pengaruh penggunaan ekstrak daun salam, daun …digilib.unila.ac.id/54396/3/skripsi tanpa bab...

64
PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN SALAM, DAUN SIRIH, DAN SERAI SEBAGAI PENGAWET ALAMI TAHU TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK (Skripsi) Oleh WINDA SEPTIANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: leque

Post on 26-Jun-2019

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN SALAM, DAUN SIRIH,

DAN SERAI SEBAGAI PENGAWET ALAMI TAHU TERHADAP SIFAT

ORGANOLEPTIK

(Skripsi)

Oleh

WINDA SEPTIANA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

EFFECT OF THE USE OF BAY LEAF, BETEL LEAF, AND LEMONGRASS

EXTRACT AS NATURAL PRESERVATIVE ON THE ORGANOLEPTIC

PROPERTIES OF TOFU

By

WINDA SEPTIANA

This study aimed to determine (1) an interaction between natural preservative with

storage duration for organoleptic properties of tofu, (2) an effect of the use of bay

leaf, betel leaf, and lemongrass extracts as natural preservative on organoleptic

properties of tofu, and (3) an effect of storage duration to organoleptic properties of

tofu. The hypothesed proposed were (1) an interaction between natural preservative

with storage duration for organoleptic properties of tofu, (2) an effect of the use of

bay leaf, betel leaf, and lemongrass extract on organoleptic properties of tofu, and

(3) an effect of storage duration to organoleptic properties of tofu. This research

was conducted in two phase, preliminary and main research. Preliminary research

was carried out to determine the right concentration through the extraction process

of each natural preservative as much as 50g/l, 100g/l, 150g/l, 200g/l, and 250g/l

water. Main research used factorial design in Completely Group Randomized

Design, with two factors and three replications. The first factor was types of natural

iii

preservative of liquid extraction by B1 (bay leaf), B2 (betel leaf), and B3

(lemongrass). The second factor was the length of storage by L0 (day 0), L1 (day

1), L2 (day 2), and L3 (day 3). Observations were carried out by organoleptic test in

the form of scoring test of flavor, color, and appearance with hedonic tests of flavor,

color, appearance, and overall acceptance for 25 semi-trained panelists which

continued on proximate and microbiological analysis of the best treatment. Data

were analyzed in variance similiarity, analyisis of variance, and Duncan multiple

range at the level of 5%.

The results of preliminary research found that tofu with soaked of liquid extract

from each ingredients of 150g/l water showed conformity to the quality of tofu until

3rd

day. The main research showed that the storage time with natural preservatives

had a very significant effect on organoleptic properties of tofu based on scoring and

hedonic tests, but there was no interaction between storage time with natural

preservatives on organoleptic properties of tofu by flavor, color, and appearance

(scoring test); color, appearance, and overall acceptance (hedonic test). However,

there was an interaction on flavor of tofu in hedonic test. Duncan multiple range

test showed that the application of betel leaf liquid extract had significantly different

from bay leaf and lemongrass liquid extract with the highest value on organoleptic

score in scoring and hedonic test. Therefore, the best treatment was the application

of betel leaf liquid extract.

Keywords : bay leaf, betel leaf, lemongrass, natural preservative, dan tofu.

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN SALAM, DAUN SIRIH,

DAN SERAI SEBAGAI PENGAWET ALAMI TAHU TERHADAP SIFAT

ORGANOLEPTIK

Oleh

WINDA SEPTIANA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) interaksi antara jenis bahan pengawet

alami dengan lama penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu, (2) pengaruh

penggunaan ekstrak daun salam, daun sirih dan serai sebagai bahan pengawet alami

terhadap sifat organoleptik tahu, dan (3) pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat

organoleptik tahu. Hipotesis yang diajukan ialah adanya (1) interaksi antara jenis

bahan pangawet alami dengan lama penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu,

(2) pengaruh penggunaan daun salam, daun sirih dan serai sebagai bahan pengawet

alami terhadap sifat organoleptik tahu, dan (3) pengaruh lama penyimpanan

terhadap sifat organoleptik tahu. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap

penelitian yakni penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian

pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi yang tepat melalui proses

ekstraksi bahan dengan perlakuan yakni 50g/l, 100g/l, 150g/l. 200g/l, dan 250g/l air.

v

Penelitian utama menggunakan perlakuan faktorial dalam Rancangan Acak

Kelompok Lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah

jenis bahan pengawet alami hasil ekstraksi cair dari (B1) daun salam (Syzygium

polyanthum), (B2) daun sirih (Piper betle L.), (B3) serai (Cymbopogon citratus).

Faktor kedua ialah lama penyimpanan yang terdiri dari hari ke-0 (L0), hari ke-1

(L1), hari ke-2 (L2), dan hari ke-3 (L3). Pengamatan dilakukan secara pengujian

organoleptik berupa uji skoring meliputi aroma, warna dan penampakan serta uji

hedonik terdiri atas aroma, warna, penampakan dan penerimaan keseluruhan pada

25 panelis semi terlatih yang dilanjutkan analisis proksimat dan analisis

mikrobiologi dari hasil perlakuan terbaik. Data dianalisis dengan menggunakaan uji

kesamaan ragam, analisis ragam dan uji lanjut Duncan multiple range pada taraf 5%

Hasil penelitian pendahuluan diperoleh tahu dengan perendaman ekstrak cair

masing-masing bahan sebesar 150g/l air menunjukkan kesesuaian terhadap mutu

tahu hingga hari ke-3. Hasil penelitian utama menunjukkan bahwa penggunaan

jenis bahan pengawet alami dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata

terhadap sifat organoleptik tahu dan tidak adanya interaksi antara jenis bahan

pengawet alami dengan lama penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu meliputi

aroma, warna dan penampaan (uji skoring) serta warna, penampakan dan

penerimaan keseluruhan (uji hedonik). Namun, adanya interaksi terhadap aroma

tahu pada uji hedonik. Hasil uji lanjut Duncan multiple range bahwa penggunaan

ekstrak daun sirih berbeda nyata dengan penggunaan ekstrak daun salam dan serai

dengan nilai tertinggi pada uji skoring dan hedonik. Dengan demikian, perlakuan

terbaik pada penelitian ini ialah penggunaan ekstrak cair daun sirih.

Kata kunci: daun salam, daun sirih, serai, pengawet alami, tahu.

PENGARUH PENGGUNAAN EKSTRAK DAUN SALAM, DAUN SIRIH,

DAN SERAI SEBAGAI PENGAWET ALAMI TAHU TERHADAP SIFAT

ORGANOLEPTIK

Oleh

WINDA SEPTIANA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung Selatan pada tanggal 27 September 1996, sebagai

anak kedua. Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-

kanak di TK Ibu Pertiwi, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 2

Sukarame dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan

pendidikan menengah di MTSN 2 Tanjung Karang, kemudian pada tahun 2011

penulis melanjutkan pendidikannya ke MAN 1 Bandar Lampung dan lulus tahun

2014. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur tes tertulis

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Pada bulan Januari-Februari 2017, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

di Desa Terbanggi Agung, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.

Pada bulan Juli- Agustus 2017, penulis melaksanakan melaksanakan Praktik Umum

(PU) di Kusuma Agrowisata Batu Jawa Timur, khususnya di Divisi Budidaya

Tanaman Semusim dan menyelesaikan laporan PU yang berjudul “Mempelajari

Pengemasan, Pengawasan Mutu Dan Pemasaran Komoditi Sayuran Hidroponik Di

PT. Kusuma Satria Agrobio Tani Perkasa Batu Jawa Timur”.

Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam kru magang UKPM (Unit

Kegatan Pers Mahasiswa) Teknokra Universitas Lampung selama satu tahun dari

2014 hingga 2015 kemudian menjadi bagian dari kepengurusan bidang Pendidikan

xi

dan Penalaran HMJ THP FP UNILA periode 2015/2016, pada tahun 2016/2017

penulis menjadi bagian dari kabinet Bersatu untuk Satu sebagai staf dalam

departemen Kepemudaan juga menjadi bagian dari kepengurusan IMTPI (Ikatan

Mahasiswa Teknologi Pertanian Indonesia) sebagai anggota kementrian bidang

Keorganisasian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2016/2018,

selain aktif di dunia kampus penulis memulai langkah awalnya di luar kampus

dengan lulus Basic Training atau Latihan Kader 1 yg diselenggarakan oleh HMI

(Himpunan Mahasiswa Islam) Cabang Bandar Lampung Komisariat Pertanian Unila

pada tahun 2015 kemudian pada periode 2016/2017 penulis menjadi bagian dari

kepengurusan HMI Cabang Bandar Lampung Komisariat Pertanian Unila sebagai

Wakil Bendahara Umum juga menjadi Wakil Direktur Penerbitan dan Penyiaran di

LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam) HMI Cabang Bandar Lampung periode

2017/2018, penulis kembali melanjutkan jenjang pengkaderan dengan mengikuti

Intermediete Training atau Latihan Kader II di Banda Aceh pada tahun 2017 juga

Latihan Khusus Kohati disingkat LKK pada tahun 2018 juga mengikuti Pelatihan

Senior Course (Training of Trainer) pada tahun 2018, pada akhirnya di penghujung

usia mahasiswa penulis kembali tergabung dalam kepengurusan HMI Cabang

Bandar Lampung dalam Bidang Pembinaan Anggota sebagai Departemen Promosi

Kader periode 2018/2019 juga sebagai Wakil Sekretaris Bidang Pendidikan dan

Pelatihan Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pers Mahasiswa Islam

(BAKORNAS LAPMI) PB HMI periode 2018/2020..

Penulis pernah menjadi Asisten Dosen mata kuliah Pengolahan Hasil Perkebunan

tahun ajaran 2016/2017 dan mata kuliah Teknologi Komponen Bioaktif tahun ajaran

2017/2018.

SANWACANA

Bismillaahhirrahmaanirrahiim. Dengan niat tulus ikhlas mengharapkan ridho Allah

SWT, penulis panjatkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dorongan baik langsung

maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang tidak luput dari campur tangan

sanga Ilahi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Drs. Azhari Rangga, M.App., Sc., selaku pembimbing pertama skripsi sekaligus

sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan

bimbingan selama 4 tahun penulis bercengkrama dengan kampus tercinta.

4. Dr. Maria Erna Kustyawati, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah

banyak memberikan bimbingan, motivasi, pengarahan, saran, nasihat dan

kritikan dalam penyusunan skripsi.

xiii

5. Dr. Ir. Dewi Sartika, M.Si., selaku penguji yang telah memberikan saran dan

kritik upaya memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada penulis

selama masa kuliah.

7. Keluargaku tercinta (Abah, Umi, Ibu, Abang dan Adik) yang telah memberikan

dukungan, motivasi, dan selalu menyertai penulis dalam doanya untuk segera

menyelesaikan skripsi.

