perbandingan kebutuhan koagulan...

51
PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al2(SO4)3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP SUNGAI CIAPUS KAMPUS IPB DRAMAGA PASCA EKA PRASETYA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: phungnga

Post on 28-Apr-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al2(SO4)3

DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

SUNGAI CIAPUS KAMPUS IPB DRAMAGA

PASCA EKA PRASETYA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 3: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan

Kebutuhan Koagulan Al2(SO4)3 dan PAC Untuk Pengolahan Air Bersih di WTP

Sungai Ciapus Kampus IPB Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Pasca Eka Prasetya

F44120028

Page 4: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 5: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

ABSTRAK

PASCA EKA PRASETYA. Perbandingan Kebutuhan Koagulan Al2(SO4)3 dan

PAC Untuk Pengolahan Air Bersih di WTP Sungai Ciapus Kampus IPB Dramaga.

Dibimbing oleh SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Water treatment plant (WTP) IPB mengolah air dari Sungai Ciapus melalui

proses penjernihan air sebelum didistribusikan kepada konsumen. Jenis koagulan

yang digunakan adalah Al2(SO4)3 (aluminium sulfat) atau tawas dan Polyaluminium

Chloride (PAC). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas air dengan

menggunakan koagulan Al2(SO4)3 dan PAC di WTP Sungai Ciapus kampus IPB

Dramaga serta mengidentifikasi dosis optimum dari koagulan tawas dan PAC.

Penelitian ini menggunakan metode jar test dan SNI untuk analisis parameter fisika

dan kimia air. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, PAC lebih baik

dibandingkan tawas dengan dosis optimum sebesar 20 ppm yang menghasilkan

kekeruhan sebesar 0.22 NTU, TSS sebesar 1 mg/l dan TDS sebesar 150 mg/l.

Dengan dosis optimum tawas sebesar 20 ppm diperoleh nilai kekeruhan 0.49 NTU,

TSS 0 mg/l dan TDS sebesar 164 mg/l. Biaya rata – rata untuk penggunaan

koagulan tawas dan PAC adalah sebesar Rp. 95/m3 dan Rp 215/m3, sedangkan rata

– rata nilai efisiensi penggunaan koagulan tawas dan PAC adalah 91.34% dan 83%.

Hasil penjernihan air dengan kedua koagulan memenuhi kriteria baku mutu kualitas

air bersih yang berlaku di Indonesia.

Kata kunci: jar test, koagulan, PAC, pengolahan air bersih, tawas

ABSTRACT

PASCA EKA PRASETYA. Ratio of Coagulant Needs of Al2(SO4)3 and PAC For

Water Treatment at WTP Ciapus River, IPB Dramaga. Supervised by SATYANTO

KRIDO SAPTOMO.

Water Treatment Plant (WTP) IPB process water from Ciapus River by water

purifying process before distributed to consumers. The type of coagulant used is

Al2(SO4)3 (aluminum sulfate) or alum and Polyaluminium Chloride (PAC). This

study aimed to compare the water quality by using coagulant Al2(SO4)3 and PAC

in WTP Ciapus River IPB Dramaga and to find out the optimum dosage of

coagulant alum and PAC . This study used a test jar method and ISO (SNI) for the

analysis of physical and chemical parameters of water. The result showed that PAC

was better than alum with the optimum dose of 20 ppm which produces 0.22 NTU

of turbidity, 1 mg/l of TSS and 150 mg/l of TDS. With alum optimum dose of 20 ppm,

the result showed 0.49 NTU of turbidity, 0 mg/l of TSS and 164 mg/l of TDS.

Average costs for the use of coagulant alum and PAC were Rp. 95/m3 and Rp

215/m3, while the mean efficiency of using coagulant alum and PAC were 91.34%

and 83%. The results of water purifying process by using both coagulants meets the

criteria of water quality standards in Indonesia.

Keywords: Alum, coagulants, jar test, PAC, water treatment plant

Page 6: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al2(SO4)3

DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

SUNGAI CIAPUS KAMPUS IPB DRAMAGA

PASCA EKA PRASETYA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 7: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 8: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 9: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

PRAKATA

Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya

dengan karunia dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Perbandingan Kebutuhan

Koagulan Al2(SO4)3 dan PAC Untuk Pengolahan Air Bersih di WTP Sungai Ciapus

Kampus IPB Dramaga” ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik

Sipil dan Lingkungan. Terimakasih diucapkan kepada Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si

selaku pembimbing, Dr. Chusnul Arif, S.TP, M.Si dan Dr. Ir. Moh. Yanuar Jarwadi

Purwanto, M.T selaku dosen penguji skripsi atas dukungan dan masukan yang

diberikan. Juga kepada orang tua, Bapak Dodon Sugiharto dan Ibu Lina Herlina

yang selalu mendukung dalam bentuk do’a maupun materi serta teman – teman

tercinta yang selalu memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi.

Harapannya segenap pihak yang terkait dapat memberikan saran, tanggapan, dan

solusi yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

membantu kelancaran pelaksanaan penelitian selanjutnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Pasca Eka Prasetya

Page 10: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 11: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sumber Air Bersih 2 Unit Pengolahan Air 3 Proses Koagulasi dan Koagulan 4 Jar Test 5

Karakteristik Air Bersih 6

METODE PENELITIAN 7 Waktu dan Lokasi Penelitian 7 Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Parameter Fisik Air di intake WTP IPB Ciapus 11 Kondisi Parameter Kimia Air di Intake WTP IPB Ciapus 12

Pengaruh Penambahan Koagulan Pada Parameter Fisik dan Kimia Air 14 Pengaruh Dosis Optimum Koagulan Terhadap Parameter Fisik, Kimia dan

Efisisensi Koagulan 16

SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

RIWAYAT HIDUP 37

Page 12: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 13: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Koagulan yang biasa digunakan dalam pengolahan air 5 Tabel 2 Alat dan bahan penelitian 7

Tabel 3 Pengaruh dosis optimum terhadap parameter fisika air 18 Tabel 4 Pengaruh dosis optimum terhadap parameter kimia air 19 Tabel 5 Suhu, curah hujan dan hari hujan di wilayah Dramaga tahun 2015 19 Tabel 6 Efisiensi dan biaya penggunaan dosis optimum koagulan 20

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta lokasi penelitian 8

Gambar 2 Diagram alir penelitian 9

Gambar 3 Skema pengujian jar test 10

Gambar 4 Nilai kekeruhan dan TSS di intake WTP IPB Ciapus 11

Gambar 5 Nilai suhu di intake WTP IPB Ciapus 12

Gambar 6 Nilai pH di intake WTP IPB Ciapus 13

Gambar 7 Nilai kadar ammoniak dan nitrit di intake WTP IPB Ciapus 14

Gambar 8 Perbandingan pengaruh penambahan koagulan terhadap kekeruhan 15

Gambar 9 Perbandingan pengaruh penambahan koagulan terhadap pH air

bersih 17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 25

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian 26 Lampiran 3 Contoh perhitungan 27

Lampiran 4 Hasil pengukuran tanggal 21 Maret 2016 28 Lampiran 5 Hasil pengukuran tanggal 7 April 2016 29

Lampiran 6 Hasil pengukuran tanggal 19 April 2016 30 Lampiran 7 Hasil pengukuran tanggal 2 Mei 2016 31

Lampiran 8 Hasil pengukuran tanggal 24 Mei 2016 32 Lampiran 9 Hasil pengukuran tanggal 2 Juni 2016 33

Lampiran 10 Baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 429 Tahun 2010 34 Lampiran 11 Rekap data hasil penelitian 35 Lampiran 12 Peta lokasi penelitian 36

Page 14: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 15: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar (basic need) bagi kehidupan manusia, karena

air merupakan gizi makro yang sangat penting. Air berfungsi sebagai sumber

asupan mineral, mengatur suhu tubuh, pembentuk cairan darah, pembentuk sel, dan

melancarkan pencernaan. Sungai merupakan salah satu sumber air yang berada di

permukaan tanah. Sebagian masyarakat terutama yang tinggal di daerah tepi sungai

masih menggunakan sungai sebagai sumber air untuk melakukan aktifitas sehari-

hari seperti mengairi sawah, mencuci bahkan digunakan untuk mandi. Menurut

Situmorang (2007) kualitas air merupakan syarat untuk kualitas kesehatan manusia,

karena tingkat kualitas air dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan

masyarakat. Hal ini akan berdampak buruk jika air sungai yang digunakan sudah

tercemar dari limbah.

WTP (water treatment plant) IPB menggunakan Sungai Ciapus sebagai

sumber air. Air yang berasal dari Sungai Ciapus akan melewati unit pengolahan air

sebagai proses untuk penjernihan air agar didistribusikan kepada konsumen. WTP

IPB Sungai Ciapus melayani distribusi air untuk asrama putra, asrama putri, dan

perumahan dosen. Salah satu unit yang berperan penting dalam proses penjernihan

air adalah bak koagulasi. Pada bagian unit ini, penambahan zat kimia (koagulan)

dilakukan untuk mempercepat pengendapan partikel-partikel kecil di dalam air.

Jenis koagulan yang digunakan adalah Al2(SO4)3 atau tawas. Namun penambahan

koagulan sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan yang menyebabkan air menjadi

keruh dan bau di bagian output. Perlu dilakukan evaluasi penggunaan zat kimia

pada unit koagulan agar kualitas air yang dihasilkan oleh WTP IPB Ciapus dapat

digunakan untuk kegiatan MCK, dikonsumsi, dan sesuai dengan baku mutu.

Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan alat jar test. Jenis koagulan juga

mempengaruhi tingkat kualitas air baku pada Instalasi Pengolahan Air (water

treatment plant). Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan untuk

mendestabilisasi partikel koloid dalam air agar flok dapat terbentuk (Ebeling dan

Ogden 2004).

Pada umumnya koagulan yang paling sering digunakan adalah Aluminium

Sulfat atau biasanya sering disebut tawas. Tetapi saat ini telah ditemukan koagulan

yang lebih baik kinerjanya dari pada menggunakan tawas yaitu Poly Aluminium

Chloride (PAC). Jika dibandingkan dengan penggunaan koagulan Aluminium

Sulfat, PAC memiliki beberapa keuntungan yaitu korosivitasnya rendah, flok yang

dihasilkan lebih mudah untuk dipisahkan dan pH air hasil pengolahannnya tidak

terlalu rendah (Budiman et al 2008). Kualitas air ditentukan berdasarkan keadaan

air dalam keadaan normal dan bila terjadi penyimpangan dari keadaan normal

disebut sebagai air yang mengalami pencemaran atau disebut air terpolusi. Analisis

penentuan kualitas air sangat penting bagi pengguna air sebagai informasi tentang

keberadaan senyawa kimia yang terkandung di dalam air (Situmorang 2007).

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan penggunaan dosis optimum

koagulan pada WTP IPB Ciapus dan untuk mengetahui jenis koagulan yang lebih

Page 16: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

2

efektif dalam menghasilkan kualitas air yang berada di bawah baku mutu Peraturan

Pemerintah No.82 Tahun 2001.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbandingan kualitas air

bersih hasil pengolahan dengan menggunakan koagulan Al2(SO4)3 dan PAC di

WTP Sungai Ciapus kampus IPB Dramaga serta mengidentifikasi dosis optimum

dan efisiensi dari masing-masing koagulan.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi dosis koagulan yang tepat pada unit koagulasi.

2. Memberikan informasi efisiensi jenis koagulan yang digunakan.

3. Memberikan informasi jenis koagulan mana yang lebih efektif dan

ekonomis.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini membahas mengenai perbandingan penggunaan koagulan

Al2(SO4)3 dan PAC pada unit koagulasi WTP Sungai Ciapus kampus IPB

Dramaga.

2. Penelitian dilakukan di Bogor Jawa Barat dengan menggunakan data hasil

sampling dan pengujian di laboratorium Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan metode jar test.

TINJAUAN PUSTAKA

Sumber Air Bersih

Secara umum sumber air baku terbagi menjadi dua jenis, yaitu air tanah dan

air permukaan. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di

dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuknya dan didalam retak-

retak dari batuan (Mori 1999). Air permukaan dapat diambil dari sungai-sungai

kecil, sungai-sungai besar, danau-danau atau saluran-saluran irigasi (yang tidak

tercemar). Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air, air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah. Air pada

beberapa sumber air permukaan sebagian berasal dari air tanah dan sebagian berasal

dari air hujan yang telah mengalir ke permukaan tanah dan masuk ke dalam

penerima atau penampung air permukaan.

Adanya pergantian musim dapat mempengaruhi kualitas air baku, seperti

tingkat kekeruhan. Tingkat kekeruhan pada musim kemarau umumnya lebih rendah

dibandingkan pada musim hujan. Selain itu, debit sungai pada musim kemarau lebih

rendah dibandingkan dengan musim hujan. Air baku yang telah sampai ke

bangunan penyadap memerlukan pengolahan melalui IPA. Secara umum IPA

ditujukan untuk menghilangkan bau, rasa, turbiditas, serta bakteri dan kontaminan

lainnya dari air (Vesilind et al 1994).

Page 17: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

3

Unit Pengolahan Air

Pengolahan air adalah usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat

suatu zat sesuai standar air minum yang diinginkan. Proses pengolahan air pada

dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga bagian pengolahan (Reynolds 1982 dalam

Dini 2011), yaitu:

- Pengolahan fisik, yaitu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan kotoran - kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan

pasir,serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan

diubah

- Pengolahan kimia, yaitu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat

kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya

- Pengolahan bakteriologis, yaitu tingkat pengolahan untuk membunuh atau

memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung didalam air.

Unit-unit pengolahan air yang biasa digunakan dalam proses pengolahan air

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Intake

Intake atau bangunan penyadap adalah suatu unit yang berfungsi untuk

menyadap atau mengambil air baku dari badan air sesuai dengan debit yang

diperlukan untuk pengolahan (Utomo 2011). Komponen intake pada WTP Ciapus

terdiri dari pintu air, screen dan pompa. Pintu air berfungsi untuk mengatur

besarnya debit yang masuk ke dalam ruang pompa submersible. Screen berfungsi

untuk menyaring sampah-sampah yang terbawa aliran (Dasir 2014). Komponen

terakhir yaitu pompa submersible yang berfungsi untuk memompa air baku menuju

unit IPA. Pompa submersible merupakan pompa yang dioperasikan di dalam air

dan akan mengalami kerusakan jika dioperasikan dalam keadaan tidak terdapat air

secara terus-menerus (Sibula et al 2013). Jenis pompa ini mempunyai tinggi

minimal air yang dapat dipompa dan harus dipenuhi ketika bekerja agar life time

pompa tersebut lama.

2. Koagulasi dan flokulasi

Koagulasi adalah tempat terjadinya peristiwa pembentukan atau

penggumpulan partikel-partikel kecil dengan menggunakan bahan koagulan.

Koagulasi juga diartikan sebagai proses penambahan koagulan dan pengadukan

cepat air yang diberi bahan koagulan. Koagulasi terjadi karena adanya interaksi

antara bahan koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Partikel koloid

merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel

inilah yang merupakan penyebab utama kekeruhan. Proses koagulasi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, antara lain pH, suhu, dosis koagulan, serta kekeruhan larutan

(Rachmawati et al 2009). Flokulasi adalah proses pengadukan lambat terhadap

partikel yang terdestabilisasi dan membentuk pengendapan flok dengan cepat.

Keberlangsungan proses flokulasi diukur dari distribusi ukuran flok dan struktur

flok. Flok merupakan komponen pencemar yang mengendap (Gurses 2003).

Flokulasi berfungsi sebagai tempat pembentukan flok atau tempat penggabungan

partikel koloid yang terdestabilisasi menjadi flok yang lebih besar dengan cara

pengadukan. Proses flokulasi dilakukan setelah proses koagulasi. Saat proses

flokulasi, pengadukan dilakukan secara bertahap yaitu dari kekuatan besar

kemudian mengecil agar flok yang telah dibentuk tidak terpecah kembali.

Page 18: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

4

3. Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan dan air berdasarkan perbedaan

berat jenis dengan cara pengendapan (BSN 2008). Proses sedimentasi juga diartikan

sebagai upaya pemisahan solid dari liquid menggunakan pengendapan secara

gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Unit sedimentasi merupakan suatu

unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid dan liquid dari suspensi untuk

menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi lumpur yang lebih kental

melalui pengendapan secara gravitasi (Kamulyan 1997).

4. Filtrasi

Proses filtrasi merupakan proses mengalirkan air hasil sedimentasi atau air

baku melalui media pasir. Proses yang terjadi selama penyaringan adalah

pengayakan (straining), flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir, dan proses

biologis. Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi

saringan pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan saringan pasir lambat

(Darmasetiawan 2011). Unit filtrasi berfungsi untuk menyaring sisa-sisa flok yang

tidak terendapkan oleh bak sedimentasi.

5. Desinfeksi

Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air baku maupun

air limbah yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen, baik dari

instalasi pengolahan atau yang masuk melalui jaringan distribusi (Bitton 1994).

Desinfeksi juga bertujuan untuk oksidasi materi organik dan anorganik (Fe, Mn),

destruksi bau dan rasa, serta kontrol terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Secara

umum desinfeksi dapat dikelompokkan menjadi desinfeksi secara fisik, ultraviolet,

dan dengan menggunakan bahan kimia.

6. Reservoir

Reservoir merupakan bangunan penampung air sebelum dilakukan

pendistribusian ke konsumen. Reservoir terdiri dari dua jenis, yaitu ground

reservoir dan elevated reservoir. Ground reservoir adalah bangunan penampungan

air bersih yang terletak di bawah permukaan tanah. Elevated reservoir adalah

bangunan penampungan air yang terletak di atas permukaan tanah dengan

ketinggian tertentu sehingga tekanan air pada titik terjauh masih tercapai.

Proses Koagulasi dan Koagulan

Koagulasi

Koagulasi adalah proses yang bersifat kimia yang bertujuan untuk

menghilangkan kekeruhan dan material atau zat yang dapat meghasilkan warna

pada air yang kebanyakan merupakan partikel-partikel koloidal (berukuran 1 - 200

milimikron) seperti alga, bakteri, zat organik anorganik dan partikel lempung (Lin

2007). Proses koagulasi perlu dilakukan apabila kekeruhan air melebihi 30 – 50

NTU. Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi. Pada proses

koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya

air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel

koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan

penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan

rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun

secara mekanis (menggunakan batang pengaduk).

Page 19: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

5

Koagulan

Koagulan atau flokulan pembantu biasanya dibubuhkan ke dalam air pada

unit koagulasi bertujuan untuk memperbaiki pembentukan flok dan untuk mencapai

sifat spesifik flok yang diinginkan (Haslindah dan Zulkifi 2012). Koagulan adalah

zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam

suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang digunakan untuk

mendestabilisasi muatan negatif partikel. Dalam pengolahan air sering dipakai

garam Aluminium, Al (III) atau garam besi (II) dan besi (III) Koagulan yang umum

digunakan pada pengolahan air adalah seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Sugiarto

2006).

