pendahuluan latar belakang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. berdasarkan data tahun 1999,...

15
PENDAHULUAN Latar Belakang Potensi Mangrove di Indonesia Wilayah Indonesia terdiri atas 17.508 pulau dan memiliki panjang garis pantai sekitar 81.000 KM, merupakan negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 4,25 juta ha. Sebagian besar terdapat di Irian Jaya terdapat 69% dari jumlah total, Sumatra 16%, dan Kalimantan 9% (Abdullah et al., 1990 dalam Purnobasuki H.,2006). Gambar 1. Persebaran Karang, Mangrove dan Rumput Laut di Dunia (Sumber: http://maps.grida.no/go/graphic/distribution_of_coral_mangrove_and_seagrass_diversity ) Peranan Mangrove di Indonesia sebagai Green Belt Potensi mangrove yang dimiliki oleh Indonesia ini memiliki peranan penting dalam menjaga kestabilan kehidupan ekosistem disekitar mangrove. Selain itu, Mazda dan Wolanski (1997) serta Mazda dan Magi (1997) menjelaskan bahwa vegetasi mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang tsunami dengan cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove Sehingga, dengan potensi hutan mangrove terluas di dunia ini, kondisi hutan pantai di Indonesia cenderung relatif lebih baik dikarenakan rumpun mangrove ini dapat mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari gelombang tsunami (green belt) Tingginya Angka Pengrusakan Mangrove Namun sayangnya, begitu pentingnya peranan mangrove yang merupakan aset ekosistem potensial di Indonesia tidak diimbangi oleh upaya penting tindakan budidaya yang dilakukan secara berkala oleh manusia. Yang terjadi malah sebaliknya, manusia mulai bertindak sembrono dengan melakukan proses penebangan terhadap hutan mangrove yang presentasenya kerusakannya

Upload: phungthien

Post on 02-May-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi Mangrove di Indonesia

Wilayah Indonesia terdiri atas 17.508 pulau dan memiliki panjang garis

pantai sekitar 81.000 KM, merupakan negara yang memiliki hutan mangrove

terluas di dunia. Luas hutan mangrove di Indonesia mencapai 4,25 juta ha.

Sebagian besar terdapat di Irian Jaya terdapat 69% dari jumlah total, Sumatra

16%, dan Kalimantan 9% (Abdullah et al., 1990 dalam Purnobasuki H.,2006).

Gambar 1. Persebaran Karang, Mangrove dan Rumput Laut di Dunia (Sumber: http://maps.grida.no/go/graphic/distribution_of_coral_mangrove_and_seagrass_diversity)

Peranan Mangrove di Indonesia sebagai Green Belt

Potensi mangrove yang dimiliki oleh Indonesia ini memiliki peranan penting

dalam menjaga kestabilan kehidupan ekosistem disekitar mangrove. Selain itu,

Mazda dan Wolanski (1997) serta Mazda dan Magi (1997) menjelaskan bahwa

vegetasi mangrove, terutama perakarannya dapat meredam energi gelombang

tsunami dengan cara menurunkan tinggi gelombang saat melalui mangrove

Sehingga, dengan potensi hutan mangrove terluas di dunia ini, kondisi hutan

pantai di Indonesia cenderung relatif lebih baik dikarenakan rumpun mangrove ini

dapat mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari gelombang tsunami (green

belt)

Tingginya Angka Pengrusakan Mangrove

Namun sayangnya, begitu pentingnya peranan mangrove yang merupakan aset

ekosistem potensial di Indonesia tidak diimbangi oleh upaya penting tindakan

budidaya yang dilakukan secara berkala oleh manusia. Yang terjadi malah

sebaliknya, manusia mulai bertindak sembrono dengan melakukan proses

penebangan terhadap hutan mangrove yang presentasenya kerusakannya

2

senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data tahun 1999, luas

hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 8,60 juta hektar dan 5,30 juta

hektar di antaranya dalam kondisi rusak (Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan

dan Perhutanan Sosial, 2001).

Faktor utama penyebab kerusakan mangrove adalah karena ulah manusia yang

ingin menggunakan lahan mangrove sebagai ladang komersil. Data menunjukkan

bahwasannya 36,84 % penyebab kerusakan mangrove di Indonesia adalah karena

adanya pengkonversian lahan mangrove menjadi tambak ikan. Dan 21,05%

diantaranya dirusak dan ditebang secara liar untuk didirikan lahan bangunan dan

pemukiman (Djamali,2004)

Tabel 1. Parameter Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove Di Indonesia

Sumber : Djamali,2004

Tabel 2. Parameter Pelaku Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove Di

Indonesia

Sumber : Djamali,2004

Jika aksi penebangan dan pengrusakan mangrove ini tidak diimbangi dengan

upaya penanaman perbaikan dan budidaya kembali, maka keberadaan ekosistem

mangrove di Indonesia terancam rusak dan punah. Hal ini tentunya akan

memberikan imbas yang signifikan terhadap kehidupan dan kestabilan ekosistem

di sekitar mangrove baik biotik maupun abiotik

MraC (Mangrove RhizophoraChitecture) sebagai solusi pelestarian mangrove

Agar hutan mangrove di Indonesia senantiasa tidak dirusak oleh tangan-tangan

manusia, maka upaya pelestarian mangrove harus mampu menanamkan

pemahaman bahwasannya keberadaan mangrove ini memiliki peranan penting

dalam stabilitas kehidupan manusia di garis pantai. Dalam dunia arsitektur,

terdapat pengertian bahwasannya manusia seharusnya mampu hidup bersinergis

dengan alam, bukan malah merusaknya. Konsep ini dikenal dengan nama konsep

3

arsitektur hijau (green architecture) yaitu arsitektur yang memanfaatkan alam.

Lima prinsip green architecture menurut (Thomas A. Fisher, 1992): (1)

Lingkungan interior yang sehat, (2) Efisiensi energi, (3) Material yang ramah

lingkungan, (4) Bentukan alam dan (5) Desain yang bagus.

Atas dasar lima prinsip green architecture, maka dirancanglah arsitektur yang

memaanfaatkan mangrove sebagai hunian hidup bagi manusia, yang mana hunian

pada dasarnya bisa didirikan di atas pohon mangrove. Konsep ini didasarkan pada

kekuatan mangrove famili Rhizophora yang mampu mereduksi energi tsunami

menjadi setengahnya di Teluk Grajagan Banyuwangi. Jika mangrove pada

dasarnya memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menahan gaya yang sangat

kuat setingkat tsunami, maka untuk menahan struktur yang ditimbulkan oleh

hunian yang kekuatannya lebih rendah dari tsunami tentunya lebih mampu.

Konsep hunian hidup green architecture ini bernama MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture) dengan memanfaatkan mangrove jenis Rhizophora

apiculata sebagai struktur utama hunian hidup yang ramah lingkungan (bio

material )

Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui potensi mangrove Rhizophora apiculata sebagai bio

material dalam MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

2. Untuk mengetahui desain bangunan dan hunian yang menggunakan

konsep MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) sebagai hunian green

architecture masa depan

Manfaat Penulisan

1. Sebagai solusi atas permasalahan tingginya angka penebangan dan

pengrusakan mangrove di Indonesia

2. Sebagai referensi mengenai arsitektur yang hidup, tumbuh dan

berkembang dengan bahan baku mangrove famili Rhizophora

3. Sebagai inovasi terbaru konsep bio-material yang ramah lingkungan

dengan pendekatan bentukan alam.

4. Untuk melestarikan hutan mangrove dengan menanamkan pemahaman

bahwasannya manusia mampu hidup dengan alam

RUMUSAN GAGASAN

Potensi mangrove Rhizophora appiculata sebagai Bio Material

1. Potensi Rhizophora appiculata Secara Alami sebagai Green Belt

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan

kerapatan 30 pohon/100 m2 dengan diameter batang 15 cm dapat meredam sekitar

50% energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003 dalam Diposaptono,

2005). Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk Grajagan, Banyuwangi dengan

energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule tereduksi gelombangnya oleh hutan

mangrove menjadi 0,73 m (Pratikno et al., 2002).

4

Gambar 2. Kemampuan Mangrove sebagai Green Belt

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

2. Potensi Kekuatan Fisik Rhizophora appiculata sebagai Material

Struktur Bangunan

Berdasarkan hasil tes fisik akar tunjang Rhizophora apiculata dengan mengambil

sampel rumpun mangrove di di desa Labuhan-Brondong-Lamongan (6˚52'51,94"

LS dan 112˚12'48,21" BT), didapatkan nilai sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil uji fisik akar tunjang Rhizophora apiculata

∂ Tarik

∂ Tekan

∂ Geser ∂ Lentur Sejajar serat

Tegak lurus

serat

Tahap I 153,02

kg/cm2

- - - -

Tahap II 894,82

kg/cm2

557,60

kg/cm2

- 77,00 kg/cm2

156,17

kg/cm2

Tahap III 656,90

kg/cm2

597,88

kg/cm2

87,30 kg/cm2 136,57

kg/cm2

259,36

kg/cm2

Sumber : Hasil uji fisik di laboratorium Beton dan Bahan Bangunan (B3) Teknik

Sipil ITS menggunakan alat Tokyo Testing Machine 1983.

Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya mangrove jenis Rhizophora

apiculata memiliki kekuatan terbesar pada kekuatan tekan, yaitu sebesar 597,88

kg/cm2. Jika kekuatan tekan mangrove ini dibandingkan dengan standar kekuatan

beton, maka kekuatan tekan mangrove setara dengan beton dengan mutu k600

atau fc’ 50. Dalam praktiknya dilapangan, beton mutu ini digunakan sebagai tiang

panjang beton pra tekan bulat dan merupakan mutu beton yang memiliki kuat

tekan paling besar.

5

3. Potensi konfigurasi akar Rhizophora Appiculata sebagai pereduksi

beban

Mangrove terdiri dari tiga jenis akar: : akar tunggang (aerial roots), akar tunjang

(stilts roots) dan akar udara (air roots). Akar tunggang adalah akar utama yang

secara visual terlihat menerus dari batang ke tanah. Akar tunjang merupakan akar

yang tumbuh dari batang dan berfungsi sebagai struktur penahan batang agar tidak

roboh, akar ini merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam. Sedangkan

akar udara merupakan akar tunjang yang dapat keluar dari batang mencapai

ketinggian 5 m dari substrat. (Rusila Noor, Y.m. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra.

1999)

Gambar 3. Konfigurasi akar mangrove

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

Pada saat menerima beban secara vertikal, maka akar tunjang mangrove yang

berjumlah banyak dan bersifat ‘mencekram’ ke tanah mampu mendistribusikan

beban secara merata sehingga beban menjadil lebih ringan. Sementara itu, akar

tunggang yang berjumlah satu mampu menyalurkan beban tersebut ke dalam

lapisan tanah paling dalam. Sehingga, ketika menerima beban secara vertikal,

mangrove hanya akan mengalami penurunan bukan patahan.

Gambar 4. Kondisi akar tunjang dan akar tunggang

mangrove saat menerima beban vertical

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

6

Solusi yang Pernah Ditawarkan

Upaya pelestarian mangrove dengan menggunakan gagasan sebagai hunian belum

pernah dirancang sebelumnya. Sehingga, konsep MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture) ini adalah konsep arsitektur yang baru. Penerapan

mangrove sebagai bio material sebenarnya telah lama dimanfaatkan dalam bidang

konstruksi. Potensi mangrove terletak pada kekuatan konstruksinya sebagai kayu.

Dalam bidang konstruksi Rhizophora appiculata dapat dimanfaatkan sebagai kayu

tiang, konstruksi berat jembatan, bantalan rel kereta api serta kolom bangunan

(Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra, 1999). Selain itu R.

apiculata, R. Mucronata, dan B. gymnorrhiza sangat cocok digunakan untuk

tiang atau kaso dalam konstruksi rumah karena batangnya lurus dan dapat

bertahan sampai 50 tahun (Inoue et al., 1999). Namun sayangnya, penggunaan

mangrove sebagai material kayu ini tindakan yang dapat mengakibatkan

pengrusakan ekosistem mangrove dikarenakan tidak diikuti oleh upaya

penghijauan dan rehabilitasi yang tepat. Upaya merehabilitasi daerah pesisir

pantai dengan penanaman jenis mangrove sebenarnya sudah dimulai sejak tahun

sembilan-puluhan. Data penanaman mangrove oleh Departemen Kehutanan

selama tahun 1999 hingga 2003 baru terealisasi seluas 7.890 ha (Departemen

Kehutanan, 2004), namun tingkat keberhasilannya masih sangat rendah. Data ini

menunjukkan laju rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun.

(Sudarmadji, 2001).

Jika tingginya angka pengrusakan mangrove dengan laju rehabilitasi mangrove ini

tidak sepadan, maka hutan magrove akan terancam mengalami kerusakan. Oleh

karena itu, pemanfaatan mangrove sebagai bio material seharusnya dapat

dilakukan dengaan tidak merusak dan mengambil bagian dari rumpun mangrove

tersebut. Salah satunya adalah dengan memanfaatkannnya sebagai hunian hidup

dengan menggunakan konsep arsitektur MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Inovasi konsep green architecture ini sangat jarang di temui namun dalam

penerapannya, namun tidak sedikit negara telah berhasil mencoba mendirikan

hunian hijau yang menyatu dengan pohon. Beberapa contoh inovasi konsep rumah

hidup yang pernah didirikan dapat terlihat seperti pada gambar berikut

Gambar 5. Konsep Hunian Green Architecture yang Menyatu dengan Pohon

Sumber: archiinspire.com dan sdenceray.com

7

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) sebagai solusi pelestarian

mangrove dengan Rhizophora appiculata sebagai bio material hidup

1. Lokasi dan Pemilihan lahan untuk hunian hidup “MRaC”

(Mangrove RhizophoraChitecture)

Pada proses pendirian hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

didasarkan prinsip : melestarikan lingkungan dan hidup harmoni dengan alam.

Sehingga dalam pemilihan lahan untuk desain hunian tidak dilakukan dengan

cara merusak ekosistem yang terdapat di sana, tetapi hanya menempati ruang

kosong dalam ekosistem tersebut.

Gambar 6. Lahan Kosong untuk didirikan hunian

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

Gambar 7. Maket peletakan hunian

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) di lokasi pendirian

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

8

2. Struktur hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

a. Pondasi

Material yang sering digunakan sebagai pondasi bangunan berlantai satu pada

tanah dengan daya dukung tinggi adalah batu kali atau pondasi umpak, sementara

pada tanah dengan daya dukung rendah adalah pondasi plat beton dengan

penambahan strouse pile pada bangunan 2 lantai atau lebih. (Riswanto dan

Kadarono. 1982).

Gambar 8. Maket peletakan pondasi pada

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

Sedangkan pada hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture), pondasi

bangunan memanfaatkan memanfaatkan kekuatan akar tunjang dan akar

tunggang mangrove. Akar tunjang mangrove berjumlah lebih dari satu dan

memiliki struktrur ’mencekram’ sehingga dapat menahan bangunan agar tidak

roboh. Sedangkan akar tunggang pada mangrove mempu menembus lapisan tanah

hingga lapisan substrat paling dasar sehingga berpotensi untuk mereduksi beban

horizontal dari hunian di atasnya

b. Dinding

Pada hunian umumnya, struktur dinding terdiri atas tembok yang terbuat dari batu

bata dan semen, sementara itu, untuk menahan agar tembok tersebut tetap

kompleks dan tidak roboh adalah dengan menempatkan balok kolom yang terdiri

dari beton dan baja (Sekang) tiap 5-10 meter bentang bangunan

Gambar 9. Maket peletakan dinding pada

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

9

Sedangkan pada hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture), konsep

dinding sebagai struktur utama dapat memanfaatkan akar udara yang menjulang

dari bagian atas pepohonan mangrove ke bagian. Akar udara ini memiliki jumlah

yang banyak dengan struktur yang kuat dan mampu untuk menyalurkan beban

dinding ke pondasi.

