percobaan vii (katalis enzimatis).doc
DESCRIPTION
lpTRANSCRIPT
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul, ”Katalis Enzimatis.” Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan
reaksi, untuk menunjukkan enzim dapat berfungsi sebagai katalis, dan untuk
mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis. Prinsip
percobaan yang digunakan adalah katalis enzimatis. Metode yang digunakan
dalam percobaan ini adalah penggunaan saliva encer sebagai katalis serta
pemanasan. Hasil yang didapat dari percobaan yaitu pengaruh temperatur, pada
suhu 370C enzim amilase dapat bekerja dengan optimal, pada pengaruh pH 7
enzim bekerja dengan optimal juga, sedangkan pengaruh ion logam sebagai
inhibitor adalah pada tabung kesatu dan kedua.
Keyword : Enzim, Amilase, Inhibitor, Katalis
PERCOBAAN 7
REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS
I. Tujuan Percobaan
I.1 Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi
I.2 Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis
I.3 Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis
enzimatis
II. Dasar Teori
2.1. Enzim
Kata enzim berarti “dalam ragi”. Manusia telah menggunakan enzim sejak
zaman prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim
adalah suatu katalis biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim.
Enzim merupakan katalis yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis
laboratorium atau industry. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas
pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas
katalis lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas biologis, beberapa
enzim memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu
proses dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang
menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim
memainkan peran sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan
makanan untuk memasok energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh
(building blocks); perakitan building block tersebut menjadi protein, membrane
sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi genetic; dan akhirnya
peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan
dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)
2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6 kelas,
yaitu:
1. Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan biasanya
menggunakan koenzim :
NAD+
NADP+
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase, Oksidase, dan
Hidroksilase
2. Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus 1-
karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus fosfat dan
gugus mengandung S.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Amino transferase, asil
karnitin transferase, transkarboksilase dan glukinase.
3. Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan atom
lainnya dengan penambahan air.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : esterase, amidase,
peptidase,fosfatase dan glikosidase.
4. Liase : mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbon-sulfur dan karbon-
nitrogen.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : dekarboksilase, aldolase,
sintase dan deaminase.
5. Isomerase : mengkatalisis raseminasi optic atau isomer geometric dan reaksi
oksidasi reduksi intramolekular tertentu.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : epimerase, mutase dan
isomerase.
6. Ligase : mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan karbon,
karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen dan karbon dengan oksigen.
Untuk pembentukan ikatan tersebut diperlukan energy yang berasal dari
ATP.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Sintetase dan Karboksilase.
(Shahib, 1992)
2.3. Komponen Enzim
Enzim terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Protein
2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus
prostetik dapat berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang
diperlukan oleh enzim untuk aktivitas biologisnya. Kofaktor dapat berupa ion
logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan natrium. Koenzim yaitu
senyawa organik, misalnya vitamin B1, B2 dan B6.
(Fessenden, 1986)
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu terdapat
pula bagian yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik. Bagian
yang bukan protein ini disebut kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu dari
kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim
dan ion metal. Koenzim adalah senyawa organic yang berasosiasi dengan
apoenzim dan bersifat sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung
katalisis. Selanjutnya koenzim yang sama dapat menjadi kofaktor pada enzimyang
berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya membantu enzim memecah
substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk produk yang
terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.
(Shahib, 1992)
2.4. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja enzim,
misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
Inhibitor dapat dikelompokkanmenjadi tiga macam yaitu inhibitor
kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik.
(Poedjiadi, 1994)
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat (katalitik).
Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya menyerupai
struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut dapat berikatan
secara reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya membentuk kompleks
EnzS, justru membentuk kompleks enzim inhibitor (Enzl).
Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I.
struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S dan
dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim. Inhibitor
nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal yang diperoleh
pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah), tetapi biasanya tidak
mempengaruhi nilai Km.
(Murray,2001)
2.5. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
1. Sebagai biokatalisator yaitu dapat menggiatkan atau kadang-kadang dapat
menyebabkan memuainya proses dalam sel
2. Enzim adalah suatu protein, sehingga mempunyai sifat-sifat seperti
protein.
