penilaian saham holcim

21
1 ANALISIS PENILAIAN SAHAM PT HOLCIM INDONESIA TBK UNTUK KEPENTINGAN GO PRIVATE Oleh : Rizki Arief Nugroho 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2008, sejumlah pelaku pasar dikejutkan dengan adanya isu go private 1 yang akan dilakukan oleh PT Holcim Indonesia, Tbk. (dalam uraian selanjutnya, sebagian besar akan disebut Holcim). Berita tersebut dimuat dalam Harian Investor Daily tanggal 11 Februari 2008 dengan judul ―Holcim Indonesia Akan Go Private.‖ Banyak pelaku pasar yang kemudian tergiur untuk mengumpulkan saham Holcim (SMCB). Berita go private tersebut kemudian dibantah oleh Holcim melalui suratnya kepada Kepala Divisi Pencatatan Sektor Riil Bursa Efek Indonesia nomor 0103/LCA.Dir/II/2008 yang kemudian diumumkan oleh Bursa Efek Indonesia pada Pengumuman Keterbukaan Informasi No.Peng-109/BEI.PSR/KI/02-2008. Laporan keuangan Holcim tahun 2007 yang diaudit oleh KAP Earnst & Young mencatat defisit sebesar Rp7,56 trilyun. Hal ini bisa jadi merupakan salah satu alasan manajemen Holcim membantah isu go private yang diberitakan tersebut, karena tidak mungkin bagi Holcim untuk melakukan aksi korporasi berupa go private dalam keadaan neraca Holcim mencatat nilai defisit. Defisitnya neraca Holcim disebabkan oleh hantaman krisis ekonomi di Indonesia dan di 1 Go Private adalah perubahan status dari perusahaan yang terbuka menjadi perusahaan tertutup (Widjaja, 2009,71). sejumlah negara di Asia Pasifik pada pertengahan tahun 1997 2 yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian akibat rugi selisih kurs yang sangat besar, sehingga tidak mampu membayar utangnya. Defisit tersebut kemudian berangsur-angsur pulih karena perusahaan berhasil menyelesaikan restrukturisasi utangnya pada tahun 2001 dan mampu memperbaiki kinerja usaha dan pembiayaan secara signifikan setelah diakuisisi oleh Holcim, Ltd. Pada tahun 2008, neraca Holcim mencatat defisit sebesar Rp5,18 trilyun, turun sebesar Rp2,38 trilyun dibandingkan dengan defisit tahun 2007. Defisit tersebut kemudian kembali turun sebesar Rp895 miliar pada tahun 2009 menjadi Rp4,288 trilyun dan berakhir pada angka Rp3,98 trilyun pada pertengahan tahun 2010. Kinerja keuangan Holcim telah meningkat secara signifikan dan Holcim mampu membukukan laba bersih selama lima tahun berturut-turut, walaupun laba bersih tersebut masih terus menutup defisit yang disebabkan oleh krisis dan restrukturisasi utang. Pada akhir tahun 2010, Holcim melakukan kuasi reorganisasi sesuai dengan PSAK No.51 (Revisi 2003) menggunakan neraca tanggal 30 2 Pada saat itu PT Holcim Indonesia, Tbk. masih bernama PT Semen Cibinong, Tbk. Pada tahun 2001 77,33 persen saham PT Semen Cibinong, Tbk. diakuisisi oleh Holcim, Ltd. perusahaan semen terbesar kedua dari Swiss melalui anak perusahaannya.

Upload: rajasilaban

Post on 07-Feb-2016

287 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

penilaian saham holcim

TRANSCRIPT

Page 1: penilaian saham holcim

1

ANALISIS PENILAIAN SAHAM PT HOLCIM INDONESIA TBK

UNTUK KEPENTINGAN GO PRIVATE

Oleh : Rizki Arief Nugroho

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2008, sejumlah pelaku pasar

dikejutkan dengan adanya isu go private1 yang

akan dilakukan oleh PT Holcim Indonesia, Tbk.

(dalam uraian selanjutnya, sebagian besar akan

disebut Holcim). Berita tersebut dimuat dalam

Harian Investor Daily tanggal 11 Februari 2008

dengan judul ―Holcim Indonesia Akan Go

Private.‖ Banyak pelaku pasar yang kemudian

tergiur untuk mengumpulkan saham Holcim

(SMCB). Berita go private tersebut kemudian

dibantah oleh Holcim melalui suratnya kepada

Kepala Divisi Pencatatan Sektor Riil Bursa Efek

Indonesia nomor 0103/LCA.Dir/II/2008 yang

kemudian diumumkan oleh Bursa Efek Indonesia

pada Pengumuman Keterbukaan Informasi

No.Peng-109/BEI.PSR/KI/02-2008.

Laporan keuangan Holcim tahun 2007 yang

diaudit oleh KAP Earnst & Young mencatat

defisit sebesar Rp7,56 trilyun. Hal ini bisa jadi

merupakan salah satu alasan manajemen Holcim

membantah isu go private yang diberitakan

tersebut, karena tidak mungkin bagi Holcim

untuk melakukan aksi korporasi berupa go

private dalam keadaan neraca Holcim mencatat

nilai defisit.

Defisitnya neraca Holcim disebabkan oleh

hantaman krisis ekonomi di Indonesia dan di

1 Go Private adalah perubahan status dari

perusahaan yang terbuka menjadi perusahaan

tertutup (Widjaja, 2009,71).

sejumlah negara di Asia Pasifik pada

pertengahan tahun 19972 yang menyebabkan

perusahaan mengalami kerugian akibat rugi

selisih kurs yang sangat besar, sehingga tidak

mampu membayar utangnya. Defisit tersebut

kemudian berangsur-angsur pulih karena

perusahaan berhasil menyelesaikan

restrukturisasi utangnya pada tahun 2001 dan

mampu memperbaiki kinerja usaha dan

pembiayaan secara signifikan setelah diakuisisi

oleh Holcim, Ltd.

Pada tahun 2008, neraca Holcim mencatat

defisit sebesar Rp5,18 trilyun, turun sebesar

Rp2,38 trilyun dibandingkan dengan defisit tahun

2007. Defisit tersebut kemudian kembali turun

sebesar Rp895 miliar pada tahun 2009 menjadi

Rp4,288 trilyun dan berakhir pada angka Rp3,98

trilyun pada pertengahan tahun 2010. Kinerja

keuangan Holcim telah meningkat secara

signifikan dan Holcim mampu membukukan laba

bersih selama lima tahun berturut-turut,

walaupun laba bersih tersebut masih terus

menutup defisit yang disebabkan oleh krisis dan

restrukturisasi utang.

Pada akhir tahun 2010, Holcim melakukan

kuasi reorganisasi sesuai dengan PSAK No.51

(Revisi 2003) menggunakan neraca tanggal 30

2 Pada saat itu PT Holcim Indonesia, Tbk. masih

bernama PT Semen Cibinong, Tbk. Pada tahun

2001 77,33 persen saham PT Semen Cibinong,

Tbk. diakuisisi oleh Holcim, Ltd. perusahaan

semen terbesar kedua dari Swiss melalui anak

perusahaannya.

Page 2: penilaian saham holcim

2

Juni 2010 yang disetujui oleh para pemegang

saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham

Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan pada

tanggal 17 Desember 2010. Kuasi reorganisasi ini

dimaksudkan agar neraca konsolidasi Holcim

menunjukkan posisi keuangan yang lebih baik

tanpa dibebani defisit masa lampau. Kuasi

reorganisasi yang dilakukan Holcim dipenghujung

tahun 2010 tersebut menghasilkan surplus

sebesar Rp47 miliar.

Dengan adanya kondisi neraca yang sehat

setelah dilakukannya kuasi reorganisasi dan

didukung oleh kinerja keuangan yang luar biasa,

seperti penjualan bersih (net sales), earning

before interest, taxes, depreciation and

amortization (EBITDA), laba bersih (net income)

yang terus meningkat secara signifikan dan debt

to equity ratio yang juga terus menurun secara

signifikan, isu go private Holcim menjadi marak

diperbincangkan kembali khususnya di kalangan

praktisi pasar modal. Beberapa pihak

menganggap bahwa kuasi reorganisasi yang

dilakukan pada tahun 2010 lalu merupakan

langkah awal yang dilakukan Holcim sebelum go

private.

Sampai saat ini, baik Bapepam-LK maupun

Bursa Efek Indonesia belum memiliki peraturan

khusus yang mengatur prosedur dan mekanisme

go private. Peraturan yang selama ini dijadikan

acuan dalam melaksanakan go private adalah

peraturan mengenai benturan kepentingan dan

peraturan mengenai penawaran tender (tender

offer). Kedua peraturan ini meliputi peraturan

Bapepam-LK dan peraturan yang dikeluarkan

oleh Bursa Efek Indonesia. Di samping itu, proses

go private juga harus mengacu pada Undang-

undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Peraturan Bapepam-LK mengenai benturan

kepentingan mewajibkan suatu transaksi yang

mengandung benturan kepentingan mendapat

persetujuan pemegang saham independen

melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Apabila rencana go private telah disetujui oleh

para pemegang saham independen, maka harus

dilakukan penawaran tender (tender offer) oleh

pemegang saham perusahaan untuk membeli

saham yang dimiliki oleh pemegang saham

publik.

