pengenalan project finance bagian 2

15
www.futurumcorfinan.com Page 1 Pengenalan Project Finance Bagian 2: Alokasi Risiko, Tahapan dalam Project Finance dan Peranan Financial Modeling Artikel ini merupakan bagian kedua dari pembahasan project finance. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai bagaimana pembuatan kontrak untuk alokasi risiko dalam proyek, tahapan dalam project finance, dan kegunaan financial modeling dalam project finance. 1. Alokasi Risiko dalam Project Finance : Pembuatan Kontrak Beberapa pihak mendefinisikan project finance sebagai sekumpulan kontrak dari beberapa pihak. Definisi ini diambil mengingat banyaknya kontrak yang dilakukan antara sponsor/special purpose vehicle (SPV) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek (kontraktor, operator, supplier, dan sebagainya). Ilustrasi diatas mencontohkan bagaimana gambaran kerjasama dan kontrak yang diperlukan dalam suatu project finance. Perjanjian untuk setiap proyek akan bervariasi di setiap industri. Perjanjian dalam proyek yang ada pada proyek pembangkit listrik akan terlihat sangat berbeda dalam proyek pembangunan rel atau pembiayaan telekomunikasi. Bagaimanapun terlepas dari industri yang terkait, tujuan utama dalam suatu kontrak adalah bagaimana membagi dan meminimalisir risiko yang ada. Berikut akan dijelaskan kontrak apa Muhammad Putrawal DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Upload: futurum2

Post on 16-Jan-2017

477 views

Category:

Economy & Finance


2 download

TRANSCRIPT

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Pengenalan Project Finance

Bagian 2: Alokasi Risiko, Tahapan dalam Project Finance dan

Peranan Financial Modeling

Artikel ini merupakan bagian kedua dari pembahasan project finance. Dalam tulisan ini akan

dibahas mengenai bagaimana pembuatan kontrak untuk alokasi risiko dalam proyek, tahapan

dalam project finance, dan kegunaan financial modeling dalam project finance.

1. Alokasi Risiko dalam Project Finance : Pembuatan Kontrak

Beberapa pihak mendefinisikan project finance sebagai sekumpulan kontrak dari beberapa

pihak. Definisi ini diambil mengingat banyaknya kontrak yang dilakukan antara sponsor/special

purpose vehicle (SPV) dengan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek (kontraktor, operator,

supplier, dan sebagainya). Ilustrasi diatas mencontohkan bagaimana gambaran kerjasama dan

kontrak yang diperlukan dalam suatu project finance. Perjanjian untuk setiap proyek akan

bervariasi di setiap industri. Perjanjian dalam proyek yang ada pada proyek pembangkit listrik

akan terlihat sangat berbeda dalam proyek pembangunan rel atau pembiayaan telekomunikasi.

Bagaimanapun terlepas dari industri yang terkait, tujuan utama dalam suatu kontrak adalah

bagaimana membagi dan meminimalisir risiko yang ada. Berikut akan dijelaskan kontrak apa

Muhammad Putrawal

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

www.futurumcorfinan.com

Page 2

saja yang ada pada project finance dan risiko yang terkait. Untuk memudahkan pemahaman

pada artikel ini kami akan membagi kontrak menjadi dua kelompok yaitu kontrak yang terkait

dengan pendapatan dan kontrak yang terkait dengan pengeluaran biaya.

1.1 Kontrak yang Terkait dengan Pendapatan Proyek

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Untuk project finance cara yang umumnya dilakukan untuk mengamankan pendapatan adalah

dengan mengadakan offtake agreement dengan pembeli. Offtake agreement adalah perjanjian

untuk pembelian dan penjualan jangka panjang dimana pembeli setuju untuk membeli output

dari fasilitas proyek selama periode tertentu. Perjanjian seperti ini dapat berlaku untuk:

Proyek dengan komoditas seperti produksi emas, perak, tembaga, timah, minyak, gas

atau batubara.

Proyek industri seperti pengolahan sayuran, kayu, makanan kemasan, kertas koran

atau obat-obatan.

Proyek infrastruktur yang terkait dengan pembangkit listrik, jaringan pipa gas, jaringan

telekomunikasi, pengelolaan air bersih dan sebagainya.

1.1.1 Bentuk – Bentuk dari Offtake Agreement

a. Power Purchase Agreement (PPA)

Salah satu offtake agreement yang paling umum adalah PPA. Kontrak seperti ini lumrah dipakai

dalam kerjasama pembangunan pembangkit listrik. PPA biasanya disusun dengan struktur take

or pay contract. Take or pay contract adalah perjanjian kontraktual dimana satu pihak setuju

untuk membeli entah (a) volume tertentu dari output yang dihasilkan secara berkala dengan

kesepakatan harga satuan yang ditetapkan; atau (b) kapasitas (seperti halnya dalam

pembangkit listrik atau pengelolaan air bersih) sesuai dengan output.

www.futurumcorfinan.com

Page 4

Tipikal kerjasama ini dilakukan untuk mitigasi risiko terkait dengan harga, permintaan, siklus

bisnis, kapasitas relatif terhadap pasar, restrukturisasi industri, dan masalah inflasi

Untuk contoh pembangkit listrik sebuah PPA mengatur perjanjian untuk penjualan listrik

(biasanya berdasarkan kapasitas yang tersedia dan output listrik) antara pembeli dan SPV.

Struktur ini memenuhi dua poin penting:

Menjamin adanya pasar/pembeli, yang bisa menjadi dasar untuk menentukan biaya

pembangkit listrik dan menjadi dasar dalam memprediksi jumlah pendapatan yang akan

masuk berdasarkan jumlah listrik yang akan dihasilkan. Hal ini membuat sponsor dapat

menentukan bagaimana struktur pinjaman yang akan dilakukan, baik dalam hal jumlah

pokok, bunga, ataupun lama pinjaman.

Mendefinisikan secara rinci hak, tanggung jawab dan kewajiban yang wajar baik untuk

SPV dan pihak pembeli baik selama masa pembiayaan, konstruksi dan fase operasional

proyek.

Meskipun hanya ada dua pihak dalam PPA, tanggung jawab dan kewajiban masing-masing

pihak dalam kesepakatan PPA harus disetujui oleh sponsor, investor dan kreditur yang terlibat

dalam proyek. Selain itu kesepakatan yang terkait kegiatan operasional juga harus disetujui

oleh supplier, kontraktor konstruksi dan operator.

b. Hell or High Water Contract

Sebuah hell or high water contract merupakan sebuah ketetapan yang memperkuat take or pay

agreement. Contohnya dalam konteks pembangkit listrik, akan ditekankan bahwa tidak ada

situasi apapun yang memungkinkan pihak off taker untuk tidak membayar dari harga/kapasitas

yang telah disepakati. Meski terdapat beberapa pengecualian yang bisa dibuat misalnya

pembangkit listrik mengalami keterlambatan dalam beroperasi, dan kapasitas yang belum

memenuhi syarat. Struktur ini umumnya digunakan ketika sebuah perusahaan industri besar

membuat suatu pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listriknya secara eksklusif dan

mencari pembiayaan dari bank untuk mendirikan fasilitas tersebut.

c. Throughput Agreement

Throughput Agreement biasa digunakan sehubungan dengan pembiayaan untuk pembangunan

pipa minyak atau gas alam. Dalam hal ini bisanya sudah ada pihak yang menjamin untuk

melakukan pembelian terhadap output yang disalurkan. Umumnya pihak pembeli juga bertindak

www.futurumcorfinan.com

Page 5

sebagai perusahaan induk dari SPV. Dengan perjanjian ini SPV akan mengerjakan konstruksi

dan operasional pipa minyak yang akan mengalirkan output dari sumber minyak ke beberapa

tujuan di mana output tersebut akan diolah lebih lanjut, atau dijual ke pihak ketiga. SPV yang

dibentuk untuk memiliki pipa akan mengadakan perjanjian dengan perusahaan induknya) untuk

mengangkut komoditas setiap bulan dengan tarif tertentu.

Persyaratan yang umumnya ditambah dalam throughput agreement adalah cash deficiency

agreement atau keep well agreement. Kesepakatan ini menyebutkan jika terjadi defisit kas,

pemegang saham perusahaan induk diwajibkan untuk menyediakan dana tambahan untuk

memenuhi liabilitas SPV.

d. Cost of Service Contract

Cost of service contract mengharuskan setiap pemegang saham untuk membayar biaya yang

dikeluarkan oleh SPV secara proporsional sesuai bagian masing-masing. Kontrak seperti ini

biasanya mensyaratkan penjualan hasil output harus dilakukan secara hell or high water

contract. Cost of service contract akan menutupi biaya operasional, administrasi, pemeliharaan,

hutang dan pengembalian modal ekuitas, serta pajak perusahaan. Seperti yang terjadi untuk

hell or high water contract cost of service contract membebankan semua kewajiban kepada

para pemegang saham kecuali untuk kegiatan pembangunan selama masa konstruksi, dimana

ada risiko tertentu akan yang akan diberikan kepada kontraktor.

Struktur kerjasama ini dapat digunakan setiap kali ada beberapa perusahaan yang tertarik

untuk mengembangkan, membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik, atau fasilitas

lainnya, yang dirancang untuk melayani kebutuhan mereka secara eksklusif.

e. Tolling Agreement

Sebuah tolling agreement memiliki struktur yang mirip dengan Cost of service contract. Dalam

tolling agreement, SPV menetapkan tarif (tolling) untuk memproses bahan baku yang dimiliki

oleh sponsor proyek (biasa lebih dari satu) dan mendistribusikannya kembali kepada sponsor.

Jumlah minimum untuk tarif akan sama dengan total biaya operasi dan biaya tetap, termasuk

hutang, pajak dan margin.

www.futurumcorfinan.com

Page 6

f. Step Up Provision

Step up provision berlaku ketika kesepakatan penjualan melibatkan beberapa pembeli.

Ketentuan akan mewajibkan pembeli lain untuk meningkatkan pembelian masing-masing ketika

ada salah satu dari pembeli lain yang hambatan dalam membeli output yang dihasilkan.

Rangkuman

No Kontrak Karakteristik

1 Power Purchase Agreement Penjaminan pembelian output oleh pembeli dengan

jumlah dan harga yang disepakati

2 Hell or High Water Contract Mengikat pembeli untuk tetap membayar output dalam

situasi apapun

3 Throughput Agreement

Pihak pembeli akan berperan layaknya perusahaan induk

untuk SPV. Pembeli berkewajiban membeli output dan

memenuhi defisit biaya yang dialami SPV.

4 Cost of Service Contract Pemenuhan biaya SPV ditanggung secara proporsional

oleh pemegang saham

5 Tolling Agreement SPV akan mengolah bahan baku dari sponsor dan

mematok tarif minimum untuk pemenuhan biaya

6 Step Up Provision

Berlaku ketika kontrak melibatkan beberapa pembeli.

Saat ada pembeli yang gagal membeli output, pembeli

lain harus menanggung kegagalan tersebut

Beberapa kontrak diatas terlihat bahwa semuanya memiliki satu kesamaan yaitu untuk

memastikan adanya jaminan untuk pemenuhan kas bagi SPV.

www.futurumcorfinan.com

Page 7

1.2 Kontrak yang Terkait dengan Pengeluaran Proyek

Tiga kontrak yang akan dibahas dalam bagian ini:

Perjanjian dengan kontraktor (EPC Contract)

Perjanjian dengan supplier (Resource Supply Agreement)

Perjanjian dengan operator (O & M Agreement).

Ketiga kontrak ini perlu dibuat dengan tepat untuk mengurangi risiko-risiko seperti yang

tergambar dari ilustrasi diatas. EPC Contract dan O & M Agreement biasanya selalu muncul di

semua kesepakatan project finance yang melibatkan pembangunan fasilitas baru. Sedangkan

Resource Supply Agreement harus dimasukkan ke dalam perjanjian proyek jika proyek (a)

membutuhkan kebutuhan bahan baku, atau bahan bakar dalam jumlah besar, dan (b) jika

sumber daya untuk bahan baku tidak banyak tersedia di pasar dan harganya tidak stabil.

Misalnya, untuk pembangkit tenaga listrik akan memerlukan kontrak pasokan sumber daya

yang melibatkan diesel, minyak, batu bara atau gas.

1.2.1 Perjanjian dengan Kontraktor (EPC Contract)

Pembangunan konstruksi pada dasarnya memiliki tiga risiko yaitu

Kekurangan biaya di tengah pengerjaan proyek.

Keterlambatan penyelesaian proyek.

Spesifikasi saat proyek selesai tidak sesuai harapan.

Beberapa hal yang diatur dalam kontrak untuk mencegah risiko ini antara lain:

Jadwal penyelesaian pekerjaan yang jelas, termasuk pengaturan spesifikasi progress

pekerjaan dan timeline yang harus dipenuhi.

Kompensasi yang harus dibayarkan apabila progress pengerjaan tidak terpenuhi.

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Lump sum contract/fixed price, kontraktor setuju untuk melakukan pekerjaan dengan

tarif yang tetap.

Pembayaran kepada kontraktor sesuai dengan perkembangan performa di lapangan.

Satu kontraktor untuk satu proyek. Agar tanggung jawab tidak terpecah ada baiknya

untuk mengatur bahwa satu proyek dipegang oleh satu kontraktor, jika lebih dari satu

kontraktor diharapkan salah satu kontraktor yang memegang tanggung jawab penuh

kepada sponsor.

1.2.2 Perjanjian dengan Supplier (Resource Supply Agreement)

Perjanjian ini diadakan antara supplier dan SPV. Risiko yang biasanya terkait pemenuhan

bahan baku selama adalah risiko terkait harga, distribusi, jumlah ketersediaan, dan spesifikasi

kualitas.

Dalam perjanjian dengan supplier, kreditur lebih memilih untuk SPV mengadakan requirement

contract (disebut juga sebagai supply or pay contract) dengan supplier yang sudah kredibel.

Perlu ada pernyataan dalam kontrak yang memungkinkan SPV untuk membeli bahan baku

dengan harga yang disepakati selama masa kontrak dan bisa memiliki variasi dalam

permintaan dengan memiliki persyaratan minimum dan maksimum dalam setahun. Jenis

kontrak seperti ini membuat SPV memiliki fleksibilitas yang tinggi. Jika fasilitas pabrik tidak

mampu beroperasi di bulan tertentu, atau jika SPV memilih untuk tidak mengoperasikan proyek,

tidak ada kerugian yang akan didapatkan supplier selama pasokan minimum setahun dapat

terpenuhi.

Untuk memperkuat kontrak tidak jarang ditambahkan kewajiban jika supplier gagal memenuhi

pasokan bahan baku sesuai kesepakatan maka supplier diharuskan mencari bahan baku

tersebut dari market atau membayar kompensasi kepada sponsor.

1.2.3 Perjanjian dengan Operator (O & M Agreement)

Sponsor proyek memiliki opsi untuk menjadi operator dalam proyek yang dikerjakan dengan

mengadakan kesepakatan dengan SPV. Meski begitu biasanya pihak kreditur lebih menyukai

kegiatan operasional dilakukan oleh pihak ketiga. Sebagai jalan tengah seringkali pihak yang

ditunjuk menjadi operator merupakan anak perusahaan atau pihak yang memiliki hubungan

istimewa dengan sponsor.

www.futurumcorfinan.com

Page 9

Sebelum persetujuan antara sponsor dan pihak operator disetujui, biasanya diperlukan

persetujuan dari kreditur dan juga pemerintah. Dalam menganalisa kontrak yang dibuat pihak

pemerintah akan fokus kepada apakah proyek dapat berjalan sesuai rencana dan memenuhi

hukum yang berlaku termasuk hukum terkait masalah lingkungan dan keselamatan kerja.

