peran keluarga dalam membentuk karakter …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4110/1/skripsi...

160
PERAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN BERIBADAH ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN DARAT (Studi Kasus di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh TYAS INDRA YUDIANTARI NIM 11114226 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Upload: ngonhi

Post on 06-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERAN KELUARGA

DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN

BERIBADAH ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN

DARAT

(Studi Kasus di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga) Tahun 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

TYAS INDRA YUDIANTARI

NIM 11114226

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2018

PERAN KELUARGA

DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN

BERIBADAH ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN

DARAT

(Studi Kasus di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga) Tahun 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

TYAS INDRA YUDIANTARI

NIM 11114226

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2018

x

ABSTRAK

Yudiantari, Tyas Indra. 2018. Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter

Disiplin Beribadah Anak Keluarga TNI-Angakatan Darat (Studi Kasus di

Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017. Skripsi.

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Prof. Dr. Mansur,

M.Ag.

Kata Kunci: anak di lingkungan asrama militer TNI-AD, pembentukan

karakter disiplin ibadah, peran keluarga

Penelitian ini membahas peran pendidikan keluarga menurut konsepsi

Islam yang diimplementasikan ke dalam format pendidikan TNI di lingkungan

Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga yang dapat membentuk dan membangun sikap

disiplin kepada anak, baik disiplin waktu maupun giat beribadah. Dengan fokus

penelitian (1) bagaimana peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin

anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga tahun

2018?. (2) Bagaimana bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi

anak di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga?. Penelitian

kualitatif ini dalam pengumpulan data yang dibutuhkan menggunakan wawancara,

observasi, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan (1) bahwa orang tua yang bekerja sebagai

anggota TNI di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga dalam

membentuk karakter disiplin beribadah dengan cara memberikan nilai-nilai agama

yang berkualitas kepada anak-anak mereka, mulai dari menanamkan nilai-nilai

agama sejak usia dini, mengajarkan dan mengarahkan anak cara ibadah,

membiasakan kepada anak untuk bersikap disiplin dimana dan kapan saja, serta

memotivasi anak untuk selalu meningkatkan giat beribadah, dan memiliki akhlak

yang baik, para orang tua di lingkungan Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga juga mengikutsertakan anaknya untuk belajar agama di TPQ, maupun

mengundang guru privat untuk menambah ilmu agama serta memberi teladan

kepada anak-anaknya, menempatkan hak dan kewajiban sebagai orang tua,

meskipun sering kali sebagai prajurit TNI mereka mendapat tugas dinas di luar

kota, sehingga orang tua benar-benar memanfaatkan waktunya untuk keluarga

khususnya anak. Karena dalam perkembangannya anak membutuhkan arahan,

motivasi, serta pengawasan dari orang tua. Selain itu, orang tua juga berusaha

untuk menjadi panutan yang baik bagi anak-anaknya, baik dalam hal perkataan

maupun perbuatannya, karena orang tua di mata anak-anaknya adalah figur atau

contoh yang akan ditiru, oleh sebab itu, orang tua harus mampu memberi contoh

yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta. (2) Dalam

mendidik dan membentuk karakter disiplin ibadah anak, orang tua membutuhkan

waktu untuk berproses, yaitu dengan cara melatih, membiasakan, serta kontrol

orang tua untuk mengembangkannya.

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN .................................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................................... iv

MOTTO ......................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ......................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

ABSTRAK .................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7

D. Kegunaan Penelitian..................................................................... 7

E. Definisi Operasional..................................................................... 8

F. Metode Penelitian......................................................................... 10

G. Sistematika penulisan ................................................................... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan dalam Keluarga dan Pendidikan

1. Pengertian Keluarga .............................................................. 15

2. Pengertian Orang Tua ............................................................ 16

3. Tipe Orang Tua ...................................................................... 16

xii

4. Kewajiban dan Hak Orang Tua dan Anak ............................. 19

5. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan ................................... 23

6. Relasi Antar Personal dalam Keluarga .................................. 25

7. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter ...................... 29

8. Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan

Kedisiplinan Diri Anak .......................................................... 35

B. Tinjauan Tentang Kedisiplinan Anak dalam Beribadah

1. Pengertian Kedisiplinan ......................................................... 44

2. Tujuan Disiplin....................................................................... 46

3. Macam-Macam Disiplin......................................................... 46

4. Kegunaan Disiplin .................................................................. 51

5. Pengertian Beribadah ............................................................. 53

C. Tinjauan Mengenai TNI

1. Pengertian TNI ....................................................................... 56

2. Sapta Marga TNI .................................................................... 56

3. Delapan Wajib TNI ................................................................ 57

4. Sumpah Prajurit ...................................................................... 58

5. Disiplin Militer....................................................................... 58

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga

1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga ..................... 59

2. Letak Geografis ...................................................................... 62

3. Visi Misi TNI-AD .................................................................. 63

4. Kegiatan Keagamaan di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga 64

B. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Kondisi Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 66

2. Kondisi Penduduk Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 67

3. Kondisi Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

xiii

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................................... 67

4. Kondisi Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/

Pandawa Salatiga Kompi Markas/Mayangkara ..................... 68

C. Hasil Penelitian

1. Peran Keluarga TNI dalam Membentuk Karakter Disiplin Anak

dalam Beribadah..................................................................... 69

2. Bentuk Pendidikan Karakter Disiplin Ibadah yang Ideal

bagi Anak di Lingkungan TNI ............................................... 71

BAB IV PEMBAHASAN

A. Peran Keluarga TNI dalam Membentuk Karakter Disiplin

Anak dalam Beribadah ................................................................. 87

B. Bentuk Pendidikan Karakter Disiplin Ibadah yang Ideal

bagi Anak di Lingkungan TNI ..................................................... 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 95

B. Saran ............................................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI

2. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

3. SURAT KETERANGAN PENELITIAN

4. PEDOMAN WAWANCARA

5. HASIL WAWANCARA

6. DOKUMENTASI

7. LEMBAR KONSULTASI

8. KETERANGAN SKK

9. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Batas-Batas Wilayah Yonif 411/Pandawa Salatiga

Tabel 3.2 Profesi/Mata Pencaharian Penduduk Perempuan di Kompi

Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga

Tabel 3.3 Pendidikan Pendudukan Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga

Tabel 3.4 Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Asmil Yonif

411/Pandawa Salatiga

Tabel 3.5 Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan

pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai makhluk yang

dididik dan makhluk yang mendidik secara sekaligus (Sukardjo & Ukim,

2009: 1). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa

terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan orang lain maupun

terhadap dirinya sendiri. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat (life

long education) yang berlangsung sejak di buaian hingga ke liang lahat

(from the cradle to the grave) (Sukardjo & Ukim, 2009: 1).

Pendidikan diharapkan dapat membentuk generasi muda yang

memiliki pengetahuan, keterampilan, serta berbudi pekerti luhur, sehingga

mereka mampu mengakses peran mereka di masa yang akan datang. Itulah

artinya, pendidikan mesti membekali anak didik dengan keterampilan

yang sangat dibutuhkan sesuai tuntutan zaman (Agus Wibowo, 2013: 2-3).

Sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003, pada Pasal 1

ayat (1) yang berbunyi:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

anak didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara”.

2

Tolak ukur pendidikan yang membina kepribadian harus jelas.

Berhubungan dengan pendidikan Islam, pembinaan kepribadian yang

dimaksud adalah kepribadian yang merujuk pada ajaran Islam. Contoh

paling sempurna di antara semua manusia adalah pribadi Nabi Muhammad

S.A.W. karena Allah S.W.T. menegaskan bahwa Rasulullah S.A.W.

menjadi uswatun khasanah (contoh yang baik) bagi umat manusia.

Tujuan pendidikan Islam adalah mendidik manusia yang berguna

bagi dirinya dan masyarakat, serta gemar untuk mengamalkan,

mengembangkan ajaran Islam yang berhubungan dengan Allah bahkan

manusia sesamanya, di dunia dan di akhirat nanti (Zakiah Darajat, 2008:

29-30). Jadi, tujuan pendidikan Islam adalah tercapainya manusia

seutuhnya, yaitu manusia berakhlak mulia yang terbina potensinya secara

menyeluruh baik secara fisik intektual maupun akhlak agar dapat

melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah yang bahagia di dunia dan

akhirat.

Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama

antara keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat (Slamet Suyanto,

2005: 56). Peran keluarga dan masyarakat hanya memiliki presentase yang

sedikit dalam keberhasilan pendidikan. Ibarat orang jika salah satu anggota

tubuhnya mengalami masalah maka apa yang dilakukannya tidak akan

maksimal. Begitu juga pendidikan, membutuhkan berbagai peran dalam

pelaksanaannya. Sekolah tidak bisa sepenuhnya bertanggung jawab

terhadap keberhasilan pendidikan, begitu juga pemerintah, mereka hanya

3

bertanggung jawab dalam perencana dan pengawas kependidikan, oleh

karena itu, peran keluarga dalam pelaksanaan kependidikan sangatlah

dibutuhkan.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama

dalam setiap aspek kehidupan (Mohammad Takdir Illahi, 2013: 82).

Banyak waktu luang yang dihabiskan bersama keluarga sejak anak dalam

kandungan sampai dengan dilahirkan, tempat pertama mereka belajar yaitu

dengan keluarga, karena keluarga adalah fase awal dalam membentuk

generasi berkualitas, mandiri, tangguh, potensial, dan bertanggung jawab

terhadap masa depan bangsa (Mohammad Takdir Illahi, 2013: 82).

Keluarga terutama kedua orang tua adalah penanggung jawab

utama dalam proses pendidikan anak dan menjadi penentu keberhasilan

atau kegagalan anak dalam mencapai pendidikan yang hakiki,

sebagaimana dalam firman Allah S.W.T surat at-Tahriim ayat 6:

ليهاع والحجارة الناس وقودها نارا وأهليكم أنفسكم قوا آمنوا الذين أيها يا

يعصون ال شداد غالظ مالئكة يؤمرون ما ويفعلون أمرهم ما للا

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah

manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang

diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan”.

Orang tua bertugas dalam mengasuh anak, dengan pola asuh yang

baik dan benar. Pengasuhan orang tua berfungsi untuk memberikan

kelekatan dan ikatan emosional, atau kasih sayang antara orang tua dan

4

anaknya, juga adanya penerimaan dan tuntunan dari orang tua dan melihat

bagaimana orang tua menerapkan disiplin kepada anak-anaknya

(Muallifah, 2009: 42).

Peranan keluarga sangat besar menyiapkan anak, sehingga mampu

mandiri, bertanggung jawab, dan disiplin di tengah masyarakat. Untuk itu

diperlukan perhatian orang tua yang dimanifestasikan pada pola

kepemimpinan terhadap anak dan dapat mendorong kemajuan anak di

dalam keluarga, sehingga tercipta keluarga yang sejahtera, bahagia dunia

dan akhirat.

Keluarga dituntut agar dapat merealisasikan nilai-nilai positif,

sehingga terbina kepribadian dan karakter anak yang baik dan disiplin

untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang diharapkan. Untuk itu orang tua

harus terlebih dahulu menjalankan perintah agama serta memiliki akhlak

yang baik, karena anak akan mencontoh apa yang dilihat dari orang

tuanya, baik dalam pergaulan hidup maupun dalam berbagai hal akan

menjadi teladan dan pedoman yang akan ditiru oleh anak-anaknya.

Dewasa ini, tingkat kedisiplinan anak sangatlah minim dan disiplin

dalam beribadah pun sangat kurang jika tidak melalui panggilan atau

perintah dari orang tuanya. Apalagi pada kenyataannnya masih banyak

sekali orang tua yang disibukan dengan pekerjaan dan hal-hal lain dan

masih banyak pendidikan akhlak keagamaan dan karakter orang tua masih

kurang untuk diajarkan kepada anaknya. Oleh karena itu, orang tua harus

5

memiliki bekal pengetahuan agama dan akhlak yang baik untuk diajarkan

kepada anaknya.

Walaupun dalam keadaan sesibuk apapun orang tua harus bisa

menerapkan sikap disiplin belajar agama Islam bagi anak-anaknya.

Karena, bagaimanapun juga pendidikan dan pengarahan langsung dari

orang tua akan lebih berarti dan bermakna bagi si anak dari pada

pendidikan dari lembaga lain. Dengan pengarahan langsung dari orang tua

itu salah satu bentuk bukti orang tua perhatian terhadap anaknya. Orang

tua tidak boleh hanya mengandalkan uang dan menyerahkan pendidikan

anak-anaknya kepada orang lain seperti guru atau sekolahan, TPQ atau

guru ngaji, mereka menganggap bahwa kewajibannya mereka sudah

terwakilkan pada pihak yang bersangkutan dan orang tua sudah tidak lagi

memberikan perhatian yang cukup kepada anak-anaknya. Karena,

pendidikan dilaksanakan tidak hanya pada lembaga pendidikan saja, tetapi

peran orang tua dan masyarakat juga sangat mempengaruhi proses

perkembangan pendidikan si anak.

Namun, fenomena itu tidak sejalan dengan pernyataan yang ada

pada lingkungan TNI. Di lingkungan TNI masih banyak orang tua yang

memperhatikan kedisiplinan anaknya bahkan masih banyak kegiatan

keagamaan masyarakat yang diadakan rutin di lingkungan TNI Angkatan

Darat Yonif 411 Pandawa Salatiga. Rata-rata orang tua yang berprofesi

TNI memiliki konsep pendidikan yang berbasis kedisiplinan yang akan

diterapkan pada anaknya, dan juga pendidikan yang pernah ditempuh oleh

6

orang tuanya pada masa pendidikan kemiliteran terdapat beberapa

pendidikan kegamaan dan ke-rohaniahan tidak serta merta mendidik keras

kedisiplinan yang akan diterapkan kepada anak mereka. Disiplin militer

dalam TNI keyakinan dan taat loyal kepada atasan dengan berpegang

teguh kepada sendi-sendi yang dinyatakan dalam sapta marga dan sumpah

prajurit. Bukan hanya disiplin militer saja yang diterapkan dalam TNI

yaitu ada disiplin beribadah, yaitu keyakinan dan taat kepada Tuhan Yang

Maha Esa yang diterapkan kepada setiap anggotanya, ibadah mahdhah

yang dilakukan setiap prajurit TNI di lingkungan Arama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga shalat berjama’ah di masjid pandawa, yasinan rutin

yang diselenggarakan di masjid pandawa, kemudian ibadah ghairu

mahdhah melakukan bakti sosial, menjaga tali silahturahim antar sesama

anggota, gotong royong, menjaga kerapihan dalam sikap dan tindakan.

Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul PERAN KELUARGA

DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN BERIBADAH

ANAK KELUARGA TNI-ANGKATAN DARAT (Studi Kasus di

Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017 karena

peneliti ingin mengkaji bagaimana peran pendidikan keluarga menurut

konsepsi Islam yang diimplementasikan ke dalam format pendidikan

keluarga TNI yang dapat membentuk dan membangun karakter anak untuk

berdisiplin waktu dan giat beribadah.

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, pokok

permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin

anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga

Tahun 2017?

2. Bagaimana bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi

anak di lingkungan TNI di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga Tahun 2017?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan diadakannya

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran keluarga TNI dalam membentuk karakter

disiplin anak dalam beribadah di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga Tahun 2017.

2. Untuk mengetahui bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang

ideal bagi anak di lingkungan TNI di Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga Tahun 2017.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis maupun secara praktis. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai

berikut:

8

1. Secara Teoritis

a. Memberikan konstribusi keilmuan terhadap penelitian pendidikan

secara umum.

b. Menambah dan memperkaya khasanah keilmuan dalam dunia

pendidikan yang berhubungan dengan konsep pendidikan keluarga

dalam pembentukan karakter disiplin beribadah.

c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan khususnya

di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

2. Secara Praktis

a. Bagi orang tua, khususnya di lingkungan Asrama Militer Yonif

411 Pandawa Salatiga, merupakan bahan masukan sebagai langkah

yang efektif agar tetap membimbing kedisiplinan belajar agama

Islam kepada anak-anaknya.

b. Bagi anak, setidaknya dapat dijadikan bahan pertimbangan agar

memiliki kemauan keras untuk selalu meningkatkan kedisiplinan

dalam beribadah.

c. Bagi penulis, untuk menambah wawasan mengenai peran

pendidikan keluarga dalam pembentukan karakter disiplin ibadah

anak di lingkungan militer.

E. Definisi Operasional

Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam

memahami judul yang penulis bahas, dan memberikan pengertian dalam

9

ruang lingkup penelitian, adapun penjelasan judul dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Peran pendidikan keluarga

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, peran berarti tindakan

yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Depdiknas,

2001: 854). Pendidikan keluarga adalah pendidikan atau pembinaan

secara informal yang diberikan dalam keluarga kepada anak berupa

pembinaan kepribadian, memimpin, memelihara, mengasihi,

bertanggung jawab, dan memberi pengetahuan untuk setiap proses

perkembangannya. Keluarga merupakan akar bagi terbentuknya akhlak

dan karakter anak, dan subjek dalam keluarga sebagai pendidik adalah

orang tua (Haitami Salim, 2013: 135).

2. Pembentukan karakter disiplin

Karakter adalah ciri khas seseorang atau sekelompok orang

yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran

dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Anas & Irwanto, 2013:

42). Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan (Anas & Irwanto, 2013:

54). Pendidikan karakter disiplin dapat dimaknai sebagai pendidikan

nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,

yang bertujuan untuk menunjukan tertib dan patuh pada ketentuan dan

peraturan.

10

3. Ibadah

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ibadah adalah perbuatan

untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaan

mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (Depdiknas,

2001: 415).

4. Anak

Manusia yang berkembang menuju ke tingkat yang dewasa

yang memerlukan bimbingan dan pertolongan dari orang lain yang

sudah dewasa guna melakukan tugasnya sebagai makhluk

(Angeningsih, 2016: 65)

5. TNI-Angkatan Darat

Singkatan dari Tentara Nasiona Indonesia yang berada di

naungan presiden republik Indonesia sebagai kekuatan inti

SISHANKAMRATA (Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta)

yang menjaga NKRI dari berbagai ancaman dan serangan dari dalam

maupun luar (KEPUTUSAN DANKODIKLAT TNI AD NOMOR

KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER 2011).

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penulisam kualitatif, oleh sebab

itu pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif

deskriptif. Maksudnya untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

11

tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011: 6).

Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk

memberikan gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan

mengkaji permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya

melibatkan diri pada situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang

berhubungan dengan permasalahan tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian dengan beberapa

pertimbangan, yaitu belum pernah ada yang melakukan penelitian

serupa di tempat tersebut. Alasan lainnya adalah ketertarikan peneliti

terhadap peran keluarga menurut konsepsi Islam yang di

implementasikan ke dalam format keluarga TNI yang nota bene

bergerak dalam bidang militer yang dapat membentuk dan membangun

karakter anak untuk berdisiplin dan giat beribadah.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi, wawancara, dokumentasi.

a. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemuatan

perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat

12

indra (Arikunto, 2014: 199). Metode ini digunakan untuk

mengamati secara langsung terhadap keluarga TNI Angkatan Darat

dan aktifitas ibadah anak dalam kehidupan sehari-hari.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu

yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)

yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)

yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:

186). Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah orang tua

yang berprofesi sebagai TNI. Adapun yang akan menjadi informan

dalam penelitian ini adalah keluarga TNI di Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga yang berjumlah 144 keluarga dalam Kompi

A, peneliti mengambil 20 keluarga untuk menjadi informan yang

dipilih secara random.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto,

2014: 274). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data

mengenai situasi umum lokasi penelitian, dokumentasi kegiatan

penelitian dan dokumentasi lainnya sebagai penguat seluruh

informasi yang didokumentasikan adalah aktifitas yang

berhubungan dengan pendidikan keluarga dalam pembentukan

13

karakter disiplin ibadah anak di lingkungan keluarga TNI. Dengan

dokumentasi maka data yang diperoleh akan lebih terbukti

kebenarannya. Metode ini berfungsi untuk mendapatkan data-data

yang diperoleh di lapangan, adapun yang diperlukan untuk

keperluan dokumentasi.

4. Analisis Data

Adapun analisis data yang digunakan penulis adalah teknik

analisis deskriptif, yaitu pengumpulan data berupa kata-kata, gambar,

yang mana data tersebut berasal dari naskah, hasil wawancara, catatan

lapangan, foto, dan lain-lain (Moleong, 2011: 11). Setelah semua data

yang diperlukan dalam penulisan ini terkumpul, maka selanjutnya data

diolah dan disajikan dengan menggunakan teknik deskriptif.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi lima pokok

pikiran yang masing-masing termuat dalam bab yang berbeda-beda.

