pengakuan takhta suci (vatikan) terhadap...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN)
TERHADAP PALESTINA SEBAGAI NEGARA
BERDAULAT TAHUN 2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
TITO NUGROHO
1111114000019
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN) TERHADAP
PALESTINA SEBAGAI NEGARA BERDAULAT TAHUN 2015
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 04 Juli 2018
Tito Nugroho
iii
iv
v
ABSTRAK
Pengakuan menjadi salah satu faktor penting untuk sebuah negara dapat diakui eksistensinya baik
di tingkat kawasan ataupun internasional. Status sebuah negara tersebut akan lebih sempurna apabila juga
mendapatkan sebuah pengakuan secara de facto dari masyarakat internasional. Dalam hal ini negara
Palestina berkeinginan agar mendapatkan pengakuan internasional. Perjuangan Palestina yang diwakili
oleh Palestine Liberation Organization (PLO) dengan pemimpinnya Mahmoud Abbas akhirnya
mendapatkan status sebagai Non-member Observer State pada tahun 2012. Pengakuan dari PBB
tersebut menjadi jalan bagi Palestina untuk dapat menjadi negara yang berdaulat. Setelah pengakuan dari
PBB, secara berangsur-angsur Palestina mendapatkan pengakuan, salah satunya berasal dari Takhta Suci
(Vatikan).
Takhta suci mengakui negara Palestina berdasarkan dengan Perjanjian Komprehensif yang telah
ditandatangani oleh perwakilan Vatikan dan Negara Palestina pada tahun 2015. Perjanjian tersebut
berkaitan mengenai aspek-aspek penting yang terjadi pada kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di
Palestina. Dalam penelitian ini, Status Takhta Suci sebagai sebuah Entitas khusus dalam subjek
internasional yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara menjadi suatu hal yang menarik untuk
dapat dibahas.
Selain itu, dalam penelitian ini menggunakan konsep pengakuan negara dan teori kebijakan luar
negeri untuk menganalisa pengakuan Takhta Suci terhadap negara Palestina. Dengan teori tersebut dapat
diketahui apa faktor kebijakan Takhta Suci mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Kebijakan tersebut
berasal dari faktor internal Takhta Suci yang menginginkan perdamaian di wilayah kota suci dan
melindungi kaum nasrani. Sedangkan, faktor eksternal yang melatarbelakangi adalah adanya opini
masyarakat yang menginginkan perubahan di wilayah tersebut dan pelanggaran hak asasi manusia di
Palestina yang harus segera dihentikan.
Kata kunci: Pengakuan, Takhta Suci, Vatikan, Palestina, Kedaulatan, PBB, PLO, Kebijakan Luar Negeri.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur dan Hamdallah penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan, akal, dan pikiran kepada penulis
hingga tercapainya suatu titik puncak pendidikan yang penulis jalani. Berkat rahmat
dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dijalani. Tidak lupa pula
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, atas
pedomannya penulis dapat merasakan nikmat pendidikan yang tak ternilai harganya
hingga saat ini.
Dalam penelitian ini tidak terlepas dari banyaknya bantuan yang diberikan
baik secara moril maupun materi yang tak bisa penulis sampaikan secara rinci. Pihak-
pihak yang sangat membantu penulis dalam menjalani segala kesulitan yang dihadapi
selama penelitian ini berlangsung, yaitu kepada:
1. Penulis ucapkan terima kasih yang terbesar kepada keluarga tercinta yang
dengan sabarnya terus memberi semangat yang tak ternilai dan tergantikan
oleh penulis yaitu kepada mama tercinta (Ibu Nurbetty Bagindo) dan Papa
tersayang (Bpk. Iswantho) dan (Bpk. Sukri Makassar). Sosok-sosok tersebut
sangat berperan penting dalam membantu penulis agar tercapainya penelitian
ini. Dengan penuh kesabaran dan semangat yang tak terhingga, sampai
penelitian ini dapat terselesaikan.
vii
2. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada adik tersayang yang telah
memberikan dukungan secara moril kepada penulis (Tio Suryo Saputro) dan
sahabat penulis (Oriza Qaliqis, Reza Mahendra dan Kenny Oscar) dengan
dukungan mereka penulis dapat semangat dalam menjalani penelitian ini.
Tidak lupa pula penulis berterimakasih kepada sepupu tersayang (Amelia
Merisda, Erick Drachman, Vandro Rizky Aldila) dengan kebaikannya dapat
memberikan semangat bagi penulis melakukan penelitian ini.
3. Bapak Prof. Dr. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
4. Bapak Ahmad Al Fajri, M. A. selaku Ketua Program Studi Hubungan
Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
5. Ibu Eva Mushoffa, MA selaku Sekertaris Program Studi Hubungan
Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
6. Peneliti berterimakasih juga yang sebesar-besarnya kepada bapak Ahmad
Syaifuddin Zuhri, S. IP., L.M. selaku Dosen Pembimbing penulis yang selalu
memberikan masukan dan dukungan kepada penulis agar dapat
menyelesaikan penelitian ini,
7. Terima kasih terucap untuk semua dosen yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis semenjak awal masuk universitas, khususnya Alm. Bpk Budi
Satari. Semua staf baik Universitas maupun Fakultas dan pak Jajang yang
telah menyediakan bantuan yang diperlukan oleh penulis,
viii
8. Terima kasih kepada sahabat dan teman angkatan HI 2011 khususnya IRIC
2011 yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis:
Menajer Selvy Afriyani yang selalu sabar membantu penulis, Aptiani
Nurjannah, Reta Marina P, Niken Aulia F, Desica Anna N, Hary Satria, Fikry
Al Fajr, Rifqi Syahrizal, Hasmar Husein Nasution, Adnan Winataputra, Bayu
Agustian, Alif Auza, Faisal Farras, Andika Asyidik, Maria Ulfah, Masmuhah,
Devi Linda, Zara Sabrina yang telah mengisi hari-hari di masa perkuliahan
dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebut satu per satu,
9. Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan penulis yang membantu
dalam menyelesaikan penelitian ini (Zahra Shalimah, Febriana Windarati,
Rizkiana yuniarti dan Haifatul Azizah),
10. Terima kasih penulis ucap kepada semua teman-teman SMA 6 Depok dan
SMA Widuri yang telah memberikan dukungan secara moril kepada penulis,
11. Penulis berterimakasih juga kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis
melakukan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata penulis ucapkan Jazakumullah Khairan Katsirin.
Jakarta, 4 Juli 2018
Tito Nugroho
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ............................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi
DAFTAR ISI..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ...............................................................1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 11
D. Tinjauan Pustaka .................................................................. 12
E. Kerangka Pemikiran............................................................. 17
1. Konsep Pengakuan Negara ............................................ 17
2. Teori Kebijakan Luar Negeri ......................................... 20
F. Metode Penelitian ............................................................... 23
G. Sistematika Penulisan ......................................................... 24
BAB II STATUS PALESTINA SEBAGAI SEBUAH NEGARA
A. Perkembangan Palestina Menjadi Sebuah Negara ................ 26
B. Status Palestina sebelum Diakui Sebagai Sebuah Negara .... 34
C. Upaya Palestina untuk Mendapatkan Pengakuan.................. 37
D. Pengakuan dari Negara-negara terhadap Palestina ............... 44
x
BAB III PENGAKUAN TAKHTA SUCI (VATIKAN)
TERHADAP NEGARA PALESTINA
A. Takhta Suci (Vatikan) Sebagai Subjek Hukum
Internasional ........................................................................ 51
B. Sistem Takhta Suci (Vatikan) dalam Pengambilan
Kebijakan Luar Negeri ......................................................... 58
C. Upaya Hukum Takhta Suci dalam Mengakui
Negara Palestina................................................................... 61
BAB IV ANALISA MENGENAI TAKHTA SUCI (VATIKAN)
MENGAKUI PALESTINA SEBAGAI NEGARA
BERDAULAT TAHUN 2015
A. Konsep Pengakuan dalam Analisis Pengakuan
Terhadap Palestina ............................................................... 65
B. Kebijakan Luar Negeri Takhta Suci Mengakui Palestina
Sebagai Sebuah Negara........................................................ 70
1. Faktor Internal ................................................................ 72
a. Faktor Religius ......................................................... 72
b. Faktor Idiosinkratik .................................................. 73
2. Faktor Internal ................................................................ 75
a. Opini Masyarakat Internasional ............................... 75
b. Masalah Regional di Kawasan ................................. 76
c. Hak Asasi Manusia (HAM) ..................................... 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xiv
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Timeline Perkembangan Status Palestina ..................................... 27
Gambar II.2 Negara-negara yang Mengakui Palestina ..................................... 44
Gambar III.1 Peta Hubungan Diplomasi Takhta Suci (Vatikan)
dengan Negara Lain ........................................................................ 56
xii
DAFTAR SINGKATAN
AS Amerika Serikat
DK Dewan Keamanan
FAO Food and Agricultural Organization
GC General Conference
HAM Hak Asasi Manusia
IGO International Governmental Organization
INGO International Non-Governmental Organization
LBB Liga Bangsa Bangsa
MNC Multinational Corporation
OKI Organisasi Kerjasama Islam
OPT Occupied Palestine Territory
PA Palestina Authority
PBB Persatuan Bangsa Bangsa
PLO Palestina Liberation Organization
PNC Palestina National Council
UN Untid Nations
UNDP United Nation Development Programes
xiii
UNESCO United Nation Educational Scientific and Cultural
Organization
UNICEF United Nations Emergency Childrens Fund
WHO World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Skripsi ini akan membahas mengenai pengakuan Vatikan (Takhta Suci)
terhadap Negara Palestina pada tahun 2015. Vatikan adalah sebuah negara yang
dibuat berdasarkan Lateran Treaty yang ditandatangani pada tanggal 11 Februari
1929 antara Takhta Suci dan Italia yang diakui oleh masyarakat internasional,
dipimpin oleh pemerintah berdaulat gerejawi Katolik Roma dengan kepemilikan
penuh dan kekuasaan eksklusif yang disebut dengan Takhta Suci.1
Vatikan mengakui Negara Palestina secara resmi pada 26 Juni 2015.2
Pengakuan tersebut berdasarkan pada Perjanjian Komprehensif yang telah
ditandatangani oleh Vatikan dan Negara Palestina,3 berkaitan mengenai aspek-aspek
1 Lateran Treaty, situs resmi Vatikan diakses dari
http://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-
Amministrative/LateranTreaty.pdf, pada tanggal 5 Februari 2017 2 Holy See Press Office, Joint Statement on the occasion of the Signature of the
Comprehensive Agreement between the Holy See and the State of Palestine, diakses dari
https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf, pada
tanggal 5 Februari 2017 3 Holy See Press Office, Joint Statement on the occasion of the Signature of the
Comprehensive Agreement between the Holy See and the State of Palestine, diakses dari
https://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf, pada
tanggal 5 Februari 2017
http://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-Amministrative/LateranTreaty.pdfhttp://www.vaticanstate.va/content/dam/vaticanstate/documenti/leggi-e-decreti/Normative-Penali-e-Amministrative/LateranTreaty.pdfhttps://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdfhttps://press.vatican.va/content/salastampa/it/bollettino/pubblico/2015/06/26/0511/01117.pdf
2
penting yang terjadi pada kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di Palestina.4
Perjanjian tersebut berlaku secara penuh pada tanggal 2 Januari 2016.5 Penelitian ini
selanjutnya akan membahas faktor yang mempengaruhi keputusan Vatikan dalam
mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Palestina adalah sebuah negara yang memiliki lebih dari 4,3 juta penduduk,
berada di kawasan Timur Tengah yang berbatasan langsung dengan Mesir, Yordania
dan Laut Mediterania. 6
Wilayah Palestina atau sering disebut dengan Occupied
Palestinian Territories (wilayah Palestina yang diduduki Israel) secara garis besar
terdiri dari Tepi Barat (West Bank) termasuk Yerusalem Timur dan Jalur Gaza (Gaza
Strip).7 Wilayah tersebut didapatkan setelah Gaza terlepas dari pendudukan Israel.
