peran keluarga dalam membentuk karakter …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4110/1/skripsi...
TRANSCRIPT
PERAN KELUARGA
DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN
BERIBADAH ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN
DARAT
(Studi Kasus di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga) Tahun 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
TYAS INDRA YUDIANTARI
NIM 11114226
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
PERAN KELUARGA
DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN
BERIBADAH ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN
DARAT
(Studi Kasus di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga) Tahun 2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
TYAS INDRA YUDIANTARI
NIM 11114226
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
x
ABSTRAK
Yudiantari, Tyas Indra. 2018. Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter
Disiplin Beribadah Anak Keluarga TNI-Angakatan Darat (Studi Kasus di
Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Mansur,
M.Ag.
Kata Kunci: anak di lingkungan asrama militer TNI-AD, pembentukan
karakter disiplin ibadah, peran keluarga
Penelitian ini membahas peran pendidikan keluarga menurut konsepsi
Islam yang diimplementasikan ke dalam format pendidikan TNI di lingkungan
Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga yang dapat membentuk dan membangun sikap
disiplin kepada anak, baik disiplin waktu maupun giat beribadah. Dengan fokus
penelitian (1) bagaimana peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin
anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga tahun
2018?. (2) Bagaimana bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi
anak di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga?. Penelitian
kualitatif ini dalam pengumpulan data yang dibutuhkan menggunakan wawancara,
observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan (1) bahwa orang tua yang bekerja sebagai
anggota TNI di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga dalam
membentuk karakter disiplin beribadah dengan cara memberikan nilai-nilai agama
yang berkualitas kepada anak-anak mereka, mulai dari menanamkan nilai-nilai
agama sejak usia dini, mengajarkan dan mengarahkan anak cara ibadah,
membiasakan kepada anak untuk bersikap disiplin dimana dan kapan saja, serta
memotivasi anak untuk selalu meningkatkan giat beribadah, dan memiliki akhlak
yang baik, para orang tua di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga juga mengikutsertakan anaknya untuk belajar agama di TPQ, maupun
mengundang guru privat untuk menambah ilmu agama serta memberi teladan
kepada anak-anaknya, menempatkan hak dan kewajiban sebagai orang tua,
meskipun sering kali sebagai prajurit TNI mereka mendapat tugas dinas di luar
kota, sehingga orang tua benar-benar memanfaatkan waktunya untuk keluarga
khususnya anak. Karena dalam perkembangannya anak membutuhkan arahan,
motivasi, serta pengawasan dari orang tua. Selain itu, orang tua juga berusaha
untuk menjadi panutan yang baik bagi anak-anaknya, baik dalam hal perkataan
maupun perbuatannya, karena orang tua di mata anak-anaknya adalah figur atau
contoh yang akan ditiru, oleh sebab itu, orang tua harus mampu memberi contoh
yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta. (2) Dalam
mendidik dan membentuk karakter disiplin ibadah anak, orang tua membutuhkan
waktu untuk berproses, yaitu dengan cara melatih, membiasakan, serta kontrol
orang tua untuk mengembangkannya.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN .................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
D. Kegunaan Penelitian..................................................................... 7
E. Definisi Operasional..................................................................... 8
F. Metode Penelitian......................................................................... 10
G. Sistematika penulisan ................................................................... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan dalam Keluarga dan Pendidikan
1. Pengertian Keluarga .............................................................. 15
2. Pengertian Orang Tua ............................................................ 16
3. Tipe Orang Tua ...................................................................... 16
xii
4. Kewajiban dan Hak Orang Tua dan Anak ............................. 19
5. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan ................................... 23
6. Relasi Antar Personal dalam Keluarga .................................. 25
7. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter ...................... 29
8. Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan
Kedisiplinan Diri Anak .......................................................... 35
B. Tinjauan Tentang Kedisiplinan Anak dalam Beribadah
1. Pengertian Kedisiplinan ......................................................... 44
2. Tujuan Disiplin....................................................................... 46
3. Macam-Macam Disiplin......................................................... 46
4. Kegunaan Disiplin .................................................................. 51
5. Pengertian Beribadah ............................................................. 53
C. Tinjauan Mengenai TNI
1. Pengertian TNI ....................................................................... 56
2. Sapta Marga TNI .................................................................... 56
3. Delapan Wajib TNI ................................................................ 57
4. Sumpah Prajurit ...................................................................... 58
5. Disiplin Militer....................................................................... 58
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga
1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga ..................... 59
2. Letak Geografis ...................................................................... 62
3. Visi Misi TNI-AD .................................................................. 63
4. Kegiatan Keagamaan di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga 64
B. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 66
2. Kondisi Penduduk Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 67
3. Kondisi Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
xiii
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 67
4. Kondisi Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/
Pandawa Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................... 68
C. Hasil Penelitian
1. Peran Keluarga TNI dalam Membentuk Karakter Disiplin Anak
dalam Beribadah..................................................................... 69
2. Bentuk Pendidikan Karakter Disiplin Ibadah yang Ideal
bagi Anak di Lingkungan TNI ............................................... 71
BAB IV PEMBAHASAN
A. Peran Keluarga TNI dalam Membentuk Karakter Disiplin
Anak dalam Beribadah ................................................................. 87
B. Bentuk Pendidikan Karakter Disiplin Ibadah yang Ideal
bagi Anak di Lingkungan TNI ..................................................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 95
B. Saran ............................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI
2. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
3. SURAT KETERANGAN PENELITIAN
4. PEDOMAN WAWANCARA
5. HASIL WAWANCARA
6. DOKUMENTASI
7. LEMBAR KONSULTASI
8. KETERANGAN SKK
9. DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Batas-Batas Wilayah Yonif 411/Pandawa Salatiga
Tabel 3.2 Profesi/Mata Pencaharian Penduduk Perempuan di Kompi
Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga
Tabel 3.3 Pendidikan Pendudukan Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga
Tabel 3.4 Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Asmil Yonif
411/Pandawa Salatiga
Tabel 3.5 Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan
pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai makhluk yang
dididik dan makhluk yang mendidik secara sekaligus (Sukardjo & Ukim,
2009: 1). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa
terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan orang lain maupun
terhadap dirinya sendiri. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat (life
long education) yang berlangsung sejak di buaian hingga ke liang lahat
(from the cradle to the grave) (Sukardjo & Ukim, 2009: 1).
Pendidikan diharapkan dapat membentuk generasi muda yang
memiliki pengetahuan, keterampilan, serta berbudi pekerti luhur, sehingga
mereka mampu mengakses peran mereka di masa yang akan datang. Itulah
artinya, pendidikan mesti membekali anak didik dengan keterampilan
yang sangat dibutuhkan sesuai tuntutan zaman (Agus Wibowo, 2013: 2-3).
Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, pada Pasal 1
ayat (1) yang berbunyi:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara”.
2
Tolak ukur pendidikan yang membina kepribadian harus jelas.
Berhubungan dengan pendidikan Islam, pembinaan kepribadian yang
dimaksud adalah kepribadian yang merujuk pada ajaran Islam. Contoh
paling sempurna di antara semua manusia adalah pribadi Nabi Muhammad
S.A.W. karena Allah S.W.T. menegaskan bahwa Rasulullah S.A.W.
menjadi uswatun khasanah (contoh yang baik) bagi umat manusia.
Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik manusia yang berguna
bagi dirinya dan masyarakat, serta gemar untuk mengamalkan,
mengembangkan ajaran Islam yang berhubungan dengan Allah bahkan
manusia sesamanya, di dunia dan di akhirat nanti (Zakiah Darajat, 2008:
29-30). Jadi, tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya manusia
seutuhnya, yaitu manusia berakhlak mulia yang terbina potensinya secara
menyeluruh baik secara fisik intektual maupun akhlak agar dapat
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah yang bahagia di dunia dan
akhirat.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat (Slamet Suyanto,
2005: 56). Peran keluarga dan masyarakat hanya memiliki presentase yang
sedikit dalam keberhasilan pendidikan. Ibarat orang jika salah satu anggota
tubuhnya mengalami masalah maka apa yang dilakukannya tidak akan
maksimal. Begitu juga pendidikan, membutuhkan berbagai peran dalam
pelaksanaannya. Sekolah tidak bisa sepenuhnya bertanggung jawab
terhadap keberhasilan pendidikan, begitu juga pemerintah, mereka hanya
3
bertanggung jawab dalam perencana dan pengawas kependidikan, oleh
karena itu, peran keluarga dalam pelaksanaan kependidikan sangatlah
dibutuhkan.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama
dalam setiap aspek kehidupan (Mohammad Takdir Illahi, 2013: 82).
Banyak waktu luang yang dihabiskan bersama keluarga sejak anak dalam
kandungan sampai dengan dilahirkan, tempat pertama mereka belajar yaitu
dengan keluarga, karena keluarga adalah fase awal dalam membentuk
generasi berkualitas, mandiri, tangguh, potensial, dan bertanggung jawab
terhadap masa depan bangsa (Mohammad Takdir Illahi, 2013: 82).
Keluarga terutama kedua orang tua adalah penanggung jawab
utama dalam proses pendidikan anak dan menjadi penentu keberhasilan
atau kegagalan anak dalam mencapai pendidikan yang hakiki,
sebagaimana dalam firman Allah S.W.T surat at-Tahriim ayat 6:
ليهاع والحجارة الناس وقودها نارا وأهليكم أنفسكم قوا آمنوا الذين أيها يا
يعصون ال شداد غالظ مالئكة يؤمرون ما ويفعلون أمرهم ما للا
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan”.
Orang tua bertugas dalam mengasuh anak, dengan pola asuh yang
baik dan benar. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan
kelekatan dan ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan
4
anaknya, juga adanya penerimaan dan tuntunan dari orang tua dan melihat
bagaimana orang tua menerapkan disiplin kepada anak-anaknya
(Muallifah, 2009: 42).
Peranan keluarga sangat besar menyiapkan anak, sehingga mampu
mandiri, bertanggung jawab, dan disiplin di tengah masyarakat. Untuk itu
diperlukan perhatian orang tua yang dimanifestasikan pada pola
kepemimpinan terhadap anak dan dapat mendorong kemajuan anak di
dalam keluarga, sehingga tercipta keluarga yang sejahtera, bahagia dunia
dan akhirat.
Keluarga dituntut agar dapat merealisasikan nilai-nilai positif,
sehingga terbina kepribadian dan karakter anak yang baik dan disiplin
untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diharapkan. Untuk itu orang tua
harus terlebih dahulu menjalankan perintah agama serta memiliki akhlak
yang baik, karena anak akan mencontoh apa yang dilihat dari orang
tuanya, baik dalam pergaulan hidup maupun dalam berbagai hal akan
menjadi teladan dan pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya.
Dewasa ini, tingkat kedisiplinan anak sangatlah minim dan disiplin
dalam beribadah pun sangat kurang jika tidak melalui panggilan atau
perintah dari orang tuanya. Apalagi pada kenyataannnya masih banyak
sekali orang tua yang disibukan dengan pekerjaan dan hal-hal lain dan
masih banyak pendidikan akhlak keagamaan dan karakter orang tua masih
kurang untuk diajarkan kepada anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus
5
memiliki bekal pengetahuan agama dan akhlak yang baik untuk diajarkan
kepada anaknya.
Walaupun dalam keadaan sesibuk apapun orang tua harus bisa
menerapkan sikap disiplin belajar agama Islam bagi anak-anaknya.
Karena, bagaimanapun juga pendidikan dan pengarahan langsung dari
orang tua akan lebih berarti dan bermakna bagi si anak dari pada
pendidikan dari lembaga lain. Dengan pengarahan langsung dari orang tua
itu salah satu bentuk bukti orang tua perhatian terhadap anaknya. Orang
tua tidak boleh hanya mengandalkan uang dan menyerahkan pendidikan
anak-anaknya kepada orang lain seperti guru atau sekolahan, TPQ atau
guru ngaji, mereka menganggap bahwa kewajibannya mereka sudah
terwakilkan pada pihak yang bersangkutan dan orang tua sudah tidak lagi
memberikan perhatian yang cukup kepada anak-anaknya. Karena,
pendidikan dilaksanakan tidak hanya pada lembaga pendidikan saja, tetapi
peran orang tua dan masyarakat juga sangat mempengaruhi proses
perkembangan pendidikan si anak.
Namun, fenomena itu tidak sejalan dengan pernyataan yang ada
pada lingkungan TNI. Di lingkungan TNI masih banyak orang tua yang
memperhatikan kedisiplinan anaknya bahkan masih banyak kegiatan
keagamaan masyarakat yang diadakan rutin di lingkungan TNI Angkatan
Darat Yonif 411 Pandawa Salatiga. Rata-rata orang tua yang berprofesi
TNI memiliki konsep pendidikan yang berbasis kedisiplinan yang akan
diterapkan pada anaknya, dan juga pendidikan yang pernah ditempuh oleh
6
orang tuanya pada masa pendidikan kemiliteran terdapat beberapa
pendidikan kegamaan dan ke-rohaniahan tidak serta merta mendidik keras
kedisiplinan yang akan diterapkan kepada anak mereka. Disiplin militer
dalam TNI keyakinan dan taat loyal kepada atasan dengan berpegang
teguh kepada sendi-sendi yang dinyatakan dalam sapta marga dan sumpah
prajurit. Bukan hanya disiplin militer saja yang diterapkan dalam TNI
yaitu ada disiplin beribadah, yaitu keyakinan dan taat kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang diterapkan kepada setiap anggotanya, ibadah mahdhah
yang dilakukan setiap prajurit TNI di lingkungan Arama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga shalat berjama’ah di masjid pandawa, yasinan rutin
yang diselenggarakan di masjid pandawa, kemudian ibadah ghairu
mahdhah melakukan bakti sosial, menjaga tali silahturahim antar sesama
anggota, gotong royong, menjaga kerapihan dalam sikap dan tindakan.
Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul PERAN KELUARGA
DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN BERIBADAH
ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN DARAT (Studi Kasus di
Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017 karena
peneliti ingin mengkaji bagaimana peran pendidikan keluarga menurut
konsepsi Islam yang diimplementasikan ke dalam format pendidikan
keluarga TNI yang dapat membentuk dan membangun karakter anak untuk
berdisiplin waktu dan giat beribadah.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, pokok
permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin
anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga
Tahun 2017?
2. Bagaimana bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi
anak di lingkungan TNI di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga Tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan diadakannya
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran keluarga TNI dalam membentuk karakter
disiplin anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga Tahun 2017.
2. Untuk mengetahui bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang
ideal bagi anak di lingkungan TNI di Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga Tahun 2017.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai
berikut:
8
1. Secara Teoritis
a. Memberikan konstribusi keilmuan terhadap penelitian pendidikan
secara umum.
b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia
pendidikan yang berhubungan dengan konsep pendidikan keluarga
dalam pembentukan karakter disiplin beribadah.
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan khususnya
di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
2. Secara Praktis
a. Bagi orang tua, khususnya di lingkungan Asrama Militer Yonif
411 Pandawa Salatiga, merupakan bahan masukan sebagai langkah
yang efektif agar tetap membimbing kedisiplinan belajar agama
Islam kepada anak-anaknya.
b. Bagi anak, setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan agar
memiliki kemauan keras untuk selalu meningkatkan kedisiplinan
dalam beribadah.
c. Bagi penulis, untuk menambah wawasan mengenai peran
pendidikan keluarga dalam pembentukan karakter disiplin ibadah
anak di lingkungan militer.
E. Definisi Operasional
Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam
memahami judul yang penulis bahas, dan memberikan pengertian dalam
9
ruang lingkup penelitian, adapun penjelasan judul dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Peran pendidikan keluarga
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, peran berarti tindakan
yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Depdiknas,
2001: 854). Pendidikan keluarga adalah pendidikan atau pembinaan
secara informal yang diberikan dalam keluarga kepada anak berupa
pembinaan kepribadian, memimpin, memelihara, mengasihi,
bertanggung jawab, dan memberi pengetahuan untuk setiap proses
perkembangannya. Keluarga merupakan akar bagi terbentuknya akhlak
dan karakter anak, dan subjek dalam keluarga sebagai pendidik adalah
orang tua (Haitami Salim, 2013: 135).
2. Pembentukan karakter disiplin
Karakter adalah ciri khas seseorang atau sekelompok orang
yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Anas & Irwanto, 2013:
42). Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan (Anas & Irwanto, 2013:
54). Pendidikan karakter disiplin dapat dimaknai sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
yang bertujuan untuk menunjukan tertib dan patuh pada ketentuan dan
peraturan.
10
3. Ibadah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ibadah adalah perbuatan
untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaan
mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Depdiknas,
2001: 415).
4. Anak
Manusia yang berkembang menuju ke tingkat yang dewasa
yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang
sudah dewasa guna melakukan tugasnya sebagai makhluk
(Angeningsih, 2016: 65)
5. TNI-Angkatan Darat
Singkatan dari Tentara Nasiona Indonesia yang berada di
naungan presiden republik Indonesia sebagai kekuatan inti
SISHANKAMRATA (Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta)
yang menjaga NKRI dari berbagai ancaman dan serangan dari dalam
maupun luar (KEPUTUSAN DANKODIKLAT TNI AD NOMOR
KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER 2011).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penulisam kualitatif, oleh sebab
itu pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif
deskriptif. Maksudnya untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
11
tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011: 6).
Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk
memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan
mengkaji permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya
melibatkan diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang
berhubungan dengan permasalahan tersebut.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan beberapa
pertimbangan, yaitu belum pernah ada yang melakukan penelitian
serupa di tempat tersebut. Alasan lainnya adalah ketertarikan peneliti
terhadap peran keluarga menurut konsepsi Islam yang di
implementasikan ke dalam format keluarga TNI yang nota bene
bergerak dalam bidang militer yang dapat membentuk dan membangun
karakter anak untuk berdisiplin dan giat beribadah.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi, wawancara, dokumentasi.
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemuatan
perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat
12
indra (Arikunto, 2014: 199). Metode ini digunakan untuk
mengamati secara langsung terhadap keluarga TNI Angkatan Darat
dan aktifitas ibadah anak dalam kehidupan sehari-hari.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:
186). Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah orang tua
yang berprofesi sebagai TNI. Adapun yang akan menjadi informan
dalam penelitian ini adalah keluarga TNI di Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga yang berjumlah 144 keluarga dalam Kompi
A, peneliti mengambil 20 keluarga untuk menjadi informan yang
dipilih secara random.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto,
2014: 274). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai situasi umum lokasi penelitian, dokumentasi kegiatan
penelitian dan dokumentasi lainnya sebagai penguat seluruh
informasi yang didokumentasikan adalah aktifitas yang
berhubungan dengan pendidikan keluarga dalam pembentukan
13
karakter disiplin ibadah anak di lingkungan keluarga TNI. Dengan
dokumentasi maka data yang diperoleh akan lebih terbukti
kebenarannya. Metode ini berfungsi untuk mendapatkan data-data
yang diperoleh di lapangan, adapun yang diperlukan untuk
keperluan dokumentasi.
4. Analisis Data
Adapun analisis data yang digunakan penulis adalah teknik
analisis deskriptif, yaitu pengumpulan data berupa kata-kata, gambar,
yang mana data tersebut berasal dari naskah, hasil wawancara, catatan
lapangan, foto, dan lain-lain (Moleong, 2011: 11). Setelah semua data
yang diperlukan dalam penulisan ini terkumpul, maka selanjutnya data
diolah dan disajikan dengan menggunakan teknik deskriptif.
G. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima pokok
pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda.
Berikut uraian dari masing-masing bab:
BAB I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Kajian Pustaka. Pada bab ini akan dikemukakan hal-hal
yang diteliti yang pertama, yaitu tinjauan dalam keluarga dan pendidikan
yang di dalamnya mengenai orang tua, tipe orang tua, anak, keawajiban
14
dan hak anggota keluarga, peranan orang tua dalam pendidikan, relasi
antar personal dalam keluarga, peran keluarga dalam pembentukan
karakter, upaya orang tua dalam meningkatkan disiplin diri anak. Yang
kedua, yaitu tinjauan kedisiplinan beribadah, pengertian kedisiplinan,
tujuan disiplin, macam-macam disiplin, bentuk dan pendekatan
kedisiplinan, pengertian ibadah, disiplin dalam beribadah, kegunaan
disiplin, pengertian ibadah. Ketiga, tinjauan mengenai TNI pengertian
TNI, sapta marga TNI, delapan wajib TNI, sumpah prajurit, serta disiplin
militer.
BAB III Hasil Penelitian. Pada bab ini akan dikemukakan tentang
gambaran umum lokasi lingkungan akademis TNI Angkatan Darat dan
objek penelitian dan penyajian hasil penelitian.
BAB IV Pembahasan. Pada bab ini akan dikemukakan pembahasan
hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan
dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintregasikan ke
dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan
temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu.
BAB V Penutup. Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari
pembahasan hasil penelitian dan saran dari peneliti sebagai sumbangan
pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan dalam Keluarga dan Pendidikan
1. Pengertian Keluarga
Menurut Maulana (dalam Safrudin, 2015: 15) keluarga adalah
kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan
perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan
yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk
kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada
di dalam keluarga tersebut.
Menurut Achmad (dalam Safrudin, 2015: 15) keluarga adalah
suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama,
kerjasama ekonomi, dan reproduksi yang dipersatukan oleh pertalian
perkawinan atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang saling
berinteraksi sesuai dengan peranan-peranan sosialnya.
Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan
darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah
merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah
antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini,
keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.
Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu
kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau
interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya,
16
walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah (Shochib,
1998: 17).
Dari beberapa pengertian di atas, keluarga adalah sekelompok
orang yang terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya dalam ikatan
nikah ataupun nasab yang hidup dalam satu tempat tinggal, memiliki
aturan yang ditaati secara bersama dan mampu mempengaruhi antar
anggotanya serta memiliki tujuan dan program yang jelas.
2. Pengertian Orang Tua
Menurut Thamrin Nasution (dalam Angeningsih, 2016: 27)
orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam
suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-
hari disebut sebagai bapak dan ibu. Sementara, menurut Hurlock
(dalam Angeningsih, 2016: 27) orang tua merupakan orang dewasa
yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan.
Jadi, orang tua adalah pemimpin dan pengendali yang memiliki peran
dan pengaruh yang besar dalam kehidupan anak.
3. Tipe Orang Tua
Orang tua adalah pemimpin, pengendali, dan penentu situasi
dalam rumah dan anak-anaknya merupakan tempat awal pertumbuhan
dan perkembangan anak, maka situasi rumah sangat menentukan bagi
pembentukan karakter si anak. Oleh karena itu, orang tua pasti
memiliki suatu pola atau sistem perlakuan tertentu terhadap anak-
17
anaknya. Orang tua dapat dikelompokkan dalam tiga tipe (Bambang &
Hanny, 2013: 26-28), yaitu:
a. Orang tua pendekat (Attacher)
Adalah orang tua yang mencoba mendekatkan diri kepada
anak-anaknya. Mereka selalu menjaga citra, berorientasi apa kata
orang terhadap mereka. Kepribadian mereka mengacu kepada
emosi, perasaan, citra, dan penerimaan.
Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari kelompok orang
tua ini adalah orang tua yang percaya diri, memberi dukungan
kepada anak-anak, memberi dengan tulus, mampu membangun
hubungan, memiliki empati, suka mengasuh, mendukung potensi
orang lain, serta penuh perhatian.
Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah selalu mencari
penerimaan dari lingkungan, “moody”, suka menyanjung anak,
selalu ingin memiliki citra orang tua sempurna, mementingkan
hasil dan kurang sabar dalam pelaksanaan, melankolis, emosi
mudah meningkat, egosentris.
b. Orang tua penjaga jarak (Detacher)
Adalah orang tua yang menjaga jarak. Mereka yang
memiliki kepribadian ini mengacu kepada pikiran, konsep, dan
aktivitas mental. Orang tua yang suka menganalisis serta
mengumpulkan gagasan dan pengetahuan untuk bisa mengerti
18
banyak hal. Mereka mengandalkan pikiran logis dalam
berargumentasi.
Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari kelompok ini
adalah rasionalitas, tenang dan seimbang, objektif, mandiri, tidak
menghakimi, bisa menahan diri, bertanggung jawab, tekun,
berpikir jernih, serta mampu memecahkan masalah.
Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah menarik diri dari
interaksi pribadi, menginginkan privasi, kurang spontan, tidak
komunikatif, ketakutan, ragu-ragu, defensif, curiga, serta suka
menunda-nunda.
c. Orang tua bela diri (Defender)
Adalah kelompok orang tua yang membela diri, memiliki
kepribadian yang mengacu kepada fisik, naluri, dan penghargaan.
Orang tua yang terlalu mengandalkan nalurinya untuk merasa
aman serta ingin didengar dan dihargai anak-anaknya.
Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari orang tua ini adalah
terus terang, melindungi yang lemah, berorientasi pada detail,
terus-menerus memperbaiki diri, serta memiliki kemampuan
analisis.
Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah otoriter, kaku,
mengendalikan, menyalahkan orang lain, berfokus pada kesalahan,
tidak fleksibel, serta sensitif atas kritik.
19
4. Kewajiban dan Hak Orang Tua dan Anak
a. Kewajiban dan hak Ayah
Seorang ayah sebagai kepala keluarga sudah selazimnya
tidak sebatas mencukupi keperluan anggotanya secara batin saja.
Akan tetapi, sang ayah sekaligus suami juga berkewajiban dalam
pemenuhan keperluan lahir khususnya yang bersifat primer berupa
sandang, pangan, dan papan, serta pendidikan.
Kewajiban besar yang harus dipikul seorang suami
mencakup memelihara keluarga dari api neraka, mencari dan
memberi nafkah secara halal, bertanggung jawab atas ketenangan,
keselamatan, dan kesejahteraan keluarga, memimpin keluarga,
mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab,
mencari istri yang shalehah, memberi kebebasan berpikir dan
bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran agama, mendoakan
anak-anaknya, menciptakan kedamaian (ketenangan jiwa) dalam
keluarga memilih lingkungan yang baik serta berbuat adil
(Safrudin, 2015: 36).
Tanggung jawab berat tersebut dipikul oleh seorang ayah
dalam mendidik anggota keluarganya untuk senantiasa berbuat
baik, beribadah dan bertaqwa dalam menjalani kehidupan di dunia.
Sedangkan, memenuhi kecukupan nafkah lahir secara halal harus
disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya.
20
Adapun hak suami atau ayah dalam keluarga di antaranya
dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga, dibantu dalam
mengelola rumah tangga, diperlakukan dengan baik dan penuh
cinta kasih dalam memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun
psikisnya, menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan
keluarga yang diamanahkan kepadanya, disantuni dan disayangi di
hari tua oleh anak bahkan setelah meninggalnya (Safrudin, 2015:
38).
b. Kewajiban dan hak Ibu
Seorang perempuan yang berperan sebagai ibu atau istri
hendaknya memiliki kewajiban untuk senantiasa taat, hormat dan
patuh pada norma agama dan susila, memberikan kasih sayang dan
menjadi tempat curahan hati anggota keluarganya, mengatur dan
mengurus rumah tangga, merawat, mendidik dan melatih anak-
anaknya sebagai amanah Allah S.W.T, memelihara dan menjaga
kehormatan serta melindungi diri dan harta benda keluarga,
menerima dan menghormati pemberian (nafkah) suami serta
mencukupkan (mengelola) dengan baik, cermat, hemat, dan bijak
(Safrudin, 2015: 40).
Sedangkan, hak seorang ibu atau istri dalam keluarga
adalah memperoleh cinta dan kasih sayang dari suami,
mendapatkan nafkah yang halal dan baik, mendapatkan bimbingan
dan pendidikan khususnya pendidikan agama dan keluarga,
21
dicukupi segala kebutuhannya baik ketika masih berusia muda
maupun ketika sudah berusia lanjut serta memperoleh kecukupan
lahir maupun batin (Safrudin, 2015: 40).
c. Kewajiban dan hak anak
Beberapa kewajiban yang harus dilakukan anak di
antaranya adalah hormat dan patuh pada kedua orang tua,
berakhlak baik pada keluarga, mendoakan keluarga khususnya
kedua orang tua, menyambung silahturahmi dengan kerabat dan
teman orang tua ketika orang tua sudah meninggal, menjunjung
tinggi nama baik orang tua dan sebagainya (Safrudin, 2015: 42).
Hak anak dalam keluarga pada hakikatnya mencakup aspek
spiritual, sosial, maupun emosional (Safrudin, 2015: 41-42).
Adapun rincian dari ketiga aspek di atas pada subtansinya
mencakup:
Pertama, hak nasab dan penyusuan. Artinya seorang anak
yang dilahirkan ke dunia berhak memperoleh hak nasab atau hak
menjadi keturunan dari sepasang suami istri dan memperoleh
cucuran air susu dari sang ibu yang melahirkannya. Adapun anak
yang lahir dan dinasabkan kepada orang tuannya bertujuan
menguatkan ikatan perkawinan suami dan istri sekaligus keduanya
benar-benar telah menjadi orang tua atas anak yang telah
dilahirkannya.
22
Sedangkan, hak memperoleh air susu ibu kandung maksud
bahwa setiap anak yang dilahirkan pada hakikatnya membutuhkan
asupan makanan yang cocok terbaik berupa air susu ibu. Sebab, air
susu ibu secara klinis mengandung selain sebagai bahan makanan
yang paling baik bagi anak juga mengandung suplemen pelindung
terhadap berbagai penyakit.
Kedua, seorang anak berhak memperoleh pengasuhan dari
kedua orang tuanya. Pengasuhan ini dapat berupa pemeliharaan
dalam bentuk pemberian makan, minum, pakaian, dan kesehatan,
serta pendidikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan anak. Hal
ini sebagaimana diamanahkan Allah SWT dalam al-Qur’an surah
An-nisa ayat 9:
ية خلفهم من تركوا لو الذين وليخش ليهم ع خافوا ضعافا ذر
فليتقوا سديدا قوال وليقولوا للا
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-
anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar”.
Bentuk pendidikan sebagaimana diamanahkan dalam ayat
di atas tidak sebatas pengetahuan yang bersifat duniawi semata,
namun pendidikan dan pemantapan spiritual spiritual amat penting
dan harus mendapat perhatian dari kedua orang tuanya semenjak
anak dilahirkan.
23
Dalam ajaran Islam, pendidikan spiritual diberikan dengan
mengumandangkan kalimat adzan pada telinga sebelah kanan dan
iqomah pada telingan sebelah kiri. Dengan demikian, imunisasi
pertama yang harus diterima anak adalah imunisasi aqidah melalui
lafad kalimat-kalimat Allah, bukan imunisasi kesehatan fisik
semata.
Ketiga, anak berhak memperoleh nama yang baik.
Pemberian sebuah nama atas kelahiran seorang anak adalah sebuah
do’a sepanjang hayat dari kedua orang tua. Istilah jawa
menyebutnya asma kinarya japa (nama adalah do’a atau
pengharapan dari kedua orang tuanya). Dalam istilah lain, nama
adalah sebuah harapan dari kedua orang tuanya agar kelak menjadi
anak yang berhasil dan sukses sesuai dengan apa yang dicita-
citakannya. Keempat, anak berhak mendapatkan bimbingan dan
nasihat dari kedua orang tuanya termasuk pertimbangan dalam
memperoleh jodoh atau calon pasangan hidup.
5. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan
a. Peranan Ibu dalam Pendidikan
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak. peranan ibu dalam keluarga
amat sangat penting. Peran ibu, yaitu memberikan rasa kasih
sayang dan memberi rasa aman kepada anak (Zakiah Darajat,
1995: 49). Anak tidak hanya mempunyai kebutuhan jasmani saja,
24
akan tetapi ia juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan kejiwaan
yang menentuka perkembangan selanjutnya.
b. Peranan Ayah dalam Pendidikan
Ayah itu berperan penting dalam perkembangan anaknya
secara langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak
bahasa, berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Semuanya itu
akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Ayah
juga dapat mengatur serta mengarahkan aktivitas anak (Save M.
Dagun, 2013: 15). Misalnya, menyadarkan anak bagaimana
menghadapi lingkungannya dan situasi di luar rumah. Ia memberi
dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak, melangkah
lebih jauh, menyediakan perlengkapan permainan yang menarik,
mengajar mereka membaca, mengajak anak untuk memperhatikan
kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik di luar rumah., serta
mengajak anak berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah
(orang tua) untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan
hidupnya dan dapat mempengaruhi anak dalam menghadapi
perubahan sosial dan membantu perkembangan kognitifnya di
kemudian hari.
Hasil penelitian belakangan ini telah memberikan pikiran
baru bahwa seorang ayah itu penting, tidak hanya melalui pengaruh
yang bersifat langsung tetapi juga tidak langsung (Save M. Dagun,
2013: 16). Misalnya melalui interaksi dengan istrinya. Dengan
25
mendukung istrinya, sang ayah secara tidak langsung
mempengaruhi anaknya. Istri yang merasa disayang suaminya
dengan sendirinya akan mempengaruhi sikapnya terhadap anak.
6. Relasi Antar Personal dalam Keluarga
Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil
memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas
masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang
harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif.
Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga
sedini mungkin dalam upaya memerankan fungsi pendidikan dalam
keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai
wahana untuk mentransferkan nilai-nilai dan sebagai agen transformasi
kebudayaan. Persoalannya adalah bagaimana sebenarnya bentuk-
bentuk interasi dalam keluarga. Ada beberapa bentuk interaksi dalam
keluarga, yaitu interaksi antara suami dan istri, interaksi antara ayah,
ibu, dan anak, interaksi antara Ibu dan anak, interaksi antara ayah dan
anak, dan interaksi antara anak dan anak (Syaiful Bahri, 2004: 49-60).
a. Interaksi antara Suami dan Istri
Interaksi sosial antara suami dan istri selalu saja terjadi, di
mana dan kapan saja. Tetapi interaksi sosial dengan intensivitas
yang tinggi lebih sering terjadi di rumah, karena berbagai
kepentingan. Misalnya, karena masalah kehangatan cinta, karena
ingin berbincang-bincang, karena ada permasalahan keluarga yang
26
harus dipecahkan, karena masalah anak, karena masalah sandang
pangan, karena untuk meluruskan kesalahan pengertian antara
suami dan istri, dan sebagainya (Syaiful Bahri, 2004: 49). Dalam
berumah tangga, bahu-membahu dan saling membantu antara
suami-istri sering sangat membantu untuk meringankan kegiatan
suami atau istri dalam menyelesaikan suatu tugas. Mereka terlibat
dalam aktivitas yang saling mengisi, tapi masing-masing berdiri
sendiri (Syaiful Bahri, 2004: 52).
b. Interaksi antara Ayah, Ibu dan Anak
Menurut Tate Qamaruddin (dalam Syaiful Bahri, 2004: 55)
orang tua yang baik adalah ayah-ibu yang pandai menjadi sahabat
sekaligus sebagai teladan bagi anaknya sendiri. Karena, sikap
bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam
mempengaruhi jiwanya. Sebagai sahabat, tentu saja orang tua harus
menyediakan waktu untuk anak. menemani anak dalam suka dan
duka, memilihkan teman yang baik untuk anak dan bukan
membiarkan anak memilih teman sesuka hatinya tanpa petunjuk
bagaimana cara memilih teman yang baik. Bercengkrama dan
bercanda durau dengan ayah atau ibu boleh jadi membosankan dan
anak perlu suasana baru di luar rumah. Membawa anak pergi ke
tempat tertentu, misalnya ke pgunungan, pantai, atau objek wisata
lainnya penting dilakukan demi menyenangkan hati anak.
27
Untuk mendukung ke arah pengembangan diri anak yang
baik salah satu upayanya adalah pendidikan disiplin (Syaiful Bahri,
2004: 55). Pendidikan disiplin dapat diberikan dalam bentuk
keteladanan dalam rumah tangga. Ayah dan ibu harus memberikan
teladan dalam hal disiplin yang baik dengan bijaksana dan dengan
menggunakan pujian, bukan selalu dengan kritik atau hukuman.
Sebab anak yang tumbuh dalam suasana pujian dan persetujuan
akan tumbuh lebih bahagia, lebih produktif dan lebih patuh dari
pada anak yang terus-menerus dikritik. Untuk melahirkan anak
dengan disiplin yang baik tidak mungkin dapat terbentuk dalam
waktu singkat, tetapi diperlukan waktu yang cukup lama dalam
siklus proses. Karenanya mendidik anak butuh kesabaran dan
memiliki kepekaan terhadap anak.
c. Interaksi antara Ibu dan Anak
Kiranya kenyataan menunjukkan, bahwa peranan ibu pada
masa anak-anak adalah besar sekali. Sejak dilahirkan, peranan
tersebut tampak dengan nyata sekali, sehingga dapat dikatakan
bahwa pada awal proses sosialisasi, seorang ibu mempunyai
peranan yang besar sekali (bahkan lebih besar daripada seorang
ayah) (Syaiful Bahri, 2004: 56). Peranan seorang ibu dalam
membantu proses sosialisasi tersebut, mengantarkan anak ke dalam
sistem kehidupan sosial yang berstruktur. Anak diperkenalkan
28
dengan kehidupan kelompok yang saling berhubungan dan saling
ketergantungan dalam jalinan interaksi sosial.
d. Interaksi antara Ayah dan Anak
Dengan posisi dan peranan yang sedikit berbeda antara ibu
dan ayah melahirkan hubungan yang bervariasi dengan anak.
Meski begitu, baik ibu maupun ayah, sama-sama berusaha berada
sedekat mungkin dengan anak-anaknya, seolah-olah tidak ada
jarak. Karena hanya dengan begitu, orang tua dapat memberikan
pendidikan lebih intensif kepada anaknya di rumah.
Seorang ayah dengan kesadaran yang tinggi akan
pentingnya pendidikan bagi anaknya akan berusaha meluangkan
waktu dan mencurahkan pikiran untuk memperhatikan pendidikan
anaknya (Syaiful Bahri, 2004: 59). Rela menyisihkan uangnya
untuk membelikan buku dan peralatan sekolah anak. menyediakan
ruang belajar khusus untuk keperluan belajar anak, membantu anak
bila dia mengalami kesulitan belajar. Menjadi pendengar yang baik
ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang
didapatkannya di luar rumah.
e. Interaksi antara Anak dan Anak
Interaksi antara sesama anak bisa berlangsung di mana dan
kapan saja (Syaiful Bahri, 2004: 60). Banyak hal yang menjadi
penghubung jalannya interaksi antara sesama anak. Misalnya,
masalah pelajaran, bermain, reakreasi, dan sebagainya. Pertemuan
29
antara kakak dan adiknya untuk membicarakan rencana berkunjung
ke rumah teman atau seorang adik yang meminta bantuan kepada
kakaknya bagaimana cara belajar yang baik adalah bentuk interaksi
antara sesama anak.