Tabel 1 Koagulan yang biasa digunakan dalam pengolahan air

Nama

Formula

Bentuk

Reaksi Dengan

Air

pH Optimum

Aluminium

sulfat,

Alum sulfat,

Alum, Salum

Al2(SO4)3.xH2O

x = 14,16,18

Bongkah, bubuk Asam 6.0 – 7.8

Sodium

aluminat

NaAlO2 atau

Na2Al2O4

Bubuk Basa 6.0 – 7.8

Polyaluminium

Chloride, PAC

Aln(OH)mCl3n-

m

Cairan, bubuk Asam 6.0 – 7.8

Ferri sulfat Fe2(SO4)3.9H2O Kristal halus Asam 4 – 9

Ferri klorida FeCl3.6H2O Bongkah, cairan Asam 4 – 9

Ferro sulfat FeSO4.7H2O Kristal halus Asam > 8.5

PAC memiliki rumus kimia umum AlnCl(3n-m)(OH)m banyak digunakan

karena memiliki rentang pH yang lebar sesuai nilai n dan m pada rumus kimianya.

PAC yang paling umum dalam pengolahan air adalah Al12Cl12(OH)24. Senyawa-

senyawa modifikasi PAC di antaranya polyaluminium hydroxidechloride silicate

(PACS) dan polyaluminium hydroxidechloride silicate sulfate (PASS). PAC

digunakan untuk mengurangi kebutuhan akan penyesuaian pH untuk pengolahan,

dan digunakan jika pH badan air penerima lebih tinggi dari 7.5. PAC mengalami

hidrolisis lebih mudah dibandingkan tawas, mengeluarkan polihidroksida yang

memiliki rantai molekul panjang dan muatan listrik besar dari larutan sehingga

membantu memaksimalkan gaya fisis dalam proses flokulasi. Pada air yang

memiliki kekeruhan sedang sampai tinggi, PAC memberikan hasil koagulasi yang

lebih baik dibandingkan tawas. Pembentukan flok dengan PAC termasuk cepat dan

lumpur yang muncul lebih padat dengan volume yang lebih kecil dibandingkan

dengan tawas. Oleh karenanya, PAC merupakan pengganti alum padat yang efektif

dan berguna karena dapat menghasilkan koagulasi air dengan kekeruhan yang

berbeda dengan cepat, menggenerasi lumpur lebih sedikit, dan meninggalkan lebih

sedikit residu aluminium pada air yang diolah (Malhotra 1994).

Jar Test

Jar test merupakan metode standar yang dilakukan untuk menguji proses

koagulasi (Kemmer dan Frank 2002). Data yang didapat dengan melakukan jar test

antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume

Page 20: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

6

endapan yang terbentuk. Jar test sebaiknya dilakukan setiap beberapa hari, bulan

atau tahun bahkan musim terutama pada saat dimana terjadi perubahan keadaan air

secara kimia. Jar test terdiri dari enam buah batang pengaduk yang masing-masing

mengaduk satu buah gelas dengan kapasitas satu liter. Satu buah gelas berfungsi

sebagai kontrol dan kondisi operasi dapat bervariasi diantara lima gelas yang tersisa.

Penggunaan sebuah pengukuran rpm di bagian atas perangkat jar test ini berperan

sebagai pengontrol keseragaman kecepatan pencampuran pada keenam gelas

tersebut. Hasil dari uji ini menjadi acuan dalam pemberian dosis koagulan pada

proses koagulasi.

Umumnya jar test dilakukan satu kali oleh satu unit kerja analis di

laboratorium, setiap unit kerja berdurasi 8 jam. Jadi dalam rentang waktu sehari (24

jam) dapat dilakukan 3 kali jar test. Jika penambahan dosis tawas ini menghasilkan

nilai pH dan kekeruhan maksimum yang diperbolehkan maka dosis tawas tersebut

berhenti ditambahkan. Kelemahan dari jar test yaitu selain dari sistem

pelakasanaannya yang bersifat manual, juga ketidaklinieran hubungan antara

penambahan dosis tawas dengan nilai kekeruhan serta pH air terukur (pada proses

akhir koagulasi). Kelemahan lainnya adalah proses jar test yang membutuhkan

waktu cukup lama (Narita et al 2011).

Karakteristik Air Bersih

Karakteristik air bersih dapat ditentukan oleh dua aspek yaitu aspek fisika dan

kimia. Aspek fisika meliputi kondisi air secara fisik. Sedangkan aspek kimia

meliputi kandungan senyawa kimia yang terdapat didalam air. Karakteristik fisika

air meliputi kekeruhan, suhu, warna, zat padat terlarut, bau dan rasa. Penyebab

terjadinya kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun anorganik, seperti

lumpur dan limbah industri. Suhu air mempengaruhi jumlah oksigen terlarut. Makin

tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah. Warna air dapat dipengaruhi

oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-senyawa

organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya organisme dalam air seperti

alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian senyawa organik yang berlangsung

secara anaerobik (Hanum 2002).

Karakteristik kimia air meliputi pH, DO (dissolved oxygent), BOD

(biological oxygent demand), COD (chemical oxygent demand), kesadahan, dan

senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi.

Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam

bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH. Dissolved Oxygen (DO)

menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut berasal dari

hasil fotosintesis selain dari absorbsi atmosfer. Makin tinggi jumlah oksigen terlarut

mutu air makin baik. Biology Oxygen Demand (BOD) menunjukkan jumlah

oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik

dalam air secara biologi. Makin tinggi nilai BOD menunjukkan tingginya jumlah

bahan organik dan mutu air makin rendah. Chemical Oxygen Demand (COD)

menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik

dalam air secara kimia. Makin tinggi nilai COD menunjukkan tingginya jumlah

bahan organik dan mutu air makin rendah. Kesadahan air mempengaruhi efisiensi

pemakaian sabun. Kesadahan air disebabkan oleh adanya garam-garam kalsium dan

Page 21: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

7

magnesium yang terdapat dalam air. Adanya senyawa arsen meskipun dalam

jumlah yang kecil dapat merupakan racun bagi manusia (Mayasari et al 2012).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data dilaksanakan selama empat bulan pada bulan Maret

sampai bulan Juni 2016. Penelitian menggunakan data hasil pengukuran di intake

WTP Sungai Ciapus kampus IPB Dramaga dan Laboratorium Limbah Padat dan

B3 Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian. Lokasi WTP Ciapus

ditunjukkan pada Gambar 1 dan Lampiran 12 (Sumber : Google 15 Juni 2016).

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini mencakup laptop yang dilengkapi

software Microsoft Excel dan dirigen 20 liter. Serta alat – alat laboratorium seperti

spektrofotometer, pH meter, turbiditymeter, jar test, oven, timbangan analitik, gelas

piala, gelas Erlenmeyer, pipet ukur, pipet volume, gelas ukur dan cawan petri.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah koagulan PAC, tawas, akuades, air WTP

ciapus dan bahan kimia untuk pengujian parameter ammoniak dan nitrit. Alat dan

bahan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Alat dan bahan penelitian

Alat Bahan

Perangkat Microsoft Excel Air WTP Ciapus

Jar Test Bahan – bahan kimia

pH meter Tawas (Al2(SO4)3)

Seperangkat komputer Akuades

Spectrofotometer PAC

Turbidity meter Kertas saring

Gelas piala

Erlenmeyer

Oven

Timbangan analitik

Cawan

Vakum

Desikator

Dirigen

Botol sampling

Pipet ukur

Pipet Volumetrik

Page 22: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

8

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2. Metode

sampling digunakan untuk mendapatkan nilai dari parameter yang akan diukur.

Pada penelitian ini, sampling diambil pada in take Instalasi Pengolahan Air Ciapus

sebelum menuju reservoir. Pada titik sampling dilakukan pengambilan contoh uji

air sebesar 20 liter. Setelah contoh air terkumpul, air dihomogenkan dalam satu

wadah. Air yang telah homogen, diletakkan di ruang terbuka agar terjadi proses

evaporasi yaitu perubahan fase cair menjadi uap untuk menghilangkan kandungan

organik dalam air. Pengujian jar test menghasilkan dosis koagulan optimum.

Pengambilan sample air dilakukan bulan Maret sampai dengan bulan Juni dengan

tujuan didapat data variasi waktu peralihan musim.

Penentuan Karakteristik Air Bersih

Pengukuran karakteristik air dilakukan dengan menghomogenkan contoh uji

air terlebih dahulu menggunakan stirer selama 15 menit. Pengukuran pH dilakukan

dengan menggunakan pH meter digital. Pengukuran pH ini berpedoman pada SNI

06-6989.11-2004 (BSN 2004c). Setelah itu dilakukan analisa parameter ammoniak

dan nitrit terhadap air baku. Untuk menguji parameter ammoniak berpedoman pada

SNI 06-6989.30-2005 (BSN 2005b). Analisa parameter nitrit berpedoman pada SNI

06-6989.9-2004 (BSN 2004b). Pengukuran zat padat tersuspensi (Total Suspended

Solid / TSS) dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whatman Grade 934

AH yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105 ⁰C. Pengujian TSS

berpedoman pada SNI 06-6989.3-2004 (BSN 2004a). Pengukuran zat padat terlarut

(Total Disolve Solid / TDS) dilakukan dengan menggunakan kertas saring

Whatman Grade 934 AH yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105

⁰C dan cawan yang telah dipanaskan pada suhu 180 ⁰C. Pengujian TDS

berpedoman pada SNI 06-6989.27-2005 (BSN 2005a).

Page 23: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

9

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Jar Test

Uji laboratorium untuk proses koagulasi pada pengolahan air bersih

dilakukan dengan metode jar test. Pengujian jar test yang dilakukan untuk

membandingkan kinerja koagulan yang digunakan untuk mengendapkan padatan

tersuspensi pada air sungai Ciapus di unit Instalasi Pengolahan Air IPB. Koagulan

yang digunakan pada penelitian ini yaitu aluminium sulfat/alum atau tawas

(Al2(SO4)3) dan PAC. Konsentrasi koagulan harus ditentukan sebelum pengujian

jar test. Pada penelitian kali ini akan digunakan konsentrasi koagulan sebanyak 1%.