Berikut uraian dari masing-masing bab:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini akan dikemukakan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II Kajian Pustaka. Pada bab ini akan dikemukakan hal-hal

yang diteliti yang pertama, yaitu tinjauan dalam keluarga dan pendidikan

yang di dalamnya mengenai orang tua, tipe orang tua, anak, keawajiban

14

dan hak anggota keluarga, peranan orang tua dalam pendidikan, relasi

antar personal dalam keluarga, peran keluarga dalam pembentukan

karakter, upaya orang tua dalam meningkatkan disiplin diri anak. Yang

kedua, yaitu tinjauan kedisiplinan beribadah, pengertian kedisiplinan,

tujuan disiplin, macam-macam disiplin, bentuk dan pendekatan

kedisiplinan, pengertian ibadah, disiplin dalam beribadah, kegunaan

disiplin, pengertian ibadah. Ketiga, tinjauan mengenai TNI pengertian

TNI, sapta marga TNI, delapan wajib TNI, sumpah prajurit, serta disiplin

militer.

BAB III Hasil Penelitian. Pada bab ini akan dikemukakan tentang

gambaran umum lokasi lingkungan akademis TNI Angkatan Darat dan

objek penelitian dan penyajian hasil penelitian.

BAB IV Pembahasan. Pada bab ini akan dikemukakan pembahasan

hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III. Pembahasan

dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang diintregasikan ke

dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan jalan menjelaskan

temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu.

BAB V Penutup. Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan dari

pembahasan hasil penelitian dan saran dari peneliti sebagai sumbangan

pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah diperoleh.

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan dalam Keluarga dan Pendidikan

1. Pengertian Keluarga

Menurut Maulana (dalam Safrudin, 2015: 15) keluarga adalah

kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh suatu ikatan

perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan

yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk

kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota yang ada

di dalam keluarga tersebut.

Menurut Achmad (dalam Safrudin, 2015: 15) keluarga adalah

suatu kelompok sosial yang ditandai oleh tempat tinggal bersama,

kerjasama ekonomi, dan reproduksi yang dipersatukan oleh pertalian

perkawinan atau adopsi yang disetujui secara sosial, yang saling

berinteraksi sesuai dengan peranan-peranan sosialnya.

Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan

darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah

merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh hubungan darah

antara satu dengan lainnya. Berdasarkan dimensi hubungan darah ini,

keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti.

Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga merupakan suatu

kesatuan sosial yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau

interaksi dan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya,

16

walaupun diantara mereka tidak terdapat hubungan darah (Shochib,

1998: 17).

Dari beberapa pengertian di atas, keluarga adalah sekelompok

orang yang terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya dalam ikatan

nikah ataupun nasab yang hidup dalam satu tempat tinggal, memiliki

aturan yang ditaati secara bersama dan mampu mempengaruhi antar

anggotanya serta memiliki tujuan dan program yang jelas.

2. Pengertian Orang Tua

Menurut Thamrin Nasution (dalam Angeningsih, 2016: 27)

orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam

suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-

hari disebut sebagai bapak dan ibu. Sementara, menurut Hurlock

(dalam Angeningsih, 2016: 27) orang tua merupakan orang dewasa

yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan.

Jadi, orang tua adalah pemimpin dan pengendali yang memiliki peran

dan pengaruh yang besar dalam kehidupan anak.

3. Tipe Orang Tua

Orang tua adalah pemimpin, pengendali, dan penentu situasi

dalam rumah dan anak-anaknya merupakan tempat awal pertumbuhan

dan perkembangan anak, maka situasi rumah sangat menentukan bagi

pembentukan karakter si anak. Oleh karena itu, orang tua pasti

memiliki suatu pola atau sistem perlakuan tertentu terhadap anak-

17

anaknya. Orang tua dapat dikelompokkan dalam tiga tipe (Bambang &

Hanny, 2013: 26-28), yaitu:

a. Orang tua pendekat (Attacher)

Adalah orang tua yang mencoba mendekatkan diri kepada

anak-anaknya. Mereka selalu menjaga citra, berorientasi apa kata

orang terhadap mereka. Kepribadian mereka mengacu kepada

emosi, perasaan, citra, dan penerimaan.

Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari kelompok orang

tua ini adalah orang tua yang percaya diri, memberi dukungan

kepada anak-anak, memberi dengan tulus, mampu membangun

hubungan, memiliki empati, suka mengasuh, mendukung potensi

orang lain, serta penuh perhatian.

Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah selalu mencari

penerimaan dari lingkungan, “moody”, suka menyanjung anak,

selalu ingin memiliki citra orang tua sempurna, mementingkan

hasil dan kurang sabar dalam pelaksanaan, melankolis, emosi

mudah meningkat, egosentris.

b. Orang tua penjaga jarak (Detacher)

Adalah orang tua yang menjaga jarak. Mereka yang

memiliki kepribadian ini mengacu kepada pikiran, konsep, dan

aktivitas mental. Orang tua yang suka menganalisis serta

mengumpulkan gagasan dan pengetahuan untuk bisa mengerti

18

banyak hal. Mereka mengandalkan pikiran logis dalam

berargumentasi.

Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari kelompok ini

adalah rasionalitas, tenang dan seimbang, objektif, mandiri, tidak

menghakimi, bisa menahan diri, bertanggung jawab, tekun,

berpikir jernih, serta mampu memecahkan masalah.

Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah menarik diri dari

interaksi pribadi, menginginkan privasi, kurang spontan, tidak

komunikatif, ketakutan, ragu-ragu, defensif, curiga, serta suka

menunda-nunda.

c. Orang tua bela diri (Defender)

Adalah kelompok orang tua yang membela diri, memiliki

kepribadian yang mengacu kepada fisik, naluri, dan penghargaan.

Orang tua yang terlalu mengandalkan nalurinya untuk merasa

aman serta ingin didengar dan dihargai anak-anaknya.

Sisi positif yang perlu ditingkatkan dari orang tua ini adalah

terus terang, melindungi yang lemah, berorientasi pada detail,

terus-menerus memperbaiki diri, serta memiliki kemampuan

analisis.

Sisi negatif yang perlu diperbaiki adalah otoriter, kaku,

mengendalikan, menyalahkan orang lain, berfokus pada kesalahan,

tidak fleksibel, serta sensitif atas kritik.

19

4. Kewajiban dan Hak Orang Tua dan Anak

a. Kewajiban dan hak Ayah

Seorang ayah sebagai kepala keluarga sudah selazimnya

tidak sebatas mencukupi keperluan anggotanya secara batin saja.

Akan tetapi, sang ayah sekaligus suami juga berkewajiban dalam

pemenuhan keperluan lahir khususnya yang bersifat primer berupa

sandang, pangan, dan papan, serta pendidikan.

Kewajiban besar yang harus dipikul seorang suami

mencakup memelihara keluarga dari api neraka, mencari dan

memberi nafkah secara halal, bertanggung jawab atas ketenangan,

keselamatan, dan kesejahteraan keluarga, memimpin keluarga,

mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab,

mencari istri yang shalehah, memberi kebebasan berpikir dan

bertindak kepada istri sesuai dengan ajaran agama, mendoakan

anak-anaknya, menciptakan kedamaian (ketenangan jiwa) dalam

keluarga memilih lingkungan yang baik serta berbuat adil

(Safrudin, 2015: 36).

Tanggung jawab berat tersebut dipikul oleh seorang ayah

dalam mendidik anggota keluarganya untuk senantiasa berbuat

baik, beribadah dan bertaqwa dalam menjalani kehidupan di dunia.

Sedangkan, memenuhi kecukupan nafkah lahir secara halal harus

disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya.

20

Adapun hak suami atau ayah dalam keluarga di antaranya

dihormati dan ditaati oleh seluruh anggota keluarga, dibantu dalam

mengelola rumah tangga, diperlakukan dengan baik dan penuh

cinta kasih dalam memenuhi kebutuhan fisik, biologis maupun

psikisnya, menuntut istri untuk menjaga kehormatan dirinya dan

keluarga yang diamanahkan kepadanya, disantuni dan disayangi di

hari tua oleh anak bahkan setelah meninggalnya (Safrudin, 2015:

38).

b. Kewajiban dan hak Ibu

Seorang perempuan yang berperan sebagai ibu atau istri

hendaknya memiliki kewajiban untuk senantiasa taat, hormat dan

patuh pada norma agama dan susila, memberikan kasih sayang dan

menjadi tempat curahan hati anggota keluarganya, mengatur dan

mengurus rumah tangga, merawat, mendidik dan melatih anak-

anaknya sebagai amanah Allah S.W.T, memelihara dan menjaga

kehormatan serta melindungi diri dan harta benda keluarga,

menerima dan menghormati pemberian (nafkah) suami serta

mencukupkan (mengelola) dengan baik, cermat, hemat, dan bijak

(Safrudin, 2015: 40).

Sedangkan, hak seorang ibu atau istri dalam keluarga

adalah memperoleh cinta dan kasih sayang dari suami,

mendapatkan nafkah yang halal dan baik, mendapatkan bimbingan

dan pendidikan khususnya pendidikan agama dan keluarga,

21

dicukupi segala kebutuhannya baik ketika masih berusia muda

maupun ketika sudah berusia lanjut serta memperoleh kecukupan

lahir maupun batin (Safrudin, 2015: 40).

c. Kewajiban dan hak anak

Beberapa kewajiban yang harus dilakukan anak di

antaranya adalah hormat dan patuh pada kedua orang tua,

berakhlak baik pada keluarga, mendoakan keluarga khususnya

kedua orang tua, menyambung silahturahmi dengan kerabat dan

teman orang tua ketika orang tua sudah meninggal, menjunjung

tinggi nama baik orang tua dan sebagainya (Safrudin, 2015: 42).

Hak anak dalam keluarga pada hakikatnya mencakup aspek

spiritual, sosial, maupun emosional (Safrudin, 2015: 41-42).

Adapun rincian dari ketiga aspek di atas pada subtansinya

mencakup:

Pertama, hak nasab dan penyusuan. Artinya seorang anak

yang dilahirkan ke dunia berhak memperoleh hak nasab atau hak

menjadi keturunan dari sepasang suami istri dan memperoleh

cucuran air susu dari sang ibu yang melahirkannya. Adapun anak

yang lahir dan dinasabkan kepada orang tuannya bertujuan

menguatkan ikatan perkawinan suami dan istri sekaligus keduanya

benar-benar telah menjadi orang tua atas anak yang telah

dilahirkannya.

22

Sedangkan, hak memperoleh air susu ibu kandung maksud

bahwa setiap anak yang dilahirkan pada hakikatnya membutuhkan

asupan makanan yang cocok terbaik berupa air susu ibu. Sebab, air

susu ibu secara klinis mengandung selain sebagai bahan makanan

yang paling baik bagi anak juga mengandung suplemen pelindung

terhadap berbagai penyakit.

Kedua, seorang anak berhak memperoleh pengasuhan dari

kedua orang tuanya. Pengasuhan ini dapat berupa pemeliharaan

dalam bentuk pemberian makan, minum, pakaian, dan kesehatan,

serta pendidikan yang terbaik sesuai dengan kemampuan anak. Hal

ini sebagaimana diamanahkan Allah SWT dalam al-Qur’an surah

An-nisa ayat 9:

ية خلفهم من تركوا لو الذين وليخش ليهم ع خافوا ضعافا ذر

فليتقوا سديدا قوال وليقولوا للا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-

anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka

mengucapkan perkataan yang benar”.

Bentuk pendidikan sebagaimana diamanahkan dalam ayat

di atas tidak sebatas pengetahuan yang bersifat duniawi semata,

namun pendidikan dan pemantapan spiritual spiritual amat penting

dan harus mendapat perhatian dari kedua orang tuanya semenjak

anak dilahirkan.

23

Dalam ajaran Islam, pendidikan spiritual diberikan dengan

mengumandangkan kalimat adzan pada telinga sebelah kanan dan

iqomah pada telingan sebelah kiri. Dengan demikian, imunisasi

pertama yang harus diterima anak adalah imunisasi aqidah melalui

lafad kalimat-kalimat Allah, bukan imunisasi kesehatan fisik

semata.

Ketiga, anak berhak memperoleh nama yang baik.

Pemberian sebuah nama atas kelahiran seorang anak adalah sebuah

do’a sepanjang hayat dari kedua orang tua. Istilah jawa

menyebutnya asma kinarya japa (nama adalah do’a atau

pengharapan dari kedua orang tuanya). Dalam istilah lain, nama

adalah sebuah harapan dari kedua orang tuanya agar kelak menjadi

anak yang berhasil dan sukses sesuai dengan apa yang dicita-

citakannya. Keempat, anak berhak mendapatkan bimbingan dan

nasihat dari kedua orang tuanya termasuk pertimbangan dalam

memperoleh jodoh atau calon pasangan hidup.

5. Peranan Orang Tua dalam Pendidikan

a. Peranan Ibu dalam Pendidikan

Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak. peranan ibu dalam keluarga

amat sangat penting. Peran ibu, yaitu memberikan rasa kasih

sayang dan memberi rasa aman kepada anak (Zakiah Darajat,

1995: 49). Anak tidak hanya mempunyai kebutuhan jasmani saja,

24

akan tetapi ia juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan kejiwaan

yang menentuka perkembangan selanjutnya.

b. Peranan Ayah dalam Pendidikan

Ayah itu berperan penting dalam perkembangan anaknya

secara langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak

bahasa, berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Semuanya itu

akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Ayah

juga dapat mengatur serta mengarahkan aktivitas anak (Save M.

Dagun, 2013: 15). Misalnya, menyadarkan anak bagaimana

menghadapi lingkungannya dan situasi di luar rumah. Ia memberi

dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak, melangkah

lebih jauh, menyediakan perlengkapan permainan yang menarik,

mengajar mereka membaca, mengajak anak untuk memperhatikan

kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik di luar rumah., serta

mengajak anak berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah

(orang tua) untuk memperkenalkan anak dengan lingkungan

hidupnya dan dapat mempengaruhi anak dalam menghadapi

perubahan sosial dan membantu perkembangan kognitifnya di

kemudian hari.

Hasil penelitian belakangan ini telah memberikan pikiran

baru bahwa seorang ayah itu penting, tidak hanya melalui pengaruh

yang bersifat langsung tetapi juga tidak langsung (Save M. Dagun,

2013: 16). Misalnya melalui interaksi dengan istrinya. Dengan

25

mendukung istrinya, sang ayah secara tidak langsung

mempengaruhi anaknya. Istri yang merasa disayang suaminya

dengan sendirinya akan mempengaruhi sikapnya terhadap anak.

6. Relasi Antar Personal dalam Keluarga

Kehadiran keluarga sebagai komunitas masyarakat terkecil

memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan komunitas

masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kehidupan keluarga yang

harmonis perlu dibangun di atas dasar sistem interaksi yang kondusif.

Pendidikan dasar yang baik harus diberikan kepada anggota keluarga

sedini mungkin dalam upaya memerankan fungsi pendidikan dalam

keluarga, yaitu menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai

wahana untuk mentransferkan nilai-nilai dan sebagai agen transformasi

kebudayaan. Persoalannya adalah bagaimana sebenarnya bentuk-

bentuk interasi dalam keluarga. Ada beberapa bentuk interaksi dalam

keluarga, yaitu interaksi antara suami dan istri, interaksi antara ayah,

ibu, dan anak, interaksi antara Ibu dan anak, interaksi antara ayah dan

anak, dan interaksi antara anak dan anak (Syaiful Bahri, 2004: 49-60).

a. Interaksi antara Suami dan Istri

Interaksi sosial antara suami dan istri selalu saja terjadi, di

mana dan kapan saja. Tetapi interaksi sosial dengan intensivitas

yang tinggi lebih sering terjadi di rumah, karena berbagai

kepentingan. Misalnya, karena masalah kehangatan cinta, karena

ingin berbincang-bincang, karena ada permasalahan keluarga yang

26

harus dipecahkan, karena masalah anak, karena masalah sandang

pangan, karena untuk meluruskan kesalahan pengertian antara

suami dan istri, dan sebagainya (Syaiful Bahri, 2004: 49). Dalam

berumah tangga, bahu-membahu dan saling membantu antara

suami-istri sering sangat membantu untuk meringankan kegiatan

suami atau istri dalam menyelesaikan suatu tugas. Mereka terlibat

dalam aktivitas yang saling mengisi, tapi masing-masing berdiri

sendiri (Syaiful Bahri, 2004: 52).

b. Interaksi antara Ayah, Ibu dan Anak

Menurut Tate Qamaruddin (dalam Syaiful Bahri, 2004: 55)

orang tua yang baik adalah ayah-ibu yang pandai menjadi sahabat

sekaligus sebagai teladan bagi anaknya sendiri. Karena, sikap

bersahabat dengan anak mempunyai peranan besar dalam

mempengaruhi jiwanya. Sebagai sahabat, tentu saja orang tua harus

menyediakan waktu untuk anak. menemani anak dalam suka dan

duka, memilihkan teman yang baik untuk anak dan bukan

membiarkan anak memilih teman sesuka hatinya tanpa petunjuk

bagaimana cara memilih teman yang baik. Bercengkrama dan

bercanda durau dengan ayah atau ibu boleh jadi membosankan dan

anak perlu suasana baru di luar rumah. Membawa anak pergi ke

tempat tertentu, misalnya ke pgunungan, pantai, atau objek wisata

lainnya penting dilakukan demi menyenangkan hati anak.

27

Untuk mendukung ke arah pengembangan diri anak yang

baik salah satu upayanya adalah pendidikan disiplin (Syaiful Bahri,

2004: 55). Pendidikan disiplin dapat diberikan dalam bentuk

keteladanan dalam rumah tangga. Ayah dan ibu harus memberikan

teladan dalam hal disiplin yang baik dengan bijaksana dan dengan

menggunakan pujian, bukan selalu dengan kritik atau hukuman.

Sebab anak yang tumbuh dalam suasana pujian dan persetujuan

akan tumbuh lebih bahagia, lebih produktif dan lebih patuh dari

pada anak yang terus-menerus dikritik. Untuk melahirkan anak

dengan disiplin yang baik tidak mungkin dapat terbentuk dalam

waktu singkat, tetapi diperlukan waktu yang cukup lama dalam

siklus proses. Karenanya mendidik anak butuh kesabaran dan

memiliki kepekaan terhadap anak.

c. Interaksi antara Ibu dan Anak

Kiranya kenyataan menunjukkan, bahwa peranan ibu pada

masa anak-anak adalah besar sekali. Sejak dilahirkan, peranan

tersebut tampak dengan nyata sekali, sehingga dapat dikatakan

bahwa pada awal proses sosialisasi, seorang ibu mempunyai

peranan yang besar sekali (bahkan lebih besar daripada seorang

ayah) (Syaiful Bahri, 2004: 56). Peranan seorang ibu dalam

membantu proses sosialisasi tersebut, mengantarkan anak ke dalam

sistem kehidupan sosial yang berstruktur. Anak diperkenalkan

28

dengan kehidupan kelompok yang saling berhubungan dan saling

ketergantungan dalam jalinan interaksi sosial.

d. Interaksi antara Ayah dan Anak

Dengan posisi dan peranan yang sedikit berbeda antara ibu

dan ayah melahirkan hubungan yang bervariasi dengan anak.

Meski begitu, baik ibu maupun ayah, sama-sama berusaha berada

sedekat mungkin dengan anak-anaknya, seolah-olah tidak ada

jarak. Karena hanya dengan begitu, orang tua dapat memberikan

pendidikan lebih intensif kepada anaknya di rumah.

Seorang ayah dengan kesadaran yang tinggi akan

pentingnya pendidikan bagi anaknya akan berusaha meluangkan

waktu dan mencurahkan pikiran untuk memperhatikan pendidikan

anaknya (Syaiful Bahri, 2004: 59). Rela menyisihkan uangnya

untuk membelikan buku dan peralatan sekolah anak. menyediakan

ruang belajar khusus untuk keperluan belajar anak, membantu anak

bila dia mengalami kesulitan belajar. Menjadi pendengar yang baik

ketika anak menceritakan berbagai pengalaman yang

didapatkannya di luar rumah.

e. Interaksi antara Anak dan Anak

Interaksi antara sesama anak bisa berlangsung di mana dan

kapan saja (Syaiful Bahri, 2004: 60). Banyak hal yang menjadi

penghubung jalannya interaksi antara sesama anak. Misalnya,

masalah pelajaran, bermain, reakreasi, dan sebagainya. Pertemuan

29

antara kakak dan adiknya untuk membicarakan rencana berkunjung

ke rumah teman atau seorang adik yang meminta bantuan kepada

kakaknya bagaimana cara belajar yang baik adalah bentuk interaksi

antara sesama anak.

Interaksi yang berlangsung di antara mereka tidak sepihak,

tetapi secara timbal balik. Pada suatu waktu, mungkin saja seorang

kakak yang memulai pembicaraan untuk membicarakan sesuatu hal

kepada adiknya. Tetapi, di lain kesempatan bisa saja seorang adik

yang memulai pembicaraan untuk membicarakan sesuatu hal

kepada kakaknya. Mereka berbicara antar sesama mereka, tanpa

melibatkan orang tua. Bahasa yang mereka pergunakan sesuai

dengan alam pemikiran dan tingkat penguasaan bahasa yang

dikuasai. Mereka bertukar pengalaman, bersenda gurau, bermain

atau melakukan aktivitas apa saja menurut cara mereka masing-

masing dalam suka dan duka (Syaiful Bahri, 2004: 60).

7. Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter

Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak menjadi

penting dalam proses pendidikan karakter. Orang tua yang bijaksana

akan mengajak anak sejak dini untuk berinteraksi dengan lingkungan

sekitar. Saat itulah pendidikan karakter diberikan. Mengenalkan anak

akan perbedaan di sekelilingnya dan dilihatkan dalam tanggung jawab

hidup sehari-hari, merupakan sarana anak untuk belajar menghargai

perbedaan di sekelilingnya dan mengembangkan karakter di tengah

30

berkembangnya masyarakat. Pada tahap ini orang tua dapat

mengajarkan nilai-nilai universal seperti cara menghargai orang lain,

berbuat adil pada diri sendiri dan orang lain, dan orang lain (Eko

Harianto, 2011: 50). Pendidikan karakter sebagai salah satu alternatif

solusi mengatasi persoalan degradasi moral bangsa sangat penting

dilakukan sejak usia dini (Billah, 2016: 269).

Orang tua adalah contoh keteladanan dan perilaku bagi anak.

Oleh karena itu, orang tua harus berperilaku baik, saling asih, asah dan

asuh. Ibu yang secara emosional dan kejiwaan lebih dekat dengan

anaknya harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya

baik dalam bertutur kata, bersikap, maupun bertindak. Peran ibu dalam

pembentukan karakter ini demikian besar (Eko Harianto, 2011: 50),

sehingga ada pepatah yang mengatakan bahwa “Wanita adalah tiang

negara. Manakala wanitanya baik, maka baiklah negara. Manakala

wanitanya rusak, maka rusaklah negara”.

Peran bapak sebagai kepala keluarga juga harus mampu

menjadi teladan yang baik, karena ayah yang terlibat hubungan dengan

anaknya sejak awal akan mempengaruhi perkembangan kognitif,

motorik, kemampuan menolong diri sendiri, bahkan meningkatkan

kemampuan yang lebih baik dari anak lain. Kedekatan dengan ayah

tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter anak (Eko

Harianto, 2011: 50).

31

Di mata anak, orang tua (ayah-ibu) adalah figur atau contoh

yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Oleh sebab itu, ayah-ibu

harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi

pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya

dalam batasan yang wajar. Dengan memainkan peranan yang benar

dalam mendidik dan mengasuh anak, anak akan tumbuh dan

berkembang secara optimal. Dan yang tidak kalah pentingnya, anak

akan tumbuh menjadi anak yang berkarakter tidak mudah larut oleh

budaya buruk dari luar serta menjadi anak yang berkepribadian baik

sebagai aset generasi penerus bangsa di masa depan.

Beberapa kondisi yang berhubungan dengan kebutuhan akan

perilaku disiplin pada individu:

a. Proses penanaman perilaku disiplin pada satu anak dapat berbeda

dengan anak yang lain, walaupun dalam usia yang sama. Misalnya,

pada satu anak cukup dilakukan dengan kata-kata untuk tidak

bermain dengan korek api, sementara pada anak lain diperlukan

juga sentilan di jari secara fisik untuk membuatnya mengerti akan

larangan itu.

b. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan saat atau waktu

tertentu dalam suatu hari, di samping adanya faktor usia yang

berpengaruh, misalnya kebutuhan akan disiplin di siang hari, pagi

hari, atau malam hari.

32

c. Aktivitas-aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan mereka akan

disiplin. Disiplin paling mungkin dibutuhkan dalam kegiatan-

kegiatan rutin, seperti makan, tidur, atau mempersiapkan sekolah.

Kegiatan ini akan lebih banyak membutuhkan disiplin dibanding

ketika anak-anak sedang membaca atau bermain.

d. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan hari-hari dalam

dalam satu minggu. Hari Senin dan akhir Minggu (weekends)

adalah waktu di mana disiplin paling sering dibutuhkan.

e. Kebutuhan akan disiplin bervariasi sesuai dengan usia. Anak yang

lebih tua sering lebih sedikit membutuhkan disiplin beserta aneka

macamnya dibanding anak yang lebih muda (Dolet Unaradjan,

2003: 14).

Ada empat hal penting yang harus dipertimbangkan dalam

mendisiplinkan (Dolet Unaradjan, 2003: 15):

a. Aturan-aturan (Rules)

Aturan digambarkan sebagai pola berperilaku di rumah, di

sekolah, ataupun di masyarakat. Aturan-aturan itu memiliki nilai

pendidikan dan membantu anak untuk menahan perilaku yang

tidak diinginkan oleh masyarakat.

b. Hukuman (Punisment)

Beberapa fungsi hukuman dalam menanamkan disiplin

adalah sebagai berikut:

33

1) Yang bersifat membatasi, yaitu hukuman akan menghalangi

pengulangan perilaku yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

2) Yang bersifat mendidik, yaitu anak-anak belajar tentang hal

baik dan buruk melalui pemberian atau tidak diberikannya

hukuman ketika mereka bertindak tidak sesuai dengan standar

sosial yang berlaku.

3) Sebagai pembangkit motivasi untuk menghindari perilaku yang

ditolak masyarakat.

c. Imbalan (Reward)

Imbalan merupakan suatu penghargaan untuk hasil baik

yang telah dicapai. Imbalan tidak harus berbentuk materi, tetapi

bisa juga dalam bentuk kata-kata yang menyenangkan (pujian),

senyuman, tepukan, dan belaian.

Beberapa fungsi imbalan dalam disiplin yang berperan

dalam mengajari anak untuk berperilaku sesuai dengan harapan

masyarakat adalah sebagai berikut:

1) Yang memiliki nilai mendidik, yaitu imbalan yang diberikan

setelah anak berperilaku tertentu, sehingga anak tahu bahwa

perilaku itu adalah perilaku yang baik.

2) Imbalan menyediakan suatu motivasi untuk mengulangi

perilaku yang diterima masyarakat.

3) Imbalan menyediakan penguat (reinforcement) bagi perilaku

yang diterima masyarakat.

34

d. Konsistensi

Konsistensi berarti suatu derajat kesesuaian atau stabilitas

(uniformity or stability). Konsistensi harus menjadi ciri dari

seluruh segi dalam penanaman disiplin. Hukuman diberikan bagi

perilaku yang tidak sesuai dan hadiah untuk yang sesuai. Fungsi

konsistensi yang penting dalam disiplin, sebagai berikut:

1) Kosnsistensi dapat meningkatkan proses belajar untuk

berdisiplin.

2) Konsistensi memiliki nilai motivasional yang kuat untuk

melakukan tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi

tindakan yang buruk.

3) Konsistensi membantu perkembangan anak untuk hormat pada

aturan-aturan dan masyarakat sebagai otoritas. Anak-anak yang

telah berdisiplin secara konsisten mempunyai motivasi yang

lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar sosial yang

berlaku dibanding dengan anak-anak yang berdisiplin secara

tidak konsisten.

Kunci utamanya adalah konsistensi dan persistensi dari orang

tua. Disiplin tidak sama dengan kekerasan, kemarahan, luapan emosi,

ataupun hukuman. Hukuman adalah cara terakhir yang diterapkan bila

disiplin sudah berulang kali dilanggar, dan sudah ada persetujuan

bersama diantara orang tua dan anak (Naura Jasmine. 2009: 76).

35

Hukuman haruslah tidak bersifat menyakiti secara fisik, mental

atau verbal, namun berupa kesepakatan bahwa si anak akan kehilangan

haknya tertentu bila melanggar disiplin tertentu (Naura Jasmine, 2009:

77).

8. Upaya Orang Tua dalam Meningkatkan Kedisiplinan Diri Anak

Upaya orang tua dalam meningkatkan kedisiplinan diri anak

ada beberapa hal (Shochib, 1998: 70-86), yaitu:

a. Penataan lingkungan fisik

Upaya penataan lingkungan fisik telah diapresiasi sebagai

lahan dialog oleh anak-anaknya. Penghayatan ini ditimbulkan oleh

rasa terlindung dan aman dalam diri mereka. Mereka merasakan

adanya keakraban dalam berbagai nilai moral. Bagi mereka, rumah

benar-benar dirasakan sebagai bagian dari dirinya dan membuat

mereka mampu mengapresiasikan adanya kebersamaan dalam

penataan ruangan dan bentuk-bentuk (Moh Shochib, 1998: 71).

Penataan ruangan rumah terutama kamar dan ruangan belajar untuk

anak dilakukan melalui pelibatan anak-anak, karena hal tersebut

akan menimbulkan rasa nyaman, dan terciptanya dialog antar

anggota keluarga.

b. Penataan lingkungan sosial

1) Penataan Lingkungan Sosial Internal

Penataan lingkungan sosial internal dalam keluarga

dirasakan sebagai motivasi oleh anak-anaknya. Mereka

36

merasakannya sebagai bantuan karena adanya suasana

kedekatan dan keakraban di antara orang tua dengan anak.

Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan

mereka mampu berkomunikasi secara efektif dalam meletakkan

dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat.

Kemampuan orang tua dalam melakukan komunikasi efektif

ini, juga karena mereka mampu membaca dunia anak-anaknya

(selera, keinginan, hasrat, pikiran dan kebutuhan). Ada

beberapa hal yang menjadi prinsip dasar bagi orang tua ketika

berkomunikasi dengan anak sehingga dapat berjalan secara

efektif (Widijo, 2017: 121), yaitu:

a) Membangun empati

Membangun empati merupakan prinsip dasar utama

bagi terwujudnya komunikasi efektif. Sering kali apa yang

dirasakan oleh anak tidak sama dengan yang dirasakan oleh

orang tua. Di sinilah orang tua seharusnya mampu

mengembangkan sikap empatinya kepada anak. Karena,

dengan sikap empati ini maka orang tua dituntut untuk

bersedia ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh

anak.

b) Pahamilah dari sudut pandang anak

Memahami dari sudut pandang anak, berarti orang

tua seharusnya tidak melakukan intervensi kepada anak.

37

Biarkan anak mengutarakan apa yang dilihat, dipikir,

ataupun dirasakan. Orang tua perlu memberi ruang

kebebasan kepada anak supaya dapat mengekspresikan

segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, tanpa ada

keinginan untuk mengatur anak.

c) Berperan sebagai pendengar

Salah satu aspek terpenting supaya orang tua dapat

memahami dan mengerti maksud anak dalam

berkomunikasi adalah sebagai pendengar. Memang hal ini

membutuhkan kerendahan hati dari orang tua untuk dengan

sabar menerima semua hal yang menjadi ungkapan anak.

d) Jangan melakukan evaluasi

Dalam melakukan komunikasi dengan anak sering

kali orang tua menempatkan posisi yang lebih tinggi dari

pada anak, sehingga hubungan yang terjadi seakan-akan

hubungan formal dan berstruktur. Tidak menutup

kemungkinan muncullah anggapan bahwa anak merupakan

“bawahan” orang tua. Anggapan seperti inilah yang sering

kali mendorong orang tua untuk melakukan penilaian

terhadap apa yang dikatakan anak.

Tugas orang tua adalah memberikan pandangan

yang relevan. Janganlah menciptakan situasi dan kondisi di

mana anak merasa bersalah sebelum mengatakan apa yang

38

ingin dikatakan. Hal ini akan menjadi pemicu bagi anak

untuk memunculkan sikap dan perilaku takut salah. Sebagai

akibatnya anak akan mengambil posisi lebih baik diam,

karena takut kalau disalahkan.

e) Jadilah motivator

Menjadi motivator atau pemberi motivasi supaya

anak mau berkomunikasi sangatlah penting. Mengapa

demikian? Sering kali muncul keengganan dari anak untuk

sekadar berbincang dengan orang tua. Kalau hal ini terjadi,

maka orang tua harus mampu menciptakan situasi yang

menumbuhkan keberanian anak untuk berbicara. Bisa

dilakukan dengan cara-cara yang sederhana, misalnya

orang tua menyuruh anak untuk mengomentari sesuatu

yang terjadi.

Meluangkan waktu bersama merupakan syarat utama

untuk menciptakan komunikasi antar orang tua dan anak.

Sebab, dengan adanya waktu bersama, barulah keintiman dan

keakraban dapat diciptakan di antara anggota keluarga (Alex

Sobur, 1991: 7). Bagaimanapun juga tidak ada seorangpun

dapat menjalin komunikasi dengan anak bila mereka tidak

pernah bertemu ataupun bercakap-cakap bersama.

Komunikasi yang efektif dengan anak disebut

komunikasi dialogis. Komunikasi dialogis dilakukan dengan

39

dialog-dialog yang penuh kehangatan dan keakraban dengan

anak-anaknya. Dengan komunikasi dialogis, dunia anak dapat

diabaca oleh orang tua sehingga mereka dapat menjelaskan

kepada anak tujuan yang diinginkan untuk kepentingannya.

Orang tua dapat menjelaskan tujuannya untuk diterima secara

rasional oleh anak. Anak yang menerima secara rasional

tersebut dapat mengapresiakan upaya orang tuanya (Moh

Shochib, 1998: 74).

2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal

Kedekatan dan keakraban anak-anak dengan nilai moral

dari penataan eksternal didasari dengan keakraban dan

kedekatan dengan nilai moral yang dibangun oleh penataan

lingkungan sosial internal (Moh Shochib, 1998: 78).

c. Penataan lingkungan pendidikan

1) Penataan lingkungan pendidikan internal

Penataan lingkungan pendidikan internal dilakukan oleh

orang tua dan diapresiasi oleh anaknya sebagai motivasi untuk

belajar memiliki nilai-nilai moral. Ajakan yang diupayakan

orang tua dihayati dan diapresiasi sebagai bantuan dan

bimbingan oleh anaknya karena adanya apresiasi yang sama

antara dirinya dengan orang tua dalam nilai-nilai moral.

Pertemuan makna antara orang tua sebagai pendidik dan anak

sebagai si terdidik terjadi karena adanya situasi yang

40

diapresiasi bersama (Moh Sochib, 1998: 79). Oleh sebab itu,

orang tua harus dapat membaca dunia anak dengan memahami

selera, kebutuhan, pikiran, dan keinginan anaknya.

2) Penataan lingkungan pendidikan eksternal

Penataan lingkungan pendidikan eksternal dilakukan

oleh orang tua untuk menanamkan nilai moral ilmiah pada

anak. Melalui arahan dan bimbingan agar senantiasa selektif

dalam memilih teman bergaul, rajin belajar, dan senantiasa

mengupayakan agar mereka bersekolah di sekolah favorit (Moh

Shochib, 1998: 83). Namun, motivasi dan dorongan dari orang

tua tidak akan dihayati atau diapresiasi jika tidak ada pancaran

kewibawaan dan kepercayaan orang tua, terciptanya

komunikasi dialogis antara orang tua dan anak. penghayatan

dan pengapresiasian anak terhadap motivasi dan dorongan

orang tua untuk memiliki dan mengembangkan nilai moral

dasar tampak dalam perilaku kesehariannya.

d. Dialog orang tua dengan anak

Dialog-dialog yang dilakukan dalam keluarga penuh

dengan suasana demokratis, peringatan-peringatan terhadap anak-

anaknya disampaikan dengan bijak (kebapak atau keibuan), asih

dan asuh sehingga dengan penuh sadar dan kepercayaan diri, anak

akan mematuhuinya. Kepatuhan anak-anak terhadap kemauan dan

peringatan orang tuanya telah membangun rasa dan kepercayaan

41

diri secara penuh kepada orang tua (Moh Shochib, 1998: 84).

Penghayatan dan apresiasi diri mereka terhadap orang tua membuat

dialog dalam keluarga benar-benar diapresiasi sesuai dengan rasa

keanakan mereka. Mereka merasakan adanya kedekatan,

keakraban, kebersamaan, dan keterpautan diri kepada keluarga.

e. Penataan suasana psikologis

Salah satu bentuk penataan suasana psikologis keluarga

yaitu dengan memahami dan mengerti motivasi belajar. Hal yang

dapat dilakukan agar memahami dan mengerti motivasi belajar,

yaitu orang tua menciptakan suasana keluarga yang sarat dengan

rasa kebersamaan, keakraban, kedekatan, komunikasi sambung

rasa dengan anak, pemberian teladan-teladan, sikap terbuka, serta

kesatuan dalam melaksanakan nilai moral dasar dalam kehidupan

keseharian keluarga (Moh Shochib, 1998: 84).

f. Penataan sosiobudaya

Penataan sosiobudaya dalam keluarga diantaranya yaitu

membudayakan kaidah-kaidah nilai moral dasar, sosial, ilmiah,

ekonomi, kebersihan, dan demokrasi dalam kehidupan anak-

anaknya (Moh Shochib, 1998: 84). Penataan sosiobudaya terhadap

tumbuh anak dan remaja, senantiasa tergantung pada peranan

keluarga batih (Soerjono, 2009: 88). Apabila kaidah tersebut

dibudayakan dalam keluarga maka akan terciptanya disiplin diri

yang terpancar dari perilaku kesehariannya, seperti shalat, belajar

42

yang serius, memelihara kebersihan ruangan dalam rumah,

meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan berlaku sopan pada orang

lain meskipun orang tua sedang tidak ada di rumah.

g. Perilaku orang tua saat bertemu anak

Pertemuan kebersamaan antara orang tua dengan anak

senantiasan harus didasari oleh tampilnya nilai-nilai moral dasar.

Nilai-nilai moral yang orang tua upayakan untuk tampil dalam

setiap pertemuaan dengan anak-anaknya adalah nilai kebersihan,

nilai sosial (keakraban dan keharmonisan hubungan, dan

kesopanan), nilai ilmiah (menciptakan suasana hening jika anak

sedang belajar dan membantunya jika mengalami kesulitan), nilai

demokrasi (berdialog dengan anak-anak dalam suasana

kebersamaan, saling memiliki, dan keterbukaan), nilai tanggung

jawab (membuat dan mematuhi aturan-aturan), serta nilai

keteladanan (memberikan contoh untuk adik dan kakaknya) (Moh

Shochib, 1998: 85).

h. Kontrol orang tua terhadap perilaku anak

Perilaku anak yang memperoleh prioritas kontrol orang tua

adalah perilaku-perilaku dalam merealisasikan nilai moral dasar, di

samping nilai-nilai moral lainnya. Kontrol yang diberikan bersifat

mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan atau

mengdoktrinasi sehingga anak senantiasa berperilaku taat nilai

moral, walaupun orang tua sedang tidak berada di rumah (Moh

43

Shochib, 1998: 86). Misalnya kontrol terhadap nilai moral sosial

ditunjukkan dalam tindakan orang tua agar anak-anak selektif

dalam memilih dan bergaul dengan sahabat-sahabat karibnya.

Karena orang tua sadar bahwa dalam persahabatan juga terdapat

nilai-nilai yang bisa merusak dasar-dasar nilai moral yang telah

mereka bangun di dalam lingkungan keluarga. Kontrol yang

diberikan dengan penuh asih, asuh, dan kebijakan mnyebabkan

rasa keterpaksaan yang dialami anak pada awalnya lambat laun

berkembang menjadi kesadaran diri. Mereka menyadari bahwa apa

yang dikontrol orang tuanya, semata-mata dilakukan demi

kebaikan dan kemaslahatan dirinya.

Orang tua sebagai mentoring, yaitu orang tua menjadikan

dirinya sebagai mentor yang pertama bagi anak dalam menjalin

hubungan dan memberikan kasih sayang secara mendalam, baik

secara positif maupun negatif. Orang tua menjadi sumber pertama

bagi perkembangan perasaan anak seperti rasa aman, dicintai.

Terdapat lima cara dalam memberikan kasih sayang kepada anak,

yaitu mendengarkan serta ikut merasakan apa yang dirasakan oleh

anak, berbagi wawasan, pengetahuan, emosi, dan keyakinan

kepada anak, memberikan penguatan, kepercayaan, apresiasi, dan

dorongan kepada anak, mendoakan anak secara ikhlas serta

memberikan pengorbanan kepada anak dalam hal ketersediaan

waktu serta melayani kebutuhan anak (Ayun, 2016: 106).