Pada tahun 2007 Hamas diketahui mengambil alih Jalur Gaza dan saat itu membagi
wilayah Palestina secara politik dengan Fatah yang sebagian besar berkuasa di Tepi
Barat.8 Hingga pada tahun 2014 terdapat kesepakatan antara kedua kelompok untuk
membentuk pemerintahan dan wilayah yang saat ini menjadi negara Palestina.
4 Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,
diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-
state.html?_r=1, pada tanggal 5 Februari 2017 5 Vatican Radio, Holy See, State of Palestine Comprehensive Agreement enters into force,
diakses dari
http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force
/1198477, pada tanggal 5 Februari 2017 6 William Foxwell Albright, Palestine, diakses dari
http://www.britannica.com/place/Palestine, pada tanggal 6 Desember 2017 7 BBC, Palestinian territories profile, diakses dari http://www.bbc.com/news/world-middle-
east-14630174, pada tanggal 10 Desember 2017 8 Fatah dan Hamas adalah dua partai utama politik Palestina. Fatah didirikan pada tahun 1958
dipimpin oleh Mahmoud Abbas dan Hamas didirikan pada tahun 1987 dipimpin oleh Khaled Mashaal.
Keduanya sempat terlibat konflik yang mengakibatkan perpecahan dari Otoritas Palestina pada tahun
2007, tetapi hubungan keduanya membaik pada tahun 2014.
http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force/1198477http://en.radiovaticana.va/news/2016/01/02/holy_see,_state_of_palestine_agreement_enters_into_force/1198477http://www.britannica.com/place/Palestinehttp://www.bbc.com/news/world-middle-east-14630174http://www.bbc.com/news/world-middle-east-14630174
3
Palestina dan Israel memiliki sejarah panjang dan hubungan yang cukup
tegang.9 Konflik Israel-Palestina dapat digambarkan sebagai konflik eksistensial
antara dua bangsa dan dua identitas kelompok yang masing-masing mengklaim
wilayah yang sama untuk menjadi tanah air dan negara pemerintahan.10
Konflik
kedua negara tersebut diawali dari ketegangan antara pemukim Yahudi dan penduduk
lokal Arab, setelah disahkannya Resolusi PBB 181 (1947). 11
Resolusi tersebut
merekomendasikan untuk mengadopsi dan melaksanakan rencana pembagian wilayah
Palestina menjadi negara Arab, negara Yahudi dan Kota Yerusalem.12
Beberapa
bulan setelah itu Pada tanggal 14 Mei 1948, saat Mandat Britania atas Palestina
berakhir, Dewan Rakyat Yahudi berkumpul di Tel Aviv Museum, dan
mendeklarasikan pembentukan Negara Israel. Negara baru tersebut langsung diakui
oleh Negara Amerika Serikat dan disusul oleh Uni Soviet tiga hari kemudian.13
Setelah Negara Israel terbentuk, mereka mencoba untuk mulai memperluas
perbatasannya untuk mencakup sebagian dari wilayah Palestina. Pada tahun 1967
terjadi perang yang disebut The Six-Day War, secara simultan Israel menyerang
9 Aljazeera, Palestine: Country Profile, diakses dari
http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.html, pada tanggal 6 Desember2017 10
Herbert C. Kelman, The Israeli-Palestinian Peace Process and Its Vicissitudes, American
Psychologist Journal va. 62, No.4, 2007, hal. 287-303 11
Israel Ministry of Foreign Affairs, UN Partition Plan - Resolution 181 (1947), diakses dari
http://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspx, pada tanggal
6 Desember 2017 12
Israel Ministry of Foreign Affairs. UN Partition Plan - Resolution 181 (1947), diakses dari
http://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspx, pada tanggal
6 Desember 2017 13
Israel Ministry of Foreign Affairs, The Declaration of the Establishment of the State of
Israel, diakses dari
http://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%
20of%20State%20of%20Israel.aspx, pada tanggal 6 Desember 2017
http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.htmlhttp://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspxhttp://mfa.gov.il/MFA/AboutIsrael/Maps/Pages/1947%20UN%20Partition%20Plan.aspxhttp://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%20of%20State%20of%20Israel.aspxhttp://www.mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Peace/Guide/Pages/Declaration%20of%20Establishment%20of%20State%20of%20Israel.aspx
4
Mesir, Yordania dan Suriah.14
perang tersebut membuat Israel dapat merebut
Semenanjung Sinai, setelah menaklukkan seluruh wilayah Yordania barat, Sungai
Yordan (Tepi Barat), menaklukan Yerusalem, dan telah menduduki Dataran Tinggi
Golan.15
Ribuan orang Arab Palestina segera pergi ke wilayah Timur dan Utara.
Perang kembali terjadi pada tahun 1973 yang disebut dengan Yom Kippur War,
dimana negara-negara Arab mencoba mengembalikan wilayah yang dikuasai oleh
Israel. Perang tersebut akhirnya dapat mengembalikan wilayah palestina dan
menghasilkan perjanjian damai.16
Palestine Liberation Organization (PLO)17
yang menjadi Dewan Nasional
Palestina pada tahun 1988, memproklamirkan sebagai Negara Palestina dari markas
besarnya di Aljir, Aljazair. Dengan itu Palestina diizinkan untuk dapat menduduki
Tepi Barat dan Jalur Gaza.18
Menyusul pada tahun 1993 proses perdamaian Israel-
Palestina menyebabkan Kesepakatan Oslo, yang memungkinkan PLO untuk pindah
dari Tunisia dan mengambil tanah di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta
14
Charles K. Rowley, Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
1948-2005: An Analytical History, Public Choice (2006) 128:7790 15
Charles K. Rowley, Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
1948-2005: An Analytical History, Public Choice (2006) 128:7790 16
Aljazeera, The War in October, diakses dari
http://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-
2013102172128280627.html, pada tanggal 6 Desember 2017 17
Organisasi politik yang mewakili rakyat Palestina di dunia Arab. Organisasi Ini dibentuk
pada tahun 1964 untuk memusatkan kepemimpinan berbagai kelompok Palestina yang sebelumnya
telah dioperasikan sebagai gerakan perlawanan. 18
Britannica, "Palestine Liberation Organization (PLO)", diakses dari
http://www.britannica.com/topic/Palestine-Liberation-Organization, pada tanggal 6 Desember 2017
http://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-2013102172128280627.htmlhttp://www.aljazeera.com/programmes/specialseries/2013/10/war-october-2013102172128280627.htmlhttp://www.britannica.com/topic/Palestine-Liberation-Organization
5
mendirikan Otoritas Nasional Palestina.19
Melalui perjanjian Oslo 2 (1995)
mengandaikan bahwa Israel dan Palestina tertarik untuk mendapat keuntungan dari
perdagangan, namun pada kenyataannya kerjasama antara kedua negara tersebut tidak
bisa berjalan dengan baik.20
Impian rakyat Palestina untuk mendapatkan pengakuan
tidak berjalan dengan begitu mulus. Butuh waktu yang cukup lama sampai pada
November 2012 Majelis Umum PBB mengumumkan peningkatan status Palestina
menjadi negara peninjau bukan anggota (Non-Member Observer State).21
Negara Palestina saat ini mendapat pengakuan lebih dari 130 negara, banyak
negara yang memberikan pengakuannya terhadap Negara Palestina setelah Deklarasi
Kemerdekaan yang dilakukan oleh Dewan Nasional Palestina pada 15 November
1988.22
Disusul oleh pengakuan negara Swedia yang ada di kawasan Eropa pada
Oktober 2014, hal tersebut menegaskan bahwa Swedia menjadi anggota Uni Eropa
pertama di Eropa Barat yang telah mengakui negara Palestina.23
Setahun berselang,
tepatnya pada 26 juni 2015 diketahui bahwa Takhta Suci Vatikan telah memberikan
pengakuan terhadap Negara Palestina.
19
Charles K. Rowley . Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
1948-2005: An Analytical History, Public Choice,2006, hal. 128:7790 20
Charles K. Rowley . Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
1948-2005: An Analytical History, Public Choice,2006, hal. 89 21
United Nation, General Assembly Votes Overwhelmingly to Accord Palestine Non-
Member Observer State Status in United Nations, diakses dari
http://www.un.org/press/en/2012/ga11317.doc.htm, pada tanggal 6 Desember 2017 22
Kabir Chibber, All the countries Including Sweden That Now Recognize Palestinian
Statehood, diakses dari http://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-
palestinian-statehood/, pada tanggal 7 Desember 2017 23
Robert Rydberg, Sweden Becomes first EU Country to Recognise the Palestinian State,
diakses dari http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-
palestinian-state/, pada tanggal 7 Desember 2017
http://www.un.org/press/en/2012/ga11317.doc.htmhttp://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-palestinian-statehood/http://qz.com/276164/all-the-countries-including-sweden-that-now-recognize-palestinian-statehood/http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-palestinian-state/http://www.euronews.com/2014/10/30/sweden-becomes-first-eu-country-to-recognise-the-palestinian-state/
6
Pengakuan tersebut didapatkan setelah sebelumnya Vatikan telah mengakui
Palestina secara de facto pada tahun 2012.24
Melalui Perjanjian Komprehensif yang
telah ditandatangani oleh Vatikan dan Negara Palestina,25
mengenai aspek-aspek
penting dari kehidupan dan aktivitas Gereja Katolik di Palestina.26
Hal tersebut
menegaskan bahwa Vatikan mengakui Negara Palestina, karena dalam isi perjanjian
kerjasama tersebut menunujukkan dengan jelas penggunaan istilah State of
Palestine, yang secara tidak langsung telah mengakui Palestina sebagai sebuah
negara.27
Perjanjian tersebut ditandatangani Menteri Luar Negeri Vatikan Uskup Agung
Gallagher dan Menteri Luar Negeri Riad al-Malki dari Otoritas Palestina pada
upacara di Vatikan pada 26 Juni 2015.28
Pengakuan Takhta Suci Vatikan juga
diperkuat dengan pernyataan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Vatikan,
Uskup Agung Paul Gallagher, Uskup Vatikan yang pada dasarnya melayani sebagai
24
Stephen Jewkes, Vatican Accord with Palestine Comes Into Effect, diaskses dari
http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102, pada tanggal 5
Desember 2017 25
Stephen Jewkes, Vatican Accord with Palestine Comes Into Effect, diaskses dari
http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102, pada tanggal 5
Desember 2017 26
Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,
diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-
state.html?_r=1, pada tanggal 5 Desember 2017 27
Jodi Rudoren and Diaa Hadi, Vatican to Recognize Palestinian State in New Treaty,
diakases dari http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-
state-in-new-treaty.html, pada tanggal 7 Desember 2017 28
Jodi Rudoren and Diaa Hadi, Vatican to Recognize Palestinian State in New Treaty,
diakases dari http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-
state-in-new-treaty.html, pada tanggal 7 Desember 2017
http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0UG0MA20160102http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.htmlhttp://www.nytimes.com/2015/05/14/world/middleeast/vatican-to-recognize-palestinian-state-in-new-treaty.html
7
menteri luar negeri Paus, setelah menandatangani perjanjian komprehensif dan secara
resmi mengakui "Negara Palestina". Uskup Agung Paul Gallagher menyatakan:29
The agreement could be a stimulus to bringing a definitive end to the
longstanding Israeli-Palestinian conflict, which continues to cause suffering
for both parties (Elisabetta 2015). (Kesepakatan tersebut bisa menjadi
"stimulus untuk membawa akhir definitif untuk konflik Israel-Palestina yang
berlangsung lama, yang terus menyebabkan penderitaan bagi kedua belah
pihak). (Diterjemahkan oleh penulis)
Juru bicara Vatikan, Pastor Federico Lombardi juga menambahkan:30
We have recognized the State of Palestine ever since it was given
recognition by the United Nations and it is already listed as the State of
Palestine in our official yearbook (Herb 2015). (Kami (Vatikan) telah
mengakui Negara Palestina sejak PBB memberikan pengakuan dan itu sudah
terdaftar sebagai Negara Palestina di buku tahunan resmi kami).
(Diterjemahkan oleh penulis)
Sebelum menjalin hubungan dengan Palestina, Vatikan telah terlebih dahulu
menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Penandatanganan Perjanjian
29
Elisabetta Povoledo, Vatican Formally Recognizes Palestinian State by Signing Treaty,
diakses dari http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-
state.html?_r=1 , pada tanggal 5 Desember 2017 30
Herb Keinon, Israel 'Disappointed' Vatican Reached Agreement Recognizing Palestinian
State, diakses dari http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-
agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996, pada tanggal 6 Februari 2018
http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.nytimes.com/2015/06/27/world/middleeast/vatican-palestinian-state.html?_r=1http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996http://www.jpost.com/Arab-Israeli-Conflict/Israel-disappointed-Vatican-reached-agreement-to-recognize-Palestinian-state-402996
8
Fundamental antara Vatikan dan Negara Israel terjadi pada 30 Desember 1993.31
Kedua negara telah mempertahankan hubungan diplomatik yang cukup dekat.
Mereka menganggap kepentingan kedua belah pihak begitu penting, sehingga
hubungan mereka diperkirakan tetap solid dalam keadaan krisis sekalipun.32
Pada awalnya Hubungan antara Vatikan dan Israel tidak berjalan baik karena
dirusak oleh masalah masa lalu, termasuk polemik doktrinal, pembantaian era Perang
Salib dan pembuangan paksa kaum Yahudi.33
Akan tetapi, Vatikan dan kaum Yahudi
mencoba memperbaiki hubungan hingga pada tanggal 30 Desember 1993 terjadi
penandatanganan Perjanjian Fundamental antara Takhta Suci dan Negara Israel.34
Perjanjian tersebut menormalisasi hubungan antara Takhta Suci dan Negara Israel. Isi
dari Perjanjian membahas tentang kebebasan dalam beragama, hubungan hukum dan
administrasi, ibadah Katolik di tempat-tempat suci, kesejahteraan sosial dan masalah
fiskal.35
Hal tersebut tidak diragukan lagi akan memiliki dampak mendalam yang
positif untuk keduanya.
31
Israel Ministry of Foreign Affairs, Israel-Vatican Diplomatic Relations, diakses dari
http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspx, pada
tanggal 7 Desember 2017 32
Israel Ministry of Foreign Affairs, Israel-Vatican Diplomatic Relations, diakses dari
http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspx, pada
tanggal 7 Desember 2017 33
Toni Johnson, Vatican-Israel Relations, diakses dari http://www.cfr.org/vatican-
city/vatican-israel-relations/p19344, pada tanggal 6 Februari 2018 34
Toni Johnson, Vatican-Israel Relations, diakses dari http://www.cfr.org/vatican-
city/vatican-israel-relations/p19344, pada tanggal 6 Februari 2017 35
Cardinal Achille Silvestrini, The Vatican and Israel, diakses dari
https://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-
J_Relations_04-05/Silvestrini.htm, pada tanggal 6 Februari 2018
http://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspxhttp://mfa.gov.il/MFA/ForeignPolicy/Bilateral/Pages/Israel-Vatican_Diplomatic_Relations.aspxhttp://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344http://www.cfr.org/vatican-city/vatican-israel-relations/p19344https://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-J_Relations_04-05/Silvestrini.htmhttps://www.bc.edu/content/dam/files/research_sites/cjl/texts/center/conferences/Bea_Centre_C-J_Relations_04-05/Silvestrini.htm
9
Hubungan kedua negara berjalan cukup baik hingga tahun 2015, terjadi
Pengakuan secara resmi oleh Takhta Suci terhadap Negara Palestina yang membuat
Israel meradang, tindakan tersebut menimbulkan reaksi keras dari Israel.36
Pemerintah Israel mengecam tindakan Vatikan yang telah mengakui kemerdekaan
Palestina, Israel menganggap sikap Vatikan tersebut tidak akan dapat menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di Timur Tengah.37
Sikap tersebut berlawanan dengan apa
yang disampaikan Paus Benedict XVI pada tahun 2009, dimana akan mendukung
solusi antara kedua negara.38
Juru bicara kementerian luar negeri Israel Emmanuel
Nahason juga mengatakan:39
This hasty step damages the prospects for advancing a peace agreement, and
harms the international effort to convince the Palestinian Authority to return
to direct negotiations with Israel (Siddhartha 2017). (Langkah tergesa-gesa ini
merusak prospek untuk memajukan kesepakatan damai, dan merugikan upaya
internasional untuk meyakinkan Otoritas Palestina untuk kembali ke
perundingan langsung dengan Israel). (diterjemahkan oleh penulis)
36
Philip Pullella, Vatican signs first treaty with 'State of Palestine', Israel angered, diakses
dari http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626, pada tanggal
6 April 2018 37
Philip Pullella, Vatican signs first treaty with 'State of Palestine', Israel angered, diakses
dari http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626, pada tanggal
6 Februari 2018 38
Tim Butcher, Pope Benedict XVI calls for two-state solution on visit to Israel, diakses dari
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-
two-state-solution-on-visit-to-Israel.html, pada tanggal 6 Februari 2018 39
Siddhartha Mahanta, Israel Decidedly Unhappy With Vatican-Palestine Treaty, diakses dari
http://foreignpolicy.com/2015/06/26/pope-francis-israel-palestine-treaty/, pada tanggal 7 Desember
2017
http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626http://www.reuters.com/article/us-vatican-palestinians-idUSKBN0P618120150626http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-two-state-solution-on-visit-to-Israel.htmlhttp://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/israel/5307882/Pope-Benedict-XVI-calls-for-two-state-solution-on-visit-to-Israel.htmlhttp://foreignpolicy.com/2015/06/26/pope-francis-israel-palestine-treaty/
10
Berdasarkan paparan di atas, masalah ini penting untuk diteliti karena Vatikan
sebagai sebuah Entitas khusus dalam subjek internasional mengakui Palestina sebagai
sebuah negara, meskipun terdapat beberapa negara yang menolak dan mengecam
keputusan tersebut. Salah satu negara yang mengecam keputusan tersebut adalah
Israel. Takhta suci juga diketahui berstatus sebagai pengamat di PBB sama seperti
Palestina, dan memiliki perhatian terhadap perdamaian. Hal itu menimbulkan
pertanyaan mengapa Vatikan mengambil keputusan tersebut. Oleh sebab itu dalam
penelitian ini membahas alasan Vatikan mengakui Negara Palestina sesuai dengan
teori dan konsep yang akan dipakai dalam penelitian ini.
