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dan
keterkaitan antara BSA dengan pertukaran data short-term capital flows. Menanggapi usulan
Jepang untuk mengaitkan pertukaran data dengan BSA, Indonesia mengemukakan bahwa
sesuai dengan kesepakatan sebelumnya pertukaran data tersebut hendaknya tetap dilakukan
secara sukarela dan tidak dikaitkan dengan perjanjian BSA. Sidang ditutup dengan kesepakatan
bahwa pertukaran data short-term capital flows tersebut tetap dilakukan secara sukarela dan
tidak dikaitkan dengan perjanjian BSA.
Dalam Sidang AFMM+3 dilakukan pertukaran pandangan mengenai perkembangan
perekonomian dan keuangan internasional, yang didahului dengan presentasi oleh The Re-
gional Economic Monitoring Unit ADB mengenai “East Asian Economic Outlook Report”.
Selanjutnya dalam kerangka memperkuat kerja sama keuangan dan moneter di Asia Timur,
dikemukakan progress implementasi Chiang Mai Initiative, enchancing the effectiveness of
Perkembangan Kerja Sama Internasional 95
ASEAN +3 Economic Reviews and Policy Dialogues, Monitoring of Capital Flows, dan Early
Warning System. Sidang AFMM+3 ditutup dengan kesepakatan untuk menyetujui Joint Press
Statement yang telah dipersiapkan pada Sidang AFDM+3.
APEC Finance and Central Bank Deputies Meeting
Pada tanggal 22 April 2002 telah diselenggarakan Sidang APEC Tingkat Deputi di
Washington, D.C., Amerika Serikat. Sidang tersebut back-to-back dengan Pertemuan Interim
IMFC dan Development Committee. Sidang APEC Tingkat Deputi yang dipimpin oleh Menteri
Keuangan Meksiko, Dr. Agustin Cartens membahas tiga agenda pokok, yaitu: (i) Perkembangan
ekonomi dunia khususnya yang mempengaruhi negara-negara APEC, (ii) Persiapan Pertemuan
APEC Tingkat Menteri, dan (iii) Laporan perkembangan kemajuan kelompok-kelompok kerja
di lingkungan APEC.
Perkembangan Perekonomian Dunia
Pertemuan Tingkat Deputi APEC bulan April 2002 membahas situasi terakhir
perkembangan ekonomi dunia, khususnya negara-negara APEC. Dalam pertemuan ini selain
tiap negara menyampaikan laporan, wakil dari IMF juga menyampaikan pandangannya
mengenai perekonomian global yang dilanjutkan juga dengan pandanaan dari sisi regional
oleh ADB dan IDB. Secara umum, pandangan yang disampaikan tidak berbeda dengan
pandangan mengenai perekonomian dunia yang disampaikan di Sidang Interim IMF yaitu
terdapat indikasi mulai pulihnya perekonomian dunia. Secara khusus, pertemuan membahas
mengenai prospek pulihnya perekonomian Jepang yang walaupun diperkirakan membaik namun
masih menghadapi beberapa resiko khususnya yang berasal dari restrukturisasi perbankan.
Walaupun demikian, dilihat dari kepentingan negara-negara APEC, terdapat beberapa
isu yang menjadi pokok bahasan bersama. Isu pertama adalah pentingnya keseimbangan
fiskal dalam memelihara momentum perekonomian yang stabil. Keseimbangan fiskal menjadi
penting untuk menjaga stabilnya momentum perekonomian di Amerika Serikat serta upaya
mendorong pemulihan perekonomian Jepang. Di negara-negara sedang berkembang disoroti
masalah keseimbangan fiskal di negara-negara Asia yang baru mengalami krisis.
Isu lain yang dibahas adalah dampak dari kenaikan harga minyak bumi sebagai dampak
dari krisis Timur Tengah terhadap perekonomian negara-negara APEC. Pertemuan mencatat
Perkembangan Kerja Sama Internasional96
bahwa dampak dari kenaikan harga minyak bumi tersebut akan bervariasi. Dampak bagi Indo-
nesia dan Meksiko yang merupakan eksportir akan berbeda dengan negara APEC lainnya
yang merupakan importir.
APEC Finance Ministers’ Process
Pertemuan membahas persiapan yang dilakukan dalam rangka APEC Finance Minis-
ters Meeting (AFMM) ke-9 tanggal 2 s.d. 6 September 2002 di Los Cabos, Meksiko. Dalam
pertemuan ini telah dipresentasikan policy theme untuk AFMM yaitu combating the financing
terrorism and money laundering; improving the allocation of domestic savings for economic
development; dan advancing pending fiscal and financial reforms.
Selanjutnya pertemuan juga membahas inisiatif dari Amerika Serikat untuk meningkatkan
interaksi antara Senior Officials Meeting (SOM) dengan APEC Finance Ministers’ Process.
Inisiatif ini dirasakan penting guna meningkatkan efektivitas keterkaitan antara dua forum.
Interaksi tersebut telah semakin diperkuat sejak Finance Ministers’ Process (FMP) terakhir di
China dimana Ketua SOM ikut hadir dalam pertemuan FMP yang kemudian dilanjutkan pada
pertemuan Technical Working Group ke-13 di Puerto Vallarta, Jalisco, Desember 2001.
Perkembangan Kerja Sama di Lingkungan APEC
a. Voluntary Action Plan for Supporting Freer and More Stable Capital Flows (VAP)
Dalam APEC Finance Ministers Meeting (AFMM) yang ketujuh di Brunei Darussalam,
telah disepakati laporan VAP mengenai liberalisasi transaksi modal dan upaya memperkuat
pasar keuangan yang dilakukan melalui policy dialogue. Kedepannya telah disepakati
tahap dua dari policy dialogue dalam rangka VAP yang direncanakan dapat terwujud dalam
tahun ini.
b. Bank Failure Management
Sebagai kelanjutan dari arahan Pemimpin APEC dalam tahun 1999, kerja sama mengenai
Bank Failure Management telah diluncurkan yang dipimpin bersama oleh Meksiko, Selandia
Baru dan Korea. Upaya ini telah pula didukung di tingkat Menteri melalui policy dialogue
yang diadakan di Acapulco, Meksiko bulan Juni 2001. Selanjutnya inisiatif ini akan
menerbitkan publikasi mengenai pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari sisi kebijakan
Perkembangan Kerja Sama Internasional 97
dalam permasalahan ini. Publikasi ini juga akan diluncurkan melalui media internet sebagai
sarana rujukan dalam rangka penyebarluasan pengetahuan teknis dan asistensi yang
dapat digunakan negara-negara anggota untuk mengurangi kelemahan yang muncul di
sektor perbankan.
c. Financial Regulators Training Initiative
Financial Regulators Training Initiative diluncurkan dalam bulan Mei 1998 yang ditujukan
untuk meningkatkan kapasitas pelatihan dari pengatur kebijakan sektor keuangan di
lingkungan APEC. Inisiatif ini juga didukung oleh Bank Pembangunan Asia yang mendirikan
sebuah sekretariat dalam bulan November 1999. Saat ini program pelatihan telah memasuki
tahap kedua dan akan berakhir dalam bulan Oktober tahun 2002.
d. Strengthening Corporate Governance in the APEC Region
Dalam upaya mendorong kembalinya modal ke kawasan APEC, maka sebuah policy dia-
logue telah dilakukan dengan fokus peningkatan corporate governance di kawasan APEC.
Policy Dialogue ini telah dilakukan di Singapura dengan dipimpin oleh Selandia Baru,
Meksiko dan Singapura yang hasilnya telah dilaporkan dalam APEC Finance Ministers
Meeting ke-8 dalam laporan yang berjudul “Strengthening Corporate Governance in the
APEC Region – Key Themes from the APEC Corporate Governance Policy Dialogue”.
Inisiatif ini akan dilanjutkan bersama oleh Meksiko, Australia, Korea dan Filipina dalam
tahun 2002 dengan fokus pada corporate governance di sektor keuangan.
e. Insolvency Law
Dalam konteks corporate governance, serangkaian seminar dalam rangka hukum kepailitan
(insolvency law) telah dilakukan di Sydney pada akhir November 1999, yang dilanjutkan
di Bali dalam bulan Februari 2001. Pertemuan berikutnya akan diselenggarakan di Thai-
land. Inisiatif dalam rangka hukum kepailitan ini diarahkan kepada lima permasalahan,
yaitu : (i) Pembentukan Sistem kepailitan yang efektif, (ii) Aturan main hakim, (iii)
kemandirian hakim, (iv) pembentukan pengadilan khusus, dan (v) aturan main penyelesaian
perkara di luar pengadilan. Inisiatif ini dipimpin bersama oleh Indonesia dan Thailand.
f. APEC Privatisation Forum
Dalam rangka forum privatisasi di lingkungan APEC, Sekretariat forum telah
mempertimbangkan untuk meneruskan rangkaian forum tahunan yang telah dilaksanakan
Perkembangan Kerja Sama Internasional98
selama tiga tahun terakhir. Untuk tahun 2002, forum tahunan akan diarahkan kepada
sponsor dari forum ini; memperkuat koordinasi dengan OECD termasuk mengadakan re-
gional roundtable; serta permasalahan pemantauan paska-privatisasi.
g. APEC Initiative on Fighting Financial Crimes
Dipimpin Amerika Serikat dan Thailand, sebuah kelompok kerja telah dibentuk dalam rangka
memerangi kejahatan di sektor keuangan. Kelompok kerja ini diarahkan kepada identifkasi
permasalahan sehingga lembaga internasional dapat memberikan bantuan dan nasihat teknis
yang dibutuhkan agar upaya yang dilaksanakan sesuai dengan standar internasional.
h. Electronic Financial Transaction Systems
Kelompok kerja Electronic Financial Transaction Systems dipimpin bersama oleh Jepang,
Hong Kong dan China telah tiga kali mengadakan pertemuan termasuk konsultasi dengan
sektor swasta. Disamping itu, kelompok kerja ini telah pula melakukan dua kali survei,
masing-masing ke sektor pemerintah dan swasta, guna memperoleh gambaran terakhir
mengenai e-finance di kawasan APEC.
Atas dasar itu, kelompok kerja ini tidak mengeluarkan semacam rekomendasi mengenai
standard ataupun best practice, mengingat keragaman dan duplikasi sistem yang ada di
negara-negara APEC. Walaupun demikian kelompok kerja ini akan menyampaikan laporan
berisi pedoman dan studi kasus pengembangan e-finance untuk dilaporkan dalam AFMM
tahun ini.
i. APEC Finance and Development Program
Dalam APEC Finance Ministers Meeting di Suzhou, China bulan September tahun 2001,
telah disepakati kerja sama di negara-negara APEC dalam rangka mengembangkan ca-
pacity building negara-negara APEC dalam masalah-masalah yang menyangkut
pembangunan dan sektor keuangan. Tema yang menjadi pedoman pokok APEC Finance
and Development Program (AFDP) adalah “Improving Financial Intermediation for Eco-
nomic Growth, Development and Stability”. Tiga bidang yang menjadi prioritas AFDP adalah
(i) pengembangan pasar modal, (ii) pembiayaan usaha kecil dan menengah, dan (iii)
pengembangan sektor keuangan dan ekonomi yang terkait dengan lalu lintas modal. Ketiga
bidang tersebut akan diwujudkan melalui rangkaian lokakarya (workshop), forum tahunan
dan proyek penelitian. Lokakarya mengenai pasar modal dan pembiayaan usaha kecil
Perkembangan Kerja Sama Internasional 99
akan diselenggarakan masing-masing dalam bulan Juli dan Oktober tahun ini. Forum
tahunan pertama akan diadakan di Beijing, China pada tanggal 26 Mei 2002, sementara
penelitan mengenai lalu-lintas modal dimulai pertengahan tahun 2002 dan dilaporkan dalam
bulan Februari 2004.
SEACEN Governors’ Conference ke - 37
Pada tanggal 25-26 Juni 2002 telah diselenggarakan Konferensi South East Asian
Central Banks (SEACEN) Tingkat Gubernur ke-37 di Ulaanbaatar, Mongolia. Sebanyak 15
negara anggota dan observer dari berbagai bank sentral serta otoritas moneter menghadiri
pertemuan tersebut. Sidang dipimpin oleh Gubernur Mongolia, Mr. Ochirbat Chuluunbat. Tema
dari pertemuan kali ini adalah “Strengthening Financial and Economic Resilience in an Envi-
ronment of Globalisation”.
Menteri Keuangan Mongolia (Mr. N. Enkhbayar) mengemukakan bahwa tema Konferensi
kali ini sangat penting bagi ekonomi kecil. Menteri Keuangan Mongolia lebih lanjut menekankan
perlunya memiliki sektor keuangan yang lebih kuat untuk dapat menjadikan perekonomian
suatu negara tahan terhadap gangguan eksternal. Kendati disadari bahwa Mongolia mengalami
banyak kemajuan, namun masih terdapat hal-hal yang harus diselesaikan dalam rangka
meningkatkan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan rumah tangga dan mengurangi
kemiskinan. Menteri Keuangan Mongolia mengemukakan beberapa perubahan dalam Undang-
undang Perbankan Mongolia dalam rangka meningaktkan kerangka hukum untuk pinjaman
perbanakan dan untuk memfasilitasi debt repayment.
Dalam welcome address-nya, Gubernur Bank Sentral Mongolia, Mr. O. Chuluunbat,
menyatakan ucapan terima kasih karena penyelenggaraan Koferensi SEACEN ke-37 diadakan
di Mongolia yang bertepatan dengan mulai pulihnya kepercayaan di sektor perbankan Mongo-
lia. Lebih lanjut dikemukakan ucapan terimakasih kepada SEACEN yang telah memberikan
kesempatan kepada para staff negara anggota SEACEN untuk menikmati pelatihan dalam isu
kebanksentralan yang diberikan oleh SEACEN.
Dalam kesempatan tersebut, Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS),
Mr. Koh Yong Guan, mengamati bahwa economic outlook negara anggota SEACEN telah
mengalami perbaikan. Negara anggota SEACEN telah menjadi lebih bertahan (resilience) sejak
krisis keuangan di Asia beberapa waktu lalu. Hal ini ditunjukkan dengan dampak positif dari
Perkembangan Kerja Sama Internasional100
globalisasi, namun menekankan bahwa negara harus terus menerus memperkuat daya tahan
ekonomi dan keuangannya (economic and financial resilience). Lebih lanjut dikemukakan bahwa
SEACEN Centre telah memainkan peran penting dalam kerja sama diantara negara anggota
SEACEN, dan SEACEN Centre harus terus mengkoordinir berbagai pelatihan dengan inisiatif
regional lainnya.
Sementara itu, Executive Director IMF (Mr. Mike Callaghan) mengemukakan inisiatif IMF
untuk membantu negara-negara mempersiapkan krisis keuangan dengan lebih baik lagi. Mr.
Callaghan mencatat bahwa IMF Surveillance saat ini mencakup berbagai area seperti external
vulnerability assessments, financial sector vulnerabilities, dan structural policies, sebagai tambahan
dari fokus awal yaitu isu moneter, fiskal dan nilai tukar. Mr. Callaghan juga mencatat bahwa kendati
fokus upaya untuk memperkuat manajemen krisis keuangan telah dipusatkan pada usulan untuk
membentuk kerangka hukum dalam rangka membantu negara-negara mengatasi masalah
unstaihable sovereign debt, namun pencegahan dan manajemen krisis keuangan lebih tergantung
pada kepemimpinan nasional, politiical will dan community concensus matters of intererst to the
Group, serta economic outlook negara tersebut di kawasan dan negara utama.
Dalam Konferensi ini juga dibahas oleh para Gubernur mengenai bagaimana negara
merespon terhadap tantangan memperkuat economic and financial resilience dalam era
globalisasi. Para Gubernur juga membahas mengenai berbagai isu seperti perlunya mengurangi
kerentanan terhadap gangguan ekonomi domestik, mempertahankan tingkat cadangan devisa,
mencapai stabilitas ekonomi jangka panjang, dan meminimumkan resiko sistemik keuangan.
Para Gubernur juga membahas ketidakpastian akan economic outlook dari negara-negara
industri serta implikasinya bagi negara anggota SACEN. Dalam Koferensi tersebut juga dibahas
mengenai perubahan haluan penanaman modal asing ke Asia Utara.
KERJA SAMA PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL/INTERNASIONAL
Sidang IMF-Bank Dunia
Pada tanggal 20-21 April 2002 telah diselenggarakan Sidang IMF-Bank Dunia musim
Spring (Sping Meeting) di Washington, D.C., Amerika Serikat. Sidang dibagi menjadi dua,
yaitu International Monetary and Financial Committee (IMFC) dan Development Committee
(DC). Hasil kedua Sidang dimaksud secara ringkas diuraikan sebagai berikut:
Perkembangan Kerja Sama Internasional 101
International Monetary and Financial Committee (IMFC)
Pertemuan IMFC, yang dilangsungkan pada 20 April 2002 di Washington, D.C., telah
membahas berbagai isu yang meliputi: (i) perekonomian global, (ii) upaya memperkuat upaya
untuk mencegah dan mengatasi krisis, (iii) peranan IMF di negara-negara berpenghasilan
rendah, streamlining conditionality and enhancing ownership, serta combating ML and Financ-
ing of Terrorism.
The Global Economy
Komite mencatat perkembangan ekonomi dunia yang semakin membaik, namun
mencatat adanya ketidakpastian berkaitan dengan masalah keamanan di berbagai kawasan
di dunia. Dalam upaya memperkuat dan menjaga kelangsungan pemulihan ekonomi dunia,
negara-negara maju bertanggung jawab melalui kebijakan moneter yang diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan, serta dengan menjaga tingkat inflasi. Kebijakan tersebut disertai
pula dengan upaya memperkuat reformasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan daya
tahan dan fleksibilitas ekonomi, memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi dunia yang
tinggi dan berkelanjutan, serta mendukung pengurangan secara bertahap atas
ketidakseimbangan yang persisten dalam perekonomian global.
Komite menyambut baik kebijakan dari komitmen internasional dalam konferensi PBB
di Monterrey, dalam rangka meningkatkan standar hidup dan mengurangi kemiskinan melalui
kebijakan yang kuat serta peningkatan dan efektifitas bantuan yang ada. Sementara dalam
rangka pemulihan ekonomi dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas di negara
berkembang, komite menekankan pentingnya perdagangan yang lebih terbuka dan mendesak
untuk menentang tekanan terhadap proteksionisme serta melanjutkan upaya mengurangi
hambatan dalam perdagangan.
Strengthening Crisis Prevention and Resolution
Kegiatan surveillance tetap menjadi hal utama dalam rangka untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan yang kuat, serta membantu upaya mencegah
krisis. Komite meminta Fund untuk meningkatkan kualitas atas saran kebijakan kepada negara
anggota, dan meminta anggota untuk menerapkan saran tersebut. Komite mencatat bahwa
surveillance seharusnya mencakup penilaian kembali atas kebijakan dan kondisi ekonomi secara
Perkembangan Kerja Sama Internasional102
tepat waktu dan efektif. Komite mendorong Fund untuk menekankan pada cakupan inisiatif
saat ini, yang didesain untuk meningkatkan efektifitas surveilance serta upaya pencegahan
krisis. Upaya ini memasukkan pula Financial Sector Assesment (FSAP) dan kebijakan
transparansi termasuk upaya mendorong publikasi Article IV dan laporan-laporan Fund lainnya.