Konsentrasi koagulan pada larutan alum tidak digunakan terlalu besar karena pada

air sungai kandungan polutannya tidak sebesar pada air limbah. Pada pembuatan

koagulan tawas 1 %, 10 gram bubuk tawas dilarutkan ke dalam 1000 ml air suling.

Setiap 1 ml larutan alum 1 % terdapat 10 mg koagulan. Pembuatan larutan koagulan

PAC sama dengan pembuatan larutan tawas. Tahapan proses pengujian jar test

dapat dilihat pada Gambar 3.

Pada pengujian jar test ini, contoh uji air dipindahkan ke dalam gelas ukur

dengan penambahan variasi konsentrasi koagulan yang berbeda. Kemudian,

pengadukan cepat (rapid mixing) dengan kecepatan 100 rpm dan pengadukan

Perumusan Masalah

Pengambilan Data

Parameter fisik dan kimia air

Hasil pengujian jar

test

Variasi dosis

koagulan

Perbandingan kualitas air masing - masing koagulan dan dosis optimum koagulan

Studi literatur

Mulai

Selesai

Page 24: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

10

lambat (slow mixing) dengan kecepatan 20 rpm. Setelah itu larutan didiamkan

mengendap selama 30 menit dan kemudian fase cairan yang terbentuk setelah

proses pengendapan dianalisis untuk mengetahui dosis optimum koagulan pada

contoh uji.. Dengan menggunakan grafik di Microsoft Excel dilakukan

perbandingan antara turbiditas dan pH sesuai dengan nilai yang diperoleh dari

pencatatan hasil jar test. Grafik dibuat dengan membandingkan nilai sebelum dan

sesudah dilakukan jar test atau pembubuhan koagulan. Dari grafik yang diperoleh

dilakukan perhitungan efisiensi dosis optimumnya. Nilai efisiensi diperoleh dengan

menggunakan persamaan (1).

(1)

Keterangan :

η : Nilai kekeruhan (NTU)

Gambar 3 Skema pengujian jar test

Setelah diketahui dosis koagulan yang akan digunakan dan efisiensinya, maka akan

dihitung jumlah koagulan yang akan digunakan dalam satuan kg/jam serta biaya

yang dibutuhkan. Rumus yang akan digunakan untuk menghitung jumlah koagulan

adalah persamaan (2) (Sugiarto 2006).

Pengolahan air

dengan jar test

Contoh uji

dimasukkan

ke dalam 6

gelas piala

Variasi dosis

koagulan

Pengadukan

cepat 100 rpm

selama 3

menit

Pengadukan

lambat 20 rpm

selama 15

menit

Proses

pengendapan

selama 30

menit

Analisis

parameter

fisika dan

kimia air

η = 𝑛sebelum−𝑛sesudah

𝑛sebelum x 100%

Page 25: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

11

(2)

Keterangan :

X : Jumlah koagulan (kg/jam)

Q : Debit intake (liter/jam)

D : Dosis koagulan (mg/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Parameter Fisik Air di intake WTP IPB Ciapus

Sungai merupakan salah satu sumber air baku yang berada di permukaan

(Mori 1999). Air baku yang berasal dari aliran sungai akan mengalir masuk ke

bangunan penampung atau bangunan penyadap (intake). Intake atau bangunan

penyadap adalah suatu unit yang berfungsi untuk menyadap atau mengambil air

baku dari badan air sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan (Utomo

2011. Nilai turbiditas (NTU) dan TSS (mg/l) di intake WTP IPB Ciapus tersaji pada

Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, terlihat nilai kekeruhan pada intake WTP IPB

Ciapus mengalami perubahan. Turbiditas adalah kandungan bahan organic dan

anorganik dalam air, sedangkan TSS (total suspended solid) adalah padatan yang

menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung

(Fardiaz 1992).

Gambar 4 Nilai kekeruhan dan TSS di intake WTP IPB Ciapus

Nilai turbiditas yang tinggi terjadi pada tanggal 19 April dengan nilai turbiditas

sebesar 29.2 NTU. Sedangkan untuk nilai TSS yang paling tinggi terjadi pada

tanggal 21 Maret yaitu sebesar 37 mg/l. Nilai turbiditas dan TSS cenderung semakin

turun dikarenakan intensitas hujan yang mulai berkurang dan level permukaan air

sungai di intake dalam kondisi rendah. Berdasarkan Gambar 4, nilai TSS pada

tanggal 19 April mengalami penurunan yaitu sebesar 12 NTU sedangkan untuk nilai

kekeruhannya mengalami kenaikan. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi permukaan

sungai pada tangaal 19 April terhitung paling tingi dan kondisi sedang turun hujan

27.3

20.4

29.2

13.9

9.8 9.8

37

1412

9 10

4

0

5

10

15

20

25

30

35

40

21 Maret 7 April 19 April 2 Mei 24 Mei 2 Juni

0

5

10

15

20

25

30

35

TSS

(mg/

l)

Tanggal

Turb

idit

as (

NTU

)

Turbiditas

TSS

𝑥 =𝑄 𝑥 𝐷

106

Page 26: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

12

sehingga kondisi air menjadi sangat keruh. Menurut Fardiaz (1992), nilai kekeruhan

tidak dapat dikonversi menjadi nilai TSS. Hal ini dikarenakan TSS merupakan zat

– zat padat yang terdapat pada suspensi yang dapat dibedakan menurut ukurannya

menjadi partikel koloid dan partikel biasa. Penyebab nilai kekeruhan mengalami

kenaikan adalah pada tanggal 19 April jenis partikel yang terdapat didalam air

sebagian besar adalah partikel berjenis koloid. Partikel koloid merupakan jenis

partikel penyebab kekeruhan karena menyebabkan terjadinya efek tyndall ketika

dilakukan pengukuran kekeruhan. Kekeruhan diukur dengan turbiditimeter dengan

metode pembiasan cahaya secara optik.

Parameter fisika lainnya yang di ukur adalah suhu. Suhu memegang peranan

penting dalam berbagai aktivitas kimia dan fisika perairan. Aktivitas kimia dan

fisika seringkali mengalami peningkatan dengan naiknya suhu. Mahida (1986)

menyatakan bahwa tingkat oksidasi senyawa organik jauh lebih besar pada suhu

tinggi dibanding pada suhu rendah. Suhu di intake WTP IPB Ciapus tersaji pada

Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 nilai suhu di intake WTP IPB Ciapus selalu

mengalami perubahan. Hal ini juga dikarenakan kondisi sungai Ciapus yang

berubah – berubah mulai dari kedalaman hingga debitnya. Nilau suhu tertinggi

terdapat pada tanggal 19 April dengan nilai 29°C, sedangkan suhu terendah terdapat

pada tanggal 2 Mei yaitu sebesar 27.5 °C. Suhu air di sungai lebih bervariasi

dibanding perairan pantai di sekitarnya. Hal ini dipengaruhi oleh luas permukaan

dan volume airnya. Pada sungai yang memiliki volume air yang besar dapat

ditemukan suhu vertikal. Kisaran suhu terbesar terdapat pada permukaan perairan

dan akan semakin kecil mengikuti kedalaman (Clark 1974).

Gambar 5 Nilai suhu di intake WTP IPB Ciapus

Kondisi Parameter Kimia Air di Intake WTP IPB Ciapus

Selain parameter fisik, parameter kimia juga merupakan faktor penentu

kondisi air baku. Karakteristik kimia air meliputi pH, DO (dissolved oxygent), BOD

(biological oxygent demand), COD (chemical oxygent demand), kesadahan, dan

senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi.

Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam

bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH. Pada pengujian kualitas air

28.5

28

29

27.5

28

27.5

26.5

27

27.5

28

28.5

29

29.5

21 Maret 7 April 19 April 2 Mei 24 Mei 2 Juni

Suh

u (

C)

Tanggal

Page 27: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

13

baku, uji DO, BOD dan COD tidak dianjurkan dilakukan karena pengujian DO,

BOD dan COD digunakan untuk pengujian air limbah atau sumber air yang

memiliki tingkat pencemaran tinggi (Mayasari et al 2012). Parameter kimia yang

diukur di intake WTP IPB Ciapus adalah pH, ammoniak dan nitrit. Nilai pH pada

intake WTP IPB Ciapus tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai pH di intake WTP IPB Ciapus

pH adalah kadar keasaman atau alkalinitas dalam air. pH untuk air minum

umumnya antara 6.5 dan 8.0. Air pada 25°C dengan pH kurang dari 7.0 dianggap

mengandung keasaman, sedangkan pH lebih dari 7.0 dianggap sebagai pH dasar

(alkalin). Jika kadar pH adalah 7.0, maka air diangggap memiliki pH netral (WHO

2011). Berdasarkan Gambar 6, nilai pH di intake WTP IPB Ciapus mengalami

perubahan. Nilai pH pada tanggal 7 April merupakan nilai pH terendah yaitu 6.05.

Nilai ini tidak dapat digunakan sebagai air minum. Penurunan pH dapat diakibatkan

oleh limbah yang mengandung asam-asam mineral bebas dan asam karbonat

(Manik 2003).

Kandungan ammoniak dan nitrit di intake WTP IPB Ciapus juga perlu diuji.

Ammoniak dan nitrit akan bersifat toksik didalam air pada kondisi tertentu seperti

kandungan unsur senyawa logam yang banyak, suhu yang rendah dan pH yang

rendah (Effendy 2006). Nilai kadar ammoniak dan nitrit di intake WTP IPB Ciapus

tersaji pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7, nilai kandungan ammoniak di

intake WTP IPB Ciapus mengalami peningkatan. Nilai tertinggi kandungan

ammoniak terdapat pada tanggal 19 April dengan nilai 0.493. Sedangkan

kandungan nitrit mengalami penurunan dan nilai terkecil terdapat pada tanggal 19

April dengan nilai 0.198 mg/l. Peningkatan kadar ammoniak merupakan indikasi

adanya pencemaran yang berasal dari limbah pupuk pertanian, limbah pabrik dan

feses (Widayat et al 2010). Toksisitas ammoniak dipengaruhi oleh pH yang

ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah ammoniak

tinggi, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah ammoniak yang

rendah akan bersifat racun juga. Kadar nitrit yang semakin turun diakibatkan karena

nitrit merupakan peralihan antara ammoniak dan nitrat, keberadaannya di perairan

tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Apabila kandungan oksigen terlarut kecil

maka kadar nitrit dalam air jumlahnya sedikit pula (Rohman 2007).