11
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
penulis memiliki pertanyaan penelitian Mengapa Takhta Suci (Vatikan)
mengakui Palestina Sebagai Negara yang Berdaulat pada tahun 2015?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang mengapa Vatikan dapat mengakui
Palestina sebagai sebuah negara.
2. Menganalisa tentang hubungan Vatikan dan negara Palestina, setelah
pengakuan terhadap negara Palestina oleh Takhta Suci.
3. Penelitian ini juga dapat membantu untuk menjelaskan tantangan yang
dihadapi Vatikan dalam memberikan pengakuan terhadap negara Palestina.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber rujukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan kebijakan atau pengakuan terhadap sebuah
negara yang dianggap baru.
12
D. Tinjauan Pustaka
Terkait dengan pengakuan yang dilakukan oleh Takhta Suci terhadap negara
Palestina, telah terdapat beberapa tulisan yang menjelaskan tentang negara-negara
yang memberikan pengakuan terhadap negara Palestina. Tulisan tersebut antara lain:
Pertama, berdasarkan dari Master Thesis yang yang dibuat oleh Gijs Norden
pada tahun 2015 di Leiden University dengan judul Recognition of Palestine by
Western European States. Dalam Thesis ini membahas mengenai konflik yang
terjadi antara Israel dan palestina, membuat beberapa negara di wilayah Eropa Barat
seperti Swedia telah secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Perancis
dan Inggris telah mengakui secara simbolis Palestina oleh resolusi parlemen.
Sebaliknya Jerman belum membuat langkah resmi terhadap pengakuan Palestina. Hal
tersebut membuat perubahan kebijakan luar negeri kepada negara Eropa. Tentunya
Israel tetap menolak pengakuan resmi negara-negara tersebut terhadap negara
Palestina.
Dalam penelitiannya, Norden memilih pertanyaan, mengapa beberapa negara
Eropa Barat memberikan pengakuan terhadap negara Palestina, dalam periode
September 2014 dan Desember 2014 saat negara lain tidak?. Menurutnya Topik ini
dapat ditempatkan dalam perspektif yang lebih luas dari penelitian dalam analisis
kebijakan luar negeri. Pengakuan negara merupakan topik yang muncul dari
kepentingan. Tetapi studi yang mempelajari tentang pengakuan, lebih fokus pada sisi
13
normatif dari pengakuan atau pada posisi hukum internasional yang sebagian besar
diketahui sudah usang.
Dalam thesis ini Norden berfokus pada sudut pandang negara-negara yang
akan mengakui negara (baru) dan motif mereka untuk melakukannya. Kerangka teori
dari makalah ini terutama didasarkan pada pendekatan dari Bridget Coggins (2011)
dan Beverly Crawford (1995). Pendekatan ini, Coggins mengadopsi pendekatan
tingkat internasional, sementara Crawford berfokus terutama pada tingkat politik
dalam negeri. Dengan menggabungkan pendekatan tersebut memungkinkan untuk
mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang motif negara-negara Eropa Barat
untuk mengakui negara Palestina. Jawaban spekulatif awal adalah bahwa negara-
negara Eropa Barat memilih untuk mengakui Palestina karena preferensi ideologis
mereka, biaya diplomatik rendah dan kemudian tidak ada kelompok kepentingan
yang hadir.
Penelitian diatas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Norden lebih luas, karena mencangkup negara-negara
yang ada di Eropa Barat. sedangkan penulis lebih berfokus kepada entitas Takhta
Suci dalam meneliti pengakuan terhadap Negara Palestina. Teori dan pendekatan
yang dipakai oleh Norden adalah pendekatan pada tingkat internasional. Sedangkan
konsep dan teori yang di inginkan oleh penulis adalah konsep kebijakan luar negeri
dan teori pengakuan negara, yang akan menjelaskan pemerintah Takhta Suci terhadap
pengakuan yang diberikan ke negara Palestina.
14
Kedua, berdasarkan dari skripsi yang dibuat oleh Revy Marlina, Tahun 2015
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul Kebijakan
Luar Negeri Swedia Mengakui Negara Palestina Tahun 2014. Dalam skripsi ini
membahas mengenai negara Swedia yang mengakui secara resmi negara Palestina.
Pengakuan tersebut pertama kali dilakukan oleh Perdana Menteri Swedia yang baru,
yaitu Stevan Lofven dari partai Sosial Demokrat Swedia pada 3 Oktober 2014. Oleh
karena pengakuan tersebut, Swedia telah menjadi negara Uni Eropa pertama yang
mengakui negara Palestina.
Pada penelitian ini Marlina menjelaskan bagaimana konflik yang terjadi
antara Palestina dan Israel, berpengaruh dalam pengakuan Swedia terhadap negara
Palestina. Kedua negara tersebut memiliki sejarah yang cukup panjang, terdapat
berbagai macam konflik yang menghubungkan antara kedua negara tersebut.
Palestina harus melewati jalan panjang dalam memperjuangkan kedaulatannya di
PBB. Sampai pada November 2012 Palestina mendapatkan peningkatan status dari
PBB menjadi negara peninjau bukan anggota. Setelah itu banyak negara seperti
Swedia satu persatu mengakui negara Palestina.
Dalam penelitiannya, Marlina membahas mengenai faktor yang menjadi
pendorong Swedia dalam mengakui negara Palestina dengan menggunakan konsep
dan teori seperti liberalisme dan kebijakan luar negeri. Yang menarik dalam skripsi
ini adalah Swedia menjadi negara Uni Eropa pertama yang mengakui negara
Palestina. Tentu saja hal ini mendapatkan kecaman dari Israel. penelitian Marlina
15
akan berbeda dengan penelitian yang akan dibuat penulis karena Penulis memakai
Vatikan sebagai subjek Internasional bukan negara yang mengakui negara Palestina.
Penulis juga akan menggunakan konsep kebijakan luar negeri dan teori pengakuan
negara.
Ketiga, berdasarkan dari Master Thesis yang dibuat oleh Ronald Patrick
Stake, Tahun 2006 di Naval Postgraduate School California, dengan judul The
Holy See and the Middle East: The Public Diplomacy of Pope John Paul II.
Dalam thesis Tesis ini membahas mengenai perubahan dalam diplomasi Takhta Suci
sehubungan dengan Timur Tengah pada periode antara 1990 dan 2003. Kebijakan
yang ditempuh oleh perubahan ini adalah keputusan dari Paus Yohanes Paulus II dan
terlibat (1) membangun penuh hubungan diplomatik antara Takhta Suci dan Negara
Israel; (2) digelarnya Majelis khusus Sinode Para Uskup untuk Lebanon, berakhir di
kunjungan Paus ke Lebanon di Mei 1997; dan (3) menentang US memimpin perang
terhadap Irak pada 1991 dan 2003.
Dalam tesis ini Ronald berpendapat bahwa keadaan baru disebabkan
pemikiran ulang dari kepentingan Takhta Suci dalam terang perkembangan modern
Ajaran sosial Katolik. Dengan kata lain, ide-ide merupakan sebuah kepentingan.
Keyakinan berprinsip dari pribadi manusia dan prinsip solidaritas berbentuk
kepentingan Takhta Suci dan substansi diplomasi Paus. Dalam membuat argumen,
tesis ini menganggap peran Takhta Suci dalam hubungan internasional; dan studi
16
kasus diplomasi Yohanes Paulus II sehubungan dengan Israel, Lebanon, dan perang
dengan Irak.
Dalam tesis ini Ronald menggunakan teori Kebijakan Luar Negeri yang
menentukan tanggapan Takhta Suci di wilayah Tengah Timur, studi kasus
mengungkapkan keterkaitan ajaran sosial Katolik modern untuk memperluas
kepentingan dalam menanggapi perubahan politik. Pada intinya dari tesis ini adalah
pemahaman tentang bagaimana ide-ide (nilai-nilai, keyakinan) merubah bentuk
kebijakan. Dalam bentuk kontemporer, realisme menyingkirkan peran nilai-nilai
dalam hubungan internasional, dengan alasan bahwa kepentingan nasional dan
kemampuan untuk menentukan kebijakan yang lebih mengejar. Tesis tersebut
dinyatakan cukup berbeda dengan apa yang ingin penulis buat, karena terrdapat
perbedaan yang sangat signifikan pada variabel yang ingin diteliti. Penulis lebih
memfokuskan penelitian kepada pengakuan dan hubungan antara Takhta Suci dan
Palestina, penulis juga menggunakan konsep kebijakan luar negeri.
17
E. Kerangka Pemikiran
Teori-teori membantu kita mengetahui fakta mana yang penting dan mana
yang tidak penting, yaitu, mereka menyusun pandangan kita atas dunia. Maka akan
lebih baik menggunakan teori-teori yang sangat tepat dalam keterbukaan dan
kemudian menempatkan mereka dalam penelitian lebih jauh.40
Dalam menjawab
pertanyaan penelitian, maka penelitian ini akan menggunakan konsep pengakuan
negara dan teori Kebijakan luar negeri.