Berbeda dengan pemerintah, kreditur akan fokus kepada apakah proyek dapat menghasilkan

penjualan yang dapat membayar hutang (+bunga) mereka kepada kreditur.

Selama kegiatan operasional hal yang menjadi fokus perhatian adalah

Supply dari bahan baku.

Permintaan untuk produk/jasa.

Pendistribusian produk.

Kualitas dari produk yang dihasilkan.

Untuk tiga point pertama bisa diatasi dengan kontrak yang baik dengan pihak yang

bekerjasama (supplier, pembeli, dan distributor). Sedangkan untuk point keempat dibutuhkan

adanya standar performa yang harus dapat dicapai oleh operator. Untuk mencapai hal ini

biasanya kreditur menekan sponsor untuk membuat kontrak yang mencantumkan hal berikut:

Operator harus diberikan insentif yang tepat agar menjalankan proyek dengan benar

dan efisien untuk memaksimalkan keuntungan SPV.

Operator harus dikenakan penalti jika target operasi tidak terpenuhi.

Kreditur dapat mengganti atau mengajukan usulan untuk melakukan pergantian

terhadap operator yang memiliki kinerja buruk.

Jika operator adalah pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan sponsor atau

pemegang saham dari SPV, harus ada kontrak yang jelas antara sponsor dan operator.

2. Tahapan Pengembangan Proyek

Dalam konteks project finance istilah pengembangan proyek mengacu kepada proses

persiapan pengerjaan proyek baru sampai dapat beroperasi secara komersial. Proses ini bisa

dibagi menjadi tiga tahap

Pre-bid Stage

Contract Negotiation Stage

Money Raising Stage

www.futurumcorfinan.com

Page 10

2.1 Pre-Bid Stage

Pre-bid stage merupakan tahapan dimana sponsor mengevaluasi proyek apa yang akan

dijalankan dan persiapan apa yang harus dilakukan sebelum menjalankan proyek ini. Sponsor

memiliki beberapa permasalahan yang harus diselesaikan dalam tahapan ini:

Memilih proyek yang tepat.

Memilih pihak yang akan dijadikan mitra dalam melakukan proyek.

Melakukan feasibility studies, khususnya terkait dengan teknis pekerjaan di lapangan

dengan tujuan mendapatkan perkiraan yang wajar mengenai kebutuhan biaya.

Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk negosiasi proyek.

2.2 Contract Negotiation stage

Dalam contract negotiation stage pihak sponsor akan mulai melakukan negosiasi dengan calon

mitra untuk mencapai kesepakatan dalam pengerjaan proyek. Tahapan ini juga akan termasuk

proses permohonan izin pada pemerintah. Pada tahap ini tantangan utama yang dihadapi oleh

sponsor adalah sebagai berikut:

Untuk kontrak tanpa off taker perlu dilakukan studi pasar yang menunjukkan bahwa

proyek yang dikerjakan akan bermanfaat dalam jangka waktu yang lama, sesuai dengan

kebutuhan pasar, memiliki keunggulan dibandingkan fasilitas lain, dan dapat

menghasilkan pendapatan yang stabil sehingga dapat memenuhi kewajiban terhadap

hutang yang dilakukan.

Negosiasi dengan pihak yang berkepentingan. Hal ini meliputi pembahasan mengenai

pembagian risiko, pekerjaan teknis, dan manfaat ekonomis yang akan diterima semua

pihak yang terlibat dalam proyek.

Menyelesaikan laporan yang berkaitan dengan dampak pembangunan proyek terhadap

kepentingan umum, lingkungan, dan masyarakat sekitar.

www.futurumcorfinan.com

Page 11

Melengkapi financial model dari proyek yang mencerminkan kesepakatan yang akan

dicapai dalam kerjasama yang mengandung asumsi yang wajar berkenaan dengan

jumlah pendanaan.

2.3 Money Raising Stage

Dalam tahapan ini sasaran akhir dari sponsor adalah untuk menyelesaikan semua kesepakatan

finansial agar mendapat kepastian dapat mulai melakukan pengerjaan konstruksi proyek.

Dalam tahapan ini beberapa hal yang akan dikerjakan oleh sponsor adalah :

Membuat, mereview dan menyetujui komposisi pendanaan yang dibutuhkan baik melalui

ekuitas ataupun hutang.

Negosiasi untuk mencapai kesepakatan terkait kesepakatan hutang dengan kreditur.

Mencapai kesepakatan mengenai masalah finansial dengan pihak yang terlibat dalam

proyek.

Mengelola pinjaman dan ekuitas pengeluaran yang diperlukan.

Memastikan kapabilitas untuk memeriksa kemajuan yang dibuat selama proyek

konstruksi.

3. Penggunaan Financial Model untuk Project Finance

Sebuah financial model pada dasarnya disiapkan oleh sponsor untuk kepentingan pembuatan

proposal yang baik demi keberhasilan dalam memenangkan tender atau memperoleh

pendanaan dari kreditur. Dalam tulisan ini akan dijelaskan kegunaan financial model sesuai tiga

tahapan dalam pengembangan proyek.

3.1 Pre-Bid Stage

Selama tahap ini pihak sponsor mengembangkan model yang masih sederhana. Asumsi yang

dibuat juga masih secara global dan belum terlalu detail.

Tujuan untuk membuat financial model pada tahap ini adalah:

Sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan berjalan atau tidaknya suatu proyek,

implementasi strategi, dan mencegah kemungkinan konflik dengan kebijakan internal

perusahaan yang dapat diatasi dan dituangkan pada model yang dibuat.

www.futurumcorfinan.com

Page 12

Pada level pengambil kebijakan, financial model dapat membantu para pengambil

keputusan untuk menentukan proyek mana yang akan dilakukan sesuai dengan sumber

daya yang ada.

Alat untuk bernegosiasi dengan calon sponsor/investor lain.

Alat untuk bernegosiasi dengan otoritas yang berwenang.

Untuk membuat model ini diperlukan beberapa informasi yang sifatnya masih kasar seperti:

Penentuan tingkat margin yang dapat diterima, termasuk berapa marjin yang wajar

untuk mengkompensasi kemungkinan terjadi sesuatu yang diluar perkiraan.

Kriteria "Rule of thumb" untuk memperkirakan biaya konstruksi dan operasional, yang

bisa disesuaikan sesuai daerah tempat pelaksanaan proyek.

Sebuah struktur modal yang sesuai dengan jenis fasilitas yang akan dibangun dan

sepenuhnya mencerminkan risiko operasi yang akan terjadi.

Asumsi mengenai siapa kreditur, jumlah pinjaman, suku bunga, jangka waktu pinjaman,

biaya dimuka dan ketentuan pembayaran hutang.

3.2 Contract Negotiation Stage

Pada tahap kedua sponsor menggunakan financial model untuk membantu negosiasi dengan

calon mitra proyek. Selama fase ini akan ada banyak perubahan yang dibuat untuk model.

Penggunaan rule of thumb yang sebelumnya dipakai pada tahap pertama akan digantikan

dengan asumsi yang sesuai dengan estimasi biaya riil (misalnya biaya kontraktor dan

operasional) berdasarkan kontrak dengan pihak lain yang bekerjasama. Asumsi pendapatan

dalam model juga akan dibuat konsisten sepenuhnya sesuai kesepakatan perjanjian dengan

pihak off taker, atau studi pasar yang lebih detail. Selama tahap ini, sponsor juga bisa membuat

sejumlah pendekatan awal kepada berbagai calon kreditur untuk menguji minat mereka

berpartisipasi dalam proyek. Hal ini nantinya juga akan merubah asumsi dalam financial model

yang berkaitan dengan pinjaman seperti cost of debt, biaya dimuka, biaya lainnya dan termasuk

juga profil hutang seperti jangka waktu pinjaman, grace period (masa tenggang), jadwal

pembayaran dan sebagainya.

3.3 Money Raising Stage

Pada tahap ini sponsor akan mulai melakukan penawaran proposal kepada pihak kreditur untuk

dianalisa. Proposal yang dibuat akan menentukan apakah sponsor dapat memperoleh pinjaman

sesuai harapan. Beberapa hal yang dijadikan bahan pertimbangan kreditur adalah:

www.futurumcorfinan.com

Page 13

Struktur Modal

Pertimbangan dasar dari kreditur akan berkaitan dengan total modal yang dibutuhkan oleh

proyek dan berapa besar porsi pendanaan dalam bentuk hutang. Pihak kreditur juga akan

melibatkan beberapa ahli untuk menilai apakah kebutuhan dana untuk proyek masuk akal atau

tidak. Selain itu kreditur juga akan meninjau dan menilai kekuatan dari off taker. Jika tidak ada

pihak off taker yang terlibat kreditur akan melakukan riset pasar yang komprehensif.

Profil Hutang

Ada beberapa elemen yang menjadi isu dalam hal ini:

o Loan availability period, masa dimana SPV akan mulai menerima pinjaman.

o Besaran setoran modal awal yang disuntikkan sebelum hutang.

o Jadwal pembayaran hutang.

o First repayment date, tanggal pertama pembayaran cicilan hutang dari SPV kepada

kreditur.

o Grace period, masa dimana SPV diberikan keringanan dalam pembayaran cicilan.

o Tanggal jatuh tempo.

Mitigasi Cost Overrun

Cost overrun adalah kemungkinan terjadinya lonjakan kebutuhan biaya di tengah berjalannya

konstruksi. Dalam hal ini kreditur biasanya akan mempertimbangkan sejauh mana peranan

sponsor dalam tahap konstruksi dilihat dari cakupan dan jangka waktu yang ditanggung

sponsor.

Istilah cakupan dalam konteks ini berkaitan dengan pertanyaan apakah sponsor memberikan

garansi secara penuh atau terbatas terhadap hutang yang diberikan dari kreditur kepada SPV.

Sponsor biasanya menyediakan garansi penuh, jika terdapat salah satu dari faktor dibawah ini

Proyek tidak memiliki offtake agreement.

Pembangunan proyek menimbulkan tantangan lingkungan atau teknologi yang serius.

Teknologi yang dikembangkan belum pernah digunakan sebelumnya dan pihak

manufaktur tidak memberikan jaminan dalam hal kinerja.

Pihak kontraktor dianggap memilki risiko dalam masalah solvabilitas dan penyediaan

material.

www.futurumcorfinan.com

Page 14

Pertimbangan Kuantitatif

Setelah struktur modal dan profil hutang sudah disepakati, pihak kreditur akan melihat beberapa

pertimbangan kuantitatif terkait model yang dibuat. Pihak kreditur akan menjalankan proyeksi

versi mereka sendiri yang memastikan bahwa pengembalian hutang dapat dilakukan sesuai

standar.

Beberapa rasio yang dijadikan ukuran oleh kreditur diantaranya adalah

Cash Available for Debt Service (CADS)

Historic Debt Service Cover Ratio (HDSCR)

Projected Debt Service Cover Ratio (PDSCR)

Loan Life Cover Ratio (LLCR)

Penjelasan lebih lanjut mengenai rasio-rasio ini akan dibahas pada artikel berikutnya.

Sumber Bacaan:

Kabir Khan, M Fouzul dan Robert J.Parra. Financing Large Projects: Using Project Finance

Techniques and Practices. Prentice Hall. 2003.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

www.futurumcorfinan.com

Page 15

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been

compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from

the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not

intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors

for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved