pemanis non karigenik

32
Pemanis non karigenik Salah satu kesimpulan utama dari penelitian Vipeholm yang telah dijelaskan di atas adalah bahwa gula pada makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan berhubungan dengan tingginya aktivitas karies. Penemuan ini menstimulasi penelitian mengenai pengganti gula (pemanis) non-asidogenik yang tidak menyebabkan turunnya pH pada dental plak 1 . Hingga 20 tahun kemudian sebuah penelitian sistematis di Eropa tentang alternatif pemanis untuk kontrol karies dipublikasikan 2,3 . Hal ini penting mengingat penggunaan pengganti gula tidak hanya berkaitan dengan kariologi namun juga penting dari sudut pandang nutrisi, toksikologi, ekonomi, dan teknikal. Ketika mengevaluasi pemanis buatan dalam kaitannya dengan karies gigi, sangat penting untuk melihat potensi metabolismenya oleh mikroorganisme dan plak gigi, pengaruh mengkonsumsinya terhadap mikroorganisme kariogenik, dan resiko adaptasi mikrobial terhadap pemanis tersebut. Pengganti gula dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: intense sweetener (non-kalori), dan bulk sweetener (mengandung kalori) (tabel 4). Intense sweetener Di pasaran terdapat banyak jenis intense pemanis buatan, baik alami maupun hasil sintesis kimia. Beberapa di antaranya lebih manis dari sukrosa. Glyrrihizin (diperoleh dari akar licorice), monellin, thaumatin dan mirakulin merupakan contoh dari intense sweetener alami. Tiga bahan yang disebutkan terakhir diekstraksi dari beberapa jenis buah. Pemanis alitame dan aspartam berbahan dasar asam amino atau peptida, sedangkan ace-sulfam-K, siklamat dan sakarin merupakan pemanis hasil sintesis kimia. Neohesperdine DC nerupakan glikosid termodifikasi, yang diekstraksi dari kulit jeruk lemon. Pemanis intens digunakan dalam berbagai produk makanan, termasuk minuman

Upload: sekarpratiwidrg

Post on 14-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

pemanis non kariogenik

TRANSCRIPT

Pemanis non karigenikSalah satu kesimpulan utama dari penelitian Vipeholm yang telah dijelaskan di atas adalah bahwa gula pada makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan berhubungan dengan tingginya aktivitas karies. Penemuan ini menstimulasi penelitian mengenai pengganti gula (pemanis) non-asidogenik yang tidak menyebabkan turunnya pH pada dental plak1. Hingga 20 tahun kemudian sebuah penelitian sistematis di Eropa tentang alternatif pemanis untuk kontrol karies dipublikasikan2,3. Hal ini penting mengingat penggunaan pengganti gula tidak hanya berkaitan dengan kariologi namun juga penting dari sudut pandang nutrisi, toksikologi, ekonomi, dan teknikal.Ketika mengevaluasi pemanis buatan dalam kaitannya dengan karies gigi, sangat penting untuk melihat potensi metabolismenya oleh mikroorganisme dan plak gigi, pengaruh mengkonsumsinya terhadap mikroorganisme kariogenik, dan resiko adaptasi mikrobial terhadap pemanis tersebut. Pengganti gula dapat dibagi menjadi dua kelompok besar: intense sweetener (non-kalori), dan bulk sweetener (mengandung kalori) (tabel 4).Intense sweetenerDi pasaran terdapat banyak jenis intense pemanis buatan, baik alami maupun hasil sintesis kimia. Beberapa di antaranya lebih manis dari sukrosa. Glyrrihizin (diperoleh dari akar licorice), monellin, thaumatin dan mirakulin merupakan contoh dari intense sweetener alami. Tiga bahan yang disebutkan terakhir diekstraksi dari beberapa jenis buah. Pemanis alitame dan aspartam berbahan dasar asam amino atau peptida, sedangkan ace-sulfam-K, siklamat dan sakarin merupakan pemanis hasil sintesis kimia. Neohesperdine DC nerupakan glikosid termodifikasi, yang diekstraksi dari kulit jeruk lemon. Pemanis intens digunakan dalam berbagai produk makanan, termasuk minuman ringan, bir, permen, makanan pencuci mulut, es krim , selai dan selai. Bahan ini juga digunakan dalam pasta gigi dan pemanis tetes serta tablet untuk digunakan dalam makanan , kopi , teh , dll Saat ini, sekitar 30 % dari minuman berkarbonasi di USA menggunakan pemanis buatan aspartam.Untuk alasan keamanan, ada peraturan yang ketat pada penggunaan pemanis intens, yang bervariasi di beberapa negara. Hal ini menunjukkan, bahwa beberapa efek samping pemanis intens telah dilaporkan pada manusia. Label makanan harus menyatakan jika produk mengandung pemanis dan, dalam kasus aspartam, label juga harus mengatakan bahwa Produk mengandung sumber fenilalanin, karena beberapa individu tidak dapat memetabolisme asam amino ini (pada orang dengan fenilketonuria).Pemanis intens tidak dimetabolisme menjadi asam oleh mikroorganisme oral, sehingga tidak dapat menyebabkan karies gigi. Namun, penting untuk diingat bahwa bahan-bahan lainnya, seperti sitrat atau asam fosfat dalam minuman, dapat menyebabkan erosi gigi. Dalam beberapa produk makanan, pemanis intens ditambahkan sebagaimana halnya gula, misalnya untuk rasa buah yang minuman ringan, dan gula alami dalam minuman (fruktosa, glukosa dan sukrosa) dapat menyebabkan karies.Bulk SweetenerDi antara bulk sweetener ( Tabel 19.4 ) , gula alkohol seperti sorbitol dan xylitol memainkan peran penting karena baik sifat teknologi (manis, hygroscopity dan kelarutan) dan keamanannya baik dan diterima secara regulasi. Gula-gula tersebut saat ini digunakan dalam kembang gula, permen karet, cokelat, dan permen jeli lainnya.