1. Konsep Pengakuan Negara
Secara umum Pengakuan adalah pernyataan dari suatu Negara yang telah
mengakui suatu negara lain sebagai subyek hukum internasional. Sebagai
konsekuensinya, negara tersebut bertanggug jawab terhadap semua wewenang negara
dan dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan hukum internasional
seperti negara lainnya.41
Pengakuan Menurut J.B Moore adalah sebagai suatu jaminan yang diberikan
kepada suatu Negara baru bahwa Negara tersebut telah diterima sebagai anggota
masyarakat internasional.42
Dengan pengakuan ini memungkinkan Negara baru
mengadakan hubungan-hubungan resmi dengan Negara-negara lain.
40
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Introduction to International Relation, Oxford
University Press Inc, 1999, hal. 81 41
Lars Buur & Helene Maria Kyed, State Recognition and Democration in Sub-Saharan
Africa, (New York: Palgrave Macmillan), 2007, hal. 11-12. 42
J.B Moore, Digest of international Law, vol. 1, hal. 72.
18
Menurut Huala Adolf pengakuan adalah Tindakan politis suatu negara untuk
mengakui negara baru sebagai subjek Hukum Internasional yang mengakibatkan
hukum tertentu. Adapun fungsi dari pengakuan tersebut untuk dapat memberikan
tempat yang seharusnya kepada sebuah negara baru atau pemerintah baru yang telah
menjadi anggota masyarakat internasional.43
Terdapat dua teori pokok dalam pengakuan terhadap sebuah Negara yaitu,
teori konstitutif dan teori deklaratif. 44
Teori konstitutif berasumsi bahwa suatu
Negara dikatakan menjadi subyek hukum internasional hanya bila melalui
pengakuan, jadi hanya dengan pengakuanlah suatu negara baru itu dapat diterima
sebagai anggota masyarakat internasional dan karenanya sebuah negara memperoleh
statusnya sebagai subyek hukum internasional.
Menurut Teori Konstitutif, pengakuan menjadi sangat penting. Sebab dengan
adanya pengakuan menciptakan penerimaan terhadap sebuah negara sebagai
masyarakat internasional. Artinya, pengakuan tersebut merupakan prasyarat yang
wajib bagi ada-tidaknya kepribadian hukum internasional pada suatu negara. Dengan
kata lain, tanpa adanya pengakuan dari negara lain, suatu negara bukan atau belum
dapat dikatakan subjek hukum internasional.45
43
Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 65 44
Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional , hlm. 67 45
L. Oppenheim & Lauterpacht, H, International Law, A Treatise, (London: 8th
Edition),
1961, hal. 125
19
Berbeda dengan penganut Teori Konstitutif, Teori Deklaratif menjelaskan
pengakuan hanyalah merupakan penerimaan suatu Negara baru oleh Negara-negara
lainnya. Pengakuan tidak dapat menciptakan suatu negara baru, karena pada
hakikatnya sebuah negara lahir sebagai fakta yang murni dan membuat pengakuan
hanya menjadi bentuk penerimaan fakta tersebut.46
Berdasarkan Teori Deklaratif, pengakuan dianggap hanya bersifat sebagai
sebuah pernyataan dari negara lain dan tidak dapat mempengaruhi status dan
kedudukan negara baru dalam masyarakat internasional. Dalam hal ini J.G Starke
berpendapat bahwa teori deklaratif menyatakan bahwa sebuah negara atau kekuasaan
pada pemerintah yang baru sudah ada jauh sebelum terjadinya pengakuan. Pengakuan
hanya merupakan pernyataan yang formil tentang kenyataan tersebut.47
Dalam melihat perilaku sebuah negara terhadap pengakuan akan
mengakibatkan terjadinya pergesekan, antara kepentingan untuk mamatuhi segala
hukum internasional dengan kepentingan yang bertujuan memperjuangkan
kepentingan nasional. Pengakuan sendiri merupakan norma yang mengatur interaksi
formal antara negara-negara yang berdaulat, sementara kepentingan nasional sendiri
merupakan unsur yang tidak dapat dilepaskan dari setiap negara dalam usahanya
untuk memenuhi tuntutan negara. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan
46
Huala Adolf, SH, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1996, hal. 67 47
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, ed. Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 1989,
hal. 66.
20
menggunakan dua jenis teori dasar dalam konsep pengakuan yang akan digunakan
untuk menganalisa pengakuan Takhta Suci Vatikan terhadap Negara Palestina.
2. Teori Kebijakan Luar Negeri
Mengenai definisi kebijakan luar negeri, Rosenau mengemukakan bahwa
kebijakan luar negeri adalah sebuah sikap atau aktivitas suatu negara dalam upaya
mengatasi masalah yang terjadi dengan dirinya dan lingkungan, juga memperoleh
keuntungan dari lingkungan sekitarnya tersebut untuk dapat mempertahankan
kelangsungan hidup negaranya. 48
Menurut Rosenau kebijakan luar negeri digunakan untuk menganalisa dan
mengevakuasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar
negeri suatu negara terhadap negara lain. Faktor Internal adalah hal yang dimiliki
oleh suatu negara atau kondisi pada satu negara atau dinamika yang terjadi dalam
negara yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri pada negara tersebut. Secara
umum terdapat beberapa faktor seperti; faktor kebudayaan dan sejarah, pembangunan
ekonomi, struktur sosial, dan perubahan opini publik kebudayaan dan sejarah
mencakup nilai, norma, tradisi, pengalaman masa lalu dan idiosinkratik pemimpin.49
Faktor eksternal atau pengaruh lingkungan eksternal adalah hal-hal yang
terjadi diluar negara yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara.
48
J N Rosenau, Comparing Foreign Policy: Theories, Findings, and Method, Sage
Publications, 1974, hal. 21-32 49
James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory, (New York : The Free Press, 1969), hal 167
21
Faktor eksternal tersebut meliputi; struktur hubungan di antara negara besar, pola-
pola aliansi yang terbentuk diantara negara dan faktor situasional eksternal yang
dapat berupa isu area atau krisis kemanusiaan.50
Hampir sama dengan Rosenau, menurut K J Holsti kebijakan luar negeri
merupakan aktivitas yang memiliki tujuan dan tindakan yang dibentuk oleh para
pembuat keputusan untuk dapat mempertahankan atau merubah tujuan dan kondisi
dalam sebuah lingkungan suatu negara. Kebijakan tersebut dibuat untuk mencapai
tujuan yang bersifat domestik, seperti, kesejahteraan, keamanan, otonomi, dan status
dan prestige. Rencana atau strategi tersebut dibentuk oleh para pembuat kebijakan
suatu negara dalam menghadapi negara lain atau subjek internasional lainnya untuk
mencapai tujuan nasional.51
Dalam hal ini penulis melihat bahwa tujuan kebijakan
luar negeri Vatikan terhadap Palestina adalah untuk memperoleh kesejahteraan dan
perdamaian.
Holsti juga berpendapat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri, yaitu; faktor internal (dometik) dan faktor eksternal. Faktor
internal tersebut terdiri dari (1) kebutuhan sosial-ekonomi suatu negara, (2)
karakteristik geografis dan demografis, hal ini yang menentukan lingkungan strategis
sebuah negara (3) Struktur pemerintahan, (4) Atribut Nasional, yang diartikan sebagai
karakter sebuah negara (5) Opini publik, yang diciptakan oleh media menjadi faktor
50
James N. Rosenau, International Politics and Foreign Policy: A Reader in Research and Theory, hal. 167
51 K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, New Jersey: Prentive Hall
Inc, 1992, hal. 269
22
yang berpengaruh dan, (6) Birokasi, yang mempengaruhi pembuatan kebijakan suatu
negara. 52
Selain itu faktor eksternal menurut Holsti terdiri dari (1) struktur sistem, yang
terdapat dalam sistem berbagai negara dan akan mempengaruhi pembuatan kebijakan,
(2) Struktur ekonomi dunia yang menunjukan bahwa terdapat perbedaan karakter
ekonomi berbagai negara (3) Tindakan aktor-aktor lain, yang diartikan sebuah negara
dapat merespon atau berinisiatif dalam menjalankan kebijakan luar negeri terkait
dengan kebijakan negara lain, dan (4) masalah regional dan global, apabila terjadi
suatu masalah di negara lain akan berdampak juga ke negara lainnya bahkan ke
kawasan sehingga dapat menjadi masalah bersama, karena saling berhubungan dan
melewati batas-batas nasional.53
Menurut Breuning, Dengan begitu banyak faktor yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri, bagaimana mengungkap kontribusi masing-masing dari faktor
tersebut. Meskipun perilaku kebijakan luar negeri jarang disebabkan oleh satu orang
atau satu hal saja, akan lebih baik untuk menyelidiki berbagai faktor secara terpisah
sebelum berpikir tentang interaksi mereka.54
Penelitian ini akan menganalisa faktor yang melatarbelakangi kebijakan luar
negeri Vatikan terhadap Negara Palestina. Oleh karena itu, penelitian ini
52
K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, hal. 271 53
K J Holsti, International Politics, A Framework for Analysis, hal. 272 54
Marijke Breuning, Foreign Policy Analysis:A Comparative Introduction, Palgrave
Macmillan division of St. Martins Press, 2007, hal. 9
23
memfokuskan beberapa faktor internal dan eksternal berdasarkan pemaparan
Rosenau. Faktor internal tersebut adalah ideologi yang dianut suatu negara (religious
thing) dan idiosinkratik. Pada faktor eksternal yaitu kebutuhan keamanan di kawasan,
perdamaian di kawasan dan masalah kemanusiaan (HAM). Melalui faktor-faktor
tersebut penulis akan dapat menjelaskan latar belakang mengapa Vatikan mengambil
kebijakan pengakuan terhadap Palestina sebagai negara berdaulat.
F. Metode Penelitian
Penulis menggunakan metode kualitatif atau dikenal sebagai penelitian yang
menganalisis secara deskriptif.55
Tujuan ini membawa pandangan sistematis, faktual
dan berdasarkan fakta dari variabel.56
Metode kualitatif relevan untuk masalah sosial
yang menjelaskan lebih dalam dan menemukan hipotesis serta teori.57
Penulis akan melakukan pengumpulan data sekunder yang berupa sumber
tidak langsung dari data dokumen, buku, jurnal, majalah, surat kabar dan internet atau
studi pustaka. Pada data sekunder tersebut didapat dari beberapa sumber, antara lain:
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN), Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Universitas Indonesia,
Perpustakaan Kementerian Luar Negeri, serta situs internet seperti JSTOR,
International Relations and Security Network (ISN), serta Europe journal yang akan
dipertanggung jawabkan sumber-sumbernya.
55
Sanapiah Faisal, format-format penelitian Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 20. 56
Ibid, 32. 57
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), 112-
114.
24
Setelah data terkumpul, data akan diverifikasi dan direduksi kembali oleh
penulis. Pada proses tersebut data mulai dipahami, diolah dan dianalisa dengan
konsep kepentingan nasional, kebijakan luar negeri dan konsep keamanan.
Selanjutnya data akan digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang diteliti
dengan menggunakan teori yang relevan.
.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini dibagai menjadi lima bab dan pada beberapa bab
mempunyai sub-bab tertentu untuk memperjelas bab sebelumnya.
BAB I Pendahuluan. Bab ini berisikan pernyataan masalah tentang topik yang
dibahas dalam skripsi ini. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian,
kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II Status Palestina Sebagai sebuah Negara. Pada bab ini membahas
tentang bagaimana perkembangan Palestina menjadi sebuah negara. Lalu dilanjutkan
dengan upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan, ditambah dengan pengakuan
yang telah diberikan dari negara-negara internasional.
BAB III Pengakuan Takhta Suci (Vatikan) terhadap Negara Palestina. Bab ini
berisikan status Takhta Suci sebagai sebuah subjek hukum internasional. Terdapat
penjelasan struktur pemerintahan dan sistem dalam pengambilan kebijakan Takhta
suci. Bagaimana upaya yang telah dilakukan Takhta Suci untuk dapat mengakui
Palestina sebagai sebuah Negara juga terdapat dalam bab ini.
25
BAB IV Analisa Mengenai Takhta Suci (Vatikan) mengakui Palestina sebagai
Negara Berdaulat Tahun 2015. Pengakuan yang didapatkan oleh Palestina merupakan
sebuah bentuk dukungan dari PBB dan negara internasional lainnya, bahwa Palestina
berhak untuk dapat menjadi sebuah negara yang berdaulat. pada bab ini terdapat
analisa kebijakan luar negeri Takhta Suci mengakui Palestina dengan menggunakan
faktor internal dan eksternal. Terdapat sub-bab tentang bagaimana pengaruh
pemimpin Takhta Suci dalam memberikan kebijakan dalam faktor internal. Isu yang
membahas mengenai masalah yang terjadi di kawasan dan Hak asasi manusia
menjadi faktor eksternal yang mendukung Takhta Suci mengakui Palestina menjadi
negara berdaulat.
BAB V Kesimpulan. Pada bab ini terdapat kesimpulan dari seluruh
pembahasan yang telah dijelaskan di bab-bab sebelumnya.
26
BAB II
STATUS PALESTINA SEBAGAI SEBUAH NEGARA
A. Perkembangan Palestina Menjadi Sebuah Negara
Setiap negara pasti ingin mendapat pengakuan sebagai negara berdaulat di
mata dunia internasional, tidak terkecuali dengan negara Palestina. Palestina adalah
salah satu negara yang sangat memperjuangkan pengakuan kedaulatan dari dunia
internasional sebagai sebuah negara yang merdeka. Hal tersebut melalui jalan
panjang dengan proses yang lama untuk dapat diakui sebagai sebuah negara berdaulat
yang merdeka, sampai saat ini pun Palestina masih memperjuangkan hak-hak nya
untuk dapat diakui secara penuh.
Palestina adalah negara Timur Tengah yang mencakup 6.220 km2 tanah di
Jalur Gaza dan Tepi Barat, saat ini terdiri dari wilayah yang disebut Pendudukan
Palestina (Occupied Palestine Territory). Palestina berbagi perbatasan dengan Israel,
Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah. Ibukotanya adalah Yerusalem Timur, dengan
pemerintahan sementara berbasis di Ramallah.56
Populasi Negara Palestina
diperkirakan mencapai 4,55 juta orang, dengan kepadatan penduduk rata-rata 731
56
Embassy of the State of Palestine, Palestine: Country Profile, diakses pada situs
http://www.palestine-australia.com/about-palestine/country-profile/, diakses pada tanggal 3 November
2017
http://www.palestine-australia.com/about-palestine/country-profile/
27
orang per km persegi. Kota terpadat adalah Kota Gaza, dengan mayoritas penduduk
Palestina adalah Muslim (93%), kebanyakan penduduknya menganut aliran Sunni.57
Sebelum mendapat pengakuan dari PBB sebagai negara peninjau bukan
anggota (Non-member Observer State) pada tahun 2012, Palestina harus melalui jalan
yang panjang untuk mendapatkan pengakuan tersebut.58
Hal ini bermula saat konflik
yang terjadi dengan bangsa Israel mulai timbul setelah Deklarasi Balfour59
, gejolak
konflik antara keduanya dapat dilihat melalui ilustrasi gambar yang berada di bawah.
Gambar. II. 1 Timeline Perkembangan Status Palestina
Sumber: diolah oleh penulis
57
Aljazeera, Palestine: Country profile, Dipublikasikan pada tanggal 1 September 2004 pada
situs http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.html, diakses pada tanggal 3
November 2017 58
Colum Lynch and Joel Greenberg, U.N. votes to recognize Palestine as non-member
observer state, diakses dari https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-
upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-
363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7, pada tanggal 3 November 2017 59
Sebuah pernyataan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris saat Perang Dunia I
yang mengumumkan dukungan untuk "tanah air nasional bagi orang Yahudi" di Palestina, yang saat
itu merupakan sebuah kawasan Utsmaniyah dengan populasi minoritas Yahudi.
http://www.aljazeera.com/archive/2004/09/200841013342123720.htmlhttps://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7https://www.washingtonpost.com/world/national-security/united-nations-upgrades-palestines-status/2012/11/29/5ff5ff7e-3a72-11e2-8a97-363b0f9a0ab3_story.html?utm_term=.9a97060752e7
28
Dari Ilustrasi di atas dapat dilihat konflik tersebut bermula dari bangsa Yahudi
yang menginginkan untuk mendirikan sebuah negara dengan melakukan diplomasi
pada 2 November 1917. Melalui Deklarasi Balfour tersebut terdapat persetujuan atas
gagasan untuk mendirikan sebuah negara oleh bangsa Yahudi di wilayah palestina.
Deklarasi tersebut menyatakan bahwa pemerintah Inggris telah mendukung keinginan
Israel untuk mendirikan negara bagi kaum yahudi.60
Pada tahun 1947, Inggris yang pada akhirnya membuat keputusan untuk
meninggalkan daerah mandat mereka di wilayah Palestina, setelah tujuan untuk
menghasilkan kemerdekaan kedua negara tidak tercapai. Setahun kemudian, PBB
merumuskan proposal perdamaian untuk bangsa Arab dan Yahudi di wilayah
Palestina, dengan membuat sebuah pembagian wilayah yang bertujuan untuk
memisahkan bangsa Arab dan Yahudi. 61
Proposal tersebut dikenal dengan Resolusi
PBB 181 II atau biasa disebut (United Nations Partition Plan), yang berisi
pembagian wilayah Palestina yg tidak adil sebesar 55% untuk bangsa Yahudi, dan
45% untuk bangsa arab, tentunya membuat bangsa arab tidak terima.62
Israel memproklamirkan sebagai sebuah negara pada tanggal 14 Mei 1948.
Keputusan tersebut membuat bangsa Arab marah dan tidak terima. Kemudian
meletuslah perang pertama yang terjadi antara Israel dengan koalisi negara Arab
60
Encyclopedia Britannica, Balfour Declaration, diakses dari
https://www.britannica.com/event/Balfour-Declaration, pada tanggal 3 November 2017 61
Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
19482005: An analytical history, Public Choice, 2006, hal. 128:79 62
Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem
hal. 79
https://www.britannica.com/event/Balfour-Declaration
29
dalam memperebutkan wilayah Palestina. Perang tersebut terjadi dari 15 Mei 1948
hingga 10 Maret 1949 dan Israel berhasil memenangkannya. Israel mampu
memperluas perbatasannya untuk menjangkau 70 persen wilayah Palestina yang
diberikan oleh PBB.63
Konflik yang terjadi berikutnya antara Israel dengan negara-negara Arab
(Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon) terjadi pada 5-10 Juni 1967, perang ini dikenal
dengan Six Days War. Pada perang Enam Hari itu, Israel dapat memenangkan
perang dan berhasil mendapatkan wilayah penting seperti Tepi Barat, Jalur Gaza,
Semenanjung Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.64
Tidak sampai disitu konflik terus
berlanjut Pada tanggal 6 Oktober 1973, Presiden Sadat Mesir dan Presiden Asad dari
Suriah bersama-sama meluncurkan serangan militer yang mengejutkan Israel, perang
ini disebut sebagai perang Yom Kippur. Perang yang telah terjadi menyebabkan
banyak korban jiwa yang berjatuhan dari kedua belah pihak.65
Dalam usaha Bangsa Palestina menghadapi pendudukan Israel, mereka mulai
membentuk organisasi perlawanan. Salah satu organisasi yang terbesar yang dibentuk
adalah Palestine Liberation Organization (PLO)66
pada 10 Juni 1964.67
Organisasi ini
63
Eko Marhaendy, Analisis Konflik Israel-Palestina: Sebuah Penjelajahan Dimensi Politik
dan Teologis, Makalah, hal. 11. 64
Manguluang, Pemberian Status Non-Member Observer State Kepada Palestina oleh
PBB dalam Upaya Penyelesaian Konflik dengan Israel Ditinjau dari Segi Hukum Internasional,
Skripsi, 2013, hal. 5 65
Charles K. Rowley dan Jennis Taylor, The Israel and Palestine Land Settlement Problem,
hal. 81 66
PLO (Palestine Liberation Organization) atau Organisasi Pembebasan Palestina adalah
sebuah lembaga politik resmi bangsa Arab Palestina yang didirikan pada tahun 1964, dan telah
mendapatkan pengakuan dari dunia ianternasional.
30
pertama kali dipimpin oleh Ahmad Shukeir, setelah itu diteruskan oleh Yasser Arafat
yang telah melakukan beberapa langkah penting dengan berhasil memperoleh
pengakuan dari Liga Arab dan dapat memperoleh kesempatan untuk dapat berbicara
di hadapan Majelis sidang umum PBB.68
Upaya PLO untuk dapat mendirikan negara yang merdeka mendapatkan jalan
terang, setelah PLO mendapatkan status sebagai pengamat Non-negara dari PBB
pada 22 November 1974.69
Perjuangan dan upaya bangsa Palestina ini kemudian
mendapatkan simpati masyarakat Internasional. Saat Yasser Arafat berpidato di
Forum Majelis Umum PBB, mengenai hak rakyat Palestina untuk merdeka dan hak
untuk kembali ke rumah mereka.70
Pada akhir tahun delapan puluhan, Palestina kembali menarik perhatian dunia.
Tepatnya pada bulan Desember 1987, peristiwa Intifadah71
pertama bergejolak.
Terjadi pemberontakan spontan rakyat Palestina terhadap kehadiran Israel di Tepi
67
Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB
Tahun 2011-2012, JOM FISIP Vol. 4 No. 1 Februari 2017, hal. 7 68
Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB
Tahun 2011-2012, hal. 8 69
UN General Assembly 3237 (XXIX), Observer Status for the Palestine Liberation
Organization, Dipublikasi pada tanggal 22 November 1974, pada situs
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOL
UTION, diakses pada tanggal 4 November 2017 70
Marcin Szydzisz, The Palestinian international identity after the UN resolution, The
Copernicus Journal of Political Studies nr 1 (3), 2013, hal. 113 71
Intifadah adalah gerakan perlawanan rakyat Palestina untuk merebut kembali tanah
Palestina, hal ini didorong oleh rasa tertindas dan kehilangan yang dirasakan oleh para penduduk
Palestina. Intifadah pertama dimulai pada 1987 dan berakhir pada 1993 dengan ditandatanganinya
Persetujuan Oslo dan pembentukan Otoritas Nasional Palestina.
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOLUTIONhttp://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/3237(XXIX)&Lang=E&Area=RESOLUTION
31
Barat dan Jalur Gaza.72
Hal tersebut membuat Dewan Nasional Palestina (Palestine
National Council / PNC) mendeklarasikan kemerdekaan Palestina pada bulan
November 1988 di Aljir, Aljazair.73
Yang berisi pernyataan berikut: "Dewan
Nasional Palestina dengan ini menyatakan, atas nama Tuhan dan atas nama orang-
orang Arab Palestina, telah berdiri Negara Palestina di tanah Palestina dengan
ibukotanya di Yerusalem.74
Meskipun Palestina telah memproklamirkan kemerdekaannya, hal tersebut
tidak langsung membuat Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.
Setelah deklarasi negara Palestina, Majelis Umum PBB saat itu mengeluarkan sebuah
resolusi nomor 43/177 yang memutuskan mengganti untuk mengubah nama PLO
menjadi Palestina dengan tidak mengurangi statusnya dalam sistem PBB secara
resmi diakui dan diterima dunia.75
Hal tersebut diikuti oleh pengangkatan Yasser
Arafat sebagai presiden negara Palestina pada tahun 1989, membuat Palestina
memiliki pemeritahan yang sah untuk mengatur negara dan rakyatnya.76
Awal tahun 1993 dari sejumlah negosiasi yang telah dilakukan antara PLO
dan Israel terbentuk sebuah kesepakatan yang disebut dengan deklarasi prinsip (Oslo
72
UN, Intifada (The Uprising) 1987-1993, diakses dari
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch6.pdf, pada tanggal 4 november pukul 09.23 73
UN, The Question of Palestine and the United Nations, diakses dari
https://unispal.un.org/pdfs/DPI2499.pdf, pada tanggal 4 November 2017 74
Marcin Szydzisz, The Palestinian international identity after the UN resolution, The
Copernicus Journal of Political Studies nr 1 (3), 2013, hal. 116 75
Machnun Husein, Prospek Perdamaian di Timur Tengah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1995), hal. 5 76
Aljazeera, President Yasser Arafat, diakses dari
https://www.aljazeera.com/archive/2004/11/2008410101519774430.html, pada tanggal 15 januari
2018 pukul 22.17
http://www.un.org/Depts/dpi/palestine/ch6.pdfhttps://unispal.un.org/pdfs/DPI2499.pdfhttps://www.aljazeera.com/archive/2004/11/2008410101519774430.html
32
Accords) yang pertama.77
Kesepakatan tersebut menciptakan sebuah Badan
Pemeritahan Palestina (PA) yang dapat mengatur secara eksklusif permasalahan-
permasalahan yang ada di wilayah Palestina.78
PA diberikan kontrol sipil dan
keamanan di Area yang sudah ditentukan.
Pada tahun 2005 setelah peristiwa intifadah kedua, Israel menarik secara
sepihak pasukannya dari permukiman di Jalur Gaza. Keputusan tersebut memperluas
kontrol Otoritas Palestina ke seluruh jalur, sementara Israel terus mengontrol titik-
titik persimpangan, wilayah udara dan perairan di lepas pantai.79
Menyusul konflik
yang terjadi antar- Bangsa Palestina pada tahun 2006, Hamas mengambil alih kendali
atas Jalur Gaza dan Fatah mengambil alih Tepi Barat.80
81
Setelah kematian Yasser Arafat, Mahmoud Abbas terpilih sebagai Presiden
Otoritas Palestina (PA) pada tahun 2005.82
Mahmoud Abbas, dalam kapasitasnya
sebagai ketua PLO juga telah mengusahakan Palestina agar segera mendapatkan
77
Rupert Sherman, The Palestinian Authority and the Misunderstood State in International
Law, Universitas Otago, Dunedin 2005, hal. 19 78
Rupert Sherman, hal. 19 79
BBC News, "Israel completes Gaza withdrawal", diakses dari
http://news.bbc.co.uk/2/hi/4235768.stm, pada tanggal 10 Februari 2018 80
Hamas dan Fatah adalah dua pihak fraksi utama yang ada di Palestina, ketegangan antara
Hamas dan Fatah terjadi pada 2005 setelah kematian pemimpin lama PLO Yasser Arafat yang
meninggal pada 11 November 2004, dan ketegangan keduanya membuat perang saudara yang terjadi
di Palestina. 81
Aaron D. Pina, Fatah and Hamas: the New Palestinian Factional Reality, CRS Report for
Congress. Hal. 5 82
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, Palestine, Israel and the Arab-Israeli Conflict A Primer,
diakses dari https://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-
Israel(MERIP_February2014)final.pdf, pada tanggal 10 Februari 2018
http://news.bbc.co.uk/2/hi/4235768.stmhttps://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-Israel(MERIP_February2014)final.pdfhttps://www.merip.org/sites/default/files/Primer_on_Palestine-Israel(MERIP_February2014)final.pdf
33
pengakuan. Salah satu yang dilakukan yaitu dengan mengajukan petisi kepada PBB
untuk menerima Palestina sebagai negara anggota.83
Pada bulan September 2011 Mahmoud Abbas membuat petisi kepada Dewan
Keamanan PBB dan meminta keanggotaan penuh untuk Palestina.84
Namun, hal
tersebut kembali gagal karena petisi tersebut tidak mendapatkan minimal Sembilan
suara yang dibutuhkan dan Amerika juga sudah bersiap untuk memveto agar petisi
yang diajukan tidak sampai pada Majelis Umum.85
Hingga akhirnya pada tanggal 29 November 2012, melalui voting yang
dilakukan oleh Majelis Umum PBB, telah memutuskan untuk memberikan status
baru bagi Palestina sebagai Negara Pengamat Bukan Anggota (non-member observer
state) di PBB. Palestina mendapatkan dukungan mayoritas pada sidang umum
tersebut dengan jumlah suara 138 setuju, 9 menolak dan 41 abstain.86
Pemberian
status tersebut dapat dikatakan telah mempertegas status Palestina sebagai sebuah
negara di dunia internasional.
83
Joel Beinin dan Lisa Hajjar, hal. 15 84
Aaron Eitan Meyer, Mahmoud Abbas: Redefining Law and Settlements at the United
Nations, diakses dari https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-
at-the-united-nations/, pada tanggal 10 Februari 2018 85
Aaron Eitan Meyer, Mahmoud Abbas: Redefining Law and Settlements at the United
Nations, diakses dari https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-
at-the-united-nations/, pada tanggal 10 Februari 2018 86
Resolusi Sidang Umum PBB no. 67/19
https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/https://thelawfareproject.org/mahmoud-abbas-redefining-law-and-settlements-at-the-united-nations/
34
B. Status Palestina sebelum Diakui sebagai Sebuah Negara
Kepemilikan status pada sebuah entitas merupakan hal yang penting dalam
hubungannya dengan dunia Internasional. Status yang dimiliki tersebut dapat
membantu sebuah entitas menjadi salah satu subjek hukum internasional, yang
nantinya dapat memiliki hak dan kewajiban untuk bisa berpartisipasi dalam segala
bentuk kegiatan internasional. Oleh sebab itu Palestina berjuang untuk mendapatkan
statusnya dalam beberapa dekade terakhir.
Perkembangan pada status Palestina dimulai ketika Organisasi Pembebasan
Palestina (PLO) terbentuk. PLO sendiri merupakan sebuah badan organisasi
perjuangan rakyat Palestina yang terbentuk tanggal 2 juni 1964 pada sidang Dewan
Nasional Palestina (PNC).87
Tujuan dari didirikannya PLO adalah sebagai organisasi
yang meyatukan semua kelompok gerakan perjuangan untuk dapat membebaskan
rakyat Palestina dari pendudukan Bangsa Israel.
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) tersebut bisa dijadikan sebagai tolak
ukur awal ketika membahas mengenai status Palestina, pada mulanya PLO hanya
dianggap sebagai organisasi perlawanan, namun di kemudian hari memiliki peran
yang penting dalam perkembangan status Palestina. Melalui PLO tersebut rakyat
Palestina secara sedikit demi sedikit dapat diakui eksistensinya sebagai sebuah
87
Abrar, Dibalik Perubahan Sikap Organisasi Pembebasan Palestina tahun 1988, Lontar
vol. 8, no. 1, hal. 41
35
bangsa. Usaha yang telah dilakukan oleh PLO mulai terlihat setelah mendapatkan
pengakuan dari Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1969.88
Kemudian PLO mendapatkan pengakuan sebagai perwakilan resmi dari
bangsa Palestina oleh Liga Arab pada tahun 1974. Tidak lama setelah itu, pada 22
November 1974, PLO mendapatkan undangan untuk berbicara di depan Sidang
Umum PBB dan mendapatkan pengakuan masyarakat internasional sebagai satu-
satunya wakil resmi dari rakyat Palestina dalam memperjuangkan berdirinya negara
Palestina. Hal tersebut terjadi setelah keluarnya Resolusi Majelis Umum PBB No.
3237 yang isinya memberikan status peninjau kepada PLO.89
Dengan status tersebut
PLO mendapatkan kedudukan untuk berpartisipasi pada sidang dan konferensi yang
dibuat oleh PBB.
Langkah berikutnya yang dicapai oleh PLO adalah menjadi anggota penuh
dalam Liga Arab pada tahun 1976. Dengan adanya dukungan dari negara-negara
Arab, PLO pada akhirnya semakin percaya diri untuk dapat memproklamirkan
berdirinya negara Palestina pada 15 November 1988.90
Hal tersebut mendapat
pengakuan dari banyak negara Arab. Namun, Berdirinya negara Palestina tersebut
88
Ita Mutiara Dewi dkk, Gerakan Rakyat Palestina dari Deklarasi Negara Israel sampai
Terbentuknya Negara Palestina, Laporan penelitian Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas
Negere Yogyakarta, (2008), hal. 18 89
Lazuardhi Utama, 4-2-1969: Organisasi PLO Berdiri, diakses dari
https://www.viva.co.id/berita/dunia/731612-4-2-1969-organisasi-plo-berdiri, pada tanggal 15 Februari
2018 90
UN, The Question of Palestine and the United Nations.
https://www.viva.co.id/berita/dunia/731612-4-2-1969-organisasi-plo-berdiri
36
tidak langsung dapat mengubah status PLO di PBB yang sebelumnya berstatus hanya
sebagai organisasi peninjau.
Setelah memproklamasikan negara Palestina, PLO menjadi representasi
Palestina untuk menyuarakan aspirasinya dalam forum-forum internasional. Hal
tersebut terjadi karena status Palestina sebagai sebuah negara belum diakui
seluruhnya. Dalam hukum internasional status Palestina terkendala dengan kriteria
yang dirumuskan oleh Konvensi Montevideo tahun 1933, yang di dalamnya sebuah
negara harus memiiki: wilayah tetap; berpenduduk permanen; memiliki
pemerintahan; dan memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan internasional.91
Kriteria yang belum dipenuhi Palestina sebagai syarat berdirinya sebuah
negara adalah memiliki wilayah yang tetap, sebagian besar wilayah palestina masih
diduduki oleh negara Israel. Pemerintahan palestina saat itu juga masih
dilangsungkan di pengasingan. Namun, hal ini tidak bisa menghambat negara-negara
lainnya secara bilateral untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara dan menjalin
hubungan dengannya. Walau pengakuan bilateral telah banyak didapatkan, itu belum
bisa membuat Palestina memiliki status yang setara dengan negara lain pada
umumnya.
Perkembangan berikutnya, PLO mulai mengikuti sejumlah konferensi
perdamaian dengan negara Israel yang mulai disponsori oleh negara-negara besar
91
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar , Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung,
Refika Aditama, 2006), berdasarkan Konvensi Montevideo 1933, hal.105
37
seperti Amerika Serikat dan Rusia. Selanjutnya terjadi kesepakatan Perjanjian Oslo
pada tahun 1993. Kesepakatan tersebut mengatur perdamaian antara Palestina-Israel
dan penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah yang ditetapkan oleh Resolusi
Dewan Keamanan PBB sebelum tahun 1976. lewat Perjanjian ini pula lahirlah
Palestinian National Authority (Otoritas Nasional Palestina) suatu pemerintahan
administratif atas sebagian wilayah Palestina di Jalur Gaza dan Jericho (Tepi Barat).92
Hingga pada tanggal 29 November 2012, melalui voting yang dilakukan
Majelis Umum PBB, memutuskan untuk memberikan status baru bagi bangsa
Palestina sebagai non-member observer state di PBB, Pemberian status tersebut
dapat dikatakan sebagai sebuah kemajuan yang mempertegas status Palestina sebagai
sebuah negara dan kedepannya dapat membuka jalan baru bagi Negara Palestina.93
C. Upaya Palestina untuk Mendapatkan Pengakuan
Palestina dalam usahanya untuk mendapatkan sebuah pengakuan melewati
jalan yang berliku dan tidak mudah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat
diakui di dunia internasional, khusunya mendapatkan status utama pada Organisasi
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Palestina sangat berupaya untuk mendapatkan
status keanggotaan tersebut, dikarenakan Peran PBB sangat penting dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di dunia. Kita ketahui juga PBB
92
Rupert Sherman, The Palestinian Authority and the Misunderstood State in International
Law. 93
Resolusi Sidang Umum PBB no. 67/19
38
merupakan organisasi internasional yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
hubungan antar negara-negara dunia.
Dalam upayanya mendapatkan status dan pengakuan internasional Palestina
menggunakan berbagai cara setelah menempuh jalan kekerasan, PLO sebagai wakil
resmi dari Palestina mulai melakukan jalan diplomasi. Sebelumnya diketahui
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diakui sebagai organisasi perwakilan rakyat
Palestina berdasarkan pertemuan Liga Arab yang dibuat kairo pada tahun 1964.94
PLO yang secara resmi menjadi perwakilan satu-satunya bangsa Palestina,
pada tanggal 22 November 1974 mendapatkan pengakuan dari PBB. Majelis Umum
PBB pada saat itu menyetujui untuk membahas masukan mengenai permasalahan
bangsa Palestina. Yasser Arafat yang saat itu menjabat sebagai pemimpin PLO turut
diundang untuk dapat berpartisipasi dalam forum diskusi tersebut. Pada forum
tersebut Yasser Arafat yang diundang mendapatkan kesempatan untuk berpidato dan
menyuarakan politik perdamaian yang akan ditempuh untuk bisa menyelesaikan
masalah Palestina-Israel. Hal tersebut mendapatkan sambutan yang baik dari PBB
dengan memberikan status kepada PLO sebagai entitas pengamat non-anggota
melalui Resolusi Sidang Umum No. 3237.95
94
Badri Alzaky, Diplomasi Palestina menjadi Negara Pengamat Non- Anggota di PBB
Tahun 2011-2012, hal. 2 95
Riza Sihbudi, Palestin dalam Pandangan Imam Khomeini, (Jakarta: Pustaka Zahra,
2004), hal. 21.
39
Pada tanggal 15 November 1988, PLO melalui Dewan Nasional Palestina
(PNC) memproklamirkan kemerdekaan Palestina di Aljir, Aljazair dengan Yasser
Arafat sebagai Presiden pertamanya.96
Peristiwa ini menandakan adanya eksistensi
dari pemerintahan Palestina, hal tersebut juga dinyatakan langsung oleh PBB dengan
Resolusi Sidang Umum no, 43/177.97
Selanjutnya Palestina diberikan hak-hak dan
Previlege tambahan untuk dapat ikut serta dalam forum-forum diskusi pada setiap
sidang umum, hak untuk mengajukan keberatan dan hak untuk menjawab apalagi
dengan hal yang menyangkut permasalahan Palestina yang sudah tercantum dalam
Resolusi Sidang Umum no. 52/250.98
Kemerdekaan yang di deklarasikan oleh Palestina pada 1988, membuat
pemerintah Israel dan Amerika Serikat menunjukan keberatan. Pada saat itu,
Palestina mencoba mencari pengakuan ke dua organisasi internasional yang
berafiliasi dengan PBB. Palestina mencoba mengajukan keanggotaannya ke
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Ekonomi, Sosial dan Budaya
PBB (UNESCO) pada 1989. Namun upaya ini tersendat karena Amerika Serikat
mengancam untuk tidak memberikan dana kepada organisasi tersebut.99
Direktur Jenderal WHO, Hiroshi Nakajima saat itu meminta untuk menunda
status keanggotaan WHO untuk Palestina. Nakajima mengatakan bahwa WHO tidak
96
UN, The Question of Palestine and the United Nations, 97
Resolusi Sidang Umum PBB No. 43/177 98
Resolusi Sidang Umum PBB No. 52/250 99
John Quigley, Palestine Statehood and International Law, Global Policy Essay, January
2013, hal. 3
40
akan bisa bertahan tanpa adanya kontribusi dari Amerika Serikat. UNESCO juga
mendapatkan boikot dari Amerika dan akan keluar dari organisasi apabila menerima
Palestina menjadi anggota. Dengan adanya ancaman serius yang diberikan oleh
Amerika Serikat tersebut, maka permintaan dari Palestina sementara tidak dapat
diterima.100
Sampai pada saat Presiden Yasser Arafat wafat tahun 2004, upaya untuk
mendapatkan pengakuan yang diimpikan Palestina masih belum dapat terwujud.
Keinginan untuk mendirikan Negara Pale