penelitian sekip selesai

48
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme (bakteri atau virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. ISPA sempat dijuluki sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia. 1 ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6 episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan biasanya terjadi pada bayi berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit seperti kurang gizi. Data morbiditas penyakit pneumonia di 1

Upload: amalia-salsabilla-shahab

Post on 01-Jul-2015

397 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Sekip selesai

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi

pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh

masuknya kuman atau mikroorganisme (bakteri atau virus) ke dalam organ

saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. ISPA sempat dijuluki

sebagai pembunuh utama kematian bayi serta balita di Indonesia.1

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena

menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1

dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 – 6

episode ISPA setiap tahunnya. Data yang diperoleh dari kunjungan ke

puskesmas mencapai 40 – 60 % adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh

kematian yang disebabkan ISPA adalah karena pneumonia dan biasanya

terjadi pada bayi berumur kurang 2 bulan. Hingga saat ini angka mortalitas

ISPA yang berat masih sangat tinggi, kematian seringkali disebabkan

karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering

disertai penyulit-penyulit seperti kurang gizi. Data morbiditas penyakit

pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 – 20 % dari populasi

balita. Hal ini didukung oleh data penelitian di lapangan (kecamatan

Kediri, NTB adalah 17,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10%

pertahun, berarti setiap tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia

berkisar 2,3 juta.1,3

World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden

pneumonia di negara berkembang dengan angka kematian di atas 40 per

1,000 kelahiran hidup adalah 15% hingga 20% per tahun pada golongan

usia balita. 1 Merujuk pada hasil Konferensi Internasional mengenai ISPA

di Canberra, Australia, pada Juli 1997, yang menemukan empat juta bayi

dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat

ISPA. Pada akhir tahun 2000 diperkirakan kematian akibat penumonia 1

Page 2: Penelitian Sekip selesai

sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai lima kasus di antara

1,000 bayi atau balita. Artinya, pneumonia mengakibatkan 150 ribu bayi

atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12,500 penderita per bulan, atau

416 kasus sehari, atau 17 anak per jam, atau seorang bayi tiap lima

menit.1,2

Pada 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT)

melaporkan proporsi kematian bayi akibat penyakit sistem pernafasan

mencapai 32,1% sementara pada balita 38,8%. Dari fakta itulah, kemudian

pemerintah Indonesia menargetkan penurunan kematian akibat ISPA pada

balita sampai 33% pada tahun 1994 hingga 1999, sesuai kesepakatan

Declaration of the World Summit for Children pada 30 September 1999 di

New York , Amerika Serikat. Sementara itu, berdasarkan Program

Pembangunan Nasional (Propenas) bidang kesehatan, angka kematian lima

per seribu, pada tahun 2000 akan diturunkan menjadi tiga per seribu pada

akhir tahun 2005.2

ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di

sarana kesehatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Palembang, jumlah

ISPA (non pneumonia) di kota Palembang pada tahun 2006 adalah

104,452 orang, tahun 2007 adalah 112,905 orang dan tahun 2008 adalah

116,969 orang. Sedangkan, jumlah ISPA (pneumonia) di kota Palembang

pada tahun 2006 adalah 7,722 orang, tahun 2007 adalah 7,323 orang, dan

tahun 2008 adalah 7,036 orang.3

Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak

tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan kesakitan dan

kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh

ISPA, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih

tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian yang telah

disebutkan di atas.

2

Page 3: Penelitian Sekip selesai

I.2 Rumusan Masalah

Rata-rata bayi dan anak akan mengalami penyakit infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) tiga hingga enam kali setahun.4 Sebagian besar

yang berobat ke puskesmas adalah pasien ISPA. Dengan meningkatnya

angka kejadian ISPA di Indonesia dan Palembang, maka keadaan ini

menimbulkan keingintahuan untuk mengetahui gambaran kejadian ISPA

agar dapat memberi masukan yang berarti dalam mengantisipasi kejadian

ISPA secara dini khususnya di Puskesmas Sekip Palembang.

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui distribusi pasien ISPA yang berobat jalan di

Puskesmas Sekip Palembang pada bulan Januari - Desember 2010.

I.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui distribusi pasien ISPA yang berobat jalan di

Puskesmas Sekip pada bulan Januari - Desember 2010 berdasarkan

umur pasien.

I.4 Manfaat

1. Bagi Dinas kesehatan: Sebagai sarana informasi sehingga dapat

memberikan saran dan dukungan terhadap upaya pencegahan dan

penanggulangan ISPA di Puskesmas Sekip Palembang

2. Bagi Puskesmas: Menjadi acuan untuk mengevaluasi dan

meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan ISPA di

Puskesmas Sekip Palembang

3. Bagi Mahasiswa: Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk

bekal bekerja di Puskesmas pada masa yang akan datang.

3

Page 4: Penelitian Sekip selesai

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut

atau dikenal sebagai Acute Respiratory Infections (ARI). Penyebab ISPA

dapat berupa bakteri maupun virus. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni

infeksi, saluran pernapasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman

atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang baik

sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah organ

mulai dari hidung hingga alveolus, berserta organ adneksa lainnya seperti

sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan pleura. ISPA secara anatomis

mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian

bawah (termasuk jaringan paru-paru), dan organ adneksa saluran

pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses

akut dari suatu penyakit. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: batuk

pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-

pneumonia lainnya. 3

II.2 Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan

ricketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan Corynobacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Mikosovirus,

Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. 2

II.3 Gejala ISPA

Kedinginan biasanya merupakan petunjuk awal dari ISPA. Pada

beberapa hari pertama sering terjadi demam, 38,9 hingga 39,4 derajat C.

Banyak pasien yang merasa sakit sehingga harus tinggal di temapt tidur.

4

Page 5: Penelitian Sekip selesai

Mereka merasakan sakit dan nyeri di seluruh tubuhnya, terutama di

punggung dan tungkai. Sakit kepala seringkali bersifat berat, dengan sakit

yang dirasakan di sekeliling dan di belakang mata. Cahaya terang bisa

memperburuk sakit kepala.

Pada awalnya gejala saluran pernapasan relatif ringan, berupa rasa

gatal di tenggorokan, rasa panas di dada, batuk kering dan hidung berair.

Kemudian batuk akan menghebat dan berdahak. Kulit teraba hangat dan

kemerahan, terutama di daerah wajah, mulut dan tenggorokan berwarna

kemerahan , mata berair dan bagian putihnya mengalami peradangan

ringan. Kadang-kadang bisa terjadi mual dan muntah, terutama pada

anak-anak. Suara parau dapat terjadi karena proses peradangan mengenai

laring. Setelah 2 hingga 3 hari, sebagian besar gejala akan menghilang

dengan segera dan demam biasanya mereda, meskipun kadang demam

berlangsung sampai 5 hari. Bronkitis dan batuk bisa menetap sampai 10

hari atau lebih, dan diperlukan waktu 6 hingga 8 minggu untuk terjadinya

pemulihan total dari perubahan yang terjadi pada saluran pernapasan.3

II.4 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusistis (infeksi pada

rongga-rongga tulang wajah), faringitis (radang tenggorokan), otitis media

(infeksi telinga tengah), infeksi saluran tuba eustachii, bahkan dapat terjadi

bronkhitis (radang paru), maupun infeksi saluran napas bagian bawah

lainnya( laryngitis, bronkiolitis, pneumonia, dsb).2

II.5 Terapi

Pengobatan flu yang utama adalah istirahat dan berbaring di tempat

tidur, minum banyak cairan dan menghindari kelelahan. Tirah baring

sebaiknya dilakukan segera setelah gejala timbul sampai 24 hingga 48 jam

setelah suhu tubuh kembali normal. Bagi penyakit yang berat tetapi tanpa

komplikasi, bisa diberikan Asetaminofen, Aspirin, Ibuprofen atau

Naproksen. Obat lainnya yang biasa diberikan adalah dekongestan hidung

5

Page 6: Penelitian Sekip selesai

dan penghirup uap. Jika segera diberikan pada infeksi influenza A yang

belum mengalami komplikasi, obat rimantadin atau amantadin bisa

membantu mengurangi lama dan beratnya demam serta gejala pernapasan.

Ribavirin (dalam bentuk obat atau tablet) mampu memperpendek

lamanya demam dan mempengaruhi kemampuan virus untuk berkembang

biak, tetapi pemakaiannya masih bersifat eksperimental. Ribavirin bisa

diberikan untuk meringankan gejala virus. Infeksi bakteri sekunder

diobati dengan antibiotika. Bakteri karena pneumokokis. Tetapi vaksin

ini tidak diberikan kepada seseorang yang telah menderita influenza.

Pengobatan dengan antibiotika menyebabkan perjalanan penyakit menjadi

lebih pendek dan insidensi komplikasi menurun.

Obat kumur tenggorokan dan simptomatik sangat membantu

pasien. Bagi rinitis simpleks tidak ada terapi spesifik. Istirahat dan obat-

obat simptomatis sseperti penurun panas, penghilang rasa nyeri dan

dekongestan. Antibiotika diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder atau komplikasi. Terapi yang diberikan pada penyakit ini

biasanya pemberian antibiotik walaupun ISPA disebabkan oleh virus yang

dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat-obatan, pemberian

antibiotik dapat mempercepatkan penyembuhan penyakit ini

dibandingkan hanya pemberian obat-obatan simptomatik. Selain itu,

pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan dari

bakteri. Pemberian dan pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus

diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman atau bakteri di

kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yang sudah berlanjut dengan

gejala dahak dan ingus yang sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik

merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah

ada bakteri yang terlibat.3

II.6 Pencegahan

Seseorang yang pernah terkena virus influenza, akan membentuk

antibodi yang melindunginya terhadap infeksi ulang oleh virus tertentu.

Tetapi cara terbaik untuk mencegah terjadinya influenza adalah vaksinasi 6

Page 7: Penelitian Sekip selesai

yang dilakukan setiap tahun. Vaksin influenza mengandungi virus

influenza yang tidak aktif (dimatikan) atau partikel-partikel virus. Suatu

vaksin bisa bersifat monovalen (1spesies) atau polivalen (biasanya 3

spesies). Suatu vaksin monovalen bisa diberikan dalam dosis tinggi untuk

melawan suatu jenis virus yang baru, sedangkan suatu vaksin polivalen

menambah pertahanan terhadap lebih dari satu jenis virus.2,3

Amantadin atau Rimantadin merupakan 2 obat anti-virus yang bisa

melindungi terhadap influenza A saja. Obat ini digunakan selama wabah

influenza A untuk melindungi orang-orang yang kontak dengan pasien dan

orang yang memiliki resiko tinggi yang belum menerima vaksinasi.

Pemakaian obat bisa dihentikan dalam waktu 2 hingga 3 minggu setelah

menjalani vaksinasi. Jika tidak dapat dilakukan vaksinasi, maka obat

diberikan selama terjadi wabah, biasanya selama 6 hingga 8 minggu. Obat

ini bisa menyebabkan gelisah, sulit tidur dan efek samping lainnya,

terutama pada usia lanjut dan pada pasien kelainan otak atau ginjal.2,3

II.7 Peranan SDM

Sumber daya manusia (SDM) adalah aset terpenting dalam sistem

apapun termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan. Sumber daya

manusia adalah komponen terpenting yang menentukan keberhasilan suatu

sistem kerja. Pelayanan kesehatan khususnya puskesmas di Kota

Palembang telah memiliki tenaga kesehatan dengan kualitas yang baik,

misalnya telah 11 orang yang menyelesaikan magister dan akan terus

bertambah. Sumber daya manusia dalam pelayanan kesehatan cukup

beragan antara lain dokter spesialis, Magister Kesehatan Masyarakat

(M.Kes), Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS), dokter (dr.),

dokter gigi (drg), perawat bidan, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM),

analisis kesehatan, sarjana umum, tenaga psikologi dan sebagainya.

Pemerintah Kota Palembang sangat mendukung peningkatan mutu tenaga

kesehatan melalui pelatihan peningkatan keterampilan, pelatihan

struktural, pelatihan fungsional, dan juga pendidikan formal lanjutan

sarjana dan magister.5

7

Page 8: Penelitian Sekip selesai

Peranan SDM dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah

sangat penting. Sejalan dengan itu praktisi kesehatan lingkungan

ditantang kemampuan profesionalnya untuk ikut berperan dalam era

otonomi daerah. Upaya kesehatan lingkungan mempunyai dampak yang

penting terhadap peningkatan kualitas SDM dalam rangka mencapai

keberhasilan pembangunan daerah khususnya bidang kesehatan yang

menjadi aliran utama pembangunan.5

Peranan profesional kesehatan lingkungan tidak harus dimulai dari

pemerintah. Di sektor swasta pun terbuka peluang untuk berperan.

Komoditi kesehatan lingkungan mempunyai value in use dan value in

exchange. Sebagai contoh, komoditi kesehatan lingkungan adalah berupa

jasa dan barang yang dibutuhkan untuk upaya kesehatan lingkungan,

seperti pengukuran dan pengendalian pencemaran, pemeriksaan kualitas

air, jamban, pengolahan air, dsb. Value in exchange sangat jelas

ditunjukkan oleh WHO dalam definisinya tentang sanitasi yang antara lain

menyatakan bahwa sanitasi (kesehatan lingkungan) tercermin dari kualitas

kehidupan seseorang yaitu dalam hal kebersihan rumah, kebersihan

pertanian, kebersihan sekolah, kebersihan areal perdagangan dan industri,

kebersihan rumah tangga dan pemukiman masyarakat. Siapapun tidak

dapat membantah kalau dikatakan rumah yang bersih mempunyai nilai

jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang tidak bersih.

Demikian pula rumah yang mempunyai air bersih, jamban, ventilasi, (suhu

yang nyaman dan pencahayaan yang cukup), lantai yang sanitair, pasti

mempunyai nilai jual yang lebih dibandingkan dengan rumah yang tidak

memiliki hal tersebut.5

Komoditi jasa yang bisa dijual oleh profesi sanitasi, terutama

lulusan D-III AKL, selain hal-hal diatas dapat berbentuk jasa

pembuatan/pengumpulan informasi yang akurat dan ilmiah mulai dari

tahap identifikasi analisis hingga perumusan intervensi dalam pemecahan

masalah kesehatan lingkungan. Hal tersebut diharapkan dapat membantu

para pengambil keputusan di daerah. Baik di pemerintahan maupun

8

Page 9: Penelitian Sekip selesai

swasta. Karena investasi di bidang kesehatan lingkungan adalah investasi

yang bersifat pencegahan, pencegahan jauh lebih baik dari pengobatan

(prevention is better than cure).5

II.8 Pemberatasan Penyakit ISPA Ditinjau dari Teori Fishbone Diagram

Suatu kegiatan agar dapat mencapai tujuan secara efektif

diperlukan pengaturan yang baik. Proses pengaturan ilmiah inilah disebut

manajamen. Batasan manajamen menurut Robert D. Terry adalah

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan

orang lain (the accomplishing of a predeterinend objectives through the

effort other people) atau dapat juga disimpulkan bahwa manajamen adalah

suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai suatu tujuan atau

menyelesaikan pekerjaan. Seorang manajer dalam mencapai tujuannya

adalah secara bersama-sama dengan orang lain atau bawahannya. Bila

batasan ini diterapkan di bidang kesehatan masyarakat dapat dikatakan

sebagai berikut “Manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu

seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan non petugas kesehatan

guna meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan”

(Notoatmodjo,2003).5

Manajemen merupakan suatu seni mengatur orang lain dalam

mencapai tujuan-tujuan organisasi atau unit pelayanan, sehingga

manajemen mempunyai fungsi-fungsi, yaitu:

1. Perencanaan (Planning)

2. Pengorganisasian (Organizing)

3. Penyusunan personalia (Staffing)

4. Pengkoordinasian (Coordinating)

5. Penyusunan anggaran (Budgetting)

6. Pelaksanaan (Actuating)

Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor yang

komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan

9

Page 10: Penelitian Sekip selesai

perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat pada setiap saat

yang dibutuhkan.6

Sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling berhubungan

dan mempengaruhi, dimana bagian atau elemen tersebut ialah sesuatu yang

mutlak harus ditemukan. Bagian atau elemen suatu sistem dapat

dikelompokkan dalam enam unsur, yaitu:

1. Masukan

Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya

sistem.

2. Proses

Proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan

menjadi keluaran yang direncanakan.

3. Keluaran

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang

dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.

4. Umpan Balik

Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen

yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sabagai masukan

bagi sistem tersebut.

5. Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran

suatu sistem.

6. Lingkungan

Lingkungan (environment) adalah dunia diluar sistem yang tidak

dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap

sistem.6

Menurut Soeroso (2002) indikator yang digunakan untuk

menggambarkan program yang ada dapat digolongkan menurut

10

Page 11: Penelitian Sekip selesai

pendekatan sistem. Bagi kegiatan pelayanan kesehatan disarankan

menggunakan sistem yang terdiri dari 3 tahap yakni:

1. Input, atau masukan yaitu berupa sumber-sumber yang dibutuhkan

untuk menjalankan suatu program kesehatan.

2. Process, merupakan aktifitas yang diperlukan.

3. Output, atau hasil adalah semua perubahan yang terjadi akibat program

yang berjalan.

Pendekatan sistem tidak secara terpisah berhubungan dengan

berbagai bagian dari sebuah organisasi, melainkan memberikan kepada

manejer suatu cara untuk memandang organisasi sabagai suatu

keseluruhan dan sebagai bagian dari yang lebih besar yaitu lingkungan

ekstern (Stonner, 1994).6

Dalam hubungan dengan teori sistem, organisasi dipandang salah

satu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan saling

ketergantungan satu sama lain. Gibson(1996) dikutip dari Miller dan Rice

mengatakan arus masukan (inout) dan keluaran (output) merupakan titik

tolak dalam uraian tentang organisasi. Organisasi mengambil sumber

(input) dari sistem yang lebih luas (lingkungan) memproses sumber

dengan mengembalikannya dalam bentuk yang sudah diubah (output).