Harga penawaran tender, berdasarkan

peraturan Bapepam-LK, harus lebih tinggi dari

(1) harga penawaran tender sukarela tertinggi

yang diajukan sebelumnya oleh pihak yang sama

dalam jangka waktu 180 hari sebelum

pengumuman, (2) harga rata-rata dari harga

tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek

selama 90 hari terakhir sebelum pengumuman,

(3) harga rata-rata dari harga tertinggi pada

perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu

12 bulan terakhir yang dihitung mundur dari hari

perdagangan terakhir atas saham dimaksud,

dalam hal saham dan/atau waran perusahaan

sasaran tidak diperdagangkan di Bursa Efek

dalam jangka waktu 90 hari terakhir sebelum

pengumuman, dan (4) harga wajar yang

ditetapkan oleh penilai, dalam hal penawaran

tender sukarela dilakukan atas saham dan/atau

waran perusahaan sasaran yang tidak tercatat di

Bursa Efek. Sementara itu, Peraturan BEJ No. I-

1, mengisyaratkan bahwa harga penawaran

tender sekurang-kurangnya harus sama dengan

harga tertinggi dari (1) harga nominal, (2) harga

tertinggi di pasar reguler selama dua tahun

terakhir sebelum pemberitahuan RUPS setelah

memperhitungkan faktor penyesuaian akibat

perubahan nilai nominal sejak dua tahun

terakhir hingga RUPS yang menyetujui delisting,

Page 3: penilaian saham holcim

3

ditambah premi berupa tingkat pengembalian

investasi selama dua tahun yang diperhitungkan

sebesar harga perdana saham dikali rata-rata

tingkat bunga SBI satu bulan dalam periode tiga

bulan atau tingkat bunga obligasi pemerintah

lain yang setara yang berlaku pada saat

ditetapkannya putusan RUPS mengenai delisting,

dan (3) nilai wajar berdasarkan penilaian Penilai

Independen.

Terlepas dari peraturan Bapepam-LK Nomor

IX.F.1 dan peraturan BEJ No. I-1 yang di

dalamnya mengatur harga penawaran tender,

Holcim dihadapkan pada pertanyaan, pada harga

berapa Holcim harus melepas sahamnya jika

hendak Go Private, karena pada kenyatannya

harga saham Holcim yang diperdagangkan di

Bursa Efek adalah harga pasar yang terbentuk

melalui mekanisme bid and offer yang belum

tentu secara tepat mencerminkan harga wajar

saham Holcim. Cara terbaik untuk menjawab

pertanyaan tersebut adalah dengan mengetahui

nilai wajar (nilai intrinsik) saham melalui proses

penilaian, karena setiap aset, termasuk saham

mempunyai nilai tersendiri dan nilai tersebut

dapat diukur.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini selain ditujukan untuk

memahami konsep penilaian saham, juga

ditujukan untuk memberikan gambaran

mengenai nilai intrinsik saham Holcim.

Gambaran tersebut dapat dijadikan

pertimbangan oleh Holcim dalam kegiatan

penawaran tender (tender offer) untuk

kepentingan go private dan untuk menilai

apakah nilai pasar saham Holcim telah sesuai

dengan nilai intrinsiknya.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi banyak pihak, antara

lain, sebagai berikut:

1. Manfaat bagi perusahaan (Holcim) yaitu

sebagai bahan pertimbangan dan gambaran

umum mengenai harga wajar saham yang

sebaiknya ditawarkan kepada pemegang

saham publik apabila akan melakukan Tender

Offer untuk kepentingan go private.

2. Manfaat bagi dunia akademis, penelitian ini

diharapkan dapat menjadi tambahan

pengetahuan dan memperkaya penelitian

mengenai penilaian saham sehingga dapat

membantu penelitian selanjutnya.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Pendahuluan

Setelah mendapatkan persetujuan

pemegang saham independen (publik), suatu

perusahaan yang hendak melakukan go private

diharuskan untuk membeli seluruh saham yang

dimiliki oleh publik tersebut melalui suatu

mekanisme yang dinamakan penawaran tender

(tender offer), untuk kemudian delisting dari

bursa. Sebelum menentukan harga yang akan

ditawarkan kepada pemegang saham publik pada

saat dilakukannya penawaran tender,

perusahaan harus melakukan analisis terhadap

nilai wajar sahamnya yang diperjualbelikan di

bursa. Hal ini mutlak harus dilakukan, di

samping ketentuan Bapepam-LK dan Bursa Efek

Indonesia, harga pasar saham perusahaan yang

diperjualbelikan di bursa belum tentu

mencerminkan nilai wajar saham perusahaan

tersebut. Saham perusahaan bisa saja dinilai

lebih tinggi (over valued), lebih rendah (under

valued), atau wajar (fairly priced) oleh pasar.

Dengan diketahuinya nilai wajar saham,

Page 4: penilaian saham holcim

4

perusahaan akan lebih mudah menentukan harga

yang pantas ditawarkan kepada publik dan

meminimalisir risiko-risiko yang mungkin timbul

akibat tidak dilakukannya penilaian atas nilai

wajar saham, seperti dikeluarkannya dana yang

lebih besar dari yang semestinya akibat

penentuan harga saham yang terlalu tinggi, atau

gagalnya proses go private karena publik

menolak harga yang ditawarkan perusahaan yang

disebabkan oleh penentuan harga yang terlalu

rendah.

2.2. Pendekatan penilaian saham.

Ada beberapa pendekatan yang dapat

digunakan untuk menilai nilai intrinsik suatu

saham, namun yang lebih dikenal adalah

pendekatan menggunakan analisis teknikal dan

analisis fundamental.

Analisis teknikal (technical analysis)

merupakan suatu teknik analisis yang

menggunakan data atau catatan mengenai pasar

itu sendiri untuk berusaha mengakses

permintaan dan penawaran suatu saham

tertentu atau pasar secara keseluruhan.

Pendekatan analisis ini menggunakan data pasar

yang dipublikasikan, seperti: harga saham,

volume perdagangan, indeks harga saham

gabungan dan individu, serta faktor-faktor lain

yang bersifat teknis (Sunariyah 2011, 166).

Sasaran yang ingin dicapai pada pendekatan ini

adalah ketepatan waktu dalam memprediksi

pergerakan harga (price movement) jangka

pendek suatu saham maupun suatu indikator

pasar. Analisis teknikal adalah metode analisis

berdasarkan pergerakan harga saham sesuai

dengan kemungkinan teknis dari historikal data

statistik pergerakannya pada jangka waktu

tertentu (Tryfino 2009, 18).

Analisa fundamental adalah studi tentang

ekonomi, industri, dan kondisi perusahaan untuk

memperhitungkan nilai dari saham perusahaan

(Kodrat dan Indonanjaya 2010, 203). Analisa

fundamental menitikberatkan pada data-data

kunci laporan keuangan untuk memperhitungkan

apakah harga saham sudah diapresiasi secara

akurat.

Darmadji dan Fakhruddin (2011, 149)

mendefinisikan analisis fundamental sebagai

berikut:

―Analisis fundamental merupakan salah

satu cara untuk melakukan penilaian

saham dengan mempelajari atau

mengamati berbagai indikator yang

terkait dengan kondisi makro ekonomi

dan kondisi industri suatu perusahaan

hingga berbagai indikator keuangan dan

manajemen perusahaan”.

Dengan demikian, analisis fundamental

merupakan analisis yang berbasis pada berbagai

data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi

nilai suatu saham (Darmadji dan Fakhruddin

2011, 149).

Menurut Halim (2005, 21), analisis

fundamental menyatakan bahwa saham memiliki

nilai intrinsik (nilai yang seharusnya) tertentu.

Analisis fundamental membandingkan nilai

intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya

guna menentukan apakah harga pasar saham

tersebut sudah mencerminkan nilai intrinsiknya

atau belum. Nilai intrinsik suatu saham

ditentukan oleh faktor-faktor fundamental yang

mempengaruhinya.

2.3. Metode penilaian saham.

Para analis banyak mempergunakan

berbagai model mulai dari yang sederhana

hingga yang sangat kompleks dalam rangka

melakukan valuasi (penilaian). Model-model

tersebut didasarkan pada asumsi yang berbeda-

beda, tetapi ada karakteristik yang berlaku

Page 5: penilaian saham holcim

5

secara umum sehingga dapat dilakukan

pengklasifikasian.

Menurut Damodaran (2002, 13) secara

umum terdapat tiga pendekatan dalam penilaian

saham, yaitu Discounted Cash Flow (DCF)

valuation, Relative Valuation dan Contingent

Claim Valuation. Sementara itu, menurut

Murhadi (2009, 10), secara umum ada dua

pendekatan untuk melakukan valuasi saham

yakni (1) Discounted Cash Flow (DCF) Valuation,

yang menghubungkan suatu asset terhadap

present value (nilai saat ini) dari harapan arus

kas di masa yang akan datang dari aset tersebut

dan (2) Relative Valuation, mengestimasi nilai

asset dengan melihat pada harga dari

comparable asset (aset yang dapat

diperbandingkan) dengan relatif terhadap

variabel umum lainnya seperti earnings

(pendapatan), arus kas, book value (nilai buku

aset), ataupun penjualan. Dalam penelitian ini,

metode yang akan digunakan adalah metode

discounted cash flow dan relative valuation.

2.3.1. Discounted cash flow (DCF).

Pendekatan penilaian DCF didasarkan

pada aturan present value, di mana nilai suatu

aset adalah merupakan nilai saat ini dari arus

kas yang diharapkan pada masa yang akan

datang (Murhadi 2009, 11). Persamaan umum

DCF adalah sebagai berikut:

𝑽𝒂𝒍𝒖𝒆 = 𝑪𝑭𝒕

( 𝟏 + 𝒓 )𝒕

𝒕=𝒏

𝒕=𝟏

di mana:

n = umur aset

CFt = arus kas pada periode t

r = tingkat diskonto yang mencerminkan

risiko dari arus kas yang akan datang

2.3.1.1. Proyeksi Laporan Keuangan.

Dasar pemikiran metode discounted cash

flow (DCF) adalah nilai sekarang (present value)

atas arus kas yang diharapkan diperoleh dari

investasi atau aktiva pada masa yang akan

datang. Untuk dapat menghitung nilai sekarang

atas arus kas tersebut, maka terlebih dahulu

harus dilakukan proyeksi atas laporan keuangan.

