percobaan iii rekristalisasi
DESCRIPTION
percobaanTRANSCRIPT
PERCOBAAN III
Judul : Pemurnian Zat Padat Dengan Rekristalisasi
Tujuan : Pada akhir percobaan ini mahasiswa diharapkan mahir dalam,
a. Melakukan rekristalisasi dengan baik
b. Memilih pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi
c. Menjernihkan dan menghilangkan warna larutan
d. Memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisasi
Hari / Tanggal: Selasa / 26 Oktober 2010
Tempat : Laboratorium Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin
I. DASAR TEORI
Senyawa padat organik yang diperoleh dari reaksi organik atau hasil isolasi
biasanya jarang murni. Senyawa tersebut biasanya terkontaminasi dengan zat
pengotor. Pemurnian zat tersebut biasanya dilakukan dengan cara rekristalisasi
yang didasarkan pada perbedaan sifat kelarutan dalam pelarut tertentu atau
campuran pelarut.
Kelarutan zat padat relatif berbeda dalam pelarut berbeda. Perbedaan ini
dikaitkan dengan kepolaran relatif zat. Mengacu pada prinsip kelarutan (like
dissolve like), maka kondisi ideal yang diinginkan pada pemurnian dengan cara
kristalisasi adalah :
1. Pelarut yang digunakan hampir tidak melarutkan zat yang akan
dimurnikan pada temperatur kamar, tetapi mau melarutkan zat itu dengan
baik dalam suasana panas, tetapi juga tidak bereaksi.
2. Titik didih pelarut tidak melebihi, titik leleh zat yang akan direkristalisasi.
3. Zat pengotor harus larut baik dalam pelarut dalam segala kondisi.
4. Tidak mahal, tidak reaktif dan setelah melarutkan zat padat organik bila
dilakukan penguapan akan lebih mudah memperolehnya kembali.
Zat padat + pelarut panas
pelarut
kristalPendinginan dan penyaringan
dengan di isap
Zat terlarut (larutan)
Pengotor (tidak larut)
Dalam prakteknya, usahakan seminimal mungkin jumlah pelarut yang
digunakan sehingga jumlah zat paling banyak yang bisa diperoleh kembali
sewaktu proses pendinginan larutan panas. Penurunan suhu harus diatur
kecepatannya, jangan terlalu cepat. Ada tiga tahap rekristalisasi, yaitu :
1. Melarutkan zat padat campuran dalam pelarut panas dengan volume
pelarut minimal, biasanya pada titik didihnya.
2. Kristalisasi zat dalam larutan tersebut dengan menurunkan suhu larutan
secara perlahan.
3. Penyaringan terhadap kristal murninya dipisahkan dari larutannya.
Proses Pelarutan Zat Padat
Kritalisasi
Proses kristalisasi adalah kebalikan dari proses pelarutan. Mula-mula molekul
zat terlarut yang terus membentuk kristal yang lebih besar diantara molekul
pelarutnya. Kristal yang terbentuk disaring vakum dari larutannya menggunakan
corong Hirsh atau Bucher. Untuk memperoleh senyawa yang benar-benar murni
dilakukan rekristalisasi.
Cara rekristalisasi ditentukan oleh jenis pengotor yang akan diubah atau
dipisahkan. Ada dua cara melakukan rekristalisasi, yaitu :
a. Jika pengotornya sedikit larut dalam pelarut :
Zat padat + pelarut panasLarutan
Pelarut
KristalPendinginan dan penyaringan dengan di isap
b. Jika pengotornya lebih larut dalam pelarut :
Apabila larutan yang akan dikristalisasikan ternyata berwarna, padahal kita
tahu zat padatnya tidak berwarna, maka kedalam larutan panas sebelum disaring
ditambahkan arang aktif. Zat warna yang tidak diserap akan hilang pada waktu
pencucian dan penyaringan. Pembentukan kristal biasanya memerlukan waktu
induksi yang berkisar beberapa menit sampai satu jam. Kadang-kadang kristal
baru keluar bila dipancing dengan sebutir kristal murni. Agar terjadi pemisahan
maka keadaan jenuh jangan diaduk / digoncang berlebihan ataupun pendinginan
yang terlalu cepat. Jika kondisi ideal dengan sistem pelarut tinggal tidak berhasil,
maka diperlukan sistem pasangan pelarut seperti metanol-air. Persyaratannya
adalah kedua pelarut harus saling bercampur dan kelarutan zat dalam kedua
pelarut relatif besar perbedaannya.
