penerapan pembangkit listrik tenaga arus laut dengan
TRANSCRIPT
Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut dengan Menggunakan Turbin Darrieus; Studi Kasus Selat Larantuka
1. Maryam Muthi’ah Karimah, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok,16424, Indonesia2. Amien Rahardjo, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
Abstrak
Pada tahun 2013 rasio elektrifikasi di Indonesia hanya 78,06%, artinya masih banyak daerah yang belum teraliri oleh listrik. Padahal sumber daya energi terbarukan di Indonesia mencapai 1,2 x 109 MW, tapi yang termanfaatkan hanya 4.679,37 MW. Hal ini menunjukkan perlunya optimalisasi terhadap sumber daya energi terbarukan di Indonesia, salah satunya adalah energi yang berasal dari laut. Energi lautan terdiri dari beberapa sumber energi, yakni energi arus laut termasuk energi pasang surutdi dalamnya, energi ombak, energi yang berasal dari perbedaan kadar garam, energi hasil konversi energi dari perbedaan panas laut, dan lainnya. Salah satu yang kini sedang dikembangkan adalah Pembanggkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) dengan menggunakan teknologi Vertical Axis Turbines yakni, Turbin Darrieus. Turbin Darrieus merupakan salah satu teknologi PLTAL yang dinilai paling cocok dengan kondisi di Indonesia, yakni dengan kecepatan arus laut yang tidak begitu besar, serta arah arus laut yang bidirectional yang disebabkan oleh gaya coriolis. Salah satu daerah yang berpotensi yakni, Selat Larantuka. Menurut perhitungan ACDP, kecepatan rata-rata arus di Selat Larantuka pada kedalaman 5 meter sebesar 1,84 m/s dengan rapat daya 3.192,62 watt/m2. TurbinDarrieus yang digunakan berdiameter 3,6 m dan tinggi 2,5 m dengan efisiensi sebesar 40% dapat menghasilkan energi listrik sebesar 3,39 kW pada kecepatan 1,84 m/s. PLTAL ini dapat menjadi sumber energi alternatif yang dapat terhubung off-grid maupun on-grid untuk memenuhi beban daya. Kata Kunci : Energi Arus Laut, Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut, Turbin Darrieus, Selat Larantuka.
The Implementation of Ocean Current Power Plant by Using Darrieus Turbines; A Case Study in Larantuka Strait
Abstract
In 2013 electrification ratio in Indonesia is only 78.06%. This percentage shows there are still many areas that has not access to electricity. However, renewable energy resources in Indonesia reach 1,2 x 109 MW, but only 4.679.37 MW that can be utilized. Therefore, the optimize of renewable energy resources in Indonesia are needed. One of them is Ocean Energy. The Ocean Energy consisting various energy such as tidal energy, wave energy, Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC), and salinity gradient energy. The one that is being developed is the ocean current power plant by using technology of vertical axis turbine, namely Darrieus Turbines. Darrieus turbines is one of the ocean current power plant technology which is consideredsuitable with Indonesia’s condition. For instance, the speed of ocean current that are not so high and the direction of ocean currents that bidirectional caused by coriolis force. One of the potential areas is Larantuka Strait. According to the calculations of the ACDP, the average speed of the current in Larantuka Strait at a depth of 5 meters, amounting to 1,84 m/s with a power density 3.192,62 watts/m2. Darrieus turbine that is used has diameter 3,6 m, high 2,5 m with an efficiency of 40% that can generate electrical energy to 3,9 kW. The ocean current power plant can be alternative energy sources,it can be connected to off-grid or on-grid to meet the power load. Keywords: Ocean Current Energy, Ocean Current Power Plant, Darrieus Turbine, Larantuka Strait.
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
1. Pendahuluan
Energi listrik saat ini sudah menjadi kebutuhan pokok yang menunjang berbagai aspek
kehidupan. Konsumsi listrik pada tahun 2013 saja sebesar 188 TWh (Rumah Tangga 41%,
Industri 34%, Komersial 19%, Publik 6%) dengan realisasi pertumbuhan konsumsi listrik 7,8
%. Kebutuhan akan energi listrik saat ini lebih banyak dipenuhi oleh energi fosil seperti
minyak dan batubara. Bauran energi pembangkitan Listrik pada tahun 2013 yakni Batubara
50%, Gas 23%, BBM 13%, Energi Air 9%, Panas Bumi 5% [1]. Pemanfaatan energi fosil
tidak dapat terus dilakukan, hal ini karena energi fosil akan habis jika terus digunakan.
Apalagi dengan kondisi di Indonesia, dimana cadangan energi fosilnya semakin menipis. PLN
mempunyai sebuah upaya pelayanan untuk masyarakat yang disebut dengan Visi 75-100,
yang tujuannya yakni mengalirkan listrik di seluruh wilayah di Indonesia yang ditargetka
tercapai pada 2020. Oleh karena itu, pemenuhan terhadap kebutuhan energi harus masif
dilakukan, mengingat kondisi geografis di Indonesia dengan wilayah kepulauannya, sehingga
bukan menjadi hal yang mudah dalam pendistribusian energi listrik.
Laut merupakan salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi baru terbarukan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di garis
khatulistiwa mempunyai potensi sumber-sumber energi baru terbarukan yang melimpah
sekitar 1,2 x 109 MW energi listrik yang bisa dihasilkan. Namun yang baru termanfaatkan
masih sangat kecil, sekitar 4679,37 MW atau 3,88 x 10-4 % dari total potensi tersebut (Azis,
2010) [2].