Kemudian organisasi perlu mengembangkan alat untuk menyesuaikan

dengan permintaan lingkungan. Alat penyesuaian berupa saluran

informasi yang memungkinkan organisasi untuk mengetahui permintaan,

jadi umpan balik adalah proses dinamis sejauh mana setiap organisasi

belajar dari pengalaman dan lingkungan (Gibson, 1996).6

Bagi kegiatan pelayanan kesehatan disarankan menggunakan

sistem yang terdiri dari 3 tahap yaitu masukan (sumber-sumber yang

dibutuhkan untuk menjalankan suatu program), proses (meliputi aktivitas,

tugas-tugas yang perlu dijalankan), hasil (semua perubahan yang terjadi

akibat program yang berjalan).

Hasil ini dapat dibagi menjadi:

1. Pertama: Keluaran, adalah barang atau jasa yang dihasilkan.

11

Page 12: Penelitian Sekip selesai

2. Kedua: Efek, sebagai pengeluaran dalam pengetahuan, sikap dan

perilaku.

3. Dampak: Dampak merupakan perubahan pada status kesehatan dan

lain-lain.

4. Sistem sebagai keadaan dari bagian-bagian yang saling berhubungan

dan saling bergantungan, yang dirancangkan untuk mencapai tujuan

(Soeroso, 2002).

DR. Kaoru Ishikawa mengemukakan bahwa suatu masalah

seringkali disebabkan oleh masalah yang lain. Hal ini dapat digambarkan

dalam diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram pohon seperti

tertera dalam gambar berikut:6

mesin anggaran

lingkungan

ISPA

metoda perlengkapan tenaga

Gambar 1. Fishbone diagram

.

II.9 Metoda Penatalaksanaan ISPA

Sejak tahun 1988, WHO memperkenalkan program pemberantasan

penyakit ISPA pada balita dan diadaptasi dan diterapkan sesuai dengan

kondisi di Indonesia sejak tahun 1990 yang lebih dikenal dengan

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) pada penyakit ISPA yang

meliputi pemeriksaan, klasifikasi umur anak, petunjuk pengobatan dan tata

laksana.4

1. Pada anamnesis, yang perlu ditanyakan meliputi umur anak, apakah

ada batuk, lamanya, setelah berapa lama, apakah anak dapat minum

atau pada bayi dapat menyusu, apakah ada demam dan ada kejang.12

Page 13: Penelitian Sekip selesai

2. Pada pemeriksaan, yang perlu diperhatikan adalah anak dalam keadaan

tenang, dihitung frekuensi pernapasan dalam satu menit, adakah

tarikan dinding dada ke dalam, terdengar stridor, terdengar wheeing,

apakah kesadaran anak menurun, ukur temperatur anak, dan adakah

tanda-tanda gizi buruk.

3. Klasifikasi penyakit untuk umur 2 bulan hingga 5 tahun yaitu

pnemonia berat (tanda bahaya→ stridor, tak bisa minum, kejang,

kesadaran menurun, gizi buruk. Jika terdapat tarikan dinding dada ke

dalam, wheezing berulang → pnemonia. Tak ada tarikan dinding dada

ke dalam disertai napas cepat → bukan pnemonia.4

II.10 SDM (Tenaga Kesehatan) Pengelola ISPA

Sumber daya manusia (SDM) adalah aset terpenting dalam sistem

apapun termasuk dalam sistem pelayanan kesehatan. SDM adalah

komponen terpenting yang menentukan keberhasilan suatu sistem kerja.

Pelatihan dalam menunjang program P2 ISPA ditujukan kepada petugas

kesehatan di berbagai tingkat. Ada dua jenis pelatihan, yaitu pelatihan

aspek; tatalaksana pasien (aspek klinik) dan pelatihan manajemen.4,5,7

Peranan posyandu dan kader posyandu:

1. Meningkatkan jangkauan program P2 ISPA. Dari hasil penelitian

didapatkan informasi bahwa masih banyak ibu yang belum

memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk anaknya sakit.

2. Melakukan tatalaksana P2 ISPA. Tatalaksana pasien ISPA untuk

balita yang dikembangkan oleh WHO merupakan teknologi tepat

guna. Artinya teknologi ini dapat digunakan oleh seluruh lapisan

masyarakat. Dengan adanya teknologi tepat guna dalam tatalaksana

pasien ISPA ini, posyandu dan kader posyandu diharapkan dapat

berperan dalam penemuan dan tatalaksana pasien.

3. Melaksanakan komunikasi tatap muka dengan ibu melalui posyandu

dan kader posyandu para ibu dapat memperoleh informasi tentang

13

Page 14: Penelitian Sekip selesai

tindakan yang perlu diambil jika seorang balita mendapatkan serangan

batuk dan atau kesukaran bernapas.

Tugas pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggungjawab

bersama. Kepala puskesmas bertanggungjawab bagi keberhasilan

pemberantasan di wilayah kerjanya. Sebagian besar kematian akibat

penyakit pnemonia terjadi sebelum mendapat pengobatan petugas

puskesmas. Karena itu, peran serta aktif masyarakat melalui aktivitas

kader akan sangat membantu menemukan kasus-kasus yang perlu

mendapatkan antibiotik (kotrimoksazol) dan kasus-kasus pnemonia berat

yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit.4

Berikut ini adalah peranan yang diharapkan dari:

Dokter puskesmas

1. Membuat rencana aktivitas pembarantasan ISPA sesuai dengan dana

atau sarana dan tenaga yang tersedia. Melakukan supervisi dan

memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA

kepada perawat atau paramedis.

2. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan kasus-kasus berat atau

penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat atau

paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.

3. Memberikan pengobatan kasus berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah

sakit.

4. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-

ibu yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda

penyakit serta tindakan penunjang di rumah.

5. Melatih kader untuk bisa mengenal kasus serta dapat menyuluh ibu-

ibu perihal penyakit ini

6. Memantau aktivitas pemberantasan dan melakukan evaluasi

keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi hambatan

yang ada serta menanggulanyinya termasuk aktivitas pencatatan dan

pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis puskesmas/ pustu

14

Page 15: Penelitian Sekip selesai

1. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai dengan

petunjuk yang ada.

2. Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus

ISPA tertentu seperti pasien dengan wheezing, stridor.

3. Bersama dokter atau di bawah petunjuk dokter, melatih kader.

4. Memberikan penyuluhan terutama kepada para ibu.

5. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan puskesmas

sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit

ISPA.

Kader Kesehatan

1. Dilatih untuk bisa membedakan kasus-kasus (pneumoni berat dan

pnemoni) dan kasus-kasus bukan pneumoni.

2. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek

biasa (bukan pneumoni) pada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu

dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit ini (untuk hal ini

disediakan kartu kader dan kartu klinik).

3. Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus pilek (bukan

pneumoni) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional.

4. Atas pertimbangan dokter puskesmas, maka bagi kader-kader yang

terlatih dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus dengan

antibiotika kotrimoksazol.

II.11 Sarana Pembarantasan ISPA

Sarana untuk pemberantasan ISPA, dapat digunakan jenis logistik

untuk kegiatan pelatihan dan kegiatan komunikasi dan penyebaran

informasi terutama berupa:

1. Barang cetakan: poster, buku atau buku kecil, kartu kader, lembar

balik, flip chart, atau media cetak lainnya.

2. Alat peraga

3. Alat serta media elektronik : radio, televisi, tayangan video, film,

media eletronik lainnya tentang ISPA.8

15

Page 16: Penelitian Sekip selesai

Metoda tatap muka dengan penyampaian pesan secara lisan dengan

tatap muka dianggap efektif, misalnya pada saat ibu berkonsultasi pada

tenaga kesehatan, pada saat ibu berkonsultasi pada kader posyandu,

melalui penyuluhan kelompok, ceramah, pelatihan atau seminar.

II.12 Anggaran ISPA

Salah satu langkah dalam menerapkan kebijaksanaan Program P2

ISPA pada pelita VI ditempuh langkah-langkah yang salah satunya

mengupayakan pengadaan dana untuk mendukung pelaksanaan Program

P2 ISPA. Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita dari sumber

Pemerintah Pusat (APBN). Pemerintah Daerah (APBD I dan APBD II),

dana masyarakat termasuk dunia usaha, dana kerjasama Pemerintah RI

dengan organisasi internsional dan dana bantuan luar negeri.7

II.13 Alat-Alat Diagnosa ISPA

Pendekatan yang berkaitan dengan program pemberantasan ISPA

yaitu semua jenis, logistik program dan media penyuluhan. Selain

pengadaan dan distribusi obat, peralatan seperti stetoskop, alat bantu

hitung pernapasan, peralatan untuk pemeriksaan laboratorium penunjang

perlu diperhitungkan.

Pengadaan dan distribusi logistik program P2 ISPA ditujukan

untuk menunjang berbagai kegiatan program P2 ISPA. Pada

kenyataannya logistik program P2 ISPA terutama dimaksudkan untuk

menunjang kegiatan penemuan dan tatalaksana pasien pnemoni pasien,

kegiatan pelatihan, kegiatan komunikasi, dan penyebaran informasi serta

kegiatan administrasi atau manajemen. Untuk pelaksanaan kegiatan

penemuan dan tatalaksana pasien ini tersedia obat dan alat bantu hitung

frekuensi napas (timer) merupakan hal yang sangat penting.

16

Page 17: Penelitian Sekip selesai

BAB III

GAMBARAN UMUM PUSKESMAS SEKIP

III.1 Gambaran Umum Puskesmas Sekip

III.1.1 Sejarah Berdirinya Puskesmas Sekip

Puskesmas Sekip awalnya berdiri pada tahun 1962 yang masih

merupakan KIA, berlokasi di Jl. Madang RT 39. Kemudian tahun 1964

pindah ke daerah Sekip Ujung dan pelayanan pun bertambah menjadi

Balai Pengobatan (BP) dan KIA. Seiring perkembangannya, berubah

menjadi Pustu dengan menginduk ke Puskesmas Dempo. Selanjutnya

berubah menginduk ke Puskesmas Basuki Rahmat.

Tahun 1983, barulah menjadi Induk Pimpinan Sekip tersendiri.

Berkembang dengan memiliki Pustu Kebon Semai (tahun 1983), Pustu

IAIN (Tahun 1985), dan Pustu Cambai Agung (1993). Sejak tahun 2003,

Puskesmas Sekip pun dipercaya sebagai Puskesmas Swakelola

berdasarkan SK Walikota No 22 Tahun 2003.

III.1.2 Sejarah Pemegang Jabatan

1. Bidan Labuyar (1962-1981)

2. dr. Amri, AK (1981-1983)

3. dr. Murdiati (1983-1987)

4. dr. Hj. Rimbawati (1987-1999)

5. dr. Hj. Mariatul Fadilah (1999-2001)

6. dr. Winata (2001-2009)

7. dr. Hj. Mahyunis Mahmoeddin (2009-sekarang)

III.1.3 Letak Geografis

Puskesmas Sekip Palembang terletak di wilayah Kelurahan 20 Ilir

D II Kecamatan Kemuning Kota Palembang dengan luas wilayah 674.3

17

Page 18: Penelitian Sekip selesai

Ha. Letaknya sangat strategis di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau

oleh masyarakat umum baik dengan kendaraan umum maupun pribadi.

Geografi wilayah kerja Puskesmas Sekip sebagian besar terdiri dari

daerah daratan dan sebagian kecil di pinggir sungai dan rawa, Batas

wilayah kerja meliputi:

Sebelah utara dengan Sungai Bendung

Sebelah selatan dengan Jl Mayor Ruslan

Sebelah barat dengan Jl Jendral Sudirman

Sebelah timur dengan Sungai Bendung 9 Ilir

III.1.4 Kependudukan

Tingkat pertumbuhan penduduk di suatu daerah dapat dilihat dari

angka pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk di wilayah kerja

Puskesmas Sekip 44.188 Jiwa dengan jumlah kepala keluarga 9888 KK.

III.1.5 Distribusi Penduduk

Distribusi penduduk wilayah kerja Puskesmas Sekip sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi penduduk wilayah kerja Puskesmas Sekip

No. Data Kelurahan20 Ilir D II Sekip Jaya Pahlawan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

KK

RT

RW

Penduduk laki-laki

Penduduk perempuan

Bayi

Balita

Bumil

Bulin

PUS

WUS

3.595

40

11

8287

8096

277

1277

363

364

2696

4165

3.530

38

11

7183

7240

383

1787

336

382

2191

4570

2.763

30

11

6816

6560

162

973

280

297

1923

3536

III.2 Fasilitas Pelayanan Kesehatan18

Page 19: Penelitian Sekip selesai

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, Puskesmas Sekip

memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut melalui enam program pokok

Puskesmas beserta dua program spesifik yang ditentukan berdasarkan

banyaknya permasalahan kesehatan masyarakat setempat serta tuntutan

dan kebutuhan masyarakat.

Enam Program Pokok Puskesmas tersebut adalah :

1. Promosi Kesehatan (Promkes)

2. Sanitasi (Kesehatan Lingkungan)

3. KIA / KB

4. Gizi

5. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P)

6. Pengobatan

Seluruh program kegiatan tersebut di dalam gedung difasilitasi

dengan adanya ruang dan peralatan yang memadai, program kerja, sumber

daya manusia yang selalu ditingkatkan kemampuannya dan protap-protap

sebagai standar pelayanannya.

1. Klinik Pelayanan Kesehatan Ibu (KIA/KB)

Kegiatan yang dilakukan di klinik ini meliputi pelayanan

kebidanan terhadap ibu hamil (Bumil), ibu bersalin (Bulin), ibu yang

telah bersalin (Bufas), dan ibu menyusui ( Busui).

Untuk kegiatan KB, Puskesmas Talang Ratu melayani kebutuhan

masyarakat dalam hai ini KB berupa IUD, Implant, Suntikan, Pil,

Kondom. Selain itu pemeriksaan tes kehamilan juga dilaksanakan.

2. Klinik Pelayanan Kesehatan Umum (BP Umum)

Klinik ini melayani pengobatan umum bagi pasien umum

dewasa/anak-anak yang usianya diatas lima tahun. Selayaknya

pelayanan kesehatan bagi balita ditempatkan tersendiri.

Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang dokter umum

yang dibantu oleh tiga orang perawat terlatih.

3. Klinik Pelayanan Kesehatan Gigi (BP Gigi)

19

Page 20: Penelitian Sekip selesai

Klinik ini melayani pengobatan dan gigi bagi seluruh lapisan

masyarakat yang membutuhkannya terutama pengobatan dasar seperti

pencabutan dan penambalan gigi.

Dalam pelaksanaannya klinik ini dilayani oleh seorang dokter gigi

dan dibantu oleh dua orang perawat gigi yang berpengalaman.

4. Klinik Gilingan Mas

Klinik ini melayani :

a. Konsultasi Gizi

Melayani konsultasi gizi masyarakat dan gizi perorangan,

baik di dalam maupun di luar gedung.

Dilaksanakan oleh seorang petugas gizi (SPAG), setiap

hari.

b. Imunisasi

Melayani imunisasi BCG, DPT Combo, Hepatitis, Campak,

TT Bumil/Caten.

Dilaksanakan setiap hari Rabu yang dilakukan oleh seorang

koordinator imunisasi (Korim) yang berpengalaman dan terlatih.

c. Konsultasi Kesehatan Lingkungan

Memberikan konsultasi mengenai kesehatan dan kebersihan

lingkungan rumah, jamban sehat, sarana air bersih, pemberantasan

sarang nyamuk (PSN).

Dilaksanakan oleh seorang sanitarian (SPPH) setiap hari,

baik di dalam maupun di luar gedung.

5. Laboratorium

Melayani pemeriksaan laboratorium sederhana seperti BTA

sputum. Khusus untuk pemeriksaan BTA sputum, di Puskesmas Sekip

setelah petugas memeriksa sputum pasien, pasien tidak langsung

mendapatkan hasilnya. Pembacaan hasilnya akan dikirim ke

Puskesmas Dempo karena alat yang dibutuhkan tidak tersedia.

Pelayanan dilakukan setiap hari kerja bagi pasien yang membutuhkan.

6. Klinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)

20

Page 21: Penelitian Sekip selesai

Klinik MTBS melayani pengobatan umum bagi yang usianya

dibawah lima tahun (Balita). Pada pelaksanaannya klinik ini dilayani

oleh dua orang bidan yang berpengalaman dan terlatih.

7. Ruang TU (Tata Usaha)

Ruang Tata Usaha merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan

setiap bagian atau setiap poli dalam Puskesmas Sekip. Semua

perencanaan dan pembuatan anggaran dilaksanakan di ruang Tata

Usaha. Semua arsip baik surat masuk maupun surat keluar dan data-

data dari setiap bagian disimpan di ruang tata usaha. Selain melayani

setiap bagian dari Puskesmas Sekip, ruangan ini juga digunakan

sebagai tempat untuk mengambil surat rujukan baik rujukan Askes,

Jamkesmas maupun Jamsoskes.

8. Pelayanan Kesehatan

Dilakukan pada perorangan ataupun berkelompok, baik

dilaksanakan di Puskesmas Sekip, sekolah ataupun tempat lain yang

membutuhkan.

Pelayanan ini akan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga penyuluh yang

menguasai materi yang dibahas.

9. Lain-lain

Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya,

Puskesmas Sekip melakukan kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya

adalah Posyandu Balita di 17 Posyandu, dan Posyandu Lansia ada dua

Posyandu, serta melakukan kunjungan ke rumah pasien bagi pasien-

pasien yang membutuhkannya.

III.3 Fasilitas Penunjang Pelayanan Kesehatan

Untuk menunjang keberhasilan Puskesmas Sekip dalam rangka

pelayanan kesehatan pada masyarakat, maka seluruh kegiatan harus

berpedoman pada Visi, Misi, dan Motto Puskesmas Sekip serta

pelaksanaannya harus berpedoman pada SOP (Standar Operasional

Pelayanan) yang telah dibakukan.

21

Page 22: Penelitian Sekip selesai

VISI

”Tercapainya Kecamatan Kemuning Sehat yang optimal tahun 2010 dengan

bertumpu pada pelayanan prima dan pemberdayaan masyarakat.”

MISI

Mewujudkan pelayanan prima yang sesuai dengan standar profesi kesehatan

dan berwawasan lingkungan.

Mewujudkan profesionalisme dan SDM.

Memanfaatkan profesi yang ada dengan kemitraan.

Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu prima untuk menuju

puskesmas swakelola.

MOTTO

Smile (senyum)

Look (lihat)

Listen (dengar)

Feel (rasakan)

BAB IV

METODE PENELITIAN

22

Page 23: Penelitian Sekip selesai

IV.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini hanya menyajikan distribusi penyakit ISPA

berdasarkan umur pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas Sekip

Palembang pada periode bulan Januari - Desember 2010.

IV.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Penelitian dilakukan di Puskesmas Sekip.

2. Waktu

Penelitian dilakukan dari tanggal 10 Januari- 30 Januari 2011.

IV.3 Sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien ISPA yang berobat

jalan di Puskesmas Sekip pada periode Januari - Desember 2011.

IV. 4 Metoda Penelitian

Data penelitian didapatkan dari data sekunder berupa data

kunjungan pasien ISPA yang datang berobat di Puskesmas Sekip pada

periode Januari - Desember 2010.

IV.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Umur

2. Variabel terikat : Penyakit ISPA

IV.6 Definisi Operasional

23

Page 24: Penelitian Sekip selesai

1. Umur adalah umur pasien seperti yang tercatat pada daftar

kunjungan pasien ISPA yang datang berobat di Puskesmas Sekip

Palembang pada periode Januari - Desember 2010.

2. ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang

ditandai dengan batuk, kesulitan bernafas, nyeri tenggorokan, pilek,

dan demam.

IV.7 Penyajian dan Analisis Data

Data penelitian akan diolah secara manual menggunakan master

tabel. Penyajian data penelitian adalah dalam bentuk tabulasi distribusi dan

tampilan grafik yang disertai dengan narasi.

24

Page 25: Penelitian Sekip selesai

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan Deklarasi Alma Ata (September 1978), salah satu unsur

pelayanan kesehatan dasar adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit

endemik setempat, di mana peranan masyarakat yaitu mengamati atau melaporkan

penyakit menular dan juga mengorganisasi masyarakat untuk memberantas

penyakit tersebut. Sedangkan peranan pemerintah adalah memberikan pelayanan

pengobatan, penyuluhan, pendidikan, dan latihan serta menyediakan obat-obatan,

biaya, dan tenaga teknis.

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau

dikenal sebagai Acute Respiratory Infections (ARI). Penyebab ISPA dapat berupa

bakteri maupun virus. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran

pernafasan, dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke

dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala

penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli,

beserta organ adneksa lainnya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan

pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran

pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru), dan organ adneksa

saluran pernafasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung

sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari

suatu penyakit. Penyakit yang termasuk ISPA antara lain: batuk pilek biasa

(common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.

Secara rinci, distribusi kejadian ISPA berdasarkan kategori usia di

Puskesmas Sekip periode Januari – Oktober 2010 dapat dilihat pada tabel berikut:

25

Page 26: Penelitian Sekip selesai

Tabel 2. Data kunjungan penderita ISPA menurut umur di Puskesmas

Sekip periode Januari – Oktober 2010

BULAN 1 BULAN-

1 TAHUN

1-4 TAHU

N

≥5 TAHUN JUMLAH

Januari 99 263 750 1112

Februari 108 186 795 1089

Maret 81 190 792 1063

April 104 189 555 848

Mei 83 134 728 945

Juni 63 104 669 836

Juli 57 129 712 898

Agustus 79 266 113 458

September 83 113 763 959

Oktober 78 207 696 981

November 69 192 653 914

Desember 86 210 825 1121

JUMLAH 990 2183 8051 11224

Dari tabel di atas didapatkan hasil bahwa pada periode Januari – Desember

2010, jumlah penderita ISPA yang mencari pengobatan di Puskesmas Sekip

sebanyak 11.224 orang. Dari 11.224 jumlah kasus, 990 (8,82%) kasus terjadi

pada usia kurang dari satu tahun, 2183 (19,45%) pada usia 1-4 tahun serta 8051

(71,73%) pada usia lebih ≥ lima tahun.

26

Page 27: Penelitian Sekip selesai

Gambar 2. Grafik persentase penyakit ISPA berdasarkan usia

Dari data di atas terlihat bahwa terdapat kecendrungan penurunan jumlah

penderita ISPA yang mencari pengobatan di Puskesmas Sekip dari bulan Januari

hingga Agustus 2010, namun kembali mengalami peningkatan pada bulan

September hingga Desember 2010. Frekuensi terbanyak didapatkan pada usia

lebih dari lima tahun. Adanya penurunan kasus ISPA ini dapat memberikan

gambaran bahwa program pencegahan penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas

Sekip cukup berjalan dengan baik, namun masih harus ditingkatkan lagi karena

jumlahnya kembali meningkat.

Di Puskesmas Sekip penanganan penyakit ISPA dilakukan di Balai

Pengobatan dan di MTBS. Pemberantasan penyakit ISPA pada balita berpedoman

pada metode Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Selain itu juga dengan

memberikan penyuluhan di puskesmas dan di tempat posyandu sebagai program

pemberantasan penyakit ISPA. Sekalipun penyuluhan tersebut belum dilakukan

rutin dan tidak telalu efektif dalam proses pelaksanaannya. Hal ini sejalan dengan

ketetapan WHO yang sejak tahun 1998 memperkenalkan program pemberantasan

penyakit ISPA pada balita dan diadaptasi serta diterapkan sesuai dengan kondisi

di Indonesia sejak tahun 1990 yang lebih dikenal dengan Manajemen Terpadu

27

Page 28: Penelitian Sekip selesai

Balita Sakit (MTBS) pada penyakit ISPA yang meliputi pemeriksaan, klasifikasi

usia anak, petunjuk pengobatan dan tatalaksana.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan komponen terpenting yang

menentukan keberhasilan suatu sistem kerja. Di Puskesmas Sekip Palembang,

tenaga kesehatannya sudah memiliki kemampuan dalam penatalaksanaan ISPA.

Dimana peranan posyandu dan kader posyandu yaitu meningkatkan jangkaun

program P2 ISPA, melakukan tatalaksana P2 ISPA sesuai dengan yang

dikembangkan oleh WHO, melaksanakan komunikasi tatap muka dengan ibu

tentang tindakan yang perlu diambil jika seorang balita mendapatkan serangan

batuk dan atau kesukaran bernafas. Dokter di Puskesmas Sekip Palembang juga

membuat rencana aktivitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana

dan tenaga yang tersedia, melakukan supervisi dan memberikan bimbingan

penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis,

bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu yang

mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit serta tindakan

penunjang dirumah, melatih kader untuk bisa mengenal kasus serta dapat

menyuluh ibu-ibu perihal penyakit ini, memantau aktivitas pemberantasan dan

melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi

hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan

pelaporan serta pencapaian target. Paramedis pukesmas/pustu, melakukan

penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai dengan petunjuk yang ada,

konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu seperti

penderita dengan wheezing, stridor, bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter,

melatih kader, memberikan penyuluhan terutama kepada para ibu, melakukan

tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan puskesmas sehubungan dengan

pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA. Kader kesehatan dilatih

untuk bisa membedakan kasus-kasus (pnemonia berat dan pnemonia) dan kasus-

kasus bukan pnemonia, memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit

batuk pilek biasa (bukan pnemonia) pada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu

dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit ini (untuk hal ini disediakan

28

Page 29: Penelitian Sekip selesai

kartu kader dan kartu balik), memberikan pengobatan sederhana utuk kasus-kasus

batuk pilek (bukan pnemonia) dengan tablet Parasetamol dan obat batuk

tradisional.

Di Puskesmas Sekip Palembang sarana yang digunakan untuk kegiatan

pelatihan dan kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi berupa poster dan

Pamflet. Metode tatap muka yaitu penyampaian pesan secara lisan dengan tatap

muka misalnya pada saat ibu berkonsultasi pada tenaga kesehatan, pada saat ibu

berkonsultasi dengan kader posyandu, melalui penyuluhan kelompok, ceramah,

pelatihan ataus seminar juga selalu dilakukan.

29

Page 30: Penelitian Sekip selesai

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa terjadi

kecendrungan penurunan jumlah penderita ISPA yang mencari pengobatan

di Puskesmas Sekip dari bulan Januari hingga Agustus 2010, namun

kembali mengalami peningkatan pada bulan September hingga Desember

2010. Frekuensi terbanyak didapatkan pada usia lebih dari lima tahun.

VI.2 Saran

1. Dokter bersama dengan staf puskesmasnya diharapkan memberikan

penyuluhan di puskesmas kepada penderita dan ibu-ibu yang memiliki

anak balita mengenai penyebab penyakit ISPA, pengenalan tanda-

tanda penyakit serta tindakan penunjang dirumah.

2. Memberikan pelatihan kepada kader untuk bisa mengenali kasus ISPA

dan melatih mereka agar dapat memberikan peyuluhan kepada

penderita dan ibu-ibu perihal penyakit ISPA.

3. Memantau aktivitas pemberantasan dan melakukan evaluasi

keberhasilan pemberantasan penyakit ISPA, mendeteksi hambatan

yang ada serta menanggulanginya termasuk aktivitas pencatatan dan

pelaporan serta pencapaian target.

30

Page 31: Penelitian Sekip selesai

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonimous. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. 2 Desember 2004. http://www.penyakitmenular.info/pm/detil.asp?m=6&s=2&i=240

2. Anonimous. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. 7 Februari 2007. http://www.halalguide.info/content/view/826/38/

3. Anonimous. Infeksi Saluran Nafas Akut. http://www.id.wikipedia.org/wiki/infeksi_saluran_nafas_atas

4. Anonimous. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). http://www..dinkes-dki.go.id/penyakit.html

5. Anonimous. ISPA dan Pneumoni. . http://www.info-sehat.com/content.php?s_sid=797

6. Anonimous. Otonomi Daerah dan Investasi di Bidang Kesehatan Lingkungan. 20 Juli 2001. http://www.pusdiknakes.or.id/news/iptek.php3?id=3

7. Bachtiar, Adang, Kusdinar A, Yayuk H. Metodologi Penelitian Kesehatan. Program Pasca Sarjana Program Studi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: 2000.

8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid Ke-1. Proyek Peningkatan Upaya Kesehatan Propinsi Sumsel: 2003.

9. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Pedoman Program Pemberantasan Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: 2000.

10. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Bimbingan Ketrampilan dalam Tatalaksana Penderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Anak. Jakarta: 1993.

11. Silalahi, Levi. ISPA dan Pneumoni. 26 Maret 2004. http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/03/26/nrs,20040326-07,id.html

12. Wijono Djoko. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Airlangga University Press. Surabaya: 1997.

13. Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Pedoman Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita. Jakarta: 2001.

31