pemicu 1 fcp fix

77
LAPORAN HASIL DISKUSI MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE PEMICU 1 KELOMPOK DISKUSI 2 Bakri Bayquni Nasution I11110010 Rohayatun I11111008 Alvin Pratama Jauharie I11111063 Syahrina Fakihun I11112002 Dede Achmad Basofi I11112011 Dodi Novriadi I11112014 Herick Alvenus Willim I11112022 Ridha Rahmatania I11112027 Gita Amalia Asikin I11112032 Elsa Restiana I11112057 Nisa Khinanty I11112075 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: doddy-novriadie

Post on 15-Feb-2016

314 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DDADWFC

TRANSCRIPT

Page 1: Pemicu 1 FCP Fix

LAPORAN HASIL DISKUSI

MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE

PEMICU 1

KELOMPOK DISKUSI 2

Bakri Bayquni Nasution I11110010

Rohayatun I11111008

Alvin Pratama Jauharie I11111063

Syahrina Fakihun I11112002

Dede Achmad Basofi I11112011

Dodi Novriadi I11112014

Herick Alvenus Willim I11112022

Ridha Rahmatania I11112027

Gita Amalia Asikin I11112032

Elsa Restiana I11112057

Nisa Khinanty I11112075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2015

Page 2: Pemicu 1 FCP Fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu 1

Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk

disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu. Batuk disertai dahak berwarna

putih kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan

sesak nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien

beraktivitas berat.

1.2 Klarifikasi dan Definisi

1.3 Kata Kunci

a. Laki-laki 35 tahun

b. Batuk disertai bercak darah

c. Batuk berdahak

d. Sesak nafas

1.4 Rumusan Masalah

Laki-laki 35 tahun mengeluh batuk disertai bercak darah dan dahak berwarna

putih kekuningan sejak 2 hari yang lalu disertai sesak nafas sejak 2 minggu

terakhir bila beraktivitas berat.

1.5 Analisis Masalah

Terlampir

1.6 Hipotesis

Laki-laki 35 tahun diduga mengalami bronchitis akut dengan diagnosis

banding TB paru, pneumonia, kanker paru dan emboli paru.

1.7 Pertanyan Diskusi

1. Apa saja penyakit dengan batuk berdahak?

2. Apa saja penyakit dengan keluhan sesak?

3. Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini?

4. TB paru

5. Bronkitis

6. Pneumonia

7. Kanker paru

Page 3: Pemicu 1 FCP Fix

8. Emboli paru

9. Mengapa pada kasus ini sesak terjadi bila beraktivitas?

10. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?

11. Bagaimana edukasi pada pasien?

Page 4: Pemicu 1 FCP Fix

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyakit dengan Batuk Berdahak dan Berdarah

Batuk Berdarah (hemoptisis)1

Berdasarkan jumlah yang dikeluarkan hemoptisis dibagi menjadi :

Bercak (streaking), volume darah15-20 mL dalam 24 jam, bercampur

dengan sputum, biasanya pada bronchitis.

Hemoptisis, volume darah 20-600 ml dalam waktu 24 jam, biasanya

karena kanker paru, necrotizing pneumonia, TB atau emboli paru.

Hemoptisis massif, volume darah lebih dari 600 mL dalam 24 jam,

umumnya karena kanker paru, kavitas TB, atau bronkiektasis.

Pseudohemoptisis, luka terletak di saluran napas atas atau saluran cerna.

Tabel 1. Penyebab Hemoptisis1

2.2 Penyakit dengan Keluhan Sesak

a. Gangguan Sistem Pernapasan

Penyakit saluran napas: asma bronkial, penyakit paru obstruktif,

penyumbatan saluran napas

Penyakit parenkim paru: pneumonia

Penyakit vascular paru: emboli paru

Penyakit pleura: pneumothoraks, efusi pleura

b. Gangguan sistem kardiovaskular: gagal jantung, anemia berat

c. Psikosomatis: kecemasan

Page 5: Pemicu 1 FCP Fix

d. Gangguan neuromuskuloskeletal: miastenia gravis, sindrom Guillian

Barre2

Dyspnea mengacu pada sensasi sulit bernapas atau tidak nyaman dalam

bernafas. Hal tersebut merupakan pengalaman subyektif yang dirasakan dan

dilaporkan oleh pasien yang terkena. Dyspnea harus dibedakan dari takipnea,

hiperventilasi, dan hiperpnea, yang merujuk pada variasi pernapasan terlepas

dari sensasi subyektif pasien. Takipnea adalah peningkatan laju pernafasan di

atas normal; hiperventilasi merupakan peningkatan ventilasi relatif terhadap

kebutuhan metabolisme, dan hiperpnea adalah peningkatan yang tidak

seimbang dalam ventilasi relatif terhadap peningkatan tingkat metabolisme.

Kondisi ini mungkin tidak selalu berkaitan dengan dyspnea.3

Pada kejadian dispnea, kita bisa mengklasifikasikan penyebabnya menjadi

4 kategori utama, yaitu kardiak, pulmonari, campuran kardiak dan pulmonari

serta bukan keduanya. Radiografi dada, elektrokardiograf dan skrining

spirometry dapat memberikan informasi yang berharga untuk

memastikannya. Pada kasus yang belum dapat dipastikan serta membutuhkan

klarifikasi, tes fungsi paru, pengukuran gas darah arteri, ekokardiograf dan tes

standard exercise treadmill atau tes complete cardiopulmonary exercise dapat

dilakukan.4

Sesak nafas atau dyspnea biasanya merupakan keluhan paling awal dan

signifikan pada pasien dengan keluhan gagal jantung kiri. Juga, seringkali

disertai dengan batuk karena ada transudat cairan ke dalam rongga udara.

Kerusakan yang lebih lanjut dapat menyebabkan pasien mengalami dyspnea

saat berbaring yang juga disebut orthopnea. Hal tersebut dapat terjadi karena

terjadi peningkatan pengembalian darah vena dari ekstremitas bawah dan

elevasi diafragma saat berada dalam posisi supinasi. Karena itu juga, pasien

akan merasa lebih baik saat duduk maupun berdiri atau dengan mengganjal

bagian atas tubuh dengan bantal yang tinggi sehingga rongga dada cenderung

naik ke atas. Pasien dapat pula mengalami paroxymal nocturnal dyspnea,

berupa tiba-tiba terbangun saat sedang tidur karena tidak bisa bernafas. 5

Page 6: Pemicu 1 FCP Fix

Pada gagal ventrikel kiri awal, output jantung tidak meningkat dengan

cukup sebagai respon terhadap olahraga ringan sedang sehingga asidosis

jaringan dan otak terjadi, dan pasien mengalami dyspnea on exertion. Sesak

napas dapat disertai dengan kelelahan atau sensasi mencekik atau kompresi

sternum. Pada tahap selanjutnya dari kegagalan ventrikel kiri, sirkulasi paru-

paru tetap mengalami kongesti, dan dispnea dapat terjadi dengan tenaga yang

lebih ringan.

Selain itu, pasien dapat mengalami ortopnea atau paroxymal nocturnal

dyspnea. Edema paru akut adalah manifestasi paling dramatis dari kelebihan

overload vena paru-paru dan dapat terjadi pada infark miokard baru atau pada

tahap terakhir dari kegagalan ventrikel kiri kronis. Kardiovaskular penyebab

dispnea di antaranya adalah penyakit katup (stenosis mitral dan insufisiensi

terutama aorta), arrhythmia paroksismal (seperti atrial fibrilasi), efusi

perikardial dengan tamponade, hipertensi sistemik atau paru-paru,

kardiomiopati, dan miokarditis.Asupan atau administrasi cairan pada pasien

dengan gagal ginjal oliguri juga kemungkinan dapat berperan pada terjadinya

kongesti paru dan dyspnea.

Sementara itu, penyakit paru yang merupakan kategori utama lain

penyebab terjadinya dyspnea , di antaranya adalah asma bronkial, penyakit

paru obstruktif kronik, emboli paru, pneumonia, efusi pleura, pneumotoraks,

pneumonitis alergi, dan fibrosis interstisial. Selain itu, dyspnea mungkin

terjadi pada demam dan kondisi hipoksia serta berhubungan dengan beberapa

kondisi kejiwaan seperti kecemasan dan gangguan panik. Diabetic

ketoacidosis jarang menyebabkan dypsnea namun pada umumnya

menyebabkan pernafasan lambat dan dalam (pernafasan Kussmaul. Lesi

serebral atau perdarahan intrakranial mungkin terkait dengan hiperventilasi

kuat dan kadang-kadang napas tidak teratur periodik disebut pernafasan Biot.

Hipoperfusi cerebral dari sebab apapun juga dapat mengakibatkan periode

hiperventilasi dan apnea disebut respirasi Cheyne-Stokes, meskipun mungkin

tidak ada kesulitan bernapas dirasakan oleh pasien.

Page 7: Pemicu 1 FCP Fix

Pada emfisema, sesak nafas juga merupakan tanda pertama dari gejalanya.

Emfisema merupakan penyakit sumbatan jalan nafas kronik yang ditandai

dengan pembesaran permanen pada jalan nafas bagian distal ke terminal

bronkiolus. Awalnya tampak diam-diam tetapi progresif. Pada pasien yang

memang memiliki bronkitis atau asma bronkitis kronik, batuk dan mengi

mungkin menjadi penanda awal. Gambaran klasik pada pasien yang tidak

memiliki komponen bronkitis adalah mengalami barrel-chest dan dispnea

dengan expirasi yang lebih lama, duduk ke depan pada posisi

membungkuk,berusaha menekan udara keluar paru-paru dengan expiratory

effort. Pada pasien tersebut, rongga udaranya membesar dan kapasitas

difusinya turun. Dispnea dan hiperventilasi sangat mencolok sehingga sampai

penyakit tahap akhir, pertukaran gas masih adekuat dan nilai gas darah masih

relatif normal.

Pasien emfisema lain yang ekstrem serta memiliki bronkitis kronik dan

riwayat infeksi berulang dengan sputum purulen biasanya memiliki dyspnea

yang kurang mencolok serta dorongan nafas. Hal tersebut menyebabkan

mereka akan menahan karbon dioksida sehingga hipoksia dan seringkali

sianosis.

Untuk bisa mengerucutkan pada suatu diagnosis penyebab sesak nafas,

perlu dilakukan pemeriksaan fisik lengkap sehingga tidak perlu melakukan

pemeriksaan laboratorium. Patologi orofaringeal atau nasofaring dapat

ditemukan dengan mengidentifikasi kelainan obstruktif kasar dari bagian

hidung atau tenggorokan. Palpasi leher dapat mengungkapkan massa, seperti

di thyromegaly, yang dapat berkontribusi untuk obstruksi saluran napas.

Bruits leher adalah indikasi penyakit makrovaskuler dan mengarahkan pada

penyakit arteri koroner, terutama jika pasien memiliki riwayat diabetes,

hipertensi atau merokok.

Pemeriksaan thorax dapat menunjukan peningkatan diameter

anteroposterior, tingkat pernapasan tinggi, kelainan bentuk tulang belakang

seperti kyphosis atau scoliosis, bukti trauma dan penggunaan otot aksesori

untuk bernapas. Kyphosis dan scoliosis bisa menyebabkan pembatasan paru.

Page 8: Pemicu 1 FCP Fix

Auskultasi paru-paru memberikan informasi mengenai karakter dan simetri

nafas suara seperti rales, ronki, suara tumpul atau mengi. Rales atau mengi

dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif, dan ekspirasi mengi saja

dapat mengindikasikan penyakit paru-paru obstruktif.

Pemeriksaan kardiovaskular dapat menunjukan murmur, suara jantung

tambahan, kelainan dari detak atau irama jantung. Sebuah murmur sistolik

dapat menunjukkan stenosis aorta atau insufisiensi mitral, sebuah suara

jantung ketiga dapat mengindikasikan gagal jantung kongestif dan ritme yang

tidak teratur bisa menunjukkan fibrilasi atrial. Perfusi perifer ekstremitas

harus dievaluasi dengan menilai pulsasinya, kapillari refill, edema dan pola

pertumbuhan rambut.

Pemeriksaan psikiatrik dapat mengungkapkan kecemasan disertai dengan

gemetar, berkeringat atau hyperventilation.4

2.3 Anamnesis pada Kasus Ini?

Anamnesis Pada Kasus Ini6:

1. Apa Keluhan Utama Anda?

Bila Batuk, tanyakan:

- Sejak kapan batuk itu timbul?

- Seberapa sering batuk tersebut dalam sehari?

- Adakah faktor yang memperberat dan meringankan gejala batuk

tersebut?

- Adakah dahak pada batuk tersebut? Bagaimana warna dahaknya?

- Apakah dahak tersebut disertai darah? Apakah warna darahnya (merah

terang/merah gelap)?

- Seberapa banyak darah pada dahak tersebut? (satu sendok teh, sendok

makan, segelas, atau seperti apa)

2. Gejala Penyerta

Sesak

- Apakah terdapat sesak?

- Sejak kapan sesak itu timbul?

Page 9: Pemicu 1 FCP Fix

- Adakah faktor pencetusnya?

- Apakah sesak timbul secara mendadak atau perlahan-lahan?

- Apakah sesak tersebut timbul saat beraktivitas atau saat istirahat?

- Apakah saat malam hari terdapat gejala sesak ini sampai membangunkan

Anda saat tidur?

Adakah bengkak pada ekstremitas?

Adakah demam?

Adakah mual muntah?

Apakah terdapat penurunan nafsu makan?

Adakah gejala keringat malam?

Adakah penurunan berat badan?

3. Riwayat Obat-obatan

- Nama

- Tujuan

- Dosis obat

- Apakah membeli obat tersebut dengan/tanpa resep dokter?

4. Riwayat Penyakit Keluarga

- Adakah keluarga yang menderita hipertensi?

- Adakah keluarga yang menderita Diabetes Melitus?

- Adakah keluarga yang menderita sakit paru? Apakah pasien tinggal

serumah dengan keluarga yang menderita sakit paru tersebut?

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Apakah tinggal di lingkungan yang padat?

Apakah pasien merokok? Sudah berapa lama?

Apakah pasien mengonsumsi alkohol?

2.4 Tb Paru

Definisi7

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex.

Page 10: Pemicu 1 FCP Fix

Gejala Klinis 7

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.

a. Gejala respiratorik

- batuk ≥ 3 minggu

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala

sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita

terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat

dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.

Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk

diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru

tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa

akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah

bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,

sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang

nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

b. Gejala sistemik

- Demam

- gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan

menurun.

Pemeriksaan Fisik7

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ

yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit

umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama

daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada

pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,

Page 11: Pemicu 1 FCP Fix

amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,

diafragma & mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan

fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi

ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak

terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pemeriksaan Penunjang7

Pemeriksaan Bakteriologik

- Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak,

cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan

jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).

- Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau

dengan cara:

Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Dahak Pagi ( keesokan harinya )

Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm

atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila

ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek

(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas

objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan

NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang

ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan)

yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas

Page 12: Pemicu 1 FCP Fix

penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan

laboratorium.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan

pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan

bronkoalveolar (BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat

dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.

Pemeriksaan mikroskopik:

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen pewarnaan Kinyoun

Gabbett

- Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah

bila:

- 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif

- 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian

- bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif

- bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst

atau IUATLD.

Catatan :

Bila terdapat fasiliti radiologik dan gambaran radiologic menunjukkan

tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali

negatif tidak perlu diulang.

Pemeriksaan biakan kuman:

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah

dengan cara :

- Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)

- Agar base media : Middle brook

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan

dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium

other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat

Page 13: Pemicu 1 FCP Fix

digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan,

menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan

cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto

lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-

Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi

gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik

yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus

atas paru dan segmen superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas

- Kalsifikasi atau fibrotic

- Kompleks ranke

- Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

- Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru

yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran

radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis

parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

berdasarkan gambaran radiologik tersebut.

- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan

aktiviti proses penyakit

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan

pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak

negatif):

Page 14: Pemicu 1 FCP Fix

- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas

chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus

dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)

dan tidak dijumpai kaviti

- Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Diagnosis

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dilaksanakan sesuai alur

sebagaimana dalam bagan Alur diagnosis TB paru8

Page 15: Pemicu 1 FCP Fix

Diagnosis TB pada anak:

Pasien TB anak dapat ditemukan melalui dua pendekatan utama, yaitu

investigasi terhadap anak yang kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif

dan menular, serta anak yang datang ke pelayanan kesehatan dengan gejala

dan anda klinis yang mengarah ke TB. Gejala klinis TB pada anak tidak khas,

karena gejala serupa juga dapat disebabkan oleh berbagai penyakit selain TB.

Gejala sistemik/umum TB pada anak:

a. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh

(failure to thrive).

b. Masalah Berat Badan (BB):

1. BB turun selama 2-3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas; atau

2. BB tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi

yang baik; atau

3. BB tidak naik dengan adekuat.

c. Demam lama (≥2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas

(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain

lain).Demam yang umumnya tidak tinggi (subfebris) dan dapat disertai

keringat malam.

d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.

e. Batuk lama atau persisten ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak

pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan penyebab

batuk lain telah disingkirkan;

f. Keringat malam dapat terjadi, namun keringat malam saja apabila tidak

disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain bukan merupakan gejala

spesifik TB pada anak.

Sistem skoring (scoring system) Diagnosis TB membantu tenaga

kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun

pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi

terjadinya under-diagnosis maupun over-diagnosis.

Page 16: Pemicu 1 FCP Fix

Anak dinyatakan probable TB jika skoring mencapai nilai 6 atau lebih.

Namun demikian, jika anak yang kontak dengan pasien BTA positif dan uji

tuberkulinnya positif namun tidak didapatkan gejala, maka anak cukup

diberikan profilaksis INH terutama anak balita

Catatan:

a. Bila BB kurang, diberikan upaya perbaikan gizi dan dievaluasi selama 1

bulan.

b. Demam (> 2 minggu) dan batuk (> 3 minggu) yang tidak membaik

setelah diberikan pengobatan sesuai baku terapi di Puskesmas

c. Gambaran foto toraks mengarah ke TB berupa: pembesaran kelenjar hilus

atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat, atelektasis, konsolidasi

segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat, tuberkuloma.

Tabel 2. Skoring Diagnosis TB Anak

Page 17: Pemicu 1 FCP Fix

d. Semua bayi dengan reaksi cepat (< 2 minggu) saat imunisasi BCG harus

dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

e. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang

meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi

lebih lanjut.

Tatalaksana7

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri

dari paduan obat utama dan tambahan.

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

- Rifampisin

- INH

- Pirazinamid

- Streptomisin

- Etambutol

- Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan

Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

- Kanamisin

- Kuinolon

- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

- Derivat rifampisin dan INH

Page 18: Pemicu 1 FCP Fix

Dosis OAT

- Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau

BB > 60 kg : 600 mg

BB 40-60 kg : 450 mg

BB < 40 kg : 300 mg

Dosis intermiten 600 mg / kali

- INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg /kg BB 3 X seminggu, 15

mg/kg BB 2 X semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten :

600 mg / kali.

- Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 X semingggu, 50

mg /kg BB 2 X semingggu atau :

BB > 60 kg : 1500 mg

BB 40-60 kg : 1 000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

- Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB,

30mg/kg BB 3X seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau:

BB >60kg : 1500 mg

BB 40 -60 kg : 1000 mg

BB < 40 kg : 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali

- Streptomisin:

15mg/kgBB atau

BB >60kg : 1000mg

BB 40 - 60 kg : 750 mg

BB < 40 kg : sesuai BB

- Kombinasi dosis tetap

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya

minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan

dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang

selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada

kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami

Page 19: Pemicu 1 FCP Fix

efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasiliti yang mampu

menanganinya.

Efek Samping OAT :

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa

efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh

karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat

penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat

ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat

simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada

syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek

ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100

mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan

tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah

menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping

berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih

0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik,

hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada

keadaan khusus

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya

memerlukan pengobatan simtomatik ialah :

- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan,

muntah kadang-kadang diare.

- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :

- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT

harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada

keadaan khusus

Page 20: Pemicu 1 FCP Fix

- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal.

Bila salah satu dari gejala ini terjadi, diberikan lagi walaupun

gejalanya telah menghilang

- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin

dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air

mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses

metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus

diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu

khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat

(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri

sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadangkadang dapat

menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan

disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi

kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada

dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg

BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu.

Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa

minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak

diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk

dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang

berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek

samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis

Page 21: Pemicu 1 FCP Fix

yang digunakan dan umur penderita. Risiko tersebut akan

meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal.

Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging

(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat

dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi

0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat

keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan

keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang

timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada

kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti

kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi

segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis

dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier

plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab

dapat merusak syaraf pendengaran janin.

PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

- TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas Paduan obat yang

diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk:

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas

(termasuk luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan

selama 7 bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif

2RHZE/ 7R3H3, seperti pada keadaan:

Page 22: Pemicu 1 FCP Fix

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, Pemakaian obat

imunosupresi / kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan

disesuaikan dengan hasil uji resistensi

- TB Paru (kasus baru), BTA negatif

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk:

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi

minimal

b. TB di luar paru kasus ringan

- TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam

OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi

dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan

fase lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya,

sehingga paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program

P2TB)

- TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan

minimal menggunakan 4 -5 OAT dengan minimal 2 OAT yang

masih sensitif ( seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama

pengobatan minimal selama 1 – 2 tahun . Menunggu hasil uji

resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian

dilanjutkan sesuai uji resistensi.

Page 23: Pemicu 1 FCP Fix

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif

diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5H3R3E3

(Program P2TB)

Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk

mendapatkan hasil yang optimal

Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

- TB Paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan

kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu,

pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadual

Penderita menghentikan pengobatannya ≥ 2 minggu

1. Berobat ≥ 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik

negatif, pengobatan OAT STOP

2. Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka

waktu pengobatan yang lebih lama

3. Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang sama

4. Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan, BTA

negatif, akan tetapi klinik dan atau radiologik positif :

pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang

sama

5. Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4

minggu pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.

- TB Paru kasus kronik

Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji

resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,

sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 2 macam

OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun

Page 24: Pemicu 1 FCP Fix

resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,

makrolid.

Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan

kemungkinan penyembuhan

Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Prognosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan

ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi

kurang baik.

2.5 Bronkitis

Definisi

Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami

inflamasi. Saluran ini membawa udara ke paru – paru. Orang yang

mengalami bronkitis sering menderita batuk disertai lendir (mukus). Mukus

merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis juga dapat

menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas),

nyeri dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak napas9

Page 25: Pemicu 1 FCP Fix

Gambar A menunjukkan organ paru; Gambar B menunjukkan bronkus normal; Gambar C menunjukkan bronkus pada bronkitis9

Etiologi

1. Infeksi Virus, Bakteri, dan Mikroorganisme lain pada Bronkitis Akut

Bronkitis akut biasanya disebabkan oleh infeksi seperti spesies jamur

(Mycoplasma), Clamydia pneumonia, Streptococcus pneumonia, Moraxella

catarrhalis. dan Haemophilus influenza serta virus seperti influenza,

adenovirus, rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza

tipe A dan B, virus parainfluenza, dan Coxsackie virus. Paparan zat iritan

seperti polusi, zat kimia, dan rokok tembakau dapat juga menyebabkan iritasi

bronkus akut.10,11

Bordetella pertussis harus dipertimbangkan sebagai agen penyebab

bronkitis akut pada anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi secara

Page 26: Pemicu 1 FCP Fix

lengkap meskipun studi terbaru melaporkan bahwa bakteri ini juga dapat

menjadi agen penyebab pada orang dewasa.10,11

2. Penyebab Bronkitis Kronik

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis,

yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain   itu terdapat pula hubungannya

dengan faktor keturunan dan status sosial.12-15

a. Rokok

Merokok merupakan faktor predisposisi yang meyebabkan bronkitis

kronik. Faktor resiko umum terhadap eksaserbasi akut dari bronkitis kronik

adalah meningkatnya usia dan berkurangnya Volume Ekspirasi Paksa (VEP).

Sebanyal 70-80% ekserbasi akut dari bronkitis kronis diperkirakan akibat

infeksi pernafasan.

Merokok diperkirakan menyumbang 85-90% kasus dari bronkitis dan

PPOK. Studi menunjukkan bahwa merokok dapat mengganggu pergerakan

silia, menghambat fungsi makrofag alveolar, dan meyebabkan hipertrofi dan

hiperplasia dari glandula pensekresi mukus. Merokok juga dapat

meningkatkan resistensi saluran nafas melalui jalur vagal yang dimediasi oleh

konstriksi otot polos.

b. Infeksi

Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi

virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang

diisolasi paling banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus

pneumoniae

c. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, tetapi

bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga

menyebabkan bronkitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi

seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.

d. Keturunan

Page 27: Pemicu 1 FCP Fix

Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan berperan atau

tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan

suatu masalah dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja

enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada

peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.

e. Faktor sosial ekonomi

Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial

ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang

lebih buruk.

Gejala Klinis

Gejala klinis bronchitis adalah sebagai berikut12,15,16:

a. Batuk berdahak.

Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya

pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak, tetapi

1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau mukoid,

jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.

b. Sesak nafas

Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat. Terutama

pada musim dimana udara dingin dan berkabut.

c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).

d. Wheezing (mengi).

Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak

progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode infeksi

akut

e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan.

Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu

hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan

dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala

lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk

bisa menetap selama beberapa minggu

Pemeriksaan Fisik

Page 28: Pemicu 1 FCP Fix

Pemeriksaan fisik bisa di dapatkan14-16:

1. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi

maupun inspirasi disertai bising mengi.

2. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).

3. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.

4. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih

rendah, pekak jantung berkurang.

5. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri bawah

di pinggir sternum.

6. Pada kor pulmonal terdapat tanda-tanda payah jantung kanan dengan

peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan

edema kaki

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah

sebagai berikut14-16:

1. Cultures dan Staining. Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk

virus influenza, Mycoplasma pneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika

organisme ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah

dikembangkan untuk diagnosis laboratorium pneumoniae infection

dengan mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning dari

dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan

pertumbuhan atau flora saluran pernapasan normal. Kultur darah dapat

membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.

2. Kadar Procalcitonin. Kadar  procalcitonin mungkin berguna untuk

membedakan infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah

menunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan dan

mengurangi penggunaan antibiotik

3.  Sitologi sputum. Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.

4. Radiografi Dada. Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik

temuan pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak

Page 29: Pemicu 1 FCP Fix

memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat

dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.

Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu adanya

tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus

menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah ataupun tramline

shadow yang menunjukkan adanya penebalan dinding bronkus.

Gambaran Dirty chest. Karena terjadi infeksi berulang yang disertai

terbentuknya jaringan fibrotik pada bronkus dan percabangannya, maka

corakan bronkovaskular akan terlihat ramai dan konturnya irregular. Ini

merupakan tanda khas bronkitis kronik yang paling sering ditemukan

pada foto thoraks.17

Gambar diatas menunjukkan adanya corakan bronkovaskular yang ramai hingga menuju percabangan perifer di paru (Dirty chest)17

5. Bronkoskopi. Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan

adanya aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis

lainnya dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.

6. Tes Influenza. Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan,

seperti bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.

7. Spirometri. Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis

akut sering memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar

dalam volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya

menyelesaikan lebih 4-6 minggu.

Page 30: Pemicu 1 FCP Fix

8. Laringoskopi. Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.

9. Temuan histologis. Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan

submukosa, edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan

otot polos peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada

penyakit paru obstruktif kronis.

2.6 Pneumonia18

Definisi

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan

dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,

yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia

komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan

bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak

disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak

disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota

di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan

dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.

Gejala Klinis

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu

tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak mukoid atau

purulen kadang-kadang disertai darah, sesak

napas dan nyeri dada.

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada

inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa

Page 31: Pemicu 1 FCP Fix

palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi

terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai

ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium

resolusi.

Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran radiologis

Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai

konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan

interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas

menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah

diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering

disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa

sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang

terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

b. Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan

pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif

pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi

asidosis respiratorik.

Tatalaksana

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data

mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa

alasan yaitu :

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

Page 32: Pemicu 1 FCP Fix

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara

umum pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat

dilihat sebagai berikut:

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

- Golongan Penisilin

- TMP-SMZ

- Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

- Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

- Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

- Marolid baru dosis tinggi

- Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

- Aminoglikosid

- Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

- Tikarsilin, Piperasilin

- Karbapenem : Meropenem, Imipenem

- Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

- Vankomisin

- Teikoplanin

- Linezolid

Hemophilus influenza

- TMP-SMZ

- Azitromisin

- Sefalosporin gen. 2 atau 3

- Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Page 33: Pemicu 1 FCP Fix

- Makrolid

- Fluorokuinolon

- Rifampisin

Mycoplasma pneumonia

- Doksisiklin

- Makrolid

- Fluorokuinolon

Chlamydia pneumonia

- Doksisikin

- Makrolid

Fluorokuinolon

Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.

Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit

pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti

kurang dari 5% pada penderita rawat jalan, sedangkan penderita yang dirawat

di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America

( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan

kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III

sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa

meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan

peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka

kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di

RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.

2.7 Kanker Paru19

Definisi

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di

paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer)

maupun keganasan dari luar paru (metastasis). Dalam pengertian klinik

Page 34: Pemicu 1 FCP Fix

yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang

berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic

carcinoma).

Gejala Klinis

Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas atau

nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung

sembuh dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak

lanjuti untuk prosedur diagnosa kanker paru. Keluhan suara serak

menandakan telah terjadi kelumpuhan syaraf atau gangguan pada pita suara.

Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai adalah penurunan berat

badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, demam hilang

timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,

lemah/parese) sering terjadi jika telah terjadi penyebaran ke otak atau

tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker

yang telah menyebar ke tulang.

Page 35: Pemicu 1 FCP Fix

KLASIFIKASI HISTOLOGIK DAN STADIUMKARSINOMA PARU ( ICD-10 C33-34 ), penentuan staging penyakit berdasarkan sistem TNM

Page 36: Pemicu 1 FCP Fix

Secara klinik karsinoma paru terdiri dari :

• Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK =small cell

carcinoma)

• Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK = non small

cell carcinoma)

• Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)

• Adenokarsinoma

• Karsinoma Sel Besar (KSB)

• dan lain –lain (bronchoalveolar carcinoma, karsinoid, dll

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis: tampilan umum (performance status) penderita yang

menurun, penemuan abnormal terutama pada pemeriksaan fisis paru

(suara napas yang abnormal), benjolan suprafisial pada leher, ketiak atau

di dinding dada , tanda pembesaran hepar atau tanda asites , nyeri ketok di

tulang-tulang.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan imejing (Radiologi)

Foto toraks AP/Lateral

CT Scan thorak dengan kontras hingga suprarenal

USG abdomen

Bone Scan atau bone survey

Brain Scan dengan kontras

1. Foto toraks PA/Lat, pemeriksaan awal untuk yang dapat menilai tindakan

awal yang harus atau pilihan prosedur lain yang harus dilakukan. Foto

Page 37: Pemicu 1 FCP Fix

toraks ini juga sebagai pemeriksaan penyaring pada orang-orang yang

beresiko tinggi mendapat kanker paru.

2. CT Scan toraks dengan kontras; pemeriksaan yang penting untuk

diagnosis dan menentukan stage penyakit dan menentukan segmen

yang terkena secara tepat. CT Scan toraks diperluas ke kelenjar

adrenal untuk melihat kemungkinan metastasis ke tempat tersebut.

3. CT scan kepala dengan kontras diindikasikan bila penderita

mengeluh nyeri kepala yang hebat untuk melihat kemungkinan adanya

metastasis ke otak.

4. USG abdomen, untuk melihat kemungkinan metastasis ke hepar; juga ke

kelenjar adrenal (tidak perlu dilakukan jika CT scan toraks sudah

dilakukan hingga suprarenal)

5. Bone Scan untuk mendeteksi metastasis ke tulang-tulang, Bone

Survey jika fasilitas bone scan tidak ada

6. PET-CT scan untuk membedakan massa/ residu tumor dengan

jaringan fibrosis serta mencari metastasis. Hanya penting dilakukan

jika kasus meragukan atau indikasi bedah (stage I dan II)

Tatalaksana

Pembedahan

Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I

dan II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,

misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain

adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker

paru dengan sindroma vena kava superiror berat. Prinsip pembedahan adalah

sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB

intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi

atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi.

Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas

sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi

sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.

Page 38: Pemicu 1 FCP Fix

Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah

adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang

akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan

nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil analisis

gas darah

(AGD) : Syarat untuk reseksi paru

- Resiko ringan untuk Pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral baik,

VEP1>60%

- Risiko sedang pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral > 35%,

VEP1 > 60%

Radioterapi

Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada

terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk

KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang

menjadi alternatif terapi kuratif. Radiasi sering merupakan tindakan darurat

yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan penderita, seperti sindroma

vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan

metastasis

tumor di tulang atau otak. Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK

ditentukan beberapa faktor:

1. Staging penyakit

2. Status tampilan

3. Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :

- Jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan

- Penilaian batas sayatan oleh ahli Patologi Anatomi (PA)

Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan

cara pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu. Syarat standar sebelum

penderita diradiasi adalah :

1. Hb > 10 g%

2. Trombosit > 100.000/mm3

Page 39: Pemicu 1 FCP Fix

3. Leukosit > 3000/dl

Radiasi paliatif diberikan pada unfavourable group, yakni :

1. PS < 70.

2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.

3. Fungsi paru buruk.

Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama

harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status)

harus lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO.

Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam

kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis

obat anti kanker dapat dilakukan. Prinsip pemilihan jenis antikanker dan

pemberian sebuah regimen kemoterapi adalah:

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. Respons obyektif satu obat antikanker s 15%

3. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO

4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian

terjadi tumor progresif.

Regimen untuk KPKBSK adalah :

1. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)

2. PE (sisplatin atau karboplatin + etoposid)

3. Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin

4. Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin

5. Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin

Syarat standar yang harus dipenuhi sebe/um kemoterapi

1. Tampilan > 70-80, pada penderita dengan PS < 70 atau usia lanjut, dapat

diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu dan/atau jadual tertentu.

2. Hb > 10 g%, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut, meski

Hb < 10 g% tidak pertu tranfusi darah segera, cukup diberi terapi sesuai

dengan penyebab anemia.

3. Granulosit > 1500/mm3

Page 40: Pemicu 1 FCP Fix

4. Trombosit > 100.000/mm3

5. Fungsi hati baik

6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)

2.8 Emboli Paru

Definisi

Emboli paru (EP) merupakan kondisi akibat tersumbatnya arteri paru

atau salah satu cabangnya dan dapat menyebabkan kematian pada semua usia.

EP disebabkan oleh embolisasi dari thrombosis vena dalam ke arteri paru atau

cabangnya (merupakan penyebab tersering), emboli bisa akibat material

selain bekuan darah seperti udara, lemak, sel tumor, dan cairan amnion.20

Etiologi

Faktor Resiko

Inaktivitas, lamanya bed rest, tindakan bedah tertentu ( terutama pada

pelvis dan tungkai), merokok, kehamilan, terapi hormon pengganti, kondisi

medis tertentu (tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskular), overweight,

pace maker. Semuanya meningkatkan risiko terbentuknya bekuan darah yang

dapat menyebabkan EP.

Gejala Klinis

Gejala yang sering dijumpai : sulit bernafas (dispnea), nyeri dada yang

memburuk saat bernafas, batuk, dan hemoptisis, dan palpitasi; Tanda klinis

yang ditemukan berupahipoksia, sianosis, pleural friction rub, takipnea, dan

takikardia. EP yang tidak diobati dapat menimbulkan kolaps, kegagalan

kardiovaskular, dan mati mendadak.21

Gambaran klinis emboli paru cukup bervariasi mulai dari yang paling

ringan tanpa gejala (asimtomatik) sampai yang paling berat dengan gejala

yang paling kompleks. Variasi gambaran klinis emboli paru tergantung pada

beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah emboli paru (tunggal atau

multipel), ukuran (kecil, sedang atau masif), lokasi emboli, umur pasien dan

penyakit kardiopulmonal yang ada.

Page 41: Pemicu 1 FCP Fix

a. Emboli Paru Masif

Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya arteri pulmonalis sampai cabang

pertama dari arteri pulmonalis yaitu berupa sesak napas, sinkop, sianosis

dengan hipotensi arteri sistemik persisten. Obstruksi terjadi pada < 50%

vaskular paru, dan disfungsi dari ventrikel kanan dapat dijupai.

b. Emboli Paru Sedang sampai Besar (Submasif)

Gejala klinis timbul akibat tersumbatnya cabang arteri pulmonalis

segmental dan subsegmental yaitu berupa tanda-tanda pleuritis, adanya

area konsolidasi paru yang terkena, dan efusi pleura.

c. Emboli Paru Kecil sampai Sedang

Gambaran klinis timbul akibat tersumbatnya cabang-cabang arteri

pulmonalis berupa sesak napas sewaktu beraktivitas dan apabila emboli

terjadi berulang kali, dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal.

d. Infark Paru

Gejala yang timbul adalah gangguan hemodinamik dan gangguan

respiratorik. Gangguan hemodinamik berupa vasokonstriksi arteri

pulmonal sehingga menimbulkan peningkatan resistensi vaskular paru dan

hipertensi pulmonal. Ganggua respiratorik berupa bronkokonstriksi

sehingga menimbulkan hipoksemia arterial dan menurunnya rasio

ventilasi/perfusi.

Pemeriksaan Fisik22,23

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Analisis Gas Darah

Biasanya didapatkan PaO2 yang rendah (hipoksemia) < 80 mmHg akibat

gangguan fungsi ventilasi-perfusi paru. PaCO2 juga menurun <40 mmHg

yang disebabkan oleh reaksi kompensasi hiperventilasi sekunder.

b. Pemeriksaan D-Dimer

Plasma D-Dimer merupakan hasil degradasi produk yang dihasilkan oleh

proses fibrinolisis endogen yang dilepas dalam sirkulasi saat adanya

bekuan. Jadi, apabila kadar D-Dimer didapati mengalami peningkatan di

Page 42: Pemicu 1 FCP Fix

dalam tubuh maka dicurigai telah ada proses pembekuan (clotting) dalam

sirkulasi. Batas yang sering digunakan adalah < 500 ng/ml. Apabila kadar

D-Dimer > 500 ng/ml maka patut dicurigai adanya bekuan pada sirkulasi.

Tabel 3. Kadar D-Dimer pada Berbagai Status Klinis.

Status Klinis Kadar Normal

Normal < 500 ng/ml

Umur 500 1.000 ng/ml pada70 th

Kehamilan 200–1.000 ng/ml

TrombosisVena Dalam(DVT) 500–5.000 ng/ml

EmboliParu(PE) 500 –5.000 ng/ml

D.I.C. 200 –100.000 ng/ml

Infarct Myocard 200 –6.000 ng/ml

Terapitrombolitik 200 –100.000 ng/ml

Disseminated cancer 200 –6.000 ng/ml

Infeksi/Radang 200 –20.000 ng/ml

KelainanHepar 200 –3.000 ng/ml

c. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang ditemukan pada EKG tidak spesifik untuk emboli paru,

tetapi paling tidak dapat dipakai sebagai pertanda dugaan adanya emboli

paru, apalagi bila dikaitkan dengan kondisi klinis yang timbul. Sebagian

besar gambaran EKG yang timbul pada emboli paru masif sama seperti

pada kondisi korpulmonal akut, berupa:

Gelombang T inversi pada sadapan prekordial kanan

Gelombang P Pulmonal pada sadapan II, III, aVF

Gambaran Right Bundle Branch Block

Lain-lain : aritmia, takikardia, flutter atrial

d. Pemeriksaan Radiologis

1. Foto Toraks

Pemeriksaan x-ray toraks tidak dapat membuktikan ataupun

menyingkirkan diagnosis emboli paru secara pasti. Berbagai kelainan

Page 43: Pemicu 1 FCP Fix

radiologi dapat ditemukan pada hasil foto toraks pasien emboli paru.

Gambaran atelektasis, efusi pleura, pembesaran arteri pulmonal,

kardiomegali, bahkan gambaran toraks normal dapat ditemukan pada

pasien emboli paru.

Beberapa tanda khas radiografi yang mungkin dapat ditemukan pada

pasien emboli paru, namun tidak spesifik dan tidak sensitif yaitu:

Hampton’s Hump

Gambaran ini menunjukkan adanya gambaran radioopak

berbentuk segitiga dengan apeks menghadap ke hilus. Ini

menunjukkan adanya infark paru di daerah distal dari thrombus.

Palla’s sign

Pembesaran arteri pulmonal desending

Westermark’s Sign

Terdapat penurunan corakan vascular paru di area yang

terlokalisasi.

Page 44: Pemicu 1 FCP Fix

Panah putih menunjukkan Westermark’s sign, panah hitam

menunjukkan Palla’s sign.

2. CT Pulmonary Angiography (CTPA)

Pemeriksaan spiral CT yang menggunakan media kontras untuk

mengevaluasi pembuluh darah paru.

Emboli Akut:

luput isi (filling defect) sentral

oklusi pembuluh darah

distensi pembuluh darah

Emboli Kronik:

luput isi (filling defect) yang eksentrik

kalsifikasi

3. Spiral Pulmonary CT-Scan

Page 45: Pemicu 1 FCP Fix

Pemeriksaan ini tidak invasive dan cepat. Kelemahannya ialah sulit

dapat mendeteksi emboli paru subsegmental.

4. Angiografi Paru

Pemeriksaan ini adalah baku emas (gold standard) untuk diagnosis

emboli paru. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan yang invasive,

sehingga tidak efektif dilakukan untuk keadaan kritis. Pemeriksaan ini

digantikan oleh spiral CT-Scan yang memiliki akurasi yang sama.

Hasil yang positif menunjukkan adanya luput isi (filling defect)

intraluminal atau cut off aliran darah.

5. Magnetic Resonance Angiography

Spsesifisitas dan sensitivitasnya sama dengan CT angiografi.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan tanpa menggunakan kontras. Namun

tidak dapat dilakukan pada pasien gawat.

6. V/Q Scan

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya mismatch antara

ventilasi dan perfusi paru. Bahan radioaktif diinhalasikan dan

diinjeksikan melalui vena. Pada paru yang normal, bahan tersebut

akan terdistribusi ke seluruh lapangan paru. Hal ini menunjukkan

ventilasi yang normal. Untuk menilai perfusi, bahan radioaktif

diinjeksikan melalui vena. Bila terdaapt emboli, bahan radioaktif yang

diinjeksikan melalui vena tidak akan tampak pada bagian distal dari

emboli akibat oklusi.

Tatalaksana24

1. Antikoagulan

Merupakan pengobatan utama. Contohnya adalah: heparin, low

molecular weight heparin (enoxaparin dan dalteparin), atau fondaparinux

diberikan pada saat awal, disertai pemberian warfarin yang memerlukan

beberapa hari untuk efektif. Terapi warfarin erring membutuhkan

penyesuaian dosis dan peantauan INR. Pada Emboli Paru INR idealantara

2,0 dan 3,0. Jika serangan Emboli paru berkurang saat terapi warfarin,

rentang INR dinaikkan menjadi 2,5 – 3,5, atau menggunakan

Page 46: Pemicu 1 FCP Fix

antikoagulan lain seperti low molecular weight heparin. Terapi warfarin

biasanya dilanjutkan hingga 3 – 6 bulan atau seumur hidup jika ada

riwayat Emboli Paru atau thrombosis vena dalam sebelumnya, atau

terdapat factor resiko. Nilai D-dimer yang tidak normal pada akhir

pengobatan merupakan tanda untuk lanjutan pengobatan.

2. Trombolisis

Pada Emboli Paru massif yang menyebabkan ketidakstabilan

hemodinamik (syok, hipotensi, hipovolemia, atau sepsis) merupakan

indikasi memulai trombolisis.

3. Embolektomi

4. Vena cava filters

2.9 Mengapa pada Kasus Ini Sesak Terjadi Bila Beraktivitas?

Sesak nafas berasal dari sistem sirkulasi manusia, biasanya terjadi pada

penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan anemia. Sesak akibat jantung

dicirikan “dyspnea on exercise” artinya sesak muncul ketika beban kerja

jantung meningkat, padahal terdapat riwayat penyakit jantung (penyakit

jantung koroner) menyebabkan penderita merasa sesak setelah berkativitas.

Pada keadaan yang amat berat, pasien bahkan tetap merasakan sesak saat

beristirahat. Sesak nafas karena penyakit paru-paru biasanya diakibatkan

penyempitan atau obstruksi jalan nafas ditandai perubahan bunyi paru-paru.

Pasien biasanya memiliki riwayat COPD atau asma. 4

2.10 Apa Diagnosis Kerja pada Kasus Ini?

Hasil anamnesis :

Identitas :

Nama : Agus

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Swasta (penjaga toko buku)

Status pernikahan : Menikah, memiliki anak usia 3 tahun

Page 47: Pemicu 1 FCP Fix

Pendidikan Terakhir : SMP

Keluhan utama : batuk disertai bercak darah sejak 2 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang : batuk disertai dahak berwarna putih

kekuningan disertai bercak darah. Pasien kadang-kadang mengeluhkan sesak

nafas sejak 2 minggu terakhir. Sesak dirasakan ketika pasien beraktivitas

berat. Pasien mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi sejak 2 minggu yang

lalu. Pasien berkeringat malam hari tanpa aktivitas. Nafsu makan pasien

menurun sejak 1 bulan sehingga berat badan pasien menurun 2 kg. BAB

(Buang Air Besar) dan BAK (Buang Air Kecil) tidak ada keluhan. Pasien

belum pernah berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu : sebelumnya belum pernah mengalami batuk

serupa. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien meninggal 5 bulan yang lalu

karena penyakit paru, tetapi pasien tidak mengetahui dengan pasti

diagnosisnya. Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-).

Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien bekerja sebagai penjaga toko buku. Lama

bekerja 2 tahun. Pasien sudah menikah dan memiliki seorang anak laki-laki

berusia 3 tahun. Keadaan rumah pengap, tanpa ventilasi yang baik. Pasien

merokok 2-3 batang sehari. Kebiasaan merokok sudah sejak 5 tahun yang lalu

dan sampai saat ini masih merokok

Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan:

a. Ronki basah paru kanan pada apeks sampai bagian tengah paru

b. BTA +/+/-

c. Foto toraks ditemukan fibroinfiltrat pada apeks paru kanan

Page 48: Pemicu 1 FCP Fix

Gambar Hasil Foto Thoraks Pasien; panah merah menunjukkan infiltrat pada apeks kanan paru

Dari data-data tersebut disimpulkan diagnosis kerja adalah TB Paru

dengan BTA positif dan akan dilakukan pengobatan OAT kategori I yakni

OAT Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol untuk 1 bulan

pertama, kemudian pasien kontrol kembali dan diberikan obat yang sama

untuk 1 bulan berikutnya.

2.11 Edukasi pada Pasien

- Edukasi efek samping obat

- Memberikan penjelasan bahwa pengobatan akan memakan waktu yang

panjang dan harus minum obat setiap hari.

- Memberikan penjelasan agar tidak membuang dahak sembarangan dan

apabila bekontak dengan anaknya harap menggunakan masker.

BAB III

Page 49: Pemicu 1 FCP Fix

KESIMPULAN

Laki-laki 35 tahun mengalami TB paru BTA positif (+) kasus baru.

DAFTAR PUSTAKA

Page 50: Pemicu 1 FCP Fix

1. Amin Z. Manifestasi Klinikdan Pendekatan Pada Pasien Dengan Kelainan

Pernapasan. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarta M,

Setiati S, editor. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. Ed 5. Jakarta : Interna

Publishing; 2009. h.969-73

2. Markum HMS. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007

3. Mukerji V. Dyspnea. Clinical Methods: The History, Physical, and

Laboratory Examinations. 3rd ed. Boston: Butterworth Publishers,1990. h.

78-80

4. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Heart.8th ed.

Philadelphia: Saunders Elsevier, 2007. P. 381, 487

5. Aaronson PI, Ward JPT. At a Glance Sistem Kardiovaskular: Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisik Kardiovaskular. 3th ed. Jakarta: EGC, 2010. h.68.

6. Bickley, Lynn.S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.

Ed.8. Jakarta: EGC. 2009.

7. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis (TB),

konsensus TB, 2006; diunduh dari http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf

tanggal 1 Desember 2015.

8. Alsadaff, H., Mukty, H. A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya.

Airlangga University Press, 2007

9. NHLBI. National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI). [Online] 2009.

Diakses pada http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/brnchi/

tanggal 2 Desember 2015.

10. Walsh EE. Acute bronchitis. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R, eds.

Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa:

Elsevier Churchill Livingstone; 2009: chap 61

11. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E,

Fauci AS, Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine.

15th edition. McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001

12. Manurung, Santa. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Pernafasan Akibat

Infeksi. Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media. 2009.

Page 51: Pemicu 1 FCP Fix

13. Somantri, Irman. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem

Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika; 2009.

14. Rab, Tabran. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Hipokrates; 1996.

15. Speizer FE. Occupational exposures and pulmonary disease. In: Braunwald E,

Fauci AS, Kasper DL (editors). Harrison's principles of internal medicine.

15th edition. McGraw-Hill Education, New York, NY; 2001.

16. Braman SS. Chronic cough due to acute bronchitis: ACCP evidence-based

clinical practice guidelines. Chest. 2006; 129 (supplement 1): S95-S103

17. Helms, CA & William EB. Fundamental Diagnostic of Radiology. USA.

Lippincott Wlliams & Wilkins; 2007.

18. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti di

Indonesia, 2003; diunduh dari

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-pneumoniakom/pnkomuniti.p

df tanggal 1 Desember 2015

19. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker paru di Indonesia, PDPI

edisi 3 tahun 2013; diunduh dari

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-kankerparu/kankerparu.pdf

tanggal 2 Desember 2015

20. Kline JA, Runyon MS. Pulmonary embolism and deep venous thrombosis. In:

Marx JA, Hockenberger RS, Walls RM, eds. Rosen's Emergency Medicine

Concepts and Clinical Practice. 6th ed. 1368-1382. Vol 2

21. Stein PD, Beemath A, Matta F, Weg JG, Yusen RD, Hales CA, et al. Clinical

characteristics of patients with acute pulmonary embolism: data from

PIOPED II. Am J Med. 2007 Oct. 120(10):871-9

22. Torbicki, Adam et al. Guidelines on the Diagnosis and Treatment of Acute

Pulmonary Embolism. European Heart Journal; 2008.

23. Kostadima, Eleni. Pulmonary Embolism: Pathophysiology, Diagnosis and

Treatment; 2007.

24. Sudoyo, Aru W., dkk. Tromboemboli Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

jilid II. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2006. h. 1040-1046

Page 52: Pemicu 1 FCP Fix
Page 53: Pemicu 1 FCP Fix

LAMPIRAN ANALISIS MASALAHLaki-laki 35 tahun

Pemeriksaan Penunjang

Batuk disertai bercak darah

Spirometri

Dahak putih kekuningan Sesak nafas

Pendarahan di saluran napas

Infeksi saluran pernapasan

Pemeriksaan Sputum

Gangguan jalan napas atau jantung

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis dan Tatalaksana

Anamnesis

DD:

Bronkitis

TB paru

Pneumonia

Kanker Paru

Emboli ParuPemeriksaan Rontgen