Titik leleh dan cara penentuannya
Suatu zat padat mempunyai molekul-molekul dalam bentuk kisi yang teratur,
dan diikat oleh gaya-gaya gravitasi dan elektrostatik. Bila zat tersebut dipanaskan,
energi kinetik dari molekul-molekul tersebut akan naik. Hal ini akan
mengakibatkan molekul bergetar, yang akhirnya pada suatu suhu tertentu ikatan-
ikatan molekul tersebut akan terlepas. Maka zat padat akan meleleh. Titik leleh
senyawa murni adalah suhu dimana fasa padat dan fasa cair senyawa tersebut
berada dalam keseimbangan pada tekanan 1 atm. Kalor diperlukan untuk transisi
dari bentuk kristal, pemecahan kisi kristal, sampai semua berbentuk cair. Proses
pelelehan ini dalam kesetimbangan, makin murni senyawa, trayek suhu lelehnya
makin sempit. Adanya zat asing didalam suatu kisi akan mengganggu struktur
kristal dan memperlemah ikatan-ikatan didalamnya. Akibatnya titik leleh senyawa
(tidak murni) akan lebih rendah dari senyawa murninya, dan trayek lelehnya yang
makin besar.
Peralatan untuk menentukan titik leleh didasarkan kepada besarnya titik leleh
atau interval leleh zat padat. Alat Thiele digunakan untuk titik leleh 25-180 C
dengan menggunakan minyak parafin atau oli sebagai pemanas. Alat Fisher-John
untuk titik leleh 25-300 C menggunakan heating-block dan kaca objek untuk
menyimpan zatnya.
Sublimasi
Sublimasi dari zat padat adalah analog dengan proses destilasi dimana zat
padat berubah langsung menjadi gasnya tanpa melalui fasa cair, kemudian
terkondensasi menjadi padatan. Jadi sublimasi termasuk dalam cara pemisahan
dan sekaligus pemurnian zat padat. Untuk bisa menyublim, suatu zat padat harus
mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya.
Diperlukan zat padat 1-2 gram. Sublimasi lebih efektif lagi bisa dilakukan pada
tekanan vakum.
Syarat pemisahan campuran pada sublimasi, yaitu :
a. Partikel yang bercampur harus memiliki perbedaan titik didih yang besar.
b. Sampel untuk sublimasi memiliki sifat kimia mudah menguap.
Beberapa sifat umum dari sampel dan pelarut serta zat tambahan pada percobaan :
BahanBm
(g/mol)D
TD
(C)
TL
(C)Keterangan
Etanol 46 1,5 78 17 Mudah terbakar
Naftalena 128 80 Digunakan sebagai pengusir
nyengat
Asam Benzoat
(C6H5COOH
122 249 122 Bersifat polar
Garam (NaCl) 58,5 1.465 800
Air (H2O) 18 100 0 Merupakan pelarut universal
Gliserin 92 290 18 Dapat menyublim
II. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1. Corong tangki pendek 15 cm : 2 buah
2. Corong Buchner 15 cm : 1 buah
3. Erlenmeyer 100 ml : 2 buah
4. Gelas kimia 100 ml : 1 buah
5. Labu isap 250 ml : 1 buah
6. Alat Thiele : 1 buah
7. Gelas ukur 50 ml : 2 buah
8. Tabung reaksi : 4 buah
9. Rak tabung reaksi : 1 buah
10. Labu erlenmeyer 250 ml : 4 buah
11. Termometer 300 C : 2 buah
12. Kaki tiga : 2 buah
13. Statif dan Klem : 1 buah
14. Lumpang dan alu : 3 buah
15. Kawat kasa : 2 buah
16. Pembakar bunsen : 2 buah
17. Korek api : 1 buah
18. Spatula : 6 buah
19. Kaca arloji : 5 buah
20. Labu bundar 500 ml : 1 buah
21. Cawan pengupan : 1 buah
22. Penjepit tabung reaksi : 1 buah
23. Neraca analitik : 1 buah
24. Penangas air : 1 buah
25. Corong biasa : 3 buah
26. Termolyne : 1 buah
27. Tali : 1 buah
28. Gelas kimia 500 ml : 1 buah
29. Gelas kimia 250 ml : 4 buah
30. Cawan penguapan :1 buah
Bahan yang digunakan :
1. Asam Benzoat
2. Gliserin
3. Air panas
4. Pipa kapiler
5. Kertas saring
6. Naftalena
7. Akuades
8. Etanol 95%
9. Es batu
10. Garam kotor
11. Karbon aktif
III. PROSEDUR KERJA
A. Tes kelarutan
1. Memasukkan 20 mg zat padat ke dalam tabung reaksi, dan menambahkan
0,5 ml pelarut dengan pipet tetes dan mengaduk dengan pengaduk gelas.
2. Mengamati apakah zat melarut dengan segera dalam pelarut pada suhu
kamar. Bila ternyata zat larut baik dalam etanol,maka menambahkan
beberapa tetes air dan memperhatikan apakah terjadi endapan.