6.94

6.05

6.96.75

7.44

6.72

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

21 Maret 7 April 19 April 2 Mei 24 Mei 2 Juni

pH

Tanggal

Page 28: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

14

Gambar 7 Nilai kadar ammoniak dan nitrit di intake WTP IPB Ciapus

Pengaruh Penambahan Koagulan Pada Parameter Fisik dan Kimia Air

Unit koagulasi adalah tempat terjadinya peristiwa pembentukan atau

penggumpulan partikel-partikel kecil dengan menggunakan bahan koagulan.

Koagulasi juga diartikan sebagai proses penambahan koagulan dan pengadukan

cepat air yang diberi bahan koagulan. Koagulasi terjadi karena adanya interaksi

antara bahan koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Partikel koloid

merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel

inilah yang merupakan penyebab utama kekeruhan (Rachmawati et al 2009).

Koagulan adalah zat kimia yang menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel

di dalam suspensi. Zat ini merupakan donor muatan positif yang digunakan untuk

mendestabilisasi muatan negatif partikel. Koagulan atau flokulan pembantu

biasanya dibubuhkan ke dalam air pada unit koagulasi bertujuan untuk

memperbaiki pembentukan flok dan untuk mencapai sifat spesifik flok yang

diinginkan (Haslindah dan Zulkifi 2012). Flok merupakan komponen pencemar

yang mengendap (Gurses 2003).

Koagulan yang digunakan adalah tawas dan PAC. Pengaruh penambahan

koagulan terhadap kekeruhan pada tanggal 21 Maret sampai 2 Juni tersaji pada

Gambar 8. Penurunan kekeruhan pada tanggal 21 Maret, nilai terbaik didapat

setelah dilakukan penambahan tawas 5 ppm dengan penurunan kekeruhan sampai

3.23 NTU. Kondisi cuara ketika pengukuran termasuk cerah dan tidak turun hujan

walaupun masih dalam musim penghujan. Berdasarkan Gambar 8, hasil

pengukuran pada tanggal 7 April penambahan koagulan tawas masih menghasilkan

kekeruhan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian PAC. Dosis optimum

pada pengukuran ini adalah 20 ppm untuk koagulan tawas dengan penurunan

kekeruhan mencapai 1.8 NTU sedangkan untuk koagulan PAC adalah 5 ppm

dengan penurunan kekeruhan hingga 2.13 NTU. Kondisi cuara cerah dan tidak

turun hujan selama dua hari. Pada tanggal 19 April kekeruhan pada pengukuran

menunjukkan hasil yang lebih optimum dibandingkan hari pengukuran sebelumnya.

Dengan kekeruhan awal 29.2 NTU, setelah dimasukkan koagulan tawas dengan

variasi dosis kekeruhan mengalami penurunan. Nilai kekeruhan terendah didapat

dengan dosis koagulan tawas sebesar 15 ppm. Penambahan koagulan PAC

menghasilkan hasil nilai kekeruhan yang lebih baik dari tawas, nilai kekeruhan

terendah PAC lebih baik dari dosis optimum koagulan tawas yaitu dengan dosis 20

ppm menghasilkan kekeruhan sebesar 0.22 NTU. Kondisi cuara pada pengukuran

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

21 Maret 7 April 19 April 2 Mei 24 Mei 2 Juni

Kad

ar (

mg/

l)

Tanggal

Ammoniak

Nitrit

Page 29: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

15

ini yaitu turun hujan sehingga kekeruhan awal lebih tinggi dibanding hari

pengukuran sebelumnya.

(21 Maret)

(7 April)

(19 April)

(2 Mei)

(24 Mei)

(2 Juni)

Gambar 8 Perbandingan pengaruh penambahan koagulan terhadap kekeruhan

Hasil pengukuran pada tanggal 2 Mei juga tersaji pada Gambar 8 .

Berdasarkan Gambar 8, terlihat perbandingan kekeruhan setelah pembubuhan

koagulan PAC dan tawas. Penambahan koagulan PAC mencapai kekeruhan terbaik

pada dosis 10 ppm dengan nilai 0.56 NTU sedangkan pada penambahan koagulan

tawas, kekeruhan terbaik terdapat pada dosis 20 ppm dengan nilai kekeruhan 0.49

NTU dan kondisi cuara ketika pengukuran termasuk cerah. Kekeruhan pada

pengukuran tanggal 24 Mei menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dari hari

pengukuran sebelumnya. Dengan kekeruhan awal 9.8 NTU, setelah ditambahkan

koagulan tawas dengan variasi dosis kekeruhan mengalami penurunan. Nilai

kekeruhan terendah didapat dengan dosis koagulan tawas sebesar 25 ppm.

Penambahan koagulan PAC menghasilkan hasil nilai kekeruhan yang lebih baik

dari tawas, nilai kekeruhan terendah PAC lebih baik dari dosis optimum koagulan

tawas yaitu dengan dosis 15 ppm menghasilkan kekeruhan sebesar 0.49 NTU dan

kondisi cuara ketika pengukuran tersebut juga termasuk cerah sehingga kekeruhan

awal bernilai rendah. Pengukuran terakhir yaitu tanggal 2 Juni, penambahan

0

10

20

30

0 10 20

NTU

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 0

10

20

30

0 10 20

NTU

Dosis (ppm)

PAC

Tawas

0

10

20

30

0 10 20

NTU

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 0

10

20

30

0 10 20N

TUDosis (ppm)

PAC

Tawas

0

10

20

30

0 10 20

NTU

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 0

10

20

30

0 10 20

NTU

Dosis (ppm)

PAC

Tawas

Page 30: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

16

koagulan dosis optimum 25 ppm untuk tawas menurunkan kekeruhan yang nilai

awal 9.8 NTU menjadi 1.55 NTU sedangkan untuk PAC dengan dosis optimum 15

ppm menurunkan kekeruhan menjadi 0.47 NTU. Kondisi cuaca ketika pengukuran

cerah karena pada bulan Juni sudah masuk pada musim kemarau sehingga nilai

kekeruhan cenderung kecil karena debit dan tinggi muka air sungai termasuk

rendah. Secara umum dapat dilihat nilai kekeruhan cenderung menurun dari waktu

ke waktu, artinya kebutuhan koagulan bervariasi dari waktu ke waktu.

Pengaruh penambahan variasi dosis koagulan terhadap pH air bersih pada

pengukuran tanggal 21 Maret sampai 2 Juni tersaji pada Gambar 9. Berdasarkan

Gambar 9, penurunan pH pada tanggal 21 Maret terjadi pada setiap penambahan

koagulan. Hal ini diakibatkan tawas dan PAC akan bersifat asam ketika bereaksi

dengan air. Nilai pH optimum dihasilkan pada penambahan PAC 5 ppm dengan

nilai 6.94 dan tawas 5 ppm dengan nilai pH 6.47. Sedangkan pH setelah pemberian

koagulan pada tanggal 7 April lebih stabil dibandingkan dengan pengukuran pada

tanggal 21 Maret. Hal ini dikarenakan pada proses pembubuhan koagulan diiringi

dengan pemberian larutan kapur 1% dengan perbandingan dosis 1 : 2 dengan dosis

koagulan. Nilai pH pada tanggal 19 April kedua koagulan menunjukkan nilai yang

lebih stabil dibandingkan dengan hari pengukuran sebelumnya. Hal ini diakibatkan

karena nilai pH berkisar antara 5.8 – 7, sedangkan koagulan PAC dan tawas akan

bekerja secara optimum dengan pH antara 5.5 – 8.

Gambar 9 pada tanggal 2 Mei menunjukkan nilai pH yang stabil yaitu antara

6.3 – 6.8 untuk penambahan dosis PAC sedangkan untuk penambahan dosis tawas

yaitu pH terdapat antara nilai 6.6 – 7.1. Nilai rentang ini merupakan nilai pH

optimum pada air baku. Gambar 9 tanggal 24 Mei menunjukkan perubahan pH

setelah dimasukkan koagulan tawas dan PAC. Nilai pH kedua koagulan

menunjukkan nilai yang stabil dengan rentang pH 6.8 – 7.5. Gambar 9 tanggal 2

Juni menunjukkan perubahan pH, nilai pH tertinggi untuk penambahan tawas

adalah sebesar 8.23 sedangkan untuk penambahan PAC adalah sebesar 8.59. Nilai

pH yang tinggi dikarenakan penambahan kapur yang tidak sesuai dengan nilai

kekeruhan dan pH awal sehingga walau telah di tambah koagulan namun nilai pH

secara keseluruhan mengalami kenaikan. Kenaikan nilai pH juga dapat diakibatkan

oleh kondisi awal pH air yang mengandung banyak senyawa CO2. Selain itu,

menurut Gurses (2003) reaksi respirasi dalam air juga mempengaruhi pH karena

saat berfotosintesis, fitoplankton dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari

air selama proses fotosintesis sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang

hari dan menurun pada waktu malam hari. Namun pada penelitian ini kadar CO2

tidak diuji, maka pada penelitian selanjutnya perlu di uji kadar CO2 dalam badan

air untuk memastikan penyebab perubahan pH adalah karena perubahan kandungan

CO2 di dalam air.

Pengaruh Dosis Optimum Koagulan Terhadap Parameter Fisik, Kimia dan

Efisisensi Koagulan

Dosis optimum koagulan didapat dari nilai kekeruhan terendah dan nilai pH

yang mendekati nilai 7. Berdasarkan hasil pengukuran sebanyak enam kali, didapat

dosis koagulan optimum masing – masing jenis koagulan beserta pengaruhnya

terhadap parameter fisika air yang tersaji pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, dosis

optimum dari enam kali pengukuran adalah PAC pada tanggal 19 April dengan

Page 31: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

17

dosis 20 ppm dengan hasil kekeruhan sebesar 0.22 NTU , TSS 1 mg/l dan TDS

dengan nilai 150 mg/l. Sedangkan untuk tawas adalah 20 ppm dengan kekeruhan

0.49 NTU, TSS 0 mg/l dan TDS sebesar 164 mg/l. Nilai TDS lebih besar

dibandingkan sebelum penambahan koagulan, hal ini dikarenakan kandungan

padatan terlalut bertambah karena koagulan yang larut sehingga nilai TDS

mengalami kenaikan. Nilai parameter TSS menjadi sangat kecil dikarenakan bahan

pencemar telah mengendap akibat penambahan koagulan. Setelah penambahan

koagulan nilai TSS berkurang dan berada di bawah baku mutu Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 429 Tahun 2010 pada Lampiran 10 yaitu di bawah 50 mg/l.

(21 Maret)

(7 April)

(19 April) (2 Mei)

(24 Mei) (2 Juni)

Gambar 9 Perbandingan pengaruh penambahan koagulan terhadap pH air bersih

Selain parameter fisika, penambahan dosis optimum koagulan juga

mempengaruhi parameter kimia air. Pengaruh dosis optimum koagulan terhadap

parameter kimia air tersaji pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, penambahan

koagulan PAC dapat menurunkan kadar ammoniak di dalam air sedangkan pada

penambahan koagulan tawas kadar ammoniak didalam air bertambah. Hal ini

dikarenakan ammoniak cenderung lebih mudah bereaksi dengan tawas. Ammoniak

4

6

8

10

0 10 20

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 4

6

8

10

0 10 20 30

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas

4

6

8

10

0 10 20

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 4

6

8

10

0 10 20

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas

4

6

8

10

0 10 20

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas 4

6

8

10

0 10 20

pH

Dosis (ppm)

PAC

Tawas

Page 32: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

18

didalam air akan mudah bereaksi dengan kandungan unsur logam (Effendy 2006).

Untuk parameter nitrit, penambahan koagulan PAC tidak menyebabkan perubahan

kadar nitrit didalam air. Untuk penambahan koagulan tawas dan PAC kadar nitrit

cenderung bertambah, hal ini sama dengan yang terjadi pada ammoniak karena

nitrit merupakan pecahan dari senyawa ammoniak sehingga ketika bereaksi dengan

tawas dan PAC didalam air kadarnya akan bertambah.

Tabel 3 Pengaruh dosis optimum terhadap parameter fisika air

Tanggal

Dosis Optimum

(ppm)

Parameter

Kekeruhan

(NTU)

TSS (mg/l)

TDS (mg/l)

PAC Tawas

PAC Tawas

PAC Tawas

PAC Tawas

21 Maret 5 5 20.2 3.23 17 14 - -

7 April 5 5 2.13 1.80 12 10 - -

19 April 20 15 0.22 1.19 1 2 150 76

2 Mei 10 20 0.56 0.49 0 0 154 164

24 Mei 15 25 0.49 0.53 7 7 242 152

2 Juni 15 25 0.47 1.55 1 3 188 156

Kualitas di badan air dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah hujan,

aliran sungai dan pola sirkulasi air (Hadikusumah 2008). Curah hujan merupakan

salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kualitas air sungai. Perubahan curah

hujan merupakan akibat dari perubahan musim. Selain perubahan kondisi curah

hujan, perubahan musim juga mempengaruhi kondisi suhu di badan air yang

merupakan salah satu parameter penentu kualitas badan air. Pengaruh variasi waktu

pengambilan sampel ialah adanya perbedaan cuaca di setiap waktu pengukuran.

Perubahan cuara mengakibatkan perubahan suhu yang akan berdampak pada

perbedaan kualitas air dari segi parameter fisik maupun kimia. Hasil pengukuran

bulan Maret – Mei di Dramaga Bogor (musim penghujan) disajikan pada Tabel 5

(BMG Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor 2016). Namun intensitas penyinaran

matahari di pagi sampai dengan siang hari tergolong tinggi sehingga

mengakibatkan suhu di badan air tinggi. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan

kegiatan fotosintesis organisme air meningkat sehingga kekeruhan air dapat

berubah. Curah hujan yang tinggi di daerah Dramaga Bogor menyebabkan

intensitas hujan yang tinggi, hujan dapat menyebabkan turunnya suhu badan air

namun dapat meningkatkan debit dan tinggi muka air sehingga menambah jumlah

partikel – partikel koloid di dalam air yang berdampak pada kenaikan nilai

kekeruhan, TSS dan TDS.

Pengukuran pada bulan Juni sudah masuk musim kemarau yang

mengakibatkan suhu yang tinggi dan intensitas hujan yang rendah. Suhu air yang

tinggi dapat menambah daya racun senyawa-senyawa beracun seperti NO3, NH3

dan NH3N terhadap hewan akuatik. Sumber utamanya berasal dari sampah dan

limbah yang mengandung bahan organik protein. Setelah didapat dosis optimum

masing – masing koagulan setiap tanggal pengukuran, nilai efisiensi dan biaya per

m3 dapat ditentukan. Nilai efisiensi dan biaya koagulan per m3 tersaji pada Tabel 6.

Nilai efisiensi didapat dengan menggunakan persamaan (1). Berdasarkan Tabel 6,

nilai efisiensi tawas pada tanggal 21 Maret yaitu sebesar 88.17% lebih baik

dibandingkan dengan menggunakan PAC dengan nilai 26%.

Page 33: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

19

Tabel 4 Pengaruh dosis optimum terhadap parameter kimia air

Parameter Tanggal Dosis optimum (ppm) Kandungan (mg/l)

Tawas PAC Kontrol Tawas PAC

Ammoniak

21 Maret 5 5 0.140 0.493 0.135

7 April 5 5 0.136 7.880 0.129

19 April 15 20 0.493 4.680 0.140

2 Mei 20 10 0.493 6.160 0.246

24 Mei 25 15 0.246 6.650 0.140

2 Juni 25 15 0.986 7.390 0.140

Nitrit

21 Maret 5 5 0.391 0.379 0.415

7 April 5 5 0.369 0.409 0.371

19 April 15 20 0.198 0.190 0.259

2 Mei 20 10 0.039 0.143 0.168

24 Mei 25 15 0.187 0.207 0.207

2 Juni 25 15 0.154 0.132 0.163

pH

21 Maret 5 5 6.940 6.27 6.23

7 April 5 5 6.050 6.49 6.34

19 April 15 20 6.900 6.36 6.37

2 Mei 20 10 6.750 6.72 6.63

24 Mei 25 15 7.440 6.66 6.97

2 Juni 25 15 6.720 8.23 8.04

Biaya penggunaan koagulan per m3 dihitung dengan menggunakan

persamaan (2). Biaya koagulan tawas lebih murah dibandingkan dengan PAC yaitu

senilai Rp. 30/m3. Untuk tanggal 7 April, nilai efisiensi penggunaan PAC lebih baik

dibandingkan tawas yaitu sebesar 89.55% dengan biaya per m3 Rp. 105. Tanggal

19 April nilai efisiensi penggunaan PAC menghasilkan nilai sebesar 99.24%

dengan biaya per m3nya Rp.420.

Tabel 5 Suhu, curah hujan dan hari hujan di wilayah Dramaga tahun 2015

Bulan Suhu (oC) Total curah hujan

(mm) Hari hujan

Maret 25.77 233.7 13

April 25.89 193.9 18

Mei 26.27 160.1 11

Juni 26.20 82.4 7

Kemudian untuk tanggal 2 Mei nilai efisiensi terbaik adalah menggunakan

tawas dengan nilai 96.48% dengan biaya Rp.120/m3. Tanggal 24 Mei nilai efisiensi

terbaiknya dihasilkan oleh penggunaan PAC dengan nilai efisiensi sebesar 95% dan

biaya per m3nya Rp.315. Pengukuran terakhir tanggal 2 Juni nilai efisiensi terbaik

Page 34: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

20

adalah dengan menggunakan PAC sebesar 95.20% dan biaya per m3nya sebesar

Rp.315. Data pada Lampiran 11 dapat digunakan juga sebagai dasar pengembangan

sistem atau prosedur dosing pada unit koagulasi di WTP Ciapus.

Tabel 6 Efisiensi dan biaya penggunaan dosis optimum koagulan

Tanggal Koagulan Dosis Optimum (ppm) Biaya (Rp/m3) Efisiensi (%)

21 Maret Tawas 5 30 88.17

PAC 5 105 26

7 April Tawas 5 30 88.72

PAC 5 105 89.55

19 April Tawas 15 90 95.92

PAC 20 420 99.24

2 Mei Tawas 20 120 96.48

PAC 10 210 95.97

24 Mei Tawas 25 150 94.59

PAC 15 315 95

2 Juni Tawas 25 150 84.18

PAC 15 315 95.20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, PAC lebih baik dibandingkan tawas dengan

dosis optimum sebesar 20 ppm yang menghasilkan kekeruhan sebesar 0.22 NTU,

TSS sebesar 1 mg/l dan TDS sebesar 150 mg/l. Dosis optimum tawas sebesar 20

ppm yang menghasilkan nilai kekeruhan 0.49 NTU, TSS 0 mg/l dan TDS sebesar

164 mg/l. Biaya rata – rata untuk penggunaan koagulan tawas dan PAC adalah

sebesar Rp. 95/m3 dan Rp 215/m3, sedangkan rata – rata nilai efisiensi penggunaan

koagulan tawas dan PAC adalah 91.34% dan 83%. Hasil kedua koagulan memenuhi

kriteria baku mutu kualitas air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

429 Tahun 2010.

Saran

Perlu dilakukan jar test seminggu sekali di WTP IPB Ciapus karena kualitas

air berubah setiap waktunya dan juga perlu dipertimbangkan penambahan kapur

pada unit koagulasi ketika akan dibubuhkan koagulan agar tercapai pH optimum.

Koagulan akan lebih efektif apabila kondisi pH berada pada rentang 6.5 – 8. Jar

test sebaiknya dilakukan secara berkala dengan variasi waktu pengujian dengan

tujuan agar saat terjadi perubahan musim, kualitas air yang dihasilkan tetap

memenuhi standar baku mutu.

Page 35: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

21

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.2016. Data Iklim Harian.

[Internet]. [diunduh 19 Juli 2016]. Tersedia pada:

http://dataonline.bmkg.go.id/data_iklim

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2004a. Cara Uji Padatan Tersuspensi Total

Secara Gravimetri. SNI 06-6989.3-2004. Sekretariat Negara. Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2004b. Cara Uji Nitrit (NO2-N) Secara

Spektrofotometri. SNI 06-6989.9-2004. Sekretariat Negara. Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2004c. Cara Uji Derajat Keasaman (pH)

dengan Menggunakan Alat pH Meter. SNI 06-6989.11-2004. Sekretariat

Negara. Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2005a. Cara Uji Kadar Padatan Terlarut

Total Secara Gravimetri. SNI 06-6989.27-2005. Sekretariat Negara. Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2005b. Cara Uji Kadar Amonia Dengan

Spektrofotometer Secara Fenat. SNI 06-6989.30-2005. Sekretariat Negara.

Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional.2008. Tata Cara Perencanaan Unit Paket

Instalasi Pengolahan Air. SNI 6774:2008. Sekretariat Negara. Jakarta.

[WHO] World Health Organization. 2011. Guidelines for Drinking-Water Quality.

Fourth Edition. Geneva. Switzerland.

Budiman A, Wahyudi C, Irawati W, Hindarso H.2008. Kinerja Koagulan Poly

Aluminium Chloride (PAC) Dalam Perjernihan Air Sungai Kalimas Surabaya

Menjadi Air Bersih. Jurnal Widya Teknik 7(1) : 25-34. Universitas Katolik

Widya Mandala Surabaya.

Bitton G. 1994. Waterwaste Microbiology. New York: John Wiley & Sons.

Clark J.1974. Coastal Ecosystems. Macmillan Publishing Clone : New York

Darmasetiawan M. 2011. Teori dan Perencanaan Pengolahan Air. Bandung(ID):

Yayasan Suryono.

Dasir FR. 2014. Alternatif Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih untuk

Zona Pelayanan IPA SEA Kota Manado. Jurnal Sipil Statik. 2(2): 107-114.

Dini PR. 2011. Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Air Minum Legundi PDAM

Gresik Unit 4 (100 Liter/Detik). Jurnal Teknik Lingkungan. Institut Sepuluh

November Surabaya. Ebeling JM, Ogden SR.2004. “Application of Chemical Coagulation Aids for the

Removal of Suspended Solids (TSS) and Phosphorus from the Microscreen

Effluent Discharge of an Intensive Recirculating Aquaculture System”, North

American Journal of Aquaculture 66:198-207. Effendy. 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antar Molekul Edisi Kedua.

Malang : Bayumedia Publishing.

Fardiaz S.1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta(ID) : Kanisius

Gurses A. 2003. Removal of Remazol Red RB by Using Al(III) as Coagulant

Flocculant: Effect of Some Variables on Settling Velocity. Turkey: Ataturk

University. Journal of Water, Air, and Soil Pollution. 146(1): 297-318.

Hadikusumah. 2008. Karakteristik Parameter Fisika dan Kandungan Klorofil-a di

Laut Jawa. Jurnal Ilmu Kelautan. 13 (2): 103-112. Hanum F.2002. Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum. Skripsi.

Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

Page 36: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

22

Haslindah, Zulkifi.2012. Analisis Jumlah Koagulan (Tawas/Al2(SO4)3) yang

Digunakan Dalam Proses Perjernihan Air Pada PDAM Instalasi 1 Ratulangi

Makassar. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 7(13): 947.

Kamulyan B. 1997. Teknik Penyehatan (Bagian A1:Teknik Pengolahan Air).

Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada.

Kemmer, Frank N.2002. The Nalco Water Handbook 3rd edition. New York:

McGrawHill

Lin SD. 2007. Water and Wastewater Calculations Manual, 2nd edition. New York :

The Mac Graw – Hills Companies, Inc

Mahida UN.1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.

Jakarta(ID) : Rajawali.

Malhotra S.1994. “Poly Aluminium Chloride as an Alternative Coagulant”, 20th

WEDC Conference on Affordable Water Supply and Sanitation, Colombo,

Sri Lanka.

Manik, K. E. S. 2003. Pengelolaan Lingkungan. Jakarta(ID) : Djambatan

Mayasari R, Margaretha, Syaiful, Subroto.2012. Pengaruh Kualitas Air Baku

Terhadap Dosis dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat dan Poly Aluminium

Chloride. Jurnal Teknik Kimia. 18(4): 23

Mori K. 1999. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta(ID): PT. Pradnya Paramita.

Penerjemah: L. Taulu, Editor : S. Sosrodarsono dan K. Takeda.

Narita K, Lelono B, Arifin S. 2011. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan untuk

Penentuan Dosis Tawas pada Proses Koagulasi Sistem Pengolahan Air

Bersih. Surabaya(ID): ITS.

Rachmawati, Iswanto B, Winarni. 2009. Pengaruh pH pada Proses Koagulasi

dengan Koagulan Aluminum Sulfat dan Ferri Khlorida. Jurnal Teknologi

Lingkungan. 5(2): 40-45.

Republik Indonesia.2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004, Nomor 32. Sekretariat Negara. Jakarta.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta(ID) : Pustaka Pelajar.

Situmorang, M. 2007. Kimia Lingkungan. FMIPA-UNIMED. Medan.

Sibula B, Mananoma T, Tanudjaja L. 2013. Perencanaan Sistem Penyediaan Air

Bersih di Desa Rinondoran Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa

Utara. Jurnal Sipil Statik. 1(11): 745-748.

Sugiarto. 2006. Dasar – Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta(ID) : UI Press

Utomo KS. 2011. Pemanfaatan Air Saluran Klambu-Kudu untuk Pemenuhan

Kebutuhan Air Minum IKK Tegowanu dan IKK Gubuk. Jurnal Kompetensi

Teknik. 3(1): 14.

Widayat, W. Suprihatin. Arie H. 2010. Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai

Brantas Hulu Dengan Biomonitoring Makrozoobentos: Tinjauan Dari

Pencemaran Bahan Organik. Jurnal Akuakultur Indonesia. 6 (1): 64-76.

Page 37: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

LAMPIRAN

Page 38: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP
Page 39: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

25

Lampiran 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

PARAMETER SATUAN KELAS

I II III IV

Fisika

Suhu °C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 5

Residu Terlarut mg/l 1000 1000 1000 2000

Residu Tersuspensi mg/l 50 50 400 400

Kimia Anorganik

pH 6-9 6-9 6-9 5-9

BOD mg/l 2 3 6 12

COD mg/l 10 25 50 100

DO mg/l 6 4 3 0

Total Fosfat (P) mg/l 0.2 0.2 1 5

NO3 sebagai N mg/l 10 10 20 20

NH3-N mg/l 0.5 (-) (-) (-)

Arsen mg/l 0.05 1 1 1

Kobalt mg/l 0.2 0.2 0.2 0.2

Barium mg/l 1 (-) (-) (-)

Boron mg/l 1 1 1 1

Selenium mg/l 0.01 0.05 0.05 0.05

Kadmium mg/l 0.01 0.01 0.01 0.01

Khrom (VI) mg/l 0.05 0.05 0.05 0.05

Page 40: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

26

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian

Proses jar test.

Pengukuran kekeruhan dengan

menggunakan turbiditymeter.

Pengukuran pH dengan pH meter.

Pengujian kadar nitrit dengan

metode gravimetrik.

Pengujian TSS (total suspended

solid).

Page 41: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

27

Lampiran 3 Contoh perhitungan

η = 𝑛 sebelum−𝑛 sesudah

𝑛 sebelum x 100%

η = 13.93 −0.49

13.93 x 100%

η = 99.62 %

Contoh perhitungan effisiensi

penggunaan dosis optimum PAC

dengan menggunakan persamaan (1).

𝑥 =𝑄 𝑥 𝐷

106

𝑥 =1.800.000 𝑥 20

106

𝑥 = 36 kg/jam

Pemakaian dosis PAC : 36 kg/jam x Rp

21.000 = Rp. 756.000/jam

Pemakaian dosis PAC : 756.000/1800

= Rp. 420/m3

Contoh perhitungan biaya Rp/m3 PAC

dengan menggunakan persamaan (2).

TSS = 𝑊1 −𝑊0

𝑉 x 1000

TSS = 0.0791 −0.0787

100 x 1000

TSS = 4 mg/l

Contoh perhitungan TSS (total

suspended solid) tanggal 4 Juni

berdasarkan SNI 06-6989.3-2004.

TDS = 𝑊1 −𝑊0

𝑉 x 1000

TDS = 39.8420 −39.8398

50 x 1000

TDS = 44 mg/l

Contoh perhitungan TDS (total

dissolved solid) tanggal 4 Juni

berdasarkan SNI 06-6989.27-2005.