3. Enzim bekerja spesifik artinya untuk merubah atau mereaksikan suatu zat
tertentu memerlukan enzim tertentu pula.
4. Enzim dapat bekerja bolak-balik artinya suatu reaksi memerlukan enzim
yang sama juga mempengaruhinya adalah jumlah substrat dan jumlah
produksi.
5. Enzim bekerja sangat cepat
6. Enzim tidak ikut bereaksi, artinya enzim tidak berubah dan dapat dipakai
kembali setelah reaksi enzimatis berlangsung.
7. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu.
8. Enzim sensitive terhadap pH.
(Murray, 2001)
2.6. Komponen Enzim
2.6.1. Apoenzim
Adalah bagian enzim yang terdiri dari protein.
Sifat: - tidak tahan panas
- tidak mampu melewati membran dialysis.
2.6.2. Koenzim
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
Sifat: - tahan terhadap panas
-mampu melewati membrane dialis.
Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu
sama lain. Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus
prostetik terikat erat pada apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus
prostetik adalah bagian dari enzim yang berbentuk molekul organic. Koenzim
adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima hydrogen atau akseptor
hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )
2.7. Fungsi dan Cara Kerja Enzim
2.7.1. Fungsi Enzim
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam
maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 106 – 1011 kali lebih
cepat dari pada bila reaksi tersebut berlangsung tanpa katalis.
( Poedjiadi, 1994 )
2.7.2. Cara Kerja Enzim
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang akan
dikerjakan ) untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan menjadi tegang
oleh gaya terik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang mempunyai energi dam
mudah terpatahkan sehingga reaksi berlangsung lebih mudah dan menghasilkan
kompleks enzim substrat.
E + S → E – S → E – P → E + P
Keterangan : E + S = enzim
E – P = Kompleks enzim produk
E + p = enzim + produk
Bentuk yang diubah dari produk menyebabkan kompleks itu berdisosiasi
dan permukaan enzim siap menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini
disebut “ Teori Kesesuaian Terimbas (Induced-Fit Theory). “
( Fessenden, 1983 )
2.8. Kekhasan Enzim
Nama enzim disesuaikan dengan substratnya dengan penambahan “ase” di
belakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim.
Contoh: enzim menguraikan substrat (urea) disebut urease.
Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama menurut
fungsinya. Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang mempunyai fungsi
sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Disamping nama trival (biasa) maka oleh
Commision On Enzimes of The International Union of Biochemistry telah
ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan dengan pembagian dan
penggolongan enzim berdasar fungsi.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam
amino tertentu sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan enzim.
( Poedjiadi, 1994 )
2.9. Dasar Kerja Enzim
Pada umumnya terdapat dua mekanisme kerja enzim yang mempengaruhi
reaksi katalis. Mekanismenya adalah
a) Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi
saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi
karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan
mempunyai kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara.
Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya, melainkan
substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa sehingga setiap substrat
terorintasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
b) Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan non kovalen) antara
substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran ini menyebabkan suatu
regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat sehingga
ikatan kovalen tersebut menjadi mudah pecah. Dapat disimpulkan bahwa
enzim mempercepat laju reaksi agar keseimbangan reaksi tercapai, tetapi
tidak mempengaruhi konstanta keseimbangan.
Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim diantaranya
yang penting adalah konsentrasi baik substrat maupun enzim. Faktor utama
lainnya antara lain : suhu, Ph, kekuatan ikatan ionik dan adanya inhibitor
(penghambat reaksi). Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi enzim yaitu
1) Suhu
Laju reaksi meningkat seiiring bertambahnya suhu, namun apabila
suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak sehingga reaksi berjalan
optimal. Suhu normal untuk aktivitas enzim berkisar antara 25 - 370C.
2) Derajat Keasamam (Ph)
Pengaruh Ph terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh beberapa
faktor yang dapat saling bersaing apabila aktifitas enzim mencapai
maksimum jika pH mencapai optimum, maka laju reaksi akan berkurang
di kedua sisi pH optimum. Untuk setiap kombinasi dari 3 aturan yang
mungkin :
Protein enzim terdenaturasi akibat Ph ekstrem tinggi atau rendah.
Protein enzim dapat memerlukan gugus – gugus amino yang
terionisasikan pada rantai samping yang mungkin di tititk hanya
pada satu keadaan ionisasi.
Substrat dapat memperoleh protein dalam satu bentuk muatan.
3) Konsentrasi Enzim
Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim
jenuh lebih sedikit dari konsetrasi substrat.
4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula – mula berada
pada kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan lebih
lanjut atau berlebih akan tercapai suatu laju limit atau laju maksimum
37o C Temperatur
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan temperatur dengan aktivitas enzim
(Underwood, 1994)
suatu reaksi hingga pada saat penambahan substrat lebih lanjut tidak
mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )
2.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor-faktor
tersebut dapat bersifat fisik atau bersifat kimia, yaitu :
2.10.1. Suhu atau Temperatur
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan adanya
penurunan suhu. Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun tajam. Kenaikan
kecepatan dibawah temperatur optimal disebabkan oleh kenaikan energi kinetika
molekul yang bereaksi. Bila suhunya dinaikkan terus, energi kinetika menjadi
besar sehingga melampaui penghitung energi untuk memecahkan ikatan sekunder
yang mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya struktur sekunder
dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis.
(Mayes, 1992)
2.10.2. Konsentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan lainya
dipertahankan tetap, kecepatan tetap, keceepatan awal yang diukur v naik sampai
nilai maksimum v berhenti.Efek konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang
dikatalis enzim,
Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai
konsentrasi enzuim dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah substrat masih
melebihi jumlah enzim dengan persamaan molar yang besar. Apabila titik A dan
B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim tergabung dengan substrat dan v akan
tergantung pada (s). Pada C, semua enzim tergabung dengan substrat sehingga
kenaikkan selanjutya dari s. Walau ini menaikkan konsentrasi benturan anatar
enzim dan substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak ada
enzim yang terdapat unsur bereaksi.
.2.10.3. Pengaruh pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang
disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 – 8,0. suatu enzim tertentu
mempunyai pH optimum sanagt ekstrim , misalnya pepsin pada pH 1,8 dan
organisme pada pH 10,0.
7 pH
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi aktivasi, yang
irreversible. Pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi
bersifat reversible. Perlu diketahui pada enzim yang sama, sering pH umumnya
berbeda, tergantung asal enzim tersebut. Misalnya metal esterase yang diperoleh
dari kapang mempunyai pH optimum sekitar 5,0 sedang enzim yang sama yang
diperoleh dari kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.
2.11. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya
perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan reaksi.
Katalis dibedakan menjadi:
a) Katalis Homogen
Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
b) Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan
pereaksi.
(Keenan, 1984)
2.12. Katalis Enzimatis
Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim
sebagai katalis. Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam amino
sama seperti molekul lain. Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan kimia yang
digunakan dengan ikatan-ikatan pada reaksi kimia organik biasa. Dalam
pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur yang dibentuk oleh
berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein bertindak cepat
sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa lsin yang dapat
mempercepat sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit menjadi beberapa
bentuk.
Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus
karboksil dan gugus pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan
menempatkannya dalam ruang tertentu sehingga dapat mengunci senyawa yang
dipengaruhi.
Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat yang
berbeda. Falam reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus katalistik dan
enzim bergabung dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat/
kemampuan enzim prostate.
Enzim aktivasi pembentukan kompleks enzim senyawa antara pada reaksi
enzimatik jauh lebih rendah dari pada energi aktivasi pada reaksi kimia tanpa
enzim. Suatu enzim merupakan suatu katalis yang dapat dibentuk sehingga mudah
melakukan katalis dari suatu arah dan agak sulit melakukan katalisis kearah
berikutnya.
( Poedjiadi, 1994 )
2.13. Kinetika Katalis Enzim
Salah satu reaksi kimia yang paling sederhana adalah pengubahan suatu
molekul zat S, menjadi suatu molekul hasilnya P, dengan laju reaksi k. Reaksi ini
dapat dituliskan sebagai :
S P
Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau
senyawa yang transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah
baliknya dihapuskan karena kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke
hasilnya atau sebab beranjak dari konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap
awal reaksi sebelum hasil yang memadai terkumpul). Hal ini berarti bahwa jumlah
dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model ini dapat pula dicakup
peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di tuliskan :
S + A P
Jika terdapat sejumlah besar A dibandingkan dengan S sehingga
konsentrasinya dapat dianggap tetap sebelum reaksi. Dalm hal ini konstanta K
sama dengan K’ kali konsentrasi A yang tak berubah. Misalnya semua reaksi
hidrolisis, termasuk jenis ini dengan A ialah air.
Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju
pembentukan hasilnya diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju reaksi
semacam itu disebut kecepatan (V) reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini
tidak berlaku, K tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi enzim.
d [S] / dt = -K [S]
(Poedjiadi, 1994)
2.14. Pengaruh Ion Logam
Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang terikat
erat atau membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim mengandung
ion logam fungsional dalam jumlah pasti yang dipertahankan selama proses
pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan dengan
logam yang kurang erat, namun memerlukan logam tambahan. Dengan demikian
perbedaan metaloenzim dan enzim yag diaktifkan oleh logam terletak pada
afinitas enzim terhadap ion logam. Mekanisme yang diinginkan ion logam untuk
melaksanakan fungsinya tampak serupa dengan metaloenzim dan enzim yang
diaktifkan oleh logam.
(Murray, 1997)
2.15. Analisa Bahan
1. Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak
terdapat pada tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika
bereaksi dengan iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)
2. Iodin
Sifat Fisik : Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam
kebiruan dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic,
katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon disulfida,
tidak larut dalam air.
(Basri, 1996)
3. Cu(NO3)2
Sifat Fisik : Merupakan larutan Berwarna biru laut, titik dekomposisi 170˚C,
titik leleh 115˚C.
Sifat Kimia : Larut di dalam air merupakan reagen untuk mendeteksi Oksigen.
(Basri, 1996)
4. HgCl2
Sifat Fisik : Densitas 5,44, titik leleh 280,7˚C, titik didih 302˚C, beracun dan
korosif, digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.
Sifat Kimia : Dapat larut dalam air, berbahaya bagi lingkungan.
(Pringgodigolo, 1973)
5. Pb(NO3)2
Sifat Fisik : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233˚C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai
reagen, pewarna industri tekstil.
(Pringgodigolo, 1973)
6. Aquades
Sifat Fisik : titik didih 100˚C, titik beku 0˚C, memiliki Kb = 0,51
gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa berfasa
cair, tidak berwarna.
(Mulyono, 2005)
7. Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh
pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam –
basa (misalnya : CH3COOH/CH3COOˉ , NH4OH/NH4+)
(Mulyono, 2005)
8. Saliva
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari
sekitar 1 – 1,2 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari
99,24% air dan 0,58% terdiri atas ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Clˉ, HCO3ˉ, SO4 2-
dan zat – zat organic, seperti enzim amilase dan ptyalin.
(Milller,1993)
9. Enzim Amilase
Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang mengkatalis
hidrolisa substrat dengan molekul air. Enzim amilase, dapat memecah ikatan
peptide dalam amilum sehingga terbentuk maltose. Macam – macam enzim
amilase, α amilase, β amilase, terdapat dalam saliva dari pancreas. Enzim ini
memecah ikatan yang terdapat dalam amilum disebut enzim endoamilase sebab
enzim ini memecah bagian dalam bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 1994)
III. METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Gelas Beker
Tabung Reaksi
Kertas Saring
Penangas air
Plat Tetes
Termometer
Pipet Tetes
Corong
Gelas ukur
Rak tabung reaksi
Penjepit
3.1.2. Bahan
Larutan Amylum 1%
Larutan I dalam KI
Cu(NO3)2
HgCl2
Pb(NO3)2
Larutan buffer Ph 5
Larutan buffer Ph 7
Aquadest
3.2 Gambar Alat
Gelas beker Tabung Reaksi Kertas Saring
Penangas Air Plat Tetes
Termometer
Pipet Tetes Corong Gelas ukur
Rak tabung reaksi Penjepit
3.4.Skema Kerja 3.4.1. Pengumpulan Saliva encer
Air KumurGelas Beker
Pengocokan kuat-kuatpenyaringan
FILTRAT RESIDU
3.4.2. Penyediaan Larutan Iod
Larutan Iod dalam KI
Penetesan pada lekukan tegel porselen
HASIL
3.4.3 Pengaruh Temperatur terhadap aktivitas Enzim Amilasea. 37
Larutan Amilum Larutan Amilum encerTabung 1a,2a,3a Tabung 1b,2b,3b
Pemanasan dalam penangas suhu 37°C
CAMPURAN
Tabung 1bPenangas air 37Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetespada KI
HASIL
Keterangan : ulang percobaan untuk penangas air bersuhu 70 dalam air es3.4.4. pengaruh Ph terhadap aktivitas enzim amilase
IV. Data Pengamatan
4.1. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
SuhuPerubahan Warna
3 Menit ke- 1
3 Menit ke- 2
3 Menit ke- 3
3 Menit ke- 4
3 Menit ke-5
0C
37C 70C
4.2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
pH
Perubahan Warna3 Menit ke-
13 Menit ke-
23 Menit ke-
33 Menit ke-
43 Menit ke-
5
5Biru
DongkerBiru
DongkerBiru
DongkerBiru
DongkerBiru
Dongker7 Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
4.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Ion LogamPerubahan Warna
3 Menit ke- 1 3 Menit ke- 2
3 Menit ke- 3
3 Menit ke- 4
3 Menit ke-5
Cu(NO3)2 Biru Dongker Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
HgCl2 Biru Dongker Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Pb(NO3)2 Biru Dongker Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Biru Dongker
Saliva encer murni (tanpa
ion logam)
Kuning Kecokelatan Kuning Kuning Kuning Kuning
V. Pembahasan
Telah dilakukan percobaan yang berjudul, “Reaksi Kimia III : Katalis
Enzimatis.” Tujuan Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada
kecepatan reaksi, untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai
katalis, serta untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis
enzimatis.
5.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap
aktifitas enzim. Enzim adalah biokatalisator yang diperoleh oleh jaringan hidup
dan meningkatkan laju reaksi yang munkin terjadi dalam jaringan. Bila tidak ada
enzim, maka reaksi – reaksi yang akan berjalan terlalu lambat. Beberapa enzim
bersifat reversible. Enzim tidak mempengaruhi fase kesetimbangan reaksi yang
dikatalisis.
(Montgomery, 1993)
Dalam percobaan ini digunakan larutan saliva encer dan amilum 1% yang
dipanaskan pada suhu yang berbeda, yaitu 0oC, 370C, dan 700C untuk mengetahui
pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim amilase. Enzim yang digunakan
dalam percobaan ini adalah enzim amilase yang diperoleh dari larutan saliva
encer. Amilum bertindak sebagai substrat. Melalui percobaan ini, kita dapat
mengetahui bahwa temperatur sangat mempengaruhi aktifitas enzim. Pada
percobaan ini, sampel yang berupa larutan saliva encer diteteskan iodine yang
berfungsi untuk mengidentifikasi adanya amilum pada sampel.