3. Bila terjadi pengedapan memanaskan campuran, mengatur komposisi
campuran pelarut untuk mendapatkan larutan pekat panas pada titik
didih pelarutnya.
4. Membiarkan larutan agar dingin dan mengamati sifat kristal yang
terbentuk.
5. Memanaskan larutan jika zat tidak larut dalam pelarut dingin.
6. Melakukan tes kelarutan terhadap : naftalena,asam benzoat,dan asam
salisilat dengan pelarut etanol dan air.
B. Penentuan titik leleh
1. Mengambil sejumlah kecil kristal asam benzoat murni dalam kaca arloji.
2. Menggerus sebagian sampai sehalus mungkin.
3. Mengambil tabung kapiler ( kaca) yang ujung satunya tertutup.
Membalikkan ujung yang terbuka, lalu menekan-nekan ke dalam serbuk
kristal sampai serbuk masuk ke dalam tabung kapiler. Membalikkan lagi
dan mengetuk-ngetuk sampai serbuk kristal bisa turun ke dasar kapiler.
Megulangi pengambilan dengan cara di atas sampai serbuk yang ada di
pipa kapiler tingginya sekitar 0,5 cm.
4. Memasang kapiler ditempat atau alat penentuan titik leleh, alat Thiele
atau melting-block.
5. Memanaskan dengan api kecil(elektrik) agar suhunya naik secara
perlahan.
6. Mencatat suhu dimana kristal dalam pipa kapiler mulai ada yang leleh
sampai persis semuanya melarut ( trayek pelelehan )
C. Kristalisasi dari pelarut air
1. Menimbang 5 gram asam benzoat atau asam salisilat kotor,memasukkan
dalam erlenmeyer 250 ml,lalu memasukkan sekitar 50 ml air panas
secara bertahap atau sedikit demi sedikit sambil mengaduk sampai semua
asetanilida larut.
2. Setelah semua larut,menambahkan sedikit berlebih 5-7 ml air panas.
3. Mendidihkan campuran inidi ata kasa asbes dengan menggunakan
pembakar bunsen (api jangan terlalu besar).
4. Kepada campuran panas, menambahkan sedikit demi sedikit dan hati-
hati,sambil mengaduk dengan kaca pengaduk ,sekitar 0,5 – 1 gram
karbon atau norit untuk menghilangkan warna.
5. Mendidihkan beberapa saat supaya penyerapan warna lebih sempurna.
6. Menyiapkan corong penyaring kaca tangki pendek,melengkapi dengan
kertas saring lipat . Memasang labu erlenmeyer bersih untuk
menampung filtrat panas. Tanpa menunggu dingin.menuangkan larutan
ke dalam atau atas corong secepat mungkin.
7. Jika larutan keburu dingin dan mengkristal,mengulangi pemanasan di
atas kasa ,dan mengulangi penyaringan.
8. Membiarkan filtrat dingin dengan penurunan suhu secara perlahan ( di
udara terbuka) dan jangan mengganggu atau mengguncang.
9. Jika sudah lama belum terbentuk kristal,bisa mendinginkan
erlenmeyer,menyiram di bawah curahan air kran atau merendam dalam
air es.bila di air es belum juga terbentuk kistal berarti larutannya kurang
jenuh ,maka menjenuhkan dengan cara menguapkan sebagian
pelarutnya.
10. Jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah ,melakukan penyaringan
kristal dengan menggunakan corong buchner yang di lengkapi dengan
peralatan hisap.
11. Mencuci kristal dalam corong buchner dengan sedikit air dingin satu
sampai dua kali.
12. Menekan kristal dengan spatula sekering mungkin.
13. Menebarkan kristal diatas kertas saring lebar (kering), menekan sekering
mungkin .
14. Menimbang kristal kering dan menentukan titik lelehnya .
15. Menghitung perolehan kembali asetanilida murni.
16. Jika trayek leleh masih lebar (lebih dari 1 derajat). Mengulangi
rekristalisasi.
D. Kristalisasi dalam pelarut organik
1. Menimbang 5 g naftalena kotor , memasukan dalam Erlenmeyer 100 ml
lalu memasukan kedalamnya sekitar 20 ml 95% secara bertahap dan hati-
hati sambil mengaduknya
2. Memanaskan campuran dan mendidihkan didalam penangas air (jangan
dipanaskan dengan api langsung , ingat etanol mudah terbakar )sampai
mendidih.
3. Mengeluarkan dari pemanas , hati-hati menambahkan 0,5 g karbon
sambil mengaduk,Mendidihkan lagi sebentar diatas penangas air.
