pengertian tarbiyah islamiyah
TRANSCRIPT
PENGERTIAN TARBIYAH ISLAMIYAH
oleh Tarbiyah Islamiyah pada 03 Juli 2010 jam 21:29
Dari segi bahasa tarbiyah islamiyah bermakna: Rabba-yarbu (tumbuh
berkembang), rabbiya-yarba (tumbuh secara alami), rabba-yarabbu
(memperbaiki, meningkatkan). Sedangkan secara istilah Tarbiyah
Islamiyah adalah memperbaiki sesuatu, menjaga serta memeliharanya.
Tarbiyah memiliki pengertian cara ideal dalam berinteraksi dengan
fitrah manusia, baik secara langsung (dengan kata-kata) ataupun
secara tidak langsung (dengan keteladanan) untuk memproses
perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik
Tarbiyah Islamiyah berarti proses mempersiapkan orang dengan
persiapan yang menyenuh seluruh aspek kehidupan meliputi jasmani,
ruhani, dan akal pikiran. Demikian juga dengan kehidupan
duniawinya, dengan segenap aspek hubungan dan kemaslahatan yang
mengikatnya, dan kehidupan akhirat dengan segala amal yang
sihisabnya yang membuat Allah ridha atau murka.
Jadi secara ringkas tarbiyah islamiyah adalah proses penyiapan
manusia yang saleh, yakni agar tercipta suatu keseimbangan dalam
potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan.
Keseimbangan potensi yang dimaksud adalah hendaknya jangan
sampai kemunculan potensi menyebabkan lenyapnya potensi yang
lain atau suatu potensi sengaja dimandulkan agar muncul potensi yang
lain.
Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran,
keseimbangan antara kebutuhan primer dan sekundernya, antara cita-
cita dan realitasnya, antara jiwa ambisi pribadi dan jiwa
kebersamaannya, antara keyakinan kepada alam ghaib dan keyakinan
pada alam kasat mata, keseimbangan antara makan, minum, pakaian,
dan tempat tinggalnya, tanpa adanya sikap berlebih-lebihan si satu sisi
dan pengabaian di sisi yang lain. Benar-benar keseimbangan yang
mengantarkan pada sikap yang adil dalam segala hal.
Pengertian Tarbiyah secara bahasa adalah Tansyi`ah (pembentukan),
Ri`ayah (pemeliharaan), Tanmiyah (pengembangan),dan Taujih
(pengarahan).
Maka proses tarbiyah yang kita lakukan dengan menggunakan sarana
dan media yang ragam dan bermacam-macam, seperti halaqoh, mabit,
tatsqif, ta`lim fil masajid, mukhoyyam, lailatul katibah dan lainnya
harus memperhatikan empat hal diatas sebagai langkah-langkah
praktis untuk sampai pada tujuan strategis yaitu terbentuknya pribadi
muslim da`i atau muslim shalih mushlih.
1. Tansyi`ah (pembentukan)
Dalam proses tansyi`ah harus memperhatikan tiga sisi penting yaitu :
a. Pembentukan Ruhiyah Ma`nawiyah
Pembentukan ruhiyah ma`nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-
kegiatan ibadah ritual seperti qiyamul lail, shaum sunnah, tilawah
Qur`an, dzikir dll. Para Murabbi harus mampu menjadikan sarana-
sarana tarbiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalsah ruhiyah, dalam
membentuk pribadi Mutarabbi pada sisi ruhiyah ma`nawiyahnya dan
dirasakan serta disadari oleh Mutarabbi bahwa ia sedang menjalani
proses pembentukan ma`nawiyah ruhiyah. Jangan sampai mabit hanya
untuk mabit.
b. Pembentukan Fikriyah Tsaqofiyah.
