penatalaksanaan asuhan keperawatan pada ... wahyuni.pdfgangguan kebutuhan oksigen, menimbulkan...

87
i PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI RUANG LAVENDER RSUD KOTA KENDARI TAHUN 2018 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari OLEH : SRI WAHYUNI NIM. P00320015095 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES KENDARI JURUSAN KEPERAWATAN T.A 2018

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENTUBERCULOSIS PARU DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

    OKSIGENASI DI RUANG LAVENDER RSUD KOTA KENDARI

    TAHUN 2018

    KARYA TULIS ILMIAH

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program

    Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari

    OLEH :

    SRI WAHYUNINIM. P00320015095

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLTEKKES KEMENKES KENDARI

    JURUSAN KEPERAWATANT.A 2018

  • ii

  • iii

    SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Sri Wahyuni

    NIM : P00320015095

    Institusi Pendidikan : Politeknik Kesehatan Kendari, Prodi DIII Keperawatan

    Judul KTI : Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien

    Tuberculosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan

    Oksigenasi Di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari

    Tahun 2018

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini

    bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui

    sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.

    Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah

    hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya sendiri.

    Kendari, 02 Agustus 2018

    ( Sri Wahyuni )

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    I. IDENTITAS

    1. Nama Lengkap : Sri Wahyuni

    2. Tempat / Tanggal Lahir : Anggalo Melai, 22 Januari 1997

    3. Jenis Kelamin : Perempuan

    4. Agama : Islam

    5. Suku / Bangsa : Tator, Muna / Indonesia

    6. Alamat : Jln. Kelurahan Anggalomelai, Kec. Abeli

    II. PENDIDIKAN

    1. SD Negeri 07 Abeli tamat tahun 2009

    2. SMP Negeri 07 Kendari tamat tahun 2012

    3. SMK TUNAS HUSADA KENDARI tamat tahun 2015

    4. POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI, Jurusan DIII Keperawatan

    dari tahun 2015 sampai tahun 2018

  • v

    MOTTO

    Ilmu pengetahuan itu bukanlah yang dihafal,

    Melainkan yang memberi manfaat.

    Jika kita benar menginginkan sesuatu,

    Kita akan menemukan caranya,

    Namun jika kita tidak serius dengan hal itu,

    Maka kita hanya akan menemukan suatu alasan.

  • vi

    ABSTRAK

    Sri Wahyuni (P00320015095) “Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari Tahun 2018”. Dibimbing oleh Bapak Indriono Hadi dan Bapak Abd. Syukur Bau. 4 tabel + 10 lampiran + 74 Halaman. Latar Belakang : Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang masuk dalam saluran pernafasan. Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban tuberculosis tertinggi di dunia. Pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus baru BTA positif (BTA+), menurun dibandingkan tahun 2015 dengan 3.268 kasus. Di RSUD Kota Kendari di dapatkanjumlah kunjungan pasien Tuberculosis Paru pada tahun 2017 sebanyak 412 kasus.Tujuan: untuk melaksanakan proses asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang Lavender RSUD Kota Kendari pada tanggal 29 Juni – 03 Juli 2018. Metode : metode yang digunakan dalam studi kasus ini yaitu deskriptif pada satu pasien Tuberculosis Paru. Hasil : Keluhan utama pasien saat dilakukan pengkajian yaitu batuk berdarah disertai sesak nafas. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.Evaluasi keperawatan pada hari keempat yaitu pasien mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan, pasien mengatakan tidak merasakan sesak, tidak ada suara nafas tambahan, pasien nampak mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu, frekuensi pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler.

    Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Tuberculosis Paru, Kebutuhan Oksigenasi

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Puji syukur penulis

    panjatkan kehadirat Allah Subhanawataala atas berkat rahmat dan karunia-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus yang berudul “Penatalaksanaan

    Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberculosis Paru dalam Pemenuhan

    Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari tahun 2018” ini

    dengan baik. Studi kasus ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

    Ahli Madya Keperawatan, Program Studi DIII Keperawatan, Politeknik

    Kesehatan Kendari.

    Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

    pihak, studi kasus ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena

    itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

    1. Allah Subhanawataala karena tanpa kehendak-Nya penulis tidak dapat

    menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

    2. Ibu Askrening, SKM. M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari.

    3. Bapak Indriono Hadi, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

    Poltekkes Kemenkes Kendari. Sekaligus selaku dosen Pembimbing I penulis.

    4. Bapak Abd. Syukur Bau, S.Kep., NS., MM selaku dosen Pembimbing II yang

    selalu meberikan waktunya untuk membimbing dengan penuh kesabaran,

    keikhlasan dan kebijaksanaan. Memberikan koreksi, Revisi serta masukan

    dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

    5. Tim penguji yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran, masukan,

    serta kritikan yang bermanfaat bagi penulis dalam melengkapi kesempurnaan

    laporan studi kasus ini.

  • viii

    6. Kepala Ruangan Lavender RSUD Kota Kendari beserta staf yang telah

    memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan studi kasus.

    7. Bapak dan Ibuku selaku kedua orangtua kandungku yang telah mengasuh,

    membimbing, dan membesarkan penulis dengan penuh pengorbanan. Juga

    kepada saudara dan keluarga besarku, terucap rasa terima kasih yang tak

    terhingga atas untaian doa serta nasehat yang sangat berharga selama saya

    menjalani pendidikan di Politeknik Kesehatan Kendari Prodi DIII

    Keperawatan.

    8. Rekan – rekan mahasiswa “Angkatan 2015” Politeknik Kesehatan Kendari

    yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas

    kebersamaan yang tercipta selama ini. Segala bantuan, rasa simpati dan empati

    kalian berikan jangan terhenti sampai disini.

    Semoga Allah Subhanawataala memberikan limpahan rahmat-Nya kepada

    mereka, dan kelak mendapatkan balasan yang lebih baik dan lebih banyak dari-

    Nya. Penulis menyadari bahwa studi kasus ini masih jauh dari sempurna, maka

    dengan kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

    harapkan untuk kesempurnaan studi kasus ini.

    Kendari, 02 Agustus 2018

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL DEPAN................................................................ iHALAMAN SAMPUL DALAM............................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iiiHALAMAN KEASLIAN PENELITIAN................................................. ivHALAMAN RIWAYAT HIDUP.............................................................. vHALAMAN MOTTO ................................................................................ viHALAMAN ABSTRAK ............................................................................ viiHALAMAN KATA PENGANTAR.......................................................... viiiDAFTAR ISI............................................................................................... xDAFTAR TABEL ...................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiii

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ........................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5

    C. Tujuan Studi Kasus .................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi Sistem Pernafasan ....................................................... 7

    B. Konsep Dasar Tuberculosis ....................................................... 10

    C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi........................................ 16

    D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam

    Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi............................................ 21

    E. Konsep Latihan Nafas dalam ..................................................... 30

    F. Konsep Latihan Batuk Efektif.................................................... 32

    BAB III. METODE STUDI KASUS

    A. Rancangan Studi Kasus.............................................................. 34

    B. Subyek Studi Kasus ................................................................... 34

    C. Fokus Studi ................................................................................ 34

  • x

    D. Definisi Operasional Studi Kasus .............................................. 34

    E. Metode Pengumpulan Data........................................................ 36

    F. Tempat Dan Waktu Studi Kasus................................................ 37

    G. Analisa Data Dan Penyajian Data.............................................. 37

    H. Etika Studi Kasus ...................................................................... 38

    BAB IV. HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Studi Kasus ...................................................................... 39

    B. Pembahasan............................................................................... 49

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ............................................................................... 57

    B. Saran.......................................................................................... 58

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ..........................................................41

    Tabel 4.2 Analisa Data ..........................................................................................42

    Tabel 4.3 Intervensi keperawatan..........................................................................43

    Tabel 4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan..............................................44

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat Keterangan Bebas Administrasi

    Lampiran 2 Surat Keterangan Bebas Pustaka

    Lampiran 3 Surat Usulan Izin Penelitian

    Lampiran 4 Surat Pengantar Izin Penelitian

    Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

    Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Meneliti

    Lampiran 7 Informed Consent

    Lampiran 8 Format Pengkajian Kebutuhan Oksigenasi

    Lampiran 9 Lembar Observasi

    Lampiran 10 Foto Dokumentasi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Tuberculosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh

    Mycobacterium tuberculosis yakni kuman batang aerob yang dapat hidup

    terutama di paru-paru atau diberbagai organ tubuh lainnya, mempunyai

    kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan

    bakteri ini menjadi tahan asam (Nizar,2010).

    Gambaran mekanisme penularan pada penyakit tuberculosis paru

    disebabkan karena kuman Mycobacterium tuberculosis masuk dalam saluran

    pernapasan. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara berupa

    dahak yang melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman

    tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel iniakan

    menimbulkan reaksi peradangan dan menyebabkan gangguan atau keluhan

    yang timbul pada sistem pernapasan dan keluhan yang timbul secara

    sistematis (Nizar, 2010).

    Keluhan yang muncul pada pasien yang menderita penyakit

    Tuberculosis paru dibagi menjadi dua yaitu keluhan yang timbul pada

    pernapasan dan keluhan yang timbul secara sistematis. Keluhan yang timbul

    secara sistematis seperti demam, flu, keringat malam, anoreksia, penurunan

    berat badan, malaise. Sedangkan keluhan yang muncul pada pernapasan

  • 2

    diantaranya batuk, batuk berdarah, sesak napas, dan nyeri dada sehingga

    menimbulkan masalah kebutuhan oksigen (Muttaqin, 2008).

    Kebutuhan oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang memiliki

    prioritas paling tinggi dalam hierarki Maslow. Oksigen merupakan kebutuhan

    dasar paling vital dalam kehidupan manusia, sehingga tubuh bergantung pada

    oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup. Oksigen harus secara

    adequat diterima dari lingkungan ke dalam paru – paru, pembuluh darah,

    jaringan, dan oksigen juga berperan dalam proses metabolisme sel. Apabila

    terjadi gangguan pada oksigen, maka akan berdampak pada tiga proses yaitu

    ventilasi, difusi, dan perfusi. Ventilasi akan terganggu karena saluran

    pernafasan mengalami obstruksi akibat adanya penumpukkan secret sehingga

    jumlah udara yang masuk dan keluar tidak adequat. Pada proses Difusi,

    infeksi bakteri akan menyebabkan penebalan pada dinding membranealveolar

    sehingga mengakibatkan gangguan proses pengiriman oksigen ke jaringan

    (Potter & Perry, 2005).

    Gangguan kebutuhan oksigen, menimbulkan masalah keperawatan

    seperti ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi

    mucus yang berlebihan (Ardiansyah, 2012). Adapun intervensi yang diberikan

    dalam masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu NIC : manajemen

    jalan nafas. Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

    Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan, Latih pasien untuk

    nafas dalam, Latih pasien untuk batuk efektif, Monitor status pernafasan dan

    status oksigen, Lakukan fisioterapi dada dan Lakukan suction.

  • 3

    Menurut hasil penelitian Purwanti tahun 2013, dampak yang buruk

    terjadi pada pasien dengan tuberculosis paru jika oksigen berkurang akan

    mengalami sesak nafas yang akan menggangu proses oksigenasi, apabila tidak

    terpenuhi akan menyebabkan metabolisme sel terganggu, dan terjadi

    kerusakan pada jaringan otak apabila masalah tersebut berlangsung lama akan

    menyebabkan kematian. Hal ini diperkuat hasil penelitian Setyaningsih tahun

    2012 bahwa keluhan yang paling banyak dirasakan pasien tuberculosis paru

    adalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

    Dari Karya Tulis Ilmiah Loly Oktari tahun 2017 yang berjudul asuhan

    keperawatan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien

    tuberculosis paru di ruang rawat inap RSUP Dr.M.Djamil Padang. Dalam

    melakukan penelitian selama 6 hari dengan diagnosa keperawatan yang

    didapatkan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

    obstruksi jalan nafas, intervensi menggunakan Nursing interventions

    clasification (NIC) manajemen jalan nafas dengan cara posisikan pasien semi

    fowler, lakukan fisioterapi dada, lakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas

    dan monitor pernafasan. Didapatkan hasil evaluasi masalah keperawatan

    pasien mengatakan secret sudah berkurang, pasien tampak bisa mengeluarkan

    secret dengan batuk efektif, pernafasan 20 kali per menit, pasien sudah tidak

    terpasang oksigen, masalah teratasi dan intervensi dihentikan.

    Laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2015menyatat

    terdapat 9,6 juta kasustuberculosis paru di dunia dan 58% kasus terjadi di

    daerah Asia Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus

    terbanyak tahun 2015 yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%).

  • 4

    Indonesia sekarang berada pada ranking kedua negara dengan beban

    tuberculosis tertinggi di dunia. Prevalensi Tuberculosis Paru di Indonesia

    pada tahun 2013 mencapai 800 ribu – 900 ribu kasus (297 per 100.000) dan

    telah mengalami penurunan angka kematian dan kesakitan pada tahun 2015

    menjadi 280 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2015).

    Indonesia pada awal Januari 2019 akan merancang Universal Health

    Converage (UHC). Universal Health Converage ini merupakan kondisi

    dimana setiap orang dapat menerima kebutuhan dasarnya berupa pelayanan

    kesehatan, mulai dari upaya promotif, preventif dan kuratif serta rehabilitatif.

    Dalam Universal Health Converage ini, Kementrian Kesehatan RI lebih

    berfokus pada tiga hal yaitu eliminasi tuberculosis yang mana sampai

    sekarang angkanya masih tinggi, penurunan stunting, dan peningkatan

    cakupan dan mutu imunisasi.

    Pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus baru

    BTA positif (BTA+), menurun dibandingkan Tahun 2015 dengan 3.268 kasus.

    Seperti trend yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru

    tertinggi yang dilaporkan masih berasal dari 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten

    Muna, Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga kabupaten

    tersebut mencapai >50% dari keseluruhan kasus baru BTA+ di Sulawesi

    Tenggara (Profil Dinkes Prov. Sultra, 2016).

    Pada tahun 2016 di RSUD Kota Kendari di dapatkan jumlah kasus

    Tuberculosis Paru sebanyak 168 kasus khusus di Ruang Rawat inap RSUD

    Kota Kendari, sedangkan jumlah kunjungan pada tahun 2017 kunjungan

    pasien dengan Tuberculosis Paru sebanyak 412 kasus. Sedangkan kasus yang

  • 5

    didapatkan di ruangan Lavender periode Januari sampai Maret 2018 adalah

    sebanyak 39 kasus Tuberculosis Paru (SIRS RSUD Kota Kendari, 2018).

    Berdasarkan pada fenomena Tuberculosis Paru sebagai masalah

    kesehatan dan pengalaman penulis saat melakukan praktek lapangan di RSUD

    Kota Kendari, kasus Tuberculosis Paru hampir mencapai 100% dengan

    gangguan kebutuhan oksigenasi. Maka penulis tertarik untuk mengambil

    kasus tersebut dan dituangkan dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul

    “Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien Tuberculosis Parudalam

    Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota Kendari”.

    B. Rumusan Masalah

    Bagaimana Penatalaksanaan Asuhan Pada Pasien Tuberculosis Paru

    Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi di Ruang Lavender RSUD Kota

    Kendari?

    C. Tujuan Studi Kasus

    1. Tujuan Umum

    Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

    Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang

    lavender RSUD Kota Kendari.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mampu melakukan Pengkajian keperawatan pada pasien Tuberculosis

    Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

    b. Mampu merumuskan Diagnosa keperawatan pada pasien Tuberculosis

    Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

  • 6

    c. Mampu menyusun intervensi/rencana keperawatanpada pasien

    Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

    d. Mampu melakukan tindakan atau implementasi keperawatan pada

    pasien Tuberculosis Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

    e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Tuberculosis

    Paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.

    D. Manfaat Studi Kasus

    1. Bagi Penulis

    Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

    keperawatan, khususnya studi kasus tentang penatalaksanaan kebutuhan

    oksigenasi pada pasien Tuberculosis Paru.

    2. Bagi Institusi/Pendidikan

    Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

    keperawatan terhadap asuhan keperawatan dengan kebutuhan oksigenasi

    pada pasien Tuberculosis Paru.

    3. Bagi Rumah Sakit

    Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pada

    umumnya dan meningkatkan mutu pelayanan pada pasien dengan

    Tuberculosis Paru sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi.

    4. Bagi Pasien dan Keluarga

    Dapat menambah ilmu pengetahuan dan bisa menerapkan

    perawatan jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit

    Tuberculosis Paru.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Anatomi Sistem Pernafasan

    1. Pengertian

    Pernafasan atau respirasi adalah suatu peristiwa tubuh kekurangan

    oksigen (O2) kemudian oksigen yang berada di luar tubuh dihirup

    (inspirasi) melalui organ-organ pernafasan, dan pada keadaan tertentu bila

    tubuh kelebihan karbondioksida (CO2), maka tubuh berusaha untuk

    mengeluarkannya dari dalam tubuh dengan cara menghembuskan nafas

    (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara oksigen dan

    karbondioksida dalam tubuh (Syaifuddin, 2011).

    2. Organ – Organ Sistem Pernafasan

    a. Hidung

    Fossa nasalis terdiri atas ruang hidung (kavum nasi) merupakan

    bagian dalam rongga hidung yang dindingnya dilapisi oleh tunika

    mukosa disebut pinatary yang berfungsi mengeluarkan sekresi

    mukosa.

    Refleks batuk merupakan cara paru-paru mempertahankan diri

    untuk bebas dari benda asing. Bronkus dan trakea sangat sensitif

    sehingga setiap benda asing atau penyebab iritasi lain akan

    merangsang refleks batuk.

  • 8

    b. Faring

    Terdiri atas nasofaring, orofaring dan laringofaring.

    1) Nasofaring : bagian faring yang terdapat dorsal kavum nasi dan

    berhubungan dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral.

    Bagian lateral dinding nasofaring memiliki dua lubang yatu osteum

    faring terletak di antara nasofaring dan orofaring yaitu suatu

    penyempitan faring yang dibentuk oleh permukaan kranial

    palatum mole yang dapat mencegah makanan dan minuman masuk

    kedalam rongga hidung ketika menelan dan lubang medial (tuba

    faringeo timpanika eustakil), pembesaran tonsil akan memperkecil

    konka sehingga mengganggu pernafasan melalui hidung dan

    menyebabkan kehilangan pendengaran.

    2) Orofaring : mempunyai dua hubungan yaitu ventral dengan kavum

    oris terdiri atas palatum molle arkus glasopalatinus dekstra dan

    sinistra dorsum lingua, kedua arkus ini terdapat lekukan yang

    disebut fossa tonsiliaris untuk mencegah masuknya kuman melalui

    rongga mulut ke faring. Kaudal pada radiks lingua merupakan

    batas antara laring dan faring.

    3) Laringofaring : pada radiks lingua terdapat bangunan seperti

    lingkaran, apabila tonsil palatine membesar maka akan

    memperkecil istmus fausium.

  • 9

    c. Laring

    Laring atau pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan

    yang dilengkapi dengan otot, membran jaringan ikat, dan ligamentum.

    Bagian atas laring membentuk tepi epiglotis. Tepi tulang dari pita

    suara asli kiri dan kanan membatasi daerah epiglotis disebut

    supraglotis dan bagian bawah disebut subglotis.

    d. Trakea

    Bagian dalam trakea terdapat septum yang disebut karina yang

    terletak agak ke kiri dari bidang median. Selain itu juga terdapat sel

    bersilia yang berguna untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke

    jalan pernafasan.

    e. Bronkus

    Cabang bronkus yang terakhir akan membangkitkan pernafasan

    dan melepaskan udara ke paru-paru , pernafasan bronkiolus terjadi

    dengan cara memperluas ruangan pembuluh alveoli yang merupakan

    tempat terjadinya pertukaran udara antara oksigen dan karbondioksida.

    f. Paru – paru

    Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernafasan yang

    berada di dalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan

    pleura viselaris. Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan

    terapung di dalam air, dan berada dalam rongga thorak.

  • 10

    B. Konsep Dasar Tuberculosis

    1. Pengertian

    Tuberculosis adalah suatu penyakit kronik menular yang

    disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar

    kuman Tuberculosis sering menyerang parenkim paru dan menyebabkan

    Tuberculosis paru, tetapi juga dapat menyerang bagian organ tubuh

    lainnya seperti pleura, kelenjar limfe, tulang dan organ ekstra paru lainnya

    (Aditama, 2008).

    Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri Tuberculosis dari

    penderita yang belum mempunyai reaksi yang spesifik sehingga bakrteri

    Tuberculosis yang dihirup melalui saluran pernafasan hingga ke alveoli.

    Maka bakteri yang berada di alveoli akan dihancurkan oleh makrofag

    dalam alveoli, jika bakteri di tangkap oleh magrofag yang lemah akan

    dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit sehingga aliran darah

    membentuk ssstuberkel (Muttaqin, 2008).

    Tuberculosissekunder adalah jika terjadi resolusi dari infeksi

    primer dan kemungkinan bakteri Tuberculosis masih hidup dalam keadaan

    dorman di jaringan parut, 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan.

    Reaktivasi penyakit Tuberculosis baik pasca primer ataupun sekunder

    terjadi jika daya tahan tubuh menurun (Muttaqin, 2008).

    2. Etiologi

    Tuberculosisparu disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,

    sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm

    dan tebal 0,2 – 0,6 µm, struktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak) yang

  • 11

    membuat kuman lebih tahan terhadap asam serta dari berbagai gangguan

    kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan

    dingin (Ardiansyah, 2012).

    3. Patofisiologi

    Ketika seorang klien TuberculosisParu batuk, bersin, atau

    berbicara, maka tidak disengaja mengeluarkan droplet nuklei dan jatuh ke

    tanah, lantai atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu

    udara yang panas, droplet nuklei menguap. Proses penguapan droplet

    bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri

    Tuberculosis yang terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh

    seseorang yang sehat, maka orang tersebut berpotensi terinfeksi bakteri

    tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air-bone

    infection (Muttaqin, 2008).

    Bakteri yang terhirup akan melewati pertahanan mukosilier saluran

    pernafasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi

    implantasi bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri

    Tuberculosis disebut fokus primer atau lesi primer atau fokus Ghon.

    Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan

    fokus primer atau kompleks primer (Muttaqin, 2008).

    Dalam waktu 3 – 6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan

    menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri Tuberculosis dan

    bereaksi positif terhadap tes tuberkulin dan tes Mantoux. Berpangkal dari

    kompleks primer infeksi dapat menyebar keseluruh tubuh melalui berbagai

  • 12

    jalan yaitu percabangan bronkus, saluran limfe, aliran darah dan reaktivasi

    infeksi primer atau infeksi pasca-primer (Muttaqin, 2008).

    4. Manifestasi Klinik

    Menurut Ardiasnyah (2012) gambaran klinis Tuberculosis

    mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan pernah

    timbul bila tidak terjadi infeksi aktif dengan memperlihatkan gejala klinis

    Tuberculosis yang dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

    a. Gejala Respiratori

    Gejala respiratori sangat bervariasi mulai tidak bergejala

    sampai gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala

    berupa batuk produktif ≥ 2 minggu, nyeri dada, batuk darah dan gejala

    lain. Bila ada tanda penyebaran ke organ lain seperti pleura maka akan

    terjadi nyeri pleura, sesak nafas, atau gejala meningeal (nyeri kepala,

    kaku kuduk, dan sebagainya).

    b. Gejala Sistemik

    Gejala sistemik dapat timbul berupa demam, keringat malam,

    anoreksia, dan penurunan berat badan.

    5. Komplikasi

    Komplikasi penderita TuberculosisParu menurut Ardiansyah (2012)

    antara lain :

    1. Perdarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat

    mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya

    jalan nafas.

  • 13

    2. Penyebaran infeksi ke organ lain, misalnya otak, jantung, persendian,

    ginjal, dan lain-lain.

    6. Penatalaksanaan

    a. Pengobatan Tuberculosis Paru

    Tujuan pengobatan tuberculosis paru adalah :

    1) Menyembuhkan penderita

    2) Mencegah kematian

    3) Mencegah kekambuhan

    4) Menurunkan tingkat penularan

    Sedangkan jenis dan dosis OAT adalah:

    1) Isoniasid (H) : Dikenal dengan INH, bersifat bekterisid, dapat

    membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama

    pengobatan.

    2) Rifampisin (R) : Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-

    dormant (persister) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniasid.

    3) Pirasinamid (Z) : Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang

    berada dalam sel dengan suasana asam.

    4) Streptomisin (S) : Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan

    15 mg/kg BB.

    5) Etambutol (E) : Bersifat sebagai bakteriostatik.

    Obat tuberculosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari

    beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8

    bulan, supaya semua kuman termasuk kuman persister dapat

    dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan

  • 14

    sebagai dosis tunggal sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila

    paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka

    waktu pengobatan).

    Kuman tubeculosis akan berkembang menjadi kuman kebal

    obat (resistan). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan

    obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung

    (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

    Minum Obat (PMO). Pengobatan tuberculosis diberikan dalam dua

    tahap yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.

    a) Tahap Intensif/Awal

    Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat

    setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya

    kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila

    pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat

    biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun

    waktu dua minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif

    menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan

    intensif.

    b) Tahap Lanjutan

    Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih

    sedikit, namun dalam jangka waktu lebih lama.

    b. Efek Samping Obat

    Dalam pemakaian obat-obat anti tuberculosis tidak jarang

    ditemukan efek samping yang mempersulit sasaran pengobatan. Bila

  • 15

    efek ini ditemukan, mungkin obat anti tuberculosis yang bersangkutan

    masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil, tetapi bila

    efek samping ini menganggu, obat antituberculosis yang bersangkutan

    harus dihentikan pemberianya dan pengobatan tuberculosis dapat

    diteruskan dengan obat lain (Aru W,Sudoyo.2006).

    c. Pemeriksaan

    1) Pemeriksaan mikroskopis dahak merupakan cara yang paling dapat

    diandalkan dan diupayakan memiliki tiga buah spesimen untuk

    pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sewaktu, pagi,

    sewaktu (SPS).

    a) S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat

    suspecttuberculosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat

    pulang suspect membawa sebuah pot dahak untuk menampung

    dahak pagi pada hari kedua.

    b) P (pagi) : Dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua,

    segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri

    kepada petugas.

    c) S (Sewaktu) : Dahak dikumpulkan di unit pelayanan kesehatan

    pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

    2) Foto Rontgen, pemeriksaan rontgen diperlukan bila pasien yang

    memiliki masalah-masalah, seperti hanya satu dari tiga specimen

    yang positif, dan lain – lain.

  • 16

    3) Tes Tuberculin, tes ini kurang dapat diandalkan dalam

    menegakkan diagnosis di negara miskin karena gizi buruk, dan

    penyakit lain seperti infeksi HIV atau tuberculosisparu yang sangat

    parah, karena dapat menghasilkan tes yang lemah meskipun pasien

    dewasa atau anak berpenyakit tuberculosisparu aktif. Tes pada

    anak dapat berubah karena BCG.

    C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi

    1. Pengertian Oksigenasi

    Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia

    atau fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau

    yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,

    terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan

    CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak

    yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel. (Mubarak, 2007).

    2. Fungsi Pernafasan

    Pernafasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara

    individu dan lingkungan. Fungsi utama pernafasan adalah untuk

    memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel – sel tubuh dan

    mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel.

    Saat bernafas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk

    kemudian diangkut ke seluruh tubuh (sel – selnya) melalui darah guna

    dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO2 akan

    kembali diangkut oleh darah ke paru – paru untuk dibuang ke lingkungan

    karena tidak berguna lagi bagi tubuh. (Mubarak, 2007).

  • 17

    3. Faktor Yang Mepengaruhi Fungsi Pernafasan

    a. Faktor Fisiologis

    1) Penurunan kapasitas angkut O2. Secara fisiologis daya angkut

    hemoglobin untuk membawa O2ke jaringan adalah 97%. Akan

    tetapi, nilai tersebut tidak dapat berubah sewaktu – waktu apabila

    terdapat gangguan pada tubuh.

    2) Penurunan konsentrasi O2 inspirasi. Kondisi ini dapat terjadi

    akibat penggunaan alat terapi pernafasan dan penurunan O2

    lingkungan.

    3) Hipovolemia. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan volume

    sirkulasi darah akibat kehilangan cairan ekstraseluler yang

    berlebihan.

    4) Peningkatan laju metabolik. Kondisi ini dapat terjadi pada kasus

    infeksi dan demam yang terus menerus yang mengakibatkan

    peningkatan laju metabolik.

    5) Kondisi lainnya. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding

    dada seperti kehamilan, obesitas, abnormalitas muskuloskeletal,

    trauma, penyakit otot, penyakit susunan saraf pusat, dan penyakit

    kronis.

    b. Status Kesehatan

    Pada orang yang sehat, sistem pernafasan dapat menyediakan

    kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan

    tetapi, pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat

    terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen

  • 18

    tubuh. Kondisi tersebut antara lain gangguan pada sistem pernafasan,

    kardiovaskuler, penyakit kronis, penyakit obstruksi pernafasan atas,

    dan lain – lain.

    c. Faktor Perkembangan

    1) Bayi prematur. Bayi yang lahir prematur beresiko menderita

    penyakit membran hialin yang ditandai dengan perkembangannya

    membran serupa hialin yang membatasi ujung saluran pernapasan.

    Kondisi ini disebabkan oleh produksi surfaktan yang masih sedikit

    karena kemampuan paru dalam menyintesis surfaktan baru

    berkembang pada trimester akhir.

    2) Bayi dan anak-anak. Kelompok usia ini beresiko mengalami

    infeksi saluran nafas atas seperti faringitis, influenza, konsilitis,

    dan benda asing.

    3) Anak usia sekolah dan remaja. Kelompok usia ini beresiko

    mengalami infeksi saluran nafas akut akibat kebiasaan buruk

    seperti merokok.

    4) Dewasa muda dan paruh baya. Kondisi stress, kebiasaan merokok,

    diet yang tidak sehat, kurang olahraga merupakan faktor yang

    dapat meningkatkan resiko penyakit jantung dan paru.

    5) Lansia. Proses penuaan yang terjadi pada lansia menyebabkan

    perubahan pada fungsi normal pernafasan, seperti penurunan

    elastisitas paru, pelebaran alveolus, dilatasi saluran bronkus, dan

    kifosis tulang belakang yang menghambat ekspansi paru sehingga

    berpengaruh pada penurunan kadar oksigen.

  • 19

    d. Faktor perilaku

    Perilaku kesehatan individu dapat berpengaruh terhadap fungsi

    pernapasannya. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan berolahraga,

    kondisi emosional, dan penggunaan zat – zat tertentu secara tidak

    langsung akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.

    e. Lingkungan

    1) Suhu. Faktor suhu (panas atau dingin) dapat berpengaruh terhadap

    afinitas atau kekuatan ikatan Hb dan O2. Dengan kata lain, suhu

    lingkungan juga bisa memengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.

    2) Ketinggian. Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada

    tekanan udara sehingga tekanan oksigen juga ikut turun.

    Akibatnya, orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung

    mengalami peningkatan frekuensi pernapasan dan denyut jantung.

    Sebaliknya, pada dataran yang rendah akan terjadi peningkatan

    oksigen.

    3) Polusi. Polusi udara seperti asap atau debu sering kali

    menyebabkan sakit kepala, pusing, batuk, tersedak, dan berbagai

    gangguan pernapasan lain pada orang yang menghisapnya. Para

    pekerja di pabrik asbes atau bedak tabur beresiko tinggi menderita

    penyakit paru akibat terpapar zat – zat berbahaya.

  • 20

    4. Gangguan pada fungsi pernafasan

    a. Perubahan pola nafas

    Pola nafas mengacu pada frekuensi, volume, irama, dan usaha

    pernapasan. Pola nafas yang normal (eupnea) ditandai dengan

    pernapasan yang tenang, berirama, dan tanpa usaha. Perubahan pola

    nafas yang umum terjadi adalah takipnea, bradipnea, hiperventilasi,

    nafas kussmaul, hipoventilasi, dispnea dan orthopnea.

    b. Hipoksia

    Hipoksia adalah kondisi ketika kadar oksigen dalam tubuh (sel)

    tidak adekuat akibat kurangnya penggunaan atau pengikatan O2 pada

    tingkat sel. Kondisi ini ditandai dengan kelelahan, kecemasan, pusing,

    penurunan tingkat kesadaran, penurunan konsentrasi, kelemahan,

    peningkatan tanda – tanda vital, disritmia, pucat, sianosis, clubbing,

    dan dispnea. Penyebabnya antara lain penurunan Hb dan kapasitas

    angkut O2 dalam darah, penurunan konsentrasi O2 inspirasi,

    ketidakmampuan sel mengikat O2, penurunan difusi O2 dari alveoli ke

    dalam darah, dan penurunan perfusi jaringan.

    c. Obstruksi jalan nafas

    Obstruksi pada jalan nafas atas (hidung, faring, laring) dapat

    disebabkan oleh benda asing seperti makanan, akumulasi sekret, atau

    oleh lidah yang menyumbat orofaring pada orang yang tidak sadar.

    Sedangkan obstruksi jalan nafas bawah meliputi sumbatan total atau

    sebagian pada jalan nafas bronkus dan paru.

  • 21

    D. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberculosis Paru Dalam

    Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi

    1. Pengkajian

    Menurut Muttaqin (2008) fokus pengkajian pada Tuberculosis

    Paru berdasarkan sistem tubuh manusia adalah :

    a. B1 Breathing/ Sistem Pernafasan

    1) Inspeksi : Sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan

    menggunakan otot bantu pernafasan.

    2) Palpasi : Vokal fremitus meningkat

    3) Perkusi : Bunyi resonan atau sonor

    4) Auskultasi : Suara nafas ronkhi

    b. B2 Blood/ Sistem Kardiovaskuler

    1) Inspeksi : Adanya parut dan kelemahan fisik

    2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah

    3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada

    Tuberculosis Paru dengan efusi pleura masifmendorong ke sisi

    sehat

    4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal

    c. B3 Brain/ Sistem persarafan

    Kesadaran biasanya composmentis, adanya sianosis perifer

    apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif,

    klien tampak wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan

    menggeliat. Pada mata didapatkan konjungtiva anemis pada

  • 22

    Tuberculosis Paru dengan Hemoptoe masif dan kronis, dan sklera

    ikterik pada Tuberculosis Paru dengan gangguan fungsi hati.

    d. B4 Bladder/ Sistem perkemihan

    Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake

    cairan. Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna

    jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal

    sebagai eksresi karena meminum OAT terutama Rifampisin.

    e. B5 Bowel/ Sistem pencernaan & Eliminasi

    Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu

    makan, dan penurunan berat badan.

    f. B6 Bone/ Sistem integumen

    Gejala yang muncul antara lain yaitu kelemahan, kelelahan,

    insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.

    Pengkajian Keperawatan Pada Kebutuhan Oksigenasi menurut

    Hidayat, A (2009) yaitu :

    a. Riwayat Keperawatan

    Pengkajian riwayat keperawatan pada kebutuhan oksigen

    meliputi : Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti

    sinusitis, kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor,

    influenza, dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernafasan.

    Hal – hal yang harus diperhatikan yaitu keadaan infeksi kronis

    dari hidung, nyeri pada sinus, otitis media, nyeri tenggorokan, suhu

    tubuh meningkat hingga 38,5 derajat celsius, nyeri kepala, lemah, dan

    adanya edema.

  • 23

    b. Pola Batuk dan Produksi Sputum

    Dengan menilai apakah batuk termasuk batuk kering, keras

    dan kuat, berat. Kemudian apakah pasien mengalami sakit tenggorokan

    saat batuk dan apakah pasien sedang merokok. Kemudian pengkajian

    terhadap lingkungan apakah berdebu, penuh asap, dan adanya

    penyebab alergi.

    Kemudian pengkajian sputum dilakukan dengan memeriksa

    warna, kejernihan, dan apakah bercampur darah dari sputum yang

    dikeluarkan oleh pasien.

    c. Nyeri Dada

    Untuk mengetahui bagian yang sakit, luas, intensitas, faktor

    yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi

    pasien berubah, serta apakah ada kelainan saat inspirasi dan ekspirasi.

    d. Pengkajian Fisik

    1) Inspeksi : Apakah nafas spontan melalui nasal, oral dan selang

    endotrakeal atau tracheostomi, serta kebersihan dan adanya sekret,

    perdarahan, edema, dan obstruksi mekanik.

    Kemudian menghitung frekuensi pernafasan dan apakah

    pernafasan bradipnea, takhipnea. Apakah sifat pernafasan

    abdominal dan torakal, kemudian irama pernafasan apakah ada

    perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi, pernafasan teratur atau

    tidak dan pernafasan cheyne stokes.

    2) Palpasi : adanya nyeri tekan, peradangan setempat, pleuritis,

    adanya edema, dan benjolan pada dada. Gerakan dinding dada

  • 24

    apakah simetris atau tidak, jika ada kelainan paru adanya getaran

    suara atau fremitus vokal yang jelas mengeras atau melemah.

    3) Perkusi : untuk menilai suara perkusi paru normal (sonor) atau

    tidak normal (redup).

    4) Auskultasi : untuk menilai adanya suara nafas seperti bunyi nafas

    vesikuler dan bunyi nafas bronkhial. Bunyi nafas tambahan seperti

    bunyi ronkhi, suara wheezing dan sebagainya.

    2. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada pasien dengan

    Tuberculosis Paru menurut NANDA (2015), yaitu :

    a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus

    dalam jumlah berlebihan

    b. Ketidakefektifan Pola nafas yang berhubungan dengan Menurunnya

    ekspansi paru

    c. Gangguan pertukaran gas berhubungan denganPerubahan suplai

    oksigen

    3. Perencanaan Keperawatan

    a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi

    sekresi mucus yang berlebihan. Perencanaan keperawatan berdasarkan

    diagnosa keperawatan yaitu: Setelah dilakukan intervensi keperawatan

    selama 3 – 6 hari, dengan NOC : Status Pernafasan : Kepatenan jalan

    nafas efektif. Dengan kriteria hasil :

  • 25

    1) Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    2) Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    3) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) –

    deviasi ringan (4)

    4) Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    5) Pernafasan cuping hidung : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    6) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi cukup (3) – deviasi ringan

    (4)

    7) Batuk : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    8) Akumulasi sputum : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    9) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    10) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi cukup (3) – deviasi

    ringan (4)

    NIC : manajemen jalan nafas

    1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi

    2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan

    3) Latih pasien untuk nafas dalam

    4) Latih pasien untuk batuk efektif

    5) Monitor status pernafasan dan status oksigen

    6) Lakukan fisioterapi dada

    7) Lakukan suction

  • 26

    b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Menurunnya

    ekspansi paru. Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa

    keperawatan yaitu: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3

    – 6 hari, dengan NOC : Status Pernafasan : Ventilasi efektif. Dengan

    kriteria hasil :

    1) Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    2) Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    3) Kedalaman inspirasi : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    4) Suara perkusi nafas : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    5) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi cukup (3) – deviasi ringan

    (4)

    6) Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    7) Retraksi dinding dada : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    8) Pernafasan dengan bibir mengerucut : deviasi cukup (3) – deviasi

    ringan (4)

    9) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    10) Dispnea saat latihan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    11) Orthopnea : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    12) Pengembangan dinding dada tidak simetris : deviasi cukup (3) –

    deviasi ringan (4)

    NIC : Manajemen jalan nafas

    1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi

    2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan

    3) Latih pasien untuk nafas dalam

  • 27

    4) Latih pasien untuk batuk efektif

    5) Monitor status pernafasan dan status oksigen

    6) Lakukan fisioterapi dada

    7) Lakukan suction

    c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai

    oksigen. Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan

    yaitu : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 – 6 hari,

    dengan NOC : Status Pernafasan : pertukaran gas efektif. Dengan

    kriteria hasil :

    1) Tekanan parsial oksigen di darah arteri (PaO2) : deviasi sedang (3)

    – deviasi ringan (4)

    2) Tekanan parsial karbondioksida di darah arteri (PaCO2) : deviasi

    sedang (3) – deviasi ringan (4)

    3) Saturasi oksigen : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    4) Keseimbangan ventilasi dan perfusi : deviasi sedang (3) – deviasi

    ringan (4)

    5) Dispnea saat istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    6) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi cukup (3) – deviasi

    ringan (4)

    7) Perasaan kurang istirahat : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    NIC : Manajemen jalan nafas

    1) Posisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi

    2) Auskultasi suara nafas dan adanya suara nafas tambahan

    3) Latih pasien untuk nafas dalam

    4) Latih pasien untuk batuk efektif

  • 28

    5) Monitor status pernafasan dan status oksigen

    6) Lakukan fisioterapi dada

    7) Lakukan suction

    4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

    Menurut Hidayat, A (2009) pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu :

    a. Latihan nafas dalam

    Merupakan cara bernafas untuk memperbaiki ventilasi alveoli

    atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan

    efisiensi batuk dan mengurangi stress.

    b. Latihan batuk efektif

    Merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki

    kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan

    laring, trakhea dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan

    nafas.

    c. Pemberian oksigen

    Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan

    oksigen ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan

    menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen dilakukan

    melalui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan

    tujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya

    hipoksia.

  • 29

    d. Posisikan pasien semi fowler

    Posisi semi fowler atau posisi setengah duduk adalah posisi

    tempat tidur yang meninggikan batang tubuh dan kepala di naikkan 15

    sampai 45 derajat. Apabila pasien berada dalam posisi ini, gravitasi

    menarik diafragma ke bawah, memungkinkan ekspansi dada dan

    ventilasi paru yang lebih besar.

    e. PemberianSuction

    Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk

    mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya

    proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret

    pada pasien yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.

    5. Evaluasi Keperawatan

    Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigenasi secara umum

    dapat dinilai dari adanya kemampuan klien dalam (Hidayat,A 2009) :

    Mempertahankan status pernafasan : kepatenan jalan nafas efektif yang

    ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengeluarkan secret,

    frekuensi, dan irama nafas normal, serta tidak ditemukan adanya suara

    nafas tambahan.

  • 30

    E. Konsep Latihan Nafas Dalam

    Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan

    menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat

    perlahan dan dada mengembang penuh. Adapun tujuan nafas dalam adalah

    untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk

    mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,

    meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola

    aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi,

    melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap serta

    mengurangi kerja bernafas (Brunner, Suddarth, 2002).

    Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang

    dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan

    efisien, dan untuk mengurangi kerja bernafas. Latihan pernafasan dapat

    meningkatkan pengembangan paru sehingga ventilasi alveoli meningkat dan

    akan meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga kebutuhan

    oksigen terpenuhi. Pemberian oksigen mungkin akan kurang berarti jika

    pernafasan penderita tidak efektif. Latihan nafas dalam, juga diajarkan untuk

    penderita yang sudah mengerti perintah dan kooperatif dengan tujuan

    memperbaiki ventilasi, meningkatkan inflasi alveolar maksimal,

    meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan mekanisme batuk agar efektif,

    mencegah atelektasis, memperbaiki kekuatan otot-otot pernafasan,

    memperbaiki mobilitas dada dan vertebra thorakalis serta mengoreksi pola

    pernafasan yang abnormal (Brunner, Suddarth, 2002).

  • 31

    Latihan nafas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik, ini merupakan

    teknik jiwa dan tubuh yang bisa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna

    mendapatkan efek relaks. Praktik jangka panjang dari latihan pernafasan

    dalam akan memperbaiki kesehatan. Bernafas pelan adalah bentuk paling

    sehat dari pernafasan dalam (Brunner, Suddarth, 2002).

    Tehnik nafas dalam yang dilakukan pada penderita tuberkulosis ini

    adalah dengan cara sebagai berikut :

    1. Atur posisi penderita dengan posisi duduk di tempat tidur atau dikursi.

    2. Letakkan satu tangan penderita di atas abdomen (tepat di bawah iga)

    dantangan lainnya pada tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan

    dada dan abdomen saat bernafas.

    3. Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan

    abdomenterasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama

    inspirasi, tahan nafas selama 2 detik.

    4. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka

    sambilmengencangkan (mengkontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik.

    5. Lakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik

    setiappengulangan, ikuti dengan periode istirahat 2 menit.

    6. Lakukan dalam lima siklus selama 15 menit (Brunner,Suddart, 2002).

  • 32

    F. Konsep Latihan Batuk Efektif

    Batuk efektif adalah aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi

    pada jalan nafas, yang bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi sekresi dan

    mencegah risiko tinggi retensi sekresi (Muttaqin, 2008). Batuk efektif

    merupakan latihan mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu

    di saluran nafas dengan cara dibatukkan. Batuk efektif merupakan suatu

    metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga

    tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal (Kapuk,

    2012).

    Menurut teori Kapuk (2012) menyatakan bahwa standar operasional

    prosedur (SOP) keperawatan latihan batuk efektif. Tujuannya yaitu

    membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret, mengeluarkan sputum untuk

    pemeriksaan diagnostik laboratorium dan mengurangi sesak nafas akibat

    akumulasi secret. Adapun standar operasional prosedur latihan batuk efektif

    yaitu :

    1. Peralatan Peralatan yang perlu disiapkan yaitu kertas tissue, bengkok,

    perlak/alas, sputum pot berisi desinfektan dan air minum hangat.

    2. Prosedur pelaksaan

    a. Tahap pra interaksi:

    1) Mengecek program terapi,

    2) Mencuci tangan dan menyiapkan alat –alat.

    b. Tahap orientasi: memberikan salam dan sapa nama pasien,menjelaskan

    tujuan dan prosedur pelaksanaan serta menanyakan

    persetujuan/kesiapan pasien.

  • 33

    c. Tahap kerja:

    1) Menjaga privacy pasien

    2) Mempersiapkan pasien,

    3) Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di

    abdomen

    4) Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam

    melalui hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup),

    5) Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah

    lengkung pada punggung), meminta pasien menahan nafas hingga

    3 hitungan

    6) Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat

    mulut, bibir seperti meniup)

    7) Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi

    dari otot, memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien

    bila duduk atau di dekat mulut bila tidur miring)

    8) Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang ke-3:

    inspirasi

    9) Tahan nafas dan batukkan dengan kuat, menampung lender dalam

    sputum pot serta merapikan pasien.

    d. Tahap evaluasi :

    1) Melakukan evaluasi tindakan

    2) Berpamitan dengan klien

    3) Mencuci tangan

    4) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.

  • 34

    BAB III

    METODE STUDI KASUS

    A. Rancangan Studi Kasus

    Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus deskriptif. Studi kasus

    deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan secara sistematis dan akurat suatu

    situasi individu yang besifat faktual.

    B. Subyek Studi Kasus

    Subyek studi kasus ini adalah pasien Tuberculosis paru dengan

    gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yang di rawat di ruang Lavender

    RSUD Kota Kendari

    C. Fokus Studi

    Fokus studi dalam studi kasus ini yaitu :

    1. Penerapan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis paru yang

    mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen

    D. Definisi Operasional Fokus Studi

    1. Tuberculosisparu adalah pasien yang didiagnosis oleh dokter dengan

    tuberculosis paru.

    2. Kebutuhan oksigen yang dimaksud dalam studi kasus ini yaitu jika pasien

    tidak lagi diberikan oksigen, frekuensi dan irama pernafasan pasien dalam

    batas normal 16 – 20 kali per menit, batuk dan produksi sputum

    berkurang, dan tidak adanya bunyi nafas tambahan.

  • 35

    3. Pengkajian asuhan keperawatan dalam studi kasus ini yaitu Inspeksi :

    frekuensi pernafasan dan irama pernafasan.Auskultasi : bunyi nafas

    tambahan.Palpasi : nyeri tekan dan pergerakan dinding. Perkusi : bunyi

    paru.

    4. Diagnosa keperawatan dalam studi kasus ini yaitu ketidakefektifan

    bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas dan gangguan pertukaran

    gas

    5. Intervensi keperawatan dalam studi kasus ini di lakukan selama 3 - 6 hari

    dengan diagnosa keperawatan :

    a. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas berhubungan denganmucus

    dalam jumlah berlebihan. NOC : Status Pernafasan : Kepatenan jalan

    nafas efektif. Dengan kriteria hasil :

    1) Frekuensi pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    2) Irama pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    3) Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi berat (1) –

    deviasi ringan (4)

    4) Suara nafas tambahan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Menurunnya

    ekspansi paru. NOC : Status Pernafasan : Ventilasi efektif. Dengan

    kriteria hasil :

    1) Frekuensi pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    2) Irama pernafasan : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    3) Penggunaan otot bantu nafas : deviasi sangat berat (1) – deviasi

    ringan (4)

  • 36

    c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai

    oksigen. NOC : Status Pernafasan : pertukaran gas efektif. Dengan

    kriteria hasil :

    1) Saturasi oksigen : deviasi berat (1) – deviasi ringan (4)

    2) Dispnea saat istirahat : deviasi sangat berat (1) – deviasi ringan (4)

    3) Dispnea dengan aktivitas ringan : deviasi sangat berat (1) – deviasi

    ringan (4)

    4) Perasaan kurang istirahat : deviasi sangat berat (1) – deviasi ringan

    (4)

    NIC : Manajemen jalan nafasyaitu Posisikan pasien semi fowler

    untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan adanya suara

    nafas tambahan, Latih pasien untuk nafas dalam, Latih pasien untuk batuk

    efektif, Monitor status pernafasan dan status oksigen, Lakukan fisioterapi

    dada, Lakukan suction..

    6. Implementasi keperawatan dalam studi kasus ini yaitu pelaksanaan dari

    intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    7. Evaluasi keperawatan dalam studi kasus ini yaitu suatu penilaian untuk

    membandingkan penilaian perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan

    kriteria hasil yang telah dibuat.

    E. Metode Pengumpulan Data

    1. Observasi

    Melakukan pengamatan langsung dengan cara melakukan

    pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan keadaan pasien.

  • 37

    2. Wawancara

    Mengadakan wawancara pasien dengan keluarga, dengan

    mengadakan pengamatan langsung.

    3. Pemeriksaan fisik

    Melakukan pemeriksaan fisik terhadap klien melalui : inspeksi,

    palpasi, perkusi, dan auskultasi.

    4. Studi Dokumentasi

    Penulis memperoleh data dari medikal record dan hasil

    pemeriksaan laboratorium

    5. Metode Diskusi

    Diskusi dengan tenaga kesehatan yang terkait yaitu perawat yang

    bertugas di ruang keperawatan Lavender RSUD Kota Kendari.

    F. Tempat Dan Waktu Studi Kasus

    1. Tempat Penelitian

    Tempat yang digunakan dalam penelitian studi kasus ini adalah di

    Ruang Lavender RSUD Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara tahun

    2018.

    2. Waktu Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 29 juni sampai 03 juli 2018.

    G. Analisa Data Dan Penyajian Data

    Setelah dilakukan pengumpulan data dari responden, kemudian

    dilakukan analisa data dari hasil observasi, wawancara, dan lain – lain. Setelah

    di analisa data tersebut, kemudian melakukan penyajian data. Penyajian data

  • 38

    dalam penelitian ini yaitu dengan menganalisis hasil penelitian yang disajikan

    dalam bentuk narasi atau tekstuler.

    H. Etika Studi Kasus

    Dalam melakukan penelitian studi kasus ini penulis telah melakukan

    langkah – langkah antisipatif dengan memenuhi beberapa etika dalam

    penelitian yaitu :

    1. Informed Consent (lembar persetujuan)

    Lembar persetujuan diberikan pada pasien itu sendiri atau keluarga

    pasien sebelum penelitian dilakukan. Peneliti akan menjelaskan maksud

    dan tujuan studi kasus yang dilakukan sehingga apabila pasien bersedia

    maka lembar persetujuan akan ditanda tangani, dan apabila pasien tidak

    bersedia maka peneliti tidak memaksa dan akan menghormati hak – hak

    pasien.

    2. Anonymity dan Confidentiality (Kerahasiaan)

    Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh dari

    pasien berupa lembar persetujuan, biodata, hasil wawancara dan lain –

    lain. Sehingga dalam menguraikan data tanpa mengungkap identitas

    pasien.

    3. Privacy dan dignity

    Pasien memiliki hak untuk di hargai terhadap apa yang akan

    dilakukan terhadap dirinya dan mengontrol informasi yang dibagikan oleh

    peneliti kepada orang lain.

  • 39

    BAB IV

    HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Studi Kasus

    1. Pengkajian

    Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Juni 2018 dengan

    menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara,

    pemeriksaan fisik, medical record dan hasil pemeriksaan laboratorium.

    Hasil pengkajian didapatkan data identitas pasien berinisial Tn. M umur

    32 tahun, suku tolaki, beragama islam, pekerjaan sebagai petani,

    pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (SMP), bertempat tinggal

    di Desa Tongalino Kecamatan Lembo Kabupaten Konawe Utara. Pasien

    masuk RSUD Kota Kendari pada tanggal 28 Juni 2018 pukul 20.00

    dengan nomor register 163272 dan terdiagnosa medis sebagai penderita

    Tuberculosis Paru.

    a. Riwayat Kesehatan

    Berdasarkan hasil pengkajian ditemukan keluhan utama yang

    dirasakan oleh pasien saat ini adalah batuk berdarah, batuk yang

    dirasakan sejak 1 hari yang lalu disertai sesak. Adapun keluhan lain

    yang menyertai yaitu pasien mengeluh demam dan pasien mengeluh

    nyeri dada saat batuk dengan skala nyeri 4 (sedang).

    Pada pengkajian riwayat kesehatan masa lalu pasien

    mengatakan pernah dirawat sekitar 3 tahun yang lalu di Rumah Sakit

    Wahiddin Makassar dengan keluhan yang sama. Adapun riwayat

  • 40

    pengobatan tuberculosis paru yaitu pasien mengatakan pernah

    diberikan obat selama 6 bulan, ketika obatnya habis pasien berhenti

    untuk meminum obat karena pasien merasa sudah sehat dari

    penyakitnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat –

    obatan, makanan, dan minuman. Pasien mengatakan berhenti merokok

    sejak 5 bulan yang lalu dan mengkonsumsi alkohol selama 6 tahun.

    Dari data genogram terlihat bahwa pasien merupakan anak

    ketiga dari 3 bersaudara. Pasien mengatakan ayahnya pernah menderita

    dengan keluhan yang sama dengan pasien. Saat ini pasien tinggal

    bersama istri dan tiga orang anak.

    b. Pemeriksaan fisik

    Hasil dari pengkajian fisik didapatkan data keadaan umum

    pasien lemah, kesadaran composmentis, tekananan darah 100/70

    mmHg, frekuensi nadi 69 kali per menit, suhu badan 37,5 0C dan

    frekuensi pernafasan 32 kali per menit.

    Hasil pengkajian pada sistem pernafasan didapatkan bentuk

    hidung normal, tidak ada polip, tidak ada secret, fungsi penciuman

    baik. Hasil inspeksi dada simetris tidak ada retraksi dinding dada

    meskipun pasien tampak sesak, pada palpasi dada vocal fremitus sama

    pada kedua sisi paru, pada auskultasi terdapat bunyi nafas tambahan

    ronkhi, pada perkusi dada hasilnya redup, pada pemeriksaan paru

    pasien nampak sesak, terdapat batuk darah dengan sputum, irama nafas

    irreguler namun tidak terlihat adanya retraksi dada.

  • 41

    c. Pemeriksaan Penunjang

    Hasil pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi

    dan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Juni 2018. Hasil

    rontgen : tuberculosis paru aktif kiri luas disertai tuberculosis

    milier,pleura reaction dextra

    Tabel 4.1Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tn. M

    Tanggal 28 Juni 2018

    Parameter Hematologi

    Hasil Satuan Nilai Rujukan

    WBC 9,73 103/µL 4.00 – 10.00MON# 1.20 103/µL 0.12 – 0.80BAS# 0.21 103/µL 0.00 – 0.10

    LYM% 13.3 % 20.0 – 40.0MON% 12.3 % 3.0 – 8.0BAS% 2.2 % 0.0 – 1.0RBC 2.31 10^6/µL 4.00 – 5.50HGB 5.7 g/dL 12.0 – 16.0HCT 16.8 % 35.0 – 50.0MCV 72.9 fL 80.0 – 100.0

    MCHC 33.9 g/dL 32.0 – 36.0PLT 560 103/µL 100 – 300

    RDW-SD 32.3 fL 35.0 – 56.0PDW 13.3 fL 15.0 – 18.0

    (Sumber : Laboratorium Patologi Klinik RSUD Kota Kendari)

    d. Terapi

    Terapi yang didapatkan pasien di Ruang Lavender yaitu terapi

    infus Ringer Laktat 20 tetes per menit, injeksi ceftriaxon 1 gram per 12

    jam, injesi Vitamin K 1 ampul per 8 jam, injeksi Asam Tranexamat 1

    ampul per 8 jam, injeksi Ranitidine 1 ampul per 12 jam, Codein 3x20

    mg.

  • 42

    2. Analisa Data

    Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72

    Tabel 4.2Analisa Data

    Symptom Etiologi ProblemData Subjektif :1. Pasien mengatakan

    batuk berdarah2. Pasien mengatakan

    sesak nafas.3. Pasien mengatakan

    pernah dirawat di rumah sakit sekitar 3 tahun yang lalu dengan keluhan yang sama

    Data Objektif :1. Pasien nampak sesak2. Pasien nampak batuk

    berdarah3. Terdapat suara nafas

    tambahan ronkhi4. Irama pernafasan

    irreguler5. Tanda – tanda vital

    - Tekanan darah : 100/70 mmHg

    - Nadi : 69 kali per menit

    - Pernafasan : 32 kali per menit

    - Suhu : 37,5 0C6. Hemoglobin : 5.7

    g/dl

    Mycobacterium tuberculosis

    Airbone / inhalasi droplet

    Saluran pernafasan atas

    Bakteri bertahan di bronkus

    Mucus dalam jumlah berlebihan

    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

    (Sumber :data primer penelitian)4. Diagnosa Keperawatan

    Sesuai data pengkajian yang didapatkan penulis yaitu Pasien

    mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan sesak nafas, pasien

    nampak sesak, pasien nampak batuk berdarah, terdapat suara nafas

    tambahan ronkhi, irama pernafasan irreguler, tanda – tanda vital : tekanan

  • 43

    darah : 100/70 mmHg, nadi : 69 kali per menit, pernafasan : 32 kali per

    menit, suhu : 37,5 0C. Dari data tersebut maka peneliti mengangkat

    diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

    dengan mucus dalam jumlah berlebihan.

    5. Intervensi Keperawatan

    Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72

    Tabel 4.3Intervensi Keperawatan

    Intervensi KeperawatanDiagnosa

    Keperawatan Nursing outcomes

    classification (NOC)Nursing

    intervention classification

    (NIC)

    Rasional

    Ketidakefektifan bersihan jalan

    nafas

    Status Pernafasan : Kepatenan jalan nafas efektif.Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil :a. Frekuensi pernafasan :

    deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    b. Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    c. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) – deviasi ringan (4)

    d. Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

    Manajemen jalan nafas1. Posisikan

    pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

    2. Auskultasi adanya suara nafas tambahan,

    3. Latih pasien untuk nafas dalam,

    4. Latih pasien untuk batuk efektif,

    5. Monitor status pernafasan dan status oksigen.

    1. Posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas dan menstabilkan pola nafas pasien,

    2. Adanya suara nafas tambahan yang menandakan gangguan pernafasan

    3. Nafas dalam dapat memudahkan ekspansi maksimum paru – paru

    4. Batuk efektif untuk

  • 44

    membantu mengeluarkan sputum secara maksimal agar jalan nafas kembali normal,

    5. Mengetahui permasalahan pada pernafasan pasien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.

    6. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

    Nama pasien : Tn. MUmur : 32 TahunNo. RM : 16-32-72

    Tabel 4.4

    Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

    NoHari/Tanggal

    & JamImplementasi Evaluasi Paraf

    1. Sabtu, 30 Juni

    2018

    08.00

    08.30

    08.45

    1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien masih sesak

    2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi

    3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat

    Subjektif :1. Pasien

    mengatakan batuk berdarah

    2. Pasien mengatakan sesak nafas.

    Objektif :1. Pasien nampak

    sesak2. Terdapat suara

    nafas tambahan ronkhi

    Sri wahyuni

  • 45

    09.30

    10.00

    melakukan nafas dalam sesuai anjuran

    4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien tidak mampu

    5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil :frekuensi pernafasan 29 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 3 liter

    3. Pasien nampak mengeluarkan sputum sedikit disertai darah

    4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien tidak mampu

    5. frekuensi pernafasan 29 kali per menit

    6. irama pernafasan irreguler

    7. pemberian oksigen nasal kanul 3 liter

    Analisis : 1. Masalah

    keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi

    Planning :1. Intervensi

    I,II,III,IV,V dilanjutkan

    2. Minggu, 01

    Juli 2018

    08.00

    08.30

    08.40

    1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien masih sesak

    2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi

    3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran

    4. Melatih pasien untuk

    Data Subjektif :1. Pasien

    mengatakan batuk berdarah

    2. Pasien mengatakan sesak nafas.

    Data Objektif :1. Pasien nampak

    sesak2. suara nafas

    tambahan ronkhi3. Pasien nampak

    mengeluarkan sputum sedikit disertai darah

    Sri wahyuni

  • 46

    09.00

    10.00

    batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien belum atau kurang mampu

    5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil :frekuensi pernafasan 26 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 2 liter

    4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien belum atau kurang mampu

    5. frekuensi pernafasan 26 kali per menit

    6. irama pernafasan irreguler

    7. pemberian oksigen nasal kanul 2 liter

    Analisis : 1. Masalah

    keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi

    Planning :1. Intervensi

    I,II,III,IV,V dilanjutkan

    3. Senin, 02 Juli

    2018

    08.00

    08.30

    08.40

    1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien mengatakan sesak yang dirasakan berkurang

    2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : suara nafas tambahan ronkhi berkurang

    3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran

    Data Subjektif :1. Pasien

    mengatakan batuk berwarna coklat

    2. Pasien mengatakan sesak nafasnya berkurang.

    Data Objektif :1. Pasien nampak

    sesaknya berkurang

    2. Terdapat suara nafas tambahan ronkhiberkurang

    3. Pasien nampak mengeluarkan

    Sri wahyuni

  • 47

    09.00

    10.00

    4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien mengeluarkan sputum yang berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien mampu

    5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil : frekuensi pernafasan 24 kali per menit, irama pernafasan reguler. Oksigen tidak diberikan

    sputum berwarna coklat

    4. kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien mampu

    5. frekuensi pernafasan 24 kali per menit

    6. irama pernafasan reguler

    Analisis : 1. Masalah

    keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi

    Planning :1. Intervensi

    I,II,III,IV,V dilanjutkan

    4. Selasa, 03 Juli

    2018

    08.00

    08.30

    08.40

    08.50

    1. Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasiHasil : pasien mengatakan tidak merasakan sesak

    2. Mengauskultasi adanya suara nafas tambahanHasil : tidak ada suara nafas tambahan

    3. Melatih pasien untuk nafas dalamHasil : pasien dapat melakukan nafas dalam sesuai anjuran

    4. Melatih pasien untuk batuk efektifHasil : pasien

    Data Subjektif :1. Pasien

    mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan

    2. Pasien mengatakan tidak merasakan sesak.

    Data Objektif :1. Tidak ada suara

    nafas tambahan2. Pasien nampak

    mengeluarkan sputum berwarna coklat

    3. kemampuan untuk batuk dan

    Sri wahyuni

  • 48

    09.30

    mengeluarkan sputum berwarna sedikit kecoklatan, kemampuan untuk batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu

    5. Memonitor status pernafasan dan status oksigenHasil : frekuensi pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler. Oksigen tidak diberikan

    pengeluaran sputum : pasien sangat mampu

    4. frekuensi pernafasan 20 kali per menit

    5. irama pernafasan reguler

    Analisis : 1. Masalah

    keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi

    Discharge Planning :1. Memberikan

    Health Education tentang pentingnya meminum obat yang teratur dan tepat waktu

    2. Memberikan Health Education tentang cara mencegah penularan infeksi.

  • 49

    B. Pembahasan

    Berdasarkan hasil studi kasus dan tujuan penulisan studi kasus ini,

    maka penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan hasil

    studi kasus penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien tuberculosis

    paru dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang Lavender RSUD Kota

    Kendari yang dilakukan pada tanggal 29 Juni sampai 03 Juli 2018 yang

    meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

    implementasi dan evaluasi keperawatan.

    1. Pengkajian

    Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

    mengumpulkan informasi atau data tentang keadaan kesehatan pasien.

    Pengumpulan data yang dilakukan penulis saat pengambilan kasus pada

    tanggal 29 Juni 2018 pukul 08.00 WITA dengan wawancara, observasi

    langsung serta pemeriksaan fisik. Hasil yang didapatkan yaitu batuk

    berdarah disertai sesak nafas. Keluhan lain adalahnyeri dada saat batuk

    dengan skala nyeri 4 (sedang), keadaan umum pasien lemah, kesadaran

    composmentis, pada auskultasi terdapat bunyi nafas tambahan ronkhi,

    nafas irreguler, tekananan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 69 kali per

    menit, suhu badan 37,5 0C dan frekuensi pernafasan 32 kali per menit.

    Menurut teori Muttaqin (2008) pengkajian keperawatan pada

    pasien tuberculosis paru yaitu sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas,

    menggunakan otot bantu pernafasan, vokal fremitus meningkat, bunyi

    perkusi paru resonan atau sonor, suara nafas ronkhi, kelemahan fisik,

    denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya dalam batas normal,

  • 50

    kesadaran composmentis, adanya sianosis perifer, klien tampak wajah

    meringis, konjungtiva anemis, pasien mengalami mual, muntah,

    penurunan nafsu makan dan berat badan.

    Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis menemukan

    semua data yang ada pada teori tidak semua dimiliki oleh pasien, tetapi

    kondisi atau keluhan pasien saat pengkajian semuanya masuk pada teori.

    Adapun data yang tidak ditemukan pada pasien yaitu menggunakan otot

    bantu pernafasan, vokal fremitus meningkat, bunyi perkusi paru resonan

    atau sonor, adanya sianosis perifer, klien tampak wajah meringis, pasien

    mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan berat badan.

    Adanya kesenjangan antara teori dan hasil studi kasus yang

    ditemukan oleh penulis karena pasien berada dalam tahap infeksi akut dari

    tuberculosis paru dan setiapmanusiadalammemberikanresponbaik bio,

    psiko, social dan spiritual terhadap stimulus berbeda-

    bedasehinggagejaladankarakteristik yang didapatkan berbeda.

    2. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon

    individu, keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual

    atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi

    keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab.

    Adapun diagnosa keperawatan yang ada pada teori NANDA (2015) yaitu

    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam

    jumlah berlebihan, Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan

  • 51

    menurunnya ekspansi paru, dan Gangguan pertukaran gas berhubungan

    dengan perubahan suplai oksigen.

    Dari data pengkajian yang sudah didapatkan penulis, tidak semua

    diagnosa keperawatan yang ada dalam teori terdapat pada pasien. Adapun

    diagnosa keperawatan yang tidak terdapat pada studi kasus ini yaitu

    ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunya ekspansi paru

    dan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai

    oksigen.

    Adapun alasan mengapa kedua diagnosa keperawatan tersebut

    tidak dapat dimunculkan oleh penulis karena kondisi yang dialami pasien

    tidak cukup untuk mengangkat diagnosa keperawatan dan ditinjau dari

    definisi dan batasan karakteristik. Ketidakefektifan pola nafas adalah

    inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberi ventilasi, batasan

    karakteristiknya yaitu perubahan kedalaman pernafasan, perubahan

    ekskursi dada, mengambil posisi tiga titik, bradipneu, penurunan tekanan

    ekspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispneu,

    fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir, takipneu, dan penggunaan

    otot aksesorius untuk bernafas. Sedangkan Gangguan pertukaran gas

    adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan elminasi carbondioksida

    pada membran alveolar kepiler, batasan karakteristik yaitu PH darah arteri

    abnormal, PH arteri abnormal, pernafasan abnormal, warna kulit

    abnormal, konfusi, sianosis, penurunan carbondioksida, diaforesis,

    dispneu, sakit kepala saat bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia,

  • 52

    iritabilitas, nafas cuping hidung, gelisah, samnolen, takikardi dan

    gangguan penglihatan.

    Maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan yang sesuai

    dengan data pengkajian atau kondisi pasien yaitu ketidakefektifan bersihan

    jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam jumlah berlebihan.

    3. Intervensi Keperawatan

    Intervensi keperawatan adalah suatu proses dalam pemecahan

    masalah keperawatan yang merupakan keputusan awal tentang apa yang

    akan dilakukan dari semua tindakan keperawatan sehingga tujuan yang

    direncanakan dapat tercapai ( Dermawan, 2012). Perencanaan keperawatan

    disusun berdasarkan konsep teori yang telah didapatkan dan diterapkan

    secara aktual terhadap pasien tuberculosisi paru dalam pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi.

    Tujuan intervensi keperawatan terhadap diagnosa keperawatan

    ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam

    jumlah berlebihan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

    4x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan kriteria hasil

    berdasarkan NOC (Nursing Outcomes Classification) Status Pernafasan :

    Kepatenan jalan nafas efektif : Frekuensi pernafasan : deviasi sedang (3) –

    deviasi ringan (4), Irama pernafasan : deviasi sedang (3) – deviasi ringan

    (4), Kemampuan untuk mengeluarkan sekret : deviasi sedang (3) – deviasi

    ringan (4), Suara nafas tambahan : deviasi cukup (3) – deviasi ringan (4)

  • 53

    Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut kemudian penulis

    menyusun intervensi keperawatan berdasarkan NIC (Nursing Intevention

    Classification) manajemen jalan nafas : Posisikan pasien semi fowler

    untuk memaksimalkan ventilasi,Auskultasi adanya suara nafas

    tambahan,Latih pasien untuk nafas dalam,Latih pasien untuk batuk efektif,

    dan Monitor status pernafasan dan status oksigen.

    4. Implementasi Keperawatan

    Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan kegiatan yang telah

    direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah kesehatan

    yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan

    kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012).

    Berdasarkan masalah keperawatan tersebut penulis melakukan

    implementasi keperawatan selama 4 hari sesuai dengan intervensi yang

    telah dibuat dengan memperhatikan aspek tujuan dan kriteria hasil dalam

    rentang yang telah ditentukan. Adapun Intervensi keperawatan yang telah

    ditentukan berdasarkan NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu :

    Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

    Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas

    dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor status

    pernafasan dan status oksigen.

    Implementasi yang direncanakan telah diterapkan, pasien dapat

    menerapkan posisi semi fowler untuk membantu mengurangi sesak nafas,

    Tehnik nafas dalam untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan

    efisien, meningkatkan relaksasi otot, dan Tehnik batuk efektif merupakan

  • 54

    suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi

    sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara

    maksimal. Menurut hasil penelitian Laukhil, M (2016) dalam melakukan

    latihan batuk efektif selama 4 hari secara berturut – turut hasilnya dinilai

    sangat efektif dalam mengatasi manajemen bersihan jalan nafas.

    5. Evaluasi Keperawatan

    Evaluasi keperawatan adalah membandingkan hasil pelaksanaan

    tindakan keperawatan dengan tujuan dan kriteria yang sudah ditetapkan

    (Dermawan, 2012). Evaluasi hasil Tn. M dilakukan dengan metode SOAP

    (Subjective,Objective, Analysis, and Planning), metode ini digunakan

    untuk mengetahui keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan

    sesuai tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan.

    Evaluasi keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan

    jalan nafas, pada hari pertama Sabtu 30 Juni 2018 pukul 08.00 WITA yaitu

    Pasien mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan sesak nafas, pasien

    nampak sesak, terdapat suara nafas tambahan ronkhi, pasien nampak

    mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk batuk dan

    pengeluaran sputum : pasien tidak mampu, frekuensi pernafasan 29 kali

    per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian oksigen nasal kanul 3

    liter. Masalah keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas

    belum teratasi, dan Intervensi dilanjutkan : Memposisikan pasien semi

    fowler untuk memaksimalkan ventilasi, Mengauskultasi adanya suara

    nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas dalam, Melatih pasien untuk

    batuk efektif, dan Memonitor status pernafasan dan status oksigen.

  • 55

    Evaluasi keperawatan pada hari kedua Minggu 01 Juli 2018 pukul

    08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berdarah, pasien mengatakan

    sesak nafas, pasien nampak sesak, suara nafas tambahan ronkhi, pasien

    nampak mengeluarkan sputum sedikit disertai darah, kemampuan untuk

    batuk dan pengeluaran sputum : pasien kurang mampu, frekuensi

    pernafasan 26 kali per menit, irama pernafasan irreguler, pemberian

    oksigen nasal kanul 2 liter. Masalah keperawatan dengan ketidakefektifan

    bersihan jalan nafas belum teratasi, dan Intervensi dilanjutkan :

    Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi,

    Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien untuk nafas

    dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor status

    pernafasan dan status oksigen.

    Evaluasi keperawatan pada hari ketiga Senin 02 Juli 2018 pukul

    08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berwarna coklat, pasien

    mengatakan sesak nafasnya berkurang, pasien nampak sesaknya

    berkurang, terdapat suara nafas tambahan ronkhiberkurang, pasien nampak

    mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk batuk dan

    pengeluaran sputum : pasien mampu, frekuensi pernafasan 24 kali per

    menit, irama pernafasan reguler. Masalah keperawatan dengan

    ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum teratasi, dan Intervensi

    dilanjutkan : Memposisikan pasien semi fowler untuk memaksimalkan

    ventilasi, Mengauskultasi adanya suara nafas tambahan, Melatih pasien

    untuk nafas dalam, Melatih pasien untuk batuk efektif, dan Memonitor

    status pernafasan dan status oksigen.

  • 56

    Evaluasi keperawatan pada hari keempat Selasa 03 Juli 2018 pukul

    08.00 WITA yaitu Pasien mengatakan batuk berwarna sedikit kecoklatan,

    pasien mengatakan tidak merasakan sesak, tidak ada suara nafas tambahan,

    pasien nampak mengeluarkan sputum berwarna coklat, kemampuan untuk

    batuk dan pengeluaran sputum : pasien sangat mampu, frekuensi

    pernafasan 20 kali per menit, irama pernafasan reguler. Masalah

    keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi karena

    pemberian obat dan terapi oksigen, dan intervensi latihan nafas dalam dan

    latihan batuk efektif.

  • 57

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Setelah penulis melakukan pengkajian, perumusan diagnosa

    keperawatan, perencanaan atau intervensi keperawatan, implementasi dan

    evaluasi keperawatan terhadap Asuhan Keperawatan pada pasien Tuberculosis

    paru dal