pengembangan konsep public hearing

201

Click here to load reader

Upload: fisip-moestopo

Post on 08-Aug-2015

711 views

Category:

Documents


131 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengembangan Konsep Public Hearing

KAJIAN TENTANG

PENGEMBANGAN KONSEP

PUBLIC HEARING DAN SOSIALISASINYA DALAM

PERUMUSAN KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Jakarta, 2005

Page 2: Pengembangan Konsep Public Hearing

KATA PENGANTAR

Kajian Pengembangan Konsep Public Hearing dan

Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan Publik ini merupakan

salah satu kegiatan kajian Lembaga Administrasi Negara yang

dilaksanakan oleh Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara di

lingkungan Kedeputian Penelitian dan Pengembangan

Administrasi Pembangunan dan Otomasi Administrasi Negara.

Hasil kajian yang dimuat dalam laporan ini diharapkan

dapat memberikan gambaran dan pemahaman mengenai suatu

tahap yang penting untuk diperhatikan dalam perumusan suatu

kebijakan publik yaitu public hearing dan

sosialisasinya (memperkenalkan

penyelenggaraan kegiatan public hearing tersebut kepada

masyarakat). Secara keseluruhan, hasil kajian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran

atas permasalahan-permasalahan kurang lancarnya proses

implementasi suatu kebijakan publik sebagai akibat dari minim

atau lemahnya pelaksanaan public hearing dan sosialisasinya

dalam perumusan kebijakan publik selama ini. Hasil kajian ini

pun diharapkan dapat memberikan beberapa catatan mengenai

hal-hal yang harus dilakukan dan ditindaklanjuti dalam

menerapkan public hearing dengan sebaik-baiknya sebagai suatu

bagian dari proses perumusan kebijakan publik di Indonesia.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para

narasumber, terutama dari kalangan Perguruan Tinggi, yaitu :

Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari

Universitas Udayana - Bali, Universitas Sam Ratulangi –

Sulawesi Utara, Universitas Palangkaraya – Kalimantan Tengah,

Universitas Gorontalo – Gorontalo, Universitas Nusa Cendana –

Nusa Tenggara Timur, dan Universitas Haluleo – Sulawesi

Tenggara, yang telah berkenan bekerja sama dalam

Page 3: Pengembangan Konsep Public Hearing

berdiskusi dan

ii

Page 4: Pengembangan Konsep Public Hearing

iii

memberikan data/informasi yang diperlukan dalam melakukan

kajian. Tanpa dukungan dan kerjasama yang baik tersebut,

kajian ini tidak akan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Kami harapkan muatan substantif yang disampaikan dalam

laporan ini sesuai dengan tujuan, sasaran dan hasil yang

ingin dicapai dari kegiatan ini. Hasil kaian ini diharapkan pula

semakin memberikan suatu alternatif arah bagi para perumus

kebijakan publik pada pemerintah pusat dan daerah

apabila berkeinginan mewujudkanprinsip-prinsip

good governance dalam proses perumusan kebijakan publik.

Disadari bahwa hasil yang diperoleh dalam laporan ini

masih belum komprehensif dan sempurna. Oleh sebab itu

kritik dan saran yang berharga kami harapkan dalam rangka

perbaikan dan penyempurnaan hasil kajian ini.

Semoga laporan ini dapat memberi manfaat, baik bagi para

pengambil keputusan di tingkat pemerintahan pusat maupun di

tingkat pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan

kualitas kebijakan publiknya, serta bagi para pembaca yang

berminat terhadap hal-hal tersebut.

Jakarta, Desember 2005

Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Administrasi Pembangunan dan OtomasiAdministrasi Negara

Drs. Idup Suhady, M.Si

Page 5: Pengembangan Konsep Public Hearing

EXECUTIVE SUMMARY

Partisipasi merupakan perwujudan hak dasar masyarakat untuk terlibat, baik secara langsung maupun melalui perwakilannya, dalam sebuah proses kebijakan publik. Salah satu bentuk “ruang publik” untuk perwujudan dan implementasi partisipasi publik dalam perumusan kebijakan publik yang dibahas dalam kajian ini adalah apa yang disebut public hearing.

Dari hasil kajian yang telah dilakukan maka mengenai public hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik diperoleh gambaran sebagai berikut.

Selama ini ada perbedaan pemahaman dan penerapan konsep pelaksanaan atau penyelenggaraan public hearing dalam proses perumusan kebijakan publik. Public hearing umumnya cenderung menghendaki diterapkan sejak awal perencanaan perumusan suatu kebijakan publik. Maksudnya public hearing cenderung dilakukan untuk pengumpulan bahan bagi perumusan suatu kebijakan publik. Kecenderungan yang lain, sebagian terlihat dalam praktek public hearing dilakukan pada tahap ketika suatu rencana atau rancangan kebijakan publik sudah dibuat dan perlu untukmendapatkan verifikasi dari publik. Contoh yang paling mendekati adalah forum dengar pendapat yang diselenggarakan di DPR RI, yang membahas suatu rancangan undang-undang. Sedangkan di beberapa daerah, forum semacam ini sangat minim diselenggarakan.

Bercermin pada praktek proses perumusan kebijakan publik yang selama ini dilakukan, maka kendala-kendala yang dihadapi dalam dan untuk penerapan konsep public hearing ada pada sisi pemerintah maupun sisi publik (masyarakat) itu sendiri. Kendala pada sisi pemerintah terutama adalah kondisi sistem peraturan dan mekanisme kerja yang kurang jelas, serta pandangan/sikap yang kurang apresiatif terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik. Sedangkan kendala dari sisi masyarakat adalah sikap kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap pemerintahan yang cenderung pasif, serta pandangan/sikap masyarakat terhadap proses kebijakan yang dilakukan pemerintah yang cenderung negatif.

Konsep public hearing yang perlu diimplementasikan adalah public hearing yang benar-benar mewujudkan adanya interaksi pemerintah dan masyarakat secara terbuka dan transparan, khususnya terhadap rancangan kebijakan yang susbtansinya akan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Maksudnya, substansi yang dibahas disampaikan

terbuka kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan dari masyarakat seluas-luasnya, terutama darikelompok masyarakat yang berkepentingan.

Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan pula bahwa untuk mengembangkan konsep public hearing hal pertama dan utama perlu diperhatikan dua pihak/sisi sebagai aktor utama, yaitu sisi pemerintah dan sisi masyarakat. Maksudnya public hearing dalam perumusan kebijakan publik perlu disosialisasikan lebih luas baik kepada jajaran pemerintah (eksekutif dan legislatif) dan pada masyarakat, karena keduanya merupakan aktor utama dalam proses public hearing. Salah satu catatan penting untuk pengembangan public hearing dalam perumusan kebijakan publik adalah perluadanya suatu peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas memerintahkan/ mewajibkan pemerintah (eksekutif dan

legislatif) untuk melaksanakan atau menyelenggarakan kegiatan public hearing sebelum menetapkan

Page 6: Pengembangan Konsep Public Hearing

iv

Page 7: Pengembangan Konsep Public Hearing

Executive Summary

v

suatu kebijakan publik, terutama pada kebijakan-kebijakan publik yang langsung besentuhan dengan kepentingan/kebutuhan masyarakat.

Dari beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan mengenai implementasi public hearing dalam rangka proses perumusan kebijakan publik, maka disusun beberapa saran/rekomendasi sebagai berikut.

Perlu diterapkannya public hearing dalam setiap proses perumusan kebijakan publik, terutama yang akan berkaitan dan bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, baik secara luas maupun bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

Perlu disusunnya suatu mekanisme pelaksanaan public hearing yang jelas untuk diterapkan dalam proses perumusan kebijakan publik, baik pada level pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Mekanisme pelaksanaan public hearing tersebut paling tidak meliputi hal-hal tentang : apa latar belakang dan dasar hukumnya, siapa pelaksananya, siapa pesertanya, kapan penyelenggaraannya, bidang-bidang apa yang perlu dibahas melalui public hearing tersebut, bagaimana mekanisme/teknis penyelenggaraannya, dan lain-lain.

Perlu adanya “payung” bagi implementasi public hearing dalam suatu peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas memerintahkan atau mewajibkan kepada pemerintah untuk melaksanakan public hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik oleh pemerintah, dan memberikan hak kepada masyarakat untuk mengikuti public hearing yang dilaksanakan oleh pemerintah.

Perlu dilakukannya sosialisasi penyelenggaraan kegiatan public hearing kepada masyarakat secara tepat, agar maksud dan tujuan dari public hearing untuk memberikan ruang publik bagi partisipasi dalam perumusan kebijakan publik dapat tercapai. Pada proses perumusan kebijakan publik di tingkat pusat, bentuk sosialisasi penyelenggaraan kegiatan public hearing yang dapat dilakukan antara lain melalui bentuk siaran pers atau konferensi pers dengan sarana media siaran radio, siaran televisi dan surat kabar (untuk khalayak umum), serta media leaflet/pamflet yang dikirimkan pada pada khalayak yang lebih khusus (terkait langsung dengan substansi kebijakan publik yang akan di public hearing-kan). Sedangkan pada proses perumusan kebijakan publik di tingkat daerah, bentuk sosialisasinya dapat berupa siaran pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun konferensi pers, dengan media yang dapat digunakan berupa poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar lokal, dan penyebaran leaflet/pamflet.

Page 8: Pengembangan Konsep Public Hearing

A. Latar Belakang .........................................................................

1

B. Perumusan Masalah .................................................................

3

C. Maksud dan Tujuan...................................................................

4

D. Target .....................................................................................

5

E. Manfaat Kajian ........................................................................

5

F. Ruang Lingkup ........................................................................

6

G. Kerangka Pikir Kajian ...............................................................

7

H. Sistematika Penulisan Laporan 8

Tinjauan Konseptual ........................................................................10

A. Perumusan Kebijakan Publik dan Partisipasi

Masyarakat ..............................................................................

10

B. Konsep Public Hearing dan Sosialisasi Kepada

Masyarakat ..............................................................................

15

C. Public Hearing Dalam Perumusan Kebijakan Publik .....................

22

Metodologi Kajian ...........................................................................32

A. Metode Kajian .........................................................................

32

B. Pengumpulan Data ..................................................................

34

C. Pengolahan Data .....................................................................

36

D. Lokasi dan Jangka Waktu Kegiatan ...........................................

38

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

.............................................................................................. ii

Executive Summary

....................................................................................... iv

Daftar Isi ......................................................................................................

vii

Bab I Pendahuluan ..................................................................................1

Bab II

Bab III

Page 9: Pengembangan Konsep Public Hearing

vii

Page 10: Pengembangan Konsep Public Hearing

Daftar Isi viii

E. Tahapan Teknis Kajian . ............................................................

41

F. Jadual Teknis Kegiatan Kajian ...................................................

42

Bab IV Deskrips Hasil Kajian ........................................................................45

Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat, dan Public Hearing di Beberapa Daerah ...................45

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan

Konsep Public Hearing 76

Menuju Pengembangan Konsep Public Hearing dan

Sosialiasinya dalam Perumusan Kebijakan Publik 88

Bab V Penutup ..........................................................................................93

A. Kesimpulan...............................................................................93

B. Rekomendasi ............................................................................95

Referensi ......................................................................................................98

Lampiran-Lampiran

Page 11: Pengembangan Konsep Public Hearing

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu kebijakan, terutama kebijakan publik, pada dasarnya

harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu dalam tahapan proses

perumusannya. Beberapa dari prinsip kepemerintahan yang baik

tersebut, seperti prinsip- prinsip kepastian hukum,

demokrasi,desentralisasi, partisipasi, transparansi,

rasional, dan akuntabilitas, sangat relevan dalam proses

perumusan kebijakan publik. Dengan dipenuhinya prinsip-prinsip

tersebut, diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan dapat

diterima secara luas oleh seluruh pihak lapisan masyarakat.

Namun fakta dalam praktek menunjukkan,

adakalanya suatu kebijakanyang telah

dirumuskan dan ditetapkan dianggap

tidak akomodatif dan tidak aspiratif dengan

kepentingan masyarakat atau pihak-pihak yang terkait. Hal ini

menibulkan dugaan bahwa kebijakan tersebut - sebagaimana

dilakukan oleh beberapa negara yang kehidupan demokrasinya

belum matang, termasuk Indonesia – dalam

proses perumusannya tidak atau kurang

membuka ruang bagi partisipasi masyarakat atau

Page 12: Pengembangan Konsep Public Hearing

tidak transparan. Kondisi inilah yang

kemudian

menyebabkan adanya beberapa kebijakan publikyang tidak dapat

1

Page 13: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

diimplementasikan dengan semestinya, baik sebagian maupun

seluruhnya. Hal tersebut pun mendukung asumsi bahwa perilaku

elit penguasa yang lebih mengedepankan kepentingan

kelompoknya akan memarjinalkan atau tidak mempedulikan

prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam perumusan

kebijakan publik.

Salah satu bentuk metode atau cara yang dapat dilakukan

untuk mengaktualisasikan penerapan prinsip-prinsip

kepemerintahan yang baik dalam perumusan kebijakan publik

adalah melalui forum seperti public hearing. Berdasarkan UU

No. 10 Tahun 2004, hakekat konsep public hearing

diakomodasi dalam ketentuan yang menyatakan “masyarakat

dapat memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam

rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang-Undang

dan Rancangan Peraturan Daerah”. Berdasarkan Undang-Undang

dimaksud, makna public hearing adalah meraih atau

menghimpun pemikiran masyarakat dalam bentuk masukan lisan

atau tertulis untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan

perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Secara ideal, melalui forum kegiatan public hearing ini

diharapkan perumusan kebijakan yang dilakukan akan

mampu mengakomodasi berbagai aspirasi atau

kepentingan masyarakat yang seringkali heterogen, sehingga

hasil rumusan kebijakan publiknya dengan kearifan yang tinggi

Page 14: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2 mampu merefleksikan prinsip-prinsip kepemerintahan yang

baik, seperti

Page 15: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

kepastian hukum, demokrasi, desentralisasi,

transparansi, rasional, akuntabilitas, dan

utamanya partisipasi.

Oleh sebab itulah, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara

- Lembaga Administrasi Negara memandang perlu melakukan

kajian untuk mengembangkan konsep public hearing tersebut

agar dapat dengan segera diimplementasikan dalam

perumusan kebijakan publik, baik di tingkat Pemerintahan Pusat

maupun Daerah, dengan satu perspektif dan pemahaman yang

sama dari berbagai pihak. Pengembangan konsep public

hearing ini pada akhirnya diharapkan akan memberikan

manfaat bagi peningkatan kualitas efisiensi,

efektivitas dan produktivitas perumusan kebijakan

publik pemerintah, yang antara lain ditunjukkan dengan semakin

meningkatnya kuantitas kebijakan publik yang dapat

diimplementasikan dengan baik karena adanya dukungan dari

masyarakat yang terkait, baik secara langsung maupun tidak

langsung.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,

masalah yang akan dibahas dalam kajian ini :

Bagaimanakah pola penerapan konsep public hearing yang

selama ini telah dilakukan serta kendala-kendala yang

dihadapinya dalam rangka

Page 16: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

perumusan kebijakan publik, baik pada tingkat

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah di Indonesia ?

Bagaimanakah konsep public hearing dalam proses

perumusan kebijakan publik yang perlu

dikembangkan agar dapat

diimplementasikan secara ideal oleh Pemerintah, baik pada tingkat

Pusat maupun Daerah ?

C. Maksud dan Tujuan

Kajian ini pada intinya bermaksud untuk mengembangkan

konsep implementasi public hearing dalam proses perumusan

kebijakan, baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

Daerah.

Secara lebih rinci, “Kajian tentang Pengembangan Konsep Public

Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan” ini bertujuan :

menggali alternatif bagaimana agar public hearing dapat

diterapkan secara efektif dalam proses perumusan kebijakan

publik; serta

menggali alternatif bagaimana cara sosialisasinya

(memperkenalkan pelaksanaan/penyelenggaraan

kegiatan public hearing

tersebut)

kepada masyarakat.

Page 17: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

D. Target

Melalui kajian ini diharapkan dapat dihasilkan

suatu gambaran pola implementasi partisipasi masyarakat

dalam perumusan kebijakan di berbagai daerah selama ini.

suatu gambaran implementasi konsep public hearing dalam

proses perumusan kebijakan serta

sosialisasinya (memperkenalkan

penyelenggaraan kegiatan public hearing tersebut)

kepada masyarakat.

E. Manfaat Kajian

Hasil kajian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain

Bagi Pemerintah Pusat sebagai bahan pertimbangan

bagi dikeluarkannya suatu ketentuan bagi seluruh

jajaran pemerintah

mengenai pelaksanaan public hearing dalam

proses perumusan kebijakan publik.

Bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, tersedianya

suatu konsep implementasi public hearing dalam rangka

proses perumusan

kebijakan yang dapat dilakukannya oleh aparatur pemerintah.

Bagi kalangan akademisi, tersedianya suatu referensi yang

berisi tentang gambaran implementasi konsep public hearing

di Indonesia.

Page 18: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

F. Ruang Lingkup

Untuk memenuhi rencana pencapaiantujuan, kegunaan

dan target/hasil yang diharapkan, maka ruang

lingkup kajian ini diarahkan pada fokus dan level analisis

sebagai berikut.

1. Fokus Substansi Kajian

Ruang lingkup substansi, direncanakan akan meliputi :

tinjauan konsep partisipasi publik dalam perumusan

kebijakan; tinjauan model ideal konsep public hearing dan

sosialisasinya secara umum; pola public hearing (atau yang

menyerupai) yang telah diimplementasikan serta faktor

kendala-kendala yang dihadapi dan faktor pendukung yang ada;

analisis model penerapankonsep public hearing yang ideal

untuk perumusan kebijakan di Indonesia; dan model

sosialisasi konsep public hearing yang ideal untuk pemerintahan

dan masyarakat di Indonesia.