5.1.1. Pada Suhu 00C
Pada percobaan yang dilakukan pada suhu 00C, setelah larutan saliva encer dan
amilum dicampurkan, maka akan dihasilkan larutan yang bening. Kemudian
diambil beberapa tetes lalu diteteskan dengan iodine maka dihasilkan warna ungu
kehitaman. Pada menit ke-3, akan dihasilkan warna ungu kehitaman, menit ke-6
dihasilkan warna ungu kehitaman, menit ke-9 dihasilkan warna ungu kehitaman,
menit ke-12 dihasilkan warna ungu kehitaman, dan begitu pula pada menit ke-15
dihasilkan warna ungu kehitaman. Hal ini mengidentifikasi bahwa amilum tidak
diuraikan oleh enzim amilase (dalam saliva encer). Enzim amilase tidak bekerja
atau belum bekerja sempurna pada suhu 00C. Warna ungu kehitaman berasal dari
amilum yang menghasilkan uji positif terhadap Iodine.
5.1.2. Pada Suhu 370C
Pada suhu 370C, setelah larutan saliva encer dan amilum diampurkan, maka akan
menghasilkan warna yang bening. Kemudian setelah itu diberikan beberapa tetes
iodine akan menghasilkan warna kuning. Hal ini mengidentifikasi bahwa
amilum dapat dipecahkan oleh enzim amilase (dalam saliva encer). Oleh
karena itu, ketika diteteskan oleh iodine tidak dihasilkan warna ungu kehitaman.
Reaksi hidrolisis amilum ini berlangsung dengan bantuan katalisator yang berupa
enzim amilase yang terkandung dalam saliva. Reaksi hidrolisi berlangsung cepat
pada suhu ini.
Pada suhu 370C (suhu optimum) enzim amilase dapat bekerja dengan sempurna.
Suhu optimum adalah suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi dengan
menggunakan enzim tertentu. Suhu optimum merupakan suhu yang menyebabkan
terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan maksimal.
( Poedjiadi, 1994)
5.1.3. Pada Suhu 700C
Pada suhu 700C, setelah larutan saliva encer dan amilum dicampurkan maka akan
menghasilkan warna bening. Lalu diteteskan kedalam droupleplate yang telah
berisi iodine, maka akan dihasilkan warna ungu kehitaman. Pada suhu 70oC,
enzim akan mengalami denaturasi. Dengan adanya denaturasi enzim ini, bagian
aktif enzim akan terganggu sehingga kecepatan reaksinya menurun (enzim akan
kehilangan semua aktifitas enzimnya / enzim terdenaturasi). Warna ungu
kehitaman menunjukkan bahwa terjadi reaksi uji positif bahwa adanya amilum.
Hal ini berarti, amilum tidak diuraikan oleh enzim amilase dan bereaksi dengan
iodine.
Jadi, dapat diketahui bahwa temperatur mempengaruhi aktifitas enzim
dimana aktifitas enzim akan meningkat pada suhu tertentu dan menurun bila
melebihi suhu optimumnya. pada suhu 00C enzim tidak dapat bekerja atau kurang
bekerja dengan sempurna. Pada suhu 370C enzim mencapai suhu optimumnya
sehingga aktifitas enzim akan meningkat dan mencapai kecepatan maksimalnya.
Sedangkan pada suhu 700C enzim akan mengalami denaturasi (penurunan
kecepatan reaksi enzim).
5.2. Perubahan pH terhadap aktivitas enzim amilase
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim amilase serta perbedaan aktivitas kerja enzim pada pH yang berbeda.
Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan saliva encer dengan amilum serta
larutan buffer dengan pH 5 dan pH 7. Larutan buffer digunakan untuk
mempertahankan atau menaikkan sedikit pH sesuai dengan titik isoelektrik. Titik
isoelektrik adalah titik kenetralan dimana suatu zat, misalnya asam amino, yang
memiliki butir-butir koloid netral pada pH tertentu dan tidak dipengaruhi oleh
medan listrik. (Ahmad Fatih, 2008)
Pada percobaan ini, 2 buah tabung reaksi diisi dengan larutan buffer
masing-masing dengan pH 5 dan pH 7. Pada 2 tabung lain, diisikan larutan
amilum 1%. Setelah itu, keempat tabung ini dipanaskan pada suhu 37C selama 3
menit. Kemudian larutan amilum dicampurkan kedalam tabung yang berisi larutan
buffer dengan pH 5 dan pH 7. Setelah itu, larutan kembali dipanaskan dengan
suhu yang sama, yaitu 37C. Pemanasan dengan suhu sebesar 37C ini disebabkan
karena suhu tersebut merupakan suhu optimum, dimana enzim dapat bekerja
dengan baik. Ditinjau dari bahannya, larutan yang mengandung saliva encer
berasal dari air kumur dalam tubuh yang mempunyai suhu normal sekitar 370C.
Jadi enzim bekerja optimal pada suhu tersebut. Setelah pemanasan berlangsung,
campuran ini dipipetkan sebanyak 2-3 tetes kedalam druplate, dan ditambahkan
Iodine dalam larutan KI. Penambahan Iodine dalam KI ini bertujuan untuk
menghidrolisis amilum yang terkandung dalam campuran buffer, saliva encer,
serta amilum. Pada penetesan KI kedalam larutan yang memiliki pH 5, larutan
berubah warna menjadi biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa, pada larutan
yang memiliki pH 5, amilum belum terhidrolisa secara sempurna dan enzimnya
tidak bekerja optimal. Selain itu, Pada kondisi ini kerja enzim lambat dan kurang
optimal atau sempurna. Muatan asam amino bergantung pada pH, karena enzim
merupakan suatu protein, maka muatan enzim yang ditentukan oleh stuktur ruang
ikatan suatu substrat pada enzim dapat dipengaruhi struktur ruang enzim yaitu di
sekitar pusat aktif. Pada pH 5 kerja enzim akan lambat karena dengan kadar asam
meningkat ( pH semakin kecil ) maka gugus yang bermuatan negatif pada enzim
amilase menjadi terprotonisasi dan dapat menetralkan muatan negatif. Sedangkan
pada kondisi larutan dengan pH 7 atau netral, larutan saliva dan amilum yang
berada pada 370C diteteskan KI, larutan menghasilkan warna kuning serupa
dengan warna KI itu sendiri. Hal ini menandakan bahwa amilum sudah
terhidrolisis secara sempurna dan enzimnya bekerja secara optimal. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pada pH netral, enzim dapat bekerja optimal.
Kebanyakan enzim dapat bekerja pada pH 4 – 8, dan suhu optimumnya
adalah 7 atau netral. (Fessenden, 1986)
Selain itu, aktivitas enzim tergantung pada pH lingkungan. Suatu enzim
dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau bermuatan ganda atau sering disebut
zwitter ion. Karena protein (enzim) polipeptidanya mengandung kelompok-
kelompok yang bisa mengion sampai kesatu tingkat yang terkandung pada pH
yang ada. Enzim mempunyai titik isoelektrik yang bermuatan bebas bersihnya
adalah nol pada pH titik isoelektriknya. Sebagai patokan berada pada saat pH pada
waktu aktivasi maksimal.
Pada pH asam memberikan ion H+ sehingga terjadi peningkatan proton
pada asam amino enzim, amilase akan terprotonisasi dan tidak akan bekerja
dengan baik bila dibandingkan dengan pH netral, karena enzim bekerja dengan
baik saat muatan bebas nol. Sebaliknya bila enzim bekerja pada suasana basa
maka akan memberikan OH-. Sehingga akan bermuatan negatif dan enzim juga
tidak akan bekerja dengan baik. Bahkan pada umumnya enzim bila pada pH di
7 pH
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)
atas 10 akan terdenaturasi. Denaturasi adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih
tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang
mengutuhkan molekul itu.
(Fessenden, 1986)
Hubungan antara aktivitas enzim dan pH dapat digambarkan sebagai
berikut:
5.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Mekanisme enzim dalam suatu reaksi ialah melslui pembentukan
kompleks enzim-substrat (ES). Oleh karena itu hambatan atau inhibisi pada suatu
reaksi yang menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi bila penggabungan
substrat dan bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang
dapat mengmbat reaksi atau aktivitas enzim disebut dapat menghambat reaksi atau
aktivitas kerja enzim dinamakan inhibitor.