8. Kanda, Yunda dan Temandaku tersayang keluarga besar HMI Cabang Bandar

Lampung Komisariat Pertanian Unila beserta seluruh Alumni dan Senior yang

tergabung dalam Genus Komperta juga Sahabat-sahabatku tercinta (Sylvia,

Redyan, Naili, Fonny, Wulan, Dinda, Dina, Desi, Eka, Ayu, Dora, Tari dan

Nadya) serta angkatan 2014 di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan teman

KKN (Rico, kak Tulus, Risti dan Indra) serta HMI Cabang Bandar Lampung

atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.

9. Panelis semi terlatihku selama tiga minggu berturut-turut atas bantuan,

kesanggupan dan kesediaannya dalam proses pengujian organoleptik untuk

memperoleh data skripsi.

Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat memberikan

manfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca.

Bandar Lampung, 02 Oktober 2018

Winda Septiana

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR ......................................... ........................................ xviii

I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah .......................................................... 1

1.2. Tujuan ............................................................................................ 5

1.3. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 5

1.4. Hipotesis………………………………………………………….. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 10

2.1. Tahu ................................................................................................ 10

2.2. Proses Pembuatan Tahu .................................................................. 12

2.3. Kerusakan Tahu .............................................................................. 14

2.4. Bahan Pengawet Alami ................................................................... 15

2.5. Daun Salam ..................................................................................... 17

2.6. Daun Sirih ....................................................................................... 18

2.7. Serai……………………………………………………………...... 19

2.8. Metode Ekstraksi……………………………………………….... 20

III. BAHAN DAN METODE … .............................................. ……….. 22

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 22

3.2. Bahan dan Alat ................................................................................ 22

3.3. Metode Penelitian ........................................................................... 23

xv

3.4. Pelaksanaan Penelitian……………………………….……...…... 24

3.4.1.Penelitian Pendahuluan………………………..………....... 24

3.4.3 Penelitian Utama……………………………………….….. 25

A. Pembuatan Pengawet Alami Tahu ……………………... 25

B. Proses Perendaman Tahu …………………………....….. 26

C. Pengamatan …………………………………….……...... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 37

4.1.Penelitian Pendahuluan ................................................... …………. 37

4.2.Penelitian Utama .............................................................................. 44

4.2.1. Pengujian Organoleptik ......................................................... 45

4.2.2. Analisis Proksimat ................................................................ 71

4.2.3. Analisis Mikrobiologi ........................................................... 73

V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. . 77

LAMPIRAN................................................................................................ 83

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Daftar analisa bahan nabati dalam 100g tahu .................................... 11

2. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1998 ............................. 12

3. Konversi kadar N menjadi Protein..................................................... 32

4. Hasil penelitian pendahuluan hari ke-0 ................................................. 37

5. Hasil penelitian pendahuluan hari ke-1 ................................................. 39

6. Hasil penelitian pendahuluan hari ke-2 ................................................. 40

7. Hasil penelitian pendahuluan hari ke-3 ................................................. 42

8. Hasil analisis proksimat pada tahu ....................................................... 71

9. Hasil pengujian dalam media Lactose Broth …….……….………... 73

10. Data rata-rata aroma pada uji skoring ................................................... 86

11. Hasil uji kesamaan ragam uji skoring terhadap aroma ……………... 86

12. Hasil analisis ragam uji skoring terhadap aroma .................................. 87

13. Hasil uji lanjut Duncan pada skoring terhadap aroma..…………..... 87

14. Data rata-rata warna pada uji skoring ................................................... 89

15. Hasil uji kesamaan ragam uji skoring terhadap warna …………….. 89

16. Hasil analisis ragam uji skoring terhadap warna …………………….. 90

17. Hasil uji lanjut Duncan pada skoring terhadap warna.……………... 90

18. Data rata-rata penampakan pada uji skoring ......................................... 92

19. Hasil uji kesamaan ragam uji skoring terhadap penampakan……… 92

xvii

20. Hasil analisis ragam uji skoring terhadap penampakan ........................ 93

21. Hasil uji lanjut Duncan pada skoring terhadap penampakan .……... 93

22. Data rata-rata aroma pada uji hedonik .................................................. 95

23. Hasil uji kesamaan ragam uji hedonik terhadap aroma ..................... 95

24. Hasil analisis ragam uji hedonik terhadap aroma .................................. 96

25. Hasil uji lanjut Duncan pada hedonik terhadap aroma ...................... 96

26. Data rata-rata warna pada uji hedonik .................................................. 98

27. Hasil uji kesamaan ragam uji hedonik terhadap warna .................... 98

28. Hasil analisis ragam uji hedonik terhadap warna .................................. 99

29. Hasil uji lanjut Duncan pada hedonik terhadap warna ...................... 99

30. Data rata-rata penampakan pada uji hedonik ........................................ 101

31. Hasil uji kesamaan ragam uji hedonik terhadap penampakan ........... 101

32. Hasil analisis ragam uji hedonik terhadap penampakan ........................ 102

33. Hasil uji lanjut Duncan pada hedonik terhadap penampakan ............ 102

34. Data rata-rata penerimaan keseuluruhan pada uji hedonik .................... 104

35. Hasil uji kesamaan ragam uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan 104

36. Hasil analisis ragam uji hedonik terhadap penerimaan keseluruhan ...... 105

37. Hasil uji lanjut Duncan pada hedonik terhadap penerimaan keseluruhan 105

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Proses pembuatan pengawet alami tahu .................................................... 26

2. Proses perendaman tahu menggunakan pengawet alami ................... …... 27

3. Tahu hasil perendaman ekstrak cair daun sirih pada hari ke-0……..…... 38

4. Tahu hasil perendaman ekstrak cair daun salam pada hari ke-0..….…... 38

5. Tahu hasil perendaman ekstrak cair serai pada hari ke-0…………….... 39

6. Tahu hasil perendaman tanpa penambahan ekstrak cair (kontrol) …...... 40

7. Tahu pada hari ke-2………………..…………………………….......... 41

8. Tahu pada hari ke-3…………..………………………………….......... 43

9. Hasil ekstraksi cair………….………………………………..……...... 44

10. Proses perendaman tahu………………………….……..……….......... 44

11. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap aroma tahu

pada uji skoring ……………………………………………………….. 46

12. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap aroma tahu

pada uji skoring ……………………………………………………….. 47

13. Nilai rata-rata skoring terhadap aroma tahu ...................................... … 48

14. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap warma tahu

pada uji skoring ……………………………………………………….. 49

15. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap warna tahu

pada uji skoring .................................................................................. … 50

16. Nilai rata-rata skoring terhadap warna tahu ....................................... … 51

17. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan tahu

pada uji skoring .................................................................................. … 53

xix

18. Nilai rata-rata skoring terhadap penampakan tahu ............................ … 54

19. Histogram interaksi jenis bahan pengawet alami dengan lama

penyimpanan terhadap aroma tahu pada uji hedonik......................... … 56

20. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap aroma tahu

pada uji hedonik ................................................................................. …. 57

21. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap aroma tahu pada uji

hedonik............................................................................................... …. 58

22. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma tahu ....................... … . 59

23. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap warna tahu

pada uji hedonik ................................................................................. …. 61

24. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap warma tahu pada uji

hedonik ……………………......………………………………………… 62

25. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna tahu ….……….……… 63

26. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap penampakan

tahu pada uji hedonik ….…...……………………………….…………… 65

27. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap penampakan tahu

pada uji hedonik ……….………………………………………...……… 66

28. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan tahu ………....… 67

29. Histogram pengaruh jenis bahan pengawet alami terhadap penerimaan

keseluruhan tahu pada uji hedonik...……………………………..……… 68

30. Histogram pengaruh lama penyimpanan terhadap penerimaan

keseluruhan tahu pada uji hedonik ……………………………....……... 69

31. Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan tahu ..….……... 70

32. Lembar kuisioner uji hedonik ……………….....……………….…….. 84

33. Lembar kuisioner uji skoring ……………..…………………….…….. 85

34. Proses pengujian hedonik ….…………………………………….……. 107

35. Proses pengujian skoring ………………………...……………….….... 107

36. Proses pemberian sampel uji …………………….………...………….. 107

37. Perendaman tahu dalam ekstrak cair daun sirih …………...….……… 108

xx

38. Perendaman tahu dalam ekstrak cair daun salam ……….….……….. 109

39. Perendaman tahu dalam ekstrak cair serai …...…….…….…………. 110

40. Perendaman dalam air …………………..……………….…..……........ 111

41. Perendaman dalam asam benzoate ……..………………..….…………. 111

42. Serai ……………...…………………………………….….…………….. 112

43. Daun salam ….…...…………………………………….….…………….. 112

44. Daun sirih …………….......…………………………….….…………….. 113

45. Analisis mikrobiologi tahu hasil perendaman ekstrak cair daun sirih…….. 114

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tahu merupakan salah satu pangan olahan berasal dari bahan kacang-kacangan yang

diolah melalui proses penggumpalan protein menjadi bentuk yang kompak (Hamid,

2012). Tahu termasuk ke dalam golongan high perishable food sebab mengandung

protein dan air yang tinggi. Tahu mengandung protein antara 6-9% dengan kadar air

berkisar pada 84-88% (Adiwarsanto, 2005), Protein dan air merupakan salah satu

media yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga bahan akan cepat

mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut akan mempengaruhi masa simpan tahu

sehingga hanya tahan dalam kurun waktu satu hari jika tidak ada penambahan bahan

pengawet dan tanpa penyimpanan suhu dingin. Selain itu, kerusakan oleh

mikroorganisme pada tahu akan mempengaruhi sifat organoleptik tahu yang

menyebabkan penurunan kualitas (Celiktas dkk, 2007).

Mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan pada bahan pangan dengan kadar air

tinggi seperti tahu adalah golongan bakteri (Mariana, 2010). Kerusakan tahu

disebabkan oleh adanya bakteri Eschericia Coli dan Salmonella yang dapat

menimbulkan bau busuk, rasa asam, dan permukaan yang berlendir (Wahyundari,

2000).

2

Air pada produk tahu digunakan sebagai air rendaman yang dapat menjaga

kesegaran namun justru mempengaruhi masa simpan. Proses perendaman air

dilakukan agar mencegah proses mengecilnya ukuran tahu sehingga tahu akan tetap

terlihat segar (Suprapti, 2005). Tahu sebagai bahan pangan yang cukup digemari

oleh masyarakat Indonesia memiliki masa simpan yang relatif pendek sehingga

perlu adanya proses pengawetan. Tahu digemari oleh masyarakat karena selain

sebagai sumber protein juga dikarenakan harganya yang relatif murah (Pakpahan

dkk, 2015). Proses pengawetan tahu biasanya dilakukan dengan penambahan zat

formalin untuk memperpanjang umur simpan. Zat formalin adalah suatu senyawa

yang penggunaannya dilarang untuk bahan makanan. Larangan tersebut

dikarenakan efek yang dapat timbul berupa kerusakan kronis pada paru-paru dan

dapat menyebabkan kematian (Koswara, 2011). Formalin merupakan bahan kimia

yang bersifat karsinogenik dan mutagenik. Jivai danYetti (2008) melakukan

penelitian uji pemberian makanan tahu berformalin terhadap gangguan hati dan

hasilnya ialah terbentuk radikal bebas dalam tubuh tikus.

Untuk menghindari efek bagi kesehatan maka proses pengawetan tahu sebaiknya

dilakukan dengan cara penambahan zat alami ke dalam air rendaman tahu.

Penambahan zat tersebut dapat diperoleh dari bahan alami sebagai pengawet yang

aman bagi kesehatan. Bahan alami mengandung zat yang dapat memperpanjang

umur simpan produk ialah rempah. Rempah merupakan bagian dari tanaman yang

berupa bunga, buah, kulit, batang, umbi, daun, dan rimpang. Jenis rempah yang

banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cengkeh, kayu manis, serai, daun salam,

daun sirih, dan kunyit. Secara alami, rempah mengandung berbagai komponen aktif

seperti zat antioksidan, antibakteri, antikhamir, antikapang, antiseptik dan antibiotik

3

yang berperan dalam hal mengawetkan bahan pangan. Zat antibakteri, anti khamir,

dan anti kapang didefinisikan sebagai senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba

dalam bahan pangan akan mencegah kerusakan makanan dari mikroba pembusuk

sehingga makanan menjadi lebih awet. Senyawa antimikroba yang terkandung

dapat mencegah kerusakan makanan dalam upaya menghambat pertumbuhan bakteri

(Astawan, 2016). Selain itu, antioksidan yang terdapat pada tanaman umumnya

berupa senyawa fenol sebagai salah satu senyawa aktif yang sering digunakan dalam

bahan pangan. Komponen bioaktif yang berbentuk fenol dapat diperoleh dari serai

dan daun salam dalam bentuk sitral. Tanaman rempah juga mengandung senyawa

antioksidan lainnya yang dapat mengatasi serangan radikal bebas. Rempah sebagai

sumber komponen bioaktif dapat berinteraksi dengan reaksi-reaksi fisiologis

sehingga memiliki kapasitas antimikroba (Astawan, 2016).

Beberapa rempah yang dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan

berprotein seperti tahu ialah daun salam, daun sirih dan serai. Hal tersebut

dibuktikan pada beberapa penelitian oleh Pakpahan dkk (2015) dengan semakin

tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih yang digunakan akan menghasilkan kadar fenol

yang tinggi pula sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan,

penambahan ekstrak serai pada penelitian Widiyanti dkk (2016) teruji dapat

menghambat pertumbuhan bakteri yang ada di tahu kemudian pada penambahan

daun salam dalam penelitian Warnida dkk (2016) teruji dapat menurunkan jumlah

bakteri Eschericia Coli.

Daun salam mengandung senyawa aktif berupa flavonoid, tanin, minyak atsiri, sitral,

eugenol dan saponin. Minyak atsiri pada daun salam berperan sebagai antibakteri

dengan cara mengganggu terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak

4

membentuk dengan sempurna melalui proses presipitasi protein inaktivas enzim dan

destruksi fungsi materi genetik sel mikroba yang kemudian membentuk senyawa

kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel

bakteri (Dewanti dkk, 2011).

Daun sirih sebagai rempah yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami

mengandung beberapa komponen seperti minyak atsiri hingga 4,2% berupa

chavibetol, chavicol, estragole, eugenol, metil eugenol, dan hydroxycatechol (Pastel

et al, 2013), serta flavonoid, saponin, dan tanin. Senyawa minyak atsiri yang

terkandung dalam daun sirih berupa 30% fenol dan beberapa turunannya yang

memiliki sifat antibakteri. Menurut Marsito (2002), kandungan aktif dalam daun

sirih dapat merusak permukaan sel bakteri sebagai toksin dalam protoplasma yang

merusak dan menembus dinding sel serta mengendapkan protein sel bakteri.

Serai adalah tanaman rempah mengandung bahan aktif yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri berupa flavonoid, alkoloid, tanin, dan polifenol serta saponin.

Mekanisme kandungan aktif pada serai dalam menghambat pertumbuhan bakteri

melalui pembentukan ikatan kompleks pada dinding sel dan merusak membran sel

dengan menginduksi enzim yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga

mengganggu stabilitas membran sel bakteri sehingga mengalami lisis (Kawengian

dkk, 2017).

Oleh karena itu, pada penelitian ini bahan pengawet alami yang akan digunakan

sebagai zat pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan produk tahu ialah

hasil ekstraksi daun salam, daun sirih dan serai sebagai air rendaman tahu.

Penggunaan ekstrak daun salam, daun sirih dan serai ialah untuk melihat

pengaruhnya terhadap sifat organoleptik tahu selama penyimpanan. Proses

5

menghambat kerusakan tahu selama penyimpanan dapat terjadi sebab zat yang

terkandung dalam air rendaman tahu bersifat antibakteri sehingga dapat

mengganggu pertumbuhan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh penggunaan daun salam, daun sirih dan serai sebagai

bahan pengawet alami terhadap sifat organoleptik tahu.

2. Mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu.

3. Mengetahui interaksi antara jenis bahan pengawet alami dengan lama

penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu.

1.3 Kerangka Pemikiran

Daun salam merupakan tanaman rempah-rempah yang cukup populer di kalangan

masyarakat Indonesia. Sebagai jenis daun yang memiliki aroma dan citarasa yang

khas, daun salam juga mengandung senyawa triterpen, flavanoid, saponin, alkaloid

dan tanin serta minyak atsiri berupa seskuiterpen, lakon, dan fenol yang dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme jenis bakteri patogen seperti Eschericia

Coli, Vibrio Cholera, dan Salmonella sp serta Streptococcus sp. Kandungan

senyawa bioaktif pada daun salam bersifat antimikroba sehingga mampu

memperpanjang umur simpan produk melalui proses menghambat pertumbuhannya

(Astawan, 2016).

6

Daun sirih adalah salah satu tanaman rempah yang memiliki aktivitas sebagai

antioksidan. Secara umum, daun sirih mengandung minyak astiri hingga mencapai

4,2% (Kartasapoetra, 1996), senyawa fenil propanoid, dan tanin. Minyak atsiri yang

terkandung di dalam daun sirih mengandung fenol berupa chavibetol dan terpene

(Dwivedi et al, 2014). Minyak atsiri yang terkandung umumnya aktif terhadap

Eschericia coli. Sedangkan, senyawa fenil propanoid yang terdapat pada daun sirih

juga bersifat antimikroba sehingga dapat menghambat pertumbuhan jenis bakteri

Salmonella sp (Arambewela et al, 2005). Senyawa fenol dalam daun sirih dapat

menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara menghambat proses pembentukan

dinding sel atau melalui proses lisis dinding sel pada tubuh mikroorganisme. Pada

penelitian Suliantari (2008), aktivitas antibakteri daun sirih dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Eschericia coli.

Serai merupakan jenis tanaman rempah yang terkenal dengan aroma khasnya. Serai

memiliki kandungan zat antimikroba yang dapat dipergunakan untuk mencegah

kerusakan bahan pangan. Komponen utama dalam serai adalah sitral dan citronella

(Astawan, 2016). Sitral yang terkandung berperan sebagai antimikroba dan

antioksidan (Evizal, 2013).

Tahu sebagai hasil dari proses ekstraksi protein dari kedelai mengandung protein

yang lebih banyak daripada kandungan karbohidrat sehingga menyebabkan tahu

mudah rusak. Sebagai upaya untuk memperpanjang masa simpan tahu maka perlu

dilakukan beberapa proses pengawetan yaitu perendaman dalam air. Menurut

Wahyundari (2000), perlakuan perendaman dalam air menunjukkan pertumbuhan

mikroba sebesar 4,48 log CFU/gr selama penyimpanan 24 jam.

7

Kerusakan tahu disebabkan karena adanya mikroba jenis bakteri seperti Escherichia

coli dan Salmonella yang dapat menimbulkan bau busuk, rasa asam, dan berlendir

pada tahu (Wahyundari, 2000). Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan

kerusakan pada tahu dengan cara memecah komponen-komponen yang ada dalam

tahu menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga menimbulkan perubahan cita

rasa pada tahu seperti menghidrolisis protein menjadi senyawa sederhana. Proses

hidrolisis protein yang terjadi dalam tahu akibat mikroorganisme mengakibatkan

timbulnya bau busuk dan perubahan cita rasa (Fardiaz, 1992). Dalam kondisi

lingkungan hidup yang optimal, beberapa jenis bakteri dapat membelah diri dalam

waktu kurang dari 20 menit, jadi satu sel bakteri mampu memperbanyak diri

menjadi 16.000.000 sel baru (Winarno, 1994). Oleh karena itu, tahu akan dengan

cepat sekali mengalami kerusakan sebab kandungan tahu yang kaya akan protein

dan tinggi air menjadikannya media yang cocok bagi pertumbuhan bakteri.

Pada umumnya, tahu diperdagangkan dalam bentuk segar yang dikemas dalam

kemasan plastik dengan adanya proses perendaman terlebih dahulu. Oleh karena

itu, tahu harus segera dijual sebab masa simpan yang terbatas akibat dari cepatnya

proses pembusukan. Proses pembusukan tersebut akan menghasilkan lendir pada

permukaan tahu akibat kontaminasi bakteri. Dalam mencegah proses kontaminasi

tersebut, tahu pada beberapa kondisi ditambahkan bahan pengawet dalam air

rendaman atau melalui proses dicelupkannya tahu ke dalam air yang telah diberi

larutan formalin. Tahu yang telah diberi larutan formalin akan memiliki tampak

yang lebih tegar dan keras serta lebih tahan lama (Sediaoetomo, 2006).

Untuk mengubah penggunaan larutan formalin untuk mengawetkan tahu agar

penyimpanannya lebih lama, maka pada penelitian ini ditambahkan pengawet alami

8

yang dihasilkan dari proses ekstraksi tanaman rempah berupa daun salam, daun sirih

dan serai. Penggunaan tanaman rempah tersebut dalam upaya untuk

memperpanjang umur simpan produk tahu agar lebih tahan lama selama proses

distribusi produk setelah selesai tahap produksi oleh produsen hingga sampai di

konsumen. Pengawet alami yang digunakan dalam penelitian ini dipergunakan

sebagai bahan yang ditambahkan pada air rendaman tahu selama proses perendaman

sebelum tahu didistribusikan atau disimpan. Oleh karena itu, dari penggunaan daun

salam, daun sirih dan serai diharapkan akan diperoleh pengawet alami yang terbaik

dalam upaya menghambat kerusakan tahu sehingga mampu memperpanjang umur

simpan.

Berdasarkan penelitian oleh Warnida dkk (2016), bahwa daun salam dapat

menghasilkan persen kematian bakteri Escherichia coli setelah 14 hari pengamatan

namun belum efektif sebagai pengawet. Sedangkan, pada penelitian Pakpahan

(2015), bahwa pengujian jumlah total bakteri menggunakan ekstrak daun sirih pada

tahu selama 3 hari pengamatan jumlah total bakteri yang bervariasi dan jumlah total

bakteri pada tahu yang diaplikasikan dengan ekstrak daun sirih berkurang seiring

dengan penambahan konsentrasi. Namun, pada penambahan ekstrak serai oleh

penelitian Widiyanti dkk (2016) teruji dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang

ada di tahu dan dapat menurunkan jumlah bakteri.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penggunaan

daun sirih sebagai pengawet alami yang ditambahkan dalam air rendaman tahu akan

lebih efektif untuk menghambat kerusakan tahu dan memperpanjang umur simpan

tahu dengan semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih yang digunakan akan

memiliki kandungan fenol lebih tinggi sehingga dapat menghambat pertumbuhan

9

bakteri. Kemudian, pada penelitian Yulistiani (2013), menyatakan bahwa tahu

dengan perendaman dalam selama 90 menit dapat dikonsumsi sampai 36 jam

sehingga semakin tinggi lama perendaman yang digunakan akan lebih efektif dalam

menghambat kerusakan tahu. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa

selama perendaman 120 menit penggunaan daun sirih lebih efektif untuk

mengawetkan tahu dengan tetap mempertahankan sifat organoleptik tahu baik

warna, aroma dan penampakan.

1.4 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah :

1. Adanya pengaruh dari penggunaan bahan pengawet alami berupa ekstrak cair

daun salam, daun sirih dan serai terhadap sifat organoleptik tahu.

2. Adanya pengaruh lama penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu.

3. Adanya interaksi antara jenis bahan pangawet alami dengan lama

penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tahu

Tahu adalah produk olahan makanan yang terbuat dari kacang kedelai melalui

proses penggumpalan protein. Tahu merupakan produk makanan yang berupa

padatan lunak dibuat melalui proses pengendapan protein dengan penambahan

bahan pengendap organik maupun anorganik (Rahayu dkk, 2012). Sebagai bentuk

dari gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai dengan

penambahan air dan penambahan biang atau garam-garam kalsium, misalnya

kalsium sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu, batu coko atau soko (Sarwono

dkk, 2004).

Tahu terdiri dari berbagai jenis, yaitu tahu putih, tahu kuning, tahu sutra, tahu cina,

tahu keras, dan tahu kori (Sarwono dkk, 2004). Perbedaan dari berbagai jenis tahu

tersebut terdapat pada proses pengolahannya dan jenis penggumpal yang digunakan.

Kacang kedelai sebagai bahan dasar pembuat tahu mengandung protein sekitar 30-

45%. Dibandingkan dengan kandungan protein bahan pangan lain seperti daging

19%, ikan 13% dan telur 20%, kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang

mengandung protein tinggi. Tahu memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan

komposisi nilai gizi pada 100 gram tahu segar dapat dilihat pada tabel berikut ;

11

Tabel 1. Daftar analisa bahan nabati dalam 100g bahan

DAFTAR ANALISA BAHAN NABATI DALAM 100G

BAHAN JUMLAH

Air 85 %

Energi 68 kal

Protein 7,8 g

Lemak 4,6 g

Karbohidrat 1,6 g

Ca 124 mg

P 63 mg

Fe 0,8 g

Vitamin A 0 g

Vitamin B1 0,06 g

Vitamin C 0 g

(Sediaoetama, 2008)

Tahu berasal dari negeri Cina dengan asal kata ialahTao-hu, Teu-hu atau Tokwa.

Kata Tao atau Teu berarti kacang, sedangkan Hu atau Kwa artinya rusak, lumat,

hancur, menjadi bubur. Kedua kata tersebut apabila digabungkan akan memberikan

pengertian sebagai olahan makanan terbuat dari kacang kedelai yang dilumatkan dan

dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1999). Tahu pada umumnya mempunyai

ciri-ciri antara lain berwarna putih, teksturnya agak lunak, dan tidak beraroma asing

atau beraroma normal. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), syarat mutu tahu

yang baik menyiratkan bahwa tahu tidak boleh mengandung Eschericia coli lebih

dari 10 APM/g dan sama sekali tidak boleh terdapat Salmonella. Syarat mutu tahu

juga dibatasi dalam hal bau, rasa, warna, dan penampakan. Syarat mutu baku tahu

dapat diketahui berdasarkan SNI 01-3142-1998 pada tabel berikut ini;

12

Tabel 2. Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1998

NO Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

Bau - Normal

Warna - Putih Normal atau Kuning Normal

Penampakan - Normal tidak berlendir dan berjamur

Rasa - Normal

2 Abu %(b/b) Maks 1.0

3 Protein %(b/b) Min. 9.0

4 Lemak %(b/b) Min. 0.5

5 Serat Kasar %(b/b) Maks. 0.1

6 Bahan Tambahan

Makanan

%(b/b) Sesuai SNI 01-0222-M dan

Permenkes N0

722/Menkes/Per/IX/1988

7 Cemaran Mikroba : (APM/gr)

Eschericia Coli Maks. 10

Salmonella Negatif

2.2. Proses Pembuatan Tahu

Tahu dibuat dengan cara mengendapkan protein dari susu kedelai dengan garam

kalsium. Dalam proses pembuatan tahu, kacang kedelai mentah dikuliti dan

direndam dengan air dingin beberapa lama agar kacang kedelai menjadi lunak.

Kemudian, kacang kedelai dibersihkan dari kulit yang tertinggal dengan cara

tradisional yakni diinjak-injak atau cara modern dengan menggunakan alat mekanis.

Selanjutnya, kacang kedelai digiling pada lempengan batu yang mana bagian

atasnya memutar dan bagian tengahnya diisi air sedikit demi sedikit untuk

13

mengeluarkan cairan berwarna putih dari celah alat penggilingan batu tersebut yang

disaring untuk dipisahkan ampasnya. Cairan tersebut kemudian ditampung dalam

bejana yang selanjutnya digodok dan ditambahkan gips atau asam cuka untuk

menggumpalkan protein melalui proses pengadukan. Setelah dingin, gumpalan

yang terbentuk kemudian diperas dalam kain membentuk tahu yang siap dipotong

sesuai ukuran yang diinginkan dan dikemas melalui proses pembungkusan secara

terpisah (Sediaoetomo, 2006).

Menurut Sarwono dkk (2004) dalam buku Ermawati (2007), proses pembuatan tahu

meliputi pembuatan sari kedelai, proses penggumpalan dan pencetakan. Langkah

awal yaitu biji kedelai dibersihkan dari kotoran dan benda asing kemudian direndam

selama 8-12 jam selanjutnya ditiriskan dan digiling menggunakan mesin penggiling

sehingga menjadi bubur. Pada saat penggilingan berlangsung, air ditambahkan

sedikit demi sedikit. Kedelai yang telah menjadi bubur ditampung dalam wadah

logam antikarat atau tong kayu untuk kemudian dimasak dan diberi penambahan air.

Proses selanjutnya adalah penyaringan untuk memperoleh sari kedelai. Hasil

penyaringan kemudian melalui proses penggumpalan yang dilakukan dengan cara

menambahkan larutan sioko yang telah diendapkan selama satu malam lalu diaduk

dengan cara searah dan dihentikan bila penggumpalan bubur tahu telah terbentuk

yang selanjutnya diendapkan ke dasar wadah. Gumpalan bubur tahu yang terbentuk

dimasukkan kedalam cetakan yang telah dialasi kain, lalu bagian atas juga ditutupi

kain serupa dan papan. Selanjutnya, pada papan diletakkan pemberat selama 15

menit atau hingga air tahu yang menetes habis, kemudian dipotong sesuai ukuran

yang diinginkan.

14

2.3 Kerusakan Tahu

Tahu termasuk bahan pangan yang digolongkan ke dalam golongan high perishable

food (Fardiaz, 1993). Komposisi tahu yang banyak mengandung protein dan air

menyebabkan tahu merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan

mikroorganisme (Sarwono dkk, 2004). Perubahan yang dapat terlihat saat tahu

mengalami kerusakan meliputi bau asam sampai busuk, permukaan tahu yang

berlendir, tekstur menjadi lunak yang menyebabkan kekompakan berkurang, warna

dan penampakan tidak cerah, serta berjamur pada permukaannya (Fardiaz, 1992).

Kerusakan mikrobiologis pada tahu tergantung dari beberapa faktor yang meliputi

adanya bakteri tahan panas, adanya bakteri kontaminan, suhu penyimpanan, dan

adanya enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri tertentu (Shurtleff et al, 1979).

Bakteri yang berbentuk streptococcus, golongan koliform, golongan psikhrotopik

gram negatif berbentuk batang, dan bakteri gram positif merupakan bakteri-bakteri

yang dominan terdapat di dalam produk tahu segar (Fardiaz, 1993). Bakteri tersebut

umumnya bersifat heterotropik yakni membutuhkan zat organik untuk

pertumbuhannya. Pada saat metabolisme berlangsung, bakteri akan menggunakan

komponen zat gizi sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Bakteri akan

memecah protein menjadi polipeptida, asam amino, dan amin. Dekomposisi

anaerobik dari protein akan mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena

terbentuknya hidrogen sulfida, amonia, methyl sulfida, amin dan senyawa beraroma

bau lainnya (Buckle et al, 1987).

Pertumbuhan mikroorganisme pada makanan dapat mengakibatkan berbagai

perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan sehingga bahan pangan

15

menjadi tidak layak dikonsumsi. Dalam produk tahu, kerusakannya dipengaruhi

oleh kehadiran bakteri, sebagai mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat

oleh mata tetapi dengan bantuan mikroskop dapat terlihat. Kemampuan

mikroorganisme untuk tumbuh dan tetap hidup dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang meliputi suplai zat gizi, waktu, suhu, pH, dan tersedianya oksigen dalam bahan

pangan (Buckle et al, 1987).

2.4 Bahan Pengawet Alami

Bahan pengawet pada umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang

memiliki sifat mudah rusak sehingga dapat menghambat atau memperlambat proses

pertumbuhan mikroorganisme. Proses pengawetan dengan menggunakan bahan

pengawet secara garis besar dibedakan menjadi tiga jenis bahan yakni bersifat alami,

bersifat pemakaian yang dibatasi dan tidak layak digunakan. Suatu bahan pengawet

memiliki sifat yang berbeda-beda dalam mengawetkan suatu bahan sebab mikroba

yang akan dihambat pertumbuhannya pada setiap produk berbeda (Effendi, 2015).

Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak khasiat,

terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif aman

dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan proses

dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang- kadang

bersifat karsinogenik (Winarno dkk, 1994). Rempah-rempah merupakan salah satu

sumber bahan pengawet alami yang mengandung zat antimikroba sehingga dapat

digunakan untuk mengawetkan suatu bahan makanan. Asal kata rempah-rempah

diturunkan dari bahasa latin yaitu spices aromatacea yang berarti buah-buahan

16

bumi. Rempah-rempah terbagi menjadi dua, yaitu dalam bentuk bubuk dan aslinya.

Perbedaan rempah-rempah dan bumbu adalah rempah-rempah merupakan salah satu

jenis bahan pengawet alami yang telah melalui proses pengeringan terlebih dahulu

sedangkan bumbu merupakan bahan pengawet asli (segar) tanpa melalui proses

pengeringan (Purseglove et al, 1981).

Rempah-rempah merupakan bahan yang umum digunakan oleh masyarakat di

Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang khas pada

makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya dan berpengaruh positif

terhadap kesehatan, serta memberi sifat ketahanan serta pengawetan pada bahan

pangan (Somaatmadja, 1985). Rempah-rempah tertentu juga mempunyai aktivitas

menghambat pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri.

Aktivitas antimikroba ini diduga karena adanya senyawa kimia pada rempah-

rempah yang bersifat racun terhadap mikroba tertentu (Pruthi, 1980). Senyawa

antimikroba ini sering ditambahkan ke dalam makanan untuk mencegah

pertumbuhan mikroba pembusuk dan perusak. Bahan tambahan yang umum

digunakan adalah asam organik dan garamnya. Penambahan senyawa antimikroba

dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh : (1) rusaknya

dinding sel sehingga terjadi lisis atau terhambatnya pembentukan dinding sel pada

sel yang tumbuh, (2) berubahnya permeabilitas membran sitoplasma yang

mengakibatkan kebocoran nutrien dari dalam sel, (3) denaturasi protein, dan (4)

terhambatnya kerja enzim di dalam sel (Pelezar, 1988).

17

2.5 Daun Salam

Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan salah satu bahan makanan

tradisional Indonesia yang memiliki aroma dan rasa yang khas. Daun ini merupakan

jenis rempah yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Daun salam dapat

digunakan sebagai pengharum masakan, sebagai obat-obatan tradisional dan sebagai

obat kumur. Daun ini banyak digunakan di sejumlah negara Asia Tenggara yang

penggunaannya dengan cara mencampurkan dalam keadaan utuh, kering, segar atau

turut dimasak hingga matang. Daun salam termasuk ke dalam golongan famili

myrtaceae yang memiliki sifat rasa kelat, wangi dan astringen. Daun salam

mengandung berbagai senyawa kimia seperti saponin, triterpen, flavonoid, tanin,

alkoloid, dan minyak asiri meliputi seskuiterpen, lakon dan fenol. Daun salam juga

mengandung minyak atsiri yang terdiri dari eugenol dan sitral (Astawan, 2016) yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri patogen seperti Eschericia coli,

Vibrio cholera, dan Salmonela sp. serta Streptococcus sp. (Perry, 1980). Terdapat

berbagai sebutan untuk daun salam yakni ubar serai, salam, maselengan, bay-leaf

dan Indonesian laurel (Evizal, 2013).

Daun salam atau Eugenia polyantha wight mulai banyak digunakan oleh masyarakat

sebagai bahan penyedap makanan dan juga dapat sebagai bahan obat Astringensia.

Daun ini berbau aromatik lemah dan rasanya yang kelat juga mengandung beberapa

komponen minyak atsiri dan zat penyamak (Kartasapoetra, 1996). Sebagai salah

satu daun yang banyak digunakan di Indonesia, daun salam dikenal dengan sebutan

Bay-leaf atau Indonesian Laurel. Daun salam digunakan sebagai bahan rempah

pengharum masakan yang memberikan aroma herba khas tetapi tidak keras. Daun

salam mengandung sekitar 0,17% minyak esensial dengan komponen penting yaitu

18

eugenol dan metil kavikol. Ekstrak etanol dari daun salam dapat menunjukkan sifat

antijamur dan antibakteri. Daun salam berkhasiat sebagai obat yang dapat

mengatasi asam urat, stroke, kolesterol, melancarkan peredaran darah, radang

lambung, diare, gatal, kencing manis, dan lain-lain (Agoes, 2010).

2.6 Daun Sirih

Daun Sirih merupakan bagian dari tanaman sirih atau Chavica betle L. atau Piper

betle L. yang termasuk dalam familia Piperaceae. Secara tradisional, penggunaan

daun sirih telah digunakan oleh orang-orang terdahulu sebagai bahan obat sebab

khasiatnya yang telah diketahui dapat memberikan efek bagi kesehatan. Daun sirih

memiliki aroma yang khas dengan rasa yang agak pedas. Sebagai daun yang

berkhasiat obat, daun sirih dapat digunakan sebagai obat batuk, antiseptik, dan obat

kumur dengan kandungan yang meliputi minyak atsiri sampai 4,2%, khavikol dan

seskuiterpen, diaste 0,8%- 1,8%, zat penyamak, gula, serta pati. Daun sirih juga

mengandung fenol yang khas yakni betel fenol atau aseptol (isomir eugenol)

(Kartasapoetra, 1996).

Sirih merupakan tanaman Piperaceae yang diambil daunnya sebagai obat yang

biasanya dikunyah bersamaan dengan pinang sebagai suatu kebiasaan di Indonesia.

Tanaman ini merupakan salah satu khas Indonesia yang tumbuh tersebar di

Kepulauan Nusantara. Daun sirih terasa pedas sebab mengandung minyak atsiri dan

senyawa fenol. Senyawa fenol yang terkandung berupa fenol betel dan chavicol,

eugenol, dan ally-pyrocathecin. Senyawa tersebut umumnya bersifat antiseptik dan

19

antimikroba. Selain itu, daun sirih juga mengandung Vitamin B dan Vitamin C

(Evizal, 2013).

Pradhan et al (2013), merinci kandungan sirih meliputi alkaloid, karbohidrat, asam

amino, steroid, tanin dan terpene termasuk cineole, cadinene, camphene,

caryophyllene, limonene, pinene, chavicol, ally-pyrocatechol, carvacol, safrole,

eugenol dan chavibetol. Kandungan kimiawi yang terkandung dalam daun sirih

memiliki daya mematikan terhadap kuman, antioksidasi, dan fungisida serta

antijamur. Daun sirih berkhasiat untuk menghilangkan bau badan yang ditimbulkan

oleh bakteri atau cendawan juga dapat menghentikan pendarahan, menyembuhkan

luka pada kulit, gangguan pada pencernaan, meningkatkan pengeluaran dahak,

peluruhan ludah serta bersifat hemostatik. Daun sirih mengandung zat aktif yang

berefek mematikan jamur seperti Candida albicans (Agoes, 2010).

2.7 Serai

Serai merupakan salah satu jenis rerumputan yang sejak lama dibudidayakan di

Indonesia. Serai dikenal juga dengan sebutan nama sere, sarai, sorai, sange-sange,

belangkak, senggalau, salai, sea, nauina, bu muke, tonti, sare, hisa, dan isa serta

lemongrass. Serai memiliki banyak manfaat dan kegunaan yakni sebagai bumbu

masakan, sebagai obat-obatan tradisional, sebagai antibakteri, dan sebagai

detoksifikasi serta sebagai analgesik. Terdapat dua jenis serai yakni serai dapur dan

serai wangi yang keduanya memiliki aroma yang berbeda sebab komponen yang

terkandung berbeda yakni citronella pada serai wangi dan sitral pada serai dapur

(Astawan, 2016).

20

Serai dapur pada umumnya dibudidayakan sebagai bumbu rempah di Indonesia jenis

Cymbopogon citratus. Jenis tanaman ini dapat menghasilkan lemongrass oil yang

memiliki aroma kuat seperti lemon sebab terdapat senyawa sitral dengan kandungan

yang tinggi. Serai merupakan tanaman yang termasuk ke dalam golongan famili

Poaceae atau Gramineae. Daun serai mengandung minyak atsiri jenis geranial

(Tran-sitral, α-sitral), netral (cis-sitral, β-sitral), geranil butirat, lemonen, eugenol,

metileugenol sitrat, sitronelol, a-pinen, kamfen, sabinen, mirsen, felandren beta, p-

simen, limonen, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, terpinen- 4- Lo, a-

terpineol, geraniol, farnesol, metilheptenon, n-desialdehida, dipenten, metil

heptanenon, bornilasetat, geranilformat, terpinil aset, sitronin asetat, geranil asetat,

beta-elemen, beta-kariofilen, beta-bergamoten, trans-metilsoeugenol, beta-kadinen,

elemol, dan kariofilen oksida (Evizal, 2013).

2.8 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu teknik dalam memisahkan zat yang terkandung dalam

bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Beberapa metode ekstraksi yang bias

digunakan untuk menarik komponen atau senyawa tertentu ialah ekstraksi padat-

cair, maserasi, perkolasi, sokhletasi, ekstraksi cair-cair, dan dekok. Prinsip ekstraksi

adalah pemisahan komponen atau senyawa yang terkandung dalam bahan dengan

berdasarkan pada kemampuan atau daya larut suatu pelarut tertentu dalam

menariknya dari bahan. Maka, pelarut yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi

harus mampu menarik komponen analit dari sampel secara maksimal sehingga

21

berbeda bahan yang diekstraksi akan menggunakan pelarut yang sesuai dengan sifat

bahan (Leba, 2017).

Mekanisme ekstraksi padat-cair ialah dengan mengadsopsi pelarut pada permukaan

sampel yang kemudian mengalami proses difusi antara komponen analit dengan

pelarut yang digunakan. Kecepatan difusi pada proses ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor meliputi suhu, luas permukaan, jenis pelarut, konsentrasi, dan kecepatan serta

lama pengadukan. Pada proses ekstraksi dengan teknik maserasi terjadi proses

perendaman sampel pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai

sehingga dapat melarutkan komponen analit. Proses maserasi biasanya

menggunakan proses perendaman selama 3-5 hari sambil dilakukan pengadukan

sampai komponen benar-benar terekstraksi secara sempurna. Sedangkan, perkolasi

merupakan salah satu proses ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan pelarut

secara perlahan pada sampel dalam suatu perkolator yang mana pelarut akan

ditambahkan secara terus-menerus hingga komponen analit terkekstraksi secara

sempurna. Sedikit berbeda dengan perkolasi, proses ekstraksi dengan sokhlet justru

pelarut dan sampel ditempatkan pada ruang terpisah dalam alat sokhletasi namun

proses ekstraksi terjadi secara terus-menerus menggunakan pelarut yang dapat

diulang sehingga volume hanya sedikit hingga komponen terekstraksi secara

sempurna kemudian pelarut akan diuapkan. Selain itu, proses ekstraksi cair-cair

merupakan metode pemisahan komponen melalui distribusi komponen analit pada

dua pelarut yang tidak tercampur (Leba, 2017). Metode ekstraksi dengan dekok

ialah proses pemisahan komponen atau senyawa dengan cara panas dengan

menggunakan pelarut air (Yulvianti dkk, 2014).

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium

Analisis Hasil Pertanian, dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian Jurusan

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian

dilaksanakan dari Bulan Februari sampai dengan Mei 2018.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini meliputi daun salam (Syzygium

polyanthum), daun sirih (Piper betle L.), serai (Cymbopogon citratus), tahu, air,

asam benzoat dan akuades. Daun salam (Syzygium polyanthum), daun sirih (Piper

betle L.), serai (Cymbopogon citratus) diperoleh dari pasar tradisional di Bandar

Lampung. Sedangkan, tahu diambil langsung dari produsen yang ada di Wilayah

Bandar Lampung. Bahan-bahan kimia yang digunakan ialah media Lactose Broth,

media Brilliant Green Lactose Bile Broth, K2S, Na2SO4, H2SO4, NaOH 45%,

indikator pp 1%, HCL, K2SO4, dan alkohol 95%.

Peralatan yang digunakan antara lain pisau, gunting, tampah, gelas ukur, panci,

kompor, kertas saring, wadah plastik berbentuk bulat untuk merendam tahu, wadah

plastik berbentuk persegi untuk menyimpan tahu, corong plastik, neraca analitik,

23

alumunium foil, plastic wrapping, lembar kuisioner, piring pengujian, pena, ruang

pengujian, meja pengujian, tabung reaksi, rak tabung reaksi, bunsen burner, tabung

durham, inkubator, jarum ose, pipet tetes, pipet volumetrik, mortar dan pestle,

autoklaf, cawan porselin, tanur, labu kjehdal, pemanas listrik, labu erlenmeyer, alat

titrasi, alat sokhletasi, kertas lakmus, spatula, oven, desikator, dan ruang asam.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap penelitian yakni penelitian pendahuluan

dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan

konsentrasi yang tepat untuk penggunaan pengawet alami dari daun salam, daun

sirih, dan Serai. Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan melakukan proses

ekstraksi bahan dengan perlakuan jumlah bahan (daun salam, daun sirih, dan Serai)

yakni 50g/l air, 100g/l air, 150g/l air. 200g/l air, dan 250g/l air. Kemudian, hasil

ekstraksi bahan akan direndamkan pada tahu selama 120 menit lalu diamati

perubahan yang terjadi pada hari ke-0, hari ke-1, hari ke-2, dan hari ke-3.

Penelitian utama menggunakan perlakuan faktorial dalam Rancangan Acak

Kelompok Lengkap dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah

jenis bahan pengawet alami yaitu hasil ekstraksi cair dari (B1) daun salam

(Syzygium polyanthum), (B2) daun sirih (Piper betle L.), (B3) Serai atau serai

(Cymbopogon citratus) yang akan digunakan sebagai air rendaman tahu. Faktor

kedua ialah lama penyimpanan yang terdiri dari hari ke-0 (L0), hari ke-1 (L1), hari

ke-2 (L2), dan hari ke-3 (L3). Pada penelitian ini menggunakan kontrol pada

pengujian organoleptik yang terdiri dari kontrol positif berupa air rendaman tahu

24

dengan adanya penambahan zat bahan pengawet kimia yaitu Asam Benzoat dengan

konsentrasi 1000ppm atau 100mg/l Air (Muchtadi dkk, 2014) dan kontrol negatif

yakni tanpa adanya penambahan zat pengawet dalam air rendaman tahu.

Data yang diperoleh diuji kesamaan ragam dengan uji Barttlet, kemudian data diolah

untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan menggunakan

Analisis Ragam. Analisis data dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range pada

taraf nyata 5%.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian

utama. Penelitian pendahuluan dilakukan sebagai penentu berat bahan per liter air

dari daun salam, daun sirih dan serai yang akan digunakan untuk penelitian utama

dengan melihat sifat organoleptik tahu meliputi aroma, warna dan penampakan pada

penyimpanan suhu ruang. Penelitian utama dilakukan untuk melihat pengaruh

penggunaan masing-masing bahan pengawet alami berupa ekstrak cair daun salam,

daun sirih dan serai terhadap sifat organoleptik tahu melalui uji skoring meliputi

warna, aroma dan penampakan serta tingkat kesukaan panelis melalui uji hedonik

meliputi aroma, warna, penampakan dan penerimaan keseluruhan.

3.4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan dengan melakukan proses pembuatan

pengawet alami dengan mengekstraksi bahan dengan perlakuan jumlah bahan (daun

salam, daun sirih, dan Serai) yakni 50g/l air, 100g/l air, 150g/l air, 200g/l air, dan

250g/l air. Daun salam, daun sirih, dan Serai yang telah disortir kemudian

25

dikeringkan pada suhu ruang (Murhadi dkk, 2007) lalu dibersihkan dan ditimbang.

Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam sebuah panci berisi air dan dilakukan

proses ekstraksi menggunakan cara dekoksi yakni mengekstrak bahan dengan cara

panas melalui perebusan pada suhu 100oC selama 30 menit (Settharaksa dkk., 2012).

Hasil ekstraksi cair disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memperoleh

pengawet alami tahu. Kemudian, hasil ekstraksi cair yang diperoleh akan

direndamkan pada tahu yang diblansing terlebih dahulu pada suhu 100oC selama 5

menit (Muchtadi dkk, 2013) kemudian ditiriskan lalu direndam menggunakan air

rendaman berupa hasil ekstraksi cair selama 120 menit. Setelah perendaman tahu

kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam wadah plastik untuk disimpan pada

suhu ruang sejak hari ke-0 hingga hari ke-3 serta dilakukan pengamatan terhadap

sifat organoleptik tahu meliputi warna, aroma dan penampakan tiap hari.

3.4.2 Penelitian Utama

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan diperoleh hasil terbaik untuk bahan yang

akan digunakan yakni sebanyak 150g/l air pada masing-masing jenis bahan meliputi

daun salam, daun sirih dan serai.

A. Pembuatan Pengawet Alami Tahu

Daun salam, daun sirih, dan serai yang telah disortir masing-masing diletakkan pada

tampah kemudian dikeringkan pada suhu kamar (Murhadi dkk, 2007) lalu

dibersihkan dari kulit luar untuk serai dan ditimbang sebanyak 150g. Selanjutnya,

bahan dicuci bersih dan dimasukkan ke dalam sebuah panci yang berisi air sebanyak

1l dan dilakukan proses ekstraksi menggunakan cara dekoksi yakni mengekstrak

26

bahan dengan cara panas melalui perebusan pada suhu 100oC selama 30 menit

(Settharaksa dkk., 2012). Hasil ekstraksi cair disaring dengan menggunakan kertas

saring untuk memperoleh pengawet alami tahu.

Gambar 1. Proses pembuatan pengawet alami tahu.

B. Proses Perendaman Tahu

Tahu yang diperoleh dari tempat produksi diblansing pada suhu 100oC selama 5

menit (Muchtadi dkk, 2013) kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik dan

Pengawet alami tahu

Penyaringan dengan kertas saring

Perebusan dalam 1l air pada suhu 100oC selama 30 menit

Pencucian

Penimbangan 150g bahan

Pengupasan kulit luar Serai

Pengeringan

Sortasi

BAHAN

27

direndam menggunakan air rendaman sebagai hasil ekstraksi cair dari daun salam,

daun sirih dan Serai selama 120 menit. Selanjutnya, proses penyimpanan sejak hari

ke-0 hingga hari ke-3.

Gambar 2. Proses perendaman tahu menggunakan pengawet alami.

C. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian utama ialah pengujian organoleptik

yang meliputi uji skoring terhadap sifat organoleptik tahu atas warna, aroma dan

penampakan untuk melihat perubahan yang terjadi selama penyimpanan suhu ruang;

dan uji hedonik untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptik

tahu terdiri dari warna, aroma, penampakan dan penerimaan keseluruhan selama

penyimpanan suhu ruang; kemudian dari pengujian organoleptik diperoleh

Penyimpanan pada suhu ruang

Pengemasan dalam wadah plastik

Penirisan

Perendaman selama 120 menit

Penirisan

Blanshing 100oC selama 5 menit

Tahu

28

perlakuan terbaik yang kemudian dilakukan pengamatan lanjutan berupa analisis

proksimat tahu meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat

kasar dan kadar karbohidrat; serta analisis mikrobiologi terhadap ada atau tidaknya

bakteri coliform.

1) Pengujian Organoleptik (AOAC, 1970)

Pengujian organoleptik dilakukan dengan uji skoring dan uji hedonik. Uji

organoleptik ini meggunakan 16 orang panelis untuk uji skoring dan 25 orang

panelis untuk uji hedonik. Masing-masing panelis akan memberikan nilai

berdasarkan skor penilaian yang telah ditentukan terhadap sampel yang disediakan

pada piring pengujian. Pengujian ini juga menggunakan kontrol pengujian untuk

membandingkan terhadap perlakuan yang telah diberi kode pada masing-masing

sampel berupa kontrol positif yang berupa air rendaman tahu dengan adanya

penambahan zat bahan pengawet kimia yaitu Asam Benzoat dengan konsentrasi

1000ppm atau 100mg/l Air (Muchtadi dkk, 2014) dan kontrol negatif yakni tanpa

adanya penambahan zat pengawet dalam air rendaman tahu.

Pada uji skoring meliputi pengujian tahu terhadap warna, penampakan dan aroma

dengan membandingkan terhadap kontrol pengujian. Pengujian warna dilakukan

dengan menggunakan skala (1) Sangat Tidak Putih, (2) Tidak Putih, (3) Agak Putih,

(4) Putih tidak khas tahu, dan (5) Putih khas Tahu. Pengujian penampakan

dilakukan dengan menggunakan skala (1) Sangat Berlendir dan Berjamur, (2)

Berlendir dan Berjamur, (3) Berlendir dan Tidak Berjamur, (4) Sedikit Berlendir dan

Tidak Berjamur, dan (5) Tidak Berlendir dan Tidak Berjamur (Normal). Kemudian,

pengujian terhadap aroma dilakukan dengan menggunakan skala (1) Bau busuk atau

29

masam, (2) Sedikit busuk atau sedikit masam, (3) Agak masam, (4) Tidak masam ,

dan (5) Normal khas Tahu. Sedangkan, uji hedonik meliputi parameter warna,

penampakan dan aroma serta penerimaan keseluruhan menggunakan skala (1)

Sangat Tidak Suka, (2) Tidak Suka, (3) Agak Tidak Suka, (4) Netral, (5) Agak Suka,

(6) Suka, dan (7) Sangat Suka.

2) Analisis Proksimat (AOAC, 1970)

Analisis Proksimat merupakan metode pengujian pada suatu bahan pangan untuk

mengetahui kadar Abu, kadar Protein, kadar Lemak, kadar Serat Kasar, dan kadar

Karbohidrat, kadar Air yang terkandung. Berikut proses pengujian tahu untuk

menganalisis secara proksimat;

a. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menghaluskan tahu lalu ditimbang sebanyak

5g dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya.

Kemudian, keringkan dalam Oven pada suhu 105C selama 3-5 jam . dan

didinginkan dalam desikator lalu ditimbang serta panaskan lagi dalam Oven selama

30 menit, dinginkan dalam desikator dan timbang, perlakuan ini diulang hingga

berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan

berat merupakan banyaknya air dalam bahan. Perhitungan dilakukan dengan

menggunakan rumus sebagai berikut ;

30

B C

Air 100

A

Keterangan;

A = Berat Contoh

B = Cawan + Contoh Basah

C = Cawan + Contoh Kering

b. Kadar Abu

Kadar abu digunakan untuk menggambarkan kandungan mineral yang terdapat

dalam tahu. Proses analisis kadar abu ialah dengan cara memijarkan atau membakar

pada suhu 500- 800oC untuk melihat sisa hasil pembakaran. Sebab, bahan organik

yang terkandung akan terbakar sempurna menjadi H2O, CO2, serta NH3. Proses

analisis dilakukan dengan menghaluskan tahu terlebih dahulu dan menimbang

sebanyak 5g. Kemudian, tahu dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah

diketahui beratnya lalu dibakar di atas kompor hingga tidak berasap. Selanjutnya,

dipijarkan dalam Tanur pada suhu 500-600C selama 3-4 jam hingga diperoleh abu

berwarna keputih-putihan lalu didinginkan cawan dan abu dalam desikator dan

ditimbang serta dihitung menggunakan rumus sebagai berikut;

31

B C

Abu 100

A

Keterangan :

A = Berat sampel (berat cawan berisi sampel-cawan kosong)

B = Cawan + Abu

C = Cawan kosong

c. Kadar Protein

Penentuan kadar protein tahu dilakukan dengan metode metode gunning. Tahu

dihaluskan terlebih dahulu dan ditimbang 1g lalu dimasukkan ke dalam labu

Kjeldahl kemudian ditambahkan 1g K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 15 ml H2SO4

pekat. Kemudian dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam,

mula-mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri

setelah cairan menjadi jernih tak berwarna lagi. Selanjutnya, dibuat perlakuan

blanko. Setelah dingin ditambahkan aquades 100 ml, serta larutan NaOH 45 %

kedalam labu kjeldahl sampai cairan bersifat basis, kemudian pasang labu kjeldahl

pada alat distilasi dan panaskan labu Kjeldahl sampai ammonia menguap semua,

distilat ditampung dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCL 0,1N yang sudah diberi

indikator PhenolPtalein 1 % beberapa tetes. Distilasi diakhiri setelah distilat

tertampug sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis.

Kelebihan HCl 0,1 N dalam distilat dititrasi dengan larutan basa standar (larutan

NaOH 0,1 N) hingga berwarna merah muda.

32

( ml NaOH blanko – ml NaOH contoh ) X N NaOH X 14,008

% N ----------------------------X 100

(mgr. Contoh )

% Protein = % N X Faktor Konversi

Tabel Konversi dari kadar N menjadi kadar protein berbagai macam bahan ialah

sebagai berikut;

Tabel 3. Konversi kadar N menjadi protein

No Bahan Faktor konversi

1. Bir, Sirup, Biji bijian, ragi, makanan ternak,buah

buahan, the, anggur, malt.

6,25

2. Beras 5,95

3. Roti, gandum, makaroni, bakmi 5,70

4. Kacang tanah 5,46

5. Kedelai 5,75

6. Kenari 5,18

7. Susu kental manis 6,38

d. Kadar Lemak

Kandungan lemak pada tahu ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi

soxhlet dengan prinsip analisis ekstraksi lemak menggunakan pelarut dietileter atau

pelarut nonpolar yang kemudian pelarut diuapkan selanjutnya lemak ditimbang dan

ditentukan persentasenya. Prosedur analisis lemak dengan tahap ekstraksi yaitu labu

lemak dikeringkan dalam oven dan didinginkan pada desikator kemudian ditimbang.

Proses analisis dilakukan dengan menghaluskan tahu kemuian menimbang dengan

33

teliti 5g lalu dibungkus dengan kertas saring dan diimasukkan dalam tabung

Ekstraksi Soxhlet. Kemudian, alirkan air pendingin melalui kondensor dan pasang

tabung ekstraksi pada alat distilasi Soxhlet dengan pelarut secukupnya dikstraksi

selama 4-5 lalu keringkan cawan yang berisi lemak pada Oven dengan suhu 100-

105C selama 30 menit. Berat residu dalam cawan lemak dinyatakan sebagai berat

lemak dan minyak dan dilakukan perhitungan sebagai berikut;

B C

Lemak 100

A

Keterangan :

A = Berat Contoh

B = Cawan + Lemak

C = Cawan kosong

e. Kadar Serat Kasar

Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah

diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan

sedikit lignin dan pentosan. Prosedur analisis dilakukan dengan menghaluskan tahu

lalu ditimbang 5g bahan kering dan ekstraksi lemaknya dengan soxhlet kemudian

pindahkan dalam labu Erlenmeyer 600 ml, tambahkan 200 ml larutan H2 SO4

mendidih (1,25g H2 SO4 pekat/100 ml = 0,255 N H2 SO4) dan tutuplah dengan

pendingin balik, didihkan selama 30 menit dengan kadang kala digoyang-goyangkan

kemudian saring suspensi melalui kertas saring dan residu yang tertinggal pada

kertas saring dicuci dengan air panas hingga tidak bersifat asam lagi (uji dengan

34

kertas lakmus). Selanjutnya, pindahkan residu dari kertas saring kedalam

erlenmeyer kembali dengan spatula, dan sisanya dibersihkan dengan NaOH

mendidih (1,25g NaOH/100ml = 0,313 N NaOH) sebanyak 200 ml sampai semua

residu masuk ke dalam erlenmeyer. Didihkan dengan pendingin balik sambil kadang

kala digoyang-goyangkan selama 30 menit dan saringlah melalui kertas saring yang

telah diketahui beratnya atau krus Gooch yang telah dipijarkan dan diketahui

beratnya, sambil dicuci dengan larutan K2SO4 10 serta cuci lagi residu dengan

aquades mendidih dan kemudian dengan 15 ml Alkohol 95% dan keringkan kertas

saring pada 110C sampai berat konstan ( 1-2 jam ) dinginkan dalam desikator dan

timbang dimana berat residu = berat serat kasar dengan perhitungan sebagai berikut;

B C

Serat Kasar 100

A

Keterangan ;

A = Berat Sampel

B = Kertas Saring + Serat Kasar

C = Kertas Saring

f. Kadar Karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat dilakukan terhadap kandungan total secara by different

dihitung sebagai selisih 100 dikurangi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar

lemak. Kandungan total karbohidrat terhitung juga kandungan total gula, kandungan

pati, kandungan serat kasar, kandungan serat pangan dan kandungan senyawa pectin

35

(Tejasari, 2005). Berikut adalah rumus perhitungan untuk menghitung kadar

karbohidrat dalam bahan pangan sebagai kadar karbohidrat by different

(Sediaoetomo, 2008) :

Kadar Karbohidrat (100%) = Kadar Abu+Kadar Air+Kadar Lemak+Kadar

Protein+ Kadar Karbohidrat

Maka,

Kadar Karbohidrat = 100 %-( Abu+Air+Lemak+Protein) %

3) Analisis Mikrobiologi (AOAC, 1970)

Analisis mikrobiologi yang dilakukan yaitu teknik MPN (Most Probable Number)

yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri coliform yang ada dalam bahan

pangan. Metode ini berdasarkan pada pengenceran yang apabila suatu larutan

mengandung sel-sel mikroorganisme diencerkan terus-menerus maka akan diperoleh

larutan yang steril. Hubungan antara pengenceran dan kemungkinan pertumbuhan

sel yang telah diuji secara statistik dan telah dikembangkan sebagai hubungan antara

larutan dan jumlah sel. Asumsi dari teknik ini adalah sel akan tersebar secara acak

dan setiap bagian kecil dari suatu larutan akan menunjukkan pertumbuhan apabila

diinokulasi pada media yang kemudian diinkubasi (Buckle et al, 1985).

Dalam metode ini, digunakan media berbentuk cair dalam tabung reaksi yang berisi

tabung durham. Sampel tahu yang akan digunakan terlebih dahulu disuspensi

36

dengan perbandingan 1:10 sehingga ditimbang sebanyak 5g tahu lalu ditambahkan

50ml aquades yang kemudian dimasukkan sebanyak 10ml ke dalam masing-masing

tabung sebanyak 5 tabung. Selanjutnya, dari masing-masing tabung diambil

sebanyak 1ml untuk dilakukan pengenceran pada media Lactose Broth (LB) hingga

10-3

. Setelah dilakukan pengenceran, tabung kemudian diinkubasi selama 24 jam

pada suhu 35oC. Tabung kemudian diamati untuk melihat adanya indikasi

pertumbuhan mikroba, jika terbentuk gelembung gas maka selanjutnya diinokulasi

pada media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) dan jika tidak dilanjutkan

inkubasi selama 48 jam. Jika masih tidak terdapat gelembung gas, sampel

dinyatakan negatif. Apabila terdapat gelembung gas pada saat penggunaan media

BGLBB, pengujian dilanjutkan pada tahap uji penguat menggunakan media agar

EMB. Berikut perhitungan mikroba dengan nilai MPN sebesar 1.50 yakni;

MPN Mikroba = Nilai MPN x

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini ialah sebagai berikut;

1. Tidak terdapat interaksi antara jenis bahan pengawet alami dengan lama

penyimpanan terhadap sifat organoleptik tahu meliputi aroma, warna dan

penampakan juga tingkat kesukaan panelis terhadap warna, penampakan dan

secara penerimaan keseluruhan tahu pada uji skoring namun adanya interaksi

antara jenis bahan pengawet alami dengan lama penyimpanan pada tingkat

kesukaan panelis terhadap aroma tahu pada uji hedonik.

2. Terdapat pengaruh yang nyata dari penggunaan bahan pengawet alami berupa

ekstrak cair daun salam, daun sirih dan serai terhadap sifat organoleptik tahu

selama penyimpanan yang meliputi warna, aroma dan penampakan pada uji

skoring serta berpengaruh nyata pada uji hedonik meliputi warna, aroma,

penampakan dan penerimaan keseluruhan.. Penggunaan ekstrak cair daun sirih

pada perendaman tahu lebih tepat untuk proses pengawetan dari penggunaan

ekstrak cair daun salam dan serai.

3. Lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap sifat organoleptik tahu berupa

warna, aroma dan penampakan pada uji skoring serta berpengaruh nyata pada uji

hedonik meliputi warna, aroma, penampakan dan penerimaan keseluruhan yang

menghasilkan hari kedua sebagai waktu penyimpanan yang tepat.

75

5.2 Saran

Berikut saran yang dianjurkan untuk penelitian lanjutan;

1. Perlu dilakukan proses penyimpanan pada suhu yang berbeda yakni suhu dingin

dengan proses perendaman tetap dilakukan selama penyimpanan baik suhu ruang

maupun suhu dingin.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai : Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan

Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

AOAC. 1970. Official Methods of Analysis of The Association of Official

Analytical Chemist. AOAC, Int.,Washington.

Arambewela, L., Kumaratunga, K.G.A., and Dias, K. 2005. Studies on Piper betle

of Srilangka. Journal of Science Foundation. Srilangka 33(2) page 133-139.

Arambewela, L., Arawwawala, M., dan Rajapaksa, D. 2006. Piper betle : a

Potential Natural Antioxidant. International Journal of Food Science 41,

page 10- 14.

Ariyani, F., Amin, I., dan Fardiaz, D. 2015. Ekstrak Air Daun Sirih (Piper betle

Linn) Sebagai Antioksidan Alami Pada Pengolahan Ikan Patin (Pangasius

hypopthalmus) Asin Kering. JPB Kelautan dan Perikanan Volume 10 Nomor

1 Hal. 45- 59.

Astawan, M. 2016. Sehat dengan Rempah dan Bumbu Dapur. PT Kompas Media

Nusantara. Jakarta

Berlian, Z., Pane, E.R., dan Hartati, S. 2017. Efektivitas Kunyit (Curcuma

domestica) Sebagai Pereduksi Formalin Pada Tahu. Jurnal Sains Health

Volume 1 Nomor 1 Edisi Maret 2017.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G.H. F, dan Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan.

Penerjemah : Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta.

Ceklitas, O.Y., Kocabas, E.E.H., Bedir, E., Sukan, F.V., Ozek, T., and Baser,

K.H.C. 2007. Antimicrobial Acitivities of Methanol Extracts and Essential

77

Oils of Rosmarinus oficinalis. Depending on Location and Seasanol

Variations. Food Chemistry 100 (2) page 553-559.

Dewanti, S., dan Wahyudi, M. T. 2011. Uji Aktivitas Antimikroba Infusum Daun

Salam (Folia Syzygium polyanthum Wight.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Eschericia coli Secara In Vitro. Jurnal Medika Planta Volume 1 Nomor 4.

Dwivedi, V., dan Tripathi S. 2014. Review Study on potential activity of Piper

betle. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 3 (4) page 93-98.

Dewi, R. 2012. Aktivitas Antioksidan dan Sitotoksisitas Metabolit Sekunder Daun

Salam (Syzygium polyanthum Wight.) dan Daun Jati Belanda (Guazuma

ulmifolia Lamk.). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Effendi, Supli. 2015. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Alfabeta.

Bandung.

Emawati. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Industri Tahu. UIN Syarif

Hidayatullah. Jakarta.

Evizal, R. 2013. Tanaman Rempah dan Fitofarmaka. Lembaga Penelitian

Universitas Lampung. Lampung.

Fadiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia. Jakarta.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Rajawali Pers. Jakarta.

Hamid, M. 2012. Kandungan dan Manfaat Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hendra. 2017. Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum L.)

dan Lama Penyimpanan Terhadap Daya Awet Tahu Putih. Jurnal Biota

Volume 3 Nomor 2.

Herawati, H. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang

Pertanian, 27 (4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Hermawan, A., Eliyani, H., dan Tyasningsih, W. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun

Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan

Eschericia coli dengan Metode Difusi Disk. Artikel Ilmiah Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.

78

Jivai, J., dan Yetti, N. 2008. Pengaruh Pemberian Tahu Berformalin terhadap

Gangguan Fungsi Hati dan Terbentuknya Radikal Bebas dalam Tubuh Tikus

Putih. Jurnal Saintek Farmasi 13 (1).

Kartasapoetra, G. 1996. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat : Meningkatkan

Apotik Hidup & Pendapatan Para Keluarga Petani & PKK. Penerbit Rineka

Cipta. Jakarta.

Kastyanto, F. L. W. 1999. Membuat Tahu cetakan XVIII. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Kawengian, S.A.F., Wuisan, J., dan Leman, M.A. 2017. Uji Daya Hambat Ekstrak

Daun Serai (Cymbopogon citratus L) Terhadap Pertumbuhan Streptococcus

Mutans. Jurnal e-GIGI (eG) Volume 5 Nomor 1.

Kharismawati, M., Utami, P., dan Wahyuningrum, R. 2009. Penetapan Kadar

Tanin dalam Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.)

Secara Spektrofotometri Sinar Tampak. Jurnal Pharmacy Volume 06 Nomor

01.

Leba, M.A.U. 2017. Buku Ajar : Ekstraksi dan Real Kromatografi. Deepublish CV

Budi Utama. Yogyakarta.

Mariana, R. 2010. Studi Efektivitas Bahan Pengawet Alami dalam Pengawetan

Tahu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muchtadi, T.R., dan Sugiyono. 2014. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.

Alfabeta. Bandung.

Murhadi, A. S., Suharyono dan Susilawati. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak daun

salam (Syzygium polyanta) dan daun pandan (Pandanus amaryllifolius).

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 28(1) halaman 17- 24.

Patel, M.R., and Jasrai, Y.T. 2013. Evaluation of Fungitoxic Potency of Piper betle

L. (Mysore Variety) Leafe Extracts Againts Eleven Phyto Pathogenic Fungal

Strains. Cibtech Journal of Bio-Protocols 2 (2) page 21-28.

Pakpahan, R.A., Khotimah, S., dan Turnip, M. 2015. Efektivitas Ekstrak Etanol

Daun Sirih (Piper betle L.) dan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.)

Sebagai Alternatif Pengawet Tahu. Jurnal Protobiont Volume 4 (1) hal.

115- 119.

79

Pelezar, W., dan Chan, E.S.C. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. UI-Press.

Jakarta.

Pradhan, D., Suri, K.A., Pradhan, D.K., dan Biswasroy, P. 2013. Golden heart of

thenature : Piper betle L. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 1

(6) page 147-167.

Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah

Penelitian dan Pengembangannya. Jurnal Perspektif Volume 8 No 1 Hal.

52-64.

Pura, E.A., Suradi, K., dan Suryaningsih, L. 2015. Pengaruh Berbagai Konsentrasi

Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Daya Awet dan

Akseptabilitas Pada Karkas Ayam Broiler. Jurnal Ilmu Ternak Volume 15

Nomor 2.

Rahmita, P.S., Djauhari, S., dan Rahardjo, B.T. Efektivitas Daun Sirih (Piper betle),

Daun Salam (Syzygium polyanthum WIGH WALP), Buah Pinang

(Arecacatechu) dan Kulit Kayu Manis (Cinnamomum verum) Terhadap

Perkembangan Penyakit Rebah Semai Scelerotiumolfsii SACC. Pada

Tanaman Kedelai (Glycine Max (L.) Merill) Secara In Vitro. Jurnal HPT

Volume 3 Nomor 3.

Riyadi, P.H.N., Atmaka, W., dan Happy, A. 2014. Applikasi Ekstrak Daun Salam

(Syzygium polyanthum) dan Ekstrak Biji Pinang (Arecacatechu L.) Sebagai

Pengawet Daging Ayam Broiler Giling Selama Proses Penyimpanan. Jurnal

Teknologi Hasil Pertanian Volume 7 Nomor 1.

Rivai, H., Nanda, P.E., dan Fadhilah, H. 2015. Pembuatan dan Karakterisasi

Ekstrak Kering Daun Sirih Hijau (Piper betle L.). Jurnal Farmasi Higea

Volume 6 Nomor 2.

Rivai, H., Heriadi, A., dan Fadhilah, H. 2015. Pembuatan dan Karakterisasi

Ekstrak Kering Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight.) Walp.). Jurnal

Farmasi Higea Volume 7 Nomor 1.

Safitri, N., Sastrahidayat, I.R., dan Muhibuddin, A. 2015. Pemanfaatan Bahan

Nabati Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum bacilcum L.), Daun Sirih (Piper

Bettle Linn) dan Daun Salam (Syzygium polyanthum) dalam Pencegahan

Serangan Penyakit Karat (Phakopsur apachyehizi Sydow) pada Tanaman

Kedelai (Glycine Max L.). Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3.

Sarwono, B. dan Y.P. Saragih. 2004. Membuat Aneka Tahu cetakan III. Penebar

Swadaya. Jakarta.

80

Sediaoetama, A.D. 2008. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Penerbit

Dian Rakyat. Jakarta.

Sediaoetama, A.D. 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 2. Penerbit

Dian Rakyat. Jakarta.

Settharaksa, S., Jongjareonrak, A., Hmadhlu, P., Chansuwan, W., dan

Siripongvutikorn, S. 2012. Flavonoid, Phenolic Contents and Antioxidant

Properties of Thai Hot Curry Paste Extract and It’s Ingredients as Affects of

pH, Solvent Types, and High Temperature. International Food Research

Journal, 19 (4) page 1581- 1587.

SNI. 1998. SNI Tahu. SNI 01-3142-1998. Badan Standarisasi Nasional.

Suliantri. 2008. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap

Bakteri Patogen Pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 19 (1)

halaman 1-7.

Suprapti, M.L. 2005. Pembuatan Tahu. Kanisius. Yogyakarta.

Syahrinastiti, T.A., Djamal, A., dan Irawati, L. 2015. Perbedaan Daya Hambat

Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Daun Sirih Merah

(Pipercrocatum Ruiz & Pav) Terhadap Pertumbuhan Eschericia Coli.

Jurnal Kesehatan Andalas 4 (2).

Tammi, A. 2016. Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Daun Salam (Syzygium

polyanthum [Wight.] Walp.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus

aureus Dan Eschericia coli Secara In Vitro. Skripsi. Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Tim Pengajar Pendidikan Industri Tahu. 1981. Tahu. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Pangan IPB. Bogor.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada

Universitas Press. Yogyakarta.

Verawati, N., Selvianti, I., dan Kalsum, S.U. 2017. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak

Buah Pepada (Sonnerati acaseolaris) Terhadap Mutu Tahu Pada

Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Teknologi Pangan Volume 8 (2) hal.

107- 118.

81

Wahyundari, E.S. 2000. Pengaruh Beberapa Macam Perlakuan Pengawetan

Terhadap Daya Simpan Tahu. Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

Surabaya.

Warnida, H., dan Sukawaty, Y. 2016. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Salam

(Sygyzyum polyanthum (Wight) Walp.) Sebagai Pengawet Alami

Antimikroba. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina 1 (2) hal. 227- 234.

Widiyanti, N.L.P.M., Mulyadiharja, S., dan Sukarta, I.N. 2016. Analisis Ekstrak

Tumbuhan Rempah Sebagai Preservatives Makanan Tahu Diuji Secara In

Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Volume 5 Nomor 2.

Wijayakusuma, H.M.H., Dalimartha, S., Wirian, A.S.,Yaputra, T., dan Wibowo, B.

1996. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid ke-2. Pustaka Kartini.

Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yulistiani, R., Sudaryati., dan Nursianky, R.A. 2013. Perubahan Sifat

Organoleptik Tahu Selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar. Jurnal

Rekapangan Volume 7 Nomor 1.