pengembangan konsep public hearing
TRANSCRIPT
KAJIAN TENTANG
PENGEMBANGAN KONSEP
PUBLIC HEARING DAN SOSIALISASINYA DALAM
PERUMUSAN KEBIJAKAN
LAPORAN AKHIR
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Jakarta, 2005
KATA PENGANTAR
Kajian Pengembangan Konsep Public Hearing dan
Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan Publik ini merupakan
salah satu kegiatan kajian Lembaga Administrasi Negara yang
dilaksanakan oleh Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara di
lingkungan Kedeputian Penelitian dan Pengembangan
Administrasi Pembangunan dan Otomasi Administrasi Negara.
Hasil kajian yang dimuat dalam laporan ini diharapkan
dapat memberikan gambaran dan pemahaman mengenai suatu
tahap yang penting untuk diperhatikan dalam perumusan suatu
kebijakan publik yaitu public hearing dan
sosialisasinya (memperkenalkan
penyelenggaraan kegiatan public hearing tersebut kepada
masyarakat). Secara keseluruhan, hasil kajian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran
atas permasalahan-permasalahan kurang lancarnya proses
implementasi suatu kebijakan publik sebagai akibat dari minim
atau lemahnya pelaksanaan public hearing dan sosialisasinya
dalam perumusan kebijakan publik selama ini. Hasil kajian ini
pun diharapkan dapat memberikan beberapa catatan mengenai
hal-hal yang harus dilakukan dan ditindaklanjuti dalam
menerapkan public hearing dengan sebaik-baiknya sebagai suatu
bagian dari proses perumusan kebijakan publik di Indonesia.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada para
narasumber, terutama dari kalangan Perguruan Tinggi, yaitu :
Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari
Universitas Udayana - Bali, Universitas Sam Ratulangi –
Sulawesi Utara, Universitas Palangkaraya – Kalimantan Tengah,
Universitas Gorontalo – Gorontalo, Universitas Nusa Cendana –
Nusa Tenggara Timur, dan Universitas Haluleo – Sulawesi
Tenggara, yang telah berkenan bekerja sama dalam
berdiskusi dan
ii
iii
memberikan data/informasi yang diperlukan dalam melakukan
kajian. Tanpa dukungan dan kerjasama yang baik tersebut,
kajian ini tidak akan dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Kami harapkan muatan substantif yang disampaikan dalam
laporan ini sesuai dengan tujuan, sasaran dan hasil yang
ingin dicapai dari kegiatan ini. Hasil kaian ini diharapkan pula
semakin memberikan suatu alternatif arah bagi para perumus
kebijakan publik pada pemerintah pusat dan daerah
apabila berkeinginan mewujudkanprinsip-prinsip
good governance dalam proses perumusan kebijakan publik.
Disadari bahwa hasil yang diperoleh dalam laporan ini
masih belum komprehensif dan sempurna. Oleh sebab itu
kritik dan saran yang berharga kami harapkan dalam rangka
perbaikan dan penyempurnaan hasil kajian ini.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat, baik bagi para
pengambil keputusan di tingkat pemerintahan pusat maupun di
tingkat pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan
kualitas kebijakan publiknya, serta bagi para pembaca yang
berminat terhadap hal-hal tersebut.
Jakarta, Desember 2005
Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan Administrasi Pembangunan dan OtomasiAdministrasi Negara
Drs. Idup Suhady, M.Si
EXECUTIVE SUMMARY
Partisipasi merupakan perwujudan hak dasar masyarakat untuk terlibat, baik secara langsung maupun melalui perwakilannya, dalam sebuah proses kebijakan publik. Salah satu bentuk “ruang publik” untuk perwujudan dan implementasi partisipasi publik dalam perumusan kebijakan publik yang dibahas dalam kajian ini adalah apa yang disebut public hearing.
Dari hasil kajian yang telah dilakukan maka mengenai public hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik diperoleh gambaran sebagai berikut.
Selama ini ada perbedaan pemahaman dan penerapan konsep pelaksanaan atau penyelenggaraan public hearing dalam proses perumusan kebijakan publik. Public hearing umumnya cenderung menghendaki diterapkan sejak awal perencanaan perumusan suatu kebijakan publik. Maksudnya public hearing cenderung dilakukan untuk pengumpulan bahan bagi perumusan suatu kebijakan publik. Kecenderungan yang lain, sebagian terlihat dalam praktek public hearing dilakukan pada tahap ketika suatu rencana atau rancangan kebijakan publik sudah dibuat dan perlu untukmendapatkan verifikasi dari publik. Contoh yang paling mendekati adalah forum dengar pendapat yang diselenggarakan di DPR RI, yang membahas suatu rancangan undang-undang. Sedangkan di beberapa daerah, forum semacam ini sangat minim diselenggarakan.
Bercermin pada praktek proses perumusan kebijakan publik yang selama ini dilakukan, maka kendala-kendala yang dihadapi dalam dan untuk penerapan konsep public hearing ada pada sisi pemerintah maupun sisi publik (masyarakat) itu sendiri. Kendala pada sisi pemerintah terutama adalah kondisi sistem peraturan dan mekanisme kerja yang kurang jelas, serta pandangan/sikap yang kurang apresiatif terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik. Sedangkan kendala dari sisi masyarakat adalah sikap kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap pemerintahan yang cenderung pasif, serta pandangan/sikap masyarakat terhadap proses kebijakan yang dilakukan pemerintah yang cenderung negatif.
Konsep public hearing yang perlu diimplementasikan adalah public hearing yang benar-benar mewujudkan adanya interaksi pemerintah dan masyarakat secara terbuka dan transparan, khususnya terhadap rancangan kebijakan yang susbtansinya akan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Maksudnya, substansi yang dibahas disampaikan
terbuka kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan dari masyarakat seluas-luasnya, terutama darikelompok masyarakat yang berkepentingan.
Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan pula bahwa untuk mengembangkan konsep public hearing hal pertama dan utama perlu diperhatikan dua pihak/sisi sebagai aktor utama, yaitu sisi pemerintah dan sisi masyarakat. Maksudnya public hearing dalam perumusan kebijakan publik perlu disosialisasikan lebih luas baik kepada jajaran pemerintah (eksekutif dan legislatif) dan pada masyarakat, karena keduanya merupakan aktor utama dalam proses public hearing. Salah satu catatan penting untuk pengembangan public hearing dalam perumusan kebijakan publik adalah perluadanya suatu peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas memerintahkan/ mewajibkan pemerintah (eksekutif dan
legislatif) untuk melaksanakan atau menyelenggarakan kegiatan public hearing sebelum menetapkan
iv
Executive Summary
v
suatu kebijakan publik, terutama pada kebijakan-kebijakan publik yang langsung besentuhan dengan kepentingan/kebutuhan masyarakat.
Dari beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan mengenai implementasi public hearing dalam rangka proses perumusan kebijakan publik, maka disusun beberapa saran/rekomendasi sebagai berikut.
Perlu diterapkannya public hearing dalam setiap proses perumusan kebijakan publik, terutama yang akan berkaitan dan bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat, baik secara luas maupun bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Perlu disusunnya suatu mekanisme pelaksanaan public hearing yang jelas untuk diterapkan dalam proses perumusan kebijakan publik, baik pada level pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah. Mekanisme pelaksanaan public hearing tersebut paling tidak meliputi hal-hal tentang : apa latar belakang dan dasar hukumnya, siapa pelaksananya, siapa pesertanya, kapan penyelenggaraannya, bidang-bidang apa yang perlu dibahas melalui public hearing tersebut, bagaimana mekanisme/teknis penyelenggaraannya, dan lain-lain.
Perlu adanya “payung” bagi implementasi public hearing dalam suatu peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas memerintahkan atau mewajibkan kepada pemerintah untuk melaksanakan public hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik oleh pemerintah, dan memberikan hak kepada masyarakat untuk mengikuti public hearing yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Perlu dilakukannya sosialisasi penyelenggaraan kegiatan public hearing kepada masyarakat secara tepat, agar maksud dan tujuan dari public hearing untuk memberikan ruang publik bagi partisipasi dalam perumusan kebijakan publik dapat tercapai. Pada proses perumusan kebijakan publik di tingkat pusat, bentuk sosialisasi penyelenggaraan kegiatan public hearing yang dapat dilakukan antara lain melalui bentuk siaran pers atau konferensi pers dengan sarana media siaran radio, siaran televisi dan surat kabar (untuk khalayak umum), serta media leaflet/pamflet yang dikirimkan pada pada khalayak yang lebih khusus (terkait langsung dengan substansi kebijakan publik yang akan di public hearing-kan). Sedangkan pada proses perumusan kebijakan publik di tingkat daerah, bentuk sosialisasinya dapat berupa siaran pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun konferensi pers, dengan media yang dapat digunakan berupa poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar lokal, dan penyebaran leaflet/pamflet.
A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Perumusan Masalah .................................................................
3
C. Maksud dan Tujuan...................................................................
4
D. Target .....................................................................................
5
E. Manfaat Kajian ........................................................................
5
F. Ruang Lingkup ........................................................................
6
G. Kerangka Pikir Kajian ...............................................................
7
H. Sistematika Penulisan Laporan 8
Tinjauan Konseptual ........................................................................10
A. Perumusan Kebijakan Publik dan Partisipasi
Masyarakat ..............................................................................
10
B. Konsep Public Hearing dan Sosialisasi Kepada
Masyarakat ..............................................................................
15
C. Public Hearing Dalam Perumusan Kebijakan Publik .....................
22
Metodologi Kajian ...........................................................................32
A. Metode Kajian .........................................................................
32
B. Pengumpulan Data ..................................................................
34
C. Pengolahan Data .....................................................................
36
D. Lokasi dan Jangka Waktu Kegiatan ...........................................
38
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.............................................................................................. ii
Executive Summary
....................................................................................... iv
Daftar Isi ......................................................................................................
vii
Bab I Pendahuluan ..................................................................................1
Bab II
Bab III
vii
Daftar Isi viii
E. Tahapan Teknis Kajian . ............................................................
41
F. Jadual Teknis Kegiatan Kajian ...................................................
42
Bab IV Deskrips Hasil Kajian ........................................................................45
Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat, dan Public Hearing di Beberapa Daerah ...................45
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Konsep Public Hearing 76
Menuju Pengembangan Konsep Public Hearing dan
Sosialiasinya dalam Perumusan Kebijakan Publik 88
Bab V Penutup ..........................................................................................93
A. Kesimpulan...............................................................................93
B. Rekomendasi ............................................................................95
Referensi ......................................................................................................98
Lampiran-Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu kebijakan, terutama kebijakan publik, pada dasarnya
harus memenuhi prinsip-prinsip tertentu dalam tahapan proses
perumusannya. Beberapa dari prinsip kepemerintahan yang baik
tersebut, seperti prinsip- prinsip kepastian hukum,
demokrasi,desentralisasi, partisipasi, transparansi,
rasional, dan akuntabilitas, sangat relevan dalam proses
perumusan kebijakan publik. Dengan dipenuhinya prinsip-prinsip
tersebut, diharapkan kebijakan yang dihasilkan akan dapat
diterima secara luas oleh seluruh pihak lapisan masyarakat.
Namun fakta dalam praktek menunjukkan,
adakalanya suatu kebijakanyang telah
dirumuskan dan ditetapkan dianggap
tidak akomodatif dan tidak aspiratif dengan
kepentingan masyarakat atau pihak-pihak yang terkait. Hal ini
menibulkan dugaan bahwa kebijakan tersebut - sebagaimana
dilakukan oleh beberapa negara yang kehidupan demokrasinya
belum matang, termasuk Indonesia – dalam
proses perumusannya tidak atau kurang
membuka ruang bagi partisipasi masyarakat atau
tidak transparan. Kondisi inilah yang
kemudian
menyebabkan adanya beberapa kebijakan publikyang tidak dapat
1
Pendahuluan PAGE 2
diimplementasikan dengan semestinya, baik sebagian maupun
seluruhnya. Hal tersebut pun mendukung asumsi bahwa perilaku
elit penguasa yang lebih mengedepankan kepentingan
kelompoknya akan memarjinalkan atau tidak mempedulikan
prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam perumusan
kebijakan publik.
Salah satu bentuk metode atau cara yang dapat dilakukan
untuk mengaktualisasikan penerapan prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik dalam perumusan kebijakan publik
adalah melalui forum seperti public hearing. Berdasarkan UU
No. 10 Tahun 2004, hakekat konsep public hearing
diakomodasi dalam ketentuan yang menyatakan “masyarakat
dapat memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang-Undang
dan Rancangan Peraturan Daerah”. Berdasarkan Undang-Undang
dimaksud, makna public hearing adalah meraih atau
menghimpun pemikiran masyarakat dalam bentuk masukan lisan
atau tertulis untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan
perundang-undangan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Secara ideal, melalui forum kegiatan public hearing ini
diharapkan perumusan kebijakan yang dilakukan akan
mampu mengakomodasi berbagai aspirasi atau
kepentingan masyarakat yang seringkali heterogen, sehingga
hasil rumusan kebijakan publiknya dengan kearifan yang tinggi
Pendahuluan PAGE 2 mampu merefleksikan prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik, seperti
Pendahuluan PAGE 2
kepastian hukum, demokrasi, desentralisasi,
transparansi, rasional, akuntabilitas, dan
utamanya partisipasi.
Oleh sebab itulah, Pusat Kajian Hukum Administrasi Negara
- Lembaga Administrasi Negara memandang perlu melakukan
kajian untuk mengembangkan konsep public hearing tersebut
agar dapat dengan segera diimplementasikan dalam
perumusan kebijakan publik, baik di tingkat Pemerintahan Pusat
maupun Daerah, dengan satu perspektif dan pemahaman yang
sama dari berbagai pihak. Pengembangan konsep public
hearing ini pada akhirnya diharapkan akan memberikan
manfaat bagi peningkatan kualitas efisiensi,
efektivitas dan produktivitas perumusan kebijakan
publik pemerintah, yang antara lain ditunjukkan dengan semakin
meningkatnya kuantitas kebijakan publik yang dapat
diimplementasikan dengan baik karena adanya dukungan dari
masyarakat yang terkait, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
masalah yang akan dibahas dalam kajian ini :
Bagaimanakah pola penerapan konsep public hearing yang
selama ini telah dilakukan serta kendala-kendala yang
dihadapinya dalam rangka
Pendahuluan PAGE 2
perumusan kebijakan publik, baik pada tingkat
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah di Indonesia ?
Bagaimanakah konsep public hearing dalam proses
perumusan kebijakan publik yang perlu
dikembangkan agar dapat
diimplementasikan secara ideal oleh Pemerintah, baik pada tingkat
Pusat maupun Daerah ?
C. Maksud dan Tujuan
Kajian ini pada intinya bermaksud untuk mengembangkan
konsep implementasi public hearing dalam proses perumusan
kebijakan, baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
Secara lebih rinci, “Kajian tentang Pengembangan Konsep Public
Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan” ini bertujuan :
menggali alternatif bagaimana agar public hearing dapat
diterapkan secara efektif dalam proses perumusan kebijakan
publik; serta
menggali alternatif bagaimana cara sosialisasinya
(memperkenalkan pelaksanaan/penyelenggaraan
kegiatan public hearing
tersebut)
kepada masyarakat.
Pendahuluan PAGE 2
D. Target
Melalui kajian ini diharapkan dapat dihasilkan
suatu gambaran pola implementasi partisipasi masyarakat
dalam perumusan kebijakan di berbagai daerah selama ini.
suatu gambaran implementasi konsep public hearing dalam
proses perumusan kebijakan serta
sosialisasinya (memperkenalkan
penyelenggaraan kegiatan public hearing tersebut)
kepada masyarakat.
E. Manfaat Kajian
Hasil kajian ini diharapkan memberikan manfaat, antara lain
Bagi Pemerintah Pusat sebagai bahan pertimbangan
bagi dikeluarkannya suatu ketentuan bagi seluruh
jajaran pemerintah
mengenai pelaksanaan public hearing dalam
proses perumusan kebijakan publik.
Bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, tersedianya
suatu konsep implementasi public hearing dalam rangka
proses perumusan
kebijakan yang dapat dilakukannya oleh aparatur pemerintah.
Bagi kalangan akademisi, tersedianya suatu referensi yang
berisi tentang gambaran implementasi konsep public hearing
di Indonesia.
Pendahuluan PAGE 2
F. Ruang Lingkup
Untuk memenuhi rencana pencapaiantujuan, kegunaan
dan target/hasil yang diharapkan, maka ruang
lingkup kajian ini diarahkan pada fokus dan level analisis
sebagai berikut.
1. Fokus Substansi Kajian
Ruang lingkup substansi, direncanakan akan meliputi :
tinjauan konsep partisipasi publik dalam perumusan
kebijakan; tinjauan model ideal konsep public hearing dan
sosialisasinya secara umum; pola public hearing (atau yang
menyerupai) yang telah diimplementasikan serta faktor
kendala-kendala yang dihadapi dan faktor pendukung yang ada;
analisis model penerapankonsep public hearing yang ideal
untuk perumusan kebijakan di Indonesia; dan model
sosialisasi konsep public hearing yang ideal untuk pemerintahan
dan masyarakat di Indonesia.
2. Level Penerapan Konsep
Konsep public hearing dan sosialisasinya yang akan
dibahas dalam kajian ini adalah untuk
diimplementasikan pada level analisis
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pendahuluan PAGE 2
G. Kerangka Pikir Kajian
Untuk memudahkan pelaksanaan pencapaian tujuan
kajian ini, maka disusun kerangka pikir sebagai berikut.
Kerangka Pikir
Kajian Pengembangan Konsep Public hearing dan Konsep Sosialisasinya
Dalam Perumusan Kebijakan
Konsep Akademik Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan
Kebijakan”
Kebijakan Public Hearing dan sosialisasinya berdasarkan Peraturan
Perundangan yang berlaku
Tinjauan Konseptual Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan
Kebijakan
Analisis Kondisi Pengembangan Public Hearing dan sosialisasinya DalamPerumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah Saat ini
Faktor Penghambat dalam Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah
Faktor Pendukung Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya
Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah
Konsep Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah
direkomendasikan
H. Sistematika Penulisan Laporan
Laporan Akhir pelaksanaan kegiatan kajian ini, disusun
dalam sistematika sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang,
permasalahan, maksud dan tujuan, ruang lingkup,
kerangka pikir dan sistematika
penulisan kajian.
Bab II Tinjauan Konseptual. Bab ini meliputi uraian tentang
konsep partisipasi publik dalam perumusan kebijakan;
konsep public hearing
secara umum, serta konsep sosialisasi penyelenggaraan kegiatan
public hearing kepada masyarakat.
Bab III Metodologi Kajian. Bab ini meliputi uraian tentang
metode kajian, teknik pengumpulan, dan pengolahan data
yang digunakan
dalam kegiatan kajian ini, serta lokasi, jangka waktu kegiatan,
tahapan teknis kajian, dan jadual teknis kegiatan yang
dilakukan.
Bab IV Deskripsi Hasil Kajian. Dalam bab ini diuraikan hasil
diskusi dengan para narasumber dari berbagai perguruan
tinggi di berbagai
daerah mengenai gambaran perumusan kebijakan publik,
partisipasi publik dan public hearing yang selama ini
diimplementasikan baik di beberapa pemerintahan daerah;
uraian tentang analisis faktor-faktor yang dianggap
mempengaruhi terlaksananya partisipasi
publik, kebijakan publik dan public
hearing dalam rangka penyusunan
kebijakan publik; serta pengembangan
penerapan konsep
public hearing dan sosialisasi
penyelenggaraan kegiatannya yang ideal untuk perumusan
kebijakan di Indonesia.
Bab V Penutup yang memuat beberapa kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya dan rekomendasi
dalam kerangka penerapan
public
hearing dan`sosialisasi penyelenggaraan kegiatannya dalam
proses perumusan kebijakan publik.
BAB IITINJAUAN
KONSEPTUAL
Bab ini meliputi uraian tentang perumusan kebijakan publik
dan partisipasi masyarakat, konsep public hearing dan
sosialisasinya kepada masyarakat, serta public hearing dalam
perumusan kebijakan publik
A. Perumusan Kebijakan Publik dan Partisipasi Masyarakat
Perumusan kebijakan publik mempunyai kedudukan
penting bagi Pemerintah, baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah. Kebijakan
publik merupakan salah satu sarana sebagai penentu bagi
keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan. Sehubungan
dengan ini,Mac Rae dan Wilde
mengemukakan kebijakan sebagai "serangkaian tindakan yang
dipilih yang mempunyai arti penting dalam mempengaruhi
sejumlah besar orang” (M. lrfan Islamy, 1999 : 14). Oleh karena
itu pada saat perumusan kebijakan publik perlu diperhatikan
kepentingan-kepentingan dari sebagian besar warga yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang lazimnya
disebut sebagai kepentingan publik. Pada dasarnya
kebijakan publik
mempunyai implikasi sebagai berikut (Eddi Wibowo, et.al, 2004 : 25) :
10
Tinjauan Konseptual
11
1. bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah
merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah;
2. bahwa kebijakan publik tersebut tidak cukup hanya
dinyatakan dalam bentuk teks-teks
forrmal, namun juga harus
dilalaksanakan atau diimplementasikan secara nyata;
3. bahwa kebijakan publik tersebut pada hakekatnya
merupakan tujuan-tujuan dan dampak-
dampak, baik jangka panjang maupun
jangka pendek, yang telah dipikirkan secara matang
terlebih dahulu;
4. dan pada akhirnya segala proses yang ada di atas
adalah diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan
masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
kebijakan publik mempunyai huhungan yang erat dengan
pemenuhan kepentingan masyarakat. Dengan demikian, para
perumus kebijakan publik harus sensitif dengan kepentingan-
kepentingan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Oleh karena kebijakan publik sebagai sarana untuk memenuhi
kepentingan warga masyarakat,
maka parameter bagi keberhasilan
kebijakan publik tergantung pada penilaian
warga masyarakat terhadap kebijakan
publik tersebut.Maksudnya, bila masyarakat
merasa kebutuhan dan kepentingannya sudah terpenuhi oleh
kebijakan publik, maka dengan sendirinya "kebijakan publik itu
Tinjauan Konseptual
12akan dianggap telah menjalankan fungsinya dengan sukses.
Namun sebaliknya, bila oleh kebijakan publik tersebut
masyarakat merasa bahwa kebutuhan
Tinjauan Konseptual
13
dan kepentingannya tidak terpenuhi, atau bahkan dirugikan,
maka dengan sendirinya masyarakat akan menganggap bahwa
kebijakan publik yang ada itu tidak sukses atau dianggap tidak
berhasil.
Catatan lain pun mengungkapkan bahwa kebijakan
publik merupakan tindakan pemerintah terhadap
persoalan publik yang dapat berbentuk legislative
enactments, executiveorders, administrative
regulation, dan lain-lain. Kebijakan publik merupakan manifestasi
dari pemerintahan itu sendiri, artinya bagaimana pemerintah
bekerja dan menjawab kepentingan masyarakat (public interest).
Tanpa kebijakan publik pemerintah menjadi semu dan bahkan
mati. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah
anything a government chooses to do or not to do (Dye, 1990 :
11). Oleh karena itu, kebijakan publik menunjukkan dinamika
dari pemerintah. Selain itu, efektivitas sebuah pemerintahan
sangat dideterminasi oleh efektivitas kebijakan publik. Mulai dari
proses perumusan kebijakan, formalisasi kebijakan, implementasi
dan hasilnya. Dalam kebijakan publik dapat diukur sejauhmana
tingkat responsivitas pemerintahan terhadap problem
publik, bagaimana kemampuan mengelolanya
(manajemen pemerintahan) dan bagaimana
mempertanggungjawabkannya. Efektivitas sebuah kebijakan
publik juga dideterminasi dari sisi prosesnya, apakah prosesnya
tertutup atau terbuka terhadap rakyat yang adalah merupakan
Tinjauan Konseptual
14sumber asal kebijakan dan alamat terakhir sebuah
kebijakan. Kebijakan yang tidak berwatak
Tinjauan Konseptual
15
kerakyatan dan berwatak elitis dapat dikatakan sebagai sumber
persoalan dan bukan problem solver. Banyak sekali kebijakan
publik yang bias rakyat karena mekanisme perumusannya tidak
mengikutsertakan rakyat secara intensif. Di sini,
urgensi kebijakan publik sebagai alat
untuk mengakomodasi kepentingan rakyat seringkali
diselewengkan`dan justru menjadi salah satu sumber krisis
pemerintahan. Oleh karena itu dari pengalaman negara-negara di
Afrika bahwa negara-negara tersebut mengalami kemiskinan
bukan karena mereka miskin, tetapi karena poor public policy.
Kebijakan publik sebagai ukuran efektivitas pemerintahan
harus dapat diperbaharui seiring dengan perubahan sistem
politik dari otoriter ke demokrasi. Democratic public policy
merupakan tema yang perlu digumuli dan dicari formula yang
aplikatif. Sebab sekarang ini terkesan bahwa meskipun telah
terjadi perubahan rezim dan desentralisasi kekuasaan tetapi
model kebijakan publiknya belum mengalami
perubahan. Perumusan kebijakan yang dilakukan masih
bersifat otoriter atau elitis serta sentralistik. Demokrasi tanpa
nilai konkret dalam aktivitas kebijakan publik tidak bernilai bagi
rakyat. Dari kebijakan publik dapat diketahui kualitas relasi
antara pemerintah dan rakyat, sebagaimana dikatakan Eulau
dan Eyestone (Hofferbert, 1974), policy as the relationship of a
governmental unit to its people and environment.
Tinjauan Konseptual
16
Oleh karena itu, upaya untuk mencari model kebijakan
publik yang berakar pada kepentingan rakyat sebagai karakter
demokrasi menjadi titik krusial, dan salah satu ciri atau
karakternya adalah bagaimana mekanisme partisipasi publik
dalam perumusan kebijakan publik. Mengenai partisipasi publik
itu sendiri dapat dijelaskan berikut ini.
Istilah partisipasi bersumber dari wacana politik (konsep
partisipasi politik). Menurut kategorisasi partisipasi yang
dibuat oleh Deshler dan Sock dalam Selener (1997)
memperlihatkan bahwa secara garis besar terdapat 3 (tiga)
tipe partisipasi, yaitu partisipasi teknis
(technical partisipation), partisipasi semu (pseudo
partisipation), dan partisipasi politis atau partisipasi asli
(genuine partisipation). Partisipasi teknis dan partisipasi politik
kelihatannya sepadan dengan dua tipe partisipasi yang
ditemukan dalam referensi-referensi lain yaitu partisipasi yang
digunakan dalam pengembangan program dan partisipasi yang
diperluas (extended partisipation) untuk partisipasi
yang merambah ke dalam isu
demokratisasi.
Hans Antlov menganjurkan penggunaan kembali istilah
partisipasi warga (citizen partisipation) yang meliputi partisipasi
sosial dan partisipasi politik dalam arti luas. Partisipasi warga ini
diartikan sebagai keterlibatan warga masyarakat dalam
pemerintahan secara penuh, termasuk dalam kegiatan-kegiatan
Tinjauan Konseptual
17masyarakat, program-program pembangunan, dalam
pengambilan keputusan publik, pemilihan kepemimpinan
(formal dan
Tinjauan Konseptual
18
informal), dan sebagainya, yang merupakanseluruh bagian
dari kehidupan sebuah masyarakat (komunitas)
(Djohani, 2003:87).
Dengan demikian, konsepsi partisipasipublik mengacu
pada mekanisme melibatkan masyarakat dalam
proses kebijakan publik dan pengorganisasian masyarakat
untuk meningkatkan pengawasan
dan kontrol terhadap proses kebijakan publik tersebut, dalam
suatu sistem demokrasi. Itu berarti, demokrasi sangat
dipengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Pelaksanaan
partisipasi merupakan perwujudan hak dasar masyarakat untuk
terlibat langsung`maupun melalui perwakilannya dalam sebuah
proses kebijakan publik. Di samping itu, dibutuhkan suatu “ruang
publik” yang terbuka dan terjamin keamanannya bagi seluruh
masyarakat untuk dapat mengembangkan partisipasinya.
Salah satu bentuk “ruang publik” untuk perwujudan
dan implementasi partisipasi publik dalam
perumusan kebijakan publik yang akan dibahas dalam kajian ini
adalah apa yang disebut public hearing.
B. Konsep Public Hearing dan Sosialisasi kepada Masyarakat
Dari uraian terdahulu tergambarkan bahwa perumusan
kebijakan merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah. Karena
di satu sisi perumusan kebijakan selalu dihadapkan pada
Tinjauan Konseptual
19pertimbangan faktor waktu, tenaga, sumber daya pendukung,
dan dampak dari kebijakan. Sedangkan
Tinjauan Konseptual
20
di sisi lain perumusan kebijakan harus mencerminkan aspek
rasional, demokratis, kepastian hukum, transparansi,
desentralisasi, partisipasi, dan akuntabilitas. Dua sisi yang sangat
bertolak belakang tersebut itulah yang menyebabkan banyak
para pengambil keputusan menganggap bahwa tugas membuat
keputusan adalah sangat berat, beresiko tinggi, frustasi, dan
rentan terhadap dukungan publik. Tuntutan akan peranan para
pembuat kebijakan publik tersebut menjadi tidak sederhana
apabila dikaitkan dengan pendapat Michael Hill bahwa : “in
public domain, management takes places within
a framework of public debate,
characterized by conflicting values and interests, public choices,
public accountability and a political environment”. Untuk itu,
perlu adanya keterlibatan publik, supaya semua bentuk
kekuatiran yang berkaitan dengan perumusan kebijakan
merupakan tanggung jawab bersama. Salah satu konsep yang
sedang dikembangkan mencerminkan keterlibatan publik
dalam perumusan kebijakan adalah konsep public hearing.
Tidak banyak referensi yang menyebutkan secara langsung
definisi dari public hearing. Namun demikian, berikut ini
disampaikan beberapa pendapat dan catatan yang mencoba
menjelaskan apa yang dimaksud dengan public hearing.
Kristina Hadzi-Vasileva menyatakan bahwa public hearings
are open meetings conducted by elected local
self-government bodies with
Tinjauan Konseptual
21concerned stakeholders of their communities in order to
investigate the
Tinjauan Konseptual
22
opinions of the people on critical issues of the life of their community
(Kristina Hadzi-Vasileva, 2003)
Sedangkan beberapa definisi public hearing dalam
berbagai catatan dokumen menyebutkan bahwa public hearing
adalah
A meeting of a house or senate committee or subcommittee
during which public testimony may be heard and formal action
may be taken on any measure or matter before the committee
or subcommittee. ( HYPERLINK
"h tt p : // w ww.c a pi t ol. st at e . t x .u s / t lo/r es ourc es /glo ss a ry.h t m"
www. c a pi t o l . s t a t e . t x . u s / t lo/r es ourc es /glo ss a ry.h t m )
a hearing formally advertised and convened to afford any
person who deems their interest in property to be
affected by a proposal an opportunity to be heard.
( w ww. b or e a lfor es t . o rg/nwglo ss9 .h t m )
A formal meeting wherein EPA officials hear the public's views
and concerns about an EPA action or proposal. EPA is required
to consider such comments when evaluating its actions. Public
hearings must be held upon request during the
public comment period.
( www. w at e rq u a li t y.d e / hydrobio.hw/ P T ERMS . H T M )
Meetings held by committees at which members of the
public, lobbyists, legislators, and state agency representatives
may speak or register for or against a proposal.
( ww w .l e gi s . s tat e .wi.u s /glo ss a ry . h t m l )
A public hearing is a special type of public meeting. The sole
purpose of a public hearing is to provide an opportunity for
the public to make comments on a proposed agency decision.
A court reporter records all remarks made during the hearing
Tinjauan Konseptual
23and prepares an official transcript of the proceeding.
( w ww . e p a .gov/r e gion 5 / w at e r /uic/glo ss a ry.h t m )
Tinjauan Konseptual
24
These hearings afford citizens affected by a reviewing board’s
decision an opportunity to have their views heard before
decisions are made. State statutes require that public
hearings be held regarding the
application for a variance or a subdivision approval. Public
hearings regarding site plan applications and draft
environmental impact statements may be
requiredas a matter of local
practice. (www.nymir.o r g/ z oning/Glo ss a ry.h t m l)
A formal meeting designed to provide the public with the fullest
opportunity to express support of or opposition to a
transportation project in an open forum at which a verbatim
record (transcript) of the
proceedings is kept. (
HYPERLINK "h tt p : //w w w.g o ogl e .c o .id/url ?
sa=X&start=6&oi=define&q=h tt p : // w ww
.eastbradybridge.com/about/glossary.asp"
www. e a s t b r a dybr i d g e .com/ a b ou t /g l o ss a ry. a s p )
A state agency may or may not schedule a public hearing on the
regulatory action. If none is scheduled, an interested
party may request one and the agency must comply if the
request is received no later than 15 days before the end of
the 45-day public comment period.
( w ww.dmh . c a h wn e t .gov/Admin/r e gu l at ion s /glo ss a ry . a s p )
An open meeting when arguments are presented and recorded
about TCEQ regulations, compliance by a source, and/or
permit application(s) for construction or
operation of a business. Source:
TCEQ. (www . aa c og. c om/ a i r /L e a rning/M t oS.h t m )
a formal meeting held pursuant to public notice by the
governing body or planning agency, intended to inform and
Tinjauan Konseptual
25obtain public comment, prior to taking action
in accordance with this act.
(members.aol.com/StatutesP9/53PA10107.html)
Tinjauan Konseptual
26
Hal penting yang menjadi salah satu kunci kebehasilan
pelaksanaan public hearing adalah sosialisasi atau
memperkenalkan penyelenggaraan public hearing
kepada`masyarakat. Hal tersebut perlu diperhatikan karena
public hearing merupakan suatu forum tempat bertemunya
dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat. Sehingga
kehadiran kedua pihak secara siap, merupakan hal yang mutlak
dan akan mempengaruhi kualitas pelaksanaan public hearing.
Ketika penyelenggaraan kegiatan public hearing
diperkenalkan diberikan kepada masyarakat, baik secara tertulis
maupun lisan, perlu diasumsikan bahwa masyarakat
tersebut bersifat sangat heterogen.
Masyarakat disinimisalnya dapat merupakansebagai warga
biasa; anggota partai politik; guru-guru sekolah;
orang tua; anggota persatuan- persatuan; pebisnis; pemuka
masyarakat; anggota kelompok-kelompok kepentingan;
perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, asosiasi profesi,
kelompok etnik; calon investor, pemilik perusahaan dan lain
sebagainya. Dengan demikian harus jelas dan tepat apa yang
akan kita informasikan dan kepada siapa informasi tersebut
akan disampaikan. Maka informasi perlu disampaikan dengan
berbagai bentuk dan media.
Bentuk yang dapat digunakan dalam mensosialisasikan
persiapan dan penyelenggaraan public hearing kepada
masyarakat serta me-review hasilnya antara lain adalah
Tinjauan Konseptual
27konferensi pers sebelum dan sesudah pelaksanaan
public hearing, siaran pers (press-release),
serta
Tinjauan Konseptual
20
pemberitahuan secara terbuka di tempat umum (public
announcements). Mengenai media yang dapat
digunakan untuk sosialisasi informasi pelaksanaan
public hearing kepada masyarakat antara lain adalah surat- surat
kabar, poster, spanduk, siaran radio, siaran televisi, bulletin,
leaflet/pamflet, dan lain sebagainya. Pemilihan media sosialisasi
informasi ini perlu memperhatikan kelebihan dan kekurangan
masing-masing media tersebut.
Beberapa Kelebihan dan Kekurangan beberapa Media Informasi untuk Sosialisasi Pelaksanaan Public Hearing kepada Masyarakat
Media Kekuatan Kelemahan
Poster/Spanduk
Ukuran besar
Dapat dicetak berwarna
Dapat telihat dari jarak jauh
Menarik perhatian dengan gambar dan warna yang menarik
Cocok untuk tempat ramai dan sibuk
Sangat efektif di tempat yang penuh kerumunan, misalnya di pasar
Agak mahal (cetakan berwarna dan ukuran yang besar)
Hanya dapat menginformasikan waktu dan tempat penyelenggaraan tanpa memberikan informasi yang lebih lengkap
Dapat salah persepsi (orang mungkin mengira isinyamerupakan pertunjukan hiburan Siaran radio Cepat dilakukan
dan menimbulkan ketertarikan
Dapat menggugah emosi
Dapat membutuhkan biaya yang mahal untuk iklan radio
Harus disiarkan beberapa kali dalam
Tinjauan Konseptual
21
Media Kekuatan Kelemahan
Dapat didengar secara terus menerus oleh banyak orang
Meng-cover wilayah yang luas dengan biaya murah
jam siaran yang berbeda
Beritanya singkat dan datar
Tidak bisa memberi banyak informasi karena keterbatasan waktu
“Creeping line”siaran televisi
Meng-cover jumlah penduduk yang banyak karena popularitas televisi
Murah apabila dibandingkan dengan siaran iklan komersial televisi
Tidak terlalu efektif karena orang jarang membaca creeping-line
Sangat singkat
Agak membosankan
Kelemahan yang sama dengan saran radio, perlu diulang-ulang, biaya, dan keterbatasan informasi
Surat Kabar, leaflet/pamflet
Isinya dapat sangat rinci dan lengkap
Tidak terlalu mahal
Dapat disebarkan keseluruh kota sebagai leaflet dan orang dapat membawa dan membacanya di rumah
Dapat dimasukandalam kotak surat ataudiseliplkan
Memerlukan banyak persiapan untuk mendisain
Memerlukan banyak tenaga untuk mendistribusikannya
Tinjauan Konseptual
22
C. Public Hearing dalam Perumusan Kebijakan Publik1
Sebelum membahas tentang konsep public hearing
tersebut, ada baiknya dibahas sepintas posisinya dalam
proses kebijakan (policy process). Dalam
literatur public policy dikenal adanya sejumlah model yang
sangat bermanfaat untuk meletakkan public hearing dalam
model tersebut. Model-model itu antara lain: model elite, model
kelembagaan, model proses, model rasionalisme, dan model
inkremental.
Model elite berangkat dari premis dasar tidak meratanya
distribusi kekuasaan. Dengan kemampuan rekayasa yang
dimilikinya, elite menjadi penentu kebijakan. Meski tidak ada
jaminan bahwa kebijakan yang diambil adalah demi
kepentingan masyarakat umum, namun elite
penentu kebijakan berusaha mengklaim bahwa kebijakan yang
diambil adalah cerminan kehendak masyarakat. Dari perspektif
public hearing, keberatan utama terhadap model ini karena
cenderung mengabaikan aspirasi dari publik/bawah.
Model kelompok adalah pengejawantahan dari paham
pluralisme. Model ini meyakini bahwa kebijakan pemerintah
adalah hasil dari proses bargaining, negosiasi, dan kompromi
dari kelompok-kelompok yang saling
bersaing. Dari perspektif public hearing, keberatan utama terhadap model
Tinjauan Konseptual
23
1 Dikutip dari makalah Eka Suaib, “Pengembangan Konsep Public Hearing dalam Public Policy”,2005.
Tinjauan Konseptual
24
ini adalah bahwa pemerintah seakan tidak memiliki pengaruh
terhadap proses bargaining, negosiasi, dan kompromi.
Model kelembagaan mengajukan argumentasi bahwa
kebijakan adalah produk otoritatif dari suatu lembaga. Terhadap
argumentasi semacam ini menarik untuk dipertanyakan
hubungan antara struktur kelembagaan dengan isi kebijakan.
Mengapa suatu lembaga tertentu menghasilkan suatu
kebijakan tertentu ? Dalam suatu
struktur ketatanegaraan dimana spesialisasi
fungsi merupakan tuntutan, model kelembagaan membuka
mata bahwa akan adanya friksi-friksi dan bahkan benturan-
benturan kepentingan dalarn tubuh negara.Klaim
model kelembagaan bahwa kebijakan adalah
produk dari suatu lembaga, mengisyaratkan
pengingkaran terhadap aspirasi publik. Lembaga disatu pihak
adalah instrumen masyarakat untuk menciptakan tatanan,
dan dalam waktu yang sama adalah penguasa yang otoritatif
yang dibekali dengan sejumlah privilege dan hak pemaksaan.
Pemilahan inilah yang memungkinkan adanya proses public
hearing. Negara diberi otoritas yang sangat luas karena negara
disepakati sebagai instrumen untuk mencapai tujuan
masyarakat.
Model proses melihat kebijakan sebagai proses dari
serangkaian aktifitas-aktifitas politik, yang bermula dari
identifikasi persoalan, perumusan asal usul
Tinjauan Konseptual
25
kebijakan, pengesahan kebijakan sarnpai evaluasi kebijakan.
Kelemahan mendasar dari model ini adalah
tidak
Tinjauan Konseptual
26
proporsionalnya perhatiannya terhadap isi kebijakan. Kelancaran
proses kebijakan sama sekali tidak menjamin kualitas isi
kebijakan. Model proses menegaskan bahwa proses kebijakan
harus meniti prosedur-prosedur dan tahapan-tahapan tertentu.
Artinya proses kebijakan secara teoretis dimulai dari aktifitas
tertentu dan berakhir dengan aktifitas lain. Meski demikian,
proses itu tidak akan pemah berakhir sepanjang masih ada
kesenjangan antara yang dikehendaki dengan yang diinginkan.
Model rasionalisme memandang kebijakan sebagai
pencapaian tujuan secara efisien. Pencapaian tersebut didasari
langkah-langkah yang rasional setelah mempertimbangkan
semua alternatif kebijakan, seluruh tingkatan preferensi dan
implikasi dari suatu kebijakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
rasionalitas telah menjadi penuntun perilaku politik. Narnun
rasionalitas masing-masing pelaku politik tersebut tidak selalu
sama. Dalam masyarakat yang kompleks seperti saat ini sulit
ditemukan kesepakatan akan preferensi kebijakan.
Implikasinya, pilihan yang dianggap rasional
oleh masing-masing pelaku tidaklah sama.
Model inkremental menampilkan sikap konservatif. Sikap
ini diambil sehubungan adanya ketidakpastian hasil yang bisa
didapatkan oleh kebijakan altematif. Suatu kebijakan adalah
kelanjutan dari kebijakan sebelumnya dengan disertai perubahan
tidak mendasar di sana sini. Dari perubahan yang sifatnya tidak
mendasar inilah lahir harapan untuk mendapatkan perbaikan
Tinjauan Konseptual
27hasil dari suatu kebijakan. Kesediaan untuk
Tinjauan Konseptual
28
melakukan perubahan, meski tidak mendasar, merupakan isyarat
bahwa public hearing mempunyai peluang untuk menciptakan
perubahan. Model inkrementalis ini tidak akan
bisa mengakomodasikan
kepentingan- kepentingan berbeda secara
diametrikal.
Dari pembahasan tentang model-model kebijakan di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa model apapun
yang dipilih maka yang terpenting adalah suatu
kebijakan dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks dari
masyarakat untuk kepentingan masyarakat. Yang menjadi goal
adalah bagaimana masyarakat memperjuangkan alternatif
kebijakan yang diinginkannya, pemerintah tetap memiliki otoritas
tertinggi dalam menetapkan otoritas tersebut. Perlu diperhatikan
adalah bahwa dalam proses kebijakan tersebut melibatkan
interaksi timbal balik antara publik dengan negara. Persoalannya
kemudian adalah bagaimana agar kebijakan yang diambil atau
ditetapkan sebisa mungkin diterima oleh pihak yang
berkompeten. Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut
konsep public hearing bermanfaat.
Konsep public hearing mengisyaratkan
adanya kesenjangan kepentingan aktor-aktor yang
terlibat dalam proses kebijakan. Konsep public hearing juga
mengisyaratkan bahwa adanya proses pengurangan
kesenjangan.The Oxford English Dictionary mendefinsikan
Tinjauan Konseptual
29
hearing sebagai berikut :
Tinjauan Konseptual
30
1) The ability to hear, the sense with which one perceives
sound: Her hearing is poor.
2) The distance within which one can hear.
3) An opportunity to explain one's position or opinion be given
Dari kutipan di atas tersirat bahwa hearing pada dasamya
adalah tindakan atau proses yang ingin mendengar untuk
mencapai kecocokan dan kesesuaian. Proses itu berupa interaksi
antara berbagai komponen dalam masyarakat. Hanya perlu
disadari bahwa jalinan interaksi dalam pembuatan kebijakan
tersebut sangatlah rumit. Untuk mempermudah analisis ada
baiknya dipilah interaksi dari berbagai aktor yang ingin
memperjuangkan kepentingan.
Out put dari public hearing dalam proses pembuatan
kebijakan dapat menjadi agenda setting dari policy makers.
Dalam hubungan ini, Goggin (1990) mengungkapkan :
Result public opinion can strongly affect the political
agenda. This holds particularly true when opinion within the
districts is relatively homogeneus. Moreover, public hearing
polls are often employed by administrators to supprt
particular policy positions.
Masalah-masalah yang telah diartikulasikan oleh
masyarakat, dalam posisinya sebagai wakil sekelompok
masyarakat atau atas namanya sendiri siap untuk dibahas
Tinjauan Konseptual
31(didiskusikan, diploses, dikonversikan) oleh
Tinjauan Konseptual
32
para aktor yang berwenang masalah dimaksud. Dengan ide dan
aspirasi yang sudah dijaring maka diharapkan para policy makers
dapat mengenali masalah dari situasi problematik secara baik
(dan holistis). Dalam suatu sistem kebijakan selama ini, aktor
yang berwenang itu tidak berproses secara steril atau bebas dari
pengaruh akror-aktor lain di luar mereka.
Dalam tahap pengagendaaan ini pembiasan
masalah yang diartikulasikan dapat terjadi. Beberapa
kemungkinan pembiasaan adalah: masalah dan tuntutan
pada umumnya tidak dimasukkan dalam
pembahasan kebijakan, sebelum mencapai arena pembahasan
kebijakan, dan diubah sedemikian rupa oleh aktor-aktor
yang terlibat dalam pengagendaan.
Setelah itu, pengagendaan menghasilkan suatu
rencana pembahasan kebijakan dalam arti prioritas masalah atau
tuntutan pada umumnya yang perlu segera
dibuatkankebijakan. Dari sisi ini,
pengagendaan terlihat sebagai bentuk awal dari manajemen
konflik. Dalam hal ini setidaknya ada dua kemungkinan
manajemen konflik yaitu : membahas dan mengorganisasi isu
atau masalah A untuk memuaskan tuntutan kelompok A, atau
membuang isu B dan menekan tuntutan B.
Berdasarkan prioritas itu mestinya pembahasan masalah
kebijakan dilakukan. Satu per satu masalah yang diajukan oleh
para aktor dibahas, dan dengan pembahasan masalah itu
Tinjauan Konseptual
33
akhirnya untuk setiap masalah kebijakan tersebut tercipta
sebuah rencana kebijakan. Aktor yang terlibat
Tinjauan Konseptual
34
dalam perancangan ini seharusnya tidak berbeda dengan aktor
yang terlibat dalam pengagendaan kebijakan secara langsung
maupun tidak langsung.
Dalam sistem pembuatankebijakan yang demokratis,
suatu kebijakan baru ditetapkan jika sedapat
mungkin dapat mendengar "suara publik". Kebijakan yang ideal
menurut model public hearing ini kalau bisa memuaskan
sebanyak mungkin, tidak mungkin semuanya. Kondisi ideal
tentunya tidak akan pemah hadir dalam kehidupan kita. Yang
menjadi tolak ukur dalam konteks ini adalah : (a) banyaknya
pihak yang merasakan keredaan, kalau bukan sirnanya benturan
kepentingan dengan pihak lain; (b) menurunnya, kalau bukan
hilangnya kadar ketegangan kepentingan; (c) luasnya
cakupan hal yang di public
hearingkan. Kebijakan yang sudah dilakukan public
hearing bisa mengambil beberapa bentuk atau tingkatan.
Pertama, akomodasi sistemik. Format kebijakan pada
level ini dilakukan dengan penataan kembali
strukturdan proses kebijakan sedemikian rupa
sehingga memungkinkan proses kebijakan yang dapat lebih
mengakomodasi aspirasi publik. Perlu dicatat bahwa perubahan
yang diperlukan bagi terciptanya kebijakan yang secara sistemik
tidak harus bersifat radikal tetapi tetap adanya penyesuaian
kebijakan yang lebih proporsional.
Tinjauan Konseptual
35
Kedua, akomodasi sporadis. Dalam level ini akomodasi
dari kebijakan yang sudah di public hearing tidak memiliki
implikasi terhadap isi kebijakan. Akomodasi sporadik ini tidak
mesti mengindikasikan bahwa isu yang dibahas memiliki
lingkupan yang sempit. Ciri-ciri akomodasi yang macam ini
bahwa adaptasi terhadap isi kebijakan dilakukan terhadap
pihak-pihakyang terlibat dalam tawar menawar, perundingan
dan kompromi.
Seandainya hasil dari public hearing telah sampai ke
tangan policy makers, untuk kepentingan merumuskan
kebijakan, maka policy makers dapat melakukan tehnik seperti
yang disarankan oleh Dunn (1981) yakni value clarification.
Sedangkan untuk mengetahui bagaimana
konflik pendapat dari publik ketika menentukan atau memilih
suatu kebijakan, maka dapat dipergunakan tehnik value critique.
Hal yang perlu dipahami bahawa public hearing tidak
bermaksud memperoleh keseragamanberpikir dari
publik melainkan hanya "mendengar"
pendapat atau ide atau opini publik yang dapat digunakan oleh
policy makers untuk menarik kesimpulan mengenai suatu
situasi problematis. Paling penting untuk digarisbawahi
adalah tersedianya infomlasi yang cukup dan
memadai bagi policy makers sebelum
menetapkan kebijakan. Ada tiga kriteria yang penting
diperhatikan dalam pengembangan public hearing ini.
Tinjauan Konseptual
30
Pertama, validitas. Validitas disini adalah bahwa
informasi yang diperoleh dalam proses public hearing sesuai
dengan realitas. Satu model memiliki validitas yang tinggi kalau
dalam proses itu menghasilkan kesimpulan yang sesuai dengan
kenyataan.
Kedua, relevansi. Public hearing dapat dikatakan berhasil
kalau selama proses berlangsung mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dirasakan oleh publik. Pada
umumnya publik 'tergoda' untuk menuangkan segala aspirasinya
untuk ditampung oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan
yang baik seharusnya dapat lebih mengamati kenapa suatu
masalah berkembang di masyarakat kemudian memikirkan
bentuk alternatif kebijakan yang dapat diambil untuk
menghilangkan masalah tersebut serta konsekuensi dari
pelaksanan alternatif kebijakan itu.
Ketiga, pengamatan langsung. Kualitas dari proses public
hearing bisa juga dilihat dari kemampuannya menghasilkan
kesimpulan umum dari fenomena yang kabur. Suatu public
hearing disebut memiliki powerful jika selama proses itu
berlangsung dapat menghasilkan
informasi yang sebelumnya kabur. Dalam realitasnya
cukup banyak informasi yang diperoleh dari proses public
hearing itu. Guna menjamin keakuratan informasi itu diperlukan
pengamatan langsung dari realitas sesungguhnya.
Hanya saja, seringkali karena pertimbangan biaya dan
Tinjauan Konseptual
31waktu, pelaksanaan proses public hearing dengan ciri-ciri
tersebut di atas amat sulit dilakukan. Namun, dengan segala
keterbatasan yang ada, dalam
Tinjauan Konseptual
32
public hearing tersebut hendaknya memperhatikan dua
pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah proses public hearing bisa menjelaskan secara benar
dan jelas situasi dan fakta yang diketahui ?
2. Dapatkah proses itu menentukan agenda setting
kebijakan selanjutnya?
Dua pertanyaan ini seyogyanya perlu menjadi acuan untuk
dipegang teguh oleh para perumus kebijakan dalam melakukan
suatu perencanaan public hearing.
BAB IIIMETODOLOGI
KAJIAN
A. Metode Kajian
Kajian “Pengembangan Konsep Public
Hearing dan Konsep Sosialisasinya
Dalam Perumusan Kebijakan” ini menggunakan metode
deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki, dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada
saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya (Nawawi, 1996 : 73). Pendapat lain
menyatakan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian
yang melukiskan secara tepat sifat-sifat sesuatu individu,
sesuatu keadaan, suatu gejala, dan sebagainya yang
merupakan obyek penelitian (Ali, 1997
: 55).
Karena tujuan kajian ini adalah mengembangkan
Konsep Public Hearing dan Konsep Sosialisasinya, maka
berdasarkan tujuannya, kajian ini dapat
dikelompokkan/dinyatakan pula sebagai studi pengembangan
(development studies).Hal ini sejalan dengan
tujuan dari studi pengembangan yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu masalah yang ada
pada masa sekarang, dalam hubungannya dengan kondisi waktu
yang terus berjalan secara kerkesinambungan. Kekurangan, kelemahan,
32
Metodologi Kajian
33
kesenjangan, kekeliruan dan lain-lain yang mejadi masalah
dalam aspek kehidupan tertentu, akan diungkapkan urutan atau
perkembangannya selama angka waktu tertentu (Nawawi, 1996 :
117). Pendapat lain yang juga mendukung bahwa studi
pengembangan yaitu penelitian yang bertujuan
mengembangkan, yaitu menggali dan memperdalam suatu
gejala atau masalah dari suatu bidang ilmu pengetahuan. Dapat
diartikan pula sebagai penelitian yang mencari kaitan dengan
ilmu pengetahuan yang telah ada, atau yang sedang digali
perluasannya. Dapat pula diartikan sebagai penelitian dimana
masalahnya didudukperkarakan pada kerangka teori yang telah
ada (Ali, 1997 : 53)
Dari definisi-definisi metode deskriptif dan studi
pengembangan tersebut maka kajian ini berusaha untuk
menemukenali dan menggambarkan
fenomena public hearing dan sosialisasinya
dalam perumusan kebijakan, baik di pusat maupun di
daerah dari tiga aspek pengkajian, yaitu: pengetahuan,
pemahaman dan implementasinya. Disamping itu
juga untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi faktor
penghambat (permasalahan) dan faktor pendukung
pengembangan Public Hearing dan sosialisasinya kepada
masyarakat dalam rangka perumusan kebijakan.
Metodologi Kajian
34
B. Pengumpulan Data
Pada dasarnya kajian ini menggunakan metode survei.
Proses pengumpulan data dan informasi dari
narasumber dan informan, dilakukan
dengan menggunakan teknik wawancara dan kuesioner (untuk
data primer) serta telaahan dokumen dan literatur (untuk data
sekunder).
Secara rinci proses penggumpulan data penelitian dari
kajian ini adalah sebagai berikut.
1. Telaahan Dokumen dan Literatur
Pengumpulandata sekunder dengan pedoman
telaahan dokumen dan literatur oleh Tim
dilakukan pada awal pengkajian, pada saat pengumpulan
data dan pada saat analisis serta penafsiran data. Telaahan
dokumen dan literatur pada awal pengkajian dimaksudkan
untuk pengumpulan data dan informasi guna menyusun
konsep dan intrumen penelitian, sedangkan telahaan
dokumen dan literatur pada saat pengumpulan, analisis dan
penafsiran data dimaksudkan untuk menambah dan
melengkapi data guna diperoleh hasil pengkajian yang
berkualitas.
Metodologi Kajian
35
2. Kuesioner
Kuesioner pengumpulan data kajian ini dimaksudkan
untuk pengumpulan data awal penelitian guna memberikan
pedoman pada arah kegiatan wawancara dan Forum Diskusi
Terarah (Focused Group Discussion) pada narasumber dan
informan penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dan
pertanyaan terbuka.
3. Wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)
Wawancara yang dilakukan tim
dalam pengumpulan data berbentuk
wawancara terstruktur ataupun Forum Diskusi Terarah
(Focused Group Discussion) dengan kalangan pakar
perguruan tinggi mengenai materi kajian dengan narasumber
dan informan penelitian yang terdiri dari:
a. Pakar administrasi negara/ kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Udayana di Denpasar - Bali;
b. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Gorontalo di Gorontalo;
c. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Haluoleo di Kendari – Sulawesi`Tenggara;
Metodologi Kajian
36
d. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Sam Ratulangi di Menado – Sulawesi
Utara;
e. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Nusa Cendana di Kupang – Nusa
Tenggara Timur;
f. Pakar administrasi negara / kebijakan publik / politik pemerintahan
/ hukum dari Universitas Palangkarayadi Palangkaraya–
Kalimantan Tengah;
C. Pengolahan Data
Data yang terkumpul dalam kajian ini berupa
pernyataan- pernyataan pandangan, komentar dan
pendapat dari berbagai pemerintah daerah dan narasumber.
Dengan demikian data yang terkumpul sifatnya bukan eksakta
atau pasti. Oleh sebab itu, analisis data yang dipakai
menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif
terkonotasi pada pengertian analisis yang
didasarkan pada argumentasi logika (Ali, 1997 :
151).
Analisis data dalam metode kualitatif
adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
Metodologi Kajian
37ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat
Metodologi Kajian
38
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Maleong,
2000 : 103). Proses yang berlangsung dalam analisis data ini adalah :
1. Penelaahan seluruh data dari hasil pengumpulan data;
2. Reduksi data dengan jalan membuat abstraksi yaitu
pembuatan rangkuman inti dari setiap data;
3. Penyusunan abstraksi data kedalam satuan-satuan hasil penelitian;
4. Pengkategorian satuan-satuan abstraksi data;
5. Pemeriksaan keabsahan abstraksi data dalam setiap kategori;
6. Penafsiran data.
(Maleong, 2000 :
190)
Dengan demikian, data dan informasi yang diperoleh
dalam kajian ini pun diolah sebagai berikut :
1. Data dan informasi yang diperoleh dari para narasumber
ditelaah dan dipelajari;
2. Setiap data dan informasi dibuatkan abstraksi atau rangkuman intinya;
3. Data dan informasi yang sama dalam abstraksi data dan
informasi digabungkan dalam setiap suatu satuan hasil
penelitian;
4. Setiap satuan abstraksi data dan informasi yang sama
tersebut kemudian diberi kategori tertentu, yaitu kategori
Metodologi Kajian
39faktor pendorong sisi
Metodologi Kajian
40
pemerintah, faktor pendorong sisi masyarakat, faktor
penghambat sisi pemerintah, dan faktor penghambat sisi
masyarakat;
5. Pemeriksaan ulang keabsahan abstraksi data dalam setiap kategori;
6. Penafsiran dan analisis data/informasi.
D. Lokasi dan Jangka Waktu Kegiatan
Pemilihan lokasi pelaksanaan metode kegiatan kajian ini
(termasuk narasumbernya) didasarkan atas
karakteristik yang ditetapkan
(purposive). Lokasi pengumpulan data dan informasi tersebut
meliputi :
Provinsi Bali, yaitu Universitas Udayana. Lokasi ini dipilih
untuk menggambarkan model konsep public hearing dan
sosialisasi proses
perumusan kebijakan publik di daerah yang relatif maju.
Provinsi Gorontalo, yaitu Universitas Gorontalo. Lokasi ini dipilih
untuk menggambarkan model konsep public hearing dan
sosialisasi proses
perumusan kebijakan publik di daerah yang relatif baru terbentuk.
Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu Universitas Haluoleo.
Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep
public hearing dan
Metodologi Kajian
41sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah
yang relatif belum maju.
Metodologi Kajian
42
Provinsi Sulawesi Utara, yaitu Universitas Sam Ratulangi.
Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep
public hearing
dan
sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di di daerah
yang relatif maju.
Provinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu Universitas Nusa Cendana.
Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep
public hearing dan
sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah di
daerah yang relatif belum maju.
Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Universitas Palangkarayara.
Lokasi ini dipilih untuk menggambarkan model konsep
public hearing dan
sosialisasi proses perumusan kebijakan publik di daerah di
daerah yang relatif maju.
Prinsipnya, untuk keperluan pengumpulan data dan
informasi dalam pengkajian ini memerlukan waktu selama 5 hari
kerja, sejak persiapan keberangkatan, pengumpulan data dan
kembali ke Jakarta. Namun ada daerah yang pengumpulan
datanya dilakukan 6 hari kerja, karena kondisi kemudahan
transportasi yang kurang menguntungkan. Adapun rincian
kegiatan dan alokasi waktu kegiatan pengumpulan data dan
informasi adalah sebagai berikut:
Metodologi Kajian
40
1. Hari I : Konsolidasi Tim untuk mempersiapkan
instrumen dan berangkat menuju ke lokasi;
2. Hari II : Orientasi lokasi pengkajian dan konsolidasi
dengan narasumber dan
responden pengkajian
sekaligus pengurusan berkas
administratif baik dari kalangan praktisi
maupun teoritisi seraya mengumpulkan data
sekunder yang diperlukan melalui penelusuran
data di perpustakaan maupun di unit-unit
terkait;
3. Hari III : Melakukan pengumpulan data dan informasi
yang terkait dengan narasumber dan
responden melalui forum diskusi terarah (Focus
Group Discussion) dari kalangan Teoritisi;
4. Hari IV : Melakukan pengumpulan data dan informasi
yang terkait dengan narasumber dan
responden melalui forum diskusi terarah (Focus
Group Discussion) dari kalangan praktisi;
5. Hari V : Melakukan konsolidasi terakhir,
persiapan keberangkatan dan
pulang kembali ke Jakarta.
Metodologi Kajian
41
E. Tahapan Teknis Kajian
Tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam kajian ini,
secara umum`terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu Tahap I Tinjauan
Konseptual Public Hearing dan Konsep Sosialisasinya Dalam
Perumusan Kebijakan; Tahap II Analisis Kondisi Pengembangan
Public Hearing dan sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di
Pusat dan di Daerah Saat ini; dan Tahap III Penyusunan Hasil
Kajian Pengembangan Public Hearing dan Sosialisasinya Dalam
Perumusan Kebijakan.
Secara lebih rinci, kegiatan dan hasil yang diperoleh dari
tiap tahap kajian dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tahapan Kajian Pengembangan Konsep Public Hearing dan
Konsep Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan
Tahap
Kegiatan Hasil
Tahap I
Tinjauan Konseptual Public
Hearing dan Konsep
Sosialisasinya Dalam Perumusan
Kebijakan
Pengumpulan konsep, data, dan
informasi akademik mengenai
“Pengembangan Public Hearing dan
Konsep Sosialisasinya
Konsep Public Hearing dan
Konsep Sosialisasinya
Dalam Perumusan Kebijakan
Pengumpulan data, dan informasi
kebijakan“Pengembangan
Konsep Public Hearing dan Konsep
Sosialisasinya Dalam
Metodologi Kajian
42
Tahap
Kegiatan Hasil
Tahap II
Analisis Kondisi Pengembangan Public Hearing
dan sosialisasinya Dalam
Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah Saat
ini
Pengumpulan data lapangan di lokasi penelitian
Identifikasi Faktor penghambat dan
pendorong penerapan Public
Hearing dan sosialisasinya
DalamPerumusan Kebijakan
Analisis penerapan Public Hearing dan
sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan di Pusat dan di Daerah
Tahap III
Penyusunan Hasil Kajian
Pengembangan Public Hearing
dan Sosialisasinya Dalam Perumusan
Kebijakan”
Konseptualisasi Model “Pengembangan
Konsep Public Hearing dan Konsep
Sosialisasinya Dalam Perumusan Kebijakan”
Rekomendasi Model “Konsep Public Hearing
dan Konsep Sosialisasinya
Dalam Perumusan Kebijakan”
F. Jadual Teknis Kegiatan Kajian
Kajian ini merupakan kegiatan baru. Jangka waktu yang
diperlukan kajian ini dimulai dari tahapan persiapan,
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data/informasi,
diskusi, pemaparan, sampai dengan penyusunan
rekomendasi dan langkah-langkah perbaikannya,
akan dilakukan dalam jangka waktu 10 bulan kalender.
Pengkajian ini dilaksanakan selama 10 bulan kalender,
terhitung sejak dilakukan kegiatan persiapan, pengumpulan
data, analisis dan
Metodologi Kajian
43
penafsiran data, dan penyusunan laporan akhir kegiatan.
Pengkajian ini dilaksanakan dalam 10 bulan kalender mengingat
bahwa pengkajian ini memiliki bobot materi yang butuh
penggalian secara mendalam di satu sisi dan sisi yang lain
pengkajian mengenai masalah pengembangan konsep public
hearing dan konsep sosialisasinya dalam perumusan
kebijakan masih jarang dilakukan sehingga dalam pengumpulan
data dan informasi memerlukan banyak waktu. Perlu dipahami
pula bahwa pengkajian ini mengambil 6 lokasi yang memerlukan
intensitas komunikasi yang tinggi mengingat jauhnya jarak
maupun keterbatasan sarana komunikasi dan
transportasi. Kondisiini ditambah dengan
jumlah anggota tim, narasumber dan
responden yangterlibat dalam pengkajian
ini memerlukan konsolidasi yang intensif.
Rincian waktu pelaksanaan kajian diuraikan dalam`tabel berikut ini.
No. Kegiatan Bulan
Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
1. Studi PendahuluanXX
2. Penyusunan RD dan instrumen XX
3. Ekspose RD dan instrumen XX
4. Penyusunan LaporanPendahuluan
XX XX
5. Pengumpulan DataXX XX XX
6. Pengolahan danAnalisis Data
XX XX XX
Metodologi Kajian
447. Penyusunan
LaporanSementara
XX XX
Metodologi Kajian
45
No. Kegiatan Bulan
Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
8. Ekspose LaporanSementara
XX
9. Penyusunan LaporanAkhir
XX XX
10. Ekspose LaporanAkhir XX
11. Pencetakan LaporanAkhir
XX
BAB IV
DESKRIPSI HASIL KAJIAN
Dalam bab ini diuraikan data dan informasi hasil kajian
yang diperoleh dari para narasumber di berbagai perguruan
tinggi di berbagai daerah mengenai gambaran perumusan
kebijakan publik, partisipasi publik dan public hearing yang
selama ini diimplementasikan di pemerintahan daerah, serta
faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi terlaksananya
partisipasi publik dan public hearing dalam rangka proses
penyusunan kebijakan publik.
A. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Beberapa Daerah.
1. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Sulawesi Utara
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber di Universitas Sam Ratulangi mengenai
situasi perumusan kebijakan publik dan public hearing di
Indonesia umumnya dan di
Sulawesi Utara khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.
45
Deskripsi Hasil Kajian
46
Problem utama yang muncul di daerah setelah
kewenangan untuk melaksanakan pemerintahan di
desentralisasikan, masyarakat acapkali kontraproduktif dengan
kebijakan-kebijakan lokal yang dirumuskan oleh para pembuat
keputusan. Sikap kontraproduktif ini lahir didorong oleh
kenyataan yang diterima oleh publik bahwa hasil rumusan
kebijakan lebih sering "tidak menjawab persoalan dan kebutuhan
riil mereka”. Contoh kasus di kota Manado misalnya, perda yang
dikeluarkan oleh pemerintah Kota tentang Sampah mendapat
respons yang kurang kondusif dari masyarakat. Volume sampah
bukan berkurang tetapi justru semakin menumpuk di mana-
mana, terutama sekali di lokasi pusat perbelanjaan. Hasil
investigasi kepada publik membuktikan bahwa mereka
merasakan substansi perda ini sangat tidak
rasional. Masyarakat dibebankan pungutan
sementara sistem pelayanan kebersihan lebih
dibebankan kepada masyarakatnya sendiri. Misalnya, rasionalitas
antara pungutan dan objek yang dibebankan agak sulit untuk
diterima oleh masyarakat. Setiap bulan masyarakat dibebankan
dengan kewajiban membayar retribusi sampah. luran ini melekat
dengan proses pembayaran rekening air. Sementara itu
penanganan sampah di rumah-rumah masyarakat ditangani
secara manual oleh masyarakatnya sendiri. Pada tingkat yang
lebih tinggi, hasil retribusi sampah disetor ke kas Pemerintah
kota. Sementara itu pemecahan masalah sampah di kota
Manado, harus dilaksanakan oleh pemerintah tingkat
Deskripsi Hasil Kajian
47kecamatan. Kebijakan yang seperti ini pada akhirnya
Deskripsi Hasil Kajian
48
juga melahirkan sikap kontra produktif dari kalangan
pemerintahan di jajaran bawah.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ketidakselarasan
antara kebijakan dengan persoalan dan kebutuhan
masyarakat ternyata bersumber dari tidak
intensifnya para pembuat keputusan untuk
menyerap masukan-masukan dari publik. Konsep kebijakan
publik di kalangan pembuat keputusan, sampai saat ini masih
dipandang sebagai suatu yang given. Masyarakat berkewajiban
menjalankan apa yang telah ditetapkan. Padahal mekanisme
yang sistematis dari sebuah proses perumusan kebijakan adalah
juga menyerap informasi dari publik yang menyangkut hal-hal
masalah dan kebutuhan riil masyarakat, serta yang
lebih penting lagi adalah menyangkut informas i te ntang ke mampu an dan
gag as an -g agas an mas yaraka t untuk me ngatas i be rbag ai mas ala h dan
k e bu t uh a n y a ng m e r e ka h a d a p i . Dengan demikian tidak bisa
tidak, perlu ada dengar pendapat antara para pembuat
keputusan dengan publik. Sepanjang dengar
pendapat tidak dilaksanakan, maka
resiko tidak efektifnya sebuah kebijakan akan
menjadi semakin luas.
Inti persoalannya adalah tidak efektifnya kebijakan publik
yang dibuat karena masyarakat tidak dilibatkan dalam proses
perumusan kebijakan itu sendiri. Dalam kaitannya dengan
Deskripsi Hasil Kajian
49persoalan ini, maka public hearing adalah kebutuhan
mutlak yang harus dilakukan untuk
mempertemukan "kebutuhan" dan "pemecahan masalah".
Pertanyaannya
Deskripsi Hasil Kajian
50
kemudian adalah mengarah pada 2 (dua) hal : p e r t a ma ,
bagaimana agar Public hearing dapat menjadi kewaiiban yang
harus dilakukan oleh para pembuat keputusan, dan yang k e dua ,
bagaimana publik mengerti bahwa public hearing itu adalah hak
dan kewajiban mereka dalam sebuah proses pemerintahan.
Dengan demikian yang paling dibutuhkan agar public
hearing dapat terlaksana atau terselenggara adalah adanya :
MKetetapan di dalam Undang-undang yang mewajibkan
Lembaga Legislatif bersama dengan Eksekutif untuk
melakukan public hearing sebelum ditetapkannya
sebuah peraturan;
1. Ketetapandi dalam Undang-undang yang
mewajibkan Lembaga Legislatif
bersama dengan Eksekutif untuk melakukan public hearing
sebelum ditetapkannya sebuah peraturan;
2. Penjelasan di media massa tentang adanya mekanisme
public hearing terhadap sebuah rencana
penyusunan perundang-undangan
atau penetapan sebuah peraturan.
Berdasarkan dua hal di atas ini maka yang paling
dibutuhkan adalah adanya Peraturan Pemerintah, baik itu di
tingkat pusat maupun daerah yang mengatur tentang
mekanisme keterlibatan masyarakat dalam
Deskripsi Hasil Kajian
51
proses perumusan kebijakan. "Payung hukum" ini amat
penting untuk menjaga hal-hal sebagai berikut :
1. ketidaktepatan keterlibatan kelompok
masyarakat dalam sebuah perencanaan
penetapan peraturan perundang-undangan;
2. ketidaksungguhan para pelaksana keputusan
dalam menjalankan kebijakan yang
telah ditetapkan, akibat dari tidak adanya kekuatan hukum
yang mengikat.
Oleh karenanya untuk mengantisipasi dua hal yang
disebutkan di atas maka yang pertama-tama dibutuhkan adalah
perlu ada Perda tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Perumusan Kebijakan. Dengan adanya
Perda ini, maka public hearing tidak hanya menjadi sekedar
sebuah forum untuk meminta kontribusi informasi dari
masyarakat. Tetapi lebih jauh lagi public hearing menjadi
sebuah kewajiban yang mutlak harus dijalankan oleh para
pembuat keputusan, dan menjadi sebuah solusi pemecah
kebuntuan tidak chip-in nya kebijakan dengan problem, dan
pemikiran serta kebutuhan masyarakat yang riil.
Adapun mekanisme public hearing itu sendiri, harus diatur
secara sistematis agar supaya dapat menjadi sebuah proses
formulasi yang produktif. Seleksi terhadap komunitas yang akan
dilibatkan dalam proses public hearing menjadi amat penting.
Deskripsi Hasil Kajian
52Hal ini dapat dimulai menetapkan
Deskripsi Hasil Kajian
50
kontak komunitas dengan menggunakan metode FGD. Metode ini
akan mendekatkan pemecahan masalah
dengan komunitasyang berkepentingan.
Dengan demikian proses input data dari publik akan terfokus
pada permasalahan yang harus diterapi.
2. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Bali.
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber di Universitas Udayana
mengenai situasi implementasi perumusan
kebijakan publik dan public hearing di Indonesia pada umumnya
dan di Bali pada khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai
berikut.
Penerapan konsep public hearing mempunyai hubungan
yang erat dengan konsep partisipasi warga masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan karena melalui partisipasi ini
dapat dilakukan public hearing. Partisipasi menunjukkan
keterbukaan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
meakukan pengendalian terhadap masyarakat. Melalui
partisipasi, warga masyarakat diberikan kesempatan untuk
berperan serta dalam tindakan-tindakan hukum publik yang
dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Di Indonesia, secara normatif, partisipasiyang diatur
dalam undang-undang adalah partisipasi dalam
tindakan-tindakan operasional.
Deskripsi Hasil Kajian
51
Misalnya, dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, ditentukan bahwa “Peran
serta rakyat dalam konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah
melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan berhasil
guna". Demikian juga dalamayat (2)-nyaditentukan bahwa
"Dalam mengembangkan peran serta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah menumbuhkan dan
meningkatkan sadar konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya di kalangan rakyat melalui pendidikan dan
penyuluhan". Oleh karena itu, partisipasi warga masyarakat
dalam perumusan kebijakan publik melalui public hearing
sebaiknya juga diatur sehingga memberikan kepastian hukum
bagi pelaksanaannya.
Walaupun secara normatif, dalam undang-undang belum
diatur secara tegas tetapi dalam pembuatan kebijakan oleh
Pemerintah Pusat untuk hal-hal tertentu telah diterapkan konsep
public hearing untuk menggali informasi-informasi yang relevan
dengan keputusan yang dibuat. Misalnya pada waktu dilakukan
amandemen terhadap UUD 1945, tim khusus MPR pergi ke
Daerah-daerah untuk mencari masukan-masukan yang relevan
dengan amandemen tersebut. Akan tetapi hasil dari
masukan-masukan tersebut tidak jelas karena warga masyarakat
tidak diberitahukan mengenai penggunaan dari informasi yang
Deskripsi Hasil Kajian
52bersangkutan sehingga warga masyarakat menjadi
kurang partisipatif terhadap
Deskripsi Hasil Kajian
53
kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Kendalanya model
demikian ini, jelaslah akan memerlukan tenaga, pikiran dan
biaya yang sangat banyak sehingga cara demikian ini kurang
efisien. Selain itu, keputusan yang dibuat oleh Pemerintah
memerlukan waktu yang relatif lama.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, juga telah
dilakukan public hearing. Misalnya pada saat Pemerintah Kota
Denpasar membuat Rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak
Parkir Tahunan. Pungutan terhadap parkir ini dilaksanakan
sebagai pajak padahal parkir tersebut merupakan retribusi.
Public hearing ini dilakukan dengan
meminta pendapat publik melalui harian Bali Post
dengan tidak memuat rancangan peraturan daerah pada harian
tersebut. Public hearing ini mendapat tanggapan positif dari
warga masyarakat. Maksudnya banyak warga masyarakat
memberikan masukan-masukan sesuai dengan hukum dan
menurut hemat narasumber masukan tersebut dapat diterima
oleh akal sehat. Masukan tersebut pada intinya warga
masyarakat tidak setuju dengan pajak parkir tahunan karena
secara teori, parkir merupakan retribusi sehingga
pungutan uang baru dilakukan setelah
adanya penggunaan jasa parkir. Walaupun
sudah ada masukan-masukan, nampaknya
Pemerintah Daerah Kota Denpasar tidak menerima masukan
tersebut, sehingga Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir
54
Deskripsi Hasil KajianTahunan tetap diberlakukan. Dalam kenyataannya warga
masyarakat tidak mau mematuhi peraturan daerah
tersebut.
Deskripsi Hasil Kajian
55
Demikian juga, public hearing dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi Bali pada saat membuat Rancangan Tata Ruang
Wilayah dengan memuat rancangan tersebut dalam Harian Bali
Post. Public hearing ini mendapat tanggapan positif dari warga
masyarakat dengan memberikan masukan-masukan melalui
Harian Bali Post. Masukan-masukan ini dapat diberikan secara
langsung oleh warga masyarakat
dengan menyampaikannya ke Kantor Bappeda dan
dapat juga diberikan secara tidak langsung yakni melalui Harian
Bali Post.
Public hearing ini juga dilakukanmelalui Rapat
Desa Adat (Pakraman). Ketika investor atau
penanam modal yang kebetulan
membangun usaha di suatu wilayah Desa Adat (Pakraman)
tertentu, bersama Pemerintah Daerah dan warga Desa
melakukan public hearing melalui suatu rapat mengenai usaha
yang akan dilaksanakannya. Hal ini dimaksudkan agar tetap
terpeliharanya hubungan yang harmonis antara Pemerintah
Daerah, investor dan warga masyarakat jika suatu usaha telah
dilaksanakan. Secara normatif, public hearing yang dilakukan
oleh Desa Adatl (Desa Pakraman) ini diatur dalam Pasal 6 huruf b
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Desa Pakraman yakni "Desa Pakraman mempunyai wewenang
untuk turut serta menentukan setiap keputusan dalam
pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya terutama
Deskripsi Hasil Kajian
56yang berkaitan dengan Tri Hita Karana. Kendalanya banyak
tenaga, biaya dan waktu yang diperlukan sehingga
pelaksanaannya
Deskripsi Hasil Kajian
57
kurang efisien. Selain itu, hasilnya juga tidak jelas karena tidak
ada pemberitahuan kepada warga masyarakat mengenai
penggunaan dari informasi yang bersangkutan.
3. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Gorontalo.
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber di Universitas Gorontalo
mengenai situasiimplementasi perumusan
kebijakan publik dan public hearing di Indonesia pada
umumnya dan di Gorontalo pada khususnya, diperoleh gambaran
dibawah ini sebagai berikut.
Terselenggaranya kepemerintahan yang bersih dan
berwibawa (good governance) merupakan cita-cita dari negara
kesatuan Republik Indonesia. Kepemerintahan seperti itu
dilandasi oleh tegaknya prinsip- prinsip supremasi hukum,
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi, baik
dalam pengelolaan kebijakan maupun dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan masyarakat dilakukan
secara prima, yaitu transparan, berkualitas, efisien, demokratis
dan berkeadilan. Kinerja aparatur dalam sistem pemerintahan
yang demokrasi sangat ditentukan oleh seberapa jauh rakyat
memperoleh akses pelayanan yang
Deskripsi Hasil Kajian
58
sama tanpa dibeda-bedakan atau di dalam kepemerintahan
yang baik terdapat citra pemerintahan yang demokrasi.
Bilamana menyimak ulasan nilai-nilai good governance
diatas, maka menurut narasumber, penerapan konsep public
hearing yang selama ini dilakukanoleh pemerintah (pusat
dan daerah) sebagai pengambiI
kebijakan/pembuat keputusan masih jauh dari harapan
masyarakat. Sebab, selama ini pemerintah memahami dirinya
seakan-akan adalah seorang penguasa tunggal yang dapat
berbuat semaunya tanpa lagi memperhatikan aspirasi maupun
kritik yang disampaikan oleh rakyatnya sebagaimana telah
dinyatakan di atas bahwa pemerintahan yang baik dan
demokrasi adalah pemerintahan yang menjalankan tata
kepemerintahan secara terbuka terhadap kritik dan kontrol dari
rakyatnya.
Dengan mengabaikan masukan dan kritikan dari
masyarakatnya akhirnya membawa pemerintah kepada berbagai
kasus-kasus mark-up, KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme),
sebagaimana yang dilansir berbagai media massa cetak maupun
elektronik. Karena selama ini pemerintah dalam membuat
kebijakan serta arah pembangunan tidak melibatkan kelompok-
kelompok masyarakat yang ada. Dimana
pemerintah menganggap kelompok-kelompok
masyarakat yang ada itu adalah “benalu”yang
sewaktu-waktu dapat merusak
59
Deskripsi Hasil Kajian kebijakan/keputusan, program dan penyusunan suatu
peraturan perundang-undangan. Sehingga,
setiap rumusan dari kebijakan atau keputusan yang telah
Deskripsi Hasil Kajian
60
dirumuskan dan ditetapkan dianggap tidak akomodatif dan tidak
aspiratif dengan kepentingan masyarakat atau pihak-pihak yang
terkait. Karena dalam perumusannya, kebijakan
tersebut dianggap tidak secara demokratis
membuka ruang bagi partisipasi
masyarakat dan tidak transparan dalam proses
perumusannya.
Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan adanya
beberapa kebijakan publik yang tidak dapat diimplementasikan
dengan semestinya, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal
inilah, menurut narasumber bahwa pemerintah itu menganggap
dirinya adalah penguasa tunggal yang tidak dapat diganggu
gugat segala macam kebijakan atau keputusannya - walaupun
telah merugikan dan menyengsarakan masyarakatnya.
Padahal, di era keterbukaan ini ruang publik untuk
berkomunikasi dengan wakilnya ataupun dengan pemerintah
sudah ada yaitu melalui konsep public hearing yang selama
ini telah dijalankan oleh legislatif (hanya terbatas pada
hubungan eksekutif dengan legislatif). Namun partisipasi
masyarakat untuk menentukan segala macam program ataupun
kebijakan jarang dilibatkan, padahal masyarakatlah yang dapat
merasakan segala macam kebutuhan serta penderitaan dari
suatu kebijakan ataupun program yang dicanangkan oleh
pemerintah. Misalnya, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar
Minyak), karena kurangnya sosialisasi di masyarakat, maka
Deskripsi Hasil Kajian
61kebijakan pemerintah atas BBM dianggap oleh masyarakat
sangat
Deskripsi Hasil Kajian
62
merugikanatau tidak memihak kepada masyarakat.
Disinilah letak ketidakterlibatannya masyarakat
dalam memahami kenaikan BBM.
Mencermati berbagai fenomena tersebut, tampaknya yang
menjadi hambatan dalam penerapan konsep public hearing
selama ini adalah :
1. Selama ini public hearing hanyalah terjadi antara antara
eksekutif dengan legislatif dan kurang atau tidak melibatkan
masyarakat secara lebih luas.
2. Dalam melakukan public hearing dengan masyarakat, selama
ini Pemerintah (legislatif dan eksekutit)
cenderung hanya sekedar mendengarkan
ataupun menampung, dan belum atau tidak secara
langsung pemerintah langsung menindaklanjutinya setiap
kebutuhan dari masyarakat dengan aksi yang nyata.
3. Selama pemerintah enggan untuk melakukan sosialiasi di
tempat- tempat terpencil karena melihat alam dan kondisinya
yang tidak memungkinkan, sehingga
pelaksanaan dengar pendapat
dengan masyarakat atau (public hearing)
hanya tidak terfokus di gedung DPR/DPRD maupun di kantor-
kantor pemerintahan.
4. Adanya kecenderungan keengganan pemerintah bilamana
pelaksanaan public hearing ini melibatkan masyarakat secara
lebih luas. Pemerintah belum siap untuk dikritik oleh
63
Deskripsi Hasil Kajian masyarakatnya karena hal ini menyangkut
kredibilitas pemerintah yang dalam menyusun
Deskripsi Hasil Kajian
64
programnya akan menjadi diketahui bilamana program atau
kebijakan itu tidak memihak kepada rakyat.
5. Selama ini pemerintah dalam melakukan hearing hanya
melibatkan masyarakat ataupun kelompok-
kelompok masyarakat yang telah
menjadi mitra daripada pemerintah (yang dapat diatur).
Kelima hal tersebut di atas menurut narasumber
merupakan faktor penghambat dalam pelaksanakan public
hearing dengan masyarakat selama ini. Bila kita semua
menyadari secara baik dan mendalam mengenaikonsep
public hearing yang ada, maka kita tidak
lagi menyaksikan para pemerintah kita diproses secara
hukum akibat kasus KKN. Sebab, public hearing menurut
narasumber merupakan media komunikasi yang menghubungkan
antara masyarakat dengan pemerintah (legislatif dan eksekutif).
Namun selama ini hubungan tersebut terputus sehingga
mengakibatkan kontrol dari masyarakat tidak ada.
4. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Nusa Tenggara
Timur.
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber kajian di Universitas Nusa
Deskripsi Hasil Kajian
65Cendana mengenai situasi implementasi
perumusan kebijakan publik dan public hearing di Indonesia
Deskripsi Hasil Kajian
66
pada umumnya dan di Nusa Tenggara Timur pada
khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.
Berdasarkan pengalaman di daerah, proses public hearing
atau dengar pendapat dalam rangka perumusan kebijakan belum
dilakukan secara sistematis. Bahwa publichearing dari
pemaknaan sampai implementasinya masih kabur.
Dewan (DPR dan DPRD) seringkali mengatakan
bahwa public hearing telah dilakukan dalam reses, padahal reses
yang dimaksud adalah sebenarnya adalah berdialog dengan
rakyat mengidentifikasi persoalan publik. Dengan demikian
forum-forum ini belum dilakukan dalam bentuk yang terfokus.
Mungkin yang telah baku adalah model penyusunan Anggaran
Pembangunan Daerah, dimana pihak eksekutif melakukannya
melalui Musayawarah Pembangunan (Musbang) tingkat Desa,
Kecamatan, Kabupaten dan Propinsi. Sementara DPRD
melakukannya melalui mekanisme Jaring Aspirasi Masyarakat
(Jaring Asmara) yang belum efektif. Namun untuk kebijakan-
kebijakan yang lain, hal ini belum diIakukan dengan baik. Untuk
diketahui bahwa di daerah, perda-perda yang disusun
kebanyakan perda tentang PAD dan perda tentang susunan
organisasi perangkat daerah. Perda-perda yang lain belum
menonjol. Di samping itu, Perda inisiatif belum dijamah oleh
DPRD. Oleh karena itu, mekanisme perumusan kebijakan publik
di daerah masih bersifat inkrementalis dan elitis, yaitu tambal
sulam dan terbangun berdasarkan persepsi elite eksekutif dan
67
Deskripsi Hasil Kajianlegislatif. Untuk kasus NTT,
Deskripsi Hasil Kajian
60
malah proaksi dari LSM lebih kuat dalam mengkritisi kebijakan
publik nasional dan daerah, dibanding lembaga legislatif atau
eksekuti. Sekarang ini beberapa LSM sementara berprakarsa
membuat Perda tentang Desa, Hak Perempuan dan Anak.
Berikut beberapa gambaran situasi penyusunan Peraturan
Daerah dan Peraturan Desa di NTT yang masih sangat
memprihatinkan.
1. Selama masa jabatan DPRD NTT Periode 1999 tercatat 59
Perda yang dihasilkan, namun hanya sekali DPRD menggelar
public hearing, yaitu berkenan dengan tuntutan masyarakat
untuk membatalkan rencana DPRD menaikkan
gajinya. Public hearingtersebut sekedar
mengklarifikasi dan memperkuat argumentasi untuk menaikan
gaji pimpinan dan anggota DPRD. DPRD Periode 2004 juga
baru sekali menggelar public hearing, yaitu diselenggarakan
Fraksi Gabungan Persatuan. Fraksi ini menyelenggarakan
public hearing terhadap nota kesepakatan Gubernur NTT dan
Ketua DPRD NTT tentang AKU APBD
2005, yang telah disahkan. Rupanya setelah fraksi tersebut gagal
memperjuangkan perubahan AKU APBD 2005, mereka
menggelar Public hearing sekedar menyatakan kepada public
bahwa mereka telah berjuang maksimaI, namun secara politis
mereka kalah.
2. Dari 59 Perda yang ditetapkan selama 5 tahun yang lalu,
Deskripsi Hasil Kajian
61semuanya berasal dari inisiatif eksekutif. Tidak satu pun di
antaranya pernah melibatkan masyarakat dalam bentuk
public hearing atau metode
Deskripsi Hasil Kajian
62
lainnya. Terkesan bahwa eksekutif sangat percaya diri karena
lebih banyak draft Perda itu berasal dari foto copy Perda
Propinsi lain dan partisipasi masyarakat sangat diabaikan.
3. Fenomena penyusunan Perda Propinsi NTT tersebut juga
dialami hampir semua Kabupaten/Kota di NTT, kecuali
beberapa Perda yang dihasilkan Kabupaten Mor. Di
Kabupaten Mor telah dikembangkan Perda partisipatif
dengan dukungan dan bimbingan GTZ, sehingga mulai
dari tahap perancangan sampai dengan
pembahasannya melibatkan segenap komponen
masyarakat. Di Kabupaten Kupang beberapa LSM antara
lain, "YAPPRITA" sedang memproses sebuah draft Perda
tentang Perlindungan dan Pelayanan Publik Terhadap
Perempuan, "SANLIMA" juga sedang memproses
penyusunan beberapa Perda menyangkut Desa dan
Kecamatan. Kedua lembaga tersebut mengisiatif penyusunan
draft Perda Kabupaten Kupang telah melibatkan segenap
komponen masyarakat dan pihak Pemerintah Kabupaten
Kupang.
4. MenyangkutPeraturan Desa yang dibuat dengan
pendekatan partisipatif terlihat masih jauh dari
harapan, karena keterbatasan kemampuan aparat Pemerintah
Desa dan legislatif desa, termasuk juga warga desa itu
sendiri. Ada beberapa LSM di NTT
berusaba mendampingi Desa dengan pelatihan
63
Deskripsi Hasil Kajianpenguatan kompetensi legislative drafting dan budgeting
drafting bagi Pemerintah Desa, serta
Deskripsi Hasil Kajian
64
membimbing penyusunan Peraturan Desa yang partisipatif.
Upaya ini cukup maksimal dilakukan, namun selepas
intervensi LSM, raib pula segenap pengalaman dan
ketrampilan yang telah diberikan.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman demikian, maka
kebijakan- kebijakan di daerah belum secara sistematis
menempatkan rakyat sebagai pusat perumusan kebijakan publik.
Ekstrimnya masih terjadi marjinalisasi rakyat dalam perumusan
kebijakan publik di daerah. ltulah sebabnya desentralisasi, telah
membentuk tataran pemerintahan lokal
yang sentralistik, pemerintahan yang
menggelembung di atas, belum
terdistribusi secara merata ke bawah. Kebijakan publik di
daerah yang elitis membuat otonomi juga masih elitis. Beberapa
kebijakan pembelian kapal mewah, kebijakan rumpon, jati emas,
pembelian mobil mewah, rumah pejabat dan seterusnya
menjadi contoh kebijakan daerah yang elitis. Oleh karena itu,
public hearing harus menjadi terobosan yang penting untuk
mendorong penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
berwajah kerakyatan.
Apabila model ini ingin menjadi mekanisme baku dalam
perumusan kebijakan publik, maka dibutuhkan beberapa hal :
1. Harus ada payung hukum yang secara jelas mengatur dan
mengikat pembuat kebijakan. Dalam UU. No. 10 Tahun
Deskripsi Hasil Kajian
652004, memang telah
Deskripsi Hasil Kajian
66
diatur tentang public hearing. yaitu "masyarakat dapat
memberikan masukan secara lIsan dan tertulis dalam rangka
penyiapan dan pembahasan RUU dan Ranperda”. Pasal ini bila
dicermati bukan merupakan imperative, karena kata
“dapat” tldak merupakan kewajiban. Apabila
diganti dengan kata "harus" maka lebih kuat dan serius untuk
dilakukan oleh pembuat UU atau Perda.
2. Dalam aplikasinya, harus dijelaskan tentang mekanisme
public hearing dalam siklus kebijakan publik sebagaimana
yang dilakukan di negara- negara lainnya. Tahap public
hearing yang diformalkan tentu menjadl bagian yang penting
dalam proses perumusan kebijakan publik.
3. Kesiapan aktor-aktor dalam public hearing. Bahwa dalam
perumusan kebijakan publik akan melibatkan banyak aktor,
baik itu birokrasi, politisi, kelompok penekan,
kelompok kepentingan, pers, dan
masyarakat sipil lainnya sebagai stakeholders dari
kebijakan. Pengkondisian aktor-aktor ini penting
sehingga ajang public hearing dapat berlangsung efektif.
Kalau tidak maka arena itu akan menjadi titik krusial yang
berbahaya secara politis.
4. Bahwa apa yang disampaikan dalam public hearing harus
terfokus, apakah dalam pelbagai pandangan mendukung,
menolak atau kajian- kajian mendalam (academic draft)
sebagai pembanding kebijakan yang dapat memperkaya
67
Deskripsi Hasil Kajianperumusan kebijakan yang di buat.
Deskripsi Hasil Kajian
68
5. Publikasi publik hearing untuk menjamin keterbukaannya,
karena jangan sampai arena ini hanya sekedar formalisasi dari
perumusan kebijakan publik. Pelibatan secara meluas dari
publik sangat penting, agar sebuah kebijakan
benar-benar mengakomodasi
kepentingan publik.
5. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Kalimantan Tengah.
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber kajian di Universitas
Palangkaraya mengenai situasi
implementasi perumusan kebijakan publik dan public hearing di
Indonesia pada umumnya dan di Kalimantan Tengah pada
khususnya, maka diperoleh gambaran sebagai berikut.
Menurut para narasumber, perumusan kebijakan publik
sejak adanya "reformasi" dan masaperubahan atau
penyesuaian penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan dalam negara, telah meningkatkan
tuntutan masyarakat pada lembaga/pejabat
untuk memperhatikan penerapan asas-asas
pemerintahan yang baik dan prinsip- prinsip good
governance. Prinsip-prinsip atau asas-asas tersebut
dikehendaki harus selalu dapat terlihat dan dilihat oleh semua
pihak dalam proses perumusan kebijakan publik oleh
Deskripsi Hasil Kajian
69lembaga/pejabat dalam rangka
Deskripsi Hasil Kajian
70
menjawab atau menghadapi situasi perubahan kepentingan
yang cepat dan penanganan terhadap suatu masalah tertentu,
agar tidak menjadi luas pengaruh dan masalahnya. Dalam
situasi seperti ini, apa yang seharusnya dan tidak seharunya
dilakukan oleh lembaga/pejabat yang berwenang menjadi
penting dan dapat saja terjebak pada proses serta mengabaikan
prinsip-prinsip atau asas-asas tersebut.
Narasumber menggambarkan berbagai kebijakan
pemerintah yang mendapat resistensi yang kuat dari kelompok
masyarakat tertentu yang berkentingan Iangsung bahkan
masyarakat luas, karena kebijakan itu dianggap tidak menjamin
dan melindungi kepentingan mereka, seperti kebijakan di tingkat
Pemerintahan Pusat mengenai pengaturan mengenai
pemerintahan daerah, lalu lintas, tenaga kerja,
lingkungan hidup, pertanahan, BPPN, pembubaran
departemen, pemberian kredit usaha tani, subsidi BBM, dan lain-
lain. Di Tingkat Daerah, kebijakan mengenai tata ruang kota,
penetapan wilayah pemekaran, peredaran minuman keras,
judi, dan lain-lainl. Resistensi masyarakat tersebut, dilakukan
dalam bentuk demonstrasi yang dapat saja telah mengganggu
bidang kehidupan manusia lainnya.
Kecenderungan masyarakat atau kelompok tertentu
sekarang, pasca "masa penolakan" terhadap kepemimpinan
orde baru, merasa berhak menentukan dan
menolak kebijakan yang diambil oleh
71
Deskripsi Hasil Kajianlembaga/pejabat,apabila berkaitan dengan kepentingan
mereka.
Deskripsi Hasil Kajian
72
Masyarakat atau kelompok tertentu yang selama ini tidak
tersalurkan hak- haknya, mengungkapkan dan
menuntut kepentingan-kepentingannya kepada
lembaga/pejabat untuk mengambil maupun tidak mengambil
kebijakan publik. Fenomena ini untuk kalangan tertentu dianggap
sebagai bentuk kekacauan dan ketidak beraturan
masyarakat dalamsuatu pemerintahan, sehingga ada
sebagian anggota masyarakat menolak perubahan cara-cara
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.
Terlepas dari penilaian tersebut, yang jelas peranan
keputusan yang diambil/lembaga pejabat yang berkaitan dengan
kepentingan publik, dapat mendatangkan gejolak dalam
masyarakat berupa sikap "penolakan dan mendukung."
Tanggapan dari masyarakat yang beraneka ragam kepentingan
dan latar belakang, sebenarnya dalam kehidupan negara
yang demokratis tidak menjadi masalah yang serius, bahkan
harus dianggap sebagai bentuk perhatian dan keterlibatan
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan. Hanya saja
permasalahannya,
apakah proses
keterlibatan masyarakat ini sudah sesuai dengan yang
dikehendaki dalam prinsip- prinsip perumusan kebijakan publik ?
Selain itu, bagaimana seharusnya bentuk-bentuk dari
keterlibatan elemen masyarakat dalam proses kebijakan publik ?
Beberapa contoh kebijakan publik yang mendapat
Deskripsi Hasil Kajian
73resistensi yang kuat dari kelompok masyarakat tersebut di atas
dapat kemukakan pendapat, bahwa ada sesuatu yang tidak
seharusnya dilakukan atau
Deskripsi Hasil Kajian
74
dilakukan oleh lembaga/pejabat yang berwenang,
karenaberkaitan dengan substansi kepentingan
kelompokmasyarakat tersebut atau prosedur
menampung keprihatinan, aspirasi atau kepentingan kelompok
masyarakat tersebut. Dengan kata lain, persoalannya dapat
dipilah, yang pertama ada pada masyarakat, dan
yang kedua ada pada lembaga/pejabat yang mengambil
kebijakan tersebut.
Kedudukan masyarakat dalam alam demokrasi bukan
sebagai objek dari kebijakan itu sendiri, tetapi merupakan subjek
yang berkepentingan terhadap kebijakan yang diambil oleh
lembaga/pejabat, sehingga harus dilibatkan. Karena itu,
keputusan yang diambil oleh lembaga/pejabat dalam
mengatur dan menyelesaikan rnasalah-masalah
sosial kemasyarakatan di bidang tertentu, hendaknya dapat
menjadi bagian dari pilihan atau keputusan masyarakat.
Untukmencapai keputusan masyarakat tersebut,
perlu dilakukan metode-metode tertentu, seperti antara lain
melakukan penelitian terhadap masalah pokok dan Public
hearing dengan berbagai pola pilihan. Cara seperti itu, akan
memudahkan perumusan kebijakan publik, menempatkan
masyarakat yang memiliki hak dan berkepentingan terhadap
kebijakan sertamerasa dihargai, diikutsertakan,
dan bertanggungjawab dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga tidak menjadi objek dari
75
Deskripsi Hasil Kajiankebijakan itu sendiri. Akan tetapi metode keterlibatan
masyarakat dalam proses kebijakan publik ini. kemudian
menjadi masalah dalampenerapannya, karena harus
Deskripsi Hasil Kajian
76
menyatukan berbagai pikiran dan kepentingan dari berbagai
kelompok masyarakat agar proses pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara teratur dan baik.
Dalam perkembangan penyelenggaran pemerintahan,
kedudukan pejabat publik mempunyai sikap sebagai pelayan
atau penyelenggara kepentingan dari apa yang dikehendaki oleh
anggota atau kelompok masyarakat, sehingga yang harus
mendapatkan perhatian utama adalah bagaimana sikap
melayani kepentingananggota atau
kelompok masyarakat dapat dilaksanakan sesuai
dengan kepentingan mereka. Posisi pejabat publik sebagai yang
seharusnya mempunyai sikap pelayan dan masyarakat sebagai
yang dilayani ini, dalam praktik menjadi
sulit dipertahankan dengan berbagai alasan.
Indonesia yang mempunyai berbagai suku, budaya, dan
kebiasaan dapat mempengaruhi atau menjadi kendala sikap
yang seharusnya dilakukan masing-masing pihak dalam posisi
seperti tersebut di atas. Karena itu, pemerintah telah membuat
aturan-aturan umum seperti dalam UU No. 10 Tahun 2004 yang
dapat dijadikan pegangan oleh anggota atau kelompok
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik, sehingga
kepentingan anggota atau kelompok masyarakat tersebut dapat
dilayani, diproses, dan dirumuskan dalam bentuk kebijakan
publik. Akan tetapi karena lembaga/pejabat tidak
mempunyai kemauan politik, agenda
Deskripsi Hasil Kajian
77kebijakan publik, konsistensi, aspirasi publik, transparansi
dokumen, tidak
Deskripsi Hasil Kajian
78
ada mekanisme keterlibatan masyarakat luas dan kelompok
kepentingan, maka penerapannya tidak dapat diharapkan
menjamin sikap masyarakat akan selalu mendukung kebijakan
publik.
Sekarang ini, pola lain yang diterapkan
pejabat yang akan memproses, merumuskan, dan
mengambil kebijakan publik yaitu dengan melakukan kunjungan
untuk melakukan diskusi dalam rangka sosialisasi sebelum dan
sesudah ditetapkan kebijakan publik itu sendiri kepada berbagai
lembaga-lembaga atau kelompok masyarakat yang
berkompeten. Dalam kunjungan tersebut, terdapat
kekurangan karena kendala persiapan, agenda, waktu,
mekanisme kerja, dan transparansi dokumen, termasuk hasilnya.
Lembaga/instansi Pemerintah dan kelompok
masyarakat yang dikunjungi pun, merasa tidak ada gunanya
terlibat dalam proses perumusan kebijakan publik, karena antara
lain alasan-alasan buruknya persiapan persiapan, agenda,
waktu, mekanisme kerja, dan tidak transparannya dokumen
serta tidak jelasnya hasil kunjungan
tersebut. Bahkan dikesankan lembaga/intansi Pemerintah dan
kelompok masyarakat tertentu dijadikan sebagai
sumber legitimasi proses pengambilan keputusan.
Kesan ini terbentukkarena kendala atau kekurangan
tersebut di atas, sehingga lembaga/institusi dan kolompok
masyarakat yang dikunjungi tidak terlalu siap untuk terlibat
79
Deskripsi Hasil Kajiandalam Public hearing yang dilakukan karena buruknya sosialisasi
yang dilakukan.
Deskripsi Hasil Kajian
70
Kekurangan lain yang terjadi, seolah-olah Public hearing
yang dilakukan oleh pejabat tersebut hanya membahas teknis
pembuatan atau perumusan kebijakan publik. Cara ini, jelas
tidak menjawab substansi masalah yang perlu mendapat
solusi melalui kebijakan publik. Dengan kata lain, metode
yang diterapkan tidak efektif menjamin bahwa
kepentingan masyarakat dapat dijamin dengan
kebijakan publik. Lembaga/instansi Pemerintah atau
kelompok masyarakat yang berkepentingan
diperkenalkan dengan rumusan-rumusan pilihan dalam
rancangan, tanpa mengetahui substansi
permasalahan, sehingga dirumuskan pilihan-pilihan tersebut
untuk ditetapkan menjadi rancangan kebijakan publik.
Seharusnya, pembicaraan dalam Public hearing
membicarakan substansi rancangan perumusan kebijakan publik
yang didasarkan pada hasil penelitian. Walaupun demikian,
kendati tidak mengetahui permasalahan atas dasar hasil
penelitian, karena acara resmi dan sikap menghargai atas
kunjungan pejabat-pejabat pengambil kebijakan, tetap
dipaksakan dilaksanakan sosialisasi, sehingga hasilnya tidak
dapat diukur dan diketahui. Dalam situasi seperti ini, sebenarnya
lembaga/instansi atau kelompok masyarakat yang dikunjungi
karena mempunyai keterbatasan, akhirnya bersikap pasif untuk
berperan dalam proses perumusan kebijakan publik.
Dari beberapa hal yang disebutkan di atas dapat
Deskripsi Hasil Kajian
71dikemukakan, bahwa penerapan Public hearing yang diberi
peluang oleh aturan umum
Deskripsi Hasil Kajian
72
dan dilakukan oleh lembaga/pejabatpengambil kebijakan,
kurang melindungi dan menjaminkepentingan masyarakat
ataukelompok tertentu yang berkepentingan, karena
metode kerja yang diterapkan kurang tepat. Seharusnya
lembaga/pejabat pengambil kebijakan publik harus memiliki
kemauan politik yang didasarkan pada hasil kajian atau
penelitian, agenda kebijakan publik, konsistensi, aspirasi
publik, transparansi dokumen, mekanisme keterlibatan
masyarakat luas dan kelompok kepentingan, yang dapat
diharapkan menjamin sikap masyarakat akan
selalu aktif berperan dalam proses kebijakan publik dan relatif
dapat menyelesaiakan masalah dalam masyarakat. Dengan cara
seperti itu, diharapkan akan relatif lebih banyak yang
mendukung setiap kebijakan publik.
6. Deskripsi Perumusan Kebijakan Publik, Partisipasi
Masyarakat dan Public Hearing di Sulawesi Tenggara.
Dari kegiatan diskusi dan wawancara yang dilakukan
dengan narasumber kajian di Universitas Haluleo mengenai
situasi implementasi perumusan kebijakan publik dan
public hearing di Indonesia
pada umumnya dan di Sulawesi Tenggara pada khususnya, maka
diperoleh gambaran sebagai berikut.
Deskripsi Hasil Kajian
73
Sebagai contoh Pemerintah Daerah Kota Kendari, sejak
tahun 6 tahun terakhir telah mengembangkan mekanisme
perencanaan untuk menjaring aspirasi masyarakat yang
disingkat “jaring asmara”. Adapun maksud dari konsep jaring
asmara adalah :
Pembangunanyang bersifat sektoral, parsial dan
mempunyai pendekatanpartisipatif agar
secara sistematis, konseptual dan
konsisten terarah serta terkendali menuju pencapaian
kinerja pembangunan.
Program kunci, adalah program utama yang ditujukan untuk
mengatasi issue.
Pembiayaan program dan multi sektor baik pemerintah,
masyarakat dan swasta.
Pengembangan ekonomi lokal partisipatif untuk
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi
wilayah dan menciptakan lapangan
pekerjaan.
Adapun proses dalam perencanaan yang partisipatif adalah :
Tahap I : Lokakarya pembangunan tingkat kelurahan atau dikenal
Musbangkel; Tahap II : Lokakarya pembangunan tingkat
kecamatan atau dikenal UDKP; Tahap III : Lokakarya
pembangunan tingkat kota atau dikenal Rakorbang
Deskripsi Hasil Kajian
74
Tahap I Lokakarya Pembangunan Tingkat Kelurahan
Pada Tahap I, tujuannya adalah melakukan identifikasi
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang kemudian dibahas dan
disepakati dalam Musbangkel. Agenda utama dalam lokakarya
adalah identifikasi potensi, perumusan usulan rencana dan
prioritas usulan kegiatan, dan pemilahan berdasar sumber dana
yang diperlukan. Kelompok program yang dibahas yakni
kelompok fisik, kelompok ekonomi dan kelompok sosial budaya.
Keluaran dari lokakarya ini adalah daftar usulan kegiatan
pembangunan yang dibiayai APBD, daftar usulan kegiatan
pembangunan yang dibiayai swadaya masyarakat, daftar usulan
kegiatan pembangunan yang dibiayai oleh dunia usaha berdasar
kemitraan.
Tahap II Lokakarya Pembangunan Tingkat Kecamatan.
Tujuan dari Tahap II ini untuk mensinergikan dan
sinkronisasi hasil- hasil Musbangkel dalam suatu wilayah
kecamatan sehingga menjadi satu usulan yang sistematis dan
terpadu. Agenda utama dalam lokakarya tingkat kecamatan
atau UDKP adalah identifikasi dan kompilasi hasil-hasil Musbang
dan UDKP, prioritas usulan kegiatan pembangunan, pemilahan
berdasar sumber dana yang diperlukan. Out put kegiatan
adalah daftar
Deskripsi Hasil Kajian
75
usulan kegiatan pembangunan yang dibiayai dunia usaha
berdasar kemitraan.
Tahap III Lokakarya Pembangunan Tingkat Kota.
Pada lokakarya pembangunan tingkat kota tujuannya
adalah untuk menghasilkan kesepakatan komitmen dan
komitmen diantara pelaku pembangunan atas program kegiatan
dan anggaran tahunan. Agenda utama dalam lokakarya adalah
penguatan prioritas usulan kegiatan pembangunan,
pemilahan berdasar sumber dana yang
diperlukan (swadaya, swasta, APBD, APBN). Out
put lokakarya adanya daftar usulan kegiatan pembangunan yang
disepakati oleh kecamatan dan disetujui oleh rapat forum pleno
dan daftar usulan kegiatan pembangunan yang diusulkan dan
yang paling prioritas.
Dari mekanismetahapan perencanaanyang telah
diuraikan, tahapan yang dapat diidentifikasi
memenuhi kualifikasi pulic hearing adalah pada tahap
Musbangkel. Pada tahap ini yang menjadi aktor penting
dalam pelaksanaan kegiatan adalah Bappeda, DPRD, Badan
Pemberdayaan Masyarakat (BPM), dan tim Kecamatan.
Hasil Musrenbangkel yang dilaksanakan menghasilkan
matriks kegiatan yang meliputi bidang, kegiatan, volume,
lokasi dan sumber pembiayaan. Bidang-bidang yang dimaksud
meliputi fisik prasarana, sosial budaya dan
Deskripsi Hasil Kajian
76
ekonomi. Kegiatan meliputi berupa adanya inventarisasi kegiatan
yang perlu dilaksanakan, seperti bidang fisik dan prasarana
mengeluarkan rekomendasi kegiatan perlu adanya pengadaan
lampu jalan, pengadaan bak sampah, penimbunan jalan dan
sebagainya. Volume pekerjaan dapat berupa panjang, satuan,
dan paket. Lokasi menunjuk pada RW,
lingkungan dan RT pada masing-masing kecamatan. Sumber
pembiayaan diidentifikasi yakti swadaya, P2MK, dan Pemerintah.
Dampak dari kegiatan atas menurut seorang pejabat di lingkungan
Bappeda Kota Kendari adalah sebagai berikut.
Kegiatan jaring asmara menunjukkan adanya dampak yang
positif dan negatif. Dampak positif seperti terwujudnya
program yang aspiratif, tersalurnya aspirasi warga
masyarakat, munculnya aspirasi baru dari
masyarakat, munculnya kekuatan-kekuatan lokal kelompok
masyarakat sesuai dengan profesinya. Tetapi ada juga
kelemahan dari konsep ini yakni
sementara meningkatnya keinginan masyarakat
yanghendak diperhatikan tetapi dana
pembangunan di pemkot terbatas, adanya
pemahaman pemberdayaan yang berlebihan
tanpa harus ada campur tangan pemerintah, dan
kurangnya masyarakat memikirkan program yang
strategis. Contohnya, masyarakatberharap
memperhatikan penyediaan bola volley, padahal
hal tersebut perlu pengadaannya bisa dilakukan sendiri
tanpa harus menunggu uluran tangan pemkot
(wawancara, 9 Mei 2005).
Deskripsi Hasil Kajian
77
Berdasar atas informasi dari pejabat Bappeda di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi jaring asmara
dapat membawa dampak yang positif dan negatif. Setelah hasil
dari pelaksanaan kegiatan yang sudah menyediakan informasi
tentang identifikasi kegiatan yang harus dilakukan, kemudian
oleh tim Bappeda tidak langsung dijadikan sebuah program.
Masih ada tahapan mekanisme lanjutan yakni lokakarya di
tingkat kecamatan. Pada tahap ini, tim dari Bappeda sudah
mencoba untuk mencocokkan antara program dari masyarakat
seperti yang telah tertuang dalam Jaring Asamara dengan Arah
Kegiatan Umum (AKU) Kota Kendari. Jika pada tahapan ini sudah
ada kecocokan maka program itu yang paling kuat untuk
dilaksanakan.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Konsep Public
Hearing.
Dari hasil diskusi dengan para narasumber yang uraiannya
yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat
diidentifikasi beberapa faktor yang telah mempengaruhi proses
perumusan kebijakan publik selama ini, yang juga
dipandang akan juga mempengaruhi pengembangan
public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan
kebijakan publik. Faktor pengaruh tersebut dapat berupa
faktor pendorong maupun penghambat yang
78
Deskripsi Hasil Kajian sumbernya berasal dari sisi pemerintah maupun dari
sisi masyarakat.
Deskripsi Hasil Kajian
79
1. Faktor Pendorong
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dianggap sebagai
faktor pendorong dalam perumusan kebijakan publik selama ini,
yang juga dipandang akan juga mendukung pengembangan
public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan
publik, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.
a. Sisi Pemerintah
Adanya ketetapan di dalam Undang-undang yang
memungkinkan Lembaga Legislatif bersama dengan
Eksekutif untuk melakukan semacam public hearing
sebelum ditetapkannya sebuah peraturan.
Walaupun secara normatif dalam undang-undang
belum diatur secara tegas tetapi dalam
pembuatan kebijakan oleh Pemerintah Pusat
untuk hal-hal tertentu telah diterapkan konsep public
hearing untuk menggali informasi-informasi yang relevan
dengan keputusan yang dibuat. Contohnya adalah
pemerintah telah membuat aturan-aturan umum seperti
dalam UU No. 10 Tahun
2004 yang dapat dijadikan pegangan oleh anggota atau kelompok
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan publik, sehingga
Deskripsi Hasil Kajian
80
kepentingan anggota atau kelompok masyarakat
tersebut dapat dilayani, diproses, dan dirumuskan dalam
bentuk kebijakan publik.
Adanya forum dengar pendapat eksekutif - legislatif.
Saat ini pemerintah sudah memiliki suatu konsep
semacam public hearing yang selama ini telah
dijalankan oleh legislatif. Secara umum konsep
tersebut lebih sering disebut
dengar pendapat. Hanya saja, forum ini biasanya
terbatas pada hubungan eksekutif dengan legislatif.
Adanya forum-forum Musyawarah Pembangunan (Musbang).
Dalam merencanakan program pembangunan,
pemerintah (eksekutif) telah melakukan semacam forum
public hearing yang disebut musyawarah pembangunan
atau Musbang. Forum atau kegiatan musbang ini
merupakan model penyusunan Program dan Anggaran
Pembangunan Daerah, dimana pihak
eksekutif melakukannya Musyawarah
Pembangunan (Musbang) secara
bertingkat, yang biasanya dimulai dari tingkat Desa,
Kecamatan, Kabupaten sampai dengan Propinsi.
Adanya forum Jaring Aspirasi Masyarakat (Jaring Asmara).
Forum ini biasanya dilakukan oleh DPRD dalam
rangka mencari bahan pembanding untuk
Deskripsi Hasil Kajian
81kepentingan pembahasan program dan
anggaran pembangunan dengan eksekutif. Hanya
Deskripsi Hasil Kajian
82
saja biasanya mekanisme yang dilakukannya dianggap
relatif kurang efektif karena aspirasi yang
dikumpulkan tidak jelas statusnya apakah
diterima, dipertimbangkan atau ditolak.
Adanya dukungan pemerintah terhadap bantuan teknis lembaga/
negara asing.
Saat ini telah dikembangkan Perda
partisipatif dengan dukungan dan
bimbinganGTZ, sehingga mulai dari
tahap perancangan sampai dengan
pembahasannya melibatkan segenap komponen
masyarakat
Adanya kegiatan kunjungan kerja sosialisasi kebijakan.
Ada pola lain yang diterapkan pejabat yang
akan memproses, merumuskan, dan mengambil
kebijakan publik yaitu dengan melakukan kunjungan untuk
melakukan diskusi dalam rangka sosialisasi sebelum dan
sesudah ditetapkan kebijakan publik itu sendiri kepada
berbagai lembaga-lembaga atau kelompok
masyarakat yang berkompeten.
Adanya keinginan untuk lebih mewujudkan good governance.
Terselenggaranyakepemerintahan yang bersih
dan berwibawa (good governance)
83
Deskripsi Hasil Kajian merupakan cita-cita dari reformasi pemerintahan negara
kesatuan Republik Indonesia. Cita-cita ini
Deskripsi Hasil Kajian
80
menjadi pendorong normatif untuk terwujudnya suatu
perumusan kebijakan publik yang transparan dan
partisipatif.
b. Sisi Masyarakat
Adanya tanggapan luas dari masyarakat atas suatu
rancangan kebijakan.
Permintaan pemerintah untuk meminta pendapat
publik atas suatu rancangan kebijakan melalui harian
(kasus di Bali) mendapat tanggapan positif dari
warga masyarakat. Hal ini dapat
mengindikasikan masih ada kepedulian masyarakat
untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi dengan
pemerintahnya.
Adanya proaktif LSM yang mendukung proses
pembuatan kebijakan.
Di beberapa daerah ada proaktif dari LSM dalam
mengkritisi kebijakan publik nasional dan daerah,
dibanding lembaga legislatif atau eksekuti. Bahkan ada
LSM yang berprakarsa membuatkan Rancangan Perda
tentang Desa, Hak Perempuan dan Anak. LSM tersebut
menginisiatif penyusunan draft Perda dengan melibatkan
segenap komponen masyarakat terkait dan pihak
Pemerintah Daerah itu sendiri.
Deskripsi Hasil Kajian
81
Adanya tuntutan masyarakat akan "reformasi" pemerintahan.
Reformasi dan masa perubahan atau
penyesuaian penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan dalam negara, telah meningkatkan tuntutan
masyarakat pada lembaga/pejabat untuk memperhatikan
penerapan asas-asas pemerintahan yang baik dan prinsip-
prinsip good governance.
Adanya tuntutan untuk demokratisasi perumusan kebijakan publik.
Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan masyarakat
dalam alam demokrasi saat ini bukan lagi sebagai objek
dari kebijakan itu sendiri, tetapi merupakan subjek yang
berkepentingan terhadap kebijakan yang diambil oleh
lembaga/pejabat, sehingga harus dilibatkan.
2. Faktor Penghambat
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dianggap sebagai
faktor penghambat dalam perumusan kebijakan publik selama
ini, yang juga dipandang akan juga penghalang pengembangan
public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan
publik, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.
Deskripsi Hasil Kajian
82
a. Sisi Pemerintah
Dari sisi pemerintah paling tidak hal yang perlu dikritisi
adalah kondisi dalam sistem peraturan dan
mekanisme kerja, dan pandangan/sikap
terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan
publik.
i. Kondisi peraturan dan mekanisme kerja dalam
perumusan kebijakan publik, antara lain adalah :
adanya sikap kontra produktif dari kalangan
pemerintahan di jajaran bawah terhadap atasan;
tidak adanya kekuatan hukum yang mengikat
sehingga ada ketidaksungguhan para
pelaksana keputusan
dalam
menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan;
tidak adanya Peraturan Pemerintah, baik itu di tingkat
pusat maupun daerah yang mengatur tentang
mekanisme keterlibatan
masyarakat dalam proses perumusan kebijakan,
seperti misalnya Perda tentang Partisipasi
Masyarakat dalam Proses Perumusan Kebijakan;
mekanisme perumusan kebijakan publik di
daerah masih bersifat inkrementalis
Deskripsi Hasil Kajian
83dan elitis, yaitu tambal sulam
dan
terbangun berdasarkan persepsi elit eksekutif dan legislatif;
Deskripsi Hasil Kajian
84
eksekutif sangat percaya diri karena lebih banyak draft
Perda itu berasal dari foto copy Perda Propinsi lain
dan partisipasi
masyarakat sangat diabaikan;
lembaga/pejabat tidak mempunyai kemauan politik,
agenda kebijakanpublik, konsistensi, aspirasi
publik, transparansi
dokumen, tidak ada mekanisme keterlibatan
masyarakat luas dan kelompok kepentingan, maka
penerapannya tidak dapat diharapkan menjamin sikap
masyarakat akan selalu mendukung kebijakan publik;
dalam setiap kunjungan kerja eksekutif dan legislatif,
masih terdapat kekurangan karena kendala persiapan,
agenda, waktu,
mekanisme kerja, dan transparansi dokumen,
termasuk perumusan hasilnya;
kebijakan-kebijakan di daerah belum secara
sistematis menempatkan rakyat sebagai
pusat perumusan kebijakan
publik, atau ekstrimnya masih terjadi marjinalisasi
rakyat dalam perumusan kebijakan publik di daerah;
lembaga/instansi Pemerintah atau kelompok masyarakat
yang berkepentingan diperkenalkan dengan rumusan-
rumusan pilihan
dalam rancangan, tanpa mengetahui substansi permasalahan,
Deskripsi Hasil Kajian
85
sehingga dirumuskan pilihan-pilihan tersebut untuk
ditetapkan menjadi rancangan kebijakan publik;
penerapan Public Hearing yang diberi peluang oleh
aturan umum dan dilakukan oleh
lembaga/pejabat pengambil
kebijakan, kurang melindungi dan
menjamin kepentingan masyarakat
atau kelompok tertentu yang
berkepentingan, karena metode kerja yang
diterapkan kurang tepat.
ii. Sikap/pandangan terhadap konsep partisipasi
masyarakat dan public hearing dalam perumusan
kebijakan, antara lain adalah :
tidak intensifnya para pembuat keputusan untuk
menyerap masukan-masukan dari publik, sehingga
walaupun sudah ada
masukan-masukan, nampaknya
Pemerintahtidak menerima
masukan tersebut;
sangat besarnya tenaga, pikiran dan biaya yang
diperlukan untuk public hearing sehingga cara demikian
dipandang kurang
efisien, karena mengakibatkankeputusan yangdibuat
Pemerintah memerlukan waktu yang relatif
86
Deskripsi Hasil Kajian lama;
public hearing dari pemaknaan sampai implementasinya
masih kabur, sehingga Dewan (DPR dan DPRD)
seringkali mengatakan
bahwa public hearing telah dilakukan dalam masa reses;
Deskripsi Hasil Kajian
87
public hearing tersebut sekedar mengklarifikasi
dan memperkuat argumentasi untuk menaikan
gaji pimpinan dan
anggota DPRD;
seolah-olah public hearing yang dilakukan oleh pejabat
tersebut hanya membahas teknis pembuatan atau
perumusan kebijakan
publik, sehingga hal ini jelas tidak menjawab substansi
masalah yang perlu mendapat solusi melalui kebijakan
publik;
pemerintahmemahami dirinya adalah seorang
penguasa tunggal yang dapat berbuat
semaunya tanpa lagi
memperhatikan aspirasi maupun kritik;
pemerintah menganggap kelompok-kelompok
masyarakat yang ada itu adalah “benalu” yang
sewaktu-waktu dapat merusak
kebijakan/keputusan, program dan penyusunan suatu
peraturan perundang-undangan;
adanya ketakutan bilamana pelaksanaan public
hearing ini melibatkan masyarakat. Artinya,
pemerintah belum siap untuk
dikritik oleh masyarakatnya.
b. Sisi Masyarakat
Deskripsi Hasil Kajian
88Dari sisi masyarakat paling tidak hal yang perlu
dikritisi adalah kondisi masyarakat dalam
proses perumusan kebijakan, dan
Deskripsi Hasil Kajian
89
pandangan/sikapmasyarakat terhadap sistem peraturan
dan mekanisme perumusan kebijakan publik.
i. Kondisi dan posisi masyarakat dalam kebijakan publik,
antara lain adalah :
masyarakat acapkali kontraproduktif secara “buta”
dengan kebijakan;
masyarakat tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan;
berbagai kebijakan pemerintah mendapat resistensi
yang kuat dari kelompok masyarakat tertentu yang
berkentingan langsung
bahkan masyarakat luas, karena kebijakan itu
dianggap tidak menjamin dan melindungi kepentingan
mereka;
lembaga/institusi dan kolompok masyarakat yang
dikunjungi tidak terlalu siap untuk terlibat dalam
Public Hearing yang
dilakukan dalam bentuk sosialisasi;
adanya keterbatasan kemampuan lembaga/instansi
atau kelompok masyarakat yang
dikunjungi, sehingga akhirnya
bersikap pasif untuk berperan dalam proses
perumusan kebijakan publik.
Deskripsi Hasil Kajian
90
ii. Pandangan/sikap masyarakat terhadap
sistem peraturan dan
mekanisme perumusan kebijakan publik, antara lain adalah
:
tidak adanya penjelasan yang memadai di media massa
tentang adanya public hearing atas
sebuah rencana perundang-
undangan atau penetapan sebuah peraturan;
ketidaktepatan keterlibatan kelompok masyarakat dalam
sebuah perencanaan penetapan peraturan perundang-
undangan;
tidak diinformasikannya pemanfaatan dan status
masukan- masukan dari warga masyarakat sehingga
warga masyarakat
menjadi kurang partisipatif terhadap kebijakan yang dibuat oleh
Pemerintah Pusat;
selama ini pemerintah dalam melakukan hearing
dianggap melibatkan masyarakatataupun
kelompok-kelompok
masyarakat yang telah menjadi mitra daripada
pemerintah yang dapat diatur;
lembaga/instansi Pemerintah dan kelompok masyarakat
yang dikunjungi, merasa tidak ada gunanya terlibat
dalam proses
perumusan kebijakan publik, karena merasa hanya
Deskripsi Hasil Kajian
91dijadikan sebagai sumber legitimasi proses pengambilan
keputusan;
dipaksakannya sosialisasi suatu kebijakan, sehingga
pencapaian hasilnya tidak dapat diukur dan diketahui
secara pasti.
Deskripsi Hasil Kajian
92
C. Menuju Pengembangan Konsep Public Hearing dan
Sosialisasinya dalam Perumusan Kebijakan Publik.
Dari diidentifikasi beberapa faktor yang telah
mempengaruhi proses perumusan kebijakan publik selama ini,
yang juga dipandang akan juga mempengaruhi pengembangan
public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan
publik, maka dapat dilakukan beberapa alternatif untuk
pengembangan konsep public hearing dan sosialisasinya dalam
perumusan kebijakan publik yang dipandang ideal untuk
pemerintahan dan masyarakat di Indonesia.
Alterantif-alternatif tersebut, secara garis besar mengacu
pada dua kelompok besar yaitu sisi pemerintah dan sisi
masyarakat, yang masing- masing didahului oleh pertanyaan
besar sebagai berikut.
a. Dari sisi pemerintah : bagaimana agar supaya public
hearing dapat menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh
para pembuat keputusan dalam pemerintahan demokrasi.
b. Dari sisi masyarakat : bagaimana publik mengerti bahwa
public hearing itu adalah hak mereka dalam sebuah proses
pemerintahan yang demokratis
Deskripsi Hasil Kajian
93
Berdasarkan masing-masing pertanyaan dari kedua sisi
tersebut, maka alternatif pengembangan konsep public hearing
dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan publik adalah
sebagai berikut :
a. Pada sisi pemerintah
Perlu adanya ketetapan di dalam Undang-undang yang
mewajibkan Lembaga Legislatif bersama dengan Eksekutif
untuk melakukan public hearing sebelum ditetapkannya
sebuah peraturan.
Perlu adanya Peraturan, baik itu di tingkat pusat maupun
daerah yang mengatur tentang mekanisme keterlibatan
masyarakat dalam
proses perumusan kebijakan, misal peraturan pemerintah
atau daerah tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Proses Perumusan Kebijakan.
Perlu adanya pernyataan yang jelas dan tegas dalam
payung hukum yang mengatur dan mengikat pembuat
kebijakan. Dalam
UU. No. 10 Tahun 2004, memang telah diatur tentang
public hearing. yaitu "masyarakat dapat memberikan
masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka
penyiapan dan pembahasan RUU dan Ranperda”. Pasal
ini bila dicermati bukan merupakan
imperative, karena kata “dapat” tldak
merupakan kewajiban. Apabila diganti dengan kata
94
Deskripsi Hasil Kajian "harus" maka lebih kuat dan serius untuk dilakukan oleh
pembuat UU atau Perda.
Deskripsi Hasil Kajian
90
Perlu adanya perubahan pola dengar pendapat yang
selama ini dijalankan harus dirubah, yang tadinya
hanyalah antara eksekutif
dengan legislatif sekarang haruslah melibatkan masyarakat
(bukan saja legislatif), dan tidak terfokus hanya di gedung
DPR/DPRD maupun di kantor pemerintahan.
Perlu adanya penjelasan tentang mekanisme public hearing
dalam siklus kebijakan publik kepada seluruh jajaran
unsur pembuat
kebijakan publik baik dalam eksekutif dan legislatif.
Perlu adanya publikasi public hearing yang dilaksanakan
untuk menjamin keterbukaannya, karena jangan sampai
arena ini hanya
sekedar formalisasi dari perumusan kebijakan publik.
Perlu adanya ketantuan bahwa pembahasan dalam Public Hearing
lebih mengarah untuk membicarakansubstansi
rancangan perumusan kebijakan publik.
Perlu dikembangkannya budaya pengambilan kebijakan
publik yang didasarkan pada hasil kajian atau
penelitian, agenda kebijakan
publik, konsistensi, aspirasi publik, dan transparansi
dokumen, dengan menggunakan mekanisme keterlibatan
masyarakat luas dan kelompok kepentingan. Hal ini
diharapkan akan menjamin sikap masyarakat agar selalu
Deskripsi Hasil Kajian
91aktif berperan dalam proses kebijakan
Deskripsi Hasil Kajian
92
publik dan sehingga relatif dapat menyelesaiakan masalah
dalam masyarakat.
b. Pada sisi masyarakat
Perlu adanya penjelasan di media massa tentang adanya
public hearing atas sebuah rencana perundang-undangan
atau penetapan sebuah peraturan.
Perlu adanya kontak komunitas dengan menggunakan
metode tertetu yang diharapkan akan dapat
mendekatkan pemecahan
masalah dengan komunitas yang berkepentingan.
Perlu adanya mekanismeuntuk penyiapan serta
menseleksi masyarakat ataupun kelompok-
kelompok masyarakat yang ada
untuk dilibatkan dalam public hearing.
Perlu adanya kesiapan aktor-aktor dalam publichearing.
Perumusan kebijakan publik akan melibatkan banyak aktor,
baik itu birokrasi, politisi, kelompok penekan, kelompok
kepentingan, pers, dan masyarakat sipil lainnya sebagai
stakeholders dari kebijakan. Pengkondisian aktor-aktor ini
penting sehingga ajang public hearing dapat berlangsung
efektif. Kalau tidak maka arena itu akan menjadi titik
krusial yang berbahaya secara politis
Deskripsi Hasil Kajian
93
Perlu adanya pelibatan secara luas dari publik, agar
sebuah kebijakan benar-benar mengakomodasi
kepentingan publik.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan adalah
mengenai ketepatan sosialisasi penyelenggaraan
kegiatan pulic hearing. Untuk menjembatani informasi antara
pemerintah dan masyarakat, maka untuk sosialisasi
penyelenggaraan kegiatan public hearing
dalam rangka perumusan kebijakan publik
pada tingkatpemerintah pusat dapat
dilakukan dengan bentuk siaran pers atau konferensi pers. Media
yang dapat digunakan untuk sosialisasi tersebut kepada
khalayak umum adalah siaran radio, siaran televisi dan surat
kabar, sedangkan pada khalayak khusus (terkait langsung
dengan substansi kebijakan publik yang akan di public hearing-
kan) dapat pula digunakan leaflet/pamflet.
Sedangkan untuk sosialisasipenyelenggaraan
kegiatan public hearingdalam rangka perumusan
kebijakan publik pada tingkat pemerintah
daerahdapat dilakukan dengan bentuk siaran
pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun konferensi
pers. Media yang dapat digunakan untuk sosialisasi tersebut
adalah poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar lokal, dan
penyebaran leaflet/pamflet.
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini dimuat kesimpulan dari hasil kajian serta
beberapa saran/rekomendasi dalam rangka
pengembangan dan
implementasi konsep public hearing dan
sosialisasinya dalam perumusan kebijakan publik.
A. Kesimpulan
Dari hasil kajian yang telah dilakukan maka mengenai
public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan kebijakan
publik diperleh gambaran sebagai berikut.
Selama ini ada perbedaan pemahamandan penerapan
konsep pelaksanaan atau
penyelenggaraan public hearing dalam
proses
perumusan kebijakan publik. Public hearing umumnya
cenderung menghendaki diterapkan sejak awal
perencanaan perumusan suatu kebijakan publik. Maksudnya
public hearing cenderung dilakukan untuk pengumpulanbahan
bagi perumusan suatu kebijakan
publik. Kecenderungan yang lain, sebagian
terlihat dalam praktek public
hearing dilakukan pada tahap ketika suatu rencana atau rancangan
93
Penutup
94
kebijakan publik sudah dibuat dan perlu untuk mendapatkan
verifikasi dari publik. Contoh yang paling mendekati adalah
forum dengar pendapat yang diselenggarakan di DPR RI, yang
membahas suatu rancangan undang-undang. Sedangkan di
beberapa daerah, forum semacam ini sangat minim
diselenggarakan.
Bercermin pada praktek proses perumusan kebijakan publik
yang selama ini dilakukan, maka kendala-kendala yang
dihadapi dalam dan
untuk penerapan konsep public hearing ada pada sisi
pemerintah maupun sisi publik (masyarakat) itu
sendiri. Kendala pada sisi pemerintah
terutama adalah kondisi sistem peraturan dan mekanisme
kerja yang kurang jelas, serta pandangan/sikap yang kurang
apresiatif terhadap partisipasi masyarakat dalam perumusan
kebijakan publik. Sedangkan kendala dari sisi masyarakat
adalah sikap kepedulian masyarakat itu sendiri terhadap
pemerintahan yang cenderung pasif, serta pandangan/sikap
masyarakat terhadap proses kebijakan yang dilakukan
pemerintah yang cenderung negatif.
Konsep public hearing yang perlu diimplementasikan adalah
public hearing yang benar-benar mewujudkan adanya
interaksi pemerintah
dan masyarakat secara terbuka dan transparan, khususnya
terhadap rancangan kebijakan yang susbtansinya akan
bersentuhan langsung dengan masyarakatn Maksudnya,
Penutup
95substansi yang dibahas disampaikan terbuka kepada
masyarakat untuk mendapat tanggapan
dari
Penutup
96
masyarakat seluas-luasnya, terutama dari kelompok
masyarakat yang berkepentingan.
Dari hasil kajian diperoleh kesimpulan pula bahwa
untuk mengembangkan konsep public hearing hal
pertama dan utama perlu
diperhatikan dua pihak/sisi sebagai aktor utama, yaitu sisi
pemerintah dan sisi masyarakat. Maksudnya public hearing
dalam perumusan kebijakan publik perlu disosialisasikan lebih
luas baik kepada jajaran pemerintah (eksekutif dan legislatif)
dan pada masyarakat, karena keduanya merupakan aktor
utama dalam proses public hearing. Salah satu catatan
penting untuk pengembangan public hearing dalam
perumusan kebijakan publik adalah perlu adanya suatu
peraturan perundang-undangan yang secara jelas dan tegas
memerintahkan/ mewajibkan pemerintah (eksekutif dan
legislatif) untuk melaksanakan atau menyelenggarakan
kegiatan public hearing sebelum menetapkan suatu kebijakan
publik, terutama pada kebijakan-kebijakan publik yang
langsung besentuhan dengan kepentingan/kebutuhan
masyarakat.
B. Saran/Rekomendasi
Dari beberapa kesimpulan yang telah dikemukakan
mengenai public hearing dan sosialisasinya dalam perumusan
kebijakan publik, maka disusun beberapa saran/rekomendasi
Penutup
97sebagai berikut.
Penutup
98
Perlu diterapkannya public hearing dalam setiap proses
perumusan kebijakan publik, terutama pada kebijakan publik
yang akan berkaitan dan bersentuhan langsung dengan
kepentingan masyarakat, baik secara luas maupun bagi
kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
Perlu disusunnya suatu mekanisme pelaksanaan public
hearing yang jelas untuk diterapkan dalam proses perumusan
kebijakan publik, baik pada level pemerintahan pusat maupun
pemerintahan daerah. Mekanisme pelaksanaan public hearing
tersebut paling tidak meliputi hal- hal tentang :
Apa latar belakang dan dasar hukumnya,
Siapa pelaksananya, Siapa Pesertanya, Kapan
penyelenggaraannya, Bidang- bidang apa yang di bahas melalui
public hearing tersebut, Bagaimana mekanisme/teknis
penyelenggaraannya, dan lain-lain.
Perlu adanya “payung” bagi implementasi public
hearing dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
secara jelas dan tegas memerintahkan atau
mewajibkan kepada pemerintah untuk melaksanakan public
hearing dan sosialisasi dalam proses perumusan kebijakan publik
oleh pemerintah, dan memberikan hak kepada
masyarakat untuk mengikuti public hearing yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
Perlu dilakukannya sosialisasi penyelenggaraan kegiatan
public hearing kepada masyarakat secara tepat, agar maksud
Penutup
99dan tujuan dari public hearing untuk memberikan ruang publik
bagi partisipasi dalam perumusan kebijakan publik dapat
tercapai. Pada proses perumusan
Penutup
10
kebijakan publik di tingkat pusat, bentuk sosialisasi
penyelenggaraan kegiatan public hearing yang dapat dilakukan
antara lain melalui bentuk siaran pers atau konferensi pers
dengan sarana media siaran radio, siaran televisi dan surat
kabar(untuk khalayak umum), serta media
leaflet/pamflet yang dikirimkan pada pada khalayak yang lebih
khusus (terkait langsung dengan substansi kebijakan publik yang
akan di public hearing-kan). Sedangkan untuk proses perumusan
kebijakan publik di tingkat daerah, bentuk sosialisasinya
penyelenggaraan kegiatan public hearing–nya dapat berupa
siaran pers, pengumuman terbuka di tempat umum, maupun
konferensi pers, dengan media yang dapat digunakan berupa
poster/spanduk, siaran radio lokal, surat kabar
lokal, dan penyebaran leaflet/pamflet.
REFERENSI
Casley, Dennis J and Krishna Kumar. 1987. Project Monitoring and Evaluation in
Agriculture. Baltimore and London : The Jhon Hopkins
University Press. Cipto, B. 2003. Politik dan Pemerintahan Amerika.
Yogyakarta : Lingkaran.
Djohani, Rianingsih. 2003. Partisipasi, Pemberdayaan, dan Demokratisasi Komunitas.
Bandung : Studio Diya Media Untuk Konsorsium Pengembangan Masyarakat
Nusa Tenggara.
Dunn, William N. 1981. Public Policy Analysis : An Introduction. London :
Prentice Hall – International, Inc.
Dye, Thomas R. 1990. Understanding Public Policy. London :
Prentice Hall. Fenna, A. 1998. Introduction to Australian Public
Policy. Sidney : Longman.
Goggin, Malcolm. 1990. Implementation Theory and Practice Toward a Third Generation.
London : Scott Foresman/Little Brown Higher Education.
Hoferberbert, R.I. 1974. The Study of Public Policy. New York : The Bobbs
Merrill Co. Howlett, M and M. Ramesh. 1995. Studying Public Policy. Toronto
: Oxford University
Press.
Ingram, H. and R.S. Smith. 1993. Public Policy for Democracy. Washington :
Brookings. Islamy, M. Irfan. 1999. Kebijakan Publik. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Jones, C.O. 1991. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta : Rajawali Press.
Kelsen, Hans. 1973. General Theory of Law and State. New York : Russell &
Russell. Lotulung, Paulus Effendi. 1993. Beberapa Sistem Tentang Kontrol
Segi Hukum Terhadap
Pemerintah. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
Schwarmantel, John. 1994. The State and Contemporary Society : An Introduction.
London : Harvester Wheatseaf.
Seidmann, Ann. 2002. Penyusunan Rancangan Undang-undang Dalam
Perubahan Masyarakat yang Demokratis : Sebuah Pedoman Untuk
Pembuat Rancangan Undang-undang. Terjemahan oleh Johanes
Usfunan, dkk. ELLIPS.
98
Referensi PAGE 99
Selener, Daniel. 1997. Participation Action Research and Social Change. The Cornel
Participatory Action Research Network.
Stein, Debra. 1999. Managing the Public Hearing for Maximum Impact. In Land
Development Magazine, Fall - 1999.
Wibowo, Eddi et.all. 2004. Hukum dan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Yayasan
Pembaruan Administrasi Publik Indonesia.