(Poedjiadi, 1994)
Enzim merupakan suatu protein yang bila diberi ion logam dapat bereaksi
dengan sebagian protein yang dapat mengalami koagulasi sehingga jika suatu
enzim (protein) diberi ion logam berat maka enzim akan mengalami perubahan
struktur, konformasi serta posisinya sehingga aktivasi enzimnya akan berkurang.
Dalam percobaan ini, logam berat yang digunakan adalah Cu(NO3)2
dimana terdapat ion logam Cu di dalamnya dan juga larutan Pb(NO3)2 dan HgCl2.
Pada umumnya ion logam berat itu dapat menghambat kerja enzim dengan
bereaksi dengan enzim membentuk garam. Reaksi yang terjadi pada umumnya :
Enzim – Substrat – H + Cu (substrat – H)2 + H+
Pada percobaan ini warna larutan setelah dipanaskan 370 C lalu diteteskan
pada larutan KI, yang mengandung ion logam, juga agak gelap. Hal itu
menunjukkan bahwa ion logam dapat menghambat kerja enzim yaitu berfungsi
sebagai inhibitor. Inhibitor disini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Inhibitor kompetitif (bersaing)
Inhibitor ini umumnya disebabkan karena adanya molekul yang mirip
substrat, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu kompleks enzim inhibitor
(EI). Pembentukan kompleks EI ini sama dengan pembentukan kompleks enzim
substrat (ES) yaitu melalui penggabungan inhibitor dengan enzim pada bagian
aktivitas enzim. Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor dengan
substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi sebagai berikut :
(Poedjiadi, 1994)b. Inhibitor tak bersaing
Inhibitor tak bersaing ini tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi
substrat. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu bagian
enzim di luar bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim ini terjadi
pada enzim bebas atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu kompleks
enzim substrat.
( Poedjiadi, 1994)
Pada percobaan dengan menggunakan ion logam yaitu PB(NO3)2, setelah
larutan saliva encer ditambah dengan larutan amilum dan ditetesi larutan Iod
dalam KI, maka larutan kuning dari Iod berubah menjadi larutan berwarna
coklat kekuningan.
Hal ini mengindikasikan bahwa amilum dapat dipecahkan / diuraikan oleh
enzim amilase. Dimana enzim amilase tidak berikatan dengan ion logam, Pb
berperan sebagai aktivator.
Lawan dari inhibitor adalah aktifator, contoh aktifator logam adalah K+,
Mn+, Mg2+, Zn2+
E + I EI
E + S ES
E + I
ES + I ESI
EI
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. KESIMPULAN
6.1.1. Katalis merupakan zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia dan
mempercepatnya, namun katalis tidak mengalami perubahan kimia yang
permanen.
6.1.2. Katalis mempercepat laju reaksi dengan meningkatnya faktor atau
dengan menunjukkan energi aktifasi dengan memberikan kompleks
kereaktifan baru dengan energi potensian yang lebih rendah.
6.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas enzim :
a. temperatur
b. pH
c.ion logam (inhibitor)
6.2. SARAN
6.2.1. Praktikan harus melakukan percobaan sesuai dengan prosedur dalam
cara kerja.
6.2.2 Praktikan harus mengukur suhu yang tepat saat dilakukan pemanasan
VII. Daftar Pustaka
Basri, S.,1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.Fessenden, R., 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta. Keenan,C., 1984, Ilmu Kimia untuk Universitas, The University of Tennese
Knoxvill, Erlangga, Jakarta.Mayes, P.A., 1992, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Miller,1993, Chemistry A Basic Introduction 4 th edition , Wadsorth Publishing
Company, California.Mulyono,2005, Kamus Kimia, Ganesa Silatama, Bandung.Murray, R.K., 1997, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.Murray, R.K, 2001, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.Petrucci, R., 1997, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta.Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.Pringgodigdo,A.G., 1973, Ensiklopedia Umum, Yayasan Para Buku Franklin,
Jakarta.Shahib, M.N., 1992, Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim, PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung.Underwood,1994, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.Winarno,F.G., 1986, Analisa Bahan Pangan, UI Press, Jakarta.