pengkajian umum sistem persyarafan

32
0 MAKALAH PENGKAJIAN UMUM SISTEM PERSYARAFAN Disusun Oleh: Gusrianda Marpindi Irfah Baroroh Kurnia Lesmana KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU

Upload: aprilia-wulandari

Post on 03-Jan-2016

62 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

0

MAKALAH

PENGKAJIAN UMUM SISTEM PERSYARAFAN

Disusun Oleh:

Gusrianda Marpindi

Irfah Baroroh

Kurnia Lesmana

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU

PRODI DIPLOMA IV KEPERAWATAN BENGKULU

2013

1

PENGKAJIAN UMUM SISTEM PERSYARAFAN

A. Anamnesa

1. Riwayat Kesehatan

Tujuan diperolehnya riwayat kesehatan klien adalah menentukan status kesehatan

saat ini dan masa lalu dan memperoleh gambaran kapan mulainya penyakit yang

diderita saat ini. Riwayat kesehatan ini meliputi : data biografi, keluhan utama dan

riwayat penyakit saat ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat keluarga, riwayat

psikososial dan pemeriksaan sistem tubuh.

a. Data Biografi :

Termasuk diantaranya adalah identitas klien, sumber informasi (klien sendiri atau

orang terdekat/significant other).

Data Biografi : Perawat memperoleh gambaran secara detail pada kondisi yang

utama dialami klien. Memperoleh informasi tentang perkembangan, tanda-tanda

dan gejala-gejala : onset (mulainya), faktor pencetus dan lamanya. Perlu

menentukan kapan mulainya gejala tersebut serta perkembangannya.

b. Riwayat kesehatan masa lalu :

Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit infeksi yang

dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode perinatal, tumbuh

kembang, riwayat keluarga, riwayat psikososial dan pola hidup. Penyakit saraf

sering mempengaruhi kemampuan fungsi-fungsi tubuh. Perawat perlu

menanyakan perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala, kejang-kejang, pusing,

vertigo, gerakan dan postur tubuh.

c. Masalah kesehatan utama dan hospitalisasi :

Berbagai penyakit yang berhubungan dengan perubahan akibat gangguan

persarafan misalnya diabetes mellitus, anemia pernisiosa, kanker, berbagai

penyakit infeksi dan hipertensi. Penyakit hati dan ginjal yang menahun akan

mengakibatkan gangguan metabolisme misalnya gangguan keseimbangan cairan

elektrolit dan asam basa akan mempengaruhi fungsi mental.

2

d. Pengobatan :

Perawat akan memperoleh informasi sehubungan dengan obat-obatan yang

diperoleh klien. Banyak obat-obat anti alergi dan pilek yang bisa dikomsumsi

dapat mengakibatkan klien mengantuk.

e. Riwayat keluarga :

Perawat akan menanyakan pada keluarga sehubungan dengan gangguan

persarafan guna menentukan faktor-faktor resiko / genetik yang ada. Misalnya

epilepsi, hipertensi, stroke, retardasi mental dan gangguan psikiatri.

f. Riwayat psikososial dan pola hidup :

Perawat mengajukan pertanyaan sehubungan faktor psikososial klien seperti yang

berhubungan dengan latar belakang pendidikan, tingkat penampilan dan

perubahan kepribadian. Perawat memperoleh informasi tentang aktifitas klien

sehari-hari. Juga menanyakan adanya perubahan pola tidur, aktifitas olahraga,

hobi dan rekreasi, pekerjaan, stressor yang dialami dan perhatian terhadap

kebutuhan seksual.

2. Pengkajian neurologik

a. NUTRITIONAL – METABOLIC

Tanyakan tentang kebiasaan makan klien selama 24 jam. Apaka klien makan

makanan dari semua golongan makanan atau tidak adakag makanan pantang bagi

klien. Apakah klien memiliki kesukaran mengunyah atau menelan

b. ELIMINATION

- Apakah klien mengalami perubahan pada kebiasaan b a k atau b a b

- Apakah klien menggunakan laksatif, suppositoria, bantuan enema, jenis apa dan

seberapa sering.

- Apakah klien mampu berjalan ke kamar mandi dengan bantuan atau tanpa

dibantu. Uraikan kebiasaan rutin klien

c. ACTIVITY – EXERCISE

- Jelaskan jnis aktifitas kliens selama 24 jam

3

- Apakah klien memiliki kesulitan terhadap keseimbangan, koordinasi atau

berjalan. Apakah klien menggunakan alat bantu jalan

- Apakah klien menaglami kelemahan pada lengan atau kaki

- Apakah klien mampu menggerakkan seluruh bagian tubuhnya

- Jika klien kejang, apakah klien mampu mengidentifikasi faktor pencetusnya.