Upaya lebih lanjut pada standard and codes adalah krusial untuk memperkuat relevasi mereka
dan kontribusi Fund surveillance, dan menjamin negara-negara untuk mempunyai akses yang
cukup terhadap bantuan teknis. Komite menyetujui program kerja Fund untuk memperkuat
keberadaan kerangka kerja Prague dalam rangka mengatasi krisis.
Komite menyambut baik usulan untuk meningkatkan process restrukturisasi utang dan
mendesak Fund untuk melanjutkan kajian atas aspek legal, kelembagaan, dan prosedural
atas pendekatan yang ada saat ini.
The Fund’s Role in Low-Income country
Komite menerima the Monterrey Consensus, yang menegaskan kembali bahwa
instuitusi dan kebijakan yang kuat, bersama-sama dengan dukungan internasional yang luas,
adalah pilar kembar dalam upaya mengurangi kemiskinan. Komite menyambut baik hasil kajian
atas Fund’s Poverty Reduction and Growth (PRGF) dan Poverty Reduction Strategy Paper
(PRSP), mendesak Fund dan Bank Dunia untuk melanjutkan kerjasama mereka serta
mengharapkan adanya kemajuan dalam upaya ini. Komite juga mendukung Fund untuk
melanjutkan kesiapan dalam merespon secara fleksible dan proactive atas kebutuhan
pembiayaan yang diperlukan oleh negara-negara berpenghasilan rendah, termasuk
penambahan atas pembiayaan PRGF dimana penambahan tersebut diperlukan.
Streamlining Conditionality and Enhancing Ownership
Komite menyambut baik hasil kemajuan yang dicapai dalam upaya meningkatkan
efektifitas Fund-supported program melalui conditionality yang lebih sederhana dan terfokus
dan meningkatkan ownership atas reformasi ekonomi.
Combating Money laundering and the Financial of Terrorism
Komite menekankan bahwa upaya internasional melawan penyalahgunaan sistem
keuangan internasional untuk pembiayaan kegiatan terorisme tetap menjadi prioritas utama.
Perkembangan Kerja Sama Internasional 103
Komite mendesak negara-negara yang belum mengimplemtasikan UN instrument dalam rangka
melawan pembiayan terorisme, pembekuan aset teroris dan membentuk financial intellegent
unit serta pertukaran informasi, agar segera menerapkan instrumen tersebut. Komite
menekankan bahwa keberhasilan upaya tersebut akan tergatung pada kewaspadaan dan aksi
yang tepat pada level global.
Development Committee
Terdapat empat permasalahan pokok yang menjadi pembahasan dari Sidang Devel-
opment Committee (DC). Permasalahan Pertama adalah upaya mendorong pertumbuhan dan
mengurangi kemiskinan dengan berlandaskan kepada Kesepakatan Konferensi Pertumbuhan
di Moneterry Meksiko beberapa waktu lalu dan mengacu kepada sasaran yang diinginkan
dalam Millenium Development Goals. Dalam hal ini Sidang telah membahas berbagai upaya
tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu melalui peningkatan kemitraan/kolaborasi antara negara
dengan lembaga terkait serta harmoniasi dari berbagai langkah guna mendorong efektivitas
bantuan yang diberikan Bank Dunia beserta lembaga-lembaga yang dinaunginya.
Perhatian khusus diberikan kepada upaya mendorong pertumbuhan di negara-negara
yang berpenghasilan rendah serta peningkatan kemampuan negara-negara tersebut dalam
memanfaatkan bantuan yang diberikan Bank Dunia melalui capacity building serta peningkatan
corporate dan public governance. Dalam hal ini Sidang mendukung Monterry Agreement yang
menyerukan adanya sinergi antara bantuan pembangunan yang diberikan dengan peningkatan
akses negara tersebut dalam perdagangan dunia. Sidang mendorong Bank Dunia untuk
meningkatkan bantuan kepada negara-negara miskin guna meningkatkan infrastruktur dalam
memanfaatkan peluang dari perdagangan global.
Permasalahan kedua adalah upaya meningkatkan pendidikan. Terkait dengan upaya
memberantas kemiskinan, peningkatan pendidikan merupakan langkah yang sangat vital.
Sidang menyetujui dan mendukung langkah kerja Bank Dunia dalam mencapai konsensus
internasional untuk menciptakan sistem pendidikan dasar yang dapat dijangkau seluruh anak-
anak pada tahun 2015. Dalam hal ini Sidang mendorong Bank Dunia untuk juga meningkatkan
kerja sama dengan lembaga-lembaga lain khususnya lembaga-lembaga multilateral PBB seperti
UNESCO. Berbagai perkembangan yang ada akan dibahas lagi dalam pertemuan mendatang.
Permasalahan ketiga yang menjadi pembahasan adalah kemajuan yang dicatat dalam
Perkembangan Kerja Sama Internasional104
inisiatif penyelesaian utang negara miskin melalui skim Heavily Indebted Poor Countries (HIPC).
Permasalahan khusus yang dibahas adalah dalam menangani utang negara-negara miskin
yang dianggap sudah tidak sustainable lagi. Dalam hal ini, Sidang berpandangan bahwa
tambahan pembiayaan hanya dapat dilakukan secara kasus per kasus. Adanya pengkajian
mengenai debt sustainability adalah sangat penting sebagai dasar penilaian negara maupun
lembaga donor dalma memberikan pinjaman konsesional (concessional loans).
Permasalahan keempat adalah upaya memerangi money laundering serta pembiayaan
terorisme. Dalam hal ini Sidang sepakat untuk meningkatkan langkah kerja yang telah dilakukan
selama ini serta meningkatkan kerja sama dengan IMF dalam penerapannya dengan tetap
memperhatikan batas kewenangan dan mandat yang ada. Sidang juga mencatat perlunya
bantuan untuk meningkatkan capacity building dari berbagai negara dalam upaya implementasi
langkah kerja yang telah digariskan.
Sidang Development Committee tahun ini secara khusus membahas permasalahan
governance. Upaya meningkatkan governance semakin dirasakan mengingat tanpa adanya
upaya ini, maka berbagai langkah bantuan dan kerja sama yang dilakukan lembaga internasional
akan menjadi kurang efektif. Sebagai indikasi akan pentingnya masalah ini Bank Dunia dan
Brookins Institute telah menyelenggarakan Konferensi bertema “Financial Sector Governance:
The Roles of the Public and Private Sectors” di New York, 17-19 April 2002.
Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-35
Pada tanggal 8-12 Mei 2002 telah diselenggarakan Sidang Tahunan ADB ke-35 back-
to-back dengan Sidang ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting +3 (AFDM+3) di
Shanghai, China.
Seperti penyelenggaraan Sidang pada tahun-tahun sebelumnya, Sidang Tahunan
ADB ke-35 tahun 2002 juga disertai penyelenggaraan country presentation dari beberapa
negara dan beberapa seminar. Pada business session, para gubernur mendiskusikan out-
look perekonomian dunia dan implikasinya bagi perkembangan negara-negara sedang ber-
kembang. Selain itu juga dilakukan review terhadap operasional ADB, dimana para gubernur
mengemukakan pendapat mereka terhadap strategi dasar pengembangan dan manajemen
ADB. Adapun tema Sidang Tahunan ADB ke-35 adalah ‘mengurangi kemiskinan melalui pro-
gram pro-poor, pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, pengembangan sosial dan
good governance’.
Perkembangan Kerja Sama Internasional 105
Para Gubernur ADB mencatat pertumbuhan ekonomi dunia berada pada tahap
pemulihan setelah mengalami penurunan pada tahun 2001, demikian juga dengan
perekonomian regional Asia-Pasifik. Bahkan beberapa anggota negara berkembang (DMCs)
menunjukkan proses pemulihan eknomi yang lebih cepat dari perkiraan. Namun hal ini tidak
berarti semua permasalahan perekonomian sudah terselesaikan. Beberapa hal yang harus
dilakukan DMCs adalah mempercepat reformasi kebijakan ekonomi dan reformasi struktural,
meningkatkan investasi sumber daya manusia termasuk pengembangan penguasaan IT,
memberdayakan perempuan, dan mendorong upaya penciptaan good governance.
Para Gubernur ADB mencatat bahwa ADB telah melaksanakan program pengentasan
kemiskinan secara efektif, dan menekankan peran penting perdagangan untuk mendorong pertum-
buhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan serta mendorong peran sektor swasta lebih besar.
Para Gubernur ADB mencatat perlunya Long-Term Strategic Framework (LTSF), Me-
dium-Term Strategy, dan The New Strategy untuk operasional di wilayah Pasifik, melalui
reorganisasi struktur bagian operasional ADB, kebijakan baru terhadap operasional sektor
swasta, perlindungan sosial, air, dan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, para
Gubernur ADB mendukung peran lebih jauh ADB di Afghanistan, dan menekankan pentingnya
menjaga kesinambungan pembangunan kawasan Asia tanpa harus menimbulkan kerusakan
lingkungan, mengingat dewasa ini kemiskinan dan kerusakan lingkungan meningkat cukup
signifikan. Berkaitan dengan permasalahan lingkungan, para Gubernur ADB berharap ADB
dapat berperan aktif pada World Summit on Sustainable Development yang akan diseleng-
garakan di Johannesburg.
ADB mendukung pelaksanaan program-program kerja sama regional meliputi
pengembangan the Greater Mekong sub-region dan Asia Tengah, serta meningkatkan dukungan
terhadap pengembangan sub-regional lainnya, seperti BIMP-EAGA dan IMT-GT. Selain itu,
ADB perlu bekerjasama lebih erat lagi dengan lembaga-lembaga kerja sama pembangunan
baik bilateral maupun multilateral. Untuk itu telah dicapai Memorandum of Understanding antara
ADB dengan World Bank, UNDP, WTO, ILO dan lembaga-lembaga lainnya.
Para Gubernur ADB juga menekankan pentingnya pemantauan dampak dan efektivitas
kegiatan ADB, dimana ADB perlu memperoleh kepastian bahwa manfaat program pengentasan
kemiskinan benar-benar dirasakan oleh masyarakat miskin. Gubernur ADB juga menekankan
pentingnya bantuan bagi DMCs untuk mengembangkan kemampuan mengevaluasi dan
memonitor dampak program tersebut.
A r t i k e l106
A R T I K E L
A. INTERVENSI VALAS BANK SENTRAL & EKPEKTASI PASAR1
Oleh : Ferry Syarifuddin2
1. PENDAHULUAN
Jatuhnya nilai tukar Yen pada tahun 1998 dan Euro pada musim gugur tahun 2000
telah mengundang pemikiran pada berbagai kalangan untuk mengevaluasi pentingnya intervensi
valas untuk menstabilkan nilai tukar sesuai yang diharapkan. Berbagai metode telah dilakukan
untuk melihat dampak atau efektivitas intervensi valas ini terhadap pergerakan nilai tukar.
1 Disarikan dari BIS Paper,’Central Bank Intervention and Market Expectations’ oleh Gabriele Galati and Will Melic, April 2002
2 Peneliti Ekonomi Yunior di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Bank Indonesia
Paper ini mengulas hubungan antara intervensi bank sentral di pasar valas dengan ekspektasi
pasar dengan menggunakan metode dan hasil analisa yang relatif baru. Studi dilakukan dengan
menggunakan data intervensi yang dilakukan oleh bank sentral G-10 diantaranya Fedres, Bank of
Japan, dan Bundesbank dan ekspektasi pasar terhadap dollar/mark (untuk kurun waktu 1985-1996)
dan dollar/yen (untuk kurun waktu 1991-1996). Pengaruh intervensi valas terhadap ekpestasi pasar
dilihat melalui pendekatan distribusi proyeksi nilai tukar (probablility density function - PDF) pada suatu
waktu tertentu. Selain itu untuk melihat pengaruh selain intervensi terhadap distribusi nilai tukar, studi
mencoba memasukkan beberapa variabel ekonomi makro yang berpengaruh besar selama ini terhadap
nilai tukar dengan menggunakan pendekatan model ekonometri.
Penelitian dalam paper ini menggunakan 2 metode pendekatan. Pertama, adalah dengan
menggunakan ‘event analysis’, untuk melihat perilaku moments PDF dalam suatu episode intervensi
yang dilakukan. Kedua, pendekatan ekonometris untuk melihat rata-rata tendensi dampak intervensi
terhadap moments PDF.
Atas dasar penelitian ini, dapat disimpulkan secara umum bahwa dengan menggunakan
pendekatan ‘event analysis’, intervensi valas, bergantung kepada situasi, terbukti berpengaruh terhadap
ekpektasi proyeksi nilai tukar bagi peserta pasar dan sejalan dengan tujuan intervensi bank sentral
dalam mempengaruhi nilai tukar ke arah yang diinginkan. Namun demikian, dengan pendekatan teknik
ekonometris, intervensi valas oleh bank sentral secara rata-rata, tidak terbukti secara signifikan, dan
sistematis berpengaruh terhadap ekspektasi nilai tukar ke depan.
A r t i k e l 107
Pada umumnya, berbagai penelitian yang dilakukan selama ini berusaha melihat dampak
intervensi terhadap level ataupun varian nilai tukar. Namun kini telah dilakukan penelitian dampak
nilai tukar terhadap ‘market uncertainty/volatility’ nilai tukar seperti yang tercermin pada Op-
tion Prices.
Studi dalam paper ini menggunakan 2 pendekatan. Pertama, pendekatan ‘event analy-
sis’, untuk melihat perilaku moments (PDFs) akibat intervensi valas yang dilakukan bank sentral.
Kegunaan pendekatan ini adalah untuk melihat apakah intervensi yang dilakukan sudah
mencapai sasaran atau belum. Kedua, dengan menggunakan teknik ekonometri untuk melihat
hubungan rata-rata antara intervensi valas dengan perilaku moments PDFs. Metode ini juga
berguna untuk melihat perilaku nilai tukar akibat perubahan variabel makroekonomi selain
intervensi valas.
Dengan menggunakan pendekatan ‘event analysis’, dapat disimpulkan bahwa
bergantung kepada situasi tertentu, intervensi ternyata berpengaruh terhadap ekpektasi nilai
tukar pasar. Namun demikian, dengan menggunakan teknik ekonometri, intervensi valas tidak
terbukti secara signifikan mempunyai dampak sistematis terhadap persepsi nilai tukar. Dapat
ditambahkan pula bahwa dengan tingkat keyakinan 90% dan 95%, masing-masing metode
intervensi tidak terbukti mempunyai dampak yang berbeda terhadap nilai tukar kedepan.
Studi ini dilakukan pada sistem devisa ‘floating exchange rate’. Pada bagian 2, di ulas
mengenai kegunaan pendekatan PDFs sebagai salah satu alat dalam menganalisa pergerakan
nilai tukar. Bagian 3, meneliti hubungan antara intervensi dengan ekspektasi pasar dengan
menggunakan metode PDFs dalam kasus dollar/mark di tahun 1986-1996 dan dollar/yen di
tahun 1991/1996. Bagian 4, dalam meneliti, studi ini dipecah dalam 4 sub periode yaitu: periode
‘Plaza Accord’ (1985), periode ‘Louvre Accord’ (1986-1988), periode 1988-92 saat intervensi
dilakukan untuk meredam fluktuasi dollar, periode 1992-96 saat intervensi dilakukan untuk
mendukung penguatan dollar. Pada bagian 5, dilakukan penelitian untuk melihat dampak
masing-masing intervensi dengan menggunakan metode intervensi yang berbeda. Intervensi
bisa dilakukan dengan unilateraly vs coordinated, large vs small, officialy announced vs dis-
creetly, dan single vs repeated.
2. EVOLUSI TUJUAN, TRANSMISI, DAN TAKTIK INTERVENSI VALAS.
Bermula dari kejatuhan Yen di tahun 1998 dan Euro di tahun 2000, banyak pihak kembali
mempelajari efektivitas intervensi untuk mengarahkan nilai tukar sesuai yang diharapkan. Setiap
A r t i k e l108
intervensi mempunyai tujuan yang berbeda-beda bergantung kepada keinginan bank sentral
si pelaku. Pada tempo dulu, efektivitas intervensi masih diandalkan sebagai intrumen bank
sentral untuk menstabilkan nilai tukar dikarenakan rata-rata perdagangan valas di pasar
internasional belum sebesar saat ini. Sebagai contoh, di tahun 1992 jumlah rata-rata transaksi
valas internasional bernilai $820 miliar/hari, sedangkan di tahun 1998 meningkat sebesar 76%
menjadi $1.500 di tahun 1998 (BIS, 1999a), meskipun kemudian turun menjadi $1.210 miliar di
bulan April 2001. Jumlah ini sangat besar dibandingkan cadangan devisa yang dimiliki bank
sentral negara manapun, sehingga dapat mengurangi efektivitas intervensi valas (lihat tabel
1). Ketidak-efektifan intervensi valas oleh bank sentral semakin memungkinkan dikarenakan
bank sentral kini dituntut lebih transparan terhadap publik termasuk tuntutan menunjukkan
neraca off-balance sheet.
2.1 Tujuan Intervensi Valas
Tujuan intervensi dalam studi ini bergantung kepada situasi nilai tukar di masing-masing
periode, diantaranya sebagai berikut:
a. Plaza Accord (September 1985)
Pada periode ini negara G-5 melakukan intervensi untuk mendukung penguatan nilai tukar
non-dollar
b. Louvre Accord (Februari 1987)
Anggota G-6 mendeklarasikan untuk menjaga kestabilan nilai tukar
c. Telephone Accord (Desember 1987)
Dolar melemah, maka bank sentral melakukan intervensi untuk mendukung penguatan US Dollar
Dengan melihat hal diatas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak bank sentral pada umumnya
melakukan intervensi untuk meredam fluktuasi nilai tukar atau mencegah pergerakan nilai tukar
yang terlalu drastis/excessive dalam jangka pendek, namun di lain pihak bank sentral cenderung
mendukung pergerakan nilai tukar secara cepat jika memang dinilai kurs jauh dari yang diinginkan.
2.2 Transmission channel
Intervensi valas akan berpengaruh kepada nilai tukar melalui 3 channel, yaitu:
A r t i k e l 109
a. the Monetary Channel
Intervensi akan berpengaruh terhadap nilai tukar melalui perubahan suku bunga jangka
pendek. Channel ini biasanya dilakukan bank sentral agar tidak mengoff-set penuh dampak
intervensi terhadap jumlah cadangan devisa bank domestik. Dalam teori ekonomi, usaha bank
sentral ini bisa dikategorikan strelized atau non-sterilized intervention dengan diiringi kebijakan
perubahan suku bunga official domestik.
b. the Portfolio Channel
Intervensi akan mempengaruhi persepsi investor melalui perubahan portofolio simpanan
dalam kondisi antara aset domestik dan asing yang imperfect. Dalam kondisi ini, bank sentral
melakukan intervensi untuk mendorong investor untuk meminta kenaikan return pada asset
yang stoknya bertambah, sehingga secara otomatis akan mengubah kurs. Namun dengan
semakin besarnya nilai transaksi valas di pasar internasional, efektivitas intervensi melalui
channel ini diragukan.
c. Signalling channel
Kondisi tersebut mendorong bank sentral untuk lebih credible dalam mempengaruhi
persepsi pasar atas intervensi yang dilakukan agar bisa seiring dengan tujuan bank sentral.
Tujuan kebijakan tersebut biasanya untuk meredam fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam.