Proyeksi tersebut harus memperhatikan analisis

ekonomi makro, analisis industri, dan analisis

perusahaan yang telah dilakukan sebelumnya

dalam rangkaian top-down approach analisis

fundamental. Asumsi-asumsi yang dibutuhkan

dibuat dengan melihat kinerja keuangan di masa

lalu (Ivalandari, 2010).

2.3.1.2. Estimasi parameter risiko.

Dalam estimasi parameter risiko

didapatkan seluruh biaya modal (cost of capital)

yang meliputi cost of equity dan cost of debt.

Cost of equity berfungsi sebagai unsur pembagi

(denominator) pada perhitungan nilai sekarang

(present value) dalam model valuasi Free Cash

Flow to Equity (FCFE). Sementara itu, weighted

average cost of capital (WACC) yang merupakan

perpaduan antara cost of equity dan cost of

debt merupakan unsur pembagi pada

perhitungan nilai sekarang dalam model valuasi

Free Cash Flow to the Firm (FCFF). Karena

penelitian ini menggunakan model valuasi FCFE,

maka pembahasan akan dibatasi pada cost of

equity saja.

Biaya ekuitas (cost of equity) adalah

tingkat pengembalian yang disyaratkan oleh

investor sebagai konsekuensi atas investasi pada

saham perusahaan (Murhadi 2009, 49).

Pendekatan yang biasa digunakan untuk

melakukan estimasi Cost of equity adalah

pendekatan capital asset pricing model (CAPM)

(Satya 2010, 19). CAPM mengukur risiko dalam

kondisi variance yang tidak terdiversifikasi dan

berhubungan dengan tingkat pengembalian yang

diharapkan terhadap risiko atas pengukuran

tersebut. Risiko yang tidak terdiversifikasi ini

dapat diukur dengan beta (β). Beta inilah yang

Page 6: penilaian saham holcim

6

digunakan untuk memperkirakan cost of equity.

Rumus cost of equity adalah sebagai berikut:

Ke = Rf + β (Rm – Rf)

di mana:

Ke = biaya ekuitas (cost of equity)

Rf = tingkat bunga bebas risiko (risk free rate)

β = faktor risiko spesifik perusahaan (beta)

Rm = tingkat bunga investasi rata-rata dari pasar (market rate)

2.3.1.3. Model Valuasi DCF.

Discounted cash flow (DCF) method

memiliki beberapa model, yaitu (1) dividend

discount model (DDM), (2) Free Cash Flow to

Equity (FCFE) dan (3) Free Cash Flow to the

Firm (FCFF). Adapun model DCF yang digunakan

dalam penelitian ini adalah FCFE (Free Cash

Flow to Equity).

Dalam penilaian model FCFE, arus kas

yang digunakan adalah arus kas yang tersedia

untuk ekuitas dan bukan untuk seluruh penyedia

modal. Berbeda dengan model FCFF, di mana

model FCFF (Free Cash Flow to the Firm)

merupakan keseluruhan aliran kas (cash flow)

yang ditujukan kepada semua pihak yang

memiliki klaim (claim holder) terhadap

perusahaan (Murhadi 2009, 133). Pihak-pihak

tersebut adalah (1) pemegang saham biasa

(share original), (2) pemberi pinjaman (kreditur)

(3) pemegang obligasi, dan (4) pemegang saham

preferen (share preference). Berikut ini

persamaan untuk mencari nilai FCFE:

FCFE = Net Income – (Capital Expenditure – Depresiasi) – (Perubahan dalam Working capital) + (Jumlah utang baru – pembayaran utang lama)

2.3.2. Relative valuation.

Tidak seperti model DCF yang berusaha

mencari nilai intrinsik, relative valuation lebih

ditekankan kepada pasar (market). Relative

valuation bertujuan untuk menilai aset suatu

perusahaan dengan melihat kondisi dimana aset

lain yang sejenis dihargai di pasar. Dalam

relative valuation, nilai suatu aset diturunkan

dari harga aset yang diperbandingkan,

distandarisasi dengan menggunakan variabel

umum seperti earnings, cash flow, book value

ataupun revenues. Dalam penelitian ini, relative

valuation dilakukan dengan menggunakan (1)

model valuasi berbasis earnings (menggunakan

Price Earning Ratio – P/ER), (2) model valuasi

berbasis nilai buku (menggunakan Price to Book

Value – PBV) dan (3) model valuasi berbasis

revenue (menggunakan Price to Sales Ratio –

PSR).

3. Industri Semen

3.1. Sekilas industri semen.

Industri semen dikategorikan sebagai

industri kimia anorganik. Bahan baku utama

industri semen diperoleh dari sumber daya alam

yang tidak dapat diperbaharui kembali, yaitu

batu kapur sebagai bahan baku utama, dan

tanah liat, pasir silika, pasir besi, batubara dan

gypsum sebagai bahan baku lainnya. Pengolahan

industri semen memerlukan dukungan modal

yang besar, peralatan modern, dan kebutuhan

energi yang padat. Sumber bahan baku tersebut

tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia.

Selain itu, semen merupakan komoditi yang

biaya angkutnya tergolong tinggi. Oleh karena

itu, semen mendapat prioritas sebagai industri

strategis dalam negeri, agar kebutuhan semen

dalam negeri dapat diatasi tanpa harus

melalukan impor dari luar negeri.

Industri semen merupakan industri padat

modal, padat energi, padat teknologi, dan

memerlukan kecakapan manajerial yang tinggi.

Padat modal, karena per ton semen memerlukan

investasi baru sekitar US$150—200. Industri

semen merupakan industri padat energi, karena

Page 7: penilaian saham holcim

7

proses produksinya memerlukan energi panas

800—900 kkal/ton klinker dan energi listrik 110—

220 kwh/ton semen. Industri semen merupakan

industri padat teknologi, karena semen adalah

campuran senyawa anorganik berupa bubuk

padat dari gypsum, batu kapur, tanah liat, dan

pasir besi yang proses produksinya melalui

pembakaran 1.000o C sampai dengan 1.500o C.

Proses produksi semen memerlukan dukungan

peralatan modern dan riset yang berkelanjutan

agar didapatkan skema produksi yang lebih

efisien dan efektif.

Semen sendiri merupakan salah satu

komoditi strategis yang sangat penting dalam

rangka menunjang perekonomian nasional

melalui pembangunan infrastruktur dan

perumahan, gedung serta fasilitas umum

lainnya. Ketersediaan infrastruktur merupakan

komponen penting dalam upaya meningkatkan

daya saing nasional, terutama pembangunan

industri. Selain itu, semen juga diperlukan untuk

bahan baku industri barang dari semen seperti

ubin, batako, pot, genting, pipa beton

bertulang, konblok, lembaran beton, gorong-

gorong, pipa pembuangan, buis (cincin sumur),

tiang pancang, bantalan beton rel kereta api,

tiang listrik, dan lainnya

Saat ini terdapat sembilan produsen

semen nasional yang umumnya memproduksi

semen Portland, disusul Portland Pozzolan, dan

Semen Campur/komposit dengan kapasitas

produksi sebesar 53 juta ton/tahun. Lokasi

kesembilan produsen berada di pulau Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa

Tenggara. Sementara itu, pendistribusian semen

dapat dilakukan hingga ke seluruh pelosok tanah

air karena didukung oleh unit pengantongan

(packing plant) yang berada di berbagai wilayah

pemasaran.

Sampai dengan tahun 2010, terdapat

sembilan produsen semen yang beroperasi di

Indonesia. Lima perusahaan di antaranya

merupakan produsen semen milik pemerintah,

yaitu Semen Gresik Group yang menguasai

43,26% pangsa pasar semen, sedangkan empat

perusahaan lainnya dimiliki oleh swasta, yaitu

Indocement yang menguasai 30,86% pangsa

pasar, Holcim Indonesia yang menguasai 13,65%

pangsa pasar, dan produsen semen lainnya yang

terbagi atas Semen Andalas, Semen Baturaja,

Semen Bosowa, dan Semen Kupang, menguasai

12,24% pangsa pasar. Dilihat dari penguasaan

pangsa pasar tersebut terdapat tiga pelaku pasar

utama dalam industri semen yaitu Semen Gresik

(SMGR), Indocement (INTP) dan Holcim Indonesia

(SMCB). Berdasarkan struktur pasar tersebut,

pasar semen di Indonesia adalah pasar oligopoli.

3.2. Struktur biaya produksi semen.

Struktur biaya di industri semen sangat

rentan terhadap perubahan harga bahan bakar

(batubara) yang mengikuti harga internasional.

Selain batubara, biaya bahan baku dan listrik

merupakan komponen biaya yang memiliki porsi

yang besar. Ketiga jenis biaya ini merupakan

komponen utama dalam proses produksi semen.

Adapun stuktur biaya produksi semen,

sebagaimana dikutip dari Kementerian

Perindustrian (2010, 10) dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1 Struktur Biaya Industri Semen

Uraian Proporsi (%)

Pengadaan Bahan Baku 30

Batubara 27

Listrik 13

Tenaga Kerja 15

Pemeliharaan 8

Kemasan 7

Sumber: Kementerian Perindustrian (2010, 10)

3.3. Kesempatan dan hambatan.

Rumitnya masalah pembebasan lahan

terus menghambat rencana pembangunan

infrastruktur oleh pemerintah. Untuk

Page 8: penilaian saham holcim

8

mengatasinya, pada tahun 2010 pemerintah

membuat rancangan undang-undang yang pada

intinya mencabut hak kepemilikan lahan oleh

perorangan dan mengizinkan pembebasan lahan

secara paksa untuk pembangunan fasilitas-

fasilitas umum. Apabila undang-undang tersebut

berhasil ditetapkan, maka manajemen optimis

bahwa proyek Kementerian Pekerjaan Umum

untuk periode 2010—2014 dengan total anggaran

sebesar Rp400 trilyun (50% dialokasikan untuk

pembangunan jalan), dapat mulai berjalan pada

tahun 2011. Di samping itu, Pemerintah juga

memiliki rencana pembangunan jangka panjang

yang disebut dengan Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI) 2011—2025 dengan total investasi

sebesar Rp1.672,8 trilyun. Proyek-proyek

tersebut (Tabel 2), merupakan peluang bagi

perusahaan untuk menambah kapasitas produksi

dan meningkatkan penjualan pada tahun-tahun

mendatang.

Tabel 2 Rencana Pembangunan MP3EI

No Jenis Proyek Nilai Investasi

(Rp Miliar)

1 Bandara 20.675

2 Bendungan 2.606

3 Pelabuhan dan Dermaga 115.995

4 Jalan Tol 227.092

5 Jembatan 154.175

6 Kanal Banjir 4.900

7 MRT 79.100

8 Pembangkit Listrik 353.414

9 Lain-lain 714.914

Total Investasi 1.672.872

Sumber: Diolah dari Daftar Proyek MP3EI

Lingkungan maupun perubahan iklim

tetap menjadi persoalan penting yang harus

selalu dihadapi perusahaan. Faktor yang menjadi

kendala di dalam negeri sepanjang tahun 2010

adalah kondisi alam yang tidak menentu.

Perubahan suhu laut sebagai efek La Nina

menyebabkan musim hujan berlangsung lebih

lama dan mengganggu industri pertambangan,

khususnya batubara sehingga pada akhirnya

mengganggu aktivitas di sektor konstruksi.

Namun, risiko kenaikan harga batubara yang

diakibatkan oleh kondisi alam tersebut untuk

sementara dapat ditangani dengan adanya

kontrak pasokan batubara dengan harga bersaing

untuk beberapa tahun ke depan.

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Industri Semen

4.1.1. Kapasitas produksi semen.

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun

2005, kapasitas produksi semen nasional

mencapai 46,090 juta ton per tahun. Kapasitas

tersebut turun 1,2 juta ton menjadi 44,89 juta

ton pada tahun 2006. Sampai dengan tahun

2008, tidak terjadi perubahan jumlah kapasitas

produksi semen. Namun pada tahun 2009 terjadi

peningkatan kapasitas produksi semen sebesar

7,43%, sehingga total kapasitas produksi semen

nasional pada tahun 2009 adalah sebesar 48,227

juta ton. Peningkatan kapasitas produksi semen

tersebut meningkat kembali pada tahun 2010, di

mana terdapat tambahan kapasitas terpasang

sebesar 4,783 juta ton semen.

Tabel 3 Kapasitas Produksi Semen Per Perusahaan 2005—2010

PERUSAHAAN Kapasitas Produksi Semen ('000 ton)

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PT Semen Padang (SP) 5.440 5.240 5.240 5.240 5.410 6.300

PT Semen Gresik, Tbk. (SG) 8.200 8.200 8.200 8.200 8.530 9.100

PT Semen Tonasa (ST) 3.480 3.480 3.480 3.480 3.900 4.290

PT Holcim Indonesia, Tbk. 9.700 8.700 8.700 8.700 8.300 8.300

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 15.650 15.650 15.650 15.650 17.100 18.600

PT Semen Baturaja (SB) 1.250 1.250 1.250 1.250 1.250 1.250

PT Semen Andalas Indonesia (SAI) - - - - - 1.600

PT Semen Kupang (SK) 570 570 570 570 570 570

PT Semen Bosowa Maros (SBM) 1.800 1.800 1.800 1.800 3.000 3.000

Total Kapasitas Terpasang 46.090 44.890 44.890 44.890 48.060 53.010

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (2010:3)

Page 9: penilaian saham holcim

9

Dengan meningkatnya kebutuhan semen

dalam negeri, hampir seluruh produsen semen di

Indonesia akan melakukan pengembangan

kapasitas produksinya. Pengembangan tersebut

dilakukan dengan cara restrukturisasi pabrik,

optimalisasi unit produksi, perluasan pabrik

lama, ataupun pembangunan pabrik baru.

Dimulai pada tahun 2011 sampai dengan 2015,

tambahan kapasitas produksi semen nasional

yang direncanakan adalah sebesar 17,9 juta ton

semen, dengan rincian 2,7 juta ton pada tahun

2011, 5,3 juta ton pada tahun 2012, 3,9 juta ton

pada tahun 2013, serta 3,5 juta ton dan 2,5 juta

ton masing-masing pada tahun 2014 dan 2015

(lihat Tabel 4).

Tabel 4 Rencana Penambahan Kapasitas Produksi Semen 2011—2015 (dalam ribuan ton)

PERUSAHAAN Kapasitas Penambahan Kapasitas

2010 2011 2012 2013 2014 2015

PT Semen Padang 6,300 200

2,500

PT Semen Gresik, Tbk. 9,100

2,500

PT Semen Tonasa 4,290

2,500

PT Holcim Indonesia, Tbk. 8,300

1,700

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 18,600 2,500

2,000

PT Semen Baturaja 1,250

300

1,500

PT Semen Andalas Indonesia 1,600

PT Semen Kupang 570

PT Semen Bosowa Maros 3,000

2,200

Total Penambahan

2,700 5,300 3,900 3,500 2,500

Total Kapasitas Terpasang 53,010 55,710 61,010 64,910 68,410 70,910

Sumber: Diolah dari Asosiasi Semen Indonesia (2010, 3) dan Kemenperin (2010, 17)

Peningkatan kapasitas tersebut

diharapkan dapat mengatasi tingginya

permintaan semen nasional, terlebih dengan

adanya proyek-proyek infrastruktur bernilai

ribuan trilyun yang akan dibangun oleh

pemerintah sebagaimana tertera dalam

Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011—

2025.

4.1.2. Produksi semen.

Pada tahun 2006, total produksi semen

adalah sebesar 33,03 juta ton. Tabel 5

menunjukkan bahwa pada tahun 2007, terjadi

kenaikan produksi semen sebesar dua juta ton,

atau naik 6,05% dibandingkan tahun 2006.

Produksi semen kembali meningkat secara

signifikan pada tahun 2008 menjadi 38,5juta

ton. Peningkatan tersebut disebabkan adanya

peningkatan utilisasi pabrik oleh hampir seluruh

produsen semen nasional (lihat Tabel 6)

Tabel 5 Produksi Semen Indonesia 2006—2010 (ton)

Perusahaan 2006 2007 2008 2009 2010

PT Semen Andalas Indonesia - - - - -

PT Semen Padang 5.402.822 5.473.573 5.840.189 5.364.706 5.676.227

PT Semen Baturaja 925.274 1.010.227 1.049.849 1.047.300 1.131.299

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

10.226.773 11.084.597 12.243.058 11.530.636 12.637.968

PT Holcim Indonesia, Tbk. 4.557.317 5.517.564 5.733.650 5.283.097 5.618.469

PT Semen Gresik, Tbk. 8.021.565 7.868.834 8.635.179 8.405.557 8.939.142

PT Semen Tonasa 2.774.814 3.017.901 3.658.893 3.771.054 3.660.595

PT Semen Bosowa Maros 1.041.776 994.256 1.349.154 1.482.057 1.811.847

PT Semen Kupang 82.113 65.574 24.363 - -

Total 33.032.454 35.032.526 38.534.335 36.884.407 39.475.547

Sumber: Diolah dari Asosiasi Semen Indonesia

Page 10: penilaian saham holcim

10

Adanya krisis keuangan global pada tahun

2008—2009, secara langsung maupun tidak

langsung memberikan pengaruh terhadap

produksi semen nasional. Pada tahun 2009,

terjadi penurunan produksi semen yang cukup

signifikan. Hampir seluruh produsen semen

kecuali PT Semen Tonasa dan PT Semen Bosowa

Maros mengalami penurunan produksi. Setelah

sebelumnya terjadi kenaikan produksi semen

yang cukup tinggi, pada tahun 2009 produksi

semen turun hingga 1,6 juta ton. Padahal pada

tahun 2009 tersebut, terdapat peningkatan

kapasitas produksi semen nasional sebesar 3,17

juta ton. Sembilan produsen semen seluruhnya

menurunkan tingkat utilisasinya. Sementara itu,

pada tahun 2010 produksi semen nasional

kembali meningkat. Adanya peningkatan

kapasitas produksi sebesar 4,95 juta ton

membuat produksi semen nasional pada tahun

2010 meningkat sebesar 2,59 juta ton.

Tabel 6 Utilisasi Pabrik Semen 2006—2010 (dalam persen)

Perusahaan 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata WMA*

PT Semen Andalas Indonesia - - - - - -

PT Semen Padang 103,11 104,46 111,45 99,16 90,10 99,57

PT Semen Baturaja 74,02 80,82 83,99 83,78 90,50 85,02

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 65,35 70,83 78,23 67,43 67,95 70,08

PT Holcim Indonesia, Tbk. 52,38 63,42 65,90 63,65 67,69 64,67

PT Semen Gresik, Tbk. 97,82 95,96 105,31 98,54 98,23 99,40

PT Semen Tonasa 79,74 86,72 105,14 96,69 85,33 92,13

PT Semen Bosowa Maros 57,88 55,24 74,95 49,40 60,39 59,52

PT Semen Kupang 14,41 11,50 4,27 0,00 0,00 3,35

*) Rata-rata WMA (Weighted Moving Average) digunakan agar lebih mewakili kondisi kekinian.

Sumber: Diolah dari Asosiasi Semen Indonesia

Berdasarkan jumlah rencana kapasitas

produksi sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya pada Tabel 4, maka total kapasitas

masing-masing perusahaan pada tahun 2011—

2015 adalah sebagaimana tercantum dalam

Tabel 7.

Tabel 7 Kapasitas Produksi Produsen Semen Nasional 2011—2015

Perusahaan 2011 2012 2013 2014 2015

PT Semen Padang 6.500 6.500 6.500 6.500 9.000

PT Semen Gresik, Tbk. 9.100 11.600 11.600 11.600 11.600

PT Semen Tonasa 4.290 6.790 6.790 6.790 6.790

PT Holcim Indonesia, Tbk. 8.300 8.300 10.000 10.000 10.000

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 21.100 21.100 21.100 23.100 23.100

PT Semen Baturaja 1.250 1.550 1.550 3.050 3.050

PT Semen Andalas Indonesia 1.600 1.600 1.600 1.600 1.600

PT Semen Kupang 570 570 570 570 570

PT Semen Bosowa Maros 3.000 3.000 5.200 5.200 5.200

Total Kapasitas Terpasang 55.710 61.010 64.910 68.410 70.910

Sumber: Diolah dari Asosiasi Semen Indonesia dan Kementerian Perindustrian

Dengan asumsi bahwa pabrik sudah melakukan

proses produksi pada tahun selesainya

penambahan kapasitas, maka menggunakan rata-

rata persentase utilisasi pabrik sebagaimana

dapat dilihat pada Tabel 6, perkiraan produksi

semen nasional pada tahun 2011—2015 adalah

sebagaimana tercantum pada Tabel 8.

Page 11: penilaian saham holcim

11

Tabel 8 Perkiraan Produksi Semen Nasional 2011—2015

Perusahaan 2011 2012 2013 2014 2015

PT Semen Padang 6.472 6.472 6.472 6.472 8.961

PT Semen Gresik, Tbk. 9.045 11.530 11.530 11.530 11.530

PT Semen Tonasa 3.953 6.256 6.256 6.256 6.256

PT Holcim Indonesia, Tbk. 5.367 5.367 6.467 6.467 6.467

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. 14.786 14.786 14.786 16.188 16.188

PT Semen Baturaja 1.063 1.318 1.318 2.593 2.593

PT Semen Andalas Indonesia 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200

PT Semen Kupang 19 19 19 19 19

PT Semen Bosowa Maros 1.786 1.786 3.095 3.095 3.095

Total Produksi 43.691 48.734 51.143 53.820 56.309

Total Kapasitas Terpasang 55.710 61.010 64.910 68.410 70.910

Utilisasi Secara Keseluruhan 78,43% 79,88% 78,79% 78,67% 79,41%

Sumber: Diolah berdasarkan data Asosiasi Semen Indonesia & Kemenperin

Khusus untuk PT Semen Andalas

Indonesia, sejak terkena bencana tsunami, PT

Semen Andalas Indonesia mengimpor semen

sebanyak 1,2 juta ton dari Malaysia. Namun,

dengan kapasitas baru sebesar 1,6 juta ton, anak

perusahaan PT Lafarge Cement Indonesia

tersebut direncanakan akan mulai beroperasi

pada tahun 2011. Dengan mempertimbangkan

besarnya jumlah semen yang diimpor, yakni 1,2

juta ton, PT Semen Andalas Indonesia

diperkirakan akan memproduksi semen dengan

jumlah yang sama dengan utilisasi pabrik sebesar

75%. Secara keseluruhan, utilisasi pabrik pada

tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 adalah

lebih kecil dari 80%. Tingkat utilisasi tersebut

merupakan tingkat yang aman, sebagaimana

diutarakan oleh Ketua Asosiasi Semen Indonesia

(ASI), Urip Trimuryono, bahwa untuk keamanan

produksi batasan maksimal utilisasi industri

semen adalah 80%.

4.1.3. Harga pasar semen.

Berdasarkan data yang diperoleh dari

Kementerian Perdagangan RI, harga semen di

Indonesia sejak tahun 2006 sampai dengan tahun

2010 terus mengalami kenaikan (lihat Gambar

1). Berdasarkan wilayah, harga semen terendah

berada di wilayah pulau Jawa dan pulau Bali,

sedangkan harga semen tertinggi berada di

wilayah Indonesia Bagian Timur, khususnya

wilayah Maluku dan Papua. Hal ini disebabkan

oleh tingginya biaya transportasi untuk

mendistribusikan semen ke wilayah Maluku dan

Papua dan tidak adanya pabrik semen yang

beroperasi di wilayah-wilayah tersebut.

Gambar 1 Grafik Perkembangan Harga Semen Indonesia 2006—2010

(Median – Dihitung berdasarkan data harga maksimum dan minimum)

Sumber: Diolah dari Kementerian Perdagangan RI

30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 55,000 60,000 65,000 70,000 75,000

20

06

-Ja

n

20

06

-A

pr

20

06

-Ju

li

20

06

-O

kt2

00

7 -

Jan

20

07

-A

pr

20

07

-Ju

li2

00

7 -

Okt

20

08

-Ja

n

20

08

-A

pr

20

08

-Ju

li2

00

8 -

Okt

20

09

-Ja

n2

00

9 -

Ap

r

20

09

-Ju

li2

00

9 -

Okt

20

10

-Ja

n

20

10

-A

pr

20

10

-Ju

li2

01

0 -

Okt

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Sulawesi

Bali & NTT

Maluku & Papua

Page 12: penilaian saham holcim

12

Proyeksi harga pasar semen 2011—2015

akan sangat berguna sebagai penguat asumsi

proyeksi penjualan Holcim pada bagian proyeksi

laporan laba rugi berikutnya. Proyeksi harga

pasar semen tersebut dipergunakan sebagai

batasan harga untuk memproyeksikan harga jual

semen (harga pabrik), di mana proyeksi harga

jual semen (harga pabrik) tidak boleh lebih

tinggi daripada harga pasarnya. Asumsi-asumsi

yang digunakan dalam memproyeksikan harga

pasar semen adalah sebagai berikut.

1) Harga semen yang dijadikan patokan untuk

perhitungan proyeksi harga semen pada

tahun 2011—2015 adalah harga median

semen pada tahun 2010 untuk wilayah Pulau

Jawa yang diperoleh dari Kementerian

Perdagangan RI, yaitu Rp52.975,00 per sak3.

2) Harga semen untuk tiap tahun proyeksi

ditentukan berdasarkan harga semen tahun

sebelumnya ditambah dengan faktor inflasi

yang diperkirakan terjadi pada tahun

proyeksi tersebut. Adapun inflasi yang

digunakan dalam perhitungan proyeksi harga

semen diambil dari Laporan Tahunan 2010

Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada

Tabel 9.

Tabel 9

Proyeksi Tingkat Inflasi Tahun 2011—2015

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

Tingkat Inflasi Yang Diperkirakan

5,0% 4,5% 4,5% 4,0% 3,5%

Sumber: Laporan Tahunan 2010 Bank Indonesia

Berdasarkan perhitungan menggunakan asumsi di

3 Data harga median digunakan karena data yang

diperoleh dari Kementerian Perdagangan hanya berupa data harga semen maksimum dan minimum per bulan dan per provinsi, bukan data harga semen secara detail, sehingga nilai rata-rata tidak dapat dicari. Sementara itu, digunakannya harga semen di wilayah Pulau Jawa adalah karena 57% dari total konsumsi semen nasional berasal dari wilayah tersebut

atas, diperoleh proyeksi harga pasar semen

sebagaimana tercantum pada Tabel 10.

Tabel 10 Proyeksi Harga Semen 2011—2015

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

Harga Pasar Semen (Rp/Sak)

55.624 58.127 60.743 63.172 65.383

Sumber: Dari Hasil Pengolahan Data

4.2. Penilaian Saham

4.2.1. Metode Discounted Cash Flow (DCF).

4.2.1.1. Proyeksi laporan keuangan.

a. Asumsi dasar proyeksi laporan keuangan.

Asumsi-asumsi yang digunakan sebagai

dasar penyusunan proyeksi laporan keuangan

Holcim periode 2011 sampai dengan 2015 adalah

sebagai berikut:

1) Kebijakan Pemerintah dalam industri semen

dan kebijakan Holcim diasumsikan tidak

mengalami perubahan yang dapat

mempengaruhi kinerja perusahaan baik

secara langsung maupun tidak langsung, baik

signifikan maupun tidak signifikan.

2) Kondisi sosial dan politik negara diasumsikan

stabil, sehingga tidak memiliki dampak yang

signifikan terhadap kinerja keuangan Holcim.

3) Akun-akun yang berkaitan dengan penjualan

akan diproyeksikan berdasarkan rata-rata

weighted moving average (WMA) commonsize

(rasio) akun tersebut terhadap penjualan

pada periode historis (2006—2010) dikali

dengan proyeksi penjualan untuk tiap tahun

proyeksi (2011—2015).

4) Akun-akun yang tidak berkaitan dengan

penjualan akan diproyeksikan berdasarkan

rata-rata weighted moving average (WMA)

commonsize akun tersebut terhadap akun

lain pada periode historis (2006—2010) yang

diperkirakan berkaitan, rata-rata weighted

moving average (WMA) growth masing-

masing akun tersebut pada periode historis

Page 13: penilaian saham holcim

13

(2006—2010) atau diproyeksikan berdasarkan

pertimbangan lain yang logis.

5) Perhitungan rata-rata menggunakan

weighted moving average (WMA), yaitu

pemberian bobot paling besar pada tahun

yang paling akhir dan bobot paling kecil pada

tahun yang paling awal untuk data time

series. Hal ini dilakukan karena rata-rata

WMA diasumsikan lebih mewakili kondisi

kekinian lingkungan internal maupun

eksternal perusahaan dibandingkan dengan

rata-rata aritmetika biasa.

b. Proyeksi penjualan.

