pendahuluan cacing

26
I. PENDAHULUAN Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong divisio thallophyta. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam-macam yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut spongeous) dan sebagainya (Soegiarto et al, 1978). Rumput laut atau biasa dikenal dengan makroalga, merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang banyak terdapat di daerah pesisir dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan. Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor dari

Upload: nurarihan1

Post on 28-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hsvc,jhbc,jbschj j,scbnzxcb bzxbc

TRANSCRIPT

Page 1: PENDAHULUAN Cacing

I. PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong divisio thallophyta.

Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk

thallus rumput laut ada bermacam-macam yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti

kantong, rambut dan sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel (uniseluler)

atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus (dua-dua terus

menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama), pectinate (berderet searah pada

satu sisi thallus utama) dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga

beraneka ragam ada yang seperti gelatin (gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur

calcareous}, lunak bagaikan tulang rawan (cartilagenous), berserabut spongeous) dan

sebagainya (Soegiarto et al, 1978).

Rumput laut atau biasa dikenal dengan makroalga, merupakan salah satu sumber daya

hayati laut yang banyak terdapat di daerah pesisir dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

berbagai keperluan. Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor dari sektor non migas

yang dapat menambah devisa negara dan sumber pendapatan yang meningkat dalam penyerapan

tenaga kerja bagi masyarakat daerah pesisir. Sampai saat ini rumput laut yang dapat tumbuh di

perairan pantai Indonesia tercatat ±555 jenis, dari sekian banyak jenis rumput laut tersebut ada

lima marga rumput laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi yaitu Eucheuma, Gracillaria,

Gelidium, Gelidiella dan Hypnea. Dua jenis yang sedang dibudidayakan di perairan Indonesia

yaitu rumput laut Gracillaria verucosa Huds dan Eucheuma cotonii Doty (Aslan, 1998).

Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah

(Rhodophyceae) karena mengandung agar - agar, keraginan, porpiran, furcelaran maupun

pigmen fikobilin (terdiri dari fikoeretrin dan fikosianin) yang merupakan cadangan makanan

Page 2: PENDAHULUAN Cacing

yang mengandung banyak karbohidrat. Tetapi ada juga yang memanfaatkan jenis ganggang

coklat (Phaeophyceae). Ganggang coklat ini banyak mengandung pigmen klorofil a dan c, beta

karoten, violasantin dan fukosantin, pirenoid, dan lembaran fotosintesa (filakoid). Selain itu

ganggang coklat juga mengandung cadangan makanan berupa laminarin, selulose, dan algin.

Selain bahan - bahan tadi, ganggang merah dan coklat banyak mengandung jodium (Aslan,

1991).

Rumput laut secara ekonomis telah memberikan sumbangan devisa negara dan turut

berperan dalam meningkatkan pendapatan nasional. Disamping itu budidaya rumput laut telah

dikembangkan pada beberapa daerah pantai di Indonesia, ternyata mampu mengubah kondisi

sosial ekonomi masyarakat wilayah pesisir, karena selain dapat meningkatkan pendapatan juga

dapat membuka lapangan kerja baru serta dalam upaya konservasi sumberdaya laut diwilayah

pantai . Rumput laut merupakan komoditas hasil laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dan

mempunyai prospek pasar yang cerah untuk dikembangkan baik untuk skala budidaya maupun

pengolahan.

Salah satu jenis rumput laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yaitu Eucheuma

cottonii, merupakan jenis rumput laut yang sangat berpotensi dan mempunyai nilai ekonomi

yang dapat dibudidayakan di perairan pesisir pantai (Purnomo A, 2008). Rumput laut Eucheuma

cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut penghasil karaginan yang banyak digunakan

sebagai bahan baku industri makanan, farmasi dan kosmetik (Rasyid, 2004). Industri-industri ini

sebagian besar masih menggunakan bahan baku rumput laut yang berasal dari alam. Terjadinya

eksplorasi rumput laut secara terus menerus mengakibatkan makin berkurangnya rumput laut di

alam, sedangkan kebutuhan rumput laut di dunia semakin meningkat dengan meningkatnya

industri-industri yang memerlukan bahan agar-agar, karaginan, ataupun algin (Aslan, 2006).

Page 3: PENDAHULUAN Cacing

Echeuma cottonii mempunyai ciri-ciri talus yang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu,

merah, penampakan talus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Percabangan

ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal (pangkal),

cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri-ciri

khusus mengarah ke arah datangnya cahaya matahari, cabang-cabang tersebut tampak ada yang

memanjang atau melengkung seperti tanduk (Atmadja, et al., 1996).

Menurut Aslan (1991), klasifikasi Eucheuma cottonii adalah sebagai berikut:

Divisio : Rhodophyta

Classis : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Familia : Solieriaceae

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma cottonii

Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan

keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Produksi akan optimal jika rumput laut dibudidayakan

dalam kondisi yang memenuhi persyaratan lingkungan. Persyaratan lokasi yang baik untuk

budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii menurut Insan dan Widyartini (2001) adalah

sebagai berikut:

1. Lokasi budidaya harus terlindung dari ombak yang kuat dan umumnya daerah terumbu

karang.

2. Perairan harus bebas dari pencemaran limbah industri maupun rumah tangga.

3. Perairan harus dilalui arus tetap sepanjang tahun.

4. Arus berkecepatan 20-40 meter per menit.

Page 4: PENDAHULUAN Cacing

5. Jauh dari muara sungai.

6. Perairan tidak mengandung lumpur dan airnya jernih.

7. Temperatur berkisar antara 27-300 C.

8. Perairan mempunyai salinitas antara 30-37 ‰.

Rumput laut jenis Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pasang surut atau

daerah yang selalu terendam air (subtidal) sampai batas kedalaman 20m. Pada kedalaman ini

intensitas cahaya yang diterima oleh rumput laut masih mencukupi. Rumput laut umumnya

melekat pada substrat yang dapat berupa batu karang, pasir, lumpur dan lain-lain (Kadi dan

Atmadja, 1996). Umumnya Eucheuma cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu

(reef). Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu

harian yang kecil dan substrat batu karang mati (Aslan, 2006).

Pemilihan metode budidaya yang tepat dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi

Euchema. Menurut Aslan (1991), metode budidaya rumput laut ada tiga macam yaitu :

1. Metode Dasar (bottom method) yaitu metode pembudidayaan rumput laut dengan

menebarkan benih ke dasar perairan, keuntungan metode ini adalah :

a. Biaya umtuk persiapan material sangat murah

b. Penanaman mudah dan tidak memakan waktu yang ukup lama

c. Biaya pemelihraan sangat sedikit atau bahkan tidak diperlukan sma sekali

d. Baik untuk dasar perairan yang keras seperti perairan yang berbtu karang

Kerugian dari metode ini adalah :

a. Bibit banyak yang hilang terkena arus atau ombak

b. Tanaman dapat dimakan ikan atau hewan herbivor

c. Metode ini tidak baik untuk perairan yang dasarnya berpasir

Page 5: PENDAHULUAN Cacing

2. Metode Lepas Dasar (off bottom method) merupakan metode budidaya dengan mengikat

benih rumput laut yang telah di ikat dengan tali raffia pada rentangan tali nilon atau jaring di

atas dasar perairan dengan menggunakan pancang-pancang kayu atau bamboo. Metode ini

terdiri atas tiga system yaitu : system tali tunggal, jaring, dan tabung. Keuntungan metode ini

yaitu :

a. Tanaman bebas dari serangan bulu babi

b. Metode ini baik digunakan pada dasr perairan yang berpasir

c. Pengawasan dan pemeliharaan tanaman mudah dilakukan

d. Hasil panen yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan metode dasar

Kerugian yang dapat ditimbulkan adlah :

a. Biaya material konstruksi lebih tinggi disbanding metode dasar

b. Membutuhkan perhatian lebih banyak dalam hal pemeliharaan

c. Membutuhkan lebih banyak waktu dalam memasang instalasi maupun konstruksi alat-

alat budidaya.

3. Metode apung (floating method) merupakan metode yang menggunakan pelampung dari

bamboo dengan posisi tanaman dekat permukaan air. Metode ini dibagi menjadi dua sistem

penanaman yaitu system tali tunggal dan jaring. Keuntungan metode ini yaitu :

a. Tanaman bebas dari serangan bulu babi

b. Pertumbuhan tanaman lebih cepat

c. Tananaman cukup menerima sinar

d. Lebih tahan lama terhadap perubahan kualitas

e. Kualitas yang dihasilkan lebih baik

f. Baik untuk dasar perairan yang kereas

Page 6: PENDAHULUAN Cacing

Adapun kerugiannya, yaitu :

a. Membutuhkan lebih banyak waktu

b. Biaya material mahal

Menurut Winarno (1996) keberhasilan budidaya rumput laut sangat bergantung pada

teknologi atau sistem penanamannya. Sistem penanaman yang dipakai hendanya dapat

memberikan pertumbuhan yang menguntungkan, mudah pelaksanaannya dan dilakukan dengan

bahan bangunan yang murah dan mudah didapat. Selain itu, metode yang digunakan sebaiknya

disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan jenis rumput laut yang akan dikembangkan. Rumput

laut biasanya akan tumbuh paling baik pada metode apung bila dibandingkan dengan metode

lepas dasar (Suryadi et al, 1993). Perbedaan metode tersebut berkaitan dengan kedalaman dan

intensitas cahaya. Intensitas cahaya matahari di permukaan akan berbeda dengan penetrasi

cahaya di dasar perairan dan perbedaan ini sangat mempengaruhi padaproses fotosintesis.

Metode dasar jarang digunakan untuk budidaya secra langsung karena tingkat

produksinya yang rendah. Selain karena pengaruh fotosintesis gangguan secara langsung dari

pasir atau lumpur juga akan menjadi masalah dalam pertumbuhan rumput laut.

Dalam teknik penanman rumput laut dapat di modifikasi dengan menggunakan sistem

Waring rakit yang diterapkan pada metode apung dan system rakit tali tunggal pada metode

apung . Waring rakit membutuhkan biaya yang lebih murah, rumput laut juga terlindung dari

berbagai macam pemangsa, terlindungi dari ombak besar, mencegah hilangnya rumput laut,

pertumbuhan rumput laut merata serta mendapat penyinaran teratur. Budidaya menggunakan

waring lebih aman, karena waring susunan anyamannya lebih rapat dari pada jaring. Budidaya

menggunakan waring lebih baik daripada menggunakan jaring, karena dengan menggunakan

Page 7: PENDAHULUAN Cacing

waring, rumput laut lebih terlindungi dari predator pemangsa rumput laut, sehingga

menghasilkan rumput laut berkualitas baik. (Aslan, 1998).

Sistem budidaya dengan rakit tali tunggal merupakan teknik yang relatif mudah

dilakukan dan tidak memerlukan banyak biaya karena hanya menggunakan tali nilon dan tiang

pancang. Selain tali nilon juga dapat menggunakan tali plastik, bambu atau galah yang

memanjang. Rumput laut akan tumbuh lebih baik dengan system rakit tali tunggal sebab jarak

antar tanaman dapat teratur dan rumput laut mendapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam

pertumbuhannya dengan merata (Aslan, 1995; Susanto, 2002). Azizah (2001) menyatakan bahwa

pada metode budidaya sistem rakit tali tunggal dengan bertambahnya beban maka tali akan

melengkung sehingga intensitas cahaya yang didapat berkurang. Rakit tali tunggal yang kurang

stabil lebih menguntungkan karena membantu dalam penyediaan hara.

Hasil produksi dan mutu rumput laut agar menjadi lebih bai maka dalam usaha budidaya

perlu memperhatikan faktor lingkungan, yakni faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik meliputi

faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika meliputi kedalaman, suhu, dan kecerahan. Faktor

kimia meliputi salinitas, pH, dan nutrient. Faktor biotik meliputi bibit rumput laut yang

digunakan untuk budidaya, organism pemangsa, dan penyakit. Semua faktor tersebut perlu

diperhatikan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi rumput laut yang tinggi dan kualitas yang

baik. Tumbuhan yang dipindahkan dari habitat aslinya yang mengalami aklimasi, maka di habitat

yang baru akan mengalami adaptasi atau proses penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan

yang baru.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut ini salah satunya termasuk

tumbuhan penempel. Tumbuhan penempel bersifat kompetitor dalam menyerap nutrisi untuk

pertumbuhan, kadang-kadang algae filamen dapat menjadi pengganggu karena menutupi

Page 8: PENDAHULUAN Cacing

permukaan rumput laut yang menghalangi proses penyerapan dan fotosintesa. Tumbuhan

penempel tersebut antara lain Hypnea, Dictyota, Acanthopora, Laurencia, Padina, Amphiroa

dan alga filamen seperti Chaetomorpha, Lyngbya dan Symploca (Atmadja dan Sulistijo, 1980).

Syarat-syarat ekologis untuk pertumbuhan rumput laut meliputi dua karakteristik yaitu

karakteristik fisika-kimia dan karakteristik biologis :

1. Salinitas

Salinitas untuk pertumbuhan rumput laut berkisar antara 30 – 35 permil atau bisa lebih,

bergantung pada jenis rumput lautnya. Misalnya Gracylaria verrucosa kebanyakan infertil pada

daerah yang bersalinitas tinggi (30 – 35 permil). Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan

Pasifik timur dapat tumbuh pada salinitas dengan kisaran 15 – 38 permil, dan mengalami

pertumbuhan maksimum pada salinitias optimum 25 permil, yang ditunjang kadar nitrogen dan

fosfat yang rendah dan berhubungan langsung dengan pasang surut dan curah hujan

(Suryaningrum, 2000).

2. Zat Hara

Kadar nitrat dan fosfat mempengaruhi stadia reproduksi alga bila zat hara tersebut

melimpah diperairan. Kadar nitrat dan fosfat di perairan akan mempengaruhi kesuburan

gametofit alga cokelat (Laminaria nigrescenc) (Anggadireja, 1993).

3. Gerakan Air

Gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang

menghembus diatas permukaan laut. Pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua

lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang surut, dan lain-lain. Gerakan air laut ini

penting bagi berbagai proses dalam laut, baik itu biologik maupun non biologik. Alga yang

tumbuh diperairan yang selalu berombak dan berarus kuat akan mempunyai sifat dan

Page 9: PENDAHULUAN Cacing

karakteristik spora yang berbeda dengan alga yang berada di perairan yang tenang. Gerakan air

laut dikenal sebagai arus, gelombang, gerakan masa air permukaan (upwelling) (Anggadireja,

1993).

a.  Arus

Arus laut merupakan pencerminan langsung dari pola angin dan gerakan bumi. Jadi arus

permukaan digerakkan oleh angin. Kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput

laut sekitar 20 – 40 cm/detik. Dengan kondisi seperti ini akan mempermudah penggantian dan

penyerapan hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak sampai merusak (Trihatmoko,

2005).

b. Pasang Surut

Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap

biota laut khususnya di wilayah pantai. Pada saat suhu terendah, kedalaman perairan tidak boleh

kurang dari 2 kaki (sekitar 60 cm), sedangkan untuk pasang tertinggi kedalaman perairan tidak

boleh lebih dari 7 kaki (sekitar 210 cm) (Anggadireja, 1993).

c.  Gelombang

Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin diatas permukaan laut dan

sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air. Angin yang bertiup dipermukaan laut

menimbulkan riak gelombang. Tinggi gelombang yang cukup untuk pertumbuahan rumput laut

antara 10 – 30 cm (Suryaningrum, 2000).

4. Suhu

Menurut Trihatmoko (2005) menyatakan bahwa suhu air yang diperlukan oleh rumput

laut untuk hidup dan tumbuh yaitu berkisar antara 20 – 280C, namun masih ditemukan rumput

laut yang tumbuh pada suhu 310C. Produksi spora akan dipengaruhi oleh musim, misalnya

Page 10: PENDAHULUAN Cacing

produksi maksimal tetraspora dan karpospora Gracilaria umumnya terdapat dimusim panas.

Perkembangan stadia reproduksi beberapa jenis alga tergantung pada kondisi suhu dan intensitas

cahaya atau kombinasi diantara kedua parameter tersebut.

5. Cahaya

Rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk proses fotosintesisnya. Karena itu,

rumput laut hanya mungkin tumbuh diperairan dengan kedalaman tertentu dimana sinar matahari

sampai ke dasar perairan. Mutu dan kualitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan

pertumbuhannya. Spora Gelidium dapat dirangsang oleh cahaya hijau, sedangkan cahaya biru

menghambat pembentukan zoospora. Pembentukan spora dan pembalahan sel dapat dirangsang

oleh cahaya merah berintensitas tinggi. Intensitas cahaya yang tinggi dapat merangsang

pensporaan Prophyra, tetapi menghambat pensporaan Eucheuma. Kebutuhan cahaya pada alga

merah agak rendah dibanding alga cokelat. Pensporaan Gracilaria verrucosa misalnya

berkembang baik pada intensitas cahaya 400 Lux, sedangkan Ectocarpus tumbuh cepat pada

intensitas cahaya antara 6500 7500 Lux (Anggadireja, 1993).

6. Derajat Keasaman (pH)

Derajat Keasaman (pH) air yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut yaitu antara pH

netral (7) sampai basa (9) (Badan penelitian dan pengembangan pertanian (Trihatmoko, 2005).

7. Tingkat Kecerahan

Kondisi perairan pantai tempat tumbuh rumput laut tidak boleh keruh, karena apabila

kondisi perairannya keruh maka akan dapat menghalangi proses fotosintesis dari rumput laut. Air

harus jernih sehingga tidak menghalangi sinar matahari menembus air laut. Kejernihan air kira-

kira sampai batas 5 meter atau batas sinar matahari bisa menembus air laut (Trihatmoko, 2005).

Page 11: PENDAHULUAN Cacing

Nitrogen memainkan peranan penting dalam mengontrol pertumbuhan alga di lingkungan

laut, dan tingkat serapan nitrogen oleh makroalga tergantung pada konsentrasi sumber nitrogen.

Sumber nitrogen dipengaruhi oleh status nitrogen dari rumput laut. NH4 + adalah sumber N yang

lebih baik untuk yezoensis Porphyra dari NO3-, sementara Nereocystis menunjukkan preferensi

yang signifikan untuk NO3-di bawah konsentrasi tinggi. Pertumbuhan Gracilaria disajikan

tingkat yang sama, terlepas dari pemberian NH4 + atau NO3-. Oleh karena itu, bentuk nitrogen

yang dihasilkan dapat menjadi faktor penting ketika memilih spesies rumput laut untuk aplikasi

dalam suatu sistem akuakultur yang terintegrasi sejak limbah dibuang dari ikan budidaya

biasanya mengandung NO3-dan NO2-selain NH4 + (Yun Hee Kang, et., al , 2011)

Bibit yang baik dalam pertumbuhannya akan menghasilkan produksi yang tinggi. Kriteria

bibit rumput laut yang baik antara lain bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak

merah dan tidak terkelupas, warna cerah (spesifik), Umur antara 25-35 hari. Berat awal bibit

yang digunakan dalam budidaya rumput laut akan mempengaruhi pertumbuhannya. Bibit kecil

akan lebih efisien tetapi kurang efektif sedangkan bibit besar meskipun kurang efisien tetapi

lebih efektif (Suryadi et al., 1993).

Page 12: PENDAHULUAN Cacing

II. MATERI DAN METODE

A. Materi Praktek Kerja Lapangan

1. Alat dan Bahan

a. Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput laut Eucheuma cottonii.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : waring, bambu, pelampung,

hand refraktometer, pH indikator universal, termometer, keping Secchi, gunting,

timbangan analitik, meteran, tali rafia, kantung plastik, pisau, kamera, dan alat tulis.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktek kerja lapangan adalah rumput laut Euchema cotonii.

2. Lokasi dan Waktu Praktek Kerja Lapangan

Praktek kerja lapangan ini dilakukan di pantai sawojajar kabupaten Brebes

B. Cara Kerja

1. Persiapan

Lahan untuk budidaya terletak di perairan Sawojajar Brebes. Bibit rumput laut Eucheuma

cottonii diambil yang segar dan dicuci dengan air laut, bibit kemudian ditimbang dengan berat

awal 75, 100, dan 125 gram.

2. Penanaman

2.1 Waring rakit

1. Rakit dengan ukuran 200x250 cm disiapkan sebanyak 6 buah. 3 untuk waring rakit

terbuka, dan 3 untuk waring rakit tertutup. Waring direntangkan di kedua belah sisi rakit

(atas dan bawah). Waring dikencangkan dengan cara dipaku pada bambu rakit. Mata

Page 13: PENDAHULUAN Cacing

waring berukuran 0,5 cm. 1 waring rakit memuat 81 titik tanam, dengan jarak tanam

25x20 cm, baik waring rakit terbuka maupun waring rakit tertutup.

2. Bibit rumput laut Eucheuma cottonii ditimbang dengan berat 75, 100, dan 125 gram.

Kemudian diikat dengan tali rafia, masing-masing sebanyak 81 titik tanam.

3. Masing-masing rumput laut Eucheuma cottonii yang sudah ditimbang diikat pada mata

waring, masing-masing sebanyak 81 titik tanam, menggunakan jarak tanam 25x20 cm.

Setelah itu bibit rumput laut ada yang dibiarkan terbuka dan ada yang ditutup dengan

waring, masing-masing 3 untuk waring rakit terbuka (bibit yang terbuka) dan 3 untuk

waring rakit tertutup (bibit yang ditutup dengan waring).

4. Tiap sudut rakit diberi pelampung sehingga rakit tidak tenggelam dan rakit diikatkan

pada pancang yang sudah ditanam di perairan Sawojajar Brebes.

2.2 Sistem rakit tali tunggal

1. Rakit disiapkan sebanyak 3 buah dengan ukuran 3,5 x 2 m setiap

perlakuan adalah 78 titik tanam

2. Tali plastic ( rapia ) direntangkan pada kedua sisi lebar yang saling

berhadapan. Jarak antara tali plastic yang satu dengan yang lainnya

30cm.

3. Rumput laut ditimbang sebesar 50 g, 100g dan 150 g dimana setiap

perlakuan sebanyak 78 titik tanam, sehingga seluruhnya ada 234 titik

tanam.

4. Rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikatkan pada tali nilon

dengan jarak tanam 25 x 30 cm.

3. Pemeliharaan

Page 14: PENDAHULUAN Cacing

Bibit yang sudah ditanam kemudian dirawat dengan baik yaitu dengan membersihkan rumput

laut dari tananaman lain atau kotoran yang menempel. Pemeliharaan dilakukan secara berkala

yaitu setiap sepuluh hari sekali.

4. Mengukur Pertumbuhan Rumput Laut

Pertumbuhan berat basah rumput laut Euchema cotonii dilkukan pada hari ke-10,20,30 dan 40

setelah tanam. Untuk mengetahui pertumbuhan rumput laut yaitu dengan mengurangi berat

rumput laut yang telah di ukur pada minggu pertama atau hari ke-10 dengan berat rumput laut

pada saat sebelum rumput laut tersebut di tanam, dan pengukuran berat rumput laut ini

dilakukan sampai hari ke-40 setelah itu jumlah rumput laut itu ditanam dengan pertumbuhan

rumput laut minggu pertama ditambah dengan pertumbuhan rumput laut minggu ke dua

sampai dengan minggu ke empat setelah itu di bagi empat kemudian akan diperoleh nilai rata-

rata pertumbuahan rumput laut selama 45 hari.

5. Menghitung suhu air, salinitas, pH air dan kecerahan.

a. Pengukuran suhu air

Suhu diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam air laut selama 5 menit, kemudian

suhu yang teramati dicatat.

b. Pengukuran salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer, dengan cara

meneteskan air laut pada kaca refraktometer, kemudian dilihat skala

salinitasnya dan dicatat.

c. Pengukuran derajat keasaman (pH)

Page 15: PENDAHULUAN Cacing

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH indikator

universal ke dalam air, ditunggu sesaat, warna yang timbul dicocokkan dengan warna pada

petunjuk penggunaan yang menunjukkan besarnya pH air.

d. Pengukuran kecerahan

Pengukuran Intensitas cahaya air laut dilakukan dengan menggunakan alat keping sechi. Keping

sechi diposisikan pada tiga titik penempatan lahan budidaya yang digunakan. Angka yang tertera

pada keping sechi dicatat per kedalaman.

Page 16: PENDAHULUAN Cacing

III. JADWAL RENCANA KERJA

Judul : Teknik Penanaman Rumput Laut Euchema Cotonii Pada Sistem

Budidaya Waring Rakit Dan Rakit Tali Tunggal.

Lokasi : Pantai sawojajar, Brebes

Waktu : Juli-Agustus 2012

Pembimbing : Drs. H. A. Ilalqisny Insan, MS.

Tabel 1. Rencana Jadwal Praktek Kerja Lapangan

Kegiatan Minggu ke-1 2 3 4 5 6 7 8

Penyusunan proposal

X X

Persiapan X

Penanaman X

Pengukuran pertumbuhan rumput laut

X X X X

Pemanenan X

Penyusunan laporan

X X

Page 17: PENDAHULUAN Cacing

DAFTAR REFERENSI

Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini. 1993. Rumput Laut. Penebar Swadaya: Jakarta

Aslan, L. M. 1991. Budidaya Rumput Laut. Kansius. Yogyakarta.

Aslan, L. M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kansius. Yogyakarta.

Aslan, L. M. 2005. Budidaya Rumput Laut. Kansius. Yogyakarta

Atmadja, W. S. S. dan Rahmanian. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi. LIPI, Jakarta.

Azizah, N. 2001. Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Doty Pada Berbagai

Metode Budidaya Di Perairan Nusakambangan Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Hee Kang Yun, Sang Rul Park and Ik Kyo Chung. 2011. Biofiltration efficiency and biochemical

composition of three seaweed species cultivated in a fish-seaweed integrated culture Research Article Algae 2011, 26(1): 97-108.

Insan, I. A. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalga. Fakultas Biologi, Universitas Jenderal

soedirman, Purwokerto.

Purnomo, S. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Eucheuma cottonii Doty Pada Berat Awal

dengan Sistem Budidaya Apung Berbeda Di Perairan Selok Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi, Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto.

Rasyid, A. 2004. Beberapa Catatan Tentang Agar. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.

Sugiarto, A., dkk, 1978. Rumput Laut (Algae), Manfaat, Potensial dan Usaha Budidayanya, LON - LIPI, Jakarta.

Suryadi, G. S., Herman H. dan Iskandar. 1993. Kecepatan Pertumbuhan Rumput Laut (Euchema alvarezii) Pada Dua Sistem Budidaya Yang Berbeda. UNPAD. Jatinangor.

Page 18: PENDAHULUAN Cacing

Suryaningrum., D., Murdinah., Arifin M. 2000. Penggunaan kappa-karaginan sebagai bahan penstabil pada pembuatan fish meat loaf dari ikan tongkol (Euthyinnus pelamys. L). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol: 8/6.

Susanto, A.B. 2002. Selintas Tentang Godir si Rumput Laut Gracilaria. Fakultas Perikanan

UNDIP. http: //Nakula/rvs/bielefeld.de/majalah/laut/abertikel. Diakses 10 januari 2013.

Trihatmoko, Y. K., Suminarti, D. U., Apristiani, Dwi. Dan Kurniawati, M. 2005. Pengembangan Permen Jeli Rumput Laut Aroma. Jurnal Saintifika Gadjah Mada 2(1): 21-29.

Winarno. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.