peran aktor dalam penyusunan rencana pembangunan jangka

31
44 BAB V PERAN AKTOR DALAM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA (RPJMDES) Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Hanapiah, 2011). Ini mengartikan bahwa, penyusunan suatu RPJMDes merupakan proses penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat desa. Kerangka partisipatif dengan melibatkan masyarakat desa, merupakan indikator utama yang menentukan kualitas proses penyusunan RPJMDes. Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni; Pertama, gambaran proses penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Kedua, dari gambaran tesebut akan memperlihatkan dan menjelaskan peran aktor dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. 5. 1. Penyusunan RPJMDes Polobogo 5.1.1. Proses Perencanaan Partisipatif Pembangunan desa merupakan penopang pembangunan suatu daerah (kabupaten/kota). Sebagai bagian integral wilayah administratif, pembangunan desa diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa, khususnya menuntaskan kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat di desa. Dalam rangka pembangunan tersebut, desa membutuhkan sebuah sistem pembangunan yang terpadu, terukur, dan terencana dengan baik, dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh desa. Bersumber pada ide dasar ini, desa Polobogo membentuk „Tim Perumus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) 2010-2015‟

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

28 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

44

BAB V

PERAN AKTOR DALAM PENYUSUNAN RENCANA

PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

(RPJMDES)

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes)

pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

(Hanapiah, 2011). Ini mengartikan bahwa, penyusunan suatu RPJMDes

merupakan proses penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan

swadaya masyarakat desa. Kerangka partisipatif dengan melibatkan masyarakat

desa, merupakan indikator utama yang menentukan kualitas proses penyusunan

RPJMDes.

Uraian dalam Bab V ini akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yakni;

Pertama, gambaran proses penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Kedua,

dari gambaran tesebut akan memperlihatkan dan menjelaskan peran aktor dalam

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015.

5. 1. Penyusunan RPJMDes Polobogo

5.1.1. Proses Perencanaan Partisipatif

Pembangunan desa merupakan penopang pembangunan suatu daerah

(kabupaten/kota). Sebagai bagian integral wilayah administratif,

pembangunan desa diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, mengentaskan masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat

desa, khususnya menuntaskan kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat

di desa. Dalam rangka pembangunan tersebut, desa membutuhkan sebuah

sistem pembangunan yang terpadu, terukur, dan terencana dengan baik,

dengan memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh desa.

Bersumber pada ide dasar ini, desa Polobogo membentuk „Tim Perumus

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) 2010-2015‟

Page 2: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

45

pada tanggal 20 Nevember 2010, dalam kerangka menata perencanaan

pembangunannya selama 5 (lima) tahun.

Tujuan dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Desa (RPJMDes) adalah untuk1 : Pertama, mewujudkan perencanaan

pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat;

Kedua, menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab masyarakat terhadap

program pembangunan di desa; Ketiga, memelihara dan mengembangkan hasil-

hasil pembangunan di desa; Keempat, menumbuhkembangkan dan mendorong

peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa. Dengan mengacu pada

tujuan tersebut, „Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015‟ yang

berjumlah 10 orang dan mewakili setiap dusun yang ada di desa Polobogo,

mulai melakukan kerja perencanaan pembangunan. Tahapan perencanaan

yang dilakukan tergambarkan dalam tiga agenda, yakni: (1) Sosialisasi di

tingkat desa; (2) Penjaringan aspirasi masyarakat desa, yang bermuara pada

Musyawarah Dusun (MUDUS); (3) Pembahasan RPJMDes di Tingkat Desa

dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

A. Sosialisasi Di Tingkat Desa

Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes) Polobogo tahun 2010-2015, diawali dengan sosialisasi secara

terbuka kepada masyarakat desa. Sosialisasi ini dilakukan dengan dua

cara yakni melalui pemasangan pengumuman di kantor desa dan

sosialisasi terbuka yang mengundang masyarakat desa.

“Sosialisasi awal itu di tingkat desa. Seluruh kepala dusun

dan para tokoh-tokoh kami undang di tingkat desa, disitu

kami sosialisasikan bahwa nanti akan ada penyusunan

RPJMDes yang dimulai dari masing-masing dusun. Di saat

itu juga kami menyampaikan tentang jadwal penyusunan

RPJMDes yang sudah kami tentukan dari Tim.”2

1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan

Desa (Pasal 6). 2 Hasil wawancara dengan Pak Supandi (Ketua Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015).

Tanggal 26 Oktober 2013

Page 3: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

46

Dari proses sosialisasi yang sudah dilakukan di atas terlihat bahwa

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 merupakan agenda penting

yang perlu diketahui oleh masyarakat desa. Menurut penjelasan Pak

Supandi, maksud dari seluruh kepala-kepala dusun dan tokoh-tokoh

masyarakat diundang dalam proses sosialisasi itu adalah agar informasi

tentang penyusunan RPJMDes Polobogo—termasuk jadwal dan agenda-

agendanya—dapat ditindak-lanjuti (diinformasikan) lagi kepada

masyarakat desa secara umum, sehingga masyarakat dapat berpatisipasi

dalam setiap proses penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Dengan

demikian, penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 ini telah

menganut prinsip keterbukaan, dalam arti bahwa setiap proses dan

tahapannya dapat dilihat dan diketahui secara langsung oleh seluruh

masyarakat desa Polobogo.

B. Penjaringan Aspirasi Masyarakat Desa

Setelah melakukan sosialisasi, Tim Perumus kemudian melakukan

penjaringan aspirasi masyarakat desa untuk penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015. Aspirasi masyarakat desa ini diperoleh dari proses

identifikasi terhadap masalah-masalah pembangunan serta identifikasi

kebutuhan masyarakat desa dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya. Namun sebelum penjaringan aspirasi masyarakat ini

dilakukan, kendala mendasarnya adalah bahwa masyarakat desa belum

memahami dengan baik masalah pembangunan dan kebutuhan mendasar

yang dimilikinya guna meningkatkan kesejahteraannya.

“Kesusahan yang dihadapi awalnya yaitu warga belum

memahami masalah yang dihadapinya. Warga hanya

menyampaikan apa yang diinginkan saja, tanpa mengetahui

masalah yang dihadapinya. Kami dari Tim berusaha lagi

untuk menjelaskan tentang bagaimana penalaran masalah-

masalah yang ada di masyarakat, mulai dari masalahnya apa,

akar masalahnya apa, sampai pada pemecahannya apa."3

3 Hasil wawancara dengan Pak Supandi (Ketua Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015).

Tanggal 26 Oktober 2013

Page 4: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

47

Persoalan mendasar yang juga turut mempengaruhi perencanaan

pembangunan di desa adalah keterbatasan kapasitas sumber daya

manusia di desa dalam memahami maksud dari perencanaan, hal ini

terutama dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan masyarakat

desa. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah strategi untuk menjawab

persoalan tersebut, agar proses penjaringan aspirasi ini tidak menghambat

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015.

“Awalnya kami buat dulu di satu dusun, untuk menggali dan

menemukan masalah, akar masalah, serta pemecahannya. Di

pertemuan ini, dari dusun-dusun lain kami undang juga untuk

ikut, jadi perwakilan dusun lain itu masing-masing ada 3

orang yang kami ikut sertakan. Maksudnya adalah, setelah

selesai dari satu dusun ini, untuk ke dusun-dusun lain akan

lebih mudah. Jadi kami tidak mengulang-ulang lagi dari awal.

Kerja dari Tim Perumus berat juga di awal, setelah sudah

berjalan, baru semua terasa lancar.”4

Strategi yang dilakukan di atas menggambarkan bahwa keterbatasan

kapasitas sumber daya manusia dalam perencanaan tidak membatasi

proses penyusunan RPJMDes di Polobogo. Pemberian pemahaman

kepada masyarakat untuk mengetahui masalah yang dihadapi di desa,

adalah demi efektivitas dan efisiensi pelaksanaan penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015. Pendekatan persuasif melalui cara-cara yang biasa

dilakukan dalam masyarakat itu sendiri, akan mempengaruhi proses-

proses perencanaan selanjutnya. Menurut informasi lapangan yang

diperoleh penulis, pada awal penjaringan aspirasi yang dilakukan di satu

dusun di Polobogo tersebut, merupakan contoh cara pengelompokkan

masalah dan kebutuhan masyarakat desa yang memudahkan proses

penjaringan aspirasi masyarakat selanjutnya di tiap-tiap dusun.