2. Level Penerapan Konsep

Konsep public hearing dan sosialisasinya yang akan

dibahas dalam kajian ini adalah untuk

diimplementasikan pada level analisis

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Page 19: Pengembangan Konsep Public Hearing

Pendahuluan PAGE 2

G. Kerangka Pikir Kajian

Untuk memudahkan pelaksanaan pencapaian tujuan

kajian ini, maka disusun kerangka pikir sebagai berikut.

Kerangka Pikir

Kajian Pengembangan Konsep Public hearing dan Konsep Sosialisasinya

Dalam Perumusan Kebijakan

Konsep Akademik Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan

Kebijakan”

Kebijakan Public Hearing dan sosialisasinya berdasarkan Peraturan

Perundangan yang berlaku

Tinjauan Konseptual Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan

Kebijakan

Analisis Kondisi Pengembangan Public Hearing dan sosialisasinya DalamPerumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah Saat ini

Faktor Penghambat dalam Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah

Faktor Pendukung Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya

Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah

Konsep Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah

direkomendasikan

Page 20: Pengembangan Konsep Public Hearing

H. Sistematika Penulisan Laporan

Laporan Akhir pelaksanaan kegiatan kajian ini, disusun

dalam sistematika sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang,

permasalahan, maksud dan tujuan, ruang lingkup,

kerangka pikir dan sistematika

penulisan kajian.

Bab II Tinjauan Konseptual. Bab ini meliputi uraian tentang

konsep partisipasi publik dalam perumusan kebijakan;

konsep public hearing

secara umum, serta konsep sosialisasi penyelenggaraan kegiatan

public hearing kepada masyarakat.

Bab III Metodologi Kajian. Bab ini meliputi uraian tentang

metode kajian, teknik pengumpulan, dan pengolahan data

yang digunakan

dalam kegiatan kajian ini, serta lokasi, jangka waktu kegiatan,

tahapan teknis kajian, dan jadual teknis kegiatan yang

dilakukan.

Bab IV Deskripsi Hasil Kajian. Dalam bab ini diuraikan hasil

diskusi dengan para narasumber dari berbagai perguruan

tinggi di berbagai

daerah mengenai gambaran perumusan kebijakan publik,

partisipasi publik dan public hearing yang selama ini

Page 21: Pengembangan Konsep Public Hearing

diimplementasikan baik di beberapa pemerintahan daerah;

uraian tentang analisis faktor-faktor yang dianggap

mempengaruhi terlaksananya partisipasi

publik, kebijakan publik dan public

hearing dalam rangka penyusunan

Page 22: Pengembangan Konsep Public Hearing

kebijakan publik; serta pengembangan

penerapan konsep

public hearing dan sosialisasi

penyelenggaraan kegiatannya yang ideal untuk perumusan

kebijakan di Indonesia.

Bab V Penutup yang memuat beberapa kesimpulan dari

bab-bab sebelumnya dan rekomendasi

dalam kerangka penerapan

public

hearing dan`sosialisasi penyelenggaraan kegiatannya dalam

proses perumusan kebijakan publik.

Page 23: Pengembangan Konsep Public Hearing

BAB IITINJAUAN

KONSEPTUAL

Bab ini meliputi uraian tentang perumusan kebijakan publik

dan partisipasi masyarakat, konsep public hearing dan

sosialisasinya kepada masyarakat, serta public hearing dalam

perumusan kebijakan publik

A. Perumusan Kebijakan Publik dan Partisipasi Masyarakat

Perumusan kebijakan publik mempunyai kedudukan

penting bagi Pemerintah, baik Pemerintah Pusat

maupun Pemerintah Daerah. Kebijakan

publik merupakan salah satu sarana sebagai penentu bagi

keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan. Sehubungan

dengan ini,Mac Rae dan Wilde

mengemukakan kebijakan sebagai "serangkaian tindakan yang

dipilih yang mempunyai arti penting dalam mempengaruhi

sejumlah besar orang” (M. lrfan Islamy, 1999 : 14). Oleh karena

itu pada saat perumusan kebijakan publik perlu diperhatikan

kepentingan-kepentingan dari sebagian besar warga yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang lazimnya

Page 24: Pengembangan Konsep Public Hearing

disebut sebagai kepentingan publik. Pada dasarnya

kebijakan publik

mempunyai implikasi sebagai berikut (Eddi Wibowo, et.al, 2004 : 25) :

10

Page 25: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

11

1. bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah

merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah;

2. bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya

dinyatakan dalam bentuk teks-teks

forrmal, namun juga harus

dilalaksanakan atau diimplementasikan secara nyata;

3. bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya

merupakan tujuan-tujuan dan dampak-

dampak, baik jangka panjang maupun

jangka pendek, yang telah dipikirkan secara matang

terlebih dahulu;

4. dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas

adalah diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan

masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa

kebijakan publik mempunyai huhungan yang erat dengan

pemenuhan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, para

perumus kebijakan publik harus sensitif dengan kepentingan-

kepentingan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

Oleh karena kebijakan publik sebagai sarana untuk memenuhi

kepentingan warga masyarakat,

maka parameter bagi keberhasilan

kebijakan publik tergantung pada penilaian

warga masyarakat terhadap kebijakan

publik tersebut.Maksudnya, bila masyarakat

merasa kebutuhan dan kepentingannya sudah terpenuhi oleh

kebijakan publik, maka dengan sendirinya "kebijakan publik itu

Page 26: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

12akan dianggap telah menjalankan fungsinya dengan sukses.

Namun sebaliknya, bila oleh kebijakan publik tersebut

masyarakat merasa bahwa kebutuhan

Page 27: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

13

dan kepentingannya tidak terpenuhi, atau bahkan dirugikan,

maka dengan sendirinya masyarakat akan menganggap bahwa

kebijakan publik yang ada itu tidak sukses atau dianggap tidak

berhasil.

Catatan lain pun mengungkapkan bahwa kebijakan

publik merupakan tindakan pemerintah terhadap

persoalan publik yang dapat berbentuk legislative

enactments, executiveorders, administrative

regulation, dan lain-lain. Kebijakan publik merupakan manifestasi

dari pemerintahan itu sendiri, artinya bagaimana pemerintah

bekerja dan menjawab kepentingan masyarakat (public interest).

Tanpa kebijakan publik pemerintah menjadi semu dan bahkan

mati. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah

anything a government chooses to do or not to do (Dye, 1990 :

11). Oleh karena itu, kebijakan publik menunjukkan dinamika

dari pemerintah. Selain itu, efektivitas sebuah pemerintahan

sangat dideterminasi oleh efektivitas kebijakan publik. Mulai dari

proses perumusan kebijakan, formalisasi kebijakan, implementasi

dan hasilnya. Dalam kebijakan publik dapat diukur sejauhmana

tingkat responsivitas pemerintahan terhadap problem

publik, bagaimana kemampuan mengelolanya

(manajemen pemerintahan) dan bagaimana

mempertanggungjawabkannya. Efektivitas sebuah kebijakan

publik juga dideterminasi dari sisi prosesnya, apakah prosesnya

tertutup atau terbuka terhadap rakyat yang adalah merupakan

Page 28: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

14sumber asal kebijakan dan alamat terakhir sebuah

kebijakan. Kebijakan yang tidak berwatak

Page 29: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

15

kerakyatan dan berwatak elitis dapat dikatakan sebagai sumber

persoalan dan bukan problem solver. Banyak sekali kebijakan

publik yang bias rakyat karena mekanisme perumusannya tidak

mengikutsertakan rakyat secara intensif. Di sini,

urgensi kebijakan publik sebagai alat

untuk mengakomodasi kepentingan rakyat seringkali

diselewengkan`dan justru menjadi salah satu sumber krisis

pemerintahan. Oleh karena itu dari pengalaman negara-negara di

Afrika bahwa negara-negara tersebut mengalami kemiskinan

bukan karena mereka miskin, tetapi karena poor public policy.

Kebijakan publik sebagai ukuran efektivitas pemerintahan

harus dapat diperbaharui seiring dengan perubahan sistem

politik dari otoriter ke demokrasi. Democratic public policy

merupakan tema yang perlu digumuli dan dicari formula yang

aplikatif. Sebab sekarang ini terkesan bahwa meskipun telah

terjadi perubahan rezim dan desentralisasi kekuasaan tetapi

model kebijakan publiknya belum mengalami

perubahan. Perumusan kebijakan yang dilakukan masih

bersifat otoriter atau elitis serta sentralistik. Demokrasi tanpa

nilai konkret dalam aktivitas kebijakan publik tidak bernilai bagi

rakyat. Dari kebijakan publik dapat diketahui kualitas relasi

antara pemerintah dan rakyat, sebagaimana dikatakan Eulau

dan Eyestone (Hofferbert, 1974), policy as the relationship of a

governmental unit to its people and environment.

Page 30: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

16

Oleh karena itu, upaya untuk mencari model kebijakan

publik yang berakar pada kepentingan rakyat sebagai karakter

demokrasi menjadi titik krusial, dan salah satu ciri atau

karakternya adalah bagaimana mekanisme partisipasi publik

dalam perumusan kebijakan publik. Mengenai partisipasi publik

itu sendiri dapat dijelaskan berikut ini.

Istilah partisipasi bersumber dari wacana politik (konsep

partisipasi politik). Menurut kategorisasi partisipasi yang

dibuat oleh Deshler dan Sock dalam Selener (1997)

memperlihatkan bahwa secara garis besar terdapat 3 (tiga)

tipe partisipasi, yaitu partisipasi teknis

(technical partisipation), partisipasi semu (pseudo

partisipation), dan partisipasi politis atau partisipasi asli

(genuine partisipation). Partisipasi teknis dan partisipasi politik

kelihatannya sepadan dengan dua tipe partisipasi yang

ditemukan dalam referensi-referensi lain yaitu partisipasi yang

digunakan dalam pengembangan program dan partisipasi yang

diperluas (extended partisipation) untuk partisipasi

yang merambah ke dalam isu

demokratisasi.

Hans Antlov menganjurkan penggunaan kembali istilah

partisipasi warga (citizen partisipation) yang meliputi partisipasi

sosial dan partisipasi politik dalam arti luas. Partisipasi warga ini

diartikan sebagai keterlibatan warga masyarakat dalam

pemerintahan secara penuh, termasuk dalam kegiatan-kegiatan

Page 31: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

17masyarakat, program-program pembangunan, dalam

pengambilan keputusan publik, pemilihan kepemimpinan

(formal dan

Page 32: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

18

informal), dan sebagainya, yang merupakanseluruh bagian

dari kehidupan sebuah masyarakat (komunitas)

(Djohani, 2003:87).

Dengan demikian, konsepsi partisipasipublik mengacu

pada mekanisme melibatkan masyarakat dalam

proses kebijakan publik dan pengorganisasian masyarakat

untuk meningkatkan pengawasan

dan kontrol terhadap proses kebijakan publik tersebut, dalam

suatu sistem demokrasi. Itu berarti, demokrasi sangat

dipengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Pelaksanaan

partisipasi merupakan perwujudan hak dasar masyarakat untuk

terlibat langsung`maupun melalui perwakilannya dalam sebuah

proses kebijakan publik. Di samping itu, dibutuhkan suatu “ruang

publik” yang terbuka dan terjamin keamanannya bagi seluruh

masyarakat untuk dapat mengembangkan partisipasinya.

Salah satu bentuk “ruang publik” untuk perwujudan

dan implementasi partisipasi publik dalam

perumusan kebijakan publik yang akan dibahas dalam kajian ini

adalah apa yang disebut public hearing.

B. Konsep Public Hearing dan Sosialisasi kepada Masyarakat

Dari uraian terdahulu tergambarkan bahwa perumusan

kebijakan merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah. Karena

di satu sisi perumusan kebijakan selalu dihadapkan pada

Page 33: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

19pertimbangan faktor waktu, tenaga, sumber daya pendukung,

dan dampak dari kebijakan. Sedangkan

Page 34: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

20

di sisi lain perumusan kebijakan harus mencerminkan aspek

rasional, demokratis, kepastian hukum, transparansi,

desentralisasi, partisipasi, dan akuntabilitas. Dua sisi yang sangat

bertolak belakang tersebut itulah yang menyebabkan banyak

para pengambil keputusan menganggap bahwa tugas membuat

keputusan adalah sangat berat, beresiko tinggi, frustasi, dan

rentan terhadap dukungan publik. Tuntutan akan peranan para

pembuat kebijakan publik tersebut menjadi tidak sederhana

apabila dikaitkan dengan pendapat Michael Hill bahwa : “in

public domain, management takes places within

a framework of public debate,

characterized by conflicting values and interests, public choices,

public accountability and a political environment”. Untuk itu,

perlu adanya keterlibatan publik, supaya semua bentuk

kekuatiran yang berkaitan dengan perumusan kebijakan

merupakan tanggung jawab bersama. Salah satu konsep yang

sedang dikembangkan mencerminkan keterlibatan publik

dalam perumusan kebijakan adalah konsep public hearing.

Tidak banyak referensi yang menyebutkan secara langsung

definisi dari public hearing. Namun demikian, berikut ini

disampaikan beberapa pendapat dan catatan yang mencoba

menjelaskan apa yang dimaksud dengan public hearing.

Kristina Hadzi-Vasileva menyatakan bahwa public hearings

are open meetings conducted by elected local

self-government bodies with

Page 35: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

21concerned stakeholders of their communities in order to

investigate the

Page 36: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

22

opinions of the people on critical issues of the life of their community

(Kristina Hadzi-Vasileva, 2003)

Sedangkan beberapa definisi public hearing dalam

berbagai catatan dokumen menyebutkan bahwa public hearing

adalah

A meeting of a house or senate committee or subcommittee

during which public testimony may be heard and formal action

may be taken on any measure or matter before the committee

or subcommittee. ( HYPERLINK

"h tt p : // w ww.c a pi t ol. st at e . t x .u s / t lo/r es ourc es /glo ss a ry.h t m"

www. c a pi t o l . s t a t e . t x . u s / t lo/r es ourc es /glo ss a ry.h t m )

a hearing formally advertised and convened to afford any

person who deems their interest in property to be

affected by a proposal an opportunity to be heard.

( w ww. b or e a lfor es t . o rg/nwglo ss9 .h t m )

A formal meeting wherein EPA officials hear the public's views

and concerns about an EPA action or proposal. EPA is required

to consider such comments when evaluating its actions. Public

hearings must be held upon request during the

public comment period.

( www. w at e rq u a li t y.d e / hydrobio.hw/ P T ERMS . H T M )

Meetings held by committees at which members of the

public, lobbyists, legislators, and state agency representatives

may speak or register for or against a proposal.

( ww w .l e gi s . s tat e .wi.u s /glo ss a ry . h t m l )

A public hearing is a special type of public meeting. The sole

purpose of a public hearing is to provide an opportunity for

the public to make comments on a proposed agency decision.

A court reporter records all remarks made during the hearing

Page 37: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

23and prepares an official transcript of the proceeding.

( w ww . e p a .gov/r e gion 5 / w at e r /uic/glo ss a ry.h t m )

Page 38: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

24

These hearings afford citizens affected by a reviewing board’s

decision an opportunity to have their views heard before

decisions are made. State statutes require that public

hearings be held regarding the

application for a variance or a subdivision approval. Public

hearings regarding site plan applications and draft

environmental impact statements may be

requiredas a matter of local

practice. (www.nymir.o r g/ z oning/Glo ss a ry.h t m l)

A formal meeting designed to provide the public with the fullest

opportunity to express support of or opposition to a

transportation project in an open forum at which a verbatim

record (transcript) of the

proceedings is kept. (

HYPERLINK "h tt p : //w w w.g o ogl e .c o .id/url ?

sa=X&start=6&oi=define&q=h tt p : // w ww

.eastbradybridge.com/about/glossary.asp"

www. e a s t b r a dybr i d g e .com/ a b ou t /g l o ss a ry. a s p )

A state agency may or may not schedule a public hearing on the

regulatory action. If none is scheduled, an interested

party may request one and the agency must comply if the

request is received no later than 15 days before the end of

the 45-day public comment period.

( w ww.dmh . c a h wn e t .gov/Admin/r e gu l at ion s /glo ss a ry . a s p )

An open meeting when arguments are presented and recorded

about TCEQ regulations, compliance by a source, and/or

permit application(s) for construction or

operation of a business. Source:

TCEQ. (www . aa c og. c om/ a i r /L e a rning/M t oS.h t m )

a formal meeting held pursuant to public notice by the

governing body or planning agency, intended to inform and

Page 39: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

25obtain public comment, prior to taking action

in accordance with this act.

(members.aol.com/StatutesP9/53PA10107.html)

Page 40: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

26

Hal penting yang menjadi salah satu kunci kebehasilan

pelaksanaan public hearing adalah sosialisasi atau

memperkenalkan penyelenggaraan public hearing

kepada`masyarakat. Hal tersebut perlu diperhatikan karena

public hearing merupakan suatu forum tempat bertemunya

dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Sehingga

kehadiran kedua pihak secara siap, merupakan hal yang mutlak

dan akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan public hearing.

Ketika penyelenggaraan kegiatan public hearing

diperkenalkan diberikan kepada masyarakat, baik secara tertulis

maupun lisan, perlu diasumsikan bahwa masyarakat

tersebut bersifat sangat heterogen.

Masyarakat disinimisalnya dapat merupakansebagai warga

biasa; anggota partai politik; guru-guru sekolah;

orang tua; anggota persatuan- persatuan; pebisnis; pemuka

masyarakat; anggota kelompok-kelompok kepentingan;

perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, asosiasi profesi,

kelompok etnik; calon investor, pemilik perusahaan dan lain

sebagainya. Dengan demikian harus jelas dan tepat apa yang

akan kita informasikan dan kepada siapa informasi tersebut

akan disampaikan. Maka informasi perlu disampaikan dengan

berbagai bentuk dan media.

Bentuk yang dapat digunakan dalam mensosialisasikan

persiapan dan penyelenggaraan public hearing kepada

masyarakat serta me-review hasilnya antara lain adalah

Page 41: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

27konferensi pers sebelum dan sesudah pelaksanaan

public hearing, siaran pers (press-release),

serta

Page 42: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

20

pemberitahuan secara terbuka di tempat umum (public

announcements). Mengenai media yang dapat

digunakan untuk sosialisasi informasi pelaksanaan

public hearing kepada masyarakat antara lain adalah surat- surat

kabar, poster, spanduk, siaran radio, siaran televisi, bulletin,

leaflet/pamflet, dan lain sebagainya. Pemilihan media sosialisasi

informasi ini perlu memperhatikan kelebihan dan kekurangan

masing-masing media tersebut.

Beberapa Kelebihan dan Kekurangan beberapa Media Informasi untuk Sosialisasi Pelaksanaan Public Hearing kepada Masyarakat

Media Kekuatan Kelemahan

Poster/Spanduk

Ukuran besar

Dapat dicetak berwarna

Dapat telihat dari jarak jauh

Menarik perhatian dengan gambar dan warna yang menarik

Cocok untuk tempat ramai dan sibuk

Sangat efektif di tempat yang penuh kerumunan, misalnya di pasar

Agak mahal (cetakan berwarna dan ukuran yang besar)

Hanya dapat menginformasikan waktu dan tempat penyelenggaraan tanpa memberikan informasi yang lebih lengkap

Dapat salah persepsi (orang mungkin mengira isinyamerupakan pertunjukan hiburan Siaran radio Cepat dilakukan

dan menimbulkan ketertarikan

Dapat menggugah emosi

Dapat membutuhkan biaya yang mahal untuk iklan radio

Harus disiarkan beberapa kali dalam

Page 43: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

21

Media Kekuatan Kelemahan

Dapat didengar secara terus menerus oleh banyak orang

Meng-cover wilayah yang luas dengan biaya murah

jam siaran yang berbeda

Beritanya singkat dan datar

Tidak bisa memberi banyak informasi karena keterbatasan waktu

“Creeping line”siaran televisi

Meng-cover jumlah penduduk yang banyak karena popularitas televisi

Murah apabila dibandingkan dengan siaran iklan komersial televisi

Tidak terlalu efektif karena orang jarang membaca creeping-line

Sangat singkat

Agak membosankan

Kelemahan yang sama dengan saran radio, perlu diulang-ulang, biaya, dan keterbatasan informasi

Surat Kabar, leaflet/pamflet

Isinya dapat sangat rinci dan lengkap

Tidak terlalu mahal

Dapat disebarkan keseluruh kota sebagai leaflet dan orang dapat membawa dan membacanya di rumah

Dapat dimasukandalam kotak surat ataudiseliplkan

Memerlukan banyak persiapan untuk mendisain

Memerlukan banyak tenaga untuk mendistribusikannya

Page 44: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

22

C. Public Hearing dalam Perumusan Kebijakan Publik1

Sebelum membahas tentang konsep public hearing

tersebut, ada baiknya dibahas sepintas posisinya dalam

proses kebijakan (policy process). Dalam

literatur public policy dikenal adanya sejumlah model yang

sangat bermanfaat untuk meletakkan public hearing dalam

model tersebut. Model-model itu antara lain: model elite, model

kelembagaan, model proses, model rasionalisme, dan model

inkremental.

Model elite berangkat dari premis dasar tidak meratanya

distribusi kekuasaan. Dengan kemampuan rekayasa yang

dimilikinya, elite menjadi penentu kebijakan. Meski tidak ada

jaminan bahwa kebijakan yang diambil adalah demi

kepentingan masyarakat umum, namun elite

penentu kebijakan berusaha mengklaim bahwa kebijakan yang

diambil adalah cerminan kehendak masyarakat. Dari perspektif

public hearing, keberatan utama terhadap model ini karena

cenderung mengabaikan aspirasi dari publik/bawah.

Model kelompok adalah pengejawantahan dari paham

pluralisme. Model ini meyakini bahwa kebijakan pemerintah

adalah hasil dari proses bargaining, negosiasi, dan kompromi

dari kelompok-kelompok yang saling

bersaing. Dari perspektif public hearing, keberatan utama terhadap model

Page 45: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

23

1 Dikutip dari makalah Eka Suaib, “Pengembangan Konsep Public Hearing dalam Public Policy”,2005.

Page 46: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

24

ini adalah bahwa pemerintah seakan tidak memiliki pengaruh

terhadap proses bargaining, negosiasi, dan kompromi.

Model kelembagaan mengajukan argumentasi bahwa

kebijakan adalah produk otoritatif dari suatu lembaga. Terhadap

argumentasi semacam ini menarik untuk dipertanyakan

hubungan antara struktur kelembagaan dengan isi kebijakan.

Mengapa suatu lembaga tertentu menghasilkan suatu

kebijakan tertentu ? Dalam suatu

struktur ketatanegaraan dimana spesialisasi

fungsi merupakan tuntutan, model kelembagaan membuka

mata bahwa akan adanya friksi-friksi dan bahkan benturan-

benturan kepentingan dalarn tubuh negara.Klaim

model kelembagaan bahwa kebijakan adalah

produk dari suatu lembaga, mengisyaratkan

pengingkaran terhadap aspirasi publik. Lembaga disatu pihak

adalah instrumen masyarakat untuk menciptakan tatanan,

dan dalam waktu yang sama adalah penguasa yang otoritatif

yang dibekali dengan sejumlah privilege dan hak pemaksaan.

Pemilahan inilah yang memungkinkan adanya proses public

hearing. Negara diberi otoritas yang sangat luas karena negara

disepakati sebagai instrumen untuk mencapai tujuan

masyarakat.

Model proses melihat kebijakan sebagai proses dari

serangkaian aktifitas-aktifitas politik, yang bermula dari

identifikasi persoalan, perumusan asal usul

Page 47: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

25

kebijakan, pengesahan kebijakan sarnpai evaluasi kebijakan.

Kelemahan mendasar dari model ini adalah

tidak

Page 48: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

26

proporsionalnya perhatiannya terhadap isi kebijakan. Kelancaran

proses kebijakan sama sekali tidak menjamin kualitas isi

kebijakan. Model proses menegaskan bahwa proses kebijakan

harus meniti prosedur-prosedur dan tahapan-tahapan tertentu.

Artinya proses kebijakan secara teoretis dimulai dari aktifitas

tertentu dan berakhir dengan aktifitas lain. Meski demikian,

proses itu tidak akan pemah berakhir sepanjang masih ada

kesenjangan antara yang dikehendaki dengan yang diinginkan.

Model rasionalisme memandang kebijakan sebagai

pencapaian tujuan secara efisien. Pencapaian tersebut didasari

langkah-langkah yang rasional setelah mempertimbangkan

semua alternatif kebijakan, seluruh tingkatan preferensi dan

implikasi dari suatu kebijakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa

rasionalitas telah menjadi penuntun perilaku politik. Narnun

rasionalitas masing-masing pelaku politik tersebut tidak selalu

sama. Dalam masyarakat yang kompleks seperti saat ini sulit

ditemukan kesepakatan akan preferensi kebijakan.

Implikasinya, pilihan yang dianggap rasional

oleh masing-masing pelaku tidaklah sama.

Model inkremental menampilkan sikap konservatif. Sikap

ini diambil sehubungan adanya ketidakpastian hasil yang bisa

didapatkan oleh kebijakan altematif. Suatu kebijakan adalah

kelanjutan dari kebijakan sebelumnya dengan disertai perubahan

tidak mendasar di sana sini. Dari perubahan yang sifatnya tidak

mendasar inilah lahir harapan untuk mendapatkan perbaikan

Page 49: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

27hasil dari suatu kebijakan. Kesediaan untuk

Page 50: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

28

melakukan perubahan, meski tidak mendasar, merupakan isyarat

bahwa public hearing mempunyai peluang untuk menciptakan

perubahan. Model inkrementalis ini tidak akan

bisa mengakomodasikan

kepentingan- kepentingan berbeda secara

diametrikal.

Dari pembahasan tentang model-model kebijakan di atas,

dapat diambil kesimpulan bahwa model apapun

yang dipilih maka yang terpenting adalah suatu

kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dari

masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Yang menjadi goal

adalah bagaimana masyarakat memperjuangkan alternatif

kebijakan yang diinginkannya, pemerintah tetap memiliki otoritas

tertinggi dalam menetapkan otoritas tersebut. Perlu diperhatikan

adalah bahwa dalam proses kebijakan tersebut melibatkan

interaksi timbal balik antara publik dengan negara. Persoalannya

kemudian adalah bagaimana agar kebijakan yang diambil atau

ditetapkan sebisa mungkin diterima oleh pihak yang

berkompeten. Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut

konsep public hearing bermanfaat.

Konsep public hearing mengisyaratkan

adanya kesenjangan kepentingan aktor-aktor yang

terlibat dalam proses kebijakan. Konsep public hearing juga

mengisyaratkan bahwa adanya proses pengurangan

kesenjangan.The Oxford English Dictionary mendefinsikan

Page 51: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

29

hearing sebagai berikut :

Page 52: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

30

1) The ability to hear, the sense with which one perceives

sound: Her hearing is poor.

2) The distance within which one can hear.

3) An opportunity to explain one's position or opinion be given

Dari kutipan di atas tersirat bahwa hearing pada dasamya

adalah tindakan atau proses yang ingin mendengar untuk

mencapai kecocokan dan kesesuaian. Proses itu berupa interaksi

antara berbagai komponen dalam masyarakat. Hanya perlu

disadari bahwa jalinan interaksi dalam pembuatan kebijakan

tersebut sangatlah rumit. Untuk mempermudah analisis ada

baiknya dipilah interaksi dari berbagai aktor yang ingin

memperjuangkan kepentingan.

Out put dari public hearing dalam proses pembuatan

kebijakan dapat menjadi agenda setting dari policy makers.

Dalam hubungan ini, Goggin (1990) mengungkapkan :

Result public opinion can strongly affect the political

agenda. This holds particularly true when opinion within the

districts is relatively homogeneus. Moreover, public hearing

polls are often employed by administrators to supprt

particular policy positions.

Masalah-masalah yang telah diartikulasikan oleh

masyarakat, dalam posisinya sebagai wakil sekelompok

masyarakat atau atas namanya sendiri siap untuk dibahas

Page 53: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

31(didiskusikan, diploses, dikonversikan) oleh

Page 54: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

32

para aktor yang berwenang masalah dimaksud. Dengan ide dan

aspirasi yang sudah dijaring maka diharapkan para policy makers

dapat mengenali masalah dari situasi problematik secara baik

(dan holistis). Dalam suatu sistem kebijakan selama ini, aktor

yang berwenang itu tidak berproses secara steril atau bebas dari

pengaruh akror-aktor lain di luar mereka.

Dalam tahap pengagendaaan ini pembiasan

masalah yang diartikulasikan dapat terjadi. Beberapa

kemungkinan pembiasaan adalah: masalah dan tuntutan

pada umumnya tidak dimasukkan dalam

pembahasan kebijakan, sebelum mencapai arena pembahasan

kebijakan, dan diubah sedemikian rupa oleh aktor-aktor

yang terlibat dalam pengagendaan.

Setelah itu, pengagendaan menghasilkan suatu

rencana pembahasan kebijakan dalam arti prioritas masalah atau

tuntutan pada umumnya yang perlu segera

dibuatkankebijakan. Dari sisi ini,

pengagendaan terlihat sebagai bentuk awal dari manajemen

konflik. Dalam hal ini setidaknya ada dua kemungkinan

manajemen konflik yaitu : membahas dan mengorganisasi isu

atau masalah A untuk memuaskan tuntutan kelompok A, atau

membuang isu B dan menekan tuntutan B.

Berdasarkan prioritas itu mestinya pembahasan masalah

kebijakan dilakukan. Satu per satu masalah yang diajukan oleh

para aktor dibahas, dan dengan pembahasan masalah itu

Page 55: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

33

akhirnya untuk setiap masalah kebijakan tersebut tercipta

sebuah rencana kebijakan. Aktor yang terlibat

Page 56: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

34

dalam perancangan ini seharusnya tidak berbeda dengan aktor

yang terlibat dalam pengagendaan kebijakan secara langsung

maupun tidak langsung.

Dalam sistem pembuatankebijakan yang demokratis,

suatu kebijakan baru ditetapkan jika sedapat

mungkin dapat mendengar "suara publik". Kebijakan yang ideal

menurut model public hearing ini kalau bisa memuaskan

sebanyak mungkin, tidak mungkin semuanya. Kondisi ideal

tentunya tidak akan pemah hadir dalam kehidupan kita. Yang

menjadi tolak ukur dalam konteks ini adalah : (a) banyaknya

pihak yang merasakan keredaan, kalau bukan sirnanya benturan

kepentingan dengan pihak lain; (b) menurunnya, kalau bukan

hilangnya kadar ketegangan kepentingan; (c) luasnya

cakupan hal yang di public

hearingkan. Kebijakan yang sudah dilakukan public

hearing bisa mengambil beberapa bentuk atau tingkatan.

Pertama, akomodasi sistemik. Format kebijakan pada

level ini dilakukan dengan penataan kembali

strukturdan proses kebijakan sedemikian rupa

sehingga memungkinkan proses kebijakan yang dapat lebih

mengakomodasi aspirasi publik. Perlu dicatat bahwa perubahan

yang diperlukan bagi terciptanya kebijakan yang secara sistemik

tidak harus bersifat radikal tetapi tetap adanya penyesuaian

kebijakan yang lebih proporsional.

Page 57: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

35

Kedua, akomodasi sporadis. Dalam level ini akomodasi

dari kebijakan yang sudah di public hearing tidak memiliki

implikasi terhadap isi kebijakan. Akomodasi sporadik ini tidak

mesti mengindikasikan bahwa isu yang dibahas memiliki

lingkupan yang sempit. Ciri-ciri akomodasi yang macam ini

bahwa adaptasi terhadap isi kebijakan dilakukan terhadap

pihak-pihakyang terlibat dalam tawar menawar, perundingan

dan kompromi.

Seandainya hasil dari public hearing telah sampai ke

tangan policy makers, untuk kepentingan merumuskan

kebijakan, maka policy makers dapat melakukan tehnik seperti

yang disarankan oleh Dunn (1981) yakni value clarification.

Sedangkan untuk mengetahui bagaimana

konflik pendapat dari publik ketika menentukan atau memilih

suatu kebijakan, maka dapat dipergunakan tehnik value critique.

Hal yang perlu dipahami bahawa public hearing tidak

bermaksud memperoleh keseragamanberpikir dari

publik melainkan hanya "mendengar"

pendapat atau ide atau opini publik yang dapat digunakan oleh

policy makers untuk menarik kesimpulan mengenai suatu

situasi problematis. Paling penting untuk digarisbawahi

adalah tersedianya infomlasi yang cukup dan

memadai bagi policy makers sebelum

menetapkan kebijakan. Ada tiga kriteria yang penting

diperhatikan dalam pengembangan public hearing ini.

Page 58: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

30

Pertama, validitas. Validitas disini adalah bahwa

informasi yang diperoleh dalam proses public hearing sesuai

dengan realitas. Satu model memiliki validitas yang tinggi kalau

dalam proses itu menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan

kenyataan.

Kedua, relevansi. Public hearing dapat dikatakan berhasil

kalau selama proses berlangsung mampu menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang dirasakan oleh publik. Pada

umumnya publik 'tergoda' untuk menuangkan segala aspirasinya

untuk ditampung oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan

yang baik seharusnya dapat lebih mengamati kenapa suatu

masalah berkembang di masyarakat kemudian memikirkan

bentuk alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk

menghilangkan masalah tersebut serta konsekuensi dari

pelaksanan alternatif kebijakan itu.

Ketiga, pengamatan langsung. Kualitas dari proses public

hearing bisa juga dilihat dari kemampuannya menghasilkan

kesimpulan umum dari fenomena yang kabur. Suatu public

hearing disebut memiliki powerful jika selama proses itu

berlangsung dapat menghasilkan

informasi yang sebelumnya kabur. Dalam realitasnya

cukup banyak informasi yang diperoleh dari proses public

hearing itu. Guna menjamin keakuratan informasi itu diperlukan

pengamatan langsung dari realitas sesungguhnya.

Hanya saja, seringkali karena pertimbangan biaya dan

Page 59: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

31waktu, pelaksanaan proses public hearing dengan ciri-ciri

tersebut di atas amat sulit dilakukan. Namun, dengan segala

keterbatasan yang ada, dalam

Page 60: Pengembangan Konsep Public Hearing

Tinjauan Konseptual

32

public hearing tersebut hendaknya memperhatikan dua

pertanyaan di bawah ini:

1. Apakah proses public hearing bisa menjelaskan secara benar

dan jelas situasi dan fakta yang diketahui ?

2. Dapatkah proses itu menentukan agenda setting

kebijakan selanjutnya?

Dua pertanyaan ini seyogyanya perlu menjadi acuan untuk

dipegang teguh oleh para perumus kebijakan dalam melakukan

suatu perencanaan public hearing.

Page 61: Pengembangan Konsep Public Hearing

BAB IIIMETODOLOGI

KAJIAN

A. Metode Kajian

Kajian “Pengembangan Konsep Public

Hearing dan Konsep Sosialisasinya

Dalam Perumusan Kebijakan” ini menggunakan metode

deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki, dengan

menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada

saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya (Nawawi, 1996 : 73). Pendapat lain

menyatakan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian

yang melukiskan secara tepat sifat-sifat sesuatu individu,

sesuatu keadaan, suatu gejala, dan sebagainya yang

merupakan obyek penelitian (Ali, 1997

: 55).

Karena tujuan kajian ini adalah mengembangkan

Konsep Public Hearing dan Konsep Sosialisasinya, maka

berdasarkan tujuannya, kajian ini dapat

dikelompokkan/dinyatakan pula sebagai studi pengembangan

(development studies).Hal ini sejalan dengan

tujuan dari studi pengembangan yang

Page 62: Pengembangan Konsep Public Hearing

dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu masalah yang ada

pada masa sekarang, dalam hubungannya dengan kondisi waktu

yang terus berjalan secara kerkesinambungan. Kekurangan, kelemahan,

32

Page 63: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

33

kesenjangan, kekeliruan dan lain-lain yang mejadi masalah

dalam aspek kehidupan tertentu, akan diungkapkan urutan atau

perkembangannya selama angka waktu tertentu (Nawawi, 1996 :

117). Pendapat lain yang juga mendukung bahwa studi

pengembangan yaitu penelitian yang bertujuan

mengembangkan, yaitu menggali dan memperdalam suatu

gejala atau masalah dari suatu bidang ilmu pengetahuan. Dapat

diartikan pula sebagai penelitian yang mencari kaitan dengan

ilmu pengetahuan yang telah ada, atau yang sedang digali

perluasannya. Dapat pula diartikan sebagai penelitian dimana

masalahnya didudukperkarakan pada kerangka teori yang telah

ada (Ali, 1997 : 53)

Dari definisi-definisi metode deskriptif dan studi

pengembangan tersebut maka kajian ini berusaha untuk

menemukenali dan menggambarkan

fenomena public hearing dan sosialisasinya

dalam perumusan kebijakan, baik di pusat maupun di

daerah dari tiga aspek pengkajian, yaitu: pengetahuan,

pemahaman dan implementasinya. Disamping itu

juga untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi faktor

penghambat (permasalahan) dan faktor pendukung

pengembangan Public Hearing dan sosialisasinya kepada

masyarakat dalam rangka perumusan kebijakan.

Page 64: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

34

B. Pengumpulan Data

Pada dasarnya kajian ini menggunakan metode survei.

Proses pengumpulan data dan informasi dari

narasumber dan informan, dilakukan

dengan menggunakan teknik wawancara dan kuesioner (untuk

data primer) serta telaahan dokumen dan literatur (untuk data

sekunder).

Secara rinci proses penggumpulan data penelitian dari

kajian ini adalah sebagai berikut.

1. Telaahan Dokumen dan Literatur

Pengumpulandata sekunder dengan pedoman

telaahan dokumen dan literatur oleh Tim

dilakukan pada awal pengkajian, pada saat pengumpulan

data dan pada saat analisis serta penafsiran data. Telaahan

dokumen dan literatur pada awal pengkajian dimaksudkan

untuk pengumpulan data dan informasi guna menyusun

konsep dan intrumen penelitian, sedangkan telahaan

dokumen dan literatur pada saat pengumpulan, analisis dan

penafsiran data dimaksudkan untuk menambah dan

melengkapi data guna diperoleh hasil pengkajian yang

berkualitas.

Page 65: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

35

2. Kuesioner

Kuesioner pengumpulan data kajian ini dimaksudkan

untuk pengumpulan data awal penelitian guna memberikan

pedoman pada arah kegiatan wawancara dan Forum Diskusi

Terarah (Focused Group Discussion) pada narasumber dan

informan penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan

pertanyaan terbuka.

3. Wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)

Wawancara yang dilakukan tim

dalam pengumpulan data berbentuk

wawancara terstruktur ataupun Forum Diskusi Terarah

(Focused Group Discussion) dengan kalangan pakar

perguruan tinggi mengenai materi kajian dengan narasumber

dan informan penelitian yang terdiri dari:

a. Pakar administrasi negara/ kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Udayana di Denpasar - Bali;

b. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Gorontalo di Gorontalo;

c. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Haluoleo di Kendari – Sulawesi`Tenggara;

Page 66: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

36

d. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Sam Ratulangi di Menado – Sulawesi

Utara;

e. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Nusa Cendana di Kupang – Nusa

Tenggara Timur;

f. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan

/ hukum dari Universitas Palangkarayadi Palangkaraya–

Kalimantan Tengah;

C. Pengolahan Data

Data yang terkumpul dalam kajian ini berupa

pernyataan- pernyataan pandangan, komentar dan

pendapat dari berbagai pemerintah daerah dan narasumber.

Dengan demikian data yang terkumpul sifatnya bukan eksakta

atau pasti. Oleh sebab itu, analisis data yang dipakai

menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif

terkonotasi pada pengertian analisis yang

didasarkan pada argumentasi logika (Ali, 1997 :

151).

Analisis data dalam metode kualitatif

adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

Page 67: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

37ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat

Page 68: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

38

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Maleong,

2000 : 103). Proses yang berlangsung dalam analisis data ini adalah :

1. Penelaahan seluruh data dari hasil pengumpulan data;

2. Reduksi data dengan jalan membuat abstraksi yaitu

pembuatan rangkuman inti dari setiap data;

3. Penyusunan abstraksi data kedalam satuan-satuan hasil penelitian;

4. Pengkategorian satuan-satuan abstraksi data;

5. Pemeriksaan keabsahan abstraksi data dalam setiap kategori;

6. Penafsiran data.

(Maleong, 2000 :

190)

Dengan demikian, data dan informasi yang diperoleh

dalam kajian ini pun diolah sebagai berikut :

1. Data dan informasi yang diperoleh dari para narasumber

ditelaah dan dipelajari;

2. Setiap data dan informasi dibuatkan abstraksi atau rangkuman intinya;

3. Data dan informasi yang sama dalam abstraksi data dan

informasi digabungkan dalam setiap suatu satuan hasil

penelitian;

4. Setiap satuan abstraksi data dan informasi yang sama

tersebut kemudian diberi kategori tertentu, yaitu kategori

Page 69: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

39faktor pendorong sisi

Page 70: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

40

pemerintah, faktor pendorong sisi masyarakat, faktor

penghambat sisi pemerintah, dan faktor penghambat sisi

masyarakat;

5. Pemeriksaan ulang keabsahan abstraksi data dalam setiap kategori;

6. Penafsiran dan analisis data/informasi.

D. Lokasi dan Jangka Waktu Kegiatan

Pemilihan lokasi pelaksanaan metode kegiatan kajian ini

(termasuk narasumbernya) didasarkan atas

karakteristik yang ditetapkan

(purposive). Lokasi pengumpulan data dan informasi tersebut

meliputi :

Provinsi Bali, yaitu Universitas Udayana. Lokasi ini dipilih

untuk menggambarkan model konsep public hearing dan

sosialisasi proses

perumusan kebijakan publik di daerah yang relatif maju.

Provinsi Gorontalo, yaitu Universitas Gorontalo. Lokasi ini dipilih

untuk menggambarkan model konsep public hearing dan

sosialisasi proses

perumusan kebijakan publik di daerah yang relatif baru terbentuk.

Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Universitas Haluoleo.

Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep

public hearing dan

Page 71: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

41sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah

yang relatif belum maju.

Page 72: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

42

Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Universitas Sam Ratulangi.

Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep

public hearing

dan

sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di di daerah

yang relatif maju.

Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu Universitas Nusa Cendana.

Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep

public hearing dan

sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah di

daerah yang relatif belum maju.

Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Universitas Palangkarayara.

Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep

public hearing dan

sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah di

daerah yang relatif maju.

Prinsipnya, untuk keperluan pengumpulan data dan

informasi dalam pengkajian ini memerlukan waktu selama 5 hari

kerja, sejak persiapan keberangkatan, pengumpulan data dan

kembali ke Jakarta. Namun ada daerah yang pengumpulan

datanya dilakukan 6 hari kerja, karena kondisi kemudahan

transportasi yang kurang menguntungkan. Adapun rincian

kegiatan dan alokasi waktu kegiatan pengumpulan data dan

informasi adalah sebagai berikut:

Page 73: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

40

1. Hari I : Konsolidasi Tim untuk mempersiapkan

instrumen dan berangkat menuju ke lokasi;

2. Hari II : Orientasi lokasi pengkajian dan konsolidasi

dengan narasumber dan

responden pengkajian

sekaligus pengurusan berkas

administratif baik dari kalangan praktisi

maupun teoritisi seraya mengumpulkan data

sekunder yang diperlukan melalui penelusuran

data di perpustakaan maupun di unit-unit

terkait;

3. Hari III : Melakukan pengumpulan data dan informasi

yang terkait dengan narasumber dan

responden melalui forum diskusi terarah (Focus

Group Discussion) dari kalangan Teoritisi;

4. Hari IV : Melakukan pengumpulan data dan informasi

yang terkait dengan narasumber dan

responden melalui forum diskusi terarah (Focus

Group Discussion) dari kalangan praktisi;

5. Hari V : Melakukan konsolidasi terakhir,

persiapan keberangkatan dan

pulang kembali ke Jakarta.

Page 74: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

41

E. Tahapan Teknis Kajian

Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini,

secara umum`terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu Tahap I Tinjauan

Konseptual Public Hearing dan Konsep Sosialisasinya Dalam

Perumusan Kebijakan; Tahap II Analisis Kondisi Pengembangan

Public Hearing dan sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di

Pusat dan di Daerah Saat ini; dan Tahap III Penyusunan Hasil

Kajian Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam

Perumusan Kebijakan.

Secara lebih rinci, kegiatan dan hasil yang diperoleh dari

tiap tahap kajian dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tahapan Kajian Pengembangan Konsep Public Hearing dan

Konsep Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan

Tahap

Kegiatan Hasil

Tahap I

Tinjauan Konseptual Public

Hearing dan Konsep

Sosialisasinya Dalam Perumusan

Kebijakan

Pengumpulan konsep, data, dan

informasi akademik mengenai

“Pengembangan Public Hearing dan

Konsep Sosialisasinya

Konsep Public Hearing dan

Konsep Sosialisasinya

Dalam Perumusan Kebijakan

Pengumpulan data, dan informasi

kebijakan“Pengembangan

Konsep Public Hearing dan Konsep

Sosialisasinya Dalam

Page 75: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

42

Tahap

Kegiatan Hasil

Tahap II

Analisis Kondisi Pengembangan Public Hearing

dan sosialisasinya Dalam

Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah Saat

ini

Pengumpulan data lapangan di lokasi penelitian

Identifikasi Faktor penghambat dan

pendorong penerapan Public

Hearing dan sosialisasinya

DalamPerumusan Kebijakan

Analisis penerapan Public Hearing dan

sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah

Tahap III

Penyusunan Hasil Kajian

Pengembangan Public Hearing

dan Sosialisasinya Dalam Perumusan

Kebijakan”

Konseptualisasi Model “Pengembangan

Konsep Public Hearing dan Konsep

Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan”

Rekomendasi Model “Konsep Public Hearing

dan Konsep Sosialisasinya

Dalam Perumusan Kebijakan”

F. Jadual Teknis Kegiatan Kajian

Kajian ini merupakan kegiatan baru. Jangka waktu yang

diperlukan kajian ini dimulai dari tahapan persiapan,

pengumpulan data, pengolahan dan analisis data/informasi,

diskusi, pemaparan, sampai dengan penyusunan

rekomendasi dan langkah-langkah perbaikannya,

akan dilakukan dalam jangka waktu 10 bulan kalender.

Pengkajian ini dilaksanakan selama 10 bulan kalender,

terhitung sejak dilakukan kegiatan persiapan, pengumpulan

data, analisis dan

Page 76: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

43

penafsiran data, dan penyusunan laporan akhir kegiatan.

Pengkajian ini dilaksanakan dalam 10 bulan kalender mengingat

bahwa pengkajian ini memiliki bobot materi yang butuh

penggalian secara mendalam di satu sisi dan sisi yang lain

pengkajian mengenai masalah pengembangan konsep public

hearing dan konsep sosialisasinya dalam perumusan

kebijakan masih jarang dilakukan sehingga dalam pengumpulan

data dan informasi memerlukan banyak waktu. Perlu dipahami

pula bahwa pengkajian ini mengambil 6 lokasi yang memerlukan

intensitas komunikasi yang tinggi mengingat jauhnya jarak

maupun keterbatasan sarana komunikasi dan

transportasi. Kondisiini ditambah dengan

jumlah anggota tim, narasumber dan

responden yangterlibat dalam pengkajian

ini memerlukan konsolidasi yang intensif.

Rincian waktu pelaksanaan kajian diuraikan dalam`tabel berikut ini.

No. Kegiatan Bulan

Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

1. Studi PendahuluanXX

2. Penyusunan RD dan instrumen XX

3. Ekspose RD dan instrumen XX

4. Penyusunan LaporanPendahuluan

XX XX

5. Pengumpulan DataXX XX XX

6. Pengolahan danAnalisis Data

XX XX XX

Page 77: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

447. Penyusunan

LaporanSementara

XX XX

Page 78: Pengembangan Konsep Public Hearing

Metodologi Kajian

45

No. Kegiatan Bulan

Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

8. Ekspose LaporanSementara

XX

9. Penyusunan LaporanAkhir

XX XX

10. Ekspose LaporanAkhir XX

11. Pencetakan LaporanAkhir

XX

Page 79: Pengembangan Konsep Public Hearing

BAB IV

DESKRIPSI HASIL KAJIAN

Dalam bab ini diuraikan data dan informasi hasil kajian

yang diperoleh dari para narasumber di berbagai perguruan

tinggi di berbagai daerah mengenai gambaran perumusan

kebijakan publik, partisipasi publik dan public hearing yang

selama ini diimplementasikan di pemerintahan daerah, serta

faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terlaksananya

partisipasi publik dan public hearing dalam rangka proses

penyusunan kebijakan publik.

A. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Beberapa Daerah.

1. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Sulawesi Utara

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber di Universitas Sam Ratulangi mengenai

situasi perumusan kebijakan publik dan public hearing di

Indonesia umumnya dan di

Sulawesi Utara khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.

Page 80: Pengembangan Konsep Public Hearing

45

Page 81: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

46

Problem utama yang muncul di daerah setelah

kewenangan untuk melaksanakan pemerintahan di

desentralisasikan, masyarakat acapkali kontraproduktif dengan

kebijakan-kebijakan lokal yang dirumuskan oleh para pembuat

keputusan. Sikap kontraproduktif ini lahir didorong oleh

kenyataan yang diterima oleh publik bahwa hasil rumusan

kebijakan lebih sering "tidak menjawab persoalan dan kebutuhan

riil mereka”. Contoh kasus di kota Manado misalnya, perda yang

dikeluarkan oleh pemerintah Kota tentang Sampah mendapat

respons yang kurang kondusif dari masyarakat. Volume sampah

bukan berkurang tetapi justru semakin menumpuk di mana-

mana, terutama sekali di lokasi pusat perbelanjaan. Hasil

investigasi kepada publik membuktikan bahwa mereka

merasakan substansi perda ini sangat tidak

rasional. Masyarakat dibebankan pungutan

sementara sistem pelayanan kebersihan lebih

dibebankan kepada masyarakatnya sendiri. Misalnya, rasionalitas

antara pungutan dan objek yang dibebankan agak sulit untuk

diterima oleh masyarakat. Setiap bulan masyarakat dibebankan

dengan kewajiban membayar retribusi sampah. luran ini melekat

dengan proses pembayaran rekening air. Sementara itu

penanganan sampah di rumah-rumah masyarakat ditangani

secara manual oleh masyarakatnya sendiri. Pada tingkat yang

lebih tinggi, hasil retribusi sampah disetor ke kas Pemerintah

kota. Sementara itu pemecahan masalah sampah di kota

Manado, harus dilaksanakan oleh pemerintah tingkat

Page 82: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

47kecamatan. Kebijakan yang seperti ini pada akhirnya

Page 83: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

48

juga melahirkan sikap kontra produktif dari kalangan

pemerintahan di jajaran bawah.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ketidakselarasan

antara kebijakan dengan persoalan dan kebutuhan

masyarakat ternyata bersumber dari tidak

intensifnya para pembuat keputusan untuk

menyerap masukan-masukan dari publik. Konsep kebijakan

publik di kalangan pembuat keputusan, sampai saat ini masih

dipandang sebagai suatu yang given. Masyarakat berkewajiban

menjalankan apa yang telah ditetapkan. Padahal mekanisme

yang sistematis dari sebuah proses perumusan kebijakan adalah

juga menyerap informasi dari publik yang menyangkut hal-hal

masalah dan kebutuhan riil masyarakat, serta yang

lebih penting lagi adalah menyangkut informas i te ntang ke mampu an dan

gag as an -g agas an mas yaraka t untuk me ngatas i be rbag ai mas ala h dan

k e bu t uh a n y a ng m e r e ka h a d a p i . Dengan demikian tidak bisa

tidak, perlu ada dengar pendapat antara para pembuat

keputusan dengan publik. Sepanjang dengar

pendapat tidak dilaksanakan, maka

resiko tidak efektifnya sebuah kebijakan akan

menjadi semakin luas.

Inti persoalannya adalah tidak efektifnya kebijakan publik

yang dibuat karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses

perumusan kebijakan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan

Page 84: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

49persoalan ini, maka public hearing adalah kebutuhan

mutlak yang harus dilakukan untuk

mempertemukan "kebutuhan" dan "pemecahan masalah".

Pertanyaannya

Page 85: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

50

kemudian adalah mengarah pada 2 (dua) hal : p e r t a ma ,

bagaimana agar Public hearing dapat menjadi kewaiiban yang

harus dilakukan oleh para pembuat keputusan, dan yang k e dua ,

bagaimana publik mengerti bahwa public hearing itu adalah hak

dan kewajiban mereka dalam sebuah proses pemerintahan.

Dengan demikian yang paling dibutuhkan agar public

hearing dapat terlaksana atau terselenggara adalah adanya :

MKetetapan di dalam Undang-undang yang mewajibkan

Lembaga Legislatif bersama dengan Eksekutif untuk

melakukan public hearing sebelum ditetapkannya

sebuah peraturan;

1. Ketetapandi dalam Undang-undang yang

mewajibkan Lembaga Legislatif

bersama dengan Eksekutif untuk melakukan public hearing

sebelum ditetapkannya sebuah peraturan;

2. Penjelasan di media massa tentang adanya mekanisme

public hearing terhadap sebuah rencana

penyusunan perundang-undangan

atau penetapan sebuah peraturan.

Berdasarkan dua hal di atas ini maka yang paling

dibutuhkan adalah adanya Peraturan Pemerintah, baik itu di

tingkat pusat maupun daerah yang mengatur tentang

mekanisme keterlibatan masyarakat dalam

Page 86: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

51

proses perumusan kebijakan. "Payung hukum" ini amat

penting untuk menjaga hal-hal sebagai berikut :

1. ketidaktepatan keterlibatan kelompok

masyarakat dalam sebuah perencanaan

penetapan peraturan perundang-undangan;

2. ketidaksungguhan para pelaksana keputusan

dalam menjalankan kebijakan yang

telah ditetapkan, akibat dari tidak adanya kekuatan hukum

yang mengikat.

Oleh karenanya untuk mengantisipasi dua hal yang

disebutkan di atas maka yang pertama-tama dibutuhkan adalah

perlu ada Perda tentang Partisipasi Masyarakat dalam

Proses Perumusan Kebijakan. Dengan adanya

Perda ini, maka public hearing tidak hanya menjadi sekedar

sebuah forum untuk meminta kontribusi informasi dari

masyarakat. Tetapi lebih jauh lagi public hearing menjadi

sebuah kewajiban yang mutlak harus dijalankan oleh para

pembuat keputusan, dan menjadi sebuah solusi pemecah

kebuntuan tidak chip-in nya kebijakan dengan problem, dan

pemikiran serta kebutuhan masyarakat yang riil.

Adapun mekanisme public hearing itu sendiri, harus diatur

secara sistematis agar supaya dapat menjadi sebuah proses

formulasi yang produktif. Seleksi terhadap komunitas yang akan

dilibatkan dalam proses public hearing menjadi amat penting.

Page 87: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

52Hal ini dapat dimulai menetapkan

Page 88: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

50

kontak komunitas dengan menggunakan metode FGD. Metode ini

akan mendekatkan pemecahan masalah

dengan komunitasyang berkepentingan.

Dengan demikian proses input data dari publik akan terfokus

pada permasalahan yang harus diterapi.

2. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Bali.

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber di Universitas Udayana

mengenai situasi implementasi perumusan

kebijakan publik dan public hearing di Indonesia pada umumnya

dan di Bali pada khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai

berikut.

Penerapan konsep public hearing mempunyai hubungan

yang erat dengan konsep partisipasi warga masyarakat dalam

penyelenggaraan pemerintahan karena melalui partisipasi ini

dapat dilakukan public hearing. Partisipasi menunjukkan

keterbukaan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam

meakukan pengendalian terhadap masyarakat. Melalui

partisipasi, warga masyarakat diberikan kesempatan untuk

berperan serta dalam tindakan-tindakan hukum publik yang

dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Di Indonesia, secara normatif, partisipasiyang diatur

dalam undang-undang adalah partisipasi dalam

tindakan-tindakan operasional.

Page 89: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

51

Misalnya, dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 5

Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, ditentukan bahwa “Peran

serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah

melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil

guna". Demikian juga dalamayat (2)-nyaditentukan bahwa

"Dalam mengembangkan peran serta sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan

meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan

ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan

penyuluhan". Oleh karena itu, partisipasi warga masyarakat

dalam perumusan kebijakan publik melalui public hearing

sebaiknya juga diatur sehingga memberikan kepastian hukum

bagi pelaksanaannya.

Walaupun secara normatif, dalam undang-undang belum

diatur secara tegas tetapi dalam pembuatan kebijakan oleh

Pemerintah Pusat untuk hal-hal tertentu telah diterapkan konsep

public hearing untuk menggali informasi-informasi yang relevan

dengan keputusan yang dibuat. Misalnya pada waktu dilakukan

amandemen terhadap UUD 1945, tim khusus MPR pergi ke

Daerah-daerah untuk mencari masukan-masukan yang relevan

dengan amandemen tersebut. Akan tetapi hasil dari

masukan-masukan tersebut tidak jelas karena warga masyarakat

tidak diberitahukan mengenai penggunaan dari informasi yang

Page 90: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

52bersangkutan sehingga warga masyarakat menjadi

kurang partisipatif terhadap

Page 91: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

53

kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Kendalanya model

demikian ini, jelaslah akan memerlukan tenaga, pikiran dan

biaya yang sangat banyak sehingga cara demikian ini kurang

efisien. Selain itu, keputusan yang dibuat oleh Pemerintah

memerlukan waktu yang relatif lama.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga telah

dilakukan public hearing. Misalnya pada saat Pemerintah Kota

Denpasar membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak

Parkir Tahunan. Pungutan terhadap parkir ini dilaksanakan

sebagai pajak padahal parkir tersebut merupakan retribusi.

Public hearing ini dilakukan dengan

meminta pendapat publik melalui harian Bali Post

dengan tidak memuat rancangan peraturan daerah pada harian

tersebut. Public hearing ini mendapat tanggapan positif dari

warga masyarakat. Maksudnya banyak warga masyarakat

memberikan masukan-masukan sesuai dengan hukum dan

menurut hemat narasumber masukan tersebut dapat diterima

oleh akal sehat. Masukan tersebut pada intinya warga

masyarakat tidak setuju dengan pajak parkir tahunan karena

secara teori, parkir merupakan retribusi sehingga

pungutan uang baru dilakukan setelah

adanya penggunaan jasa parkir. Walaupun

sudah ada masukan-masukan, nampaknya

Pemerintah Daerah Kota Denpasar tidak menerima masukan

tersebut, sehingga Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir

Page 92: Pengembangan Konsep Public Hearing

54

Deskripsi Hasil KajianTahunan tetap diberlakukan. Dalam kenyataannya warga

masyarakat tidak mau mematuhi peraturan daerah

tersebut.

Page 93: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

55

Demikian juga, public hearing dilakukan oleh Pemerintah

Daerah Provinsi Bali pada saat membuat Rancangan Tata Ruang

Wilayah dengan memuat rancangan tersebut dalam Harian Bali

Post. Public hearing ini mendapat tanggapan positif dari warga

masyarakat dengan memberikan masukan-masukan melalui

Harian Bali Post. Masukan-masukan ini dapat diberikan secara

langsung oleh warga masyarakat

dengan menyampaikannya ke Kantor Bappeda dan

dapat juga diberikan secara tidak langsung yakni melalui Harian

Bali Post.

Public hearing ini juga dilakukanmelalui Rapat

Desa Adat (Pakraman). Ketika investor atau

penanam modal yang kebetulan

membangun usaha di suatu wilayah Desa Adat (Pakraman)

tertentu, bersama Pemerintah Daerah dan warga Desa

melakukan public hearing melalui suatu rapat mengenai usaha

yang akan dilaksanakannya. Hal ini dimaksudkan agar tetap

terpeliharanya hubungan yang harmonis antara Pemerintah

Daerah, investor dan warga masyarakat jika suatu usaha telah

dilaksanakan. Secara normatif, public hearing yang dilakukan

oleh Desa Adatl (Desa Pakraman) ini diatur dalam Pasal 6 huruf b

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang

Desa Pakraman yakni "Desa Pakraman mempunyai wewenang

untuk turut serta menentukan setiap keputusan dalam

pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya terutama

Page 94: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

56yang berkaitan dengan Tri Hita Karana. Kendalanya banyak

tenaga, biaya dan waktu yang diperlukan sehingga

pelaksanaannya

Page 95: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

57

kurang efisien. Selain itu, hasilnya juga tidak jelas karena tidak

ada pemberitahuan kepada warga masyarakat mengenai

penggunaan dari informasi yang bersangkutan.

3. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Gorontalo.

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber di Universitas Gorontalo

mengenai situasiimplementasi perumusan

kebijakan publik dan public hearing di Indonesia pada

umumnya dan di Gorontalo pada khususnya, diperoleh gambaran

dibawah ini sebagai berikut.

Terselenggaranya kepemerintahan yang bersih dan

berwibawa (good governance) merupakan cita-cita dari negara

kesatuan Republik Indonesia. Kepemerintahan seperti itu

dilandasi oleh tegaknya prinsip- prinsip supremasi hukum,

profesionalitas, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi, baik

dalam pengelolaan kebijakan maupun dalam pemberian

pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan masyarakat dilakukan

secara prima, yaitu transparan, berkualitas, efisien, demokratis

dan berkeadilan. Kinerja aparatur dalam sistem pemerintahan

yang demokrasi sangat ditentukan oleh seberapa jauh rakyat

memperoleh akses pelayanan yang

Page 96: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

58

sama tanpa dibeda-bedakan atau di dalam kepemerintahan

yang baik terdapat citra pemerintahan yang demokrasi.

Bilamana menyimak ulasan nilai-nilai good governance

diatas, maka menurut narasumber, penerapan konsep public

hearing yang selama ini dilakukanoleh pemerintah (pusat

dan daerah) sebagai pengambiI

kebijakan/pembuat keputusan masih jauh dari harapan

masyarakat. Sebab, selama ini pemerintah memahami dirinya

seakan-akan adalah seorang penguasa tunggal yang dapat

berbuat semaunya tanpa lagi memperhatikan aspirasi maupun

kritik yang disampaikan oleh rakyatnya sebagaimana telah

dinyatakan di atas bahwa pemerintahan yang baik dan

demokrasi adalah pemerintahan yang menjalankan tata

kepemerintahan secara terbuka terhadap kritik dan kontrol dari

rakyatnya.

Dengan mengabaikan masukan dan kritikan dari

masyarakatnya akhirnya membawa pemerintah kepada berbagai

kasus-kasus mark-up, KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme),

sebagaimana yang dilansir berbagai media massa cetak maupun

elektronik. Karena selama ini pemerintah dalam membuat

kebijakan serta arah pembangunan tidak melibatkan kelompok-

kelompok masyarakat yang ada. Dimana

pemerintah menganggap kelompok-kelompok

masyarakat yang ada itu adalah “benalu”yang

sewaktu-waktu dapat merusak

Page 97: Pengembangan Konsep Public Hearing

59

Deskripsi Hasil Kajian kebijakan/keputusan, program dan penyusunan suatu

peraturan perundang-undangan. Sehingga,

setiap rumusan dari kebijakan atau keputusan yang telah

Page 98: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

60

dirumuskan dan ditetapkan dianggap tidak akomodatif dan tidak

aspiratif dengan kepentingan masyarakat atau pihak-pihak yang

terkait. Karena dalam perumusannya, kebijakan

tersebut dianggap tidak secara demokratis

membuka ruang bagi partisipasi

masyarakat dan tidak transparan dalam proses

perumusannya.

Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan adanya

beberapa kebijakan publik yang tidak dapat diimplementasikan

dengan semestinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal

inilah, menurut narasumber bahwa pemerintah itu menganggap

dirinya adalah penguasa tunggal yang tidak dapat diganggu

gugat segala macam kebijakan atau keputusannya - walaupun

telah merugikan dan menyengsarakan masyarakatnya.

Padahal, di era keterbukaan ini ruang publik untuk

berkomunikasi dengan wakilnya ataupun dengan pemerintah

sudah ada yaitu melalui konsep public hearing yang selama

ini telah dijalankan oleh legislatif (hanya terbatas pada

hubungan eksekutif dengan legislatif). Namun partisipasi

masyarakat untuk menentukan segala macam program ataupun

kebijakan jarang dilibatkan, padahal masyarakatlah yang dapat

merasakan segala macam kebutuhan serta penderitaan dari

suatu kebijakan ataupun program yang dicanangkan oleh

pemerintah. Misalnya, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar

Minyak), karena kurangnya sosialisasi di masyarakat, maka

Page 99: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

61kebijakan pemerintah atas BBM dianggap oleh masyarakat

sangat

Page 100: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

62

merugikanatau tidak memihak kepada masyarakat.

Disinilah letak ketidakterlibatannya masyarakat

dalam memahami kenaikan BBM.

Mencermati berbagai fenomena tersebut, tampaknya yang

menjadi hambatan dalam penerapan konsep public hearing

selama ini adalah :

1. Selama ini public hearing hanyalah terjadi antara antara

eksekutif dengan legislatif dan kurang atau tidak melibatkan

masyarakat secara lebih luas.

2. Dalam melakukan public hearing dengan masyarakat, selama

ini Pemerintah (legislatif dan eksekutit)

cenderung hanya sekedar mendengarkan

ataupun menampung, dan belum atau tidak secara

langsung pemerintah langsung menindaklanjutinya setiap

kebutuhan dari masyarakat dengan aksi yang nyata.

3. Selama pemerintah enggan untuk melakukan sosialiasi di

tempat- tempat terpencil karena melihat alam dan kondisinya

yang tidak memungkinkan, sehingga

pelaksanaan dengar pendapat

dengan masyarakat atau (public hearing)

hanya tidak terfokus di gedung DPR/DPRD maupun di kantor-

kantor pemerintahan.

4. Adanya kecenderungan keengganan pemerintah bilamana

pelaksanaan public hearing ini melibatkan masyarakat secara

lebih luas. Pemerintah belum siap untuk dikritik oleh

Page 101: Pengembangan Konsep Public Hearing

63

Deskripsi Hasil Kajian masyarakatnya karena hal ini menyangkut

kredibilitas pemerintah yang dalam menyusun

Page 102: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

64

programnya akan menjadi diketahui bilamana program atau

kebijakan itu tidak memihak kepada rakyat.

5. Selama ini pemerintah dalam melakukan hearing hanya

melibatkan masyarakat ataupun kelompok-

kelompok masyarakat yang telah

menjadi mitra daripada pemerintah (yang dapat diatur).

Kelima hal tersebut di atas menurut narasumber

merupakan faktor penghambat dalam pelaksanakan public

hearing dengan masyarakat selama ini. Bila kita semua

menyadari secara baik dan mendalam mengenaikonsep

public hearing yang ada, maka kita tidak

lagi menyaksikan para pemerintah kita diproses secara

hukum akibat kasus KKN. Sebab, public hearing menurut

narasumber merupakan media komunikasi yang menghubungkan

antara masyarakat dengan pemerintah (legislatif dan eksekutif).

Namun selama ini hubungan tersebut terputus sehingga

mengakibatkan kontrol dari masyarakat tidak ada.

4. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Nusa Tenggara

Timur.

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber kajian di Universitas Nusa

Page 103: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

65Cendana mengenai situasi implementasi

perumusan kebijakan publik dan public hearing di Indonesia

Page 104: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

66

pada umumnya dan di Nusa Tenggara Timur pada

khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.

Berdasarkan pengalaman di daerah, proses public hearing

atau dengar pendapat dalam rangka perumusan kebijakan belum

dilakukan secara sistematis. Bahwa publichearing dari

pemaknaan sampai implementasinya masih kabur.

Dewan (DPR dan DPRD) seringkali mengatakan

bahwa public hearing telah dilakukan dalam reses, padahal reses

yang dimaksud adalah sebenarnya adalah berdialog dengan

rakyat mengidentifikasi persoalan publik. Dengan demikian

forum-forum ini belum dilakukan dalam bentuk yang terfokus.

Mungkin yang telah baku adalah model penyusunan Anggaran

Pembangunan Daerah, dimana pihak eksekutif melakukannya

melalui Musayawarah Pembangunan (Musbang) tingkat Desa,

Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi. Sementara DPRD

melakukannya melalui mekanisme Jaring Aspirasi Masyarakat

(Jaring Asmara) yang belum efektif. Namun untuk kebijakan-

kebijakan yang lain, hal ini belum diIakukan dengan baik. Untuk

diketahui bahwa di daerah, perda-perda yang disusun

kebanyakan perda tentang PAD dan perda tentang susunan

organisasi perangkat daerah. Perda-perda yang lain belum

menonjol. Di samping itu, Perda inisiatif belum dijamah oleh

DPRD. Oleh karena itu, mekanisme perumusan kebijakan publik

di daerah masih bersifat inkrementalis dan elitis, yaitu tambal

sulam dan terbangun berdasarkan persepsi elite eksekutif dan

Page 105: Pengembangan Konsep Public Hearing

67

Deskripsi Hasil Kajianlegislatif. Untuk kasus NTT,

Page 106: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

60

malah proaksi dari LSM lebih kuat dalam mengkritisi kebijakan

publik nasional dan daerah, dibanding lembaga legislatif atau

eksekuti. Sekarang ini beberapa LSM sementara berprakarsa

membuat Perda tentang Desa, Hak Perempuan dan Anak.

Berikut beberapa gambaran situasi penyusunan Peraturan

Daerah dan Peraturan Desa di NTT yang masih sangat

memprihatinkan.

1. Selama masa jabatan DPRD NTT Periode 1999 tercatat 59

Perda yang dihasilkan, namun hanya sekali DPRD menggelar

public hearing, yaitu berkenan dengan tuntutan masyarakat

untuk membatalkan rencana DPRD menaikkan

gajinya. Public hearingtersebut sekedar

mengklarifikasi dan memperkuat argumentasi untuk menaikan

gaji pimpinan dan anggota DPRD. DPRD Periode 2004 juga

baru sekali menggelar public hearing, yaitu diselenggarakan

Fraksi Gabungan Persatuan. Fraksi ini menyelenggarakan

public hearing terhadap nota kesepakatan Gubernur NTT dan

Ketua DPRD NTT tentang AKU APBD

2005, yang telah disahkan. Rupanya setelah fraksi tersebut gagal

memperjuangkan perubahan AKU APBD 2005, mereka

menggelar Public hearing sekedar menyatakan kepada public

bahwa mereka telah berjuang maksimaI, namun secara politis

mereka kalah.

2. Dari 59 Perda yang ditetapkan selama 5 tahun yang lalu,

Page 107: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

61semuanya berasal dari inisiatif eksekutif. Tidak satu pun di

antaranya pernah melibatkan masyarakat dalam bentuk

public hearing atau metode

Page 108: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

62

lainnya. Terkesan bahwa eksekutif sangat percaya diri karena

lebih banyak draft Perda itu berasal dari foto copy Perda

Propinsi lain dan partisipasi masyarakat sangat diabaikan.

3. Fenomena penyusunan Perda Propinsi NTT tersebut juga

dialami hampir semua Kabupaten/Kota di NTT, kecuali

beberapa Perda yang dihasilkan Kabupaten Mor. Di

Kabupaten Mor telah dikembangkan Perda partisipatif

dengan dukungan dan bimbingan GTZ, sehingga mulai

dari tahap perancangan sampai dengan

pembahasannya melibatkan segenap komponen

masyarakat. Di Kabupaten Kupang beberapa LSM antara

lain, "YAPPRITA" sedang memproses sebuah draft Perda

tentang Perlindungan dan Pelayanan Publik Terhadap

Perempuan, "SANLIMA" juga sedang memproses

penyusunan beberapa Perda menyangkut Desa dan

Kecamatan. Kedua lembaga tersebut mengisiatif penyusunan

draft Perda Kabupaten Kupang telah melibatkan segenap

komponen masyarakat dan pihak Pemerintah Kabupaten

Kupang.

4. MenyangkutPeraturan Desa yang dibuat dengan

pendekatan partisipatif terlihat masih jauh dari

harapan, karena keterbatasan kemampuan aparat Pemerintah

Desa dan legislatif desa, termasuk juga warga desa itu

sendiri. Ada beberapa LSM di NTT

berusaba mendampingi Desa dengan pelatihan

Page 109: Pengembangan Konsep Public Hearing

63

Deskripsi Hasil Kajianpenguatan kompetensi legislative drafting dan budgeting

drafting bagi Pemerintah Desa, serta

Page 110: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

64

membimbing penyusunan Peraturan Desa yang partisipatif.

Upaya ini cukup maksimal dilakukan, namun selepas

intervensi LSM, raib pula segenap pengalaman dan

ketrampilan yang telah diberikan.

Berdasarkan pengalaman-pengalaman demikian, maka

kebijakan- kebijakan di daerah belum secara sistematis

menempatkan rakyat sebagai pusat perumusan kebijakan publik.

Ekstrimnya masih terjadi marjinalisasi rakyat dalam perumusan

kebijakan publik di daerah. ltulah sebabnya desentralisasi, telah

membentuk tataran pemerintahan lokal

yang sentralistik, pemerintahan yang

menggelembung di atas, belum

terdistribusi secara merata ke bawah. Kebijakan publik di

daerah yang elitis membuat otonomi juga masih elitis. Beberapa

kebijakan pembelian kapal mewah, kebijakan rumpon, jati emas,

pembelian mobil mewah, rumah pejabat dan seterusnya

menjadi contoh kebijakan daerah yang elitis. Oleh karena itu,

public hearing harus menjadi terobosan yang penting untuk

mendorong penyelenggaraan pemerintahan daerah yang

berwajah kerakyatan.

Apabila model ini ingin menjadi mekanisme baku dalam

perumusan kebijakan publik, maka dibutuhkan beberapa hal :

1. Harus ada payung hukum yang secara jelas mengatur dan

mengikat pembuat kebijakan. Dalam UU. No. 10 Tahun

Page 111: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

652004, memang telah

Page 112: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

66

diatur tentang public hearing. yaitu "masyarakat dapat

memberikan masukan secara lIsan dan tertulis dalam rangka

penyiapan dan pembahasan RUU dan Ranperda”. Pasal ini bila

dicermati bukan merupakan imperative, karena kata

“dapat” tldak merupakan kewajiban. Apabila

diganti dengan kata "harus" maka lebih kuat dan serius untuk

dilakukan oleh pembuat UU atau Perda.

2. Dalam aplikasinya, harus dijelaskan tentang mekanisme

public hearing dalam siklus kebijakan publik sebagaimana

yang dilakukan di negara- negara lainnya. Tahap public

hearing yang diformalkan tentu menjadl bagian yang penting

dalam proses perumusan kebijakan publik.

3. Kesiapan aktor-aktor dalam public hearing. Bahwa dalam

perumusan kebijakan publik akan melibatkan banyak aktor,

baik itu birokrasi, politisi, kelompok penekan,

kelompok kepentingan, pers, dan

masyarakat sipil lainnya sebagai stakeholders dari

kebijakan. Pengkondisian aktor-aktor ini penting

sehingga ajang public hearing dapat berlangsung efektif.

Kalau tidak maka arena itu akan menjadi titik krusial yang

berbahaya secara politis.

4. Bahwa apa yang disampaikan dalam public hearing harus

terfokus, apakah dalam pelbagai pandangan mendukung,

menolak atau kajian- kajian mendalam (academic draft)

sebagai pembanding kebijakan yang dapat memperkaya

Page 113: Pengembangan Konsep Public Hearing

67

Deskripsi Hasil Kajianperumusan kebijakan yang di buat.

Page 114: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

68

5. Publikasi publik hearing untuk menjamin keterbukaannya,

karena jangan sampai arena ini hanya sekedar formalisasi dari

perumusan kebijakan publik. Pelibatan secara meluas dari

publik sangat penting, agar sebuah kebijakan

benar-benar mengakomodasi

kepentingan publik.

5. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Kalimantan Tengah.

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber kajian di Universitas

Palangkaraya mengenai situasi

implementasi perumusan kebijakan publik dan public hearing di

Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan Tengah pada

khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.

Menurut para narasumber, perumusan kebijakan publik

sejak adanya "reformasi" dan masaperubahan atau

penyesuaian penyelenggaraan kekuasaan

pemerintahan dalam negara, telah meningkatkan

tuntutan masyarakat pada lembaga/pejabat

untuk memperhatikan penerapan asas-asas

pemerintahan yang baik dan prinsip- prinsip good

governance. Prinsip-prinsip atau asas-asas tersebut

dikehendaki harus selalu dapat terlihat dan dilihat oleh semua

pihak dalam proses perumusan kebijakan publik oleh

Page 115: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

69lembaga/pejabat dalam rangka

Page 116: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

70

menjawab atau menghadapi situasi perubahan kepentingan

yang cepat dan penanganan terhadap suatu masalah tertentu,

agar tidak menjadi luas pengaruh dan masalahnya. Dalam

situasi seperti ini, apa yang seharusnya dan tidak seharunya

dilakukan oleh lembaga/pejabat yang berwenang menjadi

penting dan dapat saja terjebak pada proses serta mengabaikan

prinsip-prinsip atau asas-asas tersebut.

Narasumber menggambarkan berbagai kebijakan

pemerintah yang mendapat resistensi yang kuat dari kelompok

masyarakat tertentu yang berkentingan Iangsung bahkan

masyarakat luas, karena kebijakan itu dianggap tidak menjamin

dan melindungi kepentingan mereka, seperti kebijakan di tingkat

Pemerintahan Pusat mengenai pengaturan mengenai

pemerintahan daerah, lalu lintas, tenaga kerja,

lingkungan hidup, pertanahan, BPPN, pembubaran

departemen, pemberian kredit usaha tani, subsidi BBM, dan lain-

lain. Di Tingkat Daerah, kebijakan mengenai tata ruang kota,

penetapan wilayah pemekaran, peredaran minuman keras,

judi, dan lain-lainl. Resistensi masyarakat tersebut, dilakukan

dalam bentuk demonstrasi yang dapat saja telah mengganggu

bidang kehidupan manusia lainnya.

Kecenderungan masyarakat atau kelompok tertentu

sekarang, pasca "masa penolakan" terhadap kepemimpinan

orde baru, merasa berhak menentukan dan

menolak kebijakan yang diambil oleh

Page 117: Pengembangan Konsep Public Hearing

71

Deskripsi Hasil Kajianlembaga/pejabat,apabila berkaitan dengan kepentingan

mereka.

Page 118: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

72

Masyarakat atau kelompok tertentu yang selama ini tidak

tersalurkan hak- haknya, mengungkapkan dan

menuntut kepentingan-kepentingannya kepada

lembaga/pejabat untuk mengambil maupun tidak mengambil

kebijakan publik. Fenomena ini untuk kalangan tertentu dianggap

sebagai bentuk kekacauan dan ketidak beraturan

masyarakat dalamsuatu pemerintahan, sehingga ada

sebagian anggota masyarakat menolak perubahan cara-cara

penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Terlepas dari penilaian tersebut, yang jelas peranan

keputusan yang diambil/lembaga pejabat yang berkaitan dengan

kepentingan publik, dapat mendatangkan gejolak dalam

masyarakat berupa sikap "penolakan dan mendukung."

Tanggapan dari masyarakat yang beraneka ragam kepentingan

dan latar belakang, sebenarnya dalam kehidupan negara

yang demokratis tidak menjadi masalah yang serius, bahkan

harus dianggap sebagai bentuk perhatian dan keterlibatan

masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. Hanya saja

permasalahannya,

apakah proses

keterlibatan masyarakat ini sudah sesuai dengan yang

dikehendaki dalam prinsip- prinsip perumusan kebijakan publik ?

Selain itu, bagaimana seharusnya bentuk-bentuk dari

keterlibatan elemen masyarakat dalam proses kebijakan publik ?

Beberapa contoh kebijakan publik yang mendapat

Page 119: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

73resistensi yang kuat dari kelompok masyarakat tersebut di atas

dapat kemukakan pendapat, bahwa ada sesuatu yang tidak

seharusnya dilakukan atau

Page 120: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

74

dilakukan oleh lembaga/pejabat yang berwenang,

karenaberkaitan dengan substansi kepentingan

kelompokmasyarakat tersebut atau prosedur

menampung keprihatinan, aspirasi atau kepentingan kelompok

masyarakat tersebut. Dengan kata lain, persoalannya dapat

dipilah, yang pertama ada pada masyarakat, dan

yang kedua ada pada lembaga/pejabat yang mengambil

kebijakan tersebut.

Kedudukan masyarakat dalam alam demokrasi bukan

sebagai objek dari kebijakan itu sendiri, tetapi merupakan subjek

yang berkepentingan terhadap kebijakan yang diambil oleh

lembaga/pejabat, sehingga harus dilibatkan. Karena itu,

keputusan yang diambil oleh lembaga/pejabat dalam

mengatur dan menyelesaikan rnasalah-masalah

sosial kemasyarakatan di bidang tertentu, hendaknya dapat

menjadi bagian dari pilihan atau keputusan masyarakat.

Untukmencapai keputusan masyarakat tersebut,

perlu dilakukan metode-metode tertentu, seperti antara lain

melakukan penelitian terhadap masalah pokok dan Public

hearing dengan berbagai pola pilihan. Cara seperti itu, akan

memudahkan perumusan kebijakan publik, menempatkan

masyarakat yang memiliki hak dan berkepentingan terhadap

kebijakan sertamerasa dihargai, diikutsertakan,

dan bertanggungjawab dalam proses

pengambilan keputusan, sehingga tidak menjadi objek dari

Page 121: Pengembangan Konsep Public Hearing

75

Deskripsi Hasil Kajiankebijakan itu sendiri. Akan tetapi metode keterlibatan

masyarakat dalam proses kebijakan publik ini. kemudian

menjadi masalah dalampenerapannya, karena harus

Page 122: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

76

menyatukan berbagai pikiran dan kepentingan dari berbagai

kelompok masyarakat agar proses pengambilan keputusan dapat

dilakukan secara teratur dan baik.

Dalam perkembangan penyelenggaran pemerintahan,

kedudukan pejabat publik mempunyai sikap sebagai pelayan

atau penyelenggara kepentingan dari apa yang dikehendaki oleh

anggota atau kelompok masyarakat, sehingga yang harus

mendapatkan perhatian utama adalah bagaimana sikap

melayani kepentingananggota atau

kelompok masyarakat dapat dilaksanakan sesuai

dengan kepentingan mereka. Posisi pejabat publik sebagai yang

seharusnya mempunyai sikap pelayan dan masyarakat sebagai

yang dilayani ini, dalam praktik menjadi

sulit dipertahankan dengan berbagai alasan.

Indonesia yang mempunyai berbagai suku, budaya, dan

kebiasaan dapat mempengaruhi atau menjadi kendala sikap

yang seharusnya dilakukan masing-masing pihak dalam posisi

seperti tersebut di atas. Karena itu, pemerintah telah membuat

aturan-aturan umum seperti dalam UU No. 10 Tahun 2004 yang

dapat dijadikan pegangan oleh anggota atau kelompok

masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik, sehingga

kepentingan anggota atau kelompok masyarakat tersebut dapat

dilayani, diproses, dan dirumuskan dalam bentuk kebijakan

publik. Akan tetapi karena lembaga/pejabat tidak

mempunyai kemauan politik, agenda

Page 123: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

77kebijakan publik, konsistensi, aspirasi publik, transparansi

dokumen, tidak

Page 124: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

78

ada mekanisme keterlibatan masyarakat luas dan kelompok

kepentingan, maka penerapannya tidak dapat diharapkan

menjamin sikap masyarakat akan selalu mendukung kebijakan

publik.

Sekarang ini, pola lain yang diterapkan

pejabat yang akan memproses, merumuskan, dan

mengambil kebijakan publik yaitu dengan melakukan kunjungan

untuk melakukan diskusi dalam rangka sosialisasi sebelum dan

sesudah ditetapkan kebijakan publik itu sendiri kepada berbagai

lembaga-lembaga atau kelompok masyarakat yang

berkompeten. Dalam kunjungan tersebut, terdapat

kekurangan karena kendala persiapan, agenda, waktu,

mekanisme kerja, dan transparansi dokumen, termasuk hasilnya.

Lembaga/instansi Pemerintah dan kelompok

masyarakat yang dikunjungi pun, merasa tidak ada gunanya

terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik, karena antara

lain alasan-alasan buruknya persiapan persiapan, agenda,

waktu, mekanisme kerja, dan tidak transparannya dokumen

serta tidak jelasnya hasil kunjungan

tersebut. Bahkan dikesankan lembaga/intansi Pemerintah dan

kelompok masyarakat tertentu dijadikan sebagai

sumber legitimasi proses pengambilan keputusan.

Kesan ini terbentukkarena kendala atau kekurangan

tersebut di atas, sehingga lembaga/institusi dan kolompok

masyarakat yang dikunjungi tidak terlalu siap untuk terlibat

Page 125: Pengembangan Konsep Public Hearing

79

Deskripsi Hasil Kajiandalam Public hearing yang dilakukan karena buruknya sosialisasi

yang dilakukan.

Page 126: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

70

Kekurangan lain yang terjadi, seolah-olah Public hearing

yang dilakukan oleh pejabat tersebut hanya membahas teknis

pembuatan atau perumusan kebijakan publik. Cara ini, jelas

tidak menjawab substansi masalah yang perlu mendapat

solusi melalui kebijakan publik. Dengan kata lain, metode

yang diterapkan tidak efektif menjamin bahwa

kepentingan masyarakat dapat dijamin dengan

kebijakan publik. Lembaga/instansi Pemerintah atau

kelompok masyarakat yang berkepentingan

diperkenalkan dengan rumusan-rumusan pilihan dalam

rancangan, tanpa mengetahui substansi

permasalahan, sehingga dirumuskan pilihan-pilihan tersebut

untuk ditetapkan menjadi rancangan kebijakan publik.

Seharusnya, pembicaraan dalam Public hearing

membicarakan substansi rancangan perumusan kebijakan publik

yang didasarkan pada hasil penelitian. Walaupun demikian,

kendati tidak mengetahui permasalahan atas dasar hasil

penelitian, karena acara resmi dan sikap menghargai atas

kunjungan pejabat-pejabat pengambil kebijakan, tetap

dipaksakan dilaksanakan sosialisasi, sehingga hasilnya tidak

dapat diukur dan diketahui. Dalam situasi seperti ini, sebenarnya

lembaga/instansi atau kelompok masyarakat yang dikunjungi

karena mempunyai keterbatasan, akhirnya bersikap pasif untuk

berperan dalam proses perumusan kebijakan publik.

Dari beberapa hal yang disebutkan di atas dapat

Page 127: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

71dikemukakan, bahwa penerapan Public hearing yang diberi

peluang oleh aturan umum

Page 128: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

72

dan dilakukan oleh lembaga/pejabatpengambil kebijakan,

kurang melindungi dan menjaminkepentingan masyarakat

ataukelompok tertentu yang berkepentingan, karena

metode kerja yang diterapkan kurang tepat. Seharusnya

lembaga/pejabat pengambil kebijakan publik harus memiliki

kemauan politik yang didasarkan pada hasil kajian atau

penelitian, agenda kebijakan publik, konsistensi, aspirasi

publik, transparansi dokumen, mekanisme keterlibatan

masyarakat luas dan kelompok kepentingan, yang dapat

diharapkan menjamin sikap masyarakat akan

selalu aktif berperan dalam proses kebijakan publik dan relatif

dapat menyelesaiakan masalah dalam masyarakat. Dengan cara

seperti itu, diharapkan akan relatif lebih banyak yang

mendukung setiap kebijakan publik.

6. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi

Masyarakat dan Public Hearing di Sulawesi Tenggara.

Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan

dengan narasumber kajian di Universitas Haluleo mengenai

situasi implementasi perumusan kebijakan publik dan

public hearing di Indonesia

pada umumnya dan di Sulawesi Tenggara pada khususnya, maka

diperoleh gambaran sebagai berikut.

Page 129: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

73

Sebagai contoh Pemerintah Daerah Kota Kendari, sejak

tahun 6 tahun terakhir telah mengembangkan mekanisme

perencanaan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang

disingkat “jaring asmara”. Adapun maksud dari konsep jaring

asmara adalah :

Pembangunanyang bersifat sektoral, parsial dan

mempunyai pendekatanpartisipatif agar

secara sistematis, konseptual dan

konsisten terarah serta terkendali menuju pencapaian

kinerja pembangunan.

Program kunci, adalah program utama yang ditujukan untuk

mengatasi issue.

Pembiayaan program dan multi sektor baik pemerintah,

masyarakat dan swasta.

Pengembangan ekonomi lokal partisipatif untuk

merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi

wilayah dan menciptakan lapangan

pekerjaan.

Adapun proses dalam perencanaan yang partisipatif adalah :

Tahap I : Lokakarya pembangunan tingkat kelurahan atau dikenal

Musbangkel; Tahap II : Lokakarya pembangunan tingkat

kecamatan atau dikenal UDKP; Tahap III : Lokakarya

pembangunan tingkat kota atau dikenal Rakorbang

Page 130: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

74

Tahap I Lokakarya Pembangunan Tingkat Kelurahan

Pada Tahap I, tujuannya adalah melakukan identifikasi

kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang kemudian dibahas dan

disepakati dalam Musbangkel. Agenda utama dalam lokakarya

adalah identifikasi potensi, perumusan usulan rencana dan

prioritas usulan kegiatan, dan pemilahan berdasar sumber dana

yang diperlukan. Kelompok program yang dibahas yakni

kelompok fisik, kelompok ekonomi dan kelompok sosial budaya.

Keluaran dari lokakarya ini adalah daftar usulan kegiatan

pembangunan yang dibiayai APBD, daftar usulan kegiatan

pembangunan yang dibiayai swadaya masyarakat, daftar usulan

kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh dunia usaha berdasar

kemitraan.

Tahap II Lokakarya Pembangunan Tingkat Kecamatan.

Tujuan dari Tahap II ini untuk mensinergikan dan

sinkronisasi hasil- hasil Musbangkel dalam suatu wilayah

kecamatan sehingga menjadi satu usulan yang sistematis dan

terpadu. Agenda utama dalam lokakarya tingkat kecamatan

atau UDKP adalah identifikasi dan kompilasi hasil-hasil Musbang

dan UDKP, prioritas usulan kegiatan pembangunan, pemilahan

berdasar sumber dana yang diperlukan. Out put kegiatan

adalah daftar

Page 131: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

75

usulan kegiatan pembangunan yang dibiayai dunia usaha

berdasar kemitraan.

Tahap III Lokakarya Pembangunan Tingkat Kota.

Pada lokakarya pembangunan tingkat kota tujuannya

adalah untuk menghasilkan kesepakatan komitmen dan

komitmen diantara pelaku pembangunan atas program kegiatan

dan anggaran tahunan. Agenda utama dalam lokakarya adalah

penguatan prioritas usulan kegiatan pembangunan,

pemilahan berdasar sumber dana yang

diperlukan (swadaya, swasta, APBD, APBN). Out

put lokakarya adanya daftar usulan kegiatan pembangunan yang

disepakati oleh kecamatan dan disetujui oleh rapat forum pleno

dan daftar usulan kegiatan pembangunan yang diusulkan dan

yang paling prioritas.

Dari mekanismetahapan perencanaanyang telah

diuraikan, tahapan yang dapat diidentifikasi

memenuhi kualifikasi pulic hearing adalah pada tahap

Musbangkel. Pada tahap ini yang menjadi aktor penting

dalam pelaksanaan kegiatan adalah Bappeda, DPRD, Badan

Pemberdayaan Masyarakat (BPM), dan tim Kecamatan.

Hasil Musrenbangkel yang dilaksanakan menghasilkan

matriks kegiatan yang meliputi bidang, kegiatan, volume,

lokasi dan sumber pembiayaan. Bidang-bidang yang dimaksud

meliputi fisik prasarana, sosial budaya dan

Page 132: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

76

ekonomi. Kegiatan meliputi berupa adanya inventarisasi kegiatan

yang perlu dilaksanakan, seperti bidang fisik dan prasarana

mengeluarkan rekomendasi kegiatan perlu adanya pengadaan

lampu jalan, pengadaan bak sampah, penimbunan jalan dan

sebagainya. Volume pekerjaan dapat berupa panjang, satuan,

dan paket. Lokasi menunjuk pada RW,

lingkungan dan RT pada masing-masing kecamatan. Sumber

pembiayaan diidentifikasi yakti swadaya, P2MK, dan Pemerintah.

Dampak dari kegiatan atas menurut seorang pejabat di lingkungan

Bappeda Kota Kendari adalah sebagai berikut.

Kegiatan jaring asmara menunjukkan adanya dampak yang

positif dan negatif. Dampak positif seperti terwujudnya

program yang aspiratif, tersalurnya aspirasi warga

masyarakat, munculnya aspirasi baru dari

masyarakat, munculnya kekuatan-kekuatan lokal kelompok

masyarakat sesuai dengan profesinya. Tetapi ada juga

kelemahan dari konsep ini yakni

sementara meningkatnya keinginan masyarakat

yanghendak diperhatikan tetapi dana

pembangunan di pemkot terbatas, adanya

pemahaman pemberdayaan yang berlebihan

tanpa harus ada campur tangan pemerintah, dan

kurangnya masyarakat memikirkan program yang

strategis. Contohnya, masyarakatberharap

memperhatikan penyediaan bola volley, padahal

hal tersebut perlu pengadaannya bisa dilakukan sendiri

tanpa harus menunggu uluran tangan pemkot

(wawancara, 9 Mei 2005).

Page 133: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

77

Berdasar atas informasi dari pejabat Bappeda di atas,

dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi jaring asmara

dapat membawa dampak yang positif dan negatif. Setelah hasil

dari pelaksanaan kegiatan yang sudah menyediakan informasi

tentang identifikasi kegiatan yang harus dilakukan, kemudian

oleh tim Bappeda tidak langsung dijadikan sebuah program.

Masih ada tahapan mekanisme lanjutan yakni lokakarya di

tingkat kecamatan. Pada tahap ini, tim dari Bappeda sudah

mencoba untuk mencocokkan antara program dari masyarakat

seperti yang telah tertuang dalam Jaring Asamara dengan Arah

Kegiatan Umum (AKU) Kota Kendari. Jika pada tahapan ini sudah

ada kecocokan maka program itu yang paling kuat untuk

dilaksanakan.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Konsep Public

Hearing.

Dari hasil diskusi dengan para narasumber yang uraiannya

yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat

diidentifikasi beberapa faktor yang telah mempengaruhi proses

perumusan kebijakan publik selama ini, yang juga

dipandang akan juga mempengaruhi pengembangan

public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan

kebijakan publik. Faktor pengaruh tersebut dapat berupa

faktor pendorong maupun penghambat yang

Page 134: Pengembangan Konsep Public Hearing

78

Deskripsi Hasil Kajian sumbernya berasal dari sisi pemerintah maupun dari

sisi masyarakat.

Page 135: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

79

1. Faktor Pendorong

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dianggap sebagai

faktor pendorong dalam perumusan kebijakan publik selama ini,

yang juga dipandang akan juga mendukung pengembangan

public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan

publik, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.

a. Sisi Pemerintah

Adanya ketetapan di dalam Undang-undang yang

memungkinkan Lembaga Legislatif bersama dengan

Eksekutif untuk melakukan semacam public hearing

sebelum ditetapkannya sebuah peraturan.

Walaupun secara normatif dalam undang-undang

belum diatur secara tegas tetapi dalam

pembuatan kebijakan oleh Pemerintah Pusat

untuk hal-hal tertentu telah diterapkan konsep public

hearing untuk menggali informasi-informasi yang relevan

dengan keputusan yang dibuat. Contohnya adalah

pemerintah telah membuat aturan-aturan umum seperti

dalam UU No. 10 Tahun

2004 yang dapat dijadikan pegangan oleh anggota atau kelompok

masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik, sehingga

Page 136: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

80

kepentingan anggota atau kelompok masyarakat

tersebut dapat dilayani, diproses, dan dirumuskan dalam

bentuk kebijakan publik.

Adanya forum dengar pendapat eksekutif - legislatif.

Saat ini pemerintah sudah memiliki suatu konsep

semacam public hearing yang selama ini telah

dijalankan oleh legislatif. Secara umum konsep

tersebut lebih sering disebut

dengar pendapat. Hanya saja, forum ini biasanya

terbatas pada hubungan eksekutif dengan legislatif.

Adanya forum-forum Musyawarah Pembangunan (Musbang).

Dalam merencanakan program pembangunan,

pemerintah (eksekutif) telah melakukan semacam forum

public hearing yang disebut musyawarah pembangunan

atau Musbang. Forum atau kegiatan musbang ini

merupakan model penyusunan Program dan Anggaran

Pembangunan Daerah, dimana pihak

eksekutif melakukannya Musyawarah

Pembangunan (Musbang) secara

bertingkat, yang biasanya dimulai dari tingkat Desa,

Kecamatan, Kabupaten sampai dengan Propinsi.

Adanya forum Jaring Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara).

Forum ini biasanya dilakukan oleh DPRD dalam

rangka mencari bahan pembanding untuk

Page 137: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

81kepentingan pembahasan program dan

anggaran pembangunan dengan eksekutif. Hanya

Page 138: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

82

saja biasanya mekanisme yang dilakukannya dianggap

relatif kurang efektif karena aspirasi yang

dikumpulkan tidak jelas statusnya apakah

diterima, dipertimbangkan atau ditolak.

Adanya dukungan pemerintah terhadap bantuan teknis lembaga/

negara asing.

Saat ini telah dikembangkan Perda

partisipatif dengan dukungan dan

bimbinganGTZ, sehingga mulai dari

tahap perancangan sampai dengan

pembahasannya melibatkan segenap komponen

masyarakat

Adanya kegiatan kunjungan kerja sosialisasi kebijakan.

Ada pola lain yang diterapkan pejabat yang

akan memproses, merumuskan, dan mengambil

kebijakan publik yaitu dengan melakukan kunjungan untuk

melakukan diskusi dalam rangka sosialisasi sebelum dan

sesudah ditetapkan kebijakan publik itu sendiri kepada

berbagai lembaga-lembaga atau kelompok

masyarakat yang berkompeten.

Adanya keinginan untuk lebih mewujudkan good governance.

Terselenggaranyakepemerintahan yang bersih

dan berwibawa (good governance)

Page 139: Pengembangan Konsep Public Hearing

83

Deskripsi Hasil Kajian merupakan cita-cita dari reformasi pemerintahan negara

kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita ini

Page 140: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

80

menjadi pendorong normatif untuk terwujudnya suatu

perumusan kebijakan publik yang transparan dan

partisipatif.

b. Sisi Masyarakat

Adanya tanggapan luas dari masyarakat atas suatu

rancangan kebijakan.

Permintaan pemerintah untuk meminta pendapat

publik atas suatu rancangan kebijakan melalui harian

(kasus di Bali) mendapat tanggapan positif dari

warga masyarakat. Hal ini dapat

mengindikasikan masih ada kepedulian masyarakat

untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi dengan

pemerintahnya.

Adanya proaktif LSM yang mendukung proses

pembuatan kebijakan.

Di beberapa daerah ada proaktif dari LSM dalam

mengkritisi kebijakan publik nasional dan daerah,

dibanding lembaga legislatif atau eksekuti. Bahkan ada

LSM yang berprakarsa membuatkan Rancangan Perda

tentang Desa, Hak Perempuan dan Anak. LSM tersebut

menginisiatif penyusunan draft Perda dengan melibatkan

segenap komponen masyarakat terkait dan pihak

Pemerintah Daerah itu sendiri.

Page 141: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

81

Adanya tuntutan masyarakat akan "reformasi" pemerintahan.

Reformasi dan masa perubahan atau

penyesuaian penyelenggaraan kekuasaan

pemerintahan dalam negara, telah meningkatkan tuntutan

masyarakat pada lembaga/pejabat untuk memperhatikan

penerapan asas-asas pemerintahan yang baik dan prinsip-

prinsip good governance.

Adanya tuntutan untuk demokratisasi perumusan kebijakan publik.

Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan masyarakat

dalam alam demokrasi saat ini bukan lagi sebagai objek

dari kebijakan itu sendiri, tetapi merupakan subjek yang

berkepentingan terhadap kebijakan yang diambil oleh

lembaga/pejabat, sehingga harus dilibatkan.

2. Faktor Penghambat

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dianggap sebagai

faktor penghambat dalam perumusan kebijakan publik selama

ini, yang juga dipandang akan juga penghalang pengembangan

public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan

publik, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.

Page 142: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

82

a. Sisi Pemerintah

Dari sisi pemerintah paling tidak hal yang perlu dikritisi

adalah kondisi dalam sistem peraturan dan

mekanisme kerja, dan pandangan/sikap

terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan

publik.

i. Kondisi peraturan dan mekanisme kerja dalam

perumusan kebijakan publik, antara lain adalah :

adanya sikap kontra produktif dari kalangan

pemerintahan di jajaran bawah terhadap atasan;

tidak adanya kekuatan hukum yang mengikat

sehingga ada ketidaksungguhan para

pelaksana keputusan

dalam

menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan;

tidak adanya Peraturan Pemerintah, baik itu di tingkat

pusat maupun daerah yang mengatur tentang

mekanisme keterlibatan

masyarakat dalam proses perumusan kebijakan,

seperti misalnya Perda tentang Partisipasi

Masyarakat dalam Proses Perumusan Kebijakan;

mekanisme perumusan kebijakan publik di

daerah masih bersifat inkrementalis

Page 143: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

83dan elitis, yaitu tambal sulam

dan

terbangun berdasarkan persepsi elit eksekutif dan legislatif;

Page 144: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

84

eksekutif sangat percaya diri karena lebih banyak draft

Perda itu berasal dari foto copy Perda Propinsi lain

dan partisipasi

masyarakat sangat diabaikan;

lembaga/pejabat tidak mempunyai kemauan politik,

agenda kebijakanpublik, konsistensi, aspirasi

publik, transparansi

dokumen, tidak ada mekanisme keterlibatan

masyarakat luas dan kelompok kepentingan, maka

penerapannya tidak dapat diharapkan menjamin sikap

masyarakat akan selalu mendukung kebijakan publik;

dalam setiap kunjungan kerja eksekutif dan legislatif,

masih terdapat kekurangan karena kendala persiapan,

agenda, waktu,

mekanisme kerja, dan transparansi dokumen,

termasuk perumusan hasilnya;

kebijakan-kebijakan di daerah belum secara

sistematis menempatkan rakyat sebagai

pusat perumusan kebijakan

publik, atau ekstrimnya masih terjadi marjinalisasi

rakyat dalam perumusan kebijakan publik di daerah;

lembaga/instansi Pemerintah atau kelompok masyarakat

yang berkepentingan diperkenalkan dengan rumusan-

rumusan pilihan

dalam rancangan, tanpa mengetahui substansi permasalahan,

Page 145: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

85

sehingga dirumuskan pilihan-pilihan tersebut untuk

ditetapkan menjadi rancangan kebijakan publik;

penerapan Public Hearing yang diberi peluang oleh

aturan umum dan dilakukan oleh

lembaga/pejabat pengambil

kebijakan, kurang melindungi dan

menjamin kepentingan masyarakat

atau kelompok tertentu yang

berkepentingan, karena metode kerja yang

diterapkan kurang tepat.

ii. Sikap/pandangan terhadap konsep partisipasi

masyarakat dan public hearing dalam perumusan

kebijakan, antara lain adalah :

tidak intensifnya para pembuat keputusan untuk

menyerap masukan-masukan dari publik, sehingga

walaupun sudah ada

masukan-masukan, nampaknya

Pemerintahtidak menerima

masukan tersebut;

sangat besarnya tenaga, pikiran dan biaya yang

diperlukan untuk public hearing sehingga cara demikian

dipandang kurang

efisien, karena mengakibatkankeputusan yangdibuat

Pemerintah memerlukan waktu yang relatif

Page 146: Pengembangan Konsep Public Hearing

86

Deskripsi Hasil Kajian lama;

public hearing dari pemaknaan sampai implementasinya

masih kabur, sehingga Dewan (DPR dan DPRD)

seringkali mengatakan

bahwa public hearing telah dilakukan dalam masa reses;

Page 147: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

87

public hearing tersebut sekedar mengklarifikasi

dan memperkuat argumentasi untuk menaikan

gaji pimpinan dan

anggota DPRD;

seolah-olah public hearing yang dilakukan oleh pejabat

tersebut hanya membahas teknis pembuatan atau

perumusan kebijakan

publik, sehingga hal ini jelas tidak menjawab substansi

masalah yang perlu mendapat solusi melalui kebijakan

publik;

pemerintahmemahami dirinya adalah seorang

penguasa tunggal yang dapat berbuat

semaunya tanpa lagi

memperhatikan aspirasi maupun kritik;

pemerintah menganggap kelompok-kelompok

masyarakat yang ada itu adalah “benalu” yang

sewaktu-waktu dapat merusak

kebijakan/keputusan, program dan penyusunan suatu

peraturan perundang-undangan;

adanya ketakutan bilamana pelaksanaan public

hearing ini melibatkan masyarakat. Artinya,

pemerintah belum siap untuk

dikritik oleh masyarakatnya.

b. Sisi Masyarakat

Page 148: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

88Dari sisi masyarakat paling tidak hal yang perlu

dikritisi adalah kondisi masyarakat dalam

proses perumusan kebijakan, dan

Page 149: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

89

pandangan/sikapmasyarakat terhadap sistem peraturan

dan mekanisme perumusan kebijakan publik.

i. Kondisi dan posisi masyarakat dalam kebijakan publik,

antara lain adalah :

masyarakat acapkali kontraproduktif secara “buta”

dengan kebijakan;

masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan;

berbagai kebijakan pemerintah mendapat resistensi

yang kuat dari kelompok masyarakat tertentu yang

berkentingan langsung

bahkan masyarakat luas, karena kebijakan itu

dianggap tidak menjamin dan melindungi kepentingan

mereka;

lembaga/institusi dan kolompok masyarakat yang

dikunjungi tidak terlalu siap untuk terlibat dalam

Public Hearing yang

dilakukan dalam bentuk sosialisasi;

adanya keterbatasan kemampuan lembaga/instansi

atau kelompok masyarakat yang

dikunjungi, sehingga akhirnya

bersikap pasif untuk berperan dalam proses

perumusan kebijakan publik.

Page 150: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

90

ii. Pandangan/sikap masyarakat terhadap

sistem peraturan dan

mekanisme perumusan kebijakan publik, antara lain adalah

:

tidak adanya penjelasan yang memadai di media massa

tentang adanya public hearing atas

sebuah rencana perundang-

undangan atau penetapan sebuah peraturan;

ketidaktepatan keterlibatan kelompok masyarakat dalam

sebuah perencanaan penetapan peraturan perundang-

undangan;

tidak diinformasikannya pemanfaatan dan status

masukan- masukan dari warga masyarakat sehingga

warga masyarakat

menjadi kurang partisipatif terhadap kebijakan yang dibuat oleh

Pemerintah Pusat;

selama ini pemerintah dalam melakukan hearing

dianggap melibatkan masyarakatataupun

kelompok-kelompok

masyarakat yang telah menjadi mitra daripada

pemerintah yang dapat diatur;

lembaga/instansi Pemerintah dan kelompok masyarakat

yang dikunjungi, merasa tidak ada gunanya terlibat

dalam proses

perumusan kebijakan publik, karena merasa hanya

Page 151: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

91dijadikan sebagai sumber legitimasi proses pengambilan

keputusan;

dipaksakannya sosialisasi suatu kebijakan, sehingga

pencapaian hasilnya tidak dapat diukur dan diketahui

secara pasti.

Page 152: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

92

C. Menuju Pengembangan Konsep Public Hearing dan

Sosialisasinya dalam Perumusan Kebijakan Publik.

Dari diidentifikasi beberapa faktor yang telah

mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik selama ini,

yang juga dipandang akan juga mempengaruhi pengembangan

public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan

publik, maka dapat dilakukan beberapa alternatif untuk

pengembangan konsep public hearing dan sosialisasinya dalam

perumusan kebijakan publik yang dipandang ideal untuk

pemerintahan dan masyarakat di Indonesia.

Alterantif-alternatif tersebut, secara garis besar mengacu

pada dua kelompok besar yaitu sisi pemerintah dan sisi

masyarakat, yang masing- masing didahului oleh pertanyaan

besar sebagai berikut.

a. Dari sisi pemerintah : bagaimana agar supaya public

hearing dapat menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh

para pembuat keputusan dalam pemerintahan demokrasi.

b. Dari sisi masyarakat : bagaimana publik mengerti bahwa

public hearing itu adalah hak mereka dalam sebuah proses

pemerintahan yang demokratis

Page 153: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

93

Berdasarkan masing-masing pertanyaan dari kedua sisi

tersebut, maka alternatif pengembangan konsep public hearing

dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan publik adalah

sebagai berikut :

a. Pada sisi pemerintah

Perlu adanya ketetapan di dalam Undang-undang yang

mewajibkan Lembaga Legislatif bersama dengan Eksekutif

untuk melakukan public hearing sebelum ditetapkannya

sebuah peraturan.

Perlu adanya Peraturan, baik itu di tingkat pusat maupun

daerah yang mengatur tentang mekanisme keterlibatan

masyarakat dalam

proses perumusan kebijakan, misal peraturan pemerintah

atau daerah tentang Partisipasi Masyarakat dalam

Proses Perumusan Kebijakan.

Perlu adanya pernyataan yang jelas dan tegas dalam

payung hukum yang mengatur dan mengikat pembuat

kebijakan. Dalam

UU. No. 10 Tahun 2004, memang telah diatur tentang

public hearing. yaitu "masyarakat dapat memberikan

masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka

penyiapan dan pembahasan RUU dan Ranperda”. Pasal

ini bila dicermati bukan merupakan

imperative, karena kata “dapat” tldak

merupakan kewajiban. Apabila diganti dengan kata

Page 154: Pengembangan Konsep Public Hearing

94

Deskripsi Hasil Kajian "harus" maka lebih kuat dan serius untuk dilakukan oleh

pembuat UU atau Perda.

Page 155: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

90

Perlu adanya perubahan pola dengar pendapat yang

selama ini dijalankan harus dirubah, yang tadinya

hanyalah antara eksekutif

dengan legislatif sekarang haruslah melibatkan masyarakat

(bukan saja legislatif), dan tidak terfokus hanya di gedung

DPR/DPRD maupun di kantor pemerintahan.

Perlu adanya penjelasan tentang mekanisme public hearing

dalam siklus kebijakan publik kepada seluruh jajaran

unsur pembuat

kebijakan publik baik dalam eksekutif dan legislatif.

Perlu adanya publikasi public hearing yang dilaksanakan

untuk menjamin keterbukaannya, karena jangan sampai

arena ini hanya

sekedar formalisasi dari perumusan kebijakan publik.

Perlu adanya ketantuan bahwa pembahasan dalam Public Hearing

lebih mengarah untuk membicarakansubstansi

rancangan perumusan kebijakan publik.

Perlu dikembangkannya budaya pengambilan kebijakan

publik yang didasarkan pada hasil kajian atau

penelitian, agenda kebijakan

publik, konsistensi, aspirasi publik, dan transparansi

dokumen, dengan menggunakan mekanisme keterlibatan

masyarakat luas dan kelompok kepentingan. Hal ini

diharapkan akan menjamin sikap masyarakat agar selalu

Page 156: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

91aktif berperan dalam proses kebijakan

Page 157: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

92

publik dan sehingga relatif dapat menyelesaiakan masalah

dalam masyarakat.

b. Pada sisi masyarakat

Perlu adanya penjelasan di media massa tentang adanya

public hearing atas sebuah rencana perundang-undangan

atau penetapan sebuah peraturan.

Perlu adanya kontak komunitas dengan menggunakan

metode tertetu yang diharapkan akan dapat

mendekatkan pemecahan

masalah dengan komunitas yang berkepentingan.

Perlu adanya mekanismeuntuk penyiapan serta

menseleksi masyarakat ataupun kelompok-

kelompok masyarakat yang ada

untuk dilibatkan dalam public hearing.

Perlu adanya kesiapan aktor-aktor dalam publichearing.

Perumusan kebijakan publik akan melibatkan banyak aktor,

baik itu birokrasi, politisi, kelompok penekan, kelompok

kepentingan, pers, dan masyarakat sipil lainnya sebagai

stakeholders dari kebijakan. Pengkondisian aktor-aktor ini

penting sehingga ajang public hearing dapat berlangsung

efektif. Kalau tidak maka arena itu akan menjadi titik

krusial yang berbahaya secara politis

Page 158: Pengembangan Konsep Public Hearing

Deskripsi Hasil Kajian

93

Perlu adanya pelibatan secara luas dari publik, agar

sebuah kebijakan benar-benar mengakomodasi

kepentingan publik.

Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah

mengenai ketepatan sosialisasi penyelenggaraan

kegiatan pulic hearing. Untuk menjembatani informasi antara

pemerintah dan masyarakat, maka untuk sosialisasi

penyelenggaraan kegiatan public hearing

dalam rangka perumusan kebijakan publik

pada tingkatpemerintah pusat dapat

dilakukan dengan bentuk siaran pers atau konferensi pers. Media

yang dapat digunakan untuk sosialisasi tersebut kepada

khalayak umum adalah siaran radio, siaran televisi dan surat

kabar, sedangkan pada khalayak khusus (terkait langsung

dengan substansi kebijakan publik yang akan di public hearing-

kan) dapat pula digunakan leaflet/pamflet.

Sedangkan untuk sosialisasipenyelenggaraan

kegiatan public hearingdalam rangka perumusan

kebijakan publik pada tingkat pemerintah

daerahdapat dilakukan dengan bentuk siaran

pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun konferensi

pers. Media yang dapat digunakan untuk sosialisasi tersebut

adalah poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar lokal, dan

penyebaran leaflet/pamflet.

Page 159: Pengembangan Konsep Public Hearing

BAB V

PENUTUP

Dalam bab ini dimuat kesimpulan dari hasil kajian serta

beberapa saran/rekomendasi dalam rangka

pengembangan dan

implementasi konsep public hearing dan

sosialisasinya dalam perumusan kebijakan publik.

A. Kesimpulan

Dari hasil kajian yang telah dilakukan maka mengenai

public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan

publik diperleh gambaran sebagai berikut.

Selama ini ada perbedaan pemahamandan penerapan

konsep pelaksanaan atau

penyelenggaraan public hearing dalam

proses

perumusan kebijakan publik. Public hearing umumnya

cenderung menghendaki diterapkan sejak awal

perencanaan perumusan suatu kebijakan publik. Maksudnya

public hearing cenderung dilakukan untuk pengumpulanbahan

bagi perumusan suatu kebijakan

Page 160: Pengembangan Konsep Public Hearing

publik. Kecenderungan yang lain, sebagian

terlihat dalam praktek public

hearing dilakukan pada tahap ketika suatu rencana atau rancangan

93

Page 161: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

94

kebijakan publik sudah dibuat dan perlu untuk mendapatkan

verifikasi dari publik. Contoh yang paling mendekati adalah

forum dengar pendapat yang diselenggarakan di DPR RI, yang

membahas suatu rancangan undang-undang. Sedangkan di

beberapa daerah, forum semacam ini sangat minim

diselenggarakan.

Bercermin pada praktek proses perumusan kebijakan publik

yang selama ini dilakukan, maka kendala-kendala yang

dihadapi dalam dan

untuk penerapan konsep public hearing ada pada sisi

pemerintah maupun sisi publik (masyarakat) itu

sendiri. Kendala pada sisi pemerintah

terutama adalah kondisi sistem peraturan dan mekanisme

kerja yang kurang jelas, serta pandangan/sikap yang kurang

apresiatif terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan

kebijakan publik. Sedangkan kendala dari sisi masyarakat

adalah sikap kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap

pemerintahan yang cenderung pasif, serta pandangan/sikap

masyarakat terhadap proses kebijakan yang dilakukan

pemerintah yang cenderung negatif.

Konsep public hearing yang perlu diimplementasikan adalah

public hearing yang benar-benar mewujudkan adanya

interaksi pemerintah

dan masyarakat secara terbuka dan transparan, khususnya

terhadap rancangan kebijakan yang susbtansinya akan

bersentuhan langsung dengan masyarakatn Maksudnya,

Page 162: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

95substansi yang dibahas disampaikan terbuka kepada

masyarakat untuk mendapat tanggapan

dari

Page 163: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

96

masyarakat seluas-luasnya, terutama dari kelompok

masyarakat yang berkepentingan.

Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan pula bahwa

untuk mengembangkan konsep public hearing hal

pertama dan utama perlu

diperhatikan dua pihak/sisi sebagai aktor utama, yaitu sisi

pemerintah dan sisi masyarakat. Maksudnya public hearing

dalam perumusan kebijakan publik perlu disosialisasikan lebih

luas baik kepada jajaran pemerintah (eksekutif dan legislatif)

dan pada masyarakat, karena keduanya merupakan aktor

utama dalam proses public hearing. Salah satu catatan

penting untuk pengembangan public hearing dalam

perumusan kebijakan publik adalah perlu adanya suatu

peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas

memerintahkan/ mewajibkan pemerintah (eksekutif dan

legislatif) untuk melaksanakan atau menyelenggarakan

kegiatan public hearing sebelum menetapkan suatu kebijakan

publik, terutama pada kebijakan-kebijakan publik yang

langsung besentuhan dengan kepentingan/kebutuhan

masyarakat.

B. Saran/Rekomendasi

Dari beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan

mengenai public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan

kebijakan publik, maka disusun beberapa saran/rekomendasi

Page 164: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

97sebagai berikut.

Page 165: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

98

Perlu diterapkannya public hearing dalam setiap proses

perumusan kebijakan publik, terutama pada kebijakan publik

yang akan berkaitan dan bersentuhan langsung dengan

kepentingan masyarakat, baik secara luas maupun bagi

kelompok-kelompok masyarakat tertentu.

Perlu disusunnya suatu mekanisme pelaksanaan public

hearing yang jelas untuk diterapkan dalam proses perumusan

kebijakan publik, baik pada level pemerintahan pusat maupun

pemerintahan daerah. Mekanisme pelaksanaan public hearing

tersebut paling tidak meliputi hal- hal tentang :

Apa latar belakang dan dasar hukumnya,

Siapa pelaksananya, Siapa Pesertanya, Kapan

penyelenggaraannya, Bidang- bidang apa yang di bahas melalui

public hearing tersebut, Bagaimana mekanisme/teknis

penyelenggaraannya, dan lain-lain.

Perlu adanya “payung” bagi implementasi public

hearing dalam suatu peraturan perundang-undangan yang

secara jelas dan tegas memerintahkan atau

mewajibkan kepada pemerintah untuk melaksanakan public

hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik

oleh pemerintah, dan memberikan hak kepada

masyarakat untuk mengikuti public hearing yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

Perlu dilakukannya sosialisasi penyelenggaraan kegiatan

public hearing kepada masyarakat secara tepat, agar maksud

Page 166: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

99dan tujuan dari public hearing untuk memberikan ruang publik

bagi partisipasi dalam perumusan kebijakan publik dapat

tercapai. Pada proses perumusan

Page 167: Pengembangan Konsep Public Hearing

Penutup

10

kebijakan publik di tingkat pusat, bentuk sosialisasi

penyelenggaraan kegiatan public hearing yang dapat dilakukan

antara lain melalui bentuk siaran pers atau konferensi pers

dengan sarana media siaran radio, siaran televisi dan surat

kabar(untuk khalayak umum), serta media

leaflet/pamflet yang dikirimkan pada pada khalayak yang lebih

khusus (terkait langsung dengan substansi kebijakan publik yang

akan di public hearing-kan). Sedangkan untuk proses perumusan

kebijakan publik di tingkat daerah, bentuk sosialisasinya

penyelenggaraan kegiatan public hearing–nya dapat berupa

siaran pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun

konferensi pers, dengan media yang dapat digunakan berupa

poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar

lokal, dan penyebaran leaflet/pamflet.

Page 168: Pengembangan Konsep Public Hearing

REFERENSI

Casley, Dennis J and Krishna Kumar. 1987. Project Monitoring and Evaluation in

Agriculture. Baltimore and London : The Jhon Hopkins

University Press. Cipto, B. 2003. Politik dan Pemerintahan Amerika.

Yogyakarta : Lingkaran.

Djohani, Rianingsih. 2003. Partisipasi, Pemberdayaan, dan Demokratisasi Komunitas.

Bandung : Studio Diya Media Untuk Konsorsium Pengembangan Masyarakat

Nusa Tenggara.

Dunn, William N. 1981. Public Policy Analysis : An Introduction. London :

Prentice Hall – International, Inc.

Dye, Thomas R. 1990. Understanding Public Policy. London :

Prentice Hall. Fenna, A. 1998. Introduction to Australian Public

Policy. Sidney : Longman.

Goggin, Malcolm. 1990. Implementation Theory and Practice Toward a Third Generation.

London : Scott Foresman/Little Brown Higher Education.

Hoferberbert, R.I. 1974. The Study of Public Policy. New York : The Bobbs

Merrill Co. Howlett, M and M. Ramesh. 1995. Studying Public Policy. Toronto

: Oxford University

Press.

Ingram, H. and R.S. Smith. 1993. Public Policy for Democracy. Washington :

Brookings. Islamy, M. Irfan. 1999. Kebijakan Publik. Jakarta : Universitas

Terbuka.

Jones, C.O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta : Rajawali Press.

Kelsen, Hans. 1973. General Theory of Law and State. New York : Russell &

Russell. Lotulung, Paulus Effendi. 1993. Beberapa Sistem Tentang Kontrol

Segi Hukum Terhadap

Pemerintah. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

Page 169: Pengembangan Konsep Public Hearing

Schwarmantel, John. 1994. The State and Contemporary Society : An Introduction.

London : Harvester Wheatseaf.

Seidmann, Ann. 2002. Penyusunan Rancangan Undang-undang Dalam

Perubahan Masyarakat yang Demokratis : Sebuah Pedoman Untuk

Pembuat Rancangan Undang-undang. Terjemahan oleh Johanes

Usfunan, dkk. ELLIPS.

98

Page 170: Pengembangan Konsep Public Hearing

Referensi PAGE 99

Selener, Daniel. 1997. Participation Action Research and Social Change. The Cornel

Participatory Action Research Network.

Stein, Debra. 1999. Managing the Public Hearing for Maximum Impact. In Land

Development Magazine, Fall - 1999.

Wibowo, Eddi et.all. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Yayasan

Pembaruan Administrasi Publik Indonesia.