Penjualan Holcim terbagi menjadi tiga

jenis, yaitu penjualan semen, beton jadi (ready

mix concrete), dan agregat. Penjualan semen

dan beton jadi sendiri merupakan gabungan dari

penjualan Holcim Indonesia dan anak

perusahaannya, Holcim Malaysia (Holcim Sdn.

Bhd). Dalam melakukan proyeksi penjualan

untuk masing-masing jenis penjualan tersebut,

digunakan dua pendekatan yang berbeda. Untuk

penjualan semen, proyeksi dilakukan dengan

mempertimbangkan kapasitas produksi, tingkat

utilisasi pabrik, estimasi produksi dan estimasi

harga. Asumsi-asumsi yang dibangun terkait

dengan kapasitas produksi, tingkat utilisasi,

estimasi produksi dan estimasi harga untuk

memproyeksikan penjualan semen tahun 2011

sampai dengan 2015 adalah sebagai berikut:

(1) Seluruh semen yang diproduksi terjual, baik

dalam bentuk penjualan domestik maupun

ekspor.

(2) Tidak ada perbedaan harga jual, baik

penjualan kepada pihak hubungan istimewa,

maupun kepada pihak ketiga (konsumen).

(3) Kapasitas produksi semen tidak mengalami

perubahan sampai dengan tahun 2012, yaitu

sebesar 8,3 juta ton (Holcim Indonesia) dan

1,2 juta ton (Holcim Malaysia). Adapun pada

tahun 2013 terdapat peningkatan kapasitas

produksi sebesar 1,3 juta ton (Holcim

Indonesia), sehingga total kapasitas

terpasang pada tahun 2013—2015 adalah 10

juta ton (Holcim Indonesia) dan 1,2 juta ton

(Holcim Malaysia).

(4) Utilisasi pabrik yang dipergunakan adalah

rata-rata weighted moving average tingkat

utilisasi tahun 2006 sampai dengan 2010.

Tingkat utilisasi tersebut diasumsikan tidak

berubah pada tahun 2011 sampai dengan

2015, yaitu 64,67% untuk Holcim Indonesia

dan 43,32% untuk Holcim Malaysia.

(5) Produksi semen (dalam satuan ton) diperoleh

dari hasil kali kapasitas produksi dengan

tingkat utilisasi.

(6) Harga jual semen per sak untuk tahun

proyeksi (2011—2015) diestimasikan

berdasarkan perkiraan harga jual semen per

sak tahun sebelumnya (lihat Lampiran 15)

ditambah dengan tingkat inflasi yang

diperkirakan pada tahun tersebut

sebagaimana tercantum pada Tabel 9 pada

bagian analisis industri semen. Estimasi

harga jual semen per sak tidak boleh

melebihi estimasi harga jual pasar per sak,

sebagaimana telah dijabarkan pada analisis

industri.

Tabel 11 Estimasi Harga Jual (Harga Pabrik) Semen Holcim

Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

Harga Jual Semen (Rp/Sak) 42.822,99 44.750,02 46.763,77 48.634,32 50.336,53

Sumber: Diolah berdasarkan data ASI dan Laporan Keuangan Holcim

Page 14: penilaian saham holcim

14

Penjualan beton jadi (ready mix

concrete) dan penjualan agregat pada tahun

2011 sampai dengan tahun 2015 diasumsikan

sebesar rata-rata (2006—2010) porsi masing-

masing terhadap total penjualan. Rata-rata

weighted moving average porsi penjualan beton

jadi dan agregat masing-masing adalah sebesar

13,78% dan 0,72%. Porsi tersebut diasumsikan

tidak berubah selama masa proyeksi (2011—

2015). Dengan menggunakan porsi sebagai dasar

perhitungan, maka penjualan semen, beton jadi,

dan agregat masing-masing memiliki growth

yang sama pada masa proyeksi. Berdasarkan

asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas,

proyeksi penjualan Holcim pada tahun 2011

sampai dengan 2015 adalah sebagaimana terlihat

pada Tabel 12.

Tabel 12 Proyeksi Penjualan Holcim 2011—2015

TAHUN PENJUALAN

SEMEN (Juta Rp)

PENJUALAN AGREGAT (Juta Rp)

PENJUALAN BETON JADI (Juta

Rp)

TOTAL PENJUALAN

(Juta Rp) GROWTH

Porsi Rata-rata 85,5% 0,72% 13,78% 100%

2011 5.042.198 42.564 812.349 5.897.111 -1,06%

2012 5.269.097 44.480 848.905 6.162.481 4,50%

2013 6.534.391 55.161 1.052.756 7.642.308 24,01%

2014 6.795.766 57.367 1.094.867 7.948.000 4,00%

2015 7.033.618 59.375 1.133.187 8.226.180 3,50%

Sumber: Dari hasil pengolahan data

4.2.1.2. Perhitungan tingkat diskonto.

Sebelum dilakukan perhitungan nilai

intrinsik saham menggunakan model FCFE,

terlebih dahulu harus dicari tingkat diskonto

yang akan dipergunakan sebagai unsur pembagi

(denominator) pada perhitungan nilai sekarang

(present value – PV) atas nilai arus kas bebas

yang diperoyeksikan untuk masing-masing tahun

proyeksi. Untuk model FCFE, tingkat diskonto

yang digunakan adalah cost of equity (Ke).

Cost of equity (Ke) adalah tingkat

pengembalian yang diinginkan investor atas

investasi ekuitas pada suatu perusahaan.

Pendekatan yang umumnya digunakan untuk

menghitung cost of equity adalah dengan

menggunakan model Capital Asset Pricing Model

(CAPM) dengan rumus sebagai berikut:

Ke = Rf + β (Rm – Rf)

a. Risk free rate (Rf).

Risk Free Rate (Rf) diasumsikan diambil

dari BI Rate pada akhir tahun 2010, yaitu sebesar

6,5%. Pertimbangan dalam menggunakan BI Rate

sebesar 6,5% tersebut adalah sebagai berikut:

a) BI Rate pada akhir tahun 2010 sebesar 6,5%

tersebut lebih menggambarkan kondisi

kekinian dibandingkan menggunakan rata-

rata BI Rate sejak tahun 2006 sampai dengan

tahun 2010.

b) Sejak bulan Agustus 2009, Bank Indonesia

telah menetapkan besarnya BI Rate sebesar

6,5% dan tetap bertahan sampai akhir bulan

Desember tahun 2010.

c) Dengan asumsi bahwa pemerintah berhasil

menahan laju inflasi sebagaimana sasaran

yang telah ditetapkan, maka Bank Indonesia

akan tetap menahan BI Rate pada kisaran

6,5% untuk beberapa tahun ke depan.

b. Beta (β).

Beta (β) merupakan indikator sensitivitas

pergerakan harga saham dibandingkan dengan

pasar. Dalam penelitian ini, nilai beta diperoleh

dari hasil regresi return harian IHSG terhadap

Page 15: penilaian saham holcim

15

return harian saham Holcim tahun 2006 sampai

dengan 2010 menggunakan Microsoft Office

Excel. Baik data IHSG maupun saham Holcim,

keduanya diperoleh dari Yahoo Finance. Dari

hasil regresi tersebut diperoleh nilai beta

sebesar 1,263.

c. Market risk premium (Rm – Rf)

Dalam menentukan Market Risk Premium

(MRP), penelitian ini menggunakan MRP yang

diterbitkan oleh Aswath Damodaran, Stern

School of Business New York University tahun

2010, yaitu sebesar 6,07%. Dipilihnya MRP dari

pihak akademisi tersebut karena diasumsikan

akan lebih obyektif dan tidak mengandung unsur

komersial. Dari data di atas, dengan

menggunakan model CAPM diketahui bahwa nilai

cost of equity yang akan digunakan dalam proses

valuasi pada penelitian ini adalah sebesar 14,17%

dengan rincian sebagaimana tercantum pada

Tabel 13.

Tabel 13 Cost of Equity

Risk Free (%) β Rm-Rf (MRP) Cost Of Equity

6,5% 1,263 6,07% 14,17%

Sumber: Dari Hasil Pengolahan Data

4.2.1.3. Perhitungan nilai saham menggunakan

model FCFE dua tahap

a. Perhitungan FCFE 2 tahap (Two Stage FCFE).

Berdasarkan nilai laba bersih (net income),

capital expenditure, depresiasi, perubahan non-

cash working capital, total liabilities, dan total

shareholder’s equities telah diperoleh melalui

proyeksi laporan keuangan tahun 2011 sampai

dengan tahun 2015, maka diperoleh nilai FCFE

sebagaimana tercantum pada Tabel 14.

Tabel 14 Free Cash Flow to Equity (FCFE) (Dalam jutaan rupiah)

Uraian 2011 E 2012 E 2013 E 2014 E 2015 E

Net Income 736.679 877.751 1.355.258 1.673.056 1.931.565

Net Capex (Capex - Depreciation) 894.428 833.151 771.874 (730.996) (730.243)

Δ Working Capital 403.450 42.081 138.499 71.899 80.890

Total Liabilities 3.914.680 4.081.387 4.301.632 3.677.791 3.253.658

Total Liabilities + Shareholder's Equity

11.122.489 11.979.830 13.266.438 13.959.408 15.055.419

δ (debt ratio) 35,20% 34,07% 32,42% 26,35% 21,61%

1 - δ 64,80% 65,93% 67,58% 73,65% 78,39%

FCFE (104.397) 300.700 740.072 2.158.505 2.440.585

Sumber: Dari hasil pengolahan data dan proyeksi laporan keuangan (2011—2015)

Dalam perhitungan valuasi menggunakan

model FCFE ini, digunakan model FCFE dua

tahap (two stage FCFE). Model FCFE dua tahap

mengasumsikan bahwa perusahaan mengalami

dua fase pertumbuhan, yaitu (1) fase

pertumbuhan tinggi dan (2) fase pertumbuhan

stabil. Asumsi yang dibangun oleh model FCFE

dua tahap ini adalah, perusahaan diharapkan

mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang stabil pada rentang periode

tertentu, kemudian mengalami pertumbuhan

dengan tingkat yang stabil setelahnya.

Diasumsikan bahwa pada tahun 2011

sampai dengan tahun 2015, Holcim berada pada

tingkat pertumbuhan yang pesat, ditandai

dengan capital expenditure yang tinggi

kemudian mengalami tingkat pertumbuhan yang

stabil setelahnya. Dengan demikian, nilai FCFE

yang disajikan pada Tabel 14 di atas merupakan

nilai FCFE untuk fase pertumbuhan tinggi. Untuk

fase kedua, yaitu fase pertumbuhan stabil

digunakan perhitungan Terminal Value.

Page 16: penilaian saham holcim

16

b. Perhitungan Terminal Value.

Secara sederhana, terminal value

merupakan nilai seluruh arus kas bersih pada

saat perusahaan telah berada pada fase

pertumbuhan stabil. Dalam penelitian ini,

Terminal Value sendiri diperoleh melalui

perhitungan sebagai berikut:

Terminal value = 𝐅𝐂𝐅𝐅𝟐𝟎𝟏𝟓 𝐱 (𝟏+𝐠)

𝑪𝒐𝒔𝒕 𝒐𝒇 𝑬𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚

Tingkat pertumbuhan (g) yang digunakan,

diasumsikan mengacu pada rata-rata tingkat

pertumbuhan konsumsi dan produksi semen

Indonesia dari tahun 1996—2015 yang sama-sama

sebesar 4,8%. Rata-rata pertumbuhan konsumsi

semen dalam kurun waktu 20 tahun tersebut

diharapkan dapat mewakili tingkat pertumbuhan

stabil perusahaan pada fase pertumbuhan stabil.

Berdasarkan hasil pengolahan data, Terminal

Value yang diperoleh adalah sebesar Rp27,303

trilyun.

c. Perhitungan nilai sekarang (present value)

FCFE dan Terminal Value.

Setelah nilai FCFE periode 2011 sampai

dengan 2015 dan Terminal Value diperoleh,

sebelum dilakukan penilaian saham, terlebih

dahulu harus dihitung jumlah total nilai sekarang

(present value) dari FCFE(2011-2015) dan Terminal

Value secara keseluruhan menggunakan tingkat

diskonto sebesar cost of equity yang telah

diperoleh sebelumnya. Dari hasil perhitungan,

nilai total present value adalah sebesar

Rp17,242 trilyun.

Tabel 15 Perhitungan Nilai Sekarang (Present Value) FCFE

dan Terminal Value (Juta Rp)

Uraian 2011 E 2012 E 2013 E 2014 E 2015 E

FCFE (104.397) 300.700 740.072 2.158.505 2.440.585

Terminal Value

27.303.729

Cost of Equity 14.17% 14,17% 14,17% 14,17% 14,17%

Discount Factor 114.17% 130,34% 148,81% 169,89% 193,96%

Present Value (PV) (91.441,92) 230.699,43 497.329,57 1.270.515,53 15.335.133,78

Total PV Rp17.242.236

Sumber: Dari hasil pengolahan data

Nilai total present value FCFE(2011-2015) dan

Terminal Value sebesar Rp17,242 trilyun

merupakan nilai arus kas bersih untuk pemegang

saham biasa yang diperoleh melalui model FCFE

dua tahap. Nilai tersebut pada tahap selanjutnya

dibagi dengan jumlah saham beredar Holcim

untuk memperoleh indikasi nilai intrinsik per

lembar saham Holcim.

4.2.1.4. Penetapan premium for control dan

discount for lack of marketability.

Dalam penelitian ini, premi pengendalian

ditetapkan sebesar batas tertinggi premi

pengendalian yang ditetapkan Bapepam-LK,

yaitu sebesar 35% guna memfasilitasi ―bargaining

position‖ pemegang saham minoritas yang tinggi

dalam skenario go private. Adapun Diskon

likuiditas pasar bagi pemegang saham minoritas

diasumsikan sebesar persentase diskon likuiditas

pasar terendah yang ditetapkan Bapepam-LK,

yaitu 10%, dengan alasan bahwa Holcim

merupakan salah satu emiten yang masuk dalam

indeks LQ-45. Indeks LQ-45 merupakan nilai

kapitalisasi pasar dari 45 saham yang paling

likuid dan memiliki nilai kapitalisasi yang besar.

Adapun diskon likuiditas pasar bagi pemegang

saham mayoritas diasumsikan sebesar 10%,

sehingga total diskon likuiditas pasar adalah

sebesar 20%.

Page 17: penilaian saham holcim

17

4.2.1.5. Perhitungan nilai intrinsik saham.

Berdasarkan perhitungan total nilai

sekarang (present value) FCFE(2011-2015) dan

terminal value sebesar Rp17,242 trilyun yang

dibandingkan dengan jumlah saham beredar

sebanyak 7,6 miliar lembar, maka indikasi nilai

intrinsik per lembar saham Holcim menggunakan

FCFE two stage model adalah sebesar

Rp2.250,09 per lembar saham. Dengan adanya

penambahan dari premi pengendalian dan

pengurangan dari diskon likuiditas pasar

terhadap indikasi nilai intrinsik per lembar

saham Holcim, nilai akhir intrinsik saham Holcim

adalah sebesar Rp2.587,61 per lembar. Apabila

dibandingkan dengan nilai pasar saham Holcim

pada saat penutupan tanggal 31 Desember 2010

sebesar Rp2.226,21/lembar, maka berdasarkan

penilaian saham menggunakan model FCFE dua

tahap (two stage FCFE model) harga pasar

saham Holcim berada di bawah nilai intrinsiknya

(lihat Tabel 16). Dengan kata lain, nilai saham

Holcim dinilai terlalu rendah (undervalued) oleh

pasar.

Tabel 16 Perhitungan Nilai Intrinsik Saham

Holcim Menggunakan Two Stage FCFE

Uraian Jumlah

Value of the Equity Rp17.242.236.387.918,70

Jumlah Saham Beredar 7.662.900.000 lembar

Indikasi Nilai Rp2.250,09/lembar

Control Premium (35%) Rp787,53/lembar

Discount For Lack of Marketability (20%)

Rp450,02/lembar

Nilai Intrinsik Saham Rp2.587,61/lembar

Harga pasar SMCB 31 Desember 2010

Rp2.226,21/lembar

Undervalued/Overvalued Undervalued

Sumber: Dari hasil pengolahan data

4.2.2. Metode relative valuation.

4.2.2.1. Penentuan pembanding.

Hanya terdapat dua perusahaan yang

bergerak pada industri semen yang digunakan

sebagai pembanding dalam perhitungan

menggunakan relative valuation. Kedua

perusahaan tersebut adalah PT Semen Gresik

(Persero), Tbk. (SMGR) dan PT Indocement

Tunggal Prakarsa, Tbk. (INTP). Kedua

perusahaan ini merupakan kompetitor utama

Holcim.

4.2.2.2. Penentuan multiple.

Tahap berikutnya adalah menentukan

multiple dari perusahaan pembanding. Multiple

ini digunakan untuk mengkonversi nilai buku

variabel-variabel fundamental Holcim menjadi

nilai pasar. Dalam penelitian ini, multiple yang

digunakan adalah P/ER (Price to Earning Ratio),

P/S (Price to Sales), dan P/BV (Price to Book

Value Ratio).

a) P/ER (Price Earning Ratio).

Rasio ini menggambarkan perbandingan

antara harga saham dan penghasilan bersih

perusahaan. P/ER diperoleh melalui persamaan

berikut:

P/ER = 𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐏𝐞𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐡𝐚𝐦

𝐄𝐏𝐒

Dari data yang diperoleh, maka dihasilkan nilai

P/ER untuk masing-masing perusahaan

pembanding seperti terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Price to Earning Ratio (P/ER) Perusahaan Pembanding

Uraian PT Semen Gresik (Persero), Tbk.

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

Jumlah Saham Beredar 5.931.520.000 3.681.231.699

Harga Pasar Saham (31 Desember 2010) 9.215,39 15.701,78

Pendapatan Bersih (N/I) 3.633.219.892.000 3.224.941.884.793

EPS 613 876

P/ER 15 18

Sumber: Dari hasil pengolahan data

Page 18: penilaian saham holcim

18

b) P/S (Price to Sales).

Price to Sales Ratio (P/S) bertujuan

untuk mengukur perbandingan antara harga

pasar saham dengan penjualan per lembar

saham perusahaan. P/S diperoleh melalui

perhitungan sebagai berikut:

P/S = 𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐏𝐞𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐡𝐚𝐦

𝐒𝐚𝐥𝐞𝐬 𝐏𝐞𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐡𝐚𝐦

Berdasarkan data yang diperoleh, nilai P/S untuk

masing-masing perusahaan pembanding adalah

seperti terlihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Price to Sales (P/S) Perusahaan Pembanding

Uraian PT Semen Gresik (Persero), Tbk.

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

Jumlah Saham Beredar 5.931.520.000 3.681.231.699

Harga Pasar Saham (31 Desember 2010) 9.215,39 15.701,78

Sales (Penjualan) 14.344.188.706.000 11.137.805.265.505

Sales/Share 613 876

P/S 4 5

Sumber: Dari hasil pengolahan data

c) P/BV (Price to Book Value).

Price to book value (P/BV) bertujuan

untuk melihat perbandingan antara harga pasar

saham dengan nilai buku perusahaan per lembar

saham. Book Value merupakan selisih antara

nilai buku asset dan nilai buku kewajiban.

Keduanya, baik nilai buku asset dan nilai buku

kewajiban lebih banyak ditentukan oleh aturan

akuntansi. Dipilihnya P/BV sebagai salah satu

multiple adalah karena praktik akuntansi yang

relatif standar antar Holcim dengan perusahaan

pembanding, sehingga ketiga perusahaan

tersebut dapat diperbandingkan. Adapun

formula yang dipergunakan untuk menentukan

nilai P/BV adalah sebagai berikut:

P/BV = 𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐚𝐬𝐚𝐫 𝐏𝐞𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐡𝐚𝐦

𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐁𝐮𝐤𝐮 𝐄𝐤𝐮𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐏𝐞𝐫 𝐋𝐞𝐦𝐛𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐡𝐚𝐦

Berdasarkan data yang diperoleh, nilai P/BV

untuk masing-masing perusahaan pembanding

adalah seperti terlihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Price to Book Value (P/BV) Perusahaan Pembanding

Uraian PT Semen Gresik (Persero), Tbk.

PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.

Jumlah Saham Beredar 5.931.520.000 3.681.231.699

Harga Pasar Saham (31 Desember 2010) 9.215,39 15.701,78

Nilai Buku Ekuitas 12.006.438.613.000 13.077.390.156.519

Nilai Buku Ekuitas/Saham 2.024 3.552

P/BV 5 4

Sumber: Dari hasil pengolahan data

Dari perhitungan yang telah dilakukan

sebelumnya, maka diperoleh nilai rata-rata

masing-masing multiple sebesar 16 untuk P/ER,

5 untuk P/S, dan 4 untuk P/BV. Rata-rata

tersebut kemudian dikalikan dengan variabel

fundamental Holcim untuk memperoleh indikasi

nilai pasar ekuitas (NPE) Holcim.

4.2.2.3. Perhitungan nilai pasar ekuitas (NPE).

Sebelum menentukan nilai saham

berdasarkan metode relative valuation, terlebih

dahulu harus dihitung indikasi nilai pasar ekuitas

(NPE) Holcim menggunakan rata-rata masing-

masing multiple yang telah diperoleh

sebelumnya. Langkah berikutnya adalah

menghitung nilai tertimbang NPE berdasarkan

pembobotan tertentu. Hasil perhitungan NPE

Holcim dapat dilihat pada Tabel 20.

Page 19: penilaian saham holcim

19

Tabel 20 Perhitungan Nilai Pasar Ekuitas Holcim (Dalam Jutaan Rupiah)

Basis Penilaian

Variabel Fundamental

(Juta Rp) Multiples

Indikasi Bobot NPE (Juta Rp)

Bobot Bobot Tertimbang

NPE (Juta Rp)

P/E 828.422 16 13.651.005 50% 6.825.502

P/S 5.960.589 5 26.823.821 30% 8.047.146

P/BV 6.822.608 4 30.608.436 20% 6.121.687

Rata-rata Tertimbang Nilai Pasar Ekuitas Rp20.994.336

Sumber: Dari hasil pengolahan data

Dalam menentukan besarnya pembobotan

terdapat beberapa pertimbangan, yaitu:

1) Besarnya persentase pembobotan untuk

masing-masing multiple tidak semata-mata

ditentukan oleh sebaran data masing-masing

multiple untuk tiap perusahaan pembanding.

2) Holcim, begitu pula dengan kedua perusahaan

pembanding, merupakan perusahaan

manufaktur yang besarnya nilai buku ekuitas

sangat ditentukan oleh kemampuan

perusahaan dalam mencetak laba bersih (net

income), sehingga baik P/ER maupun P/S

diberikan bobot lebih besar dibandingkan

dengan P/BV.

3) Baik P/ER maupun P/S, keduanya sama-sama

menggambarkan kemampuan perusahaan

menghasilkan pendapatan (penjualan).

Namun, P/ER sudah memasukkan unsur

tambahan yang tidak ada pada P/S, yaitu

sejauh mana perusahaan dapat melakukan

efisiensi biaya. Dengan demikian, P/ER

mendapatkan bobot yang lebih besar

dibandingkan dengan P/S.

4.2.2.4. Perhitungan saham.

Setelah nilai tertimbang NPE Holcim

diperoleh, langkah selanjutnya adalah

menentukan nilai saham Holcim. Proses

perhitungannya tidak berbeda dengan yang telah

dilakukan sebelumnya pada model FCFE dua

tahap. Hasil perhitungan nilai saham Holcim

menggunakan metode RV dapat dilihat pada

Tabel 21. Dengan adanya penambahan dari

premi pengendalian dan pengurangan dari diskon

likuiditas pasar terhadap indikasi nilai intrinsik

per lembar saham Holcim, nilai akhir intrinsik

saham Holcim adalah sebesar Rp3.150,70 per

lembar. Dengan posisi nilai pasar saham Holcim

berada di bawah nilai intrinsiknya, maka dapat

dinyatakan bahwa berdasarkan metode relative

valuation saham Holcim dinilai terlalu rendah

(undervalued) oleh pasar.

Tabel 21 Perhitungan Nilai Intrinsik Saham

Holcim Menggunakan Metode Relative Valuation

Uraian Jumlah

Rata-rata Tertimbang Nilai Pasar Ekuitas

Rp20.994.336.351.715

Saham Beredar 7.662.900.000 lembar

Indikasi Nilai Intrinsik Rp2.740/lembar

Premi Kendali (35%) Rp958,91/lembar

Diskon Likuiditas Pasar (20%) Rp547,95/lembar

Nilai Intrinsik Saham Rp3.150,70/lembar

Harga Pasar Saham 31 Des'10 Rp2.226,21/lembar

Overvalued/Undervalued undervalued

Sumber: Dari hasil pengolahan data

1. Penggabungan metode FCFE dan relative

valuation.

Baik Discounted Cash Flow (DCF) (yang

dalam penelitian ini diwakili oleh FCFE) maupun

metode relative valuation, keduanya memiliki

kelebihan dan kekurangan. Beberapa kekurangan

DCF ditutupi oleh kelebihan Relative Valuation,

dan beberapa kekurangan Relative Valuation

ditutupi oleh kelebihan DCF. Dalam rangka

menutupi kekurangan sekaligus memfasilitasi

Page 20: penilaian saham holcim

20

kelebihan masing-masing metode tersebut, nilai

rata-rata tertimbang dari kedua metode tersebut

akan ditentukan berdasarkan persentase

pembobotan sebesar 70% untuk FCFE dan 30%

untuk Relative Valuation. Alasan penggunaan

bobot tersebut adalah sebagai berikut:

a. FCFE melihat fundamental perusahaan lebih

detail dibandingkan dengan relative

valuation dan melibatkan rentang waktu

yang lebih lama (periode historis 2006—

2010), tidak seperti relative valuation yang

hanya melihat pada satu titik waktu, yaitu 31

Desember 2010 saja.

b. Relative valuation sangat dipengaruhi oleh

karakteristik perusahaan lain dalam industri

sejenis. Apabila perusahaan pembanding

memiliki kondisi keuangan yang sangat

bagus, nilai perusahaan yang sedang

dianalisis akan terangkat, sehingga tidak

mencerminkan kondisi perusahaan tersebut

sebenarnya.

c. Dalam metode relative valuation hanya

terdapat dua perusahaan pembanding, dan

keduanya memiliki kondisi keuangan yang

lebih baik dari Holcim, sehingga

sesungguhnya kedua perusahaan pembanding

tersebut memiliki tingkat ekualitas yang

rendah apabila harus disandingkan dengan

Holcim.

Hasil perhitungan nilai rata-rata tertimbang dari

metode FCFE dan Relative Valuation dapat

dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Nilai Tertimbang Metode Two Stage

FCFE dan Relative Valuation

Uraian FCFE Relative

Valuation

Indikasi Nilai Intrinsik Rp2.587,61/lbr Rp3.150,70/lbr

Bobot 70% 30%

Total Nilai Intrinsik Tertimbang

Rp2.756,53/lbr

Harga Pasar Saham Rp2.261,21/lbr

Overvalued/Undervalued Undervalued

Sumber: Dari hasil pengolahan data

Nilai intrinsik tertimbang yang dihasilkan

dari penggabungan kedua metode adalah sebesar

Rp2.756,53 per lembar saham. Nilai tersebut

berada di atas nilai pasar Holcim pada tanggal 31

Desember 2010. Dengan demikian, saham Holcim

dihargai terlalu rendah oleh pasar

(undervalued).

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa

kesimpulan yang dapat ditarik, yaitu:

1. Berdasarkan penilaian saham menggunakan

metode Discounted Cash Flow berupa Free

Cash Flow to Equity (FCFE) model, nilai

intrinsik saham Holcim adalah sebesar

Rp2.587,61 per lembar.

2. Berdasarkan penilaian saham menggunakan

metode Relative valuation, dengan ketiga

multiple yang digunakan yaitu (1) Price to

Earning (P/E) Ratio, (2) Price to Sales (P/S)

Ratio dan (3) Price to Book Value (P/BV)

Ratio, nilai akhir saham Holcim yang

diperoleh adalah sebesar Rp3.150,70 per

lembar.

3. Dengan menggabungkan hasil penilaian yang

diperoleh dari metode Free Cash Flow to

Equity (FCFE) dan Relative Valuation,

dengan pembobotan 70% untuk Free Cash

Flow to Equity (FCFE) dan 30% untuk

Relative Valuation, nilai tertimbang saham

Holcim adalah sebesar Rp2.756,53 per

lembar.

4. Bila dibandingkan dengan dengan harga pasar

saham tanggal 31 Desember 2010 sebesar

Rp2.226,21 per lembar, hasil perhitungan

dengan menggabungkan metode nFree Cash

Flow to Equity (FCFE) dan Relative Valuation

menunjukkan bahwa nilai saham PT Holcim

Indonesia, Tbk. dihargai lebih rendah

(undervalued) oleh pasar.

Page 21: penilaian saham holcim

21