Setelah penjaringan masalah-masalah dan kebutuhan masyarakat di

masing-masing dusun, melalui identifikasi masalah dan kebutuhan

masyarakat, data-data ini dikelompokkan lagi untuk dibahas serta

dirumuskan dalam pelaksanaaan Musyawarah Dusun (MUDUS). Tabel

4 Hasil wawancara dengan Pak Supandi. Tanggal 26 Oktober 2013

Page 5: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

48

di bawah ini merupakan salah satu contoh pengelompokkan masalah dan

kebutuhan dari hasil diskusi di salah satu dusun :

Tabel 5.1.

Contoh Penggelompokkan Masalah

Bidang Sarana dan Prasarana di Dusun Breyon

No Masalah Potensi

1 Tempat ibadah rusak Batu, tenaga, kayu

2 Air mengalir tidak teratur Batu, tenaga

3 Tidak punya lapangan sepak bola Tenaga, tim

4 Jalan dusun rusak di Rt. 08,09,07 Breyon Batu, tenaga, kayu

5 Musim penghujan rawan longsor di Rt.

08 Breyon

Tenaga, batu

6 Jalan becek di Rt. 09 Breyon Batu, tenaga

Sumber : Lampiran RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Dari data pada Tabel 5.1. di atas tergambarkan bahwa masalah

pembangunan yang telah diidentifikasi di salah satu dusun tersebut

adalah masalah di bidang sarana dan prasarana pembangunan. Selain itu,

potensi untuk menggulangi masing-masing masalah itu telah dirumuskan

secara mandiri oleh masyarakat. Salah satu data yang telah

dikelompokkan di atas merupakan sumber data utama dalam pelaksanaan

Musyawarah Dusun (MUDUS), untuk penyusunan RPJMDes Polobogo

2010-2015.

Pelaksanaan MUDUS5 di desa Polobogo dilakukan selama kurang

lebih setengah bulan sejak tanggal 6 Desember sampai dengan 21

Desember 2010, yang dilakukan di 10 (sepuluh) dusun yang ada di desa

Polobogo. Adapun agenda kegiatan MUDUS antara lain : Pertama,

Sosialisasi Penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015; Kedua,

Penjaringan Masalah dan Tindakan Solusi; Ketiga, Penjaringan Potensi;

Keempat, Pemeringkatan Masalah dan Pemeringkatan Tindakan

Pemecahan Masalah. Berikut ini contoh data hasil penentuan peringkat

masalah :

5 Berita Acara Pelaksanaan Musyarawah Dusun. (dilampirkan)

Page 6: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

49

Tabel 5.2.

Contoh Hasil Penentuan Peringkat Masalah

No Masalah

Dirasakan

Oleh

Banyak

Orang

Sangat

Parah

Menghambat

Peningkatan

Pendapatan

Sering

Terjadi

Tersedia

Potensi

Untuk

Pemecahan

Masalah

Jumlah

Nilai

Urutan

Peringkat

1 Sulitnya

mendapatkan

tanaman produktif

100 100 100 100 100 500 1

2 Kurangnya air bersih

di dusun Clowok,

Metes, dan Sodong

100 100 100 100 100 500 2

3 Jalan antar dusun

rusak antara dusun Kebonpete s/d

Karangombo

100 100 100 90 100 490 3

4 Tidak ada kegiatan

sosial masyarakat

100 100 100 100 60 460 4

5 Musim hujan banyak

anak-anak terkena

demam berdarah

100 100 100 40 100 440 5

Sumber : Lampiran RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Dari Tabel 5.2. di atas memperlihatkan bahwa masyarakat desa dapat

menemukan masalah-masalah yang dihadapinya. Selain itu masyarakat

menentukan indikator-indikator dari masalah tersebut, yakni : (1)

dirasakan oleh banyak orang, (2) tingkat parah/kesulitan, (3) kaitan

masalah dengan sebagai hambatan peningkatan pendapatan, (4) sering

terjadi, (5) tersedia potensi untuk pemecahan masalah. Seluruh

pemeringkatan tersebut dirumuskan secara partisipatif oleh masyarakat

dalam MUDUS.

“Dalam MUDUS, kami mengajak warga agar mengenali

masalahnya, mencari solusi dari masalah itu, lalu secara

bersama-sama kami memberikan skoring (pemeringkatan)

terhadap masalah dan solusi yang sudah kemukakan oleh

warga.”6

Partisipasi masyarakat ini tergambarkan secara jelas karena ajakan dan

pendampingan yang diberikan oleh Tim Perumus, sehingga masyarakat

dapat mengemukakan sendiri masalah-masalah beserta solusi

6 Hasil wawancara dengan Pak Supandi (Ketua Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015)

Tanggal 26 Oktober 2013

Page 7: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

50

pembangunannya. Setelah melakukan pemeringkatan, Tim Perumus

melakukan pengkajian tindakan pemecahan masalah berdasarkan usulan

yang disampaikan oleh masyarakat. Berikut contoh hasil kajian tindakan

pemecahan masalah yang telah dilakukan :

Tabel 5.3.

Contoh Hasil Pengkajian Tindakan Pemecahan Masalah

No Masalah Penyebab Potensi Alternatif Tindakan

Pemecahan

Tindakan

Layak

1 Jalan gang becek di RT 08

dusun Clowok

Jalanan masih tanah Batu, Tenaga Betonisasi, Paving Betonisasi

2 Rendahnya harga susu Harga dikuasai

peloper

SDM, Lokasi Pendirian

GAPOKTANI

tingkat desa

Pendirian

GAPOKTANI

tingkat desa

3 Banyak pengangguran Tidak ada lapangan

pekerjaan, kemampuan minim

SDM Diadakan Kursus

Ketrampilan

Diadakan

Kursus Perbengkelan

4 Musim hujan banyak anak

demam berdarah

Linkungan kumuh Bidan, Pustu Diadakan Poking satu

tahun dua kali

Diadakan

Poking satu

tahun dua kali

Sumber : Lampiran RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Dari Tabel 5.3. di atas tergambarkan bahwa masyarakat desa

memahami masalah pembangunan yang sedang dihadapinya, dan secara

partisipastif masyarakat mampu menentukan alternatif solusi, serta

menentukan solusi yang tepat untuk menanggulangi masalah-masalah

pembangunan. Ketika data di atas selesai dirumuskan, data itu dijadikan

usulan kegiatan dan program pembangunan yang diakomodir dalam

RPJMDes Polobogo dalam kurun waktu 2010-2015.

Proses penjaringan aspirasi masyarakat desa yang dilakukan di atas,

menunjukkan bahwa penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 telah

melalui proses yang selektif dan objektif. Masalah-masalah yang

dirumuskan masyarakat merupakan masalah yang nyata dihadapi. Di sisi

lain, meskipun proses penjaringan aspirasi di atas terkesan dilakukan

berulang-ulang, namun dari hasilnya terlihat bahwa penyusunan

RPJMDes Polobogo ini bermuara pada perencanaan pembangunan yang

berpihak pada masyarakat desa, dan secara serius memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat khususnya masyarakat

miskin.

Page 8: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

51

C. Pembahasan RPJMDes di Tingkat Desa

Setelah seluruh dusun melaksanakan Musyawarah Dusun (MUDUS),

Tim Perumus kemudian melaksanakan penyusunan dokumen RPJMDes

Polobogo 2010-2015 dengan menggunakan landasan aspirasi masyarakat

yang merupakan hasil MUDUS. Terdapat tiga dokumen yang disusun

oleh Tim Perumus, yang nantinya menjadi lampiran penting dari

RPJMDes :

1. Rencana program swadaya masyarakat dan pihak ketiga;

2. Rencana kegiatan yang menggunakan APBN, APBD Provinsi,

dan APBD Kabupaten, serta penyusunan APBDes (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa 2010-2015;

3. Pemeringkatan usulan pembangunan berdasarkan RPJMDes,

Daftar Usulan Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (DU-

RKPDesa), Rekapitulasi rencana program pembangunan desa,

Draft Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKPDesa).

Dokumen RPJMDes Polobogo 2010-2015 yang diselesaikan oleh

Tim Perumus, menjadi dokumen yang dibahas secara terbuka dalam

Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes)7.

“Musrenbangdes itu dilakukan karena sudah ada bahan

RPJMDes-nya. Pada saat Musrenbangdes itu, RPJMDes dan

RKPDesa dibahas dengan seluruh kepala dusun, perwakilan

dari masing-masing dusun, tokoh-tokoh masyarakat dan juga

perwakilan dari PNPM Mandiri di Kecamatan Getasan.”8

Proses penyusunan RPJMDes tidak mutlak menjadi kendali atau

wewenang Tim Perumus. Setiap proses perencanaan pembangunan di

Polobogo tetap mengikut-sertakan masyarakat untuk membahas dan

menetapkan RPJMDes Polobogo sebagai dokumen pembangunan yang

strategis bagi masyarakat.

