perc.3 - analgetika

24
PERCOBAAN III ANALGETIKA Disusun oleh : Khairun Athiya J1E108058 Kelompok VI (Enam) Tanggal Praktikum : 12 November 2010 Diketahui, Dikumpul Tanggal : 10 November 2010 Nilai :

Upload: noormahdi-riduansyah

Post on 23-Oct-2015

392 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Farmakologi Toksikologi - Analgetika

TRANSCRIPT

Page 1: Perc.3 - Analgetika

PERCOBAAN III

ANALGETIKA

Disusun oleh :

Khairun AthiyaJ1E108058

Kelompok VI (Enam)

PROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2010

Tanggal Praktikum : 12 November 2010 Diketahui,

Dikumpul Tanggal : 10 November 2010

Nilai :

(Aditya Maulana P.P.)

Page 2: Perc.3 - Analgetika

PERCOBAAN III

ANALGETIKA

I. PENDAHULUAN

I.1 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah mengenal, mempraktekkan, dan

membandingkan metode uji daya analgesik pada hewan percobaan dan obat

analgesik.

I.2 Dasar Teori

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi

atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah

perasaan sensor dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan

(ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat memengaruhi nyeri,

misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya,

tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. Nyeri

merupakan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri yang berbeda-

beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan

(Tjay & Kirana, 2002).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya

tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,

atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut

memicu pelepasan zat-zattertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator

nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang

mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan

jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,

kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan

lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat banyak sinaps via sumsum tulang

belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls

kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan

sebagai nyeri (Tjay & Kirana, 2002).

Page 3: Perc.3 - Analgetika

Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi non steroid (AINS)

merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan babarap obat

sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat ini ternyata memiliki

banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Sebagian besar

efek sampingnya berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin.

Prostaglandin hanya berperan pada rasa nyeri yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan atau inflamasi. Penelitian telah membuktikan bahwa

prostaglandin menyebabkan sentisisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi

mekanik dan kimiawi. Prostaglandin menimbulkan keadaan hiperalgesia,

kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya

dan menimbulkan nyeri yang nyata (Ganiswara, 2005).

Nyeri akut berfungsi sebagai fungsi biologis penting karena

memberikan peringatan tentang tingkat cedera atau potensi untuk

memburuk. Ini adalah respon cepat terhadap rangsangan berbahaya yang

tidak menghasilkan durasi jangka panjang. Di sisi lain, dapat memiliki efek

psikologis dan emosional yang merugikan. Oleh karena itu, perhatian

sedang difokuskan pada pencegahan agresif dan pengobatan nyeri akut

untuk mengurangi komplikasi dan perkembangan ke negara nyeri kronis

(Kumaravelu, 2010).

Nyeri akut adalah nyeri yang dimulai secara tiba-tiba dan biasanya

tidak berlangsung lama. Jika nyerinya hebat, bisa menyebabkan denyut

jantung yang cepat, laju pernafasan meningkat, tekanan darah meninggi,

berkeringat dan pupil melebar. Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung

selama beberapa minggu atau bulan; istilah ini membiasanya digunakan

jika:

1. Nyeri menetap selama lebih dari 1 bulan.

2. Nyeri sering kambuhan dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun

3. Nyeri berhubungan dengan penyakit menahun (misalnya kanker).

Nyeri kronis biasanya tidak mempengaruhi denyut jantung, laju pernafasan,

tekanan darah maupun pupil; tetapi bisa menyebabkan gangguan tidur,

mengurangi nafsu makan dan menyebabkan sembelit, penurunan berat

Page 4: Perc.3 - Analgetika

badan. Analgetika adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa

nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum)

(Tjay & Kirana, 2002).

Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua

kelompok besar yaitu:

1. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Dapat disebut juga sebagai

analgetika yang berkhasiat lemah sampai sedang kebanyakan mempunyai

sifat antiinflamasi dan antireumatik.

2. Analgetika narkotik, khusus digunakan untuk mengahalau rasa nyeri

hebat, seperti pada fractura dan kanker. Dapat disebut juga analgetika

yang berkhasiat kuat, bekerja pada saraf pusat

(Mutschler, 2002).

Kebanyakan obat-obat analgetik bersifat asam, sehingga efek samping

yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung yang kadang-

kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna. Efek

samping lainnya adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan

biosintesis tromboksan sehingga mengakibatkan perpanjangan waktu

pendarahan. Akibat penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal

terutama PGE2 meyebabkan gangguan homeostasis ginjal (Ganiswara,

2005).

Beberapa jenis analgetik (obat pereda nyeri) bisa membantu

mengurangi nyeri. Obat ini digolongkan ke dalam 3 kelompok:

1. Analgetik opioid (narkotik)

Analgetik opioid secara kimia analgetik opioid berhubungan

dengan morfin. Morfin merupakan bahan alami yang disarikan dari

opium, walaupun ada yang berasal dari tumbuhan lain dan sebagian

lainnya dibuat dilaboratorium. Analgetik opioid sangat efektif dalam

mengurangi rasa nyeri namun mempunyai beberapa efek samping.

Semakin lama pemakai obat ini akan membutuhkan dosis yang lebih

tinggi. Selain itu sebelum pemakaian jangka panjang dihentikan,

Page 5: Perc.3 - Analgetika

dosisnya harus dikurangi secara bertahap, untuk mengurangi gejala-

gejala putus obat.

2. Analgetik non-opioid

Semua analgetik non opiod (kecuali asetaminofen) merupakan

obat antiperadangan non-steroid (nsad, nonsteroidal anti-inflammatory

drug). Obat- obat ini bekerja melalui 2 cara:

a. Mempengaruhi sistem prostaglandin, yaitu suatu sistem yang

bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri.

b. Mengurangi peradangan, pembengkakan dan iritasi yang seringkali

terjadi di sekitar luka dan memperburuk rasa nyeri.

3. Analgetik adjuvan.

Analgetik adjuvan adalah obat –obatan yang biasanya diberikan

bukan karena nyeri, tetapi pada keadaan tertentu bisa meredakan nyeri.

Contohnya, beberapa anti-depresi juga merupakan analgetik non spesifik

dan digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri menahun, termasuk

nyeri punggung bagian bawah, sakit kepala dan nyeri neuropatik. Obat-

obat anti-kejang (misalnya karbamazepin) dan obat bius lokal per-oral

(misalnya meksiletin) digunakan untuk mengobai nyeri neuropatik.

(Ganiswara, 2005).

Reseptor nyeri (Nosiseptor). Rangsangan nyeri diterima oleh reseptor

nyeri khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas

juga dapat menerima rangsang sensasi lain, maka kesefikasian fungsional

mungkin berkaitan dengan diferensiasi pada tahap molekul, yang tidak

dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik (Mutschler,

2002).

Page 6: Perc.3 - Analgetika

II. CARA PERCOBAAN

2.1 Alat Dan Bahan

2.1.1 Alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah :

1. Baskom

2. Gelas beker

3. Gelas ukur

4. Hot plate

5. Labu ukur

6. Spuit injeksi

7. Stopwatch

2.1.2 Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

1. Antalgin

2. Asam asetat

3. Asam mefenamat

4. Ibuprofen

5. Larutan Na-CMC (kontrol)

6. Na-diklofenak

7. Parasetamol.

2.1.3 Hewan Uji

Hewan coba yang digunakan pada percobaan ini adalah

mencit.

Page 7: Perc.3 - Analgetika

2.2 Cara Kerja

2.1. Metode Jansen & Jaqeneau

- dibagi masing - masing 3 mencit

- Digerus halus

- Ditimbang 15,709 mg

- Dilarutkan dalam Na-CMC hingga volume 10 mL

- Yang memenuhi syarat ditimbang

beratnya

- Diberikan kepada mencit secara i.p

sesuai volume yang diperhitungkan

d.

- Diamkan selama 5 menit

- Dimasukkan ke dalam gelas beker di

atas hot plate

- Diamati groming dan loncat setiap 15

detik selama 5 x 15 detik

15 mencit

Bahan Obat (Asam

mefenamat)

Mencit

Larutan stok as. mefenamat

Mencit

Kel. 1&2(Na-CMC)

Kel. 9&10(Antalgin)

Kel. 5&6(Parasetamol)

Kel. 3&4(Ibuprofen)

Kel. 7&8(As.mef)

Larutan stok Asam mefenamat

Hasil

Page 8: Perc.3 - Analgetika

2.2 Metode Witkin

- dibagi masing-masing 3 mencit/tikus

- Digerus halus

- Ditimbang 45,747 mg

- Dilarutkan dalam Na-CMC hingga

volume 10 mL

- Yang memenuhi syarat ditimbang

beratnya

- Diberikan kepada mencit secara i.p

sesuai volume yang diperhitungkan

e.

- Diamkan selama 5 menit

- Diinduksikan secara i.m pada mencit

- Diamati geliat selama 20 menit

As. Asetat

Mencit

Larutan stok as. mefenamat

Mencit

15 mencit atau tikus

Larutan stok as. mefenamat

Hasil

Bahan Obat (Asam

mefenamat)

Kel. 1&2(Na-CMC)

Kel. 9&10(Antalgin)

Kel. 5&6(Parasetamol)

Kel. 3&4(Ibuprofen)

Kel. 7&8(As.mef)

Page 9: Perc.3 - Analgetika

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswara, S. G. 2005. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Universitas Indonesia. Jakarta.

Kumaravelu, P., Kaliappan V., Viswanathan G., David D.C., Venkatesan H. 2010. A Comparative Study of Oral Analgesics: Etoricoxib with Tramadol in Acute Postoperative Pain: A Randomised Double Blind Study.http://www. jcdr.net/article.s/PDF/ 742/612_937_E(C)_F(P)_R(P)_PF_p .pdfDiakses tanggal 14 Oktober 2011

Mutschler, E. 2002. Dinamika Obat. ITB. Bandung.

Tjay, T. H. & K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting Edisi V. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Page 10: Perc.3 - Analgetika

LAMPIRAN

1. Apakah analgetika itu?

Jawab :

Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi

rasa sakit atau nyeri.

2. Mengapa analgetika kadang-kadang perlu diberikan kepada penderita?

Jawab:

Analgetika kadang-kadang perlu diberikan karena untuk mengurangi rasa

nyeri penderita yang dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis,

kimia, dan fisis.

3. Bagaimana terjadinya rasa nyeri?

Jawab:

Rasa nyeri terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya

bradikinnin, prostaglandin) dari jarinngan yang rusak yang kemudian

merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun ditempat lain. Dari

tempat-tempat ini selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di

korteks cerebri oleh saraf sensoris melalui sum-sum tulang belakang dan

talamus.

4. Bagaimana daya analgetika parasetamol, antalgin, dan asam mefenamat?

Jawab:

Asetosal lebih kut dari paracetamol karena daya penghambatan terhadap

prostaglandin lebih besar. Tetapi efek samping asetosal menyebabkan tukak

lambung. Sedangkan paracetamol lebih aman.

Page 11: Perc.3 - Analgetika

IV. PEMBAHASAN

Percobaan kali ini bertujuan untuk membandingkan dan mengetahui

daya analgetik pada hewan percobaan dan obat analgetik dengan

menggunakan metode rangsang kimia. Analgetika merupakan obat atau

senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri.

Pengujian obat analgetika menggunakan dua metode yang berbeda, yaitu

metode Jansen & Jaqeneau dan metode Witkin et al. Pada prinsipnya,

metode Jansen & Jaqeneau menstimulasi hewan ui dengan menggunakan

nyeri panas 55-55,5°C dan parameter ujinya berupa jarak waktu saat hewan

diletakkan pada plat panas hingga terjadi respon pertama kali menjilat kaki

depan atau meloncat dan jumlah menjilat kakinya. Sedangkan pada metode

Metode Witkin et al, pada prinsipnya untuk menstimulasi nyeri pada hewan

uji, hewan uji akan diberikan penginduksi nyeri asam asetat 3% secara i.m.

dengan parameter uji berupa jumlah geliat dalam durasi 20 menit setelah

diberi penginduksi nyeri (Rowland, 2003).

Hewan uji yang digunakan adalah mencit. Mencit yang digunakan

dibagi sebanyak 2 ekor dalam setiap kelompok dan masing-masing diberi

suntikan berupa Na-CMC (kontrol), ibuprofen, parasetamol, asam

mefenamat, antalgin dan Na-diklofenak, dengan Na-CMC sebagai pelarut

bahan obat. Na-diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan

aktivitas anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak

menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga pembentukan prostaglandin

terhambat. Parasetamol adalah obat pereda demam dan nyeri yang paling

banyak dipergunakan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin dan

mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX).

Ibuprofen adalah NSAID yang paling banyak digunakan merupakan

campuran rasemis, dengan bentuk-dextro yang aktif. Asam mefenamat

merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetis, antipiretik, dan anti

Page 12: Perc.3 - Analgetika

radang yang cukup baik. Obat ini digunakan pula sebagai obat rema. Asam

mefenamat terikat sangat kuat pada protein plasma. Antalgin merupakan

derivat sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air, yang bekerja

terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa

nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah

sebagai analgesik, antipiretik dananti-inflamasi (Tjay & Rahardja, 2007).

Pengujian obat analgetika pada praktikum kali ini menggunakan dua

metode, yaitu metode Jansen & Jaqeneau dan metode Witkin et al. Dimana

metode Jansen dilakukan dengan memberikan larutan obat secara intra

peritonial kepada mencit dan didiamkan selama 15 menit. Mencit kemudian

dimasukkan dalam beker dan diletakkan di atas hotplate. Kemudian diamati

tiap 15 detik selama 5x15 detik. Pada metode ini hewan uji akan

memberikan respon seperti menjilat kaki depannya atau hewan meloncat-

loncat atau grooming.

Dari hasil pengamatan, jumlah menjilat kaki atau meloncat pada

mencit pada selang waktu 15, 30, 45, 60 dan 75 pada kelompok I (Na-CMC

sebagai kontrol) untuk mencit 1 berturut-turut adalah 1, 2, 7, 8, dan 12

dengan onset 14 detik dan untuk mencit 2 berturut-turut adalah 9, 15, 12, 13,

dan 8 dengan onset 2 detik. Pada kelompok 2 (ibuprofen 400 mg), untuk

mencit 1 berturut-turut adalah 20, 23, 15, 10, dan 5 dengan onset 10 detik

dan untuk mencit 2 adalah 11, 26, 15, 7, dan 3 dengan onset 10 detik. Pada

kelompok 3 (parasetamol 500 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 3, 3,