4. Selagi panas melakukan penyaring diatas corong kaca kertas saring lipat.
5. Jika semua kristal sudah terbentuk dan terpisah, melakukan penyaringan
dengan menggunakan corong Buchner yang telah dilengkapi pengisapan.
6. Mencuci kristal dengan 2-3 ml etanol dingin
7. Mengeringkan, menekan sekering mungkin, menimbang hasilnya dan
menentukan titik lelehnya .
E. Sublimas
1. Menimbang 5 g naftalen kotor
2. Memasukkan es batu ke dalam labu bundar.
3. Memasukkan naftalena ke dalam gelas kimia dan meletakkan labu
bundar yang berisi es batu di atas gelas kimia yang berisi naftalena.
4. Mengambil naftalena yang menempel pada dinding labu bundar
5. Menampung di kertas saring lalu menggerusnya
6. Menimbang naftalena yang sudah di gerus.
7. Memasukkan serbuk naftalena ke dalam pipa kapiler dan membakar pada
api bunsen.
8. Menimbang hasilnya dan menentukan titik lelehnya.
IV. HASIL PENGAMATAN
A.Tes Kelarutan
No Variabel yang diamati Hasil pengmatan
1 Pelarut etanol
20 mg naftalena + 0,5 mL
etanol, mengaduk
~ memanaskan
~ mendinginkan
Tidak larut
~ larut, T = 78 oC
~ Terbentuk kristal
2 20 mg asam benzoat + 0,5 mL
etanol , mengaduk
~ menambahkan 27 tetes
air,memanaskan
~ didinginkan
Larut
~ terbentuk kristal berwarna putih
3 20 mg asam salisilat + 0,5 mL
etanol , mengaduk
~ memanaskan
~mendinginkan
tidak melarut
~ tidak larut, T = 78 0C
~ terbentuk endapan
1 Pelarut air
20 mg naftalena + 0,5 ml
air ,mengaduk
~ Memanaskan campuran
~ Mendinginkan
~ tidak larut
~ larut, T = 100 0C
~ terbentuk kristal putih
2 20 mg asam salisilat + 0,5 ml
air, mengaduk
~ Memanaskan
~ Mendinginkan
~ tidak larut
~ larut, T = 100 0C
~ Bening, tidak ada kristal
3 20 mg asam benzoat + 0,5 ml
air,mengaduk
~ Memanaskan
~Mendinginkan
~ Tidak Larut
~ Larut
~ Ada kristal berwarna putih
B.Penentuan Titik Leleh
No Variabel yang diamati Hasil pengamatan
1
2
3
4
Menghaluskan asam benzoat
Mengambil tabung kapiler ,menutup salah satu
ujungnya.di dalam kapiler ini memasukkan
asam benzoat 0,5 cm
Memasang kapiler ini di tempat atau alat
penentuan titik leleh.
Mencatat suhu saat dimana kristal dalam pipa
kapiler mulai ada yang leleh sampai persis
semuanya meleleh
~ asam benzoat serbuk
~ timbul asap
~ suhu pertama meleleh
56 0C
~ suhu asam benzoat saat
habis meleleh dalam
kapiler 125 0C
C. Kristalisasi dalam Pelarut Air
No Variabel yang diamati Hasil pengamatan
1 Menimbang 5,02 gr asam benzoat
2 5,02 gr asam benzoat + 50 ml air
panas
Larutan benzoat berwarna putih
susu.
3 Menambahkan 7 mlair panas dan
mendidihkan di atas kasa asbes
dengan menggunakan bunsen
Larutan berwarna putih susu
4 Menambahkan 0,74 gr Larutan berwarna hitam
karbon/norit,sambil mengaduk.
Mendidihkan beberapa saat supaya
penyerapan warna lebih sempurna.
5 Menyaring Filtrat
6 Mendiamkan ,filtrat jangan di ganggu Filtrat membentuk kristal
7 Merendam labu erlenmeyer berisi
filtrat kristal dengan es batu.
Filtrat membentuk kristal
8 Menyaring kristal dengan corong
buchner yang di lengkapi peralatan
hisap
Kristal
9 Mencuci kristal dengan sedikit air
dingin
10 Menekan dan mengeringkan Terbentuk Kristal
11 Menebarkan kristal di atas kertas
saring dan menimbang
Berat kristal yang terbentuk 0,6995
gr
12 Menentukan titik lelehnya Titik awal meleleh pada suhu
560C . titik akhir meleleh
pada suhu 124 0C
D. Kristalisasi dalam pelarut organik
No Variabelyang diamati Hasil pengamatan
1 Menimbang 5 gr naftalena
kotor ,memasukkan dalam erlenmeyer 100
4,9934 gr naftalena kotor,
ml ,memasukkan sekitar 20 ml etanol 95 % ke
dalamnya secara bertahap dan hati-hati sambil
mengaduk.