7 MUSRENBANGDES Polobogo dilaksanakan pada tanggal 20 Januari 2011 (Berita Acara

MUSRENBANGDES) 8 Hasil wawancara dengan Pak Supandi (Ketua Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015).

Tanggal 26 Oktober 2013

Page 9: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

52

Sejauh ini, dapat dilihat bahwa penyusunan RPJMDes Polobogo

2010-2015 telah menganut prinsip partisipatif dan akuntabel. Artinya,

masyarakat telah terlibat aktif dalam seluruh dalam proses penyusunan

RPJMDes, dan di sisi yang lain, penyusunan dan perumusan dokumen

RPJMDes Polobogo telah dipertanggung-jawabkan dengan benar, baik

pada pemerintah desa maupun pada masyarakat.

Namun demikian, meski secara strategis dan partisipatif dokumen

RPJMDes Polobogo di atas selesai dirumuskan oleh masyarakat bersama

Tim Perumus, kenyataannya dokumen RPJMDes Polobogo tersebut

belum dapat dikatakan sebagai dokumen RPJMDes yang utuh, dan belum

sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut informasi yang diperoleh di

lapangan, dokumen RPJMDes tersebut tertahan selama hampir 8

(delapan) bulan dan seluruh program dan kegiatannya belum

dilaksanakan. Permasalahan mendasarnya adalah bahwa penyusunan

dokumen RPJMDes Polobogo belum diintegrasikan dengan dokumen

perencanaan kabupaten Semarang, yaitu dokumen Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Semarang.

5.1.2. Relasi Kabupaten dan Desa Dalam Penyusunan RPJMDes Polobogo

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, perencanaan

pembangungan desa disusun sebagai satu kesatuan dalam sistem

perencanaan pembangunan kabupaten.9 Aturan ini mengartikan bahwa

setiap perencanaan pembangunan di desa harus bersinerji dengan

perencanaan pembangunan yang ada di tingkat kabupaten, begitupun

sebalik. Penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 yang telah

digambarkan di atas merupakan contoh kasus yang nyata, bahwa aturan

tersebut belum dijalankan.

Menurut penuturan Pak Supandi selaku Ketua Tim Perumus

RPJMDes Polobogo, pasca Musyawarah Rencana Pembangunan Desa

9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 Tentang Perencaan Pembangunan Desa

Pasal 63Ayat 1.

Page 10: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

53

(Musrenbangdes) pada bulan Januari 2011, aparatur di desa dan masyarakat

desa tidak mengetahui bahwa RPJMDes Polobogo 2010-2015 yang telah

disusun itu ternyata belum utuh dan masih terbentur dengan aturan ideal dari

penyusunan RPJMDes. Ketika didatangi10

oleh Dosen11

dan Mahasiswa12

Universitas Kristen Satya Wacana serta seorang Aktivis LSM Trukajaya

Salatiga13

, Tim Perumus baru mengetahui ada kekurangan yang terjadi

dalam penyusunan RPJMDes Polobogo.

“Awalnya, kami Tim Perumus di desa juga tidak tahu bahwa

RPJMDes itu harus disesuaikan dengan visi dan misi

Kabupaten, yang adalah visi dan misi Bupati. Ketika Pak Roy

dan Mas Bagus menjelaskan, baru kami tahu. Karena itu

RPJMDes kita ulang (menyusun) lagi bersama-sama dengan

Pak Roy, Mas Bagus dan teman-teman dari UKSW, yang

disesuaikan dengan visi misi kabupaten.”14

Dari hasil diskusi saat pertemuan antara tiga elemen ini (desa,

akademisi, dan aktivis LSM), Tim Perumus menyampaikan bahwa

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 sudah dilaksanakan dari bawah

sejak sosialisasi, penjaringan aspirasi, sampai dengan penyusunan dokumen

RPJMDes dan RKPDesa. Akan tetapi, ketika dicermati lebih jauh, proses ini

sebenarnya belum tuntas, dan dokumen RPJMDes Polobogo 2010-2015,

belum dilembagakan sebagai salah satu dokumen perencanaan

pembangunan desa yang mendapat legitimasi dari kabupaten.

“Dari sisi proses sampai jadi sebuah dokumen perencanaan,

RPJMDes Polobogo itu sudah ideal. Kekurangannya adalah

bagaimana agar visi dan misi dari RPJMDes itu sikron

dengan visi dan misi dari pembangunan kabupaten yang

tertera di RPJMD.”15

10 Pertemuan awal antara aparatur desa Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015 dengan Pak

Roy, Mas Bagus dan para mahasiswa dari UKSW terjadi pada tanggal 13 Oktober 2011. 11 Ir. Royke Siahainenia, M.Si. Beliau adalah salah satu staf pengajar di Program Studi Sosiologi

Universitas Kristen Satya Wacana. 12 Mahasiswa-mahasiswa ini sedang mengambil mata kuliah Perencanaan Pembangunan dan

Pemberdayaan Masyarakat yang diampu oleh Pak Roy bersama Mas Bagus. 13

Bagus Indra Kusuma, seorang aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Trukajaya Salatiga.

Beliau pernah punya pengalaman pendampingan di Polobogo sejak 2005. 14 Hasil wawancara dengan Pak Supandi. Tanggal 26 Oktober 2013 15 Hasil wawancara dengan Mas Bagus Indra Kusuma. Tanggal 16 Januari 2014

Page 11: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

54

Proses yang terjadi dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015

merupakan proses yang partisipatif, namun demikian proses tersebut tidak

mendapat legitimasi pemerintah kabupaten karena tidak berkaitan dengan

dokumen penyusunan RPJMD Kabupaten Semarang 2011-2015. Hal ini

juga yang dikemukakan oleh Pak Roy :

“Proses sebelumnya yang terjadi di Polobogo itu tidak keliru.

Kelemahan masyarakat di desa itu karena tidak ada yang

mendampingi, masyarakat tidak tahu informasi dari atas

(kabupaten). Di sisi yang lain, masyarakat itu sengaja dibikin

tidak pintar. Misalnya, Bappeda itu jarang turun langsung ke

desa, di kecamatan saja itu jarang.”16

Bersumber data tersebut tersebut, dapat dikatakan bahwa, pertama,

penyusunan RPJMDes Polobogo telah melalui proses partisipatif, yang

melibatkan masyarakat desa secara umum, guna menentukan program dan

kegiatan pembangunan di desa. Kedua, relasi desa dan kabupaten dalam

perencanaan pembangunan adalah dengan kesatuan visi dan misi serta arah

kebijakan. Namun, ketiga, masyarakat desa tidak tahu dan belum mampu

mengakses informasi mengenai perencanaan pembangunan di tingkat

kabupaten, karena kelima, masyarakat tidak didampingi oleh pemerintah

kabupaten dalam penyusunan RPJMDes tersebut, atau dengan kata lain,

tidak ada komunikasi antara desa dan kabupaten mengenai proses

penyusunan rencana pembangunan tersebut. Sehingga, keenam, masyarakat

desa membutuhkan pendampingan lebih lanjut, agar proses penyusunan

RPJMDes dapat selesai dan arah gerak pembangunan dapat berjalan secara

terpadu dan terukur sesuai dengan harapan dari penyusunan RPJMDes

Polobogo.

5.1.3. Pendampingan dan Lokakarya RPJMDes Polobogo

Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa

dan swadaya masyarakat desa. Penduduk desa merupakan suatu potensi

16 Hasil wawancara dengan Pak Royke Siahainenia. Tanggal 11 Januari 2014

Page 12: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

55

sumber daya manusia yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai objek

pembangunan dan sekaligus sebagai subjek pembangunan (Hanapiah M.,

2011). Dikatakan sebagai objek pembangunan, karena sebagian penduduk di

desa dilihat dari aspek kualitas masih memerlukan pendampingan dan

pemberdayaan. Sebaliknya sebagai subjek pembangunan, penduduk desa

memegang peranan penting sebagai kekuatan penentu (pelaku) dalam proses

pembangunan desa. Jika pemahaman ini dikonteks dalam penyusunan

RPJMDes Polobogo, maka dapat dikatakan bahwa di satu sisi dengan

berbagai keterbatasan, masyarakat desa Polobogo telah menjadi pelaku

perencanaan pembangunannya, namun di sisi lain, karena keterbatasan yang

dimilikinya, masyarakat desa juga memerlukan pendampingan dan

pemberdayaan untuk menyusun dan menyempurnakan RPJMDes Polobogo

2010-2015.

Kesenjangan komunikasi antara desa dan kabupaten dalam

penyusunan RPJMDes Polobologo 2010-2015, teletak pada proses

pendampingan dan pemberdayaan yang tidak dilakukan oleh pemerintah

kabupaten. Di sisi lain, masyarakat desa sulit mengakses informasi yang

berkaitan dengan perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten.

Sehingga, dalam kerangka pendampingan dan penyempurnaan RPJMDes

Polobogo 2010-2015, berbagai upaya kolaboratif dilakukan oleh Tim

Perumus, Dosen (akademisi) UKSW dan aktivis LSM Trukajaya dengan

dibantu oleh mahasiswa. Upaya-upaya yang tersebut antara lain17

:

1) Menginformasikan dan memberikan pemahaman kepada Tim

Perumus dan aparatur desa mengenai arahan visi dan misi

RPJMD Kabupaten Semarang serta menyampaikan prioritas

program kewilayahan yang berkaitan dengan desa Polobogo.

2) Menyusun kembali profil penduduk, khususnya pada bidang

sosial, ekonomi, serta kondisi kemiskinan penduduk di desa

Polobogo.

17 Berdasarkan hasil wawancara dengan Mas Bagus Indra Kusuma. Tanggal 16 Januari 2014

Page 13: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

56

3) Merumuskan kembali visi dan misi RPJMDes serta perumusan

kebijakan prioritas desa yang tetap berpedoman pada aspirasi dan

kebutuhan masyarakat desa Polobogo, dengan menyelaraskan

pada visi dan misi pembangunan kabupaten Semarang yang

termaktub dalam RPJMD Kabupaten Semarang 2011-2015.

4) Penyempurnaan dokumen RPJMDes Polobogo 2010-2015.

5) Pelaksanaan Lokakarya RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Upaya-upaya yang dikemukakan di atas senada dengan yang

disampaikan oleh Pak Roy, melalui hasil wawancara dengan penulis :

“Pada dasarnya, RPJMDes Polobogo itu akan punya

kekuatan bila dilihat dalam relasi dengan di atasnya

(kabupaten). Karena dokumen RPJMDes Polobogo itu tidak

berdiri sendiri. Masyarakat pada prinsipnya perlu menguasai

informasi pembangunan yang dari atas, sehingga RPJMDes

itu bukan saja konsumsi untuk desa, tetapi untuk kabupaten

juga. Awalnya kita, istilahnya berdiri di tengah, memberikan

informasi kepada desa mengenai visi dan misi RPJMD serta

pembangunan dari kabupaten. Sehingga RPJMDes itu juga

sesuai dengan aturannya.”18

Data di atas menggambarkan bahwa pendampingan yang dilakukan

merupakan upaya kolaboratif yang diawali dengan memberikan pemahaman

kepada masyarakat desa mengenai pentingnya dokumen RPJMDes bagi

desa, disamping itu juga masyarakat desa diberikan pemahaman mengenai

hubungan perencanaan pembangunan antara desa dan kabupaten. Proses

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 pada prinsipnya bukanlah

perencanaan otonom (self planning), melainkan merupakan bagian

(subsistem) dari perencanaan pembangunan daerah. Fakta yang terjadi di

Polobogo adalah masyarakat juga tidak hanya bertugas memberikan usulan

pembangunan, tetapi secara mandiri dan menggunakan jejaring-jejaring

yang dimilikinya, masyarakat telah berusaha menjangkau kesenjangan

komunikasi perencanaan lintas spasial. Upaya yang dilakukan oleh

masyarakat ini juga adalah agar dokumen RPJMDes tetap dianggap penting

18 Hasil wawancara dengan Pak Royke Siahainenia. Tanggal 11 Januari 2014

Page 14: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

57

dalam kaitannya dengan pembangunan di Polobogo. Ini terbukti dari

pelaksanaan Lokakarya RPJMDes Polobogo pada Desember 2011.

“Lokakarya yang dilakukan pada bulan desember itu,

istilahnya adalah „ketok palu‟ bahwa ini ada RPJMDes yang

akan dilaksanakan di Polobogo selama 5 tahun, beserta,

kegiatan-kegiatan tahunan dan anggarannya yang sudah

dipatok semua itu, harapannya adalah untuk nge-gol-ke apa

yang sudah dirancang di RPJMDes itu. Kami sengaja

melaksanakan Lokakarya itu, karena mengundang juga dari

desa-desa lain untuk ada perwakilan dan dari kecamatan.

Agar semua penyusunan RPJMDes meniru pada yang

RPJMDes yang dilokakarya-kan itu, dan agar seluruh desa

sama persepsinya di tingkat kecamatan. Pertemuan itu

dikomunikasikan oleh Pak Roy dan Mas Bagus kepada

Bappeda.”19

Terlihat jelas bahwa desa menempatkan posisi tawarnya dengan berupaya

mendorong agar rumusan perencanaan yang telah dilakukan secara

partisipatif oleh masyarakat dapat diketahui oleh berbagai elemen termasuk

pemerintahan administratif di kecamatan dan pemerintah daerah kabupaten.

Selain itu, dengan bantuan dari akademisi dan praktisi LSM, hambatan

komunikasi dengan pemerintah daerah yang dialami oleh desa dalam proses

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 dapat dituntaskan. Lokakarya

RPJMDes tersebut, jika dapat diistilahkan, adalah media pembangunan

wacana kiritis masyarakat desa Polobogo, agar RPJMDes dianggap penting

dalam kaitannya dengan pembangunan masyarakat desa.

Namun demikian, setelah proses Lokakarya berlangsung, masih ada

satu tahapan lagi yang belum dituntaskan. Pelembagaan RPJMDes

Polobogo dalam bentuk dokumen Peraturan Desa Polobogo, dengan

berkonsultasi dengan Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Semarang,

ternyata belum dilaksanakan. Tahapan ideal dari proses penyusunan sebuah

RPJMDes adalah sampai pada proses pelembagaan. 20

19

Hasil wawancara dengan Pak Supandi. Tanggal 26 Oktober 2013 20 Dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 64 Ayat 2 dan PERMENDAGRI Nomor

66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa, Pasal 10, dikatakan bahwa setiap

dokumen RPJMDes yang disusun oleh desa, wajib diatur dalam suatu Peraturan Desa.

Page 15: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

58

5. 2. Peran Aktor Dalam Penyusunan RPJMDes Polobogo

Seperti yang telah dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya, bahwa

penelitian ini berupaya menjelaskan peran aktor dalam penyusunan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Polobogo 2010-2015, maka

aktor yang akan dijelaskan dalam hasil penelitian ini juga dipilih oleh peneliti

berdasarkan intesitas peran yang dilakukannya selama proses penyusunan

RPJMDes Polobogo. Aktor-aktor tersebut antara lain: (1) Pak Supandi selaku

Ketua Tim Perumus RPJMDes Polobogo 2010-2015, selanjutnya disebut sebagai

“AKTOR 1”; (2) Pak Roy Siahainenia selaku akademisi atau dosen Sosiologi

Universitas Kristen Satya Wacana, selanjutnya disebut sebagai “AKTOR 2”; dan

(3) Mas Bagus Indra Kusuma selaku aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) Trukajaya, selanjutnya disebut sebagai “AKTOR 3”.

Peran aktor yang hendak dijelaskan dalam hasil penelitian ini adalah terkait

dengan konsep tindakan/praktik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Konsep

praktik menurut Bourdieu merupakan integrasi antara habitus yang berdialektik

dengan modal dalam ranah (arena perjuangan), yang dirumuskan dengan:

(Habitus x Modal) + Ranah= Praktik. Dalam kaitan antara konsep tersebut dengan

penelitian ini, maka akan dijelaskan masing-masing unsur dari konsep tersebut

berdasarkan kenyataan yang diperoleh dari lapangan, yang kemudian akan

menjelaskan peran aktor dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015.

5.2.1. Kapasitas dan Relasi Antar Aktor Dalam Penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015

Habitus merupakan hasil ketrampilan yang menjadi tindakan praktis,

yang kemudian diterjemahkan menjadi suatu kemampuan yang kelihatannya

alamiah dan konteks sosial tertentu (Bourdieu, 1994:9, 16-17; dalam

Haryatmoko, 2003:10). Hasil ketrampilan ini dapat bersumber dari

pengalaman paktis maupun proses pembelajaran yang membentuk sebuah

ketrampilan. Ini berarti bahwa habitus merupakan sumber penggerak

tindakan, pemikiran maupun representasi dari seorang individu atau aktor.

Dalam istilah Bourdieu, habitus dilukiskan sebagai „dialektika internalisasi

Page 16: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

59

dari eksternalisasi, sekaligus dialektika ekternalisasi dari internalisasi‟ (lihat

Bourdieu, 1977; 72).

Dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015, aktor-aktor yang

saling berkontestasi bersumber pada pengalaman konseptual maupun

pengalaman praktis yang dialaminya. Tabel di bawah ini adalah gambaran

latar belakang aktor-aktor yang berperan dalam penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015.

Tabel 5.4.

Latar Belakang, Pengalaman dan Ketrampilan Aktor

Latar Belakang,

Pengalaman dan

Ketrampilan

AKTOR 1 AKTOR 2 AKTOR 3

Pekerjaan Aparatur Desa Polobogo (Kepala

Seksi Keuangan)

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu

Komunikasi UKSW

Staf Lapangan LSM Trukajaya

Salatiga

Mengikuti kursus atau

pelatihan yang

berkaitan dengan Perencanaan

Pembangunan

Pernah mengikuti

pelatihan

penyusunan RPJMDes di

Kebumen.

Pernah mengikuti

bimbingan teknis

perencanaan pembangunan di

Jakarta.

Pernah mengikuti

Pelatihan

Perencanaan Partisipatif di

Yogyakarta.

Pengalaman Menjadi Konsultan/Pendamping

penyusunan RPJMDes

Mendampingi Penyusunan

RPJMDes

Polobogo 2005-

2009

Mendampingi penyusunan

RPJMDes

Polobogo 2005-

2009

Pengalaman menjadi

Tim/Panitia Penyusun

Perencanaan

Pembangunan

Pernah menjadi

Tim Penyusun

RPJMDes

Polobogo 2005-2009

Pernah menjadi

konsultan dalam

penyusunan

RPJMD Kota Salatiga.

Pernah menjadi

Konsultan untuk

Bimbingan Teknis

Perencanaan Partisipatif

Kabupaten

Semarang. Sumber : Hasil Wawancara, diolah.

Jika dilihat dari Tabel 5.4. di atas, aktor-aktor yang intensif berperan

dalam penyusunan RPJMDes Polobogo memiliki pengalaman dan pelatihan

yang memungkinkan aktor-aktor tersebut memiliki ketrampilan untuk

berperan dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Ketrampilan

praktis yang diperoleh oleh aktor-aktor tersebut juga telah di dapat sebelum

Page 17: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

60

berperan dalam penyusunan RPJMDes Polobogo. Selain itu, meksipun latar

belakang para aktor ini berbeda-beda, namun relasi dan kapasitas aktor telah

terjalin lama sebelum penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Sebelumnya, relasi antar aktor itu adalah pada penyusunan RPJMDes

Polobogo 2005-2009.

Menurut Bourdieu, modal merupakan energi sosial penentu yang

hanya ada pada individu atau aktor untuk memproduksi atau mereproduksi

tindakan-tindakannya dalam arena perjuangan (Bourdieu 1979; 172 dalam

Haryatmoko 2003;11). Jika pemahaman ini dikontekskan dalam proses

penyusunan RPJMDes 2010-2015, maka peran aktor tidak serta-merta

timbul dalam kerangka tindakan, tetap melalui sebuah modal yang

diproduksi atau mereproduksi dalam tindakan para aktor. Dari data yang

diperoleh di lapangan, ada 4 (empat) modal yang digunakan oleh masing-

masing aktor (maupun antar aktor) untuk berperan dalam proses penyusunan

RPJMDes Polobogo 2010-2015.

A. Status Jabatan dan Pekerjaan

Kompetensi simbolik yang dimiliki masing-masing aktor

menentukan ia mampu berperan dalam penyusunan RPJMDes

Polobogo. Selain itu kompetensi ini juga akan menentukan otoritas

tindakan yang akan diambil oleh aktor. Kompetensi simbolis itu

adalah : Pertama, akademi atau dosen yang mewakili institusi

perguruan tinggi (kampus); Kedua, ketua Tim Perumus RPJMDes,

yang juga adalah aparatur Pemerintahan Desa Polobogo; Ketiga, staf

lapangan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kompetensi simbolik

ini akan menjadi faktor kepercayaan hubungan antar aktor yang

berbeda-beda ini, sehingga menentukan perannya dalam menyusun

RPJMDes Polobogo 2010-2015.

B. Ketrampilan (Pengetahuan)

Bersumber pada tabel 5.4. di atas, dapat dilihat bahwa masing-

masing aktor memiliki ketrampilan dalam penyusunan perencanaan

Page 18: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

61

pembangunan. Ketrampilan dan pengetahuan tersebut juga berbeda-

beda sesuai dengan latar belakang atau identitas pekerjaan aktor, baik

sebagai akademisi, perencana pembangunan di desa, maupun aktivis

LSM.

C. Kepercayaan (Trust)

Keterkaitan antara aktor telah dibangun dari proses yang lama,

yakni dalam penyusunan RPJMDes Polobogo tahun 2005-2009.

“Pak Roy itu memang sering kesini dulunya itu. Waktu

pembuatan RPJMDes 2005 itu Pak Roy juga ikut membantu

kita disini, bersama dengan teman-teman dari Trukajaya.

Kalau Mas Bagus dari Trukajaya itu memang tempat

pendampingannya dulu di sini, di Polobogo ini, yang paling

sering itu ketika pembuatan RPJMDes 2005 itu. Kalau orang-

orang Trukajaya itu memang sering hubungannya dengan

saya, kalau ada kegiatannya Trukajaya di Polobogo itu pasti

saya yang komitenya.”21

Data di atas menunjukkan bahwa, unsur kepercayaan terbangun

karena relasi-relasi yang sudah terjalin lama. Relasi antar aktor ini

memungkinkan aktor-aktor saling berkolaborasi dan berkoneksi secara

kolektif, menyusun RPJMDes Polobogo 2010-2015.

D. Jaringan Hubungan-hubungan Sumberdaya (Link)

Mencermati proses penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015

yang tidak tuntas dalam penyusunannya di tingkat desa pada bulan

Januari 2011, berbagai upaya dan komunikasi yang dilakukan oleh

aktor-aktor dalam menyempurnakan dokumen RPJMDes tersebut.

Komunikasi yang dibangun dalam rangka mengintegrasikan maksud

perencanaan pembangunan di desa (RPJMDes) dan perencanaan

pembangunan pemerintah kabupaten (RPJMD) menjadi jaringan

hubungan-hubungan yang mendukung penyempurnaan RPJMDes

Polobogo 2010-2015.

21 Hasil wawancara dengan Pak Supandi. Tanggal 26 Oktober 2013

Page 19: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

62

“Saat itu saya sedang menjalin koneksi yang bagus dengan

Bappeda Kabupaten Semarang. Sebelum di Polobogo itu,

saya melatih pegawai-pegawai di Bappeda untuk penelitian.

Dan ketika saya menyampaikan bahwa sedang mendampingi

RPJMDes Polobogo, Bappeda sangat mendukung. Pada

prinsipnya, komunikasi ini saya sampaikan dengan maksud

agar para pengambil kebijakan di kabupaten mengerti dengan

proses yang terjadi di Polobogo.”22

Komunikasi yang terhambat antara desa dengan pemerintah

kabupaten, diatasi dengan hubungan-hubungan yang telah dibangun

oleh aktor yang ikut menentukan kelanjutan proses penyusunan

RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Berbagai penjelasan di atas menunjukkan bahwa penyusunan

RPJMDes Polobogo 2010-2015 dapat dilakukan para aktor, berkat

pengalaman, kepercayaan yang terjalin, ketrampilan dan jejaring yang

dimanivestasi oleh aktor-aktor dalam tindakan-tindakannya. Meskipun latar

belakang aktor berbeda-beda, namun karakteristik pencapaian tindakannya

dapat menentukan proses penyusunan dokumen RPJMDes sebagai dokumen

penting dalam rangka pembangunan masyarakat desa Polobogo.

5.2.2. Penyusunan RPJMDes Polobogo sebagai Arena Perjuangan

Ranah (field) merupakan arena kekuatan sebagai upaya perjuangan

untuk memperebutkan atau bahkan mempertaruhkan sumber daya atau

modal yang dimiliki oleh individu atau aktor (Haryatmoko 2003;15). Itu

sebabnya dalam konsepsi Pierre Bourdieu ranah disebut sebagai arena

perjuangan antar individu atau aktor. Dalam konteks penelitian ini penulis

menempatkan ranah yang dimaksudkan itu adalah proses Penyusunan

RPJMDes Polobogo itu sendiri.

Pada sub bab 5.1. tentang Penyusunan RPJMDes Polobogo dapat

dilihat bahwa aktor-aktor telah melalukan upaya-upaya melalui tindakannya,

baik dalam penyusunan dokumen RPJMDes Polobogo 2010-2015, maupun

melalui upaya-upaya kolaboratif untuk menyempurnakan dokumen

22 Hasil wawancara dengan Pak Royke Siahainenia.

Page 20: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

63

RPJMDes Polobogo tersebut. Beberapa catatan terkait peran aktor tersebut

antara lain :

A. Strategi Penjaringan Aspirasi Masyarakat Desa

Pada proses ini, terlihat bahwa kelemahan perencanaan

pembangunan di desa sangat berkaitan erat dengan rendahnya

pemahaman masyarakat desa tentang perencanaan, yang dipengaruhi

oleh (salah satunya) rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa.

Atas dasar persoalan tersebut, Tim Perumus menyusun strategi untuk

mengundang perwakilan dan beberapa tokoh masyarakat dari masing-

masing dusun untuk diberikan pemberdayaan, dengan berharap setelah

kembali ke dusun-dusun, para wakil-wakil dari dusun-dusun itu dapat

memberikan pemahaman lagi kepada warganya, setelah itu baru

dilakukan pertemuan di tiap-tiap dusun untuk penjaringan aspirasi dan

data-data yang diperlukan dalam penyusunan RPJMDes.

Secara praktis, strategi ini tentu bersumber pada kebiasaan yang

ada di desa, dan metode pendekatan yang dirumuskan oleh Tim

Perumus. Namun demikian, tidak secara menyeluruh dari Tim

Perumus RPJMDes mampu berpikir tentang strategi ini, butuh

seseorang yang berpengalaman, yang memiliki ketrampilan

perencanaan yang menyusun strategi. Pada titik inilah peran aktor

cukup signifikan mempengaruhi proses penyusunan RPJMDes

Polobogo.

“Semua yang dipelajari di Nggombong (tempat pelatihan di

Kebumen) itu saya terapkan di sini. Acuannya memang dari

yang dipelajari di pelatihan itu. Kerja Tim Perumus itu

semuanya adalah arahan dari saya, karena cuma saya yang

pernah ikut pelatihan penyusunan RPJMDes itu. Sehingga

prosesnya itu benar-benar melalui penjaringan aspirasi warga

itu. Setelah tim itu dibentuk, saya memberikan arahan tentang

kerja-kerja tim, pembagian kerja, membuat jadwal, dan

setelah itu baru kita lakukan sosialisasi di tingkat desa

mengenai penyusunan RPJMDes Polobogo.”23

23 Hasil wawancara dengan Pak Supandi.

Page 21: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

64

Terlihat jelas bahwa aktor menggunakan ketrampilan yang

diperoleh dari pelatihan penyusunan RPJMDes untuk mengintervensi

Tim Perumus dalam rangka menentukan strategi dan kerja-kerja Tim

Perumus. Selain itu, peran yang dilakukan di atas juga ditentukan oleh

jabatan yang dimiliki oleh aktor yakni selaku Ketua Tim Perumus

RPJMDes Polobogo 2010-2015.

B. Pendampingan dan Penyempurnaan RPJMDes Polobogo

Arena perjuangan (ranah) mensyaratkan setiap individu atau aktor

mampu memahami aturan-aturan main atau cara bertindak dalam

ranah tersebut (Haryatmoko, 2003; 14). Dalam penyusunan RPJMDes

Polobogo, aktor-aktor yang berperan tentu memiliki pengalaman dan

motivasi-motivasi, namun demikian, aktor-aktor tersebut wajib

memiliki pemahaman ideal tentang sebuah perencanaan pembangunan

desa. Pada titik inilah dapat dikatakan bahwa aktor mesti memiliki

syarat yang non-formal (kapasitas dan kompetensi) untuk terlibat

dalam proses penyusunan RPJMDes Polobogo.

“Selama ini, kalau bicara perencanaan itu seharusnya antara

daerah sama desa jadi satu. Contohnya pengalaman yang di

Kebumen, perencanaannya itu jadi satu karena ada proses

pelatihan dan pendamping dari bawah, sehingga perencanaan

yang dimulai dari desa sampai pada perencanaan daerah.

Yang kami lakukan bersama dengan Pak Roy dan teman-

teman mahasiswa dengan bantuan juga dari Tim Perumus

adalah mengaitkan dokumen RPJMDes itu dengan visi dan

misi serta kebijakan yang ada dalam RPJMD kabupaten

Semarang.

Desa nggak komunikasi atau meminta bantuan kepada saya

dan Pak Roy. Tapi setelah mengetahui bahwa penyusunan

RPJMDes itu memerlukan bantuan dan saya punya

pengalaman pendampingan di Polobogo, sudah kenal orang-

orang di Polobogo juga, maka kami membangun komunikasi

dengan desa, khusus dengan Tim Perumus RPJMDes.”24

24 Hasil wawancara dengan Mas Bagus Indra Kusuma.

Page 22: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

65

Dari segi proses, belum tuntasnya penyusunan RPJMDes

Polobogo merupakan akibat dari komunikasi perencanaan

pembangunan yang tidak terjalin antara desa Polobogo dan kabupaten

Semarang. Selain kapasitas sumber daya perencana di desa yang

belum mumpuni, desa sulit menjangkau informasi perencanaan

pembangunan tingkat kabupaten yang telah termuat dalam dokumen

Rencana Pembanguna Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten

Semarang 2011-2015.

Data hasil wawancara di atas, memperlihatkan bahwa aktor

menggunakan sumber pengalaman penyusunan RPJMDes yang ideal

dan diterapkan dalam melakukan pendampingan dalam proses

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Selain itu, aktor tidak

terlihat sebagai individu yang berjuang sendiri dengan kemampuan, ia

juga melakukan tindakan-tindakan kolaboratif secara kolektif dengan

individu atau aktor-aktor lainnya. Pada titik ini, dapat dipahami bahwa

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 merupakan kontestasi

perjuangan antar individu atau aktor secara kolaboratif dan kolektif,

atau dalam istilah Bourdieu ini disebut sebagai „medan perjuangan

sosial‟ (Bourdieu, 1994; 56 dalam Haryatmoko 2003; 15).

Motivasi aktor untuk mendampingi masyarakat desa Polobogo

menyusun RPJMDes juga timbul inisiatif aktor sendiri karena relasi

dan kapasitas yang pernah dibangun oleh aktor dengan masyarakat di

desa Polobogo sebelumnya. Dengan kata lain bahwa upaya dan peran

aktor dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 merupakan

manifestasi dari hubungan yang sudah dijalin atau berlangsung lama.

C. Lokakarya RPJMDes Polobogo

Lokakarya RPJMDes Polobogo 2010-2015 pada prinsipnya tidak

memiliki pengaruh yang signifikan dalam penyusunan RPJMDes

Polobogo. Namun demikian, melalui lokakarya ini terjalin sebuah

ikatan komunikasi antara desa dan kabupaten dalam perencanaan

Page 23: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

66

pembangunan. Di satu sisi, desa dengan mudah menyampaikan

usulan-usulan pembangunan yang telah termaktub dalam RPJMDes,

dan di sisi yang lain, pemerintah kabupaten Semarang juga

menyampaikan arah gerak pembangunan dan prioritas pembangunan

yang akan dilaksanakan di desa menurut RPJMD Kabupaten

Semarang 2011-2015. Urgensitas pelaksanaan lokakarya ini

sebenarnya adalah pada upaya mendorong agar dokumen RPJMDes

Polobogo 2010-2015 dianggap penting dalam proses pembangunan

masyarakat desa di Polobogo.

“Pada prinsipnya, lokakarya itu sebenarnya adalah wadah

membangun wacana. Agar RPJMDes itu dianggap sebagai

dokumen yang penting dalam proses pembangunan.”25

Dari penuturan aktor di atas menunjukkan bahwa urgensitas

pelaksanaan Lokakarya RPJMDes Polobogo dimaksudkan untuk,

selain terjalinnya komunikasi antara desa dan pemerintah kabupaten,

hal yang paling mendasar adalah upaya mendorong dokumen

RPJMDes Polobogo 2010-2015 agar menjadi dokumen penting dalam

proses pembangunan. Relasi yang telah dibangun antara aktor dengan

pemerintah kabupaten, berupaya dimanfaatkan agar menjadi jembatan

komunikasi perencanaan pembangunan antara desa dan kabupaten.

Pada titik inilah terlihat bahwa secara politis, aktor tidak

bertindak untuk mendapat sumber daya atau modal keuntungan aktor,

melainkan berjuang agar RPJMDes Polobogo yang telah disusun itu

dapat diakui. Dengan kata lain, tindakan aktor bukan bertujuan agar

aktor mendapat legitimasi atau pengakuan, tetapi isi atau wacana

RPJMDes Polobogo yang diangkat oleh aktor dalam lokakarya itulah

yang ditujukan untuk mendapat legitimasi atau pengakuan.

25 Hasil wawancara dengan Pak Royke Siahainenia.

Page 24: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

67

5.2.3. Tindakan Aktor Dalam Penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015

(Penerjemahan Konsep Pierre Bourdieu)

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, melalui penelitian ini

akan dilihat kenyataan tentang penyusunan RPJMDes Polobogo yang

didekati dengan konsepsi Pierre Bourdieu mengenai peran aktor, maka tabel

di bawah ini akan menggambarkan unsur-unsur konsep Pierre Bourdieu

yang ditemukan dalam kenyataan di lapangan.

Tabel 5.5.

Unsur-Unsur Konsep Bourdieu Dalam Aktor Yang Berperan Pada

Penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015

Habitus (H) Modal (M) Ranah (R) 1. Memiliki pengalaman

bersama dalam

Penyusunan RPJMDes Polobogo 2005-2009

1. Modal Simbolik:

− Jabatan Ketua Tim

Perumus − Dosen (Akademisi)

− Staf LSM

1. Penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015

2. Pengalaman dari

pelatihan-pelatihan yang telah dilalui oleh aktor-

aktor.

2. Modal Budaya:

− Dilatih dari Pelatihan penyusunan RPJMDes

− Kualifikasi akademisi

dan Pendamping pada Penyusunan RPJMDes

Polobogo 2005-2009

2. Arena-arena lain yang

diciptakan oleh aktor-aktor berkaitan dengan

inti arena perjuangan

(Penyusunan RPJMDes)

− Strategi Penjaringan

Aspirasi Masyarakat

Desa.

− Pendampingan dan Penyempurnaan

RPJMDes, termasuk

merumuskan visi-misi RPJMDes yang

sesuai dengan

RPJMD kabupaten.

− Lokakarya RPJMDes Polobogo.

3. Modal Sosial:

− Keterkaitan antar aktor

yang dibangun lama, relasi yang lama, ada

kepercayaan.

− Pemahaman aktor

tentang idealnya

penyusunan RPJMDes,

yang sesuai aturan,

termasuk idealnya

RPJMDes yang sinergi

dengan RPJMD

kabupaten. Paham

aturan.

− Jejaring dengan

birokrasi kabupaten.

3. Pengalaman yang

diperoleh aktor-aktor

mengenai penyusunan

RPJMDes yang ideal dan berdasarkan pada tahapan

yang memenuhi aturan

yang berlaku.

4. Modal Ekonomi:

− Tidak teridentifikasi. Sumber : Diolah

Page 25: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

68

A. Habitus dari Pengalaman dan Ketrampilan

Menurut Pierre Bourdieu (1977; 82), habitus merupakan

produk sejarah, yang dihasilkan oleh tindakan praktik individu

maupun kolektif. Habitus bersumber dari hasil ketrampilan yang

kemudian menjadi tindakan praktis (Boudieu, 1994; dalam

Haryatmoko, 2003; 10). Atau dengan kata lain, habitus merupakan

pengalaman serta ketrampilan individu, ataupun antar individu.

Tipikasi tindakan aktor untuk berperan dalam penyusunan

RPJMDes Polobogo, senada dengan yang dikemukakan oleh

Bourdieu di atas. Peran aktor terakumulasi dari pengalaman yang

pernah dilaluinya, baik secara individual maupun secara kolektif.

Selain itu, aktor berperan karena ia memiliki ketrampilan yang

memungkinkan ia menjadi perencana, yang berperan dalam

penyusunan RPJMDes Polobogo. Di satu sisi, aktor memiliki

ketrampilan, pengalaman dan informasi yang ia peroleh tentang

penyusunan RPJMDes, juga di sisi lain, para aktor secara kolektif

memiliki pengalaman bersama dalam penyusunan RPJMDes di

Polobogo. Secara representatif aktor memiliki pengalaman dan

ketrampilan dalam penyusunan RPJMDes, yang ia gunakan dalam

penyusunan RPJMDes itu sendiri.

B. Pemanfaatan Modal

Reproduksi tindakan sosial individu ataupun kelompok (atau

kelas tertentu), hubungan antara individu, maupun antar kelompok,

tergantung pada kepemilikkan sumber daya (Haryatmoko, 2003;

11-12). Dalam penyusunan RPJMDes Polobogo, peran aktor yang

terlihat secara individu maupun secara kolektif bersumber dari

modal yang dimanfaatkannya. Pertama, pemanfaatan modal

budaya dan modal simbolik. Misalnya peran aktor Ketua Tim

Perumus dalam menentukan strategi penjaringan aspirasi

masyarakat desa, aktor menggunakan otoritasnya yang

Page 26: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

69

dikombinasikan dengan pengetahuan yang diperolehnya dari

pelatihan penyusunan RPJMDes.

Kedua, kombinasi modal sosial, modal budaya, dan modal

simbolik, terlihat dalam proses pendampingan dan penyempurnaan

RPJMDes Polobogo, aktor akademisi dan aktivis LSM,

menggunakan kualifikasinya sebagai pendamping penyusunan

RPJMDes sebelumnya (2005-2009), disertai dengan latar belakan

akademisi (dosen) dan praktisi, untuk mendampingi dan

menyempurnakan RPJMDes Polobogo 2010-2015 yang belum

tersusun secara ideal. Kedua aktor ini memperlihatkan dominasinya

dalam relasi antar aktor, dalam memberikan pemahaman ideal

(pendampingan) tentang penyusunan RPJMDes kepada Tim

Perumus. Jika ditinjau lebih jauh, peran kedua aktor tersebut

kelihatan cederung mirip dengan konsepsi Bourdieu, yang apabila

dikontekskan, akademisi dan praktisi (aktivis LSM) merupakan

kelompok (kelas) „borjuasi kecil‟ yang ditandai dengan

ketercukupan modal budaya, dalam strategi dominasi antar individu

dalam konteks arena, individu yang berasal dari kelas tersebut

cenderung menempatkan kualifikasinya secara simbolik dan

kualifikasi modal budaya yang dimiliki (lihat Haryamoko, 2003;

12-13). Modal sosial yang ditambahkan (digunakan dalam peran)

di sini, pada dasarnya merupakan bentukkan yang lama, misalnya

pengalaman pendampingan penyusunan RPJMDes sebelumnya,

atau pengalaman yang diperoleh melalui informasi tentang idealnya

penyusunan RPJMDes yang didapatkan sesuai dengan status

simbolis profesi yang dijalani oleh para aktor, sebagai akademisi

(dosen) dan praktisi (aktivis) LSM.

Ketiga, pemanfaatan modal budaya dan modal sosial, yang

tergambarkan dalam realitas penyusunan RPJMDes Polobogo

adalah pada pelaksanaan Lokakarya RPJMDes Polobogo 2010-

2015. Aktor yang berprofesi sebagai dosen berusaha memanfaatkan

Page 27: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

70

jejaring yang telah dibangunnya untuk memecahkan kebuntuan

komunikasi dan informasi antara desa dengan kabupaten tentang

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Di sisi lain, dalam

peran penyusunan RPJMDes, modal sosial yang telah dibangun

antar aktor memungkinkan perannya secara kolektif guna

mendorong terlaksananya Lokakarya RPJMDes Polobogo.

Reproduksi tindakan aktor-aktor dengan memanfaatkan

berbagai sumberdaya (modal) seperti yang dikemukakan di atas

masih memiliki kekurangan, karena penulis tidak cukup

mengidentifikasi modal ekonomi yang digunakan oleh aktor dalam

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Namun dari analisa

penulis, kekurangan ini pada dasarnya subjektif penulis, karena

tentunya dalam proses penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-

2015, para aktor juga menggunakan modal ekonomi, akan tetapi

modal ekonomi ini masih berkaitan dengan kepemilikan intitusi

masing-masing aktor, yang digunakan dalam rangka menyusun

RPJMDes Polobogo.

C. Arena Perjuangan Modifikasi Aktor

Menggambarkan konsepsi Bourdieu dengan menjelaskan peran

aktor dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015 tentun

tidak akan tuntas apabila tidak melihat dialektika antara aktor

dengan arena perjuangannya (struktur objektif). Telah

dikemukakan sebelumnya, bahwa arena perjuangan yang di

maksud dalam penelitian ini adalah penyusunan RPJMDes

Polobogo 2010-2015. Namun dengan adanya kekurangan dalam

penyusunan ini tentu arena tersebut tidak serta-merta disebut

sebagai arena yang utuh (atau bahkan tuntas), di titik inilah para

aktor kemudian membangun arena-arena lain. Dalam konsepsi

Bourdieu, arena politik diandaikan dengan relasi/hubungan

kekuasaan yang memiliki daya untuk membantu menata,

Page 28: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

71

menstruktur (membangun) arena-arena yang lain (Ritzer dan

Goodman, 2010; 583).

Menurut Bourdieu, arena perjuangan tidak dapat dipisahkan

dengan habitus, arena juga merupakan lingkup hubungan-

hubungan kekuatan antara berbagai jenis modal yang dimiliki para

pelaku (individu/aktor) sehingga mampu mendominasi arena

perjuangan tersebut (Haryatmoko 2003; 11, 13). Pada titik inilah,

tindakan aktor dalam arena (struktur objektif) tidak terlepas dari

pemahaman aktor (logika) serta pemanfaatan modal dalam untuk

mendominasi, bahkan menstrukrturisasi arena itu sendiri, inilah

bentuk dialektika antara aktor, habitus, modal dan arena

perjuangan.

Dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015, terdapat

tiga arena lain yang dibangun oleh para aktor, dalam upaya

mendorong keberhasilan penyusunan RPJMDes Polobogo,

(1). Penjaringan aspirasi masyarakat, yang dimulai dengan metode

contoh di satu dusun, untuk memudahkan penjaringan aspirasi di

dusun-dusun lain. (2). Pendampingan dan penyempurnaan

RPJMDes Polobogo, yang dilakukan bersama Tim Perumus,

akademisi (dosen) dan praktisi LSM. (3). Lokakarya RPJMDes

Polobogo yang merupakan wadah pembangunan wacana agar

RPJMDes yang telah disusun oleh masyarakat tetap dianggap

penting dalam kerangka pembangunan.

Ketiga arena saling berkaitan dan merupakan strategi, kondisi

yang didorong oleh para aktor dalam penyusunan RPJMDes

Polobogo. Selain itu arena ini tidak dibangun secara terpisah dari

inti arena perjuangan (penyusunan RPJMDes), namun menjadi

bagian penting dari proses, yang memperlihatkan tindakan aktor

dalam memanfaatkan modal-modal, serta relasi dan pengalaman

yang dimiliki, dengan mereproduksi tatanan baku penyusunan

RPJMDes yang memiliki kelemahan-kelemahan prosedural.

Page 29: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

72

5. 3. Refleksi Penelitian

Dalam bab 2 (pada sub bab penelitian terdahulu) telah dijelaskan bahwa

kelemahan perencanaan pembangunan di desa bersumber pada rendahnya

pemahaman masyarakat di desa tentang perencanaan pembangunan (lihat hasil

penelitian Rostyaningsih dan Suwandi, tentang Perencanaan Pembangunan

Partisipatif Di Desa Surakarta Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon,

2013). Mengacu pada inspirasi dari penelitian tersebut, yang ditemui di Polobogo

justru berbeda. Tahapan-tahapan ideal (persiapan, pelaksanaan dan pelembagaan)

hampir terlaksana dengan dukungan para aktor yang ikut berperan penting dalam

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Meskipun tahapannya tidak tuntas

sampai dengan pelembagaan RPJMDes, namun aspek-aspek partisipatif, selektif,

dalam proses yang terbuka, dengan mengikut-sertakan masyarakat dalam setiap

alur perencanaan, merupakan salah satu kesuksesan tersendiri dari penyusunan

RPJMDes Polobogo 2010-2015. Kelemahan proses perencanaan pembangunan di

desa Polobogo adalah mensinergikan orientasi perencanaan pembangunan antara

desa dengan kabupaten Semarang yang mestinya perlu terakomodir dalam

dokumen RPJMDes Polobogo 2010-2015.

Penelitian tentang Peran Aktor Dalam Penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Desa (RPJMDes) Polobogo ini berupaya untuk ditulis ulang

oleh penulis dengan alasan untuk menggambarkan berbagai proses yang telah

dilakukan oleh masyarakat di desa yang dibantu oleh akademisi (kampus) dan

praktisi LSM, yang dalam konsep perencanaan mereka disebut sebagai para

teknokratik. Namun demikian pola dan tindakan dari para aktor berusaha dianilisis

dalam konsepsi tindakan/peran aktor dengan pendekatan konsep Pierre Boudieu.

Latar belakang pemahaman aktor bersumber dari pengalaman yang

dimilikinya tentang penyusunan RPJMDes yang ideal. Selain itu, aktor

menggunakan ketrampilan yang dimiliki sebagai pengalaman yang mewujud

dalam peran, atau prakteknya (tindakan). Hal ini senada dengan pemikiran

Bourdieu tentang habitus yang menekankan pada pengalaman praktis, yang

mewujud dalam tindakan individu dengan bersumber pada proses internalisasi

yang diperolehnya. Atau dalam pemahaman Bourdieu, praktek atau tindakan para

Page 30: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

73

aktor tesebut di atas, merupakan determinasi dari makna atau pemahaman yang

dimilikinya terhadap kondisi objektif yang dihadapinya (Bourdieu, 1977; 83).

Di samping itu, kelemahan perencanaan pembangunan di desa seperti

dikemukakan di atas adalah karena kelemahan masyarakat desa dalam hal

perencanaan itu sendiri. Di tambah lagi, dengan keterbatasan komunikasi dan

informasi antara dengan pihak kabupaten terkait perencanaan pembangunan, tidak

seturut dengan yang diamanatkan dalam idealisasi penyusunan RPJMDes. Desa

seolah memiliki perencanaannya sendiri, padahal, sesuai dengan ketentuan yang

berlaku, setiap penyusunan RPJMDes, mestinya selaras dengan dokumen

perencanaan pembangunan daerah (lihat PERMENDAGRI No. 66 Tahun 2007

Tentang Perencanaan Pembangunan Desa). Benturan perencanaan spasial ini

pada kenyataannya ingin dijawab oleh desa Polobogo bekerjasama dengan

akademisi (dosen) dan paktisi (aktivis) LSM. Peran individual maupun kolektif

yang dilakukan para aktor ini adalah berupaya untuk mendorong pentingnya

penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015, atau dalam pendekatan kebijakan,

hal yang dilakukan ini disebut sebagai pembentukan agenda setting dan opini

kebijakan agar tetap objektif dan berpihak pada yang terpingirkan, inilah yang

biasa dilakukan oleh intelektual kampus maupun nonkampus dalam proses

penyusunan kebijakan (Kusumanegara, 2010;55).

Para aktor yang mendorong penyusunan RPJMDes Polobogo melakukan

berbagai reproduksi tindakan dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya

(modal), diantaranya modal simbolik, modal budaya dan modal sosial. Yang tidak

teridentifikasi oleh penulis adalah modal ekonomi yang digunakan oleh aktor

dalam penyusunan RPJMDes Polobogo 2010-2015. Namun demikian modal

ekonomi digunakan tentu masih berkaitan dengan yang dimiliki intitusi masing-

masing aktor. Meskipun tidak teridentifikasi, Bourdieu pernah mengemukakan

bahwa “ketegangan arena perjuangan tidak dilihat dari kelihatan tapi melalui

hubungan-hubungan dominasi tersembunyi” (Bourdieu, 1994; dalam Haryatmoko,

2003; 15). Di titik inilah, modal ekonomi yang digunakan aktor untuk menyusun

RPJMDes Polobogo terindikasi atau memiliki kaitan dengan modal yang dimiliki

Page 31: Peran Aktor dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka

74

oleh intitusi latar belakang aktor. Aktor berjuang (ataupun bertahan) agar wacana

RPJMDes Polobogo tetap menjadi penting dalam kerangka pembangunan di desa.

Ada sedikit perbedaan dengan konsepsional Bourdieu tentang strategi

investasi modal (Haryatmoko, 2003; 15). Dalam penyusunan RPJMDes Polobogo

2010-2015, aktor-aktor hanya memanfaatkan modal-modal yang dimilikinya,

tanpa mengindikasikan penumpukkan modal. Analisis penulis ini cenderung

sedikit menghilangkan modal sebagai kerangka milik Bourdieu. Jika Bourdieu

mengatakan bahwa reproduksi tindakan sosial merupakan cara untuk

mempertahankan atau mendapatkan modal, maka dalam konteks Polobogo, para

aktor cenderung memanfaatkan modalnya untuk berperan dalam penyusunan

RPJMDes Polobogo. Keberhasilan dari pemanfaatan modal tersebut adalah

dengan memunculkan arena-arena baru (modifikasi aktor), guna mendorong

RPJMDes Polobogo agar menjadi bagian penting dari orientasi kebijakan

pembangunan desa.