c. Atap

Untuk hunian umumnya, atap dirancang dengan menggunakan kuda-kuda kayu

dan genteng. Sedangkan pada MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) atap

dirancang memanfaatkan percabangan mangrove bagian atas dan ditopang

dengan kuda-kuda yang menyesuaikan bentuk percabangan tersebut. Penutup atap

dapat disusun dari genteng ataupun dari kayu maupun tripleks

Gambar 10. Maket peletakan atap pada

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

Pihak yang Dapat Mengimplementasikan konsep hunian MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture)

Agar konsep hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dapat

terealisasikan, maka pihak-pihak yang daapat membantu agar dapat

terimplementasikan antara lain:

1. Arsitek Peran dari seorang arsitek dalam mewujudkan hunian MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture) sangat penting. Peran pertama dari seorang arsitek adalah

mentransformasikan ruang alami MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) yang

tidak teratur menjadi ”ruang dalam” yang teratur. Seorang arsitek alias perancang

dapat menggunakan elemen-elemen arsitektural sebagai penegasan. Proses

penegasan dengan elemen-elemen arsitektural tersebut harus memperhatikan

konsep ruang yang terbentuk baik oleh individu tanaman, beberapa tanaman

maupun kedua-duanya. Yang mana dari space yang ditimbulkan oleh ruang

kosong tersebutlah dapat digunakan sebagai tempat hunian.

10

Gambar 11. Ilustrasi ruang yang tebentuk oleh individu

pada Sistem perakaran Rhizophora spp.

Sumber: Prawiro, Nuansa, Yustiana, Andini, Fajri., 2009

Peran kedua dari seorang arsitek harus mampu membuat desain hunian yang

fleksibel mengikuti distribusi akar mangrove, hal ini dikarenakan luas lahan dan

bentuk hunian dalam MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) menyesuaikan

konfigurasi akar dan titik persebaran mangrove. Lahan yang digunakan untuk

pendirian hunian didapatkan dengan mengikuti space ruang kosong yang terdapat

dari titik persebaran mangrove Penelitian lapangan membuktikan bahwa pada

sela-sela antara individu Rhizophora apiculata dapat dimanfaatkan sebagai lahan

untuk hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Gambar 12. Titik persebaran Mangrove dan space kosong untuk lahan hunian

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

(Sumber: Prawiro. 2009)

Peran ketiga dari seorang arsitektur adalah menganalisa aspek distribusi

keruangan dalam hunian mangrove. Sehingga dengan bentuk hunian yang

mengikuti konfigurasi perakaran mangrove dan luas lahan yang mengikuti titik

persebaran tersebut seorang arsitek dapat menentukan ruang apa saja yang cocok

untuk ditempatkan di sana. Selain itu seorang arsitek juga perlu menganalisa

aspek kelayakan huni dari konsep MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

2. Kontraktor Bangunan Seorang kontraktor bangunan memiliki peranan dalam menganalisa kelayakan

hunian mangrove jika ditinjau dari kekuatan struktur. Analisa yang dilakukan

meliputi (1) analisa daya dukung tanah, (2) analisa kekuatan perakaran mangrove

rhizophora architecture sebagai struktur utama bangunan, (3) analisa konfigurasi

perakaran mangrove sebagai pereduksi beban (4) analisa pengaruh bebaan hidup

seperti manusia dan angin terhadap keseimbangan hunian mangrove dan (5)

proses pemilihan material yang cocok, kuat dan murah sebagai elemen dalam

pembuatan hunian mangrove.

11

Selain itu, seorang kontraktor juga yang pada nantinya merancang sistem sanitasi

dari hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dan kelayakannya.

Kontraktor juga berperan dalam menentukan aspek keruangan atau desain,

sehingga dapat menentukan desain yang kompleks dan kuat yang mampu

menahan beban diakibatkan dari hunian mangrove

3. Pemerintah Lingkungan Hidup Peran dari Pemerintah yang dalam hal ini adalah Pemerintah Lingkungan Hidup

adalah membantu mewacanakan kepada masyarakat akan konsep hunian MRaC

(Mangrove RhizophoraChitecture). Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk

mensosialisasikan program MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini antara

lain melalui iklan di media massa, pematenan produk dan legalitas dari kegiatan.

Dengan adanya dukungan dari Pemerintah Lingkungan Hidup, maka program

hunian hijau dengan konsep MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dapat

terealisasikan dengan baik

4. Masyarakat sekitar kawasan mangrove

Karena sasaran dari hunian yang dibentuk dengan menggunakan konsep MRaC

(Mangrove RhizophoraChitecture) adalah masyarakat, maka masyarakat kawasan

sekitar mangrove adalah subyek dari penggunaan mangrove ini. Salah satu contoh

yang relevan adala untuk kawasan pantai Bantul . Proses pembangunan

infrastruktur disana mengalami masalah dikarenakan pengadaan bahan kontruksi

masih sulit dikarenakan terpencilnya lahan dan sulitnya medan. Dengan

menerapkan hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture), maka masyarakat

dapat memaanfaatkan mangrove sebagai hunian mereka. Sementara itu, untuk di

daerah pantai komersil, hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini juga

dapat dimanfaatkan sebagai wisata hunian yang dapat disewakan bagi para

pengunjung

Tahapan Penelitian dan Pengembangan MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture)

Permasalahan yang ada sekarang adalah belum dimanfaatkannya mangrove famili

Rhizophora sebagai bio-material pada dunia arsitektur lokal maupun global,

sehingga penelitian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) merupakan sebuah

penelitian yang baru. Oleh karena itu, sebelum hunian MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture) dapat didirikan, maka harus melalui beberapa tahapan

penelitian. Antara lain:

1. Tahap 1

Pada tahap pertama ini, penelitian yang dilakukan adalah pada kemampuan

mangrove jenis Rhizophora Appiculata sebagai bio material struktur utama

bangunan. Pada tahap ini, dilakukan pengujian atau tes fisik pada akar mangrove

Rhizophora Appiculata yang meliputi tes tekan, tes tarik dan tes struktur. Output

dari tahapan ini adalah didapatkan nilai kekuatan fisik Rhizophora Appiculata

yang memenuhi standar untuk menahan beban yang ditimbulkan oleh hunian

2. Tahap 2

Pada tahap kedua adalah penelitian mengenai lahan yang cocok digunakan

sebagai hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture). Pada tahapan ini,

12

dianalisasa mengenai aspek kelayakan hunian yang meliputi daya dukung tanah

untuk dapat menahan beban dari hunian MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture). Selain itu, pada tahap ini juga dianalisa mengenai titik

persebaran mangrove dan tempat kosong yang dapat digunakan sebagai hunian

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture). Output dari tahapan ini adalah lokasi

tentang pendirian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) yang cocok dan

layak tanpa merusak ekosistem mangrove

3. Tahap 3

Pada tahap ketiga,mulai dirancang desain hunian dan bangunan yang cocok untuk

didirikan di atas pohon mangrove. Pemilihan desain harus fleksibel, karena desain

mengikuti konfigurasi akar mangrove dan titik persebaran mangrove. Pada tahap

ini juga dilakukan analisa mengenai tata letak ruang, desain interior dan eksterior

hunian serta pemilihan material bangunan yang mendukung. Output pada

penelitian ini adalah berupa desain dan tata letak hunian MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture)

