pengaruh sektor ekonomi dominan terhadap kemandirian

175
i PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN FISKAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA INFLUENCE OF DOMINANT ECONOMIC SECTOR ON FISCAL INDEPENDENCY REGENCY/CITY IN SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE WILDA FATMALA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

i

PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAPKEMANDIRIAN FISKAL

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

INFLUENCE OF DOMINANT ECONOMIC SECTORON FISCAL INDEPENDENCY

REGENCY/CITY IN SOUTHEAST SULAWESI PROVINCE

WILDA FATMALA

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

Page 2: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

ii

PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAPKEMANDIRIAN FISKAL

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

T E S I S

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister

PROGRAM STUDIMAGISTER KEUANGAN DAERAH

Disusun dan diajukan oleh

WILDA FATMALA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2015

Page 3: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

iii

Page 4: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : WILDA FATMALA

Nomor Mahasiswa : P2600212509

Program Studi : Magister Keuangan Daerah

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa

pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima sanksi/ hukuman

apapun sesuai peraturan yang berlaku.

Makassar, Januari 2015

Yang menyatakan

WILDA FATMALA

Page 5: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wataala yang telah melimpahkan

rahmat, taufiq serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

ini dengan baik sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi pada

Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud jika

hanya bertumpu pada kemampuan penulis sebagai manusia biasa yang

penuh kekurangan, akan tetapi karya ini dihasilkan atas bantuan dan

dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan

hati, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada yang terhormat Bapak Dr. Sanusi Fattah, SE., M.Si., selaku

Pembimbing I dan Dr. R. A. Damayanti, SE., AK., M.Soc. Sc., CA., selaku

Pembimbing II, atas bimbingannya dalam penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, tak lupa penulis

sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Idrus Paturusi, mantan Rektor Universitas Hasanuddin,

dan ibu Prof. Dr. Dwia Tina Palubuhu, MA., Rektor Universitas

Hasanuddin selaku Pembina Program Pengembangan Keuangan

Daerah.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Mursalim, mantan Direktur Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin dan Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S., selaku

Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Page 6: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

vi

3. Bapak Prof. Dr. H. Gagaring Pagalung, SE., M.S., AK., CA., selaku

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

4. Bapak Dr. Sumardi, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister

Keuangan Daerah.

5. Bapak/Ibu dosen pada Program Studi Magister Keuangan Daerah dan

Pengelola Magister Keuangan Daerah yang banyak memberikan

bimbingan dan arahan.

6. Keluargaku tercinta dan terkhusus kedua orang tuaku La Mala dan

Sumarni, S.Pd. SD. atas kasih sayang dan dukungan moril serta materil

yang tak pernah putus untuk penulis.

7. Suami tercinta Ridwan, S.Pd., atas dukungan dan pengertiannya pada

penulis.

8. Seluruhn rekan-rekan mahasiswa Magister Keuangan Daerah angkatan

2012 Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin yang tidak dapat

penulis sebutkan satu-persatu, atas partisipasinya kepada penulis

semoga persahabatan kita tetap terjaga selalu.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu-persatu yang telah

memberikan partisipasinya dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan setiap orang yang

membacanya mudah-mudahan mendapat balasan pahala yang setimpal.

Makassar, Januari 2015

Wilda Fatmala

Page 7: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

vii

ABSTRAK

Wilda Fatmala. Pengaruh Sektor Ekonomi Dominan terhadap KemandirianFiskal Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara (dibimbing oleh SanusiFattah dan R.A. Damayanti).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui besarnya derajatkemandirian fiskal; dan menguji pengaruh (2) sektor pertanian; (3) sektorkonstruksi/bangunan; (4) sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan (5)sektor jasa-jasa terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintahkabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa time series dancross section tahun 2008 sampai tahun 2012 yang dikumpulkan dengan caratelaah dokumentasi. Penelitian ini menjadikan sektor ekonomi dominan yaknisektor pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel danrestoran, dan sektor jasa-jasa sebagai variabel independennya dan DerajatKemandirian Fiskal sebagai variabel dependennya. Untuk menjawabpermasalahan dalam penelitian ini, data dianalisis dengan rasioperbandingan Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan Daerahdan regresi data panel dengan pendekatan fixed effect menggunakan eviews7.0. Selanjutnya, dilakukan pengujian secara simultan dan parsial atashipotesis penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Derajat Kemandrian Fiskalseluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahunanggaran 2008 sampai dengan 2012 rata-rata sebesar 4.07%. Di manaperkembangan Derajat Kemandirian Fiskal secara positif dan signifikandipengaruhi oleh variabel sektor konstruksi/bangunan, secara positif namuntidak signifikan dipengaruhi oleh variabel sektor pertanian dan sektor jasa-jasa, sementara variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran justrumemberikan pengaruh yang negatif dan signifikan.

Kata kunci: desentralisasi fiskal, kemandirian fiskal, Pendapatan AsliDaerah, Produk Domestik Regional Bruto

Page 8: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

viii

ABSTRACT

Wilda Fatmala. Influence of Dominant Economic Sector on FiscalIndependency Regency/City in Southeast Sulawesi Province (supervised bySanusi Fattah dan R.A. Damayanti).

The aims of the research were to (1) find out to what extent the Degreeof Fiscal Independency; and examine the influence of (2) agricultural sector;(3) construction/building sector; (4) commerce, hotel and restaurant sectors;and (5) service sector on the Degree of Fiscal Independency of all thegovernments of regencies and cities in Southeast Sulawesi Province.

The research used secondary data in the form of time series and crosssection from 2008 until 2012 obtained using documentation. Independentvariables were agricultural sector, construction/building sector, commerce,hotel and restaurant sectors, and service sector, while dependent variablewas the Degree of Fiscal Independency. The data were analyzed withcomparative ratio between Regional Original Revenue and the Total ofRegional Revenue, and panel data regression and fixed effect approachusing eviews 7.0. Then, simultaneous and partial tests were done forresearch hypothesis.

The result of the research indicate that the Degree of FiscalIndependency of all regencies and cities in Southeast Sulawesi Province inthe budget year from 2008 to 2012 is 4.07% on average. The development ofthe Degree of Fiscal Independency is positively and significantly influenced byconstruction/building sector variable. It is positively but insignificantlyinfluenced agricultural sector and service sector. Meanwhile, commerce, hoteland restaurant sectors have a negative and significant influence.

Key words: fiscal decentralization, fiscal independency, Regional OriginalRevenue, Gross Regional Domestic Product.

Page 9: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.......................................................................iv

KATA PENGANTAR............................................................................................ v

ABSTRAK. .........................................................................................................vii

ABSTRACT. ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI.........................................................................................................ix

DAFTAR TABEL..................................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 11.1 Latar Belakang ............................................................................................. 11.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 121.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 131.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 152.1 Tinjauan Teoritis .......................................................................................... 15

2.1.1 Desentralisasi dan Desentralisasi Fiskal................................................ 152.1.2 Pendapatan Daerah .............................................................................. 27

2.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah................................................................. 292.1.2.2 Dana Perimbangan......................................................................... 392.1.2.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah...................................................... 43

2.1.3 Kemandirian Fiskal ................................................................................ 432.1.4 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ........................................... 472.1.5 Produk Domestik Regional Bruto ........................................................... 522.1.6 Penelitian Terdahulu.............................................................................. 56

2.2 Kerangka Pikir ............................................................................................. 612.3 Pengembangan Hipotesis............................................................................ 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 743.1 Rancangan Penelitian................................................................................. 743.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................................... 743.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel................................... 753.4 Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 76

Page 10: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

x

3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 763.6 Teknik Analisis Data ................................................................................... 773.7 Uji Hasil Regresi ......................................................................................... 84

3.7.1 Pengujian Asumsi............................................................................. 843.7.2 Pengujian Model............................................................................... 86

3.8 Definisi operasional .................................................................................... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN.............................................................................. 894.1 Analisis Derajat Kemandirian Fiskal seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara .................................................................................... 894.2 Perkembangan Sektor Ekonomi Dominan seluruh Kabupaten dan Kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara....................................................................... 924.2.1 Sektor Pertanian................................................................................ 934.2.2 Sektor Konstruksi/Bangunan ............................................................. 954.2.3 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ......................................... 964.2.4 Sektor Jasa-jasa................................................................................ 98

4.3 Analisis Pengaruh Sektor Ekonomi Dominan terhadap Derajat KemandirianFiskal seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara ........... 994.3.1 Estimasi regresi Data panel............................................................... 994.3.2 Uji Asumsi ....................................................................................... 1044.3.3 Analisis Hubungan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat ......... 1064.3.4Pengujian Hipotesis pada Masing-masing Variabel Bebas terhadap

Variabel Terikat ............................................................................... 107

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 1105.1 Pengaruh Sektor Pertanian terhadap Derajat Kemandirian Fiskal ........... 1145.2 Pengaruh Sektor Konstruksi/Bangungan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

................................................................................................................. 1155.3 Pengaruh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap Derajat

Kemandirian Fiskal.................................................................................. 1165.4 Pengaruh Sektor Jasa-jasa terhadap Derajat Kemandirian Fiskal ........... 117

BAB VI PENUTUP........................................................................................... 1276.1 Kesimpulan............................................................................................... 1276.2 Keterbatasan ............................................................................................ 1306.3 Saran........................................................................................................ 132

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 134

LAMPIRAN ..................................................................................................... 141

Page 11: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

xi

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1.1Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh Pemerintah Kabupaten danKota di Indonesia Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2012 .................. 4

Tabel 1.2 Realisasi Pendapatan Seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di ProvinsiSulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2011 (dalam jutarupiah).......................................................................................................... 5

Tabel 1.3 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli DaerahSeluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara TahunAnggaran 2008 sampai dengan 2011 (%) .................................................... 9

Tabel 2.1 Kelompok Negara dan Model Hubungan Fiskal ................................. 24

Tabel 2.2 Kriteria Penilaian Derajat Desentralisasi Fiskal ................................. 27

Tabel 2.3 Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daera .................. 47

Tabel 4.1 Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh Kanupaten dan Kota di ProvinsiSulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2012 (%) ........ 91

Tabel 4.2 Perkembangan Sektor Pertanian Seluruh Kabupaten dan Kota di ProvinsiSulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012 (Juta Rupiah) ........ 94

Tabel 4.3 Perkembangan Sektor Konstruksi/Bangunan Seluruh Kabupaten dan Kotadi Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012 (Juta Rupiah)................................................................................................................... 95

Tabel 4.4 Perkembangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran SeluruhKabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan2012 (Juta Rupiah) .................................................................................... 97

Tabel 4.5 Perkembangan Sektor Jasa-jasa Seluruh Kabupaten dan Kota di ProvinsiSulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012 (Juta Rupiah)......... 98

Tabel 4.6 Perbandingan Koefisien Determinasi Model Random Effect dengan FixedEffec......................................................................................................... 102

Tabel 4.7 Efek Individual Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara 103

Tabel 4.8 Hubungan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat....................... 107

Tabel 5.1 Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Total Pendapatan Daerah. 111

Tabel 5.2 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Total Pendapatan Daerahseluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2009 sampaidengan 2012 (%)...................................................................................... 120

Page 12: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

xii

Tabel 5.3 Kontribusi Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap TotalPendapatan Daerah Seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi SulawesiTenggara Tahun 2009 sampai dengan 2012............................................ 121

Tabel 5.4 Kontribusi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan DanaAlokasi Khusus terhadap Total Belanja Daerah seluruh Kabupaten dan Kota diProvinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2008 Sampai Dengan 2012................................................................................................................. 122

Tabel 5.5 Perbandingan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap Produk DomestikRegional Bruto Seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara................................................................................................................ 124

Page 13: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

xiii

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................... 65

Gambar 3.1 Model Penelitian ........................................................................... 82

Page 14: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1 Data Derajat Kemandirian Fiskal................................................... 142

Lampiran 2 Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tenggara AtasDasar Harga Konstan 2000 menurut Sektor Usaha Tahun 2008 sampaidengan 2012 (JutaRupiah) ....................................................................... 145

Lampiran 3 Hasil Transformasi Data Menjadi Logaritma Natural ..................... 146

Lampiran 4 Hasil Pooled Least Square............................................................ 148

Lampiran 5 Hasil Fixed Effect Model .............................................................. 149

Lampiran 6 Hasil Random Effect Model........................................................... 150

Lampiran 7 Hasil Uji Chow ............................................................................. 151

Lampiran 8 Hasil Uji Hausman ....................................................................... 152

Lampiran 9 Hasil Regresi Metode Fixed Effect dengan White-Test ................ 153

Lampiran 10 Statistik Deskriptif ...................................................................... 154

Lampiran 11 Uji Multikolinearitas .................................................................... 155

Lampiran 12 Estimasi Model Fixed Effect Setelah White Test ........................ 160

Page 15: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan proses pelimpahan dan penyerahan

kewenangan dengan asas desentralisasi (Karianga, 2013). Pada prinsipnya asas

desentralisasi adalah: (1) penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau

pemerintah daerah tingkat atasnya kepada daerah untuk menjadi urusan rumah

tangganya sendiri; (2) merupakan suatu asas yang bermaksud melakukan

pembagian wilayah negara menjadi daerah besar dan daerah kecil yang berhak

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; (3) merupakan suatu asas

yang bermaksud membentuk pemerintahan di daerah yang diberi wewenang

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; (4) menimbulkan

daerah-daerah otonom; dan (5) merupakan bentuk susunan organisasi negara

yang terdiri dari pemerintahan pusat dan pemerintahan yang lebih rendah yang

dibentuk baik berdasarkan teritorial maupun fungsi pemerintahan tertentu

(Handoyo, 2000). Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan

pemerintahan kepada pemerintah daerah antara lain menumbuh kembangkan

daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,

menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing daerah dalam

proses pertumbuhan (Widjaja, 2007).

Agar tujuan desentralisasi tersebut dapat tercapai, menurut Bird dan

Vaillancourt (2000), ada dua persyaratan penting untuk kesuksesan

desentralisasi, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan di daerah harus

demokratis, yaitu pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus

transparan dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk

Page 16: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

2

memengaruhi keputusan-keputusan tersebut; (2) yang lebih sesuai dengan

rancangan kebijakan biaya-biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya

harus ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu

terjadi “ekspor pajak” dan tidak ada tambahan transfer dari jenjang pemerintahan

yang lain.

Pandangan yang dikemukakan oleh Bird dan Vaillancourt (2000), juga

didukung oleh pandangan yang dikemukakan oleh Halim (2004), bahwa suatu

daerah dianggap berhasil atau mampu melaksanakan otonomi apabila daerah

tersebut memiliki: (1) kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus

memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber

keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup untuk

membiayai penyelenggaraan pemerintahannya; dan (2) ketergantungan pada

bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah dapat

menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah

menjadi lebih besar.

Menurut Livack dalam Karianga (2013), desentralisasi dapat dibedakan

menjadi tiga bentuk yaitu: (1) desentralisasi politik; (2) desentralisasi

administrasi; dan (3) desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal tidak bisa

dilepaskan dari konsepsi desentralisasi sehingga apabila desentralisasi

merupakan distribusi kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah,

maka desentralisasi fiskal pun demikian adanya tetapi khusus untuk anggaran.

Desentralisasi fiskal dihubungkan dengan pandangan Bird dan

Vaillancourt (2000) dan Halim (2004), maka sudah seharusnya bagi daerah-

daerah otonom untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaanya dengan

melibatkan masyarakat. Sumber-sumber penerimaan keuangan daerah dapat

dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama yakni: sumber Pendapatan Asli

Page 17: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

3

Daerah dan sumber pendapatan non asli daerah (non-Pendapatan Asli Daerah).

Penyelenggaraan otonomi yang sehat hanya tercapai apabila sumber utama

keuangan daerah guna membiayai aktivitas daerah berasal dari Pendapatan Asli

Daerah atau paling tidak pembiayaan rutinnya ditutup oleh hasil Pendapatan Asli

Daerah (Karo, 2005).

Besar kecilnya perolehan Pendapatan Asli Daerah akan menunjukkan

besarnya tingkat kemandirian keuangan suatu daerah. Dalam kaitannya dengan

pemberian otonomi kepada daerah, Pendapatan Asli Daerah selalu dipandang

sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu

daerah kepada pemerintah pusat. Pada prinsipnya semakin besar sumbangan

Pendapatan Asli Daerah kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) maka akan menunjukkan semakin kecilnya ketergantungan pemerintah

daerah kepada pemerintah pusat sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi

daerah sesuai dengan prinsip secara nyata dan bertanggung jawab (Rinaldi,

2012).

Pada kenyataannya, dalam pelaksanaan otonomi yang telah berlangsung

kurang lebih 13 tahun, hanya ditemukan sebagian kecil daerah-daerah di

Indonesia yang memiliki tingkat ketergantungan yang kecil kepada pemerintah

pusat atau dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki kemandirian. Adapun

beberapa daerah di Indonesia yang memiliki tingkat ketergantungan yang kecil

pada pemerintah pusat diantaranya adalah DKI Jakarta, Kalimantan Timur dan

Bangka Belitung yang merupakan provinsi dengan kapasitas fiskal sangat tinggi.

Sementara Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Bali dan Kepulauan

Riau merupakan provinsi dengan kapasitas fiskal tinggi. Selanjutnya Sumatera

Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Banten, dan

Papua Barat merupakan provinsi dengan kapasitas fiskal sedang. Sedangkan

Page 18: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

4

kabupaten/kota yang memiliki kapasitas fiskal sangat tinggi antara lain Kota

Padang Panjang, Kota Sawahlunto, Kota Solok (Sumatera Barat), Kabupaten

Bengkalis, Kabupaten Siak dan Kota Dumai (Riau) (Investor Daily, 2013).

Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia justru memiliki tingkat

ketergantungan yang tinggi pada pemerintah pusat. Hal ini menunjukkan bahwa

Pendapatan Asli Daerah di sebagian besar daerah-daerah di Indonesia tidak

berdaya dalam membiayai daerahnya sendiri dan kemampuan daerah dalam

menggali sumber-sember penerimaan daerah sangatlah rendah. Kenyataan ini

dapat dilihat pada tabel Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota

di Indonesia pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 sebagai berikut:

Tabel 1.1Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota di

Indonesia Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2012

TahunAnggaran

Derajat Kemandirian FiskalSeluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia Rata-rata

(%)Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah PAD/TPD

(dalam Juta Rupiah) (dalamJuta Rupiah) (%)

2008 20,243,578 279,106,690 7.25

8.12

2009 22,119,800 295,137,462 7.49

2010 24,555,374 331,832,650 7.40

2011 34,914,155 407,224,096 8.57

2012 45,540,971 460,949,544 9.88

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah tahun 2014)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012 adalah sebesar 8.12%. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya

Pendapatan Asli Daerah seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun

anggaran 2008 sampai dengan 2012 hanya mampu berkontribusi rata-rata

Page 19: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

5

sebesar 8.12% pada Total Pendapatan Daerah dan dalam membiayai rumah

tangga seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.

Kecilnya kontribusi yang diberikan oleh Pendapatan Asli Daerah dalam

membiayai rumah tangga seluruh kabupaten dan kota di Indonesia,

menunjukkan bahwa pada dasarnya sebagian besar kabupaten dan kota di

Indonesia memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada pemerintah pusat.

Tingginya tingkat ketergantungan keuangan pada pemerintah pusat dan

rendahnya kemampuan keuangan yang dialami oleh sebagian besar daerah-

daerah di Indonesia, juga ditunjukkan oleh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Hal ini dapat dilihat pada tabel realisasi pendapatan sebagai

berikut:

Tabel 1.2Realisasi Pendapatan Seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2011(dalam juta rupiah)

No PendapatanTahun Anggaran Rata-rata

Kontribusi(%)

2007 2008 2009 2010 2011

1 Pendapatan Asli Daerah 142,673 186,108 198,478 238,727 265,020 4.01

2 Dana Perimbangan 3,563,039 4,087,472 4,521,454 4,652,656 4,999,532 84.95

3 Lain-lain pendapatan yang

sah183,212 361,706 380,363 673,518 1,237,698 11.04

Total 3,888,926 4,635,287 5,100,297 5,564,902 6,502,251 100.00Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah tahun 2014)

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2007 sampai

dengan 2011, transfer dari pemerintah pusat lah (dana perimbangan) yang

berkontribusi besar terhadap Total Pendapatan Daerah seluruh pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Di mana pada tahun

anggaran tersebut pendapatan daerah yang bersumber dari pemerintah pusat

Page 20: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

6

berkontribusi hingga rata-rata sebesar 84.95%. Selanjutnya, lain-lain pendapatan

yang sah berkontribusi rata-rata sebesar 11.04%, sedangkan Pendapatan Asli

Daerah hanya mampu berkontribusi rata-rata sebesar 4.01%. Hal ini

menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan dua sumber pendapatan lainnya,

sumber pendapatan yang memberikan kontribusi rendah terhadap total

pendapatan seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara adalah Pendapatan Asli Daerah. Rendahnya kontribusi dari

Pendapatan Asli Daerah pada tahun anggaran 2007 sampai dengan 2011

menunjukkan bahwa pada tahun tersebut seluruh pemerintah kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki ketergantungan yang sangat besar

pada pemerintah pusat dan memiliki kemampuan yang rendah dalam membiayai

daerahnya. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa seluruh pemerintah

kabupaten dan kota Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kemampuan yang

rendah dalam menggali sumber penerimaan daerahnya untuk membangun

perekonomian di sektor pembangunan.

Ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah yang ditunjukkan oleh seluruh

kabupaten dan kota di Indonesia, khususnya seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara dalam membiayai daerahnya sendiri dapat

menunjukkan bahwa sebagian besar daerah-daerah di Indonesia belum berhasil

dalam menjawab berbagai tantangan otonomi yaitu desentralisasi, khususnya

desentralisasi fiskal. Di mana, desentralisasi fiskal merupakan bagian penting

dalam implementasi otonomi yakni upaya pemerintah daerah untuk memusatkan

perhatiannya untuk memerbesar peranan Pendapatan Asli Daerah dalam

struktur penerimaan daerah guna meningkatkan kemandirian keuangannya

(Zaenuddin, 2012). Sehubungan dengan rendahnya penerimaan daerah

melalui Pendapatan Asli Daerah, pemerintah daerah diharapkan untuk lebih

Page 21: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

7

berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan

pertumbuhan ekonomi. Hal ini didukung oleh pandangan Saragih (2003), yang

mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat memberi dampak positif

pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Sejalan dengan yang dikemukakan

oleh Saragih (2003), Peacok dan Wisemen dalam Mangkoesoebroto (2010),

mengemukakan bahwa perkembangan ekonomi akan menyebabkan berbagai

pemungutan pajak yang kemudian akan menyebabkan semakin meningkatnya

pengeluaran pemerintah. Secara tradisional, perubahan atau perkembangan

ekonomi dapat ditunjukkan melalui peningkatan yang berkelanjutan pada Produk

Domestik Bruto atau Produk Domestik Regional Bruto (Saragih dalam Adi,

2005). Produk Domestik Regional Bruto dapat disajikan berdasarkan sektor

lapangan usaha, yaitu: (1) sektor pertanian; (2) sektor pertambangan dan

penggalian; (3) sektor industri pengolahan; (4) sektor listrik, gas dan air bersih;

(6) sektor perdagangan hotel dan restoran; (7) sektor pengangkutan dan

komunikasi; (8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan (9)

Sektor jasa-jasa (Badan Pusat Statistik Kota Baubau, 2012). Di mana tidak

semua sektor ekonomi tersebut dapat berkontribusi atau berpengaruh secara

langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui pajak dan retribusi daerah

seperti halnya sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa,

misalnya sektor pertanian.

Berdasarkan pandangan yang dikemukakan oleh Saragih (2003) dan

Peacok dan Wisemen dalam Mangkoesoebroto (2010) serta kaitannya dengan

upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, maka

pemerintah daerah harus selalu berupaya untuk melakukan pengelolalaan yang

baik atas sumber-sumber penerimaan daerah dalam hal ini adalah sektor-sektor

perekonomian yang dapat dijadikan sebagai potensi pajak daerah dan retribusi

Page 22: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

8

daerah. Sektor perekonomian yang dapat dijadikan sebagai potensi pajak daerah

dan retribusi daerah diantaranya adalah sektor perdagangan hotel dan restoran

dan sektor jasa-jasa. Hal ini didukung oleh pandangan Samuelson (1955) dalam

teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike) bahwa setiap daerah perlu mengetahui

sektor ataupun komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat

dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor

itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan (Tarigan, 2005).

Sehubungan dengan adanya pandangan bahwa pertumbuhan ekonomi

dapat memberi dampak positif pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah, maka

diharapkan bahwa apabila terjadi pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah juga

akan diiringi dengan pertumbuhan pada Pendapatan Asli Daerah sebagai

indikator kemandirian keuangan suatu daerah. Namun, jika diamati lebih jauh

mengenai pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, justru tidak menunjukkan

adanya pertumbuhan yang sejalan. Tidak sejalannya pertumbuhan ekonomi dan

Pendapatan Asli Daerah pada tiap kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 23: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

9

Tabel 1.3Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah Seluruh

Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi TenggaraTahun Anggaran 2008 sampai dengan 2011

(%)

Kabupaten/Kota Jenis PertumbuhanTahun

2008 2009 2010 2011

Kabupaten ButonEkonomi 8.7 8.6 7.73 10.84

Pendapatan Asli Daerah 27.15 18.06 26.09 -8.98

Kabupaten MunaEkonomi 8.46 9.86 7.78 9.49

Pendapatan Asli Daerah -7.11 23.91 50.73 -43.68

Kabupaten KonaweEkonomi 7.3 9.71 6.66 7.9

Pendapatan Asli Daerah -32.32 47.84 26.15 37.29

Kabupaten KolakaEkonomi 2.17 1.96 12.04 13.07

Pendapatan Asli Daerah 22.22 43.15 -8.00 15.20

Kabupaten Konawe

Selatan

Ekonomi 9.38 11.68 9.72 8.06

Pendapatan Asli Daerah -55.85 -29.13 77.37 8.81

Kabupaten BombanaEkonomi 8.24 7.74 8.06 7.49

Pendapatan Asli Daerah 467.90 -45.76 72.01 27.93

Kabupaten WakatobiEkonomi 7.21 13.67 11.49 10.43

Pendapatan Asli Daerah 96.13 -21.93 41.47 -17.05

Kabupaten Kolaka UtaraEkonomi 3.64 7.08 7.25 8.93

Pendapatan Asli Daerah 6.30 3.35 -19.37 385.66

Kabupaten Buton UtaraEkonomi 7.57 10.56 9.14 9.33

Pendapatan Asli Daerah - 322.34 42.35 -0.73

Kabupaten Konawe UtaraEkonomi 9.40 11.99 8.22 9.01

Pendapatan Asli Daerah - -26.93 -17.06 -47.97

Kota KendariEkonomi 10.49 11.88 9.89 10.02

Pendapatan Asli Daerah 14.05 5.39 38.07 34.37

Kota BaubauEkonomi 7.79 10.79 9.12 9.40

Pendapatan Asli Daerah 62.27 11.79 -1.73 -10.13

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah tahun 2014)

Page 24: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

10

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa dari 12 kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2011, hanya

Kota Kendari yang menunjukkan adanya perkembangan yang seimbang antara

pertumbuhan ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah yakni setiap kali terjadi

pertumbuhan ekonomi juga diikuti adanya pertumbuhan pada Pendapatan Asli

Daerah. Sementara di 11 kabupaten dan kota lainnya, menunjukkan bahwa

meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi pada tahun tertentu terkadang tidak

diikuti oleh adanya pertumbuhan pada Pendapatan Asli Daerah di tahun yang

sama.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka penelitian ini

menitikberatkan pada pertumbuhan perekonomian yang diukur melalui Produk

Domestik Regional Bruto sebagai faktor yang dapat memberikan pengaruh pada

kemandirian fiskal yang juga dikenal sebagai Derajat Kemandirian Fiskal (DKF)

atau juga Derajat Otonomi Fiskal (DOF) dengan Pendapatan Asli Daerah

sebagai indikator utamanya. Zaenuddin (2012) mengemukakan bahwa semakin

tinggi Derajat Kemandirian Fiskal suatu daerah menunjukkan bahwa daerah

tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari

pemerintah pusat.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno

(2003) dengan hasil temuan bahwa pendapatan per kapita, pertumbuhan sektor

pertanian, pertumbuhan sektor industri dan pertumbuhan sektor jasa-jasa

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal

Kabupaten Banjarnegara. Sementara pertumbuhan sektor perdagangan dan

bantuan pemerintah pusat, mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap

derajat kemandirian fiskal Kabupaten Banjarnegara. Adapun yang menjadi

perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada penelitian Suprajitno (2003) dilakukan

Page 25: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

11

di Kabupaten Banjarnegara dengan menetapkan pendapatan per kapita,

pertumbuhan sektor pertanian, pertumbuhan sektor industri, pertumbuhan sektor

perdagangan, hotel dan restoran, pertumbuhan sektor jasa-jasa serta bantuan

pemerintah pusat sebagai faktor-faktor yang memengaruhi kemandirian fiskal.

Penghitungan Derajat Kemandirian Fiskal digunakan rasio Pendapatan Asli

Daerah terhadap total penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (tidak termasuk transfer dari pemerintah pusat). Sedangkan dalam

penelitian ini, penulis hanya menetapkan sektor-sektor perekonomian yang

berkontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto sebagai faktor-

faktor yang dapat memengaruhi kemandirian fiskal seluruh pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Adapun sektor-sektor

ekonomi tersebut adalah sektor pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa (lampiran 2). Alasan

pemilihannya lebih dikarenakan bahwa sektor ekonomi tersebut dengan

perannya yang besar dalam perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

maka dapat dijadikan sebagai potensi terbesar pajak dan retribusi daerah yang

dapat diserap. Selanjutnya, untuk penghitungan Derajat Kemandirian Fiskal

dalam penelitian ini digunakan rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Total

Pendapatan Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selain

itu, data dalam penelitian ini diolah dengan regresi data panel menggunakan

eviews 7.0.

Penelitian ini akan dilakukan pada seluruh pemerintah kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan maksud untuk mengetahui pengaruh

dari tiap sektor ekonomi yang berkontribusi dominan dalam Produk Domestik

Regional Bruto terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara. Penulis memilih seluruh pemerintah kabupaten

Page 26: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

12

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dikarena seluruh kabupaten dan kota

tersebut masih memiliki tingkat kemandirian yang sangat rendah dalam

membiayai rumah tangganya sendiri dan memiliki ketergantungan yang sangat

besar pada pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat dari sangat kecilnya kontribusi

Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan Daerah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat

bagi penelitian-penelitian di masa depan. Khususnya, penelitian mengenai

pengaruh sektor-sektor perekonomian yang berkontribusi dominan dalam Produk

Domestik Regional Bruto terhadap kemandirian fiskal yang diukur dengan

Derajat Kemandirian Fiskal.

1.2 Rumusan Masalah

Ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah bagi daerah-daerah di

Indonesia dalam membiayai daerahnya sendiri dapat menunjukkan bahwa

sebagian besar daerah-daerah di Indonesia tidak berhasil dalam menjawab

berbagai tantangan otonomi yaitu desentralisasi fiskal. Di mana, desentralisasi

fiskal merupakan bagian penting dalam implementasi otonomi yakni upaya

pemerintah daerah untuk memusatkan perhatiannya untuk memerbesar peranan

Pendapatan Asli Daerah dalam struktur penerimaan daerah guna meningkatkan

kemandirian keuangannya.

Ketidakberdayaan Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai daerahnya

sendiri, menunjukkan bahwa kemampuan sebagian besar daerah-daerah di

Indonesia dalam meningkatkan penerimaannya melalui Pendapatan Asli Daerah

pada umumnya masih sangat rendah dan ketergantungan pada bantuan

pemerintah pusat masih tinggi. Hal ini menunjukkan rendahnya Derajat

Kemandirian Fiskal atau Derajat Otonomi Fiskal daerah. Rendahnya Derajat

Page 27: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

13

Kemandirian Fiskal dipengaruhi oleh variabel tingkat perkembangan ekonomi

yang dapat diukur melalui perkembangan Produk Domestik Regional Bruto.

Sehubungan dengan penelitian ini, penulis menetapkan sektor ekonomi yang

berkontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto sebagai faktor

yang dapat memengaruhi Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara?

2. Apakah sektor pertanian berpengaruh terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara?

3. Apakah sektor konstruksi/bangunan berpengaruh terhadap Derajat

Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara?

4. Apakah sektor perdagangan, hotel dan restoran berpengaruh terhadap

Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara?

5. Apakah sektor jasa-jasa berpengaruh terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besarnya Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Page 28: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

14

2. Menguji pengaruh sektor pertanian terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Menguji pengaruh sektor konstruksi/bangunan terhadap Derajat Kemandirian

Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara.

4. Menguji pengaruh sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap Derajat

Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara.

5. Menguji pengaruh sektor jasa-jasa terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

bahan bacaan mengenai faktor yang memengaruhi Derajat Kemandirian

Fiskal suatu daerah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi

masukan dan informasi bagi peneliti lain untuk mengadakan penelitian lebih

lanjut.

2. Manfaat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai

bahan masukan dan bahan pertimbangan bagi seluruh pemerintah daerah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam menjalankan tugas

dan fungsi pemerintah guna perumusan kebijakan baru yang bersifat

administratif maupun teknis dalam rangka otonomi daerah khususnya yang

berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan Derajat Kemandirian Fiskal

dalam membiayai pembangunan dan melaksanakan pelayanan kepada

masyarakat.

Page 29: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Desentralisasi dan Desentralisasi Fiskal

Bird dan Vaillancourt (2000) mengemukakan bahwa dorongan

desentralisasi yang terjadi di berbagai negara di dunia terutama di negara-

negara berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya latar belakang

atau pengalaman suatu negara, peranannya dalam globalisasi dunia,

kemunduran dalam pembangunan ekonomi, tuntutan terhadap perubahan tingkat

pelayanan masyarakat, tanda-tanda adanya disintegrasi di beberapa negara,

dan yang terakhir, banyaknya kegagalan yang dialami oleh pemerintahan

sentralistis dalam memberikan pelayanan masyarakat yang efektif.

Desentralisasi merupakan sebuah strategi bagaimana membuat

demokrasi bekerja dalam suatu negara (making democracy work). Apabila

demokrasi dimaknai sebagai kerangka kerja bagi design demokrasi modern,

maka harus tercipta penyebaran kekuasaan di mana kedaulatan rakyat (people

sovereignty) memiliki peran yang sangat besar dalam mewujudkan dan

mengelola pemerintahan modern. Dalam konteks seperti ini, proses pembagian

dan pendelegasian kekuasaan dalam suatu negara seharusnya diletakkan dalam

kerangka mengembalikan kedaulatan rakyat dengan suatu kompensasi publik

(public compensation) untuk menata dan mengelola pemerintahan yang baik

mulai dari tingkat atas (pusat) sampai dengan tingkat bawah (daerah) (Saputra,

2012).

Kartasapoetra dalam Karianga (2013), mengemukakan bahwa

desentralisasi merupakan penyerahan urusan dari pemerintahan pusat kepada

Page 30: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

16

daerah menjadi urusan rumah tangganya. Penyerahan urusan ini bertujuan

untuk mencegah pemusatan kekuasaan, keuangan serta sebagai

pendemokratisasian pemerintahan, untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung

jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pandangan serupa

juga dikemukakan oleh Adisubrata (2002), bahwa desentralisasi adalah

wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah di negara

kesatuan yang meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa

urusan yang dipegang oleh pemerintah pusat seperti hubungan luar negeri,

pengadilan, moneter dan keuangan serta pertahanan keamanan. Jadi, secara riil

desentralisasi merupakan kewenangan daerah yang dilimpahkan oleh

pemerintah pusat, di mana dengan kewenangan yang telah diserahkan tersebut

pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat diharapkan dapat mengurus

rumuh tangganya sendiri. Menyangkut urusan rumah tangganya, tiap daerah

diharapkan dapat membiayai urusan rumah tangganya dengan menggali semua

potensi-potensi ekonomi yang ada di daerah dan dapat diserap menjadi

pendapatan daerah, dalam hal ini dengan meningkatkan perekonomian daerah

yakni Produk Domestik Regional Bruto dengan melibatkan masyarakat.

Menurut Bird dan Vaillancourt (2000), ada dua persyaratan penting untuk

kesuksesan desentralisasi terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi

mikro, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis,

yaitu pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus transparan

dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk memengaruhi

keputusan-keputusan tersebut; (2) yang lebih sesuai dengan rancangan

kebijakan biaya-biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya harus

ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu terjadi

“ekspor pajak“ dan tidak ada tambahan transfer dari jenjang pemerintahan yang

Page 31: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

17

lain. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah perlu memiliki kontrol atas tarif dari

paling tidak beberapa jenis pajak.

Selanjutnya, keberhasilan desentralisasi pada suatu daerah dapat

diketahui dengan memerhatikan derajat desentralisasi suatu daerah yang dapat

disusun berdasarkan faktor-faktor tertentu (Fesler dalam Muluk, 2007), yakni:

1. Derajat desentralisasi dapat dilihat dari fungsi atau urusan yang dijalankan

oleh pemerintah daerah. Semakin banyak fungsi yang didesentralisasikan

maka semakin tinggi pula derajat desentralisasinya.

2. Jenis pendelegasian fungsi, yang terdiri dari open-end arrangement atau

general competence dan ultra-vires doctrine. Jika open-end arrangement

atau general competence maka dapat dianggap derajat desentralisasinya

lebih besar.

3. Jenis kontrol pemerintah pusat atas pemerintah daerah, di mana kontrol

represif derajat desentralisasinya lebih besar daripada kontrol yang bersifat

preventif.

4. Berkaitan dengan keuangan daerah yang menyangkut sejauh mana adanya

desentralisasi pengambilan keputusan, baik tentang penerimaan maupun

pengeluaran pemerintah daerah.

5. Tentang metode pembentukan pemerintah daerah. Derajat desentralisasi

akan lebih tinggi jika sumber otoritas daerah berasal dari ketetapan legislatif

daripada pendelegasian dari eksekutif.

6. Derajat ketergantungan finansial pemerintah daerah terhadap pemerintah

pusat. Semakin besar persentase bantuan pemerintah pusat daripada

penerimaan asli daerah. Hal ini berarti derajat desentralisasi lebih rendah.

7. Besarnya wilayah pemerintah daerah, di mana ada tanggapan bahwa

semakin luas wilayahnya maka semakin besar derajat desentralisasinya

Page 32: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

18

karena pemerintah daerah lebih dapat mengatasi persoalan dominasi pusat

atas daerah. Meskipun demikian, hubungan antara besaran wilayah dengan

kontrol masih terbuka untuk diperdebatkan.

8. Politik partai. Jika perpolitikan di tingkat lokal masih didominasi oleh

organisasi politik nasional maka derajat desentralisasinya dianggap lebih

rendah daripada jika perpolitikan di tingkat lokal lebih mandiri dari organisasi

organisasi politik nasional.

9. Struktur dari sistem pemerintahan desentralisasi. Sistem pemerintahan yang

sederhana dianggap kurang desentralistis bila dibandingkan dengan sistem

yang kompleks.

Derajat desentralisasi dapat disusun berdasarkan faktor-faktor tertentu

seperti yang telah dikemukakan di atas, di mana dua diantaranya adalah yang

berkaitan dengan keuangan (fiskal) yakni menyangkut sejauh mana adanya

desentralisasi pengambilan keputusan, baik tentang penerimaan maupun

pengeluaran pemerintah daerah dan juga derajat ketergantungan finansial

pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.

Menurut Livack dalam Karianga (2013), desentralisasi dapat dibedakan

menjadi tiga bentuk yaitu: (1) desentralisasi politik; (2) desentralisasi

administrasi; dan (3) desentralisasi fiskal. Hal yang tidak jauh berbeda dengan

yang dikemukakan oleh Livack, Dillinger dalam Ladjin (2008) bahwa

desentralisasi dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu:

1. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak kepada

warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat

untuk mengambil keputusan publik.

2. Desentralisasi adminitratif, yaitu pelimpahan wewenang yang dimaksudkan

untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber-sumber

Page 33: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

19

keuangan untuk menyediakan pelayanan publik. Pelimpahan tanggung jawab

tersebut terutama menyangkut perencanaan, pendanaan, dan pelimpahan

manajemen fungsi–fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada

aparatnya di daerah, tingkat pemerintahan yang lebih rendah, badan otoritas

tertentu, atau perusahaan tertentu. Desentralisasi administratif pada

dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Dekonsentrasi (deconcentration), yaitu pelimpahan wewenang dari

pemerintah pusat kepada pejabat yang berada dalam garis hierarki

dengan pemerintah pusat

b. Pendelegasian (delegation or institutional pluralism) yaitu: pelimpahan

wewenang untuk tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar

struktur birokrasi reguler yang dikontrol secara tidak langsung oleh

pemerintah pusat. Pendelegasian wewenang ini biasanya diatur dengan

ketentuan perundang-undangan. Pihak yang menerima wewenang

mempunyai keleluasaan (discretion) dalam penyelenggaraan

pendelegasian tersebut, walaupun wewenang terakhir tetap pada pihak

pemberi wewenang (sovereign-authority).

c. Devolusi (devolution), yaitu pelimpahan wewenang kepada tingkat

pemerintahan yang lebih rendah dalam bidang keuangan atau tugas

pemerintahan dan pihak Pemerintah Daerah mendapat discretion yang

tidak dikontrol oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal tertentu dimana

pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu melaksanakan tugasnya,

pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak langsung atas

pemerintah pusat akan memberikan supervisi secara tidak langsung atas

pelaksanaan tugas tersebut. Dalam melaksanakan tugasnya, pemerintah

daerah memiliki wilayah administratif yang jelas dan legal dan diberikan

Page 34: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

20

kewenangan sepenuhnya untuk melaksanakan fungsi publik, menggali

sumber-sumber penerimaan serta mengatur penggunaannya.

Dekonsentrasi dan devolusi dilihat dari sudut konsepsi pemikiran hirarki

organisasi dikenal sebagai distributed institutional monopoly of

administrative decentralization.

3. Desentralisasi fiskal (fiscal dezentralization), yaitu pelimpahan wewenang

dalam mengelola sumber-sumber keuangan, yang mencakup:

a. Self-financing atau cost recovery dalam pelayanan publik terutama

melalui pengenaan retribusi daerah

b. Cofinancing atau coproduction, dimana pengguna jasa berpartisipasi

dalam bentuk pembayaran jasa atau kontribusi tenaga kerja.

c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi

Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan darurat serta

pinjaman daerah (sumber daya alam).

4. Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), yaitu

kebijakan tentang privatisasi dan deregulasi yang intinya berhubungan

dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayanan masyarakat dari

pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi

ekonomi pasar.

Untuk melihat seberapa jauh desentralisasi sudah dilakukan lebih bersifat

dekonsentrasi, delegasi, atau devolusi, tergantung apakah seseorang

mengamatinya dari atas ke bawah (top down) atau dari bawah ke atas (bottom

up) (Bird, 1980).

Konsep desentralisasi fiskal tidak dapat dilepaskan dari konsepsi

desentralisasi sehingga apabila desentralisasi merupakan distribusi kewenangan

dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka desentralisasi fiskal pun

Page 35: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

21

demikian adanya tetapi khusus untuk anggaran. Desentralisasi fiskal adalah

memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur anggaran sehingga

kebutuhan daerah menjadi tanggung jawab dari daerah dengan memanfaatkan

sumber-sumber penerimaan yang telah diatur dalam seluruh peraturan

perundang-undangan di bidang keuangan negara dan daerah. Dalam hal ini,

peran pemerintah pusat dilakukan dengan mekanisme dana perimbangan yaitu

pembagian penerimaan antar-tingkatan pemerintahan guna menjalankan fungsi-

fungsi pemerintahan dalam kerangka desentralisasi (Karianga, 2013).

Desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk perbaikan efisiensi ekonomi,

efisiensi biaya, perbaikan akuntabilitas dan peningkatan mobilitas dana (Bird dan

Vailancourt, 2000), serta berbagi beban keuangan dengan kawasan dan kota

(Todaro dan Smith, 2004). Kebijakan desentralisasi fiskal juga dapat menjadi

daya saing suatu daerah jika dibandingkan dengan daerah lain, suatu daerah

dapat menawarkan paket pajak dan pelayanan publik yang terbaik dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pilihan publik (Stocker, 1991).

Selanjutnya Khusaini (2006), mengemukakan bahwa dalam membahas

desentralisasi fiskal umumnya terdapat tiga variabel yang sering digunakan

sebagai representasi desentralisasi fiskal, yaitu:

1. Desentralisasi pengeluaran

Indikator variabel dari desentralisasi pengeluaran adalah rasio pengeluaran

total masing-masing kabupaten/kota terhadap total pengeluaran pemerintah

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) serta rasio pengeluaran daerah

terhadap total pengeluaran pemerintah (tidak termasuk pertahanan dan

tunjangan sosial). Variabel ini menunjukkan ukuran relatif pengeluaran

pemerintah antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.

Page 36: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

22

2. Desentralisasi pengeluaran pembangunan

Variabel ini merupakan rasio antara total pengeluaran pembangunan masing-

masing kabupaten/kota terhadap total pengeluaran pembangunan nasional

(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Variabel ini menunjukkan

besaran relatif pengeluaran pemerintah dalam pembangunan antara

pemerintah pusat dan daerah. Variabel ini juga mengekspresikan besarnya

alokasi pengeluaran pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah,

serta dasar untuk mengetahui kondisi pemerintah daerah dalam

melaksanakan investasi sektor publik. Hubungan positif yang terjadi antara

variabel terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa pemerintah

lokal dalam posisi yang baik untuk melakukan investasi di sektor publik.

3. Desentralisasi penerimaan

Variabel ini merupakan rasio antara total penerimaan masing-masing

kabupaten/kota (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) terhadap total

penerimaan pemerintah dan menjelaskan besaran relatif antara pemerintah

daerah terhadap penerimaan pemerintah pusat.

Hubungannya dengan pengamatan dari atas ke bawah (top down) atau

dari bawah ke atas (bottom up), pendekatan desentralisasi fiskal dari bawah ke

atas (bottom up) umumnya menekankan nilai politis, misalnya perbaikan dalam

kaitannya dengan kemauan menerima saran dan partisipasi politik lokal dan

efisiensi alokasi dalam arti perbaikan kesejahteraan. Sedangkan pendekatan

fiskal dari atas ke bawah (top down) menekankan bahwa kriteria utama untuk

mengevaluasi desentralisasi fiskal adalah seberapa baik hal ini dapat membantu

tercapainya tujuan-tujuan kebijakan nasional (Bird dan Vaillancourt, 2000).

Perspektif bottom up (endogenous) mungkin lebih tepat untuk negara-

negara seperti India, Afrika Selatan, atau Bosnia- Herzegovina (dalam Bird dan

Page 37: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

23

Vaillancourt, 2000), sebab heterogenitas daerah dan daerah memiliki potensi

untuk mandiri. Sedangkan perspektif top down (exogenous) tampak lebih tepat

pada negara-negara berkembang secara umum (Bird, 1993), misalnya di Cina

(Bird dan Vaillancourt, 2000) menyatakan bahwa reformasi perpajakan dan

perimbangan keuangan pusat-daerah, akhir-akhir ini bertujuan untuk

menegaskan kembali kontrol makro ekonomi dan untuk menjamin sumber-

sumber yang cukup bagi pusat untuk mencapai tujuan-tujuan, untuk

pembangunan infrastruktur penting antar daerah. Indonesia berdasarkan kajian

Shah dalam Bird dan Vaillancourt, 2000) menggolongkan desentralisasi fiskal

yang berjalan berdasarkan pendekatan perspektif top down, yang bertujuan

meningkatkan kesejahteraan nasional.

Bird dan Vaillancourt (2000) juga menjelaskan bahwa terdapat dua model

hubungan fiskal antara pemerintah yang berlaku saat ini, yaitu: federalisme fiskal

(fiscal federalism) dan keuangan federal (federal finance). Konsep federalisme

fiskal maksudnya adalah Pemerintahan Daerah Tingkat II (kabupaten/kota)

merupakan kepanjangan tangan dari pusat atau, di beberapa negara yang

berbentuk federal, pemerintahan negara bagian (state) bukan merupakan pelaku

otonom. Implikasi dari hubungan fiskal model federalisme fiskal ini adalah

berbagai bentuk transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

(Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II) dalam rangka untuk menggalakkan

otonomi regional dan untuk memerbaiki infrastruktur lokal, biasanya akan

dibelanjakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan pedoman dan sektor-sektor

yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Berbeda dengan model federalism

fiskal, dalam keuangan federal model hubungan fiskal yang terjadi adalah

hubungan fiskal antara pemerintah pusat (federal) dengan pemerintah negara

bagian/propinsi (state) dan hubungan fiskal antara pemerintah negara

Page 38: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

24

bagian/propinsi (state) dengan pemerintah lokal (kabupaten/kota). Dimana

masing-masing pemerintahan memiliki kewenangan (otonomi) yang jelas

terhadap wilayah, fungsi, serta pembiayaan sesuai dengan konstitusi federal.

Beberapa negara, baik negara maju maupun negara berkembang yang

menggunakan kedua model hubungan fiskal ini (termasuk) Indonesia, dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1Kelompok Negara dan Model Hubungan Fiskal

Kelompok Negara Federalisme Fiskal Keuangan Federal

Negara Maju Prancis, Jepang Amerika Serikat, Kanada

Negara BerkembangIndonesia, Kolombia,

Maroko, Tunisia

India, Brasil, Argentina,

Pakistan, Afrika Selatan

Negara Transisi Cina, VietnamRusia, Bosnia

Herzegovina

Sumber: Bird dan Vaillancourt (2000)

Desentralisasi fiskal akan mendekatkan pemerintah kepada masyarakat

(their constituents), sehingga dalam sistem pemerintahan yang desentralistik

akan menciptakan efisiensi dalam perekonoimian, public services dan

kesejahteraan masyarakat yang dapat dijelaskan oleh fiscal federalism theory

(Ross, 2002 dalam Khusaini, 2006). Berbagai kajian literatur tentang fiscal

federalism, terdapat dua perspektif teori yang menjelaskan dampak ekonomi dari

desentralisasi (Ross, 2002 dalam Khusaini,2006) yaitu :

1. Traditional theories (first generatioon theory)

Pandangan teori tradisional tentang fiscal federalism menekankan

keuntungan alokatif dari desentralisasi, untuk mendapatkan kemudahan

informasi dari masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua ide yang mendasari

keuntungan alokatif . Pertama, Penggunaan “ knowledge in society “, dimana

Page 39: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

25

menurut Hayek (1945), proses pengambilan keputusan yang

terdesentralisasi akan memermudah penggunaan informasi yang efisien.

Dalam konteks keuangan publik, pemerintah daerah mempunyai informasi

yang lebih baik daripada pemerintah pusat tentang kondisi daerah sehingga

pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan keputusan tentang

penyediaan barang dan jasa publik daripada jika diserahkan ke pemerintah

pusat. Kedua, Tiebout (1956) mengenalkan dimensi persaingan dalam

pemerintah daerah dan mempunyai pandangan bahwa kompetisi antara

pemerintah daerah tentang alokasi pengeluaran publik memungkinkan

masyarakat memilih berbagai barang dan jasa publik yang sesuai dengan

selera dan keinginan masyarakat. Suatu analogi argument lainnya yang

dikenel dengan ungkapan “love it or leave it“. Tiebout menekankan bahwa

tingkat dan kombinasi pembiayaan barang publik bertaraf lokal dan pajak

yang dibayar oleh masyarakat merupakan kepentingan politisi masyarakat

lokal dengan pemerintah daerahnya. Masyarakat akan memilih untuk tinggal

di lingkungan yang angaran daerahnya memenuhi preferensi yang paling

tinggi antara pelayanan publik dari pemerintah daerahnya dengan pajak yang

dibayar oleh masyarakat. Ketika masyarakat tidak senang pada kebijakan

pemerintah lokal dalam pembebanan pajak untuk pembiayaan barang publik

bersifat lokal, maka hanya ada dua pilihan bagi warga masyarakat, yaitu

meninggalkan wilayah tersebut (leave) atau tetap tinggal di wilayah tersebut

(love) dengan berusaha mengubah kebijakan pemerintah lokal melalaui

perwakilannya di daerah (DPRD) (Hyman,1993, dalam Khusaini, 2006).

Hipotesis tersebut memberikan petunjuk bahwa terdapat potensi untuk

mencapai efisiensi ekonomi (maximizing social welfare) dalam penyediaan

barang publik pada tingkat lokal.

Page 40: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

26

2. New perspective theories (second generation theories)

Second generation theories, menjelaskan bagaimana desentralisasi akan

memengaruhi perilaku pemerintah daerah. Dengan implementasi

desentralisasi fiskal apakah pemerintah daerah akan berprilaku berbeda

dengan ketika dalam sistem pemerintahan yang sentralistik. Secara teoritik,

seharusnya pemerintah daerah akan berprilaku berbeda ketika pemerintah

pusat menyerahkan berbagai kewenangan kepada pemerintah daerah, yaitu

semakin berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Implikasi

penting dari teori ini adalah bahwa desentralisasi akan mendorong

pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

dimana hal tersebut sangat bergantung pada fiskal insentif yang diberikan

kepada masyarakat.

Sebelumnya telah dipaparkan tentang pandangan Bird dan Vaillancourt

(2000), bahwa ada dua persyaratan penting untuk kesuksesan desentralisasi

terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi mikro. Dihubungkan dengan

desentralisasi fiskal yang didukung oleh pandangan yang dikemukakan oleh Bahl

(1999), bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan

pemerintah daerah dalam memungut pajak (taxing power). Adanya kemampuan

pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki sumber dana pembangunan yang

besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah dapat berdampak positif, di

mana pajak tersebut akan digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur

dan membiayai berbagai pengeluaran publik (Bahl, 1999).

Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan suatu daerah dalam

menjalankan desentralisasi fiskal, dapat diukur dengan menggunakan

perhitungan sebagai berikut: (1) Derajat Desentralisasi Fiskal adalah

Page 41: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

27

perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total penerimaan

daerah (TPD); (2) Derajat Desentralisasi Pajak adalah perbandingan antara bagi

hasil pajak dan bukan pajak (BHPBP) terhadap total penerimaan daerah (TPD);

dan (3) Derajat Desentralisasi Bantuan adalah perbandingan antara sumbangan

atau bantuan/transfer (SB) yang diterima pemerintah terhadap total penerimaan

daerah (TPD) (Zaenuddin, 2012). Adapun kriteria yang dapat digunakan untuk

menetapkan Derajat Desentralisasi Fiskal adalah:

Tabel 2.2Kriteria Penilaian Derajat Desentralisasi Fiskal

PAD, BHPBP dan SB terhadap TPD(%)

Derajat Desentralisasi Fiskal

0.00 – 10.00

10.01 – 20.00

20.01 - 30.00

30.01 – 40.00

40.01 – 50.00

> 50.00

Sangat Kurang

Kurang

Sedang

Cukup

Baik

Sangat Baik

Sumber : Tim Litbang Depdagri –Fisipol UGM (1991)

2.1.2 Pendapatan Daerah

Telah kita ketahui bahwa kegiatan pemerintah termasuk pemerintah

daerah semakin meningkat dari masa ke masa. Sebagai konsekuensinya maka

diperlukan pembiayaan atas pengeluaran pemerintah yang tidak sedikit

jumlahnya sesuai dengan semakin luasnya kegiatan pemerintah. Agar supaya

kebutuhan biaya bagi pengeluaran pemerintah daerah dapat dipenuhi maka

daerah memerluakan aliran uang masuk ke kas daerah sebagai penerimaan

atau pendapatan daerah.

Fauzi dan Iskandar (1982) dalam Saharuddin (2001) mendefinisikan

pendapatan daerah sebagai komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Page 42: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

28

Daerah untuk membiayai pembangunan dan melancarkan jalannya roda

pemerintahan. Karena itu, tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

pendapatan daerah dapat dipungut seintensif mungkin.

Agar supaya kebutuhan biaya bagi pengeluaran pemerintah daerah dapat

dipenuhi, maka kepala daerah diberikan kewenangan-kewenangan untuk

melaksanakan berbagai urusan rumah tangganya, salah satu di antaranya

adalah kewenangan dalam bidang keuangan daerah (Adisasmita, 2011) yang

meliputi: (1) pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah; (2)

penyelenggaraan, pengurusan, pertanggung jawaban dan pengawasan

keuangan daerah; dan (3) penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

dan perhitungan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002) dalam Safi (2012)

yang mengungkapkan bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto

manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas atau kegiatan operasi entitas

pemerintah selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas dan

yang bukan berasal dari pinjaman yang harus dikembalikan. Selanjutnya, Safi

(2012) mengemukakan bahwa penerimaan atau pendapatan daerah adalah

semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan. Sedangkan Aryanto (2001),

mendefinisikan pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui

rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar, yang

merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar

kembali oleh daerah. Bedasarkan ketiga pandangan tersebut, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pendapatan daerah merupakan semua penerimaan daerah

baik yang bersumber dari daerah yang bersangkutan maupun pemerintah di

Page 43: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

29

atasnya sebagai arus masuk dari manfaat aktivitas ekonomi pada tahun

anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali

Adapun kelompok pendapatan yang dapat dikelola oleh daerah menurut

Rosdini (2008) adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Dana perimbangan (pendapatan transfer)

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

2.1.2.1 Pendapatan Asli Daerah

Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya

kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-

sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah. Daerah

yang memiliki tingkat pertumbuhan daerah yang positif mempunyai kemungkinan

memerbaiki kondisi perekonomian menjadi lebih baik (Sidik, 2002). Kemandirian

keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain

(Silaen, Widjayanto dan Effendy, 2012).

Pendapatan Asli Daerah sebagai indikator utama penentu tinggi

rendahnya derajat kemandirian fiskal suatu daerah, sejauh ini masih memiliki

kontribusi yang rendah dalam membiayai daerahnya. Rendahnya kontribusi

Pendapatan Asli Daerah dalam membiayai daerahnya menunjukkan bahwa

daerah tersebut masih memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada

pemerintah pusat serta menunjukkan masih terbatasnya peran pemerintah

daerah dalam melaksanakan pembangunan (Sriyana, 1999). Adapun faktor-

faktor yang dapat memengaruhi rendahnya Pendapatan Asli Daerah pemerintah

kabupaten/kota antara lain: (1) banyak sumber pendapatan kabupaten/kota yang

Page 44: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

30

besar tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan

bermotor dan Pajak Bumi dan Bangunan; (2) badan usaha milik negara belum

banyak bisa memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah; (3) kurangnya

kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan liar; (4)

adanya kebocoran-kebocoran; (5) biaya pungut yang masih tinggi; (6) banyak

peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan; (7) kemampuan

masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah (Widayat, 2000).

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang

harus terus menerus dipacu pertumbuhannya. Pendapatan Asli Daerah

bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai

pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan

desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah dapat dijadikan sebagai indikator dalam

menilai tingkat kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan

daerahnya, makin tinggi rasio Pendapatan Asli Daerah jika dibandingkan dengan

total pendapatan makin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah (Kusnandar dan

Siswantoro, 2012)

Tambunan dalam Jolianis (2012) mengemukakan bahwa Pendapatan

Asli Daerah merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika

Pendapatan Asli Daerah meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah

daerah akan lebih banyak dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula,

sehingga pemerintah daerah akan memiliki kesempatan yang tinggi untuk

membangun perekonomiannya. Sedangkan Mardiasmo (2002) menyatakan

bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah suatu pendapatan yang akan

menunjukkan kemampuan daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana

untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Jadi, pengertian

Pendapatan Asli Daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-

Page 45: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

31

usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber

keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya.

Ladjin (2008) mengemukakan bahwa dalam struktur keuangan daerah,

Pendapatan Asli Daerah dipandang sebagai kemampuan riil keuangan daerah.

Pendapatan Asli Daerah diperoleh dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah serta lain-

lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Senada dengan yang dikemukakan oleh

Ladjin (2008), Yani (2008) juga mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah

merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan pada

pemerintah daerah dalam menggali pendanaan dalam melaksanakan otonomi

daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

2.1.2.1.1 Pajak Daerah

Menurut Soemitro dalam Adisasmita (2011), pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

dengan tiada mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat

digunakan untuk membayar pengeluaran uang. Selanjutnya Suandy (2002)

mendefinisikan pajak dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) pajak merupakan

peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah; (2) pajak dipungut

berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan; (3) dalam pembayaran pajak tidak

ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; (4) pajak dipungut

oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; (5) pajak

diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dalam

Page 46: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

32

pemasukkannya masih terdapat surplus dan dipergunakan untuk membiayai

public investment; (6) pajak dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dari

pemerintah; dan (7) pajak dapat dipungut secara langsung maupun tidak

langsung.

Pajak dapat dikelompokkan menurut golongan dan sifatnya (Adisasmita,

2011), yaitu:

1. Menurut golongan, yaitu: (1) pajak langsung, adalah pajak yang

pembebanannya dapat dilimpahkan pada pihak lain, tetapi harus menjadi

beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Sebagai contoh adalah

pajak penghasilan; (2) pajak tak langsung, adalah pajak yang

pembebabanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Sebagai contoh

adalah pajak pertambahan nilai.

2. Menurut sifat, yaitu: (1) pajak subjektif, adalah pajak berdasarkan pada

subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti

memerhatikan keadaan dari wajib pajak. Sebagai contoh adalah pajak

penghasilan; dan (2) pajak obyektif, adalah pajak yang dipungut sama untuk

wajib pajak secara adil.

Jenis-jenis pajak yang diberlakukan di daerah sesuai Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah:

a. Jenis pajak provinsi yaitu pajak kendaraan bermotor, bea balik nama

kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air

permukaan dan pajak rokok.

b. Jenis pajak kabupaten/kota yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan,

pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan

batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi

Page 47: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

33

dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah

dan bangunan.

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah kepada masyarakat, menurut (Musgrave,

1993) memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Penyediaan barang sosial, atau proses pembagian keseluruhan sumber daya

untuk digunakan sebagai barang pribadi dan barang sosial, dan bagaimana

bauran/komposisi barang sosial ditentukan. Fungsi penyediaan ini dapat

disebut sebagai fungsi alokasi dari kebijakan anggaran.

2. Penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan kekayakaan untuk

menjamin terpenuhinya apa yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu

keadaan distribusi yang merata dan adil. Fungsi penyediaan terhadap

distribusi pendapatan dan kekayaan dapat disebut juga dengan fungsi

distribusi.