larutan tidak melarut dan
keruh
2 Memanaskan dan mendidihkan campuran di
dalam penangas air sampai mendidih
Larutan jadi melarut dan
bening
3 Mengeluarkan campuran dari
pemanas,menambahkan 0,5 gr karbon/norit
dengan hati-hati sambil mengaduk
Larutan jadi berwarna
hitam
4 Melakukan penyaringan di atas corong kaca
kertas saring lipat selagi panas
Filtrat : bening
Residu : endapan berwarna
hitam
5 Mencuci kristal denan 2-3 ml etanol dingin Kristal berwarna hitam
6 Mengeringkan ,memisahkan ke kertas saring
lebar ,menekan sekering mungkin
Berat kertas saring
Campuran berwarna hitam
Filtrat : larutan bening
Residu : kristal berwarna
hitam
0,4781 gr
7 Menimbang hasilnya
Berat kristal
0,9598 gr
0,5317 gr
8 Menentukan titik lelehnya Pertama meleleh = 710C
Habis meleleh = 74 0C
E.Sublimasi
No Variabel yang diamati Hasil pengamatan
1 Menimbang naftalena kotor 5,0078 gr
2 Memasukkan es batu ke dalam labu bundar
3 Memasukkan naftalena ke dalam gelas kimia
dan meletakkan labu bundar yang berisi es
batu di atas gelas kimia yang berisi naftalena
Naftalena terangkat ke
atas dan menempel pada
dinding labu
bundar ,sebagian
menempel di dinding
gelas kimia,kapur barus
yang tersisa di dalam
gelas kimia semuanya
berubah menjadi kristal
4 Mengambil naftalena yang menempel pada
dinding labu bundar ,menampung di kertas
saring ,menggerusnya
Naftalena menjadi kristal
5 Menimbang kristal yang terbentuk 0,0054 gr
6 Memasukkan serbuk naftalena ke dalam pipa
kapiler dan membakar pada api bunsen
Naftalena dalam pipa
kapiler mencair.
7 Menentukan titik leleh 80 0C
V. ANALISIS DATA
a. Tes kelarutan
Tes kelarutan ini dilakukan untuk menentukan pelarut yang cocok untuk
rekristalisasi. Pada percobaan pertama asam benzoat dicampur dengan etanol
melarut dengan mudah dan berwarna bening, karena asam benzoat melarut dengan
sempurna. Selanjutnya dengan adanya penambahan air , larutan menghasilkan
endapan putih (larutan telah jenuh). Kemudian larutan ini dipanaskan untuk
mengedentifikasi kelarutan asam benzoat pada sistem pasangan pelarut (etanol-
air) dan ternyata asam benzoat melarut pada pemansan sampai suhu 78oC . setelah
didinginkn asam benzoat membentuk kristal putih yang panjang.
Pada percobaan selanjutnya, asam benzoat direaksikan dengan air, ternyata
asam benzoat tidak larut dalam air dan membentuk endapan, yang menunjukan air
adalah pelarut yang sesuai pada proses rekristalisasi, karena salah satu
karakteristik pelarut untuk rekristalisasi telah dimiliki air, yaitu pada percobaan
terlihat bahwa daya melarut asam benzoat dalam air rendah. Selanjutnya larutan
ini dipanaskan dan ternyata asam benzoat melarut sempurna ketika dipanaskan
pada suhu 80oC. Hal ini juga membuktikan bahwa air pelarut yang baik dalam
rekristalisasi. Setelah didinginkan terbentuk kristal putih. Begitu juga halnya
dengan naftalena yang dilarutkan dengan air, daya larutnya rendah dan daya
larutnya tinggi pada saat pemanasan dilakukan, dimana naftalena melarut pada
suhu 88oC. Setelah didinginkan terbentuk endapan kristal berwarna putih. Hal
yang sama terjadi pada ketika asam salisilat direaksikan dengan air, tidak larut
pada suhu kamar dan larut pada suhu 50oC. Tetapi tidak terbentuk endapan
walaupun didinginkan.
Sedangkan pada pelarutan naftalena dengan etanol, lambat larut dalam suhu
rendah tapi larut pada pemanasan 49oC dan setelah ditambahkan air terbentuk
endapan warna putih. Setelah dipanaskan endapan tersebut melarut pada suhu
72oC dan setelah didinginkan terbentuk kristal. Tetapi ketika salisilat direaksikan
dengan etanol, campuran tidak larut walaupun dipanaskan sampai suhu 78oC.
Dari kegiatan ini, dapat dikatakan bahwa air merupakan pelarut yang baik
pada proses rekristalisasi. Sedangkan etanol akan menjadi pelarut yang baik ada
proses rekristalisasi jika dipasangkan dengan air, karena dengan sistem pasangan
pelarut akan menghasilkan kristal.
b. Penentuan titik leleh
Titik leleh senyawa murni adalah suhu dimana fase padat dan fase cair
senyawa tersebut berada dalam keadaan kesetimbangan pada tekanan 1 atm.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan titik leleh dari zat padat. Dalam
percobaan ini digunakan asam benzoat yang sudah dihaluskan dan dimasukan
dalam pipa kapiler. Untuk mengubah suatu zat padat menjadi zat cair diperlukan
sedikit perubahan suhu. Untuk itulah dilakukan pemanasan. Setelah dipanaskan
asam benzoat meleleh pada suhu 125oC. Sedangkan dari literatur titik leleh asam
benzoat adalah 122oC. Perbedaan ini dapat terjadi, tapi dapat diabaikan karena
perbedaan yang tidak terlalu jauh.
Dari perlakuan ini, dapat diketahui titik leleh asam benzoat sehingga dapat
ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasi.
c. Kristalisasi dalam pelarut air
Pada percobaan ini ketika asam benzoat ditambahkan dengan air panas,
terdapat larutan berwarna putih. Asam benzoat merupakan senyawa organik yang
memiliki sruktur siklik dengan satu cincin siklo dan sama-sama memiliki ikatan
rangkap dan dapat membentuk ikatan hidrogen apabila dilarutkan yang
mengakibatkan zat terebut bersifat polar yang melarut dalam pelarut polar.
Struktur asam benzoat :
Selanjutnya pada campuran tersebut ditambahkan karbon aktif yang bertujuan
untuk menyerap / menghilangkan warna yang terdapat dalam campuran.
Kemudian dipanaskan agar karbon aktif tersebut dapat melakukan penyerapan
warna lebih sempurna. Campuran disaring selagi panas untuk memisahkan karbon
aktif dari campuran. Residu yang dihasilkan dari penyaringan berwarna hitan dan
filtrat berwarna bening yang setelah didnginkkan terbentuk kristal. Selanjutnya
dilakukan penambahan air panas, sehingga kristal melarut sempurna maka
dilakukan lagi pemanasan. Penyaringan dilakukan kembali agar filtrat benar-benar
terpisah dari zat pengotor. Filtrat didinginkan dalam air es, untuk mempercepat
pembentukan kristal. Setelah semua kristal terbentuk, maka disaring kembali
menggunakan corong Bunchner agar didapatkan kristal yang lebih murni. Berat
kristal yang didapatkan adalah 0,6995 gr dengan kemurnian 13,93 %. Ini
menunjukan bahan banyak sekali pengotor yang terdapat didalam asam benzoat
yang digunakan, dalam percobaan ini juga dilakukan penentuan titik leleh asam
benzoat yaitu 124oC yang tidak jauh berbeda denag titik leleh asam benzoat pada
literatur.
Pada percobaan ini pelarut yang digunakan adalah air, karena :
1. Pelarut air tidak melarutkan asam benzoat pada suhu kamar, tetapi dapat
melarutkan setelah dipanaskan.
2. Titik didih air lebih rendah dibandingkan asam benzoat.
3. Pelarut tidak bereaksi dengan zat yang dimurnikan karena titik didih air lebih
rendah daripada titik leleh zat terlarut asam benzoat.
d. Kristalisasi dalam pelarut organik
Naftalena merupakan senyawa organik yang memiliki dua icncin siklo dan
sama-sama memiliki ikatan rangkap. Struktur naftalena :
Pada percobaan ini, naftalena dilarutkan dalam etanol dan menghasilkan
larutan yang keruh. Kemudian dipanaskan dan semua aftalena larut dengan larutan
berwarna bening. Untuk menghilangkan pengotor yang mungkin ada pada
naftalena maka ditambahkan arang aktif sebagai penyerap aktif zat pengotor yang
terkandung. Penambahan arang aktif membuat larutan berwarna hitam. Larutan
disaring selagi masih panas agar zat padat yang tersuspensi dalam larutan dapat
dipisahkan dari naftalena, sehigga dari penyaringan didapatkan filtrat yang murni.
Setelah semua kristal terbentuk, mencuci kristal dengan etanol agar kristal yang
dihasilkan lebih bersih.
Pada penurnian naftalena ini digunakan etanol sebagai pelarutnya, karena
etanol mempunyai sifat-sifat yang cocok sebagai pelarut dalam rekristalisasi ini
yaitu :
1. Tidak dapat melarutkan naftalena pada suhu kamar, tetapi dapat
melarutkannya setelah dipanaskan.
2. Titik didih etanol lebih rendah yaitu 78oC yang mempermudah pengeringan
kristal naftalena yang ternemtuk, karena etanol mudah menguap.