4, 3, dan 4 dengan onset 10 detik dan untuk mencit 2 adalah 8, 14, 9, 17, dan

25 dengan onset 2 detik. Pada kelompok 4 (asam mefenamat 500 mg), untuk

mencit 1 berturut-turut adalah 13, 9, 7, 7, dan 6 dengan onset 5 detik dan

untuk mencit 2 adalah 7, 9, 6, 5, dan 3 dengan onset 4 detik. Pada kelompok

5 (antalgin 500 mg), untuk mencit 1 berturut-turut adalah 3, 7, 2, 7, dan 4

dengan onset 4 detik dan untuk mencit 2 adalah 3, 4, 5, 9, dan 7 dengan

onset 2 detik. Pada kelompok 6 (na-diklofenak 25 mg), untuk mencit 1

berturut-turut adalah 15, 10, 18, 8, dan 13 dengan onset 5 detik dan untuk

mencit 2 adalah 6, 6, 4, 6, dan 4 dengan onset 1 detik. Data hasil

pengamatan menunjukkan bahwa jumlah frekuensi menjilat kaki atau

Page 13: Perc.3 - Analgetika

meloncat berbeda untuk obat yang diberikan. Berdasarkan data hasil

pengamatan, obat yang memberikan jumlah loncatan mencit paling kecil

pada metode ini adalah antalgin.

Pada metode Witkin et al masing-masing mencit diberikan bahan obat,

pemberian dilakukan secara intraperitoneal lalu didiamkan selama 5 menit.

Kemudian mencit diinduksi dengan larutan steril berupa larutan asam asetat

30 % secara intra muskular. Larutan steril asam asetat dimaksudkan untuk

memberikan rasa nyeri pada hewan uji yang memberikan efek menggeliat.

Dimana rasa nyeri dapat terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri

(misalnya bradikinnin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang

kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer. Dari tempat ini,

selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks cerebri oleh

saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus. Pemberian

analgesik berfungsi untuk menghambat biosintesis mediator-mediator nyeri

(misalnya bradikinin, prostaglandin) di korteks cerebri. Kemudian diamati

jumlah geliat selama 20 menit dan ditentukan onset dari obat. Dari hasil

percobaan (berdasarkan rata-rata jumlah geliat) diketahui bahwa obat yang

memiliki efek analgetik yang terendah sampai yang terkuat adalah antalgin,

Na-diklofenak, parasetamol, asam mefenamat dan ibuprofen. Sedangkan

jika dari durasi maka durasi yang paling lama adalah ibuprofen (11.37 menit

dan 09.12 menit pada dua mencit).

Dari hasil pengamatan diperoleh persen daya analgetik untuk setiap

obat analgetik yaitu Ibuprofen yaitu 83,051% dan 86,441%, untuk

Parasetamol diperoleh persen daya analgetik yaitu 59,32% dan 69,49%,

untuk asam mefenamat diperoleh persen daya analgetik yaitu 62,7% dan

69,5%, untuk antalgin diperoleh persen daya analgetik sebesar 8,47% dan

39,98%, dan untuk Na-diklofenak diperoleh persen daya analgetik sebesar

38,98%. Setelah dirata-ratakan dari perhitungan ini dapat diambil

kesimpulan daya analgetik dari yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam

Mefenamat, Parasetamol, Antalgin, dan Na-diklofenak.

Besarnya hubungan dosis suatu dosis obat dengan efek yang

ditimbulkannya adalah semakin kecil dosis suatu obat untuk menimbulkan

Page 14: Perc.3 - Analgetika

efek yang sama maka obat tersebut dapat dikatakan sebagai obat yang paling

poten. Berdasarkan literatur diketahui dosis untuk Ibuprofen yaitu 3-4 dd

200-400 mg, Diklofenak 3 dd 0,25-0,5 g, Asam mefenamat dengan dosis 3-4

dd 200-400, Parasetamol 2-3 dd 0,5-4 g dan Antalgin dengan dosis 0,5-4 g

sehari dalam 3-4 dosis. Jika dilakukan perhitungan dosis untuk sehari

pemakaian dengan batas terbawah, maka:

Ibuprofen = 3 x 0,20 g = 0,60 g

Diklofenak = 3 x 0,25 g = 0,75 g

Asam mefenamat = 3 x 0,25 g = 0,75 g

Parasetamol = 2 x 0,50 g = 1,00 g

Antalgin = 3 x 0,50 g = 1,50 g

Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa obat yang memiliki efek

analgetik yang paling kuat adalah Ibuprofen, Asam mefenamat, Na-

diklofenak, Parasetamol dan Antalgin. Hal ini dapat dilihat dari dosis lazim

masing-masing obat yang menunjukkan dosis yang kecil pada ibuprofen

memberikan efek yang sama dengan obat lain yang memiliki dosis lazim

lebih besar.