Bagaimana perasaannya setelah kejang

- Apakah klien memiliki pengalaman tremor/gemetar. Dimana bagian mana?

d. SLEEP-REST

- Apakah masalah kesehatan ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan tidur

dan isitrahat. Jika demikian, bagaimana ?

- Apakah klien pernah memilki nyeri yang timbul pada malam hari, Jelaskan

- Uraikan tentang tingkat energi. Apakah tidur dan istirahat menyimpan kekuatan

dan energy

e. COGNITIVE-PERCEPTUAL

- Uraikan tentang pengalaman sakit kepala klien termasuk frekuensi, jenis, lokasi

dan faktor pencetusnya

- Pernahkah klien merasakan pingsan atau pusing. Pernahkah klien merasakan

berada di ruangan pemintalan

- Apakah klien pernah mengalami perasaan kebas, terbakar atau perasaan geli.

Dimana areanya dan kapan

- Apakah klien pernah mengalami masalah visual seperti penglihatan ganda,

penglihatan seperti dibatasi embun

f. SELF PERCEPTION-SELF CONCEPT

- Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang dirimu

- Bagaimana masalah neurologik mempengaruhi perasaanmu tentang hidupmu

- Bagaimanaperasaannmu tentang kelemahan yang mungkin disebabkan dari

masalah neurologic

g. ROLE-RELATIONSHIP

- Adakah riwayat masalah neurologik keluarga seperti alzheimer disease, tumor

otak, epilepsy

4

- Apakah klien sulit mengekspresikan dirinya.

- Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap perannya dalam keluarganya.

Bagaimana

- Apakah masalah neurologik berpengaruh terhadap interaksi dengan anggota

keluarga yang lain, dengan teman-temannya, pekerjaannya, dan aktifitas

sosialnya

- Apakah maslah neurologik berpengaruh terhadap kemampuan kerjanya

h. SEXUALITY-REPRODUCTIVE

- Apakah aktifitas sexual klien mengalami gangguan oleh adanya masalah

neurologic

- Apakah klien pernah menerima informasi tentang cara lain dalam

mengekspresikan aktifitas sexual jika klien mengalami gangguan neurologic

- Uraikan bagaimana masalah neurologik membuat klien merasakan dirinya laki-

laki atau wanita

i. COPING-STRESS

- Uraikan apa yang klien lakukan untuk mengatasi stress

- Bagaimana gangguan neurologik mempengaruhi cara klien mengatasi stress

- Apakah dengan stres yang meningkat semakin memperburuk masalah

neurologic

- Siapa dan apa yang dapat membantu klien dalam mengatasi stres dengan

masalah neurologic

5

B. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Fisik Tingkat Kesadaran

a. Tingkat kesadaran

1) Alert : Composmentis / kesadaran penuh

Pasien berespon secara tepat terhadap stimulus minimal, tanpa stimuli

individu terjaga dan sadar terhadap diri dan lingkungan.

2) Lethargic : Kesadaran

Klien seperti tertidur jika tidak di stimuli, tampak seperti enggan bicara.

Dengan sentuhan ringan, verbal, stimulus minimal, mungkin klien dapat

berespon dengan cepat. Dengan pertanyaan kompleks akan tampak bingung.

3) Obtuned

Klien memerlukan rangsangan yang lebih besar agar dapat memberikan

respon misalnya rangsangan sakit, respon verbal dan kalimat

membingungkan.

4) Stuporus

Klien dengan rangsang kuat tidak akan memberikan rangsang verbal.

Pergerakan tidak berarti berhubungan dengan stimulus.

5) Koma

Tidak dapat meberikan respon walaupun diberikan stimulus

b. Glasgow Coma Scale (GCS)

Score :

3 – 4 : vegetatif, hanya organ otonom yang bekerja

11 : moderate disability

15 : composmentis

Adapun scoring tersebut adalah :

1) Eye ( Respon membuka mata)

4 : Spontan

3 : Dengan perintah

2 : Dengan nyeri

6

1 : Tidak berespon

2) Verbal ( Respon verbal)

5 : Berorientasi

4 : Bicara membingungkan

3 : Kata-kata tidak tepat

2 : Suara tidak dapat dimengerti

1 : Tidak ada respon

3) Motorik (Respon motorik)

6 : Dengan perintah

5 : Melokalisasi nyeri

4 : Menarik area yang nyeri

3 : Menjauhi rangsangan nyeri (fleksi abnormal)/postur dekortikasi

2 : Ekstensi abnormal/postur deserebrasi

1 : Tidak berespon

2. Pemeriksaan Fisik Nervus Cranial

1. Test nervus I (Olfactory)

Fungsi penciuman

• Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang

baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.

• Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2. Test nervus II ( Optikus)

Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang:

• Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di

koran, ulangi untuk satunya.

• Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien

memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan

perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien

melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.

3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)

7

Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter

kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari

satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.

• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm

sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi

bola mata, diplopia, nistagmus.

• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa

menengok.

4. Test nervus V (Trigeminus)

a. Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata

atas dan bawah.

• Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula

dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup.

Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.

b. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan

palpasi pada otot temporal dan masseter.

5. Test nervus VII (Facialis)

a. Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis,

asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan,

klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi

yang sehat.

• Otonom, lakrimasi dan salivasi

b. Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk :

tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha

membukanya

6. Test nervus VIII (Acustikus)

Fungsi sensoris :

8

• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di

satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah

dapat melakukan atau tidak.

7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

• N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini

sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX

mempersarafi M. Salivarius inferior.

• N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak,

sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.

Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan

tertarik keatas.

Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong

spatel, akan terlihat klien seperti menelan.

8. Test nervus XI (Accessorius)

• Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah

Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi

kekuatannya.

• Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot

trapezius.

9. Nervus XII (Hypoglosus)

• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan

• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)

• Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta

untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

3. Pemeriksaan Fisik Fungsi Motorik dan Sensorik

a. Fungsi Motorik

9

Sistem motorik sangat kompleks, berasal dari daerah motorik di corteks

cerebri, impuls berjalan ke kapsula interna, bersilangan di batang traktus

pyramidal medulla spinalis dan bersinaps dengan lower motor neuron.

Pemeriksaan motorik dilakukan dengan cara observasi dan pemeriksaan

kekuatan.

1. Massa otot : hypertropi, normal dan atropi

2. Tonus otot : Dapat dikaji dengan jalan menggerakkan anggota gerak

pada berbagai persendian secara pasif. Bila tangan / tungkai klien ditekuk secara

berganti-ganti dan berulang dapat dirasakan oleh pemeriksa suatu tenaga yang

agak menahan pergerakan pasif sehingga tenaga itu mencerminkan tonus otot.

Bila tenaga itu terasa jelas maka tonus otot adalah tinggi.

Keadaan otot disebut kaku. Bila kekuatan otot klien tidak dapat berubah,

melainkan tetap sama. Pada tiap gerakan pasif dinamakan kekuatan spastis. Suatu

kondisi dimana kekuatan otot tidak tetap tapi bergelombang dalam melakukan

fleksi dan ekstensi extremitas klien. Sementara penderita dalam keadaan rileks,

lakukan test untuk menguji tahanan terhadap fleksi pasif sendi siku, sendi lutut

dan sendi pergelangan tangan. Normal, terhadap tahanan pasif yang ringan /

minimal dan halus.

3. Kekuatan otot :

Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara

aktif menahan tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya

dapat dilihat dan diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala

Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)

0 = tidak ada kontraksi sama sekali.

1 = gerakan kontraksi.

2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan

atau gravitasi.

3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.

4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.

5 = kekuatan kontraksi yang penuh.

10

b. Fungsi Sensorik

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara

pemeriksaan sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh

sebab itu sebaiknya dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan

yang lain (tetapi ada yang menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan

karena pasien belum lelah dan masih bisa konsentrasi dengan baik).

Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai

perasaan geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa

dingin (coldness) atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang

keluhan motorik (kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan

sebagainya) disajikan oleh klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai

untuk pemeriksaan sensorik meliputi:

1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum

pada perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

2. Kapas untuk rasa raba.

3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

4. Garpu tala, untuk rasa getar.

5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :

- Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.

- Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan

sebagainya), untuk pemeriksaan stereognosis

- Pen / pensil, untuk graphesthesia.

4. Reflek Fisiologis dan Patologis

a. Reflek Fisiologis

Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan

refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :

0 = tidak ada respon

1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan ( + )

2 = normal ( ++ )

3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal ( +++ )

11

4 = hyperaktif, dengan klonus ( ++++)

Refleks-refleks yang diperiksa adalah :

1. Refleks patella

Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang

lebih 300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae)

dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps

femoris yaitu ekstensi dari lutut.

2. Refleks biceps

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan

bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan

pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks

hammer.Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila

terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi

penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.

3. Refleks triceps

Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 ,tendon triceps diketok

dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas

olekranon).

Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila

ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas

sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.

4. Refleks achilles

Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini

kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah

kontralateral.

Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa

gerakan plantar fleksi kaki.

5. Refleks abdominal

12

Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus.

Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah

yang digores.

6. Refleks Babinski

Merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit

traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian

lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi

bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan

dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi

plantar semua jari kaki.

b. Reflek Patologis

1. Babinsky

Cara : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior

Respon : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya

2. Gordon

Cara : penekanan betis secara keras

Respon : seperti babinsky

3. Schaefer

Cara : memencet tendon achilles secara keras

Respon : seperti babinsky

4. Sucking reflex

Cara : sentuhan pada bibir

Respon : gerakan bibir, lidah dn rahang bawah seolah-olah menyusu

5. Snout reflex

Cara : ketukan pada bibir atas

Respon : kontrksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung

6. Grasps reflex

Cara : penekanan / penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien

Respon : tangan pasien mengepal

7. Palmo-mental reflex

13

Cara : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar

Respon : kontaksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral)

5. Tes Iritasi Meningen

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan

pemeriksaan :

1. Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat

menempel pada dada —- kaku kuduk positif (+).

2. Tanda Brudzinski I

Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada

klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan

kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi

pada sendi panggul dan sendi lutut.

3. Tanda Brudzinski II

Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara

pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4. Tanda Kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi

lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.

Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap

hambatan.

5. Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulk an nyeri

sepanjang m. ischiadicus.

14

C. Tes Diagnostik Persarafan

Lima Prosedur diagnostik yang lazim dilakukan yaitu Lumbal Pungsi,

Angiografi, Elekto Encephalografi, Elektromiografi, Computerized Axial Tomografi

Scan (CT Scan) Otak

a. Lumbal Pungsi

1) Pengertian

Adalah suatu cara pengambilan cairan cerebrospinal melalui pungsi pada

daerah lumbal

2) Tujuan

Mengambil cauran cerebrospinaluntuk kepentingan pemeriksaan/diagnostik

maupun kepentingan therapi

3) Indikasi

Untuk diagnostic:

- kecurigaan meningitis

- Kecurigaan perdarahan sub arachnoid

- Pemberian media kontras pada pemeriksaan myelografi

- Evaluasi hasil pengobatan

Untuk Therapi:

- Pemberian obat anti neoplastik atau anti mikroba intra tekal

- Pemberian anesthesi spinal

- Mengurangi atau menurunkan tekanan CS

4) Persiapan

a. Persiapan pasien

- Memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang lumbal

pungsi meliputi tujuan, prosedur, posisi, lama tindakan, sensasi-sensasi

yang akan dialami dan hal-hal yang mungkin terjadi berikut upaya yang

diperlukan untuk mengurangi hal-hal tersebut

15

- Meminta izin dari pasien/keluarga dengan menadatangani formulir

kesediaan dilakukan tindakan lumbal pungsi.

- Meyakinkan klien tentang tindakan yang akan dilakukan

b. Persiapan Alat

- Bak streil berisi jarum lumbal, spuit dan jarum, sarung tangan, kassa

dan lidi kapas, botol kecil (bila akan dilakukan pemeriksaan

bakteriologis), dan duk bolong.

- Tabung reaksi tiga buah

- Bengkok

- Pengalas

- Desinfektan (jodium dan alkohol) pada tempat

- Plester dan gunting

- Manometer

- Lidokain/Xilocain

- Masker. Gaun, tutup kepala

-

5) Prosedur pelaksanaan

a. Posisi pasien lateral recumbent dengan bagian punggung di pinggir

tempat tidur. Lutut pada posisi fleksi menempel pada abdomen,

leher fleksi kedepan dagunya menepel pada dada (posisi knee chest)

b. Pilih lokasi pungsi. Tiap celah interspinosus vertebral dibawah L2

dapat digunakan pada orang dewasa, meskipun dianjurkan L4-L5

atau L5-S1 (Krista iliaca berada dibidang prosessus spinosus L4).

