perbandingan analisis biomekanika gait cycle pada...
TRANSCRIPT
Petunjuk Sitasi: Hardiningtyas, D., Putri, Y. W., & Efranto, R. Y. (2017). Perbandingan Analisis Biomekanika Gait
Cycle pada Postur Mendorong. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. B305-311). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya.
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-305
Perbandingan Analisis Biomekanika Gait Cycle
pada Postur Mendorong
Dewi Hardiningtyas(1)
, Yana Windy Sesha Putri(2)
, Remba Yanuar Efranto(3)
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya(1), (2), (3)
Jl. MT. Haryono No. 167, Malang, Indonesia 65145 (1)
[email protected], (2)
[email protected], (3)
ABSTRAK Pekerjaan pemindahan bahan secara manual seringkali dilakukan di tempat kerja,
yang meliputi menarik, mendorong, membawa, ataupun memindahkan. Setiap kegiatan
manual tersebut berpotensi menyebabkan gangguan tulang dan otot (musculoskeletal
disorder) apabila dilakukan pada postur yang berlebihan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi nilai gaya dan momen pada postur mendorong benda
kerja beam benang dengan berat berkisar antara 200-450 kg. Gait cycle digunakan untuk
mengidentifikasi secara lebih detail besarnya gaya dan momen pada setiap fase berjalan.
Setiap fase tersebut sebelumnya telah digambarkan menggunakan free-body diagram
untuk mennetukan titik pusat massa pada setiap segmen tubuh. Hasil penelitian ini
menunjukkan bawah segmen punggung mengalami gaya terbesar (2015,7 N) yang
disebabkan karena aktivitas mendorong dan reaksi terhadap berat benda kerja. Nilai
momen terbesar juga dialami segmen punggung pada fase midstance sebesar 1710,5 N
dan nilai momen terkecil pada segmen lengan bawah fase heel off sebesar 53,8 N.
Perubahan postur dengan memperkecil sudut terutama pada segmen punggung
diprediksikan dapat memperkecil nilai gaya dan momen pada postur mendorong beam
benang, serta mengurangi potensi risiko cidera tulang belakang.
Kata kunci— biomekanika, fase berjalan, gait cycle, postur kerja, mendorong
I. PENDAHULUAN
Aktivitas perpindahan benda kerja secara manual masih seringkali ditemukan di berbagai unit
produksi. Aktivitas tersebut meliputi postur mengangkat, mendorong, menarik, maupun
membawa. Perkembangan penelitian biomekanika pada fase berjalan normal telah banyak
diketahui, namun masih sedikit yang fokus pada aktivitas mendorong. Menurut Roffey, dkk
(2010) aktivitas mendorong masih belum terbukti secara mutlak dapat menyebabkan cidera tulang
belakang (low back pain / LBP) yang merupakan salah satu penyakit pada musculoskeletal
disorders (MSDs) hingga pada rentang benda kerja 25-30 kg. Namun di beberapa unit produksi
tekstil, masih terdapat aktivitas mendorong benda kerja seperti beam benang dengan massa 200-
450 kg dari satu titik ke titik lainnya. Beam diletakkan diatas alat bantu dorong berupa pallet
beroda untuk mengurangi gaya gesek antara beam dengan lantai. Walaupun aktivitas mendorong
menjadi lebih ringan, namun perlu diidentifikasi lebih lanjut besarnya gaya tekan terhadap setiap
segmen tersebut dan evaluasi apakah postur ini tergolong postur yang membahayakan atau tidak.
Beban kerja fisik yang melewati batas kemampuan dapat mengakibatkan terjadinya risiko
pada gangguan sistem otot-rangka (Iridiastadi & Yassierli, 2014). Postur yang salah seperti
mendorong dan membungkuk menyebabkan risiko terjadinya MSDs dan kelelahan dini. MSDs
adalah cidera pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, atau cakram tulang belakang
(Kuswana, 2014). Sejumlah dampak buruk lainnya akibat dari beban yang berlebih berpengaruh
pada kualitas dan performansi kerja. Dampak ini dapat berupa penurunan konsentrasi saat bekerja,
peningkatan kesalahan dalam pengambilan keputusan serta peningkatan potensi kecelakaan kerja.
Maka dari itu sistem manajerial yang berhubungan dengan manusia membutuhkan perhatian
lebih, khususnya pada manusia dan alat kerjanya untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan
kerja.