Sarana dan media tarbiyah tsaqofiyah harus dijadikan sebagai sarana
dan media yang dapat membentuk peserta tarbiyah pada sisi fikriyah
tsaqofiyah, jangan sampai tatsqif untuk tatsqif dan ta`lim untuk ta`lim,
tetapi harus jelas tujuannya bahwa tatsqif untuk pembentukan tsaqofah
yang benar dan utuh, ta`lim untuk tafaqquh fid dien dan ini harus
disadari dan dirasakan oleh Murabbi dan Mutarabbi.
c. Amaliyah Harakiyah.
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah
ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah juga bertujuan membentuk
amaliah harakiyah yang harus dilakukan secara berbarengan dan
berkeseimbangan seperti kewajiban rekruitmen dengan da`wah
fardiyah, da`wah `ammah dan bentuk-bentuk nasyrud da`wah lainya.
Serta pengelolaan halaqoh tarbawiyah yang baru sehingga sisi ruhiyah
ma`nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasi
dalam bentuk amal nyata dan kegiatan ril serta dirasakan oleh
lingkungan dan mayarakat luas.
. Ar ri`ayah (pemeliharaan).
Kepribadian Islami yang sudah atau mulai terbentuk harus dijaga dan
dipelihara ma`nawiyah, fikriyah dan amaliyahnya serta harus selalu
dimutaba`ah (dikontrol) dan ditaqwim (dievaluasi) sehingga jangan
sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan
demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual,
fikrah dan harakah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Tidak
ada penurunan dalam tilawah yaumiyah, qiyamul lail, shaum sunnah,
baca buku, tatsqif, liqoat tarbawiyah dan aktivitas da`wah serta
pembinaan kader.
3. At Tanmiyah (pengembangan).
Dalam proses tarbiyah, Murabbi dan Mutarabbi tidak boleh puas
dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki,
apalagi mnganggap sudah sempurna. Murabbi dan Mutarabbi yang
baik adalah Murabbi dan utarabbi yang selalu memperbaiki
kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas,
berpandangan jauh kedepan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu
menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dari
berbagai permasalahan ummat dan berani tampil memimpin umat.
Oleh karenanya kualitas diri dan jamaah merupakan suatu tuntutan
dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.
4. At Taujih (pengarahan) dan At Tauzhif (Pemberdayaan).
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik
dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan
diri dan kualitas diri untuk menjadi unsur perubah yang aktif dan
produktif ( Al Muslim Ash Shalih Al Mushlih ). Murabbi dapat
mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan Mutarabbinya
sesuai dengan bidang dan kapasitasnya.Mutarabbi siap untuk
diarahkan, ditugaskan, ditempatkan dan difungsikan, sehingga dapat
memberikan kontribusi ril untuk da`wah, jamaah dan umat, tidak ragu
berjuang dan berkorban demi tegaknya dienul Islam.
Diantara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang
menepati apa yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka diantara
mereka ada yang gugur, dan diantara mereka ada pula yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya. “
( QS 33 : 23 )
Indikasi keberhasilan tarbiyah bisa dilihat pada peran dankontribusi
kader dalam penyebaran fikrah, pembentukan masyarakat Islam,
memerangi kemunkaran memberantas kerusakan dan mampu
mengarahkan dan membimbing umat ke jalan Allah. Serta dalam
keadaan siap menghadapi segala bentuk kebathilan yang menghadang
dan menghalangi lajunya da`wah Islam.
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu`min diri dan
harta mereka dengan memberikan syurga kepada mereka, mereka
berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh, itu
telah menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al
Qur`an, dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain ) daripada
Allah, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan
itu dan itulah kemenangan yang besar “ (QS 9 :111)
Pengertian Tarbiyah
Diposkan oleh Suara Hati di 09:28
Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg
berbeda, yakni:
1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya
berkembang.
2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya
tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-
ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing
memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan
memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan
jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir
si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah
masyarakat.
2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan
hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan
kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan
dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan
metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan,
penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian
petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki
terhadap anak.