4. Tahap 4

Pada tahap keempat, dilakukan analisa kelayakan huni jika manusia ditempaatkan

di hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture). Penelitian ini meliputi

pengaruh faktor luar, seperti (1) pengaruh tiupan angin, (2) pengaruh air laut

pasang, (3) keberadan hewan-hewan liar, (4) sirkulasi CO2 di malam hari antara

manusia dan tumbuhan (5) faktor keamanan hunian, dan (6) faktor kenyamanan

hunian

5. Tahap 5

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses penelitian, pada tahap

ini mulai dibahas faktor teknis hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture),

yang meliputi sistem (1) sanitasi, (2) aksebilitas ke lokasi hunian, (3) jenis lantai

dan dinding yang digunakan dan jenis atap yang cocok untuk digunakan

KESIMPULAN

Inti gagasan MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Hal pokok dari dirancangnya hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

ini adalah sebagai bentuk inovasi dari upaya pelestarian hutan mangrove di

Indonesia yang senantiasa mengalami kerusakan. Dengan potensi Rhizophora

Appiculata yang meliputi (1) potensi alami sebagai green belt yang mampu

mereduksi gelombang hingga 50% (2) potensi pada kekuatan tekan yang setara

dengan beton K600 dan (3) potensi pada konfigurasi akar yang mampu meredam

beban vertikal, maka Rhizophora appiculata cocok digunakan sebagai bio

material, yang dalam konsep hunian sebagai MRaC (Mangrove

RhizophoraChitecture).

Dalam konsep desain untuk hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture),

maka sistem ruang dalam dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pondasi dengan

memanfaatkan akar tunjang dan akar tunggang, dinding dengan memanfaatkan

konfigurasi akar udara dan atap dengan memafaatkan perakaran ujung dari

mangrove Rhizophora appiculata

13

Diharapkan dengan dirancangnya MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini,

manusia mulai menyadari bahwasannya pada dasarnya manusia bisa hidup dengan

alam, bukan malah merusak dan menebangnya. Sehingga pelestarian hutan

mangrove yang merupakan potensi Indonesia ini senantiasa dapat terpelihara.

Teknik Implementasi Gagasan MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Agar gagasan MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) terimplementasikan,

maka diperlukan kerja sama antra ketiga komponen pihak pendukung

terselenggaranya MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture). Sebelum hunian

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini bisa terealisasikan, maka seorang

peneliti, yang dalam hal ini adalah arsitektur dan kontraktor bangunan harus

senantiasa bekerja sama dalam menyelesaikan 5 tahapan penelitian tadi (Sekarang

pada tahapan ketiga) . Seorang peneliti ini adalah dari kalangan mahasiswa yang

masih menempuh studi di perguruan tinggi. Agar penelitian berjalan lancar, maka

pemerintah yang dalam hal ini adalah Pemerintah Lingkungan Hidup, bersedia

memberikan suntikan dana yang telah direncanakan oleh peneliti tadi.

Setelah penelitian tentang MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini selesai,

maka seorang peneliti dapat mematenkan dan merealisasikan karyana. Peran

Pemerintah lingkungan hidup adalah membantu dalam mensosialisasikan kepada

masyarakat umum dan membantu dalam merealisasikan hunian MRaC

(Mangrove RhizophoraChitecture) ini dengan memberikan bantuan hibah bagi

peneliti untuk mengimplementasikan karyanya

Prediksi keberhasilan Gagasan MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

Dengan direalisasikannya hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) ini di

masyarakat, maka akan didapatkan dua kemanfaatan, yang pertama adalah bagi

masyarakat yang hidup di kawasan pesisir pantai dan mengalami kesulitan dalam

pembangunan infrastruktur rumahnya dikarenakan sulitnya pengadaan material

berat ke medan, maka masyarakat dapat memanfaatkan rumpun mangrove sebagai

hunian MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture).

Sedangkan yang kedua, MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dapat

dijadikan sebagai objek penambah daya tarik bagi kawan pantai yang memiliki

keindahan laut dan masih perawan sehigga dapat dijadikan objek wisata hunian

mangrove. Konsep MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) yang unik dan tidak

ditemukan di daerah manapun ini dapat menjadi nilai tambah bagi objek wisata

tersebut sehingga dapat dijadikan mata pencaharian bagi masyarakat

Berbagai kelebihan yang dimiliki Indonesia terutama dalam variasi mangrove

yang beragam dan dalam jumlah yang sangat besar seharusnya menjadikan

Indonesia sebagai negara pelopor gerakan green architecture yang berbasis

material yang hidup tumbuh dan berkembang yaitu Mangrove

RhizophoraChitecture karena beberapa alasan:

1. Isu global warming dan habisnya sumber daya alam mendorong setiap

bidang profesi maupun keilmuan terutama arsitektur untuk menerapkan

konsep ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam desainnya. Apabila hal

14

ini tidak didukung dengan penerapan teknologi penggunaan bio-material

maka akan menyebabkan kerusakan alam serta ekosistem alam yang telah

ada. Sehingga penelitian tentang MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture)

perlu dikembangkan terutama di Indonesia yang kaya akan ekosistem

mangrove.

2. MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dapat memberikan masukan serta

pengertian kepada pengembang maupun arsitek muda masa depan untuk

menjaga ekosistem alam meskipun harus mendesain dengan bentukan yang

beragam.

3. MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) mengajarkan seseorang untuk

menanam mangrove, karena untuk membangun sebuah rumah pada tempat

berair misal rawa atau danau seseorang dapat memulainya dengan menanam

mangrove sebagai pondasi bangunan, tanpa perlu mengurug lahan tersebut

dengan mendatangkan tanah dari luar, hal ini akan menjadikan orang sadar

tentang ekosistem alam serta memelihara mangrove tersebut agar tetap

hidup untuk kelangsungan rumahnya, sehingga kerusakan mangrove dapat

dikurangi.

4. Isu penanaman mangrove secara massal sedang dilakukan secara besar-

besaran di dunia, terutama di Indonesia sudah banyak program penanaman

kembali mangrove yang telah rusak, sehingga diharapkan dengan adanya

MRaC (Mangrove RhizophoraChitecture) dapat memberikan salah satu

solusi pendekatan kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

- Anderson, E. J. (2007) Green Cement: Finding a solution for a sustainable

cement industry, Green Cities Competition, Department of Civil and

Environmental Engineering, University of California, Berkeley, 22

April.http://bigideas2.berkeley.edu/BBB%202007/Anderson_Green%2

0Cities.pdf [5 September 2008]

- Anwar C. dan Gunawan H. (2006) Peranan Ekologis Dan Sosial Ekonomis

Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir,

Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi

Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September. http://www.dephut.go.id-

files

- Handbook of Mangroves in Indonesia. (1997), JICA.

- McGraw (2006) Mangrove forests and tsunami protection.

- Photo: Distribution of coral, mangrove and seagrass diversity.

http://maps.grida.no/go/graphic/distribution_of_coral_mangrove_and_s

eagrass_diversity

- Purnobasuki, Heri. (2005) Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove.

Airlangga University Press, Surabaya.

- Sudarmadji (2001) Rehabilitasi Hutan Mangrove Dengan Pendekatan

Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Jurnal ILMU DASAR, Vol.2 No.2,

68-71, Universitas Negeri Jember.

15

- Prawiro R., Arya Brima N., Nurul Andini, Erieta Y., M. Dhanar

S.R.F.2009.Penelitian MraC (Mangrove RhizophoraChitecture) tahap I

- Purnobasuki, H. 2005. Tinjauan Perspektif Hutan Mangrove. Surabaya

Airlangga University Press: Surabaya

- Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan

Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor

- Onrizal. 2008. Panduan Pengenalan dan Analisis Vegetasi Hutan

Mangrove. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara.