pengaruh budaya kerja 5r dan komunikasi internal terhadap semangat kerja … · mengenai penerapan...
TRANSCRIPT
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
141
PENGARUH BUDAYA KERJA 5R DAN KOMUNIKASI INTERNAL
TERHADAP SEMANGAT KERJA DAN KINERJA KARYAWAN
Ratna Kartika Sari
Program Studi Hubungan Masyarakat
AKOM BSI Jakarta
ABSTRACT
Employee morale and performance are very crucial factors which are able to determine the
succeed of an organization. Cultural factor at work and internal communication have important
role to reach the objectives. Matahari Department Store applies the 5R Work Culture and Internal
Communication as a way to enhance Employee Morale and Performance. Related to this matter,
this research is conducted to know the exact impacts of the 5R Work Culture and Internal
Communication on Employee Morale and Performance in that retail company. It takes 170
employees (clerkpersons and Sales Promotions Girl (SPG)) as samples and uses Structural
Equation Modeling (SEM) to analyze data. The result of the study shows that there are significant
and positive impacts among the variables. 5R Work Culture has significant and positive impact on
Employee Morale (p-value = 0,001), likewise Internal Communication has significant and positive
impact on Employee Morale (p-value = 0,006). It also proves that Employee Morale has
significant and positive impact on Employee Performance (p-value = 0,004).
Keywords: 5R Work Culture, Employee Morale, Employee Performance, Internal Communication,
.
I. PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan sumber daya
manusia (SDM) yang hingga kini masih
menjadi aset utama suatu organisasi atau
perusahaan. Perbaikan kualitas SDM yang
berkelanjutan (continuous improvement) harus
menjadi prioritas utama yang tidak dapat
ditunda lagi. Perbaikan kualitas tersebut harus
dimulai dengan menumbuhkan dan
meningkatkan semangat kerja karyawan.
Semangat kerja (morale) mencerminkan
perasaan seorang individu terhadap pekerjaan
dan organisasi. Semangat kerja karyawan yang
harus dimiliki adalah semangat kerja yang
tinggi karena karyawan akan lebih antusias dan
aktif berpartisipasi, serta berkomitmen tinggi
dalam membawa organisasi mencapai
kemajuan yang diharapkan (Bruce, 2008:22).
Semangat kerja yang tinggi akan
mempengaruhi kinerja karyawan dan keinginan
kuat untuk melaksanakan pekerjaan, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi pencapaian
tujuan pribadi maupun organisasi (Hacker :
2000 : h.124). Kinerja berarti prestasi atas
tugas-tugas yang telah ditentukan atau telah
sesuai dengan standar ketepatan,
kesempurnaan, biaya, dan kecepatan. Untuk
menciptakan atau meningkatkan semangat
kerja dan kinerja karyawan bukan hal mudah,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah
satu faktor itu adalah budaya kerja yang
dipandang sebagai perwujudan dari kehidupan
yang dijumpai di tempat kerja.
Secara lebih spesifik, budaya kerja
adalah suatu sistem makna yang terkait dengan
kerja, pekerjaan, dan interaksi kerja, yang
disepakati bersama dan digunakan di dalam
kehidupan kerja sehari-hari. Penerapan budaya
kerja akan melibatkan seluruh komponen
dalam organisasi. Maka, sebelum diterapkan,
pimpinan harus terlebih dahulu memberi
informasi yang tepat mengenai definisi budaya
kerja yang akan diterapkan, maksud dan tujuan
penerapannya, sasaran yang dituju, dampak
yang akan terjadi, dan sanksi yang akan
diberlakukan terhadap pihak-pihak yang
melanggar.
Dengan demikian, ada satu faktor
penting lain yang harus pula ditumbuhkan
dan ditingkatkan dalam perusahaan, yaitu
komunikasi internal. Melalui komunikasi,
pimpinan dapat menyampaikan informasi
kepada para bawahan, demikian pula
sebaliknya, bawahan dapat menyampaikan
berbagai informasi kepada pimpinan
(Wursanto, 2003:154). Kedua faktor di atas,
yaitu budaya kerja dan komunikasi internal
sangat penting untuk diterapkan oleh pimpinan
perusahaan yang menginginkan perbaikan
berkelanjutan dalam segala aspek. Bila
diterapkan terus menerus secara konsisten,
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
142
hasilnya akan berdampak positif bagi
perkembangan usaha serta peningkatan
semangat kerja dan kinerja para karyawan.
Matahari Department Store merupakan
perusahaan ritel terbesar di Indonesia yang
hingga kini mampu bertahan, dan berkembang
dengan sangat pesat. Kunci kesuksesan dan
daya tahan perusahaan terletak pada budaya
kerja 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan
Rajin) yang diterapkan secara konsisten dan
melibatkan seluruh komponen dalam
perusahaan. Terkait dengan hal tersebut di atas,
penelitian ini akan menelaah lebih jauh
mengenai penerapan budaya kerja 5R,
komunikasi internal, serta pengaruh terhadap
semangat kerja dan kinerja karyawan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Semangat Kerja
Setiap organisasi atau perusahaan tentu
menginginkan kemajuan usaha dari waktu ke
waktu. Namun, banyak tantangan yang harus
dihadapi. Salah satu tantangan itu adalah
menumbuhkan dan meningkatkan semangat
kerja karyawan.
Bruce (2008:2) menguraikan
pengertian semangat kerja, morale is how an
individual feels about his or her work and the
organization. Tokoh lain, Bowles dan Cooper
(2009:2) menguraikan, morale is the state of
individual psychological wellbeing based upon
a sense of confidence and usefulness and
purpose.
Haddock (2010:56) mengartikan
semangat kerja sebagai the feeling of employee
enthusiasm, confidence and challenging tasks.
Morale refers to how employees positively and
supportively feel about and for their
organization. Sementara Hacker (2000:14)
menjabarkan, morale is a state of mind and
emotions. It’s about attitudes of individuals
and groups toward their work, thei
environment, their managers, and the
business. Morale is not a single feeling but a
composite of feelings, sentiments, and attitudes.
Semua pengertian semangat kerja di
atas mengarah pada hal yang sama, bahwa
semangat kerja pada dasarnya merupakan
faktor yang ada di dalam diri karyawan dan
bersifat abstrak, tidak dapat terlihat secara
kasat mata, karena menyangkut masalah
psikologis, pikiran, dan perasaan karyawan
terhadap organisasi, pimpinan, maupun
pekerjaan.
Semangat kerja yang perlu dimiliki
dan diprioritaskan penanganannya adalah
semangat kerja yang tinggi karena dengan
semangat kerja tinggi karyawan akan lebih
antusias dan aktif berpartisipasi, serta
berkomitmen tinggi dalam membawa
organisasi mencapai kemajuan yang
diharapkan (Bruce, 2008:22).
Memiliki semangat kerja yang tinggi
juga menjadi rekomendasi Millett (2014:234)
yang melakukan penelitian dan menghasilkan
enam point mengenai alasan pentingnya
memiliki semangat kerja dalam organisasi.
There are six reasons why the employee morale
is important in an organization :
1. Improving productivity,
2. Improving performance and creativity,
3. Reducing number of leave days,
4. Paying higher attention,
5. Providing safe workpace,
6. Improving quality of work.
Sedangkan penelitian yang dilakukan
Mazin (2014:145) mengungkapkan, that high
employee morale leads to people coming to
work on time, improved communication, less
time wasted on gossip, improved recruitment
and retention, and more creativity. Hasil
penelitian Millett dan Mazin tersebut
mengungkapkan hal yang sama, bahwa
semangat kerja yang tinggi akan meningkatkan
kreatifitas, fokus perhatian, dan kesetiaan
karyawan kepada organisasi.
Pimpinan organisasi harus memahami
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
semangat kerja karyawan. Bowles dan Cooper
(2009:8) menyebutkan, bahwa faktor-faktor
utama yang dapat mempengaruhi semangat
kerja karyawan antara lain :
a. Individual job and organization image
b. Compensation and benefits
c. Career and development
d. Job security
e. Productivity
f. Working conditions
g. Management and supervision
h. Decision making
Faktor-faktor yang mempengaruhi
semangat kerja karyawan dapat berasal dari
dalam maupun dari luar diri karyawan, serta
dari organisasi atau perusahaan tempat
karyawan bekerja. Sedangkan Nitisemito dalam
Tohardi (2002:145) menguraikan beberapa
faktor untuk mengukur semangat kerja, antara
lain :
1. Absensi
2. Kerjasama dalam bentuk tindakan kolektif
seseorang terhadap orang lain.
3. Kepuasan kerja
4. Kedisiplinan
Berdasarkan penjabaran di atas dapat
disimpulkan, bahwa untuk mengetahui
semangat kerja karyawan pimpinan dapat
meneliti perilaku agresif karyawan, perasaan
karyawan dalam melakukan pekerjaan,
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
143
kemampuan menyesuaikan diri, serta
keterlibatan diri dalam pekerjaan. Selain itu,
pimpinan dapat pula menelaah absensi,
hubungan kerjasama, kepuasan bekerja, dan
tingkat kedisiplinan karyawan tersebut.
2.2. Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan merupakan faktor
yang juga memiliki peranan penting dalam
organisasi. Pengertian kinerja diungkapkan
Werner (2000:287), performance refers to
behaviors that are directly involved in
producing goods or service, or activities that
provide indirect support for the organization’s
core technical processes. Pengertian kinerja
juga diuraikan oleh Jans dan Frazer Jans
(2004:136), performance is considered as
behavior or a method which operates based on
the organizations, groups and individuals. In
other words, performance is behavior by
determined indicators which can be evaluated
positively or negatively for employees. Kedua
pengertian di atas mengacu pada hal yang
sama, bahwa kinerja merupakan perilaku
individu yang terkait dengan pekerjaan dalam
organisasi.
Tokoh lain, Baldwin (2008:12)
menegaskan, performance means carrying out
actions efficiently and effectively to meet
agreed job objectives. Sedangkan Armstrong
(2000:498) menyatakan, bahwa employee
performance is normally looked at in terms of
outcomes. However, it can also be looked at in
terms of behavior. Pendapat Armstrong
(2000:89) terlihat sangat sederhana, namun
menelaah lebih mendalam dan menemukan,
bahwa kinerja tidak hanya dapat dipandang
sebagai perilaku individu, melainkan juga
prestasi atau pencapaian yang diraih.
Mathis dan John Jackson (2008:129)
berpendapat, terdapat tiga faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu
kemampuan karyawan dalam melakukan
pekerjaan, berbagai usaha yang dilakukan, dan
dukungan organisasi. Selain itu, dapat pula
diketahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja melalui pemaparan
Mangkunegara (2005:67), sebagai berikut :
1. Faktor Individu.
Secara psikologis, individu yang normal
adalah individu yang memiliki integritas
yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan
fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya
integritas yang tinggi antara fungsi psikis
dan fisik, maka individu tersebut memiliki
konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi
yang baik ini merupakan modal utama
individu manusia untuk mampu mengelola
dan mendayagunakan potensi dirinya secara
optimal.
2. Faktor Lingkungan Organisasi.
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat
menunjang individu dalam mencapai
prestasi. Faktor lingkungan organisasi yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang
jelas, autoritas yang memadai, target kerja
yang menantang, pola komunikasi kerja
efektif, hubungan kerja harmonis, iklim
kerja respek dan dinamis, peluang berkarier
dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Kinerja karyawan dapat diukur melalui
beberapa hal seperti yang diungkapkan
Bernaden dan Russell dalam Gomes
(2000:135), antara lain :
1. Quantity of work, jumlah kerja yang
dilakukan dalam suatu periode yang
ditentukan;
2. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai
berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya;
3. Job knowledge, luasnya pengetahuan
mengenai pekerjaan dan ketrampilannya;
4. Creativeness, keaslian gagasan-gagasan
yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
yang timbul;
5. Cooperation, kesediaan uutuk bekerjasama
dengan orang lain atau sesama anggota
organisasi;
6. Dependability, kesadaran untuk dapat
dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja;
7. Initiative, semangat untuk melaksanakan
tugas-tugas baru dan dalam memperbesar
tanggungjawabnya;
8. Personal Qualities, menyangkut
kepribadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi.
Sedangkan Dharma (2003:355)
berpendapat, bahwa hampir semua cara
pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus
diselesaikan atau dicapai.
2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan
(baik tidaknya).
3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya
dengan waktu yang direncanakan.
2.3. Budaya Kerja 5R
Lima R (5R) merupakan suatu
pendekatan sistematis untuk menata,
menyusun, dan membersihkan lingkungan
kerja. Budaya kerja 5S juga merupakan cara
atau metode untuk mengatur/mengelola tempat
kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik
secara berkelanjutan (Adzim, 2013:87).
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
144
Jadi budaya kerja 5R merupakan metode
yang sistematis, yang diterapkan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik,
bersih, dan teratur. Konsep ini dikenal sebagai
salah satu budaya kerja negara Jepang yang
sudah terkenal dan telah banyak diterapkan
dalam berbagai perusahaan maupun industri di
seluruh dunia. (Fabrizio dan Don Tapping,
2006:2) .
Perusahaan Jepang sangat menyadari
bahwa produk yang unggul harus diawali
dengan budaya disiplin, yaitu disiplin dalam
bekerja yang terencana, konsisten, dan
melibatkan seluruh level pekerja. Disiplin
terhadap waktu juga menjadi ujung tombak.
Negara Sakura membuktikan bahwa budaya
disiplin bisa melahirkan perusahaan-
perusahaan hebat, yang pada akhirnya
membuat negara itu menjelma menjadi negara
yang kuat (Kasali, 2010:150).
Secara lebih terinci, Herjanto
(2008:399) menjabarkan budaya kerja 5R,
sebagai berikut :
1. Seiri berarti pemilahan, yaitu
menyingkirkan dan membuang segala
sesuatu yang tidak diperlukan. Semua
barang atau bahan harus dipilah sesuai
dengan jenis serta fungsinya, dan barang
yang tidak diperlukan tidak boleh berada di
area kerja.
2. Seiton berarti kerapihan tempat kerja.
Semua barang ditempatkan pada tempat
yang sesuai dengan peruntukannya dan
diberi tanda/label.
3. Seiso diartikan sebagai bersih, yaitu
membersihkan semua fasilitas dan
lingkungan kerja dari kotoran serta
membuang sampah pada tempatnya.
4. Seiketsu berarti standardisasi. Standar perlu
ditetapkan untuk tempat kerja, misalnya
standar warna cat untuk jalur listrik atau
lubang udara, dan standar operasi untuk
semua mesin. Prosedur juga distandardisasi.
5. Shitsuke berarti pemeliharaan kedisiplinan
pribadi masing-masing pekerja dalam
menjalankan seluruh tahap 5S.
2.4. Komunikasi Internal
Komunikasi merupakan faktor penting
dalam kehidupan manusia, yang menyentuh
semua aspek, termasuk dalam hubungan
kerjasama antar individu dalam suatu
organisasi. Cornelissen (2011:2) menegaskan
hal tersebut dengan berpendapat,
communication is the life blood of any
organization and its main purpose is to effect
change to influence action.
Komunikasi itu sendiri didefinisikan
oleh Goetsch dan Davis (2010:235) sebagai the
transfer of a message (information, idea,
emotion, intent, feeling, or something else)
that is both received and understood. A
message may be sent by one person and
received by another, but until the message is
understood by both, no communication has
occurred. Wursanto (2003:153) juga
menyampaikan pendapatnya, bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian
informasi dari suatu pihak kepada pihak lain
dalam usaha mendapatkan saling pengertian.
Mengenai pengertian komunikasi
internal, Cornelissen (2011:164)
mengungkapkan, internal communication was
defined as communication with employees
internally within the organization. It was
distinguished from forms of external
communication with stakeholders such as
customers and investors. Bovée and Thill
dalam Ragusa (2011:7) mengartikan
komunikasi internal sebagai the exchange of
information and ideas within an organization.
Dapat disimpulkan, bahwa komunikasi
merupakan pernyampaian pesan (informasi,
ide, emosi, perasaan, dan lain-lain) yang
diterima dan dimengerti. Komunikasi internal
berlangsung dalam organisasi dan mengalir
dari atasan kepada bawahan, bawahan kepada
atasan, atau diantara sesama karyawan dalam
satu tingkatan yang sama.
Komunikasi yang efektif merupakan
target utama yang harus dicapai oleh seluruh
pimpinan organisasi karena komunikasi
tersebut mampu menciptakan iklim kerja yang
sehat, yang dapat meningkatkan semangat
kerja. Anoraga (2001:87) menyatakan, bahwa
komunikasi yang sehat dan terbuka adalah
bersifat dialogis, yang berlangsung dua arah,
sehingga memberi kesempatan untuk sumbang
saran yang akan memberikan kepuasan
tersendiri bagi bawahan.
Komunikasi yang efektif merupakan
faktor sangat penting yang harus diterapkan
dalam perusahaan atau organisasi. Komunikasi
tersebut diperlukan untuk menyampaikan
tujuan dan upaya-upaya organisasi kepada
seluruh anggota organisasi, mencegah
terjadinya masalah dan konflik, menciptakan
kondisi kerja yang menyenangkan dan
profesional, yang akhirnya berimbas pada
peningkatan semangat kerja dan pencapaian
tujuan.
Komunikasi dalam konteks
administrasi, menurut Wursanto (2003:160)
digolongkan menjadi dua, yaitu komunikasi
formal dan komunikasi informal. komunikasi
formal meliputi berita yang secara resmi diakui
organisasi, seperti perintah, instruksi, dan
petunjuk dari atasan kepada bawahan, dan
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
145
komunikasi informal merupakan komunikasi
tidak resmi. Dalam meningkatkan semangat
kerja, komunikasi formal dan komunikasi
informal sama-sama penting, karena
keterbatasan komunikasi formal dalam
memecahkan masalah dapat didekati dengan
komunikasi informal.
Jadi, komunikasi informal lebih sering
dan lebih mudah diterapkan dalam organisasi
yang berskala kecil, dengan jumlah anggota
yang tidak terlalu banyak. Pimpinan biasanya
langsung berkomunikasi dengan karyawan,
demikian pula diantara sesama karyawan.
Selain kedua komunikasi di atas, ada
pula komunikasi vertikal dan komunikasi
horizontal. Suprapto (2009:68) memaparkan,
bahwa arus komunikasi horizontal dalam suatu
organisasi lebih sering terjadi dibandingkan
dengan arus vertikal. Salah satu alasannya
karena komunikasi individual lebih terbuka
dan lebih efektif dengan orang-orang di
lingkungannya, serta yang mempunyai
kedudukan sama dibandingkan dengan orang
yang kedudukannya lebih tinggi. Sedangkan
informasi ke bawah bersifat authoritative dan
arus ke atas terutama menyediakan umpan
balik bagi hasil pelaksanaan organisasi. Hal
ini berarti, bahwa arus komunikasi vertikal
membawa pesan yang memiliki potensi lebih
bersifat mengancam, sedangkan arus informasi
horizontal lebih bersifat informal.
2.5. Penelitian yang relevan
Mengenai pengaruh budaya kerja
terhadap semangat kerja terungkap dalam hasil
penelitian Bahusin dan Setiawan (2008:13)
yang menyimpulkan, bahwa terdapat pengaruh
yang positif antara budaya kerja terhadap
semangat kerja, dibuktikan dengan r hitung
lebih besar dari r table (t0 = 15,11 > t0,05 =
1,714. Begitu pula Wulandari (2012:17) dalam
penelitian yang berjudul Pengaruh Lingkungan
Kerja Fisik Dan Budaya Organisasi Terhadap
Semangat Kerja Karyawan Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (Kjks) Kospin Syariah
Karanganyar Tahun 2012. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara budaya organisasi terhadap
semangat kerja karyawan.
Pengaruh komunikasi internal terhadap
semangat kerja diuraikan dalam penelitian yang
dilakukan Suciati (2011:8). Hasil penelitian
menunjukan terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara komunikasi interpersonal
terhadap semangat kerja karyawan, thitung > ttabel
(4.687 > 1.991). Penelitian Pangondian
(2011:14) mengungkapkan hal yang sama,
bahwa variabel komunikasi memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap semangat kerja
karyawan. Besarnya pengaruh ditunjukkan oleh
nilai standardized regression weight sebesar
0,022, yang berarti semakin baik komunikasi
antara karyawan maka semakin baik pula
semangat kerja para karyawan. Pengaruh
komunikasi terhadap semangat kerja juga
terungkap dalam penelitian Permaningratna
(2012:5). Hasil penelitian menyebutkan,
bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan
dari lingkungan kerja fisik dan komunikasi
terhadap semangat kerja karyawan, baik secara
simultan maupun parsial karena terlihat
koefisien Pyx2 (0,666) lebih besar dari alpha
0,05.
Sedangkan pengaruh semangat kerja
terhadap kinerja karyawan diuraikan dalam
Study And Analysis Of Employee Morale And
Its Relationship With Performance, Work Life
And Home, penelitian yang dilakukan Shahu
(2011:10). Hasil penelitian ini menemukan,
bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positif
antara semangat kerja dan kinerja karyawan
(r = 0,8397). Demikian pula dengan Worker
Morale in Rusia: An Exploratory Study,
penelitian yang dilakukan Linz, Good, dan
Huddleston (2006:23). Penelitian tersebut
mengindikasikan, bahwa terdapat pengaruh
positif kinerja terhadap semangat kerja
karyawan.
2.6. Kerangka Berpikir dan Hipotesis
Semangat kerja menjadi modal utama
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Melalui peningkatan semangat kerja
diharapkan akan diikuti pula dengan
peningkatan kinerja karyawan. Dalam
penelitian ini, kinerja dipengaruhi oleh
semangat kerja, sedangkan semangat kerja itu
sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
budaya kerja dan komunikasi internal. Dengan
demikian kerangka berfikir penelitian ini
sebagai berikut :
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
146
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Hipotesis didefinisikan sebagai a
logically conjectured relationship between two
or more variables expressed in the form of
testable statement (Sekaran, 2006:103). Dalam
penelitian ini, peneliti merumuskan hipotesis
yang nanti akan diuji kebenarannya, sehingga
akan diketahui apakah hasil penelitian akan
menerima atau menolak hipotesis tersebut.
Hipotesis penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1. H1: Terdapat pengaruh budaya kerja
terhadap semangat kerja karyawan
2. H2: Terdapat pengaruh komunikasi
internal terhadap semangat kerja
karyawan.
3. H3: Terdapat pengaruh semangat kerja
terhadap kinerja karyawan.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti
menetapkan tiga cabang Matahari Department
Store (MDS) sebagai tempat penelitian, yaitu
MDS Kramat Jati, MDS Pondok Gede serta
MDS Cimanggis. Penelitian ini merupakan
penelitian uji hipotesis yang dilakukan untuk
mengetahui pengaruh Budaya Kerja dan
Komunikasi Internal terhadap Semangat Kerja
dan Kinerja Karyawan. Bentuk penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif untuk mengetahui
pengaruh variable X1 dan X2. Selanjutnya
penulis ingin mengukur tingkat pengaruh yang
terjadi, apakah memiliki pengaruh positif atau
negatif.
Populasi mengacu kepada keseluruhan
kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang
ingin peneliti investigasi. Sedangkan sampel
(sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel
terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari
populasi (Sekaran, 2006:123). Populasi yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah para
pramuniaga dan Sales Promotion Girl (SPG)
Matahari Department Store (MDS) Kramat Jati
Jakarta Timur, MDS Cimanggis Jawa Barat,
dan MDS Pondok Gede Jawa Barat.
Dalam menentukan sampel penelitian
ini, peneliti menggunakan cara non-probability
sampling, Dalam desain pengambilan sampel
cara ini, probabilitas elemen dalam populasi
untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak
diketahui (Sekaran, 2006:135). Sedangkan
tehnik yang digunakan adalah purposive
sampling. Pengambilan sampel dalam hal ini
terbatas pada jenis orang tertentu yang dapat
memberikan informasi yang diinginkan, entah
karena mereka adalah satu-satunya yang
memilikinya, atau memenuhi kriteria yang
ditentukan oleh peneliti (Sekaran, 2006:136).
Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 170 orang.
Validitas (validity) menunjukkan
ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya (Sekaran, 2006:42).
Pengujian validitas dalam penelitian ini akan
menggunakan Pearson Product Moment,
dimana p value < 0,05 yang berarti instrumen
yang digunakan sudah valid. Keandalan
(reliability) adalah tingkat keterpercayaan hasil
suatu pengukuran. Keandalan pengukuran
dibuktikan dengan menguji konsistensi dan
stabilitas. Alfa Cronbach adalah koefisien
keandalan yang menunjukkan seberapa baik
item dalam suatu kumpulan secara positif
berkorelasi satu sama lain. Semakin dekat
koefisien keandalan dengan 1,0, semakin baik.
Secara umum, keandalan kurang dari 0,60
dianggap buruk, keandalan dalam kisaran 0,70,
bisa diterima, dan lebih dari 0,80 adalah baik
(Sekaran : 2006:45).
Dalam penelitian ini, teknik
pengumpulan data dilakukan melalui
penyebaran kuesioner untuk memperoleh
H1
H2
X1
Y1 Y2
X2
H3
X1= Budaya Kerja 5R, X2=Komunikasi Internal, Y1 = Semangat Kerja,
Y2=Kinerja Karyawan
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
147
jawaban responden. Instrumen penelitian yang
digunakan skala Likert (Likert scale), yaitu
skala pengukuran yang didesain untuk
menelaah seberapa kuat subjek setuju atau
tidak setuju dengan pernyataan pada skala lima
titik (Sekaran : 2006). Analisa data dalam
penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan program analisis statistik
Structural Equation Modeling (SEM) atau
Model Persamaan Struktural.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Persyaratan Analisis
Pada bagian ini akan dilakukan proses
analisis terhadap data-data yang telah diperoleh
berdasarkan jawaban persepsi dari responden.
Jawaban-jawaban tersebut haruslah diukur
tingkat validitas dan reliabilitasnya sehingga
dapatlah ditentukan apakah penelitian dapat
dilanjutkan atau tidak.
Pengujian validitas dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Pearson
Product dengan ketentuan sebagai berikut: jika
p-value < 0.05 maka construct dikatakan valid,
dan jika p-value > 0.05 maka construct
dikatakan tidak valid . Berdasarkan hasil uji
validitas terhadap butir-butir pertanyaan pada
masing-masing variabel maka diperoleh rincian
seperti tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Uji Validitas Konstruk Budaya Kerja 5R
Konstruk Koefisien
Korelasi p-value Keputusan
1. Memilah barang-barang sesuai
jenis dan fungsinya. 0,545 0,000 Valid
2. Menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan. 0,540 0,000 Valid
3. Menempatkan semua barang pada tempatnya. 0,594 0,000 Valid
4. Menyimpan semua barang pada
tempatnya. 0,709 0,000 Valid
5. Menyusun semua barang sesuai aturan. 0,611 0,000 Valid
6. Memberi tanda/label pada setiap rak/tempat barang. 0,549 0,000 Valid
7. Membersihkan semua barang,
fasilitas, dan lingkungan kerja. 0,521 0,000 Valid
8. Memeriksa semua barang, fasilitas, dan lingkungan kerja. 0,600 0,000 Valid
9. Membuang sampah pada tempatnya. 0,583 0,000 Valid
10. Menerapkan semua standard
dan prosedur. 0,611 0,000 Valid
11. Memenuhi semua standard dan prosedur. 0,678 0,000 Valid
12. Menghindari ketidakpastian
dalam melaksanakan tugas. 0,513 0,000 Valid
13. Menghindari ketidaksesuaian
dalam melaksanakan tugas. 0,538 0,000 Valid
14. Memelihara kedisiplinan pribadi. 0,610 0,000 Valid
15. Memenuhi norma kerja produktif.
0,604 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 1 diketahui, bahwa
item-item pernyataan diatas memiliki p-value <
0.05. Artinya item-item pernyataan yang
digunakan dalam instrumen penelitian
memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain,
terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-
pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk
konstruk dari budaya kerja 5R. Hasil pengujian
validitas untuk variabel komunikasi internal
ditunjukkan pada tabel 2.
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
148
Tabel 2. Hasil Uji Validitas Konstruk Komunikasi Internal
Sumber : Hasil Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 2. diketahui, bahwa
item-item pernyataan diatas memiliki p-value <
0.05. Artinya item-item pernyataan yang
digunakan dalam instrumen penelitian
memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain
terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-
pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk
konstruk dari komunikasi internal. Pengujian
validitas untuk variabel semangat kerja
ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Validitas Konstruk Semangat Kerja
Konstruk Koefisien
Korelasi p-value Keputusan
1. Tetap tenang dalam situasi
yang kurang menyenangkan. 0,482 0,000 Valid
2. Tidak membalas tindakan atau
kata-kata kasar dari rekan kerja maupun pelanggan.
0,570 0,000 Valid
3. Menghindari situasi yang
mengarah kepada konflik. 0,594 0,000 Valid
Konstruk Koefisien
Korelasi p-value Keputusan
1. Mendapatkan informasi yang
jelas. 0,457 0,000 Valid
2. Menggunakan berbagai sarana
komunikasi dengan mudah. 0,519 0,000 Valid
3. Komunikasi di tempat kerja
meningkatkan komitmen
pada perusahaan. 0,623 0,000 Valid
4. Orang-orang yang ahli di
bidang komunikasi sangat
mendukung perubahan manajemen.
0,545
0,000
Valid
5. Divisi SDM membuka diri
dalam membantu menghadapi proses perubahan.
0,620 0,000 Valid
6. Manajemen memberi
perhatian pada pemberian informasi.
0,627 0,000 Valid
7. Ketrampilan komunikasi sangat membantu
meningkatkan kemampuan
merespon pelanggan.
0,501 0,000 Valid
8. Melalui komunikasi karyawan memperoleh
informasi mengenai
perubahan yang terjadi di luar lingkungan kerja.
0,326 0,000 Valid
9. Pimpinan selalu
mengevaluasi proses komunikasi yang diterapkan.
0,658 0,000 Valid
10. Pimpinan selalu mengadakan
penelitian mengenai sikap dan persepsi karyawan
terhadap perusahaan.
0,694 0,000 Valid
11. Pimpinan selalu mengadakan penelitian mengenai tingkat
kepuasan karyawan. 0,716 0,000 Valid
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
149
4. Senang dan bangga menjadi
karyawan dalam perusahaan ini.
0,585
0,000
Valid
5. Bahagia datang ke tempat kerja dan bertemu rekan kerja.
0,564 0,000 Valid
6. Bahagia dapat bekerjasama
dengan semua rekan kerja. 0,628 0,000 Valid
7. Mudah beradaptasi dengan lingkungan dan rekan kerja
baru. 0,584 0,000 Valid
8. Dapat menerima karakter yang berbeda-beda.
0,637 0,000 Valid
9. Dapat berkomunikasi secara baik dengan semua rekan
kerja. 0,590 0,000 Valid
10. Melakukan pekerjaan sendiri secara optimal. 0,528 0,000 Valid
11. Menyelesaikan permasalahan
di tempat kerja bersama rekan
kerja lain. 0,525 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 3 diketahui, bahwa
item-item pernyataan diatas memiliki p-value <
0.05. Artinya item-item pernyataan yang
digunakan dalam instrumen penelitian
memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain
terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-
pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk
konstruk dari Semangat Kerja. Hasil uji
validitas untuk butir-butir pada konstruk
kinerja tersaji pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Validitas Konstruk Kinerja Karyawan
Konstruk Koefisien
Korelasi p-value Keputusan
1. Mampu menyelesaikan
semua pekerjaan sesuai
waktu yang ditentukan.
0,387 0,000 Valid
2. Mampu menyelesaikan tugas lain di luar tugas
utama sesuai waktu yang
ditentukan.
0,391 0,000 Valid
3. Mampu menyelesaikan
pekerjaan dengan baik
sesuai aturan yang ditetapkan.
0,594 0,000 Valid
4. Tidak pernah mendapat
peringatan atau teguran terkait dengan hasil kerja.
0,461
0,000
Valid
5. Menguasai bidang tugas
yang menjadi
tanggungjawabnya.
0,582 0,000 Valid
6. Mampu menyelesaikan
tugas dengan mudah. 0,548 0,000 Valid
7. Sering memberi masukan
kepada atasan. 0,450 0,000 Valid
8. Mampu menyelesaikan persoalan dengan cara yang
berbeda dari yang biasa
diterapkan.
0,522 0,000 Valid
9. Bersedia bekerjasama
dengan semua rekan kerja. 0,585 0,000 Valid
10. Membuka diri untuk
menyelesaikan
permasalahan kerja dengan rekan kerja.
0,556 0,000 Valid
11. Jujur dalam menyelesaikan
pekerjaan. 0,576 0,000 Valid
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
150
12. Jujur dalam mengisi daftar
kehadiran. 0,570 0,000 Valid
13. Semangat untuk
melaksanakan tugas-tugas baru.
0,596 0,000 Valid
14. Siap melaksanakan
tugas/tanggungjawab yang lebih besar.
0,569 0,000 Valid
15. Mudah bergaul. 0,460 0,000 Valid
16. Ramah dalam menghadapi
pelanggan. 0,592 0,000 Valid
Sumber : Hasil Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 4 diketahui, bahwa
item-item pernyataan diatas memiliki p-value <
0.05. Artinya item-item pernyataan yang
digunakan dalam instrumen penelitian
memiliki validitas konstruk. Dengan kata lain
terdapat konsistensi internal dalam pernyataan-
pernyataan tersebut sehingga dapat membentuk
konstruk dari Kinerja Karyawan.
Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas
guna menguji kelayakan seluruh variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dasar
pengambilan keputusan uji Reliabilitas sebagai
berikut: cronbach’s Alpha > 0.6 maka
Cronbach’s Alpha acceptable (construct
reliable) dan cronbach’s Alpha < 0.6 maka
Cronbach’s Alpha poor acceptable (construct
unreliable).
Tabel 5. Koefisien Cronbach’s Alpha untuk masing-masing
variabel penelitian
Konstruk Items Cronbach’s Coefficient
Alpha
Budaya Kerja 5R 15 0,863
Komunikasi Internal 11 0,801
Semangat Kerja 11 0,783
Kinerja Karyawan 16 0,816
Sumber : Hasil Penelitian (2015)
Berdasarkan tabel 5 diatas, koefisien
Cronbach’s Alpha untuk masing-masing
konstruk > 0.60, artinya Cronbach’s Alpha
dapat diterima (acceptable). Dengan kata lain,
jawaban rersponden terhadap pernyataan-
pernyataan yang digunakan untuk mengukur
variabel adalah konsisten dan konstrak dapat
dipercaya (reliable).
4.2. Uji Kesesuaian Model
Pengujian kesesuaian model (goodness-
of-fit model) dilakukan dengan melihat
beberapa kriteria pengukuran, yaitu : chi-
square, probability, goodness-of-fit Index
(GFI), root mean residual (RMR) dan root
mean square error of approximation
(RMSEA), turker-lewis index (TLI), normed fit
index (NFI), adjusted goodness-of-fit index
(AGFI), incremental fit index (IFI) dan
comparative fit index (CFI), normed chi-square
(CMIN/DF).
Hasil pengukuran tingkat kesesuaian
(goodness-of-fit) ditampilkan pada tabel 6.
Berdasarkan pengujian kesesuaian model
dengan melihat nilai-nilai goodness-of-fit di
atas diperoleh hasil, bahwa secara
keseluruhan model yang digunakan dalam
penelitian menghasilkan tingkat kesesuaian
model dan penerimaan yang cukup baik.
Dengan demikian, secara keseluruhan model
persamaan structural yang digunakan masih
dapat diterima dan pengujian hipotesa dapat
dilakukan.
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
151
x1
x2
y1 y2
xa15
e15
1
1
xa14
e141xa13
e131xa12
e121xa11
e111xa10
e101xa9
e91
xa8
e81
xa7
e71
xa6
e61
xa5
e51
xa4
e41
xa3
e31
xa2
e21
xa1
e11
xb11
e26
1
1xb10
e251xb9
e241xb8
e231xb7
e221xb6
e211xb5
e201xb4
e191xb3
e181xb2
e171xb1
e161
ya11e37
1
1 ya10e361 ya9e351 ya8e341 ya7e331 ya6e321 ya5e311 ya4e301 ya3e291 ya2e281 ya1e271
yb1 e38
1
1
yb2 e391
yb3 e401
yb4 e411
yb5 e421
yb6 e431
yb7 e441
yb8 e451
yb9 e461
yb10 e471
yb11 e481
yb12 e491
yb13 e501
yb14 e511
yb15 e521
yb16 e531
e541 e551
Gambar 2. Model Structural Equation Modeling
Tabel 6. Pengukuran Tingkat Kesesuaian
(goodness-of-fit model) Pengukuran Nilai yang
diharapkan
Nilai Tingkat
Penerimaan
Chi-square
Semakin kecil
2281 Tidak fit
p-value Min. 0.05 .000 Tidak fit
GFI > 0.90 atau
mendekati 1
.667 Marginal fit
RMSEA < 0.08 .066 Fit
TLI > 0.90 atau
mendekati 1
.646 Marginal fit
AGFI > 0.90 atau
mendekati 1
.639 Marginal fit
IFI > 0.90 atau
mendekati 1
.668 Marginal fit
CFI > 0.90 atau
mendekati 1
.661 Marginal fit
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
4.3. Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan uji kesesuaian model,
maka dapat dilakukan pengujian terhadap
hipotesis dengan menggunakan matrik
variance-covariance sebagai input data yang
lebih mencerminkan hubungan kausalitas sebab
akibat. Adapun hasil regresi pada pengolahan
data dengan metode SEM dirangkum pada
tabel 7. Untuk pembuktian terhadap hipotesis
yang diajukan, maka pengujian hipotesis
dilakukan dengan membandingkan p-value
dengan tingkat signifikan (alpha) sebesar 0,05.
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
152
Tabel 7. Hasil Analisa Jalur
Hipotesis UnStandardized
Regression Weights C.R. p-value
Keputusan
H1 y1 <--- x1 .232 3.286 .001 H0 ditolak (ada pengaruh
signifikan)
H2 y1 <--- x2 .299 2.748 .006 H0 ditolak (ada pengaruh
signifikan)
H3 y2 <--- y1 .424 2.892 .004 H0 ditolak (ada pengaruh
signifikan)
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Pada H1, koefisien sebesar 0,232
menunjukkan arah positif antara kedua
variabel. Artinya, apabila budaya kerja 5R
diterapkan sesuai urutan dan secara
berkelanjutan, maka semangat kerja karyawan
akan semakin tinggi. Adapun p-value untuk
hipotesis pertama sebesar 0.001 < alpha 0,05.
Dengan demikian, pada H1 terbukti bahwa
budaya kerja berpengaruh signifikan terhadap
semangat kerja karyawan.
Pada H2, koefisien sebesar 0,299
menunjukkan arah positif antara kedua
variabel. Artinya, semakin efektif komunikasi
internal, maka semangat kerja karyawan akan
semakin tinggi. Adapun p-value untuk
hipotesis kedua sebesar 0. 006 < alpha 0,05.
Dengan demikian H2 dapat diartikan
komunikasi internal berpengaruh signifikan
terhadap Semangat Kerja karyawan.
Pada H3, koefisien sebesar 0,424
menunjukkan arah positif antara kedua
variabel. Artinya, semakin tinggi semangat
kerja karyawan, maka kinerja karyawan akan
semakin meningkat. Adapun p-value untuk
hipotesis ketiga sebesar 0.004 < alpha 0,05.
Dengan demikian H3 menunjukkan semangat
kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
IV. PENUTUP
Berdasarkan hasil uji hipotesis pada bab
sebelumnya, terdapat beberapa hal yang dapat
dijadikan kesimpulan, antara lain :
1. Penerapan budaya kerja 5R berpengaruh
signifikan dan positif terhadap semangat
kerja karyawan. Ini berarti apabila budaya
kerja 5R diterapkan sesuai urutan dan
secara berkelanjutan, maka semangat kerja
karyawan akan semakin tinggi.
2. Penerapan komunikasi internal terbukti
berpengaruh signifikan dan positif terhadap
semangat kerja karyawan. Ini berarti
semakin efektif komunikasi internal, maka
semangat kerja karyawan juga akan
semakin tinggi.
3. Terciptanya semangat kerja ternyata
berpengaruh signifikan dan positif terhadap
kinerja karyawan. Ini berarti semakin tinggi
semangat kerja karyawan, maka akan
semakin tinggi pula kinerja karyawan.
Ada beberapa saran terkait dengan
keterbatasan penelitian, antara lain :
1. Selain Budaya Kerja 5R dan Komunikasi
Internal, masih terdapat faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi semangat kerja
dan kinerja karyawan, namun masih sering
diacuhkan oleh pimpinan
organisasi/perusahaan, seperti minat
karyawan terhadap pekerjaan, status sosial
pekerjaan, tujuan pekerjaan, team pride,
concern for people, serta job security.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
membuktikan teori-teori tersebut, sehingga
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pimpinan dalam mempertahankan dan
meningkatkan semangat kerja serta kinerja
karyawan.
2. Dalam penelitian ini populasi hanya
terbatas pada para pramuniaga dan Sales
Promotion Girl (SPG). Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menjangkau
populasi yang lain, baik terhadap karyawan
di divisi operasional yang lain maupun di
divisi administratif.
3. Jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini juga masih tergolong kecil
sehingga penelitian selanjutnya diharapkan
mampu meningkatkan jumlah sampel yang
akan dijadikan sebagai objek penelitian,
sehingga data yang dihasilkan juga akan
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adzim, Hebbie Ilma.
http://sistemmanajemenkeselamatankerj
a.blogspot.com/2013/10/pengertian-
tujuan-dan-manfaat-penerapan.html (01
Juli 2014).
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
153
Anoraga, Panji. 2001. Psikologi
Kepemimpinan, Cetakan Ketiga.
Jakarta: Rineka Cipta.
Armstrong, M. 2000. A handbook of personnel
Management Practices. London: Kogan
Page Limited.
Bahusin, Kurniati dan Setiawan, Yan. 2008.
Pengaruh Budaya Kerja Terhadap
Semangat dan Kegairahan Kerja
Karyawan PT Federal International
Finance Bandar Lampung. Jurnal Bisnis
dan Manajemen.
Baldwin, Kieran. 2008. Managing Employee
Performance In Seven Steps. Second
Edition. Lulu.com Publisher.
Bowles, David dan Cooper, Cary L. 2009.
Employee Morale: Driving Performance
In Challenging Times.. United Kingdom:
Palgrave Macmillan
Bruce, Anne. 2008. Rahasia Tempat Kerja
Penuh Semangat dan Menyenangkan.
Edisi Terjemahan. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Semesta.
Cornelissen, Joep. 2011. Corporate
Communication: A Guide to Theory and
Practice. 3th Edition. SAGE
Publications.
Dharma, Agus. 2003. Manajemen Supervisi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fabrizio, Thomas dan Tapping, Don. 2006. 5S
For The Office: Organizing the
Workplace to Eliminate Waste. New
York: Productivity Press.
Goetsch dan Davis. 2010. Quality Management
for Organizational Excellence:
Introduction to Total Quality. Sixth
Edition. Pearson Education
International.
Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit
Andi Offset.
Hacker, Carol, A.. 2000. The high cost of low
morale and what to do about it; St.
Lucie Press; 2000.
Haddock, P. 2010. Important of Morale.
http://www.ehow.com/facts_5474415_i
mportance-morale.html. 1/06/2014.
Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi.
edisi ketiga. Jakarta: Grasindo.
Jans, N.,Frazer Jans, J. 2004. Career
Development, Job Rotation, and
Professional Performance; Armed
Forces & Society.
Kasali, Rhenald, Myelin. 2010. Mobilisasi
Intangibles Menjadi Kekuatan
Perubahan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Linz, Susan J., Good, Linda K., Huddleston,
Patricia. 2006. Worker Morale in
Russia: An Exploratory Study. William
Davidson Institute Working Paper
Number 816.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2005.
Evaluasi Kinerja SDM. Jakarta: Tiga
Serangkai.
Mathis, Robert L dan Jackson, John. 2008.
Human resource Management. Essential
Perspectives. USA: Penerbit South-
Western Cengage Learning.
Mazin, R. 2014. The effects of high morale on
employee performance.
http://www.ehow.com/list_5929046_eff
ects-high-morale-employee-
performance.html. Juni 2014
Millett, T. 2014. Six reasons why staff morale
is important?;
http://ezinearticles.com./?6-Reasons-
Why-Staff-Morale-Is-
Important&id=4340843. (Juni 2014).
Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen Strategik
Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Pangondian, Tigor. 2011. Pengaruh
Penempatan, Kompensasi, Kesempatan
Berprestasi, Komunikasi Dan
Lingkungan Kerja Terhadap Semangat
Kerja Karyawan Kimia Farma Di Bali.
Tesis. Program Studi Manajemen
Universitas Udayana, Denpasar.
Permaningratna. Permaningratna, Putu Duwita.
2012. Pengaruh Lingkungan Kerja Fisik
dan Komunikasi Terhadap Semangat
Kerja Karyawan.
Ragusa, Antonio. 2011. Internal
Communication Management:
Individual and Organizational
Outcomes. Bookboon.
Sekaran, Uma. 2006 Research Methods For
Business: A Skill Building Approach;
John Wiley & Sons, Inc.
Shahu. Rashmi. 2011. Study And Analysis Of
Employee Morale And Its Relationship
With Performance, Work Life And
Home. International Journal Of
Management Research And Review.
Vol. 1.
Tohardi, Ahmad. 2002. Pemahaman Praktis
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Widya Cipta,Vol. VII, No.2 September 2015
154
Werner, J. M,. 2000. Implications of OCB and
contextual performance for human
resource management. Human Resource
Management Review. 2000.
Wulandari. Difitri. 2012. Pengaruh Lingkungan
Kerja Fisik Dan Budaya Organisasi
Terhadap Semangat Kerja Karyawan
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Kjks)
Kospin Syariah Karanganyar Tahun
2012. Surakarta.
Wursanto, Ig. 2003. Etika Komunikasi Kantor.
cetakan keempatbelas. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.