Salah satu kerugian dari penggunaan bulk sweetener adalah gula jenis ini diabsorbsi sebagian di usus kecil dan melewati kolon, dimana gula ini dapat menyebabkan diare osmotik. Karena itu makanan dan minuman yang mengandung bulk sweetener tidak direkomendasikan bagi anak yang berusia dibawah 3 tahun, dan dapat menyebabkan masalah pencernaan ketika digunakan dalam obat-obatan bebas gula jika daily intakenya tinggi.SorbitolSorbitol adalah gula alkohol-6 karbon, tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang mendominasi plak gigi. Meskipun demikian, mayoritas rantai strept. Mutans, laktobasilus, dan sebagian mikroorganisme rongga mulut lain yang lebih jarang memfermentasi sorbitol. kemampuan sorbitol difermentasi, oleh strept.mutans khususnya, dapat mengurangi nilai lebih penggunaan sorbitol sebagai pengganti gula non kariogenik. Secara mendasar, terdapat perbedaan antara fermentasi sukrosa dan ferrmentasi sorbitol oleh S. mutans dan mikroorganisme lain yang memfermentasi sorbitol4. Pertama, fermentasi sorbitol berlangsung agak lambat, dan pH akhir dalam kultur cair biasanya tidak mencapai tingkat rendah seperti yang biasa terlihat pada glukosa atau sukrosa. Kedua, sorbitol dimetabolisme oleh enzim yang terinduksi (enzim yang biasanya tidak aktif dan hanya diaktifkan jika terkena substrat), disintesis hanya bila bakteri terpapar sorbitol untuk jangka waktu yang cukup. Ini berarti bahwa dengan adanya glukosa, metabolisme bakteri dengan cepat beralih kembali ke pemanfaatan metabolik ini, yang lebih mudah menyediakan sumber energi. Keberadaan glukosa secara konstan pada jumlah rendahnya dalam air liur dan pelepasan glukosa intermiten dalam jumlah yang lebih besar dari diet pati oleh amilase saliva menimbulkan pertanyaan apakah plak gigi mempertahankan metabolisme sorbitol yang tinggi. Ketiga, degradasi sorbitol menghasilkan profil kuantitatif hasil akhir yang berbeda dibandingkan dari katabolisme sukrosa. Dalam kondisi anaerob, asam laktat adalah produk utama fermentasi sukrosa, sedangkan hasil sorbitol dalam jumlah yang cukup besar adalah etanol dan asam format, dan sebagian kecil asam laktat. Pengamatan ini relevan karena asam laktat memberikan efek demineralisisasi kuat pada enamel dan dentin gigi dibanding hasil akhir fermentasi volatil lainnya.Banyak penelitian mengukur perubahan pH plak setelah berkumur dengan larutan sorbitol (Gambar. 19,6), atau setelah konsumsi permen berbasis sorbitol, yang menyimpulkan bahwa pH plak turun hanya sedikit dan pH kritis kurang dari 5,7 sangat jarang diperoleh dalam plak gigi setelah mengkonsumsi sorbitol. Sebelumnya telah dikemukakan bahwa mungkin ada perubahan adaptif dalam plak gigi pada paparan jangka panjang, misalnya pada orang dengan mulut kering, dan bahwa hal ini dapat menyebabkan risiko karies jika mengenai permukaan akar5. Beberapa studi menunjukkan bahwa paparan sorbitol berkepanjangan atau sering menghasilkan perubahan ekologi plak yang mendukung fermentasi bakteri sorbitol. Namun, tidak ada bukti bahwa perubahan adaptif ini akan menyebabkan plak gigi memetabolisme sorbitol secepat metabolisme sukrosa atau glukosa (Gbr. 19,7). Sehubungan dengan potensi peningkatan jumlah S. mutans, tidak ada keraguan bahwa paparan sukrosa yang sering memberikan keuntungan ekologi bagi mikroorganisme asidogenik dan kariogenik, sedangkan paparan sorbitol yang sering hampir tidak memiliki efek yang relevan secara klinis. Oleh karena itu, paparan sorbitol yang hipoasidogenik tudak berefek kariognik pada kebanyakan orang.

