penuntun praktikum ilmu teknik kimia...
TRANSCRIPT
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 1
PENUNTUN PRAKTIKUM
ILMU TEKNIK KIMIA II
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmat
dan karunia-Nya, Penuntun Praktikum Ilmu Teknik Kimia II untuk program S-1
dapat diselesaikan dengan baik. Buku Penuntun Praktikum ini dibuat sebagai
panduan untuk melaksanakan praktikum di Laboratorium Proses Teknik Kimia,
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Medan.
Selain berisi panduan praktikum, penuntun praktikum ini juga dilengkapi
dengan teori singkat yang bertujuan membantu mahasisiwa untuk memahami
percobaan yang akan dilakukan. Namun, kepada mahasisiwa yang akan
melaksanakan praktikum disarankan untuk lebih mendalami teori percobaan dari
buku-buku teks yang berkenaan dengan percobaan.
Akhir kata, saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan
Penuntun Praktikum ini di masa yang akan datang. Semoga Penuntun ini
bermanfaat bagi praktikan Ilmu Teknik Kimia II.
Medan, Februari 2017
Laboratorium Operasi Teknik
Kimia
Fakultas Teknik USU
Tim Penyusun
Prof Dr Ir Rosdanelli Hasibuan
MT
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
iii
MODUL I SALURAN DENGAN PENAMPANG BERUBAH
I-1
MODUL II PEMECAH DAN PENGAYAKAN
II-1
SEDIMENTASI
II-10
MODUL III PERALATAN PENCAMPURAN FLUIDA
III-1
MODUL IV ALAT PENUKAR PANAS
IV-1
MODUL V PENGERING BAKI
V-1
MODUL VI KOLOM ABSORPSI GAS
VI-1
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 4
MODUL VII EKSTRAKSI PADAT-CAIR
VII-1
DAFTAR PUSTAKA
D-1
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Praktikum
a. Sebelum melakukan percobaan, semua hal yang berhubungan dengan
teori, peralatan, bahan, dan pelaksanaan percobaan harus sudah dipahami
benar-benar.
b. Pengujian lisan atau responsi akan dilakukan oleh pembimbing/asisten
praktikum, setiap kali percobaan akan dilakukan. Sebelum melaksanakan
percobaan, praktikan harus menjumpai pembimbing/asisten sesuai dengan
modul percobaan.
c. Pembimbing/asisten akan memberi tugas kepada kelompok praktikan pada
Lembar Penugasan. Tanpa lembar penugasan yang telah ditandatangani
oleh pembimbing/asisten kelompok praktikan tidak diizinkan melakukan
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 5
praktikum. Apabila pembimbing/asisten telah mengizinkan, maka
praktikum dapat dilaksanakan.
d. Data yang diperoleh dari pangamatan harus dituliskan pada Lembar Data.
e. Segera setelah praktikum, Lembar penugasan dan Lembar Data diserahkan
kepada asisten, dan akan ditandatangani oleh asisten.
f. Selama berada di laboratorium, patuhilah aturan-aturan keselamatan,
seperti:
Dilarang merokok di dalam laboratorium.
Diwajibkan memakai jas praktikum, dan perlengkapan lainnya sesuai
arahan asisten.
Melaporkan secepat mungkin segala hal/kejadian di laboratorium yang
cenderung membahayakan kepada pembimbing/asisten yang terdekat.
Dilarang membuang sampah atau bahan kimia secara sembarangan.
g. Setelah selesai melaksanakan praktikum, praktikan diwajibkan untuk
mematikan semua sarana pendukung yang dipergunakan dan memutuskan
aliran dari sumbernya.
2. Alat
a. Peminjaman serta pemakaian alat laboratorium dilaksanakan oleh
praktikan, dengan menggunakan bon peminjaman yang telah dibubuhi
tanda tangan pembimbing/asisten masing-masing percobaan,
b. Dalam bon peminjaman alat tersebut harus dicantumkan jumlah serta
spesifikasi/kualitas yang diminta dengan jelas dan seksama.
c. Semua alat (baik instrument maupun alat gelas) yang dipinjam menjadi
tanggung jawab praktikan yang bersangkutan dan harus dikembalikan
dalam keadaan bersih dan baik.
d. Jika barang yang dikembalikan telah sedemikian kotor sehingga tidak
dapat dibersihkan lagi dianggap sebagai alat rusak dan harus diganti sesuai
dengan aturan penggatian alat laboratorium.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 6
e. Jika alat yang dipinjam merupakan satu set lengkap harus dikembalikan
dalam keadaan satu set lengkap pula.
f. Penggunaan alat yang tersedia di laboratorium seperti timbangan, oven,
ataupun, perkakas reparasi harus sesuai dengan petunjuk masing-masing
alat serta seizing asisten yang sedang bertugas.
g. Semua alat yang dipinjam tidak boleh dipindahtangankan.
h. Penyelesaian peminjaman dan/atau penggantian harus diselesaikan dalam
jangka waktu 2 minggu setelah selesai praktikum terakhir selesai serta
menyerahkan surat keterangan surat keterangan penyelesaian alat-alat dari
laboratorium.
3. Laporan
a. Hasil percobaan harus diserahkan dalam bentuk laporan sesuai dengan
format yang telah ditentukan.
b. Laporan terdiri dari 2 jenis yaitu laporan singkat dan laporan lengkap.
Kelompok praktikan hanya perlu menyerahkan satu jenis laporan saja
untuk satu modul percobaan. Jenis laporan yang harus diserahkan
ditentukan oleh Koordinator Laboratorium ketika praktikum dilaksanakan.
c. Laporan singkat harus dibuat oleh masing-masing praktikan sedangkan
laporan lengkap oleh kelompok praktikan.
d. Bila suatu percobaan diselesaikan tanggal n, maka laporan singkat
diserahkan selambat-lambatnya tanggal (n+4) jam 12.00 WIB dan laporan
lengkap diserahkan selambat-lambatnya tanggal (n+7) jam 12.00 WIB.
e. Setiap kali menerima laporan singkat atau lengkap, pembimbing/asisten
harus membubuhkan tanggal dan paraf pada Lembar Bukti Penyerahan
f. Keterlambatan atas penyerahan laporan akan diperhitungkan sebagai
pengurangan nilai laporan dengan pengaturan sbb:
g. Laporan yang diserahkan dalam jangka waktu 24 jam setelah saat
penyerahan yang ditentukan, akan dipotong nilainya sebesar 10%.
h. Untuk setiap 24 jam berikutnya akan dikenakan potongan 10%
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 7
i. Bila laporan diserahkan setelah 5 x 24 jam dari saat penyerahan, maka
diberi nilai nol dan kepada praktikan/kelompok praktikan akan diberi surat
peringatan.
4. Format Laporan
a. Laporan disusun dengan urutan dan isi sbb :
Lembar Penugasan
Abstrak [Maksimum 1 Halaman]
Daftar Isi
Daftar Tabel
Datar Gambar/Grafik
Daftar Notasi/Simbol
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
(Memuat teori yang berhubungan dengan percobaan yang dilakukan,
dapat berupa tabel atau grafik, disusun padat dan ringkas. Sumber
kutipan harus disebutkan. Maksimum 8 halaman).
Bab III Peralatan dan Prosedur Kerja
(Peralatan utama harus digambarkan. Panjang maksimum 8 halaman).
Bab IV Hasil dan Pembahasan
(Hasil ditampilkan bukan berupa data mentah, sebaiknya dalam bentuk
grafik dan langsung pembahasan. Hasil dan pembahasan merupakan
suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Maksimum 10 halaman).
Bab V Kesimpulan dan Saran [Maksimum 1 Halaman]
Daftar Pustaka
Lampiran A Data percobaan yang disetujui asisten.
B Contoh Perhitungan
b. Format laporan lengkap disusun sesuai dengan susunan di atas sedangkan
laporan singkat dimulai dari Bab IV, Bab I, II dan III tidak perlu.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 8
c. Laporan lengkap harus diketik sedangkan laporan singkat dapat diketik
maupun ditulis tangan.
d. Laporan diketik 11/2 spasi dengan margin kiri 4 cm, margin kanan 2,5 cm,
margin atas 3 cm dan margin bawah 2,5 cm. ukuran kertas A4.
e. Keterangan tabel dibuat di atas tabel yang bersangkutan, sedangkan
keterangan gambar/grafik dibuat di bawah gambar/grafik yang
bersangkutan.
5. Hukuman
a. Praktikan akan dikenakan sanksi atas setiap pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan yang ada.
b. Sanksi dapat diberikan oleh setiap pembimbing dan atau Koordinator Lab
ataupun atas usul asisten.
c. Sanksi-sanksi dapat berupa:
Pengurangan nilai
Pemberian surat peringatan.
6. Lain-lain
a. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.
b. Segala perubahan dan atau perbaikan tata tertib ini hanya dapat dilakukan
atas persetujuan Koordinator Laboratorium.
c. Isi tata tertib ini berlaku sejak tanggal ditertibkan.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 9
ESTERIFIKASI
1. Dasar Teori
1.1 Ester
Ester merupakan salah satu gugus fungsi dari golongan senyawa karbon.
Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO –
R’ (dimana R menyatakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R’
merupakan rantai karbon). Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2.Pemberian
nama pada ester terdiri dari 2 kata yaitu dari gugus alkil (berasal dari alkoksi)
diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam.
Gugus karbon yang terikat pada atom O (gugus R’) diberi nama alkil dan gugus R
– COO H – diberi nama alkanoat.
Senyawa ester mempunyai sifat-sifat antara lain :
1. Sifat Fisika
a. Ester dapat larut dalam pelarut organik.
b. Ester dengan 3-5 atom karbon dapat larut dalam air.
c. Ester yang mudah menguap memiliki bau sedap.
d. Ester memiliki titik didih dan titik beku yang lebih rendah dari titik didih
dan titik beku asam karboksilat asalnya.
e. Ester suku rendah berupa zat cair yang berbau harum (beraroma buah-
buahan).
2. Sifat Kimia
a. Ester bersifat netral dan tidak bereaksi dengan logam natrium
maupun PCl3.
b. Ester dapat mengalami hidrolisis menjadi asam karboksilat dan alkohol.
c. Ester dapat mengalami reduksi menjadi alkohol.
Contoh:
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 10
d. Hidrolisis ester suku tinggi dengan NaOH atau KOH menghasilkan sabun
dan gliserol (reaksi penyabunan).
e. Reduksi terhadap ester tak jenuh suku tinggi (minyak atau lemak cair) yang
menghasilkan mentega.
(Fadholi, 2012).
1.2 Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasimereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Reaksi ini merupakan
reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya
keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakterasam kuat,
dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation
asamkuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial
(Hikmah dan Zuliyana, 2010). Persamaan reaksi esterifikasi seperti berikut ini
Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas :
1. Esterifikasi langsung yang merupakan reaksi antara asam lemak denga alkohol.
2. Transesterifikasi yang meliputi reaksi :
a. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam membentuk ester
yang baru.
b. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk
ester yang baru.
c. Interesterifikasi, merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya disebut
juga ester interchange. Pada trigliserida, interterifikasi dapat
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 11
dilakukandengan dua proses yaitu pertukaran interamolekuler dan
intermolekuler.
Reaksi interesterifikasi meliputi penataan ulang dan randomisasi residu asil
dalam trigliserol dan selanjutnya menghasilkan lemak atau minyak dengan sifat
yang baru.
(Hernani, 2012)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi
sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi
dengan zatyang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai denganpersamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan
reaksi.Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan
minyak katalismetanolmerupakan larutan yang immiscible.
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga padasuhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasiyang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis
antara 1 - 4 % beratsampai 10 % berat campuran pereaksi.
d. Suhu Reaksi
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 12
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga
k makin besarsehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar
(Hikmah dan Zulyana., 2010).
2. Tujuan Percobaan
1. Mempelajari proses pembuatan ester dari persenyawaan asam karboksilat
dan alkohol.
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi.
3. Menentukan kecepatan reaksi esterifikasi.
3. Bahan dan Peralatan Percobaan
3.1 Bahan
1. Asam asetat (CH3COOH)
2. Etanol (C2H5OH)
3. Asam sulfat (H2SO4)
4. Kalium hidroksida (KOH)
5. Asam klorida (HCl)
6. Aquadest (H2O)
7. Phenolptalein
3.2 Peralatan
1. Heating mantle
2. Erlenmeyer
3. Labu leher tiga
4. Statif dan klem
5. Pendingin leibig
6. Termometer
7. Pipa bengkok
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 13
8. Corong pemisah
9. Gelas ukur
10. Gabus
11. Piknometer
12. Refluks kondensor
13. Viskosimeter Ostwald
14. Stopwatch
15. Pipet tetes
16. Corong gelas
17. Beaker glass
18. Selang
3.3 Intruksi kerja alat
1. Labu leher tiga
a) Labu leher tiga dan refluks kondensor di rangkai pada penangas pasir dengan
bantuan statif dan klem, kemudian dimasukkan sampel ke dalam labu leher tiga.
b) Pasang selang pada refluks kondensor sebagai saluran air masuk dan air keluar.
c) Dinyalakan bunsen sebagai media pemanasan.
d) Setelah percobaan selesai, bunsen dimatikan dan rangkaian alat dilepas kemudian
di cuci hingga bersih.
2. Pengunaan gas
a) Regulator dipasangkan pada gas.
b) Dipastikan terlebih dahulu apakah gas bocor atau tidak dari regulator.
c) Jika gas tidak bocor dari regulator, bunsen dinyalakan.
d) Setelah percobaan selesai, bunsen dimatikan dan regulator dilepas dari gas.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 14
4. Prosedur Percobaan
4.1 Prosedur Percobaan Esterifikasi
1. Peralatan esterifikasi dirangkai, dimasukkan etanol M sebanyak ml dan
asam asetat M sebanyak ml ke dalam labu leher tiga.
2. Dinyalakan alat heating mantle untuk memanaskan reaktan.
3. Sambil dipanaskan, ditambahkan asam sulfat sebanyak ml tetes demi tetes
ke dalam reaktan.
4. Setelah dicapai suhu operasi, diambil cuplikan sampel sebanyak ml sesuai
dengan selang waktu yang telah ditentukan.
5. Dianalisa kadar ester untuk masing-masing cuplikan sampel.
6. Setelah pengambilan cuplikan sampel selesai, campuran sampel didestilasi.
4.2 Prosedur Percobaan Destilasi
1. Peralatan destilasi dirangkai, hasil esterifikasi yang ada di dalam labu leher
tiga kemudian dipanaskan.
2. Dilakukan pengambilan destilat setiap selang waktu tertentu, waktu mulai
dihitung ketika destilat pertama keluar dan diukur volumenya.
3. Proses destilasi dihentikan bila waktu destilasi telah tercapai.
4.3 Prosedur Analisa Densitas Ester
1. Ditimbang piknometer kosong yang kering dan dicatat massanya.
2. Diisi piknometer dengan air sebanyak 10 ml.
3. Ditimbang piknometer yang berisi air dan dicatat massanya. Selisih antara
massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi air merupakan
massa air yang diisi ke dalam piknometer.
4. Diisi piknometer dengan sampel hasil destilasi sebanyak 10 ml.
5. Ditimbang piknometer yang berisi sampel dan dicatat massanya. Selisih
antara piknometer kosong dan piknometer yang berisi sampel merupakan
massa sampel.
6. Dihitung densitas ester dengan persamaan
air
air
sampel
sampel ρ m
mρ
4.4 Prosedur Analisa Viskositas Ester
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 15
1. Dilakukan kalibrasi viskosimeter untuk menghitung harga k. Diisi
viskosimeter dengan air sebanyak 10 ml.
2. Dihisap air dengan karet penghisap sampai batas garis atas.
3. Ketika air berada pada batas atas, pengukuran waktu dimulai. Waktu alir
diukur saat air turun dari batas atas hingga air mencapai batas bawah lalu
dicatat waktu alirnya.
4. Dilakukan pengukuran waktu alir sebanyak 3 kali.
5. Air dalam viskosimeter dibuang dan diganti dengan sampel hasil destilasi
sebanyak 10 ml.
6. Dilakukan pengukuran waktu alir sampel. Pengukuran waktu alir pada
sampel dilakukan seperti halnya pada air dan dilakukan sebanyak 3 kali.
7. Dihitung viskositas sampel dari waktu alir yang diperoleh.
4.5 Prosedur Penentuan Kadar Ester
1. Masing-masing cuplikan sampel hasil esterifikasi sebanyak 1 ml
dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan etanol sebanyak 10 ml dan 25 ml larutan KOH 0,5 N.
3. Dipanaskan larutan selama 20 menit dengan suhu 80 oC.
4. Larutan didinginkan kemudian ditambahkan 3 tetes phenolptalein.
5. Dilakukan titrasi dengan larutan baku HCl 0,5 N dan dicatat volume HCl
yang terpakai untuk titrasi.
6. Dilakukan titrasi blanko dan dicatat volume HCl yang terpakai.
DAFTAR PUSTAKA
Fadholi, Ahmad. 2012. Reaksi Pengesteran. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Hikmah, Maharani Nurul dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel)
dari Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses Esterifikasi dan
Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Hernani, Primasari. 2012. Pengaruh Katalis Asam (H2SO4) dan Suhu Reaksi pada
Reaksi Esterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) menjadi Biodiesel.
Laboratorium Biomassa dan Energi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 16
PROSES PEMBUATAN PULP
1. Pendahuluan
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non
kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp
terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas (Holik,
2006). Bahan baku yang digunakan untuk membuat pulp ialah bahan-bahan yang
mengandung banyak selulosa, seperti bambu, kayu, jerami, merang, dan lain-lain.
Jenis kayu yang banyak digunakan dalam pembuatan pulp dan kertas adalah:
a. Kayu lunak (softwood), adalah kayu dari tumbuhan konifer contohnya pohon
pinus.
b. Kayu keras (hard wood), adalah kayu dari tumbuhan yang menggugurkan
daunnya setiap tahun.
(Biermann, 1996)
2. Dasar Teori
Kayu merupakan bahan baku utama untuk pembuatan pulp. Komponen
penyusun kayu adalah Selulosa, Poliosa (Hemiselulosa) yang termasuk keadalam
polisakarida dan terdapat lignin yang juga senyawa makromolekul. Selain itu,
terdapat Zat-zat ekstraktif dan abu walaupun sedikit namun memberikan pengaruh
besar pada sifat dan kualitas kayu.
Gambar 2.1 Struktur Molekul Selulosa
(Elsevier, 1996)
Ada beberapa proses pembuatan pulp yang bertujuan untuk pemisahan serat-
serat kayu dan penyisihan lignin serta senyawa-senyawa ekstraktif. Proses
pembuatan pulp dapat digolongkan atas tiga jenis yaitu mekanis, semikimia dan
kimia (Britt, 1970).
1. Secara Mekanis
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 17
a. Stone Ground Wood, SGW (Kayu Asah Batu)
b. Pressured Ground Wood, PGW (Kayu Asah Ditekan)
c. Refiner Mechanical Pulp, RMP (Pulp Mekanik Digiling)
d. Thermo Mechanical Pulp, TMP (Pulp Termomekanik)
2. Secara Semikimia
a. Chemi Thermo Mechanical Pulp, CTMP (Pulp Kimiatermomekanik)
b. Neutral Sulfite Semi Chemical, NSSC (Netral Sulfit Semikimia)
c. Soda dingin
3. Secara Kimia
a. Proses alkali: Sulfat (Kraft), Soda
b. Proses Sulfit
(Sixta, 2006)
Pengujian Pulp dapat dikategorikan dalam beberapa hal yaitu Pengujian Kimia
dan Pengujian berdasarkan Sifat-sifat Fisika Pulp. Pengujian Kimia dilakukan untuk
menentukan kandungan lignin pulp dan jumlah bahan selulosa berdasarkan derajat
polimerisasi rata rata dan alfa selulosa.
a. Bilangan Kappa digunakan untuk menunjukan derajat delignifikasi yang terjadi
selama pemasakan
b. Viskositas CED (Cupriethylene Diamine), pengujian untuk mengetahui derajat
polimerisasi selulosa.
c. Alfa Selulosa, digunakan untuk penentuan jumlah selulosa yang diukur melalui
oksidasi
Pengujian dari Sifat Fisika Pulp:
a. Panjang serat dilakukan dengan menggunakan mikroskop atau metode
klasifikasi
b. Drainability, ketahanan serat terhadap aliran air yang merujuk kepada
pemrosesan pulp dan pembuatan kertas
c. Beater Evaluation, untuk mengetahui potensi pembuatan kertas.
(Bahan Ajar Teknologi Pulp dan Kertas, Taslim, 2012)
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 18
3. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan pulp dari
berbagai jenis bahan baku dengan proses kimia dan sifat-sifat pulp yang dihasilkan.
4. Deskripsi Alat
Peralatan percobaan untuk pembuatan pulp dengan cara kimia terdiri dari:
a. Digester (Bejana Pemasak) yang terbuat dari carbon steel dimana proses
pemasakan dilakukan. Bejana ini dilengkapi dengan termometer, pressure
indicator, savety-valve dan kompor gas atau pembakar bunsen.
b. Peralatan analisa untuk keperluan:
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar α, β, γ selulosa
Bilangan Kappa
5. Tata Kerja
a. Memeriksa peralatan apakah dalam kondisi baik
b. Mempersiapkan peralatan untuk analisis
c. Menghitung dan mempersiapkan zat-zat kimia yang diperlukan untuk
percobaan sesuai dengan kondisi yang diberikan
d. Melakukan percobaan pembuatan pulp sesuai dengan penugasan yang
diberikan pembimbing
e. Analisis Hasil:
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar α, β, γ selulosa
Bilangan Kappa
5.1 Intruksi Kerja Alat
1. Intruksi Digester
a) Dimasukkan larutan pemasak dan sampel ke dalam digester dan
ditutup dengan rapat
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 19
b) Gas dialirkan pada pemanas dengan cara memutar regulator gas
kemudian dinyalakan pemanas dengan api.
c) Digester diayun sampai waktu yang telah ditentukan.
d) Setelah mencapai waktu yang ditentukan, digester dibuka dan pulp
dikeluarkan dari digester.
e) Digester dicuci hingga bersih.
6. DAFTAR PUSTAKA
Biermann, C.Z., Handbook of Pulp and Papermaking, 2nd edition , Elsevier Science
and Technology Books, 1996.
Brit, K.W., Handbook of Pulp and Paper Technology, 2nd edition, Van Nostrard,
New York, hal. 135-321, 1970.
Holik, H., Handbook of Paper and Board, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA,
Weinheim, 2006.
Sixta, H., Handbook of Pulp, Volume 1, WILEY-VCH Verlag GmbH &Co. KGaA,
Weinheim, 2006.
Taslim, Teknologi Pengolahan Pulp dan Kertas, Bahan Ajar Matakuliah, 2012.
7. Lampiran
I. Prosedur Utama
1. Bahan baku pembuatan pulp terlebih dahulu dipotong-potong menjadi ukuran
tertentu sesuai dengan instruktur pembimbing dan dimasukkan kedalam
digester
2. Tentukan dahulu kadar kering dari bahan baku
3. Masukkan cairan pemasak
4. Untuk proses soda: 12,5 campuran dari 85% berat NaOH dan 15% berat
Na2CO3. Untuk proses sulfat (kraft): 12,5 % berat campuran dari 58,6% berat
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 20
NaOH; 27,1% berat Na2S dan 14,3% berat Na2CO3. Untuk proses sulfit 7%
berat SO2, 4,5% berat SO4, 2,5% berat Ca(HSO3) dan sisanya air
5. Lakukan pemanasan sampai mencapai kondisi percobaan (sesuai dengan
instruksi pembimbing)
6. Lakukan percobaan selama waktu tertentu.
7. Setelah waktu yang ditentukan, pemanasan dihentikan dan pulp dibilas dengan
air panas beberapa kali dan kemudian dengan air dingin, kemudian pulp
diperas untuk mengurangi kadar airnya.
8. Lakukan analisa terhadap pulp yang dihasilkan yaitu kadar air, kadar abu,
kadar α,β, dan γ selulosa dan bilangan kappa.
II. Prosedur Analisa Produk
1. Analisa Kadar Air
1. Ditimbang pulp yang dihasilkan ± 2 gram
2. Keringkan dalam oven pada suhu 110 oC selama 2 jam kemudian didinginkan
dalam desikator lalu ditimbang beratnya.
3. Lakukan langkah-langkah diatas berturut-berturut sampai didapatkan berat
konstan
4. Kadar Air = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ x 100 %
2. Analisa Kadar Abu
1. Cawan porselen yang berukuran Øm= 10 cm dipanaskan pada suhu 575 ± 25
oC. Kemudian cawan porselen didinginkan dalam desikator selama 45 menit
kemudian ditimbang.
