peningkatan kualitas pelaya an publik
TRANSCRIPT
,
Peningkatan Kualitas Pelaya an Publik Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Yang Maju dan Sejabtera
Drs. Taufiq Effendy, MBA.
Seminar Reformasi BirokTasi Menuju Pelayanan Publik Yang Baik Dalam Rangka Pemenuban Hak-Hak Konstitu ional Rakyat, Universita Diponegoro, Semaraog, 1 Agust s 2008.
PeningkatanKualitas
PelayananPublikDalam Rangka Mewujudkan Indonesia YangMaju dan Sejahtera
Drs. Taufiq Effendy, MBA.
Seminar Reformasi Birokrasi Menuju Pelayanan PubUki|Yang Baik Dalam Rangka Pemenuhan Hak-HakKonstitusional Ral^at, Universitas Diponegoro, ^Semarang, 1 Agustns 2008. 1
.negara yang sejahtera adalah:
— negari ingkang mardikengrat mbahudendho nyokrowati yaitu negara yangmerdeka dan berdaulat, serta hidup dalam masyarakat dunia yang adil danberadab.
— negari ingkang panjang-apunjung; panjang adoh pocapane, punjung luhurkawibawane yaitu negara yang tersohor dan berwibawa karena memiliki pasirhawukir (wilayah negara yang lengkap dengan sawah, hutan, gunung, dsb), lohjinawi (kcseimbangan antara produksi, disiribusi, dan konsumsi), gemah-Hpah(pasar bebas atau globalisasi), karta (terbuka lapangan kerja dan kesejahteraanhidup masyarakat), raharja (kepemerintahan yang baik atau good governance).
Disarikan dari buku-buku Susastra Jawa.
DAFTARISI
Abstrak
Bagian I: Pendahuluan
Bagian II: Pemahaman Pelayanan Pubiik
2.1. Pengertian Umum 4
2.2. Pengertian Menurut Uni Eropa 5
2.3. Pengertian Menurut RUU Pelayanan Pblik 6
2.4. Metoda Pelayanan 6
2.5. Sarana Pelayanan 7
Bagian IQ: Latar Belakang
3.1. Negara Kesejahteraan 8
3.2. Faktor Kepemimpinan 11
3.3. Peran Ilmuwan dan Akademisi 12
3.4. Nilai Pubiik Untuk Membangun Budaya Organisasi 13
3.5. Sistem Manajemen Earn 14
3.6. Maklumat Pelayanan Pubiik 16
Bagian IV: Dasar Pemikiran
4.1. Masalah Struktural Sebagai Penyebab Utama 19
4.2. Orientasi Pada Efisiensi dan Daya Saing 20
4.3. Pemerintahan Berbasis Teknologi 22
Bagian V: Kondisi Pelayanan Pubiik di Indonesia
5.1. Faktor Sumber Daya Manusia 255.1.1. VisiBersama 255.1.2. Komitmen 255.1.3. Kompetensi 255.1.4. Etika 265.1.5. Tangung Jawab 27
5.2. Aspek Manajemen 2g5.2.1. Manajemen Kepegawaian 285.2.2. Otonomi Daerah or*5.2.3. Desentralisasi5.2.4. Lembaga Non-Strktural5.2.5. Standar Peiayanan5.2.6. Sistem Pengawasan
5.3. Kebijakan Publik5.3.1. Kurang Mengikuti Tahapan Yang Benar5.3.2. Banyak Produk Kebijakan Kurang Efektif5.3.3. Lemah Dalam Penegakan
5.4. Akuntabilitas Publik
29
29
30
30
31
31
31
32
33
34
5.5. Partisipasi Masyarakat
Bagian VI: Langkah-Langkah Perbaikan (2004-2009)6.1. Landasan Kebijakan
6.2.
6.3.
34
36
Strategi6.2.1. Mengubah Pendekatan6.2.2. Mengubah Paradigma6.2.3. Meningkatkan Motivasi6.2.4. Prioritas Pada Kegiatan Investasi 40
Mengemban^an Best Practices Peiayanan Publik 406.3.1. Best Practices ^6.3.2. Sistem Peiayanan Cepat dan Terpadu 4?6.3.3. Hasil Yang Dicapai ^2
43
43
43
45
6.4. Seeing is Believing
6.5. Inovasi Peiayanan Publik
6.5.1. Hasil Penelitian Bank Dunia6.5.2. Hasil Inovasi Lainnya
Bagian VII: ModernisasI Peiayanan Publik (2010-2025)7.1. Langkah Strategis
7.1.1. Harapan Masyarakat 427.1.2. Menetapkan Kebijakan Strategis
7.2. Membangun Budaya Layanan Prima7.2.1. Prinsip7.2.2. Sasaran
47
47
48
49
49
49
Ill
7.2.3. Pengembangan e-Service 517.2.4. Pengembangan AltematifPelayanan 51
7.3. Penerapan Maklumat Pelayanan Publik 527.3.1. Hakikat 527.3.2. Tujuan 527.3.3. Asas-Asas 537.3.4. Prinsip-Prinsip 547.3.5. Pendekatan 547.3.6. Standar Format 55
7.4. Akuntabiiitas dan Pengelolaan Kineija 56
7.5. Menjamin Konsistensi dan Keberlanjutan 577.5.1. Pagar 577.5.2. Pilar 57
7.5.3. Membangun Jatidiri Bangsa 58
Bagian Vni: Kesimpulan dan Rekomendasi
8.1. Kesimpulan 60
8.2. Rekomendasi 60
Gambar 1: Membangun Budaya Layanan Prima 50
Referensi
Profil Penulis
Lampiran A: Data Pembentukan Pelayanan Terpadu Per Provinsi Per Februari2008.
Lampiran B: Daerah Percontohan dan Unit Pelayanan Yang Disurvei DalamRangka Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tahun 2006.
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIKDalam Rangka Mewujudkan Indonesia Yang Maju dan Sejahtera
Oleh:
Drs. Taufiq Ejffendy, MBA
Abstrak
Salah satu penyebab utama timbulnya berbagai permasalahan sosial dan lemahnya daya saing Indonesia adalahpelayanan pubiik yang tidak berkualitas. Berbagai upaya yang seiama ini dilakukan untuk memperbaikimanajemen pubiik masih jauh dari harapan. Pelayanan pubiik mencakup aspek yang sangat mendasar yaitupemenuhan hak-hak konstitusional rakyat dalam rangka kebutuhan hidup sehari-hari. Upaya perbaikan terpentingadalah pembenahan sistem manajemen pubiik yang memungkinkan kreativitas dan inovasi tumbuh danberkembang sehingga membentuk budaya organisasi yang kokoh. Mengingat kondisi dan permasalahan yangsemakin kompleks dan tantangan semakin berat, maka harus dilakukan reformasi birokrasi secara komprehensifdengan sasaran utama mewujudkan pelayanan pubiik yang berkualitas. Modernisasi pelayanan pubiik padadasarnyapengembangan kemampuanyang mencakup sumber daya manusia, teknologi, sistem dan prosedur sertahukum^ Dengan detntkian, sasaran-sasaran pembangunan di bidang sosial dan ekonomi dapat lebih terjaminfceberhasilannya dalam rangka menuju Indonesia yang maju dan sejahtera.
Bagian I
Pendahuluan
1. Seperti telah diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun1945, salah satu tujuan pembentukan negara Republik Indonesia adalah mewujudkankesejahteraan umum. Oleh karenanya, salah satu tugas pokok pemerintah adalahmenciptakan sistem manajemen pemerintahan yang memungkinkan sumber dayanasional dapat dikelola dengan baik sehingga bermanfaat demi kemakmuran seluruhrakyat. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, dituntut mampu melahirkankebijakan-kebijakan pubiik yang dilandasi oleh kepentingan nasional dan tuntutankebutuhan masyarakat sesuai dengan dinamika perkembangan masyarakat. Perubahandari masyarakat tradisional menuju masyarakat modem, ditandai dengan tuntutanperbaikan kualitas hidup masyarakat {quality of life) yang makin meningkat. Untukitu, pemerintah harus melakukan berbagai penyesuaian dan perubahan menyangkutsistem manajemen pubiik sehingga mampu mewujudkan sistem pelayanan yang baikkepada masyarakat.
Makalah disampaikan dalam Seminar Reformasi Birokrasi Menuju Pelayanan Pubiik Yang Baik Dalam Rangka PemenuhanHak-Hak Konstitusional Rakyat, Universitas Oiponegoro, Semarang, 1 Agustus 2008.
Drs. Taufiq EfTendy, MBA adalah Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu.
2. Kemajuan di bidang teknologi dalam beberapa dasawarsa terakhir dan
pengaruh globalisasi yang semakin kuat, selain berdampak pada perubahan gaya
hidup {life style\ juga ditandai oleh tuntutan masyarakat yang semakin kuat terhadap
transparansi program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah,
terutama yang terkait dengan pemberantasan kemiskinan, kebodohan, pengangguran,
keterbelakangan, dan ketidak-adilan. Pelayanan publik yang balk adalah pelayanan
yang mampu mengatasi permasalahan tersebut. Kegagalan dalam mewujudkan sistem
pelayanan yang balk, akan berujung pada ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah dan terjadi stagnasi dalam pembangunan sehingga Indonesia semakin
tertinggal darl negara-negara lainnya. Selama ini masyarakat masih mengeluhkan
kualitas pelayanan publik yang buruk. Dari berbagai studi dan survey yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga independen, menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di
Indonesia relatif lebih buruk dibanding negara-negara tetangga. Kondisi pelayanan
publik masih sangat birokratis, lamban, kurang akses, semrawut, tidak profesional,
dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Disamping itu, tindak-tanduk aparat yang
kurang menyenangkan, kurang ramah, kurang menghargai masyarakat sebagai
pelanggan, dan arogan banyak terjadi. Kualitas pelayanan publik yang buruk
disamping menyebabkan in-efisiensi dan ketidakadilan, juga melemahkan daya tahan
dan daya saing bangsa.
3. Pada awal Kabinet Indonesia Bersatu di ba\vah kepemimpinan Presiden Susilo
Bambang Yudoyono, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Penerbitan Inpres tersebut
dimaksudkan untuk menyatukan bahasa, kekuatan, dan kesungguhan pemerintah
{strong political wilt) untuk memberantas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) dan
meningkatkan pelayanan publik. Kemudian, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara menerbitkan Surat Edaran Nomor: SB/04/M.PAN/2/2005 tentang
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Yang Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Makalah ini mengemukakan berbagai upaya mewujudkan pelayanan publik yang
berkualitas. Pertama-tama dikemukakan pemahaman tentang pelayanan publik.
Konsepsi negara kesejahteraan dan kaitannya dengan beberapa aspek penting
melatarbelakangi pemikiran pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa dengan memanfaatkan keunggulan
teknologi dan mengatasi berbagai hambatan struktural, akan mampu menghasilkan
l'^\
efisiensi dan daya saing tinggi dalam pelayanan publik. Berbagai upaya perbaikan
yang dilakukan selama ini sebagai titik tolak untuk menetapkan strategi perbaikan
jangka panjang. Mengingat kompleksitas dan spektrum permasalahan yang luas, serta
persaingan global yang semakin kuat, maka modemisasi dalam pelayanan publik
mendesak untuk dilakukan agar bangsa Indonesia meningkat kesejahteraannya dan
tidak semakin tertinggal dari bangsa-bangsa lainnya.
my
m,
my
my
/my
my
/my
/my
/my
my
my
/my
Bagian II
Pemahaman Tentang Felayanan Publik
2,1. Pengertian Secara Umum
Pelayanan publik menurut pengertian umum pada dasamya merupakan pelayanan
yang disediakan oleh pemerintah {government services) untuk warga negara {citizen)
yang diselenggarakan secara lanesung melalui sektor-sektor pemerintah {public
sectors) dan tidak lanesung yaitu melalui pendanaan kepada institusi non-pemerintah
yang ditetapkan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Dalam penerapannya,
pelayanan mencakup pula penduduk dan pelanggan (individu dan organisasi).
Pelayanan yang dimaksud adalah kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar
sesuai hak-hak konstitusional masyarakat (warga negara, penduduk, pelanggan) dalam
bentuk barang, jasa, dan pelayanan administrasi. Pelayanan pemerintah secara umum
memiliki karakteristik tanpa komnetisi dan tanna pengecualiam artinya berlaku untuk
semua orang tanpa membedakan tingkat pendapatannya. Negara yang sejahtera
ditandai dengan pelayanan publik yang baik. Dengan demikian, indikator terpenting
untuk mengetahui pelayanan publik yang baik adalah bahwa masyarakat dalam satu
negara memiliki tingkat kesejahteraan yang baik. Pada awalnya pelayanan publik
merupakan monopoli pemerintah, terutama yang menyangkut kebutuhan dasar
seperti: kesehatan, pendidikan, listrik dan gas, transportasi umum, air, limbah,
perencanaan kota, pemadam kebakaran, pelayanan kepolisian, perumahan rakyat,
infrastruktur, dan pelayanan lain yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Kemudian pelayanan publik memiliki cakupan lebih luas lagi sehingga mencakup
barang-barang publik {public goods) seperti; sistem pertahanan, TV Publik, udara,
penerangan jalan, sarana olah raga dan fasilitas umum, taman-taman kota,
perpustakaan umum, sarana pengatur lalu lintas, dsb. Dalam perkembangannya,
banyak fimgsi-fungsi pemerintah yang diprivatisasi.
2.2. Pengertian Menurut Uni Eropa
Dalam konstitusi negara-negara Uni Eropa, pelayanan publik didefmisikan secara
lebih spesifik yaitu sebagai pelayanan umum, yang berarti pelayanan tidak hanya
disediakan oleh pemerintah tetapi juga non-pemerintah. Pelayanan umum mencakup
dua kategori yaitu (i) pelayanan untuk kepentingan umum atau services of general
interest (SGI) atau social services of general interest (SSGI); dan (ii) pelayanan
untuk kepentingan ekonomi umum atau services of general economic Interest
(SGEI). Meski perbedaan keduanya sering masih diperdebatkan, namun secara umum
apabila pelayanan untuk tujuan pemupukan pendapatan {revenue generation) maka
termasuk kategori SGEI. Perkembangan ini didasari oleh kenyataan bahwa sektor
non-pemerintah telah berkembang pesat dan berfungsi sebagai penyelenggara
pelayanan publik. Disamping itu, dengan semakin berkembangnya kehidupan
demokrasi, maka monopoli pemerintah dalam pelayanan publik semakin berkurang.Sementara pemerintah sendiri terus mereformasi diri dengan mengalihkan sebagianpenyelenggaraan pelayanan kepada organisasi non-pemerintah dalam upaya
mewujudkan sistem pemerintahan semakin efisien dan efektif.
2.2.1. Pelayanan Untuk Kepentingan Umum. Yang termasuk dalam pelayanan ini
pada prinsipnya meliputi semua jenis pelayanan di luar untuk kepentingan ekonomi
umum, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun non-pemerintah. Jenis
pelayanan ini antara lain: pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, KTP, SIM, akte
lahir, paspor, surat nikah, pelayanan untuk masyarakat miskin, pelayanan untuk
masyarakat rentan (cacat, pengangguran, jompo, kena musibah), palang merah,
pelayanan kepolisian, kemiliteran, SAR, pelayanan hukum, infrastruktur, penerangan
umum, limbah, dan sebagainya.
2.2.2. Pelayanan Untuk Kepentingan Ekonomi Umum. Pelayanan ini khusus
berkaitan dengan kegiatan ekonomi umum atau untuk tujuan pemupukan pendapatan
{revenue generation). Penyelenggara SGEI ditetapkan oleh pemerintah dan
berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik {public service obligation). Yang
termasuk Jenis pelayanan biasanya meliputi kegiatan usaha besar seperti perusahaan
listrik/gas, telekomunikasi, BBM, transportasi publik, angkutan udara, angkutan laut.
pos, dan kegiatan ekonomi besar lainnya. SGEI tidak termasuk kegiatan untuk usaha
manufaktur dan kebutuhan konsumer seperti pakaian, TV, kulkas, furniture, salon
kecantikan, barbershop, bengkel, restoran, dan sejenisnya. Apabila pelayanan yang
semula disediakan oleh pemerintah, kemudian penyelenggaraannya dialihkan kepada
organisasi profit melalui privatisasi atau kemitraan pemerintah-swasta {public-private
partnership), selanjutnya masuk dalam kategori SGEI. Penyelenggara SGEI
memungkinkan mendapatkan pendanaan dari pemerintah (bantuan, subsidi,
kompensasi, insentif) dengan syarat-syarat yang ketat.
2.3. Pengertian Menurut RUU Pelayanan Publik
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, atau pelayanan administrasi yang
diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan publik adalah penyelenggara negara, korporasi
penyelenggara pelayanan publik, lembaga independen sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan kelompok masyarakat yang berbadan hukum yang bergerak
di bidang pelayanan publik (RUU Pelayanan Publik).
2.4. Metoda Pelayanan
Penyelenggara pelayanan publik menggunakan berbagai metoda untuk memberikan
atau menyampaikan jenis-jenis pelayanan kepada masyarakat {service delivery). Pada
umumnya pelayanan publik diselenggarakan melalui pusat-pusat pelayanan {service
center) seperti: mengurus KTP, SIM, akte lahir, sertifikat tanah, izin usaha, rumah
sakit, dan sejenisnya. Banyak pula Jenis pelayanan yang diselenggarakan dengan
metoda lainnya, seperti dalam: penyediaan sarana dan fasilitas publik {public
utilities), penyediaan berbagai infrastruktur, patroli/penjagaan keamanan, sosialisasi
atau penyuluhan/bimbingan masyarakat, dan jenis pelayanan lainnya yang tidak
secara langsung melibatkan masyarakat dalam kegiatan administratif melalui pusat-pusat pelayanan.
2.5. Sarana Pelayanan
Untuk memberikan pelayanan yang baik, penyelenggara pelayanan menyediakanberbagai altematif sarana pelayanan agar masyarakat bisa memilih sesuai
kebutuhannya. Sarana pelayanan dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:
(1) Dilayani langsung oleh petugas pelayanan atau tatap muka {inperson);
(2) Dengan bantuan petugas {assisted): telpon {call center\ surat-menyurat {mail)^
dan surat elektronik {email);
(3) Tanpa bantuan petugas {self-service): website, pelayanan otomatis (ATM,
handphone/SMS, mesin-mesin otomatis lainnya).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pelayanan publik yang semakin modem dan
efisien ditandai dengan: penyediaan berbagai altematif sarana pelayanan yang makinlengkap dan canggih; pelayanan tatap muka makin berkurang; pelayanan bantuan
petugas sedikit meningkat; dan pelayanan tanpa bantuan petugas meningkat secara
tajam.
Bagian III
Latar Belakang
3.1. Negara Kesejahteraan
Negara yang sejahtera adalah negara yang mampu mewujudkan pelayanan publik
yang baik. Untuk itu, diulas sedikit tentang konsepsi negara kesejahteraan {welfare
state). Negara kesejahteraan pada hakikatnya bukan suatu sistem ekonomi yang
dijalankan oleh negara, melainkan suatu sistem dimana pemerintah berkewajiban
memberikan pelayanan tertentu yang sangat dibutuhkan warga negaranya. Jenis
pelayanan "tertentu" tersebut pada umumnya meliputi: kesehatan, pendidikan,
perlindungan sosial {social security)^ hukum dan keadilan, bantuan keuangan atau
kredit kepada kalangan masyarakat yang kurang mampu (miskin) atau rentan seperti
penggangguran, penyandang cacat, terkena musibah, jompo, dsb.
Dari berbagai studi mengindikasikan tidak ada keterkaitan langsung antara kinerja
ekonomi satu negara dan tingkat kesejahteraan rakyatnya (A.B. Atkinson, Incomes
and the Welfare State, Cambridge University Press, 1995). Negara yang memiliki
kineija ekonomi lebih baik, belum tentu memiliki tingkat kesejahteraan lebih baik.
Hasil survey yang dilakukan oleh World Values Survey yang melibatkan 45 negara
yang dianalisis (1981-2007), disimpulkan bahwa Denmark merupakan negara yang
paling "bahagia" di dunia, sedangkan Amerika Serikat menempati urutan ke-16.
Tingkat kebahagiaan berarti tingkat kesejahteraan rakyatnya. Hal ini disebabkan
negara, dalam hal ini pemerintah Denmark, memiliki komitmen lebih kuat terhadap
kesejahteraan rakyatnya dibanding 45 negara lainnya.
Negara yang sejahtera juga telah berabad-abad sebelumnya dicita-citakan oleh bangsa
Indonesia pada saat masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Negara kesejahteraan yang
dicita-citakan dalam bentuk ungkapan yang sangat terkenal dalam pewayangan
maupun dalam buku-buku Susastra Jawa yaitu:
■ Negari ingkang mardikengrat mbahudendho nyokrowati. Maksudnya, negara
yang merdeka dan berdaulat, serta hidup dalam masyarakat dunia yang adil
dan beradab.
■ Negari ingkang panjang apunjung; panjang adoh pocapane, punjung luhur
kawibawane. Maksudnya, negara yang tersohor dan berwibawa. Negara bisa
tersohor dan berwibawa apabila memiliki kualitas: pasir hawukir (wilayah
negara yang iengkap dengan sawah, hutan, gunung, dsb); loh jinawi
(keseimbangan antara produksi, distribusi, dan konsumsi); gemah-ripah (pasar
bebas atau globalisasi); karta (terbuka lapangan keija dan kesejahteraan hidup
masyarakat); raharja (kepemerintahan yang baik atau good governance).
Apabila kualitas negara terpenuhi, maka akan menjadi negara yang kuat (jero
tancepe, padang obore, jembar jagate, adoh uncarane). Serta disegani dan dihormati
negara lain {kayungyun marangpepoyaning kautaman).
Cita-cita tersebut masih jauh dari harapan seluruh bangsa Indonesia, disebabkan
berbagai faktor. Sistem politik misalnya, struktur politik telah berkembang dengan
demokratis sejak reformasi digulirkan. Namun, kultur/budaya politik masih sangatkurang memadai karena pengaruh feodalisme terutama kehidupan birokrasi.
Reformasi yang bertujuan menghilangkan budaya feodalisme harus dilakukan agar
sistem politik dan birokrasi menjadi baik.
Konsepsi negara kesejahteraan yang konseptual pertama-tama muncul di China pada
Abad-11, saat Dinasti Song berkuasa. Pada saat itu, PM Wang Anshi mengemukakan
gagasannya bahwa negara harus bertanggung jawab kepada rakyatnya untuk
menyediakan kebutuhan pokok {essential) agar memiliki standar hidup yang cukup
{decent) yaitu tidak mewah tetapi tidak kekurangan. Untuk itu, diberlakukan
kebijakan baru untuk melakukan "reformasi" dengan membuat undang-undang baru
{xin fa) yang menetapkan untuk pertama kalinya negara memberikan kredit {loan)
pertanian dalam rangka mengurangi beban petani dan menjaga agar hasil pertanian
bisa kompetitif. Disamping itu, dibentuk dewan yang mengatur pendapatan,
perencanaan pensiun, dan memberikan perlindungan kepada warga negara yang
menganggur.
10
Konsepsi negara kesejahteraan lebih modem mulai dikembangkan di Jerman pada
tahun 1870 oleh Bismarck dengan negara sosiai (sozialstaat), yang kemudian
berkembang ke seluruh daratan Eropa. Ada pula pendapat bahwa konsepsi negara
kesejahteraan modem pertama kali muncul di Perancis pada saat Dinasti ke-2
berkuasa (1854-1870) dengan menggunakan terminologi "providence state"
providence). Penggunaan terminologi negara kesejahteraan {welfare state) secara
resmi dipopulerkan William Temple saat teijadi Perang Dunia ke-2 sebagai reaksi
atas negara peperangan {warfare state) yang dikembangkan oleh Nazi Jerman.
T.H. Marshall, seorang sosiolog, mengidentifikasi tentang konsepsi negara
kesejahteraan sebagai kombinasi antara demokrasi, kesejahteraan, dan kapitalisme.
Pendapat Iain, khususnya setelah terjadi great depression pada tahun 1930-an, konsep
negara kesejahteraan dianggap sebagai middle way antara komunisme dan
kapitalisme. Negara maju dan sejahtera ditandai dengan pemerintahan yang
responsif yaitu mampu memahami, tahu apa yang hams dilakukan, dan segera
bertindak untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Inilah inti dari pelayanan
publik yang baik.
Salah satu sasaran terpenting dari sistem pelayanan publik adalah memberikan akses
dan fasilitas seluas-luasnya bagi masyarakat, temtama yang rentan {vulnerable) dan
kurang mampu agar dapat memperoleh pelayanan yang memadai. Oleh karena itu,
pengembangan pelayanan publik menjadi pilihan strategi yang efektif untuk
memberantas kemiskinan yaitu dengan menyediakan kebutuhan dasar, penetapan
standar kebutuhan hidup minimal yang cukup, dan sekaligus memberikan
perlindungan kepada golongan kurang mampu dalam bentuk perlindungan sosiai
{socialprotection) atau jaminan sosiai {social insurance).
Tingginya angka kemiskinan menggambarkan pemerintah belum mampu
menciptakan pelayanan publik yang baik karena masyarakat miskin tidak terlindungi
atau tidak memperoleh akses yang baik dalam memenuhi kehidupan sosiai dan
ekonominya. Praktek suap {bribes, red tapes) dalam pelayanan publik mengkibatkan
hanya masyarakat mampu yang dapat memperoleh akses informasi dan pelayanan
cepat, sementara masyarakat miskin dikorbankan dan akan tetap miskin atau semakin
miskin. Perlu digarisbawahi bahwa masyarakat miskin dan rentan sangat
11
menggantun^kan pada fasllltas pelayanan pemerintah. Dengan demikian, pelayanan
publik mencakup penyediaan jaring pengaman dalam rangka standar minimal,
memberikan subsidi, dan proteksi kepada golongan masyarakat terbawah agar tetap
bisa hidup layak {decent), Dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik secara
menyeluruh, berarti meningkatkan kesejahteraan rakyat dan sekaligus untuk
mengatasi masalah kemiskinan.
3.2. Faktor Kepemimpinan
Ki Hajar Dewantara mencetuskan prinsip kepemimpinan: ing ngarso sung tulodo, ing
madya mangun karso, tut wuri handayani. Maksudnya, pemimpin apabila di depan
menjadi tauladan, kalau di tengah memotivasi, dan kalau di belakang memberikan
bimbingan. Selanjutnya, terdapat pula ajaran masyarakat Jawa mengenai kualitas
kepemimpinan yang disebut hastabrata (delapan perilaku) yaitu: (i) matahari:
memberi kehidupan bagi /rakyatnya; (ii) bulan: menyenangkan, menarik hati, dan
memberi terang kepada bawahan/rakyatnya; (iii) bmtang: mampu memberi petunjuk,
bimbingan, arahan kepada bawahan/rakyat; (iv) mendung: adil; (v) anginiaspiratif:
(vi) samudera: memiliki wawasan luas atau visioner; (vii) api; berani dan bertindak
tegas; (viii) burni: teguh sentosa atau memiliki pendirian kuat dan jujur.
Dalam penetapan kebijakan publik, faktor kepemimpinan menjadi kunci utama
karena kebijakan publik adalah kebijakan kolektif seperti dalam menetapkan visi dan
strategi, memformulasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi kebijakan publik. Untuk
ini, kepemimpinan sangat memerlukan stabilitas, kontinyuitas, dan konsistensi
sebagai prasyarat pelayanan publik dapat diselenggarakan secara efektif, efisien, dan
etis {Accenture: The Government Executive Series, April 2005).
Kepemimpinan juga sangat penting dalam pembangunan kapasitas {capacity
building), terutama dalam proses transisi menuju masyarakat maju dan sejahtera.
Kepemimpinan bukan hanya diartikan secara sempit yaitu sifat atau karakteristik
seorang pemimpin, melainkan merupakan proses transaksi dan komunikasi antara
12
pemimpin dan bawahan atau antara pemimpin dan rakyat yang dijadikan sebagai
instrumen untuk mengukur keberhasilan mencapai tujuan.
Dalam mewujudkan sistem pelayanan publik yang baik, instrumen kepemimpinan
yang diperlukan tidak hanya cakap dan profesional, melainkan yang iebih penting
adalah dengan mengedepankan dialog, kearifan, adaptasi, penyelesaian konflik,
komitmen, etika, pengaruh (bukan pemaksaan kehendak), dan sifat kerakyatan
(Charles Garofalo, Texas State University, 2004).
3.3. Peran Ilmuwan dan Akademisi
Pada masa lampau, penyediaan pelayanan publik yang mencakup hajat hidup rakyat
hampir seluruhnya merupakan "monopoli" pemerintah, atau hanya pemerintah yang
menyediakan dan menyelenggarakan, termasuk investasinya. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pengaruh globalisasi, pemerintah dituntut untuk responsif terhadap perkembangan dan
tuntutan masyarakat. Fokus dari tuntutan perubahan adalah peningkatan efisiensi dan
daya saing. Untuk itu diperlukan peningkatan kemampuan terutama dalam
pengembangan sistem manajemen publik dan kebijakan publik modem, yang tidak
lepas dari pemikiran-pemikiran ilmiah dan akademis.
Birokrasi tidak bebas dari pengamh sistem politik yang ada, maka dari itu dalam
penetapan kebijakan publik banyak intervensi (kooptasi) atau tarik-menarik
kepentingan politik dan kepentingan sempit lainnya, akibatnya terjadi resistensi
terhadap pembahan atau bahkan pembelokan kepentingan. Untuk itu, peran para ahli.
pemikir. akademisi. peneliti. ilmuwan. dan cerdik pandai lainnya sangat dibutuhkan
sebagai "praktisi" dalam kebijakan publik dan pelayanan publik. Penggunaan
terminologi "praktisi" di sini dimaksudkan sebagai pihak yang "bebas" dari
kepentingan politik dan kepentingan sempit lainnya. Praktisi juga mengandung arti
untuk membedakan antara pemerintah dan non-pemerintah, antara pegawai
pemerintah karir {assigned employee) dan pejabat pemerintah yang berasal dari partai
politik {elected employee) (Box, 2005).
13
Dalam ungkapan Jawa, sarjono sujaneng budi artinya ilmuwan yang berbudi luhur.
Setiap ilmuwan dan cerdik panda! dituntut untuk bebas dari kepentingan-kepentingan
sempit dan mengedepankan kebersamaan.
Sebagai "praktisi" yang terbebas dari kepentingan-kepentingan tersebut, maka sudah
selayaknya menjadi "agen" perubahan sosial yang sangat penting, khususnya dalam
penetapan kebijakan publik dan pengembangan pelayanan publik. Sebagai agen
perubahan sosial dalam pelayanan publik, dituntut mampu melakukan berbagai upaya
dan kegiatan bersifat ilmiah, akademis, dan realistis yang mengarah pada terciptanya
sistem manajemen pemerintahan yang makin efektif dan efisien, terutama terkait
dengan distribusi kekayaan negara dan pendapatan (Box, 2005) sehingga terwujud
kesejahteraan rakyat sesuai yang dicita-citakan.
3.4. Nilai Publik Untuk Membangun Budaya Organisasi
Nilai publik adalah apa saja di lingkungan pemerintah yang bemilai {public value iswhat public values). Ungkapan ini menggambarkan bahwa konsep nilai publikdigunakan sebagai dasar dalam suatu proses empiris untuk menginvestigasibagaimana pelayanan publik bisa diukur dan dikembangkan. Di dalam manajemenpublik, nilai publik identik dengan nilai-nilai pemilik saham {shareholder values).Nilai yang terpenting yang biasanya menjadi ukuran adalah kepuasan pelangganatau kepuasan masyarakat. Oleh karena itu, nilai-nilai publik dijadikan prinsip-
prinsip organisasi pada sektor pemerintah yang memungkinkan setiap pegawai atauindividu bebas mencetuskan ide-ide baru untuk meningkatkan kinerja organisasi
dalam bentuk efisiensi dan pelayanan.
Profesor Mark H. Moore dalam bukunya Creating Public Value Strategic
Management in Government (1995), berpendapat bahwa organisasi pemerintah
mengidentifikasi dan menggali nilai-nilai publik sebagai prinsip-prinsip organisasi
untuk menciptakan budaya organisasi {corporate culture atau organizational
culture). Kemudian, konsep tersebut mulai diterapkan di berbagai organisasi
pemerintahan dan organisasi publik lainnya seperti lembaga-lembaga penyiaran
14
publik. Oleh karena itu, ada 2 (dua) sumber nilai publik dalam organisasi
pemerintahan yaitu:
(1) Nilai-nilai yang bersumber dari peningkatan kinerja pemerintah itu sendiri
{internal values);
(2) Niiai-nilai yang bersumber dari jenis pelayanan tertentu yang secara langsung
bermanfaat bagi sekelompok orang atau kalangan masyarakat tertentu
{external values).
3.5. Sistem Manajemen Baru
Untuk memberikan respons terhadap semakin meluasnya ketidakpuasan masyarakat,
pada awal tahun 1980an, beberapa negara termasuk diantaranya Inggris, Amerika
Serikat, dan New Zealand merumuskan bersama suatu pendekatan baru dalam
administrasi publik dan reformasi kepemerintahan yang kemudian disebut New Public
Management (NPM) (UN DBSA, 2007). Di Amerika Serikat dikenal dengan
Reinventing Government, Bank Dunia dan OECD menggunakan terminologi Public
Management Reform (PMR). Hipotesa yang dipakai adalah semakin besar
keterlibatan pasar dalam sektor publik akan meningkatkan efisiensi bagi pemerintah,
tanpa menimbulkan efek negatif terhadap sasaran-sasaran lainnya (Toonen, T.A.J. &
Raadschelders, J.C.N., 1997).
Tujuan utama dari penerapan NPM adalah untuk mewujudkan pelayanan publik
yang semakin berkualitas, efektif, dan efisien. Dalam hal ini, warga negara dan
pembayar pajak diperlakukan sebagai pemegang saham {shareholder) dan masyarakat
diperlakukan sebagai pelanggan {customer). Dasar pemikiran pengembangan NPM
adalah bahwa fungsi-fiingsi publik bekeija seperti halnya swasta dengan
mengutamakan daya saing dan efisiensi yang tinggi. Untuk itu, pemerintah harus
menerapkan 10 prinsip (UN DESA, 2007) yaitu:
15
(1) Hams selaiu melihat kekurangan dalam pelayanan daripada selalu
memberikan pelayanan;
(2) Hams selalu mendorong agar masyarakat atau kelompok masyarakat mampu
memecahkan persoalan sendiri, tidak didikte oleh birokrasi;
(3) Mengedepankan kompetisi daripada monopoli melalui deregulasi dan
privatisasi terhadap fungsi-fungsi yang lebih efisien dan efektif
diselenggarakan oleh swasta atau organisasi non-pemerintah;
(4) Mementingkan misi dengan menetapkan target-target yang jelas dankemudian memberikan kelonggaran kepada pegawai untuk mencari cara-cara
terbaik untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan;
(5) Pendanaan diprioritaskan untuk mencapai outcomes yang efektif daripadainputs (results-oriented)',
(6) Kebutuhan masyarakat harus didahulukan daripada kepentingan birokrasi(customer-driven)',
(7) Menciptakan sumber-sumber pendapatan (revenues) daripada pengeluarananggaran;
(8) Investasi diprioritaskan untuk keperluan pencegahan masalah daripada untukpemecahan masalah;
(9) Desentralisasi diterapkan secara benar yaitu dengan mengedepankanpartisipasi dari instansi-instansi pemerintah dan bekerjasama dengan berbagaipihak di luar pemerintahan;
(10) Pemecahan masalah ditempuh melalui kekuatan pasar bukan denganmenambah program dan anggaran;
16
3.6. Maklumat Pelayanan Publik
Perkembangan masyarakat yang semakin maju dan dinamis memaksa pemerintah
selalu mencari cara untuk bisa memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada
masyarakat. Bentuk komitmen yang sangat kuat dari pemerintah untuk mewujudkan
pelayanan yang berkualitas, diciptakan dalam satu kebijakan publik yang lebih
mengikat. Pada tahun 1991, pemerintah Inggris di bawah kepemimpinan PM John
Major untuk pertama kalinya menggagas Citizen's Charter (Verspaandonk, 2001;
Sadler, 2000). Gagasan Citizen's Charter terinspirasi oleh Magna Charta yang juga
memberikan hak-hak tertentu kepada publik (Osbome, D & Plastrik, P., 2005).
Citizen's Charter diciptakan bukan sekedar untuk papan pengumuman pelayanan
{service announcement) atau janji-janji yang dibuat oleh pemerintah secara sepihak,
melainkan suatu produk kebijakan yang memiliki makna mendasar yaitu
mementingkan kualitas pelayanan kepada warga negara dan para pembayar pajak.
Terminologi yang mengandung dua unsur penting yaitu "citizen" dan "charter"
memiliki makna dari rakyat kembali ke rakyat. Dalam penampilannya, citizen's
charter dalam bentuk "maklumat pelayanan" yang hams diketahui dan difahami
secara mudah oleh masyarakat. Namun, eksistensi maklumat tersebut mempakan hasil
kajian mendalam yang disepakati pemerintah bersama-sama stakeholder termasuk
masyarakat dan ditopang oleh suatu landasan hukum kuat. Citizen's Charter
mempakan standar pelayanan vang telah ditetapkan. dan apabila tidak dijalankan
dengan benar dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan pemndang-undangan yang
berlaku, tidak hanya sanksi administratif tetapi bisa sampai pidana atau perdata,
sebagai dasar gugatan masyarakat apabila apa yang dicantumkan dalam citizsen's
charter tidak terpenuhi.
Public service charter (PSC) atau Maklumat Pelayanan Publik adalah terminologi
yang biasa digunakan secara generik, termasuk di dalamnya citizen's charter. PSC
memiliki berbagai variasi dan cakupan, mulai dari yang parsial sampai yang
komprehensif, tergantung dari komitmen dan sasaran yang ingin dicapai. Oleh
karena itu, banyak negara mengembangkan "charter" sesuai dengan kebutuhan
17
masing-masing. PSC menurut M. J. Balogun {Principal Regional Adviser, UNEconomic Commission for Africa, 2001) pada prinsipnya daoat berupa:
(1) Kode etik kepemimpinan {leadership code) dengan tujuan menciptakan
kepemimpinan yang memegang teguh prinsip-prinsip etika dalam rangkamemberikan pelayanan atau memenuhi hak-hak konstitusional masyarakat;
(2) Aturan tentang hak-hak pegawai {employee-oriented bill of right) dengan
tujuan pemberdavaan pegawai atau petugas pelayanan sehingga terwujudpegawai yang profesional dalam pelayanan publik;
(3) Janji terhadap pelanggan {customer-service pledge) lebih mengedepankan
kepentingan pelanRgan yaitu dengan menyediakan produk pelayanan yangberkualitas termasuk aspek keamanan dalam rangka pelayanan publik;
(4) Maklumat Pelayanan {citizen's charter) hampir mirip dengan customer-
service pledge yang dilandasi oleh public choice theory. Penekanannya, setiapwarga negara dan para pembavar oaiak berhak memperolah pelayanan yang
baik sesuai dengan uang/biaya yang dikeluarkan, termasuk tuntutan untuk
mendapatkan berbagai pilihan dalam pelayanan.
(5) Pelayanan dengan pendekatan holistik {hollistic-approach service charter),yaitu sistem charter yang dibangun dengan pendekatan stakeholder yaitumerupakan agregasi kepentingan dari empat unsur dalam pelayanan yaitu:masyarakat sebagai warga negara atau penduduk. masyarakat sebagaipelanggan, pemerintah, dan petugas pelavanan. Untuk mendapatkan efsiensiy^ng tinggi, interaksi diantara unsur-unsur tersebut secara dinamis sangat
diperlukan.
Maklumat Pelayanan Publik memuat secara jelas mengenai visi, misi, strategi,kebijakan, dan prosedur pelayanan kepada warga negaranya. Charter disusun
dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan terkait secara seimbang dan sesuaidengan kemampuan yang ada atau akan dikembangkan. Dengan charter ini, maka
pejabat pemerintah {public servant) tidak bisa bertindak seenaknya atau memberikan
18
pelayanan yang tidak baik kepada warga negaranya dan masyarakat pada umumnya.
Charter dievaluasi secara rutin dan bagi organisasi pemerintah yang memberikan
pelayanan terbaik, diberikan penghargaan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan dasar
untuk membuat langkah-langkah perbaikan selanjutnya.
Sebagai contoh, sampai tahun 2000 Inggris telah memiliki 40 charter utama di
pemerintah pusat dan sekitar 10.000 charter lokal yang tersebar di seluruh pemerintah
daerah, termasuk pelayanan dokter, kepolisian, pemadam kebakaran, dsb (Sadler,
2000). India sampai tahun 2007 telah memiliki 118 charter utama di pemerintah pusat
dan 711 charter lokal {TI Annual Report, 2007). Banyak negara telah memberlakukan
public service charter dengan mengadopsi Citizen's Charter (1991), caranya berbeda-
beda namun tujuan tetap sama yaitu meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada
warga negara, penduduk, dan masyarakat pada umumnya. Australia {Service
Charter, 1997), Belgia {Public Service Users' Charter 1992), Canada
{Service Standards Initiative, 1995), Perancis {Service Charter, 1992), India
{Citizen's Charter, 1997), Malaysia {Client Charter, 1993), Portugal {The Quality
Charter in Public Services, 1993), and Spanyol {The Quality Observatory, 1992).
Pengembangan selanjutnya adalah Service First dan Modernizing Government
Initiatives (MDI), yang intinya adalah modemisasi sistem pelayanan publik. Untuk
itu, berbagai model penghargaan diberlakukan seperti: Business Excellence Model,
Investors in People, Charter Mark, ISO 9000, Best Value (Government of UK, 1999).
19
Bagian IV
Dasar Pemikiran
4.1. Masalahan Struktural Sebagai Penyebab Utama
Masyarakat pada umumnya menyadari dan merasakan bahwa kualitas pelayananpublik di Indonesia secara umum masih rendah atau buruk yang disebabkan oleh
berbagai permasaiahan struktural meliputi:
(1) Sumber Daya Manusia: kualitas dan kompetensi rendah, perilaku koruptif,kurang beretika, tidak bertanggung jawab, disiplin rendah, kurang memilikiintegritas, takut berkompetisi, dan sebagainya. Disamping itu, sistemmanajemen kepegawaian belum terintegrasi dengan sistem pelayanan publik.
(2) Kelembagaan: jumlah lembaga terlalu banyak, organisasi terlalu gemuk,struktur birokrasi yang berlebihan dan kaku {rigid) sehingga kurang bisaberinteraksi secara dinamis dengan lingkungannya, serta terjadi euphoriapemekaran wilayah.
(3) Tata Laksana: ego-sektoral, hubungan antarlembaga tumpang-tindih,desentralisasi versus sentralisasi, otonomi diterjemahkan keliru,pembangkangan daerah, dsb.
Berbagai permasalaan struktural tersebut menyebabkan sistem pelayanan publikbelum secara signiflkan mampu mengatasi masalah-masalah sosial terutama
menyangkut kemiskinan, keterbelakangan, pengangguran, kebodohan, dan ketidak-adilan. Oleh karenanya, perlu dilakukan restrukturisasi atau reformasi birokrasi agarkualitas pelayanan publik meningkat.
20
4.2. Orientasi Pada Efisiensi dan Daya Saing
Indonesia menipakan salah satu negara yang "kurang menarik" untuk kegiatan usahadan investasi yang terutama disebabkan pelayanan publik yang buruk. Menurut basilsurvey yang dilakukan lembaga Intemational Finance Corporation (IFC), sebuahlembaga di bawah naungan Bank Dunia, seperti yang dituangkan dalam buku Doing
Business 2008, Indonesia masuk peringkat 123 (dari 178 negara yang disurvey).
Bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapore (peringkat 1), Malaysia
(24). Thailand (15), Australia (9), India (120), dan Vietnam (91).
Salah satu indikator kualitas pelayanan publik yang buruk adalah praktek korupsi
yang tinggi. Dari basil survey lembaga Transparency International (TI), pada tahun
2007 Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia adalah 2.3 peringkat 143 dari 179
negara yang disurvey, atau sebagai negara terkorup di Asia. Bandingkan dengan
negara-negara tetangga seperti Singapore (IPK 9.3/peringkat 4), Malaysia (5.1/43),
Thailand (3.3/84), India (3.5/72), dan Australia (8.6/11). Sementara itu, basil survey
lembaga Political and Economic Risk Consultancy {PPaRC) Januari-Februari 2008,
score korupsi Indonesia 7.98 sebagai negara terkorup ke-3 di Asia. Negara terkorup
ke-1 adalah Filipina (9,0), terkorup ke-2 Thailand (8,0). Sementara yang terbersih ke-
1 di Asia adalah Singapore (1,13) dan terbersih ke-2 adalah Hongkong (1,80).
Catalan: score TI makin besar makin bersih; score PERC makin kecil makin bersih
dari korupsi
Deregulasi, privatisasi, desentralisasi dan otonomi, dan peningkatan sistem
pengawasan yang secara konseptual dan kontinyu tidak lain bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi, leverage, dan daya saing tinggi.
Deregulasi mendesak untuk dilakukan secara komprehensif, mengingat banyaknya
peraturan perundang-undangan yang tumpang-tindih, saling bertentangan, dan
menimbulkan berbagai implikasi yang justru menimbulkan pemborosan dan berbagai
hambatan.
21
Privatisasi pada hakikatnya lebih merupakan "proses poiitik" daripada "proses"ekonomi," karena berkaitan erat dengan proses demokratisasi, termasuk demokrasi
ekonomi yaitu kepemilikan oleh orang banyak atau meniadakan monopoli, karenamonopoli bertentangan dengan prinsip-prinsip kompetisi untuk menghasilkanefisiensi yang tinggi. Privatisasi tidak hanya oleh BUMN, akan tetapi yang lebihpenting adalah pengalihan sebagian fungsi pemerintahan kepada institusi non-pemerintah menuju pemerintahan yang efisien. Oleh karena itu, fiingsi-fungsipemerintahan yang dinilai lebih efisien dilakukan oleh institusi non-pemerintah perludiprivatisasi. Privatisasi di sini termasuk manajemen kontrak, outsourcing, kerjasamapemermtah-swasta {public-private partnership), dan pengalihan hak pengelolaantermasuk kepada lembaga-lembaga non-profit sebagai pilihan strategi seperti dimuatdalam The Innovation Journal: The Public Innovation Sector Journal, Volume 12(3)(Greene, 2007).
Otonomi dan desentralisasi kewenangan bertujuan meningkatkan efektivitas danefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan perundang-undangan yangmelandasi kebijakan pemberlakuan otonomi dan desentralisasi, sampai saat ini belumberjalan dengan semestinya, masih diwamai tarik-menarik kepentingan antara pusatdan daerah, hubungan pusat dan daerah yang semakin rumit, pemekaran wilayah yangmasih terus berjalan, dan teijadi kecenderungan sentralisasi kewenangan. Kondisidemikian mengakibatkan penyelenggaraan pelayanan pemerintah kepada masyarakatbelum bisa dilakukan secara efisien dan efektif.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lembaga/instansi pengawasandan pegawai yang sangat banyak, termasuk kepolisian dan kejaksaan. Akan tetapifakta menyebutkan bahwa Indonesia termasuk negara yang paling korup di Asia(Hasil survey Transparansi Intemasional tahun 2007) dan merupakan salah satunegara yang kurang menarik untuk kegiatan investasi dan usaha (hasil survey IPGtahun 2007). Dengan kata lain, sistem pengawasan belum mampu meningkatkanefisiensi yang tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan dan penyelenggaraanpelayanan publik. Oleh karena itu, perlu ada perubahan mendasar dan komprehensifdi bidang pengawasan.
22
4.3. Pemerintahan Berbasis Teknologi
Informasi merupakan kunci sukses dalam sistem pemerintahan. Teknologi informasi
dan komunikasi mengubah sistem pemerintahan, dari yang kaku dan tertutup menjadi
pemerintahan yang demokratis. Informasi sangat menentukan dalam proses
pengambilan keputusan, baik dalam masa damai maupun masa perang. Lebih dari dua
dasawarsa terakhir, teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang sangat
pesat dan menyebar ke seluruh negara di dunia. Hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat dan dunia usaha telah berubah secara fundamental melalui suatu jaringan
elektronik. Oleh karena itu, sistem pemerintahan dewasa ini sudah menjadi
pemerintahan elektronik (e-govemment).