Beri tanda pada celah interspinosus yang telah ditentukan.

c. Dokter mengenakan masker, tutup kepala, pakai sarung tangan dan

gaun steril.

d. Desinfeksi kulit degan larutan desinfektans dan bentuk lapangan

steril dengan duk penutup.

e. Anesthesi kulit dengan Lidokain atau Xylokain, infiltrasi jaringan

lebih dapam hingga ligamen longitudinal dan periosteum

16

f. Tusukkan jarum spinal dengan stilet didalamnya kedalam jaringan

subkutis. Jarum harus memasuki rongga interspinosus tegak lurus

terhadap aksis panjang vertebra.

g. Tusukkan jarum kedalam rongga subarachnoid dengan perlahan-

lahan, sampai terasa lepas. Ini pertanda ligamentum flavum telah

ditembus. Lepaskan stilet untuk memeriksa aliran cairan

serebrospinal. Bila tidak ada aliran cairan CSF putar jarumnya

karena ujung jarum mungkin tersumbat. Bila cairan tetap tidak

keluar. Masukkan lagi stiletnya dan tusukka jarum lebih dalam.

Cabut stiletnya pada interval sekitar 2 mm dan periksa untuk aliran

cairan CSF. Ulangi cara ini sampai keluar cairan.

h. Bila akan mengetahui tekananCSF, hubungkan jarum lumbal dengan

manometer pemantau tekanan, normalnya 60 - 180 mmHg dengan

posisi pasien berrbaring lateral recumbent. Sebelum mengukur

tekanan, tungkai dan kepala pasien harus diluruskan. Bantu pasien

meluruskan kakinya perlahan-lahan.

i. Anjurkan pasien untuk bernafas secara normal, hindarkan

mengedan.

j. Untuk mengetahui apakah rongga subarahnoid tersumbat atau tidak,

petugas dapat melakukan test queckenstedt dengan cara mengoklusi

salah satu vena jugularis selama I\10 detik. Bila terdapat obstruksi

medulla spinalis maka tekanan tersebut tidak naik tetapi apabila

tidak terdapat obstruksi pada medulla spinalis maka setelah 10 menit

vena jugularis ditekan, tekanan tersebut akan naik dan turun dalam

waktu 30 detik

k. Tampung cairan CSF untuk pemeriksaan. Masukkan cairan tesbut

dalam 3 tabung steril dan yang sudah berisi reagen, setiap tabung

diisi 1 ml cairan CSF. Cairan ini digunakan untuk pemeriksaan

hitung jenis dan hitung sel, biakan dan pewarnaan gram, protein dan

glukosa. Untuk pemeriksaan none-apelt prinsipnya adalah globulin

17

mengendap dalam waktu 0,5 jam pada larutan asam sulfat. Cara

pemeriksaanya adalah kedalam tabung reaksi masukkan reagen 0,7

ml dengan menggunakan pipet, kemudian masukkan cairan CSF

0,5 . diamkan selama 2 - 3 menit perhatikan apakah terbentuk

endapan putih. Cara penilainnya adalah sebagai berikut:

a) Cincin putih tidak dijumpai (-)

b) Cincin putih sangat tipis dilihat dengan latar belakang hitam

dan bila dikocok tetap putih (+)

c) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi

opolecement (++)

d) Cincin putih jelas dan bila dikocok cairan menjadi keruh (++

+)

e) Cincin putih sangat jelas dan bila dikocok cairan menjadi

sangat keruh (++++)

Untuk test pandi bertujuan untuk mengetahui apakah ada

peningkatan globulin dan albumin, prinsipnya adalah protein

mengendap pada larutan jenuh fenol dalam air. cAranya adalah

isilah tabung gelas arloji dengan 1 cc cairan reagen pandi

kemudian teteskan 1 tetes cairan CSF, perhatikan reaksi yang

terjadi apakah ada kekeruhan.

l. Bila lumbal pungsi digunakan untuk mengeluarkan cairan liquor

pada pasien dengan hydrocepalus berat maka maksimal cairan

dikeluarkan adalah 100 cc.