Diperkirakan saat ini banyak bank sentral melakukan intervensi valas secara rahasia
(tanpa memberi informasi terlebih dahulu kepada pasar) dikarenakan cadangan devisa yang
terbatas dan jumlah intervensi yang kecil. Diharapkan dengan cara tersebut akan terjadi
perubahan nilai tukar di pasar sesuai dengan arah yang diinginkan bank sentral meskipun
jumlah intervensi sangat kecil. Kondisi ini akan efektif terutama dengan fenomena belum
samanya informasi yang diterima pelaku pasar yang mungkin disebabkan oleh struktur mikro
di pasar valas.
2.3 Strategi Intervensi
Dengan melihat situasi pasar valas dan tujuan intervensi, bank sentral diseluruh dunia
melakukan berbagai strategi dalam melakukan intervensi valas. Dalam rezim floating exchange
rates, biasanya bank sentral membiarkan nilai tukar bergerak sesuai supply dan demand valas.
A r t i k e l110
Dalam beberapa kasus, bank sentral melakukan intervensi valas ‘leaning with the wind’
(intervensi dilakukan guna mendukung trend nilai tukar yang sedang terjadi), dibandingkan
dengan ‘leaning against the wind’ (menghambat trend yang terjadi). Kondisi tersebut terlihat
pada saat intervensi bersama beli US Dollar di pasar yang tipis dilakukan oleh Jepang, Jerman,
dan USA pada tanggal 15 Agustus 1995, guna mendukung apresiasi dollar yang sedang terjadi.
Hal ini dilatar belakangi bahwa banyak investor Jepang melakukan pembelian obligasi AS dan
adanya tendensi di pasar option bahwa banyak pelaku pasar melakukan hedge atas posisi
short dollar.
Dalam beberapa waktu terakhir, bank sentral lebih menyukai intervensi valas dilakukan
secara rahasia karena akan berdampak efektif dengan memanfaatkan imperfect information/
order flow channel. Di lain pihak, beberapa bank sentral lain melakukan intervensi dengan
transparan (contoh bank of Canada). Hal ini banyak dilakukan karena bank sentral dituntut
untuk lebih transparan terhadap publik atas apa yang dilakukannya.
Intervensi bersama (concerted intervention) antar bank sentral banyak terbukti lebih
efektif dibanding intervensi sendiri (single intervention), terlebih didukung oleh tujuan dan
komitmen bank sentral dalam mencapai target kebijakan moneternya sepanjang tidak terdapat
perbedaan kepentingan masing-masing bank sentral dengan kepentingan domestik.
Setelah krisis yang menimpa Asia beberapa tahun terakhir, banyak intervensi dilakukan
di pasar forward untuk mempengaruhi likuiditas domestik forward secara rahasia. Kini, banyak
bank sentral menggunakan sarana Options dalam melakukan intervensi valas. Pada bulan
Agustus 1996, sebagai contoh, Bank of Mexico melakukan auction di pasar Option dengan
tujuan utama untuk meningkatkan reserves/giro pada bank sentral. Keuntungan lain dengan
menggunakan transaksi derivatif ini, seperti yang dilakukan di pasar forward, tidak akan
menambah reserves sehingga tidak memerlukan sterilisasi. Namun banyak bank sentral enggan
melakukan itu disebabkan adanya risiko non linear payoff of options dan kekhawatiran kurang
efektifnya signal kepada pasar atas nilai tukar yang ingin dicapai bank sentral.
3. MEMANFAATKAN INFORMASI DARI HARGA OPTION UNTUK MENGANALISA INTERVENSI VALAS.
Hubungan antara intervensi valas dengan ekspektasi pasar (yang menjadi tujuan utama
penulisan) dilihat dengan menggunakan indikator volatilitas nilai tukar yang tercermin pada
Option Prices. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melihat seluruh aspek distribusi
nilai tukar ke depan (mean, variance, skewness, dan kurtosis) pada suatu waktu. Selanjutnya
A r t i k e l 111
akan dilihat hubungan rata-rata distribusi nilai tukar kedepan pada keseluruhan periode dengan
melibatkan beberapa indikator ekonomi utama dengan teknik ekonometri, guna memisahkan
dampak intervensi valas terhadap perubahan indikator ekonomi.
3.1 Intervensi Valas dan PDF
Analisis probability density function (PDF) sudah banyak dilakukan guna melihat
kecenderungan/perilaku dan ekspektasi pasar. PDF yang diukur pada suatu waktu tertentu
terbagi dalam 4 moment yaitu: Mean, Variance, Skewness, dan Kurtosis3. Moment pertama,
Mean, menunjukkan nilai ekspektasi tukar spot yang terjadi pada saat kontrak option berakhir.
Moment kedua, Variance, menunjukkan tingkat ketidakpastian atas perubahan nilai tukar dalam
waktu dekat. Moment ketiga, skewness, menunjukkan kecenderungan pergerakan nilai tukar
forward dalam waktu dekat (potensi apresiasi/depresiasi. Moment keempat, kurtosis, untuk
melihat indikasi kemungkinan terjadinya perubahan besar terhadap pergerakan nilai tukar dalam
waktu dekat.
Studi ini menggunakan data settlement futures dan option prices diperoleh dari the
Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk mendapatkan perhitungan perilaku distribusi nilai
tukar kedepan. Data untuk PDF yang digunakan khususnya adalah exchange-traded options
karena ketersediaan data yang panjang, walaupun jenis data ini lebih kecil dibandingkan OTC
options. Exchange-traded options antara harga kuota dengan besarnya strikes juga terlihat
lebih konsisten.
3.2 Dampak intervensi
Tahap pertama untuk menganalisa hubungan antara ekspektasi pasar dengan intervensi
adalah melihat kelaziman umum yang biasa terjadi. Untuk melihat hubungan tersebut dilakukan
dengan dua metode yaitu melalui event analysis yang banyak menggunakan grafik, dan lainnya
adalah melalui pendekatan ekonometri.
Dalam pendekatan event analysis melalui analisa grafik, studi dilakukan dengan melihat
perilaku distribusi nilai tukar kedepan rata-rata keseluruhan periode baik pada saat dilakukan
intervensi valas maupun 10 hari sebelum dan sesudah intervensi dilakukan (nilai moments
dinormalisasi menjadi Nol). Mean dari netral PDF tersebut mencerminkan rata-rata dari
3 Perubahan moments PDF masing-masing sebagai contoh dapat dilihat pada figure 1-3
A r t i k e l112
keseluruhan intervensi yang dilakukan bank sentral. Hasil studi menghasilkan kesimpulan bahwa
pada umumnya bank sentral melakukan intervensi beli dollar pada saat dollar mengalami
kecenderungan melemah. Dengan intervensi tersebut, kecenderungan pergerakan nilai tukar
akan tertahan bahkan terkoreksi ke arah yang berlawanan setelah dilakukan intervensi. Vari-
ance dari neutral PDF, menghasilkan kesimpulan bahwa secara rata-rata, intervensi akan
meningkatkan variance yang berarti intervensi akan semakin memperbesar ketidakpastian nilai
tukar kedepan. Skewness dari neutral PDF, menyimpulkan bahwa intervensi valas yang
dilakukan bank sentral cenderung menaikkan nilai skewness. Hal ini berarti pasar cenderung
mengikuti pola nilai tukar yang diinginkan bank sentral (sebagai contoh: persepsi nilai tukar
dollar kedepan cenderung menguat setelah dilakukan intervensi beli dollar oleh bank sentral
dibandingkan kecenderungan skewness melemah sebelum intervensi dilakukan). Kurtosisi
(moment keempat PDF) menyimpulkan bahwa rata-rata kurtosis cenderung sedikit meningkat
setelah dilakukan intervensi. Hal ini mengindikasikan bahwa persepsi pasar terhadap
kemungkinan perubahan besar nilai tukar kedepan, mengalami peningkatan.
Untuk memisahkan dampak intervensi dari faktor lainnya terhadap nilai tukar, maka
dilakukan teknik ekonometrika dengan mengikutsertakan beberapa variable ekonomi makro
beserta news dan perkembangan kebijakan selain intervensi sebagai explanatory variable.
Variable News dimasukkan karena dalam studi ini ingin melihat perilaku distrubusi nilai tukar
kedepan sebagai dampak dari perbedaan suatu nilai variable ekonomi yang diumumkan
dibandingkan perkiraan pasar sebelum besaran itu diumumkan. Variable makroekonomi dan
News variable selama ini berdampak cukup signifikan terhadap pergerakan nilai tukar, oleh
sebab itu perlu kehati-hatian dalam mengambil kesimpulan dampak perubahan nilai tukar bila
intervensi dilakukan bersamaan dengan saat pengumuman besaran leading ekonomi makro.
Terlebih lagi setelah dari hasil penelitian terbukti bahwa pengumuman indikator leading ekonomi
makro sangat berpengaruh terhadap perubahan level maupun variance nilai tukar ke depan.
Dalam melakukan analisa ekonometri, studi tersebut menemukan adanya problem
simultaneus antara intervensi dengan volatilitas nilai tukar. Untuk itu perlu dilakukan teknik
ekonometri yang tepat guna meniadakan dampak simultan ini agar hasil yang diperoleh tidak
bias. Beberapa cara untuk mengatasi antara lain melalui penyesuaian data dengan
menggunakan instrument variable.
Dari hasil pengamatan yang dimulai 1 Januari 1985 hingga 30 Agustus 1996 dan dari 1
April 1991 hingga 30 Agustus 1996 (hasil tes ekonometrika bisa di lihat pada tabel 2a-5c),
A r t i k e l 113
terlihat bahwa intervensi valas pada saat itu oleh bank sentral memberikan dampak positif
terhadap nilai tukar forward dollar/mark dan dollar/yen, meskipun secara statistik tidak signifikan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi mempunyai dampak posistif terhadap
ekspektasi nilai tukar kedepan secara kumulatif meskipun tidak signifikan secara statistik (sama
halnya hasil yang diperoleh dengan menggunakan data spot rate).
Sementara itu, test yang dilakukan dalam periode yang sama untuk melihat dampak
intervensi rata-rata terhadap skewness PDF, menunjukkan bahwa intervensi berpengaruh
terhadap persepsi pasar atas nilai tukar kedepan baik dollar/mark dan dollar/yen ke arah
yang diinginkan bank sentral, meskipun secara statistik tidak signifikan pada tingkat keyakinan
90% maupun 95%. Hasil yang sama juga terjadi pada Mean PDF. Khusus untuk Variance
PDF, dalam periode yang sama menunjukkan hasil yang berbeda antara dollar/mark dan
dollar/yen. Di pasar dollar/mark, intervensi tidak diikuti perubahan variance secara signifikan,
namun sebaliknya di pasar dollar/yen nilai variance meningkat secara signifikan. Terakhir
untuk melihat kurtosis, intervensi valas dalam periode yang sama tidak terbukti secara
signifikan mengubah persepsi pasar atas perubahan besar yang akan terjadi pada nilai tukar
ke depan.
4. INTERVENSI VALAS DAN EKSPEKTASI PASAR DALAM PERIODE YANG BERBEDA
Pada bagian ini, studi dilakukan untuk melihat dampak intervensi dalam kurun waktu
yang berbeda. Kurun waktu dalam studi ini dibagi kedalam 4 sub-periode, yaitu: Plaza Accord
(1985), Louvre Accord (1986-88), Periode 1988-92 saat dollar berfluktuasi tajam, periode
1992-96 (periode mnedukung penguatan dollar). Studi dalam periode ini dilakukan dengan
kedua pendekatan yaitu ‘event analysis’ dan ‘teknik ekonometri’.
4.1 Periode Plaza Accord (1985)
Sebelum 1985, US$ menguat tajam terhadap Yen dan Mark karena didorong oleh kondisi
ekonomi yang lebih baik di AS dibandingkan dengan di Jerman dan Jepang. Kondisi ini
mengundang ekspektasi bahwa AS akan melakukan pengetatan moneter sementara di Jerman
dan Jepang akan bertahan atau melonggarkan kebijakan moneternya.
Selain itu dengan semakin besarnya defisit fiskal dan booming FDI di AS maka
permintaan US$ semakin meningkat sehingga mendorong berlanjutnya apresiasi US$ yang
A r t i k e l114
bersifat ‘bubble’. Kondisi ini tidak di inginkan oleh ketiga negara maju tersebut sehingga mereka
melakukan intervensi jual AS. Dampaknya pada bulan Maret US$ mulai depresiasi dan stabil
di bulan Juli 1985, Agustus kembali meningkat dan selanjutnya melemah lagi pada bulan Sep-
tember 1985. Selanjutnya pada tanggal 22 September 1985 negara G-5 melakukan kesepakatan
dalam ‘Plaza Accord’ bahwa nilai tukar merupakan cerminan fundamental ekonomi. Untuk itu
penguatan mata uang non-dollar saat itu perlu diusahakan bersama. Pada saat itu kelima
negara melakukan intervensi jual dollar di pasar dollar/mark.
Dari analisis PDF terlihat bahwa pasar bereaksi dengan turunnya mean PDF (depresiasi
US$), kenaikan variance (meningkatnya ketidakpastian), skewness tidak berubah, sedangkan
kurtosis meningkat. Hal tersebut berarti pasar mengharapkan akan terjadi perubahan besar
atas nilai tukar kedepan dalam waktu dekat.
Dalam setahun, G-5 melakukan intervensi jual dollar selama 61 hari (terkonsentrasi
selama Januari-Februari dan September-Oktober) di pasar dollar/mark. Jika seluruh episode
tersebut (1985) dirata-rata dengan menggunakan pendekatan ekonometri terlihat bahwa
intervensi mampu mencegah penurunan nilai tukar US$ namun angka skewness tidak signifikan
secara statistik. Selain itu intervensi secara rata-rata tidak meningkatkan variance. Namun
intervensi ternyata mempengaruhi persepsi pasar akan terjadinya perubahan besar dalam
nilai tukar kedepan yang tercermin pada peningkatan angka kurtosis walaupun secara statistik
tidak signifikan.
4.2 Periode Louvre Accord (1986-1988)
Dengan melemahnya ekonomi dan meningkatnya defisit anggaran AS, US Dollar mulai
melemah pada tahun 1986. Pada awal 1987, US Dollar telah melemah sebesar 40% terhadap
Yen dan Mark dibandingkan kurs tahun 1985. Kondisi ini disepakati untuk dipertahankan dalam
Louvre Accord yang diumumkan oleh G-6 pada tanggal 22 Februari 1987.
Namun demikian pada bulan Maret 1987, nilai tukar kembali melemah seiring dengan
banyaknya investor yang melepas saham/obligasi denominasi US$ dan puncaknya pasar saham
anjlok di bulan Oktober 1987. Pada tanggal 22 Desember 1987, negara G-7 sepakat menahan
jatuhnya US$ yang dituangkan dalam kesepakatan ‘Telephone Accord’. Walaupun dilakukan
intervensi, nilai tukar US$ tetap melemah karena kurangnya intermediasi tujuan bank sentral
kepada pasar. Setelah dilakukan intervensi, tanggal 5 Januari 1988 angka Mean PDF meningkat
A r t i k e l 115
(apresiasi US$), dan skewness meningkat, yang berarti pasar cenderung melihat US$ akan
menguat dalam waktu dekat.
Selama periode ini, negara G-7 melakukan intervensi selama 87 hari di pasar dollar/
mark dalam periode 1986-88. Pada saat itu bank sentral melakukan strategi leaning against
the wind. Hasil intervensi ternyata cukup efektif meredam kecenderungan melemahnya US$
dan hasilnya signifikan pada level 90 dan 95%. Selain itu dari hasil tes ekonometri terlihat
bahwa angka variance meningkat yang mengindikasikan ketidakpastian yang meningkat atas
perubahan nilai tukar kedepan, walaupun tidak bisa disimpulkan sebagai dampak hanya dari
intervensi.
4.3 Periode mengurangi fluktuasi dollar (1988-92)
Mulai membaiknya ekonomi AS dan diterapkannya kebijakan moneter yang ketat di
tahun 1988-1989 menyebabkan US$ kembali menguat terhadap Mark dan Yen. Beberapa
bank sentral selanjutnya melakukan intervensi jual US$ pada tanggal 24 September 1989
untuk menahan apresiasi US$ yang berlebihan karena dianggap tidak sesuai dengan funda-
mental ekonomi. Pada periode 1988-92, bank sentral melakukan intervensi selama 183 hari di
pasar dollar/mark, 85% dalam bentuk intervensi jual Dollar. Teknik yang digunakan tetap lean-
ing against the wind.
Akibat intervensi yang dilakukan, angka variance PDF turun, skewness turun/bergeser
ke kiri. Hal ini mengartikan bahwa pasar menilai nilai tukar kedepan akan melemah dan kepastian
berkurang. Selanjutnya, apresiasi US$ berkurang di tahun 1990, dan mulai berfluktuasi.
Keputusan menaikkan suku bunga oleh EMU pada tanggal 16 Juli 1992 menambah tekanan
terhadap US Dollar. Sehingga pada tanggal 20 Juli 1992, dilakukan intervensi beli untuk
menahan pelemahan USDollar. Intervensi tersebut dinilai cukup berhasil karena Mean PDF
meningkat, Skewness bergeser kekanan, dan variance meningkat. Dengan pendekatan
ekonometri, kecenderungan rata-rata intervensi tidak berdampak secara signifikan terhadap
persepsi nilai tukar ke depan.
4.4 Periode mendukung penguatan US Dollar (1992-96)
Dalam periode Agustus 1992 hingga April 1995, US Dollar melemah tajam terhadap
Mark dan Yen. Dollar melemah dari Yen 110 menjadi Yen 80 dan dari DM1,72 menjadi DM1,36.
A r t i k e l116
Melemahnya Dollar terkait dengan kondisi ekonomi Jerman dan Jepang yang lebih baik
dibandingkan AS yang diikuti dengan penjualan asset-aset berdenominasi US$.
Pada tanggal 29 April 1994, dilakukan intervensi beli Dollar oleh Fedres di pasar dollar/
mark dan dollar/yen. Intervensi mengakibatkan variance PDF turun yang berarti intervensi
berhasil menurunkan ketidakpastian pasar akan future FX. Selanjutnya pada tgl 2 Maret 1995,
Fedres bersama BOJ melakukan intervensi beli Dollar karena dollar masih melemah tajam.
Kemudian intervensi dibantu oleh ECB, meskipun nilai Dollar masih terus melemah seperti
yang tercermin dengan tidak berubahnya skewness setelah intervensi dilakukan. Dollar baru
pulih setelah beberapa bulan kemudian seiring dengan menurunnya perekonomian Jerman
dan Jepang yang diikuti dengan kebijakan penurunan suku bunga di kedua negara tersebut-
interest differential membaik.
Pada tanggal 7 Juli 1995, saat BOJ menurunkan O/N call money rate ke 0.75% dan
pada saat yang sama Fedres dan BOJ melakukan intervensi beli Dollar, skewness bergeser
kekanan dan nilai tukar dollar mulai menguat kembali. Pada tanggal 15 Agustus intervensi beli
dollar tetap dilakukan sehingga dollar menguat terlebih lagi investor mulai memborong US
Bonds. Kondisi ini mengakibatkan mean meningkat , skewness bergeser kekanan, variance
fluktuatif, dan kurtosis meningkat.
Secara keseluruhan, antara Agustus 1992 dan Desember 1996, bank sentral melakukan
intervensi selama 154 hari untuk mendukung penguatan Dollar. Mayoritas intervensi dilakukan
di pasar dollar/yen, juga dilakukan intervensi beli dolar against mark selama 11 hari. Strategi
yang dilakukan tetap leaning against the wind.