Dengan pemerintahan elektronik, hubungan antara pemerintah dan masyarakat
menjadi lebih dekat dan lebih terbuka. Oleh karenanya, pelayanan pemerintah kepada
masyarakat telah mengalami perubahan yang sangat fundamental. Karakteristik
pemerintahan elektronik juga dapat dilihat dari kemampuan pemerintah yang
meningkat, terutama dalam menghemat penggunaan sumber daya dan sektor-sektor
pemerintah menjadi lebih efisien dan meningkat kinerjanya sehingga menghemat
anggaran negara. E-govemment mampu mempercepat demokratisasi dimana
masyarakat bisa lebih aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan
pemerintah, penetapan kebijakan publik, dan berbagai aktivitas politik. Dengan kata
lain, teknologi informasi dan komunikasi sudah menjadi alat transformasi dan
demokratisasi dalam kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat.
Perkembangan telpon selular dan internet sangat pesat. Menurut laporan World
Information Society 2007, sejak tahun 2002 sampai 2007, pengguna telpon seluler
telah bertambah lebih dari satu milvar dan diperkirakan sampai akhir tahun 2008
separuh penduduk dunia sudah menggunakan telpon seluler (ITUAJNCTAD, 2007).
Perkembangan penggunaan internet juga sangat pesat. Pada tahun 1997 dari Va
penduduk dunia berpendapatan menengah kebawah hanya 5% sebagai pengguna
internet, kemudian pada tahun 2005 mencapai lebih dari 30% (ITUAJNCTAD, 2007).
Sampai tahun 2007, penggunaan internet pita lebar {broadband internet) telah
menjangkau 170 negara, dimana Amerika Serikat menempati posisi tertinggi dengan
23
jumlah pelanggan mencapai 83 juta, disusul dengan China dengan 73 juta pelanggan.
Dengan perkembangan tersebut, sistem manajemen publik mengaiami perubahan
fundamental seiring untuk mengimbangi perkembangan dan kemajuan sektor swasta.Tujuannya tidak lain adalah agar pemerintah mampu memberikan pelayanan yangcepat, akurat, dan efisien sesuai tuntutan kebutuhan masyarakat.
Negara-negara maju yang telah lama menerapkan e-government secara massal, sudahmulai berkembang lebih m^u lagi yaitu dengan menciptakan connected governance(UN E-Govemment Survey 2008: From e-government to connected governance).Padatahun 1997, Canada mencanangkan program sebagai "the most connected nationon earth" untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan tercapai pada tahun2005 {Service Canada: A New Paradigm in Government Service Delivery, 2007).
Sampai saat ini Indonesia belum mampu memanfaatkan kemajuan teknologi secaraoptimal untuk kepentingan pelayanan publik. Hal ini disebabkan oleh berbagal faktor,antara lain: cara berfikir aparatur belum berubah dan belum memiliki kesadaran
bahwa pelayanan cepat dan akurat sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanankepada masyarakat; kualitas SDM aparatur yang menguasai teknologi informasimasih sangat terbatas; banyak penggunaan anggaran negara yang lebih berorientasipada "proyek pengadaan" peralatan; aplikasi teknologi informasi pada umumnyamasih terbatas pada penggunaan untuk pekerjaan administrasi kantor {office work)\pemanfaatan e-government masih terbatas dan pada umumnya baru pada tahapanpenyediaan portal atau website yang sangat terbatas dan bahkan tidak up-to-date.
Secara umum, pemanfaatan e-government di Indonesia belum mampu meningkatkansecara signifikan daya saing dan efisiensi. Yang sering terjadi bahkan sebaliknyayaitu pemborosan. Pemanfaatan e-government untuk keperluan dukungan sistemmanajemen pemerintahan seperti: pengadaan {e-procurement\ program dan anggaran{government program and performance-based budgeting)^ keuangan {e-Jinance),pengaduan masyarakat {e-complaint), masih sangat terbatas. Oleh karenanya,pemanfaatan e-government atau e-service tidak bisa ditunda-tunda lagi, agar
Indonesia tidak semakin tertinggal dari negara-negara lainnya.
24
^ Untuk menciptakan pelayanan publik yang modern dan efisien, disamping melakukan
reformasi birokrasi secara komprehensif, juga pemanfaatan teknologi untuk
kepentingan pelayanan publik (e-service) secara terintegrasi yang mencakup 3 domain
^ interkoneksi: (i) pemerintah dan warga masyarakat; (ii) pemerintah dan bisnis; dan(iii) antarlembaga/instansi pemerintah {Welfare Information Network^ Vol.6 No.8,
December 2002).
/•v
(l^\
25
Bagian V
Kondisi Pelayanan Publik di Indonesia
5.1. Faktor Sumber Daya Manusia
5.1.1. Visi Bersama
Salah satu penyebab sistem pelayanan publik yang buruk disebabkan aparatur
pemerintah tidak/kurang memiliki visi bersama {share vision) yang didasari dengan
pendekatan pemangku kepentingan {stakeholder approach). Aparatur pemerintah
belum menjalankan fungsinya selayaknya sebagai sebuah perusahaan yang dituntut
dapat memenuhi berbagai kepentingan secara seimbang dan proporsional. Dalam hal
ini kepentingan yang paling utama adalah kebutuhan dasar rakyat, dimana rakyat
sebagai pemegang saham. pelanggan. mitra. dan lingkungan sosial masyarakat.
Kurangnya memiliki visi bersama tersebut, menyebabkan pelayanan publik masih
diwamai dengan kepentingan-kepentingan sempit atau kepentingan sektoral.
5.1.2. Komitmen
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah di Indonesia juga disebabkan banyakpemimpin dan aparatur pemerintah kurang memiliki komitmen yang kuat untuk
melakukan perubahan, perbaikan, pembaharuan secara sistemik. Banyak pulakomitmen yang tidak bisa dijalankan karena keterbatasan kemampuan sumber dayamanusia untuk bisa memahami, menterjemahkan, menjabarkan komitmen ke dalam
kebijakan dan program-program yang operasional sesuai jenjang dalam organisasi
pemerintahan. Komitmen yang tidak bisa diterjemahkan dan dijabarkan secara
operasional, akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang tidak membumi, tidak
menyentuh langsung kepentingan dan kebutuhan rakyat. Akibatnya akan
menimbulkan apatisme di kalangan masyarakat.
5.1.3. Kompetensi
Indikator kompetensi yang paling mudah untuk diukur adalah pengetahuan yang biasa
didapat dari pendidikan dan lingkungan, serta pengalaman yang pada umumnya
26
didapat dari jabatan atau karir. Banyak penempatan dalam jabatan atau pengangkatanpegawai pemcrintah kurang mempcrhatikan kompctensi. Banyak pengangkatanpegawai yang hanya dilandasi untuk sekedar penampungan pegawai, input yangtersedia memang rendah, dan banyak puia yang dilatarbeiakangi kepentingan politik.Kondisi demikian menyebabkan pelayanan kepada masyarakat tidak ditangani oleh
pegawai/petugas yang profesional dan berkualitas. Dalam banyak hal, pelayanan yangdiselenggarakan oleh petugas pemerintah tidak mampu bersaing dengan pelayanan
yang diselenggarakan oleh swasta.
Sistem manajemen kepegawaian juga secara umum belum terintegrasi dengan sistem
pelayanan publik. Sistem pendidikan dan pelatihan belum sepenuhnya berbasis
kompetensi dan belum mampu mengimbangi perkembangan dan perubahan
paradigma baru dalam sistem manajemen pemerintahan. Akibatnya, aparatur
pemerintah belum mampu mengubah perilaku sebagai pelayan masyarakat {public
servant), lebih mengedepankan kekuasaan atau kewenangan daripada perannya.
5.1.4. Etika
Permasalahan etika dalam pelayanan publik sangat vital untuk diatasi secara sistemik
dalam manajemen pemerintahan, manajemen publik, maupun pelayanan publik.
Banyak aparatur pemerintah atau pejabat publik yang tidak atau kurang memiliki
etika yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika berkaitan
dengan ucapan, sikap, dan perilaku yang dapat membedakan baik/buruk dan
benar/salah atau mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan menurut ukuran tertentu.
Saat ini undang-undang yang mengatur etika penyelenggara negara atau aparatur
pemerintah belum dapat diwujudkan. Nafas dari aturan etika pada intinya adalah
mencegah konflik kepentingan. Pelayanan yang buruk disebabkan teijadi konflik
kepentingan {conflict of interest) antara kepentingan individu dan kepentingan umum.
Banyak aparatur pemerintah terlibat kasus korupsi dan suap, serta bersikap
egosektoral, arogan, angkuh, penggunaan sumber daya tidak efisien, dan tidak
bertanggung jawab, disebabkan aparatur pemerintah lebih mengedepankan
kepentingan pribadinya daripada kepentingan umum.
27
5.1.5. Tanggung Jawab
Pelayanan publik yang buruk antara lain juga disebabkan oleh aparatur pemerintahtidak atau kurang memahami dan memiliki rasa tanggung jawab secara pribadimaupun kolektif. Banyak aparatur pemerintah yang menjalankan tugas denganmenerapkan prinsip dan paradigma lama yaitu sekedar menjalankan tugas {performa mission). Dalam era global isasi, perkembangan masyarakat modem, dan
perkembangan demokrasi, telah terjadi perubahan paradigma baru bahwa setiapaparatur harus mampu niengambil keputusan {make a decision)^ bukan hanyasekedar menjalankan perintah atasan. Keberanian untuk mengambil keputusan adalahbentuk rasa tanggung jawab yang besar.
Saling menyalahkan, takut berkompetisi, safety players, tidak memiliki sense ofprofessionalism, tidak berani tampil, tidak memiliki etika, korupsi, tidak disiplin,biasa terjadi diantara aparatur pemerintah yang menandakan tidak memiliki rasa
tanggung jawab. Aparatur pemerintah pada semua tingkatan, sering tidak memahamidan menerapkan prinsip-prinsip tanggung jawab yang pada hakikatnya mencakup 4(empat) aspek mulai dari yang paling mendasar sampai yang paling tinggi yaitu:
(1) Tanggung Jawab Ekonomi {economic responsibility). Banyak terjadipemanfaatan sumber daya yang tidak/kurang efisien, termasuk pemborosan,penyimpangan, dan penyalahgunaan dalam pengunaan anggaran negara.Dengan kata Iain, aparatur pemerintah kurang peduli atau belum mampumeningkatkan efisiensi secara memadai yang sangat diperlukan sebesar-besamya untuk kepentingan bersama.
(2) Tanggung Jawab Hukum {legal responsibility). Banyaknya pelanggarandisiplin dan pelanggaran hukum yang melibatkan aparatur pemerintah,
mengindikasikan bahwa aparatur pemerintah belum memiliki tanggung jawabhukum yang tinggi, termasuk menegakan prinsip-prinsip keadilan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya
memiliki tanggung jawab hukum juga ditandai oleh banyaknya produk hukum
dan kebijakan publik yang saling bertentangan atau tumpang tindih dan tidak
28
dilandasi oleh kepentingan bersama atau hanya untuk kepentingan jangka
pendek dan sempit.
(3) Tanggung Jawab Etika {ethics responsibility). Banyak aparatur pemerintah
yang dalam menjalankan tugasnya tidak dilandasi perilaku yang baik seperti
koruptif, tidak disiplin, tidak bisa membedakan mana yang salah dan mana
yang benar, angkuh, arogan, egois, tidak memiliki integritas, dan tidak ramah
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kondisi demikian
menandakan bahwa aparatur tidak/kurang memiliki tangung jawab etika.
(4) Tanggung Jawab Filantropis {phillanthropic responsibility). Kurangnya
aparatur pemerintah memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan
sosial masyarakat, menyebabkan dalam proses penetapan kebijakan publik dan
pelayanan publik kurang berpihak atau kurang dapat mengakomcdasikan
kepentingan sosial masyarakat, terutama kelompok masyarakat miskin dan
masyarakat yang rentan {vulnerable).
5.2. Aspek Manajemen
5.2.1. Manajemen Kepegawaian
Sistem manajemen kepegawaian belum menerapkan prinsip-prinsip manajemen
modem seiring dengan pembahan paradigma global. Sistem rekrutmen, pembinaan
karir dan suksesi, pendidikan dan pelatihan, dan sistem remunerasi belum terintegrasi
penuh dengan sistem pelayanan publik sehingga pegawai negeri dalam banyak hal
belum mampu bersaing dengan pegawai swasta yang sangat mengedepankan efisiensi,
kreasi dan inovasi, serta daya saing tinggi.
Sistem manajemen kepegawaian juga masih sentralistik dan birokratis sehingga
melahirkan pegawai yang hanya menjalankan tugas atau bahkan memiliki disiplin
yang semu yaitu disiplin apabila ada pengawasan, tidak memiliki inisiatif dan
kewenangan luas yang mampu mengambil keputusan. Dengan kondisi seperti ini.
29
organisasi akan mengalami stagnasi atau kepincangan manakaia tidak ada atasan atau
pimpinan. Akibat dari itu, sistem pelayanan publik mengalami berbagai hambatan,banyak kalangan masyarakat harus menunggu sampai berlarut-Iarut atau antre
berdesak-desakan untuk bisa mendapatkan pelayanan.
5.2.2. Otonomi Daerah
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 l ahun 1999 yang kemudian digantidengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,muncul berbagai pemahaman dan pelaksanaan mengenai "otonomi" daerah yangkehru. Terjadi "arogansi" daerah dengan membuat berbagai peraturan daerah yangsemula bertujuan untuk menaikkan pendapatan daerah namun tidak dilandasi denganperhitungan yang cermat. Akibatnya banyak peraturan daerah yang bertentangandengan peraturan lebih tinggi atau tumpang-tindih, sehingga menghambat berbagaikegiatan ekonomi dan menambah beban baru bagi masyarakat dalam kegiatanpelayanan publik. Banyak pula terjadi pembangkangan daerah yaitu pembuatanperaturan daerah yang tidak mengindahkan peraturan dari pemerintah pusat.
5.2.3. Desentralisasi
Di lam pihak, banyak urusan pemerintah pusat berkaitan dengan pelayanan publikyang seharusnya sudah diserahkan kepada daerah, akan tetapi masih ditangani olehpemerintah pusat. Sebagai salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi urusanpemerintahan pusat ke daerah, dilakukan likuidasi kantor-kantor wilayah (kanwil) kedalam dinas-dinas. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir Juga banyakmuncul pembentiikan unit-unit pelaksana teknis (UPT) yang dibentuk olehpemerintah pusat di daerah-daerah. Fenomena tersebut tidak sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dengan kata lain, terjadi sentralisasi kembali berbagai urusan pemerintah pusat.Kondisi ini menjadikan berbagai tantangan dalam proses reformasi birokrasi karena
menambah birokrasi yang lebih panjang dan dapat menimbulkan biaya yang lebih
30
besar. Dampak dari kondisi tersebut, menyebabkan berbagai hambatan dalam upaya
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
5.2.4. Lembaga Non-Struktural
Reformasi yang dilatarbelakangi oleh kondisi otoriterianisme pada masa
pemerintahan sebelumnya, memberikan dampak ketidakpercayaan lembaga-lembaga
legislatif dan kelompok masyarakat terhadap pemerintah. Fenomena ini memunculkan
lembaga-iembaga bam atau lembaga non-stmktural (komisi, badan, dan lembaga)
yang dibentuk berdasarkan amanat undang-undang dalam era reformasi. Hal ini
menyebabkan pembagian tugas dan wewenang birokrasi semakin rumit dan teijadi
tumpang-tindih dalam penetapan kebijakan publik dalam rangka pelayanan publik,
disamping menambah beban anggaran negara. Kondisi tersebut menandakan masih
sangat kuatnya faktor ego-sektoral atau tarik-menarik kepentingan antarlembaga
pemerintahan.
5.2.5. Standar Pelayanan
Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menpan Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM). Namun demikian, pada kenyataannya para
penyelenggara pelayanan publik belum dapat menciptakan standar pelayanan yang
baik, transparan, efisien, dan obyektif. Pelayanan publik di berbagai daerah dan
instansi masih menerapkan standar pelayanan berbeda-beda serta kualitas pelayanan
masih rendah sehingga masyarakat masih mengeluhkan sulitnya memperoleh
pelayanan yang baik dan murah. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran dan
komitmen dari para penyelenggara pelayanan publik, serta belum ada peraturan
pemndang-undangan yang mengatur sanksi-sanksi tegas apabila penyelenggara
pelayanan tidak menerapkan standar pelayanan sesuai ketentuan yang ada.
31
5.2.6. Sistem Pengawasan
Disadari bahwa sistem pengawasan di Indonesia yang dilakukan pemerintah masihlemah atau kurang efektif, meskipun berbagai institusi pengawasan sangat banyak danberbagai kebijakan telah diberlakukan. Permasalahan pengawasan internal adalahtidak efektifiiya sistem pengawasan melekat (waskat) dan sistem pengawasanfiingsional yang dilaksanakan oleh lembaga/instansi pengawasan dan auditor,sedangkan sistem pengawasan ekstemal dilakukan oleh warga masyarakat ataukelompok masyarakat madani. Sampai saat ini belum ada kajian mendalam mengenaiefektivitas sistem pengawasan tersebut. Indikasi yang mudah dilihat dari sistempengawasan yang tidak efektif adalah banyak kasus pelanggaran hukum,penyalahgunaan wewenang, dan laporan terjadinya penyelewengan dalampengelolaan sumber daya yang disampaikan oleh lembaga pengawasan fungsionalseperti BPK, BPKP, kepolisian, kejaksaan, maupun instansi pengawasan intemal danlaporan masyarakat.
5.3. Kebijakan Pubiik
5.3.1. Kurang Mengikuti Tahapan Yang Benar
Pada dasamya, kebijakan pubiik berkaitan dengan apa saja yang harus (should) dantidak harus (should not) dilakukan oleh pemerintah. Dalam prakteknya, pembuatankebijakan pubiik sering dibuat secara cepat atau bahkan alot karena ada tarik-menarikkepentingan sempit, sehingga produk kebijakan yang dihasilkan kurang berkualitasdan tidak mampu mengatasi permasalahan sebenamya yang terjadi di masyarakat.
Produk hukum yang tumpang-tindih, saling bertentangan, multi-interpretasi, tidaktegas, tidak komprehensif, menandakan bahwa proses pembuatan kebijakan pubiiktidak dilakukan dengan benar yaitu tidak dipersiapkan dengan baik, tidak ditanganioleh para ahli yang betul-betui berkompeten, serta tidak berdasarkan kebutuhan yangsebenamya. Akibatnya, banyak produk yang dihasilkan tidak bisa dilaksanakan
32
karena kesulitan daiam pembuatan peraturan pelaksanaannya, termasuk implementasi,
dan penegakan hukumnya.
Dalam proses pembuatan kebijakan publik pada umumnya tidak melalui 7 tahapan
komprehensif yaitu: diawali dengan (i) penelitian dan pengkajian mendalam;
kemudian (ii) penyiapan berbagai altematif kebijakan; (iii) uji-coba di lapangan; (iv)
reformulasi kebijakan dari basil uji-coba; (v) pemilihan altematif kebijakan; (vi)
penyiapan semua peraturan pelaksanaan yang terkait; dan (vii) pengesahan dan
pemberlakuan.
5.3.2. Banyak Produk Kebijakan Kurang Efektif
Sampai saat ini undang-undang pelayanan publik belum dapat diselesaikan. Beberapa
produk kebijakan lainnya yang erat kaitannya dengan peningkatan kualitas pelayanan
publik juga belum terbentuk antara lain undang-undang yang mengatur tentang: Etika
Penyelenggara Negara, Administrasi Pemerintahan, Kementerian dan Kementerian
Negara, dan Badan Layanan Umum (nirlaba).
Disamping itu, berbagai kebijakan yang telah ditetapkan berkaitan dengan pelayanan
publik belum bisa beijalan dengan efektif seperti: Keputusan Menpan Nomor:
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal; Keputusan Menpan Nomor:
KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; Keputusan Menpan Nomor:
KEP/118/M.PAN/8/2004 tentang Pedoman Umum Penanganan Pengaduan
Masyarakat bagi Instansi Pemerintah; Keputusan Menpan Nomor:
KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas
dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Belum efektifiiya berbagai peraturan dan belum terwujudnya beberapa produk hukum
tersebut menyebabkan belum bisa mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas
dan belum bisa menerapkan prinsip-prinsip rewards and sanctions secara tegas.
Indonesia juga belum memiliki dan menerapkan kebijakan berupa public service
33
charter seperti yang sudah diterapkan oleh banyak negara. Negara-negara yang
memiliki komitmen sangat tinggi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat,
menerapkan charter sebagai produk kebijakan yang dilandasi oleh hukum yang kuatdan mengikat dalam rangka mewujudkan peiayanan publik yang berkualitas.
5.3.3. Leiiiah Dalaiti Penegakan
Permasalahan kesadaran hukum dan penegakan hukum {law enforcement) sangat eratkaitannya. Kesadaran hukum yang rendah tidak hanya menyangkut aparaturpemerintah saja, melainkan juga masyarakat. Kesadaran hukum di kalangan
masyarakat yang rendah juga diakibatkan sistem penegakan hukum yang lemah,disamping faktor pendidikan. Apabila penegakan hukum dilakukan dengan benar,konsekuen, dan konsisten, maka iambat-iaun akan membentuk budaya disiplin dansadar hukum yang tinggi.
Dalam banyak hal, kesadaran dan penegakan hukum yang rendah/lemah, disampingdisebabkan leh kualitas sumber daya manusia, Juga karena produk kebijakan publikyang dihasilkan kurang berkualitas atau tidak melalui proses tahapan yang benar, dantidak didasarkan atas kondisi sosial masyarakat yang sebenamya. Banyak produkhukum yang dihasilkan tidak memperhitungkan kemampuan penegakan hukum dankesiapan infrastruktur pendukung kebijakan,
Sebagai contoh, dalam rangka meningkatkan peiayanan kesehatan masyarakat, salahsatu kebijakan publik adalah larangan merokok di tempat umum. Kebijakan tersebuttidak bisa berjalan efektif yang disebabkan: (i) aturan hukum tidak secara jelas danrinci menetapkan batasan-batasan; (ii) tidak/kurang dilandasi oleh kajian mendalamtentang kondisi sosial masyarakat yang sebenamya; (iii) tidak memperhitungkanbagaimana cara menegakkan aturan tersebut secara efektif; (iv) tidakmemperhitungkan dengan cermat kesiapan infrastruktur pendukung kebijakan, sertadampak sosial dan ekonominya.
34
5.4. Akuntabilitas Publik
Permasalahan akuntabilitas semakin mengemuka terutama sejak dasawarsa terakhir.
Akuntabilitas publik {public accountability) merupakan indikator yang digunakan
untuk mengukur pertanggungjawaban aparatur pemerintah dalam memberikan
pelayanan atau pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Banyak aparatur pemerintah
tidak/kurang memahami mengenai akuntabilitas yang disebabkan karena tidak
memiliki profesionalisme, kompetensi, rasa tanggung jawab, atau berbagai hal yang
disebabkan oleh konflik kepentingan. Disamping itu, sistem manajemen publik juga
belum mampu menciptakan mekanisme dan indikator yang betul-betul terukur dan
implementatif untuk mengukur kinerja aparatur pemerintah kaitannya dengan
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
5.5. Partisipasi Masyarakat
Salah satu faktor penyebab pelayanan publik tidak baik disebabkan tingkat partisipasi
masyarakat yang relatif rendah. Banyak kalangan masyarakat yang hanya menerima
saja apabila mengalami perlayanan yang tidak baik. Hal ini karena berbagai alasan
diantaranya faktor pendidikan yang rendah, kurang pemahaman dan pengetahuan
tentang hak-hak konstitusional, kurang memiliki keberanian mengeluarkan pendapat,
dan kurang memiliki akses (termasuk informasi) untuk bisa berpartisipasi. Hal lain
yang juga tidak kalah pentingnya adalah faktor sosial budaya masyarakat yang sangat
"toleran'* terhadap berbagai hal, termasuk "toleran" terhadap pelanggaran hukum.
Banyak tingkat partisipasi masyarakat yang dilaksanakan secara tidak proporsional
atau kurang terarah. Sebagai contoh, dalam menanggapi kebijakan kenaikan harga
BBM. Banyak kelompok masyarakat lebih memilih untuk melakukan "demo" yang
kadang-kadang anarki. Dalam hal ini, misalnya kalangan perguruan tinggi bisa turun
ke lapangan secara aktif membantu rakyat dalam rangka meringkankan beban rakyat
terutama rakyat miskin.
35
Kalangan akadetnik memiliki tanggung jawab dalam rangka pembangunanmasyarakat madani. Oleh karenanya, harus mengedepankan cara-cara ilmiah dan
konkret serta bermanfaat langsung bagi masyarakat. Partisipasi lain yang dapatdilakukan adalah melakukan berbagai kajian dan penelitian mendalam mengenailahimya kebijakan tersebut, sehingga secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
/«V
36
Bagian VI
Langkah-Langkah Perbaikan(2004-2005)
6.1. Landasan Kebijakan
Pemerintah sangat menyadari bahwa kualitas pelayanan publik masih sangat kurang
memadai, baik dalam kegiatan usaha dan investasi maupun dalam rangka memenuhi
hak-hak konstitusional lainnya. Banyak keluhan dari masyarakat yang disampaikan
kepada pemerintah secara langsung melalui berbagai saluran yang ada maupun secara
tidak langsung. Kualitas pelayanan yang kurang memadai juga dikemukakan oleh
berbagai lembaga survey atau organisasi lainya. Untuk itu, pemerintah menetapkan
program peningkatan kualitas pelayanan publik seperti yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2005 (RPJM Nasional 2004-2005).
Tujuan dari program tersebut adalah mengembangkan manajemen pelayanan publik
yang bermutu, transparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut dan adil kepada
seluruh masyarakat guna menunjang kepentingan masyarakat dan dunia usaha, serta
mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Untuk itu, ditetapkan
ditetapkan 9 sasaran kegiatan peningkatan pelayanan publik (2004-2005) yang dapat
secara ringkas dapat dikemukakan sebasgai berikut;
(1) Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha;
(2) Menerapkan prinsip-prinsip ̂ ood governance dalam kegiatan pelayanan;
(3) Melakukan dereeulasi. debirokratisasi. dan privatisasi untuk menghilangkan
berbagai hambatan dalam pelayanan publik;
(4) Meningkatkan penerapan sistem merit dalam pelayanan;
(5) Memantapkan koordinasi dalam pelayanan;
37
(6) Mengoptimalkan penggunaan ICT dalam pelayanan publik;
(7) Mengintensifkan penanganan peneaduan masvarakat:
(8) Mengembangkan partisipasi masvarakat. khususnya di wilayah kabupaten dan
kota dalam kegiatan perumusan program dan kebijakan layanan publik;
(9) Mengembangkan mekanisme pelaporan kineria pelayanan publik.
Sasaran-sasaran kegiatan lima tahunan tersebut dituangkan dalam Rencana KerjaPemerintah (RKP) tahunan. Beberapa prioritas yang dilaksanakan dalam kegiatanpeningkatan pelayanan publik tahunan antara lain meliputi: penyusunan danpenyelesaian undang-undang pelayanan publik; meningkatkan kemampuanpemerintah daerah dalam penerapan standar pelayanan minimal (SPM) sesuai PPNomor 65 Tahun 2005; penerapan standar pelayanan publik; pengembangan aplikasiteknologi informasi dan komunikasi (e-gov); penyempumaan sistem interphase nomorinduk kependudukan; pengembangan sistem administrasi kependudukan; danpenerapan identitas tunggal untuk pelayanan publik.
6.2. Strategi
Berangkat dari kondisi dan permasalahan yang ada, tantangan perkembanganteknologi dan pengaruh globalisasi, tuntutan masyarakat yang semakin kuat ataspelayanan yang baik, dan dengan bekal komitmen yang kuat, maka strategipeningkatan pelayanan publik difokuskan pada upaya-upaya perbaikan yang bersifatmendesak. Strategi yang dijalankan pada dasamya bertujuan untuk mendapatkankepercayaan dari rakyat {public trust building), meliputi:
(1) Mengubah pendekatan.
(2) Mengubah paradigma.
(3) Memberikan motivasi.
38
(4) Prioritas pada kegiatan investasi.
6.2.1. Mengubah Pendekatan
Seperti dikemukakan pada bagian sebelumnya bahwa kualitas pelayanan publik yang
buruk di Indonesia sudah lama dikeluhkan oleh masyarakat, termasuk orang-orang
aslng yang datang ke Indonesia. Kualitas pelayanan yang buruk menyebabkan
lemahnya daya tahan dan daya saing bangsa. Untuk memperbaiki kondisi seperti ini
tidak mudah, memerlukan upaya kesadaran dan kesamaan visi, penyiapan landasan
hukum yang kuat, komitmen kuat dari seluruh aparatur negara, serta penyusunan
program-program aplikatif dalam ranga menjabarkan visi dan melaksanakan
ketentuan perundang-undangan yang ada secara konsekuen.
Untuk menyiasati adanya berbagai hambatan struktural dan legalitas, dilakukan
perubahan pendekatan yang memungkinkan perbaikan pelayanan publik dapat
segera dilakukan. Terobosan yang lebih merupakan jalan pintas adalah dengan
menerapkan prinsip **bermula dari akhir dan berakhir di mula'\ Artinya,
perbaikan dilakukan terlebih dahulu di unit-unit pelayanein sebagai ujung tombak
pelayanan publik. Dari hasil perbaikan tersebut, kemudian dievaluasi dan dijadikan
bahan untuk menetapkan kebijakan nasional, termasuk untuk menyempumakan
konsep rancangan undang-undang tentang pelayanan publik dan kaitannya dengan
reformasi birokrasi secara komprehensif.
6.2.2. Mengubah Paradigma
Untuk mengawali langkah terobosan kebijakan tersebut, upaya pertama-tama
dilakukan adalah "kampanye" tentang pentingnya untuk mengubah paradigma
dalam pelayanan publik. Kampanye dilakukan dengan pendekatan intensif kepada
para aparatur pemerintahan daerah, karena pemerintahan daerah sebagai ujung
tombak yang sehari-hari langsung berhubungan dengan rakyat dan masyarakat pada
umumnya. Perubahan paradigma yang sangat penting untuk dikampanyekan adalah:
(1) Cara berfikir pada "output" (hasil keija) menjadi "outcome " (manfaat).
39
(2) "Ego sektoral" menjadi "visi bersama'' atau "kepentingan bersama" {envisionatau common interest),
(3) Aparatur pemerintah bukan "penguasa" tetapi "pelayan" masyarakat, atau dari
"wewenang" menjadi "peran." Aparatur bukan "pengreh praja" tetapipamong praja" yang bisa ngayomi, ngayemi, ngayani (melindungi,
menenteramkan, dan mensejahterakan rakyat).
(4) Sistem perizinan menjadi "pelayanan" atau yang lain. Sistem perizinanmembuat jarak antara masyarakat dengan aparatur; menempatkan rakyatbukan sebagai pemegang saham atau pelanggan. Kata "surat izin" harusdiganti dengan surat keterangan, lisensi, sertifikat, registrasi, dsb. Misalnya,Surat Izin Mengemudi diganti dengan "Sertifikat Pengemudi" atau "LisensiPengemudi" seperti Pilot Licence; Izin Mendirikan Bangunan diganti denganSertifikat Bangunan, dsb.
(5) Otonomi daerah tidak diteijemahkan sebagai "penguasa tunggal di daerah",melainkan otonomi dalam mengembangkan kebijakan yang pro-rakyat, atauotonomi dalam membuat terobosan dan inovasi dalam pelayanan publik.
6.2.3. Meningkatkan Motivasi
Mengubah paradigma dan kebiasaan lama merupakan upaya tidak mudah, lebih-lebihbag! aparatur yang sudah merasa nyaman dengan kebiasaan lama, atau yang merasasudah mapan. Untuk itu perlu diberi motivasi terus-menerus agar perubahan bisasegera dapat terjadi. Motivasi berkaitan erat dengan "kepentingan." Setiap pegawaimemihki motivasi mau bekerja keras dan mau mengubah kebiasaan buruknyamanakala "kepentingan" terakomodasikan. Oleh karena itu, motivasi harus
ditimbulkan.
K^cpsntingan pegawai yang paling utama adalah memiliki pendapatan yangcukup dan karir yang jelas dalam tugasnya. Oleh karena itu, sistem penggajiandan karir harus dibenahi terlebih dahulu agar pegawai memiliki motivasi yangtinggi dalam melaksanakan tugasnya.
40
(2) Kepentingan organisasi atau lembaga pemerintah adalah mampu memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan baik. Dengan meningkatkan kualitas
pelayanan, maka kepercayaan masyarakat meningkat dan pendapatan
(pendapatan daerah dan pendapatan negara) akan meningkat pula. Demikian
seterusnya sehingga menjadi siklus yang memiliki efek posisif dan bola salju
{snowball).
6.2.4. Prioritas pada Kegiatan Investasi
Disadari bahwa pelayanan pemerintah kepada rakyat dan masyarakat mencakup multi
sektor dan spectrum yang sangat luas, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang
rumit, mulai dari yang ringan sampai dengan yang paling berat untuk ditingkatkan
kemampuannya. Untuk itu, prioritas sasaran perbaikan dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan publik adalah kegiatan pelayanan investasi. Dengan
meningkatkan pelayanan investasi, maka akan meningkatkan kegiatan usaha dan
investasi, termasuk investasi asing yang masuk ke Indonesia. Dengan kegiatan usaha
dan investasi meningkat, maka pemerintah akan meningkatkan kemampuannya dalam
rangka mengatasi pengangguran, kemiskinan, dan keterbelakangan.
6.3. Mengembangkan Best Practices Pelayanan Publik
6.3.1. Best Practices
Berdasarkan landasan kebijakan dan strategi tersebut, dikembangkan best practices
dalam pelayanan publik, yaitu dengan mengangkat kabupaten/kota yang secara nyata
berhasil meningkatkan kualitas pelayanan publik. Bagi daerah yang berhasil,
diberikan penghargaan "Citra Bhakti Abdi Negara," dengan kriteria:
(1) Bupati dan walikota memiliki komitmen kuat yaitu dengan mengeluarkan
berbagai kebiiakan yang berkaitan dan mendorong terwujudnya peningkatan
kualitas pelayanan publik;
41
(2) Terbentuk hubunean harmonis antara gubemur, bupati, wallkota, DPRD, dan
masyarakat, serta mempunyai kesamaan persepsi, rencana aksi, dan tindakan
dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik;
(3) Memiliki standar oelavanan pada unit-unit pelayanan publik di daerahnya;
(4) Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik secara nvata mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6.3.2, Sistem Pelayanan Cepat dan Terpadu
Sebagai tindak lanjut dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik, dilaksanakan
pembentukan sistem layanan terpadu {integrated services) dan layanan cepat {quickservice) yang sangat dibutuhkan masyarakat sehingga masyarakat bisa mendapatkan
pelayanan yang murah dan cepat.
Pelayanan terpadu bisa berbentuk pelayanan satu tempat {one stop service atau OSS)dan pelayanan satu atap (bersama) yaitu penyediaan beberapa jenis pelayanan terkaitdalam satu tempat {share services). Untuk ini dapat membentuk unit layanan baruyang selama ini belum ada atau melakukan ketjasama antarinstansi pemerintah atau
antara pemerintah-swasta dalam rangka eflsiensi {contract management, outsourcingsdsb). Pelayanan terpadu pada umumnya dilakukan dengan memanfaatkan keunggulanteknologi informasi dan komunikasi seperti penerapan National Single Window(NSW) untuk keperluan pelayanan usaha perdagangan (ekspor-impor) yangmelibatkan berbagai instansi termasuk instansi di luar negeri.
Sementara itu, pelayanan cepat dilakukan dengan berbagai cara antara lain: walk-in
service, drive-thru service, e-services (internet, perbankan dan ATM, SMS mobile
phone), call centers, door-to-door service, dan percepatan pelayanan konvensional
lainnya dengan cara memangkas prosedur yang rum it dan birokratis.
42
6.3.3. Hasil Yang Telah Dicapai
Pada tahun 2005, mulai terbentuk OSS di 9 kabupaten/kota dan 6 kabupaten/kota best
practices. Pada tahun 2006 ada 95 kabupaten/kota OSS dan 29 kabupaten/kota best
practices. Sampai akhir tahun 2007 meningkat lagi menjadi 291 kabupaten/kota OSS
(Lampiran A\ 3 provinsi OSS, dan 75 kabupaten/kota best practices. Pada tahun
2006 dilakukan survey untuk mengetahui kepuasan masyarakat, bekeijasama dengan
SfGTZ dan LSM. Daerah percontohan yang dilakukan survey adalah Kab. Solok,
Kab. Padang Panjang, Kab. Bima, dan Kab. Jombang (Lampiran B).
Kunci utama keberhasilan dalam meningkatkan kualitas pelayanan adalah pertama-
tama memperbaiki prosedur dan meningkatkan kesejahteraan dan ketrampilan petugas
pelayanan. Hasilnya cukup berkembang yang ditandai antara lain dengan:
■ Keberhasilan daerah dalam peningkatan pelayanan mulai dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini terbukti dari 140 kepala daerah (gubemur, bupati,
walikota) incombent, diantaranya terpilih kembali dengan perolehan suara
lebih dari 80%.
■ Sebanyak 291 Unit Pelayanan Terpadu telah menerapkan standard pelayanan.
Sementara itu, 175 Unit Pelayaan Terpadu memperoleh penghargaan Citra
Pelayanan Prima.
■ Dari sekitar 120.000 unit pelayanan, 400 diantaranya telah menerapkan
manajemen mutu ISO 9001: 2000 (3,3%), termasuk pelayanan yang
diselengarakan oleh Kepolisian.
Secara nasional kualitas pelayanan untuk usaha dan investasi ada perbaikan.
Menyimak hasil survey International Finance Corporation (IFC), sebuah lembaga di
bawah naungan Bank Dunia, yang diterbitkan dalam laporan Doing Business 2008^
peringkat Indonesia dalam hal "daya tarik untuk kegiatan usaha dan investasi" naik
dari ranking 135 (2007) dari 178 negara yang disurvey, menjadi ranking 123 (2008)
dari 175 negara yang disurvey. Meski mengalami kenaikan peringkat, namun
Indonesia pada peringkat terrendah diantara negara-negara tetangga.
43
6.4. Seeing is Believing
Seeing is believing (melihat baru percaya) adalah metoda yang digunakan untuksosialisasi dalam rangka meningkatkan kemampuan pelayanan kepada masyarakat.Daerah yang belum memiliki sistem layanan terpadu atau layanan cepat, didoronguntuk melihat sendiri dan meniru daerah yang telah berhasil menerapkan sistemlayanan terpadu dan layanan cepat.
Dengan melihat dan meniru, daerah-daerah tersebut tidak perlu mengembangkan dariawal dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar serta tidak memakan waktu lamauntuk bisa membuat sistem layanan terpadu atau layanan cepat. Perkembanganjumlah OSS di daerah dengan cepat terutama disebabkan keberhasilan dalamsosialisasi seeing is believing.
6.5. Inovasi Pelayanan Publik
6.5.1. Hasil Penelitian Bank Dunia
Pada tahun 2005 dilakukan penelitian selama 9 bulan tentang inovasi sistempelayanan kepada masyarakat (service delivery) di daerah-daerah oleh Bank DuniaKantor Perwakilan Jakarta, bekeijasama dengan Ash Insiitme of DemocraticGovernance and Innovation at the Kennedy School of Govemnient dan FordInternational Innovations Liaison Group (Making Services Work for the Poor: ASynthesis of Nine Case Studies from Indonesia, 2005).
Penelitian melibatkan para ahli dengan multi-disiplin ilmu, lintas departemen daninstansi, NGO's, dan lintas wilayah di Indonesia. Fokus penelitian adalah tentang bestpractices inovasi pelayanan pemerintah di 9 kabupaten. Hasil penelitian dapatdikemukakan secara ringkas sebagai berikut:
(1) Tanah Datar (Sumatera Utara): Inovasi di bidang pendidikan yang mencakupdua hal yaitu: (i) pemberlakuan insentif bagi guru pengajar bahasa Inggristerbaik diberi kesempatan untuk belajar di luar negeri, dan (2) pemberlakuan
jumlah murid dalam satu kelas tidak lebih dari 30 anak. Dengan inovasi ini,
44
mampu meningkatkan kemampuan guru bahasa Inggris dan meningkatkan
efektivitas murid menerima pelajaran.
(2) Polman (Sulawesi Selatan): Menerapkan CLCC {creating learning
communities for children) yaitu paket pengajaran yang lebih menitikberatkan
pada manajemen sekolah {school-based management), partisipasi masyarakat,
dan sistem belajar aktif {active learning). Dengan CLCC ini, berhasil
meningkatkan partisipasi masyarakat dan mampu meningkatkan motivasi
belajar anak-anak sekolah.
(3) Pemalang (Jawa Tengah): Pemberian voucher pelayanan kesehatan yang
secara khusus diberikan kepada ibu-ibu setengah baya dan ibu-ibu muda.
(4) Lumajang (Jawa Timur): Sejak tahun 2001, pemerintah daerah
mengembangkan pelayanan air bersih dan sanitasi khusus kepada warga
miskin di 23 wilayah. Pengembangan ini dilakukan dengan partisipasi
masyarakat, dibangun sendiri oleh masyarakat, dan dipelihara oleh
masyarakat. Dengan peningkatan pelayanan ini, masyarakat miskin mulai
mengubah kebiasaannya, sehingga bisa mencegah berbagai penyakit.
(5) Jembrana (Bali): Kabupaten Jembrana merupakan wilayah di Indonesia yang
pertama kali sejak tahun 2003 menerapkan asuransi kesehatan bagi
masyarakat di wilayahnya. Pada awalnya diperuntukkan bagi wagra miskin,
kemudian pada taliun 2005 hampir seluruh warga Jembrana telah memperoleh
asuransi kesehatan yang disediakan oleh pemerintah daerah.
(6) Bandung (Jawa Barat): Sejak tahun 2002, pemerintah daerah kabupaten
Bandung bekerjasama dengan Lembaga Studi Pemerintahan Bandung (sebuah
LSM) menerapkan keterbukaan kepada masyarakat tentang penggunaan
APBD. Dengan keterbukaan ini, dapat mengurangi atau menekan terjadinya
penyelewengan dana APBD.
(7) Blitar (Jawa Timur): Menerapkan keterbukaan, otonomi, dan dengan
memanfaatkan partisipasi masyarakat dalam penggunaan dana bantuan block
45
grant, khususnya berkaitan dengan pembangunan infrastruktur di perdesaan.
Dengan cara ini, mampu meningkatkan kesadaran masyarakat serta mampu
meningkatkan komunikasi antara aparatur pemerintah daerah dan masyarakat.
(8) Boalemo (Sulawesi Utara): Pemerintah daerah menciptakan dan
meningkatkan sistem akuntabiiitas aparatur pemerintah daerah, keterbukaan.
dan penerapan reward and sanctions yang lebih tegas bagi aparatur daerah
dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
(9) Maros (Sulawesi Selatan): Kabupaten Maros yang terdiri dari 36 kecamatan.
sejak tahun 2003 menerapkan sistem perencanaan pembangunan wilayah
tingkat kecamatan dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang diwakili
oleh Forum Warga. Masyarakat juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan
dalam penetapan proyek pembangunan. Sistem ini, mampu menigkatkan
komunikasi antara aparatur daerah dan warga masyarakat, meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada aparatur daerah, meningkatkan keterbukaan,
serta menghasilkan proyek pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
6.5.2. Hasil Inovasi Lainnya
Berbagai inovasi dalam pelayanan publik terutama yang berhasil dikembangkan oleh
kabupaten dan kota antara lain:
(1) Kabupaten Sragen: Mengembangkan e-government sampai tingkat
kecamatan, menerapkan layanan "drive-thru" untuk pembayaran pajak
STNK.
(2) Kabupaten Karanganyar: Menciptakan LARASITA (Layanan Rakyat
Administrasi Pertanahan) yaitu sistem layanan "mobile" untuk keperluan
pelayanan pertanahan.
(3) Kabupaten Jembrana: Mampu menaikan PAD dari Rpl milyar (2000)
menjadi Rpll,2 miliar (2006); sejak 2001 membebaskan SPP untuk SD
46
sampai SMU; memberikan subsidi untuk asuransi kesehatan masyarakat;
memberikan subsidi atau membebaskan PBB (pajak bumi dan bangunan) atas
lahan sawah; menggratiskan kartu pengenal pegawai yang sekalgus sebagai
ATM; mampu menghasilkan pengehamatan APBD sampai 50%.
(4) Kota Solok: Untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, pemerintah daerah telah melakukan: reformasi birokrasi dengan
penggabungan beberapa dinas, meningkatkan pendapatan pegawai,
menerapkan pelayanan terpadu, aktif memberikan bimbingan kepada
masyarakat, dan menerbitkan Perda Etika Pemerintahan Daerah dengan
melibatkan tokoh-tokoh masyarakat.
(5) Kabupaten Lamongan: Pembuatan sistem administrasi kependudukan;
pelayanan akte catatan sipil melalui layanan jemput bola; pembangunan
Taman Wisata Bahari Lamongan dan Lamongan Integrated Shore-Base.
(6) Kabupaten Fare-Pare: Pembentukan UPT-SINTAP (unit pelayanan terpadu
sistem pelayanan satu atap) untuk "perizinan" daerah Kota Pare-Pare.
(7) Kota Balikpapan: Program pro-poor budgeting dengan mengalokasikan
anggaran minimal 2,5% untuk penanggulangan kemiskinan; pelayanan gratis
bagi keluarga miskin dengan menggunakan KTP Gakin (keluarga miskin);
pelimpahan wewenang dari walikota ke kepala kantor catatan sipil dalam
urusan administrasi kependudukan.
47
Bagian VII
Modernisasi Pelayanan Publik(2010-2025)
Peningkatan kualitas pelayanan publik tidak bisa ditunda-tunda, "business as usual"
harus ditinggalkan mengingat berbagai permasalahan yang menghambat proses
pembangunan sudah semakin sulit diatasi dengan cara-cara konvensional. Untuk itu,
reformasi komprehensif yang mencakup segala aspek harus dilakukan. Sebagai
prioritas utama adalah dengan melaksanakan reformasi birokrasi sebagai inti dari
reformasi secara keseluruhan. Modernisasi pelayanan publik dalam rangka reformasi
birokrasi tidak hanya mencakup penggunaan peralatan modem, akan tetapi yang lebih
penting adalah modernisasi cara berfikir, membangun sistem, dan mengembangkan
inovasi dalam memanfaatkan sumber daya sehingga pelayanan publik menjadi
semakin efektif dan efisien.
7,1. Langkah Strategis
Untuk meningkatkan pelayanan publik menuju pelayanan yang modem, efektif, dan
efisien, diperlukan komitmen kuat dan didukung oleh anggaran, sumber daya
manusia, serta kerjasama dengan melibatkan lembaga-lembaga profesional dan
masyarakat untuk menetapkan langkah strategis yang meliputi: (i) upaya yang
sungguh-sungguh untuk mengetahui apa yang sebenamya diharapkan oleh
masyarakat; dan (ii) mengambil langkah-langkah untuk mempersiapkan dan
menyediakan berbagai kemampuan pemerintah dalam rangka memenuhi harapan
masyarakat tersebut.
7.1.1. Harapan Masyarakat. Upaya untuk mengetahui dengan pasti dan spesiflk
tentang harapan masyarakat {citizen's expectation) dalam rangka memperoleh jenis-
jenis pelayanan tertentu, ditempuh dengan berbagai cara termasuk penelitian dan
pengkajian mendalam yang melibatkan berbagai pihak. Harapan masyarakat secara
umum dapat dikelompokkan sebagai berikut:
48
(1) Pelayanan dapat diandalkan {reliable).
(2) Cepat merespon pengaduan meisyarakat dan sigap dalam pelayanan
{responsive).
(3) Masyarakat merasa terkesan dengan kualitas pelayanan {credible),
(4) Kepentingan masyarakat atau pelanggan diperhatikan {empathy).
(5) Hormat/sopan dan mau melayani dengan baik {courtesy and willing to serve).
7.1.2. Menetapkan Kebijakan Strategis. Berdasarkan hasi! kajian dan penelitian
mendalam mengenai harapan masyarakat, kemudian ditetapkan langkah-langkah
kebijakan yang tepat dan didukung kemampuan yang hams dikembangkan oleh
pemerintah. Kebijakan strategis yang hams ditempuh adalah reformasi birokrasi
yang meliputi 5 aspek:
(1) Sistem Administrasi Pemerintahan: hubungan antarinstansi, desentraiisasi,
dekonsentrasi, dan otonomi.
(2) Organisasi Pemerintahan: di tingkat pusat (departemen, LPND, dan
lembaga-lembaga non-stmktural), di tingkat daerah (provinsi, kabupaten, dan
kota).
(3) Sistem Manajemen: terutama menyangkut restmkturisasi program-program
dan anggaran termasuk penerapan performance-based budgetings sistem
pengadaan elektronik, dan sistem pengawasan.
(4) Kemitraan yaitu melakukan evaluasi fiingsi-fungsi yang memimgkinkan
dilakukan kerjasama dengan insitusi non-pemerintah dalam rangka
meningkatkan efisiensi (privatisasi, outsourcing dsb).
(5) Kemampuan: Dititikberatkan pada kemampuan pelayanan publik yang
meliputi peningkatan kemampuan sumber dava manusia. sistem dan prosedur.
teknologi. dan didukung oleh oeraturan perundang-undangan yang memadai.
49
Inti dari reformasi birokrasi adalah untuk meningkatkan pelayanan publik. Dalatn
kesempatan ini, reformasi birokrasi tidak dibahas secara menveluruh. Mengingat
kompleksitas dan spektrum permasalahan yang dihadapi dewasa ini dan tantangan
masa depan, maka difokuskan pada peningkatan kemampuan pelayanan publik
melalui modemisasi dan pengembangan inovasi yang mencakup: (i) pengembangan
layanan prima yang berbasis elektronik atau e-service\ (ii) penerapan maklumat
pelayanan publik {public service charter)', (iii) peningkatan akuntabilitas dan
pengelolaan kinerja; dan (iv) menjamin konsistensi dan keberlanjutan pelayanan
prima yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh;
7.2. Membangun Budaya Layanan Prima
7.2.1. Prinsip
Mengedepankan kepentingan masyarakat berarti menciptakan layanan prima {serviceexcellence atau service first) yang dilandasi oleh tiga prinsip yaitu:
(1) Menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian {citizen-centric).
(2) Pendekatan oleh pemerintah secara utuh, tidak sendiri-sendiri, akan tetapisaling terkait menjadi satu kesatuan {whole of government approach).
(3) Kemitraan dengan swasta atau non-pemerintah lainnya melalui satu jaringan
pemerintah yang terintegrasi antarinstansi dan antara pusat-daerah
{partnerships through a networked government).
7.2.2. Sasaran
(I) Memberikan layanan tanpa hambatan {seamless services) atau langsung
kepada rakyat dengan menciptakan pelayanan cepat dan terpadu atas dasar
kebutuhan rakyat, dan manfaatnya betul-betul dirasakan oleh rakyat.
(2) Meningkatkan keterpaduan antar-program {integrity of programs) untuk
menghasilkan efisiensi yang tinggi dari penggunaan anggaran negara sehingga
mampu meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
(3) Meningkatkan kerjasama antarinstansi pemerintah dalam penyediaan
informasi {information sharing) yang dibutuhkan oleh rakyat agar dapat
menciptakan sistem layanan terpadu/terintegrasi dan menghemat investasi.
(4) Meningkatkan akuntabilitas dan pertanggungjawaban {accountability and
responsiblity) pemerintah kepada rakyat dalam rangka transparansi sehingga
rakyat sebagai pembayar pajak merasa puas dengan kualitas layanan.
(5) Membangun budaya layanan prima {service excellence culture) melalui
pengembangan inovasi. peningkatan kualitas kepemimpinan. dan peningkatan
kapasitas yang berorientasi kepada kebutuhan rakyat.
Secara garis besar pembangunan budaya layanan prima digambarkan dalam satu
diagram sederhana (Gambar 1).
Layanan tanpa hambatan:J
TARGET
TRANSFORMASI
PELAYANAN
mwfm
^^iAiqintabiKtas dabtpertmig^rig-jaw^an
Gambar 1. Membangun Budaya Layanan Prima
51
7.2.3. Pengembangan e-Service
Untuk mewujudkan service excellence^ mutiak harus dilakukan reformasi secara total
sehingga terbentuk: struktur organisasi yang baru {new organizational structure), tata
keiola yang baru {new governance), dan hubungan kemitraan yang baru {new
partnerships). Dengan kata lain, service excellence dapat diwujudkan dengan
memanfaatkan keunggulan teknologi informasi dan komunkasi, yang dimulal dari
penerapan e-govemment dan kemudian membentuk satu jaringan massive sehingga
tercipta connected governance.
7.2.4. Pengembangan Alternatif Pelayanan
Restrukturisasi merupakan suatu tema yang sangat menjanjikan dalam New Public
Management (NPM). Organisasi pemerintah yang masih menerapkan struktur
tradisional, hirarkis, dan bersifat kaku, dapat dipastikan tidak responsif terhadap
perkembangan masyarakat dan lingkungan yang semakin kompleks, turbulen, dandinamis. Untuk itu, harus dilakukan restrukturisasi dalam rangka mengembangkanalternatif pelayanan atau Alternative Service Delivery (ASD).
ASD pada awalnya dikembangkan oleh pemerintah Canada pada tahun 1990-an, dan
kemudian berkembang ke negara-negara anggota OECD {Organization of Economic
Cooperation Development), merupakan metoda dalam pelayanan publik yang
menerapkan prinsip "different things to different people", atau berbeda bentuk
(pendekatan) untuk orang berbeda. Sebagai analogi, ibarat sektor pemerintah sebagaihamparan hutan dimana pohon-pohon memiliki sifat tradisional yaitu memiliki sistem
pengiriman bahan makanan secara vertikal dari bawah ke atas. Kemudian, anginbertiup tidak tentu arah menyebabkan berbagai gangguan dalam sistem pengiriman.Oleh karenanya, diperlukan kreativitas untuk menyesuaikan arah angin agar
pengiriman tidak terganggu. ASD merupakan suatu proses yang kreatif dan dinamis
dalam restrukturisasi sektor-sektor pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik
melalui sharing fungsi-fungsi pemerintah dengan warga masyarakat (sebagai
individu), kelompok masyarakat, dan entitas pemerintahan lainnya (Wilkins, 2000).
52
ASD tidak bersifat eksklusif, melainkan termasuk privatisasi, reorganisasi, dan
reengineering organisasi pemerintahan. ASD dikembangkan dalam 4 cluster dalam
pelayanan publik yaitu: (i) Organisasi mainstream (departemen dan kementerian); (ii)
Badan/lembaga pemerintahan (pusat dan daerah); (iii) Organisasi mitra keqa
(kontraktor dan pemerintahan negara lain); dan (iv) Organisasi non-pemerintah
lainnya (profit dan non-profit). Disamping itu, masing-masing cluster harus
menyediakan 3 pilihan sarana untuk memudahkan masyarakat mendapatkan pilihan
pelayanan sesuai kebutuhan atau seleranya, yaitu:
(1) Layanan langsung oleh petugas pelayanan atau tatap muka {in person);
(2) Layanan dengan bantuan petugas (assisted): telpon (call center), surat-
menyurat (/««//), dan surat elektronik (e/Mflf/V);
(3) Layanan tanpa bantuan petugas (self-service): website, pelayanan otomatis
(ATM, handphone/SMS, mesin-mesin otomatis lainnya).
7.3. Penerapan Maklumat Pelayanan Publik
7.3.1. Hakikat
Dalam rangka mewujudkan masyarakat maju dan sejahtera, maka pemerintah dalam
menjalankan fiingsinya sebagai pelayan masyarakat (public services), perlu
mengambil langkah-langkah nyata untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Salah satu langkah konkret adalah penerapan Maklumat Pelayanan Publik (Public
Service Charter) yang merupakan satu kebijakan yang benar-benar aplikatif dan
mengikat, sehingga dapat memberikan kepuasan masyarakat.
7.3.2. Tujuan
(1) Meningkatkan kualitas pelayanan.
53
(2) Meningkatkan dava tanggao {responsiveness) aparatur pemerintah terhadap
kebutuhan masyarakat.
(3) Meningkatkan kepuasan masvarakat.
7.3.3. Asas-Asas
(1) Non-diskriminasi; Yaitu larangan bagi setiap pejabat publik memberikan
pelayanan diskriminatif yang didasarkan atas status sosial atau status individu
atau kedaerahan.
(2) Universalitas: Yaitu bahwa penyediaan pelayanan hams bersifat universal,
meskipun kadang-kadang bertentangan dengan kaidah bisnis.
(3) Kontinyuitas dan Kualitas: Yaitu kewajiban untuk memberikan pelayanan
secara berlanjut (kontinyu) dan berkualitas dalamjangka panjang.
(4) Keterjangkauan: Yaitu bahwa pelayanan publik harus terjangkau
{affordable) oleh kemampuan masyarakat, dan jika diperlukan dapat
diberlakukan mekanisme pengendalian harga, pemberlakuan subsidi, atau
pembatasan keiintungan. Dengan demikian dapat terjangkau oleh seluruh
masyarakat.
(5) Perlindungan: Yaitu bahwa dalam sistem pelayanan publik hams dapat
memberikan perlindungan bagi masyarakat sehingga masyarakat mengetahui
hak-hak konstitusionalnya.
(6) Partisipatif: Yaitu bahwa dalam sistem pelayanan publik dimungkinkan
partisipasi masyarakat sehingga sistem pelayanan publik bisa berkembang
menjadi semakin baik.
(7) Pengawasan: Yaitu bahwa sistem pelayanan publik harus dikembangkan atas
dasar keterbukaan {transparency) dan akuntabilitas {accountability), sehingga
memudahkan dalam pengawasan.
54
(8) Solidaritas: Yaitu bahwa pelayanan publik adalah untuk kepentingan
bersama, dan oleh karenanya, diperlukan solidaritas {solidarity) antargenerasi,
antarwilayah, serta ada rasa tanggung jawab bersama terutama dalam
menghadapi resiko dan memberi perlindungan kepada goiongan masyarakat
yang rentan {vulnerable) dan kurang mampu.
7.3.4. Prinsip-Prinsip
(1) Memiliki standar pelayanan.
(2) Bersifat terbuka dan informatif.
(3) Menyediakan pilihan pelayanan dan konsultasi bagi masyarakat.
(4) Menghormati masyarakat sebagai pelanggan dan membantu memberikan
kemudahan.
(5) Membimbing masyarakat jika teijadi kekeliruan (berkaitan dengan
pengaduan).
(6) Kualitas jasa pelayanan sebanding dengan nilai uang yang dikeluarkan oleh
masyarakat {value of money).
7.3.5. Pendekatan
(1) Pemerintah bersama-sama seluruh rakyat perlu membangun visi bersama
{share vision) untuk mewujudkan kemakmuran {prosperity) dan
kesejahteraan {well-being).
(2) Pelayanan publik yang berkualitas merupakan kunci utama daleun rangka
memenuhi hak-hak dasar/konstitusional rakyat sehingga pembangunan
nasional dapat dilakukan secara berkelanjutan {sustainable).
(3) Nilai-nilai dasar yang digunakan dalam pelayanan publik adalah:
universalitas, kontinyuitas, keterjangkauan {affordability), demokratis,
dan perlindungan sosial.
55
(4) Bangsa Indonesia hams meningkatkan kemampuan daya saing
{competitiveness) yang sangat berguna demi kelangsungan generasi dan oleh
karenanya pelayanan publik dljalankan atas dasar soiidaritas {basis of
solidarity).
(5) Pelayanan publik yang berkualitas mempakan bagian dari model
pembangunan sosial dalam rangka menjamin rakyat untuk memperoieh hak-
haknya,
7.3.6. Standar Format
Maklumat Pelayanan Publik {Public Service Charter) bukan sekedar dokumen,
pengumuman, atau pajangan, akan tetapi satu produk kebijakan yang dihasilkan
berdasarkan penelitian mendalam atas kebutuhan masyarakat dan tuntutan/keluhan
masyarakat, serta dilandasi suatu peraturan pemndang-undangan yang mengatur hakdan kewajiban serta konsekuensi hukum apabila dilanggar atau tidak dijalankandengan benar. Peraturan perundang-undangan yang melandasinya juga mengatur hak-hak masyarakat/pelanggan untuk melakukan pengaduan dan gugatan apabilamendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan yang ditetapkan dalam maklumat.
Tampilan informasi yang dibuat memiliki format standar, sederhana, lengkap, daninformatif, untuk memudahkan masyarakat dalam memperoieh pelayanan ataumemberikan saran/pendapat dan partisipasinya dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan. Untuk itu, dibuat format maklumat yang memiliki minimal 6 (enam)aspek sebagai berikut:
(1) Visi, misi, dan tujuan dari lembaga/organisasi/unit pelayanan secara singkat.
(2) Jenis-jenis pelayanan yang disediakan untuk masyarakat/pelanggan.
(3) Parameter kualitas pelayanan untuk masing-masing jenis pelayanan:
karakteristik pelayanan, standar prosedur pelayanan, waktu yang diperlukan
untuk memperoieh pelayanan (menit, jam, hari, dsb), dan biaya.
56
(4) Informasi petugas atau penanggung jawab pelayanan (nama, jabatan/tugas,
tempat/mang kantor, nomor telpon, fax, email). Untuk menghubungi di luar
jam kerja (nama dan nomor yang bisa dihubungni). Cantumkan pula alamat
website untuk mendapatkan informasi pelayanan yang lebih lengkap.
(5) Mekanisme pengaduan masyarakat (saluran, sarana, nama petugas, lama
waktu untuk memberikan tanggapan atas pengaduan). Cantumkan pula alamat
website untuk pengaduan.
(6) Harapan lembaga/organisasi/unit pelayanan atas partisipasi masyarakat. Untuk
konsultasi, diberikan informasi nama petugas, nomor yang bisa dihubungi, dan
jam konsultasi.
7.4. Akuntabilitas dan Pengelolaan Kinerja
Untuk mengukur kinerja aparatur dalam pelayanan publik, perlu dikembangkan
berbagai indikator yang didasarkan atas nilai-nilai publik {public values). Indikator
kineija bersumber dari nilai-nilai internal berkaitan dengan peningkatan kemampuan
dalam sistem manajemen pemerintahan dan nilai-nilai ekstemal yang bersumber dari
masyarakat itu sendiri.
Untuk mengembangkan indikator tersebut, perlu dilakukan suatu kajian dan penelitian
mendalam dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, para ahli khususnya di
bidang kebijakan publik dan bidang-bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial
masyarakat.
7.5. Menjamin Konsistensi dan Keberlanjutan
Reformasi birokrasi, good governance, dan pelayanan publik tidak bisa dipisahkan
satu sama lain. Reformasi birokrasi harus dilaksanakan dalam rangka menciptakan
good governance agar kualitas pelayanan publik meningkat. Untuk menjamin
konsistensi dan keberlanjutan {sustainability) dalam jangka panjang, maka harus
57
dibangun suatu sistem yang berfungsi sebagai pengawal, penegak, pendorong, dan
faktor penentu utama terciptanya kualitas pelayanan publik yang prima, yaitu dengan
membangun: pagar, pilar, dan jatidiri bangsa.
7.5.1. Pagar
Pagar sangat diperlukan untuk menetapkan batasan-batasan yang jelas, wewenang,
tanggung jawab, dan hak-hak yang dimiliki, baik oleh aparatur negara, aparatur
pemerintah, maupun masyarakat. Aturan main harus ditetapkan, sehingga segala
kebijakan dan penyeienggaraan pelayanan publik tidak kehilangan arah. Untuk itu,
ada 8 peraturan perundang-undangan yang harus dibangun sebagai pagar:
■ UU Kementerian dan Kementerian Negara
■ UU Pelayanan Publik
■ UU Etika Penyelenggara Negara
■ UU Administrasi Pemerintahan
■ UU Pengawasan Nasional
■ UU Akuntabilitas Aparatur Negara
■ UU Badan Layanan Umum (Nirlaba)
■ UU Kepegawaian Negara
7.5.2. Filar
Pilar merupakan bangunan sebagai penopang utama. Pilar reformasi birokrasi untuk
menciptakan good governance menuju pelayanan publik yang berkualitas, pada
dasamya merupakan sistem manajemen memegang kunci keberhasilan dan harus
dibangun dalam lingkup pagar yang kokoh. Ada 3 pilar utama yang harus dibangun
yaitu:
(1) Single Identity Number (SIN). SIN atau Nomor Identitas Tunggal
dimaksudkan bukan sekedar nomor tunggal, akan tetapi merupakan sistem
yang memiliki multi-fungsi: meninekatkan nelavanan publik. meningkatkan
efisiensi dalam segala aspek, menceeah praktek korupsi. dan dapat
dikembangkan untuk keperluan perlindungan sosial {social protection) dan
iaminan sosial {social insurance).
58
(2) Criminal Justice System (CJS). Sistem penegakan hukum dan keadilan harus
dibangun dengan mengintegrasikan dan menyelaraskan flingsi-fungsi
penyelenggaraan hukum yaitu kejaksaan, kepolisian, dan kehakiman. Dengan
demikian, akan tercipta pelayanan hukum yang cepat, jelas, bebas KKN, dan
mampu menjamin keadilan masyarakat.
(3) Electronic Government (e-Gov). Pengembangan e-gov sudah diuraikan secara
rinci pada bagian sebelumnya. Pemerintahan masa kini dan masa depan tidak
akan lepas dari pemanfaatan e-gov. Pelayanan publik hams ditingkatkan
dengan memanfaatkan keunggulan teknologi infoimasi dan komunikasi {e-
service). Pengembangan e-gov selanjutnya diarahkan untuk membangun
information government dan connected governance, sehingga tercipta sistem
pemerintahan yang kredibel, handal, dan responsif sesuai harapan masyarakat.
7.5.3. Membangun Jatidiri Bangsa
(1) Faktor Yang Mendasari. Sebaik apapun sistem yang dibangun dan secanggih
apapun teknologi yang digunakan, pada akhimya terpulang kepada faktor "manusia".
Berbagai persoalan yang terjadi dan berbagai hambatan yang timbul dalam pelayanan
publik disebabkan oleh faktor paling utama yaitu sifat, karakter, dan perilaku
manusianya. Tidak hanya menyangkut aparatur negara dan aparatur pemerintah, akan
tetapi juga selumh komponen bangsa Indonesia. Negara-negara yang telah maju dan
sejahtera karena bangsanya selalu ditandai dengan karakter yang baik dan dapat
diandalkan.
Singapura, Jepang, Korea Selatan adalah contoh negara yang berhasil membangun
bangsanya dengan dilandasi oleh karakter/jatidiri yang bersumber dari budaya
bangsanya atau kepercayaan yang mereka milik secara tumn-temurun. Pengamh nilai-
nilai budaya asing diakomodasikan tanpa meninggalkan budaya yang digali dan
mempakan warisan budaya bangsa sendiri. Dilihat dari kualitas pelayanan publik,
Singapura selalu menempati umtan pertama dalam beberapa tahun terakhir, padahal
beberapa dasawarsa yang lalu Indonesia dalam banyak hal telah lebih maju dari
Singapura. Demikian pula dengan Korea Selatan, dan negara-negara tetanga lainnya.
59
Oleh karena itu, sudah selayaknya seluruh komponen bangsa menyadari, merenung,memahami, dan bangkit untuk kembali kepada jatidiri bangsa Indonesia yang padamasa lampau telah berhasil menciptakan "kejayaan" dan diakui oleh bangsa-bangsalainnya, seperti halnya zaman Sriwijaya, Majapahit, dan sebagainya.
(2) Jatidiri Bangsa Indonesia. Negara-negara yang maju dan sejahteran padaumumnya berhasil membangun karakter atau jatidiri bangsanya dengan menggali danmenerapkan niiai-nilai budaya dan tradisi agama yang mereka anut sejak berabad-abad lamanya. Salah satu .negara yang berhasil memadukan nilai-nilai budaya aslidengan nilai-nilai baru yang masuk adalah Jepang, sehingga terbentuk jatidiri bangsaJepang yang sangat kokoh. Bangsa Indonesia telah lama memiliki nilai-nilai budayayang tinggi sejak masih zaman kerajaan sampai zaman kemerdekaan. Para pendirirepublik telah memikirkan bagaimana membangun jatidiri bangsa yang terkandungdalam nilai-nilai Pancasila sebagai landasan berbangsa, bemegara, danbermasyarakat. Pancasila merupakan akumulasi dari nilai-nilai yang telah lamaberkembang sejalan dengan sejarah perjalanan bangsa dan diyakini sebagai nilai-nilailuhur yang paling cocok dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur.Sayangnya, implementasi dari nilai-nilai Pancasila banyak mengalami distorsisehingga bangsa Indonesia sering kehilangan orientasi tentang jatidirinya.
Pada masa lampau, Pancasila sering dijadikan sebagai komoditas politik dankepentingan sempit lainnya. Kesalahan implementasi pada masa lampau bahkanmenimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia. Untuk itu,pembangunan jatidiri bangsa harus tetap bersumber dari nilai-nilai Pancasila, akantetapi dikembangkan secara lebih mudah difahami dan aplikatif yaitu:
■ Jatidiri Pertama: Bangsa yang agamis/religius.
■ Jatidiri Kedua: Bangsa yang menghormati hak asasi manusia.
■ Jatidiri Ketiga: Bangsa yang mencintai tanah aimya.
■ Jatidiri Keempat: Bangsa yang demokratis.
■ Jatidiri Kelima: Bangsa yang menjunjung tinggi kebersamaan.
60
Bagian VIII
Kesimpulan dan Rekomendasi
8.1. Kesimpulan
1. Perwujudan sistem pelayanan publik yang prima/unggul {service excellence)
merupakan suatu kehamsan dan bersifat mendesak untuk dilaksanakan karena
berkaitan dengan pemenuhan hak-hak konstitusional rakyat untuk memperoleh
pelayanan yang baik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan hidupnya.
2. Upaya perbaikan yang dilakukan selama ini belum mampu mengatasi berbagai
permasalahan terutama di bidang sosial dan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh
berbagai hambatan struktural yang meiiputi kualitas SDM, kelembagaan, dan
tatalaksana, sehingga belum mampu menciptakan efisiensi dan daya saing yang
tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi birokrasi secara komprehensif.
3. Mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, jumlah penduduk yang
besar, dan luasnya wilayah Indonesia, sistem pelayanan publik tidak bisa lagi
diselenggarakan dengan cara-cara tradisional dan konvensional, Pemanfaatan e-
government atau e-service merupakan suatu hal yang mendesak untuk dilaksanakan
secara komprehensif sehingga terwujud sistem pelayanan yang modem, efisien dan
memiliki daya saing tinggi, serta hasilnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat.
8.2. Rekomendasi
1. Partisipasi aktif dari kalangan perguruan tinggi, para akademisi, dan cerdik
pandai sebagai "agen pembahan sosial" yang bebas dari kepentingan-kepentingan
sempit sangat diperlukan, khususnya dalam bentuk pemikiran-pemikiran ilmiah dan
bersifat akademis. Pemerintahan masa depan adalah pemerintahan berbasis teknologi
dan memerlukan penerapan sistem manajemen modem, yang tidak akan lepas dari
pemikiran-pemikiran ilmiah. Oleh karena itu, keijasama antara pemerintah dan
perguman tinggi sangat diperlukan dalam bentuk yang lebih konseptual dan
61
melembaga, tidak sporadis, sehingga dapat dijaga kontinyuitas dan kemajuannya.Kerjasama harus mampu menciptakan inovasi dan berbagai terobosan di bidangteknologi dalam rangka mengembangkan sistem pelayanan kepada masyarakat,sehingga dapat mengurangi ketergantungan dari luar negeri dan sekaligus dapatmenghemat pemanfaatan anggaran negara serta dalam rangka menggali sumber-sumber daya nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Partisipasi aktif masyarakat mutlak diperlukan dalam rangka menciptakan
good governance sehingga kualitas pelayanan publik dapat ditingkatkan dan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya sesuai hak-hak konstitusional
masyarakat.
Semarang, 1 Agustus 2008
62
Referensi
1. Accenture (2005). Leadership in Customer Service: New Expectations, NewExperiences. The Government Executive Series.
2. Balogun, M.J. (2001). The African Public Service Charter: ImplementationModalities, Capacity Building Implications and Regional Follow-upMechanisms. UN Economic Commission for Africa.
3. Box, R.C. (2005). The Public Service Practitioner as Agent of Social Change.University of Nebraska at Omaha.
4. Bennett, W.L. & Howard, N. (2007). Evolving Public-Private Partnerships: ANew Model for e-Government and e-Citizens. Microsoft Corporation.
5. Government of India. Citizen's Charter Handbook. A Publication of theGovernment of India, Ministry of Personei, Public Grievances dan Pensions.
6. Greene, I (2007). The Potential for Government Privatization to Non-ProfitSector. School of Public Policy and Administration and Department ofPolitical Science, York University, Toronto, Ontario, Canada. Published in theIimovation Journal, Volume 12(3), 2007.
7. International Finance Corporation (IFC, 2007). Doing Business 2008.Comparing Regulation in 178 Economies.
8. ITU & UNCTAD (2007). World Information Society Report 2007: BeyondWSIS (Executive Summary). Geneva, May 2007.
9. Keputusan MENPAN Nomor: 63//KEP/M/PAN/7/2003 tentang PedomanUmum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
10. Keputusan MENPAN Nomor: 25//KEP/M/PAN/2/2004 tentang PedomanP{enyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat.
11. Keputusan Menpan Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk TeknisTransparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
12. Keputusan MENPAN Nomor: KEP/118/M.PAN/8/2004 tentang PenangananPengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah.
13. Leisher, S.H. & Nachuk, S (2005). Making Services Works for the Poor: ASynthesis of Nine Case Studies from Indonesia. World Bank Project, incooperation with NGO, inter-govemmental agencies, and local governments.
14. McGrath, S. & O'Reilly, C. (2004). A Service Oriented Approach to e-Govemment Architecture. The Amsterdam RAI Center, Amsterdam,Netherland.
63
15. Murray, J. (2008). The Future of Government. Worldwide TechnologyOfficer, Public Sector at Microsoft Corporation. Zurich, Switzerland.
16. Osbome, D. & Plastrik, P. (2005). Banishing Bureaucracy: The FiveStrategies for Reinventing Government. Williams Bridges and Associates Inc2"'' Edition, 2005.
17. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana PembangunanJangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (RPJM Nasional 2004-2005).
18. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunandan Penerapan Stanrar Pelayanan Minimal
Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja PemerintahTahun 2009 (RKP 2009).
20. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. RUU Pelayanan Publik.
21. Service Canada (2008). Policy, Partnerships and Corporate Affairs. Quebec,Canada.
22. Schonberger, V.M. & Lazer, D. (2007). Government and InformationTechnology: From Electronic Government to Information Government. TheMIT Press, Cambridge, Massachusetts, May 2007.
23. Transparency International (2007). TI Annual Report 2007.
24. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana PembangunanJangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
25. United Nations (2008). C/N e-Government Survey 2008: From e-Governmentto Connected Governance. Department of Economic and Social Affairs. NewYork.
26. United Nations (2007). Public Administration and Democratic Governance:Governments Serving Citizens. Department of Economic and Social Affairs.f Global Forum on Reinventing Government, Building Trust in Government,26-29 June 2007.
27. United Nations (2006). Innovations in the Public Sector. Compendium of BestPractices: Winners of the United Nations Public Service Awards (2003 to2005). Department of Economic and Social Affairs. New York.
28. Verspaandonk, R. (2001). Commonwealth Government Service Charters.Australia, 22 May 2001.
29. Warner, M. & Hefetz, A. Privatization and The Market Role of Government.Small growth in contracting underscores dominance of service provision bypublic employees. Economic Policy Institute, Washington D.C.
64
Profil Penulis
Drs. Taufiq EfTendi, MBA. Dilahirkan di Barabai, Kalimantan Selatan pada tanggal
12 April 1941. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu masa bakti 2004-2009, mendudukijabatan sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Men PAN). Suami
dari Sri Widiyati dan bapak dari Nanang Eko Raswandi adalah alumni Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta. Gelar Master Business Administration (MBA) diperoleh
dari Institut Bisnis Manajemen Jayakarta, Jakarta. Berbagai pendidikan luar negeri
yang telah ditempuh diantaranya: Air Safety and Security^ Sydney, Australia.;
Advance Narcotics Course, Washington D.C., USA.; dan International Police
Academy, Washington D.C., USA.
Karimya dimulai di lingkungan Kepolisian R.I. sebagai Kepala Liasion Polri, Dinas
Hubungan Luar Negeri Mabes Polri (1967-1975). Pada tahun 1975-1978 menjabat
Kepala Unit I Direktorat Reserse Narkotika Mabes Polri. Pada Tahim 1979-1983
mendapat tugas sebagai Kepala Seksi Intelijen dan Pengamanan Polda Nusa
Tenggara, Denpasar, Bali. Tahun 1985-1987 mendapat promosi sebagai Kepala
Direktorat Intelijen dan Pengamanan Polda Kalimantan Selatan Tengah, Banjarmasin.
Tahun 1987-1989 menjabat sebagai Kepala Direktorat Pembinaan Masyarakat
(Bimas) Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Tahun 1989-1990 dipercaya sebagai
Kasubdit Ramarda Direktorat Bimas Mabes Polri. Pada tahun 1990-1992 menjabat
Kepala Sekretariat Deputi Operasi Kapolri. Selanjutnya pada tahun 1993-1998
menjabat Kepala Divisi Proyek Khusus Unit Pelaksana Teknis (UPT) Industri
Hankam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kemudian, pada tahun
1998-2003 menjabat sebagai Direktur Utama PT. Nawakara Bangun Nusantara. Sejak
tahun 2004 dipercaya sebagai Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR-RI dan kemudian
diangkat sebagai Men PAN.
Lampiran A
REKAPITULASIPEMBENTUKAN PENYELENGGARAANPELAYANAN TERPADU PER PROVINSI
Per Pebruari 2008
I-
NAMA PROVINSI JUMLAH JUMLAH OSSH ■ ■ ■ , KAB/KOTA Terbentuk
1 Nanggroe Aceh Darussalam 23 42 Sumatera Utara 26 8J Riau 11 44 Jambi 10 25 Sumatera Barat 19 156 Kepulauan Riau 6 1 67 Sumatera Selatan 15 78 Kepulauan Bangka Belitung 7 79 Bengkulu 9 310 Lampung 10 311 Banten 7 512 DKI Jakarta 6 613 Jawa Barat 26 1614 Jawa Tengah 35 3515 Jawa Timur
i
i
16 Daerah Istimewa Yogyakarta17 Kalimantan Selatan 13 1318 Kalimantan Timur 13 919 Kalimantan Tengah 14 820 Kalimantan Barat 12 821 Sulawesi Utara 13 822 Gorontalo 5 323 Sulawesi Tengah 10 524 Sulawesi Selatan 23 1625 Sulawesi Tenggara 12 626 Sulawesi Barat 5 427 Bali 9 928 Nusa Tenggara Barat 9 729 Nusa Tenggara Timur 19 730 Maluku 8 531 Maluku Utara 8 532 Papua 20 833 Papua Barat 9 6
Jumlah 455 291
Sumber: Kantor Kementerian PAN, 2008
Lampiran B
DAERAH PERCONTOHAN DAN UNIT PELAYANAN YANG DISURVEIDALAM RANGKAINDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (IKM)
Tahun 2006
Unit PelayananDaerah
Puskes-
mas
RSUD Desa/
NagariPendtdikan Pertanian Pasar
Kab. Solok Sumbar 1 - 1 1 1 -
Kota Padang PanjangSumbar
1 1 1 1 - -
Kab. BimaNTB 1 1 1 1 - -
Kota Bima NTB 1 - 1 1 - 1
Kab. JombangJawa Timur
I 1 2 2 1 -
Jumlah 5 3 6 6 2 1
Catatan:
• Selunth Provinsi di Indonesia (33 Provinsi) telah dilakukan sosialisasi dan Bimbingan IKM olehKementerian Negara PAN berdasarkan Kep.Menpan Nomor 25 Tahun 2004.
• Survei bekerjasama dengan SJGG GTZ dan Jaringan LSM Mitra Kerja Kementerian Negara PA.