2. Ditimbang pulp kering sebanyak 2 gram, dimasukkan kedalam cawan porselen
dan panaskan pada suhu yang tidak terlalu tinggi sekitar 100 oC. Kemudian
naikkan temperatur secara berkala sampai 575 ± 25 oC sehingga sampel
menjadi terkarbonisasi tanpa pembakaran.
3. Pada pembakaran material pada 575 ± 25 oC membutuhkan 3 jam atau lebih
untuk membakarnya semua menjadi karbon. Pembakaran sempurna ditandai
dengan ketiadaan partikel hitam.
4. Dinginkan abu dalam desikator dan timbang beratnya
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 21
5. Lakukan langkah-langkah di atas sampai kadar abu konstan
6. Kadar Abu = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑏𝑢
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔x 100%
C. Penentuan Kadar Alpha, Beta, dan Gamma Selulosa
C.1 Bahan Reagen
Larutan natrium hidroksida (NaOH) 17,5% NaOH (%berat), 5,21±0,005 N
Siapkan konsentrat (kira-kira 50 %) larutan NaOH dan dibiarkan sampai
suspensi karbonat terendapkan. Tiangkan larutan bebas karbonat, encerkan
dengan air distilat bebas CO2 dan atur normalitasnya
Larutan Kalium Dikromat (K2Cr2O7) 0,5 N
Larutkan 24,52 gram K2Cr2O7 dalam air dan encerkan hingga 1000 ml
Larutan Besi Amonium Sulfat 0,1 N
Larutkan 40,5 gram Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air, tambahkan 10 ml H2SO4
pekat dan encerkan sampai 1000 ml. Larutan ini tidak stabil dan normalitas
seharusnya ditentukan harian melalui titrasi dengan 0,1 N larutan standar
K2Cr2O7
Phenantroline Ferrous Sulfate
Larutkan 1,5 gram dari 1,10 Phenantroline monohidrat (C12H8N2H2O) dan 0,7
gram FeSO4.7H2O dalam 100 ml air. Larutan indikator selalu tersedia
komersial sebagi “Ferroin”
Asam sulfat (H2SO4) 96-98 %
Asam Sulfat 3 N
Tambahkan 83,5 ml H2SO4 pekat kedalam air dan encerkan sampai 1000 ml.
C.2 Sampling
1. Ambil suatu sampel dari pulp yang telah di bleach kira-kira 5 gr kering oven
sesuai dengan prosedur pengambilan sampel
2. Jika sampel adalah bubur pulp, keluarkan air dengan penyaringan dan
penekanan diantara kertas kering. Robek pulp dengan potongan kecil dan
keringkan dengan udara atau didalam oven pada temperatur tidak lebih tinggi
dari 60 oC.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 22
C.3 Prosedur Percobaan
1. Tempatkan sampel yang diuji dalam 300 ml beaker glass dan tambahkan 75 ml
dari 17,5% reagen NaOH bersuhu 25 oC ±2 o C. Catat waktu ketika reagen
ditambahakan
2. Aduk pulp dengan peralatan sampai terdispersi sempurna. Hindari masuknya
udara ke dalam suspensi pulp selama pengadukan
3. Ketika pulp didispersikan, naikkan kecepatan pengadukan dan keluarkan serat
pulp yang menempel dengan batang pengaduk. Bilas batang pengaduk dengan
25 ml dari 17,5% reagen NaOH, tambahkan itu kedalam beaker. Sehingga
reagen yang htambahkan ke dalam pulp menjadi 100 ml. Aduk suspensi pulp
dengan motor pengaduk atau batang pengaduk dalam sebuah water bath 25oC
±2o C.
4. Setelah selang waktu 30 menit dari penambahan pertama reagen NaOH,
tambahkan 100 ml air destilat pada 25 o C ± 2 o C ke dalam ke dalam suspensi
pulp dan aduk dengan pengaduk.
5. Biarkan beaker pada water bath selama 30 menit sehingga total ekstraksi
60±5menit
6. Pada akhir waktu 30 menit, aduk suspensi pulp dengan batang pengaduk dan
pindahkan ke corong pemisah. Ambil pertama-tama 10 sampai 20 ml filtrat,
kemudian kumpulkan kira-kira 100 ml filtrat di labu yang kering dan bersih.
Perhatian: jangan membilas atau mencuci pulp dengan air dan jangan
melewatkan udara melalui pulp selama pemisahan.
7. Penentuan alfa selulosa
Ambil 25 ml filtrat dan 10 ml 0,5 N larutan kalium dikromat kedalam labu 250
ml. Tambahkan denga hati-hati 50 ml H2SO4 pekat.
7.1 Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit kemudian tambahkan 50 ml air
dan dinginkan sampai temperatur kamar. Tambahkan 2 sampai 4 tetes indikator
ferroin dan titrasi dengan 0,1 N larutan besi ammonium sulfat sampai warna
ungu.
7.2 Buat titrasi blanko mengganti fltrat pulp dengan 12,5 ml dari 17,5% NaOH dan
12,5 ml air.
8. Penentuan Beta dan Gamma Selulosa
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 23
8.1 Ambil 50 ml filtrat pulp kedalam 100 ml beaker glass. Tambahkan 50 ml 3N
H2SO4 dan campur dengan baik
8.2 Panaskan beaker glass dengan penangas air pada 70-90 o C pada beberapa
menit untuk mengkoagulasi beta selulosa. Biarkan endapan untuk beberapa
jam, lebih sesuai beberapa hari kemudian saring untuk memperoleh larutan
murni
8.3 Ambil 50 ml larutan yang murni dan 10 ml dari 0,5 N K2Cr2O7 kedalam labu
300 ml dan tambahkan dengan hati-hati 90 ml H2SO4 pekat. Biarkan larutan
panas selama 15 menit, kemudian titrasi seperti 7.2
8.4 Buat titrasi blanko menggantikan larutan dengan 12,5 ml dari 17,5% NaOH
12,5 ml air dan 25 ml 3N H2SO4
9. Perhitungan
9.1 Hitung kandungan alpha selulosa dalam pulp
9.2
Alpha selulosa (%) =100−[6,85 (𝑉2−𝑉1)𝑥𝑁𝑥 20
𝐴𝑥𝑊
Dimana:
V1 = titrasi dalam filtrat pulp (ml)
V2 = titrasi blanko (ml)
N = nilai normalitas dari larutan besi ammonium sulfat
A = volume dari filtrat pulp yang digunakan (ml)
W = contoh sampel pulp yang dikeringkan dalam oven (g)
9.3 Hitung kandungan gamma selulosa dalam pulp
Gamma Selulosa (%) = 100−[6,85 (𝑉4−𝑉3)𝑥𝑁𝑥 20
𝐴𝑥𝑊
Dimana:
V4 = titrasi larutan setelah pengendapan beta selulosa (ml)
V3 = titrasi blanko (ml)
9.4 Hitung kandungan beta selulosa pulp
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 24
Beta selulosa (%) =
D. Penentuan Bilangan Kappa
D.1 Bahan Reagen
Larutan Kalium Permanganat (KMnO4) 0,1 ± 0,0005N
Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) 0,2 N ± 0,0005 N
Larutan Kalium Iodin (KI) 1,0 N
Asam Sulfat (H2SO4) 4 N
Larutan Indikator Amilum 0,2 %
D.2 Persiapan Sampel
1. Lembaran pulp kering udara. Cabik-cabik pulp menjadi bagian-bagian kecil
dengan berat total 3 samai 4 gram
2. Bubur pulp tersaring. Buat lembaran pulp seberat 3 sampai 4 gram kering
dengan cara menyaringnya menggunakan corong Buchner. Keringkan
lembaran pulp tersebut sampai kering udara dan cabik-cabik menjadi bagian
kecil-kecil.
3. Bubur pulp belum disaring. Saring bubur pulp tersebut untuk menghilangkan
shives dan knots dan lanjutkan perlakuan seperti butir 2.
D.3 Prosedur Sampel
1. Kondisikan contoh uji dalam udara terbuka dekat dengan timbangan tidak
kurang dari 20 menit sebelum melakukan penimbangan
2. Timbang 3 gram atau 4 gram contoh dengan ketelitian 0,001 gr, masukkan
kedalam gelas piala. Tambahkan 500 ml air suling, kemudian diuraikan dengan
disintegrator atau blender sampai sera-serat terurai. Banyaknya contoh kira-
kira akan memakai 50% larutan kalium permanganat. Pemakaian kalium
permanganat harus diantara 30% dan 70%. Pada saat yang sama lakukan
penentuan kadar air menurut TAPPI T 210
3. Pindahkan contoh yang telah terurai kedalam gelas piala denga air suling
secukupnya sampai mencapai jumlah 795 ml. Suhu air suling harus 25±0,2 oC
4. Letakkan gelas piala dalam penangas air bersuhu (25±0,2)oC dan aduk
perlahan menggunakan magnetic stirrer selama berlangsungnya reaksi
selulosagamma%selulosaalpha%100
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 25
5. Ambil (100±0,1) ml larutan kalium permanganat (0,1±0,0005)N dan 100 ml
larutan asam sulfat 4N masukkan kedalam gelas piala 250 ml. Letakkan gelas
piala dalam penangas air bersuhu 25oC
6. Tambahkan campuran kalium permanganate dan asam sulfat pada butir 5 ke
dalam gelas piala yang berisi contoh. Bilas gelas piala dengan air suling,
jangan lebih dari 5 ml, masukkan air pembilas ke dalam gelas piala. Jumlah
volume harus (1000±5) ml. Biarkan reaksi berlangsung selama 10 menit
7. Setelah 10 menit, tambahkan larutan kalium iodide 1,0 N sebanyak 20 ml
8. Lakukan titrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,2 N setelah terbentuk
iodidum bebas (timbul warna kuning). Sebagai indicator tambahkan beberapa
tetes larutan amilum sampai timbul warna biru, lanjutkan titrasi sampai warna
biru hilang. Catat pemakaian larutan natrium thiosulft sebagai a ml
9. Kerjakan titrasi blanko seperti pada butir 2 sampai 8 tanpa menggunakan pulp.
Catat pemakaian larutan natrium thiosulfat dalam titrasi blanko sebagai b ml
10. Perhitungan bilangan Kappa
dan
Dimana:
K = bilangan Kappa
f = faktor koreksi dari 50% konsumsi permanganat, tergantung
harga p sesuai tabel 1
w = berat contoh kering oven (gram)
p = larutan kalium permanganat yang terpakai oleh contoh pulp (ml)
b = larutan thiosulfat yang terpakai pada titrasi blanko (ml)
a = larutan thiosulfat yang terpakai dalam titrasi contoh (ml)
N = normalitas thiosulfat
Tabel 1 Faktor “f” koreksi perbedaan pemakaian persentase permanganat
w
fpK
1,0
)( Nabp
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 26
REAKTOR FASA CAIR
1. Pendahuluan
Alat tempat terjadinya reaksi kimia antara suatu zat dengan zat lainnya disebut
reaktor. Reaktor yang digunakan dalam industri kimia bermacam-macam. Pemilihan
reaktor ini sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Suatu reaktor biasanya
dirancang berdasarkan sifat dasar dan bahan baku yang diinginkan. Perancangan
suatu reaktor memerlukan berbagai informasi, pengetahuan, dan pengalaman dari
berbagai bidang termodinamika, kinetika reaksi kimia, mekanika fluida, perpindahan
panas, perpindahan massa, dan ekonomi. Dalam suatu industri kimia, reaktor
merupakan peralatan yang memegang peranan penting. Baik buruknya penanganan
dan rancangan reaktor menentukan kualitas dan kuantitas produk yang
dihasilkan.Salah satu reaktor untuk fasa homogen yang umum digunakan dalam
industri kimia adalah reaktor fasa cair. Dalam reaktor ini, baik reaktan, produk,
maupun katalis semuanya berfasa cair. Jenis reaktor yang digunakan untuk tujuan ini
umumnya adalah reaktor batch. Reaktor batch terutama digunakan untuk proses yang
kapasitasnya kecil karena mudah dalam penanganan bahan. Untuk mencapai keadaan
yang homogen, maka reaktor ini dilengkapi dengan pengaduk. Reaktor ini umumnya
digunakan dalam industri yang memproduksi berbagai jenis hasil, seperti industri
farmasi dan industri cat.
2. Dasar Teori
Reaktor kimia adalah sebuah alat dalam industri kimia, tempat dimana
terjadinya reaksi antara bahan baku (reaktan) untuk menghasilkan produk yang lebih
berharga, baik kualitas maupun kuantitasnya. Suatu reaktor biasanya dirancang
berdasarkan sifat dasar bahan baku dan produk yang diinginkan. Untuk tujuan
penelitian biasanya reaktor kimia dirancang sesederhana mungkin, misalnya reaktor
fasa homogen, dimana reaksi terjadi dalam satu fasa, baik fasa cair maupun gas. Di
dalam merancang reaktor diperlukan informasi, pengetahuan dan pengalaman dari
berbagai bidang termodinamika, kinetika kimia, mekanika fluida, perpindahan panas,
perpindahan massa, dan ekonomi. Seorang Sarjana Teknik Kimia harus
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 27
Umpan Produk
memperhatikan semua faktor itu untuk mendesain sebuah reaktor. Secara ringkas
pemilihan reaktor bertujuan sebagai berikut:
Mendapatkan keuntungan yang besar
Keselamatan kerja terjamin
Polusi terhadap lingkungan seminimal mungkin
Biaya produksi kecil
Pemeliharaan dan perawatan tidak rumit
2.1 Pembagian Reaktor
Secara umum, reaktor dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
2.1.1 Berdasarkan Bentuk
1. Reaktor tangki
Reaktor tangki merupakan jenis reaktor yang paling umum digunakan dalam
industri kimia. Biasanya reaktor ini dilengkapi dengan pengadukan dan alat
perpindahan panas (seperti jaket, eksternal, dan internal heat exchanger). Suatu
reaktor disebut reaktor tangki ideal jika pengadukan di dalam reaktor itu sangat
sempurna sehingga komposisi dan suhu pada setiap saat dalam reaktor selalu serba
sama atau uniform.
Gambar 2.1 Reaktor Tangki (Mixed Flow)
2. Reaktor Pipa Tubular
Jenis reaktor ini dirancang dari pipa kontinu atau beberapa pipa yang
diparalelkan. Reaktan masuk pada sisi yang satu, dan produk keluar dari sisi yang
lain dengan variasi komposisi campuran reaktan di sepanjang aliran.
Gambar 2.2 Reaktor Pipa Tubular (Plug Flow)
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 28
gas
masuk
gas
keluar
3. Reaktor Menara
Karakteristik reaktor ini adalah berbentuk silinder vertikal dan rasio tinggi
terhadap diameter sangat besar. Di dalamnya mungkin disertai baffle atau packing
padat atau hanya menara kosong. Digunakan dalam proses kontinu yang melibatkan
reaksi heterogen.
Gambar 2.3 Reaktor Menara
4. Reaktor Fluidized-Bed
Reaktor ini berupa tabung silinder yang berisikan partikel zat padat yang
mungkin adalah katalis atau reaktan. Jenis ini banyak digunakan dalam reaksi padat-
fluida, seperti reaksi katalitik-cracking hidrokarbon.
Gambar 2.4 Reaktor Fluidized-Bed
5. Reaktor Fasa slurry
Karakteristik reaktor ini adalah kolom vertikal yang berisi partikel katalis
yang di-slurry-kan dengan medium zat cair (seperti minyak), yang mungkin
merupakan salah satu reaktan.
Gambar 2.5 Reaktor Fasa Slurry
baffle
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 29
2.1.2 Berdasarkan Proses
1. Reaktor Batch
Reaksi fasa cair biasanya menggunakan reaktor batch, terutama jika kapasitas
produksinya kecil. Reaktor fasa cair merupakan suatu sistem peralatan yang khusus
ditujukan untuk menangani zat-zat pereaksi yang bereaksi dalam fasa cair. Reaktor
ini sangat bermanfaat untuk industri yang memproduksi berbagai jenis hasil,
misalnya pada industri farmasi, dan industri cat warna. Pada reaktor batch, semua
reaktan dimasukkan pada keadaan awal dan diproses menurut reaksi.
2. Reaktor Semi-Batch
Reaktor semi-batch biasanya berbentuk tangki yang berpengaduk. Cara
operasinya dengan jalan memasukkan sebagian zat dalam reaktor, sedangkan sisanya
atau zat pereaksi dimasukkan secara kontinu. Sedangkan produk dapat dikeluarkan
secara kontinu atau dibiarkan tinggal dalam reaktor sampai diperoleh konversi yang
diinginkan.
3. Reaktor Kontinu (Alir)
Pada reaktor alir pipa, fluida mengalir melalui reaktor tanpa pengadukan dan
komposisi pada segala titik adalah tidak berubah terhadap waktu. Reaktor alir pipa
disebut ideal jika kecepatan alir zat pereaksi dan produk adalah sama di seluruh
penampang pipa. Pada keadaan ini reaktor alir pipa disebut plug flow reactor.
2.1.3 Berdasarkan Keadaan Operasi
1. Reaktor Isotermal
Reaktor dikatakan beroperasi secara isotermal, jika umpan yang masuk ke
reaktor, campuran di dalam reaktor, dan aliran yang keluar dari reaktor selalu
uniform dan temperaturnya sama.
2. Reaktor adiabatis
Reaktor dikatakan beroperasi secara adiabatis jika tidak ada perpindahan
panas antara reaktor dengan sekelilingnya.
3. Reaktor nonisotermal-nonadiabatis
Sejumlah panas ditambahkan atau dihilangkan selama reaksi tetapi
temperatur tidak konstan
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 30
2.1.4 Berdasarkan Jumlah Fasa yang Ada dalam Reaksi
1. Reaktor untuk reaksi Homogen
2. Reaktor untuk reaksi Heterogen
2.1.5 Berdasarkan Susunan
1. Reaktor yang disusun secara seri, paralel, maupun gabungan keduanya.
2. Reaktor tunggal
2.1.6 Berdasarkan Reaksi yang Berlangsung
1. Reaktor untuk reaksi sederhana
2. Reaktor untuk reaksi yang kompleks
2.2 Residence Time (Waktu Tinggal)
Waktu tinggal adalah waktu yang dibutuhkan oleh reaktan untuk bereaksi
dalam reaktor atau waktu rata-rata selama partikel-partikel campuran reaksi berada di
dalam reaktor, dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝜃 = − ∫𝑑𝑁𝐴
𝑉(−𝑟𝐴)
𝑁𝐴𝑜
𝑁𝐴𝑓
Dimana : NA0 = Mol reaktan A yang masuk reaktor
NAf = Mol Reaktan A yang keluar reaktor
2.3 Penentuan Konstanta Kecepatan Reaksi
Ada 3 metode yang digunakan dalam menentukan konstanta kecepatan reaksi
dari suatu reaksi yang terjadi, yaitu :
1. Metode Grafik
2. Metode Integral
3. Metode Least Square
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi
1. Konsentrasi
2. Temperatur
3. Luas Permukaan
4. Katalis
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 31
2.5 Hal-hal yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis Reaktor
1. Fase zat pereaksi dan hasil reaksi
2. Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi samping
3. Kapasitas produksi
4. Harga alat (reaktor) dan biaya instalasinya
5. Kemampuan reaktor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk
perpindahan panas
3. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan “reaktor fasa cair” adalah :
1. Untuk mengetahui dan mempelajari cara kerja dan performance reaktor fasa
cair.
2. Untuk menentukan persamaan kecepatan reaksi, orde reaksi, serta konstanta
kecepatan reaksi dari masing-masing reaktan.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan konsentrasi reaktan dan laju reaksi
terhadap perubahan waktu
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan konversi reaksi dan laju alir terhadap
perubahan laju reaksi.
4. Alat dan Bahan Percobaan
1. Motor pengaduk
2. Klem
3. Pengunci impeller
4. Impeller
5. Beaker glass
6. Statif
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 32
Dan peralatan-peralatan lainnya yang digunakan untuk analisa, seperti beaker
glass, erlenmeyer, gelas ukur, statif dan klem, corong gelas, pipet tetes, dan batang
pengaduk.
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan modul ini adalah
natrium hidroksida (NaOH), etil asetat (CH3COOHCH2CH3), asam klorida (HCl),
aquadest (H2O), dan phenolphthalein (C20H14O4).
4.1 Intruksi Kerja Alat
1. Intruksi Pengaduk
a) Disambungkan steker peralatan reaktor fasa cair ke stop kontak.
b) Impeller di naikkan dengan bantuan kunci impeller, taruhlah
beaker glass dan turunkan kembali impeller sesuai dengan batas
dengan bantuan kunci impeller.
c) Peralatan reaktor fasa cair di hidupkan.
d) Diatur kecepatan pengadukan (putar ke kanan untuk menambah
kecepatan dan putar ke kiri untuk mengurangi kecepatan).
e) Setelah percobaan selesai, peralatan reaktor fasa cair dimatikan
dan beaker glass dikeluarkan dari peralatan reaktor fasa cair.
f) Kemudian steker peralatan reaktor fasa cair dicabut dari stop
kontak.
5. Prosedur Percobaan
5.1 Prosedur Kerja Percobaan
1. Dibuat larutan NaOH, etil asetat, dan HCl, dengan konsentrasi dan volume
tertentu, serta dibuat juga larutan phenolphthalein.
2. Dimasukkan reaktan NaOH sebanyak x ml, dan etil asetat sebanyak y ml ke
dalam reaktor pada saat t=0.
3. Diambil sampel campuran sebanyak 10 ml pada t=0 untuk di titrasi dengan
larutan HCl.
4. Stirrer dan stopwatch dihidupkan.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 33
5. Dimasukkan reaktan NaOH sebanyak x ml/menit, etil asetat sebanyak y
ml/menit.
6. Diambil sampel sebanyak 10 ml setiap selang waktu tertentu untuk di titrasi.
7. Diulangi pengambilan sampel yang akan dititrasi setiap selang waktu
tersebut, hingga volume pentiter konstan.
8. Percobaan diulangi dengan variasi laju alir lain untuk masing- masing
reaktan.
5.2 Prosedur Analisa Sampel
1. Dimasukkan larutan HCl ke dalam buret.
2. Sampel sebanyak 10 ml ditambahkan 3 tetes phenolphthalein.
3. Sampel dititrasi dengan larutan HCl hingga larutan menjadi bening.
4. Dicatat volume HCl yang terpakai.
5. Titrasi dilakukan sampai volume pentiter yang terpakai telah konstan.
Daftar Pustaka
Levenspiel, O., Chemical Reaction Engineering, 2nd edition. New York, 1972.
Winterbottom, J.M and King, M.B., Reactor Design for Chemical Engineers, 1st
Edition, Stanley Thornes (Publisher) Ltd: United Kingdom, 1999.
Smith, J.M., Chemical Engineering Kinetics, 3nd edition, Mc.GrawHill, International
Book Company, Tokyo, 1977.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 34
RESIN UREA FORMALDEHID (RUF)
1. Pendahuluan
Konversi kimia pada pembuatan resin pada umumnya merupakan reaksi
polimerisasi, dimana molekul-molekul sederhana bereaksi membentuk polimer.
Reaksi utama pada pembentukan polimer adalah reaksi kondensasi dan adisi. Reaksi
kondensasi merupakan reaksi terjadinua pelepasan molekul-molekul kecil, misalnya
H2O dan metanol, sedangkan reaksi adisi adalah reaksi pemutusan ikatan rangkap
pada reaktan tanpa disertai pembentukan produk samping.
Salah satu produk resin yang dikenal adalah resin urea formaldehid. Resin ini
merupakan jenis resin amina yang diproduksi secara komersil. Bahan baku
pembentuknya adalah urea dan formaldehid dengan bantuan katalis dan buffering
agent.
Resin urea formaldehid adalah hasil kondensasi urea dengan formaldehid, resin
tipe ini termasuk dalam kelas resin termoset, yaitu resin yang mempunyai sifat tahan
terhadap asam dan basa, tidak dapat melarutkan dan tidak dapat meleleh. Oleh
kemungkinan sifat-sifatnya, resin urea formaldehid berkembang dengan pesatnya.
Sebagai contoh: industri bahan adesif (perekat) untuk plywood, tekstil, resin
finishing, laminating, coating, molding, cocting, lacquers dan lain-lain.
Resin awalnya merupakan kategori dari zat nabati yang larut dalam etanol
tetapi tidak larut dalam air, tetapi umumnya di dalam teknologi modern adalah
sebuah polimer organik dengan berat molekul yant tak tentu. Resin nabati alami
sebagian besar merupakan politerpen dan derivarif asam, yang dapat ditemukan
sebagai aplikasi dalam pembuatan pernis, perekat, pernis, dan tinta.
Resin sintetis, mula-mula dilihat sebagai pengganti untuk kopal, damar, dan
resin alami yang memiliki tempat besar mereka sendiri dalam industri dan
perdagangan. Setiap polimer organik tanpa plastisasi dianggap sebagai resin,
sehingga hampir semua dari plastik biasa dapat dilihat sebagai resin sintetis. Resin
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 35
yang larut dalam air dipasarkan terutama sebagai pengganti Getah nabati dan di sisi
lain untuk aplikasi yang sangat khusus(Mark, 2007 ).
2. Dasar Teori
Resin adalah sintesa senyawa organik dengan berat molekul yang besar yang
dibuat melalui reaksi kimia antar dua molekul yang sama atau berbeda dengan
menggunakan katalis pada kondisi tertentu. Resin dapat diperoleh secara alami
maupun sintesis dari bahan yang memiliki viskositas tinggi dan kuat. Resin dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Resin Alami
Merupakan campuran dari asam karboksilat yang di dapat secara alami di alam
misalnya: damar, karet alam
b. Resin Sintetis
Merupakan senyawa polimer yang mempunayi berat molekul yang tinggi yang
dihasilkan dari reaksi dua senyawa atau lebih.
Resin sintetis lebih banyak digunakan daripada resin alami, karena resin sintetik
lebih murah harganya dan mudah untuk dimurnikan. Resin sintetik lebih stabil dan
seragam dibandingkan dengan resin alami, karena dibuat dibawah kondisi
pengontrolan sehingga kemungkinan untuk terbentuknya pengotor (impuritis) itu
sedikit.
Resin selalu digunakan sebagai bahan baku plastik, juga untuk industri cat,
varnishes, penukar ion dalam pemurnian air, maupun yang lainnya. Untuk industri
plastik, penggunakan resin dapat diterangkan dengan analogi dari logam besi pada
bidang metalurgi.
Reaksi kimia yang khusus dalam pembuatan resin disebut polimerisasi,
produknya disebut polimer dan bahan pembentuknya disebut monomer. Polimer
adalah suatu senyawa yang merupakan molekul raksasa yang tersusun dari molekul-
molekul kecil secara berulang dan mempunyai struktur yang sederhana, dan bagian-
bagian tersebut saling berhubungan secara kovalen.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 36
Polimer terbentuk dari hasil ikatan silang antara monomer-monomer
pembentuknya yang dapat membentuk rantai molekul linear yang panjang atau
jaringan tiga dimensi dengan berat molekul merupakan gabungan antara molekul-
molekul monomer pembentuknya.
Fungsionalitas dari senyawa merupakan syarat terjadinya polimerisasi.
Fungsionalitas adalah banyaknya gugus fungsi yang reaktif sehingga terjadi
polimerisasi. Senyawa yang mempunyai satu gugus fungsional tidak dapat
membentuk polimer. Polimerisasi dapat terjadi pada suatu molekul apabila terdapat
beberapa gugus fungsional, misalnya pada gugus hidrolisa. Asam amino, di atau poli
alkohol amina dan lain-lain.
2.1 Klasifikasi Polimer
2.1.1 Berdasarkan Sifat Terhadap Temperatur
a. Termoplastik
Yaitu bahan polimer yang bila dipanaskan akan menjadi lunak dan dapat
dialirkan ketika diberikan suatu tegangan (stress). Ketika didinginkan,
maka bahan polimer tersebut akan kembali (reversibel) ke wujud padat.
Secara analogi, es yang meskipun bukan bahan polimer memiliki
kemiripan sifat dengan termoplastik. Contoh: poletilen (PE), polivinil
klorida (PVC), poliamida (PA), polipropilena (PP), polistirena (PS), dan
sebagainya.
b. Termoset
Yaitu bahan polimer yang bila dipanaskan akan menjadi keras dan tidak
bisa mencair kembali (ireversibel). Pemanasan akan mengakibatkan
terjadinya reaksi curing. Pemanasan lanjut pada polimer termoset akan
mengakibatkan terjadinya degradasi bahan. Secara analogi, telur memiliki
kemiripan sifat dengan termoset. Contoh: melamin, urea formaldehid,
fenol formaldehid, resin epoksi, poliester tidak jenuh, poliuretana, dan
sebagainya.
Pemanasan lanjut pada polimer termoplastik juga akan mengakibatkan
terjadinya degradasi bahan, tetapi bahan ini akan melunak pada
temperatur dibawah temperatur degradasinya.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 37
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 38
2.1.2 Berdasarkan Sintesa Kimia
A. Polimer Kondensasi
Polimer yang terbentuk dari reaksi kondensasi dimana molekul kecil
dikeluarkan (biasanya H2O) dikenal sebagai polimer kondensasi. Misalnya
dalam reaksi pembentukan poliester berikut:
Gambar 1. Reaksi Polimerisasi Kondensasi
Dapat dilihat bahwa reaksi kondensasi antara diol dengan diasam
menghasilkan poliester dan molekul air (H2O). Adanya tanda “x” pada
poliester menunjukkan derajat polimerisasi (DP) dari unit poliester. Derajat
polimerisasi merupakan banyaknya unit monomer yang berulang dalam rantai
polimer.
B. Polimer Adisi
Reaksi pembentukan polimer berikutnya yaitu polimerisasi adisi dan
produknya dikenal sebagai polimer adisi. Polimerisasi adisi memiliki dua
karakteristik perbedaan. yaitu:
- Tidak ada molekul yang dikeluarkan, unit berulangnya memiliki monomer
yang sama
- Reaksi polimerisasi hanya melibatkan pembukaan ikatan rangkap.
Gambar 2. Reaksi Polimerisasi Adisi
2.2 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Kondensasi
Pada umumnya, polimerisasi kondensasi menganut dua aturan sebagai berikut:
a. Dua gugus fungsional yang berbeda terlibat dalam polimerisasi kondensasi.
Ini mungkin dapat terjadi pada jenis monomer berbeda (AA dan BB) atau
monomer yang sama (AB dan AB)
Diol Diasam Poliester
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 39
b. Reaksi terjadi dengan penghilangan hasil samping (byproduct) dalam jumlah
yang kecil
Polimer kondensasi juga dikenal sebagai polimer yang pertumbuhannya
secara bertahap (step-growth polymers) karena terjadi reaksi secara bertahap-
tahap. Pertama dalam bentuk dimer, kemudian trimer, diikuti tetramer, hingga
polimer berhenti reaksi (terminasi). Contoh reaksi polimerisasi kondensasi
dapat ditunjukkan seperti reaksi pembentukan poliester melalui kondensasi
monomer etana-1,2-diol dan asam 1,4-benzendikarboksilat (asam tereftalat).
Gambar 3. Reaksi Polimerisasi Kondensasi Pembentukan Poliester
2.3 Mekanisme Reaksi Polimerisasi Adisi
Monomer dari polimer adisi yang berupa alkena seperti, CH2=CH2 dan
CH3CH=CH2 atau alkana tersubstitusi seperti CH2=CHCl dan CH2=CHC6H5.
Asam tereftalat Etana,1-2 diol
Ester
PET
Ester Asam Tereftalat
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 40
Sebuah inisiator digunakan untuk membuat sisi aktif untuk memulai proses
polimerisasi. Ketika dimulai, polimerisasi akan berjalan secara bertahap dengan
melalui reaksi adisi. Inisiator berbeda dapat digunakan untuk membentuk sisi
aktif seperti pembentukan radikal bebas, karbanion, dan ion karbonium.
2.3.1 Polimerisasi Radikal Bebas Rantai Berkembang (Free Radical Chain-
Growth Polymerization)
Semua monomer tidak jenuh dapat mengalami polimerisasi radikal.
Peroksida atau senyawa azo biasa digunakan sebagai inisiator. Sednyawa-
senyawa ini memiliki ikatan kovalen lemah yang dapat diputuskan dengan
mudahnya menjadi dua radikal bebas. Beberapa contoh diberikan dibawah
ini:
Gambar 4. Reaksi Pembentukan Radikal Bebas
Mekanisme dari jenis polimerisasi ini meliputi tahap inisiasi,
propagasi, dan terminasi. Berikut diberikan reaksi polimerisasi dari propena.
Mekanisme ini menggunakan dialkil peroksida, RO-OR, sebagai sumber
radikal bebas. Pada tahap inisiasi, karbon radikal terbentuk dengan adanya
alkoksi radikal. Reaksi pertama dari tahap propagasi yaitu adisi karbon
radikal ke molekul propena lainnya. Reaksi adisi karbon radikal ini ke
monomer propena akan membentuk polimer rantai berkembang (chain-
growth polymer). Pada tahap terminasi, reaksi akan berhenti ketika radikal
bebas tidak ada lagi dalam reaksi atau tidak terbentuk lagi.
Asam
peroksobenzoat Radikal Bebas
Dialkil peroksida Alkoksi Radikal
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 41
Gambar 5. Reaksi Polimerisasi Radikal Bebas Molekul Propena
Senyawa radikal bebas memiliki sifat yang sangat reaktif, waktu
reaksi singkat, dan tidak selektif. Reaksi transfer rantai sering terjadi dalam
senyawa polimer bercabang banyak. Misalnya polimerisasi etena dengan
inisiator peroksida organik akan menghasilkan polietena dengan cabang
banyak.
2.3.2 Polimerisasi Kationik Rantai Berkembang (Cationic Chain-Growth
Polymerization)
Polimerisasi kationik melibatkan muatan positif sebagai sisi aktif. Sisi
positif terbentuk akibat pengaruh dari asam kuat, seperti asam perklorat,
HClO4 atau asam Lewis yang mengandung sedikit molekul air sebagai co-
katalis. Sebagai contoh, air dan BF3 akan membentuk senyawa kompleks
BF3-H2O yang menyediakan proton untuk tempat sisi aktif kationik yaitu ion
karbonium. Berikut diberikan contoh mekanisme polimerisasi dari
polipropilena:
Alkoksi Radikal Karbon Radikal
Tahap Inisiasi
Tahap Propagasi
Tahap Terminasi
kaliberulang
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 42
Gambar 5. Reaksi Polimerisasi Kationik Molekul Propena
2.3.3 Polimerisasi Anionik Rantai Berkembang (Anionic Chain-Growth
Polymerization)
Seperti dalam polimerisasi kationik, polimerisasi anionik juga dimulai
dengan inisiator. Inisiator anionik melibatkan logam alkali, alkali amida, dan
alkil litium. Monomer sejenis yang dipolimerisasikan dengan metode ini
yaitu akrilonitril, butadiena, dan stirena. Contoh dibawah berikut
menunjukkan polimerisasi akrilonitril dalam pelarut inert dengan butil litium
sebagai inisiator. Proses polimerisasi dimulai oleh anion butil.
Sepasang elektron dari anion butil akan dipindahkan ke satu dari
ikatan rangkap dua atom karbon dari monomer.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya karbanion baru dengan
muatan negatif yang ditransferkan ke monomer karbon lainnya. Tahap ini
disebut tahap inisiasi. Karbanion sekarang bereaksi dengan molekul monomer
Propena Ion Karbonium
Pembentukan
sisi aktif
kationik
Tahap Inisiasi
Tahap Propagasi
kaliberulang
Polipropilena
Butil Litium Butil Anion
Pembentukan Sisi
Aktif Anionik
Inisiator Monomer Karbanion
Tahap Inisiasi
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 43
lainnya sama seperti inisiator bereaksi dengan molekul monomer pertama,
dan seterusnya hingga terbentuk rantai berkembang. Penambahan monomer
ke monomer lainnya disebut propagasi.
Gambar 6. Reaksi Polimerisasi Kationik Molekul Akrilonitril
Adapun hal yang harus diperhatikan bahwa dalam reaksi ini tidak
terdapat tahap terminasi. Bagian aktif tetap tinggal dalam polimerisasi
anionik. Polimerisasi akan berhenti bila tidak ada lagi monomer yang hendak
diadisi. Sistem seperti ini dikenal dnegan istilah anionic living
polymerization. Polimerisasi anionik menghasilkan polimer dengan derajat
kristalin yang sangat tinggi. Hanya monomer-monomer dengan substituen
penarik elektron yang memiliki kemampuan menstabilkan intermediat anion,
seperti fenil, siano atau karbonil, yang dapat dipolimerisasikan dengan teknik
anionik ini.
2.4 Resin Urea Formaldehid
Resin urea formaldehid adalah hasil reaksi polimerisasi kondensasi dari urea
dengan formaldehid pada pH diatas 7 adalah metilolasi, yaitu adisi formaldehid
pada gugus amino dari urea dan menghasilkan metilol. Derivat-derivat metilol
merupakan monomer penyebab terjadinya reaksi polimerisasi kondensasi.
Polimer yang dihasilkan mula-mula mempunyai rantai lurus dan masih larut
dalam air, selanjutnya membentuk tiga dimensi dan semakin berkurang
kelarutannya dalam air. Pada proses pengerasan (curing), kondensasi tetap
berlangsung, polimer membentuk rangkaian tiga dimensi yang sangat kompleks
dan menjadi resin termoset, yaitu menjadi resin yang tidak dapat melarut dan
tidak dapat meleleh.
Tahap Propagasi
Karbanion
(sisi aktif) Monomer
Rantai berkembang
(sisi aktif) Polimer Akrilonitril
kaliberulang
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 44
Resin urea formaldehid merupakan contoh dari resin termoset dari resin
amino. Resin urea formaldehid terdiri dari sekitar 80% resin amino yang
dihasilkan dunia. Resin melamin formaldehid juga merupakan salah satu resin
amino. Resin amino sering digunakan untuk memodifikasi sifat dari material lain.
Resin ini ditambahkan selama proses seperti pada produk serat tekstil untuk
mempertahankan karakteristik tekan yang tetap. Kelemahan resin urea
formaldehid adalah tidak resistan terhadap kelembaban sehingga cetakan
cenderung lapuk, dan permukaan yang terlalu lunak dan mudah tergores. Selain
itu, resin ini juga tidak tahan terhadap panas seperti halnya resin melamin
formaldehid. Keuntungan dari penggunaan resin ini adalah harganya yang murah
untuk membentuk lapisan yang jernih, dan resistan terhadap penyerapan
(absorbsi) ultraviolet, serta berkilau dan resistan terhadap air bila resin ditambah
thiourea pada cetakan atau lapisan resin.
2.4.1 Tahap-Tahap Reaksi Urea Formaldehid
Pada dasarnya pembuatan produk-produk urea formaldehid
berlangsung melalui tiga tahap:
1. Tahap Intermediat
Adalah tahap sampai diperoleh resin yang masih berupa larutan yang
masih larut dalam air ataupun pelarut lainnya. Pada tahap ini terjadi reaksi
utama:
a. Reaksi metilolasi (adisi)
H2N-CO-NH2 + CH2O H2N-CO-NH-CH2OH
b. Reaksi polimerisasi kondensasi
H2N-CO-NH-CH2OH + H2N-CO-NH2 H2N-CO-NH-CH2-NH-CO-
NH2 + H2O
Monometilol urea dihasilkan pada reaksi metilolasi dalam suasan
netral atau sedikit basa (pH: 7-9). Untuk reaksi kondensasi suasana
yang paling baik adalah suasana asam. Pada reaksi kondensasi
dilepaskan molekul-molekul air. Untuk itu agar hasilnya lebih baik
dan reaksinya lebih cepat, air harus dikeluarkan misalnya dengan cara
memanaskan.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 45
2. Tahap Persiapan Curing
Tahap persiapan untuk curing yaitu pencampuran zat-zat kimia filter
3. Tahap Curing
Tahap curing yaitu proses terakhir yang oleh pengaruh katalis, panas,
tekanan maka resin diubah menjadi resin termoset dengan reaksi
(CH-NH-CO-NH-CH)n + 2CH2O (CH-NCH-CO-NCH-CH)n
2.4.2 Mekanisme Reaksi Resin Urea Formaldehid
Urea akan bereaksi dengan formaldehid dalam suasana asam ataupun
basa. Produk dari reaksi ini disebut plastik amino.
Polimerisasi antara urea dengan formaldehid dengan perbandingan 1,5
: 1 pada reaksi tahap pertama menghasilkan bermacam metilolurea sebagai
prepolimer, yang dimana pada reaksi tahap kedua mengalami proses cured
akibat pemanasan dalam suasana netral ataupun sedikit asam. Pengendalian
reaksi dilakukan dengan cara kontrol pH (menggunakan larutan buffer) dan
kontrol suhu. Laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya keasaman.
Prepolimer dapat dibuat dengan memvariasikan tingkat pH sesuai suhu
reaksi. Polimerisasi dihentikan dengan cara menetralkan pH larutan dan
pendinginan.
Gambar 7. Reaksi Polimerisasi Kondensasi Urea dan Formaldehid
Tahap kedua reaksi yaitu reaksi sambung silang (crosslinking) dari
prepolimer dalam suasana asam (resinifikasi) menyebabkan pembentukan
jaringan yang mengandung campuran acak dari unit trimetilamin linear atau
Menghasilkan
bermacam
metilolurea
yang dapat
mengalami
reaksi
kondensasi
sebagai
prepolimer
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 46
bercabang. Selain itu, juga terbentuk jembatan metilen eter dan jembatan
metilen. Kedua senyawa yang disebut terakhir terbentuk dalam suasana asam
yang sangat kuat.
Gambar 8. Pembentukan Jaringan pada Resinifikasi
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Pembentukan Resin Urea
Formaldehid
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi dan hasil reaksi
urea formaldehid adalah sebagai berikut:
a. Katalis
Jenis katalis yang digunakan dapat berbeda untuk setiap reaksi, misalnya
pada tahap metilolasi diperlukan katalis basa, sedangkan tahap resinifikasi
diperlukan katalis asam karena pada suasana ini terjadi jembatan metilol
yang lebih cepat.
b. Perbandingan Mol Reaktan
Jika formaldehid yang digunakan berlebih dengan jumlah yang cukup
banyak, gugus metilol yang ada dapat bereaksi lebih lanjut dengan guugs
formaldehid dan membentuk gugus formaldehid hemi-asetat sehingga
terjadilah pembuatan ester yang menyebabkan produk yang terbentuk
semakin hidrofilik sehingga resin mudah larut dalam air.
c. Penambahan Bahan Aktif
Bahan aktif ini merupakan larutan buffer yang berfungsi untuk menjaga
pH larutan agar tetap konstan. Pada reaksi kondensasi urea formaldehid
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 47
digunakan buffering agent Na2CO3.H2O. Hal ini disebabkan karena dalam
suasana basa, pH cenderung turun akibat formaldehid mengalami reaksi
Cannizaro (reaksi autoredoks), yaitu:
2CH2O + OH- HCOO- + CH3OH
Formaldehid ion metanoat metanol
HCOO- + H+ HCOOH (asam metanoat)
d. Temperatur Operasi
Pada umumnya reaksi kimia yang mengalami kenaikan suhu akan
mengakibatkan naiknya kecepatan reaksi. Hal ini sesuai dengan
persamaan Arhenius, yaitu:
k = AeEa/RT
k = konstanta kecepatan reaksi T= suhu mutlak
A = konstanta Arhenius Ea = Energi Aktivasi
R = konstanta gas
3. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan resin urea formaldehid adalah untuk mempelajari
pengaruh perubahan kondisi reaksi terhadap kecepatan reaksi dan hasil pada
tahap intermediat.
4. Alat dan Bahan Percobaan
Peralatan untuk percobaan kondensasi urea formaldehid secara laboratorium
terdiri dari:
a. Labu leher empat; fungsi: sebagai wadah/ tempat berlangsungnya reaksi.
b. Pendingin Liebig; fungsi: untuk mengkondensasi zat-zat yang menguap
selama pemanasan
c. Pipa Volumetrik; fungsi: untuk mengambil sampel yang akan dianalisa
d. Peralatan pemanasan seperti bunsen, statif dan klem, penangas pasir, dan
kaki tiga
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 48
Gambar 9. Rangkaian Alat Proses Kondensasi Urea Formaldehid
Keterangan Gambar:
1. Labu leher empat 6. Penangas Pasir
2. Refluks Kondensor 7. Kaki tiga
3. Pipet 8. Tempat stirrer
4. Pemanas bunsen 9. Tempat Termometer
5. Statif dan Klem
4.1 Intruksi kerja alat
1. Labu leher tiga
e) Labu leher tiga dan refluks kondensor di rangkai pada penangas pasir dengan
bantuan statif dan klem, kemudian dimasukkan sampel ke dalam labu leher tiga.
f) Pasang selang pada refluks kondensor sebagai saluran air masuk dan air keluar.
g) Dinyalakan bunsen sebagai media pemanasan.
h) Setelah percobaan selesai, bunsen dimatikan dan rangkaian alat dilepas kemudian
di cuci hingga bersih.
3. Pengunaan gas
e) Regulator dipasangkan pada gas.
f) Dipastikan terlebih dahulu apakah gas bocor atau tidak dari regulator.
g) Jika gas tidak bocor dari regulator, bunsen dinyalakan.
h) Setelah percobaan selesai, bunsen dimatikan dan regulator dilepas dari gas.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 49
5. Prosedur
5.1 Prosedur Percobaan
1. Ke dalam labu leher empat dimasukkan formalin yang tertentu jumlahnya.
2. Larutan ini kemudian ditambahkan katalis (amonia pekat) sebanyak...% dari
massa total campuran, dan ditambahkan buffering agent, Na2CO3
sebanyak....% dari massa katalis.
3. Diaduk campuran sampai rata dan diambil sebanyak...ml sampel nomor 0
untuk dianalisa
4. Dimasukkan urea yang tertentu jumlahnya ke dalam labu leher empat secara
perlahan-lahan, kemudian diaduk sampai rata.
5. Diambil 10 ml sampel sebagai sampel no 1 untuk dianalisa.
6. Dipanaskan campuran sampai mendidih dan diambil sebanyak...ml sampel
sebagai sampel no 2 untuk dianalisa
7. Diatur pengambilan sampel sebanyak ml dengan selang waktu beberapa
menit.
8. Dihentikan pengambilan sampel pada saat kadar formaldehid bebas telah
konstan (tiga kali konstan semua analisa).
5.2 Prosedur Analisa Sampel
5.2.1 Analisa Densitas
1. Piknometer kosong ditimbang massanya.
2. Piknometer diisi sebanyak ml air dan ditimbang massanya.
3. Piknometer diisi sebanyak ml sampel dan ditimbang massanya.
4. Densitas sampel dihitung dengan persamaan:
(gr)airmassa
(gr)sampelmassaρρ airsampel
5.2.2 Analisa Kadar Resin
1. Dipanaskan cawan porselen pada suhu 140oC selama 30 menit.
2. Cawan didinginkan dalam desikiator hingga suhu ruangan.
3. Cawan ditimbang sebagai G1.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 50
4. Ditimbang ... gr sampel resin pada cawan porselen.
5. Dipanaskan pada suhu 140oC selama 1 jam.
6. Didinginkan dalam desikiator hingga suhu ruangan.
7. Sampel dengan cawan ditimbang sebagai G2.
5.2.3 Analisa pH
1. Larutan sampel dimasukkan ke dalam Beaker Glass.
2. Dimasukkan kertas pH ke dalam Beaker Glass tersebut.
3. Warna pH disesuaikan dengan warna standard yang sesuai dengan harga
pH-nya.
5.2.4 Analisa Kadar Formaldehid Bebas
1. Sampel sebanyak...ml ditambahkan 2-3 tets phenolphthalein dan
ditambahkan 5 ml etanol 96%.
2. Ditambahkan 25 ml Na2SO4 dan diaduk sampai homogen.
3. Larutan dititrasi dengan HCl.
4. Kemudian dilakukan titrasi blanko.
5. Kadar formaldehid bebas dihitung dengan persamaan:
sampelml
HClNxHClmlx3
tanlaru)ml(V
OCHgr 2
6. Daftar Pustaka
Untuk menambah pengetahuan praktikan tentang urea formaldehid, maka
diberikan beberapa judul buku untuk dipelajari:
1. D’Mello, G.F., “Experimental Plastic and Synthetic Resin”.
2. Schidk Nect, C.H.,
- “Polymer Processes”
- “High Polymer Vol.X.295-326”
3. Ellis, “The Chemistry of Synthetic Resin”, hal 564-639, Reinhold Publishing
Co.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 51
4. Hallensleben, M.L., Crosslinking and Polymer Networks dalam Kricheldorf,
dkk., Handbook of Polymer Synthesis. Second Edition. Marcel Dekker : USA,
2005
5. Rosen, L.S., Fundamental Principles of Polymeric Materials. Second
Edition. John Wiley & Sons, Inc : Singapore, 1993.
6. Weissermel, K., “Industrial Organic Chemical”, 3rd edition, VHC. New
York, 1997.
7. Yoon, H.H, Pre-U Text STPM Organic Chemistry. 1st edition. Pearson
Longman: Malaysia, 2007.
8. Mark D. Licker.2007. Encyclopedia of science & technology. 10th edition.
McGraw-Hill : Newyork.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 52
PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN PROSES
TRANSESTERIFIKASI
I. Pendahuluan
Saat ini, sebagian besar biodiesel muncul dari transesterifikasi sumber daya
yang dapatdimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak
goreng, denganproses katalis kondisi basa. Namun, konsumsi tinggi katalis,
pembentukan sabun, danrendahnya hasil panen membuat biodisel saat ini lebih
mahal daripada bahan bakar yangditurunkan dari minyak bumi (Haas, M.J., 2005).
Biodiesel sebagai sebuah bahan bakar harus memiliki kalor, hal ini
berhubungan dengan efisiensi mesin dalam melakukan kerja. Kalor dari bahan bakar
adalah ukuran energi yang terdapat pada bahan bakar tersebut tiap satuan mol atau
berat. Semakin besar kalor yang dihasilkan maka semakin baik bahan bakar tersebut
diaplikasikan dalam mesin. Kalor ini adalah energi mekanik akibat gerakan partikel
materi yang dapat berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Kalor suatu
bahan bakar tergantung pada senyawan penyusun bahan bakar itu sendiri. Kalor
bahan bakar perlu diketahui untuk mengetahui nilai ekonomis jika bahan bakar
tersebut digunakan (Gotwals dan Sendinger, 2007).
II. Dasar Teori
Secara umum, asam lemak pada minyak ataulemak nabati terikat pada gugus
gliserol danmembentuk triasilgliserol atau trigliserida (Indarti, 2007). Produksi
biodiesel dapat dilakukan dengan esterifikasi atau transesterifikasi dengan alkohol
suku rendah. Proses esterifikasi berfungsi untuk mengkonversi asam lemak bebas
menjadi metil ester, jika minyak dengan asam lemak bebas yang tinggi langsung
dikonversi dengan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis basa maka sebagian
besar katalis akan habis bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun (Akhirudin,
2006).
Biodiesel memberikan pengertian yang luas yang mencakup seluruh bahan
bakar diesel yang didapat dari aktivitas biologi atau hayati seperti minyak, lemak,
pati, selulosa, ganggang dan sebagainya. Namun pengertian biodiesel dewasa ini
adalah bahan bakar mesin diesel yang berupa metil atau etil ester yang diperoleh dari
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 53
minyak – lemak nabati dengan proses esterifikasi bersama alohol. Biodiesel dapat
berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan.
Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol mudah
didapat dan tidak mahal. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati atau lemak
hewan, namun yang paling banyak digunakan adalah minyak nabati.
Biodiesel adalah campuran dari ester-ester asam lemak, dimana masing-masing
komponennya berkontribusi terhadap viskositas kinematik biodiesel secara
keseluruhan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa viskositas biodiesel dipengaruhi
oleh panjang rantai dan komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap
(derajat ketidakjenuhan) dalam biodiesel serta jenis alkohol yang digunakan.
Keunggulan biodiesel adalah tidak beracun karena bebas dari logam berat,
sulfur dan senyawa aromatik, titik nyala yang tinggi akan mempermudah dalam
penyimpanan dan penggunaannya, angka setana yang tinggi, besifat biodegradabel
dan merupakan bahan bakar yang dapat diperbaharui (Knothe dkk., 2005). Bahan
bakar biodiselmenjadi lebih menarik karena manfaatnya terhadap lingkungan.
(Zheng, S. et al.,2006).
Transesterifikasi adalah pertukaran alkohol dengan suatu ester untuk
membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversibel dan berjalan lambat tanpa
adanya katalis. Penggunaan alkohol berlebih atau mengambilsalah satu produk
adalahlangkah untuk mendorong reaksi ke arah kanan atau produk (Hui, 1996).
Secara garis besar, reaksi transesterifikasi yang terjadi adalah :
Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida Menjadi Biodiesel
Reaksi transesterifikasi sebenarnya berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai
berikut:
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 54
Gambar 2.4 Tahap Reaksi Transesterifikasi
Pembuatan biodiesel dari minyak nabati memiliki kasus yang berbeda-beda
sesuaidengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam
lemak bebastinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi,
sedangkan untukminyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan
proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk
mengubah asam lemak bebas dantrigliserida dalam minyak menjadi metil ester
(biodiesel) dan gliserol.
Biodiesel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar diesel
petroleum. Kelebihan tersebut antara lain :
1. Merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan dapat dibiodegradasi
2. Mempunyai bilangan setana yang tinggi.
3. Mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon dan NOx.
4. Terdapat dalam fase cair.
Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan
agardidapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi
reaksi yangmempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui
transesterifikasi adalah sebagaiberikut (Freedman, 1984):
a. Pengaruh asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang
lebih kecildari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak
bebas lebih kecildari 0.5% (<0.5%).
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuksetiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol.Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98%(Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlahalkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga
akan semakin bertambah.Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 55
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkanpada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan
yang terbaik adalah 6:1 karena dapatmemberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkandengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalahnatrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3),dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi
reaksi sebenarnya adalah ion metilat(metoksida). Reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan konversi yang maksimum denganjumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak
nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natriumhidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati
refined. Namunapabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel, cukupdigunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya
dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih
metanolsekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggiuntuk waktu yang lebih singkat (Hikmah 2010).
III. Tujuan Percobaan
1. Melaksanakan proses transesterifikasi untuk membuat alkil ester (biodiesel)
dari minyak nabati
2. Mengukur perolehan kasar alkil ester yang dihasilkan.
3. Mengukur densitas dan viskositas alkil ester yang diperoleh.
IV. Bahan Dan Peralatan
4.1 Bahan
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 56
1. Bahan baku lemak ayam
2. Larutan metanol (CH3OH)
3. Katalis Asam Sulfat (H2SO4)
4. Katalis Natrium Hidroksida (NaOH)
5. Aquadest (H2O)
4.2 Peralatan
1. Labu leher tiga
2. Magnetic Stirrer
3. Heater
4. Refluks Kondensor
5. Corong Pemisah
6. Alat – alat gelas
4.3 Peralatan Analisa
1. Piknometer
2. Viskosimeter Otswald
V. Prosedur Kerja
Prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut :
5.1 Transesterifikasi
1. Kadar FFA, densitas dan viskositas minyak nabati dianalisis.
2. Minyak nabati dengan berat tertentu dimasukan kedalam labu leher tiga dan
dipanaskan dengan hot plate hingga mencapai suhu reaksi
3. Sementara minyak dipanaska, NaOH dengan jumlah tertentu dilarutkan ke
dalam metanol yang jumlahnya sudah tertentu. Larutan ini kemudian
dimasukan ke dalam labu yang telah berisi minyak. Campuran dihomogenkan
dengan pengaduk magnetik.
4. Setelah tercapai waktu reaksi yang tertentu, peralatan pemanas dimatikan dan
campuran reaksi dikeluarkan dari labu.
5. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pisah dan dibiarkan hingga
terbentuk 2 lapisan.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 57
6. Lapisan bawah yang merupakan lapisan gliserol, air, katalis sisa dan metanol
dipisahkan dari lapisan atas.
7. Ke dalam corong pisah yang berisi lapisan atas ditambahkan air panas dan
dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam lapisan ini.
Kemudian lapisan bawah dibuang. Perlakuan/ pencucian ini dilakukan
beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.
8. Lapisan atas yang merupakan metil ester dikeringkan.
9. Metil ester yang telah kering ditimbang dan dianalisis densitas dan
viskositasnya.
5.2 Pengujian Kadar Asam Lemak Bebas
1. Minyak nabati sebanyak 20 gr dimasukkan dalam Erlenmeyer.
2. Ditambahkan etanol 95% sebanyak 100 ml
3. Campuran dikocok kuat dan titrasi dengan NaOH 0,1 N dengan indikator
fenolftalein. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan
warna ini bertahan selama 10 detik.
Kadar FFA = T x V x BM/ berat sampel x 10
Dimana T = normalitas larutan NaOH
V= volum larutan NaOH terpakai
M= berat molekul FFA (minyak sawit = 256, minyak kelapa = 200).
5.3 Pengujian Densitas
1. Piknometer kosong dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volumnya.
Volum Piknometer = berat air/ densitas air
Densitas air diperoleh dari buku referensi pada suhu pengukuran
2. Piknometer diisi dengan sampel percobaan dan ditimbang massanya.
Densitas sampel = berat sampel/ volum piknometer
5.4 Pengujian Viskositas
1. Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskosimeter.
2. Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam viskosimeter.
3. Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas
viskosimeter.
4. Sampel dibiarkan mengalir kebawah.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 58
5. Waktu alir sampel dari batas atas hingga batas bawah dicatat.
6. Pengukuran waktu alur dilakukan sebanyak 3 x
7. Viskositas sampel dihitung dengan persamaan :
s.g = densitas sampel/ densitas air
viskositas sampel = k x s.g x t
Dimana t = waktu
DAFTAR PUSTAKA
Akhirudin, (2006), Perguruan Tinggi Minati Biodiesel, Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Barat.
Freedman, B., Pryde.E.H., Mounts. T.L., 1984, Variables Affecting the Yields of
Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils.
Gotwals, Robert, R., dan Sendinger, Shawn, C. 2007.A Chemistry Educator’s Guide
to Molecular Modeling, The North Carolina School of Science and
Mathematics.
Haas, M.J., 2005.Biodiesel Production : A Review, Journal BioresourceTechnology
70, pp. 1-15.
Hikmah, Maharani Nurul Dan Zuliyana. 2010. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel)
Dari Minyak Dedak Dan Metanol Dengan Proses Esterifikasi Dan
Transesterifikasi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hui, Y., H. 1996, Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol 1, 5ed, pp, 46-53,
John Wiley and Sons, New York.
Indarti, Eti. 2007. Efek Pemanasan terhadap Rendemen Lemak pada Proses
Pengepresan Biji Kakao. Vol. 6, No. 2, hal. 50-54,Jurnal Rekayasa Kimia
dan Lingkungan.
Knothe, G., Garpen, J.V. dan Krahl Jurgen. 2005.The Biodiesel Handbook,
Champaign AOCS Press, Illinois.
Zheng, S., Kates, M.; Dubé, M.A., Mclean, D.D. 2006.Acid-catalyzed production
ofbiodiesel from waste frying oil. Biomass Bioener., 30, 267–272.
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 59
PEMBUATAN KOMPOSIT DENGAN SISTEM TERBUKA
I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui proses pembuatan komposit
2. Mengetahui sifat-sifat fisik dari komposit berdasarkan standard-standard yang
ada sehingga dapat diaplikasikan dalam kebutuhan sehari-hari
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Komposit
Komposit berasal dari kata kerja “to compose“ yang berarti menyusun atau
menggabung. Jadi secara sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua
atau lebih bahan yang berlainan yang tersusun dengan fasa matrik dan penguat yang
dipilih berdasarkan kombinasi sifat mekanik dan fisik masing-masing material
penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan
sifat material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-
masing material penyusun. Pada prinsipnya, komposit dibentuk berdasarkan kombinasi
antara dua atau lebih material seperti bahan logam, organik ataupun nonorganik. Meskipun
ada terdapat kombinasi bahan yang tidak terbatas, tetapi bentuk konstituen lebih terbatas.
Bentuk konstituen yang umum digunakan dalam bahan komposit yaitu serat, partikel,
laminae (lapisan), serpihan (flakes), pengisi, dan matriks. Matriks merupakan konstituen
utama yang melindungi dan memberikan bentuk pada komposit. Serat, partikel, laminae,
serpihan, dan pengisi merupakan konstituen struktural. Hal ini berarti bahwa mereka
menentukan struktur internal dari komposit. Secara umum, meskipun tidak selalu konstituen
struktural dianggap sebagai fasa tambahan.
Jenis komposit yang paling umum dijumpai adalah jenis dimana konstituen struktural
dikelilingi dalam matriks, tetapi ada banyak komposit juga yang tidak memiliki matriks dan
tersusun dari satu atau lebih bentuk konstituen yang merupakan gabungan dua atau lebih
bahan. Sebagai contoh istilah sandwich dan laminates merupakan susunan dari beberapa
lapis yang bila digabung akan memberikan bentuk komposit. Banyak barang tenunan tidak
memiliki matriks konstituen tetapi terdiri dari serat dengan sejumlah komposisi dengan atau
tanpa ikatan fasa.
Pada umumnya konsep material komposit yang dibuat berdasarkan matriksnya
dapat dibagi kedalam tiga kelompok utama :
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 60
1. Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites/MMC),
Komposit matrik logam (Metal Matrix Composites) ditemukan berkembang
pada industri otomotif, Metal Matrix Composites adalah salah satu jenis komposit
yang memiliki matrik logam. Bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium
sebagai matrik dan penguatnya dengan serat seperti silikon karbida . Material MMC
mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah continous
filamen MMC yang digunakan dalam aplikasi aerospace. Contoh : alumunium,
titanium, magnesium.
Kelebihan MMC dibandingkan dengan komposit polimer yaitu :
a. Transfer tegangan dan regangan yang baik.
b. Ketahanan terhadap suhu tinggi
c. Tidak menyerap kelembapan.
d. Tidak mudah terbakar.
e. Kekuatan tekan dan geser yang baik.
f. Ketahanan aus dan muai termal yang lebih baik
Kekurangan MMC :
a. Biayanya mahal
b. Standarisasi material dan proses yang sedikit
c. Mempunyai keuletan yang tinggi
d. Mempunyai titik lebur yang rendah
e. Mempunyai densitas yang rendah
2. Komposit matrik keramik (Ceramic Matrix Composites/CMC)
Komposit matrik keramik (ceramic matrix composites) digunakan pada
lingkungan bertemperatur sangat tinggi, CMC merupakan material 2 fasa dengan 1
fasa berfungsi sebagai penguat dan 1 fasa sebagai matrik, dimana matriksnya terbuat
dari keramik. Bahan ini menggunakan keramik sebagai matrik dan diperkuat dengan
serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau
boron nitrida. Matrik yang sering digunakan pada CMC adalah :
a. Gelas anorganic.
b. Keramik gelas
c. Alumina
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 61
d. Silikon Nitrida
Keuntungan dari CMC :
a. Dimensinya stabil bahkan lebih stabil daripada logam
b. Sangat tanggung , bahkan hampir sama dengan ketangguhan dari cast iron
c. Mempunyai karakteristik permukaan yang tahan aus
d. Unsur kimianya stabil pada temperature tinggi
e. Tahan pada temperatur tinggi
f. Kekuatan & ketangguhan tinggi, dan ketahanan korosi
Kerugian dari CMC :
a. Sulit untuk diproduksi dalam jumlah besar
b. Relatif mahal dan non-cot effective
c. Hanya untuk aplikasi tertentu
3. Komposit matrik polimer (polymer matrix composites/PMC)
Komposit ini menggunakan bahan polimer sebagai matriknya. Secara umum,
sifat-sifat komposit polimer ditentukan oleh sifat-sifat penguat. Sifat-sifat
polimer,rasio penguat terhadap polimer dalam komposit (fraksi volume penguat),
geometri dan orientasi penguat pada komposit. Apapun komposit polimer yang
digunakan dalam bahan komposit akan memerlukan sifat-sifat berikut:
a. Sifat-sifat mekanis yang bagus
b. Sifat-sifat daya rekat yang bagus
c. Sifat-sifat ketangguhan yang bagus
d. Ketahanan terhadap degradasi lingkungan bagus sifat-sifat mekanis yang bagus.
Komposit matriks polimer merupakan komposit yang paling sering digunakan
karena komposit polimer memiliki beberapa keunggulan yaitu biaya pembuatan lebih
rendah, ketangguhan baik, tahan simpan, siklus pabrikasi dapat dipersingkat,
kemampuan mengikuti bentuk, lebih ringan.
Berdasarkan sifat penguatannya, maka komposit dibagi menjadi dua, yaitu:
Komposit Isotropik
Komposit isotropik adalah komposit yang penguatannya memberikan penguatan yang
sama untuk berbagai arah (dalam arah transversal maupun longitudinal) sehingga segala
pengaruh tegangan atau regangan dari luar akan mempunyai nilai penguatan yang sama.
Komposit Anisotropik
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 62
Komposit anisotropik adalah komposit yang matriksnya memberikan penguatan tidak
sama terhadap arah yang berbeda, misalnya nilai penguatan untuk arah transversal tidak
sama dengan penguatan arah longitudinal.
Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan bahan komposit. Klasifikasi yang
disebutkan di sini yaitu berdasarkan bentuk konstituen struktural. Hal ini memberikan
pembagian lima kelas dari komposit, yaitu:
1. Komposit serat (fiber composite), terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks.
2. Komposit serpihan (flake composite), terdiri dari serpihan datar dengan atau tanpa
matriks.
3. Komposit partikulat (particulate composite), terdiri dari partikel dengan atau tanpa
matriks.
4. Komposit berpengisi (skeletal) (filled composite), terdiri dari matriks skeletal kontinu
yang diisi dengan material kedua.
5. Komposit laminar (laminar composite), terdiri dari lapisan konstituen
Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan kelas komposit
2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mekanik Komposit
Secara umum terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi sifat mekanik
komposit yaitu :
a. Keadaan pemprosesan
b. Kesan mikrostrukur.
Tiga parameter yang penting pada keadaan pemprosesan yaitu suhu, waktu dan
tekanan. Ketiga-tiga parameter ini sangat perlu untuk mencapai titik yang optimum
agar peleburan polimer memiliki sifat keliatan dan aliran yang sempurna untuk
FILLED
COMPOSITE
FLAKE
COMPOSITE
FIBER
COMPOSITE
PARTICULATE
COMPOSITE LAMINAR
COMPOSITE
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 63
membasahkan fasa matriks agar pemindahan tegasan dari fasa matriks ke fasa
penguat (pengisi) juga berjalan sempurna. Tekanan pemprosesan yang digunakan
juga harus sesuai untuk memastikan ruang-ruang udara atau cacat mikro yang
terbentuk kecil terutama apabila menggunakan matriks termoset yang akan
membebaskan bahan penguap sewaktu proses pematangan dan juga apabila
menggunakan berbagai pengisi yang bersifat higroskopis.
Sebenarnya kesan mikrostruktur pada komposit yang dihasilkan mempunyai
hubungan yang erat dengan keadaan pemprosesan. Dimana pemilihan suhu dan
tekanan yang digunakan akan mempengaruhi taburan orientasi dan taburan panjang
fasa penguat khususnya pengisi alamiah ataupun sintetik. Sebagai contoh, suhu yang
digunakann akan mempengaruhi kelikatan leburan matriks polimer dan
menyebabkan serat patah. Tekanan yang tinggi juga akan meyebabkan serat patah
tetapi akan menghasilkan orientasi yang tinggi.
Selain keadaan pemprosesan dan mirostruktur, sifat matriks dan fasa pemguat
(pengisi) yang digunakan juga mempengaruhi sifat mekanik komposit yang
dihasilkan. Sebagai contoh, matriks termoset mempunyai kekuatan yang lebih baik
dibandingkan termoplastik ataupun elastomer termoplastik. Begitu juga apabila
menggunakan serat kevlar yang lebih liat dibandingkan dengan serat kaca ataupun
serat alamiah. Faktor lain yang juga sangat penting yaitu geometri pengisi atau serat
yaitu perbandingan antara panjang serat dengan diameter serat dan volume pengisi.
Umumnya semakin kecil ukuran partikel pengisi atau semakin tinggi perbandingan
aspek geometri maka semakin bagus pengisi tersebut maka akan meningkatkan sifat
mekanik komposit yang dihasilkan.
Selain itu, pengolahan kimia yang dilakukan baik untuk fasa matriks maupun
fasa penguat atau kedua-duanya maka akan meningkatkan keserasian antara kedua
fasa melalui peningkatan kekuatan antara muka dan seterusnya akan meningkatkan
sifat mekanik komposit yang dihasilkan.
2.3 Metoda Pembuatan Komposit
Salah satu metoda penyediaan komposit yaitu metoda hand lay-up merupakan
metoda yang digunakan untuk mencetak bahan polimer termoset yang mengalami
pengeringan (curing) pada suhu ruangan. Reaksi kimia pada resin polimer diawali
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 64
dengan adanya penambahan katalis yang mengakibatkan resin mengeras. Dalam
pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open mold) digunakan. Untuk mendapatkan
permukaan yang baik, maka terlebih dahulu disemprotkan sebuah pigmen gel coat
pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi kemudian ditempatkan di cetakan. Udara
yang masih ada dihilangkan dengan menggunakan kuas, roller, ataupun brush
dabbing. Lapisan pengisi dan resin ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan
kemudian ke dalamnya ditambahkan katalis atau akselerator yang akan
mengeringkan resin tanpa perlu adanya penambahan panas. Oleh karena itu, proses
curing pada metoda hand lay-up dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda
hand lay up sangat cocok digunakan untuk keperluan produksi yang rendah karena
menggunakan peralatan dan biaya yang tidak begitu besar
Gambar untuk Metode Hand-layup
2.4 Pengujian dan Karakterisasi Bahan Komposit :
Adapun beberapa analisa untuk karakterisasi bahan komposit antara lain :
1. Analisa penyerapan air
Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan
komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada
komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit
di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di
udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air
pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan
dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama
juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan
sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 65
komposit menyebabkan penurunan sifat mekanis komposit tersebut. Karena itu,
pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit
berpenguat serat alami di lingkungan terbuka.
Disiapkan spesimen uji dengan ukuran sesuai standar, dilakukan perendaman
dalam air pada suhu ruangan, dan setiap 2 jam ditimbang hingga bahan komposit
tidak lagi menyerap air (jenuh). Setiap rentang waktu pencelupan, maka sampel
diambil dan dibersihkan dengan kertas tisu untuk menyerap air. Sampel kemudian
ditimbang dan dihitung dengan persamaan:
100%xWo
WoWeWg
Dimana :
Wg = Persentase pertambahan berat komposit
We = Berat komposit setelah perendaman
Wo = Berat komposit sebelum perendaman
2. Analisa kerapatan
Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam
densitas yaitu : Bulk Density dan True Density. Bulk density adalah densitas dari
suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk
dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk
density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode
Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.
Kerapatan = Berat (gram)
Volume (cm3)
3. Analisa kadar air
Disiapkan spesimen uji dengan ukuran sesuai standar dan ditimbang untuk
mendapatkan berat awal (BA), kemudian dioven pada suhu 103±2˚C selama 24 jam
kemudian didiamkan sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Selanjutnya
dimasukkan ke dalam oven kembali selama ± 3 jam, kemudian didiamkan kembali
sampai mencapai suhu kamar dan ditimbang. Tahap ini dilakukan sampai mencapai
berat konstan, yaitu perbedaan hasil penimbangan terakhir dan sebelumnya
maksimum 1%. Nilai kadar air dihitung dengan rumus :
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 66
Kadar air (%) = BA − BKO
BKO× 100
Keterangan:
BA = Berat awal (kering udara)
BKO = Berat kering oven
4. Analisa pengembangan tebal
Disiapkan spesimen uji dengan ukuran sesuai standar, direndam dalam air dingin
selama 24 jam. Selanjutnyan bahan uji diukur tebalnya. Perhitungan sampel uji
melalui pengukuran tebal sebelum perendaman air (t1) dan tebal setelah perendaman
selama 24 jam(t2). Rumus untuk menghitung pengembangan tebal :
Pt = t2 − t1
t1× 100 %
Keterangan :
PT = Pengembangan tebal (%)
t1 = Tebal bahan uji sebelum perendaman (cm)
t2 = Tebal bahan uji setelah perendaman (cm)
III. Metodologi Percobaan
3.1 Bahan dan Peralatan Percobaan
Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain :
1. Resin
2. Pengisi
3. Lilin
4. Cetakan malam
5. Pelicin
6. Alas Kaca
7. Mika
8. Alat Kikir
9. Neraca Elektrik
10. Oven
3.2 Prosedur Percobaan Penyediaan Komposit
2017/2018
Departemen Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara 67
Komposit dapat dibuat dengan prosedur sebagai berikut
1. Disiapkan matriks untuk komposit berupa resin
2. Ditambahkan pengisi komposit dalam resin matriks tersebut
3. Campuran diaduk hingga merata
4. Alas cetakan kaca terlebih dahulu diberikan bahan pelicin agar resin tidak
melekat pada cetakan.
5. Dituangkan campuran bahan ke dalam cetakan yang sudah disiapkan dari
malam (lilin mainan) dan kaca yang telah dibentuk sesuai dengan jenis
pengujian yang dilakukan.
6. Ratakan permukaan campuran pada cetakan dan ditunggu hingga kering.
7. Komposit yang sudah kering dilepas dari cetakan kemudian bagian
dihaluskan bagian-bagian permukaannya dengan alat kikir dan amplas.
8. Dilakukan pengujian terhadap komposit yaitu uji kadar air, uji kerapatan, uji
penyerapan air, dan uji pengembangan tebal berdasarkan pengaruh variasi
yang telah ditentukan.