pencegahan pencoklatan enzimatis

28
Gita Asapuri 240210110043 TIP-A IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 12 November 2012 adalah mengenai cara pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan. Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari prinsip-prinsip pencegahan pencoklatan enzimatis dan cara pelaksanaannya serta untuk memilih cara pencegahan pencoklatan enzimatis yang tepat dan melaksanakannya dengan baik dan benar. Reaksi pencoklatan (browning) terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis berefek baik pada produk seperti teh, kopi, kakao, dan buah kering (kismis, plum, kurma, dan buah ara). Meskipun begitu, pencoklatan enzimatik dianggap berefek negatif untuk buah-buahan dan sayuran tropis maupun subtropis. Pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan karena dapat memengaruhi rasa, warnda, dan nilai gizi dari makanan, serta dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa (Hui, 2006). Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayuran disebabkan karena jaringan memar, dipotong, dikupas, kena penyakit, atau karena kondisi yang tidak normal. Jaringan akan cepat menjadi gelap apabila kontak dengan udara, atau disebabkan oleh konversi senyawa fenol menjadi melanin berwarna cokelat.

Upload: gita-asapuri

Post on 28-Sep-2015

290 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

Laporan Praktikum Kimia Pangan, Pencegahan Pencoklatan Enzimatis

TRANSCRIPT

Gita Asapuri240210110043TIP-A

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANPraktikum yang dilaksanakan pada tanggal 12 November 2012 adalah mengenai cara pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan. Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari prinsip-prinsip pencegahan pencoklatan enzimatis dan cara pelaksanaannya serta untuk memilih cara pencegahan pencoklatan enzimatis yang tepat dan melaksanakannya dengan baik dan benar.Reaksi pencoklatan (browning) terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis berefek baik pada produk seperti teh, kopi, kakao, dan buah kering (kismis, plum, kurma, dan buah ara). Meskipun begitu, pencoklatan enzimatik dianggap berefek negatif untuk buah-buahan dan sayuran tropis maupun subtropis. Pencoklatan enzimatis ini tidak diinginkan karena dapat memengaruhi rasa, warnda, dan nilai gizi dari makanan, serta dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa (Hui, 2006).Pencoklatan enzimatis terjadi pada buah dan sayuran disebabkan karena jaringan memar, dipotong, dikupas, kena penyakit, atau karena kondisi yang tidak normal. Jaringan akan cepat menjadi gelap apabila kontak dengan udara, atau disebabkan oleh konversi senyawa fenol menjadi melanin berwarna cokelat.Terdapat beberapa enzim yang terlibat pada reaksi pencoklatan enzimatis, yaitu monofenol monoksigenase atau tirosinase (enzim yang mengawali reaksi pencoklatan). Kemudian yang terlibat pada tahap akhir pencoklatan adalah difenol oksidase atau katekol oksidase (lebih sering disebut polifenol oksidase) dan laccase. Polifenol oksidase memerlukan keberadaan gugus protestik tembaga dan oksigen yang berfungsi sebagai akseptor hidrogen. Polifenol oksidase mengkatalis dua jenis reaksi, yaitu reaksi monofenol menjadi difenol disebut juga aktivitas kresolase dan reaksi difenol menjadi quinon atau aktivitas katekolase. Pada aktivitas kresolase monofenol-monofenol dari senyawa fenolik dihidroksilasi menjadi o-difenol. Hanya monofenol dengan struktur para dan orto yang merupakan substrat bagi enzim polifenol oksidase. Kemudian selanjutnya pada aktivitas katekolase o-difenol tersebut diubah menjadi o-quinon. Pada aktivitas katekolase, enzim polifenol oksidase hanya mengkatalis reaksi pencoklatan pada substrat difenol dengan struktur orto. Sedangkan difenol dengan struktur para dikatalis oleh enzim laccase. Jadi reaksi pencoklatan ini membutuhkan tiga agen utama yaitu oksigen (dibantu katalis Cu2+), enzim (polifenoloksidase/PPO), serta komponen fenolik.

Gambar 1. Contoh reaksi pencoklatan dari tirosin menjadi O-Quinon fenilalanin

Tahap-tahap reaksi selanjutnya dalam pencoklatan enzimatis adalah reaksi hidroksilasi o-quinon menghasilkan trihidroksibenzen. Trihidroksi benzen yang terbentuk saling berinteraksi membentuk hidroksiquinon-hidroksiquinon.

Selanjutnya hidroksiquinon berpolimerisasi menghasilkan polimer yang berwarna merah, kemudian polimerisasi berlanjut sehingga menghasilkan polimer yang berwarna merah kecoklatan dan pada akhirnya dihasilkan polimer melanin yang berwarna coklat. Substrat enzim polifenol oksidase adalah senyawa fenol yang terdapat pada jaringan tumbuhan yaitu flavanoid termasuk katekin, antosianidin, leukosantosianidin, flavonoldan turunan asam sinamat. Hal ini dapat digambarkan dengan perubahan o-hidroksifenol menjadi o-kuinon.Paparan diatas menunjukan pencegahan pencoklatan enzimatis mutlak harus dilakukan. Pencegahan enzimatis dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya blansing, sulfitasi, pengasaman, deaerasi, dan pengemasan vakum. Pencegahan pencoklatan enzimatis karena logam dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengolahan dari bahan stainless steel. Kontaminan logam dapat dicegah dengan penambahan senyawa-senyawa yang bereaksi membentuk garam dengan logam (Tranggono, 1990).Namun, pada praktikum kali ini, hanya akan dilakukan perlakuan-perlakuan yang dapat mencegah terjadinya pencoklatan enzimatis berupa mengurangi kontak dengan peralatan pengolahan besi, dengan mengurangi kontak dengan oksigen, dan dengan menonaktifkan enzim polifenoloksidase.

4.1. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Mengurangi Kontak dengan Peralatan Pengolahan BesiPisau besi yang digunakan untuk mengiris sayuran mengandung senyawa campuran antara Fe3+ dan Cu2+.. Senyawa polifenol oksidase atau fenolase sebagai senyawa utama penyebab pencoklatan enzimatis mengandung Cu2+ yang turut mempercepat reaksi ini berlangsung apabila kontak dengan oksigen. Proses pencokelatan enzimatis dapat dikurangi denggan mengurangi kontak sampel dengan besi. Selain itu, ada baiknya apabila sampel yang telah dipotong tidak dimasukkan ke dalam mangkuk atau piring yang terbuat dari tembaga. Hal ini disebabkan karena reaksi enzimatis akan dipercepat oleh kedua jenis logam tersebut. Pemotongan sampel lebih baik dilakukan dengan menggunakan pisau anti karat yang terbuat daristainless steel. Pisau besi lebih mudah berkarat daripada pisau dari stainless steel. Sebagian besar buah dan sayur mengandung asam, diamana asam bersifat korosif bagi berbagai jenis logam.Stainless steeltermasuk logam yang tidak mudah bereaksi dengan asam sehingga tidak mudah berkarat. Seperti yang telah disebutkan, pisau yang berkarat akan mempercepat proses pencokelatan.Bahan yang dipotong-potong pun lebih cepat mengalami pencoklatan karena enzim polifenolase yang menyebabkan peristiwa pencoklatan lebih cepat bereaksi pada buah atau sayuran yang jaringannya telah rusak. Enzim polifenolase dapat mengoksidsasi senyawa fenol menjadi o-kuinon. Enzim ini juga melakukan aktivitas katekolase yang melibatkan pengoksidasian dua molekul o-difenol menjadi dua molekul o-kuinon, mengakibatkan reduksi satu molekul oksigen menjadi dua molekul air.Secara normal, sel memisahkan enzim dari komponen fenolik, tapi ketika buah atau sayuran dipotong atau memar, enzim dan fenol bereaksi dengan kehadiran oksigen membentuk produk yang kecoklatan. Hasil perbandingan warna sampel setelah diiris dengan pisau yang berbeda yaitu stainless steel dan pisau berkarat menunjukkan pada sampel yang dipotong atau diiris dengan menggunakan pisau berkarat warnanya menjadi lebih cokelat dibandingkan yang diiris dengan pisau stainless steel. Pencoklatan terjadi disebabkan pada pisau berkarat terdapat senyawa logam Fe yang akan mengkatalis reaksi dengan oksigen. Logam transisi seperti Fe atau Cu yang merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil. Logam transisi memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif dalam mengkatalisis reaksi oksidasi maupun reduksi. Hal ini juga disebabkan karena aktivitas kresolase dimana terbentuknya kompleks protein-tembaga dengan menggabungkan satu molekul oksigen dengan protein tempat atom kupro yang berdampingan terikat. Aktivitas kresolase melibatkan tiga tahap yang dapat dinyatakan sebagai berikut : Protein-Cu+-O2 + monofenol Protein-Cu2+ + o-kuinon + H2OPisau Stainless steel dapat bertahan dari serangan karat berkat interaksi bahan-bahan campurannya dengan alam. Stainless steel terdiri dari besi, krom, mangan, silikon, karbon dan seringkali nikel and molibdenum dalam jumlah yang cukup banyak. Elemen-elemen ini bereaksi dengan oksigen yang ada di air dan udara membentuk sebuah lapisan yang sangat tipis dan stabil yang mengandung produk dari proses karat/korosi yaitu metal oksida dan hidroksida. Krom, bereaksi dengan oksigen, memegang peranan penting dalam pembentukan lapisan korosi ini. Pada kenyataannya, semua stainless steel mengandung paling sedikit 10% krom. Lapisan ini dapat mencegah terbawanya ion-ion besi dan melindungi baja dari lingkungan yang korosif.Besi biasa, berbeda dengan stainless steel, permukaannya tidak dilindungi apapun sehingga mudah bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan Fe2O3 atau hidroksida yang terus menerus bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Lapisan korosi ini makin lama makin menebal dan dikenal sebagai karat. Stainless steel, dapat bertahan dari karat atau tidak bernoda justru karena dilindungi oleh lapisan karat dalam skala atomikPisau besi terbuat dari besi yang mengandung senyawa Fe3+ dan Cu2+, sedangkan stainless steel terbuat dari baja. Fe3+ dan Cu2+ cenderung lebih reaktif apabila bertemu dengan oksigen dan dapat mempengaruhi senyawa fenolase. (Tranggono, 1990)Reaksi awal yang melibatkan konversi senyawa fenol menjadi quinon tergantung dari keberadaan enzim fenolase, gugus Cu2+, gugus Fe3+, dan oksigen. Fenolase kompleks dapat dibagi menjadi dua tipe reaksi yaitu fenol hidroksilase dan polifenol oksidase. Senyawa yang sering terbentuk karena bersentuhannya dengan besi dan tembaga adalah polifenol oksidase. (Tranggono, 1990)Reaksi ini dapat meyebabkan warna coklat karena adanya pelepasam hydrogen untuk membentuk senyawa dopakrom berwarna merah yang mempunyai cincin heterosiklik yang berasal dari rantai sisi asam amino karboksilat. Dopakrom selanjutnya mengalami polimerisasi membentuk melanin berwarna coklat. (Tranggono, 1990)Pada praktikum kali ini, sampel yang terdiri dari terong, kentang, salak, pisang, dan apel dicuci sampai bersih, untuk sample salak dan pisang dikupas kulitnya, sedangkan sampel yang lain tidak. Sampel kemudian diiris dengan pisau besi dan pisau stainless steel dan ditunggu selama 15 menit. Berikut hasil pengamatan pencegahan pencoklatan enzimatis dengan mengurangi kontak dengan peralatan besi dan oksigen dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Mengurangi Kontak dengan Peralatan Pengolahan dari BesiBahanWarna Hasil Pemotongan

Pisau Stainless SteelPisau Besi

TerongHijau Kecoklatan +Hijau Kecoklatan ++

KentangKuning Kecoklatan +Kuning Kecoklatan ++

SalakPutih Kecoklatan +Putih Kecoklatan ++

PisangKuning Kecoklatan ++Kuning Kecoklatan +++

ApelPutih Kecoklatan ++Putih Kecoklatan ++

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1 menunjukan bahwa sebagian besar komoditas, seperti terong, kentang, salak, dan pisang mengalami pencoklatan enzimatis yang lebih parah pada potongan yang dipotong oleh pisau besi. Sedangkan sampel apel berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan perubahan warna yang sama, hal ini mungkin dikarenakan definisi coklat dari masing-masing individu berbeda. Pencoklatan lebih tinggi pada piasu besi dapat terjadi karena besi dan tembaga yang terkandung dalam pisau besi yang mengenai permukaan sampel akan bereaksi lebih reaktif dengan udara sehingga produk lebih cepat mengalami pencoklatan enzimatis. Substrat fenolik pada pisang adalah 3,4-dihydroxyphenylethylamine (Dopamine), leucodelphinidin, dan leucocyanidin. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim polifenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Pada hasil percobaan, dapat terlihat bahwa pisang yang diiris dengan pisau stainless biasa lebih cepat menghasilkan reaksi pencoklatan.Substrat fenolik pada kentang adalah Chlorogenic acid, l-tyrosine, caffeic acid, catechol, DOPA, p-cresol, p-hydroxyphenyl propionic acid, p-hydroxyphenyl pyruvic acid, dan m-cresol. Fenolase komplek dapat dibagi menjadi dua tipe rekasi yaitu fenolhidroksilase atau kresolase dan polifenol oksidase atau katekolase. Kedua tipe enzim tersebut dapat dijelaskan dengan reaksi oksidasi L-tirosin, yang merupakan senyawa fenol yang banyak dijumpai pada kentang, dan konsentrasinya merupakan faktor penentu kecepatan pencoklatan enzimatis. Kentang yang disimpan pada udara yang terbuka memmiliki kecepatan pencoklatan yang sama antara pisau stainless bagus dan stainless biasa.Pada sampel apel, ketika apel dikupas atau dipotong, enzim fenolase yang tersimpan di dalam jaringan apel akan terbebas. Apabila enzim tersebut mengalami kontak dengan oksigen di udara, fenolase akan mengkatalisis konversi biokimia dari komponen fenolik yang ada pada apel sehingga komponen tersebut berubah menjadi pigmen coklat atau melanin. Proses ini pada umumnya terjadi pada pH antara 5,0-7,0 dan pada temperatur yang cenderung hangat.Komponen fenolik pada apel berupa flavonoid dan asam fenolik. Flavonoid yang ada di dalam apel adalah flavonol,catechin, danepicatechin. Contoh asam fenolik yang ada di dalam apel adalah asamcafeicdan asam p-coumaricyang membentuk ester dengan asamquinicdi dalam apel. Senyawa fenolik lainnya adalah floretin glikosida. Konsentrasi masing-masing senyawa fenolik pada apel bervariasi, bergantung pada bagian-bagian di mana senyawa tersebut ada. Pada kulit apel, senyawa fenolik yang mendominasi adalahquercetin glikosidadan flavonol. Bagian inti dan biji buah apel banyak mengandung floretin glikosida. Bagian korteks buah apel banyak mengandung asam fenolik.

Sebagian besar komponen fenolik yang dimiliki oleh apel berbentuk senyawa o-difenol. Senyawa o-difenol adalah senyawa organik berupa antioksidan yang berfungsi mengurangi resiko kanker. Dalam proses pencokelatan, enzim fenolase mengubah o-difenol pada apel menjadi o-quinone yang lebih reaktif. Senyawa o-quinone akan bereaksi lebih jauh dengan komponen fenolik lainnya dan protein pada jaringan apel dan membentuk melanin yang memberikan warna cokelat pada apel. Enzim fenolase memerlukan oksigen agar dapat bekerja. Oksigen berperan sebagai akseptor hidrogen dalam proses pencokelatan sedangkan komponen fenolik (Chlorogenic acid (flesh), catechol, catechin (peel), caffeic acid, 3,4-dihydroxyphenylalanine (DOPA), 3,4-dihydroxy benzoic acid, p-cresol, 4-methyl catechol, leucocyanidin, p-coumaric acid, dan flavonol glycosides ) pada apel merupakan substrat dari enzim fenolase.Senyawa dopakrom terbentuk lebih cepat pada sampel yang diiris pisau besi sehingga lebih cepat pula mengalamai polimerisasi yang membentuk melanin berwarna cokleat. Stainless steel kurang reaktif bereaksi dengan oksigen sehingga pembentukan senyawa dopakrom menjadi lebih lambat dan lambat pula mengalami polimerisasi yamg membentuk melanin coklat.

4.2. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Mengurangi Kontak dengan O2Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan oksigen, karena pada buah-buahan serta sayuran memiliki enzim polifenol oksidase, dimana enzim ini memiliki fungsi untuk perubahan warna dalam makanan yang akan bereaksi dengan oksigen dan enzim ini yang menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis. (Thenawijaya, 1996)Cara pencegahan pencoklatan enzimatis dengan pembebasan oksigen diantaranya adalah direndamnya dalam air. Perendaman dalam air dimaksudkan untuk mengatur aliran sayuran atau buah sebelum dilakukan blansing. Buah tau sayuran akan menjadi coklat apabila kontak dengan udara karena menambah jumlah oksigen yang sebenarnya secara alami sudah ada dalam jaringan tanaman. (Tranggono, 1990)Pengeluaran oksigen dari jaringan buah dan sayur cenderung menbuat keadaan menjadi anaerobiosis. Keadaan ini khusunya terjadi untuk produk pangan yang disimpan lama akan menghasilkan metabolit abnormal sehingga memungkinkan kerusakan jaringan. (Tranggono, 1990)Cara penghambatan fenolase juga dapat menggunakan NaCl dan larutan gula. Campuran antara NaCl/larutan gula dan asam klorogenat serta fenolase dari sampel akan menghambat enzim yang dihasilkan oleh sayuran atau buah-buahan. Perlakuan ini menyebabkan pembentukan senyawa dopakrom menjadi metionin yang berwarna coklat akan berkurang. (Tranggono, 1990)Pada praktikum kali ini, sampel dicuci, kemudian sampel berupa salak dan pisang dikupas, sedangkan sisanya tidak kemudian sampel dipotong menjadi dua bagian menggunakan pisau stainless steel, setelah itu dilakukan perendaman selama 15 menit, fungsi perendaman ini adalah untuk menghindari kontak dengan oksigen. Cairan yang digunakan untuk merendam sampel antara lain air biasa, larutan gula 20%, dan larutan garam 2,5%, selain diberi ketiga perlakuan ini terdapat sampel kontrol dimana sampel tidak direndam sama sekali. Dari ketiga cairan tersebut diamati mana yang paling efektif dalam mencegah poncoklatan enzimatis. Berikut hasil pengamatan pencegahan pencoklatan enzimatis dengan cara mengurangi kontak dengan oksigen dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Mengurangi Kontak dengan O2BahanTanpa DirendamDirendam dalam AirDirendam dalam NaCl 2,5%Direndam dalam Gula 20%

TerongHijau Kecoklatan +Hijau Kecoklatan ++Hijau Kecoklatan +++Hijau Coklat ++++

KentangKuning Kecoklatan +Kuning +++Kuning +Kuning ++

SalakPutih KecoklatanPutih Kekuningan +Putih Kekuningan ++Putih Kekuningan +++

Pisang Kuning Kecoklatan +++Kuning +++Kuning ++++Kuning +++

ApelPutih Kecoklatan +Putih Kecoklatan +++Putih Kecoklatan +Putih Kecoklatan ++

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 2, semua sampel menunjukkan pencoklatan enzimatis yang paling tinggi pada perlakuan tanpa direndam karena ketika sampel tidak direndam maka kontak antara sampel dengan oksigen sangat tinggi hal inilah yang mempercepat pencoklatan enzimatis. Terong memiliki urutan warna dari paling coklat ke tidak coklat berdasarkan perlakuan yaitu gula, garam, air, dan tanpa perlakuan. Namun seharusnya menurut literatur warna cokelat pada terong yang tanpa perlakuan adalah yang paling coklat. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat air merupakan larutan yang paling efektif dalam mencegah pencoklatan enzimatis. Namun menurut literatur seharusnya garamlah yang paling dapat mencegah reaksi pencoklatan karena penghambatan fenolase dengan NaCl menunjukkan hasil yang baik, namun tentunya akan menyebabkan kurangnya penerimaan konsumen dari sudut citarasa karena terlalu asin.Kentang tanpa perlakuan memiliki warna paling tidak coklat, sedangkan menurut literatur seharusnya kentang tanpa perlakuan memiliki warna paling coklat karena kotak sampel dengan oksigen sangat besar, sedangkan untuk sampel dengan perlakuan urutan warna dari paling coklat ke tidak coklat yaitu air, gula, dan garam. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat larutan garam merupakan larutan yang paling efektif dalam mencegah pencoklatan enzimatis. Namun jika ditambahakan garam terlalu banyak tentunya akan menyebabkan kurangnya penerimaan konsumen dari sudut citarasa karena terlalu asin.Salak yang diamati memiliki warna yang berbeda saat ditambahkan cairan yang berbeda, warna paling cokelat ditunjukkan oleh salak yang tanpa perendaman, sedangkan untuk sampel dengan perlakuan urutan warna dari paling coklat ke tidak coklat yaitu garam, gula, dan air. Berdasarkan hasil pengamatan air lah yang menunjukkan efektif mencegah pencoklatan enzimatis, namun menurut literatur seharusnya garamlah yang efektif mencegah pencoklatan enzimatis. Pisang mengandung senyawa kimia polifenol oleh karena itu mudah mengalami reaksi pencoklatan apabila kontak dengan udara. Berdasarkan hasil pengamatan, pisang tanpa perendaman menunjukkan warna coklat yang paling tinggi, sedangkan pisang yang diberi perlakuan menunjukkan warna yang sama, kecuali pada pisang yang direndam dengan larutan garam menunjukkan warna kuning yang lebih tinggi. Kemudian pada sampel apel, terlihat pada hasil pengamatan bahwa warna sampel tanpa perendaman dengan yang direndam dengan gula sama, sedangkan ketika direndam dengan air menunjukkan warna yang lebih coklat deibandingkan dengan direndam dengan gula, hasil pengamatan ini telah sesuai dengan literatur.

4.3. Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenoloksidase (EPO)Pengendalian pencoklatan enzimatis dengan menonaktifkan enzim fenolase dapat dilakukan dengan penggunaan panas. Penggunaan panas pada suhu tinggi dan waktu yang memadai akan menghambat fenolase dan enzim lain yang ada dalam pangan. Panas digunakan dalam pengolahan seperti blansing, pasteurisasi, penanganan buah untuk pengalengan, pengawetan pangan dengan pembekuan atau pengeringan. Prinsipnya pencegahan pencoklatan enzimatis didasarkan pada usaha inaktivasi enzim polifenol-oksidase. Jaringan tanaman utuh terdapat polifenol oksidase dan substrat fenoliknya dipisahkan oleh struktur sel sehingga pencoklatan tidak terjadi. Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman seringkali mengakibatkan enzim dapat kontak dengan substrat. Substrat untuk polifenol oksidase dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat. (Tranggono, 1990)Asam askorbat atau vitamin c dan asam askorbat dapat pula dijadikan sebagai pencegahan pencoklatan enzimatis dengan menonaktifkan enzim polifenoloksidase. Hal ini dapat terjadi karena vitamin c dapat memberikan sifat entiseptis dan menunda oksidasi dengan kuinon. (Tranggono, 1990) Sulfit dan tirosin yang merupakan monofenol pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi kuinon. Inaktivasi enzim dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah dengan cara blansing. (Thenawijaya, 1996)Aktivitas PPO (Polifenoloksidase) berada pada pH 5 sampai 7. Pada pH mendekati 3, enzim akan terinaktivasi secara irreversible. Suhu optimum enzim ini adalah 21-300C. Nilai pH akan mempengaruhi konformasi enzim, sisi aktif yang dikenali, dan konformasi substrat. Enzim ini relatif stabil terhadap panas dan dapat dihambat oleh asam, halida, asam fenolat, sulfit, chelating agent, reducing agent (asam askorbat), quinon, contohnya adalah sistin. Selain itu, enzim ini juga dipengaruhi oleh faktor ionik, aktivitas air, lokasi substrat, dan konsentrasi substrat.Praktikum kali ini metode penggunaan panas yang dilakukan adalah dengan cara blansing kukus dan rebus terhadap sampel. Kemudian dilakukan perlakuan lain yaitu sampel di rendam dalam na-bisulfit 2%, asam sitrat 2%, dan asam askorbat 2%, sampel kontrol pun digunakan yaitu sampel yang tidak mendapat perlakuan sama sekali. Selanjutnya diamati keefektifan dari 3 laruta tersebut dan dibandingkan dengan sampel yang tidak direndam namun hanya mendapat perlakuan blansing saja. Hasil pengamatan perubahan warna dan tekstur pada sampel dapat dilihat pada tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Warna Sampel pada Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenoloksidase (EPO)BahanPerendamanBlansing

Tanpa Apa-ApaLarutan Na-Bisulfit 2%Larutan Asam Sitrat 2%Larutan Asam Askorbat 2%Air MendidihDikukus

TerongHijau Kecokalatan +Putih, hijau cerahHijau Kecokalatan ++Hijau Kecokalatan +++Coklat +++++Coklat ++++

KentangKuning Kecoklatan +Kuning ++Kuning +++Kuning +Kuning Cerah +Kuning Cerah ++

SalakPutih KecoklatanPutih Pucat Putih KekuninganPutih Pucat Agak KekuninganPutih KekuninganPutih Kekuningan +

PisangKuning ++++Kuning ++++Kuning +++Kuning +++++Kuning ++Kuning +

ApelPutih Kecoklatan ++++Putih ++Putih Putih Kecoklatan +++Putih Kecoklatan Putih Kecoklatan +

Tabel 4. Hasil Pengamatan Tekstur Sampel pada Pencegahan Pencoklatan Enzimatis dengan Cara Menonaktifkan Enzim Polifenoloksidase (EPO)BahanPerendamanBlansing

Tanpa Apa-ApaLarutan Na-Bisulfit 2%Larutan Asam Sitrat 2%Larutan Asam Askorbat 2%Air MendidihDikukus

TerongLunakLunak +Lunak +Lunak ++Lunak ++++ Lunak +++

KentangKerasKeras +Keras ++Keras +++Agak Lunak +Agak Lunak

SalakKeras +++Keras +++Keras +++Keras ++Lembek +++Lembek +

PisangKeras +Keras +Keras +Keras +Empuk ++Empuk +

ApelLunakKerasKerasKerasLunak +Lunak ++

Na-bisulfitSulfit banyak digunakan sebagai inhibitor enzim fenolase karena efektif dan harganya murah (Eskin, 1990). Penggunaannya bisa dilakukan dalam bentuk gas (SO2) atau garam sulfit (natrium sulfit, natrium bisulfit dan natrium metabisulfit) (Buckle, et al., 1987). Diantara kedua bentuk tersebut, penggunaan larutan sulfit lebih mudah dilakukan (Eskin, 1990). Branen, Davidson dan Salminen (1990), menjelaskan bahwa sifat antimikroba dari sulfit dipengaruhi oleh pH, konsentrasi, waktu kontak, jenis mikroorganisme, dan pembentukan sulfur dioksida. Sulfit dapat mencegah pencoklatan baik enzimatik maupun non enzimatik, melindungi vitamin C dan mempertahankan warna alami bahan, selain itu juga sulfit murah dan bersifat antiseptik (Eskin, 1990).Batas maksimum penggunaan Na-metabisulfit yang dapat digunakan dalam pengolahan bahan makanan menurut Departemen Kesehatan RI adalah 2 g/kg berat bahan. FDA menyarankan maksimum penggunaan sulfit pada level konsentrasi 2000 ppm.Mekanisme penghambatan dengan sulfit merupakan inhibitor paling baik untuk menghambat pencoklatan enzimatis, adalah dengan cara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan mengikat logam Cu pada enzim. Secara tidak langsung yaitu dengan cara menghambat oksidasi L-Tyrosin menjadi 3,4 dihydroksiphenylalanine, interaksi dengan quinon menjadi difenol (bentuk semula), dan mengikat O2. Mekanisme penghambatan sulfit pada proses pencoklatan non enzimatis adalah dengan menghambat reaksi Mailard, dimana sulfit akan bereaksi dengan hasil urai gula amino dan mencegah senyawa ini berkondensasi menjadi melanoidin (de Man,1997).Dalam konsentrasi tinggi, penggunaan sulfit akan ditolak karena akan berpengaruh kepada rasa dari bahan makanan, dimana sulfit akan bergabung dengan komponen aldehida dan keton dari beberapa bahan pangan. Penggunaan sulfit dalam konsentrasi tinggi akan menimbulkan bau yang tdak disukai dan akan bersifat racun (Eskin, 1990).Pada hasil pengamatan menunjukkan na-bisulfit yang ditambahkan pada sampel memiliki kemampuan untuk mencegah pencoklatan.

Asam askorbatAsam askorbat dalam percobaan ini merupakan senyawa pereduksi kuat yang bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang tinggi. Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan sayuran dan juga pada jus buah untuk pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan terjadinya reaksi pencoklatan.Hasil pengamatan menunjukkan perendaman dalam asam askorbat merupakan cara efektif, namun berdasarkan hasil pengamatan masih lebih baik Na-Bisulfit.

Asam sitratAsam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat antara lain: mudah larut dalam air, spiritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya padaasam asetat sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 1992). Pada percobaan ini, larutan asam sitrat yang digunakan hanya satu macam konsentrasi yaitu 2.0%.Berdasarkan hasil pengamatan, warna sampel yang direndam dengan asam sitrat semakin baik, namun tidak pada terong. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan blansing kukus maupun rebus menunjukkan bahwa blansing rebus memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan blansing kukus. Berdasarkan hasil pengamatan, urutan keefektifan larutan untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatis berdasarkan pratikum kali ini adalah na-bisulfit > asam askorbat > asam sitrat. Sedangkan untuk sampel yang diblansing, tingkat keerktifannya blansing rebus > blansing kukus.

V. KESIMPULANKesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum cara pencegahan pencoklatan enzimatis dalam pengolahan sayuran dan buah-buahan adalah1. Reaksi pencoklatan disebabkan oleh oksidasi fenol karena adanya enzim fenol oksidase (fenolase) yang merubah bentuk kuinol menjadi kuinon.2. Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak dengan peralatan pengolahan besi, mengurangi kontak dengan oksigen, dan dengan menonaktifkan enzim polifenol oksidase.3. Pisau stainless steel lebih baik dalam pencegahan pencoklatan enzimatis karena kurang reaktif dengan oksigen daripada pisau besi yang mudah teroksidasi oleh oksigen hal ini karena terdapat lapisan krom yang mencegah mencegah terbawanya ion-ion besi dan melindungi baja dari lingkungan yang korosif.4. Mengurangi kontak dengan oksigen dapat dilakukan dengan merendam bahan pada larutan garam, gula, atau akuades karena dengan direndam oksidasi senyawa fenol akan berkurang. 5. Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat keefektivan larutan untuk mencegah pencoklatan enzimatis berbeda-beda dari tiap sampel6. Enzim polifenol oksidase (PFO) dapat dicegah dengan cara sulfitasi (perendaman dalam larutan Na-Bisulfit), perendaman dalam asam sitrat, parendaman dalam asam askorbat, dan perendaman dengan aquades.7. Berdasarkan hasil pengamatan hasil yang paling baik dalam menonaktifkan enzim PFO adalah dengan perendaman menggunakan Na-Bisulfit > asam askorbat > asam sitrat > tanpa perlakuan.

DAFTAR PUSTAKAEskin, N. A.M. 1990. Biochemistry of Foods. Penerbit : Academic Press.Hui, Y.H. 2006.Food Biochemistry and Food Processing. Blackwell Publishing: Iowa.John M deMan. 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. BandungThenawijaya, M. 1996. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Erlangga: JakartaTranggono. , Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Penerbit : Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universitas (Bank Dunia VXII) PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

JAWABAN PERTANYAAN1. Berdasarkan hasil praktikum, jelaskan mengapa dalam prakteknya pencegahan pencoklatan enzimatis tidak pernah dilaksanakan dengan menggunakan satu metode saja ?Dalam praktikum ini dilakukan dengan menggunakan 3 metode karena pencoklatan enzimatis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pengaruh kontak alat-alat pengolahan besi terhadap sayur dan buah, kontak sayur dan buah dengan oksigen, dan akibat enzim polifenol oksidase yang terdapat didalam sayuran dan buah. Oleh karena itu, praktikum ini tidak bisa dilakukan dengan menggunakan 1 metode saja.

2. Jelaskan mengapa untuk buah-buahan metode blansing jarang sekali digunakan sebagai usaha mencegah pencoklatan enzimatis ?Blansing merupakan salah satu cara pencegahan pencoklatan enzimatis, namun cara ini tidak cocok untuk buah-buahan karena salah satu kelemahan blansing itu sendiri adalah dapat merubah tekstur, aroma, warna dan cita rasa. Oleh karena itu, biasanya cara yang paling tepat untuk mencegah pencoklatan enzimatis pada buah adalah dengan merendamnya dalam larutan gula karena selain dapat mencegah pencoklatan, rasa yang ditimbulkan pun akan semakin diminati oleh konsumen.