7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan
dan pengembangan jasad, akal,
jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah
diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk
kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT
Arti
Dalam Islam, istilah pendidikan disebut dengan tarbiyah. Menurut
ilmu bahasa, tarbiyah berasal dari tiga pengertian kata -robbaba-
robba-yurobbii- yang artinya memperbaiki sesuatu dan
meluruskannya. Sedang arti tarbiyah secara istilah adalah:
1. menyampaikan sesuatu untuk mencapai kesempurnaan, dimana
bentuk penyampaiannya satu dengan yang lain berbeda sesuai dengan
tujuan pembentukannya.
2. menentukan tujuan melalui persiapan sesuai dengan batas
kemampuan untuk mencapai kesempurnaan.
3. sesuatu yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit
oleh seorang pendidik.
4. sesuatu yang dilakukan secara berkesinambungan, maksudnya
tahapan-tahapannya sejalan dengan kehidupan, tidak berhenti pada
batas tertentu, terhitung dari buaian sampai liang lahat.
5. dijadikan sebagai tujuan terpenting dalam kehidupan, baik secara
individu maupun keseluruhan, yaitu untuk kemashlahatan ummat
dengan asas mencapai keridhaan Allah SWT seperti tersirat dalam
firman Allah:
“ "Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya
Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia,
'hendaklah kamu menjadi penyembahku, bukan penyembah Allah'.
Akan tetapi(dia berkata),'hendaklah kamu menjadi orang-orang
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya."(Al Imran:79)
Ta`lim, ta`dib, dan tarbiyah
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dengan Tuhanmu-lah yang
maha pemurah, yang mengajar manusia dengan
perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak di ketahuinya.”
Dunia pendidikan dalam Islam mendapatkan perhatian
yang utama selain masalah ketahuidan. Surat Al-Alaq,
sebagai wahyu pertama, secara tersirat menyuruh umat
manusia untuk tidak serta merta “beriman” sebelum adanya
“ilmu” sehingga orang bertauhid bukanlah tanpa dasar.
Ruang “dialogis keimanan” ini memberikan kesempatan
kepada manusia untuk berpikir secara”hanif”, tanpa ada
paksaan, untuk menerima ketauhidan universal Islam.
Pendidikan dalam Islam bukanlah sebuah “transfer of
knowledge” semata, pemindahan ilmu dari guru-murid,
tanpa adanya dialog-dialog kritis dari kedua belah pihak
(guru-murid), sebagaimana digambarkan dalam dialog
antara Nabi Muhammad dengan Jibril saat menerima
wahyu pertama di gua Hira’. Dengan adanya “umpan
balik” antara guru-murid melahirkan berbagai macam
konsep-konsep pendidikan dalam Islam, diantaranya:
ta’lim, ta’dib dan tarbiyah. Kosep ini semua bermuara pada
pendidikan transformatif, pendidikan yang menghantarkan
peserta didik menjadi “ahsanu taqwim”.
Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.
Ta’lim, secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari
‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti
pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian
pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul
Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian
pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab,
sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari
segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu
mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya
( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti
adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati
untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’
seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78,
“dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
Ta’dib, merupakan bentuk masdar dari kata addaba-
yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun.
Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses
mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata
ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan
Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini,
ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu),
pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu
menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu
pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah
yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam
arti Islam.
Tarbiyah, merupkan bentuk masdar dari kata robba-
yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan. Sedangkan
menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididk
dan memelihara.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian
bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu
batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi
setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah
sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan
dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus
bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan
pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya
mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang
dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
Analisis perbandingan antara konsep ta’lim’, ta’dib
dan tarbiyah
Istilah ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu
analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik
perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila
dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang
saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal
memelihara dan mendidik anak.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu
pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian,
tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh
karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek
pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang
dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada
bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan
tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang
secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri
manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu
yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu
yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan
kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam
dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi
yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu
mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam.
KURIKULUM MAJELIS TA’LIM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Secara Etimologi kata majelis ta’lim berasal dari Bahasa
Arab yaitu”majlis” (isian makan) yang berarti tempat duduk, adapun
kata “ta’lim” (isim masdar) berarti “pengajaran” . Jadi kata Majelis
Ta’lim adalah suatu tempat (wadah) yang didalamnya terdapat proses
belajar mengajar para jamaah / angotanya. Sedangkan menurut
Terminologi Majelis Ta’lim adalah suatu tempat yang digunakan
untuk proses belajar mengajar tentang keislaman guna mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Majelis Ta’lim sebagai sebuah
institusi pendidikan non formal bidang keagamaan memiliki arti
penting bagi pengamalan nilai-nilai Islam di masyarakat.Hal ini di
karenakan keberadaan majelis ta’lim menjadi ujung tombak yang
berhadapan langsung pada masyaakat. Melihat peran yang begitu
besar dari Majelis Ta’limini, maka pemerintah menjadikanMajelis
Ta’lim sebagai sub sistem pendidikan nasiaonal sebagaimana tertung
dalam Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 20 Tahun 2003
tentang sisten Pendidikan Nasional. Potensi yang besar dari Majelis
Ta’lim ini hendaknya didukung dengan manajemen yang baik, SDM
yang profesional (ahli dalam bidangnya) dan kurikulum yang
sistematik dan berkesinambungan. Karena secara realitas banyak
sekali ditemukan majelis ta’lim yang dikelola apa adanya, SDM yang
lemah serta pola pengajaran dan pembelajaran yang tidak sistemetik
yaitu terjadinya ketidakteraturn dan tumpang tindi antara
ustadz/ustadzah yang satu dengan lainyaa. Dengan memperhatikan
latar belakang diatas, maka Bidang Penamas sebagai Pembina Majelis
Ta’lim bekerjasama dengan kordinator Penyuluh (koeluh) Kanwil
Departemen Agama Provinsi DKI Jakarta ikut serta membantu
mengurangi permasalahan tersebut dengan menyusun “Kurukulum
Majelis Ta’lim” .B. LADASAN YURIDIS PENYUSUNAN
KURIKULUM MAJELIS TA’LIM 1. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
terutama Pasal 30 tentang Pendidikan Keagaman.2. Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1989 tentang pelaksanaan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan.3. Surat
Keputusa Bersama Mendangri dan Menag No. 128 dan No. 44A,
tanggal 13 Mei 1982, tentang “Usaha peningkatan kemampuan baca
tulis huruf AL-Qur’an bagi umat Islam dalam rangka peningkatan,
penghayatan, dan pengamalan AL-Qu’an dalam kehidupan
Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.
Pengertian ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah.
1. Ta’lim
secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-
ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian
atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut
Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan,
pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu
menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima
hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya
( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha
terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari
posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam
surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
2. Ta’dib,
merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang
berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib
diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada
pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan
dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup
unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan
(tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak
perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling
tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
3.Tarbiyah,
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan
orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah
dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:
1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu,
wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki,
mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan
jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak
didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.
2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati,
perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan
kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan
secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode
yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan,
pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan,
penyempurnaan, dan perasaan memiliki terhadap anak.
7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan
pengembangan jasad, akal, jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai
petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa
dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut
pandangan Allah SWT.
merupakan bentuk masdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang
berarti pendidikan. Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan
mangasuh, mendididk dan memelihara.
Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa
tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan
yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani
mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara
setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi
manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian
tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti
pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga
sebab-sebab eksistensinya.
Analisis perbandingan antara konsep ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah
Istilah ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu analisa. Jika
ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu
dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya,
terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam
hal memelihara dan mendidik anak.
Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan
yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman
amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-
aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang
dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik.
Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan
anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan
dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu
pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni
pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang
benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan
tingkah laku yang baik.
Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan
yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect
man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik.
waAllahu ‘alam.
Pengertian “Pendidikan” menurut Islam, banyak menimbulkan
perbedaan diantara para ahli. Ada yang memilih istilah “Ta’lim, ada
yang
menggunakan istilah “Ta’dib”, dengan berbagai argumentasinya
masingmasing.
Namun yang lebih luas digunakan adalah istilah “Tarbiyah”,
karena kata “Ta’lim” lebih tepat ditujukan untuk istilah “Pengajaran”
yang hanya terbatas pada kegiatan penyampaian pengertian,
pengetahuan
dan ketrampilan atau masukan ilmu pengetahuan dan ketrampilan atau
memasukan ilmu pengetahuan pada pikiran seseorang. Sedang
“Ta’dib”,
lebih tepat ditujukan untuk istilah pendidikan amal semata yang
sasarannya lebih tertuju pada penyempurnaan akhlaq budi pekerti.
Sedang
pendidikan dalam arti “At-Tarbiyah”, menurut konsep Islam lebih luas
dari kedua hal tersebut.
Seperti halnya pendapat Achmad yang menjelaskan bahwa:”
Sesungguhnya kata atau istilah Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib bagi
pendidikan Islam adalah merupakan satu kesatuan yang saling terkait,
artinya bila pendidikan dinisbatkan kepada Ta’dib ia harus melalui
pengajaran (Ta’lim) sehingga dengan diperoleh ilmu. Dan dari ilmu
yang
telah dimiliki terwujudlah sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hal ini lazim kita kenal sebagai kognitif, efektif
dan
psokomotorik”.4
Abdur Rahman Nahlawi menerangkan lebih lengkap bahwa;
“Ditinjau dari asal bahasanya, istilah At-tarbiyah mencakup empat
unsur:
a. Memelihara pertumbuhan fitrah manusia.
b. Mengembangkan potensi dan kelengkapan manusia yang beraneka
macam (terutama akal budinya)
c. Mengarahkan fitrah dan potensi manusia menuju kesempurnaannya.
d. Melaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan
anak”.5
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas berikut ini penulis
kemukakan beberapa pengertian tentang pendidikan Agama Islam.
Menurut Ahmad D. Marimba : “Pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama
Islam
menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
Islam”.6
Bahwa maksud dari Pendidikan Agama Islam menurut Ahmad D.
Marimba itu merupakan bimbingan jasmani dan rohani kepada semua
orang tanpa mengenal adanya faktor usia dan status sosial.
Lebih lanjut tentang: Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Konsep Ta’dib Sebagai Solusi Pendidikan Islam di
Era Global
Kamis, 29 Juli 2010 14:57 Artikel
Oleh: Kholili Hasib
Pendahuluan
Ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang digagas oleh
Syed Muhammad Naquib Al-Attas yang bertujuan mencetak manusia
beradab. Ide al-Attas tersebut dilatarbelakangi oleh krisis ilmu yang
dialami kaum muslim kontemporer. Menurut al-Attas, tantangan
terbesar yang dihadapi dunia muslim kontemporer adalah kesalahan
dibidang ilmu. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya adab (the loss of
adab). Kehilangan adab di sini maksudnya kehilangan identitas,
identitas ilmu-ilmu keislaman dan identitas ilmuan muslim. Definisi
sains Islam di era globalisasi semakin kabur, tertutup selimut ilmu-
ilmu modern-sekuler. Lenyapnya identitas ilmu Islam tersebut
dikarenakan gencarnya hegemoni Barat sekuler yang gerakaannya
seiring dengan gelombang globalisasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, al-Attas menggagas
proyek Islamisasi ilmu pengetahuan. Proyek besar tersebut
memerlukan perangkat-perangkat yang kuat. Oleh karena itu,
pendidikan Islam – sebagai basis utama mega proyek tersebut – harus
mampu mencetak manusia beradab. Yakni manusia yang
berpandangan hidup Islam dan menguasai ilmu-ilmu Islam secara
integratif. Gagasan melahirkan manusia yang beradab tersebut
diwujudkan dengan pendidikan konsep ta’dib sebagai formula
pendidikan Islam yang ideal dan integratif. Tulisan ini akan
membahas urgensi dan peran pendidikan konsep ta’dib dalam
Islamisasi Ilmu pengetahuan untuk menjawab krisis ilmu di era
globalisasi.
Pendidikan Konsep Ta’dib
Konsep ta’dib yang digagas al-Attas adalah konsep pendidikan
Islam yang bertujuan menciptakan manusia beradab dalam arti yang
komprehensif. Pengertian konsep ini dibangun dari makna kata dasar
adaba dan derivasinya. Makna addaba dan derivasinya, bila
maknanya dikaitkan satu sama lain, akan menunjukkan pengertian
pendidikan yang integratif. Di antara makna-makna tersebut adalah,
kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Makna ini identik
dengan akhlak. Adab juga secara konsisten dikaitkan dengan dunia
sastra, yakni adab dijelaskan sebagai pengetahuan tentang hal-hal
yang indah yang mencegah dari kesalahan-kesalahan. Sehingga
seorang sastrawan disebut adiib. Makna ini hampir sama dengan
definisi yang diberikan al-Jurjani, yakni ta’dib adalah proses
memperoleh ilmu pengetahuan (ma’rifah) yang dipelajari untuk
mencegah pelajar dari bentuk kesalahan.
Kata ta’dib adalah mashdar dari addaba yang sebenarnya
secara konsisten bermakna mendidik. Berkenaan dengan hal itu,
seorang guru yang mengajarkan etika dan kepribadian tersebut disebut
juga mu’addib. Setidaknya ada tiga derivasi dari kata addaba, yakni
adiib, ta’dib, muaddib. Dari gambaran tersebut dapat dikatakan,
keempat makna itu saling terikat dan berkaitan. Seorang pendidik
(muaddib), adalah orang yang mengajarkan etika, kesopanan,
pengembangan diri atau suatu ilmu (ma’rifah) agar anak didiknya
terhindar dari kesalahan ilmu, menjadi manusia yang sempurna (insan
kamil) sebagaimana dicontohkan dalam pribadi Rasulullah SAW. Cara
mendidiknya perlu dengan menggunakan cara-cara yang benar sesuai
kaidah, menarik dan indah – seperti seorang sastrawan yang
menyuguhkan kata-kata dengan benar, indah dalam berpuisi.
Berdasarkan hal itu, al-Attas mendefinisikan adab dari analisis
semantiknya, yakni, adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap
realita bahwasannya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari
hirearki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-
tingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-
masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik,
intelektual dan spiritual. Dalam hal ini, al-Attas memberi makna adab
secara lebih dalam dan komprehensif yang berkaitan dengan objek-
objek tertentu yaitu pribadi manusia, ilmu, bahasa, sosial, alam dan
Tuhan. Beradab, adalah menerapkan adab kepada masing-masing
objek tersebut dengan benar, sesuai aturan.
Pada dasarnya, konsep adab al-Attas ini adalah memperlakukan
objek-objek tersebut sesuai dengan aturan, wajar dan tujuan
terakhirnya adalah kedekatan spiritual kepada Tuhan. Berkenaan
dengan hal ini, maka adab juga dikaitkan dengan syari’at dan Tauhid.
Orang yang tidak beradab adalah orang yang tidak menjalankan
syari’at dan tidak beriman (dengan sempurna). Maka orang beradab
menurut al-Attas adalah orang yang baik yaitu orang yang menyadari
sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Hak,
memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya dan orang lain
dalam masyarakat, berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya
menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab.