Postur mendorong yang diamati adalah seorang operator yang bertugas memindahkan
gulungan benang seberat 200-450 kg atau yang dikenal dengan istilah beam selama jam kerja.
Hardiningtyas, Putri, dan Efranto
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-306
Beam dipindahkan oleh operator dengan cara mendorong sejauh 6-10 m dari bagian sizing ke
gudang. Dalam sehari, setiap operator dapat memindahkan 8-9 beam. Postur dasar aktivitas ini
adalah dengan posisi leher serta kepala menghadap ke bawah dan juga posisi punggung yang
membungkuk berlebihan. Tentunya hal tersebut berpotensi mengandung risiko LBP.
Untuk mengidentifikasi postur mendorong beam pada salah satu unit produksi tekstil, terlebih
dahulu dilakukan penggambaran postur sesuai dengan fase berjalan (walking gait cycle). Berjalan
merupakan gerakan tubuh untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (Perry, 2010).
Pada dasarnya, gait cycle terdiri dari 2 periode, yaitu periode berdiri (stance) dimana kaki
mengenai landasan dan periode mengayun (swing) dimana kaki tidak mengenai landasan. Periode
berdiri dimulai pada saat tumit menyentuh tanah (heel strike), kemudian dilanjutkan dengan kaki
menapak penuh ke tanah (foot flat). Mid stance adalah posisi dimulainya foot flat dan berakhir
pada saat heel strike. Fase heel off terjadi pada saat salah satu kaki mulai meninggalkan tanah dan
kaki yang lain mengenai landasan. Fase toe off ketika heel strike oleh kaki kiri dan kaki kanan
meninggalkan landasan untuk mengayun. Periode mengayun (swing) merupakan periode ketika
kaki tidak berada di landasan atau posisi berayun. Pada penelitian ini hanya akan diamati pada
periode berdiri saja,
Gambar 1. Fase Berjalan (Sumber : Levangie & Norkin, 2011)
Pengembangan model matematis analisis gaya postur kerja telah banyak digunakan di
berbagai penelitian. Pada proses scarfing, pendekatan biomekanika dikombinasikan dengan
OWAS (Ovako Working Postural Analysis System) dan Mannequin Pro untuk merancang alat
bantu yang lebih meringankan pekerjaan (Dirawidya, Tama, & Efranto, 2015). Perancangan alat
bantu berjalan long leg braces bagi penyandang cacat kaki tunggal juga lebih tepat jika
mempertimbangkan aspek perasaan pengguna (kansei) serta gaya yang bekerja pada kaki (Cendy,
Sugiono, & Hardiningtyas, 2015). Kajian biomekanika pada aktivitas berjalan amputee juga dapat
diterapkan ketika menaiki dan menuruni bidang miring dengan menggukana prosthetic
endoskeleton sistem energy storing knee mekanisme 2 bar (Aminasti, 2010). Sehingga pada
penelitian bertujuan untuk mengembangkan model matematis analisis biomekanika aktivitas
mendorong beam terhadap gait cycle, mengidentifikasi besarnya gaya dan momen ketika aktivitas
tersebut, serta mengevaluasi risiko gaya berlebih pada setiap segmen tubuh.
II. METODE
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati langsung di unit produksi pada aktivitas
mendorong beam karena tidak memungkinkan untuk memindahkan benda kerja ke ruang
laboratorium. Pengambilan data antropometri tinggi dan berat badan operator digunakan sebagai
data primer dalam perhitungan panjang dan berat setiap segmen tubuh. Dari 24 orang operator
yang ada di unit produksi ini, memiliki deviasi tinggi badan yang tidak terlalu jauh, sehingga
dipilih persentil rata-rata yaitu tinggi badan 170 cm dan berat badan 64 kg. Panjang dan berat
setiap segmen tubuh merujuk pada proporsi panjang dan berat segmen yang telah dikemukan oleh
Adrian & Cooper (1989). Berat dan massa segmen diperoleh dari hasil perkalian proporsi
terhadap berat badan (Tabel 1). Pusat massa segmen diperoleh dari dengan hasil perkalin
persentase jarak titik pusat massa terhadap tinggi tubuh (Tabel 2).
Perbandingan Analisis Biomekanika Gait Cycle pada Postur Mendorong
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-307
Tabel 1. Massa dan Berat Segmen Tubuh
Segmen Proporsi Massa (kg) Berat (N)
Kepala, leher & Punggung 51,4 33,1 324,4
Lengan atas (kanan) 3,0 1,9 18,9
Lengan bawah (kanan) 1,6 1,0 10,1
Tangan (kanan) 0,5 0,3 3,2
Paha (kanan) 12,9 8,3 81,4
Betis (kanan) 4,8 3,1 30,3
Kaki (kanan) 1,5 1,0 9,5
Lengan atas (kiri) 3,0 1,9 18,9
Lengan bawah (kiri) 1,6 1,0 10,1
Tangan (kiri) 0,2 0,1 1,1
Paha (kiri) 12,8 8,2 80,8
Betis (kiri) 4,7 3,0 30,0
Kaki (kiri) 1,5 1,0 9,5
Tabel 2. Jarak Pusat Massa Segmen Tubuh
Segmen
Pusat Massa
(% ketinggian di
Atas Lantai)
Pusat Massa
dari Atas Lantai
Kepala 93,5 % 1,59 m
Batang tubuh dan leher 71,1 % 1,21 m
Lengan atas 71,7 % 1,22 m
Lengan bawah 55,3 % 0,94 m
Paha 42,5 % 0,72 m
Betis 18,2 % 0,30 m
Perhitungan biomekanika dilakukan dengan mengambil gambar postur mendorong beam pada
kelima fase berjalan, yaitu heel strike, foot flat, midstance, heel off dan toe off. Setiap
dokumentasi (gambar dan video) tersebut digambarkan ulang dengan free-body diagram untuk
menyederhanakan identifikasi titik-titik gaya pada setiap segmen. Pada penelitian ini, gaya
segmen pada pusat massa segmen dianggap mewakili berat rangka dan otot yang membentuk
segmen tersebut. Setelah diketahui model free-body diagram setiap fase, maka dapat ditemukan
sudut yang terbentuk antar segmen tubuh sebagai data untuk perhitungan gaya dan momen.
Gaya dapat didefinisikan sebagai suatu pengaruh pada sebuah benda yang menyebabkan
benda menjadi berubah kecepatannya. Gaya dalam pergerakan didefinisikan sebagai penyebab
berpindahnya suatu benda atau objek dikarenakan suatu tindakan. Kontraksi otot dalam tubuh
manusia merupakan gaya internal yang utama dalam menghasilkan suatu pergerakan pada segmen
tubuh yang diberikan beban (Adrian & Cooper, 1989).
∑ Fx = 0 (1)
∑ Fy = 0 (2)
dengan, ∑ Fx = Resultan gaya yang bekerja di sumbu x (N)
∑ Fy = Resultan gaya yang bekerja di sumbu y (N)
Resultan gaya sama dengan nol menunjukkan bahwa benda berada pada posisi yang diam
atau benda yang bergerak dengan kecepatan konstan (Tipler, 1991). Beban yang terima oleh
tubuh nantinya akan didistribusikan ke anggota tiap tubuh yang lain karena tubuh merupakan satu
kesatuan. Sehingga gaya dalam tubuh manusia menggambarkan tekanan yang dirasakan oleh
tubuh manusia, semakin besar nilai gaya maka semakin besar pula tekanan akibat beban yang
diberikan, sehingga nanti akan terjadi suatu gerakan.
Gaya gesek adalah gaya yang membentuk sudut tangensial antara 2 permukaan benda yang
bersentuhan. Gaya gesek merupakan pasangan dari gaya normal yang nantinya menghasilkan total
Hardiningtyas, Putri, dan Efranto
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-308
gaya yang bekerja pada dua benda yang saling bersentuhan. Gaya gesek memiliki dua koefisien
gesekan yaitu koefisien gesekan statis μs dan koefisien gesekan kinetik μk. Koefisien gesekan
statis digunakan untuk benda diam, dimana gaya tersebut berlawanan arah dengan arah gaya yang
berusaha menggerakkan benda. Sedangkan koefisien gesekan kinetik digunakan untuk benda
yang bergerak, dimana gaya tersebut arahnya berlawanan dengan arah gerak benda (Satriawan,
2012).