Kondisi kelistrikan di Indonesia pun masih belum terlalu baik. Rasio elektrifikasi di
Indonesia menurut Statistik PLN tahun 2013 baru mencapai 78,06%, artinya sekitar
seperempat penduduk Indonesia masih hidup tanpa listrik., dimana daerah yang belum
terelektrifikasi banyak tersebar di luar Pulau Jawa. Rata-rata pertumbuhan konsumsi energi di
Indonesia mencapai 8,5% per tahun [4]. Rasio elektrifikasi di wilayah Maluku hanya 67,57%,
Maluku Utara 63,82%, Papua 36,71%, NTB 63,40% dan NTT 48,30%. Jumlah ini masih
sangat kecil jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Oleh karena itu perlu
dilakukan produksi energi listrik dan pembangunan infrastruktur yang lebih masif pada
daerah-daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi listriknya. Energi arus laut sebagai
energi terbarukan adalah energi yang cukup potensial di wilayah pesisir terutama pulau-pulau
kecil di kawasan timur (Erwandi, 2006). Sehingga Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
(PLTAL) merupakan salah satu pembangkit yang diharapkan bisa menopang kebutuhan listrik
daerah-daerah Indonesia bagian Timur, salah satunya adalah di NTT.
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
NTT merupakan provinsi di Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau yang terpisah
oleh lautan. Sehingga di NTT sendiri terdapat beberapa sistem penyaluran listrik sendiri.
Pembangkit listrik yang ada di wilayah ini pun tidak banyak, namun tidak memungkinkan
untuk menyalurkan energi listrik dari sistem transmisi utama seperti pada sistem Jawa-Bali.
Oleh karena itu diperlukan pembangkit listrik yang dekat dengan wilayah NTT, sehingga
mudah disalurkan untuk memenuhi kebutuhan energi di NTT. Salah satu pembangkit yang
dapat dikembangkan adalah pembangkit listrik tenaga arus laut. Terdapat beberapa lokasi di
NTT yang berpotensi untuk dijadikan sumber energi arus laut, diantaranya Selat Larantuka
dan Selat Alor.
2. Tinjauan Pustaka
Laut merupakan bagian terbesar dari seluruh dunia, tapi pemanfaatannya belum
maksimal dalam hal energi. Diperkirakan energi yang berasal dari laut dan dikombinasikan
dengan tidal energi jumlahnya mencapai 5 TW[5]. Energi laut merupakan energi yang dapat
dihasilkan dari konversi gaya mekanik, gaya potensial serta perbedaan temperatur air laut
menjadi energi listrik. Pengembangan energi baru terbarukan juga termasuk energi laut
didalamnya, hal ini selain karena sumber dayanya yang terus menerus ada, dan sebagai
sumber pemenuhan kebutuhan energi listrik energy laut mempunyai emisi yang sangat rendah
sehingga aman bagi lingkungan. Energi yang berasal dari lautan (ocean energy) dapat
berbentuk macam-macam, seperti energi arus laut (ocean current energy) termasuk energi
pasang surut (tidal energy) di dalamnya, energi ombak (wave energy), energi yang berasal
dari perbedaan kadar garam (salinity gradient energy), hasil konversi energi dari perbedan
panas laut (ocean thermal energy conversion), dan lainnya.
Tabel 2.1 Tipe, Teknologi dan Potensi Energi Laut di Dunia [3] Tipe Energi Laut Tipe Teknologi Perkiraan Potensi yang
ada di Dunia (TWh/year)
Gelombang Laut Attenuator, Collector, Overtopping, OWC, OWSC, Point absorber, Submerged pressure differential, Terminator, Rotor
8.000 – 80.000
Arus Laut dan Arus Tidal
Horizontal/Vertical-axis turbine, Oscillating hydrofoil, Venturi
800+
Perbedaan Salinitas Semi-permeable osmotic membrane
2.000
OTEC Thermo-dynamic ranking cycle
10.0
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
A. Energi Gelombang Laut
Energi dari gelombang laut ini memanfaatkan energi kinetik dari pergerakan gelombang
laut yang akan menggerakkan rotor. Semakin bersar tinggi gelombang laut menandakan
semakin besar tekanan yang akan diberikan, artinya energi yang dikonversinya pun semakin
besar. Teknologi yang dapat mengkonversi energi gelombang laut menjadi energi listrik
diantara lain yakni pelamis dan ocean water column.
B. Ocean Thermal Energi Conversion (OTEC)
Sekitar 15% dari total masukan matahari ke laut dipertahankan sebagai energi panas,
dengan penyerapan terkonsentrasi pada permukaan laut, menurun secara eksponensial dengan
kedalaman sebagai konduktivitas termal air laut yang rendah. Suhu permukaan laut dapat
melebihi 25°C di lintang tropis, sementara suhu 1 km di bawah permukaan adalah antara 5°C
dan 10°C (Charlier dan Justus, 1993). Perbedaan suhu minimal 20°C dianggap potensial
untuk mengoperasikan pembangkit listrik OTEC. Teknologi OTEC memanfaatkan perbedaan
suhu yang ada pada permukaan laut. Sistem konversi terdiri dari evaporator (limbah panas
boiler), turbin expander, kondensor, dan pompa.
C. Energi Perbedaan Salinitas
Air tawar atau air sungai yang mengalir ke laut akan melepaskan energi panas. Potensi
kimia antara pertemuan keduanya dibuat melewati membran semipermeabel yang dapat
menangkap tekanan panas ini yang kemudian dapat dikonversi menjadi energi listrik. Ada dua
cara untuk mengkonversi perbedaan salinitas ini, yakni dengan menggunakan Reversed
Electro Dialysis (RED) dan Pressure-Retarded Osmosis (PRO). Bentuk konversi energi
seperti ini sering disebut sebagai daya osmotik [7].
D. Energi Arus Laut
Energi yang dapat dikonversi dari arus laut sebenarnya terdiri dari dua macam, yakni
berasal dari arus laut karena perbedaan massa air laut dan berasal dari arus pasang surut air
laut karena interaksi bumi dan bulan. Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah
dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan
angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut.