Page 42: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

28

Lampiran 4 Hasil pengukuran tanggal 21 Maret 2016

No Tawas

Dosis (ppm) pH Kekeruhan (NTU) Suhu (°C)

1 0 6.47 27.3 28.5

2 5 6.27 3.23 28

3 10 6.05 3.72 28

4 15 5.73 3.25 28.1

5 20 4.77 3.58 28

6 25 4.36 3.15 27.9

No PAC

Dosis (ppm) pH Kekeruhan (NTU) Suhu (°C)

1 0 6.94 27.3 28.5

2 5 6.23 20.2 28.5

3 10 4.77 21.15 28.5

4 15 4.49 20.08 28.5

5 20 4.41 21.55 28.5

6 25 4.36 17.37 28.4

Page 43: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

29

Lampiran 5 Hasil pengukuran tanggal 7 April 2016

No

Tawas

Dosis (ppm) pH Turbidity (NTU) Suhu (°C) TSS (mg/l)

1 0 6.05 20.4 28 -

2 5 6.49 2.3 28.3 10

3 10 6.27 2.1 28.3 -

4 15 6.15 2.4 28.3 -

5 20 5.97 1.8 28.5 -

6 25 5.6 2.3 28.5 -

No

PAC

Dosis (ppm) pH Turbidity (NTU) Suhu (°C) TSS (mg/l)

1 0 6.05 20.4 28 -

2 5 6.34 2.13 28.8 12

3 10 6.05 5.14 28.9 -

4 15 5.98 21.9 28.6 -

5 20 5.04 19.22 28.8 -

6 25 4.67 19.35 28.8 -

Page 44: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

30

Lampiran 6 Hasil pengukuran tanggal 19 April 2016

No

Tawas

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C) TSS (mg/l) TDS (mg/l)

1 0 6.9 29.2.0 29 - -

2 5 6.29 6.15 28.7 - -

3 10 6.34 2.92 28.7 - -

4 15 6.36 1.19 28,7 1 76

5 20 5.76 1.49 28.6 - -

6 25 5.87 1.36 28.7 - -

No

PAC

Dosis

(ppm) pH Turbidity (NTU)

Suhu

(°C) TSS (mg/l) TDS (mg/l)

1 0 6.9 29.2 29 - -

2 5 6.9 0.25 29.3 - -

3 10 6.81 0.38 29.3 - -

4 15 6.69 0.23 29.1 - -

5 20 6.57 0.22 29.2 2 150

6 25 6.44 0.46 29 - -

Page 45: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

31

Lampiran 7 Hasil pengukuran tanggal 2 Mei 2016

No

Tawas

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l)

TDS

(mg/l)

1 0 6.75 13.93 27.5 - -

2 5 7.1 1.48 28.7 - -

3 10 7.15 2.65 28.4 - -

4 15 6.8 0.77 28.2 - -

5 20 6.72 0.49 28.2 0 164

6 25 6.66 0.55 28.3 - -

No

PAC

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l)

TDS

(mg/l)

1 0 6.75 13.39 27.5 - -

2 5 6.7 0.73 28 - -

3 10 6.63 0.56 28.3 0 154

4 15 6.63 1.98 28 - -

5 20 6.37 15.23 27.9 - -

6 25 6.84 1.51 28.7 - -

Page 46: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

32

Lampiran 8 Hasil pengukuran tanggal 24 Mei 2016

No

Tawas

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l)

TDS

(mg/l)

1 0 7.44 9.8 28 - -

2 5 7.4 5.25 28.4 - -

3 10 7.23 3.4 28.2 - -

4 15 7.09 1.7 28.3 - -

5 20 6.82 0.92 28.3 - -

6 25 6.66 0.53 28.4 7 152

No

PAC

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l)

TDS

(mg/l)

1 0 7.44 9.8 28 - -

2 5 7.21 0.98 28.2 - -

3 10 7.07 0.54 28.3 - -

4 15 6.97 0.49 28.2 7 242

5 20 6.88 0.68 28.4 - -

6 25 6.91 0.75 28.3 - -

Page 47: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

33

Lampiran 9 Hasil pengukuran tanggal 2 Juni 2016

No

Tawas

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l)

TDS

(mg/l)

1 0 6.72 9.8 27.5 - -

2 5 6.96 6.21 28.1 - -

3 10 7 3.92 28.6 - -

4 15 7.33 3.11 28.4 - -

5 20 7.64 2.05 28.4 - -

6 25 8.23 1.55 28.7 3 156

No

PAC

Dosis

(ppm) pH

Turbidity

(NTU)

Suhu

(°C)

TSS

(mg/l) TDS (mg/l)

1 0 6.72 9.8 27.5 - -

2 5 7.8 0.61 28.3 - -

3 10 8.59 1.56 28.4 - -

4 15 8.04 0.47 28.6 1 188

5 20 7.86 0.49 28.5 - -

6 25 7.68 0.51 28.6 - -

Page 48: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

34

Lampiran 10 Baku mutu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 429 Tahun 2010

No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum

1. Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter mikrobiologi

1) E. Coli

per 100 ml

sampel 0

2) Total Bakteri Koliform

per 100 ml

sampel 0

b. Kimia an-organik

1) Arsen mg / liter 0.01

2) Florida mg / liter 1.5

3) Total Kromium mg / liter 0.05

4) Kadmiun mg / liter 0.003

5) Nitrit (sebagai NO2) mg / liter 3

6) Nitrat (sebagai NO3) mg / liter 50

7) Sianida mg / liter 0.07

8) Selium mg / liter 0.01

2. Parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan

a. Parameter fisik

1) Bau Tidak berbau

2) Warna TCU Tidak berwarna

3) Total zat tersuspensi

(TSS) mg / liter 50

4) Total zat terlarut (TDS) mg / liter 500

5) Kekeruhan NTU 5

6) Rasa Tidak Berasa

7) Suhu OC Suhu Udara ± 3

b. Parameter kimia

1) Aluminium mg / liter 0.2

2) Besi mg / liter 0.3

3) Kesadahan mg / liter 500

4) Khlorida mg / liter 250

5) Mangan mg / liter 0.4

6) pH mg / liter 6.5 - 8.5

7) Seng mg / liter 3

8) Sulfat mg / liter 250

9) Tembaga mg / liter 2

10) Amoniak mg / liter 1.5

Page 49: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

35

Lampiran 11 Rekap data hasil penelitian

Tanggal

sampling

Sebelum Jar test

Kekeruhan (NTU) TSS TDS

Ammoniak

(mg/l)

Nitrit

(mg/l) pH

(mg/l) (mg/l)

21 Maret 27.3 37 - 0.14 0.391 6.94

7 April 20.14 14 - 0.136 0.369 6.05

19 April 29.2 12 22 0.493 0.198 6.9

2 Mei 13.93 9 116 0.246 0.039 6.75

24 Mei 9.8 10 120 0.986 0.187 7.44

2 Juni 9.8 4 44 0.391 0.154 6.72

Tanggal sampling

Jar test

Tawas

Optimum

(NTU)

Kekeruhan TSS TDS Ammoniak Nitrit pH

(NTU) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)

21 Maret 5 3.23 14 - 0.493 0.379 6.27

7 April 5 1.8 10 - 7.880 0.409 6.49

19 April 15 1.19 2 76 4.680 0.19 6.36

2 Mei 20 0.49 0 164 6.160 0.143 6.72

24 Mei 25 0.53 7 152 6.650 0.207 6.66

2 Juni 25 1.55 3 156 7.390 0.132 8.23

Tanggal sampling

Jar test

PAC

Optimum

(NTU)

Kekeruhan TSS TDS Ammoniak Nitrit pH

(NTU) (mg/l) (mg/l) (mg/l) (mg/l)

21 Maret 5 20.2 17 - 0.135 0.415 6.23

7 April 5 2.13 12 - 0.129 0.371 6.34

19 April 20 0.22 1 150 0.140 0.259 6.37

2 Mei 10 0.56 0 154 0.246 0.168 6.63

24 Mei 15 0.49 7 242 0.140 0.207 6.97

2 Juni 15 0.47 1 188 0.140 0.163 8.04

Page 50: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

Lampiran 12 Peta lokasi penelitian

1 : 100

SKALA SATUAN

cm

36

Page 51: PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/87141/1/F...PERBANDINGAN KEBUTUHAN KOAGULAN Al 2 (SO 4) 3 DAN PAC UNTUK PENGOLAHAN AIR BERSIH DI WTP

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka Jawa Barat pada

tanggal 4 November 1993. Penulis merupakan anak

pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Dodon

Sugiharto dan Ibu Lina Herlina. Penulis lulus dari SDN 7

Kuningan pada tahun 2006 kemudian pada tahun 2009

penulis lulus dari SMPN 1 Kuningan dan melanjutkan ke

SMAN 1 Kuningan. Penulis lulus dari SMAN 1

Kuningan pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama

diterima di IPB melalui jalur SBMPTN di Departemen

Teknik Sipil dan Lingkungan. Fakultas Teknologi

Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan,

penulis aktif di organisasi HIMATESIL periode 2013/2014 sebagai anggota dari

Departemen Riset dan Teknologi. Kemudian di kepengurusan HIMATESIL

periode 2014 – 2015 sebagai anggota dari Departemen Olahraga dan Seni. Penulis

melaksanakan kegiatan PL pada tanggal 23 Juni sampai dengan 29 Agustus 2015

di Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kuningan yaitu pada proyek penyediaan

sarana air bersih di desa Ciberung Subang Kuningan Jawa Barat. Penulis

melakukan penelitian pada bulan Maret sampai dengan Juni 2016 dengan judul

Perbandingan Kebutuhan Koagulan Al2(SO4)3 dan PAC Untuk Pengolahan Air

Bersih Di WTP Sungai Ciapus Kampus IPB Dramaga, di bawah bimbingan Dr.

Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si.