penggunaan media komputer untuk …... · penggunaan media komputer untuk meningkatkan ......

121
PENGGUNAAN MEDIA PERBENDAHARAAN K KELA E FAKULTAS K UNI xi A KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA AS D1-B SLB NEGERI SALATIGA SKRIPSI Oleh : Endah Resnandari Puji Astuti NIM : K 5106014 KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN IVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 N

Upload: vuongdiep

Post on 05-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN

PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA

KELAS D1

Endah Resnandari Puji Astuti

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

xi

PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN

PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA

KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA

SKRIPSI

Oleh :

Endah Resnandari Puji Astuti

NIM : K 5106014

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN

xii

PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN

PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA

KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA

Oleh :

Endah Resnandari Puji Astuti

NIM : K 5106014

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Pendidikan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Dra. Munzayannah

NIP. 19490215 197603 2 001

Dosen Pembimbing II

Priyono, S.Pd, M.Si

NIP. 19710902 200501 1 001

xiv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Abdul Salim Ch, M.Kes …………………..

Sekretaris : Drs. Maryadi, M.Ag …………….......…

Anggota I : Dra. Munzayannah ………….…………..

Anggota II : Priyono, S.Pd, M.Si ………………....

Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP. 19600727 198702 1 001

xv

ABSTRAK

Endah Resnandari Puji Astuti. PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER UNTUK MENINGKATKAN PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU WICARA KELAS D1-B SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang berjumlah 3 siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan tes yang diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis kritis yaitu kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif kualitalif serta membandingkan hasil tes siklus I dan siklus II.

Hasil penelitian menunjukkan : pada siklus I perolehan motivasi mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia sebesar 33,33%, keterampilan bicara (melafalkan kata) 33,33%, dan ketuntasan hasil belajar sebesar 66,67%. Hasil tindakan siklus II ditemukan adanya peningkatan dengan perolehan motivasi mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia sebesar 66,67%, keterampilan bicara (melafalkan kata) 66,67%, dan ketuntasan hasil belajar sebesar 66,67%. Keberhasilan tindakan berdasarkan indikator ketercapaian terjadi pada siklus II.Dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

xvi

ABSTRACT

Endah Resnandari Puji Astuti. THE USE OF COMPUTER MEDIA TO IMPROVE THE DEAF-SPEECH DISABLED CHILDREN’S VOCABULARY IN CLASS D1-B OF SLB NEGERI SALATIGA. Skripsi. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. 2010.

This research aims to improve the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga using the computer media.

The method employed in this research was classroom action research (CAR). The subjects treated were the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga as many as 3 students. Technique of collecting data employed was observation, interview, and test applied in cycle I and cycle II. The data analysis was done using critical analysis technique, that is, the one for revealing the strength and weakness of teachers’ and students’ performance in teaching-learning process. The quantitative data was analyzed using descriptive statistics displayed in the form of graphic and table interpreted by qualitative description as well as by comparing the test result of Cycle I and Cycle II.

The result of research shows that: in cycle I, the motivation gain in attending Indonesian subject is 33.33%, speaking (spelling) skill is 33.33%, and learning result passing is 66.67%. The result of cycle II action shows the increase in the motivation gain in attending Indonesian subject of 66.67%, speaking (spelling) skill of 66.67% dan learning result passing is 66.67%. The action success is based on the achievement indicator occurring in cycle II. From the result of analysis, it can be concluded that the use of computer media can successfully increase the deaf-speech disabled children’s vocabulary in the class D1-B of SLB Negeri Salatiga.

xvii

MOTTO

“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatu apa pun dan Dia Allah memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” (Terjemahan Q.S. An-Nahl [16]:

78).

xviii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta

2. Adikku, Dyah Septi W.

tersayang

3. Teman-teman PLB angkatan

2006

4. BRAHMAHARDHIKA

MAPALA FKIP UNS

5. Almamater

xix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan

segala rahmat serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penggunaan Media Komputer untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak

Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”. Pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Dra. Munzayannah, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Bapak Priyono, S.Pd, M.Si., Pembimbing II yang dengan sabar telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis

menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Muhlisun S.Pd. selaku Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah

memberikan izin penelitian.

7. Wali kelas D1-B SLB Negeri Salatiga yang telah membantu dalam proses

penelitian.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi ini.

9. Wahyu Jatmiko yang selalu memberi banyak dukungan dan motivasi.

xx

10. Teman-teman Kost Mutiara yang selalu memberi keceriaan dalam setiap

hari-hariku.

11. Semua pihak yang telah mambantu penulis demi kelancaran penulisan

skripsi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan,

namun diharapkan skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis, pembaca dan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan untuk masa sekarang maupun untuk masa

yang akan datang.

Surakarta, Maret 2010

Penulis

xxi

xxii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………...…………....

HALAMAN PENGAJUAN…………………………………………….................

HALAMAN PERSETUJUAN…...………………………………………………..

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….................

HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………...…......

HALAMAN MOTTO……………………………………………..………………

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………...……………...……

KATA PENGANTAR……………………………………………………......…...

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..…..

DAFTAR TABEL……………………………………………………………..…..

DAFTAR GAMBAR………………………………………………..…………….

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………..………………..

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

ix

xi

xiv

xv

xvi

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….

A. Latar Belakang Masalah...…………………………….……..………….

B. Identifikasi Masalah…………………………..……..………....…..……..

C. Perumusan Masalah…………………………..…………...……………...

D. Tujuan Penelitian…………………………………………...………….…

E. Manfaat Penelitian……………………………………………..…………

BAB II. LANDASAN TEORI………………………………………………...

A. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….

1. Teori Tentang Media Pembelajaran ..................................................

2. Teori Tentang Media Komputer………………….……...…………

3. Perbendaharaan Kata dan Bahasa Anak Tunarungu……….................

4. Teori Tentang Anak Tunarungu……………………………...............

B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………..

C. Kerangka Berfikir…………………………………….…...……………

D. Hipotesis Tindakan……………………………………………………….

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………

1

1

5

5

6

6

7

7

7

11

20

23

29

34

36

37

xxiii

A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………..…….……

1. Tempat Penelitian………………………………………..………..…

2. Waktu Penelitian…………………………………..……………….…

B. Pendekatan Penelitian……………………………………….……………

C. Subyek Penelitian………………………………………..…..………….

D. Sumber Data……………………………………………........………….

E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………………

1. Observasi Partisipatif…...………………………………………………

2. Teknik Evaluasi/Tes………………………………………..…………..

3. Wawancara ………….……………………………………..…………..

F. Validitas Data…………………………………………………................

G. Analisis Data……………………………………………………………..

H. Indikator Ketercapaian………………………….…………………………

I. Prosedur Penelitian………………………………………….…………..

1. Tahap Persiapan………………………………………………………...

2. Tahap Perencanaan Tindakan…………………………………………..

3. Pelaksanaan Tindakan…………………………………………...…...

4. Pengamatan Tindakan………………………………………………….

5. Refleksi Terhadap Tindakan…………………………………………...

BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………………

A. Deskripsi Awal……………………………………………………..……..

B. Deskripsi Hasil Penelitian…………………………………………....….

1. Deskripsi Siklus I…………………………………….………………

2. Deskripsi Siklus II……………………………………….…………

C. Pembahasan……………………………………………………………….

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………

A. Kesimpulan…………………………………………..……………………

B. Implikasi………………………………………………………………...

C. Saran………………………………………………………………………

Halaman

37

37

37

38

40

40

40

40

41

42

42

43

44

44

45

45

49

49

49

51

51

56

56

69

79

92

92

92

92

xxiv

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

LAMPIRAN

Halaman

94

xxv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Tabel 8.

Tabel 9.

Tabel 10.

Tabel 11.

Tabel 12.

Tabel 13..

Tabel 14..

Tabel 15.

Waktu Penelitian Tindakan Kelas…………………………...........

Indikator Ketercapaian Penelitian Tindakan Kelas…………….....

Perolehan Skor Observasi Motivasi Awal Siswa…………………

Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan

Kata Siswa)…………………………….…………..……………...

Perolehan Nilai Pre Tes……………………………………………

Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus I…………………………..

Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan

Kosa Kata Siswa Siklus I………………………………………….

Perolehan Nilai Evaluasi Siklus I…………………………………

Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus II…………………………

Perolehan Penilaian Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Siklus II…………………………………………….……………..

Perolehan Nilai Evaluasi Siklus II………………………………

Peningkatan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia………………………………………………………….

Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siswa

Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga II……………………………….

Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga…………………………………

Hasil Tindakan Ditinjau dari Indikator Keberhasilan PTK………

38

44

53

55

55

63

64

65

77

77

78

85

87

89

90

xxvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Skema Kerangka Berfikir …………………….......…….……...

Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ………………

Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data…….…

Skema Siklus………………………………………….........…

Grafik Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mengikuti

Pembelajaran Bahasa Indonesia……..........................................

Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata

Siswa Kelas D1-B……………………………………………..

Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa

Indonesia Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga…………………..

35

39

43

50

86

88

89

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.

Lampiran 2.

Lampiran 3.

Lampiran 4.

Lampiran 5.

Lampiran 6.

Lampiran 7.

Lampiran 8.

Lampiran 9.

Lampiran 10.

Lampiran 11.

Lampiran 12.

Lampiran 13.

Lampiran 14.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……………….............

Soal Tes……………………………………………………….......

Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Menjelaskan………..

Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola Kelas…..

Lembar Observasi Motivasi Siswa dalam Mengikuti

Pelajaran……………………………………………………..…...

Lembar Observasi Keterampilan Bicara (Pelafalan Kata)

Siswa………………………………………………………………

Pedoman Wawancara…………………………………..................

Petikan Hasil Wawancara………………………………..………..

Dokumentasi ………………………………………………………

Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP

UNS.................................................................................................

Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Tentang Ijin Penyusunan Skripsi/Makalah......................................

Surat Ijin Research Kepada Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta.......................................................................................

Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada SLB Negeri

Salatiga………………………………………………………..….

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian/Observasi dari

SLB Negeri Salatiga……………………………………………...

97

104

106

108

110

112

113

114

116

118

119

120

121

122

xxviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu usaha manusia yang sangat baik untuk

mamperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkan potensi dirinya. Hal ini dapat

dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya,

manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya sendiri,

mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya

serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan

bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Melihat kenyataan betapa pentingnya pendidikan, maka setiap warga

negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU RI

nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa

setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan

yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak

membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan

ekonomi. Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para

penyandang cacat disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat

2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

xxix

dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang

dimaksud adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut

akan menperoleh pelayanan yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik , dan

kebutuhannya.

Pendidikan luar biasa diarahkan pada pengembangan sikap dan

kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai

mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk

membekali siswa berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam

masyarakat.

Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus

adalah penyandang tunarungu-wicara. Tunarungu adalah mereka yang kehilangan

pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf) yang

menyababkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan

sehari-hari (Sutjihati Somantri, 1996 : 75). Keterbatasan pendengaran

mengakibatkan pemerolehan perbendaharaan kata anak tunarungu sangat terbatas

sehingga menghambat komunikasi serta perkembangan bicara dan bahasa anak

tunarungu. Anak tunarungu mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran

dan keinginannya melalui ucapan. Hal ini sejalan dengan pendapat Fonny, Fidelis

E.Waruwu dan Lianawati (2006 : 34) yang menyatakan bahwa anak yang

mengalami kehilangan pendengaran pada masa anak awal akan mengalami

kesulitan dalam proses pembelajaran bahasa verbal sehingga kemampuan bahasa

pada anak-anak yang mengalami kerusakan pendengaran cenderung tertunda.

Bagi anak yang dapat mendengar, sejak kecil ia mampu belajar

bahasa/bicara dengan cara meniru kata-kata sebagai hasil dari kemampuan

mendengar di lingkungannya. Anak mampu menangkap dan meniru sederet bunyi

yang berarti (bermakna) yaitu berupa kata-kata, kalimat, bentuk kata, gagasan

ataupun irama dari apa yang didengarnya. Anak yang mendengar juga dapat

berupaya memperbaiki ucapannya sampai ucapan katanya sama dengan kata-kata

yang didengarnya. Lain halnya dengan anak tunarungu, ia tidak mampu

xxx

mendengar/menangkap kata-kata atau pembicaraan orang lain melalui

pendengarannya.

Hambatan-hambatan yang ada pada anak tunarungu akan dapat

diminimalkan apabila anak tunarungu memperoleh pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhannya sejak dini. Salah satu layanan yang dapat diberikan untuk anak

tunarungu yaitu layanan pembelajaran anak tunarungu di sekolah. Pembelajaran

yang dilakukan oleh guru seharusnya dibuat dengan kondisi yang menyenangkan

serta harus benar-benar memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak

dan indera lain selain indera pendengaran secara optimal.

Sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu dapat

dimanfaatkan secara optimal dalam menerima informasi dari luar. Untuk

memanfaatkan sisa pendengaran dan indera penglihatan anak tunarungu, guru harus

dapat memilih media yang tepat dalam pembelajaran. Media yang dipilih yaitu

media yang benar-benar dapat memaksimalkan fungsi pendengaran dan visualisasi

anak, sehingga dapat membantu anak tunarungu dalam penguasaan materi pelajaran

maupun peningkatan perbendaharaan kata yang dimiliki.

SLB Negeri Salatiga merupakan satu-satunya SLB Negeri yang ada di

Salatiga. Salah satu jenis kecacatan yang ada di SLB Negeri Salatiga yaitu jenis

kecacatan tunarungu wicara. Jumlah penyandang tunarungu wicara di SLB Negeri

Salatiga adalah 18 siswa yang terdiri dari kelas 1 berjumlah 3 siswa, kelas 2

berjumlah 3 siswa, kelas 4 berjumlah 2 siswa, kelas 6 berjumlah 2 siswa, kelas 7

berjumlah 6 siswa, dan kelas 9 berjumlah 2 siswa.

Untuk siswa penyandang tunarungu wicara kelas D1-B atau setingkat

dengan kelas 1 SD tahun pertama, berjumlah 3 (tiga) orang siswa dimana siswa-

siswa tersebut merupakan siswa baru yang masih sangat sulit untuk mengeluarkan

suara, mengenal kata-kata apalagi untuk berkomunikasi. Perbendaharaan kata yang

mereka kuasai sangat terbatas, bahkan tak jarang mereka sama sekali belum

memiliki perbendaharaan kata untuk berkomunikasi, sehingga mereka perlu

pelayanan yang benar-benar khusus untuk dapat meningkatkan perbendaharaan

kata. Media-media yang digunakan pun harus benar-benar disesuaikan dengan

xxxi

kondisi dan karakteristik anak tunarungu wicara agar dapat membantu

memudahkan penguasaan perbendaharaan kata yang dipelajari.

Untuk dapat mengajarkan kepada anak tentang berbagai benda-benda yang

ada di sekitarnya guru masih mengalami kesulitan, karena di samping usia anak-

anak yang masih terbilang sangat kecil mereka terkadang masih kurang tertarik

untuk mengikuti pelajaran di sekolah. Mereka masih senang bermain bersama

teman-temannya dari pada belajar. Oleh sebab itu, perlu adanya media yang dapat

membantu guru dalam menyampaikan materi kepada siswa-siswanya. Media

pendidikan merupakan seperangkat alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh

guru atau pendidik dalam rangka berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik

(Sudarwan Danim, 1995: 7). Media yang dipilih adalah media yang menarik

sehingga anak dapat lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar.

Apabila dilihat dari ketersediaan media pembelajaran yang ada di SLB Negeri

Salatiga, sudah dapat dikatakan media-media pembelajaran yang tersedia cukup

baik. Tetapi melihat pada kenyataannya, media-media yang ada tersebut kurang

dapat dimanfaatkan secara optimal oleh guru-guru dalam melakukan proses belajar

mengajar di kelas. Tentunya hal ini menjadi permasalahan yang amat disayangkan

karena media-media yang tersedia seharusnya dapat membantu meningkatkan mutu

pembelajaran dan mempermudah penyampaian materi kepada siswa, tidak hanya

menjadi inventaris media sekolah saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Thomas

Wibowo Agung Sutjiono (2005: 76) yang menyatakan bahwa dalam memilih

media, perlu disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi masing-masing.

Dengan perkataan lain, media yang terbaik adalah media yang ada khususnya yang

telah disediakan. Terserah kepada guru bagaimana ia dapat mengembangkannya

secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa.

Media yang telah tersedia dan dapat digunakan di SLB Negeri Salatiga

antara lain yaitu media komputer untuk memudahkan sistem pembelajaran yang

merupakan suatu pendukung dalam pembelajaran yang sifatnya menjelaskan teori

agar anak-anak tunarungu bisa lebih mengerti dan jelas apa yang dipelajarinya.

Media komputer yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu media komputer

xxxii

dengan aplikasi microsoft powerpoint yang di dalamnya tersusun gambar berbagai

macam benda-benda di sekitar anak yang akan diperkenalkan kepada anak

tunarungu dalam pembelajaran. Gambar-gambar yang diperlihatkan dalam slide

tentunya ditampilkan dengan tampilan yang menarik. Sehingga siswa tertarik untuk

mengetahui nama benda tersebut. Gambar-gambar yang ditampilkan pun

merupakan gambar asli dengan warna, bentuk dan rupa sesuai dengan benda

aslinya. Untuk mengoptimalkan sisa pendengaran anak tunarungu, digunakan pula

efek suara yang merupakan suara pelafalan nama benda yang diperkenalkan.

Dengan memanfaatkan media komputer khususnya dalam bentuk aplikasi

microsoft powerpoint yang diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu kelas

D1-B di SLB Negeri Salatiga, diharapkan dapat membantu anak tunarungu dalam

meningkatkan jumlah perbendaharaan kata yang dikuasai dan lebih mudah dalam

menangkap maksud yang ingin disampaikan dalam pembelajaran. Selain itu, guru

juga dapat melanjutkan penggunaan fasilitas sekolah berupa media yang ada

tersebut untuk mempermudah penyampaian materi pelajaran kepada siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi

adalah sebagai berikut :

1. Terbatasnya kemampuan siswa tunarungu dalam penguasaan

perbendaharaan kata.

2. Kurangnya motivasi siswa terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia.

3. Kesulitan komunikasi dan memahami materi yang diajarkan kepada siswa

tunarungu.

4. Pemilihan media yang kurang menarik dalam mengajarkan suatu materi

kepada siswa tunarungu.

5. Kurang mengoptimalkan pemanfaatan media pembelajaran yang dimiliki

sekolah.

xxxiii

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

Apakah penggunaan media komputer dapat meningkatkan perbendaharaan kata

anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga?

D. Tujuan Penelitian

Untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas

D1-B SLB Negeri Salatiga dengan menggunakan media komputer.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat menambah pengetahuan bagi peneliti tentang cara melakukan

pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer sebagai

sarana untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.

b. Menemukan metode pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya untuk

meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara yang disesuaikan

dengan kondisi anak yaitu menekankan pada pemanfaatan visualisasi dan sisa

pendengaran anak.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Siswa

1) Siswa lebih mudah mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya

dalam meningkatkan perbendaharaan kata karena media yang digunakan

telah sesuai dengan kebutuhan anak tunarungu wicara.

2) Siswa dikenalkan dengan pemanfaatan teknologi komputer dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia.

b. Manfaat bagi Sekolah

xxxiv

Memberi pengalaman pada pihak sekolah khususnya guru bidang

studi Bahasa Indonesia dalam memanfaatkan media komputer sebagai sarana

untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.

xxxv

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Teori Tentang Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Romiszowski dalam Basuki Wibawa & Farida Mukti (2001:12)

menyatakan bahwa media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber

pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam

proses belajar mengajar penerima pesan itu ialah siswa. Pembawa pesan

(media) itu berinteraksi dengan siswa melalui indera mereka. Siswa dirangsang

oleh media itu untuk menggunakan inderanya untuk menerima informasi.

Kadang-kadang siswa dituntut untuk menggunakan kombinasi dari beberapa

indera supaya dapat menerima pesan itu secara lebih lengkap.

Menurut Yudhi Munadi (2008 : 7) media pembelajaran dapat

dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan

pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang

kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien

dan efektif.

Definisi ini sejalan dengan definisi yang diantaranya disampaikan oleh

asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (assiciation of education and

communication Technology/AECT) di Amerika, yaitu sebagai segala bentuk

dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.

Menurut pendapat AECT dalam buku yang ditulis Yudhi Munadi ( 2008 : 9)

menyatakan bahwa media adalah perangkat lunak (software) – media pertama

atau lambang/simbol – berisi pesan atau informasi yang biasanya disajikan

dengan menggunakan peralatan – media kedua – sebagai perangkat keras

xxxvi

(hardware), yakni sebagai sarana untuk dapat menampilkan pesan yang

terkandung pada media tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Bretz dalam bukunya Sri Anitah

(2009 : 1) yang mengatakan bahwa media adalah sesuatu yang terletak di

tengah-tengah, jadi suatu perantara yang menghubungkan semua pihak yang

membutuhkan terjadinya suatu hubungan, dan membedakan antara media

komunikasi dan alat bantu komunikasi.

Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media

pembelajaran merupakan suatu sarana yang digunakan untuk menyampaikan

suatu informasi kepada peserta didik. Sarana tersebut dapat berupa orang, alat,

atau peristiwa yang dapat memungkinkan peserta didik dapat menerima

pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

b. Fungsi Media Pembelajaran

Dalam buku yang ditulis oleh Basuki Wibawa dan Farida Mukti (2001

: 14) disebutkan bahwa media dapat membantu guru memberikan informasi

dengan lebih baik, karena:

1) Media mampu memperlihatkan gerakan cepat yang sulit diamati dengan

cermat oleh mata biasa.

