pembeli beiutlkad balk dalam konteks jual bell …

21
PEMBELI BEIUTlKAD BAlK DALAM KONTEKS JUAL BELl MENURUT KETENTUAN HUKUM INDONESIA Arie S.Hutagalung' Suparjo Sujadi ' Abstrak 77, e authors present this article to launching elaborations in the point of view tOlVards good jaith aspects of buyer sides. To more clear also desribed in example case regarding executions by creditor (bank) for stocks pledged as loan security. Creditor in this context is credibled to execute the security asset '.1' IInder security law as pledgee when the debtor (pledgor) has delayed to disburse his debts. The buyer of pledged stock from the pledgee is legitimated become the new possessors of stocks at post-paid to the pledgee. Shortly. transaction had been closed in clear. transparent and fai r between both parties. Based on the legal "good fOilh" principles the conveyance through the stocks possessions is execuled and legally affecled It means Ihal no legal action could be effeclive toward Ihis circumstances during both parties had no damages. or unlawfidl unfair reasons 10 ensuing courls suil actions ajierward Kala kunci: ilikad baik. hubungan hukum.jual be Ii. hukum indonesia I. Pendahuluan Dalam kehidupan sehari -hari merupakan kenyataan t erjadinya perbll atan -perbllatan hllkum di dalam interaksi sosial diantara anggota masyarakat. Salah satll perbuatan hllkllll1 yang lazill1 adalah j ual beli di berb aga i tempat yang biasa untuk ll1elakukan perdagangan, seperti pasar, pusat perbe lanjaa n/ ll1al, dan tell1pat-tell1pal lainnya. Benda yang diperjual I Pt:l1uli s adalah Guru besar mengajar pada kclompok mata kuliah Hukum Agraria Program sarjana re gular dan ekstetlsi, se rta mata kuliah Transaksi pada Program Pascas<lIjana Fakulta s Hukum Universitas Indonesia Jakarta 2 Pcnulis adalah Lcktor yang mengajar pada kelompok mala kuliah [-Iukum Agraria Program sm:iana regular dan ekslcnsi. serta mala Pembimbi ng Pcnulisan The sis pacta Program Mag i ste r Kenotariatan Fakliltas Hukum Universitas Indone .sia. Jakarta

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMBELI BEIUTlKAD BAlK DALAM KONTEKS JUAL BELl MENURUT KETENTUAN HUKUM INDONESIA

Arie S.Hutagalung'

Suparjo Sujadi'

Abstrak

77,e authors present this article to launching elaborations in the point of view tOlVards good jaith aspects of buyer sides. To more clear also desribed in example case regarding executions by creditor (bank) for stocks pledged as loan security. Creditor in this context is credibled to execute the security asset '.1' IInder security law as pledgee when the debtor (pledgor) has delayed to disburse his debts. The buyer of pledged stock from the pledgee is legitimated become the new possessors of stocks at post-paid to the pledgee. Shortly. transaction had been closed in clear. transparent and fair between both parties. Based on the legal "good fOilh" principles the conveyance through the stocks possessions is execuled and legally affecled It means Ihal no legal action could be effeclive toward Ihis circumstances during both parties had no damages. or unlawfidl unfair reasons 10 ensuing courls suil actions ajierward

Kala kunci: ilikad baik. hubungan hukum.jual be Ii. hukum indonesia

I. Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari merupakan kenyataan terjadinya perbllatan-perbllatan hllkum di dalam interaks i sosial diantara anggota masyarakat. Salah satll perbuatan hllkllll1 yang lazill1 adalah j ual beli di berbaga i tempat yang biasa untuk ll1elakukan perdagangan, seperti pasar, pusat perbe lanjaan/ll1al, dan tell1pat-tell1pal lainnya. Benda yang diperjual

I Pt:l1ulis adalah Guru besar mengajar pada kclompok mata kuliah Hukum Agraria Program sarjana regular dan ekstetlsi, serta mata kuliah Transaksi Be~iaillinan pada Program Pascas<lIjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta

2 Pcnulis adalah Lcktor yang mengajar pada kelompok mala kuliah [-Iukum Agraria Program sm:iana regular dan ekslcnsi. serta mala Pembimbi ng Pcnulisan Thesis pacta Program Magister Kenotariatan Fakliltas Hukum Universitas Indone.sia. Jakarta

28 Jurnai Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Marel 20/}~

belikan pun beraneka ragam, mulai dari makanan,minuman, pakaian, sepeda, mobil, tanah, rumah, barang elektronk, saham, dan lain-lain. Seeara hukum pembagian jenis obyeknya menurut hukum kebendaan seeara universal jual beli meliputi benda tidak bergerak (immovable goods) dan benda bergerak (movable goods); atau benda berwujud (tangible) dan benda tidak berwujud (intangible).

Selain itll, jual beli j uga dapat terjadi akibat dari hasil eksekusi penjualan suatu jaminan, seperti misalnya jual beli tanah berikut bangllnan atas dasar eksekusi Hak Tanggungan, jual beli mobil atas dasar eksekusi fidusia dan eksekusi saham atas dasar perjanjian gadai saham, dan lain-lain. Dalam jual beli tersebut, pasti melibatkan 2 (dual pihak, yaitu penjual dan pembeli. Berdasarkan hal-hal tersebut,jual beli dapat terjadi dengan baik dan tidak bermasalah apabila masing-masing pihak mempunyai itikad baik (good faith) untuk bekerjasama, yang seeara riil maupun seeara formil dapat dilihat pada saat penjual akan menyerahkan sesuatu kepada pembeli, dan pembeli akan menyerahkan uang atas pemberian dari penjual tersebut sesuai dengan harga yang disepakati oleh masing-masing pihak. Adanya kerjasama tersebut, sesungguhnya telah terjadi hubungan hukum adanya kesepakatan dan adanya penyerahan benda yang dijadikan obyek jual beli , meski tanpa disadari oleh penjual dan pembeli.

Hubungan hukum yang berkaitan dengan jual beli tersebut telah diatur oleh undang-undang, yang mana dasar hukum dan penjelasannya akan dijelaskan oleh penulis dalam bagian pembahasan dalam tulisan ini. Meskipun jual beli tersebut telah di atur undang-undang namun belum tentu dalam pelaksanaannya dapat dilakukan seeara am an tanpa dampak atau sengketa. Telah banyak fakta yang menunjukkan telah terjadi penyimpangan-penyimpangan hukum dalam jual beli, yang mengakibatkan sengketa antara penjual dan pembeli melakukan gugatan-gugatan di pengadilan Indonesia yang mempermasalahkan kasus jual beli tersebut.

II. Permasalahan

Berdasarkan uraian dalam penjelasan mengenai jual beli di muka, dapatlah disampaikan bahwa dalam perspektif hukum jual beli merupakan hubungan hukum yang lazim dan penting bagi pelaksanaan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat luas. Adanya berbagai permasalahan di dalam praktek jual beli yang terjad i kiranya patut dijelaskan sesuai kerangka hukum yang berlaku. Penulis dalam tulisan ini memandang penting untuk menjelaskan mengenai jual bel i tersebut khususnya mengenai apa arti dari "pembeli beritikad baik" tersebut dalam jual beli, dan mengenai arti dan unsur-unsur "itikad baik" tersebut pada pembeli.

Pembeli Beritikad Baik, Hutagalung dan Sujadi 29

Penjelasan mengenai kedua hal tersebut sangatlah penting, mengingat pembeli sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum jual beli acapkali dirugikan, bahkan dianggap melakukan perbuatan yang melanggar hukum apab ila hal tersebllt ditudllhkan pad a orang/pembeli yang memang benar­benar mempllnyai itikad baik dalam jual beli tersebut, maka tuduhan tersebut sangatlah merugikan dan menyakitkan bagi pihak yang berkedudukan sebaga i pembeli yang beritikad baik tersebut. Untuk itu dalam artikel ini penulis melihat perlu adanya penjelasan mengenai periindungan hukum bagi pembeli yang beritikat baik dalam uraian-urai an berikut ini.

Sehubungan dengan permasalahan yang menjadi fokus artikel ini, penu lis akan menjelaskan arti "pembeli beritikad baik" tersebut dalam bagian pembahasan penulisan dari segi hukum di bawah ini dengan merujuk ketentuan-ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang beriaku di Indonesia' .

Pandangan Matthias E. STORME tersebut adalah untuk memberikan komcntar alas tulisan Marietta Auer di dalam "European Review of Private law ", yang menyatakan bahwa pembahasan mengenai ciri/karakteristik dari itikad baik (goodfaith) dalam hukum perjanjian dapat dilihat dalam tiga dimensi , ya ilu :

"jirst, a substantive dimension of justification of good faith duties in terms of, for instance, contractual ethics; second, a formal dimension concerned with its structure as a vague

J Sebag<li pembanding untuk memperkaya pemikiran maka disini dapat disampaikan pendapat yang menjelaskan itikad baik agar memberikan wawasan dan persepsi yang tepat mengenai permasalahan ini dan sa lah satunya adalah pendapat Matthias E. STORME dalam "Good flrilh and contents 0/ contracts in European private law" mengatakan:

"Different views have been developed as 10 how we should understand good faith, given the difJerent controversies in which it is llsed as an argument, and the lack of congruency between them. Atfirst sight, it seems tempting 10

separate these three dimensions and even give them different names in order to promote clarity in doctrine and debate. One could thus eliminate good faith from the first (substantive) dimension and replace it by a dury to co­operate, eliminate it from the second (formal) dimension and replace it by a notion of reasonableness or reasonable expectations, andflnally eliminate it from the third (institutional) dimension and replace it by a mechanism of equity granting large powers to the judges. A number a/theories have been developed where the function of good faith has been restricted to one of these dimensions (or to the 2 last ones) ".

30 Jurnai Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 2005

standard; and finally, an institutional competence dimension raising the question of judicial freedom and constrain! in adjudication based on open standards such as good failh ". The discussion thus consists, according to thai essay. of "controversies between an individualist ethics of freedom of contract and the opposing altruist value of interpersonal responsibility, between the danger of judicial arbitrariness and the demand for equitable flexibility. and, finally, between Ihe legitimacy of judicial law making and the insistence on judicial restraint" . .J

III, Pemhahasan

A, Jnal Beli dalam Lingkup Hukum Perjanjian (Kaitannya dengan Perikatan)

Sebelum penulis menjelaskan pengertian .iual beli , akan dijelaskan terlebih dahulu secara singkat mengenai arti perikatan. Hal ini sangatlah erat kaitannya dengan pelaksanaan jual beli kemudian, karen a jual beli secara umum merupakan salah satu perjanjian yang melahirkan suatu perikatan, untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatll, atau untuk tidak berbuat sesllatu'.

Hukum perikatan di Indones ia diatur dalam bllku ke tiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan dapat timbulfdilahirkan baik karena persetujuan, atau karena undang­undang.

Perjanjian yang lahir dari adanya perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: "suatu perjanjian ada lah suatu perbuatan dengan mana satu orang atauleb ih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebib". Bagi para pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian tersebut berlaku sebagai

4 Ibid., hal. I.

5 Sebagai catatan, secara khusus dalam jual beli tanah dengan hukum tanah nasional yang diatur di dalam UUPA menerapkan hukum adat secara tegas menerapkan prinsip bahwa jual beli adalah pemindahan hak yang te~iadi secara terang dan tunai dan bukan merupakan perjanjian sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata

Pembeli Berilikad Baik, HZlIaga/Zlng dan SZljadi 3/

undang-undang, sebaga imana ditentukan kemudian di dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Pasal tersebut lengkapnya menyebutkan:

"(i)Semua perjanjian yang dibualsecara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membualnya; (iijSuaiu perjanjian tidak dapal ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyalakan cukup untuk itu; dan (iiijSuatu perjanjian harus dilaksanakan dengan ilikad baik. "

Memperhatikan ketentuan Pasa l tersebut, maka apa yang disepakati oleh para pihak hams ditaati dan dija lankan oleh para pihak itu sendir i, atau berlakulah apa yang disebut dengan pacta sunl servanda'. Suatu perjanj ian adalah suatu hubungan dimana seorang beljanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan ses uatu ha l'. Maka dalam konstruksi yur idis demikian itulah kemudian, lahir apa yang disebut sebagai perikatan yang merupakan tindak lanjut dari perjanjian yang di sepakati tersebut

B. Jual Beli dan Peralihan Hak Milik

Berdasarkan perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di Indonesia ma ka dapat d ibedakan menge nai jual beli dan pengalihan hak. Adapun berkaitan dengan pengelompokkan kebend aan yang dikenal yaitu benda tetap (immovable goods) dan benda bergerak (movable goods) memiliki lingkup pengaturan yang berbeda dalam

6 Kartini Mulyadi, "Kcdudukan Berkuasa dan Hak Mil ik Oalam Sudut Pandang KUH Perdata" , (Penerbit: Prenada Media:Jakarta, 2004). hal. 18.

Pacta Sunl Servanda merupakan prinsip hukum intemasional yang pada intinya menegaskan bahwa suatu perjanjian harus dihonnati oleh ditaati o leh negara yang menyetujui perjanjian tersebut. prinsip ini pun mempunyai batasan bahwa ada prinsip-prinsip intcmasional tertentu yang tidak dapat dihapuskan dengan adanya perjanjian an tar negara, seperti pembunuhan, perbudakan, dan larangan agresi terhadap suatu negara. Bila dilihat lebih lanjut, perjanjian diantara pihak-pihak menu rut Pasal 1320 KUH Perdata juga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kctcrtiban umum dan kesusilaan.

1 Subekti, " Hukum Perjanjian", (Penerbit: PT Interrnasa: Jakarta. 199 1). eel. 13. hal. I.

32 Jurnal Hukul1l dan Pembangunan, Tahun Ke-J5 No, I, Janllari- Morel 2005 '.

hal terjadinya peralihan hak dan mengenai sifat jual beli itu sendiri. Penjelasannya dapat dikhususkan terhadap obyek benda yang berupa tanah sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, tentang Penituran Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang berlaku sejak tanggal 24 September 1960. Untuk memberikan pejelasan dari obyek kebendaan tersebut maka berikut ini akan dijelaskan masing-masing sifat jual beli dan peralihan hak milik menurut hukum yang berlaku.

1. Jual Beli dan Peralihan Hak Milik yang obyeknya berupa Tanah Hak (Benda Telapj

Jual beli tanah menurut Hukum Tanah Adat Glial lepas) adalah bersifat "Iunai" , artinya pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pemilik terjadi serentak dan secara bersamaan dengan pembayaran harga dari pembeli kepada penjual. Selain bersifat "tunai", juga hanls "lerang" yang artinya hanls dilakukan dihadapan Kepala Adat atau Kepala Desa.

Sebagai bukti telah terjadi jual beli dan selesai pemindahan hak tersebut, dibuatlah "Sural Jual Beli Tanah" yang ditandatangani oleh pihak penjual dan pihak pel11beli dengan disaksikan oleh Kepala Desa yang fungsinya adalah untuk:

aj Menjamin kebenaran tentang : stalus lanahnya, pemegang haknya, keabsahan bahwa lelah dilaksanakan dengan hukum yang berlaku ("Ie rang "J.

bj Mewakili warga desa (unsur publisilasj,

Berbeda dengan pengertian jual beli tanah l11enurut Hukum Barat, jual beli lanah menurul Hukum Tanah Positif kila sekarang adalah pemindahan hak alas tanah untuk selama­lamanya, yang dalam Hukum Adal dinamakan ')ual lepas" dan bersifat "tunai". Artinya, begitu terjadi jual beli, begitu pula pada saat bersamaan terjadilah pemindahan hak atas lanah dan pembayaran harga, sehingga sejak saat itu pullis hubungan antara pemilik yang lama dengan tanahnya unluk selallla-lamanya.

Peillindahan hak ini berarti pemindahan penguasaan secara yuridis dan secara fisik sekaligus. Namun deillikian, ada kalanya pemindahan hak tersebut barus secara yuridis saja karen a secara fisik tanah Illasih ada dibawah penguasaan

Pembe~i Beritikad Baik, Hlitaga/ling dan Sujadi 33

orang lain (hubllngan sewa yang beillm berakhir jangka waktllnya), sehingga penyerahan secara fi si k akan menyuslli kemudian.

Pembayaran harga oleh pihak pembeli kepada pcnjual (yang dikatakan "tunai") , ada 2 kemllngkinan :

a) Dibayar seluruhnya pada saal /erjadijual beli; alau b) Bani dibayar sebagian (beltlln lunas sel171/a).

Pembayaran sebagian tersebut biasanya karena tanah yang bersangkutan seca ra fisik masih d ikuasai oleh pihak ketiga dan belum diserahkan kepada pihak pembeli. Walaupun demikian, jual beli dinyatakan telah selesai dan sah apab ila sud ah memenuhi: penyerahan secal'a yuridis; dan telah dibayar sebagian.

Ha l ilu be ralti bahwa penyerahan fisik tanah dan pembayaran s isa harga dapal disuSld kemudian. Jadi , kalau harga yang tersisa ternyata kelak tidak dilunasi oleh pihak pembeli, maka masa lah ini adalah masal ah ulang pilllang, dan termasuk dalam Hukum Perutangan. Atas dasar konsep tcrsebut maka pembatalan jual beli tidak dapat dituntut, karena jual beli dinyatakan telah sclesa i dan tclah te rjadi pemindahan hak atas tanah.

Menurut hukum positif kita sekarang, jual beli harus d i lakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPA T) dan hanya jual beli dengan akta yang dibuat oleh PPAT saja yang dapat dipakai lIntuk pendaftaran di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah (Pasal 19 PP Nomor 10 tahun 1961, yang telah diganti dengan PI' Nmor 24 tahun 1997). Ini berarti bahwa jual beli dihadapan PPAT dan pendaftaran di Kantor Pertanahan merupakan suatu sistem yang sudah menjadi ketelltuan yang hanls ditaati.

Untuk membuat Akta Jual Beli tersebut, terlebih dahulu penjual hanls menyerahkan surat-surat tanahnya kepada PPAT un tuk diteliti dan dicek kebenarannya yang berkenaan dengan masalah status tanah, subyek hak, luas, letak, batas-batas, dan sebagainya.

Bagaimana jika diatas tanah tersebut terdapat bangunan rumah atau tanaman keras? Hal ini tergantung pada ma ksudnya. Kalau obyek yang dimaksud untuk dijual adalah tanah berikut bangunan rumah/tanaman keras yang berada di

34 Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret ]005

atasnya, maka dalam Akta Jual Beli dengan tegas harus disebutkan semua seeara terperinei. Begitu juga sebaliknya, kalau yang menjadi obyek penjualan itu ha'!ya tanah , maka dalam Akta Jual Beli yang dibuat PPAT itu harus dijelaskan, bahwa jual beli tersebut tidak termasuk bangunan rumah dan tanaman-tanaman keras yang melekat diatasnya. Ini sesuai dengan asas pemisahan horizontal yang bersumber pada Hukum Ada!.

Selain itu apabila ada sisa harga yang belum dibayar atau penyerahan fisik tanah belum dilakukan, juga harus disebutkan seeara tegas dalam Akta Jual Beli terse but.

Penjual atau wakilnya dan pembeli atau wakilnya harus hadir di depan PPAT untuk menandatangani Akta Jual Beli dengall disaksikall oleh sekurallg-kurangllya 2 (dua) orang saksi yang mem~nuhisyarat untuk bertindak sebagai saksi. > dalam . perbuatan hukuni.' itu(Pasal · 38 .pp 2411997) . . Bailf'\~;:: pelljual (kuasanya), Pembeli (kuasanya) maupun saksi-saksi U~( danfPA T, semuanya haitis menalldatangalli Akta terseb\jt;}~'[:

. Kemudiall, Akta irH ' beiikut . berkas'berkasnya d.ibawa kt~';f Kantor .Pertariahan Seksl Pendaftaran Tanah lIntuk dilakukaii'Wi:

.",,-

pendaftaran. PPAT bersifat tertutup, karena memang ia harus

menyimpan rahasia, maka pada tahap pembuatan Akta J ual Beli tersebut, orang yang tahu tentang adanya jual beli tersebut bersifat terbatas pad a para pihak dan PPAT saja. Lain halnya jika sudah didaftarkan pada Kantor Pertanahan, maka dari pendaftaran itu selain memperkuat pembuktian karena perbuatan hukum itu dieatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat Hak Tanah, juga memperiuas pembuktian karena setiap orang atau siapa saja yang berkepentingan dan memerlukan keterangan tentang tanah tersebut dapat mengeeeknya pad a Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah dimana data-data tentang tanah tersebut disimpan dan sewaktu-waktu terbuka ·untuk umum.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa tidaklah benar bilamana ada yang mengatakan pendaftaran tanah itu "balik nama", sebab Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT sudah terjadi jual beli dalam arti levering yuridis. Pendaftaran jual beli pada Kantor Pertanahan bukan untuk sahnya jual beli tetapi berfungsi untuk meperkuat pembuktian dan memperluas pembuktian.

Pelllbeli 8eritikad 8aik, Hutaga/ung dall Sujadi 35

Tata cara jual beli tanah menurut hukum positif sebenarnya adalah sama dengan tata cara jual beli tanah yang berlaku menurut I-Iukum Adat yang dikenal dengan istilah ;~ual lepas" serta memrnatuhi asas "terang dan tunai".

Jadi sebagaimana yang disebutkan pada butir (a) dan (b) sesuai dengan ketentuan Pasal 19 dan 22 dari PP 10/1961 yang kemudian diubah dengan ketentuan Pasal 37 ayat 1 PP nomoI" 24 tahun 1997 bahwa jual beli tanah selain harus dilakukan dihadapan PPAT dan dibuatkan Akta Jual Beli,juga harus diikuti dengan pendaftaran jual belinya pad a Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah. Mengingat bahwa terhitung mulai tanggal 24 September 1961, tata cara jual beli tanah menUl'ut norma-norma I-Iukum Tanah Adat tidak berlaku lagi adapun yang masih berlaku adalah prinsip-prinsip atau asas-asas juai beli tanah menurut hukum adal terulama bcrkcnaan dengan peralihan hak.

Mengingat sifat juai beli tanah yang merupakan saal teljadinya peralihan hak milik, maka akan penting dibahas mengenai keabsahan jual beli tanah sebagimana ditegaskan di dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. I 23!K/SIPII 970' bahwa:

"Pasal 19 Peratllran Pemerintah No. 10 Tahlln 1961 ber/akll khuslIs bagi pemindahan hak pada kadaster. sedangkan hakim meni/ai sah atoll ridoknya Slla/II perblloran hllkllm marerii/ yang merupakan .illal beli (marerie/e hande/ing van verkoop) tidok hanya terikar pada Pasell 1<) tersebUl "

Berdasarkan yursiprudensi tersebut maka sahnya jual beli dilentukan oleh syarat materil dari perbuatan jual beli yang bersangkutan, dan b u k a n syarat formil yang diatur Pasal

8 Yurisprudensi dalam PuLuSi1n MA terscbut adalah dalam suatu kaslIs hibah tannh di Bali pada ('ahun 1964 yang dililkukan di depall Bandl!sa (yaitu Wakil Kepaln Dcsa). bl.!rupa pe:negas31l dan pcnjclasan teillang hubungannya dalam rangka pclaksanaan jual bcli lallah menurut HukuITI Tanah Positifkita.

36 Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Marel 200'5

19 PP Nomor 10 "tahun 1961 (sekarang PP Nomor 24 tahun 1997).

Adapun yang merupakan syarat materil sahnya jual beli tanah ialah: (I) penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan; (2) pembeli adalah sebagai pihak yang berhak membeli tanah yang bersangkutan; (3). tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan menurut hukum; dan (4) tanah hak yang bersangkutan tidak dalam sengketa.

2. Jual Beli dan Peralihan Hak Milik yang obyeknya selain tanah (Benda Bergerak)

Jual beli dalam lingkup ini menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang dituangkan di dalam Pasal 1457 KUH Perdata adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dipeljanjikan. Yang dijanjikan oleh pihak yang satu (pihak penjual), menyerahkan atau memindahkan hak miliknya atas barang yang ditawarkan, sedangkan yang dijanjikan oleh pihak lain, membayar harga yang telah disetujuinya. Meskipun tiada disebut dalam salah pas a dalalll undang-undang, nallllln slIdah selllestinya bahwa "harga" ini harus berupa sejumlah uang, karena bila tidak demikian dan harga itu berupa barang, maka bukan lagi jual beli yang terjadi, tetapi tukar menukar atau barter' .

Jual beli terjadi pada saat kedua belah pihak sepakat mengenai kebendaan dan harga, walaupun belum adanya pembayaran dan penyerahan barang. Hal ini diatur dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang menetapkan bahwa:

"Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak. sekelika selelah orang-orang ini

Pe~janjian itu sendiri merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan. Sumber lainnya adalah undang-undang sebagaimana jelas telah disebutkan dalam Pasal 1233 KUH Pcrdata. Sumber perikatan yang berasal dari undang-undang dapat dibcdakan antara undang-undang saja danundang-undang yang berhubungan dengan perbuatan orang. Yang terakhir ini dibedakall lagi menjadi perbllatan halal dan perbuatan melawan hukum.

9 Subekli. Op. Cit., hal. 79.

Pembeli Beritikad Baik, Hlitagailing dan Slijadi

mencapai sepakat tentang kebendaan terse but dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, mal/pun harganya belum dibayarkan ",

37

Hal ini berarti bahwa jual beli adalah perjanjian yang bertimbal balik yang mengakibatkan berdirinya dari sekllrangnya dlla perikatan yang bersifat timbal balik, yaitu yang melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan barang pada satu pihak, dan berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak, lO

Pad a prinsipnya, jual beli adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana kescpakatan terse but harus teljadi aleh dan antara kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli ; dan harus Illemenllhi unsur- unsur ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: (I) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan , (3) suatu hal tertentu, dan (4) suatu sebab yang halal. Kesepakatan itu pun tidak baleh dilakukan dengan adanya kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata" Berdasarkan Pasal 1458 KUHPerdata sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, Illaka sifat dari jual beli itu sendiri adalah sebagai sifat obligatoir, yaitu jual beli yang belum Illelllindahkan hak milik alch karena ia baru meletakkan hak dan kewajiban dari penjual dan pembelil2. Hal

10 Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi. "Seri Hukum Perikatan lual Beli" . (Pl!nerbit: PT Raju Gralindo Persada. Jakarta. 2003). Ed. I. eel. I, hal. 7.

11 Pasal 1321 KUI-I PCltlala:: 'TioJa sepakm yang sah apahila .\"epakal illl diberikan tarc~l1a kekhilaJclII. a/all diperolellllya del1gan paksaan atoll penipuan".

12 SubeJ.:li. Gp. Cit. hal. 80. Lebih lanjnl. Subdai juga I11l!ngatakan bahwa hul.: milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pcmbeli selama pCllyerahan beluIn dilakukan. Dcngan mengutip Wirjono Prodjodikoro. S.H .. dnlam rancangan undang.ulldang Hukum Perjanjian, yang diajukan sebagai prasaran di de pall Kongres perhimpunan Sa~ialla Hukum Indonesia di Yogyakarta (November 1961). dikatakall bahwajika suatu perjanjiall itll mengcnai Sllatu benda yang harus diserahkan oreh saIl! pihak kepada pihak lain. maka hak atas bcnda tcrsebut baru lcrcipta apabila benda tersebut tcluh diserahkan. Sri Soedewi Masjchocn Sofwan juga mengatakan bahwa pc~ianjiall jual beli tidal..: dapat menyebabkan ocralihnya hak milik. hanya menimbulkan verbinlennis yaitu yang satu harus memberikan pn.!stasi dan yang lain bahak atas prestasi tersebul. Dengan dcmikian dapat dikatakan bahwa pCljanjian obligatoir ill! tidal..: mcnyebabkan pindahnya hak zakelijk atau hak kebelldaan akan

38 Jllrnat Hllkllm dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. t, Januari- Marel 2005

ini dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 1459 KUH Perda!;! yang menyatakan bahwa: "hak milik alas barang yang dijual lidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurul Pasal 612, 613, dan 616". Maka dengan demikian, jual beli belumlah meletakkan hak milik atas benda yang diperjual belikan kepada pembeli.

Hak milik atas benda yang diperjual belikan baru akan timbul setelah adanya . penyerahan (levering). Hal lIli ditegaskan dal am Pasal 584 KUH Perdata" yang mengatur bahwa hak milik dapat diperoleh karenalmelalui perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, dan karena penyerahan atas suatu hubungan perdata untuk memindahkan hak milik.

Penyerahan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 KUHPerdata tersebut merujukPasal 1459 KUH Perdata yang mana pengalihan hak milik tersebut tidak akan berpindah kepada pembeli selama penyerahannya belum dilakukan menuru! ketentuan Pasal 612", 613 " dan 616'". Pasal 612 K U H Perdata.

tetapi hanya mcnimbulkan hak-hak persoonlUke. Sri Soedewi Masjchoen 501\\,lln. :" Hukum Perdata: HlIkllm Benda", (Penerbit: Liberty.Yogyakarta. 1981). Cel.l hal. 73.

!3 Pasal 584 KUH Perdata:

"Hak milik alas sesualll kebendaan 10k dopa! diperoleh dengon cara lain, melainkan dengan pemilikon, !':arena perlekatan: karena dailiwarsa. karena pewarisa/1, boik menurll( IIndang-lindang . nWl/plin mell/lrllt wQsiat. dOll karena pemll1jlikkan alou pellyeralwn berdasa,. a'los suaru peri~ilill'a perdala IIn/lfk 1I1l!lIIindahkan /wk milik, di/akukan o/eli seorallg yang bcrlwk berbllol bebas lerhadop kebendaall ilu".

" Pasal 6 I 2 KUH Perdata:

"Penyerahan kebendaan bergerak, lerkecl/C//i yang lidak berlubuh dilakukan dengan penyerahon yang nyata akon kebendaan itu o/eh alall alas nama pemilik. alau dengan penyerahan kunci-kllnci bangllnan, da/am mana kebendaan itu berada ".

" Pasal 613 KUH Perdata:

"Penyerahan pilllang-piutang alas nama dan kebendaan lidak berillbllh /oinnya, dilakllkall dengan jalan membltOI okla alentik (1/( 111 di bawah langan, dengan mana hak-hak atas kebendaan illl dilimpahkon kepada orang lain ".

"Penyerahan yang demikian bagi si bert/lang liada akibalnya me/ainkan selelah penyerahan ilU diberilahukan kepadanya atau secora terlulis

Pell/be/i 8eritikad 8aik, Hutagalung dan Sujadi 39

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas menunjukkan bahwa hak milik memiliki sifat droit de suite atau mengikuti bendanya", yang mana hal tersebut merupakan salah satu sifat dari hal< kebendaan, bahwa zaaksgevolg atau droit de suit, adalah hak yang terus mengikuti bendanya di tangan s iapa benda terse but berada.18

3. Kewajiban Yang Timbul Dari Jual Beli

Sepelti yang telah dijelaskan oleh penulis sebelumnya, bahwa perjanjian jual beli adalah perjanjian obligatoir yang melahirkan hak dan kewajiban masing-masing dari penjual dan pembeli.

a. Kcwajiban Penjnal

Penjual berkewajiban untuk menyerahkan barangnya dan mcnanggungnya." Pasal 1475 KUH Perdata menyatakan bahwa "penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli".

disl!lllj lli dall diakuillYG ".

"Pell),era/WI1 liap-tiap pill/Ol1g karella Sliral bawQ dilakllkol1 del/gall peJ/yemlwl1 sural i(lI: penyerafwlI liap-liap pilllong karena surat II/njl//.: di fakllkoll del/gall pellyerahon sural disertai dengan endosell1en".

16 Pasal 616 KUH Pcrdata:

"Penyerahan atall pemll1j ukkan akan kebendaan tak bergerak dilakllkan det/gell1 pengllllllfmon oklo yang bersGngklltan dengan cora seperli yang ditenlllkal1 da/am pasaI62(J".

17 Gunawan Widjaya dan Karlini Mulyadi. Op. Cil .. hal. 134 .

IS Sifal lain dar; hak kebelldaan adalah hak yang Illutlak yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. sifat berdasarkan lcbih dulu tCljaclinya. dro;1 de preference. hak gugat kt:bt:ndaan dan hak untuk memindahkan secar<l sepclluhnya. Sri Soedewi Masjchot!n So l'van. Op. Cil., hal. 25 .

19 Subekti, Op. Cit .. ha1.83. Pcndapat Subekti sesuai dengan pasa\ 1474 KUl-I Perdata. Bandingkan dengall Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi , "Seri Hukulll Perikatan : .Iual Beli". Hal. 127. Gunawan Widjaya dan Kanini mulyadi 111cmbt:dakan kewajiban pelljual menjadi liga yaitu: (1) memdihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya. (2) menyerahkan kebendaan yang Jijual pada saat yang telah ditentukan. atau jika tidak telah ditentukan saatnya. alas permintaan pembeli , dan (3) menanggung kebcndaan yang dijual terscbul.

40 Jurnai Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Marel 2005

Apabila penyerahan karena penjual lalai, maka menurut Pasal 1480 KUH Perdata", pembel i dapat menuntut agar jual beli dibatalkan sesuai syarat pembatalan sebagaimana dalam Pasal 1266" dan 1267 KUH Perdata".

Pada saat penyerahan, barang terse but harus berada dalam keadaan pada saat ditutupnya per)anJlan jual be Ii, sebagaimana diatur dalam Pasal 1481 KUH Perdata. Pasal tersebut lengkapnya berbunyi: "Barangnya harus diserahkan da/am keadaan dimana barang itu pada waktu penj ualan. Sejak waktu itu segala hasil menjadi kepunyaan si pembeli" Penjual juga diwajibkan untuk menyerahkan suatu barang dengan meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya, serta dimaksudkan bagi pemakaiallllya yang tetap sebagaimana diatur da lam Pasal 1482 KUH Perdata'3

"Pasal 1480 KUH Perdata:

"Jika penyerahan kal'el1G keto/aian si penjuol lidak dopal dilaksanakon, maka sf pembeli dopa! menlfnlllt pemhafO/an pell/belian, menlll"lI( kelen/llon

pasal 1166 dan pasal 1267".

21 Pasal 1266 KUH Perdala:

"Syarat balal dianggap selalll diconllllllkon do/alii perscflljll(lll-per.w!llIjlltll1

yang bertimha! balik, manokala salah sa/If pilla/.: lidak IIlelllCl1l1hi

kewajibannyo ".

Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada Hakim.

Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipull syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinya(akan didalam perjanjian.

lila syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa llnluk menuru l keadaan. alas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu unluk masih juga me menu hi kewajibannya.jangka waltu mana namlln illl tidak boleh lebih dari satu bulan."

22 Pasal 1267 KUH Perdata:

"Pihak terhadap siapa perikatan lidak dipenllhi, dopa! memilih apakah ia. jika hal itu masih dopa! dilakllkan. akan memaksa pihak yang lain ul1tllk memenuhi perjanjian alaukah ia akan menunlll! pembala!an perjanjian. disertai penggan!ian biaya kerugian dan bllnga".

" Pasal 1482 KUH Perdata:

·'!\.ewajiban menyerahkan suotu barang melipuli segola sesllatu yang menjadi perlengkapannya serlo dimakslldkan bagi pemakaiannya yang letap,

Pembeli Beritikad Baik. Hutaga/ung dan SZljadi 4/

Kewajiban penjual lainnya adalah penanggungan (vrijwaring). Penanggungan oleh si penjual menu rut Pasal 1491 KUH Perdata terbagi menjadi dua, yaitu: (I )menjamin penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram, dan (2)penanggungan terhadap adanya cacad-cacad tersembunyi. Penanggungan ini bersifat memaksa, sebagaimana menurut Pasal 1492 KUH Perdata bahwa penjual adalah demi hukum diwajibkan menanggung pembeli terhadap suatu penghukul11an untuk menyerahkan seluruh atau sebagian benda yang dijual kepada pihak ketiga atau sesuai dengan beban yang menurut keterangan pihak ketiga dil11ilikinya dan tidak diberitahukan pada saat pel11belian dilakukan.

Cacat-cacat yang tersel11bunyi dalal11 benda yang dipeljualbelikan merupakan tanggungan penjual. Nal11un, penjual tidak diwajibkan untuk l11enanggung cacad-cacad yang kel ihatan dengan anggapan bahwa pcmbeli telah mengetahui cacad-cacad tersebut." Apakah cacad-cacad tersebut diketahui oleh penjual, maka harus dibuktikan oleh pembeli .

Pasal 1235 KUH Perdata menyatakan bahwa dalam perikatan untuk memberikan sesuatu terdapat kewaj iban untuk menyerahkan kebendaan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Hal ini dikarenakan menurut Pasal 1460 KUH Perdata dikatakan bahwa barang yang dipeljualbe likan sejak saat pembelian adalahatas tanggungan si pembeli meskipun penycrahan belum dilakukan, dan sipenjual berhak I11cnuntut harganya.

b. Kcwajiban Pcmbcli

Di sisi lain, pembeli juga l11el11iliki kewajiban sebagai akibat yang timbul dari adanya perjanjianjual beli. Pasal 1513 KUH Perdata menyatakan bahwa pembeli wajib membayar

beserla sural·sl//'O( bllkli milik,jika ada",

;:4 Ibid .. hal. 85. Subc.:kti kbih lanjut mengatakan bahwa Pcnjual wajib I11cnanggung caead· cacad tersembunyi w<llaupun penjual sendiri tidak mengelahui adanya cacad tC!rsebut. Oalum hal tcrscbut di alas. pcmbdi dapat memilih apakah ia akan mcngcmbalikan barang sekaligus menuntut harga pembelian atau letap mcmiliki burang terscbul.

42 Jurnal flukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. J, Januari- Marel 2005

harga pembelian, pada waktu dan tempat sebagaimana \ ditetapkan dalam perjanjian. Walaupun tidak dipeljanjikan dengan tegas, pembeli diwajibkan untuk membayar bunga dari harga pembelian, jika benda yang diperjualbelikan menghasilkan pendapatan lain. Hal ini diatur dalam Pasal 1515 KUH Perdata. Apabila pembeli tidak melakukan kewajibannya untuk membayar harga yang disepakati, maka timbullah apa yang disebut wan prestasi." Dengan delllikian, penjual berhak menuntut ganti rugi atau pelllbatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1266 dan 1267 K U 1-1 Perdata.26

c. Pcmbeli Berilikad Baik

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa sualu peljanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik." Itikad baik ilu sendiri seeara tegas dinyatakan dalalll Pasal 1338 K UI-IPerdata. Hal ini berarti bahwa para pihak dalam peljanjian lcrscbut harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu peljanjian. Syarat sahnya perjal~ian diatm dalam Pasal 1320 KUI-I Perdata, yaitu: (1) sepakat mereka yang mengikatkan diri, (2) keeakapan untuk membual sualu perikatan, (3) sualu hal

" Ibid .. hal. 86.

26 Yurisprudcnsi Mahkamah Agung No, 704 K/SIP/1972 tanggal 21 Mci 1973. Mahkamah Agung mcmbatalkan putusan Pengadilan Tlnggi dcngan pertimbangan bahwa bagi pihak-pihak yang tunduk pada hukum barat, maka dalam hal tcrjadi wan prcstasi dari satu pihak oleh schab tidak mcmbayar harga barang yang dibeli, pihak yang dirugikan darat mCJ1untut pembatalan jual belL

27 Black's Law Dictionary mengenai apa yang disebut "good Plith" yang artinya a slate of mind consisting in (I) honesty in belief or pllrpose, (2) [ailhflliness to one's dllty or obligation, (3) observance of reasonable commercial standards offair dealing in a given trade or business, or (-I) absence of intent to defraud or [0 seek unconscionable advantage.

Lebih ianjut dalam pengerlian lersebut dikatakan: "the phrase afgooffaith is IIsed in a variety of contexts, and it!) meaning varies somewhat in the context. Good faith pelformance or enforcement of a controcl emphasiIes foitlifidness to a/1 agreed COlllnlan pllrpose and consistency with the jllstified expectation of the other parry, it excludes a variety of types of conduct characterized as involving bad foith becallse they via/ale cOl11l1lllni(v standards of decency, fairness or reasonableness. The appropriate remedy [or a breach 0/ duty 0/ good faith also varies with the circumstances". Bryan A Gamer, "Black's Law Dicliot1<I1)'" (West Group:St Paul Minnesota, 1999) t h Edition. page. 70 I.

Pembeli Beritikad Baik, Hutagalung dan Sujadi 43

tertentu dan (4) suatu sebab yang halal. Rumusan umum mellgenai itikad baik dapat dilihat dalam Pasal 533 KUH Perdata, yang berbunyi:

"[fikad baik selamanya harus dianggap ada pada liap-liap pemegang kedudukan. barang siapa menuduh akan ilikad bllruk, kepadanya harus memhllklikan tudl/han itll".

Pasal 532 ayat (2) KUH Perdata mengatur bahwa:

"Apabila si pemegang kedudukan karena kedZldlikannya digugat di l11uka hakim. dan da/am perkara ifu dikalahkannya, maka dianggap/ah dia beritikad bllruk mulai .mal perkara itu dimajukan"

Berdasarkall rumusan ketentuan Pasal 533 tersebut di atas diketahui bahwa pada dasalllya setiap orang yang memegang kedudukan berkuasa harus senantiasa dianggap beritikad baik selama tidak dapat terbukti sebaliknya." Adanya itikad baik tersebut maka para pihak menyadari kew,uibannya yang timbld dari adanya peljaluian jual belL Pasal 531 KUI-I Perdata menyatakan bahwa seorang dianggap mcmilik i itikad baik apabila orang terscbut memperolch suatu bend" dengan cara mcmperoleh hak milik dan tidak mengetahui adanya cacad yang terkandung dalam benda tersebut. Sebaliknya suatu keadaan dikatakan sebagai itikad buruk apabila scseorang mellgetahui bahwa benda tersebut bukan miliknya." Hal ini telah diatur dalam Pasal 531 ayat 2 KUI-I

28 Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi. Op. Cit ., hal. 38.

29 Oalam yurisprudcnsi Mahkamah Agung No. 663 K/Sip/1971 tanggal 6 Agustus 1973, Mahkamah Agung m~ll1utuskall bahwa .iual beli yang lerjadi antara penjual dan piha\..: ketiga tidal sah olt:h karena dilakukan dengan itikad bulU!.:.. Kasus lcrsebut adalah kasus dimana penjual dan pCll1beli telah mcmbuat suatu peljanjian jual bcli tanah dan dilakukan di hadapiln pejabat Lurah dan statnya. Akan tetapi penjual dipaksa untuk menjual lanahnya lerscblJl kcpada pihak ketiga dan tidak dilakukan di badapan pt:jabat Lurah.

Oalam yurisprudensi Mahkamah Agung No. 1816 K/Pdt.1989 tanggal 22 Oktober 1992. Mahkamah Agung mcmutuskan untuk membatalkan putusan Pengadi lan Tinggi dCllgan dasar pertimbangrm bahwa pembeli tidak dapat dikatakan sebagai pembdi beritikad baik oleh

44 Jurnal Hukul11 dan Pembangunan, Tahul1 Ke-35 No. I, JOl1l1ori- Maret 2005

Perdata. Kedua Pasal tersebut hanya mengatur mengenai \ kedudukan berkuasa atas bend a bergerak yangdiperoleh seseorang dari orang lain yang tidak berhak memilikinya.30

Sebagai contoh dalam suatu eksekusijaminan gadai saham yang dilakukan dengan cara jual beli antara Bank (kreditur) selaku pemegang gadai yang berhak menjual saham milik debitur kepada pihak ketiga apabila debitur telah lalai/cidera janji. Oalam hal ini pihak ketiga selaku pembeli dapat dikatakan beritikad baik selama pembeli tersebut melakukan kewajiban-kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1513 KUH Perdata. Bank (kreditur) yang lelab melakukan eksekusi jaminan gadai saham dengan cara jual beli kcpada pihak ketiga tersebut dapat juga dikalakan beritikad baik selama Bank tersebut tidak menyembunyikan infol'lllasi­informasi/cacat-cacat lerscmbunyi yang berkaitan dengan segala permasalahan jaminan saham tersebul, meskipun ada kemungkinan cara penjualannya keliru dengan ketentllan dan peraturall perulldang-lIlldangan yang berlaku. Sehingga dalam hal ini keduanya (Bank dan pihak keliga tersebul) sama-sama dapat dikatakan pihak yang mempunyai itikad baik dalam eksekusi gadai saham melalui jual beli lersebut dan lidaklah dapat dituntut ganti rugi terhadap keduanya.

Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan Ylirisprlldensi MA­Rl No.3139 klPdtll984 tertanggal 25 Nopember 1987, yang dalam pertimbangan hllkumnya menyatakan:

"bahwa mengenai ganli rugi 1770upun blfnga se/onjZllnyo, ler/ambal pemboyoran oleh Termohon kososi lidaklah semata-mola kesalohan Bank. karena Bank melaksanakan penelapan pengadilan yang seeG/'a ilikad boik dianggapnya benar sehingga tidok patut kerugian yang limbul pada pemohon kososi dibebonkan kepada Bank".

karena pembeli telah tidak Cl.:':rmat meneliti dan menyelidiki hak dan status para penjual alas. benda yang dipe~jualbdikan, dalam kasus ini adalah tanah.

30 Gunawan Widjaya dan Karlini Mulyadi, Gp. Cit .. hal. 36- 3 7 .

Pembeli Berilikad Baik, HUlagalung dan Suiadi 45

Pembuktian atas adanya penyangkalan bahwa seseorang memiliki itikad tidak baik adalah sejalan dengan Pasal 1865 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:

"seliap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sualll hak, alau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lainmenunjuk pada suatu hubungan, diwajibkan membuklikan adanya hak alau hubungan lersebut".

Perillasalahan sengketa kepeillilikan hak atas benda bergerak diatur dalam Pasal 1977 KUH Perdata ayat (I) jo Pasa l 582 KUH Perdata. Kedua Pasal tersebut mengatur mengenai sengketa yang dapal muncul sehubungan dengan kedudukan berkuasa, pemegang hak milik dan pihak ketiga yang memperoleh hak lebih lanjut atas suatu benda berdasarkan penyerahan hak milik. Pasal 1977 ayat (I) mel1luat ketentuan:

"Namun demikian, siapa yang kehilangan alall kecurian sesllalll barang. di dalam jangka waklu liga lahun. lerhilllng sejak hilangnya alall dicurinya barang illi. dapatlah ia menlll7lul kembali barang yang hilang atall dicllri itu sebagai miliknya dari siapa yang dalam langannya ia kelemukan barangnya, dengan lidak mengllrangi hak pihak yang lersebut belakangan ini, untuk minta gal7li rllgi kepada orang dari siapa ia memperoleh barangnya, lagipula dengan tidak mengurangi kelentllan dalam Pasal 582".

Pasal 582 menyatakan bahwa:

"barang siapa menllnlul kembalinya sesllatll kebendaan yang lelah dicllfi alau dihilangkan. lak diwajibkanmemberi penggal7lian kepada pihak yang memenganya IIntllk uang yang telahdibayarkan guna membelinya, keeuali kebendaan itu dibelinya dari pasar lahunan alau pasar lainnya, di lelangan umum, alau

46 Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke-35 No. I, Januari- Maret 20Q5

IV. Penutup

dari seorang pedagang yang terkenal sebagai seorang yang biasanya memperdagangkan barang-barang sejenis itu".

Pada prinsipnya, jual beli adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebill . Perjanjian jual beli itu sendiri adalah perjanjian yang melahirkan kewajiban dari masing-masing pihak penjual untuk menyerahkan benda dan pembeli untuk membayar harga. lual beli terjadi pad a sa at kedua belah pihak sepakat mengenai kebendaan dan harga, walaupun belum adanya pembayaran dan penyerahan barang.

Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan it ikad baik. Apab ila pembeli tidak melakukan kewajibannya untuk membayar harga yang disepakati, maka timbuUah apa yang disebut wan prestasi dan penjual berhak menuntut pembatalan jual beli yang telah disepakati. Seh ingga pembeli yang memenuhi kewajibannya adalah pembeli beritikad baik yang dilindungi oleh undang-undang.

Pembeli memiliki hak milik setelah adanya penyerahan benda yang dipeljualbelikan dari penjual dan karenanya pembeli adalah pemilik dari benda yang bersangkutan. Tuntutan dari pihak yang menyatakan bahwa pembeli beritikad buruk, maka hukum telah menentukan bahwa pihak terse but harus membuktikan adanya itikad buruk tersebut dan harus membuktikan bahwa pihak tersebutlah yang memiliki benda yang telah menjadi mi li k pembeli . 1-1 a I ini dikarenakan setiaporang yang mempunya i kedudukan atas suatu benda dianggap sebaga i pemilik daribenda yang bersangkutan dan karena sifat dari kebendaan dimana hak milik bers ifat droit de suit. Seorang pembeli dikatakan beritikad buruk apabila (I) mengetahui bahwa ada cacad terkandung dalam benda yang diperjua'ibelikan, dan (2) mengetahui bahwa benda tesebut bukanlah m ilik dari penjual.

, ,

I'embeli Berilikad Baik, Hlilagaizll1g dan Sujadi 47

OAFTAR PUSTAKA

Garner, Brya n. Black's Law Dictionary. West Group; St Paul Minnesota, 1999. 7''' Ed ition.

Gautama, Sudargo. Indonesian Business Law. PT C itra Aditya: Bandung, 2002. cel. II.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen. Hukulll Perdata: Hukulll Benda. Liberty: Jakarta, 1981. eel.4.

Subekti. Hukulll Peljanjian. PT Inte rlllasa: Jakarta, 1991. cel. 3.

Widjaya, Gunawan dan Kartini Mulyadi. Kedudukan Berkuasa dan Hak M ili k Dala lll Sud ut Pandang KUHPerdata. Kencana: Jakarta, 2004. eel. I, Se ri Hukulll Perikatan Jual Beli PT RajaGrafindo: Jakarta, 2003. cet.l.

Indones ia, Kitab Undang-U ndang Hukulll Perdata.

Indones ia, Yurisprudens i Mahkalllah Agung No. 663 K/Si pll97 1 ta ngga l 6 Agustus 1973

Indo nes ia, Yuri sprudensi Mahkalllah Agung No. 704 K/SIPII972 tanggal 2 1 Mei 1973

Indo nes ia, Yu ris prudens i Mahkalllah Agung No. 1816 K/ Pdl.1989 ta nggal 22 O ktober 1992