Pada uji dengan metode Witkins et al, hasil yang diberikan sesuai

dengan keterangan pada literatur di atas tadi, yaitu Ibuprofen memiliki efek

analgetik terbesar dan menurut hasil pengamatan rata-rata daya analgetik

dari Ibuprofen adalah 84,746%. Sedangkan pada hasil uji dengan metode

Jansen & Jaqeneau menunjukan hasil yang tidak sesuai dengan literatur.

Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh stimulus panas yang tidak

konstan, ketidaktelian praktikan dalam pengamatan jumlah loncatan, atau

penginjeksian bahan obat yang kurang tepat.

Berdasarkan data kelas yang dibuat dengan taraf kepercayaan 95%

dengan satu perbedaan (ANOVA), didapatkan data signifikasi untuk metode

Jansen & Jaqeneau adalah sebesar 0,591, sedangkan nilai signifikasi untuk

anova taraf kepercayaan adalah 0,05, sehingga nilai tersebut menunjukkan

tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah loncat yang terjadi

terhadap pemberian beberapa macam obat-obatan analgetik tersebut atau

dengan kata lain hipotesis awal diterima. Sedangkan untuk metode Witkin et

Page 15: Perc.3 - Analgetika

al didapatkan data signifikasi pada jumlah geliat akibat respon dari masing-

masing obat adalah 0,034. Hal ini berarti H1 diterima atau terdapat

perbedaan yang signifikan antara jumlah geliat yang terjadi terhadap

pemberian beberapa macam obat-obatan analgetika tersebut. Dan untuk data

daya analgetiknya, analisis data menunjukkan nilai sig pada daya analgetik

dari masing-masing obat adalah 0,007. Hal ini berarti H1 diterima atau

terdapat perbedaan yang signifikan antara daya analgetik dari beberapa

macam obat-obatan analgetika tersebut.

V. KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah

sebagai berikut :

1. Obat analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk

mengurangi rasa sakit atau nyeri.

2. Pada metode Jansen & Jaqeneau hewan uji akan memberikan respon

seperti menjilat kaki depannya atau hewan meloncat-loncat atau

grooming, yang diamati adalah onset dan durasinya. Sedangkan pada

metode Witkin et al yang diamati adalah jumlah geliat untuk

mendapatkan data daya analgetik.

Page 16: Perc.3 - Analgetika

3. Pada metode Jansen & Jaqeneau, obat yang memberikan efek analgetik

terbesar adalah Antalgin dan yang terlemah adalah Ibuprofen.

Sedangkan pada metode Witkins et al, obat yang memberikan efek

analgetik terbesar adalah Ibuprofen dan yang terlemah adalah Antalgin.

4. Berdasarkan literatur efek analgetik yang paling kuat adalah Ibuprofen,

Asam mefenamat, Na-diklofenak, Parasetamol dan Antalgin.

5. Hasil percobaan menunjukkan daya analgetik dari yang paling kuat

adalah Ibuprofen, Asam Mefenamat, Parasetamol, Antalgin, dan Na-

diklofenak.

6. Data signifikasi untuk metode Jansen & Jaqeneau adalah sebesar 0,591,

nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis awal diterima. Data

signifikasi untuk metode Witkin et al didapatkan jumlah geliat sebesar

0,034, sedangkan pada persen daya analgetik diperoleh sebesar 0,007.

Kedua nilai tersebut kurang dari 0,05 yang artinya menunjukkan

hipotesis awal ditolak. Ini berarti bahwa diterima atau terdapat

perbedaan yang signifikan antara daya analgetik dari beberapa macam

obat-obatan analgetika tersebut.

Page 17: Perc.3 - Analgetika