XylitolXylitol adalah pentitol, gula alkohol dengan lima karbon. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kebanyakan streptococcus oral dan mikroorganisme lainnya tidak memfermentasi xylitol. Berbeda dengan sorbitol, xylitol memberikan efek bakteriostatik pada Streptococcus mutans. Efek inhibitor tampaknya disebabkan oleh masuknya xylitol ke dalam sel bakteri yang mengakibatkan akumulasi intraselular xylitol 5-fosfat. Studi ultrastructural S. mutans dan S. sobrinus telah menunjukkan bahwa xylitol menyebabkan degradasi sel, vakuola intraseluler dan kerusakan lainnya pada sel. Hal ini juga membuktikan bahwa xylitol tidak menurunkan pH plak gigi secara in vivo (Gbr. 19,6) atau in vitro (Mhleman et al., 1977). Sebelumnya terdapat spekulasi bahwa xylitol dapat memiliki efek inhibitor pada produksi asam dari sukrosa dan glukosa dalam plak gigi. Namun, data yang ditemukan justru bertentangan, karena beberapa penelitian in vitro telah menunjukkan efek inhibitor (Waler & Rolla, 1983), sedangkan penelitian in vivo gagal untuk menunjukkan efek inhibitor langsung pada aksi xylitol terhadap produksi asam dari gula6. Ini berarti bahwa dapat dipertanyakan mengenai kemungkinan untuk mencampur xylitol dengan gula dalam produk yang sama dan kemudian memasarkannya sebagai gula rendah resiko kariogenik. Namun demikian, non-asidogenisitas xylitol dalam plak gigi telah berhasil dibuktikan dengan baik dan merupakan salah satu faktor yang paling penting terkait dengan sifat yang non-kariogenisitasnya. Ketika xylitol dikonsumsi sering dan untuk waktu yang lama, metabolisme plak gigi ternyata diubah, sehingga sukrosa membentuk lebih sedikit asam7. Hal ini mungkin karena perubahan ekologi di mikroflora atau berkurangnya produksi plak gigi. Mekanisme lain yang mungkin adalah akumulasi dari xylitol 5-fosfat pada bakteri plak setelah terpapar xylitol.Salah satu efek yang paling menarik dari xylitol, selain sifat non-asidogeniknya adalah kemampuannya untuk mengurangi populasi Streptococcus mutans. Hal ini telah ditemukan di beberapa studi jangka pendek dan jangka panjang. Efek dari sorbitol, xylitol, dan campuran xylitol dan sorbitol dalam permen karet dibandingkan pada orang dewasa8. Tingkat plak dan saliva S. mutans pada umumnya meningkat pada kelompok sorbitol, tetapi menurun dalam dua kelompok menggunakan xylitol. Sebuah efek respon-dosis yang jelas mengenai hal ini ditemukan dalam studi cross-over selama 3 minggu oleh Wennerholm et al. (1991). Ia membandingnkan empat jenis permen karet yang mengandung xylitol 70%, 35% xylitol + 35% sorbitol, 17,5% xylitol + 52,5% sorbitol, atau 70% sorbitol. Permen karet dengan kadar xylitol tertinggi mengakibatkan jumlah S. mutans. Efek penghambatan xylitol pada S. mutans telah dievaluasi dalam penelitian lain dan jenis produk lainnya. Misalnya, ketika 10-20% xylitol ditambahkan ke pasta gigi fluoride, tingkat Streptococcus mutans dalam saliva berkurang4,9. Namun, Petersson et al. (1991) tidak menemukan berkurangnya S. mutans saat menggunakan pasta gigi yang mengandung hanya 3% xylitol. Kebiasaan konsumsi xylitol oleh ibu selama beberapa tahun dapat mengurangi transmisi s.mutans dari ibu ke anak10, yang mungkin dapat merupakan pencegahan caries pada gigi sulung11.Lycasin, maltitol dan manitolPoliol lain selain sorbitol dan xylitol saat ini digunakan sebagai bulk sweetener, terutama di produk permen. Yang paling dikenal adalah Lycasin, maltitol dan manitol (Tabel 19.4). Meskipun pemanis ini belum dievaluasi secara ekstensif seperti sorbitol dan xylitol, studi hewan, studi pH plak in vivo dan inkubasi studi in vitro telah menunjukkan bahwa jenis pemanis tersebut memiliki potensi kariogenik rendah. Lycasin (yang merupakan nama dagang) adalah pati hidrolisat terhidrogenasi, dihasilkan dari kentang atau tepung jagung oleh asam parsial atau hidrolisis enzimatik dan hidrogenasi berikutnya pada tekanan tinggi dan suhu tinggi. Menghasilkan produk akhir yang mengandung campuran terhidrogenasi dari mono-, di-, tri- dan tetrasakarida (yaitu sorbitol, maltitol, maltotriitol dan maltotetraitol) dan sakarida terhidrogenasi dengan rantai panjang yang lebih tinggi. Berbagai jenis dari pemanis ini telah diproduksi, tetapi saat ini, sebagian besar produk Lycasin mengandung lebih dari 50% maltitol dan proporsi karbohidrat dengan berat molekul tinggi yang relatif rendah. Kedua proporsi yang lebih rendah ini merupakan keuntungan dari sudut pandang kariologikal karena saliva -amylase dapat membagi sakaridesto terhidrogenasi yang lebih tinggi menjadi bentuk glukosa, maltosa dan maltotriosa, yang dapat dimetabolisme oleh bakteri plak gigi. Kedua jenis studi, baik studi hewan dan studi bakteriologis menunjukkan bahwa Lycasin memiliki potensi kariogenik rendah sampai sedang tergantung pada jenis Lycasin telah digunakan. Permen keras yang menggunanakn pemanis Lycasin, dengan kandungan tinggi maltitol dan kandungan rendah sakarida yang lebih tinggi, menyebabkan penurunan yang relatif kecil dalam pH plak11.Maltitol merupakan poliol 12-karbon, yang diproduksi oleh hidrogenasi maltosa. Gula alkohol ini tidak dapat dimetabolisme oleh mikroorganisme oral. Namun, Streptococcus mutans, Actinomyces dan beberapa spesies lactobacilli dapat memfermentasi pada laju yang lambat12. Pada dua jenis percobaan, studi hewan dan studi pH plak pada sukarelawan manusia ditemukan bahwa maltitol hampir non kariogenik. Lozenges maltitol yang dimakan empat kali sehari selama 3 bulan tidak mempengaruhi pembentukan plak, produksi asam atau jumlah Streptococcus mutans dan lactobacilli dalam plak gigi13. Manitol, seperti sorbitol, adalah heksitol. Material ini secara industri disiapkan oleh hidrogenasi invert gula, sukrosa atau monosakarida. Lactobacillus dan S. mutans yang unik di antara mikroflora plak gigi dalam kemampuan mereka untuk memfermentasi manitol jebis dua gula alkohol dan sorbitol. Enzim manitol 6-fosfat dehidrogenase dan sorbitol 6-fosfat dehidrogenase yang terlibat dalam heksitol katabolisme, diinduksi dan sintesisnya dihambat oleh adanya glukosa dalam air liur14. Dengan demikian, manitol memiliki asidogenitas rendah15.Penggunaan pemanis non-gula dalam kontrol karies Beberapa penelitian lapangan pada xylitol, yang dilakukan di Rusia, Polynesia, Hungaria dan Estonia16, telah menunjukkan bahwa xylitol bersifat non-cariogenic. Lebih lanjut, empat percobaan jangka panjang mengenai xylitol dalam permen karet telah dilakukan: studi the Turku chewing-gum17, studi Ylivieska18, studi Montreal19 dan, terakhir, studi Belize20 . Dalam studi permen karet Turku, orang dewasa muda dikelompokkan ke dalam kelompok permen karet xylitol atau kelompok permen karet sukrosa17. Jumlah peningkatan karies dihitung setelah 1 tahun, dinilai rata-ratanya secara independen baik klinis dan radiografis, hasilnya adalah indeks 2,9 DMFs di sukrosa dan -1.0 pada kelompok xylitol. Namun, karena tidak ada kelompok kontrol yang mengunyah permen karet plasebo, penurunan karies mungkin tidak semata-mata disebabkan oleh xylitol. Mungkin terdapat dampak perlindungan dari peningkatan aliran saliva, sebagai akibat dari mengunyah, yang ikut memberikan kontribusi dalam penurunan jumlah karies.Anak sekolah dalam studi Ylivieska18 berpartisipasi dalam program kesehatan gigi yang terorganisir secara tahunan. Mereka secara acak dibagi menjadi dua kelompok percobaan, menggunakan permen karet xylitol dan kelompok kontrol yang tidak mengunyah permen karet. Para peneliti menyimpulkan bahwa permen karet xylitol, digunakan dua sampai tiga kali per hari dalam kombinasi dengan penggunaan fluoride dasar, memberikan efek yang kuat dalam mengontrol karies. Dua sampai tiga tahun kemudian, anak-anak diperiksa ulang untuk efek pencegahan jangka panjang yang mungkin. Penurunan karies yang signifikan ditemukan, terutama di kalangan anak-anak. Para peneliti kemudian berspekulasi bahwa penjelasan yang mungkin untuk membedakan antara kelompok xylitol dan kelompok kontrol adalah adanya perubahan mikrobiologi oral dan / atau maturasi gigi yang erupsi dalam kondisi fisikokimia yang menguntungkan. Hipotesis terakhir ini sebagian dikonfirmasi dalam studi mikrobiologi permukaan proksimal gigi dalam kelompok yamg sebelumnya diberi kebiasaan mengunyah permen karet xylitol21. Pengaruh tindakan mengunyah atau efek khusus xylitol pada pengurangan karies dapat diukur dalam penelitian ini, karena tidak memasukkan kelompok kontrol dengan permen karet plasebo atau permen yang mengandung pengganti gula selain xylitol. Hal yang juga perlu dicatat adalah bahwa pemeriksaan gigi tidak dilakukan secara blind terhadap identitas kelompok anak-anak.Subyek dalam penelitian Montreal19, seperti pada studi Ylivieska, berpartisipasi dalam program preventif pada sebuah sekolah kedokteran gigi. Para peserta dibagi ke dalam tiga kelompok, dua kelompok xylitol dan satu kelompok kontrol, yang tidak mengunyah permen karet. Permen karet diberikan tiga kali sehari oleh guru pembimbing dikunyah dalam periode 5 menit. Setelah 12 bulan, terdapat kenaikan DMFS yang lebih rendah secara signifikan dalam dua kelompok xylitol dibandingkan pada kelompok kontrol. Anak-anak yang menggunakan permen karet dengan 65% xylitol memiliki karies lebih sedikit dari mereka yang menggunakan permen karet dengan kandungan 15% xylitol. Setelah 24 bulan, jumlah karies masih lebih rendah pada dua kelompok studi daripada di kelompok kontrol, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok xylitol 65% dan kelompok xylitol 15%. Sebuah tinjauan uji klinis xylitol22 menyatakan bahwa kesamaan tingkat karies antara kelompok xylitol 65% dan 15% menunjukkan bahwa efek karies-preventif adalah karena frekuensi mengunyah daripada isi xylitol pada permen karet , tetapi tidak ada kesimpulan pasti yang dapat diambil karena adanya kelompok kontrol seperti pada penelitian di Turku dan Ylivieska, yang tidak mengunyah permen karet plasebo.Studi permen karet keempat, dikenal sebagai studi Belize, dilakukan di Amerika Tengah pada anak-anak mulai usia 10 tahun, dengan karies tingkat sedang hingga tinggi20. Secara keseluruhan, 1.277 anak-anak dibagi menjadi sembilan kelompok, salah satunya menerima permen karet bergula. Dalam tujuh kelompok lain diberi permen karet xylitol atau sorbitol, atau permen karet yang berisi campuran dari dua poliol ini. Anak-anak dalam kelompok kesembilan tidak diberi permen karet. Penggunaan permen karet diawasi oleh guru selama sekitar 200 hari sekolah per tahun dan tanpa pengawasan selama sekitar 165 hari per tahun. Waktu mengunyah permen karet di sekolah adalah 5 menit, biasanya terdapat lima episode mengunyah / hari (yaitu 5x5 menit sehari). Setelah 28 bulan intervensi, nilai rata-rata DMFS tertinggi ditemukan dalam dua kelompok baik menggunakan permen karet bergula maupun yang tidak diberi permen karet. Skor DMFS terendah diamati pada kelompok yang menggunakan 100% karet xylitol. Permen karet sorbitol dan permen karet yang mengandung campuran xylitol dan sorbitol menghasilkan skor DMFS lebih tinggi dibandingkan dengan permen karet yang hanya mengandung xylitol.Selain empat studi permen karet diatas juga ada bukti klinis bahwa permen karet xylitol efektif dalam pencegahan karies dan bahwa permen karet tersebut layak secara ekonomis untuk diberikan dalam program kontrol karies berbasis xylitol23.Studi Belize adalah uji klinis pertama xylitol yang memungkinkan perbandingan tindakan pencegahan karies dengan xylitol dan sorbitol, dan hasilnya menunjukkan bahwa xylitol lebih unggul dalam mengurangi karies. Temuan ini sekarang harus divalidasi dalam studi acak yang menjelaskan kebiasaan makan, praktik kebersihan mulut dan status sosial ekonomi pada populasi lainnya. Meskipun hasilnya menjanjikan, pada saat ini tidak ada bukti yang kuat dari studi klinis bahwa aksi kariostatik xylitol lebih unggul dibandingkan dengan poliol lain22. Tujuan yang paling penting dari tindakan preventif kedokteran gigi adalah untuk mengurangi konsumsi produk manis seminimum mungkin. Namun, ini mungkin sulit dicapai. Oleh karena itu, jika pemanis intens dan massal dapat diterima dari sudut pandang gizi dan toksikologi, penggunaannya dapat direkomendasikan dalam produk dengan risiko tertentu yang digunakan sangat sering, misalnya permen karet, permen, obat-obatan dan minuman. Dampak menggunakan pengganti gula non-kariogenik dalam kedokteran dan minuman tidak diketahui karena studi klinis terkontrol kurang, tetapi efek preventif karies diharapkan sudah cukup. Dalam permen karet dan permen diharapkan dapat mengurangi karies hingga 20-40% tergantung pada frekuensi asupan produk Sugarfree dan aktivitas karies.Sebuah percobaan dengan intervensi selama tiga tahun pada masyarakat baru-baru ini di Lithuania mengenai efek pencegahan karies dengan permen karet yang mengandung gula substitusi menunjukkan bahwa efek itu lebih terkait dengan proses mengunyah itu sendiri, bukan efek dari pemanis gusi, seperti poliol (sorbitol dan xylitol) dan carbamide24.Faktor pelindung dalam makananMakanan dan komponen makanan yang memiliki sifat antikariogenik biasanya disebut sebagai 'faktor kariostatik'. Fluoride mulai diragukan sebagai bahan yang paling efektif berdasarkan faktor-faktor yang telah dibahas sebelumnya. Pada bab ini, dibicarakan mengenai gambaran faktor pelindung lain dan implikasi dari konsumsinya untuk kesehatan gigi.Meskipun menjadi salah satu sumber utama gula dalam diet anak-anak, susu sapi bersifat non-kariogenik. Gula dalam susu adalah laktosa, merupakan gula yang paling rendah sifat kariogeniknya, dan susu juga diketahui mengandung faktor pelindung. Dalam model percobaan karies in situ menunjukkan bahwa susu sapi menyebabkan kelarutan enamel lebih rendah dari larutan laktosa atau sukrosa dan mengurangi potensi kariogenik makanan yang mengandung gula. Sifat non-kariogenik susu dapat dikaitkan dengan kehadiran kalsium, fosfat dan kasein, dan pH plak dan studi hewan pun telah mengkonfirmasi sifat pencegahan kariesnya. Studi epidemiologi baru-baru ini menunjukkan efek positif atau netral konsumsi susu sapi pada karies25,26.Dibandingkan dengan susu sapi, ASI mengandung lebih banyak laktosa (sekitar 7% vs 4-5%) dengan konsentrasi kalsium dan fosfat dan sebagainya yang lebih rendah, secara teori, mungkin lebih kariogenik. Namun, bukti epidemiologis menunjukkan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan karies gigi yang lebih rendah. Ini bisa menjadi efek sekunder karena status sosial ekonomi, yang terkait dengan dua faktor, menyusui dan konsumsi rendah gula. Namun, tidak ada kesempatan untuk menambah gula tambahan untuk pemberian ASI. Ada laporan kasus karies gigi parah terkait dengan permintaan menyusui yang berkepanjangan (biasanya lebih dari 2 tahun), seringkali pada bayi yang disusui pada malam hari27. Namun, kasus ini jarang terjadi dan terkait dengan praktik pemberian makan yang tidak biasa. Menyusui harus gencar dipromosikan karena memberikan nutrisi terbaik bagi bayi.Sejumlah penelitian pada hewan dan penelitian eksperimental telah menunjukkan bahwa keju memiliki sifat antikariogenik (untuk tinjauan lihat Moynihan, 2000). Konsumsi keju meningkatkan pH mulut dengan merangsang aliran saliva dan meningkatkan konsentrasi kalsium plak, yang keduanya melindungi dari demineralisasi. Keju juga mengandung kasein phosphopeptides, nano kompleks kalsium fosfat amorf yang memainkan peran penting dalam proses remineralisasi28. Makanan yang dimasak dan mengandung keju juga telah terbukti meningkatkan konsentrasi kalsium plak, yang memberikan gambaran adanya hubungan yang kuat antara konsentrasi kalsium dalam plak gigi dan karies gigi secara bertahap (Gambar. 19,8). Asupan keju terbukti lebih tinggi pada anak-anak yang masih bebas karies hingga usia 2 tahun, dibandingkan anak-anak yang memiliki karies, dan anak-anak yang mengkonsumsi 5 g Edam harian setelah sarapan untuk jangka waktu 2 tahun telah menunjukkan kenaikan karies yang lebih rendah secara signifikan dibanding kelompok kontrol29.

Tingkat karies lebih rendah juga ditemukan pada kelompok orang yang dikenal memiliki diet karbohidrat tinggi, seperti suku Bantu Afrika Selatan dan pemotong tebu, menyebabkan adanya perhatian terhadap faktor protektif dalam makanan yang berasal dari tumbuhan. Faktor protektif pada tanaman termasuk fosfat organik, fosfat anorganik, polifenol dan fitat. Terdapat sebuah postulat dari hasil penelitian pada hewan, bahwa fosfat organik melindungi gigi dengan menyerap ke email, membentuk lapisan pelindung. Namun, fosfat organik belum ditemukan efektif pada manusia.Phytate adalah agen antikariogenik dan bertindak dengan menyerap ke permukaan enamel untuk membentuk pelindung fisik yang melindungi terhadap asam plak. Phytate alami hadir dalam makanan, namun, tidak mungkin dilepaskan dari struktur makanan sebelum ditelan. Phytate tidak cocok sebagai bahan makanan tambahan cariostatic karena diketahui dapat mengurangi penyerapan zat besi, magnesium, kalsium dan seng. Salah satu alasan utama mengapa orang-orang yang mengkonsumsi diet tinggi dalam makanan nabati mentah memiliki lesi karies sedikit mungkin karena stimulasi aliran air liur yang terjadi pada konsumsi makanan berserat. Saliva tidak hanya membantu untuk membersihkan sisa-sisa makanan dari mulut, tetapi juga sebagai buffer asam plak dan karena itu meningkatkan remineralisasi email gigi.Fosfat anorganik mencegah demineralisasi enamel, meskipun banyak bukti yang berasal dari studi hewan dan studi pada manusia yang hasilnya samar. Fosfat anorganik yang paling efektif dalam mencegah karies gigi adalah natrium trimetafosfat (Na-TMP), yang terbukti efektif ketika ditambahkan ke permen karet dan dikunyah oleh anak-anak tiga kali sehari30. Namun, kadar Na-TMP yang diperlukan untuk mencegah karies gigi dapat mengakibatkan asupan natrium tidak diinginkan menjadi tinggi. Adanya peningkatan minat dalam makanan yang mengandung polifenol, dalam studi eksperimental pada hewan telah menunjukkan senyawa ini memiliki sifat antibakteri. Apel mengandung polifenol dan merupakan stimulus yang baik untuk aliran saliva. Namun demikian, bahan ini bersifat asam di alam dan mengandung gula; uji klinis yang dilakukan beberapa dekade yang lalu pada efek kesehatan gigi apel memberikan hasil yang samar-samar. Teh juga mengandung polifenol, di samping fluoride dan flavanoids. Ekstrak teh juga telah terbukti dapat menghambat aktivitas amilase saliva studi. Pemberian infus teh hitam pada hewan menunjukkan pengurangan karies gigi. Studi epidemiologis tingkat karies pada peminum teh dibandingkan dengan non-peminum telah memberikan hasil yang beragam. Temuan dari studi terbaru menunjukkan bahwa cranberry dapat bertindak kariostatik melalui pengurangan adheren bakteri dan aktivitas glukosiltransferase dari S. mutans31.Konsumsi makanan dengan sifat kariostatik yang juga sehat dalam diet pada umumnya, misalnya susu, keju dan makanan yang tidak diolah, harus digalakkan. Namun, beberapa faktor cariostatic yang teridentifikasi dalam makanan memiliki aplikasi yang terbatas dalam bentuk aslinya, diantaranya ester dalam madu, faktor kakao dalam cokelat, asam glycyrrhizinic di licorice dan phytate. Ada potensi faktor kariostatik yang diisolasi dari makanan untuk digunakan sebagai bahan aditif makanan antikariogenik; Namun, efektivitas bahan aditif ini masih harus dikonfirmasi dalam uji klinis pada manusia.Permen karet bebas gula, selain menjadi manis dengan pemanis non-kariogenik, menyediakan gustatory dan stimulus mekanik untuk aliran saliva dan karena itu dapat dianggap sebagai kariostatik. Mengunyah permen karet bebas gula selama 20 menit setelah makan atau camilan telah ditunjukkan untuk mempercepat kembalinya pH istirahat mulut. Hasil uji klinis permen karet bebas gula telah dibahas sebelumnya.

Diet dan erosi gigiSelain menjadi pemicu utama karies gigi, diet memainkan peran penting dalam proses lain yang merusak, yaitu erosi gigi, yang menghasilkan kerusakan permukaan jaringan. Terdapat kesamaan antara karies dan erosi gigi, yaitu keduanya merupakan hasil dari demineralisasi mineral gigi oleh asam, perbedaan utamanya adalah bahwa erosi gigi terjadi karena tidak adanya biofilm gigi. Erosi gigi adalah faktor patologis utama yang menyebabkan kerusakan gigi, bersama dengan abrasi dan atrisi yang berkontribusi sebagai multifaktorial dalam kondisi ini.Proses erosi gigi cukup sederhana. Namun, ekspresi klinis erosi gigi cukup kompleks dan dimodifikasi oleh sifat-sifat kimia dan fisik makanan atau minuman32, serta faktor biologis dan perilaku33. Sementara erosi gigi diakui sebagai masalah yang semakin penting di sebagian besar negara-negara Eropa, namun tidak mendapat banyak perhatian di Amerika Serikat (Derry et al., 2000). Perubahan gaya hidup dan meningkatnya ketersediaan minuman asam dan jus dianggap bertanggung jawab atas peningkatan prevalensi erosi gigi, terutama pada anak-anak dan remaja. Selain itu, peningkatan kebersihan mulut dan obsesi dengan gigi putih mungkin memiliki konsekuensi negatif yang tidak diinginkan, menyebabkan gigi lebih rentan terhadap asam ekstrinsik dan ekstrinsik, karena kontra-intuitif, plak dan noda pada gigi sebenarnya memberikan perlindungan terhadap erosi gigi33.Potensi makanan dan minuman asam menyebabkan erosi telah dikenal selama beberapa masa34. Berbagai substansi zat asam dalam makanan telah dibuktikan keterlibatannya dalam berbagai tingkat bukti ilmiah, termasuk jus buah jeruk dan jus buah asam lainnya, minuman berkarbonasi asam, minuman uncarbonated asam, minuman olahraga asam, anggur, sari buah, teh herbal asam, buah jeruk dan buah-buahan lain asam dan buah, salad dressing, cuka dan permen rasa buah asam (untuk tinjauan melihat Nol, 1996). Yang menjadi perhatian diet khusus adalah asupan tinggi dan meningkatnya minuman asam, terutama jus dan minuman ringan, yang selain menambah kalori rendah nutri atau tidak bernutrisi, namun dapat berkontribusi terhadap erosi gigi. Di Amerika Serikat konsumsi jus buah dan minuman ringan pada remaja meningkat lebih dari dua kali lipat selama 30 tahun terakhir, sedangkan pada periode yang sama konsumsi susu menurun sebesar 36% d35.Potensi erosi dari sumber makanan asam, yaitu sitrat (jus jeruk), fosfat (minuman ringan), malic (jus apel), tartarat (jus anggur dan anggur), asetat (cuka) dan asam lain yang ditemukan dalam minuman dan makanan telah ditunjukkan dalam banyak studi in vitro, in situ dan in vivo36. Potensi erosi dari makanan asam atau minuman tidak sepenuhnya tergantung pada pH-nya, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kandungan asam yang titratable (kapasitas buffer) dan oleh sifat chelation kalsium33. Asam sitrat dianggap memiliki kemampuan lebih besar untuk menyebabkan erosi gigi dibanding asam pada makanan lainnya karena sifat chelating kalsiumnya. Potensi erosif yang utama dari makanan atau minuman tergantung pada interaksi antara sifat-sifat kimia (pH, kadar asam total, kalsium, fosfat, dan kandungan fluoride, dan kelengketan), faktor biologis (laju aliran saliva, kapasitas buffer dan komposisi, pembentukan pelikel, komposisi gigi, dan anatomi gigi dan jaringan lunak) dan perilaku (gaya hidup) faktor (kebiasaan makan dan minum, khususnya frekuensi, durasi dan waktu paparan). Interaksi faktor tersebut pada permukaan gigi yang diberikan menentukan derajat kejenuhan dalam hubungan dengan mineral gigi dan apakah erosi akan terjadi atau tidak.Mempromosikan kebiasaan makan yang baik untuk kesehatan gigiFaktor-faktor yang mempengaruhi pola makan pada tingkat nasionalKetersediaan dan ragam makanan telah meningkat secara substansial selama 50 tahun terakhir di negara-negara industri dan sebagai kemajuan kemajuan teknologi pangan, diet akan terus berubah. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan bahwa tindakan saran diet sebaiknya diambil di tingkat nasional untuk memastikan bahwa perubahan pola makan merupakan perubahan yang lebih baik. Ekspresi yang paling jelas dari perubahan terbaru dalam pola diet adalah meningkatnya jumlah individu dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Obesitas dan konsekuensinya telah menjadi masalah kesehatan global utama di sebagian besar negara industri dan berkembang. Sementara hubungan antara konsumsi gula dan obesitas telah diketahui dan peran gula dalam menyebabkan karies luar tidak dapat disangkal, hubungan antara karies gigi dan obesitas tetap belum meyakinkan karena terbatasnya jumlah penelitian berkualitas yang mendukung pendapat ini37. Willershausen et al. (2004) melaporkan hubungan antara peningkatan karies gigi dan kelebihan berat badan pada anak usia sekolah (6-11 tahun); Namun, penelitian lain belum mampu untuk mendukung hubungan tersebut. Strategi dalam membatasi konsumsi gula juga akan cenderung memiliki dampak positif pada karies kontrol.Organisasi-organisasi internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) secara berkala mengadakan konsultasi dengan ahli dalam hal yang berhubungan dengan diet dan kesehatan, yang membantu untuk memandu pemerintah dalam pembentukan rekomendasi spesifik negara. Baru-baru ini konsultasi Diet, Nutrisi dan Pencegahan Penyakit Kronis dari WHO / FAO (2003) telah membuat rekomendasi yang berlaku secara global. Sehubungan dengan asupan gula, laporan itu menyatakan:

Bukti terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa tingkat karies gigi rendah di negara-negara di mana konsumsi bebas gula di bawah 15-20 kg per orang per tahun. Ini sama untuk asupan harian 40-55 g per orang dan nilainya sama dengan 6-10% dari asupan energi. Hal ini penting untuk diketahi oleh negara-negara dengan tingkat konsumsi yang rendah agar tidak meningkatkan angka konsumsi. Untuk negara-negara dengan tingkat konsumsi tinggi disarankan agar pemerintah dan para pengambil keputusan di bidang kesehatan nasional merumuskan tujuan khusus dan spesifik negara bagi masyarakat untuk pengurangan jumlah bebas gula ke arah maksimum yang disarankan dengan asupan energi tidak lebih dari 10%.

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa untuk meminimalkan risiko erosi gigi, jumlah dan frekuensi asupan minuman ringan dan jus harus dibatasi.Kebijakan pangan pemerintahPemerintah menerbitkan laporan tentang diet dan kesehatan yang menginformasikan kebijakan pangannya. Di Inggris, Departemen Kesehatan Komite Obat dari Kebijakan Pangan telah menghasilkan laporan mengenai isu-isu yang berkaitan dengan pola makan, seperti laporan tahun 1989 mengenai diet gula dan penyakit manusia. Laporan tersebut menginformasikan kebijakan pangan dan bantuan pendidikan kesehatan langsung. Pemerintah di banyak negara telah menerbitkan strategi kesehatan mulut yang menekankan diet dan kebutuhan untuk mengurangi konsumsi gula. Pesan kesehatan gizi masyarakat yang konsisten adalah untuk meningkatkan asupan makanan pokok kaya pati (dalam varietas gandum tertentu), buah-buahan dan sayuran, dan mengurangi asupan lemak, gula ekstrinsik non-susu (bebas gula) dan alkohol. Pesan-pesan makanan harus dipromosikan oleh semua profesional kesehatan, termasuk diet, medis dan perawatan gigi profesional, dan semua departemen pemerintah (kesehatan, pertanian, pendidikan dan industri).Badan pendidikan kesehatan yang didanai oleh Pemerintah, seperti National Institutes of Health (NIH) di Amerika Serikat, menghasilkan leaflet dan booklet tentang isu-isu yang berkaitan dengan diet dan kesehatan gigi. Di Inggris buku Dasar ilmiah pendidikan kesehatan gigi38 sekarang dalam edisi kelima dan secara luas disebut oleh para profesional kesehatan gigi dan profesional medis lainnya. Dokumen tersebut penting agar para profesional kesehatan memberikan nasihat yang akurat dan konsisten.Pemerintah juga memiliki pengaruh yang kuat pada sekolah, sehubungan dengan baik isi kurikulum dan penyediaan makanan. Adalah penting bahwa pemerintah diberitahu tentang isu-isu saat ini mengenai tujuan untuk mengurangi konsumsi gula anak-anak dan pentingnya pendidikan gizi, sehingga tetap merupakan bagian penting dari kurikulum di sekolah-sekolah. Pemerintah juga memiliki peran untuk bermain dalam memastikan bahwa para profesional kesehatan memenuhi syarat memadai sehubungan dengan isu-isu makanan, dan harus menyediakan dana untuk pendidikan primer dan pendidikan lanjutan di bidang ini. Ada kebutuhan dan kesempatan untuk meningkatkan pelatihan ahli gizi dalam isu-isu kesehatan gigi dan pelatihan yang lebih mengenai isu-isu makanan bagi dokter gigi.Pemerintah memiliki peran penting untuk bermain dalam pendidikan kesehatan dan pendanaan penelitian. Pendanaan bagi pengawasan gizi berkelanjutan dan komprehensif oleh pemerintah terhadap populasi sangat penting, sehingga kebiasaan makan gula dan gizi kelompok masyarakat yang dipantau, dan hubungan antara diet dan gigi karies dapat diperiksa ulang secara berkala. Di Inggris, Badan Standar Makanan melakukan survei gizi nasional yang sedang berlangsung pada kelompok umur penduduk yang berbeda, Survei Diet dan Gigi Nasional, meliputi pemeriksaan gigi, dan dengan demikian memungkinkan pemeriksaan hubungan antara diet dan kesehatan mulut. Demikian pula di Amerika Serikat, NHANES menyediakan data tentang pola diet dan kesehatan mulut orang dewasa. Hal ini juga penting bahwa dana pemerintah yang tersedia untuk penelitian dalam perawatan primer sebagai penekanan pada berbasis bukti praktis meningkat.Undang-undang dan peraturan pemerintahLabel makanan dengan hati-hati dikendalikan, karena pelabelan gizi merupakan komponen penting. Ada banyak perdebatan mengenai apakah label nutrisi harus diwajibkan atau sukarela, namun saat ini di Eropa pelabelan bersifat sukarela dan produk hanya harus memiliki label nutrisi jika dibuat klaim kesehatan atau gizi. Sebagai contoh, jika minuman ringan mengklaim tidak ditambahkan gula, maka kadar gula harus diberi label (Tabel 19.5a). Masalah dengan sistem ini adalah bahwa makanan high sugar cenderung tidak membuat klaim kesehatan, dan karena itu produsen tidak perlu memberi label pada produknya. Jika produsen secara sukarela memberi label produk, gula dapat dimasukkan di bawah payung yang lebih luas yaitu dari karbohidrat, bersama dengan pati (Tabel 19.5b). Hal ini tidak membantu bagi konsumen, yang tahu bahwa mereka harus mengurangi asupan gula, tetapi meningkatkan asupan pati. Masih ada ruang lingkup yang luas untuk perbaikan dalam sistem pelabelan gizi dalam hal konten gula dalam makanan. Iklan di televisi lebih mahal dan di luar jangkauan bagi sebagian besar kampanye promosi kesehatan. Namun, industri makanan menghabiskan jutaan untuk iklan televisi untuk mempromosikan produk makanan yang sering kali bernilai gizi rendah, tinggi gula dan lemak39. Iklan tersebut adalah oposisi yang kuat untuk promosi kesehatan, kecuali otoritas televisi dan pemerintah di semua negara bisa memberlakukan kode etik yang lebih ketat, iklan televisi akan terus mempromosikan konsumsi makanan high sugar untuk anak-anak. Semua negara harus mengikuti contoh dari Kanada, Belgia dan Swedia, di mana semua iklan selama jam menonton anak-anak dibatasi.

Organisasi profesi dan nasionalKampanyeOrganisasi profesional nasional dokter gigi, dokter dan ahli gizi dapat mempengaruhi kebijakan nasional, dan sebagian besar memiliki dokumen kebijakan tentang diet dan kesehatan gigi. Badan-badan tersebut menginformasikan kepada pemerintah informasi tentang gula, diet dan karies gigi. Hal ini sangat diharapkan, karena bagaimanapun semua badan-badan profesional seperti itu mempromosikan pesan yang sama, dan hubungan profesional antara disiplin menjadi penting karenanya. Pressure group dan organisasi konsumen telah dikenal untuk memulai dan mempromosikan kampanye tentang isu-isu kesehatan gigi dan berhubungan dengan diet. Sebagai contoh, kelompok Action and Information on Sugars mencanangkan kampanye Chuck the Sweets off the Checkout di Inggris. Sebagai hasil dari kampanye ini, sebagian besar supermarket di Inggris menyingkirkan permen dari kasir, mengakibatkan penurunan 30% dalam penjualan gula supermarket.