3. Penggunaan kebijakan anggaran sebagai suatu alat untuk memertahankan

tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat stabilitas yang semestinya dan

laju pertumbuhan ekonomi yang tepat, dengan memerhitungkan segala

akibatnya terhadap perdagangan dan neraca pembayaran. Fungsi ini juga

dikenal sebagai fungsi stabilisasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki tiga fungsi, yakni fungsi alokasi, fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi.

Melalui fungsi alokasi, memungkinkan kebijakan perpajakan dapat memengaruhi

masyarakat untuk melakukan tindakan investasi dan perekonomian pada

umumnya, sehingga sumber daya yang ada dapat terbagi secara merata.

Sedangkan melalui fungsi distribusi, kebijakan perpajakan diharapkan mampu

menciptakan pemerataan penghasilan melalui perbedaan tarif. Misalnya, bagi

Page 48: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

34

masyarakat dengan kemampuan lebih akan membayar pajak lebih tinggi dan

hasil penerimaan pajak akan disalurkan kembali kepada masyarakat dengan

kemampuan ekonomi yang rendah dalam bentuk subsidi. Sementara fungsi

stabilisasi menghendaki kebijakan perpajakan yang baik agar kemakmuran yang

sudah ada dapat dipertahankan.

Adam Smith telah mengajukan beberapa prinsip bagi pengenaan pajak

yang baik yang biasa disebut dengan istilah “Smith’s Canons” (Adisasmita,

2011), yaitu:

1. Prinsip kesamaan/keadilan (equity), artinya beban pajak harus sesuai

dengan kemampuan relatif dari setiap wajik pajak. Perbedaan dalam tingkat

penghasilan harus digunakan sebagai dasar di dalam distribusi beban pajak,

sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang penting, tetap beban riil

dalam arti kepuasan yang hilang.

2. Prinsip kepastian (certainfy), artinya pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti

bagi setiap wajib pajak, sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga

akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri.

3. Prinsip kecocokan/kelayakan (convenience), artinya pajak jangan sampai

terlalu menekan wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka dan

senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

4. Prinsip ekonomi (economy), artinya pajak hendaknya menimbulkan kerugian

minimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutan lebih besar daripada

jumlah penerimaan pajaknya.

Prinsip Smith’s Canons masih perlu dilengkapi dengan satu prinsip lagi, yaitu

prinsip ketepatan (adequate), artinya pajak hendaknya dipungut tepat pada

waktunya dan jangan sampai memersulit posisi anggaran belanja pemerintah

(Soeparmoko dalam Adisasmita, 2011).

Page 49: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

35

Prinsip Smith’s Canons menjadikan keadilan sebagai salah satu prinsip

utama dalam pemungutan pajak. Sehubungan dengan keadilan dalam

pemungutan pajak, ada beberapa teori yang dapat dijadikan sebagai dasar

pemungutan pajak. Adapun teori-teori pembagian pajak tersebut adalah teori-

teori kepentingan, teori prestasi negara, dan teori gaya pikul (Suparnyo, 2012).

1. Teori kepentingan

Menurut teori ini, pembagian beban atas pajak harus didasarkan atas

kepentingan orang masing-masing dalam tugas-tugas pemerintah, termasuk

juga perlindungan atas jiwa orang-orang itu beserta harta bendanya. Oleh

karena itu, sudah selayaknya bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

negara untuk menunaikan kewajibannya dibebankan kepada mereka itu.

Jadi, dalam membagi beban pajak diantara penduduk hendaknya

disesuaikan dengan kepentingan masing-masing terhadap kegiatan-kegiatan

yang dilakukan oleh negara. Makin besar kepentingannya terhadap kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh negara, berarti makin besar pula pajaknya.

Teori ini hanya dapat diterapkan pada pajak tidak langsung, sedang untuk

pajak langsung tidak dapat diterapkan. Pajak langsung adalah suatu jenis

pajak yang pemungutannya langsung kepada wajib pajak, tidak memerlukan

bantuan pihak ketiga, misalnya: pajak bumi dan bangunan, pajak

penghasilan dan lain-lain. Pajak tidak langsung adalah suatu jenis pajak yang

pemungutannya lewat pihak ketiga, misal: pajak tontonan, pajak penjualan,

pajak pertambahan nilai dan lain-lain (Suparnyo, 2012).

Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suparnyo (2012) dalam bukunya,

Bohari (1995), mengemukakan bahwa pajak mempunyai hubungan dengan

kepentingan individu, yang diperoleh dari pekerjaan negara. Semakin banyak

Page 50: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

36

individu yang mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah,

makin besar pula pajaknya. Sejauh ini, teori ini masih berlaku pada retribusi.

2. Teori prestasi negara

Teori ini berpangkal pada prestasi yang oleh penduduk diharapkan negara

akan melakukannya. Teori ini juga disebut dengan teori prestasi modern

yang berpangkal pada kemampuan ekonomi subjektif. Untuk mengetahui

kemampuan ekonomi subjektif, negara membuat suatu daftar yang berisi

daftar prestasi negara. Makin banyak yang diisi atau diminta berarti bersedia

memikul biaya, sehingga bersedia dipajaki lebih banyak dan makin sedikit

yang diisi berarti makin sedikit kesediaannya untuk dipajaki. Hipotesa teori

prestasi negara ini diletakkan pada kejujuran seseorang penduduk atau wajib

pajak. Hal ini juga merupakan suatu hipotesa kemampuan ekonomi yang sulit

dibuktikan kebenarannya.

3. Teori daya pikul

Teori ini menyatakan bahwa agar pemungutan pajak dirasa adil maka dalam

membagi beban pajak hendaknya disesuaikan dengan daya pikul Wajib

Pajak yang bersangkutan. De Langen mengatakan bahwa daya pikul adalah

kekuatan seseorang untuk memikul suatu beban dari apa yang tersisa,

setelah seluruh penghasilannya dikurangi dengan pengeluaran-pengeluaran

yang mutlak untuk kehidupan primer diri sendiri beserta keluarganya. De

Langen berkesimpulan bahwa kekuatan untuk membayar pajak kepada

negara baru ada setelah kekuatan orang yang bersangkutan dikurangi

dengan minimum kehidupan.

Peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah secara tidak langsung

bisa tercermin dari kemampuan daerah dalam mengkonversi seluruh potensi

penerimaan pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut. Potensi

Page 51: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

37

penerimaan pajak daerah bisa tercermin dari besarnya Pendapatan Domestik

Regional Bruto dari masing-masing daerah. Semakin besar rasio Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto maka

kemampuan daerah tersebut dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan

pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut juga semakin besar

(Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013)

2.1.2.1.2 Retribusi Daerah

Retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh

pemerintah sebagai akibat adanya kontraprestasi yang diberikan oleh

pemerintah daerah atau pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau

pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang langsung dinikmati

secara perorangan oleh warga masyarakat dan pelaksanaannya didasarkan atas

peraturan yang berlaku (Halim, 2004). Hal serupa juga diungkapkan oleh Basuki

(2007) bahwa retribusi daerah merupakan pemungutan yang dilakukan

pemerintah daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu

yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk

kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Kurniawan (2004) objek retribusi

dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

1. Jasa umum, merupakan jasa yang disediakan oleh pemerintah untuk tujuan

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi

atau badan. Misalnya pelayanan kesehatan.

2. Jasa usaha, adalah jasa yang disediakan oleh pemerintah dengan menganut

prinsip komersial karena dapat pula disediakan oleh pihak swasta. Misalnya

penyediaan tempat penginapan dan usaha bengkel kendaraan.

Page 52: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

38

3. Perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah dalam rangka

pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk

pembinaan, pengaturan, pengadilan dan pengawasan guna melindungi

kepentingan umum. Pengajuan izin oleh pemerintah, baik pusat maupun

daerah tidak dikenakan retribusi perizinan tertentu. Perizinan yang dapat

dipungut retribusi adalah izin mendirikan bangunan dan izin penggunaan

tanah.

2.1.2.1.3 Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan

Menurut Halim (2004), hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan

merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah

dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Adapun yang menjadi objek

pendapatan dari hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, yaitu: (1) bagian

laba perusahaan milik daerah; (2) bagian laba lembaga keuangan bank; (3)

bagian laba keuangan non bank; dan (4) bagian laba atas penyertaan

modal/investasi.

2.1.2.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Menurut Halim (2004), lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah

merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah, yang

meliputi: (1) hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan; (2) penerimaan

jasa giro; (3) penerimaan bunga deposit; (4) denda keterlambatan pelaksanaan

pekerjaan; dan (5) penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan

daerah.

Page 53: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

39

2.1.2.2 Dana Perimbangan

Dana perimbangan merupakan pembagian penerimaan antar-tingkatan

pemerintahan guna menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam kerangka

desentralisasi (Karianga, 2013). Alokasi dana perimbangan dari pemerintah

pusat ke pemerintah daerah secara garis besar ditentukan oleh dua faktor, yaitu

kapasitas fiskal (fiscal capacity) dan kebutuhan fiscal (fiscal need). Hyman

mengemukakan bahwa kapasitas fiskal mencerminkan kemampuan suatu

daerah untuk mendanai jasa-jasa pelayanan publik yang harus disediakan

pemerintah. Sedangkan kebutuhan fiskal menunjukkan total pengeluaran yang

dibutuhkan suatu daerah untuk melaksanakan aktivitas di daerahnya.

Selanjutnya Sutandi mengemukakan bahwa dana perimbangan adalah

pendanaan yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah

dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan diperuntukkan

guna mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah. Dalam proses pengurangan ketimpangan pada kebutuhan pembiayaan

dan penguasaan pajak antara pemerintah pusat dan daerah yaitu melalui

pelaksanaan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

Alokasi Khusus (DAK) (Halim dan Iqbal, 2012).

Bantuan pemerintah pusat dalam konteks otonomi daerah bisa dalam

bentuk Dana Alokasi Umum maupun Dana Alokasi Khusus (Silaen, Widjayanto

dan Effendy, 2012). Adapun Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

yang dikemukakan oleh Kementrian Keuangan Indonesia (2012) adalah:

1. Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan dengan tujuan

Page 54: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

40

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan

daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sebagai equalization

grant, Dana Alokasi Umum merupakan instrument transfer yang alokasinya

ditujukan untuk meminimumkan ketimpangan fiskal antar daerah, sekaligus

memeratakan kemampuan antar daerah. Dana Alokasi Umum dialokasikan

untuk provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan jumlah keseluruhan Dana

Alokasi Umum (Dana Alokasi Umum Nasional) yang secara finansial

ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yakni

sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto. PDN

neto merupakan pendapatan dalam negeri setelah dikurangi dengan

penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Proporsi Dana

Alokasi Umum untuk provinsi dan kabupaten/kota dihitung berdasarkan

perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

provinsi dan kabupaten/kota. Namun apabila proporsi Dana Alokasi Umum

untuk provinsi dan kabupaten/kota belum dapat dihitung secara kuantitatif,

proporsinya dapat ditetapkan dengan imbangan 10% untuk provinsi dan 90%

untuk kabupaten/kota.

Pengalokasian Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah didasarkan atas

formula yang memerhitungkan alokasi dasar dan celah fiskal (fiscal gap).

Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji pegawai negeri daerah, yang

meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai

dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil termasuk di dalamnya

tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21).

Sedangkan celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan

kebutuhan fiskal. Kebutuhan fiskal mencerminkan kebutuhan dana yang

diperlukan oleh daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.

Page 55: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

41

Sehingga untuk mengukur kebutuhan fiskal digunakan variabel jumlah

penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, Produk Domestik

Regional Bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia. Sementara

kapasitas fiskal mencerminkan kemampuan fiskal daerah dalam mendanai

pelaksanaan layanan dasar umum. Pengukuran kapasitas fiskal dilakukan

dengan berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil yang

secara cash basis diterima daerah.

Dana Alokasi Umum atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung

berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah

Dana Alokasi Umum seluruh provinsi, dimana angka bobot provinsinya

diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan

dengan total celah fiskal untuk suatu seluruh provinsi. Begitu juga dengan

Dana Alokasi Umum atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota,

besarnya dihitung dengan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan

dengan jumlah Dana Alokasi Umum seluruh provinsi. Bobot kabupaten/kota

diperoleh dari perbandingan antara celah fiskal provinsi bersangkutan

dengan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.

Untuk daerah otonom baru, Dana Alokasi Umum dialokasikan setelah

adanya penetapan definitif daerah yang bersangkutan melalui Undang-

undang pembentukan daerah. Dana Alokasi Umumnya dihitung setelah

tersedianya data yang digunakan untuk menghitung alokasi dasar dan celah

fiskal. Sebelum adanya ketersediaan data, Dana Alokasi Umum untuk daerah

tersebut dihitung dengan cara membagi Dana Alokasi Umum secara

proporsional dengan daerah induknya berdasarkan jumlah penduduk, luas

wilayah dan jumlah pegawai.

Page 56: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

42

2. Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus merupakan dana yang bersumber dari pendapatan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah

tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan

daerah sesuai prioritas nasional. Kegiatan khusus yang didanai Dana Alokasi

Khusus adalah penyediaan/perbaikan sarana dan prasarana pelayanan

dasar masyarakat serta kegiatan yang dapat mendorong percepatan

pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.

Penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus dilakukan melalui dua tahapan,

yaitu (1) penentuan daerah tertentu yang menerima Dana Alokasi Khusus

dan (2) penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus untuk masing-masing

daerah. Penentuan daerah tertentu didasarkan atas tiga kriteria yang

dilakukan secara berjenjang, yaitu :

a. Kriteria Umum (KU), yang ditentukan berdasarkan kemampuan

keuangan daerah (indeks fiskal neto) yang dicerminkan dari penerimaan

umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi

belanja Pegawai Negeri Sipil di daerah. Penerimaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,

Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil kecuali Dana Bagi Hasil yang

penggunaannya diarahkan (earmarking). Daerah dengan Kriteria Umum

dibawah rata-rata, Kriteria Umum secara nasional adalah daerah yang

menjadi prioritas mendapatkan Dana Alokasi Khusus.

b. Kriteria Khusus (KK), yang ditentukan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus

dan aspek karakteristik daerah. Karakteristik daerah, meliputi daerah

tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan

Page 57: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

43

bencana, daerah pesisir dan/atau kepulauan, daerah ketahanan pangan

dan daerah pariwisata.

c. Kriteria Teknis (KT), yang ditentukan berdasarkan indikator-indikator

teknis yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana yang

akan didanai dari Dana Alokasi Khusus. Kriteria ini dirumuskan melalui

indeks teknis yang disusun oleh Menteri Teknis terkait.

2.1.2.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah

Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana

darurat (Nurcholis, 2005). Hibah kepada daerah, yang bersumber dari luar

negeri, dilakukan melalui pemerintah (pusat). Pemerintah mengalokasikan dana

darurat yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk

keperluan mendesak (bencana nasional dan atau peristiwa luar biasa) yang tidak

dapat diatasi oleh daerah dengan menggunakan sumber Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

2.1.3 Kemandirian Fiskal

Salah satu syarat kesuksesan desentralisasi yang dikemukakan oleh Bird

dan Vaillancourt (2000) adalah biaya-biaya dari keputusan yang diambil,

sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, pemerintah

daerah diharapkan untuk memiliki kemandirian dalam membiayai segala

kegiatan pemerintah daerahnya.

Kemandirian daerah tidak hanya diartikan sebagai kemandirian dari sisi

keuangan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, tetapi lebih luas lagi

dari sisi ekonomi di mana daerah benar-benar mampu membangun

perekonomian disemua sektor pembangunan (Yuniarti, 2008). Kemandirian fiskal

merupakan indikator utama dalam mengukur kemampuan pemerintah daerah

Page 58: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

44

untuk membiayai sendiri kegiatan pemerintahan daerah yang dijalankan yakni

tanpa tergantung bantuan dari luar, termasuk dari pemerintah pusat (World Bank

dalam Ladjin, 2008). Selanjutnya Silaen, Widjayanto dan Effendy (2012)

mengemukakan bahwa kemandirian keuangan daerah menunjukkan

kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak

dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian

keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah

dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain.

Karo (2005) menjelaskan bahwa salah satu kriteria penting untuk

mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus

rumah tangganya adalah self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan

perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur

tingkat kemampuan daerah dalam pelaksanaan otonominya. Ini berarti, dalam

penyelenggaraan urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau

uang.

Menurut Munir (2004), kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada

dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan

penerimaan Pendapatan Asli Daerahnya. Kemampuan keuangan daerah ini lebih

mengarah kepada aspek kemandirian dalam bidang keuangan, yang biasanya

diukur dengan desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal daerah, yang dapat

diketahui melalui perhitungan kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total

penerimaan daerah serta kontribusi sumbangan dan bantuan terhadap total

anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Menurut Radianto (1997), kemandirian fiskal daerah menggambarkan

kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Page 59: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

45

Hal ini dikarenakan otonomi daerah dan pembangunan daerah hanya bisa

diwujudkan apabila disertai kemandirian fiskal yang efektif. Ini berarti bahwa

pemerintah daerah secara finansial harus bersifat independen terhadap

pemerintah pusat dengan jalan sebanyak mungkin menggali sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain.

Selanjutnya, Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2013) mengemukakan

bahwa dengan mengetahui kemandirian keuangan daerah akan menunjukkan

seberapa besar local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar

kemampuan Pendapatan Asli Daerah dalam mendanai belanja daerah yang

dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam

rangka mencapai kemandirian fiskal adalah dengan meningkatkan pendapatan

daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara (Sidik, 2002) sebagai

berikut:

1. Memperluas basis penerimaan

Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat

dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,

antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah

pembayar pajak, memerbaiki basis data objek, memerbaiki penilaian,

menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2. Memperkuat proses pemungutan

Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara

lain mempercepat penyusunan peraturan daerah, mengubah tarif, khususnya

tarif retribusi dan peningkatan sumber daya manusia.

Page 60: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

46

3. Meningkatkan pengawasan

Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan

secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan

sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta

meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan

Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur

administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan

efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.

5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik

Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi

terkait di daerah.

Selanjutnya, ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui

kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang

lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya

perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian

langsung atau beberapa basis pajak pemerintah pusat yang lebih tepat dipungut

oleh daerah.

Untuk mengukur seberapa besar tingkat kemandirian fiskal suatu daerah

digunakan ukuran yang disebut administrative independency ratio (AIR) atau

dapat disebut derajat kemandirian fiskal atau derajat otonomi fiskal yaitu rasio

antara Pendapatan Asli Daerah terhadap total penerimaan anggaran pendapatan

dan belanja daerah pada tahun yang sama, tidak termasuk transfer dari

pemerintah pusat (Suprajitno, 2003). Selanjutnya menurut Kementrian Keuangan

Republik Indonesia (2013), untuk mengukur derajat kemandirian fiskal dapat

diproksi dari rasio antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan

Page 61: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

47

Daerah (TPD) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah. Rasio akan

menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus meningkat, akan tetapi

perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara kontinyu atas pendapatan

bunga, karena hal tersebut bisa diartikan terdapat peningkatan dana pemda

yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan (Kementrian Keuangan

Republik Indonesia, 2013).

Adapun kriteria yang dapat digunakan untuk menetapkan kemandirian

keuangan daerah adalah:

Tabel 2.3Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan DaerahPAD terhadap TPD

(%)Kemandirian Keuangan

0.00 - 10.00

10.01 - 20.00

20.01 - 30.00

30.01 - 40.00

40.01 - 50.00

> 50.00

Sangat Rendah

Rendah

Sedang

Cukup

Tinggi

Sangat Tinggi

Sumber : Tim Litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991)

2.1.4 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Setiap daerah perlu meningkatkan keadaan perekonomiannya, sehingga

perlu melakukan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah proses

perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi.

Bertambahnya penduduk suatu negara harus diimbangi dengan kemajuan

teknologi dalam produksi untuk memenuhi permintaan kebutuhan dalam negeri

(Smith dalam Suryana, 2000).

Page 62: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

48

Selanjutnya Sukirno (2004) mengemukakan bahwa pembangunan

ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi ditambah dengan perubahan. Arti dari

pernyataan tersebut adalah pembangunan ekonomi dalam suatu negara pada

suatu tahun tertentu tidak hanya diukur dari kenaikan produksi barang dan jasa

yang berlaku dari tahun ke tahun tetapi juga perlu diukur dari perubahan lain

yang berlaku dalam kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan,

perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan

infrastruktur yang tersedia dan peningkatan dalam pendapatan dan kemakmuran

masyarakat. Selanjutnya, Arsyad (2010), mengemukakan bahwa pembangunan

ekonomi adalah suatu proses. Proses yang dimaksud adalah proses yang

mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri

alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk

dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan,

dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.

Pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah melalui

pembangunan yang serasi dan terpadu baik antar pembangunan sektoral

dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju

tercapainya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok

tanah air. Sedangkan pembangunan sektor ekonomi merupakan proses untuk

mengubah suatu keadaan agar lebih baik dengan tujuan untuk meningkatkan

pendapatan, kesempatan kerja dan kemakmuran masyarakat (Sukirno, 2004).

Adapun yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi daerah adalah suatu

proses yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan seluruh komponen

masyarakat untuk mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk

suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan

Page 63: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

49

merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Arsyad,

2010).

Setiawan dan Handoko (2005) mengemukakan bahwa salah satu

indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di

suatu negara adalah pertumbuhan ekonomi, yang diukur dari perbedaan produk

domestik bruto (PDB) tahun tertentu dengan tahun sebelumnya. Selanjutnya,

Arsyad (2010) mengemukakan bahwa suatu wilayah dikatakan mengalami

pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan Produk Domestik Regional

Bruto riil di wilayah tersebut.

Secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan

kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa.

Dengan perkataan lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan

yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan

menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto, pendapatan dan/atau

output per kapita (Jhingan, 2002).

Menurut Adisasmita (2011), pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh

mana kegiatan perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan

masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena suatu proses penggunaan

faktor-faktor produksi adalah untuk menghasilkan output, maka proses ini pada

gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor-faktor

produksi yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat. Perekonomian dianggap

mengalami pertumbuhan apabila seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan

faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar dari tahun sebelumnya. Dengan

kata lain, perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil

pemerintah dan masyarakat pada tahun tertentu lebih besar daripada

pendapatan riil pemerintah dan masyarakat pada tahun sebelumnya. Adapun

Page 64: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

50

indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah tertentu

ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto baik atas dasar harga

berlaku maupun atas dasar harga konstan.

Pertumbuhan ekonomi dalam Sukirno (2004) adalah sebagai suatu

ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian

dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan Produk

Domestik Regional Bruto pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan Produk

Domestik Regional Bruto tahun sebelumnya (PDRBt-1).

Tujuan utama dari perhitungan pertumbuhan ekonomi adalah untuk

melihat apakah kondisi perekonomian makin membaik atau sebaliknya. Apabila

tingkat pertumbuhan ekonomi bernilai negatif berarti kegiatan perekonomian

menunjukkan penurunan, sebaliknya jika tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut

bernilai positif berarti kegiatan perekonomian mengalami peningkatan (Erawati

dan Yasa, 2012).

Berdasarkan beberapa pandangan yang telah dikemukakan sebelumnya

dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan

kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa yang

dapat dilihat pada Produk Domestik Regional Bruto. Sehubungan dengan hal ini,

Harrod-Domar bersesuaian dengan pendapat Keynes, yang menganggap bahwa

pertambahan dalam kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan

menciptakan pertambahan produksi dari kenaikan pendapatan nasional. Harrod-

Domar sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan

pendapatan nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas

memproduksi tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian,

walaupun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan

Page 65: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

51

bertambah, dan pertumbuhan ekonomi tercapai, apabila pengeluaran

masyarakat mengalami kenaikan pada masa sebelumnya (Adisasmita, 2013).

Untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, sebaiknya suatu wilayah

atau daerah lebih dulu memperhatikan dan menilai sektor mana yang harus

diprioritaskan untuk dikembangkan. Sehubungan dengan hal ini, Samuelson

(1955) dalam teorinya yakni teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike)

berpandangan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komiditi

apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik

karena potensi alam maupun karena sektor tersebut memiliki competitive

advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama

sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat

berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian

juga cukup besar (Tarigan, 2005)

Adapun faktor-faktor yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi

(Arsyad, 2010) adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan),

peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources). Akumulasi

modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan

ditabung dan diinvestasikan untuk memerbesar output pada masa yang akan

datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang

baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada;

2. Pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan

jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam

merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang

tergantung kepada kemampuan sistem ekonomi yang berlaku dalam

menyerap dan memerkerjakan tenaga kerja secara produktif; dan

Page 66: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

52

3. Kemajuan teknologi, menurut para ekonom kemajuan teknologi merupakan

faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya

yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru

dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.

2.1.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto adalah total nilai pasar semua barang

dan jasa yang diproduksi suatu wilayah regional atau provinsi selama kurun

waktu satu tahun (Purnastuti dan Mustikawati, 2007). Sedangkan Simanjuntak

dalam Halim (2004) mengemukakan Produk Domestik Regional Bruto sebagai

barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh penduduk dalam suatu

daerah tertentu dalam suatu wilayah negara tertentu dan dalam jangka waktu

satu tahun.

Alasan yang mendasari pemilihan Produk Domestik Regional Bruto

sebagai indikator untuk menilai pertumbuhan ekonomi (Adisasmita, 2011),

adalah:

1. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan

oleh seluruh aktivitas produksi dalam perekonomian daerah. Hal ini berarti

bahwa peningkatan Produk Domestik Regional Bruto mencerminkan pula

peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam

aktivitas produksi tersebut.

2. Produk Domestik Regional Bruto dihitung atas dasar arus barang, artinya

perhitungan Produk Domestik Regional Bruto hanya mencakup nilai produk

yang dihasilkan pada satu periode saja. Konsep aliran ini memungkinkan

untuk membandingkan jumlah output yang dihasilkan tahun ini dengan tahun

sebelumnya.

Page 67: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

53

3. Batas wilayah perhitungan Produk Domestik Regional Bruto adalah daerah

(perekonomian domestik). Hal ini memungkinkan untuk mengukur sejauh

mana kebijakan-kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu

mendorong aktivitas perekonomian domestik.

Menurut Badan Pusat Statistik, indikator ekonomi Provinsi Sulawesi

Selatan (2001) dalam Maryani (2002) bahwa Produk Domestik Regional Bruto

merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi pada waktu

tertentu tanpa membedakan kepemilikan faktor-faktor produksi yang digunakan

dalam faktor produksi itu. Nilai Produk Domestik Regional Bruto dapat dihitung

dengan melalui tiga pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan produksi, Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah

netto atas suatu barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi

dalam suatu wilayah dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

2. Pendekatan pendapatan, Produk Domestik Regional Bruto merupakan

jumlah balas jasa (pendapatan) yang diterima oleh faktor-faktor produksi

karena ikut sertanya dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam

jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud

adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan yang

semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak tak langsung

lainnya. Dalam definisi ini, Produk Domestik Regional Bruto mencakup juga

penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jumlah semua komponen

pendapatan per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh

karena itu Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah dari nilai

tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

3. Pendekatan pengeluaran, Produk Domestik Regional Bruto merupakan

jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, pemerintah dan

Page 68: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

54

lembaga swasta non profit, investasi serta eksport netto (eksport dikurang

import), biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).

Secara konsep, ketiga pendekatan tersebut memberikan jumlah yang sama

antara jumlah pengeluaran dengan jumlah barang dan jasa akhir yang

dihasilkan, dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor

produksinya. Selanjutnya Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga

pasar masih mencakup komponen pajak tidak langsung neto (Badan Pusat

Statistik Kota Baubau, 2013).

Dalam penyajiannya, Produk Domestik Regional Bruto selalu dibedakan

atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Adapun yang dimaksud

dengan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku adalah jumlah

nilai barang dan jasa (komoditi) atau pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai

sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan adalah nilai barang

dan jasa (komoditi), pendapatan, atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga

tetap. Adapun Produk Domestik Regional Bruto yang digunakan untuk mengukur

pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga

konstan, karena Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tidak

dipengaruhi oleh perubahan harga (tanpa memerhitungkan tekanan inflasi).

Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku lasimnya

digunakan untuk melihat besarnya perekonomian suatu daerah (kesejahteraan

masyarakat) (Maryani, 2002).

Selanjutnya, Produk Domestik Regional Bruto dapat distimulasi

perkembangannya melalui kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Misalnya saja, dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah

dapat menambah penyerapan tenaga kerja melalui pembukaan lahan pertanian

Page 69: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

55

baru melalui alokasi pengeluaran pembiayaan pada pos “proyek pembangunan”

di mana lahan yang telah dibuka diserahkan pengelolaannya kepada masyarakat

dan belanja modal/investasi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dibayar

kembali dari hasil produksi lahan baru (Adisasmita dalam Ibrahim, 2012).

Menurut Badan Pusat Statistik (2012) Produk Domestik Regional Bruto

dapat disajikan berdasarkan sektor lapangan usaha, yaitu: (1) sektor pertanian,

yang mencakup sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan,

peternakan, kehutanan dan sub sektor perikanan; (2) sektor pertambangan dan

penggalian, yang mencakup sub sektor pertambangan dan penggalian; (3)

sektor industri pengolahan, yang meliputi industri migas dan non migas dalam

hal ini industri makanan, tekstil, barang dari kayu, semen dan barang galian

bukan logam dan lain-lain; (4) sektor listrik, gas dan air bersih, yang merupakan

sektor penunjang seluruh kegiatan perekonomian, (5) sektor

konstruksi/bangunan; (6) sektor perdagangan hotel dan restoran, yaitu sektor

yang berperan sebagai penunjang kegiatan ekonomi yang menghasilkan produk

barang dan jasa; (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, merupakan sektor

yang memiliki peranan sebagai pendorong aktivitas disetiap sektor ekonomi; (8)

sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, yakni mencakup bank,

lembaga keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan disebut

sektor finansial karena secara umum kegiatan utamanya berhubungan dengan

kegiatan pengelolaan keuangan yang bersumber dari penarikan dana

masyarakat maupun penyaluran kembali.; dan (9) Sektor jasa-jasa, meliputi

pemerintahan umum dalam hal ini administrasi pemerintahan dan jasa

pemerintahan serta swasta yang mencakup sosial kemasyarakatan, hiburan dan

rekreasi juga perorangan dan rumah tangga.

Page 70: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

56

2.1.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan

bahwa sebagian besar daerah di Indonesia memiliki tingkat kemampuan yang

rendah dalam meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan

ketergantungan pada bantuan dari pemerintah pusat masih tinggi. Selain itu,

penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa derajat kemandirian fiskal suatu

daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah

pertumbuhan ekonomi yang dapat ditunjukkan melalui sektor-sektor

perekonomian pada Produk Domestik Regional Bruto.

Suprajitno (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan

keuangan pemerintah daerah Kabupaten Banjarnegara dalam kesiapannya

menghadapi otonomi daerah ditinjau dari derajat desentralisasi fiskal dinilai

masih kurang, atau dapat dinyatakan bahwa tingkat ketergantungan terhadap

pemerintah pusat masih cukup tinggi. Hal ini ditandai dari proporsi sumbangan

dan bantuan terhadap total penerimaan daerah yang relatif semakin besar.

Sebaliknya kontribusi Pendapatan Asli Daerah maupun bagi hasil pajak dan

bukan pajak terhadap total penerimaan daerah masih sangat rendah. Selain itu,

penelitian tersebut juga menemukan bahwa dari analisis Partial Adjusment

Model (PAM) terhadap variabel-variabel yang diteliti, diperoleh bahwa

pendapatan per kapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap

derajat kemandirian fiskal Kabupaten Banjarnegara dengan elastisitas jangka

pendek sebesar 0.162 dan jangka panjang sebesar 0.182. Pertumbuhan sektor

pertanian berpengaruh positif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal

Kabupaten Banjarnegara dengan elastisitas jangka pendek sebesar 0.011 dan

jangka panjang sebesar 0.012. Pertumbuhan sektor industri mempunyai

Page 71: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

57

pengaruh positif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal Kabupaten

Banjarnegara dengan elastisitas jangka pendek sebesar 0.0008 dan jangka

panjang sebesar 0.0009. Pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal

Kabupaten Banjarnegara dengan elastisitas jangka pendek sebesar -0.0038 dan

jangka panjang sebesar -0.0043. Pertumbuhan sektor jasa-jasa mempunyai

pengaruh positif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal Kabupaten

Banjarnegara dengan elastisitas jangka pendek sebesar 0.011 dan jangka

panjang sebesar 0.012. Sementara bantuan pemerintah pusat berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal Kabupaten

Banjarnegara dengan elastisitas jangka pendek sebesar -0.183 dan jangka

panjang sebesar -0.206.

Sasana (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa sebelum

diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah yang direvisi menjadi

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, kemampuan

finansial pemerintah Kabupaten Klaten dilihat dari tingkat kemandirian fiskalnya

cukup tinggi yakni memiliki derajat kemandirian fiskal di atas 15% per tahun.

Namun, setelah pelaksanaan otonomi daerah (tahun 2001 sampai dengan 2003)

derajat kemandirian fiskal Kabupaten Klaten justru mengalami penurunan yang

sangat serius yakni menjadi sebesar 4.13% per tahun. Selain itu, dalam

penelitiannya Sasana (2006) juga menemukan bahwa dari hasil analisis dengan

menggunakan partial adjusment model (PAM) terhadap variabel-variabel yang

diteliti, diperoleh bahwa dari sembilan sektor ekonomi daerah di Kabupaten

Klaten yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap derajat kemandirian

fiskal Kabupaten Klaten baik jangka pendek maupun jangka panjang adalah

sektor pertanian, diikuti oleh sektor bank dan sektor industri. Dalam jangka

Page 72: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

58

pendek sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas dan air, sektor

bangunan, sektor angkutan dan komunikasi tidak mempunyai pengaruh

signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal Kabupaten Klaten. Sementara

untuk jangka panjang yang tidak signifikan adalah sektor pertambangan dan

penggalian dan sektor listrik, gas dan air.

Kasmita (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa sektor ekonomi

tanpa migas terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

Pendapatan Asli Daerah Provinsi Riau, dimana semakin tinggi nilai barang dan

jasa yang dihasilkan oleh sektor ekonomi, maka akan semakin meningkat pula

Pendapatan Asli Daerah Provinsi Riau. Berdasarkan penelitan ini juga dapat

dilihat bahwa sektor pertambangan, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan

komunikasi, serta sektor jasa-jasa merupakan sektor yang memberikan

pengaruh lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Riau

dibandingkan dengan sektor lain. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan

oleh Kusmiati (2012) juga ditemukan bahwa sektor ekonomi dengan Migas

terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah

Provinsi Riau, dimana semakin tinggi nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh

sektor ekonomi, maka akan semakin meningkat pula Pendapatan Asli Daerah

Provinsi Riau. Berdasarkan penelitan tersebut juga dapat dilihat bahwa sektor

pertambangan, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, serta sektor

pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang memberikan pengaruh

lebih besar terhadap Pendapatan Asli Daerah Provinsi Riau dibandingkan

dengan sektor lain.

Zaenuddin (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan

otonomi daerah di kabupaten/kota Provinsi D.I Yogyakarta kurang berhasil, hal

ini ditandai dengan rendahnya kenaikan derajat otonomi fiskal daerah di Provinsi

Page 73: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

59

D.I Yogyakarta baik dilihat dari kinerja keuangan maupun tingkat kemandirian

keuangannya. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukkan tentang faktor-

faktor yang memengaruhi derajat otonomi fiskal dengan menggunakan metode

OLS. Adapun hasil yang diperoleh adalah tingkat sumbangan, tingkat bantuan,

pembiayaan pemerintah dan potensi ekonomi secara bersama-sama signifikan

memengaruhi derajat otonomi fiskal daerah di kabupaten/kota di Provinsi D.I

Yogyakarta.

Andriani dan Handayani (2008) dalam penelitiannya mengenai

Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Merangin selama periode 1999 sampai

dengan 2006. Hasilnya menunjukkan bahwa secara parsial Produk Domestik

Regional Bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap Pendapatan Asli

Daerah sedangkan jumlah penduduk mempunyai hubungan negatif dan memiliki

pengaruh yang tidak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah. Tetapi secara

simultan kedua variabel tersebut berpengaruh signifikan. Produk Domestik

Regional Bruto dan jumlah penduduk mempunyai hubungan sangat kuat dengan

Pendapatan Asli Daerah dan model yang diestimasi adalah tepat.

Triani dan Kuntari (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa Produk

Domestik Regional Bruto berpengaruh negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah

karena kontribusi pajak dan retribusi daerah dalam penyusunan Pendapatan Asli

Daerah mengalami penurunan, sementara Produk Domestik Regional Bruto

selalu meningkat tiap tahunnya. Secara statistik jumlah penduduk berpengaruh

positif, dan inflasi berpengaruh negatif terhadap penerimaan Pendapatan Asli

Daerah dan secara simultan variabel makro berpengaruh terhadap Pendapatan

Asli Daerah.

Masyhuri (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa sumber-sumber

pendapatan daerah mulai dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 masih

Page 74: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

60

didominasi oleh pendapatan yang berasal dari pemerintah yang lebih tinggi.

Komponen terbesar masih bersumber dari dana alokasi umum (DAU). Peranan

Pendapatan Asli Daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah

Kabupaten Merangin masih sangat kecil, dengan rata-rata 4.94% dari seluruh

total anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dari hasil proyeksi Pendapatan

Asli Daerah menunjukkan bahwa komponen ini masih tetap kecil kontribusinya

dalam penerimaan daerah. Artinya tingkat ketergantungan pemerintah daerah

terhadap pemerintah pusat juga masih tinggi. Selain itu, penelitian tersebut juga

menemukan bahwa dari hasil regresi diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar

0.015, yang berarti bahwa Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh positif

terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin. Jika terjadi peningkatan

Produk Domestik Regional Bruto sebesar satu satuan akan meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah sebesar 0,015. Artinya terdapat hubungan yang

signifikan antara pertumbuhan ekonomi daerah terhadap penerimaan

Pendapatan Asli Daerah.

Haryanto (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa esensi utama

utama dari pelaksanaan otonomi daerah adalah mewujudkan kemandirian

daerah. Di mana, empat variabel yang dipilih untuk mendukung terwujudnya

kapasitas fiskal daerah yang kuat sebagai pencerminan kemandiran daerah yaitu

pajak daerah, retribusi daerah, Produk Domestik Regional Bruto jasa, dan bagi

hasil pajak. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode path

analysis ditemukan bahwa variabel pajak daerah dan bagi hasil pajak memiliki

hubungan yang signifikan terhadap kapasitas fiskal daerah. Sedangkan retribusi

daerah dan Produk Domestik Regional Bruto jasa tidak terbukti mempengaruhi

kapasitas fiskal daerah secara signifikan.

Page 75: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

61

2.2 Kerangka Pikir

Otonomi daerah merupakan proses pelimpahan dan penyerahan

kewenangan dengan asas desentralisasi (Karianga, 2013). Menurut Livack

dalam Karianga (2013) desentralisasi dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu;

(1) desentralisasi politik; (2) desentralisasi administrasi; dan (3) desentralisasi

fiskal. Desentralisasi fiskal tidak bisa dilepaskan dari konsepsi desentralisasi

sehingga apabila desentralisasi merupakan distribusi kewenangan dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka desentralisasi fiskal pun demikian

adanya tetapi khusus untuk anggaran.

Menurut Bird dan Vaillancourt (2000), ada dua persyaratan penting untuk

kesuksesan desentralisasi terlepas dari keseimbangan makro atau efisiensi

mikro, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis,

yaitu pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya harus transparan

dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk memengaruhi

keputusan-keputusan tersebut; (2) yang lebih sesuai dengan rancangan

kebijakan biaya-biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya harus

ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu terjadi

“ekspor pajak“ dan tidak ada tambahan transfer dari jenjang pemerintahan yang

lain. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah perlu memiliki kontrol atas tarif dari

paling tidak beberapa jenis pajak. Pandangan ini juga didukung pandangan yang

dikemukakan oleh Bahl (1999) bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal harus

diikuti oleh kemampuan pemerintah daerah dalam memungut pajak (taxing

power). Adanya kemampuan pajak, maka pemerintah daerah akan memiliki

sumber dana pembangunan yang besar. Pajak yang dikenakan oleh pemerintah

daerah dapat berdampak positif, di mana pajak tersebut akan digunakan untuk

Page 76: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

62

membangun berbagai infrastruktur dan membiayai berbagai pengeluaran publik

(Bahl, 1999).

Kemampuan suatu pemerintah daerah dalam memungut pajak di

daerahnya, dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan biaya urusan

pemerintahannya akan menunjukkan seberapa baik kontribusi Pendapatan Asli

Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pendapatan Asli

Daerah merupakan indikator utama kemandirian keuangan suatu daerah. Di

mana, kemandirian keuangan suatu daerah dapat dihitung dengan

menggunakan Derajat Kemandirian Fiskal yakni dengan membandingkan

Pendapatan Asli Daerah dengan Total Pendapatan Daerah (Kementrian

Keuangan Republik Indonesia, 2013).

Kemandirian fiskal suatu daerah sangat dipengaruhi oleh perkembangan

ekonomi yang dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto. Hal ini

didukung oleh pandangan Saragih (2003), yang mengemukakan bahwa daerah

yang memiliki perekonomian yang baik akan memiliki Pendapatan Asli Daerah

yang tinggi yakni semakin baik kondisi perekonomian suatu daerah akan

menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa perekonomian daerah berpengaruh secara positif terhadap

Pendapatan Asli Daerah. Pandangan ini juga didukung oleh pandangan Peacok

dan Wiseman (1961), dalam teorinya mengenai perkembangan pengeluaran

pemerintah yang terbaik berkesimpulan bahwa perkembangan ekonomi

menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak

tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran

pemerintah juga semakin meningkat (Mangkoesoebroto, 2010). Oleh karena itu

dalam keadaan normal, meningkatnya gross national product menyebabkan

penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran

Page 77: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

63

pemerintah menjadi semakin besar. Dari sini dapat dilihat bahwa hubungan

elastisitas antara pajak dearah yang diperoleh dan pertumbuhan ekonomi yang

dinilai dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto per kapita

menggambarkan pertumbuhan yang otomatis dari potensi pajak. Dengan kata

lain dalam konteks pajak daerah, semakin tinggi Produk Domestik Regional

Bruto secara otomatis semakin tinggi pula pajak yang diterima daerah. Hal ini

juga didukung oleh pernyataan Kementrian Keuangan Republik Indonesia

(2013), bahwa potensi penerimaan pajak daerah bisa tercermin dari besarnya

Produk Domestik Regional Bruto dari masing-masing daerah. Semakin besar

rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik

Regional Bruto maka kemampuan daerah tersebut dalam mengkonversi seluruh

potensi penerimaan pajak daerah menjadi pajak daerah yang bisa dipungut juga

semakin besar.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah daerah harus selalu

menumbuhkembangkan perekonomiannya yang dalam hal ini menumbuhkan

sektor-sektor usaha yang dapat menunjang peningkatan Produk Domestik

Regional Bruto. Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto akan

menunjukkan peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam

memproduksi barang dan jasa. Sehubungan dengan hal ini, Harrod-Domar

bersesuaian dengan pendapat Keynes, yang menganggap bahwa pertambahan

dalam kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan menciptakan

pertambahan produksi dari kenaikan pendapatan nasional. Harrod-Domar

sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan pendapatan

nasional bukan ditentukan oleh pertambahan dalam kapasitas memproduksi

tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, walaupun

kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah,

Page 78: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

64

dan pertumbuhan ekonomi tercapai, apabila pengeluaran masyarakat mengalami

kenaikan pada masa sebelumnya (Adisasmita, 2013).

Dalam upaya memercepat perkembangan ekonomi, sebaiknya suatu

wilayah atau daerah lebih dulu memerhatikan dan menilai sektor mana yang

harus diprioritaskan untuk dikembangkan. Sehubungan dengan hal ini,

Samuelson (1955) dalam teorinya yakni teori pertumbuhan jalur cepat (turnpike)

berpandangan bahwa setiap daerah perlu mengetahui sektor ataupun komiditi

apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik

karena potensi alam maupun karena sektor tersebut memiliki competitive

advantage untuk dikembangkan. Artinya, dengan kebutuhan modal yang sama

sektor tersebut dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat

berproduksi dalam waktu relatif singkat dan sumbangan untuk perekonomian

juga cukup besar (Tarigan, 2005).

Berdasarkan atas beberapa penjelasan yang telah dikemukankan

sebelumnya, maka penelitian ini akan melihat seberapa besar suatu sektor

perekonomian dapat memengaruhi kemandirian fiskal suatu daerah khususnya

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sehubungan dengan

penelitian ini variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengacu

pada variabel penelitian Suprajitno (2003) yakni sektor ekonomi yang memiliki

kontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto. Adapun sektor

ekonomi yang berkontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah sektor

pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran

dan sektor jasa-jasa.

Penelitian ini secara ringkas dapat ditunjukkan pada gambar kerangka

pemikiran berikut :

Page 79: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

65

Gambar 2.1Kerangka Pikir

Otonomi Daerah

Desentralisasi

Desentralisasi Politik

Desentralisasi Administrasi

Desentralisasi Fiskal

Derajat KemandirianFiskal (Y): PerbandinganPendapatan Asli Daerah

terhadap TotalPendapatan Daerah)

Produk DomestikRegional Bruto

Sektor Pertambangan & Penggalian

Sektor Pertanian (X1)

Sektor Industri Pengolahan

Sektor Listrik, Gas & Air Bersih

Sektor Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan

Sektor Pengangkutan & Komunikasi

Sektor Perdagangan, Hotel &Restoran (X3)

Sektor Konstruksi/Bangunan (X2)

Sektor Jasa-jasa (X4)

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Hasil PengelolaanKekayaan yangDipisahkan

Lain-lain Pendapatan AsliDaerah yang Sah

Pendapatan Asli Daerah

Kabupaten/KotaProvinsi Sulawesi Tenggara

Pengeluaran Masyarakat

Page 80: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

66

2.3 Pengembangan Hipotesis

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonom

yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonomi harus

memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber

keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan yang cukup

memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Ketergantungan pada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin,

sehingga Pendapatan Asli Daerah khususnya pajak dan retribusi daerah menjadi

bagian sumber keuangan terbesar (Koswara, 1999).

Kemampuan dari pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber

keuangannya sendiri demi meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah

akan mengarah pada aspek kemandirian keuangan daerah yang dapat diukur

dengan cara membandingkan Pendapatan Asli Daerah terhadap total

pendapatan daerah (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). Dari

hasil peninjauan awal penelitian ini, diketahui bahwa rata-rata Derajat

Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun

anggaran 2008 sampai dengan 2012 berkisar pada angka 8.12%. Hal ini

menunjukkan bahwa pada tahun anggaran tersebut, Pendapatan Asli Daerah

seluruh kabupaten dan kota di Indonesia hanya mampu berkontribusi sebesar

8.12% dalam membiayai rumah tangganya dan selebihnya dibiayai oleh dana

perimbangan atau dana yang diperoleh dari pemerintah pusat ataupun

pemerintah di atasnya.

Sehubungan dengan penelitian ini, seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai objek dalam penelitian ini diketahui bahwa

pada tahun anggaran 2007 sampai dengan 2011 memiliki Pendapatan Asli

Daerah yang hanya mampu berkontribusi rata-rata sebesar 4.01% dalam

Page 81: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

67

membiayai rumah tangganya. Sehingga, sebagian besar kebutuhan dari seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara masih dibiayai oleh dana

perimbangan atau dana yang diperoleh dari pemerintah pusat ataupun

pemerintah di atasnya. Selain itu, rata-rata kontribusi Pendapatan Asli Daerah

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran

2007 sampai dengan 2011 masih cukup jauh dibawah rata-rata kontribusi

Pendapatan Asli Daerah seluruh kabupaten dan kota di Indonesia yakni sebesar

8.12% (tabel 1.1). Dengan demikian, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai

berikut:

H1 : derajat kemandirian fiskal seluruh kabupaten dan kota di ProvinsiSulawesi Tenggara Masih Rendah.

Ada beberapa faktor yang perlu diberdayakan dalam upaya

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, diantaranya adalah Produk Domestik

Regional Bruto per kapita (Ladjin, 2008). Produk Domestik Regional Bruto

merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah yakni yang menggambarkan

ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah (Kuncoro, 2004).

Daerah yang memiliki perekonomian yang baik akan memiliki

Pendapatan Asli Daerah yang tinggi yakni semakin baik kondisi perekonomian

suatu daerah akan menunjang peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa perekonomian daerah berpengaruh secara

positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Saragih, 2003). Hal ini juga didukung

oleh pandangan Davey (1988) yang mengemukakan bahwa Produk Domestik

Regional Bruto merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang

menggambarkan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

berbagai unit produksi dalam suatu wilayah atau region pada suatu jangka waktu

tertentu. Dari sini dapat dilihat bahwa hubungan elastisitas antara pajak dearah

Page 82: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

68

yang diperoleh dan pertumbuhan ekonomi yang dinilai dari pertumbuhan Produk

Domestik Regional Bruto per kapita menggambarkan pertumbuhan yang

otomatis dari potensi pajak. Dengan kata lain dalam konteks pajak daerah,

semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto secara otomatis semakin tinggi

pula pajak yang diterima daerah. Sehubungan dengan hubungan positif yang

diberikan oleh pertumbuhan ekonomi melalui Produk Domestik Regional Bruto

terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui pajak daerah, Musgrave dan

Musgrave (1993), menyatakan bahwa secara umum penerimaan pemerintah

(termasuk pemerintah daerah) dapat bersumber dari pajak (taxes), retribusi (user

charges) dan pinjaman. Adapun yang menjadi basis dalam pemungutan pajak

pusat dan daerah yaitu; (1) pajak daerah maupun pajak pusat yang berbasis

pendapatan dan perusahaan (income and corporate); (2) konsumsi

(comsumption); dan (3) kekayaan (wealth). Berdasarkan pandangan Musgrave

tersebut, Devas (1999) berpendapat bahwa pajak penerangan jalan adalah pajak

yang diperoleh atas konsumsi listrik masyarakat.

Peacok dan Wiseman (1961) dalam teorinya mengenai perkembangan

pengeluaran pemerintah yang terbaik berkesimpulan bahwa perkembangan

ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun

tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan

pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (Mangkoesoebroto, 2010).

Oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya gross national product

menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan

pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.

Masyhuri (2007) mengemukakan bahwa hubungan antara Produk

Domestik Regional Bruto dengan pajak daerah merupakan hubungan secara

fungsional, karena pajak daerah merupakan fungsi dari Produk Domestik

Page 83: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

69

Regional Bruto, yaitu dengan meningkatnya Produk Domestik Regional Bruto

akan menambah penerimaan pemerintah yakni Pendapatan Asli Daerah yang

bersumber dari pajak daerah. Selanjutnya dengan bertambahnya penerimaan

pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada

masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali.

Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan

masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

Menurut Halim (2004) Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Berkembangnya suatu sub sektor ekonomi dalam Produk Domestik Regional

Bruto akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga

diharapkan dapat pula meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah

(Kasmita, 2013).

Sektor pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian, World Bank

(2008) dalam Agustono (2013), mengemukakan bahwa pertanian dapat

berkontribusi pada pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi, mata

pencaharian dan sebagai cara untuk melestarikan lingkungan, sehingga sektor

ini dapat menjadi sebuah instrument yang unik bagi pembangunan. Sebagai

sebuah aktivitas ekonomi, pertanian dapat menjadi sumber pertumbuhan bagi

perekonomian wilayah, penyedia investasi bagi sektor swasta dan sebagai

penggerak utama industri-industri yang terkait dengan bidang pertanian.

Sektor pertanian sebagai suatu sektor perekonomian dapat menyerap

tenaga kerja. Tenaga kerja akan memeroleh pendapatan sebagai hasil kerja atau

balas jasa atas pekerjaannya pada sektor pertanian. Sehingga, tenaga kerja

Page 84: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

70

pada sektor pertanian akan memiliki kemampuan untuk membayar balas jasa

atas kebutuhannya yang telah diberikan oleh pemerintah yakni berupa retribusi.

Atau juga tenaga kerja pada sektor pertanian dapat membeli barang-barang

yang dibutuhkannya pada sektor usaha lain.

Selain dapat menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga dapat menjadi

penggerak utama industri. Hal ini dimaksudkan bahwa hasil dari pertanian akan

banyak dibutuhkan oleh industri-industri lain untuk dijadikan sebagai bahan baku

industri. Besarnya kontribusi sektor pertanian bagi industri pengolahan di seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, dapat dlihat dari besarnya

kontribusi yang diberikan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional

Bruto (lampiran 2). Terpenuhinya bahan baku pada industri akan mendorong

pertumbuhan pada industri tersebut dan juga pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2 : sektor pertanian diduga berpengaruh positif terhadap derajatkemandirian fiskal.

Menurut Musgrave (1993), pajak properti merupakan perwakilan utama

dari pajak atas kekayaan (wealth taxation) dalam sistem perpajakan. Pajak

properti atau pajak bumi dan bangunan merupakan pajak yang bersifat

kebendaan atau pajak yang bersifat objektif, yang berarti bahwa besarnya pajak

yang tertuang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau

bangunan (Widodo, Widodo dan Puspita, 2010). Bumi adalah permukaan bumi

serta tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi

teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan

(Samudra, 1995). Adapun yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

(1) jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan; (2) jalan

tol; (3) kolam renang; (4) pagar mewah; (5) tempat olah raga; (6) galangan kapal,

Page 85: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

71

dermaga; (6) tanah mewah; (8) tempat penampungan/kilang minyak, gas, air,

dan pipa minyak; dan (9) fasilitas lain yang memberikan manfaat (Larmanto,

2008).

Sejak dekade terakhir ini sektor bangunan/konstruksi tumbuh pesat dan

menakjubkan. Hal ini ditandai dengan maraknya pembangunan dibidang properti

yang dipasarkan untuk memenuhi permintaan domestik yang semakin

meningkat. Kebijakan pemerintah dalam memenuhi permintaan dalam hal

moneter dan fiskal, terutama dalam hal kredit perbankan ikut memengaruhi

meningkatnya produk pembangunan. Misalnya, Kabupaten Gianyar memiliki

potensi penerimaan pajak bumi dan bangunan dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Hal ini disebabkan oleh perkembangan pembangunan,

perekonomian masyarakat, serta dampak pariwisata baik secara langsung

maupun tidak langsung. Adanya pengaruh pembangunan, perekonomian, dan

pariwisata mengakibatkan alih fungsi lahan dari tanah sawah/persawahan

menjadi tanah kering untuk permukiman/perumahan, akomodasi pariwisata,

seperti hotel, restoran, villa, ruko, art shop, toko-toko, perkantoran, dan lain

sebagainya sebagai penunjang atau pendukung pembangunan, perekonomian,

dan pariwisata. Dengan beralih fungsinya lahan pertanian/tanah sawah menjadi

tanah kering mengakibatkan nilai tanah berubah, di mana nilai jual objek pajak

akan naik, sehingga secara otomatis pajak bumi dan bangunan akan naik pula

(Putrawan dan Sudirman, 2013).

Berdasarkan penjelasan di atas, sehingga dibentuklah hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H3 : sektor konstruksi/bangunan diduga berpengaruh positif terhadapderajat kemandirian fiskal.

Page 86: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

72

Keberhasilan pengembangan sektor pariwisata pada suatu daerah yang

direfleksikan oleh meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan

restoran terhadap Produk Domestik Regional Bruto serta kontribusi pajak hotel

dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah, akan berpengaruh terhadap

kinerja keuangan daerah. Kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan

menggunakan analisis rasio keuangan daerah terhadap laporan perhitungan

anggaran pendapatan dan belanja daerah. Hasil analisis rasio selanjutnya

digunakan untuk menilai kinerja keuangan daerah yaitu untuk mengukur upaya

pemerintah daerah dalam menggali Pendapatan Asli Daerah, mengukur

kemandirian keuangan daerah serta mengukur aktivitas pemerintah dalam

mengalokasikan dananya untuk pelayanan publik (Widiastuti, 2013). Dari

penjelasan tersebut, sehingga dapat dikembangkan hipotesis sebagai berikut:

H4: sektor perdagangan, hotel dan restoran diduga berpengaruh positifterhadap derajat kemandirian fiskal.

Otonomi daerah dengan asas desentralisasi adalah diberikannya

kewenangan yang luas pada pemerintah daerah dalam menyelenggarakan

semua urusan pemerintahan daerah mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, pengendalian, pengelolaan dan penggalian potensi sumber daya

yang dimiliki guna memenuhi kebutuhan daerah dan pelayanan masyarakat.

Berdasarkan wewenang tersebut setiap daerah harus dapat mengenali potensi

dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah

diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber penerimaan keuangan,

khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan

pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah. Salah satu sumber

Pendapatan Asli Daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah berasal dari

sektor retribusi daerah (Putra, Atmanto dan Nuzula, 2014)

Page 87: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

73

Retribusi daerah merupakan pemungutan yang dipungut pemerintah

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan (Basuki, 2007). Sektor jasa-jasa yang terdapat pada Produk

Domestik Regional Bruto pada dasarnya terdiri atas jasa pemerintahan umum

dan swasta. Yang termaksud dalam jasa pemerintahan umum di antaranya

adalah jasa administrasi pemerintah dan pertahanan, dan jasa pemerintah

lainnya. Sedangkan jasa swasta di antaranya adalah jasa sosial

kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi, dan jasa perorangan dan rumah tangga

(Badan Pusat Statistik, 2013), merupakan objek pengutan bagi retribusi daerah.

Selanjutnya, Haryanto (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

variabel yang dapat mendukung terwujudnya kapasitas fiskal daerah yang kuat

sebagai pencerminan kemandiran daerah yaitu pajak daerah, retribusi daerah,

Produk Domestik Regional Bruto jasa, dan bagi hasil pajak.

Berdasarkan penjelasan di atas, sehingga dapat dibentuk hipotesis

penelitian sebagai berikut:

H5: sektor jasa-jasa diduga berpengaruh positif terhadap derajatkemandirian fiskal.

Page 88: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

74

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah pengujian hipotesis. Hipotesis

yang digunakan adalah hipotesis korelasional (hubungan) yakni suatu

pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang hubungan antara dua variabel

atau lebih (Sugiyono, 2012).

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan

independen. Variabel dependennya adalah kemandirian fiskal yang diukur

dengan menggunakan Derajat Kemandirian Fiskal sedangkan variabel

independennya adalah sektor-sektor perekonomian yang berkontribusi dominan

dalam Produk Domestik Regional Bruto yakni sektor pertanian, sektor

konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-

jasa.

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada seluruh pemerintah kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara yakni Kabupaten Buton, Kabupaten Muna,

Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten

Bombana, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton

Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kota Kendari dan Kota Baubau. Waktu

penelitian dilakukan berdasarkan lama kegiatan penelitian mulai dari melakukan

usulan penelitian, pembuatan proposal, kegiatan penelitian mulai dari pembuatan

usulan penelitian, kegiatan penelitian, pengumpulan data penelitian sampai

Page 89: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

75

dengan perampungan hasil penelitian dan proses penyelesaian penelitian yang

membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan.

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi merupakan batas

ruang penelitian yang akan dilakukan. Selain dalam bentuk kuantitas, populasi

juga dapat berbentuk kumpulan karakteristik dari objek yang akan diteliti

(Sugiyono, 2012). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli

Daerah, Total Pendapatan Daerah dan Produk Domestik Regional Bruto.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian ini ditetapkan

dengan teknik judgemental sampling. Menurut Kuncoro (2007), judgemental

sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-

kriteria tertentu yang disesuaikan dengan maksud peneliti terhadap masing-

masing sampel. Adapun data yang digunakan sebagai sampel dan obyek dalam

penelitian ini adalah:

1. Data Pendapatan Asli Daerah dan Total Pendapatan Daerah di seluruh

pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008

sampai dengan 2012.

2. Data hasil produksi barang dan jasa sektor ekonomi yang berkontribusi

dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto yakni sektor pertanian,

sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta

sektor jasa-jasa di seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi

Page 90: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

76

Sulawesi Tenggara tahun 2008 sampai dengan 2012 atas dasar harga

konstan 2000.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yakni data yang diperoleh dalam bentuk jadi yang berupa publikasi, dengan kata

lain data telah dikumpulkan oleh instansi atau pihak lain (Supranto, 1992). Data

yang digunakan dalam penelitian ini berupa data runtun waktu (time series) dan

data silang (cross section). Penggabungan antara data runtun waktu (time

series) dan data silang (cross section) disebut dengan data panel (Wooldridge,

2006). Data runtun waktu (time serries) adalah data yang secara kronologis

disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu (Kuncoro, 2003).

Sedangkan data silang (cross section) adalah data pada satu atau lebih variabel

yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu dengan objek penelitian seperti

perusahaan, rumah tangga, kabupaten, provinsi, negara dan perorangan atau

kelembagaan lainnya. Contoh data cross section adalah data biaya promosi di

sepuluh area pemasaran produk X selama bulan januari 2008 (Wooldridge,

2006). Adapun data-data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

buku laporan tahunan yakni data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui telaah dokumentasi yaitu dilakukan dengan meneliti dan mempelajari

dokumen-dokumen yang relevan dengan kepentingan penelitian, yakni data

yang menyangkut keseluruhan komponen data yang dibatasi dalam jangka

waktu 5 tahun pengamatan (tahun 2008 sampai dengan 2012).

Page 91: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

77

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

analisis regresi data panel. Analisis regresi data panel digunakan untuk

menjawab tujuan penelitian kedua, ketiga, keempat dan kelima yaitu untuk

mengetahui pengaruh sektor-sektor perekonomian yang berkontribusi dominan

dalam Produk Domestik Regional Bruto terhadap Derajat KemandirianFfiskal

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Sebelum dilakukan analisis regresi data panel, lebih dulu harus dilakukan

penghitungan atas derajat kemandirian fiskal untuk menjawab tujuan penelitian

pertama. Adapun data-data yang dipergunakan untuk adalah:

1. Penerimaan daerah dari Pendapatan Asli Daerah seluruh pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara; dan

2. Total Pendapatan Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Untuk mengetahui Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dilakukan dengan rasio

perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan

Daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada tahun yang sama

(Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013). Semakin kuat Pendapatan

Asli Daerah, maka semakin kuat pula tingkat kemandirian fiskal dari daerah

tersebut.

Adapun untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemandirian

keuangan, digunakan kriteria yang telah ditetapkan oleh Tim Litbang Depdagri

dan Fisipol UGM (1991), yaitu :

1. Sangat rendah : 0.00% - 10.00%

2. Rendah : 10.01% - 20.00%

Page 92: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

78

3. Sedang : 20.01% - 30.00%

4. Cukup : 30.01% - 40.00%

5. Tinggi : 40.01% - 50.00%

6. Sangat tinggi : > 50.00%

Perhitungan atas Derajat Kemandirian Fiskal dimaksudkan untuk

melengkapi kebutuhan atas data dalam penelitian ini demi menjawab tujuan

penelitian kedua. Untuk menjawab tujuan penelitian kedua, data-data tersebut

akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi data panel.

Menurut Gujarati (2003) data panel ialah gabungan antara jenis data time

series dan cross section sehingga data panel ialah data yang memiliki dimensi

waktu dan ruang. Analisis data dengan melakukan penggabungan data cross-

sectional dan time serries, pada dasarnya memiliki kelebihan dibandingkan jika

menggunakan data cross-sectional atau time serries saja. Adapun keuntungan

yang dapat diperoleh dengan menggunakan data panel menurut Gujarati (2003)

adalah: (1) heterogeneity; (2) lebih informatif, bervariasi, degree of freedom lebih

besar dan lebih efisien; (3) menghindarkan masalah multikolinearitas; (4) lebih

unggul dalam mempelajari perubahan dinamis; (5) lebih dapat mendeteksi dan

mengukur pengaruh-pengaruh yang tidak dapat diobservasi pada data cross

section murni atau time series murni; (6) dapat digunakan untuk mempelajari

behavioral model; dan (7) meminimisasi bias.

Penggunaan data panel haruslah memerhatikan batasan minimum dalam

bahwa batasan minimum data panel adalah paling tidak 50 observasi (time

serries x cross-sectional) karena kurang dari 50 0bservasi memiliki power of test

kecil (Blog Ekonomi, Finansial dan Ekonometrika dalam Chadidjah dan Elfiyan,

2009). Selanjutnya, menurut Greene (1993) bahwa banyaknya unit waktu di

setiap unit individu akan memberikan ciri apakah data panel tersebut seimbang

Page 93: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

79

atau tidak. Jika tiap-tiap unit individu diobservasi dalam waktu yang sama maka

data panel dapat dikatakan seimbang (balanced panel data). Sedangkan jika

tidak semua unit individu diobservasi pada waktu yang sama atau bisa juga

disebabkan adanya data yang hilang dalam suatu unit individu, maka data panel

dikatakan tidak seimbang (unbalanced panel data).

Menurut Pindyck dan Rubinfield dalam Aisyah (2007), bahwa pada model

data panel dikenal tiga macam pendekatan estimasi yaitu: (1) pooled least

squares; (2) fixed effect; dan (3) random effect. Pendekatan pooled least squares

yakni secara sederhana menggabungkan (pooled) seluruh data time serries dan

cross-sectional dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan

metode ordinary least squares. Pendekatan fixed effect mencerminkan

perbedaan pada intersep untuk time serries atau cross-sectional. Sedangkan

pendekatan random effect, yakni pendekatan dengan maksud untuk memerbaiki

efisiensi proses least square dengan memerhitungkan error dari time serries atau

cross-sectional.

Page 94: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

80

1. Model common effect/pooled least square (PLS)

Teknik yang paling sederhana untuk mengestimasi data panel adalah dengan

mengkombinasikan data time series dan cross sections tanpa melihat

perbedaan antar waktu dan individu dan menggunakan metode ordinary least

square (OLS). Metode ini mengasumsikan perilaku yang sama antar individu

dalam kurun waktu yang berbeda. Hal ini menunjukkan model common effect

sulit melihat perubahan antar individu karena model ini menganggap semua

individu sama atau homogen (Nachrowi, 2006). Adapun persamaan yang

digunakan dalam penelitian ini berdasarkan model common effect, dapat

dituliskan sebagai berikut:

Yit = α + β1 X1it+ β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + εit……………………………………. (1)

2. Model Fixed Effect (FEM)

Model ini merupakan prosedur estimasi parameter α dan β dengan

memerhitungkan sifat dari individual yang diobservasi atau efek individu

(parameter α). Dalam hal ini nilai α1≠ α2≠ α3 … αi dan β1≠ β2≠ β3 … βi. Artinya

model ini mengasumsikan bahwa intersep berbeda antar individu namun

konstan antar waktu dan slope tetap sama antar individu dan waktu. Adapun

persamaan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan model fixed

effect, dapat dituliskan sebagai berikut:

Y it = αi + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + εit…………………….……………. (2)

3. Model Random Effect (REM)

Dalam model random effect, perbedaan karakteristik antara individu dan atau

waktu diakomodasi melalui error (Nachrowi, 2006). Individu memiliki nilai

mean yang umum pada intercept, sementara perbedaan individu pada nilai

Page 95: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

81

intercept dicerminkan dalam error term (Gujarati, 2003). Adapun persamaan

yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan model random effect, dapat

dituliskan sebagai berikut:

Y it = α + β1X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + ui + εit ……………………………… (3)

Di mana:

Y = Derajat Kemandirian Fiskal

X1 = sektor pertanian

X2 = sektor konstruksi/bangunan

X3 = sektor perdagangan, hotel dan restoran

X4 = sektor jasa-jasa

i = tempat (kabupaten dan kota)

t = tahun

β = koefisien konstanta.

Berdasarkan persamaan yang terbentuk dalam penelitian, sehingga

dapat dibentuk model penelitian sebagai berikut:

Page 96: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

82

Gambar 3.1Model Penelitian

Selanjutnya, untuk memilih model estimasi yang tepat ada beberapa hal

yang harus dilakukan, di mana logika pemilihan tersebut dapat dilakukan secara

teoritis. Pada model fixed effect, diasumsikan terdapat perbedaan diantara

individu (unit), yang dilihat dari konstanta. Berbeda dengan fixed effect yang

memiliki korelasi pada konstanta tiap individu dengan variabel independen dalam

model, random effect mengasumsikan efek tiap individu tidak berkorelasi dengan

variabel independen. Konsekwensinya adalah konstanta yang menunjukkan

karakter tiap individu (individual specific) akan terdistribusi secara acak (random)

pada cross section (Wooldrige, 2006).

Untuk memilih fixed effect model atau random effect model sebagai

model yang sesuai menurut Nachrowi (2006), ada beberapa cara untuk

menentukan, yaitu: (1) jika T (jumlah data time serries) > N (jumlah data cross-

sectional), maka disarankan menggunakan fixed effect model (FEM); (2) jika N

(jumlah data cross-sectional) > T (jumlah data time serries), maka disarankan

menggunakan random effect model (REM); (3) jika efek cross-sectional

Sektor Pertanian (X1)

Derajat KemandirianFiskal (Y)

Sektor Jasa-jasa (X4)

Sektor Perdagangan, Hotel danRestoran (X3)

Sektor Pertanian/Konstruksi (X2)

Page 97: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

83

berkorelasi dengan salah satu atau lebih variabel X, maka penaksir fixed effect

model yang tidak bias dan sesuai; (4) uji hipotesis yang dapat digunakan untuk

lebih meyakinkan keputusan dalam memilih model terbaik adalah dengan

menggunakan uji Hausman. Namun, menurut Nachrowi (2006) pemilihan metode

fixed effect ataupun random effect secara teoritis dan berdasarkan sampel data

bukanlah sesuatu yang mutlak.

Untuk melakukan pemilihan model yang tepat dalam penelitian ini,

terlebih dahulu harus dilakukan pengujian terhadap masing-masing model.

Adapun pemilihan model pooled/common effect, fixed effect ataukah random

effect didasarkan pada hasil uji chow dan uji hausman.

Uji Chow digunakan untuk pemilihan model pooled/common effect dan

fixed effect. Pengujian dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut:

H0: model pooled/common effect

H1: model fixed effect

Pengambilan keputusan dalam uji Chow didasarkan pada nilai probabilitas cross

section F. Di mana H0 ditolak apabila nilai probabilitas cross section berada pada

tingkat < 0.05 dan H0 diterima apabila nilai probabilitas cross section = 0.05.

Uji Hausman adalah pengujian untuk memilih antara penggunaan model

randome effect dan fixed effect. Uji Hausman ini dilakukan dengan

menggunakan hipotesa sebagai berikut:

H0: model random effect

H1: model fixed effect

Pengambilan keputusan dalam uji Haussman dilakukan dengan membandingkan

antara probabilitas hasil pengujian yang diperoleh dan tingkat kesalahan α. Jika

probabilitas hasil pengujian < 0.05, maka H0 ditolak sehingga digunakan model

Page 98: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

84

fixed effect dan jika probabilitas hasil pengujian > 0.05 maka H0 tidak ditolak

(diterima) sehingga digunakan model random effect.

3.7 Uji Hasil Regresi

Setelah mendapatkan hasil regresi, selanjutnya dilakukan evaluasi hasil

regresi dengan tujuan untuk mengetahui seberapa baik hasil dari regresi

tersebut. Adapun evaluasi hasil regresi dapat dilakukan dengan melakukan

pengujian atas asumsi dan pengujian model.

3.7.1 Pengujian Asumsi

Tujuan dilakukannya pengujian asumsi adalah untuk mendapatkan

data/estimator yang bersifat best linear unbiased estimated (BLUE) yang berarti

memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Variansnya tetap atau bebas dari masalah heteroskedastisitas

Suatu model dapat dikatakan mengalami masalah heteroscedasticity bila

residual tidak mempunyai varians yang sama (konstan). Penggujian

heteroskedastisitas dalam regresi berganda data panel dapat dilakukan

dengan menggunakan uji white (white’s general heteroscedasticity test).

2. Tidak ada korelasi serial antar error atau bebas dari masalah autokorelasi

(autocorrelation).

Outokorelasi adalah adanya korelasi antara serangkaian data observasi.

Apabila korelasi di antara data terjadi dalam beberapa deret waktu maka

disebut serial correlation. Untuk dapat mengetahui ada tidaknya outokorelasi

pada suatu model, dapat digunakan uji formal yakni dengan melihat nilai

Durbin Watson (DW) pada hasil yang bersangkutan, di mana nilai DW yang

tidak terkena outokorelasi dapat terlihat pada DW statistik berdasarkan

jumlah sampel dan juga variabel penjelas (Gujarati, 2003).

Page 99: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

85

3. Tidak terjadi hubungan antara independent variable atau bebas dari masalah

mulkolinearitas.

Multikolinearitas merupakan hubungan linear antara variabel independen di

dalam regresi. Untuk mendeteksi masalah multikolinearitas pada suatu

model, dapat dilakukan dengan melakukan regresi setiap variabel

independen dengan sisa variabel-variabel independen lain yang disebut

dengan regresi auxiliary (Widarjono, 2010). Di mana, nilai yang perlu untuk

diketahui adalah nilai R squared (R2) dari masing-masing hasil regresi

masing variabel. Multikolinearitas dapat diketahui dengan melakukan

perbandingan antara R squared (R2) hasil regresi variabel dependen dan

independen > R squared (R2) regresi setiap variabel independen dengan sisa

variabel-variabel independen lainnya.

4. Residual mempunyai distribusi normal

Widarjono (2010) mengemukakan bahwa suatu model harus memiliki

residual yang berdistribusi normal, karena jika suatu model tidak memiliki

residual yang berdistribusi normal akan mengakibatkan uji t untuk melihat

signifikansi variabel independen tehadap dependen tidak dapat diaplikasikan.

Adapun metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah normalitas

yaitu uji Kolmorogov-Smirnov dan uji Jarque-Bera (JB).

Uji normalitas yang akan digunakan pada penelitian adalah uji JB, di mana

jika residual terdistribusi secara normal maka diharapkan nilai statistik JB

akan sama dengan 0. Nilai statistik JB didasarkan pada distribusi Chi

Squares dengan derajat kebebasan (df) dua. Hipotesis nol uji ini menyatakan

bahwa residual didistribusikan secara normal jika nilai statistik JB lebih besar

dari tingkat signifikansi yang kita tentukan maka kita dapat menerima

hipotesis nol bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai

Page 100: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

86

statistik JB mendekati nol. Sebalikanya, jika nilai probabilitas dari statistik JB

kecil atau signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual mempunyai

distribusi normal karna JB tidak sama dengan nol (Widarjono, 2010).

Normal atau tidaknya data dapat ditetapkan dengan melihat statistik deskriptif

dengan menggunakan ketentuan bahwa nilai JB lebih kecil dari chi-squares

kritis dengan = 5% sehingga tidak signifikan. Di mana hal ini berarti bahwa

kita menerima hipotesis nol dengan kesimpulan bahwa distribusi residual

model regresi mempunyai distribusi normal. Ketidak signifikanan nilai JB juga

dapat dilihat dari nilai probabilitasnya, di mana nilai probabilitasnya harus

lebih besar dari tingkat signifikansi = 5%.

3.7.2 Pengujian Model

Model dalam penelitian ini akan di uji dengan menggunakan:

1. Uji signifikansi pengaruh semua variabel independen secara serentak atau

simultan terhadap variabel dependen (overall fit) yakni melalui uji F

(Widarjono, 2010).

Adapun hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0: ß₁ = ß₂ = … = ßk = 0

Ha: ß₁ ≠ ß₂ ≠ … ≠ ßk ≠ 0

Keputusan menolak atau menerima H0 dilakukan dengan membandingkan F

hitung > F kritis, maka kita menolak H0 dan hal ini berarti bahwa secara

bersama-sama variabel independen memengaruhi variabel dependen.

Sebaliknya jika F hitung < F kritis maka menerima H0 yang berarti bahwa

secara bersama-sama semua variabel independen tidak memengaruhi

variabel dependen. Kita dapat menolak hipotesis H0 uji F ini dengan melihat

nilai probabilitasnya.

Page 101: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

87

2. Uji signifikansi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen

secara individu atau parsial (significance test) yakni melalui uji t (Widarjono,

2010).

Adapun hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah:

H0: ß₁ = 0

Ha: ß₁ ≠ 0

Keputusan menolak atau menerima H0 dilakukan dengan membandingkan

jika nilai t hitung > nilai t kritis maka H0 ditolak atau menerima Ha dan jika nilai

t hitung < nilai t kritis maka H0 diterima atau menolak Ha. Jika menolak H0 atau

menerima Ha berarti secara statistik variabel independen signifikan

memengaruhi variabel dependen dan jika menerima H0 dan menolak Ha

berarti secara statistik variabel independen tidak signifikan memengaruhi

variabel dependen.

3.8 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dikhususkan untuk

analisis regresi linier berganda data panel, yakni:

Yit = DKF, yaitu rasio perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah

tehadap Total Pendapatan Daerah yang terdapat pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah seluruh pemerintah kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara yang dinyatakan dalam

persen (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2013).

X1it = total nilai produksi barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh

sektor pertanian dalam perekonomian setiap kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam jangka waktu

Page 102: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

88

tertentu, berdasarkan harga konstan 2000 yang dinyatakan dalam

rupiah.

X2it = total nilai produksi barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh

sektor konstruksi/bangunan dalam perekonomian setiap

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam jangka

waktu tertentu, berdasarkan harga konstan 2000 yang dinyatakan

dalam rupiah.

X3it = total nilai produksi barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh

sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam perekonomian

setiap kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam

jangka waktu tertentu, berdasarkan harga konstan 2000 yang

dinyatakan dalam rupiah.

X4it = total nilai produksi barang ataupun jasa yang dihasilkan oleh

sektor jasa-jasa dalam perekonomian setiap kabupaten dan kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam jangka waktu tertentu,

berdasarkan harga konstan 2000 yang dinyatakan dalam rupiah.

Page 103: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

89

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh Pemerintah Kabupatendan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

Salah satu tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya

Derajat Kemandirian Fiskal seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara. Kemandirian fiskal merupakan indikator utama dalam

mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai sendiri kegiatan

pemerintahan daerah yang dijalankan yakni tanpa tergantung bantuan dari luar,

termasuk dari pemerintah pusat (World Bank dalam Ladjin, 2008). Selanjutnya

Silaen, Widjayanto dan Effendy (2012) mengemukakan bahwa kemandirian

keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber

pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan

oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan pendapatan

daerah yang berasal dari sumber yang lain.

Untuk mengukur seberapa besar tingkat kemandirian fiskal suatu daerah

digunakan ukuran yang disebut administrative independency ratio (AIR) atau

dapat disebut Derajat Kemandirian Fiskal atau Derajat Otonomi Fiskal. Menurut

Ladjin (2008) untuk mengukur Derajat Kemandirian Fiskal dapat diproksi dari

rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah

(TPD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sedangkan menurut

Kementrian Keuangan Republik Indonesia (2013), kemandirian fiskal dapat

diproksi dari rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total

Page 104: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

90

Pendapatan Daerah (TPD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Adapun kriteria Derajat Kemandirian Fiskal yang digunakan untuk menentukan

kategori kemandirian fiskal dalam penelitian ini adalah kriteria yang telah

ditetapkan oleh Tim Litbang Depdagri dan Fisipol UGM (1991), yaitu:

Sangat rendah : 0.00% - 10.00%

Rendah : 10.01% - 20.00%

Sedang : 20.01% - 30.00%

Cukup : 30.01% - 40.00%

Tinggi : 40.01% - 50.00%

Sangat tinggi : > 50.00%

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia

dengan 12 kabupaten dan kota, yakni Kabupaten Buton, Kabupaten Muna,

Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten

Bombana, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton

Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kota Kendari dan Kota Baubau. Pada

penelitian ini, penulis menjadikan seluruh pemerintah kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai lokasi penelitian.

Adapun gambaran singkat mengenai kemandirian keuangan seluruh

pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan

membandingkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Total Pendapatan Daerah

(TPD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Kementrian Keuangan

Republik Indonesia, 2013) adalah sebagai berikut:

Page 105: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

91

Tabel 4.1Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh Kabupaten dan Kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2012(%)

No Kabupaten/KotaDerajat Kemandirian Fiskal Per Tahun

Rata-rata2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 2.59 3.08 3.40 2.51 2.93 2.90

2 Muna 3.92 4.28 6.32 3.21 2.48 4.04

3 Konawe 1.93 2.47 2.94 3.31 2.84 2.70

4 Kolaka 4.44 6.45 5.38 5.22 4.79 5.26

5 Konawe Selatan 2.09 1.44 2.32 2.14 2.71 2.14

6 Bombana 3.58 2.14 3.46 3.45 4.71 3.47

7 Wakatobi 2.97 2.48 3.42 2.45 4.21 3.11

8 Kolaka Utara 2.25 2.35 1.86 7.61 3.60 3.53

9 Buton Utara 0.76 1.46 1.63 1.57 2.73 1.63

10 Konawe Utara 11.98 4.45 3.39 1.86 2.23 4.78

11 Kendari 7.00 6.99 8.01 9.01 9.51 8.11

12 Baubau 6.29 6.75 6.50 4.51 4.97 5.80

Sulawesi Tenggara 4.02 3.89 4.29 4.08 4.06 4.07

Se Indonesia 7.25 7.49 7.40 8.57 9.88 8.12

Sumber: data diolah tahun 2014

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008

sampai dengan 2012 mengalami fluktuasi dan berdasarkan batasan kategori

Derajat Kemandirian Fiskal yang telah ditetapkan oleh Tim Litbang Depdagri dan

Fisipol UGM (1991), kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada

tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 berada pada kategori sangat rendah.

Selain itu, tabel tersebut juga menunjukkan bahwa seluruh kabupaten dan kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012

memiliki Derajat Kemandirian Fiskal dibawah rata-rata Derajat Kemandirian

Fiskal seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran sama. Di

Page 106: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

92

mana, rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012

adalah sebesar 4.07%. Sedangkan rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran yang sama adalah

sebesar 8.12%.

Tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012, dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

hanya Kota Kendari yang memiliki rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal yang

mampu menyamai rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan

kota di Indonesia pada tahun anggaran yang sama yakni sebesar 8.11%.

Sementara, kabupaten dan kota lainnya memiliki rata-rata derajat Derajat

Kemandirian Fiskal dibawah rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Indonesia.

4.2 Perkembangan Sektor Ekonomi Dominan Seluruh PemerintahKabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

Menurut Radianto (1997), kemandirian fiskal daerah menggambarkan

kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal

dari sumber ekonomi asli daerah (Halim, 2004). Berkembangnya suatu sub

sektor ekonomi dalam Produk Domestik Regional Bruto akan berdampak pada

peningkatan pendapatan masyarakat, sehingga diharapkan dapat pula

meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (Kasmita, 2013).

Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu faktor utama yang dapat

menentukan besar kecilnya Derajat Kemandirian Fiskal suatu daerah dalam

membiayai daerahnya dengan Pendapatan Asli Daerah sebagai indikator

Page 107: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

93

utamanya. Sehubungan dengan penelitian ini, hanya dipilih sektor ekonomi yang

berkontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi

Sulawesi Tenggara yakni sektor pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor jasa-jasa sebagai variabel yang

dapat memengaruhi Derajat Kemandirian Fiskal diseluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Adapun perkembangan dari masing-masing sektor ekonomi yang

berkontribusi dominan dalam Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan

harga konstan 2000 seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

dapat dilihat melalui beberapa tabel berikut:

4.2.1 Sektor Pertanian

Sektor pertanian yang terdapat pada Produk Domestik Regional Bruto

pada dasarnya terdiri atas tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan,

peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Untuk mengetahui

perkembangan sektor pertanian seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012, berikut disajikan

tabel perkembangan sektor pertanian:

Page 108: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

94

Tabel 4.2Perkembangan Sektor Pertanian Seluruh Kabupaten dan Kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012(Juta Rupiah)

No Kabupaten/KotaSektor Pertanian

Rata-rata2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 242,141.09 262,480.94 281,090.54 294,120.60 305,288.12 277,024.26

2 Muna 328,432.71 344,128.55 359,526.50 384,551.28 405,112.63 364,350.33

3 Konawe 304,196.25 324,678.88 340,072.04 360,018.77 381,177.66 342,028.72

4 Kolaka 780,615.21 810,040.23 804,007.21 847,695.84 886,144.50 825,700.60

5 Konawe Selatan 364,993.73 381,240.04 388,391.44 399,637.74 416,714.22 390,195.43

6 Bombana 188,808.53 197,024.42 204,520.99 209,013.98 220,611.45 203,995.87

7 Wakatobi 73,517.88 80,019.54 84,627.36 89,639.40 91,000.88 83,761.01

8 Kolaka Utara 507,483.40 531,546.03 554,310.96 589,409.27 626,532.22 561,856.38

9 Buton Utara 147,992.83 163,661.54 175,942.56 187,805.38 193,871.80 173,854.82

10 Konawe Utara 202,732.46 222,226.36 236,767.26 248,625.15 253,108.41 232,691.93

11 Kendari 248,850.83 266,749.30 278,207.26 287,460.88 291,753.91 274,604.44

12 Baubau 58,484.51 62,820.01 64,202.98 65,486.03 66,596.84 63,518.07

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sektor pertanian diseluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 sampai dengan 2012 selalu

mengalami perkembangan yang positif yakni selalu mengalami pertumbuhan dari

tahun ke tahunnya. Kecuali Kabupaten Kolaka ditahun anggaran 2010 justru

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun anggaran 2009 yakni

sebesar 810,040.23 di tahun 2009 dan menjadi sebesar 804,007.21 di tahun

anggaran 2010.

Tabel 4.2 juga menunjukkan bahwa dari seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012,

kabupaten dengan rata-rata perolehan sektor pertanian terbesar adalah

Kabupaten Kolaka yakni sebesar 825,700.60, yang kemudian diikuti oleh

Page 109: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

95

kabupaten pecahannya yakni Kabupaten Kolaka Utara dengan perolehan sektor

pertanian sebesar 561,856.38.

4.2.2 Sektor Konstruksi/Bangunan

Untuk mengetahui perkembangan sektor konstruksi/bangunan seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008

sampai dengan 2012, berikut disajikan tabel perkembangan sektor

konstruksi/bangunan:

Tabel 4.3Perkembangan Sektor Konstruksi/Bangunan Seluruh Kabupaten dan Kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012(Juta Rupiah)

No Kabupaten/KotaSektor Konstruksi/Bangunan

Rata-rata2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 31,235.56 33,000.37 36,144.09 39,023.65 41,819.13 36,244.56

2 Muna 76,686.56 82,870.68 90,923.78 98,540.10 106,506.28 91,105.48

3 Konawe 119,577.03 136,994.16 143,997.37 153,788.31 178,176.41 146,506.66

4 Kolaka 103,955.73 122,824.88 141,506.55 163,593.72 191,375.69 144,651.31

5 Konawe Selatan 81,207.58 87,754.19 101,478.94 115,203.69 121,815.95 101,492.07

6 Bombana 35,940.80 40,681.19 50,411.64 60,705.65 67,890.28 51,125.91

7 Wakatobi 12,064.36 15,121.26 18,788.86 21,179.98 24,000.13 18,230.92

8 Kolaka Utara 34,375.80 41,441.37 47,340.38 53,032.79 63,525.11 47,943.09

9 Buton Utara 24,160.57 29,928.35 37,066.66 44,362.16 52,458.26 37,595.20

10 Konawe Utara 44,540.58 54,860.49 60,723.47 71,756.65 84,228.67 63,221.97

11 Kendari 120,279.30 131,426.86 148,098.28 175,628.87 216,913.89 158,469.44

12 Baubau 125,452.78 139,915.65 169,353.90 190,202.01 226,916.27 170,368.12

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sektor konstruksi/bangunan diseluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 sampai

dengan 2012 selalu mengalami perkembangan yang positif yakni selalu

Page 110: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

96

mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Selain itu, tabel 4.3 juga

menunjukkan bahwa dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara, kabupaten atau kota yang memiliki rata-rata perolehan sektor

konstruksi/bangunan terbesar di tahun 2008 sampai dengan 2012 jika

dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya adalah Kota Baubau yakni

dengan perolehan sektor konstruksi/bangunan sebesar 170,368.12 yang diikuti

oleh Kota Kendari dengan perolehan sektor konstruksi/bangunan sebesar

158,469.44.

4.2.3 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang terdapat pada Produk

Domestik Regional Bruto pada dasarnya terdiri atas perdagangan besar dan

eceran, hotel dan restoran. Untuk mengetahui perkembangan sektor

perdagangan, hotel dan restoran seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012, berikut

disajikan tabel perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran:

Page 111: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

97

Tabel 4.4Perkembangan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi TenggaraTahun 2008 sampai dengan 2012

(Juta Rupiah)

No Kabupaten/KotaSektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Rata-rata2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 85,216.91 95,408.85 105,473.72 125,310.99 140,980.51 110,478.19

2 Muna 207,651.95 224,561.11 245,765.36 274,378.42 300,294.72 250,530.31

3 Konawe 98,262.54 108,870.50 123,842.60 134,492.21 149,500.99 122,993.77

4 Kolaka 400,857.31 436,659.80 503,782.20 593,189.74 697,667.77 526,431.36

5 Konawe Selatan 86,800.77 97,030.92 109,291.10 122,580.56 136,229.26 110,386.52

6 Bombana 37,742.46 42,799.55 47,953.62 51,700.65 56,861.62 47,411.58

7 Wakatobi 31,158.52 40,421.85 48,726.52 54,872.60 61,000.72 47,236.04

8 Kolaka Utara 112,263.22 123,134.17 140,619.44 163,942.81 195,764.82 147,144.89

9 Buton Utara 33,204.83 35,988.15 40,654.99 47,702.32 55,207.43 42,551.54

10 Konawe Utara 17,500.29 20,005.58 23,696.29 28,359.72 33,553.36 24,623.05

11 Kendari 310,095.56 348,299.14 385,719.55 428,452.51 470,331.26 388,579.60

12 Baubau 137,569.34 156,796.43 169,891.09 188,502.34 207,084.37 171,968.71

Sumber: Badan Pusat Statistik

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran

diseluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008

sampai dengan 2012 selalu mengalami perkembangan yang positif yakni selalu

mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahunnya. Selain itu, tabel 4.4 juga

menunjukkan bahwa dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara, kabupaten atau kota yang memiliki rata-rata perolehan sektor

perdagangan, hotel dan restoran terbesar di tahun 2008 sampai dengan 2012

jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya adalah Kabupaten Kolaka

yakni dengan perolehan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar

526,431.36 yang diikuti oleh Kota Kendari dengan perolehan sektor sektor

perdagangan, hotel dan restoran sebesar 388,579.60.

Page 112: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

98

4.2.4 Sektor Jasa-jasa

Sektor jasa-jasa yang terdapat pada Produk Domestik Regional Bruto

pada dasarnya terdiri atas jasa pemerintahan umum dan swasta. Yang

termaksud dalam jasa pemerintahan umum di antaranya adalah jasa

administrasi pemerintah dan pertahanan, dan jasa pemerintah lainnya.

Sedangkan jasa swasta di antaranya adalah jasa sosial kemasyarakatan,

hiburan dan rekreasi, dan jasa perorangan dan rumah tangga. Untuk mengetahui

perkembangan sektor jasa-jasa seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012, berikut disajikan

tabel perkembangan sektor jasa-jasa:

Tabel 4.5Perkembangan Sektor Jasa-jasa Seluruh Kabupaten dan Kota

di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 sampai dengan 2012(Juta Rupiah)

No Kabupaten/KotaSektor Jasa-jasa

Rata-rata2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 115,152.27 122,165.04 129,603.02 133,706.51 136,824.04 127,490.18

2 Muna 182,680.46 200,100.02 210,318.81 217,321.06 231,176.39 208,319.35

3 Konawe 136,382.94 147,246.49 155,369.31 161,089.09 169,678.65 153,953.30

4 Kolaka 192,304.84 209,445.64 215,691.68 225,150.53 234,625.78 215,443.69

5 Konawe Selatan 114,852.45 124,457.16 131,993.43 137,388.80 144,450.31 130,628.43

6 Bombana 51,268.47 55,623.05 56,460.72 58,024.43 61,464.38 56,568.21

7 Wakatobi 44,965.38 49,701.73 53,780.50 59,098.75 63,000.97 54,109.47

8 Kolaka Utara 50,912.65 56,429.66 61,384.13 65,432.90 71,265.73 61,085.01

9 Buton Utara 50,245.77 54,451.22 57,491.10 59,919.83 63,999.34 57,221.45

10 Konawe Utara 18,926.16 20,855.74 22,420.08 23,419.76 25,022.54 22,128.86

11 Kendari 187,966.55 203,550.79 212,182.16 219,368.19 238,356.10 212,284.76

12 Baubau 156,015.80 167,297.95 175,541.71 182,726.76 188,642.70 174,044.98

Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 113: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

99

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa sektor jasa-jasa diseluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 sampai dengan 2012 selalu

mengalami perkembangan yang positif yakni selalu mengalami pertumbuhan dari

tahun ke tahunnya, sama halnya dengan sektor ekonomi dominan lainnya.

Selain itu, tabel 4.5 juga menunjukkan bahwa dari seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara, kabupaten atau kota yang memiliki rata-rata

perolehan sektor jasa-jasa terbesar di tahun 2008 sampai dengan 2012 jika

dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya adalah Kabupaten Kolaka

yakni dengan perolehan sektor jasa-jasa sebesar 215,443.69 yang diikuti oleh

Kota Kendari dengan perolehan sektor jasa-jasa sebesar 212,284.76.

4.3 Analisis Pengaruh Sektor Ekonomi Dominan terhadap DerajatKemandirian Fiskal Seluruh Pemerintah Kabupaten dan Kota diProvinsi Sulawesi Tenggara

4.3.1 Estimasi Model Regresi Data Panel

Penelitian ini menjadikan 12 kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara sebagai lokasi penelitian, dengan periode data selama lima tahun

anggaran yang dimulai dari tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012. Dari hal

tersebut, sehingga menghasilkan 60 data Derajat Kemandirian Fiskal sebagai

variabel terikat dan 60 data sektor pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa sebagai variabel bebas.

Berdasarkan data dari variabel-variabel tersebut, sebagai tahap awal

pengujian atas hipotesis penelitian ini dilakukan pengolahan data menggunakan

regresi data panel dengan pendekatan atau metode pooled least square (PLS),

fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM). Pengolahan data

variabel dependen yakni Derajat Kemandirian Fiskal (Y) dan variabel independen

yakni sektor pertanian (X1), sektor konstruksi atau bangunan (X2), sektor

Page 114: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

100

perdagangan, hotel dan restoran (X3) dan sektor jasa-jasa (X4) seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan data time series dari

tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 dilakukan dengan menggunakan

software eviews 7.0.

Setelah dilakukan estimasi dengan ketiga pendekatan atau metode

tersebut, sehingga diperoleh hasil estimasi seperti yang terlihat pada lampiran 4,

lampiran 5 dan lampiran 6. Dari hasil estimasi tersebut, selanjutnya dilakukan

pemilihan estimasi regresi data panel yang tepat untuk digunakan pada

penelitian ini. Untuk menentukan pendekatan atau metode yang tepat atas

estimasi regresi data panel, harus dilakukan prosedur pengujian atas masing-

masing hasil estimasi data panel. Di mana jenis pengujian yang harus dilakukan

adalah: (1) uji chow; dan (2) uji hausman.

1. Uji chow

Uji chow digunakan untuk memilih pendekatan pooled least square (PLS)

dan fixed effect model (FEM), dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: model pooled least square (PLS)

H1: model fixed effect model (FEM)

Pengambilan keputusan dalam uji chow didasarkan pada nilai probabilitas cross

section F. Di mana H0 ditolak apabila nilai probabilitas cross section berada pada

tingkat < 0.05 dan H0 diterima apabila nilai probabilitas cross section = 0.05.

Berdasarkan hasil uji chow yang terlihat pada lampiran 7, diketahui

bahwa H0 ditolak karena probabilitas cross section F < 0.05 yakni sebesar

0.0084. Dari nilai probabilitas cross section F yang ditunjukkan pada hasil uji

chow, maka metode yang dipilih adalah model fixed effect. Namun, hal tersebut

belum merupakan hasil akhir atas metode pengolahan data dalam penelitian,

karena belum dilakukan pengujian kembali dengan membandingkan model fixed

Page 115: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

101

effect dan random effect. Untuk itu, perlu dilihat kembali hasil yang ada dari

model random effect yakni dengan melakukan uji hausman.

2. Uji Hausman

Uji hausman dilakukan untuk menentukan model yang paling baik antara

fixed effect model (FEM) dan random effect model (REM) dengan hipotesis

sebagai berikut:

H0: random effect model (REM)

H1: fixed effect model (FEM)

Pengambilan keputusan dalam uji hausman didasarkan pada nilai probabilitas

cross section random. Di mana H0 diterima apabila nilai probabilitas cross section

berada pada tingkat = 0.05 dan H0 ditolak apabila nilai probabilitas cross

section < 0.05.

Berdasarkan hasil uji hausman yang terlihat pada lampiran 8, diketahui

bahwa H0 diterima karena probabilitas cross section random > 0.05 yakni

sebesar 0.0866. Hal ini berarti bahwa model/pendekatan yang paling tepat

digunakan dalam penelitian ini adalah model random effect.

Dari hasil uji chow dan uji hausman yang dilakukan, maka metode yang

tepat digunakan pada penelitian ini adalah model random effect dan fixed effect.

Sehubungan dengan terpilihnya dua model tepat pada penelitian ini, maka akan

dilakukan perbandingan nilai statistik pada masing-masing metode untuk memilih

salah satu metode. Untuk melihat perbandingan nilai statistik dari hasil estimasi

antara fixed effect ataupun random effect, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 116: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

102

Tabel 4.6Perbandingan Koefisien Determinasi Model Random Effect dengan

Fixed Effect

Koefisien DeterminasiModel

Random Effect Fixed Effect

R-squared 0.231219 0.678041

Adjusted R-squared 0.175308 0.568283

Prob(F-statistic) 0.005325 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Tabel 4.6 yakni tabel perbandingan hasil estimasi antara model fixed

effect dan random effect, menunjukkan bahwa model random effect tidak dapat

memberikan interprestasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan hasil

estimasi dari model fixed effect. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk

mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen

dalam penelitian ini, maka dipilihlah model fixed effect. Di mana, hal ini didukung

oleh pandangan yang dikemukakan oleh Nachrowi (2006). Meskipun Gujarati

(2003), mengemukakan bahwa apabila jumlah data cross section (N) lebih besar

dari jumlah data time series (T), maka motode yang digunakan adalah random

effect. Namun, menurut Nachrowi (2006) pemilihan metode fixed effect ataupun

random effect secara teoritis dan berdasarkan sampel data bukanlah sesuatu

yang mutlak.

Adapun persamaan model fixed effect yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

Y it = αi + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + uit

yang kemudian ditransformasikan ke dalam logaritma natural (ln) menjadi:

Ln Y it = β0i + β1 lnX1it + β2 lnX2it + β3 lnX3it + β4 lnX4it + uit

Berdasarkan persamaan dari model fixed effect di atas, sehingga dapat

dibentuk model fixed effect sebagai berikut:

Page 117: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

103

LnY = -7.338626+ 0.720995 lnX1it + 0.838972 lnX2it - 2.100229 lnX3it + 2.102779

lnX4it

Di mana, efek individual yang ditimbulkan oleh masing-masing kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil pengolahan data dengan

menggunakan model fixed effect, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7Efek Individual Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

Kabupaten/KotaCoefficientFixed Effect

(C)

IndividualCoefficient Fixed

Effect (Ci)

Individual Effect(C+Ci)

_BAUBAU -7.338626 0.228420 -7.110206

_BOMBANA -7.338626 -0.086562 -7.425188

_BUTON -7.338626 -0.105978 -7.444604

_BUTUR -7.338626 -0.335420 -7.674046

_KENDARI -7.338626 0.494428 -6.844198

_KOLAKA -7.338626 0.253569 -7.085057

_KONAWE -7.338626 -0.785815 -8.124441

_KONSEL -7.338626 -0.745136 -8.083762

_KONUT -7.338626 0.085746 -7.25288

_MUNA -7.338626 -0.091029 -7.429655

_WAKATOBI -7.338626 0.555261 -6.783365

_KOLUT -7.338626 0.532516 -6.80611

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Tabel 4.7 menunjukkan efek individual dari masing-masing kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2008 sampai dengan 2012

atas pengaruh dari sektor ekonomi dominan terhadap angka Derajat

Kemandirian Fiskal yang diperoleh dari nilai intersep model fixed effect (C)

ditambah dengan nilai intersep individu (Ci). Dari tabel efek individual tersebut,

diketahui bahwa Kabupaten Wakatobi memiliki efek individual terbesar jika

dibandingkan 11 kabupaten dan kota lainnya yakni dengan nilai -6.783365.

Page 118: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

104

Sedangkan Kabupaten Konawe memiliki efek individual terkecil jika

dibandingkan 11 kabupaten dan kota lainnya yakni dengan nilai -8.124441.

4.3.2 Uji Asumsi

Pengujian asumsi dalam penelitian ini menggunakan model regresi linear

berganda. Penggunaan regresi linear berganda sebagai alat pengujian asumsi

memungkinkan munculnya empat buah permasalahan atau pelanggaran asumsi.

Di mana pelanggaran asumsi yang dimaksud adalah normalitas,

heterokedastisitas, outokorelasi dan multikolinearitas.

Salah satu asumsi dalam model regresi adalah residual harus

mempunyai distribusi yang normal. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis

deskriptif penelitian. Hasil analisis deskriptif penelitian ini, dapat dilihat pada

lampiran 10. Pada lampiran tersebut memperlihatkan bahwa nilai JB dari

masing-masing variabel independen dalam penelitian ini sebesar 2.208693 untuk

variabel X1 (sektor pertanian), sebesar 2.709436 untuk variabel X2 (sektor

konstruksi/bangun), sebesar 1.680186 untuk variabel X3 (sektor perdagangan,

hotel dan restoran) dan sebesar 5.012072 untuk variabel X4 (sektor jasa-jasa).

Sedangkan nilai chi-squares kritis dengan = 5% dan df = 2 yakni sebesar 5.99.

Berdasarkan nilai JB dari masing-masing variabel bebas, maka diketahui bahwa

semua variabel bebas dalam penelitian ini berdistribusi normal karena memiliki

nilai JB lebih kecil dari nilai chi-squares kritis dengan = 5% dan df = 2 yakni

sebesar 5.99. Selanjutnya, kesimpulan yang diperoleh melalui uji JB juga dapat

diperoleh dengan melihat nilai probabilitasnya yakni sebesar 0.331427 untuk

variabel X1, sebesar 0.258020 untuk variabel X2, sebesar 0.431670 untuk

variabel X3 dan sebesar 0.081591 untuk variabel X4. Dari nilai probabilitas

tersebut dapat diketahui bahwa semua variabel bebas dalam penelitian ini

Page 119: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

105

berdistribusi normal karena nilai probabilitanya besar dari tingkat signifikansi =

5%.

Untuk permasalahan heteroskedasitas menurut Gujarati (2003) dapat

diatasi dengan menggunakan metode GLS (generalized least square). Metode

generalized least square telah diberi perlakuan “white heteroscedasticity-

consistent covariace” untuk mengatisipasi data yang tidak bersifat homokedastis.

Adapun hasil regresi metode fixed effect dengan menggunakan white

heteroscedasticity cross section error and covariace dapat dilihat pada lampiran

9. Di mana, lampiran tersebut menunjukkan bahwa terjadi perubahan yakni

kesignifikanan secara statistik pada beberapa variabel bebasnya. Perubahan

yang terjadi tersebut merupakan hasil dari dikonsistensikannya varians eror yang

menunjukkan bahwa pada model awal memang terdapat heterokedastisitas.

Pada lampiran 9 juga menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson-statistik

yang diperoleh pada model penelitian ini adalah sebesar 1.774638 yang tidak

berada pada kisaran angka 1.4 < DW-stat < 1.7. Hal ini berarti bahwa pada

model tersebut mempunyai masalah otokorelasi. Namun, sesuai dengan yang

dikatakan oleh Gujarati (2003) bahwa bila suatu penelitian menggunakan model

generalized least square maka hasil output tidak memiliki masalah dalam

otokorelasi. Dikarenakan penelitian ini menggunakan model generalized least

square, sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan otokorelasi dalam

penelitian ini sudah dapat teratasi.

Untuk mengetahui apakah suatu model dalam penelitian mengalami

masalah multikolinearitas atau tidak, dapat diketahui dengan melakukan

pengujian korelasi secara parsial atas masing-masing variabel independen

terhadap variabel independen lainnya. Berdasarkan hasil regresi dengan

menggunakan model fixed effect seperti yang terlihat pada lampiran 11,

Page 120: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

106

diperoleh nilai R squared 1 sebesar 0.678041, R squared 2 sebesar 0.999072, R

squared 3 sebesar 0.993867, R squared 4 sebesar 0.998333 dan R squared 5

sebesar 0.999228. Dari perolehan nilai R squared yang menunjukkan bahwa

nilai R squared 1< nilai R squared 2, R squared 3, R squared 4, dan R squared

5. Hal ini berarti bahwa model fixed effect dalam penelitian ini ditemukan adanya

multikolinearitas. Namun menurut Gujarati (2003), suatu permasalahan

multikolinearitas telah dapat terselesaikan ketika menggunakan data penel atau

dengan kata lain data panel menjadi solusi jika data mengalami multikolinearitas.

4.3.3 Analisa Hubungan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat

Analisa regresi yang telah dilakukan bertujuan untuk menginvestigasi

hubungan yang dapat diukur dari variabel sektor pertanian, sektor

konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-

jasa serta derajat kemandirian fiskal. Pada hasil akhir dari regresi panel dengan

menggunakan metode fixed effect yang telah diuji dengan white test, diperoleh

nilai adjusted R2 sebesar 0.678041. Hal ini berarti bahwa dengan metode fixed

effect, variabel bebas dapat menjelaskan variasi perubahan variabel terikat yakni

Derajat Kemandirian Fiskal diseluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara sebesar 67.80%. Selain itu, pada hasil regresi tersebut juga

menunjukkan bahwa variabel bebas pada model ini dapat memberikan pengaruh

secara serempak atau bersama-sama terhadap variabel terikat dengan nilai F-

statistik sebasar 6.177568 dan signifikan dengan nilai p-value sebesar 0.000001

yang mengindikasikan tingkat keyakinan 95% ( = 5%). Adapun rangkuman

hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian

ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Page 121: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

107

Tabel 4.8Hubungan Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat

VariabelHubungan yang

ditemukanSignifikansi

Coefficient Negatif (+) Signifikan

Sektor Pertanian Positif (+) Tidak Signifikan

Sektor

Konstruksi/BangunanPositif (+) Signifikan

Sektor Perdagangan,

hotel dan restoranNegatif (-) Signifikan

Sektor Jasa-jasa Positif (+) Tidak Signifikan

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

4.3.4 Pengujian Hipotesis pada Masing-masing Variabel Bebas terhadapVariabel Terikat

Pengujian hipotesis pada masing-masing variabel bebas terhadap

varibael terikat (Derajat Kemandirian Fiskal) dapat dilakukan dengan uji t-

statistik. Uji t-statistik pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

masing-masing variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi

variabel terikat. Di mana tingkat signifikansi pengaruh masing-masing variabel

bebas yang ditunjukkan oleh t-statistik dapat diketahui melalui nilai probabilitas.

Berdasarkan nilai t-statistik dan probabilitas dari estimasi data panel dengan

model fixed effect diperoleh pengaruh sektor pertanian, sektor

konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-

jasa sebagai berikut:

1. Variabel sektor pertanian

Dengan perolehan nilai thitung sebesar 0.589298 menunjukkan bahwa variabel

sektor pertanian (X1) dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap

Derajat Kemandirian Fiskal (Y) seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara dengan koefisien sebesar 0.720995. Hal ini berarti bahwa

Page 122: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

108

jika terjadi kenaikan sebanyak satu persen pada sektor pertanian, akan

mengakibatkan kenaikan pada Derajat Kemandirian Fiskal sebesar

0.720995. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sektor pertanian

merupakan variabel yang memengaruhi Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun, pengaruh yang

diberikan oleh variabel sektor pertanian terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

tidaklah signifikan. Ketidak signifikanan pengaruh sektor pertanian terhadap

derajat kemandirian fiskal ditunjukkan oleh nilai p-value t-stat sebesar 0.5587

yakni > 0.10.

2. Variabel sektor konstruksi/bangunan

Dengan perolehan nilai thitung sebesar 1.841490 dan p-value t-stat sebesar

0.0723 menunjukkan bahwa variabel sektor konstruksi/bangunan (X2)

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Derajat

Kemandirian Fiskal (Y) seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara dengan koefisien sebesar 0.838972. Hal ini berarti bahwa jika

terjadi kenaikan sebanyak satu persen pada sektor konstruksi/bangunan,

akan mengakibatkan kenaikan pada Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0.838972.

3. Variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran

Dengan perolehan nilai thitung sebesar -4.411517 menunjukkan bahwa

variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran (X3) memberikan pengaruh

yang negatif terhadap Derajat Kemandirian Fiskal (Y) seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tingkat signifikansi p-value t-stat

sebesar 0.0001. Hal ini berarti bahwa meskipun terjadi kenaikan sebanyak

satu persen pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, tetap tidak dapat

Page 123: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

109

memberikan peningkatan pada Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

4. Variabel sektor jasa-jasa

Dengan perolehan nilai thitung sebesar 0.881483 menunjukkan bahwa variabel

sektor jasa-jasa (X4) dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap

Derajat Kemandirian Fiskal (Y) seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara dengan koefisien sebesar 2.102779. Hal ini berarti bahwa

jika terjadi kenaikan sebanyak satu persen pada sektor jasa-jasa, akan

mengakibatkan kenaikan pada Derajat Kemandirian Fiskal sebesar

2.102779. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel sektor jasa-

jasa merupakan variabel yang memengaruhi Derajat Kemandirian Fiskal

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun,

pengaruh yang diberikan oleh variabel sektor jasa-jasa terhadap Derajat

Kemandirian Fiskal tidaklah signifikan. Ketidak signifikanan pengaruh

variabel sektor jasa-jasa terhadap Derajat Kemandirian Fiskal ditunjukkan

oleh nilai p-value t-stat sebesar 0.3828 yakni > 0.10.

Page 124: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

110

BAB V

PEMBAHASAN

Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah,

salah satunya dapat dilihat melalui kinerja keuangan yang diukur dengan

menggunakan Derajat Kemandirian Fiskal. Di mana semakin tinggi Derajat

Kemandirian Fiskal suatu daerah, maka semakin baik pula kemampuan suatu

daerah dalam menjawab tantangan otonomi daerah yakni desentralisasi fiskal.

Setelah dilakukan perhitungan atas Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008

sampai dengan 2012, diperoleh Derajat Kemandirian Fiskal dengan rata-rata

sebesar 4.07%. Selain itu, Derajat Kemandirian Fiskal pada tahun anggaran

tersebut juga cukup jauh dari rata-rata Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun anggaran yang sama yakni sebesar

8.12%. Hal ini berarti bahwa pada tahun anggaran tersebut seluruh kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki Derajat Kemandirian Fiskal

dengan kategori yang sangat rendah. Sangat rendahnya Derajat Kemandirian

Fiskal yang ditunjukkan oleh seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 menunjukkan bahwa

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran

tersebut belum mampu menjawab tantangan otonomi daerah yakni

desentralisasi fiskal. Hal ini ditunjukkan dengan proporsi transfer dari pemerintah

pusat tehadap Total Pendapatan Daerah yang relatif semakin besar, seperti

terlihat pada tabel berikut:

Page 125: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

111

Tabel 5.1Kontribusi Dana Perimbangan terhadap Total Pendapatan Daerah

No TahunDana

Perimbangan(Ribu Rupiah)

Total PendapatanDaerah

(Ribu Rupiah)Kontribusi (%)

1 2008 4,087,472,861 4,635,287,032 88.18

2 2009 4,521,454,475 5,100,297,388 88.65

3 2010 4,652,656,354 5,564,902,120 83.61

4 2011 4,999,532,190 6,502,251,091 76.89

5 2012 6,190,698,873 7,327,501,330 84.49

Rata-rata 4,890,362,950.60 5,826,047,792.20 84.36Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah tahun 2014)

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012, dana yang bersumber dari pemerintah pusat (dana perimbangan)

rata-rata berkontribusi hingga 84%. Hal ini juga menunjukkan bahwa sebagian

besar kebutuhan dari seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

dibiayai oleh pemerintah pusat.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno

(2003) yang dilakukan di Kabupaten Banjarnegara dan Zaenuddin (2012), yang

dilakukan pada lima kabupaten dan kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Penelitian

yang dilakukan oleh Suprajitno menunjukkan bahwa kemampuan keuangan

daerah Kabupaten Banjarnegara dalam kesiapannya menghadapi otonomi

daerah yang ditinjau dari Derajat Desentralisasi Fiskal dinilai masih kurang atau

dapat dikatakan bahwa tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih

cukup tinggi. Hal ini ditandai dari proporsi sumbangan/bantuan tehadap total

penerimaan daerah yang relatif semakin besar, sebaliknya kontribusi

Pendapatan Asli Daerah maupun bagi hasil pajak dan bukan pajak terhadap total

penerimaan daerah masih sangat rendah.

Page 126: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

112

Penelitian yang dilakukan oleh Zaenuddin (2012) menunjukkan bahwa

rasio antara Pendapatan Asli Daerah dan total penerimaan daerah untuk semua

kabupaten dan kota di Provinsi D.I Yogyakarta sangat rendah yakni di bawah

10%. Begitu pula halnya rasio antara bagi hasil pajak dan bukan pajak dengan

total penerimaan daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa derajat otonomi fiskal

(dilihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah dan bagi hasil pajak dan bukan pajak

terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sangat rendah. Selain itu,

penelitian yang dilakukan oleh Zaenuddin (2012) menunjukkan bahwa rasio

Pendapatan Asli Daerah terhadap total pengeluaran daerah sangat rendah,

yakni di bawah 10%. Hal ini menunjukkan bahwa peran Pendapatan Asli Daerah

terhadap total pengeluaran daerah masih sangat rendah.

Ketiga penelitian yang hasilnya telah dijabarkan di atas, menunjukkan

bahwa kabupaten dan kota yang dijadikan sebagai lokasi penelitian belum

mampu menjawab tantangan otonomi yakni desentralisasi fiskal. Di mana,

menurut Bird dan Vaillancourt (2000) ada dua persyaratan penting untuk

kesuksesan desentralisasi, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan di daerah

harus demokratis, yaitu pengambilan keputusan tentang manfaat dan biayanya

harus transparan dan pihak-pihak yang terkait memiliki kesempatan untuk

memengaruhi keputusan-keputusan tersebut; (2) yang lebih sesuai dengan

rancangan kebijakan biaya-biaya dari keputusan yang diambil, sepenuhnya

harus ditanggung oleh masyarakat setempat. Untuk itu, seharusnya tidak perlu

terjadi “ekspor pajak” dan tidak ada tambahan transfer dari jenjang pemerintahan

yang lain.

Berdasarkan pandangan yang telah dikemukakan oleh Bird dan

Vaillancourt (2000), maka sudah seharusnya bagi daerah-daerah otonom untuk

meningkatkan sumber-sumber penerimaanya dengan melibatkan masyarakat.

Page 127: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

113

Sumber-sumber penerimaan keuangan daerah dapat dikelompokkan ke dalam

dua kelompok utama yakni: sumber Pendapatan Asli Daerah dan sumber

pendapatan non asli daerah (non-Pendapatan Asli Daerah). Penyelenggaraan

otonomi yang sehat hanya tercapai apabila sumber utama keuangan daerah

guna membiayai aktivitas daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah atau

paling tidak pembiayaan rutinnya ditutup oleh hasil Pendapatan Asli Daerah

(Karo, 2005).

Upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber-sumber

penerimaanya dalam hal ini Pendapatan Asli Daerah adalah dengan

meningkatkan faktor-faktor produksi atau sektor-sektor perekonomian dalam

Produk Domestik Regional Bruto. Hal ini didukung oleh pandangan yang

dikemukakan oleh Ladjin (2008) yang menyatakan bahwa untuk meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah ada beberapa faktor yang perlu diberdayakan

diantaranya adalah Produk Domestik Regional Bruto per kapita. Hal ini juga

didukung oleh pandangan Davey (1988) yang mengemukakan bahwa Produk

Domestik Regional Bruto merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang

menggambarkan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

berbagai unit produksi dalam suatu wilayah atau region pada suatu jangka waktu

tertentu. Dari sini dapat dilihat bahwa hubungan elastisitas antara pajak dearah

yang diperoleh dan pertumbuhan ekonomi yang dinilai dari pertumbuhan Produk

Domestik Regional Bruto per kapita menggambarkan pertumbuhan yang

otomatis dari potensi pajak. Dengan kata lain dalam konteks pajak daerah,

semakin tinggi Produk Domestik Regional Bruto secara otomatis semakin tinggi

pula pajak yang diterima daerah.

Pandangan yang dikemukakan oleh Davey (1988) tidak jauh berbeda

dengan pandangan yang dikemukakan oleh Peacok dan Wiseman (1961) dalam

Page 128: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

114

teorinya mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik

berkesimpulan bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak

yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya

penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin

meningkat (Mangkoesoebroto, 2010).

Sehubungan dengan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan

bahwa semakin meningkat Produk Domestik Regional Bruto suatu daerah atau

wilayah, maka akan semakin meningkat pula Derajat Kemandirian Fiskal suatu

daerah yang diakibatkan oleh meningkatnya perolehan Pendapatan Asli Daerah

baik yang bersumber dari pajak maupun retribusi daerah. Selanjutnya akan

dijabarkan mengenai pengaruh Produk Domestik Regional Bruto yang dalam hal

ini adalah sektor ekonomi yang berkontribusi dominan dalam Produk Domestik

Regional Bruto yakni sektor pertanian, sektor konstruksi/bangunan, sektor

perdagangan dan sektor jasa-jasa sebagai varibel bebas dan Derajat

Kemandirian Fiskal sebagai variabel terikat.

5.1 Pengaruh Sektor Pertanian terhadap Derajat Kemandirian Fiskal

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan model fixed effect

menunjukkan bahwa variabel sektor pertanian memberikan pengaruh yang

positif namun tidak signifikan terhadap derajat kemandirian fiskal. Sehingga

dapat diambil kesimpulan bahwa variabel sektor pertanian merupakan variabel

yang dapat memengaruhi Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

yang dilakukan oleh Suprajitno (2003), yang dilakukan di Kabupaten

Banjanegara dengan menggunakan metode partial adjustmen model.

Page 129: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

115

Hasil penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno (2003)

sejalan dengan yang dikemukakan oleh World Bank (2008) dalam Agustono

(2013) yang mengemukakan bahwa pertanian dapat berkontribusi pada

pembangunan sebagai sebuah aktivitas ekonomi, mata pencaharian dan sebagai

cara untuk melestarikan lingkungan, sehingga sektor ini dapat menjadi sebuah

instrument yang unik bagi pembangunan. Sebagai sebuah aktivitas ekonomi,

pertanian dapat menjadi sumber pertumbuhan bagi perekonomian wilayah,

penyedia investasi bagi sektor swasta dan sebagai penggerak utama industri-

industri yang terkait dengan bidang pertanian.

Sektor pertanian sebagai suatu sektor perekonomian dapat menyerap

tenaga kerja. Tenaga kerja akan memeroleh pendapatan sebagai hasil kerja atau

balas jasa atas pekerjaannya pada sektor pertanian. Sehingga, tenaga kerja

pada sektor pertanian akan memiliki kemampuan untuk membayar balas jasa

atas kebutuhannya yang telah diberikan oleh pemerintah yakni berupa retribusi

ataupun pajak. Atau juga tenaga kerja pada sektor pertanian dapat membeli

barang-barang yang dibutuhkannya pada sektor usaha lain.

Selain dapat menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga dapat menjadi

penggerak utama industri. Hal ini dimaksudkan bahwa hasil dari pertanian akan

banyak dibutuhkan oleh industri-industri lain untuk dijadikan sebagai bahan baku

industri. Terpenuhinya bahan baku pada industri tersebut akan mendorong

pertumbuhan pada industri tersebut.

5.2 Pengaruh Sektor Konstruksi/Bangunan terhadap Derajat KemandirianFiskal

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan model fixed effect

menunjukkan bahwa Variabel sektor konstruksi/bangunan memberikan pengaruh

yang positif dan signifikan. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel

Page 130: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

116

sektor konstruksi/bangunan merupakan variabel yang dapat memengaruhi

Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh

Putrawan dan Sudirman (2013) bahwa sejak dekade terakhir ini sektor

bangunan/konstruksi tumbuh pesat dan menakjubkan. Peristiwa ini ditandai

dengan maraknya pembangunan dibidang properti yang dipasarkan untuk

memenuhi permintaan domestik yang semakin meningkat. Kebijakan pemerintah

dalam memenuhi permintaan dalam hal moneter dan fiskal, terutama dalam hal

kredit perbankan ikut memengaruhi meningkatnya produk pembangunan.

Adanya pengaruh pembangunan, perekonomian, dan pariwisata mengakibatkan

alih fungsi lahan dari tanah sawah/persawahan menjadi tanah kering untuk

permukiman/perumahan, akomodasi pariwisata, seperti hotel, restoran, villa,

ruko, art shop, toko-toko, perkantoran, dan lain sebagainya sebagai penunjang

atau pendukung pembangunan, perekonomian, dan pariwisata. Dengan beralih

fungsinya lahan pertanian/tanah sawah menjadi tanah kering mengakibatkan

nilai tanah berubah, di mana nilai jual objek pajak akan naik, sehingga secara

otomatis perolehan atas pajak bumi dan bangunan akan naik pula.

5.3 Pengaruh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap DerajatKemandirian Fiskal

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan model fixed effect

menunjukkan bahwa variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran

memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap Derajat Kemandirian

Fiskal. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel sektor perdagangan,

hotel dan restoran merupakan variabel yang belum dapat memengaruhi Derajat

Kemandirian Fiskal diseluruh kabupaten dan kota Provinsi Sulawesi Tenggara.

Page 131: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

117

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suprajitno (2012) yang dilakukan di Kabupaten Banjanegara dengan

menggunakan metode partial adjustmen model. Hal ini menunjukkan bahwa

penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno (2012) bertolak

belakang dengan pandangan yang dikemukakan Widiastuti (2013) bahwa

meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap

Produk Domestik Regional Bruto serta kontribusi pajak hotel dan restoran

terhadap Pendapatan Asli Daerah, akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan

daerah. Kinerja keuangan daerah dapat diukur dengan menggunakan analisis

rasio keuangan daerah terhadap laporan perhitungan anggaran pendapatan dan

belanja daerah. Hasil analisis rasio selanjutnya digunakan untuk menilai kinerja

keuangan daerah yaitu untuk mengukur upaya pemerintah daerah dalam

menggali Pendapatan Asli Daerah, mengukur kemandirian keuangan daerah

serta mengukur aktivitas pemerintah dalam mengalokasikan dananya untuk

pelayanan publik.

5.4 Pengaruh Pertumbuhan Sektor Jasa-jasa terhadap DerajatKemandirian Fiskal

Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan model fixed effect

menunjukkan bahwa variabel sektor jasa-jasa memberikan pengaruh yang positif

namun tidak signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal. Sehingga dapat

diambil kesimpulan bahwa variabel sektor jasa-jasa merupakan variabel yang

memengaruhi derajat kemandirian fiskal seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Suprajitno (2012) yang dilakukan di Kabupaten Banjanegara dengan

menggunakan metode partial adjustmen model. Hasil dari penelitian ini dan

Page 132: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

118

penelitian yang dilakukan oleh Suprajitno (2012) didukung oleh pandangan yang

dikemukakan oleh Haryanto (2006), bahwa tinggi rendahnya kapasitas fiskal

daerah sebagai pencerminan kemandiran daerah dipengaruhi oleh pajak daerah,

retribusi daerah, Produk Domestik Regional Bruto jasa, dan bagi hasil pajak.

Untuk itu, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-

sumber penerimaan keuangan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan

pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan

Asli Daerah. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang dikelola oleh

pemerintah daerah berasal dari sektor retribusi daerah (Putra, Atmanto dan

Nuzula, 2014). Retribusi daerah merupakan pungutan yang dipungut pemerintah

daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus

disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan (Basuki, 2007). Sektor jasa-jasa yang meliputi pemerintahan

umum dalam hal ini administrasi pemerintahan serta swasta yang mencakup

sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi juga perorangan dan rumah tangga

(Badan Pusat Statistik Kota Baubau, 2012), merupakan objek pengutan bagi

retribusi daerah.

Berdasarkan penjabaran atas pengaruh dari masing-masing variabel

bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya

satu variabel bebas yang dapat memberikan pengaruh positif dan signifikan

terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 yaitu

variabel sektor konstruksi/bangunan. Sementara sektor pertanian dan sektor

jasa-jasa memberikan pengaruh yang positif namun tidak signifikan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran justru memberikan pengaruh yang negatif dan

signifikan pada Derajat Kemandirian Fiskal.

Page 133: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

119

Variabel sektor konstruksi/bangunan yang memberikan pengaruh positif

dan signifikan pada penelitian ini, jika dibandingkan dengan tiga sektor ekonomi

dominan lainnya pada Produk Domestik Regional Bruto pada dasarnya adalah

sektor dengan kontribusi terkecil. Sementara sektor yang memberikan pengaruh

negatif yang signifikan (sektor perdagangan, hotel dan restoran) dan positif

namun tidak signifikan (sektor pertanian dan sektor jasa-jasa), pada dasarnya

merupakan sektor dengan kontribusi yang lebih besar jika dibandingkan dengan

sektor konstruksi/bangunan. Untuk dapat melihat persentase kontribusi dari

masing-masing sektor ekonomi, dapat dilihat pada lampiran 2.

Signifikannya pengaruh negatif dan tidak signifikannya pengaruh positif

varibel bebas yang dalam hal ini adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran,

sektor pertanian dan sektor jasa-jasa terhadap variabel terikat yakni Derajat

Kemandirian Fiskal pada dasarnya disebabkan oleh meskipun terjadi

pertumbuhan pada Pendapatan Asli Daerah seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun tertentu, namun juga diiringi oleh

pertumbuhan pada Total Pendapatan Daerah seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara di tahun yang sama. Untuk mengetahui tingkat

pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Total Pendapatan Daerah seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, dapat dilihat pada tabel

berikut:

Page 134: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

120

Tabel 5.2Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah dan Total Pendapatan Daerah

Seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi TenggaraTahun 2009 sampai dengan 2012

(%)

TahunPendapatan Asli

DaerahTotal Pendapatan

Daerah2009 6.65 10.032010 20.28 9.112011 11.01 16.842012 12.24 12.69

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah tahun 2014

Tabel 5.2, menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2009

sampai dengan 2012 selalu mengalami pertumbuhan. Namun, setiap kali terjadi

pertumbuhan atau peningkatan pada Pendapatan Asli Daerah, juga diiringi oleh

pertumbuhan pada Total Pendapatan Daerah.

Pandangan penulis ini muncul karena pada dasarnya Derajat

Kemandirian Fiskal dibentuk dari hasil perbandingan Pendapatan Asli Daerah

terhadap Total Pendapatan Daerah yang dibentuk oleh Pendapatan Asli Daerah,

dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Pada Total Pendapatan

Daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara lebih

didominasi oleh dana yang bersumber dari pemerintah pusat dalam hal ini

berupa dana perimbangan sebagai bantuan kepada daerah. Di mana Silaen,

Widjayanto dan Effendy (2012), mengemukakan bahwa bantuan pemerintah

pusat dalam konteks otonomi daerah bisa berbentuk Dana Alokasi Umum dan

Dana Alokasi Khusus. Untuk mengetahui besarnya dominasi bantuan dari

pemerintah pusat yang berupa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

terhadap Total Pendapatan Daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 135: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

121

Tabel 5.3Kontribusi Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap

Total Pendapatan Daerah Seluruh Kabupaten dan Kotadi Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2009 sampai dengan 2012

No Tahun DAU & DAK(Ribu Rupiah)

Total Pendapatan Daerah(Ribu Rupiah)

Kontribusi(%)

1 2008 3,756,802,828 4,635,287,032 81.052 2009 4,199,299,796 5,100,297,388 82.333 2010 4,235,261,757 5,564,902,120 76.114 2011 4,646,499,754 6,502,251,091 71.465 2012 5,713,144,714 7,327,501,330 77.97Rata-rata 4,510,201,770 5,826,047,792 77.78Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah tahun 2014

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa transfer dari pemerintah pusat dalam

bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus yang diberikan pada

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kontribusi

yang sangat besar pada Total Pendapatan Daerah. Di mana, pada tahun

anggaran 2008 sampai dengan 2012 Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi

Khusus berkontribusi hingga rata-rata sebesar 77.78% terhadap Total

Pendapatan Daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Besarnya kontribusi Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus pada

Total Pendapatan Daerah, pada dasarnya menunjukkan bahwa Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus memiliki peran yang besar dalam membiayai

kebutuhan pemerintah daerah yang dalam hal ini adalah seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Besarnya peran Dana Alokasi Umum dan

Dana Alokasi khusus pada dasarnya lebih disebabkan oleh Pendapatan Asli

Daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara belum

mampu memenuhi seluruh kebutuhannya termasuk kebutuhan dasar daerah. Di

mana untuk mengetahui bagaimana besarnya peran Dana Alokasi Umum dan

Dana Alokasi Khusus dalam memenuhi sebagian besar kebutuhan daerah yang

Page 136: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

122

tidak dapat dibiayai hanya dengan Pendapatan Asli Daerah, dapat dilakukan

dengan membandingkan kontribusi dari Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi

Khusus serta Pendapatan Asli Daerah terhadap total belanja seluruh kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk itu, dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.4Kontribusi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum

dan Dana Alokasi Khusus terhadap Total Belanjaseluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun Anggaran 2008 Sampai Dengan 2012

No TahunPendapatan Asli

Daerah(Ribu Rupiah)

DAU dan DAK(Ribu Rupiah)

Belanja(Ribu Rupiah)

KontribusiPAD(%)

KontribusiDAU dan DAK

(%)

1 2008 186,108,020 3,756,802,828 4,717,360,484 3.95 79.64

2 2009 198,478,970 4,199,299,796 5,450,013,486 3.64 77.05

3 2010 238,727,683 4,235,261,757 5,515,332,078 4.33 76.79

4 2011 265,020,355 4,646,499,754 6,372,867,847 4.16 72.91

5 2012 297,447,161 5,713,144,714 7,029,982,462 4.23 81.27

Rata-rata 237,156,438 4,510,201,770 5,817,111,271 4.06 77.53

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah tahun 2014

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012 Pendapatan Asli Daerah hanya mampu berkontribusi rata-rata

sebesar 4.06% dalam membiayai belanja seluruh pemerintah kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan Dana Alokasi Umum dan Dana

Aloksi Khusus dapat berkontribusi hingga rata-rata sebesar 77.53% dalam

membiayai belanja pemerintah daerah seluruh pemerintah kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Tabel 5.4 juga menunjukkan bahwa besarnya kontribusi atau peranan

bantuan pemerintah pusat belum dapat dimbangi oleh peranan Pendapatan Asli

Page 137: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

123

Daerah terhadap Belanja Daerah. Hal ini berarti bahwa bantuan pemerintah

pusat yang diperuntukkan pada pemerataan pembangunan bagi seluruh daerah

di Indonesia dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sebagai

indikator utama dari kemandirian fiskal belum dapat dimanfaatkan dengan baik

oleh seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Belum dimanfaatkannya bantuan pemerintah pusat dengan baik untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, dapat telihat dari belum optimalnya

kinerja pemerintah daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara dalam mengkonversi potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah

yakni melalui potensi pajak dan retribusi daerah menjadi pajak dan retribusi

daerah yang bisa dipungut. Potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah bisa

tercermin dari besarnya Produk Domestik Regional Bruto dari masing-masing

daerah. Di mana, semakin besar rasio peningkatan pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto maka kemampuan daerah

tersebut dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah menjadi

pajak daerah yang bisa dipungut juga semakin besar (Kementrian Keuangan

Republik Indonesia, 2013).

Untuk melihat kemampuan seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara dalam mengkonversi pajak, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 138: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

124

Tabel 5.5Perbandingan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap

Produk Domestik Regional BrutoSeluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

No Kabupaten/Kota

Perbandingan Pajak danRetribusi Daerah terhadap PDRB (%)

Rata-rata(%)

2008 2009 2010 2011 2012

1 Buton 0.74 0.79 1.20 1.11 1.20 1.01

2 Muna 1.19 1.27 1.49 1.09 0.77 1.16

3 Konawe 0.54 0.61 1.28 0.71 0.56 0.74

4 Kolaka 0.68 0.74 0.73 0.68 0.47 0.66

5 Konawe Selatan 0.50 0.38 0.43 0.55 0.63 0.50

6 Bombana 1.55 0.81 0.72 0.84 1.02 0.99

7 Wakatobi 0.57 1.01 1.14 1.09 1.97 1.16

8 Kolaka Utara 0.40 0.54 0.41 0.60 0.67 0.52

9 Buton Utara 0.21 0.79 0.67 0.48 0.67 0.56

10 Konawe Utara 2.95 5.16 3.33 1.18 2.10 2.94

11 Kendari 1.35 1.47 1.56 2.49 2.56 1.89

12 Baubau 1.44 1.65 1.84 1.88 1.94 1.75

Provinsi SulawesiTenggara

0.92 1.07 1.13 1.16 1.15 1.09

Indonesia 0.62 0.63 0.65 0.92 1.11 0.56

Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah tahun 2014

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012 kemampuan seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah

menjadi pajak daerah yang bisa dipungut mengalami fluktuasi. Berfluktuasinya

kemampuan dalam mengkonversi seluruh potensi penerimaan pajak daerah

menjadi pajak daerah yang bisa dipungut menunjukkan bahwa meskipun terjadi

kenaikan pada Produk Domestik Regional Bruto seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara, namun tidak selalu diimbangi dengan kemampuan

pemerintah daerah dalam menyerap pajak (hanya terjadi pada tahun 2012).

Page 139: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

125

Selain itu, tabel 5.5 juga menunjukkan bahwa pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012 kemampuan seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi

Tenggara dalam menyerap potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah

menjadi pajak dan retribusi daerah adalah sebesar 1.09%.

Meskipun kemampuan dalam menyerap pajak dan retribusi seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara hanya sebesar 1.09%,

namun jika dibandingkan dengan rata-rata kemampuan penyerapan pajak dan

retribusi seluruh kabupaten dan kota di Indonesia kemampuan seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara masih lebih baik. Di mana,

rata-rata kemampuan menyerap pajak dan retribusi seluruh kabupaten dan kota

di Indonesia pada tahun yang sama hanya sebesar 0.56%.

Belum optimalnya kemampuan seluruh kabupaten dan kota di Provinsi

Sulawesi Tenggara dalam menyerap potensi penerimaan pajak dan retribusi

daerah menjadi pajak dan retribusi daerah, pada dasarnya dikarenakan tidak

semua sektor ekonomi yang terdapat dalam Produk Domestik Regional Bruto

dapat dijadikan sebagai potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah yang

dapat diserap, misalnya sektor pertanian. Meskipun sektor pertanian merupakan

sektor ekonomi dengan kontribusi dominan jika dibandingkan sektor ekonomi

lainnya dalam Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Sulawesi Tenggara,

namun sektor ekonomi tersebut tidak dapat diserap secara langsung sebagai

pajak maupun retribusi daerah seperti halnya sektor perdagangan, hotel dan

restoran serta sektor jasa-jasa.

Dominannya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik

Regional Bruto, menunjukkan bahwa pada dasarnya seluruh pemerintah daerah

di Provinsi Sulawesi Tenggara lebih banyak memprioritaskan perhatiannya untuk

mengembangkan sektor ekonomi yang tidak dapat memberikan pengaruh atau

Page 140: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

126

kontribusi secara langsung pada Pendapatan Asli Daerah baik melalui pajak

maupun retribusi daerah. Dengan kata lain, seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara belum memusatkan perhatiannya pada

pengembangan potensi ekonomi yang dapat diserap sebagai pajak dan retribusi

daerah untuk memerbesar peranan Pendapatan Asli Daerah. Di mana, hal ini

bertentangan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Zaenuddin (2012),

bahwa desentralisasi fiskal merupakan bagian penting dalam implementasi

otonomi yakni upaya pemerintah daerah untuk memusatkan perhatiannya untuk

memerbesar peranan Pendapatan Asli Daerah dalam struktur penerimaan

daerah guna meningkatkan kemandirian keuangannya.

Page 141: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

127

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab IV

dan V dimaksudkan untuk menjawab tujuan dalam penelitian ini. Untuk

menjawab tujuan dalam penelitian ini, dilakukan perhitungan atas Derajat

Kemandirian Fiskal yakni dengan menggunakan rasio perbandingan antara

Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan Daerah dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah pada tahun yang sama serta melakukan

analisis regresi data panel yakni dengan menggunakan model fixed effect.

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan tersebut, adalah:

1. Berdasarkan batasan kategori kemandirian fiskal yang dikeluarkan oleh

Badan Litbang Depdagri RI dan Fisipol UGM (1991) diketahui bahwa pada

tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012 seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki Derajat Kemandirian Fiskal dengan

kategori yang sangat rendah. Sangat rendahnya derajat kemandirian fiskal

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun

anggaran 2008 sampai dengan 2012 menunjukkan bahwa seluruh kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran tersebut masih

memiliki ketergantungan yang sangat besar pada bantuan pemerintah pusat

dalam membiayai urusan pemerintahannya.

Ketidakmampuan seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

dalam membiayai urusan pemerintahannya menunjukkan bahwa kabupaten

dan kota tersebut belum mampu menjawab tantangan dari otonomi daerah

Page 142: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

128

yakni desentralisasi. Di mana Bird dan Vaillancourt (2000) mengemukakan

bahwa ada dua persyararatan penting untuk kesuksesan desentralisasi dan

salah satu di antaranya adalah bahwa kebijakan biaya-biaya dari keputusan

yang diambil, sepenuhnya harus ditanggung oleh masyarakat setempat.

Untuk itu, seharusnya tidak perlu terjadi ekspor pajak dan tidak ada

tambahan transfer dari jenjang pemerintahan yang lain.

2. Variabel sektor pertanian dapat memberikan pengaruh yang positif namun

tidak signifikanan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten

dan kota di Provinsi Sulawesi pengaruh variabel sektor pertanian pada tahun

anggaran 2008 sampai dengan 2012. Sehubungan dengan hal ini World

Bank (2008) dalam Agustono (2013) mengemukakan bahwa sebagai sebuah

aktivitas ekonomi, pertanian dapat menjadi sumber pertumbuhan bagi

perekonomian wilayah, penyedia investasi bagi sektor swasta dan sebagai

penggerak utama industri-industri yang terkait dengan bidang pertanian.

Dengan meningkatnya kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik

Regional Bruto akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Di

mana, Saragih (2003) menyatakan bahwa daerah yang memiliki

perekonomian yang baik akan memiliki Pendapatan Asli Daerah yang tinggi

yakni semakin baik kondisi perekonomian suatu daerah akan menunjang

peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

3. Variabel sektor konstruksi/bangunan memberikan pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan

2012. Hal ini sejalan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Putrawan

dan Sudirman (2013) yang menyatakan bahwa ketika nilai tanah berubah

Page 143: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

129

maka nilai jual objek pajak akan naik, sehingga secara otomatis pajak bumi

dan bangunan akan naik pula.

4. Variabel sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan pengaruh yang

negatif dan signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh

kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran

2008 sampai dengan 2012. Di mana hal ini tidak sejalan dengan pandangan

yang dikemukakan oleh Widiastuti (2013) yang menyatakan bahwa

meningkatnya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap

Produk Domestik Regional Bruto serta kontribusi pajak hotel dan restoran

terhadap Pendapatan Asli Daerah, akan berpengaruh terhadap kinerja

keuangan daerah.

5. Variabel sektor jasa-jasa dapat memberikan pengaruh yang positif namun

tidak signifikan terhadap Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai

dengan 2012. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Haryanto

(2006), bahwa tinggi rendahnya kapasitas fiskal daerah sebagai pencerminan

kemandiran daerah dipengaruhi oleh pajak daerah, retribusi daerah, Produk

Domestik Regional Bruto jasa, dan bagi hasil pajak.

Signifikannya pengaruh negatif varibel sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan tidak signifikannya pengaruh positif variabel sektor pertanian dan

sektor jasa-jasa terhadap Derajat Kemandirian Fiskal pada dasarnya disebabkan

oleh pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012

yang juga diiringi oleh pertumbuhan pada Total Pendapatan Daerah di tahun

yang sama. Di mana, Total Pendapatan Daerah seluruh kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara lebih didominasi oleh dana yang bersumber dari

Page 144: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

130

pemerintah pusat dalam hal ini berupa dana perimbangan sebagai bantuan

kepada daerah.

Besarnya dominasi bantuan pemerintah pusat pada Total Pendapatan

seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, berarti bahwa

kemampuan menyerap potensi Pendapatan Asli Daerah yakni potensi

penerimaan pajak dan retribusi menjadi pajak dan retribusi daerah belum

optimal. Belum optimalnya kemampuan daerah dalam menyerap potensi

penerimaan pajak dan retribusi daerah menjadi pajak dan retribusi daerah, pada

dasarnya dikarenakan tidak semua sektor ekonomi yang terdapat dalam Produk

Domestik Regional Bruto dapat dijadikan sebagai potensi penerimaan pajak dan

retribusi daerah yang dapat diserap, misalnya sektor pertanian.

Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang memberikan kontribusi

dominan jika dibandingkan sektor ekonomi lainnya dalam Produk Domestik

Regional Bruto di Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun, sektor ekonomi tersebut

tidak dapat diserap secara langsung sebagai pajak dan retribusi daerah seperti

halnya sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa.

Dominannya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Regional Bruto,

menunjukkan bahwa pada dasarnya seluruh pemerintah daerah di Provinsi

Sulawesi Tenggara lebih banyak memprioritaskan perhatiannya untuk

mengembangkan sektor ekonomi yang tidak dapat memberikan pengaruh atau

kontribusi secara langsung pada Pendapatan Asli Daerah baik melalui pajak

maupun retribusi daerah.

6.2 Keterbatasan

Pada penelitian ini ditemukan ada satu variabel independen yang tidak

dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen. Hal ini menunjukkan

Page 145: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

131

bahwa ada satu variabel yang tidak memenuhi hipotesis penelitian yang telah

ditetapkan. Tidak terpenuhinya hipotesis pada penelitian ini diduga sebagai

akibat dari pendeknya rentan waktu sampel penelitian yakni hanya lima tahun

(tahun anggaran 2008 sampai dengan 2012) atas 12 kabupaten dan kota di

Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai sampel. Selanjutnya, penelitian ini hanya

menggunakan sektor ekonomi dominan sebagai hal yang dapat memengaruhi

perkembangan Derajat Kemandirian Fiskal suatu daerah, sementara diduga

masih banyak hal lain yang dimungkinkan dapat memengaruhi Derajat

Kemandirian Fiskal. Hal ini ditunjukkan dengan meskipun sektor ekonomi selalu

mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahunnya, namun belum dapat

mendorong Derajat Kemandirian Fiskal. Selain itu, tidak semua sektor ekonomi

tersebut dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap peningkatan

Pendapatan Asli Daerah melalui pajak dan retribusi daerah (misalnya, sektor

pertanian).

Tidak terdorongnya Derajat Kemandirian Fiskal seluruh kabupaten dan

kota di Provinsi Sulawesi Tenggara pada dasarnya disebabkan lebih besarnya

bantuan dari pemerintah pusat maupun pemerintah di atasnya dalam membiayai

rumah tangganya. Di mana besarnya bantuan pemerintah pusat maupun

pemerintah di atasnya terhadap suatu daerah, pada dasarnya menunjukkan

bahwa daerah tersebut tidak mampu membiayai seluruh keperluan pemerintah

daerahnya dengan hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah sebagai

sumber keuangan.

Upaya pemerintah daerah dalam mencapai kemandirian fiskal yakni

dengan meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi

pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah (Sidik, 2002). Belum optimalnya

intensifikasi pemengutan pajak diduga disebabkan oleh (1) basis penerimaan

Page 146: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

132

yang tidak luas; (2) proses pemungutan yang tidak kuat; (3) pengawasan yang

tidak mengalami peningkatan; (4) tidak meningkatnya efisiensi administrasi dan

menekan biaya pemungutan; (5) tidak meningkatnya kapasitas penerimaan

melalui perencanaan yang lebih baik.

6.3 Saran

Berdasarkan permasalahan pada penelitian ini, penulis menyarankan

agar:

1. Pemerintah daerah harus selalu berupaya untuk meningkatkan

kemampuannya dalam menggali sumber-sumber pendapatan daerahnya

yang salah satu di antaranya adalah dengan menumbuhkembangkan

perekonomian daerah demi menjawab tantangan otonomi daerah yakni

desentralisasi fiskal.

2. Dalam upaya menumbuhkembangkan perekonomian daerah, pemerintah

daerah harus memilih sektor ataupun komoditi mana saja yang memiliki

potensi pengaruh yang besar dalam perekonomian. Hubungannya dengan

Pendapatan Asli Daerah, pemerintah daerah harus lebih memprioritaskan

sektor perekonomian yang dapat dijadikan sebagai potensi pajak dan

retribusi daerah yang dapat diserap menjadi pajak dan retribusi daerah.

Misalnya, pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

harus lebih memprioritaskan pengembangan sektor konstruksi/bangunan,

sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa.

3. Setelah pemerintah daerah menggali sumber-sumber pendapatan daerah

dengan menumbuhkembangkan perekonomian daerah yakni dengan cara

menyediakan infrastruktur sebagai sarana dan prasana penunjang bagi

pelaku ekonomi yakni masyarakat dan pemerintah. Pemerintah daerah harus

Page 147: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

133

mampu menarik/memungut balas jasa atas pemanfaatan infrastruktur yang

telah disediakan oleh pemerintah tersebut. Balas jasa tersebut berupa pajak

dan retribusi daerah sebagai bagian dari Pendapatan Asli Daerah yang

merupakan indikator utama kemandirian fiskal.

4. Bagi peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian serupa, harus

lebih menitikberatkan pada sektor ekonomi yang dapat dijadikan sebagai

potensi pajak dan retribusi daerah dan memberikan pengaruh langsung pada

peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Page 148: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

134

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Prio Hari. 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap PertumbuhanEkonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana : 3.

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pembiayaan Pembangunan Daerah. Yogyakarta :Graha Ilmu.

Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.Yogyakarta : Graha Ilmu.

Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-teori Pembangunan Ekonomi: PertumbuhanEkonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Adisubrata, Winarna Surya. 2002. Otonomi Daerah di Era Reformasi.Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Adriani, Evi dan Sri Indah Handayani. 2008. “Pengaruh PDRB dan JumlahPenduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin”.(Online) (www.http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/820816.pdf, diakses02 April 2014).

Agustono. 2013. Analisis Sektor Pertanian Ditinjau dari Peran terhadapPertumbuhan dan Stabilitas Produk Domestik Regional Bruto di ProvinsiJawa Tengah. Jurnal SEPA. Vol. 9, No. 2: 283-296.

Aisyah, Siti. 2007. Peranan Sktor Publik Lokal dalam Pertumbuhan EkonomiRegional di Wilayah Surakarta. Jurnal Fakultas Ekonomi universitasIndonesia.

Arsyad. Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : UPP STIE YKPN.

Astuti, Tutut Dewi dan Di Asih I Maruddani. 2009. Analisis Data Panel UntukMenguji Pengaruh Risiko Terhadap Return Saham Sektor Farmasidengan Least Square Dummy Variable. Jurnal Media Statistika. Vol. 2,No. 2: 71 - 80.

Badan Litbang Depdagri RI dan Fisipol UGM. 1991. Pengukuran KemampuanKeuangan Daerah Tingkat II dalam Rangka Otonomi Daerah yang Nyatadan Bertanggung Jawab. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Baubau dalam Angka 2012. Baubau: Badan PusatStatistik.

Badan Pusat Statistik. 2013. Produk Domestik Regional Bruto. Baubau: BadanPusat Statistik.

Bahl. 1999. Implementation Rules For Fiscal Decentralization. New York: WorldBank.

Page 149: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

135

Basuki. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Bird, Richard M. 1980. Central-Local Provision of Urban Public Service.Canberra: Center For Research on Federal Financial Relation, AustralianNational University.

Bird, Richard M. 1993. Threading The Fiscal Labyrinth: Some Issus in FiscalDecentralization. National Tax Journal. 46 (3): 207-227.

Bird, Richard M dan Francois Vaillancourt. 2000. Desentralisasi Fiskal di Negara-negara Berkembang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bohari. 1995. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Brotodihardjo, Santoso. 1982. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT.Eresco.

Chadidjah, Anna dan Indra Elfiyan. 2009. Model Regresi Data Panel untukMenaksir Realisasi Total Investasi Asing dan Dalam Negeri (Studi Kasusdi Provinsi Jawa Barat. Seminar Nasional Matematika dan PendidikanMatematika. Hal 690-730.

Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah, Praktek-PraktekInternational dan Relevansinya Bagi Dunia Ketiga. Jakarta : Penerbit UIPress.

Devas, Nick, Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey, Roy Kelly. 1999.Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta. UI Press.

Erawati, Ni Komang dan I Nyoman Mahaendra Yasa. 2012. Analisis PolaPertumbuhan Ekonomi dan Sektor Potensial Kabupaten Klungkung.Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Udayana : 5.

Greene, W.H. 1993. Econometric Analysis. New York: Macmillan PublishingCompany.

Gujarati, Damodar. 2003. Basic Econometrics. Singapore : McGraw Hill Inc.

Halim, Abdul. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMPYKPN.

Halim, Abdul dan Muhammad Iqbal. 2012. Seri Bunga Rampai KeuanganDaerah: Pengelolaan Keuangan (Edisi Ketiga). Yogyakarta : STIM YKPN.

Handoyo, B Hestu Cipto dan Y Thresianti. 2000. Dasar-dasar Hukum TataNegara Indonesia. Jakarta : Universitas Atmajaya.

Handoyo, Rossanto Dwi. 2010. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah di JawaTimur, Efisienkah?. Majalah Ekonomi. Vol. XX. No. 1: 1-19.

Page 150: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

136

Haryanto, Joko Tri. 2006. Kemandirian Daerah Sebuah Perspektif denganMetoda Path Analysis. Jurnal Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Ibrahim, Muhammad Achyar. 2012. Analisis Aspek Keuanagan dalamPengembangan Empat Komoditi Unggulan dan Penyiapan AplikasiPenganggaran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi SektorPertanian Kabupaten Bantaeng. Tesis. Makassar : UniversitasHasanuddin.

Investor Daily. 2013. Menkeu Tetapkan Peta Kapasitas Fiskal Daerah. (Online)(http://www.investor.co.id/home/menkeu-tetapkan-peta-kapasitas-fiskal-daerah/52199, diakses 11 Maret 2014).

Jhingan, M.L., 2002, Ekonomi pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.

Jolianis. 2012. Analisis Perekonomian Daerah dan Pendapatan Asli DaerahKabupaten/Kota di Provinsi Sumatra Barat. Jurnal Program StudiPendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat. Vol. 1 No. 1 : 5.

Karianga, Hendra. 2013. Politik Hukum dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.Jakarta: Kencana.

Karo, Josef Riwu. 2005. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia(Identifikasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Penyelenggaraan OtonomiDaerah). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kasmita, Dian Alfira. 2013. Pengaruh Sektor Ekonomi terhadap Pendapatan AsliDaerah Provinsi Riau. Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Riau.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2012. PenyelenggaraanPemerintahan dan Pembangunan Daerah (Kebijakan HubunganKeuangan Pusat dan Daerah) 2012. Jakarta: Kementrian KeuanganRepublik Indonesia.

Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2013. Analisis Realisasi AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2012. Jakarta:Kementrian Keuangan Republik Indonesia.

Khusaini, Muhammad. 2006. Ekonomi Publik – Desentralisasi Fiskal danPembangunan Daerah. Malang: BPFE Unibraw.

Koswara, E, 1999. Menyongsong Kebijaksanaan dan Implementasi OtonomiLuas dan Bertanggungjawab Menurut UU NO. 22 tahun 1999. MakalahSeminar ISEI Pelaksanaan Otonomi Daerah pada Repelita VII.Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta :Erlangga.

Page 151: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

137

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah:Reformasi, Perencanaan, Strategis dan Peluang. Jakarta : Erlangga.

Kuncoro, Mudrajat. 2007. Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis danEkonomi. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2004. Pajak Daerah dan RetribusiDaerah di Indonesia. Malang: Bayumedia.

Kusnandar dan Dodik Siswantoro. 2012. Pengaruh Dana Alokasi Umum,Pendapatan Asli Daerah, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan LuasWilayah terhadap Belanja Modal. Jurnal Universitas Indonesia : 7.

Ladjin, Nurjanna. 2008. Analisis Kemandirian Fiskal di Era Otonomi Daerah(Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Semarang: UniversitasDiponegoro.

Larmanto. 2008. Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi danBangunan (PBB) di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. Tesis.Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2010. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Maryani. 2002. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomiuntuk Menciptakan Kesempatan Kerja di Kota Makassar SulawesiSelatan. Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Masyhuri. 2007. Analisis Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dan PertumbuhanEkonomi Kabupaten Merangin. Artikel Ilmiah Pasca Sarjana UiversitasAndalas : 17.

Muluk, M.R. Khairul. 2007. Desentralisasi Pemerintah dan Daerah. Malang :Bayumedia.

Munir, Dasril H. 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta : YPAPA.

Musgrave, Richard A dan Peggy B. Musgrave. 1993. Keuangan Negara dalamTeori dan Praktek. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nachrowi, D Nachrowi. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikauntuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Nanga, Munga. 1991. Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II (Studi Kasus diKabupaten Malang, Probolinggo, dan Trenggalek Provinsi Jawa Timur).Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.Jakarta: Grasindo

Page 152: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

138

Purnastuti, Losina dan Rr. Indah Mustikawati. 2007. Ekonomi untuk SMA/MAKelas X. Jakarta : Grasindo.

Putra, Boby Fandi, Dwi Atmanto dan Nila Firdaus Nuzula. 2014. AnalisisEfektifitas Penerimaan dan Kontribusi Retribusi Daerah terhadapPendapatan Asli Daerah (Studi Pada Dinas Pengelola Keuangan DaerahKota Blitar). Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.10, No. 1.

Putrawan, Anak Agung Gde dan I Wayan Sudirman. 2013. Potensi PenerimaanPajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Gianyar. Jurnal FakultasEkonomi Universitas Udayana Bali.

Radianto, Elia. 1997. Ekonomi Keuangan Daerah Tingkat II (Studi di Maluku).Prisma. No. 3: 39 - 50

Rahardja, Prathama. 2004. Teori Ekonomi Makro: Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.

Rinaldi, Udin. 2012. Kemandirian Keuangan Dalam Pelaksanaan OtonomiDaerah. Jurnal Eksos Vol. 8, No. 2.

Rosdini, Dini. 2008. Akuntansi Pendapatan dan Belanja Bagi PemerintahDaerah. Bandung: Universitas Padjajaran.

Safi. Mahmud. 2012. Analisis Kemandirian Keuangan Daerah terhadapPembangunan Daerah (Studi Kasus pada Pemerintah KabupatenKaimana). Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Saharuddin. 2001. Analisis Peningkatan Pendapatan Daerah MelaluiPemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pangkajene diKepulauan Makassar. Tesis. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Samudra, Azhari A. 1995. Perpajakan di Indonesia, Keuangan, Pajak danRetribusi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Saputra, Bambang. 2012. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Korupsi diIndonesia. Jurnal Borneo Administrator. Vol. 8, No. 3: 293 – 309.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerahdalam Otonomi Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sasana, Hadi. 2006. Analisis Kemandirian Fiskal Dilihat dari Sektor-sektorEkonomi Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Klaten). Jurnal Ekonomidan Bisnis. Vol. 1, No. 2: 112-125.

Setiawan, Sigit dan Rudi Handoko, 2005, Pertumbuhan Ekonomi 2006: SuatuEstimasi dan Arah Pencapaian Pertumbuhan Yang Merata danBerkualitas. Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 9, No. 4 : 1.

Page 153: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

139

Sidik, Machfud , 2002. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah SebagaiPelaksanaaan Desentralisasi Fiskal. Makalah Seminar SetahunImplementasi Kebijaksanaaan Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta,13 Maret 2002.

Sidik, Machfud , 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dalam Rangka MeningkatkanKemampuan Keuangan Daerah. Orasi Ilmiah. Bandung: STIA LAN.

Silaen, Kristina R, Eko Budi Widjayanto dan Sofyan Effendy. 2012. KemampuanKeuangan Daerah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2008-2010. NaskahPublikasi. Inderalaya : Universitas Sriwijaya.

Soemitro, Rachmat dan Dewi Kania Sagiharti. 2004. Asas dan DasarPerpajakan. Bandung: Rafika Aditama.

Sriyana, Jaka. 1999. Hubungan Keuangan Pusat-Daerah, Reformasi Perpajakandan Kemandirian Pembiayaan Pembangunan Daerah. Jurnal Ekonomidan Pembangunan. Vol. 4, No. 1.

Stocker, G. 1991. The Politics of Local Surie H. G.: Ilmu AdministrasiTerjemahan Samekto. Jakarta: Gramedia.

Suandy, Erly. 2002. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2012. Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Sukirno, Sudono. 2004. Makro Ekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Suparnyo. 2012. Hukum Pajak Suatu Sketsa Asas. Semarang. PustakaMagister.

Suprajitno. Pudji. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi KemandirianFiskal Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Banjarnegara). Tesis.Semarang : Universitas Diponegoro.

Supranto, J. 1992. Statistik Pasar Modal. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Jakarta:Salemba Empat.

Syarifuddin, Darwis Said, Ratna Ayu Damayanti, Idriyanti Sudirman, YohanisRura, Yansor Djaya, Grace T. Ponto, Sanusi Fattah dan NursalimNohong. 2013. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Makassar:Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: BumiAksara.

Todaro, Michael. P dan Stephen C. Smith. 2004. Pembangunan Ekonomi diDunia Ketiga, Alih Bahasa Aris Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Page 154: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

140

Triani dan Yeni Kuntari. 2010. Pengaruh Variabel Makro terhadap PenerimaanPendapatan Asli Daerah Kabupaten Karanganyar. ASET Jurnal IlmuEkonomi, Vol. 12 No. 1 : 94.

Widarjono, Agus. 2010. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta : UPPSTIM YKPN.

Widayat, Wahyu. 2000. Maksimisasi Pendapatan Asli Daerah sebagai KekuatanEkonomi Daerah. Jurnal Akuntansi dan Manajemen STIE YKPN.

Widiastuti, Ni Komang. 2013. Pengaruh Sektor Pariwisata terhadap KinerjaKeuangan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota diProvinsi Bali. Jurnal Ekonomi Universitas Udayana Bali.

Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia : dalam RangkaSosialisasi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Widodo, A.T.M. Widodo, dan Adrea Hendro Puspita. 2010. Pajak Bumi danBangunan untuk Para Praktisi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Wooldrige, Jeffrey M. 2006. Introductory Econometric: A Modern Approach.South Western: Thomson.

Yani, Ahmad. 2008. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerahdi Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Yuniarti, Ari. 2008. Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Perkapita, TingkatInvestasi dan Tingkat Industrialisasi terhadap Kemandirian Daerah StudiKasus Kabupaten dan Kota di Wilayah Soloraya. Tesis. Surakarta :Universitas Sebelas Maret.

Zaenuddin, Muhammad. 2012. Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah denganAlat Analisis Derajat Otonomi Fiskal Daerah Studi Kasus 5Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal : 9.

Page 155: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

141

LAMPIRAN

Page 156: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

142

LAMPIRAN 1

Data Derajat Kemandirian Fiskal

Kabupaten/KotaTahun

Anggaran

Derajat Kemandirian Fiskal Seluruh kabupaten danKota Provinsi Sulawesi Tenggara

Rata-rata

Pendapatan AsliDaerah

Total PendapatanDaerah

PAD/TPD

(Ribu Rupiah) (Ribu Rupiah) (%)

Buton

2008 11,844,043 458,036,510 2.59

2.90

2009 13,982,856 453,455,375 3.08

2010 17,631,380 518,945,426 3.40

2011 16,048,693 639,235,913 2.51

2012 20,533,412 701,632,886 2.93

Muna

2008 21,067,868 537,995,096 3.92

4.04

2009 26,104,816 610,015,397 4.28

2010 39,349,069 622,259,438 6.32

2011 22,162,667 691,128,088 3.21

2012 19,382,596 781,268,838 2.48

Konawe

2008 8,640,920 446,859,100 1.93

2.70

2009 12,774,849 517,519,734 2.47

2010 16,115,724 548,546,722 2.94

2011 22,125,721 667,968,284 3.31

2012 21,638,492 762,693,535 2.84

Kolaka

2008 24,698,876 556,733,887 4.44

5.26

2009 35,356,173 548,108,223 6.45

2010 32,529,382 604,270,191 5.38

2011 37,472,900 717,761,925 5.22

2012 39,840,226 831,739,414 4.79

Konawe Selatan

2008 9,102,593 434,784,477 2.09

2.14

2009 6,450,728 446,491,861 1.44

2010 11,441,751 494,199,990 2.32

2011 12,449,694 581,012,862 2.14

2012 18,035,018 665,029,243 2.71

Page 157: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

143

Bombana

2008 12,327,518 344,000,117 3.58

3.47

2009 6,686,231 312,098,355 2.14

2010 11,501,060 332,542,709 3.46

2011 14,713,439 426,363,116 3.45

2012 22,710,060 481,786,379 4.71

Wakatobi

2008 10,899,274 366,379,108 2.97

3.11

2009 8,508,883 343,615,019 2.48

2010 12,037,649 351,941,797 3.42

2011 9,985,161 407,740,345 2.45

2012 18,195,073 431,820,921 4.21

Kolaka Utara

2008 7,919,435 352,723,191 2.25

3.53

2009 8,185,001 348,765,791 2.35

2010 6,599,261 354,845,799 1.86

2011 32,050,000 420,916,084 7.61

2012 17,991,027 499,464,239 3.60

Buton Utara

2008 928,175 122,067,575 0.76

1.63

2009 3,920,062 268,379,213 1.46

2010 5,580,064 343,001,800 1.63

2011 5,539,521 352,965,622 1.57

2012 10,600,881 387,737,299 2.73

Konawe Utara

2008 24,254,841 202,381,220 11.98

4.78

2009 17,721,878 398,344,268 4.45

2010 14,697,650 434,133,094 3.39

2011 7,647,158 411,574,246 1.86

2012 11,391,163 510,572,392 2.23

Kendari

2008 32,116,294 458,766,081 7.00

8.11

2009 33,848,814 484,056,981 6.99

2010 46,736,680 583,316,167 8.01

2011 62,800,129 696,804,773 9.01

2012 70,857,916 745,296,446 9.51

2008 22,308,183 354,560,670 6.295.80

2009 24,938,679 369,447,171 6.75

Page 158: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

144

Baubau 2010 24,508,013 376,898,987 6.50

2011 22,025,272 488,779,833 4.51

2012 26,271,297 528,459,738 4.97

Kab. dan Kota

Provinsi

Sulawesi

Tenggara

2008 186,108,020 4,635,287,032 4.02

4.07

2009 198,478,970 5,100,297,388 3.89

2010 238,727,683 5,564,902,120 4.29

2011 265,020,355 6,502,251,091 4.08

2012 297,447,161 7,327,501,330 4.06

2008 20,243,578,574 279,106,690,138 7.25

8.12

Kab. dan Kota 2009 22,119,800,351 295,137,462,535 7.49

Indonesia 2010 24,555,374,138 331,832,650,112 7.40

2011 34,914,155,160 407,224,096,085 8.57

2012 45,540,971,484 460,949,544,814 9.88

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah tahun 2014)

Page 159: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

145

LAMPIRAN 2

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Tenggara Atas DasarHarga Konstan 2000 menurut Sektor Usaha

Tahun 2008 sampai dengan 2012(Juta Rupiah)

No LAPANGAN USAHA 2008 2009 2010 2011* 2012** Rata-rataKontribusi

(%)

1 Pertanian 3,469,894.91 3,564,767.39 3,610,532.84 3,702,808.97 3,853,952.03 3,640,391.23 30.77

2Pertambangan dan

Penggalian519,175.06 550,582.51 677,167.15 914,990.55 1,308,721.02 794,127.26 6.71

3 Industri Pengolahan 887,092.82 862,645.26 1,024,638.80 1,091,287.72 1,116,907.31 996,514.38 8.42

4Listrik, Gas dan Air

Bersih69,556.67 80,434.84 87,502.02 97,217.90 117,024.25 90,347.14 0.76

5 Konstruksi/Bangunan 815,608.87 919,170.64 1,060,548.57 1,195,882.84 1,346,974.13 1,067,637.01 9.02

6Perdagangan, Hotel

dan Restoran1,577,137.62 1,807,817.91 2,023,227.69 2,249,444.67 2,517,689.80 2,035,063.54 17.20

7Pengangkutan dan

Komunikasi789,659.51 944,051.20 1,029,413.72 1,128,516.51 1,239,432.50 1,026,214.69 8.67

8

Keuangan,

Persewaan dan Jasa

Perusahaan

576,339.93 618,325.07 700,137.69 825,544.69 916,165.15 727,302.51 6.15

9 Jasa-jasa 1,306,120.96 1,420,782.37 1,440,737.93 1,492,426.92 1,603,483.72 1,452,710.38 12.28

PDRB TANPA MIGAS 10,010,586.35 10,768,577.19 11,653,906.41 12,698,120.77 14,020,349.91 11,830,308.13 100.00

Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 160: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

146

LAMPIRAN 3

Hasil Transformasi Data Menjadi Logaritma Natural

ID Y X1 X2 X3 X4

_Bau2008 0.80 4.77 5.10 5.14 5.19

_Bau2009 0.83 4.80 5.15 5.20 5.22

_Bau2010 0.81 4.81 5.23 5.23 5.24

_Bau2011 0.65 4.82 5.28 5.28 5.26

_Bau2012 0.70 4.82 5.36 5.32 5.28

_Bmbn2008 0.55 5.28 4.56 4.58 4.71

_Bmbn2009 0.33 5.29 4.61 4.63 4.75

_Bmbn2010 0.54 5.31 4.70 4.68 4.75

_Bmbn2011 0.54 5.32 4.78 4.71 4.76

_Bmbn2012 0.67 5.34 4.83 4.75 4.79

_Btn2008 0.41 5.38 4.49 4.93 5.06

_Btn2009 0.49 5.42 4.52 4.98 5.09

_Btn2010 0.53 5.45 4.56 5.02 5.11

_Btn2011 0.40 5.47 4.59 5.10 5.13

_Btn2012 0.47 5.48 4.62 5.15 5.14

_BtnUtr2008 0.12 5.17 4.38 4.52 4.70

_BtnUtr2009 0.16 5.21 4.48 4.56 4.74

_BtnUtr2010 0.21 5.25 4.57 4.61 4.76

_BtnUtr2011 0.20 5.27 4.65 4.68 4.78

_BtnUtr2012 0.44 5.29 4.72 4.74 4.81

_Kdi2008 0.85 5.40 5.08 5.49 5.27

_Kdi2009 0.84 5.43 5.12 5.54 5.31

_Kdi2010 0.90 5.44 5.17 5.59 5.33

_Kdi2011 0.95 5.46 5.24 5.63 5.34

_Kdi2012 0.98 5.47 5.34 5.67 5.38

_Klk2008 0.65 5.89 5.02 5.60 5.28

_Klk2009 0.81 5.91 5.09 5.64 5.32

_Klk2010 0.73 5.91 5.15 5.70 5.33

_Klk2011 0.72 5.93 5.21 5.77 5.35

_Klk2012 0.68 5.95 5.28 5.84 5.37

Page 161: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

147

_KlkUtr2008 0.35 5.71 4.54 5.05 4.71

_KlkUtr2009 0.37 5.73 4.62 5.09 4.75

_KlkUtr2010 0.27 5.74 4.68 5.15 4.79

_KlkUtr2011 0.88 5.77 4.72 5.21 4.82

_KlkUtr2012 0.56 5.80 4.80 5.29 4.85

_Knw2008 0.29 5.48 5.08 4.99 5.13

_Knw2009 0.39 5.51 5.14 5.04 5.17

_Knw2010 0.47 5.53 5.16 5.09 5.19

_Knw2011 0.52 5.56 5.19 5.13 5.21

_Knw2012 0.45 5.58 5.25 5.17 5.23

_KnwSltn2008 0.32 5.56 4.91 4.94 5.06

_KnwSltn2009 0.16 5.58 4.94 4.99 5.10

_KnwSltn2010 0.36 5.59 5.01 5.04 5.12

_KnwSltn2011 0.33 5.60 5.06 5.09 5.14

_KnwSltn2012 0.43 5.62 5.09 5.13 5.16

_KnwUtr2008 1.08 5.31 4.65 4.24 4.28

_KnwUtr2009 0.65 5.35 4.74 4.30 4.32

_KnwUtr2010 0.53 5.37 4.78 4.37 4.35

_KnwUtr2011 0.27 5.40 4.86 4.45 4.37

_KnwUtr2012 0.35 5.40 4.93 4.53 4.40

_Mun2008 0.59 5.52 4.88 5.32 5.26

_Mun2009 0.63 5.54 4.92 5.35 5.30

_Mun2010 0.80 5.56 4.96 5.39 5.32

_Mun2011 0.51 5.58 4.99 5.44 5.34

_Mun2012 0.39 5.61 5.03 5.48 5.36

_Wktb2008 0.47 4.87 4.08 4.49 4.65

_Wktb2009 0.39 4.90 4.18 4.61 4.70

_Wktb2010 0.53 4.93 4.27 4.69 4.73

_Wktb2011 0.39 4.95 4.33 4.74 4.77

_Wktb2012 0.62 4.96 4.38 4.79 4.80

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah tahun 2014)

Page 162: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

148

LAMPIRAN 4

Hasil Pooled Least Square

Dependent Variable: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:46Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.075058 0.597071 1.800553 0.0773X1? -0.363673 0.091208 -3.987303 0.0002X2? 0.207883 0.098977 2.100313 0.0403X3? 0.752636 0.154200 4.880916 0.0000X4? -0.675796 0.182145 -3.710214 0.0005

R-squared 0.456664 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.417148 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.171508 Akaike info criterion -0.608722Sum squared resid 1.617819 Schwarz criterion -0.434193Log likelihood 23.26166 Hannan-Quinn criter. -0.540454F-statistic 11.55662 Durbin-Watson stat 1.074784Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 163: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

149

LAMPIRAN 5

Hasil Fixed Effect Model

Dependent Variable: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:47Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.338626 7.736593 -0.948560 0.3480X1? 0.720995 2.062569 0.349562 0.7283X2? 0.838972 0.782170 1.072621 0.2893X3? -2.100229 1.176409 -1.785288 0.0811X4? 2.102779 2.247610 0.935562 0.3546

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU--C 0.228420

_BOMBANA--C -0.086562_BUTON--C -0.105978_BUTUR--C -0.335420

_KENDARI--C 0.494428_KOLAKA--C 0.253569_KONAWE--C -0.785815_KONSEL--C -0.745136_KONUT--C 0.085746_MUNA—C -0.091029

_WAKATOBI--C 0.555261_KOLUT—C 0.532516

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.678041 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.568283 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.147606 Akaike info criterion -0.765361Sum squared resid 0.958653 Schwarz criterion -0.206869Log likelihood 38.96082 Hannan-Quinn criter. -0.546904F-statistic 6.177568 Durbin-Watson stat 1.774638Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 164: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

150

LAMPIRAN 6

Hasil Random Effect Model

Dependent Variable: Y?Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)Date: 01/08/15 Time: 01:48Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.995735 0.887305 1.122201 0.2667X1? -0.329594 0.135652 -2.429700 0.0184X2? 0.166348 0.140985 1.179895 0.2431X3? 0.633880 0.224421 2.824519 0.0066X4? -0.536555 0.263706 -2.034670 0.0467

Random Effects (Cross)_BAUBAU—C -0.020516

_BOMBANA—C 0.059015_BUTON—C 0.031365_BUTUR—C -0.119764

_KENDARI—C 0.104545_KOLAKA—C 0.037857_KONAWE—C -0.031836_KONSEL—C -0.076286_KONUT—C 0.071965_MUNA—C 0.019405

_WAKATOBI—C -0.012482_KOLUT—C -0.063268

Effects SpecificationS.D. Rho

Cross-section random 0.094076 0.2889Idiosyncratic random 0.147606 0.7111

Weighted Statistics

R-squared 0.231219 Mean dependent var 0.309307Adjusted R-squared 0.175308 S.D. dependent var 0.168544S.E. of regression 0.153059 Sum squared resid 1.288496F-statistic 4.135463 Durbin-Watson stat 1.334026Prob(F-statistic) 0.005325

Unweighted Statistics

R-squared 0.446624 Mean dependent var 0.538500Sum squared resid 1.647714 Durbin-Watson stat 1.043195

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 165: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

151

LAMPIRAN 7

Hasil Uji ChowRedundant Fixed Effects TestsPool: POOLTest cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 2.750385 (11,44) 0.0084Cross-section Chi-square 31.398307 11 0.0010

Cross-section fixed effects test equation:Dependent Variable: Y?Method: Panel Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:47Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.075058 0.597071 1.800553 0.0773X1? -0.363673 0.091208 -3.987303 0.0002X2? 0.207883 0.098977 2.100313 0.0403X3? 0.752636 0.154200 4.880916 0.0000X4? -0.675796 0.182145 -3.710214 0.0005

R-squared 0.456664 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.417148 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.171508 Akaike info criterion -0.608722Sum squared resid 1.617819 Schwarz criterion -0.434193Log likelihood 23.26166 Hannan-Quinn criter. -0.540454F-statistic 11.55662 Durbin-Watson stat 1.074784Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews,data diolah tahun

2014

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 166: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

152

LAMPIRAN 8

Hasil Uji HausmanCorrelated Random Effects - Hausman TestPool: POOLTest cross-section random effects

Test SummaryChi-Sq.Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.139052 4 0.0866

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

X1? 0.720995 -0.329594 4.235788 0.6097X2? 0.838972 0.166348 0.591912 0.3820X3? -2.100229 0.633880 1.333574 0.0179X4? 2.102779 -0.536555 4.982212 0.2370

Cross-section random effects test equation:Dependent Variable: Y?Method: Panel Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:48Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.338626 7.736593 -0.948560 0.3480X1? 0.720995 2.062569 0.349562 0.7283X2? 0.838972 0.782170 1.072621 0.2893X3? -2.100229 1.176409 -1.785288 0.0811X4? 2.102779 2.247610 0.935562 0.3546

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.678041 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.568283 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.147606 Akaike info criterion -0.765361Sum squared resid 0.958653 Schwarz criterion -0.206869Log likelihood 38.96082 Hannan-Quinn criter. -0.546904F-statistic 6.177568 Durbin-Watson stat 1.774638Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 167: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

153

LAMPIRAN 9

Hasil Regresi Metode Fixed Effect dengan White-Test

Dependent Variable: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:49Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.338626 2.348544 -3.124756 0.0031X1? 0.720995 1.223481 0.589298 0.5587X2? 0.838972 0.455594 1.841490 0.0723X3? -2.100229 0.476079 -4.411517 0.0001X4? 2.102779 2.385500 0.881483 0.3828

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C 0.228420

_BOMBANA—C -0.086562_BUTON—C -0.105978_BUTUR—C -0.335420

_KENDARI—C 0.494428_KOLAKA—C 0.253569_KONAWE—C -0.785815_KONSEL—C -0.745136_KONUT—C 0.085746_MUNA—C -0.091029

_WAKATOBI—C 0.555261_KOLUT—C 0.532516

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.678041 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.568283 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.147606 Akaike info criterion -0.765361Sum squared resid 0.958653 Schwarz criterion -0.206869Log likelihood 38.96082 Hannan-Quinn criter. -0.546904F-statistic 6.177568 Durbin-Watson stat 1.774638Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 168: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

154

LAMPIRAN 10

Statistik Deskriptif

Y? X1? X2? X3? X4?

Mean 0.538500 5.405833 4.850833 5.047833 4.998833

Median 0.525000 5.445000 4.895000 5.090000 5.115000

Maximum 1.080000 5.950000 5.360000 5.840000 5.380000

Minimum 0.120000 4.770000 4.080000 4.240000 4.280000

Std. Dev. 0.224649 0.305849 0.313722 0.400051 0.307731

Skewness 0.306542 -0.448660 -0.389597 -0.014068 -0.634204

Kurtosis 2.415338 2.720188 2.309615 2.180681 2.370739

Jarque-Bera 1.794255 2.208693 2.709436 1.680186 5.012072

Probability 0.407739 0.331427 0.258020 0.431670 0.081591

Sum 32.31000 324.3500 291.0500 302.8700 299.9300

Sum Sq. Dev. 2.977565 5.519058 5.806858 9.442418 5.587218

Observations 60 60 60 60 60

Cross

sections 12 12 12 12 12

Sumber: Hasil Output Eviews, data diolah tahun 2014

Page 169: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

155

LAMPIRAN 11

Uji Multikolinearitas

1. Regresi 1 (R1)

Dependent Variable: Y?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 01:49Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -7.338626 2.348544 -3.124756 0.0031X1? 0.720995 1.223481 0.589298 0.5587X2? 0.838972 0.455594 1.841490 0.0723X3? -2.100229 0.476079 -4.411517 0.0001X4? 2.102779 2.385500 0.881483 0.3828

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C 0.228420

_BOMBANA—C -0.086562_BUTON—C -0.105978_BUTUR—C -0.335420

_KENDARI—C 0.494428_KOLAKA—C 0.253569_KONAWE—C -0.785815_KONSEL—C -0.745136_KONUT—C 0.085746_MUNA—C -0.091029

_WAKATOBI—C 0.555261_KOLUT—C 0.532516

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.678041 Mean dependent var 0.538500Adjusted R-squared 0.568283 S.D. dependent var 0.224649S.E. of regression 0.147606 Akaike info criterion -0.765361Sum squared resid 0.958653 Schwarz criterion -0.206869Log likelihood 38.96082 Hannan-Quinn criter. -0.546904F-statistic 6.177568 Durbin-Watson stat 1.774638Prob(F-statistic) 0.000001

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 170: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

156

2. Regresi 2 (R2)

Dependent Variable: X1?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 02:16Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.465782 0.183063 13.46959 0.0000X2? -0.003019 0.031981 -0.094410 0.9252

X3G? 0.177725 0.036561 4.861079 0.0000X4? 0.411610 0.073015 5.637340 0.0000

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C -0.732237

_BOMBANA—C 0.070449_BUTON—C -0.008731_BUTUR—C 0.006099

_KENDARI—C -0.194765_KOLAKA—C 0.259075_KONAWE—C 0.043645_KONSEL—C 0.138144_KONUT—C 0.348571_MUNA—C -0.035943

_WAKATOBI—C -0.306782_KOLUT—C 0.412475

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.999072 Mean dependent var 5.405833Adjusted R-squared 0.998783 S.D. dependent var 0.305849S.E. of regression 0.010668 Akaike info criterion -6.030788Sum squared resid 0.005121 Schwarz criterion -5.507202Log likelihood 195.9236 Hannan-Quinn criter. -5.825984F-statistic 3460.624 Durbin-Watson stat 1.182995Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 171: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

157

3. Regresi 3 (R3)

Dependent Variable: X2?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 02:20Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -2.409200 0.733256 -3.285618 0.0020X1? -0.020995 0.223528 -0.093928 0.9256X3? 0.746438 0.145365 5.134937 0.0000X4? 0.721296 0.440461 1.637591 0.1085

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C 0.049059

_BOMBANA—C 0.303182_BUTON—C -0.362582_BUTUR—C 0.197213

_KENDARI—C -0.296315_KOLAKA—C -0.423216_KONAWE—C 0.153817_KONSEL—C 0.077862_KONUT—C 0.912648_MUNA—C -0.380210

_WAKATOBI—C -0.132576_KOLUT—C -0.098882

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.993867 Mean dependent var 4.850833Adjusted R-squared 0.991959 S.D. dependent var 0.313722S.E. of regression 0.028132 Akaike info criterion -4.091516Sum squared resid 0.035613 Schwarz criterion -3.567930Log likelihood 137.7455 Hannan-Quinn criter. -3.886713F-statistic 520.8915 Durbin-Watson stat 0.922088Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 172: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

158

4. Regresi 4 (R4)

Dependent Variable: X3?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 02:21Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -3.898433 0.631087 -6.177334 0.0000X1? 0.546323 0.161607 3.380558 0.0015X2? 0.329973 0.036128 9.133497 0.0000X4? 0.878663 0.095554 9.195435 0.0000

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C 0.181680

_BOMBANA—C -0.056411_BUTON—C -0.027376_BUTUR—C -0.026564

_KENDARI—C 0.118115_KOLAKA—C -0.007343_KONAWE—C -0.300554_KONSEL—C -0.263279_KONUT—C -0.053280_MUNA—C -0.050536

_WAKATOBI—C 0.315629_KOLUT—C 0.169917

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.998333 Mean dependent var 5.047833Adjusted R-squared 0.997814 S.D. dependent var 0.400051S.E. of regression 0.018704 Akaike info criterion -4.907817Sum squared resid 0.015743 Schwarz criterion -4.384231Log likelihood 162.2345 Hannan-Quinn criter. -4.703013F-statistic 1924.647 Durbin-Watson stat 1.342475Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Eviews,data diolah tahun

2014

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 173: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

159

5. Regresi 5 (R5)

Dependent Variable: X4?Method: Pooled Least SquaresDate: 01/08/15 Time: 02:22Sample: 2008 2012Included observations: 5Cross-sections included: 12Total pool (balanced) observations: 60White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1.486232 0.157547 9.433600 0.0000X1? 0.346626 0.041596 8.333159 0.0000X2? 0.087352 0.043741 1.997025 0.0519X3? 0.240711 0.056339 4.272520 0.0001

Fixed Effects (Cross)_BAUBAU—C 0.370368

_BOMBANA—C -0.108448_BUTON—C 0.123926_BUTUR—C -0.054750

_KENDARI—C 0.156635_KOLAKA—C -0.031887_KONAWE—C 0.107373_KONSEL—C 0.042492_KONUT—C -0.474650_MUNA—C 0.170041

_WAKATOBI—C 0.043927_KOLUT—C -0.345027

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.999228 Mean dependent var 4.998833Adjusted R-squared 0.998988 S.D. dependent var 0.307731S.E. of regression 0.009790 Akaike info criterion -6.202619Sum squared resid 0.004313 Schwarz criterion -5.679033Log likelihood 201.0786 Hannan-Quinn criter. -5.997815F-statistic 4160.813 Durbin-Watson stat 1.541679Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Eviews, data diolah tahun 2014

Page 174: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

160

LAMPIRAN 12

Estimasi Model Fixed Effect Setelah White Test

Estimation Command:=====================LS(CX=F,COV=CXWHITE) Y? C X1? X2? X3? X4?

Estimation Equations:=====================Y_BAUBAU = C(6) + C(1) + C(2)*X1_BAUBAU + C(3)*X2_BAUBAU + C(4)*X3_BAUBAU +C(5)*X4_BAUBAU

Y_BOMBANA = C(7) + C(1) + C(2)*X1_BOMBANA + C(3)*X2_BOMBANA + C(4)*X3_BOMBANA+ C(5)*X4_BOMBANA

Y_BUTON = C(8) + C(1) + C(2)*X1_BUTON + C(3)*X2_BUTON + C(4)*X3_BUTON +C(5)*X4_BUTON

Y_BUTUR = C(9) + C(1) + C(2)*X1_BUTUR + C(3)*X2_BUTUR + C(4)*X3_BUTUR +C(5)*X4_BUTUR

Y_KENDARI = C(10) + C(1) + C(2)*X1_KENDARI + C(3)*X2_KENDARI + C(4)*X3_KENDARI +C(5)*X4_KENDARI

Y_KOLAKA = C(11) + C(1) + C(2)*X1_KOLAKA + C(3)*X2_KOLAKA + C(4)*X3_KOLAKA +C(5)*X4_KOLAKA

Y_KONAWE = C(12) + C(1) + C(2)*X1_KONAWE + C(3)*X2_KONAWE + C(4)*X3_KONAWE +C(5)*X4_KONAWE

Y_KONSEL = C(13) + C(1) + C(2)*X1_KONSEL + C(3)*X2_KONSEL + C(4)*X3_KONSEL +C(5)*X4_KONSEL

Y_KONUT = C(14) + C(1) + C(2)*X1_KONUT + C(3)*X2_KONUT + C(4)*X3_KONUT +C(5)*X4_KONUT

Y_MUNA = C(15) + C(1) + C(2)*X1_MUNA + C(3)*X2_MUNA + C(4)*X3_MUNA + C(5)*X4_MUNA

Y_WAKATOBI = C(16) + C(1) + C(2)*X1_WAKATOBI + C(3)*X2_WAKATOBI +C(4)*X3_WAKATOBI + C(5)*X4_WAKATOBI

Y_KOLUT = C(17) + C(1) + C(2)*X1_KOLUT + C(3)*X2_KOLUT + C(4)*X3_KOLUT +C(5)*X4_KOLUT

Substituted Coefficients:=====================Y_BAUBAU = 0.228420270036 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_BAUBAU +0.838971703283*X2_BAUBAU - 2.10022857934*X3_BAUBAU + 2.1027788007*X4_BAUBAU

Y_BOMBANA = -0.0865623733109 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_BOMBANA +0.838971703283*X2_BOMBANA - 2.10022857934*X3_BOMBANA +2.1027788007*X4_BOMBANA

Y_BUTON = -0.105977658161 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_BUTON +0.838971703283*X2_BUTON - 2.10022857934*X3_BUTON + 2.1027788007*X4_BUTON

Y_BUTUR = -0.335420243906 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_BUTUR +0.838971703283*X2_BUTUR - 2.10022857934*X3_BUTUR + 2.1027788007*X4_BUTUR

Page 175: PENGARUH SEKTOR EKONOMI DOMINAN TERHADAP KEMANDIRIAN

161

Y_KENDARI = 0.494428207283 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KENDARI +0.838971703283*X2_KENDARI - 2.10022857934*X3_KENDARI + 2.1027788007*X4_KENDARI

Y_KOLAKA = 0.253569339874 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KOLAKA +0.838971703283*X2_KOLAKA - 2.10022857934*X3_KOLAKA + 2.1027788007*X4_KOLAKA

Y_KONAWE = -0.785815289692 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KONAWE +0.838971703283*X2_KONAWE - 2.10022857934*X3_KONAWE + 2.1027788007*X4_KONAWE

Y_KONSEL = -0.745135559469 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KONSEL +0.838971703283*X2_KONSEL - 2.10022857934*X3_KONSEL + 2.1027788007*X4_KONSEL

Y_KONUT = 0.0857456615849 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KONUT +0.838971703283*X2_KONUT - 2.10022857934*X3_KONUT + 2.1027788007*X4_KONUT

Y_MUNA = -0.0910289409052 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_MUNA +0.838971703283*X2_MUNA - 2.10022857934*X3_MUNA + 2.1027788007*X4_MUNA

Y_WAKATOBI = 0.555260629546 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_WAKATOBI +0.838971703283*X2_WAKATOBI - 2.10022857934*X3_WAKATOBI +2.1027788007*X4_WAKATOBI

Y_KOLUT = 0.53251595712 - 7.33862550566 + 0.720994605303*X1_KOLUT +0.838971703283*X2_KOLUT - 2.10022857934*X3_KOLUT + 2.1027788007*X4_KOLUT