pendahuluan psi timur
TRANSCRIPT
TUGAS PSIKOLOGI KEPRIBADIAN II
MAKALAH PSIKOLOGI TIMUR
Oleh :
Abdul Rasyid H. 1511410046
Diyan Wijayanti 1511410047
Alfi Cahyaningtyas 1511410064
Dian Rindang T. 1511410071
Erwin Nurmilati H. 1511410074
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
PSIKOLOGI TIMUR
1. PENDAHULUAN
Salah satu sumber yang sangat kaya dari psikologi yang dirumuskan dengan
baik adalah agama-agama Timur. Agak berbeda dengan ide-ide yang aneh dalam
kosmologi dan dogma kepercayaan-kepercayaan, kebanyakan agama besar di Asia
berintikan psikologi yang kurang diketahui oleh massa penganut kepercayaan tersebut
tetapi sangat dikenal oleh para “profesional” masing-masing, entah para yogi, rahib,
atau pendeta. Inilah psikologi praktis yang dipraktekan oleh para praktisi yang paling
setia untuk melatih budi dan hati mereka.
Pengaruh penting Psikologi Timur terhadap sejarah perkembangan Psikologi
secara umum dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pemikiran, tradisi intelektual dan religius Daerah Timur yang
terkadang lebih kompleks dan bervariasi daripada Dunia Barat,
membawa kemajuan yang baru bagi perkembangan intelektual,
yang kemudian diwujudkan dengan penemuan-penemuan kembali
tulisan-tulisan kuno oleh ilmuwan-ilmuwan Daerah Timur.
2. Ketertarikan terhadap filsuf-filsuf kuno maupun modern dari Asia
dan sistem kepercayaannya, hingga sekarang semakin memperluas
dan mempertanyakan asumsi-asumsi di balik studi tentang human
process
2. PENDEKATAN PSIKOLOGI TIMUR
Pendekatan psikologi-psikologi Asia didasarkan pada introspeksi dan
pemeriksaan diri sendiri yang menuntut banyak energi, berbeda dengan psikologi-
psikologi Barat yang lebih bersandar pada observasi tingkah laku. Setiap kutipan oleh
Gardner dan Louis Murphy (1968) dari kitab-kitab suci Asia, memberikan semacam
wawasan psikologis, baik suatu pandangan tentang bagaimana jiwa bekerja, suatu
teori kepribadian, ataupun suatu model motivasi. Kendati mengakui adanya
perbedaan-perbedaan diantara psikologi-psikologi Asia tersebut, namun Gardner dan
Louis Murphy (1968) menyimpulkan bahwa psikologi-psikologi itu pada hakikatnya
merupakan suatu reaksi terhadap kehidupan yang dilihat sebagai penuh dengan
penderitaan dan kekecewaan. Cara umum untuk mengatasi penderitaan yang
dianjurkan oleh psikologi-psikologi ini adalah disiplin dan kontrol diri, yang dapat
memberikan kepada orang yang mengupayakannya “suatu perasaan ekstase yang tak
terbatas dan hanya dapat ditemukan dalam diri yang bebas dari pamrih-pamrih
pribadi”. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, minat psikologis di Timur dan Barat
“berpadu dengan sangat cepat”
Sebagaimana terdapat banyak teori kepribadian di lingkungan peradaban
Barat, begitu pula terdapat banyak psikologi Timur. Kendati terdapat perbedaan besat
dalam hal kepercayaan dan pandangan tentang dunia di antara agama-agama yang
mengandung psikologi Timur, namun psikologi itu sendiri tidak terlalu berbeda. Salah
satu persamaannya adalah dalam hal penggunaan metode fenomenologis : semuanya
berusaha menggambarkan kodrat pengalaman langsung sang pribadi. Beberapa di
antara sistem-sistem ini berkisar pada teknik-teknik meditasi yang memungkinkan
orang semata-mata meneliti arus kesadarannya sendiri, dengan memberinya sejenis
jendela yang netral atas aliran pengalamannya. Selanjutnya, semua psikologi ini
mengeluhkan tentang manusia sebagaimana adanya, dan mempostulasikan suatu cara
berada ideal yang dapat dicapai oleh orang yang tekun mencarinya. Jalan untuk
transformasi ini selalu melalui suatu perubahan yang menyeluruh dalam kepribadian
seseorang, sehingga kualitas-kualitas ideal ini dapat menjadi sifat-sifat yang tepat.
Akhirnya, semua psikologi Timur mengakui bahwa jalan utama ke arah transformasi
diri ini adalah meditasi.
Di antara para teoritikus kepribadian moden, C.G. Jung ialah salah satu orang
yang paling tahu mengenai psikologi timur. Jung mengemukakan hal yang bagi ilmu
pengetahuan positivistis lewat analisisnya yang ekstensif mengenai agama-agama
timur. Selain lewat Jung psikologi-psikologi Timur telah menyerbu dunia Barat
melalui pengaruh mereka pada teoritikus seperti Angyal dan Maslow yang
berpandangan holistik, tokoh-tokoh humanis Buber dan Fromm, tokoh eksistensialis
Bass, dan gelombang baru “para psikolog transpersonal” .
3. TOKOH – TOKOH PSIKOLOGI TIMUR
a) Alan Watts
Alan Watts dalam ”Psychotherapy East and West” (1961) mengakui
bahwa apa yang disebutnya “cara-cara pembebasan Timur” adalah mirip
dengan psikoterapi Barat, yakni bahwa keduanya bertujuan mengubah
perasaan-perasaan orang terhadap dirinya sendiri serta hubungannya dengan
orang-orang lain dan dunia alam. Sebagian besar terpai-terapi Barat
menangani orangorang yang mengalami gangguan; sedangkan disiplin-disiplin
Timur menangani orang-orang yang normal dan memilih penyesuaian sosial
yang baik. Meskipun demikian, Watts melihat bahwa tujuan dari cara-cara
pembebasan itu cocok dengan tujuan terapeutik sejumlah teoritikus,
khususnya individuasi dari Jung,aktualisasi diri dari Maslow, otonomi
fungsional dari Allport, dan diri yang kreatif dari Adler. Ornstein menjelaskan
bahwa psikologi Barat, tidak memberi apresiasi pada Zen Budhaisme, Yoga,
Kristiani, dan Sufisme. Bahkan mengabaikan dan menganggapnya patologis.
Pernyataan Sutich (1969) :
“psikologi Transpersonal adalah nama yang diberikan untuk suatu Mahzab
yang tengah bangkit dalam bidang psikologi oleh suatu kelompok… yang
tertarik pada kapasitas-kapasitas dan potensipotensi dasar pada manusia
yang tidak mendapatkan tempat sistematik dalam… teori behavioristik
(“mahzab pertama”), teori psikoanalistik klasik (“mahzab kedua”), atau
psikologi humanistik (“mahzab ketiga”). Kemudian Psikologi Transpersonal
yang tengah timbul ini (“mahzab keempat”) secara khusus berbicara
mengenai… nilai-nilai dasar, kesadaran yang mempersatukan, pengalaman-
pengalaman puncak, ekstase, pengalaman mistik, perasaan terpersona, ada,
aktualisasi diri, hakikat, kebahagiaan, keajaiban, arti dasar, transpendensi
diri, roh, ketunggalan, kesadaran kosmik… dan konsep-konsep,
pengalamanpengalaman, serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan.
Karena para psikolog yang berorientasi transpersonal ini mengurusi
gejala-gejala semacam perasaan “terpersona” dan “kesadaran yang
mempersatukan”, maka mereka seringkali meminta bimbingan psikologi
Timur, seperti yang dilakukan R.M Bucke seabad lalu. Salah satu hal yang
oleh sejumlah orang dilihat sebagai kekurangan psikologi Barat dibandingkan
dengan psikologi Timur adalah bahwa mereka kurang menyinggung soal
aspiriasiaspirasi rohani atau kehidupan religius pada manusia. Charles Tart,
seorang peneliti penting tentang keadaan-keadaan di luar kesadaran,
menyunting suatu kumpulan rintisan teori-teori Timur ini dalam
Transpersonal psychologies.
Tart mengamati bahwa psikologi-psikologi Timur tidak memakai
asumsi-asumsi yang digunakan oleh teori-teori Barat, dan karenanya tidak
terbentur pada keterbatasan yang sama : Psikologi Barat ortodoks telah
memperlakukan secara buruk segi kodrat manusia, memilih mengabaikan
eksistensinya atau memberinya label patologis. Padahal banyak penderitaan
di zaman kita ini timbul dari kekosongan rohani. Kebudayaan kita, psikologi
kita, telah mengesampingkan kodrat rohani manusia, tetapi kerugian dan
penindasan yang dilakukan ini adalah sedemikian besar. Apabila kita ingin
menemukan diri kita, sisi rohani kita, maka mutlak kita harus berpaling pada
psikolog-psikolog yang telah menggarapnya.
b) Robert Ornstein
Robert Ornstein, mempunyai minat terhadap psikologi timur
merupakan hasil perkembangan dari penelitiannya tentang fungsi – fungsi
berbeda dari masing-masing belahan otak. Ia juga mencatat bahwa
kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Barat lebih menyukai cara pengetahuan
belahan kiri dengan akibat merugikan perkembangan belahan kanan.
Seseorang yang dapat memanfaatkan kedua cara tersebut akan sanggup
berfungsi secara lengkap.
c) Abhidhamma : Teori Kepribadian Timur
Berkembang di India, 15 Abad yang lalu atau lebih, tetapi sampai kini
para penganut Buddhis masih menerapkannya dalam berbagai bentuk sebagai
suatu penuntun olah pikir. Teori psikologi ini diturunkan langsung dari
wawasan Budha Gautama dalam abad V sebelum Masehi. Ajaran-ajaran
Buddha sendiri telah dipoles dan berkembang berbagai cabang, ajaran, aliran
Buddhisme, lewat suatu proses perkembanan yang sama seperti, misalnya,
pemikiran Freud berkembang ke dalam aliran-aliran psikoanalisis yang
berbeda-beda. Sama seperti psikologi timur lainnya, Abhidhamma
mengajarkan suatu tipe ideal kepribadian sempurna yang dijadikan kiblat
analisisnya tentang oleh pikir. Apa yang kita maksudkan dengan kata
“kepribadian” sangat serupa dengan konsep atta, atau diri (self) dalam
Abhidhamma. Bedanya, menurut asumsi dasar
Abhidhamma tidak ada diri yang benar-benar kekal, yang ada hanyalah
sekumpulan proses impersonal yang timbul dan menghilang. Yang tampak
sebagian kepribadian terbentuk dari perpaduan antara proses-proses
impersonal ini. Apa yang kelihatan sebagai “diri” tidak lain adalah jumlah
keseluruhan dari bagian-bagian tubuh, yakni pikiran,pengindraan, hawa nafsu,
ingatan, dan sebagainya.
Satu-satunya benang yang berkesinambungan dalam jiwa adalah
bhava, yakni kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu. Menurut
Abhidamma, kepribadian manusia sama seperti sungai yang memiliki bentuk
yang tetap, seolah-olah satu identitas, walaupun tidak setetes air pun tidak
berubah seperti pada momen sebelumnya. Dalam pandangan ini “tidak ada
aktor terlepas dari aksi, tidak ada orang yang mengamati terlepas dari persepsi,
tidak ada subjek sadar dibalik kesadaran” (Van Agung, 1972). Keadaan-
keadaan jiwa seseorang selalu berubah dari momen ke momen; perubahan itu
terjadi sangat cepat. Metode dasar yang dipakai Abhidhamma untuk meneliti
perubahan sangat banyak dalam jiwa adalah instropeksi, yakni suatu observasi
teliti sistematis yang dilakukan seseorang terhadap pengalamannya sendiri.
Dalam Abhidhamma, selain objek-objek pancaindera, terdapat juga pikiran-
pikiran; maksudnya, sang jiwa yang berpikir itu sendiri dianggap sebagai
indera ke enam.
Sistem Abhidhamma menemukan 53 kategori kejiwaan yang
dimaksud; dalam cabang-cabang Budhisme lainnya kategori tersebut bisa
mencapai 175 buah. Dalam setiap keadaaan jiwa hanya sebagian kecil dari
kumpulan faktor tersebut hadir. Keadaan-keadaan jiwa muncul dan hilang
secara teratur dan mengikuti hukum tertentu. Seperti dalam psikologi Barat,
teoritikus Abhidhamma yakin bahwa setiap keadaan jiwa sebagian berasal dari
pengaruh biologis dan pengaruh situasi, disamping pemindahan pengaruh dari
peristiwa psikologis sebelumnya.
Tabel 1 : Faktor-faktor Jiwa yang tidak sehat dan yang sehat
d) Psikologi Transpersonal
Secara harafiah kata transpersonal berasal dari kata trans yang artinya
melewati, dan kata personal yang artinya pribadi. Transpersonal dalam banyak
literatur berarti melewati atau melalui “topeng”, dengan kata lain melewati
tingkat personal. Psikologi transpersonal berdiri pada pertemuan antara
psikologi modern dengan spiritualisme. Selain itu psikologi transpersonal
dianggap sebagai kekuatan keempat setelah psikoanalisa, Behaviorisme, dan
Humanistik.
Sementara dengan makin berkembangnya psikologi transpersonal,
spiritualisme baik dari filsafat timur maupun dari agama-agama monoteisme
mulai menarik untuk dikaji. Sedangkan menurut Friedman & Pappas(2006)
berpendapat bahwa psikologi transpesonal dibangun dari perspektif psikologis
yang berbeda, yang pada umumnya memandang psikologi sebagai suatu yang
berguna namun tidak lengkap dan terbatas. Bahkan termasuk pulan
pendekatan psikologi yang lain, seperti kearifan beragam budaya berkaitan
dengan psikopatologi dan kesehatan mental, serta beragam keadaan kesadaran
(state of consciousness). Psikologi traspersonal bukanlah seperangkat
kepercayaan, dogma atau agama, namun merupakan suatu upaya untuk
membawa tingkatan pengalaman manusia sepenuhnya menuju wacana dalam
psikologi.
Dalam psikologi transpersonal, sebagaimana pendekatan psikologis
lainnya, pemisahan terhadap self dipandang sebagai suatu hasil dari sejarah
pribadi dan dicirikan oleh suatu kemandirian dan pemisahan dari hal-hal yang
mengelilinginya. Pendekatan transpersonal berbeda dengan
pendekatanpendekatan yang lain, yang pada umumnya hanya menjelaskan
keadaan-keadaan transedensi diri yang sempit. Transedensi diri (self
transedence) dalam psikologi transpersonal mengacu pada keadaan kesadaran
(states of consciousness) dimana self berkembang melewati batas-batas wajar,
identifikasi-identifikasi,dan citra diri dari kepribadian individu serta
merefleksikan suatu koneksi fundamental, harmoni, atau kesatuan dengan
orang lain dan dunia (Walsh dan Vaughan, 1993 dalam Prabowo, 2007).
Dalam perkembangannya, psikologi trans-personal telah banyak
mempengaruhi psikologi pada umumnya. Jika pada era 1990an, psikologi
didominasi oleh definisi sebagai “ilmu tentang perilaku manusia”, maka pada
era 2000an telah berkembang menjadi “ilmu tentang pikiran dan perilaku
manusia”. Gerakan baru dalam psikologi yang dikenal dengan “psikologi
positif” diduga juga dipengaruhi oleh psikologi traspersonal. Konsep flow
yang dikembangkan oleh Mihaly Csikszentmihalyi merupakan fenomena
meditasi yang menjadi salah satu topik yang paling populer dalam psikologi
transpersonal.
Psikologi transpersonal menguji beberapa konsep, yang beberapa di
antaranya adalah (Walsh&Vaughan, 1993 dalam Prabowo, 2007) pengalaman
puncak, self-transcendence, optimal mental health, spiritual emergence,
developmental spectrum, dan meditasi. Sementara menurut Daniels (dalam
Prabowo, 2007) di antara topik-topik yang pada saat ini menjadi eksplorasi
dari para psikolog transpersonal terdapat paling tidak 27 hal seperti tabel 2.
Tabel 2 : Topik-topik transpersonal
DAFTAR PUSTAKA
Calvin S. Hall,Gardner Lindsay. Teori-teori Holistik(Organismik-Fenomenologi.
www.psychemate.blogspot.com