Secara statistik, dalam periode ini dampak dari pengumuman indikator makro ekonomi
bersamaan dengan intervensi adalah positif terhadap peningkatan mean, pergeseran skewness
ke kanan guna penguatan dollar, penurunan variance nilai tukar dollar/yen (penurunan
ketidakpastian pasar), dan kurtosis yang tidak berubah, karena persepsi yang berbeda di masing-
masing intervensi.
4.5 Ringkasan Hasil
Secara umum dapat disimpulkan bahwa bergantung kepada situasi saat itu,
intervensi berhasil mempengaruhi ekspektasi pasar atas nilai tukar kedepan, walaupun
secara spesifik hasilnya berbeda-beda antar periode penelitian. Juga dapat disimpulkan
A r t i k e l 117
bahwa dengan pendekatan ekonometri untuk melihat tendensi rata-rata, intervensi valas
tidak terbukti secara signifikan mempunyai dampak sistematis terhadap ekspektasi nilai
tukar ke depan.
Dengan pendekatan event analysis, pada periode Plaza Accord (September 1985)
terlihat bahwa setelah intervensi jual dollar dilakukan, Mean PDF turun tajam, yang kemudian
diikuti melemahnya USD sejalan dengan keinginan bank sentral untuk melemahkan dollar
agar sesuai dengan fundamental ekonomi. Namun hal ini tidak didukung oleh pergeseran
skewness ke kanan, meskipun variance (indikator ketidakpastian) dan kurtosis (harapan akan
terjadinya perubahan besar), meningkat.
Pada periode Louvre Accord (Februari 1987), G-6 berpendapat untuk bekerja sama
menjaga nilai tukar sesuai dengan kondisi ekonomi fundamental, untuk mencapai level kurs
yang tepat. Namun kesepakatan ini tidak diikuti oleh perubahan pada Mean dan Skewness,
meskipun variance turun. Sesuai kesepakatan Telephone Accord (1987), G-6 melakukan
intervensi beli dollar untuk menahan jatuhnya dollar, walaupun intervensi bersama yang besar
tersebut, tidak berhasil menahan jatuhnya dollar karena skewness masih bergeser kekiri.
Barulah pada bulan Januari 1988, intervensi cukup berhasil karena diikuti pergeseran skewness
ke kanan.
Pada September 1992, intervensi bersama dengan membeli dollar cukup efektif
meskipun dilakukan dalam jumlah kecil. Hal ini tercermin dengan bergesernya skewness ke
kanan. Hal yang sama juga terjadi pada saat intervensi beli dollar dilakukan pada bulan Agustus
1995 dengan didukung oleh peningkatan variance dan kurtosis.
Dengan pendekatan ekonometris, studi dilakukan untuk melihat perubahan ekspektasi
nilai tukar kedepan sebagai dampak dari pengumuman indikator ekonomi makro selain
intervensi. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa intervensi sendiri tidak terbukti
berpengaruh signifikan terhadap ekspektasi nilai tukar (mean PDF).
Dalam studi ini juga terlihat bahwa pergerakan Mean PDF akan signifikan dipengaruhi
oleh intervensi jika terjadi pergerakan Skewness. Selain itu berdasarkan pendekatan ekonometri,
secara rata-rata terlihat bahwa intervensi mengakibatkan peningkatan variance walaupun masih
belum konklusif. Sementara itu persepsi perubahan besar yang akan terjadi seperti yang
tercermin pada perubahan kurtosis, mempunyai hasil yang berbeda-beda dimasing-masing
periode.
A r t i k e l118
5. DAMPAK ATAS PENERAPAN INTERVENSI DENGAN STRATEGI YANG BERBEDA
Strategi intervensi valas yang berbeda dapat mempengaruhi ekspektasi pasar dalam
berbagai cara. Dampaknya tergantung apakah intervensi dilaksanakan secara sepihak atau
dalam kerjasama dengan bank sentral lainnya, apakah hal tersebut diumumkan ke publik atau
dilaksanakan diam-diam, apakah hal tersebut melibatkan jumlah yang kecil atau besar, atau
apakah intervensi tersebut dilaksanakan dalam sehari atau diulangi dalam beberapa hari
berturut-turut.
Untuk membandingkan dampak dari berbagai strategi intervensi ini, fokus studi dilakukan
pada periode tertentu, Agustus 1992 hingga September 1996. Selama periode ini, tujuan dari
intervensi dan konteksnya konsisten secara luas, tetapi strategi intervensi yang berbeda tersebut
diaplikasikan pada waktu yang berbeda pula. Terlebih lagi, semua episode intervensi melibatkan
pembelian dolar di pasar dolar/yen.
Dilihat dari frekuensi strategi intervensi yang berbeda diikuti oleh pasar dolar/mark dan
di pasar dolar/yen, dalam 88% kasus, intervensi untuk mendukung dolar dilakukan secara
sepihak oleh Bank of Japan. Pada kasus yang lain, setidaknya satu lagi bank sentral masuk ke
pasar pada hari yang sama. Dalam studi terlihat bahwa hampir semua intervensi selama periode
1992-96 dilakukan secara diam-diam, sementara intervensi yang diumumkan secara resmi
hanya sekitar 5% dari kasus.
Definisi intervensi yang “berat” atau “ringan” berubah-ubah menurut kebutuhan dan
sangat jelas bergantung pada periode waktu yang ada. Untuk tujuan analisa ini definisi intervensi
sebagai “berat” /“ringan” jika intervensi melibatkan setidaknya (kurang dari) $1 miliar. Sekitar
20% dari intervensi yang dilaksanakan selama periode Agustus 1992 sampai Desember 1996
adalah berat.
Kemudian, intervensi dibedakan antara intervensi hanya sehari dari intervensi berulang-
ulang. Dalam studi tersebut, definisi sebuah intervensi sebagai “satu hari” (“single-day”) adaalah
ketika bank sentral menghindar/tidak memasuki pasar selama 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah
pelaksanaan intervensi. Diklasifikasikan intervensi “berulang” jika bank sentral memasuki pasar
setidaknya dua kali dalam periode 10 hari. Antara tahun 1992-1996 intervensi dilakukan
kebanyakan dalam trend berulang. Hanya sekitar 6% dari semua kasus bank sentral
mengintervensi tidak lebih dari sekali dalam masa 10 hari kerja. Pada kasus lainnya intervensi
A r t i k e l 119
dilakukan setidaknya dua kali pada masa tersebut. Ada total 15 “clusters” intervensi, yaitu
episode di mana bank sentral melakukan intervensi lebih dari sekali dalam 10 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan pada mean PDF sekitar epi-
sode intervensi sedikit berbeda untuk berbagai strategi intervensi. Intervensi yang disetujui
bersama dan secara resmi diumumkan untuk mendorong dolar nampaknya memiliki dampak
lebih besar secara marjinal terhadap expected future dari nilai dolar/yen. Dari studi terlihat pula
bahwa rata-rata perubahan pada skewness PDF adalah cukup besar untuk intervensi yang
disetujui bersama dan diumumkan secara resmi. Sementara hasil tersebut menunjukkan
dukungan untuk signalling channel, searah dengan konsensus umum dalam literatur efektifitas
intervensi, berbagai tes statistik yang mengontrol perubahan kebijakan dan kejutan melalui
berita ekonomi makro mengindikasikan bahwa perbedaan ini tidak siknifikan secara statistik.
Berdasarkan hasil tes dapat disimpulkan bahwa, untuk periode 1992-96, keberadaan signal-
ling channel tidak terlihat untuk pasar dolar/yen. Salah satu interpretasi dari hasil ini adalah,
walaupun hanya sebuah fraksi kecil intervensi yang dilakukan antara 1992 dan 1996 yang
secara resmi diumumkan, dalam semua kasus pelaku pasar mengetahui saat bank sentral
memasuki pasar dolar/yen.
Selama periode 1992-96, angka variance PDFs cenderung naik ketika intervensi disetujui
bersama, secara resmi diumumkan dan besar. Bagaimanapun, seperti pada mean PDF, tes
statistik merekomendasikan bahwa perbedaan ini secara statistik tidak signifikan. Rata-rata
strategi intervensi yang berbeda memiliki dampak serupa yang mungkin sekali dilakukan pelaku
pasar terhadap perubahan ekstrim di pasar dolar/yen pada masa mendatang, yaitu kurtosis
PDFs. Pengecualian satu-satunya adalah intervensi yang diumumkan secara resmi, yang
sepertinya diikuti oleh sedikit kenaikan yang jelas pada kurtosis. Bagaimanapun, tes statistik
menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak secara statistik siknifikan.
Sebagai kesimpulan, di mana ada bukti bahwa untuk periode 1992-96 intervensi yang
disetujui bersama dapat memiliki dampak yang lebih kuat pada ekspektasi pasar, hasil
ekonometri merekomendasikan bahwa strategi intervensi yang berbeda-beda tidak memiliki
dampak berbeda secara sistimatis pada confidence level 95% atau 90%. Hasil ini menghilangkan
keraguan pada pentingnya signalling channel, yang memprediksikan bahwa intervensi memiliki
dampak yang lebih jelas ketika dilakukan dengan cara yang lebih kelihatan.
A r t i k e l120
PERKEMBANGAN HARGA MINYAK INTERNASIONAL
Setelah cenderung meningkat sejak awal tahun 2002, menyusul pengurangan produksi
oleh produsen minyak dunia, harga minyak mentah internasional pada triwulan II bergerak
lebih volatile dan cenderung menurun terutama sejak bulan Mei. Pada triwulan II tersebut,
harga minyak sempat meningkat tajam hingga mencapai level tertinggi selama tahun 2002
(USD27,25 per barrel) menyusul ekskalasi konflik di Timur Tengah.
Pada awal tahun 2002, harga minyak mencapai level USD20,35 per barrel, dan
meningkat ke level USD25,6 per barrel pada akhir triwulan I tahun ini atau rata-rata mencapai
USD21,10 per barrel. Selama triwulan II, rata-rata harga minyak variant brend mencapai USD25,
12 per barrel. Pada periode tersebut, level harga tertinggi dicapai pada level USD27, 26 per
barrel pada awal triwulan II menyusul meningkatnya konflik Palestina dan Israel. Sementara
level harga terendah dicapai pada posisi USD 22,61 per barrel pada tanggal 11 Juni 2002.
Volatilitas harga minyak mentah internasional serta kemungkinan perkembagannya ke
depan saat ini menarik untuk diamati. Apakah kecenderungan volatilitas harga minyak saat ini
bersifat persisten atau hanya bersifat sementara paling tidak sampai dengan tahun 2002. Hal
ini bukan saja kaitan yang erat antara harga minyak mentah internasional dengan perkembangan
ekonomi global, namun juga peranan strategisnya terhadap perkembangan ekonomi domestik.
Terhadap ekonomi domestik, selain berkaitan dengan pembentukan asumsi dalam pencapaian
target penerimaan anggaran pemerintah, perkembangan harga minyak internasional akan
berpengaruh pula dalam pembentukan harga BBM dalam negeri menyusul keputusan
pemerintah untuk mengkaitkan harga BBM dalam negeri dengan harga pasar internasional
mulai 1 April 2001.
Mengingat peran strategis harga minyak internasional tersebut, upaya untuk mengetahui
faktor-faktor yang selama ini mempengaruhi pembentukan harga minyak mentah internasional
menjadi penting. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk memahami lebih baik dinamika harga
B. HARGA MINYAK INTERNASIONAL DAN HARGA BBM DALAM NEGERI : Analisis Semester I 2002)
Oleh : Aswin Kosotali1
1 Asisten Peneliti Ekonomi di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Bank indonesia
A r t i k e l 121
2 0 0 2
15
17
19
21
23
25
27
29
31
USD/barrel
1/2 1/16 1/30 2/13 2/27 3/13 3/27 4/10 4/24 5/8 5/22 6/5 6/19
minyak mentah internasional,
namun juga memperkirakan arah
perkembangannya ke depan pal-
ing tidak sampai dengan akhir
tahun 2002. Tulisan ini ber-
maksud untuk mengkaji secara
sekilas faktor-faktor yang mem-
pengaruhi harga minyak mentah
internasional baik dari sisi
permintaan maupun sisi pena-
waran selama tahun 2002, serta
sejauh mana perkembangan
tersebut akan berpengaruh pada pembentukan BBM dalam negeri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK TAHUN 2002
Harga minyak internasional, selain dipengaruhi oleh kekuatan supply dan demand,
perkembangan harga minyak selama tahun ini juga diwarnai oleh jfaktor-faktor non-ekonomi
seperti konflik politik global/regional terutama perkembangan politik di kawasan Timur Tengah.
Hal ini yang membedakan pembentukan harga komoditas minyak internasional berbeda dengan
komoditas utama dunia lainnya.
Sisi permintaan
Dari sisi permintaan, beberapa faktor utama yang selama ini mempengaruhi pem-
bentukan harga minyak internasional adalah perkembangan ekonomi dunia dan tingkat
persediaan minyak di AS. Dalam semester dua tahun ini, faktor tersebut diperkirakan masih
akan menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi permintaan minyak dunia disamping
faktor lain yaitu faktor perubahan musim.
Perkembangan ekonomi dunia. Setelah mengalami pertumbuhan yang menurun pada
tahun lalu, sampai dengan triwulan II tahun ini ekonomi dunia belum menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Hal tersebut antara lain ditandai oleh lambatnya proses
pemulihan ekonomi AS, Euro maupun Jepang. Setelah tumbuh 5,6% pada triwulan I tahun ini,
Grafik 1. Harga Spot Minyak Mentah Brent tahun 2002
A r t i k e l122
laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan II justru semakin melambat dan hanya mencapai
1,1%. Sementara sampai dengan akhir semester I 2002, tanda-tanda ekonomi akan lebih baik
pada sisa triwulan belum juga terlihat. Dengan perkembangan tersebut, pemulihan ekonomi
AS dipekirakan akan semakin mundur dari perkiraan semula pada akhir tahun ini. Kondisi
yang tidak jauh berbeda terjadi pula pada ekonomi di Euro menyusul masih lemahnya domestik
demand, faktor yang dominan dalam pembentukan GDP. Sementara itu, perkembangan ekonomi
Jepang saat ini masih ditandai oleh periode deflasi, utang publik yang meningkat serta belum
teratasinya permasalahan sektor keuangan mereka. Diperkirakan ekonomi Jepang baru akan
mengalami bottom up pada akhir tahun ini.
Lembaga konsultan minyak berpengaruh di 26 negara, International Energy Agency
(IEA), telah menurunkan perkiraan permintaan minyak dunia pada semester dua tahun ini
seiring dengan lambatnya pemulihan ekonomi dunia. IEA juga memperkirakan produksi minyak
di luar OPEC akan meningkat sekitar 6% pada periode tersebut. Sementara itu, outlook
pertumbuhan permintaan dunia selama tahun ini diperkirakan sekitar 420.000 barrel per hari,
tidak berbeda dengan tahun lalu atau kurang dari separo dari rata-rata tahun 1990-an.
Persediaan minyak AS. Selain isu perkembangan ekonomi dunia, posisi persediaan
minyak di negara tersebut memegang peran penting dalam mempengaruhi pergerakan harga
minyak internasional mengingat posisi AS sebagai konsumen minyak terbesar di dunia.
Sepanjang triwulan II tahun ini, posisi persediaan minyak AS telah menjadi salah satu faktor
penting dalam mendorong volatilitas harga minyak internasional. Seberapa jauh faktor tersebut
akan mempengaruhi pembentukan harga minyak internasional ke depan tidak akan terlepas
dari perkembangan ekonomi AS. Lambatnya pemulihan ekonomi diperkirakan tidak akan
mendorong lonjakan permintaan untuk memenuhi kebutuhan cadangan minyak mereka.
Perubahan musim. Selain faktor tersebut diatas, pada semester dua tahun ini permintaan
minyak dunia akan dipengaruhi pula oleh perubahan musim khususnya di belahan bumi utara.
Sebagaimana tahun sebelumnya, datangnya musim dingin akan diikuti pula oleh meningkatnya
permintaan energi sehingga mendorong harga minyak cenderung meningkat. Namun,
sebagaiman tahun-tahun sebelumnya, lonjakan permintaan minyak tersebut diperkirakan baru
akan berlangsung pada akhir tahun ini sehingga tidak akan berpengaruh siginikan terhadap
rata-rata harga minyak secara keseluruhan pada tahun ini. Pengaruh perubahan musim tersebut
terhadap harga minyak diperkirakan baru akan terlihat pada awal triwulan tahun depan.
A r t i k e l 123
Sisi Penawaran
Dari sisi penawaran, faktor-faktor yang selama dominan mempengaruhi penawaran
minyak dunia adalah perkembangan produksi minyak OPEC maupun non-OPEC.
Perkembangan harga minyak internasional selama tahun ini, selain dipengaruhi oleh faktor
tersebut, dipengaruhi pula oleh faktor perkembangan politik global terutama konflik di Timur
Tengah. Sebagaimana sebelumnya, perkembangan penawaran minyak pada semester dua
tahun 2002 kemungkinan masih akan mengikuti perkembangan faktor-faktor tersebut.
Produksi OPEC. Dengan tingkat produksi yang mencapai sepertiga dari total produksi
minyak dunia, peranan negara-negara OPEC dalam mempengaruhi supply minyak dunia tidak
diragukan lagi. Kesepakatan mereka untuk mengurangi kuota produksi pada Januari tahun ini
telah mendorong harga minyak meningkat 32% selama triwulan I tahun ini. Total kuota produksi
10 negara anggota OPEC minus Iraq saat ini mencapai sekitar 21,7 juta barrel per hari.
Pada semester dua tahun ini, supply minyak oleh negara anggota OPEC diperkirakan
tidak akan lebih rendah dari supply saat ini, bahkan diperkirakan akan cenderung meningkat
dari kuota yang telah disepakati saat ini. Beberapa faktor yang memberi indikasi tersebut antara
lain adalah keputusan OPEC mempertahankan quota produksi sebelum menaikkan kuota
tersebut pada September tahun ini, serta masuknya kembali Iraq sebagai supplier minyak
Produksi dan Quota Minyak negara anggota OPEC(‘000 b/d)
Saudi Arabia 7430 7460 7053 +407 10100
Iran 3320 3360 3186 +174 3900
Venezuela 2470 2620 2497 +123 3000
Iraq 1230 18000 - - 2900
U.A.E. 1970 1950 1894 +56 2500
Kuwait 1860 1790 1741 +49 2500
Nigeria 1950 1980 1787 +193 2230
Libya 1310 1300 1162 +138 1500
Indonesia 1140 1140 1125 +15 1300
Algeria 800 840 693 +147 1000
Qatar 620 640 562 +78 790
Total OPEC 24100 24880 - - 31720ex. Itaq 22870 23080 21701 +1379 28820
Sumber : Bloomberg
Negara April MeiQuota Perkiraan
Kapasitas(per 26 Juni 02) Target
A r t i k e l124
dunia. Masuknya Iraq tentunya akan memperbesar pasokan minyak dunia mengingat produksi
Iraq menempati posisi lima besar diantara anggota OPEC bersama-sama dengan Saudi
Arabia,Iran, dan Venezuela. Kemungkinan kenaikan supply minyak dari negara OPEC diperkuat
pula oleh kecenderungan pelanggaran kuota yang telah disepakati. Kecenderungan tersebut
antara lain dicerminkan oleh kenaikan kuota harian OPEC, di luar produksi Iraq, yang mencapai
1,38 juta barrel, atau 6,4% di atas kuota.
Produksi non-OPEC. Pada triwulan I tahun 2002, selain didorong oleh penurunan kuota
OPEC, kenaikan harga minyak dunia pada periode tersebut didukung pula oleh kesediaan
produsen minyak utama non-OPEC seperti Rusia dan Norwegia untuk membatasi ekspor minyak
mereka. Namun, sebagai produsen minyak terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah Arab
Saudi, rencana mereka untuk meningkatkan ekspor minyak pada semester II tahun 2002 telah
mendorong harga minyak internasional kembali menurun terutama pada bulan Mei 2002 .
Menyusul kesepakatan antara AS dan Rusia, sebagai upaya AS mengurangi
ketergantungan supply minyak dari Timur Tengah, Rusia akan menambah produksi minyak
sebesar 8,9% dari produksi tahun lalu menjadi 7,8 juta barrel per hari pada triwulan III tahun
ini. Pada periode tersebut, Rusia akan meningkatkan pula ekspor minyak ke Eropa sebesar
9,8% atau sebesar 3 juta barrel per hari. Sementara itu, mengikuti langkah Rusia, Norwegia
akan menambah produksi minyaknya mulai awal semester dua tahun ini.
Kondisi politik global. Ekskalasi konflik Palestina-Israel pada tahun 2002 telah menjadi
faktor utama harga minyak dunia meningkat hingga mencapai level tertinggi pada USD27,26
per barrel pada 2 April 2002. Meskipun penyelesaian menyeluruh atas konflik tersebut saat ini
belum dicapai antara Palestina dan
Israel, namun upaya-upaya negara-
negara Barat terutama AS
tampaknya akan mampu meredam
potensi konflik kembali meningkat
pada masa mendatang. Seiring
dengan meredanya konflik tersebut,
dan juga oleh faktor lainnya, harga
minyak dunia kembali menurun
hingga saat ini. Sementara itu,
kecilnya kemungkinan negara
24,79
24,81
24,77
24,66
24,57 24,41
24,22
23,8
24,0
24,2
24,4
24,6
24,8
25,0
Juni Juli Augt Sep Okt Nov Des
USD/barrel
2 0 0 2
Grafik 2. Harga Swap Minyak Mentah
A r t i k e l 125
anggota OPEC dari kawasan Timur Tengah menggunakan minyak sebagai senjata politik di
masa mendatang akan menjamin kelancaran pasokan minyak dari kawasan ini. Hal tersebut
terbukti dengan tidak adanya dukungan dari Arab Saudi maupun anggota OPEC lainnya
terhadap langkah embargo minyak oleh Iraq menyusul konflik Israel-Palestina pada triwulan II
lalu. Di luar konflik Israel-Palestina, konflik politik di kawasan ini yaitu antara AS dengan Iraq,
tampaknya tidak berpotensi menimbulkan solidaritas kawasan yang memunculkan spekulasi
embargo minyak sebagaimana konflik Israel Palestina.
Dengan melihat perkembangan faktor-faktor tersebut diatas, perkembangan harga
minyak pada semester dua tahun ini akan tandai oleh kemungkinan penurunan permintaan
minyak dunia, sementara pada sisi lain, pada periode yang sama akan ditandai oleh
meningkatnya supply minyak dunia. Dengan perkiraan tersebut, besar kemungkinan
kecenderungan penurunan harga minyak dunia akan terus berlanjut sampai dengan akhir
tahun 2002. Beberapa pengamat memperkirakan rata-rata harga minyak dunia tahun ini akan
mencapai USD20 per barrel tahun ini.
Kemungkinan penurunan harga minyak tersebut terlihat pula pada spot forward kurs
minyak mentah di pasar berjangka. Di pasar tersebut, per tanggal 18 Juni 2002, harga swap
minyak mentah varian brend untuk 1 s/d 7 bulan (Juni s/d Desember 2002) bergerak menurun
dari USD24,79 per barrel bulan Juni 2002 menjadi USD24,57 untuk bulan Oktober dan
mencapai USD24,22 untuk Desember 2002.
PERKEMBANGAN HARGA BBM DALAM NEGERI
Sejak 1 April 2002, penetapan harga BBM dihitung berdasarkan rata-rata perkembangan
Mid Oil Platts Singapore (MOPS) yakni harga transaski jual-beli pada bursa minyak Singa-
pore. Dengan ketentuan tersebut, secara teknis harga BBM bulanan dihitung berdasarkan
perkembangan MOPS pada bulan sebelumnya untuk masing-masing Jenis BBM. Selain harga
MOPS, faktor yang lain yang mempengaruhi perhitungan BBM adalah rata-rata harian nilai
tukar rupiah, handling fee sebesar 5%, serta pajak yaitu PPN (10%) dan Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 5%. Dengan formula perhitungan tersebut di atas,
harga BBM akan mengikuti perubahan MOPS serta nilai tukar rupiah terhadap US dollar.
Seiring dengan penurunan harga minyak dunia (variant brent) sejak bulan Mei 2002, harga
MOPS telah pula bergerak dengan trend yang sama.
A r t i k e l126
Dengan melihat kecenderungan penurunan harga minyak dan juga menguatnya nilai
tukar rupiah, rata-rata harga minyak internasional dan nilai tukar dalam semester dua tahun
2002 diperkirakan akan lebih rendah dari rata-rata harga minyak dan nilai tukar yang digunakan
pemerintah sebagai dasar perhitungan menetapkan harga BBM pada batas tertinggi pada
bulan Mei lalu. Dengan demikian, pada semester II tahun ini harga BBM dimungkin kan lebih
rendah dibawah harga jual tertinggi saat ini. Namun, keputusan pemerintah untuk tidak merubah
harga BBM untuk bulan Juni, bahkan untuk jenis premium yang sepenuhnya mengikuti harga
pasar, menunjukkan bahwa harga BBM tidak serta merta turun meskipun harga minyak dunia
menurun dan nilai tukar menguat.
Hal tersebut kemungkinan tidak
lepas dari adanya agenda lain dari
pemerintah untuk mengurangi
subsidi BBM secara bertahap
sampai tahun 2004. Untuk tahun
2002, subsidi BBM akan dikurangi
dari Rp 41,5 triliun pada tahun 2001
menjadi tinggal Rp 30 trilliun tahun
2002 dan menjadi dibawah Rp 10
triliun untuk tahun 2003.
*) Harga spot minyak mentah variant dalam US$ per barrel
**) Harga BBM untuk transportasi
Harga bulan Januari dan Februari adalah harga sejak tanggal 17 Jan - 28 Feb 2002
Harga jual semua jenis BBM untuk usaha kecil, industri, sektor/kegiatan lain diberlakukan 75% harga pasar, kecuali premium
Rata-rata Rata-rata nilai Harga BBM (Rp/liter)**Bulan Harga Tukar Rupiah Premium Minyak Minyak Minyak
Minyak Dunia*) (Rp/USD) Solar Diesel Bakar
Tabel 2. Rata-rata Harga Minyak Dunia, Rata-rata Nilai Tukar dan Harga BBM
Januari 19,48 10.393
Februari 21,87 10.229 1550 1550 1110 925
Maret 23,69 9.912 1550 1150 1120 950
April 25,69 9.495 1600 1250 1240 1030
Mei 25,65 9.118 1750 1400 1390 1120
Jun 23,32 8703 1750 1400 1390 1120
Grafik 3. Rata-rata Aktual dan Perkiraan Nilai Tukardan Harga Minyak Dunia
8400
8600
8800
9000
9200
9400
9600
9800
10000
23,0
23.5
24,0
24.5
25,0
25.5
26,0
Rp/USD USD/barrel
Nilai tukar Actual Est. nilai tukar optimis
Est. nilai tukar pesimis Rata-rata oil price
Swap price
Mar April Mei Juni Juli Augt Sep Okt Nov Des
2 0 0 2
A r t i k e l 127
Dengan demikian, agenda pemerintah untuk mengurangi subsidi akan berdampak pada
elastisitas BBM dalam negeri terhadap perkembangan harga minyak internasional dan nilai
tukar. Kalaupun pemerintah harus menurunkan harga BBM dalam negeri, seiring dengan
penurunan harga minyak internasional dan atau penguatan nilai tukar, penurunan harga tersebut
tampaknya akan dilakukan dalam jumlah yang tidak signifikan
A r t i k e l128
The international community has embarked on developing a set of international
standards and codes aimed at strengthening the international financial system. There are 12
standards designed by a number of international institutions considered as key for sound
financial system and deserving priority in implementation. The key standards, listed below, are
broadly accepted as representing minimum requirements for good practice.
C. IMPLEMENTATION OF STANDARDS AND CODES : THE VIEW FROM EAST ASIA1
By : Dr. Miranda S.Goeltom2
Sari H. Binhadi3
1 Presented in Seminar of Overseas Development Institute, London - June 21, 2002
2 Deputy Governor, Bank Indonesia
3 Assistant Economist, International economic and Institution Studies Division, Bank Indonesia
Macroeconomic Policy and Transparency
Subject Area Key Standard Issuing Body
Monetary andFinancial PolicyTransparency
Fiscal PolicyTransparency Code of
Data Dissemination
Institutional and MarketInfrastructureInsolvency
Corporate GovernanceAccountingAuditingPayment and Settlement
Market Integrity
Banking Supervision
Banking SupervisionSecurities RegulationInsurance Supervision
Code of Good Practices on Transparencyin Monetary and Financial Policies
Code of Good Practices on FiscalTransparency
Special Data Dissemination Standard (SDDS) /General Data Dissemination System (GDDS)
Principles and Guidelines on Effective Insolvencyand Creditor Rights SystemsPrinciples of Corporate GovernanceInternational Accounting Standards (IAS)International Standards on Auditing (ISA)Core Principles for Systematically ImportantPayment SystemsThe Forty Recommendations of the FinancialAction Task Force on Money Laundering
Core Principles for Effective Banking SupervisionObjectives and Principles of Securities RegulationInsurance Core Principles
IMF
IMF
IMF
World Bank
OECDIASBIFACCPSS
FATF
BCBSIOSCOIAIS
This paper is a general representation from the practices of standards and codes in
East Asia
A r t i k e l 129
I. INTRODUCTION
The importance of international standards and codes to strengthen the international
financial system has been acknowledged as the critical element that would help prevent crisis.
A large number of economies worldwide are in the process of implementing the codes and
standards and the progress varies. In the mean time, these standards are continually
evaluated at international, regional, as well as national level. Assessing the implementation
would help address issues that arise during implementation.
o The importance of international standards and codes
- Background:
• Growing financial and trade linkages increase interdependencies and potential for
contagion
• Growing awareness of the importance of financial infrastructure for financial
stability after recent crisis
• The increase importance of private sector capital enhanced the need for data and
policy transparency
- Intended benefit:
• Crisis prevention (reduce vulnerability to crisis)
Weaknesses in the financial infrastructure has been one of the major factors con-
tributing to recent economic and financial crisis in a number of economies. The
development and implementation of these international standards and codes is
intended to help economies establish prudent policy and improve their financial
infrastructure, including the market and the institutional aspects. Resilient financial
system reduces the risk of negative contagion, while diminishing the potential of an
economy to be the source of the negative contagion itself.
• Discourage accumulation of imbalance by improving transparency
The implementation of the standards and codes will enhance the transparency of
countries’ economy and their financial sectors. This will provide early warning on
the accumulation of economic imbalances between countries and encourage
immediate efforts both at national and international level.
A r t i k e l130
• Improve risk assessment
Information on how far an economy meets international best practices should help
the assessment of risk of an economy for lending and investment decision.
Standardized data such as that produced under the SDDS as one of the key interna-
tional standards would also help investors and lenders in their comparative analysis.
• Strengthen international financial system
The strong and resilient financial structure of an economy as well as the economic
and financial transparency resulting from proper development and implementation
of the international standards would in turn support the strengthening of the inter-
national financial system.
o General overview of the adoption of standards and codes worldwide
- In recent years, there appears to be stronger awareness to adopt standards and codes
worldwide. This is among others indicated by:
• Growing participation to the Report on the Observance of Standards and Codes
(ROSC)
Up to the end of 2001, there have been 201 ROSC conducted, covering 67 econo-
mies. Although the compliance performance varies, the increasing participation,
which is voluntary, indicates growing acceptance to the standards worldwide. In
fact, there are more economies implementing the international standards than the
number covered by the ROSC so far.
• Survey by Financial Stability Forum
A survey to financial institutions conducted by the Financial Stability Forum ac-
knowledges that there is increasing awareness towards the importance of interna-
tional standards, partly because of the official sector’s initiatives and could also due
to growing international business activity which amplify the importance of under-
standing the adherence of an economy to those standards as part of the risk as-
sessment process.
• Continued discussion at international fora such as G20, EMEAP
Various international fora have put the international standards in their agenda. The
A r t i k e l 131
discussions involve either the international standards as a whole or the specific key
areas, depending on the main concern of each forum.
II. IMPLEMENTATION
Standards and codes appear to be achievable and hopes for the benefits are high.
However the implementation may not be as smooth. Moreover, the period needed for
completion will vary across countries.
o Benefits:
In the spirit of reforms and awakening from crisis, many emerging economies enhance
their attempts to adopt the international standards and codes voluntarily. The standards in
general provide a good guidance for the establishment of a strong and prudent financial
system, such as banking and payment system. A number of laws and regulations used the
international standards as reference. Moreover, the transparency principal promoted by
the international standards increase discipline in many areas. Risk assessments are made
easier once compliance with the standards and codes is in place. However, it is worth
noted that the use of standard-compliant information such as those resulted from the SDDS
is more limited in emerging countries since the number of research institutions or other
users is more limited.
o Problems
As East Asian economies take serious efforts in meeting the international standards and
codes, a number of issues arise in the implementation. Drawing from the experience in
implementation, the following lists down those issues:
1. Questionable advantage of the international standards and codes
Despite the promising benefits of the international standards and codes, some emerg-
ing countries feel that compliance with standards and codes does not necessarily trans-
late into better capital market access, narrower spreads or more stable currencies. In
addition, standards and codes could be less important for countries that have limited
capital account openness. These add to the problem of limited usefulness of standard-
compliant data in emerging countries as mentioned above. The undemonstrated benefit
of compliance could make it more difficult for economies to convince domestic legisla-
ture to support the implementation of the international standards and codes.
A r t i k e l132
2. Problems of a “one size fits all” approach and how to prioritize various standards
• Most standards are developed by the more developed countries, which may not be
suitable yet for emerging countries. Therefore, this approach may work for a certain
aspects, but not work for others since countries have different characteristics and
the development in each country is unique.
• Example is the suitability of the New Basel Accord for developing countries. The
standard CAR of 8% may not be appropriate for some emerging countries that are
still in the process of recovering from the recent Asian crisis. Adding more risks to
the element of CAR would make it even harder for those economies to comply.
Furthermore, the required collateral for credit in the form of securities may not be
the most appropriate choice for countries where the market for those securities is
not yet stable or optimally established and the risk is relatively high.
• As another example, in relation to SDDS, some developing countries may resent
the disclosure of some sensitive data such as foreign exchange reserve since the
disclosure of this amount to the public may encourage volatility in the market.
Moreover, unlike most developed economies, some emerging countries may not
be ready with a certain data, such as the definition of M3 for money.
• Prioritization in implementing the standards varies for each economies depending
on the urgency of the matter, the depth of the problems, the availability and
sufficiency of resources and supporting aspects such as financial system, legal,
and socio cultural background. For example a few economies (Australia, Japan,
Hong Kong, Singapore) agreed to implement the New Basel Accord in 2005, while
others are still deciding on the timing and approach. Also, some felt that the Simple
Standardized Approach (SSA) does not address the basic issues affecting smaller
banks in emerging markets.
3. Resources constraint / allocation
The implementation of standards and codes require a great deal of efforts that involve
human resources and funding. An important problem regarding resources relates to the
matter of availability and allocation. Limitation of resources forces an economy to prioritize
matters, and for some countries, efforts to recover the economy become the first
A r t i k e l 133
priority, hence, resources cannot be optimally absorbed for the implementation of stand-
ards and codes.
4. Infrastructure constraint
Insufficient legal support often inhibits the implementation of standards and codes. A
number of laws and regulations are either absent, still in process or have just been
issued, such as money laundering act and laws for a certain aspects of payment
system. Moreover, some standards may require sophisticated technology such as in
the payment system. Some aspects of the technology may need to be further improved
which would take some time to complete.
Another aspect of the structural concern relates to the organizational matter. Some of
the standards require the formation of specific committee or task force. In the imple-
mentation of standards for money laundering under the FATF 40 recommendations, for
example, the process of forming a separate financial intelligence unit necessary to meet
the FATF recommendations may need months to complete although the function can be
carried out temporarily by the central bank.
5. Lack of responsible body at the national level to coordinate and monitor the
implementation of codes and standards
In the absence of central coordination and monitoring, the international standards will
be implemented separately by the concerned institutions, such as the central bank for
SDDS and bank supervision, and ministry of finance for fiscal policy. With lack of
appropriate planning and monitoring, the implementation of those standards may not
be optimal and some standards may be left untouched.
6. Lack of awareness
The implementation of standards calls for commitments and understanding from all parties
involved including the private sector and the public in general. In the implementation of
good corporate governance for instance, the small role of minority shareholders in super-
vision due to the tendency of being passive and the insufficient transparency and disclosure
from the company, as well as the insufficient supervision from creditors pose some weak-
nesses in the implementation of good corporate governance.
A r t i k e l134
In the case of SDDS, a number of emerging economies still retains weak reporting
minded, causing some difficulties in obtaining proper data for SDDS
In the implementation of core principles on payment system, communication between
the body that establish the payment system and the participating banks still needs to be
enhanced to allow for better understanding on the work of the system and allow for
inputs towards better implementation of the principles.
7. Limited private sector involvement
It has been argued that there is lack of focus on standards and codes by the private
sector that may have been due to lack of familiarity, the complexity of the assessment
process and concerns about data quality. For example, investors may not refrain from
investing in a particular country because of non-compliance with SDDS. On the other
hand, the private sector was originally hoped to meet the expectations to help provide
data and information. The insufficient private sector involvement casts some doubts on
the ability of the private community to fill in the information gap.
8. Dilemma of transparency versus careful disclosure to prevent unfavorable public reaction
While transparency for various public data is the ideal practice, the disclosure of certain
data may be disadvantageous under certain circumstances. For example, some
economies, especially those with small amount of foreign exchange reserve may prefer
not to disclose the reserve data to the public under the consideration that sharp
movements of this data could trigger high volatility in the domestic foreign exchange
market.
In addition, financial disclosures cases such as the Enron case would complicate the
market’s expectation on the nature and coverage of disclosure, while the existing
disclosure standards may have not been able to accommodate the increasing
expectation.
9. Technical problem
One important obstacle to proper implementation of standards and codes is the lack of
technical know-how. Example is in the core principles for payment system, where the
method for assessing the payment system is still unclear and there is lack of common
reference, such as in the official websites, all of which add to the knowledge gap.
A r t i k e l 135
Another technical problem involves difficulties of coordination among data sources such
as in the case of SDDS, since data are derived from various sources involving a number
of institutions. This problem has caused delay in the preparation of some data under
SDDS requirement.
10.No supervision (consultation basis) such as from the IMF or BIS
In certain cases, the absence of sufficient consultation opportunity with the standards
setting body such as the IMF and BIS hinders a better and more efficient
implementation of the standards, as economies attempt to resolve the encountered
problems by themselves.
Other issues:
ROSC (Reports on the Observance of Standards and Codes) by the IMF
The ROSC report is descriptive and does not involve rating. While rating system could be
hazardous to the non-compliant economies such as risking a deferral of FDI, such rating
would actually provide simple and practical reference for comparative study and risk
assessment. Nevertheless, there are strong opponents against expanding the IMF’s role
outside of its existing mandate such as assuming the role of a global rating agency.
Moreover, the publication of the reports in the IMF website is based on the country’s
consent and presently only covers around 70% off all ROSC conducted. So far, the
participation to the ROSC program is voluntary, but the surveillance under the Article IV
surveillance process by the IMF would also include observance on the standards and
codes.
III. CONCLUSION
Development and implementation of international standards and codes is a good path
towards strengthening the international financial system, but some areas need to be reviewed
to enable a wider applicability. Prioritization and careful timing for compliance is an important
issue as mature and emerging economies differ. Furthermore, as issues still lingering the
implementation of the standards and codes, efforts need to be directed towards addressing
such issues both at the national, regional and international level.
A r t i k e l136
IV. RECOMMENDED ACTIONS
In light of the various issues arised during the implementation, a number of actions can
be recommended:
1. Technical Assistance
Technical assistance in the form of consultation or seminar / training session from the
standards setting institutions such as the IMF, BIS or OECD as well as from regulators and
the private sectors will help address the issue of knowledge gap that has so far inhibited
proper implementation of the international standards and codes. It is to be noted, how-
ever, that some of the areas of standards such as corporate governance concerns matters
where approaches in each countries varies due to differences in social and cultural back-
ground. In this case, the technical assistance and assessment exercises should not reflect
excessive reliance on concepts linked to a particular model, such as applying developed
countries model of corporate governance in the western hemisphere to that of the devel-
oping countries in Asia.
2. Communication among economies and peer support
Along with the technical assistance, cooperation among economies and peer support should
be enhanced to allow for information sharing based on the experience of each economy
and discussion on various issues encountered.
3. Self assessment
Aside from the program of Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC)
and Financial Sector Assessment Program (FSAP) conducted by the IMF and the World
Bank, national self assessment would be a good approach to ensure proper implementa-
tion. The assessment method itself would ideally be conducted based on a standardized
system. The assessment can also be conducted by individual institutions including the
private sector, such as the self-assessment scorecard system for the implementation of
good corporate governance.
4. Infrastructure building (including enhancing enforcement)
Building the proper infrastructure including the legal system and technology is one of the
important steps necessary. The legal support in particular would provide a strong basis to
enforce the implementation.
A r t i k e l 137
5. Emerging economies involvement in standards and codes
Involving emerging economies in the designing and development of standards would en-
courage wider acceptance on the international standards and codes as it would incorpo-
rate fairer and broader perspective.
6. Monitoring and coordinating body/committee at national level
The presence of such body within an economy would ensure the efforts towards a com-
plete implementation of all standards, more focused resolution for the issue and problems
encountered, and allow for more efficient implementation, among others through more
efficient resource allocation and central information gathering.
7. Socialization
Socialization on the importance of implementing standards and codes would enhance
awareness and increase acceptance, discipline and quality in the implementation. Moreo-
ver, socialization on the use of information related to the practice of standards and codes
such the SDDS and ROSC would enhance the benefit of implementing the standards and
codes.
8. Private sector involvement
Private sector involvement needs to be encouraged such as in the assessment of core
principles for payment system and in the practice of good corporate government. The
private sector encouragement could involve incentive type effort plus the attempt to en-
hance familiarity as well the usefulness of the standards to the private sector. One impor-
tant way to achieve this is to include the private sector in the development of the stand-
ards. Seeing the international standards issues from private sector‘s point of view such as
through investor-relations program would be beneficial for this purpose. In addition, aside
from socialization efforts to increase awareness, the use of incentives could also encour-
age private sector interest as well. The practice of rewarding certification and public awards
for companies which have excellently implemented good corporate governance is a good
example of incentives that have helped increase the interest in applying the standards.
A r t i k e l138
Indonesia Experience
Indonesia has already begun and is still continuing the efforts to adopt the international
standards and codes. Various areas of the standards have been implemented. Indonesia has
practically complied with the SDDS, while intensively working on the adherence with other key
standards such as the 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision, Core
Principles for Systematically Important Payment System, good corporate governance and the
FATF 40 recommendations of FATF on money laundering.
Indonesia encounters most of the issues described above. For instance, in the implemen-
tation of payment system standards, Indonesia encounters difficulties in finding the reference for
proper assessment of the system based on the core principles. Reports on other countries’ assess-
ment methods do not provide enough technical guidance. While own method assessment might be
fairly appropriate, more guidance would help ensure the appropriateness.
In the SDDS compliance efforts done by the Indonesian central bank, some difficulties
arise in gathering data from several external sources. In complying with the FATF recommen-
dations on money laundering, Indonesia has just issued the Money Laundering Act in March
2002, and some structural improvements still need to be completed such as the formation of
financial intelligence unit.
The benefit of the adherence with the standards has been felt in part, such as in the
restructuring efforts of the banking system with the implementation of the Basel Core Principles
and good corporate governance. On the other hand, more distant expected benefit such as
better capital market access are yet to actualize. It is still questionable whether the adherence
to the international standards has some impact on the more stable currencies and narrower
spreads that Indonesia is experiencing at the moment. Nevertheless, Indonesia continues to
support the idea of a dopting international standards and will keep resolving the issues
encountered, while hoping to involve more in the development of the standards. Moreover,
international support is believed to contribute for more appropriate implementation.
Lampiran
L a m p i r a n140
Tabel 11)
Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang
dalam persen
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 Proyeksi
2002 2003
Dunia 4,2 2,8 3,6 4,7 2,5 2,8 3.7Negara-negara maju 3,4 2,7 3,3 3,8 0.8 1,7 2.5 Negara-negara industri utama 3,2 2,8 2,9 3,4 0.6 1,5 2,3
Amerika Serikat 4,4 4,3 4,1 3.8 0.3 2,2 2.6Inggris 3,0 3,0 2,1 3,1 1.9 1.7 2.4Italia 2,0 1,8 1,6 2,9 1,8 1,0 2,5Jepang 1,8 -1,0 0,7 2,2 -0,5 -0.5 1.1Jerman 1,4 2,0 1,8 3,0 0,6 0,7 2,1Kanada 4,3 3,9 5,1 4,5 1,5 2,5 3.6Perancis 1,9 3,5 3,0 4.2 1.8 1,3 2.4
Negara-negara maju lainnya 4,3 2,2 5.0 5,3 1,6 3.2 3.2Negara-negara berkembang 5,8 3,5 3,9 5,7 3,9 4,2 5,2 Berdasarkan kawasan
Afrika 3,1 3,5 2,6 3,0 3,6 3,1 4,2Asia 6,5 4,0 6,1 6,7 5,6 6.2 6,2
ASEAN-4 3,6 -9,2 2,5 5,1 2,6 3,6 4,2China 8,8 7,8 7,1 8,0 7,3 7,5 7,2
Timur Tengah, Malta dan Turki 5,6 3.9 1,0 6,1 1.8 3,5 4,6Amerika Latin 5,4 2,1 0,2 4,0 0,7 0.4 3.0
Argentina 8,1 3,9 -3,4 -0,8 -4.4 -16.7 2.4Brazilia 3,6 -0,1 0,5 4,4 1,9 1.8 2.0Chile 7,6 3,4 -1,1 4,4 2.8 2.6 4,8Columbia 3,2 0,4 -4,1 2,7 1,4 1,2 2,5
Berdasarkan sumber penerimaan eksporPengekspor minyak 4,8 3,4 1,2 7,0 -14.0 0.5 -0.8Bukan pengekspor minyak 5,9 3,6 4,2 1.8 -5.4 4,4 5,7
Negara industri baru Asia (NIEs) 5,8 -2,3 8.0 8,5 0,8 3.6 5,1Hong Kong SAR 5,0 -5,1 3,0 10,4 0,2 1,5 3,8Korea 5,0 -6,7 10,9 9.3 3,0 6.4 5,8Singapura 8,4 0,4 6,9 10.3 –2,0 3.6 4.2Taiwan 6,8 4,7 5,4 5,9 -1,9 3.0 4,0
Negara-negara ASEANIndonesia 4,5 -13,2 0,8 4,8 3,3 3,5 4,5Philipina 5,2 -0,5 3,4 4,4 3,2 4,0 3.8Malaysia 7,5 -7,5 6,1 8,3 0,5 3.5 5,5Thailand -1,8 -10,4 4,3 4,6 1,8 3.5 3,5
Negara-negara dalam transisi 1,6 -0,8 3,6 6,6 5,0 3,9 4,5Eropa Tengah dan Timur 2,6 2,3 2,2 3,8 3,0 2.8 3.8Negara Persemakmuran Independen
dan Mongolia 1,1 -2,8 4,6 8.4 6,4 4.6 4,9Rusia 0,9 -4,9 5,4 9.0 5,4 4.4 4,9Di luar Rusia 1,5 1,6 2,8 6,9 8,8 5.2 4,9
1) Produk Domestik Bruto riil.Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002
L a m p i r a n 141
Tabel 2Pertumbuhan Produk Nasional Bruto Riil per Kapita
Negara-negara maju 2,5 2,8 2.1 2,8 3,8 0.8 1.7 2.5
Negara-negara industri utama 2,4 2,6 2.3 2.4 3.4 0.6 1.5 2.3
Amerika Serikat 2,6 3,5 3,4 3,2 3.8 0.3 2.2 2.6
Inggris 2,2 3.1 2.6 1.7 3.1 1.9 1.7 2.4
Italia 1,0 1.8 1.8 1.6 2.9 1.8 1.0 2.5
Jepang 4,8 1.6 -1.3 0.5 2.2 -0.5 -0.5 1.1
Jerman 0,5 1.2 2.0 1.8 3.0 0.6 0.7 2.1
Kanada -0,4 3.2 3.0 4.2 4.5 1.5 3.2 3.2
Perancis 0,7 1,5 3.1 2.6 4.2 1.8 1.3 2.4
Negara-negara industri lainnya 3,0 3,6 1.5 4.3 5.3 1.6 2.7 3.4
Negara-negara berkembang 4,9 5.8 3.5 3.9 5.7 3.9 4.2 5.2
Berdasarkan kawasan
Afrika 3,0 3.2 3.6 2.6 3.0 3.6 3.1 4.2
Asia 6,7 6.6 4.0 6.1 6.7 5.6 6.2 6.2
Timur Tengah, Malta dan Turki 2,6 5.6 3.9 1.1 6.1 1.8 3.5 4.6
Amerika Latin 1.8 5.3 2.3 0.2 4.0 0.7 0.4 3.0
Negara-negara industri baru Asia (NIEs) 5,1 4,7 -3.5 7.0 8.5 0.8 4.6 4.9
Negara-negara dalam transisi -0,6 1.6 -0,8 3.6 6,6 5.0 3.9 4.5
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002
dalam persen
Kelompok Negara/Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
L a m p i r a n142
Negara-negara maju 6,9 6,8 6,4 5,9 5.9 6,4 6.5
Negara-negara industri utama 6,6 6,3 6,2 5,7 6,0 6,5 6.8
Amerika Serikat 5.0 4,5 4,2 4,0 4,8 6,0 6,5
Inggris 7.1 6.3 6,0 5,5 5,1 5,2 5.3
Italia 11,7 11,8 11,4 10,6 9,5 9,3 8.9
Jepang 3,4 4,1 4,7 4,7 5,0 5,8 5.7
Jerman 9,8 8.9 8,6 7,9 7,9 8.2 8,1
Kanada 9,1 8,3 7,6 6,8 7,2 7,4 6,6
Perancis 12,3 11,8 11,2 9,5 8,7 8,9 8,6
Negara-negara maju lainnya 7,8 8,1 7,3 6,2 5,7 6,3 6,1
Negara industri baru Asia (NIEs) 2,5 5,4 5,2 3,8 4,3 4,1 3.3
Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002
dalam persen
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001
Tabel 3Tingkat Pengangguran di Negara-negara Maju
Proyeksi
2002 2003
L a m p i r a n 143
Tabel 4Laju Inflasi Negara Maju dan Negara Berkembang
Negara-negara maju 2,1 1,5 1,4 2,3 2,2 1,5 1,7
Negara-negara industri utama 2,0 1,3 1,4 2,3 2,1 1,2 1,6
Amerika Serikat 2,3 1,5 2,2 3,4 2,8 1,5 2,3
Inggris*) 2,8 2,7 2,3 2,1 2,1 1.9 2,1
Italia 1,9 2,0 1,7 2,6 2,7 2,4 1,9
Jepang 1,7 0,7 -0,3 -0,8 –0,7 -1,0 -0,6
Jerman 1,5 0,6 0,7 2,1 2,4 1,4 1,0
Kanada 1,6 1,0 1,8 2,7 2,5 1,8 2.1
Perancis 1,2 0,9 0,3 1,8 1,8 1,8 1.4
Negara-negara maju lainnya 2,3 2,4 1,3 2,4 2.9 2.4 2,2
Negara-negara berkembang 10,9 10,6 6,9 6,1 5,7 5,8 5.1
Berdasarkan kawasan
Afrika 14,6 10,9 12,3 14,3 13,2 9,7 9.5
Asia 4,8 7,7 2,5 1,9 2,6 2,5 3.0
China 2,8 -0,8 -1,4 0,4 0,7 -0.4 1,5
Timur Tengah, Malta dan Turki 28,3 28,1 23,7 19,6 17,2 17.5 12,3
Amerika Latin 12,9 9,9 8,9 8,1 6,4 9.5 9.2
Argentina 0,5 0,9 -1,2 -0,9 -1.1 41.2 52.3
Brazilia 6,9 3,2 4,9 7,0 6,8 6.5 4.3
Chile 6,1 5,8 3,3 3,8 3,6 2,2 2.7
Columbia 18,5 18,7 10,9 9,2 8,0 5.7 5,0
Berdasarkan sumber ekspor
Pengekspor minyak 20,1 18,0 17,2 13,8 12,0 1.3 10,7
Bukan pengekspor minyak 9,0 9,8 5,9 5,3 5,1 5,0 4,5
Negara industri baru Asia (NIEs) 3,4 4,4 - 1,1 1,9 1,2 2.2
Hong Kong SAR 5,9 0,9 -4,0 -3,7 –1,6 -2,6 -0.2
Korea 3,1 5,3 0,8 2,3 4,1 2,7 3.3
Singapura 1,3 -1,1 0,1 1,1 1,0 -- 1,0
Taiwan 1,9 2,4 0,2 1,3 – 0,4 1,6
Negara-negara ASEAN
Brunei Darussalam 1,7 -0,4 -0,1 1,5 2,5 n,a, n,a,
Indonesia 6,6 58,4 20,7 3,8 11,5 11.9 8,7
Philipina 5,9 9,7 6,6 4,3 6,1 5,0 5,1
Malaysia 2,6 5,1 2,8 1,6 1,4 1,8 2,5
Thailand 5,6 8,1 0,3 1,6 1,7 0.7 1.9
Negara-negara dalam transisi 27,3 21,8 44,1 20,2 15,9 11,0 2,4
Eropa Tengah dan Timur 41,8 17,2 11,0 32,9 25.0 18.4 14.2
Negara Persemakmuran Independen dan Mongolia 19,1 25,0 70,5 25,0 19,8 13,4 10.5
Rusia 14,7 27,7 85,7 20,8 20,7 15.8 11.0
Di luar Rusia 29,6 19,3 41,8 34,9 18,0 12.0 10,1
*) Indeks harga eceran di luar bunga hipotik,
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002
dalam persen
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
L a m p i r a n144
Amerika
Total (dolar) 1.621,8 1.693,3 1,700,0 1,788,3 1.902,9 183.11)
Defisit/surplus (% PDB) -0,03 0,62 1,71 2.58 n.a. n.a.
Inggris
Total (pound) 306.579 313.836 324.393 n.a. n.a. n.a.
Defisit/surplus (% PDB) -2.58 -0.38 1,52 n.a. n.a. n.a.
Italia
Total (lira) 595,0 611,3 327,2 369,3 n.a. n.a.
Defisit/surplus (% PDB) –1,57 –2,31 0,1 -1.24 n.a. n.a.
Jerman
Total (mark) 1.214,65 1.233,9 n.a. n.a. 32.6602) 25.4601)
Defisit/surplus (% PDB) –2,9 0.9 n.a. n.a. 0.45 n.a.
Kanada
Total (dolar) 186,95 193,58 201,44 210,96 n.a. n.a.
Defisit/surplus (% PDB) 0,61 0,33 0,92 1,34 n.a. n.a.
Perancis
Total (frank) 3.789,2 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
Defisit/surplus (% PDB) -3,5 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
1) Data s.d. Mei 2002
2) Data s.d. Desember 2001
Sumber : - IMF. International Financial Statistics, Agustus 2002
miliar mata uang masing-masing
Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Tabel 5aPengeluaran Pemerintah di Beberapa Negara Industri Utama
L a m p i r a n 145
Tabel 5bPengeluaran Pemerintah di Beberapa Negara Berkembang1)
ASEAN
Indonesia : Total (triliun rupiah) 112,893 174,92 223,462 n.a. 299,7
Defisit/surplus (%) -0.67 -2.95 -1.14 n.a. -34,3
Philipina : Total (miliar peso) 466,69 511,08 585,43 638,7 706,433 76,3251)
Defisit/surplus (%) 0,33 -10,82 23,35 -26,99 n.a. -21,7561)
Malaysia : Total (miliar ringgit) 59,109 60,371 68,210 n.a. n.a. n.a
Defisit/surplus (%) 2,35 -1,76 -3,17 n.a. n.a. n.a
Singapura : Total (miliar dolar Sing) 29,222 25,56 26,70 30,068 n.a.
Defisit/surplus (%) 9.70 16.72 10.26 11.38 n.a.
Thailand : Total (miliar baht) 875,714 842,581 833,042 853,067 908.613 74,4441)
Defisit/surplus (%) -317,73 -2.786,08 -3.340,84 2.205,30 n.a.
Negara-negara lainnya
Argentina : Total (miliar peso) 46.174,3 47.108,3 49.214,2 49.365,9 n.a. n.a.
Defisit/surplus (%) -1,49 -1,39 -2,87 -2,40 n.a. n.a.
Brasil : Total (juta reais) n.a. n.a. n.a. n.a. 33,6402) 26,2741)
Defisit/surplus (%) -29,83 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a.
Korea : Total (miliar won) 79,004 107.494 112.826 83.896 n.a. n.a.
Defisit/surplus (%) -1.27 -2.97 -3.21 0.43 n.a. n.a.
Meksiko : Total (miliar peso) 505,902 556,079 689,921 848,502 896,907 n.a.
Defisit/surplus (%) -1.074,60 -1.444,60 -1.553,66 -1.274,90 -0,64 n.a.
1) Data s.d. April 20022) Data s.d. Desember 2001Sumber : - IMF. International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002
L a m p i r a n146
Perdagangan barang dan jasa Perdagangan dunia
Volume 10.5 4.2 5.3 12.5 -0.1 2.5 6.1Deflator harga Dalam dolar AS –6.1 –4.5 –1.9 –0.7 –3.3 –1.3 1.0 Dalam SDR –0.9 –3.1 –2.7 2.9 0.1 0.6 0.8
Volume perdaganganEkspor Negara-negara maju 10,5 4.0 5,1 11,9 -1.1 1.6 5.7 Negara-negara berkembang 13.9 4.8 4.1 15.1 2.7 4.1 6.6Impor Negara-negara maju 9,3 5.9 7.7 11.7 –1.3 2.0 5.9 Negara-negara berkembang 11,8 –0.9 1.2 15.8 1.6 5.0 7.2
Nilai tukar dagang Negara-negara maju -0,5 1,4 -0,3 -2,2 0,2 0.9 0.4 Negara-negara berkembang –0.7 –6.8 4.7 7.0 –2,8 –1.6 –1.2
Perdagangan barang Perdagangan dunia
Volume 10,6 4.6 5.6 12.8 –0.17 2.6 6.7Deflator harga Dalam dolar AS -6,3 –5.4 –1.9 0.3 –3.5 –-1.5 1.0 Dalam SDR –1.1 –4.0 –2.7 4.0 - 0.4 0.9
Harga dalam dolar ASManufaktur –8.0 -1,8 -1,9 -5,1 -2,4 -0.5 1.2Minyak -5,4 -32,1 37,5 57.0 -14.0 0.5 -0.8Komoditas primer nonmigas -3,0 -14,7 -7,0 1.8 -5.4 4.4 5.7
Harga dalam dolar SDRManufaktur -3.0 -0,4 -2,7 -1,6 1.1 1.4 1.0Minyak -0,2 -31,2 36.5 62.8 -10,9 -3.4 –4.5Komoditas primer nonmigas 2,4 -13,4 -7,8 5.6 -2.1 1.8 7.0
Volume perdaganganEkspor Negara-negara maju 10.9 4.3 5.2 12.0 –1.9 1.2 6.3 Negara-negara berkembang 12.8 4.7 4.6 15.3 2.4 4.8 6.7 Pengekspor migas 5.0 2.0 --- 5.8 -0.1 –1.7 3.3 Bukan pengekspor migas 15.2 5.5 5.6 17.8 3.3 6.7 7.4Impor Negara-negara maju 10.0 5.9 8.7 11.9 –2.0 1.8 6.7 Negara-negara berkembang 10.2 0.4 0.7 16.5 1.8 6.8 8.2 Pengekspor migas 14.1 3.1 –1.1 10.8 8.4 4.6 4.0 Bukan pengekspor migas 9.5 --- 1.0 17.4 0.8 7.2 8.9
Deflator harga dalam SDREkspor Negara-negara maju -2,2 –3.4 –3.4 1.0 0.1 0.6 1.1 Negara-negara berkembang 1.3 –10.7 5.0 13.9 –1.9 –0.4 0.1 Pengekspor migas 1.4 –26.6 27.6 48.3 –7.4 –5.6 -4.9 Bukan pengekspor migas 1.3 –6.1 0.2 4.9 -0.1 1.1 1.2Impor Negara-negara maju -1,6 -4,9 –3.4 3.7 –0.3 1.1 0.7 Negara-negara berkembang 2.3 –4.4 0.3 6.1 1.1 1.3 1.2 Pengekspor migas 1.0 -0.9 -2.0 3.4 3.5 2.5 1.3 Bukan pengekspor migas 2.5 -5.0 0.7 6.5 0.7 1,0 1.2
Nilai tukar dagang Negara-negara maju -0.6 1.6 --- -2.5 0.4 0,6 0.4 Negara-negara berkembang -0.9 -6.5 4.7 7.4 -3.0 -1,6 -1.1 Pengekspor migas 0.4 -25.9 30.2 43.4 -10.5 -7,9 -6.2 Bukan pengekspor migas -1.1 -1.2 -0.5 -1.5 -0.8 0.1 0.1
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002
Tabel 6Harga dan Volume Perdagangan Dunia
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
L a m p i r a n 147
Tabel 7Nilai Tukar Dagang Negara Industri dan Negara Berkembang
Negara-negara maju -0,5 1,4 -0,3 -2,2 0,2 0.9 0.4
Negara-negara industri utama -0,4 2,1 0.2 -2,8 0,6 1.1 0.5 Amerika Serikat 1.6 3.5 -0.9 -2.5 2.5 2.9 1.6
Inggris 3.3 2.2 0.7 2.1 -0.5 0.7 -0.4
Italia 1.5 2.0 -0.5 -6.3 1.8 0.5 -0.3
Jepang -3.7 3.2 -0.6 -4.5 -1.6 3.2 0.1
Jerman -1.9 2.0 0.6 -4.5 0.1 0.2 ---
Kanada -0.7 -4.1 1.1 4.2 -1.3 -4.6 0.2 Perancis --- 1.1 -0.3 -2.5 1.1 -0.4 -0.4
Negara-negara maju lainnya -0.7 0.3 -0.3 -1.1 -0.5 0.4 0.2
Negara-negara berkembang -0.9 -6.5 4.7 7.4 -3.0 -1.6 -1.1
Negara industri baru Asia (NIEs) -1.2 0.3 -1.1 -4.2 -1.4 2.0 0.5Afrika -1.0 -9.7 6.0 16.4 -5.9 -4.5 0.2
Amerika Latin -2.4 -7.1 0.1 6.7 -3.4 -0.1 -1.2
Asia -0.5 0.4 -0.7 -3.5 -0.1 -0.3 0.4
Timur Tengah, Malta dan Turki 0.4 -18.5 23.5 30.3 -7.5 -5.2 -5.5
Sub-Sahara Afrika -2.8 -9.1 6.7 12.8 -6.4 -3.9 1.1
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
L a m p i r a n148
Minyak (US$/barel)
London Spot Brent Blend 19,12 12,72 17,70 28,31 22,71 141,5
Kopi (US$/pound)
Dari Brasil (di New York) 166,80 121,81 88,92 79,80 50,50 29,4
Emas (US$/fine ounce)
Inggris 331,10 294,20 278,78 279,00 278,43 73,1
Nikel (US$/pound)
Inggris 314,10 209,72 272,27 391,48 270,78 86,9
Karet (US$/pound)
Semua jenis (di New York) 47,44 46,61 45,31 47,36 48,88 93,01)
Timah (sen $/pound)
London 255,85 251,12 244,55 246,57 203,64 69,4
Tembaga (sen $/pound)
Inggris 103,20 75,01 71,33 82,31 71,68 56,3
1) Data tahun 2002, s.d. bulan Juni 2002 kecuali data Karet s.d. Mei 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Tabel 8Perkembangan Harga Komoditas Primer
L a m p i r a n 149
Cadangan internasional 1.292,3 1.277,9 1.402,2 1.578.8 1.707.5 1.755,22)
Negara-negara industri 603,3 573,9 614,7 677,5 707,8 709,52)
Negara-negara industri utama
Amerika Serikat 52,8 59,4 53,2 52,6 55,0 n.a.3)
Inggeris 24,6 23,7 26,9 34,2 30,1 30,83)
Italia 43,6 24,1 19,1 22,4 22,2 21,13)
Jepang 163,6 153,9 209,9 273,3 315,3 330,33)
Jerman 60,8 56,7 48,4 47,6 n.a. 42,33)
Kanada 13,3 16,6 20,6 24,5 27,1 27,83)
Perancis 25,8 35,1 32,3 31,8 28,7 25,73)
Negara-negara berkembang 689,0 704,0 787,5 901,2 999,7 1.045,72)
Negara-negara ASEAN
Indonesia 12,4 16,2 19,4 22,0 21,8 21,43)
Philipina 5,6 6,7 9,9 10,2 11,0 11,52)
Malaysia 15,5 18,2 22,3 22,7 24,3 25,03)
Singapura 52,8 53,2 56,0 61,5 60,0 60,42)
Thailand 19,5 20,6 24,9 24,7 25,8 27,13)
1) s.d. Desember 2001
2) s.d. Mei 2002
3) s.d. Juni 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 20011) 2002
Tabel 9Cadangan Devisa Negara Industri dan Negara Berkembang1)
miliar juta SDR
L a m p i r a n150
Negara-negara maju -0,5 -0,9 -0,7 -0,7 -0.7Negara-negara industri utama -1,0 -1,5 -1,4 -1,4 -1.3
Amerika Serikat -3,5 -4,2 -3.9 -4,3 -4.2
Inggris -1,1 -2.0 -2.1 -2,3 -2.2
Italia 0,5 -0,5 0,1 0,4 0.5
Jepang 2,4 2,5 2,1 3,0 2.8
Jerman -0,9 -1,0 0,5 1.2 1.9Kanada 0,2 2,6 2,8 2.4 2,4
Perancis 2,6 1,5 1.8 1.5 1.2
Negara-negara maju lainnya 2,0 2,0 2,4 2,3 2,1
Negara industri baru Asia (NIEs) 7,1 4.4 6.0 5.7 5.4
Hong Kong 7,3 5,5 7.4 9.2 9.4Korea 6,0 2,7 2,0 1.4 0,8
Singapura 25,9 16.7 20.4 21.7 22.3
Taiwan 2,9 2,9 6.7 5.8 5.9
Negara-negara ASEAN 9,2 7,8 5,9 3,8 2,1Indonesia 4,1 5,3 4.7 2.7 2.0
Philipina 10,0 11.3 6.3 3,3 -3.3
Malaysia 15,9 9,4 8.2 6.9 6.5
Thailand 10,2 7,6 5,4 3.5 2.4
Negara-negara dalam transisiEropa Tengah -5,7 -5,2 -3.9 -4,1 -4.2
Rusia 11,8 17.5 10.3 7.0 6.3
Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002
Tabel 10Neraca Transaksi Berjalan Negara Industri dan Negara Berkembang
Kelompok Negara/Negara 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
dalam persen
L a m p i r a n 151
Negara-negara industri utama
Amerika Serikat -189,4 -196,2 -244.7 -343.12 -449.6 -423,7 n.a.
Inggris -21.2 -20.2 -36.1 -44.5 -45.3 -48,3 n.a.
Italia 54,1 39,9 35,6 23,4 10,7 15,9 1,8
Jepang 83,6 101,6 122,4 123,3 116,7 70,2 n.a.
Jerman 69.4 70.1 76.9 70.1 57.3 82,8 n.a.
Kanada 31.1 18.6 15.3 25.8 39.8 41,4 n.a.
Perancis 14.9 26.9 24.9 18.0 1.1 2,9 n.a.
Negara industri baru Asia (NIEs)
Hong Kong -17,8 -20,6 -7,8 -3,2 -8,2 -1,5 n.a.
Korea -15.0 -3.2 41.6 28.4 16.9 13,4 n.a.
Singapura 2.2 1.1 14.8 11.2 11.4 n.a. n.a.
Taiwan 13,6 7,7 5,9 11,2 8,5 12,6 n.a.
Negara-negara ASEAN
Indonesia -5.9 10.1 18.4 20.6 25.0 6.1 n.a.
Philipina -11.3 -11.1 -2.8 5.0 6.9 2,8 n.a.
Malaysia 3.8 3.5 17.5 22.6 n.a. n.a. n.a.
Thailand -9.5 1.6 16.2 14.0 11.8 8,6 2,1
1) s.d. Triwulan I 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001 20021)
Tabel 11Neraca Perdagangan Negara Industri dan Negara Berkembang
miliar dolar AS
L a m p i r a n152
Negara-negara industri utama
Amerika Serikat 688,70 682,14 702,10 781,13 730.80 58.071)
Inggris 281,06 271,84 268,19 281,56 267.35 22.342)
Italia 240.40 245.70 235.18 238,26 241.73 20.042)
Jepang 420,96 387,93 419,37 479,25 403.49 32.832)
Jerman 512,43 543,40 542.87 549,60 570.52 n.a.
Kanada 214,42 214,33 238,45 276,64 259.86 n.a.
Perancis 289,95 305,64 300,76 298,84 294.36 25.151)
Negara-negara berkembang
Pengekspor minyak 253,94 200,23 233,37 340,35 n.a. n.a.
Bukan pengekspor minyak 1.633,51 1.572,79 1.655.88 1.997,71 1.915.99 n.a.
Negara-negara industri baru Asia (NIEs)
Hong Kong SAR 188,06 174,00 173,89 201,86 189.94 16.142)
Korea 136,16 132,31 143,68 172,27 150.44 13.241)
Singapura 109,90 114,68 137,00 137,88 121.75 10.631)
Taiwan 121,08 110,52 121,50 147,78 122.50 n.a.
Negara-negara ASEAN
Indonesia 53,44 48,85 48,67 62,12 n.a. n.a.
Philipina 24,88 29,41 36,58 39,78 32.66 2.821)
Malaysia 78,74 73,30 84,46 98,14 88.00 n.a.
Thailand 57,37 54,46 58,44 69,06 65.13 5.162)
1) Data s.d. April 2002
2) data s.d. Mei 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Tabel 12Ekspor Negara Industri dan Negara Berkembang
miliar dolar AS
L a m p i r a n 153
Negara-negara industri utama
Amerika Serikat 899,0 944,4 1.059,4 1.259,3 896,51 99.952)
Inggris 306,6 314,0 318,0 334,4 242,00 26,441)
Italia 210,3 218,4 220,3 236,6 175,9 18,861)
Jepang 338,8 280,5 311,3 379,5 265,6 27.943)
Jerman 445,6 471,4 473,5 497,8 370,5 n.a.
Kanada 200,9 206,1 220,2 244,8 173,6 n.a.
Perancis 271,9 288,4 289,9 301,0 222,3 23.761)
Negara-negara berkembang
Pengekspor minyak 171,6 155,8 150,5 175,1 36,2
Bukan pengekspor minyak 1.823,5 1.664,3 1.701,5 2.009,3 997,5
Negara industri baru Asia (NIEs)
Hong Kong 208,6 184,5 179,5 212,8 152,3 17.093)
Korea 144,6 93,3 119,8 160,4 106,7 12.542)
Singapura 132,4 104,7 111,1 134,5 88,5 9.882)
Taiwan 113,9 104,9 111,0 n.a. n.a. n.a.
Negara-negara ASEAN
Indonesia 41,7 27,3 24,0 33,5 9,2 n.a.
Philipina 38,6 31,5 32,6 33,8 24,4 3.392)
Malaysia 79,0 58,3 65,0 82,2 19,2 7.102)
Thailand 62,9 43,0 50,3 61,9 47,4 5.363)
1) Data s.d. Maret 2002
2) Data s.d. April 2002
3) Data s.d. Mei 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Tabel 13Impor Negara Industri dan Negara Berkembang
miliar dolar AS
L a m p i r a n154
Negara berkembang 2.108,4 317,1 2.145,3 345,0 2.208,1 351,5 2.190,4 352,4 2.232 322,4 2.236,7 342,9
Afrika 290,4 26,5 291,3 26,2 277,6 26,9 276,1 26,6 268,4 34,1 265,2 26,4
Asia 697,0 98,7 702,3 96,7 674,9 99,5 675,8 102,6 688,7 100,3 716,8 104,8
Timur Tengah, Malta dan Turki 368,1 35,8 384,3 38,0 486,7 41,1 486,1 44,1 502,4 40,7 510,1 44,9
Amerika Latin 752,3 156,2 767,5 184,1 768,9 184,1 752,4 179 772,5 147,3 744,5 166,7
Negara dalam transisi 360,8 50,2 359,2 47,0 361,4 48,3 362,9 50,9 370,7 49,4 373,4 57,8
Eropa Tengah dan Timur 167,9 29,5 173,3 28,8 179,4 32,2 187,2 32,7 197,9 31,6 210,5 34,3
Negara Persemakmuran Bebas dan
Mongolia 192,9 20,8 185,9 18,2 181,9 16,1 175,7 18,2 172,7 17,8 162,8 23,6
Rusia 158,2 16,3 144,3 12,9 140,7 9,8 131,2 12,4 126,0 12,6 114,0 18,4
Di luar Rusia 34,7 4,5 41,6 5,3 41,2 6,3 44,5 5,8 46,9 5,2 48,9 5,1
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002
Kelompok Negara/Negara 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
Total DSP Total DSP Total DSP Total DSP Total DSP Total DSP
Tabel 14Utang Luar Negeri dan Debt Service Payment Negara-negara Berkembang
L a m p i r a n 155
Tabel 15Perkembangan Suku Bunga Luar Negeri
Global GDP-weighted average 3.04 -236 3.06 3.09 3.31 3.49 3.59
Amerika GDP-weighted average 3.26 -431 3.32 3.13 3.44 3.69 3.53
Amerika Serikat Federal funds rate 1.75 -475 11 Des 01 (-25bp) 1.75 1.75 2.25 2.50 2.50
Kanada Overnight funding rate 2.75 -300 16 Jul 02 (+25bp) 2.75 2.75 3.25 3.50 3.50
Brazil SELIC overnight rate 18.00 225 17 Jul 02 (-50 bp) 18.50 17.00 15.50 14.50 13.00
Meksiko 91-day Cetes rate 7.39 -978 12 Apr 02 (-60mil) 8.00 6.00 5.70 8.20 7.00
Chile Discount rate 3.25 -475 12 Jul 02 (-75bp) 3.25 3.25 3.25 3.50 4.00
Eropa/Afrika GDP-weighted average 3.61 -165 3.61 3.89 4.14 4.38 4.81
Euro Refi rate 3.25 -150 8 Nov 01 (-50bp) 3.25 3.50 4.00 4.25 4.50
Inggris Repo rate 4.00 -200 8 Nov 01 (-50bp) 4.00 4.50 4.75 5.25 5.50
Swedia Repo rate 4.25 25 2 Mei 2002 (+25bp) 4.25 4.75 5.00 5.25 5.25
Denmark 14-day CD rate 3.55 -185 1 Feb 02 (-5bp) 3.55 3.80 4.05 4.30 4.80
Norwegia Deposit rate 7.00 0 4 Jul 02 (+50bp) 7.00 7.50 7.50 7.50 7.50
Republik Czech 2-week repo rate 3.00 -225 26 Jul 02 (-75bp) 3.00 3.00 3.25 3.50 3.75
Hungaria 2-week repo rate 9.50 -225 9 Jul 02 (-50bp) 9.50 10.00 10.00 9.00 8.00
Polandia 28-day intervention rate 8.50 - 1050 26 Jun 02 (-50bp) 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00
Afrika Selatan Repo rate 12.50 502) 14 Jun 02 (+100bp) 12.50 12.50 12.50 11.50 11.50
Swiss 3-month Swiss Libor1) 0.75 -275 26 Jul 02 (-50bp) 0.75 1.00 1.50 1.75 2.50
Asia/Pasifik GDP-weighted average 2.05 -67 2.05 2.07 2.12 2.13 2.17
Australia Cash rate 4.75 -150 5 Jun 02 (+25bp) 5.00 5.25 5.50 5.50 5.75
Selandia Baru Cash rate 5.75 -75 3 Jul 02 (+25bp) 6.00 6.25 6.50 6.50 6.50
Jepang Overnight call rate 0.00 -25 19 Mar 01 (-15 bp) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Hong Kong Discount window base 3.25 -475 12 Des 01 (-25bp) 3.25 3.25 3.75 4.00 4.00
China 1-year working capital 5.31 -54 20 Feb 02 (-54 bp) 5.30 5.30 5.30 5.30 5.60
Korea Overnight call rate 4.25 -100 7 Mei 02(+25bp) 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25
Indonesia 1-month SBI rate 14.99 57 not applicable 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25
India Bank rate 6.50 -150 22 Okt 01 (-50bp) 14.50 14.00 13.50 13.00 12.00
Philipina Reverse repo rate 7.00 -650 15 Mar 02 (-25bp) 7.00 7.00 7.25 7.50 7.50
Thailand 14-day repo rate 2.00 50 21 Jan 02 (-25bp) 2.00 2.00 2.25 2.25 2.25
Taiwan Official discount rate 1.88 -275 27 Jun 02 (-25bp) 1.88 1.88 2.13 2.38 2.38
* Untuk Meksiko perubahan ini mencerminkan pergerakan akhir dari “corto”
1) Level saat ini dan proyeksi mengacu pada nilai tengah kisaran target SNB
2) 100bp sesuai dengan penyesuaian tekhnis atas repo rate
Sumber : JP Morgan
Suku Bunga 26 Juli Perubahan dari Perubahan Proyeksi
Benchmark 2002 Des 2000 (bp) Terakhir* Sep 02 Des 02 Mar 03 Jun 03 Des 03
L a m p i r a n156
Amerika Serikat M1 1.096,9 1.120,4 1.148,3 1.112,3 1.203,5 1.186,3
(miliar dolar) M2 4.051,4 4.406,4 4.675,9 4.966,0 5.479,7 5.564,9
Inggris M0 27,8 29,4 32.8 34.6 37.3 35,32)
(miliar pound) M2 837,4 900,1 932,3 971,4 1.120,6 1.174,12)
M4 722,2 783,2 815.0 882,7 941,3 956,72)
Italia M1 645,8 717,7 459.3 487.2 515.8 n.a.
(triliun lira) M2 931,0 975,3 n.a. n.a. n.a. n.a.
Jepang M1 204,3 214,4 239,5 247.9 281,8 n.a.
(triliun yen) M2 374,1 387,9 383,3 381,8 361,5 318,72)
Jerman M1 872,9 930,6 n.a. n.a. n.a. n.a.
(miliar deutsche mark) M2 1.265,7 1.322,1 n.a. n.a. n.a. n.a.
Kanada M1 169,9 179,6 199,2 225,2 253,8 252,62)
(miliar canadian dolar) M2 377,7 380,4 388,1 444,4 464,6 n.a.
Perancis M1 1.933,0 1.993,0 n.a. n.a. n.a. n.a.
(miliar france) M2 3.624,0 3.781,0 n.a. n.a. n.a. n.a.
1) Juni 2002
2) Mei 2002
Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002.
Negara 1997 1998 1999 2000 2001 20021)
Tabel 16aUang Beredar di Negara-negara Industri Utama
L a m p i r a n 157
ASEAN
Indonesia M1 68.8 87.3 114.6 156.8 170.5 n.a.
(triliun rupiah) M2 355,6 577,4 646,2 747,028 666.5 n.a.
Philipina M1 266.3 286.0 395.6 390.6 392.3 n.a.
(miliar peso) M2 1.238,9 1.348,3 1.514,5 1.674,7 1.746.8 n.a.
Malaysia M1 82.840,0 58.522,0 75,602.0 80.630 83.879 83.86
(juta ringgit) M2 192.198,0 212.544,0 241.249,0 267.691 273.043 279.07
Singapura M1 27.511,0 27.239,0 31,109.0 33.2621 36.114 34.33
(juta dolar) M2 95.953 133.545 143.365 137.636 144.826 145.40
Thailand M1 430,1 451,0 739.7 684,3 640,0 598.4
(miliar baht) M2 3911,6 4311,6 4.279,1 4.505,8 4.662,6 4.822,1
Negara-negara lainnya
Argentina M1 21.482,0 21.489,0 21,836,0 19.839,0 15.701,0 n.a.
(miliar peso) M2 56.038,0 64.162,0 67,315,0 70.677,0 57.476,0 n.a.
Korea
(miliar won) M1 35.036,0 35.583,0 44.375,0 46.997 53.506,0 n.a.
M2 168.495,0 222.956,0 284.943,0 366.052,0 414.072,0 n.a.
Meksiko M1 325.391,0 387.897,0 489,136.0 564,233 676,65 633,62
(miliar peso) M2 1.295.084,0 1.656.617,0 2.016.394,0 2.339.587,0 2.738.433,0 2.835,88
1) Data s.d. Mei 2002Sumber : - IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002.
Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 20021)
Tabel 16bUang Beredar di Negara-negara Berkembang
L a m p i r a n158
1996 1,35 5,18 1.522,20 1,53 1,64 - 115,70
1997
Triwulan I 1,36 5,60 1.638,90 1,66 1,63 - 121,22
Triwulan II 1,39 5,78 1.690,10 1,71 1,64 - 119,57
Triwulan III 1,38 6,09 1.763,00 1,81 1,62 - 117,93
Triwulan IV 1,41 5,88 1.720,40 1,76 1,66 - 125,24
1998
Triwulan I 1,43 6,10 1.792,63 1,82 1,65 - 128,31
Triwulan II 1,47 6,06 1.782,00 1,81 1,67 - 138,77
Triwulan III 1,53 5,60 1.649,00 1,67 1,70 - 136,45
Triwulan IV 1,54 5,62 1.659,90 1,68 1,66 1.17 113,60
1999
Triwulan I 1,51 6,10 1.799,17 1,82 1,61 1.08 118,90
Triwulan II 1,46 6,34 1.870,43 1,89 1,58 1.04 121,10
Triwulan III 1,47 6,14 1.812,32 1,83 1,65 1.07 106,46
Triwulan IV 1,45 6,52 1.924,43 1,94 1,62 1.01 102,50
2000
Triwulan I 1,45 6,87 2.027,08 2,05 1,60 0,96 102,78
Triwulan II 1,48 6,96 2,026,87 2,04 1,51 0,95 106,21
Triwulan III 1,52 7,43 2,191,96 2,28 1,46 1,14 108,14
Triwulan IV 1,50 6,96 2,055,44 2,08 1,49 1,06 114,41
2001
Triwulan I 1,57 6,87 2.206,07 2,05 1,41 1,13 125,51
Triwulan II 1,51 7,72 2.279,31 2,30 1,42 1,18 124,65
Triwulan III 1,57 7,20 2.154,52 2,15 1,47 0,91 119,56
Triwulan IV 1,59 7,37 2.176.81 2,20 1,45 0,89 131,66
2002
Triwulan I 1,59 7,52 2.222,2 2,24 1,43 0,87 132,73
Triwulan II 1,52 6,62 1.953,0 1,97 1,53 0,99 119,47
Sumber : Bloomberg
Dolar Frank Lira Mark Pound Euro Yen
Rata-rata Periode Kanada Perancis Italia Jerman Inggris Eropa Jepang
per $ per $ per $ per $ per $ per $ per $
Tabel 17Perkembangan Nilai Tukar Dolar AS terhadap Mata Uang Utama
L a m p i r a n 159
1997
Triwulan I 2.402,0 1.934,2 1.443,6 429,0 - 3.963,9
Triwulan II 2.431,9 2.127,7 1.412,1 419,1 - 4.085,4
Triwulan III 3.269,0 2.710,0 1.853,0 552,2 - 5.284,5
Triwulan IV 5.402,5 4.032,3 2.597,8 776,4 - 7.708,8
1998
Triwulan I 8.550,0 6.316,2 4.506,7 1.352,1 - 13.957,3
Triwulan II 14.950,0 10.526,3 8.245,7 2.459,8 - 24.842,1
Triwulan III 10.850,0 7.936,5 6.401,6 1.909,2 - 18.285,8
Triwulan IV 8.000,0 6.940,0 4.776,9 1.424,3 - 13.336,0
1999
Triwulan I 8.725,0 7.245,0 4.801,0 1.417,4 9.352,0 14.153,0
Triwulan II 6.705,0 5.595,0 3.548,9 1.058,6 7.071,0 10.852,5
Triwulan III 8.300,0 7.825,0 4.547,5 1.360,6 8.880,0 13.759,4
Triwulan IV 7.100,0 6.942,5 3.652,5 1.091,7 7.125,0 11.362,5
2000
Triwulan I 7.580,0 7.374,0 3.702,5 1.110,1 7.245,0 12.076,4
Triwulan II 8.760,0 8.250,0 4.280,0 1.283,2 8.375,0 13.250,0
Triwulan III 8.775,0 9.515,0 3.964,2 1.188,5 7.757,0 11.348,8
Triwulan IV 9.675,0 8.456,4 4.651,4 1.390,1 9.120,5 14.415,8
2001
Triwulan I 9.752,0 7.769,9 4.757,1 1.419,5 8.630,1 13.750,3
Triwulan II 11.390,0 9.137,6 4.947,2 1.475,1 9.670,1 16.120,3
Triwulan III 9.715,0 8.138,0 4.527,1 n.a. 8.860,0 14.323,3
Triwulan IV 10.400,0 7.898,0 4.729,9 n.a. 9.270,0 15.127,8
2002
Triwulan I 9.825,0 7.400,0 4.379,0 n.a. 8.585,0 13.969,9
Triwulan II 8.713,0 7.285,0 4.417,5 n.a. 8.695,0 13.361,4
Sumber : Bloomberg
Akhir Periode Rp/$ Rp/Y100 Rp/DM Rp/FRF Rp/EUR Rp/GBP
Tabel 18Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama
L a m p i r a n160
1997
Triwulan I 12.534,3 662,2 4.312,9 6.583,5 1.894,8 18.003,4
Triwulan II 15.196,8 724,6 4.604,6 7.672,8 1.921,5 20.605,0
Triwulan III 15.049,3 546,7 5.244,2 7.945,3 1.861,1 17.887,7
Triwulan IV 10.722,8 401,7 5.135,5 7.908,3 1.507,7 15.258,7
1998
Triwulan I 11.518,7 541.4 5.932,2 8.799,8 1.484,4 16.527,2
Triwulan II 8.543,1 445,9 5.832,5 8.952,0 1.009,2 15.830,3
Triwulan III 7.883,5 276,2 5.064,4 7.842,6 939,7 13.406,4
Triwulan IV 10.048,6 398,0 5.882,6 9.181,4 1.392,7 13.842,2
1999
Triwulan I 10.942,2 393,6 6.295,3 9.786,16 1.518,3 15.836,6
Triwulan II 13.532,1 662,0 6.318,5 10.970,8 2.167,7 17.529,7
Triwulan III 12.733,2 547,9 6.029,8 10.337,0 2.021,9 17.605,5
Triwulan IV 16.962,1 676,9 6.930,2 11.497,1 2.479,1 18,934,3
2000
Triwulan I 17.406,5 583,3 6.540,2 10.921,9 2.132,6 20.337,3
Triwulan II 16.155,8 515,1 6.312,7 10.447,9 2.038,0 17.441,1
Triwulan III 15.648,0 415,5 6.264,1 10.650,9 1.986,7 15.747,0
Triwulan IV 15.095,5 416,3 6.222,5 10.786,8 1.926,8 13.785,7
2001
Triwulan I 12.760,6 381,1 5.633,7 9.878,8 1.674,2 12.999,7
Triwulan II 13.042,5 437,6 5.642,5 10.502,4 1.726,5 12.969,1
Triwulan III 9.950,7 392,5 4.903,4 8.847,6 1.319,5 9.774,6
Triwulan IV 11.397,2 392,0 5.217,4 10.021,5 1.623,6 10.542,6
2002
Triwulan I 11.032,9 481,8 5.271,8 10.403,9 1.803,2 11.024,9
Triwulan II 10.598,6 505,0 4.656,4 9.243,3 1.553,0 1.0.621,8
Sumber : Bloomberg
Hong Kong Jakarta London New York Singapura Tokyo
Akhir Periode Stock Stock Stock Stock Stock Stock
Exchange Exchange Exchange Exchange Exchange Exchange
Hang Seng IHSG FT Index Dow Jones ST Index Nikkei
Tabel 19Perkembangan Indeks Harga Saham di Beberapa Pasar
L a m p i r a n 161
Total Emerging Market
Total Net Private Capital Inflows1) 231,8 114,6 65,6 77,5 25,7 25,6 64,7 65,8
Net Foreign Direct Investment 119,5 145,1 155,1 158,9 157,8 171,8 149,6 159,8
Net Portfolio Investment 85,9 48,3 -1,6 31,5 -4,4 -42,6 -0,8 0,4
Net Other Investment 26,5 -78,9 -87,9 -125,3 -127,7 -103,6 -84,2 -94,3
Negara-negara di Asia yang
mengalami krisis 2)
Total Net Private Capital Inflows 74,3 -5,6 -31,6 -13,9 -16,5 -18,7 -5,9 -3,9
Net Foreign Direct Investment 11,7 10,2 11,5 14,5 13,5 10,3 9,7 11,4
Net Portfolio Investment 26,9 8,9 -9,0 11,9 7,1 3,1 6,0 1,4
Net Other Investment 35,7 -24,7 -34,1 --- -37,0 -32,0 -21,5 -16,7
Negara-negara di Asia lainnya
Total Net Private Capital Inflows 50,5 22,9 -14,2 10,4 12,6 17,0 31,6 9,6
Net Foreign Direct Investment 45,7 49,7 48,5 43,0 54,3 47,2 58,7 59,0
Net Portfolio Investment 3,5 -0,1 -6,3 0,9 4,2 -13,6 0,8 -9,7
Net Other Investment 1,3 -26,6 -56,3 -33,5 -71,2 -16,6 -27,9 -39,6
Afrika
Total Net Private Capital Inflows 11,3 8,6 10,0 11,0 6,4 7,9 9,5 10,5
Net Foreign Direct Investment 4,3 8,1 6,8 8,9 7,6 22,1 11,5 10,1
Net Portfolio Investment 2,8 7,0 3,7 8,7 -2,2 -9,0 -1,0 -1,3
Net Other Investment 4,2 -6,5 -0,5 -6,6 1,0 -5,2 -1,0 1,6
Amerika Latin
Total Net Private Capital Inflows 66,4 70,6 71,3 42,8 44,8 23,4 10,8 14,6
Net Foreign Direct Investment 40,3 56,2 60,6 63,7 64,7 66,9 40,0 44,3
Net Portfolio Investment 38,8 25,9 18,7 11,1 4,8 -2,0 2,2 11,2
Net Other Investment -12,7 -11,7 -8,0 -32,0 -24,6 -41,4 -31,4 -41,2
Timur Tengah Malta dan T urki
Total Net Private Capital Inflows 7,0 15,0 9,8 0,8 -22,5 -49,5 -16,6 -1,7
Net Foreign Direct Investment 4,7 5,2 6,3 5,4 7,8 10,5 9,1 11,2
Net Portfolio Investment 0,6 -0,9 -13,2 -4,2 -13,7 -22,0 -8,5 -6,0
Net Other Investment 1,7 10,7 16,6 -0,4 -16,7 -38,1 -17,2 -6,9
Negara-negara dalam transisi
Total Net Private Capital Inflows 19,3 3,0 20,3 12,6 9,6 26,7 29,4 32,8
Net Foreign Direct Investment 12,5 15,8 21,4 23,9 23,4 25,1 30,4 34,9
Net Portfolio Investment 13,3 7,5 4,5 2,9 2,5 4,0 5,8 6,1
Net Other Investment -3,6 -20,2 -5,6 -12,5 -16,2 -2,3 -6,7 -8,2
1) Net Foreign Direct Investment ditambah Net Portfolio Investment dan Net Other Investment
2) Indonesia, Korea, Malaysia, Philipina, dan Thailand
Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002
Kelompok Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001Proyeksi
2002 2003
Tabel 20Private Capital Flows ke Emerging Market
miliar dolar AS
DAFTAR SINGKATAN
ACBF Asian Central Bank Forum
AFMM APEC Finance Ministers ‘ Meeting
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APEC Asia Pacific Economy Cooperation
AS Amerika Serikat
ASEAN Association of South East Asian Nation
BBM Bahan Bakar Minyak
BIS Bank for International Settlement
BOJ Bank of Japan
BPPN Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BPS Biro Pusat Statistik
BUMN Badan Usaha Milik Negara
CA Current Account
CME Chicago Mercantile exchange
CPI Consumer Price Index
DJIA Dow Jones Industrial Average
ECB European Bentral Bank
EMEAP Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks
EMU European Monetary Union
EXCO Executive Committee
DPK Dana Pihak Ketiga
FDI Foreign Direct Investment
Fed Res Federal Reserve
FX Foreign Exchange
FSF Financial Stability Forum
FOMC Federal Reserve Open Market Committe
G-5 Group-5
G-7 Group-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Italia)
G-15 Group-15 (Aljazair, Argentina, Brazil, Chili, India, Indonesia, Jamaika, Kuba,
Malaysia, Meksiko, Mesir, Peru, Srilanka, Thailand, Venezuela, Zimbabwe)
G-20 Group-20 (Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brazil, Cina,
Perancis, Jerman, Kanada, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea,
Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Turki, Uni Eropa, IMF dan Bank Dunia)
L a m p i r a n 163
L a m p i r a n164
GNP Gross National Product
HLIs Highly Leverage Institutions
HKMA Hong Kong Monetary Authority
HRD Human Resource Development
ICT Information, Communication and Technology
IDB Inter-American Development Bank
IHK Indeks Harga Konsumen
IHSG Indeks Harga Saham Gabungan
IMF International Monetary Fund
IT Information Technology
JCI Jakarta Composite Index
KIEP Korean Institute of International Economy Policy
KCH Knowledge Clearing House
Kospi Korea Stock Price Index
LIBOR London Interbank Offer Rates
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
Mo Uang Beredar
m-t-m month to month
NIEs Newly Industrialzed Economics
NKY Nikkei 225
NPL Non Performing Loan
OCR Official Cash Rate
OECD Organization for Economic Cooperation and Development
OPEC Organization of Petroleum Exporting Countries
OTC over the counter
PDB Produk Domestik Bruto
PDF Probability Density Function
PHK Pemberhentian Hubungan Kerja
PMI Purchasing Manager Index
PPI Producer Price index
PPN Pajak Pertambahan Nilai
PUAB Pasar Uang Antar Bank
q-o-q Quarter on Quarter
L a m p i r a n 165
RBA Reserve Bank of Australia
RBNZ Reserve Bank of New Zealand
SBI Surat Berharga Bank Indonesia
SIBOR Singapore Interbank Offer Rates
S&P Standard and Poors
SOM Senior Official Meeting
SET Stock Exchange of Thailand
SEACEN South East Asia Central Banks
STI Strait Time Index
TDL Tarif Dasar Listrik
TI Teknologi Informasi
TILF Trade and Investment Liberalization Facilitation
t-o-t term of trade
UKM Usaha Kredit Menengah
ULN Utang Luar Negeri
USD United States Dollar
WPI World Price index
WTO World Trade Organization
y-o-y year on year
Tim Penyusun :
Ferry Syarifuddin; Benny Siswanto; Ayu Lestari; M. Taufik Amrozy
Kontributor Bahan dan Data
Ekonomi Dunia
Benny Siswanto : Pendahuluan
Ferry Syarifuddin : Amerika Serikat, Argentina, Indonesia
Nanang Hendarsah : Korea Selatan
Aswin Kosotali : Thailand, Rusia
Gunawan B. Padoli : Malaysia; Brazil
M. Noor Nugroho : Inggris; China
Sari H. Binhadi : Australia, Selandia Baru
Indah Nuryani : Singapura; Taiwan
Ayu Lestari : Jepang
M. Taufik Amrozy : Euro
Shinta R. I. Soekro : Meksiko; Chili
Evie Sylviani : Hong Kong, Filipina
Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas
M. Taufik Amrozy : Pasar Valas; Pasar Saham/Obligasi
Ayu Lestari : Pasar Uang
Aswin Kosotali : Pasar Komoditas
Kerjasama Internasional
Shinta R. I. Soekro
Artikel
Ferry Syarifuddin; Sari H. Binhadi; Aswin Kosotali
Lampiran (T abel)
Ferry Syarifuddin; Dewi Kriswanti
Editor
Benny Siswanto; Ferry Syarifuddin
Layout
Sunarto
Administrasi
Suwarto