Fs = μs * FN (3)
dengan, Fs = gaya gesek statis (N)
μs = koefisien gaya gesek statis
FN = gaya normal (N)
Momen gaya atau yang biasa disebut torsi merupakan gaya yang menyebabkan suatu benda
mengalami pergerakan rotasi. Momen didapatkan dari hasil kali gaya dengan jarak (Kuswana,
2014). Momen dalam tubuh manusia dapat didefinisikan sebagai sebab terjadinya suatu
pergerakan pada segmen tubuh akibat dari gaya yang dikeluarkan oleh tubuh. Selain
mempertimbangkan gaya dan jarak. Jika jarak yang dibentuk oleh segmen tubuh semakin besar
makan risiko cidera juga semakin besar. Sehingga, momen dalam tubuh manusia dapat diartikan
sebagai tingkat cidera dalam tubuh ketika melakukan suatu pergerakan.
M = F * d * sin ɵ (4)
∑ M = 0 (5)
dengan, M = momen (Nm)
F = gaya (N)
d = jarak (m)
Hasil formulasi matematis dan perhitungannya kemudian dibandingkan pada setiap segmen
tubuh dan setiap fase berjalan. Dari nilai-nilai tersebut, dapat diketahui apakah postur mendorong
beam benang tergolong aktivitas yang berisiko atau tidak, serta segmen tubuh yang manakah yang
paling tinggi risiko cideranya.
III. HASIL PENELITIAN
Pendekatan biomekanika diterapkan pada penelitian ini untuk menganalisis gait cycle fase
berjalan pada aktivitas mendorong beam benang. Kelima fase tersebut digambarkan dan
ditentukan titik-titik gaya yang bekerja pada segmen baik di sumbu x maupun y, serta sudut yang
terbentuk antar segmen. Gambar 2 merupakan free-body diagram untuk kelima fase berjalan pada
aktivitas mendorong beam. Penggunaan free-body diagram akan menyederhanakan bentuk tubuh
manusia dan memudahkan dalam mengidentifikasi gaya yang bekerja pada tubuh.
Gambar 2. Fase Berjalan Aktivitas Mendorong Beam
Perbandingan Analisis Biomekanika Gait Cycle pada Postur Mendorong
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-309
Perhitungan gaya pada beam bertujuan untuk mengetahui berat beam yang di dorong oleh
operator ketika terdapat alat bantu dorong. Dengan adanya alat bantu tersebut, berat beam yang
dirasakan operator akan lebih kecil dari berat sebenarnya. Gambar 3 merupakan penguraian gaya
pada beam. Nilai μs yang digunakan yaitu sebesar 0,45 yang merupakan sifat kedua permukaan
benda yang bersentuhan yaitu antara baja dengan baja. Dari perhitungan diperoleh nilai gaya
dorong yang dikeluarkan oleh operator yaitu sebesar 1984,5 N.
Gambar 3. Gaya Dorong yang Bekerja pada Beam dan Alat Bantu
∑ Fx = 0
Fdorong – Fs = 0
Fdorong = Fs
= μs * FN
= μs * Wbeam
= 0,45 * 450 kg * 9,8 m/s
= 1984,5 N
Selanjutnya perhitungan gaya dan momen dilakukan pada setiap segmen tubuh dengan
mempertimbangkan sudut yang terbentuk pada fase berjalan yang telah digambarkan sebelumnya.
Gambar 4 merupakan contoh identifikasi setiap gaya yang bekerja pada segmen tubuh lengan
bahwa fase pertama yaitu heel strike. Titik A merupakan tangan, dan titik B merupakan siku. Pada
sumbu x terdapat gaya dorong (Fdorong) yang bekerja pada tangan, sehingga menyebabkan reaksi
pada siku berupa Fx1. Segmen lengan bawah mempunyai berat yang ditunjukkan dengan gaya
berat (W) sehingga menyebabkan reaksi pada siku berupa Fy1. Gaya yang bekerja pada siku (FB)
merupakan resultan gaya Fx1 dan Fy1. Perhitungan tersebut dilanjutkan hingga diperoleh nilai gaya
yang bekerja pada setiap segmen tubuh dan setiap fase seperti pada tabel 3. Perhitungan momen
menggunakan persamaan (4) dan (5) dengan pengaruh sudut dan jarak yang terbentuk.
Rekapitulasi perhitungan momen ditunjukkan pada tabel 4.
ƩFx = 0 ƩFy = 0
Fx1 – Fdorong = 0 Fy1 – W = 0
Fx1 = Fdorong Fy1 = W
= 1984,5 N / 2 = m x g
= 992,25 N = 10,09 N
Gambar 4. Free-body diagram segmen lengan bawah fase heel strike
FB = √∑ ∑
= √ = 992,3 N
Ʃ M = 0
M1 = (W x O x sin (33,5)) + (Fdorong x P x sin (33,5))
= 148,52 Nm
Hardiningtyas, Putri, dan Efranto
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-310
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa nilai gaya pada segmen di semua fase cenderung sama
dikarenakan besarnya gaya hanya dipengaruhi oleh gaya reaksi yang dirasakan oleh tubuh
operator sebagai akibat dari aktivitas mendorong dan juga dipengaruhi berat dari segmen tersebut.
Nilai gaya pada semua segmen memiliki nilai yang cukup besar, hal tersebut dipengaruhi oleh
berat dari beam yang didorong oleh operator yaitu sebesar 450kg, dimana berat tersebut melebihi
batas beban dorong yang dianjurkan oleh Health and Safety Executive (2012) yaitu sebesar 20 kg
untuk laki-laki. Namun untuk berat beam tidak dapat dikurangi dikarenakan dalam satu beam
berisi satu jenis benang dengan spesifikasi yang telah ditentukan di awal.
. Tabel 3. Nilai Gaya (N) pada Setiap Segmen dan Fase Berjalan
Segmen Heel strike Foot flat Mid stance Heel off Toe off
Lengan bawah 992,30 992,30 992,30 992,30 992,30
Lengan atas 992,67 992,67 992,67 992,67 992,67
Punggung 2015,73 2015,73 2015,73 2015,73 2015,73
Paha kanan 1083,35 1083,35 1083,35 1083,35 1083,35
Betis kanan 1095,86 1095,86 1095,86 1095,86 1095,86
Paha kiri 1083,10 1083,10 1083,10 1083,10 1083,10
Betis kiri 1095,32 1095,32 1095,32 1095,32 1095,32
Nilai gaya paling besar terdapat pada segmen punggung yaitu sebesar 2015,7 N, hal tersebut
dikarenakan punggung menjadi penopang utama dari beban pendorongan yang melebihi dari
batas pendorongan. Aktivitas mendorong termasuk ke dalam aktivitas manual material handling
yang melibatkan berbagai kelompok otot terutama otot penyangga tulang belakang yang memiliki
fungsi untuk memelihara postur tubuh, menjaga keseimbangan tubuh dan koordinasi
keseimbangan yang baik, masa kerja yang lama juga berpengaruh pada nyeri punggung bawah
akibat dari akumulasi beban pada tulang belakang, semakin besar beban yang diterima maka
tekanan pada tulang belakang menjadi semakin besar.Selain itu juga dikarenakan segmen
punggung menerima gaya dari segmen lengan atas kanan dan segmen lengan atas kiri yang di
distribusikan ke satu punggung, karena tubuh merupakan satu kesatuan yang saling berpengaruh
antar segmen sebelum dan sesudahnya. Sedangkan untuk nilai gaya pada segmen paha terbagi dua
dikarenakan jumlah gaya yang diterima oleh punggung diterima oleh dua paha yaitu paha kanan
dan paha kiri. Nilai gaya kedua terbesar yaitu pada segmen betis sebesar 1095,8, hal tersebut
dikarenakan betis menopang bagian tubuh secara keseluruhan dan juga menjadi tumpuan ketika
berjalan sehingga segmen betis menerima gaya dari segmen lengan atas, lengan bawah, punggung
dan paha, akibatnya tekanan yang dirasakan untuk menahan beban juga semakin besar pula.
Tabel 4. Nilai Momen (Nm) pada Setiap Segmen dan Fase Berjalan
Segmen Heel strike Foot flat Mid stance Heel off Toe off
Lengan bawah 148,52 268,57 214,85 53,40 75,50
Lengan atas 308,95 502,67 534,37 269,13 327,93
Punggung 894,73 1163,90 1756,34 1637,75 1670,40
Paha kanan 375,81 500,33 1262,66 1219,52 1230,55
Betis kanan 766,30 927,26 1442,58 1551,86 1453,79
Paha kiri 718,52 714,00 1165,69 837,75 1036,33
Betis kiri 1042,82 1137,76 1549,60 1208,29 1421,54
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai momen pada semua segmen di semua fase cenderung
memiliki pola yang sama berturut-turut dari nilai kecil ke besar yaitu segmen lengan bawah,
segmen lengan atas, segmen paha, segmen betis dan segmen punggung. Besarnya nilai momen
tersebut dipengaruhi oleh jarak perpindahan sudut pada segmen dan juga dipengaruhi oleh nilai
momen di segmen yang sebelumnya. Nilai momen total terbesar terdapat pada fase mid stance
yaitu sebesar 7926,10 Nm. Hal tersebut menunjukkan bahwa fase mid stance memiliki risiko
cidera yang paling besar diantara semua fase berjalan.
Perbandingan Analisis Biomekanika Gait Cycle pada Postur Mendorong
SNTI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu
B-311
Nilai momen segmen punggung rata-rata memiliki nilai yang besar diantara semua fase,
terutama pada fase mid stance sebesar 1756,34 Nm, karena pengaruh dari nilai momen lengan
atas yang cukup besar yaitu sebesar 534.37 Nm. Nilai momen segmen punggung kedua terbesar
yaitu pada fase toe off yaitu sebesar 1670,4 Nm. Hal tersebut dikarenakan ketika mendorong
tubuh operator terlalu membungkuk sehingga membentuk sudut perpindahan segmen yang cukup
besar. Semakin operator membungkuk maka risiko terjadinya cidera punggung belakang juga
semakin besar pula. Selain itu, nilai momen terbesar juga terdapat pada segmen betis, hal tersebut
dikarenakan betis menahan beban dari anggota tubuh keseluruhan dan menjadi tumpuan ketika
operator berjalan. Hal tersebut selaras dengan pernyataan operator bahwa ketika operator
mendorong, bagian tubuh yang sering terjadi keluhan yaitu pada segmen punggung dan betis.
IV. PENUTUP
Berdasarkan analisis postur tubuh operator dengan menggunakan fase berjalan gait cycle, fase
berjalan dibagi menjadi lima fase yaitu heel strike, foot flat, mid stance, heel off dan toe off. Dari
kelima fase tersebut memiliki nilai gaya yang cenderung sama dikarenakan besarnya gaya hanya
dipengaruhi oleh gaya reaksi yang dirasakan oleh tubuh operator sebagai akibat dari aktivitas
mendorong dan juga dipengaruhi berat dari segmen tersebut. Nilai gaya terbesar rata-rata terdapat
pada segmen punggung di semua fase yaitu sebesar 2015,73 N, dan nilai gaya terkecil terdapat
pada segmen lengan bawah yaitu sebesar 992,30 N. Sedangkan untuk nilai momen memiliki nilai
yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan nilai momen dipengaruhi oleh sudut perpindahan
segmen yang dimana setiap segmen membentuk sudut berbeda-beda. Untuk nilai momen terbesar
terdapat pada segmen punggung di fase mid stance yaitu sebesar 1710,53 Nm, dan nilai momen
terkecil terdapat pada segmen lengan bawah di fase heel off yaitu sebesar 53,89 Nm.
DAFTAR PUSTAKA Adrian, M., & Cooper, J. (1989). The Biomechanics of Human Movement. Indianapolis: McGraw-Hills Co.
Aminasti, I. K. (2010). Kajian Gait Dynamic pada Bidang Miring Bagi Pengguna Prosthetic Endoskeletal
Sistem Energy Storing Knee Mekanisme 2 Bar. Surakarta: Skripsi Jurusan Teknik Industri UNS.
Cendy, B., Sugiono, & Hardiningtyas, D. (2015). Analisis Perancangan Produk Long Leg Braces dengan
Pendekatan Kansei Words dan Biomekanika. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, 3(2).
Dirawidya, A., Tama, I., & Efranto, R. (2015). Perancangan Postur Kerja dan Alat Bantu pada Proses
Scarfing dengan Analisis Biomekanika. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Sistem Industri, 3(7).
Health and Safety Executive. (2012). Manual Handling at Work : A Brief Guide. HSE.
Iridiastadi, H., & Yassierli. (2014). Ergonomi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Kuswana, W. S. (2014). Ergonomi dan K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Levangie, P., & Norkin, C. (2011). Joint Structure and Function: A Comprehensive Analysis (5th ed.). F.A.
Davis Company.
Perry, J. (2010). Gait Analysis: Normal and Pathological Function (2nd ed.). New Jersey: SLACK
Incorporated.
Roffey, D., Wai, E., Bishop, P., Kwon, B., & Dagenais, S. (2010). Causal Assessment of Occupational
Pushing or Pulling and Low Back Pain: Results of A Systematic Review. The Spine Journal, 10, 544-
553.
Satriawan, M. (2012). Fisika Dasar. Yogyakarta: UGM.
Tipler, P. (1991). Fisika untuk Sains dan Teknik (3 ed.). Jakarta: Erlangga.