pengakuan takhta suci (vatikan) terhadap...

of 106 /106
PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN) TERHADAP PALESTINA SEBAGAI NEGARA BERDAULAT TAHUN 2015 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: TITO NUGROHO 1111114000019 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Author: duonghanh

Post on 10-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

Embed Size (px)

TRANSCRIPT

PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN)

TERHADAP PALESTINA SEBAGAI NEGARA

BERDAULAT TAHUN 2015

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

TITO NUGROHO

1111114000019

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN) TERHADAP

PALESTINA SEBAGAI NEGARA BERDAULAT TAHUN 2015

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Juli 2018

Tito Nugroho

iii

iv

v

ABSTRAK

Pengakuan menjadi salah satu faktor penting untuk sebuah negara dapat diakui eksistensinya baik

di tingkat kawasan ataupun internasional. Status sebuah negara tersebut akan lebih sempurna apabila juga

mendapatkan sebuah pengakuan secara de facto dari masyarakat internasional. Dalam hal ini negara

Palestina berkeinginan agar mendapatkan pengakuan internasional. Perjuangan Palestina yang diwakili

oleh Palestine Liberation Organization (PLO) dengan pemimpinnya Mahmoud Abbas akhirnya

mendapatkan status sebagai Non-member Observer State pada tahun 2012. Pengakuan dari PBB

tersebut menjadi jalan bagi Palestina untuk dapat menjadi negara yang berdaulat. Setelah pengakuan dari

PBB, secara berangsur-angsur Palestina mendapatkan pengakuan, salah satunya berasal dari Takhta Suci

(Vatikan).

Takhta suci mengakui negara Palestina berdasarkan dengan Perjanjian Komprehensif yang telah

ditandatangani oleh perwakilan Vatikan dan Negara Palestina pada tahun 2015. Perjanjian tersebut

berkaitan mengenai aspek-aspek penting yang terjadi pada kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di

Palestina. Dalam penelitian ini, Status Takhta Suci sebagai sebuah Entitas khusus dalam subjek

internasional yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara menjadi suatu hal yang menarik untuk

dapat dibahas.

Selain itu, dalam penelitian ini menggunakan konsep pengakuan negara dan teori kebijakan luar

negeri untuk menganalisa pengakuan Takhta Suci terhadap negara Palestina. Dengan teori tersebut dapat

diketahui apa faktor kebijakan Takhta Suci mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Kebijakan tersebut

berasal dari faktor internal Takhta Suci yang menginginkan perdamaian di wilayah kota suci dan

melindungi kaum nasrani. Sedangkan, faktor eksternal yang melatarbelakangi adalah adanya opini

masyarakat yang menginginkan perubahan di wilayah tersebut dan pelanggaran hak asasi manusia di

Palestina yang harus segera dihentikan.

Kata kunci: Pengakuan, Takhta Suci, Vatikan, Palestina, Kedaulatan, PBB, PLO, Kebijakan Luar Negeri.

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur dan Hamdallah penulis panjatkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, akal, dan pikiran kepada penulis

hingga tercapainya suatu titik puncak pendidikan yang penulis jalani. Berkat rahmat

dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dijalani. Tidak lupa pula

Shalawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, atas

pedomannya penulis dapat merasakan nikmat pendidikan yang tak ternilai harganya

hingga saat ini.

Dalam penelitian ini tidak terlepas dari banyaknya bantuan yang diberikan

baik secara moril maupun materi yang tak bisa penulis sampaikan secara rinci. Pihak-

pihak yang sangat membantu penulis dalam menjalani segala kesulitan yang dihadapi

selama penelitian ini berlangsung, yaitu kepada:

1. Penulis ucapkan terima kasih yang terbesar kepada keluarga tercinta yang

dengan sabarnya terus memberi semangat yang tak ternilai dan tergantikan

oleh penulis yaitu kepada mama tercinta (Ibu Nurbetty Bagindo) dan Papa

tersayang (Bpk. Iswantho) dan (Bpk. Sukri Makassar). Sosok-sosok tersebut

sangat berperan penting dalam membantu penulis agar tercapainya penelitian

ini. Dengan penuh kesabaran dan semangat yang tak terhingga, sampai

penelitian ini dapat terselesaikan.

vii

2. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada adik tersayang yang telah

memberikan dukungan secara moril kepada penulis (Tio Suryo Saputro) dan

sahabat penulis (Oriza Qaliqis, Reza Mahendra dan Kenny Oscar) dengan

dukungan mereka penulis dapat semangat dalam menjalani penelitian ini.

Tidak lupa pula penulis berterimakasih kepada sepupu tersayang (Amelia

Merisda, Erick Drachman, Vandro Rizky Aldila) dengan kebaikannya dapat

memberikan semangat bagi penulis melakukan penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

4. Bapak Ahmad Al Fajri, M. A. selaku Ketua Program Studi Hubungan

Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

5. Ibu Eva Mushoffa, MA selaku Sekertaris Program Studi Hubungan

Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

6. Peneliti berterimakasih juga yang sebesar-besarnya kepada bapak Ahmad

Syaifuddin Zuhri, S. IP., L.M. selaku Dosen Pembimbing penulis yang selalu

memberikan masukan dan dukungan kepada penulis agar dapat

menyelesaikan penelitian ini,

7. Terima kasih terucap untuk semua dosen yang telah memberikan ilmunya

kepada penulis semenjak awal masuk universitas, khususnya Alm. Bpk Budi

Satari. Semua staf baik Universitas maupun Fakultas dan pak Jajang yang

telah menyediakan bantuan yang diperlukan oleh penulis,

viii

8. Terima kasih kepada sahabat dan teman angkatan HI 2011 khususnya IRIC

2011 yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis:

Menajer Selvy Afriyani yang selalu sabar membantu penulis, Aptiani

Nurjannah, Reta Marina P, Niken Aulia F, Desica Anna N, Hary Satria, Fikry

Al Fajr, Rifqi Syahrizal, Hasmar Husein Nasution, Adnan Winataputra, Bayu

Agustian, Alif Auza, Faisal Farras, Andika Asyidik, Maria Ulfah, Masmuhah,

Devi Linda, Zara Sabrina yang telah mengisi hari-hari di masa perkuliahan

dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu per satu,

9. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penulis yang membantu

dalam menyelesaikan penelitian ini (Zahra Shalimah, Febriana Windarati,

Rizkiana yuniarti dan Haifatul Azizah),

10. Terima kasih penulis ucap kepada semua teman-teman SMA 6 Depok dan

SMA Widuri yang telah memberikan dukungan secara moril kepada penulis,

11. Penulis berterimakasih juga kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis

melakukan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata penulis ucapkan Jazakumullah Khairan Katsirin.

Jakarta, 4 Juli 2018

Tito Nugroho

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv

ABSTRAK ........................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi

DAFTAR ISI..................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ...............................................................1

B. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 11

D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 12

E. Kerangka Pemikiran............................................................. 17

1. Konsep Pengakuan Negara ............................................ 17

2. Teori Kebijakan Luar Negeri ......................................... 20

F. Metode Penelitian ............................................................... 23

G. Sistematika Penulisan ......................................................... 24

BAB II STATUS PALESTINA SEBAGAI SEBUAH NEGARA

A. Perkembangan Palestina Menjadi Sebuah Negara ................ 26

B. Status Palestina sebelum Diakui Sebagai Sebuah Negara .... 34

C. Upaya Palestina untuk Mendapatkan Pengakuan.................. 37

D. Pengakuan dari Negara-negara terhadap Palestina ............... 44

x

BAB III PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN)

TERHADAP NEGARA PALESTINA

A. Takhta Suci (Vatikan) Sebagai Subjek Hukum

Internasional ........................................................................ 51

B. Sistem Takhta Suci (Vatikan) dalam Pengambilan

Kebijakan Luar Negeri ......................................................... 58

C. Upaya Hukum Takhta Suci dalam Mengakui

Negara Palestina................................................................... 61

BAB IV ANALISA MENGENAI TAKHTA SUCI (VATIKAN)

MENGAKUI PALESTINA SEBAGAI NEGARA

BERDAULAT TAHUN 2015

A. Konsep Pengakuan dalam Analisis Pengakuan

Terhadap Palestina ............................................................... 65

B. Kebijakan Luar Negeri Takhta Suci Mengakui Palestina

Sebagai Sebuah Negara........................................................ 70

1. Faktor Internal ................................................................ 72

a. Faktor Religius ......................................................... 72

b. Faktor Idiosinkratik .................................................. 73

2. Faktor Internal ................................................................ 75

a. Opini Masyarakat Internasional ............................... 75

b. Masalah Regional di Kawasan ................................. 76

c. Hak Asasi Manusia (HAM) ..................................... 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xiv

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Timeline Perkembangan Status Palestina ..................................... 27

Gambar II.2 Negara-negara yang Mengakui Palestina ..................................... 44

Gambar III.1 Peta Hubungan Diplomasi Takhta Suci (Vatikan)

dengan Negara Lain ........................................................................ 56

xii

DAFTAR SINGKATAN

AS Amerika Serikat

DK Dewan Keamanan

FAO Food and Agricultural Organization

GC General Conference

HAM Hak Asasi Manusia

IGO International Governmental Organization

INGO International Non-Governmental Organization

LBB Liga Bangsa Bangsa

MNC Multinational Corporation

OKI Organisasi Kerjasama Islam

OPT Occupied Palestine Territory

PA Palestina Authority

PBB Persatuan Bangsa Bangsa

PLO Palestina Liberation Organization

PNC Palestina National Council

UN Untid Nations

UNDP United Nation Development Programes

xiii

UNESCO United Nation Educational Scientific and Cultural

Organization

UNICEF United Nations Emergency Childrens Fund

WHO World Health Organization

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Skripsi ini akan membahas mengenai pengakuan Vatikan (Takhta Suci)

terhadap Negara Palestina pada tahun 2015. Vatikan adalah sebuah negara yang

dibuat berdasarkan Lateran Treaty yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari

1929 antara Takhta Suci dan Italia yang diakui oleh masyarakat internasional,

dipimpin oleh pemerintah berdaulat gerejawi Katolik Roma dengan kepemilikan

penuh dan kekuasaan eksklusif yang disebut dengan Takhta Suci.1

Vatikan mengakui Negara Palestina secara resmi pada 26 Juni 2015.2

Pengakuan tersebut berdasarkan pada Perjanjian Komprehensif yang telah

ditandatangani oleh Vatikan dan Negara Palestina,3 berkaitan mengenai aspek-aspek

1 Lateran Treaty, situs resmi Vatikan diakses dari

http://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-

Amministrative/LateranTreaty.pdf, pada tanggal 5 Februari 2017 2 Holy See Press Office, Joint Statement on the occasion of the Signature of the

Comprehensive Agreement between the Holy See and the State of Palestine, diakses dari

https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf, pada

tanggal 5 Februari 2017 3 Holy See Press Office, Joint Statement on the occasion of the Signature of the

Comprehensive Agreement between the Holy See and the State of Palestine, diakses dari

https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf, pada

tanggal 5 Februari 2017

http://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-Amministrative/LateranTreaty.pdfhttp://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-Amministrative/LateranTreaty.pdfhttps://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdfhttps://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf

2

penting yang terjadi pada kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di Palestina.4

Perjanjian tersebut berlaku secara penuh pada tanggal 2 Januari 2016.5 Penelitian ini

selanjutnya akan membahas faktor yang mempengaruhi keputusan Vatikan dalam

mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

Palestina adalah sebuah negara yang memiliki lebih dari 4,3 juta penduduk,

berada di kawasan Timur Tengah yang berbatasan langsung dengan Mesir, Yordania

dan Laut Mediterania. 6

Wilayah Palestina atau sering disebut dengan Occupied

Palestinian Territories (wilayah Palestina yang diduduki Israel) secara garis besar

terdiri dari Tepi Barat (West Bank) termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza (Gaza

Strip).7 Wilayah tersebut didapatkan setelah Gaza terlepas dari pendudukan Israel.

Pada tahun 2007 Hamas diketahui mengambil alih Jalur Gaza dan saat itu membagi

wilayah Palestina secara politik dengan Fatah yang sebagian besar berkuasa di Tepi

Barat.8 Hingga pada tahun 2014 terdapat kesepakatan antara kedua kelompok untuk

membentuk pemerintahan dan wilayah yang saat ini menjadi negara Palestina.

4 Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,

diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-

state.html?_r=1, pada tanggal 5 Februari 2017 5 Vatican Radio, Holy See, State of Palestine Comprehensive Agreement enters into force,

diakses dari

http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force

/1198477, pada tanggal 5 Februari 2017 6 William Foxwell Albright, Palestine, diakses dari

http://www.britannica.com/place/Palestine, pada tanggal 6 Desember 2017 7 BBC, Palestinian territories profile, diakses dari http://www.bbc.com/news/world-middle-

east-14630174, pada tanggal 10 Desember 2017 8 Fatah dan Hamas adalah dua partai utama politik Palestina. Fatah didirikan pada tahun 1958

dipimpin oleh Mahmoud Abbas dan Hamas didirikan pada tahun 1987 dipimpin oleh Khaled Mashaal.

Keduanya sempat terlibat konflik yang mengakibatkan perpecahan dari Otoritas Palestina pada tahun

2007, tetapi hubungan keduanya membaik pada tahun 2014.

http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force/1198477http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force/1198477http://www.britannica.com/place/Palestinehttp://www.bbc.com/news/world-middle-east-14630174http://www.bbc.com/news/world-middle-east-14630174

3

Palestina dan Israel memiliki sejarah panjang dan hubungan yang cukup

tegang.9 Konflik Israel-Palestina dapat digambarkan sebagai konflik eksistensial

antara dua bangsa dan dua identitas kelompok yang masing-masing mengklaim

wilayah yang sama untuk menjadi tanah air dan negara pemerintahan.10

Konflik

kedua negara tersebut diawali dari ketegangan antara pemukim Yahudi dan penduduk

lokal Arab, setelah disahkannya Resolusi PBB 181 (1947). 11

Resolusi tersebut

merekomendasikan untuk mengadopsi dan melaksanakan rencana pembagian wilayah

Palestina menjadi negara Arab, negara Yahudi dan Kota Yerusalem.12

Beberapa

bulan setelah itu Pada tanggal 14 Mei 1948, saat Mandat Britania atas Palestina

berakhir, Dewan Rakyat Yahudi berkumpul di Tel Aviv Museum, dan

mendeklarasikan pembentukan Negara Israel. Negara baru tersebut langsung diakui

oleh Negara Amerika Serikat dan disusul oleh Uni Soviet tiga hari kemudian.13

Setelah Negara Israel terbentuk, mereka mencoba untuk mulai memperluas

perbatasannya untuk mencakup sebagian dari wilayah Palestina. Pada tahun 1967

terjadi perang yang disebut The Six-Day War, secara simultan Israel menyerang

9 Aljazeera, Palestine: Country Profile, diakses dari

http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.html, pada tanggal 6 Desember2017 10

Herbert C. Kelman, The Israeli-Palestinian Peace Process and Its Vicissitudes, American

Psychologist Journal va. 62, No.4, 2007, hal. 287-303 11

Israel Ministry of Foreign Affairs, UN Partition Plan - Resolution 181 (1947), diakses dari

http://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspx, pada tanggal

6 Desember 2017 12

Israel Ministry of Foreign Affairs. UN Partition Plan - Resolution 181 (1947), diakses dari

http://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspx, pada tanggal

6 Desember 2017 13

Israel Ministry of Foreign Affairs, The Declaration of the Establishment of the State of

Israel, diakses dari

http://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%

20of%20State%20of%20Israel.aspx, pada tanggal 6 Desember 2017

http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.htmlhttp://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspxhttp://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspxhttp://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%20of%20State%20of%20Israel.aspxhttp://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%20of%20State%20of%20Israel.aspx

4

Mesir, Yordania dan Suriah.14

perang tersebut membuat Israel dapat merebut

Semenanjung Sinai, setelah menaklukkan seluruh wilayah Yordania barat, Sungai

Yordan (Tepi Barat), menaklukan Yerusalem, dan telah menduduki Dataran Tinggi

Golan.15

Ribuan orang Arab Palestina segera pergi ke wilayah Timur dan Utara.

Perang kembali terjadi pada tahun 1973 yang disebut dengan Yom Kippur War,

dimana negara-negara Arab mencoba mengembalikan wilayah yang dikuasai oleh

Israel. Perang tersebut akhirnya dapat mengembalikan wilayah palestina dan

menghasilkan perjanjian damai.16

Palestine Liberation Organization (PLO)17

yang menjadi Dewan Nasional

Palestina pada tahun 1988, memproklamirkan sebagai Negara Palestina dari markas

besarnya di Aljir, Aljazair. Dengan itu Palestina diizinkan untuk dapat menduduki

Tepi Barat dan Jalur Gaza.18

Menyusul pada tahun 1993 proses perdamaian Israel-

Palestina menyebabkan Kesepakatan Oslo, yang memungkinkan PLO untuk pindah

dari Tunisia dan mengambil tanah di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta

14

Charles K. Rowley, Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

1948-2005: An Analytical History, Public Choice (2006) 128:7790 15

Charles K. Rowley, Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

1948-2005: An Analytical History, Public Choice (2006) 128:7790 16

Aljazeera, The War in October, diakses dari

http://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-

2013102172128280627.html, pada tanggal 6 Desember 2017 17

Organisasi politik yang mewakili rakyat Palestina di dunia Arab. Organisasi Ini dibentuk

pada tahun 1964 untuk memusatkan kepemimpinan berbagai kelompok Palestina yang sebelumnya

telah dioperasikan sebagai gerakan perlawanan. 18

Britannica, "Palestine Liberation Organization (PLO)", diakses dari

http://www.britannica.com/topic/Palestine-Liberation-Organization, pada tanggal 6 Desember 2017

http://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-2013102172128280627.htmlhttp://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-2013102172128280627.htmlhttp://www.britannica.com/topic/Palestine-Liberation-Organization

5

mendirikan Otoritas Nasional Palestina.19

Melalui perjanjian Oslo 2 (1995)

mengandaikan bahwa Israel dan Palestina tertarik untuk mendapat keuntungan dari

perdagangan, namun pada kenyataannya kerjasama antara kedua negara tersebut tidak

bisa berjalan dengan baik.20

Impian rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan

tidak berjalan dengan begitu mulus. Butuh waktu yang cukup lama sampai pada

November 2012 Majelis Umum PBB mengumumkan peningkatan status Palestina

menjadi negara peninjau bukan anggota (Non-Member Observer State).21

Negara Palestina saat ini mendapat pengakuan lebih dari 130 negara, banyak

negara yang memberikan pengakuannya terhadap Negara Palestina setelah Deklarasi

Kemerdekaan yang dilakukan oleh Dewan Nasional Palestina pada 15 November

1988.22

Disusul oleh pengakuan negara Swedia yang ada di kawasan Eropa pada

Oktober 2014, hal tersebut menegaskan bahwa Swedia menjadi anggota Uni Eropa

pertama di Eropa Barat yang telah mengakui negara Palestina.23

Setahun berselang,

tepatnya pada 26 juni 2015 diketahui bahwa Takhta Suci Vatikan telah memberikan

pengakuan terhadap Negara Palestina.

19

Charles K. Rowley . Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

1948-2005: An Analytical History, Public Choice,2006, hal. 128:7790 20

Charles K. Rowley . Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

1948-2005: An Analytical History, Public Choice,2006, hal. 89 21

United Nation, General Assembly Votes Overwhelmingly to Accord Palestine Non-

Member Observer State Status in United Nations, diakses dari

http://www.un.org/press/en/2012/ga11317.doc.htm, pada tanggal 6 Desember 2017 22

Kabir Chibber, All the countries Including Sweden That Now Recognize Palestinian

Statehood, diakses dari http://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-

palestinian-statehood/, pada tanggal 7 Desember 2017 23

Robert Rydberg, Sweden Becomes first EU Country to Recognise the Palestinian State,

diakses dari http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-

palestinian-state/, pada tanggal 7 Desember 2017

http://www.un.org/press/en/2012/ga11317.doc.htmhttp://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-palestinian-statehood/http://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-palestinian-statehood/http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-palestinian-state/http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-palestinian-state/

6

Pengakuan tersebut didapatkan setelah sebelumnya Vatikan telah mengakui

Palestina secara de facto pada tahun 2012.24

Melalui Perjanjian Komprehensif yang

telah ditandatangani oleh Vatikan dan Negara Palestina,25

mengenai aspek-aspek

penting dari kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di Palestina.26

Hal tersebut

menegaskan bahwa Vatikan mengakui Negara Palestina, karena dalam isi perjanjian

kerjasama tersebut menunujukkan dengan jelas penggunaan istilah State of

Palestine, yang secara tidak langsung telah mengakui Palestina sebagai sebuah

negara.27

Perjanjian tersebut ditandatangani Menteri Luar Negeri Vatikan Uskup Agung

Gallagher dan Menteri Luar Negeri Riad al-Malki dari Otoritas Palestina pada

upacara di Vatikan pada 26 Juni 2015.28

Pengakuan Takhta Suci Vatikan juga

diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Vatikan,

Uskup Agung Paul Gallagher, Uskup Vatikan yang pada dasarnya melayani sebagai

24

Stephen Jewkes, Vatican Accord with Palestine Comes Into Effect, diaskses dari

http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102, pada tanggal 5

Desember 2017 25

Stephen Jewkes, Vatican Accord with Palestine Comes Into Effect, diaskses dari

http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102, pada tanggal 5

Desember 2017 26

Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,

diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-

state.html?_r=1, pada tanggal 5 Desember 2017 27

Jodi Rudoren and Diaa Hadi, Vatican to Recognize Palestinian State in New Treaty,

diakases dari http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-

state-in-new-treaty.html, pada tanggal 7 Desember 2017 28

Jodi Rudoren and Diaa Hadi, Vatican to Recognize Palestinian State in New Treaty,

diakases dari http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-

state-in-new-treaty.html, pada tanggal 7 Desember 2017

http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.html

7

menteri luar negeri Paus, setelah menandatangani perjanjian komprehensif dan secara

resmi mengakui "Negara Palestina". Uskup Agung Paul Gallagher menyatakan:29

The agreement could be a stimulus to bringing a definitive end to the

longstanding Israeli-Palestinian conflict, which continues to cause suffering

for both parties (Elisabetta 2015). (Kesepakatan tersebut bisa menjadi

"stimulus untuk membawa akhir definitif untuk konflik Israel-Palestina yang

berlangsung lama, yang terus menyebabkan penderitaan bagi kedua belah

pihak). (Diterjemahkan oleh penulis)

Juru bicara Vatikan, Pastor Federico Lombardi juga menambahkan:30

We have recognized the State of Palestine ever since it was given

recognition by the United Nations and it is already listed as the State of

Palestine in our official yearbook (Herb 2015). (Kami (Vatikan) telah

mengakui Negara Palestina sejak PBB memberikan pengakuan dan itu sudah

terdaftar sebagai Negara Palestina di buku tahunan resmi kami).

(Diterjemahkan oleh penulis)

Sebelum menjalin hubungan dengan Palestina, Vatikan telah terlebih dahulu

menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Penandatanganan Perjanjian

29

Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,

diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-

state.html?_r=1 , pada tanggal 5 Desember 2017 30

Herb Keinon, Israel 'Disappointed' Vatican Reached Agreement Recognizing Palestinian

State, diakses dari http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-

agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996, pada tanggal 6 Februari 2018

http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996

8

Fundamental antara Vatikan dan Negara Israel terjadi pada 30 Desember 1993.31

Kedua negara telah mempertahankan hubungan diplomatik yang cukup dekat.

Mereka menganggap kepentingan kedua belah pihak begitu penting, sehingga

hubungan mereka diperkirakan tetap solid dalam keadaan krisis sekalipun.32

Pada awalnya Hubungan antara Vatikan dan Israel tidak berjalan baik karena

dirusak oleh masalah masa lalu, termasuk polemik doktrinal, pembantaian era Perang

Salib dan pembuangan paksa kaum Yahudi.33

Akan tetapi, Vatikan dan kaum Yahudi

mencoba memperbaiki hubungan hingga pada tanggal 30 Desember 1993 terjadi

penandatanganan Perjanjian Fundamental antara Takhta Suci dan Negara Israel.34

Perjanjian tersebut menormalisasi hubungan antara Takhta Suci dan Negara Israel. Isi

dari Perjanjian membahas tentang kebebasan dalam beragama, hubungan hukum dan

administrasi, ibadah Katolik di tempat-tempat suci, kesejahteraan sosial dan masalah

fiskal.35

Hal tersebut tidak diragukan lagi akan memiliki dampak mendalam yang

positif untuk keduanya.

31

Israel Ministry of Foreign Affairs, Israel-Vatican Diplomatic Relations, diakses dari

http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspx, pada

tanggal 7 Desember 2017 32

Israel Ministry of Foreign Affairs, Israel-Vatican Diplomatic Relations, diakses dari

http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspx, pada

tanggal 7 Desember 2017 33

Toni Johnson, Vatican-Israel Relations, diakses dari http://www.cfr.org/vatican-

city/vatican-israel-relations/p19344, pada tanggal 6 Februari 2018 34

Toni Johnson, Vatican-Israel Relations, diakses dari http://www.cfr.org/vatican-

city/vatican-israel-relations/p19344, pada tanggal 6 Februari 2017 35

Cardinal Achille Silvestrini, The Vatican and Israel, diakses dari

https://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-

J_Relations_04-05/Silvestrini.htm, pada tanggal 6 Februari 2018

http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspxhttp://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspxhttp://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344https://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-J_Relations_04-05/Silvestrini.htmhttps://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-J_Relations_04-05/Silvestrini.htm

9

Hubungan kedua negara berjalan cukup baik hingga tahun 2015, terjadi

Pengakuan secara resmi oleh Takhta Suci terhadap Negara Palestina yang membuat

Israel meradang, tindakan tersebut menimbulkan reaksi keras dari Israel.36

Pemerintah Israel mengecam tindakan Vatikan yang telah mengakui kemerdekaan

Palestina, Israel menganggap sikap Vatikan tersebut tidak akan dapat menyelesaikan

permasalahan yang terjadi di Timur Tengah.37

Sikap tersebut berlawanan dengan apa

yang disampaikan Paus Benedict XVI pada tahun 2009, dimana akan mendukung

solusi antara kedua negara.38

Juru bicara kementerian luar negeri Israel Emmanuel

Nahason juga mengatakan:39

This hasty step damages the prospects for advancing a peace agreement, and

harms the international effort to convince the Palestinian Authority to return

to direct negotiations with Israel (Siddhartha 2017). (Langkah tergesa-gesa ini

merusak prospek untuk memajukan kesepakatan damai, dan merugikan upaya

internasional untuk meyakinkan Otoritas Palestina untuk kembali ke

perundingan langsung dengan Israel). (diterjemahkan oleh penulis)

36

Philip Pullella, Vatican signs first treaty with 'State of Palestine', Israel angered, diakses

dari http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626, pada tanggal

6 April 2018 37

Philip Pullella, Vatican signs first treaty with 'State of Palestine', Israel angered, diakses

dari http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626, pada tanggal

6 Februari 2018 38

Tim Butcher, Pope Benedict XVI calls for two-state solution on visit to Israel, diakses dari

http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-

two-state-solution-on-visit-to-Israel.html, pada tanggal 6 Februari 2018 39

Siddhartha Mahanta, Israel Decidedly Unhappy With Vatican-Palestine Treaty, diakses dari

http://foreignpolicy.com/2015/06/26/pope-francis-israel-palestine-treaty/, pada tanggal 7 Desember

2017

http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-two-state-solution-on-visit-to-Israel.htmlhttp://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-two-state-solution-on-visit-to-Israel.htmlhttp://foreignpolicy.com/2015/06/26/pope-francis-israel-palestine-treaty/

10

Berdasarkan paparan di atas, masalah ini penting untuk diteliti karena Vatikan

sebagai sebuah Entitas khusus dalam subjek internasional mengakui Palestina sebagai

sebuah negara, meskipun terdapat beberapa negara yang menolak dan mengecam

keputusan tersebut. Salah satu negara yang mengecam keputusan tersebut adalah

Israel. Takhta suci juga diketahui berstatus sebagai pengamat di PBB sama seperti

Palestina, dan memiliki perhatian terhadap perdamaian. Hal itu menimbulkan

pertanyaan mengapa Vatikan mengambil keputusan tersebut. Oleh sebab itu dalam

penelitian ini membahas alasan Vatikan mengakui Negara Palestina sesuai dengan

teori dan konsep yang akan dipakai dalam penelitian ini.

11

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka

penulis memiliki pertanyaan penelitian Mengapa Takhta Suci (Vatikan)

mengakui Palestina Sebagai Negara yang Berdaulat pada tahun 2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang mengapa Vatikan dapat mengakui

Palestina sebagai sebuah negara.

2. Menganalisa tentang hubungan Vatikan dan negara Palestina, setelah

pengakuan terhadap negara Palestina oleh Takhta Suci.

3. Penelitian ini juga dapat membantu untuk menjelaskan tantangan yang

dihadapi Vatikan dalam memberikan pengakuan terhadap negara Palestina.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan kebijakan atau pengakuan terhadap sebuah

negara yang dianggap baru.

12

D. Tinjauan Pustaka

Terkait dengan pengakuan yang dilakukan oleh Takhta Suci terhadap negara

Palestina, telah terdapat beberapa tulisan yang menjelaskan tentang negara-negara

yang memberikan pengakuan terhadap negara Palestina. Tulisan tersebut antara lain:

Pertama, berdasarkan dari Master Thesis yang yang dibuat oleh Gijs Norden

pada tahun 2015 di Leiden University dengan judul Recognition of Palestine by

Western European States. Dalam Thesis ini membahas mengenai konflik yang

terjadi antara Israel dan palestina, membuat beberapa negara di wilayah Eropa Barat

seperti Swedia telah secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Perancis

dan Inggris telah mengakui secara simbolis Palestina oleh resolusi parlemen.

Sebaliknya Jerman belum membuat langkah resmi terhadap pengakuan Palestina. Hal

tersebut membuat perubahan kebijakan luar negeri kepada negara Eropa. Tentunya

Israel tetap menolak pengakuan resmi negara-negara tersebut terhadap negara

Palestina.

Dalam penelitiannya, Norden memilih pertanyaan, mengapa beberapa negara

Eropa Barat memberikan pengakuan terhadap negara Palestina, dalam periode

September 2014 dan Desember 2014 saat negara lain tidak?. Menurutnya Topik ini

dapat ditempatkan dalam perspektif yang lebih luas dari penelitian dalam analisis

kebijakan luar negeri. Pengakuan negara merupakan topik yang muncul dari

kepentingan. Tetapi studi yang mempelajari tentang pengakuan, lebih fokus pada sisi

13

normatif dari pengakuan atau pada posisi hukum internasional yang sebagian besar

diketahui sudah usang.

Dalam thesis ini Norden berfokus pada sudut pandang negara-negara yang

akan mengakui negara (baru) dan motif mereka untuk melakukannya. Kerangka teori

dari makalah ini terutama didasarkan pada pendekatan dari Bridget Coggins (2011)

dan Beverly Crawford (1995). Pendekatan ini, Coggins mengadopsi pendekatan

tingkat internasional, sementara Crawford berfokus terutama pada tingkat politik

dalam negeri. Dengan menggabungkan pendekatan tersebut memungkinkan untuk

mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang motif negara-negara Eropa Barat

untuk mengakui negara Palestina. Jawaban spekulatif awal adalah bahwa negara-

negara Eropa Barat memilih untuk mengakui Palestina karena preferensi ideologis

mereka, biaya diplomatik rendah dan kemudian tidak ada kelompok kepentingan

yang hadir.

Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.

Penelitian yang dilakukan oleh Norden lebih luas, karena mencangkup negara-negara

yang ada di Eropa Barat. sedangkan penulis lebih berfokus kepada entitas Takhta

Suci dalam meneliti pengakuan terhadap Negara Palestina. Teori dan pendekatan

yang dipakai oleh Norden adalah pendekatan pada tingkat internasional. Sedangkan

konsep dan teori yang di inginkan oleh penulis adalah konsep kebijakan luar negeri

dan teori pengakuan negara, yang akan menjelaskan pemerintah Takhta Suci terhadap

pengakuan yang diberikan ke negara Palestina.

14

Kedua, berdasarkan dari skripsi yang dibuat oleh Revy Marlina, Tahun 2015

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Kebijakan

Luar Negeri Swedia Mengakui Negara Palestina Tahun 2014. Dalam skripsi ini

membahas mengenai negara Swedia yang mengakui secara resmi negara Palestina.

Pengakuan tersebut pertama kali dilakukan oleh Perdana Menteri Swedia yang baru,

yaitu Stevan Lofven dari partai Sosial Demokrat Swedia pada 3 Oktober 2014. Oleh

karena pengakuan tersebut, Swedia telah menjadi negara Uni Eropa pertama yang

mengakui negara Palestina.

Pada penelitian ini Marlina menjelaskan bagaimana konflik yang terjadi

antara Palestina dan Israel, berpengaruh dalam pengakuan Swedia terhadap negara

Palestina. Kedua negara tersebut memiliki sejarah yang cukup panjang, terdapat

berbagai macam konflik yang menghubungkan antara kedua negara tersebut.

Palestina harus melewati jalan panjang dalam memperjuangkan kedaulatannya di

PBB. Sampai pada November 2012 Palestina mendapatkan peningkatan status dari

PBB menjadi negara peninjau bukan anggota. Setelah itu banyak negara seperti

Swedia satu persatu mengakui negara Palestina.

Dalam penelitiannya, Marlina membahas mengenai faktor yang menjadi

pendorong Swedia dalam mengakui negara Palestina dengan menggunakan konsep

dan teori seperti liberalisme dan kebijakan luar negeri. Yang menarik dalam skripsi

ini adalah Swedia menjadi negara Uni Eropa pertama yang mengakui negara

Palestina. Tentu saja hal ini mendapatkan kecaman dari Israel. penelitian Marlina

15

akan berbeda dengan penelitian yang akan dibuat penulis karena Penulis memakai

Vatikan sebagai subjek Internasional bukan negara yang mengakui negara Palestina.

Penulis juga akan menggunakan konsep kebijakan luar negeri dan teori pengakuan

negara.

Ketiga, berdasarkan dari Master Thesis yang dibuat oleh Ronald Patrick

Stake, Tahun 2006 di Naval Postgraduate School California, dengan judul The

Holy See and the Middle East: The Public Diplomacy of Pope John Paul II.

Dalam thesis Tesis ini membahas mengenai perubahan dalam diplomasi Takhta Suci

sehubungan dengan Timur Tengah pada periode antara 1990 dan 2003. Kebijakan

yang ditempuh oleh perubahan ini adalah keputusan dari Paus Yohanes Paulus II dan

terlibat (1) membangun penuh hubungan diplomatik antara Takhta Suci dan Negara

Israel; (2) digelarnya Majelis khusus Sinode Para Uskup untuk Lebanon, berakhir di

kunjungan Paus ke Lebanon di Mei 1997; dan (3) menentang US memimpin perang

terhadap Irak pada 1991 dan 2003.

Dalam tesis ini Ronald berpendapat bahwa keadaan baru disebabkan

pemikiran ulang dari kepentingan Takhta Suci dalam terang perkembangan modern

Ajaran sosial Katolik. Dengan kata lain, ide-ide merupakan sebuah kepentingan.

Keyakinan berprinsip dari pribadi manusia dan prinsip solidaritas berbentuk

kepentingan Takhta Suci dan substansi diplomasi Paus. Dalam membuat argumen,

tesis ini menganggap peran Takhta Suci dalam hubungan internasional; dan studi

16

kasus diplomasi Yohanes Paulus II sehubungan dengan Israel, Lebanon, dan perang

dengan Irak.

Dalam tesis ini Ronald menggunakan teori Kebijakan Luar Negeri yang

menentukan tanggapan Takhta Suci di wilayah Tengah Timur, studi kasus

mengungkapkan keterkaitan ajaran sosial Katolik modern untuk memperluas

kepentingan dalam menanggapi perubahan politik. Pada intinya dari tesis ini adalah

pemahaman tentang bagaimana ide-ide (nilai-nilai, keyakinan) merubah bentuk

kebijakan. Dalam bentuk kontemporer, realisme menyingkirkan peran nilai-nilai

dalam hubungan internasional, dengan alasan bahwa kepentingan nasional dan

kemampuan untuk menentukan kebijakan yang lebih mengejar. Tesis tersebut

dinyatakan cukup berbeda dengan apa yang ingin penulis buat, karena terrdapat

perbedaan yang sangat signifikan pada variabel yang ingin diteliti. Penulis lebih

memfokuskan penelitian kepada pengakuan dan hubungan antara Takhta Suci dan

Palestina, penulis juga menggunakan konsep kebijakan luar negeri.

17

E. Kerangka Pemikiran

Teori-teori membantu kita mengetahui fakta mana yang penting dan mana

yang tidak penting, yaitu, mereka menyusun pandangan kita atas dunia. Maka akan

lebih baik menggunakan teori-teori yang sangat tepat dalam keterbukaan dan

kemudian menempatkan mereka dalam penelitian lebih jauh.40

Dalam menjawab

pertanyaan penelitian, maka penelitian ini akan menggunakan konsep pengakuan

negara dan teori Kebijakan luar negeri.

1. Konsep Pengakuan Negara

Secara umum Pengakuan adalah pernyataan dari suatu Negara yang telah

mengakui suatu negara lain sebagai subyek hukum internasional. Sebagai

konsekuensinya, negara tersebut bertanggug jawab terhadap semua wewenang negara

dan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum internasional

seperti negara lainnya.41

Pengakuan Menurut J.B Moore adalah sebagai suatu jaminan yang diberikan

kepada suatu Negara baru bahwa Negara tersebut telah diterima sebagai anggota

masyarakat internasional.42

Dengan pengakuan ini memungkinkan Negara baru

mengadakan hubungan-hubungan resmi dengan Negara-negara lain.

40

Robert Jackson dan Georg Sorensen, Introduction to International Relation, Oxford

University Press Inc, 1999, hal. 81 41

Lars Buur & Helene Maria Kyed, State Recognition and Democration in Sub-Saharan

Africa, (New York: Palgrave Macmillan), 2007, hal. 11-12. 42

J.B Moore, Digest of international Law, vol. 1, hal. 72.

18

Menurut Huala Adolf pengakuan adalah Tindakan politis suatu negara untuk

mengakui negara baru sebagai subjek Hukum Internasional yang mengakibatkan

hukum tertentu. Adapun fungsi dari pengakuan tersebut untuk dapat memberikan

tempat yang seharusnya kepada sebuah negara baru atau pemerintah baru yang telah

menjadi anggota masyarakat internasional.43

Terdapat dua teori pokok dalam pengakuan terhadap sebuah Negara yaitu,

teori konstitutif dan teori deklaratif. 44

Teori konstitutif berasumsi bahwa suatu

Negara dikatakan menjadi subyek hukum internasional hanya bila melalui

pengakuan, jadi hanya dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat diterima

sebagai anggota masyarakat internasional dan karenanya sebuah negara memperoleh

statusnya sebagai subyek hukum internasional.

Menurut Teori Konstitutif, pengakuan menjadi sangat penting. Sebab dengan

adanya pengakuan menciptakan penerimaan terhadap sebuah negara sebagai

masyarakat internasional. Artinya, pengakuan tersebut merupakan prasyarat yang

wajib bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional pada suatu negara. Dengan

kata lain, tanpa adanya pengakuan dari negara lain, suatu negara bukan atau belum

dapat dikatakan subjek hukum internasional.45

43

Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 65 44

Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional , hlm. 67 45

L. Oppenheim & Lauterpacht, H, International Law, A Treatise, (London: 8th

Edition),

1961, hal. 125

19

Berbeda dengan penganut Teori Konstitutif, Teori Deklaratif menjelaskan

pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu Negara baru oleh Negara-negara

lainnya. Pengakuan tidak dapat menciptakan suatu negara baru, karena pada

hakikatnya sebuah negara lahir sebagai fakta yang murni dan membuat pengakuan

hanya menjadi bentuk penerimaan fakta tersebut.46

Berdasarkan Teori Deklaratif, pengakuan dianggap hanya bersifat sebagai

sebuah pernyataan dari negara lain dan tidak dapat mempengaruhi status dan

kedudukan negara baru dalam masyarakat internasional. Dalam hal ini J.G Starke

berpendapat bahwa teori deklaratif menyatakan bahwa sebuah negara atau kekuasaan

pada pemerintah yang baru sudah ada jauh sebelum terjadinya pengakuan. Pengakuan

hanya merupakan pernyataan yang formil tentang kenyataan tersebut.47

Dalam melihat perilaku sebuah negara terhadap pengakuan akan

mengakibatkan terjadinya pergesekan, antara kepentingan untuk mamatuhi segala

hukum internasional dengan kepentingan yang bertujuan memperjuangkan

kepentingan nasional. Pengakuan sendiri merupakan norma yang mengatur interaksi

formal antara negara-negara yang berdaulat, sementara kepentingan nasional sendiri

merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari setiap negara dalam usahanya

untuk memenuhi tuntutan negara. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan

46

Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 67 47

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, ed. Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 1989,

hal. 66.

20

menggunakan dua jenis teori dasar dalam konsep pengakuan yang akan digunakan

untuk menganalisa pengakuan Takhta Suci Vatikan terhadap Negara Palestina.

2. Teori Kebijakan Luar Negeri

Mengenai definisi kebijakan luar negeri, Rosenau mengemukakan bahwa

kebijakan luar negeri adalah sebuah sikap atau aktivitas suatu negara dalam upaya

mengatasi masalah yang terjadi dengan dirinya dan lingkungan, juga memperoleh

keuntungan dari lingkungan sekitarnya tersebut untuk dapat mempertahankan

kelangsungan hidup negaranya. 48

Menurut Rosenau kebijakan luar negeri digunakan untuk menganalisa dan

mengevakuasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar

negeri suatu negara terhadap negara lain. Faktor Internal adalah hal yang dimiliki

oleh suatu negara atau kondisi pada satu negara atau dinamika yang terjadi dalam

negara yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri pada negara tersebut. Secara

umum terdapat beberapa faktor seperti; faktor kebudayaan dan sejarah, pembangunan

ekonomi, struktur sosial, dan perubahan opini publik kebudayaan dan sejarah

mencakup nilai, norma, tradisi, pengalaman masa lalu dan idiosinkratik pemimpin.49

Faktor eksternal atau pengaruh lingkungan eksternal adalah hal-hal yang

terjadi diluar negara yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara.

48

J N Rosenau, Comparing Foreign Policy: Theories, Findings, and Method, Sage

Publications, 1974, hal. 21-32 49

James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory, (New York : The Free Press, 1969), hal 167

21

Faktor eksternal tersebut meliputi; struktur hubungan di antara negara besar, pola-

pola aliansi yang terbentuk diantara negara dan faktor situasional eksternal yang

dapat berupa isu area atau krisis kemanusiaan.50

Hampir sama dengan Rosenau, menurut K J Holsti kebijakan luar negeri

merupakan aktivitas yang memiliki tujuan dan tindakan yang dibentuk oleh para

pembuat keputusan untuk dapat mempertahankan atau merubah tujuan dan kondisi

dalam sebuah lingkungan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat untuk mencapai

tujuan yang bersifat domestik, seperti, kesejahteraan, keamanan, otonomi, dan status

dan prestige. Rencana atau strategi tersebut dibentuk oleh para pembuat kebijakan

suatu negara dalam menghadapi negara lain atau subjek internasional lainnya untuk

mencapai tujuan nasional.51

Dalam hal ini penulis melihat bahwa tujuan kebijakan

luar negeri Vatikan terhadap Palestina adalah untuk memperoleh kesejahteraan dan

perdamaian.

Holsti juga berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi

kebijakan luar negeri, yaitu; faktor internal (dometik) dan faktor eksternal. Faktor

internal tersebut terdiri dari (1) kebutuhan sosial-ekonomi suatu negara, (2)

karakteristik geografis dan demografis, hal ini yang menentukan lingkungan strategis

sebuah negara (3) Struktur pemerintahan, (4) Atribut Nasional, yang diartikan sebagai

karakter sebuah negara (5) Opini publik, yang diciptakan oleh media menjadi faktor

50

James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory, hal. 167

51 K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, New Jersey: Prentive Hall

Inc, 1992, hal. 269

22

yang berpengaruh dan, (6) Birokasi, yang mempengaruhi pembuatan kebijakan suatu

negara. 52

Selain itu faktor eksternal menurut Holsti terdiri dari (1) struktur sistem, yang

terdapat dalam sistem berbagai negara dan akan mempengaruhi pembuatan kebijakan,

(2) Struktur ekonomi dunia yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan karakter

ekonomi berbagai negara (3) Tindakan aktor-aktor lain, yang diartikan sebuah negara

dapat merespon atau berinisiatif dalam menjalankan kebijakan luar negeri terkait

dengan kebijakan negara lain, dan (4) masalah regional dan global, apabila terjadi

suatu masalah di negara lain akan berdampak juga ke negara lainnya bahkan ke

kawasan sehingga dapat menjadi masalah bersama, karena saling berhubungan dan

melewati batas-batas nasional.53

Menurut Breuning, Dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi

kebijakan luar negeri, bagaimana mengungkap kontribusi masing-masing dari faktor

tersebut. Meskipun perilaku kebijakan luar negeri jarang disebabkan oleh satu orang

atau satu hal saja, akan lebih baik untuk menyelidiki berbagai faktor secara terpisah

sebelum berpikir tentang interaksi mereka.54

Penelitian ini akan menganalisa faktor yang melatarbelakangi kebijakan luar

negeri Vatikan terhadap Negara Palestina. Oleh karena itu, penelitian ini

52

K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, hal. 271 53

K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, hal. 272 54

Marijke Breuning, Foreign Policy Analysis:A Comparative Introduction, Palgrave

Macmillan division of St. Martins Press, 2007, hal. 9

23

memfokuskan beberapa faktor internal dan eksternal berdasarkan pemaparan

Rosenau. Faktor internal tersebut adalah ideologi yang dianut suatu negara (religious

thing) dan idiosinkratik. Pada faktor eksternal yaitu kebutuhan keamanan di kawasan,

perdamaian di kawasan dan masalah kemanusiaan (HAM). Melalui faktor-faktor

tersebut penulis akan dapat menjelaskan latar belakang mengapa Vatikan mengambil

kebijakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara berdaulat.

F. Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode kualitatif atau dikenal sebagai penelitian yang

menganalisis secara deskriptif.55

Tujuan ini membawa pandangan sistematis, faktual

dan berdasarkan fakta dari variabel.56

Metode kualitatif relevan untuk masalah sosial

yang menjelaskan lebih dalam dan menemukan hipotesis serta teori.57

Penulis akan melakukan pengumpulan data sekunder yang berupa sumber

tidak langsung dari data dokumen, buku, jurnal, majalah, surat kabar dan internet atau

studi pustaka. Pada data sekunder tersebut didapat dari beberapa sumber, antara lain:

Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN), Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Universitas Indonesia,

Perpustakaan Kementerian Luar Negeri, serta situs internet seperti JSTOR,

International Relations and Security Network (ISN), serta Europe journal yang akan

dipertanggung jawabkan sumber-sumbernya.

55

Sanapiah Faisal, format-format penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 20. 56

Ibid, 32. 57

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), 112-

114.

24

Setelah data terkumpul, data akan diverifikasi dan direduksi kembali oleh

penulis. Pada proses tersebut data mulai dipahami, diolah dan dianalisa dengan

konsep kepentingan nasional, kebijakan luar negeri dan konsep keamanan.

Selanjutnya data akan digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti

dengan menggunakan teori yang relevan.

.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian dalam skripsi ini dibagai menjadi lima bab dan pada beberapa bab

mempunyai sub-bab tertentu untuk memperjelas bab sebelumnya.

BAB I Pendahuluan. Bab ini berisikan pernyataan masalah tentang topik yang

dibahas dalam skripsi ini. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II Status Palestina Sebagai sebuah Negara. Pada bab ini membahas

tentang bagaimana perkembangan Palestina menjadi sebuah negara. Lalu dilanjutkan

dengan upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan, ditambah dengan pengakuan

yang telah diberikan dari negara-negara internasional.

BAB III Pengakuan Takhta Suci (Vatikan) terhadap Negara Palestina. Bab ini

berisikan status Takhta Suci sebagai sebuah subjek hukum internasional. Terdapat

penjelasan struktur pemerintahan dan sistem dalam pengambilan kebijakan Takhta

suci. Bagaimana upaya yang telah dilakukan Takhta Suci untuk dapat mengakui

Palestina sebagai sebuah Negara juga terdapat dalam bab ini.

25

BAB IV Analisa Mengenai Takhta Suci (Vatikan) mengakui Palestina sebagai

Negara Berdaulat Tahun 2015. Pengakuan yang didapatkan oleh Palestina merupakan

sebuah bentuk dukungan dari PBB dan negara internasional lainnya, bahwa Palestina

berhak untuk dapat menjadi sebuah negara yang berdaulat. pada bab ini terdapat

analisa kebijakan luar negeri Takhta Suci mengakui Palestina dengan menggunakan

faktor internal dan eksternal. Terdapat sub-bab tentang bagaimana pengaruh

pemimpin Takhta Suci dalam memberikan kebijakan dalam faktor internal. Isu yang

membahas mengenai masalah yang terjadi di kawasan dan Hak asasi manusia

menjadi faktor eksternal yang mendukung Takhta Suci mengakui Palestina menjadi

negara berdaulat.

BAB V Kesimpulan. Pada bab ini terdapat kesimpulan dari seluruh

pembahasan yang telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya.

26

BAB II

STATUS PALESTINA SEBAGAI SEBUAH NEGARA

A. Perkembangan Palestina Menjadi Sebuah Negara

Setiap negara pasti ingin mendapat pengakuan sebagai negara berdaulat di

mata dunia internasional, tidak terkecuali dengan negara Palestina. Palestina adalah

salah satu negara yang sangat memperjuangkan pengakuan kedaulatan dari dunia

internasional sebagai sebuah negara yang merdeka. Hal tersebut melalui jalan

panjang dengan proses yang lama untuk dapat diakui sebagai sebuah negara berdaulat

yang merdeka, sampai saat ini pun Palestina masih memperjuangkan hak-hak nya

untuk dapat diakui secara penuh.

Palestina adalah negara Timur Tengah yang mencakup 6.220 km2 tanah di

Jalur Gaza dan Tepi Barat, saat ini terdiri dari wilayah yang disebut Pendudukan

Palestina (Occupied Palestine Territory). Palestina berbagi perbatasan dengan Israel,

Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah. Ibukotanya adalah Yerusalem Timur, dengan

pemerintahan sementara berbasis di Ramallah.56

Populasi Negara Palestina

diperkirakan mencapai 4,55 juta orang, dengan kepadatan penduduk rata-rata 731

56

Embassy of the State of Palestine, Palestine: Country Profile, diakses pada situs

http://www.palestine-australia.com/about-palestine/country-profile/, diakses pada tanggal 3 November

2017

http://www.palestine-australia.com/about-palestine/country-profile/

27

orang per km persegi. Kota terpadat adalah Kota Gaza, dengan mayoritas penduduk

Palestina adalah Muslim (93%), kebanyakan penduduknya menganut aliran Sunni.57

Sebelum mendapat pengakuan dari PBB sebagai negara peninjau bukan

anggota (Non-member Observer State) pada tahun 2012, Palestina harus melalui jalan

yang panjang untuk mendapatkan pengakuan tersebut.58

Hal ini bermula saat konflik

yang terjadi dengan bangsa Israel mulai timbul setelah Deklarasi Balfour59

, gejolak

konflik antara keduanya dapat dilihat melalui ilustrasi gambar yang berada di bawah.

Gambar. II. 1 Timeline Perkembangan Status Palestina

Sumber: diolah oleh penulis

57

Aljazeera, Palestine: Country profile, Dipublikasikan pada tanggal 1 September 2004 pada

situs http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.html, diakses pada tanggal 3

November 2017 58

Colum Lynch and Joel Greenberg, U.N. votes to recognize Palestine as non-member

observer state, diakses dari https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-

upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-

363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7, pada tanggal 3 November 2017 59

Sebuah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris saat Perang Dunia I

yang mengumumkan dukungan untuk "tanah air nasional bagi orang Yahudi" di Palestina, yang saat

itu merupakan sebuah kawasan Utsmaniyah dengan populasi minoritas Yahudi.

http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.htmlhttps://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7

28

Dari Ilustrasi di atas dapat dilihat konflik tersebut bermula dari bangsa Yahudi

yang menginginkan untuk mendirikan sebuah negara dengan melakukan diplomasi

pada 2 November 1917. Melalui Deklarasi Balfour tersebut terdapat persetujuan atas

gagasan untuk mendirikan sebuah negara oleh bangsa Yahudi di wilayah palestina.

Deklarasi tersebut menyatakan bahwa pemerintah Inggris telah mendukung keinginan

Israel untuk mendirikan negara bagi kaum yahudi.60

Pada tahun 1947, Inggris yang pada akhirnya membuat keputusan untuk

meninggalkan daerah mandat mereka di wilayah Palestina, setelah tujuan untuk

menghasilkan kemerdekaan kedua negara tidak tercapai. Setahun kemudian, PBB

merumuskan proposal perdamaian untuk bangsa Arab dan Yahudi di wilayah

Palestina, dengan membuat sebuah pembagian wilayah yang bertujuan untuk

memisahkan bangsa Arab dan Yahudi. 61

Proposal tersebut dikenal dengan Resolusi

PBB 181 II atau biasa disebut (United Nations Partition Plan), yang berisi

pembagian wilayah Palestina yg tidak adil sebesar 55% untuk bangsa Yahudi, dan

45% untuk bangsa arab, tentunya membuat bangsa arab tidak terima.62

Israel memproklamirkan sebagai sebuah negara pada tanggal 14 Mei 1948.

Keputusan tersebut membuat bangsa Arab marah dan tidak terima. Kemudian

meletuslah perang pertama yang terjadi antara Israel dengan koalisi negara Arab

60

Encyclopedia Britannica, Balfour Declaration, diakses dari

https://www.britannica.com/event/Balfour-Declaration, pada tanggal 3 November 2017 61

Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

19482005: An analytical history, Public Choice, 2006, hal. 128:79 62

Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem

hal. 79

https://www.britannica.com/event/Balfour-Declaration

29

dalam memperebutkan wilayah Palestina. Perang tersebut terjadi dari 15 Mei 1948

hingga 10 Maret 1949 dan Israel berhasil memenangkannya. Israel mampu

memperluas perbatasannya untuk menjangkau 70 persen wilayah Palestina yang

diberikan oleh PBB.63

Konflik yang terjadi berikutnya antara Israel dengan negara-negara Arab

(Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon) terjadi pada 5-10 Juni 1967, perang ini dikenal

dengan Six Days War. Pada perang Enam Hari itu, Israel dapat memenangkan

perang dan berhasil mendapatkan wilayah penting seperti Tepi Barat, Jalur Gaza,

Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.64

Tidak sampai disitu konflik terus

berlanjut Pada tanggal 6 Oktober 1973, Presiden Sadat Mesir dan Presiden Asad dari

Suriah bersama-sama meluncurkan serangan militer yang mengejutkan Israel, perang

ini disebut sebagai perang Yom Kippur. Perang yang telah terjadi menyebabkan

banyak korban jiwa yang berjatuhan dari kedua belah pihak.65

Dalam usaha Bangsa Palestina menghadapi pendudukan Israel, mereka mulai

membentuk organisasi perlawanan. Salah satu organisasi yang terbesar yang dibentuk

adalah Palestine Liberation Organization (PLO)66

pada 10 Juni 1964.67

Organisasi ini

63

Eko Marhaendy, Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik

dan Teologis, Makalah, hal. 11. 64

Manguluang, Pemberian Status Non-Member Observer State Kepada Palestina oleh

PBB dalam Upaya Penyelesaian Konflik dengan Israel Ditinjau dari Segi Hukum Internasional,

Skripsi, 2013, hal. 5 65

Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,

hal. 81 66

PLO (Palestine Liberation Organization) atau Organisasi Pembebasan Palestina adalah

sebuah lembaga politik resmi bangsa Arab Palestina yang didirikan pada tahun 1964, dan telah

mendapatkan pengakuan dari dunia ianternasional.

30

pertama kali dipimpin oleh Ahmad Shukeir, setelah itu diteruskan oleh Yasser Arafat

yang telah melakukan beberapa langkah penting dengan berhasil memperoleh

pengakuan dari Liga Arab dan dapat memperoleh kesempatan untuk dapat berbicara

di hadapan Majelis sidang umum PBB.68

Upaya PLO untuk dapat mendirikan negara yang merdeka mendapatkan jalan

terang, setelah PLO mendapatkan status sebagai pengamat Non-negara dari PBB

pada 22 November 1974.69

Perjuangan dan upaya bangsa Palestina ini kemudian

mendapatkan simpati masyarakat Internasional. Saat Yasser Arafat berpidato di

Forum Majelis Umum PBB, mengenai hak rakyat Palestina untuk merdeka dan hak

untuk kembali ke rumah mereka.70

Pada akhir tahun delapan puluhan, Palestina kembali menarik perhatian dunia.

Tepatnya pada bulan Desember 1987, peristiwa Intifadah71

pertama bergejolak.

Terjadi pemberontakan spontan rakyat Palestina terhadap kehadiran Israel di Tepi

67

Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB

Tahun 2011-2012, JOM FISIP Vol. 4 No. 1 Februari 2017, hal. 7 68

Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB

Tahun 2011-2012, hal. 8 69

UN General Assembly 3237 (XXIX), Observer Status for the Palestine Liberation

Organization, Dipublikasi pada tanggal 22 November 1974, pada situs

http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOL

UTION, diakses pada tanggal 4 November 2017 70

Marcin Szydzisz, The Palestinian international identity after the UN resolution, The

Copernicus Journal of Political Studies nr 1 (3), 2013, hal. 113 71

Intifadah adalah gerakan perlawanan rakyat Palestina untuk merebut kembali tanah

Palestina, hal ini didorong oleh rasa tertindas dan kehilangan yang dirasakan oleh para penduduk

Palestina. Intifadah pertama dimulai pada 1987 dan berakhir pada 1993 dengan ditandatanganinya

Persetujuan Oslo dan pembentukan Otoritas Nasional Palestina.

http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOLUTIONhttp://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOLUTION

31

Barat dan Jalur Gaza.72

Hal tersebut membuat Dewan Nasional Palestina (Palestine

National Council / PNC) mendeklarasikan kemerdekaan Palestina pada bulan

November 1988 di Aljir, Aljazair.73

Yang berisi pernyataan berikut: "Dewan

Nasional Palestina dengan ini menyatakan, atas nama Tuhan dan atas nama orang-

orang Arab Palestina, telah berdiri Negara Palestina di tanah Palestina dengan

ibukotanya di Yerusalem.74

Meskipun Palestina telah memproklamirkan kemerdekaannya, hal tersebut

tidak langsung membuat Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.

Setelah deklarasi negara Palestina, Majelis Umum PBB saat itu mengeluarkan sebuah

resolusi nomor 43/177 yang memutuskan mengganti untuk mengubah nama PLO

menjadi Palestina dengan tidak mengurangi statusnya dalam sistem PBB secara

resmi diakui dan diterima dunia.75

Hal tersebut diikuti oleh pengangkatan Yasser

Arafat sebagai presiden negara Palestina pada tahun 1989, membuat Palestina

memiliki pemeritahan yang sah untuk mengatur negara dan rakyatnya.76

Awal tahun 1993 dari sejumlah negosiasi yang telah dilakukan antara PLO

dan Israel terbentuk sebuah kesepakatan yang disebut dengan deklarasi prinsip (Oslo

72

UN, Intifada (The Uprising) 1987-1993, diakses dari

http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch6.pdf, pada tanggal 4 november pukul 09.23 73

UN, The Question of Palestine and the United Nations, diakses dari

https://unispal.un.org/pdfs/DPI2499.pdf, pada tanggal 4 November 2017 74

Marcin Szydzisz, The Palestinian international identity after the UN resolution, The

Copernicus Journal of Political Studies nr 1 (3), 2013, hal. 116 75

Machnun Husein, Prospek Perdamaian di Timur Tengah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1995), hal. 5 76

Aljazeera, President Yasser Arafat, diakses dari

https://www.aljazeera.com/archive/2004/11/2008410101519774430.html, pada tanggal 15 januari

2018 pukul 22.17

http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch6.pdfhttps://unispal.un.org/pdfs/DPI2499.pdfhttps://www.aljazeera.com/archive/2004/11/2008410101519774430.html

32

Accords) yang pertama.77

Kesepakatan tersebut menciptakan sebuah Badan

Pemeritahan Palestina (PA) yang dapat mengatur secara eksklusif permasalahan-

permasalahan yang ada di wilayah Palestina.78

PA diberikan kontrol sipil dan

keamanan di Area yang sudah ditentukan.

Pada tahun 2005 setelah peristiwa intifadah kedua, Israel menarik secara

sepihak pasukannya dari permukiman di Jalur Gaza. Keputusan tersebut memperluas

kontrol Otoritas Palestina ke seluruh jalur, sementara Israel terus mengontrol titik-

titik persimpangan, wilayah udara dan perairan di lepas pantai.79

Menyusul konflik

yang terjadi antar- Bangsa Palestina pada tahun 2006, Hamas mengambil alih kendali

atas Jalur Gaza dan Fatah mengambil alih Tepi Barat.80

81

Setelah kematian Yasser Arafat, Mahmoud Abbas terpilih sebagai Presiden

Otoritas Palestina (PA) pada tahun 2005.82

Mahmoud Abbas, dalam kapasitasnya

sebagai ketua PLO juga telah mengusahakan Palestina agar segera mendapatkan

77

Rupert Sherman, The Palestinian Authority and the Misunderstood State in International

Law, Universitas Otago, Dunedin 2005, hal. 19 78

Rupert Sherman, hal. 19 79

BBC News, "Israel completes Gaza withdrawal", diakses dari

http://news.bbc.co.uk/2/hi/4235768.stm, pada tanggal 10 Februari 2018 80

Hamas dan Fatah adalah dua pihak fraksi utama yang ada di Palestina, ketegangan antara

Hamas dan Fatah terjadi pada 2005 setelah kematian pemimpin lama PLO Yasser Arafat yang

meninggal pada 11 November 2004, dan ketegangan keduanya membuat perang saudara yang terjadi

di Palestina. 81

Aaron D. Pina, Fatah and Hamas: the New Palestinian Factional Reality, CRS Report for

Congress. Hal. 5 82

Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer,

diakses dari https://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-

Israel(MERIP_February2014)final.pdf, pada tanggal 10 Februari 2018

http://news.bbc.co.uk/2/hi/4235768.stmhttps://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-Israel(MERIP_February2014)final.pdfhttps://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-Israel(MERIP_February2014)final.pdf

33

pengakuan. Salah satu yang dilakukan yaitu dengan mengajukan petisi kepada PBB

untuk menerima Palestina sebagai negara anggota.83

Pada bulan September 2011 Mahmoud Abbas membuat petisi kepada Dewan

Keamanan PBB dan meminta keanggotaan penuh untuk Palestina.84

Namun, hal

tersebut kembali gagal karena petisi tersebut tidak mendapatkan minimal Sembilan

suara yang dibutuhkan dan Amerika juga sudah bersiap untuk memveto agar petisi

yang diajukan tidak sampai pada Majelis Umum.85

Hingga akhirnya pada tanggal 29 November 2012, melalui voting yang

dilakukan oleh Majelis Umum PBB, telah memutuskan untuk memberikan status

baru bagi Palestina sebagai Negara Pengamat Bukan Anggota (non-member observer

state) di PBB. Palestina mendapatkan dukungan mayoritas pada sidang umum

tersebut dengan jumlah suara 138 setuju, 9 menolak dan 41 abstain.86

Pemberian

status tersebut dapat dikatakan telah mempertegas status Palestina sebagai sebuah

negara di dunia internasional.

83

Joel Beinin dan Lisa Hajjar, hal. 15 84

Aaron Eitan Meyer, Mahmoud Abbas: Redefining Law and Settlements at the United

Nations, diakses dari https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-

at-the-united-nations/, pada tanggal 10 Februari 2018 85

Aaron Eitan Meyer, Mahmoud Abbas: Redefining Law and Settlements at the United

Nations, diakses dari https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-

at-the-united-nations/, pada tanggal 10 Februari 2018 86

Resolusi Sidang Umum PBB no. 67/19

https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/

34

B. Status Palestina sebelum Diakui sebagai Sebuah Negara

Kepemilikan status pada sebuah entitas merupakan hal yang penting dalam

hubungannya dengan dunia Internasional. Status yang dimiliki tersebut dapat

membantu sebuah entitas menjadi salah satu subjek hukum internasional, yang

nantinya dapat memiliki hak dan kewajiban untuk bisa berpartisipasi dalam segala

bentuk kegiatan internasional. Oleh sebab itu Palestina berjuang untuk mendapatkan

statusnya dalam beberapa dekade terakhir.

Perkembangan pada status Palestina dimulai ketika Organisasi Pembebasan

Palestina (PLO) terbentuk. PLO sendiri merupakan sebuah badan organisasi

perjuangan rakyat Palestina yang terbentuk tanggal 2 juni 1964 pada sidang Dewan

Nasional Palestina (PNC).87

Tujuan dari didirikannya PLO adalah sebagai organisasi

yang meyatukan semua kelompok gerakan perjuangan untuk dapat membebaskan

rakyat Palestina dari pendudukan Bangsa Israel.

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) tersebut bisa dijadikan sebagai tolak

ukur awal ketika membahas mengenai status Palestina, pada mulanya PLO hanya

dianggap sebagai organisasi perlawanan, namun di kemudian hari memiliki peran

yang penting dalam perkembangan status Palestina. Melalui PLO tersebut rakyat

Palestina secara sedikit demi sedikit dapat diakui eksistensinya sebagai sebuah

87

Abrar, Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina tahun 1988, Lontar

vol. 8, no. 1, hal. 41

35

bangsa. Usaha yang telah dilakukan oleh PLO mulai terlihat setelah mendapatkan

pengakuan dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1969.88

Kemudian PLO mendapatkan pengakuan sebagai perwakilan resmi dari

bangsa Palestina oleh Liga Arab pada tahun 1974. Tidak lama setelah itu, pada 22

November 1974, PLO mendapatkan undangan untuk berbicara di depan Sidang

Umum PBB dan mendapatkan pengakuan masyarakat internasional sebagai satu-

satunya wakil resmi dari rakyat Palestina dalam memperjuangkan berdirinya negara

Palestina. Hal tersebut terjadi setelah keluarnya Resolusi Majelis Umum PBB No.

3237 yang isinya memberikan status peninjau kepada PLO.89

Dengan status tersebut

PLO mendapatkan kedudukan untuk berpartisipasi pada sidang dan konferensi yang

dibuat oleh PBB.

Langkah berikutnya yang dicapai oleh PLO adalah menjadi anggota penuh

dalam Liga Arab pada tahun 1976. Dengan adanya dukungan dari negara-negara

Arab, PLO pada akhirnya semakin percaya diri untuk dapat memproklamirkan

berdirinya negara Palestina pada 15 November 1988.90

Hal tersebut mendapat

pengakuan dari banyak negara Arab. Namun, Berdirinya negara Palestina tersebut

88

Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina dari Deklarasi Negara Israel sampai

Terbentuknya Negara Palestina, Laporan penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas

Negere Yogyakarta, (2008), hal. 18 89

Lazuardhi Utama, 4-2-1969: Organisasi PLO Berdiri, diakses dari

https://www.viva.co.id/berita/dunia/731612-4-2-1969-organisasi-plo-berdiri, pada tanggal 15 Februari

2018 90

UN, The Question of Palestine and the United Nations.

https://www.viva.co.id/berita/dunia/731612-4-2-1969-organisasi-plo-berdiri

36

tidak langsung dapat mengubah status PLO di PBB yang sebelumnya berstatus hanya

sebagai organisasi peninjau.

Setelah memproklamasikan negara Palestina, PLO menjadi representasi

Palestina untuk menyuarakan aspirasinya dalam forum-forum internasional. Hal

tersebut terjadi karena status Palestina sebagai sebuah negara belum diakui

seluruhnya. Dalam hukum internasional status Palestina terkendala dengan kriteria

yang dirumuskan oleh Konvensi Montevideo tahun 1933, yang di dalamnya sebuah

negara harus memiiki: wilayah tetap; berpenduduk permanen; memiliki

pemerintahan; dan memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan internasional.91

Kriteria yang belum dipenuhi Palestina sebagai syarat berdirinya sebuah

negara adalah memiliki wilayah yang tetap, sebagian besar wilayah palestina masih

diduduki oleh negara Israel. Pemerintahan palestina saat itu juga masih

dilangsungkan di pengasingan. Namun, hal ini tidak bisa menghambat negara-negara

lainnya secara bilateral untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara dan menjalin

hubungan dengannya. Walau pengakuan bilateral telah banyak didapatkan, itu belum

bisa membuat Palestina memiliki status yang setara dengan negara lain pada

umumnya.

Perkembangan berikutnya, PLO mulai mengikuti sejumlah konferensi

perdamaian dengan negara Israel yang mulai disponsori oleh negara-negara besar

91

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar , Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung,

Refika Aditama, 2006), berdasarkan Konvensi Montevideo 1933, hal.105

37

seperti Amerika Serikat dan Rusia. Selanjutnya terjadi kesepakatan Perjanjian Oslo

pada tahun 1993. Kesepakatan tersebut mengatur perdamaian antara Palestina-Israel

dan penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah yang ditetapkan oleh Resolusi

Dewan Keamanan PBB sebelum tahun 1976. lewat Perjanjian ini pula lahirlah

Palestinian National Authority (Otoritas Nasional Palestina) suatu pemerintahan

administratif atas sebagian wilayah Palestina di Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat).92

Hingga pada tanggal 29 November 2012, melalui voting yang dilakukan

Majelis Umum PBB, memutuskan untuk memberikan status baru bagi bangsa

Palestina sebagai non-member observer state di PBB, Pemberian status tersebut

dapat dikatakan sebagai sebuah kemajuan yang mempertegas status Palestina sebagai

sebuah negara dan kedepannya dapat membuka jalan baru bagi Negara Palestina.93

C. Upaya Palestina untuk Mendapatkan Pengakuan

Palestina dalam usahanya untuk mendapatkan sebuah pengakuan melewati

jalan yang berliku dan tidak mudah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat

diakui di dunia internasional, khusunya mendapatkan status utama pada Organisasi

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Palestina sangat berupaya untuk mendapatkan

status keanggotaan tersebut, dikarenakan Peran PBB sangat penting dalam

menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dunia. Kita ketahui juga PBB

92

Rupert Sherman, The Palestinian Authority and the Misunderstood State in International

Law. 93

Resolusi Sidang Umum PBB no. 67/19

38

merupakan organisasi internasional yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

hubungan antar negara-negara dunia.

Dalam upayanya mendapatkan status dan pengakuan internasional Palestina

menggunakan berbagai cara setelah menempuh jalan kekerasan, PLO sebagai wakil

resmi dari Palestina mulai melakukan jalan diplomasi. Sebelumnya diketahui

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diakui sebagai organisasi perwakilan rakyat

Palestina berdasarkan pertemuan Liga Arab yang dibuat kairo pada tahun 1964.94

PLO yang secara resmi menjadi perwakilan satu-satunya bangsa Palestina,

pada tanggal 22 November 1974 mendapatkan pengakuan dari PBB. Majelis Umum

PBB pada saat itu menyetujui untuk membahas masukan mengenai permasalahan

bangsa Palestina. Yasser Arafat yang saat itu menjabat sebagai pemimpin PLO turut

diundang untuk dapat berpartisipasi dalam forum diskusi tersebut. Pada forum

tersebut Yasser Arafat yang diundang mendapatkan kesempatan untuk berpidato dan

menyuarakan politik perdamaian yang akan ditempuh untuk bisa menyelesaikan

masalah Palestina-Israel. Hal tersebut mendapatkan sambutan yang baik dari PBB

dengan memberikan status kepada PLO sebagai entitas pengamat non-anggota

melalui Resolusi Sidang Umum No. 3237.95

94

Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB

Tahun 2011-2012, hal. 2 95

Riza Sihbudi, Palestin dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra,

2004), hal. 21.

39

Pada tanggal 15 November 1988, PLO melalui Dewan Nasional Palestina

(PNC) memproklamirkan kemerdekaan Palestina di Aljir, Aljazair dengan Yasser

Arafat sebagai Presiden pertamanya.96

Peristiwa ini menandakan adanya eksistensi

dari pemerintahan Palestina, hal tersebut juga dinyatakan langsung oleh PBB dengan

Resolusi Sidang Umum no, 43/177.97

Selanjutnya Palestina diberikan hak-hak dan

Previlege tambahan untuk dapat ikut serta dalam forum-forum diskusi pada setiap

sidang umum, hak untuk mengajukan keberatan dan hak untuk menjawab apalagi

dengan hal yang menyangkut permasalahan Palestina yang sudah tercantum dalam

Resolusi Sidang Umum no. 52/250.98

Kemerdekaan yang di deklarasikan oleh Palestina pada 1988, membuat

pemerintah Israel dan Amerika Serikat menunjukan keberatan. Pada saat itu,

Palestina mencoba mencari pengakuan ke dua organisasi internasional yang

berafiliasi dengan PBB. Palestina mencoba mengajukan keanggotaannya ke

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Ekonomi, Sosial dan Budaya

PBB (UNESCO) pada 1989. Namun upaya ini tersendat karena Amerika Serikat

mengancam untuk tidak memberikan dana kepada organisasi tersebut.99

Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima saat itu meminta untuk menunda

status keanggotaan WHO untuk Palestina. Nakajima mengatakan bahwa WHO tidak

96

UN, The Question of Palestine and the United Nations, 97

Resolusi Sidang Umum PBB No. 43/177 98

Resolusi Sidang Umum PBB No. 52/250 99

John Quigley, Palestine Statehood and International Law, Global Policy Essay, January

2013, hal. 3

40

akan bisa bertahan tanpa adanya kontribusi dari Amerika Serikat. UNESCO juga

mendapatkan boikot dari Amerika dan akan keluar dari organisasi apabila menerima

Palestina menjadi anggota. Dengan adanya ancaman serius yang diberikan oleh

Amerika Serikat tersebut, maka permintaan dari Palestina sementara tidak dapat

diterima.100

Sampai pada saat Presiden Yasser Arafat wafat tahun 2004, upaya untuk

mendapatkan pengakuan yang diimpikan Palestina masih belum dapat terwujud.

Keinginan untuk mendirikan Negara Pale