44

i. Nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang

diupayakan kepada anak

Penempatan dan pengupayaan nilai moral dasar sebagai

dasar pijakan berperilaku orang tua dilandasi oleh kesadaran

mereka bahwa nilai dasar (agama) dapat menjadi benteng kokoh

untuk mencegah anak-anaknya melakukan penyimpangan-

penyimpangan perilaku (berani kepada orang tua, minum-minuman

keras, atau berkelahi) (Moh Shochib, 1998: 87). Oleh karena itu,

disiplin belajar merupakan hal yang penting terutama belajar

agama Islam dan disiplin beribadah, karena hal tersebut dapat

membawa pengaruh atau tingkah laku anak yang lain dalam

kehidupan sehari-hari.

B. Tinjauan Tentang Kedisiplinan Anak dalam Beribadah

1. Pengertian Kedisiplinan

Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar

(Subur, 2015: 297). Dari kata ini muncullah kata Disciplina yang

berarti pengajaran atau pelatihan. Dalam penggunaannya kata disiplin

mengalami perkembangan makna ke dalam dua pengertian. Pertama,

disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan, tatanan,

norma, atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua,

disiplin sebagai latihan, pembiasaan yang bertujuan mengembangkan

diri agar terbiasa berperilaku tertib. Disiplin ialah tindakan yang

menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan

45

peraturan (Muhammad & Kusumaning, 2016: 192). Makna dasar

disiplin ialah tertib (Edi & Chaerul, 2009: 9). Dalam pengertian yang

lebih luas, disiplin sama maksudnya dengan kepatuhan atau ketaatan

terhadap semua aturan dan tatanan yang dijunjung tinggi oleh

masyarakat. Ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk berdisiplin,

dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, Allah Swt

berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 59:

أطيعوا آمنوا الذين أيها يا سول وأطيعوا للا األمر وأولي الر

وه شيء في تنازعتم فإن منكم إلى فرد سول للا ؤمنون ت كنتم إن والر

تأويال وأحسن خير ذلك اآلخر واليوم بالل

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika

kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah

dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama

(bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS An-Nisa ayat 59)”.

Hakekat disiplin adalah perwujudan sikap mental yang

mengandung kesadaran, penghormatan, kerelaan, dalam menaati

semua ketentuan, peraturan dan norma yang berlaku dalam

menunaikan tugas dan tanggung jawab (Subur, 2015: 297). Atau

disiplin dengan bahasa yang lebih singkat adalah perilaku yang tepat

dan tetap. Tepat artinya sesuai norma, dan tetap berarti konsisten.

Disiplin dapat diwujudkan dalam bentuk disiplin waktu, disiplin kerja,

disiplin bermasyarakat dan berbangsa, disiplin beragama, dan lain-lain.

46

2. Tujuan Disiplin

Tujuan dari disiplin adalah untuk membina anak agar belajar

menguasai dirinya (Alex Sobur, 1991: 32). Selanjutnya, penguasaan

diri itu punya manfaat macam-macam. Misalnya, untuk mencapai

sesuatu keinginan pribadi, atau menjaga nama baik dengan tidak

melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tuntutan lingkungannya.

Tujuan disiplin bukan untuk mengekang kebebasan, tetapi justru untuk

memberi kebebasan dalam lingkup yang aman. Misalnya, kita

mengatakan pada anak, “bermainlah di halaman, tapi jangan sampai ke

luar pagar.” Dalam hal ini, si anak mendapat kebebasan bermain, tapi

di tempat yang aman dari lalu lintas ramai. Di luar pagar ada

kemungkinan ia cedera, karena di sana memamng bukan tempat untuk

bermain.

3. Macam-Macam Disiplin

Disiplin waktu dalam keluarga terbagi menjadi beberapa hal

(Safrudin, 2015: 223-226) diantaranya:

a. Disiplin Waktu dalam Beribadah

Beribadah dalam setiap keluarga adalah sebuah kewajiban.

Beribadah ini tidak hanya dimaknai sebatas menjalankan shalat

bagi umat Islam semata, namun beribadah dalam arti menjalin

interaksi sosial dalam satu keluarga secara harmonis juga bernilai

ibadah. Begitu pula dengan melakukan pekerjaan rumah apabila

dilakukan dengan ikhlas dapat pula bernilai ibadah (Safrudin,

47

2015: 223). Setiap anak bagi keluarga muslim hendaknya diberikan

kewajiban berdisiplin shalat sebanyak lima waktu dalam sehari

semalam. Hal ini selain bersifat kewajiban, shalat merupakan

sarana penanaman disiplin waktu dalam proses pelaksanaannya.

Disiplin dalam beribadah pada hakikatnya sebagai upaya

agar setiap keluarga mampu menjalankan kehidupan secara

seimbang antara dunia dan akhirat. Sehingga kedua-duanya dapat

diperoleh kebahagiaan. Disiplin dalam beribadah bukan berarti

bersifat menyiksa atau membatasi privasi kesibukan seseorang.

Namun, disiplin beribadah lebih memberikan rasa bahagia dan

ketentraman bagi setiap keluarga.

b. Disiplin Waktu dalam Bekerja

Disiplin dalam bekerja dapat dipahami dalam dua sisi yakni

bekerja secara profesional yang diperankan orang tua dalam dunia

kerja serta bekerja di rumah yang dilakukan oleh setiap anggota

keluarga (Safrudin, 2015: 224). Seorang kepala keluarga secara

sosiologis harus mampu mencukupi kebutuhan secara primer

maupun sekunder. Kecukupan kebutuhan tersebut dapat terealisasi

melalui usaha seorang ayah dalam bekerja secara disiplin. Karena

beban berat dalam mengelola keluarga, setiap kepala keluarga

harus mampu membagi waktu dalam bekerja secara tepat. Pagi

hingga sore dioptimalkan untuk mencari nafkah secara halal.

Sedangkan malam harinya diperuntukan berfikir merencanakan

48

program kerja keesokan harinya sembari berdo’a, di sela-sela

waktu istirahatnya. Bahkan adapula kepala keluarga yang masih

produktif menghasilkan berbagai karya dan finansial di sela-sela

waktu istirahatnya dengan menuliskan ide-idenya menjadi produk

ilmiah yang disumbangkan dalam pengembangan ilmu

pengetahuan. sumbangan inilah yang mungkin dapat dikatakan

sebagai sedekah ilmiah.

Sebaliknya disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan dalam

keluarga khususnya di rumah perlu ditanamkan kepada anak sejak

usia dini disesuaikan dengan usia dan tingkat kemampuan yang

dimilikinya. Setelah anak tumbuh dalam usia sekolah, anak

terbiasa melakukan pekerjaan rumah membantu orang tuanya

secara disiplin dengan tidak mengganggu jam belajarnya. Kita bisa

melihat berbagai produk anak-anak masa klasik mereka tumbuh

menjadi anak yang mandiri, kreatif, dan disiplin dikarenakan

mereka terbiasa melakukan pekerjaan membantu kedua orang

tuanya. Berbeda dengan anak sekarang, sebagian besar dari mereka

lebih memprioritaskan bermain game dan jenis permainan lainnya

dari pada melakukan suatu pekerjaan di rumahnya (Safrudin, 2015:

225).

c. Disiplin Waktu dalam Belajar

Setiap anak dalam keluarga hendaknya diberikan

kesempatan dan waktu untuk belajar secara tepat waktu (Safrudin,

49

2015: 225). Kebiasaan belajar ini hendaknya ditanamkan anak

melalui pemberian jadwal yang tepat, misalnya belajar agama

dilakukan sore hari, belajar materi pelajaran dilakukan malam hari,

dan pagi hari setelah shalat subuh ataupun waktu-waktu efektif

lainnya yang disesuaikan dengan kebiasaan setiap keluarga.

Melalui disiplin dalam belajar, seorang anak hendaknya

senantiasa diberikan motivasi dalam mendukung proses tersebut.

Adapun bentuk motivasi ini dapat berupa hadiah, himbauan,

mendatangkan guru privat, memberikan pertanyaan kritis, dan

kreatif serta bentuk motivasi lainnya yang disesuaikan dengan

tingkat kesenangan anak. Sebagai catatan, kedua orang tua

hendaknya ikut dalam proses belajar anak-anaknya sehingga materi

yang sedang dipelajari dapat terkontrol secara optimal.

d. Disiplin Waktu dalam Bersilahturahmi

Secara umum silahturahmi dapat dipahami dengan menjalin

hubungan tali persaudaraan baik dengan kerabat maupun orang lain

(Safrudin, 2015: 225). Silahturahmi ini selain sebagai ajaran Islam

juga menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia pada saat lebaran.

dalam proses tersebut, mereka saling merelakan kesalahan yang

telah diperbuatnya dan mengokohkan kembali hubungan yang

selama ini terbilang kurang erat.

Selain itu, silaturahmi adalah bentuk perwujudan dari

kecerdasan sosial. Karena melalui momentum ini hubungan dan

50

interaksi sosial antar sesama terjalin dan mampu menumbuhkan

simpati maupun empati terhadap orang lain. Silahturahmi menjadi

kebutuhan manusia, karena posisi manusia selama hidup selain

manjadi makhluk individu juga mutlak menjadi makhluk sosial

yang memerlukan interaksi dan komunikasi dengan sesamanya.

Sehingga melalui silahturahmi setiap orang dapat besikap bijak

dalam memahami kehendak orang lain atau kerap disebut cerdas

secara sosial yakni sebuah kemampuan untuk memahami dan

mengelola hubungan dengan orang lain. Keluarga yang sukses

tentunya membiasakan diri untuk bersilahturahmi guna

mengembangkan kecerdasan sosial dan menjalin hubungan

kekerabatan dengan sesama (Safrudin, 2015: 226).

e. Disiplin Waktu dalam Kebersamaan

Kebersamaan dalam keluarga adalah sesuatu yang amat

istimewa dalam sebuah keluarga. Dapat dibayangkan apabila

kebersamaan antara ayah, ibu, dan anak tidak pernah tercapai

tentunya menjadi beban pskologis diantara mereka. Seorang ayah

yang sibuk dengan urusan kantor, seorang ibu yang sibuk dengan

perihal urusan wanita dan seorang anak yang sibuk sendiri dengan

kegiatan bermain dan sekolah menjadikan mereka memiliki arah,

jalan, tujuan sendiri-sendiri. Sehingga kerap kali keluarga model

seperti ini tidak pernah merasakan nikmatnya hidup dalam

keluarga (Safrudin, 2015: 226).

51

Kebahagiaan dan kebersamaan tidak selamanya

memerlukan biaya dan sarana yang mahal. Namun, kebersamaan

berkumpul di rumah, atau dalam rekreasi alam yang serba gratis

perlu dilakukan secara tepat, misalnya dalam waktu seminggu

sekali ataupun sebulan sekali. Kebersamaan ini selain

menumbuhkan rasa memiliki dan mengayomi juga mempererat dan

mengakrabkan kembali hubungan antara orang tua dengan anak

ataupun sebaliknya.

4. Kegunaan Disiplin

Di balik keteraturan dan keterarahan hidup manusia terdapat

kedamaian, keberhasilan, dan kebahagiaan yang merupakan dambaan

setiap insan. Sepanjang hidupnya, manusia membutuhkan suasana

yang aman dan harmonis. Kebutuhan dan harapan akan keadaan

seperti inilah yang mendorong manusia untuk berdisiplin diri. Karena

setiap manusia adalah makhluk individual dan sosial, maka manfaat

disiplin diri tersebut dirasakan oleh pribadi yang bersangkutan maupun

orang-orang di sekitarnya.

a. Bagi diri sendiri

Disiplin diri sendiri dapat memungkinkan orang mencapai

keberhasilan usaha. Setiap manusia yang sedang belajar tentu

mengharapkan supaya ia berhasil. Seorang pelajar, misalnya sangat

menginginkan keberhasilan dalam ujian akhir maupun ujian

semester atau seorang mahasiswa yang berharap agar skripsi, tesis,

52

atau disertasinya dapat selesai pada waktunya. Untuk mencapai

keberhasilan, maka berbagai macam tuntutan dan persyaratan harus

dipenuhi. Dalam hal ini, pengendalian diri dari berbagai

kecenderungan yang dapat menghambat kelancaran usaha tersebut

atau pengaturan waktu sangat penting. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa keinginan untuk mencapai keberhasilan dalam

karya mendorong seseorang untuk berdisiplin diri (Dolet

Unaradjan, 2003: 17).

Jika kita memiliki keutamaan disiplin dan menjadi orang

disiplin, kita mengadakan dan bekerja dengan disiplin beserta

segala tuntunannya, sejak merencanakan dan melaksanakan

kegiatan, dan mengevaluasi hasil dan mengambil tindak lanjut.kita

datang dan memulai kegiatan dan mengakhirinya pada waktu yang

sudah ditetapkan (Mangunnhardjana, 2016: 126). Pada waktu

melaksanakan kegiatan, kita mendayagunakan segala pikiran, hati,

tekad, dan tenaga, serta segala kecapakan dan kemampuannya.

Meskipun demikian, kita tidak terkena stres, dan dapat hidup dan

melakukan kegiatan dan kerja dengan tenang. Karena kita memiliki

gaya hidup antisipatif-aktif-reflektif (antisipasion, active,

reflective).

b. Bagi orang lain

Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan sosial

membuat disiplin diri juga berfungsi ganda. Selain berguna untuk

53

orang yang bersangkutan, disiplin diri juga berguna untuk orang

lain. Sebagai anggota masyarakat, pola hidup disiplin dari

seseorang akan ditiru oleh orang lain, terutama pribadi-pribadi

yang telah mengalami efek positif dari cara hidup ini. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa disiplin diri berguna bagi setiap

individu maupun masyarakat di mana ia menjadi anggotanya

(Dolet Unaradjan, 2003: 20).

5. Pengertian Ibadah

Ibadah dapat diartikan dengan berbakti, berkhidmat, patuh,

tunduk, serta mengesakan Allah Swt (Zulkifli, 2017: 11). Ibadah

dilakukan dengan penuh ketaatan kepada Allah Swt dengan harapan

ridho dan perlindungan dariNya. Serta dilakukan harus sesuai dengan

tuntutan dan tuntunan Rasulullah Saw. Arti ibadah, yaitu penyembahan

seseorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan

merendahkan diri serendah-rendahnya, dengan hati yang ikhlas

menurut cara-cara yang ditentukan oleh agama (Slamet & Suyono,

1998: 11). Ibadah inilah yang menjadi tujuan dari pencipataan

manusia, Allah Swt berfiman dalam QS. Adz-Dzariyat ayat 56-58:

رزق من منهم أريد ما ليعبدون إال واإلنس الجن خلقت وما

إن يطعمون أن أريد وما اق هو للا ز ة ذو الر المتين القو

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki

sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya

mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah

54

Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat

Kokoh (QS Adz Dzariyat ayat 56-58).

Dari ayat di atas bahwasannya penciptaan jin dan manusia yaitu

untuk beribadah kepada Allah Swt, untuk menaati segala perintahNya,

dan menjauhi segala laranganNya. Secara garis besar ibadah itu dapat

dikategorikan menjadi dua bagian (Zulkifli, 2017:11), yaitu:

a. Ibadah Mahdhah (pokok)

Kelompok ibadah ini adalah segala sesuatu yang menjadi

rukun Islam, apabila hilang salah satu ibadah tersebut di saat syarat

wajib untuk melaksanakannya terpenuhi, maka akan mengakibatkan

kurang dan bahkan batalnya status keislaman seseorang. Ibadah

mahdhah ialah yang hanya berhubungan dengan Allah semata

secara vertikal (Zulkifli, 2017: 25). Macam ibadah ini anatar lain,

shalat yang harus diawali dengan bersuci dan disertai pengasahan

syahadat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah bentuk ini dilaksanakan

dengan prinsip (Zulkifli, 2017: 25), sebagai berikut:

1) Keberadaan ibadah ini harus ada dalil perintahnya, baik dari

Allah Swt maupun Rasulullah Saw. Dengan kata lain bahwa

ibadah dalam bentuk ini tidak boleh ada atau terlarang adanya

jika atidak ada dalil yang memerintahkannya.

2) Bentuk, sifat serta tata caranya harus berdasarkan contoh

Rasulullah Saw.

3) Sifat ibadah ini adalah supra rasional, sebab keberadaan serta

bentuk tata caranya di luar jangkauan akal manusia atau bukan

55

pertimbangan akal, tetapi murni wahyu Allah Swt dan disebut

juga dengan ta’abbudy yaitu penghambaan semata.

b. Ibadah Ghairu Mahdhah (ibadah yang bukan pokok)

Ibadah dalam bentuk ini tidak selalu menyangkut antara

hamba dengan hamba yang lainnya secara horizontal, disebut juga

ibadah umum (Zulkifli, 2017: 26). Prinsip ibadah ini, yaitu:

1) Keberadaannya selama tidak ada dalil yang melarang dan

selalu ada kemaslahatan, seperti membangun rumah sakit,

sekolah, jalan raya dan lain-lain maka ibadah seperti ini dapat

dilaksanakan.

2) Tata caranya tidak perlu harus mengikuti contoh Rasulullah

Saw.

3) Sifat ibadah ini sangatlah rasional, realistis dan aktual, sebab

keberadaannya, tata cara dan tujuannya dapat diukur dengan

kacamata manusia atau pertimbangan akal.

4) Azaz dalam ibadah ini adalah manfaat atau kemaslathatan atau

dilakukan dalam rangka menghindari mudharat (kesengsaraan).

Dari pengertian di atas mengenai disiplin dan ibadah, maka

peneliti menyimpulkan bahwa pengertian disiplin beribadah, yaitu

ketaatan dan kesadaran seseorang yang berusaha untuk memperoleh

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, pembiasaan,

latihan, memahami, menghayati, serta mengamailkan ajaran agama

Islam. Semua hal yang dilakukan dapat digolongkan ibadah, jika

56

segala sesuatu yang dilakukan dengan niat, dan ikhlas karena Allah

Swt. Dalam ajaran agama Islam, semuanya diatur mulai dari kita

bangun tidur sampai tidur kembali. Dalam melatih anak agar

disiplin beribadah dimulai dari usia dini dengan hal-hal yang kecil,

misalnya ketika adzan berkumandang anak dibiasakan agar segera

menunaikan ibadah shalat pada awal waktu, melatih anak agar

dermawan (shadaqoh), yaitu dengan cara melatih anak agar senang

memberi kepada orang yang sedang membutuhkan bantuan, dan

lain-lain.

C. Tinjauan Mengenai TNI

1. Pengertian TNI

Singkatan dari Tentara Nasional Indonesia yang berada di

naungan presiden republik Indonesia sebagai kekuatan inti

SISHANKAMRATA (Sistem pertahanan keamanan rakyat semesta)

yang menjaga NKRI dari berbagai ancaman dan serangan dari dalam

maupun luar (KEPUTUSAN DANKODIKLAT TNI AD NOMOR

KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER 2011).

2. Sapta Marga TNI

a. Kami Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

bersendika Pancasila.

b. Kami Patriot Indonesia, pendukung serta pembela Ideologi Negara

yang bertanggung jawab dan tidak mengenal menyerah.

57

c. Kami Kesatria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

d. Kami prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, adalah

Bhayangkari Negara dan Bangsa Indonesia.

e. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, memegang

teguh disiplin patuh dan taat kepada Pimpinan serta menjunjung

tinggi sikap dan kehormatan Prajurit.

f. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,

mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta

senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa.

g. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, setia dan

menepati janji, serta sumpah Prajurit (Amiroeddin, 1996: 102)

3. Delapan Wajib TNI

a. Bersikap ramah tamah terhadap rakyat.

b. Bersikap sopan santun terhadap rakyat.

c. Menjunjung tinggi kehormatan wanita.

d. Menjaga kehormatan diri di muka umum.

e. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannya.

f. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.

g. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi

kesulitan rakyat sekelilingnya (KEPUTUSAN DANKODIKLAT

TNI AD NOMOR KEP/325/XI/2011 TANGGAL 24 NOPEMBER

2011).

58

4. Sumpah Prajurit

Saya bersumpah demi Allah:

a. Setia kepada Pemerintah dan tunduk kepada Undang-Undang

b. Tunduk kepada Hukum Tentara

c. Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab

kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia

d. Memegang teguh disiplin Tentara, berarti tunduk, setia, hormat

serta taat kepada atasan dengan tak membantah perintah atau

putusan.

e. Memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya (Amiroeddin,

1996: 101).

5. Disiplin Militer

Disiplin militer merupakan suatu ketaatan yang dilandasi oleh

kesadaran lahir dan batin atas pengabdian nusa dan bangsa serta

merupakan perwujudan pengendalian diri untuk tidak melanggar

perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit (Amiroeddin, 1996: 29).

