penyidikan tindak pidana korupsi di daerahfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/skripsi m...

166
i PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH ( Studi Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap ) SKRIPSI Oleh : MUCHAMMAD FAHMI ROSADI E1A009125 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014

Upload: dangquynh

Post on 03-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

i

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH

( Studi Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )

SKRIPSI

Oleh :

MUCHAMMAD FAHMI ROSADI

E1A009125

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 2: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

ii

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH

( Studi Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh :

MUCHAMMAD FAHMI ROSADI

E1A009125

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

Page 3: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang
Page 4: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : MUCHAMMAD FAHMI ROSADI

NIM : E1A009125

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH

( Studi Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )

Yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri, tidak menjiplak hasil karya

orang lain, maupun dibuatkan orang lain.

Apabila dikemudian hari ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran

sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari

Fakultas, termasuk pencabutan gelar Sarjana Hukum (SH.) yang saya sandang.

Purwokerto, Februari 2014

MUCHAMMAD FAHMI ROSADIE1A009125

Page 5: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

v

ABTRAKPENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH

( Studi Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )Oleh :

MUCHAMMAD FAHMI ROSADIE1A009125

Dalam suatu pemberantasan korupsi, tahap penyidikan merupakan salah satu bagianpenting dari tahap yang harus dilalui untuk menuju suatu pembuktian tindak pidana korupsidan akan menghasilkan putusan yang mampu mendekati kebenaran materiil. Oleh sebab itukeberadaan tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan dari adanya ketentuan perundangan yangmengatur tindak pidana korupsi yang penyidikannya dilakukan oleh KPK, Kepolisian danKejaksaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis penerapan penyidikanterhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan di wilayah Cilacap dan mengetahui hambatanyang dihadapi oleh penyidik di wilayah Cilacap.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis danmenggunakan spesifikasi penelitian deskriptif. Metode Pengambilan informan denganmenggunakan Purposive Sampling dengan criterian based selection dan metode analisis datasecara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian, kewenangan penyidikan yang dilakukan di Cilacapdilakukan oleh Kejaksaan dan Kepolisian. Dalam proses penyidikan, penyidik bisamenggunakan upaya paksa khusus terhadap tersangka untuk menemukan barang bukti dandapat menggunakan ilmu bantu lain di tingkat pemeriksaan. Selain itu dalam prosespenyidikan, penyidik bisa melakukan gelar perkara untuk menemukan alat bukti baru danketerangan lain mengenai perkara. Faktor yang menghambat penyidikan di wilayah Cilacapyaitu faktor hukum, penegak hukum, sarana prasarana, masyarakat dan wilayah geografis.

Kata Kunci : Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi, Daerah

ABTRACT

Page 6: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

vi

THE INVESTIGATION OF CORRUPTION IN THE REGION( The Study of Implementation Investigation of Corruption in Cilacap)

By :MUCHAMMAD FAHMI ROSADI

E1A009125

In the fight against corruption, the investigation stage was one of the important partfrom the procedure that must be followed to get a proof of corruption, and will produced adecision which could approach the material truth. There fore the existence of investigationstage cant be separated from the existence of legislative provision that arranged corruptionwhich the investigation was did by KPK, the police, and the attorney according to Act Number30 Year 2002 about corruption eradication commission.

The purposes of this research is to know and to analyze the applying investigation ofcorruption which commited in Cilacap and also to knowing the obstacle which faced by theinvestigator in Cilacap.

Approaching method that used in this research was socio-juridical and thespecification of this research was descriptive research. The Informant taking method with usedPurposive Sampling with criterian based selection and data analyze method used qualitativemethod.

Based on the result of research, the investigation which commited in Cilacap was didby the attorney and the police. In the investigation process, investigator can used the specialforce against suspect to find the evidence and can used criminal psycology in the interrogationlevel. In addition, in the process of investigation, the investigator may conduct his case to findnew evidence and other information about the case. The obstacle factor the investigation in theCilacap is a law factor, law enforcement, infrastructure, society and geographic area.

Key word : Investigation, Corruption, Region

Page 7: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul: PENYIDIKAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAH ( Studi Implementasi Penyidikan Tindak

Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap ).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak

secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis akan

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman;

2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi I yang telah memberikan

arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

3. Handri Wirastuti Sawitri, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang telah

memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini;

4. Pranoto, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji Skripsi yang memberi masukan dan

bimbingan bagi kesempurnaan skripsi penulis;

5. Kedua orang tua tercinta, yang tidak pernah habis memberikan doa, kasih sayang,

pengorbanan, dorongan dan semangat dari kecil hingga dewasa dan sepanjang

penulisan skripsi ini.

Page 8: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

viii

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

mengingat keterbatasan pengetahuan, waktu dan terbatasnya literatur. Namun dangan segala

kerendahan hati penulis mohon maaf sekaligus sumbang saran maupun kritik konstruktif

yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga

tulisan ini ada manfaatnya bagi kita semua.

Purwokerto, Februari 2014

Penulis

Page 9: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

ix

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur selalu terpanjatkan kehadirat Allah SWT beserta Sholawat dan salam

semoga selalu tercurah limpahkan kepada Rasullah SAW, karya sederhana ini akhirnya

terseesaikan. Dengan penuh kerja keras ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang

penulis sayangi yaitu :

1. Secara khusus skripsi ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku, Drs.

Muchammad Suprayogo dan Musyarofah terima kasih telah merawat, menjaga,

membimbing, melindungi serta selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik

moril maupun materiil yang pastinya tidak ternilai dan tidak dapat terbayar oleh

apapun;

2. Kedua saudaraku, Qorianita Khajar Ikhsani dan Qurrotun Imammah yang selalu

memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Untuk para Dosen di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, terima kasih

yang sebesar - besarnya atas ilmu, bimbingan, kritik, saran, masukan dan lain

sebagainya guna menjadikan penulis pribadi yang lebih baik di masa depan;

4. Saryono Hanadi, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang memberikan

motivasi dan bimbingan dari semester awal hingga akhir;

5. Untuk Masayu Novalina, yang selalu memberi doa dan dukungan untuk cepat

terselesainya skripsi ini serta sudah mengisi dan memberi warna dalam hari-hariku

selama masa kuliah ini dan semoga seterusnya;

6. Keluarga besar UKM Law Football Club Fakultas Hukum Unsoed, yang memberi

pengalaman berharga mengenai organisasi maupun dalam bermain sepakbola dan

futsal;

Page 10: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

x

7. Keluarga besar UKM Unsoed Football Club, yang telah memberi pengalaman baru

dalam berorganisasi di UKM Universitas serta kekeluargaan yang sangat erat di

organisasi ini;

8. Keluarga besar Milanisti Indonesia Sezione Purwokerto, yang selalu memberi

keceriaan selama ini karena kalian lebih dekat dari saudara dan lebih besar dari

keluarga;

9. Tim Sepakbola dan Futsal Fakultas Hukum Unsoed yang memberi pengalaman

berharga mengenai kekeluargaan dan semangat pantang menyerah baik saat bermain

maupun saat mendampingi kalian di dalam maupun luar lapangan;

10. Sahabatku Saikhu, Ajeng, Marno, Irvan, Dwina, Widya, Irfan Shidiq, Agung, Dita dan

Yenita yang berawal dari kelompok PLKH kalian sudah aku anggap seperti keluarga

sendiri karena kalianlah yang selalu peduli satu sama lain ketika senang maupun sedih;

11. Sahabatku Ali, Bayu Sendi, Tyas, Raymon, Subkhan, Rosi, Almas, Ardian Rizky, Tyo

dan Egi yang selalu memberi keceriaan baik saat futsal maupun saat main bareng,

kalianlah yang selalu bisa bikin tertawa, semoga kalian cepat menyusul menjadi Sarjana

Hukum;

12. Sahabatku Fahmi Fiqi, Rizqo, Alvian, Desi, Avry, Harley dan Damas dari kalianlah aku

belajar mengenai tanggung jawab dan kedewasaan;

13. Rekan seperjuangan, Rizka, Barkah, Daniel, Singgih dan Ohan yang sama-sama

berjuang dalam menyelesaikan skripsi kita. Kita harus sukses setelah ini;

14. Teman-teman kosan Adi Primanto, Bogo, Adi dan Dika yang selalu meramaikan

suasana di kosan sehingga menjadikan semangat selama di Purwokerto;

15. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

HALAMAN MOTTO

Page 11: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

xi

“Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu

kebaikan, Maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan

kemajuan”

(Bung Karno)

“Ada kualitas yang harus dimiliki orang untuk menang, yaitu tujuan yang jelas, tahu

yang diinginkan, dan semangat membara untuk meraihnya”

(Napoleon Hill)

"Kenapa seorang juara selalu menang, Karena mereka punya mental dan kemauan

kuat untuk juara."

(Muchammad Fahmi Rosadi)

DAFTAR ISI

Page 12: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

xii

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. iii

SURAT PERNYATAAN ......................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................ v

ABSTRACT.............................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR.............................................................................................. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................. ix

HALAMAN MOTTO .............................................................................................. xi

DAFTAR ISI............................................................................................................. xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Pendahuluan .................................................................................................. 1

B. Perumusan Masalah....................................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian........................................................................................... 6

D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan dan Azas dalam Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana ............................................................. 7

2. Tujuan dan Fungsi Hukum Acara Pidana................................................. 9

3. Pihak Pihak Dalam Acara Pidana............................................................. 11

4. Azas – Azas Berlakunya Undang – Undang ............................................ 12

5. Azas – Azas Hukum Acara Pidana........................................................... 13

B. Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan.............................................................................. 24

Page 13: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

xiii

2. Pengertian Penyidik.................................................................................. 27

3. Kewenangan Lembaga Penyidik Dalam Penyidikan Tipikor .................. 29

C. Lembaga Penyidikan Tipikor di Indonesia

1. Komisi Pemberantasan Korupsi ............................................................... 36

2. Kepolisian................................................................................................. 38

3. Kejaksaan ................................................................................................. 41

D. Tindak Pidana Korupsi

1. Pengertian Tindak Pidana......................................................................... 44

2. Korupsi ..................................................................................................... 47

a. Pengertian Korupsi............................................................................... 47

b. Sebab – Sebab Tindak Pidana Korupsi ................................................ 50

BAB III. METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan........................................................................................ 53

2. Spesifikasi Penelitian ..................................................................................... 53

3. Lokasi Penelitian............................................................................................ 54

4. Sumber Data................................................................................................... 54

5. Metode Pengumpulan Data............................................................................ 55

6. Metode Penyajian Data .................................................................................. 55

7. Metode Penentuan Informan.......................................................................... 56

8. Metode Validitas Data ................................................................................... 56

9. Metode Analisis Data..................................................................................... 57

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Data Sekunder ..................................................................... 58

B. Hasil Penelitian Data Primer.......................................................................... 93

C. Pembahasan.................................................................................................... 105

Page 14: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

xiv

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan ........................................................................................................ 145

B. Saran .............................................................................................................. 147

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akhir –

akhir ini akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan

perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan

bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan

sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-

hak ekonomi masyarakat, karena itu semua maka tindak pidana korupsi

tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah

menjadi suatu kejahatan luar biasa.

Karena hal itu, korupsi merupakan salah satu dari sekian istilah

yang kini telah akrab di telinga masyarakat Indonesia, hampir setiap hari

media massa memberitakan berbagai kasus korupsi yang dilakukan oleh

aparatur negara baik pegawai negeri ataupun pejabat negara. Dalam

kepustakaan kriminologi, korupsi merupakan salah satu kejahatan jenis

“white collar crime” atau kejahatan kerah putih. Akrabnya istilah korupsi

di kalangan masyarakat telah menunjukkan tumbuh suburnya perhatian

masyarakat terhadap korupsi, “white collar crime” mampu menarik

perhatian masyarakat karena para pelakunya adalah orang-orang yang

dipersepsikan oleh masyarakat sebagai orang-orang terkenal atau cukup

Page 16: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

2

terpandang namun merekalah yang membuat kemelaratan dalam

masyarakat.1

Timbulnya kejahatan jenis tersebut menurut menurut J.E. Sahetapi

dikutip oleh Usman dalam Jurnalnya diungkapkan bahwa :

“Timbulnya kejahatan jenis seperti ini menunjukan bahwa sudahtidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbuknyakejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan kemewahanmerupakan faktor pendorong orang-orang melakukan kejahatan.”2

Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang

dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai

hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar

biasa. Pada saat ini kinerja aparat penegak hukum dalam menangani

masalah-masalah hukum khususnya yang terkait dengan tindak pidana

korupsi dipertanyakan kembali. Sudah menjadi rahasia umum bahwa

aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

melanggengkan korupsi sehingga menjadi suatu sistem yang buruk dalam

penegakan hukum. Bahkan karena sudah melembaganya korupsi di

lingkungan aparat penegak hukum itu sendiri hingga akhirnya timbul suatu

idiom tentang Kasih Uang Habis Perkara.

Berbagai kebijakan pemerintah tertuang dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang pemberantasan korupsi antara

lain dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

1Teguh Sulista dan Aria Zurnetti, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011) Hal. 63

2 Usman. “Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana”. Jurnal Ilmu Hukum.Volume 2Nomor 1.Hal. 68 ( Juni 2013 )

Page 17: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

3

Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan

Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dalam hal ini masih banyak

peraturan-peraturan lain yang mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan korupsi.

Pemberantasan korupsi yang sudah dilakukan, dirasakan tidak

cukup hanya dengan perluasan perbuatan yang dirumuskan sebagai

korupsi serta cara- cara yang konvensional, diperlukan metode dan cara

tertentu agar mampu membendung meluasnya korupsi. Salah satu cara

adalah ialah dengan menetapkan kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar

biasa (extra ordinary crime), sehingga pemberantasaannya tidak lagi dapat

dilakukan secara biasa. Karena itu diperlukan metode penegakan hukum

secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang

menangani pemberantasan tindak pidana korupsi. Kewenangan badan

khusus tersebut harus bersifat independen serta bebas korupsi, yang

pelaksanaannya dilakukan secara maksimal, optimal, intensif, efektif,

profesional dan berkesinambungan. Badan khusus itu disebut Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-

Page 18: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

4

Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bertindak pastilah terdapat

kendala maupun hambatan dalam upaya pemberantasan korupsi. Kendala

tersebut dapat dilihat pada realita saat ini yaitu terkait dengan masalah

pemeriksaan pada tingkat penyidikan. Bahwa sesuai dengan Pasal 6 ayat

(1) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa

penyidik adalah pejabat polisi Republik Indonesia dan pejabat pegawai

negeri sipil.

Hal yang menjadi kelemahan penyidikan tipikor daerah, bisa

dilihat jika lemahnya suatu penyidikan tersebut bisa menyebabkan

pengadilan menjatuhkan putusan bebas terhadap pelaku korupsi. Bahkan

jika dijatuhi hukumanpun, sewaktu – waktu pihak tersebut melakukan

banding bisa saja pengadilan membebaskan terdakwa karena lemahnya

penyidikan tipikor daerah.3

Dengan adanya pengadilan tipikor daerah, semua kasus Tipikor

yang ada di daerah akan disidik oleh penyidik kepolisian dan kejaksaan.

Jika dalam hal supervisi KPK tidak mampu melaksanakan tugasnya

dengan maksimal terhadap semua penyidikan, maka dalam penyidikan

tanggung jawab sepenuhnya nantinya akan jatuh kepada kepolisian dan

kejaksaan. Namun jika kualitas kejaksaan dan kepolisian masih seperti

3Diunduh dari : http://www.suaramerdeka.com/ v2/ index.php /read/ cetak/ 2011 /05 /09/145909 /Prospek-Peradilan-Tipikor-Daerah-. Diakses tanggal 22 Mei 2013 Pukul 17.00 WIB

Page 19: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

5

dulu, hal ini dikhawatirkan akan memberatkan hakim Tipikor dalam

menyidangkan perkara.

Oleh karena itu patut dicermati kinerja kepolisian dan kejaksaan

sebagai penidik di daerah dalam melakukan penyidikan tindak pidana

korupsi yang ada di daerah. Dan berdasarkan latar belakang tersebut

penulis memberi judul skripsi PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

KORUPSI DI DAERAH ( Studi Implementasi Penyidikan Tindak

Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap ).

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan dalam latar belakang,

maka disusunlah perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penyidikan tipikor yang dilakukan di wilayah Cilacap?

2. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan penyidikan Tipikor di

wilayah Cilacap?

B. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui penyidikan Tipikor di wilayah Cilacap.

2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan penyidikan Tipikor di

Cilacap.

C. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum. Dan sebagai

Page 20: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

6

tambahan wacana referensi acuan penelitian yang sejenis dari

permasalahan yang berbeda dibidang Hukum Acara Pidana.

2. Kegunaan praktis

a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan Hukum Acara Pidana

khususnya mengenai penyidikan Tipikor.

b. Sebagai masukan kepada pihak-pihak yang terkait seperti aparatur

pemerintah, mahasiswa, advokat dalam memberikan penyelesaian

terhadap penyidikan Tipikor di daerah.

Page 21: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan dan Azas dalam Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Menurut Wirjono Prodjodikoro yang dikutip oleh C.S.T. Kansil

Hukum Acara Pidana Adalah:

“Peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara alat- alatperlengkapan pemerintah melaksanakan tuntutan, memperolehKeputusan Pengadilan, oleh siapa Keputusan Pengadilan itu harusdilaksanakan, jika ada seseorang atau kelompok orang yangmelakukan perbuatan pidana.”4

Perbedaannya dengan hukum pidana adalah Hukum Pidana

merupakan peraturan yang menentukan tentang perbuatan yang tergolong

perbuatan pidana. Syarat- syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu

perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana, pelaku perbuatan pidana dapat

dihukum dan macam- macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada

pelaku perbuatan pidana.

Hukum Acara Pidana disebut Hukum Pidana Formil (Formeel

Strafrech), sedang Hukum Pidana disebut sebagai Hukum Pidana Materiil

(Materieel Strafrecht). Jadi, Kedua hukum tersebut mempunyai hubungan

yang sangat erat.

Hukum Acara Pidana mempunyai tugas untuk:

1. Mencari dan mendapatkan kebenaran materiil;

4 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : BalaiPustaka, 1986), Hal. 345

Page 22: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

8

2. Memperoleh keputusan oleh hakim tentang bersalah tidaknya

seseorang atau sekelompok orang yang disangka/didakwa melakukan

perbuatan pidana;

3. Melaksanakan keputusan hakim.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

menjadi pedoman dalam proses beracara para penegak hukum tidak

memberikan definisi tentang hukum acara pidana, yang ada hanyalah

berbagai pengertian mengenai bagian-bagian tertentu dari hukum acara

pidana, misalnya pengertian penyelidikan, penyidikan, penangkapan,

penahanan, dan lain-lain.5

Untuk mengetahui pengertian tentang acara pidana, maka

didasarkan pada pendapat (doctrine) dari para sarjana.

Pengertian hukum acara pidana menurut Moeljatno, seperti yang

dikutip oleh Sutomo bahwa:

Hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yangberlaku di suatu negara yang berisikan dasar-dasar dan aturan yangmenentukan dengan cara dan prosedur macam apa ancaman pidanayang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan, bagaimanacara dan prosedur dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwaorang telah melakukan delik tersebut.6

Simons juga memberikan pengertian hukum acara pidana yaitu hukum

yang mengatur bagaimana negara dengan alat-alat perlengkapannya

5Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indoensia (Jakarta: Balai Aksara,2001) Hal. 4

6Sutomo, Handout Hukum Acara Pidana (Surabaya: Fakultas Hukum Airlangga, 2007)Hal. 1

Page 23: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

9

mempergunakan haknya menghukum dan menjatuhkan hukuman

(memidana).7

De Bosch Kemper yang dikutip oleh Andi Hamzah, memberikan

pengertian hukum acara pidana, yaitu keseluruhan asas-asas dan peraturan

undang-undang mengenai mana negara menjalankan hak-haknya karena

terjadi pelanggaran undang-undang.8

Van Bemellen seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah dalam

bukunya, memberikan penjelasan hukum acara pidana adalah sebagai berikut:

Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yangdiciptakan oleh negara, karena adanya dugaan terjadinya pelanggaranundang-undang hukum pidana.

1. Negara melalui alat-alat penyidik kebenaran;2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu;3. Mengambil perbuatan-perbuatan yang perlu guna mengungkap si

pelaku dan kalau perlu menahannya;4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijs material) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepadahakim dan membawa terdakwa kepada hakim tersebut;

5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatanyang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkanpidana atau tindakan tata tertib;

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan sendiri;7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan

tata tertib itu.9

Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa Hukum Acara Pidana tidak

semata- mata menerapkan Hukum Pidana. Akan tetapi lebih menitikberatkan

pada proses dari pertanggungjawaban seseorang atau sekelompok orang yang

diduga dan/atau didakwa telah melakukan perbuatan pidana. Selain itu jika

7 Ibid, Hal. 38 Ibid, Hal. 39Andi Hamzah, Op. Cit, Hal. 15

Page 24: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

10

dalam hukum acara pidana dijalankan hanya berdasarkan kekuatan undang-

undang dan acara pidana dijalankan jika terjadi tindak pidana.

2. Tujuan Dan Fungsi Hukum Acara Pidana

Tujuan Hukum Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan

Hukum Pidana, yaitu menciptakan ketertiban, ketentraman, kedamaian,

keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Hukum Pidana memuat tentang

rincian perbuatan yang termasuk perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana

yang dapat dihukum, dan macam- macam hukuman yang dapat dijatuhkan

kepada pelanggar hukum pidana. Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur

bagaimana proses yang harus dilalui aparat penegak hukum dalam rangka

mempertahankan hukum pidana materiil terhadap pelanggarnya.

Tujuan hukum acara pidana pada hakikatnya mencari kebenarann

materiil. Kebenaran materiil yang merupakan kebenaran yang senyatanya

didapatkan dengan pembuktian.

Selanjutnya menurut R. Soesilo memberikan pendapat mengenai

tujuan hukum acara pidana yaitu:

“Hakikatnya memang mencari kebenaran. Para penegak hukum mulaidari polisi, jaksa sampa kepada hakim dalam menyidik, menuntut, danmengadili perkara senantiasa harus berdasarkan hal yang sungguh-sungguh terjadi. Untuk itu dibutuhkan petugas-petugas selain yangberpengalaman luas, berpendidikan bermutu, dan berotak cerdas jugaberkepribadian yang teguh, yang kuat mengelakan dan menolak segalagodaan.”10

10 R. Soesilo, Op. Cit, Hal. 19

Page 25: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

11

Menurut Andi Hamzah11 tujuan hukum acara pidana mencari

kebenaran itu hanyalah tujuan antara. Tujuan akhir sebenarnya ialah

mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan dan

kesejahteraan dalam masyarakat. Selain itu sesuai dengan definisi-definisi di

atas, bahwa hukum acara pidana mempunyai suatu tujuan untuk membentuk

aparat penegak hukum yang bertanggung jawab serta menghormati hak asasi

manusia.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kedua hukum tersebut

saling melengkapi, karena tanpa hukum pidana, hukum acara pidana tidak

berfungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara pidana, hukum pidana juga tidak

dapat dijalankan (tidak berfungsi sesuai dengan tujuan).

Fungsi dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran

materiil,putusan hakim, dan pelaksanaan keputusan hakim.

3. Pihak- Pihak Dalam Acara Pidana

Pihak- pihak yangh turu serta dalam proses pelaksanaan Hukum Acara

Pidana adalah sebagai berikut :

a. Tersangka dan terdakwa

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau

keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku

perbuatan pidana (Pasal 1 Butir 14 KUHAP). Sedangkan terdakwa

adalah Seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang

pengadilan.

11 Andi Hamzah, Op. Cit.

Page 26: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

12

b. Penuntut Umum (Jaksa)

Penuntut umum adalah lembaga yang baru ada setelah HIR

berlaku. Sebelum itu belum ada penuntut umum, yang ada adalah

magistrate yang masih berada di bawah residen atau asisten residen.

Tetapi setelah HIR berlaku, penuntut umum ada dan berdiri sendiri

dibawah procureur general.

c. Penyidik dan Penyelidik

Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau

pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang- undang untuk melakukan penyidikan (butir 1 Pasal 1

KUHAP). Sedangkan penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik

Indonesia yang diberi wewenang oleh undang- undang ini untuk

melakukan penyelidikan (butir 4 Pasal 1 KUHAP).

d. Penasihat Hukum

Penasihat hukum adalah seseorang yang membantu tersangka atau

terdakwa sebagai pendamping dalam pemeriksaan.

4. Azas- Azas Berlakunya Undang- Undang

a. Azas Retroaktif, bahwa undang- undang tidak berlaku surut.

b. Lex Posterior Derogate Lex Priori, bahwa undang- undang yang

berlaku kemudian membatalkan undang- undang terdahulu sejauh itu

mengatur hal yang sama.

Page 27: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

13

c. Lex Superior Derogate Legi Inferior, bahwa undang- undang yang

dibuat oleh penguasa tinggi mempunyai derajat yang lebih tinggi.

d. Lex Specialis derogate Legi Generalis, bahwa undang- undang khusus

mengalahkan undang- undang umum.

5. Asas – Asas Hukum Acara Pidana

Suatu hukum menggunakan asas sebagai landasan berpijak dalam

operasional pelaksanaannya, begitu pula hukum acara pidana. dalam hukum

acara pidana terdapat beberapa asas-asas penting yang perlu diketahui.

Menurut Andi Hamzah,12 terdapat sembilan asas penting dalam hukum acara

pidana yaitu:

1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan;

Suatu peradilan harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan

biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara

konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan. Berdasarkan penjelasan

umum KUHAP Butir 3 Huruf e ditegaskan sebagai berikut:

Peradilan harus dilaksanakan dengan cepat, sederhana dan biayaringan serta bebas jujur, dan tidak memihak harus diterapkansecara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.

Berdasarkan ketentuan tersebut juga ditegaskan dalam ketentuan

Pasal 59 ayat (1), (2), dan (3) KUHAP yang pada intinya bahwa

tersangka dan terdakwa berhak:

a. Segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik;

b. Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;

12 Ibid, Hal. 23

Page 28: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

14

c. Berhak perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; dan

d. Berhak segera diadili oleh pengadilan.

KUHAP menunjukkan sistem peradilan cepat, dengan banyak

menggunakan istilah “segera”. Menurut Andi Hamzah13 bahwa istilah

“satu kali dua puluh empat jam” lebih pasti dari pada istilah “segera”.

Demikianlah sehingga ketentuan yang sangat bagus ini perlu diwujudkan

dalam praktik penegak hukum. Ia mengharapkan sebaiknya dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan yang akan dihindari istilah

“segera”, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan semacamnya dan

diganti dengan “satu kali dua puluh empat jam”, “tiga kali dua puluh

empat jam”, “dua bulan”, dan seterusnya.

Mengenai pelimpahan berkas dari Pengadilan Negeri ke

Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding juga diatur

sedemikian rupa, agar tercapai pengadilan yang bersifat tepat. Pasal 110

KUHAP mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik

dengan kata “segera.”

Pasal 140 ayat (1) KUHAP, bahwa:

Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasilpenyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktusecepatnya membuat surat dakwaan.

Berdasarkan pasal tersebut yang juga terdapat kata secepatnya,

berarti penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan tidak boleh

ditunda-tunda dalam penyelesaian dan harus sesuai dengan tanggung

jawab. Dalam KUHAP Tentang asas sederhana dan biaya ringan:

13Andi Hamzah, Op. Cit, Hal. 19

Page 29: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

15

a. Penggabungan pemeriksaan perkara pidana dengan tuntutan ganti

rugi yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami

kerugian sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan

oleh terdakwa (Pasal 98);

b. Banding tidak dapat diminta terhadap putusan acara cepat;

c. Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti

rugi pada sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai

pelaksanaan prinsip mempercepat dan menyederhanakan poses

penahanan;

d. Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungional, nyata-nyata

memberi kesederhanaan penanganan fungsi dan wewenang

penyidikan, agar tidak terjadi penyidikan bolak-balik, timpang tindih

dan saling bertentangan.

Proses perkara pidana dengan biaya ringan diartikan

menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya

para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan

atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding, karena biaya yang

dikeluarkan lebih besar dari hasil yang diharapkan.

Menurut Andi Hamzah tentang peradilan cepat yaitu :

“Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yanglama sebelum ada keputusan hakim) merupakan bagian dari hakasasi manusia. Begitu pula peradilan yang bebas, jujur, dan tidakmemihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut.” 14

Secara ringkasnya menurut Sudikno Mertokusumo yaitu :

14Ibid, Hal. 11

Page 30: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

16

“Sederhana adalah sederhana peraturannya, sederhana untukdipahami dan tidak berbelit-belit, cepat berarti tidak berlarut-larutproses penyelesaiannya, biaya ringan berarti beaya untuk mencarikeadilan itu dapat terpikul oleh rakyat semuanya dengan tanpamengorbankan ketelitian untuk mencari kebenaran dan keadilan.”15

2. Praduga tak bersalah (Presumption of innocence);

Asas ini dapat di lihat dalam Penjelasan Umum butir 3c KUHAP,

bahwa:

Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan ataudihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalahsampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya danmemperoleh kekuatan hukum tetap.

Asas ini merupakan asas penghormatan kepada seseorang yang

berhadapan dengan hukum dikatakan tidak bersalah sebelum adanya

putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

Pengaturan asas praduga tidak bersalah dalam KUHAP merupakan

salah satu upaya untuk melindungi hak-hak tersangka dari tindakan

sewenang-wenang dari aparat hukum.

Namun menurut Rohmini tentang pengaturan asas praduga tidak

bersalah yaitu :

“Pengaturan asas praduga tidak bersalah dalam Penjelasan UmumButir 3c KUHAP, dapat menjadi kendala dalam pelaksanaannya,karena ketentuan tersebut tidak di atur dalam batang tubuh tetapihanya dalam penjelasan.13 Kendala dalam penerapan asas pradugatidak bersalah dalam perkara pidana bukan karena pengaturannyatidak secara tegas dalam batang tubuh KUHAP, tetapi lebih kepadakesadaran hukum dari aparat hukumnya, yang kurang

15Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Yogyakarta: Liberty, 2003) Hal. 123

Page 31: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

17

memperhatikan hak-hak tersangka yang juga mempunyaikepentingan untuk pembelaan hukum.”16

Sebagaimana dikemukakan oleh Soekanto, bahwa :

“Penegakan hukum yang baik tidak hanya dilandasi faktor hukum(undang- undang) yang baik dan lengkap melainkan jugadipengaruhi oleh aparat penegak hukum, fasilitas, dan budayahukum masyarakat.”17

Senada dengan pendapat tersebut Winarta18 mengemukakan

bahwa:

“Melemahnya penegakan hukum di Indonesia, dikarenakan aparat

penegak hukum yang belum menunjukkan sikap profesional dan

tidak memiliki integritas serta moral yang tinggi.”

Oleh karenanya dapat disebutkan bahwa budaya hukum yang

merupakan salah satu faktor yang turut mempengaruhi bekerjanya sistem

hukum adalah kesadaran hukum dari para pelaksana fungsi kekuasaan

kehakiman.

Penerapan asas presumption of innocence dalam perkara pidana

merupakan akibat proses pemidanaan oleh para penegak hukum, seperti

penyidik dan penuntut umum berhadapan dengan tersangka atau terdakwa

sering dihadapkan dengan hak asasi manusia, sehingga asas ini

kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999,

16 Mien Rohmini, Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tak Bersalah dan AsasPersamaan Kedudukan dalam Hukum pada Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Bandung:Alumni, 2003) Hal. 67.

17 Frans H.Winarta, Pencapaian Supremasi Hukum yang Beretika dan Bermoral, Vol. 20No. 1 (Jakarta: Pro Justitia, 2003) Hal. 8

18 E. Nurhaini Butarbutar, Sistem Peradilan dalam Negara Hukum RepublikIndonesia (Jakarta: Legalitas, 2010) Hal. 10

Page 32: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

18

tentang Hak Asasi Manusia. Meskipun sebenarnya hak asasi yang

merupakan hak kodrati yang melekat pada manusia tidak membutuhkan

legitimasi yuridis untuk memberlakukannya, namun sifat negara yang

sekuler dan positivistik mengakibatkan eksistensi hak kod- rati manusia

tersebut memerlukan landasan yuridis dalam mengatur kehidupan

bersama-sama dengan manusia yang lain.

Proses pemidanaan tersebut sering tidak mengindahkan hak-hak

tersangka, yang seharusnya dilindungi karena perbuataan pidana yang

disangkakan kepadanya tidak selalu terbukti. Dijatuhkannya putusan

hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap terhadap perkara tersebut,

maka peristiwa yang disangkakan atau diajukan oleh pihak yang

berkepentingan dianggap sebagai suatu kebenaran. Sesuai dengan fungsi

hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat (a tool social engineering)

maka diharapkan putusan hakim dapat merubah pola tingkah laku

masyarakat ke arah yang lebih baik sehingga tujuan negara yang sudah

dituangkan dalam alinea keempat Pembukaaan UUD 1945 dapat

diwujudkan.

3. Oportunitas;

Penuntut Umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan

delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum.

Asas ini merupakan wewenang dari Kejaksaan Agung sesuai dengan

ketentuan Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004,

bahwa:

Page 33: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

19

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkansuatu perkara demi kepentingan umum.

A.Z. Abidin19 seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah memberi

suatu rumusan tentang asas oportunitas adalah

“Asas hukum yang memberikan wewenangnya kepada PenuntutUmum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpasyarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delikdemi kepentingan umum.”

4. Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum;

Pada dasarnya setiap persidangan adalah terbuka untuk umum

kecuali persidangan mengenai perkara kesusilaan atau terdakwanya anak-

anak. Hal ini sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3)

KUHAP, bahwa:

“Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membukasidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkaramengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.”

Apabila hakim tidak membuka sidang tersebut untuk umum maka

hakim melanggar ketentuan ketentuan dan mengakibatkan putusan hakim

pengadilan menjadi “batal demi hukum.” Terhadap ketentuan ini ada

kecualinya mengenai perkara yang menyangkut kesusilaan dan

terdakwanya terdiri dari anak-anak, dalam hal ini persidangan dapat

dilakukan dengan tertutup.

Menurut pendapat Andi Hamzah20 bahwa:

“Ketentuan yang terdapat di dalam pasal tersebut terlalu limitatif,seharusnya hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai

19 Ibid, Hal. 1420 Andi Hamzah, Op. Cit

Page 34: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

20

situasi dan kondisi apakah sidang tersebut terbuka atau tertutupuntuk umum.”

Yahya Harahap berpendapat bahwa:

“Semua sidang pengadilan terbuka untuk umum. Pada saat majelishakim hendak membuka sidang, harus menyatakan “sidang terbukauntuk umum.” Setiap orang yang hendak mengikuti jalannyapersidangan, dapat hadir memasuki ruang sidang. Pintu dan jendelaruangan sidang pun terbuka, sehingga dengan demikian maknaprinsip persidangan terbuka untuk umum benar-benar tercapai.Asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum disebut sebagaiasas demokrasi. Asas ini memberi makna yang mengarahkantindakan penegakan hukum di Sistem Peradilan Indonesia (SPP)Indonesia harus dilandasi jiwa “persamaan” dan “keterbukaan”serta musyawarah dan mufakat dari majelis peradilan dalammengambil keputusan.” 21

5. Semua orang diperlakukan sama didepan hakim;

Penjelasan Umum Butir 3a KUHAP bahwa perlakuan yang sama

atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan

pembedaan perlakuan. Jadi sesuai dengan ketentuan pasal tersebut di atas

telah ditegaskan bahwa peradilan memberikan perlakuan yang sama

kepada setiap orang di dalam pemeriksaan hakim tanpa adanya

pembedaan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sudikno Mertokusumo,

dimuka hukum semua orang adalah sama (equality before the law).

Pengadilan tidak hanya mengadili berdasarkan undang-undang seperti

yang tercantum dalam Pasal 20AB, tetapi mengadili menurut hukum.22

Menurut Barda Nawawi Arif23 bahwa :

21M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali) edisi kedua,(Jakarta: Sinar Grafika, 2003) Hal. 110

22 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit.23 Barda Nawawi Arif, Op. Cit

Page 35: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

21

“Adanya pembedaan perlakuan hukum dari apara penegak hukum,berdasarkan asas kesamaan didepan hukum (equality before thelaw), seharusnya secara hukum tidak ada perbedaan perlakuanyang diberikan oleh aparat penegak hukum kepada sesamatersangka, karena proses hukum yang digunakan merupakan proseshukum yang adil dan jujur (dueprocess model) dalam sistempenegakan hukum yang in concreto.”

Dalam due process model, perbedaan perlakuan hukum antara

tersangka satu dengan tersangka lainnya oleh majelis hakim berdasarkan

penggunaan hak subyektifnya berakibat telah terjadinya pelanggaran asas

kesamaan kedudukan di depan hukum (equality before the law) yang

dianut oleh KUHAP.

6. Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap;

Ini berarti pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa

dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk

jabatannya hakim-hakim ini diangkat oleh Kepala Negara. Berdasarkan

rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

Tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa:

Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdekauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya NegaraHukum Republik Indonesia.

Prinsip ini sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut undang-

undang, yakni sistem pembuktian undang-undang secara negatif.

Mewajibkan hakim mencari kebenaran hakiki (ultimate truth) di dalam

Page 36: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

22

membuktikan kesalahan terdakwa berdasarkan batas minimum

pembuktian menurut undang-undang dengan alat bukti yang sah.24

7. Tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum;

Asas ini memberikan harkat dan martabat kepada tersangka atau

terdakwa bahwa mereka sederajat dengan manusia lainnya. Bantuan

hukum dapat diperoleh oleh tersangka sejak saat di tangkap atau di tahan

pada semua tingkat pemeriksaan. Berdasarkan Pasal 69 sampai dengan 74

KUHAP dirumuskan bahwa tersangka atau terdakwa mendapatkan:

a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak tersangka ditangkap atauditahan (Pasal 69);

b. Bantuan hukum diberikan pada semua tingkat pemeriksaan (Pasal69);

c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka atau terdakwa padasemua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu (Pasal 70 ayat (1));

d. Pembicaraan antara penasehat hukum saat menghubungi tersangkatidak didengar oleh penyisik dan penuntut umum kecuali pada delikyang menyangkut keamanan negara (Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2));

e. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penuntutumum guna kepentingan pembelaan (Pasal 72);

f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat daritersangka atau terdakwa (Pasal 73).

Pengecualian dari pasal tersebut di atas terdapat pada ketentuan

Pasal 56 ayat (1) KUHAP merupakan kewajiban dari aparat penegak

hukum menegaskan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa melakukan

tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15

tahun penjara atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,

pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksan dalam proses

peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.

24 M. Yahya Harahap, Op. Cit, Hal. 112

Page 37: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

23

Menurut Andi Hamzah25 bahwa :

“Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan jika penasehat hukummenyalahgunakan hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan dankelonggaran-kelonggaran tersebut hanya dari segi yuridis semata-mata bukan dari segi politik, sosial dan ekonomi.”

8. Akusator dan inkusitor (Accusatoir dan Inqusitoir);

Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum

menunjukkan bahwa KUHAP telah menganut asas akusator. Ini artinya

perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang

pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.

Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka atau

terdakwa dalam setiap pemeriksaan sebagai subyek, bukan obyek

pemeriksaan, karena itu kedudukan tersangka atau terdakwa harus

didudukkan dalam kedudukan yang mempunyai harkat dan martabat.

Kesalahan (tindak pidana) yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa

menjadi obyek dalam prinsip akusator.26

Menurut Andi Hamzah27, prisnsip inkusitor adalah menempatkan

tersangka atau terdakwa sebagai obyek yang dapat diperlakukan dengan

sewenang-wenang. Sedangkan menurut L. J. Van Apeldoorn28 yang

dimaksud akusator dan inkusitor adalah:

Sifat accusatoir ialah prinsip, bahwa dalam acara pidana,pendakwa (penuntut umum) dan terdakwa berhadapan sebagaipihak yang sama haknya. Penuntut umum dan terdakwamelakukan pertarungan hukum (rechtsstriid) di muka hakim yang

25 Andi Hamzah, Op. Cit, Hal. 2126 ibid, Hal. 2227 Loc. Cit28 L. J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009)

Hal.338

Page 38: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

24

tidak berpihak; Kebalikannya ialah asas inquisitoir dalam manahakim sendiri mengambil tindakan untuk mengusut, hakim sendiribertindak sebagai pendakwa, jadi dalam mana tugas dari orangyang menuntut, orang yang mendakwa dan hakim disatukandalam satu orang.

9. Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan.

Pemeriksaan di tingkat pengadilan oleh hakim secara langsung,

artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda dengan

acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.

Menurut Andi Hamzah29 hal ini berkaitan dengan tujuan hukum

acara pidana yaitu mencari kebenaran materiil, di mana hakim melakukan

pemeriksaan di tingkat pengadilan haruslah secara langsung. Pemeriksaan

hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan

terdakwa.

B. Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Salah satu rangkaian dalam menyelesaikan kasus dalam acara

pidana termasuk tindak pidana korupsi adalah melakukan

penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana

ataupun tindak pidana korupsi. Salah satu hal yang paling penting

dalam suatu tindakan pemberantasan korupsi adalah pada saat

penyidikan.

Tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting

dalam rangkaian tahap- tahap yang harus dilalui suatu kasus menuju

29Ibid

Page 39: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

25

pengungkapan terbukti atau tidaknya dugaan telah terjadinya suatu

tindak pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bisa

dilepaskan dari adanya ketentuan perundangan yang mengatur

mengenai tindak pidannanya.30

Penyidikan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang tercantung dalan Pasal 1 angka 2 diartikan :

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yangdiatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana untukmencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuatterang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukantersangkanya.”

Penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik untuk

mencari dan mengumpulkan bukti agar dapat ditemukan tersangka.31

Sedangkan menurut K. wantjik Saleh yang dikutip dalam

jurnal hukum Sahuri Lasmadi32, penyidikan sendiri diartikan yaitu:

“Usaha dan tindakan untuk mencari dan menemukan kebenarantentang apakah betul terjadi suatu tindak pidana, siapa yangmelakukan perbuatan itu, bagaimana sifat perbuatan itu sertasiapakah yang terlibat dengan perbuatan itu.”

Penyidik sendiri menurut Pasal 45 angka 1 Undang- Undang

Nomor 30 Tahun 2002 adalah :

“Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dandiberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Penyidikmelaksanakan fungsi penyidikan tindak pidana korupsi.”

30 Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Jakarta:Media Aksara Prima, 2012) Hal. 67

31 Hibnu Nugroho, Kedaulatan rakyat (18 Juli 2012) Hal. 132 Sahuri Lasmadi, “Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak Pidana

Korupsi Pada Perspektif Sistem Peradilan Pidana”. Jurnal Ilmu Hukum , Volume 2, 3 ( Juli 2010 )Hal. 10

Page 40: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

26

Dalam penyidikan sendiri ada yang disebut penyidik yaitu

orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yang

dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 Kitab Undang – Undang Hukum

Pidana. Pejabat penyidik sendiri terdiri dari Penyidik Polri dan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil.33

Tahap penyidikan terhadap suatu perkara biasanya dilakukan

setelah penyidik mengetahui adanya suatu peristiwa yang diduga

merupakan suatu tindak pidana. Disamping itu, penyidikan juga akan

dimulai apabila penyidik menerima laporan ataupun pengaduan

tentang dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana.

Sehubungan dengan hal tersebut, Yahya Harahap34

memberikan penjelasan mengenai penyidik dan penyidikan yaitu :

“Sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan ketentuanumum Pasal I Butir 1 dan 2, Merumuskan pengertian penyidikanyang menyatakan, penyidik adalah pejabat Polri atau pejabatpegawai negeri tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang. Sadangkan penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalamundang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dandengan bukti itu membuat atau menjadi terang suatu tindak pidanayang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelakutindak pidananya.”

Sedangkan Andi Hamzah35 menyimpulkan bahwa definisi

dari Pasal 1 butir 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

yaitu :

33 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Jakarta:Sinar Grafika, 2000) Hal. 112

34 Ibid., Hal. 11535 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, 2000, Hlm.119

Page 41: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

27

“Penyidikan dalam acara pidana hanya dapat dilakukanberdasarkan undang-undang, hal ini dapat disimpulkan dari kata-kata “menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”

Dalam bahasa Belanda ini sama dengan opsporing. Menurut

de Pinto yang dikutip dalam jurnal Bambang Tri Bawono36

menyebutkan bahwa menyidik (opsporing) berarti:

“Pemeriksaan permulaan oleh pejabat- pejabat yang untuk ituditunjuk oleh undang- undang segera setelah mereka dengan jalanapapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadisesuatu pelanggaran hukum.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyidikan

merupakan suatu proses atau langkah awal yang merupakan suatu

proses penyelesaian suatu tindak pidana yang perlu diselidik dan

diusut secara tuntas di dalam sistem peradilan pidana, dari

pengertian tersebut, maka bagian-bagian dari hukum acara pidana

yang menyangkut tentang Penyidikan adalah ketentuan tentang alat-

alat bukti, ketentuan tentang terjadinya delik, pemeriksaan di tempat

kejadian, pemanggilan tersangka atau terdakwa, penahan sementara,

penggeledahan, pemeriksaan dan introgasi, berita acara, penyitaan,

penyampingan perkara, pelimpahan perkara kepada penuntut umum

dan pengembalian kepada penyidik untuk disempurnakan.

2. Pengertian Penyidik

36 Bambang Tri Bawono, “Tinjauan Yuridis Hak – Hak Tersangka dalam PemeriksaanPendahuluan”, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 245 ( Agustus 2011 ) Hal. 62

Page 42: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

28

Dalam melakukan proses penyidikan tentunya ada pejabat

yang berwenang melakukan penyidikan tersebut. Pejabat tersebut

lebih dikenal dengan penyidik.

Menurut Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana ditegaskan bahwa penyidik adalah :

a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesiab. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang.

Penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

KUHAP karena kewajibanya menurut Pasal 7 KUHAP mempunyai

wewenang :

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentangadanya tindak pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal dari tersangka;d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;h. Mendengarkan orang ahli yang diperlukan dalam hubunganya

dengan pemeriksaan perkara;i. Mengadakan penghentian penyidikan;j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

jawab.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf

b KUHAP mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang

yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam

Page 43: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

29

pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan

penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP.

Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik wajib menjunjung

tinggi hukum yang berlaku. Penyidik sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP mempunyai wewenang

melakukan tugas masing masing pada umumnya di seluruh wilayah

Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing dimana ia

diangkat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

3. Kewenangan Lembaga Penyidik Dalam Penyidikan Tipikor

Dalam perjalanan pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi semakin

membantu dalam penanganan kasus – kasus tindak pidana korupsi di

Indonesia. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

berdasarkan Pasal 2 dan 3 Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya

disebut Komisi Pemberantsan Korupsi adalah lembaga Negara yang

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen

dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun.

Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang- Undang Nomor 30

Tahun 2002 yaitu :

“Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakanuntuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melaluiupaya koordinasi, supervise, monitor, penyelidikan, penyidikan,

Page 44: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

30

penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan, dengan peranserta masyarakat berdasarkan peraturan perundang- undangan yangberlaku.”

Komisi pemberantasan korupsi dalam hal penanganan tipikor

harus sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku sebagai

ketentuan yang memuat tata cara dan suatu proses perkara pidana,

mengatur hak dan kewajiban bagi mereka yang bersangkut paut

dalam proses perkara serta mengatur pelaksanaan peradilan menurut

Undang-Undang. Pengertian hukum acara pidana menurut

Moeljatno37 bahwa:

“Hukum acara pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yangberlaku disuatu negara yang berisikan dasar-dasar dan aturan yangmenentukan dengan cara dan prosedur macam apa ancaman pidanayang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan,bagaimana cara dan prosedur dapat dilaksanakan apabila adasangkaan bahwa orang telah melakukan delik tersebut.”

Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro hukum acara

pidana erat hubungannya dengan hukum pidana. Wirjono

Projodikoro38 memberi pengertian hukum acara pidana:

“Hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yangmemuat cara, bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasayakni kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak gunamencapai tujuan negara yang mengadakan hukum pidana.”

Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri dapat dilihat

dalam Pasal 6 Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 yaitu :

a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukantindak pidana korupsi.

37 Topo Santoso,”Polisi dan Jaksa Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia”, JurnalIlmu Hukum. Volume 10 ( September 2001 ) Hal. 12

38 Ibid. Hal. 2

Page 45: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

31

b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukanpemberantasan tindak pidana korupsi; instansi yang berwenangadalah termasuk Badan Pemeriksaan Keuangan, Badan PengawasKeuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksaan KekayaanPenyelenggara Negara, inspekorat pada Departemen atau LembagaPemerintah Non- Departemen.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadaptindak pidana korupsi.

d. Melakukan tindakan- tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.e. Menyelenggarakan monitor tehadap penyelenggaraan pemerintah

Negara.f. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

tindak pidana korupsi.g. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi; instansi yang berwenangadalah termasuk Badan Pemeriksaan Keuangan, Badan PengawasKeuangan dan Pembangunan, Komisi Pemeriksaan KekayaanPenyelenggara Negara, inspekorat pada Departemen atau LembagaPemerintah Non- Departemen.

h. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadaptindak pidana korupsi.

i. Melakukan tindakan- tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.j. Menyelenggarakan monitor tehadap penyelenggaraan pemerintah

Negara.

Salah satu tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi

adalah melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap

tindak pidana korupsi. Salah satu hal yang paling penting dalam

suatu tindakan pemberantasan korupsi adalah pada saat penyidikan.

Tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting

dalam rangkaian tahap- tahap yang harus dilalui suatu kasus menuju

pengungkapan terbukti atau tidaknya dugaan telah terjadinya suatu

tindak pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bisa

Page 46: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

32

dilepaskan dari adanya ketentuan perundangan yang mengatur

mengenai tindak pidannanya.39

Dalam sejarah hukum acara pidana bahwa sebelum

berlakunya KUHAP, kekuasaan melakukan penyidikan dimiliki oleh

kejaksaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang- Undang

Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok

Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi:

“Mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan danpelanggaran serta mengawasi dan mengkoordinir alat- alat penyidikmenurut ketentuan- ketentuan dalam Undang- Undang Hukum AcaraPidana dan lain- lain peraturan negara”.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan untuk kesempurnaan

tugas penuntutan, jaksa perlu sekali mengetahui sejelas- jelasnya

semua pekerjaan yang dilakukan dalam bidang penyidikan perkara

pidana dari permulaan sampai akhir yang seluruhnya itu harus

dilakukan atas dasar hukum. Hal ini dapat dilihat bahwa yang

memimpin dalam hal penyidikan pada periode sebelum berlakunya

KUHAP adalah kejaksaan, yaitu dengan tugas selaku pengawas dan

koordinator di bidang penyidikan yang dilakukan oleh pihak- pihak

lain, termasuk polisi.

Dalam perkembangan selanjutnya, dengan lahirnya Undang-

undang Kepolisian yang baru pada tahun 2002, menyatakan polisi

dapat melakukan penyidikan untuk semua tindak pidana. Dalam arti

39 Hibnu Nugroho, Op.Cit., Hal. 67

Page 47: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

33

kata baik polisi maupun kejaksaan mempunyai kewenangan yang

dalam melakukan penyidikan tindak pidana khusus.

Dari ketiga lembaga penyidikan tersebut dapat menimbulkan

tumpang tindihnya kewenangan antara sub sistem dalam sistem

peradilan pidana tentang siapa yang berwenang melakukan

penyidikan pada perkara tindak pidana korupsi setelah keluarnya

Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dimulai dengan rumusan Pasal 26 Undang –

Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, merumuskan:

“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang Pengadilan

terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara

pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang ini.”

Hal ini sama dengan rumusan Pasal 39 Undang-undang No.

30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara

Gramatikal arti kalimat berdasarkan hukum acara yang berlaku

tentunya merujuk kepada Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana, karena selain

KUHAP tidak ada lagi hukum acara pidana lain yang berlaku di

Indonesia. Hal tersebut juga berarti bahwa terhadap tindak pidana

korupsi, harus dilakukan penyidikan berdasarkan Pasal 106 sampai

136 KUHAP oleh penyidik menurut Pasal 1 angka 1 sampai 5, yaitu

polisi. Sedangkan penuntutan tindak pidana dilakukan menurut Pasal

Page 48: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

34

137 sampai 144 KUHAP oleh penuntut umum menurut Pasal 1

angka 6 dan 7 KUHAP, yaitu Jaksa.

Berdasarkan uraian dan pemikiran tersebut di atas, jelas

bahwa masalah kewenangan masing-masing sub sistem dalam sistem

peradilan pidana sangat menentukan sekali dalam rangka penegakan

hukum terutama pada tindak pidana korupsi, agar kepastian hukum

dan kesebandingan hukum dapat tercapai.

Hal ini sebagaima sebagaimana dijelaskan oleh Muladi40,

bahwa :

“Sistem peradilan didalamnya terkandung gerak sistemik darisubsistem – subsistem pendukung ( Kepolisian, Kejaksaan, KPK,Pengadilan ) yang secara keseluruhan dan merupakan satu kesatuan(totalitas) berusaha mentrasformasikan masukan menjadi keluaranyang menjadi tujuan sistem peradilan pidana yang berupayaresosialisasi pelaku tindak pidana (jangka pendek), pencegahankejahatan (jangka menengah) dan kesejahteraan sosial (jangkapanjang). Untuk itu perlu adanya sinkronisasi pelaksanaan penegakanhukum dikalangan subsistem-subsistem. Jika keterpaduan subsistem-subsistem dalam sistem peradilan pidana tidak terwujud, masyarakatdapat beranggapan bahwa sistem peradilan pidana menyebabkantimbulnya kejahatan.”

Berdasarkan hal tersebut diatas maka, diantara ketiga

lembaga pemberantasan tipikor tersebut yaitu Kepolisian, Kejaksaan

dan KPK harus adanya hubungan yang sinergis dan kerjasama yang

baik begitu pula dalam halnya penyidikan di tingkat daerah.

Menurut “ Kamus besar bahasa Indonesia “bahwa yang

dikatakan harmonisasi adalah pengharmonisan, pencarian

40Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, 2000) Hal. 7

Page 49: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

35

keselarasan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

pengharmonisasian atau pencarian keselarasan antara hukum pidana

formil yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981

dengan Undang- Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi. Karena hal inilah yang bisa menjadi satu

hambatan dalam penyidikan tindak pidana korupsi jika tidak ada

hubungan sinergis diantara ketiga lembaga tersebut.

Penerapan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang

telah terjadi di daerah sesuai dengan Pasal 50 angka 1 Undang –

Undang Nomor 30 Tahun 2002 mengenai penyidik di daerah yaitu :

“Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi belum melakukanpenyidikan, sedangkan perkara telah dilakukan penyidikan olehkepolisisan atau kejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukankepada Komisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empatBelas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.”

Selain itu, jika penyidikan sudah dilakukan oleh kepolisian

atau kejaksaan maka lembaga tersebut wajib melakukan koordinasi

terus menerus dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam perkara lain jika Komisi Pemberantasan Korupsi

sudah mulai melakukan penyidikan, maka sesuai dengan Pasal 50

ayat (3) Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 yaitu kepolisian

atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Jika

penyidikan dilakukan secara bersamaan maka penyidikan yang

dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan segera dihentikan. Oleh

karena itu juga untuk menghindari terjadi tumpang tindih, penyidik

Page 50: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

36

Polri yang telah menyepakati untuk melakukan penandatangan

MoU.41

Pada intinya MoU tersebut berisi tentang kesepakatan bahwa

KPK akan memberitahukan kepada institusi kepolisian dan

kejaksaan pada saat mulai melakukan penyidikan suatu kasus dengan

menerbitkan SPDP (Surat Penghentian Dimulainya Penyidikan),

karena selama ini yang telah melakukan hal tersebut baru antara

lembaga kepolisian dengan kejaksaan, sedang KPK tidak pernah

melakukan hal tersebut baik kepada kepolisian maupun kejaksaan.

Hubungan fungsional dan koordinatif antara Kejaksaan dan

Kepolisian dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dapat dilihat

dalam Pasal 6 huruf a Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002

Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas – tugas :

“Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi”

Tugas tersebut haruslah dilaksanakan dengan baik oleh

penyidik dalam penyidikan tipikor di daerah agar berjalanya

pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan yang

berlaku.

C. Lembaga Penyidikan Tipikor di Indonesia

1. Komisi Pemberantasan Korupsi

41 Hibnu Nugroho, Op. Cit hlm. Hal. 104

Page 51: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

37

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary

crime) yang sampai hingga saat ini masih terus dilakukan upaya

untuk menanganinya. Karena korupsi merupakan kejahatan luar

biasa (extra ordinary crime) sehingga pemberantasannya harus

dilakukan dengan cara- cara luar biasa juga. Aparat penegak hukum

di Indonesia mengalami kesulitan bahkan kurang maksimal dalam

mengatasi pemberantasan korupsi. Kenyataannya bahwa lembaga

Negara sebelumnya yang menangani tipikor belum berfungsi efektif

dan efisiensi42.

Oleh Karena itu dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi

ini sebagai lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan

manapun untuk melakukan pemberantasan korupsi.

Dalam ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi

tidak ditemukan pengertian tentang korupsi. Akan tetapi, dengan

memperhatikan kategori tindak pidana korupsi sebagai delik formil,

maka Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

mengatur secara tegas mengenai unsur-unsur pidana dari tindak

pidana korupsi dimaksud. Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun

1999, menyatakan sebagai berikut :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatanmemperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yangdapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.”

42 Ganjar Laksmana B, “Penyidik Independen KPK”, Tempo edisi 8- 14 Oktober 2012,hal. 40.

Page 52: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

38

Selanjutnya dalam Pasal 3 Undang-Udang No. 31 Tahun

1999, menyatakan :

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan ataukedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atauperekonomian Negara.”

Dari hal tersebut diatas bisa dilihat pengertian Korupsi

menurut Huntington adalah perilaku pejabat publik yang

menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan

perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi

kepentingan pribadi.43

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

berdasarkan Pasal 2 dan 3 Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya

disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga Negara yang

dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen

dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun.

2. Kepolisian

Kepolisian merupakan salah satu lembaga yang bertugas

melakukan penyidikan, termasuk di dalamnya adalah melakukan

43Diunduh dari : http://www.psychologymania.com/2012/11/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html . Diakses tanggal 22 Mei 2013 Pukul 15.00 WIB

Page 53: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

39

penyidikan tindak pidana korupsi. Disamping itu kepolisian juga

mempunyai tugas lain, tugas kepolisian utamanya bersangkut paut

dengan penegakan hukum, pemeliharaan ketertiban dan keamanan

umum, meliputi: tugas bidang penegakan hukum sebagai penyelidik

dan penyidik (yustisi), tugas social dan kemanusiaan, tugas

pendidikan kesadaran hukum, dan tugas menjalankan pemerintahan

(bestuurlijk) terbatas.

Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP,

menyebutkan bahwa salah satu instansi yang diberi wewenang untuk

melakukan Penyidikan ialah “Pejabat Polisi Negara RI”. Namun agar

seseorang pejabat Kepolisian diberi jabatan sebagai Penyidik, maka

ia harus memenuhi “syarat kepangkatan” menurut penjelasan Pasal 6

ayat (2) KUHAP ditentukan bahwa syarat kepangkatan Pejabat

Polisi Negara Republik Indonesia yang berwenang akan diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kemudian dalam penjelasannya

dikatakan kepangkatan yang ditentukan dengan Peraturan

Pemerintah itu diselaraskan dengan kepangkatan Penuntut Umum

dan Hakim pengadilan umum.44

Penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dengan keluarnya

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor

20 Tahun 2001, penyidik Kepolisian bukan lagi sebagai penyidik

44 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan, dan Penerapan KUHAP (Penyidikandan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2002. Hal. 110-111.

Page 54: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

40

tunggal sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Undang-Undang

kepolisian, melainkan munculnya penyidik lain yang diakui oleh

undang-undang sebagai penyidik yaitu penyidik kejaksaan dan

penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam perkembangan selanjutnya, dengan lahirnya Undang-

undang Kepolisian yang baru pada tahun 2002, menyatakan polisi

dapat melakukan penyidikan untuk semua tindak pidana. Dalam arti

mempunyai kewenangan yang dalam melakukan penyidikan tindak

pidana khusus.

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf a Peraturan

Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP,

dapat diketahui bahwa tidak semua pejabat polisi negara adalah

penyidik. Ketentuan ini mengatur bahwa yang bisa menjadi penyidik

adalah pejabat polisi negara yang telah ditunjuk dan diangkat sebagai

penyidik sesusai dengan Surat Keputusan Kapolri tanggal 24

Desember 1983 Nomor Pol. SKEP/619/XII/1983, tentang ketentuan

Penunjukan Penyidik dan Kepangkatan Penyidik Pembantu dalam

Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dari ketentuan diatas dapat diartikan bahwa kepolisian

mempunyai wewenang dalam melakukan penyidikan terhadap tindak

pidana korupsi namun yang bisa menjadi penyidik diatur sesuai

Page 55: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

41

dengan aturan tentang penunjukan dan pengangkatan penyidik

kepolisian itu sendiri.

3. Kejaksaan

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga Negara yang

melaksanakan kekuasaan Negara, khususnya di bidang penuntutan.

Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan

keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh

dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung,

Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan

negara khususnya di bidang penuntutan, di mana semuanya

merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.45

Selain itu kejaksaan mempunyai kewenangan yang lainnya

sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 16

Tahun 2004 bahwa salah satu kewenangan kejaksaan dibidang

pidana yaitu melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

berdasarkan undang- undang.

Pengertian Jaksa dan Kejaksaan berdasarkan Pasal 1 ayat (6)a dan ayat (6) huruf b KUHAP, sebagai berikut :

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undangini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakanputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukumtetap.

45 Hibnu Nugroho, Op.Cit. hal.87.

Page 56: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

42

b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang olehundang-undang ini untuk melakukan penuntutan danmelaksanakan penetapan hakim.

Rumusan pada Pasal 1 ayat (6) a KUHAP ini mengenai

“Jaksa” diperluas dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16

tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada bagian

ketentuan umum sebagai berikut :

a. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang olehundang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum danpelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum serta wewenang lain berdasarkan undang- undang.

b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang olehundang-undang ini untuk melakukan penuntutan danmelaksanakan penetapan hakim.

c. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkanperkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal danmenurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana denganpermintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidangpengadilan.

d. Jabatan fungsional adalah jabatan yang bersifat keahlian teknisdalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinyamemungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.

Dari pengertian tersebut dapat disebutkan bahwa pengertian

Jaksa berkolerasi dengan aspek “jabatan” atau “pejabat fungsional”,

sedangkan pengertian “penuntut umum” berkolerasi dengan aspek

“fungsi” dalam melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hukum hakim di depan persindangan.

Page 57: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

43

Sedangkan yang dimaksud Kejaksaan menurut Pasal 6

Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia memberikan pengertian :

a. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yangmelaksanakan kekuasaan negara dibidang penuntutan sertakewenangan lain berdasarkan undang-undang.

b. Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilaksanakan secara merdeka.

c. Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dantidak terpisahkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 284 ayat (2) KUHAP jo.Pasal

17 PP No.27 Tahun 1983 jo.Pasal 26 Undang-Undang nomor 31

Tahun 1999 jo.Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 44 ayat (4) serta

Pasal 50 ayat 1,2,3,4 Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo.Pasal 30 huruf d

Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia, Kejaksaan adalah salah satu institusi penegak hukum

yang diberi wewenang melakukan penyidikan dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal 17 PP No.27/1983

tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

menegaskan bahwa :

Page 58: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

44

“Wewenang penyidikan dalam tindak pidana tertentu yang

diatur secara khusus oleh undang - undang tertentu dilakukan oleh

Penyidik, Jaksa dan Pejabat penyidik yang berwenang lainnya yang

ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan”.

D. Tindak Pidana Korupsi

1. Tindak Pidana

a. Pengertian

Tindak pidana pada hakikatnya merupakan istilah yang

berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda.

Kata strafbaarfeit kemudian diterjemahkan dalam berbagai

terjemahan dalam bahasa Indonesia. Beberapa kata yang

dipergunakan untuk menterjemahkan strafbaarfeit oleh sarjana-

sarjana di Indonesia antara lain: tindak pidana, delict, perbuatan

pidana.

Menurut P.A.F. Lamintang46 mengenai tindak pidana

tersebut yaitu:

“Pembentuk undang-undang tidak memberikan suatupenjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksuddengan “strafbaarfeit”, maka timbulah di dalam doktrinberbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya yangdimaksud dengan “strafbaar feit” tersebut”

Dari sekian banyak pandangan mengenai istilah apa yang

paling tepat untuk “strafbaar feit”, pembentuk undang-undang

46 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000) 181

Page 59: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

45

akhirnya menyatakan bahwa istilah yang cocok untuk“strafbaar

feit” tersebut adalah tindak pidana. Alasan yang mendasari hal

tersebut adalah aspek socio-yuridis, dimana hampir semua

perundang-undangan pidana memakai istilah tindak pidana.

Berkaitan dengan pengertian tindak piidana, dikenal dua

pandangan, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis.

Pandangan monistis memberikan menjelaskan bahwa didalam

pengertian perbuatan pidana / tindak pidana sudah tercakup

didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan

pertanggungjawaban pidana / kesalahan (criminal responsibility).

Sedangkan dalam pandangan dualistis, memberikan pandangan

bahwa dalam tindak pidana hanya terdapat perbuatan yang dilarang

(criminal act), dan pertanggungjawaban pidana / kesalahan (criminal

responsibility) tidak menjadi unsur tindak pidana.47

Sarjana yang menganut paham monisme adalah Simons,

menurut Simons yang dikutip dalam bukunya P.A.F. Lamintang48

yang dimaksud dengan tindak pidana adalah

“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengansengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yangdapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yangoleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakanyang dapat dihukum.”

Dengan mendasarkan pada pengertian tersebut, unsur-unsur

yang harus dipenuhi untuk adanya suatu tindak pidana adalah:

47 Tongat, Op. Cit, Hal. 105 -10648 Ibid, Hal. 185

Page 60: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

46

1) Perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat)

maupun perbuatan negatif (tidak berbuat).

2) Diancam dengan pidana

3) Melawan hukum

4) Dilakukan dengan kesalahan

5) Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.

Lain dengan Simons, J. Baumann49 mengatakan bahwa

tindak pidana adalah Perbuatan yang memenuhi rumusan delik,

bersifat melawan hukum, dan dilakukan dengan kesalahan.

Sedangkan Wiryono Prodjodikoro berpandangan tindak

pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dipidana.50

Sarjana yang menganut paham dualisme adalah Moeljatno,

menurutnya yang dimaksud dengan perbuatan pidana adalah

perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melangggar

larangan tersebut. Dengan mendasarkan pada pengertian tersebut,

unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk adanya suatu tindak pidana

adalah:

1) Adanya perbuatan (manusia);2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (hal ini

merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya Pasal 1 ayat(1) KUHP;

3) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil,terkait dengan diikutinya ajaran sifat melawan hukum materiildalam fungsinya yang negatif).51

49 Sudarto, Op. Cit, Hal. 31-3250 Tongat, Op. Cit, Hal. 10651 Ibid, Hal. 107

Page 61: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

47

Selain Moeljatno, sarjana lain yang tergolong menganut

pandangan dualism adalah Pompe. Menurut Pompe52 yaitu:

Dalam hukum positif stafbaarfeit tidak lain feit (tindakan)yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang dandalam hokum positif sifat melawan hukum dan kesalahanbukanlah syarat mutlak untuk adanya tindak pidana”.

Jika dicermati secara seksama, terdapat persamaan dalam

pandangan monisme dan dualisme. Baik pandangan monisme dan

dualisme, keduanya mengharuskan bahwa untuk adanya pidana

harus terdapat tindak pidana (criminal act) dan pertanggungjawaban

pidana (criminal responsibility). Adapun perbedaannya telah

dijelaskan pada penjelasan sebelumnya.

2. Korupsi

a. Pengertian

Ditinjau dalam sudut pandang etimologi, korupsi merupakan

istilah asing yang diserap dalam bahasa Indonesia, Dalam Webster

Studen Dictionary, Korupsi merupakan istilah yang berasal dari

bahasa latin corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa

corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata

dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun ke

banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt;

Perancis, yaitu corruption; dan Belanda, yaitu corruptie (korruptie),

52 Ibid, Hal. 10

Page 62: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

48

dapat atau patut diduga istilah korupsi berasal dari bahasa Belanda

dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”53.

Di dalam Black’s Law Dictionary dalam bukunya Marwan

Effendi54 menyebutkan tentang korupsi itu sendiri yaitu

“Suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untukmemberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengankewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain, secara salahmenggunakan jabatannya atau karakternya untukmendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atauuntuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.

Pengertian korupsi secara harafiah menurut A. I. N. Kramer

SR mengartikan kata korupsi sebagai: busuk, rusak atau dapat

disuap.55

Sedangkan arti korupsi yang telah diterima dalam

perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh

Poerwadarminta bahwa korupsi adalah perbuatan yang buruk

seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya56.

Beberapa pengertian dalam sudut pandang etimologi tersebut

pada akhirnya nampak bahwa korupsi memiliki pengertian yang

sangat luas. Sependapat dengan ini adalah pengertian dari

53Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi bersama KPK (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)Hal. 6

54Marwan Effendy, SIstem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap BeberapaPerkembangan Hukum Pidana (Jakarta: Referensi, 2012) Hal. 80

55John M. Echols dan Hassan Shadaly, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: GramediaPustaka Utama, 1997) Hal. 149

56 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,1976) Hal. 524

Page 63: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

49

Encyclopedia Americana yang dikutip dalam bukunya Andi

Hamzah57 yaitu:

“Korupsi adalah suatu hal yang sangat buruk dengan

bermacam ragam artinya, bervariasi menurut waktu, tempat,

dan bangsa.”

Beberapa sarjana mencoba mendefinisakan korupsi,

Baharudin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmer58,

menguraikan arti istilah korupsi dari berbagai bidang, yakni yang

menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan

manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangut bidang

kepentingan umum.

Sedangkan Sudarto59 menjelaskan pengertian korupsi dari

unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atausuatu badan.

2) Perbuatan itu bersifat melawan hukum.3) Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan

keuangan negara dan / atau perekonomian negara, atauperbuatan itu diketahui atau patut disangka oleh si pembuatbahwa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu, perlu diperhatikan mengenai pernyataan dari

World Bank60 yang dikutip dalam bukunya Marwan Effendy

berdasarkan hasil penelitiannya yang menjelaskan bahwa:

57 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional danInternasional (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005) Hal. 6

58 Evi Hartanti, 2007, Tindak Pidana Korupsi (Jakarta: Sinar Grafika, 2007) Hal. 959 Ibid, Hal. 1860Marwan Effendy,Op. Cit, Hal. 81

Page 64: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

50

“Korupsi adalah “An Abuse Of Public Power For Private

Gains” atau penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan

untuk kepentingan pribadi.”

Dalam sudut pandang normatif, pengertian korupsi dapat

dilihat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 2 ayat (1) dan

Pasal 3 dijelaskan pengertian korupsi melalui unsur-unsur dari tindak

pidana korupsi. unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 2

ayat (1) adalah:

1) Melawan hukum,2) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekomian negara.

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam Pasal 3

adalah:

1) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,2) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan,3) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b. Sebab-Sebab Tindak Pidana Korupsi

Korupsi merupakan suatu perbuatan, oleh karenanya terdapat

alasan-alasan atau sebab-sebab mengapa orang melakukan perbuatan

korupsi. Andi Hamzah61 membuat hipotesis mengenai sebab-sebab

korupsi sebagai berikut:

1) Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkandengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat;

61 Andi Hamzah, Op.Cit, Hal. 13–23

Page 65: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

51

2) Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia;3) Manajemen yang kurang baik dan control yang kurang efektif dan

efisien;4) Modernisasi

Marwan Effendy turut mengambil bagian dalam

menemukan jawaban dari sebab-sebab korupsi, dengan berangkat

dari pengertian korupsi yang disampaikan oleh Sheldon S.

Steinberg dan David T. Ausytern62 yang menyatakan bahwa

“Korupsi adalah perbuatan tidak etis yang merusak sendi-sendi pemerintahan yang baik yang disebabkan olehminimnya integritas, sistem karier dan penggajian yang tidakberbasis kinerja serta standar pelayanan minimal dan perilakumasyarakat yang serba instan dalam setiap urusan.”

Mengenai korupsi tersebut Patrick Glynn, Stephen J.

Korbin, dan Moise Naim dalam buku terjemahan Kimberly Ann

Elliot63 berpandangan bahwa:

“Korupsi disebabkan sebagai akibat dari perubahan politiksecara sistematis, sehingga memperlemah ataumengahancurkan tidak saja lembaga sosial dan politik, tetapijuga hukum.

Pendapat mereka tersebut nampak terbukti dalam perubahan

politik di Indonesia yang kini sedang dalam tahap reformasi.