m. Setelah semua tindakan selesai, manometer dilepaskan masukan

kembali stilet jarum lumbal kemudian lepaskan jarumnya. Pasang

balutan pada bekas tusukan

6) Setelah Prosedur

a. Klien tidur terletang tanpa bantal selama 2 - 4 jam

b. Observasi tempat pungsi terhadap kemungkinan pengeluaran cairan

CSF

18

c. Bila timbul sakit kepala, lakukan kompres es pada kepala, anjurkan

tekhnik relaksasi, bila perlu pemberian analgetik dan tidur sampai sakit

kepala hilang

7) Komplikasi

a. Herniasi Tonsiler

b. Meningitis dan empiema epidural atau sub dural

c. Sakit pinggang

d. Infeksi

e. Kista epidermoid intraspinal

f. Kerusakan diskus intervertebralis

b. Angiografi

1) Pengertian

Melihat secara langsung sistem pembuluh darah otak. Zat kontras

dimasukkan melalui arteri. Biasanya pada arteri carotis dan arteri vertebra,

atau mungkin juga pada arteri brchialis dan arteri femoralis

2) Angiografi dapat mendeteksi :

a. sumbatan pada pembuluh darah cerebral seperti pada stroke

b. Anomali congenital pembuluh darah

c. Pergeseran pembuluh darah yang mungkin mengindikasikan SOL (Space

Ocupaying Lession)

d. Malformasi vaskuler, seperti pada aneurisma atau angioma

3) Persiapan Pasien

Menciptakan rasa aman dan nyaman pada diri klien. Persiapan ini

meliputi :

a. Menjelaskan prosedur pelaksanaan, sensasi yang terjadi (rasa terbakar

saat penyuntikan zat kontras yang lama kelamaan akan menghilang)

b. Hal yang perlu dilakukan setelah tindakan dilakukan

c. Surat izin tindakan telah ditandatangani klien

4) Komplikasi

19

a. Hematom pada daerah suntikan. Dapat dicegah dengan melakukan

balut tekan pada daerah suntikan

b. Keracunan zat kontras. Dapat dicegah dengan pemberian anti alergi

sesuai program

5) Setelah prosedur

a. observasi tanda-tanda vital setiap jam sampai kondisi stabil

b. Kompres es pada daerah suntikan untuk menghilangkan rasa nyeri

dan mengurangi/mencegah hematom

c. Klien tidur terlentang tanpa bantal selama 24 jam.

d. ika penyuntikan dilakukan pada daerah femoralis, tungkai harus

tetap lurus selama 6-8 jam

e. Catat perubahan-perubahan neurologi setelah tindakan angiografi.

c. Elektro Encephalografi (EEG)

1. Pengertian

Adalah suatu cara untuk merekam aktifitas listrik otak melalui

tengkorak yang utuh.

2. Prinsip Kerja

Dengan elektroda yang ditempelkan pada berbagai daerah tengkorak,

potensial permukaan otak direkam. Perekaman ini berlangsung terus

menerus untuk beberapa menit. Tegangan yang tercatat pada kertas yang

bergerak berupa gelombang-gelombang. Dengan memasang 16 elektroda

pada tengkorak aktivitas seluruh otak dapat di tekan dan diselidiki.

Tegangan otak sebesar 50 mikrovolt agar dapat direkam harus diperkuat

sampai 1 juta kali. Oleh karena itu aliran listrik dari sumber lain seperti

gerakan otot kepala atau generator listrik juga ikut tercatat (artefak)

Seluruh korteks serebri merupakan medan listrik yang diproduksi pada

ujung-ujung dendrit. Tegangan potensial neuron pada setiap waktu

berbeda sehingga potensial dendrit juga berubah-ubah. Fluktuasi ini yang

tercatat pada kertas EEG.

20

4. Indikasi Pemasangan

a. Penderita dicurigai atau dengan epilepsy

b. Membedakan kelainan otak organic

c. Mengidentifikasi infark pembuluh darah atau adanya lesi (tumor,

hematom, abses)

d. Diagnosa retardasi mental atau over dosis obat

e. Menentukan kematian jaringan otak

d. Elektromyegrafi (EMG)

1. Pengertian

Adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengukur dan mencatat

aliran listrik yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal. Dalam keadaan

istirahat otot tidak melepaskan listrik, tetapi bila oto berkontraksi secara

volunter potensial aksi dapat direkam.

2. Tujuan

a. membantu membedakan antara gangguan otot primer seperti distrofi otot

dan gangguan sekunder

b. membantu menetukan penyakit degeneratif saraf sentral

c. membantu mendiagnosa gangguan neuromuskular seperti myestania grafis

e. Computerized Axial Tomografi (CT Scan)

1. Pengertian

CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan

gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.

2. pemeriksaan ini mendeteksi :

a. gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses

b. perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark

c. brain contusion, brain atrofi, hydrocephalus

d. inflamasi

21

DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. 2002. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Price. 2005. Anatomi Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.

Jakarta : EGC

Syarifussin, H. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk siswa Perawat. Jakarta: EGC