Interaksi yang berlangsung di antara mereka tidak sepihak,
tetapi secara timbal balik. Pada suatu waktu, mungkin saja seorang
kakak yang memulai pembicaraan untuk membicarakan sesuatu hal
kepada adiknya. Tetapi, di lain kesempatan bisa saja seorang adik
yang memulai pembicaraan untuk membicarakan sesuatu hal
kepada kakaknya. Mereka berbicara antar sesama mereka, tanpa
melibatkan orang tua. Bahasa yang mereka pergunakan sesuai
dengan alam pemikiran dan tingkat penguasaan bahasa yang
dikuasai. Mereka bertukar pengalaman, bersenda gurau, bermain
atau melakukan aktivitas apa saja menurut cara mereka masing-
masing dalam suka dan duka (Syaiful Bahri, 2004: 60).
7. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter
Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak menjadi
penting dalam proses pendidikan karakter. Orang tua yang bijaksana
akan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenalkan anak
akan perbedaan di sekelilingnya dan dilihatkan dalam tanggung jawab
hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai
perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah
30
berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat
mengajarkan nilai-nilai universal seperti cara menghargai orang lain,
berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, dan orang lain (Eko
Harianto, 2011: 50). Pendidikan karakter sebagai salah satu alternatif
solusi mengatasi persoalan degradasi moral bangsa sangat penting
dilakukan sejak usia dini (Billah, 2016: 269).
Orang tua adalah contoh keteladanan dan perilaku bagi anak.
Oleh karena itu, orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan
asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan
anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya
baik dalam bertutur kata, bersikap, maupun bertindak. Peran ibu dalam
pembentukan karakter ini demikian besar (Eko Harianto, 2011: 50),
sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang
negara. Manakala wanitanya baik, maka baiklah negara. Manakala
wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.
Peran bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu
menjadi teladan yang baik, karena ayah yang terlibat hubungan dengan
anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif,
motorik, kemampuan menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan
kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah
tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak (Eko
Harianto, 2011: 50).
31
Di mata anak, orang tua (ayah-ibu) adalah figur atau contoh
yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah-ibu
harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi
pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya
dalam batasan yang wajar. Dengan memainkan peranan yang benar
dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan
berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak
akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh
budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik
sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.
Beberapa kondisi yang berhubungan dengan kebutuhan akan
perilaku disiplin pada individu:
a. Proses penanaman perilaku disiplin pada satu anak dapat berbeda
dengan anak yang lain, walaupun dalam usia yang sama. Misalnya,
pada satu anak cukup dilakukan dengan kata-kata untuk tidak
bermain dengan korek api, sementara pada anak lain diperlukan
juga sentilan di jari secara fisik untuk membuatnya mengerti akan
larangan itu.
b. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan saat atau waktu
tertentu dalam suatu hari, di samping adanya faktor usia yang
berpengaruh, misalnya kebutuhan akan disiplin di siang hari, pagi
hari, atau malam hari.
32
c. Aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan mereka akan
disiplin. Disiplin paling mungkin dibutuhkan dalam kegiatan-
kegiatan rutin, seperti makan, tidur, atau mempersiapkan sekolah.
Kegiatan ini akan lebih banyak membutuhkan disiplin dibanding
ketika anak-anak sedang membaca atau bermain.
d. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan hari-hari dalam
dalam satu minggu. Hari Senin dan akhir Minggu (weekends)
adalah waktu di mana disiplin paling sering dibutuhkan.
e. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan usia. Anak yang
lebih tua sering lebih sedikit membutuhkan disiplin beserta aneka
macamnya dibanding anak yang lebih muda (Dolet Unaradjan,
2003: 14).
Ada empat hal penting yang harus dipertimbangkan dalam
mendisiplinkan (Dolet Unaradjan, 2003: 15):
a. Aturan-aturan (Rules)
Aturan digambarkan sebagai pola berperilaku di rumah, di
sekolah, ataupun di masyarakat. Aturan-aturan itu memiliki nilai
pendidikan dan membantu anak untuk menahan perilaku yang
tidak diinginkan oleh masyarakat.
b. Hukuman (Punisment)
Beberapa fungsi hukuman dalam menanamkan disiplin
adalah sebagai berikut:
33
1) Yang bersifat membatasi, yaitu hukuman akan menghalangi
pengulangan perilaku yang tidak diinginkan oleh masyarakat.
2) Yang bersifat mendidik, yaitu anak-anak belajar tentang hal
baik dan buruk melalui pemberian atau tidak diberikannya
hukuman ketika mereka bertindak tidak sesuai dengan standar
sosial yang berlaku.
3) Sebagai pembangkit motivasi untuk menghindari perilaku yang
ditolak masyarakat.
c. Imbalan (Reward)
Imbalan merupakan suatu penghargaan untuk hasil baik
yang telah dicapai. Imbalan tidak harus berbentuk materi, tetapi
bisa juga dalam bentuk kata-kata yang menyenangkan (pujian),
senyuman, tepukan, dan belaian.
Beberapa fungsi imbalan dalam disiplin yang berperan
dalam mengajari anak untuk berperilaku sesuai dengan harapan
masyarakat adalah sebagai berikut:
1) Yang memiliki nilai mendidik, yaitu imbalan yang diberikan
setelah anak berperilaku tertentu, sehingga anak tahu bahwa
perilaku itu adalah perilaku yang baik.
2) Imbalan menyediakan suatu motivasi untuk mengulangi
perilaku yang diterima masyarakat.
3) Imbalan menyediakan penguat (reinforcement) bagi perilaku
yang diterima masyarakat.
34
d. Konsistensi
Konsistensi berarti suatu derajat kesesuaian atau stabilitas
(uniformity or stability). Konsistensi harus menjadi ciri dari
seluruh segi dalam penanaman disiplin. Hukuman diberikan bagi
perilaku yang tidak sesuai dan hadiah untuk yang sesuai. Fungsi
konsistensi yang penting dalam disiplin, sebagai berikut:
1) Kosnsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk
berdisiplin.
2) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk
melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi
tindakan yang buruk.
3) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada
aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang
telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang
lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang
berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara
tidak konsisten.
Kunci utamanya adalah konsistensi dan persistensi dari orang
tua. Disiplin tidak sama dengan kekerasan, kemarahan, luapan emosi,
ataupun hukuman. Hukuman adalah cara terakhir yang diterapkan bila
disiplin sudah berulang kali dilanggar, dan sudah ada persetujuan
bersama diantara orang tua dan anak (Naura Jasmine. 2009: 76).
35
Hukuman haruslah tidak bersifat menyakiti secara fisik, mental
atau verbal, namun berupa kesepakatan bahwa si anak akan kehilangan
haknya tertentu bila melanggar disiplin tertentu (Naura Jasmine, 2009:
77).
8. Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan Kedisiplinan Diri Anak
Upaya orang tua dalam meningkatkan kedisiplinan diri anak
ada beberapa hal (Shochib, 1998: 70-86), yaitu:
a. Penataan lingkungan fisik
Upaya penataan lingkungan fisik telah diapresiasi sebagai
lahan dialog oleh anak-anaknya. Penghayatan ini ditimbulkan oleh
rasa terlindung dan aman dalam diri mereka. Mereka merasakan
adanya keakraban dalam berbagai nilai moral. Bagi mereka, rumah
benar-benar dirasakan sebagai bagian dari dirinya dan membuat
mereka mampu mengapresiasikan adanya kebersamaan dalam
penataan ruangan dan bentuk-bentuk (Moh Shochib, 1998: 71).
Penataan ruangan rumah terutama kamar dan ruangan belajar untuk
anak dilakukan melalui pelibatan anak-anak, karena hal tersebut
akan menimbulkan rasa nyaman, dan terciptanya dialog antar
anggota keluarga.
b. Penataan lingkungan sosial
1) Penataan Lingkungan Sosial Internal
Penataan lingkungan sosial internal dalam keluarga
dirasakan sebagai motivasi oleh anak-anaknya. Mereka
36
merasakannya sebagai bantuan karena adanya suasana
kedekatan dan keakraban di antara orang tua dengan anak.
Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan
mereka mampu berkomunikasi secara efektif dalam meletakkan
dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat.
Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi efektif
ini, juga karena mereka mampu membaca dunia anak-anaknya
(selera, keinginan, hasrat, pikiran dan kebutuhan). Ada
beberapa hal yang menjadi prinsip dasar bagi orang tua ketika
berkomunikasi dengan anak sehingga dapat berjalan secara
efektif (Widijo, 2017: 121), yaitu:
a) Membangun empati
Membangun empati merupakan prinsip dasar utama
bagi terwujudnya komunikasi efektif. Sering kali apa yang
dirasakan oleh anak tidak sama dengan yang dirasakan oleh
orang tua. Di sinilah orang tua seharusnya mampu
mengembangkan sikap empatinya kepada anak. Karena,
dengan sikap empati ini maka orang tua dituntut untuk
bersedia ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh
anak.
b) Pahamilah dari sudut pandang anak
Memahami dari sudut pandang anak, berarti orang
tua seharusnya tidak melakukan intervensi kepada anak.
37
Biarkan anak mengutarakan apa yang dilihat, dipikir,
ataupun dirasakan. Orang tua perlu memberi ruang
kebebasan kepada anak supaya dapat mengekspresikan
segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, tanpa ada
keinginan untuk mengatur anak.
c) Berperan sebagai pendengar
Salah satu aspek terpenting supaya orang tua dapat
memahami dan mengerti maksud anak dalam
berkomunikasi adalah sebagai pendengar. Memang hal ini
membutuhkan kerendahan hati dari orang tua untuk dengan
sabar menerima semua hal yang menjadi ungkapan anak.
d) Jangan melakukan evaluasi
Dalam melakukan komunikasi dengan anak sering
kali orang tua menempatkan posisi yang lebih tinggi dari
pada anak, sehingga hubungan yang terjadi seakan-akan
hubungan formal dan berstruktur. Tidak menutup
kemungkinan muncullah anggapan bahwa anak merupakan
“bawahan” orang tua. Anggapan seperti inilah yang sering
kali mendorong orang tua untuk melakukan penilaian
terhadap apa yang dikatakan anak.
Tugas orang tua adalah memberikan pandangan
yang relevan. Janganlah menciptakan situasi dan kondisi di
mana anak merasa bersalah sebelum mengatakan apa yang
38
ingin dikatakan. Hal ini akan menjadi pemicu bagi anak
untuk memunculkan sikap dan perilaku takut salah. Sebagai
akibatnya anak akan mengambil posisi lebih baik diam,
karena takut kalau disalahkan.
e) Jadilah motivator
Menjadi motivator atau pemberi motivasi supaya
anak mau berkomunikasi sangatlah penting. Mengapa
demikian? Sering kali muncul keengganan dari anak untuk
sekadar berbincang dengan orang tua. Kalau hal ini terjadi,
maka orang tua harus mampu menciptakan situasi yang
menumbuhkan keberanian anak untuk berbicara. Bisa
dilakukan dengan cara-cara yang sederhana, misalnya
orang tua menyuruh anak untuk mengomentari sesuatu
yang terjadi.
Meluangkan waktu bersama merupakan syarat utama
untuk menciptakan komunikasi antar orang tua dan anak.
Sebab, dengan adanya waktu bersama, barulah keintiman dan
keakraban dapat diciptakan di antara anggota keluarga (Alex
Sobur, 1991: 7). Bagaimanapun juga tidak ada seorangpun
dapat menjalin komunikasi dengan anak bila mereka tidak
pernah bertemu ataupun bercakap-cakap bersama.
Komunikasi yang efektif dengan anak disebut
komunikasi dialogis. Komunikasi dialogis dilakukan dengan
39
dialog-dialog yang penuh kehangatan dan keakraban dengan
anak-anaknya. Dengan komunikasi dialogis, dunia anak dapat
diabaca oleh orang tua sehingga mereka dapat menjelaskan
kepada anak tujuan yang diinginkan untuk kepentingannya.
Orang tua dapat menjelaskan tujuannya untuk diterima secara
rasional oleh anak. Anak yang menerima secara rasional
tersebut dapat mengapresiakan upaya orang tuanya (Moh
Shochib, 1998: 74).
2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal
Kedekatan dan keakraban anak-anak dengan nilai moral
dari penataan eksternal didasari dengan keakraban dan
kedekatan dengan nilai moral yang dibangun oleh penataan
lingkungan sosial internal (Moh Shochib, 1998: 78).
c. Penataan lingkungan pendidikan
1) Penataan lingkungan pendidikan internal
Penataan lingkungan pendidikan internal dilakukan oleh
orang tua dan diapresiasi oleh anaknya sebagai motivasi untuk
belajar memiliki nilai-nilai moral. Ajakan yang diupayakan
orang tua dihayati dan diapresiasi sebagai bantuan dan
bimbingan oleh anaknya karena adanya apresiasi yang sama
antara dirinya dengan orang tua dalam nilai-nilai moral.
Pertemuan makna antara orang tua sebagai pendidik dan anak
sebagai si terdidik terjadi karena adanya situasi yang
40
diapresiasi bersama (Moh Sochib, 1998: 79). Oleh sebab itu,
orang tua harus dapat membaca dunia anak dengan memahami
selera, kebutuhan, pikiran, dan keinginan anaknya.
2) Penataan lingkungan pendidikan eksternal
Penataan lingkungan pendidikan eksternal dilakukan
oleh orang tua untuk menanamkan nilai moral ilmiah pada
anak. Melalui arahan dan bimbingan agar senantiasa selektif
dalam memilih teman bergaul, rajin belajar, dan senantiasa
mengupayakan agar mereka bersekolah di sekolah favorit (Moh
Shochib, 1998: 83). Namun, motivasi dan dorongan dari orang
tua tidak akan dihayati atau diapresiasi jika tidak ada pancaran
kewibawaan dan kepercayaan orang tua, terciptanya
komunikasi dialogis antara orang tua dan anak. penghayatan
dan pengapresiasian anak terhadap motivasi dan dorongan
orang tua untuk memiliki dan mengembangkan nilai moral
dasar tampak dalam perilaku kesehariannya.
d. Dialog orang tua dengan anak
Dialog-dialog yang dilakukan dalam keluarga penuh
dengan suasana demokratis, peringatan-peringatan terhadap anak-
anaknya disampaikan dengan bijak (kebapak atau keibuan), asih
dan asuh sehingga dengan penuh sadar dan kepercayaan diri, anak
akan mematuhuinya. Kepatuhan anak-anak terhadap kemauan dan
peringatan orang tuanya telah membangun rasa dan kepercayaan
41
diri secara penuh kepada orang tua (Moh Shochib, 1998: 84).
Penghayatan dan apresiasi diri mereka terhadap orang tua membuat
dialog dalam keluarga benar-benar diapresiasi sesuai dengan rasa
keanakan mereka. Mereka merasakan adanya kedekatan,
keakraban, kebersamaan, dan keterpautan diri kepada keluarga.
e. Penataan suasana psikologis
Salah satu bentuk penataan suasana psikologis keluarga
yaitu dengan memahami dan mengerti motivasi belajar. Hal yang
dapat dilakukan agar memahami dan mengerti motivasi belajar,
yaitu orang tua menciptakan suasana keluarga yang sarat dengan
rasa kebersamaan, keakraban, kedekatan, komunikasi sambung
rasa dengan anak, pemberian teladan-teladan, sikap terbuka, serta
kesatuan dalam melaksanakan nilai moral dasar dalam kehidupan
keseharian keluarga (Moh Shochib, 1998: 84).
f. Penataan sosiobudaya
Penataan sosiobudaya dalam keluarga diantaranya yaitu
membudayakan kaidah-kaidah nilai moral dasar, sosial, ilmiah,
ekonomi, kebersihan, dan demokrasi dalam kehidupan anak-
anaknya (Moh Shochib, 1998: 84). Penataan sosiobudaya terhadap
tumbuh anak dan remaja, senantiasa tergantung pada peranan
keluarga batih (Soerjono, 2009: 88). Apabila kaidah tersebut
dibudayakan dalam keluarga maka akan terciptanya disiplin diri
yang terpancar dari perilaku kesehariannya, seperti shalat, belajar
42
yang serius, memelihara kebersihan ruangan dalam rumah,
meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan berlaku sopan pada orang
lain meskipun orang tua sedang tidak ada di rumah.
g. Perilaku orang tua saat bertemu anak
Pertemuan kebersamaan antara orang tua dengan anak
senantiasan harus didasari oleh tampilnya nilai-nilai moral dasar.
Nilai-nilai moral yang orang tua upayakan untuk tampil dalam
setiap pertemuaan dengan anak-anaknya adalah nilai kebersihan,
nilai sosial (keakraban dan keharmonisan hubungan, dan
kesopanan), nilai ilmiah (menciptakan suasana hening jika anak
sedang belajar dan membantunya jika mengalami kesulitan), nilai
demokrasi (berdialog dengan anak-anak dalam suasana
kebersamaan, saling memiliki, dan keterbukaan), nilai tanggung
jawab (membuat dan mematuhi aturan-aturan), serta nilai
keteladanan (memberikan contoh untuk adik dan kakaknya) (Moh
Shochib, 1998: 85).
h. Kontrol orang tua terhadap perilaku anak
Perilaku anak yang memperoleh prioritas kontrol orang tua
adalah perilaku-perilaku dalam merealisasikan nilai moral dasar, di
samping nilai-nilai moral lainnya. Kontrol yang diberikan bersifat
mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan atau
mengdoktrinasi sehingga anak senantiasa berperilaku taat nilai
moral, walaupun orang tua sedang tidak berada di rumah (Moh
43
Shochib, 1998: 86). Misalnya kontrol terhadap nilai moral sosial
ditunjukkan dalam tindakan orang tua agar anak-anak selektif
dalam memilih dan bergaul dengan sahabat-sahabat karibnya.
Karena orang tua sadar bahwa dalam persahabatan juga terdapat
nilai-nilai yang bisa merusak dasar-dasar nilai moral yang telah
mereka bangun di dalam lingkungan keluarga. Kontrol yang
diberikan dengan penuh asih, asuh, dan kebijakan mnyebabkan
rasa keterpaksaan yang dialami anak pada awalnya lambat laun
berkembang menjadi kesadaran diri. Mereka menyadari bahwa apa
yang dikontrol orang tuanya, semata-mata dilakukan demi
kebaikan dan kemaslahatan dirinya.
Orang tua sebagai mentoring, yaitu orang tua menjadikan
dirinya sebagai mentor yang pertama bagi anak dalam menjalin
hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik
secara positif maupun negatif. Orang tua menjadi sumber pertama
bagi perkembangan perasaan anak seperti rasa aman, dicintai.
Terdapat lima cara dalam memberikan kasih sayang kepada anak,
yaitu mendengarkan serta ikut merasakan apa yang dirasakan oleh
anak, berbagi wawasan, pengetahuan, emosi, dan keyakinan
kepada anak, memberikan penguatan, kepercayaan, apresiasi, dan
dorongan kepada anak, mendoakan anak secara ikhlas serta
memberikan pengorbanan kepada anak dalam hal ketersediaan
waktu serta melayani kebutuhan anak (Ayun, 2016: 106).
44
i. Nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang
diupayakan kepada anak
Penempatan dan pengupayaan nilai moral dasar sebagai
dasar pijakan berperilaku orang tua dilandasi oleh kesadaran
mereka bahwa nilai dasar (agama) dapat menjadi benteng kokoh
untuk mencegah anak-anaknya melakukan penyimpangan-
penyimpangan perilaku (berani kepada orang tua, minum-minuman
keras, atau berkelahi) (Moh Shochib, 1998: 87). Oleh karena itu,
disiplin belajar merupakan hal yang penting terutama belajar
agama Islam dan disiplin beribadah, karena hal tersebut dapat
membawa pengaruh atau tingkah laku anak yang lain dalam
kehidupan sehari-hari.
