pembahasan radiologi
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

BAB III
PEMBAHASAN
1. CLEFT PALATE
1.1 Definisi
Suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit
lunak dan langit-langit keras mulut. Bibir sumbing adalah kelainan bawaan yang
menyebabkan banyak masalah dan merupakan tantangan khusus untuk komunitas
medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah.
1.2 Penyebab
Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh
pewarisan multi-faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa
generasi. Teratogen tertentu terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling
utama adalah virus rubella, thalidomide, aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu
dapat juga disebakan oleh kebiasaan merokok saat trisemester pertama, dan juga
mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan (pseudoephedrine, aspirin,
ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy). Teori multifactor yang diturunkan
menyatakan bahwa gen-gen yang beresiko berinteraksi satu dengan lainnya dan
dengan lingkungan, menyebabkan cacat pada perkembangan janin.
1.3 Gambaran klinis dan radiologi
Tampak daerah radiolusen pada regio yang mengalami cleft palate karena
tidak terjadi pembentukan tulang ( osseous deformity ).
Biasanya diikuti beberapa anomali gigi, seperti tidak adanya I2 RA/ adanya
supernumery teeth pada region tersebut, dan terjadi maloklusi, serta hypodontia.


Cleft palate
2. CLEFT LIP
2.1 Definisi
Celah bibir atau Sumbing merupakan cacat akibat kelainan deformitas
kongenital yang disebabkan kelainan perkembangan wajah selama gestasi. Kelainan
ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang
biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.
2.2 Penyebab
Penyebab sumbing bibir dan palatum tidak diketahui dengan pasti. Sebagian
besar kasus sumbing bibir atau sumbing palatum atau keduanya dapat dijelaskan
dengan hipotesis multifactor. Teori multifactor yang diturunkan menyatakan bahwa
gen-gen yang beresiko berinteraksi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan,
menyebabkan cacat pada perkembangan janin. Sumbing bibir dan palatum
merupakan kegagalan bersatunya jaringan selama perkembangan. Gangguan pola
normal pertumbuhan muka dalam bentuk defisiensi processus muka merupakan

penyebab kesalahan perkembangan bibir dan palatum. Sebagian besar ahli
embriologi percaya bahwa defisiensi jaringan terjadi pada semua deformitas sumbing
sehingga struktur anatomi normal tidak terbentuk
2.3 Gambaran klinis dan radiologi
3. ANODONTIA
3.1 Definisi
Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk
sama sekali, dan merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Anodontia
dapat terjadi hanya pada periode gigi tetap/permanen, walaupun semua gigi sulung
terbentuk dalam jumlah yang lengkap.
Sedangkan bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut
disebut hypodontia atau oligodontia.

3.2 Penyebab
Anodontia dan hypodontia kadang ditemukan sebagai bagian dari suatu
sindroma, yaitu kelainan yang disertai dengan berbagai gejala yang timbul secara
bersamaan, misalnya pada sindroma Ectodermal dysplasia. Hypodontia dapat timbul
pada seseorang tanpa ada riwayat kelainan pada generasi keluarga sebelumnya, tapi
bisa juga merupakan kelainan yang diturunkan.
3.3 Gejala
Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi, dan lebih sering
mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung. Pada hypodontia, gigi-gigi
yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar dua rahang bawah, insisif dua
rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu
sisi rahang atau keduanya.
3.4 Gambaran klinis dan radiologi

4. SUPERNUMERARY TEETH
4.1 Definisi
Supernumerary teeth adalah gigi tambahan/berlebih, sehingga jumlah gigi
yang terbentuk dalam rahang lebih banyak dari jumlah normal. Supernumerary teeth
dapat menyebabkan susunan gigi-geligi yang terlalu berjejal atau malah dapat
menghambat pertumbuhan gigi sebelahnya.
4.2 Penyebab
Penyebab dari supernumerary teeth belum diketahui dengan pasti. Kelainan
ini dapat terjadi bila ada proliferasi sel yang berlebihan pada saat pembentukan benih
gigi, sehingga gigi yang terbentuk melebihi jumlah yang normal. Pada beberapa
kasus, kelainan ini dapat diturunkan dari orang tua.
Selain itu, supernumerary teeth juga bisa merupakan bagian dari penyakit atau
sindroma tertentu, yaitu cleft lip and palate (sumbing pada bibir dan langit-langit),
Gardner’s syndrome, atau cleidocranial dysostosis. Pada kelainan-kelainan tersebut,
biasanya supernumerary teeth mengalami impaksi (tidak dapat tumbuh di dalam
rongga mulut).
4.3 Gambaran Klinis
Supernumerary teeth dapat memiliki bentuk yang sama atau berbeda dengan
gigi normal. Bila berbeda, bentuknya dapat konus (seperti kerucut), tuberculate
(memiliki banyak tonjol gigi), atau odontome (bentuknya tidak beraturan).
Supernumerary teeth lebih sering terjadi pada rahang atas dibandingkan
rahang bawah. Gigi berlebih ini juga dapat terbentuk di berbagai bagian rahang,
yaitu:

Pada daerah gigi insisif depan atas (disebut juga mesiodens) bentuknya
menyerupai gigi asli dan merupakan upernumerary teeth yang paling sering
dijumpai. Kelainan ini lebih sering terjadi pada gigi tetap dibandingkan gigi
susu.
di sebelah gigi molar (disebut juga paramolars)
di bagian paling belakang dari gigi molar terakhir atau di sebelah distal gigi
molar ketiga (disebut juga disto-molars)
di sebelah gigi premolar (disebut juga parapremolars).
4.4 Gambaran radiologi

5. MIKRODONTIA
5.1 Definisi
Microdontia merupakan gigi yang memiliki ukuran lebih kecil dari
normal. Microdonsia sering terjadi pada gigi-gigi permanen dibandingkan gigi-

gigi sulung. Selain itu juga lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-
laki. Microdontia lokal yang hanya mengenai satu atau beberapa gigi lebih
sering ditemui daripada yang mengenai seluruh gigi. Microdontia sering terjadi
pada gigi insisif dua rahang atas dan gigi molar tiga rahang atas. Mahkota gigi
yang mengalami microdontia tampak lebih kecil daripada ukuran yang normal.
Gigi tersebut dapat berbentuk kerucut atau sama seperti gigi normal hanya
dengan ukuran yang lebih kecil.
5.2 Penyebab
Microdontia dapat disebabkan oleh banyak factor diantaranya :
1. Microdontia yang mengenai seluruh gigi jarang terjadi dan bisa ditemukan
pada kelainan yang diturunkan dari orangtua (congenital hypopituitarism).
Radiasi atau perawatan kemoterapi saat pembentukan gigi
2. Adanya mutasi pada gen tertentu pada microdontia lokal
3. Bagian dari sindroma tertentu (penyakit yang terdiri dari beberapa gejala yang
timbul bersama-sama), seperti sindroma trisomy 21 atau sindroma ectodermal
dysplasia. Selain itu microdontia juga sering ditemui pada kelainan cleft lip
and palate (bibir sumbing dan celah pada langit-langit rongga mulut).
a. Localized Mikrodontia b. Generalized Mikrodontia

5.3 Gambar radiografi
Mikrodontia pada semua gigi premolar kedua rahang bawah
6. MAKRODONTIA
6.1 Definisi
Makrodonsia merupakan gigi yang memiliki ukuran lebih besar dari normal.
Macrodontia lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Kelainan ini bisa
mengenai semua gigi atau hanya beberapa gigi saja. Macrodontia total yang meliputi
seluruh gigi sangat jarang terjadi, biasanya hanya satu gigi saja yang mengalami
kelainan ini. Makrodonsia dapat menyebabkan ukuran gigi tampak lebih besar

daripada gigi normal. Macrodontia merupakan kelainan yang cukup jarang ditemukan
pada gigi permanen. Biasanya mengenai gigi molar tiga rahang bawah dan premolar
dua rahang bawah, serta insisif sentral rahang atas.
6.2 Penyebab
Macrodontia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi
diantaranya :
Pada kelainan pituitary gigantism, yaitu suatu kelainan yang disebabkan oleh
adanya gangguan keseimbangan hormonal dapa menyebabkan macrodontia
yang mengenai seluruh gigi.
Pada kelainan unilateral facial hyperplasia yang menyebabkan perkembangan
benih gigi yang berlebihan dapat menyebabkan macrodontia yang hanya
mengenai gigi tertentu saja (macrodontia lokal).
Macrodontia juga dapat berhubungan dengan beberapa penyakit yang
diturunkan.
6.3 Gambaran klinis dan radiologi
makrodontia

7. AGNASIA
7.1 Definisi
Pada kelainan ini ditunjukkan dengan tidak adanya tulang rahang, baik
maksila ataupun mandibula.
7.2 Etiologi
Kongenital
7.3 Patogenesis
Keadaan ini menunjukkan bahwa kurangnya jaringan neural crest pada bagian
bawah wajah. Keadaan ini merupakan keadaan letal yang jarang terjadi dengan
berbagai cacat orbit dan maksila. Telinga dan osikel auditosi yang berkembang

dengan baik, serta letaknya lebih ke bawah, hal ini menunjukkan adanya nekrosis
ischemia dari mandibula dan tulang hyoid yang terjadi setelah pembentukan telinga.
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan
anomali fusi telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh
mandibula sehingga telinga bertemu di garis tengah. Agnesis absolut mandibula,
masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak terbentuk atau
mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia(tidak terbentuknya mulut) dapat
terjadi, mikrostomia(mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada
hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering
disebabkan oleh gangguan vaskularisasi
7.3 Gambaran Klinis dan radiografi

Agnosia. Terjadi kelainan pada saat perkembangan embrio yang menyebabkan tidak
adanya mandibula
Sumber : Embryo and Fetal Pathology (Enid Gilbert-Barness dan Diane Debich-
Spicer 2004)

BAB 4
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kelainan kongenital merupakan kelainan bawaan pada struktur, fungsi,
metabolisme tubuh yang ditemukaan pada bayi yang dilahirkan. Sebagian besar
kasus kelainan bawaan belum diketahui penyebabnya. Namun pada beberapa
kasus yang terjadi ada yang disebabkan oleh faktor genetik, faktor lingkungan atau
kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
2. Macam-macam kelainan kongenital pada rongga mulut yaitu:
a. Cleft palate
b. Cleft lip
c. Anodontia
d.Supernumerary teeth
e. Mikrognasia
f. Makrognasia
g. Agnasia

DAFTAR PUSTAKA
Neville BW, Damm D, Allen C, Bouquot J. Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed. 2002.
Page 20. ISBN0-7216-9003-3
Prijatmoko, dkk. 2002. Pertumbuhan dan Perkembangan Kompleks Kranio-Fasial. Jember:
Fakultas Kedokteran Gigi Press Universitas Jember.
Shafer, William G. 1983. A Textbook of Oral Pathology. Toronto : W.B. Saunders Company
Sperber, G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta : Hipokrates
Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta : EGC
Jurnal Asri Arumsari, Alwin kasim, bagian bedah mulut fakultas Kedokteran Gigi
UNPAD

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 4
BAB 3.PEMBAHASAN
Cleft Palate...................................................................................... .
Cleft Lip............................................................................................
Anodontia.........................................................................................
Supernumerary Teeth
Mikrognasia......................................................................................
Makrognosia.....................................................................................
Agnasia.............................................................................................
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................