Sebelum reformasi atau ketika orde baru, korupsi menjadi sistemik

dan hierarkis. Kemudian dengan jatuhnya orde baru yang kemudian

munculnya pengenalan sistem pemilihan umum yang baru di tahun

1999 dan implementasi desentralisasi di tahun 2001 membuat pola

62Marwan Effendy, Op. Cit, Hal. 83-8463 Kimberly Ann Elliot, Corruption and The Global Economy, Edisi Pertama (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia 1999) Hal. 11

Page 66: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

52

korupsi era orde baru menyusut, tetapi dalam perkembangannya

justru korupsi dalam skala kecil semakin meningkat karena pemain

lama yakni para pejabat kakap sudah absen. Meningkatnya korupsi

dalam skala kecil ini melah ternyata telah membuat suatu budaya

yang dapat memaklumi keikutsertaan dalam korupsi.64

64 Ibid

Page 67: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

53

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan dalam penelitian kualitatif ini menggunakan

pendekatan yuridis sosiologis. Kajian aspek hukumnya secara yuridis

sosiologis yaitu penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris yang

diambil dari perilaku manusia baik perilaku verbal yang didapat melalui

wawancara atau perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan

langsung dengan peneliti ikut terlibat langsung dalam penelitian yang

dimaksud. Dipilihnya penelitian kualitatif ini didasarkan alasan bahwa:

(1) hukum dalam penelitian ini diartikan sebagai makna-makna

simbolik sebagaimana termanifestasikan dan tersimak dalam dan dari

aksi-aksi serta interaksi warga masyarakat; (2) agar dapat mengungkap

dan mendapatkan makna yang mendalam dan rinci terhadap obyek

penelitian dari informan.65

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif yaitu

suatu penelitian yang hanya menggambarkan obyek yang menjadi

pokok permasalahan saja.66 Pada penelitian ini penulis akan

menggambarkan bagaimana penyidikan yang dilakukan terhadap kasus

tindak pidana korupsi di daerah.

65 Sutandyo Wignyosoebroto, Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe Kajian danMetode Penelitiannya, Makalah Lokakarya, (Semarang: Yayasan Dewis Sartka,2006) hal. 2.

66 Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia,1990) Hal. 13

Page 68: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

54

3. Lokasi Penelitian

Peneliti menggunakan lokasi penelitian di Kejaksaaan Negeri

Cilacap, Polres Cilacap.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan oleh peneliti adalah:

a. Data sekunder

Data sekunder akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian

yaitu:

a.1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

bersifat mengikat, terdiri dari:

a.1.1. Peraturan dasar, yaitu Undang-Undang Dasar

1945,

a.1.2. Peraturan Perundang-undangan, antara lain:

1.2.1. Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana ( KUHAP )

1.2.2. Undang–Undang Nomor 31 tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

1.2.3. Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Page 69: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

55

1.2.4. Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

a.2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer,

terdiri dari:

a.2.1.Pustaka di bidang ilmu hukum,

a.2.2.Hasil penelitian di bidang hukum,

a.2.3.Artikel-artikel ilmiah, baik dari koran maupun

internet.

a.3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan

petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yaitu kamus besar Bahasa Indonesia, kamus

hukum, dan kamus-kamus ilmiah lainnya.

b. Data primer

Data primer adalah data yang diambil langsung dari informan

penelitian yakni Penyidik Tipikor di wilayah Cilacap yaitu

Kejaksaan dan Kepolisian.

5. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah wawancara,

kepustakaan dan dokumentasi.

6. Metode Penyajian Data

Page 70: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

56

Data yang berupa bahan-bahan hukum yang telah diperoleh

kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif, uraian-uraian yang

disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan

data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya

disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga

merupakan satu kesatuan yang utuh.

7. Metode Penentuan Informan

Proses penetuan sampel dalam penelitian ini menggunakan

Purposive Sampling, Snowball Sampling dan Criterian Based Selection.

Melalui pengambilan sampel menggunakan Purposive Sampling dengan

Criterian Based selection, maka peneliti cenderung memilih narasumber

yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data

yang mantap dan mengetahui masalah secara mendalam.

Melihat fokus kajian dalam penelitian ini, maka disajikan atau

ditentukan sebagai informan dalam penelitian ini adalah:

1. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Cilacap

Sunarko,S.H.,M.H.

2. Anggota Sub Unit Tindak Pidana Korupsi Reserse Kriminal

Kepolisian Resort Cilacap Brigadir Polisi Triawan

8. Metode Validitas Data

Cara yang digunakan untuk menguji validitas atau kebenaran data

yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini adalah dengan triangulasi.

Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber yaitu

Page 71: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

57

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu

informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam

penelitian kualitatif. Menurut Moleong, triangulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu.67

9. Metode Analisis Data

Data bahan-bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara

normatif-kualitatif. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari

peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif. Kualitatif

karena data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis, untuk

selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan

masalah yang akan dibahas.68

67 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. (Bandung: PT RemajaRosada Karya,2006) Hal. 330

68 Ibid. Hal. 98

Page 72: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

58

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Daerah ( Studi

Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )

menggunakan pendekatan Yuridis Sosiologis, oleh karena itu penelitian ini

menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer berupa pendapat langsung dari informan, yaitu penyidik dari

Kejaksaan Negeri dan Kepolisian Resort di wilayah Kabupaten Cilacap. Data

sekunder diperoleh dari peraturan perundang-undangan, literatur dan doktrin yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Implementasi penyidikan yang

diteliti oleh penulis adalah penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan dan

kepolisian terhadap tindak pidana korupsi di wilayah Cilacap.

A. Hasil Penelitian Data sekunder

Penyidikan merupakan bagian terpenting dalam proses penegakan

hukum, karena berdasarkan hasil penyidikan yang baik akan menghasilkan

surat dakwaan yang tepat, sehingga proses persidangan akan berjalan dengan

benar serta menghasilkan putusan yang mampu mendekati kebenaran materiil.

Asas-asas dalam proses penyidikan diperlukan untuk menjadi

pedoman pelaksana tugas bagi para penegak hukum dalam melaksanakan

tugas penyidikan. Dengan mengingat bahwa proses penyidikan akan

Page 73: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

59

bersentuhan dengan pembatasan hak-hak asasi manusia sebagai tersangka,

maka kedudukan dari asas-asas penyidikan tidak boleh dikesampingkan.

Hal ini juga sama halnya terhadap penyidikan dalam tindak pidana

korupsi karena tahap-tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting

dalam rangkaian tahap-tahap yang harus dilalui suatu kasus menuju

pengungkapan terbukti atau tidaknya dugaan telah terjadinya suatu tindak

pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan dari

adanya ketentuan perundangan yang mengatur mengenai tindak pidananya.

Hal ini berlaku baik penyidikan tersebut dilakukan oleh kejaksaan maupun

kepolisian.

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

penyidikan dirumuskan di dalam pasal-pasal di beberapa peraturan perudang-

undangan yaitu:

1. Pengaturan Perundangan Mengenai Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi Di Indonesia

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Indonesia sebagai Negara hukum sebagaimana yang

dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur tentang perlindungan

terhadap terjaminnnya hukum bagi setiap orang. Hal tersebut

dirumuskan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, bahwa:

Page 74: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

60

Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukumdan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum danpemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Dengan melihat pasal tersebut, walaupun tidak disampaikan

mengenai penyidikan itu sendiri terjaminnya hukum bagi setiap orang

merupakan hak konstitusional yang wajib diberikan oleh Negara.

Termasuk halnya dalam penyidikan.

Artinya setiap warga negara mempunyai hak diperlakukan

sama dimuka hukum (equality before the law) dan hak untuk

mendapatkan keadilan (access to justice).

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan salah

satu acuan dalam beracara untuk menangani kasus-kasus hukum

pidana. Dan sampai saat ini yang masih berlaku di Indonesia adalah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana. Salah satu tahapan dalam beracara yang tertuang

dalam KUHAP adalah tahap penyidikan. Tahap penyidikan merupakan

salah satu bagian penting dalam rangkaian tahap-tahap yang harus

dilalui suatu kasus menuju pengungkapan terbukti atau tidaknya

dugaan telah terjadinya suatu tindak pidana. Oleh sebab itu keberadaan

tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan dari adanya ketentuan

perundangan yang mengatur mengenai tindak pidananya.

Page 75: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

61

Penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana diartikan :

“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut carayang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum AcaraPidana untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang denganbukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadidan guna menemukan tersangkanya.”

Dalam melaksanakan penyidikan dilakukan oleh penyidik

sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana yaitu :

“Penyidik adalah pejabat pejabat polisi Negara RepublikIndonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberiwewenang khusus oleh undang-undang untuk melaksanakanpenyidikan.

Lebih lanjut, menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a

KUHAP, menyebutkan bahwa:

Penyidik adalah :

a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia;

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khususoleh undang-undang.

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia

Page 76: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

62

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Republik Indonesia merupakan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tugas dan wewenang kepolisian dalam melakukan

penyidikan. Hal itu bisa kita lihat Berdasarkan Pasal 14 huruf f yang

dirumuskan bahwa salah satu tugas kepolisian yaitu:

“Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semuatindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana danperaturan perundang-undangan lainnya.”

Dengan melihat rumusan pasal tersebut menunjukan bahwa

salah satu tugas dari kepolisian adalah melakukan penyidikan terhadap

semua tindak pidana termasuk tindak pidana korupsi dengan peraturan

perundangan yang berlaku. Jadi jelas bahwa Kepolisian berwenang

dalam melakukan proses penyidikan terhadap tersangka suatu tindak

pidana.

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan

Republik Indonesia merupakan peraturan perundang-undangan terbaru

yang mengatur mengenai kejaksaan di Indonesia. Dalam hal mengenai

wewenang jaksa dalam melakukan penyidikan diatur dalam Pasal 30

ayat (1) huruf d yaitu :

“Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentuberdasarkan undang-undang.”

Page 77: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

63

Berdasarkan ketentuan tersebut, jelas bahwa jaksa hanya

berwenang untuk melakukan Penyelidikan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP, yaitu serangkaian tindakan untuk

mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan Penyidikan

menurut cara yang diatur dalam KUHAP.

e. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang

Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara

yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang

ditetapkan pada tanggal 13 Nopember 1998 merupakan tindak lanjut

atas ketidaksesuaian lagi Undang-Undang Nomor 3 tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan perkembangan dan

kebutuhan hukum mengenai tindak pidana korupsi. Dikatakan tidak

sesuai lagi karena setelah diberlakukan selama 28 (dua puluh delapan)

tahun berlaku ternyata telah terjadi perkembangan tindak pidana

korupsi, kolusi, dan nepotisme yang melibatkan para penyelenggara

negara dengan para pengusaha.69 Sebuah Aide Memorie Bank Dunia

yang diterbitkan pada Oktober 1998 menyatakan bahwa benar terjadi

korupsi pada proyek-proyek di Indonesia yang didanai Bank Dunia

69 Ermasyarah Djaja, 2009, Memberantas Korupsi bersama KPK, Cetakan Kedua, SinarGrafika, Jakarta, hal. 9.

Page 78: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

64

dan dana bantuan dari lembaga-lembaga internasional lainnya

sehingga disimpulkan bahwa korupsi di Indonesia sudah melembaga.70

Dalam konsideransnya ada dua pertimbangan pokok lahirnya

TAP MPR ini:

1) Bahwa dalam penyelenggaraan negara telah terjadi praktik-

praktik usaha yang lebih menguntungkan sekelompok

tertentu yang menyuburkan korupsi, kolusi, dan nepotisme

yang melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha

sehingga merusak sendi-sendi penyelenggara negara dalam

berbagai aspek kehidupan nasional;

2) Bahwa dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan

nasional yang berkeadilan, dibutuhkan penyelenggara negara

yang dapat dipercaya melalui usaha pemeriksaan harta

kekayaan para pejabat negara dan mantan pejabat negara

serta keluarganya yang diduga berasal dari praktik korupsi,

kolusi, dan nepotisme, dan mampu membebaskan diri dari

praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

TAP MPR ini bertujuan untuk memfungsikan secara

proporsional dan benar lembaga-lembaga negara yang ada, sehingga

penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan UUD 1945.

Penyelenggara negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan

70Artidjo Alkostar, Korupsi Politik di Negara Modern (Yogyakarta: FH UII Press, 2008),Hal. 85

Page 79: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

65

yudikatif harus melaksanakan fungsinya dengan baik dan

bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara dengan

sikap jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan

diri dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.71 Dari TAP MPR ini,

lahirlah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,

dan Nepotisme yang ditetapkan pada tanggal 19 Mei 1999 agar TAP

MPR ini dapat dijalankan.

f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

disahkan pada tanggal 19 Mei 1999, sebagaimana dijelaskan

sebelumnya bahwa undang-undang ini dirumuskan karena undang-

undang ini diamanatkan secara langsung oleh TAP MPR No.

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas

dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam undang-undang ini sangat

rinci merumusakan fokus upaya tata kelola negara yang bebas dari

KKN antara lain melalui definisi penyelenggara negara,

71 Ermansyah Djaja, Op. Cit, hal 16 – 17.

Page 80: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

66

penyelenggaraan negara yang bersih, korupsi, kolusi, dan nepotisme

dalam Pasal 1 secara berututan72.

Adapun bunyi Pasal 1 tersebut adalah berikut:

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:1. Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang

menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, danpejabat lain yang funsi dan tugas pokoknya berkaitan denganpenyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

2. Penyelenggara Negara yang bersih adalah PenyelenggaraNegara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negaradan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, sertaperbuatan tercela lainnya.

3. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturtentang tindak pidana korupsi.

4. Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawanhukum antar-Penyelenggara Negara atau antara PenyelenggaraNegara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakatdan atau negara.

5. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negarasecara melawan hukum yang menguntungkan kepentingankeluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,bangsa, dan negara.

Selain itu, undang-undang ini dalam Pasal 2 nya secara

tegas merumusakan siapa-siapa saja yang terkategori sebagai

penyelenggara negara, adapun bunyi Pasal 2 tersebut adalah

sebagai berikut:

Penyelenggara Negara meliputi:1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara;2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara3. Menteri;4. Gubernur;5. Hakim;

72 Servas Pandur, 2011, Testimoni Antasari Azhar Untuk Hukum dan keadilan, Larasindra Semesta, Jakarta, hal. 365.

Page 81: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

67

6. Pejabat negara lain yang sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku; dan

7. Pejabat lain yang memilki fungsi strategis dalam kaitannyadengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelenggara yang dimaksud Pasal 2 tersebut pun memiliki

hak secara limitatif sebagaimana tercantum dalam Pasal 4. Berkaitan

dengan mewujudkan penyelenggara yang bersih dan bebas dari KKN,

undang-undang ini mewajibkan kepada penyelenggara untuk

melakukan pemeriksaan kekayaan dalam rangka pencegahan praktek

KKN bagi penyelenggara negara. Kewajiban pemeriksaan kekayaan

tersebut dapat dilihat dalam Pasal 5 yang berbunyi:

Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk:1. mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya

sebelum memangku jabatannya;2. bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan

setelah menjabat;3. melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan

setelah menjabat;

Pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kekayaan bagi

penyelenggara negara dilaksanakan melalui Peraturan Pemerintah

Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan

Penyelenggara Negara.

Undang-undang ini memungkinkan untuk adanya peluang

peran serta masyarakat dalam mewujudkan penyelenggara negara

yang bebas dari KKN. Peluang tersebut diberikan undang-undang

ini dalam Pasal 8, kemudian dalam Pasal 9 ayat (1) peran serta

Page 82: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

68

masyarakat diwujudkan dalam beberapa bentuk sebagaimana bunyi

pasal tersebut sebagai berikut:

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8diwujudkan dalam bentuk:a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi

tentang penyelenggaraan negara;b. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari

Penyelenggara Negara;c. Hak menyampaikan suatu saran dan pendapat secara

bartanggungjawab terhadap kebijakan PenyelenggaraNegara; dan

d. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal:1) Melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam

bentuk a, b, dan c;2) Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan,

dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi,dan saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

Pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut dilaksanakan

melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan

Negara. Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini memberikan

perlindungan hukum bagi masyarakat dalam melaksanakan bentuk-

bentuk peran serta masyarakat tersebut dengan ketentuan

melakukan pemberitahuan baik secara tertulis maupun lisan kepada

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi yang

berwenang.

g. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi merupakan undang-undang yang menggantikan

Page 83: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

69

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, dalam considerans Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 dinayatakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan

lebih efektif dalam mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Sisi penting Undang-Undang ini adalah mengakui bahwa

tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional

sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sedangkan risiko korupsi yang terjadi selama ini di Negara RI adalah:

1) Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

2) Menghambat pertumbuhan dan kelangsungan negara

pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi.73

Dalam undang-undang ini terdapat beberapa perubahan yang

bersifat fundamental, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Perumusan Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi dirumuskan pengertiannya dalam Pasal

2 ayat (1) sebagai berikut:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukanperbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

73 Ibid, Hal. 366.

Page 84: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

70

suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negaraatau perekonomian negara,”

Dari pasal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat tiga unsur

dalam tindak pidana korupsi yakni:

a) Melawan hukum;

b) Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

c) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara.

Berkaitan dengan unsur melawan hukum, penjelasan Pasal 2

ayat (1) menyatakan secara tegas bahwa melawan hukum dalam

undang-undang ini adalah melawan hukum secara formil dan materiil.

Adapun bunyi penjelasan Pasal 2 ayat (1) tersebut adalah berikut:

“Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalamPasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam artiformil maupun dalam arti materiil, yakni meskipunperbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggaptercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan ataunorma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, makaperbuatan tersebut dapat dipidana.”

Ketentuan perumusan ini merupakan ketentuan yang

menguntungkan bagi Penuntut Umum karena mempermudah dalam

menjerat terdakwa karena tidak perlu membuktian bahwa perbuatan

yang didakwakan telah melanggar ketentuan pasal yang mana. Dalam

perkembangannya, ketentuan sifat melawan hukum materiil berhenti

diterapkan sejak tahun 2006 karena ketentuan ini dinyatakan

bertentangan dengan UUD 1945 oleh Mahkamah Konsitusi karena

Page 85: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

71

digugat oleh Ir. Dawud Djatmiko dalam Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 003/PUU-IV/2006.

Senada dengan Putusan Mahmakah Konstitusi tersebut, Andi

Hamzah74 mengemukakan bahwa:

“Dengan adanya kata “tidak sesuai dengan rasa keadilan danseterusnya, hal ini menjadi sangat luas sehingga sangat sulitbagaimana hakim dapat menyatakan bahwa unsur rasa keadilanmasyarakat itu terbukti. Dapatkah dikatakan jika adademonstrasi menuntut seseorang sebagai koruptor merupakanmanifestasi rasa keadilan masyarakat. Jika demikian halnya,orang dapat mengumpulkan seribu orang dengan bayaran untukberdemonstrasi menunut orang sebagai koruptor, misalnyadengan motif politik. Gejala seperti ini sangat berbahaya bagikepastian hukum dan telah terlihat pada beberapa kasuspilkada. Mencantumkan kata-kata “rasa keadilan masyarakat”sangat bersifat karet, dan menjadi sama dengan penyingkiranasas legalitas Jaman Nazi dengan kata-kata yang sama yaitu“rasa keadilan masyarakat” (the sound sense of justice of thepeople) menuntut agar seseorang dipidana maka orang itu harusdipidana, walaupun tidak tercantum di dalam undang-undang.Setiap orang dapat mengatasnamakan masyarakat untukmenuduh orang telah melakukan korupsi.”

Berkaitan dengan unsur memperkaya diri sendiri, orang lain

atau suatu korporasi, nampak bahwa unsur ini merupakan tujuan dari

korupsi. Istilah “memperkaya” sebagai suatu unsur (bestanddeel)

merupakan istilah yang baru dalam hukum pidana di Indonesia

mengingat bahwa dalam KUHP tidaklah dikenal istilah demikian.75

Secara harafiah, istilah “memperkaya” mengandung makna

mempunyai banyak harta (uang dan sebagainya), pengertian istilah

“memperkaya” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

74 Ermasnjah Djaja, Op. Cit, Hal. 34 -3575 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), Hal. 174.

Page 86: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

72

menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya, atau orang yang

sudah kaya menjadi bertambah kaya.76

Unsur memperkaya ini tidak seperti unsur melawan hukum

yang diberikan penjelasannya oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999, berbeda dengan undang-undang pemberantasan tindak pidana

korupsi sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 yang

dalam penjelasan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1971 dinyatakan sebagai berikut:

“Perkataan "memperkaya diri sendiri" atau "orang lain" atau"suatu badan" dalam ayat ini dapat dihubungkan dengan Pasal18 ayat (2), yang memberi kewajiban kepada terdakwa untukmemberikan keterangan tentang sumber kekayaannyasedemikian rupa, sehingga kekayaan yang tak seimbangdengan penghasilannya atau penambahan kekayaan tersebut,dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi lainbahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.”

Dengan memperbandingkan ketentuan tersebut, nampak bahwa

terdapat kemunduran dalam kebijakan formulasi dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 khususnya yang berkaitan dengan

pemahaman unsur “memperkaya”, namun kekurangan ini sebenarnya

tertutupi dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,

dan Nepotisme yang memberikan kewajiban bagi penyelenggara

negara untuk melaporkan kekayaannya. Lebih dari itu, Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999 dapat dijalankan secara efektif karena

memiliki peraturan pelaksanaanya yakni Peraturan Pemerintah Nomor

76 Ibid., Hal. 174 – 175.

Page 87: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

73

65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan

Penyelenggara Negara dan dengan disahkannya Undang-Undang ini

telah memunculkan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara

Negara (KPKPN).

Berkaitan dengan unsur terakhir yakni dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, undang-undang ini

memberikan makna dalam penjelasan dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai

berikut:

“Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikankeuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwatindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanyatindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsurperbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnyaakibat.”

Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya

dititikberatkan pada perbuatan yang dilarang, dengan kata lain dapat

dikatakan bahwa tindak pidana formil adalah tindak pidana yang telah

dianggap terjadi atau selesai dengan telah dilakukannya perbuatan

yang dilarang dalam undang-undang.77 Konsekuen dari klasifikasi

tindak p[idana korupsi menjadi tindak pidana formil dapat dilihat

dalam Pasal 4 yang menyatakan bahwa:

“Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomiannegara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.”

77 Tongat, Op. Cit., Hal. 118 – 119.

Page 88: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

74

Pengertian korupsi tidak hanya dirumuskan dalam Pasal 2 ayat

(1) saja, melainkan pula dirumuskan dalam Pasal 3 yaitu:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiriatau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakankewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karenajabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangannegara atau perekonomian negara”

Dari rumusan pasal tersebut, diketahui beberapa unsur dalam

pengertian tindak pidana korupsi sebagaimana dirumuskan dalam

Pasal 3, adapun unsur-unsur dalam Pasal 3 tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi,

b) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana

yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,

c) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

negara.

Perumusan dalam ketentuan Pasal 3 ini memiliki perbedaan

dengan perumusan dalam ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1). Perbedaan

pertama dalam Pasal 3 ini adalah tidak mencantumkan unsur sifat

melawan hukum secara eksplisit, unsur sifat melawan hukum dalam

pasal ini lebih bersifat implisit dimana apabila semua unsur dalam

pasal ini dapat dipenuhi maka hal tersebut secara otomatis telah

membuktikan adanya sifat melawan hukum. Logika yang demikian

pada hakikatnya mudah dipahami oleh karena setiap tindak pidana

Page 89: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

75

pada hakikatnya selalu dianggap bersifat melawan hukum, dimana

justru karena perbuatan itu dianggap bersifat melawan hukum maka

perbuatan itu dirumuskan sebagi perbuatan pidana.78

Perbedaan kedua dalam perumusan Pasal 3 ini adalah

pencantuman unsur “menguntungkan”, berbeda dengan perumusan

dalam Pasal 2 ayat (1) yang mencantumkan unsur “memperkaya”.

Kedua perbedaan ini menunjukan peluang kemudahan bagi Penuntut

Umum karena kedua unsur tersebut relatif lebih mudah dibuktikan,

dimana unsur pertama tidak perlu membuktikan sifat melawan

hukumnya perbuatan dan unsur kedua tidak perlu membuktikan

apakah ada peningkatan harta kekayaan.

Dalam prakteknya, perumusan tindak pidana korupsi dalam

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

merupakan perumusan yang paling banyak diterapkan dalam formulasi

surat dakwaan oleh penuntut umum dimana “semestinya” Pasal 2 ayat

(1) dikualifikasikan sebagai dakwaan primair dan pasal 3

dikulifikasikan sebagai dakwaan subsiadair.79

2) Ancaman Pidana

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dirumuskan

beberapa perubahan dalam ancaman pidana bagi pelaku tindak pidana

korupsi. Dalam undang-undang ini dikenal ancaman pidana mati

78 Ibid., Hal. 214.79 Andi Hamzah, Op. Cit., Hal. 191

Page 90: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

76

sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) yang bunyinya sebagai

berikut:

“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana matidapat dijatuhkan.”

Istilah “keadaaan tertentu” tersebut diberikan makna dalam

penjelasan Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuanini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidanakorupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktunegara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undangyang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional,sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktunegara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.”

Dengan adanya ancaman pidana mati ini, Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 merupakan undang-undang yang paling keras

dan berat di ASEAN.80 Dalam perkembangannya, penjelasan ini

dinyatakan tidak berlaku karena Undang-Undang Nomor 20 tahun

2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah merumuskan baru

penjelasan pasal tersebut.

Perubahan ancaman pidana selain ancaman pidana mati adalah

ancaman pidana minimum baik untuk pidana penjara ataupun denda,

konsep ancaman pidana minimum ini merupakan konsep baru yang

tidak dikenal dalam KUHP.

80 Andi Hamzah, Op. Cit., Hal. 73

Page 91: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

77

Menurut Barda Nawawi Arief81 yaitu :

“rumusan ancaman pidana minimum ini terdapat kekuranganyakni tidak merumuskan pedoman pemidanaan untukmenerapkan ancaman pidana minimum ini. Seharusnyaundang-undang khusus di luar KUHP membuat aturantersendiri untuk penerapannya, karena ini merupakankonsekuensi logis dari Pasal 103 KUHP.”

Tanpa adanya pedoman pemidanaan pidana minimal ini maka

tidak dapat ditentukan apakah pidana minimal dapat diperingan atau

dapat diperberat. Kejanggalan lain nampak dalam pola pidana

minimalnya, ada delik yang diancam dengan pidana maksimalnya 20

tahun penjara dan pidana minimalnya pidana 4 tahun penjara seperti

dalam Pasal 2 dan Pasal 12. Sedangkan ada delik yang diancam

dengan pidana maksimalnya 20 tahun penjara namun ancaman pidana

minimalnya 1 tahun penjara seperti dalam Pasal 3. Padahal untuk delik

lainnya, pidana minimal 1 tahun diancam dengan pidana maksimal 5

tahun penjara seperti dalam Pasal 9 dan Pasal 11.82

Barda Nawawi Arief83 juga mengkritik konsep sistem

perumusan kumulatif dan sistem perumusan kumulatif alternatif dalam

ancaman pidana undang-undang ini yaitu:

“Konsep yang dipergunakan tidaklah jelas karena konseptersebut menimbulkan pertanyaan sederhana yang palingmendasar yakni mengapa delik korupsi berupa memperkayadiri dalam Pasal 2 diancam dengan pidana secara kumulatifsedangkan menyalahgunakan kewenangan dalam Pasal 3diancamn dengan pidana secara kumulatif alternatif. Padahal

81 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan kebijakan Hukum Pidana dalamPenanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2008), Hal. 149

82 Ibid., Hal. 15083 Ibid.

Page 92: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

78

kedua delik ini ancaman pidana maksimumnya sama dan bobotkualitas deliknya juga sama.”

Menurutnya secara teoritis, delik yang diancam dengan pidana

kumulatif lebih berat daripada yang diancam dengan kumulatif

alternatif. Ini berarti pembentuk undang-undang menganggap delik

memperkaya diri dipandang lebih berat daripada delik

menyalahgunakan kewenangan. Padahal dilihat dari sudut pandang

masyarakat dan sudut pandang hakikat korupsi sebagai delik jabatan,

perbuatan menyalahgunakan kewenangan dirasakan lebih berat atau

lebih jahat daripada memperkaya diri atau setidak-tidaknya kedua

delik tersebut sama berat atau sama jahatnya. Patut perlu dicatat pula

menurutnya, bahwa konsep kumulatif mengandung kelemahan karena

bersifat imperatif dan kaku apabila dilihat dari sudut pandang

kebijakana operasionalisasi pidana.84

3) Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat yang diatur dalam undang-undang ini

diatur secara khusus dalam BAB V yang terdiri dari Pasal 41 dan Pasal

42. Masyarakat diberikan peluang oleh undang-undang ini untuk

berperan serta, adapun bentuk peran serta tersebut diatur dalam Pasal

41 ayat (2). Urgensi diakomodirnya peran serta masyarakat dalam

penanggulangan tindak pidana korupsi dapat dilihat dalam Deklarasi

Manila yang dihasilkan oleh “The Asian Regional Ministerial Meeting

of Transnational Crime” pada 23 – 25 Maret 1998, urgensi peran serta

84 Ibid, Hal. 150 – 151.

Page 93: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

79

masyarakat dalam deklarasi tersebut adalah untuk melibatkan peran

masyarakat secara aktif dalam memberantas korupsi, khususnya dalam

mengembangkan tindakan pencegahan dan pengawasan yang

memajukan “a culture of accountability and transparency” atau

budaya pertanggungjawaban dan keterbukaan.85

Adapun bentuk peran serta masyarakat dalam udang-undang ini

merupakan bentuk peran serta yang mirip diatur dalam Pasal 9 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara

Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN seperti yang dirumuskan

dalam Pasal 41 ayat (2) yaitu:

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diwujudkan dalam bentuk :a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi

adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,

memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaantelah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukumyang menangani perkara tindak pidana korupsi;

c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkaratindak pidana korupsi;

d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentanglaporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalamwaktu paling lama 30 (tiga puluh) hari;

e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal :1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, b, dan c;2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan,

dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi,atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.

85Barda Nawawi Arief, Op. Cit.,Hal. 139.

Page 94: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

80

Berbeda dengan ketentuan peran serta masyarakat dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, peran serta masyarakat dalam

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 memberikan amanat bagi

pemerintah untuk memberikan penghargaan kepada masyarakat yang

berjasa membantu upaya menanggulangi tindak pidana korupsi dimana

ketentuan tersebut dapat dilihat dalam pasal 43 ayat (1):

“Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggotamasyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan,pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.”

Undang-undang ini sebenarnya memerintahkan kepada

Pemerintah untuk membuat dua Peraturan Pemerintah dalam rangka

melaksanakan tata cara peran serta masyarakat dan tata cara pemberian

penghargaan bagi masyarakat yang berjasa, namun dalam

kenyataannya hingga disusunnya penelitian ini amanat penyusunan

peraturan pemerintah tersebut belum terealisasi.86

4)Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

Agar undang-undang ini dapat dilaksankan sebagaimana

mestinya, pembentuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

mengamanatkan agar dibentuk lembaga baru yang dinamakan dengan

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. amanat ini termaktub

dalam Pasal 43, dimana dalam Pasal 43 ayat (2) dinyatakan bahwa

Komisi tersebut mempunyai tugas dan wewenang melakukan

86 Andi Hamzah, Op. Cit., Hal. 117

Page 95: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

81

koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan.

“Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyaitugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi,termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.”

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 disahkan pada tanggal

16 Agustus 1999. Melihat ketentuan dalam Pasal 43 ayat (2) tersebut

nampak bahwa dengan hadirnya Komisi yang dimaksud akan merubah

sistem peradilan pidana, karena selama ini penyidikan dan penuntutan

dilakukan oleh polisi sedangkan penuntutan dilakukan oleh jaksa.

Dengan kata lain, hadirnya Komisi tersebut akan menghadirkan pula

sistem peradilan pidana khusus tindak pidana korupsi.

h. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) di bentuk pada Desember 2003. Dalam Undang-Undang

tersebut disebutkan bahwa KPK dibentuk karena lembaga pemerintah

yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara

efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. KPK

memiliki visi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi dan misi

penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang antikorupsi.

KPK memiliki lima juga tugas utama yaitu :

Page 96: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

82

1. Penyelidikan-Penyidikan-Penuntutan

2. Koordinasi

3. Supervisi

4. Pencegahan

5. Monitoring

Tugas-tugas tersebut diatas sesuai dengan Pasal 6 Undang –

Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Korupsi yaitu :

a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenangmelakukan tindak pidana korupsi.

b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenangmelakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; insatansi yangberwenang adalah termasuk Badan Pemeriksaan Keuangan,Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, KomisiPemeriksaan Kekayaan Pemyelenggara Negara, inspekorat padaDepartemen atau Lembaga Pemerintah Non- Departemen.

c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadaptindak pidana korupsi.

d. Melakukan tindakan- tindakan pencegahan tindak pidanakorupsi.

e. Menyelenggarakan monitor tehadap penyelenggaraanpemerintah Negara.

Salah satu tugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak

pidana korupsi. Salah satu hal yang paling penting dalam suatu

tindakan pemberantasan korupsi adalah pada saat penyidikan.

Dalam penyidikan sendiri ada yang disebut penyidik yaitu

orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat yang

dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 Kitab Undang – Undang Hukum

Page 97: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

83

Pidana. Pejabat penyidik sendiri terdiri dari Penyidik Polri dan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Penyidik sendiri menurut Pasal 45 angka 1 Undang- Undang

Nomor 30 Tahun 2002 adalah :

“Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkatdan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi danPenyidik melaksanakan fungsi penyidikan tindak pidanakorupsi.”

Dari uraian pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa penyidik

dari Komisi Pemberantasan Korupsi hanya melaksanakan tugas

penyidikan mengenai perkara-perkara tindak pidana korupsi saja yang

biasanya melibatkan pejabat-pejabat negara dengan nominal korupsi

diatas 1 Milyar.

Sedangkan mengenai penyidik selain dari Komisi

Pemberantasan Korupsi juga ada penyidik dari Kepolisian dan

Kejaksaan. Dan KPK harus terus berkoordinasi dengan Instansi lain

yang berwenang dalam menangani tindak pidana korupsi yaitu

Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 huruf a

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang dirumuskan sebagai

berikut:

“Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukanpembernatasan tindak pidana korupsi”

Selain itu dalam hal penyidikan dilakukan oleh kepolisian dan

kejaksaan harus melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi,

hal ini sesuai dengan Pasal 50 angka 1 yaitu :

Page 98: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

84

“Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan KomisiPemberantasan Korupsi belum melakukan penyidikan,sedangkan perkara tersebut telah dilakukan oleh Kepolisian danKejaksaan, instansi tersebut wajib memberitahukan kepadaKomisi Pemberantasan Korupsi paling lambat 14 (empat belas)hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan”

Selain itu penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan

Kejaksaan haruslah terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan

Korupsi sesuai dengan Pasal 50 angka 2 yaitu :

“Penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukankoordinasi secara terus menerus dengan Komisi PemberantasanKorupsi”

Lain halnya dalam hal penyidikan yang dilakukan bersamaan

oleh ketiga lembaga tersebut seperti yang dirumuskan dalam Pasal 50

angka 4 yaitu :

“Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan olehKepolisian dan/atau Kejaksaan dan Komisi PemberantasanKorupsi, penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian atauKejaksaan tersebut segera dihentikan”

Jadi dalam hal di atas Komisi Pemberantasan Korupsi yang

berwenang dalam malaksanakan penyidikan dalam tindak pidana

korupsi tersebut.

2. Lembaga Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Daerah

Sekalipun perundang-undangan di bidang tindak pidana

korupsi telah dirumuskan, perundang-undangan ini tentu tidak akan

dapat berjalan efektif apabila tidak ada lembaga penegak hukum di

bidang tindak pidana korupsi. Lembaga yang demikian dibutuhkan

karena pada hakikatnya perundang-undangan hanyalah sekumpulan

Page 99: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

85

peraturan, agar sekumpualn tersebut dapat ditaati maka dibutuhkan

aparat penegak hukum. Berikut adalah lembaga penegak hukum yang

didirikan dalam rangka menanggulangi tindak pidana di Indonesia.

a. Kepolisian

Dalam konteks sistem peradilan pidana, Polisi merupakan

lembaga yang memiliki kekuasaan pada sub sistem penyidikan.

Definisi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 KUHAP adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti

yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang

terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Adapun dalam Pasal 1

KUHAP turut pula didefinisikan penyidik yakni pejabat polisi negara

Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

penyidikan.

Ketentuan dalam kepolisian diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai tugas pokok dari

kepolisian. Pengaturan menganai tugas pokok kepolisian diatur dalam

Pasal 13, dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa tugas pokok

kepolisian adalah:

1) Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;2) Menegakkan hukum; dan3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat

Page 100: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

86

Agar dapat menjalankan tugas pokok tersebut, kepolisian

diberikan beberapa tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 14 undang-

undang kepolisian. Diantara beberapa tugas tersebut, terdapat satu

tugas yang kemudian dengan tugas ini dapat membuktikan bahwa

kepolisian memgang kekuasaan sub sistem penyidikan, tugas tersebut

adalah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-

undangan lainnya. Tugas tersebut terlihat dalam Pasal 14 huruf g

Undang-Undang Kepolisian.

Khusus tindak pidana korupsi, tugas ini tidak dapat dijalankan

begitu saja karena adanya Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam pasal tersebut

dinyatakan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan,

penuntutan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:

1) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, danorang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsiyang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggaranegara;

2) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau3) Menyangkut kerugian negara paling sedikit rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar rupiah).

Dengan demikian, Kepolisian dapat menjalankan tugas

melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi apabila

tindak pidana korupsi yang dilakukan tidaklah memenuhi keadaan

yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Page 101: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

87

b. Kejaksaan

Seperti halnya Kepolisian, Kejaksaan juga bertindak sebagai

pemegang kekuasaan dalam sub sistem penuntutan dalam sistem

peradilan pidana. Kejaksaan tunduk pada ketentuan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Perlu

dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penuntutan,

karena penuntutan adalah wilayah kekuasaan dari kejaksaan.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Kejaksaan dinyatakan bahwa

penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan

perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan

supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan penuntut umum adalah jaksa yang

diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan

penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Kemudian yang

dimaksud dengan jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi

wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut

umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-

undang.

Sebagai salah satu pemegang peran dalam sistem peradilan

pidana, jaksa mempunyai tugas dan kewenangan dalam bidang pidana

Page 102: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

88

yang diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan, dalam

Pasal tersebut dinyatakan bahawa tugas dan kewenangan jaksa adalah:

1) Melakukan penuntutan;

2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yangtelah memperoleh kekuatan hukum tetap;

3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidanabersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepasbersyarat;

4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentuberdasarkan undang-undang;

5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapatmelakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan denganpenyidik.

Terkait dengan point pertama yakni melakukan penuntutan,

dalam perkara tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara

otomatis karena telah berlaku Undang-Undang KPK. Dengan adanya

undang-undang ini, jaksa hanya dapat melakukan penuntutan dalam

perkara tindak pidana korupsi diluar tiga keadaan yang dirumuskan

dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi. Tiga keadaan tersebut adalah tindak

pidana korupsi yang:

1) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, danorang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsiyang dilakukan oleh aparat penegak hukum ataupenyelenggara negara;

2) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau3) Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

3. Prosedur Dilakukan Penyidikan

a. Penyidikan Kepolisian

Page 103: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

89

Tugas dan wewenang dari penyelidik salah satunya adalah

menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya

tindak pidana sesuai dengan Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana. Penyelidik dalam hal ini polisi sesuai dengan ketentuan

Pasal 1 angka 4 KUHAP, atas laporan/pengaduan tersebut mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Di dalam

penyidikan berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik/polisi

mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Di dalam Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen

Penyidikan Tindak Pidana, dasar dilakukan penyidikan adalah:

a. Laporan polisi/pengaduan;b. Surat perintah tugas;c. Laporan hasil penyelidikan (LHP);d. Surat perintah penyidikan; dane. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 21 Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia menyatakan:

“Bukti permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu)alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorangtelah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukanpenangkapan.”

Page 104: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

90

Dari Pasal 184 KUHAP menjabarkan bahwa alat bukti yang

sah sebagai berikut:

a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk;e. Keterangan terdakwa.

Atas pengertian dan penjelasan di atas dapat diketahui polisi

dengan adanya laporan polisi/pengaduan dan keterangan saksi korban

dapat menindaklanjuti laporan tersebut.

b. Penyidikan Kejaksaan

Proses penyidikan yang dilakukan oleh Pihak Kejaksaan

terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi juga berdasarkan Keputusan

Jaksa Agung RI No.KEP-518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 November

2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik

Indonesia No.Kep 132/J.A/11/1994 tanggal 7 November 1994 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana dan kelaziman praktik

penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi, modus operandi

terungkapnya perkara korupsi dapat karena adanya inisiatif penyidik

sendiri atau karena laporan atau informasi seseorang tentang telah

terjadinya tindak pidana korupsi.

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan

suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik

memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum yaitu yang biasa

dikenal dengan SPDP/Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan

Page 105: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

91

sesuai dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP. Setelah bukti-bukti

dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka

penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk

dilimpahkan kepada Penuntut Umum atau ternyata bukan merupakan

tindak pidana.

Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum

“Pemberhentian Penyidikan” ini diberitahukan kepada Penuntut

Umum dan kepada tersangka/keluarganya. Namun, jika peristiwa

tersebut merupakan peristiwa tindak pidana, maka setelah dilakukan

penyidikan, berkas diserahkan kepada Penuntut Umum (Pasal 8 ayat

(2) KUHAP).

c. Penyidikan Terhadap Pejabat Negara

Prosedur pemeriksaan atau penyidikan merupakan administrasi

yang harus ditempuh untuk melakukan suatu kegiatan pemeriksaan

dalam rangkaian tindakan kepolisian, sehingga pemeriksaan yang

dilakukan memenuhi syarat yuridis dan administrative. Adapun

prosedur penyidikan meliputi :

a. Prosedur umum berdasarkan KUHAP ( Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana.)

b. Prosedur khusus berdasarakan Undang-undang yang mengaturnya

yang ditujukan kepada :

- Kepala Daerah / wakil

Page 106: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

92

- Anggota MPR,DPR dan DPD

- Anggota DPRD

- Dewan Gubernur BI

- Hakim

- Jaksa

- Notaris

- Kepala Desa

Prosedur pemanggilan atau penyidikan terhadap Kepala Daerah

dan Wakilnya berdasarkan Pasal 36 (1) Undang-Undang Nomor 32

tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 8

tahun 2005 :

a. Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerahdan/atau Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanyapersetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

b. Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak diberikan oleh presiden dalam waktu paling lambat 60 (enampuluh hari) terhitung sejak diterimanya permohonan, prosespenyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.

c. Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanandiperlukan persetujuan tertulis sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2).

d. Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) adalah :1. Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau2. Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang

diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindakpidana kejahatan terhadap keamanan negara.

e. Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelahdilakukan wajib dilaporkan kepada presiden paling lambat dalamwaktu 2 kali 24 jam.

Page 107: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

93

Adapun tata caranya berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang-

undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah atau

Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis

dari Presiden RI, dengan tata cara yaitu:

a. Penyidik mengajukan surat permohonan persetujuan tertulis untukmemeriksa Kepala Daerah / Wakil melalui Bareskrim Mabes Polri,dengan menyebut status terperiksa sebagai tersangka atau saksi,serta mencantumkan identitas penyidiknya.

b. Permohonan disertai dengan laporan hasil kemajuan perkara.c. Dalam hal terperiksa sebagai saksi, harus menyebutkan siapa

tersangkanya.d. Sebelum mulai pemeriksaan, terlebih dahulu dokumen asli

persetujuan tertulis Presiden diperlihatkan / untuk dibacaterperiksa.

B. Hasil Penelitian Data Primer

1. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Daerah ( Studi Implementasi

Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Wilayah Cilacap )

Informan dalam penelitian ini adalah penyidik kepolisian serta

penyidik kejaksaan dan dilakukan di Kabupaten Cilacap. Wawancara

dilakukan secara semi terstruktur berkaitan tentang penerapan

penyidikan tindak pidana korupsi di wilayah Kabupaten Cilacap.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan di kota tersebut maka

diperoleh data sebagai berikut:

1. Penyidik Kepolisian Wilayah Cilacap

1.1. Peraturan Mengenai penyidikan yang dilakukan oleh

kepolisian

Page 108: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

94

Berdasarkan hasil wawancara dengan Brigadir Polisi

Triawan selaku anggota Sub Unit Tindak Pidana Korupsi Reserse

Kepolisian Resort Cilacap, bahwa kepolisian mempunyai peran

utama dalam hal penyidikan suatu tindak pidana.87

Penyidikan merupakan suatu proses atau langkah awal yang

merupakan suatu proses penyelesaian suatu tindak pidana yang

perlu diselidik dan diusut secara tuntas di dalam sistem peradilan

pidana, hal ini juga sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002, bahwa kedudukan penyidik Polri dalam hal

tugas penyidikan merupakan pemegang peran utama melakukan

penyidikan terhadap semua tindak pidana.

Mengenai penyidikan kasus tindak pidana korupsi, menurut

Brigadir Polisi Triawan, setelah lahirnya Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002, Kedudukan Penyidik Kepolisian hanya sub

ordinat dibawah penyidik KPK, sebagai sentral penyidikan

Tindak Pidana Korupsi, dengan kewenangan Koordinasi,

supervisi, dan pengambilalihan perkara, serta menetapkan Standar

Pelaporan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.88

1.2. Prosedur penyidikan oleh kepolisian.

Menurut Brigadir Polisi Triawan89 mengenai kewenangan

penyidikan yaitu:

87 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan, anggota Sub Unit Tindak PidanaKorupsi Reserse Kepolisian Resort Cilacap pada tanggal 26 November 2013

88 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit89 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit

Page 109: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

95

“Berdasarkan aturan yang berlaku saat ini bahwakewenangan melakukan penyidikan terhadap tindak pidanakorupsi yang biasa dilakukan oleh lembaga penyidikkepolisian adalah tindak pidana korupsi yang kerugiannegaranya di bawah satu miliar rupiah, tidak mendapatperhatian dari masyarakat serta tindak pidana korupsitersebut tidak dilakukan oleh aparat penegak hukum danpenyelenggara negara.”

Untuk prosedur penyidikan sendiri, sama seperti tindak

pidana lainnya yaitu menerima laporan atau pengaduan dari

seseorang tentang adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 5

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyelidik dalam

hal ini polisi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 KUHAP,

atas laporan/pengaduan tersebut mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Di dalam penyidikan

berdasarkan Pasal 1 angka 2 KUHAP, penyidik/polisi mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Dalam hal akan melaksanakan penyidikan tindak pidana

korupsi sendiri, kepolisian selalu berkoordinasi dengan lembaga

lain yang berwenang yaitu kejaksaan dan Komisi Pemberantasan

Korupsi sesuai dengan Undang-Undang KPK. Namun dalam

melakukan koordinasi ada struktur yang berbeda dalam instansi

kepolisian, yaitu dari penyidik kepolisian di tingkat Polres

melaporkan ke Polda dan Polda melaporkan ke Mabes Polri guna

Page 110: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

96

melaporkan penyidikan yang sedang dilakukan kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi.90

Dalam hal koordinasi bertujuan agar tidak terjadi tumpang

tindih dalam proses penyidikan. Oleh karena itu juga untuk

menghindari terjadi tumpang tindih, penyidik Polri, Kejaksaan

Agung dan KPK telah menyepakati untuk melakukan

penandatangan MoU. Berdasarkan Memorandum of

Understanding (MoU) yang telah ditandatangani bersama oleh

KPK, POLRI dan Kejaksaan, dalam pasal 8 menyebutkan

apabila KPK, POLRI atau Kejaksaan melakukan penyidikan

dalam satu kasus yang sama, maka yang mempunyai wewenang

adalah lembaga yang lebih dahulu melakukan penyidikan.

1.3. Struktur penyidikan tipikor oleh kepolisian

Menurut Brigadir Polisi Triawan91 mengenai struktur

penyidikan tindak pidana korupsi yaitu:

“Tindak pidana korupsi merupakan jenis pidana yangberbeda dengan tindak pidana lain pada umumnya, ada cirikhusus yang melekat pada pelaku tindak pidana tersebut.Maka penanganan tindak pidana korupsi juga memerlukanpersonil khusus yang menangani kasus tersebut. Personiltersebut sendiri untuk tingkat Polres masih dibawah SatuanReserse Kriminal yaitu Sub Unit Tindak Pidana Korupsi,sedang pada tingkat Polda terdapat satuan khusus yangdisebut Satuan Tipikor Direktorat Kriminal Polda dantingkat Mabes adalah Direktorat III/Tipikor dan WhiteCollar Crime Badan Reserse dan Kriminal Polri.”

90 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit91 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit

Page 111: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

97

Salah satu ciri khas yang dimiliki anggota kepolisian adalah

sistem komando di dalam proses pelaksanaan tugas. Penyidik

sebagai salah satu sistem bagian dari anggota Polri tentu saja

terikat pada sistem komando tersebut.

Selain itu dalam melakukan gelar perkara, kepolisian

mengundang kejaksaan dan juga BPKB.

1.4. Faktor yang menghambat proses penyidikan tindak pidana

korupsi oleh kepolisian

Suatu perundangan normatif di dalam pelaksanaan

penyidikan pastilah memiliki hambatan dalam bekerjanya.

Hambatan tersebut bisa berasal dari dalam maupun luar. Brigadir

Polisi Triawan92 menyatakan bahwa hambatan itu bisa berasal dari

faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud adalah

faktor yang ada dalam instansi kepolisian tersebut. Faktor tersebut

adalah :

a. Kualitas Sumber Daya ManusiaDapat diketahui bahwa salah satu permasalahan yang dihadapioleh penyidik kepolisian adalah masalah kualitas SDM yangbelum memadai. Padahal pada sisi lain untuk menangani kasustipikor diperlukan SDM yang memiliki kualitas danpengalaman memadai. Akibat pendidikan yang kurang, munculrasa rendah diri pada saat harus menyidik pihak tersangka yangdari segi pendidikan jauh lebih tinggi.

b. Sarana PrasaranaModus operandi tindak pidana korupsi yang canggih tentumembutuhkan penanganan yang lebih canggih pula. Sebagaiinstitusi penyidik tentu saja faktor sarana dan fasilitaspendukung penyidikan yang dibutuhkan oleh polri juga tidakboleh tertinggal dan harus mendapat perhatian. Satu hal yang

92 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit

Page 112: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

98

masih kurang mengenai sarana dan prasarana. Saat ini saranayang disediakan terhadap kepolisian masih sebatas biayapenyidikan itupun dirasa kurang memadahi dalam hal untukmelakukan penyidikan tipikor. Selain itu hanya ada alattransportasi yang diberikan untuk menangani kasus tindakpidana korupsi. Seharusnya dengan modus operandi yangsemakin canggih, kepolisian juga dibekali sarana yang canggihpula seperti untuk melakukan penyadapan maupun peralatanlain yang diperlukan untuk melakukan penyidikan.

c. Kebudayaan dalam institusi kepolisianSalah satu faktor penghambat lain dalam kepolisian adalahbudaya dalam institusi kepolisian sendiri. Salah satu ciri khasyang dimiliki anggota kepolisian adalah sistem komando didalam pelaksanaan tugas. Penyidik sebagai salah satu bagiandari anggota kepolisian tentu saja terikat pada sistem komandotersebut. Masih melekatnya sistem komando tersebutmenyebabkan masih kurangnya keterbukaan antara atasan danbawahan. Padahal dalam tugas penyidikan suatu tindak pidanakorupsi sangat dibutuhkan banyak pertimbangan serta masukanagar sikap, langkah dan arahan yang dijalankan oleh penyidikdi lapangan menjadi lebih professional dan proporsional.

Selain faktor internal dari kepolisian sebagai penghambat

dalam pelaksanaan tugas penyidikan, juga ada faktor eksternal

sebagai penghambat dalam terlaksananya penyidikan suatu tindak

pidana korupsi yaitu :

a. MasyarakatDalam hal terlaksananya penyidikan yang dilakukan olehkepolisian terdapat peran dari masyarakat sendiri. Faktorpenghambat dari masyarakat biasanya adalah kurang terbukaterhadap lingkungan dan aktifitas yang terjadi di lingkungan itusendiri. Sehingga kurang tanggap jika ada tindak pidanakorupsi yang ada di lingkungannya. Selain itu masyarakat jugatidak terbuka dalam memberi informasi dan masih salingmenutupi jika ada suatu tindak pidana. Hal inilah yang menjadipenghambat bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikanterhadap tindak pidana korupsi.

2. Penyidik Kejaksaan di Wilayah Cilacap

Page 113: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

99

2.1. Peraturan mengenai penyidikan yang dilakukan oleh

kejaksaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H.

bahwa peraturan mengenai penyidikan yang dilakukan oleh

kejaksaan mengenai tindak pidana korupsi telah sesuai berdasarkan

.Pasal 30 huruf d Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan adalah salah satu

institusi penegak hukum yang diberi wewenang melakukan

penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.93

Menurutnya, sebagai landasan pijak Kejaksaan dalam

melaksanakan tugas dan kewenangannya melakukan penyidikan

dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi mengacu kepada

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagai hukum materil dan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sebagai hukum pidana

formil, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia.

2.2. Prosedur Penyidikan oleh Kejaksaan

93 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Kepala Seksi Pidana Khusus KejaksaanNegeri Cilacap pada tanggal 19 November 2013

Page 114: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

100

Menurut Sunarko, S.H.,M.H.94 mengenai kewenangan

penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan yaitu :

“Kewenangan Kejaksaan menjadi lebih sempit semenjakditetapkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yangpada Undang-Undang sebelumnya selain memilikiwewenang penyelidikan juga memiliki wewenang dalampenyidikan. Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang untukmembina hubungan kerjasama dengan badan penegakhukum serta instansi lainnya.”

Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan

suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik

memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum yang dikenal

dengan SPDP/Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan sesuai

dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP. Setelah bukti-bukti

dikumpulkan dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka

penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk

dilimpahkan kepada Penuntut Umum atau ternyata bukan

merupakan tindak pidana.

Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum

atau pemberhentian penyidikan dan diberitahukan kepada

Penuntut Umum dan kepada tersangka/keluarganya. Namun, jika

peristiwa tersebut merupakan peristiwa tindak pidana, maka setelah

dilakukan penyidikan, berkas diserahkan kepada Penuntut Umum

94 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit

Page 115: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

101

sesuai Pasal 8 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

Mengenai kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan

sendiri pada tahun 2013 mencapai 11 perkara. Salah satu yang

sudah sampai vonis adalah kasus PLTU Bunton dengan total

korupsi 2 Milyar rupiah.

2.3. Struktur Penyidikan Tipikor oleh Kejaksaan

Mengenai struktur penyidkan tindak pidana korupsi yang

dilakukan oleh kejaksaan menurut Sunarko,S.H.,M.H. tidak

seperti kepolisian yang tetap struktur organisasi dalam melakukan

penyidikan, di kejaksaan tidak ada.95

Dalam gelar perkara Kejaksaan dikenal dengan “ekspose”

yang biasanya dilakukan dikalangan jaksa saja, BPKP akan

disertakan bila perkara yang ditangani memerlukan audit dari

BPKP.

Dan selanjutnya dalam hal penuntut umum bisa dilakukan

oleh orang yang sama dengan penyidik, sehingga nantinya tidak

ada istilah bolak – balik perkara dari masyarakat.

2.4. Faktor yang menghambat proses penyidikan tindak pidana

korupsi oleh kejaksaan

Suatu perundangan normatif di dalam pelaksanaan

penyidikan pastilah memiliki hambatan dalam bekerjanya.

95 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

Page 116: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

102

Hambatan tersebut bisa berasal dari dalam maupun luar. Menurut

Sunarko,S.H.,M.H. menyatakan bahwa hambatan itu bisa berasal

dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud

adalah faktor yang ada dalam kejaksaan tersebut.96

Faktor tersebut adalah :

a. Jumlah Personil

Dapat diketahui bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi

oleh penyidik kejaksaan adalah kurangnya personil dalam

penyidikan tindak pidana korupsi. Berbeda halnya dengan

kepolisian, untuk kejaksaan tidak ada masalah mengenai

sumber daya manusia para penyidiknya karena semua penyidik

adalah lulusan dari sarjana hukum dengan rekruitmen PNS

setelah melalui tahap seleksi. Oleh karena itu kurangnya

personel kejaksaan bisa menjadi hambatan untuk penanganan

secara cepat kasus tindak pidana korupsi.

b. Sarana Prasarana

Modus operandi tindak pidana korupsi yang canggih

tentuembutuhkan penanganan yang lebih canggih pula. Sebagai

institusi penyidik tentu saja faktor sarana dan fasilitas

pendukung penyidikan yang dibutuhkan oleh kejaksaan juga

tidak boleh tertinggal dan harus mendapat perhatian. Satu hal

yang masih kurang mengenai sarana dan prasarana. Saat ini

96 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

Page 117: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

103

sama seperti kepolisian, kejaksaan juga masih hanya diberikan

fasilitas transportasi dan biaya operasional. Mengenai biaya

operasional dalam penanganan kasus korupsi kadang masih

kurang. Adanya target dari pimpinan yang ketat tetapi tidak

diimbangi dengan pemenuhan fasilitas dan sarana yang

memadahi sering menjadikan tekanan psychis bagi penyidik.

Dalam hal menangani kasus korupsi pasti langsung berhadapan

dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Hal inilah yang

menjadi tantangan untuk penyidik kejaksaan agar jangan

sampai tergelincir terhadap tindakan yang melanggar hukum

sendiri, sekalipun dengan meinimnya fasilitas. Oleh karena itu

sarana dan prasarana saat ini menjadi hambatan yang cukup

besar yang dialami oleh kejaksaan dalam melaksanakan

penyidikan tindak pidana korupsi.

Selain faktor internal dari kepolisian sebagai penghambat

dalam pelaksanaan tugas penyidikan, juga ada faktor eksternal

sebagai penghambat dalam terlaksananya penyidikan suatu tindak

pidana korupsi yaitu :

a. Keterbukaan Saksi

Dalam hal terlaksananya penyidikan yang dilakukan oleh

kejaksaan terdapat peran dari saksi yang mengetahui suatu

perkara. Hal yang menjadi penghambat kejaksaan adalah saksi

yang belum terbuka dan masih menutupi suatu kasus yang

Page 118: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

104

mereka ketahui. Padahal keterangan saksi sangat penting

perihal penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan.

b. Masyarakat

Faktor penghambat dari masyarakat biasanya adalah kurang

terbuka terhadap lingkungan dan aktifitas yang terjadi di

lingkungan itu sendiri. Sehingga kurang tanggap jika ada

tindak pidana korupsi yang ada di lingkungannya. Selain itu

masyarakat juga tidak terbuka dalam memberi informasi dan

masih saling menutupi jika ada suatu tindak pidana. Hal inilah

yang menjadi penghambat bagi penyidik dalam melaksanakan

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Selain itu justru

masyarakat yang sering menutupi ada suatu perkara korupsi di

wilayahnya agar wilayahnya tidak mendapat preseden buruk

dari masyarakat lain.

c. Wilayah dan Geografis

Tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Kabupaten Cilacap

merupakan wilayah yang cukup luas di provinsi Jawa Tengah.

Ada 23 kecamatan yang berada di kabupaten ini. Hal ini

merupakan salah satu hambatan yang dialami oleh kejaksaan

dalam menangani tindak pidana korupsi. Karena dengan sarana

transportasi yang masih menggunakan transportasi darat,

kejaksaan harus menjangkau wilayah-wilayah yang jauh dari

pusat kabupaten cilacap dengan kondisi jalan yang berbeda-

Page 119: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

105

beda. Oleh karena itu hal inilah yang menjadi hambatan dalam

efisiensi penyidikan korupsi di wilayah Cilacap.97

C. Pembahasan

1. Penyidikan Tipikor Yang Dilakukan di Wilayah Cilacap

Implementasi penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan di

wilayah cilacap sudah sesuai dengan asas-asas penting sebuah penyidikan

yang berlaku yaitu :

1. Asas Legalitas

Menurut asas ini yang dijelaskan oleh Yahya Harahap98 seperti yang

dikutip oleh Hibnu Nugroho adalah :

“ketentuan dalam KUHAP menganut asas legalitas kerena meletakankepentingan hukum dan perundang-undangan di atas kepentingan-kepentingan yang lain sehingga menciptakan bangsa yang takluk dibawah “supremasi Hukum”, yang selaras dengan ketentuan-ketentuanperundangan dan perasaan keadilan bangsa Indonesia”

Berdasarkan hasil wawancara dengan penyidik yang menjadi informan

dalam penelitian ini yaitu penyidik kepolisian dan kejaksaan (

Brigadir Polisi Triawan dan Sunarko,S.H.,M.H.) sepakat bahwa

proses penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian maupun kejaksaan

telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku bagi kedua instansi

tersebut dalam melaksanakan penyidikan.

97 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.98 Hibnu Nugroho., Op.Cit. Hal. 33

Page 120: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

106

Dalam hal penyidikan yang dilaksanakan oleh kepolisian dalam

menangani perkara tindak pidana korupsi sudah sesuai dengan amanat

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi. Selain itu, mengenai penyidikan terlepas dari

undang-undang tersebut telah sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa kedudukan penyidik Polri dalam

hal tugas penyidikan merupakan pemegang peran utama melakukan

penyidikan terhadap semua tindak pidana walaupun menurutnya

setelah lahir Undang-Undang KPK kedudukan kepolisian hanya

sebagai sub ordinat di bawah KPK.99

Hal ini juga sama dengan Kejaksaan bahwa penyidikan yang dilakukan

oleh kejaksaan sebagai landasan pijak kejaksaan dalam melaksanakan

tugas dan kewenangannya melakukan penyidikan dan penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi mengacu kepada Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai hukum materil

dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana sebagai hukum pidana formil, serta Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Dalam hal prosedur penyidikan yang dilakukan kepolisian dan

kejaksaan tidak ada perbedaan dan juga telah sesuai dengan prosedur

99 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan

Page 121: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

107

yang berlaku yaitu dengan tidak memberikan perlakuan yang

diskriminatif pada tersangka dan juga memberikan hak-hak yang

diberikan oleh undang-undang terhadap tersangka.

Jadi dari keterangan kedua narasumber bisa disimpulkan bahwa

penyidikan terhadap tindak pidana korupsi tidak berbeda dengan

aturan yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

2. Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga tak bersalah merupakan salah satu bukti penghargaan

KUHAP pada hak asasi manusia. Hal ini senada dengan pendapat

kedua penyidik baik kepolisian maupun kejaksaan.

Dalam hal dilaksanakannya penyidikan selalu menghormati hak dari

tersangka itu sendiri, karena saat ini penegakan hukum di Indonesia

telah menganut asas aqusatoir sehingga penyidik melaksanakan

penyidikan tidak menggunakan cara-cara penyidikan dengan

menggunakan kekerasan dan sudah tidak sesuai pada masa sekarang

karena pengakuan terdakwa tidak lagi menjadi alat bukti.100

3. Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Dalam pelaksanakan penyidikan, asas ini merupakan salah satu asas

penting proses suatu penyidikan bagi para penegak hukum. Penjabaran

100 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H.

Page 122: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

108

asas ini tercermin dalam ketentuan adanya batas waktu penyelidikan,

penyidikan, penuntutan sampai pada proses persidangan yang

berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dalam penelitian ini

(Brigadir Polisi Triawan dan Sunarko,S.H.,M.H.) pelaksanaan asas

ini sudah diusahakan semaksimal mungkin untuk dilaksanakan dalam

proses penyidikan namun kadang terkendala oleh tersangka maupun

saksi yang kurang kooperatif dalam memberikan keterangan sehingga

proses penyidikan tidak cepat terselesaikan.

4. Asas Diferensiasi Fungsional

Dalam KUHAP diatur pembagian tugas dan wewenang atas aparat

penegak hukum, mulai dari permulaan penyidikan hingga eksekusi.

Dari tahapan tersebut selalu terjalin hubungan fungsi yang

berkelanjutan dan pengawasan antar lembaga penegak hukum.

Menurut keterangan narasumber, bahwa fungsi ini selama ini sudah

dilaksanakan oleh kepolisian maupun kejaksaan namun dalam

melaksanakan penyidikan ada pembagian tugas antara kepolisian dan

kejaksaan.

Jika penyidikan yang dilakukan di kepolisian, polisi hanya

mempunyai tugas melakukan penyidikan suatu tindak pidana korupsi

Page 123: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

109

dan setelah selesai penyidikan dilimpahkan kejaksaan untuk

dilaksanakan penuntutan.101

Berbeda dengan kejaksaan sendiri yang bisa melakukan penyidikan

sendiri dan kemudian dilanjutkan ke tahap penuntutan bisa dilakukan

oleh orang yang sama dengan penyidik, sehingga nantinya tidak ada

istilah bolak – balik perkara dari masyarakat.102

5. Asas Saling Koordinasi

Asas saling koordinasi dianut oleh KUHAP berkaitan erat dengan asas

diferensiasi fungsional, sehingga dapat dikatakan bahwa sekalipun

terjadi pembagian kewenangan yang tegas antara masing-masing

instansi penegak hukum, namun ada hubungan koordinasi di antara

instansi tersebut dalam proses penegakan hukum itu sendiri.103

Dalam hal pelaksanaan koordinasi ketika melaksanakan penyidikan

yang dilakukan oleh kejaksaan maupun kepolisian ketika menangani

tindak pidana korupsi di daerah, menurut narasumber sudah

dilaksanakan koordinasi ketika akan memulai suatu penyidikan. Dalam

hal penyidik mana yang didahulukan, adalah penyidik yang

mempunyai alat bukti yang cukup dalam hal mengetahui suatu tindak

pidana korupsi. Jadi selalu ada koordinasi antara kepolisian dan

101 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan, Op.Cit.102 Hasil Wawancara dengan Sunarko,S.H.,M.H., Op.Cit.103 Hibnu Nugroho, Op.Cit. Hal.35

Page 124: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

110

kejaksaan ketika melakukan suatu penyidikan agar tidak terjadi

tumpang tindih antara kedua instansi tersebut.

Selain itu, menurut Sunarko,S.H.,M.H. menambahkan ketika

kejaksaan memulai suatu penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

kejaksaan akan selalu berkoordinasi dengan kepolisian dan

melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi tentang kasus yang

ditangani. Namun sebaliknya KPK sendiri tidak pernah melakukan

supervise dan koordinasi kepada kejaksaan yang ada di wilayah

Cilacap.104

Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa bahwa instansi penegak

hukum di wilayah cilacap sudah melaksanakan penyidikan sesuai

dengan asas saling koordinasi antar instansi penegak hukum. Namun

berkebalikan dengan KPK sendiri yang belum pernah melakukan

supervise maupun koordinansi dengan instansi penegak hukum di

daerah kususnya wilayah Cilacap sebagai objek penelitian.

6. Asas Persamaan di Muka Hukum

Ketentuan dalam KUHAP mengenai asas ini tidak ada satu pasal pun

yang mengarah pada suatu kelompok dan memberikan

ketidakistimewaan kepada kelompok lain.

Namun menurut kedua narasumber pada penerapan penyidikan tindak

pidana korupsi ada prosedur tambahan jika tindak pidana tersebut

104 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

Page 125: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

111

menjerat pejabat negara. Ada prosedur khusus yang harus

diperhatikan dan diberikan terhadap pejabat negara yang terkena kasus

korupsi. Tetapi untuk hal persamaan di muka hukum sama dengan

tersangka lainnya yaitu dengan menjunjung tinggi HAM dengan tetap

mendapat perlindungan yang memadai. Karena pelanggaran terhadap

ketentuan ini dapat dilakukan pra peradilan.105

7. Asas akusator dan inqusitoir

Dalam proses pemeriksaan terhadap tersangka, penyidik tidak

diperkenankan untuk melakukan tekanan dalam bentuk apapun pada

tersangka. Karena KUHAP sendiri tidak menjadikan pengakuan

tersangka sebagai salah satu jenis alat bukti. Dengan hal tersebut

menyebutkan bahwa sudah menganut asas akusatoir.

Mengenai asas ini menurut narasumber sudah dilakukan oleh

kepolisian maupun kejaksaan, karena sudah tidak ada lagi perlakuan

yang tidak manusiawi terhadap tersangka. Hal itu ditujukan dengan

penyidikan yang manusiawi dengan pendekatan psikologi,

kriminalistik, psikiatri dan ilmu bantu yang lain tetapi tetap tidak

menghilangkan ketegasan dari penyidik itu sendiri sehingga tersangka

tetap menghormati penyidik. Sehingga penyidik tetap mendapatkan

hasil penyidikan yang diinginkan.106

105Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H.106 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H.

Page 126: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

112

Dari asas-asas tersebut di atas sangat penting untuk diperhatikan

dan dilaksanakan oleh penyidik karena penyidikan merupakan bagian

terpenting dalam proses penegakan hukum, karena berdasarkan hasil

penyidikan yang baik akan mengasilkan surat dakwaan yang baik pula dan

tepat sehingga akan sesuai dengan perkara yang sedang ditangani serta

menghasilkan putusan yang mampu mendekati kebenaran materiil.

Hal ini sesuai dengan pendapat K. wantjik Saleh107 yang dikutip

dalam jurnal hukum Sahuri Lasmadi, penyidikan sendiri diartikan yaitu:

“Usaha dan tindakan untuk mencari dan menemukan kebenarantentang apakah betul terjadi suatu tindak pidana, siapa yangmelakukan perbuatan itu, bagaimana sifat perbuatan itu sertasiapakah yang terlibat dengan perbuatan itu.”

Dalam implementasi suatu penyidikan tentu saja menggunakan

pendekatan sistem peradilan pidana yang berlaku, hal ini sesuai dengan

pendapat Romli Atmasasmita yang dikutip oleh Hibnu Nugroho108

yaitu:

“Pendekatan system peradilan pidana menitikberatkan padakoordinasi dan sinkronisasi dengan disertainya pengawasan danpengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilanpidana (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembagapemasyarakatan) dan menggunakan hukum sebagai instrumentuntuk menetapkan the administration of justice”

107 Sahuri Lasmadi, “Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada Tindak PidanaKorupsi Pada Perspektif Sistem Peradilan Pidana”. Jurnal Ilmu Hukum , Volume 2, 3 ( Juli 2010 )Hal. 10

108 Hibnu Nugroho, Op.Cit., Hal. 47

Page 127: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

113

Dalam hal penegakan tindak pidana korupsi di daerah ada dua

penegak hukum yang lebih dominan dalam pelaksanaan penyidikan tindak

pidana korupsi yaitu kepolisian dan kejaksaan walaupun komando

penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi tetap ada di KPK setelah

lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Keberadaan lembaga –

lembaga yang berbeda dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi

sebenarnya dikhawatirkan akan menjadi kelemahan dalam penanganan

tindak pidana ini karena mempunyai target tersendiri bagi tiap lembaga.

Karena menurut KUHAP mengatur kewenangan penyidikan jatuh

kepada kepolisian. Sedangkan kejaksaan hanya melakukan fungsi korektif

yaitu pada saat penuntutan agar terjadi keteraturan dalam suatu

penanganan sebuah perkara pidana. Berbeda halnya jika kejaksaan

melaksanakan fungsi penyidikan maka akan dikhawatirkan munculnya ego

sektoral dari kejaksaan itu sendiri.

Namun kondisi beberapa lembaga yang menangani tindak pidana

korupsi tersebut, diharapkan oleh pemerintah sebagai upaya mendorong

percepatan penanganan kasus-kasus korupsi.

Dari hal di atas menurut R. Soesilo109 memberikan pendapat

mengenai tujuan hukum acara pidana yaitu:

“Hakikatnya memang mencari kebenaran. Para penegak hukum mulaidari polisi, jaksa sampa kepada hakim dalam menyidik, menuntut, danmengadili perkara senantiasa harus berdasarkan hal yang sungguh-

109 R. Soesilo, Op. Cit, Hal. 19

Page 128: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

114

sungguh terjadi. Untuk itu dibutuhkan petugas-petugas selain yangberpengalaman luas, berpendidikan bermutu, dan berotak cerdas jugaberkepribadian yang teguh, yang kuat mengelakan dan menolak segalagodaan.”

Oleh karena itu dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi

harus ada hubungan yang sinergis antara instansi penegak hukum yang

berwenang menangani tindak pidana korupsi.

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia pada proses

penyidikan, hubungan antara penyidik dengan JPU sangatlah erat,

sehingga KUHAP memberikan sarana pra penuntutan. Ketentuan

mengenai hal ini diatur dalam Pasal 110 KUHAP yang berbunyi:

(1) Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidikwajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntutumum.

(2) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikantersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segeramengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertaipetunjuk untuk dilengkapi.

(3) Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untukdilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikantambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.

(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empatbelas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikanatau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah adapemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepadapenyidik.

Page 129: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

115

Dari pasal pasal tersebut diatas, menurut Hibnu Nugroho110 pasal

ini meletakan kewajiban kepada penyidik untuk melakukan hal-hal sebagai

berikut yaitu :

1. Apabila telah selesai melakukan penyidikan, hasil penyidikansecepatnya wajib diserahkan kepada penuntut umum.

2. Menerima kembali berkas penyidikan dari penuntut umum, apabilamenurut penilaian penuntut umum hasil penyidikan yang telahdilakukan oleh penyidik dianggap kurang lengap.

3. Secepat mungkin melengkapi kekurangan yang diperlukan sesuaipetunjuk penuntut umum.

Sedangkan kewajiban dari penuntut umum adalah melakukan

koreksi hasil penyidikan dari penyidik dalam waktu singkat sesuai

ketentuan pasal tersebut yaitu tidak melebihi 14 hari sejak diterimanya

berkas penyidikan. Apabila menurut penilaian penilaian penuntut umum

hasil penyidikan masih kurang tajam, maka penuntut umum wajib

memberi petunjuk hal-hal mana saja yang harus dipertajam guna

kepentingan pembuatan surat dakwaan dan requisitoir nantinya.

Menurut Yahya Harahap111 mengenai kewenangan penyidikan

yaitu:

“Dalam hal yang menyangkut tindak pidana khusus secara jelasdiatur dalam Pasal 284 ayat (2) KUHAP yang merupakanketentuan peralihan dari HIR ke KUHAP yang masih menyisakankewenangan penyidikan kepada kejaksaan. Namun setelahberlakunya KUHAP fungsi penyidikan yang diserahkan kepadalembaga kepolisian.”

110 Hibnu Nugroho, Op.Cit. Hal. 59111 Yahya Harahap, Op.Cit., Hal. 357

Page 130: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

116

Namun dalam beberapa tindak pidana khusus jaksa masih

mempunyai wewenang melakukan penyidikan seperti dalam tindak

pidana ekonomi dan tindak pidana korupsi oleh karena undang-undang

pidana khusus itu sendiri mengatur kewenangan tersebut.112

Selain itu mengenai wewenang penyidikan oleh kejaksan

diperkuat setelah lahirnya ketentuan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia merupakan

peraturan perundang-undangan terbaru yang mengatur mengenai

kejaksaan di Indonesia. Dalam hal mengenai wewenang jaksa dalam

melakukan penyidikan diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d yaitu :

“Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentuberdasarkan undang-undang.”

Selanjutnya mengenai pengaturan penanganan perkara tindak

pidana korupsi menurut Pasal 43 Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus

tersebut disebut Komisi pemberantasan korupsi yang memiliki

kewenangan melakukan koordinasi dan supervise, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Adapun mengenai

pembentukan, susunan organisasi, tata kerja dan pertanggungjawaban,

tugas dan wewenang keanggotaannya diatur dengan undang-undang.

112 Ibid.

Page 131: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

117

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi

yang termasuk dalam kategori sebagai berikut:

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, danorang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidanakorupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum ataupenyelenggara negara,

2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau

3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Dari kategori tersebut dapat diartikan bahwa kewenangan

kepolisan maupun kejaksaan dalam menangani kasus tindak pidana

korupsi yang jumlahnya di bawah 1 miliar rupiah.113

Namun dalam hal tertentu menurut Sunarko,S.H.,M.H.114

menerangkan bahwa:

“Untuk kasus-kasus dimana KPK mempunyai kewenangan untukmenyidik, misalnya untuk kasus diatas 1 Miliar, maka pihakpenyidik harus menunggu jawaban dari KPK apakah kasustersebut akan diambil alih oleh KPK atau tidak. Jika ternyatapihak KPK akan mengambil alih kasus tersebut maka pihakpenyidik harus menyerahkan kasus tersebut kepada KPK, namunjika pihak KPK menolak maka penyidikan dilanjutkan olehpenyidik baik kasus itu ketika ditangani kejaksaan maupunkepolisian. Dengan kata lain KPK memiliki prioritas dalammenangani suatu kasus tindak pidana korupsi.

113 Evi Hartati., Op.Cit. Hal. 69114 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit

Page 132: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

118

Jadi penyidik Kepolisian maupun Kejaksaan bisa menangani

kasus tindak pidana korupsi di atas 1 Miliar jika kasus tersebut tidak

dimabil alih oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam hal penerapan penyidikan yang ada di instansi kepolisian

dilakukan dengan mengacu pada KUHAP. Yaitu setelah adanya indikasi

korupsi kepolisian mempunyai intelejen dan mengumpulkan data guna

melakukan penyelidikan dan selanjutnya melaksanakan penyidikan dengan

mencari keterangan saksi dan tersangkanya dan melakukan penyitaan jika

diperlukan.

Jadi sesuai dengan sistem peradilan hukum pidana, tugas

penyelidikan, dan penyidikan korupsi dilakukan oleh penyidik polisi. Di

Indonesia sejak bergulirnya era reformasi. Kondisi penegakan hukum

khususnya terhadap tindakan hukum tindak pidana korupsi, kondisinya

sudah dianggap sebagai darurat tindak terhadap korupsi. karena itulah

dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi.

Meskipun sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan

berarti penyidik polisi tidak berhak lagi mengusut kasus korupsi.

Pengusutan terhadap tindak pidana korupsi merupakan salah satu tugas

polisi dalam rangka penegakan hukum. Dalam Undang-Undang

Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Pasal 14 ayat (1) g, disebutkan bahwa :

Page 133: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

119

“Polisi bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadapsemua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana danperaturan perundang-undangan lainnya”

Korupsi termasuk dalam salah satu tindak pidana sehingga dapat

dilakukan tindakan hukum oleh penyidik polisi. Dengan demikian,

keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi bukan sebagai penghambat

kerja polisi. Namun demikian berdasarkan ketentuan undang-undang

secara substansial, Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan

hubungan fungsional atas kewenangan, seperti tindakan hukum

koordinasi, supervisi, bersama penyidik kepolisian dan kejaksaan atau

bahkan pengambilalihan terkait kasus korupsi sesuai dengan persyaratan

yang ditentukan undang-undang.

Untuk pelaksanaan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian

Menurut Brigadir Polisi Triawan115 yaitu:

“Tindak pidana korupsi merupakan jenis pidana yang berbedadengan tindak pidana lain pada umumnya, ada ciri khusus yangmelekat pada pelaku tindak pidana tersebut. Maka penanganantindak pidana korupsi juga memerlukan personil khusus yangmenangani kasus tersebut. Personil tersebut sendiri untuk tingkatPolres masih dibawah Satuan Reserse Kriminal yaitu Sub UnitTindak Pidana Korupsi, sedang pada tingkat Polda terdapat satuankhusus yang disebut Satuan Tipikor Direktorat Kriminal Poldadan tingkat Mabes adalah Direktorat III/Tipikor dan White CollarCrime Badan Reserse dan Kriminal Polri.”

Salah satu ciri khas yang dimiliki anggota kepolisian adalah

system komando di dalam proses pelaksanaan tugas. Penyidik sebagai

115 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit

Page 134: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

120

salah satu sistem bagian dari anggota Polri tentu saja terikat pada sistem

komando tersebut.

Sementara itu Proses penyidikan yang dilakukan oleh Pihak

Kejaksaan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi juga berdasarkan

Keputusan Jaksa Agung RI No.KEP-518/A/ J.A/11/2001 tanggal 1

November 2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Republik

Indonesia No.Kep-132/J.A/11/1994 tanggal 7 November 1994 tentang

Administrasi Perkara Tindak Pidana dan kelaziman praktik penanganan

perkara Tindak Pidana Korupsi, modus operandi terungkapnya perkara

korupsi dapat karena adanya inisiatif penyidik sendiri atau karena laporan

atau informasi seseorang tentang telah terjadinya tindak pidana korupsi.

Dalam hal penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan juga

mengacu pada aturan yang ada dalam KUHAP. Ketika penyidik telah

mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak

pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (dikenal

dengan SPDP/Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan sesuai

dengan Pasal 109 ayat (1) KUHAP). Setelah bukti-bukti dikumpulkan

dan yang diduga tersangka telah ditemukan, maka penyidik menilai

dengan cermat, apakah cukup bukti untuk dilimpahkan kepada Penuntut

Umum atau ternyata bukan merupakan tindak pidana.

Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana maka penyidikan dihentikan demi hukum

Page 135: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

121

“Pemberhentian Penyidikan” ini diberitahukan kepada Penuntut

Umum dan kepada tersangka/keluarganya. Namun, jika peristiwa tersebut

merupakan peristiwa tindak pidana, maka setelah dilakukan penyidikan,

berkas diserahkan kepada Penuntut Umum hal ini sesuai dengan Pasal 8

ayat (2) KUHAP.

Mengenai kasus korupsi yang ditangani oleh kejaksaan sama

seperti kepolisian yaitu di bawah 1 miliar. Namun kejaksaan bisa

menangani kasus diatas 1 Miliar jika penyidikan yang dilakukan oleh

kejaksaan tersebut tidak diambil alih oleh KPK.

Untuk struktur penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan

oleh kejaksaan menurut Sunarko,S.H.,M.H. tidak seperti kepolisian yang

tetap struktur organisasi dalam melakukan penyidikan, di kejaksaan tidak

ada.

Mengenai prosedur melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

korupsi baik yang dilakukan oleh Kejaksaan maupun Kepolisian sama

dengan tindak pidana umum lainya yaitu mengacu pada KUHAP.

Menurut Pasal 102 KUHAP, dalam memulai penyidikan didahului

oleh penyelidikan, sumber tindakan yang dilakukan oleh penyelidik

berdasar pada empat hal, yaitu diketahui sendiri oleh petugas, laporan,

pengaduan dan tertangkap tangan.

Selain itu karena kewajibannya penyelidik mempunyai wewenang

antara lain menerima laporan/ pengaduan, mencari keterangan dan barang

Page 136: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

122

bukti, menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan memeriksa tanda

pengenal, Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggug

jawab.

Penyidik wajib dengan inisiatif sendiri melakukan tindakan yang

dianggap perlu untuk penyidikan, segera setelah ia menerima laporan-

laporan atau timbul dugaan yang beralasan bagi penyidik tentang adanya

tindak pidana korupsi.

Pada saat dimulainya penyidikan, penyidik memberitahukan

kepada penuntut umum perihal dimulainya penyidikan tindak pidana. Hal

ini berkaitan dengan fungsi pengawasan fungsional dalam sistem peradilan

pidana oleh penuntut umum. Pemberitahuan ini disebut dengan Surat

Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Penyidikan dimulai ketika penyidik berpendapat bahwa telah

terdapat bukti permulaan yang cukup, maka selanjutnya penyidik

memerintahkan agar tindak pidana korupsi tersebut diteruskan ke tahap

penyidikan.

Menurut UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang dimaksud

dengan bukti permulaan yang cukup adalah:

“Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telahditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dantidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim,diterima atau disimpan baik secara biasa maupun secara elektronikatau optik.”

Page 137: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

123

Berdasarkan ketentuan tersebut maka agar penyelidikan tindak

pidana korupsi dapat ditingkatkan menjadi penyidikan maka harus

diperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu berupa sekurang-kurangnya 2

alat bukti.

Selanjutnya menurut ilmu kriminalistik, penyidik dalam mencari

tersangka/saksi/korban apabila ditemukan, maka perlu diadakan

identifikasi yang berguna untuk:

a. Melakukan penyidikan lebih terarah

b. Mencari hubungan tersangka dengan korban

c. Mempermudah membuat daftar orang yang dicurigai

Dan Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan untuk

melakukan penangkapan, penggeledahan dan penyitaan, pemeriksaan dan

penyitaan surat, Mengambil sidik jari dan membawa dan menghadapkan

seseorang pada penyidik.

Kemudian ketika seseorang diperiksa oleh penyidik, menurut

kedua narasumber (Brigadir Polisi Triawan dan Sunarko,S.H.,M.H.)

menyebutkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik pada

prinsipnya untuk menggali informasi tentang tindak pidana yang

dilakukan, tetapi tersangka berhak untuk memberikan keterangan secara

bebas dan tanpa tekanan, serta kepada tersangka tidak boleh diajukan

pertanyaan yang menjerat.

Page 138: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

124

Jadi dalam proses pemeriksaan oleh penyidik yang dilakukan di

Cilacap bisa dilihat bahwa tersangka selama dalam proses pemeriksaan

tidak boleh ditekan, diintimidasi, diancam, memberikan keterangan diluar

apa yang tersangka ketahui, dipaksa untuk melakukan sesuatu.

Penyidik harus mencari serta menemukan kebenaran tentang

apakah benar telah terjadi tindak pidana, Siapa yang melakukannya,

bagaimana sifat perbuatan itu serta siapa-siapa yang ikut terlibat dalam

perkara itu. Dalam rangka mencarai bukti-bukti maka denagan tidak

mengurangi ketentuan-ketentuan yang berlaku tentang rahasia Bank, Bank

wajib memberikan keterangan tentang keadaan keuangan tersangka dan

dengan meperlihatkan surat-surat Bank dari tersangka, istri/suami, anak

yang diminta oleh Jaksa. Permintaan izin untuk memerintah keadaan

keuangan tersangka diajukan pada Menteri Keuanagan, izin mana yang

harus diberikan dalam waktu paling lama dua minggu terhitung tanggal

penyampaian permintaan tesebut.apabila dalam jangka waktu dua minggu

ternyata permintaan izin tersebut belum juga diminta jawabannya, maka

izin tersebut dianggap telah diberikan oleh Menteri Keuangan.

Selain itu dalam menggali informasi dari tersangka maupun saksi

menurut narasumber bahwa institusi Kejaksaan maupun Kepolisian

menggunakan pendekatan ilmu bantu Psikologi Kriminal. Konsep-konsep

utama psikologi dipergunakan untuk penegakan hukum agar tercapai

keadilan, yaitu dengan menggunakan tehnik-tehnik tertentu yang lazim

diterapkan oleh psikologi sehingga penyidik dalam melakukan

Page 139: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

125

pemeriksaan terhadap tersangka tidak perlu marah-marah dan dapat

mengarahkan tersangka agar dapat memberikan jawaban-jawaban yang

benar, terlepas dari kenyataan apakah dia bersalah atau tidak, serta dalam

psikologi kriminal dihadapkan pihak penyidik sebagai pemeriksa dapat

menghadapi si pelaku tindak pidana secara lebih baik demi untuk

memperlancar jalannya pemeriksaan dalam tingkat penyidikan.

Dalam melakukan pemeriksaan biasanya digunakan metode:

a. Interview;

b. Interogasi;

c. Konfrontasi.

Dalam pemeriksaan terhadap tersangka menurut kedua

narasumber pelaku tindak pidana korupsi perlu dilakukan hal-hal sebagai

berikut :

a. Penyidik memberitahukan kepada tersangka tentang hak-

haknya, terutama haknya untuk mendapatkan bantuan hukum;

b. Memberitahukan kepada saksi atau orang lain yang terkait

untuk tidak menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal

lain yang dapat memberi kemungkinan dapat diketahuinya

identitas pelapor .

Page 140: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

126

c. Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila ada

cukup alasan untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir

dalam pemeriksaan di pengadilan. Saksi diperiksa secara

tersendiri, tetapi boleh dipertemukan yang satu dengan yang

lain dan mereka wajib memberikan keterangan yang

sebenarnya. Penyidik menanyakan kepada tersangka apakah

memiliki saksi atau ahli yang menguntungkan yang akan

diajukan olehnya. Bilamana ada maka hal tersebut dicatat

dalam Berita Acara Pemeriksaan, kemudian penyidik

memanggil dan memeriksa saksi tersebut.

d. Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik

diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk

apapun.

e. Penyidik mengusahakan untuk mengetahui peranan

tersangka dalam tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa

(apakah sebagai dader, mede dader, mede pleger, uitlokker,

atau peran lainnya).

f. Setelah memperoleh keterangan penyidik mencatat keterangan

tersebut ke dalam berita acara yang kemudian ditandatangani

oleh penyidik dan oleh yang memberikan keterangan tersebut

setelah mereka menyetujui isinya. Dalam hal tersangka atau

saksi tidak tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik

Page 141: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

127

mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut

alasannya.

g. Agar diperoleh keterangan, petunjuk-petunjuk dan bukti-bukti

yang kuat, maka hasil pemeriksaan tersangka atau saksi yang

dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan baik secara

sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dievaluasi guna

mengembangkan dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya

atau untuk membuat simpulan dari hasil penyidikan yang telah

dilakukan. Dari hasil evaluasi tersebut penyidik dapat

menyusun resume untuk pemberkasan dan penyerahan berkas

perkara.

Selain itu menurut Brigadir Polisi Triawan, ketika memasuki

tahap pemeriksaan terhadap tersangka maupun mengambil keterangan

terhadap saksi, penyidik selain menggunakan ilmu bantu Psikologi

Kriminal seharusnya bisa menggunakan alat Lie Detector agar mengetahui

kebenaran informasi yang diberikan oleh tersangka maupun saksi apakah

benar apa bohong. Namun kendala yang dihadapi belum tersedianya alat

tersebut di Kepolisian.

Selanjutnya, dalam penyidikan yang dilakukan di Cilacap,

menurut Sunarko,S.H.,M.H.116 yaitu:

116 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit

Page 142: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

128

“Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat-suratdan kiriman-kiriman melaului jawatan pos, telegraf, telepon danlain-lain yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkarapidana korupsi yang diperiksa.”

Jadi bisa dilihat bahwa ada kewenangan khusus terhadap penyidik

untuk melakukan upaya paksa khusus guna menemukan bukti-bukti

dugaan tindak pidana korupsi.

Menurut Brigadir Polisi Triawan117, terhadap tersangka dapat

dilakukan penangkapan apabila terdapat bukti permulaan yang cukup yaitu

yang meliputi antara lain:

a. Laporan Polisi;

b. Berita Acara Pemeriksaan Polisi;

c. Laporan Hasil Penyelidikan;

d. Keterangan Saksi/ Ahli; dan

e. Barang Bukti.

Setelah dilakukan penangkapan, dalam proses penyidikan

selanjutnya penyidik bisa melakukan penahanan terhadap tersangka.

Menurut Pasal 21 KUHAP Penahanan dapat dilakukan dengan syarat

antara lain:

a. Tersangka/ terdakwa diduga keras melakukan tindak pidanaberdasarkan bukti yang cukup;

b. Memenuhi syarat subjektif;

c. Memenuhi syarat objektif;

117 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan, Op.Cit

Page 143: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

129

d. Dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim

Mengenai lamanya penahanan sesuai dengan KUHAP yaitu

maksimum 20 hari dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum

maksimum 40 hari. Dan yang berwenang memberi perpanjangan

penahanan itu atas dasar permintaan dan laporan pemeriksaan pada tingkat

penyidikan ialah Ketua Pengadilan Negeri.

Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan

penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan

badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang- undang. Penyidik

setiap waktu berwenang memasuki setiap tempat yang dipandangnya perlu

dalam hubungannya dengan tugas pemeriksaan, dan jika keadaan

mengharuskannya, dibantu dengan alat kekuasaan negara lainnya.

Adapun penggeledahan yang dilakukan di wilayah Cilapap

menurut kedua narasumber (Brigadir Polisi Triyawan dan Sunarko,

S.H.,M.H.) dengan tata cara penggeledahan sebagai berikut :

a. Dilakukan oleh Penyidik;

b. Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri;

c. Memperlihatkan surat tugas penggeledahan;

d. Pendamping atau saksi dalam melakukan penggeledahan;

Page 144: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

130

e. Membuat berita acara penggeledahan (Pasal 33ayat (5)

KUHAP).

Apabila penghuni sebuah rumah menolak untuk dimasuki

rumahnya, penyidik hanya dapat masuk bersama-sama dua orang saksi.

Dalam waktu dua kali dua puluh empat jam tentang pemasukan rumah itu

dibuat berita acaranya dan selanjutnya tembusannya disampaikan kepada

penghuni rumah yang bersangkutan untuk kepentingannya. Kewajiban

membuat berita acara tersebut berlaku juga apabila penyidik melakukan

penyitaan.

Mengenai benda yang dapat disita menurut Pasal 39 KUHAP

adalah :

a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atausebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagaihasil dari tindak pidana;

b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untukmelakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;

c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangipenyidikan tindak pidana;

d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukantindak pidana;

e. Benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindakpidana yang dilakukan

Page 145: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

131

Dan tata cara penyitaan menurut Brigadir Polisi Triawan118

selalu berpedoman dengan KUHAP yaitu dengan cara:

a. Dilakukan oleh Penyidik;

b. Surat Ijin dari Ketua Pengadilan Negeri;

c. Memperlihatkan tanda pengenal;

d. Memperlihatkan barang yang akan disita kepada saksi;

e. Membungkus benda sitaan;

f. Menyimpan benda sitaan di RUPBASAN.

Selanjutnya setelah penyidik mempelajari dan meneliti perkara

tindak pidana korupsi penyidik dapat melanjutkan ke pelimpahan perkara

ataupun menghentikan penyidikan. Jika penyidik menghentikan

penyidikan, Pasal 109 ayat (2) KUHAP memberikan kewenangan kepada

penyidik untuk menghentikan penyidikan dengan alasan:

a. Perkara tidak cukup bukti;

b. Bukan merupakan tindak pidana;

c. Dihentikan demi hukum (berkaitan dengan ne bis in idem,

tersangka meninggal dunia, dan daluwarsanya perkara).

Dan Penghentian penyidikan ditandai dengan dikeluarkannya

Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

118 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan, Op.Cit

Page 146: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

132

Lain halnya jika perkara tersebut dilanjutkan dengan pelimpahan

perkara ke Penuntut Umum. Pelimpahan perkara dari penyidik kepada

penuntut umum dilakukan dengan dua tahap, yaitu:

1. Tahap pertama, penyidik hanya menyerahkan berkas perkaranya saja

kepada penuntut umum sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) huruf a KUHAP

dengan tahapan:

a. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidikmelimpahkan berkas perkara ke penuntut umum;

b. Dalam waktu 7 hari penuntut umum harus memberitahukan danmengembalikan berkas perkara apabila berkas dinyatakan belumlengkap sehingga perlu dilakukan penyidikan tambahan;

c. Dalam waktu 14 hari penyidik harus mengembalikan hasilpenyidikan tambahan (Pasal 138 ayat (2) KUHAP).

2. Tahap kedua, penyerahan tanggung jawab atas tersangka dan barang

bukti kepada penuntut umum sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) butir b

KUHAP yaitu dengan tahapan:

a. Penyidikan dinyatakan selesai apabila dalam waktu 14 hariPenuntut Umum tidak mengembalikan berkas perkara atau dalamwaktu kurang dari itu dinyatakan berkas telah lengkap.

b. Setelah berkas dinyatakan lengkap, pelimpahan tahap kedua adalahpenyerahan tersangka dan barang bukti (Pasal 8 ayat (3) huruf bKUHAP)

Dalam proses penyidikan untuk menemukan tersangka maupun

barang bukti biasanya dilakukan gelar perkara. Gelar perkara dilakukan

dalam rangka menangani tindak pidana korupsi tersebut secara tuntas

Page 147: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

133

sebelum diajukan kepada Penuntut Umum. Tujuan dilaksanakan gelar

perkara antara lain untuk mencegah terjadinya pra peradilan,

memantapkan penetapan unsur-unsur pasal yang dituduhkan, sebagai

wadah komunikasi antar penegak hukum serta mencapai efisiensi dan

penuntasan dalam penanganan perkara. Gelar perkara sendiri bisa

dilakukan ketika sedang dilakukanyya penyidikan maupun sudah sampai

tahap pengadilan jika itu dianggap perlu untuk kepentingan penegakan

hukum.

Dalam melakukan gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik

kepolisian mengundang kejaksaan dan juga BPKB. Hal ini sesuai dengan

nota kesepahaman antara Kepolisian, Kejaksaan dan BPKB.

Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (4) dalam Nota Kesepahaman

Nomor KEP-1093/K106/2007 antara Kejaksaan Republik Indonesia,

Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan yaitu :

“Dalam setiap penyelidikan dan/atau penyidikan baik yangdilakukan oleh Kejaksaan maupun POLRI, BPKP menugaskanauditor professional untuk melakukan audit investigative ataupenghitungan kerugian keuangan negara sesual denganpermintaan.”

Sementara itu, gelar perkara oleh Kejaksaan dikenal dengan

“ekspose” yang biasanya dilakukan dikalangan jaksa saja, BPKP akan

disertakan bila perkara yang ditangani memerlukan audit dari BPKP sesuai

dengan Nota Kesepahaman antara Kejaksaan Republik Indonesia,

Page 148: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

134

Kepolisian Republik Indonesia dan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan.

Dalam pelaksanaan penanganan perkara tindak pidana korupsi

yang dilakukan kejaksaan terdapat hal yang berbeda dari penyidikan yang

dilakukan kepolisian, karena di kejaksaan pelapor, penyidik dan penuntut

umum dalam kasus tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang yang

sama, sehingga nantinya tidak ada istilah bolak – balik perkara dari

masyarakat. Berbeda dengan wewenang kepolisian yang hanya ada pada

tingkat penyidikan.

Dalam beberapa kasus dimana kasus korupsi dilakukan oleh

pejabat negara, maka harus ada perizinan yang harus dilengkapi sebelum

melakukan penyidikan yaitu:

1. Jika yang melakukan korupsi adalah anggota DPRD tingkat II, maka

harus ada izin dari Gubernur untuk memeriksanya.

2. Jika yang melakukan korupsi adalah anggota DPRD tingkat I, maka

harus ada izin dari Menteri Dalam Negeri untuk memeriksanya.

3. Jika yang melakukan korupsi adalah kepala daerah, maka harus ada

izin dari presiden untuk memeriksanya.

Setelah didapat bukti-bukti permulaan yang cukup dalam proses

penyidikan, maka dapat dilakukan penangkapan terhadap tersangka. Hal

ini juga sama dengan proses penyidikan terhadap tersangka yang bukan

Page 149: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

135

sebagai pejabat negara. Penangkapan ini menggunakan surat perintah

penangkapan yang ditandatangani penyidik dan kepala Kejaksaan Negeri.

Penangkapan tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan awal untuk

menentukan apakah penangkapan tersebut aka dilanjutkan dengan

penahanan. Jika harus ditahan, maka hal tersebut dilakukan untuk

memudahkan penyidikan agar pelaku tidak kabur untuk melenyapkan

barang bukti maupun mempengaruhi para saksi. Penahanan dapat

dilakukan selama 20 hari dan apabila dirasa kurang dapat diperpanjang

maksimum 40 hari atas persetujuan ketua Pengadilan Negeri.

Mengenai siapa yang diprioritaskan melakukan penyidikan oleh

Kejaksaan maupun Kepolisian tidak ada. Namun yang mempunyai bukti

permulaan yang cukup dan mempunyai keyakinan tentang tindak pidana

korupsi lah yang bisa memulai melakukan penyelidikan hingga penyidikan

namun tetap harus melakukan koordinasi agar tidak terjadi tumpang tindih

dalam melaksanakan tugas penyidikan.

2. Faktor yang Menghambat Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi di Wilayah Cilacap

Pada hakikatnya persoalan efektifitas hukum seperti yang

diungkapkan Syamsuddin Pasamai119 dalam bukunya Sosiologi dan

Sosiologi Hukum yaitu:

119 Diunduh Dari : http://sarmyendrahendy.blogspot.com/2012/06/dalamrealita-kehidupan-bermasyarakat.html ( Pada Tanggal 28 Januari 2014 Pukul 9.47 WIB )

Page 150: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

136

“Persoalan efektifitas hukum mempunyai hubungan yang sangaterat dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakanhukum dalam masyarakat demi tercapainya tujuan hukum.Artinya hukum benar-benar berlaku secara filosofis, juridis dansosiologis”

Untuk menmbahas ketidakefektifan hukum, ada baiknya juga

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu

penerapan hukum. Hal ini sejalan dengan penerpanan suatu penyidikan

seperti apa yang diungkapkan Ishaq120 dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu

Hukum yang menyebutkan:

“Dalam proses penegakan hukum, ada faktor-faktor yangmempengaruhi dan mempunyai arti sehingga dampak positif dannegatifnya terletak pada isi faktor tersebut.”

Dari pendapat tersebut, Soerjono Soekanto121 mengambil

kesimpulan bahwa bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :

1. Hukumnya sendiri.

2. Penegak hukum.

3. Sarana dan fasilitas.

4. Masyarakat.

5. Kebudayaan.

Mendasarkan pada pendapat Soerjono Soekanto dan penelitian

yang dilakukan, maka diperoleh data bahwa faktor yang menghambat

120 Ibid.121 Ibid.

Page 151: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

137

implementasi penyidikan tindak pidana korupsi di wilayah Cilacap, dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri, yang akan dibatasi pada undang-undang

saja, undang-undang dalam arti materiel adalah peraturan tertulis yang

berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang

sah

Keberadaan suatu perundang-undangan dalam suatu sistem

hukum merupakan faktor yang sangat menentukan bagi tercapainya

suatu tertib hukum karena untuk itulah salah satu tujuan dibentuknya

undang-undang. Terlebih lagi undang-undang merupakan sumber

hukum yang utama, yang mana kaidah-kaidah hukum yang banyak itu

memang berasal dari perundang-undangan, yang menuliskan hukum

dalam berbagai undang-undang dan membukukannya dalam kitab

undang-undang.122

Dalam hal penyidikan setelah lahirnya Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Kedudukan

Penyidik Kepolisian hanya sub ordinat dibawah penyidik KPK

jadi ketentuan penyidikan tidak sepenuhnya dipegang oleh Kepolisian

seperti yang diatur dalam KUHAP.

Walaupun demikian koordinasi antar ketiga lembaga tersebut

bisa mengurangi hambatan tentang wewenang melakukan penyidikan

yang dilakukan oleh instansi yang berwenang karena untuk tindak

122 J. Van Kan dan J.H. Beekhuis, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia,2001), 147.

Page 152: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

138

pidana korupsi di bawah 1 miliar masih dilaksanakan oleh kepolisian

maupun kejaksaan.

2. Faktor penegak hukum

Faktor penegak hukum ini dititikberatkan kepada Kepolisian

dan Kejaksaan yang melaksanakan tugas penyidikan terhadap tindak

pidana korupsi di daerah.

Untuk instansi kejaksaan masalah sumber daya manusia

sebagai penyidik mungkin tidak mengalami masalah dikarenakan

memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi di bidang hukum.

Namun demikian upaya meningkatkan keprofesionalan aparat

kejaksaan secara terus menerus perlu ditingkatkan. Salah satu

kebijaksanaan pemerintah guna meningkatkan kualitas sumber daya

manusia yang mengacu pada syarat keterampilan, keahlian, dan

profesi, dengan memperakukan fungsi jabatan jaksa dalam pelaksanaan

penyidikan tindak pidana korupsi.

Menurut Sunarko,S.H.,M.H. yang menjadi kendala penegak

hukum kejaksaan adalah jumlah personel kejaksaan yang menangani

kasus tindak pidana korupsi di wilayah Cilacap yang masih sangat

minim sehingga perlua ada tambahan personel dengan rekruitmen baru

dan kualitas jaksa dengan sumber daya manusia yang unggul.123

Lain halnya dengan hambatan penegak hukum kepolisian.

Menurut Brigadir Polisi Triawan, hambatan dari penegak hukum

123 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit

Page 153: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

139

untuk kepolisian adalah masalah sumber daya manusia penyidik

sendiri. Masalah SDM merupakan masalah kompleks yang tidak dapat

diselesaikan dalam waktu singkat.124

Ketersediaan SDM yang memadai berkaitan erat salah satunya

dengan masalah rekruitmen. Menurut Suwarni sebenarnya dalam

melakukan rekruitmen anggota kepolisian apabila dilihat dari sisi

pendidikan saat ini telah mengalami peningkatan. Namun demikian

untuk pendidikan khusus dirasakan masih perlu penanganan yang

konsisten dan juga berkelanjutan125

Untuk faktor ini ada juga hambatan jika penegak hukumnya itu

sendiri memerlukan ilmu bantu yaitu ketika pada tahap pemeriksaan

belum adanya ahli psikologi kriminal dan terbatasnya jumlah personel.

Namun dalam perjalanannya di wilayah Cilacap dalam hal wewenang

melakukan pemeriksaan karena harus adanya permintaan terlebih

dahulu dari pihak penyidik, yang tentunya membatasi gerak psikologi

dari kepolisian maupn kejaksaan untuk lebih berperan dalam

melakukan penyidikan.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penyidikan.

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penyidikan akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau

fasilitas tersebut, antara lain peralatan yang memadai, keuangan yang

124 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan., Op.Cit125 Suwarni, Perilaku Polisi Studi Atas Budaya Organisasi dan Pola Komunikasi,

(Bandung : Nusa Media, 2009), Hal. 79

Page 154: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

140

cukup, kalau hal-hal tersebut tidak dipenuhi maka mustahil penegakan

hukum akan mencapai tujuanya.

Faktor keuangan atau ekonomi adalah faktor yang paling

berpengaruh dalam hal sarana. Faktor ekonomi ini dilihat dari sudut

pandang kejaksaan dan kepolisian.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melaksanakan penyidikan

suatu tindak pidana korupsi tentu memerlukan biaya operasional yang

cukup besar. Karena penyidikan ini sendiri menangani kasus yang

berhubungan dengan uang.

Hal inilah yang disebutkan oleh kedua narasumber (Brigadir

Polisi Triawan dan Sunarko,S.H.,M.H.) yaitu dalam hal menangani

kasus korupsi pasti langsung berhadapan dengan uang yang jumlahnya

tidak sedikit. Hal inilah yang menjadi tantangan untuk penyidik

kejaksaan dan kepolisian agar jangan sampai tergelincir terhadap

tindakan yang melanggar hukum sendiri, sekalipun dengan meinimnya

fasilitas. Oleh karena itu sarana dan prasarana saat ini menjadi

hambatan yang cukup besar yang dialami oleh kejaksaan dalam

melaksanakan penyidikan tindak pidana korupsi.126

Modus operandi tindak pidana korupsi yang canggih

tentuembutuhkan penanganan yang lebih canggih pula. Sebagai

institusi penyidik tentu saja faktor sarana dan fasilitas pendukung

penyidikan yang dibutuhkan oleh Kejaksaan dan Kepolisian juga tidak

126 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H

Page 155: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

141

boleh tertinggal dan harus mendapat perhatian. Satu hal yang masih

kurang mengenai sarana dan prasarana. Seharusnya dengan modus

operandi yang semakin canggih, penyidik juga dibekali sarana yang

canggih pula seperti untuk melakukan penyadapanmaupun peralatan

lain yang diperlukan untuk melakukan penyidikan.

Dalam proses pemeriksaan juga diperlukan alat-alat khusus

untuk mengungkap kebenaran yang diberikan oleh saksi seperti

menggunakan alat Lie Detector. Namun alat ini belum tersedia di

Kepolisian maupun Kejaksaan, sehingga hal ini juga bisa menjadi

penghambat.

4. Faktor masyarakat

Dalam pelaksanaan penyidikan hambatan yang dijumpai salah

stunya dari masyarakat sendiri. Dalam hal ini masyarakat yang

dimaksud adalah saksi yang mengetahui tindak pidana korupsi

tersebut. Dalam hal terlaksananya penyidikan yang dilakukan oleh

penyidik terdapat peran dari saksi yang mengetahui suatu perkara.

Hal yang menjadi penghambat penyidik adalah saksi yang

belum terbuka dan masih menutupi suatu kasus yang mereka ketahui.

Padahal keterangan saksi sangat penting perihal penyidikan yang

dilakukan oleh kejaksaan maupun kepolisian.127

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

127 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H

Page 156: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

142

Dalam penerapan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi,

banyak masyarakat menolak melaporkan suatu kasus korupsi di

wilayahnya. Faktor penghambat dari masyarakat biasanya adalah

kurang terbuka terhadap lingkungan dan aktifitas yang terjadi di

lingkungan itu sendiri. Sehingga kurang tanggap jika ada tindak pidana

korupsi yang ada di lingkungannya. Selain itu masyarakat juga tidak

terbuka dalam memberi informasi dan masih saling menutupi jika ada

suatu tindak pidana. Hal inilah yang menjadi penghambat bagi

penyidik dalam melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana

korupsi.128

Faktor ini terbentuk juga disebabkan oleh faktor pendidikan.

Faktor pendidikan dapat di klasifikasikan menjadi pendidikan formal

dan informal. Pendidikan formal yaitu suatu jenjang pendidikan yang

ditentukan oleh Pemerintah seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan

seterusnya. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang

dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberantas buta hukum.

Masyarakat yang kurang pendidikan, baik itu pendidikan

formal maupun informal membentuk suatu “phobia hukum.” Phobia

hukum adalah suatu ketakutan berhadapan dengan hukum yang

ketakutan tersebut lahir tanpa suatu alasan yang jelas.

128 Hasil Wawancara dengan Brigadir Polisi Triawan;Sunarko,S.H.,M.H

Page 157: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

143

Phobia hukum tersebut apabila dibenturkan dengan asas

perundangan Indonesia yaitu asas fiksi hukum adalah sesuatu yang

tidak akan pernah bertemu. Tidak akan mungkin seorang yang

mempunyai phobia terhadap hukum akan coba mengenal hukum.

Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung

jawab seharusnya semakin meningkatkan sosialisasi hukum kepada

masyarakat, yang bisa di lakukan oleh lembaga Pemerintah atau

Pemerintah bisa ikut mengajak organisasi keadvokatan untuk

melakukan program sosialisasi hukum mengenai tindak pidana

korupsi.

6. Wilayah yang luas

Dalam hal penanganan suatu tindak pidana korupsi pasti

diharapkan agar sesuai dengan asas cepat, sederhana dan biaya ringan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa wilayah Kabupaten Cilacap

merupakan wilayah yang cukup luas di provinsi Jawa Tengah. Ada 23

kecamatan yang berada di kabupaten ini. Hal ini merupakan salah satu

hambatan yang dialami oleh kejaksaan dalam menangani tindak pidana

korupsi. Karena dengan sarana transportasi yang masih menggunakan

transportasi darat, kejaksaan harus menjangkau wilayah-wilayah yang

jauh dari pusat kabupaten cilacap dengan kondisi jalan yang berbeda-

beda. Oleh karena itu hal inilah yang menjadi hambatan dalam

efisiensi penyidikan korupsi di wilayah Cilacap.129

129 Hasil Wawancara dengan Sunarko, S.H.,M.H., Op.Cit.

Page 158: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

144

Dalam proses penyidikan faktor ini sangat menghambat ketika

penyidik harus melakukan penyidikan dengan cepat, namun tempat

kejadian berada jauh dari pusat kota Cilacap. Tentu mobiltas penyidik

menjadi terhambat dalam mencari bukti-bukti yang terkait dengan

tindak pidana korupsi tersebut.

Page 159: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

145

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Penyidikan yang dilakukan di wilayah Cilacap yang dilakukan oleh

Kejaksaan Negeri Cilacap dan Kepolisian Resort Cilacap yaitu :

a. Dalam melaksanakan proses penyidikan, prosedur yang dilaksanakan

oleh penyidik sama dengan tindak pidana lain yaitu sesuai dengan

peraturan yang ada di KUHAP yaitu dari tahap penyelidikan hingga

pelimpahan perkara ke Penuntut Umum. Hanya saja dalam melakukan

pemeriksaan terhadap tindak pidana korupsi, penyidik memerlukan

ilmu bantu lain yaitu dengan pendekatan Psikologi Kriminal untuk

menggali informasi yang diperlukan dari tersangka.

b. Dalam melakukan gelar perkara, kepolisian mengundang kejaksaan

dan juga BPKB. Pada Kejaksaan dikenal gelar perkara dikenal dengan

istilah “ekspose” yang biasanya dilakukan dikalangan jaksa saja,

BPKP akan disertakan bila perkara yang ditangani memerlukan audit

dari BPKP.

c. Di kejaksaan pelapor, penyidik dan penuntut umum dalam kasus

tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang yang sama, sehingga

nantinya tidak ada istilah bolak – balik perkara dari masyarakat.

Page 160: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

146

Sedangkan kepolisian wewenangnya hanya melakukan penyidikan

saja.

d. Dalam beberapa kasus dimana kasus korupsi dilakukan oleh pejabat

negara, maka harus ada perizinan yang harus dilengkapi sebelum

melakukan penyidikan.

2. Faktor-faktor yang menghambat penerapan penyidikan tindak pidana

korupsi antara lain:

a. Faktor hukumnya sendiri, bahwa aturan yang ada saat ini dalam

penanggulangan korupsi mempersempit kewenangan kepolisian dalam

melakukan penyidikan karena ada dua lembaga lain yang berwenang

melakukan penyidikan yaitu Kepolisian dan Kejaksaan. Namun bisa

diatasi dengan adanya koordinasi yang berkelanjutan.

b. Faktor penegak hukum, kurangnya personel dari penyidik kepolisian

maupun kejaksaan dalam menangani perkara tindak pidana korupsi.

Selain itu juga SDM dari penyidik yang masih perlu ditingkatkan

karena biasanya pelaku tindak pidana korupsi mempunyai intelektual

yang tinggi. Hal lain yang dirasa kurang adalah tidak adanya personel

lain yang mempunyai keahlian di bidang ilmu lain dalam proses

penyidikan seperti Ahli Psikologi Kriminal yang dirasa kurang.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung, selain masalah biaya

operasional, Modus operandi tindak pidana korupsi yang canggih tentu

membutuhkan penanganan yang lebih canggih pula. Seharusnya

dengan modus operandi yang semakin canggih, penyidik juga dibekali

Page 161: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

147

sarana yang canggih pula seperti untuk melakukan penyadapanmaupun

peralatan lain yang diperlukan untuk melakukan penyidikan. Agar

penyidik terhindar dari ancaman suap.

d. Faktor masyarakat, hal yang menjadi penghambat penyidik adalah

saksi yang belum terbuka dan masih menutupi suatu kasus yang

mereka ketahui. Padahal keterangan saksi sangat penting perihal

penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan maupun kepolisian;

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Dalam

penerapan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, banyak

masyarakat menolak melaporkan suatu kasus korupsi di wilayahnya.

Faktor penghambat dari masyarakat biasanya adalah kurang terbuka

terhadap lingkungan dan aktifitas yang terjadi di lingkungan itu

sendiri. Karena takut terbongkarnya suatu aib di lingkungannya.

f. Faktor wilayah geografis, fator wilayah penyidikan yang luas dan

kondisi geografis alam di wilayah Cilacap bisa menghambat

terciptanya asas penyidikan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.

B. Saran

Beberapa saran dapat diberikan berkaitan dengan permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu adanya kerja sama baik di kalangan pemerintah, penegak hukum

maupun masyarakat dalam upaya perwujudan pemberantasan korupsi

Page 162: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

148

supaya tujuan dalam pemberantasan korupsi dapat tercapai dengan

baik;

2. Perlunya meningkatkan pendidikan bagi para penyidik baik penyidik

kepolisian maupun kejaksaan sehingga dalam melaksanakan tugas

penyidikan penyidik tersebut mempunyai pengetahuan yang lebih

karena pelaku tindak pidana korupsi pada umumnya berasal dari kaum

intelek.

3. Perlu penambahan personel dalam pelaksanaan penyidikan tindak

pidana korupsi, terutama yang mempunyai keahlian dalam ilmu bantu

lain yang menunjang dalam proses penyidikan.

4. Pemenuhan sarana dan prasarana dari pemerintah untuk kelancaran

proses penyidikan yang dilakukan oleh kejaksaan maupun kepolisian.

Page 163: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

DAFTAR PUSTAKA

Buku Literatur

Arief, Barda Nawawi. 2005, Pembaharuan Kejaksaan Dalam Konteks SistimPeradilan Pidana Terpadu dalam Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan danPengembangan Hukum Pidana , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti;

Butarbutar, E. Nurhaini. 2010. “Sistem Peradilan dalam Negara Hukum RepublikIndonesia,” Jakarta: Legalitas ;

Djaja, Ermansjah. 2008. Memberantas Korupsi Bersama Komisi PemberantasanKorupsi. Balikpapan : Sinar Grafika;

Djamal, Abdoel. 2007. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: PenerbitPT Raja Grafindo Persada;

Effendy, Marwan. 2012, SIstem Peradilan Pidana: Tinjauan terhadap BeberapaPerkembangan Hukum Pidana, Jakarta: Referensi;

Elliot, Kimberly Ann. 1999, Corruption and The Global Economy, Edisi Pertama,Terjemahan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia;

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi Total. Jakarta :Sinar Grafika;

Harahap, Yahya. 2008. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap Penyidikandan Penuntutan. Edisi Kedua. Cetakan Kesepuluh. Jakarta: Sinar Grafika;

Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Semarang: Sinar Grafika;

Jefry, Mochammad. 2004. Kewenangan Jaksa Dalam Melakukan Penyidikan Korupsi.Palembang : Universitas Sriwijaya;

Kholiq, Abdul. 2000. Buku Pedoman kuliah hukum pidana. Yogyakarta: FakultasHukum UII;

Lamintang, P.A.F. 2000, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Cetakan Keempat,Bandung: Citra Aditya Bakti;

Makarao, Mohammad Taufik, Suharsil. 2002. Hukum Acara Pidana Dalam Teori DanPraktek. Jakarta : Ghalia Indonesia;

Marpaung, Leden. 2005. Azas, Teori, Praktek Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika;

-----------------------. 2011. Proses Penanganan Perkara (Penyelidikan danPenyidikan). Jakarta: Sinar Grafika;

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Surabaya: Kencana;

Mertokusumo, Sudikno. 2003. Mengenal Hukum Edisi Kelima. Yogyakarta: Liberty;

Page 164: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

Moeljatno. 2000. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta;

Moleong, Lexi. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PTRemaja Rosada Karya;

Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.Jakarta: Media Prima Aksara;

Raharjo, Satjipto. 1983. Hukum dan Pembaharuan Sosial: Suatu Tujuan Teoritis sertaPengalaman-Pengalaman di Indonesia. Bandung: Alumni;

Rohmini, Mien. 2003. Perlindungan HAM melalui Asas Praduga tak Bersalah danAsas Persamaan Kedudukan dalam Hukum pada Sistem Peradilan PidanaIndonesia, Bandung : Alumni;

Salam, Mochamad Faisal. 2001. Hukum Acara Pidana Dalam teori Dan Praktek.Bandung : Mandar Maju;

Sidharta, Bernanrd Arief. 1991. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum SebuahPenelitian Tentang Fungsi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu HukumSebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia.Bandung : Mandar Maju;

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Cetakan Pertama;

Sulista, Teguh & Zurnetti, Aria. 2011. Hukum Pidana: Horizon Baru PascaReformasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada;

Suyatno. 2005. Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan;

Soemitro, Rony Hanitijo. 2008. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: PTGrafindo Persada;

Sutomo. 2008. Handout Hukum Acara Pidana. Surabaya: Fakultas Hukum UniversitasAirlangga;

Wignyosoebroto, Sutandyo. 2006. Keragaman Dalam Konsep Hukum, Tipe Kajiandan Metode Penelitiannya. Makalah Lokakarya. Semarang: Yayasan DewiSartka;

Winarta Frans. 2003. “Pencapaian Supremasi Hukum yang Beretika dan Bermoral”,Vol. 20 No. 1, Jakarta : Pro Justitia;

Wiryono, R. 2005. Pembahasan Undang- Undang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi. Ngunut : Sinar Grafika;

Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Edisi Pertama. CetakanKetiga. Jakarta : Sinar Grafika;

Waluyo,R. 2009. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi. Jakarta : Sinar Grafika.

Peraturan Perundang- Undangan

Page 165: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

Indonesia, Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RepublikIndonesia;

_______, Undang- Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RepublikIndonesia;

_______, Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi PemberantasanTindak Pidana Korupsi;

_______, Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

_______, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan- ketentuanPokok Kejaksaan Republik Indonesia;

_______, Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem ManajemenSumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi.Undang- UndangNomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

_______,Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan- ketentuanPokok Kejaksaan Republik Indonesia;

_______, Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi;

_______, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi;

Jurnal

Bawono, Bambang Tri. 2011. Tinjauan Yuridis Hak – Hak Tersangka dalamPemeriksaan Pendahuluan. Jurnal Ilmu Hukum ( Online ) .Volume24.Nomor 2. (http://cyber.unissula.ac.id/ ), diakses 25 Juli 2013);

Lasmadi, Sahuri. 2010. Tumpang Tindih Kewenangan Penyidikan Pada TindakPidana Korupsi Pada Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jurnal IlmuHukum (Online), Volume 2, Nomor 3 ( http:// online-journal.unja.ac.id ,diakses 23 Juli 2013);

R, Mukhlis. 2012. Pergeseran Kedudukan dan Tugas Penyidik Polri denganPerkembangan Delik-Delik diluar KUHP. Jurnal Ilmu Hukum (Online),Volume 3, Nomor 1,( http://ejournal.unri.ac.id, diakses 23 Juli 2013) ;

Usman. 2012. Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana. Jurnal Ilmu Hukum(Online), Volume 2 Nomor 1.( http://online-journal.unja.ac.id/, diakses 24Juli 2013 );

Topo Santoso. 2001. Polisi dan Jaksa Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia.Jurnal Ilmu Hukum (Online). Volume 10. Nomor 1. ( http://psi.ut.ac.Di/Jurnal / 101topo . Ham, diakses 5 Desember 2013 ).

Page 166: PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI DAERAHfh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/Skripsi M Fahmi... · aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman adalah lembaga-lembaga yang

Karya Ilmiah, Majalah dan Koran

Laksmana B, Gandjar; Penyidik Independen Komisi Pemberantasan Korupsi; MajalahTempo edisi 8- 14 Oktober 2012;

Nugroho. Hibnu. 2012. Analisis Penyidik Independen Komisi PemberantasanKorupsi; Kedaulatan Rakyat 18 Juli 2012;

Internet

Azhar, Antasari. 17 Maret 2009 : Persamaan Persepi , Solusi Hambatan PerizinanPemeriksaan Kepala Daerah. http://www.hukumonline.com/. diakses tanggal20 Maret 2013;

Maryam, Siti. 26 Februari 2012 : Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Indonesia.http://hukum.kompasiana.com/ . diakses tanggal 4 April 2013;

Nugroho, Hibnu. 9 Mei 2011 : Prospek Peradilan Tipikor Daerah .http://www.suaramerdeka.com/ . diakses tanggal 20 Maret 2013;

Pasamai, Samsudin. 26 Juni 2014 : Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Hukum.http://sarmyendrahendy.blogspot.com/2012/06/dalamrealita-kehidupan-bermasyarakat.html diakses tanggal 28 Januari 2014.