Industri MakananBanyak informasi tentang diet dan kesehatan yang dihasilkan oleh industri gula terkait; mereka mungkin ingin dilihat turut memperhatikan masalah kesehatan, tetapi tujuan utama mereka adalah untuk mempromosikan konsumsi makanan gula dan kaya gula dan menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham. Informasi pendidikan yang dihasilkan oleh industri makanan terus mengikuti kepentingannya; beberapa di antaranya baik, tetapi sehubungan dengan gula dan karies gigi, informasi yang disajikan sangat berbeda dari yang dipromosikan oleh pemerintah dan badan-badan pendidikan kesehatan. Sejak 1980-an, supermarket telah merespon permintaan konsumen akan informasi tentang diet dan kesehatan dan banyak menghasilkan selebaran informasi yang baik. Mereka yang peduli dengan pendidikan kesehatan gigi harus memastikan bahwa informasi yang didistribusikan secara ilmiah benar. Profesional kesehatan ada baiknya bekerja dengan industri makanan dan mendorong peningkatan produksi produk rendah gula dan makanan rendah gula. Dalam beberapa dekade terakhir terdapat peningkatan konsumsi convinience food. Pergeseran ke arah ketergantungan pada makanan instan jauh dari makanan rumah yang dimasak, sehingga artinya bahwa konsumen memiliki sedikit kontrol atas berapa banyak gula yang ditambahkan. Gula sering tidak dijelaskan keberadaannya, sehingga orang tidak menyadari berapa banyak yang mereka konsumsi. Tindakan positif oleh industri makanan dalam hal kesehatan gigi telah menjadi produksi permen dan pemanis bebas gula dan juga pengembangan minuman ringan dengan potensi kariogenik dan erosif yang lebih rendah. Penyuluhan pada tingkat komunitasBanyak yang dapat dicapai di tingkat masyarakat setempat untuk mempromosikan kebiasaan makan yang baik bagi kesehatan gigi. Di masa lalu banyak inisiatif yang dilakukan tetapi tidak dievaluasi. Evaluasi dalam promosi kesehatan penting untuk memastikan bahwa temuan dalam program tersebut dapat berkontribusi untuk perawatan kesehatan berbasis bukti. Promosi kesehatan yang berhubungan dengan diet dan kesehatan gigi dapat dilakukan di pusat-pusat kesehatan, praktek gigi, sekolah dan tempat kerja para profesional. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh praktisi seperti seperti bidan dan kunjungan kesehatan lainnya, merupakan sumber informasi yang penting bagi orang tua dan sangat penting bahwa mereka menerima pelatihan yang memadai dan berkelanjutan dalam diet dan isu-isu terkait. Kepala sekolah penting dalam menentukan kebijakan kesehatan di sekolah-sekolah Inggris yang mencakup bidang-bidang seperti toko di dalam sekolah. Ada bukti dari Australia dan Inggris yang melarang permen di sekolah dapat mengurangi perkembangan karies gigi pada anak-anak40.

Petugas kesehatan gigi masyarakat memiliki peran penting dalam mempromosikan pentingnya diet dan kesehatan mulut, dan dalam mendidik profesional kesehatan berbasis masyarakat lainnya dalam topik tersebut, misalnya dengan bekerja sama dengan ahli gizi masyarakat, perawat dan apoteker. Program kesehatan masyarakat telah ada di Skandinavia selama beberapa tahun; didalamnya termasuk diberikan saran diet untuk kesehatan gigi baik di tingkat individu dan kelompok. Di Finlandia saran tersebut telah difokuskan pada tujuan menghindari konsumsi gula dan sering menggunakan permen karet xylitol setidaknya sekali sehari. Di Swiss sukses dengan program untuk mendorong penggunaan permen bebas gula dengan logo 'aman untuk gigi' (Zahnfreundlich), yang kini berjumlah hampir seperempat dari seluruh merk permen yang dijual. Dokter gigi di Skandinavia mempromosikan program Saturday Sweets Day, sebuah sistem dimana anak-anak menumpuk permen dan gula-gula yang diberikan kepada mereka selama seminggu dan mengkonsumsinya pada hari Sabtu. Ini berarti bahwa frekuensi konsumsi menurun jauh tanpa menimbulkan rasa kehilangan. Penyuluhan pada tingkat individuRincian saran diet untuk individu akan dibahas dalam Bab 27. Disini akan disebutkan beberapa pertimbangan umum untuk saran pada tingkat individu. Kontrol diet adalah bagian penting dari pencegahan karies. Beberapa orang mungkin berpendapat diet tidak penting karena Anda tidak dapat mengubah apa yang orang makan. Bagaimanapun, diet telah mengalami perubahan dan cukup banyak pengaruhnya selama setengah abad terakhir; sangat penting untuk memastikan adanya upaya lanjutan untuk memastikan bahwa perubahan sesuai dengan yang diharapkan dalam hal kesehatan gigi. Adanya dukungan ilmiah dalam intervensi diet dapat memiliki dampak positif pada perilaku diet41. Sementara bukti dicari, penelitian telah menunjukkan bahwa saran diet untuk membatasi konsumsi gula dapat efektif dalam mengurangi karies gigi42. Meskipun penting, statistik menunjukkan bahwa pemberian saran diet dalam praktek gigi masih kurang. Di Inggris, Dental Survey of the National Diet dan Nutrition Survey menunjukkan bahwa kurang dari 50% dari orang tua anak-anak prasekolah telah menerima saran dari dokter gigi mereka tentang diet dan kesehatan gigi43. Hal ini diketahui bahwa banyak praktik gigi tidak mengikuti satuan protokol untuk penyediaan saran diet, karena tidak adanya aturan siapa yang berperan untuk memberikan saran ini, dan adanya anggapan bahwa tidak ada ketentuan yang memadai mengenai pemberian saran ini dalam perawatan pasien. Banyak faktor yang mempengaruhi pilihan makanan individu, yang menyebabkan seringkali sulit untuk mangarahkan pasien agar mengubah apa yang mereka makan. Faktor fisiologis, psikologis, perilaku, sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi pilihan makanan, dan semua harus dipertimbangkan ketika memfasilitasi perubahan pola makan. Ada terlalu sedikit penelitian ke efektivitas saran diet dalam praktek gigiKedokteran gigi pencegahan sering memfokuskan pada tingkat individu, dan pemerintah menyatakan bahwa individu dengan dukungan dari para profesional kesehatan, harus bertanggung jawab untuk tindakannya. Tidak semua individu harus menerima saran diet sebagai tindakan preventif (seperti yang dibahas oleh Rose, 1993). Jika semua pasien diberikan saran diet, akan membutuhkan banyak waktu untuk mendapat hasil hingga ke tingkat yang memuaskan. Memberikan saran preventif kepada pasien berisiko karies rendah juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang tidak perlu (untuk pasien) dan biaya (ke dokter gigi) dengan sedikit keuntungan. Pendekatan alternatif adalah dengan melakukan skrining untuk mencari pasien yang berisiko tinggi. Namun, ini memerlukan proses penyaringan yang kuat, skrining tidak mudah dan pasti mengarah ke beberapa pasien berisiko tinggi yang terdeteksi. Setiap individu harus memahami faktor yang berkontribusi terhadap karies gigi. Pendekatan dilakukan dengan memberikan saran pada dua tingkat: saran umum untuk semua pasien (lisan, tertulis dan informasi visual di ruang tunggu dan praktek untuk memperkuat pesan) dan saran disesuaikan individu untuk pasien yang berada pada risiko yang lebih tinggi. Leaflet berguna untuk memberikan saran secara umum, terutama jika disesuaikan dengan kelompok usia dan kemampuan membaca pada pasien. Agar berhasil dalam intervensi diet individu, harus dilakukan lebih dari sekedar memberikan pengetahuan. Intervensi diet membutuhkan penilaian yang akurat dari kebutuhan, situasi, dan kemampuan dan kemauan pasien untuk mengubah pola hidupnya44. Dokter gigi sebagai fasilitator dan motivator harus mengupayakan agar kemauan untuk berubah pun datang dari dalam diri pasien. Dokter gigi harus memenuhi syarat secara memadai dan percaya diri untuk memberikan saran kepada pasien mereka; Namun, dalam beberapa kasus dokter gigi mungkin memerlukan bantuan dan keahlian dari seorang ahli diet. Kasus tersebut dapat mencakup pasien dengan diet dan terapi khusus serta orang-orang dengan kebiasaan makan yang tidak biasa dan gangguan makan.Saran diet yang sukses di tingkat individu (saran yang mengarah pada pengurangan karies) membutuhkan saran yang efektif, ketentuan yang memadai dan sumber daya untuk memberikan saran, dan kepatuhan pasien. bagaimanapun, upaya-upaya pada level ini membutuhkan strategi berbasis populasi dalam tindakan kontrol karies.

DAFTAR PUSTAKA

1. Birkhed D. Sugar substitutes one consequence of the Vipeholm study? Scand J Dent Res 1989; 97: 1269.2. Frostell G, Blomlf L, Blomqvist T, et al. Substitution of sucrose by Lycasin in candy. The Roslagen study. Acta Odontol Scand 1974; 32: 23554.3. Scheinin A, Mkinen KK. Turku sugar studies IXXI. Acta Odontol Scand 1975; 33 (Suppl 70): 1351.4. Birkhed D, Br A. Sorbitol and dental caries.World Rev Nutr Diet 1991; 65: 137.5. Kalfas S, Svenster G, Birkhed D, Edwardsson S. Sorbitol adaptation of dental plaque in people with low and normal salivary secretion rates. J Dent Res 1990; 69: 4426.6. Mhlemann HR, Schmid R, Noguchi T, Imfeld T, Hirsch RS. Some dental effects of xylitol under laboratory and in vivo conditions. Caries Res 1977; 11: 26376.7. Aguirre-Zero O, Zero DT, Proskin HM. Effect of chewing xylitol chewing gum on salivary flow rate and the acidogenic potential of dental plaque. Caries Res 1993; 27: 559.8. Sderling E, Mkinen KK, Chen CY, Pape HR Jr, Loesche W, Mkinen PL. Effect of sorbitol, xylitol, and xylitol/sorbitol chewing gums on dental plaque. Caries Res 1989; 23: 37884.9. Svanberg M, Birkhed D. Effect of dentifrices containing either xylitol and glycerol or sorbitol on mutans streptococci in saliva. Caries Res 1991; 25: 44953.10. Sderling E, Isokangas P, Pienihakkinen K, Tenovuo J, Alanen P. Influence of maternal xylitol consumption on motherchild transmission of mutans streptococci: 6-year follow up. Caries Res 2001; 35: 1737.11. Imfeld T, Mhlemann HR. Addendum to: Acid production from Swedish Lycasin (candy quality) and French Lycasin (80/85) in human dental plaque. Caries Res 1978; 12: 25663.12. Edwardsson S, Birkhed D,Mejre B. Acid production from Lycasin, maltitol, sorbitol and xylitol by oral streptococci and lactobacilli. Acta Odontol Scand 1977; 35: 25763.13. Birkhed D, Edwardsson A, Ahldn M-L, Frostell G. Effects of 3 months consumption of hydrogenated starch hydrolysate (Lycasin), maltitol, sorbitol and xylitol on human dental plaque. Acta Odont Scand 1979; 37: 10315.14. Brown AT,Wittenber CL.Mannitol and sorbitol catabolism in Streptococcus mutans. Arch Oral Biol 1973; 18: 11726.15. Imfeld T. Identification of low caries risk dietary components. Monogr Oral Sci 1977; 11: 1198.16. Mkinen K. The rocky road of xylitol to its clinical application. J Dent Res 2000; 79: 13525.17. Scheinin A, Mkinen KK. Turku sugar studies IXXI. Acta Odontol Scand 1975; 33 (Suppl 70): 1351.18. Isokangas P, Alanen P, Tiekso J, Mkinen KK. Xylitol chewing gum in caries prevention: a field study in children. J Am Dent Assoc 1988; 117: 31520.19. Kandelman D, Gagnon G. A 24-month clinical study of the incidence and progression of dental caries in relation to consumption of chewing gum containing xylitol in school preventive programs. J Dent Res 1990; 69: 17715.20. Mkinen KK, Bennett CA,Hujoel PP, Isokangas PJ, Isotupa KP, Pape HR Jr. Xylitol chewing gums and caries rates, a 40-month cohort study. J Dent Res 1995; 74: 190413.21. Isokangas P, Mkinen KK, Tiekso J, Alanen P. Long-term effect of xylitol chewing gum in the prevention of dental caries; a follow-up 5 years after termination of prevention program. Caries Res 1993; 27: 4958.22. Imfeld T. Clinical caries studies with polyalcohols: a literature review. Schweiz Monatsschr Zahnmed 1994; 104: 9415.23. Alanen P, Isokangas P, Gutmann K. Xylitol candies in caries prevention: results of a field study in Estonian children. Community Dent Oral Epidemiol 2000; 28: 21824.24. Machiulskiene V, Nyvad B, Baelum V. Caries preventive effect of sugar substituted chewing gum. Community Dent Oral Epidemiol 2001; 29: 27888.25. Levy S, Warren JJ, Broffitt B, Harris SL, Kanellis MJ. Fluoride, beverages and dental caries in the primary dentition. Caries Res 2003; 37: 15765.26. Marshall T, Levy SM, Broffitt B, et al. Dental caries and beverage consumption in young children. Pediatrics 2003; 112: 18491.27. Hackett AF, Rugg-Gunn AJ, Murray JJ, Roberts GJ. Can breast feeding cause dental caries? Hum Nutr Appl Nutr 1984; 38A: 238.28. Reynolds EC, Cai F, Shen P,Walker GD. Retention in plaque and remineralization of enamel lesions by various forms of calcium in a mouthrinse or sugar-free chewing gum. J Dent Res 2003; 82: 20611.29. Gedalia I, Ben-Mosheh S, Biton J, Kogan D. Dental caries protection with hard cheese consumption. Am J Dent 1994; 7: 3312.30. Finn SB, Frew RA, Leibowitz R, et al. The effect of sodium trimetaphosphate (TMP) as a chewing gum additive on caries increments in children. J Am Dent Assoc 1978; 96: 6515.31. Koo H, de Guzman N, Schobel BD,Vacca Smith AV, Bowen WH. Influence of cranberry juice on glucan-mediated processes involved in Streptococcus mutans biofilm development. Caries Res 2006; 40: 207.32. Larsen MJ,Nyvad B. Enamel erosion by some soft drinks and orange juices relative to their pH, buffering effect and contents of calcium phosphate. Caries Res 1999; 33: 817.33. Zero DT, Lussi A. Etiology of enamel erosion intrinsic and extrinsic factors. In: Addy M, Embery G, Edgar M, Orchardson R, eds. Tooth wear and sensitivity. London: Martin Dunitz, 2000; 12139.34. Miller WD. Experiments and observations on the wasting of tooth tissue erroneously designated as erosion, abrasion, denudation, etc. Dent Cosmos 1907; 49: 10924.35. Cavadini C, Siega-Riz AM, Popkin BM. US adolescent food intake trends from 1965 to 1996. Arch Dis Child 2000; 83: 1824.36. Lussi A, Jaeggi T, Zero D. The role of diet in the aetiology of dental erosion. Caries Res 2004; 38 (Suppl 1): 3444.37. Ludwig DS, Peterson KE, Gortmaker SL. Relation between consumption of sugar-sweetened drinks and childhood obesity: a prospective, observational analysis. Lancet 2001; 357: 5058.38. Levine R, Stillman-Lowe C. The scientific basis of oral health education, 5th edn. London: BDA Books, 2003.39. Dibb S, Castell A. Easy to swallow, hard to stomach: the results of a survey of food advertising on television. London: National Food Alliance, 1995.40. Rugg-Gunn AJ, Nunn JH. Nutrition, diet and oral health. Oxford: Oxford University Press, 1999.41. Bradbury J, Thomason JM, Jepson NJA, Walls AWG, Allen PF, Moynihan PJ. Nutrition counseling increases fruit and vegetable intake in the edentulous. J DentRes 2006; 85:4638.42. Becks H. Carbohydrate restriction in the prevention of dental caries using the LA. count as one index. J Cal State Dent Assoc 1950; 26: 538.43. Hinds K, Gregory JR. National Diet and Nutrition Survey: children aged 1.5 to 4.5 years, Vol. 2, Report of the dental survey. London: HMSO, 1995.44. Lake A. Changing dietary behaviour. Quintessence Int 2006; 37: 78891.