3. Etanol tidak bereaksi dengan naftalena karena titik didih etanol lebih rendah
daripada naftalena, sehingga naftalena mudah terurai menjadi senyawa lain.
Dari hasil perhitungan (terlampir) didapatkan hasil kadar kemurnian naftalena
sebesar 10, 56 %. Ini menunjukan banyak sekali pengotor yang terdapat dalam
naftalena yang digunakan. Dan titik leleh yang diukur pada percobaan ini adalah
74oC.
e. Sublimasi
Pada percobaan ini, digunakan naftalena kotor karena merupakan zat yang
mudah menyublim. Perlakuan pertama yaitu memasukkan naftalena kotor dalam
gelas kimia yang telah dimasukkan didalam labu bundar yang berisi es. Es batu
digunakan untuk mempercepat sublimasi dan menaikan tekanan uap pada
naftalena kotor. Dari peercobaan yang telah dilakukan terlihat bahwa naftalena
kotor langsung berubah gasnya tanpa melalui fase cair. Penggunaan es sebagai
pendingin atau kondensor sehingga mengkondensasi gas dari naftalena
padatannya kembali. Padatan yang dihasilkan ini menjadi serbuk halus, dengan
massa 0,0054 gram.
Kemudian untuk penentuan titik leleh dari naftalena yang bertujuan untuk
mengidentifikasi kemurnian zat padat yang disublimasi. Dari percobaan yang
telah dilakukan diperoleh titik leleh dari naftalena yaitu 80oC.
VI. KESIMPULAN
Dari analisis data, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Kenaikan suhu mempengaruhi kelarutan zat, sedangkan pendinginan
mengakibatkan pembentukan kristal.
2. Posisi temperatur dan pipa kapiler berpengaruh dalam pembacaan titik
leleh.
3. Rekristalisasi adalah teknik pemurnian zat padat dari pencemarnya yang
dilakukan dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah
dilarutkan dalam pelarut yang sesuai..
4. Kelarutan garam kotor dan asam benzoat pada air panas tinggi, karena
terjadi resonansi khususnya pada asam benzoat sehingga gugus benzoat
putus.
5. Naftalen tidak melarut dalam etanol karena eanol disini bersifat polar
( adanya gugus OH )
6. Penyaringan dengan corong buchner dilengkapi alat penghisap kadar
kemurnian lebih besar.
7. Air merupakan pelarut yang baik untuk rekristalisasi sedangkan etanol
akan menjadi pelarut yang baik pada proses rekristalisasi jika dipasangkan
dengan air, karena dengan sistem pasangan pelarut akan menghasilkan
kristal.
8. Penambahan arang aktif digunakan untuk menyerap zat pengotor yang
berwarna sehingga dihasilkan kristal yang bersih.
9. Penentuan titik leleh dilakukan untuk mengetahui kemurnian zat hasil
rekristalisasi dengan membandingkan dengan senyawa standar.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil,dkk. 1994. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: UGM.
Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: : Erlangga.
Fessenden dan Fessenden. 1992. Kimia Organik Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Tim Dosen Kimia Orgsanik. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. FKIP Unlam Banjarmasin.
LAMPIRAN
A. PERHITUNGAN
Adapun kadar kemurnian asam benzoat yaitu dipengaruhi oleh berat pengotor.
Berat pengotor = berat mula-mula – berat kristal murni
= 5,02 – 0,6995 gram
= 4,32 gram
Kadar kemurnian asam benzoat =
BeratkristalmurniBeratmula−mula
X 100 %
=
0 ,69955 , 02
X 100 %
= 13,93 %
Kadar kemurnian naftalena
Berat pengotor = berat mula-mula – berat kristal murni
= 4,9934 – 0,5317 gram
= 4,9934 gram
Kadar kemurnian =
BeratkristalmurniBeratmula−mula
X 100 %
=
0 ,53174 ,9934
X 100 %
= 10,65 %
% Naftalena hasil sublimasi =0 , 0054
5 , 0078x100 %=0 , 11%
B. Jawaban Pertanyaan Pra Praktek
1. Prinsip dasar rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang ingin
dimurnikan dengan zat pengotornya. Zat yang akan dimurnikan dilarutkan
dengan dalam suatu pelarut yang sesuai sehingga zat pengotor tidak ikut larut.
Kelarutan suatu zat merupakan fungsi dari suhu, sehingga untuk membuat
suatu larutan lewat jenuh pada suhu kamar. Larutan harus dipanaskan dulu
sampai seluruh zat yang akan dimurnikan larut.
2. Sifat-sifat yang harus dipunyai pelarut agar dapat digunakan untuk rekristalisasi
suatu senyawa organik adlah sebagai berikut:
Pelarut tidak bereaksi dengan zat lain yng akan dilarutkan .
Pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan, tidak
melarutkan pencemarnya.
Titik didih pelarut harus lebih rendah .
Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik didih zat yang akan
dimurnikan.
3. Urutan kerja dalam rekristalisasi
- Kristalisasi dalam pelarut air
1. Melarutkan kristal asam benzoat tidak murni dengan air panas .
2. Mengocok dan memanaskan .
3. Menambahkan air smpai kristal tepat larut.
4. Menambahkan arang aktif dan mendinginkan .
5. Menyaring dan menimbang kristal.
- Kristalisasi dalam pelarut organik .
1. Melarutkan naftalena tidak murni dengan etanol.
2. Mengaduk dan memanaskan larutan sampai mendidih.
3. Menambah etanol dan memanaskan larutan sampai mendidih atau
melarut
4. Menambahkan arng aktif dan menyaring.
5. Mendinginkan filtrat, menyaring dan menimbang kristal.
C. Jawaban pertanyaan Pasca-praktek
1. penyaringan yang diisap lebih disukai karena :
20 mg zat padat + 0,5 ml pelarut
Memasukkan dalam tabung reaksi
Mengaduk dengan pengaduk gelas
Mengamati apakah zat melarut dengan segera dalam pelarut pada suhu kamar
Larutan
- pelarut lebih cepat terisap dari corong, sehingga kristal lebih cepat kering.
- Dengan diisap, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan kristal dirasa
lebih cepat.
2. asam benzoat dan naftalena menggunakan pelarut yang berbeda karena
keduanya memiliki sifat kimia dan fisika yang berbeda. Bisa juga karena
keduanya mempunyai kelarutan yang cocok sesuai pelarutnya. Pelarut yang
sesuai didasarkan pada :
- pelarut yang tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan.
- tidak melarutkan zat pengotor.
- dapat mempermudah proses pengeringan zat. Atau jika untuk asam asetat
digunakan pelarut dengan titik didihnya lebih rendah ( air ) bila
digunakan etanol maka struktur asam benzoat akan rusak.
3. jumlah pelarut murni yang digunakan untuk melarutkan 1,35 gram asam
benzoat.
Jawab :
- dalam percobaan digunakan 50 mL air
50 mL5 g
= 10 mLg
- maka untuk 1,35 g kristal jumlah air yang digunakan adalah :
1,35 gram x 10 mL
g = 13,5 Ml
D. FLOWCHART
1. Tes kelarutan
Kristal asam benzoat
Menggerus sampai sehalus mungkin
Memasukkan dalam tabung kapiler (kaca) yang ujung satunya tertutup
Membalikan tabung dan mengetuk-ngetuk sampai kristal turun kedasar kapiler
Mengulang pengambilan dengan cara diatas sampai serbuk ada dalam kapiler tingginya 0,5 cm
Catatan : Melakukan tes kelarutan terhadap naftalen, asam benzoat, dan asam salisilat dengan pelarut etanol dan air.
2. Penentuan titik leleh
5 gr asam benzoat / asam salisilat kotor + 50 mL air panas
Memasukkan dalam erlenmeyer 250 mL
Mengaduk sampai semua asetanilida larut
Larutan
Menambahkan 5-7 mL air panas
Mendidihkan campuran diatas kasa asbes dengan menggunakan pembakar bunsen (api jangan terlalu besar)
3. Kristalisasi dari pelarut air
Bila diair es belum juga terbentuk kristal berarti larutannya kurang jenuh, maka menjenuhkan dengan cara penguapan sebagian pelarutnya
Filtrat + kristal Residu di buang
Menyaring kristal dengan corong Bucher yang dilengkapi dengan peralatan siap
Mencuci kristal dalam corong Bucher dengan sedikit air dingin, satu sampai dua kali
Memasukkan dalam erlenmeyer 100 mL secara bertahap dan hati-hati sambil mengaduk
Memanaskan didalam penangas air sampai mendidih
5 gr naftalen kotor + 20 mL etanol 95%
Mengeluarkan dari air panas
Catatan : Menimbang kristal kering dan menentukan titik lelehnya. Menghitung perolehan kembali asetanilda murni. Jika trayek leleh masih lebar (lebih dari 1 derajat)
4. Kristalisasi dalam pelarut organik
5 gr naftalena kotor
Memasukkan dalam cawan porselen yang ditutup dengan cawan petri
Mengisi cawan dengan potongan-potongan kecil es
Memanaskan diatas hot plate sampai semua padatan membentuk kristal dibawah cawan petri
Memindahkan kristal yang terbentuk ke kertas saring lebar
Catatan : Menimbang dan menentukan titik lelehnya
5. Sublimasi
Catatan : Menimbang dan menentukan titik lelehnya