B. Tinjauan Tentang Kedisiplinan Anak dalam Beribadah
1. Pengertian Kedisiplinan
Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar
(Subur, 2015: 297). Dari kata ini muncullah kata Disciplina yang
berarti pengajaran atau pelatihan. Dalam penggunaannya kata disiplin
mengalami perkembangan makna ke dalam dua pengertian. Pertama,
disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan, tatanan,
norma, atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua,
disiplin sebagai latihan, pembiasaan yang bertujuan mengembangkan
diri agar terbiasa berperilaku tertib. Disiplin ialah tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
45
peraturan (Muhammad & Kusumaning, 2016: 192). Makna dasar
disiplin ialah tertib (Edi & Chaerul, 2009: 9). Dalam pengertian yang
lebih luas, disiplin sama maksudnya dengan kepatuhan atau ketaatan
terhadap semua aturan dan tatanan yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk berdisiplin,
dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, Allah Swt
berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 59:
أطيعوا آمنوا الذين أيها يا سول وأطيعوا للا األمر وأولي الر
وه شيء في تنازعتم فإن منكم إلى فرد سول للا ؤمنون ت كنتم إن والر
تأويال وأحسن خير ذلك اآلخر واليوم بالل
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An-Nisa ayat 59)”.
Hakekat disiplin adalah perwujudan sikap mental yang
mengandung kesadaran, penghormatan, kerelaan, dalam menaati
semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam
menunaikan tugas dan tanggung jawab (Subur, 2015: 297). Atau
disiplin dengan bahasa yang lebih singkat adalah perilaku yang tepat
dan tetap. Tepat artinya sesuai norma, dan tetap berarti konsisten.
Disiplin dapat diwujudkan dalam bentuk disiplin waktu, disiplin kerja,
disiplin bermasyarakat dan berbangsa, disiplin beragama, dan lain-lain.
46
2. Tujuan Disiplin
Tujuan dari disiplin adalah untuk membina anak agar belajar
menguasai dirinya (Alex Sobur, 1991: 32). Selanjutnya, penguasaan
diri itu punya manfaat macam-macam. Misalnya, untuk mencapai
sesuatu keinginan pribadi, atau menjaga nama baik dengan tidak
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan lingkungannya.
Tujuan disiplin bukan untuk mengekang kebebasan, tetapi justru untuk
memberi kebebasan dalam lingkup yang aman. Misalnya, kita
mengatakan pada anak, “bermainlah di halaman, tapi jangan sampai ke
luar pagar.” Dalam hal ini, si anak mendapat kebebasan bermain, tapi
di tempat yang aman dari lalu lintas ramai. Di luar pagar ada
kemungkinan ia cedera, karena di sana memamng bukan tempat untuk
bermain.
3. Macam-Macam Disiplin
Disiplin waktu dalam keluarga terbagi menjadi beberapa hal
(Safrudin, 2015: 223-226) diantaranya:
a. Disiplin Waktu dalam Beribadah
Beribadah dalam setiap keluarga adalah sebuah kewajiban.
Beribadah ini tidak hanya dimaknai sebatas menjalankan shalat
bagi umat Islam semata, namun beribadah dalam arti menjalin
interaksi sosial dalam satu keluarga secara harmonis juga bernilai
ibadah. Begitu pula dengan melakukan pekerjaan rumah apabila
dilakukan dengan ikhlas dapat pula bernilai ibadah (Safrudin,
47
2015: 223). Setiap anak bagi keluarga muslim hendaknya diberikan
kewajiban berdisiplin shalat sebanyak lima waktu dalam sehari
semalam. Hal ini selain bersifat kewajiban, shalat merupakan
sarana penanaman disiplin waktu dalam proses pelaksanaannya.
Disiplin dalam beribadah pada hakikatnya sebagai upaya
agar setiap keluarga mampu menjalankan kehidupan secara
seimbang antara dunia dan akhirat. Sehingga kedua-duanya dapat
diperoleh kebahagiaan. Disiplin dalam beribadah bukan berarti
bersifat menyiksa atau membatasi privasi kesibukan seseorang.
Namun, disiplin beribadah lebih memberikan rasa bahagia dan
ketentraman bagi setiap keluarga.
b. Disiplin Waktu dalam Bekerja
Disiplin dalam bekerja dapat dipahami dalam dua sisi yakni
bekerja secara profesional yang diperankan orang tua dalam dunia
kerja serta bekerja di rumah yang dilakukan oleh setiap anggota
keluarga (Safrudin, 2015: 224). Seorang kepala keluarga secara
sosiologis harus mampu mencukupi kebutuhan secara primer
maupun sekunder. Kecukupan kebutuhan tersebut dapat terealisasi
melalui usaha seorang ayah dalam bekerja secara disiplin. Karena
beban berat dalam mengelola keluarga, setiap kepala keluarga
harus mampu membagi waktu dalam bekerja secara tepat. Pagi
hingga sore dioptimalkan untuk mencari nafkah secara halal.
Sedangkan malam harinya diperuntukan berfikir merencanakan
48
program kerja keesokan harinya sembari berdo’a, di sela-sela
waktu istirahatnya. Bahkan adapula kepala keluarga yang masih
produktif menghasilkan berbagai karya dan finansial di sela-sela
waktu istirahatnya dengan menuliskan ide-idenya menjadi produk
ilmiah yang disumbangkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan. sumbangan inilah yang mungkin dapat dikatakan
sebagai sedekah ilmiah.
Sebaliknya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan dalam
keluarga khususnya di rumah perlu ditanamkan kepada anak sejak
usia dini disesuaikan dengan usia dan tingkat kemampuan yang
dimilikinya. Setelah anak tumbuh dalam usia sekolah, anak
terbiasa melakukan pekerjaan rumah membantu orang tuanya
secara disiplin dengan tidak mengganggu jam belajarnya. Kita bisa
melihat berbagai produk anak-anak masa klasik mereka tumbuh
menjadi anak yang mandiri, kreatif, dan disiplin dikarenakan
mereka terbiasa melakukan pekerjaan membantu kedua orang
tuanya. Berbeda dengan anak sekarang, sebagian besar dari mereka
lebih memprioritaskan bermain game dan jenis permainan lainnya
dari pada melakukan suatu pekerjaan di rumahnya (Safrudin, 2015:
225).
c. Disiplin Waktu dalam Belajar
Setiap anak dalam keluarga hendaknya diberikan
kesempatan dan waktu untuk belajar secara tepat waktu (Safrudin,
49
2015: 225). Kebiasaan belajar ini hendaknya ditanamkan anak
melalui pemberian jadwal yang tepat, misalnya belajar agama
dilakukan sore hari, belajar materi pelajaran dilakukan malam hari,
dan pagi hari setelah shalat subuh ataupun waktu-waktu efektif
lainnya yang disesuaikan dengan kebiasaan setiap keluarga.
Melalui disiplin dalam belajar, seorang anak hendaknya
senantiasa diberikan motivasi dalam mendukung proses tersebut.
Adapun bentuk motivasi ini dapat berupa hadiah, himbauan,
mendatangkan guru privat, memberikan pertanyaan kritis, dan
kreatif serta bentuk motivasi lainnya yang disesuaikan dengan
tingkat kesenangan anak. Sebagai catatan, kedua orang tua
hendaknya ikut dalam proses belajar anak-anaknya sehingga materi
yang sedang dipelajari dapat terkontrol secara optimal.
d. Disiplin Waktu dalam Bersilahturahmi
Secara umum silahturahmi dapat dipahami dengan menjalin
hubungan tali persaudaraan baik dengan kerabat maupun orang lain
(Safrudin, 2015: 225). Silahturahmi ini selain sebagai ajaran Islam
juga menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia pada saat lebaran.
dalam proses tersebut, mereka saling merelakan kesalahan yang
telah diperbuatnya dan mengokohkan kembali hubungan yang
selama ini terbilang kurang erat.
Selain itu, silaturahmi adalah bentuk perwujudan dari
kecerdasan sosial. Karena melalui momentum ini hubungan dan
50
interaksi sosial antar sesama terjalin dan mampu menumbuhkan
simpati maupun empati terhadap orang lain. Silahturahmi menjadi
kebutuhan manusia, karena posisi manusia selama hidup selain
manjadi makhluk individu juga mutlak menjadi makhluk sosial
yang memerlukan interaksi dan komunikasi dengan sesamanya.
Sehingga melalui silahturahmi setiap orang dapat besikap bijak
dalam memahami kehendak orang lain atau kerap disebut cerdas
secara sosial yakni sebuah kemampuan untuk memahami dan
mengelola hubungan dengan orang lain. Keluarga yang sukses
tentunya membiasakan diri untuk bersilahturahmi guna
mengembangkan kecerdasan sosial dan menjalin hubungan
kekerabatan dengan sesama (Safrudin, 2015: 226).
e. Disiplin Waktu dalam Kebersamaan
Kebersamaan dalam keluarga adalah sesuatu yang amat
istimewa dalam sebuah keluarga. Dapat dibayangkan apabila
kebersamaan antara ayah, ibu, dan anak tidak pernah tercapai
tentunya menjadi beban pskologis diantara mereka. Seorang ayah
yang sibuk dengan urusan kantor, seorang ibu yang sibuk dengan
perihal urusan wanita dan seorang anak yang sibuk sendiri dengan
kegiatan bermain dan sekolah menjadikan mereka memiliki arah,
jalan, tujuan sendiri-sendiri. Sehingga kerap kali keluarga model
seperti ini tidak pernah merasakan nikmatnya hidup dalam
keluarga (Safrudin, 2015: 226).
51
Kebahagiaan dan kebersamaan tidak selamanya
memerlukan biaya dan sarana yang mahal. Namun, kebersamaan
berkumpul di rumah, atau dalam rekreasi alam yang serba gratis
perlu dilakukan secara tepat, misalnya dalam waktu seminggu
sekali ataupun sebulan sekali. Kebersamaan ini selain
menumbuhkan rasa memiliki dan mengayomi juga mempererat dan
mengakrabkan kembali hubungan antara orang tua dengan anak
ataupun sebaliknya.
4. Kegunaan Disiplin
Di balik keteraturan dan keterarahan hidup manusia terdapat
kedamaian, keberhasilan, dan kebahagiaan yang merupakan dambaan
setiap insan. Sepanjang hidupnya, manusia membutuhkan suasana
yang aman dan harmonis. Kebutuhan dan harapan akan keadaan
seperti inilah yang mendorong manusia untuk berdisiplin diri. Karena
setiap manusia adalah makhluk individual dan sosial, maka manfaat
disiplin diri tersebut dirasakan oleh pribadi yang bersangkutan maupun
orang-orang di sekitarnya.
a. Bagi diri sendiri
Disiplin diri sendiri dapat memungkinkan orang mencapai
keberhasilan usaha. Setiap manusia yang sedang belajar tentu
mengharapkan supaya ia berhasil. Seorang pelajar, misalnya sangat
menginginkan keberhasilan dalam ujian akhir maupun ujian
semester atau seorang mahasiswa yang berharap agar skripsi, tesis,
52
atau disertasinya dapat selesai pada waktunya. Untuk mencapai
keberhasilan, maka berbagai macam tuntutan dan persyaratan harus
dipenuhi. Dalam hal ini, pengendalian diri dari berbagai
kecenderungan yang dapat menghambat kelancaran usaha tersebut
atau pengaturan waktu sangat penting. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa keinginan untuk mencapai keberhasilan dalam
karya mendorong seseorang untuk berdisiplin diri (Dolet
Unaradjan, 2003: 17).
Jika kita memiliki keutamaan disiplin dan menjadi orang
disiplin, kita mengadakan dan bekerja dengan disiplin beserta
segala tuntunannya, sejak merencanakan dan melaksanakan
kegiatan, dan mengevaluasi hasil dan mengambil tindak lanjut.kita
datang dan memulai kegiatan dan mengakhirinya pada waktu yang
sudah ditetapkan (Mangunnhardjana, 2016: 126). Pada waktu
melaksanakan kegiatan, kita mendayagunakan segala pikiran, hati,
tekad, dan tenaga, serta segala kecapakan dan kemampuannya.
Meskipun demikian, kita tidak terkena stres, dan dapat hidup dan
melakukan kegiatan dan kerja dengan tenang. Karena kita memiliki
gaya hidup antisipatif-aktif-reflektif (antisipasion, active,
reflective).
b. Bagi orang lain
Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial
membuat disiplin diri juga berfungsi ganda. Selain berguna untuk
53
orang yang bersangkutan, disiplin diri juga berguna untuk orang
lain. Sebagai anggota masyarakat, pola hidup disiplin dari
seseorang akan ditiru oleh orang lain, terutama pribadi-pribadi
yang telah mengalami efek positif dari cara hidup ini. Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa disiplin diri berguna bagi setiap
individu maupun masyarakat di mana ia menjadi anggotanya
(Dolet Unaradjan, 2003: 20).
5. Pengertian Ibadah
Ibadah dapat diartikan dengan berbakti, berkhidmat, patuh,
tunduk, serta mengesakan Allah Swt (Zulkifli, 2017: 11). Ibadah
dilakukan dengan penuh ketaatan kepada Allah Swt dengan harapan
ridho dan perlindungan dariNya. Serta dilakukan harus sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Rasulullah Saw. Arti ibadah, yaitu penyembahan
seseorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan
merendahkan diri serendah-rendahnya, dengan hati yang ikhlas
menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama (Slamet & Suyono,
1998: 11). Ibadah inilah yang menjadi tujuan dari pencipataan
manusia, Allah Swt berfiman dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56-58:
رزق من منهم أريد ما ليعبدون إال واإلنس الجن خلقت وما
إن يطعمون أن أريد وما اق هو للا ز ة ذو الر المتين القو
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki
sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
54
Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh (QS Adz Dzariyat ayat 56-58).
Dari ayat di atas bahwasannya penciptaan jin dan manusia yaitu
untuk beribadah kepada Allah Swt, untuk menaati segala perintahNya,
dan menjauhi segala laranganNya. Secara garis besar ibadah itu dapat
dikategorikan menjadi dua bagian (Zulkifli, 2017:11), yaitu:
a. Ibadah Mahdhah (pokok)
Kelompok ibadah ini adalah segala sesuatu yang menjadi
rukun Islam, apabila hilang salah satu ibadah tersebut di saat syarat
wajib untuk melaksanakannya terpenuhi, maka akan mengakibatkan
kurang dan bahkan batalnya status keislaman seseorang. Ibadah
mahdhah ialah yang hanya berhubungan dengan Allah semata
secara vertikal (Zulkifli, 2017: 25). Macam ibadah ini anatar lain,
shalat yang harus diawali dengan bersuci dan disertai pengasahan
syahadat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah bentuk ini dilaksanakan
dengan prinsip (Zulkifli, 2017: 25), sebagai berikut:
1) Keberadaan ibadah ini harus ada dalil perintahnya, baik dari
Allah Swt maupun Rasulullah Saw. Dengan kata lain bahwa
ibadah dalam bentuk ini tidak boleh ada atau terlarang adanya
jika atidak ada dalil yang memerintahkannya.
2) Bentuk, sifat serta tata caranya harus berdasarkan contoh
Rasulullah Saw.
3) Sifat ibadah ini adalah supra rasional, sebab keberadaan serta
bentuk tata caranya di luar jangkauan akal manusia atau bukan
55
pertimbangan akal, tetapi murni wahyu Allah Swt dan disebut
juga dengan ta’abbudy yaitu penghambaan semata.
b. Ibadah Ghairu Mahdhah (ibadah yang bukan pokok)
Ibadah dalam bentuk ini tidak selalu menyangkut antara
hamba dengan hamba yang lainnya secara horizontal, disebut juga
ibadah umum (Zulkifli, 2017: 26). Prinsip ibadah ini, yaitu:
1) Keberadaannya selama tidak ada dalil yang melarang dan
selalu ada kemaslahatan, seperti membangun rumah sakit,
sekolah, jalan raya dan lain-lain maka ibadah seperti ini dapat
dilaksanakan.
2) Tata caranya tidak perlu harus mengikuti contoh Rasulullah
Saw.
3) Sifat ibadah ini sangatlah rasional, realistis dan aktual, sebab
keberadaannya, tata cara dan tujuannya dapat diukur dengan
kacamata manusia atau pertimbangan akal.
4) Azaz dalam ibadah ini adalah manfaat atau kemaslathatan atau
dilakukan dalam rangka menghindari mudharat (kesengsaraan).
Dari pengertian di atas mengenai disiplin dan ibadah, maka
peneliti menyimpulkan bahwa pengertian disiplin beribadah, yaitu
ketaatan dan kesadaran seseorang yang berusaha untuk memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, pembiasaan,
latihan, memahami, menghayati, serta mengamailkan ajaran agama
Islam. Semua hal yang dilakukan dapat digolongkan ibadah, jika
56
segala sesuatu yang dilakukan dengan niat, dan ikhlas karena Allah
Swt. Dalam ajaran agama Islam, semuanya diatur mulai dari kita
bangun tidur sampai tidur kembali. Dalam melatih anak agar
disiplin beribadah dimulai dari usia dini dengan hal-hal yang kecil,
misalnya ketika adzan berkumandang anak dibiasakan agar segera
menunaikan ibadah shalat pada awal waktu, melatih anak agar
dermawan (shadaqoh), yaitu dengan cara melatih anak agar senang
memberi kepada orang yang sedang membutuhkan bantuan, dan
lain-lain.
C. Tinjauan Mengenai TNI
1. Pengertian TNI
Singkatan dari Tentara Nasional Indonesia yang berada di
naungan presiden republik Indonesia sebagai kekuatan inti
SISHANKAMRATA (Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta)
yang menjaga NKRI dari berbagai ancaman dan serangan dari dalam
maupun luar (KEPUTUSAN DANKODIKLAT TNI AD NOMOR
KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER 2011).
2. Sapta Marga TNI
a. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
bersendika Pancasila.
b. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela Ideologi Negara
yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.
57
c. Kami Kesatria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
d. Kami prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, adalah
Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.
e. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, memegang
teguh disiplin patuh dan taat kepada Pimpinan serta menjunjung
tinggi sikap dan kehormatan Prajurit.
f. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta
senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa.
g. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setia dan
menepati janji, serta sumpah Prajurit (Amiroeddin, 1996: 102)
3. Delapan Wajib TNI
a. Bersikap ramah tamah terhadap rakyat.
b. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.
c. Menjunjung tinggi kehormatan wanita.
d. Menjaga kehormatan diri di muka umum.
e. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannya.
f. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.
g. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi
kesulitan rakyat sekelilingnya (KEPUTUSAN DANKODIKLAT
TNI AD NOMOR KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER
2011).
58
4. Sumpah Prajurit
Saya bersumpah demi Allah:
a. Setia kepada Pemerintah dan tunduk kepada Undang-Undang
b. Tunduk kepada Hukum Tentara
c. Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab
kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia
d. Memegang teguh disiplin Tentara, berarti tunduk, setia, hormat
serta taat kepada atasan dengan tak membantah perintah atau
putusan.
e. Memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya (Amiroeddin,
1996: 101).
5. Disiplin Militer
Disiplin militer merupakan suatu ketaatan yang dilandasi oleh
kesadaran lahir dan batin atas pengabdian nusa dan bangsa serta
merupakan perwujudan pengendalian diri untuk tidak melanggar
perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit (Amiroeddin, 1996: 29).
Dalam undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 1997 pasal 1 ayat (1)
menjelaskan bahwa:
“Disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap prajurit
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang didukung oleh
kesadaran yang bersendika Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk
menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai
dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia”.
59
Dari beberapa landasan dan pedoman TNI di atas dapat
diketahui, bahwa dalam pendidikan TNI memuat salah satunya
pendidikan keagamaan yang dianut oleh setiap anggota sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing, serta pendidikan karakter disiplin.
Tidak ada peraturan untuk melaksanakan ibadah, di dalam sapta marga
TNI juga disebutkan bahwa setiap anggota prajurit TNI harus
menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segla laranganNya
(taqwa), tetapi mereka diberi kesempatan untuk malaksanakan ibadah,
karena di dalam lingkungan TNI bukan hanya sekedar disiplin militer
saja, tetapi juga diterapkan adanya disiplin beribadah, yaitu adanya
keyakinan serta taat dan patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
hal tersebut merupakan nilai dasar (agama) sebagai dasar pijakan
berperilaku atau sebagai benteng yang kokoh. Oleh karena itu, disiplin
beribadah dan belajar agama Islam merupakan hal yang penting karena
hal tersebut dapat membawa pengaruh atau tingkah laku yang laiin
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dijadikan dasar sebagai
orang tua yang berprofesi sebagai TNI untuk mendidik anak-anaknya
untuk berdisiplin ibadah tanpa kekerasan, sesuai dengan pendidikan
yang telah ditempuh orang tua sebelumnya.
60
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga
1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga
a. Masa Sebelum Pembentukan Batalyon K
Pada tahun 1950 di Jawa Tengah tepatnya didaerah Solo
berdiri Brigade 5 yang kemudian berubah menjadi Brigade
Panembahan Senopati ( Brigade Petugas ) dan mempunyai 3
Batalyon masing-masing Batalyon 351 berkedudukan di Klaten
dengan Komandannya Mayor Soenitiyoso, Batalyon 352 serta
Batalyon 353 dengan Komandannya Mayor Sudigdo.Batalyon 351
kemudian mendapat tugas operasi APRA dan penumpasan DI/TII
Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat (Sumber: Dokumentasi Sejarah
Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).
Pada tahun 1951 ketiga Batalyon tersebut dilebur menjadi 4
Batalyon masing-masing dengan nama Batalyon 415, Batalyon
416, Batalyon 417 dan Batalyon 418 keseluruhan dibawah
Resimen Infanteri 15 Batalyon 415 yang dipimpin oleh Mayor
Sudigdo dan berkedudukan di Kleco ( Solo ) hanya berusia 1 tahun
sebab pada tahun 1952 telah diubah namanya menjadi Batalyon
444 begitupun Batalyon 416, Batalyon 417,dan Batalyon 418
direorganisasi menjadi Batalyon 445 dan Batalyon 446. Karena
Mayor Sudigdo dipindah tugaskan, maka pimpinan batalyon
61
diserahkan kepada Mayor Sudiro untuk kemudian pimpinan
batalyon diserah terimakan kepada Mayor Ranoewidjojo (Sumber:
Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis
411/Pandawa).
b. Penggabungan Batalyon 444 dan Batalyon 446 menjadi Batalyon
K
Tahun 1961 Resimen Infanteri 15 berubah namanya
menjadi Brigade Infanteri 6 dan Batalyon dilingkungan Brigade
Infanteri 6 pun direorganisasi masing-masing menjadi Batalyon
444, Batalyon 445, Batalyon 446 dan Batalyon 451, Batalyon 444
dipimpin berturut-turut oleh Mayor Marwotosoeko, Mayor Soeryo
Soesilo, ( Eks ) Mayor Kaderi. Sedangkan Batalyon 446 dipimpin
berturut-turut oleh Mayor Samsoeharto, Mayor Soerono dan Mayor
Soedarso (Sumber: Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif
Mekanis 411/Pandawa).
Pada tahun 1961 Batalyon-Batalyon dalam jajaran Brigade
Infanteri 6 secara bergantian ditugaskan didaerah CBN IV dan
Jawa Barat dalam operasi pemulihan keamanan dalam negeri.
Sedangkan dari bulan April 1954 sampai dengan bulan Mei 1965
seluruh Batalyon yang tergabung dalam jajaran Brigade Infanteri 6
melaksanakan tugas operasi dalam rangka penumpasan DI/TII
Kahar Muzakar di daerah Sulawesi (Sumber: Dokumentasi Sejarah
Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).
62
Pada tanggal 1 Agustus 1965 Batalyon-batalyon dalam
jajaran Brigade Infanteri 6 direorganisasi menjadi Batalyon K,
Batalyon L dan Batalyon M. Batalyon K inilah yang nantinya akan
menjadi Batalyon 411, Batalyon K berkedudukan di Kleco ( Solo )
dan dipimpin oleh ( Eks ) Mayor Kaderi Ranoewidjojo (Sumber:
Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis
411/Pandawa).
c. Batalyon K menjadi Batalyon Infanteri 411
Selama masa BP di Kalimantan selatan ,Batalyon K
bertugas mengamankan wilayah Kalimantan Selatan dikenal
dengan Operasi Dwikora yang mencakup tugas pembinaan
teritorial.
Berdasarkan Surat Keputusan Pangdam VII/Diponegoro
Nomor : Skep-8/2/1966 tanggal 7 Pebruari 1966 dan Surat Perintah
Komandan Brigade Infanteri 6 Nomor : Sprin-4119/5/1966 tanggal
3 Mei 1966, maka Batalyon K berubah menjadi Batalyon Infanteri
411 /Pandawa Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah
Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).
Bulan April 1967 setelah tugas Operasi Dwikora selesai,
Pasukan Yonif 411 kembali ke Pulau Jawa, langsung dipindahkan
dari Kleco ke Klaten. Jabatan Komandan Batalyon diserah
terimakan dari Letkol Bambang Soesilo kepada Letkol
Soegiri.Tugas Letkol Soegiri adalah membersihkan personel sisa-
63
sisa pengaruh PKI Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah
Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).
Setelah Pasukan menempati pangkalan di Klaten, oleh
Letkol Soegiri seluruh Pasukan dicutikan dengan maksud
mengamankan alat persenjataan. Pada masa cuti tersebut, para
Perwira yang dicurigai terlibat G 30 S/PKI dibebas tugaskan dan
Bintara/ Tamtama yang dicurigai dipindah tugaskan ke Irian Jaya.
Sisa Pasukan hanya 61 orang. Untuk mengisi kekosongan, Letkol
Soegiri menerima 104 orang Bintara dari Brigif 4, 399 orang
Tamtama dari Dodik 5 Klaten serta beberapa orang Perwira lulusan
AKABRI. Saat itulah, yakni peremajaan personel Batalyon yang
bersih dari pengaruh PKI dijadikan sebagai hari lahir Batalyon
Infanteri 411 yaitu tanggal 1 Juni 1967 Ranoewidjojo (Sumber:
Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis
411/Pandawa).
2. Letak Geografis
Yonif 411/Pandawa Salatiga terletak di dua kelurahan
(kelurahan Tegalrejo dan kelurahan Kalicacing) dan dua kecamatan
(Argomulyo dan kecamatan Sidomukti) di Salatiga.
64
Tabel 3.1.
Batas-batas wilayah Yonif 411/Pandawa Salatiga.
NO Arah Mata Angin Lokasi
1. Utara Jl. Ahmad Yani
2. Selatan Jl. Veteran
3. Timur Jl. Jenderal Sudirman
4. Barat Jl. Gang Ngeblok
Sumber: Dokumentasi Yonif 411/Pandawa Salatiga
3. Visi Misi TNI-AD
Visi: Solid, Profesional, Tangguh, Modern, Berwawasan Kebangsaan,
dan Dicintai Rakyat.
Misi:
1. Mewujudkan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan jajaran
TNI Angkatan Darat yang profesional dan modern dalam
penyelenggaraan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia
di darat.
2. Meningkatkan dan memperkokoh jatidiri prajurit TNI Angkatan
Darat yang tangguh, yang memiliki keunggulan moral, rela
berkorban dan pantang menyerah dalam menjaga kedaulatan
negara dan mempertahankan integritas keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Sapta Marga dan
Sumpah Prajurit.
65
3. Mewujudkan kualitas prajurit TNI Angkatan Darat yang memiliki
penguasaan ilmu dan keterampilan prajurit melalui pembinaan
doktrin, pendidikan, dan latihan yang sistematis, dan meningkatkan
kesejahteraan.
4. Mewujudkan kemanunggalan TNI-Rakyat sebagai roh kekuatan
TNI Angkatan Darat dalam upaya pertahanan negara.
Mewujudkan kesiapan operasional penindakan ancaman
baik dalam bentuk ancaman tradisional maupun non tradisional.
Mewujudkan kerjasama militer dengan negara-negara sahabat
Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan
Yonif Mekanis 411/Pandawa).
4. Kegiatan keagamaan di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
a. Yasin dan tahlil
Di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga ada
sebuah masjid yang bernama masjid Nur Istiqlal dimana semua
kegiatan keagamaan islam berpusat di masjid tersebut. Mulai dari
shalat, anggota TNI Angkatan Darat melakukan shalat berjama’ah
di masjid Nur Istiqlal khususnya shalat maghrib. Setiap hari setelah
selesai melaksanakan shalat maghrib berjama’ah lalu dilanjutkan
dengan kegiatan pembacaan yasin dan tahlil yang dilakukan oleh
setiap kompi sesuai dengan jadwal siaga. Tetapi, ada juga
pembacaan yasin dan tahlil yang dilakukan serempak oleh seluruh
anggota TNI Angkatan Darat di lingkungan Asmil Yonif
66
411/Pandawa Salatiga, yaitu pada hari kamis yang dilaksanakan
setelah shalat isya berjama’ah. Selain itu, ibu-ibu di lingkungan
Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga juga mempunyai perkumpulan
sendiri, perkumpulan tersebut kegiatannya juga tidak jauh berbeda
dengan perkumpulan bapak-bapak, yaitu kegiatan pembacaan tahlil
dan yasin dan tausiyah yang dilaksanakan setiap hari kamis pukul
09.00 WIB di masjid Nur Istiqlal (Sumber: Dokumentasi Sejarah
Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).
b. Tempat belajar agama/TPQ
Selain digunakan untuk shalat dan kegiatan agama islam
yang lainnya, masjid Nur Istiqlal yang berada di lingkungan Asmil
Yonif 411/Pandawa Salatiga juga digunakan untuk belajar agama
anak-anak mulai dari membaca al-Qur’an, fiqh, aqidah akhlak dan
lai-lain. Disana ada guru ngaji yang berasal dari penduduk yang
berada di luar lingkungan Asmil. Selain itu, ada guru ngaji lain
yang mengajar di rumahnya, yaitu salah satu istri dari penduduk
Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga. Menurut penduduk Asmil
Yonif 411/Pandawa Salatiga bapak PD:
“disini juga ada guru ngaji tidak hanya di TPQ di masjid
Nur Istiqlal, yaitu di rumahnya ibu Danuri, lebih dekat dari rumah
tidak perlu turun ke bawah ke TPQnya, jadi saya juga bisa
mengontrol anak saya”. (W/PD/07-12-2017/10.30 WIB)
Jadi, dapat diketahui bahwa semua guru menggunakan
metode atau cara mengajar yang berbeda-beda, sesuai dengan
kondisi anak (peserta didik). Tidak hanya belajar al Qur’an, di dua
67
tempat belajar agama tersebut guru juga mengajarkan cara
beribadah (fiqh), akhlak, dan lain-lain sesuai dengan jadwal yang
sudah ditentukan.
B. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Kondisi Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi
Markas/Mayangkara
Jumlah penduduk Kompi Markas/Mayangkara terdapat 110
KK, penduduk laki-laki berprofesi sebagai TNI, sedangkan penduduk
perempuan selain sebagai ibu Persit juga memiliki profesi lain. Berikut
profesi/mata pencaharian dihitung melalui jumlah KK/penduduk
perempuan:
Tabel 3.2.
Profesi/Mata Pencaharian Penduduk Perempuan di Kompi
Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga
NO Pekerjaan/Profesi Jumlah
1. Wirawasta/pedagang 6
2. Karyawan/pegawai swasta 9
3. PNS 5
4. Guru 14
5. Perawat & Bidan 11
6. Polwil 1
7. Dll 64
68
Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif
411/Pandawa Salatiga
2. Kondisi Pendidikan Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
Kompi Markas/Mayangkara
Adapun pendidikan penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara bervariasi mulai dari SD hingga
Perguruan Tinggi, sebagai berikut:
Tabel 3.3.
Pendidikan Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
Kompi Markas/Mayangkara
NO Jenis Pendidikan Banyaknya Orang
1. SD 0
2. SMP 0
3. SMA 140
5 Perguruan Tinggi S1 47
Jumlah 187
Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif
411/Pandawa Salatiga
69
3. Kondisi Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
Kompi Markas/Mayangkara
Tabel 3.4.
Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara Berdasarkan Keluarga (KK)
NO Agama Jumlah
1. Islam 101
2. Kristen Khatolik 8
3. Kristen Protestan 0
4. Hindu 0
5. Budha 1
Jumlah 110
Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif
411/Pandawa Salatiga
Dari tabel di atas dapat disimpulkan, bahwa penduduk Agama
Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi
Markas/Mayangkara mayoritas memeluk agama Islam, hanya beberapa
keluarga saja yang memeluk agama non muslim. Mereka hidup rukun,
saling menghargai satu sama lain.
70
4. Kondisi Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga Kompi Markas/Mayangkara
Tabel 3.5.
Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
Kompi Markas/Mayangkara
NO Jenis Pendidikan Jumlah
1. Belum Sekolah 74
2. PAUD 1
3. TK 25
4. SD 29
5. SMP 4
6. SMA 1
7. POLRI 1
Jumlah 135
Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif
411/Pandawa Salatiga
Dari tabel di atas, keberagaman jenis pendidikan anak di
lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi
Markas/Mayangkara, sehingga peneliti dapat mengetahui cara atau
metode yang digunakan orang tua untuk mendidik anaknya sesuai
71
dengan tingkat perkembangan anak agar disiplin beribadah, yang
menjadi fokus penelitian yaitu anak yang berumur 7-12 tahun.
C. Hasil Penelitian
1. Peran pendidikan keluarga TNI dalam membentuk karakter
disiplin anak dalam beribadah
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti laksanakan dalam
mengamati kegiatan sehari-hari di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga
Kompi Markas/Mayangkara dimana akan disajikan dalam bentuk
deskriptif. Orang tua dalam hal ini yang berprofesi sebagai anggota
TNI-AD mempunyai cara mendidik yang hampir sama. Dimana
anggota TNI-AD yang memiliki konsep berbasis kedisiplinan yang
mereka peroleh sejak pendidikan yang pernah ditempuh, maka hal ini
diimplementasikan dalam mendidik anaknya pula. Sehingga anak juga
akan memiliki sikap disiplin dalam hal apapun jika orang tuanya
menanamkan sikap disiplin tersebut mulai sejak dini. Mulai dari
bangun tidur anak dilatih agar tepat waktu, jika anak bangun kesiangan
maka kegiatan yang lainnya juga akan terhambat, oleh sebab itu anak
dilatih untuk berdisiplin mulai dari membangunkan anak untuk bangun
pagi melaksanakan shalat subuh apabila anaknya masih kecil, ketika
anak sudah menjelang dewasa maka akan tumbuh atau sadar dengan
sendirinya jika dilatih sejak dini. Lalu orang tua (bapak) di Asmil
Yonif 411/Pandawa Salatiga setiap pagi jam 05.30-06.30 WIB
melaksanakan olahraga, setelah itu orang tua (bapak) pulang untuk
72
mengantar anaknya pergi ke sekolah. Sedangkan para ibu menyiapkan
makan dan ada juga yang mengantar anak ke sekolah.
Setelah itu orang tua (bapak) berangkat bekerja sampai dengan
pukul 11.00 WIB setelah itu pulang untuk menyempatkan waktu
bersama keluarga terutama anak diisi dengan berbagai macam kegiatan
seperti mendengar keluh kesah anak, bermain bersama anak, dan lain
sebagainya. Anggota TNI-AD sering ditugaskan di luar daerah
sehingga ada waktu longgar sedikit para bapak benar-benar
memanfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga. Dan para ibu
ada yang bekerja sebagai guru, perawat dan lain-lain, dan juga ada
yang memilih di rumah untuk mendidik atau merawat anaknya yang
masih kecil.
Setelah anak pulang sekolah lalu bermain atau berkumpul
bersama kedua orang tua, jam 12.00 WIB anak diajak oleh orang tua
untuk melaksanakan shalat lalu anak istirahat agar malamnya bisa
digunakan untuk belajar, setelah pukul 13.30 bapak mulai berangkat
kerja kembali sampai dengan pukul 16.00 WIB. Pada pukul 16.00 anak
mengaji di TPQ, setelah mengaji anak biasanya diizinkan untuk
bermain sampai terdengar kumandangan adzan maghrib dan apabila
anak melampaui batas atau bermain terlalu lama maka orang tua
memberi peringatan kepada anak agar tidak mengulanginya kembali,
biasanya para bapak mengajak anaknya shalat berjama’ah ketika
melaksanakan shalat maghrib dan isya untuk melatih shalat berjama’ah
73
setelah melaksanakan shalat berjama’ah biasanya para orang tua
mengulang kembali pelajaran umum atau agama yang sudah diajarkan
di sekolah, selain itu para mendampingi anak-anaknya ketika sedang
belajar sehingga apabila anak ada kesulitan maka orang tua yang
membantunya. Setelah menemani belajar, lalu mereka istirahat. Disini
peran orang tua tidak hanya ibu saja, atau bapak saja, tetapi kedua
orang tua saling mempengaruhi dalam proses perkembangan anak
terutama dalam beribadah. Karena anak adalah peniru ulung, sehingga
apa yang dilihat anak dari orang tua maka hal itulah yang akan
dilakukan oleh anak. sehingga orang tua juga harus memberi contoh
dan melatih anak agar disiplin beribadah.
Karakter yang dimiliki oleh orang tua, ibu memiliki karakter
dalam mendidik anak-anaknya, yaitu mendidik dan membentuk
karakter anak dengan penuh rasa kasih sayang dan aman, serta
memenuhi kebutuhan anak-anaknya, selain menjadi istri dari seorang
prajurit TNI, istri biasanya menjadi ibu rumah tangga, dan adapula
yang bekerja menjadi guru, bidan, dan lain-lain. Orang tua khususnya
dalam hal ini ibu, ketika ayah sedang tidak berada di rumah maka
peran ayah digantikan oleh seorang, sehingga anak lebih banyak
mendapat perhatian dan arahan dari ibunya yang menjadi ibu rumah
tangga karena mereka banyak menghabiskan waktunya bersama anak-
anaknya, dibandingkan dengan itri TNI yang bekerja. Sedangkan,
karakter seorang ayah dalam mendidik dan membentuk karakter
74
disiplin ibadah anak yaitu dengan menyadarkan anak bagaimana
menghadapi lingkungan dan situasi di luar rumah, membiarkan anak
mengenal lebih banyak hal, memotivasi anak untuk memiliki akhlak
yang baik serta giat beribadah, menemani dan menyediakan sarana-
prasarana dalam proses penunjang belajar anak, memanfaatkan waktu
dengan hal-hal yang positif bersama keluarga terutama dengan anak,
karena menjadi seorang prajurit TNI sering mendapat tugas di luar
daerah yang waktunya itu tidak singkat. Jadi, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa karakter dalam mendidik dan membentuk
karakter disiplin ibadah anak itu berbeda antara seorang ayah dan ibu,
tetapi peran mereka dalam mendidik dan membentuk karakter disiplin
ibadah anak sama-sama pentingnya, dan sama-sama berpengaruhnya
dalam proses perkembangan anak, karena pendidikan yang anak
peroleh yaitu dari lingkungan keluarga terutama orang tuanya yaitu
ayah dan ibu.
2. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak
di lingkungan TNI
Dalam menjawab rumusan masalah yang kedua peneliti
menggunakan metode interview. Metode yang digunakan orang tua
dalam mendidik dan membentuk karakter anak yaitu dengan metode
keteladan (Uswathun Khasanah) yaitu memberi contoh atau
keteladanan yang baik bagi anak-anaknya. Metode keteladanan
merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam
75
proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut
ditiru (modelling). Namun yang dikehendaki dengan metode
keteladanan dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang
keteladanan merupakan bentuk perilaku individu yang bertanggung
jawab yang bertumpu pada praktek secara langsung.
Prinsip-prinsip pelaksanaan metode keteladanan pada dasarnya
sama dengan prinsip metode pendidikan yakni menegakkan “uswah
hasanah”. Beberapa prinsip penggunaan metode keteladanan sejalan
dengan prinsip pendidikan Islam (Muhaimin & Abdul, 1993: 241),
yaitu:
a. At-Tawassu’ Fil Maqashid la fi Alat (memperdalam tujuan
bukan alat), prinsip ini menganjurkan keteladanan sebagai
tujuan bukan sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari
berkembangnya asumsi bahwa keteladanan pendidik atau
orang tua hanyalah sebuah teori atau konsep, tetapi
keteladanan merupakan tujuan. Keteladanan yang
dikehendaki disini adalah bentuk perilaku pendidik atau
orang tua yang baik.
b. Mura’atul Isti’dad Wa Thab’i (memperhatikan pembawaan
dan kecenderungan anak), sebuah prinsip yang sangat
memperhatikan pembawaan dan kecenderungan peserta
didik atau anak. dengan memperhatikan prinsip ini, maka
seorang pendidik atau orang tua hendaknya memiliki sifat
76
yang terpuji, pandai membimbing anak-anak, taat beragama,
cerdas dan mengerti bahwa memberikan contoh pada mereka
akan mempengaruhi pembawaan dan tabiatnya.
c. Min al-Mahsus Ila al Ma’qul (sesuatu yang bisa diindra ke
rasional), prinsip ini dalam metode keteladanan adalah
pengenalan yang utuh terhadap peserta didik atau anak
berdasarkan umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan
mereka. Sehingga prinsip tersebut dapat menegakkan
“uswah hasanah” (contoh teladan yang baik)terhadap peserta
didik atau anak.
Dari hal di atas, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan
kepada orang tua yang berada di lingkungan Asrama Militer Yonif 411
Pandawa Salatiga dalam melakukan kegiatan keagamaan dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Kegiatan keagamaan rutin apa saja yang sering bapak
lakukan dalam kehidupan sehari-hari?
“terutama shalat lima waktu mba, shalat jumat, biasanya
kalau habis maghrib tadarus sama ngajarin anak mengaji,
yasinan sama bapak-bapak di asrama sama shadaqah”
(W/SH/08-12-2017/12.30 WIB).
Senada apa yang diungkapkan oleh Bapak JF:
“shalat wajib, puasa sunnah senin kamis, shadaqah, shalat
jumat, tadarus itu biasanya habis maghrib, yasinan rutin
satu batalyon” (W/JF/06-12-2017/11.27 WIB).
77
Dari kedua pertanyaan di atas, dapat disimpulkan para
orang tua melakukan ibadah secara rutin baik ibadah mahdhah
(ibadah pokok) dan ghairu mahdhah (ibadah yang bukan pokok).
2. Apakah bapak melakukannya dengan konsisten? Mengapa?
“alhamdulillah mba, insyallah dilakusanakan setiap hari
mba, ya niatnya buat ibadah karena Allah, dan memberi
contoh anak-anak kita” (W/ML/08-12-2017/09.05 WIB).
Senada dengan Bapak US:
“saya berusaha untuk terus melakukannya mba, ya itu salah
satunya untuk memberi contoh pada anak-anak kita juga,
dan semata-mata juga melakukkannya karena Allah”
(W/US/06-12-2017/10.25 WIB).
Dari kedua pertanyaan di atas, bahwasannya mereka
menganggap bahwa hal tersebut perlu dibiasakan karena hal
tersebut sudah menjadi kewajiban dari seorang muslim.
3. Apakah bapak melakukannya sendiri atau mengajak
anggota keluarga yang lain? Mengapa?
“biasanya saya mengajak anak sama istri, tapi kalau puasa
sunnah mungkin kalau anak saya belum, paling melatihnya
di bulan ramadhan itu, itupun kadang ya dapatnya setengah
hari mba” (W/PH/05-12-2017/11.12 WIB).
Senada dengan Bapak AT:
“iya mba, biasanya saya sama istri saya mengajak anak-
anak buat melatih mereka” (W/AT/05-12-2017/10.17
WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, bahwasannya para orang tua
menyadari bahwa selain itu beribadah karena Allah, mereka juga dapat
membiasakan atau mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu
78
giat beribadah, dengan cara memberi contoh yang baik serta
memotivasi anak-anaknya untuk giat beribadah. Jadi, peneliti
menyimpulkan bahwasannya orang tua yang berprofesi sebagai
anggota prajurit TNI yang berada di lingkungan Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga tidak hanya menyuruh anak-anaknya untuk
beribadah, tetapi para orang tua juga melakukan hal yang sama, hal
tersebut dilakukan untuk menjadi panutan atau contoh yang baik bagi
anak-anaknya, serta tidak lupa juga para orang tua memotivasi anak-
anaknya untuk selalu giat beribadah, baik ibadah mahdhah (ibadah
pokok) maupun ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bukan pokok),
serta memberi pengertian bahwa yang dilakukan tersebut merupakan
kewajiban dari seorang muslim.
Peneliti menggunakan pedoman dan mengacu pada teori
bagaimana upaya orang tua dalam mendidik karakter disiplin ibadah
anak seperti yang telah tertulis dalam bab dua.
j. Penataan lingkungan fisik
Upaya penataan lingkungan fisik telah diapresiasi sebagai
lahan dialog oleh anak-anaknya. Penghayatan ini ditimbulkan oleh
rasa terlindung dan aman dalam diri mereka. Mereka merasakan
adanya keakraban dalam berbagai nilai moral. Bagi mereka, rumah
benar-benar dirasakan sebagai bagian dari dirinya dan membuat
mereka mampu mengapresiasikan adanya kebersamaan dalam
penataan ruangan dan bentuk-bentuk (Moh Shochib, 1998: 71).
79
Diterapkannya disiplin dalam lingkungan TNI, maka akan
diterapkan juga oleh orang tua khususnya anggota TNI dalam
mendidik anak-anaknya. Dimulai dari hal yang terkecil, misalnya
penataan ruangan dan kebersihan dalam rumah anak-anak
dilibatkan terutama tempat atau ruangan belajar dan tempat tidur.
Sehingga akan terjadinya dialog antara orang tua dan anak,
sehingga apa yang menjadi kewajiban orang tua dan anak
terpenuhi. Dalam aspek yang pertama ini peneliti mengajukan satu
pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut. Hal ini dapat
diuraikan kedalam sebuah pertanyaan beserta beberapa jawaban
yang dapat mewakili jawaban lain yang serupa, yaitu:
1. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang
untuk menjaga kebersihan dan kerapihan? Mengapa?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“saya melatih anak saya sejak kecil untuk menjaga
kebersihan dan kerapihan, terutama dalam lingkungan
rumah, mulai dari hal kecil seperti merapikan tempat
tidur setiap bangun tidur, membuang sampah ke bak
sampah yang ada di depan rumah, mencuci piring
walaupun hanya satu piring saja, saya melatih hal
tersebut karena anak-anak nantinya tidak hanya hidup di
rumah, nanti ketika sudah dewasa entah mereka
merantau atau sudah berkeluarga sendiri, mereka akan
menjadi mandiri dan disiplin ketika hal tersebut sudah
diajarkan mulai sejak mereka masih kecil” (W/ML/08-
12-20017/09.00 WIB).
80
Senada dengan apa yang diungkapkan Bapak dan Ibu
JF:
“ya saya mengajarkan hal tersebut kepada anak saya,
karena apabila segala sesuatu yang indah, dan rapi akan
menciptakan suasana yang nyaman, begitu pula dengan
lingkungan sekitar terutama tempat belajar anak, setiap
kali anak selesai belajar dibiasakan untuk
mengembalikan buku pada tempatnya, begitu juga
ketika anak selesai bermain maka anak-anak dilatih
untuk merapikan atau mengembalikan mainannya ke
tempatnya” (W/JF/06-12-2017/11.20 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
penerapan kedisiplinan lingkungan internal keluarga dan penataan
fisik di lingkungan TNI cukup baik. Karena hal tersebut akan
membuat nyaman dan meningkatkan disiplin anak. Di dalam Islam
juga mengajarkan untuk selalu menjaga kebersihan, karena
menjaga kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal tersebut sudah
diajarkan sejak kecil kepada anak-anak oleh orang tua khususnya
di lingkungan TNI, karena orang tua mengganggap bahwa hal
tersebut akan menjadi kebiasaan baik untuk anak-anaknya.
k. Penataan lingkungan sosial
1) Penataan Lingkungan Sosial Internal
Penataan lingkungan sosial internal dalam keluarga
dirasakan sebagai motivasi oleh anak-anaknya. Mereka
merasakannya sebagai bantuan karena adanya suasana
kedekatan dan keakraban di antara orang tua dengan anak.
Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan
81
mereka mampu berkomunikasi secara efektif dalam meletakkan
dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat (Moh
Shochib, 1998: 74).
Interaksi sosial sangatlah penting dalam kehidupan
rumah tangga. Interaksi sosial tersebut hendaknya didasari
dengan kasih sayang dan empati, sehingga tidak menimbulkan
atau memicu timbulnya curiga dan lain-lain. Sehingga dalam
lingkungan keluarga tersebut tercipta hubungan yang harmonis
antar anggota keluarga. Dalam hal ini peneliti mengajukan satu
pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut. Hal ini dapat
diuraikan kedalam sebuah pertanyaan beserta beberapa
jawaban yang dapat mewakili jawaban lain yang serupa, yaitu:
2. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul
bersama anak? apa saja yang anda lakukan bersama
mereka?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“disela-sela kerja saya selalu menyempatkan waktu
bersama keluarga pada jam istirahat terutama untuk
berkumpul bersama anak-anak walaupun hanya
mendengar keluh kesah yang sedang dirasakan oleh
anak. Ketika adzan berkumandang saya melatih anak
saya atau mengajak anak ke masjid untuk shalat
berjamaah, dan setelah maghrib biasanya mengulang
kembali pelajaran di sekolah maupun di tpq dan
menemani anak-anak untuk belajar” (W/US/06-12-
2017/10.23 WIB).
82
Senada dengan apa yang diungkapkan Bapak AT:
“sesibuk apapun pekerjaan di rumah harus selalu
meyempatkan waktu bersama anak-anak, karena yang
bertugas untuk mendidik anak bukan hanya seorang ibu,
tetapi peran ayah juga sangat penting dalam tumbuh
kembang si anak, namun ketika saya dinas di luar ya
saya serahkan ke ibunya” (W/AT/05-12-2017/10.15
WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
orang tua yang berprofesi sebagai anggota TNI sesibuk apapun
mereka, mereka para orang tua tetap menyempatkan waktu
bersama keluarganya, terutama dengan anak-anaknya. Karena
orang tau sadar, bahwa tidak hanya seorang ibu yang berperan
untuk mendidik anak-anaknya, tetapi peran seorang ayah juga
sangat mempengaruhi tumbuh kembang si anak. Kedekatan dengan
ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter
anak. Meskipun ketika ayah pergi tugas di luar daerah mereka
hanya bisa menyerahkan tugas sebagai orang tua kepada istri atau
keluar yang ada di lingkungannya seperti kakek, nenek, dan lain-
lain.
2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal
Kedekatan dan keakraban anak-anak dengan nilai moral
dari penataan eksternal didasari dengan keakraban dan
kedekatan dengan nilai moral yang dibangun oleh penataan
lingkungan sosial internal (Moh Shochib, 1998: 78).
83
Apresiasi anak untuk berdekatan dengan lingkungan
sosial eksternal dapat ditunjukan, misalnya mengupayakan
mereka untuk mengaji di TPQ, di salah satu rumah penduduk
ASMIL, atau mengundang guru privat untuk mengaji di rumah
saja. Dalam aspek tersebut dituangkan dalam butir soal sebagai
berikut:
3. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan
anak ke TPQ untuk mengajari anak mengaji, cara
beribadah, serta ilmu agama? mengapa?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“dulu anak saya ikut di TPQ, karena anak saya engga
mau berangkat lagi ke TPQ (di masjid Nur Istiqlal)
akhirnya saya mengundang guru privat untuk mengajari
mengajari ngaji sama ilmu agama yang lain, karena
kalau sama orang lain biasanya lebih nurut dibanding
orang tuanya, karena kalau sama orang tua sudah sering
bertemu setiap hari, jadi saya mengundang guru privat
biar tidak bosan dan bersosialisasi dengan orang lain
yang” (W/AG/08-12-2017/10.10 WIB).
Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Bapak PH:
“anak saya mengaji di perumahan atas, ada salah satu
penduduk Asmil (ibu persit) namanya Ibu Danuri itu
juga mengajari ngaji di rumahnya, banyak juga yang
ikut mengaji di sana, di tempatnya ibu Danuri lebih
dekat dari rumah sehingga saya juga masih bisa
mengontrol anak saya” (W/PH/05-12-2017/11.10 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, dapat peneliti uraikan
kesimpulan sebagai berikut dari pernyataan yang pertama bahwa
orang tua melatih anaknya untuk bersosialisasi dengan orang lain,
84
dan memberi rasa nyaman kepada anak-anaknya ketika sedang
belajar.
l. Penataan lingkungan pendidikan
3) Penataan lingkungan pendidikan internal
Ajakan yang diupayakan orang tua dihayati dan
diapresiasi sebagai bantuan dan bimbingan oleh anaknya
karena adanya apresiasi yang sama antara dirinya dengan orang
tua dalam nilai-nilai moral. Pertemuan makna antara orang tua
sebagai pendidik dan anak sebagai si terdidik terjadi karena
adanya situasi yang diapresiasi bersama (Moh Sochib, 1998:
79).
4) Penataan lingkungan pendidikan eksternal
Penataan lingkungan pendidikan eksternal dilakukan
oleh orang tua untuk menanamkan nilai moral ilmiah pada
anak. Melalui arahan dan bimbingan agar senantiasa selektif
dalam memilih teman bergaul, rajin belajar, dan senantiasa
mengupayakan agar mereka bersekolah di sekolah favorit (Moh
Shochib, 1998: 83). Adapun butir soal yang peneliti ajukan
yaitu sebagai berikut:
4. Bagaimana anda mendidik anak anda?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“saya mendidik anak saya itu keras, dan disiplin, tapi
keras itu bukan berarti saya kasar. Saya mendidik anak
85
saya, seperti waktu saya masih di pendidikan TNI,
disiplin kuncinya, kenapa saya mengajarkan hal
tersebut kepada anak saya, karena saya sudah
merasakan manfaatnya. Disiplin bukan hanya sekesar
disiplin untuk bekerja, tetapi ada juga disiplin dalam hal
beribadah misalnya shalat tepat pada waktunya, dan
juga berdisiplin dalam hal belajar dan masih banyak
yang lainnya” (W/SP/08-12-2017/10.15 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak SH:
“karena saya hidup di lingkungan militer yang berbasis
disiplin, jadi saya juga menerapkan hal tersebut kepada
anak-anak saya, mulai dari kegiatan bangun tidur
sampai tidur lagi. Saya mendidik anak saya sesuai
dengan tingkat perkembangan anak, jika melanggar
sesuatu hal saya tidak langsung memarahi serta
menghukumnya tetapi saya nasehati atau ingatkan dulu,
dan apabila anak mendapatkan prestasi saya tidak
langsung memberikannya hadiah, apabila nanti saya
langsung kasih reward ke anak saya, malah nantinya
motivasi anak untuk berprestasi serta merta hanya untuk
mendapatkan hadiah, saya akan beri dia reward tetapi
tidak langsung pada hari itu juga” (W/SH/08-12-
2017/12.33 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya cara
mendidik anak sangatlah bervariatif, mereka menanamkan pola
hidup yang baik kepada anak-anaknya. Banyak orang mengira
bahwa hidup di lingkungan yang orang tuanya berprofesi sebagai
anggota TNI anak-anaknya akan dididik dengan keras dan kasar,
namun pada kenyataannya yang peneliti temui yaitu orang tua
memang menanamkan sikap disiplin seperti yang ada pada diri
seorang anggota TNI kepada anak-anaknya, memang ada yang cara
mendidiknya dengan keras, keras dalam arti agar anak mematuhi
86
aturan yang berlaku dalam keluarga tersebut, keras disini bukan
berarti kasar.
m. Dialog orang tua dengan anak
Kepatuhan anak-anak terhadap kemauan dan peringatan
orang tuanya telah membangun rasa dan kepercayaan diri secara
penuh kepada orang tua (Moh Shochib, 1998: 84). Penghayatan
dan apresiasi diri mereka terhadap orang tua membuat dialog
dalam keluarga benar-benar diapresiasi sesuai dengan rasa
keanakan mereka. Mereka merasakan adanya kedekatan,
keakraban, kebersamaan, dan keterpautan diri kepada keluarga.
Dalam aspek tersebut dituangkan dalam butir soal sebagai berikut:
5. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk
shalat berjamaah dan tepat waktu ketika adzan
berkumandang? Mengapa?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“biasanya kalau sedang istirahat kerja saya mengajak
anak saya untuk berjamaah di masjid Nur Istiqlal yang
berada di lingkungan 411 Pandawa Salatiga, tapi kalau
sedang piket atau dinas di luar biasanya anak hanya
shalat di rumah saja, karena hal tersebut juga
mengajarkan anak pada hal disiplin waktu apabila anak
selalu dilatih maka lama kelamaan akan menjadi
kebiasaan si anak” (W/WD/08-12-2017/13.23 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak SN:
“kalau saya lagi ngga dinas ya saya mengajak anak saya
buat berjamaah paling sering di rumah ya biasanya
shalat dhuhur ketika saya sedang istirahat terus kalau
87
ashar kan kadang kan masih di kantor, yang paling
sering shalat maghrib sama isya biasanya saya
mengajak jamaah ke masjid Nur Istiqlal yang di bawah
itu” (W/SN/05-12-2017/13.05 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
dengan adanya dialog antara orang tua dan anak, maka anak akan
patuh akan perintah dan kemauan dari orang tua. Sehingga ketika
orang tua menanamkan nilai-nilai kepada anak, maka harus terjadi
kedekatan, keakraban, dan kebersamaan, sehingga hubungan antar
keluarga terjadi dengan baik, dan mengerti kemauan antar anggota
keluarga.
n. Penataan suasana psikologis
Salah satu bentuk penataan suasana psikologis keluarga
yaitu dengan memahami dan mengerti motivasi belajar. Hal yang
dapat dilakukan agar memahami dan mengerti motivasi belajar,
yaitu orang tua menciptakan suasana keluarga yang sarat dengan
rasa kebersamaan, keakraban, kedekatan, komunikasi sambung
rasa dengan anak, pemberian teladan-teladan, sikap terbuka, serta
kesatuan dalam melaksanakan nilai moral dasar dalam kehidupan
keseharian keluarga (Moh Shochib, 1998: 84). Adapun butir soal
yang peneliti ajukan yaitu sebagai berikut:
6. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak
anda ketika belajar agama? bagaimana anda memotivasi
agar mereka selalu giat beribadah?
88
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“ya, saya selalu mendampingi anak-anak ketika sedang
belajar, jadi kalau anak mengalami kesulitan bisa
langsung kita bantu” (W/AS/05-12-2017/15.00 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak HR:
“ya saya selalu menemani ketika anak-anak sedang
belajar, biasanya selepas shalat maghrib berjama’ah di
masjid saya mengontrol dan mengulang kembali
pelajaran di sekolah maupun di TPQ, setelah
mengulang kembali pelajaran yang sudah di pelajari,
lalu dilanjutkan untuk belajar. Biasanya saya
membiasakan anak saya agar giat beribadah yaitu salah
satunya dengan kita mengajak, malatih, dan
membiasakannya apabila mereka sudah terbiasa,
selanjutnya mereka akan beribadah dengan sendirinya
tanpa disuruh oleh orang lain” (W/HR/08-12-
2017/14.05 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
beberapa keluarga memang menyempatkan waktu bersama
keluarga, terutama bersama anak. Karena dalam proses tumbuh
kembangnya masih perlu pengawasan dan arahan dari orang tua.
Tidak sedikit orang tua yang berprofesi sebagai anggota TNI yang
kegiatannya juga cukup padat. Mereka tetap menyempatkankan
waktunya walaupun hanya sekedar mendampingi belajar, atau
membantu anak ketika mereka mendapatkan kesulitan. Selain itu,
orang tua juga membiasakan sejak dini dan melatih anak-anak agar
giat beribadah mulai dari hal kecil, misalnya ketika orang tua
berjama’ah di masjid si anak diajak untuk berjama’ah dan lain-lain.
89
o. Penataan sosiobudaya
Penataan sosiobudaya dalam keluarga diantaranya yaitu
membudayakan kaidah-kaidah nilai moral dasar, sosial, ilmiah,
ekonomi, kebersihan, dan demokrasi dalam kehidupan anak-
anaknya (Moh Shochib, 1998: 84). Penataan sosiobudaya terhadap
tumbuh anak dan remaja, senantiasa tergantung pada peranan
keluarga batih (Soerjono, 2009: 88).
p. Perilaku orang tua saat bertemu anak
Pertemuan kebersamaan antara orang tua dengan anak
senantiasan harus didasari oleh tampilnya nilai-nilai moral dasar.
Nilai-nilai moral yang orang tua upayakan untuk tampil dalam
setiap pertemuaan dengan anak-anaknya adalah nilai kebersihan,
nilai sosial (keakraban dan keharmonisan hubungan, dan
kesopanan), nilai ilmiah (menciptakan suasana hening jika anak
sedang belajar dan membantunya jika mengalami kesulitan), nilai
demokrasi (berdialog dengan anak-anak dalam suasana
kebersamaan, saling memiliki, dan keterbukaan), nilai tanggung
jawab (membuat dan mematuhi aturan-aturan), serta nilai
keteladanan (memberikan contoh untuk adik dan kakaknya) (Moh
Shochib, 1998: 85). Adapun butir soal yang peneliti ajukan yaitu
sebagai berikut:
90
7. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan
contoh berperilaku baik yang seharusnya dilakukan oleh
anak, ataukah hanya sekedar menasehati saja?
Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“menurut saya itu ya orang tua harus memberi contoh
terlebih dahulu bukan hanya menyuruh atau menasehati
saja. Apalagi yang masih memiliki anak yang masih
kecil mereka adalah peniru ulung sehingga apa yang
dilihat dari orang-orang di sekitar mereka akan mereka
tiru bukan hanya perbuatannya saja, tetapi ucapanpun
mereka seringkali menirunya. Ketika saya melarang
anak saya untuk melakukan suatu hal maka saya juga
harus tidak melakukannya. Saya biasanya memberi
contoh dan memberi pengertian atau alasan boleh atau
tidaknya melakukan sesuatu hal, jadi anak dapat
mematuhi serta menerima alasannya” (W/RT/06-12-
2017/11.15 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak RL:
“tentu saja harus memberi contoh bukan hanya sekedar
menasehatinya saja. Karena kalau kita melarang anak
kita untuk melakukan suatu hal dan kita melakukannya
biasanya anak saya itu protes la kok bapak kaya gitu,
karena anak saya itu tanggap pada suatu hal, dan kita
sebagai orang tua juga harus malu apabila kita
melanggar suatu hal. Karena orang tua yang paling
dekat dan paling lama berinteraksi satu sama lain jadi
orang tua harus memberi pesan positve untuk anak-anak
aplikasikan di lingkungan eksternalnya” (W/RL/07-12-
2017/09.17 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
sebagian besar orang tua memberikan contoh yang baik kepada
anak-anaknya, karena mereka sadar bahwa anak-anak apalagi anak
91
usia dini adalah peniru ulung, jadi setiap perkataan atau perbuatan
yang orang tua lakukan maka akan dilihat dan dicontoh oleh anak-
anaknya.
q. Kontrol orang tua terhadap perilaku anak
Perilaku anak yang memperoleh prioritas kontrol orang tua
adalah perilaku-perilaku dalam merealisasikan nilai moral dasar, di
samping nilai-nilai moral lainnya. Kontrol yang diberikan bersifat
mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan atau
mengdoktrinasi sehingga anak senantiasa berperilaku taat nilai
moral, walaupun orang tua sedang tidak berada di rumah (Moh
Shochib, 1998: 86). Adapun butir soal yang peneliti ajukan yaitu
sebagai berikut:
8. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak
anda, ketika anda sedang tidak bersama anak?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“ketika saya dinas di luar, tugas untuk mendidik anak
saya serahkan ke ibunya kembali, hanya saja sering kali
saya berpesan kepada anak-anak, misalnya jaga ibu,
jangan main terus, waktunya belajar ya belajar”
(W/PD/07-12-2017/10.05 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak WS:
“ya saya paling Cuma berpesan ke anak nurut apa kata
ibu, waktunya belajar ya belajar, waktunya main ya
main” (W/WS/07-12-2017/10.46 WIB).
92
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya
orang tua tidak banyak memberi aturan kepada anak-anaknya,
hanya saja mereka memberi nasehat sesuai dengan porsi tumbuh
kembang si anak.
r. Nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang
diupayakan kepada anak
Penempatan dan pengupayaan nilai moral dasar sebagai
dasar pijakan berperilaku orang tua dilandasi oleh kesadaran
mereka bahwa nilai dasar (agama) dapat menjadi benteng kokoh
untuk mencegah anak-anaknya melakukan penyimpangan-
penyimpangan perilaku (berani kepada orang tua, minum-minuman
keras, atau berkelahi) (Moh Shochib, 1998: 87). Adapun butir soal
yang peneliti ajukan yaitu sebagai berikut:
9. Apakah anda sering mengajak anak anda untuk
mengikuti pengajian maupun ceramah agama? dan
bagaimana apabila anak anda berperilaku menyimpang
pada usia tersebut?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil
411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:
“saya mengajak anak saya biasanya kalau shalat jum’at
itu kan juga sama mengajari anak mulai dari shalat
berjama’ah dan mendengarkan khotbah, kalau ada
pengajian akbar atau setiap malam jumat saya juga
mengajak anak saya. Kalau anak saya melanggar suatu
hal saya cuma sekedar mengingatkan kalau hal tersebut
ngga boleh dilakukan dan anak diberi pengertian
kenapa tidak boleh melakukan hal tersebut, agar anak
93
bisa mengerti dan tidak mengulanginya lagi
(W/WH/08-12-2017/14.45 WIB).
Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak US:
“biasanya saya mengajak jika selepas dinas, kalau anak
melanggar sesuatu biasanya diingatkan dulu ya
tergantung kesalahannya juga, biasanya kalau udah
keterlaluan langsung saya maraih mba” (W/US/06-12-
2017/10.28 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya cara
orang tua dalam mengatur dan mengontrol perilaku anak berbeda-
beda. Ada orang tua yang jika anak melanggar suatu hal anak
diberi pengertian terlebih dahulu agar mereka mengerti alasan
kenapa tidak boleh melakukannya, dan ada juga yang orang tua
yang langsung memarahi atau memberi hukuman supaya anak
tidak mengulangi hal yang sama.
Dari observasi serta wawancara bersama orang tua yang
berprofesi sebagai TNI di lingkungan Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga, bahwasannya kegiatan keagamaan yang
dilakukan oleh anak itu merupakan hasil arahan, dan bimbingan
dari orang tuanya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan
yang harmonis antar anggota keluarga, sehingga terjadi komunikasi
yang dialogis, dimana anak dapat menerima, memahami, dan
mengaplikasikan norma-norma sesuai dengan ajaran agama Islam
serta sesuai dengan cita-cita dan tujuan suatu keluarga. Disini para
orang tua terlebih dahulu memberi contoh atau sebagai panutan
anak-anaknya dalam melakukan ibadah, memberi rasa cinta dan
94
kasih sayang dalam mendidik dan membentuk karakter disiplin
ibadah anak-anak, memberi dan menyediakan sarana prasana
dalam menunjang kegiatan belajar agama anak, mengajak anak-
anak beribadah, menemani dan membantu anak-anaknya untuk
belajar atau mendalami ilmu agama serta memotivasinya.
95
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin anak dalam
beribadah
Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam
membentuk kepribadian anak. Pendidikan yang diperoleh pertama kali
oleh anak, yaitu di lingkungan keluarganya, terutama oleh kedua orang
tua, yaitu ayah dan ibunya. Ayah dan ibu dalam lingkungan keluarga harus
bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi anggota keluarga terutama
anak, berhubungan dengan akrab antar anggota keluarga, penuh kasih
sayang, dan menerapkan disiplin berdasarkan kecintaan.
Menurut Hidayah (dalam Shochib, 1998: 6) pola asuh dan sikap
orang tua yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis
antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak
merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan. Oleh
sebab itu, anak yang merasa diterima oleh orang tua memungkinkan
mereka untuk memahami, menerima, dan menginternalisasi “pesan” nilai
moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.
Oleh sebab itu, dalam menanamkan sikap disiplin beribadah anak
maka perlu adanya komunikasi dialogis antar anggota keluarga, seperti
yang sudah disampaikan di atas, apabila di dalam lingkungan keluarga
terciptanya hubungan yang harmonis dan saling memahami satu sama lain,
maka apa yang diinginkan antar anggota keluarga bisa saling memahami
96
dan menerimanya, misalnya apa yang diinginkan oleh orang tua maka
anak akan menurutinya, dan sebaliknya apa yang diinginkan oleh anak,
orang tua memenuhi serta memahaminya. Contohnya, dalam disiplin
beribadah orang tua tidak semata-mata hanya memerintahkan anak untuk
beribadah misalnya melaksanakan shalat, puasa dan lain-lain, tetapi orang
tua juga harus memberikan contoh serta memberi pengertian atau alasan
kenapa kita harus melakukannya, agar anak mengerti apa yang dianjurkan
dan yang diharapkan oleh kedua orang tuanya. Tanggung jawab dan
kepercayaan orang tua yang dirasakan oleh anak akan menjadi dasar
peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Ini berarti orang tua perlu
mengenalkan dan memberi pengertian nilai moral kepada anak sebagai
landasan dan arah berperilaku teratur berdasarkan tanggung jawab dan
kosistensi diri.
Dalam menanamkan disiplin beribadah yang dilakukan oleh orang
tua kepada anak mulai ditanamkan sejak masih dini, karena hal tersebut
akan tertanam pada diri anak sampai mereka dewasa nanti, apabila hal
tersebut sudah dibiasakan sejak masih kecil. Dalam hal ini peneliti
mengajukan beberapa pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut,
yaitu:
1. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun
tepat waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan
lainnya jika bangunnya terlambat?
97
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil 411/Pandawa
Salatiga sebagai berikut:
“tentu saja, setiap malam sebelum mereka tidur saya dan istri
saya selalu mengingatkan anak-anak agar besok bangun pagi,
bangun pagi bukan hanya untuk kegiatan sekolah saja, terlebih
kita melatih anak-anak untuk shalat subuh, setelah itu anak-
anak juga saya latih buat menjaga kebersihan seperti
membuang sampah ke depan” (W/PH/05-12-2017/11.20 WIB).
Senada dengan apa yang dituangkan oleh Bapak JF:
“ya saya selalu ingatkan kepada anak-anak saya selepas mereka
belajar dan sebelum mereka tidur, saya biasakan anak saya
untuk shalat subuh, dan sehabis itu anak-anak juga dilatih
untuk membantu orang tuanya juga, misalnya mencuci piring
yang habis mereka pakai, walaupun cuma satu, dua piring aja
tapi saya biasakan hal tersebut kepada anak-anak saya, seperti
menyapu rumah juga begitu, hal tersebut dilakukan biasanya
sebelum mereka persiapan berangkat ke sekolah, saya latih
disiplin kepada anak-anak saya itu dimulai dari hal-hal yang
sederhana” (W/JF/06-12-2017/11.25 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya orang tua
yang berada di lingkungan TNI Asrama Militer Yonif 411/Pandawa
Salatiga membentuk karakter disiplin beribadah anak, yaitu dimulai dari
hal-hal yang sederhana, namun hal tersebut dilatih dan dibiasakan terus-
menerus kepada anak-anak. Sehingga anak memiliki kepribadian yang
baik. Dalam membentuk karakter disiplin beribadah anak agar
menjalankan kehidupan secara seimbang antara kehidupan dunia dan
akhiratnya, bukan hanya semata-mata menjalankan shalat, puasa dan lain-
lain, namun menjalin interaksi sosial dengan sesama makhluk juga bernilai
ibadah.
98
Proses pembentukan disiplin diri dalam diri anak, dilakukan
dengan cara melatih, membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-
nilai berdasarkan acuan moral, kontrol orang tua untuk
mengembangkannya (Shochib, 1998: 21). Dalam hal ini peneliti
mengajukan beberapa pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut,
yaitu:
2. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu
disiplin? Mengapa?
Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil 411/Pandawa
Salatiga sebagai berikut:
“saya ngga buat jadwal sehari-hari anak, mereka melaksanakan
apa yang udah jadi kebiasaan mereka, tapi mereka melanggar
sesuatu misalnya jadwal istirahat dia malah malah main saya
tegur karena kalo dia kecapean malamnya ngga mau belajar,
terus kalau jadwalnya ngaji di masih main kadang sepedaan
main ke tempat temen juga saya tegur atau saya panggil suruh
pulang buat persiapan ngaji, karena main juga ada jamnya
sendiri-sendiri” (W/US/06-12-2017/10.33 WIB).
Senada dengan apa yang dituangkan oleh Bapak AG:
“kegiatan anak ya berjalan apa adanya ngga saya jadwal secara
tertulis itu engga mba, tapi kalau jadwalnya belajar ya balajar,
jadwalnya ngaji ya ngaji, jadi udah ada jadwalnya sendiri-
sendiri, jadi anak juga dilatih disiplin dari hal tersebut”
(W/AG/08-12-2017/10.20 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya kegiatan
sehari-hari tidak dijadwal oleh orang tua mereka, kegiatan sehari-hari
berjalan apa adanya sesuai dengan rutinitas mereka, peran orang tua disini
yaitu mengontrol kegiatan sehari-hari anak, apabila ada kegiatan misalnya
main yang terlalu lama sehingga kegiatan lain seperti belajar, istirahat,
99
mengaji, dan lain-lain menjadi terganggu maka orang tua mengingatkan
anak agar tidak terlalu berlebihan, sehingga kegiatan lainpun tetap berjalan
dengan baik.
B. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak di
lingkungan TNI
Bentuk pendidikan karakter disiplin yang ideal bagi anak di
lingkungan TNI terdapat beberapa aspek yang sudah dipaparkan pada bab
sebelumnya, yaitu dari segi penataan lingkungan fisik, penataan
lingkungan sosial, penataan lingkungan pendidikan, dialog orang tua
dengan anak, penataan suasana psikologis, penataan sosial budaya,
perilaku orang tua saat bertemu anak, kontrol orang tua terhadap perilaku
anak, nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang
diupayakan kepada anak (Shochib, 1998: 70-86).
Bedasarkan hasil paparan penelitian di bab III keluarga yang
berada di lingkungan TNI Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga telah
membiasakan anak-anaknya untuk memiliki karakter disiplin beribadah,
dalam lingkungan keluarga TNI Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga
mereka para orang tua menciptakan rasa kebersamaan dalam
merealisasikan nilai-nilai moral yang dibiasakan dan dilatih sejak usia dini
dan disandarkan sejak usia dini dan disandarkan pada agama, (nilai-nilai
moral) keterbukaan dalam keluarga, hubungan yang harmonis dalam
keluarga, dan komunikasi yang dialogis membuat adanya pertautan
perasaan, konsistensi perilaku orang tua dan kesatuan upayanya yang
100
menjadikan orang tua sebagai figur. Hal ini dituangkan dalam wawancara
dengan penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga, yaitu:
3. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh
berperilaku baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah
hanya sekedar menasehati saja? Bagaimana cara anda
melakukan hal tersebut?
“tentu saja kami sebagai orang tua harus memberi contoh mba
bukan semata-mata hanya menyuruh anak, tetapi kita tidak
melaksanakannya, karena anak berperilaku sesuai dengan apa
yang mereka lihat dari lingkungan sekitar apalagi kalau sama
orang tuanya yang setiap hari bertatap muka sama anak-
anaknya” (W/SP/08-12-2017/10.20 WIB).
Hal serupa dikemukakan oleh Bapak WD:
“saya ngga berani melarang atau memerintah anak saya apabila
saya juga masih atau belum melakukannya, jadi ya kita sebagai
orang harus memberi contoh atau panutan bagi anak kita,
misalnya kita menyuruh anak untuk shalat berjamaah di masjid
ketika adzan berkumandang, tetapi orang tuanya malah duduk
santai, seharusnya orang tuanya yang mengajak juga harus ikut
melaksanakannya jadi bukan hanya perintah saja, apalagi anak
saya tanggap jadi hal-hal yang menurut dia berlainan antara
perkataan dan perbuatan mesti anak saya itu tanya atau protes”
(W/WD/08-12-2017/13.30 WIB).
Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya, orang tua
harus bisa menjadi suri teladan untuk anak-anaknya, karena yang paling
sering berinteraksi dan sering bertatap muka dengan anak yaitu orang tua.
Karena, anak juga membutuhkan arahan dan bimbingan dari kedua orang
tuanya.
Orang tua yang kewibawaan dan kepercayaannya bergelora dalam
diri anak-anak membuat upayanya diapresiasi oleh anak secara kata hati.
101
Karena anak mengapresiasi secara kata hati maka upaya orang tua
senantiasa dihayati dan dimaknai sebagai bantuan, bimbingan, dan arahan
untuk dirinya dalam memiliki nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku
yang berdisiplin diri. Meskipun orang tuanya tidak hadir secara fisik,
tetapi kehadirannya dihayati secara psikologis (present in absent). Orang
tua dapat mencerminkan dirinya present in absent dalam diri anak jika dia
membangun keteladanan diri, konsistensi dan kesatuan perilaku, rasa
kebersamaan dalam merealisasikan nilai-nilai moral, penciptaan suasana
keterbukaan dan komunikasi dialogis, kemesraan hubungan orang tua
dengan anak dan orang tua sebagai suami-istri, menerjemahkan dan
membudayakan nilai-nilai moral yang menjadi pola hidup keluarga, dan
adanya peraturan yang dibuat dan ditaati bersama oleh semua anggota
keluarga (Shochib, 1998: 200).
Orang tua merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya, oleh
karena itu orang tua harus mendidik dan membentuk kepribadian anak
dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Keluarga khususnya orang tua
yang berada di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga dalam
membentuk karakter disiplin anak dalam beribadah yaitu membiasakan
anak sejak usia dini untuk berdisiplin dalam hal apapun dan dimulai dari
hal-hal yang terkecil dan memberi contoh untuk anak-anaknya. Orang tua
tidak hanya sekedar memerintah anak untuk bersikap disiplin dalam hal
beribadah, namun orang yang berada di lingkungan Yonif 411/Pandawa
102
Salatiga juga mengenalkan serta memberi pengertian kepada anak sebagai
landasan dan arah berperilaku yang baik.
Dari beberapa aspek bentuk pendidikan karakter yang ideal bagi
anak, yaitu dari segi penataan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lain-
lain. Para orang tua yang berada di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga menerapkan hal tersebut yaitu dengan cara melibatkan anak-anak
dalam segala hal, misalnya dalam menjaga lingkungan fisik, anak
dilibatkan dalan kebersihan dan kerapihannya sehingga anak-anak juga
akan merasa lebih nyaman, dan dalam segi disiplin beribadah orang tua
juga membiasakan anak untuk selalu tepat waktu dalam hal apapun,
memberi bimbingan, arahan, serta keteladanan untuk anak-anaknya dalam
beribadah mahdhoh (ibadah pokok), ialah ibadah yang hanya berhubungan
dengan Allah semata secara vertikal, contohnya shalat, puasa, zakat, dan
lain-lain, serta ibadah ghairu mahdhoh (ibadah yang bukan pokok), yaitu
ibadah dalam bentuk ini tidak selalu menyangkut antara hamba dengan
hamba yang lainnya secara horizontal, contohnya hubungan sosial antar
sesama manusia, anak dilatih untuk dermawan (shadaqah), dan lain-lain.
103
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada
rumusan masalah yang telah ditetapkan serta berdasarkan pembahasan
yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Peran pendidikan keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin
anak dalam beribadah, yaitu menanamkan nilai-nilai keagamaan mulai
sejak dini, yang selanjutnya yaitu memberi arahan, mengajarkan
kepada anak cara beribadah, serta memberi teladan kepada anak-
anaknya untuk selalu berperilaku baik dimana saja dan kapan saja.
Orang tua yang bekerja sebagai anggota TNI yang berada di
lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga mereka selalu
menempatkan antara hak dan kewajiban mereka sebagai orang tua,
meskipun mereka sibuk dengan tugas mereka yang sering kali tugas di
luar daerah, mereka selalu menyempatkan waktunya untuk berkumpul
bersama keluarga khususnya untuk berkumpul dengan anak-anaknya,
di tengah dinas atau kesibukan mereka, mereka tetap menyempatkan
waktunya untuk anak-anak, karena dalam proses perkembangannya
anak membutuhkan arahan, bimbingan dari orang tuanya. Walaupun
hanya sekedar mendengarkan cerita atau keluh kesah anak, seorang
ayah juga harus memiliki waktu untuk anaknya, terlebih untuk
104
menanamkan nilai-nilai moral, agama, serta memotivasi mereka agar
selalu giat beribadah, dan membiasakan kepada anak untuk selalu
bersikap disiplin dalam hal apapun, karena mereka para orang tua
masih terbawa saat mereka masih menempuh pendidikan sebagai
seorang prajurit, atau sudah menjadi kebiasaan mereka sebagai seorang
prajurit yang memiliki sikap disiplin yang tinggi, sehingga hal itu
mereka tularkan kepada anak-anaknya.
2. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak di
lingkungan TNI, terdapat beberapa aspek yang mereka terapkan untuk
membentuk karakter disiplin ibadah anak, yaitu dari segi penataan
lingkungan fisik, penataan lingkungan sosial, penataan lingkungan
pendidikan, dialog orang tua dengan anak, penataan suasana
psikologis, penataan sosial budaya, perilaku orang tua saat bertemu
anak, kontrol orang tua terhadap perilaku anak, nilai moral yang
dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang diupayakan kepada
anak. salah satunya yaitu ada penataan lingkungan fisik, dimana anak
dilibatkan atau diajak oleh orang tuanya untuk bekerja sama, hal
tersebut juga meningkatkan disiplin pada anak. Selain itu, orang tua
juga membiasakan kepada anak-anaknya untuk selalu berdisiplin
dalam hal apapun terutama dalam beribadah, pembentukan disiplin
dalam diri anak dilakukan dengan cara melatih, membiasakan, serta
perlu adanya kontrol dari orang tua untuk mengembangkannya.
105
B. SARAN
1. Bagi orang tua, sebaiknya orang tua dalam memahami karakter anak-
anaknya, karena setiap anak memiliki karakter yang berbeda, sehingga
orang bisa mengetahui cara mendidik mereka berdisiplin sesuai dengan
karakter anak. Ciptakan suasana dalam lingkungan keluarga yang
harmonis, antar orang, anak, dan orang tua dengan anak. Berilah
contoh atau panutan yang baik untuk anak-anaknya, karena anak
belajar terbanyak dari apa yang mereka lihat dari lingkungan
terdekatnya terutama kedua orang tuanya. Hendaknya orang tua
mengajak nak-anaknya untuk mengikuti kegiatan keagamaan, agar
mereka terbiasa, dan semakin giat beribadah.
2. Bagi anak, hendaknya anak berbakti kepada orang tua, dan agama,
serta menerapkan hal-hal positif yang sudah diajarkan oleh kedua
orang tua, maupun gurunya dalam kehidupan sehari-hari, agar terbiasa
hidup disiplin, dan giat beribadah.
DAFTAR PUSTAKA
Angeningsih, Lesie Retno. 2016. Keluarga dan Pembentukan Karakter Anak.
Yogyakarta: Institute of Nation Development Studies (INDeS).
Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ayun, Qurrotu. Pendidikan dan Pengasuhan Keluarga dalam Membentuk
Perkembangan Kepribadian Anak: Perspektif Psikologi Pekembangan
Islam. Attarbiyah, (Online), Vol. 26, (http://e-
journal.iainsalatiga.ac.id/index.php/tarbiyah/article/view/573/457, diakses
28 Maret 2018)
Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Keluarga Konsep dan Strategi. Yogyakarta:
Gava Media.
Bambang & Hanny. 2013. Just for Parents Bacaan Wajib Orang tua dan
Pendidik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Billah, Arif. 2016. Pendidikan Karakter untuk Usia Dini dalam Prespektif Islam
dan Implementasinya dalam Materi Sains. Attarbiyah, Journal of Islamic
Culture and Education, (Online), Vol. 1, No. 2, (http://attarbiyah.
iainsalatiga.ac.id/index.php/attarbiyah/article/view/577/461, diakses 28
Maret 2018).
Dagun, Save M. 2013. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga).
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Darajat, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Bumi Aksara.
Darajat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam
Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Edi & Chaerul. 2009. Membangun Disiplin dalam Mendidik. Bandung: CV. Putra
Setia.
Harianto, Eko. 2011. Character BuildingFor Teens. Yogyakarta: Leutikapno.
Illahi, Mohammad Takdir, 2013. Quatum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak
Secara Efektif dan Cerdas. Yogyakarta: Kata Hati.
Jasmine, Naura. 2009. Mendidik Anak Secara Seimbang. Yogyakarta: Wahana
Totalita Publiser.
Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muallifah, 2009. Pyscho Islamic Smart Prenting. Yogyakarta: DIVA Pres.
Murdoko, Widijo Hari. 2017. Parenting eith Leadership Peran Orang Tua dalam
Mengoptimalkan dan Mmemberdayakan Potensi Anak. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
Salahudin, Anas & Alkrienciehie, Irwanto. 2013. Pendidikan Karakter
Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia.
Shochib, Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Anak
Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.
Sjarif, Amiroeddin. 1996. Hukum Disiplin Militer Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sobur, Alex. 1991. Komunikasi Orang Tua dan Anak. Bandung: Angkasa.
Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Keluarga tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Subur. 2015. Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah. Yogyakarta: Kalimedia.
Suyanto, Slamet, 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat
Publishing.
Tentara Nasional Indonesia. 2011. Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps
Marinir. Jakarta: Tentara Nasional Indonesia.
Unaradjan, Dolet. 2003. Manajemen Disiplin. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesi.
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zulkifli. 2017. Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal
dan Horizontal. Yogyakarta: Kalimedia
PERAN PENDIDIKAN KELUARGA
DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DISIPLIN IBADAH ANAK
PADA KELUARGA TNI-ANGKATAN DARAT (Studi Kasus di Asrama
Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017
Pedoman Wawancara
A. Pertanyaan kepada Staff 3
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Yonif 411/Pandawa Salatiga?
2. Apa visi misi Yonif 411/Pandawa Salatiga?
3. Apa kegiatan keagamaan di lingkungan Yonif 411/Pandawa Salatiga?
B. Pertanyaan kepada Staff A
1. Apa profesi penduduk wanita di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa
Salatiga selain menjadi ibu Persit?
2. Bagaimana kondisi pendidikan umum penduduk Kompi
Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga?
3. Bagaimana kondisi agama penduduk Kompi Markas/Mayangkara
Asmil 411/Pandawa Salatiga?
4. Berapa jumlah anak di lingkungan Kompi Markas/Mayangkara Asmil
411/Pandawa Salatiga?
C. Pertanyaan kepada Orang tua
1. Kegiatan keagamaan rutin apa saja yang sering anda lakukan dalam
kehidupan sehari-hari?
2. Apakah anda melakukannya dengan konsisten? Mengapa?
3. Apakah anda melakukannya sendiri atau mengajak anggota keluarga
yang lain? Mengapa?
4. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?
apa saja yang anda lakukan bersama mereka?
5. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar
agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat
beribadah?
6. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran
agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?
Mengapa?
7. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah
dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?
8. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?
9. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?
10. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ
untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?
mengapa?
11. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan
oleh anak?
12. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus
diwali dengan berdoa? Mengapa?
13. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat
waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika
bangunnya terlambat?
14. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?
Mengapa?
15. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila
berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?
16. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka
melanggar sesuatu? Mengapa?
17. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk
menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?
18. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku
baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar
menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?
19. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda
sedang tidak bersama anak?
D. Mengingatkan Pertanyaan kepada Guru Ngaji
1. Kapan dilaksanakannya pembelajaran?
2. Bagaimana metode mengajarnya?
3. Materi apa saja yang diajarkan kepada anak?
HASIL WAWANCARA
Kode Responden : Pangudi (PG)
Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 07 Desember 2017
1. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?
apa saja yang anda lakukan bersama mereka?
Jawaban: ya sebisa mungkin, karena kita sebagai anggota TNI juga
sering dinas di luar, jadi ya kalau di rumah sebisa mungkin bareng
sama keluarga, dan anak.
2. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar
agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat
beribadah?
Jawaban: iya mba, walaupun cuma ngajari do’a-do’a, hafalan surat
pendek itu mba.
3. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran
agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?
Mengapa?
Jawaban: iya mba, biar diingat lagi sama anak-anak.
4. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah
dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?
Jawaban: iya mba, paling sering itu shalat maghrib sama isya, soalnya
kalau siang kan pasti saya engga di rumah masih dikantor. Buat
melatih anak juga latihan disiplin waktu sama meningkatkan semangat
beribadah.
5. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?
Jawaban: iya mba, ya buat membiasakan anak mba, sama
mengenalkan anak tentang puasa.
6. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?
Iya mba, ya melatih anak buat menolong sesama mba.
7. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ
untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?
mengapa?
Jawaban: anak saya ngajinya di asrama militer juga mba yang di atas,
yang ngajar warga asrama juga mba.
8. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan
oleh anak?
Jawaban: iya mba, biar anak semangat juga.
9. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus
diawali dengan berdoa? Mengapa?
Jawaban: iya mba, ya buat membiasakan sama anak-anak saja segala
kegiatan diawali dengan berdoa.
10. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat
waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika
bangunnya terlambat?
Jawaban: ya mba, biasanya saya ingatkan, apalagi kalau susah
dibangunin itu.
11. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?
Mengapa?
Jawaban: kegiatan sehari-hari udah paten gitu mba, ya paling
menginatkan aja waktunya belajar ya belajar, main ya main.
12. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila
berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?
Jawaban: ya mba, walaupun bukan hadiah, kaya hal sederhana aja di
ajak makan di luar gitu.
13. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka
melanggar sesuatu? Mengapa?
Jawaban: engga di hukum mba, paling di nasehati dulu, biar anak
engga mengulanginya lagi.
14. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk
menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?
Jawaban: iya mba, ya walaupun cuma bantu menyuci piring yang habis
dia pakai, buat ngajarin sama membiasakan anak saja.
15. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku
baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar
menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?
Jawaban: iya harus itu mba, ya dikasih tau sedikit-sedikit, sama dikasih
tau sebab akibat di melakuka atau dilarang melakukan suatu hal
tersebut.
16. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda
sedang tidak bersama anak?
Jawaban: ya buat peringatan aja mba sama anak-anak, ngingetin kalau
ngga boleh main terus dan lain-lain.
Kode Responden : Poeguh (PH)
Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 08 Desember 2017
20. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?
apa saja yang anda lakukan bersama mereka?
Jawaban: ya pasti, bermain bareng anak, mendampingi belajar,
pokoknya ya waktu buat di rumah kalau bisa dimanfaatkan dengan
baik bersama keluarga karena saya juga jarang di rumah apalagi kalau
mendapat tugas dinas di luar.
21. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar
agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat
beribadah?
Jawaban: ya kalau saya sedang di rumah engga piket gitu, pasti saya
kalau engga ibunya ya mendampingi, biasanya anak saya biasakan
setelah shalat maghrib itu mengulang apa yang diajarin di TPQ kadang
saya menyimak anak buat hafalan surat-surat pendek juga.
22. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran
agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?
Mengapa?
Jawaban: ya tentu saja, ya biar anak selalu ingat aja kalau diulang-
ulang terus kan anak jadi tau.
23. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah
dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?
Jawaban: ya saya biasakan anak saya shalat tepat waktu sama
berjama’ah, kalau saya di rumah saya mengajak anak saya ke masjid
pandawa, tapi kalau saya piket ya sama ibunya berjama’ah di rumah.
24. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?
Jawaban: anak saya dilatih ketika puasa ramadhan itu, walaupun Cuma
sampai dhuhur karena namanya juga masih anak-anak.
25. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?
Jawaban: kebetulan di sekolah juga udah diajarin ya, jadi kalau di
rumah tinggal membiasakan saja.
26. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ
untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?
mengapa?
Jawaban: anak saya kebetulan ikut di TPQ, ya kebetulan juga kan
deket dari rumah.
27. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan
oleh anak?
Jawaban: alhamdulillah di rumah ada semua, mulai dari alat shalat,
buku buat ngaji dan lain-lain.
28. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus
diawali dengan berdoa? Mengapa?
Jawaban: ya saya biasakan seperti itu, mulai dari yang ringan-ringan
dulu kaya mau makan, belajar, dan lain-lain
29. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat
waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika
bangunnya terlambat?
Jawaban: biasanya sebelum tidur itu mba.
30. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?
Mengapa?
Jawaban: engga mba, kegiatannya ya paling udah kaya biasa, kalau aja
anak kebanyakan main misalnya, harusnya ngaji malah main, itu
kadang saya menyuruh anak saya buat persiapan ngaji.
31. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila
berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?
Jawaban: ya mba, soalnya belum apa-apa aja biasanya anak udah
minta duluan.
32. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka
melanggar sesuatu? Mengapa?
Jawaban: tergantung dia melanggar apa dulu mba, kalau masih ringan
ya dikasih tau dulu biar engga ngulangin lagi.
33. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk
menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?
Jawaban: tentu saja mba, saya biasakan anak saya biar latihan
tanggung jawab dan disiplin.
34. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku
baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar
menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?
Jawaban: ya harus mba, karena anak bersikap itu dari apa yang mereka
lihat sehari-hari terutama ya sikap orang tuanya.
35. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda
sedang tidak bersama anak?
Jawaban: bukan peraturan sih mba, saya cuma mengingatkan anak
saya saja misal waktunya ngaji ya ngaji, main ya main udah ada
porsinya masing-masing gitu.
Kode Responden : Agas (AS)
Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 08 Desember 2017
1. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?
apa saja yang anda lakukan bersama mereka?
Jawaban: iya mba, ya nemenin anak belajar, ngajak main, dan lain-
lain.
2. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar
agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat
beribadah?
Jawaban: iya mba, biasanya kalau anak ngaji saya yang nyimak,
biasanya habis maghrib itu.
3. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran
agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?
Mengapa?
Jawaban: iya mba, biasanya saya tanya sama anak saya tadi diajarin
apa, terus sama saya diulang lagi.
4. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah
dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?
Iya mba, itu ngajarin anak juga buat disiplin, sejak kecil anak saya
dibiasakan seperti itu.
5. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?
Ya mba, walaupun engga sampe penuh cuma setengah hari aja. Ya
sambil mengenalkan kewajiban seorang muslim itu apa aja.
6. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?
Jawaban: iya mba, melatih anak buat menolong sesama.
7. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ
untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?
mengapa?
Jawaban: anak saya kebetulan ikut di TPQnya mba.
8. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan
oleh anak?
Jawaban: iya mba alhamdulillah ada semua, biar anak juga lebih giat
ibadahnya.
9. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus
diawali dengan berdoa? Mengapa?
Iya mba tentu saja, ya karena setiap kegiatan harus diawali dengan
berdoa biar dimudahkan.
10. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat
waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika
bangunnya terlambat?
Jawaban: iya mba, biasanya ya kalau ngga saya istri saya, biasanya
kalau habis belajar malam itu kita mengingatkan anak-anak.
11. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?
Mengapa?
Jawaban: kegiatan sehari-hari anak itu ya udah paten gitu jadi anak
melakukan kegiatan dengan seperti biasa, tapi ya udah ada porsi atau
waktunya masing-masing.
12. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila
berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?
Jawaban: kalau pujian tentu mba biar anak semangat lagi, kalau hadiah
ya saya berikan tapi tidak pada saat itu juga, biar anak tahu
mendapatkan sesuatu itu perlu perjuangan dulu.
13. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka
melanggar sesuatu? Mengapa?
Jawaban: biasanya saya nasehati dulu mba.
14. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk
menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?
Jawaban: ya mba, walaupun cuma merapikan tempat tidurnya aja, buat
melatih anak aja, membiasakan anak mulai sedikit.
15. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku
baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar
menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?
Jawaban: tentu saja memberi contoh mba, karena anak-anak akan
berperilaku seperti apa yang dilihat dari perilaku orang sekitar.
16. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda
sedang tidak bersama anak?
Jawaban: saya nasehati mba, waktunya ngaji ya ngaji, waktunya main
ya main, kadang kalau main terus malamnya kan jadi engga mau
belajar karena kecapean, jadi ya saya melatih seperti itu untuk
berdisiplin waktu.
DOKUMENTASI
08 Desember 2017
(Wawancara dengan anggota TNI-AD di Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga)
08 Desember 2017
(Wawancara dengan anggota TNI-AD di Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga)
09 Desember 2017
(Kegiatan mengaji di salah satu rumah yang ada di Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga )
09 Desember 2017
(Kegiatan mengaji di salah satu rumah yang ada di Asrama Militer Yonif
411/Pandawa Salatiga)
10 Desember 2017
(Kegiatan shalat berjama’ah di Masjid Nur Istiqlal)
10 Desember 2017
(Kegiatan shalat berjama’ah di Masjid Nur Istiqlal)
13 Desember 2017
(Kegiatan Yasinan anggota TNI-AD di masjid Nur Istiqlal)
13 Desember 2017
(Kegiatan Yasinan anggota TNI-AD di masjid Nur Istiqlal)
15 Desember 2017
(Kegiatan Bakti Sosial Ibu Persit Yonif 411/Pandawa Salatiga
bersama anak yatim piatu)
15 Desember 2017
(Kegiatan Bakti Sosial Ibu Persit Yonif 411/Pandawa Salatiga
bersama anak yatim piatu)