Dari uraian singkat tersebut, bisa dikatakan bahwa makna
beradab secara sederhana adalah, tidak berbuat dzalim. Maksudnya,
orang beradab adalah orang yang menggunakan epistemologi ilmu
dengan benar, menerapkan keilmuan kepada objeknya secara adil, dan
mampu mengidentifikasi dan memilah pengetahuan-pengetahuan
(ma’rifah) yang salah. Setelah itu, metode untuk mencapai
pengetahuan itu harus juga benar sesuai kaidah Islam. Sehingga,
seorang yang beradab (insan adabi) mengerti tanggung jawabnya
sebagai jiwa yang pernah mengikat janji dalam Primordial Covenant
dengan Allah SWT sebagai jiwa bertauhid. Apapun profesi manusia
beradab, ikatan janji itu selalu ia aplikasikan dalam setiap aktifitasnya.
Oleh sebab itu, istilah yang paling tepat untuk pendidikan Islam
menurut al-Attas adalah ta’dib bukan tarbiyah atau ta’lim. Term
tarbiyah tidak menunjukkan kesesuaian makna, ia hanya menyinggung
aspek fisikal dan emosional manusia. Term tarbiyah juga diapakai
untuk mengajari hewan. Sedangkan ta’lim secara umum hanya
terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif. Akan tetapi ta’dib
sudah menyangkut ta’lim (pengajaran) di dalamnya. Singkatnya,
konsep ta’dib mengandung makna yang lebih komprehensif dan
integratif daripada tarbiyah.
Konsep ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang
komprehensif, karena aspek-aspek ilmu dan proses pencapainya mesti
dicapai dengan pendekatana tawhidy dan objek-objeknya diteropong
dengan pandangan hidup Islami (worldview Islam). Pendekatan
tawhidy adalah pendekatan yang tidak dikotomis dalam melihat
realitas. Menurut al-Attas, pendidikan Islam bukanlah seperti
pelatihan yang akan menghasilkan spesialis. Melainkan proses yang
akan menghasilkan individu baik (insan adabi), yang akan menguasai
pelbagai bidang studi secara integral dan koheren yang mencerminkan
padandangan hidup Islam.
Model pendidikan yang menitikberatkan pada pelatihan
cenderung menghasilkan individu pragmatis, yang aktifitasnya tidak
mencerminkan pandangan hidup Islam. Ia hanya belajar untuk
tujuan kepuasan materi. Padahal, pendidikan adalah proses panjang
yang titik kulminasinya adalah kebahagaiaan akhirat. Maka, konsep
ta’dib menfaikan itu. Target yang ingin dicapai dalam konsep ta’dib
adalah penguasaan ilmu-ilmu itu mesti terselimuti oleh worldview
Islam. Tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu syar’i. Semua
ilmu yang dipelajari, baik ilmu matematika, fisika, kimia, biologi,
bahasa, sosial dan lain sebagainya, mesti mendapat asupan dengan
ilmu syari’at.
Sehingga bisa dikatakan, integralisasi sains dan ilmu-ilmu
humaniora dengan ilmu syar’i adalah inti utama konsep pendidikan
ta’dib. Sebab dalam pandangan hidup Islam, aspek duniawi harus
dihubungkan dengan cara yang sangat mendalam kepada aspek
akhirat, dan aspek akhirat adalah signifikasi yang final. Pandangan
hidup Islam terbangun dari jaringan-jaringan konsep yang saling
terkait seperti konsep Tuhan, wahyu, manusia, alam, ilmu, agama dan
lain sebagainya. Manusia beradab menurut al-Attas adalah manusia
yang sadar akan kedudukan dirinya di tengah realitas alam dan harus
bisa berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan secara positif, terpecaya
dan terpuji.
Manusia yang beradab, akan melihat segala persoalan di alam
ini dengan kacamata worldview Islam. Worldview Islam menjadi
‘pisau’ analisa setiap persoalan keduniawiyan. Sebagaimana
dinyatakan al-Attas, insan adabi itu harus berbuat selaras dengan ilmu
pengetahuan secara positif. Yakni, seorang manusia yang selalu
menggunakan epistemologi Islam dalam dialognya dengan realita
alam. Individu-individu yang beradab seperti ini adalah berperan
penting secara sosial dalam pembentuk sebuah masyarakat beradab.
Masyarakat beradab, adalah masyakat beriman yang
memahami diin dengan baik dan benar. Yang menarik disini adalah
korelasi antara kata beradab dan br-diin dengan benar. Al-Attas
menganalisa, bahwa diin berasal dar kata da ya na yang berati
berhutang. Derivasi kata itu adalah daynun (kewajiban), daynunah
(hukuman), idanah (keyakinan). Islam sebagai sebuah diin
mengandung makna dari derivasi kata-kata tersebut. Yakni, inti
berislam adalah kewujudan manusia yang berhutang kepada Tuhan,
penyerahan diri manusia kepada Tuhan, pelaksanaan kekuasaan
pengadilan, dan suatu cerminan dari kecenderungan manusia secara
fitrah. Kata-kata tersebut di atas juga berkait dengan kata madinah
(kota) yakni kota yang berisi manusia-manusai beragama dengan baik.
Dari kata ini juga lahir istilah tamaddun yang diartikan peradaban. Di
sinilah kata beradab bertemu dengan kata diin. Sehingga, bisa
dikatakan orang beradab adalah orang yang berdiin, melaksanakan
syari’ah, menempati janji primordialnya sebagai jiwa bertauhid – yang
secara ringkas dikatakan berworldview Islam.
Dapat disimpulkan, konsep ta’dib adalah konsep pendidikan
yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat
segala persoalan dengan teropong worldview Islam. Mengintegrasikan
ilmu-ilmu sains dan humaniora dangan ilmu syari’ah. Sehingga
apapun profesi dan keahliannya, syar’iah dan worldview Islam tetap
merasuk dalam dirinya sebagai parameter utama. Individu-individu
yang demikian ini adalah manusia pembentuk peradaban Islam yang
bermartabat. Dalam tataran praktis, konsep ini memerlukan proses
Islamisasi ilmu pengetahuan terlebih dahulu. Karena, untuk mencapai
tujuan utama konsep pendidikan ini, ilmu-ilmu tidak hanya perlu
diintegrasikan akan tetapi, ilmu yang berparadigma sekuler harus
diislamkan basis filosofisnya.
Katapendidikan
pendidikandisebut juga:
Paedagogie
Paedagogie, education,
, education, 1)
1)tarbiyah
tarbiyah,
, mental
mental
kepribadian, 2)
kepribadian, 2)talim
talim, w aallama aadama al- asmaaakullaha, 3)
tadib, addabanirabbifa akhsana tadiibi, 4) al-tadris, 5) al-tafaqquh,
falaula nafara minkulli firqotin, 6)al-tafakkur,
7)tabyiiin, 8)al-Irsyad, 9)al-tadzkiyah, 10)al-
tadzkirah, 11) al-intidzar, 12) al-tadabbur, 13)
al-tahdzib, 14) at-Tilawah, 15) taaqqul dan 16)
al-mau'idzah
Pada First World Conference on Muslim
Education diKing Abdul Aziz, Jeddah, 1977
Pengertian pendidikan terkandung dalam 3
Istilah:
1.
Tarbiyah(Abdurrahman an Nahlawi [1989:31-
33])
2.
Ta¶lim(Abdul Fattah Jalal [1988:27])
3.
Ta¶dib(Naquib al Attas [1984:52])
Baidlawi: Yaitu menyampaikan sesuatu sedikit
demi sedikit sehingga sempurna
`
Abdurrahman al Bani: terdiri dari 4 Unsur
1.
Menjaga dan memelihara fitrah
2.
Mengembangkan potensi
3.
Mengarahkan fitrah menuju kesempurnaan
4.
Dilaksanakan secara bertahap
Lebih universal dibanding tarbiyah
` Mencakup aspek-aspek pengetahuan lainnya dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan
serta pedoman berperilaku
Pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan ke dalam
manusia, ttg tempat-tempat yang tepat
bagi segala sesuatu di dalam tatanan
wujud sehingga hal ini membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan tempat
yang tepat di dalam tatanan wujud