Pasang-surut merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut, yakni suatu
gerakan vertikal (naik turunnya air laut secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh
partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut. Gerakan
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
tersebut disebabkan oleh pengaruh gravitasi (gaya tarik menarik) antara bumi dan bulan, bumi
dan matahari, atau bumi dengan bulan dan matahari[6].
Terdapat beberapa klasifikasi untuk mengkonversi arus pasang surut maupun arus laut
menjadi energi. Biasanya berdasarkan prinsip operasinya, seperti axial-flow turbines, cross-
flow turbines dan reciprocating devices (Bernitsas, 2006). Beberapa perangkat memiliki
beberapa turbin dalam satu unit. Teknologi turbin arus laut ini terbagi menjadi Vertical-axis
turbines, Horizontal-axis turbines dan Hydrofoil [8]:
1) Vertical Axis Turbine : Desain teknologi ini menggabungkan variabel baling-baling
(Gbr. 3). Beberapa keuntungan dari teknologi ini, vertical-axis turbines bekerja dengan baik
dengan aliran yang tidak tetap arahnya, desainnya pun menguntungkan, mempunyai area
penampang turbin yang lebih besar di perairan dangkal dari pada horizontal axis turbines [8].
Selain itu cut in speed dari teknologi ini pun tidak begitu besar, sehingga turbin dapat mulai
bergerak meski kecepatan arusnya tidak begitu besar (Erwandi, 2015).
Gambar 2.1 Vertical axis turbines: (a) aliran bebas dan (b) saluran [8]
2) Horizontal Axis Turbine : Teknologi ini menggunakan desain yang mirip dengan
turbin angin.. Pada teknologi ini terdapat beberapa pendekatan, seperti pipa saluran
didalamnya, variabel pada baling-baling yang digunakan dan juga generatornya. Teknologi ini
terdiri dari turbin dengan rotasi sumbu horizontal yang dipasangkan secara paralel dengan
aliran arus (Gbr. 2) [8].
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
Gambar 2.2 Horizontal axis turbines: (a) aliran bebas dan (b) saluran [8]
3) Hydrofoil : teknologi konversi berdasarkan konsep hydrofoil, yang mirip seperti
sayap pesawat terbang. Berbeda dengan horizontal axis turbine dan vertical axis turbine yang
gerakannya memutar, hydrofoil ini bergerak keatas dan kebawah. Arus air laut akan memaksa
perangkat bergerak dan menghasilkan gaya angkat untuk mendorong pompa hidrolik (Gbr. 4)
[8].
Gambar 2.3 Hydrofoil [8]
Pada penelitian ini, teknologi yang digunakan yakni Vertical-Axis Turbine, tipe H atau
Turbin Darrieus. Turbin Darrieus merupakan salah satu jenis Vertical-Axis Turbine yang
pertama kali dikembangkan oleh George Jean Marie Darrieus pada tahum 1931[18]. Turbin
Darrieus ini tergolong sederhanadibandingkan dengan teknologi pembangkit listrik tenaga
arus laut yang lainnya. Salah satu keunggulan Turbin Darrieus yakni dapat bekerja dengan
arah arus yang bidirectional dan mempunyai cut-in speed yang rendah. Prinsip kerja turbin ini
juga sederhana, turbin akan bekerja akibat aliran air yang menyebabkan sudut berputar
dengan kecepatan putar tertentu, resultan dari kecepatan tersebut akan menghasilka gaya
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
hydrodinamis[18]. Gambar 2.16 menunjukkan desain Turbin Darrieun tipe H dan bagaimana
turbin tersebut bekerja.
Gambar 2.4 Prinsip kerja Turbin Darrieus [19]
Di Indonesia sendiri telah dikembangkan teknologi Turbin Darrieus oleh UPT-
BPPH, BPPT, Surabaya. Turbin ini telah disesuaikan dengan karakteristik perairan di
Indonesia yang mempunyai arah arus yang bidirectional, serta relatif kecil kecepatan arus
lautnya. Gambar 2.17 merupakan prototipe Turbin Darrieus tipe H yang dirancang oleh
UPT-BPPH, BPPT. Turbin ini telah berhasil diuji coba di Towing Tank milih UPT-BPPH,
BPPT.
Gambar 2.5 Prototipe Turbin Darrieus UPT-BPPH, BPPT
3. Metodelogi Penelitian
Penelitian ini mempunyai batasan pada energi yang berasal dari arus laut saja. Penelitian ini
memanfaatkan literatur yang diperoleh dari berbagai sumber dan bukan merupakan studi
lapangan. Karakteristik beban pada penelitian ini didapat dengan melakukan pendekatan dan
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
estimasi. Penelitian ini ingin menggambarkan bahwa PLTAL merupakan salah satu sumber
energi listrik yang memungkinkan untuk dikembangkan di Indonesia dengan teknologi yang
sesuai dengan karakteristik di Indonesia. Penelitian ini diasumsikan menggunakan teknologi
Turbin Darrieus karya UPT-BPPH, BPPT Indonesia dan mengambil studi kasus pada wilayah
Nusa Tenggara Timur, tepatnya pada Selat Larantuka, dengan pusat beban di Pulau Adonara.
Metodelogi yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1;
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengetahui besar potensi arus laut di Indonesia, sebagai
pondasi bahwa perairan Indonesia mempunyai potensi energi laut dibeberapa titik. Setelah itu
kemudian baru bisa ditentukan tempat spesifik turbin akan diuji coba, dalam hal ini yakni
pada Selat Larantuka. Setelah mendapatkan tempat yang strategis untuk dibangun PLTAL,
tentukan teknologi yang akan digunakan untuk membangun PLTAL yang sesuai dengan
kondisi perairan di Indonesia, dalam penelitian ini menggunakan Turbin Darrieus karya UPT-
BPPH, BPPT, Surabaya. Setiap teknologi dapat menghasilkan energi yang berbeda,
tergantung dari spesifikasi turbin yang digunakan, untuk itu sangat penting mengetahui
spesifikasi Turbin Darrieus yang digunakan pada penelitian ini. Ketika telah mengetahui
spesifikasi turbin yang digunakan, maka dapat dihitung perkiraan potensi pada suatu lokasi.
Mengetahui potensi energi arus laut di Indonesia
Menentukan lokasi penelitian yang mempunyai potensi arus laut
Mengetahui spesifikasi teknologi yang digunakan
Menghitung potensi energi arus laut pada lokasi tersebut
Menghitung kebutuhan beban pada daerah yang ingin di suplai
Menghitung dan menentukan kapasitas PLTAL yang ingin dibangun
Analisis
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
Setelah itu dihitung perkiraan beban suatu wilayah yang menjadi pusat beban PLTAL ini,
sehingga kemudian dapat dihitung kapasitas PLTAL yang perlu dibangun.
4. Hasil dan Pembahasan Penelitian
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa mempunyai
potensi sumber-sumber energi baru terbarukan yang melimpah sekitar 1,2 x 109 MW energi
listrik yang bisa dihasilkan. Sayangnya yang baru termanfaatkan masih sangat kecil, sekitar
4.679,37 MW atau 3,88 x 10-4 % dari total potensi tersebut[2].
Guru besar Oseanografi ITB, Prof. Safwan Hadi, Ph.D mengatakan, terdapat tiga
sumber energi listrik baru dari kelautan di Indonesia, yakni angin, gelombang laut dan arus
laut. Arus laut merupakan yang paling berpotensi dari ketiganya. Menurutnya Indonesia
memiliki energi laut yang potensial untuk dikembangkan. Energi arus laut sebagai energi
terbarukan adalah energi yang cukup potensial di wilayah pesisir terutama pulau-pulau kecil
di kawasan timur (Erwandi, 2006).
Potensi pada Selat Larantuka
Menurut hasil pemetaan yang dilaporkan kepada anggota Dewan Energi Nasional,
menunjukkan bahwa potensi daya listrik Selat Larantuka lebih dari 6000 MW bergantung
pada jumlah turbin yang dipasang [12]. Menghitung kecepatan arus laut dapat dilakukan
dengan metode numerik dan pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan ADCP
(Acoustic Doppler Current Profiler). Lazimnya metode numerik dilakukan terlebih dahulu
sebelum melakukan perhitungan, hal ini dilakukan agar lokasi yang akan diukur arus lautnya
merupakan lokasi yang sudah diperkirakan potensinya, sehingga pengukuran langsung
dilakukan untuk menvalidasi potensi tersebut dan agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
Tabel 4.1 menunjukkan pengukuran yang telah dilakukan sebelumnya.
Tabel 4.1 Kecepatan Arus Laut di Selat Larantuka [13] Kedalaman
(m)KecepatanArus
Min(m/s)KecepatanArusMaks(m/s)
3 0,011 3,4365 0,004 3,6767 0,011 3,3519 0,016 3,46211 0,015 3,44113 0,014 3,50515 0,026 3,52717 0,014 3,35019 0,014 3,283
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
21 0,006 3,08723 0,010 3,10525 0,019 2,92827 0,015 2,381
Kecepatan pada Selat Larantuka ini berbeda pada kedalaman dan posisi tertentu,
sehingga harus ditentukan lokasi yang paling berpotensi namun memungkinkan untuk
dipasangkan PLTAL. Pada tabel tersebut ditunjukkan bahwa kecepatan tertinggi ada pada
kedalaman 5 m. Meski pada kedalaman 5m mempunyai kecepatan maksimal yang paling
besar, namun ternyata kecepatan minimalnya pun sangat kecil. Oleh karena itu harus
diketahui kecepatan arus laut secara periodik.
Selain dilakukan pengukuran dengan ACDP untuk mengukur kecepatan arusnya, untuk
membangun PLTAL juga diperlukan pengukuran morfologi laut, tujuannya agar dapat
mengetahui apakah lokasi tersebut memungkinkan untuk dipasang PLTAL. Pengukuran
morfologi dan topologi laut juga dengan menggunakan metode numerik (Gambar 4.1)
sebelumnya, kemudian setelah itu dilakukan dengan menggunakan Echosounder 200 KHz
Single Beam tipe Reson Navisound 210.
Gambar 4.1 Kontur kedalaman Selat Larantuka dengan simulasi numerik [14]
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh UPT-BPPH, BPPT ditunjukkan
bahwa daerah yang memungkinkan untuk dipasang PLTAL yakni disekitar Tanjung Gonsales
sampai Tanjung Udang di sisi timur selat dan daerah pesisir kota Larantuka sampai daerah
Kotarawido di sisi barat Selat Larantuka[13]. Pada rentang daerah tersebut, dicari titik paling
tepat dipasangkan PLTAL. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh UPT- BPPH,
BPPT, daerah yang paling memungkinkan dari kecepatan arus, morfologi dan letaknya adalah
pada koordinat 123o 01’ 36,25” BT – 08o 18’ 55’49” LS (Pelabuhan Tanah Merah).
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
Kebutuhan Energi Listrik
Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam membangun pembangkit listrik adalah
beban kelistrikan yang dibutuhkan. Hal ini dilakukan agar listrik yang diproduksi semuanya
bisa termanfaatkan dengan baik, sehingga tidak sia-sia. Oleh karena itu pula kapasitas
pembangkit kerap kali berubah-ubah, tergantung kebutuhan yang diperlukan pada rentang
waktu tertentu. PLTAL sendiri ditunjukkan untuk memenuhi beban listrik daerah pulau,
khususnya pesisir, sehingga harus mengetahui berapa beban yang diperlukan untuk daerah
yang ingin disuplai. Tujuannya agar membangun PLTAL berkapasitas sesuai kebutuhan
hingga beban puncaknya.
Pembangunan PLTAL sangat bergantung pada letak pusat beban dan besar dari
pembebanan itu sendiri. Letak pusat beban akan mempengaruhi posisi PLTAL akan
beroperasi, semakin dekat dengan pusat beban akan semakin menguntungkan. Sementara
besar pembebanan akan mempengaruhi kapasitas PLTAL yang akan dibangun. Prioritas
pembangunan PLTAL ini salah satunya adalah tidak terhubung dengan jaringan utama, sesuai
dengan prinsip desentralisasi, memanfaatkan potensi energi setempat untuk konsumsi energi
di daerah setempat[4].
Neraca daya merupakan perbandingan antara kepasitas pembangkit dengan beban
puncak di suatu daerah. Neraca daya pada sistem yang ada di NTT, yakni total daya terpasang
204,85 MW dengan daya mampu 162,67 MW dan beban puncaknya 146,84 MW. Pada
penelitian ini akan berfokus pada sistem Adonara yang dekat dengan Selat Larantuka. Sistem
Adonara dengan daya terpasang 4,86 MW , daya mampu 3,28 MW dan beban puncaknya 3,11
MW yang disuplai oleh sebuah PLTD.
Turbin Darrieus
Indonesia sendiri terletak pada garis khatulistiwa, hal ini menyebabkan karakteristik
tersendiri pada perairan di Indonesia, salah satunya karena efek dari gaya coriolis. Gaya
coriolis merupakan suatu proses alam yang ditemukan oleh Gaspard Gustave Coriolis (1884),
Ia menemukan bahwa selalu ada simpangan gerakan pada permukaan bumu akibat rotasi
bumi, besar penyimpangan ini bergantung pada letak geografis gerakan tersebut terjadi.
Letak Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa ini menyebabkan penyimpangan
gerak yang terjadi dipermukaan wilayah Indonesia tidak besar dan selalu berubah-ubah, baik
ke utara maupun selatan. Hal ini mempengaruhi karakteristik arus di Indonesia yang menjadi
bidirectional (dua arah) dan tidak memiliki arus yang cukup besar. Sehingga untuk
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
pemanfaatan arus laut di Indonesia sebagai sumber energi, diperlukan penyesuaian teknologi
dengan arus laut yang ada di Indonesia. Karakteristik arus laut di Indonesia yang seperti ini
berbeda dengan beberapa negara yang sebelumnya telah menerapkan teknologi PLTAL.
Beberapa negara tersebut mempunyai karakteristik geostropic current, artinya arus lautnya
terus menerus ada dan searah (Erwandi, 2015). Sehingga pemilihan teknologi untuk
digunakan di Indonesia pun tidak bisa hanya berdasarkan behncmark yang sudah ada saja,
namun lebih disesuaikan dengan kondisi perairan di Indonesia. Oleh karena itu dipilih Turbin
Darrieus yang dinilai sesuai dengan kondisi perairan di Indonesia.
Turbin Darrieus merupakan salah satu jenis teknologi Vertical Axis Turbines. Turbin
tipe ini yang sedang diuji coba oleh UPT-BPPH, BPPT. Penelitian telah dilakukan sejak taun
2006 dan berhasil diuji coba di Selat Flores, NTT pada tahun 2010. Turbin ini juga telah diuji
coba di Selat Larantuka, tepatnya pada 100 m dari pesisir Adonara Barat. Persamaan daya
dari energi arus laut sama seperti pada energi angin, yang dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑃 = !!𝜌𝐴𝑉!……………………………….(4.1)
Dengan P merupakan daya yang dihasilkan (watt), merupakan rapat massa cairan
(kg/m3), A merupakan luas permukaan dari turbin (m2) dan V merupakan kecepatan arus laut
(m/s). Namun dalam setiap perhitungan yang berhubungan dengan suatu alat tidak pernah
lepas dari sebuah efisiensi, sehingga nilai efisiensi harus dimasukkan kedalam perhitungan.
Sehingga persamaannya menjadi:
𝑃 = 𝜂 !!𝜌𝐴𝑉!………………………..………..(4.2)
Turbin Darrieus ini menghasilkan daya dengan efisiensi diasumsikan sebesar 40%,
angka ini dipilih berdasarkan wawancara langsung dengan salah satu karyawan LHI-BPPT
yang mengatakan bahwa hingga saat ini efisiensi sebenarnya belum mencapai 30%, sehingga
40% dipilih dengan asumsi turbin sudah lebih efektif ketika diterapkan menjadi sebuah
PLTAL. Turbin yang digunakan mempunyai diameter 3,6 m dan tinggi 2,5 m. Apabila
ditambah dengan poton yang mengambangkan turbin, maka panjangnya menjadi 5 m, dengan
lebar yang juga 5 m. Oleh karena itu luas yang diperlukan untuk membangun satu turbin
PLTAL yakni 5 x 5 m2.
Kecepatan arus laut yang dihasilkan tidak selalu sama, kecepatan ini akan sangat
menentukan daya yang akan dihasilkan. Turbin Darrieus ini menggunakan HY 5.0-5KW
Wind Generator (Tabel IV) yang mempunyai bekerja pada kecepatan angin 3-25 m/s dan
kecepatan awalnya 2,5 m/s. Kerapatan antara angin dan air laut yang jauh berbeda,
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
menyebabkan cut in speed pada generator pun akan berbeda apabila digunakan untuk arus
laut. Kecepatan arus laut 12 miles per hour (5,36 m/s) setara dengan 110 mph (49,17 m/s)
pada kecepatan angin. Tabel 4.2 Spesifikasi generator
Model Number HY-PMG-5kw Rated output power 5,0Kw Max output power 9,5Kw Rated rotation speed 240r/min Bearing shaft material SKF Rated voltage output After rectifier DC240V Generator configure 3-phases star connected AC output Working wind speed: 3-25m/s Initial wind speed: 2.5m/s Nominal wind speed: 10m/s(22.5mph) Storm-stand: up to 50m/s Start-up torque 4.5n/m Working circumstance from -40 to +60 C Lamination stack: High grade cold-rolled Steel Weight 200Kg Package Dimension 0.32*0.43*0.45 Magnet material NdFeB Phase resistance: 3.5 ohms
Gambar 4.2 Keluaran daya dengan kecepatan Angin
Sehingga dapat dihitung kecepatan kerja pada Turbin Darrieus untuk menggerakkan turbin
pada kecepatan angin sebesar 2,5 m/s akan setara dengan kecepatan arus laut sebesar 0,27
m/s. Generator akan mulai berputar pada kecepatan arus laut 0,27 m/s. sedangkan generator
bekerja pada kecepatan angin 3-25 m/s yang setara dengan kecepatan arus laut sebesar 0,33-
2.73 m/s. Generator ini juga kuat menopang kecepatan angin hingga 50 m/s atau setara
dengan 5.45 m/s kecepatan arus laut. Sehingga berdasarkan grafik Gambar 4.5, pada
kecepatan arus laut, akan menghasilkan kurva pada Gambar 4.6 dengan kecepatan arus laut.
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
0 5 10 15 20 25 30
Day
a (k
W)
Kecepatan Angin (m/s)
Output Power Curve (kW)
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
Gambar 4.3 Keluaran daya dengan menggunakan kecepatan arus laut
Daya yang Dihasilkan Turbin
Potensi arus untuk dikonversi menjadi energi listrik oleh Turbin Darrieus dapat dihitung
dengan perhitungan sederhana pada persamaan 4.2, dengan spesifikasi generator yang telah
disebutkan, dan asumsi arus yang digunakan adalah kecepatan arus dengan rata-rata terbesar
yakni pada kedalaman 5m sebesar 1,84 m/s. Sehingga daya yang dihasilkan satu unit turbin
adalah 3,39 kW.
Potensi Daya di Selat Larantuka
Luas Selat Larantuka yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi arus laut,
diasumsikan luas selat tersebut yakni 1.018.553.81m2. Apabila dihitung kemampuan daya
yang dihasilkan oleh Turbin Darrieus, mempunyai potensi 138.118 kW.
Posisi PLTAL
Pada kenyataannya tidak seluruh area Selat Larantuka dapat dimanfaatkan sebagai area
PLTAL. Hal ini karena sebagian wilayah digunakan untuk jalur laut dan juga terdapat syarat-
syarat untuk membangun PLTAL, sehingga tidak bisa disembarang lokasi, meski arus laut
yang ada disana cukup besar. Selain kecepatan arus perlu dipertimbangkan adalah morfologi
lokasi tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan yang terpenting lainnya juga
jarak antara sumber energi dan beban yang akan disuplai. Hal ini akan menentukan dimana
lokasi PLTAL akan diinstalasi. Artinya potensi yang ada belum tentu dapat dimanfaatkan
keseluruhannya.
Berdasarkan geomorfologi Selat Larantuka menurut beberapa literatur, letak PLTAL
yang paling berpotensi adalah pada posisi 123,010 BT dan -8,325 LS yang berjarak ±190 m
dari pantai, sekitar Tanjung Gonsales. Tetapi posisi ini juga harus ditinjau kembali, karena
letaknya yang cukup jauh dengan daratan, apalagi pusat beban. Selain itu mitos yang
-1.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00
10.00
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 D
aya
(kW
) Kecepatan Arus Laut (m/s)
Output Power Curve (kW)
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
berkembang di masyarakat bahwa kawasan Tanjung Gonsales ini merupakan kawasan yang
rawan bahaya. UPT-BPPH, BPPT juga telah melakukan peninjauan langsung ke lapangan dan
memasang turbinnya sekitar ±100m dari Pelabuhan Tanah Merah. Lokasi tersebut terletak
pada koordinat 123o 01’ 36,25’’ BT – 08o 18’ 49’’ LS.
Kapasitas PLTAL
Kapasitas PLTAL yang nantinya akan dipasang sangat ditentukan oleh besar beban
yang akan disuplai, untuk itu pada penelitian ini dibuat dua skenario. Pertama, apabila sistem
off-grid, berapa jumlah Turbin Darrieus yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi
listrik di desa Wureh yang merupakan lokasi beban terdekat dengan sumber energi. Kedua,
apabila sistem on-grid berapa jumlah Turbin Darrieus yang harus diinstal untuk memenuhi
beban pada sistem listrik Adonara.
A. Sistem Off-Grid
Sebelum menghitung kapasitas PLTAL yang diperlukan, perlu diketahui juga estimasi
potensi energi listrik yang dapat dihasilkan disekitar titik yang telah ditentukan sebelumnya,
berdasarkan morfologi, kecepatan arus laut dan kelayakan PLTAL lainnya, diperkirakan
wilayah yang dapat dimanfaatkan sebagai PLTAL seperti pada Gbr.14 dengan luas wilayah
30.987,56m2. Dengan luas wilayah kerja 30.987,56 m2, maka turbin yang dapat dipasangkan
sebanyak 1.240 turbin dengan total daya yang dihasilkan adalah 4,2 MW.
Artinya apabila PLTAL ditempatkan disekitar titik 123°02'57.8710"BT -
08°31'53.4430"LSsampai 123°02'64.4900"BT -08°31'26.5440"LS dengan luasan ±30,987.56
m2 dapat ditempatkan 74 turbin yang menghasilkan daya ±4,2 MW dengan catatan
karakteristik turbin yang sebelumnya telah disebutkan dengan kecepatan diasumsikan 1,84
m/s. Apabila karakteristiknya berubah maka sangat memungkinkan daya yang akan dihasilkan
pun akan berubah mengikuti karakteristik turbin, begitu pula apabila kecepatannya berubah-
ubah atau tidak stabil.
Sistem off-grid untuk mensuplai energi listrik, dipilih beban yang paling dekat, yakni
Desa Wureh, Adonara Barat. Tabel 4.3 merupakan estimasi kebutuhan daya di desa Wureh.
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
Tabel 4.3 Estimasi Kebutuhan Daya di Desa Wureh
No Jenis Kebutuhan Kebutuhan
(Watt)
Kebutuhan Daya
(kW)
1. Rumah Keluarga Pra-
Sejahtera
250 x 110 27,5
2. Rumah Keluarga Sejahtera
I
450 x 50 22,5
3. Rumah Keluarga Sejahtera
II
900 x 4 3,6
4. Sekolah dan Pustu 1300 x 2 2,6
Total 56,2
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa total daya yang diperlukan sebesar 56,2 kW. Untuk
mencari kebutuhan PLTAL yang diperlukan, acuan yang digunakan adalah beban puncaknya.
Pada perhitungan sebelumya diketahui bahwa dalam fungsi optimal satu Turbin Darrieus
dapat menghasilkan 3,39 kW energi listrik, maka untuk memenuhi beban 56,2 kW, setidaknya
diperlukan 17 unit turbin.
Dalam mengoperasikan sebuah pembangkit, harus disesuaikan dengan kebutuhan
bebannya, agar nantinya energi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dengan optimal. PLTAL
disini berbeda dengan pembangkit berbahan bakar fosil yang relatif dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan. Turbin arus laut akan terus bekerja selama ada kecepatan arus laut yang
menggerakkan, sehingga energi yang dihasilkan hanya bisa diperkirakan bukan direncanakan.
Sebagaimana karakteristik PLTAL yang akan terus bekerja, maka listrik yang dihasilkan pun
harus efisien, artinya tidak boleh terbuang sia-sia.
Apabila pada digunakan beban puncak untuk menentukan jumlah turbin, maka
konsekuensinya adalah turbin ini akan tetap menghasilkan energi listrik meski tidak
mensuplai beban sebesar beban puncak. Oleh karena itu pada sistem Off-Grid ini diperlukan
batarai sebagai tempat penyimpanan energi. Selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan
energi yang belum terpakai, dengan adanya baterai ini juga bisa menjadi cadangan energi
apabila turbin arus laut tidak bisa memproduksi energi listrik sesuai dengan bebannya. Hal ini
juga berkaitan dengan karakteristik perairan yang digunakan sebagai sumber energi yang
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
memanfaatkan juga pasang surut air laut (tidal), dimana terdapat waktu-waktu tertentu
perairan akan pasang dan akan surut.
Berdasarkan waktu yang diperlukan, air laut di Selat Larantukan akan pasang sekitar 7 –
8 jam dan akan surut sekitar 5 – 6 jam. Selan antara pasang dan surut ini terdapat kondisi
tenang, dimana hampir tidak ada aliran arus laut, selama kurang lebih 30 – 60 menit. Pada
kondisi seperti ini arus laut yang mengalir sangat kecil, sehingga arus yang terlalu kecil ini
belum dapat menggerakkan turbin yang mempunyai initial speed sebesar 0,27 m/s. hal ini
menyebabkan arus laut tidak dapat menghasilkan energi listrik apabila arus lautnya dibawah
0,27 m/s. Besar 0,27 m/s pun belum merupakan torsi yang diperlukan untuk turbin mulai
berputar, sehingga sangat mungkin terjadi turbin ini membutuhkan kecepatan yang lebih besar
lagi. Bahkan Turbin Darrieus yang sedang diuji coba pada tahun 2015 ini baru bisa berputar
pada kecepatan antara 0,6 – 0,7 m/s. Hal ini juga bergantung pada sistem transmisi yang
digunakan pada turbin tersebut. Akibat tidak adanya energi listrik yang diproduksi, sementara
beban listrik tetap ada, menyebabkan diperlukannya energi cadangan untuk mensuplai beban.
Oleh karena itu diperlukan baterai atau tempat penyimpanan energi (energy storage) untuk
menyimpan energi berlebih dan penyuplai energi apabila kekurangan energi.
Pembulatan perhitungan keatas atau jumlah turbin menjadi 17 unit turbin, selain dengan
tujuan untuk memenuhi beban puncak juga untuk mengantisipasi error pada estimasi yang
telah dilakukan. Hal ini juga dilakukan karena pertumbuhan beban yang terus bertambah
setiap tahunnya, sehingga harapannya kapasitas ini dapat memenuhi kebutuhan energi listrik
hingga beberapa tahun kedepan dan juga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi karena
adanya energi listrik. Pada sistem Off-Grid ini diharapkan PLTAL bisa menjadi penyuplai
utama bahkan satu-satunya di Desa Wureh.
Penyaluran energi listrik kepada pulau-pulau diharapkan dapat meningkatkan taraf
hidup, iklim pembangunan dan perekonomian di suatu daerah tersebut. Seperti contoh
Pelabuhan Tanah Merah yang hingga saat ini masih rusak kondisinya, akan segera diperbaiki.
Berbagai aktivitas lain juga dapat berkembang dengan adanya energi.
B. Sistem On-Grid
Sistem On-Grid merupakan rencana yang lebih besar lagi dan untuk jangka panjang
pemenuhan energi sebuah daerah. Hal ini juga sesuai dengan kebijakan pemerintah terhadap
energi terbarukan. Skenario sistem On-Grid dirancang karena di Pulau Adonara sudah
terdapat sistem transmisi dan distribusi listrik, yang disebut dengan Sistem Adonara. Sistem
Adonara merupakan sistem yang disuplai oleh pembangkit diesel, diketahui bahwa daya yang
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
terpasang pada Sistem Adonara sebesar 4,86 MW, dengan daya mampu 3,28 MW dan puncak
bebannya sebesar 3,11 MW. Untuk memenuhi pembebanan tersebut kapasitas pembangkit
yang diperlukan 918 unit turbin.
PLTAL ini tidak dapat menyuplai sepenuhnya kebutuhan beban pada Sistem Adonara,
PLTAL hanya mampu memenuhi beban dasar dari Sistem Adonara. Hal ini juga dikarenakan
PLTAL bukan pembangkit yang dapat dikontrol daya yang dihasilkannya, maka PLTAL
paling cocok digunakan untuk mensuplai beban dasar.
Beban pada sistem Adonara secara kesuluruhan harus disuplai dengan pembangkit
tenaga lainnya. Menurut kebijakan pemerintah, pembangkit energi terbarukan lainnya yang
ingin dikembangkan di NTT adalah pembangkit tenaga surya dan pembangkit tenaga panas
bumi, dimana NTT juga mempunyai potensi dikedua sumber energi tersebut. Harapannya dari
pengembangan pembangkit energi terbarukan ini dapat mengurangi konsumsi energi dari
bahan bakar fosil yang cadangannya mulai menipis dan tidak ramah lingkungan.
Rasio Elektrifikasi
Berdasarkan data statistik PLN pada tahun 2013, wilayah NTT merupakan wilayah yang
rasio elektrifikasinya masih dibawah 50%, yakni sebesar 48,30%. Jumlah seluruh rumah
tangga yang ada di wilayah NTT sebanyak 1.081.200, namun pelanggan rumah tangganya
masih sebanyak 522.221 saja. Sumber energi arus laut yang dapat dikonversikan menjadi
energi listrik 4,2 MW dapat menopang beban energi listrik pada wilayah NTT. Apabila
diasumsikan tiap rumah tangga memerlukan daya sebesar 450 watt, maka 4,2 MW dapat
menyuplai sebanyak ±9.333 rumah tangga, atau bisa meningkatkan rasio elektrifikasi sebesar
0,86% menjadi 49,16%. Jumlah ini memang tidak begitu besar, karena wilayah yang
dimanfaatkan hanya sebagian kecil lagi. Jumlah ini akan meningkat jika selat-selat lain di
wilayah NTT juga dimanfaatkan potensinya untuk dikembangkan PLTAL guna menyuplai
energi di wilayah NTT.
5. Kesimpulan
1) Turbin Darrieus berdiameter 3,6 m dan tinggi 2,5 m dengan efisiensi 40% sebesar
dapat menghasilkan energi listrik sebesar 3,39 kW.
2) PLTAL dengan menggunakan Turbin Darrieus pada luas wilayah ±30,987.56 m2
dengan koordinat 123°02'57.8710"BT - 08°31'53.4430"LS sampai 123°02'64.4900"BT
-08°31'26.5440"LS dapat menghasilkan energi listrik sebesar ±4,2 MW..
3) Pengujian sistem off-grid dapat dilakukan di Desa Wureh dengan estimasi kebutuhan
beban sebesar 56,2 kW yang dapat disuplai oleh 17 Turbin Darrieus
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015
4) Pada sistem on-grid, PLTAL digunakan sebagai penanggung beban dasar sistem di
Adonara
5) Rasio elektrifikasi di NTT dapat meningkat sebesar 0,86% dengan pemanfaatan
PLTAL berkapasitas 4,2 MW.
Daftar Referensi
[1] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2013, Desember 27). Dikutip pada Desember 29, 2014, dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Web site: http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-
pers/6641-kinerja-sektor-esdm-tahun-2013.html
[2] Azis, A. (2010). STUDI PEMANFAATAN ENERGI LISTRIK TENAGA ARUS LAUT DSSI SELAT ALAS
KABUPATEN LOMBOK, NTB. Surabaya
[3] AEA Energy & Environment on the behalf of Sustainable Energy Ireland for the IEA’sImplementing
AgreementonOceanEnergySystems.(2006).Reviewandanalysisofoceanenergysystemsdevelopment
andsupportingpolicies.ImplementingAgreementonOceanEnergySystems
[4] Wibisono, A. D. (2014). STUDI ANALISIS KEEKONOMIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS
BUMI SKALA KECIL. Jakarta: Universitas Indonesia.
[5] MUETZE, A.(2006). Ocean Wave Energi Conversion - A Survey. Industry Applications Conference, 2006.
41st IAS Annual Meeting. Conference Record of the 2006 IEEE. IEEE CONFERENCE PUBLICATIONS.
[6] Sunarti, Dewi. (2007). PASANG SURUT DAN ENERGINYA. Oseana, Volume XXXII, Nomor 1
[7] A, Lewis., S, Estefen. J, Huckerby. W, Musial. T, Pontes. J, Torres-Martinez. (2011). Ocean Energi. In R. P.-
M. O. Edenhofer, IPCC Special Report on Renewable Energi Sources and Climate Change Mitigation.
Cambridge, United Kingdom and New York, NY, USA: Cambridge University Press.
[8] H. Polinder dan M.Scuotto. (2005). “Wave energi converters and their impact on power systems,”
International Conference on Future Power Systems.
[9] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2012).
[10] Asosiasi Energi Laut Indonesia. (t.thn.). Dipetik pada 2 Januari 2015, dari www.Aseli.co:
http://www.aseli.co/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=40&Itemid=53
[11]Aziz,N.S.(2009).TidalenergyresourcesassessmentinIndonesiaacasestudyinAlasStrait.Netherlands.
[12]Garniwa,I.(2011).LaporanAkhirArusLaut.Jakarta:KementerianESDM.
[13]Yuningsih,A.,&Masduki,A.(2011).PotensiEnergiArusLautuntukPembangkitTenagaListrikdiKawasan
PesisirFloresTimur,NTT.JurnalIlmudanTeknologiKelautanTropis,Vol.3,No.1,13-25.
[14]Erwandi.(2011).TheDevelopmentofIndonesianVerticalAxisMarineCurrentTurbineforTheTidalPower
Generation.Surabaya
Penerapan pembangkit ..., Maryam Muthiah Karimah, FT UI, 2015