2) Media dapat memperbesar benda-benda kecil yang tidak dapat dilihat

oleh mata telanjang.

3) Sebuah obyek yang sangat besar tentu saja tidak dapat dibawa ke dalam

kelas sehingga dapat memanfaatkan media untuk menggantinya.

4) Obyek yang terlalu kompleks misalnya mesin dan jaringan radio, dapat

disajikan dengan menggunakan diagram atau model yang

disederhanakan.

5) Media dapat menyajikan suatu proses atau pengalaman hidup yang utuh.

xxxvii

Selain hal yang telah disebutkan di atas, menurut Yudhi Munadi (2008

: 37) fungsi media pembelajaran adalah :

1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar

Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah

fungsi utama, disamping ada fungsi-fungsi lainnya. Media pembelajaran

adalah “bahasa guru”. Maka untuk beberapa hal media pembelajaran

dapat menggantikan fungsi guru terutama sebagai sumber belajar.

2) Fungsi semantik

Yakni kemampuan media dalam menambah perbendaharaan

kata (simbol verbal) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami

anak didik (tidak verbalistik).

3) Fungsi manipulatif

Fungsi manipulatif ini didasarkan pada ciri-ciri (karakteristik)

umum yang dimilikinya. Berdasarkan karakteristik umum ini media

memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu

dan mengatasi keterbatasan inderawi.

Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi

batas-batas ruang dan waktu yaitu :

a) Kemampuan media menghadirkan obyek atau peristiwa yang sulit

dihadirkan dalam bentuk aslinya, seperti peristiwa bencana alam,

ikan paus melahirkan anaknya dan lain-lain.

b) Kemampuan media menjadikan obyek atau peristiwa yang menyita

waktu panjang menjadi singkat seperti proses metamorfosis, proses

mambangun bendungan dan proses ibadah haji.

c) Kemampuan media menghadirkan kembali obyek atau peristiwa

yang telah terjadi (terutama pada mata pelajaran sejarah).

Kedua, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi

keterbatasan inderawi manusia, yaitu :

xxxviii

a) Membantu siswa dalam memahami obyek yang sulit diamati karena

terlalu kecil, seperti molekul, sel, atom dan lain- lain, yakni dengan

memanfaatkan gambar, film, dan lain-lain.

b) Membantu siswa dalam memahami obyek yang bergerak terlalu

lambat atau terlalu cepat, seperti proses metamorfosis. Hal ini dapat

memanfaatkan gambar.

c) Membantu siswa dalam memahami obyek yang membutuhkan

kejelasan suara, seperti cara membaca Al-Qur’an sesuai dengan

kaidah tajwid, belajar bahasa asing, belajar bernyanyi dan bermusik,

yakni dengan memanfaatkan kaset (tape recorder).

d) Membantu siswa dalam memahami obyek yang terlalu kompleks,

misalnya dengan memanfaatkan diagram, peta, grafik, dan lain-lain.

4) Fungsi psikologis

a) Fungsi atensi

Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian

(attention) siswa terhadap materi ajar. Media pembelajaran yang

tepat guna adalah media pembelajaran yang mampu memfokuskan

perhatian siswa.

b) Fungsi afektif

Fungsi afektif, yakni menggugah perasaan, emosi dan

tingkat penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu. Media

pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan dan

penerimaan siswa terhadap simulasi tertentu. Sambutan atau

penerimaan tersebut berupa kemauan. Dengan adanya media

pembelajaran, terlihat pada diri siswa kesediaan untuk menerima

beban pelajaran dan untuk itu perhatiannya akan tertuju pada

pelajaran yang diikutinya.

c) Fungsi kognitif

xxxix

Siswa yang belajar menggunakan media pembelajaran akan

memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang

mewakili obyek-obyek yang dihadapi, baik obyek itu berupa orang,

benda, atau kejadian/peristiwa. Objek-objek itu direpresentasikan

atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan

atau lambang.

d) Fungsi imajinatif

Imajinasi merupakan proses menciptakan obyek atau

peristiwa tanpa pemanfaatan data sensori. Media pembelajaran dapat

meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa.

e) Fungsi motivasi

Motivasi merupakan seni mendorong siswa untuk terdorong

melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Guru dapat memotivasi siswa dengan cara membangkitkan minat

belajarnya dan dengan cara memberi dan menimbulkan harapan.

Salah satu pemberian harapan itu yakni dengan cara memudahkan

siswa, bahkan yang dianggap lemah sekalipun dalam menerima dan

memahami isi pelajaran yaitu melalui pemanfaatan media

pembelajaran yang tepat guna.

5) Fungsi sosio – kultural

Fungsi media dilihat dari sosio – kultural, yaitu mengatasi

hambatan sosio – kultural antar peserta komunikasi pembelajaran.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi media

pembelajaran dapat dibedakan menjadi fungsi media pembelajaran yang

didasarkan pada media yaitu sebagai sumber belajar, fungsi sematik, dan

fungsi manipulatif. Sedangkan fungsi yang didasarkan pada penggunaannya

(peserta didik) yaitu fungsi psikologis dan fungsi sosio-kultural. Media

xl

pembelajaran juga sebagai suatu sarana untuk mempermudah penyampaian

informasi dalam proses pembelajaran sehingga dapat menimbulkan efek berupa

perubahan tingkah laku dan sikap siswa sebagai akibat interaksi antara siswa

dengan pesan yang disampaikan, baik perubahan itu secara individu maupun

secara kelompok.

2. Teori Tentang Media Komputer

a. Pengertian Media Komputer

Komputer adalah alat elektronik yang termasuk dalam kategori

multimedia. Karena komputer menurut Asyad dalam buku yang ditulis Yudhi

Munadi (2008 :148) mampu melibatkan berbagai indera dan organ tubuh,

seperti telinga (audio), mata (visual), dan tangan (kinetik), yang dengan

pelibatan ini dimungkinkan informasi atau pesannya mudah dimengarti.

Dengan banyaknya sumber belajar dalam komputer yang telah merangsang

beberapa indera diharapkan dapat mengaktifkan fungsi-fungsi psikologis siswa

meliputi fungsi kognitif, fungsi konatif – dinamik, fungsi afektif, dan fungsi

sensori – motorik.

Media komputer merupakan suatu mesin yang dirancang secara khusus

guna memanipulasi informasi dan kode-kode. Mesin elektronik ini dapat

melakukan pekerjaan perhitungan, penyimpangan, dan operasional mulai dari

yang sederhana hingga yang paling komplek sekalipun dapat dikerjakan lebih

cepat dan lebih teliti. Satu unit komputer biasanya terdiri dari empat komponen

dasar yaitu : input, processor, memori, dan output. Dalam perkembangannya

komputer dewasa ini, memiliki kemampuan menggabungkan berbagai

peralatan antara lain : CD player, video tape, juga audio tape. Lebih dari itu

komputer dapat merekam, menganalisis dan memberi reaksi terhadap masukan

yang diperoleh dari pemakai. ( Aji Sujudi, 2005 : 42)

xli

Kemajuan kemampuan komputer untuk secara cepat berinteraksi

dengan individu, menyimpan dan memproses sejumlah besar informasi, dan

bergabung dengan media lain untuk menampilkan serangkaian besar stimulasi

audio visual, menjadikan komputer media yang dominan dalam bidang

pembelajaran (Ronald Andreson, 1987 : 195). Dengan cepat komputer menjadi

sesuatu yang biasa digunakan dalam berbagai kegiatan intruksional misalnya

produksi grafis dan audio visual lainnya, serta pengembangan, penyampaian,

dan pengelolaan bahan-bahan intruksional.

Dalam buku yang ditulis Ronald Andreson (1987 : 198) secara umum

pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran dapat diklasifikasikan

menjadi 2 kelompok, yaitu :

1) Sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran seperti

misalnya : komputer dapat membantu kegiatan administrasi pendidikan.

Untuk kegunaan ini biasanya menggunakan CMI singkatan dari

Computer Managed Instruction. Pemanfaatan media komputer jenis ini

berfungsi untuk mempercepat pengolahan data pendidikan. Informasi

data yang begitu banyaknya, kebutuhan pendidikan, proses pendidikan

dan hasil pendidikan diolah dengan bantuan CMI terasa lebih efisien,

cepat dan murah sehinga dapat paralel dengan kegiatan dan proses

pendidikan itu sendiri. Informasi data yang dimaksud dalam hal ini dapat

berupa : jumlah peserta didik, jumlah ketenagakerjaan di bidang

pendidikan, keadaan bangunan dan perlengkapan, jumlah biaya yang

digunakan dan sebagainya.

2) Sebagai pencipta proses belajar dan pembelajaran itu sendiri.

Dalam pemanfaatan media komputer jenis ini dikenal dengan

istilah CAI (Computer Assisted Instruction). Dalam pemanfaatan media

komputer ini meskipun komputer secara esktrim tidak dapat

menggantikan proses pembelajaran dengan tatap muka, namun antara

peserta didik dengan komputer dapat berkomunikasi dan terjadi interaksi

xlii

secara mandiri, dengan demikian dapat menghasilkan sebuah hasil

belajar yang efektif. Secara umum jenis CAI dalam proses pembelajaran

memiliki dua peranan, yakni ; a) sebagai tutor penggati. Pada jenis ini

para siswa dapat berpartisipasi dalam suatu dialog secara interaktif.

Dalam model ini para siswa berinteraksi langsung dengan komputer yang

diprogram secara khusus untuk memberikan reaksi atau respondari

stimulus atau aktivitas yang dilakukan oleh seorang siswa terhadap

pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan. Komputer tersebut

kemudian dapat menyediakan informasi belajar tambahan sebagai

pelengkapnya, yang selanjutnya menghendaki adanya jawaban segera

oleh para siswa yang bersangkutan. b) Jenis yang kedua adalah

laboratorium stimulasi, yang menyediakan kemudahan bagi para siswa

yang hendak melaksanakan eksperimen berdasarkan sistem model yang

telah diprogramkan ke dalam komputer melalui CAI tersebut.

CAI memiliki keluwesan dan kemampuan untuk memberikan

pelajaran dan penanaman konsep secara bervariasi, maka model tersebut

dianggap sebagai seorang tutor pengganti yang sabar tanpa batas

sekaligus dapat memberikan bantuan kepada para siswa bahan referensi

yang diperlukan dan menarik perhatian serta kreatifitas siswa.

Salain itu, menurut Ronald Andreson (1987 : 205) hubungan komputer

dengan tujuan intruksional yaitu :

Karakteristik : komputer dapat menggunakan bermacam-macam terminal yang berbeda atau menggabungkannya dengan media lain untuk memberi pembelajaran individual. Para siswa dapat ditunjukkan atau ditempatkan dalam lingkungan yang dikehendaki dengan jalan menghubungkan kemampuan komputer dengan media lainnya atau peralatan untuk tujuan-tujuan pengajaran atau tes.

Pemakaiannya dalam proses belajar :

xliii

a. Untuk tujuan kognitif : komputer yang menggunakan bermacam-macam tipe terminal dapat mengontrol interaksi pengajaran mandiri untuk mengajarkan konsep, aturan, prinsip, langkah dalam proses, dan kalkulasi yang kompleks. Digabungkan dengan media lain, komputer dapat digunakan untuk mengajarkan pengenalan atau diskriminasi dari stimulus visual dan stimulus audio yang relevan. Kemampuan komputer untuk kegiatan pengajaran individual terutama didasarkan pada kemampuan pengambangan dan keterbatasan media yang digunakan.

b. Untuk tujuan psikomotor : terminal komputer merupakan alat tentang “dunia nyata” yang sangat bagus untuk mengajarkan programing dan kecakapan yang serupa bila siswa mau bekerja dengan dengan terminal-terminal kerja. Bila digunakan dengan peralatan yang disimulasikan, merupakan alat yang sangat bagus untuk menciptakan kondisi dunia yang sebenarnya. Beberapa contoh yang khas ialah : simulasi pendaratan pesawat terbang, pelabuhan kapal laut, atau berbagai latihan darurat. Dalam beberapa hal, seperangkat model, atau barang tiruan dapat digunakan untuk melihat hasilnya.

c. Untuk tujuan afektif : sangat berguna bila digunakan seperti yang diungkapkan dalam tujuan psikomotor atau digunakan untuk mengontrol bahan-bahan film dan vidio.

b. Teori Tentang Microsoft Powerpoint

1) Pengertian Microsoft Powerpoint

Microsoft powerpoint merupakan sebuah program aplikasi yang

digunakan untuk menyusun sebuah presentasi. Aplikasi ini sangat populer

dan banyak digunakan karena sangat membantu sistem kerja yang

berhubungan dengan presentasi. (Wahana Komputer, 2003 : 1). Dalam

program microsoft powerpoint ini proses desain presentasinya dimulai

dari slide demi slide yang tersusun dari bullet-bullet dan latar belakang

dekorasi yang dibuat semenarik mungkin.

Powerpoint adalah sebuah program aplikasi komputer yang

dirancang untuk membantu membuat sebuah media penyampaian suatu

makalah atau naskah yang disajiakan lewat presentasi digital. Powerpoint

memiliki media kerja worksheet yang terhubung dari halaman satu ke

halaman berikutnya.

xliv

Dalam Wahana Komputer (2003 : 2) disebutkan bahwa untuk

dapat membuat sebuah presentasi yang baik dan menarik menggunakan

powerpoint, seorang presenter harus memiliki :

a) Tujuan pembuatan sebuah presentasi

b) Tema dan isi dari sebuah presentasi

c) Sasaran kapada siapa presentasi akan disampaikan

d) Kreativitas daya seni untuk dapat men-design sebuah presentasi yang

baik dan menarik

e) Peralatan baik software maupun hardware

2) Mengenal Microsoft Office Powerpoint 2007

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan media microsoft

powerpoint 2007. Microsoft powerpoint 2007 merupakan suatu program

aplikasi yang dirancang khusus untuk membuat slide presentasi (Nana

Suarna, 2008 : 9)

Selain definisi diatas, Nana Suarna (2008 : 11) juga

mengemukakan bahwa Microsoft Office Powerpoint 2007 digunakan

untuk merancang dan mempresentasikan suatu animasi dalam bentuk slide.

Powerpoint digunakan untuk keperluan pembuatan presentasi, antara lain :

a) Untuk membuat aplikasi panduan pendidikan

b) Untuk memperkenalkan salah satu produk unggulan yang akan di

pasarkan kepada masyarakat

c) Untuk acara wisuda

d) Untuk seminar dikalangan mahasiswa, pelajar, mayarakat umum,

perusahaan-perusahaan, universitas, sekolah tinggi dan lain-lain.

e) Untuk bahan ajar guru dan dosen.

Menurut Yudhi Munadi (2008 : 150) beberapa kelebihan dari

multimedia presentasi (powerpoint) yakni :

xlv

a) Mampu menampilkan obyek-obyek yang sebenarnya tidak ada

secara fisik atau diistilahkan dengan imagery. Secara kognitif

pembelajaran dengan menggunakan mental imagery akan

meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi

pelajaran.

b) Memiliki kemampuan dalam mengembangkan semua unsur media

seperti teks, vidio, animasi, image, grafik dan sound menjadi satu

kesatuan penyajian yang terintegrasi.

c) Memiliki kemampuan dalam mengakomodasi peserta didik sesuai

dengan modalitas belajarnya, terutama bagi mereka yang memiliki

tipe visual, auditif, kinestatik atau yang lainnya.

d) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca

dan mendengarkan secara mudah.

Dari beberapa teori tentang media komputer, dapat diambil

kesimpulan bahwa media komputer dengan aplikasi powerpoint dapat

digunakan dalam pembelajaran yaitu sebagai media dalam menyampaikan

informasi kepada peserta didik.

3) Desain Media Powerpoint

Menurut Smaldino dalam bukunya Sri Anitah (2009 : 82)

mengelompokkan keputusan mendesain dalam beberapa kelompok yang

salah satunya yaitu elemen-elemen dimana pemilihan dan pemasangan

unsur verbal/visual untuk dimasukkan di dalam tampilan. Perencanaan

tampilan visual dimulai dengan mengumpulkan atau membuat gambar-

gambar secara individual dan unsur-unsur teks yang diharapkan akan

digunakan dalam tampilan. Dalam pemilihan unsur-unsur teks, pemilihan

didasarkan pada tujuan media visual yaitu keterbacaan, mambantu

pengamat melihat pesan secara cepat,dan memfokuskan perhatian pada hal

yang pokok.

xlvi

Desain penelitian media powerpoint yang ditampilkan yaitu:

a) Elemen Visual

Jenis visual yang dipilih sesuai dengan pembelajaran

mengenal benda-benda di sekitar yaitu yang memenuhi kategori

realistis dengan menggunakan gambar berwarna seperti aslinya

sehingga dapat mempertinggi tingkat realistis.

(1) Penggunaan gambar

Penggunaan gambar dimaksudkan untuk membuat

proses belajar menjadi lebih menarik. Dengan gambar siswa

mendapatkan pemahaman yang lebih cepat terhadap tema atau

materi yang diajarkan.

Menurut Yudhi Munadi (2008 : 89) gambar merupakan

media visual yang penting, sebab gambar dapat menggantikan

kata verbal, mengkongkritkan yang abstrak, dan mengatasi

pengamatan manusia. Gambar membuat seseorang dapat

menangkap ide atau informasi dengan jelas, lebih jelas dari pada

yang diungkapkan dengan kata-kata.

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan gambar

dalam slide powerpoint. Gambar yang dipilih merupakan

gambar yang sesuai dengan materi yang diajarkan kepada siswa

yaitu gambar-gambar benda yang ada di sekitar kita.

b) Elemen Verbal

(1) Penggunaan warna

Menurut Sri Anitah (2009 : 76) warna merupakan

unsur tambahan yang terpenting dalam media visual, tetapi

xlvii

harus digunakan secara berhati-hati untuk memperoleh pengaruh

yang terbaik.

Warna yang digunakan untuk latar belakang pada

penelitian ini adalah warna kuning oranya. Warna ini dipilih

karena dianggap memiliki kekuatan emosional yang efektif

untuk membangkitkan gairah dan konsentrasi belajar. Sesuai

dengan http://digilib.petra.ac.id. jiunkpe /s1/jdkv /2002/ jiunkpe-

ns-s1 -2002 -42498005-839-teori warna-chapter4.pdf secara

psikologis warna kuning adalah warna kehidupan, semangat,

dan juga warna yang sangat atraktif (menarik perhatian)

dibanding dengan warna-warna yang lain. Pemilihan warna ini

akan membantu kelancaran proses belajar mengajar materi yang

disampaikan.

Sedangkan warna yang digunakan dalam tulisan yaitu

warna merah. Warna ini dianggap memiliki kekuatan menarik

perhatian dan memiliki daya ingat tinggi dibanding warna lain.

Dalamhttp://kosmo.vivanews.com/news/read/28105arti_dan_efe

k_warna_pada_otak menyabutkan bahwa pelajar mampu

mengingat lebih banyak huruf ketika objek tulisan berada pada

layar berwarna merah. Warna merah itu ibaratnya bagai susunan

batu-bata. Pelajar yang melihat tulisan pada layar merah secara

praktis otak mereka akan lebih tersusun. Logikanya, otak

mereka akan lebih tersusun layaknya bangunan rumah yang

tersusun dari tumpukan batu-bata. Sejak lama kita memahami,

merah berarti menghindari bahaya. Warna merah dapat

membuat seseorang mengerjakan tugas yang memerlukan

tingkat ketelitian tinggi. Merah membantu seseorang dalam

mengingat, mengoreksi bacaan, membaca peringatan bahaya.

xlviii

(2) Komposisi tulisan dan gambar

Dalam setiap tampilan ditampilkan secara sederhana

yaitu menggunakan 2 elemen. Yang terdiri dari satu macam

gambar dengan satu kata sederhana. Komposisi sederhana akan

membuat pemahaman lebih mudah dan cepat, serta tidak

membuat mata cepat lelah dan tidak jenuh atau membosankan.

(3) Tipografi

Penataan tipografi menggunakan ukuran gambar dan

huruf yang cukup besar sehingga dapat dengan jelas dan cepat

dibaca pada slide dalam waktu yang singkat.

Untuk gambar menggunakan ukuran 15 cm x 13 cm.

Sedangkan untuk tulisan yang digunakan yaitu huruf kecil jenis

franklin gothik book yang mempunyai keterbacaan huruf jelas

dan terbaca oleh anak, dengan ukuran 66 point.

(4) Penggunaan efek suara

Dalam powerpoint ini juga menggunakan efek suara

untuk memaksimalkan sisa pendengaran yang dimiliki anak.

Penggunaan efek suara ini berupa suara lafal nama benda sesuai

gambar. Dalam penggunaan efek suara diharapkan dapat

membantu meningkatkan sensitifitas siswa terhadap suara.

c) Elemen yang Menambah Daya Tarik

Dalam desain penelitian ini, elemen penambah daya tarik

yang bertujuan untuk menarik perhatian pengamat yaitu dengan

memberikan kejutan sehingga membuat pengamat tidak bosan

dengan tampilan yang disajikan. Kejutan diberikan dengan

xlix

memberikan efek animation baik pada gambar maupun huruf. Efek

animation yang diberikan pun ada beberapa macam antara lain

pinwheel, fly in, diamond, swish, flip dan beberapa efek anomation

lainnya.

3. Perbendaharaan Kata dan Bahasa Anak Tunarungu

Menurut http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php kata adalah

unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan

kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Sedangkan

menurut BP3K (1982:7) kata merupakan sekumpulan bunyi yang merupakan

kesatuan terkecil yang mengandung makna dan fungsi yang menempati suatu

jabatan dalam kalimat sehingga merupakan bentuk terkecil dalam kalimat.

Perbendaharaan kata atau disebut juga dengan kosa kata adalah kekayaan

kata yang dimiliki oleh suatu bahasa. Dalam KBBI online juga diungkapkan

bahwa perbendaharaan kata merupakan banyaknya kata yang dimiliki seseorang.

Sedangkan menurut wikipedia dalam

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&search=perben

daharaan+kata&fulltext=Cari kosakata adalah himpunan kata yang diketahui

oleh seseorang, atau merupakan bagian dari suatu bahasa tertentu. Kosakata

seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh

orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh

orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Jadi, perbendaharaan kata atau kosa

kata adalah sekelompok kata-kata yang dimiliki suatu bahasa, yang mengandung

pengertian atau informasi tentang makna dan pemakaian.

Ketunarunguan membawa implikasi terhadap hal-hal yang khas dan

kompleks, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya. Secara nyata

nampak dalam aspek bahasanya, aspek intelegansi (kecerdasan), dan aspek

sosialnya. Jadi, jelaslah bahwa kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak-

l

dampak yang saling terkait antara dampak yang satu dengan dampak yang lain.

Dengan demikian ketunarunguan membawa dampak pada perkembangan aspek

bahasa, motorik, dan intelegensi. Selanjutnya membawa dampak terhadap

perkembangan emosi dan sosial yang akhirnya dampak terhadap keseluruhan

pribadinya. (Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarja, 1995 : 45).

Menurut Katryn P. Meadow dalam bukunya Edja Sadjaah & Dardjo

Sukarja (1995 : 48) bahwa bahasa anak tunarungu tampak sebagai berikut :

pertama, keterbatasan bahasa atau kecakapan bahasa anak dibedakan atas

perolehan bahasa dari lingkungan keluarganya, yaitu apakah orang tuanya tuli/

mendengar sehingga mempengaruhi penggunaan bahasa untuk berkomunikasi,

apakah menggunakan bahasa isyarat atau berbicara. Kedua, kecakapan berbahasa

lebih banyak menggunakan bahasa isyarat yang dipelajari melalui kontak dengan

teman sebayanya dan akhirnya berkembang melalui bahasa isyarat formal bagi

dirinya secara nyata. Kemudian dalam penggunaan bahasa lisan, nampak bahwa

anak tunarungu menggunakan kalimat yang pendek-pendek, ia menggunakan

kalimat yang lebih sederhana, karena keterbatasan kata yang dimengrtinya,

akhirnya anak hanya menggunakan kata yang bisa diingatnya. Ia lupa dalam

menyusun kalimat dengan benar, anak sering membuat kalimat tunggal atau

kalimat yang tidak menggunakan kata-kata yang banyak. Ketiga , anak tunarungu

mengalami kesulitan dalam menyusun bentuk dan struktur kalimat seperti : dalam

kalimat berita, kalimat perintah ataupun kalimat tanya. Sulit bagi anak-anak

tunarungu dalam membuat kalimat-kalimat itu karena harus menggunakan tanda-

tanda baca. Keempat, kemampuan bahasa tulis, apabila dilakukan evaluasi maka

kebanyakan dari mereka tidak memiliki perbendaharaan kata yang cukup untuk

kepentingan akademis yang lebih tinggi. Sebagai kenyataan, kemampuan

akademis anak tunarungu berada di bawah rata-rata kemampuan anak normal.

Selain itu, Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja ( 1995 : 48) mengungkapkan

pula bahwa anak tunarungu sulit dalam memahami kata-kata yang sifatnya

abstrak, anak sukar dalam memahami arti kata diluar indera penglihatannya

li

sehingga anak tunarungu terkenal dengan julukan “visualizer atau pemata”. Dari

uraian diatas tentu kita tidak dapat menyalahkannya, karena pada kenyataanya

seperti itulah yang terjadi. Mereka hanya mampu memahami apa yang dilihatnya

dengan jelas atau nyata (kongkrit) sedangkan untuk hal-hal yang bersifat abstrak

mereka sulit untuk memahaminya. Padahal untuk kepentingan komunikasi dan

pembelajaran tidak lepas dari sejumlah kata yang bersifat abstrak misalnya kata-

kata yang mengandung kiasan.

Mohammah Efendi (2008 : 77) juga mengungkapkan problem yang

dihadapi anak tunarungu dari aspek kebahasaannya, yaitu tampak pada :

1) Miskin kosakata (perbendaharaan kata/bahasa terbatas)

2) Sulit mengungkapkan arti bahasa yang mengandung arti kiasan atau

sindiran

3) Kesulitan dalam mengartikan kata-kata abstrak seperti kata Tuhan, pandai,

mustahil, dan lain-lain.

4) Kesulitan menguasai irama dan gaya bahasa.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan

“…individuals with hearing loss have more difficulties in story comprehension

than their normally hearing peers”. (Yildiz Uzuner, Güzin Icden, Umit Girgin,

Ayse Beral, & Gonul Kırcaali-Iftar: 2005). Dalam penelitian ini dijelaskan

bahwa individu yang kehilangan pendengaran memiliki permasalahan yaitu

kesulitan dalam mengerti suatu cerita dibandingkan dengan individu normal

karena keterbatasan perbendaharaan kata yang dimilikinya. Mereka

memerlukan lebih banyak pengalaman untuk menguasai suatu kosakata (tata

bahasa).

Gangguan bicara pada anak tunarungu tampak pada kemampuan

bahasa, sehingga pada keterampilan bicaranya perlu menekankan pada hal-hal

yang khusus seperti yang disampaikan dalam

http://primabhaktimulia.wordpress.com/2009/08/27/pengembangan-

kemampuan-bicara-2/, dalam keterampilan bicara (melafalkan kata), beberapa

lii

hal yang ditekankan yaitu : kejelasan bicara (pelafalan), kejelasan artikulasi

vokal dan konsonan, kelancaran bicara (pelafalan), kualitas suara yang

dihasilkan, irama dan intonasi bicara

Hal ini sejalan dengan pendapat Andrea Castrogiovanni (2008) yang

menyatakan bahwa “A speech disorder is an impairment of the articulation of

fluency, speech sounds, and/or voice.” Kemudian dijelaskan pula pengertian

dari setiap gangguan yaitu a fluency disorder is a speech disorder

characterized by deviations in continuity, smoothness, rhythm, and/or effort

with which phonologic, lexical, morphologic, and/or syntactic language units

are spoken. Voice disorders are characterized by the abnormal production

and/or absence of vocal quality, pitch, loudness, resonance, and/or duration,

given an individual's age and/or sex. Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa

gangguan bicara tampak pada gangguan dalam artikulasi, kelancaran bicara,

suara yang dihasilkan, dan kejelasan pengucapan. Untuk kelancaran bicara

ditandai dengan penyimpangan dalam kehalusan, keserasian/kesesuian, dan

irama bicara. Sedangkan untuk gangguan suara adalah karakteristik dari

ketidaknormalan menghasilkan suara, mutu suara, nada yang dihasilkan,

kenyaringan, resonansi dan umur individu dan jenis kelamin.

Dari permasalahan-permasalahan yang dikemukaan di atas, maka

sesuai dengan pendapat Thomas M. Bohman, Lisa M. Bedore, Elizabeth D. Pe

a, Anita Mendez-Perez, & Ronald B. Gillam (2010 : 325-344) menyatakan

“amount of language input is important as children begin to use a language,

and amount of language output is important for adding knowledge to their

language” yang berarti bahwa jumlah masukan bahasa adalah penting untuk

anak dalam penggunaan bahasa, dan jumlah keluaran bahasa adalah penting

untuk menambah pengetahuan bahasanya.

4. Teori Tantang Anak Tunarungu

liii

a. Pengertian Anak Tunarungu

Menurut Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri

(1996 : 74) mengemukakan bahwa :

Seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (hear of hearing). Tulli adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa alat bantu dengar (hearing aids).

Selain itu, dalam (http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-

klasifikasi-tunarungu.html) mengemukakan pula bahwa anak tunarungu adalah

anak yang mengalami gangguan pendengaran dan percakapan dengan derajat

pendengaran yang bervariasi antara 27 dB – 40 dB dikatakan sangat ringan 41

dB – 55 dB dikatakan ringan, 56 dB – 70 dB dikatakan sedang, 71 dB – 90 dB

dikatakan berat, dan 91 ke atas dikatakan tuli.

Menurut Moores dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa,

http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-

tunarungu.html definisi ketunarunguan ada dua kelompok yaitu pertama,

seorang dikatakan tuli (deaf) apabila kehilangan kemampuan mendengar pada

tingkat 70 dB Iso atau lebih, sehingga ia tidak dapat mengerti pembicaraan

orang lain melalui pendengarannya baik dengan ataupun tanpa alat bantu

mendengar. Kedua, seseorang dikatakan kurang dengar (hard of hearing) bila

kehilangan pendengaran pada 35 dB Iso sehingga ia mengalami kesulitan untuk

memahami pembicaraan orang lain melalui pendengarannya baik tanpa

maupun dengan alat bantu mendengar.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tunarungu

adalah mereka yang mengalami kehilangan pendengaran baik sebagian atau

liv

seluruhnya sehingga fungsi pendengaran mereka tidak dapat digunakan

sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan anak akan mengalami pula

hambatan dalam kemampuan bicaranya.

b. Klasifikasi Anak Tunarungu

Menurut Sutjihati Somantri (1996:75), klasifikasi tunarungu yaitu :

1) Klasifikasi secara ettiologis :

Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini

penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor :

a) Pada saat sebelum dilahirkan (prenatal) :

(1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu, atau

mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal misalnya : dominan

genes, recesive gen dan lain-lain.

(2) Karena penyakit : sewaktu ibu mengandung terserang suatu

penyakit ; terutama penyakit-penyakit yang diderita saat kehamilan

trimester yang pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga.

Penyakit itu ialah rubella, morbili, dan lain-lain.

(3) Karena keracunan obat-obat : pada saat kehamilan, ibu minum

obat-obatan terlalu banyak dan ibu seorang pecandu alkohol, atau

ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya, ia meminum obat

penggugur kandungan yang dapat menyababkan ketunarunguan

pada anak yang dilahirkannya.

b) Pada saat kelahiran (natal)

(1) Sewaktu ibu melahirkan ibu mengalami kesulitan, sehingga

persalinan dibantu dengan alat penyedotan (tang).

(2) Prematuritas, yaitu bayi lahir sebelum waktunya.

c) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

lv

(1) Ketulian terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak

(maningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili dan lain-lain.

(2) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

(3) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

2) Klasifikasi menurut tarafnya

Kalsifikasi menurut tarafnya dapat diketahui melalui tes

audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan

diklasifikasikan sebagai berikut :

Andreas Dwidjosumarto dalam buku Sutjihati Soemantri (1996 :

76) mengemukakan :

Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54

dB, penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan

bantuan mendengar secara khusus,

Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69

dB, penderitanya kadang-kadang memerlukan penempatan

sekolah secara khusus dalam kebiasaan sehari-hari,

memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan

berbahasa secara khusus,

Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89

dB,dan

Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB keatas.

Sedangkan menurut Mohammad Efendi (2008 : 59) ditinjau dari

tujuan pendidikannya anak tunarungu dapat digolongkan menjadi :

lvi

1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 – 30 dB

(slight losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :

a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas

antara pendengaran normal dan kekurangan taraf ringan.

b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat

mengikuti sekolah biasa, tatapi tempat duduk perlu diperhatikan,

sebaiknya pada posisi yang dekat dengan guru.

c) Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan

mendengarnya

d) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan

ketajaman pendengarannya

2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 – 40 dB

(mild losses)

Ciri-ciri anak pada kelompok kehilangan pendengaran ini adalah :

a) Dapat mengarti percakapan biasa dengan jarak yang sangat dekat

b) Tidak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan isi hati

c) Kesulitan dalam menangkap suara percakapan yang lemah

d) Kesulitan menangkap percakapan dengan lawan bicara yang tidak

berhadapan (membelakangi anak tunarungu)

e) Perlu bimbingan yang baik dan intensif

f) Bisa mengikuti pembelajaran di kelas umum, tetapi disarankan

untuk kelas permulaan ditempatkan pada kelas khusus

g) Sebaiknya menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan

ketajaman pendengaran.

h) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40 – 60 dB

(moderate losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :

a) Masih dapat mengerti percakapan keras dengan jarak yang dekat

lvii

b) Mengalami kelainan bicara terutama pada huruf konsonan

misalnya “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi “T” atau “D”

c) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan

d) Perbendaharaan kosa kata yang terbatas

i) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 – 75 dB

(servere losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kelompok ini adalah :

a) Kesulitan membedakan suara

b) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di

sekitarnya memiliki getaran suara

c) Perlu layanan khusus dalam bahasa maupun bicara

d) Perlu alat bantu dengar

j) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas

(profoundly losses)

Ciri-ciri anak tunarungu pada kolompok ini adalah :

a) Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1

inchi (±2,54 cm) atau sama sekali tidak dapat mendengar.

b) Penggunaan alat bantu dengar tidak berarti apa-apa.

Dari beberapa klasifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa anak

tunarungu memiliki derajat ketunarunguan berbeda-beda yang diklasifikasikan

dalam klasifikasi yang berbeda-beda pula. Seorang pengajar perlu mengetahui

derajat ketunarunguan seorang anak tunarungu agar dapat ditentukan klasifikasi

yang tepat untuk seorang anak tunarungu sehingga pelayanan yang diberikan

dapat disesuaikan pula dengan klasifikasi / derajat ketunarunguan anak. Hal ini

sangat penting karena pelayanan yang sesuai dan tepat akan memberikan hasil

yang maksimal kapada anak tunarungu.

c. Pendengaran dan Penglihatan Anak Tunarungu

lviii

Ada yang berpendapat bahwa hampir semua anak tunarungu masih

punya sisa pendengaran (tidak 100% tuli). Sisa pendengaran ini dapat

dioptimalkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD, walaupun tidak

secanggih implan koklea). Tetapi memakai ABD tidak sama dengan orang

memakai kaca mata, yang langsung bisa melihat dengan lebih jelas. Karena

respon atas stimuli visual adalah langsung, sedangkan respon atas stimuli

auditori adalah melalui tahap pemahaman/interpretasi dulu. Untuk mencapai

tahap pemahaman yang penting adalah harus sering mendengar dan

mendengar, dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, dan jika perlu

disertai bantuan visual: gambar dan gerakan tangan (kadang tanpa bantuan

akan sulit anak memahami kata-kata baru, mirip kita nonton film berbahasa

asing dimana kita mendengar pemain berbicara cas-cis-cus tanpa kita

menangkap artinya). Tetapi bantuan itu perlahan dihilangkan, sehingga

nantinya hanya akan berkomunikasi secara verbal.

(http://tunarungu.wordpress.com).

Melihat keterbatasan-keterbatasan dan hambatan-hambatan yang

dialami anak tunarungu, maka dipandang sangat perlu untuk mengembangkan

bahasa/bicara anak tunarungu sedini mungkin, yaitu setelah muncul

perasaannya untuk meniru pada anak tunarungu, bahasa mulai diberikan.

Peniruan bahasa pada anak perlu memaksimalkan sisa pendengaran dan indera-

indera lain yang masih berfungsi, seperti indera penglihatan anak. Oleh sebab

itu, guru / pendidik harus benar-benar dapat memanfaatkan visualisasi anak

tunarungu selain memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki anak

tunarungu.

d. Pembelajaran untuk Anak Tunarungu

Menurut Wiig & Semel, 1994 dalam Parwoto (2007 : 163) ada

sejumlah prinsip dasar dalam penggunaan teknik dan pendekatan khusus jika

guru hendak merencanakan intervensi bahasa:

lix

1) Memperkenalan kata-kata baru, konsep atau aturan formasi kalimat

menurut perkembangan bahasa normal atau untuk membedakan dengan

yang berkesulitan bahasa.

2) Mengajarkan penggunaan kata-kata baru yang paling umum.

3) Menggunakan kosa kata yang sudah diketahui, kosa kata familier untuk

mengajar struktur sintaktik yang baru.

4) Pada awalnya, pertahankan jumlah ungkapan (phrase) dan anak kalimat

sebagaimana jumlah kata dalam setiap ungkapan atau kalimat.

5) Menggunakan penyajian bergambar untuk membantu siswa menetapkan

gambar diri. Dengan membedakan kode warna pada kata-kata, ungkapan,

atau struktur penting dapat membantu siswa memfokuskan perhatiannya

dan sebagai alat bantu ingatan.

6) Menunjukkan kata-kata baru , keterkaitan atau berbagai bentuk yang

kurang dari sepuluh tetapi dalam kontek yang berbeda.

Dari sinilah peneliti melakukan penelitian meningkatkan

perbendaharaan kata anak tunarungu menggunakan media komputer dengan

aplikasi powerpoint. Media ini akan direncang khusus agar dapat benar-benar

dimanfaatkan untuk pembelajaran anak tunarungu. Peneliti akan menggunakan

aplikasi powerpoint yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik

anak tunarungu.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai penggunaan media gambar pada siswa kelas D1-

B bertujuan untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu-wicara.

Berikut akan disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan

penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan diambil dari

(http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0612106-135954/) yaitu :

1. Penulis : Witarsih, Fitri Yani,

lx

Judul :

Tahun :

Program Studi :

Efektifitas Media Kotak Abjad Baba Dan Media

Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca

Permulaan Pada Anak Tunarungu

2006

Pendidikan luar biasa

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh jarangnya guru menggunakan

media dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran

membaca di kelas D1. Hal ini menampakan siswa yang kurang antusias,

tampak jenuh dan mudah bosan. Pada umumnya perhatian mereka mudah

teralih sehingga materi menjadi sulit dipahami, yang pada akhirnya siswa

menunjukan kemampuan membaca yang rendah.

Kondisi di atas akan sangat merugikan bagi terselenggarannya

pembelajaran anak tunarungu, terutama dalam keterampilan membacanya.

Membaca merupakan faktor penting yang memungkinkan anak tunarungu

untuk memperoleh wawasan, menambah pengetahuan dan menggali informasi

yang dapat memperkaya perbendaharaan katanya, sehingga mereka

dimungkinkan dapat berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Oleh karena

itu, untuk membangkitkan respon siswa dalam pembelajaran membaca, guru

dapat menggunakan berbagai alternatif media yang diperkirakan dapat

menimbulkan respon positif sehingga dapat meningkatkan kemampuan

membaca permulaan pada anak tunarungu.

Berkaitan dengan hal itu peneliti berusaha mengujicobakan dua buah

media yakni media abjad baba dan media powerpoint serta melihat diantara

kedua media tersebut mana yang lebih efektif digunakan dalam upaya

meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak tunarungu.

Peningkatan kemampuan membaca dilihat dari kemampuan siswa untuk

membaca kata dan menyusun hurup menjadi kata.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif

dengan metode eksperimen desain Counter Balance (rotasi) pada siswa kelas

lxi

D1 di SLB Pambudi Dharma II Cimahi. Penelitian ini dibagi menjadi dua

tahap, pada tahap I kelompok X sebagai kelompok kontrol diberikan

pengajaran dengan abjad baba dan kelompok Y sebagai kelompok eksperimen

diberikan pengajaran dengan powerpoint. Selanjutnya pada tahap II kelompok

X sebagai kelompok eksperimen diberikan pengajaran dengan powerpoint dan

kelompok Y sebagai kelompok kontrol diberikan pengajaran dengan abjad

baba, kemudian hasil kedua tes dibandingkan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa media powerpoint lebih efektif

digunakan dalam meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada siswa

tunarungu. Siswa menunjukan ketertarikan dan antusias yang lebih baik, selain

itu dengan adanya proses pemisahan antara gambar dan kata menjadikan skor

membaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor membaca dengan media

abjad baba. Selain itu siswa dapat menyusun hurup menjadi kata dengan baik,

yakni dengan cara mengetik pada papan hurup (keyboard).

2. Penulis :

Judul :

Tahun :

Drs. Zaenal Alimin M.Ed., Drs. Yuyus Suherman, Asep

Saripudin S.Pd.

Penggunaan Media Aplikasi Komputer Dalam Pembelajaran

Anak Berkebutuhan Khusus (Studi pada Siswa Tunagrahita

dan Siswa Tuna netra di SLB Bandung)

2007

Penelitian ini, bertujuan mengetahui efektivitas penggunaan aplikasi

powerpoint terhadap peningkatan atensi pembelajaran Geometri dan efektivitas

penggunaan animasi komputer dalam meningkatkan pemahaman huruf vokal,

serta mengetahui hubungan kesadaran linguistik dan keterampilan membaca

permulaan anak tunagrahita. Penelitian terbagi dalam tiga sub tema, dilakukan

melalui metode eksperimen Single Case Experimental Design dengan disain

A-B-A untuk sub tema satu dan dua, serta metode deskriptif dengan desain

korelasional untuk sub tema tiga.

lxii

Penelitian ini menyimpulkan; pemberian intervensi pembelajaran

geometri dengan media aplikasi powerpoint untuk sub-tema satu dapat

meningkatkan atensi anak tunagrahita. Hal itu ditunjukan dengan

meningkatnya durasi bertahan dalam pembelajaran. Sementara intervensi

pengenalan huruf vokal melalui animasi komputer untuk sub tema dua dapat

meningkatkan pemahaman huruf vokal. Hal tersebut ditunjukan dengan

kemampuan membaca huruf vokal yang ditampilkan. Dengan kata lain,

intervensi sub tema satu memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan atensi,

demikian juga intervensi pada sub tema dua dapat meningkatkan pemahaman

huruf vokal. Sedangkan pada sub tema ketiga, hasil tinggi pada tes kesadaran

linguistik cenderung tinggi pula pada tes keterampilan membaca permulaan,

nilai rendah pada tes kesadaran linguistik, rendah pula pada tes keterampilan

membaca. Koefisien korelasinya menunjukan korelasi positif. Artinya

kesadaran linguistik merupakan salah satu prasyarat dalam belajar membaca

permulaan.

