pendekatan dakwah kultural didik eko ii

21
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh...

Upload: didik-eko-ii

Post on 20-Jul-2015

1.090 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Assalamu’alaikum

wa Rahmatullahi wa

Barakaatuh...

PENDEKATAN DAKWAH

KULTURAL

Oleh:

Indra Setiawan (121489)

M. Nur Aziz (121488)

M. Miftahul Huda (121491)

Agus Priyanto (121486)

Mubalighin (121493)

Galih Angga Permana (121490)

Pengertian Pendekatan Dakwah

Kultural

Pendekatan dakwah kultural berasal dari tiga kata, yaitu pendekatan, dakwah dan kultural. Dalam

kamus bahasa Indonesia, pendekatan adalah cara, langkah-langkah, dan sebagainya yang diambil

untuk melaksanakan tugas dalam mengatasi masalah. Dakwah derasal dari bahasa arab yang

berarti mengajak, menyeru, memanggil, dan mengundang. Sedangkan kultural berarti

berdasarkan budaya dan kebudayaan.

Kebudayaan menurut Sidi

GazalbaKebudayaan tak mungkin lepas dari masyarakat.

Kenapa? Karena kebudayaan adalah cara dan manifestasi kehidupan makhluk manusia. Ia adalah

produk dari manusia. Manusia tidak sebagai individu, tetapi sebagai kelompok. Apabila makhluk

manusia tidak hidup berkelompok-kelompok membentuk masyarakat, kebudayaan tidak terwujud. Karena itulah ada orang yang menyebut masyarakat

sebagai wadah kebudayaan. Tanpa wadah, kebudayaan itu tidak tertampung. Dengan perkataan

lain, tidak terbentuk.

Kebudayaan menurut Taylor

Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban,

mengandung pengertian yang luas, meliputi

pemahaman perasaan suatu bangsa yang

kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan,

seni, morak, hukum, adat istiadat (kebiasaan),

dan pembawaan lainnya yang di peroleh dari

anggota masyarakat.

Kebudayaan menurut Djoko

Widagdho

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia

untuk memenuhi kehidupannya dengan cara

belajar, yang semuanya tersusun dalam

kehidupan masyarakat.

Contoh Dakwah KulturalWali Songo dan Dakwah Islam, Dalam menyiarkan

Islam, Wali Songo tidak hanya akrab dengan masyarakat umum, tetapi juga dengan penguasa

kerajaan. Ketika menyiarkan Islam, mereka menggunakan berbagai bentuk kesenian tradisional masyarakat setempat. Mereka menyisipkan nilai-

nilai Islam ke dalam kesenian tersebut. Karena itu, upaya mereka terasa tidak asing dan sangat

komunikatif bagi masyarakat setempat. Usaha ini membuahkan hasil, tidak hanya mengembangkan agama Islam, tetapi juga memperkaya kandungan

budaya Islam.

1. Sunan Gresik

Syiekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan

Gresik. Sunan Gresik merupakan pelopor

penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia berdakwah

secara intensif dan bijaksana. Ia mampu

beradaptasi dengan masyarakat setempat.

Upayanya untuk menghilangkan sistem kasta

pada masyarakat pada masa itu merupakan

dakwahnya.

2. Sunan Ampel

Sunan Ampel, Ia memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampal Denta (dekat Surabaya). Oleh karena itu, ia dikenal sebagai

pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Ia dikenal dengan Wali yang tidak setuju terhadap

adat-istiadat masyarakat Jawa pada masa itu. Misalnya, kebiasaan mengadakan sesaji dan

selamatan. Namun para wali lain berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan segera.

Mereka mengusulkan agar adat-istiadat semacam itu lebih baik diberi warna islami.

Ajaran Sunan Ampel yang terkenal adalah

“Falsafah Moh Limo” atau “Tidak Mau

Melakukan Lima Hal”.

– Moh Main atau Tidak mau berjudi.

– Moh Ngombe atau Tidak minum-

minuman keras (mabuk-mabukan)

– Moh Maling atau Tidak mencuri.

– Moh Madat atau tidak mau menghisap

candu, ganja, dan lain sebagainya.

– Moh Madon atau Tidak berzina.

3. Sunan Giri

Sunan Giri, Nama aslinya adalah Raden Paku.

Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri.

Dari sinilah Ia banyak mengirim juru dakwah ke

berbagai tempat. Seperti di Bawean, Lombok,

Ternate, Tidore bahkan di Maluku.

4. Sunan Bonang

Sunan Bonang, Cara menyebarkan ajaran islam

ialah menyesuaikan diri dengan corak

kebudayaan masyarakat Jawa yang

menggemari Wayang dan Musik Gamelan.

Untuk itu, menciptakan gendang-gending yang

memiliki corak keislaman. Sunan Bonang yang

memiliki nama asli Syiekh Maulana Makdum

Ibrahim.

5. Sunan Kali Jaga

Sunan Kalijaga, Ia dikenal sebagai budayawan dan seniman. Nama aslinya adalah Raden Said. Ia

menciptakan anaka cerita wayang yang bernafaskan islami. Ia juga menciptakan wayang kulit dan wayang beber. Dan ia juga pencipta dari

lagu daerah Jawa yang berjudul Lir-Ilir. Ia mendapat gelar Sunan Kali Jaga karena Ia sempat

disuruh menjaga sungai (bertapa) selama tiga tahun. Ia juga menciptakan berbagai macam alat musik seperti Gamelan dan Bedug untuk media

dakwahnya.

6. Sunan Kudus

Sunan Kudus, Untuk menyebarankan islam, Sunan Kudus membangun sebuah masjid di daerah Loran pada tahun 1549 M. Masjid itu diberi nama Masjid Al-Aqsa atau

Al-Manar. Wilayah di sekitarnya disebut Kudus, merupakan nama yang diambil dari nama Kota

al-Quds (Yarusalem) di Palestina, yang pernah ia kunjungi. Masjid itu kemudian dikenal dengan nama Masjid Menara Kudus karena di sampingnya terdapat

menara. Sunan Kudus atau Ja‟far sadiq digelari wali al-„ilmi (orang berilmu luas). Karena memiliki keahlian

khusus dalam bidang agama. Karena keahliannya itu, ia banyak didatangi para penuntut ilmu dari berbagai

wilayah.

7. Sunan Drajad

Sunan Drajad, Nama aslinya adalah Raden

Qosim. Raden Qosim disebut dengan seorang

wali yang hidupnya paling bersahaja,

walaupun dalam urusan dunia ia juga sangat

rajin mencari rezki.

Adapun ajaran Sunan Drajad

yang terkenal adalah:

Menehono teken marang wong kang wuto.

Menehono ngiyup marang wong kang kudanan.

Menehono mangan marang wong kang luwe.

Menehono busono marang wong kang mudo.

Terjemahannya sebagai berikut:

Berikanlah tongkat pada orang buta.

Berikanlah tempat berteduh pada orang yang kehujanan.

Berikanlah makanan pada orang yang lapar.

Berikanlah pakaian pada orang yang telanjang.

8. Sunan Muria

Sunan Muria, Nama aslinya adalah Raden Umar

Syaid. Ia dikenal sebagai seorang anggota Wali

Songo yang mempertahankan kesenian

Gamelan sebagai media dakwah yang ampuh

untuk merangkul masyarakat Jawa. Selain

dengan kesenian, ia juga berdakwah dengan

cara memadukan adat setempat dengan warna

islami.

Adapun adat setempat yang dipadukan oleh Sunan Muria dengan warna islami adalah

sebagai berikut:

• Selamatan ngesur tanah (kenduren setelah ngubur nayat)

• Nelung dinani (kenduren setelah 3 hari mengubur mayat)

• Mitung dinani (kenduren setelah 7 hari ngubur mayat)

• Matang puluh, nyatus dino, Mendhak pisan, mendhak

pindo, dan nyewu.

9. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati, Nama aslinya adalah Syarif Hidayatullah. Istrinya yang pertama adalah Nyai Babadan [1471]. Dia adalah putri dari Ki Gedeng

Babadan. Perkawinannya dengan Nyai Babadan ini tidak dikaruniai seorang anak pun, lalu ia kawin lagi

dengan Nyai Kawungten [1475], adik dari Bupati Banten. Ia sempat menikah dengan Syarifah Baghdad,

yang merupakan adik dari Syiekh Abdurrahman. Namun dari sekian banyak istrinya, Sunan Gunung Jati pernah menikah dengan putri cantik dari daratan Cina, Ong Tien [1479], ia pergi ke Cina. Di sana ia membuka

pengobatan sambil berdakwah. Dan mendapat gelar Maulana Insanul Kamil.

Daftar Pustaka:

1. Gazalba, Sidi. 1967. Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Pustaka

Antara.

2. Gazalba, Sidi. 1978. Asas Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

3. Partanto, Pius A dan M Dahlan Al Barry. 2001. Kamus Ilmiah Popular.

Surabaya: Arkola.

4. Rahimsyah, M. 2009. Sejarah Wali 9. Tuban: Yayasan Amanah.

5. Salim, Peter dan Yenny Peter. 1995. Kamus Bahasa Indonesia

Kotemporer. Jakarta: Modern English Pers.

6. Soelaeman, Munandar. 2010. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar.

Bandung: PT. Refika Aditama.

7. Wahyudi, Asnan dan Abu Khalid. 2001. Kisah Wali Songo. Surabaya:

Karya Ilmu.

8. Widagdho, Djoko. 2008. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.

Semoga Bermanfaat....

Wassalamu’alaikum

wa Rahmatullahi wa

Barakaatuh...