Dalam undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 1997 pasal 1 ayat (1)

menjelaskan bahwa:

“Disiplin prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap prajurit

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang didukung oleh

kesadaran yang bersendika Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk

menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai

dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia”.

59

Dari beberapa landasan dan pedoman TNI di atas dapat

diketahui, bahwa dalam pendidikan TNI memuat salah satunya

pendidikan keagamaan yang dianut oleh setiap anggota sesuai dengan

kepercayaannya masing-masing, serta pendidikan karakter disiplin.

Tidak ada peraturan untuk melaksanakan ibadah, di dalam sapta marga

TNI juga disebutkan bahwa setiap anggota prajurit TNI harus

menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segla laranganNya

(taqwa), tetapi mereka diberi kesempatan untuk malaksanakan ibadah,

karena di dalam lingkungan TNI bukan hanya sekedar disiplin militer

saja, tetapi juga diterapkan adanya disiplin beribadah, yaitu adanya

keyakinan serta taat dan patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena

hal tersebut merupakan nilai dasar (agama) sebagai dasar pijakan

berperilaku atau sebagai benteng yang kokoh. Oleh karena itu, disiplin

beribadah dan belajar agama Islam merupakan hal yang penting karena

hal tersebut dapat membawa pengaruh atau tingkah laku yang laiin

dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dijadikan dasar sebagai

orang tua yang berprofesi sebagai TNI untuk mendidik anak-anaknya

untuk berdisiplin ibadah tanpa kekerasan, sesuai dengan pendidikan

yang telah ditempuh orang tua sebelumnya.

60

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Yonif 411 Kostrad Salatiga

1. Sejarah Berdirinya Yonif 411 Kostrad Salatiga

a. Masa Sebelum Pembentukan Batalyon K

Pada tahun 1950 di Jawa Tengah tepatnya didaerah Solo

berdiri Brigade 5 yang kemudian berubah menjadi Brigade

Panembahan Senopati ( Brigade Petugas ) dan mempunyai 3

Batalyon masing-masing Batalyon 351 berkedudukan di Klaten

dengan Komandannya Mayor Soenitiyoso, Batalyon 352 serta

Batalyon 353 dengan Komandannya Mayor Sudigdo.Batalyon 351

kemudian mendapat tugas operasi APRA dan penumpasan DI/TII

Kartosuwiryo di daerah Jawa Barat (Sumber: Dokumentasi Sejarah

Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).

Pada tahun 1951 ketiga Batalyon tersebut dilebur menjadi 4

Batalyon masing-masing dengan nama Batalyon 415, Batalyon

416, Batalyon 417 dan Batalyon 418 keseluruhan dibawah

Resimen Infanteri 15 Batalyon 415 yang dipimpin oleh Mayor

Sudigdo dan berkedudukan di Kleco ( Solo ) hanya berusia 1 tahun

sebab pada tahun 1952 telah diubah namanya menjadi Batalyon

444 begitupun Batalyon 416, Batalyon 417,dan Batalyon 418

direorganisasi menjadi Batalyon 445 dan Batalyon 446. Karena

Mayor Sudigdo dipindah tugaskan, maka pimpinan batalyon

61

diserahkan kepada Mayor Sudiro untuk kemudian pimpinan

batalyon diserah terimakan kepada Mayor Ranoewidjojo (Sumber:

Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis

411/Pandawa).

b. Penggabungan Batalyon 444 dan Batalyon 446 menjadi Batalyon

K

Tahun 1961 Resimen Infanteri 15 berubah namanya

menjadi Brigade Infanteri 6 dan Batalyon dilingkungan Brigade

Infanteri 6 pun direorganisasi masing-masing menjadi Batalyon

444, Batalyon 445, Batalyon 446 dan Batalyon 451, Batalyon 444

dipimpin berturut-turut oleh Mayor Marwotosoeko, Mayor Soeryo

Soesilo, ( Eks ) Mayor Kaderi. Sedangkan Batalyon 446 dipimpin

berturut-turut oleh Mayor Samsoeharto, Mayor Soerono dan Mayor

Soedarso (Sumber: Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif

Mekanis 411/Pandawa).

Pada tahun 1961 Batalyon-Batalyon dalam jajaran Brigade

Infanteri 6 secara bergantian ditugaskan didaerah CBN IV dan

Jawa Barat dalam operasi pemulihan keamanan dalam negeri.

Sedangkan dari bulan April 1954 sampai dengan bulan Mei 1965

seluruh Batalyon yang tergabung dalam jajaran Brigade Infanteri 6

melaksanakan tugas operasi dalam rangka penumpasan DI/TII

Kahar Muzakar di daerah Sulawesi (Sumber: Dokumentasi Sejarah

Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).

62

Pada tanggal 1 Agustus 1965 Batalyon-batalyon dalam

jajaran Brigade Infanteri 6 direorganisasi menjadi Batalyon K,

Batalyon L dan Batalyon M. Batalyon K inilah yang nantinya akan

menjadi Batalyon 411, Batalyon K berkedudukan di Kleco ( Solo )

dan dipimpin oleh ( Eks ) Mayor Kaderi Ranoewidjojo (Sumber:

Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis

411/Pandawa).

c. Batalyon K menjadi Batalyon Infanteri 411

Selama masa BP di Kalimantan selatan ,Batalyon K

bertugas mengamankan wilayah Kalimantan Selatan dikenal

dengan Operasi Dwikora yang mencakup tugas pembinaan

teritorial.

Berdasarkan Surat Keputusan Pangdam VII/Diponegoro

Nomor : Skep-8/2/1966 tanggal 7 Pebruari 1966 dan Surat Perintah

Komandan Brigade Infanteri 6 Nomor : Sprin-4119/5/1966 tanggal

3 Mei 1966, maka Batalyon K berubah menjadi Batalyon Infanteri

411 /Pandawa Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah

Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).

Bulan April 1967 setelah tugas Operasi Dwikora selesai,

Pasukan Yonif 411 kembali ke Pulau Jawa, langsung dipindahkan

dari Kleco ke Klaten. Jabatan Komandan Batalyon diserah

terimakan dari Letkol Bambang Soesilo kepada Letkol

Soegiri.Tugas Letkol Soegiri adalah membersihkan personel sisa-

63

sisa pengaruh PKI Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah

Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).

Setelah Pasukan menempati pangkalan di Klaten, oleh

Letkol Soegiri seluruh Pasukan dicutikan dengan maksud

mengamankan alat persenjataan. Pada masa cuti tersebut, para

Perwira yang dicurigai terlibat G 30 S/PKI dibebas tugaskan dan

Bintara/ Tamtama yang dicurigai dipindah tugaskan ke Irian Jaya.

Sisa Pasukan hanya 61 orang. Untuk mengisi kekosongan, Letkol

Soegiri menerima 104 orang Bintara dari Brigif 4, 399 orang

Tamtama dari Dodik 5 Klaten serta beberapa orang Perwira lulusan

AKABRI. Saat itulah, yakni peremajaan personel Batalyon yang

bersih dari pengaruh PKI dijadikan sebagai hari lahir Batalyon

Infanteri 411 yaitu tanggal 1 Juni 1967 Ranoewidjojo (Sumber:

Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan Yonif Mekanis

411/Pandawa).

2. Letak Geografis

Yonif 411/Pandawa Salatiga terletak di dua kelurahan

(kelurahan Tegalrejo dan kelurahan Kalicacing) dan dua kecamatan

(Argomulyo dan kecamatan Sidomukti) di Salatiga.

64

Tabel 3.1.

Batas-batas wilayah Yonif 411/Pandawa Salatiga.

NO Arah Mata Angin Lokasi

1. Utara Jl. Ahmad Yani

2. Selatan Jl. Veteran

3. Timur Jl. Jenderal Sudirman

4. Barat Jl. Gang Ngeblok

Sumber: Dokumentasi Yonif 411/Pandawa Salatiga

3. Visi Misi TNI-AD

Visi: Solid, Profesional, Tangguh, Modern, Berwawasan Kebangsaan,

dan Dicintai Rakyat.

Misi:

1. Mewujudkan kekuatan, kemampuan dan gelar kekuatan jajaran

TNI Angkatan Darat yang profesional dan modern dalam

penyelenggaraan pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia

di darat.

2. Meningkatkan dan memperkokoh jatidiri prajurit TNI Angkatan

Darat yang tangguh, yang memiliki keunggulan moral, rela

berkorban dan pantang menyerah dalam menjaga kedaulatan

negara dan mempertahankan integritas keutuhan wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Sapta Marga dan

Sumpah Prajurit.

65

3. Mewujudkan kualitas prajurit TNI Angkatan Darat yang memiliki

penguasaan ilmu dan keterampilan prajurit melalui pembinaan

doktrin, pendidikan, dan latihan yang sistematis, dan meningkatkan

kesejahteraan.

4. Mewujudkan kemanunggalan TNI-Rakyat sebagai roh kekuatan

TNI Angkatan Darat dalam upaya pertahanan negara.

Mewujudkan kesiapan operasional penindakan ancaman

baik dalam bentuk ancaman tradisional maupun non tradisional.

Mewujudkan kerjasama militer dengan negara-negara sahabat

Ranoewidjojo (Sumber: Dokumentasi Sejarah Singkat Satuan

Yonif Mekanis 411/Pandawa).

4. Kegiatan keagamaan di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

a. Yasin dan tahlil

Di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga ada

sebuah masjid yang bernama masjid Nur Istiqlal dimana semua

kegiatan keagamaan islam berpusat di masjid tersebut. Mulai dari

shalat, anggota TNI Angkatan Darat melakukan shalat berjama’ah

di masjid Nur Istiqlal khususnya shalat maghrib. Setiap hari setelah

selesai melaksanakan shalat maghrib berjama’ah lalu dilanjutkan

dengan kegiatan pembacaan yasin dan tahlil yang dilakukan oleh

setiap kompi sesuai dengan jadwal siaga. Tetapi, ada juga

pembacaan yasin dan tahlil yang dilakukan serempak oleh seluruh

anggota TNI Angkatan Darat di lingkungan Asmil Yonif

66

411/Pandawa Salatiga, yaitu pada hari kamis yang dilaksanakan

setelah shalat isya berjama’ah. Selain itu, ibu-ibu di lingkungan

Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga juga mempunyai perkumpulan

sendiri, perkumpulan tersebut kegiatannya juga tidak jauh berbeda

dengan perkumpulan bapak-bapak, yaitu kegiatan pembacaan tahlil

dan yasin dan tausiyah yang dilaksanakan setiap hari kamis pukul

09.00 WIB di masjid Nur Istiqlal (Sumber: Dokumentasi Sejarah

Singkat Satuan Yonif Mekanis 411/Pandawa).

b. Tempat belajar agama/TPQ

Selain digunakan untuk shalat dan kegiatan agama islam

yang lainnya, masjid Nur Istiqlal yang berada di lingkungan Asmil

Yonif 411/Pandawa Salatiga juga digunakan untuk belajar agama

anak-anak mulai dari membaca al-Qur’an, fiqh, aqidah akhlak dan

lai-lain. Disana ada guru ngaji yang berasal dari penduduk yang

berada di luar lingkungan Asmil. Selain itu, ada guru ngaji lain

yang mengajar di rumahnya, yaitu salah satu istri dari penduduk

Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga. Menurut penduduk Asmil

Yonif 411/Pandawa Salatiga bapak PD:

“disini juga ada guru ngaji tidak hanya di TPQ di masjid

Nur Istiqlal, yaitu di rumahnya ibu Danuri, lebih dekat dari rumah

tidak perlu turun ke bawah ke TPQnya, jadi saya juga bisa

mengontrol anak saya”. (W/PD/07-12-2017/10.30 WIB)

Jadi, dapat diketahui bahwa semua guru menggunakan

metode atau cara mengajar yang berbeda-beda, sesuai dengan

kondisi anak (peserta didik). Tidak hanya belajar al Qur’an, di dua

67

tempat belajar agama tersebut guru juga mengajarkan cara

beribadah (fiqh), akhlak, dan lain-lain sesuai dengan jadwal yang

sudah ditentukan.

B. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Kondisi Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi

Markas/Mayangkara

Jumlah penduduk Kompi Markas/Mayangkara terdapat 110

KK, penduduk laki-laki berprofesi sebagai TNI, sedangkan penduduk

perempuan selain sebagai ibu Persit juga memiliki profesi lain. Berikut

profesi/mata pencaharian dihitung melalui jumlah KK/penduduk

perempuan:

Tabel 3.2.

Profesi/Mata Pencaharian Penduduk Perempuan di Kompi

Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga

NO Pekerjaan/Profesi Jumlah

1. Wirawasta/pedagang 6

2. Karyawan/pegawai swasta 9

3. PNS 5

4. Guru 14

5. Perawat & Bidan 11

6. Polwil 1

7. Dll 64

68

Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif

411/Pandawa Salatiga

2. Kondisi Pendidikan Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

Kompi Markas/Mayangkara

Adapun pendidikan penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara bervariasi mulai dari SD hingga

Perguruan Tinggi, sebagai berikut:

Tabel 3.3.

Pendidikan Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

Kompi Markas/Mayangkara

NO Jenis Pendidikan Banyaknya Orang

1. SD 0

2. SMP 0

3. SMA 140

5 Perguruan Tinggi S1 47

Jumlah 187

Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif

411/Pandawa Salatiga

69

3. Kondisi Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

Kompi Markas/Mayangkara

Tabel 3.4.

Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara Berdasarkan Keluarga (KK)

NO Agama Jumlah

1. Islam 101

2. Kristen Khatolik 8

3. Kristen Protestan 0

4. Hindu 0

5. Budha 1

Jumlah 110

Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif

411/Pandawa Salatiga

Dari tabel di atas dapat disimpulkan, bahwa penduduk Agama

Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi

Markas/Mayangkara mayoritas memeluk agama Islam, hanya beberapa

keluarga saja yang memeluk agama non muslim. Mereka hidup rukun,

saling menghargai satu sama lain.

70

4. Kondisi Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga Kompi Markas/Mayangkara

Tabel 3.5.

Pendidikan Anak Penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

Kompi Markas/Mayangkara

NO Jenis Pendidikan Jumlah

1. Belum Sekolah 74

2. PAUD 1

3. TK 25

4. SD 29

5. SMP 4

6. SMA 1

7. POLRI 1

Jumlah 135

Sumber: Dokumentasi Staff Kompi Markas/Mayangkara Yonif

411/Pandawa Salatiga

Dari tabel di atas, keberagaman jenis pendidikan anak di

lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga Kompi

Markas/Mayangkara, sehingga peneliti dapat mengetahui cara atau

metode yang digunakan orang tua untuk mendidik anaknya sesuai

71

dengan tingkat perkembangan anak agar disiplin beribadah, yang

menjadi fokus penelitian yaitu anak yang berumur 7-12 tahun.

C. Hasil Penelitian

1. Peran pendidikan keluarga TNI dalam membentuk karakter

disiplin anak dalam beribadah

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti laksanakan dalam

mengamati kegiatan sehari-hari di Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga

Kompi Markas/Mayangkara dimana akan disajikan dalam bentuk

deskriptif. Orang tua dalam hal ini yang berprofesi sebagai anggota

TNI-AD mempunyai cara mendidik yang hampir sama. Dimana

anggota TNI-AD yang memiliki konsep berbasis kedisiplinan yang

mereka peroleh sejak pendidikan yang pernah ditempuh, maka hal ini

diimplementasikan dalam mendidik anaknya pula. Sehingga anak juga

akan memiliki sikap disiplin dalam hal apapun jika orang tuanya

menanamkan sikap disiplin tersebut mulai sejak dini. Mulai dari

bangun tidur anak dilatih agar tepat waktu, jika anak bangun kesiangan

maka kegiatan yang lainnya juga akan terhambat, oleh sebab itu anak

dilatih untuk berdisiplin mulai dari membangunkan anak untuk bangun

pagi melaksanakan shalat subuh apabila anaknya masih kecil, ketika

anak sudah menjelang dewasa maka akan tumbuh atau sadar dengan

sendirinya jika dilatih sejak dini. Lalu orang tua (bapak) di Asmil

Yonif 411/Pandawa Salatiga setiap pagi jam 05.30-06.30 WIB

melaksanakan olahraga, setelah itu orang tua (bapak) pulang untuk

72

mengantar anaknya pergi ke sekolah. Sedangkan para ibu menyiapkan

makan dan ada juga yang mengantar anak ke sekolah.

Setelah itu orang tua (bapak) berangkat bekerja sampai dengan

pukul 11.00 WIB setelah itu pulang untuk menyempatkan waktu

bersama keluarga terutama anak diisi dengan berbagai macam kegiatan

seperti mendengar keluh kesah anak, bermain bersama anak, dan lain

sebagainya. Anggota TNI-AD sering ditugaskan di luar daerah

sehingga ada waktu longgar sedikit para bapak benar-benar

memanfaatkannya untuk berkumpul bersama keluarga. Dan para ibu

ada yang bekerja sebagai guru, perawat dan lain-lain, dan juga ada

yang memilih di rumah untuk mendidik atau merawat anaknya yang

masih kecil.

Setelah anak pulang sekolah lalu bermain atau berkumpul

bersama kedua orang tua, jam 12.00 WIB anak diajak oleh orang tua

untuk melaksanakan shalat lalu anak istirahat agar malamnya bisa

digunakan untuk belajar, setelah pukul 13.30 bapak mulai berangkat

kerja kembali sampai dengan pukul 16.00 WIB. Pada pukul 16.00 anak

mengaji di TPQ, setelah mengaji anak biasanya diizinkan untuk

bermain sampai terdengar kumandangan adzan maghrib dan apabila

anak melampaui batas atau bermain terlalu lama maka orang tua

memberi peringatan kepada anak agar tidak mengulanginya kembali,

biasanya para bapak mengajak anaknya shalat berjama’ah ketika

melaksanakan shalat maghrib dan isya untuk melatih shalat berjama’ah

73

setelah melaksanakan shalat berjama’ah biasanya para orang tua

mengulang kembali pelajaran umum atau agama yang sudah diajarkan

di sekolah, selain itu para mendampingi anak-anaknya ketika sedang

belajar sehingga apabila anak ada kesulitan maka orang tua yang

membantunya. Setelah menemani belajar, lalu mereka istirahat. Disini

peran orang tua tidak hanya ibu saja, atau bapak saja, tetapi kedua

orang tua saling mempengaruhi dalam proses perkembangan anak

terutama dalam beribadah. Karena anak adalah peniru ulung, sehingga

apa yang dilihat anak dari orang tua maka hal itulah yang akan

dilakukan oleh anak. sehingga orang tua juga harus memberi contoh

dan melatih anak agar disiplin beribadah.

Karakter yang dimiliki oleh orang tua, ibu memiliki karakter

dalam mendidik anak-anaknya, yaitu mendidik dan membentuk

karakter anak dengan penuh rasa kasih sayang dan aman, serta

memenuhi kebutuhan anak-anaknya, selain menjadi istri dari seorang

prajurit TNI, istri biasanya menjadi ibu rumah tangga, dan adapula

yang bekerja menjadi guru, bidan, dan lain-lain. Orang tua khususnya

dalam hal ini ibu, ketika ayah sedang tidak berada di rumah maka

peran ayah digantikan oleh seorang, sehingga anak lebih banyak

mendapat perhatian dan arahan dari ibunya yang menjadi ibu rumah

tangga karena mereka banyak menghabiskan waktunya bersama anak-

anaknya, dibandingkan dengan itri TNI yang bekerja. Sedangkan,

karakter seorang ayah dalam mendidik dan membentuk karakter

74

disiplin ibadah anak yaitu dengan menyadarkan anak bagaimana

menghadapi lingkungan dan situasi di luar rumah, membiarkan anak

mengenal lebih banyak hal, memotivasi anak untuk memiliki akhlak

yang baik serta giat beribadah, menemani dan menyediakan sarana-

prasarana dalam proses penunjang belajar anak, memanfaatkan waktu

dengan hal-hal yang positif bersama keluarga terutama dengan anak,

karena menjadi seorang prajurit TNI sering mendapat tugas di luar

daerah yang waktunya itu tidak singkat. Jadi, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa karakter dalam mendidik dan membentuk

karakter disiplin ibadah anak itu berbeda antara seorang ayah dan ibu,

tetapi peran mereka dalam mendidik dan membentuk karakter disiplin

ibadah anak sama-sama pentingnya, dan sama-sama berpengaruhnya

dalam proses perkembangan anak, karena pendidikan yang anak

peroleh yaitu dari lingkungan keluarga terutama orang tuanya yaitu

ayah dan ibu.

2. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak

di lingkungan TNI

Dalam menjawab rumusan masalah yang kedua peneliti

menggunakan metode interview. Metode yang digunakan orang tua

dalam mendidik dan membentuk karakter anak yaitu dengan metode

keteladan (Uswathun Khasanah) yaitu memberi contoh atau

keteladanan yang baik bagi anak-anaknya. Metode keteladanan

merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang dalam

75

proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang patut

ditiru (modelling). Namun yang dikehendaki dengan metode

keteladanan dijadikan sebagai alat pendidikan Islam dipandang

keteladanan merupakan bentuk perilaku individu yang bertanggung

jawab yang bertumpu pada praktek secara langsung.

Prinsip-prinsip pelaksanaan metode keteladanan pada dasarnya

sama dengan prinsip metode pendidikan yakni menegakkan “uswah

hasanah”. Beberapa prinsip penggunaan metode keteladanan sejalan

dengan prinsip pendidikan Islam (Muhaimin & Abdul, 1993: 241),

yaitu:

a. At-Tawassu’ Fil Maqashid la fi Alat (memperdalam tujuan

bukan alat), prinsip ini menganjurkan keteladanan sebagai

tujuan bukan sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari

berkembangnya asumsi bahwa keteladanan pendidik atau

orang tua hanyalah sebuah teori atau konsep, tetapi

keteladanan merupakan tujuan. Keteladanan yang

dikehendaki disini adalah bentuk perilaku pendidik atau

orang tua yang baik.

b. Mura’atul Isti’dad Wa Thab’i (memperhatikan pembawaan

dan kecenderungan anak), sebuah prinsip yang sangat

memperhatikan pembawaan dan kecenderungan peserta

didik atau anak. dengan memperhatikan prinsip ini, maka

seorang pendidik atau orang tua hendaknya memiliki sifat

76

yang terpuji, pandai membimbing anak-anak, taat beragama,

cerdas dan mengerti bahwa memberikan contoh pada mereka

akan mempengaruhi pembawaan dan tabiatnya.

c. Min al-Mahsus Ila al Ma’qul (sesuatu yang bisa diindra ke

rasional), prinsip ini dalam metode keteladanan adalah

pengenalan yang utuh terhadap peserta didik atau anak

berdasarkan umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan

mereka. Sehingga prinsip tersebut dapat menegakkan

“uswah hasanah” (contoh teladan yang baik)terhadap peserta

didik atau anak.

Dari hal di atas, peneliti mengajukan beberapa pertanyaan

kepada orang tua yang berada di lingkungan Asrama Militer Yonif 411

Pandawa Salatiga dalam melakukan kegiatan keagamaan dalam

kehidupan sehari-hari, yaitu:

1. Kegiatan keagamaan rutin apa saja yang sering bapak

lakukan dalam kehidupan sehari-hari?

“terutama shalat lima waktu mba, shalat jumat, biasanya

kalau habis maghrib tadarus sama ngajarin anak mengaji,

yasinan sama bapak-bapak di asrama sama shadaqah”

(W/SH/08-12-2017/12.30 WIB).

Senada apa yang diungkapkan oleh Bapak JF:

“shalat wajib, puasa sunnah senin kamis, shadaqah, shalat

jumat, tadarus itu biasanya habis maghrib, yasinan rutin

satu batalyon” (W/JF/06-12-2017/11.27 WIB).

77

Dari kedua pertanyaan di atas, dapat disimpulkan para

orang tua melakukan ibadah secara rutin baik ibadah mahdhah

(ibadah pokok) dan ghairu mahdhah (ibadah yang bukan pokok).

2. Apakah bapak melakukannya dengan konsisten? Mengapa?

“alhamdulillah mba, insyallah dilakusanakan setiap hari

mba, ya niatnya buat ibadah karena Allah, dan memberi

contoh anak-anak kita” (W/ML/08-12-2017/09.05 WIB).

Senada dengan Bapak US:

“saya berusaha untuk terus melakukannya mba, ya itu salah

satunya untuk memberi contoh pada anak-anak kita juga,

dan semata-mata juga melakukkannya karena Allah”

(W/US/06-12-2017/10.25 WIB).

Dari kedua pertanyaan di atas, bahwasannya mereka

menganggap bahwa hal tersebut perlu dibiasakan karena hal

tersebut sudah menjadi kewajiban dari seorang muslim.

3. Apakah bapak melakukannya sendiri atau mengajak

anggota keluarga yang lain? Mengapa?

“biasanya saya mengajak anak sama istri, tapi kalau puasa

sunnah mungkin kalau anak saya belum, paling melatihnya

di bulan ramadhan itu, itupun kadang ya dapatnya setengah

hari mba” (W/PH/05-12-2017/11.12 WIB).

Senada dengan Bapak AT:

“iya mba, biasanya saya sama istri saya mengajak anak-

anak buat melatih mereka” (W/AT/05-12-2017/10.17

WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, bahwasannya para orang tua

menyadari bahwa selain itu beribadah karena Allah, mereka juga dapat

membiasakan atau mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu

78

giat beribadah, dengan cara memberi contoh yang baik serta

memotivasi anak-anaknya untuk giat beribadah. Jadi, peneliti

menyimpulkan bahwasannya orang tua yang berprofesi sebagai

anggota prajurit TNI yang berada di lingkungan Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga tidak hanya menyuruh anak-anaknya untuk

beribadah, tetapi para orang tua juga melakukan hal yang sama, hal

tersebut dilakukan untuk menjadi panutan atau contoh yang baik bagi

anak-anaknya, serta tidak lupa juga para orang tua memotivasi anak-

anaknya untuk selalu giat beribadah, baik ibadah mahdhah (ibadah

pokok) maupun ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bukan pokok),

serta memberi pengertian bahwa yang dilakukan tersebut merupakan

kewajiban dari seorang muslim.

Peneliti menggunakan pedoman dan mengacu pada teori

bagaimana upaya orang tua dalam mendidik karakter disiplin ibadah

anak seperti yang telah tertulis dalam bab dua.

j. Penataan lingkungan fisik

Upaya penataan lingkungan fisik telah diapresiasi sebagai

lahan dialog oleh anak-anaknya. Penghayatan ini ditimbulkan oleh

rasa terlindung dan aman dalam diri mereka. Mereka merasakan

adanya keakraban dalam berbagai nilai moral. Bagi mereka, rumah

benar-benar dirasakan sebagai bagian dari dirinya dan membuat

mereka mampu mengapresiasikan adanya kebersamaan dalam

penataan ruangan dan bentuk-bentuk (Moh Shochib, 1998: 71).

79

Diterapkannya disiplin dalam lingkungan TNI, maka akan

diterapkan juga oleh orang tua khususnya anggota TNI dalam

mendidik anak-anaknya. Dimulai dari hal yang terkecil, misalnya

penataan ruangan dan kebersihan dalam rumah anak-anak

dilibatkan terutama tempat atau ruangan belajar dan tempat tidur.

Sehingga akan terjadinya dialog antara orang tua dan anak,

sehingga apa yang menjadi kewajiban orang tua dan anak

terpenuhi. Dalam aspek yang pertama ini peneliti mengajukan satu

pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut. Hal ini dapat

diuraikan kedalam sebuah pertanyaan beserta beberapa jawaban

yang dapat mewakili jawaban lain yang serupa, yaitu:

1. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang

untuk menjaga kebersihan dan kerapihan? Mengapa?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“saya melatih anak saya sejak kecil untuk menjaga

kebersihan dan kerapihan, terutama dalam lingkungan

rumah, mulai dari hal kecil seperti merapikan tempat

tidur setiap bangun tidur, membuang sampah ke bak

sampah yang ada di depan rumah, mencuci piring

walaupun hanya satu piring saja, saya melatih hal

tersebut karena anak-anak nantinya tidak hanya hidup di

rumah, nanti ketika sudah dewasa entah mereka

merantau atau sudah berkeluarga sendiri, mereka akan

menjadi mandiri dan disiplin ketika hal tersebut sudah

diajarkan mulai sejak mereka masih kecil” (W/ML/08-

12-20017/09.00 WIB).

80

Senada dengan apa yang diungkapkan Bapak dan Ibu

JF:

“ya saya mengajarkan hal tersebut kepada anak saya,

karena apabila segala sesuatu yang indah, dan rapi akan

menciptakan suasana yang nyaman, begitu pula dengan

lingkungan sekitar terutama tempat belajar anak, setiap

kali anak selesai belajar dibiasakan untuk

mengembalikan buku pada tempatnya, begitu juga

ketika anak selesai bermain maka anak-anak dilatih

untuk merapikan atau mengembalikan mainannya ke

tempatnya” (W/JF/06-12-2017/11.20 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

penerapan kedisiplinan lingkungan internal keluarga dan penataan

fisik di lingkungan TNI cukup baik. Karena hal tersebut akan

membuat nyaman dan meningkatkan disiplin anak. Di dalam Islam

juga mengajarkan untuk selalu menjaga kebersihan, karena

menjaga kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal tersebut sudah

diajarkan sejak kecil kepada anak-anak oleh orang tua khususnya

di lingkungan TNI, karena orang tua mengganggap bahwa hal

tersebut akan menjadi kebiasaan baik untuk anak-anaknya.

k. Penataan lingkungan sosial

1) Penataan Lingkungan Sosial Internal

Penataan lingkungan sosial internal dalam keluarga

dirasakan sebagai motivasi oleh anak-anaknya. Mereka

merasakannya sebagai bantuan karena adanya suasana

kedekatan dan keakraban di antara orang tua dengan anak.

Keakraban dan kedekatan orang tua dengan anak menyebabkan

81

mereka mampu berkomunikasi secara efektif dalam meletakkan

dasar-dasar untuk berhubungan secara akrab dan dekat (Moh

Shochib, 1998: 74).

Interaksi sosial sangatlah penting dalam kehidupan

rumah tangga. Interaksi sosial tersebut hendaknya didasari

dengan kasih sayang dan empati, sehingga tidak menimbulkan

atau memicu timbulnya curiga dan lain-lain. Sehingga dalam

lingkungan keluarga tersebut tercipta hubungan yang harmonis

antar anggota keluarga. Dalam hal ini peneliti mengajukan satu

pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut. Hal ini dapat

diuraikan kedalam sebuah pertanyaan beserta beberapa

jawaban yang dapat mewakili jawaban lain yang serupa, yaitu:

2. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul

bersama anak? apa saja yang anda lakukan bersama

mereka?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“disela-sela kerja saya selalu menyempatkan waktu

bersama keluarga pada jam istirahat terutama untuk

berkumpul bersama anak-anak walaupun hanya

mendengar keluh kesah yang sedang dirasakan oleh

anak. Ketika adzan berkumandang saya melatih anak

saya atau mengajak anak ke masjid untuk shalat

berjamaah, dan setelah maghrib biasanya mengulang

kembali pelajaran di sekolah maupun di tpq dan

menemani anak-anak untuk belajar” (W/US/06-12-

2017/10.23 WIB).

82

Senada dengan apa yang diungkapkan Bapak AT:

“sesibuk apapun pekerjaan di rumah harus selalu

meyempatkan waktu bersama anak-anak, karena yang

bertugas untuk mendidik anak bukan hanya seorang ibu,

tetapi peran ayah juga sangat penting dalam tumbuh

kembang si anak, namun ketika saya dinas di luar ya

saya serahkan ke ibunya” (W/AT/05-12-2017/10.15

WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

orang tua yang berprofesi sebagai anggota TNI sesibuk apapun

mereka, mereka para orang tua tetap menyempatkan waktu

bersama keluarganya, terutama dengan anak-anaknya. Karena

orang tau sadar, bahwa tidak hanya seorang ibu yang berperan

untuk mendidik anak-anaknya, tetapi peran seorang ayah juga

sangat mempengaruhi tumbuh kembang si anak. Kedekatan dengan

ayah tentunya juga akan mempengaruhi pembentukan karakter

anak. Meskipun ketika ayah pergi tugas di luar daerah mereka

hanya bisa menyerahkan tugas sebagai orang tua kepada istri atau

keluar yang ada di lingkungannya seperti kakek, nenek, dan lain-

lain.

2) Penataan Lingkungan Sosial Eksternal

Kedekatan dan keakraban anak-anak dengan nilai moral

dari penataan eksternal didasari dengan keakraban dan

kedekatan dengan nilai moral yang dibangun oleh penataan

lingkungan sosial internal (Moh Shochib, 1998: 78).

83

Apresiasi anak untuk berdekatan dengan lingkungan

sosial eksternal dapat ditunjukan, misalnya mengupayakan

mereka untuk mengaji di TPQ, di salah satu rumah penduduk

ASMIL, atau mengundang guru privat untuk mengaji di rumah

saja. Dalam aspek tersebut dituangkan dalam butir soal sebagai

berikut:

3. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan

anak ke TPQ untuk mengajari anak mengaji, cara

beribadah, serta ilmu agama? mengapa?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“dulu anak saya ikut di TPQ, karena anak saya engga

mau berangkat lagi ke TPQ (di masjid Nur Istiqlal)

akhirnya saya mengundang guru privat untuk mengajari

mengajari ngaji sama ilmu agama yang lain, karena

kalau sama orang lain biasanya lebih nurut dibanding

orang tuanya, karena kalau sama orang tua sudah sering

bertemu setiap hari, jadi saya mengundang guru privat

biar tidak bosan dan bersosialisasi dengan orang lain

yang” (W/AG/08-12-2017/10.10 WIB).

Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Bapak PH:

“anak saya mengaji di perumahan atas, ada salah satu

penduduk Asmil (ibu persit) namanya Ibu Danuri itu

juga mengajari ngaji di rumahnya, banyak juga yang

ikut mengaji di sana, di tempatnya ibu Danuri lebih

dekat dari rumah sehingga saya juga masih bisa

mengontrol anak saya” (W/PH/05-12-2017/11.10 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, dapat peneliti uraikan

kesimpulan sebagai berikut dari pernyataan yang pertama bahwa

orang tua melatih anaknya untuk bersosialisasi dengan orang lain,

84

dan memberi rasa nyaman kepada anak-anaknya ketika sedang

belajar.

l. Penataan lingkungan pendidikan

3) Penataan lingkungan pendidikan internal

Ajakan yang diupayakan orang tua dihayati dan

diapresiasi sebagai bantuan dan bimbingan oleh anaknya

karena adanya apresiasi yang sama antara dirinya dengan orang

tua dalam nilai-nilai moral. Pertemuan makna antara orang tua

sebagai pendidik dan anak sebagai si terdidik terjadi karena

adanya situasi yang diapresiasi bersama (Moh Sochib, 1998:

79).

4) Penataan lingkungan pendidikan eksternal

Penataan lingkungan pendidikan eksternal dilakukan

oleh orang tua untuk menanamkan nilai moral ilmiah pada

anak. Melalui arahan dan bimbingan agar senantiasa selektif

dalam memilih teman bergaul, rajin belajar, dan senantiasa

mengupayakan agar mereka bersekolah di sekolah favorit (Moh

Shochib, 1998: 83). Adapun butir soal yang peneliti ajukan

yaitu sebagai berikut:

4. Bagaimana anda mendidik anak anda?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“saya mendidik anak saya itu keras, dan disiplin, tapi

keras itu bukan berarti saya kasar. Saya mendidik anak

85

saya, seperti waktu saya masih di pendidikan TNI,

disiplin kuncinya, kenapa saya mengajarkan hal

tersebut kepada anak saya, karena saya sudah

merasakan manfaatnya. Disiplin bukan hanya sekesar

disiplin untuk bekerja, tetapi ada juga disiplin dalam hal

beribadah misalnya shalat tepat pada waktunya, dan

juga berdisiplin dalam hal belajar dan masih banyak

yang lainnya” (W/SP/08-12-2017/10.15 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak SH:

“karena saya hidup di lingkungan militer yang berbasis

disiplin, jadi saya juga menerapkan hal tersebut kepada

anak-anak saya, mulai dari kegiatan bangun tidur

sampai tidur lagi. Saya mendidik anak saya sesuai

dengan tingkat perkembangan anak, jika melanggar

sesuatu hal saya tidak langsung memarahi serta

menghukumnya tetapi saya nasehati atau ingatkan dulu,

dan apabila anak mendapatkan prestasi saya tidak

langsung memberikannya hadiah, apabila nanti saya

langsung kasih reward ke anak saya, malah nantinya

motivasi anak untuk berprestasi serta merta hanya untuk

mendapatkan hadiah, saya akan beri dia reward tetapi

tidak langsung pada hari itu juga” (W/SH/08-12-

2017/12.33 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya cara

mendidik anak sangatlah bervariatif, mereka menanamkan pola

hidup yang baik kepada anak-anaknya. Banyak orang mengira

bahwa hidup di lingkungan yang orang tuanya berprofesi sebagai

anggota TNI anak-anaknya akan dididik dengan keras dan kasar,

namun pada kenyataannya yang peneliti temui yaitu orang tua

memang menanamkan sikap disiplin seperti yang ada pada diri

seorang anggota TNI kepada anak-anaknya, memang ada yang cara

mendidiknya dengan keras, keras dalam arti agar anak mematuhi

86

aturan yang berlaku dalam keluarga tersebut, keras disini bukan

berarti kasar.

m. Dialog orang tua dengan anak

Kepatuhan anak-anak terhadap kemauan dan peringatan

orang tuanya telah membangun rasa dan kepercayaan diri secara

penuh kepada orang tua (Moh Shochib, 1998: 84). Penghayatan

dan apresiasi diri mereka terhadap orang tua membuat dialog

dalam keluarga benar-benar diapresiasi sesuai dengan rasa

keanakan mereka. Mereka merasakan adanya kedekatan,

keakraban, kebersamaan, dan keterpautan diri kepada keluarga.

Dalam aspek tersebut dituangkan dalam butir soal sebagai berikut:

5. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk

shalat berjamaah dan tepat waktu ketika adzan

berkumandang? Mengapa?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“biasanya kalau sedang istirahat kerja saya mengajak

anak saya untuk berjamaah di masjid Nur Istiqlal yang

berada di lingkungan 411 Pandawa Salatiga, tapi kalau

sedang piket atau dinas di luar biasanya anak hanya

shalat di rumah saja, karena hal tersebut juga

mengajarkan anak pada hal disiplin waktu apabila anak

selalu dilatih maka lama kelamaan akan menjadi

kebiasaan si anak” (W/WD/08-12-2017/13.23 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak SN:

“kalau saya lagi ngga dinas ya saya mengajak anak saya

buat berjamaah paling sering di rumah ya biasanya

shalat dhuhur ketika saya sedang istirahat terus kalau

87

ashar kan kadang kan masih di kantor, yang paling

sering shalat maghrib sama isya biasanya saya

mengajak jamaah ke masjid Nur Istiqlal yang di bawah

itu” (W/SN/05-12-2017/13.05 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

dengan adanya dialog antara orang tua dan anak, maka anak akan

patuh akan perintah dan kemauan dari orang tua. Sehingga ketika

orang tua menanamkan nilai-nilai kepada anak, maka harus terjadi

kedekatan, keakraban, dan kebersamaan, sehingga hubungan antar

keluarga terjadi dengan baik, dan mengerti kemauan antar anggota

keluarga.

n. Penataan suasana psikologis

Salah satu bentuk penataan suasana psikologis keluarga

yaitu dengan memahami dan mengerti motivasi belajar. Hal yang

dapat dilakukan agar memahami dan mengerti motivasi belajar,

yaitu orang tua menciptakan suasana keluarga yang sarat dengan

rasa kebersamaan, keakraban, kedekatan, komunikasi sambung

rasa dengan anak, pemberian teladan-teladan, sikap terbuka, serta

kesatuan dalam melaksanakan nilai moral dasar dalam kehidupan

keseharian keluarga (Moh Shochib, 1998: 84). Adapun butir soal

yang peneliti ajukan yaitu sebagai berikut:

6. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak

anda ketika belajar agama? bagaimana anda memotivasi

agar mereka selalu giat beribadah?

88

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“ya, saya selalu mendampingi anak-anak ketika sedang

belajar, jadi kalau anak mengalami kesulitan bisa

langsung kita bantu” (W/AS/05-12-2017/15.00 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak HR:

“ya saya selalu menemani ketika anak-anak sedang

belajar, biasanya selepas shalat maghrib berjama’ah di

masjid saya mengontrol dan mengulang kembali

pelajaran di sekolah maupun di TPQ, setelah

mengulang kembali pelajaran yang sudah di pelajari,

lalu dilanjutkan untuk belajar. Biasanya saya

membiasakan anak saya agar giat beribadah yaitu salah

satunya dengan kita mengajak, malatih, dan

membiasakannya apabila mereka sudah terbiasa,

selanjutnya mereka akan beribadah dengan sendirinya

tanpa disuruh oleh orang lain” (W/HR/08-12-

2017/14.05 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

beberapa keluarga memang menyempatkan waktu bersama

keluarga, terutama bersama anak. Karena dalam proses tumbuh

kembangnya masih perlu pengawasan dan arahan dari orang tua.

Tidak sedikit orang tua yang berprofesi sebagai anggota TNI yang

kegiatannya juga cukup padat. Mereka tetap menyempatkankan

waktunya walaupun hanya sekedar mendampingi belajar, atau

membantu anak ketika mereka mendapatkan kesulitan. Selain itu,

orang tua juga membiasakan sejak dini dan melatih anak-anak agar

giat beribadah mulai dari hal kecil, misalnya ketika orang tua

berjama’ah di masjid si anak diajak untuk berjama’ah dan lain-lain.

89

o. Penataan sosiobudaya

Penataan sosiobudaya dalam keluarga diantaranya yaitu

membudayakan kaidah-kaidah nilai moral dasar, sosial, ilmiah,

ekonomi, kebersihan, dan demokrasi dalam kehidupan anak-

anaknya (Moh Shochib, 1998: 84). Penataan sosiobudaya terhadap

tumbuh anak dan remaja, senantiasa tergantung pada peranan

keluarga batih (Soerjono, 2009: 88).

p. Perilaku orang tua saat bertemu anak

Pertemuan kebersamaan antara orang tua dengan anak

senantiasan harus didasari oleh tampilnya nilai-nilai moral dasar.

Nilai-nilai moral yang orang tua upayakan untuk tampil dalam

setiap pertemuaan dengan anak-anaknya adalah nilai kebersihan,

nilai sosial (keakraban dan keharmonisan hubungan, dan

kesopanan), nilai ilmiah (menciptakan suasana hening jika anak

sedang belajar dan membantunya jika mengalami kesulitan), nilai

demokrasi (berdialog dengan anak-anak dalam suasana

kebersamaan, saling memiliki, dan keterbukaan), nilai tanggung

jawab (membuat dan mematuhi aturan-aturan), serta nilai

keteladanan (memberikan contoh untuk adik dan kakaknya) (Moh

Shochib, 1998: 85). Adapun butir soal yang peneliti ajukan yaitu

sebagai berikut:

90

7. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan

contoh berperilaku baik yang seharusnya dilakukan oleh

anak, ataukah hanya sekedar menasehati saja?

Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“menurut saya itu ya orang tua harus memberi contoh

terlebih dahulu bukan hanya menyuruh atau menasehati

saja. Apalagi yang masih memiliki anak yang masih

kecil mereka adalah peniru ulung sehingga apa yang

dilihat dari orang-orang di sekitar mereka akan mereka

tiru bukan hanya perbuatannya saja, tetapi ucapanpun

mereka seringkali menirunya. Ketika saya melarang

anak saya untuk melakukan suatu hal maka saya juga

harus tidak melakukannya. Saya biasanya memberi

contoh dan memberi pengertian atau alasan boleh atau

tidaknya melakukan sesuatu hal, jadi anak dapat

mematuhi serta menerima alasannya” (W/RT/06-12-

2017/11.15 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak RL:

“tentu saja harus memberi contoh bukan hanya sekedar

menasehatinya saja. Karena kalau kita melarang anak

kita untuk melakukan suatu hal dan kita melakukannya

biasanya anak saya itu protes la kok bapak kaya gitu,

karena anak saya itu tanggap pada suatu hal, dan kita

sebagai orang tua juga harus malu apabila kita

melanggar suatu hal. Karena orang tua yang paling

dekat dan paling lama berinteraksi satu sama lain jadi

orang tua harus memberi pesan positve untuk anak-anak

aplikasikan di lingkungan eksternalnya” (W/RL/07-12-

2017/09.17 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

sebagian besar orang tua memberikan contoh yang baik kepada

anak-anaknya, karena mereka sadar bahwa anak-anak apalagi anak

91

usia dini adalah peniru ulung, jadi setiap perkataan atau perbuatan

yang orang tua lakukan maka akan dilihat dan dicontoh oleh anak-

anaknya.

q. Kontrol orang tua terhadap perilaku anak

Perilaku anak yang memperoleh prioritas kontrol orang tua

adalah perilaku-perilaku dalam merealisasikan nilai moral dasar, di

samping nilai-nilai moral lainnya. Kontrol yang diberikan bersifat

mengingatkan dan menyadarkan, bukan memaksakan atau

mengdoktrinasi sehingga anak senantiasa berperilaku taat nilai

moral, walaupun orang tua sedang tidak berada di rumah (Moh

Shochib, 1998: 86). Adapun butir soal yang peneliti ajukan yaitu

sebagai berikut:

8. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak

anda, ketika anda sedang tidak bersama anak?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“ketika saya dinas di luar, tugas untuk mendidik anak

saya serahkan ke ibunya kembali, hanya saja sering kali

saya berpesan kepada anak-anak, misalnya jaga ibu,

jangan main terus, waktunya belajar ya belajar”

(W/PD/07-12-2017/10.05 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak WS:

“ya saya paling Cuma berpesan ke anak nurut apa kata

ibu, waktunya belajar ya belajar, waktunya main ya

main” (W/WS/07-12-2017/10.46 WIB).

92

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya

orang tua tidak banyak memberi aturan kepada anak-anaknya,

hanya saja mereka memberi nasehat sesuai dengan porsi tumbuh

kembang si anak.

r. Nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang

diupayakan kepada anak

Penempatan dan pengupayaan nilai moral dasar sebagai

dasar pijakan berperilaku orang tua dilandasi oleh kesadaran

mereka bahwa nilai dasar (agama) dapat menjadi benteng kokoh

untuk mencegah anak-anaknya melakukan penyimpangan-

penyimpangan perilaku (berani kepada orang tua, minum-minuman

keras, atau berkelahi) (Moh Shochib, 1998: 87). Adapun butir soal

yang peneliti ajukan yaitu sebagai berikut:

9. Apakah anda sering mengajak anak anda untuk

mengikuti pengajian maupun ceramah agama? dan

bagaimana apabila anak anda berperilaku menyimpang

pada usia tersebut?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil

411/Pandawa Salatiga sebagai berikut:

“saya mengajak anak saya biasanya kalau shalat jum’at

itu kan juga sama mengajari anak mulai dari shalat

berjama’ah dan mendengarkan khotbah, kalau ada

pengajian akbar atau setiap malam jumat saya juga

mengajak anak saya. Kalau anak saya melanggar suatu

hal saya cuma sekedar mengingatkan kalau hal tersebut

ngga boleh dilakukan dan anak diberi pengertian

kenapa tidak boleh melakukan hal tersebut, agar anak

93

bisa mengerti dan tidak mengulanginya lagi

(W/WH/08-12-2017/14.45 WIB).

Selaras dengan pendapat di atas menurut Bapak US:

“biasanya saya mengajak jika selepas dinas, kalau anak

melanggar sesuatu biasanya diingatkan dulu ya

tergantung kesalahannya juga, biasanya kalau udah

keterlaluan langsung saya maraih mba” (W/US/06-12-

2017/10.28 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya cara

orang tua dalam mengatur dan mengontrol perilaku anak berbeda-

beda. Ada orang tua yang jika anak melanggar suatu hal anak

diberi pengertian terlebih dahulu agar mereka mengerti alasan

kenapa tidak boleh melakukannya, dan ada juga yang orang tua

yang langsung memarahi atau memberi hukuman supaya anak

tidak mengulangi hal yang sama.

Dari observasi serta wawancara bersama orang tua yang

berprofesi sebagai TNI di lingkungan Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga, bahwasannya kegiatan keagamaan yang

dilakukan oleh anak itu merupakan hasil arahan, dan bimbingan

dari orang tuanya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan

yang harmonis antar anggota keluarga, sehingga terjadi komunikasi

yang dialogis, dimana anak dapat menerima, memahami, dan

mengaplikasikan norma-norma sesuai dengan ajaran agama Islam

serta sesuai dengan cita-cita dan tujuan suatu keluarga. Disini para

orang tua terlebih dahulu memberi contoh atau sebagai panutan

anak-anaknya dalam melakukan ibadah, memberi rasa cinta dan

94

kasih sayang dalam mendidik dan membentuk karakter disiplin

ibadah anak-anak, memberi dan menyediakan sarana prasana

dalam menunjang kegiatan belajar agama anak, mengajak anak-

anak beribadah, menemani dan membantu anak-anaknya untuk

belajar atau mendalami ilmu agama serta memotivasinya.

95

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Peran keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin anak dalam

beribadah

Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam

membentuk kepribadian anak. Pendidikan yang diperoleh pertama kali

oleh anak, yaitu di lingkungan keluarganya, terutama oleh kedua orang

tua, yaitu ayah dan ibunya. Ayah dan ibu dalam lingkungan keluarga harus

bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi anggota keluarga terutama

anak, berhubungan dengan akrab antar anggota keluarga, penuh kasih

sayang, dan menerapkan disiplin berdasarkan kecintaan.

Menurut Hidayah (dalam Shochib, 1998: 6) pola asuh dan sikap

orang tua yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis

antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak

merasa diterima oleh orang tua sehingga ada pertautan perasaan. Oleh

sebab itu, anak yang merasa diterima oleh orang tua memungkinkan

mereka untuk memahami, menerima, dan menginternalisasi “pesan” nilai

moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.

Oleh sebab itu, dalam menanamkan sikap disiplin beribadah anak

maka perlu adanya komunikasi dialogis antar anggota keluarga, seperti

yang sudah disampaikan di atas, apabila di dalam lingkungan keluarga

terciptanya hubungan yang harmonis dan saling memahami satu sama lain,

maka apa yang diinginkan antar anggota keluarga bisa saling memahami

96

dan menerimanya, misalnya apa yang diinginkan oleh orang tua maka

anak akan menurutinya, dan sebaliknya apa yang diinginkan oleh anak,

orang tua memenuhi serta memahaminya. Contohnya, dalam disiplin

beribadah orang tua tidak semata-mata hanya memerintahkan anak untuk

beribadah misalnya melaksanakan shalat, puasa dan lain-lain, tetapi orang

tua juga harus memberikan contoh serta memberi pengertian atau alasan

kenapa kita harus melakukannya, agar anak mengerti apa yang dianjurkan

dan yang diharapkan oleh kedua orang tuanya. Tanggung jawab dan

kepercayaan orang tua yang dirasakan oleh anak akan menjadi dasar

peniruan dan identifikasi diri untuk berperilaku. Ini berarti orang tua perlu

mengenalkan dan memberi pengertian nilai moral kepada anak sebagai

landasan dan arah berperilaku teratur berdasarkan tanggung jawab dan

kosistensi diri.

Dalam menanamkan disiplin beribadah yang dilakukan oleh orang

tua kepada anak mulai ditanamkan sejak masih dini, karena hal tersebut

akan tertanam pada diri anak sampai mereka dewasa nanti, apabila hal

tersebut sudah dibiasakan sejak masih kecil. Dalam hal ini peneliti

mengajukan beberapa pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut,

yaitu:

1. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun

tepat waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan

lainnya jika bangunnya terlambat?

97

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil 411/Pandawa

Salatiga sebagai berikut:

“tentu saja, setiap malam sebelum mereka tidur saya dan istri

saya selalu mengingatkan anak-anak agar besok bangun pagi,

bangun pagi bukan hanya untuk kegiatan sekolah saja, terlebih

kita melatih anak-anak untuk shalat subuh, setelah itu anak-

anak juga saya latih buat menjaga kebersihan seperti

membuang sampah ke depan” (W/PH/05-12-2017/11.20 WIB).

Senada dengan apa yang dituangkan oleh Bapak JF:

“ya saya selalu ingatkan kepada anak-anak saya selepas mereka

belajar dan sebelum mereka tidur, saya biasakan anak saya

untuk shalat subuh, dan sehabis itu anak-anak juga dilatih

untuk membantu orang tuanya juga, misalnya mencuci piring

yang habis mereka pakai, walaupun cuma satu, dua piring aja

tapi saya biasakan hal tersebut kepada anak-anak saya, seperti

menyapu rumah juga begitu, hal tersebut dilakukan biasanya

sebelum mereka persiapan berangkat ke sekolah, saya latih

disiplin kepada anak-anak saya itu dimulai dari hal-hal yang

sederhana” (W/JF/06-12-2017/11.25 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya orang tua

yang berada di lingkungan TNI Asrama Militer Yonif 411/Pandawa

Salatiga membentuk karakter disiplin beribadah anak, yaitu dimulai dari

hal-hal yang sederhana, namun hal tersebut dilatih dan dibiasakan terus-

menerus kepada anak-anak. Sehingga anak memiliki kepribadian yang

baik. Dalam membentuk karakter disiplin beribadah anak agar

menjalankan kehidupan secara seimbang antara kehidupan dunia dan

akhiratnya, bukan hanya semata-mata menjalankan shalat, puasa dan lain-

lain, namun menjalin interaksi sosial dengan sesama makhluk juga bernilai

ibadah.

98

Proses pembentukan disiplin diri dalam diri anak, dilakukan

dengan cara melatih, membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-

nilai berdasarkan acuan moral, kontrol orang tua untuk

mengembangkannya (Shochib, 1998: 21). Dalam hal ini peneliti

mengajukan beberapa pertanyaan yang mengindikasikan hal tersebut,

yaitu:

2. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu

disiplin? Mengapa?

Dari hasil wawancara dengan Penduduk Asmil 411/Pandawa

Salatiga sebagai berikut:

“saya ngga buat jadwal sehari-hari anak, mereka melaksanakan

apa yang udah jadi kebiasaan mereka, tapi mereka melanggar

sesuatu misalnya jadwal istirahat dia malah malah main saya

tegur karena kalo dia kecapean malamnya ngga mau belajar,

terus kalau jadwalnya ngaji di masih main kadang sepedaan

main ke tempat temen juga saya tegur atau saya panggil suruh

pulang buat persiapan ngaji, karena main juga ada jamnya

sendiri-sendiri” (W/US/06-12-2017/10.33 WIB).

Senada dengan apa yang dituangkan oleh Bapak AG:

“kegiatan anak ya berjalan apa adanya ngga saya jadwal secara

tertulis itu engga mba, tapi kalau jadwalnya belajar ya balajar,

jadwalnya ngaji ya ngaji, jadi udah ada jadwalnya sendiri-

sendiri, jadi anak juga dilatih disiplin dari hal tersebut”

(W/AG/08-12-2017/10.20 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya kegiatan

sehari-hari tidak dijadwal oleh orang tua mereka, kegiatan sehari-hari

berjalan apa adanya sesuai dengan rutinitas mereka, peran orang tua disini

yaitu mengontrol kegiatan sehari-hari anak, apabila ada kegiatan misalnya

main yang terlalu lama sehingga kegiatan lain seperti belajar, istirahat,

99

mengaji, dan lain-lain menjadi terganggu maka orang tua mengingatkan

anak agar tidak terlalu berlebihan, sehingga kegiatan lainpun tetap berjalan

dengan baik.

B. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak di

lingkungan TNI

Bentuk pendidikan karakter disiplin yang ideal bagi anak di

lingkungan TNI terdapat beberapa aspek yang sudah dipaparkan pada bab

sebelumnya, yaitu dari segi penataan lingkungan fisik, penataan

lingkungan sosial, penataan lingkungan pendidikan, dialog orang tua

dengan anak, penataan suasana psikologis, penataan sosial budaya,

perilaku orang tua saat bertemu anak, kontrol orang tua terhadap perilaku

anak, nilai moral yang dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang

diupayakan kepada anak (Shochib, 1998: 70-86).

Bedasarkan hasil paparan penelitian di bab III keluarga yang

berada di lingkungan TNI Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga telah

membiasakan anak-anaknya untuk memiliki karakter disiplin beribadah,

dalam lingkungan keluarga TNI Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga

mereka para orang tua menciptakan rasa kebersamaan dalam

merealisasikan nilai-nilai moral yang dibiasakan dan dilatih sejak usia dini

dan disandarkan sejak usia dini dan disandarkan pada agama, (nilai-nilai

moral) keterbukaan dalam keluarga, hubungan yang harmonis dalam

keluarga, dan komunikasi yang dialogis membuat adanya pertautan

perasaan, konsistensi perilaku orang tua dan kesatuan upayanya yang

100

menjadikan orang tua sebagai figur. Hal ini dituangkan dalam wawancara

dengan penduduk Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga, yaitu:

3. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh

berperilaku baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah

hanya sekedar menasehati saja? Bagaimana cara anda

melakukan hal tersebut?

“tentu saja kami sebagai orang tua harus memberi contoh mba

bukan semata-mata hanya menyuruh anak, tetapi kita tidak

melaksanakannya, karena anak berperilaku sesuai dengan apa

yang mereka lihat dari lingkungan sekitar apalagi kalau sama

orang tuanya yang setiap hari bertatap muka sama anak-

anaknya” (W/SP/08-12-2017/10.20 WIB).

Hal serupa dikemukakan oleh Bapak WD:

“saya ngga berani melarang atau memerintah anak saya apabila

saya juga masih atau belum melakukannya, jadi ya kita sebagai

orang harus memberi contoh atau panutan bagi anak kita,

misalnya kita menyuruh anak untuk shalat berjamaah di masjid

ketika adzan berkumandang, tetapi orang tuanya malah duduk

santai, seharusnya orang tuanya yang mengajak juga harus ikut

melaksanakannya jadi bukan hanya perintah saja, apalagi anak

saya tanggap jadi hal-hal yang menurut dia berlainan antara

perkataan dan perbuatan mesti anak saya itu tanya atau protes”

(W/WD/08-12-2017/13.30 WIB).

Dari kedua pernyataan di atas, diketahui bahwasannya, orang tua

harus bisa menjadi suri teladan untuk anak-anaknya, karena yang paling

sering berinteraksi dan sering bertatap muka dengan anak yaitu orang tua.

Karena, anak juga membutuhkan arahan dan bimbingan dari kedua orang

tuanya.

Orang tua yang kewibawaan dan kepercayaannya bergelora dalam

diri anak-anak membuat upayanya diapresiasi oleh anak secara kata hati.

101

Karena anak mengapresiasi secara kata hati maka upaya orang tua

senantiasa dihayati dan dimaknai sebagai bantuan, bimbingan, dan arahan

untuk dirinya dalam memiliki nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku

yang berdisiplin diri. Meskipun orang tuanya tidak hadir secara fisik,

tetapi kehadirannya dihayati secara psikologis (present in absent). Orang

tua dapat mencerminkan dirinya present in absent dalam diri anak jika dia

membangun keteladanan diri, konsistensi dan kesatuan perilaku, rasa

kebersamaan dalam merealisasikan nilai-nilai moral, penciptaan suasana

keterbukaan dan komunikasi dialogis, kemesraan hubungan orang tua

dengan anak dan orang tua sebagai suami-istri, menerjemahkan dan

membudayakan nilai-nilai moral yang menjadi pola hidup keluarga, dan

adanya peraturan yang dibuat dan ditaati bersama oleh semua anggota

keluarga (Shochib, 1998: 200).

Orang tua merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya, oleh

karena itu orang tua harus mendidik dan membentuk kepribadian anak

dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Keluarga khususnya orang tua

yang berada di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga dalam

membentuk karakter disiplin anak dalam beribadah yaitu membiasakan

anak sejak usia dini untuk berdisiplin dalam hal apapun dan dimulai dari

hal-hal yang terkecil dan memberi contoh untuk anak-anaknya. Orang tua

tidak hanya sekedar memerintah anak untuk bersikap disiplin dalam hal

beribadah, namun orang yang berada di lingkungan Yonif 411/Pandawa

102

Salatiga juga mengenalkan serta memberi pengertian kepada anak sebagai

landasan dan arah berperilaku yang baik.

Dari beberapa aspek bentuk pendidikan karakter yang ideal bagi

anak, yaitu dari segi penataan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lain-

lain. Para orang tua yang berada di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga menerapkan hal tersebut yaitu dengan cara melibatkan anak-anak

dalam segala hal, misalnya dalam menjaga lingkungan fisik, anak

dilibatkan dalan kebersihan dan kerapihannya sehingga anak-anak juga

akan merasa lebih nyaman, dan dalam segi disiplin beribadah orang tua

juga membiasakan anak untuk selalu tepat waktu dalam hal apapun,

memberi bimbingan, arahan, serta keteladanan untuk anak-anaknya dalam

beribadah mahdhoh (ibadah pokok), ialah ibadah yang hanya berhubungan

dengan Allah semata secara vertikal, contohnya shalat, puasa, zakat, dan

lain-lain, serta ibadah ghairu mahdhoh (ibadah yang bukan pokok), yaitu

ibadah dalam bentuk ini tidak selalu menyangkut antara hamba dengan

hamba yang lainnya secara horizontal, contohnya hubungan sosial antar

sesama manusia, anak dilatih untuk dermawan (shadaqah), dan lain-lain.

103

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada

rumusan masalah yang telah ditetapkan serta berdasarkan pembahasan

yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Peran pendidikan keluarga TNI dalam membentuk karakter disiplin

anak dalam beribadah, yaitu menanamkan nilai-nilai keagamaan mulai

sejak dini, yang selanjutnya yaitu memberi arahan, mengajarkan

kepada anak cara beribadah, serta memberi teladan kepada anak-

anaknya untuk selalu berperilaku baik dimana saja dan kapan saja.

Orang tua yang bekerja sebagai anggota TNI yang berada di

lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa Salatiga mereka selalu

menempatkan antara hak dan kewajiban mereka sebagai orang tua,

meskipun mereka sibuk dengan tugas mereka yang sering kali tugas di

luar daerah, mereka selalu menyempatkan waktunya untuk berkumpul

bersama keluarga khususnya untuk berkumpul dengan anak-anaknya,

di tengah dinas atau kesibukan mereka, mereka tetap menyempatkan

waktunya untuk anak-anak, karena dalam proses perkembangannya

anak membutuhkan arahan, bimbingan dari orang tuanya. Walaupun

hanya sekedar mendengarkan cerita atau keluh kesah anak, seorang

ayah juga harus memiliki waktu untuk anaknya, terlebih untuk

104

menanamkan nilai-nilai moral, agama, serta memotivasi mereka agar

selalu giat beribadah, dan membiasakan kepada anak untuk selalu

bersikap disiplin dalam hal apapun, karena mereka para orang tua

masih terbawa saat mereka masih menempuh pendidikan sebagai

seorang prajurit, atau sudah menjadi kebiasaan mereka sebagai seorang

prajurit yang memiliki sikap disiplin yang tinggi, sehingga hal itu

mereka tularkan kepada anak-anaknya.

2. Bentuk pendidikan karakter disiplin ibadah yang ideal bagi anak di

lingkungan TNI, terdapat beberapa aspek yang mereka terapkan untuk

membentuk karakter disiplin ibadah anak, yaitu dari segi penataan

lingkungan fisik, penataan lingkungan sosial, penataan lingkungan

pendidikan, dialog orang tua dengan anak, penataan suasana

psikologis, penataan sosial budaya, perilaku orang tua saat bertemu

anak, kontrol orang tua terhadap perilaku anak, nilai moral yang

dijadikan dasar berperilaku orang tua dan yang diupayakan kepada

anak. salah satunya yaitu ada penataan lingkungan fisik, dimana anak

dilibatkan atau diajak oleh orang tuanya untuk bekerja sama, hal

tersebut juga meningkatkan disiplin pada anak. Selain itu, orang tua

juga membiasakan kepada anak-anaknya untuk selalu berdisiplin

dalam hal apapun terutama dalam beribadah, pembentukan disiplin

dalam diri anak dilakukan dengan cara melatih, membiasakan, serta

perlu adanya kontrol dari orang tua untuk mengembangkannya.

105

B. SARAN

1. Bagi orang tua, sebaiknya orang tua dalam memahami karakter anak-

anaknya, karena setiap anak memiliki karakter yang berbeda, sehingga

orang bisa mengetahui cara mendidik mereka berdisiplin sesuai dengan

karakter anak. Ciptakan suasana dalam lingkungan keluarga yang

harmonis, antar orang, anak, dan orang tua dengan anak. Berilah

contoh atau panutan yang baik untuk anak-anaknya, karena anak

belajar terbanyak dari apa yang mereka lihat dari lingkungan

terdekatnya terutama kedua orang tuanya. Hendaknya orang tua

mengajak nak-anaknya untuk mengikuti kegiatan keagamaan, agar

mereka terbiasa, dan semakin giat beribadah.

2. Bagi anak, hendaknya anak berbakti kepada orang tua, dan agama,

serta menerapkan hal-hal positif yang sudah diajarkan oleh kedua

orang tua, maupun gurunya dalam kehidupan sehari-hari, agar terbiasa

hidup disiplin, dan giat beribadah.

DAFTAR PUSTAKA

Angeningsih, Lesie Retno. 2016. Keluarga dan Pembentukan Karakter Anak.

Yogyakarta: Institute of Nation Development Studies (INDeS).

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Ayun, Qurrotu. Pendidikan dan Pengasuhan Keluarga dalam Membentuk

Perkembangan Kepribadian Anak: Perspektif Psikologi Pekembangan

Islam. Attarbiyah, (Online), Vol. 26, (http://e-

journal.iainsalatiga.ac.id/index.php/tarbiyah/article/view/573/457, diakses

28 Maret 2018)

Aziz, Safrudin. 2015. Pendidikan Keluarga Konsep dan Strategi. Yogyakarta:

Gava Media.

Bambang & Hanny. 2013. Just for Parents Bacaan Wajib Orang tua dan

Pendidik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Billah, Arif. 2016. Pendidikan Karakter untuk Usia Dini dalam Prespektif Islam

dan Implementasinya dalam Materi Sains. Attarbiyah, Journal of Islamic

Culture and Education, (Online), Vol. 1, No. 2, (http://attarbiyah.

iainsalatiga.ac.id/index.php/attarbiyah/article/view/577/461, diakses 28

Maret 2018).

Dagun, Save M. 2013. Psikologi Keluarga (Peranan Ayah dalam Keluarga).

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Darajat, Zakiah. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Bumi Aksara.

Darajat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya Offset.

Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam

Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Edi & Chaerul. 2009. Membangun Disiplin dalam Mendidik. Bandung: CV. Putra

Setia.

Harianto, Eko. 2011. Character BuildingFor Teens. Yogyakarta: Leutikapno.

Illahi, Mohammad Takdir, 2013. Quatum Parenting: Kiat Sukses Mengasuh Anak

Secara Efektif dan Cerdas. Yogyakarta: Kata Hati.

Jasmine, Naura. 2009. Mendidik Anak Secara Seimbang. Yogyakarta: Wahana

Totalita Publiser.

Moleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muallifah, 2009. Pyscho Islamic Smart Prenting. Yogyakarta: DIVA Pres.

Murdoko, Widijo Hari. 2017. Parenting eith Leadership Peran Orang Tua dalam

Mengoptimalkan dan Mmemberdayakan Potensi Anak. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

Salahudin, Anas & Alkrienciehie, Irwanto. 2013. Pendidikan Karakter

Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia.

Shochib, Moh. 1998. Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Anak

Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.

Sjarif, Amiroeddin. 1996. Hukum Disiplin Militer Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Sobur, Alex. 1991. Komunikasi Orang Tua dan Anak. Bandung: Angkasa.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Keluarga tentang Ikhwal Keluarga, Remaja

dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.

Subur. 2015. Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah. Yogyakarta: Kalimedia.

Suyanto, Slamet, 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat

Publishing.

Tentara Nasional Indonesia. 2011. Buku Saku Bintara dan Tamtama Korps

Marinir. Jakarta: Tentara Nasional Indonesia.

Unaradjan, Dolet. 2003. Manajemen Disiplin. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Indonesi.

Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Zulkifli. 2017. Rambu-rambu Fiqh Ibadah Mengharmoniskan Hubungan Vertikal

dan Horizontal. Yogyakarta: Kalimedia

PERAN PENDIDIKAN KELUARGA

DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DISIPLIN IBADAH ANAK

PADA KELUARGA TNI-ANGKATAN DARAT (Studi Kasus di Asrama

Militer Yonif 411/Pandawa Salatiga) Tahun 2017

Pedoman Wawancara

A. Pertanyaan kepada Staff 3

1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya Yonif 411/Pandawa Salatiga?

2. Apa visi misi Yonif 411/Pandawa Salatiga?

3. Apa kegiatan keagamaan di lingkungan Yonif 411/Pandawa Salatiga?

B. Pertanyaan kepada Staff A

1. Apa profesi penduduk wanita di lingkungan Asmil Yonif 411/Pandawa

Salatiga selain menjadi ibu Persit?

2. Bagaimana kondisi pendidikan umum penduduk Kompi

Markas/Mayangkara Asmil 411/Pandawa Salatiga?

3. Bagaimana kondisi agama penduduk Kompi Markas/Mayangkara

Asmil 411/Pandawa Salatiga?

4. Berapa jumlah anak di lingkungan Kompi Markas/Mayangkara Asmil

411/Pandawa Salatiga?

C. Pertanyaan kepada Orang tua

1. Kegiatan keagamaan rutin apa saja yang sering anda lakukan dalam

kehidupan sehari-hari?

2. Apakah anda melakukannya dengan konsisten? Mengapa?

3. Apakah anda melakukannya sendiri atau mengajak anggota keluarga

yang lain? Mengapa?

4. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?

apa saja yang anda lakukan bersama mereka?

5. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar

agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat

beribadah?

6. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran

agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?

Mengapa?

7. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah

dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?

8. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?

9. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?

10. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ

untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?

mengapa?

11. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan

oleh anak?

12. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus

diwali dengan berdoa? Mengapa?

13. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat

waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika

bangunnya terlambat?

14. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?

Mengapa?

15. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila

berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?

16. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka

melanggar sesuatu? Mengapa?

17. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk

menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?

18. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku

baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar

menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?

19. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda

sedang tidak bersama anak?

D. Mengingatkan Pertanyaan kepada Guru Ngaji

1. Kapan dilaksanakannya pembelajaran?

2. Bagaimana metode mengajarnya?

3. Materi apa saja yang diajarkan kepada anak?

HASIL WAWANCARA

Kode Responden : Pangudi (PG)

Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 07 Desember 2017

1. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?

apa saja yang anda lakukan bersama mereka?

Jawaban: ya sebisa mungkin, karena kita sebagai anggota TNI juga

sering dinas di luar, jadi ya kalau di rumah sebisa mungkin bareng

sama keluarga, dan anak.

2. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar

agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat

beribadah?

Jawaban: iya mba, walaupun cuma ngajari do’a-do’a, hafalan surat

pendek itu mba.

3. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran

agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?

Mengapa?

Jawaban: iya mba, biar diingat lagi sama anak-anak.

4. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah

dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?

Jawaban: iya mba, paling sering itu shalat maghrib sama isya, soalnya

kalau siang kan pasti saya engga di rumah masih dikantor. Buat

melatih anak juga latihan disiplin waktu sama meningkatkan semangat

beribadah.

5. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?

Jawaban: iya mba, ya buat membiasakan anak mba, sama

mengenalkan anak tentang puasa.

6. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?

Iya mba, ya melatih anak buat menolong sesama mba.

7. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ

untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?

mengapa?

Jawaban: anak saya ngajinya di asrama militer juga mba yang di atas,

yang ngajar warga asrama juga mba.

8. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan

oleh anak?

Jawaban: iya mba, biar anak semangat juga.

9. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus

diawali dengan berdoa? Mengapa?

Jawaban: iya mba, ya buat membiasakan sama anak-anak saja segala

kegiatan diawali dengan berdoa.

10. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat

waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika

bangunnya terlambat?

Jawaban: ya mba, biasanya saya ingatkan, apalagi kalau susah

dibangunin itu.

11. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?

Mengapa?

Jawaban: kegiatan sehari-hari udah paten gitu mba, ya paling

menginatkan aja waktunya belajar ya belajar, main ya main.

12. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila

berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?

Jawaban: ya mba, walaupun bukan hadiah, kaya hal sederhana aja di

ajak makan di luar gitu.

13. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka

melanggar sesuatu? Mengapa?

Jawaban: engga di hukum mba, paling di nasehati dulu, biar anak

engga mengulanginya lagi.

14. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk

menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?

Jawaban: iya mba, ya walaupun cuma bantu menyuci piring yang habis

dia pakai, buat ngajarin sama membiasakan anak saja.

15. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku

baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar

menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?

Jawaban: iya harus itu mba, ya dikasih tau sedikit-sedikit, sama dikasih

tau sebab akibat di melakuka atau dilarang melakukan suatu hal

tersebut.

16. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda

sedang tidak bersama anak?

Jawaban: ya buat peringatan aja mba sama anak-anak, ngingetin kalau

ngga boleh main terus dan lain-lain.

Kode Responden : Poeguh (PH)

Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 08 Desember 2017

20. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?

apa saja yang anda lakukan bersama mereka?

Jawaban: ya pasti, bermain bareng anak, mendampingi belajar,

pokoknya ya waktu buat di rumah kalau bisa dimanfaatkan dengan

baik bersama keluarga karena saya juga jarang di rumah apalagi kalau

mendapat tugas dinas di luar.

21. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar

agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat

beribadah?

Jawaban: ya kalau saya sedang di rumah engga piket gitu, pasti saya

kalau engga ibunya ya mendampingi, biasanya anak saya biasakan

setelah shalat maghrib itu mengulang apa yang diajarin di TPQ kadang

saya menyimak anak buat hafalan surat-surat pendek juga.

22. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran

agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?

Mengapa?

Jawaban: ya tentu saja, ya biar anak selalu ingat aja kalau diulang-

ulang terus kan anak jadi tau.

23. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah

dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?

Jawaban: ya saya biasakan anak saya shalat tepat waktu sama

berjama’ah, kalau saya di rumah saya mengajak anak saya ke masjid

pandawa, tapi kalau saya piket ya sama ibunya berjama’ah di rumah.

24. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?

Jawaban: anak saya dilatih ketika puasa ramadhan itu, walaupun Cuma

sampai dhuhur karena namanya juga masih anak-anak.

25. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?

Jawaban: kebetulan di sekolah juga udah diajarin ya, jadi kalau di

rumah tinggal membiasakan saja.

26. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ

untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?

mengapa?

Jawaban: anak saya kebetulan ikut di TPQ, ya kebetulan juga kan

deket dari rumah.

27. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan

oleh anak?

Jawaban: alhamdulillah di rumah ada semua, mulai dari alat shalat,

buku buat ngaji dan lain-lain.

28. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus

diawali dengan berdoa? Mengapa?

Jawaban: ya saya biasakan seperti itu, mulai dari yang ringan-ringan

dulu kaya mau makan, belajar, dan lain-lain

29. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat

waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika

bangunnya terlambat?

Jawaban: biasanya sebelum tidur itu mba.

30. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?

Mengapa?

Jawaban: engga mba, kegiatannya ya paling udah kaya biasa, kalau aja

anak kebanyakan main misalnya, harusnya ngaji malah main, itu

kadang saya menyuruh anak saya buat persiapan ngaji.

31. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila

berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?

Jawaban: ya mba, soalnya belum apa-apa aja biasanya anak udah

minta duluan.

32. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka

melanggar sesuatu? Mengapa?

Jawaban: tergantung dia melanggar apa dulu mba, kalau masih ringan

ya dikasih tau dulu biar engga ngulangin lagi.

33. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk

menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?

Jawaban: tentu saja mba, saya biasakan anak saya biar latihan

tanggung jawab dan disiplin.

34. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku

baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar

menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?

Jawaban: ya harus mba, karena anak bersikap itu dari apa yang mereka

lihat sehari-hari terutama ya sikap orang tuanya.

35. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda

sedang tidak bersama anak?

Jawaban: bukan peraturan sih mba, saya cuma mengingatkan anak

saya saja misal waktunya ngaji ya ngaji, main ya main udah ada

porsinya masing-masing gitu.

Kode Responden : Agas (AS)

Wawancara hari/tanggal : Jum’at, 08 Desember 2017

1. Apakah anda selalu menyempatkan waktu berkumpul bersama anak?

apa saja yang anda lakukan bersama mereka?

Jawaban: iya mba, ya nemenin anak belajar, ngajak main, dan lain-

lain.

2. Apakah anda sering menemani dan mengajari anak anda ketika belajar

agama? bagaimana anda memotivasi agar mereka selalu giat

beribadah?

Jawaban: iya mba, biasanya kalau anak ngaji saya yang nyimak,

biasanya habis maghrib itu.

3. Apakah anda mengajak anak untuk mempelajari kembali pelajaran

agama yang telah diajarkan guru di sekolah maupun di tempat lain?

Mengapa?

Jawaban: iya mba, biasanya saya tanya sama anak saya tadi diajarin

apa, terus sama saya diulang lagi.

4. Apakah anda melakukan atau mengajak anak untuk shalat berjamaah

dan tepat waktu ketika adzan berkumandang? Mengapa?

Iya mba, itu ngajarin anak juga buat disiplin, sejak kecil anak saya

dibiasakan seperti itu.

5. Apakah anda mengajak anak untuk puasa? Mengapa?

Ya mba, walaupun engga sampe penuh cuma setengah hari aja. Ya

sambil mengenalkan kewajiban seorang muslim itu apa aja.

6. Apakah anda mengajak anak untuk shadaqoh? Mengapa?

Jawaban: iya mba, melatih anak buat menolong sesama.

7. Apa anda mendatangkan guru privat atau memasukan anak ke TPQ

untuk mengajari anak mengaji, cara beribadah, serta ilmu agama?

mengapa?

Jawaban: anak saya kebetulan ikut di TPQnya mba.

8. Apakah anda menyediakan semua peralatan ibadah yang diperlukan

oleh anak?

Jawaban: iya mba alhamdulillah ada semua, biar anak juga lebih giat

ibadahnya.

9. Apakah anda melatih anak anda untuk memulai sesuatu kegiatan harus

diawali dengan berdoa? Mengapa?

Iya mba tentu saja, ya karena setiap kegiatan harus diawali dengan

berdoa biar dimudahkan.

10. Apakah anda mengingatkan kepada anak untuk selalu bangun tepat

waktu karena akan berdampak buruk pada kegiatan lainnya jika

bangunnya terlambat?

Jawaban: iya mba, biasanya ya kalau ngga saya istri saya, biasanya

kalau habis belajar malam itu kita mengingatkan anak-anak.

11. Apakah anda mengatur jadwal sehari-hari anak agar selalu disiplin?

Mengapa?

Jawaban: kegiatan sehari-hari anak itu ya udah paten gitu jadi anak

melakukan kegiatan dengan seperti biasa, tapi ya udah ada porsi atau

waktunya masing-masing.

12. Apakah anda memuji atau memberi reward kepada anak apabila

berperilaku baik atau mendapat prestasi? Mengapa?

Jawaban: kalau pujian tentu mba biar anak semangat lagi, kalau hadiah

ya saya berikan tapi tidak pada saat itu juga, biar anak tahu

mendapatkan sesuatu itu perlu perjuangan dulu.

13. Apakah anda memberi punishment kepada anak apabila mereka

melanggar sesuatu? Mengapa?

Jawaban: biasanya saya nasehati dulu mba.

14. Apakah anda melibatkan anak anda mengatur tata ruang untuk

menjaga kebersihan, menjaga kerapihan? Mengapa?

Jawaban: ya mba, walaupun cuma merapikan tempat tidurnya aja, buat

melatih anak aja, membiasakan anak mulai sedikit.

15. Apakah menurut anda orang tua perlu memberikan contoh berperilaku

baik yang seharusnya dilakukan oleh anak, ataukah hanya sekedar

menasehati saja? Bagaimana cara anda melakukan hal tersebut?

Jawaban: tentu saja memberi contoh mba, karena anak-anak akan

berperilaku seperti apa yang dilihat dari perilaku orang sekitar.

16. Apakah anda sering membuat peraturan untuk anak anda, ketika anda

sedang tidak bersama anak?

Jawaban: saya nasehati mba, waktunya ngaji ya ngaji, waktunya main

ya main, kadang kalau main terus malamnya kan jadi engga mau

belajar karena kecapean, jadi ya saya melatih seperti itu untuk

berdisiplin waktu.

DOKUMENTASI

08 Desember 2017

(Wawancara dengan anggota TNI-AD di Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga)

08 Desember 2017

(Wawancara dengan anggota TNI-AD di Asrama Yonif 411/Pandawa Salatiga)

09 Desember 2017

(Kegiatan mengaji di salah satu rumah yang ada di Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga )

09 Desember 2017

(Kegiatan mengaji di salah satu rumah yang ada di Asrama Militer Yonif

411/Pandawa Salatiga)

10 Desember 2017

(Kegiatan shalat berjama’ah di Masjid Nur Istiqlal)

10 Desember 2017

(Kegiatan shalat berjama’ah di Masjid Nur Istiqlal)

13 Desember 2017

(Kegiatan Yasinan anggota TNI-AD di masjid Nur Istiqlal)

13 Desember 2017

(Kegiatan Yasinan anggota TNI-AD di masjid Nur Istiqlal)

15 Desember 2017

(Kegiatan Bakti Sosial Ibu Persit Yonif 411/Pandawa Salatiga

bersama anak yatim piatu)

15 Desember 2017

(Kegiatan Bakti Sosial Ibu Persit Yonif 411/Pandawa Salatiga

bersama anak yatim piatu)

27 Desember 2017

(Foto bersama Staff 3 Yonif 411 / Pandawa Salatiga)