Guru, sebaiknya melanjutkan pengulangan intervensi, yang diyakini

hasilnya akan lebih meningkat kembali. Penggunaan media animasi komputer

dapat ditingkatkan melalui penyediaan komputer aktif bagi siswa di suatu kelas

atau ruangan tertentu, sehingga siswa menemukan variasi baru dalam belajar

yang lebih menyenangkan. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan

animasi lebih variatif, menarik dan hidup baik dari segi warna, bentuk maupun

isi secara keseluruhan. Penelitian ini dikembangkan untuk menciptakan

instrumen baku untuk mengukur kesadaran linguistik anak umum dan/atau

anak tunagrahita, serta untuk merumuskan bentuk pelatihan kesadaran

linguistik yang sesuai bagi pengembangan keterampilan membaca anak

tunagrahita ringan. (http://lppm.upi.edu/penelitian/index.php?lemlit=detil&id

=133 )

lxiii

3. Penulis :

Judul :

Tahun :

Slamet

Penggunaan Media Pembelajaran Powerpoint Untuk

Meningkatan Prestasi Belajar Sejarah Di Sma Al-Azhar 3

Bandar Lampung.

2006 / 2007

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya sebagian siswa yang

mengganggap pelajaran sejarah sesuatu yang tidak menarik, penyampaian

materi terlalu monoton dan cenderung hanya menghafal, hal tersebut

mengakibatkan siswa menjadi jenuh, pasif dan mengantuk. Siswa memandang

pelajaran sejarah hanya merupakan pelajaran pelengkap saja, dan bukan

sebagai pelajaran pokok yang merupakan bentuk apresiasi rasa nasionalisme

dan cinta tanah air, sehingga prestasi belajarnya rendah.

Untuk meningkatkan kualitas dan menghapus persepsi negatif siswa

terhadap pembe-lajaran sejarah tersebut, di era informasi yang semakin

dinamis ini, guru dituntut untuk kreatif guna meningkatkan mutu pembelajaran.

Guru seyogyanya mulai menyadari pentingnya aspek teknologi untuk

menunjang proses pembelajaran. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan oleh

guru adalah membuat media pembelajaran berbasis komputer khususnya

piranti lunak presentasi Powerpoint.

Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan prestasi belajar siswa

pada pembelajaran sejarah yang diajar menggunakan media powerpoint.

Penelitian melibatkan 41 orang siswa SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung pada

semester I tahun pelajaran 2006/2007. Pengumpulan data dilakukan dengan

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan

analisis deskriptif kualitatif.

Temuan penelitian yang diperoleh: a) terdapat peningkatan rata-rata

prestasi belajar siswa dari siklus satu ke siklus ke dua sebesar 5,1 (17,07%), b)

dari siklus kedua ke siklus ketiga meningkat sebesar 6,02 (24,40%)dan , c) dari

siklus ke tiga ke siklus keempat tetap menunjukan hasil sebesar 6,02 (24,40%)

lxiv

atau tidak mengalami peningkatan (jenuh). Peningkatan prestasi belajar siswa

dari siklus pertama ke siklus ketiga sebesar 11,2 (41,45%), dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa penggunaanmedia pembelajaran powerpoint dapat

meningkatkan prestasi belajar sejarah. (http://one.indoskripsi.com/node/2827)

C. Kerangka Berfikir

Dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah,

tujuan, manfaat penelitian serta kajian teori diatas, maka penulis dapat menyusun

kerangka berfikir sebagai berikut:

Anak tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik

sebagian maupun seluruhnya sehingga pendengarannya tidak memiliki nilai

fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya anak tunarungu memiliki

permasalahan mengenai terbatasnya perbendaharaan kata yang dikuasai. Begitu

pula yang terjadi pada siswa tunarungu wicara kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga.

Perbendaharaan kata yang mereka kuasai masih sangat sedikit sehingga

menyebabkan komunikasi siswa menjadi terbatas pula. Siswa kelas D1 dengan usia

yang masih terbilang kecil pun terkadang masih sulit untuk diajak belajar dengan

serius dalam jangka waktu tertentu. Disini guru masih mengalami kesulitan dalam

menciptakan suasana yang menarik dan membangkitkan motivasi belajar,

khususnya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Guru yang cenderung selalu

menggunakan media-media sederhana menyebabkan pembelajaran menjadi kurang

menarik, sehingga siswa cepat merasa bosan.

Oleh sebab itu, perlu adanya suatu tindakan perbaikan pembelajaran dalam

mata pembelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini bertujuan agar siswa lebih termotivasi

dalam mengikuti proses pembelajaran Bahasa Indonesia sehingga perbendaharaan

kata siswa dapat meningkat.

Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan

pembelajaran bagi anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu

media komputer dalam bentuk

mungkin dan disesuaikan dengan karakteristik an

kosa kata baru.

Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk

powerpoint berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah

tersebut dan diharapkan mo

Indonesia dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat

meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata

kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran

yang lebih kongkrit dan menarik.

Untuk lebih jelasnya

Kurangnya Perbendaharaan kata anak tuna rungu

Motivasi siswa dalam mengikuti

Pembelajaran

lxv

cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan

anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu

media komputer dalam bentuk aplikasi powerpoint yang di desain seme

mungkin dan disesuaikan dengan karakteristik anak tunarungu dalam mempelajari

Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk

berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat

meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata

kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran

n menarik.

Untuk lebih jelasnya, disajikan skema kerangka berfikir sebagai berikut:

Masalah yang dihadapi sebelum

tindakan

Kurangnya Motivasi siswa

dalam mengikuti Pembelajaran

Bahasa Indonesia

Perencanaan Tindakan Penelitian :

Mengguanakan media komputer sebagai media

pembelajaran

Guru menglami kesulitan dalam

menemukan solusi yang tepat untuk

meningkatkan perbendaharaan

kata anak

optimalnya pemanfaatan media yang

tersedia untuk

pembelajaran

cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan media

anak tunarungu. Salah satu media yang dapat digunakan yaitu

n semenarik

ak tunarungu dalam mempelajari

Dengan menggunakan media komputer khususnya dalam bentuk aplikasi

berarti guru telah memanfaatkan media yang disediakan di sekolah

an Bahasa

dapat meningkat sehingga perbendaharaan kata anak pun dapat

meningkat, selain itu anak juga dapat lebih mudah dalam mengingat kembali kata-

kata bermakna yang diajarkan kepadanya karena anak memperoleh pembelajaran

, disajikan skema kerangka berfikir sebagai berikut:

Kurang optimalnya

pemanfaatan media yang

tersedia untuk tujuan

pembelajaran

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir

Perbendaharaan kata siswa meningkat

Motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran

lxvi

Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir

Hasil akhir setelah dilakukan tindakan

Motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran Bahasa

Indonesia meningkat

Guru menemukan solusi yang tepat untuk

permasalahan yang ada

Mengoptimalkan pemanfaatan

media yang telah ada untuk tujuan

pembelajaran

Mengoptimalkan pemanfaatan

media yang telah ada untuk tujuan

pembelajaran

lxvii

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan teori-teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat diambil

hipotesis bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan

perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B di SLB Negeri Salatiga.

lxviii

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian yang berjudul “Penggunaan Media Komputer Untuk

Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB

Negeri Salatiga” mengambil tempat di SLB Negeri Salatiga. SLB Negeri Salatiga

terletak di Jalan Hasanuddin Gang III RT 3 RW XII Banjaran Kelurahan

Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

Alasan peneliti memilih SLB Negeri Salatiga sebagai lokasi atau tempat

penelitian adalah :

a. SLB Negeri Salatiga berlokasi dekat dengan tempat tinggal peneliti

sehingga mempermudah peneliti dalam memperoleh data yang

dibutuhkan dalam penelitian.

b. Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk melakukan penelitian

sejenis, sehingga terhindar dari penelitian ulang.

c. Tersedianya sarana dan prasarana memadai yang dibutuhkan peneliti

untuk melakukan penelitian tindakan kelas.

d. Siswa-siswa kelas D1-B masih kurang dalam penguasaan

perbendaharaan kata.

2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian memerlukan waktu lima bulan yaitu dimulai sejak

Bulan Desember 2009 sampai Bulan April 2010. Kegiatan tersebut dapat

digambarkan dalam tabel sebagai berikut :

lxix

Tabel 1. Waktu Penelitian Tindakan Kelas

No Kegiatan

Bulan dan Minggu

Des Jan Feb Maret April

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Persiapan Proposal

2. Perijinan

3. Penyusunan Instrumen

4. Pengumpulan Data

5. Analisis Data

6. Penyusunan Laporan

B. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian untuk meningkatkan

perbendaharaan kata anak tunarungu wicara di SLB Negeri Salatiga adalah bentuk

penelitian tindakan kelas. Menurut Suharsimi Arikunto (2009 : 3) penelitian

tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa

sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang

dilakukan oleh siswa.

lxx

Dalam penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui,

yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Dalam tahap

penyusunan rencana peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana,

oleh siapa dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap kedua dari

penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau

penerapan isi rancangan yaitu mengenai tindakan di kelas. Dalam tahap ke-2 ini

guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam

rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuat-buat.

Dalam tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh

pengamat. Sebenarnya kegiatan tahap ke-2 dan ke-3 berlangsung bersamaan, yaitu

saat peneliti melakukan tindakan, peneliti juga sambil melakukan pengamatan

terhadap proses maupun hasil dari apa yang dilakukan peneliti.

Pada tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa

yang sudah dilakukan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru

pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti

untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.

Penelitian tindakan kelas (PTK) di SLB Negeri Salatiga dilaksanakan

melalui tahapan siklus untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu

wicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi pengenalan benda-

benda di sekitar. Apabila pada siklus pertama indikator kerja belum tercapai, maka

akan melakukan siklus berikutnya sehingga indikator kerja dapat tercapai.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1

Negeri Salatiga. Siswa di kelas ini berjumlah 3 siswa yang ke

siswa putra.

Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,

peneliti menggunakan beberapa sumber data yaitu :

1. Hasil observasi partisipatif

lxxi

Gambar 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

C. Subyek Penelitian

Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1

Negeri Salatiga. Siswa di kelas ini berjumlah 3 siswa yang kesemuanya adalah

D. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,

peneliti menggunakan beberapa sumber data yaitu :

partisipatif

Subyek pada penelitian tindakan kelas ini yaitu siswa kelas D1-B SLB

semuanya adalah

Dalam melakukan penelitian tindakan kelas di SLB Negeri Salatiga,

lxxii

2. Evaluasi / Tes

3. Wawancara

4. Dokumetasi (berupa foto-foto saat pelaksanaan tindakan berlangsung)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas adalah sebagai

berikut :

1. Observasi Partisipatif

Observasi penelitian “Penggunaan Media Komputer Untuk Meningkatkan

Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”,

dilakukan bersamaan dengan proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi

mengenal benda-benda di sekitar. Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru

dan siswa.

Dalam melakukan observasi, peneliti melakukan partisipasi aktif dalam

kegiatan belajar mengajar. Selain sebagai pengajar, peneliti juga mengamati proses

kegiatan belajar mengajar tersebut. Peneliti menggunakan alat bantu observasi

berupa instrumen observasi dan kamera.

Selain melakukan pengamatan sendiri di dalam kelas, peneliti juga dibantu

oleh guru kelas sebagai kolaborator dalam melakukan pengamatan tersebut. Segala

hasil pengamatan yang diperoleh di dalam kelas didiskusikan dengan guru kelas.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam

pembelajaran yang telah berlangsung sehingga dapat dicari solusi untuk perbaikan

tindakan selanjutnya.

Observasi terhadap guru difokuskan pada kemampuan guru menjelaskan

dan mengelolaan kelas. Aspek-aspek yang dinilai pada kemampuan guru dalam

menjelaskan terdiri dari kejelasan, pemberian contoh, pengorganisaisan, penekanan

pada hal yang penting, dan pemberian balikan. Sedangkan aspek-aspek yang dinilai

pada kemampuan guru dalam mengelola kelas yaitu sikap tanggap guru, menuntut

lxxiii

tanggung jawab kepada siswa, memberikan petunjuk yang jelas, memberikan

teguran, dan memberikan penguat kepada siswa. Penilaian pada kemampuan guru

dalam menjelaskan dan mengelola kelas dilakukan dengan menghitung jumlah skor

sesuai pada lembar observasi, kemudian diberikan penilaian dengan kriteria kurang,

cukup, dan baik.

Observasi terhadap siswa difokuskan pada keterampilan melafalkan kata

yang meliputi aspek kemampuan bereaksi terhadap bunyi, kejelasan artikulasi vokal

dan konsonan, kejelasan pengucapan kata sehingga ucapan anak dapat dipahami,

kelancaran ucapan (tidak tersendat-sendat, ragu-ragu atau menggagap), tempo

bicara/ucapan, kualitas suara yang dihasilkan, irama dan intonasi bicara. Penilaian

terhadap keterampilan melafalkan kata dilakukan dengan menghitung jumlas skor

sesuai pada lembar observasi, kemudian diberikan penilaian dengan kriteria kurang,

cukup, dan baik. Sedangkan untuk motivasi mengikuti pelajaran meliputi aspek

tanggung jawab, tekun/bersungguh-sungguh terhadap tugas, berkonsentrasi

terhadap tugas, tidak mudah menyerah, memiliki sejumlah usaha, memperhatikan

umpan balik, dan memperhatikan waktu penyelesaikan tugas. Penilaian dilakukan

dengan memberikan skor sesuai pada lember observasi kemudian diberi penilaian

dengan kriteria rendah, sedang, dan tinggi.

2. Teknik Evaluasi/Tes

Teknik evaluasi/tes dilakukan oleh peneliti untuk menguji subyek (siswa

kelas D1-B) guna memperoleh data tentang penguasaan dan peningkatan

perbendaharaan kata anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan tes yaitu dengan menyiapkan

instrumen tes, menilai, dan mengolah data yang diperoleh. Tes dilakukan tiga kali

yaitu tes sebelum dilakukan tindakan yang bertujuan mengetahui kemampuan awal

siswa dan tes setelah dilakukan tindakan I dan tindakan II yang bertujuan untuk

mengetahui peningkatan perbendaharaan kata setelah memperoleh tindakan.

lxxiv

Materi tes berupa soal-soal bergambar, mencakup semua gambar benda

yang telah dipelajari saat melakukan tindakan yaitu topi, baju, dasi, sapu, buku,

meja, foto, tas, pensil dan kursi. Siswa harus menyebutkan nama benda pada

gambar-gambar tersebut dengan pelafalan yang benar dan jelas, kemudian

dilanjutkan dengan menuliskan nama benda tersebut pada kolom yang disediakan.

Setiap butir soal diberi nilai 2 (dua) apabila siswa dapat melafalkan dan menuliskan

dengan benar. Bila hanya dapat melakukan salah satu yaitu menuliskan saja atau

melafalkan saja maka diberi nilai 1 (satu). Seluruh jawaban benar benilai 20 (dua

puluh) yang kemudian akan dibagi 2 untuk memperoleh nilai akhir tes tersebut.

Nilai tertinggi pada penilaian tes ini yaitu nilai 10 (sepuluh) dan nilai terendah

adalah 0 (nol).

3. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara tidak terstruktur.

Peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara, kegiatan wawancara

mengalir seperti dalam percakapan biasa, yaitu mengikuti dan menyesuiakan

dengan situasi dan kondisi informan. Peneliti meminta informan untuk memberikan

tanggapan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul saat penelitian,

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia, dan kemampuan

siswa dalam menguasai materi pelajaran.

F. Validitas Data

Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian “Penggunaan

Media Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu

Wicara Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga” adalah teknik triangulation / triangulasi.

Teknik triangulasi yang digunakan yaitu source triangulation (triangulasi data),

dengan mengambil data yang sama dengan beberapa teknik yaitu dengan observasi,

tes, wawancara, dan dokumentasi, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian

lxxv

ini dapat diakui kemurniannya. Adapun cara pelaksanaan triangulasi data dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3. Triangulasi dengan Empat Teknik Pengumpulan Data

G. Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap setiap data yang diperoleh. Menurut

Iskandar (2009:75) dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ada dua

jenis data yang dapat dikumpulkan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk

data kualitatif dari hasil observasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola

kelas dan menjelaskan dianalisis dengan analisis kritis. Teknik analisis kritis adalah

kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa

dalam proses belajar mengajar. Untuk data kuantitatif (nilai hasil belajar siswa,

penilaian terhadap motivasi belajar siswa dan penilaian terhadap keterampilan

pelafalan kata siswa) dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang

ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif

Peneliti Dokumentasi Ujian / Tes

Observasi

Wawancara

lxxvi

kualitalif. Dalam teknik ini dilakukan pula kegiatan membandingkan nilai tes antar

siklus dengan indikator pencapaian yang telah dibuat.

H. Indikator Ketercapaian

Indikator ketercapaian merupakan rumusan yang akan dijadikan acuan

dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian. Berikut ini tabel

indikator ketercapaian PTK dalam upaya meningkatkan perbendaharaan kata anak

tunarungu.

Tabel 2. Indikator Ketercapaian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Hasil yang Dicapai

Aspek yang Dinilai Target Keterangan

Motivasi siswa 2 dari 3 siswa memperoleh

penilaian dengan kriteria

tinggi. Diamati saat proses

belajar mengajar berlangsung

dengan menggunakan lembar

observasi.

Ada 13 aspek yang diamati. Skala

penilaian tiap aspek adalah skor

1-5, dengan perolehan jumlah

skor antara:

13 – 30 = motivasi siswa rendah

31 – 47 = motivasi siswa sedang

48 – 65 = motivasi siswa tinggi

Keterampilan bicara 2 dari 3 siswa memperoleh

penilaian dengan kriteria

baik. Diamati saat proses

belajar mengajar berlangsung

dengan menggunakan lembar

Ada 8 aspek yang diamati. Skala

penilaian tiap aspek adalah skor

1-5, dengan perolehan jumlah

skor antara:

lxxvii

observasi. 8 – 19 = keterampilan bicara

kurang

20- 30 = keterampilan bicara

cukup

31 – 40 = keterampilan bicara baik

Ketuntasan hasil

belajar

2 dari 3 siswa tuntas Berdasarkan ketuntasan hasil belajar

Bahasa Indonesia yang digunakan di

SLB N Salatiga kelas D1-B semester

2 yaitu dengan perolehan nilai

minimal 62

I. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) “Penggunaan Media

Komputer Untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara

Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga” melalui tahapan siklus. Tahapan siklus tersebut

terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/pengamatan

tindakan, dan refleksi tindakan yang akan diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Permintaan ijin kepada kepala sekolah dan guru kelas D1-B SLB Negeri

Salatiga.

b. Observasi kegiatan belajar mengajar khususnya mata pelajaran Bahasa

Indonesia.

c. Identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia.

2. Tahap Perencanaan Tindakan

Menurut IGAK Wardani (2007 : 3.31) agar mampu mengembangkan

Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) dengan akurat atau alternatif tindakan

menjadi rencana yang siap dilaksanakan, langkah-langkah yang ditempuh yaitu :

lxxviii

a. Membuat Skenario Pembelajaran

Skenario pembelajaran terdiri dari langkah-langkah dalam

pembelajaran yang berkaitan dengan perbaikan yang diinginkan. Skenario

pembelajaran untuk Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas D1-B, topik

pembelajaran memperkenalkan nama-nama benda di sekitar kita, alternatif

tindakan yaitu menggunakan media komputer dengan aplikasi powerpoint

adalah sebagai berikut :

1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,

mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan

mengajukan pertanyaan berikut:

a) Hari ini anak-anak membawa bekal apa?

b) Bekalnya disimpan dimana?

2) Berdasarkan jawaban anak, guru menyabutkan nama tempat penyimpanan

bekal dari masing-masing anak, dan anak menirukan ucapan guru.

3) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta siswa

untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan respon

tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama benda

tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli tanpa

dapat menyebutkan nama benda tersebut.

4) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa

kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda

tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah

kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak

mendengar tentu akan diam saja.

5) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka

dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.

6) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan

mungucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan apa yang

diucapkan guru.

lxxix

7) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang

sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan

dengan benar oleh siswa.

8) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut, kemudian dibaca

bersama-sama.

9) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata benda

tersebut di papan tulis dengan diberikan contoh terlebih dahulu. Kemudian

contoh dihapus, dan anak diminta menuliskan kembali dengan mengingat.

10) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang

telah ditulisnya.

11) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.

12) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang

telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda

tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.

13) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan

benda lainnya.

14) Guru mengevaluasi kemampuan keterampilan melafalkan kata siswa

dengan memberikan soal bergambar, kemudian siswa diminta untuk

menyebutkan nama benda tersebut, selanjutnya dituliskan pada kolom

yang tersedia.

b. Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran

1) Membuat Desain Media PowerPoint

Desain penelitian media powerpoint yang ditampilkan yaitu:

a) Penggunaan gambar

Penggunaan gambar dimaksudkan untuk membuat proses

belajar menjadi lebih menarik. Dengan gambar siswa mendapatkan

pemahaman yang lebih cepat terhadap tema atau materi yang

diajarkan.

lxxx

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan gambar dalam slide

powerpoint. Gambar yang dipilih merupakan gambar yang sesuai

dengan materi yang diajarkan kepada siswa yaitu gambar-gambar

benda yang ada di sekitar kita.

b) Penggunaan warna

Warna yang digunakan untuk latar belakang adalah warna

kuning oranya. Warna ini dipilih karena dianggap memiliki kekuatan

emosional yang efektif untuk membangkitkan gairah dan konsentrasi

belajar.

Sedangkan warna yang digunakan dalam tulisan yaitu warna

merah. Warna ini dianggap memiliki kekuatan menarik perhatian dan

memiliki daya ingat tinggi dibanding warna lain.

c) Komposisi tulisan dan gambar

Dalam setiap tampilan ditampilkan secara sederhana yaitu

menggunakan 2 elemen. Yang terdiri dari satu macam gambar dengan

satu kata sederhana. Komposisi sederhana akan membuat pemahaman

lebih mudah dan cepat, serta tidak membuat mata cepat lelah dan tidak

jenuh atau membosankan.

d) Tipografi

Penataan tipografi menggunakan ukuran gambar dan huruf

yang cukup besar sehingga dapat dengan jelas dan cepat dibaca pada

slide dalam waktu yang singkat.

Untuk gambar menggunakan ukuran 15 cm x 13 cm.

Sedangkan untuk tulisan yang digunakan yaitu jenis franklin gothik

book yang mempunyai keterbacaan huruf jelas dan terbaca oleh anak,

dengan ukuran 66 point.

e) Penggunaan efek suara

lxxxi

Dalam powerpoint ini juga menggunakan efek suara untuk

memaksimalkan sisa pendengaran yang dimiliki anak. Penggunaan

efek suara ini berupa suara lafal nama benda sesuai gambar.

f) Penggunaan Efek Animasi

Agar tampilan gambar pada slide lebih menarik, diberi efek

animasi dalam powerpoint. Animasi yang digunakan adalah animasi

yang sederhana sehingga anak tertarik tetapi tidak mengganggu

konsentrasi anak. Efek animasi yang digunakan pada gambar yaitu

animasi jenis pinhweel, fly in, diamond, swish, flip dan beberapa efek

anomation lainnya.

2) LCD

3) Meja dan kursi

c. Menyusun RPP yang Lengkap

(Terlampir)

d. Menyusun Beberapa Instrumen Penelitian

1) Menyusun pedoman wawancara tentang pelaksanaan pembelajaran di

dalam kelas dengan menggunakan media komputer (powerpoint) pada

materi memperkenalkan benda-benda yang ada di sekitar. (terlampir)

2) Menyusun instrumen observasi tentang proses berlangsungnya

pembelajaran dengan menggunakan media komputer (powerpoint) pada

materi memperkenalkan benda-benda yang ada di sekitar. (terlampir)

3. Pelaksanaan Tindakan

a. Persiapan

1) Memeriksa kembali Rencana perbaikan pembelajaran yang telah disusun.

lxxxii

2) Memeriksa kembali alat peraga dan sarana lain yang digunakan

3) Memeriksa kembali skenario pembelajaran

4) Memeriksa kembali ketersediaan alat pengumpul data, seperti lembar

observasi.

5) Kolaborator yang akan membantu telah siap.

b. Melaksanakan Tindakan

Dalam melaksanakan tindakan perbaikan peneliti melaksanakan

tindakan sesuai dengan rencana dan skenario yang telah dibuat dengan

menggunakan media komputer berupa aplikasi powerpoint.

4. Pengamatan Tindakan

Pengamatan tindakan dilakukan terhadap proses pembelajaran yang terdiri

dari pengamatan pada aktivitas siswa dan aktivitas guru. Pengamatan difokuskan

pada aspek-aspek yang telah ditetapkan pada pedoman observasi. Pengamatan di

dalam kelas dilakukan oleh peneliti sebagai guru yang mengajar Bahasa Indonesia

bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai kolaborator. Selain dengan

pengamatan, peneliti juga menggunakan wawancara guru kelas untuk memperoleh

balikan dan informasi yang lebih akurat.

5. Refleksi Terhadap Tindakan

Tahap ini merupakan tahapan untuk mengkaji dan memproses data yang

didapat saat dilakukan pengamatan/observasi tindakan. Data yang didapat

kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis dan disintesis.

Proses refleksi ini juga menyantumkan kekurangan dan kelebihan saat

pelaksanaan tindakan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

melakukan tindakan selanjutnya.

apakah tindakan yang diberikan berhasil atau tidak.

Tahap-tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di

bawah ini :

Permasalahan yang ada

lxxxiii

melakukan tindakan selanjutnya. Dengan analisis ini, peneliti dapat mengetahui

apakah tindakan yang diberikan berhasil atau tidak.

tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di

Gambar 4. Skema Siklus

Rencana :

- Membuat skenario pembelajaran- Menyiapkan sarana dan prasarana yang

dibutuhkan

- Menyusun RPP lengkap- Menyusun instrumen penelitian

Pelaksanaan tindakan :- Melaksanakan PBM sesuai dengan

rencana dan skenario yang telah dibuat

- Menggunakan media komputer dengan menampilkan slide-slide gambar

Observasi :

Melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa selama

pelaksanaan tindakan berlangsung

Refleksi :

Balikan dari hasil tindakan yang telah dilakukan baik mengenai kekurangan maupun kelebihannya sehingga dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan

tindakan selanjutnya

Dengan analisis ini, peneliti dapat mengetahui

tahap penelitian diatas dapat dilukiskan seperti pada gambar di

Menyiapkan sarana dan prasarana yang

Menggunakan media komputer dengan

Balikan dari hasil tindakan yang telah dilakukan baik mengenai kekurangan maupun kelebihannya sehingga dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan

lxxxiv

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi awal

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal.

Observasi awal ini dilakukan agar peneliti dapat mengetahui secara langsung

kondisi belajar mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas D1-B. Observasi

awal dilaksanakan pada Minggu ke 5 Bulan Januari 2010, tepatnya pada tanggal 25

dan 26 Januari 2010. Pada observasi awal ini peneliti mengambil tempat di kursi

kosong di dalam kelas tersebut, sehingga peneliti tidak mengganggu jalannya

proses belajar mengajar.

Pada observasi awal hari pertama, siswa yang hadir yaitu 2 siswa dari

jumlah seluruhnya yaitu 3 siswa, sedangkan yang seorang lagi tidak hadir.

Komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa di kelas ini yaitu dengan

menggunakan komunikasi oral yang dipadukan dengan bahasa isyarat. Hal ini

dilakukan untuk memperjelas maksud pengajaran yang disampaikan kepada peserta

didik.

Pada observasi awal pembelajaran Bahasa Indonesia dalam usaha

meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara, peneliti menemukan

bahwa pengajaran yang dilakukan oleh guru kelas menggunakan media-madia yang

sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan gambar yang digambarkan dengan

kapur tulis di papan tulis. Siswa yang mengikuti pembelajaran terlihat kurang

antusias dan kurang tertarik dengan pelajaran tersebut. Ketika guru sedang

menjelaskan pelajaran terkadang ada siswa yang melakukan kegiatan sendiri.

Terkadang ada pula yang mengganggu teman di dekatnya. Saat siswa diminta maju

ke depan kelas untuk menjawab dan menuliskan jawabanya di papan tulis, siswa

terlihat enggan dan tidak mau melakukan permintaan guru kelas tersebut. Setelah

sedikit diberi peringatan yang agak keras dari guru, barulah siswa tersebut mau

untuk maju ke depan kelas. Saat ada siswa yang maju ke depan kelas, terlihat siswa

yang lain melakukan aktivitas sendiri di luar kegiatan belajar mengajar.

lxxxv

Pada observasi hari kedua siswa yang hadir berjumlah 2 siswa. Kondisi

saat pembelajaran Bahasa Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi pada hari

pertama. Pada hari kedua, guru kelas memberikan pertanyaan untuk mengulang

pelajaran yang telah diajarkan pada hari sebelumnya. Terlihat hanya 1 siswa yang

aktif menjawab, sedangkan 1 siswa yang lainnya tidak menjawab, dan ketika

menjawab pun jawabannya salah. Akhirnya pada hari itu guru mengulang lagi

pelajaran hari sebelumnya sehingga siswa-siswanya dapat mengingat kembali

pelajaran tersebut. Setelah pengulangan pelajaran tersebut, barulah guru kelas

melanjutkan meteri pelajaran ke materi selanjutnya. Tetapi siswa-siswa tersebut

kurang tertarik dan terkesan sudah tidak mau melanjutkan kegiatan belajar. Melihat

kondisi yang semakin kurang kondusif, guru kelas akhirnya mengarahkan siswa-

siswanya untuk mengambil buku gambar dan meminta siswa-siswanya untuk

menggambar dan mewarnai dalam buku gambar tersebut. Setelah siswa

menggambar guru bertanya apa yang telah digambar oleh siswa, kemudian siswa

diminta untuk menyebutkan nama benda yang telah digambar tersebut. Bila siswa

tidak dapat menyebutkannya, guru membantu siswa menyebutkan nama benda

tersebut dan siswa diminta untuk menirukannya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas,

diketahui bahwa kondisi kelas memang sering kurang kondusif. Siswa sering

terlihat cepat bosan dengan pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam

menghafal nama-nama benda serta sulit untuk mengingat kata-kata yang telah

diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia sehingga siswa labih banyak

menggunakan isyarat dalam melakukan komunikasi.

Dari hasil observasi awal yang telah dilakukan, didapatkan bahwa

motovasi / ketertarikan siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia

khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara

kelas D1-B SLB Negeri Salatiga masih tergolong rendah sehingga menyababkan

perbendaharaan kata yang dimiliki siswa menjadi rendah pula. Hal ini dapat dilihat

dari hasil observasi terhadap motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

Indonesia pada tabel berikut:

lxxxvi

Tabel 3. Perolehan Skor Observasi Motivasi Awal Siswa

No Subyek Jumlah skor

motivasi Kriteria

1. AG 38 Sedang

2. AR 24 Rendah

3. IH 28 Rendah

Rata-rata 30 Rendah

Dari tabel 3 dapat dilihat motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran

perbendaharaan kata di kelas D1-B. Pada tabel tersebut dapat diketahui bahwa 1

dari 3 siswa memperoleh skor tertinggi yaitu 38 atau sebesar 33,33% yang berarti

bahwa kriteria motivasi siswa tergolong sedang dan 2 siswa termasuk dalam

kriteria motivasi rendah atau sebesar 66,67%. Dari data diatas diketahui bahwa

rata-rata motivasi siswa kelas D1-B dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan

kata pada observasi awal masih tergolong rendah.

Rendahnya motivasi siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga tampak dalam

beberapa indikator seperti kurangnya ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran

Bahasa Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa

tunarungu wicara. Hal ini dapat dilihat dengan cepatnya anak merasa bosan

terhadap materi yang diberikan oleh guru, perhatian siswa cepat berpindah pada hal

lain seperti bermain bersama teman, mengerjakan pekerjaan lain diluar pelajaran,

cepat terpengaruh bila melihat teman yang berada di luar kelas, seringnya siswa

tidak mengindahkan perintah dan tugas dari guru. Siswa kurang menyukai cara

mengajar guru dengan menggunakan media yang sederhana dan kurang menarik.

Siswa mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehingga siswa tidak dapat

mengungkapkan keinginannya kepada guru. Hal ini dapat disebabkan karena

perbendaharaan kata siswa yang kurang sehingga siswa sulit untuk mengungkapkan

keinginannya dan cenderung harus mengikuti pembelajaran yang sesuai dengan

keinginan guru.

lxxxvii

Dari indikator tersebut, peneliti menganggap bahwa perlu adanya suatu

tindakan untuk dapat membangkitkan ketertarikan siswa dalam mengikuti

pembelajaran, sehingga perbendaharaan kata siswa dapat meningkat. Dengan suatu

tindakan tertentu dalam pembelajaran dan penggunaan media yang menarik

diharapkan motivasi siswa dalam belajar dapat meningkat sehingga penguasaan

perbendaharaan kata siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dapat meningkat pula.

Rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa

tunarungu mengakibatkan rendahnya keterampilan bicara (pelafalan kosa kata)

siswa yang pada akhirnya menyebabkan perbendaharaan kata yang dimiliki siswa

menjadi sangat rendah. Hal ini menyebabkan siswa sulit untuk melakukan

komunikasi dengan orang lain.

Pada minggu pertama bulan Februari 2010 yaitu tepatnya tanggal 3

Februari 2010, peneliti mengadakan pre test kepada siswa kelas D1-B SLB Negeri

Salatiga. Tujuan diadakannya pre test yaitu untuk mengetahui/mengukur

kemampuan awal perbendaharaan kata siswa kelas D1-B. Pada saat melaksanakan

pre test, siswa yang hadir berjumlah 3 orang. Soal pre tes yang diberikan

merupakan soal-soal sederhana tentang beberapa nama benda yang ada di sekitar

siswa. Soal pre test tersebut merupakan soal yang harus dijawab secara lisan dan

tertulis oleh siswa, sehingga pelaksanaan pre test dilakukan satu per satu secara

individual oleh peneliti. Pada soal pre test tersebut disediakan gambar-gambar

benda yang sering dilihat siswa, kemudian siswa diminta untuk menyabutkan nama

benda tersebut. Bila benar, maka siswa diminta untuk menulis pada kolom yang

telah tersedia. Bila siswa belum dapat melafalkan nama benda tersebut, maka siswa

diminta untuk melanjutkan pada soal berikutnya. Pelaksanaan pre test berlangsung

± 15 menit untuk 1 orang siswa. Hasil yang diperoleh dari pre test tersebut adalah

sebagai berikut :

lxxxviii

Tabel 4. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Siswa

No Subyek

Jumlah skor

keterampilan bicara

(Pelafalan Kosa Kata)

Kriteria

1. AG 23 Cukup

2. AR 19 Kurang

3. IH 12 Kurang

Rata-rata 18 Kurang

Tabel 5. Perolehan Nilai Pre Tes

No Subyek Nilai Batas Ketuntasan

1 AG 20 Tidak tuntas

2 AR 10 Tidak tuntas

3 IH 0 Tidak tuntas

Rata-rata 10 Tidak tuntas

Dari observasi awal yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

keterampilan bicara siswa tunarungu kelas D1-B SLB Negeri Salatiga masih

digolongkan dalam kriteria kurang. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4 mengenai

penilaiaan keterampilan bicara. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa 1 dari 3

siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam ketrampilan pelafalan kosa kata atau

sebesar 33,33%. Sedangkan yang masuk dalam kriteria kurang berjumlah 2 siswa

atau sebesar 66,67%.

Untuk hasil pre tes diperoleh hasil bahwa 1 siswa memperoleh nilai

tertinggi yaitu 20 yang berarti bahwa siswa belum dapat mencapai batas ketuntasan

nilai minimal yaitu 62, sedangkan nilai terendah adalah 0 yang berarti bahwa siswa

belum dapat mencapai batas ketuntasan karena siswa belum dapat melafalkan dan

menuliskan nama benda-benda tersebut secara benar. Jadi, dari ketiga siswa yang

lxxxix

ada di kelas tersebut kesemuanya memperoleh hasil awal dengan kriteria tidak

tuntas.

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri

dari empat tahap, yaitu : (1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan; (3) Pengamatan; dan (4)

Refleksi. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Deskripsi Siklus I

a. Perencanaan

Tahap perencanaan dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2010 di ruang

kelas D1-B SLB Negeri Salatiga. Pada tahap perencanaan, peneliti bersama guru

kelas sebagai kolaborator menentukan alternatif tindakan untuk meningkatkan

perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

Alternatif tindakan yang dipilih yaitu pengajaran perbendaharaan kata dengan

menggunakan media komputer yang diaplikasikan dalam microsoft powerpoin.

Pemilihan media tersebut dengan mempertimbangkan bahwa di SLB Negeri

Salatiga memiliki peralatan-paralatan yang menunjang untuk pembelajaran

dengan media berupa LCD dan laptop. Aplikasi powerpoin dipilih karena

aplikasi ini mudah untuk dioprasikan (dibuat dan digunakan) sehingga guru

kelas yang masih jarang menggunakan media komputer dalam pembelajaran

dapat menggunakan aplikasi ini dikemudian hari.

Uraian pada tahap perencanaan ini adalah sebagai berikut :

2) Membuat skenario pembelajaran

Pada tahap ini terlebih dahulu peneliti dan guru kelas membuat

skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi siswa. Skenario

pembelajaran yang dibuat adalah sebagai berikut :

1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,

mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan

mengajukan pertanyaan berikut:

a) Hari ini anak-anak membawa bekal apa?

xc

b) Bekalnya disimpan dimana?

2) Berdasarkan jawaban anak, guru menyabutkan nama tempat

penyimpanan bekal dari masing-masing anak, dan anak menirukan

ucapan guru.

3) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta

siswa untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan

respon tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama

benda tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli

tanpa dapat menyebutkan nama benda tersebut.

4) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa

kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda

tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah

kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak

mendengar tentu akan diam saja.

5) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka

dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.

6) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan

mengucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan ucapan

guru.

7) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang

sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan

dengan benar oleh siswa.

8) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut. Kemudian dibaca

bersama-sama.

9) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata benda

tersebut di papan tulis dengan diberikan contoh terlebih dahulu.

Kemudian contoh dihapus, dan anak diminta menuliskan kembali

dengan mengingat.

10) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang

telah ditulisnya.

xci

11) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.

12) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar

yang telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama

benda tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.

13) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah

memperkenalkan benda lainnya.

14) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan

memberikan soal bergambar kepada siswa, kemudian siswa diminta

melafalkan nama benda tersebut serta menuliskannya pada kolom yang

telah tersedia.

3) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

1) Membuat Desain Media Powerpoint

Desain media powerpoin yang digunakan disesuaikan dengan

karakteristik anak tunarungu. Desain dibuat bersama-sama dengan guru

kelas sebagai kolaborator.

2) Menyiapkan LCD

Menyiapkan LCD ini termasuk juga mencoba penggunaan

LCD, posisi peletakan yang tepat, dan kejelasan hasil dari tampilan.

3) Menyiapkan meja dan kursi

4) Menyusun RPP Lengkap

Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), peneliti

berkonsultasi kepada guru kelas yang merupakan teman kolaborator untuk

merumuskan standar kompetensi, kompetensi dasar siklus I yang

disesuaikan dengan silabus yang digunakan di sekolah tersebut.

5) Peneliti menyiapkan instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian

tersebut.

6) Peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan bersama guru kelas.

Dari diskusi yang dilakukan peneliti bersama guru kelas, disepakati

bahwa pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada Hari Senin, 8

xcii

Februari 2010 dan Hari Selasa, 9 Februari 2010 bertempat di ruang kelas

D1-B SLB Negeri Salatiga.

7) Peneliti bersama kolaborator mempersiapkan tempat, menata tempat yang

akan digunakan dan mengatur posisi yang sesuai.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan yaitu

Hari Senin, 8 Februari 2010 pada jam pelajaran ke 3 dan 4 (pukul 09.00 – 10.00)

dan Hari Selasa pada jam pelajaran ke 1 dan ke 2 ( pukul 07.30 – 08.30). Setiap

pertemuan (pelaksanaan tindakan) dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 30 menit.

Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti, sedangkan guru kelas bertindak

sebagai kolaborator yang bertugas untuk melakukan observasi terhadap jalannya

pembelajaran yang dilakukan peneliti dengan instrumen yang telah dibuat serta

pengambilan dokumentasi kegiatan pembelajaran.

Pelaksanaan tindakan pertama yaitu Hari Senin, 8 Februari 2010 dengan

alokasi waktu 2 x 30 menit. Tindakan dimulai pada pukul 09.00 sampai pukul

10.00. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal lima nama-

nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, dan sapu. Langkah-

langkah dalam pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1) Guru membuka pelajaran dengan salam.

2) Guru mengkondisikan kelas dengan menyuruh siswa untuk merapikan

kembali pakaian, tempat duduk dan meja, membuang sampah sisa jajanan

ke tempat sampah, memasukkan kembali mainan-mainan yang dimainkan

saat istirahat ke dalam tas serta menyuruh siswa untuk duduk rapi di

tempat duduknya masing-masing.

3) Setelah suasana kelas kembali rapi dan tenang, guru mulai melakukan

apersepsi dengan menanyakan kepada siswa mengapa tadi ada salah

seorang temannya menangis saat istirahat. Kemudian terlihat kelas

menjadi agak ramai karena semua siswa ingin menjawab pertanyaan itu.

xciii

Jawaban pertanyaan tersebut diberikan dengan menggunakan bahasa

isyarat dan dengan suara-suara yang keluar tanpa arti.

4) Setelah mendapatkan jawaban dari siswa-siswa, guru kembali

mengkondisikan kelas agar semua siswa diam memperhatikan pelajaran.

5) Guru memberitahukan bahwa hari itu siswa-siswa akan belajar dengan

menggunakan media lain, yaitu berupa laptop dan LCD (dengan

menunjukkan perangkat yang ada di depan kelas)

6) Guru menampilkan gambar pada layar.

7) Guru memperdengarkan suara pelafalan nama benda tersebut.

8) Siswa yang mendengar pelafalan tersebut diminta untuk mengucapkan apa

yang didengarnya.

9) Bila masih salah, guru membantu melafalkan nama benda tersebut

kemudian ditirukan siswa.

10) Kegiatan mendengar dan menirukan pelafalan dilakukan beberapa kali

sampai pelafalan anak benar dan jelas.

11) Siswa diminta melafalkan sendiri nama benda tersebut

12) Guru memperlihatkan tulisan yang membentuk kata benda tersebut,

kemudian dibaca bersama-sama.

13) Bila telah benar, siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis nama

benda tersebut.

14) Penulisan tidak hanya satu tulisan, tetapi minimal lima tulisan untuk satu

nama benda dengan maksud agar siswa tidak lupa panulisannya.

15) Setelah penulisannya benar, siswa diminta membaca kembali apa yang

telah ditulisnya.

16) Bila pelafalan dan penulisan telah benar, barulah beralih pada nama benda

selanjutnya.

17) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang

telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda

tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.

xciv

18) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan

benda lainnya.

19) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan

menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta menyebutkan

namanya secara lisan.

20) Guru mengakhiri pelajaran dengan memperlihatkan film animasi berdurasi

5 menit untuk merefresh kembali suasana setelah pelajaran.

21) Setelah itu guru mengajak siswa untuk berdoa bersama, mengucapkan

salam, dan pulang ke rumah masing-masing.

Pertemuan ke dua siklus I dilaksanakan pada Hari Selasa, 9 Februari 2010

bertempat di ruang kelas D1-B SLB Negeri Salatiga dengan alokasi waktu 2 x 30

menit. Pelaksanaan tindakan dimulai pada pukul 07.30 – 08.30 (pada jam 1 -2).

Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal lima nama-nama benda

yang ada di sekitar yaitu buku, foto, tas, pensil dan kursi. Langkah-langkah dalam

pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:

1) Guru mengawali pertemuan dengan berdoa bersama kemudian

mengucapkan salam.

2) Guru melakukan absensi.

3) Guru mengkondisikan siswa agar duduk dengan rapi di tempat duduk

masing-masing.

4) Guru melakukan apersepsi dengan menanyakan tadi ke sekolah naik apa.

5) Guru menjelaskan kepada siswa bahwa hari itu siswa akan belajar lagi

bersama peneliti dengan menggunakan media komputer.

6) Guru memulai pelajaran dengan mengulang kembali pelajaran dihari

sebelumnya dengan memperlihatkan gambar pada slide, kemudian siswa

diminta untuk menyebutkan nama benda yang ditampilkan.

7) Setelah selesai melakukan pengulangan pelajaran, guru menampilkan

gambar yang baru pada layar.

8) Guru memperdengarkan suara pelafalan nama benda tersebut.

xcv

9) Siswa yang mendengar pelafalan tersebut diminta untuk mengucapkan apa

yang didengarnya.

10) Bila masih salah, guru membantu melafalkan nama benda tersebut

kemudian ditirukan siswa.

11) Kegiatan mendengar dan menirukan pelafalan dilakukan beberapa kali

sampai pelafalan anak benar dan jelas.

12) Siswa diminta melafalkan sendiri nama benda tersebut

13) Guru memperlihatkan tulisan yang membentuk kata benda tersebut,

kemudian dibaca bersama-sama.

14) Bila telah benar, siswa diminta untuk menuliskan di papan tulis nama

benda tersebut.

15) Penulisan tidak hanya satu tulisan, tetapi minimal lima tulisan untuk satu

nama benda dengan maksud agar anak tidak lupa panulisannya.

16) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa yang

telah ditulisnya.

17) Bila pelafalan dan penulisan telah benar, barulah beralih pada nama benda

selanjutnya.

18) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar yang

telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama benda

tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.

19) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah memperkenalkan

benda lainnya.

20) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan

memberikan soal bergambar, kemudian siswa diminta untuk menyebutkan

nama benda tersebut. Setelah pelafalan benar siswa diminta menuliskan

nama benda pada kolom yang tersedia.

21) Guru mengakhiri pelajaran dengan memperlihatkan film animasi berdurasi

5 menit untuk merefresh kembali suasana setelah pelajaran.

22) Setelah itu guru mengucapkan salam dan mempersilahkan siswa untuk

beristirahat.

xcvi

c. Observasi

Pengamatan terhadap proses belajar mengajar dilakukan oleh peneliti

bersama dengan guru kelas yang bertindak sebagai kolaborator. Peneliti bersama

kolaborator (guru kelas) mengamati pembelajaran Bahasa Indonesia untuk

meningkatkan perbendaharaan kata dengan materi mengenal benda-benda di

sekitar dengan menggunakan media komputer aplikasi powerpoint di kelas D1-B

SLB Negeri Salatiga. Observasi dilakukan kolaborator bersama peneliti

bersamaan dengan berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam melakukan

observasi kolaborator mengambil tempat di samping ruangan dan duduk di kursi

kosong yang ada pada samping ruangan itu. Hal ini dimaksudkan agar

kolaborator tidak mempengaruhi konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran.

Baik peneliti maupun guru kelas sebagai kolaborator memiliki tugas masing-

masing. Peneliti melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan

menggunakan media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa

tunarungu wicara di kelas. Peneliti juga melakukan observasi terhadap motivasi

siswa saat pembelajaran berlangsung. Guru berperan dalam melakukan observasi

terhadap kemampuan peneliti dalam menjelaskan dan mengelola kelas.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama kolaborator,

didapatkan hasil bahwa pada siklus pertama yaitu Hari Senin dan Selasa, 8 dan 9

Februari 2010, observasi terhadap siswa yang meliputi observasi motivasi siswa

dan observasi keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa, didapatkan hasil

sebagai berikut :

Tabel 6. Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus I

No Subyek Jumlah skor motivasi Kriteria

1. AG 53 Tinggi

2. AR 42 Sedang

3. IH 36 Sedang

xcvii

Rata-rata 43,67 Sedang

Dari tabel 6 tentang perolehan skor motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran perbendaharaan kata siklus I, diperoleh hasil bahwa 1 dari 3 siswa

atau sebesar 33,33% siswa dikategorikan dalam motivasi tinggi. Sedangkan 2

siswa lainnya masuk dalam kriteria motivasi sedang atau sebesar 66,67%. Jadi

setelah dilakukan tindakan pertama (siklus I) ditemukan adanya peningkatan

motivasi pembelajaran perbendaharaan kata dari siswa kelas D1-B, dari yang

pada awalnya tidak ada yang masuk dalam kriteria tinggi atau sebesar 0%

menjadi 33,33% .

Peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran

perbendaharaan kata diikuti pula dengan peningkatan keterampilan bicara. Hasil

observasi mengenai keterampilan bicara pada siklus I dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 7. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Siswa Siklus I

No Sunyek Jumlah Skor Keterampilan

Bicara (Pelafalan Kosa Kata) Kriteria

1. AG 33 Baik

2. AR 29 Cukup

3. IH 15 Kurang

Rata-rata 25,67 Cukup

Perolahan penilaian keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa dapat

dilihat pada tabel 7 tentang perolehan penilaian keterampilan bicara (melafalkan

kata) siklus I. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa 1 dari 3 siswa masuk dalam

kriteria baik dalam keterampilan bicara (melafalkan kata) atau sebesar 33,33%,

dan 1 siswa masuk dalam kriteria cukup atau sebesar 33,33% dan 1 siswa masuk

dalam kriteria kurang dalam keterampilan bicara atau sebesar 33,33%. Dari tabel

xcviii

tersebut dapat dilihat pula adanya peningkatan terhadap keterampilan bicara

(melafalkan kata) siswa bila dibandingkan dengan kondisi awal.

Dengan meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran

Bahasa Indonesia khususnya dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata

siswa menyebabkan peningkatan terhadap keterampilan bicara (melafalkan

kata) siswa, yang berarti perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-

B meningkat. Siswa yang merasa senang dengan pengajaran yang dilakukan

menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint menyebabkan

motivasi belajar siswa menjadi semakin tinggi sehingga pemahaman siswa

terhadap kosa kata menjadi lebih cepat dan siswa dapat cepat mengingat kata-

kata yang diajarkan. Hal ini terbukti dengan meningkatnya hasil evaluasi siswa

pada siklus I yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus I

No Subyak Nilai Batas Ketuntasan

1 AG 75 Tuntas

2 AR 65 Tuntas

3 IH 45 Tidak tuntas

Rata rata 61,67 Tidak tuntas

Perolehan nilai pada evaluasi setelah siklus I terlihat bahwa 2 dari 3

siswa atau sebesar 66,67% telah tuntas sedangkan 1 siswa lainnya atau sebesar

33,33% masuk dalam kriteria tidak tuntas. Hal ini telah menunjukkan adanya

peningkatan terhadap hasil evaluasi siklus I bila dibandingkan dengan hasil pre

tes (hasil awal). Pada hasil pre tes sebesar 0% siswa yang tuntas sedangkan pada

siklus I sebesar 66,67% siswa telah dapat menuntaskan hasil belajarnya.

Observasi terhadap guru meliputi kemampuan guru dalam menjelaskan

dan pengelolaan kelas. Untuk kemampuan guru dalam menjelaskan sudah masuk

dalam kriteria baik dengan perolehan skor sebesar 64 dari skor tertinggi 80.

Dalam menjelaskan, guru sudah dapat memilih kata-kata sederhana yang tepat

sehingga mudah dipahami siswa. Guru juga tidak menggunakan kata-kata yang

xcix

meragukan dan membingungkan bagi siswa. Tetapi, kelemahan guru dalam

menjelaskan tampak pada kecepatan dalam menjelaskan, guru terkesan terlalu

cepat dalam menjelaskan sehingga artikulasi dan pelafalan kata yang diucapkan

guru menjadi kurang jelas. Dalam hal penggunaan contoh dan pemberian contoh

dalam pelajaran, contoh-contoh yang digunakan masih terlihat kurang tepat

karena contoh-contoh yang digunakan kebanyakan tidak ada pada siswa.

Sedangkan dalam aspek penekanan pada hal-hal yang penting telah dapat

dilakukan dengan baik oleh guru. Hal ini terlihat dari guru terus memberikan

pengulangan-pengulangan pada hal-hal yang dianggap penting. Misalnya guru

memberikan contoh pelafalan kata secara berulang-ulang kepada siswa sampai

siswa benar-benar dapat melafalkan dengan jelas dan benar. Guru juga tidak

segan dalam mengakspresikan penjelasan dengan mimik dan gerakan-gerakan

yang sesuai sehingga siswa dapat lebih memahami maksud dari penjelasan guru.

Penggunaan gambar pada pembelajaran juga telah dilakukan guru untuk

memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. Dalam

pemberian balikan kepada siswa, guru juga telah tampak melakukannya dengan

baik. Hal ini tampak pada sikap guru yang sering mengajak siswa untuk aktif di

dalam kelas dengan meminta siswa untuk menjawab pertanyaan guru dan

meminta siswa maju ke depan kelas untuk menuliskan dan melafalkan kata.

Guru juga menggunakan balikan untuk memperbaiki kesalahan pengucapan dan

artikulasi siswa. Dalam memperbaiki kesalahan siswa guru telah menggunakan

cara-cara yang tepat yaitu dengan mendekati satu per satu secara individual

sehingga siswa dapat benar-benar memperhatikan contoh dan perbaikan yang

diberikan guru.

Dalam pengelolaan kelas, kemampuan guru masih terlihat kurang

dengan perolehan skor 49 dari skor tertinggi 75. Guru masih terkesan canggung

dalam berinteraksi dengan siswa-siswanya. Guru kurang menuntut tanggung

jawab kepada siswa. Apabila siswa tidak mau melakukan perintah guru, guru

tampak kurang tegas untuk lebih menuntut tanggung jawab. Dalam memberikan

teguran kepada siswa guru terkesan kurang tegas, sehingga beberapa siswa

c

menjadi seolah tidak menghiraukan perintah guru dan terkesan berani kepada

guru. Dalam menegur, tidak ada alternatif tindakan yang dicontohkan guru

sehingga siswa menjadi bingung. Selain itu, guru juga tampak kurang

memberikan penguat kepada siswa bila siswa telah berhasil malakukan sesuatu.

Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi untuk tetap bersemangat

mengikuti pelajaran. Sedangkan hal-hal yang perlu dipertahankan dalam

mengelola kelas yaitu guru telah dapat menunjukkan sikap tanggap terhadap

situasi kelas yaitu dengan cara memandangi siswa secara saksama dan

melakukan gerakan mendekati bila dipandang perlu. Misalnya tampak pada

suasana saat awal guru masuk ke dalam kelas yaitu karena suasana pada saat itu

adalah waktu setelah istirahat, maka guru mengkondisikan kelas dengan

menyuruh siswa untuk merapikan kembali pakaian, tempat duduk dan meja,

membuang sampah sisa jajanan ke tempat sampah, memasukkan kembali

mainan-mainan yang dimainkan saat istirahat ke dalam tas serta menyuruh siswa

untuk duduk rapi di tempat duduknya masing-masing. Saat terlihat ada seorang

siswa yang masih belum mau duduk kembali di kursinya, guru mengambil sikap

dengan menarik tangannya agar mau kembali ke tempat duduknya. Petunjuk-

petunjuk yang diberikan guru sudah jelas sehingga siswa dapat memahami

petunjuk guru.

d. Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti bersama dengan guru kelas mengadakan

diskusi terkait pelaksanaan tindakan I. Berdasarkan observasi yang telah

dilakukan peneliti bersama guru kelas, diperoleh refleksi sebagai patokan

perbaikan tindakan selanjutnya yaitu :

1) Usahakan dalam memulai pelajaran dilakukan apersepsi yang tidak

membuat kelas yang semula sudah kondusif menjadi gaduh. Apersepsi yang

dilakukan sebaiknya dapat memberikan semangat belajar pada anak di awal

pelajaran. Misalnya dengan bernyanyi bersama. Ada beberapa lagu yang

telah dapat dinyanyikan siswa dengan disertai gerakan-gerakan. Lagu ini

ci

selain akan dapat membuat siswa-siswa menjadi bersemangat, dapat pula

melemaskan alat bicara siswa sebelum memulai pelajaran.

2) Sebelum guru masuk dalam inti pembelajaran, sebaiknya siswa diminta

untuk mengulang dan menyebutkan kembali huruf-huruf vokal a, i, u, e, o.

Hal ini bertujuan untuk melemaskan alat bicara siswa-siswa sebelum

memulai pengenalan kata. Selain itu, untuk mengingatkan kembali kepada

siswa tentang pelafalan yang benar untuk huruf-huruf tersebut.

3) Dalam memberikan penjelasan kepada siswa hendaknya guru tidak terkesan

terburu-buru. Guru harus selalu mengingat bahwa yang dihadapinya adalah

siswa tunarungu wicara, dimana kemampuan mendengar dan berbicaranya

kurang. Guru harus dapat benar-benar memilih kata-kata yang tapat dalam

manjelaskan, melafalkan setiap kata dengan artikulasi yang sejelas-jelasnya,

dan pengaturan ketepatan serta kecepatan bicara yang sedapat mungkin bisa

dimengerti dan ditangkap oleh siswa-siswa di dalam kelas.

4) Dalam pemilihan contoh, guru harus mengingat pula kemampuan yang

dimiliki anak, mengingat perbendaharaan kata anak yang masih sangat

kurang. Guru sebaiknya mengambil contoh-contoh sederhana yang ada pada

siswa tersebut, bisa dari perilaku-perilaku yang dilakukan siswa ataupun

benda-benda yang dimiliki siswa.

5) Dalam mengelola kelas sikap tegas dan lembut guru sangat diperlukan.

Guru harus dapat memikirkan, menyesuaikan keadaan, dan tanggap dimana

seorang guru harus bersikap tegas, santai, maupun lembut kepada siswa-

siswanya. Dalam tindakan pertama yang dilakukan oleh guru, guru

cenderung selalu bersikap lembut, walaupun malihat situasi yang

seharusnya menuntut guru untuk bersikap sedikit keras kepada siswa-

siswanya. Jadi, dalam mengelola kelas guru harus dapat selalu bersikap

tanggap terhadap situasi yang sedang terjadi sehingga ketegasan guru

mutlak diperlukan.

6) Dalam memberikan teguran hendaknya guru menyertakan pula alternatif

tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh siswa. Hal ini dimaksud agar siswa

cii

tidak mengalami kebingungan. Misalnya saat guru melarang siswa untuk

melakukan sesuatu, guru harus memiliki alasan mengapa siswa tersebut

tidak boleh melakukan sesuatu tersebut, kemudian guru perlu memberikan

contoh alternatif tindakan yang seharusnya dapat dilakukan siswa.

7) Selama pelajaran berlangsung, guru kurang memberikan penguat, baik

berupa teguran maupun pujian. Saat siswa melakukan kesalahan, guru

memberikan teguran, tetapi saat telah benar dalam mengerjakan tugasnya,

guru hanya diam saja. Pemberian pujian dapat dilakukan guru saat siswa

telah berhasil melakukan sesuatu. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk

lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Penguat

yang dapat diberikan misalnya : mengajak siswa untuk tos, memberikan

pujian berupa kata-kata seperti bagus, baik, tepat sekali, mendekati siswa

dan mengacungkan jempol dan lain-lain.

Berdasarkan hasil observasi dan refleksi pelaksanaan siklus I di atas,

dalam pelaksanaan siklus I ditemukan bahwa 1 dari 3 siswa atau sebesar 33,33%

siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi, 1 dari 3 siswa atau 33,33% siswa

termasuk kriteria keterampilan bicara (pelafalan kata) baik, dan 2 dari 3 siswa

atau sebesar 66,67% tuntas dalam tes siklus I. Jadi, jika ditinjau dari indikator

ketercapaian yang telah ditentukan yaitu 2 dari 3 siswa masuk dalam kriteria

tinggi untuk motivasi mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata dan 2 dari 3

siswa masuk dalam kriteria baik dalam keterampilan bicara (melafalkan kata),

maka siklus I belum mencapai indikator ketercapaian sehingga perlu diadakan

siklus II untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ditemukan.

2. Deskripsi Siklus II

a. Perencanaan Tindakan

Pada hari Senin, 15 Februari 2010, peneliti bersama guru kelas

melakukan diskusi perencanaan tindakan II. Kegiatan ini dilakukan di ruang

kelas D1-B setelah pelajaran dihari itu usai. Dalam melakukan diskusi ini

peneliti bersama guru kelas kembali mengutarakan hasil refleksi pada siklus I.

ciii

Kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.

Alternatif tindakan yang digunakan pada siklus II sama dengan yang digunakan

pada siklus I yaitu meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara

kelas D1-B dengan menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint.

Uraian pada tahap perencanaan pada tindakan II adalah sebagai berikut

:

1) Membuat skenario pembelajaran

Skenario pembelajaran yang dilakukan pada siklus II mengacu

pada refleksi siklus I. Skenario pembelajaran yang dibuat adalah sebagai

berikut :

1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,

mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan

mengajak siswa untuk bernyanyi lagu “topi saya bundar”.

2) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa

apa yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya bundar”.

3) Guru mengajak siswa untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang

ditampilkan dalam slide. Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan

kembali ingatan siswa mengenai pelafalan huruf-huruf vokal tersebut

dan melemaskan alat bicara siswa sebelum sebelum melakukan

pelajaran.

4) Guru memperlihatkan gambar benda pada slide kemudian meminta

siswa untuk merespon benda yang mereka lihat tersebut. Kemungkinan

respon tiap anak berbeda, ada yang mungkin dapat menyabutkan nama

benda tersebut ada pula yang mungkin hanya menunjukkan benda asli

tanpa dapat menyebutkan nama benda tersebut.

5) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa

kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda

tersebut. Bagi siswa yang mendengar tentu mereka akan tampak seolah

kaget dan berusaha mencari sumber suara. Tetapi bagi siswa yang tidak

mendengar tentu akan diam saja.

civ

6) Siswa diminta untuk berusaha mendengarkan kembali apa yang mereka

dengar, kemudian mengungkapkan apa yang mereka dengar.

7) Apabila apa yang didengar masih salah, guru membantu dengan

mengucapkan kata benda tersebut, kemudian siswa menirukan apa yang

diucapkan guru.

8) Kegiatan mendengarkan dan menirukan ini dilakukan berulang-ulang

sehingga pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan

dengan benar oleh siswa.

9) Guru memperlihatkan penulisan nama benda tersebut, kemudian dibaca

bersama-sama.

10) Siswa diminta maju ke depan kelas untuk menuliskan nama kata

benda tersebut di papan tulis.

11) Setelah penulisannya benar, anak diminta membaca kembali apa

yang telah ditulisnya.

12) Setelah benar barulah beralih pada kata selanjutnya.

13) Setelah 3 kosa kata, guru memperlihatkan kembali gambar-gambar

yang telah dipelajari, kemudian meminta siswa menyebutkan nama

benda tersebut, tetapi tanpa bantuan guru.

14) Setelah siswa dapat mengucapkan dengan benar barulah

memperkenalkan benda lainnya.

15) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan perbendaharaan kata

siswa dengan menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta

menyebutkan namanya secara lisan dan ditulis dalam bukunya.

2) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

a) Membuat Desain Media Powerpoint

Desain media powerpoin yang digunakan disesuaikan dengan

karakteristik anak tunarungu. Desain dibuat bersama-sama dengan guru

kelas sebagai kolaborator. Pada siklus II desain tidak mengalami

perubahan atau dapat dikatakan sama dengan siklus I. Tambahan desain

cv

pada siklus II yaitu menambahkan tulisan huruf vokal untuk diberikan

di awal pelajaran.

b) Menyiapkan LCD

Menyiapkan LCD ini termasuk juga mencoba penggunaan

LCD, posisi peletakan yang tepat, dan kejelasan hasil dari tampilan.

c) Meja dan kursi

3) Menyusun RPP Lengkap

Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),

peneliti berkonsultasi kepada guru kelas yang merupakan teman

kolaborator.

4) Peneliti menyiapkan instrumen-instrumen yang digunakan dalam

penelitian tersebut.

5) Peneliti menentukan jadwal pelaksanaan tindakan bersama guru kelas.

Dari diskusi yang dilakukan peneliti bersama guru kelas,

disepakati bahwa pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada Hari

Rabu, 17 Februari 2010 dan Hari Kamis, 18 Februari 2010 bertempat di

ruang kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

6) Peneliti bersama kolaborator mempersiapkan tempat, menata tempat yang

akan digunakan dan mengatur posisi yang sesuai.

b. Pelaksanaan Tindakan

Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Hari Rabu, 17

Februari 2010 pada jam pelajaran ke 3 dan 4 (pukul 09.00 – 10.00) dan Hari

Kamis pada jam pelajaran ke 1 dan ke 2 ( pukul 07.30 – 08.30). Setiap

pertemuan (pelaksanaan tindakan) dilakukan dengan alokasi waktu 2 x 30 menit.

Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh peneliti, sedangkan guru kelas bertindak

sebagai kolaborator yang bertugas melakukan observasi terhadap jalannya

pembelajaran dan mengambil data sesuai dengan instrumen yang telah dibuat

serta pengambilan dokumentasi kegiatan pembelajaran.

cvi

Pelaksanaan tindakan pertama yaitu Hari Rabu, 17 Februari 2010

dengan alokasi waktu 2 x 30 menit. Tindakan dimulai pada pukul 09.00 sampai

pukul 10.00. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal sepuluh

nama-nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, sapu, buku,

foto, tas, pensil dan kursi. Langkah-langkah pembelajaran pertemuan I pada

siklus ke II adalah sebagai berikut :

1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,

serta memberi salam kepada siswa.

2) Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “topi saya bundar”.

3) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa

apa nama benda yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya

bundar”.

4) Setelah mendapat jawaban dari siswa, guru menjelaskan bahwa nama

benda yang dipakai sama dengan nama benda yang dipelajari pada

pertemuan sebelumnya. Beberapa anak dapat melafalkan nama benda

tersebut dengan jelas.

5) Sebelum mulai masuk dalam materi pelajaran, guru mengajak siswa

untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang ditampilkan dalam slide.

Kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan kembali ingatan siswa

mengenai pelafalan huruf-huruf vokal tersebut dan melemaskan alat

bicara siswa sebelum sebelum melakukan pelajaran.

6) Guru mendekati dan berusaha memperbaiki pelafalan huruf vokal pada

siswa yang masih mengalami kesalahan dalam pelafalannya.

7) Setelah semua dapat mengucapkan dengan benar, guru memperlihatkan

gambar benda pada slide kemudian meminta siswa untuk merespon

benda yang mereka lihat tersebut. Karena nama benda-banda tersebut

sudah pernah diajarkan sebelumya, beberapa anak dapat menyebutkan

nama benda tersebut dengan benar.

8) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa

kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda

cvii

tersebut. Dari kegiatan memperdengarkan bunyi/suara, tampak kurang

mendapatkan respon dari siswa, sehingga guru memutuskan untuk

melanjutkan ke pembelajaran selanjutnya.

9) Kegiatan melafalkan satu nama benda dilakukan berulang-ulang sehingga

pengucapan/lafal penyebutan nama benda dapat diucapkan dengan benar

oleh siswa.

10) Setelah pelafalan nama benda telah benar dan jelas, guru meminta siswa

maju ke depan kelas untuk menuliskan nama benda tersebut di papan

tulis. Papan tulis dibagi menjadi tiga bagian sehingga semua siswa dapat

menuliskan secara bersamaan.

11) Guru memperlihatkan penulisan nama benda pada layar/ slide untuk

mencocokkan penulisan siswa. Disini siswa sendiri yang dapat

menentukan apakah yang telah ditulis benar atau masih salah.

12) Siswa yang penulisannya benar, diberi pujian oleh guru. sedangkan yang

masih salah diminta untuk membetulkan dan mengingat panulisannya.

13) Penulisan nama benda di papan tulis dilakukan minimal lima tulisan

untuk satu nama benda, agar siswa benar-benar dapat mengingat

penulisan nama benda tersebut.

14) Guru melakukan penekanan pembelajaran dan pengulangan pada

beberapa kata yang masih sulit untuk diucapkan maupun ditulis oleh

siswa, seperti kata foto, kursi dan pensil.

15) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan

menampilkan gambar pada slide kemudian siswa diminta menyebutkan

namanya secara lisan dan ditulis dalam bukunya.

16) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengajak siswa untuk mennyaksikan

film animasi berdurasi 5 menit, kemudian berdoa bersama dan

mengucapkan salam.

Pertemuan kedua pada siklus II dilaksanakan pada Hari Kamis, 18

Februari 2010. Pelaksanaan tindakan dimulai pada pukul 07.30 sampai pukul

08.30. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini yaitu mengenal sepuluh nama-

cviii

nama benda yang ada di sekitar yaitu topi, baju, dasi, meja, sapu, buku, foto, tas,

pensil dan kursi. Langkah-langkah pembelajaran pertemuan II pada siklus ke II

adalah sebagai berikut :

1) Guru mengkondisikan siswa untuk duduk dan siap menerima pelajaran,

mengajak siswa untuk berdoa, memberi salam kepada siswa, dan

melakukan absensi.

2) Guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “topi saya bundar”.

3) Setelah menyanyikan lagu bersama-sama guru bertanya kepada siswa

apa nama benda yang dipakai di kepala berdasarkan lagu “topi saya

bundar”.

4) Sebelum mulai masuk dalam materi pelajaran, guru mengajak siswa

untuk melafalkan huruf-huruf vokal yang ditampilkan dalam slide.

5) Guru mendekati dan berusaha memperbaiki pelafalan huruf vokal pada

siswa yang masih mengalami kesalahan dalam pelafalannya.

6) Setelah semua dapat mengucapkan dengan benar, guru memperlihatkan

gambar benda pada slide kemudian meminta siswa untuk merespon

benda yang mereka lihat tersebut. Beberapa anak dapat menyebutkan

nama benda tersebut dengan benar.

7) Dari berbagai respon siswa, guru mencoba menarik perhatian siswa

kembali dengan memperdengarkan suara pelafalan ucapan nama benda

tersebut. Dari kegiatan memperdengarkan bunyi/suara, tampak kurang

mendapatkan respon dari siswa, sehingga guru memutuskan untuk

melanjutkan ke pembelajaran selanjutnya.

8) Kegiatan melafalkan satu nama benda dilakukan berulang-ulang sehingga

pengucapan/lafat penyebutan nama benda dapat diucapkan dengan benar

oleh siswa.

9) Setelah pelafalan nama benda telah benar dan jelas, guru meminta siswa

maju ke depan kelas untuk menuliskan nama benda tersebut di papan

tulis. Papan tulis dibagi menjadi tiga bagian sehingga semua siswa dapat

menuliskan secara bersamaan.

cix

10) Guru memperlihatkan penulisan nama benda pada layar/ slide untuk

mencocokkan penulisan siswa. Disini siswa sendiri yang dapat

menentukan apakah yang telah ditulis benar atau masih salah.

11) Siswa yang penulisannya benar, diberi pujian oleh guru. sedangkan yang

masih salah diminta untuk membetulkan dan mengulang panulisannya.

12) Penulisan nama benda di papan tulis dilakukan minimal lima tulisan

untuk satu nama benda agar siswa benar-benar dapat mengingat

penulisan nama benda tersebut.

13) Guru melakukan penekanan pembelajaran dan pengulangan pada

beberapa kata yang masih sulit untuk diucapkan maupun ditulis oleh

siswa, seperti kata kursi dan pensil.

14) Guru mengevaluasi kemampuan penguasaan kosa kata siswa dengan

memberikan soal bergambar yang harus dijawab oleh siswa dengan

menyebutkan nama benda yang ada pada gambar, kemudian

menuliskannya di kolom yang telah tersedia.

15) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengajak siswa untuk bernyanyi lagu

“satu satu” bersama, menyaksikan film animasi, mengucapkan salam,

dan mempersilahkan siswa untuk istirahat.

c. Observasi

Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis, 17 dan 18 Februari

2010. Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti bersama kolaborator,

didapatkan hasil bahwa peneliti (sebagai guru yang melakukan tindakan) telah

melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sesuai dengan perencanaan yang telah

dibuat. Dari perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II, secara

umum proses pembelajaran pada siklus II telah dapat berjalan lancar dan guru

telah dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan pada siklus I. Hal ini terbukti

dengan perolehan nilai terhadap kemampuan guru dalam menjelaskan masuk

dalam kriteria baik yaitu dengan perolehan skor 78 dari skor tertinggi 80, dan

kemampuan guru dalam mengelola kelas masuk dalam kriteria baik dengan

cx

perolehan skor 70 dari skor tertinggi 75. Motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer dalam

aplikasi powerpoint telah terlihat semakin tinggi sehingga perbendaharaan kata

siswa tunarungu kelas D1-B dapat meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari

tabel motivasi dan keterampilan bicara (melafalkan kata) berikut ini :

Tabel 9. Perolehan Skor Motivasi Siswa Siklus II

No Subyek Jumlah skor motivasi Kriteria

1. AG 63 Tinggi

2. AR 54 Tinggi

3. IH 42 Sedang

Rata-rata 53 Tinggi

Pada siklus II diperoleh hasil skor observasi motivasi siswa dalam

mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata yaitu 2 dari 3 siswa masuk dalam

kriteria motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata atau

sebesar 66,67%, sedangkan 1 siswa atau sebesar 33,33% masuk dalam kriteria

motivasi sedang dalam dalam mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata. Hal

ini menunjukkan adanya peningkatan di bandingkan dengan perolehan motivasi

mengikuti pembelajaran perbendaharaan kata pada siklus I.

Untuk perolehan penilaian observasi keterampilan bicara (melafalkan

kata) siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Perolehan Penilaian Observasi Keterampilan Bicara (Melafalkan

Kata) Siklus II

No Sunyek Jumlah Skor Keterampilan

Bicara (Melafalkan Kata) Kriteria

1. AG 35 Baik

2. AR 31 Baik

3. IH 24 Cukup

Rata-rata 30 Cukup

cxi

Meningkatnya motivasi siswa dalam mengikuti Pembelajaran

perbendaharaan kata berpengaruh pula pada peningkatan keterampilan bicara

siswa. Perolehan penilaian observasi terhadap keterampilan bicara (melafalkan

kata) siswa diperoleh hasil bahwa 2 dari 3 siswa atau sebesar 66,67% termasuk

dalam kriteria ketermpilan bicara baik, sedangkan 1 siswa atau sebesar 33,33%

termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara.

Peningkatan hasil evaluasi pada siklus II dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 11. Perolehan Nilai Evaluasi Siklus II

No Subyek Nilai Batas Ketuntasan

1 AG 95 Tuntas

2 AR 85 Tuntas

3 IH 60 Tidak tuntas

Rata rata 78,33 Tuntas

Penilaian keterampilan bicara khususnya dalam pengucapan kosa kata

yang meningkat untuk setiap anak menyebabkan meningkat pula hasil evaluasi

setiap siswa. Pada siklus II diperoleh hasil 2 dari 3 siswa masuk dalam kriteria

tuntas, sedangkan 1 siswa masuk dalam kriteria tidak tuntas. Tidak tuntasnya

hasil evaluasi salah satu siswa disebabkan karena siswa tersebut belum dapat

mencapai batas minimal nilai yang ditetapkan dari sekolah tersebut yaitu nilai

62.

d. Refleksi

Proses pembelajaran perbendaharaan kata dengan materi mengenal

nama-nama benda di sekitar untuk kelas D1-B SLB Negeri Salatiga pada siklus

II telah telah tampak adanya memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi

pada siklus I. Hal ini terbukti dengan usaha guru dalam melakukan apersepsi

yaitu dengan bernyanyi bersama. Pada awal pembelajaran dilakukan pelemasan

cxii

alat bicara siswa dengan mengulang dan menyebutkan kembali huruf-huruf

vokal a, i, u, e, o. bersama-sama.

Dalam memberikan penjelasan kepada siswa guru sudah terlihat lebih

pelan/santai dan melafalkan setiap kata dan kalimat dengan jelas sehingga siswa-

siswa dapat lebih paham terhadap penjelasan dan perintah guru.

Dalam memberikan contoh kepada siswa pun guru mengambil contoh-

contoh sederhana yang memang dialami siswa, sehingga siswa dapat lebih

mudah memahami contoh tersebut. Dalam mengelola kelas sikap tegas guru

sudah tampak, sehingga siswa tidak lagi acuh terhadap perintah dan teguran

guru. Dalam memberikan teguran guru telah memberikan alternatif tindakan

yang seharusnya dilakukan oleh siswa sehingga siswa tidak menjadi bingung

dengan teguran ataupun perintah guru. Pada siklus II ini guru telah tampak

memberikan penguat pada waktu-waktu yang tepat sehingga siswa menjadi

termotivasi dan merasa lebih senang dalam mengikuti pembelajaran

perbendaharaan kata.

Berdasarkan hasil observasi dan tes siklus II diperoleh hasil bahwa 2

dari 3 siswa atau 66,67% termasuk motivasi tinggi dalam mengikuti

pembelajaran perbendaharaan kata, 2 dari 3 siswa atau sebesar 66,67 % siswa

termasuk dalam keterampilan melafalkan kata dengan kriteria baik, dan 2 dari 3

siswa atau sebesar 66,67% dapat tuntas dalam evaluasi siklus II dengan

memperoleh nilai > 62. Jadi, jika ditinjau dari indikator ketercapaian yang telah

ditentukan yaitu 2 dari 3 siswa mendapat nilai ≥ 62, 2 dari 3 siswa memiliki

motivasi tinggi dalam mengikuti pembelajaran dan 2 dari 3 siswa baik dalam

keterampilan bicara (melafalkan kata), maka pada siklus II ini telah berhasil

mencapai indikator ketercapaian.

C. Pembahasan

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melaksanakan observasi

awal terlebih dahulu. Pada tahap observasi awal peneliti mengamati

pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa

cxiii

yang dilakukan oleh guru kelas. Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan awal

perbendaharaan kata siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga, peneliti melakukan

pre test.

Setelah mendapatkan hasil dari pre test barulah peneliti merencanakan

alternatif tindakan dalam usaha perbaikan pada pembelajaran Bahasa Indonesia

khususnya untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara.

Peneliti bersama guru kelas sebagai kolaborator merencanakan alternatif

tindakan yang paling cocok untuk siswa tunarungu wicara.

Pada siklus pertama, peneliti melaksanakan pembelajaran Bahasa

Indonesia dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa dengan

menggunakan media komputer dalam aplikasi powerpoint yang telah dirancang

sesuai dengan karakteristik siswa tunarungu wicara. Dalam pembelajaran di

siklus pertama ada beberapa aspek yang masih perlu mendapat tindakan lebih

lanjut seperti motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran, keterampilan bicara

(melafalkan kata) siswa, dan pengelolaan kelas yang mengalami banyak

kekurangan atau kelemahan, sehingga perlu untuk melakukan siklus ke dua

untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dan memaksimalkan hasil

perolehan pembelajaran siswa yaitu dalam rangka meningkatkan perbendaharaan

kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap siswa tunarungu wicara kelas

D1-B SLB Negeri Salatiga mendukung pendapat dari Katryn P. Meadow dalam

bukunya Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja (1995 : 48) yang antara lain

mengungkapkan bahwa dalam penggunaan bahasa lisan, nampak bahwa anak

tunarungu menggunakan kalimat yang pendek-pendek, ia menggunakan kalimat

yang lebih sederhana, karena keterbatasan kata yang dimengertinya, akhirnya

anak hanya menggunakan kata yang bisa diingatnya. Mohammad Efendi (2007 :

77) juga mengungkapkan problem yang dihadapi anak tunarungu dalam aspek

kebahasaan salah satunya tampak pada miskin kosa kata (perbendaharaan

kata/bahasa terbatas). Dari kedua pendapat ini dan dari kenyataan yang ada

bahwa memang benar anak tunarungu kelas D1-B SLB Negeri Salatiga miskin

cxiv

kosa kata, peneliti merasa perlu melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk

meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara. Usaha-usaha yang

dilakukan tentunya dengan melakukan pembelajaran yang menarik dan dengan

penggunaan media yang sesuai kebutuhan dan karakteristik siswa tunarungu

wicara dengan memanfaatkan sisa pendengaran yang masih dimiliki serta

memaksimalkan fungsi indra lain yang dimiliki anak.

Selain itu, peneliti juga mendukung pendapat Wiig & Samel dalam

Parwoto (2007 : 163) yang mengungkapkan beberapa prinsip dasar dalam

penggunaan teknik dan pendekatan khusus jika guru hendak merencanakan

intervensi bahasa, yang antara lain berisi memperkenalan kata-kata baru,

mengajarkan penggunaan kata-kata baru yang paling umum, menggunakan

penyajian bergambar untuk membantu siswa menetapkan gambar diri. Dengan

membedakan kode warna pada kata-kata, ungkapan, atau struktur penting dapat

membantu siswa memfokuskan perhatiannya dan sebagai alat bantu ingatan.

Dari beberapa prinsip tersebut, peneliti menerapkannya ke dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia untuk anak tunarungu wicara dalam usaha meningkatkan

perbendaharaan kata anak. Sesuai dengan perinsip yang pertama peneliti

berusaha untuk menerapkan kata-kata baru menurut perkembangan bahasa

normal. Kata-kata baru yang diajarkan kepada siswa merupakan kata-kata baru

yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terbukti

dengan materi yang diberikan kepada siswa yaitu mengenai pengenalan benda di

sekitar. Di sini siswa diberikan materi nama-nama berbagai benda yang ada di

sekitarnya, dimulai dari benda yang paling dekat dengan anak seperti topi, baju,

meja, kursi, buku, pensil, tas, foto, sapu, dan dasi.

Dalam melakukan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan materi

mengenal benda-benda di sekitar, peneliti menggunakan media komputer dengan

aplikasi powerpoint, yang didalamnya disajikan sepuluh gambar benda di

sekitar. Hal ini bertujuan agar materi yang disampaikan kepada siswa dapat lebih

mudah untuk diterima dan dipahami siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat

Ronald Andreson (1987 : 205) bahwa media komputer bila digabungkan dengan

cxv

media lain, dapat digunakan untuk mengajarkan pengenalan atau diskriminasi

dari stimulus visual dan stimulus audio yang relevan. Oleh sebab itu, peneliti

menggunakan media komputer sebagai media pembelajaran yang digunakan

dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu yang

digabungkan dengan media lain yaitu LCD. Dalam pembelajaran ini siswa

diberikan materi secara visual dan audio sehingga pembelajaran dapat diterima

dengan lebih baik oleh siswa.

Selain itu, Yudhi Munadi (2008 : 150) juga berpendapat bahwa dengan

menggunakan media powerpoint dalam pembelajaran memiliki banyak

kelebihan yang salah satunya adalah memiliki kemampuan dalam

mengembangkan semua unsur media seperti teks, vidio, animasi, image, grafik

dan sound menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi. Hal ini yang

menyebabkan peneliti menggunakan media komputer dengan aplikasi

powerpoint dalam pembelajaran untuk meningkatkan perbendaharaan kata siswa

tunarungu. Dengan menggunakan aplikasi powerpoint gambar-gambar yang

ditampilkan merupakan gambar asli dengan warna seperti benda aslinya. Selain

itu tampilan yang menarik dapat membuat siswa lebih tertarik terhadap pelajaran

dan membantu siswa untuk dapat berkonsentrasi lebih lama. Dengan

menggunakan warna-warna tulisan dan latar belakang yang dipilih sesuai dengan

sifatnya, dapat pula membantu siswa untuk mengingat kata dengan cepat. Hal ini

sejalan dengan pendapat Sri Anitah (2009 : 76) yang menyatakan bahwa warna

merupakan unsur tambahan yang terpenting dalam media visual karena dapat

memberikan pengaruh-pengaruh tertentu pada siswa. Dalam penggunaan media

powerpoint ini, peneliti menggunakan warna merah untuk warna tulisan karena

memiliki kekuatan menarik perhatian dan memiliki daya ingat tinggi dibanding

warna lain. Sedangkan untuk latar belakang, peneliti memilih warna kuning

oranye karena dianggap memiliki kekuatan emosional yang efektif untuk

membangkitkan gairah dan konsentrasi belajar.

Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan pada siklus I dan

siklus II, peneliti yang bertindak sebagai guru yang melakukan pembelajaran

cxvi

Bahasa Indonesia dengan menggunakan media komputer yang bertujuan untuk

meningkatkan perbendaharaan kata siswa, telah berhasil meningkatkan

perbendaharaan kata siswa tunarungu kelas D1-B. Penggunaan media komputer

dengan aplikasi powerpoint telah dapat membangkitkan semangat dan motivasi

belajar siswa, siswa merasa senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan

media komputer sehingga keterampilan bicara (melafalkan kata) siswa

meningkat yang menyebabkan meningkatnya perbendaharaan kata siswa kelas

D1-B tersebut.

Keberhasilan penggunaan media komputer dalam meningkatkan

perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga

dapat dilihat dari beberapa indikator berikut :

1. Motivasi siswa dalam mengikuti Pembelajaran Bahasa Indonesia

Siswa tunarungu wicara memiliki berbagai macam permasalahan

dalam perkembangannya, salah satunya yaitu miskin perbendaharaan kata.

Permasalahan itu pula yang terjadi pada siswa kelas D1-B SLB Negeri

Salatiga. Saat peneliti melakukan observasi dan pre tes ditemukan hasil

bahwa motivasi siswa-siswa tersebut kurang dalam mengikuti pembelajaran

Bahasa Indonesia khususnya dalam hal pengajaran kosa kata baru kepada

siswa. Penguasaan siswa terhadap kosa kata sederhana yang ada di

sekitarnya masih sangat terbatas.

Oleh sebab itu, peneliti melakukan alternatif tindakan untuk dapat

meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu yaitu dengan

menggunakan media komputer apliksi powerpoint dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat Yudhi Munadi (2008 :

37) tentang fungsi media pembelajaran yang salah satunya adalah media

pembelajaran sebagai fungsi motivasi yaitu memberikan dorongan kepada

siswa dengan cara memudahkan pembelajaran bagi siswa. Dalam penelitian

ini, peneliti berusaha untuk menggunakan media komputer dengan aplikasi

powerpoint untuk membantu siswa tunarungu wicara dalam mengenal

benda-benda yang ada di sekitarnya. Media komputer dengan aplikasi

cxvii

powerpoint ini dirancang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa

tunarungu wicara yaitu dengan menampilkan gambar-gambar asli dari

benda-benda yang diajarkan kepada siswa sehingga akan mempermudah

siswa dalam memahami teori atau maksud pembelajaran yang disampaikan.

Selain itu, Yudhi Munadi (2008:39) menjelaskan pula bahwa

fungsi semantik media pembelajaran yaitu untuk menambah perbendaharaan

kata yang maknanya benar-benar dipahami anak didik. Jadi, dengan

menggunakan media komputer dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

dengan materi mengenal benda di sekitar, dapat membantu siswa khususnya

siswa tunarungu wicara dalam menambah perbendaharaan kata dan siswa

dapat mengerti makna dari kata-kata yang dipelajari dengan bantuan gambar

yang di tampilkan pada slide.

Setelah dilakukan tindakan berupa penggunaan media komputer

aplikasi powerpoint dalam pembelajaran Bahasa Indonesia diperoleh hasil

bahwa motivasi siswa dalam mengikuti pembalajaran dan keterampilan

melafalkan kata meningkat sehingga perbendaharaan kata siswa menjadi

meningkat pula. Siswa tampak senang dengan pembelajaran yang dilakukan

dengan menggunakan media komputer karena selain siswa dapat melihat

gambar benda-benda tersebut seperti gambar aslinya, siswa dapat pula

menyaksikan tampilan yang menarik dengan pemberian elemen penambah

daya tarik yaitu efek tertentu pada huruf dan gambar yang disajikan pada

aplikasi powerpoint tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Sri Anitah

(2009 : 76) elemen penambah daya tarik yang bertujuan untuk menarik

perhatian pengamat yaitu dengan memberikan kejutan sehingga membuat

pengamat tidak bosan dengan tampilan yang disajikan.

Ketertarikan dan motivasi siswa dapat ditemukan pula dari

pengamatan terhadap siswa, setelah menggunakan media komputer mereka

cenderung tidak menampakkan kebosanan dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar, siswa lebih menurut kepada perintah guru selama pembelajaran

berlangsung, siswa yang pada awalnya mudah terpengaruh pada situasi di

cxviii

luar kelas, tampak dapat fokus lebih lama pada pelajaran, partisipasi aktif

siswa dalam menjawab pertanyaan secara lisan lebih dapat terlihat, dan

siswa lebih tertarik mengerjakan soal-soal saat evaluasi berlangsung.

Selain itu guru pun memiliki andil dalam memotivasi siswa yaitu

dengan cara memberikan berbagai penguat kepada siswa antara lain :

a. Memberikan pujian atas keberhasilan siswa berupa kata-kata seperti :

bagus, benar, atau tepat.

b. Dengan mendekati siswa dan memberikan sentuhan misalnya menepuk

punggung dengan halus, melakukan tos.

c. Dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan misalnya menonton

film animasi bersama pada akhir pelajaran.

Hal-hal seperti ini telah dilakukan peneliti dalam melakukan

tindakan di kelas, sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran

di dalam kelas dan siswa tetap bersemangat mengikuti pelajaran dari awal

hingga akhir pelajaran. Berikut adalah tabel peningkatan motivasi siswa

terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia dalam usaha meningkatkan

perbendaharaan kata siswa dimulai siklus I sampai siklus II.

Tabel 12. Peningkatan Motivasi Siswa dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia

Subyek Motivasi Belajar Keterangan

SK I SK II

AG 53 63 Meningkat

AR 42 54 Meningkat

IH 36 42 Meningkat

% motivasi

tinggi 33,33% 66,67% Meningkat

Dari tabel di atas diketahui bahwa telah terlihat adanya peningkatan

motivasi siswa. Pada siklus I motivasi siswa sebesar 33,33% dan pada siklus

II meningkat menjadi 66,67%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

grafik peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

Indonesia.

Gambar 5. Grafik Peningkatan

Bahasa Indonesia

Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai

dari siklus I dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas

peningkatan motivasi

termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,

sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan

perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63

dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

perolehan skor 42.

2. Keterampilan bicara

Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,

salah satu hal yang tidak bisa di

cxix

peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

Grafik Peningkatan Motivasi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran

Bahasa Indonesia

Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai

dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas

peningkatan motivasi setiap siswa. Pada siklus I terlihat bahwa

termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,

sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan

perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63

dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

bicara (melafalkan kata) siswa

Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,

salah satu hal yang tidak bisa diabaikan yaitu mengenai keterampilan

Siklus I Siklus II

peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa

Pembelajaran

Grafik di atas merupakan bentuk lain dari penyajian peningkatan

motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dimulai

dan siklus II. Dari grafik tersebut dapat dilihat dengan jelas

terlihat bahwa 1 siswa

termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan perolehan skor 53,

sedangkan 2 siswa lainnya termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

perolehan skor 42 dan 36. Pada siklus II terjadi peningkatan dengan

perolehan 2 siswa termasuk dalam kriteria motivasi tinggi dengan skor 63

dan 54, sedangkan 1 siswa termasuk dalam kriteria motivasi sedang dengan

Dalam usaha meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu,

ilan bicara,

cxx

dalam hal ini keterampilan bicara yang ditekankan adalah pada keterampilan

melafalkan kata-kata yang diajarkan. Sesuai dengan pendapat dalam sumber

http://primabhaktimulia.wordpress.com/2009/08/27/pengembangan-

kemampuan-bicara-2/, dalam keterampilan bicara (pelafalan kata), beberapa

hal yang ditekankan yaitu :

a. Kejelasan bicara (pelafalan)

b. Kejelasan artikulasi vokal dan konsonan

c. Kelancaran bicara (pelafalan)

d. Kualitas suara yang dihasilkan

e. Irama dan intonasi bicara

Apabila hal-hal diatas belum dapat dikuasai oleh siswa, guru akan

memberikan perbaikan secara individual kepada siswa sehingga siswa dapat

benar-benar memaksimalkan kemampuan bicara yang dimilikinya.

Perbaikan-perbaikan yang dilakukan guru telah menunjukkan peningkatan

terhadap keterampilan bicara khususnya dalam hal melafalkan kata siswa

kelas D1-B SLB Negeri Salatiga. Hal ini dapat dilihat pada tabel

peningkatan keterampilan bicara (melafalkan kata).

Tabel 13. Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata) Siswa Kelas

D1-B SLB Negeri Salatiga

Subyek

Ketermpilan Bicara (Melafalkan

Kata) Keterangan

SK I SK II

AG 33 35 Meningkat

AR 29 31 Meningkat

IH 15 24 Meningkat

% baik 33,33% 66,67% Meningkat

Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa keterampilan bicara siswa

mengalami peningkatan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I perolehan

keterampilan bicara dengan kriteria baik sebesar 33,33%, dan pada siklus II

mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada

grafik berikut :

Gambar 6. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Siswa Ke

Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa

mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata).

siklus I terlihat bahwa

keterampilan bicara dengan perolehan skor 33

masuk dalam kriteria cukup dan

Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik

untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1

siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan

perolehan skor 24.

3. Meningkatnya hasil evaluasi perbendaharaan kata siswa

Peningkatan

pembelajaran dan keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan

peningkatan dalam evaluasi perbendaharaan kata

0

5

10

15

20

25

30

35AG: 33

Ket

eram

pila

n M

elaf

alka

n K

ata

Sisw

a

Siklus I

cxxi

mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada

. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Siswa Kelas D1-B

Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa

mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata).

terlihat bahwa 1 siswa telah masuk dalam kriteria baik dalam

bicara dengan perolehan skor 33, sedangkan 2 siswa lainnya

masuk dalam kriteria cukup dan kurang dengan perolehan skor 2

Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik

untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1

siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan

nya hasil evaluasi perbendaharaan kata siswa

Peningkatan-peningkatan yang terjadi dalam motivasi men

keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan

peningkatan dalam evaluasi perbendaharaan kata. Berikut ini adalah tabel

1

AR : 29

IH : 15

AG : 35

AR : 31

IH : 24

Siklus I Siklus II

mengalami peningkatan menjadi 66,67%. Hal ini dapat dilihat pula pada

. Grafik Peningkatan Keterampilan Bicara (Melafalkan Kata)

Dari grafik di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa setiap siswa

mengalami peningkatan dalam keterampilan bicara (melafalkan kata). Pada

suk dalam kriteria baik dalam

, sedangkan 2 siswa lainnya

kurang dengan perolehan skor 29 dan 15.

Pada siklus II terjadi peningkatan yaitu 2 siswa masuk dalam kriteria baik

untuk keterampilan bicara dengan perolehan skor 35 dan 31, sedangkan 1

siswa termasuk dalam kriteria cukup dalam keterampilan bicara dengan

peningkatan yang terjadi dalam motivasi mengikuti

keterampilan bicara (pelafalan kata) diikuti pula dengan

. Berikut ini adalah tabel

peningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan

perbendaharaan kata yang dikuasai siswa kelas D1

Tabel 14. Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran

D1-B SLB Negeri Salatiga

Subyek

AG

AR

IH

% tuntas

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran

Bahasa Indonesia mengalami peningkatan

dilihat bahwa hasil evaluasi siswa

ketuntasan, dan pada siklus II

evaluasi belajar dapat dilihat pula dalam grafik sebagai berikut :

Gambar 7. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

AG: 75

Has

il E

valu

si S

isw

a

cxxii

ningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan

perbendaharaan kata yang dikuasai siswa kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas

B SLB Negeri Salatiga

Hasil Evaluasi Belajar Keterangan

SK I SK II

75 95 Meningkat

65 85 Meningkat

45 65 Meningkat

66,67% 66,67% Meningkat

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran

mengalami peningkatan. Dari kondisi pada siklus I

dilihat bahwa hasil evaluasi siswa sebesar 66,67% dapat mencapai

, dan pada siklus II tetap yaitu 66,67%. Peningkatan hasil

evaluasi belajar dapat dilihat pula dalam grafik sebagai berikut :

. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

B SLB Negeri Salatiga

1

AG: 75

AR : 65

IH : 45

AG : 95

AR : 85

IH : 60

ningkatan hasil evaluasi siswa yang menunjukkan terjadinya peningkatan

B SLB Negeri Salatiga.

Bahasa Indonesia Kelas

Keterangan

Meningkat

Meningkat

Meningkat

Meningkat

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil evaluasi Pembelajaran

kondisi pada siklus I dapat

dapat mencapai

66,67%. Peningkatan hasil

. Grafik Peningkatan Hasil Evaluasi Pembelajaran Bahasa Indonesia

cxxiii

Dari grafik diatas tampak jelas bahwa pada siklus I telah tampak 2

dari 3 siswa telah dapat mencapai batas minimal ketuntasan. Pada silkus II

pencapaian nilai dari 3 siswa mengalami peningkatan. Tetapi masih ada satu

siswa yang belum mencapai batas ketuntasan dengan perolehan nilai < 62.

Secara umum dari siklus pertama dan kedua telah tampak adanya

peningkatan kualitas pembelajaran (baik proses maupun hasil) dalam

meningkatkan perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara kelas D1-B SLB

Negeri Salatiga. Dari hasil-hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa dengan

pembelajaran yang dilakukan menggunakan media yang menarik yaitu

media komputer dalam aplikasi powerpoint dapat meningkatnya motivasi

belajar Bahasa Indonesia siswa sehingga mempengaruhi adanya

peningkatan keterampilan bicara (pelafalan kata) dan ketuntasan belajar

siswa yang pada akhirnya perbendaharaan kata siswa tunarungu wicara

kelas D1-B dapat meningkat.

Tabel 15. Hasil Tindakan Ditinjau dari Indikator Keberhasilan PTK

Aspek yang Dinilai Siklus I Siklus II

Motivasi siswa 1 dari 3 siswa

(33,33%)

2 dari 3 siswa

(66,67%)

Keterampilan bahasa

(pelafalan kata )

1 dari 3 siswa

(33,33%)

2 dari 3 siswa

(66,67%)

Nilai Ketuntasan

Hasil Evaluasi

2 dari 3 siswa

(66,67%)

2 dari 3 siswa

(66,67%)

Ditinjau dari indikator keberhasilan PTK, dapat dilihat bahwa telah

terjadi peningkatan pada indikator yang telah direncanakan dimulai sejak

siklus I sampai pada siklus II. Pada siklus I motivasi siswa dan keterampilan

bicara (melafalkan kata) siswa masih belum memenuhi indikator PTK yaitu

sebesar 33,33% sehingga dilakukan perbaikan-perbaikan pada siklus II.

Pada siklus II, baik motivasi siswa, keterampilan bicara siswa maupun nilai

cxxiv

hasil ketuntasan telah dapat mencapai indikator PTK dengan hasil 2 dari 3

siswa atau sebesar 66,67% dapat memenuhi indikator PTK. Pada evaluasi

hasil pembelajaran perbendaharaan kata, ditemukan bahwa 1 siswa belum

mencapai nilai ketuntasan dengan perolehan nilai < 62. Sesuai dengan hasil

wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru kelas, guru kelas

mengakui bahwa dalam kesehariannya siswa tersebut sulit dalam mengingat

kembali pelafalan maupun panulisan kata-kata yang telah dipelajari

sehingga siswa tersebut memerlukan waktu lebih lama dalam pengulangan

pembelajaran bila dibandingkan dengan 2 siswa lainnya.

cxxv

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa penggunaan media komputer berhasil meningkatkan perbendaharaan kata

anak tunarungu wicara kelas D1-B SLB Negeri Salatiga.

B. Implikasi

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang berjudul “Penggunaan Media

Komputer untuk Meningkatkan Perbendaharaan Kata Anak Tunarungu Wicara

Kelas D1-B SLB Negeri Salatiga”, maka sebagai implikasinya adalah untuk

meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara seorang guru yang

mangajar Bahasa Indonesia sangat sesuai bila menggunakan media komputer.

C. Saran

1. Bagi Kepala Sekolah :

a. Hendaknya kepala sekolah menambah ketersediaan media komputer yang

ada di sekolah sebagai sarana dan prasarana pembelajaran bagi anak

tunarungu wicara.

b. Hendaknya diadakan sosialisasi dan pelatihan kepada guru-guru dalam

memanfaatkan media komputer sebagai salah satu media untuk

meningkatkan perbendaharaan kata anak tunarungu wicara.

2. Bagi guru :

a. Guru hendaknya mencoba memanfaatkan media komputer dalam

pembelajaran Bahasa Indonesia untuk meningkatkan perbendaharaan kata

siswa tunarungu wicara.

b. Guru hendaknya dapat memotivasi siswa untuk mencoba memanfaatkan

media komputer untuk meningkatkan perbendaharaan kata anak.

cxxvi

3. Bagi siswa tunarungu wicara:

a. Sebaiknya siswa mulai berlatih untuk menggunakan media komputer dalam

usaha meningkatkan perbendaharaan kata yang dimilikinya.

b. Hendaknya siswa lebih memacu diri untuk meningkatkan perbendaharaan

kata dengan menggunakan media komputer.

cxxvii

DAFTAR PUSTAKA

Aji Sujudi. 2005. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Perkalian dan Pembagian Menggunakan Media Komputer pada Siswa Kelas II SD Muhammadiyah Plus Salatiga Tahun Pelajaran 2004/2005. Semarang :Skripsi UNNES (belum diterbitkan)

Anderson, Ronald H. 1987. Pemilihan dan Pengembangan Media untuk Pembelajaran. Terjemahan Yusufhadi Miarso (dkk). Jakarta : CV. Rajawali

Basuki Wibawa & Farida Mukti. 2001. Media Pengajaran. Bandung : CV. Maulana.

Castrogiovanni, Andrea. 2008. Incidence and Prevalence of Communication Disorders and Hearing Loss in Children. Journal Edision 2008

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2006. Informasi Pendididkan Anak Tunarungu . http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasi-tunarungu.html ( 28 Februari 2010 : 19.50)

Edja Sadjaah & Dardjo Sukarja .1995. Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Fonny, Fidelis E.Waruwu, & Lianawati. 2006. Resiliensi dan Prestasi Akademik Pada Anak Tunarungu. Jurnal Provitae. 2, no 1, Mei 2006

http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa%3APencarian&search=perbendaharaan+kata&fulltext=Cari (26 Maret 2010, 19.58 )

cxxviii

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php (26 Maret 2010, 19.58)

IGAK Wardhani. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat : Gaung Persada Press

Mohammad Efendi. 2008 . Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : Bumi Aksara

Murni Winarsih. 2007. Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu dalam Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Departeman Pendidikan Nasional

Nana Suarna. 2008. Microsoft Office Powerpoint 2007. Bandung : CV Yrama Media

Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

. 2008. Pedoman Pelaksanaan Pengalaman Lapangan (PPL) Program Studi PGPLB. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional

Penerbit Andi. 2007. Mahir dalam 7 Hari Microsoft Office Powerpoint 2007. Yogyakarta: CV Andi Offset

cxxix

Priyatna Hadinata. Kontribusi Iklim Kelas Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMA. kontribusi_iklim_kelas_Priyatna_Hadinata_edit.pdf - Adobe Reader. ( 28 Februari 2010 : 20.03)

Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. 1982. Panduan bagi Penulis Buku untuk murid Sekolah Dasar dalam Penggunaan Kosakata dan Kalimat. Jakarta : Departeman P & K.

Slamet. 2007. Penggunaan Media Pembelajaran Powerpoint Untuk Meningkatan Prestasi Belajar Sejarah Di Sma Al-Azhar 3 Bandar Lampung. http://one.indoskripsi.com/node/2827 (13 Januari 2010: 20.18)

Sri Anitah. 2009. Media Pembelajaran. Surakarta : Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)

Sudarwan Danim. 1994. Media Komunikasi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta

Suharsimi Arikunto, Suhardjono dan Supardi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara : Jakarta

Sutjihati Somantri. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Thomas M. Bohman, Lisa M. Bedore, Elizabeth D. Pe a, Anita Mendez-Perez, & Ronald B. Gillam. 2010. “What You Hear and What You Say: Language Performance in Spanish-English Bilinguals” . International Journal Of Bilingual Education And Bilingualism. 13, 325 – 344.

cxxx

Thomas Wibowo Agung Sutjiono . 2005. “Pendayagunaan Media Pembelajaran”. Jurnal Pendidikan Penabur . No.04,Th.IV.

Undang-undang SISDIKNAS Sistem Pendidikan Nasional. 2009. Bandung : Fokusmedia

Universitas Kristen Petra. 2002. Perancangan Audio Visual. http://Digilib.Petra.Ac.Id/Jiunkpe/S1/Jdkv/2002/Jiunkpe-Ns-S1-2002-42498005-839-Teori_Warna-Chapter4.Pdf (29 Desember 2009: 20.20)

Wahana Komputer. 2003. Menggunakan Microsoft Powerpoint 2003. Semarang : Wahana Komputer dan Penerbit Andi.

Windratie Maryadie. 2009. Fungsi Warna Tidak Hanya Untuk Memberi Makna Tertentu.http://kosmo.vivanews.com/news/read/28105arti_dan_efek_warna_pada_otak ( 28 Februari 2010 : 19.45).

Witarsih Fitri Yani. 2006. Efektifitas Media Kotak Abjad Baba Dan Media Powerpoint Dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Anak Tunarungu . http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-0612106-135954/ (13 Januari 2010: 19.10).

Yefvie. 2008. ABD vs Cochclea Implan. http://tunarungu.wordpress.com (29 Desember 2009: 20.20).

Yildiz Uzuner, Güzin Icden, Umit Girgin, Ayse Beral, & Gonul Kırcaali-Iftar. 2005. “ An Examination Of Impacts Of Text Related Questions On Story Grammar Acquisition Of Three Turkish Youths With Hearing Loss” . The International Journal of Special Education. 20, No.2.

cxxxi

Yudhi Munadi. 2008. Media Pembelajaran (Sebuah Pendekatan Baru). Ciputat : Gaung Persada Press.