pengenalan project finance bagian 2
TRANSCRIPT
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Pengenalan Project Finance
Bagian 2: Alokasi Risiko, Tahapan dalam Project Finance dan
Peranan Financial Modeling
Artikel ini merupakan bagian kedua dari pembahasan project finance. Dalam tulisan ini akan
dibahas mengenai bagaimana pembuatan kontrak untuk alokasi risiko dalam proyek, tahapan
dalam project finance, dan kegunaan financial modeling dalam project finance.
1. Alokasi Risiko dalam Project Finance : Pembuatan Kontrak
Beberapa pihak mendefinisikan project finance sebagai sekumpulan kontrak dari beberapa
pihak. Definisi ini diambil mengingat banyaknya kontrak yang dilakukan antara sponsor/special
purpose vehicle (SPV) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek (kontraktor, operator,
supplier, dan sebagainya). Ilustrasi diatas mencontohkan bagaimana gambaran kerjasama dan
kontrak yang diperlukan dalam suatu project finance. Perjanjian untuk setiap proyek akan
bervariasi di setiap industri. Perjanjian dalam proyek yang ada pada proyek pembangkit listrik
akan terlihat sangat berbeda dalam proyek pembangunan rel atau pembiayaan telekomunikasi.
Bagaimanapun terlepas dari industri yang terkait, tujuan utama dalam suatu kontrak adalah
bagaimana membagi dan meminimalisir risiko yang ada. Berikut akan dijelaskan kontrak apa
Muhammad Putrawal
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
saja yang ada pada project finance dan risiko yang terkait. Untuk memudahkan pemahaman
pada artikel ini kami akan membagi kontrak menjadi dua kelompok yaitu kontrak yang terkait
dengan pendapatan dan kontrak yang terkait dengan pengeluaran biaya.
1.1 Kontrak yang Terkait dengan Pendapatan Proyek
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Untuk project finance cara yang umumnya dilakukan untuk mengamankan pendapatan adalah
dengan mengadakan offtake agreement dengan pembeli. Offtake agreement adalah perjanjian
untuk pembelian dan penjualan jangka panjang dimana pembeli setuju untuk membeli output
dari fasilitas proyek selama periode tertentu. Perjanjian seperti ini dapat berlaku untuk:
Proyek dengan komoditas seperti produksi emas, perak, tembaga, timah, minyak, gas
atau batubara.
Proyek industri seperti pengolahan sayuran, kayu, makanan kemasan, kertas koran
atau obat-obatan.
Proyek infrastruktur yang terkait dengan pembangkit listrik, jaringan pipa gas, jaringan
telekomunikasi, pengelolaan air bersih dan sebagainya.
1.1.1 Bentuk – Bentuk dari Offtake Agreement
a. Power Purchase Agreement (PPA)
Salah satu offtake agreement yang paling umum adalah PPA. Kontrak seperti ini lumrah dipakai
dalam kerjasama pembangunan pembangkit listrik. PPA biasanya disusun dengan struktur take
or pay contract. Take or pay contract adalah perjanjian kontraktual dimana satu pihak setuju
untuk membeli entah (a) volume tertentu dari output yang dihasilkan secara berkala dengan
kesepakatan harga satuan yang ditetapkan; atau (b) kapasitas (seperti halnya dalam
pembangkit listrik atau pengelolaan air bersih) sesuai dengan output.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Tipikal kerjasama ini dilakukan untuk mitigasi risiko terkait dengan harga, permintaan, siklus
bisnis, kapasitas relatif terhadap pasar, restrukturisasi industri, dan masalah inflasi
Untuk contoh pembangkit listrik sebuah PPA mengatur perjanjian untuk penjualan listrik
(biasanya berdasarkan kapasitas yang tersedia dan output listrik) antara pembeli dan SPV.
Struktur ini memenuhi dua poin penting:
Menjamin adanya pasar/pembeli, yang bisa menjadi dasar untuk menentukan biaya
pembangkit listrik dan menjadi dasar dalam memprediksi jumlah pendapatan yang akan
masuk berdasarkan jumlah listrik yang akan dihasilkan. Hal ini membuat sponsor dapat
menentukan bagaimana struktur pinjaman yang akan dilakukan, baik dalam hal jumlah
pokok, bunga, ataupun lama pinjaman.
Mendefinisikan secara rinci hak, tanggung jawab dan kewajiban yang wajar baik untuk
SPV dan pihak pembeli baik selama masa pembiayaan, konstruksi dan fase operasional
proyek.
Meskipun hanya ada dua pihak dalam PPA, tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak dalam kesepakatan PPA harus disetujui oleh sponsor, investor dan kreditur yang terlibat
dalam proyek. Selain itu kesepakatan yang terkait kegiatan operasional juga harus disetujui
oleh supplier, kontraktor konstruksi dan operator.
b. Hell or High Water Contract
Sebuah hell or high water contract merupakan sebuah ketetapan yang memperkuat take or pay
agreement. Contohnya dalam konteks pembangkit listrik, akan ditekankan bahwa tidak ada
situasi apapun yang memungkinkan pihak off taker untuk tidak membayar dari harga/kapasitas
yang telah disepakati. Meski terdapat beberapa pengecualian yang bisa dibuat misalnya
pembangkit listrik mengalami keterlambatan dalam beroperasi, dan kapasitas yang belum
memenuhi syarat. Struktur ini umumnya digunakan ketika sebuah perusahaan industri besar
membuat suatu pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listriknya secara eksklusif dan
mencari pembiayaan dari bank untuk mendirikan fasilitas tersebut.
c. Throughput Agreement
Throughput Agreement biasa digunakan sehubungan dengan pembiayaan untuk pembangunan
pipa minyak atau gas alam. Dalam hal ini bisanya sudah ada pihak yang menjamin untuk
melakukan pembelian terhadap output yang disalurkan. Umumnya pihak pembeli juga bertindak
www.futurumcorfinan.com
Page 5
sebagai perusahaan induk dari SPV. Dengan perjanjian ini SPV akan mengerjakan konstruksi
dan operasional pipa minyak yang akan mengalirkan output dari sumber minyak ke beberapa
tujuan di mana output tersebut akan diolah lebih lanjut, atau dijual ke pihak ketiga. SPV yang
dibentuk untuk memiliki pipa akan mengadakan perjanjian dengan perusahaan induknya) untuk
mengangkut komoditas setiap bulan dengan tarif tertentu.
Persyaratan yang umumnya ditambah dalam throughput agreement adalah cash deficiency
agreement atau keep well agreement. Kesepakatan ini menyebutkan jika terjadi defisit kas,
pemegang saham perusahaan induk diwajibkan untuk menyediakan dana tambahan untuk
memenuhi liabilitas SPV.
d. Cost of Service Contract
Cost of service contract mengharuskan setiap pemegang saham untuk membayar biaya yang
dikeluarkan oleh SPV secara proporsional sesuai bagian masing-masing. Kontrak seperti ini
biasanya mensyaratkan penjualan hasil output harus dilakukan secara hell or high water
contract. Cost of service contract akan menutupi biaya operasional, administrasi, pemeliharaan,
hutang dan pengembalian modal ekuitas, serta pajak perusahaan. Seperti yang terjadi untuk
hell or high water contract cost of service contract membebankan semua kewajiban kepada
para pemegang saham kecuali untuk kegiatan pembangunan selama masa konstruksi, dimana
ada risiko tertentu akan yang akan diberikan kepada kontraktor.
Struktur kerjasama ini dapat digunakan setiap kali ada beberapa perusahaan yang tertarik
untuk mengembangkan, membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik, atau fasilitas
lainnya, yang dirancang untuk melayani kebutuhan mereka secara eksklusif.
e. Tolling Agreement
Sebuah tolling agreement memiliki struktur yang mirip dengan Cost of service contract. Dalam
tolling agreement, SPV menetapkan tarif (tolling) untuk memproses bahan baku yang dimiliki
oleh sponsor proyek (biasa lebih dari satu) dan mendistribusikannya kembali kepada sponsor.
Jumlah minimum untuk tarif akan sama dengan total biaya operasi dan biaya tetap, termasuk
hutang, pajak dan margin.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
f. Step Up Provision
Step up provision berlaku ketika kesepakatan penjualan melibatkan beberapa pembeli.
Ketentuan akan mewajibkan pembeli lain untuk meningkatkan pembelian masing-masing ketika
ada salah satu dari pembeli lain yang hambatan dalam membeli output yang dihasilkan.
Rangkuman
No Kontrak Karakteristik
1 Power Purchase Agreement Penjaminan pembelian output oleh pembeli dengan
jumlah dan harga yang disepakati
2 Hell or High Water Contract Mengikat pembeli untuk tetap membayar output dalam
situasi apapun
3 Throughput Agreement
Pihak pembeli akan berperan layaknya perusahaan induk
untuk SPV. Pembeli berkewajiban membeli output dan
memenuhi defisit biaya yang dialami SPV.
4 Cost of Service Contract Pemenuhan biaya SPV ditanggung secara proporsional
oleh pemegang saham
5 Tolling Agreement SPV akan mengolah bahan baku dari sponsor dan
mematok tarif minimum untuk pemenuhan biaya
6 Step Up Provision
Berlaku ketika kontrak melibatkan beberapa pembeli.
Saat ada pembeli yang gagal membeli output, pembeli
lain harus menanggung kegagalan tersebut
Beberapa kontrak diatas terlihat bahwa semuanya memiliki satu kesamaan yaitu untuk
memastikan adanya jaminan untuk pemenuhan kas bagi SPV.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
1.2 Kontrak yang Terkait dengan Pengeluaran Proyek
Tiga kontrak yang akan dibahas dalam bagian ini:
Perjanjian dengan kontraktor (EPC Contract)
Perjanjian dengan supplier (Resource Supply Agreement)
Perjanjian dengan operator (O & M Agreement).
Ketiga kontrak ini perlu dibuat dengan tepat untuk mengurangi risiko-risiko seperti yang
tergambar dari ilustrasi diatas. EPC Contract dan O & M Agreement biasanya selalu muncul di
semua kesepakatan project finance yang melibatkan pembangunan fasilitas baru. Sedangkan
Resource Supply Agreement harus dimasukkan ke dalam perjanjian proyek jika proyek (a)
membutuhkan kebutuhan bahan baku, atau bahan bakar dalam jumlah besar, dan (b) jika
sumber daya untuk bahan baku tidak banyak tersedia di pasar dan harganya tidak stabil.
Misalnya, untuk pembangkit tenaga listrik akan memerlukan kontrak pasokan sumber daya
yang melibatkan diesel, minyak, batu bara atau gas.
1.2.1 Perjanjian dengan Kontraktor (EPC Contract)
Pembangunan konstruksi pada dasarnya memiliki tiga risiko yaitu
Kekurangan biaya di tengah pengerjaan proyek.
Keterlambatan penyelesaian proyek.
Spesifikasi saat proyek selesai tidak sesuai harapan.
Beberapa hal yang diatur dalam kontrak untuk mencegah risiko ini antara lain:
Jadwal penyelesaian pekerjaan yang jelas, termasuk pengaturan spesifikasi progress
pekerjaan dan timeline yang harus dipenuhi.
Kompensasi yang harus dibayarkan apabila progress pengerjaan tidak terpenuhi.
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Lump sum contract/fixed price, kontraktor setuju untuk melakukan pekerjaan dengan
tarif yang tetap.
Pembayaran kepada kontraktor sesuai dengan perkembangan performa di lapangan.
Satu kontraktor untuk satu proyek. Agar tanggung jawab tidak terpecah ada baiknya
untuk mengatur bahwa satu proyek dipegang oleh satu kontraktor, jika lebih dari satu
kontraktor diharapkan salah satu kontraktor yang memegang tanggung jawab penuh
kepada sponsor.
1.2.2 Perjanjian dengan Supplier (Resource Supply Agreement)
Perjanjian ini diadakan antara supplier dan SPV. Risiko yang biasanya terkait pemenuhan
bahan baku selama adalah risiko terkait harga, distribusi, jumlah ketersediaan, dan spesifikasi
kualitas.
Dalam perjanjian dengan supplier, kreditur lebih memilih untuk SPV mengadakan requirement
contract (disebut juga sebagai supply or pay contract) dengan supplier yang sudah kredibel.
Perlu ada pernyataan dalam kontrak yang memungkinkan SPV untuk membeli bahan baku
dengan harga yang disepakati selama masa kontrak dan bisa memiliki variasi dalam
permintaan dengan memiliki persyaratan minimum dan maksimum dalam setahun. Jenis
kontrak seperti ini membuat SPV memiliki fleksibilitas yang tinggi. Jika fasilitas pabrik tidak
mampu beroperasi di bulan tertentu, atau jika SPV memilih untuk tidak mengoperasikan proyek,
tidak ada kerugian yang akan didapatkan supplier selama pasokan minimum setahun dapat
terpenuhi.
Untuk memperkuat kontrak tidak jarang ditambahkan kewajiban jika supplier gagal memenuhi
pasokan bahan baku sesuai kesepakatan maka supplier diharuskan mencari bahan baku
tersebut dari market atau membayar kompensasi kepada sponsor.
1.2.3 Perjanjian dengan Operator (O & M Agreement)
Sponsor proyek memiliki opsi untuk menjadi operator dalam proyek yang dikerjakan dengan
mengadakan kesepakatan dengan SPV. Meski begitu biasanya pihak kreditur lebih menyukai
kegiatan operasional dilakukan oleh pihak ketiga. Sebagai jalan tengah seringkali pihak yang
ditunjuk menjadi operator merupakan anak perusahaan atau pihak yang memiliki hubungan
istimewa dengan sponsor.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Sebelum persetujuan antara sponsor dan pihak operator disetujui, biasanya diperlukan
persetujuan dari kreditur dan juga pemerintah. Dalam menganalisa kontrak yang dibuat pihak
pemerintah akan fokus kepada apakah proyek dapat berjalan sesuai rencana dan memenuhi
hukum yang berlaku termasuk hukum terkait masalah lingkungan dan keselamatan kerja.
Berbeda dengan pemerintah, kreditur akan fokus kepada apakah proyek dapat menghasilkan
penjualan yang dapat membayar hutang (+bunga) mereka kepada kreditur.
Selama kegiatan operasional hal yang menjadi fokus perhatian adalah
Supply dari bahan baku.
Permintaan untuk produk/jasa.
Pendistribusian produk.
Kualitas dari produk yang dihasilkan.
Untuk tiga point pertama bisa diatasi dengan kontrak yang baik dengan pihak yang
bekerjasama (supplier, pembeli, dan distributor). Sedangkan untuk point keempat dibutuhkan
adanya standar performa yang harus dapat dicapai oleh operator. Untuk mencapai hal ini
biasanya kreditur menekan sponsor untuk membuat kontrak yang mencantumkan hal berikut:
Operator harus diberikan insentif yang tepat agar menjalankan proyek dengan benar
dan efisien untuk memaksimalkan keuntungan SPV.
Operator harus dikenakan penalti jika target operasi tidak terpenuhi.
Kreditur dapat mengganti atau mengajukan usulan untuk melakukan pergantian
terhadap operator yang memiliki kinerja buruk.
Jika operator adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan sponsor atau
pemegang saham dari SPV, harus ada kontrak yang jelas antara sponsor dan operator.
2. Tahapan Pengembangan Proyek
Dalam konteks project finance istilah pengembangan proyek mengacu kepada proses
persiapan pengerjaan proyek baru sampai dapat beroperasi secara komersial. Proses ini bisa
dibagi menjadi tiga tahap
Pre-bid Stage
Contract Negotiation Stage
Money Raising Stage
www.futurumcorfinan.com
Page 10
2.1 Pre-Bid Stage
Pre-bid stage merupakan tahapan dimana sponsor mengevaluasi proyek apa yang akan
dijalankan dan persiapan apa yang harus dilakukan sebelum menjalankan proyek ini. Sponsor
memiliki beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam tahapan ini:
Memilih proyek yang tepat.
Memilih pihak yang akan dijadikan mitra dalam melakukan proyek.
Melakukan feasibility studies, khususnya terkait dengan teknis pekerjaan di lapangan
dengan tujuan mendapatkan perkiraan yang wajar mengenai kebutuhan biaya.
Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk negosiasi proyek.
2.2 Contract Negotiation stage
Dalam contract negotiation stage pihak sponsor akan mulai melakukan negosiasi dengan calon
mitra untuk mencapai kesepakatan dalam pengerjaan proyek. Tahapan ini juga akan termasuk
proses permohonan izin pada pemerintah. Pada tahap ini tantangan utama yang dihadapi oleh
sponsor adalah sebagai berikut:
Untuk kontrak tanpa off taker perlu dilakukan studi pasar yang menunjukkan bahwa
proyek yang dikerjakan akan bermanfaat dalam jangka waktu yang lama, sesuai dengan
kebutuhan pasar, memiliki keunggulan dibandingkan fasilitas lain, dan dapat
menghasilkan pendapatan yang stabil sehingga dapat memenuhi kewajiban terhadap
hutang yang dilakukan.
Negosiasi dengan pihak yang berkepentingan. Hal ini meliputi pembahasan mengenai
pembagian risiko, pekerjaan teknis, dan manfaat ekonomis yang akan diterima semua
pihak yang terlibat dalam proyek.
Menyelesaikan laporan yang berkaitan dengan dampak pembangunan proyek terhadap
kepentingan umum, lingkungan, dan masyarakat sekitar.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Melengkapi financial model dari proyek yang mencerminkan kesepakatan yang akan
dicapai dalam kerjasama yang mengandung asumsi yang wajar berkenaan dengan
jumlah pendanaan.
2.3 Money Raising Stage
Dalam tahapan ini sasaran akhir dari sponsor adalah untuk menyelesaikan semua kesepakatan
finansial agar mendapat kepastian dapat mulai melakukan pengerjaan konstruksi proyek.
Dalam tahapan ini beberapa hal yang akan dikerjakan oleh sponsor adalah :
Membuat, mereview dan menyetujui komposisi pendanaan yang dibutuhkan baik melalui
ekuitas ataupun hutang.
Negosiasi untuk mencapai kesepakatan terkait kesepakatan hutang dengan kreditur.
Mencapai kesepakatan mengenai masalah finansial dengan pihak yang terlibat dalam
proyek.
Mengelola pinjaman dan ekuitas pengeluaran yang diperlukan.
Memastikan kapabilitas untuk memeriksa kemajuan yang dibuat selama proyek
konstruksi.
3. Penggunaan Financial Model untuk Project Finance
Sebuah financial model pada dasarnya disiapkan oleh sponsor untuk kepentingan pembuatan
proposal yang baik demi keberhasilan dalam memenangkan tender atau memperoleh
pendanaan dari kreditur. Dalam tulisan ini akan dijelaskan kegunaan financial model sesuai tiga
tahapan dalam pengembangan proyek.
3.1 Pre-Bid Stage
Selama tahap ini pihak sponsor mengembangkan model yang masih sederhana. Asumsi yang
dibuat juga masih secara global dan belum terlalu detail.
Tujuan untuk membuat financial model pada tahap ini adalah:
Sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan berjalan atau tidaknya suatu proyek,
implementasi strategi, dan mencegah kemungkinan konflik dengan kebijakan internal
perusahaan yang dapat diatasi dan dituangkan pada model yang dibuat.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Pada level pengambil kebijakan, financial model dapat membantu para pengambil
keputusan untuk menentukan proyek mana yang akan dilakukan sesuai dengan sumber
daya yang ada.
Alat untuk bernegosiasi dengan calon sponsor/investor lain.
Alat untuk bernegosiasi dengan otoritas yang berwenang.
Untuk membuat model ini diperlukan beberapa informasi yang sifatnya masih kasar seperti:
Penentuan tingkat margin yang dapat diterima, termasuk berapa marjin yang wajar
untuk mengkompensasi kemungkinan terjadi sesuatu yang diluar perkiraan.
Kriteria "Rule of thumb" untuk memperkirakan biaya konstruksi dan operasional, yang
bisa disesuaikan sesuai daerah tempat pelaksanaan proyek.
Sebuah struktur modal yang sesuai dengan jenis fasilitas yang akan dibangun dan
sepenuhnya mencerminkan risiko operasi yang akan terjadi.
Asumsi mengenai siapa kreditur, jumlah pinjaman, suku bunga, jangka waktu pinjaman,
biaya dimuka dan ketentuan pembayaran hutang.
3.2 Contract Negotiation Stage
Pada tahap kedua sponsor menggunakan financial model untuk membantu negosiasi dengan
calon mitra proyek. Selama fase ini akan ada banyak perubahan yang dibuat untuk model.
Penggunaan rule of thumb yang sebelumnya dipakai pada tahap pertama akan digantikan
dengan asumsi yang sesuai dengan estimasi biaya riil (misalnya biaya kontraktor dan
operasional) berdasarkan kontrak dengan pihak lain yang bekerjasama. Asumsi pendapatan
dalam model juga akan dibuat konsisten sepenuhnya sesuai kesepakatan perjanjian dengan
pihak off taker, atau studi pasar yang lebih detail. Selama tahap ini, sponsor juga bisa membuat
sejumlah pendekatan awal kepada berbagai calon kreditur untuk menguji minat mereka
berpartisipasi dalam proyek. Hal ini nantinya juga akan merubah asumsi dalam financial model
yang berkaitan dengan pinjaman seperti cost of debt, biaya dimuka, biaya lainnya dan termasuk
juga profil hutang seperti jangka waktu pinjaman, grace period (masa tenggang), jadwal
pembayaran dan sebagainya.
3.3 Money Raising Stage
Pada tahap ini sponsor akan mulai melakukan penawaran proposal kepada pihak kreditur untuk
dianalisa. Proposal yang dibuat akan menentukan apakah sponsor dapat memperoleh pinjaman
sesuai harapan. Beberapa hal yang dijadikan bahan pertimbangan kreditur adalah:
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Struktur Modal
Pertimbangan dasar dari kreditur akan berkaitan dengan total modal yang dibutuhkan oleh
proyek dan berapa besar porsi pendanaan dalam bentuk hutang. Pihak kreditur juga akan
melibatkan beberapa ahli untuk menilai apakah kebutuhan dana untuk proyek masuk akal atau
tidak. Selain itu kreditur juga akan meninjau dan menilai kekuatan dari off taker. Jika tidak ada
pihak off taker yang terlibat kreditur akan melakukan riset pasar yang komprehensif.
Profil Hutang
Ada beberapa elemen yang menjadi isu dalam hal ini:
o Loan availability period, masa dimana SPV akan mulai menerima pinjaman.
o Besaran setoran modal awal yang disuntikkan sebelum hutang.
o Jadwal pembayaran hutang.
o First repayment date, tanggal pertama pembayaran cicilan hutang dari SPV kepada
kreditur.
o Grace period, masa dimana SPV diberikan keringanan dalam pembayaran cicilan.
o Tanggal jatuh tempo.
Mitigasi Cost Overrun
Cost overrun adalah kemungkinan terjadinya lonjakan kebutuhan biaya di tengah berjalannya
konstruksi. Dalam hal ini kreditur biasanya akan mempertimbangkan sejauh mana peranan
sponsor dalam tahap konstruksi dilihat dari cakupan dan jangka waktu yang ditanggung
sponsor.
Istilah cakupan dalam konteks ini berkaitan dengan pertanyaan apakah sponsor memberikan
garansi secara penuh atau terbatas terhadap hutang yang diberikan dari kreditur kepada SPV.
Sponsor biasanya menyediakan garansi penuh, jika terdapat salah satu dari faktor dibawah ini
Proyek tidak memiliki offtake agreement.
Pembangunan proyek menimbulkan tantangan lingkungan atau teknologi yang serius.
Teknologi yang dikembangkan belum pernah digunakan sebelumnya dan pihak
manufaktur tidak memberikan jaminan dalam hal kinerja.
Pihak kontraktor dianggap memilki risiko dalam masalah solvabilitas dan penyediaan
material.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Pertimbangan Kuantitatif
Setelah struktur modal dan profil hutang sudah disepakati, pihak kreditur akan melihat beberapa
pertimbangan kuantitatif terkait model yang dibuat. Pihak kreditur akan menjalankan proyeksi
versi mereka sendiri yang memastikan bahwa pengembalian hutang dapat dilakukan sesuai
standar.
Beberapa rasio yang dijadikan ukuran oleh kreditur diantaranya adalah
Cash Available for Debt Service (CADS)
Historic Debt Service Cover Ratio (HDSCR)
Projected Debt Service Cover Ratio (PDSCR)
Loan Life Cover Ratio (LLCR)
Penjelasan lebih lanjut mengenai rasio-rasio ini akan dibahas pada artikel berikutnya.
Sumber Bacaan:
Kabir Khan, M Fouzul dan Robert J.Parra. Financing Large Projects: Using Project Finance
Techniques and Practices. Prentice Hall. 2003.
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been
compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from
the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not
intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors
for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved